Komunitas 4 (1) (2012) : 56-64

KOMUNITAS

http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/komunitas

SITUS “KOTO RAYO” DAN KEARIFAN TRADISIONAL DI TEPI SUNGAI TABIR JAMBI

Pahrudin 

Program Pascasarjana Sosiologi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta,

Info Artikel Abstrak Sejarah Artikel: Dalam penelitian ini, penulis membahas ‘Koto Rayo’, sebuah pemukiman kuno Diterima Desember 2011 di sisi Sungai Tabir, Jambi sebagai sebuah budaya dan kearifan lokal. Penelitian Disetujui Januari 2012 difokuskan pada nilai kearifan lokal yang dimiliki masyarakat dalam kaitan dengan Dipublikasikan Maret 2012 situs ini. Hasil penelitian dan pembahasan memunculkan fakta-fakta sebagai Keywords: berikut. Pulau Sumatera memiliki peradaban tinggi di masa lalu, khususnya Civilization; melalui Kerajaan Sriwijaya yang mengontrol dan mendominasi seluruh pulau ini Jambi; dan sebagian besar wilayah Asia Tenggara. Salah satu wilayah Kerajaan Sriwijaya Koto Rayo ; di Pulau Sumatera adalah Jambi, yang dahulu memiliki banyak Kerajaan Melayu. Melayu. ‘Koto Rayo’ yang terletak di sisi Sungai Tabir ‘mungkin’ salah satu peradaban yang berhubungan dengan sejarah Kerajaan Melayu Jambi dan atau Kerajaan Sriwijaya di masa lalu. Situs ini mempengaruhi beberapa perilaku kearifan lokal pada masyarakat sekitar dalam wujud perilaku yang tegas dalam melestarikan lingkungan dan menjaga warisan budaya. Kearifan lokal ini penting untuk meminimalisir efek negatif globalisasi.

Abstract The objective of this study is to discuss ’Koto Rayo’, an ancient settlement on the side of Tabir river, Jambi as a culture and local wisdom. The study focused on the value of local knowledge in the communities in connection with this site. Data was collected through observation, interviews and document analysis. The results and discussion led to the following facts. The island of Sumatra has a high civilization in the past, particularly through the kingdom of that controls and dominates the entire island and most of the Southeast Asia region. One of the kingdom of Srivijaya in Sumatra is Jambi, which once had many Malay kingdom. ’Rayo Koto’ located on the side of Tabir river is ’probably’ one of civilization associated with the history of the Malay kingdom of Srivijaya kingdom of Jambi in the past. This site affects some local knowledge on the behavior of the surrounding community in the form of assertive behavior in preserving the environment and maintain the cultural heritage. This local knowledge is essential to minimize the negative effects of globalization.

© 2012 Universitas Negeri Semarang

 Alamat korespondensi: ISSN 2086-5465 Jl. Sosio-Yustisia no 2 Bulaksumur Yogyakarta Indonesia 55281 E-mail: [email protected] Pahrudin / Komunitas 4 (1) (2012) : 56-64

