DIKSI DAN CITRAAN DALAM KUMPULAN PUISI SUTRADARA ITU MENGHAPUS DIALOG KITA KARYA SAPARDI DJOKO DAMONO DAN IMPLEMENTASINYA DALAM PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Program Studi Pendidikan Bahasa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Oleh: LUTVIANA NOVITA SARI A310120011

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH 2019

i

ii

iii DIKSI DAN CITRAAN DALAM KUMPULAN PUISI SUTRADARA ITU MENGHAPUS DIALOG KITA KARYA SAPARDI DJOKO DAMONO DAN IMPLEMENTASINYA DALAM PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan latar sosiohistoris dari Sapardi Djoko Damono, menjelaskan penggunaan diksi, penggunaan citraan dalam kumpulan puisi Sutradara Itu Menghapus Dialog Kita karya Sapardi Djoko Damono dan implementasi hasil penelitian pada pembelajaran sastra di SMA. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Sumber data yang diperoleh dari kumpulan puisi Sutradara Itu Menghapus Dialog Kita. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik pustaka, teknik simak dan catat. Teknik analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan pembacaan semiotik, yakni pembacaan heuristik dan hermeneutik. Hasil dari penelitian ini: 1) Prof. Dr. Sapardi Djoko Damono lahir di Surakarta, 20 maret 1940. 2) Diksi yang ditemukan meliputi pemanfaatan kosakata bahasa daerah, pemanfaatan kosakata bahasa asing, dan pemanfaatan sinonim. Sedangkan terkait citraan yang digunakan penyair dalam puisinya antara lain penglihatan, pendengaran, gerakan, yang didominasi oleh citraan penglihatan. 3) Berdasarkan hasil penelitian diksi dan citraan dalam kumpulan puisi Sutradara Itu Menghapus Dialog Kita karya Sapardi Djoko Damono dapat diimplementasikan dalam pembelajaran sastra Indonesia, yakni pada Kompetensi Dasar 3.17 menganalisis unsur pembangun puisi dan Kompetensi Dasar 4.17 menulis puisi dengan memerhatikan unsur pembangunnya.

Kata kunci : diksi, citraan, kumpulan puisi Sutradara Itu Menghapus Dialog Kita karya Sapardi Djoko Damono, pembelajaran sastra di SMA.

Abstract

This study aims to describe the sociohistorical background of Sapardi Djoko Damono, explaining the use of diction, the use of images in a collection of Director's poems that erase Our Dialogue by Sapardi Djoko Damono and the implementation of research results in literary learning in high school. This study used descriptive qualitative method. Data sources obtained from a collection of Director's poems That Erase Our Dialogue. Data collection techniques using library techniques, refer to the technique and note. Data analysis techniques in this study were conducted by reading semiotics, namely heuristic and hermeneutic readings. Results of this study: 1) Prof. Dr. Sapardi Djoko Damono was born in Surakarta, 20 March 1940. 2) Found diction includes the use of local language vocabulary, the use of foreign language vocabulary, and the use of synonyms. While related images used by poets in his poetry include vision, hearing, movement, which is dominated by visual images. 3) Based on the research results of diction and images in a collection of Director's poems That Erase Our Dialogue by Sapardi Djoko Damono can be implemented in Indonesian literary learning, namely in Basic Competence 3.17 analyzing the building elements of poetry and Basic Competence 4.17 writing poetry by paying attention to the building elements.

Keywords: diction, images, a collection of Director's poems Erasing Our Dialogue by Sapardi Djoko Damono, studying literature in high school.

1 1. PENDAHULUAN Bahasa dan sastra memiliki hubungan yang erat. Kekuatan sastra berada pada kekuatan dan cara pengarang menggunakan bahasa. Melalui bahasa, seorang pengarang akan mampu merangkai kata yang mengandung gagasan-gagasan untuk disampaikan kepada pembaca. Adapun bahasa dalam sastra memiliki keunikan tersendiri yang berbeda dengan bahasa sehari-hari sehingga mampu menarik minat dan ketertarikan orang lain untuk menikmati sastra. Karya sastra merupakan karya imajinatif bermediumkan bahasa, dalam hal ini bahasa tersebut dinamakan bahasa sastra. Al-Ma’ruf (2009:3) mengemukakan bahasa sastra sebagai media ekspresi sastrawan dipergunakan untuk memperoleh nilai seni karya sastra, dalam hal ini berhubungan dengan style ‘gaya bahasa’ sebagai sarana sastra. Salah satu jenis karya sastra yang banyak dinikmati oleh masyarakat yaitu puisi. Puisi merupakan bentuk karya sastra yang menggunakan kata-kata indah dan kaya makna (Kosasih, 2012:97). Puisi merupakan sebuah struktur yang kompleks, sehingga untuk memahaminya perlu dianalisis untuk dapat diketahui bagian-bagian serta jalinannya secara nyata. Meskipun demikian, orang tidak akan dapat memahami puisi secara sepenuhnya tanpa mengetahui dan menyadari bahwa puisi itu karya estetis yang bermakna, yang mempunyai arti, bukan hanya sesuatu yang kosong tanpa makna. Oleh karena itu, sebelum pengkajian aspek-aspek yang lain, perlu lebih dahulu puisi dikaji sebagai sebuah struktur yang bermakna dan bernilai estetis. Hal tersebut diperkuat oleh penelitian yang dilakukan Ebi (2011) memaparkan pola leksikal dan fungsi stilistika untuk menyampaikan aspek makna dan mencapai kohesi dalam teks pada puisi J.P Clark-Bekederemos. Pradopo (2010:7) mengungkapkan bahwa puisi mengekspresikan pemikiran yang membangkitkan perasaan, yang merangsang imajinasi panca indra dalam susunan yang berirama. Unsur-unsur pokok yang harus ada dalam puisi berupa emosi, imajinasi, pemikiran, ide, nada, irama,kesan panca indera, susunan kata, kata-kata kiasan, kepadatan, dan perasaan yang bercampur-baur. Unsur-unsur pokok tersebut merupakan sesuatu yang penting, yang direkam dan diekspresikan, dinyatakan dengan menarik serta memberi kesan. Scheiber (2009) memaparkan mengenai penggunaan bahasa figuratif pada hasil karya sekumpulan siswa di Holocaust dengan penggunaan hitungan tematik.

