Quick viewing(Text Mode)

Investigasi Etnomatematika Terhadap Budaya Dan

Investigasi Etnomatematika Terhadap Budaya Dan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

TESIS

INVESTIGASI ETNOMATEMATIKA TERHADAP BUDAYA DAN ARSITEKTUR UTARA DAN PENERAPANNYA DALAM PENYUSUNAN LKPD UNTUK PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA AN ETHNOMATHEMATICAL INVESTIGATION OF THE CULTURE AND ARCHITECTURE OF OMO SEBUA IN NORTH NIAS AND ITS IMPLEMENTATION IN THE DEVELOPMENT OF STUDENTS’ WORKSHEET FOR MATHEMATICS LEARNING IN THE JUNIOR HIGH SCHOOL

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh derajat Magister Pendidikan pada Program Magister Pendidikan Matematika

Novanolo Christovori Zebua 161442010

PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN MATEMATIKA JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2020

i

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

MOTTO

“Fakta unik, banyak manusia yang menghidari sakit, lelah dan jenuh. Bersyukurlah ketika kita merasakan sakit, lelah dan jenuh. Hal itu yang membuat manusia, manusia”

nzebua080819

iv

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Dengan ini saya menyatakan bahwa pada tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar Ahli Madya/kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Yogyakarta, 12 Juni 2020

Novanolo Christovori Zebua

v

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiwa Universitas Sanata Dharma: Nama : Novanolo Christovori Zebua Nomor Mahasiswa : 161442010

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma suatu karya ilmiah yang berjudul : INVESTIGASI ETNOMATEMATIKA TERHADAP BUDAYA DAN ARSITEKTUR OMO SEBUA NIAS UTARA DAN PENERAPANNYA DALAM PENYUSUNAN LKPD UNTUK PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA beserta perangkat yang diperlukan. Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma baik untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengolahnya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas dan mempublikasikan di internet atau media lain untuk keperluan akademis tanpa meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal 12 Juni 2020

Yang menyatakan

Novanolo Christovori Zebua

vi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PRAKATA

Puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas segala berkat yang telah diberikan-Nya, sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Tesis dengan judul

“Investigasi Etnomatematika Terhadap Budaya dan Arsitektur Omo Sebua Nias

Utara dan Penerapannya dalam Penyusunan LKPD untuk Pembelajaran

Matematika di Sekolah Menengah Pertama” ini ditujukan untuk memenuhi sebagian persyaratan akademik guna memperoleh gelar Master Pendidikan

Matematika Strata Dua Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Peneliti menyadari bahwa tanpa pimpinan Tuhan, serta bimbingan, bantuan dan doa dari berbagai pihak, tesis ini tidak akan dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

Oleh karena itu, peneliti mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses pengerjaan tesis ini, yaitu kepada:

1) Yayasan Sanata Dharma yang telah memberikan kesempatan belajar

dengan lingkungan dan dosen yang berkualitas selama ini.

2) Bapak Dr. Marcellinus Andy Rudhito, S.Pd, selaku Ketua Jurusan

Magister Pendidikan Matematika yang telah memfasilitasi program

belajar yang interaktif sehingga dapat mengakomodir kebutuhan

mahasiswanya.

3) Bapak Prof. Dr. St. Suwarsono, selaku Dosen Pembimbing yang telah

memberikan doa, bimbingan dan banyak memberikan masukan kepada

peneliti.

vii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

4) Seluruh dosen yang telah membantu peneliti selama mengenyam

pendidikan di Universitas Sanata Dharma.

5) Keluarga penulis yaitu A. Novan Zebua, I. Novan Zebua, Andra Zebua,

dan Fani Zebua yang telah memberikan dukungan materi dan doa terbaik

selama peneliti mengenyam pendidikan.

6) Istri tercinta, Ellin Carlina, yang selalu ada di samping saya, mendukung,

mendoakan serta mengingatkan untuk tetap semangat dan fokus

menyelesaikan pendidikan saya.

7) Teman-teman seperjuangan (Magister Pendidikan Matematika USD

angkatan 2016 genap dan ganjil) yang telah berbagi suka dan duka semasa

perkuliahan.

8) Teman-teman peneliti Bella, Arif, Januar dan lainnya yang telah

mendukung dalam doa sehingga peneliti dapat menyelesaikan tugas ini.

Akhir kata, peneliti menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kelemahan pada tesis ini. Peneliti menyadari hal tersebut sehingga kritik dan saran dari pembaca sangat bermanfaat bagi peneliti.

Yogyakarta, 12 Juni 2020

Penulis

viii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ABSTRAK

Novanolo Christovori Zebua, 2020. Investigasi Etnomatematika terhadap Budaya dan Arsitektur Omo Sebua Nias Utara dan Penerapannya dalam Penyusunan LKPD untuk Pembelajaran Matematika di Sekolah Menengah Pertama. Tesis. Program Studi Magister Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Nias merupakan salah satu suku bangsa dengan kebudayaan Omo Sebua yang sarat akan konsep dan prinsip matematika di dalamnya. Tujuan penelitian ini adalah 1) menyajikan deskripsi secara lengkap mengenai proses dan hasil pembangunan Omo Sebua di Nias Utara pada jaman dulu, 2) menyajikan hasil penelitian Aktivitas Fundamental Matematis yang dilakukan masyarakat Nias Utara dalam membangun Omo Sebua di Nias, 3) menyajikan hasil penelitian Objek Langsung Pembelajaran Matematika yang terkandung di dalam budaya dan arsitektur Omo Sebua dan 4) menyajikan hasil perencanaan LKPD dengan menggunakan pendekatan Etnomatematika yang dapat membantu konstruksi pengetahuan peserta didik di Nias Utara. Penelitian ini melibatkan dua metode penelitian yaitu penelitian etnografi dan penelitian pengembangan menggunakan R2D2. Instrumen primer penelitian ini adalah peneliti sendiri sedangkan narasumber penelitian ini melibatkan 3 pihak yaitu: tuka atau tukang, pemilik rumah dan budayawan setempat. Instrumen sekunder penelitian berupa catatan penelitian, hasil wawancara, video rekaman serta dokumentasi di lapangan. Hasil penelitian terhadap Aktivitas Fundamental Matematis yang diusulkan Bishop, yaitu: Counting, Locating, Measuring, Designing, Playing dan Explainging, serta Objek Langsung Pembelajaran Matematika oleh Gagne, yaitu: Fakta, Konsep, Prinsip dan Ketrampilan Matematika, yang ditemukan menjelaskan bahwa salah satu kebudayaan Nias yaitu Omo Sebua mengandung prinsip matematika yang kental dalam proses pembangunan serta struktur yang dimiliki. Kebudayaan tersebut layak menjadi dasar konstruksi pengetahuan peserta didik pada ilmu pengetahuan matematika mereka. Diharapkan hasil implementasi dari hasil penelitian ini, dalam bentuk Lembar Kerja Peserta Didik, mampu membantu dalam menyelesaikan masalah yang terjadi pada peserta didik di Nias khususnya di bagian utara pulau Nias.

Kata Kunci: Etnomatematika, Omo Sebua Nias Utara, LKPD Matematika.

ix

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ABSTRACT

Novanolo Christovori Zebua, 2020. An Ethnomathematical Investigation of The Culture and Architecture of Omo Sebua in North Nias and Its Implementation in The Development of Students’ Worksheet for Mathematics Learning in The Junior High School. Thesis. Master of Mathematics Education Program, Department of Mathematics and Science Education, Faculty of Teacher Training and Education, Sanata Dharma Unviersity, Yogyakarta.

Nias is one of the ethnic groups of Indonesia with Omo Sebua culture which is full of mathematical concepts and principles in it. The purpose of this study is to 1) present a complete description of the process and result of developing traditional Omo Sebua in North Nias, 2) present the results of research on Mathematical Fundamental Activities carried out by the people of North Nias in building Omo Sebua in Nias, 3) present the results of research into direct object of Mathematical Learning contained in the culture and architecture of Omo Sebua and 4) presens the results of LKPD (Worksheet) planning using the Ethnomatematics approach that can help construct the knowledge of students in North Nias. This research involves two research methods namely ethnographic research and development research using R2D2. The primary instrument of this research is the researcher himself, while the informants of this study involve 3 speakers namely: tuka or handyman, homeowner and local cultural expert. The secondary instruments are in the form of research notes, interviews, video recordings and documentation in the field. The results of the research consisted on the Fundamental Mathematical Activities proposed by Bishop (Counting, Locating, Measuring, Designing, Playing and Explaining) as well as the direct objects of Mathematics Learning by Gagne (Facts, Concepts, Principles and Mathematical Skills). It was found that Omo Sebua contains strong mathematical principles in the construction process and in the structure. The culture of Omo Sebua can be used as the bases to construct students' mathematical knowledge. The result of implementation of this study, in the form of Student Worksheets, can help students to solve their problems.

Keywords: Ethnomathematics, Omo Sebua North Nias, LKPD Mathematics.

x

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ...... ii

HALAMAN PENGESAHAN ...... iii

MOTTO ...... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...... v

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ...... vi

PRAKATA ...... vii

ABSTRAK ...... ix

ABSTRACT ...... x

DAFTAR ISI ...... xi

DAFTAR GAMBAR ...... xvi

DAFTAR TABEL ...... xxi

DAFTAR LAMPIRAN ...... xxii

BAB I PENDAHULUAN ...... 1

A. Latar Belakang ...... 1

B. Pernyataan tentang Masalah ...... 6

C. Rumusan Masalah...... 7

D. Tujuan Penelitian ...... 8

E. Pembatasan Masalah ...... 8

F. Manfaat Penelitian ...... 9

1. Manfaat Teoritis ...... 9

2. Manfaat Praktis ...... 9

G. Daftar Istilah ...... 10

xi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...... 12

A. Budaya Nias Utara ...... 12

B. Omo Sebua ...... 18

C. Teori Aktivitas Fundamental Matematis ...... 20

1. Counting (Menghitung) ...... 22

2. Locating (Menentukan Lokasi, Menempatkan) ...... 24

3. Measuring (Mengukur) ...... 26

4. Designing (Merancang, Mendisain) ...... 28

5. Playing (Bermain) ...... 29

6. Explaning (Menjelaskan) ...... 31

D. Objek Langsung Pembelajaran Matematika ...... 33

E. Penelitian Terkait ...... 35

F. Kerangka Berpikir ...... 37

BAB III METODE PENELITIAN...... 41

A. Jenis Penelitian ...... 41

B. Narasumber ...... 42

C. Obyek Penelitian...... 42

D. Langkah-langkah Penelitian ...... 43

E. Bentuk Data ...... 44

F. Metode Pengumpulan Data ...... 46

G. Instrumen Pengumpulan Data ...... 49

H. Teknik Analisis Data ...... 50

I. Prosedur Pelaksanaan Penelitian Secara Keseluruhan ...... 51

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...... 53

A. Proses dan Struktur Bangunan Omo Sebua Nias Utara ...... 53

xii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

1. Struktur Bangunan Omo Sebua Nias Utara ...... 53

2. Proses Pembangunan Omo Sebua Nias Utara ...... 62

B. Analisis Data Berdasarkan 6 Aktivitas Fundamental Matematis ...... 115

1. Menghitung (Counting) ...... 115

a. Perhitungan Waktu ...... 115

b. Perhitungan Hari ...... 118

2. Menempatkan (Locating) ...... 120

a. Penempatan rumah secara keseluruhan...... 120

b. Penempatan tiang Ehomo dan Silalö Yawa...... 122

c. Penempatan tiang Fanusu, Silötö dan Laliöwö...... 122

d. Penempatan tiang Sanari, Alisi dan Famaö’ö...... 123

3. Mengukur (Measuring)...... 123

a. Mengukur Luas Lahan yang Diperlukan untuk Pembangunan ...... 123

b. Mengukur dan Menetapkan Posisi Tiang Ehomo ...... 124

c. Mengukur dan Mempersiapkan Kayu yang Dibutuhkan ...... 125

4. Mendisain (Designing) ...... 126

a. Membentuk Papan ...... 126

b. Memahat Tiang Ehomo dan Silalö Yawa ...... 127

c. Memahat Tiang Ni’o Lasara Pada Tuwu Gahe ...... 127

d. Memahat Tarali ...... 128

e. Membentuk Tiang Gasö ...... 128

f. Membentuk tiang Famaö’ö, Nue, Henedeö...... 128

g. Membentuk tiang lainnya ...... 129

5. Bermain (Playing) ...... 129

xiii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

a. Tarian Folaya Famadögö Omo yang Ada Pada Kegiatan Mangowasa Banua 129

6. Menjelaskan (Explaining) ...... 130

a. Kemampuan khusus seorang tuka ...... 130

b. Kemampuan khusus seorang ere ...... 131

c. Memilih dan Membentuk Pohon yang Dijadikan Tiang dalam Keseluruhan Bangunan...... 132

d. Pemilihan dan Penggunaan Motif Tarunahe dan Ni’o Lasara...... 133

e. Pembagian 3 Bagian Rumah...... 133

C. Objek Pembelajaran Matematika yang ada pada Kebudayaan Omo Sebua Nias Utara...... 134

1. Fakta Matematika ...... 134

a. Penggunaan dan penyebutan lambang angka...... 134

2. Konsep Matematika ...... 135

a. Satuan ukuran panjang ...... 136

b. Himpunan Bilangan ...... 138

c. Bangun Ruang ...... 141

c. i. Bangun ruang balok...... 141

c. ii. Bangun ruang tabung...... 143

c. iii. Bangun ruang segi banyak (Bangun ruang yang irisan melintangnya berupa segi banyak)...... 143

c. iv. Bangun ruang tak beraturan...... 143

d. Transformasi Bangun Datar ...... 144

d. i. Motif Ukiran 1...... 144

d. ii. Motif Ukiran 2 ...... 149

d. iii. Motif Tiang Ni’o Lasara...... 154

xiv

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

e. Kongkruen dan Kesebangunan Bangun Datar...... 156

e. i. Konkruensi Bangun Datar ...... 156

e. ii. Kesebangunan Bangun Datar ...... 156

3. Prinsip Matematika ...... 157

4. Ketrampilan Matematika ...... 157

a. Perkalian, Pembagian dan Pecahan...... 158

D. Implementasi Etnomatematika dalam Konstruksi Pengetahuan Matematika Peserta Didik di Nias Utara ...... 160

1. Langkah I Define ...... 160

2. Langkah II Design and Develop ...... 161

3. Langkah III Dissemination ...... 171

E. Refleksi Penelitian ...... 171

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...... 175

A. Kesimpulan ...... 175

B. Saran ...... 178

DAFTAR PUSTAKA ...... 180

LAMPIRAN 1 ...... 182

LAMPIRAN 2 ...... 200

LAMPIRAN 3 ...... 209

xv

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Letak geografis Pulau Nias...... 12 Gambar 2.2 Kerangka berpikir penelitian ...... 37 Gambar 3.1 Prosedur pengembangan pembelajaran pengembangan paket pembelajaran tipe R2D2 (Reflective, Recursive, Design, and Development) (Sumber: Roos) ...... 44 Gambar 4. 1 Aro Mbato (Bagian kaki-kaki rumah) ...... 54 Gambar 4. 2 Boto Nomo (Bagian tempat tinggal rumah)...... 57 Gambar 4. 3 Mbubu Nomo (Bagian atap rumah) ...... 60 Gambar 4. 4 Dane-dane Gehomo (Batu fondasi tempat meletakkan tiang ehomo) ...... 67 Gambar 4. 5 Posisi Silalö Yawa tampak atas ...... 71 Gambar 4. 6 Tiang Silalö Yawa pertama ...... 72 Gambar 4. 7 Tiang Silalö Yawa kedua berserta Fanusu ...... 73 Gambar 4. 8 Keempat tiang Silalö Yawa didirikan ...... 73 Gambar 4. 9 Cara menentukan letak Ehomo di tengah ...... 75 Gambar 4. 10 Mendirikan Ehomo di tengah ...... 75 Gambar 4. 11 Pembagian jarak antar Ehomo ...... 76 Gambar 4. 12 Penampakan 3D dari gambar 4. 11 ...... 76 Gambar 4. 13 Peletakan tiang Ehomo ...... 77 Gambar 4. 14 Penampakan 3D dari gambar 4. 13 ...... 77 Gambar 4. 15 Ehomo Dalam beserta Fanusu...... 78 Gambar 4. 16 Penampakan 3D gambar 4. 15 ...... 78 Gambar 4. 17 Peletakan Silötö ...... 79 Gambar 4. 18 Penampakan 3D gambar 4. 17 ...... 79 Gambar 4. 19 Peletakan Ehomo Luar seluruhnya ...... 80 Gambar 4. 20 Penampakan 3D gambar 4. 19 ...... 80 Gambar 4. 21 Peletakan tiang Silötö tampak atas (garis biru putus-putus) ...... 81 Gambar 4. 22 Penampakan 3D gambar 4. 21 ...... 82 Gambar 4. 23 Keseluruhan Aro Mbato ...... 82

xvi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Gambar 4. 24 Penampakan 3D Gambar 4. 23 ...... 82 Gambar 4. 25 Posisi tiang Diwa digambarkan dengan garis lurus merah dan biru ...... 84 Gambar 4. 26 Penampakan Diwa secara 3D ...... 85 Gambar 4. 27 Tiang Diwa tampak muka ...... 85 Gambar 4. 28 Tiang Diwa tampak samping kanan ...... 85 Gambar 4. 29 Batu pemberat tiang Diwa ...... 86 Gambar 4. 30 Teknik futi pada tiang Diwa di atas Fanusu ...... 86 Gambar 4. 31 Teknik futi pada tiang Diwa di atas tiang Silötö ...... 86 Gambar 4. 32 Teknik futi pada setiap bagian di Aro Mbato ...... 87 Gambar 4. 33 Posisi Diwa dan Ehomo ...... 87 Gambar 4. 34 Perhitungan sudut yang dibentuk oleh tiang Diwa dan Ehomo ..... 88 Gambar 4. 35 Pemasangan tiang Buate...... 89 Gambar 4. 36 Pemasangan tiang Tarubumbu ...... 90 Gambar 4. 37 Pemasangan sementara papan lantai sebagai patokan tuka saat mengerjakan Mbumbu Nomo ...... 91 Gambar 4. 38 Pemasangan tiang Tarunahe ...... 91 Gambar 4. 39 Pemasangan Edu'e ...... 92 Gambar 4. 40 Pemasanagan Ora (tangga masuk rumah) ...... 93 Gambar 4. 41 Pemasangan 2 buah tiang Alisi dan 4 buah tiang Sanari...... 93 Gambar 4. 42 Pemasanagn tiang Famaö’ö ...... 94 Gambar 4. 43 Pemasangan tiang pendukung pada tingkat pertama...... 95 Gambar 4. 44 Pemasangan tiang Alisi, Sanari dan Famaö’ö pada tingkat kedua 95 Gambar 4. 45 Pemasangan tiang pendukung, Alisi, Sanari, dan Famaö’ö pada tingkat ketiga ...... 96 Gambar 4. 46 Pemasangan tiang pendukung, Alisi, Sanari, dan Famaö’ö pada tingkat terakhir ...... 97 Gambar 4. 47 Pemasangan tiang Boli di atas tiang Tarubumbu ...... 97 Gambar 4. 48 Pemasangan Gasö ...... 98 Gambar 4. 49 Pemasangan Nue ...... 98 Gambar 4. 50 Pemasangan atap rumbia lapisan I ...... 99

xvii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Gambar 4. 51 Pemasangan atap rumbia lapisan II ...... 99 Gambar 4. 52 Pemasangan atap rumbia lapisan III...... 100 Gambar 4. 53 Pemasangan atap rumbia hingga ke atas ...... 100 Gambar 4. 54 Pemasangan atap rumbia selesai ...... 100 Gambar 4. 55 Pemasangan Tuwu-tuwu (Jendela di atap) ...... 101 Gambar 4. 56 Pematenkan papan lantai ...... 101 Gambar 4. 57 Pemasangan tiang dinding kamar ...... 102 Gambar 4. 58 Pemasangan dinding kamar ...... 102 Gambar 4. 59 Pemasangan tiang Tuwu Gahe ...... 103 Gambar 4. 60 Pemasanganan tiang Ni’o Lasara ...... 104 Gambar 4. 61 Proses pembagian tempat Ni’o Lasara ...... 104 Gambar 4. 62 Penampakan 3D gambar 4. 61 ...... 105 Gambar 4. 63 Posisi Ni’o Lasara lainnya ...... 105 Gambar 4. 64 Penampakan 3D gambar 4. 63 ...... 106 Gambar 4. 65 Pemasangan dinding luar rumah ...... 106 Gambar 4. 66 Pemasangan tiang Henedeö ...... 107 Gambar 4. 67 Pemasangan papan Zarazara ...... 107 Gambar 4. 68 Pemasangan Tarali kamar ...... 108 Gambar 4. 69 Tarali motif 1 ...... 108 Gambar 4. 70 Tarali motif 2 ...... 108 Gambar 4. 71 Pintu depan / pintu utama rumah...... 109 Gambar 4. 72 Pintu kamar 1 dan 2 ...... 109 Gambar 4. 73 Pintu kamar 3 dan 4 ...... 110 Gambar 4. 74 Merapihkan bagian rumah ...... 110 Gambar 4. 75 Omo Sebua tampak depan ...... 111 Gambar 4. 76 Omo Sebua tampak samping kiri ...... 111 Gambar 4. 77 Omo Sebua tampak belakang ...... 112 Gambar 4. 78 Omo Sebua tampak samping kanan ...... 112 Gambar 4. 79 Penanggalan orang Nias jaman dahulu ...... 120 Gambar 4. 80 Ukuran Lalu'a ...... 136 Gambar 4. 81 Ukuran Lito ...... 136

xviii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Gambar 4. 82 Ukuran Döfa ...... 137 Gambar 4. 83 Ukuran Beka ...... 137 Gambar 4. 84 Ukuran Si'u ...... 137 Gambar 4. 85 Ukuran Löwilöwi ...... 138 Gambar 4. 86 Motif 1 pada Tarali ...... 144 Gambar 4. 87 Transformasi pencerminan pada motif 1 ...... 144 Gambar 4. 88 Transformasi pencerminan pada motif 1.1 ...... 145 Gambar 4. 89 Transformasi pencerminan pada motif 1.2 ...... 145 Gambar 4. 90 Transformasi pencerminan pada motif 1.3 ...... 146 Gambar 4. 91 Transformasi pencerminan pada motif 1.4 ...... 146 Gambar 4. 92 Transformasi pencerminan pada motif 1.5 ...... 146 Gambar 4. 93 Transformasi rotasi ruang pada motif 1 ...... 147 Gambar 4. 94 Transformasi rotasi ruang pada motif 1.1 ...... 147 Gambar 4. 95 Transformasi rotasi ruang pada motif 1.2 ...... 148 Gambar 4. 96 Transformasi rotasi ruang pada motif 1.3 ...... 148 Gambar 4. 97 Transformasi rotasi ruang pada motif 1.4 ...... 148 Gambar 4. 98 Transformasi rotasi ruang pada motif 1.5 ...... 149 Gambar 4. 99 Motif 2 pada Tarali ...... 149 Gambar 4. 100 Transformasi pencerminan pada motif 2 ...... 150 Gambar 4. 101 Transformasi rotasi ruang pada motif 2 ...... 150 Gambar 4. 102 Transformasi pencerminan bidang pada motif 2.1 ...... 151 Gambar 4. 103 Transformasi pencerminan bidang pada motif 2.2 ...... 151 Gambar 4. 104 Transformasi pencerminan bidang pada motif 2.3 ...... 151 Gambar 4. 105 Transformasi rotasi ruang pada motif 2.1 ...... 152 Gambar 4. 106 Transformasi rotasi ruang pada motif 2.2 ...... 152 Gambar 4. 107 Transformasi rotasi ruang pada motif 2.3 ...... 152 Gambar 4. 108 Transformasi rotasi ruang terhadap sebuah titik di luar dengan r=78,5mm ...... 153 Gambar 4. 109 Transformasi rotasi ruang terhadap sebuah titik di luar dengan r=45mm ...... 153

xix

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Gambar 4. 110 Transformasi Rotasi Terhadap Sebuah Titik di Luar Pada Motif 2.6 ...... 154 Gambar 4. 111 Transformasi Rotasi Terhadap Sebuah Titik di Luar Pada Motif 2...... 154 Gambar 4. 112 Transformasi pencerminan pada tiang Ni'o Lasara ...... 155 Gambar 4. 113 Transformasi rotasi ruang pada tiang Ni'o Lasara ...... 155 Gambar 4. 114 Posisi tiang Ehomo dan Silalö Yawa ...... 158 Gambar 4. 115 Proses penentuan titik letak tiang Ehomo tengah ...... 159 Gambar 4. 116 Proses penentuan jarak antar tiang Ehomo ...... 159

xx

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR TABEL

Tabel 4. 1 Istilah penyebutan waktu bahasa nias ...... 116 Tabel 4. 2 Penamaan hari pada penanggalan nias ...... 119 Tabel 4. 3 Fakta matematika: penyebutan simbol bilangan ...... 135 Tabel 4. 4 Satuan ukuran panjang yang digunakan masyarakat Nias ...... 136 Tabel 4. 5 Himpunan bilangan 1 - 10 ...... 139 Tabel 4. 6 Himpunan bilangan 11 - 20 ...... 139 Tabel 4. 7 Himpunan bilangan 21 - 40 ...... 140 Tabel 4. 8 Transformasi pencerminan setiap bentuk dalam tarali motif 1 ...... 145 Tabel 4. 9 Transformasi rotasi ruang setiap bentuk dalam tarali motif 1 ...... 147 Tabel 4. 10 Transformasi pencerminan dan rotasi pada tarali motif 2...... 150 Tabel 4. 11 Transformasi pencerminan setiap bentuk dalam tarali motif 2 ...... 151 Tabel 4. 12 Transformasi rotasi ruang setiap bentuk dalam tarali motif 2 ...... 152 Tabel 4. 13 Struktuk materi matematika kurikulum KTSP 2013 revisi 2016 ..... 162 Tabel 4. 14 Struktur KI dan KD K3 mata pelajaran Matematika ...... 163

xxi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Usulan LKPD Matematika Kelas 7 dengan pendekatan Etnomatematika ...... 182

Lampiran 2 Wawancara dengan Ama Vicky Zebua Sebagai Tukang (Tuka) Pembangun Omo Sebua ...... 200

Lampiran 3 Wawancara dengan Ama Serlin Zebua Sebagai Tokoh Adat di Kampung Siwahili ...... 209

xxii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Aktivitas matematis, meskipun tidak disadari, merupakan bagian dari aktivitas manusia dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan matematika yang didapatkan di sekolah hanya merupakan salah satu bagian dari aktivitas matematis tersebut. Secara alamiah, setiap manusia dapat mempelajari dan menggunakan matematika melalui proses belajar di kehidupan kesehariannya, mulai dari melihat, memegang, melakukan hingga proses yang lebih tinggi seperti membayangkan, memikirkan, dan menganalisis. Meskipun seseorang tanpa mengikuti pendidikan di sekolah, ia dapat melakukan aktivitas matematika. Lebih dari itu, ia bahkan dapat mengembangkan kemampuan matematis tersebut hingga tahap analisis, evaluasi, dan kreasi. Pertanyaan menarik muncul bagaimana sesesorang mempelajari matematika tanpa mengikuti pendidikan matematika formal di kelas? Selain itu apakah mungkin aktivitas-aktivitas keseharian tersebut menjadi pendukung bagi proses belajar matematika di kelas? Kedua pertanyaan tersebut merupakan permasalahan menarik dalam dunia kependidikan matematika sekarang ini, yaitu, bagaimanakah aktivitas matematis dalam hidup sehari-hari dapat membantu peserta didik dalam proses pembelajaran matematika di dalam kelas?

Pendidikan matematika di sekolah merupakan sesuatu yang dinamis., mengalami perubahan dan pembaharuan sesuai dengan atruan pemerintah dan

1

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

2 situasi peserta didik. Perubahan-perubahan tersebut tentu dimaksudkan untuk perbaikan dan pembaharuan agar peserta didik dapat mengikuti pembelajaran matematika dengan lebih mudah dan lebih baik. Banyak penelitian sudah dilakukan untuk memperkaya metode pembelajaran di sekolah. Dalam konteks ini, etnomatematika hadir sebagai salah satu metode pendekatan pembelajaran matematika di sekolah.

Etnomatematika merupakan sebuah pendekatan pembelajaran matematika yang menggali matematika dalam budaya. Etnomatematika mencoba menemukan hubungan antara pendidikan matematika dan latar belakang sosial-budaya yang dimiliki oleh peserta didik. Zhang dan Zhang (2010) mengatakan bahwa

“Ethnomathematics is often defined as the research on the relationship between mathematics (mathematics education) and the corresponding social and cultural backgrounds”. Proses menghubungkan matematika dan budaya dipercayai akan membantu konstruksi pengetahuan matematis peserta didik karena dalam proses tersebut matematika langsung ditempatkan dalam kehidupan sehari-hari peserta didik. Sejalan dengan hal tersebut, peneliti memiliki kepercayaan bahwa etnomatematika dapat memberikan sumbangan yang signifikan bagi pembelajaran matematika di Indonesia. Seluruh proses pembelajaran matematika yang berdasarkan keadaan sosial-budaya masyarakat setempat akan mempermudah peserta didik untuk menyerap materi yang sedang dipelajari.

Indonesia adalah negara dengan kondisi sosial dan budaya yang sangat beragam. Sensus Penduduk tahun 2010 (BPS, 2015), mulai dari Sabang hingga

Merauke terdapat sekitar 1331 kategori suku di Indonesia. Kondisi ini menjadi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

3 tantangan bagi dunia kependidikan bagaimana meningkatkan mutu pendidikan di

Indonesia dalam situasi budaya yang beragam. Apakah metode sumber belajar harus seragam untuk seluruh Indonesia? Perlukah sumber belajar yang mengakomodasi kebudayaan yang dimiliki oleh peserta didik? Peneliti memiliki kepercayaan bahwa pembelajaran matematika yang memperhatikan kebudayaan yang dimiliki peserta didik sesuai untuk situasi Indonesia. Mengamati buku-buku matematika yang dipakai untuk sekolah menengah, peneliti melihat bahwa matematika dalam budaya belum banyak dimanfaatkan dalam pembelajran matematika. Hal tersebut seharusnya menjadi perhatian bagi pendidik matematika di Indonesia yang menurut peneliti kurang melihat potensi budaya dalam mengajarkan matematika di kelas. Peneliti percaya bahwa pembelajaran berbasis

Etnomatematika bukanlah hal yang mustahil untuk dilakukan di Indonesia.

Kabupaten Nias merupakan salah satu kabupaten di Indonesia yang memiliki tingkat pendidikan masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari rendahnya keikutsertaan dalam pendidikan di sekolah menengah pertama sebanyak (65.5%) dan sekolah menengah atas (39.33%) pada tahun 2013 (NIAS, 2016). Sebagai perbandingan, keikutsertaan dalam pendidikan di sekolah menengah pertama di

Daerah Istimewa adalah 97,23% (Depdikbud 2015). Fakta tersebut menunjukkan bahwa masyarakat Nias perlu meningkatkan minat keikutsertaannya dalam pendidikan formal. Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan minat belajar di sekolah adalah membuat suasana pembelajaran di sekolah yang menyenangkan dan menyediakan pustaka pendukung belajar yang berkaitan dengan kehidupan peserta didik di sana

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

4 Peneliti menilai bahwa belum banyak publikasi yang berhubungan dengan kebudayaan di Nias. Padahal kebudayaan Nias memiliki kekayaan yang perlu digali dan dilestarikan Beberapa penelitian yang telah dilakukan antara lain oleh Sri

Rahayu (2015) tentang tarian Famadogo Omo dalam upacara memasuki rumah baru, Dharma Kelana Putra (2017) yang meneliti ragam tari tradisional asal nias,

Sonny Eli Zaluchu (2020) yang mendeskripsikan tarian Maena sebagai identitias suku nias. Peneliti lain, seperti Hanashi (2012) dan Alan Viaro (2010), melakukan penelitian tentang bangunan tradisional dalam kebudayaan Nias. Dalam penelitian tersebut, Hanashi menemukan bahwa masyarakat Nias telah menggunakan matematika dalam bagian-bagian yang terdapat dalam bangunan tradisional di Nias

Selatan. Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa konstruksi telah memenuhi hukum fisika-matematika. Banguan tersebut juga tahan terhadap goncangan gempa bumi (Hanashi, 2012). Dari sini dapat disimpulkan bahwa masyarakat Nias telah menggunakan matematika untuk membuat sebuah konstruksi yang baik bagi rumah adat.

Pulau Nias terbagi menjadi lima kabupaten yang termasuk dalam provinsi

Sumatra Utara, yaitu Kabupaten Nias, Nias Utara, Nias Selatan, Nias Barat, dan

Kota Gunung Sitoli. Kebudayaan yang dimiliki oleh suku Nias meliputi tarian, nyanyian, Ondreita (peninggalan sejarah), Fondragö (hukum adat), Amaedola

(peribahasa), serta Nidune-dune (cerita adat). Salah satu kebudayaan Nias yang merupakan daya tarik bagi wisatawan ialah Onderita antara lain Ombo Batu

(Loncat Batu Nias) dan Omo Hada (Rumah Adat Nias). Ombo Batu merupakan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

5 kebudayaan khas yang hanya dimiliki oleh suku Nias, sedangkan Omo Hada merupakan rumah panggung yang tahan terhadap gempa bumi.

Omo Hada / Omo Sebua Nias Utara merupakan bangunan adat yang dibangun menggunakan teknik bangunan (vernakular) masyarakat setempat dengan mengutamakan tiga dasar utama dalam teknik arsitektur yaitu: kekokohan, kegunaan, dan keindahan. Hal tersebut terlihat dalam konstruksi bangunan mulai dari kaki fondasi hingga kerangka penyusun atap rumah. Konstruksi struktur fondasi yang dimiliki menjadikan Omo Sebua ini tahan terhadap beberapa bencana alam, seperti gempa bumi dan angin topan.

Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti ingin melakukan penelitian tentang unsur-unsur matematika yang terdapat dalam Omo Sebua Nias Utara. Peneliti juga ingin merancang sebuah instrumen pembelajaran matematika berdasarkan pengetahuan masyarakat Nias tentang Omo Sebua Nias Utara. Peneliti berharap bahwa keterkaitan pembelajaran matematika dan budaya ini akan meningkatkan minat untuk belajar anak-anak di Nias terhadap pembelajaran matematika. Melalui penelitian ini, peneliti mencoba berpartisipasi terhadap pergulatan pembelajaran matematika di Indonesia dengan memasukkan unsur kebudayaan aseli Indonesia dalam pembelajaran matematika di sekolah. Peneliti memiliki kepercayaan bahwa budaya lokal merupakan potensi untuk memperkaya pembelajaran matematika di sekolah. Kekayaan yang dimiliki oleh masyarakat, khususnya Omo Sebua, diharapkan dapat membantu peserta didik di Nias memahami materi matematika yang dipelajari di sekolah.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

6 B. Pernyataan tentang Masalah

Kebudayaan yang dimiliki oleh anak-anak Nias mempengaruhi cara pandang mereka dalam melihat dan memahami konsep matematika. Bahasa, logika berpikir yang dimiliki oleh anak-anak hingga cara penyelesaian masalah yang mereka miliki sangat dipengaruhi oleh kebudayaan yang mereka hidupi.

Berdasarkan hasil wawancara awal dengan salah satu pendidik dan peserta didik kelas 7 di salah satu sekolah swasta di Nias, peserta didik mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal Matematika. Kesulitan tersebut disebabkan oleh kesulitan dalam memahami bahasa dan contoh-contoh ilustrasi yang digunakan dalam buku pembelajaran. Respon peserta didik di Nias tersebut menggambarkan bahwa perbedaan budaya menghambat peserta didik untuk memahami materi.

Menanggapi kesulitan tersebut, penelitian ini mengusulkan penggunaan budaya

Nias untuk membantu peserta didik di Nias agar dapat meningkatkan pemahaman materi matematika yang dipelajari di kelas.

Kebudayaan masyarakat Nias Utara tentu sangat dipahami oleh peserta didik karena mereka menghidupi budaya tersebut. Unsur kebudayaan yang pertama mereka kenal adalah bahasa yang melekat dengan kehidupan mereka sehari-hari.

Pada tahap berikutnya, mereka akan mengenal unsur kebudyaan kebudayaan lainnya, seperti tarian, nyanyian dan arsitektur, yang merupakan potensi budaya yang perlu digali dan dikembangkan. Peneliti percaya bahwa pemahaman peserta didik di Nias Utara terhadap kebudayaan sebenarnya merupakan potensi yang mereka miliki guna menkonstruksi pengetahuan. Secara khusus, mereka seharusnya dapat menkonstruksi pengetahuan matematisnya memalui budaya yang lekat

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

7 dengan mereka. Dengan kata lain, etnomatematika dapat dipergunakan untuk menyelesaikan permasalahan rendahnya minat pesrta didik terhadap pembelajaran matematika. Oleh karena itu, penelitian ini berusaha untuk mengidentifikasi konstruksi matematis yang ada dalam rumah adat (Omo Sebua) di Nias Utara di wilayah Pulau Nias. Selain itu, penelitian ini akan menyelidiki jenis pengaruh aspek budaya ini terhadap proses berpikir matematis peserta didik di sekolah.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan ruang lingkup penelitian yang

ditetapkan di atas, perumusan masalah dalam penelitian ini diajukan dalam

bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana deskripsi lengkap mengenai hasil observasi terkait

pembangunan Omo Sebua Nias Utara pada jaman dahulu?

