Bab 2 Tata Pemerintahan Kerajaan Mataram │ 13

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Bab 2 Tata Pemerintahan Kerajaan Mataram │ 13 SAMBUTAN Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, saya menyambut baik terbitnya buku Sejarah Pemerintahan Daerah Istimewa Yogyakarta. Sebuah buku yang secara lengkap membahas sejarah tata kelola pemerintahan di DIY yang jejaknya merentang sejak masa Mataram Islam hingga saat ini. Melalui buku ini kita bisa melihat bahwa tata kelola pemerintahan di DIY meskipun selalu berubah mengikuti perkembangan zaman, namun dalam proses perubahannya tidak pernah meninggalkan nilai, norma, dan budaya yang mengakar di Yogyakarta. Penjelasan kronologi sejarah dalam buku ini memberikan kita pemahaman bahwa perubahan tata kelola pemerintahan di DIY dari masa ke masa bukanlah perubahan yang revolusioner namun merupakan suatu perubahan yang lebih bersifat transformatif. Membaca buku ini, kita juga bisa melihat bahwa tata pemerintahan di DIY merupakan perpaduan antara birokrasi modern dan institusi tradisional (Kasultanan dan Kadipaten). Perpaduan tersebut merupakan konsekuensi dari status keistimewaan DIY yang diperoleh sejak lama dan semakin diperkuat dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY. Menelisik akar kesejarahan di DIY dan falsafah yang menyertainya memberikan kita gambaran tentang berbagai macam aspek yang menjadi fondasi tata pemerintahan di DIY. Beberapa aspek dasar tata pemerintahan tersebut antara lain demokrasi, kerakyatan, ke-bhineka-tunggal-ika-an, efektivitas pemerintahan, dan pendayagunaan kearifan lokal. Secara struktur, kelima aspek dasar tersebut dalam perjalanannya senantiasa mengalami perubahan namun dengan tetap mempertahankan prinsip nilai, norma, dan budaya yang ada di DIY. Buku sejarah pemerintahan ini disusun dalam kerangka untuk memahami dinamika perubahan dan keberlanjutan tata pemerintahan DIY dalam lintasan sejarah sampai dengan situasi kontemporer. Maka dengan demikian diharapkan baik aparatur pemerintahan maupun masyarakat luas dapat memahami lebih dalam bagaimana hubungan antara sejarah, keraton, kadipaten, Negara, dan masyarakat di DIY dalam pusaran perubahan tata kelola pemerintahan. i Apresiasi dan penghargaan yang setinggi-tingginya kami sampaikan kepada tim penyusun dan pakar yang terlibat dalam pembuatan buku ini. Semoga buku ini dapat menjadi titik tolak pemahaman yang komprehensif bagi kita bersama akan sejarah pemerintahan di DIY. Sebuah pemahaman bersama yang pada akhirnya akan bermuara pada terjaga dan berkembangnya aspek-aspek dasar tata pemerintahan yang sudah terbangun untuk masa- masa yang akan datang. Yogyakarta, September 2017 Sekretaris Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta, Ir. Gatot Saptadi NIP. 19590902 198803 1 003 ii Kata Pengantar Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga buku Sejarah Pemerintahan DIY ini dapat tersusun dengan baik. Buku ini merupakan penjabaran secara komprehensif tentang perjalanan panjang tata pemerintahan di DIY sejak masa Kerajaan Mataram Islam sebagai cikal bakal DIY hingga implementasi status keistimewaan pada tata pemerintahan saat ini. Perubahan merupakan sebuah keniscayaan termasuk perubahan dalam tata pemerintahan yang senantiasa mengikuti dan menyesuaikan dengan perubahan zaman. Akan tetapi perubahan tata pemerintahan di DIY merupakan suatu proses yang tidak menghilangkan nilai, norma, dan budaya yang ada. Salah satu aspek yang terus berkesinambungan dapat dilihat dari bagaimana posisi dan hubungan masyarakat terhadap kedudukan keraton dan raja. Melalui buku ini, pembaca dan masyarakat diharapkan semakin memahami esensi dan sejarah panjang keistimewaan di DIY melalui sudut pandang tata kelola pemerintahan dari masa ke masa. Pembaca dan masyarakat bisa