2 Penggunaan bahasa figuratif dan sarana retorika merupakan sarana untuk memperoleh efek keindahaan teks yang bersangkutan (Nurgiyantoro, 2014:210). Bahasa figuratif dalama aplikasinya dapat berwujud gaya bahasa yang sering dikatakan oleh para kritikus sastra sebagai keistimewaan dan kekhususan seorang pengarang, sehingga gaya bahasa merupakan ciri khas pengarang. Penelitian Sheth dan Arun (2007) menunjukkan bahwa keterkaitan figuratif terhadap gejala kebahasaan yang sering muncul dalam suatu ajang dan kompetensi. Waluyo mengungkapkan bahwa bahasa figuratif digunakan oleh sastrawan untuk mengatakan sesuatu dengan cara tidak langsung untuk mengungkapkan makna (Al- Ma’ruf, 2009:59). Al-Ma’ruf (2009:60) mengungkapkan bahwa bahasa figuratif dalam penelitian stilistika karya sastra dapat mencakup majas, idiom, dan peribahasa. Pemilihan tiga bentuk bahas figuratif tersebut didasarkan karena ketiganya merupakan sarana sastrayang dipandang representatif dalammendukung gagasan pengarang. Selain itu, ketiga bentuk bahasa figuratif itu banyak dimanfaatkan oleh para sastrawan dalam karyanya. Bahasa di dalam karya sastra yang dikaji dengan stilistika terdapat dua kemungkinan dalam mendekatinya. Pertama, studi stilistika dilakukan dengan cara menganalisis sistem linguistik karya sastra dan dilanjutkan dengan menginterpretasi ciri-cirinya, dilihat dari tujuan estetis karya sastra sebagai makna yang penuh. Kedua, penelitian stilistika ini dilakukan dengan mempelajari sejumlah ciri khas dengan membedakan sistem bahasa yang satu dengan sistem-sistem lain (Nurgiyantoro, 2014:274). Penelitian Bode (2013) menjelaskan bahwa pemahaman sesorang terhadap penanda yang dihasilkan dari bait indah puisi masih dalam taraf yang kurang. Berbicara tentang stilistika sebagai pendekatannya sebenarnya sangat mendukung, namun dalam penelitian ini kurang bisa membahas secara mendalam mengenai kajian stilistika tersebut. Pembelajaran seni sastra pada tahap ini juga masih taraf pemula, sehingga kurang bisa diterapkan pada pembelajaran di kota ini. Kumpulan puisi yang dipilih dalam penelitian ini adalah Sutradara Itu Menghapus Dialog Kita karya Sapardi Djoko Damono. Pemilihan kumpulan puisi tersebut didasarkan pada hasil tinjauan sebelumnya bahwa (1) kumpulan puisi diindikasi menggunakan diksi yang unik dan berbagai citraan, (2) menggunakan bahasa

3 yang sederhana sehingga dapat dengan mudah dipahami oleh pembaca. Kumpulan puisi Sutradara Itu Mengahapus Dialog Kita karya Sapardi Djoko Damono termasuk kumpulan puisi terpopuler yang diterbitkan oleh Editum tahun 2012. Kumpulan puisi tersebut terdiri dari 41 buah puisi dengan tebal buku 72 halaman. Berkaitan dengan pembelajaran sastra di SMA, salah satu karya sastra yang diajarkan di SMA adalah puisi. Citraan yang merupakan unsur fisik puisi adalah salah satu materi yang terdapat pada pembelajaran bahasa Indonesia. Pembelajaran citraan merupakan salah satu pembelajaran yang penting untuk dikuasai oleh siswa. Citraan menjadi bagian dari unsur instrinsik suatu karya sastra. Citraan sering pula ditemukan di berbagai soal-soal bahasa Indonesia. Selain itu, citraan juga ditemukan di luar unsur sastra, misalnya pada berita, iklan, dan juga digunakan seseorang untuk mengungkapkan perasaan. Pembelajaran citraan pada Kurikulum 2013 atau lebih dikenal dengan K13 terdapat pada silabus K13 SMA kelas X semester genap dengan Kompetensi Dasar 3.17 menganalisis unsur pembangun puisi dan Kompetensi Dasar 4.17 menulis puisi dengan memerhatikan unsur pembangunnya. Berdasarkan alasan tersebut yang menjadikan ketertarikan utama untuk melakukan penelitian yang berjudul “Diksi dan Citraan dalam Kumpulan Puisi Sutradara Itu Menghapus Dialog Kita Karya Sapardi Djoko Damono dan Implementasinya dalam Pembelajaran Sastra di SMA”.

2. METODE Berdasarkan metodenya, penelitian ini termasuk penelitian deskriptif kualitatif. Strategi yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus terpancang. Siswantoro (2010:40) menjelaskan bahwa penelitian terpancang digunakan peneliti di dalam penelitiannya sudah memilih dan menentukan variabel yang menjadi fokus utamanya sebelum memasuki lapangan studinya. Adapun data dalam penelitian ini adalah data yang berwujud kata, frase dan kalimat yang terdapat dalam kumpulan puisi Sutradara Itu Menghapus Dialog Kita karya Sapardi Djoko Damono yang berkaitan dengan diksi dan citraan. Langkah-langkah pengumpulan data dalam penelitian ini adalah teknik pustaka, teknik simak dan catat. Dalam penelitian ini, teknik validitas yang digunakan adalah trianggulasi data. Penggunaan triangulasi data dengan cara memeriksa kebenaran data

