Potensi Sejarah Dan Purbakala Das Batanghari
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
Analisis Sejarah Vol.9 No. 1, 2020 Labor Sejarah Unand Potensi Sejarah dan Purbakala Das Batanghari Witrianto Staf pengajar Program Studi Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas Padang Abstract Batang Hari River Basin is an area bounded by topography and blunt receiving rain water, sediment and nutrients, and running it through its tributaries. Batanghari DAS consists of three parts, namely the upstream, midstream and downstream, located in West Sumatra and Jambi province, each of which has different physical characteristics. In the upper region is located at an altitude 500- 1000 meters above sea level with rainfall 3000 mm / yr and the geology is dominated Bukit Barisan mountains that are volcanic quarter. Culture that flourished in the upper reaches of the culture, especially in the Minangkabau of West Sumatra Province, located in Solok District, South Solok, and Dharmasraya, while the center is a cultural area with a mixture of Malay Minangkabau Jambi is located in the district of Bungo and Tebo, the downstream Malay culture is an area located in the city of Jambi Jambi, District Batanghari, Muarojambi, Tanjungjabung East. Along the Batang Hari River flows are historical relics from the small kingdoms and large, like a Malay kingdom, Dharmasraya, Siguntur, Alam Surambi Sungaipagu, Pulaupunjung, and others. Keywords: Watershed, culture, historical PENDAHULUAN Daerah Aliran Sungai (DAS) secara umum didefinisikan sebagai suatu hamparan wilayah/kawasan yang dibatasi pembatas topografi (punggungan bukit) yang menerima, mengumpulkan air hujan, sedimen, dan unsur hara serta mengalirkan melalui anak-anak sungai dan keluar pada satu titik (outlet). Selanjutnya Departemen Kehutanan (2001) memberikan pengertian bahwa Daerah Aliran Sungai adalah suatu daerah tertentu yang bentuk dan sifat alamnya sedemikian rupa, sehingga merupakan kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya yang melalui daerah tersebut dalam fungsinya untuk menampung air yang berasal dari curah hujan dan smber air lainnya, dan kemudian mengalirkan melalui sungai utamanya (single outlet). Suatu DAS dipisahkan dari wilayah lain disekitarnya (DAS-DAS) oleh pemisah dan topografi, seperti punggug perbukitan dan pegunungan. Daerah Aliran Sungai Batanghari merupakan kawasan yang dibatasi oleh topografi yang menerima dan menumpulkan air hujan, sedimentasi dan unsur hara dan mengalirkannya melalui anak-anak sungainya. DAS Batanghari terdiri dari tiga bagian yaitu hulu, tengah dan hilir yang masing-masing mempunyai ciri fisik yang berbeda. Pada bagian hulu terletak pada wilayah ketinggian 500 – 1.000 mdpl dengan curah hujan 3.000 mm/th dan geologinya didominasi pegunungan Bukit Barisan yang bersifat vulkan kuarter. Dari hulu sampai hilir matapencaharian masyarakat pada DAS Batanghari didominasi sektor pertanian Analisis Sejarah, Vol.9 No. 1, 2020 32 untuk menunjang perekonomian dan merupakan penyumbang terbesar pembangunan dalam PDRB daerah. DAS Batanghari mempunyai luas daerah tangkapan air (catchment area) ± 4,5 juta hektar, dan merupakan DAS terbesar kedua di Indonesia (Departemen Kehutanan, 2002). Secara