ILUMINASI DALAM MUSHAF AL-QUR’AN AL-BANTANI DAN RELEVANSINYA DALAM PERKEMBANGAN MUSHAF DI

Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh: Sherley Zulianawati NIM: 1113034000122

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1441 H /2020 M

ii

ABSTRAK

Sherley Zulianawati, Iluminasi Mushaf Al-Qur’an Al-Bantani dan Relevansinya dalam Perkembangan Mushaf di Indonesia Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani adalah mushaf beriluminasi yang menjadikan artefak dan kebudayaan lokal Banten sebagai landasan pembuatan iluminasi. Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani menjadi objek dalam penelitian ini karena merupakan mushaf karya istimewa Banten yang pertama kali ditulis berdasarkan cagar budaya daerah dan memiliki ciri khas pada iluminasinya yang berjumlah 30 buah sesuai dengan jumlah juz dalam al- Qur‟an. Penelitian ini memiliki tujuan untuk menjelaskan bagaimana Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani secara keseluruhan dirumuskan dan dituliskan, dan menjelaskan iluminasi Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani serta relevansinya dalam perkembangan mushaf di Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, dengan menggunakan metode deskriprif-analitis. Dilihat dari jenis pengumpulan data, penelitian ini termasuk jenis penelitian kepustakaan (library research) dan lapangan (field research) dengan menggunakan metode wawanacra. Penelitian ini menemukan bahwa perumusan Mushaf Al-Qur‟an Al- Bantani digagas oleh masyarakat Banten sejak 2007, yang kemudian direalisasikan kegiatan penulisannya pada bulan Maret-Juli 2010 di Pamulang Tangerang Selatan. Iluminasi menjadi bagian integral dari penulisan Mushaf Al-Bantani dan memberi ciri khusus di dalamnya. Iluminasi Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani memiliki tujuan tidak hanya sekedar menghadirkan efek estetis pada tulisan al-Qur‟an, namun memiliki ungkapan religiusitas di dalamnya. Relevansi Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani dalam perkembangan mushaf di Indonesia sebagai bentuk kontinuitas penulisan mushaf Al-Qur‟an di Indonesia yang gencar dilakukan pada awal abad 21 yang berbasis pada kearifan lokal. Kata kunci: Iluminasi, Al-Qur‟an Mushaf Al-Bantani

iv KATA PENGANTAR

Bismillāhirraḥmnirrāḥīm Segala puji hanya bagi Allah „azza wa jalla yang telah menjadikan Al-Qur‟an sebagai kitab suci yang menjadi pedoman hidup bagi umat manusia. Salawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad Saw., manusia paling mulia yang menjadi utusan-Nya, dan yang paling patut untuk diteladani kehidupannya. Alhamdulillah, atas izin dan rahmat dari Allah „azza wa jalla penulis bisa menyelesaikan skripsi ini pada program studi Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir, dengan judul “Iluminasi Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani dan Relevansinya dalam Perkembangan Mushaf di Indonesia”. Skripsi ini diajukan dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar akademik Sarjana Agama (S. Ag). Penulis menyadari bahwa selama proses penulisan skripsi ini tidak lepas dari dukungan, bantuan serta doa banyak pihak. Oleh karena itu, melalui kata pengantar ini penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada: 1. Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, M.A., selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Dr. Yusuf Rahman, M.A., selaku Dekan Fakultas Ushuluddin 3. Dr. Eva Nugraha, M.A., selaku Ketua Program Studi Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir, Fahrizal Mahdi, MIRKH selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir, beserta segenap jajaran pengurus dan karyawan Fakultas Ushuluddin yang telah banyak membantu mempermudah proses administrasi dalam perkuliahan maupun penyelesaian skripsi. 4. Kusmana, M.A, Ph. D,. selaku dosen pembimbing skripsi dan juga penasihat akademik penulis yang dengan tulus dan penuh sabar telah

v meluangkan waktunya untuk membimbing dan memberi arahan kepada penulis, dari penulis beliau banyak belajar sehingga wawasan penulis bertambah luas . 5. Segenap jajaran dosen dan civitas akademik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, terkhusus Prodi Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir yang dengan ikhlas dan penuh kesabaran dalam mencurahkan upaya serta mendidik penulis selama ini. 6. Kedua orang tua penulis, Ayahanda Rohim Wahyudi dan Ibunda Maryati yang telah membesarkan, mendidik, dan memberikan segala bentuk dukungan, do‟a, cinta dan kasih sayang kepada penulis, yang telah bekerja keras dengan penuh sabar dan ikhlas untuk memenuhi kebutuhan dan keperluan penulis. 7. Keluarga dan saudara-saudara di Karawang yang selalu memberikan semangat dan motivasi untuk menyelesaikan skripsi ini. 8. Teman-teman penulis: Sarinita Habarkah, Siti Faridah, Omarwati, Khasanah, Muhammad Bindaniji, Fitria Annias AR dan teman-teman angkatan 2013 Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir, terkhusus kelas D, serta teman-teman lainnya yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu. Terima kasih telah menemani dan menyemangati serta memotivasi penulis dari awal hingga sekarang.

Kepada mereka semua, dan pihak-pihak yang telah membantu namun tidak dicantumkan, penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dan semoga Allah membalas kebaikan kalian semua dengan sebaik-baik balasan.

vi

Skripsi ini penulis persembahkan untuk semua pembaca, dan sebagai karya. Penulis sadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritikan yang membangun kepada para pembaca agar lebih baik lagi ke depan. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat baik bagi penulis sendiri maupun bagi para pembaca sekalian. Semoag Allah Swt,. selalu memberkahi dan membalas semua kebaikan pihak-pihak yang turut serta membantu. Āmīn yā Rabb al- Ālamīn.

Jakarta, 25 Juni 2020 Hormat Saya

Sherley Zulianawati

vii

PEDOMAN TRANSLITERASI

Penulisan skripsi ini berpedoman pada transliterasi dari Keputusan SK Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Nomor: 507 Tahun 2017.

1. Padanan Aksara

Berikut adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara latin:

Huruf Huruf Latin Keterangan Arab Tidak Dilambangkan ا B Be ب T Te ت ts te dan es ث J Je ج ẖ h dengan garis di bawah ح kh ka dan ha خ d De د dz de dan zet ذ r Er ر z Zet ز s Es س sy es dan ye ش s es dengan garis di bawah ص ḏ de dengan garis di bawah ض ṯ te dengan garis di bawah ط ẕ zet dengan garis di bawah ظ

viii

ʻ koma terbalik di atas hadap kanan ع Gh ge dan ha غ ؼ F Ef ؽ Q Ki ؾ K Ka ؿ L El M Em ـ n En ف W We ك H Ha ق Apostrof ˋ ء Y Ye ي

2. Vokal

Vokal dalam bahasa Arab seperti vokal dalam bahasa Indonesia, terdiri dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong.

Vocal tunggal bahasa Arab yang lambangnya berupa tanda atau harakat, transliterasinya sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

A Fatẖah ﹷ I Kasrah ﹻ U Ḏammah ﹹ

ix

Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

Ai a dan i ي ﹷ

Au a dan u ﹷ ك

3. Vokal Panjang

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

 a dengan topi di atas ىَا Î i dengan topi di atas ىِي Û u dengan topi di atas

ىُو

4. Kata Sandang Kata sandang yang dalam system aksara Arab dilambangkan dengan huruf, yaitu dialihaksarakan menjadi huruf /l/, baik diikuti huruf syamsiyah maupun huruf qomariyah. Contoh: al-rijâl bukan ar-rijâl, al-diwân, bukan ad- diwân.

x

5. Syaddah (Tasydīd)

Syaddah atau tasydīd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan ,dengan sebuah tanda ( ّ ), dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setalah kata sandang yang diikuti oleh hurf-huruf syamsiyah. ,”tidak ditulis “ad-darûrah” melainkan “al-ḏarūrah الضرورة Misalnya, kata demikian seterusnya.

6. Ta Marbûṯah Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbûtah terdapat pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /h/ (lihat contoh 1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku jika ta marbûtah tersebut diikuti oleh kata sifat (na‟t) (lihat contoh 2). Namun, jika huruf ta matbûtah tersebut diikuti kata benda (ism), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/ (lihat contoh 3).

No Kata Arab Alih Aksara

Ṯarîqah طريقة 1

Al-jâmi‟ah al-islâmiyah الجامعة اإلسالمية 2

Waẖdat al-wujûd كحدة الوجود 3

xi

7. Huruf Kapital

Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal, dalam aksara ini huruf kapital tersebut juga digunakan, dengan mengikuti ketentuan yang berlaku dalam Ejaan Bahasa Indonesia (EBI), antara lain untuk menuliskan permulaan kalimt, huruf awal nama tempat, nama bulan, nama diri, dan lain-lain. Penting diperhatikan, jika nama diri didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal atau kata sandangnya (Contoh: Abû Hâmid al- Ghazâlî bukan Abû Hamîd Al-Ghazâlî, al-Kindi bukan Al-Kindi).

Beberapa ketentuan lain dalam EBI sebetulnya juga dapat diterapkan dalam alih aksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring (Italic) atau cetak tebal (bold). Jika menurut EYD, judul buku itu ditulis dengan cetak miring, maka demikian halnya dalam alihaksaranya. Demikian seterusnya.

Berkaitan dengan penulisana nama, untuk nama-nama tokoh yang berasal dari dunia Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan meskipun akar katanya berasal dari bahasa Arab. Misalnya, ditulis Abdussamad al-Palimbani, tidak „Abd al-Samad al-Palimbânî; Nuruddin al- Raniri, tidak Nûr al-Dîn al-Rânîrî.

8. Cara Penulisan Kata Setiap kata, baik kata kerja (fi‟il), kata benda (ism), maupun huruf (harf) ditulis secara terpisah. Berikut adalah beberapa contoh alih aksara atas kalimat-kalimat dalam bahasa Arab, dengan berpedoman pada ketentuan- ketentuan di atas:

xii

Kata Arab Alih Aksara

dzahaba al-ustâdzu ذََه َب األُ ْستَاذ ُ

tsabata al-ajru َثػبَ َت األَ ْجُر

al-ẖarakah al-„asriyyah اَ َلْحَرَكةُ َالع ْصِريَّة

asyhadu an lâ ilâha illâ Allâh اَ ْشَه ُد ْأف ال إله إال ّاهلل

Maulânâ Malik al-Sâlih ِ ِ َمْوالَنَا َمل َك َّالصال ِح

Penulisan nama orang harus sesuai dengan tulisan nama diri mereka. Nama orang berbahasa Arab tetapi bukan asli orang Arab tidak perlu dialihaksarakan. Contoh: Nurcholish Madjid, bukan Nûr Khâlis Majîd, Mohamad Roem, bukan Muẖammad Rûm, Fazlur Rahman, bukan Fadl al- Raẖman.

xiii DAFTAR ISI

PENGESAHAN PEMBIMBING………………………………….. i i LEMBAR PERNYATAAN………………………………………… ii ABSTRAK…………………………………………………………... iii KATA PENGANTAR………………………………………………. iv PEDOMAN TRANSLITERASI……………………………………. vii DAFTAR ISI………………………………………………………… xiii DAFTAR GAMBAR………………………………………………… xiv

BAB I. PENDAHULUAN…………………………………………... 1 A. Latar Belakang Masalah……………………………… 1 B. Identifikasi, Rumusan dan Batasan Masalah…………. 5 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian……………………….. 7 D. Tinjauan Pustaka……………………………………… 8 E. Metodologi Penelitian………………………………… 13 F. Sistematika Penulisan………………………………… 15

BAB II. SEJARAH MUSHAF AL-QUR’AN DI INDONESIA 17 A. Pengertian Mushaf Al-Qur‟an di Indonesia…………... 17 B. Sejarah Mushaf dari Masa ke Masa ………………….. 18 C. Sejarah Mushaf di Indonesia…………………………. 25 D. Pengertian Iluminasi………………………………….. 38 E. Mushaf Al-Qur‟an Beriluminasi di Indonesia………... 40

BAB III. MUSHAF AL-QUR’AN AL-BANTANI: INISIASI, KONSEPSI, PEMBUATAN DESAIN ILUMINASI, PENULISAN DAN DISTRIBUSI A. Inisiasi, Proses penulisan kaligrafi dan Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an ABantani………………………… 49 B. Konsepsi Pembuatan Mushaf…………………………. 58 C. Deskripsi Tentang Mushaf Al-Qur‟an Al- Bantani……………………………………………….. 58 D Kelebihan dan Kekurangan Mushaf Al-Qur‟an Al- Bantani………………………………………………... 62

xiv

E. Pembuatan Desain dan Iluminasi Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani…………………………………………….. 65 F. Pencetakan dan Distribusi Mushaf Al-Qur‟an Al- Bantani………………………………………………... 67

BAB IV. ILUMINASI DAN RELEVANSI MUSHAF AL- QUR’AN AL-BANTANI DALAM PERKEMBANGAN MUSHAF DI INDONESIA 75 A. Deskripsi Iluminasi Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani….. 75 B. Iluminasi Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani Per Juz…………………………………………………… 86 C. Relevansi Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani dalam Perkembangan Mushaf di Indonesia …………………. 101

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan…………………………………………… 115 B. Saran-Saran…………………………………………… 116

DAFTAR PUSTKA………………………………………………… 117 LAMPIRAN…………………………………………………………

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1: Tampilan cover Mushaf Al-Qur‟an Al- Bantani………… 62 Gambar 3.2: Proses Pencetakan Mushaf Al-Qur‟an Al- Bantani……... 68 Gambar 4.1: Tiara dan frem tiara Juz 1-8…………………………….. 83 Gambar 4.2: Tiara dan frem tiara Juz 9-17…………………………… 84 Gambar 4.3: Tiara dan frem tiara Juz 18-25………………………….. 84 Gambar 4.4: Tiara dan frem tiara Juz 26-30………………………….. 85 Gambar 4.5: Tampilan iluminasi Juz 1……………………………….. 88 Gambar 4.6: Tampilan iluminasi Juz 10……………………………… 91 Gambar 4.7: Tampilan iluminasi Juz 11……………………………… 94 Gambar 4.8: Tampilan iluminasi Juz 20…………………………….. 96 Gambar 4.9: Tampilan iluminasi Juz 21…………………………….. 98 Gambar 4.10: Tampilan iluminasi Juz 30…………………………….. 100

xvi

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini, penulis akan menjelaskan tentang bagaimana latar belakang masalah, identifikasi, rumusan dan batasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, dan metodologi penelitian serta sistematika penulisan.

A. Latar Belakang Masalah Sebelum kita mengenal pencetakan Al-Qur‟an di Indonesia, diketahui secara historis bahwa Al-Qur‟an sebelumnya pernah ditulis dengan tulisan tangan yang dikenal dengan manuskrip. Manuskrip masa awal yakni pada masa Rasulullah Saw., belum terhimpun dalam satu buku yang terjilid rapih, Al-Qur‟an baru ditulis menggunakan alat dan media tulis yang masih sangat sederhana seperti pelepah kurma, kulit binatang, tulang belulang, dan lain- lain. Sementara pada masa „Utsmān bin „Affān, Al-Qur‟an mengalami banyak perubahan, baik dari segi qira‟at maupun bacaannya. Al-Qur‟an yang dibuat pada masa „Utsmān ini telah ditulis oleh panitia empat yang dikoordinatori oleh Zayd bin Tsabīt dan dikenal dengan sebutan “Mushaf al- Imām”. Salinan mushaf al-Imām ini disebarkan ke beberapa kota di antaranya Makkah, Damaskus, Kufah, Basrah, dan Madinah.1 Seiring dengan menyebarnya agama Islam yang meluas ke berbagai wilayah, penulisan Al-Qur‟an pun mengalami perubahan-perubahan, mulai dari teknik manual hingga sampai teknik cetak modern. Di Indonesia sendiri, penulisan Al-Qur‟an telah melewati proses yang cukup panjang, yakni mulai dari teknik tulisan tangan hingga teknik cetak modern. Penulisan Al-Qur‟an

1M. Zaenal Arifin, Khazanah Ilmu Al-Qur‟an (Tangerang: Penerbit Yayasan Masjid At-Taqwa, 2018), 28.

1 2 secara manual di Indonesia diperkirakan sudah dimulai sejak abad ke-13 dan berlangsung hingga akhir abad ke-19. Penulisan Al-Qur‟an sejak awal didorong oleh semangat dakwah dan mengajarkannya, oleh karenanya banyak masyarakat Islam baik dari kalangan para ulama, kiayi, maupun santri di pesantren-pesantren di berbagai daerah nusantara melakukan penyalinan Al-Qur‟an. Hasil-hasil salinan mushaf kini masih tersimpan di berbagai perpustakaan, museum, pesantren, ahli waris, dan kolektor.2 Begitu pula mengenai pencetakan Al-Qur‟an di Indonesia, dalam beberapa literatur telah dijelaskan bahwa pencetakan dimulai sejak akhir abad ke-19 atau awal abad ke-20, yang mana pada saat itu dapat dikatakan sebagai masa transisi teknik produksi mushaf Al-Qur‟an.3 Orang yang pertama kali melakukan pencetakan Al-Qur‟an di Indonesia adalah Haji Muhammad Azhari dari Palembang pada tahun 1854 M dengan menggunakan mesin cetak yang telah dibelinya di Singapura. Berikutnya pencetakan Al-Qur‟an disusul oleh Abdullah bin Afif Cirebon dibantu oleh Sulaiman Mar‟i pada tahun 1930 M. Usaha pencetakan yang telah dilakukan oleh Abdullah bin Afif Cirebon ini merupakan periode awal pencetakan mushaf di Indonesia.4 Pada tahun-tahun berikutnya, pencetakan Al-Qur‟an mulai berkembang pesat, banyak munculnya para penerbit baru di antaranya Sinar Kebudayaan Islam, Bir & Company, Toha Putra, Menara Kudus, dan lain- lain.5 Selanjutnya, pada tahun 1959, muncul upaya-upaya untuk menjaga Al- Qur‟an dari kesalahan cetak maka dari itu dibentuklah sebuah lembaga panitia pengecekan Al-Qur‟an yang disebut dengan Lajnah Pentashihan

2Lenni Lestari, “Mushaf Al-Qur‟an Nusantara: Perpaduan Islam dan Budaya Lokal”, Jurnal At-Tibyan, vol. I, no. 1 (2016), 175. 3Abdul Hakim, “Al-Qur‟an Cetak di Indonesia: Tinjauan Kronologis Pertengahan Abad ke-19 hingga Awal Abad ke-20”, Suhuf, vol. 5, no. 2 (2012), 232. 4Hirman Jayadi, “Perkembangan Mushaf Al-Qur‟an Di Indonesia: Studi Mushaf Al- Qur‟an Tema Perempuan”, Skripsi (Jakarta: Universitas Islam Negeri Jakarta, 2016), 3. 5Abdul Hakim, “Al-Qur‟an Cetak di Indonesia”, 232.

3

Mushaf Al-Qur‟an. Untuk memperlancar tugasnya ini, Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an menerbitkan tiga jenis mushaf standar, yaitu Mushaf Al- Qur‟an Rasm al-„Utsmāni, Mushaf Al-Qur‟an Bahriyyah, dan Mushaf Al- Qur‟an Braille bagi penyandang tuna netra. Sejak saat itulah marak usaha pencetakan Al-Qur‟an dan pada tahun-tahun berikutnya banyak Al-Qur‟an dicetak di Indonesia. Pada abad ke-21, muncul beberapa mushaf indah yang dipelopori oleh lembaga pemerintah dan swasta dengan konsep desain, khat dan iluminasi yang indah dan menggunakan teknik cetak modern. Al-Qur‟an Mushaf Istiqlal (1995) mengawali era ini, kemudian disusul oleh Al-Qur‟an Mushaf Sundawi (1997), Al-Qur‟an Mushaf al-Tin (1999), Al-Qur‟an Mushaf Jakarta (2000), Al-Qur‟an Mushaf Kalimantan Barat (2002), Mushaf Al-Qur‟an Al- Bantani (2010), Al-Qur‟an Mushaf Keraton Yogyakarta (2011).6 Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani menjadi salah satu mushaf terindah di abad ke-21.7 Pasalnya, mushaf yang diprakarsai oleh MUI Provinsi Banten ini, memiliki ciri khas tersendiri yang membedakan dengan yang lainnya. Ciri khas yang dimaksud adalah Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani memiliki keindahan dalam iluminasi yang tersebar pada setiap juz dalam Al-Qur‟an. Dengan demikian ada tiga puluh iluminasi yang mewakili pada setiap juz dalam Al-Qur‟an. Ketiga puluh iluminasi tersebut memiliki corak atau bentuk yang berbeda-beda. Iluminasi merupakan salah satu bentuk ragam hias dengan beragam bentuk ornamen yang menggunakan warna emas dan perak serta warna lainnya yang berfungsi untuk memperindah tampilan halaman naskah dan

6Billy Muhammad Rodibillah, “Sejarah Penulisan Al-Qur‟an Mushaf Sundawi di Bandung Tahun 1995-1997”, Skripsi S1 Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung, 2018, 4. 7Annabel Teh Gallop & Ali Akbar, “The Art of the Qur‟an in Banten: Callighraphy and Illumination”, Archipel, Vol.72, (2006), 95-156.

4 pada umumnya memiliki simbol identitas yang merupakan cerminan dari daerah tempat iluminasi dibuat. Keindahan Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani akan terasa ketika pembaca mushaf membuka lembar demi lembar mushaf, terutama pada setiap permulaan juz dalam Al-Qur‟an, yang menyuguhkan aneka warna yang menarik dan artistik. Keindahan iluminasi dalam Mushaf Al-Qur‟an Al- Bantani bukan sekadar hiasan yang bertujuan untuk memperindah tampilan atau cover dari ayat Al-Qur‟an sehingga pembaca akan merasa tertarik untuk terus membaca dan mendalami makna Al-Qur‟an secara utuh. Memang hal demikian juga dapat dibenarkan, namun yang lebih penting dari pada itu adalah bahwa iluminasi dalam Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani menggambarkan jati diri dan keanekaragaman budaya yang ada di wilayah Banten. Ketika seorang pembaca melihat iluminasi tersebut, maka otomatis akan mengetahui bahwa berbagai kerangka yang menghiasi dan membungkus setiap juz berisi Tiara dan Frem Tiara. Tiara dan Frem Tiara menggambarkan satu bentuk kekayaan budaya lokal Banten seperti Menara Masjid Pacinan Tinggi, Gapura Masjid Kasunyatan, Ornamen Mihrab Masjid Kasunyatan, Ornamen Sokoguru Masjid Carita dan sebagainya.8 Penggunaan iluminasi yang mengadopsi keanekaragaman budaya lokal yang tersebar di wilayah Banten seperti disebut di atas, menunjukan bahwa yang menjadi unsur sentral yang hendak dimunculkan dalam iluminasi mushaf adalah orisinalitas dan toleransi Islam yang sangat fleksibel dalam mengadopsi budaya lokal. Unsur orisinalitas dan budaya lokal dapat tercermin dari pengambilan gambar iluminatif dari artefak-artefak yang hanya dapat ditemukan di wilayah yang disinyalisasi menyimpan peninggalan kesultanan Banten.

8Tubagus Najib Al-Bantani, dkk (peny.), Iluminasi & Kaligrafi Al-Qur‟an Mushaf Al-Banntani (Serang: MUI Prov Banten, 2010), iii.

5

Fakta yang perlu mendapat perhatian secara umum dari pembentukan iluminasi dalam Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani adalah menjadikan unsur lokal masuk dalam hiasan Al-Qur‟an. Al-Qur‟an merupakan wahyu Allah yang sakral, sehingga sedapat mungkin bersih dari hal-hal yang dapat mengotori kesuciannnya. Dengan menyematkan iluminasi yang memiliki nuansa gambar budaya lokal seakan hendak mengatakan bahwa tidak ada pertentangan antara budaya dan agama khususnya di wilayah Banten. Budaya lokal yang dijadikan iluminasi dalam Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani merupakan bentuk pengejawantahan dari rasa penghayatan masyarakat Banten terhadap ajaran agama Islam. Hal ini yang menjadi titik tekan dari iluminasi yang terdapat dalam Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani. Iluminasi bukan hanya sekedar hiasan yang dapat memperindah tampilan luar suatu teks, namun juga menyimpan unsur lain seperti unsur pengenalan tradisi dan budaya, seni bahkan terdapat unsur politik9 di dalamnya yang hendak diperkenalkan di dalam bentuk iluminasi. Semakin banyak dan ragamnya bentuk iluminasi yang ditampilkan, semakin banyak dan beragam pula makna yang dikandungnya. Dengan demikian masih banyak fakta yang dapat ditinjau dari pembentukan iluminasi dalam Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani dan menjadi suatu kajian yang menarik dan urgen untuk diteliti.

B. Identifikasi, Pembatasan dan Rumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang di atas dapat diidentifikasi masalah tersebut sebagai berikut:

9Mu‟jizah, Iluminasi dalam Surat-surat Melayu Abad Ke-18 dan Ke-19 (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2009), 200.

6

a. Penulisan dan pencetakan mushaf Al-Qur‟an mulai banyak dilakukan pada abad ke-21. b. Penulisan Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani kurang diketahui oleh masyarakat luas. c. Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani memiliki relevansi dengan perkembangan mushaf di Indonesia. d. Iluminasi dalam Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani memiliki corak dan karakter yang membedakan dengan mushaf lainnya.

2. Rumusan Masalah Rumusan permasalahan penelitian ini adalah: 1. Bagaimana Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani dirumuskan dan dituliskan? 2. Bagaimana Iluminasi dalam Al-Qur‟an Mushaf Al-Bantani? 3. Apa relevansi Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani dalam perkembangan mushaf Al-Qur‟an di Indonesia?

3. Pembatasan Masalah Agar penelitian ini dapat dilakukan lebih fokus dan mendalam, maka penulis memandang permasalahan penelitian yang diangkat perlu dibatasi variabelnya. Oleh sebab itu penulis membatasi masalah dalam tulisan ini hanya pada kajian Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani cetakan tahun 2014 versi terjemah yang terkait pada proses penulisan, iluminasi, dan relevansinya dalam perkembangan mushaf di Indonesia. Alasan pengambilan Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani sebagai objek penelitian yaitu Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani merupakan mushaf karya istimewa Provinsi Banten yang pertama kali ditulis berdasarkan cagar budaya daerah dan memiliki ciri khas yang membedakannya dengan mushaf lainnya yaitu

7

iluminasi nya yang berjumlah tiga puluh buah sesuai dengan jumlah juz dalam Al-Qur‟an dan bersumber dari artefak dan mushaf kuno peninggalan kesultanan Banten.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Menjelaskan bagaimana perumusan dan penulisan Al-Quran Mushaf Al-Bantani, serta relevansi penulisan Mushaf Al-Qur‟an Al- Bantani dalam perkembangan mushaf di Indonesia.

2. Manfaat a. Manfaat Teoritis Secara teoritis, kajian ini bermanfaat untuk melengkapi hasil penelitian Majelis Ulama Indonesia (MUI) Banten terhadap iluminasi dan kaligrafi Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani; dan hasil penelitian sebelumnya tentang kajian mushaf di Indonesia. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan analisis bagi perkembangan disiplin ilmu khususnya dalam kajian ulum Al-Qur‟an. b. Manfaat Praktis 1. Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahun mengenai Mushaf Al-Qur‟an Al- Bantani yang berkaitan dengan penulisan, iluminasi dan relevansinya dalam perkembangan Mushaf di Indonesia. 2. Bagi masyarakat yaitu penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan pemahaman tentang hasil karya istimewa MUI Provinsi Banten bermana Mushaf Al-Qur‟an Al- Bantani yang di dalamnya terdapat iluminasi yang menggambarkan khazanah budaya lokal Banten.

8

D. Tinjauan Pustaka Dari tinjauan penulis terhadap kajian-kajian terdahulu, ditemukan tulisan tentang iluminasi dan kaligrafi Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani dan beberapa kajian mushaf Al-Qur‟an di Indonesia ditinjau dari aspek sejarah, karakteristik, ragam hias maupun iluminasi mushaf. Oleh karena itu, penulis membagikan menjadi dua kajian, yaitu kajian tentang iluminasi dan kaligrafi Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani dan naskah kuno Banten, serta mushaf Al- Qur‟an di Indonesia ditinjau dari aspek sejarah, karakteristik, ragam hias maupun iluminasi mushaf. Tulisan tentang iluminasi Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani dan mushaf kuno Banten, penulis menemukan 3 karya yang relevan dengan kajian yang penulis angkat, di antaranya karya: Pertama, karya MUI Banten dengan judul, Panduan Iluminasi dan Kaligrafi Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani (Berdasarkan Artefak dan Manuskrip Banten), (2010).10 Karya ini berupa buku panduan yang membahas tentang gambaran morfologi iluminasi dan kaligrafi dalam Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani. Kedua, tulisan Annabel Teh Gallop dan Ali Akbar dengan judul “The Art of the Qur‟an in Banten: Calligraphy and Illumination” (2006).11 Karya ini berupa jurnal yang membahas tentang seni kaligrafi dan iluminasi yang terdapat pada manuskrip Al-Qur‟an Banten dari abad 18, dengan meneliti 13 buah manuskrip Al-Qur‟an Banten, yang terdiri dari 7 buah manuskrip yang terdapat di Perpustakaan Nasional Jakarta dan 5 buah manuskrip yang terdapat pada beberapa institusi di Banten, dan juga satu manuskrip lainnya yang terdapat di perpustakaan universitas di Leiden-Belanda.

10Tubagus Najib Al-Bantani, dkk (peny.), Iluminasi & Kaligrafi Al-Qur‟an Mushaf Al-Banntani (Serang: MUI Prov Banten, 2010). 11Annabel Teh Gallop & Ali Akbar, “The Art of the Qur‟an in Banten: Callighraphy and Illumination”, Archipel, Vol.72, (2006), 95-156.

9

Ketiga, karya Ervan Nurtawab dengan judul, “Qur‟anic readings and Malay translation in 18th century Banten Qur‟ans A.51 and W.277”, (2020).12 Karya ini merupakan jurnal yang meneliti tentang dua salinan Al-Qur‟an dari Banten abad ke-18, yaitu Qur‟an A.51 dan Qur‟an W.277 yang berisi terjemahan melayu interlinier, dengan fokus kajiannya pada dua aspek yaitu pembacaan Al-Qur‟an dan terjemahan melayu untuk mengungkapkan praktik Al-Qur‟an pedagogis di daerah Banten. Studi ini mengungkapkan bahwa terdapat perbedaan dalam cara pembacaan Al-Qur‟an, yakni Qur‟an A.51 digunakan untuk mereka yang memperoleh keterampilan tingkat tinggi atau spesialis dalam bidang Al-Qur‟an, sementara Qur‟an W.277 dibuat untuk siswa tingkat dasar atau muslim biasa. Kajian terdahulu tentang mushaf Al-Qur‟an di Indonesia ditinjau dari aspek sejarah, karakteristik, ragam hias maupun iluminasi mushaf, di antaranya sebagai berikut: Pertama, karya Zainal Abidin dengan judul, Eksistensi Al-Qur‟an Pusaka dalam Perkembangan Mushaf Indonesia, (2019).13 Karya ini merupakan jurnal yang membahas tentang eksistensi Al-Qur‟an pusaka di Indonesia yang berkesimpulan bahwa mushaf Al-Qur‟an pusaka ditulis sebagai mushaf monumental yang pada akhirnya tidak dijadikan sebagai rujukan mushaf-mushaf setelahnya, dan mushaf ini kurang mendapat perhatian dari pihak museum dan para pengkaji mushaf Nusantara. Kedua, karya Makmur Hajirun, Muhammad Bukhari Lubis, dan Abu Hassan bin Abdul, dengan judul, Sejarah Penulisan Mushaf Al-Qur‟an Nusantara: Satu Kajian Perbandingan Antara Mushaf Istiqlal Indonesia

12Ervan Nurtawab, “Qur‟anic readings and Malay translation in 18th century Banten Qur‟ans A.51 and W.277”, Indonesia and Malay Word, (2020). 13Zainal Abidin, “Eksistensi Al-Qur‟an Pusaka dalam Perkembangan Mushaf Indonesia”. Journal Of Qur‟an and Hadith Studies, vol 8, no. 2, (Juli- Desember 2019).