4 dengan menggunakan perbandingan antara data dari sumber data yang satu dengan sumber data yang lain, sehingga keabsahan dan kebenaran data akan diuji oleh sumber data yang berbeda. Data nilai-nilai pendidikan karakter dalam kumpulan puisi Sutradara Itu Menghapus Dialog Kita karya Sapardi Djoko Damono akan saling dicocokkan antara hasil studi pustaka, hasil penyimakan, dan pencatatan. Masing- masing data kemudian di-cross check untuk menentukan kevalidannya.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Latar Sosiohistoris Sapardi Djoko Damono Sapardi Djoko Damono lahir di Surakarta, 20 maret 1940. Sapardi merupakan anak sulung dari pasangan Sadyoko dan Sapariah. Sadyoko adalah abdi dalem di Keraton Kasunanan, mengikuti jejak kakeknya. Berdasarkan kalender Jawa, ia lahir di bulan Sapar. Hal itu menyebabkan orang tuanya memberinya nama Sapardi. Menurut kepercayaan orang Jawa, orang yang lahir di bulan Sapar kelak akan menjadi sosok yang pemberani dan teguh dalam keyakinan (Sulistyanto, 2012:12). Sapardi bersekolah di Sekolah Rakyat (sekarang Sekolah Dasar) Kraton Kasatriyan. Setelah itu ia melanjutkan ke SMP Negeri 2 Surakarta. Pada saat itulah kegemarannya terhadap sastra mulai nampak. Ia suka mengunjungi beberapa persewaan buku yang waktu itu banyak terdapat di kotanya. Di sana ia mengenal dunia rekaan yang diciptakan Karl May, Sutomo Djauhar Arifin, William Saroyan, Pramoedya Ananta Toer, Mochtar Lubis, R.A. Kosasih dan lain-lain. Ia lulus SMP tahun 1955. Kemudian ia melanjutkan sekolah ke SMA Negeri 2 Surakarta. Sejak ia duduk di kelas dua SMA, ia mulai menulis puisi. Karyanya dimuat pertama kali oleh sebuah suat kabar di . Sapardi lulus dari SMA pada tahun 1958 (Sulistyanto, 2012:12). Sebuah karya ditulis berdasarkan inspirasi yang didapat oleh pengarangya melalui pengamatan atau perenungan atas lingkungan sekitar (Soemanto, 2006:5). Sapardi Djoko Damono yang lahir di kota Solo menjadikan kota tersebut dan beberapa kampung yang pernah ditinggalinya seperti Ngadijayan menjadi salah satu latar tempat pada karya-karyanya. Latar waktu yang terdapat pada karyanya juga merujuk pada waktu saat pengarang beranjak dari usia remaja menuju ke dewasa yaitu tahun 1960-an. Latar sosial pekerjaan orang-orang dekat pengarang seperti ayah Sapardi yang menjadi abdi dalem di Kraton Surakarta dan pegawai negeri sipil

5 pada Jawatan Pekerjaan Umum. Demikian halnya yang ada pada karya-karyanya, latar sosial pekerjaan tersebut juga memberikan gambaran pekerjaan yang tidak jauh dari latar sosial pekerjaan yang pernah dilalui dan dialami sendiri oleh pengarang (Soemanto, 2006:5). 3.2 Diksi dalam Kumpulan Puisi Sutradara Itu Menghapus Dialog Kita karya Sapardi Djoko Damono 3.2.1 Pemanfaatan Kosakata Bahasa Daerah Kata-kata dari bahasa daerah sering digunakan dalam karya sastra yang berlatar tempat daerah yang bersangkutan atau tokohnya berasal dari daerah tertentu. Pemilihan kata dari kosakata bahasa daerah yang dipergunakan untuk menamai tokoh dapat mempertegas tokoh yang berasal dari daerah tertentu atau mempertegas latar tempat. Puisi Sebelum Sendiri karya M Aan Mansyur pun juga menggunakan kosakata bahasa daerah sebagai penunjukan maksud yang ingin disampaikan. Sajak tak rampung (hlm14) Data di atas menggunakan bahasa daerah yang berasal dari Pulau Jawa. Bahasa Jawa yang digunakan terletak pada kata rampung. Hal ini menunjukkan makna dalam bahasa Indonesia berarti selesai. Pencarian makna pada diksi tersebut perlu dilihat dari konteks yang dibahas oleh pengarang. Langit buku favorit Aku. Buku gambar semua manusia Sajak tidak rampung. Cerita tidak berujung

Bila dilihat dari konteks yang membawa kata tersebut, maka diketahui yang ingin disampaikan pengarang yaitu cerita dari perjalanan hidup manusia tidak selesai jika dituliskan dalam puisi ini semuanya. 3.2.2 Pemanfaatan Kosakata Bahasa Asing Penggunaan kosakata bahasa asing dalam suatu kailmat dapat menimbulkan berbagai kesan dimaksudkan untuk menimbulkan kesan tertentu. Hal ini dilakukan oleh pengarang untuk menguatkan penggambaran latar tempat dan waktu tertentu. Dalam penggunaan kosakata asing misalnya, kosakata bahasa Inggris, pilihan kosakata bahasa Inggris sebagai sarana untuk meningkatkan prestasi, juga bisa mengartikan sok intelek, modern, dan kesan hidup mewah. Restoran (hlm.19)

6 Data di atas menggunakan pemanfaatan kosakata bahasa asing. Hal tersebut dilakukan oleh pengarang untuk menguatkan penggambaran latar tempat dan waktu tertentu. Kata restoran berasal dari bahasa Prancis yang diserap oleh bahasa Inggris yang berarti suatu tempat yang menyediakan makanan dan minuman untuk dikonsumsi tamu sebagai kebutuhan dalam rangka memperbaiki/memulihkan kembali kondisi yang telah berkurang setelah melakukan suatu kegiatan. 3.2.3 Pemanfaatan Sinonim Pemanfaatan sinonim digunakan untuk menyebutkan persona pertama, kedua, dan ketiga. Misalnya, aku, saya, kamu, anda, engkau, dia, kalian, eyang, mbah, dan sebagainya. Pemanfaatan sinonim dipilih karena keterikatan dengan sifat bahasa yang mengenal adanya tataran kesopanan (undha-usuk). Pemanfaatan sinonim tersebut dimaksudkan untuk menimbulkan rasa hormat, keakraban, merendahkan, atau menjauhkan. Penjara bagimu Kerangkeng bagiku (hlm.25) Dalam puisi tersebut terdapat pemanfaatan sinonim kata penjara dan kerangkeng. Kata penjara yang berarti tempat (ruangan) untuk manusia dan kata kerangkeng yang berarti kandang untuk hewan. Fungsi pemanfaatan sinonim pada puisi tersebut untuk menimbulkan kesan hormat antartokoh. Kata penjara dan kerangkeng berhubungan dengan nilai rasa. Kata “kerangkeng” memiliki nilai rasa yang lebih rendah dibanding penjara, karena kerangkeng akrab digunakan sebagai tempat untuk mengurung hewan. Pengarang merara dirinya lebih rendah daripada istrinya. Pengarang menggunakan kerangkeng sedangkan kepada istrinya digunakan nilai rasa yang lebih tinggi yaitu penjara. 3.3 Citraan dalam Kumpulan Puisi Sutradara Itu Menghapus Dialog Kita karya Sapardi Djoko Damono Sesuai dengan data yang ditemukan pada sumber data, pembahasan data sesuai klasifikasinya masing-masing dijelaskan sebagai berikut. 3.3.1 Citraan Penglihatan Citraan penglihatan memberi efek kepada pembaca, pembaca seolah-olah melihat objek yang ada dalam puisi. Angan pembaca dibawa seolah-olah melihat objek tersebut. Citraan penglihatan yang ada dalam Puisi Topeng Monyet (hlm.13) karya Sapardi Djoko Damono adalah sebagai berikut:

7 Monyet kecil itu (hlm.13) Data ini termasuk dalam citraan penglihatan. Deskripsi pada data tersebut menampilkan aku lirik yang mengungkapkan gambaran di sekitarnya. Penggunaan kata yang secara menonjol sebagai penunjukkan terhadap sesuatu yang dilihat tampak dari kata ‘itu’. Deskripsi dari kata tersebut cenderung memperlihatkan jenis citraan penglihatan yang mampu membangkitkan gerak, peristiwa, dan ingatan yang diungkapkan aku lirik. Pada data ini memiliki fungsi sebagai fasilitas untuk pembaca dalam menemukan dan memahami makna, karena dengan penghadiran citraan penglihatan, lebih mengongkretkan yang dimaksud oleh penulis. Hadirnya citraan penglihatan membuat pembaca lebih bisa meraba maksud dari penulis yang ingin disampaikan dalam karya sastranya. Pada data ini tidak digunakan pembanding untuk menunjukkan wujud dari citraan yang mampu menjelaskan dan penggunaan unsurnya memiliki sifat yang sama. Beranjak dari sini, selanjutnya larik-larik puisi lebih mudah dipahami sebagai ungkapan secara utuh juga karena secara makna masih berkelanjutan antara larik satu dengan larik berikutnya. Apabila tidak ungkapan tidak utuh, mungkin pembaca akan mengira sebagai ungkapan ambigu. Itu sebenarnya tidak masalah, karena setiap karya sastra akan memiliki makna yang berbeda tergantung dari mana sudut pandang analisis makna itu dilakukan. Tapi setidaknya, penulis bisa membantu mengolah makna yang diinginkan agar sesuai dengan yang diinginkan penulis dengan makna yang didapat oleh pembaca. di sela-sela kendaraan (hlm.13) Penyair puisi tersebut kerap melukiskan sesuatu dengan imaji penglihatan, seperti dalam data tersebut. Pelukisan imaji penglihatan oleh Sapardi Djoko Damono sangat mayoritas karena memang sesuai dengan ciri khas kepengarangan beliau. Suatu pengalaman yang dirasakan, dilihat, dan dialami oleh penulis yang dituangkan dalam kata yang tersusun rapi dalam sebuah bait menjadi suatu unsur estetik tersendiri. Pada data ini memiliki fungsi sebagai fasilitas untuk pembaca dalam menemukan dan memahami makna, karena dengan penghadiran citraan penglihatan, lebih mengongkretkan yang dimaksud oleh penulis. Hadirnya citraan penglihatan membuat pembaca lebih bisa meraba maksud dari penulis yang ingin disampaikan dalam karya

8 sastranya. Pada data ini tidak digunakan pembanding untuk menunjukkan wujud dari citraan yang mampu menjelaskan dan penggunaan unsurnya memiliki sifat yang sama. Bintang pertunjukan (hlm.13) Data ini termasuk dalam citraan penglihatan. Deskripsi pada data tersebut menampilkan aku lirik yang mengungkapkan gambaran di sekitarnya. Penggunaan kata yang secara menonjol sebagai penunjukkan terhadap sesuatu yang dilihat tampak dari kata ‘pertunjukan’. Deskripsi dari kata tersebut cenderung memperlihatkan jenis citraan penglihatan yang mampu membangkitkan gerak dan peristiwa yang diungkapkan aku lirik. Aspek citraan penglihatan dimanfaatkan untuk memperlihatkan fenomena sosial yang masih tampak natural. Jenis citraan ini cenderung menunjukkan sifat-sifat sosial yang masih murni melalui fenomena yang secara langsung tertangkap mata. Penggunaan jenis citraan penglihatan untuk menggambarkan perasaan aku lirik yang sedang gelisah kemudian diperbandingkan dengan kata konkret bintang pertunjukan. Hal ini dimaksudkan untuk membangun makna kiasan. Deretan mobil (hlm.13) Bentuk deskripsi pada data di atas secara metaforis memberikan perbandingan dari pemikiran dan batin aku lirik. Perwujudan aspek citraan aspek sosial ini menggambarkan kegelisahan yang sedang dihadapi oleh aku lirik. Pemanfaatan fenomena sosial yang ditangkap melalui kesan terhadap lingkungan di sekitarnya. Kesan tersebut kemudian terwujud dalam puisi melalui bentuk bahasa yang cenderung dipengaruhi oleh keadaan lingkungan di sekitarnya. Citraan penglihatan yang digunakan dan dihasilkan dalam puisi-puisi ini secara dominan menimbulkan efek khusus yang merepresentasikan kondisi sosial secara simbolik. Puisi-puisi yang dominan memanfaatkan aspek citraan penglihatan itu berisi lirik-lirik yang mengungkapkan dialog batin, kesan terhadap pengalaman di lingkungan alam, dan memberikan persepsi terhadap persoalan mengenai kehidupan secara luas dan bermakna di balik visualisasi lingkungan yang banyak dinyatakan oleh Sapardi Djoko Damono melalui puisi Topeng Monyet. 3.3.2 Citraan Pendengaran Citraan pendengaran memberi efek kepada pembaca, pembaca seolah-olah mendengarkan suatu objek yang ada dalam puisi. Angan pembaca dibawa seolah-olah