2. Aktivitas-aktivitas fundamental matematis apa saja yang terdapat pada

budaya dan arsitektur Omo Sebua Nias Utara?

3. Objek Pembelajaran Matematika apa sajakah yang terkandung di dalam

budaya dan arsitektur Omo Sebua?

4. Bagaimana bentuk lembar kerja peserta didik yang dapat diusulkan melalui

pendekatan Etnomatematika yang dapat membantu konstruksi pengetahuan

peserta didik tingkat Sekolah Menengah Pertama?

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

8 D. Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan:

1. menyajikan deskripsi secara lengkap mengenai proses pembangunan Omo

Sebua di Nias Utara pada jaman dulu,

2. menyajikan hasil penelitian aktivitas fundamental matematis yang dilakukan

masyarakat Nias Utara dalam membangun Omo Sebua di Nias,

3. menyajikan hasil penelitian objek pembelajaran matematika yang

terkandung di dalam budaya dan arsitektur Omo Sebua, dan

4. menyajikan hasil perencanaan lembar kerja peserta didik dengan

menggunakan pendekatan Etnomatematika yang dapat membantu konstruksi

pengetahuan peserta didik di Nias Utara.

E. Pembatasan Masalah

Berikut adalah pembatasan ruang linkup terhadap rumusan masalah dan tujuan

penelitian.

1. Penelitian ini mengambil objek penelitian Omo Sebua Nias Utara yang ada

pada jaman sekarang di desa Sihare’o Siwahili dengan ukuran rumah 3 Tete,

hal ini disebabkan Omo Sebua dengan ukuran yang besar (7 Tete) sudah

tidak ada lagi.

2. Kebudayaan yang dicatat dalam tesis ini hanyalah yang memiliki kaitan

terhadap ilmu pengetahuan matematika saja. Beberapa kebudayaan yang

ada dan tidak tercatat di dalam tesis ini menjelaskan bahwa hal tersebut

tidak terkait dengan fokus dan kepentingan pada penelitian kali ini.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

9 3. Penelitian pengembangan LKPD hanya dilakukan hingga tahap

pengembangan (develop) alih-alih hingga tahapan penyebarluasan

(dissemination). Hal ini disebabkan karena kepentingan penelitian ini

hanyalah menginvestigasi etnomatematika yang ada dalam kebudayaan

Omo Sebua serta implikasinya terhadap pelajaran matematika di sekolah

formal. Kemudian lain dari itu keterbatasan waktu dan dana menyebabkan

tahapan penyebarluasan tidak dapat dilakukan pada penelitian kali ini.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini memiliki manfaat, yaitu:

1. Manfaat Teoritis

a. Mengetahui fakta, ketrampilan, konsep dan prinsip matematika yang

digunakan di dalam Omo Sebua Nias Utara.

b. Mengetahui manfaat dari fakta, ketrampilan, konsep dan prinsip

matematika yang ada pada Omo Sebua untuk membantu dalam proses

pembelajaran.

c. Mengembangkan paket pembelajaran matematika berbasis budaya

2. Manfaat Praktis

a. Memberikan informasi kepada pembaca, khususnya masyarakat Nias,

bahwa kebudayaan Nias kaya akan konsep dan prinsip matematika.

Sehingga diharapkan melalui tesis ini pembaca semakin mencintai,

percaya diri serta bangga akan kebudayaan Indonesia.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

10 b. Membantu peserta didik dalam menkonstruksi pengetahuan matematika

di sekolah (formal/non-formal) melalui pendekatan etnomatematika

yang dimilikinya.

c. Membantu pendidik dalam membimbing peserta didik dalam konstruksi

pengetahuan matematika.

G. Daftar Istilah

Istilah-istilah yang kerap digunakan dalam tesis ini akan dijelaskan pada bagian ini.

Istilah tersebut adalah:

Nias Utara

Pada tulisan ini yang dimaksud dengan Nias Utara bukan daerah administratif melainkan daerah utara di pulau Nias itu sendiri. Kebudayaan Nias

Utara dijumpai di Kabupaten Nias Utara, Nias dan Kota . Berdasarkan bentuk rumah adat (Omo Hada), suku nias terbagi menjadi 3 daerah besar, Nias

Utara, Nias Selatan dan Nias Tengah.

Budaya

Budaya merupakan salah satu unsur dari kehidupan manusia yang diciptakan melalui sebuah proses yang panjang dan tertanam dengan baik di dalam benak masyarakat. Menurut Koentjaraningrat “Budaya merupakan keseluruhan dari hasil budi dan karya manusia”. Sedangkan di dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia, budaya memiliki beberapa arti, yaitu:

a. pikiran; akal budi: hasil --

b. adat istiadat: menyelidiki bahasa dan --

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

11 c. sesuatu mengenai kebudayaan yang sudah berkembang (beradab, maju):

jiwa yang --

d. cak sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan yang sudah sukar diubah

Berdasarkan pengertian diatas, maka budaya yang dimaksud pada tesis ini adalah buah usaha dari pemikiran, aktivitas, dan karya dari suatu masyarakat yang berkembang dan sukar untuk dirubah.

Omo Hada

Pada tulisan ini yang dimaksud dengan Omo Hada adalah rumah adat yang dimiliki oleh masyarakat Nias. Salah satu keunggulan rumah adat ini adalah tahan terhadap bencana alam seperti gempa bumi dan angin topan.

Omo Sebua

Pada tulisan ini yang dimaksud dengan Omo Sebua adalah rumah adat

(Omo Hada) yang dimiliki oleh Balugu (raja adat). Omo Sebua dan Omo Hada memiliki konstruksi yang sama. Perbedaannya terletak pada ukuran rumah. Omo

Sebua memiliki ukuran lebih besar dan memiliki tiang Tarunake yang secara khusus hanya bisa dimiliki oleh seorang Balugu. Sesuai dengan pandangan

Koenjaraningrat bahwa budaya meliputi ide/gagasan, aktivitas/perilaku, serta benda-benda sebagai karya manusia, demikian pula Omo Sebua merupakan salah satu karya budaya masyarakat Nias. Dalam masyarakat modern, pembangunan

Omo Sebua sudah tidak terjadi sebab tidak ada pengangkatan seorang Balugu

(Raja) baru. Pada saat ini, tidak ada yang mampu membangun Omo Sebua baru.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Budaya Nias Utara

Pulau Nias merupakan pulau besar di lepas pantai barat Sumatera Utara.

Gambar 2.1 menyajikan adalah letak geografis kepulauan Nias dan kedudukannya terhadap Pulau . Pada tahun 2018, jumlah penduduk di Pulau Nias mencapai 817.849 orang. Pulau Nias masih terbuka untuk eksplorasi baik sosial budaya, ekonomi dan geografisnya. Secara adminisitratif Pulau Nias termasuk di dalam provinsi Sumatera Utara, dan terletak pada 0° 6′ 0″ - 1° 6′ 0″ LU, 97° 32′ 0″

- 98° 85′ 0″ BT dengan luas wilayah + 5000 km2. Letak geografis pulau tersebut terhadap pulau Sumatera dapat dilihat pada gambar di bawah.

Gambar 2.1 Letak geografis Pulau Nias.

12

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

13

Masyarakat suku Nias, meski memiliki bahasa yang sama, tetapi juga memiliki beberapa perbedaan yang cukup signifikan di beberapa unsur budaya yang ada. Perbedaan yang menjadi fokus utama pada tesis ini adalah pada bentuk rumah adat (Omo Hada) yang terbagi menjadi tiga bagian besar. Perbedaan sangat mencolok terdapat pada bagian dasar rumah adat tersebut dan sususan kaki-kaki penyangga rumah. Sebelum membahas itu, baik kita mengenal beberapa asal nama

Pulau Nias yang ternyata diantara beberapa nama tersebut memiliki kelekatan terhadap tempat tinggal mereka.

• Asal Usul Nama Pulau Nias

Nama merupakan unsur pertama yang penting dalam upaya mendalami sesuatu, karena terdapat makna dibalik setiap penyebutan nama pulau. Berkaitan dengan hal tersebut maka, berikut adalah tiga nama atas pulau Nias yang pernah ada menurut Hammerle (2015: 30 – 37):

1. Tanö Niha

Makna nama ini ialah Tanah Manusia atau pun Bumi Manusia. Niha sendiri

memiliki makna ‘manusia’ dan Tanö memiliki makna ‘tanah’ secara harafiah.

Hal tersebut merujuk kepada anggapan bahwa masyarakat Nias memiliki

superior terhadap suku lainnya, tentu hal ini merupakan hal primordial bagi

kebanyakan suku di dunia. Penjelasan di atas dikonfirmasi oleh Hammerle

(2015: 31) bahwa “… orang Nias menyebut dirinya Niha atau Ono Niha,

artinya: manusia atau anak manusia. … mereka menyebut pulau tempat tinggal

mereka Tanö Niha, artinya bumi manusia.”

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

14

Hal superior yang dimiliki oleh masyarakat Nias adalah dengan penyebutan masyarakat asing (masyarakat di luar Nias) dengan sebutan ‘Ndrawa’. Hal ini masih melekat pada masyarakat Nias yang sekarang dengan bukti sering sebutan ‘Ono Ndrawa’ ataupun ‘Omo Ndrawa’ kerap ditemukan. Penjelasan detil mengenai hal ini akan terdeskripsikan pada bagian lain. Sehingga orang

Nias akan menyebut orang sebagai ‘Ndrawa Aceh’ ataupun orang

Belanda sebagai ‘Ndrawa Hulandro’.

2. Ninive, Nei Ha dan Niha

Nama lain yang diketahui adalah Nei Ha yang homofon dengan Niha yang lekat dengan telinga masyarakat jaman sekarang. Di dalam bukunya, Hammerle menjelaskan sejarah datangnya nama Niha di tengah-tengah masyarakat Nias.

Niha merupakan peralihan kata dari kata Nei Ha yang artinya Ninus Hilleh.

Hal tersebut terjadi karena Raja Ninus dari Hilleh merupakan raja yang memiliki kebiasaan dalam memperluas kerajaannya dengan berlayar dan menemukan daerah atau pulau baru. Seperti yang ditulis oleh Hammerle (hal.

33, 2015) “Para panglima dari kerajaan ini gemar berlayar untuk mencari daerah-daerah lain yang akan menjadi perluasan jajasan Kerajaan NINUS

HILLEH.”

Hilleh ini merupakan suatu kota di persia setelah kota Ninive jatuh hancur pada masanya. Dalam prosesnya, para pengikut raja tersebut acap menyebut diri sebagai pengikut Ninus Hilleh (N.H). Penyebutan singkatan tersebut di dalam bahasa asilnya dengan Nei dan Ha. Pada proses perluasan tersebut akhirnya

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

15 mereka menemukan sebuah pulau, yang sekarang dikenal dengan pulau Nias, dan menamakannya Pulau Ninus Hilleh. Nama inilah yang sekarang masyarakat

Nias sendiri gunakan sebagai penyebutan atas nama dan pulau yang mereka tinggali.

Cerita tersebut dikonfirmasi oleh Hammerle (hal. 33, 2015) dengan

“Rumpun keturunan mereka menjadi NiHa.”, dan nama rumpun mereka menjadi “…menyebut dirinya Ono Niha dan pulau yang dihuninya, disebut

TANÖ NIHA.” Penjelasan ini diakui oleh banyak peneliti jaman modern salah satunya pada tahun 1920 seorang pendeta (Pendeta Josefo Lawötö) yang dikutip dalam buku ‘Fandrakö Ono Niha’.

3. Teteholi Ana’a

Selain dari sumber-sumber yang ditemukan belakangan yang dijelaskan di atas, terdapat sebuah mitologi kuno yang sangat diyakini oleh masyarakat Nias hingga saat ini. Pada penelitian ini tidak akan membahas dalam nama pulau

Nias yang satu ini, tetapi akan dijelaskan secara singkat maknanya.

Teteholi Ana’a yang terdapat dalam mitos masyarakat Nias merupakan sebuah tempat/kerajaan dimana nenek moyang orang Nias (Sirao) berasal.

Terdapat beberapa sumber yang membicarakan hal tersebut dari berbagai sudut pandang yang berbeda. Di dalam bukunya, Hammerle mencatatkan ada dua sudut pandang yang berbeda, satu dari Ama Rozaman dan lainnya adalah A. M.

Zebua. Menurut Ama Rozaman di dalam Hammerle (hal. 33, 2015) mengatakan bahwa “Menurut mithos Ono Niha, negeri asal nenek moyang yang bernama

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

16

SIRAO, adalah negeri/kota TETEHOLI’ANA’A. Sehingga ada tanggapan

bahwa TETEHOLI itu adalah negeri Hilleh (TET ET HILLEH).”

• Profesi Umum Masyarakat Nias

Mayoritas masyarakat Nias, khususnya Nias bagian utara, berprofesi sebagai petani karet dan nira ataupun nelayan. Hal ini dipengaruhi oleh geografi Pulau Nias itu sendiri dimana terdapat banyak dataran tinggi dan dikelilingi oleh Samudra

Hindia sebagai batas-batas pulau. Kontur tanah yang dimiliki oleh masyarakat di pulau ini membuat mereka mendirikan rumah di pegunungan untuk menghindari musuh. Sebelum mereka mengenal rumah seperti yang dikenal oleh masyarakat sekarang mereka membangun tempat tinggal di dalam gua layaknya manusia purba kebanyakan.

Gua Tigi Ndrawa merupakan tempat yang dipercaya sebagai rumah pertama kakek moyang masyarakat Nias Utara. Letak gua tersebut kini berada di desa

Tumöri, kabupaten Nias Utara. Gua tersebut memiliki jejak peradaban manusia

Nias pertama kali berupa alas tidur serta tempat untuk mengintai musuh atau hewan buruan.

Di sisi lain masyarakat Nias memiliki mitos mengenai keberadaan kedudukan mereka yang berbeda. Mereka meyakini bahwa secara metafisika (diluar akal manusia biasa) mereka diturunkan dari langit tingkat 7 yang dikenal di kalangan mereka sebagai Tete holi anaa. Hal tersebut dapat dengan mudah kita temukan dalam sajak (Syair/Hoho) masyarakat Nias yang mengkonfirmasi pandangan tersebut.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

17

Terlepas dari hal itu, masyarakat Nias merupakan masyarakat yang berkembang di pulau Nias menurut catatan yang ada. Mereka mula-mula hidup secara nomaden seperti masyarakat pada umumnya jaman dahulu, akan tetapi ketika menemukan cara bertahan hidup tanpa berpindah-pindah, akhirnya mereka memulai hidup menetap di dalam gua. Perkembangan yang pesat membuat mereka terpaksa hidup diluar gua karena keterbatasan tempat menampung dan memulai hidup di dalam rumah pohon. Rumah pohon ini dipercaya masyarakat Nias sebagai cikal bakal rumah adat yang ada di jaman sekarang, itu sebabnya mereka membuat rumah di atas tidak menyentuh permukaan tanah.

• Kebudayaan Masyarakat Nias

Kebudayaan yang dimiliki masyarakat Nias Utara meliputi:

1. Fondragö (hukum adat), dikenal pula dengan kutukan bagi pelanggar

hukum adat.

2. Amaedola (peribahasa)

3. Ondreita (peninggalan sejarah): Rumah adat (Omo Sebua, Omo Hada), Batu

loncat (dipakai untuk lompat batu / ombo batu).

4. Nidune-dune (cerita adat)

5. Li Niha (bahasa Nias)

6. Makanan khas: Bae – Bae, Gowi Nihandro, Harinake, Godo-godo, Köfö-

köfö, Ni'owuru, Ratigae, Tamböyö, löma, Gae nibogö, Kazimone,

Wawayasö, Gulo-Gulo Farö, Bato, Nami dan lain sebagainya.

7. Minuman khas: Tuo nifarö, Tuo mbanua / Sataha dan lainnya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

18

8. Peralatan rumah tangga: Bowoa tanö, Figa lae, Halu (alat menumbuk padi),

Lösu, Gala, Sole mbanio, Katidi, Niru (Alat untuk menapik beras untuk

memisahkan dedak), Haru, Famofu, Fogao Banio dan lainya.

9. Tarian: Tari perang, Folaya Famadögö Omo, Maena dan lainnya.

10. Nyanyian Daerah

Kebudayaan tersebut di atas masih dihidupi oleh masyarakat Nias hingga kini, bahkan dalam prakteknya beberapa hukum adat berada di atas hukum negara dalam menyelesaikan beberapa masalah yang terjadi di masyarakat. Seluruh kehidupan mulai dari bangun tidur di pagi hari hingga tidur di malam hari, masyarakat Nias akan mengikuti semua kebudayaan tersebut di atas, dengan kata lain budaya yang kini ada masih sama dengan masa lalu hanya terdapat penyesuaian mengikuti perkembangan jaman yang ada saat ini.

B. Omo Sebua

Omo Sebua Nias Utara adalah rumah adat (Omo Hada) yang ditinggali oleh

Balugu (raja adat). Tentu saja, Omo Sebua merupakan Omo Hada terbesar di daerah tersebut. Omo Sebua dibangun dengan perhitungan dan filosofi masyarakat Nias

Utara sejak ‘diturunkannya’ masyarakat Nias. Anggapan asal usul masyarakat Nias datang dari negeri atas (Teteholi Ana’a) merupakan filosofi hidup mereka yang terkandung dalam setiap segi kehidupan sehari-hari. Filosofi tersebut mempengaruhi pola pikir dan tindakan masyarakat Nias dalam praktik berbudaya, sehingga dalam perencanaan dan pembangunan Omo Sebua-Nias Utara menghasilkan sebuah mahakarya dibidang arsitektur. Filosofi masyarakat Nias berkenaan dengan eksistensi mereka di dunia terbagi dalam tiga tingkatan dunia,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

19 dunia atas (dunia dewa), dunia tengah (dunia manusia) dan dunia bawah (dunia kematian), tentu setelah masuknya agama Kristen, sebagai agama mayoritas, di

Nias mempengaruhi orientasi dewa menjadi Allah.

Omo Sebua merupakan salah satu tipe rumah adat (Omo Hada) yang ada di

Nias, di seluruh kabupaten memiliki Omo Sebua dengan ragamnya masing masing.

Omo Sebua terbagi kedalam tiga jenis besar, yaitu tipe oval (Nias Utara), tipe segiempat (Nias Selatan) dan tipe gabungan (Nias Tengah). Pembeda di setiap daerah tersebut terlihat pada bentuk umum bagian rumah tengah dan atap. Omo

Sebua Nias Utara memiliki rumah tengah (tempat tinggal masyarakat) berbentuk oval dan bagian atap oval, sedangkan Omo Sebua Nias Selatan memiliki rumah tengah berbentuk segiempat dan atap segiempat. Berbeda dengan Omo Sebua Nias

Tengah memiliki rumah tengah berbentuk segiempat dan atapnya oval. Hal tersebut merupakan ciri khas utama dari setiap rumah di daerah tertentu. Selain dari bentuknya, terdapat pula perbedaan dari pola pemukiman kampung di setiap daerah.

Tiga hal utama dalam pembangunan mencakup kekokohan, kegunaan dan keindahan. Faktor kekokohan didapatkan ketika fondasi dari bangunan didirikan diatas tanah yang padat dan pemilihan bahan yang seksama. Faktor kegunaan didapatkan ketika penyusunan dalam setiap segmen bangunan dilakukan dengan seksama dan tidak saling menghalangi pada penggunaannya. Faktor keindahan didapatkan ketika hasil pengerjaannya menyenangkan dan selera yang baik, serta keseluruhan segmen dalam proporsi yang seimbang serta mempertimbangkan sifat

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

20 simetri. Hal tersebut yang diusung oleh Vitruvius (1914) dalam mengembangkan sebuah konsep dasar arsitektur.

Menurut hasil penelitian Winanto (2013) dan kawan kawan, rumah adat

Nias memiliki nilai filosofis, sekaligus filosofi hidup masyarakat Nias, yang tinggi yaitu membagi tiga segmen dari kehidupan menjadi dunia atas (Teteholi Ana’a), dunia tengah (dunia manusia), dan dunia bawah (dunia kematian). Selain itu pula didapati bahwa konsep arsitektur rumah adat Omo Sebua dapat dikembangkan untuk konsep arsitektur rumah modern sehingga nilai-nilai yang dikandung dalam

Omo Sebua dapat diaplikasikan kedalam arsitektur rumah modern. Unsur matematis yang diusung merupakan konsep geometri sederhana dalam arsitektur

Omo Sebua dimana setiap unsur tersebut tentu memiliki dasar perhitungan matematis. Didalam artikel ini belum secara rinci dijelaskan mengenai penggunaan konsep perhitungan matematis serta konsep geometri secara detil serta hubungannya dengan nilai filosofi hidup masyarakat Nias.

C. Teori Aktivitas Fundamental Matematis

Kegiatan masyarakat yang sering dilakukan sehari-hari mengandung unsur matematis di dalamnya, sebagai contoh kegiatan berbelanja di pasar yang pasti menggunakan perhitungan dalam jual beli. Seorang pedagang akan menghitung jumlah belanjaan dan memberikan harga untuk setiap satu barang yang dijualnya.

Seorang pembeli akan menghitung uang yang akan dibelanjakan sesuai dengan jumlah harga barang belanjaan pada saat itu. Contoh di atas merupakan kegiatan masyarakat yang sehari-hari menggunakan prinsip matematika dalam menyelesaikan permasalahan yang ada, disebut dengan Budaya Matematis

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

21

(Mathematical Culture). Memperkuat hal tersebut, Bishop (hal. 88-89, 1997) pernah mengatakan dalam bukunya “… is a creative, interactive process engaging those born into it, which results in ideas, norms and values which are similar from one generation to the next but which inevitably must be different in some way due to the re-creation role of the next generation”.

Selain contoh di atas, ada beberapa hal yang tidak terlihat secara eksplisit dalam penggunaan konsep ataupun prinsip matematika dalam menyelesaikan permasalahan yang ada. Ambil contoh seorang pedagang lagi, ia akan menyusun barang dagangannya di meja etalase dengan rapi dan berkelompok. Seorang pedagang sayur akan memisahkan antara sayur daun singkong dengan sayur kubis misalnya, hal tersebut mempermudah pedagang untuk menjual barang dagangan tersebut. Tanpa disadari hal tersebut menggunakan matematika yaitu locating

(peletakan) sehingga apabila ada pembeli bertanya mengenai suatu barang dagangan, maka dengan mudah pedagang tersebut menunjukkan tempat barang tersebut.

Kegiatan sejenis banyak dilakukan oleh masyarakat tanpa disadari telah melakukan matematika. Menyadari hal tersebut maka Alan Bishop mengemukakan suatu teori, yang dapat membantu kita meneliti suatu kegiatan matematis dalam kegiatan sehari-hari, dirangkum kedalam 6 Aktivitas Fundamental Matematis (6

Mathematical Fundamental Activities). Hal tersebut seperti yang dikemukaan dalam bukunya yang berjudul Mathematical Enculturation: A Cultural Perspective on Mathematics Education, Bishop mengatakan “I have chosen to present six activities for consideration …” (Bishop, 22, 1997).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

22

Tujuan teori tersebut adalah untuk membantu pengajar melakukan pendekatan-pendekatan berbasis budaya agar pengajaran di kelas membantu peserta didik memahami matematika lebih baik. Khususnya peserta didik di

Indonesia, mengalami latar belakang yang mayoritas sama, yaitu matematika menjadi hal menakutkan. Hal ini seperti penjelasan Bishop di dalam bukunya yang menyatakan bahwa:

“My aim is to create a new conception of Mathematics which both recognises and demonstrates its relationship with culture - the notion of mathematics as a cultural product, the environmental and societal activities which stimulate mathematical concepts, the cultural values which mathematics embodies - indeed the whole cultural genesis of mathematical ideas.” (hal xi, 1997).

Melihat hal tersebut, Etnomatematika merupakan jembatan yang diperlukan di dalam dunia pendidikan Matematika, dalam hal ini pendidikan dasar dan menengah, untuk membantu menyelesaikan permasalahan yang terjadi. Upaya tersebut merupakan gagasan yang cocok dengan lingkup pendidikan di Indonesia dimana terdapat banyak ragam budaya peserta didik di satu kelas. Tentu pemahaman yang tepat dibutuhkan untuk melakukan teori ini, berikut adalah penjelasan mengenai 6 kegiatan tersebut menurut Bishop (1997):

1. Counting (Menghitung)

Kegiatan yang pertama ini dengan jelas menggambarkan kegiatan yang

melibatkan prinsip matematis didalamnya. Menghitung tentu akan melibatkan

angka-angka dan jumlah dari sesuatu dimana hal tersebut digunakan untuk

menyelesaikan suatu permasalahan. Kegiatan ini merupakan hal kasat mata

yang sering dijumpai pada beberapa interaksi yang terjadi di masyakarat pada

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

23 umumnya. Mulai dari interaksi sesama anggota keluarga hingga yang melibatkan orang banyak, misalkan interaksi di pasar. Hal tersebut yang mendasari Bishop mengusulkan kegiatan menghitung merupakan hal pertama yang dapat dijumpai dalam kegiatan masyarakat yang melibatkan matematika.

Banyak kegiatan menghitung di masyakarat yang memiliki konsep berbeda-beda, hal tersebut telah dijelaskan di dalam buku Bishop. Ia mencontohkan beberapa hal yang menarik dan unik dari setiap cara berhitung yang ada pada setiap negara. Indonesia memilki banyak suku dan budaya yang tersebar dari Sabang hingga Merauke, hal ini membuka kesempatan bagi kita untuk mengetahui keberagaman cara menghitung dari setiap suku tersebut.

Sebagai contoh, pada penelitian Winarti di jelaskan perbedaan sistem bilangan yang ada pada beberapa suku di Indonesia. Pada penelitiannya Winarti menyimpulkan bahwa “… keenam bahasa-bahasa tersebut memiliki kesamaan, yaitu sama-sama memiliki bilangan pokok dan pengembangan bilangan pokok”

(hal 255, 2017). Hal tersebut membawa kita kepada pemahaman terdapat beragam cara berhitung yang dimiliki suku bangsa Indonesia,

Keragaman cara berhitung tersebut ditentukan oleh kebutuhan masyarakat setempat dalam menyelesaikan permasalahan pada masa lalu. Hal ini diperkuat oleh kesimpulan yang didapat dari penelitian Bishop dalam bukunya yang menyebutkan bahwa “It is an activity relating firmly to enviromental needs, and is subject to various social pressures” (hal 28, 1997).

Sehingga dapat dikatakan bahwa setiap suku di Indonesia, termasuk dalam hal ini suku Nias, memiliki perbedaan cara berhitung yang disebabkan oleh

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

24 keragaman kebutuhan masyarakat setempat dalam menyelesaikan permasalahan yang ada di daerah tersebut.

2. Locating (Menentukan Lokasi, Menempatkan)

Kegiatan locating atau menentukan lokasi suatu tempat merupakan salah satu cabang yang dimiliki oleh ilmu Matematika. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa hal ini merupakan sub ilmu yang berkenaan dengan koordinat suatu tempat dengan menggunakan bantuan kompas ataupun alat bantu lainnya.

Hal menarik yang dapat ditemukan adalah setiap budaya memiliki cara khas dalam proses tersebut. Di dalam buku Mathematical Enculturation Bishop memberi contoh dan penjelasan dari beberapa daerah yang memiliki teknik tersendiri dalam penentuan lokasi suatu daerah.

Ide yang dapat dikembangkan adalah bagaimana suatu budaya menentukan sebuah lokasi dan keterkaitannya dengan bahasa yang universal sehingga dapat dipahami oleh semua orang. Tentu bagi masyarakat setempat, bahasa ataupun aturan yang biasa dipakai tidak mempersulit mereka, namun tidak bagi orang di luar budaya tersebut. Sebagai contoh, masyarakat Jogja sering menggunakan ‘Utara, Selatan, Barat dan Timur’ untuk memberitahu seseorang mengenai letak suatu bangunan. Akan tetapi kesulitan bagi masyarakat pendatang yang terbiasa dengan istilah ‘Kanan dan Kiri’ dalam menentukan lokasi. Hal demikian menjadi masalah ketika orang tersebut baru pertama kali ke Jogja dan tidak tahu patokan utara ataupun selatan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

25

Bishop mengatakan “In trying to understand mathematics as a cultural phenomenon we must take care not to decontextualise the ideas too rapidly.”

(1997: 33). Arti dari kalimat tersebut adalah upaya memahami suatu budaya perlu kajian mendalam dan tidak melakukan secara terburu-buru pelepasan matematika dari konteks budayanya. Tentu hal tersebut dapat diatasi dengan menyamakan persepsi akan suatu aturan yang digunakan, ataupun kita dapat menggunakan sebuah peta untuk menemukan kesamaan makna dari suatu budaya. Berikut yang dimaksudkan di dalam kegiatan menempatkan menurut

Bishop (1997:29):

202 Near, separate, contiguous 223 Coordinate systems 203 Part/whole 224 Multidimensionally extended 204 Bordering, bounding (metric) 205 Overlapping 225 Geometric notions 206 Internal/external; 226 Geometrically linear, straight central/peripheral 227 Geometrically pointing, 207 Open/closed panillel, being an angle 208 Converging/diverging 228 Geoso: surface, volume in 209 Volume ness/plane ness sociogeographical space 211 Preceding/following (in front 229 Map, scale of, in back of) 230 Resting; moving 213 Deep, far (dimension of 231 Being (on) a path; orienting depth) 232 Navigating 214 Distant (metric) 233 Having a direction in 215 Upon/under; abovelbelow movement 216 Vertical, upright (dimension) 240 Global characteristics of 217 High/deep (metric) sociogeographic space 218 Lateral; next to 241 Absolute/relative 219 Left/right 242 Finite/infinite 220 Horizontal (dimension) 243 Bounded/unbounded 221 Wide, broad (metric) 244 Continuous/discontinuous 222 Cardinal points, cardinal 245 Homogenous/heterogeneou directions

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

26

Beberapa istilah yang disebutkan di atas merupakan contoh istilah yang berkaitan dengan kegiatan locating. Pada umumnya masyarakat merujuk kepada suatu acuan untuk menjadi patokan menempatkan, misalkan matahari atau bulan, sebagai tolok ukurnya. Setiap budaya memiliki ciri khasnya masing- masing dalam menentukan sebuah lokasi tertentu.

3. Measuring (Mengukur)

Telah kita ketahui bersama mengukur merupakan kegiatan yang acap kali kita lakukan dalam kehidupan kita baik disadari ataupun tidak. Mulai dari kita buka mata di pagi hari dengan memulai melihat jam, yang artinya kita mengukur waktu kita bangun, hingga menutup mata dengan melihat jam pula.

Keseluruhan hidup manusia tentu tidak lepas dari hal tersebut, menariknya terkadang kita menjadikan hal tersebut menjadi permasalahan terutama pada golongan peserta didik. Hal ini tentu ironi ketika kita membedakan matematika kehidupan dengan yang ada pada pelajaran di kelas.

Inti dari kegiatan ini adalah kita membandingkan dua hal yang berbeda dengan suatu dasar yang pasti. Sebagai contoh, kita membandingkan keadaan antara malam dan pagi hari dengan dasar waktu pada saat kita melihat jam di pagi hari. Alam bawah sadar kita memiliki kemampuan yang dapat menyimpulkan bahwa pukul 07:00 merupakan pagi hari dan bukan malam hari karena kita telah merekam pada kegiatan sebelumnya. Hal tersebut menjadi pegangan kita dalam mempelajari konsep mengukur, yaitu adanya 2 keadaan berbeda dan 1 dasar untuk membandingkan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

27

Di kehidupan nyata, terdapat banyak dasar yang dapat dipakai untuk membandingkan dua keadaan yang berbeda. Hal ini terjadi berdasarkan permasalahan yang timbul di daerah yang berbeda. Seorang penebang pohon tentu akan mengatakan batang pohon besar itu ringan sedangkan seorang tukang kebun menganggap berat. Hal itu terjadi karena dasar yang mereka gunakan untuk membandingkan berbeda. Seorang penebang pohon yang sehari-hari melakukan pekerjaan mengangkat batang pohon besar sudah terbiasa dengan berat batang tersebut sedangkan seorang tukang kebun biasa memotong dan mengangkat ranting dan dahan bunga di taman. Tentu komparasi yang mereka lakukan tidak dapat dikatakan sama karena dasar pembanding yang berbeda.

Bishop pada bukunya memberikan banyak contoh dari pengukuran yang ada di belahan dunia ini, dimana faktor-faktor tertentu sangat mempengaruhi pada dasar perbandingan. Bishop mengatakan “Clearly measuring is deeply embedded in economic and commercial life.” (1997:37), dimana dapat kita katakan bahwa pengukuran pada contoh tersebut bergantung kepada nilai ekonomis dan nilai komersil. Berkaca pada fakta tersebut dapat disimpulkan bahwa pengukuran sejatinya memiliki tiga aspek yaitu dua hal yang diperbandingkan dan 1 dasar sebagai dasar pembanding.

Sehingga dapat dikatakan bahwa pengukuran yang terjadi pada budaya masyarakat merupakan suatu pengukuran yang luas dan tidak dapat kita generalisasi. Dasar-dasar pengukuran yang ada pada budaya masyarakat tentu dapat membantu mereka untuk mengkonsep pengukuran yang umum dengan pendekatan yang disebut Etnomatematika. Hal ini didukung dengan kesimpulan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

28 yang ditarik oleh Bishop yaitu “So accuracy is not necessarily to be valued highly, it depends on the purpose of measuring - for those of us living in a more mathematically oriented culture the need of science to have greater and greater accuracy in measurement seems to have filtered out into the general culture.”

(1997: 37).

4. Designing (Merancang, Mendisain)

Kegiatan perancangan merupakan suatu kegiatan yang mengubah bentuk satu ke bentuk lainnya yang lebih memiliki nilai. Seperti penjelasan

Bishop pada bukunya ia mencontohkan perubahan dari kayu menjadi suatu barang ukiran seperti ornamen ataupun menjadi sebuah taman. Seorang tukang kayu akan merubah batang kayu, yang semula tak berbentuk, akan dapat merubahnya menjadi berbagai macam produk yang memiliki nilai jual seperti meja, pot tanaman hias, daun pintu ataupun sebuah patung. Tentu pembahasan terkait matematika tidak pada kegunaan produk jadi melainkan pada perencanaan yang menggunakan prinsip matematika di dalamnya.

Bagaimana hal tersebut dapat dikatakan kegiatan matematis di dalam kehidupan masyakarat? Berkenaan hal tersebut, Bishop mengatakan “What is important for us in mathematics education is the plan, the structure, the imagined shape, the perceived spatial relationship between object and purpose, the abstracted form and the abstracting process.” (1997: 39). Sesuai yang dimaksud Bishop maka aktivitas matematis terdapat pada perencanaan, struktur benda, bentuk-bentuk, keterhubungan antar benda dan tujuannya serta proses abstraksi yang terjadi pada perencanaan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

29

Bishop menambahkan dalam penjelasannya bahwa aktivitas merancang ini melibatkan perubahan dari fenomena alam yang ada, semisal kayu, tanah atau tanah liat, menjadi kebentuk yang lain, semisal ornamen ukiran, periuk masak ataupun sebuah taman. Aktivitas yang dimaksud tentu saja melibatkan matematika dan memiliki tujuan yang lebih menguntungkan.

5. Playing (Bermain)

SUDOKU merupakan salah satu permainan menggunakan angka-angka yang disusun sedemikian sehingga membentuk suatu aturan tertentu. Permainan ini dikenalkan oleh orang-orang Perancis pertama kali pada tahun 1895 dan dikembangkan lagi oleh Jepang pada tahun 1986 (versi yang sekarang) hingga kini menjadi permainan yang mendunia. Salah bagi kita yang me-framing bahwa permainan hanya sebatas kegiatan yang dilakukan oleh anak-anak.

Banyak kegiatan matematis yang dapat ditemukan pada sebuah permainan yang tentu membantu kita untuk mengasah otak.