PENDAHULUAN berita China yang mengatakan nama San-fo- ts’i sebagai kawasan penting dalam Sriwijaya Sumatera adalah salah satu pulau saat itu dan dapat diidentikkan dengan terbesar yang ada di kepulauan Nusantara. (Muara) Tembesi yang ada di Jambi saat ini Pulau Sumatera juga dikenal dengan nama (Muljana, 2008: 107-119). Ada pula yang “Swarna Dwipa” yang berarti “pulau emas” mengatakan berpusat di Riau berdasarkan karena diyakini memiliki kandungan emas kesimpulan Ir. Moens yang mengatakan yang melimpah. Pulau Sumatra juga dikenal bahwa Kerajaan Sriwijaya lama berpusat di sebagai pulau Andalas. Wilayah ini memiliki sebuah Semenanjung karena berdasarkan beragam sumberdaya (resources), baik berupa berita-berita China dan Arab (Abu Zaid), bahan tambang seperti emas dan perak juga pusat kerajaan ini berhadap-hadapan dengan berupa alamnya yang memiliki berjuta-juta Tiongkok. Pada saat itu, di hektar lahan yang ditumbuhi pepohonan memang sudah ada sebuah kerajaan tetapi serta perkebunan (terutama karet dan kelapa dikalahkan dan akhirnya mendirikan sawit). Di samping beragam sumberdaya kerajaan di wilayah Melayu, yaitu di Muara alam, Sumatera juga memiliki sumberdaya Takus, dekat tempuran Kampar Kanan dan lain yang tak kalah penting, yaitu peradaban Batang Mahat atau di Riau saat ini (Muljana, masa lalu yang pernah berjaya di pulau ini. 2008: 105-106). Akan tetapi pendapat Menyebut peradaban masa lalu umum para sejarawan yang berdasarkan Sumatera tentu tidak bisa dilepaskan beberapa bukti arkeologis mengatakan dari sebuah kerajaan besar yang pernah bahwa Kerajaan Sriwijaya berpusat di menguasai beragam wilayah di Indonesia Palembang. Pendapat ini sebenarnya lebih dan Asia Tenggara, Kerajaan Sriwijaya. karena berdasarkan adanya Prasasti Telaga Salah satu kerajaan Hindu terbesar di Batu Palembang yang berhubungan dengan Nusantara ini memang berpusat di Pulau Sriwijaya. Namun demikian, menurut Sumatera, meskipun pusat kekuasaannya Muljana, jika prasasti tersebut diteliti dengan masih diperselisihkan. Ada yang mengatakan seksama maka akan ditemukan kesimpulan berada di Jambi karena berdasarkan sebaliknya. Prasasti tersebut sebenarnya penelitian yang dilakukan Prof. Slamet adalah semacam peringatan bagi Palembang Muljana, dimana letak geografi Jambi yang yang telah ditaklukkan oleh Sriwijaya yang langsung berhadapan dengan laut lepas lebih berpusat di Jambi untuk menjaga ketertiban cocok untuk menetapkan wilayah ini sebagai dan keamanan wilayah tersebut dan bukanlah pusat Kerajaan Sriwijaya. Di samping bukti- piagam raja atau negara Sriwijaya. Begitu bukti arkeologis lebih banyak ditemukan di juga Prasasati Kedukan Bukit Palembang wilayah ini, juga karena Sriwijaya sebagai yang sebenarnya adalah suatu hadiah kerajaan maritim dan perdagangan lebih dari raja yang telah menaklukkan wilayah memungkinkan untuk dilalui oleh kapal- tersebut (Muljana, 2008: 115-116). kapal besar dari berbagai wilayah di Asia Kerajaan yang diperkirakan berdiri Tenggara yang menjadikan Selat Malaka antara abad ketujuh sampai abad ketiga belas sebagai pusatnya saat itu dibandingkan Masehi ini dalam catatan sejarah Indonesia Palembang yang terbentur oleh Selat Bangka disepadankan dengan kebesaran yang hanya dilalui oleh kapal-kapal kecil yang juga pernah menguasai banyak dari dan menuju Jawa. wilayah di Nusantara dan Asia Tenggara Prof. Muljana juga memaparkan dan berpusat di Jawa Timur. Tidak banyak berita-berita dari Arab yang mengatakan memang bukti arkeologis yang menunjukkan adanya Maharaja dari Zabag yang dapat keberadaan Sriwijaya di wilayah Sumatera, diidentifikasi sebagai Muara Sabak yang kecuali beberapa candi dan batu bertulis berada di ujung Semenanjung Jambi serta prasasti yang ada di Jambi, Riau dan (Kabupaten Tanjung Jabung sekarang) dan Palembang. Itu pun dengan kondisi yang menjadi pintu masuk bagi kapal-kapal yang masih kurang lengkap jika dibandingkan menuju Jambi dan laut lepas. Atau dari dengan bukti-bukti arkeologis yang

57 Pahrudin / Komunitas 4 (1) (2012) : 56-64 ditinggalkan oleh peradaban-peradaban yang yang berisikan analisis penulis mengenai pernah ada di Jawa. Meskipun demikian, Koto Rayo, sebuah pemukiman kuno di beberapa peninggalan sejarah tersebut cukup Pinggir Sungai Tabir Jambi yang diupayakan dijadikan bukti untuk menetapkan bahwa dilakukan dalam konteks sejarah dan budaya, di Sumatera pernah ada dan berdiri sebuah khususnya kearifan lokal yang diwariskannya. kerajaan besar yang dapat dikatakan sebagai Penelitian ini menggunakan pendekatan super power-nya kawasan regional Asia kualitatif. Penelitian yang menggunakan Tenggara saat itu. Salah satu wilayah yang pendekatan kualitatif dilakukan untuk pernah dikuasai oleh Sriwijaya adalah Jambi memahami peristiwa, kegiatan, perilaku dan yang jauh sebelum kerajaan ini berdiri sudah pelaku peristiwa dalam situasi tertentu dan memiliki kedaulatan sendiri melalui tiga ilmiah (natural). Penelitian ini menggunakan kerajaan Melayu Kuno, yaitu: Koying dan metode kualitatif, karena secara langsung Tupo di abad ketiga Masehi serta Kantoli di dapat menyajikan hubungan antara peneliti abad kelima Masehi dan berlanjut kemudian dengan subyek penelitian agar lebih dengan munculnya Kerajaan Melayu Jambi. mendalam dan detail Jambi saat ini adalah sebuah wilayah Menurut Bogdan dan Taylor, metode propinsi yang terletak di bagian tenggara kualitatif adalah sebagai prosedur penelitian Pulau Sumatera, berbatasan dengan Riau, yang menghasilkan data deskriptif yang Bengkulu, Sumatera Selatan dan Sumatera berupa kata-kata tertulis atau lisan dari Barat. Sebelum kemerdekaan Indonesia, orang-orang dan perilaku yang diamati atau tepatnya pada abad ke sembilan belas, (Moleong, 2002 : 2). Sedangkan menurut Provinsi Jambi yang dikenal sekarang adalah Sugiyono (2010 : 15), metode penelitian sebuah kesultanan (Locher-Scholten, 2002: kualitatif adalah metode penelitian yang 160). berlandaskan pada filsafat postpositivisme, Karena posisinya yang strategis, maka digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek beragam kekuatan saling bersaing dan yang alamiah (sebagai lawannya adalah berebut untuk dapat menguasai wilayah ini. eksperimen) di mana peneliti adalah sebagai Mulai dari Kerajaan Melayu Kuno, Melayu instrumen kunci, pengambilan sampel Jambi, Sriwijaya dan Singosari dari Pulau sumber data dilakukan secara purposive Jawa. Beragam kekuatan yang menguasai (sesuai dengan kebutuhan) dan snowball Jambi tersebut menyisakan peninggalan- (pengumpulan data secara lebih mendalam), peninggalan sejarah yang dapat disaksikan teknik pengumpulan dengan triangulasi saat ini, seperti Candi Muaro Jambi; patung (gabungan), analisis data bersifat induktif Adityawarman; Batu Bertulis Karang Brahi kualitatif dan hasil penelitian kualitatif lebih dan Patung Amogapacha. Di samping menekankan makna dari pada generalisasi itu, persaingan yang berujung peperangan (Sugiyono, 2010 : 15). tersebut juga membuat beberapa komponen Penelitian kualitatif selalu bersifat kelompok yang kalah melarikan diri dan deskriptif artinya data yang dianalisis membangun pemukiman lain yang jauh berbentuk deskriptif fenomena, tidak berupa dari pantauan penguasa. Pemukiman- angka-angka. Data yang terkumpul selalu pemukiman tersebut umumnya berada di berbentuk kata-kata tulisan yang mencakup daerah pedalaman sungai dalam jarak yang catatan, laporan dan foto-foto. berpuluh-puluh kilometer dari pusat kerajaan seperti salah satunya adalah Koto Rayo. HASIL DAN PEMBAHASAN