9 mendengarkan objek tersebut. Citraan pendengaran yang ada dalam Puisi Rumah di Ujung Jalan (hlm.18) karya Sapardi Djoko Damono adalah sebagai berikut: Suara tasbih yang teratur (hlm.18) Aspek citraan alam auditif adalah kata atau serangkaian kata yang dapat mengungkapkan pengalaman yang berhubungan dengan indra pendengaran di mana telinga seakan mendengar suara atau bunyi. Kata-kata dalam puisi yang seolah didengar akan lebih cepat dirasakan. Bunyi atau suara yang ditimbulkan melalui diksi alam membangkitkan persepsi yang seolah-olah berbisik atau saling berbicara. Citraan pendengaran mampu membuat pembaca juga ikut mendengar apa yang dipercakapkan oleh angin. Hal tersebut memancing imajinasi pembaca sehingga membawa nuansa alam. Apa yang diungkapkan aku lirik dan didengarkan untuk memberikan pengalaman kepada pembaca mengenai apa yang tertangkap melalui telinga. Berbagai pengalaman intelektual yang pernah dirasakan dan dialami oleh Sapardi Djoko Damono, merupakan penggambaran yang sangat sempurna dalam tubuh sebuah puisi demi menciptakan sosok pengolahan logika intelek dari pembacanya. Pemanfaatan citraan dalam puisi tersebut mampu menghidupkan imaji pembaca dalam merasakan apa yang dirasakan oleh penyair. Seandainya penyair menggunakan bahasa biasa dirasa tidak mudah bagi pembaca untuk membayangkan apa yang dirasakan penyair, terlebih pengalaman dalam kehidupan sosial bermasyarakat yang bersifat lahir dan batin. Bersahut-sahutan dengan loncatan jarum jam (hlm.18) Data ini termasuk citraan pendengaran. Citraan tersebut merangsang pembaca dengan cara mendeskripsikan hal-hal yang berkaitan dengan indera pendengaran seperti bunyi- bunyi tertentu. Citraan pendengaran dihasilkan dengan menyebutkan atau menguraikan bunyi suara. Kata-kata yang dipilih oleh penyair menghasilkan gambaran imajinasi sebagai sarana ekspresi untuk menyampaikan gagasan dalam puisipuisinya. Dalam puisi tersebut, bunyi yang dihadirkan adalah bunyi jarum jam. 3.3.3 Citraan Gerakan Citraan gerakan merupakan sarana kepuitisan yang digunakan oleh penyair untuk memperkuat gambaran pikiran dan perasaan pembaca. Sarana ini berkaitan erat dengan pengalaman inderawi penyair atas objek-objek yang disebutkan atau diterangkan dalam puisi. Citraan penglihatan yang ada dalam Puisi Topeng Monyet (hlm.13) karya Sapardi Djoko Damono adalah sebagai berikut:

10 Berdiri (hlm.13) Data ini termasuk dalam citraan gerakan. Deskripsi pada data tersebut memanfaatkan daya ekspresi kebahasaan dari penyair dan menjadi salah satu kekuatan puisi untuk menciptakan hal-hal yang konkret. Penonjolan kata ‘berdiri’ memberi konteks gerakan dari indra gerak. Gambaran-gambaran yang ditimbulkan oleh citraan gerakan dalam puisi tersebut dapat mewakili fungsi puitik sajak. Pada data ini, citraan gerakan tersebut digunakan dalam usaha memancing bayangan pendengaran guna membangkitkan suasana tertentu. Sesuatu yang tidak dibuat seolah-olah menyentuh indra pendengaran, yang akhirnya menyebabkan pembaca menghubungkan dengan sesuatu. Unsur citraan pada data ini dapat membangkitkan ide-ide abstrak yang terdapat dalam puisi. Citraan gerakan yang dihadirkan penyair dalam puisi Topeng Monyet sangat didukung oleh bahasa yang indah. Selanjutnya, secara visual larik-larik puisi menampakkan suasana yang sendu, dimana kata-kata yang diungkapkan menunjukkan dialog batin yang penuh teka-teki. Kesan atau gambaran visual tersebut ditimbulkan melalui deskripsi yang mengutamakan keteraturan gerak panca indra lewat citraan yang diungkapkan. Citraan gerakan selanjutnya terdapat dalam Puisi Topeng Monyet (hlm.13) karya Sapardi Djoko Damono adalah sebagai berikut: Melompat-lompat (hlm.13) Penciptaan sebuah puisi, Sapardi Djoko Damono tidak terlepas dari gambaran- gambaran angan (pikiran) untuk membuat suasana khusus, untuk membuat (lebih) hidup gambaran dalam pikiran dan penginderaan dan juga untuk menarik perhatian. Citaan gerakan yang dihadirkan Sapardi Djoko Damono lewat puisinya ‘melompat-lompat’ memiliki cirri khas tersendiri. Ia melihat kehidupan masa sekarang tanpa melupakan masa lampau yang pernah dilaluinya. Gambaran tentang sesuatu yang seolah-olah dapat bergerak membuat hidup setiap larik dalam puisi tersebut. ‘Melompat-lompat’ menunjukkan gambaran yang dinamis. Pemilihan terhadap kata di setiap larik menyebabkan timbulnya daya saran dan menyebabkan daya bayang pembaca terhadap suatu hal. Daya bayang (imajinasi) pembaca tersentuh karena beberapa dari indera dipancing untuk segera membayangkan sesuatu yang lewat dari bayang pembaca, yaitu indra gerak.