Walter Roth dalam Bishop (1997: 44) mengelompokkan beberapa permainan ke dalam 7 kelompok permainan yang ada yaitu Imaginative Games,

Realistic Games, Imitative Games, Discriminative Games, Disputative Games,

Propulsive Games, dan Exultative Games. Pada kenyataannya bermain tidaklah hanya sebatas yang dikelompokkan di atas, banyak kegiatan bermain tidak dicantumkan pada 7 kelompok permainan di atas. Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa bermain (Playing) merupakan hal yang lebih umum dibandingkan dengan permainan (Game).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

30

Pembahasan yang dimaksudkan Bishop adalah bagaimana seorang yang bermain suatu permainan dapat mengalami sendiri pengalaman bermatematika pada sebuah permainan tersebut. Bermain (playing) memiliki keberadaan yang utuh dari sebuah konsep permainan, sehingga seseorang yang bermain sebuah permainan mengalami secara keseluruhan. Huizinga dalam Bishop mengkategorikan aktivitas bermain sebagai berikut:

- voluntary, free - not a task, not ordinary, not real - essentially unserious in its goals although often seriously executed - outside the immediate satisfactions itself, but an integral part of life and a necessity - repetitive - closely linked with beauty in many ways but not identical with it - creates order and is order; has rules, rhythms and harmony - often related to wit and humour but is not synonymous with them - has elements of tension, uncertainty, chanciness - outside the antitheses of wisdom and folly, truth and falsehood, good and evil, vice and virtue, has no moral function (Bishop, 1997: 43)

Selain itu dalam aktivitasnya terkait dengan unsur matematis, Walter

Roth dalam Bishop (1997: 44) mengkategorikan permainan ke dalam beberapa kelompok yaitu:

• Imaginative games – for example fable-telling, legend etc. judged by their cleverness and humour. • Realistic games – pleasures derived from actual objects of nature, organic and inorganic, e.g. playing with pets, mud sliding, • Imitative games – included the largest number of games and were of two types 1. games where aspects and objects of nature are imitated by movements, gestures and by string games (like Cat's cradle), and 2. children's imitative games where they imitate adult activities, • Discriminative games – for example hide-and seek, and guessing games, • Disputative games – like tug-of-war and wrestling,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

31

• Propulsive games – with toys involving some form of motion, like tops, balls, throwing-sticks, • Exultative games – include music, song, dance and other entertainments

6. Explaning (Menjelaskan)

Kegiatan terakhir menurut Bishop adalah Explaining dimana kegiatan ini adalah kegiatan puncak dari kegiatan lainnya. Kegiatan ini merupakan sebuah tercapaian dari hasil buah pikir seseorang terhadap suatu kegiatan yang kompleks. Pada saat seseorang mencapai titik ini maka dapat dikatakan bahwa orang tersebut telah mampu berada pada level pemikiran tingkat tinggi serta penguasaan yang holistik terhadap suatu hal/permasalahan matematika. Hal ini sesuai dengan penjelasan Bishop yaitu “… and it is this activity which lifts human cognition above the level of that associated with merely experiencing the environment” (1997: 48).

Penjelasan terhadap suatu kegiatan matematis di dalam budaya tak lepas dari budaya itu sendiri, dimana tiap budaya memiliki ‘aturan’ yang biasa di pakai. Sebagai contoh acap kali kita mendengar kata ‘Pada jaman dahulu …’ sebagai awal sebuah dongeng yang beredar di masyarakat. Tidak hanya kalimat tersebut, tanpa kita sadari kita telah melakukan suatu logika matematika berkenaan dengan waktu tertentu. Tidak hanya logika terhadap waktu, Bishop telah merangkum beberapa logika lainnya yang dikenalkan dengan sebutan

Logico-Gramatical Items. Berikut penjelasan mengenai hal tersebut menurut

Bishop (1997: 52):

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

32

• Note: These categories are 'notional'; they are not presented in order of descending importance; the categories and lists are not exhaustive. • Linking and logical sequence of ideas: and, also, besides, furthermore, moreover, simultaneously, thus, too; apart from, as well as, in addition to. • Paraphrase and apposition: like, similarly; as if, in the same way, in like manner. • Causality: accordingly, as, because, consequently, hence, once (something has occurred), since, therefore, until, whenever; as long as, as a result of, by means of, due to, for the purpose of, in order to, it follows that, on account of, owing to; necessary and sufficient condition. • Opposition or contrast: alternatively, although, but, if, however, nevertheless, notwithstanding, otherwise, whereas, yet; even though, in spite of, irrespective of, on the other hand; necessary but not sufficient condition. • Restriction: except, impossible, occasionally, only, trivial, uncertain, unless; only if, if and only if, only when. • Hypothesis: conclude, confirm, consider, deduce, imagine, infer, invalidate, refute, suppose, theoretically, validate; in principle, it follows, it would seem that ... • Enquiry: how big? how long? how many? ... etc.; what? when? which? who? why? how? with what purpose? to what end? to what extent?

Hal tersebut di atas merupakan beberapa logika gramatikal dalam sebuah budaya lisan maupun tertulis yang mengandung logika matematika. Hal tersebut menjadi dasar dalam penjelasan matematis dalam budaya yang dapat digunakan, tentu setiap budaya memiliki kekhasannya masing-masing. Bishop menekankan “All cultures structure their language, all classify, all have explanatory stories, all have their ways of connecting ideas through discourse, and all have some ultimate source for validating explanations.” (1997: 54) yang artinya setiap budaya memiliki logika matematika dan cara tersendiri dalam menjelaskannya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

33 D. Objek Langsung Pembelajaran Matematika

Matematika merupakan salah satu ilmu pengetahuan yang dapat membantu berbagai bidang ilmu pengetahuan lainnya dalam menyampaikan pesan terhadap pembelajar. Berdasarkan etimologinya berasal dari bahasa latin maqhma

(mathema) yang berarti pengkajian/pembelajaran, dalam kata sifatnya menjadi maqhmatikoj (mathematikos) yang berarti mengkaji/tekun belajar. Menurut Kamus

Besar Bahasa Indonesia, matematika memiliki arti “ilmu tentang bilangan, hubungan antara bilangan, dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan”. Hal ini dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika adalah sebuah kegiatan pembelajaran/pengkajian tentang bilangan, hubungan antar bilangan dan prosedur operasional yang digunakan dalam menyelesaikan permasalahan.

Seorang psikolog terkenal Robert M. Gagne, dalam Samuel (2012: 8 – 10), memaparkan gagasan mengenai objek langsung dari Pembelajaran Matematika di dalam teori belajar yang digagasnya. Ia mengatakan terdapat empat objek belajar sebagai berikut:

i. Mathematical Facts. Mathematical facts are those arbitrary conventions in mathematics such as the symbols of mathematics. It is a fact that 2 is the symbol for the word two, that + is the symbol for theoperation of addition, and that sine is the name given to a special function in trigonometry. Factsare learned through various techniques of rote learning such as memorization, drill, practice, timed tests, games, and contests. People are considered to have learned a fact when they can statethe fact and make appropriate use of it in a number of different situations.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

34

ii. Mathematical Skills. Mathematical skills are those operations and procedures which students and mathematicians are expected to carry out with speed and accuracy. Many skills can be specified by sets of rules andinstructions or by ordered sequences of specific procedures called algorithms. Among themathematical skills which most people are expected to master in school are long division, addition of fractions and multiplication of decimal fractions. Constructing right angles, bisectingangles, and finding unions or intersections of sets of objects and events are examples of other useful mathematical skills. Skills are learned through demonstrations and various types of drilland practice such as worksheets, work at the chalkboard, group activities and games. Studentshave mastered a skill when they can correctly demonstrate the skill by solving different types of problems requiring the skill or by applying the skill in various situations iii. Mathematical Concepts. A concept in mathematics is an abstract idea which enables people to classify objects or eventsand to specify whether the objects and events are examples or non-examples of the abstract idea. In this, the examples of concepts are sets, subsets, equality, inequality, triangle, cube, radius, andexponent. A person who has learned the concept of triangle is able to classify sets of figures intosubsets of triangles and non-triangles. Concepts can be learned either through definitions or bydirect observation. iv. Mathematical Principles. The most complex of the mathematical objects are principles. Principles are sequences of concepts together with relationships among these concepts. The following statements are the examples of principles. • The square of the hypotenuse of a right triangle is equal to the sum of the squares of theother two sides. • Two triangles are congruent if two sides and the included angle of one triangle are equalto two sides and the included angle of the other.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

35

Principles can be learned through processes of scientific inquiry, guided discovery lessons, groupdiscussions, the use of problems solving strategies, and demonstrations. A student has learned principles when he or she can identify the concepts included in the principle, put the concepts intheir correct relation to one another, and apply the principle to a particular situation

Pendidik matematika di kelas diharapkan memperhatikan empat hal tersebut agar dalam membimbing peserta didik di kelas dapat mengarahkan dengan baik sudut pandang terhadap konsep dan prinsip matematika yang ada.

E. Penelitian Terkait

Berikut beberapa penelitian yang memiliki kaitan terhadap tesis ini:

1. Tomohi Hanashi.

Pada tahun 2012, Tomohi Hanashi mempublikasikan hasil penelitiannya yang berjudul “Structural Characteristics of Groups of Traditional Wooden Houses in South Nias, Indonesia”. Penelitian tersebut menemukan bahwa rumah adat Omo

Sebua Nias Selatan memiliki struktur yang terbagi menjadi tiga bagian: understructure, living space, and roof, yang mewakili filosofi masyarakat Nias tentang dunia orang mati, dunia orang hidup dan dunia dewa (teteholi ana’a).

Setelah dilakukan uji Tremor, didapati bahwa struktur arah melintang lebih fleksibel dari pada arah vertikal. Hal ini yang menyebabkan Omo Sebua merupakan bangunan yang tahan terhadap gempa. Beberapa bagian yang membuat rumah adat tersebut tahan terhadap gempa ialah, braces for both direction at understructure, thick walls with beams, and braces for span direction at the roof frame. Teknik

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

36 jointing tanpa paku (futi) yang digunakan masyarakat dalam membangun rumah, memudahkan penggantian bagian tersebut ketika kondisi memburuk.

2. Winanto, Rahmani, Ginandjar, Sukarya dan Wahadamaputera.

Winanto dan kawan-kawan (2013) melakukan penelitian dengan judul Dual

Faces Architectures of Nias. Winanto dan kawan-kawan menemukan bahwa meskipun rumah adat Nias Utara dan Nias Selatan merupakan struktur yang kuat, namun keduanya memiliki perbedaan struktur fondasi. Meskipun demikian, kedua rumah adat tersebut memiliki nilai filosofi yang sama yaitu membagi rumah menjadi tiga bagian yaitu dunia para leluhur, dunia manusia dan dunia bawah.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

37 F. Kerangka Berpikir

Gambar 2.2 Kerangka berpikir penelitian

Seperti yang sudah dijelaskan pada latar belakang masalah, tesis ini berangkat dari permasalahan rendahnya jumlah anak usia sekolah di Nias yang mengikuti program sekolah untuk dapat mendapatkan ilmu secara formal.

Kurangnya minat anak untuk mengikuti pembelajaran secara formal tentu memiliki

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

38 latar belakang yang cukup variatif. Berdasarkan hasil wawancara, salah satu penyebabnya adalah kesulitan anak untuk mengikuti proses pembelajaran di sekolah. Secara khusus, peserta didik di Nias Utara mengalami kendala dalam mengikuti pelajaran matematika di sekolah.

Di lain pihak, matematika merupakan ilmu yang penting untuk dikuasai oleh peserta didik. Meskipun matematika merupakan ilmu yang sulit dan membosankan, tetapi penting bagi hidup mereka selanjutnya. Sulit dan bosan tidak bisa menjadi alasan bagi guru, orang tua dan praktisi pendidikan untuk membiarkan anak-anak tidak bersekolah dan hanya memilih untuk beternak atau bekerja. Anak-anak tersebut, meskipun memilih untuk bekerja dan beternak, tidak dapat menghindar dari kewajiban untuk mengembangkan kemampuan dirinya. Seluruh jenis pekerjaan yang ada di dunia ini, baik di lembaga pemerintah maupun swasta, tentu melibatkan paling tidak perhitungan sederhana. Matematika, sekalipun yang paling sederhana, telah menjadi bagian hidup umat manusia. Pentingnya ilmu matematika dalam hidup sehari-hari inilah yang seharusnya disadari oleh anak-anak usia sekolah sehingg amereka tidak seharusnya meninggalkan dunia sekolah.

Kontradiksi yang terjadi ini sungguh disayangkan. Guru, orang tua, dan praktisi pendidikan perlu memikirkan cara untuk mengatasi persoalan ini. Peneliti melihat adanya kesalahan metode pembelajaran di kelas yang mengakibatkan anak tidak tertarik belajar matematika di kelas. Peneliti mengusulkan adanya kegiatan di kelas yang membuat peserta didik untuk belajar matematika. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah memfasilitasi anak dengan hal yang menantang mereka untuk menggali lebih dalam ilmu matematika. Tantangan yang diberikan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

39 diharapkan dapat menggugah semangat belajar peserta didik, lebih lagi jika tantangan tersebut adalah hal yang lekat dengan benak mereka.

Peneliti memiliki pandangan bahwa seseorang akan mudah belajar jika yang dipelajari merupakan sesuatu yang menjadi minat dan sudah dekat dengan dirinya.

Seseoran gyang berminat pada dunia kesehatan tidak akan tertantang untuk menyelesaikan suatu proyek bangunan. Seorang yang gemar berbisnis juga tidak akan tertantang untuk menyembuhkan penyakit. Peneliti memiliki pendapat bahwa guru di sekolah dapat menantang peserta didik untuk mencintai dan mampu menyelesaikan masalah matematika melalui kebudayaan mereka. Kenapa? Karena kebudayaan itu merupakan sesuatu yang dekat dan menjadi bagian dari keseharian mereka. Anak-anak di Nias sangat lekat dengan budaya mereka sejak mereka dilahirkan. Hingga kini masyarakat Nias sangat memegang teguh budaya mereka.

Budaya merupakan jalan hidup bagi masyarakat Nias, mulai dari menikah, melahirkan anak, membawa anak menuju dunia orang dewasa hingga mereka akan menikah kembali.

Salah satu unsur kebudayaan yang sangat lekat dengan anak-anak Nias yaitu rumah adat. Rumah merupakan bagian dari keseharian anak Nias. Peneliti percaya bahwa salah satu rumah adat Nias Utara, Omo Sebua, merupakan bangunan adat yang memiliki banyak unsur matematika yang bisa dipelajari oleh anak-anak Nias.

Oleh karena itu, peneliti ingin melakukan investigasi unsur-unsur matematika yang terdapat dalam Omo Sebua. Selanjutnya, peneliti ingin merancang sebuah pembelajaran matematika yang menggunakan Omo Sebua.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

40

Penelitian akan melakukan penelitian terhadap Omo Sebua tidak hanya sebagai bangunan jadi, tetapi mulai dari proses pembuatan rumah adat tersebut. Dari pengamatan tersebut, peneliti berusaha untuk menemukan objek-objek langsung dalam pembelajaran matematika. Selanjutnya, peneliti akan mempersiapkan

Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) untuk memperkenalkan konsep dan prinsip matematika yang ditemukan dalam Omo Sebua. LKPD tersebut diharapkan mampu mengatasi permasalahan yang dimiliki oleh peserta didik di Nias Utara. LKPD tersebut yang diharapkan mampu mendongkrak kongnisi peserta didik terhadap matematika. Melalui proses dalam tesis ini, peneliti berusaha memberi sumbangan untuk kemajuan pembelajaran matematika di Nias Utara.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Tesis ini memiliki dua bagian dalam menjawab rumusan masalah yang telah dipaparkan pada bab I di awal, dimana dalam menjawab rumusan masalah nomor

1, 2 dan 3 menggunakan jenis penelitian Etnografi dan nomor 4 akan menggunakan jenis penelitian pengembangan tipe R2D2 oleh Jerry Willis. Penjelasan mengenai hal tersebut sebagaimana dipaparkan di bawah ini:

1. Penelitian Etnografi.

Pada bagian awal dalam tesis ini, dalam mendapatkan data guna menjawab

rumusan masalah 1 – 3 menggunakan jenis penelitian kualitatif dimana

etnografi merupakan dasar perlakuannya. Penelitian dilakukan di desa

Sihareo dan Siwahili yang merupakan desa Mado Zebua

2. Penelitian pengembangan untuk mengembangkan paket pembelajaran,

dengan model pengembangan tipe R2D2 (Reflective, Recursive, Design,

and Development).

Bagian kedua dalam tesis ini adalah membuat paket pembelajaran

matematika berbasis etnomatematika yang telah ditemukan, hal ini

memerlukan sebuah penelitian mengenai model pengembangan perangkat

pembelajaran. Dasar pemilihan pengembangan model pengembangan paket

pembelajaran sangatlah penting karena hal tesebut akan menentukan segala

41

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

42 proses pembelajaran yang berlangsung. Pada tesis ini akan berjalan di atas

asas konstruktivisme, dimana salah satu model yang ada sekarang ini adalah

model pengembangan pembelajaran tipe R2D2 (Reflective, Recursive,

Design, and Development) oleh Jerry Willis pada tahun 1995.

B. Narasumber

Narasumber dalam penelitian tesis ini adalah beberapa warga masyarakat

Nias Utara. Pertama, masyarakat Nias Utara yang dimaksudkan adalah orang-orang yang terlibat dalam proses berbudaya Nias Utara, khususnya yang bersinggungan langsung dengan Omo Sebua Nias Utara. Beberapa diantaranya ialah pemilik rumah beserta seluruh keluarga yang tinggal di dalam Omo Sebua, perancang dan pembuat Omo Sebua, penari, pemotong kayu (tukang) serta pemimpin adat.

Beberapa masyarakat tersebut akan disebut sebagai informan (narasumber) dalam penelitian ini. Data yang akan digali ialah kebudayaan Nias Utara mulai dari tarian, pesta, baju adat, ukiran/guratan di rumah adat serta rumah adat itu sendiri

(Omo Sebua). Hal ini dimaksudkan sebagai dasar informasi untuk menggali matematika yang terkandung di dalamnya, dimana nanti hal tersebut akan menjadi bahan pembuatan paket pembelajaran.

C. Obyek Penelitian

Objek penelitian dalam tesis ini adalah kebudayaan masyarakat Nias Utara, khususnya Omo Sebua Nias Utara, dan unsur matematika yang terkandung di dalam kebudayaan masyarakat Nias Utara. Keseluruhan kebudayaan yang ditemukan pada proses penelitian ini akan digali faktor signifikan terkait dengan fakta, konsep,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

43 prinsip serta ketrampilan matematika sehingga dapat digunakan sebagai dasar dalam pembuatan paket pembelajaran matematika di sekolah menengah.

Keterikatan antar konsep yang ditemukan pada setiap budaya masyarakat Nias

Utara akan menjadi dasar pengembangan penelitian ini, hal ini menekankan bahwa subjek penelitian akan bersifat luwes untuk diperbanyak ataupun dikurangi selama proses penelitian berlangsung. Selain hal itu, akan dilihat pula filosofi masyarakat setempat dalam pengaruhnya terhadap kebudayaan yang mereka hidupi selama ini, sehingga diharapkan mampu menjawab rumusan masalah di atas.

D. Langkah-langkah Penelitian

Langkah-langkah penelitian ini akan terbagi menjadi 2 bagian besar, yaitu langkah-langkah penelitian etnografi (1) dan langkah-langkah penelitian pengembangan paket pembelajaran tipe R2D2 (Reflective, Recursive, Design, and

Development) dalam pembuatan paket pembelajaran (2). Berikut perincian setiap prosedur yang ada:

1. Langkah-langkah penelitian etnografi:

1.1. Pemilihan suatu proyek etnografi

1.2. Pengajuan pertanyaan etnografi

1.3. Pengumpulan data etnografi.

1.4. Pembuatan suatu rekaman etnografi.

1.5. Analisis data etnografi.

1.6. Penulisan sebuah etnografi.

2. Langkah-langkah pembuatan paket pembelajaran:

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

44 Perencanaan pengembangan paket pembelajaran yang digunakan di dalam

penelitian ini adalah model pengembangan paket pembelajaran tipe R2D2

(Reflective, Recursive, Design, and Development).

Gambar 3.1 Prosedur pengembangan pembelajaran pengembangan paket pembelajaran tipe R2D2 (Reflective, Recursive, Design, and Development) (Sumber: Roos)

E. Bentuk Data

1. Bentuk data penelitian etnografi.

Pengelompokan bentuk data yang diperoleh dalam penelitian ini akan didasari oleh sifat, sumber, cara memperoleh dan waktu pengumpulan. Berdasarkan sifatnya, yaitu penelitian kualitatif, maka data yang diperoleh berupa deskripsi mengenai fenomena yang ada setelah melakukan pengamatan. Tesis ini tidak melibatkan percobaan berulang untuk mendapatkan suatu hasil yang diinginkan / sejalan dengan hipotesis awal, melainkan akan memaparkan seluruh fenomena yang ada secara murni dan disajikan dalam bentuk desripsi kata-kata.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

45 Berdasarkan sumber datanya, maka pada penelitian ini akan melibatkan data primer dan sekunder yang saling bertalian. Data primer akan diperoleh dari proses mengamati selama proses penelitian oleh peneliti sendiri, yaitu keseluruhan unsur matematis yang terdapat pada kebudayaan masyarakat Nias Utara. Hal kedua adalah data sekunder, merupakan data yang diperoleh dari orang lain. Pada tesis ini akan melibatkan banyak pihak sebagai sumber data, yaitu video pesta (tarian) adat pada proses pembangunan rumah adat, keterangan dari pembangun rumah adat

(Omo Sebua) dan masyarakat yang tinggal di dalam rumah adat tersebut. Data sekunder tersebut akan melengkapi data primer sebagai cek silang untuk memperkuat argumen peneliti.

Berdasarkan cara memperoleh data penelitian, maka penelitian ini akan mendapatkan data berupa hasil observasi peneliti, hasil wawancara dengan beberapa pihak terkait hingga beberapa data kanonik berupa video dan/atau catatan

(buku). Hal ini dilakukan mengingat bahwa penelitian ini merupakan penelitian etnografi, dengan kata lain tesis ini membahas pengetahuan yang sudah ada, sehingga sangat dibutuhkan keterlibatan seluruh elemen budaya untuk mendapatkan data yang seleksi dengan baik. Berdasarkan waktu pengumpulan data, maka data yang diperoleh pada penelitian ini merupakan data cross section dimana peneliti akan melihat dan mengumpulkan data pada waktu penelitian berlangsung.

Hal tersebut menekankan kepada peneliti dan pembaca bahwa data-data yang diperoleh hanya mampu mewakili kejadian pada saat penelitian berlangsung.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

46 2. Bentuk data penelitian pengembangan paket pembelajaran

Bentuk data yang akan diperoleh dari penelitian ini adalah berupa catatan penelitian, hasil wawancara, hasil observasi peserta didik, hasil diskusi tim pengembangan paket pembelajaran serta beberapa media pembelajaran yang dibutuhkan. Hal ini tidak menuntut sebuah skema tertentu dan pasti. Ketidak- pastian tersebut didasarkan kepada karakteristik dari pengembangan pembelajaran tipe R2D2, yaitu recursive, nonlinear, dan terkadang chaotic. Sehingga perubahan data yang di dapat dilapangan nantinya akan dapat terus berkembang sesuai dengan kondisi pada saat proses penelitian berlangsung.

F. Metode Pengumpulan Data

Berdasarkan jenis penelitian yang digunakan, maka metode pengumpulan data penelitian adalah sebagai berikut:

1. Penelitian etnografi mengggunakan metode yang dikembangkan oleh Spradley.

Langkah-langkah yang akan diambil adalah: melakukan seleksi proyek-proyek

etnografi, menyusun pertanyaan etnografi, mengumpulkan data-data etnografi,

menganalisis data yang didapat dan menuliskan hasil penelitian dalam bentuk

deskripsi etnografi.

2. Penelitian pengembangan menggunakan metode R2D2. Roos mengatakan

bahwa tidak ada metode yang terstruktur dalam proses pengumpulan data,

hanya beberapa tahapan pengembangan pembelajaran yang sudah dijelaskan di

atas digunakan sebagai pedoman pengumpulan data. Proses pengumpulan data

hanya berlandaskan pada kegiatan tim pengembangan (seluruh komponen

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

47 pendidikan di sekolah, kelas pada khususnya) dalam merumuskan paket

pembelajaran Matematika tersebut.

Penelitian etnografi merupakan penelitian kualitatif yang bersifat budaya.

Penelitian ini menggunakan penelitian etnografi yang memiliki sumber data yaitu: catatan penelitian, wawancara narasumber, video dan foto dokumentasi. Dalam menguji keabsahan data dalam penelitian ini peneliti menggunakan prisip:

1. Credibility (Kredibilitas)

Data dalam penelitian ini diupayakan untuk teruji kredibilitasnya dengan

cara peneliti telah melakukan penelitian dengan:

- jangka waktu yang cukup panjang yaitu 2 bulan, mulai bulan Februari

hingga Maret 2018, berada di lokasi untuk mengamati secara seksama

detil setiap bangunan.

- karena keterbatasan waktu yang ada, penelitian lapangan memang

hanya berlangsung 2 bulan, akan tetapi dalam proses penelitian hingga

penulisan tesis ini, peneliti terus menghubungi narasumber melalui

sambungan telepon guna mengecek silang kebenaran informasi dengan

tulisan.

- penelitian ini dilakukan dengan tekun dengan cara mendalami dan

memperluas informasi yang didapat dengan mengecek silang dengan

data lainnya (triangulasi data) yang didapatkan.

- dan terakhir, peneliti melakukan diskusi dengan orang tua (lahir, besar

dan hidup di Omo Sebua) guna mengecek silang kebenaran informasi

yang telah diperoleh penulis.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

48 2. Trasferability (Keteralihan)

Pengujian keteralihan ini dengan cara penulis telah menyerahkan naskah

tulisan kepada orang tua penulis dan ketua adat di desa lokasi penelitian

berlangsung. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk menguji apakah

informasi pada tesis ini dapat menggambarkan secara benar keadaan yang

ada di lapangan. Pengujian ini dilakukan setelah seluruh naskah tesis

selesai dan dikirim melalui media elektronik (naskah elektronik).

3. Dependability

Pengujian dependability ini telah dilakukan dengan cara menyerahkan

naskah tuilisan dan data yang ada kepada dosen pembimbing tesis sebagai

upaya pengujian keseluruhan proses penelitian yang berlangsung.

Pembuktian penelitian berlangsung dengan baik adalah dengan adanya

beberapa data yang dapat membuktikan bahwa penelitian tersebut benar

dilaksanakan. Selain itu, dependability juga membuktikan bahwa proses

berlangsungnya penelitian telah sesuai dengan prosedur penelitian yang

dapat dilaksanakan oleh peneliti lainnya, hal ini dapat terkonfimasi jika

proses penelitian sesuai dengan prosedur yang benar.

4. Confirmability (Dapat dikonfirmasi)

Pengujian ini dimaksudkan bahwa penelitan yang berlangsung

dilaksanakan secara objektif dalam kegiatan analisis data yang ada.

Keobjektifitasan yang diperoleh telah diuji dengan menguji silang antar

data yang ada dan terkonfirmasi oleh ahli di bidangnya. Pengujian yang

dilakukan oleh ahli budaya yaitu: Ama Cipta Zebua, Ama Yongki Zebua

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

49 dan Ama Jimmy Zebua. Pengujian hasil penelitian dengan proses

penelitian dilakukan oleh dosen pembimbing yaitu Bapak Suwasono.

Melalui pengujian tersebut di atas, dapat dikonfirmasi bahwa penelitian ini

layak atas pengujian confirmability.

G. Instrumen Pengumpulan Data

1. Instrumen pengumpulan data penelitian etnografi.

Instrumen pengumpulan data penelitian etnografi tipe Spradley dibagi menjadi

2 bagian, yaitu:

a. Instrumen primer

Penelitian etnografi merupakan jenis penelitian kualitatif, sehingga

instrumen penelitian primernya adalah peneliti sendiri. Di sini peneliti

berperan sebagai seorang yang memahami betul hal yang ditelitinya.

Koeswinarno (2015: 260) menyebutkan “Etnografer adalah peneliti yang

menjadi bagian masyarakat yang diteliti, dengan tetap memiliki posisi

sebagai peneliti.” Pada penelitian ini, peneliti menggunakan pengamatan

terlibat secara passive sesuai dengan klasifikasi yang diutarakan Spradley

dalam Koeswinarno (2015: 262): “Pengamatan terlibat secara passive,

peneliti hanya bertindak sebagai ‘penonton’ dengan mengamati

keseluruhan proses dan ritual yang ada dalam masyarakat yang diteliti.”

b. Instrumen sekunder

Penelitian ini tidak hanya melibatkan satu instrumen saja, melainkan

adanya instrumen pendukung lainnya akan memperkuat pernyataan dan

hasil lainnya dari instrumen primer. Instrumen sekunder yang akan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

50 digunakan adalah foto/gambar, tabel, video/rekaman suara dan catatan

peneliti selama proses penelitian berlangsung. Sesuai dengan yang

diungkapkan Koeswinarno (2015: 263 – 264) yaitu “… data terkumpul

melalui alat ‘perekam’, bisa berbentuk tape recorder atau catatan

etnografi, baru dilakukan analisis data.” Beberapa instrumen tersebut akan

ditentukan penggunaannya sesuai dengan kondisi di lapangan saat

terjadinya proses pengambilan data, hal ini sangat memungkinkan untuk

adanya penambahan atau pengurangan instrumen tersebut.

2. Instrumen pengumpulan data penelitian pengembangan paket pembelajaran

Matematika.

Berdasarkan pengertian dan karakteristik yang dimiliki oleh pengembangan

pembelajaran tipe R2D2 di atas, maka tidak dapat disebutkan satu-persatu

instrumen pengumpulan data. Hanya saja beberapa instrumen yang dapat

digunakan sebagai acuan adalah hasil pengamatan peneliti dan hasil kerja tim

pengembangan.

H. Teknik Analisis Data

Berdasarkan jenis penelitian yang digunakan, maka teknik analisis data penelitian adalah sebagai berikut:

1. Teknik analisis data penelitian etnografi.

Analisis data temuan pada penelitian etnografi merupakan proses yang

berkesinambungan bersama jalannya proses pengumpulan data. Seorang

peneliti yang merupakan instrumen penelitian akan melakukan tugasnya

menganalisis data yang sudah ditemukan untuk mencari kaitannya dengan data

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

51 berikutnya dan temuan lainnya. Hal tersebut dilakukan karena peneliti memiliki

keterlibatan langsung dengan budaya yang diteliti serta latar belakang

kemampuan yang dimilikinya. Akan tetapi hal tersebut bukanlah satu-satunya

langkah, perlu adanya pemeriksaan bersilang dengan instrumen lainnya

sehingga hasil analisis yang disimpulkan merupakan hasil yang kredibel.

Cek bersilang perlu dilakukan agar meminimalisir subjektivitas hasil analisi

data dalam penelitian ini. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Denzim dan

Lincoln dalam Koeswinarno (2015) dalam jurnalnya, demikian: “Namun

demikian, pengamatan terlibat sebenarnya bukan merupakan metode tunggal,

karena sebenarnya pengamatan terlibat merupakan strategi lapangan yang

secara simultan memadukan analisis dokumen, wawancara mendalam, dan

teknik-teknik lain.”

2. Teknik analisis data penelitian pengembangan paket pembelajaran Matematika.

Sebagaimana disebutkan dalam karakteristik dan prinsip R2D2 oleh Willis,

maka teknik analisis data penelitian akan dilakukan bersama dengan proses

penelitian. Setiap langkah prosedur yang dilakukan akan dilakukan sebuah

analisis terhadapnya, dimana akan diperdalam dan di cari solusi untuk setiap

masalah dalam bentuk refleksi tim.

I. Prosedur Pelaksanaan Penelitian Secara Keseluruhan

Sebagaimana penjelasan di atas mulai dari jenis penelitian hingga teknik analisis data, maka berikut penjelasan prosedur pelaksanaan penelitian pada tesis ini:

1. Melakukan investigasi awal terhadap kebudayaan masyarakat Nias Utara

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

52 2. Menyusun pertanyaan-pertanyaan penelitian

3. Melakukan investigasi mendalam terhadap kebudayaan masyarakat Nias

Utara kaitannya dengan konstruksi matematika yang dimiliki masyarakat

setempat

4. Menganalisis data temuan investigasi penelitian dan mengkaitkannya

dengan konsep matematika yang ada pada pendidikan tingkat sekolah

menengah

5. Mengelompokkan hasil analisis data temuan menjadi beberapa bagian

sesuai dengan topik matematika yang ada pada pendidikan tingkat sekolah

menengah

6. Melakukan analisis terhadap peserta didik, konsep, tugas dan tujuan

pembelajaran yang akan diterapkan paket pembelajaran baru

7. Menyusun paket pembelajaran matematika menggunakan model

pengembangan pembelajaran tipe R2D2 (Reflective, Recursive, Design, and

Development) dan berdasarkan etnomatematika yang telah ditemukan pada

penelitian awal

8. Menulis rangkuman penelitian dalam bentuk tesis.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab IV ini akan diuraikan hasil dan pembahasan dari penelitian etnografi ini. Bab IV secara umum terbagi menjadi 2 bagian besar dalam upaya menjawab rumusan masalah pada penelitian ini, yaitu: pertama, hasil dan pembahasan Omo Sebua secara etnografi, kedua, hasil dan pembahasan pengembangan LKPD Matematika dengan menggunakan R2D2. Bagian pertama akan dijelaskaan dalam 3 bagian guna menjawan rumusan masalah no 1 – 3, sedangkan bagian kedua menjawab rumusan masalah no 4. Berikut hasil dan pembahasan penelitian etnomatematika terhadap Omo Sebua dan implikasinya terhadap pembelajaran matematika di tingkat SMP.

A. Proses dan Struktur Bangunan Omo Sebua Nias Utara

1. Struktur Bangunan Omo Sebua Nias Utara

Struktur Banungan Omo Sebua merukapan manifestasi dari pemikiran

masyarakat Nias dan merupakan karya terbaik peninggalan dari masyarakat

terdahulu kepada keturunannya. Secara umum Omo Sebua terbagi menjadi 3

bagian besar yaitu: fondasi rumah, tempat tinggal dan bagian atap. Struktur

tersebut akan dijelaskan sebagai berikut:

53

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

54 a. Struktur kaki-kaki rumah (Aro Mbato)

Gambar 4. 1 Aro Mbato (Bagian kaki-kaki rumah)

Seperti yang ada pada gambar diatas, struktur rumah adat Omo Sebua bagian pertama disebut dengan Aro Mbato atau struktur kaki rumah. Yang termasuk di dalam struktur tersebut adalah sebagai berikut:

1. Dane-dane Gehomo: batu-batu yang dipotong sedemikian sehingga memiliki permukaan yang datar pada permukaan atas dan bawahnya. Ukuran yang dibuat tidak memiliki ketentuan pasti, para tukang akan menyesuaikan kebutuhan di lapangan. Pada Gambar 4 di atas, penulis menggunakan bentuk segi enam untuk pendekatan bentuk, pada kenyataan tidak demikian.

2. Tiang Silalö Yawa: tiang menjulang tinggi dari atas tanah hingga tiang atap, sebagai penopang atap dan bagian rumah. Ukuran yang dimiliki beragam bergantuk ukuran rumah yang dibangun, untuk ukuran rumah 3 Tete, tuka akan mencari pohon dengan tinggi lebih dari 9 meter dan berumur tua. Jumlah tiang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

55 ini sebanyak 4 buah untuk rumah 3 Tete dan terletak di tengah tengah rumah dengan jarak antar tiang yang sama panjang.

3. Tiang Ehomo: tiang fondasi dengan jumlah 50-70 buah terletak di sekitar tiang utama (Silalö Yawa) dengan tinggi ± 3m. Diameter tiang menyesuaikan kondisi pohon yang ada di hutan. Tiang ini akan di pahat membentuk segi banyak yang tidak beraturan pada setiap sisi kulit pohon. Jarak antar tiang menyesuaikan dengan pembagian jarak antar tiang utama.

4. Diwa: tiang penopang agar tiang Silalö Yawa dan Ehomo tidak bergoyang dan tahan terhadap bencana alam seperti gempa bumi ataupun angin ribut. Tidak memiliki ukuran dan bentuk pasti, menyesuaikan jarak 3 tiang ehomo. Peletakan tiang ini membuat bentuk x jika dilihat dari depan dengan maksud menahan gaya dari kanan dan kiri serta dari depan dan belakang rumah adat.

5. Batu Pemberat: susunan batu-batu besar yang banyak dan diletakan di antara persilangan Diwa. Tidak memiliki bentuk dan unsur yang khas, tuka hanya mencari batu yang memiliki berat yang cukup untuk membantuk Diwa menahan beban goncangan.

6. Tiang Fanusu: tiang berjumlah 7 buah dengan ukuran penampang samping

± 10cm x 15cm dan panjang menyesuaikan ukuran lebar dari rumah. Tiang ini merupakan tiang horizontal dari depan hingga belakang rumah, yang menghubungkan antara ehomo yang ada serta silalö yawa. Peletakkannya menggunakan teknik futi untuk menyambung antara tiang fanusu dan ehomo/silalö yawa tanpa paku ataupun pasak.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

56 7. Tiang Silötö: tiang berjumlah 5 buah dengan ukuran penampang samping ±

10cm x 15cm dan panjang menyesuaikan ukuran panjang dari rumah. Tiang ini merupakan tiang horizontal dari samping kanan hingga samping kiri rumah, yang menghubungkan antara fanusu. Peletakkannya menggunakan teknik futi untuk menyambung antara tiang fanusu tanpa paku ataupun pasak.

8. Tiang Laliöwö: tiang dengan ukuran penampang samping ± 10cm x 15cm dan panjang menyesuaikan ukuran rumah. Tiang ini merupakan tiang horizontal dari depan hingga belakang rumah, yang menghubungkan antara silötö.

Peletakkannya menggunakan teknik futi untuk menyambung antara tiang silötö tanpa paku ataupun pasak. Fungsi dari tiang ini merupakan dasar untuk meletakkan seluruh papan lantai sehingga jaraknya sangat berdekatan untuk mengurangi pergeseran papan lantai.

9. Ora: merupakan tangga untuk naik ke atas rumah. Pada jaman sekarang telah terjadi perubahan bentuk dan letak tangga dengan alasan fungsional bagi pemilik rumah. Pada jaman dahulu, ora diletakkan di bawah rumah untuk mengamankan pemiliki rumah dari serangan musuh, tetapi hal tersebut tidak berfungsi lagi sehingga dipindah di samping rumah guna memudahkan tamu masuk ke dalam rumah. Bentuk dan ukuran disesuaikan dengan pemilik rumah dengan alasan kenyamanan masuk ke dalam rumah.

