cerita cerita pilihan 0 HENRY

Diterjemahkan Oleh

Anton WP. Suhartono Yoyok Saputro

Penerbit KATTA, Solo

CERITA CERITA PILIHAN O HENRY

Oleh: O HENRY

Diterjemahkan oleh:

Anton WP., Suhartonp, Yoyok Saputro

Desain sampul: Yudhi Herwibowo

Copyright 2004, pada Penulis

Penerbit KATTA

Jl. Brigjen Katamso 131 Mojosongo, Solo

Cetakan Pertama, Desember 2004

ISBN: 979-99017-2-3

Dicetak oleh Percetakan eL torros,

Jl. Brigjen Katamso 131 Mojosongo, Solo bukuLIAT ... ini harus kalian ketahui ... apa yang kami lakukan sama sekali tidak tendensi kepedulian melestarikan lingkungan. sebenarnya kami suka menyentuh dan membuka kertas buku lembar demi lembar halaman demi halaman, bunyi gesekan kertas dan baunya yg khas melahirkan sebuah sensasi tersendiri ... karena itu kami tidak peduli jika untuk menghasilkan buku harus menebang berpuluh-puluh pohon karena kami percaya pada teori kekekalan energi. tapi kami akan marah jika berpuluh-puluh pohon ditebang hanya untuk membuat tisu atau tusuk gigi. siapa kami ? kami hanya salah satu dari masyarakat pengumpul dan peramu di dunia maya, kami pun bagian dari para cyber-crafter yg mengumpul dan mendaur ulang sampah-sampah informasi menjadi sesuatu yg betul-betul berguna siapa kami ? kami bukanlah bagian dari orang-orang yg mencoba beralih dari era paper menuju era paperless. kami hanyalah orang-orang yg ingin mengakses buku- buku, hanya saja di dunia "yg jauh dari keyboard" tidak jarang kami diperhadapkan pada pilihan makanan atau buku (sesuatu yg tidak seharusnya diperhadap-hadapkan) dan tidak jarang (dengan sangat terpaksa) kami memilih buku dengan konsekuensi kami harus mengencangkan ikat pinggang berhari- hari. siapa kami ? rasanya tidak penting untuk memperjelas siapa kami, anggap saja kami adalah anda dan anda adalah kami .... yang terpenting adalah ... apa itu www.bukuliat.info ? www.bukuliat.info hanyalah salah satu dari sekian banyak perpustakaan di dunia maya yg menyediakan ebook. ebook-ebook yang berhasil kami kumpulkan dari berbagai sumber di dunia maya. hanya begitulah kami, tidak lebih !

Catatan: buat anda yg mempunyai uang lebih kami harap anda tetap membeli buku aslinya demi mempertahankan kelangsungan hidup penulis, penerbit (khususnya penerbit-penerbit kecil) dan para distributor.

Ucapan Terima Kasih : terima kasih untuk mereka-mereka yg telah bekerja keras membuat ebook terima kasih juga untuk mereka-mereka yg telah meluangkan waktunya untuk meng-upload ebook-ebook miliknya

... kami juga mengucapkan terima kasih untuk mereka-mereka yg review atau resensi bukunya telah kami gunakan dalam postingan kami. kami tetap menghormati anda dengan selalu mencantumkan alamat sumber dari review atau resensi yg kami gunakan. terima kasih juga buat seluruh netizen yg telah berkunjung dan memanfaatkan apa yg kami buat, terima kasih telah menjadikan kami sedikit berguna.

PERINGATAN ATAU PEMBERITAHUAN ATAU HIMBAUAN ATAU APALAH NAMANYA : semua ebook yg kami posting sama sekali tdk diperuntukkan untuk kepentingan komersil, semua postingan kami sepenuhnya untuk berbagi pengetahuan demi kemajuan ilmu pengetahuan. bagi pihak yg merasa dirugikan atau/dan tidak suka dengan kehadiran salah satu postingan kami harap menghubungi kami dengan cara meninggalkan komentar/laporan pada postingan terkait ebook yg dimaksud. kami akan memproses semua komentar/laporan paling lambat 7 hari setelah komentar/laporan kami baca DAFTAR ISI

Halaman Judul, 1

Daftar Isi, 3

Kata Pengantar, 4

DALAM PENGARUH MORFIN, 5

ROTI BASI, 12

HANTU, 18

KETIKA MOBIL ITU MENUNGGU, 30

KESALAHAN TEKNIS, 38

SERIBU DOLLAR, 48

BALASAN SETIMPAL & PENJUAL GULA-GULA, 58

SANG GADIS, 68

PERMINTAAN SANG KEKASIH, 77

KODE RAHASIA CALLOWAY, 86 0 HENRY

Aku pergi ke kotak obat dan melihat. "Kau benar-benar ceroboh!" kataku geram. "Lihatlah apa yang uang lakukan pada otak manusia!"

Ada botol morfin dengan tutup terbukajsepertinya Tom telah meninggalkannya.

Kupanggil dokter muda lainnya yang kamarnya di lantai atas, dan membawa Tom ke dokter Gales yang ada dua blok jauhnya. Tom Hopkins terlalu j kaya untuk ditangani sendiri oleh seorang dokter muda.

Ketika Gales datang kami memberi Tom perawatan yang sebanding nilainya dengan sebuah ijin profesi. Setelah melalui penyembuhan yang dramatis kami memberi Tom kopi yang berkadar kafein tinggi, dan memapahnya naik dan turun lantai. Dokter Gales menjepitnya, menepuk wajahnya dan bekerja keras untuk lembaran cek berjumlah besar yang akan diperolehnya kemudian. Dokter muda dari lantai atas memberi perhatian sungguh-sungguh pada Tom, tendangan untuk membangunkan, dan kemudian meminta maaf padaku.

"Tak dapat membantu," katanya. "Aku tak pernah menendang seorang jutawan sebelumnya. Aku mungkin tak punya kesempatan lain."

"Sekarang," kata dokter Gales, setelah beberapa saat, "Dia akan selamat. Tapi jaga dia tetap bangun. Kamu dapat melakukannya dengan mengajaknya ngobrol dan mengguncangnya sesekali. Ketika nadi dan pernafasannya telah normal, biarkan dia tidur. Saya akan meninggalkannya bersamamu."

Aku tinggal sendiri dengan Tom, yang telah kami baringkan di sofa. Dia berbaring sangat tenang

0 HENRY dan matanya setengah tertutup. Aku mulai tugas untuk menjaganya agar tetap bangun.

"Baiklah, Pak Tua," kataku, "Kau hampir celaka, tapi kami telah membantumu untuk melaluinya. Ketika kau kuliah, Tom, tidakkah dosenmu mengingatkan bahwa m-o-r-f-i-n tidak pernah dieja menjadi "kina", khususnya dalam dalam dosis empat butir? Tapi aku tak akan membesar-besarkannya sampai kau dapat berdiri. Tapi seharusnya kau telah menjadi seorang apoteker, Tom. Kau sebenarnya sangat layak membuat resep obat."

Tom melihat padaku dengan lemah dan senyuman tolol.

''B...ly," katanya tak jelas,"Aku merasa seperti serangga dan burung yang terbang mengelilingi bunga mawar dengan riang. Jangan ganggu aku lagi. Tidurlah."

Dan dia tertidur dua detik. Kuguncang bahunya.

"Sekarang, Tom," kataku berat, "Ini tidak boleh terjadi. Kata dokter kau harus tetap bangun minimal sejam. Buka matamu, kau belum benar-benar aman, kau tahu itu. Bangun!"

Berat Tom Hopkins 198 pon. Dia tersenyum mengantuk padaku, dan mulai akan tertidur lagi. Aku harus membuatnya bergerak, tapi aku lebih baik mencoba mengajaknya berdansa irama waltz mengelilingi ruangan. Nafas Tom mendengkur, dan itu, berhubungan dengan keracunan morfin, berarti bahaya.

Kemudian aku mulai berfikir. Aku tak dapat mengangkat badannya, aku harus berusaha menarik perhatiannya. "Membuatnya marah" adalah ide yang timbul dalam benakku! Ya Tuhan! Aku berpikir, tapi bagaimana caranya? Tidak pernah ada suatu cela dalam dirinya. Sahabat yang baik! Dia terlahir sebagai orang yang baik hati, dan seorang pria sejati, baik dan benar serta bersih seperti sinar matahari. Dia datang dari daerah Selatan, di mana mereka tetap menjunjung tinggi nilai-nilai. New York memiliki pesona, tapi tak membuat dirinya rusak. Dia memiliki selera kuno dan sangat sopan pada wanita, nah itu dia...Eureka! Aku dapat ide! Kurancang segala sesuatunya semenit dua menit dalam pikiranku. Aku tertawa tertahan memikirkan hal itu terjadi pada Tom. Kemudian kuraih bahunya dan kuguncang sampai kupingnya berbunyi. Dengan enggan matanya terbuka. Aku pura-pura menunjukkan penghinaan dan mengacungkan jariku dua inci di depan hidungnya.

"Dengarkan aku, Hopkins!" kataku dalam nada jelas.

"Kau dan aku telah berteman akrab, tapi aku ingin kau mengerti bahwa di masa yang akan datang pintuku tertutup untuk seorang yang bersikap layaknya bajingan seperti dirimu."

Tom terlihat sedikit menaruh perhatian.

"Apa yang terjadi Billy?" sungutnya. "Apa yang terjadi dengan dirimu?"

"Kalau aku berada pada posisimu," lanjutku, "Aku bersyukur itu tak terjadi, kurasa aku akan takut menutup mataku, berbicara tentang gadis itu yang kau tinggalkan menunggu sendiri di daerah asalmu, gadis yang telah kau lupakan sejak dirimu dikacaukan oleh liang? Oh, aku mengerti betul apa yang aku ucapkan. Ketika kau masih mahasiswa kedokteran yang miskin, dia cukup layak untukmu. Tapi sekarang, sejak kau menjadi seorang jutawan, segalanya berbeda. Aku heran apa yang dipikirkannya tentang penampilan kelas atas dari seseorang yang dipujanya. Seorang pria sejati dari Selatan? Maaf Hopkins, aku terpaksa mengatakannya, tapi kau telah menutupinya dengan begitu baik dan memainkan bagianmu dengan sempurna. Aku tidak senang dengan segala tipuanmu yang tidak jantan."

Tom yang malang. Aku hampir tidak dapat menahan tawa melihat perjuangannya melawan efek dari morfin itu. Dia jelas marah dan aku tak menyalahkannya. Tom memiliki temperamen orang daerah Selatan. Matanya terbuka sekarang dan memperlihatkan kilauan atau nyala api. Tapi obat itu tetap berpengaruh pada otaknya dan mengunci lidahnya.

"Ter,.,ku..tuk kau," katanya gagap, "Akan kupukul kau." Dia berusaha bangkit dari sofa. Dari segala segi ia sangat lemah sekarang. Kudorong dia kembali dengan satu lengan. Dia kembali terbaring di sofa dengan sikap marah seperti singa dalam perangkap.

"Itu akan menahanmu sesaat, Si Tua Gila," kataku dalam hati. Kuambil pipa dan menyalakannya, aku butuh merokok. Aku berkeliling sebentar, memuji diri sendiri karerta ide brillianku itu.

Kudengar suara dengkur. Kulihat sekeliling. Tom telah tidur lagi. Aku kembali dan memukul keras rahangnya. Dia melihat padaku dengan santai dan tak suka seperti seorang idiot. Kuisap pipaku dan menyodorkan padanya.

"Aku ingin kau menyembuhkan dirimu sendiri dan keluar dari kamarku secepatnya," kataku menghinanya. "Aku telah mengatakan apa yang kupikir tentang dirimu. Jika kau masih punya rasa horrifat dan kejujuran, kau akan berpikir dua kali sebejum kau mencoba lagi untuk mengaku sebagai seorang pria sejati. Dia gadis yang malang, kan?" kataku. "Yang terlalu sederhana dan ketinggalan jaman untuk kita sejak kita memiliki banyak uang.

Memalukan jalan di Fifth Avenue dengannya, kan? Hopkins, kau empat puluh tujuh kali lebih buruk dari orang yang tak tahu diri, Siapa yang peduli akan uangmu? Aku tidak. Aku berani bertaruh gadis itu juga tidak. Mungkin jika kau tak punya uang, kail akan lebih manusiawi. Kau telah menipu dirimu sendiri, dan..." kupikir itu sungguh dramatis "mungkin mematahkan hatinya yang setia." (Si Tua Tom Hopkins mematahkan hatinya yang setia! )

"Biarkan aku melepaskan diri darimu secepat mungkin."

Aku memunggungi Tom, dan mengerdipkan mata pada diri sendiri di cermin. Kudengar dia bergerak, dan aku berbalik lagi dengan cepat. Aku . tak ingin 198 pon menimpa diriku dari belakang. Tapi Tom hanya berbalik sebagian, dan terbaring dengan satu bahu menopang wajahnya. Dia berkata beberapa kata yang lebih jelas daripada sebelumnya.

"Aku tak harus...berkata dengan cara; ini...padamu, Billy, bahkan jika kudengar seseorang...berbohong tentang dirimu. Tapi secepat mungkin aku dapat berdiri...aku patahkan lehermu...jangan lupa itu."

Aku merasa sedikit malu kemudian. Tapi ini kulakukan untuk keselamatan Tom. Paginya, ketika aku menjelaskan yang terjadi, tentu kami akan tertawa bersama. v

Kira-kira dua puluh lima menit Tom menjadi lemah kedengarannya, jatuh tertidur. Kurasakan nadinya, mendengarkan nafasnya, dan membiarkannya tertidur. Semuanya normal dan Tom telah selamat. Aku pergi ke kamar lain dan segera ambruk di kasur.

Aku mendapati Tom telah bangun dan berpakaian ketika aku bangun di pagi hari. Dia benar-benar telah menjadi dirinya sendiri dengan pengecualian urat saraf yang gemetar dan lidah seperti pohon Oak yang mengelupas.

"Sungguh tolol diriku," katanya. "Aku ingat botol kina terlihat aneh ketika kuambil takarannya. Banyak kesulitan untuk membuatku sadar?" .

Kukatakan padanya tidak. Ingatannya kelihatan buruk tentang kejadian semalam. Kusimpulkan dia tak dapat mengingat lagi usaha yang kulakukan untuk membuatnya tetap sadarkan diri, dan memutuskan untuk tidak mengungkitnya: Lain waktu, kukira, ketika dia agak baikan, kami tentu akan senang mengenangnya.

Ketika Tom bersiap untuk pergi, dia berhenti sejenak di muka pintu yang terbuka dan menjabat tanganku.

"Kau banyak menolongku, sobat," katanya tenang, "Untuk mengalami banyak kesulitan dengan diriku, dan untuk apa yang kau katakan. Aku akan segera mengirim telegram ke gadis kecilku itu."

ROTI BASI Nona Martha Meacham menjaga sebuah toko roti kecil di pojok ( Suatu tempat di mana kamu harus naik tiga undakan dan bel akan berbunyij ketika kamu membuka pintu).

Nona Martha berumur empat puluh tahun, buku jtabungannya menunjukkan jumlah dua ribu dollar, dia memiliki dua gigi palsu dan hati yang ramah. Banyak orang yang telah menikah merasa rendah diri atas apa yang dimiliki Nona Martha.

Dua atau tiga kali seminggu seorang pelanggan yang mulai menarik perhatian Nona Martha datang. Pelanggan itu adalah seorang pria setengah baya, mengenakan kacamata dan janggut coklat rapi sebagai nilai tambah.

Pria itu berbicara Inggris dengan aksen Jerman yang kental. Pakaiannya usang dan bertambal di beberapa bagian, berlipat dan longgar di bagian lainnya. Tapi ia terlihat rapi dan mempunyai sikap yang sangat menyenangkan.

Dia selalu membeli dua tangkup roti basi. Roti yang masih baru harganya lima sen setangkup. Yang basi dua sen dapat lima tangkup. Tidak pernah dia memesan yang lainnya.

Suatu saat Nona Martha melihat bercak merah dan coklat di jarinya. Dia menjadi yakin bahwa pria itu adalah seorang pelukis dan sangat miskin. Tak diragukan lagi tentunya dia tinggal di sebuah kamar loteng, di mana dia melukis dan menikmati roti basinya sambil memikirkan sesuatu yang lebih bagus yang ada di toko roti Nona Martha.

Seringkali ketika Nona Martha menjatuhkan alat pemotong dan penggilingnya atau menumpahkan teh, dia akan mengeluh, berharap seniman pria itu merasakan makanan bercita rasa tinggi yang dibuatnya daripada makan kerak keringnya dalam aliran udara loteng.

Hati Nona Martha, seperti yang telah kamu ketahui, adalah seseorang yang ramah.

Untuk membuktikan dugaannya benar tentang pekerjaan pria itu, suatu hari dia membawa dari kamarnya sebuah lukisan yang dibelinya dalam suatu obralan dan meletakkan di tempat yang terlihat jelas dari kasir.

Lukisan itu adalah sebuah pemandangan Venesia. Sebuah patung marmer Palazzio (seperti yang disebutkan di situ) berdiri di latar depan atau lebih tepat di depan air. Selain itu terdapat gondola (dengan seorang perempuan yang terlihat mencelupkan tangannya di air), awan, langit dan cukup bergaya seni. Takkan ada pelukis yang luput memperhatikannya.