menelusuri jejak-jejak tata pemerintahan dari era Mataram Islam sampai dengan era Kasultanan Yogyakarta yaitu bagaimana sejarah berdirinya, struktur pemerintahan nagarinya sampai dengan pengaruh kolonial terhadap pemerintahan pada masa itu. Selanjutnya juga disuguhkan bagaimana peran dan struktur pemerintahan di DIY yang berkelindan dengan tata pemerintahan nasional mulai dari masa revolusi kemerdekaan sampai dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY. Peneguhan status keistimewaan yang disandang DIY berdasarkan pengesahan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY juga membawa implikasi pada perubahan tata kelola pemerintahan di DIY. Penyelenggaraan pemerintahan DIY saat ini terbagi menjadi dua yakni urusan pemerintahan dan urusan keistimewaan. Urusan pemerintahan mengacu pada UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan urusan keistimewaan mengacu pada UU No. 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY. Setidaknya ada lima aspek keistimewaan yang diatur iii dalam undang-­­undang ini yaitu pengisian jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur DIY, kelembagaan pemerintah DIY, kebudayaan, pertanahan, dan tata ruang. Besar harapan kami, buku ini dapat memberikan informasi dan manfaat bagi aparatur pemerintah dan masyarakat dalam memahami dinamika tata pemerintahan sekaligus status keistimewaan di DIY. Terima Kasih. Jogja Istimewa. Tim Penyusun iv Daftar Isi Bab 1 Pendahuluan │ 1 Bab 2 Tata Pemerintahan Kerajaan Mataram │ 13 Bab 3 Tata Pemerintahan Kasultanan Yogyakarta │ 59 Bab 4 Tata Pemerintahan Kadipaten Pakualaman │ 97 Bab 5 Reformasi Tata Pemerintahan Masa Kolonial Belanda dan Pendudukan Jepang │ 135 Bab 6 Menjadi Bagian Republik Indonesia │ 193 Bab 7 Dari Monarkhi Menuju Masyarakat Demokratis: Transformasi Pemerintahan dan Kehidupan Bernegara di Yogyakarta │ 239 Bab 8 Tata Pemerintahan Nasional dan Desentralisasi Asimetris DIY │ 289 Bab 9 Status Keistimewaan dan Implikasinya terhadap Tata Kelola Pemerintahan di Daerah Istimewa Yogyakarta │ 309 v Bab 10 Masa Depan Keistimewaan │ 365 Bab 11 Penutup │ 377 Daftar Pustaka │ 381 Lampiran-Lampiran vi Bab 1 Pendahuluan Tata Pemerintahan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang ada saat ini merupakan perpaduan antara birokrasi modern (sistem nasional) dan institusi tradisional (kasultanan dan pakualaman). Tata pemerintahan campuran ini merupakan konsekuensi dari status istimewa yang melekat di DIY, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY. Keistimewaan Yogyakarta merupakan salah satu bentuk hubungan pusat – daerah (desentralisasi) di Indonesia yang bersifat asimetris. Desentralisasi asimetris, sebagaimana dijelaskan di banyak literatur, merupakan status dan bentuk hubungan pusat-daerah yang bersifat khusus, yang diberikan oleh pemerintah pusat dikarenakan alasan-alasan tertentu. Alasan desentralisasi asimetris sangat beragam, mulai dari karakteristik sosio-kultural, politik, ekonomi, dan kesejarahan yang khas. Di banyak Negara, desain desentralisasi asimetris merupakan jalan keluar atas persoalan ketegangan hubungan pusat – daerah dan sebagai upaya untuk mempertahankan integrasi nasional/kewilayahan sebuah Negara. Di Indonesia, desain desentralisasi asimetris diberikan untuk sejumlah provinsi, dengan pertimbangan yang beragam, yaitu: DKI Jakarta (sebagai Ibukota Negara), Nanggroe Aceh Darussalam (resolusi konflik politik), Otonomi Khusus Papua (resolusi konflik politik dan pembangunan ekonomi/kesejahteraan), dan DIY (pengakuan peran kesejarahan dalam pembentukan republik). Terlepas dari alasan pemberian status khusus/istimewa, desain desentralisasi asimetris membawa konsekuensi langsung terhadap model tata pemerintahan di provinsi yang bersangkutan. Di DIY, perkembangan tata pemerintahan bersifat