METODE PENELITIAN Kearifan tradisional atau lokal (traditional wisdom) adalah sistem sosial, Tulisan ini mencoba memotret salah politik, budaya, ekonomi dan lingkungan satu peradaban yang tersisa dari sejarah dalam lingkup komunitas lokal. Kearifan masa lalu Kerajaan Jambi yang masih lokal mengandung norma dan nilai sosial dapat disaksikan saat ini. Sebuah paparan yang mengatur bagaimana seharusnya

58 Pahrudin / Komunitas 4 (1) (2012) : 56-64 membangun keseimbangan antara daya dianggap keramat oleh masyarakat setempat. dukung lingkungan alam dengan gaya hidup Di bukit kecil yang kini banyak ditumbuhi dan kebutuhan manusia (Pattinama (2009) beragam pohon-pohon liar dalam beragam dalam Pattiselanno dan Mentansan, 2010). ukuran ini banyak ditemukan batu-batu Globalisasi, pengaruh teknologi dan budaya merah yang berserakan di seantero kawasan secara jelas telah mengikis perasaan memiliki seluas sekitar satu setengah hektare itu. warga masyarakat terhadap peninggalan Batu-batu bata merah tersebut di samping sejarah. Dalam keadaan seperti itu, kearifan ditemukan berserakan, juga dapat dijumpai tradisional dapat mejadi penyeimbang dalam gundukan-gundukan tanah berbentuk agar masyarakat tetap menghargai warisan piramid kecil yang tersusun dan sepertinya budaya. terbentuk secara alami di kawasan ini. Batu- Pemukiman Kuno di Koto Rayo, batu bata merah ini sudah penulis bandingkan sebagaimana diketahui bahwa di masa lalu secara kasat mata dengan batu-batu bata sebelum sarana dan prasarana transportasi merah yang ada di Candi Muara Jambi. darat berkembang, sungai menjadi sarana Hasilnya menurut pengetahuan penulis dan perhubungan utama yang digunakan oleh beberapa kalangan di Desa Rantau Limau masyarakat. Jambi yang memiliki banyak Manis sama atau sangat identik dengan sungai, baik besar maupun kecil, juga yang ada di salah satu peninggalan masa dimanfaatkan masyarakatnya untuk beragam lalu Jambi tersebut (sebagimana gambarnya keperluan. Sungai Batanghari adalah sungai terlampir). Benda-benda lainnya yang juga terbesar di Jambi, sekaligus juga di Sumatra, dapat ditemukan di kawasan ‘misterius’ ini yang memiliki banyak anak-anak sungai adalah beragam pecahan porselin berupa seperti Tabir, Merangin, Tembesi dan Batang mangkok dan piring yang berasal dari Bungo. Karena sungai sudah menjadi bagian peradaban masa lalu. Di dalam kawasan integral dalam masyarakat Jambi, maka ini juga terdapat kuburan yang dianggap di sepanjang aliran sungai bermunculan keramat oleh masyarakat sekitar, terletak di banyak pemukiman hingga berkembang bawah pohon besar di antara batu-batu bata menjadi kawasan otonom yang dikemudian merah yang berserakan dengan ukuran yang hari dikenal dengan munculnya Kerajaan jauh lebih besar dan panjang dibandingkan Melayu Jambi. kuburan pada umumnya. Sungai Tabir yang berhulu di Danau Menurut cerita yang diberitakan Kerinci dan bermuara di Sungai Batanghari secara turun temurun dan berkembang di adalah sarana transportasi utama masyarakat tengah masyarakat, Koto Rayo di masa lalu sebelum sarana transportasi darat adalah pemukiman masyarakat atau dapat berkembang pesat di era pasca kemerdekaan. dikatakan sebuah daerah kerajaan kecil Sungai ini dahulu dapat dilalui oleh kapal- yang menguasai wilayah tersebut. Batu-batu kapal dengan ukuran kecil dan menengah, bata merah yang banyak banyak ditemukan baik dari hulu maupun hilirnya. Dan di di lokasi tersebut adalah bangunan candi salah satu bagian sungai yang di tepi-tepinya yang telah hancur, apakah sengaja dirusak banyak ditumbuhi beragam tumbuhan dan atau oleh sebab alami. Saat ‘kerajaan kecil’ bagian terdalam sungai (lubuk) terdapat ada, suasana di Jambi dalam keadaan kacau Koto Rayo. Berjarak sekitar 10 kilometer di balau karena peperangan yang terjadi antara sebelah timur Desa Rantau Limau Manis, beragam kekuatan yang hendak menguasai atau jika menggunakan kapal dari arah hilir daerah ini. Atas kesepakatan saat itu, Koto (Kota Jambi) lokasi ini terletak sebelum Rayo mengirimkan 20 orang terbaik mereka Desa Rantau Limau Manis, sedangkan jika untuk memantau keadaan di muara Sungai dari arah hulu maka terletak setelahnya. Tabir (Sungai Batanghari) dan berjaga-jaga Posisi Koto Rayo terletak di sebuah atas kemungkinan adanya musuh yang bukit bertingkat-tingkat yang menjorok hendak menyerang mereka. Di muara sungai, ke sungai dan menyimpan banyak misteri kedua puluh orang Koto Rayo tersebut yang belum terpecahkan hingga saat ini dan terlibat peperangan dengan musuh sehingga