10. Edu’e: merupakan teras rumah yang ditambahkan pada jaman sekarang. Hal ini lebih ke arah fungsional dengan menyesuaikan perubahan jaman yang tidak ada lagi perang antar suku saat ini. Ukuran teras rumah (Edu’e) ini ± 2m x 2m

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

57 dan tinggi menyesuaikan pemilik rumah, umumnya yang dijumpai memiliki tinggi 2m. b. Struktur tempat tinggal (Boto Nomo)

Gambar 4. 2 Boto Nomo (Bagian tempat tinggal rumah)

Seperti yang ada pada gambar diatas, struktur rumah adat Omo Sebua bagian kedua disebut dengan Boto Nomo atau struktur tempat tinggal. Yang termasuk di dalam struktur tersebut adalah sebagai berikut:

1. Bagian Rumah: rumah terbagi menjadi 2 bagian besar, yang pertama adalah

kamar dan kedua adalah ruang keluarga. Pada jaman dahulu, rumah tidak

memiliki kamar mandi ataupun WC. Masyarakat Nias hanya menggunakan

salah satu papan yang ada di bagian belakang yang bisa dibuka sebagai

fungsi WC sedangkan untuk mandi mereka pergi ke sungai dekat rumah.

2. Papan Lantai (Salo dan Sinata): terdapat dua tingkatan tinggi dengan

perbedaan ± 10cm dalam peletakkanya. Fungsi papan lantai yang lebih

tinggi (Sinata) adalah untuk tempat duduk para tetua adat pada saat ada

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

58 acara adat di rumah tersebut, sedangkan untuk lantai yang lebih rendah

(Salo) untuk tempat duduk masyarakat lainnya. Ukuran papan lantai pada

jaman dahulu hanya merupakan hasil belahan batang pohon yang dibelah

dua, akan tetapi perkembangan jaman saat ini, para tukang menghemat

dengan memotong dengan ketebalan 10cm – 15cm setiap papannya.

3. Tiang Dinding Kamar: tiang dengan ukuran 10cm x 10 cm x 250cm sebagai

penopang dinding kamar. Jumlahnya menyesuaikan keinginan pemilik

rumah dalam pembuatan jumlah kamar.

4. Tuwu Gahe: tiang dengan ukuran 10cm x 10 cm x 200cm dan kemiringan

tertentu yang membuat rumah memiliki dimensi atas lebih luas dari pada

dimensi bawah. Pententuan kemiringan ini disesuaikan dengan tinggi pintu

masuk rumah, hal ini akan lebih dijelasakan pada bagian pintu rumah.

5. Papan dinding: papan dinding dengan ukuran penampang samping ± 2cm

x 20 cm dipasang vertikal untuk memisahkan bagian kamar dengan ruang

tengah. Untuk dimensi panjang, menyesuaikan kondisi di lapangan, tuka

akan melihat dan memotong panjang kayu sesuai dengan keadaan di

lapangan. Papan dinding ini digunakan pada dinding pemisah kamar serta

dinding luar rumah yang mengelilingi rumah.

6. Tarali: ventilasi kamar dibuat dengan menggunakan ukiran motif Nias yang

ada. Penentuan/pemilihan motif disesuaikan kehendak pemilik rumah.

7. Pintu Masuk Rumah: pintu memiliki tinggi sama dengan tinggi pemilik

rumah dan lebar Löwilöwi (± 80cm – 100cm). Pintu masuk didirikan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

59 vertikal dan jarak (bagian atas) pintu dengan dinding rumah ± 50cm, jarak

ini yang menentukan kemiringan dari dinding rumah.

8. Pintu Kamar: pintu memiliki tinggi sama dengan tinggi pemilik rumah dan

lebar sabua si’u (± 1m).

9. Ni’o Lasara: merupakan ukiran khas Nias yang melambangkan status

pemilik rumah. Diletakkan pada tiang dinding luar bagian depan di antara

zarazara. Untuk rumah adat di Nias Utara memiliki 2 motif yang umumnya

dipakai. Pembuatan satu tiang memakan waktu 3 hari dengan biaya jaman

sekarang berkisar Rp 700.000 – Rp 1.000.000. Jumlah Ni’o Lasara pada

rumah ukuran 3 Tete sebanyak 7 buah, 5 Tete sebanyak 9 buah dan 7 Tete

sebanyak 11 buah.

10. Tarunahe: merupakan ukiran yang ada di tengah ruangan di ujung tiang

Silalö Yawa. Peletakan Tarunahe ini tidak dapat diletakkan di sembarang

rumah adat, hanya rumah adat balugu dan berjumlah 2.

11. Zarazara: merupakan ventilasi rumah yang diletakkan di depan rumah.

Bentuk papan disusun vertikal dengan jarak ± 10cm – 15 cm antar papan

dan menyesuaikan kemiringan dinding rumah.

12. Henedeö: merupakan rangkaian kayu Hoya yang disusun membentuk oval

dan diletakkan di atas dinding luar rumah. Henedeö merupakan penutup dari

dindin rumah. Penyebutannya disebabkan oleh kebiasaan tikus berjalan-

jalan di tiang tersebut (sesuai dengan terjemahan dari kata tersebut ke dalam

Bahasa Indonesia).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

60 c. Struktur atap (Mbumbu Nomo)

Gambar 4. 3 Mbubu Nomo (Bagian atap rumah)

Seperti yang ada pada gambar diatas, struktur rumah adat Omo Sebua bagian pertama disebut dengan Mbumbu Nomo atau struktur kaki rumah. Yang termasuk di dalam struktur tersebut adalah sebagai berikut:

1. Buate: dua buah tiang yang diletakan horizontal arah depan ke belakang

rumah di atas tiang Silalö Yawa. Ukuran buate ± 10cm x 10cm x 500cm.

2. Tarubumbu: dua buah tiang vertikal dari Silötö hingga Boli sebagai tiang

penyangga atap secara keseluruhan. Kayu yang dipilih menggunakan kayu

Simalabuo, yang lurus dan tinggi, dengan diameter ± 70cm dan tinggi ± 9m.

3. Alisi: 2 buah tiang horizontal yang ditelakkan di atas ujung depan dan

belakang Buate. Ukuran berkisar ± 10cm x 10cm x 300cm (panjang

menyesuaikan tingkat) dengan jenis kayu yang dipilih menggunakan kayu

Simalabuo. Pada rumah umumnya terdapat 4 tingkatan hingga ke atas atap.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

61 4. Sanari: 4 buah tiang horizontal yang ditelakkan di Buate dan diantara tiang

Alisi, untuk tingkat berikutnya berjumlah 2 buah. Ukuran Sanari berkisar ±

10cm x 10cm x 500cm (panjang penyesuaikan tingkat) dengan jenis kayu

yang dipilih menggunakan kayu Simalabuo. Pada rumah umumnya terdapat

4 tingkatan hingga ke atas atap.

5. Famaö’ö: 2 buah tiang berbentuk busur oval mengikuti pola rumah

diletakkan di atas Buate yang menghubungkan ujung Buate. Bahan

menggunakan kayu lentur (Hoya) dan mengeras ketika sudah mengering.

6. Tiang Pendukung: tiang vertikal dengan tinggi kisaran 1,5m – 2m dengan

jumlah 28 buah pada rumah ukuran 3 Tete. Fungsi dari tiang ini untuk

menyangga tiang-tiang Alisi, Sanari dan Famaö’ö di atasnya. Terletak di atas

tiang Buate disambung dengan teknik futi dan dibantu dengan pasak.

Umumnya tiang ini diberi sentuhan ukiran demi mempercantik rumah karena

posisinya yang terlihat dari bawah.

7. Boli: tiang dengan ukuran ± 10cm x 10cm x 300cm berfungsi sebagai

penangkal petir dan tiang pengikat atap rumbia bagian atas. Terletak di ujung

atas kayu Tarubumbu dengan menggunakan kayu Boli sebagai bahannya.

8. Gasö: tiang penyangga atap rumbia dengan bahan kayu Hoya yang dibuat

melengkung menyesuaikan kontur atap rumah pada waktu kayu masih basah

dan akan mengeras ketika sudah kering. Ukuran tidak pasti menyesuaikan

panjang yang dibutukan, dengan penampang samping ± 8cm x 10cm.

9. Nue: berfungsi sebagai pengikat seluruh gasö di bagian bawah. Terbuat dari

kayu nue (pohon rotan) dan diikat menggunakan rotan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

62 10. Atap Rumbia: dibuat dari rangkaian daun rumbia yang dijemur kering dan

disatukan menggunakan rotan. Satu rangkaian kurang lebih 3m panjangnya.

11. Tuwu-tuwu (jendela atap): terletak di atap dan terbuat dari daun rumbia yang

dapat dibuka. Tidak ada patokan jumlah yang dibuat, pada umumnya satu

rumah membuat 3-4 jendela yang diletakkan di depan, samping kanan dan

kiri serta belakang rumah. Ukuran tidak ditentukan, hanya biasanya 1 ruas

atap rumbia digunakan sebagai lebar dari jendela tersebut.

Telah dijelaskan di atas bagian-bagian yang ada pada Omo Sebua secara umum. Bagian tersebut disusun dengan berdasarkan adat yang dihidupi oleh masyarakat Nias, berikut penjelasan proses adat dan budaya pembangunan Omo

Sebua Nias Utara.

2. Proses Pembangunan Omo Sebua Nias Utara

Rumah adat yang dimiliki oleh masyarakat Nias merupakan hal yang sakral karena disanalah semua awal dan akhir dari kegiatan masyarakat kesehariannya dilakukan. Rumah adat yang dibuatnya merupakan suatu karya yang terbaik karena masyarakat Nias menganggap bahwa selain menjadi tempat tinggal rumah merupakan tempat berkumpulnya seluruh keluarga termasuk lelulurnya. Beberapa rumah adat (Omo Sebua/Rumah adat seorang Balugu) memiliki patung-patung leluhur yang masih dipelihara hingga saat ini. Patung- patung tersebut diyakini merupakan bentuk representatif dari kehadiran leluhur di rumah tersebut dan sebagai tanda bahwa keluarga tersebut direstui keberadaannya. Beberapa keluarga hingga kini masih ada yang memberikan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

63 makanan bagi mereka dengan prosesi adat tertentu yang tidak dibahas di penelitian ini.

Anggapan masyarakat Nias, rumah adat merupakan sebuah gambaran kehidupan manusia dimana keseluruhannya saling terkait. Berdasarkan filosofi tersebutlah dalam proses pembangunan sebuah rumah adat tidaklah sederhana dan mudah. Proses dan struktur bangunan Omo Sebua (rumah raja/rumah adat terbesar) melibatkan seluruh anggota keluarga bahkan kampung (banua) dimana mereka tinggal. Setiap langkah dan ukuran yang digunakan merupakan representasi kehidupan dan lingkungan dari keluarga pembuat rumah adat tersebut. Berikut merupakan proses pembangunan rumah adat mulai dari meminta restu hingga perayaan rumah baru.

Proses pembangunan rumah adat (Omo Hada/Sebua)

1. Fangombakha ba dalifusö ba banua. (Memberitahukan / meminta restu dari

keluarga besar dan banua).

Sebelum melakukan pembangunan, seorang pemilik rumah adat akan melakukan tahap ini dimana ia akan meminta restu dari keluarga besar dan banua (meliputi keluarga besar, pihak kerabat, pihak paman dan kepada organisasi adat) tempat ia bernaung melalui pemimpin banua. Sebelum masuknya agama Kristen di Tanö Niha, tahap ini melibatkan ruh nenek moyang masyarakat Nias untuk mendapatkan ijin, sesuai dengan penuturan Ama Serlin.

Tahapan ini akan melibatkan para pimpinan adat (eksekutif) yaitu Sanuhe,

Talimbana, Fahandrona, Si Daöfa, Si Dalima, Si Daönö, Si Dafitu, Si Dawalu,

Si Dasiwa, Si Dafulu, Si Felezara dan Si Felendrua yang disebut dengan Bossi.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

64 Di setiap banua (tatanan kampung adat) akan terdapat ke 12 orang tersebut, dimana masing-masing memiliki tugas dan tanggung jawab yang berbeda. Khusus keempat orang pertama merupakan pimpinan adat utama yang nantinya direpresentasikan pada 4 tiang penopang utama dalam rumah adat Nias.

Tiang utama ini masyarakat Nias kenal dengan istilah ehomo atau orang umum mengenal dengan tiang pancang.

Pada tahap ini seorang yang akan mendirikan bangunan akan menyediakan jamuan makan dan menyembelih setidaknya satu ekor babi sebagai jamuan. Selain itu calon pemilik rumah akan memberikan emas dan perak kepada pimpinan adat sebagai syarat hukum adat yang berlaku di masyarakat Nias, Nias Utara khususnya. Syarat ini menarik untuk dipahami bahwa pemberian tersebut bukanlah untuk menunjukkan status kekayaan diri seorang pimpinan. Pemberian tersebut hanyalah sebesar telu balaki / telu siwalu atau jika dikonversi di dalam ukuran sekarang menjadi ± 3 ons. Berdasarkan penjelasan dari Ama Serlin, bahwa pembagian tersebut meliputi awe, sinema iwa dan sinema banua. “dan ada awe nya, ada sinema iwanya, ada sinema banuanya, itu bossi itu ya”.

2. Famailo tanö naha nomo. (Memilih dan membersihkan lokasi)

Setelah dilakukan prosesi di atas, maka pemimpin adat akan menentukan/memutuskan lokasi bangunan dan seluruh warga turut membantu membersihkan lokasi. Tahapan ini merupakan tahapan persiapan yang dilakukan oleh keluarga yang akan membangun rumah. Pada tahapan ini seorang yang akan mendirikan bangunan akan menyediakan jamuan makan dan menyembelih

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

65 setidaknya satu ekor babi sebagai jamuan. Seluruh keluarga akan bersama-sama saling bergotong-royong membersihkan dan mempersiapkan lokasi yang akan ditempati mendirikan rumah dengan ketentuan hari yang telah disepakati bersama. Hal ini merupakan kebiasaan masyarakat Nias sejak jaman nenek moyang mereka sesuai dengan penuturan Ama Serlin yang mengatakan:

“Setelah itu, tahapannya pada saat itu nanti, tanah yang sudah disediakan itu, yang punya rumah ini memeberitahukan dimana lokasi tempat bangunan itu di dirikan. Setelah itu diputuskan pada saat itu, pada saat mereka berkumpul semua, kapan kita melakukan pembersihan tempat bangunan itu. Dan mereka melakukan gotong royong, itu namanya dulu gotong royong dan kuat sekali itu. Hanya pada jaman-jaman terakhir ini tidak ada lagi gotong royong, hanya pada jaman-jaman orang-orang tua kami dulu, ya gotong royong itu sangat kuat. Sehingga kalau dulu, kalau bersawah, ada namanaya falaliduo, yang artinya mereka menentapkan kapan saya bekerja di ladangmu, dan kapan kepada sodara ini, kapan kepada sodara ini. Tanpa digaji itu, tanpa diupah.

Penjelasan diatas cukup jelas menggambarkan bagaimana keadaan kehidupan sosial masyarakat Nias, terutama dalam kasus ini masyarakat Nias di desa Tumöri. Kebiasaan tersebut masih kental terlihat pada saat upacara adat apapun yang dilakukan di desa tersebut, mulai adat kelahiran (pemberian nama anak), pernikahan, pembangunan rumah hingga tahapan akhir hidup manusia yaitu kematian. Kentalnya keharmonisan yang terjadi diantara masyarakat di desa tersebut sangat kuat sehingga hingga kini belum ada orang luar yang membangun rumah atau bertempat tinggal di desa tersebut.

Tahapan ini setelah dilakukan penelusuran dan analisis terhadap data yang ada, tidak didapati proses matematika yang khusus. Tahapan ini murni kegiatan bersosial dari masyarakat guna mempersiapkan lahan yang akan digunakan membangun rumah tersebut, tentu si empunya rumah sudah paham mengenai kegiatan ini sehingga dalam perencanaannya mereka sudah

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

66 membersiapkan babi atau sejumlah uang untuk dapat melaksanakan upacara tersebut.

3. Fondrölö sinali. (Mematok lokasi)

Proses berikutnya adalah mematok lokasi bangunan menggunakan tali untuk menentapkan letak dan jarak rumah dari titik tengah halaman. Proses ini dilakukan bersama-sama pemiliki lahan, tetua adat, tukang beserta sanak saudaranya dengan memegang ujung-ujung tali serta menentukan letak titik-titik tiang bangunan.

Satuan yang digunakan pada masa dahulu adalah satuan-satuan yang biasa dipakai oleh masyarakat Nias, sebagai contoh Lito, Defa, dan lain sebagainya. Satuan ini tidak memiliki sistem baku yang dapat digunakan secara umum di berbagai situasi, untuk itu dalam proses pembangunan rumah dasar perhitungan adalah ukuran panjang dari anggota tubuh pemilik rumah. Apabila satuan yang digunakan adalah Lito, maka mereka akan mengukur jarak ujung ibu jari ke ujung jari tengah pemilik rumah. Cara pengukuran ini berlaku di seluruh bagian rumah adat yang akan dibangun, seperti yang dikatakan Ama

Vicky “… ukuran yang punya rumah, sepanjang tangan ini. (sambil memperagakan posisi tangan Lito di atas meja)”

Pada tahap ini, pemilik rumah diwajibkan untuk membayar adat 10 gram emas kepada Salawa serta jamuan makan dengan memotong setidaknya satu ekor babi.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

67

Gambar 4. 4 Dane-dane Gehomo (Batu fondasi tempat meletakkan tiang ehomo)

4. Mogaoni tuka/ere/sonekhe ba watomo. (Memanggil tukang)

Tuka merupakan seorang yang memiliki kemampuan untuk membangun rumah adat Nias, atau kita kenal sebagai Tukang. Akan tetapi Tuka disini merupakan seorang yang memiliki keahlian khusus dan sudah diajari serta di’doa’kan oleh para pendahulunya. Sedangkan Ere adalah orang yang memiliki kemampuan khusus untuk menghitung dan melihat hari baik, atau kita kenal saat ini sebagai pemuka agama adat. Ere memiliki fungsi sebagai orang yang menentukan dimulainya sebuah pekerjaan membangun rumah adat.

Pada langkah ini, seorang yang akan mendirikan sebuah rumah adat akan mengadakan sebuah acara di rumahnya dan memanggil tuka serta ere untuk menentukan seluruh rangkaian pengerjaan rumah adat. Pada langkah ini, seluruh orang yang terlibat akan menanyakan lokasi rumah, lokasi pengambilan pohon serta kapan dan bagaimana proses pembangunan akan dilaksanakan. Penentuan hari untuk memulai pengumpulan bahan bangunan merupakan tanggung jawab

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

68 ere dimana ere berlaku sebagai ‘orang pintar’. Ere menjadi tempat bertanya bagi seluruh orang yang terlibat mengenai segala kegiatan yang akan dilaksanakan.

Bahkan untuk meletakkan tiang fondasi akan ditanyakan terlebih dahulu seperti keterangan yang dipaparkan oleh Ama Serlin “iya, dan harus di tanya ere ini, kapan. Karena semua disitu nanti tidak mampu 2/5 orang mendirikan itu.”

Pada proses ini dilakukan penentuan tanggal dimulainya pekerjaan, disesuaikan dengan penanggalan yang dimiliki masyarakat Nias. Penanggalan tersebut memiliki dasar revolusi bulan terhadap bumi yang akan dijelaskan lebih detail di bagian C bab IV pada tesis ini. Keunikan penentuan tanggal pendirian yang dilakukan masyarakat Nias ini ternyata memiliki nilai filosofis yang hidup di dalam keseharian mereka. Mereka percaya dalam memulai pekerjaannya harus seiring dengan naiknya bulan karena diyakini akan membawa rejeki bagi si empunya rumah dan para pembangunnya. Hal ini ditegaskan dalam wawancara dengan Ama Serlin yang mengatakan “Karena begini, kalau desa’a ini dia menanjakkan. Berarti ini bangunan lama-lama kan bagus semua. Kalau menurunkan ga apa.. ga.. katanya dulu, kurang rejeki. Mungkin sampai di sini, gofayau masih bisa. Jangan lewat ke atas.”

Setelah segala urusan kesepakatan lokasi, ukuran dan tanggal pembangunan, maka tahapan berikutnya adalah menentukan tanggal pengambilan bahan bangunan. Hal ini dilakukan bersama-sama oleh seluruh warga banua (desa saat ini) dan para tukang.

Setelah tahapan mengadakan pertemuan dengan berbagai pihak termasuk tukang dan ere, maka proses pembangunan rumah adat akan dimulai. Langkah

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

69 ke 5 merupakan langkah awal persiapan bahan yang dibutuhkan, kemudian diikuti oleh pendirian tiang dan dilanjutkan hingga selesai. Secara garis besar pembangunan rumah adat akan dibagi menjadi 4 langkah, yaitu:

1. Persiapan bahan bangunan

2. Pendirian tiang penyangga

3. Pembangunan rumah

4. Peresmian rumah baru

Tahapan berikutnya sebagian telah dipresentasikan di Seminar SNRP

2016 di Universitas Sanata Dharma dan dilengkapi pada tesis ini. Berikut penjelasan mengenai hal tersebut.

5. Folau eu ba danö. (Mempersiapkan kayu)

Kebiasaan masyarakat Nias dalam mempersiapkan kayu yang akan digunakan sebagai tiang utama rumah menunggu pada hari yang baik menurut penanggalan suku bangsa Nias. Biasanya pada tanggal-tanggal menuju waktu bulan purnama (desa’a), sekitar hari kedelapan hingga kesepuluh menuju bulan purnama. Hal tersebut sesuai dengan hasil wawancara dengan Ama Serlin yang mengatakan “Karena dulu belum apa… ini firman Tuhan itu… ini yang memberitahukan pada bulan ini kita mendirikan rumah, pada bulan ini kita meletakkan batu pertama menengok bulan. Karena bulan itu sama kakek-kakek dulu ada itu.. itu.. eemmm.. pertama desa’a, dalam arti bulan sabit, baru datang bulannya.”

Jenis kayu yang digunakan tidaklah sembarang pohon, tetapi hanya terdapat 2 jenis pohon yang digunakan yaitu Manawa Danö dan Simalambuo.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

70 Jenis kayu ini dipilih karena kekuatan dan tahan terhadap rayap sehingga memungkinan rumah yang dibangun berdiri ratusan tahun. Pada tesis ini akan lebih detil membahas ukuran rumah 3 Tete karena pada jaman sekarang orang

Nias kebanyakan membangun ukuran tersebut dan rumah adat tua yang tersisa di Desa Tumöri ukuran tersebut.

Untuk rumah ukuran 3 Tete maka ukuran pohon Manawa Danö yang dipilih dengan tinggi pohon lebih dari 9 meter, sehingga dalam pemotongan

Silalö Yawa dengan tinggi 9 meter bentuk kayu dari ujung bawah hingga ujung atas memiliki diameter yang hampir sama. Selain Silalö Yawa, terdapat Ehomo dengan panjang 2-2,5 Tete (±3 meter) sekaligus sebagai tinggi Ehomo. Jumlah pohon dipotong menyesuaikan dengan kebutuhan di lapangan, hal ini terjadi karena batu fondasi yang digunakan serta struktur tanah yang tidak pasti.

Setiap ehomo akan dipahat (futi) sebagai calon tempat duduknya fanusu.

Besar ukuran pahatan akan bergantung oleh besarnya fanusu yang akan dibahas di poin berikutnya. Selain itu di bagian ehomo akan di pahat membentuk lobang sebagai tempat kayu penggantung diwa.

6. Fanaru’ö silalö yawa. (Mendirikan tiang utama)

Tahap selanjutnya setelah mempersiapkan segala bahan yang dibutuhkan, maka pertama kali tukang akan mendirikan tiang utama rumah adat atau Silalö Yawa. Silalö Yawa memiliki fungsi dan ukuran diameter yang sama dengan ehomo, perbedaannya pada tinggi tiang yang menjulang hingga ke atas rumah, sesuai dengan arti namanya. Tiang ini akan berdiri dari batu fondasi hingga rangka atap di atas, menembus papan lantai di bawahnya. Jumlah yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

71 digunakan untuk setiap ukuran rumah berbeda-beda, pada tesis ini akan membahas rumah dengan ukuran 3 Tete.

Perhitungan rumah dilakukan berdasarkan lebar dari bagian atas atap rumah atau disebut Bumbu. Bumbu merupakan dasar perhitungan untuk ukuran rumah adat Nias dimana terdapat tiga jenis ukuran rumah yang menyesuaikan dengan derajat pemilik rumah di tatanan adat. Prosedur ini melibatkan geometri persegi dimana Bumbu sebagai pusatnya. Sehingga kini didapati bentuk persegi dengan panjang sisi sebesar 3 푇푒푡푒 atau 3,75 푚푒푡푒푟, silalö yawa akan diletakkan pada sudut persegi tersebut seperti pada Gambar di bawah ini.

Gambar 4. 5 Posisi Silalö Yawa tampak atas

Proses mendirikan tiang Silalö Yawa ini memiliki beberapa langkah, dimulai dari ritual adat hingga teknis membangunnya. Ritual adat yang dilakukan adalah pemilik rumah diminta menyiapkan sejumlah uang perak

(jaman dulu uang Belanda) atau sejumlah uang Rp 5000 – Rp 100.000, setelah

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

72 itu tukang akan melanjutkan pekerjaannya. Pendirian tiang pun memiliki beberapa langkah, yaitu:

1. Mendirikan salah satu tiang dengan bantuan 2-3 kayu yang membentuk

segitiga dan tiang Silalö Yawa menjadi sisi tegaknya.

Gambar 4. 6 Tiang Silalö Yawa pertama

2. Mendirikan tiang yang berada di seberangnya dengan bantuan kayu yang

sama dan meletakan fanusu yang menjadi pengikat kedua tiang tersebut.

• Proses membuat Fanusu

- Memotong pohon Simalambuo. Fanusu memiliki ukuran 5 cm x 10 cm

sebagai luas penampang samping dan panjang menyesuaikan letak

terhadap ujung-ujung ehomo dalam.

- Meletakan fanusu diatas ehomo. Setelah semua fanusu di potong, maka

tuka akan meletakkan di atas tiang ehomo yang sudah dipahat

sebelumnya dan merangkainya sedemikian rupa sehingga rangkaian dari

ehomo-fanusu berbentuk segiempat (persegi) jika dilihat dari depan

rumah. Bentuk rangkaian ini dapat digambarkan dengan Gambar 6 (garis

lurus hijau).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

73

Gambar 4. 7 Tiang Silalö Yawa kedua berserta Fanusu

3. Setelah itu membuat hal yang sama di sisi lainnya sehingga membentuk

geometeri bidang segiempat jika dilihat dari bagian atas.

Gambar 4. 8 Keempat tiang Silalö Yawa didirikan

4. Setelah keempat tiang Silalö Yawa telah berdiri kokoh, maka langkah

selanjutnya adalah mendirikan tiang ehomo yang berada di tengah-tengah

antara keempat tiang tersebut. Penjelasan rinci ada di tahap ke 7 di bawah.

7. Fanaru’ö ehomo. (Mendirikan tiang)

Mendirikan tiang ini merupakan serangkaian tumpukan tiang kayu yang disusun sedemikian sehingga mampu menopang rumah di atasnya. Selain tiang ehomo, fondasi yang dimaksudkan di sini termasuk dengan tiang-tiang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

74 penyanggga lainnya yaitu fanusu, silötö dan laliöwö. Tiang-tiang tersebut disusun di atas sebuah lempengan batu yang dipahat serta diperkuat dengan diwa. Berikut penjelasan lengkapnya berdasarkan tahapan masing-masing.

Tiang ehomo yang didirikan memiliki jumlah tertentu yang sudah ditetapkan berdasarkan ukuran rumah yang akan dibangun. Rumah ukuran 3

Tete (ukuran paling kecil) memiliki jumlah tiang ehomo utama sebanyak 4 buah, ukuran 5 Tete memiliki 8 tiang ehomo utama sedangkan ukuran 7 Tete memiliki 12 tiang ehomo utama. Jumlah tiang tersebut ditentukan berdasarkan beban yang ditanggung oleh fondasi, semakin besar rumah maka semakin banyak tiang penyangganya.

Tiang ehomo adalah tiang penopang rumah yang berdiri vertikal sebagai penopang utama gaya berat rumah arah vertikal Pemilihan jenis kayu dan ukuran pohon berdasarkan kekuatan serat kayu, diameter dan umur pohon.

Berdasarkan hasil wawancara, jenis kayu yang dipakai adalah kayu pohon

Manawa Danö dengan umur minimal 25 tahun.

• Proses peletakan Tiang Ehomo, fanusu, silötö dan laliöwö adalah sebagai

berikut:

5. Setelah keempat tiang Silalö Yawa telah berdiri kokoh, maka langkah

selanjutnya adalah mendirikan tiang ehomo yang berada di tengah-tengah

antara keempat tiang tersebut. Letak tiang ehomo tersebut di dapat dari

pertemuan tali yang mengikat Silalö Yawa secara diagonal.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

75

Gambar 4. 9 Cara menentukan letak Ehomo di tengah

Gambar 4. 10 Mendirikan Ehomo di tengah

6. Menentukan jarak antar ehomo dalam Omo Sebua. Penentuan jarak

seluruh ehomo yang digunakan dengan cara membagi 2 sama panjang

jarak antar ehomo utama (sisi persegi) untuk diletakan 1 buah ehomo pada

masing-masing sisinya. Setelah itu menambahkan 1 ehomo yang tepat

berada pada perpotongan garis diagonal dari ehomo utama. Sehingga kini

kita mendapati posisi dan jarak ehomo seperti pada Gambar 4. 11.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

76

Gambar 4. 11 Pembagian jarak antar Ehomo

Gambar 4. 12 Penampakan 3D dari gambar 4. 11

7. Peletakkan ehomo dalam pada struktur Ehomo menggunakan dasar

perhitungan jarak antar ehomo pada langkah 2. Seluruh ehomo diletakan

dengan jarak yang sama secara vertikal, dengan setiap 4 ehomo akan

membentuk persegi dengan panjang sisi 1,5 Tete sehigga kini kita

memiliki denah pada Gambar 4. 13.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

77

Gambar 4. 13 Peletakan tiang Ehomo

Gambar 4. 14 Penampakan 3D dari gambar 4. 13

8. Langkah berikutnya meletakkan ehomo dalam beserta fanusu seluruhnya

seperti pada contoh Gambar 4. 15 di bawah.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

78

Gambar 4. 15 Ehomo Dalam beserta Fanusu

Gambar 4. 16 Penampakan 3D gambar 4. 15

9. Meletakkan Silötö. Setelah Pemasangan tiang-tiang ehomo tersebut

diatas, maka langkah selanjutnya adalah memasang tiang silötö seperti

pada gambar di bawah ini. Silötö memiliki ukuran yang kurang lebih

sama dengan fanusu yaitu 5 cm x 10 cm sebagai luas penampang samping

dan panjang menyesuaikan letak terhadap ujung-ujung ehomo dalam.

• Memotong pohon Simalambuo. Silötö akan dipotong dengan ukuran

10 cm x 5 cm x T. Untuk dimensi T yang merupakan tinggi dari silötö

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

79 akan menyesuaikan letak dari silötö tersebut pada setiap dimensi

lantai sejajar dengan diagonal pendek lantai tersebut.

• Memahat Silötö. Setelah dipotong sesuai dengan panjang yang

dibutuhkan, maka setiap silötö akan dipahat (futi) ukuran 2 cm x 5 cm

x 5 cm pada titik dimana berpotongan dengan fanusu.

• Meletakan Silötö diatas rangkaian ehomo-fanusu. Silötö akan

diletakan tegak lurus terhadap fanusu dengan jarak ± 50 푐푚. Pada

praktik masyarakat Nias Utara tidak memiliki jarak yang pasti hanya

berdasarkan intuisi.

Gambar 4. 17 Peletakan Silötö

Gambar 4. 18 Penampakan 3D gambar 4. 17

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

80 10. Meletakkan ehomo luar. Setelah seluruh ehomo dalam maka sang arsitek

akan meletakkan sejumlah ehomo di luar ehomo dalam dan membentuk

bulat telur menyesuaikan (mendekati) bentuk lantai rumah. Peletakan

ehomo luar akan sejajar arah vertikal terhadap ehomo dalam, kemudian

diantaranya akan ditambahkan 1 atau 2 ehomo, menyesuaikan ukuran

rumah, agar memperkuat topangan terhadap beban rumah. Omo Sebua

menggunakan total tiang ehomo sebanyak 60-70 buah, terlihat pada

gambar 6, sesuai hasil wawancara dengan Ama Vicky yang mengatakan

“ya jumlah seluruh ehomo sekitar diatas 50 lah. Ya sekitar sampai 70

itu.”

Gambar 4. 19 Peletakan Ehomo Luar seluruhnya

Gambar 4. 20 Penampakan 3D gambar 4. 19

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

81 11. Membentuk dan meletakkan laliöwö.

Langkah terakhir adalah meletakkan laliöwö di atas rangkaian yang sudah

ada sebagai dasar peletakan papan lantai di atasnya. Berikut langkah-

langkah yang dikerjakan:

• Memotong pohon Simalambuo. Laliöwö akan dipotong dengan

ukuran 10 cm x 5 cm x T. Untuk dimensi T yang merupakan tinggi

dari laliöwö akan menyesuaikan letak dari laliöwö tersebut pada

setiap dimensi lantai sejajar dengan diagonal pendek lantai tersebut.

• Memahat Laliöwö. Setelah dipotong sesuai dengan panjang yang

dibutuhkan, maka setiap laliöwö akan dipahat (futi) ukuran 2 cm x 5

cm x 5 cm pada titik dimana berpotongan dengan silötö.

• Meletakkan Laliöwö. Laliöwö akan diletakan tegak lurus terhadap

silötö dengan jarak ± 50 푐푚. Pada praktik masyarakat Nias Utara

tidak memiliki jarak yang pasti hanya berdasarkan intuisi.

Gambar 4. 21 Peletakan tiang Silötö tampak atas (garis biru putus-putus)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

82

Gambar 4. 22 Penampakan 3D gambar 4. 21

Gambar 4. 23 Keseluruhan Aro Mbato

Gambar 4. 24 Penampakan 3D Gambar 4. 23

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

83 Sebelum pemasangan papan lantai, terlebih dahulu dipasang tiang Diwa untuk memperkokoh fondasi yang ada di bawahnya. Berikut proses pemasangan diwa yang dilakukan oleh tuka.

• Proses pembentukan dan pemasangan Diwa

12. Memilih Manawa Danö dengan bentuk (bengkok) tertentu. Diwa

merupakan bagian Ehomo dengan bentuk unik (kayu bengkok) untuk

dijadikan pengokoh dalam Omo Sebua. Hal tersebut sesuai dengan

penjelasan narasumber (A Vicky) “Bagaiamanpun besarnya ehomo, kalo

tidak ada diwa maka tidak kuat. Iya diwa sebagai kunci utama.”

Pemilihan bentuk Diwa didasari dengan kebutuhan dari rumah yang

dibentuk berdasarkan tinggi dan lebar dari rumah, hal ini menyebabkan

tingginya tingkat kesulitan mendapatkan bentuk yang diinginkan. Pada

prakteknya, masyarakat Nias dahulu untuk mendapatkan bentuk yang

sempurna mereka melakukan pembentukan pohon dari kecil hingga

memakan waktu 25 – 30 tahun.

13. Memotong pohon untuk dijadikan Diwa. Setelah pohon calon diwa

didapat maka akan dipotong dengan panjang ±3,75 푚푒푡푒푟 (jarak

diagonal 3 ehomo) dengan sisinya dibentuk segi banyak (segi 6, segi 8,

dst), sesuai dengan penjelasan narasumber. Namun dalam praktiknya,

sang tuka tidak memiliki ukuran yang sama untuk setiap Diwa, hal

tersebut disebabkan karena perbedaan tinggi pohon, kontur tanah, batu

dan jarak antar ehomo.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

84 14. Memahat diwa. Setelah dipotong, maka diwa akan dipahat (futi) sesuai

dengan permukaan dari fanusu yang ada dan batu fondasi (dane-dane

gehomo), seperti pada Gambar 33 dan 34. Pemahatan disesuaikan dengan

jarak fanusu dengan batu fondasi, hal ini tidak memiliki patokan khusus

untuk perhitungannya hanya berdasarkan kenyataan yang ada di

lapangan, oleh tuka.

15. Meletakkan diwa. Peletakan diwa berada di atas fanusu antar tiang

ehomo. Diwa diletakkan dengan teknik sambungan futi (Gambar 33) pada

ujung atas dan diatas batu fondasi pada ujung lainnya. Diwa akan

dipasang saling berbalik arah sehingga memperkuat ehomo dalam

menahan gonjangan.

Gambar 4. 25 Posisi tiang Diwa digambarkan dengan garis lurus merah dan biru

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

85

Gambar 4. 26 Penampakan Diwa secara 3D

Gambar 4. 27 Tiang Diwa tampak muka

Gambar 4. 28 Tiang Diwa tampak samping kanan

16. Meletakkan batu pemberat. Setelah seluruh Diwa terpasang, maka tuka

akan menambahkan sebuah papan untuk peletakkan batu pemberat di

atasnya seperti pada Gambar 32. Hal ini dilakukan dalam upaya

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

86 memperkokoh struktur Aro Mbato secara keseluruhan terhadap

goncangan atau gaya dari luar yang mengganggu.

