PERBANDINGAN NILAI ESTETIS PUISI “HUJAN BULAN JUNI” KARYA SAPARDI DJOKO DAMONO DAN “MALAIKAT JUGA TAHU” KARYA : KAJIAN INTERTEKSTUALITAS DAN SASTRA BANDINGAN

THE COMPARISON OF AESTHETIC VALUE IN “HUJAN BULAN JUNI” BY SAPARDI DJOKO DAMONO AND “MALAIKAT JUGA TAHU” BY DEWI LESTARI: STYDY OF INTERTEXTUALITY AND COMPARATIVE LITERATURE

Hendrike Priventa a,* Universitas Diponegoro Jalan Soedarto, S.H., Tembalang, , Pos-el: [email protected] Naskah diterima: 30 September 2020; direvisi: 30 Oktober 2020; disetujui: 12 Desember 2020

Abstract Poetry is a form of literary genre that is full of aesthetic values. The aesthetic value is wrapped in the elements that make up the poetry. The purpose of this article is to compare the aesthetic value of Sapardi Djoko Damono's poem “Hujan Bulan Juni” and “Malaikat Juga Tahu” by Dewi Lestari. The theory used is intertextual and comparative literature. Intertext studies can be used as a medium to find aesthetic values and determine whether literary works are aesthetic or not. In addition, it can show the relationship between poetry and comparative literature shows the characteristics of the two poems. The aesthetic value in the poetry "Rain in June" and "Angels Also Know" are shown in several aspects, namely the elements of sound, diction, and image. The linkage of authorship is also shown through the expansion of the use of elements of the poetry structure. The aesthetic value in both poems influences the process of forming new vehicles such as songs and films which are now more popular with the public. Keywords: poetry, intertextuality, aesthetic value, aesthetic, comparative literature

Abstrak Puisi merupakan salah satu bentuk genre sastra yang sarat akan nilai estetis. Nilai estetis terbalut dalam unsur pembentuk puisi tersebut. Tujuan dalam artikel ini untuk membandingkan nilai estetis puisi “Hujan Bulan Juni” karya Sapardi Djoko Damono dan “Malaikat Juga Tahu” karya Dewi Lestari. Teori yang digunakan adalah intertekstual dan sastra bandingan. Kajian interteks dapat digunakan sebagai media untuk menemukan nilai estetis serta menentukan apakah karya sastra itu estetis atau tidak. Selain itu dapat memperlihatkan hubungan antarpuisi serta sastra bandingan memperlihatkan ciri khas kedua puisi. Nilai estetis dalam Puisi “Hujan Bulan Juni” dan “Malaikat Juga Tahu” diperlihatkan dalam beberapa aspek yaitu unsur bunyi, diksi, dan citraan. Keterkaitan kepengarangan juga diperlihatkan melalui perluasan penggunaan unsur struktur puisi. Nilai estetis dalam kedua puisi memengaruhi proses pembentukan wahana baru seperti lagu dan film yang kini lebih digemari masyarakat. Kata kunci: puisi, interktekstualitas, nilai estetis, estetika, sastra bandingan

PENDAHULUAN pendidikan yang hanya memperkenalkan puisi- Peranan penyair di Indonesia hanya dapat puisi lama dan sulit dipahami. Menurut Dunton dirasakan oleh beberapa orang saja. Hal ini dalam (Pradopo, 2007:6), puisi adalah sebuah disebabkan oleh kurangnya minat masyarakat pemikiran manusia secara konkret dan arstistik terhadap sastra khusunya syair dan puisi. dalam bahasa emosional serta berirama. Hal ini Masyarakat memahami sebuah puisi sebagai lebih dalam disampaikan oleh Coleridge dalam kata-kata yang rumit dan berbelit-belit. Hal ini (Pradopo, 2007:6) bahwa puisi adalah kata-kata juga didukung oleh sekolah sebagai lembaga yang terindah dalam susunan terindah.