11 Citraan gerakan pada data ini bersifat deskriptif dan imajinatif yang diwujudkan dalam bentuk kebendaan dan kata. Jika dilihat dari fungsi, maka larik puisi tersebut bisa mengundang kembali ingatan pembaca atau pengalaman yang pernah dirasakan. Oleh karena itu kehadiran citraan gerakan ini tidak membawa kesan baru dalam pikiran melainkan melibatkan pembaca untuk terlibat dalam kreasi puitis. Menadahkan (Topeng Monyet hlm.13) Pada data ini, citraan gerakan juga dihadirkan oleh penyair. Melalui kata ‘menadahkan’, penyair dapat membangun sebuah citraan gerak yang menggugah perasaan. Hal tersebut dilakukan melalui deskripsi dan pelambangan. Pengimajian penyair dibatasi dengan pengertian kata atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman sensoris, seperti gerakan. Ungkapan pengalaman penyair itu dapat diterjemahkan ke dalam gambaran konkret mirip musik atau gambar sehingga pembaca seolah-olah merasakan sentuhan perasaannya. Aspek citraan gerakan membangkitkan pikiran atau perasaan pembaca sehingga menangkap bahwa pembaca benar-benar mengalami peristiwa perasaan jasmaniahnya yang dirasa atau dialami secara imajinatif melalui gerakan. Pada data ini, tujuan penyair mengungkapkan larik-larik setiap kata adalah menimbulkan suasana yang khusus. Artinya, membuat lebih hidup gambaran dalam pikiran dan penginderaan gerakan, serta untuk menarik perhatian. Citraan gerakan yang menonjol dalam Puisi Rumah di Ujung Jalan (hlm.18) karya Sapardi Djoko Damono adalah sebagai berikut: Membukakan pintu (Rumah di Ujung Jalan hlm.18) Data ini juga menunjukkan citraan gerakan. Citraan tersebut diungkapkan penyair sesuai dengan karakteristik seorang manusia yang pada dasarnya lebih cenderung apa adanya dalam menyampaikan segala hal, baik itu yang berwujud gerakan atau tindakan yang ada di sekelilingnya. Kata ‘Membukakan pintu’ menyatakan bahwa citran gerak ditimbulkan oleh adanya gerak. Citraan ini menimbulkan gambaran yang dinamis dan hidup. ‘Membukakan pintu’ menunjukkan citraan yang menggambarkan gerak sesuatu yang memang dapat bergerak. Selanjutnya, Puisi Ia Bilang karya Sapardi Djoko Damono (hlm.45) juga menunjukkan citraan gerakan. Kurentangkan (Ia Bilang hlm.45) Pada data ini, citraan gerakan diungkapkan oleh penyair melui kata ‘kurentangkan’. Penggunaan citraan tersebut dimaksudkan untuk mengkonkretkan gagasan yang abstrak

12 melalui kata-kata dan ungkapan yang mudah membangkitkan tanggapan imajinasi pembaca. Selain itu juga untuk menimbulkan suasana yang khusus membuat lebih hidup gambaran dalam pikiran dan penginderaan, dan juga untuk menarik perhatian, khususnya dalam citraan gerakan. Kata ‘kurentangkan’ memuat indra gerakan, yaitu tangan yang artinya mengulurkan kedua tangan untuk melakukan sesuatu. Selain itu, citraan gerakan lainnya yang terdapat dalam Puisi Ia Bilang karya Sapardi Djoko Damono adalah sebagai berikut. Duduk di kursi penjalin (Ia Bilang hlm.45) 3.4 Implementasi Hasil Penelitian terhadap Pembelajaran Sastra di SMA Secara umum sastra memiliki fungsi personal dan sosial. Fungsi personal mengacu pada peranan sastra sebagai alat untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan setiap diri manusia sebagai makhluk hidup. Dengan bahasa, manusia menyatakan keinginan, cita- cita, kesetujuan dan tidak setujuan, serta rasa suka dan tidak suka. Adapun fungsi sosial mengacu pada peranan bahasa sebagai alat komunikasi dan berinteraksi antar individu atau antar kelompok sosial. Dengan menggunakan bahasa mereka saling menyapa, saling mempengaruhi, saling bermusyawarah, dan kerja sama. Lazar (Al-Ma’ruf, 2012) menjelaskan, bahwa fungsi sastra adalah: 1) Sebagai alat untuk merangsang siswa dalam menggambarkan pengalaman, perasaan, dan pendapatnya; 2) Sebagai alat untuk membantu siswa dalam mengembangkan kemampuan intelektual dan emosionalnya dalam mempelajari bahasa; dan 3) Sebagai alat untuk memberi stimulus dalam pemerolehan kemampuan berbahasa. Dalam bahasa yang lebih sederhana pembelajaran sastra memiliki fungsi psikologis, ideologis, edukatif, moral, dan kultural. Fungsi-fungsi tersebut jarang berdiri sendiri. Antara satu fungsi dengan fungsi lain saling terkait dan saling mendukung. Jadi, suatu tindak berbahasa dapat mengandung lebih dari satu fungsi. Salah satu prinsip penting dalam pengajaran sastra adalah pemilihan bahan pengajaran yang akan disampaikan kepada siswa. Yang dimaksud dengan pemilihan bahan tersebut adalah bahan pengajaran yang disajikan kepada siswa dalam proses belajar mengajar harus sesuai dengan kemampuan siswa pada suatu tahap pengajaran tertentu.

13 Adapun fungsi pembelajaran sastra menurut Lazar (Al-Ma’ruf, 2012) adalah: 1) Memotivasi siswa dalam menyerap ekspresi bahasa Majas dan citraan pada kumpulan puisi Sutradara Itu Menghapus Diaolog Kita karya Sapardi Djoko Damono sesuai dengan kurikulum yaitu Kurikulum 2013 revisi 2017. Kesesuaian itu ditunjukkan pada kompetensi dasar sebagai berikut. a) KD 3.17 Menganalisis unsur pembangun puisi. b) KD 4.17 Menulis puisi dengan memerhatikan unsur pembangunnya Dengan kata lain kumpulan puisi Sutradara Itu Menghapus Diaolog Kita karya Sapardi Djoko Damono mencakupi materi pembelajaran untuk pendidikan karakter pada taraf Sekolah Menengahh Akhir (SMA) untuk kelas X semester dua (genap). 2) Alat simulatif dalam language acquisition Kesesuaian hasil penelitian diksi dan citraan pada kumpulan puisi Sutradara Itu Menghapus Diaolog Kita karya Sapardi Djoko Damono dengan tingkat pendidikan yaitu SMA. Peserta didik dalam tingkat SMA berbeda pola pemikiran dengan peserta didik dalam tingkat SMP. Perkembangan pola pemikiran peserta didik tingkat SMA sudah memasuki fase remaja dimana masa pubertas dalam perkembangan manusia. Pada kutipan puisi “Rumah di Ujung Jalan” menunjukkan keterkaitannya dengan language acquisition. .... seorang lelaki tua bertelekan tongkat menyambutku. Aku yakin ini alamat rumah yang kucari-cari selama ini. .... Pembelajaran sastra jika dilaksanakan secara benar akan dapat meningkatkan kualitas kebudayaan manusia. Bahkan menurut Reeves (1972:10), daya edukatif puisi (dan karya sastra lainnya) tidak terbatas jika pemilihan (bahan ajar)-nya dilakukan secara tepat. Dalam konteks itu, guru sastra bertugas untuk mengembangkan daya kreatif siswa agar mereka terbiasa memberi makna terhadap karya sastra yang dibacanya (Teeuw, 1982:36). Jadi, guru harus berperan sebagai mediator (bukan “algojo”, sumber kebenaran tunggal) untuk membantu siswa dalam menginterpretasi karya sastra yang dibacanya. Diksi dan majas yang disajikan oleh Sapardi pada kumpulan puisi Sutradara Itu Menghapus Diaolog Kita memasuki fase metaforfosa sastra yang sangat tepat digunakan untuk siswa jenjang SMA.