Gambar 4. 29 Batu pemberat tiang Diwa

Gambar 4. 30 Teknik futi pada tiang Diwa di atas Fanusu

Gambar 4. 31 Teknik futi pada tiang Diwa di atas tiang Silötö

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

87 Penjelasan teknik penyambungan tanpa pasak ataupun paku yang disebut

dengan futi. Berikut futi pada setiap bagian Ehomo, Diwa, Fanusu, Silötö

dan Laliöwö.

Keterangan gambar: Kayu merah = laliöwö Kayu kuning = silötö Kayu biru = fanusu Kayu coklat tua = ehomo Kayu coklat muda = diwa

Gambar 4. 32 Teknik futi pada setiap bagian di Aro Mbato

Peletakan diwa ini akan membentuk bidang segitiga terhadap ehomo dan

fanusu dengan besar sudut ± 38,7°. Sudut ini didapat dari perhitungan

berikut (pedekatan dari bentuk aslinya):

Gambar 4. 33 Posisi Diwa dan Ehomo

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

88

Gambar 4. 34 Perhitungan sudut yang dibentuk oleh tiang Diwa dan Ehomo

8. Fanaru’ö tarubumbu. (Mendirikan tiang bubungan)

Tiang Tarubumbu merupakan tiang bubungan yang kita kenal pada rumah jaman sekarang. Fungsi dari tiang ini adalah merupakan tiang penyangga atap yang paling atas dari rumah. Tiang ini pada jaman dahulu merupakan tiang yang cukup memiliki banyak makna dan fungsinya, yaitu penyangga atap, ukuran kemegahan rumah serta fungsi mistis lainnya. Pada tulisan ini, pembahasan fungsi dari tiang tersebut dibatasi oleh pembatasan masalah penelitian. Fungsi yang akan dibahas adalah sebagai penyangga utama atap, dikatakan demikian

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

89 karena tiang ini merupakan tiang yang menyangga atap (bumbu nomo) dan keseluruhan konstruksi yang ada.

Proses pemasangannya adalah sebagai berikut:

17. Memotong pohon simalambuo. Berdasarkan keterangan narasumber

Ama Vicky, dikatakan bahwa seluruh konstruksi di atas Aro Bato

mayoritas menggunakan kayu simalambuo. Hal tersebut sesuai dengan

penuturannya “kalau bisa kayu bagian atas simalambuo, ehomo dan

diwa harus manawadano”. Pohon yang dipilih tentu yang lurus dan

memiliki tinggi minimal 9m karena rata-rata tinggi atap rumah Omo

Sebua 9m.

18. Membuat sambungan pada kedua ujung-ujung tiang. Tiang ini akan

berdiri di atas Laliöwö hingga ke tiang Boli, dengan demikian kedua ujung

tiang dipahat menyesuaikan dengan bentuk dan posisi tiang Laliöwö.

19. Memasang tiang Buate. Sebelum pemasangan tiang Tarubumbu, untuk

mengikat tiang agar tidak bergerak maka dipasanglah tiang Buate ini,

letaknya di atas tiang Silalö Yawa. Dimensi buate ± 10cm x 10cm x

500cm. Berikut penjelasan menggunakan gambar di bawah ini.

Gambar 4. 35 Pemasangan tiang Buate

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

90 20. Memasang tiang Tarubumbu ke tiang Silalö Yawa. Setelah tiang siap

untuk dipasang, maka tiang dibawa ke atas Aro Bato dan dipasang di atas

Laliöwö. Posisi tiang ini berada di tengah-tengah antara tiang Silalö Yawa.

Penjelasan menggunakan gambar ada pada gambar 4. 36 di bawah ini.

Gambar 4. 36 Pemasangan tiang Tarubumbu

21. Memasang papan lantai. Pada tahapan ini, papan lantai dipasang hanya

sebagai patokan dan bantuan para tuka dalam membangun Mbumbu

Nomo. Setelah Mbumbu Nomo terpasang semua hingga atap maka papan

lantai ini akan beri pasak agar tidak lepas dari tiang laliöwö di bawahnya.

Pada bagian depan rumah hingga tiang Silalö Yawa, papan lantai dipasang

lebih tinggi ± 10cm untuk tempat duduk para pemimpin adat duduk.

Berikut pemasangan papan lantai pada gambar 4. 37.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

91

Gambar 4. 37 Pemasangan sementara papan lantai sebagai patokan tuka saat mengerjakan Mbumbu Nomo

9. Fanaru’ö Tarunahe. (Pemasangan tiang ‘Tarunahe’)

Tiang Tarunahe merupakan tiang yang menjadi penanda bahwa rumah tersebut merupakan rumah seorang balugu (raja adat). Jika di dalam rumah tersebut tidak ada tiang Tarunahe, maka rumah tersebut disebut dengan nama rumah rakyat biasa. Pada umumnya keberadaan tiang tersebut hanyalah 1 di dalam sebuah desa dan pemasangannya membutuhkan prosesi adat lainnya.

Berikut tiang Tarunahe dalam gambar 4. 38.

Gambar 4. 38 Pemasangan tiang Tarunahe

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

92 10. Folau ora. (Mendirikan tangga)

Sebelum proses pemasangan ora, tuka akan memasang Edue’e terlebih dahulu untuk tempat berdirinya ora.

22. Pembuatan Edu’e (teras rumah). Sebelum ora dipasang, untuk Omo Sebua

pada jaman sekarang diberi Edu’e dengan ukuran ± 2m x 2m x 2m

disesuaikan dengan ukuran rumah. Edu’e berada di samping kiri rumah

tepat disebelah pintu masuk rumah. Berikut gambar edu’e yang ada pada

jaman sekarang.

Gambar 4. 39 Pemasangan Edu'e

23. Setelah Edu’e terpasang, tahapan berikutnya memasang ora. Untuk

pemasangan ora (tangga) di Nias Utara tidak memiliki syarat khusus,

hanya bergantung kepada kenyamanan orang yang punya rumah. Jumlah

anak tangga yang digunakan menyesuaikan keinginan pemilik rumah, hal

ini hal yang berbeda dengan masyarakat Nias selatan, hal tersebut sesuai

dengan penjelasan Ama Vicky “Misalkan ketua adat di Nias selatan

jumlah anak harus disesuaikan. Nias utara tidak, hanya menyesuaikan

kenyamanan orang ke rumah.” Berikut gambarannya:

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

93

Gambar 4. 40 Pemasanagan Ora (tangga masuk rumah)

11. Fame’e botobumbu. (Pemasangan balok penyangga kerangka atap)

Pemasangan balok penyangga kerangka atap memiliki beberapa tahapan sebelum pemasangan atap daun rumbia. Berikut adalah penjelasan mengenai proses pemasangannya.

24. Setelah pemasangan tiang buate berikutnya pemasangan 2 buah tiang Alisi

yang menghubungkan kedua ujung tiang buate pada bagian depan dan

belakang. Kemudian langkah berikutnya memasang 4 buah tiang Sanari

pada bagian tengah seperti pada gambar 4. 41 di bawah ini.

Gambar 4. 41 Pemasangan 2 buah tiang Alisi dan 4 buah tiang Sanari

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

94 25. Setelah tiang Alisi dan tiang Sanari di atas terpasang, maka berikutnya

adalah pemasangan tiang Famaö’ö. Tiang tersebut terbuat dari kayu Hoya

dan membentuk busur seperti bentuk papan lantai di bawahnya. Dalam

prakteknya, ukuran pasti tidak ada hanya berpatokan pada kesesuaian

dengan perbandingan bentuk papan lantai di bawah. Berikut gambar 4. 42

menggambarkan pemasangan tiang Famaö’ö.

Gambar 4. 42 Pemasanagn tiang Famaö’ö

26. Berikutnya setelah tiang tersebut di atas terpasang, maka tuka akan

memasang tiang pendukung secara vertikal untuk menopang tiang alisi,

sanari dan famaö’ö berikutnya. Penentuan tinggi tiang dilakukan dengan

cara pembagian tinggi tiang tarubumbu dengan 4 atau 3 bagian, keputusan

diambil sesuai keinginan pemilik rumah. Tinggi yang didapat setelah

pembagian tersebut adalah ± 1m. Tiang pendukung ini diberi aksen

khusus seperti pada gambar dengan tujuan agar indah dilihat dari bagian

dalam rumah, hal tersebut disebabkan Omo Sebua tidak memiliki plafon

rumah di bagian atas rumah. Jumlah yang dibutuhkan ditentukan dengan

jumlah tiang sanari yang ada, contoh untuk tingkat pertama ini berjumlah

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

95 4 buah di bagian dalam disebabkan terdapat 4 buah tiang sanari dan 2

buah di ujungnya.

Gambar 4. 43 Pemasangan tiang pendukung pada tingkat pertama

27. Berikutnya, setelah di kedua sisi tiang pendukung terpasang, maka tuka

akan memasang tiang alisi, sanari dan famaö’ö di tingkat kedua. Ukuran

yang dimiliki berbeda, lebih kecil, dari tiang di bawahnya. Ukuran pasti

tidak ada, penentuan ukuran dengan cara tuka memperkirakan keindahan

bentuk atap yang akan terbentuk dari ukuran tiang-tiang ini. Pada tingkat

kedua ini, jumlah tiang sanari hanyalah 2 buah yang mengapit tiang

tarubumbu.

Gambar 4. 44 Pemasangan tiang Alisi, Sanari dan Famaö’ö pada tingkat kedua

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

96 28. Berikutnya tuka akan melanjutkan pemasangan tiang penopang kedua

untuk menopang tiang alisi, sanari dan famaö’ö ketiga. Jumlah tiang pada

tingkat ini mengikuti jumlah tiang sanari pada tingkat sebelumnya

sehingga berjumlah 4 buah pada setiap sisinya. Dimensi tiang pendukung

yang digunakan masih sama dengan tiang pendukung sebelumnya. Untuk

dimensi tiang alisi, sanari dan famaö’ö ketiga menyesuaikan bentuk atap

rumah yang diinginkan.

Gambar 4. 45 Pemasangan tiang pendukung, Alisi, Sanari, dan Famaö’ö pada tingkat ketiga

29. Berikutnya tuka akan melanjutkan pemasangan tiang penopang ketiga

untuk menopang tiang alisi, sanari dan famaö’ö keempat. Jumlah tiang

pada tingkat ini mengikuti jumlah tiang sanari pada tingkat sebelumnya

sehingga berjumlah 4 buah pada setiap sisinya. Dimensi tiang pendukung

yang digunakan masih sama dengan tiang pendukung sebelumnya. Untuk

dimensi tiang alisi, sanari dan famaö’ö keempat menyesuaikan bentuk

atap rumah yang diinginkan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

97

Gambar 4. 46 Pemasangan tiang pendukung, Alisi, Sanari, dan Famaö’ö pada tingkat terakhir

30. Berikutnya tuka akan melanjutkan pemasangan Boli. Dimensi tiang ini

berukuran ± 10cm x 10cm x 300cm. Pemasangan tiang ini mengunakan

pasak dan dipasang di ujung tiang tarubumbu sebagai tiang puncak atap.

Berikut gambar boli yang terpasang pada tiang tarubumbu.

Gambar 4. 47 Pemasangan tiang Boli di atas tiang Tarubumbu

31. Selanjutnya tuka akan memasang Gasö (dibuat dari pohon Hoya) yang

digunakan sebagai pengikat atap rumbia nantinya. Pemasangan tiang ini

mengelilingi rumah dan memiliki bentuk yang berbeda menyesuaikan

kondisi pohon yang didapat. Pembentukan kayu dilakukan pada saat

kondisi pohon masih basah dan akan memiliki bentuk yang tetap ketika

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

98 kering. Pengukurannya dilakukan dengan memperkirakan, tanpa ada

ukuran pasti, hanya saja umumnya memiliki dimensi penampang samping

sebesar ± 8cm x 10cm. Berikut gambar pemasangan tiang Gasö pada

Bumbu Nomo:

Gambar 4. 48 Pemasangan Gasö

32. Selanjutnya tuka akan memasang papan dari bahan nue (rotan) seperti

pada gambar dibawah sebagai pengikat bawah serta membuat Gasö tidak

berpindah dari tempat yang diinginkan.

Gambar 4. 49 Pemasangan Nue

12. Fanaba ahe bulu zaku. (Merapikan atap)

Pengerjaan bagian atap memiliki tahapan yang cukup panjang. Berikut penjelasannya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

99 33. Selanjutnya setelah pemasangan Gasö dan Nue di atas selesai, maka tuka

akan memasang atap daun rumbia satu persatu dimulai dari lapisan paling

bawah mengelilingi rumah dan berlanjut pada lapisan kedua hingga ke

atas menutupi boli. Umumnya pemasangan daun rumbia melihat kekuatan

ekonomi keluarga yang membangun rumah teserbut, dikarenakan jumlah

atap yang dibutuhkan untuk menutupi seluruh atap berkisar 2500 – 3000

lembar. Jarak antar lapisan berkisar 15cm – 20cm tergantung kemampuan

pemilik rumah. Hal ini sesuai dengan penjelasan Ama Vicky yang

mengatakan “jarak tergantung yang punya rumah, kl mau tahan 15 cm, kl

mau irit 20 cm…. jumlah semua daun rumbia 2500 daun rumbia, jaman

skarang 2000 satu lembar” Berikut penjelasannya menggunakan gambar.

Gambar 4. 50 Pemasangan atap rumbia lapisan I

Gambar 4. 51 Pemasangan atap rumbia lapisan II

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

100

Gambar 4. 52 Pemasangan atap rumbia lapisan III

Gambar 4. 53 Pemasangan atap rumbia hingga ke atas

Gambar 4. 54 Pemasangan atap rumbia selesai

34. Pemasangan Tuwu-tuwu (Jendela). Omo Sebua memiliki tuwu-tuwu pada

bagian atapnya, beberapa atap rumbia terbuka keatas dengan bantuan

sanggahan sebilah kayu pendek. Umumnya jumlah tuwu-tuwu yang

dimiliki sebuah rumah berkisar antara 3-4 buah yang terletak pada setiap

sisi depan, samping dan belakang. Caranya dengan mengikat 1 bilah atap

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

101 rumbiah (ukuran 1 tete saja) pada sebuah kayu agar dapat dibuka secara

tersendiri. Berikut gambaran tuwu-tuwu pada atap rumah Omo Sebua.

Gambar 4. 55 Pemasangan Tuwu-tuwu (Jendela di atap)

Setelah pemasangan bagian Bumbu Nomo (atap rumah) selesai, maka tuka akan melanjutkan pemasangan dinding dan pintu pada bagian Boto Nomo

(bagian rumah). Berikut penjelasan proses pemasangan Boto Nomo.

35. Setelah itu, maka papan lantai akan di patenkan dengan dipasang pasak

dan sebuah kayu pada pinggiran papan lantai. Hal ini dilakukan agar

patokan tidak berubah lagi serta mempermudah pengerjaan tiang di atas

papan lantai lainnya. Berikut gambarnya.

Gambar 4. 56 Pematenkan papan lantai

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

102 36. Setelah papan lantai terpasang rapi, maka hal berikutnya adalah

memasang tiang dinding kamar untuk menyekat kamar-kamar. Pada

rumah ini terdapat 4 buah kamar yang bisa difungsikan sebagai tempat

lainnya misalkan tempat kamar makan dan lainnya. Kamar yang

umumnya ada adalah kamar utama (kamar pemilik rumah), dan kamar-

kamar lainnya menyesuaikan jumlah anggota keluarga yang tinggal di

rumah tersebut.

Gambar 4. 57 Pemasangan tiang dinding kamar

37. Beriktunya adalah memasang dinding kamar menggunakan papan dinding

yang telah disiapkan dengan dimensi penampang samping 2cm x 20cm

seperti pada contoh gambar di bawah.

Gambar 4. 58 Pemasangan dinding kamar

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

103 38. Setelah papan dinding terpasang, maka tuka akan memasang Tuwu Gahe

(tiang diding luar) sebagai pengikat dinding luar nantinya. Kayu yang

dipersiapkan adalah kayu Simalambuo dengan ukuran ±10cm x 10cm x

200cm. Penyambungannya menggunakan teknik futi serta dibantu dengan

pasak pada beberapa bagiannya. Berikut gambar pemasangan tiang Tuwu

Gahe pada Omo Sebua.

Gambar 4. 59 Pemasangan tiang Tuwu Gahe

39. Pada bagian depan dari sebuah rumah Balugu terdapat ukiran khas Nias

Utara yang melambangkan status kebangsawanannya. Model ukiran yang

dipilih tergantung kepada strata dalam adat, akan tetapi pada tesis ini tidak

akan dibahas lebih dalam. Ukiran tersebut disebut dengan Ni’o Lasara

yang diukir pada tiang Tuwu Gahe di bagian depan rumah. Jumlah tiang

yang dipilih selalu ganjil dan disesuaikan dengan ukuran rumah. Ukuran

rumah 3 Tete akan menggunakan 7 buah Ni’o Lasara, untuk rumah ukuran

5 Tete akan menggunakan 9 buah Ni’o Lasara dan untuk rumah ukuran 7

Tete akan menggunakan 11 buah Ni’o Lasara.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

104

Gambar 4. 60 Pemasanganan tiang Ni’o Lasara

Proses pemasangannnya dengan cara membagi dua tiang Tuwu Gahe yang ada di bagian depan rumah untuk dipasang terlebih dahulu Ni’o Lasara yang berada di tengah, kemudian 4 buah lainnya dipasang menyesuaikan jarak di setiap sisinya. Penjelasan menggunakan gambar seperti di bawah ini.

a. Setelah Tuwu Gahe (warna merah) paling ujung, disitu diletakan Ni’o

Lasara (ditunjukkan dengan no 1) pertama seperti gambar. Kemudian dari

dari jarak yang ada dibagi dua, dan diletakkan Ni’o Lasara (ditunjukkan

dengan no 2) di tengah.

1 1 2 Gambar 4. 61 Proses pembagian tempat Ni’o Lasara

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

105

Gambar 4. 62 Penampakan 3D gambar 4. 61 b. Setelah ketiga Ni’o Lasara terpasang di atas, maka tuka akan

memperkirakan jarak Ni’o Lasara berikutnya dengan cara membagi dan

mencari letak yang cocok dan indah secara visual seperti contoh gambar

di bawah ini. Jarak yang ada tidak ada patokan, tetapi tuka ‘secara alami’

telah memiliki kemampuan untuk menentukan letak Ni’o Lasara tersebut.

Gambar 4. 63 Posisi Ni’o Lasara lainnya

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

106

Gambar 4. 64 Penampakan 3D gambar 4. 63

40. Setelah seluruh Ni’o Lasara terpasang, maka langkah selanjutnya

memasang papan dinding untuk bagian luar rumah. Pemotongan dan

pemasangan papan dinding disesuaikan dengan bentuk dan ukuran yang

dibutuhkan. Jarak antara Tuwu Gahe yang ada menentukan bentuk dan

ukuran papan dinding yang akan dipotong dan dipasang.

Gambar 4. 65 Pemasangan dinding luar rumah

41. Kemudian pemasangan Henedeö adalah langkah selanjutnya. Henedeö ini

merupakan kayu pengikat antar Henedeö, papan dinding serta Ni’o Lasara

yang telah terpasang sebelumnya. Ukuran dan bentuk menyesuaikan

bagian atas dari ketiga bagian tersebut. Berikut gambar Henedeö yang

telah dipasang.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

107

Gambar 4. 66 Pemasangan tiang Henedeö

42. Setelah semua terpasang, maka berikutnya adalah pemasangan Zarazara

atau ventilasi rumah yang berbentuk seperti sirip diantara Ni’o Lasara.

Ketebalan papan Zarazara adalah ± 5cm – 7cm dan panjang

menyesuaikan jarak Ni’o Lasara yang ada. Jaran pemasangan antara

Zarazara satu dengan lainnya beriksar 10cm – 15cm.

Gambar 4. 67 Pemasangan papan Zarazara

43. Setelah bagian luar selesai, maka proses berikutnya adalah merapikan

bagian dalam rumah. Proses berikutnya adalah pemasangan Tarali atau

ventilasi kamar. Tarali memiliki motif yang berbeda-beda bergantung

pada keinginan pemilik rumah memilih. Letaknya di atas dinding kamar

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

108 dan memiliki ketebalan sama dengan dinding kamar. Berikut gambar

Tarali yang telah terpasang di dinding kamar.

Gambar 4. 68 Pemasangan Tarali kamar

Gambar 4. 69 Tarali motif 1

Gambar 4. 70 Tarali motif 2

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

109 44. Berikutnya adalah pemasangan pintu depan rumah dan kamar. Dimensi

pintu rumah dan kamar disesuaikan dengan ukuran tinggi pemilik rumah

untuk ukuran tinggi pintu dan ukuran Löwilöwi (penjelasaan ada pada

bagian C.2.a Satuan Ukuran Panjang) sebagai ukuran lebar pintu. Khusus

pemasangan pintu rumah, jarak antar ujung atas pintu dan tiang Henedeö

di depannya menjadi patokan kemiringan tiang Tuwu Gahe dan dinding

nantinya. Umumnya jarak yang diambil adalah berkisar 50cm. Berikut

gambar pintu masuk dan pintu kamar rumah Omo Sebua.

Gambar 4. 71 Pintu depan / pintu utama rumah

Gambar 4. 72 Pintu kamar 1 dan 2

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

110

Gambar 4. 73 Pintu kamar 3 dan 4

45. Langkah terakhir adalah memastikan seluruh rumah telah terpasang

dengan baik dan merapikan bagian-bagian yang perlu diperbaiki.

Gambar 4. 74 Merapihkan bagian rumah

13. Famadögö omo. (Menguji ketahanan rumah)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

111

Gambar 4. 75 Omo Sebua tampak depan

Gambar 4. 76 Omo Sebua tampak samping kiri

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

112

Gambar 4. 77 Omo Sebua tampak belakang

Gambar 4. 78 Omo Sebua tampak samping kanan

Tahap terakhir ini merupakan sebuah pesta besar (Owasa) yang dilakukan oleh pemilik rumah adat dan seluruh warga Banua tersebut sekaligus menguji ketahanan bangunan. Owasa yang berlangsung meliputi prosesi tari-tarian

(tarian Folaya Famadögö Omo), pelantunan syair-syair (Hoho) serta makan bersama. Prosesi tari-tarian inilah tahap pengujian rumah adat untuk melihat

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

113 dimana letak kurang kokohnya Omo Sebua tersebut terhadap bencana alam yang mungkin terjadi. Menurut penuturan Ama Vicky, rumah adat Nias Utara ini tahan terhadap gempa bumi, petir dan angin kencang berdasarkan pengalaman dia selama ± 10 tahun menjadi tukang.

Tahapan ini akan lebih membahas mengenai proses tarian yang dikenal dengan nama Folaya Famadögö Omo. Penentuan pemilihan ini diambil karena kegiatan inti dari proses Owasa Banua adalah melakukan pengujian ketahanan rumah yang dilakukan dalam bentuk tarian. Tarian tersebut memiliki gerakan- gerakan yang terdiri atas 9 macam gerakan.

Pada penelitian ini belum di dapat data fakta lapangan mengenai aktivitas masyarakat ini. Penjelasan mengenai aktivitas ini akan melihat dari sebuah artikel jurnal yang ditulis oleh Sri Rahayu, mahasiswa tari Universitas .

Berikut adalah penjelasan Rahayu (hal. 5, 2015) mengenai setiap gerakan tersebut:

a. Hiwö-hiwö: merupakan prosesi masuk dengan cara bergandengan

tangan.

b. Hoho: merupakan lantunan syair (seperti pusi) yang dilantunkan secara

berbalasan oleh para penari. Pada waktu melakukan hal ini, penari yang

sedang melantunkan hoho akan menghentakan tangan ke atas serta kaki

kanan ke tanah.

c. Lailö: bernyayi dengan melakukan gerakan lompatan ganda serta

bergandeng tangan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

114 d. Hihia ba au: bagian ini merupakan aktivitas pemanggilan arwah nenek

moyang, tangan kanan dan kiri membentuk diagonal dengan tangan

kanan ke atas, serta berjalan berkeliling dimana seluruh penari

membentuk lingkaran.

e. Mangowulo Sebua: gerakan membuka lingkaran yang terbentuk tadi

menjadi besar dengan bergandengan tangan satu sama lain.

f. Mangowulo Side-side: gerakan menutup lingkaran menjadi lebih kecil

setelah gerakan mangowulo sebua.

g. Mamaheyu Omo: seluruh penari menghentak-hentakan kaki ke tanah

(papan lantai) dan berkeliling dengan tujuan menguji ketahanan rumah.

h. Fanunö: melantunkan pujian (tindakan memuji) dengan posisi penari

berbaris dan kedua tangan membentuk diagonal dengan tangan kanan

menunjuk ke atas.

i. Hoho: sama seperti gerakan kedua pada tarian ini

j. Mangawuli: menari berekeliling rumah hingga pulang (keluar rumah)

satu persatu.

Penjelasan rinci mengenai tarian ini tidak dapat dibahas pada penelitian ini karena hambatan waktu serta kesempatan. Pada masa kini, orang yang dapat membangun Omo Sebua sangatlah sedikit dan yang dapat melakukan upacara

Owasa Banua pun sudah jarang. Hambatan ini akan menjadi saran untuk penelitian selanjutnya agar dapat dikembangkan lagi.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

115 B. Analisis Data Berdasarkan 6 Aktivitas Fundamental Matematis

Budaya dan arsitektur Omo Sebua seperti penjelasan di atas memiliki beberapa

aktivitas yang mengandung unsur matematis di dalamnya. Berdasarkan teori

Alan J. Bishop maka dilakukan analisis terhadap budaya dan arsitektur Omo

Sebua mengenai kegiatan matematis yang terkandung di dalamnya. Berikut

adalah hasil analisa tersebut:

1. Menghitung (Counting)

Beberapa aktivitas menghitung yang ada pada budaya dan aritektur Omo

Sebua Nias Utara adalah sebagai berikut:

a. Perhitungan Waktu

Proses pembangunan rumah adat Nias atau Omo Hada (Omo

Sebua) ini tidak dapat dilakukan sembarang waktu. Masyarakat Nias

dalam membangun rumah adat sangat memperhatikan waktu yang

tepat. Permasalahan yang muncul saat ini adalah pada jaman dahulu

belum ditemukan jam seperti yang dikenal saat ini. Uniknya hal tersebut

bukanlah masalah bagi mereka, secara tradisional permasalahan

tersebut diatasi dengan baik. Cara mereka menentukan waktu yang

tepat untuk membangun ataupun kegiatan lainnya dengan

menggunakan ‘Jam’ alam.

Kegiatan yang sering dilakukan didasarkan kepada jam yang ada

di alam ini tentu berdasarkan mekanisme penelitian lebih dahulu.

Dipercaya bahwa sebelum hal tersebut terbentu mereka mengamati

kejadian alam yang kerap terjadi. Kemudian kebiasaan tersebut dicatat

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

116 dan dibakukan di dalam masyarakat Nias secara umum. Hal ini telah

dilakukan oleh masyarakat Nias hingga kurang lebih 30 tahun terakhir.

Berikut penjelasan mengenai jam yang ada di dalam kehidupan

masyarakat Nias dahulu menurut Nias (Nias, 2007).

Tabel 4. 1 Istilah penyebutan waktu bahasa nias Istilah Bahasa Nias Terjemahan Waktu Talu Mbongi Tengah Malam 00:00 Aefa Talu Mbongi Lepas Tengah Malam 01:00 Samuza Kiarö / saraö Waktu Terjaga 02:00 talu mbongi Pertama Miwo Manu Siföfö ̈na Ayam Berkokok 02:00-02:30 Pertama Kali Miwo Manu Si Ayam Berkokok 03:00 Mendrua Kedua Kalinya Miwo Manu Si Tatalu Aayam Berkokok – 04:00 Pertengahan Miwo Manu Si Ayam Berkokok 05:00 Fadoro Beruntun Dan Bersahutan Möi Zamölö Penyadap Aren Pergi 05:00 Menyadap Miwo Manu Safuria Ayam Berkokok 05:15 Untuk Terakhir Kalinya Afusi (Ne)Wali Pekarangan Rumah 05:30 Mulai “Putih”, Mulai Terang Muhede Riwi “Jangkrik” Berbunyi 05:30-06:00 Tumbo Luo Matahari Terbit 06:00 Ahulö Wongi, Pagi Sekali, Orang 06:30 Mofanö Ruha Ba Pergi Bekerja Halöwö Aefa Zi Möi Tou, Orang Pulang Buang 07:30 Te’Anö Niha Ba Air, Para Pekerja Halöwö Sudah Pada Kumpul Semua Otufo Namo Embun Pagi 08:00 Mengering

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

117 Tabel 4. 1 Lanjutan

Aukhu Zino, Udara Mulai Panas, 10:00 Mombambaya Gö Makanan Mulai Niha Dimasak Mangawuli Zimio, Orang Pulang Kerja, 11:00 Inötö Wemanga Waktu Makan Laluo Tengah Hari 12:00 Ahole Yöu Matahari “Miring” 13:00 Ke Utara Aso/a Yöu Matahari “Tumbang” 15:00 Ke Utara Alawu Adogo Matahari “Jauh 16:00 Dekat” Mangawuli Zimilo / Orang Pulang Kerja 17:00 Zoroi Ba Danö Mondra’u Manu Menangkap Ayam, 17:30 Memasukkan Ayam Dalam Kandang Ogömigömi, Manunu Gelap, Lampu 18:30 Fandru Dihidupkan Mondrino gö Memasak Makanan 18:00 – 19:00 Asoso Gö, Manga Makanan Masak, 19:00 – 20:00 Niha Sahul표 ̈ Waktu Makan Malam Dini Manga Niha Sara Waktu Makan 21:00 Malam Yang Terlambat Mörö Niha Orang Pergi Ke 22:00 Tempat Tidur Ahono Mörö Niha Orang Terlelap 22:30 – 23:00 Saraö Tö Mbongi Malam Tinggal 23:00 Sepertiga Lagi

Penyebutan nama jam di atas tidaklah baku, sebagian daerah

menyebutnya dengan nama lain, hanya saja masyarakat Nias

menggunakan kebiasaan tersebut untuk melakukan aktivitas seharian.

Hal tersebut menjadi penentu dalam kegiatan pembuatan rumah adat

mereka. Mulai dari kegiatan pengambilan kayu di hutan hingga pesta

syukuran sebagai tanda selesainya kegiatan pembangunan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

118 b. Perhitungan Hari

Masyarakat Nias mempunyai perhitungan hari baiknya sendiri

sebagai petunjuk dalam masyarakat berkegiatan sehari-hari.

Perhitungan hari yang dimiliki oleh masyarakat Nias berdasarkan

perputaran bulan terhadap bumi. Hal tersebut terkesan memiliki

kesamaan dengan proses penanggalan Hijriah yang menggunakan basis

rotasi bulan terhadap bumi. Akan tetapi, masyarakat Nias memiliki

keunikannya sendiri yang tidak ada pada kedua penanggalan umum

tersebut. Penjelasan rinci mengenai hal ini akan dibahas di BAB IV

bagian C pada tesis ini.

Proses pemotongan kayu hingga membawa ke lokasi pendirian

rumah adat memakan waktu tidak lebih dari satu hari atau sebelum

matahari terbenam. Setelah tiba di lokasi akan di potong sesuai dengan

panjang yang disepakati sebelumnya oleh seluruh pihak keluarga.

Proses tersebut di atas akan diulang hingga seluruh kebutuhan kayu

mencukupi untuk mendirikan rumah. Mengingat hal tersebut maka Ere

akan menghitung perkiraan waktu yang dibutuhkan dengan

mempertimbangkan ‘waktu baik’ menurut kepercayaan masyarakat

Nias.

Perhitungan yang dilakukan oleh Ere berdasarkan kepada hal

yang tertuang pada tabel di bawah ini:

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

119 Tabel 4. 2 Penamaan hari pada penanggalan nias

Tanggal Nama Hari Tanggal Nama Hari (berdasarkan (berdasarkan kepercayaan kepercayaan masyarakat Nias) masyarakat Nias) 15 Tuli 16 Sulumo’o (Samuza Akhömi) 14 Fele’öfa Desa’a 17 Mendrua Akhömi 13 Feledölu Desa’a 18 Medölu Akhömi 12 Melendrua Desa’a 19 Mendröfa Akhömi 11 Mewelezara Desa’a 20 Melima Akhömi 10 Fulu Desa’a 21 Me’önö Akhömi 9 Meziwa Desa’a 22 Mewitu Akhömi 8 Mewalu Desa’a 23 Mewalu Akhömi (Börö Zikho) 7 Mewitu Desa’a 24 Meziwa Akhömi (Zikho) 6 Me’önö Desa’a 25 Mewulu Akhömi (Börö Mugu) 5 Melima Desa’a 26 Mewelezara Wa’aekhu (Angekhula) 4 Öfa Desa’a 27 Felendrua Wa’aekhu (Börö NDiwakha) 3 Tölu Desa’a 28 Sambua-lö Aekhu (Talu NDiwa) 2 Dombua Desa’a 29 Aekhu Mbawa (Ahakhöwa) 1 Sambua Desa’a 30 Fasulöta (Fasulöna)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

120 Penjelasan perputaran bulan diatas dapat digambarkan seperti pada

gambar di bawah ini:

Gambar 4. 79 Penanggalan orang Nias jaman dahulu

2. Menempatkan (Locating)

Proses pembangunan Omo Sebua ini sarat akan pelibatan kegiatan

locating secara matematis. Hal ini dapat dilihat di setiap tahapan

pembangunan mulai dari peletakan batu fondasi (disebut dengan Dane-dane

Gehomo) hingga pemasangan atap rumbia. Berikut beberapa kegiatan yang

dilakukan oleh masyarakat Nias dalam proses pembangunan Omo Sebua:

a. Penempatan rumah secara keseluruhan.

Proses penentuan letak dan arah rumah adat dilakukan pada

proses rapat pertama yaitu Fangombakha ba dalifusö ba banua. Pada

tahapan tersebut pemilik rumah akan meminta restu kepada keluarga

dan banua akan rencana pembangunan rumah barunya. Ere yang

bertugas sebagai ‘pendeta’ pada masa itu akan menentukan letak dan

arah dari rumah tersebut. Hal unik yang dapat kita cermati adalah:

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

121 - Perkampungan adat Nias secara keseluruhan akan memiliki

kesamaan yaitu berada pada garis lurus dan berhadapan satu dengan

lainnya. Seperti pada perkampungan Tumeri yang menjadi lokasi

penelitian, seluruh rumah adat yang ada saling berhadapan satu sama

lainnya dan berada pada garis lurus. Hal ini memberi tahu kepada

kita bahwa masyarakat Nias menggunakan prinsip near

(dekat/bersampingan dengan) untuk setiap penentuan lokasi rumah.

Rumah yang dibangun saling berdekatan satu sama lain di dalam

sebuah kampung guna memperkuat pertahanan terhadap serangan

musuh pada jaman dahulu.

- Setelah jaman Belanda, seluruh perkampungan diwajibkan dipindah

ke jalan yang sudah dibangun. Pada jaman dahulu, seluruh

masyarakat Nias memiliki perkampungan yang ada di atas gunung

dan jauh dari area pantai atau dataran rendah. Hal ini menunjukkan

kepada kita bahwa masyarakat Nias dalam penentuan lokasi

kampung menggunakan prinsip high (ketinggian). Penggunaan

prinsip tersebut dimaksudkan untuk mempersulit musuh mendekati

perkampungan, jauh terhadap bencana alam seperti banjir atau

tsunami dan bencana alam gempa bumi. Kaitannya dengan bencana

gempa bumi, secara teori semakin jauh jarak dari pusat gaya, maka

gaya diterima akan semakin kecil. Hal tersebut disebabkan oleh

berkurangnya gaya akibat hilangnya energi yang dimiliki gaya

tersebut, hal tersebut sesuai dengan teori Hukum Kekekalan Energi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

122 Newton. Energi yang dihasilkan oleh pusat gempa bumi beransur-

angsur berubah menjadi energi kinetis dan menyebabkan energi

yang diterima oleh rumah yang jauh dari pusat gempa kecil. b. Penempatan tiang Ehomo dan Silalö Yawa.

Peletakan tiang-tiang tersebut berada pada sebuah garis lurus

untuk setiap bagiannya dengan arah yang sama. Peletakkan tiang ini

tidak sembarangan diletakkan akan tetapi melalui proses dan

perhitungan yang kompleks dan menjadi sebuah pola yang rapih.

Peletakan tiang ini menggunakan prinsip Geometrically linear, straight

seperti yang dijelaskan oleh Bishop di BAB II bagian C pada tesis ini. Apabila

kita melihat dari depan ataupun samping, tidak ada satu tiangpun yang tidak

berada pada garis lurus. c. Penempatan tiang Fanusu, Silötö dan Laliöwö.

Tiang-tiang ini merupakan tiang yang menyatukan keseluruhan

tiang ehomo dan silalö yawa. Selain menggunakan prinsip Geometrically

linear, straight yang dapat kita lihat bahwa tiang Fanusu, Silötö dan

Laliöwö berada pada garis lurus di setiap bagiannya, tiang-tiang

tersebut juga menerapkan prinsip deep. Prinsip deep berlaku karena

pada teknik sambungan yang dilakukan, tuka akan memperhitungkan

kedalaman setiap potongan agar menghasilkan susunan yang memiliki

ketinggian yang sama sehingga papan lantai akan berada pada

ketinggian yang sama.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

123 d. Penempatan tiang Sanari, Alisi dan Famaö’ö.