administrasi pemerintahan, sebagian besar DAS Batanghari berada di wilayah Provinsi Jambi (bagian hulu, tengah dan hilir DAS), sisanya berada di wilayah Provinsi Sumatera Barat (hulu DAS). Keberadaan DAS ini ditunjang pula dengan adanya faktor fisik berupa geologi, morfologi, litologi jenis tanah dan faktor sosial ekonomi. Sungai Batanghari merupakan sungai terpanjang di Sumatera yang memiliki panjang 800 km. Di samping digunakan sebagai tempat mandi, mencuci, dan irigasi pertanian bagi penduduk yang bertempat tinggal di sepanjang tepiannya, sungai ini juga dipergunakan sebagai sarana transportasi yang menghubungkan berbagai kota dan desa yang ada di Provinsi Jambi dan Sumatera Barat. Sungai Batanghari berhulu di Jorong Batanghari Nagari Alahanpanjang Kecamatan Lembahgumanti Kabupaten Solok. Dari Kabupaten Solok, sungai ini kemudian terus mengalir ke Kabupaten Solok Selatan, Kabupaten Dharmasraya, Kabupaten Bungo, Kabupaten Tebo, Kabupaten Batanghari, Kota Jambi, Kabupaten Muaro Jambi, kabupaten Tanjung Jabung Timur sampai akhirnya bermuara di perairan Timur Sumatera dekat Muara Sabak. Daerah Aliran Sungai (DAS) Batanghari secara geografis terletak pada posisi 0˚43’ - 0˚46’ Lintang Selatan dan 100˚45’ - 104˚25’ Bujur Timir. Secara topografis DAS Batanghari dibatasi oleh Bukit Barisan di sebelah barat dengan puncak Gunung Kerinci, Gunung Tujuh, Gunung Pantai Cermin, Gunung Mesjid, Gunung Terasik, Gunung Raja, dan Gunung Kunyit. Sedang di sebelah selatan berbatasan dengan puncak puncak gunung dari Gunung Tengah Leras, Gunung Pandan Bongsu, dan Gunung Kayu Aro. Selanjutnya di sebelah utara berbatasan dengan puncak-puncak gunung dari Gunung Tigajerai dan Gunung Rinting, dan sebelah timur berbatasan dengan Selat Berhala (Departemen Kehutanan 1993). Sedangkan secara administratif, DAS Batanghari berbatasan dengan Provinsi Riau di bagian utara, pada bagian barat berbatasan dengan Provinsi Sumatera Barat dan Bengkulu, sedang di bagian selatan berbatasan dengan Provinsi Sumatera Selatan, sementara di bagian timur berbatasan dengan Selat Berhala. Daerah Aliran Sungai (DAS) Batanghari merupakan DAS terbesar kedua di Indonesia, mencakup luas areal tangkapan (catchment area) ± 4,5 juta Ha (Departemen Kehutanan, 2002), dan meliputi sebagian besar wilayah Provinsi Jambi dan sebagian Provinsi Sumatera Barat. anjang Sungai Batanghari ± 775 Km berhulu di Pegunungan Bukit Barisan dan bermuara di Selat Berhala. Sungai- sungai besar yang merupakan anak Sungai Batanghari adalah Batang Asai, Batang Tembesi, Batang Merangin, Batang Tabir, Batang Tebo, Batang Bungo, dan Batang Suliti. DAS Batanghari mempunyai topografi yang bervariasi dari dataran rendah sampai pegunungan. Daerah dataran rendah umumnya berada di bagian tengah dan hilir DAS, sementara daerah pegunungan berada di daerah hulu yang juga merupakan bagian dari rangkaian pegunungan Bukit Barisan dan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS). Elevasi berkisar dari 200 m dpl sampai dengan > 3000 dpl. Puncak-puncak gunung yang tinggi yang terdapat di kawasan DAS Batanghari seperti Gunung Kerinci (3.805 m), Gunung Tujuh (2.604 m) Gunung Baleng (2.560 m), Gunung Ratam (2.566 m), Gunung Pantai Cermin (2.690 m), Analisis Sejarah, Vol.9 No. 1, 