Dr. Sirojuddin Aly, MA
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
Dr. Sirojuddin Aly, MA. REVIT ALISASI IDEOLOGI NASIONAL DALAM BERBANGSADANBERNEGARA Pengantar Dr. Hidayat Nur Wahid, MA Wakil Ketua MPR RI (2014-2019) Ketua MPR RI (2004-2009) •........ ~ «Me> Jakarta 2016 Katalog Dalam Terbitan (KDT) Dr. Sirojuddin Aly, MA. Revitalisasi Ideologi Nasional Dalam Berbangsa dan Bemegara xiv, 302 hlm.: 16 x 23 em 1SBN: 978-602-19291-5-5 Revitalisasi Ideologi N asional Dalam Berbangsa dan Bernegara Penulis: Dr. Sirojuddin Aly, MA. Pengantar: Dr. Hidayat Nur Wahid, MA Editor: Nawiruddin Layout: Tim Mazhab Ciputat Jakarta Diterbitkan oleh: Mazhab Ciputat Jakarta Dicetak oleh: CV. Sejahtera Kita 11. HOS Cokroaminoto No. 102 Ciledug - Tangerang Telp. (021) 73452483 11 Kata Pengantar Dr. Hidayat Nur Wahid, MAl Tidak ada satu pun negara besar di dunia ini kecuali ia memiliki perangkat rujukan ide, gagasan, landasan filosofis, dan dasar pemikiran dalam merumuskan arah masa depannya. Itulah yang dikenal sebagai ideologi, yang lantas dituangkan ke dalam sebuah visi dan misi serta dijabarkan ke dalam pelbagai kebijakan yang bersifat strategis atau pun operasional. Dalam konteks ke- Indonesiaan, melalui konsensus founding father kita, Pancasila secara eksplisit telah ditetapkan sebagai dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRl). Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan, "Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. " Penting dicatat, menengok ke belakang, perumusan Pancasila sebagai dasar negara tidak lah stagnan dan jumud. Para founding father kita terlibat adu gagasan, ide, dan argumentasi dalam perumusan Pancasila. Hal tersebut lumrah saja. Pasalnya, pokok yang dirumuskan adalah ideologi dasar ( Weltanschauung ) sebuah negara yang mewadahi suku, agama, dan budaya yang sangat beragam. Mereka berupaya mencari titik temu guna menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bahkan, lima sila yang sekarang ini diterima sebagai Pancasila di Indonesia temyata berbeda dengan Pancasila yang dipidatokan Soekamo pada 1 Juni 1945. Pancasila yang dikenal rakyat 1.Waki Ketua MPR RI Periode 2014-2019, Ketua MPR RI Periode 2004-2009 II I Indonesia saat ini adalah Pancasila yang disepakati pada 18 Agustus 1945. Dinamika perja1anan Pancasila tersebut menandakan satu hal penting dalam konteks ke kinian, yaitu Pancasila sejatinya harus inklusif untuk terus didialogkan dan ditafsirkan secara bersama-sama, kemudian disepakati secara bersama pula. Maka, menjadikan Pancasila sebagai asas tunggal seperti yang dilakukan rezim Orde Baru bukanlah langkah yang benar. Alasannya; Pertama, langkah tersebut melawan sejarah dan menyalahi pemikiran yang dikembangkan para founding father kita yang secara terbuka melakukan dialog dalam perumusan Pancasila meski kerap kali diwamai silang pendapat dan ketegangan. Dalam kaitan ini, pada tahun 1952 ada sekelompok anak muda yang mendeklarasikan organisasi yang disebutnya memiliki Azaz Tunggal Pancasila. Namun oleh Bung Kamo deklarasi itu temyata dilarang. Kedua, asas tunggal bertentangan dengan nilai-nilai luhur Pancasila itu sendiri yang mengcdepankan konsep musyawarah, bukan pemaksaan kehendak. Musyawarah mengharuskan adanya dialog terbuka tanpa ada tekanan apapun. Selain itu, musyawarah merupakan mekanisme terbaik untuk menggali ide dan gagasan berbagai elemen untuk menemukan titik temu. Sebaliknya, pemaksaan kehendak secara sepihak hanya menimbun api dalam sekam. Puncaknya, amarah rakyat Indonesia membuncah saat krisis multi dimensional menghantam pada tahun 1998 yang lantas disusul tumbangnya rezim Orba.Tentu saja, tidak ada yang salah dengan Pancasila. Yang keliru adalah cara rezim Orba memperlakukan Pancasila atau lebih tepatnya memanfaatkan Pancasila untuk memenuhi ambisi berkuasa. Ketiga, asas tunggal mematikan kreatifitas dan inovasi berfikir anak bangs a dalam menghadapi berbagai tantangan masa depan yang kian kompleks dan sangat dinamis, termasuk tantangan-tantangan global yang inter dependent dan inter connected. Dewasa ini sebuah negara tidak dapat memandang sebuah masalah dari local perspective, tapi harus regional dan global perspective. Berfikir global saat ini merupakan tuntutan zaman. Revo1usi tekno1ogi dan informatika memaksa kita untuk semakin kreatif dan inovatif da1am berfikir dan bertindak. Hampir dapat dikatakan saat ini antar negara menjadi borderless. Nilai dan kultur yang hidup dan berkembang di belahan bumi manapun