59 Pahrudin / Komunitas 4 (1) (2012) : 56-64 menyebabkan salah seorang di antara mereka aliran Sungai Tabir, khususnya dari terbunuh. Agar tidak menimbulkan korban Rantau Panjang di barat (hulu) sampai ke jiwa yang lebih banyak lagi, maka orang- Rantau Limau Manis di timur (hilir). Yaitu, orang Koto Rayo tersisa memutuskan untuk digunakan untuk mengajukan tuntutan melarikan diri dan pulang ke tempatnya. hukum mengenai suatu perkara atau Sementara di sisi lain, masyarakat permasalahan yang terjadi di masyarakat Koto Rayo menganggap kedua puluh kepada pemuka adat atau tokoh masyarakat orang pilihannya tersebut sudah terbunuh dan biasa dikenal dalam masyarakat oleh musuh karena tidak ada kabar berita, dengan Kepalo nan Duo Puluh (Kepala maka mereka pun memutuskan untuk Yang Dua Puluh atau Dua Puluh Kepala) meninggalkan daerah tersebut dengan yang merupakan kombinasi dari ke-19 cara yang misterius serta tidak diketahui orang pilihan dari Koto Rayo yang masih bagaimana cara dan kemanakah mereka hidup tersebut dan ditambahkan dengan mengungsi. Ada pendapat yang mengatakan seperangkat perlengkapan obat-obatan bahwa mereka memang hilang begitu saja tradisonal berupa sirih, kapur dan lain secara misterius, tetapi ada pula yang berkata sebagainya sehingga mencapai dua puluh bahwa mereka mengungsi ke wilayah seperti jumlah orang pilihan yang dikirim ke lainnya jauh ke dalam, atau ke tempat yang muara sungai dan terlibat peperangan itu. bernama Muaro Teleh. Para ‘pengungsi’ Di masa-masa kolonial Belanda yang berasal dari Koto Rayo ini menurut dan Jepang serta hingga beberapa tahun versi cerita yang kedua merupakan asal belakangan ini, terdapat banyak cerita yang muasal orang-orang Ulak Makam yang kini menyelimuti kemisteriusan Koto Rayo. Di menempati sebuah desa yang bertetangga antaranya, adanya beberapa gadis yang dengan Rantau Limau Manis di sebelah sebenarnya bersama-sama dengan manusia barat. Sementara itu di sisi lainnya, setelah lainnya mendayung sampan (biduk dalam melarikan diri dari peperangan di muara bahasa setempat) dari hilir menuju hulu sungai, maka kesembilan belas orang yang sungai, tetapi ketika sampai di Koto Rayo tersisa tersebut memutuskan kembali ke Koto langsung menghilang secara misterius. Rayo dan mendapati daerah tersebut sudah Kawasan ini di masa lalu juga dijadikan tidak berpenghuni lagi. Akhirnya mereka beberapa oknum masyarakat untuk mencari memutuskan untuk terus melanjutkan pesugihan atau meminta kekayaan secara perjalanan lebih ke pedalaman menuju hulu gaib dan beragam permintaan lainnya. Hal sungai dan menetap di tempat yang kini ini terutama dilakukan terhadap kuburan dikenal dengan Rantau Panjang yang menjadi yang dianggap keramat oleh masyarakat ibukota Kecamatan Tabir. Penentuan tempat setempat. Di samping itu, beberapa orang tinggal mereka tidak dilakukan sembarangan diberitakan hilang atau tersesat di kawasan tetapi berdasarkan kesamaan lokasi dengan ini dan tidak pernah dapat ditemukan karena tempat mereka sebelumnya. Penamaan bermaksud jahat serta lain sebagainya. ‘Rantau Panjang’ dengan daerah hunian baru Kontekstualisasi ‘Koto Rayo’, mereka dilakukan untuk mengelabui musuh upaya mempertemukan cerita rakyat yang hendak mencari mereka karena nama dengan catatan sejarah. Beragam cerita ini sebelumnya dipakai untuk menyebut rakyat tersebut tidak jarang mengandung kawasan yang ada di Koto Rayo. sejarah yang bertautan dengan kejadian Seiring dengan perjalanan waktu, sesungguhnya yang pernah ada di masa maka lambat laun pemukiman masyarakat itu. Akan tetapi karena fungsi utamanya semakin menyebar ke hilir di sepanjang sebagai pengetahuan lokal yang dibangun tepi Sungai Tabir hingga ke tepi Koto Rayo atas model pemikiran yang berkembang di daerah asal mereka dahulu. Cerita mengenai masa itu, maka ‘sejarah’ yang mengemuka ke-20 orang pilihan yang berasal dari Koto adalah cerita yang disertai aroma mistis, Rayo saat ini masih melekat dalam adat gaib dan penambahan di sana sini seperti istiadat masyarakat yang ada di sepanjang yang ada pada Koto Rayo ini. Hal ini jika