2020 33 Gunung Terembung (2.577 m), dan Gunung Raya (2.543 m), (Departemen Kehutanan, 2002). Kawasan DAS Batanghari semenjak ribuan tahun lalu telah menjadi sarana transportasi dan denyut kehidupan manusia masa lampau. Khususnya pada abad VII sampai dengan abad ke-14yang berdasarkan bukti peninggalan sejarah merupakan masa keemasan kerajaan-kerajaan Hindu Buddha. Di Kabupaten Dharmasraya sendiri pada periode tersebut berdasarkan bukti sejarah yang ada telah berdiri Kerajaan Melayu Dharmasraya yang dipimpin oleh Adityawarman dengan pusat pemerintahan di Dharmasraya. Kawasan kepurbakalaan di DAS Batanghari, khususnya di Kabupaten Dharmasraya tersebar dari mulai arah hulu sungai Batanghari di daerah Rambahan (Lubukbulang Kecamatan Pulaupunjung., Siguntur (Kecamatan Sitiung), Sungai Lansek (Kecamatan Sitiung, sampai ke Padanglaweh (Kecamatan Kotobaru). Perjalanan panjang sejarah Dharmasraya dan jambi tidak bisa dilepaskan dari peranan Sungai Batanghari. Sungai Batanghari memainkan peranan penting sebagai sarana yang menghubungkan daerah hulu sebagai penghasil emas dan komoditas pertanian dengan daerah hilir yang berfungsi sebagai pelabuhan pada masa Kerajaan Melayu. II. KERAJAAN MELAYU Nama Melayu sudah dikenal pada abad ke-7 yang diketahui dari Kitab Sejarah Dinasti Tang di Cina yang menyebutkan bahwa pada tahun 644-645 datang utusan dari Mo-le-yeu di Cina. Kata Mo-le-yeu diidentifikasikan dengan Melayu yang letaknya di Pantai Timur Sumatera dengan pusatnya di Tepi Sungai Batanghari (Marjoned, 1993). Selain itu, dari Berita Arab, pada masa pemerintahan Muawiyah (661-681) dari Dinasti Umayyah, menyebutkan bahwa bandar lada terbesar di Sumatera terletak di Zabag Sribusa, yang diidentifikasikan sebagai Muara Sabak, sebuah kota pesisir yang terletak di muara Sungai Batanghari (Sulaiman, 1979). Berita lainnya didapatkan dari kisah perjalanan seorang filosof Cina bernama I-Tsing (671) yang dalam perjalannya dari Kanton ke India, pernah singgah di She-li-fo-she, yang diidentifikasi sebagai Sriwijaya selama enam bulan untuk belajar bahasa Sansekerta dan agama Buddha. Tahun 1672 ia berlayar dari Sriwijaya ke India dengan menggunakan kapal milik raja dan singgah selama dua bulan di Mo-le-yeu (Sartono, 1992). Hal ini menunjukkan bahwa pada masa ini sudah ada Kerajaan Melayu. Berita ini juga senada dengan Prasasti Kedukan Bukit yang berangka tahun 682 M. Prasasti ini berbahasa Melayu Kuno dengan menggunakan Huruf Palawa yang mengatakan berita yang berisi: “Dapunta Hyang berangkat dari Minanga membawa tentara sebanyak dua laksa dan 200 peti perbekalan dengan perahu, serta 1.312 orang tentara yang berjalan di darat (Noor, 2007). Krom dan Poerbatjaraka mencoba menjelaskan bahwa tentara yang disebut dalam Prasasti Kedukan Bukit berasal dari Minanga yang diidentifikasi sebagai Minangkabau, sebelum sampai ke Palembang lebih dahulu datang ke melayu yang terletak di tepi Sungai Batanghari. Apabila pendapat ini benar, berarti ada seorang pembesar Minangkabau yang pergi berperang, berhenti lebih dahulu di Melayu, kemudian melanjutkan perjalanannya menuju Palembang dengan mendapat kemenangan lalu membuat kota di daerah itu yang diberi nama Sriwijaya. Analisis Sejarah, Vol.9 No. 1, 2020 34 Kisah perjalanan I-Tsing