dapat secara cepat menyebar dan mewabah ke belahan bumi lain. Dalam kaitan ini Pancasila sebagai ideologi menghadapi IV tantangan yang tak mudah, terutarna ideologi-ideologi yang secara mendasar bertolak belakang dengan Pancasila seperti komunisme, liberalisme, sekularisme, ateisme dan lainnya. Pancasila semakin rentan tergusur dan termarjinalkan. Walhasil, indoktrinasi Pancasila di era Orde Baru melalui konsep asas tunggal sangat berbahaya dan mengancam eksistensi Pancasila itu sendiri. Hal itu lantaran Pancasila tak ubahnya 'kitab suci' yang tak boleh disentuh. Akibatnya Pancasila menjadi sekadar teks-teks mati tanpa ruh. Padahal sejatinya sebuah ideologi harus menginspirasi sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bemegara. Pancasila sekadar obyek studi tanpa ada upaya untuk mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Dalam kaitan ini, Majelis Permusyawaratan Rakyat Repulik Indonesia (MPR Rl) sejak satu dekade terakhir sampai saat ini secara konsisten melakukan sosialisasi Pancasila sebagai dasar negara. Diharapkan dengan sosialisasi tersebut masyarakat mampu mengintemalisasikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, terutama di era keterbukaan global saat ini yang ditandai derasnya lalu- lintas pelbagai ideologi yang berpotensi menggerus nilai-nilai luhur Pancasila. Ateisme, hedonisme, anarkisme, individualisme, premanisme, dan faham- faham lainnya yang tak sejalan dengan Pancasila semakin mewarnai keseharian bangsa ini. Di sisi lain, pengetahuan dan pemahaman generasi muda atas Pancasila semakin meluntur. Bahkan saat ini tak jarang ditemukan generasi bangsa melafalkan sila-sila Pancasila di luar kepala dengan susah payah dan tergopoh-gopoh. Situasi ini tentu saja sangat mencemaskan. Untuk mengatasi ini, MPR mengemas sosialisasi Pancasila dengan beragam program seperti cerdas cermat, out bound, diskusi dan lainnya. MPR juga menggagas agar pemerintah secara aktif ikut serta dalam sosialisasi Pancasila. Namun dalam sosialisasi itu tidak menerapkan sistem lama seperti BP7 ( Badan Pembinaan Pendidikan , dan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila ) yang doktrinatif. Terbukti cara dokrinatif sekadar menjadi alat pembenaran segelintir orang untuk melanggengkan kekuasaan. Pancasila tidak boleh lagi ditafsirkan secara eksklusif Saat Pancasila eksklusif dan doktrinatif, maka Pancasila dikhawatirkan menjadi momok yang menakutkan dari pada ideologi dasar sebuah negara. Parahnya lagi, atas nama Pancasila, dikhawatirkan juga penguasa melakukan tindakan v refresif atas kelompok-kelompok yang memiliki itikad baik untuk melakukan perbaikan. Sebagai antithesis tindakan refresif tersebut, kelompok-kelompok radikal dan ekstrim tumbuh subur. Maka tak mengherankan jika kemudian ada kelompok yang secara absolute meno lak Pancasila. Padahal, Pancasila merupakan rangkuman nilai- nilai luhur yang dimiliki bangsa Indonesia. Bahkan, sila-sila yang ada dalam Pancasila merupakan rangkaian nilai-nilai luhur yang diakui masyarakat dunia. Artinya, substansi yang dikandung Pancasila merupakan nilai-nilai luhur universaL Dalam konteks inilah kemudian kita sangat mafhum dan respek ketika tokoh-tokoh nasional Islam dulu yang akhirnya secara lapang dada menerima Pancasila sebagai dasar negara. Akhirnya, saya menyambut baik sahabat saya saudara Dr. Sirojuddin Aly, MA. yang telah memberikan kontribusi sangat positif dan konstruktif dalam meneguhkan Pancasila sebagai ideologi dan dasar NKRl. Buku yang ditulis sahabat saya ini berjudul 'Revitalisasi Ideologi Nasional dalam Berbangsa dan Bernegara', yang berupaya mengurai dan menjabarkan sila-sila Pancasila serta revitalisasinya dalam konteks kekinian. Buku ini dinilai sebagai bagian dari upaya mendialogkan kembali dan menafsirkan Pancasila secara terbuka, agar Pancasila secara dinamis dapat terus berkembang dan menginspirasi denyut kehidupan bangsa Indonesia. Pancasila yang tak hanya tertulis di buku-buku pelajaran, tapi juga dirasakan dalam perikehidupan bangsa Indonesia. Jakarta, 5 Januari 2015 Dr. Hidayat N ur Wahid, MA ( Wakil Ketua MPR Rl2014 - 2019) VI KATA PENGANTAR PENULIS Berdasarkan dinamika kehidupan dari waktu ke waktu, rakyat Indonesia harus mampu menciptakan pemerintahan yang baik dan bersih ( good and clean governance), karena dengan pemerintahan yang baik dan bersih, keadilan dengan sendirinya akan wujud, kesejahteraan dan keamanan bagi seluruh rakyat sebagaimana diamanatkan oleh Pembukaan dan Undang-undang Dasar