60 Pahrudin / Komunitas 4 (1) (2012) : 56-64 mendasarkan pada pendapat Comte (1798- 644/645 Masehi atau Kerajaan Sriwijaya 1857), seorang ilmuan sosial terkemuka pada tahun 670 Masehi (Muljana, 2008). asal Prancis yang juga dianggap sebagai Berdasarkan catatan sejarah yang penemu fisika sosial yang pada tahun 1839 mengiringi beragam kekuatan yang diganti menjadi sosiologi. Menurut Comte, pernah ada di wilayah Jambi, hampir perkembangan pemikiran manusia terbagi seluruh kekuatan yang ada dalam setiap atau melalui tiga tahapan (fase), yaitu: teologi masanya selalu menempatkan wilayah ini atau fiktif; metafisik atau abstrak; dan ilmiah sebagai prioritas untuk dijadikan daerah atau positif. Pada fase teologi, pemikiran kekuasaannya. Hal ini dapat dimengerti manusia menganggap bahwa semua gejala karena posisi wilayah Jambi yang strategis, dihasilkan oleh tindakan langsung dari hal- terutama dari aspek aksesibilitas pelayaran hal yang supernatural dan berlangsung pada untuk transportasi dan perdagangan era sebelum 1300. Sedangkan fase kedua yang menjadikan sungai sebagai sarana (metafisik) berlangsung pada era 1300-1800 utamanya. Meskipun sama-sama memiliki yang ditandai dengan pemikiran manusia sumberdaya (resource) sungai, baik yang yang menganggap bahwa semua gejala besar maupun yang kecil, namun posisi bukan berasal dari hal-hal yang supernatural Jambi lebih strategis dibandingkan wilayah- seperti pada tahapan pertama, tetapi berasal wilayah lainnya di Sumatra. Kenyataan ini dari kekuatan-kekuatan abstrak. Terakhir, dimungkinkan karena posisi Jambi yang fase ilmiah yang berlangsung sejak era 1800 langsung berhadapan dengan laut lepas dan yang ditandai dengan model pemikiran dekat dengan jalur utama perdagangan saat manusia yang berlandaskan pada penalaran itu, bahkan hingga saat ini, Selat Malaka. Ini dan pengamatan yang kelak memunculkan pula yang membuat Prof. Slamet Muljana pengetahuan ilmiah. Berdasarkan hal ini, dan beberapa ilmuan lainnya lebih cenderung maka bisa jadi munculnya beragam cerita berkesimpulan bahwa Jambi adalah pusat rakyat seperti Koto Rayo ini terjadi pada Kerajaan Sriwijaya dibandingkan Palembang kedua fase yang disebutkan oleh Comte yang ‘diakui’ secara resmi hingga saat ini. di atas ( Ritzer & Goodman, 2004: 16-20, Oleh karena itu, beragam kekuatan yang Johnson, 1988: 84-86, Jary, 1991: 107-109, membentuk kerajaan muncul di wilayah Abercrombie, 2006: 104). Jambi, dimana catatan sejarah memulainya Berdasarkan penulusuran terhadap dengan adanya Koying, Tupo dan Kantoli beberapa sumber yang mengetengahkan dalam periode Melayu Kuno di abad ke-3 sejarah mengenai Jambi di masa lalu ternyata sampai abad ke-5 Masehi. berkaitan dengan cerita masyarakat mengenai Wilayah tersebut posisi strategisnya Koto Rayo, ditambah lagi dengan adanya berada di atas, sehingga beragam kekuatan sisa-sisa bangunan yang mungkin adalah tentu bersaing untuk dapat menjadi candi berupa batu bata merah. Sebagaimana penguasa wilayah ini. Tentunya tidak disebutkan sebelumnya bahwa di Koto Rayo jarang persaingan-persaingan tersebut berdiri sebuah pemukiman atau kerajaan menimbulkan peperangan dan satu kekuatan kecil yang menguasai daerah sekitarnya di yang kalah akan digantikan oleh kekuatan saat wilayah Jambi pada umumnya saat itu lainnya yang berhasil memenangkan tengah dalam keadaan kacau. Cerita rakyat peperangan tersebut. Kerajaan Koying yang mengiringi perjalanan Koto Rayo dikalahkan oleh dominasi Kerajaan Tupo di memang tidak menyebutkan tahunnya, akan abad ke-3 Masehi dan berhasil menguasai tetapi berdasarkan keterangan kondisi saat Jambi selama sekitar dua ratus tahun sampai itu yang tengah kacau dan pengiriman 19 kemudian dikalahkan oleh kekuatan baru di orang terpilih untuk memantau kondisi di wilayah tersebut, Kerajaan Kantoli. Ternyata muara sungai, maka dapat dikatakan bahwa Kantoli juga tidak lama berkuasa di Jambi saat itu adalah masa Kerajaan Melayu Kuno karena kemudian muncul kekuatan lainnya pada abad ke-3 sampai abad ke-5 Masehi, yang juga ingin menguasai wilayah ini, yaitu atau Kerajaan Melayu Jambi pada tahun Kerajaan Melayu Jambi pada abad ke-6