14 3) Media dalam memahami budaya masyarakat Sesuai dengan sumber data yang digunakan yaitu sebuah puisi, bahan ajar yang disajikan dapat dengan mudah digunakan sesuai dengan perkembangan pola pemikiran peserta didik tingkat SMA. Berkesinambungan sendiri bisa diimplementasikan dengan cara memilah pendidikan karakter dan berbangsa yang berkelanjutan dengan pendidikan karakter lainnya. Masyarakat yang pola penggambaran di dalam sebuah karya sastra memiliki sebuah budaya sendiri. Hal tersebut tergambarkan pada kutipan puisi “Kesaksian” berikut ini. Kita menyaksikan mereka bergumul dengan laki-laki dan perempuan yang melawan dan kita diam saja. Kita menyaksikan semakin banyak orang berkerumun menyaksikan peristiwa itu dan kita diam saja. Aku menyaksikan wajahmu yang jadi ganjil ujudnya dan aku diam saja. Kau menyaksikan aku terdengar rakus. .... 4) Alat pengembangan kemampuan interpretatif Sifat faktual maupun konseptual tergambar pada hasil penelitian yang ditunjukkan oleh keterikatan diksi dengan latar belakang penyair. Tidak hanya itu, siswa SMA yang mendapatkan kandungan materi dari kumpulan puisi Sutradara Itu Menghapus Diaolog Kita mampu merubah mindset menjadi lebih terarah. Hal tersebut yang mampu mengubah jati diri seorang siswa ke arah yang lebih baik. 5) Sarana untuk mendidik manusia seutuhnya (educating the whole person) Memilih bahan ajar sastra, harus diperhatikan latar belakang budaya siswa yang mengacu pada ciri khas masyarakat tertentu dengan segala variasinya yang meliputi: pranata sosial, stratifikasi sosial, norma, tradisi, etos kerja, lembaga, hukum, seni, kepercayaan, agama, sistem kekrabatan, cara berpikir, mitologi, etika, moral, dan sebagainya. Demikian pula latar belakang karya sastra perlu diperhatikan seperti: sejarah, politik, sosiologis, kultur, kepercayaan, agama, geografis, dan sebagainya. Mudah dipahami bahwa pada umumnya para siswa akan lebih mudah tertarik pada karya sastra dengan latar belakang yang akrab dengan kehidupannya. Lebih-lebih jika karya sastra itu mengangkat tokoh yang berasal dari lingkungan sosialnya dan memiliki kesamaan budaya dengan mereka.

15 Menurut Rahmanto (2004:27) kriteria pemilihan bahan pengajaran sastra dapat ditinjau dari berbagai segi yaitu dari sudut bahasa, segi kematangan jiwa (psikologi), dan sudut latar belakang budaya. Berikut ini akan di bahas lebih lanjut tentang ketiga komponen ini. 1) Bahasa Aspek kebahasaan dalam sastra ini tidak hanya ditentukan oleh masalah-masalah yang dibahas, tapi juga faktor-faktor lain seperti: cara penulisan yang dipakai pengarang, ciri-ciri karya sastra pada waktu penulisan karya itu, dan kelompok pembaca yang ingin dijangkau pengarang (Rahmanto, 2004:27). Penjelasan di atas mengambarkan bahwa menjadi bahan ajar yang baik harus memiliki kriteria kebahasaan yang baik. kumpulan puisi Sutradara Itu Menghapus Diaolog Kita ini telah memiliki kriteria yang baik dari segi pemilihan kata bahasa dan kesesuaian dengan sasaran ajarnya. Penulisan yang dipakai oleh pengarang sangat ringan dan mudah dipahami oleh para pelajar khususnya fokus peneiltian ini pada pelajar SMA kelas X. Menggunakan bahasa kesastraan yang mudah dipahami serta menggunakan kata- kata yang sesuai dengan masa karya sastra. Contoh pengalan puisi “Rumah di Ujung Jalan” berikut mampu menjadikan sebuah referensi dalam pemilihan bahan ajar siswa. .... seorang lelaki tua bertelekan tongkat menyambutku. Aku yakin ini alamat rumah yang kucari-cari selama ini. .... Penggalan di atas mengambarkan bahwa pengarang menggunakan bahasa yang mudah dipahami. Pembaca juga mudah memahami khususnya Siswa SMA. Penggunaan bahasa-bahasa yang ada juga tergolong bahasa yang baik meliputi aspek interaktif (struktur kalimat yang sinkron) dan aspek lugas (memiliki satu makna/mono semantis). Walaupun sejatinya sebuah puisi akan menghasilkan beberapa presepsi makna yang berbeda disetiap pembacanya, namun untuk puisi Rumah di Ujung Jalan mampu dihadirkan mono semantis yang mudah untuk dipahami.