dinamis, mencerminkan adaptasi dan kombinasi antara unsur modern dan tradisional. Pada periode sejarah tertentu karakter tata pemerintahan dipengaruhi oleh nuansa institusi tradisional dan pada periode lainnya merupakan adaptasi atas sistem birokrasi modern. Dalam konteks kesejarahan yang lebih panjang, tata pemerintahan DIY mendapatkan pengaruh kuat dari struktur kekuasaan dan hierarki birokrasi Kasultanan dan Pakualaman, yang setelah bergabung ke dalam Republik Indonesia, mengadaptasi struktur birokrasi nasional. Perkembangan terakhir struktur dan sistem tata pemerintahan DIY merupakan konsekuensi dari status keistimewaan. Status ini memberikan legitimasi formal bagi pengakuan dan peneguhan kedudukan 1 institusi politik dan pemerintahan tradisional yang ada di Yogyakarta dalam sistem pemerintahan Indonesia modern. Penetapan undang-undang Keistimewaan menyebabkan penyelenggaraan pemerintahan DIY harus mencakup dua kategori urusan sekaligus, yaitu pemerintahan umum dan kewenangan keistimewaan. Urusan pemerintahan mengacu pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dan bersifat seragam untuk semua daerah otonom di Indonesia, sementara kewenangan keistimewaan DIY mencakup aspek; pengisian gubernur dan wakil gubernur, kebudayaan, pertanahan dan tata ruang, dan struktur organisasi pemerintahan. Perubahan dan perkembangan tata kelola pemerintahan merupakan suatu kewajaran, terutama dikaitkan berbagai aspek reformasi politik dan pemerintahan dan sebagai respon atas dinamika masyarakat. Meskipun melewati sejumlah tahapan kritis sejarah politik dan pemerintahan, perubahan tata pemerintahan DIY tidak pernah terjadi secara revolusioner, namun cenderung bersifat transformatif. Di dalam proses perubahan yang terjadi, selalu ada aspek yang bersifat tetap (berkesinambungan) dan mengalami perubahan. Dimensi kesinambungan dan perubahan (continuity and change) menyertai secara bersamaannya. Ada beberapa nilai dasar dalam proses panjang pembentukan suatu pemerintahan yang terus dijaga dan dirawat sebagai kearifan lokal, namun di sisi lain ada nilai-nilai yang berubah karena ketidaksesuaiannya
Recommended publications
  • Concise Ancient History of Indonesia.Pdf
    CONCISE ANCIENT HISTORY OF INDONESIA CONCISE ANCIENT HISTORY O F INDONESIA BY SATYAWATI SULEIMAN THE ARCHAEOLOGICAL FOUNDATION JAKARTA Copyright by The Archaeological Foundation ]or The National Archaeological Institute 1974 Sponsored by The Ford Foundation Printed by Djambatan — Jakarta Percetakan Endang CONTENTS Preface • • VI I. The Prehistory of Indonesia 1 Early man ; The Foodgathering Stage or Palaeolithic ; The Developed Stage of Foodgathering or Epi-Palaeo- lithic ; The Foodproducing Stage or Neolithic ; The Stage of Craftsmanship or The Early Metal Stage. II. The first contacts with Hinduism and Buddhism 10 III. The first inscriptions 14 IV. Sumatra — The rise of Srivijaya 16 V. Sanjayas and Shailendras 19 VI. Shailendras in Sumatra • •.. 23 VII. Java from 860 A.D. to the 12th century • • 27 VIII. Singhasari • • 30 IX. Majapahit 33 X. The Nusantara : The other islands 38 West Java ; Bali ; Sumatra ; Kalimantan. Bibliography 52 V PREFACE This book is intended to serve as a framework for the ancient history of Indonesia in a concise form. Published for the first time more than a decade ago as a booklet in a modest cyclostyled shape by the Cultural Department of the Indonesian Embassy in India, it has been revised several times in Jakarta in the same form to keep up to date with new discoveries and current theories. Since it seemed to have filled a need felt by foreigners as well as Indonesians to obtain an elementary knowledge of Indonesia's past, it has been thought wise to publish it now in a printed form with the aim to reach a larger public than before.