Pembuatan ketiga tiang tersebut tidak memiliki ukuran pasti

untuk setiap tingkatnya. Seperti penjelasan di atas, bahwa penentuan

jumlah tingkatan berdasarkan keinginan pemilik rumah atas tinggi atap

rumah, tentu disesuaikan dengan ukuran rumah. Pada penelitian ini,

terdapat 4 tingkatan dari rangkaian ketiga tiang penyangga atap tersebut.

Penentuan dimensi panjang, lebar serta tinggi untuk setiap tiangnya,

ditentukan dengan cara ‘mengkira-kira’ dengan membandingkan

kesesuaian bentuk atap yang diinginkan. Praktik tersebut ternyata secara

tidak disadari oleh tuka, mereka telah melakukan prinsip scale yang

tergolong dalam aktivitas locating ini. Skala yang berlaku atas keempat

tingkatannya memiliki kesamaan besaran skala yang diberikan. Skala

yang dilakukan adalah skala pengecilan dari tingkat pertama ke tingkat

kedua dan demikian seterusnya hingga tingkat keempat.

3. Mengukur (Measuring)

Mengukur adalah aktivitas yang dilakukan pada seluruh bagian

proses pembangunan rumah, meski tidak menggunakan satuan ukur yang

baku masyarakat Nias memiliki satuan ukurnya sendiri. Berikut beberapa

aktivitas mengukur yang ada pada budaya dan arsitektur Omo Sebua Nias

Utara adalah sebagai berikut:

a. Mengukur Luas Lahan yang Diperlukan untuk Pembangunan

Pada tahap pertama pemimpin adat dan tuka akan di panggil turut

serta dalam acara ini untuk menentukan besar rumah adat yang mampu

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

124 dibuat di lahan tersebut. Ada 3 ukuran dasar dari rumah adat Nias Utara, yaitu 3 tete, 5 tete dan 7 tete. Umumnya masyarakat Nias utara membangun rumah dengan ukuran 3 tete, sedangkan ukuran 7 tete adalah ukuran Omo

Sebua (Rumah Besar/Rumah Balugu). Hal ini didasari oleh beberapa faktor yaitu kedudukan pemilik rumah dalam strata masyarakat, luas lahan yang dimiliki serta tentu kemampuan ekonomi keluarga tersebut. Luas lahan yang dibutuhkan untuk satu rumah adat dengan ukuran 3 tete ± 10m x 15m, hal ini sesuai dengan penuturan Ama Vicky “lahan yang disiapkan setidaknya ya.. 15 kali 10 meter lah.”

Pengukuran dengan satuan ‘tete’ ini jika dikonversi kedalam satuan panjang SI maka akan setara dengan ±1 meter (1 – 1,25 meter). Dasar penentuan tersebut berdasarkan lebar dari daun rumbia yang dijadikan atap atau penutup rumah bagi masyarakat Nias. Keragaman dari ukuran daun tersebut yang mengakibatkan tidak ada ukuran panjang yang akurat jika menggunakan meter (SI). Melihat hal tersebut, para tukang jaman sekarang mengambil keputusan untuk menetapkan bahwa panjang daun rumbia yang digunakan sepanjang 1 meter dengan tujuan mengakuratkan pengukuran pada bagian rumah lainnya. b. Mengukur dan Menetapkan Posisi Tiang Ehomo

Pada tahapan ini masyarakat akan mengukur luas tanah yang akan di dirikan rumah adat di atasnya menggunakan berbagai ukuran dan alat pengukurnya. Pada jaman dahulu menggunakan alat bantu tali untuk menentukan letak dan ukuran rumah adat tersebut sedangkan untuk

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

125 ukurannya menggunakan ukuran tubuh pemiliki rumah dengan satuan ukuran yang dimiliki oleh masyakarat Nias. Tukang dan para saudara

(talifuse) akan memegang ujung-ujung tali tersebut dan menetapkan ukuran dan letak dari setiap tiang ehomo yang akan didirikan.

Seperti yang sudah dijelaskan di atas, satuan yang digunakan antara lain Si’u Okhö, Döfa Gokhö, Döfa Adölö, Lito, Beka dan lainnya. Satuan- satuan tersebut tentu tidak memiliki satuan yang baku seperti satuan SI, seluruh ukuran berdasarkan si empunya rumah adat tersebut. Sebagai contoh seperti yang dikatankan Ama Vicky bahwa dalam mengukur tinggi daun pintu menggunakan tinggi dari pemilik rumah.

Selain tali, alat bantu dalam membuat pola oval (bulat telur) sebagai bentuk dasar dari rumah adat mereka pada jaman dahulu menggunakan bambu sebagai mal-nya. Pemakaian bambu tersebut memiliki kekurangan pada ketidak-teraturan bentuk yang dihasilkan maka jaman sekarang Ama

Vicky (tukang) menggunakan besi dengan tebal 4 mm yang dibentuk oval sebagai mal-nya. Khusus bagian bentuk oval ini mereka tidak memiliki ukuran pasti dan hanya menggunakan perkiraan yang didasarkan kepada letak ehomo yang sudah ditentukan tersebut. c. Mengukur dan Mempersiapkan Kayu yang Dibutuhkan

Pada tahapan ini tukang-tukang beserta seluruh talifuse telah memiliki gambaran ukuran kayu yang akan digunakan. Berdasarkan hal tersebut maka mereka akan pergi kehutan untuk menjadi jenis pohon yang dibutuhkan, umumnya pohon Manawa Danö untuk tiang penyangga bawah

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

126 dan Simalambuo sebagai tiang penyangga utama. Pohon tersebut tumbuh

liar di hutan hingga jaman sekarang, tetapi karena nilai ekonomis yang

dimilikinya maka masyarakat Nias mulai mengelola pohon tersebut di

kebun pribadinya masing-masing.

Proses yang dilakukan adalah mencari pohon dengan ukuran tinggi

yang lebih dari panjang tiang Silalö Yawa pada rumah tersebut. Hal ini

disebabkan karena tiang terpanjang pada rumah adat adalah Silalö Yawa.

Para tukang maupun saudara tersebut akan membawa tali dengan ukuran

yang telah ditetapkan sebelumnya untuk memperkirakan pohon yang dipilih

untuk ditebang. Setelah menentukan pohon maka mereka akan menebang

pohon tersebut kemudian dipotong dan dikupas kulitnya sebelum di bawa

ke tempat pendirian rumah adat.

4. Mendisain (Designing)

Di beberapa bagian rumah adat Omo Sebua terdapat bentuk-bentuk

yang ada dengan campur tangan manusia (tidak didapat di alam). Bentuk-

bentuk yang terjadi tersebut ternyata memiliki unsur matematis di dalamnya

tanpa disadari sebelumnya. Beberapa aktivitas masyarakat Nias yang

melibatkan aktivitas disain adalah sebagai berikut:

a. Membentuk Papan

Papan yang dimaksud pada bagian ini meliputi: papan lantai,

papan dinding, papan pintu, zarazara serta papan tarali. Semua papan

tersebut dirancang dan dibentuk dari sebuah pohon yang diubah bentuk

ke bentuk yang diinginkan dengan melibatkan prinsip matematika di

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

127 dalamnya. Pembuatan papan-papan tersebut melewati tahapan-tahapan

tersendiri yang ketentuannya dilakukan oleh para pendahulunya.

Kesesuaian bentuk dengan ukuran rumah menjadi dasar utama dalam

penentuan ukuran setiap papan tersebut. b. Memahat Tiang Ehomo dan Silalö Yawa

Seperti pada penjelasan yang ada di bagian A di bab ini, maka

tiang ehomo dan Silalö Yawa yang diambil dari sebuah batang pohon

berbentuk tabung dipahat sedemikian rupa sehingga memiliki banyak

sisi. Pada hal ini tidak dapat dijelaskan alasan memahat batang pohon

tersebut oleh narasumber, akan tetapi kegiatan tersebut telah melibatkan

unsur matematis di dalam perencanaannya. Penggunaan prinsip bangun

ruang guna membentuk suatu bentuk dari bentuk lainnya merupakan

salah satu aktivitas fundamental matematis seperti yang dikemukanan

oleh Bishop. c. Memahat Tiang Ni’o Lasara Pada Tuwu Gahe

Tiang Ni’o Lasara pada Tuwu Gahe merupakan hasil

perancangan dengan melibatkan prinsip matematis di dalamnya oleh

masyarakat Nias. Meskipun dalam melakukannya, mereka hanya

melibatkan unsur kebudayaan dan keindahan, akan tetapi bentuk yang

tercipta memiliki unsur matematika di dalamnya. Bentuk yang dihasilkan

mengandung prinsip konkruen terhadap tiang lainnya serta di dalam satu

tiang mengandung prinsip transformasi pencerminan dan rotasi.

Pembahasan detil akan ada pada bagian C di Bab ini.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

128 d. Memahat Tarali

Tarali atau ventilasi yang ada di atas dinding kamar pula

memiliki pinsip matematis di dalamnya. Bentuk yang dihasilkan

mengandung prinsip konkruen terhadap papan tarali lainnya serta di

dalam satu papan mengandung prinsip transformasi pencerminan dan

rotasi. Pembahasan detil akan ada pada bagian C di Bab ini. e. Membentuk Tiang Gasö

Gasö merupakan tiang yang menjulur dari atas hingga ke bawah

merupakan tempat diikatnya atap daun rumbia. Dalam perancangannya

tuka akan melibatkan banyak unsur matematis, antara lain: konkruensi

bentuk satu dengan lainnya, bangun ruang sisi bidang datar tak tentu,

serta lainnya. Kayu yang tadinya berbentuk dasar menyerupai tabung,

dibentuk sedemikian sehingga memilki kelengkungan yang diinginkan

untuk membentuk bidang atap yang diinginkan. f. Membentuk tiang Famaö’ö, Nue, Henedeö

Ketiga tiang ini memiliki kesamaan pengerjaan yaitu membuat

lengkung sehingga menghasilkan bentuk bulat telur (oval) jika

dirangkaikan. Meskipun bahan yang digunakan berbeda, akan tetapi

proses membentuk dari batang pohon sehingga memilki bentuk oval

merupakan aktivitas designing yang dilakukan masyarakat Nias dengan

melibatkan unsur matematis yaitu bangun ruang. Henedeö merupakan

tiang yang dijadikan patokan bentuk sehingga tiang lainnya dapat

dibentuk dengan prinsip konkruensi bangun ruang.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

129 g. Membentuk tiang lainnya

Selain tiang-tiang tersebut di atas, terdapat pula tiang Tarunahe

dan Tiang Pendukung yang dibentuk secara khusus dari sebuah batang

pohon yang diukir sedemikian sehingga menghasilkan bentuk yang

diinginkan. Ukuran yang digunakan menyesuaikan dengan kebutuhan

tuka dalam merangkai sebuah rumah Omo Sebua. Seluruh aktivitas

tersebut melibatkan prinsip matematis dalam prosesnya.

5. Bermain (Playing)

Aktivitas bermain kendati terkesan kurang serius, akan tetapi beberapa

diantaranya terdapat kegiatan yang dapat membangun konektivitas

matematis. Menimbang penjelasan Bishop, deskripsi bermain dari Walter

Roth dan karakteristik bermain yang dikemukakan oleh Huizinga, maka pada

proses pembangunan Omo Sebua yaitu:

a. Tarian Folaya Famadögö Omo yang Ada Pada Kegiatan Mangowasa

Banua

Tarian Folaya Famadögö Omo merupakan sebuah rangkaian

adat yang dilakukan pada akhir dari proses pembuatan rumah adat Omo

Sebua. Tarian ini dilakukan pada tahapan Owasa Banua dengan tujuan

peresmian rumah baru serta menguji ketahanan rumah tersebut.

Prinsip matematis yang ada pada tarian ini, yaitu: pola gerakan

membentuk lingkaran. Seperti pada penjelasan pada bagian A.2 Bab ini,

gerakan yang dilakukan pada saat Hihia ba au, Mangowulo Sebua dan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

130 Mangowulo Side-side seluruh pemain membentuk sebuah pola

lingkaran dalam melakukannya.

6. Menjelaskan (Explaining)

Aktivitas menjelaskan terdapat pada banyak bagian dalam proses

kebudayaan Omo Sebua ini. Secara keseluruhan aktivitas yang dilakukan

merupakan aktivitas menjelaskan menggunakan logika masyarakat setempat

dalam memilih, menentukan dan menyusun setiap bagian rumah. Berikut

penjelasan rinci terhadap aktivitas ini:

a. Kemampuan khusus seorang tuka

Sebelum pembangunan keseluruhan rumah, pemilik rumah perlu

mencari tuka untuk mengerjakan rumahnya. Tuka yang dimaksudkan adalah

seorang tukang bangunan khusus rumah adat Nias. Kekhususan ini

disebabkan oleh, menurut kepercayaan masyarakat Nias sendiri, tidak

sembarang tukang dapat membangun Omo Sebua dengan baik dan lancar.

Sebelum tukang layak disebut sebagai tuka (secara khusus), mereka perlu

di’doa’kan dan mendapat restu dari leluhurnya yang merupakan tuka pada

jaman dahulu. Sebagai contoh Ama Vicky, secara garis keturunan

merupakan keturunan tuka yang sudah ada sejak dahulu kala. Kemampuan

Ama Vicky dalam membangun rumah didasarkan kepada kemampuan

kognitif dan spiritual yang mendukung dibelakangnya. Kemampuan

spiritual yang dimaksud adalah ‘berkat’ yang diberikan oleh kakek dan

leluhur lainnya kepada beliau untuk mampu membangun rumah dengan

baik dan terhindar dari masalah, baik kepada pemilik rumah berserta

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

131 keluarga, tuka itu sendiri dan rumah yang dibangun. Kepercayaan ini menyebabkan hingga kini tidak sembarang orang mampu membangun Omo

Sebua dan sejauh pengamatan penulis meski seorang tukang biasa mencontoh cara pembangunan (secara teknis), namun tidak dapat menyelesaikannya dengan baik. Logika seperti ini, dihidupi masyarakat

Nias hingga kini dan dipelihara dengan baik. b. Kemampuan khusus seorang ere

Selain tuka, dalam proses pra pembangunan, seorang pemilik rumah perlu membicarakannya kepada seorang ere (pendeta untuk jaman sekarang). Pemilik rumah akan meminta pertimbangan dan restu dari ere mengenai ‘hari baik’ dalam perencanaan pembangunan rumahnya.

Masyarakat Nias percaya bahwa pembangunan rumah akan baik ketika dilaksanakan sebelum tanggal 15 (tuli) pada bulan tersebut, seperti pada penjelasan di Bab IV bagian B.1 pada tesis ini. Sejak jaman dahulu, kemampuan melihat hari baik hanya dapat dilakukan ere, yang pada jaman sekarang sudah bergeser kepada kepercayaan agama Kristen dan dilakukan oleh pendeta. Pergeseran budaya akibat dari agama Kristen bukan hanya sampai disitu, akan tetapi pemilihan hari baik tidak lagi dilakukan dan berkat kepada rumah datang dari Tuhan. Logika yang mendasari aktivitas masyarakat Nias ini masih ketal hingga kini, meskipun telah terjadi pergeseran budaya tersebut.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

132 c. Memilih dan Membentuk Pohon yang Dijadikan Tiang dalam

Keseluruhan Bangunan.

Proses memilih pohon yang tepat dan membentuk pohon tersebut sesuai dengan bentuk pohon yang didapat merupakan kegiatan menjelaskan dengan menggunakan prinsip matematis. Masyarakat Nias dalam memilih dan menebang pohon yang akan dijadikan bahan pembuatan rumah tidaklah dilakukan dengan sembarangan. Mereka melakukan perhitungan khusus

(hanya diketahui oleh tuka dan ere) dalam memilih ukuran pohon dan lokasi yang tepat. Pemilihan ini bukan sebatas dengan alasan ukuran fisik saja, melainkan ada alasan spriritual dibelakangnya. Alasan pemilihan ukuran fisik pohon adalah keterkaitannya dengan kekuatan dalam menopang beban, khususnya pohon yang akan dijadikan sebagai tiang fondasi. Hal tersebut tentu dapat diterima oleh akal manusia diluar masyarakat Nias sendiri.

Alasan lain adalah ‘teman hidup’ yang sudah ada sejak jaman sebelum masyarakat Nias pertama datang di pulau tersebut. Adanya bangsa ‘Bela’ yang hidup di hutan membuat masyarakat Nias selektif dan melakukan beberapa ritual demi terciptanya keselarasan di kehidupan mereka.

Sedikit penjelasan, menurut mitos, bangsa Bela diyakini merupakan bangsa primitif yang hidup di pulau Nias dan merubah dirinya menjadi tak kasat mata ketika kedatangan manusia pertama di Pulau Nias. Kini bangsa tersebut diyakini hidup di pohon-pohon yang terdapat di hutan Pulau Nias.

Hal ini menjadi dasar pemikiran mereka dalam melakukan segala

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

133 aktivitasnya demi menghormati dan menjaga keselarasan dengan alam dan

‘bangsa’ lainnya. d. Pemilihan dan Penggunaan Motif Tarunahe dan Ni’o Lasara.

Balugu merupakan pimpinan tertinggi ditatanan hirarki adat budaya masyarakat Nias yang hingga kini masih dipelihara keberadaannya.

Masyarakat Nias dalam kehidupannya memiliki pimipinan adat selain piminan secara administratif kenegaraan. Keunikan yang dimiliki pada rumah seorang Balugu adalah terdapat pahatan pada tiang yang disebut dengan Tarunahe dan Ni’o Lasara. Peletakkan tiang-tiang tersebut memiliki makna tersendiri di dalamnya, selain sebagai penanda rumah tersebut adalah rumah seorang Balugu. Peletakkan 2 buah tiang Tarunahe di bagian depan rumah memiliki arti bahwa kepemimpinan seorang pimpinan adat menjadi acuan/pedoman bagi masyarakatnya, sedangkan peletakkan tiang Ni’o Lasara di bagian depan rumah memiliki arti penambah nilai artistik serta melambangkan kemampuan ekonomi yang tinggi bagi pemilik rumah. e. Pembagian 3 Bagian Rumah.

Omo Sebua terbagi atas 3 bagian besar yaitu: bagian kaki-kaki, bagian tempat tinggal serta bagian atap. Ketiga bagian tersebut memilik makna tersendiri yang diyakini menjadi pedoman hidup masyarakat Nias. Secara umum, ketiga bagian tersebut menggambarkan kehidupan manusia yaitu: bagian kaki-kaki menggambarkan dunia orang mati, bagian tempat tinggal menggambarkan dunia manusia sekarang serta bagian atap menggambarkan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

134 surga. Hal ini yang mendasari rumah tersebut dibangun saling terkait dan

menopang satu sama lain, jika kita melepas salah satu bagian yang ada pada

rumah tersebut, maka ketidak seimbangan terjadi dan rumah akan hancur.

Pemikiran itu pulalah yang menjadi dasar masyarakat Nias dalam

membangun tidak bisa sembarangan, harus melalui tahapan-tahapan yang

sudah dijelaskan di atas. Masyarakat Nias juga tidak membangun Omo

Sebua sendiri melainkan bersama-sama dengan alasan bahwa rumah tempat

tinggal menjadi lambang kehidupan masyarakat Nias yang gemar gotong

royong.

C. Objek Pembelajaran Matematika yang ada pada Kebudayaan Omo Sebua

Nias Utara

Pada bagian ini penelitian akan dipersempit ruang lingkupnya menjadi bagian-

bagian rumah adat.

1. Fakta Matematika

Fakta matematika merupakan suatu kesepakatan yang ada dalam suatu

kelompok masyarakat tertentu yang diyakini kebenarannya. Beberapa hal

yang mencakup fakta matematis yang digunakan masyarakat Nias bagian

utara dalam budaya Omo Sebua adalah sebagai berikut:

a. Penggunaan dan penyebutan lambang angka.

Seperti halnya angka yang kita kenal umumnya, masyarakat Nias

memiliki kesepakatan dalam penyebutan suatu angka tertentu. Hal

tersebut merupakan kesepakatan yang telah ada turun-temurun dan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

135 diyakini kebenarannya. Berikut penjelasan penyebutan angka yang ada di

dalam masyarakat Nias.

Tabel 4. 3 Fakta matematika: penyebutan simbol bilangan

Simbol Penyebutan Simbol Penyebutan 1 Sara 6 Önö 2 Dua 7 Fitu 3 Tölu 8 Walu 4 Öfa 9 Siwa 5 Lima 10 Fulu

Kesepakatan penyebutan sebuah simbol tersebut merupakan

fakta matematis yang ada di masyarakat Nias dan dibuktikan dengan

dikuasainya hal tersebut di atas oleh semua masyarakat Nias. Contoh di

atas belumlah lengkap, akan dijelaskan lebih lengkap pada bagian b

(konsep matematika) di bab ini. Kesepakatan penyebutan simbol dari

suatu bilangan yang khas tersebut merupakan kekayaan fakta matematis

yang ada pada masyarakat Nias.

2. Konsep Matematika

Sesuai dengan pernyataan Gagne dalam Samuel (2012) “Konsep

Matematika adalah ide abstrak yang memungkinkan kita mengelompokkan

objek ke dalam contoh dan bukan contoh” maka pada tesis ini ditemukan

beberapa objek yang memiliki konsep matematika di dalamnya. Beberapa

ide abstrak yang dapat dijumpai di dalam rumah adat Nias Utara (Omo

Sebua) adalah sebagai berikut.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

136 a. Satuan ukuran panjang

Berdasarkan pembahasan di atas ditemukan bahwa masyarakat Nias

Utara memiliki konsep matematis sendiri mengenai satuan ukur panjang.

Mereka menggunakannya sebagai dasar untuk menentukan ukuran sebuah

bangunan (rumah adat) dan beberapa dasar perhitungan lainnya. Hal

tersebut dirangkum pada tabel (nomor tabel) di bawah ini.

Tabel 4. 4 Satuan ukuran panjang yang digunakan masyarakat Nias

Nama Gambar Pendekatan ukuran dalam centimeter (cm)

Lalu’a ± 9cm – 10cm

Gambar 4. 80 Ukuran Lalu'a

Lito ± 20cm – 22,5cm

Gambar 4. 81 Ukuran Lito

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

137 Tabel 4. 4 Lanjutan

Döfa ± 150cm –170,5cm

\

Gambar 4. 82 Ukuran Döfa

Beka ± 20cm – 30cm

Gambar 4. 83 Ukuran Beka

Si’u ± 25cm – 25cm

Gambar 4. 84 Ukuran Si'u

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

138

Tabel 4. 4 Lanjutan

Löwilöwi ± 80cm – 100cm

Gambar 4. 85 Ukuran Löwilöwi

b. Himpunan Bilangan

Masyarakat Nias memiliki bilangan asli yang sama dengan manusia

pada umumnya, yaitu bilangan berbasis 10. Masyarakat Nias tidak

mengenal bilangan lain, misalkan bilangan rasional, bilangan real dan

lainnya. Umumnya pelafalan bilangan-bilangan tersebut akan mengikuti

aturan umum yang ada di dunia Matematika.

Keunikan yang dimiliki oleh masyarakat Nias ialah pada terdapat

batasan bilangan terbesar yang mereka miliki. Hal ini dipengaruhi oleh

lingkungan yang menuntut orang-orang Nias terdahulu hanya memiliki

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

139 bilangan terbesar ratusan ribu. Penjelasan bilangan asli yang ada pada masyarakat Nias dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4. 5 Himpunan bilangan 1 - 10

Angka Bilangan Angka Bilangan 1 Sara 6 Önö 2 Dua 7 Fitu 3 Tölu 8 Walu 4 Öfa 9 Siwa 5 Lima 10 Fulu

Sedangkan untuk angka puluhan penyebutan untuk bilangan puluhan dengan menambahkan kata ‘Fele’ sebagai ‘puluh’. Beberapa angka memiliki kekhasan disebabkan oleh pelafalan beberapa huruf oleh masyarakat Nias. Misal huruf ‘D’ disebut ‘Nd’ serta beberapa huruf lainnya, sehingga terjadi penyesuaian di beberapa angka. Penjelasan lengkap sebagai berikut:

Tabel 4. 6 Himpunan bilangan 11 - 20

Angka Bilangan Angka Bilangan 11 Fele Sara 16 Fele Önö 12 Fele Ndrua 17 Fele Witu 13 Fele Dölu 18 Fele Walu 14 Fele Öfa 19 Fele Jiwa 15 Fele Lima 20 Dua Wulu

Pelafalan untuk angka di atas 20 memiliki pola yang mirip, hanya ada beberapa penyesuaian berdasarkan huruf yang diikutinya. Misal untuk penyebutan bilangan 21, masyarakat Nias akan menyebutnya “Dua Wulu

A’Sara” dimana ‘Dua Wulu’ melambangkan angka 20 dan ‘A’Sara melambangkan angka 1. Sedangkan untuk angka 30, 40 dan seterusnya

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

140 hanya menambahkan ‘Fulu’ setelah angka yang diikutinya. Berikut penjelasan lengkapnya:

Tabel 4. 7 Himpunan bilangan 21 - 40

Angka Bilangan Angka Bilangan 21 Dua Wulu A’Sara 31 Tölu Nafulu A’Sara 22 Dua Wulu A’Rua 32 Tölu Nafulu A’Rua 23 Dua Wulu A’Tölu 33 Tölu Nafulu A’Tölu 24 Dua Wulu A’Öfa 34 Tölu Nafulu A’Öfa 25 Dua Wulu A’Lima 35 Tölu Nafulu A’Lima 26 Dua Wulu A’Önö 36 Tölu Nafulu A’ Önö 27 Dua Wulu A’Fitu 37 Tölu Nafulu A’Fitu 28 Dua Wulu A’Walu 38 Tölu Nafulu A’Walu 29 Dua Wulu A’Siwa 39 Tölu Nafulu A’Siwa 30 Tölu Nafulu 40 Öfa Wulu

Pelafalan angka ratusan akan menambahkan kata ‘Otu’ untuk menandakan angka ratusan, misal 200 adalah “Dua Ngotu”. Contoh lain untuk angka 232 merupakan bilangan “Dua Ngotu Tölu Nafulu A’Rua”.

Keunikan yang dimiliki oleh masyarakat Nias, seperti penjelasan di atas, mereka tidak memiliki pelafalan khusus untuk bilangan ‘Jutaan’. Angka terbesar yang dimiliki adalah 999.999 yang merupakan bilangan “Siwa

Ngotu A’Siwa Wulu A’Siwa Ribu Siwa Ngotu A’Siwa Wulu A’Siwa”. Akan tetapi setelah terjadinya perkembangan jaman dan masukknya pengaruh luar maka mereka hanya mengikuti pelafalan yang sudah ada. Misal angka

1.000.231 merupakan bilangan “Satu Juta Dua Ngotu Tölu Nafulu A’Sara”.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

141 c. Bangun Ruang

c. i. Bangun ruang balok.

Bentuk balok dapat dijumpai hampir di seluruh bagian rumah adat Nias

Utara. Balok merupakan bentuk umum yang dapat kita jumpai di rumah adat

Nias Utara. Sebagian besar kayu yang digunakan, mereka potong

menyerupai bentuk dari sebuah balok meskipun tidaklah balok sempurna.

Keterbatasan tersebut terjadi disebabkan oleh minimnya alat dan

pengetahuan masyarakat pada saat itu terhadap ilmu yang ada. Akan tetapi

hal tersebut tidak menjadi kekurangan yang menyebabkan kurangnya

kekuatan maupun estetika dari rumah mereka.

Beberapa bidang ruang yang terdapat pada rumah adat adalah sebagai

berikut:

✓ Fanusu. Berbentuk balok dengan dimensi penampang samping ±10cm

x 15cm. Dimensi dari panjang Fanusu ditentukan berdasarkan

kebutuhan di tempat.

✓ Silötö. Berbentuk balok dengan dimensi penampang samping ±10cm x

15cm. Dimensi dari panjang Silötö ditentukan berdasarkan kebutuhan di

tempat.

✓ Laliöwö. Berbentuk balok dengan dimensi penampang samping ±10cm

x 15cm. Dimensi dari panjang Silötö ditentukan berdasarkan kebutuhan

di tempat.

✓ Papan lantai (Salo/Batö). Berbentuk balok dengan dimensi ±10cm x

30cm x 150cm.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

142 ✓ Papan lantai tempat duduk para pemimpin adat (Sinata). Berbentuk

balok dengan dimensi ±10cm x 30cm x 150cm.

✓ Daun pintu. Berbentuk balok dengan dimensi ±10cm x 100cm x 160cm.

✓ Tiang Dinding Kamar. Berbentuk balok dengan dimensi ±10cm x 10cm

x 250cm.

✓ Papan Dinding. Berbentuk balok dengan dimensi ±2cm x 20cm.

Dimensi dari panjang papan dinding ditentukan berdasarkan kebutuhan

di tempat.

✓ Tarali. Meskipun terdapat ukiran pada bagian sisinya, akan tetapi Tarali

secara umum berbentuk balok dengan dimensi penampang samping

±2cm x 20cm. Dimensi dari tarali ditentukan berdasarkan kebutuhan di

tempat.

✓ Alisi. Pada tingkat pertama berbentuk balok dengan dimensi ±10cm x

10cm x 300cm. Sedangkan untuk tingkat di atasnya menyesuaikan

bentuk atap rumah yang diinginkan.

✓ Sanari. Pada tingkat pertama berbentuk balok dengan dimensi ±10cm

x 10cm x 500cm. Sedangkan untuk tingkat di atasnya menyesuaikan

bentuk atap rumah yang diinginkan.

✓ Ventilasi rumah (Zarazara). Papan zarazara berbentuk balok dengan

ukuran ±5cm x 30cm x 50cm.

✓ Boli. Berbentuk balok dengan ukuran ±10cm x 10cm x 300cm.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

143 c. ii. Bangun ruang tabung.

Bentuk tabung dapat kita jumpai pada tiang Tarubumbu dan Silalö

Yawa. Meskipun fakta di lapangan tidak menunjukkan dengan sempurna

bentuk tabung, namun kedua tiang tersebut dapat digolongkan sebagai

tabung karena memiliki beberapa unsur yang mendukung, yaitu bentuk

dasar dari bagian tutupnya adalah lingkaran serta memiliki kulit tabung

dengan tinggi tertentu. Hal ini disebabkan oleh kesesuaian dengan beban

yang ditanggung tiang tersebut dan keterbatasan alat yang adat pada masa

itu. c. iii. Bangun ruang segi banyak (Bangun ruang yang irisan melintangnya

berupa segi banyak).

Bentuk segi banyak dapat kita jumpai pada tiang-tiang Ehomo,

Dane-dane Gehomo, Tiang Pendukung dan Diwa. Ketiga benda tersebut

tergolong dalam bangun ruang segi banyak karena memiliki sifat-sifat

bagian alas dan tutup berbentuk bangun datar yang sama dengan sisi lebih

dari 4, memiliki tinggi tertentu dari bangun ruang dan memiliki sisi bangun

ruang. Tentu ketiga hal tersebut tidak dapat digolongkan secara tepat, akan

tetapi sifat-sifat yang dimilikinya menjadi dasar penggolongannya. c. iv. Bangun ruang tak beraturan.

Beberapa bentuk lainnya digolongkan ke dalam bangun ruang tak

beraturan karena tidak memiliki ciri khusus yang sama satu dengan lainnya.

Bangun tersebut tidak memiliki bentuk alas dan tutup yang sama, tidak

memiliki sisi yang sama serta syarat-syarat lainnya untuk menjadi sebuah

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

144 bangun ruang beraturan. Beberapa bagian dalam rumah adat yang tergolong

dalam bagian ini yaitu: Tuwu Gahe, Ni’o Lasara, Tarunahe, Henedeö,

Famaö’ö:, Gasö serta Nue. d. Transformasi Bangun Datar

d. i. Motif Ukiran 1.

Gambar 4. 86 Motif 1 pada Tarali

Ukiran di atas yang ada dalam rumah tersebut memiliki prinsip

transformasi matematika yaitu pencerminan dan rotasi bangun datar, berikut

penjelasannnya.

• Transformasi Pencerimanan

Gambar 4. 87 Transformasi pencerminan pada motif 1

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

145 Untuk setiap bentuk yang terdapat di dalam ukiran di atas memiliki transformasinya masing-masing yang termuat dalam penjelasan tabel di bawah ini.

Tabel 4. 8 Transformasi pencerminan setiap bentuk dalam tarali motif 1

Gambar ukiran Keterangan

Motif ukiran 1 dengan sumbu pencerimannya. Motif ukiran dengan motif ini memiliki 1

sumbu pencerminan yang digambarkan dengan garis putus- putus di samping ini.

Gambar 4. 88 Transformasi pencerminan pada motif 1.1

Motif ukiran 2 dengan sumbu

pencerimannya. Motif ukiran dengan motif ini memiliki 2 sumbu pencerminan, sumbu pencerimanan yang pertama

digambarkan dengan garis putus- putus di samping ini.

Gambar 4. 89 Transformasi pencerminan pada motif 1.2

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

146 Tabel 4.8 Lanjutan

Motif ukiran 2 dengan sumbu pencerimannya. Motif ukiran

dengan motif ini memiliki 2 sumbu pencerminan, sumbu pencerimanan yang kedua

Gambar 4. 90 Transformasi digambarkan dengan garis putus- pencerminan pada motif 1.3 putus di samping ini.

Motif ukiran 3 dengan sumbu pencerimannya. Motif ukiran dengan motif ini memiliki 2

sumbu pencerminan, sumbu pencerimanan yang pertama digambarkan dengan garis putus- Gambar 4. 91 Transformasi putus di samping ini. pencerminan pada motif 1.4

Motif ukiran 3 dengan sumbu pencerimannya. Motif ukiran dengan motif ini memiliki 2

sumbu pencerminan, sumbu pencerimanan yang kedua digambarkan dengan garis putus- putus di samping ini. Gambar 4. 92 Transformasi pencerminan pada motif 1.5

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

147 • Transformasi Rotasi Ruang

Gambar 4. 93 Transformasi rotasi ruang pada motif 1

Untuk setiap bentuk yang terdapat di dalam ukiran di atas memiliki transformasinya masing-masing yang termuat dalam penjelasan tabel di bawah ini.

Tabel 4. 9 Transformasi rotasi ruang setiap bentuk dalam tarali motif 1

Gambar Ukiran Keterangan

Motif ukiran 1 dengan sumbu rotasinya. Motif ukiran dengan motif ini memiliki 1 sumbu rotasi, sumbu rotasi digambarkan dengan garis putus-putus di

samping ini. Gambar 4. 94 Transformasi rotasi ruang pada motif 1.1

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

148

Tabel 4. 9 Lanjutan

Motif ukiran 2 dengan sumbu rotasinya. Motif ukiran dengan

motif ini memiliki 2 sumbu rotasi, sumbu rotasi yang pertama digambarkan dengan garis putus-putus di samping ini.

Gambar 4. 95 Transformasi rotasi ruang pada motif 1.2

Motif ukiran 2 dengan sumbu rotasinya. Motif ukiran dengan

motif ini memiliki 2 sumbu rotasi, sumbu rotasi yang kedua digambarkan dengan garis putus- putus di samping ini. Gambar 4. 96 Transformasi rotasi ruang pada motif 1.3

Motif ukiran 3 dengan sumbu rotasinya. Motif ukiran dengan motif ini memiliki 2 sumbu

rotasi, sumbu rotasi yang pertama digambarkan dengan garis putus-putus di samping ini.

Gambar 4. 97 Transformasi rotasi ruang pada motif 1.4

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

149 Tabel 4. 9 Lanjutan

Motif ukiran 3 dengan sumbu rotasinya. Motif ukiran dengan motif ini memiliki 2 sumbu rotasi, sumbu rotasi yang kedua

digambarkan dengan garis putus- putus di samping ini. Gambar 4. 98 Transformasi rotasi ruang pada motif 1.5

d. ii. Motif Ukiran 2

Gambar 4. 99 Motif 2 pada Tarali

Ukiran di atas yang ada dalam rumah tersebut memiliki prinsip transformasi matematika yaitu pencerminan dan rotasi bangun datar, berikut penjelasannnya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

150 Tabel 4. 10 Transformasi pencerminan dan rotasi pada tarali motif 2

Gambar Ukiran Keterangan

Motif ukiran di atas dengan sumbu pencerimannya. Motif ukiran dengan motif ini memiliki 1 sumbu pencerminan yang digambarkan dengan garis putus- putus di samping ini.

Gambar 4. 100 Transformasi pencerminan pada motif 2

Motif ukiran di atas dengan sumbu putar. Motif ukiran dengan motif ini memiliki 1 sumbu putar yang digambarkan dengan garis putus-putus di samping ini.

Gambar 4. 101 Transformasi rotasi ruang pada motif 2

• Transformasi Pencerimanan

Untuk setiap bentuk yang terdapat di dalam ukiran di atas memiliki transformasinya masing-masing yang termuat dalam penjelasan tabel di bawah ini.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

151 Tabel 4. 11 Transformasi pencerminan setiap bentuk dalam tarali motif 2

Gambar Ukiran Keterangan

Motif ukiran dengan motif ini memiliki 4 sumbu pencerminan yang digambarkan dengan garis putus-putus dan diberi nomor di samping ini. Gambar 4. 102 Transformasi pencerminan bidang pada motif 2.1

Motif ukiran dengan motif ini memiliki 5 sumbu pencerminan yang digambarkan dengan garis putus-putus dan diberi nomor di samping ini.

Gambar 4. 103 Transformasi pencerminan bidang pada motif 2.2

Motif ukiran dengan motif ini memiliki 1 sumbu pencerminan yang digambarkan dengan garis putus-putus di samping ini.