10 dengan Mushaf Tab‟an Ain al-Taqwa Malaysia, (2016).14 Karya ini merupakan artikel yang membahas tentang sejarah penulisan Mushaf Istiqlal Indonesia dengan Mushaf Tab‟an Ain al-Taqwa Malaysia. Ketiga, karya Mahmud Buchari dkk, dengan judul, Al-Qur‟an Al- Karim: Manuskrip Mushaf Untuk Mengenang Almh. Ibunda Hj. Fatimah Siti Hartinah Soeharto: salah satu manuskrip indah Nusantara abd XX dalam cetakan faksimili dari manuskrip asli /tim pelaksana pembuat Al-Qur‟an Mushaf Ibunda Hj. Fatimah Siti Hartinah Soeharto, (1999).15 Karya ini berupa sebuah buku yang menjelaskan tentang Al-Qur‟an Mushaf Al-Tin baik dari aspek sejarah penulisannya, kaligrafi dan iluminasi, serta karakteristik yang dimilikinya. Keempat, karya Kiki Ahmad Baehaki dengan judul, Representasi Seni Nusantara dalam Iluminasi Al-Qur‟an Mushaf At-Tin, (2012).16 Karya ini merupakan thesis yang membahas tentang makna visual yang tersirat dalam iluminasi Al-Qur‟an Mushaf Al-tin dengan meneliti iluminasi maupun khat (tulisan) naskah Al-Qur‟an Mushaf Al-Tin yang diprakarsai oleh keluarga ibunda Hj. Fatimah Siti Hartinah Soeharto. Kelima, karya Billy Muhammad Rodibillah, dengan judul, Sejarah Penulisan Al-Qur‟an Mushaf Sundawi di Bandung Tahun 1995-1997, (2018).17 Karya ini merupakan skripsi yang membahas tentang sejarah penulisan Al-Qur‟an Mushaf Sundawi dan mendeskripsikan ciri khas yang dimilikinya.

14 Makmur Haji Harun, dkk (peny). Sejarah Penulisan Mushaf Al-Qur‟an Nusantara: Satu Kajian Perbandingan Antara Mushaf Istiqlal Indonesia dengan Mushaf Tab‟an Ain al-Taqwa Malaysia. Universiti Pendidikan Sultan Idris, (2016). 15Mahmud Buchari dkk, “Al-Qur‟an Al-Karim: Manuskrip Mushaf Untuk Mengenang Almh. Ibunda Hj. Fatimah Siti Hartinah Soeharto” (Jakarta: Kharisma, 1999) 16Kiki Ahmad Baehaki, “Representasi Seni Nusantara dalam Iluminasi Al-Qur‟an Mushaf Attin”, Tesis (Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia, 2012). 17Billy Muhammad Rodibillah, “Sejarah Penulisan Al-Qur‟an Mushaf Sundawi di Bandung Tahun 1995-1997”. Skripsi (Bandung: Universitas Islam Negeri Sunan Gunug Djati Bandung, 2018).

11

Keenam, karya Desi Wulandari dengan judul, Analisis Ornamen Al- Qur‟an Mushaf Sundawi di Perpustakaan Pusdai Jawa Barat, (2016).18 Karya ini merupakan skripsi yang membahas tentang unsur dan prinsip visual motif flora pada bingkai dan mahkota ornamen Al-Qur‟an Mushaf Sundawi Ketujuh, karya Ahmad Nashih dengan judul, Studi Mushaf Pojok Menara Kudus.19 Karya ini merupakan artikel yang membahas tentang sejarah penulisan dan karakteristik Mushaf Pojok Menara Kudus. Kedelapan, karya Sikha Amalia Sandia Pitaloka yang berjudul, Manuskrip Mushaf Al-Qur‟an Keraton Kacirebonan (Analisis Iluminasi), (2019).20 Karya ini merupakan skripsi yang membahas tentang karakteristik dan penaskahan manuskrip mushaf Al-Qur‟an Keraton Kacirebonan dan analisis iluminasi mushaf Al-Qur‟an Keraton Kacirebonan dengan meneliti salah satu dari tiga naskah Al-Qur‟an Keraton Kacirebonan yang memiliki iluminasi yang unik, berbeda-beda dan warna beragam yang terdapat pada setiap awal halaman permulaan surat. Kesembilan, karya Niko Andeska, Indra Setiawan, dan Rika Wirandi dengan judul, Inventarisasi Ragam Hias Aceh Pada Iluminasi Mushaf Al- Qur‟an Kuno Koleksi Pedir Museum di Banda Aceh, (2019).21 Karya ini merupakan artikel yang membahas tentang karakteristik ragam hias aceh pada iluminasi beberapa mushaf Al-Qur‟an koleksi Pedir Museum Banda Aceh.

18Desi Wulandari, “Analisis Ornamen Al-Qur‟an Mushaf Sundawi di Perpustakaan Pusdai Jawa Barat”. Skripsi (Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia, 2016). 19Ahmad Nashih, “Studi Mushaf Pojok Menara Kudus: Sejarah dan Karakteristik”. Jurnal Nun, vol 3,no. 1, (2017). 20Sikha Amalia Sandia Pitaloka, “Manuskrip Mushaf Al-Qur‟an Keratn Kacirebonan (Analisis Iluminasi).” Skripsi (Yogyakarta: Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2019). 21Niko Andeska, dkk. “Inventarisasi Ragam Hias Aceh Pada Iluminasi Mushaf Al- Qur‟an Kuno Koleksi Pedir Museum di Banda Aceh”. Gorga Jurnal Seni Rupa, vol. 08, no. 02, (2019).

12

Kesepuluh, Mazroatul Ilmiyah dengan judul, Iluminasi Naskah Mushaf Al-Qur‟an Sunan Giri: Kajian Kodikologis Disertai Analisis Semiotika, (2019).22 Karya ini merupakan thesis yang membahas tentang identifikasi bentuk dan mengungkapkan makna yang terkandung pada naskah mushaf Al-Qur‟an Sunan Giri. Kesebelas, karya Asep Saefullah dengan judul, Ragam Hias Mushaf Kuno Koleksi Bayt Al-Qur‟an dan Museum Istiqlal Jakarta, (2007).23 Karya ini merupakan artikel yang memaparkan gaya iluminasi yang mencerminkan keragaman dan keunikan lokal yang terdapat dalam mushaf kuno koleksi Bayt Al-Qur‟an dan Museum Istiqlal Jakarta. Keduabelas, karya Avi Khuriya Mustofa dengan judul, Variasi dan Simbol dalam Mushaf Manuskrip Al-Qur‟an di Masjid Agung Surakarta (Kajian Filologi), (2013).24 Karya ini merupakan skripsi yang membahas variasi penulisan, jenis dan fungsi scholia serta simbol dalam mushaf Al- Qur‟an Masjid Agung Surakarta dengan meneliti naskah Al-Qur‟an yang ditemukan di Masjid Agung Surakarta, yaitu naskah wakaf dari R. Haryopripto Diningrat yang memiliki banyak keunikan dan ciri khas yang menarik. Dari hasil tinjaun pustaka di atas, penulis menemukan sebuah penelitian yang membahas tentang iluminasi dan kaligrafi Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani yang digali dari artefak dan naskah kuno Banten. Maka dari itu penulis hendak melengkapi penelitian sebelumnya yakni menjelaskan tentang penulisan Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani dan relevansinya dalam perkembangan mushaf di Indonesia

22Mazroatul Ilmiyah, “Iluminasi Naskah Mushaf Al-Qur‟an Sunan Giri: Kajian Kodikologis Disertai Analisis Semiotika”, Tesis (Semarang: Universitas Airlangga, 2019). 23Asep Saefullah, “Ragam Hias Mushaf Kuno Koleksi Bayt Al-Qur‟an dan Museum Istiqlal Jakarta”. Jurnal Lektur Keagamaan, vol. 5, no. I, (2007). 24Avi Khuriya Mustofa, “Variasi dan Simbol dalam Mushaf Manuskrip Al-Qur‟an di Masjid Agung Surakarta (Kajian Filologi)”. Skripsi (Yogyakarta: Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2013).

13

E. Metodologi Penelitian 1. Jenis Penelitian Berdasarkan pendekatan yang dipakai penelitian ini termasuk kedalam penelitian kualitatif, yaitu penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain, secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.25 Jika dilihat dari tempat pengambilan datanya, maka penelitian ini termasuk jenis penelitian pustaka (library research) dan lapangan (field research) dengan objek kajiannya adalah naskah Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani cetakan tahun 2014 versi terjemah.

2. Sumber Data Dalam penelitian ini yang menjadi sumber primer adalah Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani cetakan tahun 2014 versi terjemah, Buku Laporan Penelitian Iluminasi dan Kaligrafi Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani, serta Buku Panduan Iluminasi dan Kaligrafi Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani karya MUI Provinsi Banten. Sedangkan sumber sekunder adalah buku-buku, jurnal-jurnal, artikel-artikel, dan tulisan-tulisan lainnya yang berkaitan dan membantu dalam penelitian ini.

3. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data adalah salah satu kegiatan penelitian yang dilakukan dengan teknik tertentu dan menggunakan alat tertentu yang

25Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2016), 6.

14

disebut dengan instrument penelitian. Data yang diperoleh dari proses tersebut kemudian dihimpun, ditata dan dianalisis untuk menjadi informasi yang dapat menjelaskan suatu fenomena atau keterkaitan antar fenomena.26 Untuk mengumpulkan data yang sesuai dengan obyek penelitian, maka dalam hal ini penulis menggunakan teknik sebagai berikut: a. Wawancara Wawancara yaitu proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil tatap muka antara pewawancara dengan informan dengan atau tanpa menggunakan pedoman wawancara.27 Wawancara ini dilakukan pada beberapa narasumber, di antaranya: Ketua tim penulisan Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani, Peneliti iluminasi, dan anggota tim Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an Kementerian Agama RI untuk memperoleh sejumlah informasi mengenai Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani. b. Dokumentasi Metode ini digunakan untuk melacak dokumen-dokumen yang terkait, seperti: dokumen terkait penulisan mushaf, serta catatan dan dokumen lainnya yang berkaitan dengan tema penelitian skripsi ini.

4. Analisis Data Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif-analitis. Deskriptif adalah memberi gambaran penyajian laporan data yang berasal dari catatan observasi, naskah wawancara, catatan lapangan, foto, dokumen pribadi, atau dokumen resmi lainnya.28

26Mamik, Metode Penelitian Kualitatif (Sidoarjo: Zifatama Publisher, 2015), 78. 27H.M. Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial lainnya (Jakarta: Kencana, 2005), 108. 28Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, 11.

15

Sedangkan analisis adalah mengungkapkan semua proses etik yang ada dalam suatu fenomena sosial dan menganalisis makna yang ada dibalik informasi, data, dan proses suatu fenomena sosial.29

5. Teknik Penulisan Dalam teknis penulisan skripsi ini penulis berpedoman kepada Panduan Penulisan Skripsi dan Tesis dan Disertasi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2017.

F. Sistematika Penulisan Penulis membagi pembahasan penelitian ini ke dalam lima bab yang diuraikan dalam sistematika berikut: Bab pertama adalah Pendahuluan, berisi: memaparkan latar belakang pemilihan tema penelitian, permasalahan yang menjadi perhatian utama peneliti untuk dijawab di kesimpulan, tujuan yang hendak dicapai dan manfaat dari dilakukannya penelitian mengenai Mushaf Al-Qur‟an Al- Bantani ini, baik secara teoritis maupun praktis, metodologi penelitian dan sistematika penulisan. Bab kedua adalah memaparkan tentang sejarah mushaf Al-Qur‟an di Indonesia, yang terdiri dari lima sub bab: pengertian mushaf, sejarah mushaf dari masa ke masa, sejarah mushaf di Indonesia, pengertian iluminasi dan beberapa mushaf Al-Qur‟an beriluminasi di Indonesia Bab ketiga adalah tentang Inisiasi, konsepsi, Pembuatan Desain Iluminasi, Penulisan dan distribusli Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani, yang terdiri dari lima sub bab: inisiasi, proses penulisan kaligrafi dan pentashihan Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani, konsepsi pembuatan Mushaf Al-Qur‟an Al- Bantani, deskripsi tentang Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani, pembuatan desain

29H.M. Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif, 153.

16 iluminasi Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani, serta pencetakan dan distribuasi Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani. Bab keempat adalah analisa temuan penulis dalam penelitian ini, yakni menjelaskan gambaran iluminasi dan relevansi Mushaf Al-Qur‟an Al- Bantani dalam perkembangan mushaf di Indonesia. Bab kelima adalah penutup yang berisi kesimpulan dan hasil jawaban rumusan masalah dan juga berisi saran-saran maupun rekomendasi sebagai perbaikan terhadap penelitian selanjutnya.

BAB II SEJARAH MUSHAF AL-QUR’AN DI INDONESIA

Pada bab ini akan menjelaskan tentang pengertian mushaf, sejarah mushaf dari masa ke masa, sejarah mushaf di Indonesia, dan juga pengertian iluminasi serta mushaf Al-Qur‟an beriluminasi di Indonesia.

A. Pengertian Mushaf Dalam kamus Lisān al-„Arab, mushaf terambil dari kata ṣaḥīfah (bentuk jamaknya ṣaḥāif atau ṣuḥuf) yang berarti sesuatu yang bisa dijadikan tempat menulis. Dalam hal ini mushaf diartikan sebagai kumpulan ṣuḥuf 1 yang disusun antara dua sampul kitab.2 Mushaf juga dapat diartikan sebagai kitab atau buku.3 Sedangkan menurut istilah mushaf adalah salinan Al-Qur‟an secara keseluruhan, yang mencakup teks, iluminasi, maupun aspek fisik Al- Qur‟an (jenis kertas dan tinta yang dipakai, ukuran naskah, jenis sampul, penjilidan dan lain-lain).4 Dalam arti lainnya, mushaf dimaknai sebagai bagian dari kalāmullāh yang secara historis ditulis, dikumpulkan dan dijadikan dalam bentuk buku.5 Seiring dengan perkembangannya, kata mushaf terus mengalami perubahan makna, awalnya mushaf merujuk pada lembaran-lembaran biasa kemudian berubah menjadi lembaran-lembaran yang tersusun menjadi satu tulisan ayat-ayat Al-Qur‟an. Orang yang mula-mula

1 Suhuf adalah lembaran lepas dari bahan tertulis seperti kertas, kulit, papirus dan lain-lain. 2Ibn Manzur, Lisān al-„Arab (Beirut: Dar Sader, 1997) jilid 4, 17. 3Fadhal AR Bafadal dan Rosehan Anwar. Mushaf-mushaf Kuno Indonesia (Jakarta : Puslitbang Lektur Keagamaan Badan Litbang Agama dan Diklat Keagmaan Departeman Agama RI, 2005), xi. 4Fadhal AR Bafadal dan Rosehan Anwar, Mushaf-mushaf Kuno Indonesia, xi. 5Eva Nugraha,” Living Mushaf: Penelusuran atas Sakralitas Penggunaan Mushaf dalam Keseharian”. Jurnal Ilmu Ushuluddin, Vol. 1, No. 5 (Januari 2013), 439. 17 18 memaknai mushaf sebagai kitab suci Al-Qur‟an, yaitu Sahabat Sālim bin Ma‟qil pada tahun 12 H. Pemaknaan tersebut sebagaimana yang termaktub dalam perkataannya: “Kami menyebut di negara kami untuk naskah-naskah atau manuskrip Al-Qur‟an yang dikumpulkan dan dibandel sebagai mushaf”. Perkataan Salim bin Ma‟qil tersebut dijadikan inspirasi oleh Abu Bakr dalam memberi nama pada naskah-naskah Al- Qur‟an yang telah dikumpulkannya yaitu “al-Mushaf Al-Syarīf”. Jika dilihat dari sisi masa periode penulisannya, mushaf memiliki banyak makna, di antaranya: mushaf di zaman Nabi dimaknai dengan ayat-ayat Al-Qur‟an yang ditulis di atas media seperti pelepah-pelepah kurma, kulit binatang, kepingan-kepingan tulang, tulang belulang, dan lain-lain. Sedangkan mushaf di zaman Umar bin Khatab dipahami sebagai tulisan ayat-ayat Al-Qur‟an yang dihimpun pada masanya. Selanjutnya, mushaf yang di zaman „Utsmān bin „Affān dikenal dengan istilah “mushaf „ustmāni” yakni tulisan ayat-ayat Al-Qur‟an yang dihimpun dan diseragamkan tulisan dan bacaannya oleh „Utsmān bin „Affān. Berbeda dengan istilah mushaf pada masa awal, pada masa kini mushaf dipahami sebagai tulisan ayat-ayat Al-Qur‟an yang telah terhimpun dalam lembaran-lembaran yang diapit oleh dua sampul dan merujuk pada mushaf Al-Qur‟an yang sering dijumpai dan dibaca pada masa kini.6

B. Sejarah Mushaf dari Masa ke Masa 1. Al-Qur’an Pada Masa Nabi Saw Al-Qur‟an pada masa Nabi Saw ini belum terkumpul dalam satu mushaf, mengingat masa itu belum adanya alat tulis maupun sarana tempat menulis yang bagus dan canggih seperti zaman sekarang. Pada masa ini ayat-ayat Al-Qur‟an ditulis dalam pelepah kurma, kulit binatang, tulang

6Hirman Jayadi, “Perkembangan Mushaf Al-Qur‟an Di Indonesia (Studi Mushaf Al-Qur‟an Tema Perempuan)”, 19.

19 belulang, dan lain-lain.7 Dan berikut ini adalah faktor-faktor penyebabnya:8 pertama, tidak adanya faktor pendukung untuk membukukan Al-Qur‟an menjadi satu mushaf mengingat Nabi SAW masih hidup disamping banyaknya sahabat yang masih menghafal Al- Qur‟an, dan tidak ada unsur-unsur yang diduga akan menganggu kelestarian Al-Qur‟an. kedua, Al-Qur‟an diturunkan secara berangsur- angsur, maka hal yang logis jika Al-Qur‟an baru bisa dibukukan dalam satu mushaf setelah Nabi SAW wafat. Ketiga, selama proses turunnya Al-Qur‟an, masih terdapat kemungkinan adanya ayat-ayat Al-Qur‟an yang mansūkh. Pengumpulan Al-Qur‟an pada masa Nabi Saw, dapat dikelompokkan menjadi dua kategori: pertama, penghimpunan dalam hati, yakni melalui penghafalan. Kedua adalah penghimpunan melalui penulisan dan pencatatan.9 Pengumpulan melalui penghafalan dilakukan setiap kali Nabi Saw., menerima wahyu yang diturunkan Allah SWT, beliau langsung mengingat dan menghafalnya, kemudian wahyu tersebut beliau sampaikan kepada para sahabat agar mereka menghafalnya, lalu para sahabat menyampaikannya secara berantai kepada sahabat lainnya.10 Sedangkan pengumpulan melalui penulisan adalah Nabi Saw., setelah menerima ayat Al-Qur‟an segera memanggil para sahabat yang pandai menulis dan membaca untuk menulis ayat-ayat tersebut disertai informasi mengenai tempat dan urutan setiap ayat dalam suratnya.11 Dalam penulisan wahyu ini banyak para sahabat yang dilibatkan. Berikut

7Muhammad Amin Suma, Ulumul Qur‟an (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2013), 50. 8Said Agil Husin Al Munawar, Al-Qur‟an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), 18. 9M. Zaenal Arifin, Khazanah Ilmu Al-Qur‟an, 20. 10M. Zaenal Arifin, Khazanah Ilmu Al-Qur‟an, 21. 11Said Agil Husin Al Munawar, Al-Qur‟an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki, 21.

20 adalah nama-nama sahabat yang dikenal sebagai penulis wahyu:12 Abu Bakr al-Ṡiddīq, „Umar bin Khaṭṭāb, „Utsmān bin „Affān, „Alī bin Abī Ṭālib, Tsabīt bin Qays bin Syammās, Mu‟āwiyah, Mughīrah bin Syu‟bah, Khālid bin Wālid, Ubay bin Ka‟b, Zayd bin Tsabīt, Muhammad bin Maslamah, „Āmir bin Fuhayrah, „Amr bin „Āṣ, Yazīd bin Abū Sufyān, Zubayr bin „Awwām, al-„Alā bin al-Ḥaḍramī, Abū Mūsā al-Asy‟arī dan Abū Dardā‟, „Abdullāh bin al- Ḥaḍramī, „Abdullāh bin Ubay bin Salūl. Dari sekian banyak penulis Al-Qur‟an yang telah disebutkan di atas, salah satunya adalah Zayd bin Tsabīt. Beliau dikenal sebagai orang yang paling profesional dan paling andal dalam melakukan penulisan ayat-ayat Al-Qur‟an yang diterima dari Nabi SAW. Zayd bin Tsabīt dan kawan-kawannya selalu mencatat ayat-ayat Al-Qur‟an, menempatkan urutan ayat-ayat dan surat-suratnya sesuai dengan petunjuk Nabi SAW, dengan sangat cermat dan teliti. Mengenai teknik penulisan wahyu Al-Qur‟an pada masa Nabi Saw., dijelaskan bahwa setiap kali beliau menerima wahyu dari Allah Swt., seketika itu juga diusahakan penulisannya oleh juru tulis. Dalam aturan penulisan, dengan tegas Nabi melarang sahabat menuliskan sesuatu selain Al-Qur‟an. Hal ini dilakukan sebagai upaya menghindari tercampurnya Al-Qur‟an dengan hadis.13

2. Mushaf Al-Qur’an Masa Abu Bakr Pada masa khalifah Abu Bakr, Al-Qur‟an telah dihimpun ke dalam satu mushaf. Penghimpunan Al-Qur‟an ini merupakan gagasan „Umar bin Khaṭṭāb yang muncul sebab kekhawatirannya terhadap hilangnya sebagian ayat-ayat Al-Qur‟an yang disebabkan oleh banyaknya para penghafal Al-Qur‟an yang gugur dalam peperangan

12Muhammad Amin Suma, Ulumul, 49. 13M. Zaenal Arifin, Khazanah Ilmu Al-Qur‟an, 22.

21

Yamamah pada masa itu.14 Pada mulanya gagasan tersebut berat untuk dikabulkan Abu Bakr, namun akhirnya „Umar bin Khaṭṭāb berhasil meyakinkannya, hingga Abu Bakr menyetujuinya demi kemaslahatan umat dan pelestarian Al-Qur‟an. Abu Bakr lantas membentuk sebuah tim yang dikoordinatori Zayd bin Tsabīt dalam rangka menjalankan tugas penghimpunan Al-Qur‟an tersebut. Alasan Zayd bin Tsabīt dipilih oleh Abu Bakr adalah karena kelebihan dan kemampuan yang dimilikinya, seperti kecerdasannya, kedudukannya dalam qiraat, penulisan dan pemahamannya, serta kehadirannya pada saat Nabi mengulang-ulang bacaan dan hafalan di hadapan Jibril yang terakhir kalinya. Dalam melaksanakan tugasnya yang berat dan mulia ini, Zayd bin Tsabīt bertindak amat cermat dan hati-hati. Ia dibantu beberapa anggota tim nya yang hafal Al-Qur‟an, di antaranya: Ubay bin Ka‟b, „Alī bin Abī Ṭālib , dan „Utsmān bin „Affān.15 Sumber utama dalam penulisan Al- Qur‟an ini adalah ayat-ayat Al-Qur‟an yang ditulis dan dicatat di hadapan Nabi SAW., dan hafalan para sahabat. Oleh karena itu, Zayd bin Tsabīt tidak menerima catatan-catatan dan tulisan Al-Qur‟an kecuali tulisan Al- Qur‟an tersebut benar-benar berasal dari Nabi SAW., dengan mendatangkan dua orang saksi yang adil.16 Tugas penghimpunan Al-Qur‟an tersebut terlaksana dengan sangat baik, dan dapat diselesaikan dalam waktu satu tahun. Al-Qur‟an yang tersusun rapi dalam satu mushaf itu hasilnya disimpan oleh Abu Bakr al- Ṡiddīq hingga akhir hayatnya.

14Muhammad Amin Suma, Ulumul Qur‟an, 50. 15M. Zaenal Arifin, Khazanah Ilmu Al-Qur‟an, 19. 16Said Agil Husin Al Munawar, Al-Qur‟an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki, 19.

22

Berikut ini adalah karakteristik penulisan Al-Qur‟an pada masa Abu Bakr:17 1. Seluruh ayat Al-Qur‟an dikumpulkan dan ditulis dalam satu mushaf berdasarkan penelitian yang cermat dan seksama. 2. Meniadakan ayat-ayat Al-Qur‟an yang telah mansūkh. 3. Seluruh ayat yang ada telah diakui kemutawatirannya. 4. Dialek Arab yang dipakai dalam pembukuan ini berjumlah tujuh (qira‟at) sebagaimana yang ditulis pada kulit unta pada masa Rasulullah SAW.

3. Mushaf Al-Qur’an Masa ‘Umar bin Khaṭṭāb Sebagaimana telah disinggung di atas bahwa setelah Abu Bakr wafat, mushaf Al-Qur‟an yang telah dihimpun oleh Tim Zayd bin Tsabīt disimpan. Pada masa „Umar bin Khaṭṭāb ini, pemeliharaan Al-Qur‟an tidak ada perkembangan baru18, yakni tidak adanya perbaikan maupun tindak lanjut dari penghimpunan Al-Qur‟an yang telah dilakukan pada masa Abu Bakr.19 Namun secara politis, Al-Qur‟an tetap mendapatkan perlindungan dan pengamanan, seperti hal nya „Umar bin Khaṭṭāb tetap memperhatikan pengajaran Al-Qur‟an di seluruh negeri Islam agar tidak keluar dari tujuh qiraat yang diperbolehkan oleh Rasulullah SAW. Setelah „Umar bin Khaṭṭāb wafat, mushaf Al-Qur‟an diserahkan dan lalu disimpan oleh Ḥafṣah hingga akhir hayatnya. Dipilihnya Ḥafṣah sebagai orang yang berhak menyimpan mushaf Al-Qur‟an tersebut adalah atas dasar pesan Umar dengan pertimbangan antara lain:20 a. Ḥafṣah merupakan isteri Nabi Saw., dan juga puteri Khalifah „Umar bin Khaṭṭāb,

17Said Agil Husin Al Munawar, Al-Qur‟an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki, 20. 18M. Zaenal Arifin, Khazanah Ilmu Al-Qur‟an, 25. 19Arizki Widianingrum, “Mushaf Hafalan Di Indonesia, 25. 20M. Zaenal Arifin, Khazanah Ilmu Al-Qur‟an, 25.

23 b. Ḥafṣah dikenal sebagai seorang yang cerdas lagi pandai baca-tulis, bukan hanya itu beliau hafal seluruh ayat Al-Qur‟an. Selanjutnya setelah Ḥafṣah wafat, mushaf Al-Qur‟an itu diambil dan dibakar oleh seorang Khalifah dari Dinasti Bani Umayah yang bernama Marwān bin al-Ḥakam. Hal itu terpaksa dilakukan demi mengamankan keseragaman mushaf Al- Qur‟an yang diusahakan oleh Khalifah „Utsmān, selain itu juga untuk menghindarkan timbulnya keraguan-keraguan umat Islam di masa mendatang jika masih terdapat dua macam mushaf (ṣuḥuf Ḥafṣah dan Mushaf „Utsmāni).

4. Mushaf Al-Qur’an pada Masa ‘Utsmān bin ‘Affān Pada masa kekhalifahan „Utsmān bin „Affān, Islam telah tersebar luas sampai Armenia dan Azerbaijan. ketika terjadi peperangan di daerah tersebut, bertemu dua pasukan besar kaum muslimin, yakni pasukan dari Iraq dan pasukan dari Syam. Mereka saling mendengar bacaan Al-Qur‟an satu sama lain, dan ternyata terdapat perbedaan versi qira‟at di antara mereka, pasukan dari Syam membaca Al-Qur‟an dengan qira‟at Abu Dardā r.a, sementera pasukan dari Iraq membaca Al-Qur‟an dengan qira‟at Abdullāh bin Mas‟ūd r.a.21 Perbedaan ini menimbulkan perselisihan hingga saling menganggap bahwa versi qira‟at mereka yang paling baik dan benar. Perselisihan tersebut diketahui oleh salah seorang sahabat Nabi yang bernama Ḥudzaifah bin Yamān r.a., Beliau kemudian kembali ke Madinah, menceritakan kejadian yang dilihatnya kepada „Utsmān bin „Affān dan mengusulkan agar mengusahakan keseragaman bacaan Al-Qur‟an. Mendengar berita tersebut, „Utsmān bin „Affān segera bermusyawarah dengan para sahabat Ansar dan Muhajirin guna mencari

21 Abdul Hamid, Pengantar Studi Al-Qur‟an (Jakarta: Prenadamedia Group), 36.

24 solusi dari masalah serius tersebut, hingga akhirnya terbentuklah sebuah hasil kesepakatan bahwa agar mushaf Abu Bakr disalin kembali menjadi beberapa mushaf. Mushaf-mushaf tersebut nantinya akan dikirim ke berbagai daerah sebagai rujukan bagi kaum muslimin terutama manakala terjadi perselisihan tentang qiraat Al-Qur‟an di antara mereka.22 „Utsmān bin „Affān menghubungi Ḥafṡah r.a, dan meminta dikirimkan mushaf untuk kemudian nantinya dikembalikan lagi. Maka Ḥafṡah mengirim mushaf al-Quran tersebut23, lalu dibentuklah panitia penyalin mushaf Al- Qur‟an yang diketuai oleh Zayd bin Tsabīt dengan tiga anggotanya yaitu Abdullāh bin Zubair, Sa‟īd bin al-„Aṣ, dan Abd al-Raḥmān bin al-Ḥarits bin Hisyām. Panitia Zayd dapat menyelesaikan tugasnya pada tahun 25 H24 dan hasil kerja panitia Zayd tersebut adalah berupa empat mushaf Al- Qur‟an standar. Tiga di antaranya dikirim ke Syam, Kufah dan Basrah, dan satu mushaf ditinggalkan di Madinah untuk „Ustman sendiri, yang kemudian mushaf ini dikenal sebagai al-mushaf al-Imām. Ada pula riwayat yang mengatakan bahwa jumlah pengadaan mushaf sebanyak lima buah, dan pendapat yang lainnya menyebut tujuh buah, dikirim ke ke selain tiga tempat di atas, yaitu ke Mekah, Yaman dan Bahrain. Gerakan pemeliharaan Al-Qur‟an pada masa „Utsman ini mengandung faedah, antara lain:25 (a) Mempersatukan dan menyeragamkan tulisan dan ejaan Al-Qur‟an bagi seluruh umat Islam berdasarkan cara pembacaan yang diajarkan Rasulullah SAW dengan jalan mutawatir, sekaligus menghapuskan cara pembacaan lainnya yang tidak ma‟tsur. (b) Supaya umat Islam berpegang pada mushaf yang disusun dengan sempurna atas dasar tauqifi (tuntunan) Rasulullah SAW

22 Said Agil Husin Al Munawar, Al-Qur‟an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki, 21. 23 Abdul Hamid, Pengantar Studi Al-Qur‟an, 38. 24 M. Zaenal Arifin, Khazanah Ilmu Al-Qur‟an, 27. 25 M. Zaenal Arifin, Khazanah Ilmu Al-Qur‟an, 27.