174

Hendrike Priventa: Perbandingan Nilai Estetis Puisi “Hujan Bulan Juni” Karya Sapardi Djoko Damono dan “Malaikat Juga Tahu” Karya Dewi Lestari: Kajian Intertekstualitas dan Sastra Bandingan

Sapardi Djoko Damono mengungkapkan Begitupun dengan puisi “Hujan Bulan Juni” sajak yang ia tulis berupa urut-urutan waktu, karya Sapardi Djoko Damono yang dikenal urutan imaji. Karyanya diakhir dalam bentuk karena telah difilmkan. kesimpulan yang merupakan suatu keadaan Puisi “Hujan Bulan Juni” banyak dikenal tanpa penyelesaian (Junus, 1981). Menurut oleh masyarakat penyuka sastra dan banyak pula (Santosa, 2013) beliau adalah seorang penyair, diteliti. Ditemukan beberapa penelitian yang budayawan, guru besar ilmu susastra, dan banyak membahas mengenai simbol-simbol pujangga Indonesia abad XX—XXI terkemuka. dalam puisi (Darmadi, 2018). Selain itu juga Beliau dikenal sebagai penyair dengan berbagai ditemukan penelitian mengenai bentuk puisi-puisi yang menggunakan kata-kata transformasi Hujan Bulan Juni dari puisi, novel, sederhana dan bernas sehingga beberapa di bahkan film (Purnomo & Kustoro, 2018). antaranya sangat populer, seperti “Mata Pisau”, Berkaitan dengan studi intertekstualitas dan “Perahu Kertas”, dan “Hujan Bulan Juni”. sastra bandingan, peneliti belum mendapatkan Kaitannya dengan perkembangan puisi di penelitian sebelumnya yang berkaitan. Analisis Indonesia, Dewi “Dee” Lestari disebut-sebut interteks dan bandingan pada dua puisi akan sebagai salah satu penulis populer yang mengahasilkan hubungan dan ciri khas setiap karyanya banyak dikenali oleh masyarakat. puisi (Yulianto, 2018). Sebagai pengarang, Dee mendekatkan karyanya Hal yang menggelitik penulis adalah dengan pengalaman hidup sehari-hari. kaitan kedua karya tersebut. Sebagai dua puisi Rectoverso yang merupakan bentuk sastra yang populer, bagaimana aspek estetis termuat hibrida dengan menggabungkan prosa, puisi, di dalamnya. Nilai estetis dalam sebuah puisi lagu, dan film menjadi karya fenomenal. Di dapat terlihat dengan mencari hubungan dan ciri samping itu, kemunculan kembali sajak “Hujan khasnya (Ratna, 2015). Bulan Juni” karya Sapardi Djoko Damono Perbedaan usia pengarang yang sangat dalam bentuk novel, lagu, dan film menjadi jauh juga menarik peneliti untuk “buah bibir” masyarakat bahkan remaja. memperbandingkannya. Oleh karena itu, tujuan Kedua pengarang, baik Sapardi Djoko utama dalam penelitian ini adalah Damono atau Dewi Lestari memberikan memperlihatkan hubungan dan perbandingan kesegaran pada perkembangan sastra Indonesia nilai estetis dari puisi. Untuk mencapai tujuan dengan konsep alih wahananya. Salah satu puisi tersebut maka pendekatan yang digunakan dari karya Dewi Lestari adalah “Malaikat Juga adalah kajian intertekstualitas dan sastra Tahu”. Puisi ini dikenal oleh masyarakat karena bandingan. dialihwahanakan menjadi lagu.