16 2) Segi Psikologi Perkembangan psikologis dari taraf anak menuju kedewasaan ini melewati tahap- tahap perkembangan psikologis ini hendaknya diperhatikan karena tahap-tahap ini sangat besar pengaruhnya terhadap minat dan keengganan anak didik dalam banyak hal. Perkembangan psikologis ini juga sangat besar pengaruhnya terhadap: daya ingat, kemauan mengerjakan tugas, kesiapan bekerja sama, dan kemungkinan pemahaman situasi atau pemecahan problem yang dihadapi (Rahmanto, 2004:29- 30). Berikut penggalan puisi “Kesaksian” yang menunjukkan penerimaan dari sudut pandang psikologi. Kita menyaksikan mereka bergumul dengan laki-laki dan perempuan yang melawan dan kita diam saja. Kita menyaksikan semakin banyak orang berkerumun menyaksikan peristiwa itu dan kita diam saja. Aku menyaksikan wajahmu yang jadi ganjil ujudnya dan aku diam saja. Kau menyaksikan aku terdengar rakus. .... 3) Segi Latar Belakang Budaya Latar belakang karya sastra ini meliputi hampir semua faktor kehidupan manusia dan lingkungannya, seperti: geografi, sejarah, topografi, iklim, mitologi, legenda, pekerjaan, kepoercayaan, cara berfikir, nilai-nilai masyarakat, seni dan olah raga, hiburan, moral etika dan sebagainya (Rahmanto, 2004:31). Penjabaran di atas menandakan pentingnya latar budaya yang ada pada puisi untuk pembelajaran sastra di sekolah. Pada kumpulan puisi Sutradara Itu Menghapus Diaolog Kita ini digambarkan betapa lingkungan budaya di daerah Banten yang masih terjaga. Adat istiadat bersejarah masih dilestarikan dan bahkan menjadi simbol kebanggan warganya. Berikut ini kutipan puisi “Rumah di Ujung Jalan” yang menandakan layak untuk menjadi bahan ajar dari segi latar belakang budaya. Tutup pintu baik-baik, duduklah tenang aku pasti datang menjemputmu suatu saat nanti. Kututup pintu – tak pernah kubayangkan ada rumah setentram ini.

Hasil analisis diksi dan citraan pada kumpulan puisi Sutradara Itu Menghapus Dialog Kita karya Sapardi Djoko Damono dapat diimplementasikan ke dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di SMA. Materi pembelajaran yang disusun berdasarkan

17 standar isi yang berupa kompetensi inti dan kompetensi dasar pada kelas X semester 2 (genap). Ditinjau dari karakteristik kelasnya, kelas mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia tampak sebagai sebuah bentuk relasi sosial. Melalui interaksi belajar- mengajar yang dilaksanakan terjadi hubungan yang dinamis antara teks dengan siswa, teks dengan guru, guru dengan siswa, maupun guru dan siswa dengan refleksi kehidupan sosial sejalan dengan realitas yang diangkat dalam kegiatan pembelajaran.

4. PENUTUP Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan mengenai diksi dan citraan dalam kumpulan puisi Sutradara Itu Menghapus Dialog Kita karya Sapardi Djoko Damono, maka dapat disimpulkan: 1) Prof. Dr. Sapardi Djoko Damono lahir di Surakarta, 20 maret 1940. Sapardi merupakan anak sulung dari pasangan Sadyoko dan Sapariah. Sapardi Djoko Damono yang lahir di kota Solo menjadikan kota tersebut dan beberapa kampung yang pernah ditinggalinya seperti Ngadijayan menjadi salah satu latar tempat pada karya-karyanya. 2) Diksi yang ditemukan dalam kumpulan puisi Sutradara Itu Menghapus Dialog Kita karya Sapardi Djoko Damono meliputi pemanfaatan kosakata bahasa daerah, pemanfaatan kosakata bahasa asing, dan pemanfaatan sinonim. Sedangkan terkait citraan yang digunakan penyair dalam puisinya antara lain penglihatan, pendengaran, gerakan, yang didominasi oleh citraan penglihatan. 3) Berdasarkan hasil penelitian diksi dan citraan dalam kumpulan puisi Sutradara Itu Menghapus Dialog Kita karya Sapardi Djoko Damono dapat diimplementasikan dalam pembelajaran sastra Indonesia, yakni pada Kompetensi Dasar 3.17 menganalisis unsur pembangun puisi dan Kompetensi Dasar 4.17 menulis puisi dengan memerhatikan unsur pembangunnya.

DAFTAR PUSTAKA Al-Ma’ruf, Ali Imron. 2009. Stilistika: Teori, Metode, dan Aplikasi Pengkajian Estetika Bahasa. Surakarta: Cakra Books. Al-Ma’ruf. 2012. Dimensi Sufistik dalam stilistika puisi Tuhan, Kita Begitu Dekat Karya Abdulhadi WM. Jurnal Kajian Seni Budaya Islam. Vol 01. No. 01. Hal 101-118. Bode, Steve Ekundayo. 2013. Lexico Semantic of Poetry in Educated Nigerian English (ENE). Canadian Center of Science and Education. Volume 3, No. 3. http://desofAugten.edu/2013/Journal/the8895-ll diakses 8 Oktober 2019.

18 Ebi, Yeibo. 2011. Patterns of Lexical Choices and Stylistic Function in J.P. Clark Bekederemo‟s Poetry. International Journal of English Linguistic Niger Delta University. Vol 1. No 1. Hal 137-149. http://www.ccsenet.org/journal/index.php/ijel/article/view/9768. diakses 8 Oktober 2019. Kosasih, E. 2012. Dasar-dasar Keterampilan Bersastra. Bandung: Yrama Widya. Nurgiyantoro, Burhan. 2014. Stilistika. : Gajah Mada University Press. Pradopo, Rahmat Djoko. 2010. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Press. Scheiber, Elizabeth. 2009. Figurative Language in Delbo’s Auschwitz et apres. Thematic Issue New Work in Holocaust Studies. Volume 11, No. 3. http://Docs.lib.purdue.edu/clcweb/vol11/iss1/3.com diakses 8 Oktober 2019. Sheth, N Jagdish dan Arun Sharma. 2007. Figurative Relationships of Language Issues and Challenges. Avenue of America. Volume 26, No. 11. http://www.scribd.com/doc/246650595/JournalofLanguageIssue diakses 8 Oktober 2019. Siswantoro. 2010. Metode Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Soemanto, Wasty. 2006. Psikologi Pendidikan: Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan (Cetakan Ke 5). Jakarta: Rineka Cipta. Sulistyanto. 2012. Berkenalan dengan Puisi. Yogyakarta: Gama Media.

19