25 untuk menghindari penyimpangan-penyimpangan yang tidak perlu terjadi karena perbadaan membaca Al-Qur‟an. (c) Mempersatukan urutan susunan surat-surat Al-Qur‟an sesuai dengan yang diajarkan Rasulullah SAW, yang diterima secara mutawatir. Berikut adalah beberapa karakteristik mushaf Al-Qur‟an yang ditulis pada masa „Utsmān bin „Affān:26 1. Ayat-ayat Al-Qur‟an yang ditulis seluruhnya berdasarkan riwayat yang mutawatir. 2. Tidak memuat ayat-ayat yang mansūkh 3. Surat-surat maupun ayat-ayatnya telah disusun dengan tertib, sebagaimana Al-Qur‟an yang kita kenal sekarang. tidak seperti mushaf Al-Qur‟an yang ditulis pada masa Abu Bakr yang hanya disusun menurut tertib ayat, sementara surat-suratnya disusun menurut urut turunnya wahyu. 4. Tidak memuat sesuatu yang tidak tergolong Al-Qur‟an, seperti yang ditulis sebagian sahabat Nabi dalam masing-masing mushafnya, sebagai penjelasan atau keterangan terhadap makna ayat-ayat tertentu. 5. Dialek yang dipakai dalam mushaf ini hanya dialek Quraisy saja, dengan alasan bahwa Al-Qur‟an diturunkan dengan bahasa Arab Quraisy sekalipun pada mulanya diizinkan membacanya dengan menggunakan dialek lain. C. Sejarah Mushaf di Indonesia Dalam perkembangannya, mushaf Al-Qur‟an di Indonesia telah mengalami tiga periode, yaitu sebagai berikut:

26 Said Agil Husin Al Munawar, Al-Qur‟an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki, 22.

26

1. Periode Tulisan Tangan Metode tulisan tangan merupakan teknik pertama yang digunakan dalam sejarah penyalinan Al-Qur‟an di Indonesia.27 Periode tulisan tangan ini sudah dimulai sejak abad ke-13 Masehi, tepatnya ketika Pasai menjadi kerajaan pertama di Nusantara yang secara resmi masuk Islam. Penyalinan ini terus berlangsung hingga akhir abad ke-19. Adapun para pelaku penyalinan Al-Qur‟an adalah masyarakat Muslim dari berbagai lapisan seperti para penyalin profesional, santri dan para ulama. Kegiatan penyalinannya pun berlangsung di berbagai kota, di antaranya Aceh, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Banten, Cirebon, Yogyakarta, Surakarta, Madura, Lombok, Sumbawa, Kalimantan Selatan, dan lain-lain.28 Hasil penyalinannya sangat banyak dan saat ini tersimpan di beberapa museum, perpustakaan, pesantren, ahli waris dan kolektor. Pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 dapat dikatakan sebagai masa transisi teknik produksi mushaf Al-Qur‟an. pada masa itu penyalinan Al-Qur‟an secara manual masih berlanjut di satu sisi dan pada saat yang sama mulai marak penggunaan teknologi cetak.29 Dewasa ini, naskah Al-Qur‟an Indonesia banyak disimpan di lembaga-lembaga pemerintah baik di Indonesia maupun luar negeri seperti di Malaysia, Belanda, dan beberapa tempat lainnya. Namun diperkiraan Indonesia tetap merupakan yang terbanyak menyimpan naskah Al-Qur‟an tersebut, baik yang dimiliki oleh pribadi, museum, masjid maupun pesantren.30 Hal ini sebagaimana tercatat bahwa mushaf Al-Qur‟an yang tersimpan di Indonesia ada sekitar 450

27 M. Zaenal Arifin, Khazanah Ilmu Al-Qur‟an, 33. 28Lenni Lestari, “Mushaf Al-Qur‟an Nusantara: Perpaduan Islam dan Budaya Lokal nusantara”. Jurnal At-Tibyan, vol. I, no. I (Januari-Juni 2016): 175. 29 Abdul Hakim, “Qur‟an Cetak di Indonesia”. Suhuf, vol. 5, no. 2, 2012, h. 232 30Lenni Lestari, “Mushaf Al-Qur‟an Nusantara: Perpaduan Islam dan Budaya Lokal nusantara”. Jurnal At-Tibyan, vol. I, no. I (Januari-Juni 2016): 176.

27 mushaf, sedangkan yang tersimpan di luar negeri ada sekitar 200 mushaf, dengan jumlah 650 ini jelas masih sementara, dikarenakan belum termasuk milik pribadi. 31 Berikut adalah beberapa mushaf Al-Qur‟an di Indonesia:32 mushaf Al-Qur‟an Aceh yang kini telah menjadi koleksi berbagai lembaga di dalam dan luar negeri. Mushaf Al-Qur‟an kuno dari berbagai Istana Nusantara, seperti Banten, Cirebon, Riau-Lingga, Terengganu (Malaysia), Sumbawa, Bima, Bone, dan Ternate. Selain itu, ada juga Mushaf Indonesia lainnya seperti Mushaf Banten, Mushaf Kanjeng Kyai Al-Qur‟an Pusaka Keraton Yogyakarta, dan Mushaf Al-Banjari. Adapun mushaf kuno yang terdapat di Bayt Al-Qur‟an dan Museum Istiqlal berjumlah 29 buah, termasuk mushaf-mushaf besar, tetapi tidak termasuk Mushaf Itiqlal. Sedangkan mushaf kuno yang berusia lebih dari 50 tahun sebanyak 22 buah.33 Menurut informasi, mushaf tulis tangan di Indonesia terakhir ditulis oleh seorang Narapidana di Banyuwangi, bernama Sugiyanto. Al-Qur‟an ini berukuran panjanng 1,1 meter x 80 sentimeter dan tebalnya 13 sentimeter.34

2. Periode Cetak Mesin Teknologi cetak litografi (cetak batu) sudah berkembanag di Indonesia menjelang pertengahan abad ke 19. Pada masa itu penulisan Al-Qur‟an secara manual mulai ditinggalkan, sebab dengan beralih ke

31Arizki Widianingrum, “Mushaf Hafalan Di Indonesia”, 32. 32M. Zaenal Arifin, Khazanah Ilmu Al-Qur‟an, 33-34. 33M. Zaenal Arifin, Khazanah Ilmu Al-Qur‟an, 33. 34M. Zaenal Arifin, Khazanah Ilmu Al-Qur‟an, 34.

28

metode cetak batu akan sangat memudahkan penggandaan mushaf dalam jumlah banyak, meskipun produksinya tetap terbatas. Berikut ini akan dijelaskan mengenai mushaf cetakan awal, mushaf cetakan tahun 1933-1983 hingga mushaf cetakan 2000-an: a. Mushaf Cetakan Awal Berdasarkan temuan hingga kini, rupanya asal-usul mushaf Al-Qur‟an cetakan awal yang beredar di Asia Tenggara pada akhir abad ke-19 jumlahnya tidak begitu banyak.35 Dari beberapa mushaf cetakan awal, mushaf yang berasal dari Palembang diketahui sebagai mushaf cetakan tertua di Indonesia, bahkan di Asia Tenggara. Mushaf Palembang ini merupakan hasil cetak batu Haji Muhammad Azhari bin Kemas Haji Abdullah yang dicetak pada tahun 1848 dan 1854.36 Kedua cetakan mushaf tersebut ditemukan hingga sekarang, hanya saja cetakan tahun 1854 kondisinya tidak utuh, terdapat di Masjid Dokjumeneng, Cirebon.37 Adapun cetakan lainnya yang beredar luas di Indonesia pada akhir abad ke-19 yaitu cetakan Singapura, Bombay dan India. Mushaf cetakan Singapura ditulis oleh Muhammad Salih bin Sardin, pada tahun 1285 H di Kampung Gelam. Keberadaanya relatif banyak dibandingkan mushaf cetakan Palembang. Di antaranya bisa ditemui di Bayt Al-Qur‟an dan Museum Istiqlal Jakarta, Masjid Agung Surakarta, Museum Samparaja Bima, Riau, Cirebon, dan Kendari. Mushaf cetakan Singapura yang terdapat di Masjid Agung Surakarta memberikan gambaran tentang kapan Qur‟an ini dicetak dan banyak beredar.

35M. Zaenal Arifin, Khazanah Ilmu Al-Qur‟an, 33-34. 36Ali akbar, Pencetakan Mushaf di Indonesia, 271. 37Abdul Hakim, “Al-Qur‟an Cetak di Indonesia”, Suhuf, vol. 5, no. 2 (2012), 235.

29

Selanjutnya, mushaf cetakan India ditulis oleh al-Hajj Muhammad Samah pada tahun 1886 M. Mushaf ini sudah menggunakan teknik cetak modern, seperti cetakan Mesir. b. Mushaf Cetakan Tahun 1933-1983. Dalam rentang waktu tahun 1933 sampai dengan 1983, beberapa percetakan di Indonesia telah berhasil mencetak 11 mushaf Al-Qur‟an, antara lain sebagai berikut:38 Cetakan Matba‟ah al-Islamiyah, Bukittinggi, 1933. Selesai dicetak pada bulan Juli-Agustus 1933 oleh Percetakan al-Islamiyah milik HMS Sulaiman. Mushaf ini merupakan reproduksi cetakan Bombay, India dan juga merupakan generasi awal cetakan mushaf Al- Qur‟an di Indonesia. selanjutnya, mushaf cetakan Abdullah bin Afif, Cirebon, 1933-1957. Mushaf cetakan Al-Ma‟arif, Bandung, 1950/1957. Sinar Kebudayaan Islam, Jakarta, 1951. Pustaka al- Haiddari, Kutaraja. Pustaka Andalus, Medan, 1951-1952. Tintamas, Jakarta, 1954. Al-Qur‟an Bombay Menara Kudus, 1974. Qur‟an Pojok Menara Kudus, 1974. Mushaf Cetakan Penerbit Al-Ma‟arif, Bandung, 1950-an, Mushaf Indonesia Ibnu Sutowo, hingga Mushaf Al-Qur‟an Kudus, Al-Qur‟an dari Turki yang dicetak tahun 1970-an. Menurut sebagian pendapat, pencetakan Al-Qur‟an (dengan mesin) di Indonesia dimulai sekitar tahun 1950 oleh Afif dari Cirebon dan penerbit Salim Nabhan yang berdiri pada tahun 1904 di Surabaya. Pada awalnya, sebelum mencetakan Al-Qur‟an penerbit Salim Nabhan merupakan pemasok buku-buku berbahasa Arab. Selanjutnya, usaha di bidang ini disusul oleh penerbit Al-Ma‟arif Bandung yang didirikan pada tahun 1948.

38M. Zaenal Arifin, Khazanah Ilmu Al-Qur‟an, 35-36.

30

Selain mencetak Al-Qur‟an, mereka juga mencetak buku-buku keagamaan yang banyak dipakai umat Islam.39 Pada tahun 1957, penerbit Menara Kudus (percetakan tertua di Jawa Tengah) mencetak Al-Qur‟an Pojok atau Bahriyah yang dikhususkan untuk para penghafal Al-Qur‟an. Kemudian pada tahun 1974, Juz „Amma dicetak khusus untuk pembelajaran Al-Qur‟an. Pada tahun-tahun berikutnya, pencetakan Al-Qur‟an mulai berkembang pesat. Banyak penerbit yang bermunculan, seperti: Penerbit Bina Progresif, berdiri tahun 1960. CV Mahkota di Surabaya, CV Madu Jaya Makbul, dan lain-lain.Pada perkembangan selanjutnya, muncullah upaya-upaya untuk memelihara kemurnian dan kesucian Al-Qur‟an dari kesalahan cetak, melalui tahap pemeriksaan yang dilakukan oleh Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur‟an yang didirikan pada tanggal 01 Oktober 1959 berdasarkan Peraturan Menteri Muda Agama No. 11 tahun 195940 Untuk memperlancar tugas pentashihan, maka Lajnah menerbitkan mushaf standar. Ada tiga jenis mushaf standar yang secara resmi menjadi pedoman kerja bagi Lajnah, yaitu: 1) Mushaf Al-Qur’an Standar Rasm ‘Utsmāni Dilihat dari aspek penulisan, Mushaf Standar „Utsmāni mengambil model dari Al-Qur‟an terbitan Departemen Agama tahun 1960 yakni Mushaf Al-Qur‟an Bombay yang sekaligus menjadi pedoman tanda baca. Rasm mushaf ini sesuai dengan rumusan al-Suyuthi dalam al-Itqān fī „Ulūmil Qur‟ān.41

39M. Zaenal Arifin, Khazanah Ilmu Al-Qur‟an, 36. 40M. Zaenal Arifin, Khazanah Ilmu Al-Qur‟an, 37. 41Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an Gedung Bayt Al-Qur‟an dan Museum Istiqlal, Sejarah Penulisan Mushaf Al-Qur‟an Standar Indonesia (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an, 2013), 92.

31

Ada 6 kaidah rumusan Mushaf Standar Utsmāni yaitu membuang huruf (al-hafz), menambah huruf (al-Ziyadah), penulisan hamzah (al-Hamz), menyambung dan memisah tulisan (al-fashl wal washl), penggantian huruf (al-Badl), dan menulis kalimat yang memiliki versi bacaan (qira‟ah) lebih dari satu sesuai dengan salah satu darinya (ma fihi qira‟atani wa kutiba „ala ihdahuma).42 Dari aspek harakat, Mushaf Standar Utsmāni Indonesia mengacu pada hasil Muker II tahun 1976, yakni komparasi bentuk-bentuk harakat dari berbagai negara dan memilih bentuk yang sudah familiar dan diterima luas di Indonesia. bentuk harakat tersebut berjumlah tujuh, di antaranya fathah, dhammah, Kasrah, dan sukun yang ditulis apa adanya, fathatain, kasratain dan dhammatain. Selain tujuh harakat tersebut, mushaf Standar „Utsmāni memiliki dua bentuk harakat lagi yakni dhammah terbalik dan fathah berdiri, kedua bentuk ini menunjukkan bacaan yang panjang.43 Pola penulisan Mushaf Standar „Utsmāni ini sangat berbeda dengan mushaf Timur Tengah pada umumnya, seperti pada mushaf Saudi dan Mushaf Madinah contohnya. Di dalam Mushaf Saudi, harakat tidak ditulis secara penuh, kemudin pada mad thabī‟iy pun tidak diberi sukun. Selain itu, perbedaan yang ditemukan pada mushaf Madinah, yakni pada penulisan lafzul- jalalah. Di dalam Mushaf Madinah, lam kedua diberi harakat

42Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an Gedung Bayt Al-Qur‟an dan Museum Istiqlal, Sejarah Penulisan Mushaf Al-Qur‟an Standar Indonesia, 92. 43Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an Gedung Bayt Al-Qur‟an dan Museum Istiqlal, Sejarah Penulisan Mushaf Al-Qur‟an Standar Indonesia, 92-93,

32

fathah biasa, sedangkan di dalam Mushaf Standar„Utsmāni Indonesia lam kedua diberi harakat fathah berdiri.44 Tidak hanya harakat, Mushaf Standar „Utsmāni juga dilengkapi dengan tanda baca seperti idgam, Iqlab, bacaan mad wajib, mad jaiz, dan bacaan mad selain mad tabi‟iy, saktah, imalah, isymam dan tashil. 2) Mushaf Al-Qur’an Standar Bahriyyah Mushaf Al-Qur‟an Standar Bahriyah mengacu pada mushaf Bahriyah terbitan Turki. mushaf ini hanya mengikuti satu dari enam kaidah Rasm „Utsmāni yang telah dijelaskan di atas, yakni kaidah penggantian huruf yang disebut dengan badal.45 Oleh sebab itu, rasm Mushaf Standar Bahriyah disebut sebagai rasm „Utsmāni asasi, dan dapat dianggap sebagai perpaduan antara rasm „Utsmāni dan imla‟i. Hal ini karena ada lafal-lafal tertentu yang ditulis sesuai dengan rasm „Utsmāni dan tidak berbeda dengan rasm„Utsmāni, dan di sisi lain beberapa lafal tertentu yang ditulis sesuai rasm „imlai dan berbeda dari rasm imla‟i.46 Sedangkan pada aspek harakat, Mushaf Standar Bahriyah dan Mushaf Standar „Utsmāni sama-sama menggunakan 9 harakat sebagaimana yang telah disepakati oleh Muker II tahun 1976, agar menggunakan harakat yang sudah familiar di kalangan masyarakat.47 Selanjutnya, aspek tanda baca pada Mushaf Standar Bahriyah menganut tanda baca yang sama dengan Mushaf Standar

44Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an Gedung Bayt Al-Qur‟an dan Museum Istiqlal, Sejarah Penulisan Mushaf Al-Qur‟an Standar Indonesia, 92-93. 45Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an Gedung Bayt Al-Qur‟an dan Museum Istiqlal, Sejarah Penulisan Mushaf Al-Qur‟an Standar Indonesia, 98. 46Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an Gedung Bayt Al-Qur‟an dan Museum Istiqlal, Sejarah Penulisan Mushaf Al-Qur‟an Standar Indonesia, 99. 47Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an Gedung Bayt Al-Qur‟an dan Museum Istiqlal, Sejarah Penulisan Mushaf Al-Qur‟an Standar Indonesia, 99.

33

„Utsmāni. Meskipun demikian, terdapat perbedaan di beberapa tempat. Adapun tanda-tanda baca yang sama yaitu tanda baca mad wajib, mad jaiz, saktah, imalah, isymam, dan tashil. Sedangkan tanda-tanda baca yang berbeda yaitu pada bacaan idgham dan iqlab.48 Pada bacaan idgam Mushaf Standar Bahriyah tidak menggunakan tasydid, dan pada bacaan iqlab mushaf ini tidak menggunakan mim kecil. Pada aspek tanda waqaf tidak ada perbedaan, Mushaf Standar Bahriyah dan Mushaf Standar „Utsmāni sama-sama menggunakan tujuh tanda yang merupakan penyederhanaan dari dua belas tanda waqaf yang terdapat dalam hasil Muker VI tahun 1980.49 3) Mushaf Standar Braille Mushaf ini dibuat untuk penyandang tunanetra.50 Disusun berdasarkan simbol Braille Arab yang telah digunakan dalam Al- Qur‟an Braille terbitan Yordania, Mesir, Pakistan. Simbol Braille tersebut juga telah berpijak pada putusan konferensi regional yang diselenggarakan oleh UNESCO di Beirut, Lebanon pada tahun 1951.51 Mushaf Standar Braille ini memiliki beberapa karakteristik yang berbeda dengan Al-Qur‟an Braile cetakan Yordania, Mesir dan Pakistan, baik dari aspek rasm, tanda baca dan tanda waqaf. Pada aspek rasm, Mushaf Standar Braille menggunakan rasm usmani yang didasarkan pada hasil Muker Ulama III tahun 1977.

48Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an Gedung Bayt Al-Qur‟an dan Museum Istiqlal, Sejarah Penulisan Mushaf Al-Qur‟an Standar Indonesia, 99. 49 Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an Gedung Bayt Al-Qur‟an dan Museum Istiqlal , Sejarah Penulisan Mushaf Al-Qur‟an Standar Indonesia, 100. 50M. Zaenal Arifin, Khazanah Ilmu Al-Qur‟an, 37 51Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an Gedung Bayt Al-Qur‟an dan Museum Istiqlal, Sejarah Penulisan Mushaf Al-Qur‟an Standar Indonesia, 104.

34

Sedangkan Al-Qur‟an Braille cetakan Yordania, Mesir, dan Pakistan masih menggunakan rasm imla‟i. Pada Aspek harakat dan tanda baca, pada dasarnya mengikuti pola penulisan mushaf- mushaf Al-Qur‟an Braille sebelumnya, seperti tanda baca syakl (fathah, kasrah, dammah dan sukun) diletakkan setelah huruf, bukan di atas atau di bawahnya seperti penulisan Al-Qur‟an awas pada umumnya, kemudian tanda tasydid ditulis sebelum huruf yang menyandangnya. Adapun terkait penandaan huruf mad, ada sedikit kesamaan dengan mushaf Standar Bahriyah, yakni huruf mad tidak membutuhkan tanda sukun.52 Mushaf Standar Braille juga telah menggunakan harakat isybaiyyah, baik fathah, kasrah maupun dammah yang mengikuti pola yang berlaku dalam Mushaf Standar„Utsmāni.53 Bila melihat tanda waqafnya, Mushaf Standar Braille menggunakan tanda waqaf yang sama dengan tanda waqaf dalan Mushaf Standar „Utsmāni. Namun ada beberapa perbedaan pada tanda waqaf yang tersusun lebih dari satu simbol disederhanakan menjadi satu simbol.54

c. Mushaf Cetakan Tahun 1984-2003. Ada sekitar 6 mushaf yang dicetak di Indonesia dalam rentang waktu 1984 sampai dengan tahun 2003, antara lain: Mushaf Al-Qur‟an Standar Indonesia 1973-1975, Mushaf Al- Qur‟an Standar Indonesia (Bahriyyah) 1991, Mushaf Al-Qur‟an Bombay terbitan PT Karya Toha Putra 2000, Mushaf Al-Qur‟an

52Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an Gedung Bayt Al-Qur‟an dan Museum Istiqlal, Sejarah Penulisan Mushaf Al-Qur‟an Standar Indonesia, 100. 53Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an Gedung Bayt Al-Qur‟an dan Museum Istiqlal, Sejarah Penulisan Mushaf Al-Qur‟an Standar Indonesia, 106. 54Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an Gedung Bayt Al-Qur‟an dan Museum Istiqlal , “Sejarah Penulisan Mushaf Al-Qur‟an Standar Indonesia”, 107.

35

Karya Ustadz Rahmatullah 2000, Mushaf Al-Qur‟an karya Safaruddin 2001, dan Qur‟an terbitan Karya Insan Indonesia, Jakarta 2002.55 Sejak tahun 2000-an, terdapat beberapa penerbit seperti Penerbit Mizan, Syamil, Serambi, Gema Insani Press, dan Pustaka Al-Kautsar. Mereka pada mulanya adalah hanya menerbitkan buku keagamaan, namun kemudian setelah sukses di bidangnya, mereka mulai tertarik untuk menerbitkan mushaf Al-Qur‟an. d. Mushaf Cetakan Tahun 2004-2010 Pada era ini, pencetakan mushaf Al-Qur‟an mengalami perkembangan yang begitu pesat. Hal ini ditandai dengan munculnya variasi tampilan mushaf Al-Qur‟an yang disesuaikan dengan segmen pembacanya, seperti anak-anak, wanita, pengkaji fiqh dan lain-lain.56 Era baru dalam produksi mushaf muncul sejak awal dasawarsa 2000an, ketika teknologi komputer semakin maju. Sejak saat itu banyak sekali penerbit memodifikasi kaligrafi Mushaf Madinah yang ditulis oleh khattat Usman Thaha. Dan yang pertama kali memodifikasi kaligrafi Mushaf Madinah adalah penerbit Diponegoro Bandung. Perkembangan selanjutnya adalah para penerbit berkreasi dengan memberi warna khusus pada selain kata “Allah” atau “rabb”, yakni pengeblokan pada ayat-ayat yang berisi doa, ayat sajdah, dan ayat-ayat tentang perempuan. Hal ini seperti yang dilakukan penerbit di Bandung, mengeblok ayat-ayat khusus tentang perempuan dengan warna ungu, sementara penerbit lainnya dengan warna merah. Bukan hanya itu, pewarnaan juga

55M. Zaenal Arifin, Khazanah Ilmu Al-Qur‟an, 37-38. 56M. Zaenal Arifin, Khazanah Ilmu Al-Qur‟an, 38.

36

dilakukan oleh para penerbit pada teks Al-Qur‟an yang mengandung hukum tajwid dengan warna-warna tertentu, memakai teknik blok, arsir, atau warna hurufnya sendiri. Dengan melihat kode warna pada teks Al-Qur‟an, para pembaca Al- Qur‟an yang awam ilmu tajwid dapat dengan mudah mengingat hukum bacaan tajwid.57 Dalam hal tampilan kulit (cover) mushaf, para penerbit mushaf era ini mengeksplorasi design dengan bentuk baru, ragam hias dan komposisi baru, sehingga mengesankan suatu mushaf dengan desain asing.58 Selanjutnya, para penerbit juga melakukan perubahan pada tampilan mushaf Al-Qur‟an yang disertai terjemahan. Mereka saling berlomba mengasah kreativitas baik dalam hal cover, isi, maupun kelengkapan teks tambahannya. Kelengkapan teks tambahan dalam Al-Qur‟an dan terjemahannya sangat bervariasi, seperti daftar isi, index, pedoman transliterasi Arab-Latin, petunjuk penggunaan, uraian makhraj huruf tajwid, ayat-ayat sajdah, daftar surah dan juz, doa ma‟tsurat, terjemahan per kata, dan lain-lain. Perkembangan ini juga kian mewarnai ke dunia anak-anak, di mana para penerbit membuat Al-Qur‟an dan terjemahannya dengan ilustrasi dan warna khas anak-anak, misalnya bentuk balon, bulan sabit, bintang, awan, dan lain-lain. Di antara penerbit yang memproduksi mushaf jenis ini adalah Penerbit Mizan yang menerbitkan I Love My Qur‟an, sebuah edisi Al-Qur‟an dan terjemahannya dalam satu set, dengan ilustrasi yang unik dan lengkap untuk anak-anak. Bahkan baru beberapa tahun belakangan ini terbit The Miracle: the Reference, terbitan

57M. Zaenal Arifin, Khazanah Ilmu Al-Qur‟an, 38. 58Ali akbar, “Pencetakan Mushaf Al-Qur‟an di Indonesia”. Suhuf, vol. 4, no.2, (2011), 28.

37

Syamil, yang dilengkapi dengan audio-pen yang bila disentuhkan ke ayat atau kata Al-Qur‟an yang diinginkan, maka pen tersebut akan mengeluarkan suara rekaman. 3. Mushaf Digital Mushaf digital dikembangkan seiring dengan meningkatnya teknologi IT. Mushaf digital ini dikemas dalam bentuk visual dan audio atau audio-visual. Bentuk audio-visual biasanya disalin dengan khat yang indah dan dihiasi iluminasi yang indah pula dan menarik dilihat. Ada tiga bentuk Al-Qur‟an digital, di antaranya: a) Al-Qur’an Digital Salah satu Al-Qur‟an digital adalah Mushaf Madinah Digital (MMD). Software Al-Qur‟an ini dibuat secara resmi dibawah lisensi Majma‟ Malik Fahd li Thiba‟ah al Mushaf al Syarif. Mushaf ini dapat diunduh melalui situs resminya www.qurancomplex.org. Selain itu, ada pula Al-Qur‟an portable yang dimasukkan ke dalam sebuah alat. Al-Qur‟an model ini contohnya adalah Enmac dan Khaleefa yang paling populer di Malaysia. Kelebihan dari Al-Qur‟an ini adalah praktis dan multi fungsi seperti adanya tampilan ebook reader, petunjuk arah kiblat, alarm dan sebagainya. b) Audio Al-Qur’an Audio Al-Qur‟an ini bentuknya bermacam-macam, seperti bentuk CD, kaset, file dalam bentuk MP3 yang bisa diputar di komputer, PDA, atau gadget lainnya. Salah satu contoh dari audio Al-Qur‟an ini adalah Al-Qur‟an anak-anak yang dikemas dalam bentuk DVD dan MP3. Kemudian kini juga telah hadir Hafiz dan Hafizah Doll, yaitu sebuah produk terbaru dari Al-Qolam yang

38

memakai teknologi tinggi yang berisi banyak sekali audio edukasi seperti murottal 30 Juz, do‟a-do‟a harian, kisah-kisah Nabi dan Rasul, dan sebagainya. c) Al-Qur’an in-microsoft Al-Qur‟an jenis ini dimasukkan ke dalam software komputer, dapat digunakan untuk mengutip ayat dan terjemah Al-Qur‟an ke dalam sebuah tulisan. Cara menggunakannya: klik Add-ins Al- Qur‟an get all/ayat/terjemah, maka secara otomatis ayat atau terjemah akan muncul ke dalam tulisan.

D. Pengertian Iluminasi Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), iluminasi berarti penerangan ( dengan sinar matahari atau sinar buatan).59 Mengenai asal katanya, Iluminasi berasal dari bahasa latin yaitu illuminare yang artinya untuk mencerahkan atau menggambar baik dengan bermacam warna, huruf awal, maupun beberapa gambar pada naskah.60 Adapula yang menyebutkan bahwa iluminasi dari kata illuminate, yaitu to make something clearer or ersier to understand, atau to decorate something with light. Menurut Gallop dan Arps, padanan kata iluminasi dalam bahasa Indonesia adalah seni sungging61, sementara di Yogyakarta disebut renggan wardana.62 Iluminasi memiliki banyak makna, di antaranya adalah :

59 Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2008), 562. 60Arifin Setya Budi, “Iluminasi Naskah Jawa Kuno: Kajian Estetik Simbolik Ragam Hias Pada Serat Pakuwon.” Skripsi S1 Universitas Negeri Semarang, 2016, 11. 61 Sungging adalah teknik mewarnai gambar dengan cara ditumpang dari satu warna ke warna lainnya yang lebih muda, setahap demi setahap. 62 Achmad Opan Safari, “Iluminasi dalam Naskah Cirebon”. Suhuf , vol. 3. No. 2, (2010), 309.

39

a. Iluminasi adalah seni memperindah buku atau manuskrip dengan lukisan; atau huruf berornamen dan bentuk-bentuk geometris, dengan emas dan warna-warna, terutama pada bagian tepi halaman.63 b. Iluminasi adalah garapan visual yang bersifat dekoratif yang terdapat pada naskah yang berfungsi sebagai penghias, memperindah bagian tertentu, terutama pada halaman depan naskah. c. Iluminasi merupakan salah satu bentuk ragam hias dengan beragam bentuk ornamen dan ilustrasi yang menggunakan warna emas dan perak serta warna lainnya yang berfungsi untuk memperindah tampilan halaman naskah yang berasal dari tradisi Barat. d. Iluminasi merupakan elemen estetik pada naskah yang tidak hanya sekedar menghias naskah, namun umumnya memiliki simbol identitas yang merupakan cerminan dari daerah tempat iluminasi dibuat.64 Iluminasi dalam sebuah naskah memiliki kedudukan yang sangat penting, iluminasi menjadi media estetika dan sarana eksplanasi bagi teks yang terdapat dalam naskah. Selain itu iluminasi juga dapat membantu memperjelas asal suatu naskah, karena motif setiap daerah memiliki ciri masing-masing, serta iluminasi dapat menentukan kapan suatu naskah ditulis atau disalin, sebab seniman-seminan pembuat iluminasi merupakan saksi zaman.65

63Arifin Setya Budi, “Iluminasi Naskah Jawa Kuno: Kajian Estetik Simbolik Ragam Hias Pada Serat Pakuwon”, 9. 64Arifin Setya Budi, “ Iluminasi Naskah Jawa Kuno: Kajian Estetik Simbolik Ragam Hias Pada Serat Pakuwon”, 12. 65 Achmad Opan Safari, “Iluminasi dalam Naskah Cirebon”, 310.