175

Multilingual, Vol. 19, No. 2, Desember 2020

LANDASAN TEORI mengenai permasalahan manusia di ranah Puisi sebagai karya seni itu puitis. Kata postmodern. puitis sudah mengandung nilai keindahan yang Karya sastra merupakan salah satu jenis khusus untuk puisi. Puitis mempunyai makna karya seni dengan medium bahasa. Melalui seperti membangkitkan perasaan, menarik bahasa, aspek keindahan akan mendominasi. perhatian, menimbulkan tanggapan, dan Estetika berfungsi sebagai tolok ukur dari menimbulkan keharuan. Struktur dalam puisi keindahan dan mutu suatu karya sastra (Ratna, antara lain unsur bunyi, diksi, dan citraan 2015:6). Oleh karena itu, dalam menemukan (Pradopo, 2007:13). Puisi merupakan salah satu aspek estetis dalam puisi, maka harus dilakukan genre dari karya sastra. Estetika dan sastra penelitian terhadap struktur puisi. Artikel ini merupakan dua hal yang saling berkaitan satu akan membahas aspek estetis dalam puisi sama lain. menyangkut unsur bunyi, diksi, dan citraan atau Bunyi dalam puisi digunakan sebagai imaji. orkestrasi untuk menimbulkan bunyi musik. Kajian interteksual merupakan salah satu Bunyi konsonan dan vokal disusun begitu rupa cara pendekatan dalam penelitian sastra yang sehingga menimbulkan bunyi yang merdu dan menekankan hubungan teks sastra dengan teks- berirama. Dari bunyi tersebut mengalir teks sastra lain (Hartoko, 1986:67). Tujuan dari perasaan, imaji dalam pikiran atau pengalaman pendekatan ini adalah untuk menemukan jiwa pembacanya. Citra atau imaji dalam puisi hubungan yang bermakna di antara dua teks atau merupakan gambaran atau suasana yang lebih. Menurut Ratna dalam Teori, Metode, dan membuat puisi lebih hidup melalui Teknik: Penelitian Sastra , jaringan hubungan penginderaan (Pradopo, 2007:79). Bunyi antara satu teks dengan dengan teks lain digunakan dalam puisi sebagai aspek estetis merupkan tenunan, anyaman, penggabungan, untuk mendapatkan keindahan dan tenaga susunan, dan jalinan. ekspresif (Junus, 1981:24). Julia Kristeva dalam (Ratna, 2015:132). Pada umumnya puisi modern lebih berargumen bahwa setiap teks sastra di baca dan menonjolkan masalah-masalah manusia harus di baca dengan latar belakang teks-teks individual sebagai pusat perhatian. Media yang lain, tidak ada sebuah teks pun yang sungguh- digunakan adalah internet sehingga muncul sungguh mandiri. Setiap teks terwujud sebagai puisi-puisi cyber (Suryaman, 2012: 24-27). Hal mosaik kutipan-kutipan, setiap teks merupakan ini dapat dilihat dari beberapa puisi dalam media peresapan dan transformasi teks lainnya. sosial seperti twitter dan facebook . Pokok Menurut Ratna, aspek keindahan yang diproses bahasan yang diusung oleh puisi-puisi tersebut melalui interteks adalah kegiatan produktivitas

176

Hendrike Priventa: Perbandingan Nilai Estetis Puisi “Hujan Bulan Juni” Karya Sapardi Djoko Damono dan “Malaikat Juga Tahu” Karya Dewi Lestari: Kajian Intertekstualitas dan Sastra Bandingan

makna. Dengan kata lain nilai estetis suatu METODE PENELITIAN karya sastra dapat digali dengan Langkah kerja yang digunakan dalam penelitian membandingakannya dengan karya lainnya. yaitu: (1) menganalisis struktur puisi yaitu Hipogram merupakan istilah yang bunyi, pilihan diksi dan citraan, (2) menganalisis diperkenalkan oleh Riffatere yaitu struktur makna dan aspek estetis dari setiap puisi, (3) prateks yang dianggap sebagai puitika teks. memperlihatkan hubungan dan membandingkan Fungsinya sendiri adalah sebagai petunjuk kedua puisi, dan (4) menyajikan data hasil hubungan antarteks yang dimanfaatkan oleh analis. Berdasarkan langkah kerja dan data yang pembaca, bukan penulis, sehingga digunakan maka jenis penelitian adalah studi memungkinkan terjadinya perkembangan kepustakaan dan deskriptif kualitatif. makna. Hipogram merupakan landasan untuk menciptakan karya-karya yang baru, baru PEMBAHASAN dengan cara menerima maupun menolaknya Aspek Estetis Puisi “Hujan Bulan (Ratna, 2010:175). Berikut adalah puisi “Hujan Bulan Juni” Sastra bandingan merupakan pendekatan karya Sapardi Djoko Damono yang terdapat dalam penelitian sastra yang digunakan dalam antologi puisi dengan judul yang sama memperlihatkan bentuk-bentuk persamaan dan pada puisi. Puisi ini ditulis pada tahun 1971. perbedaan sehingga membentuk ciri khas dari Hujan Bulan Juni masing-masing karya. Menurut Suyatmi, Sastra perbandingan adalah sebuah studi teks across (1) Tak ada yang lebih tabah cultural . Studi sastra bandingan merupakan Dari hujan bulan Juni kajian interdisipliner, yaitu memusatkan kajian Dirahasiakannya rintik rindunya Kepada pohon berbunga itu pada hubungan sastra menurut aspek waktu dan tempat (Suyatmi, 2008). (2) Tak ada yang lebih bijak Sastra bandingan adalah pendekatan pada Dari hujan bulan Juni ilmu sastra yang tidak menghasilkan teori Dihapusnya jejak-jejak kakinya Yang ragu-ragu di jalan itu tersendiri. Dapat dikatakan bahwa teori apa pun dapat dimanfaatkan dalam penelitian sastra (3) Tak ada yang lebih arif bandingan sesuai dengan keadaan objek dan Dari hujan bulan Juni tujuan penelitiannya. Metode perbandingan Dibiarkannya yang tak terucapkan Diserap akar pohon bunga itu sebenarnya merupakan salah satu cara yang (Damono, 2015a) digunakan untuk memerikan dan menguraikan setiap objek formal yang diteliti dalam suatu Puisi “Hujan Bulan Juni” memperlihatkan penelitian sastra bandingan (Damono, 2015b). komposisi yang sederhana melalui tiga bait.