Dua hari kemudian pelanggan itu datang.

"Dua tangkup roti basi," pesannya.

"Anda mempunyai lukisan yang indah," kata pria itu ketika Nona Martha membungkus roti yang dipesannya.

"Oh ya?" kata Nona Martha, gembira karena taktiknya berhasil. "Saya sangat tertarik pada seni dan ..." (tidak, tak baik mengatakan tertarik pada seniman terlalu cepat) "dan lukisan." ia mengganti kata yang diucapnya. "Anda menilainya sebagai lukisan yang bagus?"

"Komposisinya," kata pria itu, "Tidak dilukis dengan baik. Persepektifnya tidak benar. Selamat pagi, Nyonya."

Diambil roti pesanannya, memberi salam hormat dan buru-buru keluar.

Ya, dia pasti seorang seniman. Nona Martha menaruh kembali lukisan itu ke kamarnya.

Betapa lembut dan bersahabat sinar mata yang memancar dari balik kacamatanya! Ia mempunyai pemikiran yang luas! Mampu menilai perspektif dengan pandangan sekilas dan hidup dengan memakan roti basi! Tapi seorang jenius seringkali harus beijuang sebelum mendapatkan pengakuan.

Apa yang akan terjadi untuk seni dan perspektif jika seorang jenius disokong oleh dua ribu dollar di bank, roti, dan hati yang ramah untuk... tapi itu semiia hanya mimpi di siang bolong. Nona Martha.

Seringkali sekarang ketika pria itu datang dia mengobrol sejenak dengan Nona Martha. Pria itu terlihat tertarik pada kata-kata riang Nona Martha.

Dia tetap membeli roti basi. Tak pernah tar, atau satu dari Sally Lunns yang lezat.

Dalam pandangan Nona Martha pria itu mulai terlihat lebih kurus dan mengibakan hati. Ingin Nona

Martha memberi sesuatu yang bagus selain yang dibelinya, tapi Nona Martha tak punya keberanian.Martha memberi sesuatu yang bagus selain yang dibelinya, tapi Nona Martha tak punya keberanian.

Dia takut menghina pria itu. Dirinya mengerti harga diri seorang seniman.

Nona Martha memakai celemek sutera biru di pinggangnya. Di ruang belakang dia memasak campuran misterius biji-biji buah dan tepung putih yang sering digunakan sebagai pemberi corak.

Suatu hari pria itu datang seperti biasa, menaruh uangnya di meja dan memesan roti basi. Ketika Martha mengambil uang itu ada suatu bunyi keras dari mesin yang membuat suara gemuruh.

Pria itu buru-buru menuju keluar pintu untuk melihat, seperti yang orang lain akan lakukan. Nona Martha tiba-tiba mendapat ide, ia akan mengambil kesempatan ini.

Didasar rak belakang meja saji ada mentega baru yang diantar tukang susu sepuluh menit yang lalu. Dengan pisau roti Nona Martha membuat irisan yang dalam pada tiap roti basi dan memasukkan mentega, kemudian merapatkannya kembali. Ketika pria itu masuk kembali Nona Martha telah membungkus roti-roti pesanannya.

Pria itu pergi setelah mengobrol sejenak. Nona Martha tersenyum sendiri, tanpa bermaksud meremehkan.

Apakah dia terlalu lancang? Akankah pria itu akan merasa terhina? Tapi pasti tidak. Mentega bukan lambang dari kekurangajaran.

Sepanjang hari itu Nona Martha memikirkan masalah itu. Dia membayangkan kejadian ketika pria itu menemukan tipuan kecilnya.

Pria itu meletakkan kuas dan paletnya. Di depannya berdiri lukisan yang sedang dikerjakannya. Dia siap untuk menyantap roti kering dan air. Dia mengiris roti...ah!

Wajah Nona Martha bersemu merah. Akankah pria itu menerka siapa yang melakukannya? Akankah ia...

Bel pintu berbunyi dengan keras dan nyaring. Seseorang masuk dan membuat keributan.

Nona Martha buru-buru keluar. Dua orang pria ada di sana. Seorang pemuda dengan pipa rokoknya, yang belum pernah dikenalnya. Yang satunya adalah Sang seniman.

Wajah seniman itu sangat merah, topinya menggantung di belakang kepalanya, rambutnya sangat kusut. Pria itu menghentakkan kakinya ke arah Nona Martha.

"Dummkopf!" teriaknya dengan nada tinggi dan kemudian "Tausendonfer !" atau sesuatu seperti itu, dalam bahasa Jerman.

Pria muda itu mencoba menghalau temannya yang sedang mengamuk itu.

"Aku tak akan pergi !" katanya marah. "Aku harus katakan padanya !" Pria itu memukul-mukul meja saji, menjadikannya bass drum.

"Kau telah menggangguku," dia menangis, mata birunya berkilauan di balik kacamatanya. "Aku akan beritahu kau. Kau kucing tua yang suka mencampuri urusan orang lain !"

Nona Martha bersandar dengan lemah pada rak dan menaruh satu tangannya di celemek birunya. Pria muda itu menarik kerah baju temannya.

"Sudahlah," katanya, "Kau sudah cukup , bicara." Dia menyeret pria yang lagi marah itu keluar dan kemudian kembali lagi ke dalam.

"Kutebak yang akan kamu katakan, Nyonya," katanya, "Keributan apa yang terjadi. Temanku tadi namanya Blumberger. Dia seorang ahli gambar arsitektur. Saya dan dia kerja di kantor yang sama."

"Dia telah bekerja keras selama tiga bulan menggambar rencana untuk gedung pertemuan kota yang baru. Itu merupakan kompetisi berhadiah. Dia telah selesai memberi tinta kemarin. Nyonya tentu tahu, tukang gambar selalu membuat gambarnya dengan pensil terlebih dahulu. Ketika itu telah selesai, dia akan menggosok pada garis pensil itu dengan segenggam roti basi. Roti basi lebih baik dari karet penghapus India.

"Blumberger telah membeli roti di sini. Nah, hari ini...ah, anda tentu mengerti Nyonya," mentega itu tidak... ah, rancangan Blumberger tidak layak untuk apapun sekarang kecuali gambaran model rel kereta api sandwiches."

Nona Martha kembali ke ruang belakang. Ditaruhnya celemek dan diambilnya kain wol warna coklat yang biasa dikenakannya. Kemudian dia menumpahkan campuran biji-biji buah dan tepung putih ke pembuangan abu di luar jendela. HANTU "Benar-benar sebuah pemikul batu!" ulang Nyonya Kinsolving dengan penuh perasaan.

Nyonya Bellamy Bellamore menampakkan alis mata simpatik. Kemudian dia memperlihatkan pernyataan simpatik dan rasa terkejut pada umumnya.

"Bayangkan dia bercerita di mana-mana," ringkas Nyonya Kinsolving, "Dia melihat hantu di apartemen yang dihuninya di sini, kamar tamu kami yang terbaik. Sesosok hantu membawa pemikul batu di bahunya. Hantu lelaki tua dengan pakaian pekerjanya, mengisap pipa dan membawa pemikul batu! Yang sangat aneh dari apa yang dilihatnya sungguh kejam sekali. Tak pernah seorang klan Kinsolving yang membawa pemikul batu. Semua orang tahu bahwa ayah Tuan Kinsolving mengumpulkan uangnya melalui kontrak bangunan yang besar, tapi tidak pernah ia bekerja seharipun dengan tangannya sendiri. Dia merancang rumah ini sendiri, tapi...oh, pemikul batu! Apa perlunya ia begitu kasar dan kejam?"

"Ini sangat buruk," gumam Nyonya Bellamore, dengan pandangan sekilas menilai ruangan yang sangat luas berwarna ungu muda dan kuning emas itu. "Dan di ruang inilah dia melihatnya! Oh, tidak, saya tak takut hantu. Tak ada rasa takut sedikitpun. Saya suka anda membawa saya ke sini. Saya rasa keluarga hantu sangat menarik! Tapi, sungguh, cerita itu terdengar tak konsisten. Saya seharusnya mengharapkan sesuatu yang lebih baik dari Nyonya Fischer Suympkins. Tidakkah dia membawa batu bata dalam pemikul batu itu? Mengapa hantu itu harus membawa batu-bata ke dalam vila yang dibangun dari marmer dan batu alam? Saya minta maaf sekali, tapi ini membuat saya berpikir Nyonya Fischer Suympkins sudah mulai pikun."

"Rumah ini," lanjut Nyonya Kinsolving, "Dibangun di atas runtuhan bangurtan tua yang dulu dihuni oleh keluarga selama revolusi. Tak akan ada hal aneh di dalamnya yang gentayangan menjadi hantu. Dan ada Kapten Kinsolving yang bertempur dalam pasukan Jenderal Greene, walaupun kami tidak pernah memperoleh naskah untuk membuktikannya.Jika ada yang menjadi keluarga hantu, mengapa bukan dia, tapi seorang tukang batu bata?" "Hantu leluhur dari masa revolusi bukan ide yang buruk," Nyonya Bellmore setuju. "Tapi anda tahu bagaimana hantu itu seringkali seenaknya sendiri. Mungkin, seperti cinta, mereka 'bermula dari mata'. Satu ketintungan dari melihat hantu adalah bahwa cerita mereka tidak dapat memperlihatkan kekeliruan. Oleh sebuah mata pendendam, suatu ransel perang lebih mudah disebut sebagai pemikul batu. Nyonya Kinsolving, jangan terlalu dipikirkan. Saya yakin itu adalah sebuah ransel." cerlta cerita pilihan

"Tapi dia bilang ke semua orang!" kata Nyonya Kinsolving sedih, tak dapat dihibur. "Dia yakin detailnya. Ada sebuah pipa. Dan bagaimana anda menjelaskan baju pekerjanya?"

"Saya tak dapat jelaskan tentang itu," kata Nyonya Bellmore, dengan menarik nafas dalam-dalam. "Terlalu sulit dan rumit. Kamukah itu Felice? Tolong siapkan perlengkapan mandi saya. Anda makan malam pukul tujuh di Clifftop, Nyonya Kinsolving? Alangkah baiknya anda untuk mau mengobrol sebelum makan malam! Saya suka perlakuan yang sedikit tak resmi dengan tamu. Itu memberi perasaan berada di rumah sendiri untuk suatu kunjungan. Maaf sekali, saya harus berpakaian. Saya sangat malas dalam hal ini, saya selalu menundanya sampai saat-saat terakhir."

Nyonya Fischer Suympkins menjadi suatu keuntungan terbesar pertama yang keluarga besar Kinsolving ambil dari kue sosial. Dalam waktu yang lama kedudukan Nyonya Fischer Suympkins berada di masyarakat tingkat atas. Tapi sumbangan dan perburuan yang dilakukannya jadi merendahkannya. Nyonya Fischer Suympkins adalah seorang ahli heliograph dari suatu perkumpulan ilmuwan. Kebijakan dan tindakannya memancar jauh, menyiarkan apapun yang teraktual dan sangat menakjubkan dalam pertunjukan pengintaian. Dahulunya, keharuman nama dan kepemimpinannya telah cukup aman, tak memerlukan dukungan kecerdasan seperti melemparkan kodok hidup di arena dansa untuk bersenang-senang. Tapi, sekarang, semua itu diperlukan untuk memperoleh kembali kekuasaannya. Selain itu, usia separuh baya telah tiba, tidak pantas dirinya melonjak-lonjak gembira. Surat kabar sensasional telah memotong ruangnya dari satu halaman menjadi hanya dua kolom. Kecerdasannya berkembang menjadi suatu kepedihan. Sikapnya menjadi lebih kasar dan acuh tak acuh, seolah dia merasa butuh akan penguatan kekuasaannya secara berlebihan dengan menghina adat dan tradisi.

Beberapa tekanan pada kekuasaan keluarga besar Kinsolving, dia telah mengalah sejauh ini untuk menghormati rumah mereka dengan kehadirannya, untuk sehari semalam. Dia melakukan pembalasan pada tuan rumahnya dengan cerita- ceritanya, dengan rasa puas yang kejam dan humor kasar, ceritanya tentang melihat hantu yang membawa pemikul batu. Bagi Nyonya Fischer Suympkins, kegairahan menembus ke arah hasrat lingkaran terdalam. hasilnya adalah kekecewaan yang menghancurkan. Semua orang simpati atau tertawa, dan ada yang memilih antara dua ekspresi itu.

Tapi, kemudian, harapan dan semangat Nyonya Kinsolving hidup lagi dengan meraih kesempatan kedua dan penghargaan terbaik.

Nyonya Bellamy Bellmore menerima undangan untuk berkunjung ke Clifftop, dan akan menginap selama tiga hari. Nyonya Bellmore adalah salah satu dari wanita termuda, cantik, keturunan dan kekayaan memberinya kedudukan khusus di tempat suci yang tidak membutuhkan kekuatan pendukung. Dia cukup murah hati untuk memberi Nyonya Kinsolving pujian yang sepertuh hati, dan di saat yang sama, dia berpikir berapa banyak ini akan menyenangkan Terence. Mungkin ini akan berakhir dengan mencari jawaban tentang diri pemuda itu.

Terence adalah putra Nyonya Kinsolving, usianya dua puluh sembilan tahun, cukup tampan, dan dengan dua atau tiga daya tarik serta sifat yang misterius. Salah satunya, dia sangat tergantung pada ibunya, yang cukup aneh bila diperhatikan. Yang lainnya, dia bicara sangat sedikit yang ini sangat menjengkelkan, dan dia terlihat sangat pemalu atau tertutup. Terence menarik perhatian Nyonya Bellmore, karena di tak yakin yang mana itu. Dia bermaksud mempelajari pemuda itu sedikit lebihj jauh, tanpa melupakan masalahnya: Jika pemuda itu hanya pemalu, dia akan meninggalkannya, sifat pemalu membosankan. Jika pemuda itu tertutup, dia juga akan meninggalkannya, ketertutupan adalah suatu yang tak jelas. Pada sore hari ketiga kunjungannya, Terence mengikuti Nyonya Bellmore, dan menemukannya di tempat yang tersembunyi sedang melihat-lihat sebuah album foto.

"Anda sungguh baik hati," kata Terence, "Datang kesini dan menceriakan hari- hari kamil Saya kira anda telah mendengar Nyonya Fischer Suympkins telah melubangi kapal sebelum dia tinggalkan. Dia memukul semua papan keluar dari dasar dengan sebuah pemikul batu. Ibu saya sedih dan menjadi sakit karenanya. Dapatkah anda mengatur untuk melihat hantu demi kami ketika anda berada di sini, Nyonya Bellmore. Sebuah masalah, hantu yang hebat, dengan mahkota di kepalanya dan buku cek di tangannya?"

"Dia itu hanya seorang wanita tua yang nakal, Terence," kata Nyonya Bellmore, "Untuk mengarang suatu cerita. Mungkin kamu memberinya makan malam terlalu banyak. Ibumu tak menganggapnya serius kan?"

"Saya pikir dia menganggapnya serius," jawab Terence. "Seseorang akan berpikir tiap batu bata dalam pemikul batu itu telah menimpa dirinya. Dia ibu yang baik, dan saya tidak senang melihatnya khawatir. Kuharap hantu itu adalah milik serikat pekerja pengangkut batu, dan akan keluar dalam suatu aksi mogok. Jika hantu itu tak seperti itu, takkan ada kedamaian dalam keluarga kami."

"Saya akan tidur di kamar hantu itu," kata Nyonya Bellmore dengan termenung. "Tapi akan sangat baik saya tidak akan mengubahnya, walaupun jika saya takut, yang mana saya tidak demikian. Takkan terjadi pada saya untuk mengubah sebuah cerita tandingan yang layak, yang berjiwa aristokrat, bukankah begitu? Saya akan melakukannya, dengan senang hati, tapi bagi saya ini terlihat terlalu kentara sebagai obat penawar racun untuk uraian lain menjadi efektif."

"Benar," ujar Terence, menaruh dua jarinya dengan hati-hati pada rambut coklatnya, "Itu tak boleh terjadi. Ini harus terlihat sebagai hantu yang sama lagi, tanpa pakaian pekerja, dan memiliki batu bata emas dalam tempat pengangkut batunya? Itu akan menaikkan spektrum dari penurunan kerja keras pada suatu perencanaan keuangan. Tidakkah anda berpikir bahwa itu cukup terhormat?" "Bukankah ada leluhurmu yang berperang melawan Inggris? Ibumu mengatakan sesuatu yang mengesankan demikian."

"Saya juga percaya, satu dari pria tua dalam jaket rompi dan celana golf. Saya tak peduli hal itu. Tapi ibu saya telah menaruh hatinya pada kebesaran, pemberitaan dan pertunjukan kembang api, dan saya ingin dia gembira."

"Kamu anak yang baik, Terence," kata Nyonya Bellmore, menyapu pakaian sutranya, "Jangan menyalahkan ibumu. Mari duduk dekat saya, dan Iihat di album, sebagaimana yang orang-orang biasa lakukan dua puluh tahun yang lalu. Sekarang, ceritakan tentang setiap orang dari mereka. Siapa yang tinggi ini, pria terhormat yang menatap cakrawala, dengan satu bahu menyandar di tiang bergaya Yunani?"