61 Pahrudin / Komunitas 4 (1) (2012) : 56-64

Masehi. Seperti halnya Kantoli yang harus para pelarian atau sisa-sisa kekuatan dari menyerah pada lawannya, Melayu Jambi Kerajaan Melayu Jambi yang ditaklukkan juga harus mengakui kekuatan berikutnya Kerajaan Sriwijaya pada abad ke-6 Masehi. yang tak kalah dahsyatnya, Kerajaan Sementara batu-batu bata merah yang Sriwijaya di abad yang sama dalam kisaran diyakini merupakan bekas bangunan candi 70 tahun saja. sudah ada sebelum terjadinya peristiwa Beragam persaingan yang berakibat pelarian tersebut karena wilayah ini termasuk pada peperangan dan berujung pada daerah kekuasaan kerajaan-kerajaan yang pergantian kekuasaan tentu tidak menumpas pernah menguasai Jambi, termasuk Kerajaan habis kekuatan yang ada sebelumnya. Ada Melayu Jambi. Bagaimana dengan ke-20 sisa kekuatan dalam skala kecil yang lebih orang yang dikirim ke muara sungai tersebut? memilih menyingkir atau melarikan diri atau Karena ketiadaan informasi mengenai asal menjauh dan mencoba membangun kekuatan usul mereka, maka ada beberapa asumsi di wilayah-wilayah terpencil yang biasanya di yang mungkin dapat menjawabnya. Ke- pedalaman yang sulit dijangkau musuh. Hal 20 orang Koto Rayo tersebut bisa jadi seperti inilah yang mungkin terjadi dengan adalah para perwira kerajaan di Jambi yang Koto Rayo, yaitu sisa-sisa kekuatan yang melarikan ke Koto Rayo dan menjadi tulang dikalahkan oleh musuhnya dan melarikan punggung utama Koto Rayo. Atau, bisa juga diri serta membangun kekuatan di pedalaman mereka adalah orang-orang asli Koto Rayo Jambi. Fenomena ini misalnya mengemuka yang dikombinasikan dengan para perwira dengan pengiriman 20 orang terpilih dari pelarian dari kerajaan di Jambi. Koto Rayo untuk memantau keadaan atau Fakta lainnya yang semakin kondisi di muara Sungai Tabir atau di hulu menguatkan asumsi penulis bahwa orang- dari Sungai Batanghari yang langsung orang Koto Rayo adalah pelarian kerajaan menuju Jambi sebagai pusat kekuasaan di Jambi adalah pemilihan posisi dan kerajaan. Ditambahkan lagi dengan cerita letak situs ini yang strategis. Dari aspek menghilangnya para penghuni Koto Rayo pertahanan militer yang mungkin ada saat setelah menganggap ke-20 orang yang diutus itu, posisi Koto Rayo sangat menguntungkan untuk memantau keadaan tersebut sudah untuk memantau keadaan sekitarnya dari meninggal dunia atau terbunuh oleh musuh. kemungkinan serangan musuh. Terletak Meskipun demikian, karena ketiadaan di atas sebuah bukit yang agak bertingkat, petunjuk tahun yang menyebutkan kapan berada persis di tikungan dari aliran Sungai peristiwa tersebut terjadi, maka yang Tabir yang membentuk huruf L (letter L) terjadi adalah memperbandingkan sisa-sisa dan dari posisinya ini orang-orang Koto peninggalan mereka dengan yang ada di Rayo dapat memandang lurus ke arah timur tempat lainnya. sepanjang aliran sungai sejauh sekitar satu Batu-batu bata merah yang banyak kilometer. Jika ada armada militer musuh berserakan di bekas pemukiman Koto Rayo yang menggunakan kapal dan perahu mungkin dapat memberi petunjuk kapan dari arah timur (Jambi) maka akan segera persisnya situs ini berlangsung. Sebagaimana dapat diketahui oleh orang-orang yang disebutkan sebelumnya bahwa menurut ada di Koto Rayo. Dengan mengetahui pengamatan sepintas penulis terdapat keberadaan musuh sedini mungkin, maka persamaan antara batu bata merah Koto persiapan-persiapan menghadapi serbuan Rayo dengan batu merah untuk membangun akan dapat dilakukan seefektif mungkin. Candi Muaro Jambi. Berarti, berdasarkan Bandingkan misalnya jika lokasi Koto Rayo hal ini maka dapat disimpulkan bahwa ada berada di balik tikungan sungai, meskipun kedekatan sejarah antara Koto Rayo dengan keberadaannya terlindung dari pandangan Candi Muaro Jambi. Jika demikian, maka tetapi tidak dapat segera mengetahui posisi dapat dikatakan situs Koto Rayo hampir musuh. satu masa dengan Candi Muaro Jambi dan Koto Rayo dan Kearifan Lokal. Cerita orang-orang Koto Rayo mungkin adalah rakyat, bagi beberapa pihak, yang banyak