    [Show full text]
  • Narratology and New Historicism in Keong Mas
    NARRATOLOGY AND NEW HISTORICISM IN KEONG MAS Retnowati1; Endang Ernawati2 1, 2English Department, Faculty of Humanities, Bina Nusantara University Jln. Kemanggisan Illir III No. 45, Palmerah, Jakarta 11480, Indonesia [email protected]; [email protected] ABSTRACT The goal of this research was to know how the folktale Keong Mas was narrated based on Vladimir Propp’s Narratology (1968). Then the evidence in the story was compared to the historical evidence happening during the reign of the two dynasties in the Kediri Kingdom in the eleventh century using the theory of New Historicism. This research used a qualitative method which was based on library research. Furthermore, the research is to know that the work of literature is not always independent. It can be traced through the historical evidence in the folktale which becomes their clues. It is to inform the readers that a work of literature is actually the imitation, that is the reflection of the society. Keywords: elements of folktale, Propp’s narratology, new historicism, historical events INTRODUCTION Indonesian culture produces many kinds of the folktale. They are variously based on the tribes and the areas where the folktales come from. The characters in folktale would be the mirror of human life in the society (Hendra, 2013). Some of the folktales are now written, and some are translated into foreign languages such as English. The elements of folktale are generally part of the oral tradition of a group, more frequently told than read, passing down from one generation to another, taking on the characteristics of the time and place in which they are told, sometimes taking on the personality of the storyteller, speaking to universal and timeless themes, trying to make sense of our existence, helping humans cope with the world in which they live, or explaining the origin of something, often about the common person and may contain supernatural elements.
    [Show full text]
  • Srimpi Gadhěg Putri: a Traditional Dance of Pakualaman in the Langěn Wibawa’S Manuscript
    International Journal of the Malay World and Civilisation 8(1), 2020: 47 - 57 (https://doi.org/10.17576/jatma-2020-0801-05) Srimpi Gadhěg Putri: A Traditional Dance of Pakualaman in The Langěn Wibawa’s Manuscript Srimpi Gadhěg Putri: Tari Klasik Pakualaman dalam Naskah Langěn Wibawa MUHAMMAD BAGUS FEBRIYANTO & TITIK PUDJIASTUTI ABSTRACT Langěn Wibawa manuscript (thereafter abbreviated LW) with collection code of LL 20, belonging to the collection of Pura Pakualaman Yogyakarta Library, is a performing art-genre manuscript. This manuscript documents 28 dances in Kadipaten Pakualaman during Paku Alam IV reign. One of dances documented in LW manuscript is Srimpi Gadhěg Putri. Post-Paku IV reign, the Srimpi Gadhěg Putri was no longer recognized for its repertoire presentation. The disconnected preservation of Srimpi Gadhěg Putri dance whips the spirit to restudy the dance’s construction. By means of LW text, information on dance is dug and studied in order to be known by the public. Primary data of Javanese-language and letter manuscript was obtained using philological method yielding LW text edition. The next method, ethnochoreology, was used to study the component of Srimpi Gadhěg Putri dance including theme, music, dance arena, tata lampah dan tata rakit, and fashion and property. Considering the result of analysis, it can be seen that Srimpi Gadhěg Putri dance holds on standard rule of srimpi dance called lampah bědhayan, and refers to Kasultanan Ngayogyakarta dance tradition. Although following the rule of Srimpi dance in general, Srimpi Gadhěg Putri dance has such characteristics as kapang-kapang majěng procession in two stages, kaci fashion for the character of jaja and kandha narrative sang.