"Itu pria tua dengan kaki yang besar?" tanyg Terence, menjulurkan lehernya. "Dia Paman O'Brannigan. Dia menjaga sebuah bar di Bowery."

"Duduklah Terence. Jika kamu tidak akan senang, atau mematuhi saya, saya akan laporkan pagi ini bahwa saya melihat hantu mengenakan celemek dan membawa bir. Sekarang, itu lebih baik. Menjadi pemalu, pada usiamu sekarang ini, Terence adalah sesuatu yang kamu harusnya malu untuk akui."

Pada sarapan pagi terakhir kunjungannyai Nyonya Bellmore mengejutkan dan menarik perhatian setiap yang hadir dengan berita ia telal melihat hantu.

"Apakah ia membawa e...e...... ?" Nyonya

Kinsolving, dalam kekhawatirannya tak dapat mengeluarkan suara.

"Tidak, sebenarnya.. .jauh dari itu."

Berbagai pertanyaan datang dari yang lainnya.

"Tidakkah anda takut? Apa yang dilakukannya? Bagaimana rupanya? Apa yang dikenakannya? Apakah dia mengatakan sesuatu? Tidakkah anda berteriak?" "Saya akan coba menjawab satu-persatu," kata Nyonya Bellmore dengan heroik, "meskipun saya sangat lapar. Sesuatu membangkitkan saya, saya tidak yakin apakah itu suatu gangguan atau sentuhan, dan di sana telah berdiri hantu itu. Saya tidak pernah menyalakan lampu di malam hari tentu saja kamar jadi benar- benar gelap, tapi saya melihatnya dengan jelas, saya, tidak sedang bermimpi. Dia lelaki tinggi, semuanya berkabut putih dari kepala hingga kaki. Dia memakai baju lengkap dari masa kolonial, rambut putih rapi, celana baggy, sepatu berumbai-rumbai dan membawa pedang. Dia terlihat tak dapat diraba dan bercahaya dalam gelap, dan bergerak tanpa suara. Ya, saya sedikit takut mulanya, atau terkejut, harus saya akui. Itu hantu pertama yang saya lihat. Tidak, dia tidak mengatakan apapun. Saya tidak berteriak. Saya angkat siku saya dan ia melayang dengan tenang menjauh, kemudian hilang ketika mencapai pintu."

Nyonya Kinsolving serasa berada di langit ke tujuh.

"Itu adalah gambaran dari Kapten Kinsolving. Tentaranya Jenderal Greene, salah satu leluhur kami," katanya, dalam suara bergetar dengan kebanggaan dan perasaan lega. "Saya harus meminta maaf hantu leluhur kami itu telah menggangu istirahat anda."

Terence melempar senyum tanda ucapan selamat kepada ibunya. Kemenangan berada pada Nyonya Kinsolving, akhirnya, dan Terence senang melihat ibunya gembira.

"Saya rasa saya harus malu untuk mengakui," kata Nyonya Bellmore, yang sedang menikmati sarapannya, "Bahwa saya sungguh tidak merasa terganggu. Saya kira suatu hal yang biasa untuk berteriak karena melihatnya, lemas dan pernahkah salah satu dari kalian berjalan-jalan dengan kostum yang indah seperti dalam lukisan. Tapi, setelah alarm pertama berakhir saya Sungguh tak dapat mengendalikari diri untuk tidak panik. Hantu itu mengundurkan diri dari panggung dengan tenang dan damai, setelah mengadakan sedikit pertunjukan, dan saya tidur kembali.

Hampir semua yang mendengar, menerima dengan sopan cerita Nyonya Bellmore sebagai kejadian yang dibuat-buat, persembahan murah hati sebagai suatu koreksi terhadap penampakan yang dialami Nyonya Fischer Suympkins. Tapi satu atau dua hadirin menganggap pernyataan yang membosankan itu sebagai tanda dari hukuman bagi dirinya sendiri. Kebenaran dan ketulusan terlihat pada tiap kata. Bahkan suatu olok-olok tentang hantu, jika dia sangat teliti, akan bersikeras mengatakan bahwa dia sebetulnya mengalami sebuah mimpi yang sangat mendebarkan, mengakui disadarkan oleh tamu aneh.

Segera pembantu Nyonya Bellmore berkemas. Dalam dua jam mobil akan datang mengantarnya ke stasiun. Ketika Terence berada di serambi timur, Nyonya Bellmore menghampiriya dengan mata berseri penuh percaya diri.

"Saya tak mengatakan pada yang lain tentang semuanya," katanya, "Tapi saya akan katakan padamu. Dalam hal ini saya rasa kamu harus bertanggung jawab. Dapatkah kamu terka bagaimana hantu itu membangunkan saya tadi malam?"

"Suara gemerincing rantai?" terka Terence, setelah berpikir sesaat, "Atau suara erangan? Para hantu biasanya melakukan salah satunya."

"Apakah kamu pernah mengetahui," lanjut Nyonya Bellmore menyimpangkan arah pembicaraan, "Jika saya mirip seseorang dari kerabat perempuan Kapten Kinsolving, leluhurmu itu?" .

"Saya rasa tidak ada," kata Terence dengan nada misterius. "Tidak pernah terdengar ada leluhur perempuan saya yang terbilang cantik."

"Kemudian, mengapa," kata Nyonya Bellmore, menatap mata pria muda itu, "Haruskah hantu itu mencium saya, yang saya yakin dia melakukannya?"

"Ya, Tuhan!" seru Terence takjub. "Anda bercanda Nyonya Bellmore! Apakah dia benar-benar mencium anda?"

"Saya katakan 'benda' itu," Nyonya Bellmore membetulkan. "'Saya kira kata ganti benda lebih tepat untuk digunakan." "Tapi mengapa anda katakan saya harus bertanggung jawab?"

"Karena hanya kamu kerabat laki-laki yang hidup dari hantu itu." /v1"'

"Saya mengerti. Sampai generasi ketiga dan keempat. Tapi, serius nih. Apakah dia...melakukannya...bagaimana anda...?"

"Bagaimana saya tahu? Bagaimana seseorang mengetahuinya? Saya tidur, dan ciuman itu yang membangunkan saya, saya agak yakin."

"Agak?" .

"Yah, saya terbangun hanya...oh, mengertikah kamu apa yang saya maksudkan? Ketika sesuatu membangunkanmu dengan tiba-tiba, kamu tidak yakin apakah kamu sedang bermimpi, atau...dan meskipun demikian kamu tahu itu menakutkan saya, Terence, haruskah saya membedah perasaan terdalam untuk menyalurkan kepandaian praktismu yang luar biasa?"

"Tapi tentang hantu pencium, anda tahu," kata Terence merendah, "Saya memerlukan pelajaran paling dasar. Saya tidak pernah dicium hantu. Bukankah begitu?" .

"Sensasinya," kata Nyonya Bellmore tenang, tapi dengan agak tersenyum, "Sejak kamu meminta pelajaran, adalah suatu campuran dari material dan spiritual."

"Tentu saja," kata Terence, tiba-tiba jadi serius, "Itu mimpi atau suatu jenis halusinasi. Tak seorangpun percaya akan jiwa jaman sekarang ini. Jika anda katakan cerita itu dari hati yang tulus, Nyonya Bellmore, saya tidak dapat mengungkapkan betapa senangnya saya pada diri anda. Itu membuat ibu saya sangat senang. Leluhur jaman revolusi adalah ide yang menakjubkan "

Nyonya Bellmore menarik nafas parijang. "Takdirku dapat melihat hantu," katanya dengan sabar. "Hak istimewa saya untuk bertemu dengan suatu jiwa adalah disebabkan oleh salad lobster atau ketidakbenaran. Yah, saya punya, akhirnya, satu kenangan yang tersisa" dari barang rongsokan itu...sebuah ciuman dari dunia tak nyata. Apakah Kapten Kinsolving seorang yang sangat berani, kamu tahu, Terence?"

"Dia dikalahkan di Yorktown, saya yakin," kata Terence, membayangkan. "Katanya dia segera pergi dengan teman-temannya, setelah pertempuran pertama di sana."

"Saya kira dia seharusnya malu," kata Nyonya Bellmore dengan melamun. "Dia harusnya punya kesempatan Iain."

"Pertempuran lain?" tanya Terence dungu.

"Apalagi yang saya maksudkan? Saya harus pergi dan bersiap-siap sekarang. Mobil akan tiba sebentar lagi. Saya sangat senang di Clifftop sini. Pagi yang indah, bukan begitu Terence?"

Dalam perjalanan ke stasiun, Nyonya Bellmore mengambil dari dalam tasnya selembar sapu tangan sutra dan melihatnya dengan senyum aneh. Kemudian dia mengikatnya dalam beberapa ikatan keras dan membuangnya pada saat yang tepat ke ujung jurang sepanjang perjalanan.

Di kamarnya, Terence memberi beberapa perintah pada pembantunya, Brooks. "Bungkus barang-barang ini," perintahnya, "Dan kirimkan ke alamat yang ada. di kartu ini."

Kartu itu adalah alamat penyewaan kostum di New York. Barang-barang itu adalah seragam tentara dari masa revolusi, terbuat dari satin putih, dengan kancing perak, kaos kaki sutra putih, dan sepatu putih. Rambut palsu dan sebuah pedang melengkapi seragam itu.

"Dan tolong cari, Brooks," tambah Terence dengan sedikit cemas, "Sapu tangan sutra dengan inisial nama saya- di sudutnya. Saya mesti telah menjatuhkannya di suatu tempat."

Sebulan kemudian ketika Nyonya Bellmore dengan satu atau dua temannya dari suatu kelompok terpelajar membuat daftar nama untuk sebuah pelatihan perjalanan melalui Catskills. Nyonya Bellmore memperhatikan daftar itu untuk suatu pemeriksaan akhir. Nama Terence Kinsolving ada di sana. Nyonya Bellmore mencoret nama itu dengan pensilnya.

"Terlalu pemalu!" gumamnya dengan puas, dalam penjelasan.

' *****

KETIKA MOBIL ITU MENUNGGU

Di awal senja seorang gadis bergaun abu-abu datang lagi ke sudut sepi dari sebuah taman kecil nan asri. Ia duduk di sebuah bangku dan membaca buku, belum genap setengah jam untuk menyelesaikan sesuatu bacaan.

Diulangi : gaunnya berwarna abu-abu, cukup sederhana untuk menyembunyikan kesempurnaannya dalam gaya dan kepantasan. Sehelai selubung jala besar menutupi topi dan seraut wajah yang bersinar menembusnya dengan kecantikan yang lembut dan tak biasa. Ia datang ke sana pada jam yang sama kemarin, juga lusa, dan ada seseorang mengetahui itu.

Pemuda yang mengetahui itu dengan sabar menunggu, mengandalkan semangat berkobar untuk berkorban demi sebuah keberuntungan besar. Kesabarannya membuahkan hasil. Ketika gadis itu membalik halaman, buku itu terlepas lalu terjatuh satu yard dari bangku.

Si pemuda segera dengan semangat memungut buku itu, mengembalikan kepada pemiliknya dengan sikap sopan santun yang tampaknya akan mampu mencerahkan taman maupun tempat-tempat umum. Kegagahan bercampur harapan, ditambah sikap hormat laksana seorang opsir polisi di tempat tugasnya. Dengan suara ramah, ia mengambil resiko dengan basa-basi mengenai cuaca, topik perkenalan ini menyebabkan begitu banyak ketidakbahagiaan di dunia, dan berdiri sejenak penuh keyakinan, menunggu nasibnya.

Gadis itu perlahan melihatnya, tampak biasa, pakaian rapi dan raut wajahnya tak berbeda dengan ekspresi yang ditunjukkannya.

"Anda boleh duduk bila anda suka," katanya dengan nada rendah. "Sungguh, saya ingin anda duduk. Sudah terlalu gelap untuk membaca. Saya lebih suka berbincang-bincang."

Keberuntungan benar-benar berada di bangku sebelah gadis yang bersikap menyenangkan itu.

"Apa kamu tahu," si pemuda berkata dengan gaya seorang pemimpin membuka rapat, "Kamu adalah gadis yang paling mempesona yang pernah saya temui setelah sekian lama? Saya melihatmu kemarin. Kamu tak menyadari bahwa seseorang telah takluk oleh cahaya indahmu 'kan, Manis?"

"Siapapun anda," gadis itu berkata dingin, "Anda harus ingat bahwa saya seorang wanita. Saya akan memaafkan perkataan anda tadi karena kesalahan itu jelas-jelas bukan hal yang tak wajar, di lingkungan anda. Saya meminta anda duduk. Jika undangan itu membuat anda berpikir saya mau menjadi kekasih anda, pertimbangkan untuk menariknya kembali."

"Saya sungguh-sungguh mohon maaf," pinta si pemuda. Ekspresi kepuasannya telah berganti penyesalan. ''Itu tadi memang kesalahan saya. Kamu tahu...maksudku, banyak gadis, di taman, kan...ya, tentu, kamu tidak kenal....tetapi ..."

"Lupakan soal itu. Tenfu saya tahu. Sekarang ceritakan kepadaku tentang orang- orang yang lalu-lalang di sepanjang trotoar ini. Mengapa mereka begitu terburu- buru? Apakah mereka bahagia?" Pemuda itu dengan cepat menghilangkan lagaknya. Dia kini hanya menunggu, dia tak bisa mengira-ngira peran apa yang diinginkan gadis itu dari dirinya untuk dimainkan.

"Menarik memperhatikan mereka," dia menjawab, mengikuti suasana gadis itu. "Drama kehidupan yang menakjubkan. Beberapa orang akan makan malam, sebagian ke ..., eh, tempat lain. Seseorang bertanya-tanya bagaimana masa lalu mereka."

"Saya tidak," sahut si gadis, "Saya tak begitu ingin tahu urusan orang lain: Saya datang ke sini untuk duduk karena hanya di sinilah saya dapat berdekatan dengan, umumnya, detak perasaan terbesar kemanusiaan. Sebagian hidupku berada di tempat di mana detaknya tak pernah terasa. Dapatkah anda menduga mengapa saya berbicara denganmu, Tuan ..."

"Parkenstacker," sahut si pemuda. Selanjutnya, ia tampak berhasrat dan penuh harapan.

"Tidak," si gadis mengangkat sebatang kelingkingnya dan tersenyum tipis. "Anda akan segera mengetahuinya. Tak mungkin mengingat nama seseorang tanpa menuliskannya. Atau bahkan foto seseorang. Kerudung dan topi milik pembantuku ini memberiku samaran. Mestinya anda pernah melihat sopir menatap pakaianku saat mereka pikir saya tidak melihatnya. Terus terang, ada lima atau enam nama yang dimiliki tempat suci, katj^.1 dan nama saya, secara kebetulan, adalah salah satunya. Saya berbicara kepada anda Tuan Stackenpot ..."

"Parkenstacker," koreksi si pemuda dengan rendah hati.

"...Tuan Parkenstacker, karena saya ingin berbincang, walau sekali, dengan orang biasa, yang tidak dimanjakan dengan kehinaan kemilau harta dan dianggap lebih tinggi secara sosial. Ah! Anda tak tahu betapa lelahnya saya dengan semua itu, uang, uang, uang! Dan orang-orang yang mengelilingi saya, menari seperti boneka-boneka kecil yang digerakkan dengan tali, dengan gerak dan corak gaya yang sama. Saya sudah muak dengan kesenangan, permata, perjalanan dan tamasya, masyarakat, segala jenis kemewahan."

"Saya selalu berpikir," ragu-ragu si pemuda mengemukakan pendapat, "Bahwa uang pastilah sesuatu yang menyenangkan."

"Kemampuan memang selalu didambakan. Tapi, bila anda memiliki berjuta-juta uang?" katanya dengan bahasa tubuh putus asa. "Monoton," lanjutnya, "menjemukan sekali. Pesiar, jamuan makan malam, pertunjukan sandiwara, pesta, semua penuh kemewahan yang berlebihan. Kadang kala denting es dalam gelas sampanye membuat saya gila."

Tuan Parkenstacker tampak betul-betul tertarik, tak dibuat-buat.

"Saya selamanya suka," ia berkata, "membaca dan mendengar tentang gaya masyarakat kelas atas dan kaya. Saya kira saya sedikit gila hormat. Tapi, saya suka memperoleh informasi yang akurat. Selama ini saya berpendapat bahwa sampanye didinginkan dalam botol, bukan dengan menaruh es di dalam gelasnya."

Gadis itu tertawa merdu dan benai-benar merasa terhibur.

"Anda harus tahu," dengan nada manja dia menjelaskan, "Bahwa kesenangan bagi kami tergantung pada bagaimana sesuatu itu dimulai. Sekarang ini menambahkan es di gelas sampanye menjadi sebuah trend. Idenya muncul dari kunjungan pangeran Tartar ketika makan malam di Waldorf. Paling-paling akan segera digantikan oleh tingkah laku yang baru dan aneh lainnya. Pada pesta makan malam dalam minggu ini di Madison Avenue, sebuah sarung tangan anak diletakkan di sisi tiap-tiap piring tamu untuk dikenakan dan digunakan saat menyantap buah zaitun."