62 Pahrudin / Komunitas 4 (1) (2012) : 56-64 terdapat dalam masyarakat adalah dongeng lokal yang dimiliki oleh masyarakat yang ada yang diwariskan secara turun temurun di daerah tersebut. Nilai-nilai budaya yang dan disampaikan secara lisan tanpa dapat diwariskan oleh para pendahulu mereka dibuktikan secara ilmiah. Misalnya, cerita yang diharapkan dapat diwariskan kepada tentang terbentuknya Danau Toba, cerita generasi-generasi mendatang. Nilai-nilai dibalik terpisahnya Pulau Sumatra dan budaya yang berkaitan dengan pelestarian Pulau Jawa yang kini dikenal dengan Selat lingkungan hidup, khususnya sumberdaya Sunda dan beragam cerita rakyat yang alam (nature resources). mengungkapkan kejadian-kejadian dibalik Sebagaimana diketahui bahwa hutan terjadinya sesuatu. Namun demikian, dan sungai menjadi sumberdaya utama yang jika mencermati di balik beragam cerita ada di daerah ini, dan Jambi pada umumnya. tersebut maka akan didapatkan pelajaran Kedua sumberdaya alam ini menjadi bagian hidup yang sebenarnya sangat berarti integral dalam kehidupan masyarakat karena bagi generasi berikutnya. Cerita-cerita sungai dan hutan sangat berkaitan erat tersebut sesungguhnya, seringkali, hendak dengan orang-orang yang ada di wilayah ini. mengingatkan manusia akan sebuah Sungai menjadi transportasi utama, sebelum pelajaran berarti terhadap sesuatu, baik sarana transportasi darat berkembang pesat dalam hubungan manusia dengan alam seperti saat ini, untuk mobilitas masyarakat maupun antara sesamanya, yang kemudian dari satu tempat ke tempat lainnya. Di mewujud dalam ilmu pengetahuan modern samping itu, sungai juga menyimpan dengan kearifan lokal (local knowledge), yaitu resources lainnya yang tak kalah pentingnya pengetahuan kebudayaan yang dimiliki bagi kehidupan masyarakat, yaitu ikan, oleh masyarakat tertentu yang mencakup pasir dan batu. Sungai juga menjadi tempat di dalamnya sejumlah pengetahuan masyarakat melakukan aktivitas sehari-hari kebudayaan yang berkaitan dengan model- seperti mencuci, kakus dan mandi, sebelum model pemanfaatan dan pengelolaan di rumah-rumah mereka memiliki sarana- sumberdaya alam secara lestari (Zakaria, sarana tersebut seperti saat ini. Begitu juga 1994: 56; Rochgiyanti 2011). halnya dengan hutan yang menjadi tempat Cerita Koto Rayo mengisahkan suatu masyarakat mencari kayu untuk keperluan tempat yang dulu pernah didiami oleh orang- membuat rumah dan lain sebagainya, orang yang ‘mungkin’ diidentifikasikan mencari damar untuk penerangan saat sebagai para pelarian dari kerajaan di Jambi listrik belum ada seperti saat ini dan berburu yang ditaklukkan oleh para musuhnya. beragam jenis binatang untuk keperluan Mereka menempati sebuah kawasan yang sehari-hari masyarakat. terletak di atas sebuah bukit pinggiran sungai Berangkat dari hal di atas, cerita yang di dalamnya kini ditemukan batu Koto Rayo dapat dipahami sebagai cerita bata merah yang berserakan dan beberapa mengenai pelestarian sumberdaya alam kubur tua. Banyak cerita misterius dan yang diperlukan dan menjadi bagian supranatural seputar situs purbakala ini, integral kehidupan masyarakat. Agar seperti menghilangnya para penghuninya menjadi efektif, maka dimunculkanlah secara tidak diketahui; tersesatnya beberapa beragam cerita mistis agar orang-orang tidak orang dalam kawasan ini; penampakan sembarangan memasuki apalagi melakukan beberapa gadis secara misterius; pohon- aktivitas perusakan. Areal Koto Rayo yang pohon di dalamnya yang tidak dapat sebenarnya berupa hutan yang cukup lebat ditebangi oleh peralatan modern dan lain dimaksudkan untuk menjaga kelestarian sebagainya. Itulah cerita yang berkembang hutan dan sungai yang ada di dalamnya. dalam masyarakat mengenai lokasi yang Meskipun demikian, seiring dengan kian dikatakan sebagai tempat asal orang-orang lemahnya kesadaran budaya dan lingkungan yang ada di wilayah tersebut. serta intensitas perekonomian yang kian maju Dari aspek kajian budaya, cerita Koto pesat, maka lambat laut areal ‘larangan’ Koto Rayo dapat dikategorikan sebagai kearifan Rayo kian menyusut. Jika dahulu wilayah