40

E. Mushaf Al-Qur’an Beriluminasi di Indonesia Mushaf-mushaf di Indonesia memiliki pola pokok dan ragam hias iluminasi yang sangat beragam yang dipengaruhi oleh kekayaan ragam hias masing-masing wilayah budaya.66 Setiap iluminasi maupun dekorasi dan hiasan-hiasan yang terdapat pada mushaf Al-Qur‟an memiliki nilai filosofis. Salah satu ciri khas iluminasi mushaf Indonesia adalah corak floral, tumbuh-tumbuhan, dan khas kedaerahan yang muncul pada setiap mushaf.67 Berikut ini adalah beberapa contoh mushaf kuno dan kontemporer Indonesia yang memiliki iluminasi indah, antara lain: 1. Mushaf Lalino Bima Mushaf Lalino Bima merupakan mushaf wakaf dari keluarga Kesultanan Bima Nusa Tenggara Barat (NTB). Mushaf ini lengkap 30 juz dan kondisinya masih baik. Mushaf ini ditulis di atas kertas Eropa dengan tanda air JOHN HAYES 1815. Sistem penulisan mushaf ini menggunakan sistem pojok. Hiasan mushaf ini terdapat pada tiga tempat, seperti Ummul Qur‟an, Nisful Qur‟an, dan Khatmul Qur‟an. Pola dasar hiasan tersebut berupa dua buah bingkai berhias yang diletakkan berhadapan pada halaman kanan dan kiri. Bagian luar bingkai ini dihiasi dengan motif lengkungan berhias, dengan rangkaian ombak-ombak dan dedaunan yang kecil dengan warna merah, kuning, hijau, emas, dan hitam.68 2. Mushaf Sarung Batik Cirebon Mushaf Sarung Batik Cirebon berasal dari Kesultanan Cirebon Jawa Barat. Mushaf ini ditulis di atas kertas Eropa yang memiliki

66Fadhal AR Bafadal dan Rosehan Anwar, Mushaf-mushaf Kuno Indonesia, xi.? 67Lenni Lestari, “Mushaf Al-Qur‟an Nusantara: Perpaduan Islam dan Budaya Lokal nusantara”, 193. 68Asep Saefullah, “Ragam Hias Mushaf Kuno”, Jurnal Lektur Keagamaan, vol 5, no I, 2007, 44-45

41 watermark Pro Patria, kondisinya masih lengkap 30 juz dan dijilid ulang. Sistem Penulisan mushaf ini mengalir apa adanya, akhir halaman tidak mesti diakhiri dengan akhir ayat. Pada bagian verso dari setiap folio terdapat kata alihan.69 Hiasan mushaf ini terdapat pada Ummul Qur‟an, Nisful Qur‟an, dan khatmul Qur‟an. Mushaf ini tergolong unik karena pada bagian tengahnya (Nisful Qur‟an) menyerupai gambar mata tetapi diletakkan secara vertikal. Pola mata tersebut mengelilingi sebuah lingkaran, dan lingkaran tersebut mengelilingi bidak teks ayar layakanya bagian hitam mata. Di luar pola mata ini terdapat ruang kosong yang juga berbentuk oval vertikal. Di keempat pojok halaman terdapat hiasan berbentuk segitiga dengan cekungan pada garis bawahnya dan diletakkan di masing-masing sudut yang membentuk ruang kosong berbentuk oval tersebut. Fungsi hiasan yang demikian diduga melambangkan bahwa Allah Maha Melihat, bahkan sampai hal- hal paling dalam, yaitu bagian tengah, dan hiasan ini terdapat dibagian tengah tersebut. Sedangkan hiasan pada awal dan akhir mushaf memiliki pola yang sama, yaitu berupa dua buah bingkai berhias yang diletakkan secara berhadapan pada halaman kanan dan kiri. Bingkai teks tersebut berupa kotak tebal yang berisi hiasan motif tumbuhan, dan di ketiga sisinya terdapat sayap seperti kubah masjid, yang juga berisi hiasan dan bentuk setengah lingkaran bermotif tumbuhan. 3. Mushaf Solo Mushaf ini berasal dari Solo, kondisinya masih lengkap 30 juz. Mushaf ini ditulis di atas kertas dulang, tetapi tidak ada kolofon. Sistem penulisan mushaf ini ditulis apa adanya. Kata alihan terdapat

69Asep Saefullah, “Ragam Hias Mushaf Kuno”, 45.

42 pada setiap akhir kuras. Pada permulaan surat al-Taubah tidak terdapat basmalah, tetapi terdapat ta‟awwuz.70 Hiasan mushaf ini hanya terdapat pada Ummul Qur‟an, dan hiasannya agak sederhana memenuhi seluruh halaman. 4. Mushaf Kauman Timur Mushaf ini berasal dari Kauman Timur Kotamadya Semarang, kondisinya lengkap 30 juz, ditulis di atas kertas Eropa dengan watermark Pro Patria dan coutermark Paknekoek. Sistem penulisan teks ayat apa adanya. Kata alihan terdapat pada halaman verso dari setiap folio.71 Hiasan pada mushaf ini hanya terdapat pada ummul Qur‟an, diletakkan berhadapan dengan masing-masing halaman memiliki pola yang sama. Desain hiasan pada masing-masing halaman berupa bingkai tebal berhias pola dedaunan yang membingkai teks ayat. Pada bagian atas dan bawah bingkai tersebut terdapat pola segitiga dengan garis tebal warna emas dan biru, demikian juga di bagian sampingnya. Pola segitiga tersebut mengarah keluar. 5. Mushaf Pandeglang Mushaf ini berasal dari Kampung Maluku Labuan Pandeglang Banten. kondisi mushaf tidak lengkap, tapi sudah dikonservasi. Mushaf ini ditulis di atas kertas Eropa dengan watermark Pro Patria. Pada mushaf ini terdapat penjelasan qiraat lain dan juga terdapat judul lari di sebelah kanan atas pada setiap halaman verso, berupa awal juz dan nama surah, dan di sebelah kiri bawah pada halaman yang sama terdapat kata alihan juga dengan tinta hitam dan khat naskhi.72 Hiasan pada mushaf ini hanya terdapat pada bagian akhir Al- Qur‟an (khatmul Qur‟an), berupa bingkai berhias yang diletakkan

70Asep Saefullah, “Ragam Hias Mushaf Kuno”, 45 71Asep Saefullah, “Ragam Hias Mushaf Kuno”, 45. 72Asep Saefullah, “Ragam Hias Mushaf Kuno”, 46.

43

secara berhadapan. Bagian bingkai tersebut diisi dengan motif tumbuhan berupa daun dan bunga dengan warna merah hitam dan emas (warna emas terlihat memudar). 6. Mushaf Cipete Mushaf Cipete diperoleh dari Cipete Utara Jakarta. Mushaf ini ditulis di atas kertas dulang dengan sampul dari kulit beriluminasi. Kondisinya masih baik dan lengkap 30 juz. Sistem penulisan mushaf ini menggunakan sistem pojok. Kata alihan hanya terdapat pada setiap akhir juz dengan khat naskhi warna hitam.73 Iluminasi pada kulit sampul mushaf ini terletak di bagian tengah berbentuk oval vertikal dengan bagian atas bawahnya meruncing, dan pinggirnya bermotif ujung daun. Bagian pinggirnya dihias dengan lima buah bingkai. Motif bingkai ini terdiri dari bagian luar yang berbentuk garis-garis empat lajur, jalinan garis-garis meliuk seperti tambang. Kemudian ada juga pola segitiga yang diletakkan bulak-balik berselang seling, bagian satu diisi hiasan bunga, dan bagian lainnya dihias pola garis dirangkai secara selang-seling membentuk bingkai. Pada keempat sudut bingkai paling dalam terdapat hiasan bermotif bungga dan dedaunan yang menghadap ke dalam. 7. Mushaf Istiqlal Mushaf Istiqlal ditulis pada Oktober 1991 dan diluncurkan pada September 1995. Peresmiannya ditandatangani oleh Presiden Soeharto. Sebelum diresmikan mushaf ini telah ditashih oleh Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an (LPMQ), selesai pada 6 Juni 1995.74

73 Asep Saefullah, “Ragam Hias Mushaf Kuno”, 46. 74Ali Akbar, “Mushaf Istiqlal, 1995”, diakses 28 Mei 2020, http://quran- nusantara.blogspot.com/2012/05-mushaf.

44

Mushaf Istiqlal ditulis oleh para khattat dan para pakar desain grafis dari Institut Teknologi Bandung (ITB). Penulisannya menggunakan kaidah rasm usmani dengan gaya khat naskhi. Mushaf ini memiliki ciri khas pada iluminasinya yang berbeda dengan mushaf indah lainnya, antara lain seluruh halamannya dihiasi oleh beragam iluminasi yang diinspirasi dari ragam hias seluruh provinsi, dan didukung oleh 45 wilayah budaya Indonesia. Setiap 22 halaman, iluminasi berganti dari satu wilayah budaya ke budaya wilayah lainnya. kemudian, terdapat iluminasi Nusantara yang dirancang khusus dan diletakkan hanya untuk surat al-Fatihah, tengah mushaf (nishful Qur‟an), dan akhir mushaf (khatmul Qur‟an). Sistem penulisan mushaf Istiqlal menganut kaidah “golden setion” yaitu tata letak yang serasi, indah di pandang, dan tidak membuat penat mata pembacanya. 8. Mushaf Sundawi Mushaf Sundawi adalah mushaf yang diprakarsai oleh Gubernur Jawa Barat. Penulisan mushaf ini secara resmi dimulai pada Desember 1995 dan selesai pada Januari 1997.75 Istilah Sundawi yang disematkan pada nama mushaf ini berkaitan dengan konsep desain dan tatanan iluminasi yang diterapkan pada setiap halaman mushaf. Desain yang digunakan dalam mushaf ini bersumber atau mengacu pada dua hal yaitu motif islami Jawa Barat, seperti memolo Masjid, motif batik, ukiran mimbar, dan artefak lainnya; dan motif flora tertentu khas Jawa Barat, seperti gandaria dan Patrakomala.

75Billy Muhammad Rodibillah, dkk. “Sejarah Penulisan Al-Qur‟an Mushaf Sundawi di Bandung Tahun 1995-1997”. Historia Madania, 48.

45

9. Mushaf Al-Tin Mushaf Al-Tin dibuat untuk menghormati dan mengenang jasa almarhumah Ibu Hj. Fatimah Siti Hartinah. Mushaf ini memiliki ciri- ciri yang berkualitas di antaranya, benar (shahih dan mudah dibaca), memiliki nilai seni yang tinggi, menunjukkan ciri kebangsaan dan ciri has untuk mengenang almarhumah Hj. Fatimah Siti Hartinah, serta menunjukkan citra dan aspirasi Ibu terhadap agama,bangsa dan tanah air. 76 Selain itu, mushaf ini juga memiliki iluminasi yang khas dan gaya kaligrafinya yang relatif agak gemuk. Rancangan seni iluminasinya berdasar kepada wawasan intelektual dan citra estetik dari almarhumah Hj. Fatimah Siti Hartinah.77 10. Mushaf Jakarta Mushaf Jakarta, secara resmi mulai ditulis pada tanggal 30 Desember 1999 dan selesai tanggal 22 Desember 2000. Peresmian ditandatangani oleh Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso. Iluminasi mushaf ini terdapat hampir di seluruh halaman mushaf. Terdapat perbedaan iluminasi pada beberapa bagian mushaf, seperti halaman sampul, awal mushaf (surat Al-Fatihah dan awal surat Al-Baqarah), iluminasi tengah mushaf.78 11. Mushaf Kalimantan Barat Mushaf Kalimantan Barat adalah mushaf Al-Qur‟an yang diprakarsai oleh Gubernur Kalimantan Barat yaitu H. Asfar Aswin, ditulis mulai pada Juni 2001 dan selesai pada Oktober 2002. Mushaf

76Mahmud Buchari, dkk. Al-Qur‟an Manuskrip Mushaf Untuk mengenang Almh. Ibunda Hjh. Fatimah Siti Hartinah Soeharto. (Jakarta: Kharisma, 1999), 9. 77Mahmud Buchari, dkk. Al-Qur‟an Manuskrip Mushaf Untuk mengenang Almh. Ibunda Hjh. Fatimah Siti Hartinah Soeharto, 10. 78 Ali Akbar, “Mushaf Jakarta”, diakses 28 Mei 2020, http://quran- nusantara.blogspot.com/2012/05-mushaf.

46

ini memiliki ciri khas pada ragam hias khasnya yang menggambarkan khazanah Kalimantan Barat. Ragam hias Kalimantan Barat tersebut terdapat pada seluruh permukaan halaman Al-Qur‟an dengan warna lembut kebiruan. Tanda-tanda yang ada pada mushaf ini berbeda dengan mushaf indah lainnya, seperti tanda juz dan ruku‟ di pinggir halaman berada di dalam bingkai iluminasi, dipisahkan dengan garis vertikal.79 12. Mushaf Al-Bantani Mushaf Al-Bantani adalah mushaf yang diprakarsai oleh MUI Provinsi Banten. Secara simbolik, penulisan perdananya diresmikan pada tanggal 02 Februari 2008. Sementara penulisannya sendiri ditulis mulai bulan Maret 2010 dan selesai Juli 2010, selanjutnya mushaf ini dilauncing pada 04 Agustus 2010 bertepatan dengan hari ulang tahun Provinsi Banten ke-10. Mushaf ini memiliki ciri khas pada iluminasinya yang indah dan berbeda-beda berjumlah 30 buah, sesuai dengan jumlah juz dalam Al-Qur‟an. Ketigapuluh buah iluminasi tersebut diadopsi dari arkeologi Islam dan naskah kuno Banten peninggalan kesultanan Banten. Mushaf ini dicetak dalam jumlah banyak dan didistribusikan khusus untuk masyarakat muslim Banten. 13. Mushaf Keraton Yogyakarta Mushaf Keraton Yogyakarta dibuat dalam rangka upaya pelestarian penyalinan Al-Qur‟an di Istana Keraton Yogyakarta. Mushaf ini secara resmi ditandatangani oleh Sultan Hamengkubuwono X dan diterbitkan pada tahun 2011.80 Kaligrafi dalam mushaf ini dimodifikasi dari Mushaf Madinah karya Usman Toha. Mushaf ini didominasi warna merah, kuning,

79Ali Akbar, “Mushaf Kalimantan Barat”, diakses 28 Mei 2020, http://quran- nusantara.blogspot.com/2012/05-mushaf. 80 Ali Akbar, “Mushaf Keraton Yogyakarta”, diakses 28 Mei 2020, http://quran- nusantara.blogspot.com/2012/09-mushaf.

47 hijau, dan biru yang membentuk hiasan tumbuhan, daun dan bunga. Adapun model iluminasinya mengacu kepada iluminasi yang terdapat pada mushaf “Kanjeng Kiai Qur‟an” yang merupakan mushaf pusaka kesultanan, dan juga mengacu pada beberapa iluminasi dari manuskrip warisan keraton.

48

BAB III MUSHAF AL-QUR’AN AL-BANTANI: INISIASI, KONSEPSI, PEMBUATAN DESAIN ILUMINASI, PENULISAN DAN DISTRIBUSI

Pada bab ini penulis akan membahas tentang inisiasi dan konsepsi pembuatan Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani, deskripsi tentang Mushaf Al- Qur‟an Al-Bantani, kemudian menjelaskan tentang proses pembuatan desain dan iluminasi, proses penulisan kaligrafi Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani, pencetakan serta distribusi Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani.

A. Inisiasi, Penulisan Kaligrafi dan Pentashihan Mushaf Al-Qur’an Al- Bantani 1. Inisiasi Penulisan Mushaf Al-Qur’an Al-Bantani Gagasan penulisan Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani untuk pertama kali terjadi pada tahun 2007. Menurut Syibli Sarjaya, ketua tim penulisan Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani, latar belakang adanya penulisan Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani adalah bentuk respon terhadap munculnya mushaf-mushaf beriluminasi indah terbitan beberapa lembaga pemerintah pada abad 21, seperti Mushaf Istiqlal Jakarta yang diprakarsai oleh Presiden Soeharto, Mushaf Al-Tin yang diprakarsai oleh Presiden Soeharto, Mushaf Sundawi diprakarsai oleh Gubernur Jawa Barat, dan sebagainya.1 Oleh karena itu, masyarakat Islam Banten memandang penting untuk menerbitkan pula sebuah mushaf dengan iluminasinya yang berbeda dan khas yang diadopsi dari peninggalan budaya Banten. Gagasan ini kemudian dikembangkan pada tahun 2008 dalam bentuk perencanaan dan pencanangan pembuatan mushaf yang berasal dari putra

1Wawancara dengan ketua tim penulisan Al-Qur‟an Mushaf Al-Bantani, Syibli Syarjaya, pada 12 Juni 2020.

49 50 daerah Banten sendiri. Hal ini sejalan dengan keinginan Gubernur Banten, Ratu Atut Chosiyah, untuk menjadikan Banten sebagai tempat destinasi Islam yang memiliki kebudayaan dan peradaban yang tinggi dan maju. Dengan adanya gagasan perencanaan penulisan mushaf ini diharapkan budaya baca dan melek huruf Al-Qur‟an di kalangan warga Banten menjadi lebih banyak dan berkembang. Fakta lain seputar penulisan Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani, seperti yang diungkapkan Tubagus Najib, adalah bahwa sebelum dilakukan proses penulisan Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani, terlebih dahulu dilakukan penelitian oleh tim peneliti yang telah ditunjuk oleh MUI Provinsi Banten pada naskah kuno dan artefak Islam Banten guna menghasilkan ragam hias iluminasi dan kaligrafi yang akan diaplikasikan pada naskah Mushaf Al- Qur‟an Al-Bantani. Penelitian tersebut berlangsung pada tahun 2009, selama kurang lebih 6 bulan2 dan lokasinya di Jakarta, Perpustakaan Nasional; dan Banten, meliputi kota Tangerang, Serang, Pandeglang, dan Lebak; serta di Krui, Lampung Barat. Setelah selesai penelitian, dilanjutkan dengan penulisannya.3 Latar belakang dari penelitian iluminasi mushaf ini berangkat dari pengajuan proyek yang diterima oleh Gubernur Banten dari seorang tokoh dari Bandung, bernama Mahmudin untuk pembuatan mushaf Al-Qur‟an beriluminasi. Iluminasi untuk pembuatan mushaf tersebut diklaim berasal dari Banten. Gubernur berkonsultasi mengenai proyek tersebut kepada ketua MUI Provinsi Banten. Sebab ketidakpahamannya mengenai iluminasi tersebut, kemudian MUI Provinsi Banten berkonsultasi dengan Tubagus Najib guna memverifikasi kebenaran asal iluminasi tersebut. Tubagus Najib

2Tubagus Najib Al-Bantani, dkk (peny.), Iluminasi & Kaligrafi Al-Qur‟an Mushaf Al-Banntani, vi. 3Tubagus Najib Al-Bantani, dkk (peny.), Iluminasi & Kaligrafi Al-Qur‟an Mushaf Al-Banntani, 1.

51 menyarankan agar yang mengajukan proyek tersebut mempresentasikan iluminasi yang diklaim dari Banten pada sebuah pertemuan ilmiah Menindaklanjuti saran Tubagus Najib, maka kemudian diadakanlah pertemuan ilmiah di UIN (dulu masih IAIN) Banten, dan hasil presentasi iluminasi oleh Mahmudin ditanggapi dan dikritik oleh Tubagus Najib yang berkesimpulan bahwa iluminasi tersebut bukan asli Banten. Dari tawaran proyek Mahmudin tersebut muncullah inisiatif dari MUI Banten untuk melakukan sebuah penelitian iluminasi pada arkeologi Islam peninggalan Banten, yang kemudian menghasilkan iluminasi baru untuk diaplikasikan dalam pembuatan naskah Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani. Gagasan masyarakat Islam untuk rencana penyusunan naskah Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani ini disampaikan pada pertemuan Majelis Ulama di Banten, hingga kemudian mendapat respon baik dari para tokoh yang hadir dalam acara tersebut. Gagasan tersebut penting dan perlu dalam usaha untuk memiliki mushaf yang khas berasal dari Banten.4 Gagasan tersebut kemudian mengerucut menjadi inisiatif konkrit yang diambil oleh MUI Banten. Guna mendapat dukungan dari Gubernur, pada bulan Oktober 2007 MUI Provinsi Banten menghadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat melakukan safari ramadhan pada acara Nuzul Al-Quran di Kabupaten Serang. Presiden kemudian akhirnya mendorong Gubernur Banten untuk menyetujui rencana penulisan naskah Mushaf Al-Qur‟an Al- Bantani. Setelah itu, MUI Provinsi Banten langsung menindaklanjutinya dengan menyusun langkah kerja, pembagian tugas dan juga tahapan-tahapan yang dilalui dalam penyusunan naskah Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani.5

4Wawancara dengan ketua tim penulisan Al-Qur‟an Mushaf Al-Bantani, Syibli Syarjaya, pada 12 Juni 2020. 5Tubagus Najib Al-Bantani, dkk (peny.), Iluminasi & Kaligrafi Al-Qur‟an Mushaf Al-Banntani, v.

52

Dalam upaya mewujudkan perencanaan penulisan Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani, Dewan Pimpinan MUI Provinsi Banten membentuk tim penulis yang terdiri dari para kaligrafer handal dari berbagai wilayah Banten yang telah memenuhi beberapa kriteria. Berikut ini kriteria tim penulis yang direkrut oleh MUI Provinsi Banten: a. putera daerah atau mereka yang berdomisili di Banten, maupun mereka yang pernah mengharumkan nama Banten dalam berbagai event kompetisi kaligrafi tingkat Nasional maupun Internasional; b. pernah menjuarai kompetisi kaligrafi, serendah-rendahnya tingkat Kabupaten/Kota; c. memiliki komitmen pengabdian dan bersedia melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya.6 Salah seorang akademisi putra Banten yang kompeten dalam bidang seni kaligrafi di Indonesia, yaitu Dr. H. Ahmad Tholabi Kharlie, S.Ag, S.H., M.A. ditunjuk oleh MUI Provinsi Banten sebagai koordinator pelaksanaan harian dalam penulisan naskah Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani, dan sembilan orang kaligrafer dengan reputasi beragam dari tingkat regional hingga Internasional terpilih sebagai tim penulis. Kesepuluh kaligrafer tersebut adalah Dr. H. Ahmad Tholabi Kharlie, S.Ag, S.H., M.A. (koordinator), H. Mahmud Arham, H. Isep Misbah, S. Ag, H. Arif Hamdani, Hj. Yeni Solihah, S. Ag, Abdul Kholik, Nurkholis, Ahmad Mukhozin, Muhammad Martnus, S.S. Mereka merupakan representasi seluruh Kabupaten atau Kota di Provinsi Banten.7 Tidak hanya peran serta para kaligrafer, kegiatan penulisan Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani juga melibatkan tim ahli lainnya yang terdiri dari para ahli seni rupa dari Insitut Teknologi Bandung (ITB) , desainer iluminasi, ahli

6Tubagus Najib Al-Bantani, dkk (peny.), Iluminasi & Kaligrafi Al-Qur‟an Mushaf Al-Banntani, 82-83. 7Tubagus Najib Al-Bantani, dkk (peny.), Iluminasi & Kaligrafi Al-Qur‟an Mushaf Al-Banntani, 82.

53 komputer, fotografer, dan Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an (LPMQ) Kementerian Agama RI, serta Lembaga Percetakan Al-Qur‟an (LPQ) Bogor. Tim penyusun Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani diketuai oleh Prof. Dr. H. E. Syibli Syarjaya, LML, dengan wakil Drs. H. Zainal Mutaqin, S.P., M.M. Sedangkan sekretaris adalah Drs. H. Rodani, M.Si., dan bendahara adalah Drs. H. Suhendi. Adapun anggotanya adalah K.H. Mas‟ud, K.H. A. Saepuddin Hasan, K.H. A. Wahid Sahari, M.A, K.H. Syatibi Sanwani, K.H. Asymuni M. Noor, K.H. E. Mulya Syarif, K.H. A. Maemun Alie, M.A. Tim peneliti untuk desain iluminasi terdiri atas Prof. Dr. H. A. Tihami, M.A., M.M (ketua), H. Tubagus Najib, Dr. Mufti Ali, Drs. H. Ali Akbar, M. Hum, Hudaeri, M. Ag.8 2. Proses Penulisan Kaligrafi Mushaf Al-Qur’an Al-Bantani Dalam penulisan kaligrafi, tim penulis (kaligrafer) bekerja berdasarkan tugas dan fungsi yang berbeda-beda, namun dilakukan secara fleksibel. Kegiatan penulisan kaligrafi Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani, terdiri dari:9 Pertama, membuat sket huruf atau pola tulisan, termasuk juga membuat garis dasar dengan menggunakan pensil secara manual. Hal ini penting dilakukan untuk meminimalisasi keragaman gaya dan anatomi huruf. Pembuatan sketsa ini dilakukan oleh dua orang anggota tim yang memiliki kemiripan karakter. Kedua, menghitamkan sket atau pola huruf yang telah dibuat dengan menggunakan pena dan tinta hitam. Dalam hal ini kaligrafer menggores huruf per huruf.

8Tubagus Najib Al-Bantani, dkk (peny.), Iluminasi & Kaligrafi Al-Qur‟an Mushaf Al-Banntani, 113-114. 9Tubagus Najib Al-Bantani, dkk (peny.), Iluminasi & Kaligrafi Al-Qur‟an Mushaf Al-Banntani, 81-82.

54

Ketiga, memberikan sentuhan akhir, kelengkapan huruf, menghapus sket pensil, memastikan naskah bersih dan sebagainya. Langkah ini dilakukan untuk menyempurnakan naskah yang telah dihitamkan, di samping untuk meminimalisasi terjadinya kesalahan. 10 Keempat, mengevaluasi dan mengoreksi naskah yang telah selesai ditulis. Pada praktiknya kegiatan ini bisa dilakukan oleh semua anggota tim. Langkah ini penting dilakukan guna mengantisipasi banyaknya kesalahan tulis sebelum diajukan ke pihak Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an Kementerian Agama RI. Material yang digunakan dalam penulisan mushaf ini, antara lain:11 1. Kertas impor merk “Felind D‟ Arches” 300 gram buatan Prancis dan “Qonqueror” 300 gram buatan Inggris. Kertas manuskrip tersebut berukuran 50 cm x 70 cm dengan ruang tulis ukuran 33 cm x 58 cm. 2. Tinta yang digunakan yaitu tinta hitam merk “Winsor dan Newton”, Black Indian Ink buatan Inggris. Penulisan menghabiskan sekitar 23 botol ukuran 30 ml. 3. Alat tulis yang digunakan terdiri dari pena yang dibuat dari batang pohon handam, dan juga alat lainnya yang modern seperti pensil, penghapus, penggaris, jangka, tisu pembersih, kertas kalkir, dan sebagainya. Setelah khat selesai ditulis seluruhnya secara manual, tahap berikutnya adalah editing, yaitu proses digitalisasi khat yang pada mulanya ditulis secara manual, selanjutnya dibuat menjadi data berbentuk file digital yang digunakan untuk pracetak dan cetak. Kegiatannya meliputi: a. Scanning 600 dpi per halaman

10Tubagus Najib Al-Bantani, dkk (peny.), Iluminasi & Kaligrafi Al-Qur‟an Mushaf Al-Banntani, 83. 11Tubagus Najib Al-Bantani, dkk (peny.), Iluminasi & Kaligrafi Al-Qur‟an Mushaf Al-Banntani, 84.

55

b. Retouch, touch up hasil scan 300 dpi per halaman c. Koreksi perbagian huruf dan kualitas soft copy yang disiapkan dalam file psd (adobe Photoshop CS3) d. Filling secara berurutan setiap ayat, selanjutnya siap install.12

Tahap berikutnya adalah installing khat dalam iluminasi, yaitu pemasangan khat dalam desain iluminasi, pelengkapan dengan pemasangan tanda-tanda ayat, nomor ayat, nomor halaman, dan sebagainya. Tahapan-tahapnnya meliputi: a. Menempelkan khat yang telah digitalisasi pada frame iluminasi b. Pemasangan tanda-tanda ayat, nomor-nomor ayat, nomor halaman, dan sebagainya : - Nomor ayat - Nomor halaman - Tanda „ain - Saktah - Waqaf lazim - Sajdah - Manzil - Hizb penuh, ½, ¼, ¾ - Tanda juz, dan lain-lain c. Koreksi per bagian setiap huruf dan desain iluminasi huruf dan kualitas soft copy yang disiapkan dalam file adobe Photoshop CS3 d. Filling secara berurutan setiap ayat, selanjutnya siap menjadi file dasar yang siap dicetak.13

12Tubagus Najib Al-Bantani, dkk (peny.), Iluminasi & Kaligrafi Al-Qur‟an Mushaf Al-Banntani, 89. 13Tubagus Najib Al-Bantani, dkk (peny.), Iluminasi & Kaligrafi Al-Qur‟an Mushaf Al-Banntani, 90.

56

Setelah itu, dilanjutkan dengan proses duplikat atau produksi yaitu proses penulisan lengkap berdasarkan ketentuan yang telah ditentukan, terpola dan terjadwal serta dilengkapi dengan pengawasan atau koreksi dari pihak intern maupun ekstern (Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an Kemenag RI). Sementara di bidang iluminasi, pembuatan master desain merupakan tujuan berdasarkan konsep yang telah digariskan.14 Apabila kedua pokok pekerjaan telah selesai, maka secara estafet akan memasuki tahap pencetakan. Kedua sumber pokok tersebut digabung dengan teknologi komputer, melalui proses pendahuluan seperti scanning, editing, separasi warna, pembuatan proof komputer, proof film, pembuatan plate, pencetakan dan penjilidan. Seluruh proses diawasi dan dikoreksi ketat oleh pihak kaligrafer, iluminator, lajnah pentashihahn, maupun dari pihak percetakan. 3. Proses Pentashihan Mushaf Al-Qur’an Al-Bantani Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani, dalam teknisnya terbagi ke dalam dua tahap, yaitu tashih intern15 yang dilakukan oleh tim kaligrafi dan iluminator; dan tashih ekstern dilakukan oleh Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an Kementerian Agama RI. Proses tashih intern khususnya oleh tim kaligrafi dilakukan setelah penulisan naskah Al-Qur‟an secara manual selesai. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi banyaknya kesalahan tulis sebelum diajukan ke pihak Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an (LPMQ) Kementerian Agama RI. 16 Setelah semua halaman ditashih secara intern oleh tim kaligrafi, dan iluminasinya telah digubah oleh tim desain dan iluminasi, dilanjutkan dengan

14Tubagus Najib Al-Bantani, dkk (peny.), Iluminasi & Kaligrafi Al-Qur‟an Mushaf Al-Banntani, 88. 15Tubagus Najib Al-Bantani, dkk (peny.), Iluminasi & Kaligrafi Al-Qur‟an Mushaf Al-Banntani, 88. 16Tubagus Najib Al-Bantani, dkk (peny.), Iluminasi & Kaligrafi Al-Qur‟an Mushaf Al-Banntani, 84.