    [Show full text]
  • CHAPTER IV FINDING and ANALYSIS A. the Succession of the Governor in Yogyakarta Special Region 1. the Governor's Election Syste
    CHAPTER IV FINDING AND ANALYSIS A. The Succession of the Governor in Yogyakarta Special Region 1. The Governor's Election System in DIY According to the Indonesian Government system, the system of Indonesian Government consists of three levels, namely: central government, regional government consisting of provincial and district/ city, and village government.53 The regional government is the Head of Region and the Vice Head of Region as an element of the regional government which guarantees the implementation of the government affairs which is the authority of the autonomous region.54 Article 18 of 1945 Constitution determines that the territory of Indonesia is divided into provincial areas, and the provinces are divided into districts and cities. Each province, district, and city have local government as determined by Law. In regulating the form and structure of regional government, the state recognizes and respects to the special regional government units which will be regulated by Law.55 Before the amendment of 1945 Constitution or since the proclamation of independence on August 17th, 1945, there are at least some provinces 53 Suharizal, Muslim Chaniago, 2017, Hukum Pemerintahan Daerah Setelah Perubahan UUD 1945, Yogyakarta: Thafa Media, p. 52 54 Andi Pangerang Moenta, Syafa‟at Anugrah Pradana, 2018, Pokok-Pokok Hukum Pemerintahan Daerah, Depok: Rajawali Pers, p. 26. 55 Ibid., p. 50. 22 with special status or special region, namely: DIY, Nanggroe Aceh Darussalam, and Jakarta.56 The Governor, the Regent, the Mayor, and the regional apparatus are the element of local government administration. Each region is led by the Head of Government called the Head of Region.
    [Show full text]
  • Inter Relasi Gatra Wayang Kulit Purwa ' Kyai Jimat' Gaya Pakualaman
    Bima Slamet Raharja, Inter Relasi Gatra Wayang Kulit Purwa VOLUME 03, No. 01, November 2016: 1-30 INTER RELASI GATRA WAYANG KULIT PURWA ‘ KYAI JIMAT’ GAYA PAKUALAMAN DENGAN ILUSTRASI WAYANG DALAM MANUSKRIP SKRIPTORIUM PAKUALAMAN Bima Slamet Raharja Prodi Sastra Jawa, Departemen Bahasa dan Sastra Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada [email protected] ABSTRACT This study discusses about historical aspects and inter relation between Pakualaman ‘s wayang purwa and a number of illustrations in the manuscripts. Pakualaman’s wayang purwa is called Kyai Jimat, which changed and developed along the turn of Pakualaman leadership until the era of seventh leadership. A number of Pakualaman’s wayang purwa more infl uenced by a wayang illustrations on the manuscripts, such as at the Serat Baratayuda, Serat Rama, Serat Lokapala, Sestradisuhul, Pawukon, Sestra Ageng Adidarma, etc. The spesifi c was discovered through the form of design of motif, colouring, and ornaments. According to iconographic aspects was discovered through tatahan (carving), sunggingan (colouring), and symbolic. The creation of wayang purwa ‘Kyai Jimat’ s Pakualaman not merely for the performance purposes. Most of the characters that are made, is closely related to its narrative in literature text “scriptorium” from Paku Alam I until Paku Alam VII. There are various assumption emerge that wayang kulit made within Pakualaman style is not complete. Because its characters that is created in Pakualaman, is only emphasize in pedagogy aspect that relates to highly respectfully sestradi doctrin. Intertextuality aspect is important in order to reveal each of its character existance; which will be further understood through the shape and style, symbol that is found within the wayangs puppet.
    [Show full text]
  • Partisipasi Masyarakat Kampung Kauman Pada Tradisi Sekaten Di Keraton Yogyakarta
    Endogami: Jurnal Ilmiah Kajian Antropologi Vol. 3 No. 2 : Juni 2020 E-ISSN : 2599-1078 Partisipasi Masyarakat Kampung Kauman pada Tradisi Sekaten di Keraton Yogyakarta Rosa Novia Sapphira 1, Eko Punto Hendro 1, Amirudin 1 1Program Studi Antropologi Sosial, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Sudharto, SH, Kampus Tembalang Semarang – 50275 E-mail: [email protected]; E-mail: [email protected]; E-mail: [email protected] Abstract The existence of Sekaten tradition in The Yogyakarta Palace is one form of Javanese cultural heritage that is still preserved by the community until this day. According to the history, the emergence of Sekaten Tradition was not only to celebrate the birthday of the Prophet Muhammad, but also an initiation by Wali Sanga as an effort to spread the religion of Islam. The phenomenon of religious and cultural relations can be seen directly in the Sekaten Tradition held in Yogyakarta and its relation to the Kauman Yogyakarta Community. In fact, Sekaten with mystical traditional colors still exist in Kauman Village, where the majority of their people are identical with Islam and Muhammadiyah. They were accepted Sekaten's presence, even participated in those celebration. So that, the Sekaten tradition which always smells things that are forbidden by Islam, can continue to run well in every year. Kata Kunci: Traditional Ritual, Tradisional, Sekaten Tradition, Kauman, Ngayogyakarta Palace 1. Pendahuluan Upacara tradisional ialah kegiatan sosial yang melibatkan para warga masyarakat dalam usaha mencapai tujuan keselamatan bersama. Kelestarian dari upacara tradisional dipengaruhi oleh tujuan dan fungsi upacara itu sendiri bagi kehidupan masyarakat pendukungnya, sehingga upacara tradisional dapat mengalami kepunahan apabila tidak memiliki fungsi sama sekali di dalam kehidupan masyarakat pendukungnya (Suratmin, 1991-1992: 1).