63 Pahrudin / Komunitas 4 (1) (2012) : 56-64

‘misterius’ ini mencakup daerah yang luas, pertanian utamanya, dengan mencakul sekitar puluhan hektare, tetapi kini hanya tanah seringkali masyarakat menemukan tersisa hanya kurang dari satu hektare saja. beragam peninggalan sejarah. Hal ini Sebagian besar wilayahnya telah berubah misalnya banyak terjadi di Kediri, Trowulan wujud menjadi perkebunan karet dan kelapa Mojokerto, Yogyakarta dan lainnya sawit masyarakat sekitar. Saat ini lokasi yang sebagainya. Di samping itu, tenaga ahli ‘disisakan’ praktis hanya di tempat yang arkeologi, antropologi dan ilmu-ilmu yang dikatakan sebagai pusat Koto Rayo, yaitu berkaitan dengan kepurbakalaan juga masih areal kuburan, tempat banyak batu bata minim di Jambi, terutama yang berasal berserakan dan tepi sungai. Sungguh ironis, dari masayarakat setempat. Masyarakat kesadaran budaya dan lingkungan yang sepertinya lebih cenderung mengarahkan lemah harus berhadapan dengan ekspansi anak-anaknya untuk menempuh pendidikan ekonomi yang terus menggurita. yang dianggap lebih prospektif bagi masa depannya, seperti ekonomi dan kedokteran. SIMPULAN Implikasinya adalah minimnya aktivitas pengungkapan sejarah masa lampau akibat Secara umum, keberadaan Koto Rayo kurangnya penemuan-penemuan benda- dalam sejarah Jambi di masa lalu memang benda bersejarah. masih misterius. Akan tetapi, terdapat beberapa hal yang berkaitan dan bertautan DAFTAR PUSTAKA dengan catatan sejarah yang pernah ditulis mengenai wilayah ini. Hal ini terutama Abercrombie, N. dkk. 2006. Kamus Sosiologi. menyangkut kondisi yang ada di masa Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Agustrisno. 2004. Praktik-praktik Tradisional dan itu yang memiliki kesamaan dan sisa-sisa Konservasi. Jurnal Pemberdayaan Komunitas. 3 peninggalan mereka berupa batu-batu bata (1): 25-45. yang kemungkinan besar adalah bangunan Ibrahim, W. dan Nandang. 2011. Arsitektur Tradisional candi. Lebih dari itu masih sangat misterius, Kenali Salah Satu Kearifan Tradisional semisterius beragam cerita yang mengiringi Lampung. Jurnal Rekayasa. 15 (1). Jary, D. & Julia J. 1991. Collins Dictionary of Sociology. perjalanan Koto Rayo yang berkembang dan Glasgow: HarperCollins Publishers. beredar di tengah masyarakat. Bagaimana Johnson, D. P. 1988. Teori Sosiologi Klasik dan Modern. pun juga, Jambi menyimpan beragam Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. sejarah masa lampau yang sangat banyak Locher-Scholten, E.B. 2002. “Berdirinya Kekuasaan Kolonial di Jambi: Partai Ganda Politik dan karena menjadi pusat kekuasaan beragam Ekonomi” dalam J. Thomas Lindblad (ed.), kekuatan di masa lalu. Sebagian besar bukti Fondasi Historis Ekonomi Indonesia. Yogyakarta: sejarah tersebut, saya yakin, masih terkubur Pusat Studi Asia Tenggara Universitas Gadjah di tanah yang kini menjadi areal berjuta-juta Mada-Pustaka Pelajar. Muljana, S. 2008. Sriwijaya. Yogyakarta: LKiS. hektar perkebunan karet dan kelapa sawit. Pattiselanno, F. dan Mentansan, G. 2010. Kearifan Sistem pertanian di Jambi, dan Tradisional Suku Maybrat dalam Perburuan Sumatra umumnya, memang sedikit banyak Satwa Sebagai Penunjang Pelestarian Satwa. turut andil dalam menyebabkan minimnya Makara, Sosial Humaniora. 14 (2): 85-100. penemuan benda-benda sejarah masa Ritzer, G. & Douglas J.G. 2004. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Kencana. lampau wilayah ini. Jambi yang mengenal Rochgiyanti. 2011. Fungsi Sungai Bagi Masyarakat Di sistem pertanian tanaman keras berupa Tepian Sungai Kuin Kota Banjarmasin. Jurnal ladang yang menanam karet dan kelapa Komunitas. 3 (1): 51-61. wasit tentu sangat susah menemukan benda- Zakaria, Y.R. 1994. Hutan dan Kesejahteraan Masyarakat. Jakarta: Penerbit Walhi. benda sejarah yang umumnya terkubur di www.wikipediaindonesia.com/kerajaan-melayu- dalam tanah. Bandingkan dengan Jawa jambi. Akses tanggal 5 Maret 2011. yang menggunakan sawah sebagai model

64