57 pentashihan oleh pihak Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an Kementerian Agama (LPMQ) RI. Fahrur Rozi menyatakan bahwa Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani cetakan awal telah ditashih oleh 25 orang anggota tim pentashih lebih dari seratus kali. Proses pentashihan pada tulisan mushaf yang baru ini prosesnya cukup lama hingga menghabiskan waktu hampir satu tahun.17 Sedangkan Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani cetakan 2014 versi terjemah telah ditashih sebanyak tujuh tahapan.18 Pada praktiknya, pentashihan Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani dilakukan dengan dua model yaitu pertama: pentashihan dilakukan oleh seluruh anggota tim lajnah secara bergantian dan berulang-ulang, di mana setiap halaman Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani yang ditashih, salah seorang membaca Mushaf Standar Indonesia sebagai pedoman tashih dan yang lainnya mencocokkan dengan ayat Al-Qur‟an yang terdapat pada Mushaf Al- Qur‟an Al-Bantani yang ditashih. Setiap anggota yang telah selesai mentashih akan memberikan paraf sebagai tanda telah melaksanakan pentashihan. Dan model kedua, yaitu tashih dilakukan secara mandiri, di mana setiap masing-masing anggota pentashih membaca setiap halaman Al- Qur‟an yang ditashih dengan mencocokkan sendiri dengan Al-Qur‟an Mushaf Standar. Model ini dilakukan agar lebih hemat waktu dan tenaga.19

17Wawancara dengan anggota tim Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an Kementerian Agama RI, Fahrur Rozi, pada 14 Juni 2020. 18 Lihat Al-Qur‟an Mushaf Al-Bantani cetakan 2014 versi terjemah 19Wawancara dengan anggota tim Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an Kementerian Agama RI, Fahrur Rozi, pada 14 Juni 2020.

58

B. Konsepsi Pembuatan Mushaf Al-Qur’an Secara konsepsional, pembuatan mushaf Al-Qur‟an sejatinya berlandaskan pada tiga, antara lain:20 a. Landasan etis, yang berarti bahwa etika dalam seni Islam berpedoman kepada ayat-ayat Al-Qur‟an dan hadis. Secara visual, seni rupa Islam melambangkan kesinambungan, konsistensi, keragaman, dan lain-lain yang dilambangkan oleh berbagai macam bentuk tumbuhan, dan keragaman hasil budaya dari berbagai sumber budaya Banten. b. Landasan filosofis, yang bermakna bahwa falsafah seni rupa Islam melambangkan kedalaman makna Al-Qur‟an yang menjadi landasan kehidupan dunia dan akhirat. c. Landasan estetis, yang bermakna bahwa Islam selalu identik dengan keindahan, sesuai dengan sabda Nabi Saw. bahwa Allah sangat mencintai keindahan, karena Dia adalah Dzat yang sangat indah. Selain itu, kedudukan desain dalam pembuatan mushaf Al- Qur‟an didasarkan pada sebuah pandangan yang mengedepankan rekayasa budaya dalam tradisi suatu daerah. Maka dalam hal ini, yang dijadikan ide dasar dalam pembuatan desain mushaf al-Bantani adalah hasil kebudayaan Banten yang khas dan asli.

C. Deskripsi Tentang Mushaf Al-Qur’an Al-Bantani Penulisan Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani diprakarsai oleh MUI Provinsi Banten. Secara simbolis, Peresmian penulisan perdana mushaf ini ditandatangani oleh Gubernur Ratu Atut Chosiyah, pada tanggal 02 Februari 2008 di Lebak. Kegiatan ini dihadiri oleh MUI Banten, Bupati Lebak, dan para pejabat di lingkungan Kanwil Depag Provinsi Banten. Penulisan perdana

20Tubagus Najib Al-Bantani, dkk (peny.), Iluminasi & Kaligrafi Al-Qur‟an Mushaf Al-Banntani, 86.

59 ini dianggap sebagai point of departure penyusunan naskah iluminasi Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani.21 Sedangkan tahap proses penulisannya sendiri baru dimulai pada bulan Maret 2010 dan selesai pada bulan Juli 2010. Kegiatan penulisan dipusatkan di Gedung Wisma Perguruan Muhammadiyah Setia Budi Pamulang, Tangerang Selatan.22 Selanjutnya peresmian selesainya penulisan diadakan pada tanggal 28 Agustus 2010, dan secara simbolis dibubuhkan tanda tangan pada halaman mushaf oleh Gubernur Ratu Atut Chosiyah.23 Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani ini ditulis oleh sepuluh orang kaligrafer yang dikoordinatori oleh Dr. H. Ahmad Tholabi Kharlie, S.Ag, S.H., M.A. Mushaf ini terdiri dari tulisan tangan yang berukuran 50x70 cm (sebagai masterpiece dan arsip dokumen Banten). Sedangkan yang cetakan tahun 2014 versi terjemah, berukuran 27,5x21 cm. Mushaf cetakan 2014 ini kondisinya lengkap 30 juz dengan terjemahnya dan setiap juznya terdiri dari 20 halaman. Ayat-ayat dalam mushaf ini berjumlah 604 halaman. Setiap halaman dalam mushaf cetakan 2014 ini berisi 15 baris yang sudah termasuk basmalah dan nama surat. Namun perbedaan halaman juga ada pada permulaan mushaf (surat Al-Fatihah dan awal surat Al-Baqarah) berjumlah 9 baris yang sudah termasuk nama surat dan keterangan ayat dan ruku‟. Di bagian penamaan surat terdapat iluminasi berisi tiara-tiara, hiasan bunga dan daun, keterangan makkiyah/madaniyah, dan jumlah ayat.24 Pada bagian awal mushaf (setelah cover) ini terdapat enam halaman khusus yang berisi kaligrafi dengan kalimat yang berbeda-beda, goresan tangan Dr. H. Ahmad Tholabi Kharlie, S.Ag, S.H., M.A. Kaligrafi pada

21 Tubagus Najib Al-Bantani, dkk (peny.), Iluminasi & Kaligrafi Al-Qur‟an Mushaf Al-Banntani, vi. 22 Tubagus Najib Al-Bantani, dkk (peny.), Iluminasi & Kaligrafi Al-Qur‟an Mushaf Al-Banntani, 84. 23 Lihat Al-Qur‟an Al-Bantani cetakan 2014 versi terjemah 24 Lihat Al-Qur‟an Mushaf Al-Bantani cetakan 2014 versi terjemah

60 enam halaman khusus tersebut antara lain bertuliskan: Mushaf Al-Bantani, Al-Qur‟ān Al-Karīm (halaman pertama), Innā nahnu nazzalnā al-dzikrā wa innā lahū laḥāfiżūn (halaman kedua), Lā yamassuhū illa al-muṭahharūn (halaman ketiga), Bil Rasm al-„Utsmāni ( halaman keempat), Mushaf Al- Bantani (halaman kelima), Al-Qur‟ān Al-Karīm (halaman keenam). Sedangkan pada bagian akhir mushaf ini terlampir do‟a khatm Al-Qur‟an, deskripsi mushaf, tanda baca, pembahasan ṣifr mustadīr dan ṣifr mustaṭīl, tanda waqf, daftar ayat sajdah, daftar isi, daftar juz, tim penyusun dari Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani, sekapur sirih ketua MUI Banten, lembar prasasti penulisan oleh Gubernur Banten, sambutan Gubernur Banten, tanda tashih dari Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an Kementerian Agama RI dengan tanggal tashih 28 Dzul Hijjah 1435 H bertepatan dengan 23 Oktober 2014 M, dan maklumat berisi tentang himbauan melakukan perbaikan jika menemukan kesalahan dalam teknis cetakan mushaf ini, dan lampiran nama, alamat serta kontak percetakan.25 Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani ini termasuk model mushaf pojok, yaitu tulisan yang berakhir di setiap ujung halaman.26 Mushaf ini ditulis dengan khat naskhī27 terutama pada bagian pokok mushaf yang meliputi seluruh teks ayat, dan teks halaman khusus atau tambahan seperti lembar prasasti penulisan oleh Gubernur Banten, sekapur sirih dari MUI Banten, daftar isi, do‟a khatm Al-Qur‟an, daftar juz, penjelasan rasm, susunan tim penulisan mushaf tanda tashih dan lain-lain.28 Sedangkan teks pelengkap

25 Lihat Al-Qur‟an Mushaf Al-Bantani cetakan tahun 2014 versi terjemah 26 Tubagus Najib Al-Bantani, dkk (peny.), Iluminasi & Kaligrafi Al-Qur‟an Mushaf Al-Banntani, 85. 27 Naskhī adalah tulisan yang sangat lentur dengan banyak putaran dan hanya memiliki sedikit sudut yang tajam. Tulisan ini dalam dunia penerbitan digunakan untuk mencetak buku, koran, dan majalah, bahkan meluas menjadi huruf-huruf komputer. Di sebagian besar negeri muslim, tulisan ini dijadikan sebagai khat dasar atau pokok. 28Tubagus Najib Al-Bantani, dkk (peny.), Iluminasi & Kaligrafi Al-Qur‟an Mushaf Al-Banntani, 80-81.

61 dalam mushaf, seperti tulisan nama pada sampul, halaman prelim awal dan akhir, nama-nama surat, tulisan judul pada halaman-halaman khusus, ditulis dengan khat tsuluts29 dan sedikit khat kufi30, dan judul di halaman tanda waqaf digunakan khat farisi31. Sampul mushaf ini menggunakan ragam hias dari bendera Banten, dan pada bagian kotak tengah terdapat kaligrafi bertuliskan “Mushaf Al-Bantani”. Sampul mushaf dihiasi dengan iluminasi yang terdiri dari tiga kotak rerongkong berbentuk persegi panjang dan berwarna biru. Tiga kotak rerongkong tersebut terdiri dari kotak kemuncak yang berupa hias sulur-sulur dari mimbar masjid Caringin, bagian tengah hias sulur tersebut diapit oleh ornamen mastaka soko guru masjid Carita. Kemudian kotak tengah berupa hias sulur dari manuskrip Al-Qur‟an kuno Banten, terdiri dari: lingkaran yang diapit empat buah pedang yang masing- masing bercabang dua, pada bagian lingkaran terdapat bintang segi delapan yang masing-masing sudutnya terdapat hias geometri, dan bagian dalam bintang terdapat lingkaran berigi.32

29 Tsuluts adalah khat yang ditulis dengan kalam atau pulpen yang ujung pelatuknya dipotong dengan ukuran sepertiga goresan kalam. Khat ini banyak digunakan untuk dekorasi dinding dan aneka media. Di samping itu, khat ini dianggap paling sulit karena dari sisi sudut maupun proses penyusunannya menuntut harmoni. 30 Kata kufi berasal dari kufah. Kaligrafi ini dianggap sebagai kaligrafi Arab tertua dan menjadi sumber seluruh kaligrafi Arab. Selain itu, kufi pernah menjadi satu-satunya tulisan yang digunakan untuk menyalin mushaf Al-Qur‟an. Dibalik bentuknya yang kaku dengan banyaknya sudut-sudut yang menjadi karakter pokoknya, kufi sangat lentur dan mudah diolah. 31 Farisi adalah tulisan yang dikembangkan oleh orang-orang Persia. Khat ini sangat mengutamakan unsur garis, ditulis tanpa harakat, dan kepiawaian penulisnya ditentukan oleh kelincahannya mempermainkan tebal tipis huruf dalam takaran yang tepat. Gaya ini banyak digunakan sebagai dekorasi eksterior masjid di Iran. 32 Tubagus Najib Al-Bantani, dkk (peny.), Panduan Iluminasi & Kaligrafi Al- Qur‟an Mushaf Al-Banntani, 46.

62

Gambar 3.1: Sampul Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani dengan ragam hias dari bendera Banten Sumber gambar: dokumen pribadi

Mushaf ini ditulis berdasarkan riwayat Hafs Ibn Sulaimān Ibn Mughīrah, al-Asadī Al Kūfi, qiraat Āshim Ibn Abi Nujud. Penulisannya menggunakan khat naskhī dengan rasm „Utsmāni. Kemudian jumlah huruf dalam mushaf ini sama seperti yang terdapat di Makkah, Basrah, Kufah, Syam dan Mushaf Imam „Utsmāni, dan tanda baca yang digunakan mengacu kepada rasm Utsmāni berdasarkan standarisasi Indonesia yang ditetapkan oleh Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an (LPMQ) Kementrian Agama RI. Adapun total ayat berjumlah 6236 ayat, mengikuti hitungan ahli Kufah dari Abdullah Ibn Habib Al Sulami dari Ali Ibn Abi Thalib r.a. D. Kelebihan dan Kekurangan Mushaf Al-Qur’an Al-Bantani Adanya Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani sebagai mushaf yang ditulis menggunakan tangan tidak terlepas dari kelebihan dan keistimewaan serta kekuarngan yang perlu dikritisi dan perlu dirujuk keberadaannya.

63

Berikut ini adalah beberapa kelebihan dari Mushaf Al-Qur‟an Al- Bantani: 1. Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani adalah mushaf yang pertama kali ditulis berdasarkan cagar budaya daerah. 2. Mushaf Al-Bantani memiliki keindahan dalam iluminasinya yang khas dan menarik menggambarkah khazanah budaya Banten, tersebar pada setiap juz dalam al-Qur‟an . Iluminasi mushaf ini berjumlah 30 buah sesuai dengan jumlah juz dalam al-Qur‟an (29 buah dari artefak dan 1 buah dari naskah kuno Banten). Dalam pengertian lain, bingkai mushaf ini berbeda dengan bingkai dalam mushaf-mushaf lainnya. Bingkai mushaf ini hiasanya berupa hias arsitektur dan ornamen- ornamen pada bangunan kuno di wilayah provinsi Banten. 3. Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani merupakan mushaf yang dicetak dan diterbitkan dalam jumlah massal untuk didistribusikan secara gratis khusus untuk masyarakat muslim Banten. Selain itu, mushaf ini juga dicetak dalam bentuk lux sebagai souvenir untuk para tamu luar daerah yang berkunjung ke Banten. Sementara mushaf lainnya dicetak hanya untuk kebutuhan pameran maupun souvenir saja. 4. Dilihat dari tulisannya, Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani menggunakan jenis khat Naskhi Bagdadi dengan tertulis cantik, jelas dan formal sehingga mudah dibaca. 5. Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani menjadi inovasi baru dari varian penulisan al-Qur‟an dengan menggunakan iluminasi yang berasal dari khazanah lokal berupa artefak dan manuskrip. 6. Bentuk dan warna yang diterapkan dalam pembuatan desain Mushaf Al-Bantani berdasarkan pada keragaman budaya sebagai sumber ide, dan orisinilitas (keaslian) yang menjadi ciri khas budaya yang tumbuh

64

dan berkembang yang diwariskan secara turun-temurun, serta toleransi Islam yang sangat fleksibel dalam mengadopsi budaya lokal.

Sedangkan kekurangan Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani di antaranya adalah: 1. Dillihat dari segi pencetakan : dikarenakan Mushaf Al-Qur‟an Al- Bantani diterbitkan oleh MUI Provinsi Banten (bersifat primordial) dan khusus didistribusikan kepada masyarakat muslim Banten, maka ia tidak secara menyeluruh dikenali atau diketahui oleh kalangan masyarkat awam, dan di beberapa masjid, pondok pesantren, maupun institusi- institusi di wilayah provinsi lainnya Indonesia kecuali yang datang berkunjung ke Banten untuk studi banding, ikut serta dalam pagelaran MTQ, dan lainnya maupun yang berkunjung ke Bayt Qur‟ani dan Museum Istiqal TMII Jakarta. Di samping itu, sekalipun ada masyarkat luar daerah Banten yang mengetahui Mushaf Al- Qur‟an Al-Bantani, hal ini bagi mereka hanya sebuah pengetahuan belaka tanpa adanya rasa cinta, kebanggan tersendiri maupun sense of belonging, karena mushaf ini bukan produk asal daerahnya sendiri. 2. Dilihat dari distribusinya: Al-Qur‟an Mushaf Al-Bantani hanya didistribusikan kepada masyarkat muslim Banten saja, sehingga ia tidak bisa didapat atau dimiliki dengan mudah oleh masyarkat luas di Indonesia kecuali bagi mereka yang diberikan langsung oleh pemerintah provinsi Banten atau mengajukan permohonan dengan proposal yang ditujukan kepada MUI Banten, LPTQ Banten, maupun kesra Pemprov Banten. 3. Dilihat dari artefak dan manuskripnya: cakupan wilayah artefak maupun manuskrip yang digunakan khusus hanya dari artefak-artefak yang ditemukan di wilayah Banten, Jakarta, dan Lampung (yang

65

disinyalir terdapat peninggalan Banten) sehingga artefak maupun manuskrip peninggalan banten lainnya yang tersebar di luar tiga daerah yang disebut di atas maupun di luar Indonesia tidak terjamah. Hal ini karena adanya keterbatasan anggaran dana untuk penelitian. 4. Tiga puluh buah iluminasi yang tersebar pada setiap juz dalam Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani bukan seluruhnya berasal dari tiga puluh artefak yang bersumber dari hias arsitektur dan ornamen bangunan-bangunan kuno di wilayah Banten, akan tetapi berasal dari 29 artefak dan 1 hiasan pada manuskrip Banten. Sementara jika mengacu pada penetapan jumlah iluminasi yang disesuikan dengan jumlah juz dalam al-Qur‟an, maka idealnya tiga puluh artefak dari tiga puluh masjid kuno yang seharusnya dihimpun ke dalam mushaf. Hal ini terjadi karena dalam kenyataan di lapangan pada saat penelitian artefak, ada beberapa masjid kuno yang yang sudah dirombak sehingga kekurangan jumlah data yang harus dipenuhi tiga puluh masjid.33

E. Pembuatan Desain dan Iluminasi Mushaf Al-Qur’an Al-Bantani Proses pembuatan desain dan iluminasi ini dimulai terlebih dahulu pada titik penelitian awal, yaitu penelusuran ragam hias pada artefak dan naskah kuno Banten yang akan dikemas menjadi 30 buah iluminasi yang khas dan berbeda-beda dalam naskah Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani.34 Dalam penelurusan ragam hias ini menggunakan alat dokumentasi yang terdiri dari kamera semi profesional Pentax X70 beresolusi 12 megapixel dan kamera DSLR Canon EOS 20D beresolusi 8 megapixel. Data

33 Lihat tulisan Tubagus Najib “ Tradisi Harmoni Ramadhan pada Peradaban Nusantara”. 34Tubagus Najib Al-Bantani, dkk (peny.), Iluminasi & Kaligrafi Al-Qur‟an Mushaf Al-Banntani, vi.

66 base ragam hias yang telah direkam dan dikumpulkan, kemudian diolah dan disortir oleh tim peneliti berdasarkan pertimbangan etika, estetik, kronologis dan historis. Berikutnya, pemberian arti (penafsiran) berdasarkan data benda dan data filosofi, dan penyusunan berdasarkan urutan juz dalam Al-Qur‟an.35 Sebelum proses alih media, terlebih dahulu ragam hias diedit menggunakan program Photoshop. Tahap selanjutnya adalah membuat desain kerangka dengan menggunakan bentuk empat persegi panjang dan membuat desain gambar yang bersumber dari hasil penggambaran dan pemotretan menggunakan skala. Desain kerangka yang dibuat tersebut terbagi menjadi dua bagian untuk tiara dan bagian untuk frame. Tiara ditempatkan pada bagian atas, sedangkan frame ditempatkan pada pias kiri, kanan, atas dan bawah.36 Berikut ini adalah teknis-teknis yang dilakukan dalam pembuatan desain frame dan iluminasi: 1. Teknis perancangan dan penyempurnaan desain frame, yang meliputi: 2. Membuat dan menyempurnakan konsep outline frame dan layout halaman biasa/utama 3. Membuat konsep outline frame halaman Ummul Qur‟an. 4. Membuat konsep outline frame halaman Nisful Qur‟an 5. Membuat konsep outline frame halaman Khatmul Qur‟an. 6. Membuat konsep outline frame halaman Pembukaan/Judul. 7. Membuat konsep outline frame halaman Cover Depan/Belakang. 8. Membuat konsep outline frame halaman punggung. 9. Membuat konsep outline frame halaman Tanda Baca.

35Tubagus Najib Al-Bantani, dkk (peny.), Iluminasi & Kaligrafi Al-Qur‟an Mushaf Al-Banntani, vi. 36Tubagus Najib Al-Bantani, dkk (peny.), Iluminasi & Kaligrafi Al-Qur‟an Mushaf Al-Banntani, 6.

67

b) Teknis pembuatan desain final Teknis ini meliputi pembuatan bagian-bagian dari desain iluminasi dan kelengkapan estetis yang sudah disetujui. Berikut ini adalah tahapannya: 1. Adaptasi bentuk visual, elemen estetis, dan karakter iluminasi, terdiri dari: a. Tracing, outlining, dan installing mengikuti bentuk visual yang diadaptasi b. Membuat struktur standar pada iluminasi, baik ukuran maupun bentuk. c. Coloring dan installing setiap detail elemen estetis pada iluminasi. 2. Struktur penempatan iluminasi pada halaman dengan membuat ukuran standar, meliputi: a. Penyesuaian ukuran kertas b. Pembuatan dummy awal c. Test case hasil printout dan standar warna d. Evaluasi dan detail elemen estetis

F. Pencetakan dan Distribusi Mushaf Al-Qur’an Al-Bantani Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani yang telah selesai ditulis dan ditashih oleh LPMQ Kemenag RI, kemudian dicetak di Lembaga Pencetakan Al- Qur‟an (LPQ) Ciawi, Bogor. Secara kesuluruhan, Al-Qur‟an Mushaf Al- Bantani dicetak oleh LPQ Ciawi sebanyak lima kali, yaitu terdiri dari pencetakan perdana pada tahun 2010 sebanyak 3000 eksemplar. Kedua pada tahun 2011 sebanyak 100.000 eksemplar, ketiga pada tahun 2012 sebanyak 100.000 eksemplar, dan pada tahun 2013 sebanyak 100.000 eksemplar serta

68 pada tahun 2014 sebanyak 100.000 eksemplar. Cetakan 2012 hingga 2014 dilengkapi dengan terjemahan.37 Adapun proses pencetakan Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani dapat digambarkan dalam bagan berikut ini:

Gambar 3.2: proses pencetakan Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani

Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani dilauncing untuk pertama kali pada tahun 2010 pada acara Hari Ulang Tahun (HUT) Provinsi Banten ke-10, tanggal 04 Oktober 2010.38 Hal ini sekaligus untuk mensosialisasikan mushaf ini secara luas di masyarakat. Ada 3000 eksemplar Mushaf Al-Qur‟an Al- Bantani yang dibagikan secara gratis kepada masyarakat muslim Banten. Distribusi Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani dilakukan oleh MUI Provinsi Banten bekerjasama dengan Kesra Pemprov Banten dan Lembaga

37Wawancara dengan ketua tim penulisan Al-Qur‟an Mushaf Al-Bantani, Syibli Syarjaya, pada 12 Juni 2020. 38Wawancara dengan ketua tim penulisan Al-Qur‟an Mushaf Al-Bantani, Syibli Syarjaya, pada 12 Juni 2020.

69

Pengembangan Tilawatil Qur‟an (LPTQ) Banten. Kerjasama antara ketiga lembaga tersebut dimaksudkan untuk lebih memaksimalkan pendistribusian mushaf kepada masyarakat secara efektif dan efisien. Ketiga lembaga tersebut kemudian mendistribusikan mushaf ke beberapa masjid, pondok pesantren, sekolah, madrasah, majlis ta‟lim, lembaga organisasi kemasyarakatan, kelompok KKN dan institusi keagamaan yang ada di kota/ kabupaten Provinsi Banten.39

Penulis tidak mendapatkan data yang pasti tentang pendistribusian Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani secara mendetail dari MUI dan Kesra Provinsi Banten. Penulis hanya memiliki data tentang pendistribusian yang dilakukan oleh LPTQ Banten. Kendala tidak adanya data tentang pendistribusian Mushaf Al-Bantani oleh MUI diakui oleh ketua MUI Prov. Banten, Dr. A.M. Romly.40 Menurutnya data tentang pendistribusian mushaf oleh MUI tidak dilakukan dengan baik sehingga sulit untuk langsung mengetahui perincian secara pasti. Kendala yang sama penulis temukan ketika mencoba mendapatkan pendistribusian mushaf oleh Kesra Banten. Atas dasar kendala- kendala tersebut maka penulis hanya akan menyoroti pendistribusian Mushaf berdasarkan data yang diperoleh dari LPTQ Banten.

Pendistribusian Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani menjadi agenda penting selanjutnya selain usaha mencetak dan menyosialisasikan mushaf kepada masyarakat. Usaha distribusi, seperti diarahkan oleh Atut Chosiyah, Gubernur Banten, harus diterima secara merata oleh masyarakat Banten,

39 Wawancara dengan ketua tim penulisan Al-Qur‟an Mushaf Al-Bantani, Syibli Syarjaya, pada 12 Juni 2020., lihat juga dalam Tim Penyusun Laporan, Laporan Keluar Masuk Mushaf Al-Bantani tahun 2012, 2013, dan 2014 (Serang: Kementerian Agama, 2012- 2014). 40 Wawancara dengan ketua MUI Banten A.M.Romly, pada 30 Maret 2020.

70 khususnya kepada masyarakat yang tidak mempunyai mushaf di rumahnya.41 Pernyataan Gubernur memiliki beberapa masalah apabila ditinjau dari segi jumlah anggaran dan jumlah mushaf yang didistribusikan kepada masyarakat. Pada tahun 2012 sampai 2014, pemerintah Provinsi Banten menganggarkan 7 Miliar pertahun untuk pencetakan Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani dan juga pendistribusian kepada masyarakat. Dari jumlah anggaran tersebut, jumlah mushaf yang dapat dicetak berjumlah 100.000 mushaf untuk setiap tahunnya. Sehingga apabila dijumlahkan selama 4 tahun Mushaf Al-Bantani keseluruhan ada 400.000 mushaf yang didistribusikan kepada masyarakat.

Jumlah total pencetakan mushaf selama 4 (empat) tahun akan terlihat kecil prosentasinya apabila dilihat dari jumlah masyarakat muslim yang ada di wilayah Banten yang berjumlah 10.149.787 (sensus pada tahun 2014). Jumlah antara mushaf yang dicetak apabila dibagi dengan jumlah masyarakat muslim Banten akan menghasilkan angka 3,9 %. Angka tersebut terbilang sangat kecil jika dihubungkan dengan arahan Gubernur untuk mendistribuskan secara merata kepada masyarakat. Arahan Gubernur akan mendekati ideal apabila dapat mendistribusikan mushaf paling tidak 1,5 juta eksemplar, dengan rasio 14,7 %.42

Setelah mengetahui jumlah rasio pencetakan mushaf yang tidak ideal, selanjutnya penulis akan menyoroti masalah-masalah yang terkait dengan proses pendistribusian Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani sampai ke tangan masyarakat. Persoalan utama tentang usaha pendistribusian mushaf adalah ketidakmerataan distribusi kepada masyarakat. Apabila yang dinamakan distribusi adalah penyaluran Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani dari pemerintah

41 Pernyataan Atut Chosiyah ini dapat dilihat dalam radarbanten.co.id, diakses pada tanggal 10 Juni 2020. 42 Wawancara dengan ketua tim penulisan Al-Qur‟an Mushaf Al-Bantani, Syibli Syarjaya, pada 12 Juni 2020., pernyataan Syibli Syarjaya dapat dilihat juga di radarbanten.co.id, diakses pada tanggal 10 Juni 2020.

71 kepada masyarakat,43 maka seharusnya keberadaan mushaf ini di tengah masyarakat menjadi hal yang wajib. Namun kenyataannya banyak masyarakat yang tidak mengetahui tentang keberadaan Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani.

Lia Lianti, warga Pandeglang, ketika penulis mewawancarai tentang Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani mengatakan “Aku belum tahu ada mushaf itu dan tidak pernah mendapatkan mushaf itu”.44 Dari ketidaktahuan Lia Lianti tentang Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani menunjukan bahwa distribusi mushaf ini tidak merata sampai kepada masyarakat. Banyak kasus yang penulis temukan di lapangan yang justeru tercengang dan kaget ada Mushaf Al- Qur‟an Al-Bantani. Kasus terakhir penulis temukan ketika mewawancarai Sarinita Habarkah, warga Tangerang. Dia mengatakan “ah yang bener loe ada Mushaf Banten? gw gak pernah denger dan liat mushaf itu”.45 Sikap yang ditunjukan Lia Lianti dan Habarkah hanya sedikit dari masyarakat Banten yang tidak tau keberadaan mushaf yang khas asli daerah mereka sendiri.

Pandangan penulis ketika mewawancarai beberapa orang Banten pada satu sisi merasa heran dan tidak tahu, dan di sisi lain, ketika penulis menunjukan keunikan Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani, merasa kagum dengan estetika mushaf tersebut. Kekaguman seperti itu terlihat dari ekspresi Lia Lianti yang mengatakan “wah bagus ya iluminasinya, beda dengan mushaf lainnya, yang ini [Mushaf Al-Bantani lebih mencolok warna iluminasinya]”.46 Iluminasi yang ada dalam Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani

43 Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2008), 359. 44 Wawancara dengan Lia Lianti, warga Pandeglang, pada tanggal 2 Juni 2020. 45 Wawancara dengan Habarkah, warga Tangerang, pada tanggal 25 April 2020. 46 Wawancara dengan Lia Lianti, warga Pandeglang, pada tanggal 25 April 2020.

72 menjadi salah satu hal yang menarik untuk dilihat oleh masyarakat ketika diperlihatkan tentang keunikan mushaf ini.

Keterangan yang ditunjukan di atas menunjukan ketidakmerataan distribusi Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani di tengah masyarakat. Keterangan di atas dapat dibenturkan dengan laporan Hasil Survei Melek Huruf Al- Qur‟an dan Indikator Iman-Takwa pada tahun 2017 yang menunjukan bahwa 95,7 masyarakat muslim Banten memiliki mushaf Al-Qur‟an.47 Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hampir setiap rumah memiliki satu mushaf Al-Qur‟an di dalamnya. Pertanyaan mendasar dari hasil laporan di atas adalah apakah mushaf yang ada merupakan Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani atau mushaf yang dicetak oleh penerbit swasta?

Hasil survei tentang melek huruf Al-Qur‟an di masyarakat Banten dapat dikonfirmasi dengan adanya laporan penelitian tentang masalah dan kendala distribusi mushaf dalam lingkup nasional oleh Kementerian Agama Republik Indonesia yang menemukan bahwa mayoritas mushaf yang ada di tangan masyarakat merupakan mushaf yang didapatkan dari percetakan swasta.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Lajnah Pentashih Mushaf Al- Qur‟an pada tahun 2011 dan 2012 tentang penggunaan mushaf Al-Qur‟an menunjukan kenyataan yang menarik. Ternyata dalam realitasnya, mushaf Al-Qur‟an yang dimiliki dan digunakan masyarakat Islam hampir semuanya berasal dari cetakan penerbit swasta, bukan mushaf terbitan Kementerian Agama. Mushaf Kemenag baru dijumpai di beberapa orang atau pihak yang

47 Lembaga Pengembangan Tilawatil Qur‟an (LPTQ) Banten, Hasil Survei Melek Huruf Al-Qur‟an dan Indikator Iman-Takwa (Serang: LPTQ Banten, 2017).