177

Multilingual, Vol. 19, No. 2, Desember 2020

Bahasa yang digunakan merupakan bahasa Hujan bulan Juni . Juni merupakan bulan ke keseharian tetapi dengan sentuhan gaya bahasa enam dalam penanggalan Masehi. Dilihat dari yang khas. Secara mendalam, pengarang periode cuaca di Indonesia, maka bulan Juni menyampaikan makna dari hujan bulan Juni memasuki musim kemarau. Hal yang menarik dalam karyanya. adalah adanya fenomena hujan di musim Segi bunyi dalam puisi ini dapat dilihat kemarau. Hal ini dapat diartikan pengarang dari persajakan yang digunakan. Pengarang sebagai bentuk ketimpangan dari suatu hal yang hanya menggunakan vokal a, i, dan u. normal. Persajakan pada bait (1) dan (2) mempunyai Makna dari Puisi Hujan Bulan Juni komposisi yang sama yaitu a i u i . Sedangkan dipertegas dengan membandingakan hal-hal pada bait ketiga polanya adalah i i a u . Dari segi lain, seperti: ketabahan , kebijakan , dan kearifan . persajakan dapat dilihat nilai estetis dari Pengarang seolah-olah membuat makna dari keteraturan sajaknya. Hal ini memperlihatkan ketimpangan tersebut lebih dalam dari yang bahwa puisi ini bersifat lirih dan merdu. lainnya. Pilihan kata dirahasiakannya , Permainan bunyi dalam pilihan kata yang dihapusnya , dan dibiarkannya seolah-olah teratur diperlihatkan dari repetisi kata Juni di mempresentasikan sesuatu yang hilang setiap baris kedua dan kata itu di setiap baris eksistensinya. keempat. Nilai estetis diperlihatkan melalui Citraan dalam puisi “Hujan Bulan Juni” permainan bunyi aliterasi dan asonansi. menggunakan indera penglihatan. Citra Bait pertama puisi tampak sekali penglihatan memberi rangsangan kepada indera perpaduan aliterasi bunyi h dan r yang penglihatan Hal ini ditunjukkan dengan mempelihatkan suasana hujan yang basah, visualisasi diksi hujan , pohon , jejak-jejak syahdu dan rintik. Bait kedua puisi terdapat kakinya , jalan , dan akar . Citraan penglihatan aliterasi bunyi k dan j yang menunjukkan lebih dalam merangsang imajinasi pembaca ketegasan. Pada bait ketiga, aliterasi bunyi n dan kedalam suasana hujan yang rintik dan lirih. p yang membentuk bunyi sengau dan parau. Hal Oleh karena itu diksi yang dipilih adalah kata- ini mengacu kepada kegelisahan dan kesedihan kata berkaitan dengan alam. yang membendung dalam hati. Secara Hal ini terasa dalam puisi “Hujan Bulan keseluruhan, permainan bunyi dalam puisi Juni” yang dimaknai sebagai penggambaran membentuk suasana hujan yang mengisyarakan ketimpangan hati melebihi dari perasaan perasaan yang tidak tersampaikan. apapun. Perasaan tersebut tampak nyata pada Pemilihan diksi dalam puisi “Hujan Bulan pemilihan kata mulanya dirahasiakan, dihapus Juni” mengacu pada kata-kata bersifat romantis. sampai akhirnya dibiarkan begitu saja. Hal ini diperlihatkan dari penggunan makna Pemaknaan ini diimajinasikan oleh pengarang