"Oh, begitu," ucap pemuda itu dengan rendah hati. "Penyimpangan- penyimpangan di kalangan atas itu tidak lantas jadi hal yang biasa bagi masyarakat kebanyakan." "Kadang kala," lanjut gadis itu, mengakui kekeliruannya dengan sedikit anggukan, "Saya pernah berpikir bahwa saya akan mencintai seorang pria dari kelas sosial yang lebih rendah. Seorang pekerja, bukan seorang pengangguran yang hidup menumpang. Tapi, tuntutan kasta dan kekayaan pasti akan lebih kuat daripada kecenderungan hati saya. Sekarang ini saya tengah 'diserang' dari dua arah. Yang satu, Grand Duke dari kerajaan kecil di Jerman. Saya kira ia punya, atau pernah punya, seorang istri di suatu tempat yang jadi gila karena perilaku dan kekejamannya. Yang lain, seorang Marquis di Inggris, sangat dingin dan hanya bekerja untuk uang sampai-sampai saya lebih menyukai sifat jahat Sang Duke daripada dia. Apa yang mendorong saya untuk menceritakan semua hal ini kepada anda Tuan Packenstacker?"

"Parkenstacker," bisik si pemuisla. "Sungguh, kamu takkan mengetahui betapa saya sangat menghargai kepercayaanmu pada saya."

Gadis itu melihatnya dengan tatapan tenang, pandangan yang tak dipengaruhi oleh perbedaan sosial di antara mereka.

"Apa bidang pekerjaan anda, Tuan Parkenstacker?" tanyanya.

"Pekerjaan rendahan. Saya berharap dapat menunjukkannya pada dunia. Apakah kamu bersungguh-sungguh saat mengatakan bahwa kamu bisa saja mencintai seorang pria dari kalangan bawah?"

"Ya, saya bersungguh-sungguh. Tapi, saya katakan 'mungkin'. Ada Grand Duke dan Sang Marquis, kamu tahu. Ya, tak ada pekerjaan yang , rendah derajatnya bagi seorang lelaki yang saya dambakan."

"Saya bekerja," Tuan Parkenstacker mengutar akan, "di sebuah restoran."

Gadis itu tersenyum sedikit. Kecut.

"Bukan sebagai pelayan?" tanyanya tak terlalu mengharap jawaban. "Pekerjaan itu mulia tetapi... pelayan pribadi, anda tahu...pelayan laki-lakidan ..." "'Saya bukan pelayan. Saya kasir di ...," mereka duduk menghadap ke sisi samping taman, dan di seberang jalan depan mereka terdapat Iampu neon bertuliskan 'restoran', "Saya kasir di restoran yang anda Iihat di sana itu."

Gadis itu melihat pada jam tangan mungil berdesain mewah di pergelangan tangan kirinya, Ialu buru-buru bangkit. Tergesa-gesa ia masukkan bukunya ke dalam tas kecil gemerlapan yang tergantung di pinggangnya, tapi rupanya buku itu terlalu besar untuk masuk ke sana.

"Kenapa anda tidak bekerja?" tanyanya.

"Giliran saya malam," tukas si pemuda, "Masih satu jam lagi sebelum giliran saya mulai. Bolehkah saya berharap bertemu kamu lagi?"

"Entahlah. Mungkin, tapi tingkah itu tidak boleh menyita diri saya lagi. Saya harus segera pergi sekarang. Ada jamuan makan malam, kursi khusus di pertunjukan sandiwara, dan ... uh! Lagi-lagi seperti itu. Mungkin anda memperhatikan mobil di pojok taman waktu anda datang. Yang putih."

"Dan peleknya merah?" tanya si pemuda mengernyitkan dahinya mengingat- ingat.

"Ya, Saya selalu pakai mobil itu. Pierre menungguku di sana. Dia menyangka saya sedang berbelanja di toko-toko seberang taman ini. Cobalah anda bayangkan, hidup dalam kekangan di mana kita harus berdusta, bahkan pada sopir pribadi kita. Selamat malam."

"Tapi ini sudah gelap," kata Tuan Parkenstacker, "Banyak orang bersikap kasar di taman ini. Keberatankah bila saya antar ..."

"Saya hargai kepedulian anda. Tapi, saya harap anda tak keberatan," tukas gadis itu mantap, "Untuk tetap di bangku ini hingga sepuluh menit setelah saya pergi. Saya tak bermaksud menuduh anda, tapi mungkin anda tahu bahwa mobil biasanya memiliki inisial nama pemiliknya. Sekali lagi, selamat malam." Dengan cepat dan anggun dia pergi menembus senja. Pemuda itu mengamati rupa manisnya hingga dia sampai di trotoar tepi taman, dan berbelok mengikuti arah trotoar menuju sudut taman tempat mobilnya menunggu. Kemudian, dengan diam-diam dan tanpa ragu sedikitpun, si pemuda mulai menyusup di antara pepohonan dan semak-semak taman searah si gadis berjalan, sambil tetap mengawasinya.

Sesampai di sudut sana, gadis itu memalingkan kepala untuk melihat sekilas pada mobilnya, melewatinya begitu saja dan melanjutkan langkahnya menyeberangi jalan. Berlindung di belakang sebuah taksi yang sedang parkir, mata pemuda itu mengikuti setiap gerakan gadis tadi. Lewat trotoar jalan di depan taman, si gadis memasuki restoran dengan papan nama menyala. Tempat itu adalah bangunan yang sangat menyolok, bercat putih dan terdiri dari kaca semua, di mana orang bisa bersantap malam dengan murah dan menarik perhatian sekelilingnya. Gadis itu menyusup terus ke bagian belakang restoran, dan dari sana pula dengan cepat dia muncul tanpa topi dan tudung wajahnya.

Meja kasir ada di bagian depan. Seorang gadis berambut merah turun dari kursi tanpa sandaran, melihat tepat pada jam dinding. Gadis berbaju abu-abu tadi menggantikan posisinya di kursi itu.

Si pemuda memasukkan kedua tangannya ke saku dan berjalan kembali menyusuri trotoar. Di sudut sana kakinya tak sengaja menabrak benda kecil tertutup kertas, membuatnya terlempar ke tepi rerumputan. Dari gambar menarik pada sampulnya, ia mengenali itu buku yang dibaca oleh gadis tadi. Dia asal- asalan memungutnya, melihat judulnya : 'Seribu Satu Malam, versi baru', karangan Stevenson. Dia mencampakkannya kembali ke rerumputan sebelum duduk santai, sejenak merasa bimbang: Kemudian, dia melangkah masuk ke mobil tadi, bersandar pada bantal jok dan mengucapkan dua kata kepada si sopir:

"Klub, Henry."

KESALAHAN TEKNIS

Saya tak pernah peduli benar dengan perselisihan antara dua pihak yang berlangsung lama, percaya hal itu dinilai terlalu tinggi di negeri kita dibandingkan dengan jeruk sitrun, sisa makanan, ataupun bulan madu. Walau demikian, sekiranya diijinkan, saya hendak menceritakan pada anda tentang perselisihan di wilayah Indian tempat saya pernah bekerja sebagai wartawan, mengikuti kehidupan dalam perkemahan dan bukan sekadar pelengkap atas kenyataan itu.

Saya sedang mengunjungi peternakan Sam Durkee, tempat saya mendapatkan pengalaman menyenangkan merawat kuku kaki kuda-kuda poni dan melambaikan tangan pada rahang bawah serigala pada jarak sekitar dua mil. Sam seorang yang telah banyak mengalami tempaan hidup, usianya duapuluh lima tahun, dengan reputasi pulang dalam gelap dengan ketenangan hati yang sempurna walau sering kali dengan keengganan.

Di Creek Nation terdapat sebuah keluarga bernama Tatum. Kabarnya keluarga Durkee dan keluarga Tatum telah bertahun-tahun berselisih. Beberapa orang dari masing-masing keluarga telah saling membalas dendam, dan diharapkan lebih banyak 'Nebuchadnezzar' akan mengikuti tindakan itu. Generasi yang lebih muda tumbuh dari masing-masing keluarga, dan dendam itu tumbuh secepat mereka. Tapi saya rasa mereka berkelahi dengan jujur, mereka'tak pernah mengendap-endap di ladang jagung dan membidik putus bretel-bretel di punggung musuh mereka, sebagian mungkin karena memang tak ada ladang jagung, dan tak seorangpun memakai lebih dari satu bretel. Juga, wanita dan anak-anak dari kedua keluarga tak pernah disakiti. Pada hari-hari konflik itu, dan akan anda dapati sampai sekarang, para wanita tetap aman.

Sam Durkee punya seorang kekasih (kalau saja saya bekerja untuk majalah fiksi dan berharap dapat menjual cerita ini, saya akan katakan, 'Tuan Durkee bahagia dengan tunangannya'). Namanya Ella Baynes. Mereka tampak saling menyayangi, setia dan benar-benar percaya satu sama lain sebagaimana semua pasangan yang telah seperti itu. Ia lumayan manis, dengan rambut coklat tebal yang membuatnya semakin manis. Sam memperkenalkan saya padanya, yang tampaknya tak mengurangi rasa sukanya pada Sam, jadi saya yakin mereka betul-betul belahan jiwa.

Nona Baynes tinggal di Kingfisher, dua puluh lima mil dari peternakan itu. Sam tinggal dalam langkah cepat di antara dua tempat itu. Suatu hari, datanglah ke Kingfisher seorang pemuda pemberani. Agak kecil perawakannya, bertampang licin dan ciri-ciri biasa. Dia banyak bertanya soal bisnis di kota itu. Dia mengaku berasal dari Muscogee, dan kelihatannya memang demikian, dengan sepatu kuning dan memakai sulaman. Saya sekali bertemu dengannya ketika saya mengirim paket pos, dia bilang namanya Beverly Travers, yang tampaknya agak tak mungkin.

Ada saat-saat sibuk di peternakan, tentu saja Sam jadi terlalu sibuk untuk sering- sering pergi ke kota. Sebagai seorang tamu yang tak cakap dan tak banyak membantu, maka beralih ke sayalah pekerjaan-pekerjaan kecil seperti mengirim kartu pos, membeli bertong-tong tepung, ragi, tembakau, rokok dan mengambil surat dari Ella.

Suatu hari ketika saya disuruh membeli setengah gross kertas rokok dan sepasang ban pedati, saya melihat Beverly Travers bersama Ella Baynes dalam sebuah kereta beroda kuning, berkeliling kota seolah-olah sengaja memamerkan kebersamaan mereka. Saya tahu informasi ini akan membuat Sam tak senang, jadi saya menahan diri urituk menjadikannya berita kota yang saya jual dalam perjalanan pulang. Tetapi, sore berikutnya seorang bekas koboi bernama Simmons, seorang sahabat lama Sam yang memiliki toko makanan ternak di Kingfisher berkunjung ke peternakan, melinting dan menghabiskan banyak rokok sebelum berbual. Saat berpidato, inilah kata-katanya:

"Begini, Sam. Ada cerita tentang seorang yang keliru menyebut namanya sendiri Bevel-edged Travels. Merusak atmosfer Kingfisher dua minggu terakhir ini. Kau tahu siapa dia? Dia tak lain tak bukan adalah Ben Tatum dari Creek Nation, anak lelaki Gopher Tatum tua yang ditembak Paman Newt-mu Februari lalu. Kau tahu apa yang telah dia lakukan pagi ini? Dia telah membunuh saudara laki-lakimu Lester, ditembak di pekarangan rumahnya."

Saya berpikir apakah Sam telah mendengar itu. Dia mematahkan sebatang ranting semak liar, dengan berat mengunyahnya, dan berkata :

"Begitukah? Dia membunuh Lester?" "Seperti biasanya," kata Simmons. "Dan dia tak hanya berbuat itu. Dia melarikan diri dengan kekasihmu, Nona Ella Baynes. Kupikir mungkin kau ingin tahu hal ini, jadi aku datang kemari untuk memberitahu informasi ini."

"Aku sangat berterima kasih, Jim," Sam mengeluarkan ranting yang tadi dikunyahnya dari mulut. "Ya, aku senang kau berkunjung. Ya, aku benar-benar senang."

"Yah, kalau begitu aku harus segera pulang. Bocah laki-laki yang kutinggal di toko tidak tahu bedanya rumput kering dengan gandum. Oh, ya. Dia menembak Lester di punggungnya.

"Menembak di punggungnya?"

"Ya, saat dia sedang menambatkan kudanya."

"Aku sungguh berterima kasih, Jim."

"Kupikir kau ingin mengetahuinya secepat mungkin."

"Masuklah dan minum kopi dulu sebelum kau pulang, Jim."

"Kurasa tidak, aku harus segera kembali ke toko."

"Dan kau bilang ..."

"Ya, Sam. Semua orang melihat mereka pergi mengendarai sebuah kereta dengan bungkusan besar, seperti pakaian, terikat di belakangnya. Dia bersama teman- temannya dari Muscogee. Akan sulit untuk menyusul mereka."

"Dan kemana ..."

"Aku baru saja akan memberitahumu tadi. Mereka berangkat melalui Jalan Guthrie. Tapi, tak ada informasi tentang arah mana yang mereka ambil di persimpangan, kau tahu itu." "Baik, Jim. Terima kasih banyak."

"Sama-sama, Sam."

Simmons melinting sebatang rokok dan menjejak kudanya dengan kedua tumit sepatu. Pada jarak dua puluh yard ia menarik tali kekang, berbalik dan berteriak :

"Kau tak ingin ... bantuan, atau semacamnya?"

"Tidak, terima kasih."

"Kupikir memang tidak. Baiklah, sampai jumpa!"

Sam mengeluarkan dan membuka sebuah pisau saku bergagang tulang dan mengerik Iumpur kering di sepatu bot kirinya. Tadinya saya pikir dia akan bersumpah membalas dendam dan membunuh menggunakan pisau itu, atau mengucapkan 'kutukan Gipsy'. Beberapa perselisihan jangka panjang antar kelompok yang pernah saya saksikan atau dengar biasanya bermula seperti itu. Yang satu ini tampaknya akan disajikan dengan cara baru.

Kalau itu ditawarkan di atas panggung, akan. menimbulkan cemoohan dan sebuah drama mencekam karya Belasco dimintakan sebagai gantinya.

"Aku tak tahu," Sam berkata dengan ekspresi berpikir yang dalam, "Apakah si tukang masak masih menyimpan sisa kacang dingin."

Dia panggil Wash, juru masak berkulit hitam, dan ternyata masih ada kacang itu. Dia suruh Wash memanaskannya dan membuat kopi kental. Lalu kami masuk ke kamar pribadi Sam, di mana ia tidur, tempat penyimpanan senjatanya, anjing- anjing peliharaannya dan pelana-pelana untuk kuda-kuda tunggangan kesayangannya. Dari sebuah rak buku dia mengeluarkan tiga atau empat buah senjata dan mulai memeriksanya, dengan samar-samar menyiulkan 'Ratapan Seorang Koboi'. Sesudah itu diperintahkannya memasang pelana dua kuda terbaik di peternakan itu dan diikatkan pada tiang penambat.

Sekarang, dalam urusan perselisihan antara dua pihak yang berlangsung lama, di seluruh pelosok negara saya telah mengamati bahwa dalam hal ini terdapat suatu etiket yang lembut namun keras. Anda tidak boleh menyebut kata atau membicarakan pokok persoalan di hadapan orang yang berkonflik. Itu lebih tercela daripada mengomentari tahi lalat di dagu bibi anda yang kaya. Baru kemudian saya tahu ternyata ada lagi satu aturan tak tertulis. Tapi, saya pikir aturan itu hanya milik kaum Barat.

Saat itu kurang dari dua jam sebelum waktu makan malam, tapi dalam dua puluh menit Sam dan saya cepat-cepat menyantap kacang yang telah dipanaskan kembali, kopi panas dan daging sapi dingin.

"Tak ada yang namanya makanan enak sebelum perjalanan panjang,' ujar Sam. "Makanlah dengan lahap !"

Tiba-tiba saya menaruh suatu kecurigaan.

"Mengapa kau memberi pelana pada dua ekor kuda?" tanya saya.

"Satu, dua ..., satu, dua," kata Sam. "Kau bisa berhitung, kan?"

Matematikanya mengandung keraguan sesaat sekaligus sebuah pelajaran. Dia tak berpikir bahwa mungkin saya tak mau menyertainya untuk balas dendam. Yang ini perhitungan kalkulus yang lebih tinggi. Saya diminta, untuk menjadi pencari jejak. Saya lalu makan lebih banyak kacang.

Satu jam kemudian kami dengan kecepatan yang mantap berkuda ke arah Timur. Kuda-kuda kami adalah peranakan Kentucky, diperkuat dengan rumput liar Barat. Kuda-kuda Ben Tatum bisa jadi lebih cepat. Dan lagi, dia memiliki jarak dan arah yang bagus. Tapi, bila dia mendengar derap kuku-kuku kuda kami, karena terlahir di pusat tanah persengketaan, dia mungkin merasa bahwa hukuman setimpal sedang datang membuntuti jejak kaki kuda-kuda tuanya yang necis.

Saya tahu kartu yang Ben Tatum mainkan adalah melarikan diri, melarikan diri sampai memasuki wilayah aman para pendukung setianya. Dia tahu bahwa orang yang memburunya akan terus mengikuti jejak ke arah manapun jejak itu menuju.