Gambar 4. 104 Transformasi pencerminan bidang pada motif 2.3

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

152 • Transfromasi Rotasi

Berikut penjelasan transformasi pencerminan dari bangun datar yang ada di dalam motif ukiran ini.

Tabel 4. 12 Transformasi rotasi ruang setiap bentuk dalam tarali motif 2 Gambar Ukiran Keterangan

Motif ukiran dengan motif ini memiliki 3 sumbu rotasi yang digambarkan dengan garis putus- putus dan diberi nomor di samping ini. Masing-masing sumbu rotasi dirotasi sebesar 180o akan mengahilkan pola Gambar 4. 105 Transformasi rotasi yang sama. ruang pada motif 2.1

Motif ukiran dengan motif ini memiliki 5 sumbu rotasi yang digambarkan dengan garis putus- putus dan diberi nomor di samping ini. Masing-masing sumbu rotasi dirotasi sebesar 180o akan mengahilkan pola yang sama. Gambar 4. 106 Transformasi rotasi ruang pada motif 2.2

Motif ukiran dengan motif ini memiliki 1 sumbu rotasi yang digambarkan dengan garis putus- putus di samping ini.

Gambar 4. 107 Transformasi rotasi ruang pada motif 2.3

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

153 Tabel 4. 12 Lanjutan

Selain dari sumbu rotasi yang terdapat pada gambar di atas, motif tersebut memiliki rotasi terhadap sebuah titik sehingga menghasilkan motif yang lebih besar. (Di dalam penelitian ini, ukuran yang digunakan berdasarkan gambar pada video, bukan ukuran sebenarnya. Hal ini disebabkan waktu penelitian tidak cukup untuk mengukur karena ada batasan waktu kunjungan.) Bagian dari motif ini memiliki sumbu rotasi terhadap titik dengan sudut a, b, d, dan g digambarkan dengan garis putus- putus di samping ini. Jarak titik terhadap motif adalah r = 78.5mm. Sudut rotasi adalah 훼 = 10°, 훽 = 20° 훿 = 30°, 훾 = 40°

Rotasi positif dan negatif Gambar 4. 108 Transformasi rotasi terhadap titik pusat elips dan ruang terhadap sebuah titik di luar besar sudut tertentu tersebut dengan r=78,5mm menghasilkan pola yang terdapat pada motif ukiran. Selain rotasi yang ada di atas, motif ukiran tersebut memiliki beberapa sumbu rotasi terhadap tiitk dengan sudut a, b, d, dan g digambarkan dengan garis putus- putus di samping ini. Jarak titik terhadap motif adalah r = 45mm. Sudut rotasi adalah

훼 = 20°, 훽 = 40° 훿 = 60°, 훾 = 80° Gambar 4. 109 Transformasi rotasi Rotasi positif dan negatif ruang terhadap sebuah titik di luar terhadap titik pusat elips dan dengan r=45mm besar sudut tertentu tersebut

menghasilkan pola yang terdapat pada motif ukiran.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

154 Tabel 4. 12 Lanjutan

Bagian dari motif ini memiliki sumbu rotasi terhadap titik dengan sudut rotasi a dan b digambarkan dengan garis putus- putus di samping ini. Jarak titik terhadap motif adalah r = 15,5mm. Rotasi yang digunakan adalah rotasi positif dan negatif dengan besaran sudut masing- masing adalah: 훼 = 42.5° Gambar 4. 110 Transformasi Rotasi 훽 = 85° Terhadap Sebuah Titik di Luar Pada Motif 2.6 Rotasi positif dan negatif terhadap titik pusat elips dan besar sudut tertentu tersebut menghasilkan pola yang terdapat pada motif ukiran Bagian dari motif ini memiliki sumbu rotasi terhadap titik dengan sudut rotasi a, b, dan d digambarkan dengan garis putus- putus di samping ini. Jarak titik terhadap motif adalah r = 15,5mm. Rotasi yang digunakan adalah rotasi positif dan negatif dengan besaran sudut masing- masing adalah:

훼 = 42,5° 훽 = 85° Gambar 4. 111 Transformasi Rotasi 훿 = 127,5° Terhadap Sebuah Titik di Luar Pada Rotasi positif dan negatif Motif 2. terhadap titik pusat elips dan besar sudut tertentu tersebut menghasilkan pola yang terdapat pada motif ukiran d. iii. Motif Tiang Ni’o Lasara.

Motif dari tiang Ni’o Lasara jika dilihat dari penampang samping, memiliki

prinsip matematis yaitu transformasi bangun datar. Apabila kita kupas

ternyata motif ini memiliki 1 buah transformasi pencerminan dan 1 buah

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

155 transfomormasi rotasi terhadap sebuah garis sumbu. Berikut adalah penjelasan disertai dengan gambar.

• Transfromasi Pencerminan

Gambar 4. 112 Transformasi pencerminan pada tiang Ni'o Lasara

Gambar 4. 112 diatas adalah gambar tampak samping motif ukiran pada

Ni’o Lasara dengan sumbu pencerimannya. Motif ukiran dengan motif

ini memiliki 1 sumbu pencerminan yang digambarkan dengan garis

putus-putus di atas.

• Transfromasi Rotasi

Gambar 4. 113 Transformasi rotasi ruang pada tiang Ni'o Lasara

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

156 Gambar 4. 113 diatas adalah gambar tampak samping motif ukiran pada

Ni’o Lasara dengan sumbu rotasi. Motif ukiran dengan motif ini

memiliki 1 sumbu pencerminan yang digambarkan dengan garis putus-

putus di atas. e. Kongkruen dan Kesebangunan Bangun Datar

e. i. Konkruensi Bangun Datar

Kongkruensi merupakan sebuah konsep dalam matematika yang

menyatakan bahwa 2 atau lebih bangun jika dibandingkan memiliki

kesamaan bentuk, ukuran dan bersifat sebangun. Hal ini dapat kita lihat dari

bentuk dasar (sisi alas) yang ada pada papan lantai di dalam rumah, papan

yang dijadikan dinding rumah dan setiap tiang lainnya. Dapat dikatakan

bahwa kongkruensi bangun datar dapat kita jumpai diseluruh bagian rumah

karena rumah adat Nias ini memiliki bentuk yang sama dari kanan, kiri,

depan dan belakang. Sebagai contoh papan lantai, setiap papan memiliki

panjang sisi, bentuk, besar sudut yang sama dan sebangun. Sama halnya

dengan tiang ehomo memiliki panjang sisi, bentuk, besar sudut yang sama

dan sebangun dengan tiang ehomo lainnya, demikian pula untuk bagian

bangunan lainnya. Meskipun dalam praktik jaman dahulu memiliki tingkat

eror yang cukup besar, namun dengan perkembangan jaman (ilmu

pengetahuan dan alat) masalah tersebut dapat diselesaikan.

e. ii. Kesebangunan Bangun Datar

Kesebangunan merupakan sebuah konsep dalam matematika yang

menyatakan bahwa 2 atau lebih bangun jika dibandingkan memiliki

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

157 kesamaan bentuk dan perbandingan ukuran yang sama. Konsep

kesebangunan diterapkan pada gabungan tiang-tiang Alisi dan Famaö’ö.

Hal ini terlihat perbandingan yang sama antara irisan melintang dari tiang

tersebut yang terletak pada tingkat pertama, kedua, ketiga dan keempat. Sisi

sisinya yang terbentuk dari tiang Alisi pada sisi samping dan Famaö’ö pada

sisi lengkungnya memiliki bentuk dan perbandingan yang sama antar

tingkatnya. Kesamaan tersebut menyebabkan digunakan pada saat

perancangan dan pembuatan tiang Alisi dan Famaö’ö, dengan demikian,

pada tiang tersebut berlaku konsep kesebangunan bangun datar.

3. Prinsip Matematika

Prinsip matematika merupakan gabungan penggunaan beberapa

konsep matematika yang ada dalam suatu kegiatan. Berdasarkan hasil

analisis pada kebudayaan dan arsitektur Omo Sebua ini, tidak terdapat

prinsip yang digunakan, baik dalam proses maupun hasil pembangunan Omo

Sebua. Hal ini disebabkan pada pelaksanaan pembangunan, tuka tidak

menerapkan prinsip-prinsip matematis di dalamnya.

4. Ketrampilan Matematika

Ketrampilan matematika merupakan kegiatan bermatematika dalam

proses menyelesaikan/memecahkan suatu masalah matematika. Tingkat

ketrampilan bermatematika dapat dinilai dari cepat dan efisiennya seseorang

dalam menyelesaikan permasalahan dengan menggunakan matematika.

Proses pembangunan rumah adat Omo Sebua oleh masyarakat jaman dahulu

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

158 memiliki beberapa ketrampilan matematika lokal yang dapat dipelajari oleh

generasi saat ini, yaitu: a. Perkalian, Pembagian dan Pecahan.

Proses pembagian dapat dilihat salah satu contohnya pada proses

peletakan tiang ehomo di tengah-tengah antara tiang ehomo lainnya.

Penentuan titik tengah yang menjadi tiang ehomo di tengah-tengah rumah

menggunakan perpotongan dua buah tali yang diikat diantara empat tiang

yang ada di sudut, kita kenal sekarang dengan garis diagonal sisi. Pada

proses ini mereka tidak menggunakan cara primitif seperti mengukur

menggunakan alat bantu (seperti kayu atau lainnya) kemudian dipatahkan

dan setelahnya mengukur kembali jaraknya. Penejelasan proses di atas

menggunakan gambar terdapat pada gambar di bawah ini.

Gambar 4. 114 Posisi tiang Ehomo dan Silalö Yawa

Proses penentuan titik yang menghasilkan titik peletakan tiang

ehomo di atas, tuka atau tukang akan melakukan langkah di bawah ini.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

159

Gambar 4. 115 Proses penentuan titik letak tiang Ehomo tengah

Kemudian untuk pemasangan tiang ehomo (seluruh) lainnya menggunakan langkah di bawah ini.

Gambar 4. 116 Proses penentuan jarak antar tiang Ehomo

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

160 Langkah-langkah tersebut merupakan ketrampilan matematika yang

digunakan masyarakat Nias untuk menentukan letak titik tiang ehomo

berdiri. Belajar dari aktivitas tersebut, maka dapat ditarik sebuah

kesimpulan bahwa masyarakat Nias dalam praktik pembagian jarak tidak

menggunakan oprasi perhitungan seperti biasanya.

Masyarakat Nias melakukannya dengan penentukan titik tengah dan

menarik garis lurus untuk menghasilkan jarak antar Ehomo sama dengan

setengah jarak tiang Silalö Yawa. Melalui aktivitas ini kita dapat belajar

mengenai konsep pembagian. Tidak hanya itu, kita dapat mempelajari

konsep pecahan melalui garis horizontal atau vertikal yang terbentuk dari

susunan tiang Ehomo.

Selain itu, melalui titik-titik yang terbentuk dari posisi tiang Ehomo,

kita dapat belajar konsep perkalian yaitu penjumlahan berulang jika kita

menghitung jumlah setiap barisnya. Hal tersebut hanyalah diturunkan

secara lisan kepada keturunannya alih-alih menggunakan catatan di atas

kertas yang dibukukan. Contoh di atas dapat digunakan untuk proses

pengenalan perkalian, pembagian ataupun pecahan kepada anak didik jaman

sekarang.

D. Implementasi Etnomatematika dalam Konstruksi Pengetahuan

Matematika Peserta Didik di Nias Utara

1. Langkah I Define

Penelitian di sekolah yang dilaksanakan pada bulan Februari 2018 pada

salah satu kelas VIII memberikan hasil yang signifikan bagi penelitian ini.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

161 Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode R2D2 dilakukan bersama dengan guru matematika di kelas tersebut. Peneliti yang berlaku sebagai pembantu di kelas tersebut mengamati kesulitan yang di alami oleh peserta didik dengan cara mengelilingi peserta didik pada saat melakukan pembelajaran berkelompok.

Berdasarkan hasil observasi, permasalahan yang ditemukan adalah sebagai berikut:

1. Peserta didik mengalami kesulitan dalam memvisualisasi bangun ruang

berserta unsur-unsurnya.

2. Peserta didik mengalami kesulitan dalam mengoprasikan perkalian maupun

pembagian pada bilangan desimal.

3. Peserta didik kesulitan mengerti dan membedakan antara diagonal ruang dan

bidang diagonal.

4. Peserta didik yang tidak memahami materi dengan baik, maka akan

mengambil tindakan menarik diri. Tidak ada penyelesaian yang baik

mengakibatkan tidak merata pengetahuan yang diperoleh setiap peserta

didik.

Hasil yang diperoleh tersebut, khususnya poin nomor 1, 3 dan 4 menjadi dasar peneliti melakukan perencanaan LKPD seperti di bawah ini. Karena masalah waktu yang tidak cukup untuk melakukan seluruh langkah yang ada.

2. Langkah II Design and Develop a. Tahap merancang (Design)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

162 Proses perencanaan berdasarkan data observasi sebelumnya menyesuaikan dengan penggunaan kurikulum di sekolah tersebut. Pada saat penelitian berlangsung, sekolah tersebut menggunakan kurikulum KTSP 2013 revisi 2016. Didalam struktur kurikulum KTSP 2013 yang digunakan oleh peserta didik pada tingkat SMP memiliki struktur yang demikian:

Tabel 4. 13 Struktuk materi matematika kurikulum KTSP 2013 revisi 2016

NO KELAS MATERI 1 VII • Bilangan Bulat dan Pecahan • Himpunan • Bentuk Aljabar • Persamaan dan Pertidaksamaan Linear satu Variabel • Perbandingan • Aritmetika Sosial • Garis dan Sudut • Bangun Datar (Segiempat dan segitiga) • Penyajian Data 2 VIII a. Operasi Aljabar b. Fungsi c. Persamaan Garis Lurus d. Persamaan Linear Dua Variabel e. Sistem Koordinat f. Persamaan Kuadrat g. Perbandingan h. Teorema Pythagoras i. Lingkaran j. Bangun Ruang Sisi Datar (kubus, balok, prisma, dan limas) k. Penyajian Data: Diagram batang, Diagram lingkaran, Grafik l. Peluang Empirik dan Teoritik 3 IX a. Bilangan Bepangkat dan Bentuk Akar b. Fungsi dan persamaan kuadrat c. Perbandingan bertingkat d. Koordinat Cartesius e. Kesebangunan dan Kekongruenan f. Bangun Ruang (Geometri dan Pengukuran) g. Statistika: Penyebaran data (rata-rata, median, dan modus) h. Peluang Empirik dan Peluang Teoritik i. Pola Bilangan, Barisan dan Deret

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

163 Pada penelitian ini memiliki objek penelitian pada kelas VII SMP semester 2, pada kompetensi pengetahuan dan ketrampilan, sehingga materi yang diajarkan pada saat penelitian adalah “Bangun Ruang Sisi Datar (kubus, balok, prisma dan limas). Berkaitan dengan materi tersebut, berikut struktur

Kurikulum Matematika pada tingkat SMP (Permendikbud No 21 Tahun 2016, hal 116).

Tabel 4. 14 Struktur KI dan KD K3 mata pelajaran Matematika

NO KI KD 1 KI 3 : 3.1. Menjelaskan dan menentukan urutan pada Memahami bilangan bulat (positif dan negatif) dan pecahan pengetahuan (biasa, campuran, desimal, persen). (faktual, 3.2. Menjelaskan dan melakukan operasi hitung konseptual, dan prosedural) bilangan bulat dan pecahan dengan berdasarkan rasa memanfaatkan berbagai sifat operasi. ingin tahunya 3.3. Menjelaskan dan menentukan representasi tentang ilmu bilangan dalam bentuk bilangan berpangkat bulat pengetahuan, positif dan negatif. teknologi, seni, 3.4. Menjelaskan himpunan, himpunan bagian, budaya terkait himpunan semesta, himpunan kosong, fenomena dan kejadian tampak komplemen himpunan, dan melakukan operasi mata. biner pada himpunan menggunakan masalah kontekstual. 3.5. Menjelaskan bentuk aljabar dan melakukan operasi pada bentuk aljabar (penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian). 3.6. Menjelaskan persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel dan penyelesaiannya. 3.7. Menjelaskan rasio dua besaran (satuannya sama dan berbeda). 3.8. Membedakan perbandingan senilai dan berbalik nilai dengan menggunakan tabel data, grafik, dan persamaan. 3.9. Mengenal dan menganalisis berbagai situasi terkait aritmetika sosial (penjualan, pembelian, potongan, keuntungan, kerugian, bunga tunggal, persentase, bruto, neto, tara).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

164

Tabel 4. 14 Lanjutan

3.10. Menganalisis hubungan antar sudut sebagai akibat dari dua garis sejajar yang dipotong oleh garis transversal. 3.11. Mengaitkan rumus keliling dan luas untuk berbagai jenis segiempat (persegi, persegipanjang, belahketupat, jajargenjang, trapesium, dan layang-layang) dan segitiga. 3.12. Menganalisis hubungan antara data dengan cara penyajiannya (tabel, diagram garis, diagram batang, dan diagram lingkaran). 2 KI 4 : 4.1. Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan Mencoba, urutan beberapa bilangan bulat dan pecahan mengolah, dan (biasa, campuran, desimal, persen. menyaji dalam 4.2. Menyelesaikan masasalah yang berkaitan dengan ranah konkret (menggunakan, operasi hitung bilangan bulat dan pecahan. mengurai, 4.3. Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan merangkai, bilangan dalam bentuk bilangan berpangkat memodifikasi, bulat positif dan negatif. dan membuat) dan 4.4. Menyelesaikan masalah kontekstual yang ranah abstrak berkaitan dengan himpunan, himpunan bagian, (menulis, himpunan semesta, himpunan kosong, membaca, menghitung, komplemen himpunan dan operasi biner pada menggambar, dan himpunan. mengarang) 4.5. Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan sesuai dengan bentuk aljabar dan operasi pada bentuk aljabar. yang dipelajari di 4.6. Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan sekolah dan persamaan dan pertidaksamaan linear satu sumber lain yang variabel. sama dalam sudut pandang/teori. 4.7. Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan rasio dua besaran (satuannya sama dan berbeda). 4.8. Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan perbandingan senilai dan berbalik nilai. 4.9. Menyelesaikan masalah berkaitan dengan aritmetika sosial (penjualan, pembelian, potongan, keuntungan, kerugian, bunga tunggal, persentase, bruto, neto, tara) 4.10. Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan hubungan antar sudut sebagai akibat dari dua garis sejajar yang dipotong oleh garis transversal.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

165 Tabel 4. 14 Lanjutan

4.11. Menyelesaikan masalah kontekstual yang berkaitan dengan luas dan keliling segiempat (persegi, persegipanjang, belahketupat, jajargenjang, trapesium, dan layanglayang) dan segitiga. 4.12. Menyajikan dan menafsirkan data dalam bentuk tabel, diagram garis, diagram batang, dan diagram lingkaran.

Dari penjelasan di atas dan kesesuain dengan waktu penelitian, maka

LKPD yang dibuat mengambil: a. KI 3 dan KI 4

KI 3 : Memahami pengetahuan (faktual, konseptual, dan

prosedural) berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan,

teknologi, seni, budaya terkait fenomena dan kejadian tampak mata.

KI 4 : Mencoba, mengolah, dan menyaji dalam ranah konkret

(menggunakan, mengurai, merangkai, memodifikasi, dan membuat) dan

ranah abstrak (menulis, membaca, menghitung, menggambar, dan

mengarang) sesuai dengan yang dipelajari di sekolah dan sumber lain yang

sama dalam sudut pandang/teori. b. KD 3.11 dan 4.11

3.11 : Mengaitkan rumus keliling dan luas untuk berbagai jenis

segiempat (persegi, persegipanjang, belahketupat, jajargenjang, trapesium,

dan layang-layang) dan segitiga.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

166 4.11 : Menyelesaikan masalah kontekstual yang berkaitan dengan luas dan

keliling segiempat (persegi, persegipanjang, belahketupat, jajargenjang,

trapesium, dan layanglayang) dan segitiga.

Berdasar KI dan KD yang di ambil di atas, maka disusunlah bersama dengan guru pembimbing sebuah LKPD di bawah ini.

• Implementasi Etnomatematika dalam Bentuk LKPD Matematika

Usulan LKPD Matematika dapat dilihat pada Lampiran 1 sedangkan pada bagian ini akan dibahas isi dari LKPD tersebut. Pengimplementasian hasil penelitian dalam upaya mengusulkan upaya penyelesaian masalah di kelas 7 pada kelas tersebut memiliki bentuk sebagai berikut: a. KI 3 : Memahami pengetahuan (faktual, konseptual, dan

prosedural) berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan,

teknologi, seni, budaya terkait fenomena dan kejadian tampak mata.

KD 3.11 : Mengaitkan rumus keliling dan luas untuk berbagai jenis

segiempat (persegi, persegipanjang, belahketupat, jajargenjang, trapesium,

dan layang-layang) dan segitiga.

Indikator :

3.11.1 : Mengelompokkan dan mencari persamaan beberapa

bangun dari ukiran di Omo Sebua yang sama dan menarik sebuah

kesimpulan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

167 3.11.2 : Membangun salah satu bentuk ukiran yang ada dari

beberapa bangun lainnya.

3.11.3 : Menyimpulkan keterkaitan keliling dan luas dari

beberapa jenis segiempat yang ada.

Soal :

1. Dapatkah kamu menuliskan bagian-bagian yang terdapat pada Boto

Nomo Omo Sebua yang ada disekitarmu? (Hingga bagian terkecil

yang kamu temukan)

➔ Soal no 1 untuk menjawab indikator 3.11.1

➔ Peserta didik diminta mendaftarkan pada kolom yang

disediakan pada LKPD Matematika.

2. Wah…ternyata banyak ya bagian-bagian yang ada pada bagian Boto

Nomo Omo Sebua, apakah kamu sudah memeriksanya kembali?

Jika sudah, coba diskusikan dengan teman kelompokmu alasan

mengapa bagian-bagian tersebut berbentuk seperti itu? Kamu bisa

bertanya kepada orang tua ataupun ahli di bidangnya. Cari tahu

bagaimana cara membuat setiap bagian yang telah kamu temukan

tadi dan buatlah sebuah ringkasan mengenai itu semua.

➔ Soal no 2 untuk menjawab indikator 3.11.1

➔ Peserta didik diminta mendaftarkan pada kolom yang

disediakan pada LKPD Matematika.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

168 3. Manakah dari beberapa bentuk yang kalian temukan yang memiliki

kesamaan bentuk? Tentukan pula bentuk dasar dari setiap bagian

yang telah kalian daftarkan pada bagian A sebelumnya!

Segi Empat Segitiga Segi Banyak

➔ Soal no 3 untuk menjawab indikator 3.11.2

➔ Peserta didik diminta mendaftarkan pada tabel yang disediakan

pada LKPD Matematika.

4. Ambil salah satu contoh dari setiap bangun datar yang kamu peroleh

pada bagian sebelumnya dan isilah tabel berikut ini!

Nama Benda dan Jumlah Jumlah Rumus Rumus Bangun Datar Keliling Luas Keliling Luas Penyusunnya Bangun Bangun

Apa hubungan dari keliling dan luas dari masing-masing benda di

atas? Silahkan diskusikan dengan teman, guru atau orang lain untuk

mendapatkan jawabanmu, Tuliskan jawabanmu pada kolom di

bawah ini!

➔ Soal no 4 untuk menjawab indikator 3.11.3

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

169 ➔ Peserta didik diminta mendaftarkan pada kolom yang

disediakan pada LKPD Matematika. b. KI 4 : Mencoba, mengolah, dan menyaji dalam ranah konkret

(menggunakan, mengurai, merangkai, memodifikasi, dan membuat) dan

ranah abstrak (menulis, membaca, menghitung, menggambar, dan

mengarang) sesuai dengan yang dipelajari di sekolah dan sumber lain yang

sama dalam sudut pandang/teori.

KD 4.11 : Menyelesaikan masalah kontekstual yang berkaitan

dengan luas dan keliling segiempat (persegi, persegipanjang, belahketupat,

jajargenjang, trapesium, dan layanglayang) dan segitiga.

Indikator :

4.11.1 : Menghitung luas papan kayu yang dibutuhkan untuk

membuat zarazara pada Omo Sebua

4.11.2 : Merancang dan menyajikan anggaran yang efektif dalam

membangun papan dinding Omo Sebua.

Soal :

5. Jika kamu sudah memahami hubungan dari keliling dan luas bangun

datar yang ada, maka rancanglah sebuah proyek bisnis untuk

meminimalisir biaya yang diperlukan untuk membuat sebuah Omo

Sebua. Kamu dapat memilih salah satu bagian dari rumah adat

(misal bagian zara-zara) untuk kamu rancang mulai dari proses

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

170 penebangan pohon hingga pemasangan yang bernilai ekonomis.

Diskusikan dengan teman satu kelompok kamu, tulis hasil

perencanaan di bawah ini kemudian presentasikan hasil kerja

kelompokmu di depan kelas.

➔ Soal no 5 untuk menjawab indikator 4.11.1 dan 4.11.2

➔ Peserta didik diminta mendaftarkan pada kolom yang

disediakan pada LKPD Matematika serta mempresentasikan di

kelas.

6. Evaluasi dan refleksi terhadap proses dan hasil akhir proyek

Perseta didik diminta untuk mengevaluasi dan merefleksikan

kegiatan pembelajarannya dan mendaftarkannya di dalam sebuah

tabel yang telah disediakan.

What I have Known (Apa yang telah saya ketahui?) What I Want to learn (Apa yang ingin saya pelajari?) What I have Learnt (Apa yang sudah saya pelajari?) What is my Strategies (plan) in the future (Strategi/rencana apa yang dapat saya terapkan dimasa yang akan datang?)

➔ Soal no 6 untuk menjawab seluruh indikator dan dapat

digunakan sebagai refleksi pendidik

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

171 ➔ Peserta didik diminta mendaftarkan pada kolom yang

disediakan pada LKPD Matematika.

3. Langkah III Dissemination

Pada langkah ketiga ini belum dapat dilaksanakan disebabkan oleh

keterbatasan waktu dan dana penelitian oleh peneliti. Hal ini akan masuk ke

dalam pembahasan saran penelitian selanjutnya.

E. Refleksi Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam kurun waktu yang cukup panjang mulai dari tahun 2016 hingga 2020. Banyak rintangan yang dilalui oleh penulis dalam perjalanannya. Penelitian ini bermula dari rasa keingin tahuan penulis pada kebudayaan yang dimiliki oleh suku Nias, dimana penulis merupakan orang Nias itu sendiri. Latar belakang hidup di Yogyakarta dan lingkungkan orang Jawa, membuat penulis kekurangan informasi budaya sendiri. Selain itu, banyak penulis jumpai teman-teman penulis yang berasal dari pulau Nias memiliki kendala pada bidang Matematika, hal ini terjadi pada saat penulis menempuh jenjang pendidikan

S1. Keingin tahuan serta fakta di atas membuat penulis meyakinkan diri untuk melakukan penelitian secara langsung terhadap budaya Nias Utara dan probematika peserta didik di Nias Utara yang ada.

Suku Nias secara umum (bukan secara adminstratif negara) terbagi menjadi

3 bagian suku yang dibedakan berdasarkan perbedaan minor yang ada pada kebudayaan mereka, yaitu Nias Utara, Nias Tengah dan Nias Selatan. Perbedaan tersebut terdapat pada bahasa, kebudayaan dan budaya yang dihidupi masyarakat

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

172 Nias. Pada penelitian ini mengambil suku Nias Utara disebabkan peneliti sendiri berasal dari desa Tumöri yang ada di Nias bagian utara. Kedekatan tersebut mendasari penentuan objek penelitian kali ini, karena penelitian etnografi akan lebih mudah dilaksanakan apabila berasal dari suku tersebut.

Awal mula, setelah membaca buku dari Alan D. Viaro, penelitian dilaksanakan jarak jauh, melalui sambungan telepon, untuk menggali informasi awal dalam upaya penyusunan materi wawancara. Wawancara via telepon ditujukan kepada narasumber penelitian yaitu Ama Vicky dengan topik pembicaraan mengenai struktur fondasi Omo Sebua Nias Utara. Proses ini membuahkan hasil yang diluar dugaan bahwa banyak terdapat penggunaan prinsip matematis di dalam struktur dan proses pembangunan Omo Sebua tersebut. Hasil penelitian ini telah dipresentasikan di Seminar yang dilaksanakan di Universitas

Sanata Dharma pada akhir tahun 2016 lalu.

Kemudian pada tahun 2018 awal, tepatnya bulan Februari, peneliti berangkat ke Nias untuk melakukan penelitian secara langsung, dengan mewawancarai narasumber dan mempelajari Omo Sebua itu sendiri. Proses penelitian ini berlangsung selama hampir 2 bulan untuk mengumpulkan data penelitian baik di rumah adat maupun di sekolah. Di tempat penelitian, masyarakat menyambut baik kedatangan penulis dan memberi arahan yang tepat guna penyelesaian tesis ini. Penelitian dilaksanakan di dua tempat yang berbeda yaitu rumah adat dan salah satu sekolah swasata yang ada di kota Gunungsitoli.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

173 Seiring dengan berjalannya penelitian, terdapat beberapa rintangan yang penulis harus hadapi. Pertama adalah keterbatasan literatur daerah mengenai proses pembangunan rumah adat di Nias Utara ini. Hal ini menghambat penelitian dikarenakan pembangunan Omo Sebua pada jaman sekarang yang sudah semakin sedikit. Kendala kedua adalah minimnya rumah yang masih asli. Di jaman sekarang, Omo Sebua di kampung Tumöri dan Sihareö, yang dibangun pada jaman dahulu telah mengalami beberapa perubahan pada beberapa bagiannya. Hal tersebut disebabkan telah masuknya pengaruh bangunan modern, meski demikian masih terdapat beberapa rumah yang asli tetapi tidak lengkap.

Permasalahan yang ketiga adalah minimnya waktu, baik peneliti maupun narasumber, dan dana penelitian sehingga penelitian tidak dapat dilaksanakan dalam waktu yang lama. Keterbatasan ini membuat informasi yang diperoleh kurang lengkap sehingga perlu dilakukan wawancara lanjutan via telepon. Hal ini membuat penelitian terkendala yang disebabkan tidak dapat berkomunikasi secara langsung dan perbedaan penggunaan istilah menyulitkan kesamaan ide. Selain itu, masalah lainnya adalah kurangnya waktu penelitian di sekolah sehingga usulan

LKPD yang ada tidak dapati uji cobakan kepada peserta didik yang ada di sana.

Beberapa kendala yang ada tersebut di atas tidak menyurutkan semangat penelitian yang dilakukan. Kekurangan informasi dilengkapi dengan cara telepon ataupun mencari di internet. Tentu hal tersebut tidak cukup akurat, akan tetapi untuk penelitian awal, dimana tesis ini akan menjadi penelitian yang berkelanjutan bagi penulis, data yang didapat dirasakan sudah cukup. Hingga penyelesaian tesis ini, penulis merasakan dukungan yang besar dari berbagai pihak, keluarga, rekan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

174 bahkan narasumber sangat mendukung penelitian ini. Pada tahap akhir ini penulis menyadari satu hal esensi yaitu kekayaan pengetahuan masyarakat Nias tidak kalah dengan suku lainnya.

Budaya Matematika yang dimiliki oleh masyarakat nias yang terkandung dalam budaya dan kebudayaan mereka memberikan pelajaran tersendiri bagi peneliti dan pembaca tesis ini. Budaya yang selama ini mayoritas masyarakat

Indonesia melihat sebagai keindahan dan warisan nenek moyang saja, ternyata mengandung banyak hal lainnya. Salah satu unsur penting dalam melihat budaya, yang dibahas pada tesis ini adalah Matematikanya, menunjukkan bahwa masyarakat Indoneisa, khususnya Nias Utara, memiliki kekayaan ilmu Matematika yang tidak dapat dianggap remeh. Sewajarnya bagi kita masyarakat Indonesia melestarikan Budaya Matematika yang ada pada budaya dan kebudayaan dari seluruh suku bangsa Indonesia.

Selain itu, melalui penelitian ini peneliti merasa bahwa pendidikan matematika yang dilakukan di mayoritas sekolah di Indonesia memiliki pendekatan yang kurang tepat. Adanya gap yang terjadi pada peserta didik yang menjadi objek penelitian pengembangan ini, memberikan kita pelajaran bahwa sebaiknya budaya menjadi jembatan bagi peserta didik di kelas. Budaya dan kebudayaan yang mereka hidupi sendiri akan mempermudah peserta didik dalam memahami konsep berlogika yang ada pada pelajaran Matematika tersebut. Kebijaksanaan yang dimiliki pendidik, dalam hal ini memahami latar belakang budaya peserta didik, mampu mengakomodasi peserta didik dalam mempelajari konsep, prinsip dan ketrampilan bermatematika di kelas.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Penelitian pada tesis ini berfokus kepada matematika yang ada di dalam kebudayaan Omo Sebua Nias Utara dan implikasinya terhadap pendidikan matematika di sekolah menengah pertama. Berikut kesimpulan dan saran yang dapat diajukan.

A. Kesimpulan

Hasil temuan dari penelitian ini merupakan sebuah tulisan etnografi yang

berkaitan dengan ilmu matematika pada budaya Nias Utara, khususnya Omo Sebua.

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa masyarakat Nias Utara telah lama memiliki

ilmu Matematika yang digunakan dalam pembuatan/pendirian rumah adat mereka.

Aspek matematika Geometri banyak dipakai dalam pembangunan Omo Sebua.

Temuan yang menarik lainnya adalah bahasa Nias hanya mungkin dipergunakan

untuk membilang sampai 999.999. Hal-hal lain yang menjadi kesimpulan pada

penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Proses pembuatan/pendirian Omo Hada (Omo Sebua) ini terdapat banyak unsur

matematis di dalamnya, mulai dari proses pemilihan bahan, pemotongan hingga

pemilihan tanggal dan pendirian rumah. Seluruh kegiatan yang dilakukan baik

oleh pemilik rumah, pemimpin adat, masyarakat desa dan tuka sendiri terdapat

unsur matematika di dalamnya. Hal ini menggambarkan begitu kaya ilmu yang

telah dimiliki oleh masyarakat Nias, khususnya dalam hal ini Nias Utara, yang

berkebalikan dengan fakta bahwa peserta didik di daerah tersebut rendah

175

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

176 pengetahuan matematisnya. Hasil penelitian ini menegaskan bahwa masyarakat

Nias melakukan matematika budaya serta budaya matematika dalam

kehidupannya. Matematika Budaya yang dimaksudkan adalah matematika yang

dilakukan dengan cara ‘trial and error’ dan diperbaiki secara turun temurun

hingga menjadi suatu kesepakatan bersama. Banyaknya unsur dan konsep

matemtika dalam pembuatan Omo Sebua seharusnya modal bagi peserta didik

di Nias untuk belajar matematika dengan bantuan budaya mereka.

2. Bishop dalam teorinya tentang etnomatematika mengusulkan adanya 6

Aktivitas Fundamental Matematis. Enam aktivitas yang ditemukan dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. menghitung (counting) : perhitungan waktu dan hari

b. menempatkan (locating) : menempatkan rumah dalam setiap kampung,

menempatkan tiang Ehomo dan Silalö Yawa, menempatkan tiang Fanusu,

Silötö dan Laliöwö serta menempatkan tiang Sanari, Alisi dan Famaö’ö.

c. mengukur (measuring) : mengukur luas lahan, mengukur panjang dan

posisi tiang Ehomo, mengukur panjang masing-masing kayu yang

dibutuhkan.

d. merancang (designing) : merancang dan membentuk papan lantai dan

dinding, memahat tiang Ehomo dan Silalö Yawa, Memahat Tiang Ni’o

Lasara pada Tuwu Gahe, memahat Tarali, memahat tiang Gasö,

membentuk tiang Famaö’ö, Nue, Henedeö dan membentuk tiang lainnya.

e. bermain (playing) : gerakan tari pada tarian Folaya Famadögö

Omo.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

177 f. menjelaskan (explainning) : kemampuan Tuka dan Ere, memilih dan

membentuk pohon, pemilihan motif Tarunake dan Ni’o Lasara dan

pembagian tiga bagian rumah.

Hal ini menunjukkan bahwa dalam pembangunan rumah adat, masyarakat Nias

tidak melakukannya dengan sembarang alih-alih melibatkan matematika

dalamnya. Hal ini dapat menjadi kunci bagi peserta didik dan pendidik bahwa

dalam belajar matematika dapat melalui kegiatan yang lekat dengan mareka

guna menjadi dasar konstruksi pengetahuan matematika.

3. Hasil temuan objek pembelajaran matematika, yang dianalisis berdasarkan teori

Gagne, terkandung di dalam budaya Nias Utara adalah sebagai berikut:

a. Terdapat satu fakta matematis yaitu: penyebutan lambang bilangan.

b. Terdapat beberapa konsep matematis yaitu: Satuan ukuran panjang,

Himpunan Bilangan, Bangun Ruang, Transformasi Bangun Datar dan

Kongkruensi dan Kesebangunan Bangun Datar.

c. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa tidak ditemukan salah satu objek

langsung pembelajaran matematika yaitu Prinsip Matematika. Penggunaan

prinsip pada proses dan hasil pembangunan Omo Sebua tidak menunjukkan

data penggunaan Prinsip Matematika di dalamnya. Hal ini dapat menjadi

saran bagi penelitian berikutnya apabila terdapat kekurangan pada

penelitian ini.

d. Terdapat beberapa ketrampilan matematis yaitu: melakukan ketrampilan

pembagian, perkalian dan pecahan melalui proses pemasangan tiang-tiang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

178 pada Aro Bato tanpa menggunakan langkah-langkah oprasi seperti orang

umum lainnya.