178

Hendrike Priventa: Perbandingan Nilai Estetis Puisi “Hujan Bulan Juni” Karya Sapardi Djoko Damono dan “Malaikat Juga Tahu” Karya Dewi Lestari: Kajian Intertekstualitas dan Sastra Bandingan dengan gaya bahasa yang khas sehingga Namun kasih ini, silakan kau adu Malaikat juga tahu membentuk struktur puisi yang sarat akan nilai Siapa yang jadi juaranya estetis. (6)

Kau selalu meminta terus kutemani Aspek Estetis Puisi “Malaikat Juga Tahu” Dan kau selalu bercanda andai wajahku diganti Melarangku pergi karena tak sanggup sendiri Berikut adalah puisi “Malaikat Juga Tahu” (Lestari, 2015) Karya Dewi Lestari yang terdapat dalam antologi cerpen Rectoverso halaman 12—13. Kutipan ini sangat cocok untuk Puisi ini tidak diketahui tahun pembuatannya. menggambarkan puisi “Malaikat Juga Tahu” karya Dewi Lestari. Puisi ini lebih dulu mucul di Malaikat Juga Tahu website http://deelestari.com . Setelah

(1) popularitasnya di dunia maya, Dewi Lestari Malaikat Juga Tahu membukukan cerpennya yang salah satunya Lelahmu, jadi lelahku juga Bahagiamu, bahagiaku pasti berjudul “Malaikat Juga Tahu”. Berbagi, takdir kita selalu Aspek bunyi dalam puisi “Malaikat Juga Kecuali tiap kau jatuh hati Tahu” mempunyai peran untuk memperdalam (2) ucapan, menimbulkan rasa, dan menimbulkan Kali ini hampir habis dayaku Membuktikan padamu, ada cinta yang nyata bayangan dan suasana. Persajakan yang Setia, hadir setiap hari digunakan tidak teratur dalam bait-baitnya. Tak tega biarkan kau sendiri Meski sering kali, kau malah asyik sendiri Bait (1) dalam puisi memperlihatkan

kombinasi aliterasi huruf m, l , dan j serta (3) Karena kau tak lihat asonansi huruf u dan a. Bait (2) puisi terdiri dari Terkadang malaikat tak bersayap, aliterasi huruf r yang cukup kuat. Bunyi liquida Tak cemerlang, tak rupawan Namun kasih ini, silakan kau adu r dan l memberikan suasana yang lirih dan Malaikat juga tahu merdu. Bait (3) puisi terdapat aliterasi bunyi Siapa yang jadi juaranya sengau dari huruf ng, ny , p dan n yang (4) memberikan rasa sendu. Pada awal bait ke (3) Hampamu takkan hilang semalam Oleh pacar impian, tetapi kesempatan asonansi huruf a dan u serta aliterasi k dan t

memberikan unsur penegasan dalam makna Untukku yang mungkin tak sempurna Tapi siap untuk diuji puisi. Kupercaya diri, cintakulah yang sejati Bait ke (4) pada puisi memperlihatkan

(5) aliterasi huruf n, m dan p yang menggambarkan Namun tak kau lihat perasaan gundah. Bait ke (5) seperti pada bait ke Terkadang malaikat tak bersayap, Tak cemerlang, tak rupawan (3) yang mempertegas suasana sendu. Bait ke (6)