    [Show full text]
  • Tenaga Dalam Volume 2 - August 1999
    Tenaga Dalam Volume 2 - August 1999 The Voice of the Indonesian Pencak Silat Governing Board - USA Branch Welcome to the August issue of Tenaga Dalam. A lot has occurred since May issue. Pendekar Sanders had a very successful seminar in Ireland with Guru Liam McDonald on May 15-16, a very large and successful seminar at Guru Besar Jeff Davidson’s school on June 5-6 and he just returned from a seminar in England. The seminar at Guru Besar Jeff Davidson’s was video taped and the 2 volume set can be purchased through Raja Naga. Tape 1 consists of blakok (crane) training and Tape 2 has about 15 minutes more of blakok training followed by a very intense training session in various animal possessions including the very rare Raja Naga possession. Guru Besar Davidson and his students should be commended on their excellent portrayal of the art. Tape 1 is available to the general public, but due to the intense nature of tape 2 you must be a student. It is with great sadness that I must report that Guru William F. Birge passed away. William was a long time personal student of Pendekar Sanders and he will be missed by all of the people that he came into contact with. 1 Tribute to Guru William F. Birge Your Memory Will Live On In Our Hearts. 2 DJAKARTA aeroplane is a lead-coloured line of sand beaten by EX ‘PEARL OF THE EAST’ waves seeping into a land as flat as Holland. The Dutch settlers who came here in 1618 and founded The following is a passage from the wonderful Batavia must have thought it strangely like their book Magic and Mystics of Java by Nina Epton, homeland.
    [Show full text]
  • Peran Kepemimpinan Pengaruhnya Terhadap Motivasi, Komitmen Dan Kinerja Organisasi Di Pura Pakualaman Yogyakarta
    Jurnal Khasanah Ilmu Vol. 9 No. 2 September 2018 Peran Kepemimpinan Pengaruhnya Terhadap Motivasi, Komitmen Dan Kinerja Organisasi Di Pura Pakualaman Yogyakarta R. Jati Nurcahyo1), Sri Kiswati2) Universitas Bina Sarana Informatika E-mail : [email protected]), [email protected]) Abstract - The smart leadership style implemented by K.G.P.A.A. Paku Alam X has an important role in improving the organization work performance in Pura Pakualaman Yogyakarta. This is due to its positive effects in strengthening the “Abdi Dalem” commitment as well as managing their motivation well. The implication of the K.G.P.A.A. Paku Alam X leadership to the improvement of the organization work performance must include some competencies and put together the elements of ethics and professionalism in organization of Pura Pakualaman Yogyakarta. The elements include five dimensions, they are: Logic, Power Resource, Knowledge, Core Leadership Functions, and Character. The method used in this research is descriptive qualitative. The instruments applied are survey, quantitative data and interviews. The results of the study show that there is influence of the “Abdi Dalem” reliance in taking initiatives to the role of KGPAA Paku Alam X when he is not in charge nor in Puro Pakualaman Palace. The numbers based on the data show less significant influence: Work Performance 49.7%, Motivation 27.2%, and Commitment 22.1%. The result of the research also shows that whenever the “Abdi Dalem” find difficulties in undertaking their duties, most of them will ask for the decision of “Penghageng” or the Tepas Department Head. Keyword : Leadership, Motivation, Commitment And Work Performance Abstrak - Gaya Kepemimpinan yang Smart dari K.G.P.A.A.