4. Melihat fakta banyak didapati unsur matematis dalam proses pembangunan

Omo Sebua, maka dapat dibuat sebuah Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD)

yang dapat membantu peserta didik pada proses pembelajaran matematika di

kelas. Hasil observasi yang dilakukan di kelas VII pada sebuah sekolah swasta,

menunjukkan bahwa peserta didik kesulitan memvisualisasi bentuk bangun

ruang dengan baik serta permasalahan lain terkait hal tersebut. Menjawab

permasalahan itu, maka peneliti bersama dengan guru mengusulkan sebuah

LKPD dengan pendekatan Etnomatematika di dalam setiap aktivitas

pembelajarannya. Melihat masalah kurangnya waktu penelitian serta dana,

maka pada langkah diseminasi tidak dapat dilakukan, hal ini menyebabkan

belum dapat ditarik sebuah kesimpulan mengenai efektivitas dari LKPD yang

dibuat tersebut.

B. Saran

1. Penelitian ini hanya membahas unsur matematika yang terkandung dalam

kebudayaan rumah adat Nias Utara yang dibangun berdasarkan ilmu bangunan

masyarakat Nias Utara pada masa lalu. Penelitian lebih lanjut dapat dilakukan

untuk meneliti unsur-unsur matematika yang terdapat dalam ilmu bangunan

tradisional (Omo Hada) yang dibangun pada masa kini rumah adat tersebut

dibangun sebagai pembanding untuk mencapai keutuhan unsur matematis yang

dimiliki masyarakat Nias, khususnya Nias Utara.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

179 2. Salah satu keterbatasan penelitian ini adalah tidak dapat mengamati proses

terakhir, yaitu Owasa, dalam pembangunan Omo Sebua. Hambatan yang

dialami adalah selama waktu penelitian, tidak terdapat aktivitas pengujian Omo

Sebua baru. Aktivitas tersebut dilakukan lagi pada masa kini. Hal ini dapat

menjadi catatan bagi peneliti selanjutnya untuk melengkapi tesis ini.

3. Penelitian terhadap Prinsip Matematika dalam penelitian ini, perlu dilengkapi

pada penelitian selanjutnya guna kepentingan keilmuan. Kurangnya hasil

penelitian terhadap salah satu Objek Langsung Pembelajaran Matematika dapat

menjadi rumusan masalah pada penelitian selanjutnya.

4. Disain LKPD Geometri dan Pengukuran yang ada di dalam tulisan ini perlu

upaya diseminasi lebih lanjut untuk dilihat tingkat keakuratan dalam menjawab

permasalahan yang ada pada kelas dan jenjang lainnya. Penggunaan LKPD

Geometri dan Pengukuran tidak dapat secara langsung mengakomodir

permasalahan yang terjadi pada kelompok anak lainnya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

180 DAFTAR PUSTAKA Ariestadi, D., 2008. Teknik Struktur Bangunan untuk Sekolah Menengah Kejuruan. 2nd penyunt. : Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan.

Badan Pusat Statistik (BPS), 2015. Badan Pusat Statistik. [Online] Available at: https://www.bps.go.id/news/2015/11/18/127/mengulik-data-suku-di- indonesia.html [Diakses Rabu Januari 2017].

Bishop, A. J., 1997. Mathematical Enculturation: A Cultural Perspective on Mathematics Education. 3rd ed. Netherlands: Kluwer Academic Publishers.

Hammerle, P. J. M., 2015. Asal Usul Masyarakat Nias: Suatu Interprestasi. 2nd ed. Nias: Yayasan Pusaka Nias.

Kemdikbud, 2016. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. [Online] Available at: http://publikasi.data.kemdikbud.go.id/uploadDir/isi_CAD096D8- E9E1-4E73-8378-9546FF974E12_.pdf [Accessed 22 Januari 2017].

Koeswinarno, 2015. Memahami Etnografi ala Spradley. Jurnal SMaRT, 28 November, pp. 257-265.

Nias, 2007. www.niasonline.net. [Online] Available at: http://niasonline.net/2007/07/04/ungkapan-waktu-dalam-tradisi- masyarakat-nias/ [Accessed Rabu April 2020].

NIAS, B., 2016. Badan Pusat Statistik Kabupaten Nias. [Online] Available at: https://niaskab.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/39 [Accessed 22 Januari 2017].

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

181 Rahayu, S., 2015. FAMADÖGÖ OMO DANCE FOR US IN CEREMONY ENTERED A NEW HOME IN THE COMMUNITY NIAS. E-JURNAL SENI TARI FBS UNIMED, Volume 4 No. 2.

Samuel, B.-D., 2012. Overview on R. Gagne’s Theory for Teaching Mathematics. [Online] Available at: https://www.academia.edu/3058072/Overview_on_R._Gagne_s_theory_for_teach ing_mathematics._by_SAMUEL_BAAH-DUODU [Accessed 22 Agustus 2018].

Vitruvius, 1914. The Ten Books on Architecture. 1st ed. Inggris: Hardvard University Press.

Zaluchu, S. E. (2020). Deskripsi Tarian Maena sebagai Identitas Suku Nias. Nyimak: Journal of Communication. Vol. 4. No. 1. Hal. 135-147.

Zhang, W. and Zhang, Q. (2010). Ethnomathematics and Its Integration within the Mathematics Curriculum. Journal of Mathematics Education, Vol. 3. No. 1. Hal. 151-157.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

LAMPIRAN 1

Usulan LKPD Matematika Kelas 7 dengan pendekatan Etnomatematika

182

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

183

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

184

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

185

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

186

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

187

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

188

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

189

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

190

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

LAMPIRAN 2

Wawancara dengan Ama Vicky Zebua Sebagai Tukang (Tuka) Pembangun Omo Sebua

200

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

201 Hasil wawancara dengan bapak Ama Vicky Zebua, 22 Januari 2018

Kampung Sihareö

Keterangan:

1 = Peneliti

2 = Narasumber (Ama Vikcy Zebua)

Video 1

(Wawancara di rumah, di sebelah Omo Sebua yang akan diteliti.)

1: Jadi, keinginan saya itu sebenarnya bukan hanya melihat fisiknya rumah itu. Tetapi saya ingin melihatnya dari awal. Sebelum rumah itu ada. Jadi prosesnya itu dibangun sampai selesai. Kemarin saya baca ada buku bahwa tahapan pembangunan itu seperti ini (menyerahkan catatan). Saya ingin cari tahu hari ini, apakah proses ini bagaimana? Apakah praktek dari semua tahapan ini masih dilakukan jaman sekarang? Karena yang saya baca itu bagaimana orang jaman dulu membangun rumah.

2: kalau persyaratan ini harus kita lakukan. Soalnya kita ya ber ... kan saya sudah didoakan 3 kali, karena tidak semua tukang kayu bisa bikin rumah adat. Jadi ada suatu, kan ada roh-roh tukang dulu kita sudah diserahkan disitu. Jadi kita didoakan. Ini persyaratannya, seperti ini. Sebelumnya diberitahukan dulu. Ya minta restu kepada saudara-saudara kita. Kalau ada keinginan kita membangun rumah adat itu, dan semua setiap langkah-langkah ini adat. Ya ada seperti uang-uang, kalau boleh ada babi yang dipotong. Itu dulu, yang saya lakukan sekarang tetap kita lakukan tahap-tahap ini. Tetapi tidak seperti dlu harus mati babi. Tapi seperti uang, nah uang belanda dulu, ada uang-uang perak. Kalau sekarang 5000, 10000, 100000 bisa jadi, tidak musti dipenuhi ukuran ukran itu semua.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

202 1: apakah masih ingat?

2: iya masih ingat.. mulai memanggil tukang dulu. Dulu 5 perak, tapi bukan uang kita, uang uang dulu lah sekarang ada di toko toko emas kalau kita beli. Uang perak. Kan yang mau mendirikan rumah, datang kesini (ke rumah tukang). Dia ceritakan saya ada rencana ini.. apakah bisa dikerjakan? Saya jawab bisa, ini persyaratannya. Jadi tidak jadi dia bayar itu. 5000 10000 pun bisa.

1: jadi atau tidak jadi membangun rumah tetap dibayar?

2: iya

1: selama pemilik rumah datang kerumah?

2: iya, makanya dia panggil tukang. Berarti ya.. pasti jadilah itu, kalau sudah datang ke rumah pasti 75 % ke 90% pasti jadi itu. Ga mungkin kan dia ke rumah tukang kalau hanya sekedar iseng. Jadi tidak pernah gagal. Hanya waktu saya diminta di taman mini, pernah saya diminta tidak jadi.

1: apa alasannya tidak jadi waktu itu?

2: bukan pemerintah yang memberikan. Kan ada cina Jakarta, dia bikin vila di sekitar taman mini. Istrinya orang nias, di telo. Jadi kan ada orang marga waruwu, mereka disuruh ke nias untuk cari tukang nias. Lalu si waruwu ini pertamanya ke museum, kemudian ama yohanis bilang ada ama Vicky, tukilambanyak. Datang ke rumah. Crita-crita, hambir buat kontrak. Lalu dia hubungi saya, ya bisa tanggung jawab saya bawa kayu dari sini kecuali daun rumbia. Katanya di sana ada dari pohon apa itu sejenis atap. Saya bawa kayu dan batu alas tiang. Hampir bikin kontrak, tiba tiba meninggal. Kemudian istrinya telp, bagaimana itu ama Vicky rencana bapak ini tadi, jadi setelah ini kejadiannya saya belum bisa memastikan apakah dilanjut. Sampai sekarang belum ada kelanjutannya.

1: setiap proses tahapan ini apakah ada perencanaan yang dilakukan? Misalkan orang jaman sekarang kan sudah ada blue printnya. Apakah waktu dulu sudah ada seperti itu?

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

203 2: iya sudah. Kan rumah adat macam-macam. Ada 3 ukuran, 3 tete, 5 tete, 7 tete. Lalu saya belum pernah bikin yang 7 tete. Karena nilainya cukup besar. Hanya 5 tete, sama seperti sama kita hanya 3 tete dan sudah dikasih ke museum. Jadi bergantung ukuran itu orang memikirkan ukurannya.

1: waktu mereka akan menentukan ukurannya, pertimbangan apa yang dilakukan?

2: pertama kesanggupan biaya, kedua lokasinya yang memungkinkan. Paling tidak 2 itu alasannya.

1: itu kan sudah merencanakan diawal, kemudian bicarakan kepada saudara- saudaranya.

2: iya tahap pertamanya, saya ingin membangun rumah adat. Bagaimana? Apakah saudara-saudara semua setuju, kemudian baru pergi ke tukang.

1: apakah jaman dahulu sudah ada rancangan gambarnya?

2: tidak ada. Tapi ya, setahu saya untuk hal itu sendiri… ya mengkhayal.. kami sudah bersama bapak ama cipta, kami sudah pernah mengukur rumah adat disetiap kecamatan. Kemudian kami kumpulkan, tapi yang saya punya siapa yang pinjam.

1: jadi karena bapak sudah melakukan pengukuran di setiap kecamatan, kemudian disimpulkan?

2: iya, bersama om ama luther waktu itu.

1: kan selama ini om ama Vicky melakukannya seperti itu, tetapi untuk jaman dahulu untuk menentukan ukuran bagaimana?

2: 1 tete itu kan seruas daun rumbia. Jadi kami simpulkan itu 1 meter, setiap satu itu. Maka kalau 3 tete berarti 3 meter jarak silaloyawa, kalau 5 tete ya 5 meter jarak silaloyawa.

1: untuk menentukan awal, jarak antara ehomo. Kemudian panjang lantai. Itu bagaimana?

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

204 2: iya contohnya kalau 3 tete berarti kalau segi panjang, 3 kali 3. Lalu untuk menambah kiri kanannya, perbandingannya seperti yang saya bikin, 9 meter ujung ke ujung.

1: jadi tambah 3 meter untuk samping kanan dan kiri ya?

2: iya. 7 meter untuk depan belakang, maju 2 meter mundur 2 meter.

1: berarti diagonalnya itu 9 dan 7?

2: iya itu kalau 3 (tete). Kalau 5, 15 sama 10.

1: berarti maju mundur 2.5? kanan kiri 5 5?

2: iya

1: jadi tahapan awal? Misalkan ada tanah orang, untuk menentukan ukuran rumah kan bergantung lebar tanah, cara untuk menentukan ukuran hanya bisa 3 tete, bagaimana caranya?

2: sudah kita katakana tadi, 9 kali 7 meter, kita tambah 1 sampai 1.5 meter untuk atap. Berarti kita bisa menentukan, ya kita perkirakan halaman (halaman rumah). Entah bisa 5 meter keliling, bergantung itu kita menentukan.

1: pada jaman dahulu?

2: ini jaman dahulu (merentangkan tangan dari ujung jari ke ujung jari).

1: apa namanya?

2: sepanjang tangan, tergantung yang punya rumah.

1: apa alasannya?

2: karena dia yang punya rumah itu, dia juga yang mendiami. Ga mungkin ukuran tukang, ga mungkin ukuran siapa siapa. Seperti pintu, menentukan lebar pintu aja harus yang punya rumah. Begini (membentuk posisi kedua kepal tangan ditaruh

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

205 dipinggang, diukur dari siku ke siku). Harus ukuran yang punya rumah. Kalau kecil orangnya, kecil ukurannya.

1: untuk tinggi daun pintunya?

2: ya diukur (sambil menunjuk tinggi kepala).

1: diatas kepala persis?

2: iya.

1: kemudian, tanah kan tidak ada apa apa sebelumnya dan jaman dulu kan tidak ada gambar. Bagaimana mereka bisa menentukan sehingga presisi setiap tiangnya?

2: o supaya simetris ya?

(menunjuk gambar)

2: jadi, bergantung kepandaian tukangnya. Kemudian dia menentukan sudutnya, kemudian berapa maju, berapa mundur. Lalu saya pakai besi untuk mencari lengkungannya, tetapi dulu saya dengar dari bapak (bapaknya ama Vicky) mereka pakai bambu untuk menentukan bulatan. Sebagai mal bale.

1: jaman sekarang?

2: saya pakai besi 10 mm. itu saya pakai, rata.

1: jadi langkah pertama?

2: menentukan titik silaloyawa, lalu kita cari batu yang kuat. Ini tanpa pondasi. Kita cari batu yang cocok lah, taruh ditempat itu. Kemudian diberdirikan silaloyawa.

1: apa yang bisa menaham itu om?

2: nah ada kan fanusu (telp masuk, ama Vicky berbicara)

(jeda) (masuk video 2)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

206 Video 2

(Menjelaskan mendirikan silaloyawa.)

2: dipahat dulu, ditembus. Itu yang mengikat, karena 2 sekaligus.

1: dua tiang itu langsung bisa berdiri?

2: harus masuk dulu yang fanusu. Sepasang dulu, lalu sepasang lagi. Kemudian kalau sudah berdiri silaloyawa, menyusul ehomo lainnya.

1: apakah bisa kita langsung melihat?

2: bisa, itu dirumah sebelah.

Video 3

(Masuk kebagian bawah rumah.)

2: Pertama menentukan 4 tiang utama. Lalu tambahan ehomo yang tengah dahulu.

Kemudian siloto,b aru laliowo (alas lantai). Setelah berdiri ehomo, Diwa dipasang supaya tidak mudah tumbang.

1: Panjang Diwa menentukannya gimana om?

2: Paling tidak menghubungan 3 tiang ehomo (faktanya tidak semua kayu ada yang panjangnya memungkinkan). Semakin jauh jarak (panjang Diwa), semakin tahan tidak mudah tumbang. Setelah Diwa terpasang, lalu masuk ke mbuate. Silaloyawa hanya sampai di …. Sebelum terpasang lantai, kita taruh batu pemberat supaya tidak mudah tidak terbawa angin. Untuk menentukan jumlah batu yang pas, semakin banyak semakin berat.

1: Apakah jika terlalu banyak tidak roboh?

2: Ya kita lihat besar ukuran Diwa.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

207 1: Bagaiaman dengan tinggi ehomonya?

2: Untuk tinggi ehomo tidak ada ukuran pasti, tapi yang saya bikin bikin itu sekitar 1,8 ke 2 meter. Sehingga kita masuk ke kolong ini masih diatas. Ada juga yang lebih pendek. Yang menentukan tinggi jaman sekarang dari gambar. Sesuai keinginian yang punya rumah.

1: Apakah ada pengaruh ketinggian?

2: Sebenarnya lebih pendek lebih tahan, kalau tinggi mudah goyang. Setelah Diwa, ada kayu lagi untuk menahan batu. Diwa dari kanan dan kiri. Dari depan ke belakan (kayu manawa namanya), Diwa juga namanya. Satu rumah bisa 1 tahun karena terbatas alat, sekarang bisa 3 bulan.

1: Untuk memahat menggunakan apa om?

2: Menggunakan ribe, fato untuk memahat kayu jam dahulu. Kalau jaman dahulu, lantai hanya kayu dibelah dua. Jadi boros kayu. Lantai tebal sekali. Sekarang setelah ada gergaji bisa lebih irit, bisa jadi 5 papan. Diwa yang depan belakang hanya di tengah. Karena strategis.

1: Apakah ada alasan kenapa peletakan seperti ini?

2: Kalau hanya ini kan hanya satu arah, kl ini kan semua. Saya tidak tahu kenapa begini peletakannya. Rumah adat ada 2 tipe, pintu samping dan bawah. Rumah adat pertama pintu masuk tembus lantai, alasannya dulu ada musim maling. Ambil kepala orang.

1: Kemudian setelah ini apa lagi yang dilakukan? Apakah bagian rumah atau atap dahulu dipasang?

2: Lantai terakhir, setelah atap. Supaya hujan bisa diatasi. Yang penting sebelum pasang lantai harus kering betul karena penyusutannya. Lantai dipaku tapi bukan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

208 pake paku besi, tapi pakai pasak (kayu keras, dari pohon aren). Makanya busuk kayu, pasak tidak busuk.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

LAMPIRAN 3

Wawancara dengan Ama Serlin Zebua Sebagai Tokoh Adat di Kampung Siwahili

209

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

210 Hasil wawancara dengan bapak Ama Serlin Zebua, 26 Januari 2018

Kampung Tumöri Siwahili

Keterangan:

AS = Bapak Ama Serlin

S = Peneliti

S: “ Bagaimana cara atau proses membangun sebuah rumah adat nias pada jaman dahulu pa?”

AS : “Kalau orang-orang tua dulu mendirikan bangunan rumah adat. Memang sebelumnya itu dia mengumpulkan sodara-sodaranya dan tokoh-tokoh untuk mengutarakan niatnya untuk membangun satu rumah adat… dan pada saat itu dia kasih makan. Dia kasih makan, dia mengambil satu ekor babi untuk memberitahukan isi hatinya itu. Untuk mengambil satu persetujuan, sodara- sodaranya dan yang berhubungan dengan satu organisasi banua itu. Yang.. perkumpulan organisasi banua itu yang namanya dulu ada balugunya, kemudian untuk tokoh-tokohnya satu itu. Kemudian ada sanuhe nya, kemudian ada tambalinanya, kemudian ada e.. tambalina.. dan apa yang satu lupa juga.. (menghafal) ada no 3 nya no 4 nya sampai 12. Nah.. itu yang 12 itu yang dulu sama orang-orang kakek kita itu yang sudah melakukan satu perkumpulan menjadi dia digelar balugu, bossi.. yang kalau yang dibilang sama kita 12 bossi, karena kalau yang 12 bossi itu, ada.. ada ee.. suatu ee pemberian.. ya.. yaitu emas, perak.. ee ada pemberian emas dan perak. Sehingga kalau si bossi feledrua itu, 3 pounds mas dan 3 ee.. istilahnya.. telu balaki, telu siwalu. Nah itu adanya itu,. Dan ada awe nya, ada sinema iwanya, ada sinema banuanya, itu bossi itu ya.. nah kalau memang sudah ada persetujuan ini semuanya, maka talifuse banua itu, keluarga ini semua, yang sudah dikumpulakn ini semua, turut membantu. Turut membantu.. memberikan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

211 bantuan, apakah itu kayu, apakah itu turut mau menebang kayu di hutan. Nah jadi itulah maksudnya ini diberitahukan kepada sodara-sodara. Setelah itu, tahapannya pada saat itu nanti, tanah yang sudah disediakan itu, yang punya rumah ini memeberitahukan dimana lokasi tempat bangunan itu di dirikan. Setelah itu diputuskan pada saat itu, pada saat mereka berkumpul semua, kapan kita melakukan pembersihan tempat bangunan itu. Dan mereka melakukan gotong royong, itu namanya dulu gotong royong dan kuat sekali itu. Hanya pada jaman-jaman terakhir ini tidak ada lagi gotong royong, hanya pada jaman-jaman orang-orang tua kami dulu, ya gotong royong itu sangat kuat. Sehingga kalau dulu, kalau bersawah, ada namanaya falaliduo, yang artinya mereka menentapkan kapan saya bekerja di ladangmu, dan kapan kepada sodara ini, kapan kepada sodara ini. Tanpa digaji itu, tanpa diupah.”

S: “Jadi bertukar-tukar begitu ya?”

AS : “bertukar-tukar begitu. Contoh, ada sawah saya, ada sawah kamu ya kita bersatu. Kapan kita menyelesaikan sawahmu. Apa sawahmu terlebih dahulu, kita selesaikan, setelah itu sawah saya, kita selesaikan. Ya kita selesaikan. Sehingga cepat proses pelaksanaan itu semua, karena dulu istilahnya membersihkan rumupu.. ee.. membabat rumput, istilahnya Bahasa daerahnya tabalö. Asdfasdfasd. Nah itulah namanya nomor 2 itu. Artinya kapan kita memutuskan untuk membersihkan tempat untuk bangunan itu. Kemudian Fondröli Sinali ini, mematok lokasi ini, ya.. untuk ukuran berapa luas bangunan itu. Berarti sodara-sodara itu yang mengukur. Makanya Fondröli Sinali itu ada tukang dan talifuse, yang memegang ujung. Maka itu dibilang Fondröli Sinali. Berapa ukuran-ukuran bangunan itu. Kalau masa sekarang, berapa meternya bangunan itu. Kalau dulu istilahnya di buat tali dulu baru di ukur berapa apa berapa ngarefa kah dia, berapa siu kah dia, dan berapa lito. Itu ukuran-ukuran dulu sama orang tua kita dulu. Fondröli Sinali itu dalam arti mematok lokasi untuk ukuran bangunan itu. Kemudian setelah dibersihkan itu, yang punya rumah ini terlebih dahulu memikirkan siapa tukang yang mampu, yang sesuai dengan kehendak yang punya rumah. Dan dia bicarakan itu kepada orang itu. Dan pada saat pertemuan itu, yang punya rumah ini memberitahukan siapa tukang.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

212 Ini yang tukang nanti, bapak ini, ini bapak ini. Pada suatu ketika nanti, orang yang punya rumah itu akan memanggil tukang itu untuk memulai mematok, memberitahukan lokasi. Ini lokasinya, ini ukurannya. Dan pada saat itu, diberikan dia sumange, simbi. Dikasih makan dan dibungkus nasi dan ada dagingnya di situ, kalau disitu lauknya babi, anjing. Hehe. Itu namanya mogaini tuka/ere/sonekhe ba watomo. Itu acara adat semua itu, acara adat. Ada banua itu tadi, dipanggil. Makanya susah sekali adat nias itu, mati untuk memikirkannya. Hahaha..”

S : “Kalau ini, pa saa, yang ere. Apa itu?”

AS: “ah.. kalau ere itu yang tau, ere. Yang bisa melakukan suatu pekerjaan itu. Ere itu dalam arti.. Ada ere ini juga, ere yang dipanggil untuk mendoakan. Karena dulu belum apa ini firman Tuhan itu… ini yang memberitahukan pada bulan ini kita mendirikan rumah, pada bulan ini kita meletakkan batu pertama menengok bulan. Karena bulan itu sama kakek-kakek dulu ada itu.. itu.. eemmm.. pertama desa’a, dalam arti bulan sabit, baru datang bulannya. Dua desa’a, telu desa’a, efa desa’a, lima desa’a, ene desa’a, dua belas sampai tuli, hari kelima belas tuli. Habis tuli itu sese… Setelah itu ada namanya gofayau, ada lagi namanya... Jadi ada nama-nama bulan itu sama mereka, sehingga pada saaat mendirikan rumah itu apakah di desa’a dia berapa, berapa desa’a. Apa empat desa’a, enam desa’a, atau dua belas desa’a. Kalau tuli tidak boleh.”

S : “Tuli itu pas?”

AS : “Tulis pas hari ke lima belas.”

S : “Bulannya bulan …?”

AS : “Bulan berkenan, pada saat bulan itu datang. Jadi itu namanya bulan sama mereka. Itu bulan purnama itu namanya lima belas desa’a. kalau baru datang satu desa’a namanya. Jatuh pada bulan ke empat belas hari, e feleeva desa’a, jatuh lima belas namanya itu tuli. Berarti tuli itu sudah sampai ke puncak habis itu menurun dia.”

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

213 (Menjelaskan mengenai penamaan bulan pada kepercayaan masyarakat Nias secara tertulis.)

AS : “Nah yang ere itu tadi yang tau ini semua, yang tahu kapan ini di dirikan. Dan setiap tukang harus tahu itu, tidak sembarang tukang. Harus tahu ini”

S : “Sampai sekarang masih ada yang tahu ini semua?”

AS : “Masih.. masih.. masih ada orang yang tahu. Masih ada. Hanya saya semua kurang lengkap, hanya sampai sini saya tahu. Nah, Mogauni tuka/ere, nah itu tadi kapan kita memotong kayu di hutan.”

S : “Itu pun tidak bisa sembarang hari?”

AS : “Bisa sembarang hari, bisa sembarang hari. Bisa sembarang hari hanya untuk jangan terikat waktumu pada saat saya mengatakan kita datang kesini. Apakah ada halangan atau tidak. Hanya juga jangan kita memaksakan kehendak walaupun kita talifuse ya. Jadi dilakukan itu semua pada saat fangombaga ini. Karena masing- masing orang yang datang ini nanti mempertanyakan dimana tempatnya, dimana kita ambil kayunya, bagaimana cara kita melakukan. Nah itu namanya Folau eu ba danö, mempersiapkan kayu. Karena di situ mereka nanti, langsung gotong royong juga membawa dari kebun sampai ke lokasi. Makanya itu silalö yawa dan tarumbumbu itu satu-satu ekor babi itu. Empat silalö yawa, dua tarumbumbu satu- satu ekor babi. Begitu juga nanti fanaruö silalö yawa itu nanti bergantung ini juga (menunjuk kepada perhitungan bulan tadi) , kapan. Pada bulan, pada …. Nomor enam.. sedangkan fanaruö ehomo, menurut sesuai dengan ini, setelah silalö yawa, ini yang pertama. Yang didirikan di tengah itu, yang empat. Setelah itu baru di ukur dari situ ehomonya dari situ.”

S: “Tinggi ehomonya?”

AS : “Tinggi ehomonya sudah ditentukan, sudah ditentukan. Setinggi berapa. Karena kita itu, yang punya rumah itu, memberitahukan berapa tinggi ehomo. Karena nanti ukuran di tanah, di kebun, memotong. Jadi tinggi ehomo paling tinggi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

214 itu 3 sampai 3.5 meter. Kalau yang dulu ya. Sedangkan kalau sekarang ada 3 meter atau 280 (cm *red.).”

S : “Kalau rumah ini (menunjuk ke rumah adat tempat Ama Serlin tinggal)?”

AS : “Kalau rumah ini sebenarnya 3 meter ini, cuman sudah ditimbun ini. Karena ini dulu sudah miring tanahnya ini, sudah miring. Mulai dari dalam sudah miring dia. Nah, jadi ukurannya sekarang 280 lah paling tinggi. Seperti itu yang di depan 2 meter 80 menuju 3 meter. 2 meter 80 lah, 2 meter 60. Nah itu juga seuai dengan keaaan kayu, karena lama-lama kayu habis. Ya, menderikan ehomo menurut setelah itu.”

S : “Kalau misalkan mau meletakkan silalö yawa harus disepakati dengan semuanya?”

AS : “iya, dan harus di tanya ere ini, kapan. Karena semua disitu nanti tidak mampu 2/5 orang mendirikan itu. Tidak mampu. Karena ehomonya sudah tinggi, beberapa ehomonya (mencoba menggambar di kertas). Saya kasih contoh saja ya. Nah, di sini ditaruh di tengahnya, di sini ada silalö yawa nya nanti, berapa titik ehomonya di sini, baru ada silalö yawa baru ada tarumbumbu, baru silalö yawa lagi. Nah untuk mendirikan ini, berapa ehomonya di sini dan berapa silalö yawanya. Paling tinggi silalö yawa ini, yang empat ini. Itu lagi-lagi.. ini silalö yawa, ini letak tarumbumbu nya ini silalö yawa lagi ini ehomonya. Nah untuk mendirikan ini bukan tanggung, karena silalö yawanya… ukuran… 5-6 meter. Sudah ikut ehomonya lagi di sini. Makanya untuk setiap ini di ini pakai tali dan semua orang mengangkat dari bawah. Nah mengangkat ini dari bawah susah. Luar biasa beratnya, ukuran ehomo saja diameter 20 kan, ada 30 juga. Apa lagi diameter silalö yawa paling besar itu. Makanya ini tidak sembarang, makanya ini tadi fanaru silalö yawa, mendirikan tiang utama ini. Makanya di tanyakan kepada ere, kapan itu. Karena ini (red: silalö yawa ) yang paling pertama di dirikan, menyusul ehomonya. Karena ini, di sini, di tiang ini sudah di susun ini semua ini sampai di sini, tiangnya, ehomonya. Taruh ini ya, ini namanya fanusu. Sudah di dirikan ini, lagi di sini, sudah dididirkan ehomonya. Di sini. Apalagi ini tinggi dia kan 280. Makanya ini ere sudah

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

215 memberitahukan pada saat itu, pada saat dia mendirikan itu. Karena dia tidak mampu mendirikan dia sendiri, dan itu babinya mati.”

S : “Setiap satu tiang berdiri?”

AS : “setiap ini (menunjuk kepada silalö yawa). Haha. Kemudian fanaru tarumbumbu. Karena fanaru tarumbumbunya, di sini ehomonya, tiang tadi, ini yang dari bawah ini. Ini diikat di sini, masuk ke sini, namanya fanusu baru didirikan pakai tali lagi, tingginya ada Sembilan meter ke atas. Makanya tinggi dia diatas, ini silalö yawanya. Dan ere ini ya memberitahukan, tidak sembarang juga ini didirikan silalö yawanya. Kapan itu, ditengok bulannya tadi. Apakah di desa’a atau gofayau.”

S : “Apa alasan menggunakan tanggal tersebut?”

AS : “Karena begini, kalau desa’a ini dia menanjakkan. Berarti ini bangunan lama- lama kan bagus semua. Kalau menurunkan ga apa.. ga.. katanya dulu, kurang rejeki. Mungkin sampai di sini, gofayau masih bisa. Jangan lewat ke atas. Di situ. Karena di sini nanti, akhömita, ada lagi akhömita.. Jadi Akhömita ga ada bulan lagi. Kalau akhömita tidak terang lagi, tidak Nampak lagi, ga bisa kerja. Itu maksudnya, itulah fungsi ere ini. Kemudian, fanaru tarunahe… Ini yang sudah ini di balugu ini.. Ini fanaru taruna… pemasangan tarunahe ini, ini hanya khusus ini, tidak semua. Itu berarti ditambah dia satu bossi. Satu bossi itu dari yang rata sekarang, hanya sahune (Red: Tingkatan raja adat). Itu rata semua setiap banua hada ada sanuhenya. Yang tumeri balehili ada tekanya lagi, masih bukan balugu.. namanya itu di atasnya sanuhenya lagi.. tingkatannya ada disitu itu.. apa namanya, lupa sekali aku.. TUHA.. balugu paling tinggi itu.. itu yang sudah melakukan adat pesta itu, memanggil semua lingkungan untuk.. banua.. jadi itu namanya mangowasa. Ini fanaru tarunahe”

S: “Apa fungsi dari tiang tersebut?”

AS: “Sama.. sama.. Sama sebenarnya, hanya ininya, e… kalau ini depannya, kita anggap saja ini depan ya.. ini belakang, disini ada kamar-kamarnya. Hanya, ini silalo yawa, tinggi dia di sini. Hanya ditambah tinggi dari ehomo yang ditinggi ini

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

216 sama dengan silalo yawa. Maknanya itu rumah yang sudah melakukan pesta besar. Kalau kayu sama. Tingginya setinggi silalo yawa.”

S: “Jumlahnya sama?”

AS: “Ditambah ini, jadi 6 jumlah yang model silalo yawanya. Kalau biasa hanya empat, kalau sudah pesta maowasa, nah dia menggunakan tarunahe. Dan bukan hanya mangowasa, dia mendirikan gowe. Nah seperti disana (menunjuk kepada salah satu rumah), ada gowenya. Nah itu.”

S: “Jika rumah balugu apakah namanya omo sebua?”

AS: “Sama semua, namanya omo Sebua. Hanya bedanya dia pake tarunahe (jika rumah balugu). Bukan hanya yang pesta besar-besaran, tidak. Hanya perbedaannya kalau balugu ada tarunahenya.”

S: “Apa artinya (Omo Sebua)?”

AS: “itu adalah namanya omo sebua karena dia besar dari pada ini (rumah biasa) dan pakai tiang dari bawah. Kalau rumah-rumah biasanya itu kan di bawah, omo drawa namanya.”

S: “apakah tidak mungkin lebih dari 6 (tiang utama)?”

AS: “tidak bisa, penuh.”

S: “Apakah rumah balugu sama dengan yang lainnya?”

AS: “ Tidak, rumah balugu memang lebih besar dari biasa. Karena dia lebih besar karena tanahnya memungkinan, uangnya ada, dan babinya ada.”

S: “Jika dilihat dari susunannya. Sudah dipasang ehomo dan tarumbubu baru tarunahe? Berarti tarunahe itu dipasang terakhir?”

AS: “iya, belum dipasang lantai.”

AS: “Sesudah itu falauora (memasang tangga). Hanya satu yang didepan saja. Sebenarnya ora itu hanya satu didepan. Karena dulu hanya 1 pintu masuk, di depan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

217 saja. Hanya sekarang, karena dulu dapur di atas, bersama rumahnya. Makanya hanya 1 pintu masuk. Dapur sekarang sudah tidak diatas, kalau diselatan masih ada tapi tidak dipakai”

S: “Dulu sebenarnya tangga dari bawah?”

AS: “Benar, makanya tadi saya bilang dari kolong rumah”

S: “Alasannya apa?”

AS: “Karena kalau ada tamu, tidak bisa masuk bersama-sama. Karena pintu hanya selebar jarak antara ehomo. Jadi susah kalau ada tamu, maka dirumah disamping. (Perubahannya) sejak mulai tahun 65 lah, sekitar itu. Memang rumah sudah berdiri, tetapi rubah pintu masuknya. Sejak orde baru lah dirubah.”

S: “Apakah secara serempak mengubahnya? Apakah salaing memberitahu?”

AS: “Secara serempak. Karena ada dulu tuheneri, kalau sekarang camatlah. Tuheneri itu teridiri dari beberapa kampung dulu, itu wilayahnya. Wilayah kita itu LOT Laraga Ononamele Tumeri. Itulah nama adat kita sekarang namanya adat Laraga.”

S: “Apa maksudnya?”

AS: “Beda adat nias utara dengan nias selatan. Berdasarkan LOT itu, karena di sana dulu berhenti nenek moyang kita. Di Ononamele. Makanya nenek moyang kita yang di Tumeri namanya Leheitelu, nenek moyang mado Zebua.”

S: “di daerah mana?”

AS: “daerah sungai idanoi”

AS: “ Habis itu famaeora, ini disesuaikan tinggi rumah. Setiap tangga 20-30 cm jarak antara anak tangga. Paling tinggi 25 cm. Untuk menentukan kemiringan tangganya, jangan terlalu curam, tetapi sedikit miring (landai). Tidak ada patokan khusus. Sehingga kalau miring dia, orang masih bisa memegang tiang tangga (lebih nyaman untuk anak-anak).”

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

218 S: “Apakah model seperti dulu?”

AS: “kalau dulu tangganya kayu bulat (utuh) hanya dikikis sedikit. Sedikit dikikis di atas untuk pijakan kaki. Sekarang kan papan, dulu kayu bulat itu. Jenisnya manawa, karena ini jenis kayu yang kuat di nias. Dua itu manawa dan simalambuo. Dan ehomonya semua harus manawa. Karena itu kayu yang tahan.”

AS: “Fanaba ahe bulu zaku. Untuk merapikan supaya bagus dia bulatannya sesuai dengan rumahnya. Ahe bulu zaku itu ujung dari atas. Dipotong rata dia. Setelah berdiri, diatapi baru di fanaba ahe bulu zaku. Karena kan tidak rata daun rumbianya, disesuaikan dengan bulatan rumahnya. Tidak ada pesta di situ.”

AS: “Setelah itu, semua itu talifuse tadi berkumpul dan molaya. Seperti sekarang ini famaena, hanya beda dengan tari maena. Ini namanya famadogo omo. Apakah ini tidak goyang lagi? Kalau goyang apa yang perlu di tambahkan? Bagaimana dengan ketahanan ehomonya? Bagaimana dengan ketahanan siloto nya?”