179

Multilingual, Vol. 19, No. 2, Desember 2020 merupakan kombinasi dari aliterasi dan asonansi terdengar nyaman saat dibaca. Pengarang yang hadir pada bait-bait sebelumnya. Hal ini bermain di zona sederhana tanpa memperlihatkan bait ke (6) sebagai kesimpulan mempermasalahkan aturan-aturan pada puisi. dari perasaan-perasaan yang terkandung dalam Nilai estetis juga diperoleh dalam keterkaitan bait-bait sebelumnya. antarunsur. Puisi “Malaikat Juga Tahu” merupakan puisi naratif. Pilihan kata-kata yang digunakan Perbandingan Nilai Estetik Puisi “Hujan bersifat realistis. Puisi ini menceritakan sebuah Bulan Juni” dan “Malaikat Juga Tahu” ungkapan seseorang yang merasa dirinya Apabila hubungan antarunsur dalam mampu menjadi sosok pendamping orang yang membangun keutuhan makna makin kuat maka ia sayangi. Makna dari kata malaikat dalam puisi nilai estetis puisi tersebut makin tinggi. adalah ketulusan dan kesucian. Dewi Lestari Sebaliknya, semakin renggang hubungan sebagai pengarang tampaknya memberikan antarunsur dalam membangun makna, maka repetisi pada diksi berupa kata sifat, seperti: nilai estitis puisi itu semakin rendah (Mussaif, lelah , bahagia , dan sendiri sebagai maksud dari 2018: 195). Pendekatan interteks tidak hanya sikap-sikap manusia yang pada jaman sekarang. membandingkan untuk menilai mana yang lebih Citraan yang terdapat dalam puisi baik, tetapi lebih dalam lagi untuk “Malaikat Juga Tahu” adalah citraan memperlihatkan nilai estetis yang khas dan penglihatan dan perasaan. Hal ini terlihat dari keterkaitan dari puisi “Hujan Bulan Juni” dan penggambaran pengarang yang seolah-olah “Malaikat Juga Tahu”. mengajak pembaca untuk merasakan Perbandingan pada segi bunyi perasaannya. Perasaan tersebut seperti lelah, memperlihatkan bahwa puisi ‘Hujan Bulan bahagia, tak tega dan kesendirian. Imaji Juni” lebih teratur dalam persajakan dan penglihatan diperlihatkan dengan visualisasi pemilihan bunyi. Meskipun keduanya memiliki malaikat yang digambarkan tidak bersayap, kesamaan, yaitu tidak terikat pada rima, sebagai tidak cemerlang, dan tidak rupawan. Dalam hal pengarang Sapardi Djoko Damono lebih luwes ini pengarang memberikan perspektif yang dalam bermain bunyi dalam diksinya. berbeda mengenai konsep “malaikat”. Kombinasi aliterasi dan asonansi dalam kedua Pemaknaan “malaikat” bagi pengarang adalah puisi juga memiliki konsep yang sama. ketulusan terkadang tidak diperlihatkan melalui Keduanya bermain dengan bunyi untuk bentuk fisik yang baik. menggambarkan suasana yang lirih. Meskipun Nilai estetis dicapai oleh puisi “Malaikat puisi “Malaikat Juga Tahu” memberikan Juga Tahu” dari kombinasi diksi dan bunyi yang sentuhan tekanan pada beberapa baris. membentuk kesatuan yang ritmis sehingga

180

Hendrike Priventa: Perbandingan Nilai Estetis Puisi “Hujan Bulan Juni” Karya Sapardi Djoko Damono dan “Malaikat Juga Tahu” Karya Dewi Lestari: Kajian Intertekstualitas dan Sastra Bandingan