Selama perjalanan Sam berbicara tentang kemungkinan akan turun hujan, harga daging sapi dan musik. Anda akan berpikir. dia tak pernah mempunyai saudara laki-laki atau seorang kekasih atau seorang musuh di dunia ini. Ada beberapa persoalan yang terlalu besar bahkan untuk kata-kata dalam sebuah kamus lengkap. Mengetahui tahapan peraturan dalam perselisihan tapi tak punya pengalaman praktek, saya melebih-lebihkannya dengan menceritakan beberapa anekdot ringan yang lucu. Sam tertawa pada tempat yang sangat tepat, tertawa dengan mulutnya. Saat saya lihat mulutnya, saya berharap diberikan selera humor yang cukup untuk menyembunyikan anekdot-anekdot itu.

Kami melihat mereka pertama kali di Guthrie. Lelah dan lapar, kami berjalan terhuyung-huyung, kumal, masuk ke sebuah hotel kecil dan duduk di sebuah meja di ruang makan. Di seberang pojok kami lihat para buronan itu. Mereka menundukkan kepala pada makanan mereka tetapi sesekali mengamati sekeliling dengan gelisah.

Gadis itu bergaun coklat lembut, setengah mengkilap, kelihatan seperti sutera dengan kerah 44 berenda dan bermanset, dan rok berlipat seperti akordeon. Ia memakai tudung penutup wajah tebal berwarna coklat yang turun hingga ke hidung serta topi lebar bertepian jerami dengan sejenis bulu-bulu menghiasinya. Sedangkan pria itu mengenakan pakaian sederhana berwarna gelap. Rambutnya dipangkas sangat pendek. Dia hanyalah orang biasa seperti yang bisa anda temui di mana-mana.

Itu mereka, si pembunuh dan wanita yang telah diculiknya. Inilah kami, penuntut balas keadilan, berdasarkan peraturan, dan figuran yang menulis kata-kata ini.

Untuk sesaat, setidaknya, dalam hati sang figuran timbul naluri membunuh. Untuk sesaat dia merasakan semangat petarung, secara Iisan.

"Apa yang kautunggu, Sam?"bisik saya. "Biar dia rasakan balasannya sekarang!"

Sam menarik nafas panjang.

"Kau tidak mengerti, tapi dia paham betul," ujarnya. "Dia tahu. Tuan Tenderfoot, ada aturan di kalangan kulit putih bahwa anda tidak boleh menembak seorang pria ketika dia sedang bersama seorang wanita. Aku belum pernah tahu hal itu dilanggar. Anda tidak boleh melakukan itu. Anda harus membawanya ke tempat sekelompok pria atau dia sendirian. Itulah sebabnya. Dia juga tahu itu. Kita semua tahu. Nah, itu dia Ben Tatum! Salah seorang pria pesolek! Aku akan memisahkannya dari yang lain sebelum meninggalkan hotel, dan mengurus tagihannya!"

Setelah makan malam pasangan buronan itu dengan cepat menghilang. Meskipuri Sam terus mengamati lobi, tangga dan ruang pertemuan hingga tengah malam, secara misterius para buronan itu melarikan diri. Dan esok paginya wanita berpenutup wajah bergaun coklat dengan rok mirip akordeon dan lelaki muda yang berpakaian rapi dengan potongan rambut sangat pendek, juga kereta dertgan kuda-kuda tua itu, menghilang.

Cerita pengejaran selanjutnya sangat membosankan, jadi kita persingkat saja. Sekali lagi kami menyusul mereka. Kami kira-kira lima puluh yard di belakang mereka. Mereka masuk ke dalam kereta dan melihat kami, kemudian terus berjalan tanpa mencambuk kuda-kudanya. Keselamatan mereka tak lagi terletak pada kecepatan. Ben Tatum tahu. Ia tahu satu-satunya penyelamat yang tersisa baginya adalah etika itu. Tak diragukan lagi, ketika ia seridirian, masalah itu akan cepat diselesaikan Sam lewat cara biasa. Tapi Sam punya suatu alasan yang menahan kedua jarinya untuk bertindak. Dia tampak bukan seorang pengecut.

Jadi, mungkin anda mengerti bahwa wanita, kadang-kadang, bisa menunda dan bukannya mempercepat perseteruan antar pria. Tapi dengan terpaksa ataupun sadar. Ia lupa akan peraturan itu.

Lima mil ke depan kami memasuki kota besar Chandler. Kuda-kuda para pemburu maupun yang diburu kelaparan dan kelelahan. Ada satu hotel yang menawarkan bahaya bagi seorang pria dan hiburan bagi bajingan. Kami berempat bertemu lagi di ruang makan saat dentang lonceng begitu keras dan jmenimbulkan gema, seolah-olah dapat meretakkan ruangan. Ruang makan ini tak sebesar yang di Guthrie.

Waktu kami sedang menyantap kue pastel apel, saya perhatikan Sam menatap dengan tajam buruan kami sementara mereka duduk di meja di seberang ruangan. Gadis itu masih mengenakan gaun coklat dengan kerah berenda dan bermanset, serta tudung penutup wajah turun hingga ke hidungnya. Pria itu asyik menghadapi piringnya dengan kepala berambut pendeknya menunduk rendah.

"Ada satu aturan," saya dengar Sam berkata, entah kepada saya atau kepada dirinya sendiri, "Yang melarangmu menembak seorang pria yang sedang bersama seorang wanita, tapi tak ada yang menghalangimu membunuh seorang wanita yang sedang bersama seorang pria!"

Dan, lebih cepat dari kemampuan saya . memahami maksud kata-katanya, secepat kilat dia meraih pistol otomatis dari bawah lengan kirinya dan menghamburkan enam peluru ke tubuh yang terbungkus gaun coklat itu, gaun coklat dengan kerah berenda. dan bermanset serta rok mirip akordeon.

Orang muda bersetelan warna gelap, yang dari kepala dan hidupnya kehormatan seorang wanita telah dirampas, merebahkan kepala pada kedua lengannya yang dibentangkan ke atas meja. Sementara orang-orang bergegas mengangkat tubuh Ben Tatum dari lantai dalam samaran wanitanya yang memberi Sam kesempatan untuk mengenyampingkan, secara teknis, kewajiban aturan itu.

SERIBU DOLAR

"Seribu dollar," ulang Pengacara Tolman keras dan tegas, "Dan ini uangnya."

Gillian muda tertawa keras saat menunjuk pada bungkusan tipis uang lima puluhan dollar baru itu. "Ini jumlah yang luar biasa aneh," dia menjelaskan dengan ramah kepada sang pengacara. "Kalau itu sepuluh ribu dollar seseorang bisa berpesta kembang api dan membuka rekening di bank. Bahkan lima puluh dollar akan menimbulkan lebih sedikit kesukaran."

"Anda telah mendengar pembacaan wasiat paman anda," lanjut Pengacara Tolman dengan nada profesional. "Saya tak tahu apakah anda memperhatikan detil-detilnya tetapi saya harus ingatkan anda salah satunya. Anda diharuskan memberi kami keterangan atas pengeluaran seribu dollar ini segera setelah ahda menggunakannya. Wasiat itu menetapkan demikian. Saya percaya anda akan memenuhi keinginan almarhum Tuan Gillian."

" Anda dapat mempercayaiku," kata pemuda itu sopafi, "Walaupun ada tambahan biaya untuk itu. Saya harus menyewa seorang sekretaris. 'Saya tak pernah pandai mengurus pembukuan."

Gillian pergi ke klub, mencari seseorang yang dia panggil Bryson Tua.

Bryson tua seorang yang tenang, berusia empat puluh tahun dan terasing dari yang lain. Dia berada di pojokan sedang membaca buku dari ketika melihat Gillian mendekat ia mendesah, meletakkan buku dan melepas kacamatanya."

"Bryson Tua, bangun" kata Gillian. "Aku punya cerita lucu untukmu."

"Kuharap kau menceritakannya kepada seseorang di meja bilyar, bukan padaku," tukas Bryson Tua. "Kau tahu aku benci cerita-ceritamu."

"Ini lebih bagus dari yang biasanya," Gillian melinting sigaret, "Dan aku senang menceritakannya padamu. Terlalu menyedihkan sekaligus menggelikan untuk bersama-sama bola-bola bilyar berisik itu. Aku baru saja dari kantor pengacara almarhum pamanku. Dia meninggalkan padaku seribu dollar. Sekarang, apa yang mungkin dilakukan seseorang dengan seribu dollar?"

"Kupikir," kata Bryson Tua, tampak tertarik bagai seekor lebah melihat segelas kecil cuka di meja makan, "Almarhum Septianus Gillian bernilai setengah juta." "Memang," Gillian menyetujui dengan girang, "Dan di situlah lucunya. Dia meninggalkan seluruh kekayaannya untuk seekor kuman. Tepatnya, sebagian untuk orang yang menemukan basil baru dan sisanya untuk mendirikan rumah sakit untuk membuangnya lagi. Ada satu atau dua warisan remeh di samping itu. Kepala pembantu dan pengurus rumah tangganya mendapatkan masing-masing sebuah cincin dan sepuluh dollar. Keponakannya mendapatkan seribu dollar?"

"Kau seialu punya banyak uang untuk dihabiskan," Bryson Tua menatapnya.

"Berton-ton, bahkan," sahut Gillian. "Paman adalah seorang ibu peri sepanjang berkaitan dengan uang saku."

"Ada ahli waris lain?" tanya Bryson Tua.

"Tak ada sama sekali," Gillian mengernyitkan dahi menatap rokok di tangannya dan dengan gelisah 'menendang jok kulit dipan di depannya. "Ada Nona Hayden, anak angkat pamanku yang tinggal di rumahnya. Dia seorang yang tenang, berbakat musik, anak perempuan dari seseorang yang tak cukup beruntung yang menjadi teman almarhum pamanku. Aku lupa katakan kalau dia termasuk dalam lelucon tentang cincin dan sepuluh dollar. Kuharap telah kusebutkan tadi. Jadi, aku bisa memesan dua botol brut dan memberi pelayan tip dengan cincin itu, lalu melepaskan semua urusan dari tanganku. Jangan berlebihan dan menyinggung, Bryson Tua, katakan padaku apa yang bisa seseorang lakukan dengan seribu dollar?"

Bryson Tua mengusap kacamatanya dan tersenyum. Saat Bryson Tua tersenyum, Gillian tahu dia bermaksud lebih sinis daripada sebelumnya.

"Seribu dollar," katanya, "Berarti banyak... atau sedikit. Dengan itu, orang bisa membeli rumah indah untuk hidup berbahagia dan menertawakan Rockefeller. Yang lain mengirim istrinya ke daerah Selatan dan menyelamatkan hidupnya. Seribu dollar bisa membeli susu murni untuk seratus bayi selama Juni, Juli dan Agustus dan menyelamatkan hidup lima puluh bayi-bayi itu. Kau dapat memperhitungkan setengah jam hiburan untuk Biaya dari suatu galeri seni yang dijaga ketat. Itu cukup untuk menyediakan pendidikan bagi seorang anak ambisius. Kabarnya karya Corot yiang asli disimpan di ruang lelang kemarin untuk harga setinggi itu. Kau dapat pindah ke sebuah kota di New Hampshire dan hidup terhormat selama dua tahun. Kau bisa menyewa Taman Madison Square satu malam dan menceramahi pendengarmu. Jika kau mendapatkannya, dalam ketidak jelasan dari yang disangka sebagai ahliwaris."

"Orang-orang mungkin seperti kau, Bryson Tua," kata Gillian, selalu tenang, "Jika kau tidak menghiraukan soal salah atau benar. Aku minta kau mengatakan apa yang dapat kulakukan dengan seribu dollar."

"Kau?" tukas Bryson Tua tertawa ramah. "Mengapa Bobby Gillian? Hanya satu hal masuk akal yang kau dapat lakukan. Dengan uang itu kau bisa pergi belikan Nona Lotta Lauriere leontin berlian, kemudian pindah ke Idaho dan mendirikan peternakan. Aku sarankan peternakan domba karena entah bagaimana aku tak suka domba."

"Terima kasih," Gillian bangkit. "Kukira aku bisa mengandalkanmu, Bryson Tua. Rencanamu itu bagus sekali. Tadinya aku ingin membuang uang itu ke comberan karena aku harus membuat pembukuan untuk mendapatkannya dan aku benci membuat perincian."

Gillian memanggil taksi dan berkata kepada pengemudinya:

"Pintu masuk panggung Columbine Theatre."

Nona Lotta Lauriere sedang dirias dengan polesan bedak, hampir siap untuk perannya dalam pertunjukan yang ramai siang itu, ketika penata busana mengatakan Tuan Gillian mencarinya.

"Biarkan dia masuk," ujar Nona Lauriere. "Sekarang, ada apa lagi, Bobby? Aku akan tampil dua menit lagi."

"Jimati telinga kananmu sedikit," saran Gillian kritis. "Itu lebih bagus. Takkan sampai dua menit untukku. Apa pendapatmu tentang benda kecil pada sebuah anting-anting? Aku dapat menaruh tiga angka nol dengan angka satu di depannya."

"Oh, apapun yang kau katakan," girang Nona Lauriere. "Sarung tangan kananku, Adams. Jadi, Bobby, kau tahu kalung yang dipakai oleh Delia Stacey kemarin malam? Harganya dua ribu dua ratus dollar di Tiffany. Tapi tentu saja, tarik ' selendangku sedikit ke kiri, Adams."

"Nona Lauriere untuk lagu pembuka!" beritahu juru panggil pemain.

Gillian berjalan gontai menuju taksinya yang menunggu di luar. "Apa yang kau ingin lakukan dengan uang seribu dollar jika kau memilikinya?" dia menanyai si pengemudi.

"Membuka sebuah bar," kata pengemudi itu segera dengan suara serak. "Saya tahu tempat untuk mendapatkan banyak uang. Bangunan bertingkat empat di suatu sudut jalan. Saya telah memikirkannya. Dua lantai pertama untuk toko kelontong; lantai tiga, perawatan tangan dan kuku serta bisnis lainnya; lantai empat, arena judi. Bila anda berpikir tentang memberi ..."

"Tidak, tidak," sahut Gillian, "Aku hanya ingin tahu. Kusewa kau sejam ke depan. Tetaplah mengemudi sampai aku menyuruhmu berhenti."

Delapan blok di Broadway terlewati. Gillian menghentikan taksinya dan keluar. Seorang lelaki buta duduk di bangku berkaki pendek di trotoar menjual pensil. Gillian menghampiri dan berdiri di hadapan orang itu.

"Permisi," katanya, "Sudikah anda memberitahu saya apa yang anda akan lakukan bila anda memiliki uang seribu dollar?"

"Anda turun dari taksi yang barusan berhenti, bukan?" tanya orang buta itu.

"Ya," jawab Gillian.

"Sepertinya anda baik-baik saja," ujar si penjual pensil itu, "Untuk bepergian dengan taksi di siang hari. Lihat ini jika anda mau." Dia menarik keluar sebuah buku kecil dari saku mantel dan menyodorkannya. Gillian membukanya, ternyata sebuah buku tabungan. Gillian melihat jumlah rekening milik si buta sebesar 1.785 dollar.

Gillian mengembalikan buku kecil itu dan bergegas masuk taksi.

"Aku Iupa sesuatu," katanya. "Kita menuju kantor hukum Tolman & Sharp, di Broadway."

Pengacara Tolman memandang pada Gillian dengan tak bersahabat dan bertanya-tanya melalui kacamata tebal berbingkai emasnya.

"Maafkan saya," gembira Gillian berkata, "Tetapi bolehkah saya bertanya? Saya harap ini bukan suatu kekurangajaran. Apakah Nona Hayden memperoleh sesuatu warisan dari paman saya selain cincin dan sepuluh dollar itu?"

"Tidak," jawab Tuan Tolman.

"Saya sangat berterima kasih kepada anda, Tuan," ujar Gillian, lalu keluar menuju taksinya. Ia memberi si pengemudi alamat rumah almarhum pamannya.

Nona Hayden sedang menulis surat di perpustakaan. Dia berperawakan kecil, ramping dan berpakaian hitam. Tapi kamu harus memperhatikan matanya. Gillian terhanyut dan memandang dunia secara berbeda karenanya.

"Aku baru saja dari tempat Tuan Tolman," ia menjelaskan. "Mereka tengah memeriksa berkas-berkas itu. Mereka menemukan sebuah ..." Gillian mencari- cari dalam ingatannya sepatah istilah hukum, "Mereka menemukan sebuah amandemen atau tambahan atau sesuatu mengenai kehendak itu. Tampaknya pamanku telah sedikit melonggarkan pikiran dan menghendaki seribu dollarnya untukmu. Dalam perjalananku ke sini tadi Tuan Tolman memintaku membawakan uang itu. Ini dia. Sebaiknya kamu menghitungnya untuk memastikan jumlahnya benar." Gillian meletakkan uang itu di dekat tangan Nona Hayden di meja. Dia terkejut, "Oh!" serunya, dan sekali lagi, "Oh!"

Gillian setengah berputar dan memandang ke luar jendela.

"Kurasa tentu," ucap Gillian dengan suara rendah, "Kamu tahu aku mencintaimu."

"Maaf," kata Nona Hayden memungut uangnya.

"Tak ada gunanya?" tanya Gillian hampir girang.