73 mempunyai kaitan atau akses dengan Kemenag setempat seperti pimpinan organisasi atau pegawai di lingkungan Kemenag sendiri.48

Hasil penelitian yang dilakukan Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur‟an secara Nasional, tampaknya sama dengan kasus di Banten. Mushaf Al- Qur‟an yang ada di masyarakat Banten sebagian besar merupakan berasal dari penerbit swasta, bukan Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani.

Beberapa kenyataan di atas menunjukan bahwa kebijakan pengadaan Al-Qur‟an memang belum sepenuhnya dirasakan manfaatnya secara merata oleh masyarakat di wilayah Banten. Hal tersebut dalam pandangan Dr. A.M. Romly, Ketua MUI Provinsi Banten, disebabkan oleh proses distribusi yang belum berjalan dengan baik. Romly memberi saran ketimbang mempermasalahkan jumlah produksi mushaf yang menjadi masalah pokok, melainkan kendala dan masalah distribusi yang seharusnya berjalan baik sehingga benar-benar sampai ke tangan masyarakat.49

48 LPMA, Laporan Penelitian Penggunaan Al-Qur‟an di Masyarakat (Jakarta: LPMA, 2012). 49 Wawancara dengan ketua MUI Banten Dr.A.M.Romly, pada 30 Maret 2020.

74

BAB IV ILUMINASI DAN RELEVANSI MUSHAF AL-QUR’AN AL- BANTANI DALAM PERKEMBANGAN MUSHAF DI INDONESIA

Pada bab ini penulis akan mendeskripsikan bagaimana iluminasi Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani dan selanjutnya akan dideskripsikan juga tentang gambaran iluminasi dan sumber artefak yang digunakan dalam Juz 1 dan 10, Juz 11 dan 20, 21 dan 30 sebagai representasi setiap juz dalam Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani, serta akan dijelaskan bagaimana relevansi Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani dalam perkembangan mushaf di Indonesia.

A. Deskripsi Iluminasi Mushaf Al-Qur’an Al-Bantani Iluminasi merupakan kata yang digunakan dengan sangat luas untuk menunjukan setiap sesuatu yang didekorasi, yang pada umumnya menyertakan unsur warna di dalamnya, dan didesain dengan sangat teliti, menarik, dan dibuat dengan keterampilan khusus, yang bertujuan untuk menambah nilai jual atau menaikan nilai dari suatu tulisan atau manuskirp.1 Keterangan di atas menunjukan bahwa segala sesuatu yang menyertai suatu teks berupa warna yang didekorasi dengan beragam bentuk dan corak dinamakan dengan unsur iluminatif. Iluminasi dapat berupa gambar yang jelas maupun gambar yang abstrak, sesuatu yang secara empiris ada di dunia maupun sesuatu yang diadakan dalam alam pikiran orang yang membuat berupa suatu yang fiktif atau imajinatif. Selain itu iluminasi biasanya berupa gambar dari bunga atau tumbuhan, binatang, mahkota, atau suatu garis yang dibentuk dengan sangat rapih berupa persegi panjang, kerucut, segitiga, dan lainnya. Iluminasi juga dapat berupa gambar abstrak-imajinatif yang sulit

1Annabel Teh Gallop & Ali Akbar, “The Art of the Qur‟an in Banten: Calligraphy and Illumination”, Archipel, Vol. 72 (2008), 95-156.

75 76 untuk dideskripsikan karena berasal dari imajinasi sang pembuat iluminasi seperti gambar kepala yang dibubuhi dengan mahkota raja dan bunga tulip atau lotus, atau gambar lakon dalam pewayangan Jawa yang diserupakan dalam rupa manusia.2 Suatu tulisan yang di dalamnya terdapat iluminasi dianggap memiliki nilai yang lebih tinggi apabila dibandingkan dengan tulisan yang tidak ada unsur iluminasi di dalamnya. Maka tidak mengherankan apabila dalam khazanah pernaskahan akan sangat banyak ditemukan tulisan atau manuskrip yang menyertakan unsur iluminasi di dalamnya. Henri Chambert-Loir dan Oman Fathurahman mencatat ada beberapa naskah yang terdapat iluminasi di dalamnya seperti dalam Hikayat Pocut Muhamat, Talkhis Khulasah al-Insya‟ wa Gairiha, Serat Lokapala, dan lain-lain.3 Suatu tulisan yang di dalamnya terdapat iluminasi juga memiliki tujuan dari sekadar untuk kepentingan estetis sampai pada kepentingan ekonomi dan politik kekuasaan.4 Iluminasi juga dapat ditemukan untuk menghiasi tulisan dalam mushaf Al-Qur‟an seperti dalam kasus Mushaf Lalino Bima, Mushaf Sarung Batik Cirebon, Mushaf Solo, Mushaf Kauman Timur Semarang, Mushaf Cipete Jakarta, Mushaf Istiqlal, Mushaf Sundawi, Mushaf Al-Tin, Mushaf Kalimantan Barat, Mushaf Keraton Yogyakarta dan Mushaf Al-Bantani.5

2Mu‟jizah, Iluminasi dalam Surat-surat Melayu Abad Ke-18 dan Ke-19 (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2009). 3Henri Chambert-Loir dan Oman Fathurahman, Khazanah Naskah: Panduan Naskah-naskah Indonesia Sedunia (Jakarta: Ecole Francaise d‟Extreme-Orient & YOI, 1999), 37, 45, 116. 4Mu‟jizah, Iluminasi dalam Surat-surat Melayu Abad Ke-18 dan Ke-19, 200. 5Lenni Lestari, “Mushaf Al-Qur‟an Nusantara: Perpaduan Islam dan Budaya Lokal”, Jurnal At-Tibyan, vol. I, no. 1 (2016), 193, Asep Saefullah, “Ragam Hias Mushaf Kuno”, Jurnal Lektur Keagamaan, vol 5, no I, (2007), 44-45, Billy Muhammad Rodibillah, dkk. “Sejarah Penulisan Al-Qur‟an Mushaf Sundawi di Bandung Tahun 1995-1997”, Historia Madania, 48, Mahmud Buchari, dkk. “Al-Qur‟an Manuskrip Mushaf Untuk mengenang Almh. Ibunda Hjh. Fatimah Siti Hartinah Soeharto”. (Jakarta: Kharisma, 1999), 9.

77

Iluminasi menjadi bagian integral dari penulisan Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani dan sekaligus memberi ciri khusus di dalamnya. Di dalam Mushaf ini terdapat unsur iluminasi yang menghiasi tulisan atau khat dalam mushaf. Iluminasi tersebut akan ditemukan pada setiap juz dalam Al-Qur‟an yang membentang dari awal juz satu sampai akhir juz ketiga puluh. Penambahan iluminasi dalam setiap juz dalam Al-Qur‟an merupakan ciri utama yang membedakan antara Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani dengan mushaf iluminasi yang lainnya. Iluminasi yang ada dalam Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani merupakan iluminasi paling banyak yang ditemukan dalam naskah Al-Qur‟an di Indonesia. Apabila pada umumnya iluminasi dalam naskah atau Mushaf Al-Qur‟an di Indonesia, seperti Mushaf Lalino Bima, hanya sebatas memberikan iluminasi pada ummu Al-Qur‟an, nisf Al-Qur‟an dn khatm Al-Qur‟an.6 namun kuantitas iluminatif dalam Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani lebih banyak dan akan terasa berbeda lagi sangat kreatif karena beragamnya iluminasi yang tergambar di dalam mushaf tersebut. Akbar dan Galliot mengatakan, keberadaan unsur iluminatif dalam tulisan bertujuan sebagai penambah nilai estetis dalam suatu naskah.7 Apabila suatu naskah terdapat iluminasi di dalamnya maka akan membuat orang yang melihatnya akan tertarik pada naskah atau teks yang sedang dibacanya. Tidak mengherankan apabila dalam suatu naskah terdapat unsur iluminatif yang sangat banyak bahkan menjalar sampai menutupi teks asli. Dalam kasus iluminasi yang ada dalam Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani, iluminasi dalam membingkai teks dalam sebuah persegi panjang yang mengelilingi unsur teks secara sempurna. Semua teks atau ayat Al-Qur‟an yang tertulis pada setiap juz dalam Al-Qur‟an dihiasi oleh iluminasi yang digambar dengan beragam

6Mahmud Buchari, dkk. “Al-Qur‟an Manuskrip Mushaf Untuk mengenang Almh. Ibunda Hjh. Fatimah Siti Hartinah Soeharto”, 9. 7Annabel Teh Gallop & Ali Akbar, “The Art of the Qur‟an in Banten: Calligraphy and Illumination”, 121.

78 bentuk. Bentuk iluminasi yang sangat estetis didukung dengan pewarnaan indah yang membaluri gambar iluminasi berupa paduan warna yang kontras dengan tulisan dalam mushaf. Adanya iluminasi yang terkesan futuristik akan membuat orang yang melihat Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani terkesan dengan keindahan yang disajikan dalam mushaf. Dengan demikian orang yang melihat Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani mendapatkan energi tambahan ketika melihat nilai estetis dalam mushaf yang akan dibacanya yang kemudian akan berimplikasi pada pembacaan Al-Qur‟an dengan semangat untuk memperdalam ajaran di dalamnya. Maka menjadi relevan apa yang dikatakan Akbar dan Galliot bahwa unsur estetis menjadi bagian penting dalam penciptaan unsur iluminasi yang diadakan dalam suatu tulisan. Iluminasi dapat juga dilihat dalam konteks yang lebih luas dari sakadar menghadirkan efek estetis pada tulisan. Namun dapat dipandang juga bahwa nilai-nilai estetis yang diungkapkan dalam iluminasi Mushaf Al- Qur‟an Al-Bantani memiliki ungkapan religiusitas di dalamnya. Tujuan pengadaan iluminasi dalam Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani paling tidak dapat digambarkan sebagai berikut: pertama, menentukan sikap terhadap keindahan yang terdapat dalam alam, kehidupan manusia dan karya seni, kedua, menerapkan suatu karya seni yang dapat menimbulkan pengaruh terhadap jiwa manusia, terutama perenungan dan pemikiran, serta perilaku dan perbuatan manusia, ketiga, mengkaji penjelasan tentang istilah-istilah dan konsep-konsep keindahan yang berada dalam obyek pengamatan seperti artefak.8 Adapun penjabaran ketiga tujuan dalam iluminasi Mushaf Al- Qur‟an Al-Bantani adalah sebagai berikut: Tujuan pertama adalah menentukan sikap terhadap keindahan yang terdapat dalam alam, kehidupan manusia dan karya seni. Manusia disebut

8Penjelasan ini penulis adaptasi dari keterangan Abdul Hadi ketika menjelaskan tentang estetika sebagai ungkapan religuisitas. Abdul Hadi W.M., Hermeneutika, Estetika dan Religiusitas (Jakarta: Sadra Press, 2016), 33.

79 sebagai makhluk yang berbudaya yang menghasilkan dari akal budinya berbagai macam karya seni. Atas dasar akal budi inilah manusia dapat membangun suatu peradaban yang maju yang dapat membedakan antara manusia dengan makhluk hidup lainnya seperti malaikat, hewan dan tumbuhan. Banten sudah dipahami masyarakat secara luas sebagai kota yang memiliki peradaban yang maju dengan ditandai beragam artefak-artefak sejarah yang masih dapat dijumpai sampai sekarang. Artefak yang ditemukan tersebut menandakan suatu peradaban manusia yang ada di daerah Banten. Hal ini pula yang menja dikan banyak karya seni ditemukan di wilayah Banten. Pembuatan iluminasi dalam Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani merupakan salah satu “sikap” masyarakat Banten terhadap keindahan yang berasal dari karya seni yang terdahulu. Sikap ini sekaligus menunjukan bahwa masyarakat Banten peduli dan simpati dengan nilai-nilai luhur yang diwariskan oleh nenek moyang mereka. Supaya memori estetis tentang keindahan yang terdapat dalam suatu karya seni, maka perlu ditanamkan dan diterapkan keindahan seni tersebut dalam bentuk abstraksi iluminasi yang kemudian diterapkan dalam Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani. Dengan demikian ketika masyarakat Banten mambaca mushaf tersebut, maka masyarakat akan melihat beragam budaya yang ada di Banten yang tercermin dalam bentuk iluminasi. Tujuan kedua adalah menerapkan suatu karya seni yang dapat menimbulkan pengaruh terhadap jiwa manusia terutama perenungan dan pemikiran, serta perilaku dan perbuatan manusia. Dalam buku Ruh Islam dalam Budaya Bangsa disebutkan bahwa jiwa manusia condong pada hal-hal yang dianggapnya mempunyai muatan estetis berupa keindahan, keteraturan dan kebersihan.9 Ungkapan estetis manusia terutama dalam bidang seni dapat

9 Forum Ilmiah Festival Istiqlal II, Ruh Islam dalam Budaya Bangsa: Konsep Estetika 5 (Jakarta: Yayasan Festival Istiqlal, 1996), 20-21.

80 berupa puisi atau tulisan, ornamen, patung, bangunan dan sebagainya. Semua hasil karya tersebut berasal dari perenungan mendalam manusia terhadap alam sekitar. Dalam proses pembuatan iluminasi Mushaf Al-Qur‟an Al- Bantani, ungkapan-ungkapan estetis yang dapat ditemukan dalam banyak artefak di Banten hendak diterapkan dalam bentuk yang lebih dekat dengan masyarakat Banten. Apabila artefak yang ada di wilayah Banten berada jauh dari kerumunan masyarakat, maka sekarang bentuk kearifan lokal berupa artefak yang ditemukan tersebut dapat dilihat di dalam mushaf Al-Qur‟an yang setiap saat dibaca dan dilihat oleh masyarakat. Iluminasi yang ada dalam Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani diharapkan mempengaruhi jiwa masyarakat yang membacanya melalui keindahan iluminasi yang ada di dalam mushaf. Tujuan ketiga adalah mengkaji penjelasan tentang istilah-istilah dan konsep-konsep keindahan yang berada dalam obyek pengamatan seperti artefak. Artefak dapat didefinisikan sebagai semua benda yang diubah (modified) atau dibuat (mode) oleh manusia dari bahan-bahan alam. Artefak dalam iluminasi Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani dapat dibagi menjadi dua yaitu artefak besar dan artefak kecil. Artefak besar adalah artefak pada suatu bangunan monumental baik bangunan profan maupun bangunan sakral. Sedangkan artefak kecil adalah artefak pada fragmen gerabah Banten.10 Pentingnya mengkaji sebuah artefak adalah bahwa sebagai produk peradaban manusia yang diciptakan pada masa lampau, artefak sebenarnya menyimpan nilai yang agung, besar dan tinggi. Dengan mengadakan pengkajian dan penelitian seputar artefak yang ditemukan, maka diharapkan akan menemukan sesuatu yang belum tersingkap selama ini berupa sejarah yang tersembunyi, atau sebagai bukti dari adanya suatu peradaban besar. Dalam

10Tubagus Najib Al-Bantani, Iluminasi dan Kaligrafi Al-Qur‟an Mushaf Al-Bantani (Berdasarkan Artefak dan Manuskrip Banten) (Serang: MUI Banten, 2010), 8, 43.

81 upaya mengkaji dan meneliti artefak yang ada di wilayah Banten, maka para pembuat iluminasi terinspirasi menjadikan artefak menjadi percontohan bagi gambaran iluminatif yang akan diterapkan di dalam mushaf. Penelitian terhadap artefak sebagai sebuah bukti sejarah masih dikaji sampai sekarang. Semakin banyak informasi yang dikaji dan didapatkan dari sebuah artefak, maka akan semakin menguntungkan bagi kajian ilmiah lainnya dalam berbagai macam bidang seperti arkeologi, sejarah, dan ilmu humaniora lainnya. Kaitan erat antara iluminasi dalam mushaf dengan artefak adalah bahwa iluminasi yang ada dalam Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani diciptakan bukan berasal dari suatu gambaran atau abstraksi yang tidak memiliki pendasaran dalam proses pembuatannya. Dengan kata lain, iluminasi dalam Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani tidak tercipta dari khayalan orang yang membuat sehingga tidak mempunyai bukti empiris. Iluminasi dalam Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani tercipta dari hasil adopsi dan adaptasi dari berbagai macam artefak yang ada dan tersebar luas di wilayah Banten. Bukti keberadaan artefak menjadi inspirasi utama dalam membuat iluminasi. Bukti empiris berupa artefak dapat ditemukan hingga sekarang di berbagai wilayah Banten, sehingga pembaca atau pengamat iluminasi dapat melacak asal usul dari unsur iluminatif yang digunakan dalam pembuatan iluminasi. Karena unsur iluminasi didasarkan pada kajian yang cermat pada artefak yang ditemukan maka dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dalam bidang arkeologi, sehingga menutup kemungkinan iluminasi tersebut memiliki detail kesamaan dengan iluminasi dalam tulisan atau naskah dalam mushaf lainnya di Indonesia.11 Pembuatan iluminasi melalui penelitian dan pengkajian yang dilakukan oleh berbagai macam ahli yang disesuaikan dengan temuan artefak

11Tubagus Najib Al-Bantani (Peny.), Panduan Iluminasi dan Kaligrafi (Serang: MUI Banten, 2011)., Tubagus Najib Al-Bantani, Iluminasi dan Kaligrafi Al-Qur‟an Mushaf Al-Bantani (Berdasarkan Artefak dan Manuskrip Banten) (Serang: MUI Banten, 2010).

82 yang tersebar di berbagai wilayah Banten. Menurut Najib Al-Bantani, temuan penemuan artefak dalam suatu daerah tidak pernah diaplikasikan dan diterapkan dalam membuat iluminasi berupa bingkai atau hiasan dalam sebuah tulisan. Selama ini yang akan ditemukan dalam dunia akademisi baru sampai penelitian sebuah artefak kemudian menginventarisasikannya kemudian menganalisisnya. Inventarisasi dan analisis artefak inilah yang dilakukan dalam bidang arkeologi. Namun belum ditemukan hasil dari analisis artefak tersebut diterapkan dalam suatu tulisan dengan cara menjadikan artefak tersebut menjadi patokan dan tolak ukur dalam membuat gambar iluminatif.12 Di sinilah kekhasan dari Mushaf Al-Bantani dari mushaf-mushaf lain di Indonesia bahkan di dunia Islam sekalipun. Iluminasi dalam Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani yang merupakan bentuk ejawantah dari artefak yang ditemukan di daerah Banten kemudian dikemas, digambar ulang dan diterapkan menjadi kerangka-kerangka yang berisi Tiara dan frem Tiara. Kerangka yang berisi Tiara dan frem Tiara, penamaannya diambil dari bentuk Tiaranya, di antaranya terdapat 30 buah Tiara. Tiap tiara mewakili tiap permulaan juz dalam Al-Qur‟an. Adapun 30 Tiara yang disebutkan dapat diurutkan sesuai juz dalam Al-Qur‟an sebagai berikut: Mahkota Sokoguru Masjid Carita, Menara Masjid Pacinan Tinggi, Memolo Masjid Agung Banten, Memolo Menara Masjid Agung Banten, Memolo Masjid Kasunyatan, Gapura Masjid Kasunyatan, Ornamen Mihrab Masjid Kasunyatan, Memolo Menara Masjid Kasunyatan, Gapura Makam Masjid Kasunyatan, Gapura Masjid Kanari, Memolo Masjid Kanari, Ornamen Mihrab Masjid Kanari, Memolo Makam Maulana Yusuf, Gapura Bentar Kaibon, Gapura Kaibon, Memolo Masjid Kaujon, Ornamen Mihrab Masjid Kaujon, Memolo Masjid Tanara, Cungkup Mimbar

12Tubagus Najib Al-Bantani, Iluminasi dan Kaligrafi Al-Qur‟an Mushaf Al-Bantani, 73.

83

Masjid Tanara, Memolo Mimbar Masjid Tanara, Memolo Masjid Singarajan, Ornamen Mihrab Masjid Singarajan, Memolo Masjid Caringin, Trawangan Pintu Majsid Caringin, Mahkota Sokoguru Masjid Carita, Ornamen Sokoguru Masjid Carita, Ornamen Sokoguru Masjid Carita, Ornamen Mihrab Masjid Carita, Arsitektur Srimanganti Surtasowan, dan Iluminasi manuskrip Al- Qur‟an Banten.13

Gambar 4.1 : Tiara dan frem tiara Juz 1 – 8 Sumber dokumen pribadi

13Tubagus Najib Al-Bantani, Iluminasi dan Kaligrafi Al-Qur‟an Mushaf Al-Bantani, iii.

84

Gambar 4.2 : Tiara dan frem tiara Juz 9-17 Sumber diambil dari dokumen pribadi

Gambar 4.3 : Tiara dan frem tiara Juz 18-25 Sumber diambil dari dokumen pribadi

85

Gambar 4.4 : Tiara dan frem tiara Juz 26-30 Sumber diambil dari dokumen pribadi

Keterangan yang dapat diambil dari uraian tentang iluminasi dalam Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani di atas dapat diringkas dalam beberapa bentuk dasar iluminatif yaitu bentuk gapura, mihrab, mimbar, menara, sokoguru, pintu masjid, dan memolo atau mustaka. Gapura adalah pintu besar untuk masuk pekarangan sebuah rumah, masjid atau istana, atau dengan kata lain gapura merupakan pintu gerbang dari suatu bangunan.14 Mihrab adalah ruang kecil yang menjorok ke luar dari dinding masjid (langgar) yang mengarah ke Ka‟bah, atau juga dapat diartikan mihrab adalah tempat imam memimpin salat.15 Mimbar adalah panggung kecil tempat berpidato atau menyampaikan khotbah.16 Menara adalah bangunan yang tinggi (seperti di masjid, gereja), atau bagian bangunan yang ditambahkan meninggi atau menjadi lebih tinggi dari bangunan induknya.17

14Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2008), 438. 15 Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, 954. 16 Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, 957. 17 Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, 938.

86

Sokoguru adalah tiang tengah, tiang seri.18 Pintu masjid adalah gerbang masuk masjid. Memolo atau mustaka adalah kemuncak atap, yang secara teknis muncul sebagai konsekuensi konstruksi atau tajuk dari sebuah bangunan, khussnya pada sebuah bangunan masjid.19 Iluminasi dalam Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani seluruhnya berjumlah 30 buah dalam bentuk artefak sebanyak 29 buah dan dalam bentuk manuskrip sebanyak 1 buah. Ketiga puluh buah tersebut, ditempatkan pada posisi tengah dalam kerangka berbentuk persegi panjang yang disebut rerongkong sesuai dengan jumlah juz dalam Al-Qur‟an. Ketiga puluh buah tersebut dinamakan Tiara. Tiara tersebut diapit oleh dua buah ornamen mimbar, sebanyak 3 buah. Satu buah mengapit 10 juz. Jadi 3 buah untuk 30 juz. Ketiga buah ornamen yang mengapit Tiara dinamakan dengan Sayap Tiara. Kerangka rerongkong pada celah-celah yang kosong diisi dengan gambar hias terwengkal, sebanyak 28 buah gambar hias terwengkal, ornamen mimbar satu buah dan ornamen hias Al-Qur‟an Kuna Banten satu buah. Jumlahnya 30 buah, ketiga puluh buah yang mengisi celah-celah kerangka rerongrong tersebut dinamakan Frame Tiara. Adapun kerangka rerongrong yang masih terdapat celah-celah kosong dipenuhi dengan bentuk grafis berupa spiral ganda, lingkaran, hias bunga dan daun, non grafis dalam bentuk hias sudut rerongrong dari ornamen hias mimbar masjid caringin, gambar hias gerabah.20

B. Iluminasi Mushaf Al-Qur’an Al-Bantani Per Juz Pada bagian ini akan dideskripsikan iluminasi yang terdapat juz 1, 10, 11, 20, 21, dan 3021, sebagai representasi setiap juz dalam Mushaf Al-Qur‟an

18 Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1367. 19 Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, 989. 20Tubagus Najib Al-Bantani (peny.), Panduan Iluminasi & Kaligrafi Al-Qur‟an Mushaf Al-Bantani (Jakarta: MUI Banten, 2011), 45. 21 Pembatasan deskripsi iluminasi 6 juz ini (juz 1, 10, 11, 20, 21, dan 30) berdasar pada 3 buah ornamen mimbar masjid Caringin yang berbeda (sayap tiara yang mengapit tiara) pada setiap 10 juz dalam Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani. Tiga buah ornamen mimbar

87

Al-Bantani. Deskripsi tersebut meliputi deskripsi gambar iluminasi dan sumber artefak yang digunakan dalam iluminasi. 1. Juz 10 (1 & 10) Deskripsi Gambar Iluminasi Juz 1: Pada juz 1 dalam Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani, iluminasi terdiri dari dua bagian inti yaitu bagian kerangka rerongkong dan bagian isi rerongkong. Kerangka rerongkong berbentuk empat persegi panjang dengan ukuran lebar 13 cm dan panjang 21,5 cm. Warna biru menjadi dasar bagi kerangka rerongkong pada juz 1.22 Adapun isi rerongkong terdiri dari Tiara, Sayap Tiara, dan Frame Tiara. Tiara berupa mustaka sokoguru Masjid Carita yang terdapat di tengah pada sisi kerangka rerongkong dengan warna hijau. Sayap Tiara berupa ornamen mimbar Masjid Caringin yang terdapat di tengah pada sisi kerangka rerongkong yang mengapit Tiara dengan warna merah bata. Frame Tiara berupa gambar hias terwengkal yang terdapat pada sisi-sisi kerangka rerongkong yang berwarna hijau gelap.23 Adapun terwengkal berbentuk belah ketupat, mengapit dua buah lingkaran horizontal. Pada sisinya memiliki 8 lekukan dua dimensi.24 Dalam isi rerongkong juga terdapat iluminasi yang bersifat instrumental berupa grafis berbentuk lingkaran kecil pada sisi-sisi kerangka rerongkong dengan warna merah terang. Selain itu, ada juga grafis berbentuk spiral ganda pada sisi kerangka rerongkong bagian luar dengan warna kuning.

untuk 30 juz. Maka, setiap 1 buah dari tiga ornamen tersebut mengapit 10 juz, yakni 1 buah pertama untuk juz 1-10, 1 buah kedua untuk juz 11-20, dan 1 buah lainnya untuk juz 21-30. 22Tubagus Najib Al-Bantani, Panduan Iluminasi & Kaligrafi Al-Qur‟an Mushaf Al- Bantani, 50. 23Tubagus Najib Al-Bantani, Panduan Iluminasi & Kaligrafi Al-Qur‟an Mushaf Al- Bantani, 50. 24Tubagus Najib Al-Bantani, Panduan Iluminasi & Kaligrafi Al-Qur‟an Mushaf Al- Bantani, 14.

88

Gambar 4.5: Tampilan Iluminasi Juz 1 pada Mushaf Al-Qur‟an Al- Bantani Gambar diambil dari dokumen pribadi

Deskripsi Sumber Artefak Juz 1: Sumber artefak dari iluminasi pada juz 1 terdapat pada Masjid Carita. Masjid Carita sampai sekarang masih ada dan tetap digunakan untuk kegiatan keagamaan seperti shalat berjamaah dan melakukan kegiatan keagamaan lainnya. Adapun sumber iluminasi yang dapat ditemukan pada juz 1 terdapat pada mustaka sokoguru dan ornamen mimbar Masjid Carita. Masjid Carita yang di dalamnya terdapat sokoguru dan mimbar memiliki nama lengkap Masjid Jami Khusaini yang berlokasi di sebelah barat jalan raya Carita, Kampung Pagedongan, desa Sukajadi, Kecamatan Labuan. Di samping dan di depan masjid mengalir sungai Citembol. Bangunan masjid mengarah ke arah timur atau ke arah jalan raya dan sungai. Hal ini ditandai dengan adanya serambi di ruang depan ruang utama masjid. Ruang utama mempunyai denah bujur sangkar sedangkan serambinya berdenah persegi panjang. Bagian ruang utama serambi masjid di kelilingi oleh teras.

89

Masjid Jami Khusaini merupakan nama masjid yang dinisbatkan pada nama pendirinya yaitu Khusaini. Makam pendiri masjid ini berada di bara masjid atau pada serambi barat masjid, hanya nisan dan jirat makam telah diganti dengan semen, menurut pengurus masjid, nisan aslinya adalah dari batu andesit, dibangun setelah satu tahun pembangunan Masjid Caringin, yaitu sekitar tahun 1885.25 Ruang utama masjid memiliki atap tumpang (bersusun) tiga, dengan memolo terbuat dari seng sedangkan serambinya memiliki atap limasan. Atap tumpang ruang utama disangga empat buah tiang (sokoguru) berpenampang segidelapan adapun tiang-tiang teras berpenampang lingkaran bergaya Eropa, tiang tersebut merupakan tiang cor (bukan kayu), ruang utama masjid memiliki loteng (ruang atas), untuk memasuki melalui anak tangga yang terdapat di sudut tenggara ruang utama, mihrab berupa ceruk melengkung yang menjorok keluar.26 Bagian depan mihrab terdapat hiasan geometri sedangkan bagian atas mihrab terdapat hiasan berbentuk kipas, mimbar tidak menempel pada dinding barat tetapi agak ke depan sehingga berada di belakang shaf paling depan. Kepurbakalaan masjid ini yang diangkat untuk iluminasi Mushaf Al- Qur‟an Al-Bantani adalah, ornamen mihrab, tiang teras berpenampang dan memiliki secaram mahkota dan arsitektur mimbar. Deskripsi Gambar Iluminasi Juz 10: Pada juz 10 dalam Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani, iluminasi terdiri dari dua bagian inti yaitu bagian kerangka rerongkong dan bagian isi rerongkong. Kerangka rerongkong berbentuk empat persegi panjang dengan

25Tubagus Najib Al-Bantani, Iluminasi dan Kaligrafi Al-Qur‟an Mushaf Al-Bantani, 42. 26Tubagus Najib Al-Bantani, Iluminasi dan Kaligrafi Al-Qur‟an Mushaf Al-Bantani, 43.

90 ukuran lebar 13 cm dan panjang 21,5 cm. Pada juz 10, warna biru menjadi dasar bagi kerangka rerongkong. Adapun isi rerongkong terdiri dari Tiara, Sayap Tiara, dan Frame Tiara. Tiara berupa Gapura Masjid Kanari yang terdapat pada sisi-sisi kerangka rerongkong dengan warna putih. Sayap Tiara berupa ornamen mimbar Masjid Caringin yang mengapit Tiara terdapat pada sisi-sisi kerangka rerongkong yang berwarna merah terang dan merah. Sedangkan Frame Tiara berupa gambar hias terwengkal yang terdapat pada sisi-sisi kerangka rerongkong yang berwarna merah. Adapun terwengkal berbentuk bujur sangkar, pada sisi-sisinya memiliki 8 lekukan dan pada bagian tengah masing-masing terdapat lingkaran.27 Dalam isi rerongkong juga terdapat iluminasi yang bersifat instrumental berupa grafis lingkaran yang terdapat pada sisi-sisi kerangka rerongkong yang berwarna merah terang. Selain itu, ada grafis berupa spiral ganda terdapat pada sisi-sisi pinggir kerangka rerongkong yang berwarna kuning.

