“Rumah Bolon” Istana Sang Raja Purba
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa “Rumah Bolon” Istana Sang Raja Purba Wahidah Rahmadhani Bacaan untuk Anak Tingkat SD Kelas 4, 5, dan 6 MILIK NEGARA TIDAK DIPERDAGANGKAN RUMAH BOLON ISTANA SANG RAJA PURBA Wahidah Rahmadhani Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa RUMAH BOLON ISTANA SANG RAJA PURBA Penulis : Wahidah Rahmadhani Penyunting : Wenny Oktavia Ilustrator : Nurul Hayana Penata Letak : Nurul Hayana Diterbitkan pada tahun 2018 oleh: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Jalan Daksinapati Barat IV Rawamangun Jakarta Timur Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Isi buku ini, baik sebagian maupun seluruhnya, dilarang diperbanyak dalam bentuk apa pun tanpa izin tertulis dari penerbit, kecuali daam hal pengutipan untuk penulisan artikel atau karangan ilmiah. PB Katalog Dalam Terbitan (KDT) 398.209 598 1 RAH Rahmadhani, Wahidah r Rumah Bolon Istana Sang Raja Purba/Wahidah Rahmadhani; Penyunting: Wenny Oktavia. Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2018. viii; 51 hlm.; 21 cm. ISBN: 978-602-437-258-3 1. CERITA RAKYAT- SUMATRA 2. KESUSASTRAAN DI SUMATRA 4 SAMBUTAN Sikap hidup pragmatis pada sebagian besar masyarakat Indonesia dewasa ini mengakibatkan terkikisnya nilai-nilai luhur budaya bangsa. Demikian halnya dengan budaya kekerasan dan anarkisme sosial turut memperparah kondisi sosial budaya bangsa Indonesia. Nilai kearifan lokal yang santun, ramah, saling menghormati, arif, bijaksana, dan religius seakan terkikis dan tereduksi gaya hidup instan dan modern. Masyarakat sangat mudah tersulut emosinya, pemarah, brutal, dan kasar tanpa mampu mengendalikan diri. Fenomena itu dapat menjadi representasi melemahnya karakter bangsa yang terkenal ramah, santun, toleran, serta berbudi pekerti luhur dan mulia. Sebagai bangsa yang beradab dan bermartabat, situasi yang demikian itu jelas tidak menguntungkan bagi masa depan bangsa, khususnya dalam melahirkan generasi masa depan bangsa yang cerdas cendekia, bijak bestari, terampil, berbudi pekerti luhur, berderajat mulia, berperadaban tinggi, dan senantiasa berbakti kepada Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu, dibutuhkan paradigma pendidikan karakter bangsa yang tidak sekadar memburu kepentingan kognitif (pikir, nalar, dan logika), tetapi juga memperhatikan dan mengintegrasi persoalan moral dan keluhuran budi pekerti. Hal itu sejalan dengan Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu fungsi pendidikan adalah mengembangkan kemampuan dan membangun watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Penguatan pendidikan karakter bangsa dapat diwujudkan melalui pengoptimalan peran Gerakan Literasi Nasional (GLN) yang memumpunkan ketersediaan bahan bacaan berkualitas bagi masyarakat Indonesia. Bahan bacaan berkualitas itu dapat digali dari lanskap dan perubahan sosial masyarakat perdesaan dan perkotaan, kekayaan bahasa daerah, pelajaran penting dari tokoh-tokoh Indonesia, kuliner Indonesia, dan arsitektur tradisional Indonesia. Bahan bacaan yang digali dari sumber-sumber tersebut mengandung nilai-nilai karakter iii bangsa, seperti nilai religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab. Nilai-nilai karakter bangsa itu berkaitan erat dengan hajat hidup dan kehidupan manusia Indonesia yang tidak hanya mengejar kepentingan diri sendiri, tetapi juga berkaitan dengan keseimbangan alam semesta, kesejahteraan sosial masyarakat, dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Apabila jalinan ketiga hal itu terwujud secara harmonis, terlahirlah bangsa Indonesia yang beradab dan bermartabat mulia. Salah satu rangkaian dalam pembuatan buku ini adalah proses penilaian yang dilakukan oleh Pusat Kurikulum dan Perbukuaan. Buku nonteks pelajaran ini telah melalui tahapan tersebut dan ditetapkan berdasarkan surat keterangan dengan nomor 13986/H3.3/PB/2018 yang dikeluarkan pada tanggal 23 Oktober 2018 mengenai Hasil Pemeriksaan Buku Terbitan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Akhirnya, kami menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada Kepala Pusat Pembinaan, Kepala Bidang Pembelajaran, Kepala Subbidang Modul dan Bahan Ajar beserta staf, penulis buku, juri sayembara penulisan bahan bacaan Gerakan Literasi Nasional 2018, ilustrator, penyunting, dan penyelaras akhir atas segala upaya dan kerja keras yang dilakukan sampai dengan terwujudnya buku ini. Semoga buku ini dapat bermanfaat bagi khalayak untuk menumbuhkan budaya literasi melalui program Gerakan Literasi Nasional