"Maaf," kata Nona Hayden lagi.

"Boleh saya membuat sebuah catatan?" pinta Gillian sambil tersenyum. Ia duduk di atas meja besar perpustakaan itu. Nona Hayden memberinya sehelai kertas dan pena kemudian kembali ke mejanya semula.

Gillian menuliskan uraian atas pengeluaran seribu dollarnya dengan kata-kata : "Telah dibayarkan oleh si kambing hitam, Robert Gillian, seribu dollar sebagai rekening kebahagiaan abadi atas perintah surga, kepada wanita terbaik dan tercinta di bumi ini."

Gillian memasukkan tulisannya dalam sebuah amplop, memberi salam dan pergi.

Taksinya berhenti lagi di kantor Tolman & Sharp.

"Saya telah membelanjakan uang seribu dollar itu," katanya gembira kepada si kacamata emas Tolman, "Dan saya datang untuk memberikan keterangan atas hal itu sebagaimana telah saya setujui. Rasa-rasanya udara begitu hangat, bagai musim panas saja, tidakkah anda merasa demikian, Tuan Tolman?" Ia melemparkan sepucuk amplop putih ke atas meja pengacara itu. "Anda akan temukan catatan pendek di situ, Tuan, tentang cara bagaimana melenyapkan uang itu."

Tanpa menyentuh amplop itu, Tuan Tolman menuju sebuah pintu dan memanggil rekannya, Sharp. Bersama-sama, mereka memeriksa laci sebuah lemari besar. Selanjutnya, pencarian keduanya berakhir ketika mereka mengeluarkan sebuah amplop besar yang masih tersegel. Mereka membukanya dan secara bersamaan menggeleng-gelengkan kepala begitu membaca isinya. Lalu, Tolman menjadi juru bicara.

"Tuan Gillian," katanya dengan resmi, "Ada sebuah lampiran pada surat wasiat kehendak paman anda. Lampiran itu dipercayakannya sendiri kepada kami, dengan perintah untuk tidak membukanya sampai anda memberikan pada kami uraian rinci pengeluaran uang seribu dollar yang telah anda pegang sebagaimana disebutkan dalam surat wasiat. Karena anda telah memenuhi persyaratan, kami akan membacakan lampiran tersebut. Saya tidak ingin membebani pemahaman anda dengan istilah-istilah hukum tetapi saya akan beritahukan anda maksud sebenarnya dari isi lampiran ini.

"Bahwa anda telah mengurus uang seribu dollar tersebut menunjukkan anda memilliki kualifikasi yang patut mendapatkan imbalan. Banyak keuntungan akan bertambah pada anda. Tuan Sharp dan saya bertindak sebagai hakim, dan saya pastikan bahwa kami akan melaksanakan tugas kami semata- mata demi keadilan, dengan kemurahan hati dan berpandangan Iuas. Kami sama sekali tidak berniat berlaku tidak baik kepada anda, Tuan Gillian. Mari kita kembali pada lampiran surat wasiat ini. Apabila uang yang sedang kita bicarakan tadi telah digunakan dengan hati-hati, bijaksana, atau tidak hanya mementingkan diri sendiri, maka adalah kuasa kami untuk menyerahkan obligasi bernilai limapuluh ribu dollar, yang telah dititipkan sebelumnya kepada kami untuk tujuan tersebut. Namun, jika, sebagaimana klien kami almarhum Tuan Gillian secara eksplisit mengisyaratkan, anda menggunakan uang tadi seperti anda melakukannya pada masa lampau. Saya mengutip ucapan Tuan Gillian, yaitu penghamburan uang yang tak pantas dengan teman-temannya brengseknya, maka limapuluh ribu dollar ini akan diserahkan kepada Miriam Hayden, anak angkat almarhum Tuan Gillian, tanpa penundaan. Sekarang, Tuan Gillian, Tuan Sharp dan saya akan menilai uraian anda tentang penggunaan uang seribu dollar tersebut. Saya yakin anda menyampaikannya dalam bentuk tertulis. Saya harap anda mau menaruh kepercayaan pada keputusan kami. Tuan Tolman mengulurkan tangannya menuju amplop di meja itu. Tetapi, Gillian sedikit lebih cepat mengambilnya. Dirobeknya amplop itu dengan santai dan memasukkan ke sakunya.

"Tak apa-apa," ujarnya seraya tersenyum. "Tak perlu merasa terganggu dengan ini. Lagipula, saya kira anda tak akan memahami rincian taruhan judi ini. Saya menghabiskan seribu dollar ini di balapan. Selamat siang tuan-tuan."

Tolman dan Sharp menggeleng-gelengkan kepala dengan sedih satu sama lain ketika Gillian pergi, sebab mereka mendengar Gillian bersiul riang di koridor ketika ia menunggu lift.

*****

BALASAN SETIMPAI & PENJUAL GULA-GULA

"Kami akan berlayar di Laut Celtic pukul delapan pagi," kata Honoria sembari menarik seutas benang kendur dari lengan baju berendanya.

"Kudengar begitu," sahut Ives muda, dengan segera, sepertinya dia merasa dihukum, "Dan aku datang untuk memastikan kamu menikmati perjalanan yang menyenangkan."

"Tentu saja," kata Honoria, manis tapi dingin, "Karena kami tak punya kesempatan memberitahumu secara' langsung."

Ives menatap Honoria dengan sorot mata memohon, tapi dengan sedikit harapan.

Di luar sana, di jalan, sebuah suara melengking tinggi, bukan tak bernada, sebuah suara menawarkan dagangan. "Gula-gulaaaaa! Gula-gula segaaarr!"

"Itu penjual gula-gula langganan kami," Honoria menjenguk ke luar jendela dan memberi isyarat memanggil. "Aku ingin beberapa gula-gulanya.

Tak ada toko-toko di Broadway yang menjual gula-gula seenak yang dijualnya." Penjual gula-gula itu menghentikan gerobak dorongnya di depan rumah tua di Madison Avenue. Penampilannya berbeda dengan para pedagang kehling umumnya. Dasinya baru dan berwarna merah terang* dan pin berbentuk ladam kuda, hampir seukuran aslinya, berkilau dengan indah. Wajah coklat kurusnya berkerut membentuk senyum yang agak jenaka. Lengan baju bergaris-garis dengan kancing menutupi pergelangan tangannya yang sa wo ma tang.

"Aku yakin dia akan menikah," kata Honoria dengan rasa iba. "Tak pernah kulihat dia berteriak seperti itu sebelumnya. Dan hari ini adalah pertama kalinya dalam berbulan-bulan dia meneriakkan barang dagangannya, aku yakin."

Ives melemparkan sekeping uang logam ke trotoar. Si penjual gula-gula mengenali pelanggannya. Dia mengisi sebuah kantong kertas, membungkuk hormat dan menyerahkannya.

"Aku ingat..." kata Ives.

"Tunggu!" potong Honoria.

Ia mengambil map kecil dari laci meja tulis dan dari map itu ia keluarkan sepotong kertas tipis berukuran satu seperempat kali dua inci.

"Ini," kata Honoria kaku, "Bungkus gula-gula pertama yang kita buka."

"Itu setahun yang lalu," Ives meminta maaf sembari mengambilnya.

"Selama langit di atas masih biru cintaku 'kan setia hanya padamu"

Ini dibacanya dari secarik kertas tipis tadi.

"Kami pergi berlayar dua minggu lalu," Honoria bergunjing. "Saat itu musim panas yang begitu hangat. Kotanya sunyi sekali. Tak ada yang bisa dikunjungi. Tapi, aku dengar ada satu atau dua taman di atas atap yang menyenangkan. Satu atau dua nyanyian dan tariannya terdengar harmonis."

Ives tak berkedip. Ketika kau berada dalam arena, kau tak akan terkejut bila musuh memukul tulang rusukmu.

"Aku mengikuti si tukang gula-gula saat itu," kata Ives, tak berhubungan dengan topik pembicaraan. "Dan memberinya uang lima dollar di ujung Broadway."

Ia meraih kantong kertas di pangkuan Honoria, mengambil sebuah gula-gula dan perlahan membuka bungkusnya.

"Ayah Sara Chillingworth," ujar Honoria, "Memberinya sebuah mobil."

"Baca ini!" Ives menyodorkan kertas yang semula membungkus gula-gula.

"Kehidupan mengajar kita - Bagaimana untuk: hidup,

Cinta mengajar kita - untuk memaafkan"

Pipi Honoria merona merah jingga.

"Honoria!" teriak Ives, bangkit dari kursinya.

"Nona Clinton," Honoria mengoreksi, berdiri bagai Venus di atas pecahan ombak. "Aku peringatkan kamu untuk tidak menyebut nama itu lagi."

"Honoria," ulang. Ives, "Kamu harus mendengarkanku. Aku tahu aku tak pantas mendapatkan maaf darimu tapi aku harus mendapatkannya. Ada kegilaan yang terkadang menguasai seseorang, di mana sifatnya yang lebih baik tidak bertanggungjawab. Aku campakkan semua, kecuali dirimu. Aku putuskan rantai yang selama ini membelengguku. Kutinggalkan wanita perayu yang memalingkanku darimu. Biarlah sajak dari pedagang keliling tadi memohon untuk diriku. Kamu satu-satuhya yang dapat kucintai. Biarkan cintamu memaafkanku, dan aku berjanji padamu, cintaku akan tetap teguh selama langit masih biru."

Di sebelah Barat, antara jalan keenam dan ketujuh, sebuah gang membelah blok tepat di tengah-tengahnya. Berakhir di sebuah lapangan kecil di pusat blok itu. Kawasan yang teatrikal, penduduknya campuran dari setengah lusin bangsa, bernuansa bohemian, beragam bahasa, sebuah daerah yang tak menentu.

Di salah satu rumah yang mengelilingi lapangan kecil di belakang gang itu, tinggal seorang penjual gula-gula. Pada pukul tujuh ia mendorong gerobak dagangannya ke pintu masuk gang, menyandarkannya di pinggir jalan berkerikil, dan duduk pada salah satu pegangannya, beristirahat menyejukkan diri. Aliran angin kencang melalui gang itu.

Ada sebuah jendela tepat di atas tempat ia selalu menghentikan gerobak dorongnya. Di kesejukan sore, Nona Adele, yang selalu menarik perhatian semua orang di Taman Atap Aerial, duduk di dekat jendela, bersantai menikmati suasana. Biasanya, rambut tebalnya yang berwarna gelap kemerah-merahan jatuh tergerai. Angin membawa berkah yang menolong Sidonie, pembantunya, dalam mengeringkannya. Di sekitar bahunya yang merupakan bagian favorit bagi para fotografer, tersampir longgar sebuah syal berwarna ungu muda. Lengan bawah hingga sikunya tak tertutup tetapi bahkan batu bata terkeras dari tembok itu tidak akan mati rasa terhadap kekurangan itu. Saat dia duduk-duduk, Felice, pelayan satunya, meminyaki dan membersihkan kaki jenjang bersinar Nona merengut.

"Penjual gula-gula," katanya lembut dan penuh perasaan, "Sekalipun begitu kau akan mengatakan bahwa aku ini cantik. Semua pria berkata begitu, dan kau pun akan mengatakan demikian."

Si penjual gula-gula tertawa dan mengangkat pipa rokok dari mulutnya

"Yah," ujarnya, "Saya harus pergi. Ada berita di koran sore yang sedang saya baca. Pria menyelam ke dalam laut untuk mencari harta karun dan para perompak mengawasinya dari balik terumbu karang. Dan tak ada seorang wanita pun di daratan, laut maupun angkasa. Selamat petang." Dan dia menggulirkan gerobak dorongnya memasuki gang sempit, kembali ke dekat lapangan kumuh tempat dia tinggal.

Hal luar biasa baginya yang tak pernah mempelajari perihal wanita, sang nona yang duduk di jendela setiap hari dan menebarkan jalanya untuk permainan yang tercela. Sekali peristiwa, wanita itu membuat seorang ksatria agung tetap menunggu di ruang pesta selama setengah jam ketika dia dengan lagaknya menggempur pandangan hidup si penjual gula-gula. Tawa kasar si penjual gula- gula melukai kesombongan hati sang nona. Setiap hari si penjual gula-gula duduk di atas gerobaknya di mulut gang berangin sepoi-sepoi ketika wanita itu sedang dirawat rambutnya, dan setiap hari pancaran kecantikan wanita itu memantul dari hati si penjual gula-gula, tiada arti dan tanpa kesan. Tak pantas melukai kecerdasan matanya. Dengan harga diri tercabik, ia tetap tersenyum berseri-seri kepada si penjual gula-gula. Senyuman yang biasanya membuat pengagum beratnya serasa berada di surga. Sepasang mata tajam si penjual gula- gula itu memandangnya dengan tatapan setengah mencemooh, mendorong sang nona untuk menggunakan panah tertajam dari tempat panah kecantikannya.

Suatu sore ia bersandar di ambang jendela dan tidak menantang atau juga mengganggu si penjual gula-gula seperti biasa.

"Penjual gula-gula," katanya, "Berdirilah dan tatap mataku."

Dia berdiri dan menatap kedua mata itu dengan tawa keras tak menyenangkan seperti suara orang menggergaji kayu. Dia keluarkan pipa tembakaunya, menggunakannya untuk membuat suara-suara yang tak merdu sebelum memasukkannya kembali ke saku dengan tangan berlagak menggigil.

"Akan seperti itu," ujar Nona dengan senyum perlahan. "Saya harus pergi ke tukang pijit saya sekarang. Selamat petang."

Petang berikutnya pada jam tujuh, penjual gula-gula itu datang dan mengistirahatkan gerobaknya di bawah jendela yang sama. Tetapi, apakah itu si penjual gula-gula? Bajunya baru, bermotif kotak-kotak berwarna terang. Dasinya merah menyala, berhiaskan pin ladam kuda hampir seukuran aslinya. Sepatunya mengkilap di semir. Sawo matang pipinya telah memudar menjadi lebih terang dan tangannya bersih terbasuh. Jendela itu kosong. Dia menunggu di bawahnya dengan hidung mendongak ke atas seperti seekor anjing mengharap sebatang tulang.

Sang nona datang, diiringi Sidonie yang membawakan beban rambutnya. Ia melihat pada si penjual gula-gula dan tersenyum, sebuah senyum perlahan yang memudar menjadi perasaan bosan. Segera ia tahu bahwa permainan ini telah selesai, dan begitu cepat ia lelah akan perburuan itu. Ia mulai bicara kepada Sidonie.

"Hari yang cerah," si penjual gula-gula berbasa-basi. "Pertama kali dalam sebulan saya merasakan hal terbaik. Melewati Old Madison, berteriak menawarkan dagangan seperti yang dulu biasa kulakukan. Besok hujan tidak, ya?"

Nona meletakkan kedua lengannya di atas ambang jendela, kemudian dagu dengan lekuk kecil membelah itu menyandar di atas keduanya.

"Penjual gula-gula," ucapnya lembut, "Tidakkah kau mencintaiku?"

Penjual gula-gula itu berdiri dan menyandar ke dinding.

"Nona," jawabnya tersedak, "Saya punya tabungan delapan ratus dollar. Apakah saya pernah mengatakan anda tidak cantik? Ambil saja semua tabunganku, jangan tersisa, dan belikan anjingmu ikat leher."

Bunyi ratusan lonceng perak seolah berdentang di dalam kamar sang nona. Suara tawa memenuhi gang kecil itu hingga ke halaman di ujung dalamnya. Sang nona tertawa senang. Sidonie, seolah sebuah gema, mengiringi dengan tawa pelan. Tawa kedua orang itu tampaknya juga menembus diri si penjual gula-gula. Dia meraba-raba pin ladam kudanya. Akhirnya, merasa lelah, sang nona memalingkan wajah cantiknya yang memerah itu ke jendela.

"Penjual gula-gula," katanya, "Pergilah. Saat aku tertawa Sidonie menarik rambutku. Aku akan terus tertawa selama kau tetap di situ." "Ini pesan untuk Nona," kata Felice menghampiri jendela dalam kamar itu.

"Tak ada itu keadilan," si penjual gula-gula mengangkat pegangan gerobaknya dan pergi. Baru tiga yard si penjual gula-gula berlalu, dia mendadak berhenti. Pekikan-pekikan keras terdengar dari jendela sang nona. Segera dia berbalik kembali. Terdengar olehnya bunyi tubuh manusia memukul lantai dan suara seperti tumit sepatu mengetuk-ngetuk lantai secara bergantian.

"Apa itu?" teriaknya.

Wajah ketus Sidonie muncul di jendela.

"Nona tak dapat menguasai diri karena berita buruk," ujarnya. "Orang yang ia cintai dengan sepenuh jiwa telah pergi, mungkin anda pernah mendengarnya. Tuan Ives. Dia akan berlayar menyeberang lautan esok hari. Dasar lelaki!"

SANG GADIS

Tulisan berkilat pada dasar kaca pintu ruang No. 962 tertera : 'Robbins & Hartley, Makelar'. Para karyawan sudah pulang. Waktu sudah lewat pukul lima, dan dengan langkah kaki yang mantap, para wanita pembersih lantai menyerbu gedung kantor bertingkat duapuluh yang mencapai awan itu. Hembusan udara panas, dengan aroma lemon, asap batu bara dan minyak kereta masuk lewat jendela-jendela yang setengah terbuka.