    [Show full text]
  • Laporan Individu Praktik Pengalaman Lapangan (Ppl) Sma Negeri 1 Seyegan
    LAPORAN INDIVIDU PRAKTIK PENGALAMAN LAPANGAN (PPL) SMA NEGERI 1 SEYEGAN 10 Agustus s/d 12 September 2015 Disusun Oleh: Wahyu Ratna Putra 12406241032 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2015 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan karunia-Nya sehingga kegiatan Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) yang berjalan dari tanggal 10 Agustus sampai dengan tanggal 12 September 2015 dapat terselesaikan dengan baik. Sholawat dan salam tidak lupa penulis sampaikan kepada junjungan nabi besar Muhammad Sholallahu Alaihi Wassalam. Penyusunan laporan kegiatan Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) ini dimaksudkan unuk memenuhi salah satu syarat dalam menempuh mata kuliah Praktik Pengalaman Lapangan (PPL). Laporan ini sekaligus sebagai bukti bahwa penulis telah melaksanakan kegiatan Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) di SMA Negeri 1 Seyegan. Penulis menyadari banyak hal yang belum dipahami terkait tugas dan tanggung jawab guru, baik sebagai pengajar maupun yang lain di sekolah ini. Penulis memerlukan waktu lama untuk mempelajar hal-hal yang baru tersebut. Namun waktu terus berjalan tidak dapat diputar kembali, kesempatan penulis praktik mengajar di SMA Negeri 1 Seyegan telah habis. Berbekal pengalaman yang penulis peroleh ini, akan terus ditingkatkan sehingga nantinya benar-benar dirasakan ketika terjun sebagai seorang pendidik. Berbagai bimbingan, dorongan, serta semangat telah penulis dapatkan dari segenap pihak.. Pada kesempatan ini, penulis menyampikan terima kasih yang tidak terhingga kepada: 1. Prof. Rochmad Wahab, Ph.D selaku Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan izin kepada kami untuk melaksanakan PPL tahun 2015. 2. Dr. Aman, M.Pd selaku Dosen Pembimbing Lapangan (DPL) PPL yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama kegiatan PPL berlangsung, sekaligus dosen pembimbing mata kuliah pengajaran mikro atas bimbingan dan motivasinya.
    [Show full text]
  • GENERAL TOPIC Document Study of UNNES Legality As Legal Entity State University
    Journal of Indonesian Legal Studies 305 Vol 3 Issue 02, 2018 Volume 3 Issue 02 NOVEMBER 2018 JILS 3 (2) 2018, pp. 305-326 ISSN (Print) 2548-1584 ISSN (Online) 2548-1592 GENERAL TOPIC Document Study of UNNES Legality as Legal Entity State University Ali Masyhar, Muhammad Azil Maskur, Mulyo Widodo Ali Masyhar, Muhammad Azil Maskur, Mulyo Widodo Universitas Negeri Semarang [email protected] TABLE of CONTENTS INTRODUCTION ………………………………………………….….. 306 LITERATURE REVIEW ……………………………………………… 308 RESEARCH METHOD ……………………………………………… 298 RESULT and DISCUSSION ………………………………………...… 310 CONCLUSION and SUGGESTION ………….……………………… 324 REFERENCE ………….……………………………………………….. 324 Copyright © 2018 by Author(s) This work is licensed under a Creative Commons Attribution- ShareAlike 4.0 International License. All writings published in this journal are personal views of the authors and do not represent the views of this journal and the author's affiliated institutions. http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jils Ali Masyhar, et.al. 306 JILS 3 (2) November 2018, 305-326 Article Info Abstract Submitted on August 2018 Unit of Public Service Agency (PSA Work Unit). UNNES Approved on October 2018 continues to improve itself towards better community service, Published on November 2018 which is as a Legal Entity State University. Legal Entity State University will have a highly positive impact, especially the autonomy of academic and non-academic administration and Keywords: management. One of the important efforts in order to achieve Statute, Legal Entity the status of UNNES as a Legal Entity State University, it is State University, necessary to form a legal document that is the basis of an organization in the form of a Statute.