dalam menghadapi era globalisasi, pasar bebas, dan keberagaman hidup manusia. Jakarta, November 2018 Salam kami, ttd Dadang Sunendar Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa iv SEKAPUR SIRIH Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas berkat rahmat-Nya buku cerita ini dapat diselesaikan tepat pada waktu yang ditentukan. Rumah Bolon Istana Sang Raja Purba ini menceritakan perjalanan seorang anak bernama Aulia dan keluarganya yang mengunjungi sebuah rumah adat dari suku Simalungun di Provinsi Sumatra Utara. Selain menceritakan keunikan rumah bolon yang sudah berdiri sejak 393 tahun yang lalu, dalam buku ini penulis menyampaikan pesan tentang sikap hidup dalam keluarga dan lingkungan sekitar. Penulis berharap buku ini dapat menumbuhkan kecintaan anak-anak di seluruh nusantara terhadap sejarah dan budaya bangsa serta melahirkan sikap positif dalam kehidupan keluarga dan dalam lingkungan sekitar. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada Kepala Pusat Pembinaan, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Jakarta karena telah memberi kesempatan dan kepercayaan kepada penulis untuk turut serta dalam Gerakan Literasi Nasional 2017. Penulis juga mengucapkan v terima kasih kepada Kepala SMA Negeri 16 Medan atas izin yang diberikan.Terima kasih juga kepada suami dan tiga putri penulis yang selalu menjadi sumber inspirasi dan memberikan dukungan kepada penulis, serta semua pihak yang telah mendukung penulis. Masukan dan kritikan yang sifatnya membangun demi kesempurnaan cerita ini sangat penulis harapkan dari semua pihak yang berkenan membacanya. Medan, Oktober 2018 Wahidah Rahmadhan vi DAFTAR ISI Sambutan ......................................................... iii Sekapur Sirih .................................................... v Daftar Isi ......................................................... vii Salah Jalan ....................................................... 1 Kita Melalui Jalan Ini ........................................ 5 Selamat Datang di Desa Adat! ........................... 7 Sejarah Rumah Bolon ........................................ 11 Kompleks Istana Raja Simalungan ..................... 15 Rumah Bolon .................................................... 27 Ukiran Rumah Bolon .......................................... 39 Pulang, Yuk! ..................................................... 45 Biodata Penulis ................................................. 47 Biodata Penyunting ........................................... 49 Biodata Ilustrator............................................. 50 vii viii Salah Jalan Mimpiku berakhir. Satu seruan yang diucapkan Kak Nisa telah membangunkan aku. Dengan sangat terpaksa aku harus mengakhiri mimpiku. Aku merasa kesal. Kesal sekali. Persoalannya adalah aku sedang bermimpi indah. Aku bermimpi sedang rekreasi dengan teman-teman sekelasku. Tepat saat Kak Nisa membangunkanku, dalam mimpiku kami sedang menikmati air danau yang sejuk. “Dik!” kata Kak Nisa membangunkan aku. “Apa sih, Kak?” jawabku kesal. “Ikut, tidak? Kakak dan mama mau ke toilet nih,” kata Kak Nisa lagi. Masih dengan nada suara kesal, aku bangun dan mengucek mataku. “Kita sudah sampai di mana, Ma?” tanyaku. “Hampir sampai di Kota Pematang Siantar, Nak,” jawab Mama. 1 “Tidak ikut, Kak,” jawabku kepada Kak Nisa sambil merebahkan badanku kembali di jok mobil. “Oke, deh,” kata Kak Nisa sambil turun dari mobil. Namun, tiba-tiba aku melompat dan berteriak, “Ikut, ikut, ikut!” Ya, aku teringat bapak suka kesal kalau mobil belum lama berjalan, lalu kami meminta bapak menghentikan mobil kembali. “Nah, Adek ikut, ‘kan? Tadi dibangunkan mukanya cemberut,” kata Kak Nisa. Aku cuek saja, malah mengalihkan pembicaraan. “Ma, kita sudah sampai di mana?” “Sudah masuk daerah Kabupaten Simalungun. Sebentar lagi kita tiba di Kota Pematang Siantar.” Setelah selesai dari toilet dan membeli beberapa makanan ringan di toko yang ada di SPBU (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum), kami pun kembali ke mobil. Tidak berapa lama bapak juga masuk ke mobil dan kami melanjutkan perjalanan. 2 Sepuluh menit setelah melanjutkan perjalanan mama bertanya kepada bapak, “Kita sudah di mana ini, Pak?” “Hampir sampai di Kota Pematang Siantar.” jawab bapak dengan santai. “Tidak salah? Kok sepertinya jalan yang kita lalui sekarang sama dengan jalan yang kita lalui tadi?” kata mama lagi seperti meragukan jawaban bapak. “Tidak, santai saja di boncengan.” “Salah, Pak. Jalan ini sudah kita lewati.” Mama sedikit memaksakan pendapatnya. “Ah, masa?”