Robbins, limapuluh tahun, seorang pria pesolek yang kelebihan berat, yang kecanduan malam-malam pertama dan hotel berkamar mewah, berpura-pura iri pada rekan kerjanya.

"Lakukanlah sesuatu pada lembabnya malam ini," katanya. "Kamu laki-laki luar kota, seorang yang berteman dengan serangga malam, sinar bulan, minuman dan Iainnya di serambi muka."

Hartley, duapuluh sembilan tahun, serius, kurus, tampan, penggugup, pengeluh dan agak berkerut. "Ya," jawabnya, "Kami seialu menikmati malam-malam dingin di Floralhurst, terutama pada musim dingin."

Seorang pria dengan nuansa misterius masuk di pintu dan menuju. Hartley.

"Aku telah menemukan tempat tinggal gadis itu," ia memberitahu dengan isyarat setengah berbisik layaknya seorang detektif dengan rekannya.

Hartley memberengut pada pria itu hingga keadaan menjadi sunyi dan hening. Tapi pada saat yang sama Robbins meraih tongkatnya, mengatur penjepit dasinya dan dengan anggukan ramah keluar menuju hiburan-hiburan metropolisnya.

"Ini alamatnya," kata sang detektif dengan nada suara biasa, mencegah pendengarnya untuk protes.

Hartley mengambil sobekan dari buku catatan kumal sang detektif. Di sana terdapat tulisan pensil, 'Vivienne Arlington, No.341 East-th Street, di bawah perlindungan Nyonya McComus.'

"Pindah ke sana seminggu lalu," kata sang detektif. ''Sekarang, jika anda mau dia diikuti, Tuan Hartley, saya dapat melakukannya sebaik yang dapat dilakukan orang di kota ini. Itu hanya butuh tujuh dollar sehari ditambah pengeluaran lainnya. Dapat dikirimkan dalam bentuk ketikan laporan per hari, meliputi..."

"Tidak perlu diteruskan," potong sang makelar. "Ini bukanlah kasus yang semacam itu. Saya hanya butuh alamat ini. Berapa saya harus bayar anda?"

" "Satu ..hari kerja," sahut sang detektif. "Sepuluh dollar cukup untuk itu."

Hartley membayar dan membebastugaskan orang itu. Lalu ia meninggalkan kantor dan menumpang mobil Broadway. Pada arteri pertama antar-kota yang besar, ia merigambil mobil yang bepergian ke arah timur, ini menempatkannya pada jalan raya rusak, yang struktur kunonya dahulul menjadi kebanggaan dan kejayaan kota itu.

Berjalan beberapa kilometer, ia sampai di bangunan yang dicarinya. Itu sebuah bangunan flat yang baru, berhiaskan ukiran pada pintu gerbang dengan batuan murahnya, nama bangunan itu terdengar merdu, 'The Vallambrosa.' Tangga darurat berkelok-kelok depannya, dimuati oleh perkakas rumah tangga, jemuran pakaian, dan teriakan anak-anak yang bermain keluar karena panasnya udara pertengahan musim panas. Di sana sini terdapat pohon karet muda mengintip dari kumpulan yang beraneka ragam, seolah ingin tahu tempat itu milik kerajaan apa. Sayuran, binatang, atau benda buatan manusia.

Hartley menekan tombol nama McComus. Gerendel pintu berbunyi klik secara tak teratur,! kadang-kadang terdengar ramah, di lain waktu seolah ragu-ragu. Sepertinya orang yang membukanya dalam kegelisahan, apakah tamunya seorang teman baik atau penagih utang. Hartley masuk dan mulai menaiki tangga seperti perilaku orang yang mencari teman mereka di rumah-rumah flat kota, seperti perilaku seorang anak kecil yang memanjat pohon apel, dan berhenti ketika ia mendapatkan apa yang diinginkannya.

Pada lantai keempat ia melihat Vivienne sedang berdiri di depan pintu yang terbuka. Gadis itu mengundangnya masuk, dengan suatu anggukan dan senyum alami yang ceria. Ia menaruh kursi untuk Hartley di dekat jendela, dan menenangkan dirinya dengan anggun pada tepi salah satu dari sebuah perabot 'Jekyll & Hyde' yang diselubungi kesan misterius, bagian terbesar yang tak tertebak pada siang hari dan siksaan rasa penasaran ketika malam hari.

Hartley bergerak cepat, kritis, tatapan menghargai pada gadis itu sebelum berbicara, dan mengatakan pada dirinya sendiri bahwa selera dirinya dalam memilih memang sempurna.

Vivienne berumur sekitar duapuluh satu tahun. Ia tipe turunan Inggris yang paling murni. Rambutnya emas kemerah-merahan, tiap helai yang berkumpul bersinar kemilau dengan warnanya yang lembut Dalam harmoni yang sempurna dari mata bercorak kuning gading yang cerah dart biru laut yang dalam, yang memandang dunia dengan ketenangan sederhana seorang putri duyung atau peri sungai dan gunung yang belum terjamah. Badannya kuat dan masih memiliki keanggunan dari sifat bersahaja yang nyata. Dan masih dengan semua kecerahan dan kejujuran khas Utara dari garis dan warna, terlihat sesuatu yang tropis padanya, suatu ketenangan sikapnya yang lemah gemulai, pada cinta, pada kepuasan batin yang sederhana dan kenyamanan yang ada dalam nafasnya. Sesuatu yang nampaknya dilimpahkan padanya sebagai hak atas karya sempurna alam. Yaitu suatu hak untuk hidup dan dikagumi seperti halnya bunga langka atau beberapa ekor merpati putih-susu yang cantik di antara kumpulannya yang berwarna seadanya.

Ia mengenakan pakaian putih sepinggang dan rok gelap, penyamaran yang bijaksana dari gadis angsa dan wanita bangsawan.

"Vivienne," kata Hartley, sambil melihatnya dengan memohon. "Kamu tak menjawab surat terakhirku. Hampir seminggu mencari, baru kutemukan tempat tinggalmu kini. Mengapa kamu membiarkanku gelisah sementara kamu tahu betapa cemasnya aku menunggu untuk bertemu dan mendengar kabar darimu?" .

Sang gadis melihat keluar jendela sambil melamun.

"Tuan Hartley," ia berkata dengan ragu-ragu, "Aku sangat tahu apa yang akan kukatakan padamu. Aku menyadari semua keuntungan tawaranmu, dan kadang- kadang aku yakin bahwa aku dapat hidup senang denganmu. Tapi, sekali lagi, saya ragu. Saya lahir sebagai gadis kota, dan saya takut mengikatkan diri dengan kehidupan pinggiran kota yang sunyi.

"Gadisku," kata Hartley dengan bergairah, "Pernahkah kuberitahu padamu, kau dapat memiliki apapun yang hatimu inginkan, yang aku mampu memberikannya padamu? Kamu bisa datang ke kota untuk menonton, belanja, dan mengunjungi teman-temanmu sesering kamu inginkan. Dapatkah kamu percaya padaku?"

"Sesungguhnya," gadis itu berkata, mengarahkan matanya yang jujur pada Hartley dengan suatu senyuman. "Aku tahu bahwa kamu adalah orang yang sangat baik, dan gadis yang kamu dapatkan adalah seorang yang beruntung. Aku mengetahui semua tentangmu ketika aku tinggal di kediaman Montgomery." "Ah!" Seru Hartley, dengan cahaya mengenang dan lembut di matanya. "Aku ingat betul malam aku pertama melihatmu di-keluarga Montgomery. Nyonya Montgomery mengucapkan pujianmu padaku sepanjang malam. Dan ia hampir tidak memberimu keadilan. Aku tak akan melupakan malam itu. Ayolah, Vivienne, berjanjilah padaku. Aku menginginkanmu. Kamu tak akan menyesal pergi denganku. Tiada seorangpun yang akan pernah memberikanmu perasaan senyaman di rumah sendiri."

Gadis itu menghela napas panjang dan menunduk ke arah tangannya yang terlipat.

Kecurigaan, rasa cemburu tiba-tiba menyergap Hartley.

"Katakan padaku, Vivienne," ia memintanya dengan sangat, "Apakah ada yang lain. Apakah ada orang lain?"

Rona kemerahan merambat perlahan melewati pipi dan lehernya yang kuning. "Kamu seharusnya tak menanyakan itu, Tuan Hartley," katanya dalam kebingungan. "Tapi aku akan katakan padamu. Ada seorang yang lain, tapi ia tidak punya hak. Aku tak janjikan apapun padanya."

"Namanya?" pinta Hartley dengan memohon.

"Townsend."

"Rafford Townsend!" seru Hartley sambil menggeram rahangnya dengan kuat. "Bagaimana orang itu mengenalmu? Setelah apa yang kulakukan padanya..."

"Mobilnya baru tiba di bawah," kata Vivienne membungkuk di bawah terali jendela. "Ia datang untuk mendapat jawaban. Oh, aku tak tahu apa yang harus kulakukan!"

Bel di dapur flat itu berbunyi. Vivienne bergegas untuk menekan tombol gerendel pintu. "Tetaplah di sini," kata Hartley. "Aku akan menemuinya di ruang tamu."

Townsend, terlihat seperti seorang bangsawan Spanyol dengan baju wolnya yang ringan, topi Panama, dan kumis hitam melintang. Ia menaiki tiga anak tangga sekaligus. Ia berhenti ketika Hartley memandangnya dan ia terlihat dungu.

"Kembali," kata Hartley dengan tegas, menunjuk tangga ke bawah dengan jari telunjuknya.

"Halo!" kata Townsend pura-pura terkejut. "Ada apa? Apa yang kamu lakukan di sini orang tua?"

"Kembali!" ulang Hartley dengan keras. "Mau hukum rimba? Kamu mau anjing- anjing pemburu mencabik-cabikmu menjadi potongan-potongan? Pembunuhan adalah keahlianku."

"Aku datang ke sini untuk melihat tukang ledeng mengecek sambungan pipa kamar mandi,'' jawab Townsend dengan berani.

"Baik," kata Hartley. "Kamu seharusnya memiliki plester pembohong untuk direkatkan pada jiwa pengkhianatmu. Pergilah!"

Townsend turun ke bawah, meninggalkan kata-kata pahit yang dihembuskan melalui aliran udara tangga-tangga rumah. Hartley kembali pada rayuan- rayuannya.

"Vivienne," katanya dengan merdu sekali. "Aku harus mendapatkanmu. Aku tidak akan menerima penolakan atau buang-buang waktu lagi."

"Kapan kau menginginkanku?" tanya Vivienne.

"Sekarang. Secepatnya saat kamu siap."

Ia berdiri dengan tenang di hadapan Hartley dan memandang matanya hingga ke dalam. "Apakah kamu pikir," sang gadis berkata,"Aku akan masuk ke rumahmu, sementara Heloise ada di sana?"

Hartley ngeri seperti mendapatkan tamparan tak terduga. Ia melipat tangannya dan melangkah di atas karpet sekali atau dua kali.

"Ia akan pergi," ia menyatakan dengan tegas. Keringat menetes di keningnya. "Kenapa aku harus membiarkan wanita yang membuat hidupku sengsara? Tak pernah sekalipun aku merasakan sehari tanpa masalah sejak aku mengenalnya. Kamu benar, Vivienne. Heloise mesti disingkirkan sebelum aku membawamu ke rumahku. Ia harus pergi. Aku telah memutuskan. Aku akan mengeluarkannya dari rumahku."

"Kapan kamu akan melakukannya ?" tanya sang gadis.

Hartley menggeramkan giginya dan mengerutkan keningnya secara bersamaan. "Malam ini," tegasnya. "Aku akan mengeluarkannya malam ini."

"Kalau begitu," kata Vivienne, "Jawabanku adalah ya. Datanglah padaku kapanpun kamu mau."

Ia melihat ke dalam mata Hartley dengan cahaya yang manis dan tulus. Hartley hampir tak percaya bahwa penyerahan dirinya itu sungguh-sungguh, sangat cepat dan sempurna.

"Berjanjilah padaku," Hartley berkata dengan penuh perasaaan, "Demi ucapan dan kehormatanmu."

"Demi ucapan dan kehormatanku," ulang Vivienne dengan lembut.

Di pintu Hartley berbalik dan menatap Vivienne dengan bahagia, tapi masih hampir tak percaya pada sebab kebahagiaannya.

"Besok," katanya, dengan telunjuk ke atas tanda mengingatkan.

"Besok," Vivienne mengulangi, dengan senyum kebenaran dan kejujuran. Sekitar satu jam empatpuluh menit, Hartley turun dari kereta di Floralhurst. Langkah cepat selama sepuluh menit membawanya ke gerbang suatu bangunan bertingkat dua dengan halaman rumput yang luas dan terawat baik. Di tengah perjalanan ke rumah ia bertemu seorang wanita dengan rambut berkepang hitam legam dan gaun putih musim panas yang longgar, yang setengah mencekik Hartley tanpa sebab yang jelas.

Ketika mereka melangkah ke ruang tamu, wanita itu berkata :

"Mama ada di sini. Mobilnya akan datang dalam setengah jam. Ia datang untuk makan malam, tapj tak ada makan malam."

"Aku harus memberitahumu sesuatu," kata Hartley. "Kupikir aku harus menyampaikannya dengan hati-hati. Tapi karena ibumu di sini, kitaj sebaiknya tidak usah membicarakan hal itu dulu."

Ia membungkuk dan sambil membisikkan sesuatu ke telinga wanita itu.

Istrinya menjerit. Ibunya datang berlari ke ruang tamu. Wanita berambut hitam legam itu menjerit lagi, jeritan gembira dari wanita yang disayang dan sangat dicintai.

"Oh, Mama!" ia berteriak dengan penuh bahagia. "Bagaimana pendapatmu? Vivienne akan memasak untuk kita. Ia salah seorang yang tinggal bersama keluarga Montgomery sepanjang tahun lalu. Dan sekarang, Billy sayang," ia memutuskan, "Kamu harus turun ke bawah, ke dapur dan memberhentikan Heloise. Ia telah mabuk lagi sepanjang hari."

PERMINTAAN SANG KEKASIH

Bulan madu lagi mesra-mesranya. Di sebuah rumah flat dengan karpet baru berwarna paling merah, tirai pintu berumbai dan enam gelas bir dengan tutup timah tertata rapi pada birai di atas bingkai dinding ruang makan. Kekaguman terlebih lagi pada pasangan yang berbulan madu itu. Tak satupun dari mereka pernah melihat bunga mawar kuning di tepi sungai. Tapi jika pemandangan demikian bertemu mata mereka pada saat itu, akan tampak seperti....yah, penyair manapun berpendapat orang yang jujur akan melihat sinar mata mereka dibandingkan setangkai mawar.

Pengantin wanita duduk di kursi goyang dengan menyelonjorkan kakinya yang menawan. Ia dibungkus oleh mimpi-mimpi indah dan kimono dengan warna dan corak bunga mawar. Ia bertanya-tanya apakah orang-orang di Greenland, Tasmania dan Balukistan pada saat yang sama sedang bercerita satu sama lain tentang pernikahannya dengan Kid McGarry. Itu tidak mengubah apapun. Tak ada satupun petinju kelas menengah dari London sampai ke arah rasi Bintang Selatan yang sanggup berdiri selama empat jam...bukan, empat ronde.. .melawan pengantin prianya. Dan laki-laki itu telah menjadi miliknya selama tiga minggu. Dan lekuk jari-jari kecilnya sanggup menggoyahkan McGarry lebih daripada kepalan tinju seberat 142 pon di dunia ini.

Cinta, ketika itu menjadi milik kita, adalah nama lain dari peniadaan diri sendiri dan pengorbanan. Ketika ia menjadi milik orang-orang yang melewati halangan rintangan, itu berarti arogansi dan kesombongan diri.

Wanita itu menyilangkan sepatu bertumit rendahnya dan melihat dengan seksama lukisan dewi asmara pada langit-langit.

"Begitu indah," katanya, dengan gaya seperti Cleopatra meminta Antony agar kota Roma dari kertas tisu diantar ke kediamannya. "Aku pikir aku ingin buah persik."

Kid McGarry bangkit dan mengenakan jas dan topinya. Ia seorang yang serius, kelimis, sentimentil dan penuh semangat.

"Baiklah," jawabnya, dengan tenang seolah-olah ia hanya sedang menyetujui menandatangani perjanjian untuk bertarung dengan juara Inggris. "Aku akan ke bawah dan merebutnya satu untukmu sayang."

"Jangan lama-lama," sahut sang pengantin wanita. "Aku akan kesepian sendiri tanpa bocah nakalku. Dapatkan satu yang bagus dan matang, sayang."

Setelah serangkaian ucapan perpisahan seolah-olah akan bepergian ke luar negeri, Kid turun ke jalan.

Kali ini ia bukan tanpa alasan untuk bimbang, sekarang baru awal musim semi, dan kelihatannya kecil kemungkinan untuk mencari persik kemanapun di jalan- jalan yang dingin dan toko-toko yang mendambakan nikmatnya musim panas yang sempurna.

Di kios buah milik orang Italia di pojokan jalan ia berhenti dan melemparkan pandangan pada buah-buahan yang dipajang, dari jeruk-jeruk berlapis kertas, apel yang mengkilat dan pucat, dan pisang yang kekuning-kuningan.