    [Show full text]
  • POLITIK KOLONIAL DAN PERKEMBANGAN SENI TARI DI PURO PAKUALAMAN PADA MASA PEMERINTAHAN PAKU ALAM IV (1864-1878) Oleh : HY
    POLITIK KOLONIAL DAN PERKEMBANGAN SENI TARI DI PURO PAKUALAMAN PADA MASA PEMERINTAHAN PAKU ALAM IV (1864-1878) Oleh : HY. Agus Murdiyastomo ABSTRAK Pusat budaya di Yogyakarta selama ini yang lebih banyak diketahui oleh masyarakat adalah Kraton Kasultanan Yogyakarta, tetapi sesungguhnya selain Kraton Kasutanan masih terdapat pusat budaya yang lain yaitu Pura Paku Alaman. Di Kadipaten telah terlahir tokoh-tokoh yang sangat memperhatikan kelestarian budaya Jawa khususnya seni tari tradisi. Salah satunya adalah Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo Paku Alam IV, yang pada masa ia berkuasa, budaya Barat yang dibawa oleh kaum kolonialis melanda daerah jajahan. Hadirnya budaya asing tentu sulit untuk ditolak. Namun demikian denga piawainya KGPAA Paku Alam IV, justru mengadopsi budaya Barat, tetapi ditampilkan dengan rasa dan estetika Jawa, dalam bentuk tari klasik. Sehingga pada masanya lahir repertoar tari baru yang memperkaya seni tari tradisi. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap perkembangan seni tari di Pura Pakualaman pada masa pemerintahan KGPAA Paku Alam IV, dan hal-hal apa yang melatarbelakangi penciptaannya. Dalam rangka mewujudkan rekonstruksi ini dilakukan dengan metode sejarah kritis, yang tahapannya meliputi Pertama, Heuristik, atau pencarian dan pengumpulan sumber data sejarah, yang dalam hal ini dilakukan di BPAD DIY, dan di Perpustakaan Pura Pakualaman. Di kedua lembaga tersebut tersimpan arsip tentang Paku Alaman, dan juga naskah- naskah yang berkaitan dengan penciptaan tari. Kedua, Kritik, atau pengujian terhadap sumber-sumber yang terkumpul, sumber yang telah terkumpul diuji dari segi fisik untuk memperoleh otentisitas, kemudian membandingkan informasi yang termuat dengan informasi dari sumber yang berbeda, untuk memperoleh keterpercayaan atau kredibilitas. Ketiga, Interpretasi yaitu informasi yang ada dikaji untuk diangkat fakta-fakta sejarahnya, yang kemudian dirangkai menjadi sebuah kisah sejarah.
    [Show full text]
  • VU Research Portal
    VU Research Portal -- [Review of: Michael Southon (1996) The Naval of the Perahu; Meaning and Values in the Maritime Trading Economy of a Butonese Village] Schoorl, J.W. published in Bijdragen tot de taal-, land- en volkenkunde 1996 document version Publisher's PDF, also known as Version of record Link to publication in VU Research Portal citation for published version (APA) Schoorl, J. W. (1996). -- [Review of: Michael Southon (1996) The Naval of the Perahu; Meaning and Values in the Maritime Trading Economy of a Butonese Village]. Bijdragen tot de taal-, land- en volkenkunde, 152 (2), 326- 327. General rights Copyright and moral rights for the publications made accessible in the public portal are retained by the authors and/or other copyright owners and it is a condition of accessing publications that users recognise and abide by the legal requirements associated with these rights. • Users may download and print one copy of any publication from the public portal for the purpose of private study or research. • You may not further distribute the material or use it for any profit-making activity or commercial gain • You may freely distribute the URL identifying the publication in the public portal ? Take down policy If you believe that this document breaches copyright please contact us providing details, and we will remove access to the work immediately and investigate your claim. E-mail address: [email protected] Download date: 01. Oct. 2021 Book Reviews - R. Anderson Sutton, Wim van Zanten, Ethnomusicology in the Netherlands: present situation and traces of the past. Leiden: Centre of Non-Western Studies, Leiden University, 1995, ix + 330 pp.
    [Show full text]