27Tubagus Najib Al-Bantani, Panduan Iluminasi & Kaligrafi Al-Qur‟an Mushaf Al- Bantani, 23.

91

Gambar 4.6: Tampilan Iluminasi Juz 10 pada Mushaf Al-Qur‟an Al- Bantani Gambar diambil dari dokumen pribadi

Deskripsi Sumber Artefak Juz 10: Sumber artefak dari iluminasi pada juz 10 terdapat pada Masjid Kanari. Masjid Kanari sampai sekarang masih ada dan tetap digunakan untuk kegiatan keagamaan seperti shalat wajib. Adapun sumber iluminasi yang dapat ditemukan pada juz 10 terdapat pada gapura Masjid Kanari. Masjid Kanari yang di dalamnya terdapat gapura berada di kampung Kanari, Kecamatan Kasemen, Kodya Serang. Kanari merupakan nama kampung, juga nama masjid dan nama makam. Kanari sebagai nama tersebut, berasal dari nama sebuah pohon yang buahnya untuk bumbu masak, tampaknya pohon kanari sudah tidak ada, kapan musnahnya tidak diketahui

92 secara pasti, namun yang jelas menurut pengurus masjid Kanari bahwa di sekitar masjid pernah tumbuh pohon teratai, dan menurutnya bunga teratai tersebut diabadikan dalam sebuah ornamen pada mihrab Masjid Kanari dan juga pada meja batu berbentuk bundar diameter 1 m, tebal 10 cm, hiasan sulur daun dan bagian tengahnya berhias goresan segi delapan, tinggi kaki kurang lebih 25 cm juga berhias sulur daun. Bahan dari batu kali.28 Kanari merupakan nama komplek makan Sultan Abdul Mafakhir yang memerintah pada tahun 1596-1640, beserta keluarganya. Dalam tardisi nama Kanari telah dikenal sebagai nama tempat pemakaman kelaurga sultan. Komplek makam Kanari ini terpisan dengan masjid Kanari, sekitar 10 meter dari Masjid Kenari. Komplek makam ini memiliki pagar keliling, luas keliling sekitar 500 m2. Pintu gerbang berada pada arah selatan berbentuk , terbuat dari batu bata yang dipsang tanpa spesi (koso), pada sisi-sisi gapura yang membentuk semacam sayap, hal itu sama yang terdapat pada gapura-gapura tua lainnya yang terdapat di Cirebon, Sendang Duwur, dan sebagainya. Dalam komplek makam ini terdapat makam yang berada dalam cungkup dan makam yang di luar cungkup. Makam Dalam cungkup di antaranya makam Ny Gede (ibunda Sultan Ageng Tirtayasa), dan kakek Sultan Ageng Tirtayasa, Sultan Abul Mafakhir.29 Kanari merupakan nama masjid, posisinya berada pada arah selatan dari komplek pemakaman, untuk memasuki komplek makam dan masjid terdapat Gapura sebagai penghunung antara halaman luar dengan halaman dalam komplek, pintu masuknya menghadap arah timur dan untuk masuk dalam masjid juga terdapat Gapura yang pintunya menghadap utara. Gapura masjid berbentuk paduraksa, ornamenmihrab pada Masjid Kanari, dan

28Tubagus Najib Al-Bantani, Iluminasi dan Kaligrafi Al-Qur‟an Mushaf Al-Bantani, 33. 29Tubagus Najib Al-Bantani, Iluminasi dan Kaligrafi Al-Qur‟an Mushaf Al-Bantani, 33-34.

93 memolo Masjid Kanari, diangkat sebagai iluminasi Mushaf Al-Qur‟an Al- Bantani. kronologi pendirian Masjid Kanari, dibangun pada masa Sultan ageng Tirtayasa yang memerintah pada tahun 1651-1672m dibangun seitar pertengahan abad ketujuh belas.30 2. Juz 20 (11 & 20) Deskripsi Gambar Iluminasi Juz 11: Pada juz 11 dalam Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani, iluminasi terdiri dari dua bagian inti yaitu bagian kerangka rerongkong dan bagian isi rerongkong. Kerangka rerongkong berbentuk empat persegi panjang dengan ukuran lebar 13 cm dan panjang 21,5 cm. Pada juz 11, warna biru menjadi dasar bagi kerangka rerongkong. Adapun isi rerongkong terdiri dari Tiara, Sayap Tiara, dan Frame Tiara. Tiara berupa memolo Masjid Kenari yang terdapat pada sisi-sisi kerangka rerongkong dengan menggunakan warna merah bata. Sayap Tiara berupa ornamen mimbar Masjid Caringin yang mengapit Tiara terdapat pada sisi-sisi kerangka rerongkong dan menggunakan warna merah terang dan merah. Sedangkan Frame Tiara berupa gambar hias terwengkal yang terdapat pada sisi-sisi kerangka rerongkong.31 Adapun terwengkal berbentuk bujur sangkar, mengapit tiga buah lingkaran horizontal, pada sisi-sisinya memiliki 12 lekukan, pada bagian tengah masing-masing terdapat lingkaran.32 Dalam isi rerongkong juga terdapat iluminasi yang bersifat instrumental berupa grafis lingkaran yang terdapat pada sisi-sisi kerangka rerongkong yang berwarna merah terang. Selain itu, grafis juga berupa spiral

30Tubagus Najib Al-Bantani, Iluminasi dan Kaligrafi Al-Qur‟an Mushaf Al-Bantani, 34. 31Tubagus Najib Al-Bantani, Panduan Iluminasi & Kaligrafi Al-Qur‟an Mushaf Al- Bantani, 70. 32Tubagus Najib Al-Bantani, Panduan Iluminasi & Kaligrafi Al-Qur‟an Mushaf Al- Bantani, 24.

94 ganda yang terdapat pada sisi-sisi pinggir kerangka rerongkong yang berwarna kuning.

Gambar 4.7: Tampilan Iluminasi Juz 11 pada Mushaf Al-Qur‟an Al- Bantani Gambar diambil dari dokumen pribadi

Deskripsi Sumber Artefak Juz 11: Sumber artefak dari iluminasi pada juz 11 terdapat pada Masjid Kenari. Adapun pembahasan tentang masjid ini sudah penulis jelaskan pada pembahasan sumber artefak juz 10 di atas. Adapun secara spesifik iluminasi merujuk pada memolo atau mustaka Masjid Kanari. Memolo merupakan kemuncak atap, yang secara teknis muncul sebagai konsekuensi konstruksi atap tajuk dari sebuah bangunan, khususnya pada sebuah bangunan masjid.

95

Atap tajuk ini telah dikenal sebelum masa Islam dan secara umum sebagai bangunan sakral. Salah satu masjid di wlayah Banten yang memiliki memolo adalah Masjid Kanari.33

Deskripsi Gambar Iluminasi Juz 20: Pada juz 20 dalam Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani, iluminasi terdiri dari dua bagian inti yaitu bagian kerangka rerongkong dan bagian isi rerongkong. Kerangka rerongkong berbentuk empat persegi panjang dengan ukuran ukuran lebar 13 cm dan panjang 21,5 cm. Pada juz 20, warna abu-abu menjadi dasar bagi kerangka rerongkong. Adapun isi rerongkong terdiri dari Tiara, Sayap Tiara, dan Frame Tiara. Tiara berupa memolo mimbar Masjid Tanara yang terdapat pada sisi- sisi kerangka rerongkong dan memiliki warna merah bata. Sayap Tiara berupa ornamen mimbar masjid Caringin yang mengapit Tiara terdapat pada sisi-sisi kerangka rerongkong dan memiliki warna merah terang dan merah. Sedangkan frame Tiara berupa gambar hias terwengkal yang terdapat pada sisi-sisi kerangka rerongkong yang berwarna merah muda.34 Adapun terwengkal berbentuk bujur sangkar yang mengapit dua buah lingkaran, memiliki silang dua meruncing pada bagian ujungnya.35 Dalam isi rerongkong juga terdapat iluminasi yang bersifat instrumental berupa grafis berupa lingkaran yang terdapat pada sisi-sisi kerangka rerongkong yang berwarna merah terang. Selain itu, grafis berupa

33Tubagus Najib Al-Bantani, Iluminasi dan Kaligrafi Al-Qur‟an Mushaf Al-Bantani, 100-101. 34Tubagus Najib Al-Bantani, Panduan Iluminasi & Kaligrafi Al-Qur‟an Mushaf Al- Bantani, 88. 35Tubagus Najib Al-Bantani, Panduan Iluminasi & Kaligrafi Al-Qur‟an Mushaf Al- Bantani, 33.

96 spiral ganda yang terdapat pada sisi-sisi pinggir kerangka rerongkong yang berwarna kuning.36

Gambar 4.8: Tampilan Iluminasi Juz 20 pada Mushaf Al-Qur‟an Al- Bantani Gambar diambil dari dokumen pribadi

Deskripsi Sumber Artefak Juz 20: Sumber artefak dari iluminasi pada juz 20 adalah memolo mimbar Masjid Tanara. Memolo mimbar Masjid Tanara berupa semacam kumuda yang terbuat dari bahan kayu. Memolo tersebut berada di atap Masjid Tanara.

36Tubagus Najib Al-Bantani, Panduan Iluminasi & Kaligrafi Al-Qur‟an Mushaf Al- Bantani, 88.

97

Sampai sekarang eksistensi dari Masjid Tanara masih ada dan masih digunakan untuk kegiatan keagamaan bagi masyarakat sekitar Masjid Agung Tanara berada di daerah aliran sungai Cidurian yang merupakan sungai tua, hulunyya berada di Gunung Halimun dan hilirnya di pantai utara Tangerang. aliran sungai Cidurian pada masa Sultan Ageng Tirtayasa telah dibuat kanal yang sumber airnya dari Cidurian, fungsi kanal ini selain untuk irigasi pewasahan juga sebagai sarana transportasi dari keraton Tirtayasa manuju Batavia. Menurut sumber sejarah lokal bahwa Masjid Tanara dibangun pada masa Penembahan Maulana Hasanudin yang dibangun pada tahun 911 H., bertepatan dengan tahun 1505 M.37 3. Juz 30 (21 & 30) Deskripsi Gambar Iluminasi Juz 21: Pada juz 21 dalam Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani, iluminasi terdiri dari dua bagian inti yaitu bagian kerangka rerongkong dan bagian isi rerongkong. Kerangka rerongkong berbentuk empat persegi panjang dengan ukuran lebar 13 cm dan panjang 21,5 cm. Pada juz 21, warna kuning menjadi dasar bagi kerangka rerongkong. Adapun isi rerongkong terdiri dari Tiara, Sayap Tiara, dan Frame Tiara. Tiara berupa memolo Masjid Singarajan yang terdapat pada sisi-sisi kerangka rerongkong yang berwarna merah bata. Sayap Tiara berupa ornamen mimbar Masjid Caringin yang mengapit Tiara terdapat pada sisi-sisi kerangka rerongkong yang berwarna merah dan kuning. Sedangkan frame Tiara berupa gambar hias terwengkal yang terdapat pada sisi-sisi kerangka rerongkong yang berwarna hijau.38 Adapun terwengal berbentuk lingkaran,

37Tubagus Najib Al-Bantani, Iluminasi dan Kaligrafi Al-Qur‟an Mushaf Al-Bantani, 36. 38Tubagus Najib Al-Bantani, Panduan Iluminasi & Kaligrafi Al-Qur‟an Mushaf Al- Bantani, 90.

98 mengapit dua buah lingkaran, bujur sangkar berbentuk jari-jari, pada bagian masing-masing terdapat lingkaran 39 Dalam isi rerongkongan juga terdapat iluminasi yang bersifat instrumental berupa grafis lingkaran yang terdapat pada sisi-sisi kerangka rerongkong yang berwarna merang terang. Selain itu, grafis berupa spiral ganda terdapat pada sisi-sisi pinggir kerangka rerongkong yang memiliki warna kuning.40

Gambar 4.9: Tampilan Iluminasi Juz 21 pada Mushaf Al-Qur‟an Al- Bantani Gambar diambil dari dokumen pribadi Deskripsi Sumber Artefak Juz 21: Sumber artefak dari iluminasi pada juz 21 adalah memolo Masjid Singarajan. Memolo terdiri dari tiga bagian: pangkal, tengah dan puncak. Pada bagian pangkal, tengah dan puncak terdapat hias geometri pada mustaka atau memolo dari bahan trakota berbentuk potongan tempurung kelapa yang

39Tubagus Najib Al-Bantani, Panduan Iluminasi & Kaligrafi Al-Qur‟an Mushaf Al- Bantani, 34. 40Tubagus Najib Al-Bantani, Panduan Iluminasi & Kaligrafi Al-Qur‟an Mushaf Al- Bantani, 90.

99 pada puncaknya terdapat semacam lotus. Masjid Singarajan atau Masjid Pangeran Aria Singarajan, terletak di Kampung Singarajan, Kecamatan Pontang. Didirikan oleh keturunan Sultan Banten yang bergelar Pangeran Aria Singarajan yang masih bersaudara dengan Muhammad Rafiuddin (1809- 1813). Pangeran Aria Singarajan masih bersaudara dengan Pangeran Sunyarajan di Tanara yang mendirikan masjid Tanara. Pangeran Aria Singarajanmembangun masjid yaitu di Singarajan dan di Ketiban (sebelah selatan Singarajan).41

Deskripsi Gambar Iluminasi Juz 30: Pada juz 30 dalam Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani, iluminasi terdiri dari dua bagian inti yaitu bagian kerangka rerongkong dan bagian isi rerongkong. Kerangka rerongkong berbentuk empat persegi panjang dengan ukuran lebar 13 cm dan panjang 21,5 cm. Pada juz 30, warna kuning menjadi dasar bagi kerangka rerongkong. Adapun isi rerongkong terdiri dari Tiara, Sayap Tiara, dan Frame Tiara. Tiara berupa iluminasi Qur‟an Banten yang terdapat pada sisi-sisi kerangka rerongkong yang berwarna merah muda. Sayap Tiara berupa ornamen mimbar Masjid Agung Banten yang mengapit Tiara terdapat pada sisi-sisi kerangka rerongkong yang berwarna merah dan kuning. Sedangkan frame Tiara berupa hias mimbar Masjid Caringin yang terdapat pada sisi-sisi kerangka rerongkong yang berwarna merah muda.42 Adapun hias mimbar Masjid Caringin berbentuk sulur-sulur daun.43

41Tubagus Najib Al-Bantani, Panduan Iluminasi & Kaligrafi Al-Qur‟an Mushaf Al- Bantani, 34. 42Tubagus Najib Al-Bantani, Panduan Iluminasi & Kaligrafi Al-Qur‟an Mushaf Al- Bantani, 108. 43Tubagus Najib Al-Bantani, Panduan Iluminasi & Kaligrafi Al-Qur‟an Mushaf Al- Bantani, 43.

100

Dalam isi rerongkong juga terdapat iluminasi yang bersifat instrumental berupa grafis lingkaran terdapat pada sisi-sisi kerangka rerongkong yang berwarna merah terang. Selain itu, grafis berupa spiral ganda yang terdapat pada sisi-sisi pinggir kerangka rerongkong yang berwarna kuning.44

Gambar 4.10: Tampilan teks iluminasi juz 30 pada Mushaf Al- Qur‟an Al-Bantani Gambar diambil dari dokumen pribadi Deskripsi Sumber Artefak Juz 30: Sumber artefak dari iluminasi pada juz 30 adalah iluminasi naskah Al- Qur‟an Banten. Iluminasi yang ditampilkan berupa padma atau gunungan dan terdapat hias Golden Germ dan hias bilik.45

44Tubagus Najib Al-Bantani, Panduan Iluminasi & Kaligrafi Al-Qur‟an Mushaf Al- Bantani, 108. 45Tubagus Najib Al-Bantani, Panduan Iluminasi & Kaligrafi Al-Qur‟an Mushaf Al- Bantani, 43.

101

C. Relevansi Mushaf Al-Qur’an Al-Bantani dalam Perkembangan Mushaf di Indonesia Pada bab di atas sudah dideskripsikan beberapa iluminasi yang terdapat dalam Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani beserta sumber artefak yang menjadi bukti konkret dalam melakukan penelitian. Iluminasi yang ada dalam Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani bersifat empiris karena telah dilakukan berbagai macam penelitian dan kajian terhadap artefak yang menjadi pendasaran pembuatan iluminasi. Pada bab ini akan dideskripsikan relevansi Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani dalam perkembangan Mushaf di Indonesia. Tidak hanya itu, bab ini juga akan melihat relevansi iluminasi yang ada dalam Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani dalam perkembangan mushaf beriluminasi di Indonesia. Relevansi Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani dalam perkembangan mushaf di Indonesia paling tidak harus dilihat dari motif inisiatif pembuatan mushaf. Syibli Sarjaya mengatakan bahwa pembuatan Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani tidak terlepas dari maraknya pembuatan mushaf Al-Qur‟an yang diadakan oleh setiap daerah di Indonesia.46 Daerah seperti Jakarta (1995), Jawa Barat (1997), Kalimantan Barat (2002), Yogyakarta (2011), dan daerah lain di Indonesia, membuat mushaf kedaerahan. Mushaf kedaerahan yang disebutkan tersebut membuat pemerintah Provinsi Banten menghendaki terciptanya pembuatan mushaf yang berasal dari khazanah intelektualitas khas Banten. Mushaf yang ditulis ini akan menjadi ciri sekaligus petanda bahwa daerah Banten memiliki mushaf Al-Qur‟an tersendiri seperti daerah- daerah lain. Hal ini bukan berarti daerah Banten hanya sekadar mengikuti trend penulisan mushaf yang berbasis pada kearifan lokal, namun lebih pada usaha mengukuhkan eksistensi dan identitas keislaman masyarakat Banten.

46Wawancara dengan ketua tim penulisan Al-Qur‟an Mushaf Al-Bantani, Syibli Syarjaya, pada 12 Juni 2020.

102

Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani menandakan arah kecenderungan masyarakat yang religius, yang menjadikan Al-Qur‟an sebagai bacaan utama dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian eksistensi keislaman masyarakat Banten tidak dapat diragukan lagi. Selain itu, Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani memberi identitas dan warna khusus bagi Banten dan masyarakatnya bahwa corak keagamaan yang diyakininya dapat terangkum dalam kerangka pemikiran mushaf Al-Qur‟an. Pengukuhan identitas dengan melalui penulisan mushaf sangat penting untuk menggambarkan bahwa Islam diterima oleh masyarakat dengan sempurna, bukan Islam yang hanya sekadar diamalkan hanya pada aspek lahir atau hanya kulitnya saja. Pendapat terakhir yang disebutkan ini seperti dikemukakan oleh peneliti Barat seperti Clifford Geertz47 dan Niels Murder48 yang berkesimpulan bahwa corak keagamaan masyarakat di Indonesia, khususnya pada masyarakat Jawa, bersifat sinkretik dalam pengertian sering menyampuradukan antara tradisi Islam dan tradisi yang berasal dari daerah lokal. Dengan adanya penulisan Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani, seakan hendak mengatakan bahwa corak keislaman masyarakat Banten sesuai dengan Al-Qur‟an. Penulisan mushaf yang terbilang massif di wilayah di Indonesia, yang kemudian juga diikuti oleh Banten, bisa dilihat dari perspektif bangkitnya semangat keagamaan masyarakat di Indonesia yang semakin tinggi. Pengamalan Islam semakin sempurna seiring dengan praktek keagamaan Islam masyarakat yang semakin intens dan benar. Legalitas dari praktek keagamaan dapat dilihat dari sejauh mana praktek yang diamalkan dalam masyarakat sesuai dengan kaidah Islam yang ada di dalam Al-Qur‟an maupun hadis Nabi Saw. Semakin sesuai dengan ajaran Islam yang ada

47Clifford Geertz, Agama Jawa: Abangan, Santri, Priyayi dalam Kebudayaan Jawa (Depok: Komunitas Bambu, 2014). 48Niels Mulder, Agama, Hidup Sehari-hari dan Perubahan Budaya (Jakarta: Gramedia, 1999).

103 dalam Al-Qur‟an dan hadis maka semakin tinggi keislaman dari seseorang. Pandangan ini dikuatkan lagi dengan mudahnya masyarakat mengakses sumber keagamaan seperti Al-Qur‟an, dengan diproduksi secara massal, maka pemahaman masyarakat tentang Islam akan lebih sempurna dan komprehensif. Konteks yang menyertai penulisan Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani tidak dapat mengabaikan literasi di tengah masyarakat. Data statistik tentang masyarakat Banten yang didapatkan dari keterangan laporan distribusi mushaf dari Kementerian Agama Provinsi Banten menunjukan bahwa pendistribusian mushaf di tengah masyarakat Banten masih dibilang kurang atau tidak proporsional dengan jumlah masyarakatnya. Jumlah ideal yang diharapkan adalah setiap rumah tangga paling tidak harus memiliki satu Al- Qur‟an di dalamnya.49 Apabila hal tersebut tidak terealisasi maka literasi dalam masyarakat tentang Al-Qur‟an terbilang sangat rendah. Keadaan demikian yang memacu upaya untuk diadakannya penulisan Mushaf Al- Qur‟an Al-Bantani oleh pemerintah dan ulama. Banten, sebagai daerah yang sudah dikenal menjadi basis penyebaran agama Islam semenjak abad 16 M.,50 harus tetap mempertahankan esksistensi dan nama baiknya di tengah wacana perkembangan penyebaran agama Islam di Indonesia. Semakin banyak Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani yang sampai kepada masyarakat, maka akan berdampak meningkatnya semangat keagamaan di tengah masyarakat. Hubungan antara penulisan Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani dengan gairah keagamaan masyarakat dapat terjalin erat karena adanya kepedulian untuk menjadikan mushaf Al-Qur‟an sebagai bagian integral dari kehidupan masyarakat. Al-Qur‟an sebagai bacaan suci umat Islam sudah selayaknya

49Secara rinci dapat dilihat dari laporan keluar masuk Mushaf Al-Bantani pada tahun 2012, 2013 dan 2014. Tim Penyusun Laporan, Laporan Keluar Masuk Mushaf Al- Bantani tahun 2012, 2013, dan 2014 (Serang: Kementerian Agama, 2014). 50Nina H. Lubis, Banten dalam Pergumulan Sejarah (Jakarta: LP3ES, 2003).

104 menjadi panutan dan tuntunan bagi setiap muslim dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. Kebangkitan penulisan mushaf di wilayah Indonesia menjadi angin besar bagi orang yang hendak menghidupkan ranah keagamaan ke tingkat masyarakat pedesaan yang notabene masih banyak memerlukan pendampingan keagamaan. Al-Qur‟an sebagai bacaan mulia, tidak hanya sebatas bacaan untuk kalangan elit saja, tapi bacaan untuk semua kalangan tanpa memandang status dan pekerjaan. Kepedulian dan kesadaran masyarakat dalam membaca Al-Qur‟an, menjadi misi utama dalam penulisan Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani. Semakin banyak masyarakat yang membaca Al-Qur‟an, maka masyarakat akan semakin memahami esensi menjadi seorang muslim dan menjadi masyarakat yang peduli akan agamanya. Penulisan Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani juga dapat dikaitkan dengan kebangkitan intelektualitas masyarakat di Indonesia. Kebangkitan intelektualitas masyarakat dengan cara mengenalkan ajaran fundamental dari Al-Qur‟an bukan merupakan hal yang baru. Bahkan hal ini sering dipraktekan oleh pada pemikir seperti Jamal al-Din al-Afghani, Muhammad „Abduh dan Rashid Rida. Dalam melakukan gerakan pembaruan dalam bidang intelektual, mereka menganjurkan masyarakat untuk mempelajari secara mendalam dan mendetail tentang isi kandungan Al-Qur‟an.51 Kandungan ayat Al-Qur‟an dijadikan oleh pemikir tadi sebagai basis melakukan gerakan pembaruan Islam. Dalam kaitannya dengan kebangkitan intelektualitas di Banten dengan cara upaya penulisan Mushaf Al-Qur‟an Al- Bantani adalah diharapkan dengan adanya mushaf ini maka masyarakat akan dapat mengamalkan isi atau kandungan Al-Qur‟an secara sempurna. Masyarakat akan menjadi insan yang berkembang secara intelektual maupun

51Harun Nasution, Pembaharuan Pemikiran dalam Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 2010).

105 dapat menjadi agen perubahan seperti yang dikatakan al-Afghani, apabila menghayati Al-Qur‟an dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Faktor yang menyebabkan pembacaan terhadap Al-Qur‟an dapat menyebabkan orang yang membacanya menjadi pribadi yang baik dan berintelek adalah terdapat pada ruh atau spirit yang ditimbulkan dari Al- Qur‟an.52 Penulisan Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani pengacu pada spirit yang ada dalam Al-Qur‟an yang dapat mengubah seseorang menjadi pribadi yang lebih baik. Kemampuan intelektualitas seseorang dapat meningkat apabila membaca Al-Qur‟an. Pembacaan Al-Qur‟an tidak hanya sekadar membaca seperti biasa namun pada mendapatkan inspirasi berupa ilmu pengetahuan yang ada di dalam Al-Qur‟an. Masyarakat Banten, sebagai masyarakat yang religius53 diharapkan memperoleh manfaat dari adanya Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani. Kegiatan intelektualitas seputar keagamaan terus dikembangkan dalam naungan Al- Qur‟an. Pada hakikatnya Islam mengajarkan supaya manusia terus selalu mengembangkan daya intelektualnya dengan cara terus membaca dan menghayati alam sekitarnya. Dengan cara seperti itu maka masyarakat Banten akan lebih dalam memahami dan menghayati ajaran agama Islam. Selain memiliki relevansi dan urgensi dari penulisan Mushaf Al- Bantani dilihat dari posisi strategis perkembangan mushaf di Indonesia, Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani juga memiliki relevansi apabila dikaitkan dengan iluminasi yang ada di dalamnya. Iluminasi merupakan hal yang unik

52Forum Ilmiah Festival Istiqlal II, Ruh Islam dalam Budaya Bangsa: Konsep Estetika 5, 18-19. 53Masyarakat Islam Banten dalam tardisi keislaman di Indonesia pada masa lalu dikenal lebih sadar diri dibandingkan dengan daerah lainnya di Jawa. Selain itu, Banten pernah menjadi pusat kerajaan Islam juga dikenal penduduknya sanggat taat beragama. Lihat Hasani Ahmad Said, “ Islam dan Budaya di Banten: Menelisik Tradisi Debus dan Maulid”, Kalam: Jurnal Studi Agama dan Pemikiran Islam, vol.10, no. 1, (Juni 2016), 117.

106 dikaji dalam Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani. Iluminasi bukan hanya sekadar untuk kepentingan asesoris yang tidak memiliki arti, namun lebih dalam lagi dari pembuatan iluminasi dalam Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani adalah adanya beberapa relevansi dan urgensi yang tidak kalah menarik. Beberapa hal yang dapat ditelisik dari relevansi dan urgensi dari adanya iluminasi adalah mengingatkan masyarakat tentang pentingnya mempelajari khazanah budaya lokal dan pentingnya mempelajari nilai-nilai hakiki agama serta hubungannya dengan kebudayaan. Relevansi pertama yang perlu dikemukakan di sini adalah iluminasi dalam Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani berguna sebagai media pengingat masyarakat tentang pentingnya mempelajari khazanah budaya lokal. Kebudayaan dan bahkan peradaban yang ada di Banten tidak dapat dipandang sebelah mata. Hal ini karena ada beberapa kebudayaan yang menandakan kedigdayaan Banten sebagai wilayah Islam yang memainkan peranan penting bagi perkembangan Islam di Indonesia. Iluminasi yang ditampilkan dalam Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani merupakan hasil seni, estetika, budaya, yang berasal dari kebudayaan Banten yang sudah maju. Kebudayaan yang ada di Banten berjumlah sangat banyak dengan ditemukannya beragam artefak peninggalan Kesultanan Banten54 yang sudah terbukti keautentikannya. Ketika melihat iluminasi Mushaf Al-Qur‟an Al- Bantani, maka pembaca akan melihat keragaman kebudayaan yang ada di wilayah Banten. Iluminasi yang beragam tersebut mengingatkan kepada

54 Ragam artefak ini merupakan peninggalan sejarah kesultanan Banten yang dapat ditemukan dalam bangunan-bangunan bekas istana kerajaan dan bangunan lainnya seperti Keraton Surosowan, Keraton Kaibon, Masjid Pacinan tinngi, Masjid Kasunyatan, Masjid Caringin, makam sultan Banten, dan lain-lain. Masjid-Masjid dan bangunan tersebut tidak terlepas dari pengaruh religius (Hinduisme dan Islam) dan adanya akulturasi negara-negara lain seperti Belanda, Cina dan Gujarat. Pembahasan tentang kebudayaan peninggalan Banten ini dapat dibaca dalam Hasani Ahmad Said, “ Islam dan Budaya di Banten: Menelisik Tradisi Debus dan Maulid”, Kalam: Jurnal Studi Agama dan Pemikiran Islam, vol.10, no. 1, (Juni 2016), 116.