Perbandingan kedua puisi dalam segi diksi kesederhanaannya pada puisi “Malaikat Juga dilihat dari kesamaan kedua pengarang yang Tahu”. Dari hubungan kedua puisi maka dapat mengambil kata-kata lugas namun diproses dilihat nilai estetis yang terintegrasi dalam menjadi lebih imajinatif. Kata-kata tersebut unsur-unsur pembangun puisi. dapat dimengerti dengan membaca keseluruhan isi puisi. Meskipun demikian, kedua puisi PENUTUP memiliki pilihan kata yang berbeda. Puisi Puisi “Hujan Bulan Juni” dan “Malaikat “Hujan Bulan Juni” menonjolkan diksi yang Juga Tahu” merupakan contoh dari puisi modern berhubungan dengan alam, sedangkan puisi Indonesia. Keduanya memiliki ciri khas pada “Malaikat Juga Tahu” menonjolkan diksi unsur strukturnya begitu pula dengan nilai realistis dan romantis. estetis. Hal ini memperlihatkan bahwa nilai Dari segi citraan, kedua puisi sama-sama estetis tidak hanya ditunjukkan melalui aturan- menggunakan citraan penglihatan. Meskipun aturan puisi lama melalui sajak dan rima yang secara lebih luas, puisi “Hujan Bulan Juni” terikat tetapi melalui aspek lainnya. Dari hal ini menonjolkan imaji perasaan. Hal ini dapat dilihat bahwa puisi “Malaikat Juga Tahu” memperlihatkan bahwa kedua puisi tidak terlalu karya Dee Lestari mengekor pada aspek utama banyak menggunakan citraan. Nilai estetis tidak puisi “Hujan Bulan Juni” namun disesuaikan banyak digali dari gambaran dan suasana dalam dengan gaya yang lebih muda dan modern. bentuk imaji, tetapi lewat permainan bunyi. Keterkaitan unsur struktur puisi yaitu Dalam artikel ini dapat disebutkan bahwa puisi bunyi, diksi dan imaji membentuk nilai estetis “Hujan Bulan Juni” merupakan hipogram puisi dalam sebuah puisi. Hal ini diperlihatkan dalam “Malaikat Juga Tahu” kedua puisi yang dianalisis dalam artikel. Hubungan keterkaitan kedua puisi sangat Keterkaitan antarunsur membentuk makna puisi terlihat dalam unsur-unsur struktur puisi. Kedua menjadi lebih solid dan memberikan suasana puisi adalah puisi romantis khas anak muda. yang lebih nyata bagi pembacanya. Unsur Permasalahan dalam puisi merupakan suatu hal struktur dalam puisi membentuk ciri khas dari tentang curahan perasaan seseorang mengenai dua puisi yang dibandingakan. sebuah jawaban. Dalam hal ini puisi “Malaikat Pendekatan interteks memberikan Juga Tahu” berdiri dengan realistas dan perbandingan antara kedua puisi. Melalui hal ini agresivitas pengarang yang diperlihatkan dari dapat disimpulkan bahwa kedua puisi tersebut tekanan-tekanan bunyi dan diksi. Hubungan indah dan memiliki nilai estetis yang khas. yang menonjol adalah bentuk-bentuk perluasan Keterkaitan nilai estetis dalam kedua puisi dari permainan bunyi dan citraan dalam kedua tersebut, maka tidak heran jika keduanya dapat puisi. Puisi “Hujan Bulan Juni” meminjamkan dialihwahanakan dalam media yang lain. Puisi

181

Multilingual, Vol. 19, No. 2, Desember 2020

“Hujan Bulan Juni” sangat kuat dalam yang khas dan diksinya yang lugas dan dekat permainan repetisi bunyi dan diksi. Sedangkan, dengan dunia sehari-hari. puisi “Malaikat Juga Tahu” memiliki kekuatan

DAFTAR PUSTAKA

Damono, S. D. (2015a). Hujan Bulan Juni (Sepilihan Sajak) . Jakarta: PT Gramedia.

Damono, S. D. (2015b). Sastra Bandingan . Jakarta: Editum.

Darmadi, D. M. (2018). Semiotika dalam Puisi Hujan Bulan Juni Karya Sapardi Djoko Damono. Jurnal Membaca (Bahasa Dan Sastra Indonesia) . https://doi.org/10.30870/jmbsi.v3i1.3706

Hartoko, D. dan B. R. (1986). Pemandu di Dunia Sastra . : Kanisius.

Junus, U. (1981). Puisi Indonesia dan Melayu Modern . Jakarta: PT Bharatara Karya Aksara.

Lestari. (2015). Rectoverso . Yogyakarta: PT Bentang Pustaka.

Pradopo, R. D. (2007). Pengkajian Puisi . Yogyakarta: Gajah Mada Iniversity Press.

Purnomo, M. H., & Kustoro, U. (2018). Transformasi Hujan Bulan Juni Karya Sapardi Djoko Damono. Nusa: Jurnal Ilmu Bahasa Dan Sastra . https://doi.org/10.14710/nusa.13.2.329-340

Ratna, N. K. (2010). Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra . Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ratna, N. K. (2015). Estetika Sastra dan Budaya . Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Santosa, P. dan D. (2013). Dunia Kepengarangan Sapardi Djoko Damono . Yogyakarta: Eitmatera.

Suryaman, M. dan W. (2012). Puisi Indonesia . Yogyakarta: Penerbit Ombak.

Suyatmi, T. (2008). Sastra Perbandingan . Yogyakarta: Universitas Ahmad Dahlan.

Yulianto, A. (2018). Analisis Intertekstual Puisi “Tangisan Batu” Dan “Air Mata Legenda” Karya Abdurrahman El Husainy. Sirok Bastra . https://doi.org/10.37671/sb.v3i1.56

182

Hendrike Priventa: Perbandingan Nilai Estetis Puisi “Hujan Bulan Juni” Karya Sapardi Djoko Damono dan “Malaikat Juga Tahu” Karya Dewi Lestari: Kajian Intertekstualitas dan Sastra Bandingan

183