107 masyarakat bahwa mempelajari budaya lokal dengan segala kearifan yang tersimpan di dalamnya perlu mendapat kajian yang proporsional dari berbagai macam kalangan. Sedangkan relevansi kedua yang tidak kalah pentingnya adalah iluminasi dalam Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani mengingatkan masyarakat tentang pentingnya mempelajari nilai-nilai hakiki dari suatu agama serta hubungannya dengan kebudayaan. Hubungan antara agama dan budaya dalam alam pikir masyarakat Banten merupakan entitas yang bersinergi dan tidak patut untuk dipertentangkan. Dalam agama Islam, legalitas dari tradisi (adat), budaya dan kebiasaan masyarakat lokal mendapat posisi khusus. Islam tidak menghendaki tercerabutnya akar tradisi dari masyarakat Islam. Dalam kaitannya dengan masyarakat Banten, dengan mengambil kasus goresan iluminasi Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani, dapat dilihat kesesuaian antara unsur-unsur agama dengan budaya lokal. Unsur agama adalah tulisan Al-Qur‟an yang dipercaya berasal dari Allah yang bersifat suci, sedangkan unsur budaya adalah gambar-gambar iluminatif yang diletakan di sisi-sisi tulisan Al-Qur‟an. Dengan kata lain sesuatu yang sakral (ayat Al-Qur‟an) dapat berdiri seiringan dengan unsur yang profan (iluminasi). Setelah menjelaskan tentang relevansi Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani, sekarang penulis akan mendeskripsikan kontribusi Mushaf Al-Qur‟an Al- Bantani dalam perkembangan mushaf di Indonesia. Adapun kontribusi Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani dapat mencakup empat hal, yaitu; pertama, Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani dapat dijadikan sebagai rujukan penulisan dan pengkajian naskah Al-Qur‟an di Indonesia, kedua, menjadi inovasi baru dari varian penulisan Al-Qur‟an dengan menggunakan iluminasi yang berasal dari khazanah lokal berupa artefak atau manuskrip, ketiga, penulisan Mushaf Al- Qur‟an Al-Bantani sebagai upaya mewujudkan motto pemerintah Provinsi Banten yaitu “Iman dan Takwa”, dan keempat, Mushaf Al-Qur‟an Al-

108

Bantani dilihat sebagai upaya memperlihatkan adanya perkembangan studi mushaf Al-Qur‟an di Indonesia, khususnya mushaf daerah. Kontribusi pertama Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani adalah dapat dijadikan sebagai rujukan penulisan dan pengkajian naskah Al-Qur‟an di Indonesia. Syibli Syarjaya, ketua tim penulisan Mushaf Al-Qur‟an Al- Bantani, mengatakan bahwa setelah penulisan dan pencetakan Mushaf Al- Qur‟an Al-Bantani banyak individu atau kelompok dari kalangan intelektual, pengkaji, peneliti maupun dari pihak pemerintah daerah yang melakukan studi banding ke Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Banten dan kantor Kementerian Agama Provinsi Banten. Studi Banding tersebut bertujuan untuk menanyakan bagaimana penulisan Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani dari proses penelitian sampai pada proses distribusi ke masyarakat. Selain itu, studi banding yang dilakukan daerah lain juga sering menanyakan tentang asal-usul pemberian iluminasi dalam Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani sampai menjadi iluminasi yang khas Banten.55 Pernyataan dari Syarjaya, seperti diungkapkan di atas, menunjukan bahwa dengan adanya Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani menjadi magnet bagi peneliti mushaf di Indonesia untuk berpacu melakukan penulisan mushaf di daerah masing-masing.56 Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani dijadikan sebagai contoh bagi model penulisan mushaf yang berbasis pada kearifan lokal. Dengan kata lain, penulisan mushaf yang akan dilakukan di daerah lain

55Wawancara dengan ketua tim penulisan Al-Qur‟an Mushaf Al-Bantani, Syibli Syarjaya, pada 12 Juni 2020. 56Mushaf daerah yang terlebih dahulu lahir daripada Mushaf Al-Bantani seperti Mushaf Istiqlal, Mushaf Al-Tin, Mushaf Jawa Barat, Mushaf Yogyakarta, Mushaf Cirebon. Pembahasan tentang mushaf tersebut dapat dibaca dalam Lenni Lestari, “Mushaf Al-Qur‟an Nusantara: Perpaduan Islam dan Budaya Lokal”, Jurnal At-Tibyan, vol. I, no. 1 (2016), 193, Asep Saefullah, “Ragam Hias Mushaf Kuno”, Jurnal Lektur Keagamaan, vol 5, no I, (2007), 44-45, Billy Muhammad Rodibillah, dkk. “Sejarah Penulisan Al-Qur‟an Mushaf Sundawi di Bandung Tahun 1995-1997”, Historia Madania, 48, Mahmud Buchari, dkk. “Al-Qur‟an Manuskrip Mushaf Untuk mengenang Almh. Ibunda Hjh. Fatimah Siti Hartinah Soeharto”. (Jakarta: Kharisma, 1999), 9.

109 merujuk pada gaya dan keindahan Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani dilihat dari berbagai aspek seperti aspek kaligrafi dan iluminasi. Daerah di Indonesia yang hendak membuat mushaf Al-Qur‟an mendapat inspirasi yang tidak sedikit dari gaya penulisan Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani. Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani juga dijadikan sebagai bahan kajian dari berbagai kalangan. Informasi yang didapatkan dari Syarjaya mengindikasikan bahwa Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani menjadi magnet bagi para peneliti mushaf di Indonesia untuk melakukan penelitian tentang mushaf kedaerahan seperti yang dilakukan oleh MUI dan pemerintah Provinsi Banten. Dengan demikian Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani menjadi rujukan para pengkaji baik dari wilayah Banten maupun luar Banten.57 Dampak dari menjadikan Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani sebagai pusat kajian bagi para peneliti mushaf di Indonesia adalah tereksposnya Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani, sebagai khazanah intelektual asli Banten ke berbagai kalangan. Penulisan Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani juga diharapkan melahirkan kajian-kajian lainnya yang berkaitan dengan penulisan mushaf di Indonesia, khususnya penelitian yang terkait dengan seluk beluk penulisan mushaf dilihat dari segi kaligrafi maupun iluminasi yang membingkai tulisan dalam mushaf. Kontribusi kedua, Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani adalah menjadi inovasi baru dari varian penulisan Al-Qur‟an dengan menggunakan iluminasi yang berasal dari khazanah lokal berupa artefak atau manuskrip. Menerapkan hasil kajian yang berasal dari artefak dan manuskrip ke dalam penulisan mushaf, belum pernah dilakukan dalam sejarah penulisan mushaf di Indonesia. Tubagus Najib mengatakan bahwa Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani merupakan contoh pertama yang menerapkan hasil kajian yang berasal dari

57Pembahasan tentang Mushaf Al-Bantani pada aspek kaligrafi dan iluminasi pernah dibahas dalam Annabel Teh Gallop & Ali Akbar, “The Art of the Qur‟an in Banten: Callighraphy and Illumination”, Archipel, Vol.72, (2006), 95-156.

110 artefak yang ditemukan di daerah Banten kemudian dijadikan sebagai bahan pembuatan iluminasi. Iluminasi yang ada dalam Mushaf Al-Bantani merupakan autentik atau asli berasal dari nilai-nilai lokal dari Banten dan tidak menyertakan unsur dari luar Banten.58 Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani menjadi pelopor penulisan mushaf di Indonesia yang menyertakan unsur artefak dan manuskrip. Daerah-daerah lain yang terdapat banyak artefak ditemukan dan terdapat manuskrip yang sangat banyak dan kaya, dapat meniru tradisi penulisan mushaf seperti yang dilakukan dalam Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani. Artefak dan manuskrip sebagai bagian dari peninggalan pusaka yang menyimpan banyak sejarah di dalamnya dapat menjadi inspirasi penerapan iluminasi di dalam Al-Qur‟an. Iluminasi yang akan diterapkan sedapat mungkin berasal dari daerah di mana Al-Qur‟an akan ditulis misalnya dari daerah Sumatra, Kalimantan, Maluku atau Papua. Setiap daerah pasti memiliki ciri kedaerahan yang membedakan dengan daerah lain. Unsur yang menjadikan berbeda tersebut seperti bentuk artefak, manuskrip atau bentuk peninggalan bersejarah lainnya dapat digunakan sebagai bahan inspirasi pembuatan mushaf. Iluminasi berupa artefak dan manuskrip dalam Mushaf Al-Qur‟an Al- Bantani memberi kontribusi nyata bagi penulisan mushaf di Indonesia berupa menerapkan gambar-gambar abstraksi dalam tulisan Al-Qur‟an dalam rangka menambah unsur estetis di dalamnya. Unsur estetis menjadi unsur penting sebagai daya tarik pembacaan Al-Qur‟an.59 Dengan merujuk pada iluminasi yang ada dalam Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani, maka penulisan mushaf di Indonesia dengan penyertakan unsur iluminasi di dalamnya bisa menerapkan khazanah unsur lokal di dalam tulisan Al-Qur‟an sebagai unsur estetis yang

58Tubagus Najib Al-Bantani, dkk (peny.), Iluminasi & Kaligrafi Al-Qur‟an Mushaf Al-Banntani (Serang: MUI Prov Banten, 2010), iii. 59Tubagus Najib Al-Bantani, dkk (peny.), Iluminasi & Kaligrafi Al-Qur‟an Mushaf Al-Banntani, 86.

111 membingkai tulisan Al-Qur‟an. Jadi iluminasi yang ada dalam mushaf tidak berasal dari copy-an iluminasi dari daerah luar, melainkan menjadikan iluminasi berasal murni dari daerah sendiri yang mempunyai nilai sejarahnya sendiri. Adapun kontribusi Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani ketiga adalah penulisan Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani sebagai upaya mewujudkan motto pemerintah Provinsi Banten yaitu “Iman dan Takwa”. Pemerintah Provinsi Banten memiliki motto yaitu untuk menjadikan kehidupan masyarakatnya bersifat religius, mengerti masalah keagamaan dan melakukan aktivitas sehari-hari dengan berlandaskan nilai-nilai agama. Hubungan antara penulisan Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani dengan motto tersebut adalah sebagai upaya menyebarkan kepada masyarakat luas tentang pentingnya nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari. Mushaf Al-Qur‟an Al- Bantani memiliki kontribusi yang tidak sedikit dalam menerjemahkan keinginan pemerintah untuk menjadikan masyarakat Banten sebagai masyarakat yang religius, melakukan segala sesuatu berlandaskan iman dan taqwa kepada Allah. Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani sudah didistribusikan kepada masyarakat sebanyak 96.000 mushaf pada tahun 2012, 98.380 mushaf pada tahun 2013 dan 65.000 mushaf pada tahun 2014. Jadi selama tiga tahun mendistribusian Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani, pemerintah sudah mendistribusikan 259.380 mushaf kepada masyarakat Banten. Pendistribusian mushaf tersebut secara kumulatif disebarluaskan ke berbagai macam yayasan atau pondok pesantren, taman pendidikan Al-Qur‟an, sekolah atau madrasah, kantor pemerintahan, dan tokoh masyarakat. Pendistribusian Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani, turut serta dalam

112 menyebarkan gagasan literasi keagamaan di kalangan masyarakat secara luas.60 Sedangkan kontribusi Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani keempat adalah Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani dilihat sebagai upaya memperlihatkan adanya perkembangan studi mushaf Al-Qur‟an di Indonesia, khususnya mushaf daerah. Perkembangan dalam studi mushaf Al-Qur‟an, seperti dikatakan Eva Nugraha, sebaiknya tidak dianggap selesai dengan kodifikasi Al-Qur‟an dan penyempurnaan tanda baca pasca sahabat „Utsmān bin „Affān.61 Studi mushaf Al-Qur‟an sebaliknya terus berlanjut sampai kapan pun dengan adanya penulisan dan penyalinan mushaf daerah yang dilakukan di banyak tempat di belahan dunia Islam. Dalam konteks penulisan mushaf di Indonesia, penulisan Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani merupakan upaya memperlihatkan bahwa studi tentang mushaf di Indonesia tidak terhenti atau stagnan, namun terus berlanjut dan dinamis. Dinamisasi yang hendak ditunjukan dalam penulisan Mushaf Al- Qur‟an Al-Bantani adalah terdapat varian baru dalam pembuatan iluminasi dalam mushaf. Iluminasi dalam Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani berasal dari kajian artefak dan manuskrip yang ada di Banten. Dengan demikian, studi tentang mushaf di Indonesia selalu dinamis karena selalu mendapatkan inspirasi baru yang dapat memperkaya studi ilmu Al-Qur‟an lainnya. Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani juga merupakan usaha untuk menjaga keautentikan atau keaslian Al-Qur‟an di Indonesia. Bentuk penjagaan keaslian Al-Qur‟an dari zaman Nabi Muhammad dan para sahabatnya sampai pada masa sekarang dilakukan dengan cara tashih. Adapun lembaga tashih di

60Tentang pendistribusian Mushaf Al-Bantani dapat dilihat secara rinci dalam laporan keluar masuk Mushaf Al-Bantani pada tahun 2012, 2013 dan 2014. Tim Penyusun Laporan, Laporan Keluar Masuk Mushaf Al-Bantani tahun 2012, 2013, dan 2014 (Serang: LPTQ Provinsi Banten, 2014). 61Eva Nugraha, “Komodifikasi dan Sakralitas Kitab Suci: Studi Kasus Usaha Penerbitan Mushaf Al-Qur‟an di Indonesia Kontemporer”, Disertasi (Jakarta: Sps UIN Jakarta, 2018), 6.

113

Indonesia berada di tangan Lajnah Pentashih Al-Qur‟an (LPQ), Kementerian Agama. Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani telah ditashih oleh LPQ dan telah dinyatakan uji kevalidan dan keautentikan sebagaimana standar Mushaf „Utsmāni yang berkembang di Indonesia. Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani merupakan usaha untuk terus melestarikan tradisi penulisan mushaf di dunia Islam dan di Indonesia, yaitu untuk menjaga keaslian Al-Qur‟an.

114

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan Penelitian ini berkesimpulan sebagai berikut: Perumusan Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani berawal dari munculnya gagasan masyarakat Banten yang dicetuskan pada tahun 2007, untuk pembuatan mushaf beriluminasi yang menggambarkan khazanah budaya lokal Banten. Gagasan masyarakat Banten tersebut mengerucut menjadi inisiatif konkrit yang diambil MUI Provinsi Banten. Perumusan berlangsung di wilayah Banten dan dilakukan oleh sejumlah tokoh baik dari kalangan pemerintah, ulama, akademisi, dan lainnya yang berasal dari Banten sendiri. Sementara rancang bangun proses penulisan Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani berlangsung pada bulan Maret hingga Juli 2010 di Pamulang Tangerang Selatan, setelah tahap penelitian iluminasi telah dilakukan pada tahun 2009. Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani ditulis oleh para kaligrafer handal (Putra daerah Banten) yang telah direkrut oleh Dewan Pimpinan MUI Banten dengan kriteria tertentu. Secara keseluruhan pembuatan manuskrip Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani meliputi konsepsi pembuatan, pembentukan iluminasi frem, pewarnaan pada iluminasi, penulisan kaligrfi secara manual, perancangan dan penyempurnaan, pembuatan desain final, editing, installing khat dan iluminasi, dan proses duplikat atau produksi. Iluminasi dalam Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani merupakan bentuk ejawantah dari artefak yang ditemukan di daerah Banten kemudian dikemas, digambar ulang dan diterapkan menjadi kerangka-kerangka yang berisi Tiara dan frem Tiara. Iluminasi tersebut seluruhnya berjumlah 30 buah dalam bentuk artefak sebanyak 29 buah dan dalam bentuk manuskrip sebanyak 1

115 116 buah. Iluminasi dapat ditemukan pada setiap juz dalam Al-Qur‟an yang membentang dari awal juz satu sampai akhir juz ketiga puluh. Iluminasi dalam Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani tidak sekadar memiliki tujuan untuk menghadirkan efek estetis pada tulisan Al-Qur‟an tetapi memiliki ungkapan religuisitas di dalamnya. Relevansi Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani dalam perkembangan mushaf di Indonesia dilihat sebagai bentuk kontinuitas penulisan Al-Qur‟an mushaf di Indonesia yang gencar dilakukan pada awal abad 21 yang berbasis pada kearifan lokal. Sehingga turut mengukuhkan eksistensi dan identitas keislaman masyarakat Banten. Selain itu, dengan adanya Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani mengindikasikan adanya perkembangan yang maju dalam masyarakat terutama dalam bidang keagamaan dan intelektualitas. Dari segi adanya perkembangan keagamaan, masyarakat dapat memanfaatkan Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani untuk meningkatkan paham dan praktek keagamaan yang sesuai dengan tuntunan yang diajarkan dalam Al-Qur‟an. Sedangkan dari segi adanya perkembangan intelektualitas, masyarakat dapat meningkatkan literasi terhadap khazanah keislaman yang ada di wilayah Banten. Dengan demikian tradisi intelektualitas masyarakat Banten dapat berkembang dengan adanya penulisan Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani.

B. Saran-Saran Penelitian ini hanya sebatas mengkaji tentang unsur iluminasi dalam Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani dan relevansinya dengan perkembangan mushaf di Indonesia. Penelitian ini hanya sampai pada penemuan tujuan dari pembuatan iluminasi dan tidak sampai pada implikasi iluminasi dalam Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani kepada masyarakat Banten. Perlu diadakan penelitian lanjutan yang terkait dengan sikap masyarakat Banten terhadap iluminasi yang ada dalam mushaf.

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Zainal. “Eksistensi Al-Qur‟an Pusaka dalam Perkembangan Mushaf Indonesia”. Journal Of Qur‟an and Hadith Studies, vol 8, no. 2, (Juli- Desember 2019).

Akbar, Ali. “Mushaf Jakarta”, diakses 28 Mei 2020, http://quran- nusantara.blogspot.com/2012/05-mushaf. ______, “Mushaf Kalimantan Barat”, diakses 28 Mei 2020, http://quran- nusantara.blogspot.com/2012/05-mushaf.

______, “Mushaf Keraton Yogyakarta”, diakses 28 Mei 2020, http://quran- nusantara.blogspot.com/2012/09-mushaf.

______, “Pencetakan Mushaf Al-Qur‟an di Indonesia”. Suhuf, vol. 4, no.2, (2011).

Andeska, Niko, dkk. “Inventarisasi Ragam Hias Aceh Pada Iluminasi Mushaf Al-Qur‟an Kuno Koleksi Pedir Museum di Banda Aceh”, Gorga Jurnal Seni Rupa, vol. 08, no. 02, (2019).

Arifin, M. Zaenal. Khazanah Ilmu Al-Qur‟an. Tangerang: Penerbit Yayasan Masjid At-Taqwa, 2018.

Baehaki, Kiki Ahmad. “Representasi Seni Nusantara dalam Iluminasi Al- Qur‟an Mushaf Attin”, Tesis. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia, 2012.

Bafadal, Fadhal AR dan Rosehan Anwar. Mushaf-mushaf Kuno Indonesia. Jakarta : Puslitbang Lektur Keagamaan Badan Litbang Agama dan Diklat Keagmaan Departeman Agama RI, 2005.

117 118

Buchari, Mahmud dkk. “Al-Qur‟an Al-Karim: Manuskrip Mushaf Untuk Mengenang Almh. Ibunda Hj. Fatimah Siti Hartinah Soeharto”. Jakarta: Kharisma, 1999.

Budi, Arifin Setya. “ Iluminasi Naskah Jawa Kuno: Kajian Estetik Simbolik Ragam Hias Pada Serat Pakuwon.” Skripsi (Semarang: Universitas Negeri Semarang, 2016).

Bungin, H.M. Burhan. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial lainnya. Jakarta: Kencana, 2005.

Chambert-Loir, Henri dan Oman Fathurahman. Khazanah naskah: Panduan Naskah-naskah Indonesia Sedunia. Jakarta: Ecole Francaise d‟Extreme-Orient & YOI, 1999.

Denffer, Ahmad Von, Ahmad Nashir Budiman. Ilmu Al-Qur‟an Pengenalan Dasar. Jakarta: CV Rajawali, 1988.

Forum Ilmiah Festival Istiqlal II. Ruh Islam dalam Budaya Bangsa: Konsep Estetika 5. Jakarta: Yayasan Festival Istiqlal, 1996.

Gallop, Annabel Teh & Ali Akbar. “The Art of the Qur‟an in Banten: Callighraphy and Illumination”, Archipel, Vol.72, (2006), 95-156.

Geertz, Clifford. Agama Jawa: Abangan, Santri, Priyayi dalam Kebudayaan Jawa. Depok: Komunitas Bambu, 2014.

Hadi, Abdul W.M.. Hermeneutika, Estetika dan Religiusitas. Jakarta: Sadra Press, 2016.

Hajirun, Makmur dkk,. Sejarah Penulisan Mushaf Al-Qur‟an Nusantara: Satu Kajian Perbandingan Antara Mushaf Istiqlal Indonesia dengan

119

Mushaf Tab‟an Ain al-Taqwa Malaysia. Universiti Pendidikan Sultan Idris, 2016.

Hakim, Abdul. “Al-Qur‟an Cetak di Indonesia: Tinjauan Kronologis Pertengahan Abad ke-19 hingga Awal Abad ke-20”, Suhuf, vol. 5, no. 2 (2012).

Hamid, Abdul. Pengantar Studi Al-Qur‟an. Jakarta: Prenadamedia Group, 2016

Ilmiyah, Mazroatul. “Iluminasi Naskah Mushaf Al-Qur‟an Sunan Giri: Kajian Kodikologis Disertai Analisis Semiotika”, Tesis. Semarang: Universitas Airlangga, 2019.

Jayadi, Hirman. “Perkembangan Mushaf Al-Qur‟an Di Indonesia: Studi Mushaf Al-Qur‟an Tema Perempuan”, Skripsi. Jakarta: Universitas Islam Negeri Jakarta, 2016.

Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an Gedung Bayt Al-Qur‟an dan Museum Istiqlal. Sejarah Penulisan Mushaf Al-Qur‟an Standar Indonesia. Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an, 2013.

Lembaga Pengembangan Tilawatil Qur‟an (LPTQ) Banten, Hasil Survei Melek Huruf Al-Qur‟an dan Indikator Iman-Takwa. Serang: LPTQ Banten, 2017.

Lestari, Lenni. “Mushaf Al-Qur‟an Nusantara: Perpaduan Islam dan Budaya Lokal Nusantara”. Jurnal At-Tibyan, vol. I, no. I (Januari-Juni 2016).

Lubis, Nina H. Banten dalam Pergumulan Sejarah. Jakarta: LP3ES, 2003.

Mamik. Metode Penelitian Kualitatif. Sidoarjo: Zifatama Publisher, 2015.

120

Moleong, Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2016.

Mu‟jizah. Iluminasi dalam Surat-surat Melayu Abad Ke-18 dan Ke-19. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2009.

Mulder, Niels. Agama, Hidup Sehari-hari dan Perubahan Budaya. Jakarta: Gramedia, 1999.

Mustofa, Avi Khuriya. “Variasi dan Simbol dalam Mushaf Manuskrip Al- Qur‟an di Masjid Agung Surakarta (Kajian Filologi)”. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2013.

Najib, Tubagus Al-Bantani, dkk (peny.). Iluminasi & Kaligrafi Al-Qur‟an Mushaf Al-Banntani (Berdasarkan Artefak dan Manuskrip Banten). Serang: MUI Prov Banten, 2010.

______, Tubagus Al-Bantani, dkk (peny.). Panduan Iluminasi & Kaligrafi Al-Qur‟an Mushaf Al-Bantani. Serang: MUI Prov Banten, 2010.

Nashih, Ahmad. “Studi Mushaf Pojok Menara Kudus: Sejarah dan Karakteristik”. Jurnal Nun, vol 3, no. 1, 2017.

Nasution, Harun. Pembaharuan Pemikiran dalam Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 2010.

Nugraha, Eva. ”Living Mushaf: Penelusuran atas Sakralitas Penggunaan Mushaf dalam Keseharian”. Jurnal Ilmu Ushuluddin, Vol. 1, No. 5 (Januari 2013).

121

______, “Komodifikasi dan Sakralitas Kitab Suci: Studi Kasus Usaha Penerbitan Mushaf Al-Qur‟an di Indonesia Kontemporer”, Disertasi. Jakarta: Sps UIN Jakarta, 2018.

Nurtawab, Ervan. “Qur‟anic readings and Malay translation in 18th century Banten Qur‟ans A.51 and W.277”, Indonesia and Malay Word, (2020).

Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2008.

Pitaloka, Sikha Amalia Sandia. “Manuskrip Mushaf Al-Qur‟an Keratn Kacirebonan (Analisis Iluminasi).” Skripsi. Yogyakarta: Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2019.

Rodibillah, Billy Muhammad. “Sejarah Penulisan Al-Qur‟an Mushaf Sundawi di Bandung Tahun 1995-1997”, Skripsi. Bandung: Universitas Islam Negeri Sunan Gunug Djati Bandung, 2018.

Saefullah, Asep. “Ragam Hias Mushaf Kuno Koleksi Bayt Al-Qur‟an dan Museum Istiqlal Jakarta”. Jurnal Lektur Keagamaan, vol. 5, no. I, (2007).

Safari, Achmad Opan. “Iluminasi Naskah Cirebon”. Suhuf, vol. 03, no. 2, 2010.

Said, Hasani Ahmad, “Islam dan Budaya di Banten: Menelisik Tradisi Debus dan Maulid”, Kalam: Jurnal Studi Agama dan Pemikiran Islam, vol.10, no. 1, (Juni 2016).

Suma, Muhammad Amin. Ulumul Qur‟an. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2013.

122

Tim Penyusun Laporan. Laporan Keluar Masuk Mushaf Al-Bantani tahun 2012, 2013, dan 2014. Serang: Kementerian Agama, 2014.

Wawancara dengan anggota Lajnah Pentashihan Al-Qur‟an Kementerian Agama RI. Fahrur Rozi, 14 Juni 2020.

Wawancara dengan ketua tim penulisan Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani. Syibli Syarjaya, pada 12 Juni 2020.

Wawancara dengan ketua MUI Banten. A.M. Romly, pada 30 Maret 2020.

Widianingrum, Arizki. “Mushaf Hafalan Di Indonesia”, Skripsi. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2017.

Wulandari, Desi. “Analisis Ornamen Al-Qur‟an Mushaf Sundawi di Perpustakaan Pusdai Jawa Barat”. Skripsi. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia, 2016.

Lampiran 1

PEDOMAN WAWANCARA

Hari, Tanggal : 12 Juni 2020

Tempat : Ciputat

Yang diwawancarai : Bapak Syibli Syarjaya

Jabatan : Ketua Harian Lembaga Pengembangan Tilawatil Qur‟an (LPTQ) Banten

Peneliti: Bagaimana awal mula munculnya gagasan untuk pembuatan Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani?

Bapak Syibli : Gagasan berasal dari umat Islam Banten, kemudian disampaikan oleh Gubernur Banten. Jadi kita itu memang pada awalnya melihat ada beberapa mushaf yang sudah diterbitkan beberapa daerah seperti Mushaf Istiqlal, Mushaf Al-Tin dan sebagainya. Nah kemudian dalam pertemuan majelis ulama (2008) dikemukakan “apakah tidak dipandang penting kita memiliki Mushaf Al-Bantani?”, dan juga dalam musyawarah dan rapat-rapat gagasan ini dilontarkan kepada masyarakat Banten. mereka merespon bahwa penting bagi kita untuk memiliki Mushaf Al-Bantani. Nah kemudian pada tahun 2007, ada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono safari Ramadhan ke Banten, pada saat itu diinformasikan oleh Gubernur bahwa kita ingin punya Mushaf Al-Bantani. kemudian mulailah digarap penulisan perdananya 02 Februari 2008, dan kemudian selesailah itu setahun, kemudian proses-prosesnya pada tahun 2010 sampai dengan cetak. Penulisan diawali dengan penelitian iluminasi. Iluminasi tersebut melihat kepada artefak- artefak peninggalan sejarah Banten. penelitian itu dilakukan di Perpustakaan Nasional RI, masjid-masjid kuno yang ada di Banten, sampai kita lakukan ke

117 124

Lampung, ada artefak Banten yang tersimpan di sana. Ketua tim penelitinya yaitu Tubagus Najib dengan tim dari IAIN Banten (sekarang UIN), dan juga kerjasama dengan Lembaga Penelitian Masyarakat (LPM). Setelah penelitian, kita pilah-pilah dan dapatkan tiga puluh artefak yang wajar dan pantas untuk dijadikan iluminasi. Kemudian, kita buat kerjasama dengan orang fakultas seni ITB untuk mendesain iluminasinya. Maka tiap juz itu iluminasinya berbeda, antara juz satu, dua, tiga dan seterusnya sampai juz tiga puluh berlainan. Kita juga sertakan dalam mushaf tersebut, pengertian dan narasi dari artefak tersebut yang disebut dengan panduan iluminasi dan kaligrafi Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani.

Peneliti : Bagaimana proses pencetakan Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani?

Bapak Syibli : Prosesnya, pertama kali itu penulisan terlebih dulu. Kita tulis dahulu dalam manuskrip, dan kita undang para khattat Banten yang kebetulan kebanyakan berdomisili di Tangerang. Khattat tersebut termasuk salah satunya Ahmad Tholabi, Dekan Fakultas Syariah UIN Jakata. Setelah para khattat tersebut merampungkan penulisan mushaf, kemudian kita koordinasi dengan Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an untuk pengoreksian mushaf. Dan kita kerjasama dengan Lembaga Pencetakan Al-Qur‟an (sekarang UPQ) Kemenag di Bogor. Mushaf yang telah selesai ditashih oleh lajnah pentashihan, baru kita kirim ke LPQ, dan disitulah dicetak. Pencetakan dilakukan pada tahun 2010 sebanyak tiga ribu eksemplar, 2011 sebanyak seratus ribu eksemplar, 2012 sebanyak seratus ribu eksemplar, 2013 sebanyak seratus ribu eksemplar, dan 2014 sebanyak seratus ribu eksemplar. Kemudian tahun 2015 hingga sekarang kita belum mencetak kembali, karena anggaranya tidak tersedia. Versi cetakan tahun 2010 dan 2011 itu tidak pakai terjemah, baru pada tahun 2012 kita mencetak dengan terjemahnya, karena kita berharap agar masyarakat di samping membaca juga harus mengetahui

125 terjemahnya. Adapun terjemahannya kita kopi copy paste dari terjemahan Departeman Agama Tahun 2002.

Peneliti : Bagaimana Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani disosialisasikan?

Bapak Syibli : Pada tahun 2010 itu mencetak pertama, dan kita launching mushaf ini tepat pada hari HUT Provinsi Banten yang ke-10 yaitu tanggal 04 Oktober 2010. Nah setelah itu, bagaimana sosialisasi ke masyarakat? Kita kerjasama dengan organisasi-organisasi, terutama dengan MUI Banten dan MUI itu punya organisai sampai ke kecamatan, nah kemudian dengan LPTQ dan LPTQ juga punya organisasi sampai ke kecamatan. Kita sosialiasi mushaf disamping kita distribusikan ke beberapa masjid, pondok pesantren, sekolah, lembaga organisasi, dan sebagainya.

126

Lampiran 2

PEDOMAN WAWANCARA

Hari, Tanggal : 14 Juni 2020

Tempat : Ciputat

Yang diwawancarai : Fahrur Rozi

Jabatan : Anggota Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an Kementerian Agama RI

Peneliti : Bagaimana proses pentashihan Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani?

Pak Rozi : Secara keseluruhan, prosesnya itu sudah beberapa tahun yang lalu. Dan prosesnya cukup lama, karena mushaf ini tulisan baru sehingga ditemukan kesalahannya banyak sekali ketika proses pentashihannya. Hampir satu tahun proses pentashihannya hingga sampai diterbitkan. Hal ini standar memang, biasanya kalau mushaf yang tulisannya baru, mulai dari awal itu pentashihannya bisa menghabiskan waktu satu tahun hingga dua tahun, kesalahannya bisa bersih.

Dalam praktiknya, proses tashih mushaf mencakup dua model yaitu: pertama, pentashihan dilakukan oleh seluruh anggota tim Lajnah Pentashihan secara bergantian dan berulang-ulang, setiap halaman Mushaf Al-Bantani yang ditashih, salah satu pentashih membaca mushaf standar sementara yang lainnya mencocokkan dengan ayat al-Qur‟an yang terdapat pada Mushaf Al- Bantani. setiap pentashih yang telah selesai mengoreksi, maka ia memberikan paraf sebagai tanda telah melaksanakan pentashihan. Kemudian yang kedua, adalah tashih sendiri, setiap pentashih mengoreksi halaman Mushaf Al- Bantani masing-masing tanpa disimak bacaanya oleh pentashih lain. Dia baca sendiri, ketika melihat kesalahan, dia mengecek ke mushaf standar. model ini

127 yang sering kali dilakukan untuk mengorekasi Mushaf Al-Bantani, karena lebih hemat waktu dan tenaga.

Peneliti : Berapa orang yang mentashih Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani?

Pak Rozi : semua anggota Lajnah Pentashihan yang jumlahnya 25 orang.

Peneliti : Secara keseluruhan, Mushaf Al-Qur‟an Al-Bantani telah ditashih berapa kali oleh Tim Lajnah Pentashihan?

Pak Rozi : Ya lebih dari seratus kali dibacanya, di Lajnah dibaca segitu dan di tempat pembuatan mushaf ini juga dibaca segitu juga.