"Apakah ada buah persik?" tanya Kid dengan gaya Dante, sang pecinta agung.

"Oh, tidak ada," jawab sang penjaja dengan penyesalan. "Sudah sebulan tak ada persik. Terlalu cepat. Ada jeruk yang sangat bagus. Anda suka jeruk?"

Dengan penuh gerutuan, Kid meneruskan pencariannya. Ia memasuki kedai masakan cina yang buka sepanjang malam, kafe dan lintasan bowling milik teman dan pemujanya, Justus O'Callahan. O'Gallahan sedang berada di sana untuk mencari kebocoran di bangunan itu.

"Aku sungguh-sungguh menginginkan ini," kata Kid padanya. "Si Nyonya Tua telah mendapat firasat bahwa ia menginginkan persik. Sekarang, jika kamu punya persik, Cal, keluarkan segera. Aku sangat menginginkan persik dan yang tampak seperti itu jika kamu punya dalam jumlah banyak."

"Terserah kamu," kata O'Callahan. "Tapi tidak ada persik. Ini terlalu awal. Aku pikir kamu tidak akan mendapatkannya bahkan pada salah satu persimpangan Broadway. Ini terlalu menyedihkan. Ketika kekasihmu memperbaiki seleranya untuk satu jenis buah, tidak ada yang dapat dilakukan: Terlalu telat sekarang untuk menemukan toko buah certia cerita pilihan kelas satu buka. Tapi jika kamu pikir Nyonyamu akan menyukai jeruk-jeruk yang manis, aku baru saja dapat satu kotak jeruk terbaik yang mungkin saja ia..."

"Terima kasih, Cal. Ia meminta persik dari awal. Aku akan berusaha lagi."

Waktu hampir mendekati tengah malam ketika Kid berjalan ke West-Side Avenue. Sedikit toko yang buka, dan kelihatan mengejek dengan pertanyaan tentang persik.

Tapi pada rumah flat yang berparit, sang pengantin wanita dengan percaya diri menunggu buah Persia-nya. Juara kelas welter tidak menemukan buah persik? Tidak melangkah dengan] kemenangan mengatasi musim, rasi bintang dari kalender untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan kekasihnya?

Mata Kid menangkap cahaya jendela yang cemerlang dan indah dengan warna- warna alami yang sangat menarik. Cahaya itu tiba-tiba lenyap. Kid berlari dan mendapati si penjual buah sedang mengunci pintu.

"Ada persik?" tanyanya, dengan penuh pertimbangan.

"Maaf Tuan. Persik tidak ada dalam tiga atau empat minggu lagi. Saya tidak tahu di mana anda bisa mendapatkannya. Mungkin saja ada sedikit di kota dari bawah rumah kaca, tapi sulit mencari tempatnya. Mungkin di salah satu hotel yang sangat mahal, tempat di mana uang dihambur-hamburkan. Saya punya beberapa jeruk yang sangat baik, dari muatan kapal yang datang hari ini."

Kid tetap berada di pojokan untuk sesaat, dan kemudian pergi dengan cepat menuju sepasang cahaya hijau yang menerangi langkahnya menuju sebuah gedung sepanjang jalan yang gelap.

"Apakah Kapten sedang keluar?" tanyanya pada seorang sersan di kantor polisi.

Pada saat yang sama sang;Kapten datang dengan cepat dari belakang. Ia berpakaian preman dan kelihatannya sedang sibuk. "Hai, Kid, " ia berkata kepada si petinju. "Kupikir kamu sedang berbulan madu ke luar kota?"

"Baru saja kembali kemarin. Aku seorang warga kota yang baik sekarang. Kupikir aku akan mengambil bagian dalam kewajiban warga kota. Tepatkah waktunya untuk memasuki kediaman Denver Dick malam ini, Kapten?"

"Perkembangan terakhir," kata sang kapten sambil melinting kumisnya. "Tempat, perjudian Denver Dick ditutup dua bulan lalu."

"Benar," sahut Kid. "Rafferty memburunya keluar dari wilayahnya. Denver kini berada di wilayah anda, dan permainannya lebih besar daripada sebelumnya. Aku benci bisnis perjudian ini. Aku bisa membantu anda melawan permainannya."

"Di wilayahku?" sahut sang kapten dengan geram. "Apa kamu yakin, Kid? Aku akan menerimanya sebagai suatu karunia. Apakah kamu sudah menemukan pintu masuknya? Bagaimana kita dapat masuk?"

"Menggunakan alat pemukul," jawab Kid. "Mereka belum memberi plat baja di pintu-pintunya. Anda butuh sepuluh orang. Tidak, mereka tidak akan membiarkanku memasuki tempat itu. Denver pernah mencoba melakukannya padaku. Ia pikir aku memberikan petunjuk untuk razia-razia yang dilakukan. Aku jelas menyangkalnya. Anda harus cepat-cepat. Aku harus segera pulang. Tempat perjudian itu hanya tiga blok dari sini."

Belum sampai sepuluh menit, sang kapten dengan selusin anak buahnya dengan cepat menyelinap bersama pemandu mereka ke arah pintu masuk bangunan yang gelap dan kelihatan seperti tempat bisnis biasa pada siang hari.

"Lantai tiga, lewat belakang," kata Kid dengan perlahan. "Akan kutunjukkan arahnya."

Dua orang berkapak menemukan pintu yang Kid tunjukkan. "Kelihatannya sunyi senyap," kata sang kapten dengan ragu. "Apa kamu yakin saranmu benar?"

"Lakukan saja!" kata Kid. ''Tanggung jawabku bila gagal."

Kapak-kapak berdentum menembus pintu yang tidak dilindungi. Cahaya yang menyilaukan berkilatan melalui papan-papan yang hancur. Pintu itu rubuh, dan pasukan itu menghambur ke dalam ruangan dengan senjata siap di tangan.

Ruangan besar itu dilengkapi perabotan yang keindahannya sangat menyolok sesuai dengan impian Barat Denver Dick. Beragam permainan yang biasa dikenal sedang berlangsung. Sekitar lima puluh orang yang berada di ruangan itu mencoba kabur dari sergapan polisi, berlarian menyelamatkan diri masing- masing. Polisi-polisi berpakaian preman itu harus sedikit berkejar-kejaran. Lebih dari setengahnya berhasil melarikan diri.

Denver Dick telah menyemarakkan permainan dengan kehadirannya malam itu. Ia memimpin gerombolan yang bertujuan mengusir barisan penyerbu yang lebih kecil. Tapi ketika ia melihat Kid, masalahnya menjadi persoalan pribadi. Denver Dick seorang petinju kelas berat, ia merasa akan bersenang-senang dengan musuh yang lebih ringan darinya, dan mereka jatuh bergulingan sepanjang tangga dengan saling bertukar pukulan. Setelah mendarat mereka saling menjauh dan bangkit, kemudian Kid dapat menggunakan beberapa taktik profesionalnya, yang telah tak berguna baginya ketika dalam keadaan genting melawan seorang pria terlatih berbobot duaratus pon yang kehilangan duapuluh ribu dollar kekayaannya.

Setelah menundukkan musuhnya, Kid bergegas menaiki tangga dan melewati ruang perjudian menuju apartemen lebih kecil yang dihubungkan oleh pintu masuk yang melengkung.

Di sana terdapat sebuah meja panjang dengan barang pecah belah dan perak pilihan yang dipenuhi berbagai jenis makanan mahal dan luar biasa. Makanan yang sangat diimpikan seorang olahragawan. Sekali lagi ini dapat dipandang sebagai selera kebebasan dan penuh warna dari seorang pria urban sejati. Sebuah sepatu kulit menonjol keluar beberapa inci dari taplak meja di lantai. Kid meraihnya, dan menarik seorang berkulit hitam dengan dasi putih dan pakaian pelayan.

"Bangun!" bentak Kid. "Apakah kau bertanggung jawab atas makanan gratis ini?"

"Ya, Tuan, saya. Apa mereka telah menangkap kita lagi, bos?"

"Lihat kesini. Dengarkan aku. Apakah ada persik di sajian ini? Jika tidak ada, aku akan mengaku kalah."

"Ada tiga lusin Tuan, waktu perjudian dibuka malam ini. Tapi saya kira orang- orang telah memakan semuanya. Jika anda ingin makan jeruk, Tuan, aku akan carikan beberapa buah untukmu."

"Tak perlu!" hardik Kid dengan kasar, "Pindahkan persik apapun yang ada dengan cepat, atau akan ada masalah di sini. Jika ada lagi yang menawariku jeruk malam ini, akan kujotos mukanya!"

Penyerbuan terhadap jamuan makan Denver Dick yang mahal dan boros memberikan hasil satu-satunya, persik terakhir telah berhasil lolos dari mulut tamu-tamu rakus itu. Persik terakhir itu lalu masuk ke saku Kid. Dan pencari buah yang tak kenal lelah itu. berakhir dengan hadiahnya. Dengan pandangan sekilas pada kejadian di trotoar bawah bangunan itu, di situ para polisi sedang memasukkan tahanan ke mobil patroli mereka, Kid menuju rumahnya dengan langkah panjang dan cepat.

Hatinya begitu ringan ketika ia pulang. Seperti kembalinya para ksatria ke Camelot setelahl melakukan perbuatan berisiko tinggi untuk tuan putri mereka yang jelita. Nyonya Kid telah memerintahkannya dan ia telah melaksanakannya. Benar, hanya sebuah persik yang ia idamkan. Tapi bukan sebuah pekerjaan ringan mencari buah persik di kota yang dingin itu, ketika salju-salju bulan Februari masih keras seperti besi. Wanita itu telah meminta persik, ia menyuruh pengantin prianya. Di dalam saku Kid buah persik itu terasa hangat di tangannya yang memegangi buah itu, takut persik itu jatuh dan menghilang.

Dalam perjalanan pulang Kid singgah di apotek jam dan berkata ke penjaganya:

"Katakan padaku, kuharap anda mengukur tulang igaku dan lihat apakah ada yang patah. Aku baru saja terlibat perkelahian kecil, dan menabrak setingkat atau dua anak tangga."

Apoteker itu melakukan pemeriksaan. "Tidak ada yang patah," diagnosanya. "Tapi anda mendapat luka memar di sini, sepertinya anda telah tertimpa setrika dua kali."

R

"Benar," sahut Kid. "Bisakah anda tolong ambilkan sikat pakaian anda?"

Sang pengantin wanita menanti di bawah cahaya kemerah-merahan dari lampu berwarna pink. Keajaiban-keajaiban tidak semua berlalu begitu saja. Dengan bernafaskan suatu hasrat untuk beberapa hal kecil, setangkai bunga, sebuah delima, sebuah...oh ya, sebuah persik. Ia dapat mengirim keluar lelakinya ke gelapnya malam, ke dunia yang tak dapat menahannya, dan sang lelaki akan melakukan perintahnya.

Dan sekarang Kid berdiri di depan kursinya, meletakkan persik itu di tangannya. "Anak nakal!" katanya dengan penuh rasa sayang. "Apakah tadi kukatakan buah persik? Kupikir aku akan lebih suka mendapatkan buah jeruk, sayang."

Berkahilah sang pengantin wanita.

KODE RAHASIA GALLOWAY

Harian New York, Enterprise, mengirim H.B.Calloway sebagai koresponden khusus pada perang Jepang melawan Rusia, Perang Portsmouth. Selama dua bulan, Calloway berkeliaran antara Yokohama - Tokyo, beramah tamah dengan koresponden-koresponden lain untuk minum 'rickshaw', oh bukan, itu sesuatu yang dinaiki. Bagaimanapun ia tidak menghasilkan berita sesuai dengan bayaran yang diberikan korannya. Tapi itu bukan salah Calloway. Pria kecil berkulit coklat yang mengendalikan tali nasib di antara jemarinya tidak menyiapkan pembaca koran Enterprise untuk membumbui sarapan daging dan telur mereka dengan peperangan anak cucu Adam.

Tapi segera para koresponden yang memberitakan tentang Angkatan Perang Pertama bersiap-siap bertugas, dan pergi ke Sungai Yalu bersama Jenderal Kuroki. Calloway termasuk salah satunya. cerita cerita pillhan

Sekarang, ini bukanlah sejarah tentang pertempuran di sungai Yalu. Hal itu telah diceritakan dengan cermat oleh para koresponden yang menatap lingkaran- lingkaran asap peluru meriam dari jarak tiga mil. Tapi, demi keadilan, maka dapat dimengerti jika komandan Jepang melarang pemandangan yang lebih dekat.

Pekerjaan Galloway diselesaikan sebelum pertempuran. Apa yang ia lakukan yaitu memberikan laporan kepada harian Enterprise tentang kekalahan terbesar selama perang. Koran itu menerbitkan secara eksklusif dan secara detail berita mengenai serangan berbahaya terhadap pasukan Jenderal Rusia Zassulitch pada hari yang sama ketika kejadian itu terjadi. Tak ada koran yang mencetak berita tentang itu sampai dua hari kemudian, kecuali harian London, yang isinya sangat menyimpang dan tidak benar.

Calloway melakukan ini berdasar fakta bahwa Jendral Kuroki sedang melakukan langkah-langkah dan membuat rencana-rencananya pada waktu itu, dengan kerahasiaan yang amat terjaga. Sebagaimana dunia di luar perkemahannya mengikuti perkembangannya, koresponden-koresponden dilarang mengirim berita apapun tentang rencana perang Kuroki. Dan setiap pesan yang boleh dikirim disensor dengan amat ketat dan keras.

Koresponden harian London mengirimkan telegram yang menggambarkan rencana-rencana Kuroki. Tapi karena beritanya salah dari awal sampai akhir, maka petugas sensor setuju dan membiarkannya lewat.

Jadi begitulah kejadiannya. Kuroki pada satu sisi sungai Yalu dengan 42.000 infanteri, 5.000 kavaleri, dan 124 meriam. Pada sisi lainnya, Zassulitch menunggunya dengan hanya 23.000 orang dan dengan jarak sungai yang panjang untuk dijaga. Dan Calloway telah memperoleh beberapa informasi penting dari dalam yaitu bahwa ia mengetahui akan ada staf Enterprise pada bagian telegram, sehingga pesan yang dikirim akan segera sampai di kantor Enterprise di Park Row. Hal itu terjadi hanya jika ia mampu mengirim pesan melewati sensor, petugas sensor baru telah datang dan menempati posnya hari itu.

Calloway tentu saja melakukan hal yang tepat. Ia menyalakan pipanya dan duduk di kereta meriam untuk berpikir lebih jauh. Dan kali ini kita mesti meninggalkannya. Untuk cerita selanjutnya kita beralih pada Vesey, reporter bergaji enam belas dollar seminggu di harian Enterprise.

Telegram Calloway sampai ke tangan pemimpin editor pada pukul empat sore. Ia membacanya tiga kali. Dan kemudian mengambil cermin saku dari kotak dalam mejanya dan melihat pantulannya dengan cermat. Kemudian ia pergi ke meja Boyd, asistennya (ia biasa memanggil Boyd ketika ia membutuhkannya) dan meletakkan telegram itu di hadapannya.

"Ini dari Calloway," katanya. "Lihatlah, apakah kau mengerti."

Pesan itu bertanggal di Wi-ju dan ini adalah kata-katanya :

" Foregone preconcerted rash witching goes muffled rumour mine dark silent unfortunate richmond existing great hotly brute select mooted parlous beggars ye angel incontrovertible. "

Boyd membacanya dua kali. "Ini suatu sandi rahasia atau sesuatu yang membuat kita mati kutu," sahutnya.

"Pernah mendengar sejenis kode di kantor ini, suatu kode rahasia?" tanya sang pemimpin editor, yang baru menduduki posisinya selama dua tahun. Selama ini pemimpin editor selalu datang dan pergi.

"Tak ada, kecuali bahasa daerah yang wanita itu secara khusus menuliskannya," jawab Boyd. " Apakah itu bukannya sebuah sajak?"

"Aku pikir juga begitu," sahut pemimpin editor, "Tapi pada awal surat hanya mengandung empat huruf vokal. Ini pasti kode tentang sesuatu."

"Coba dikelompokkan," saran Boyd. "Mari kita lihat."

"Rash witching goes (Banyak sihir beterbangan), itu tidak berkenaan denganku."

"Muffled rumour mine (rumor yang melindungi milikku), harus punya kabel bawah tanah."

"Dark silent unfortunate richmond (Sunyi suram tak menguntungkan Richmond), tak ada alasan kenapa ia mengguncang kota itu terlalu keras."

"Existing great hotly (yang hidup luar biasa penuh semangat), tidak, ini tak berhasil. Akan kupanggil Scott."

Editor kota datang dengan tergesa dan mencoba peruntungannya. Seorang editor kota harus tahu sesuatu tentang semuanya. Jadi Scott tahu sedikit tentang kode rahasia.

"Ini mungkin apa yang disebut kode rahasia abjad yang terbalik, " katanya. "Aku akan mencobanya."

"Huruf 'r' tampaknya merupakan huruf awal yang paling sering digunakan dengan pengecualian terhadap huruf 'm'. Anggap 'r' berarti 'e', huruf vokal yang paling sering digunakan, kita menukarkan hurufnya, jadi...."

Scott bekerja cepat dengan pensilnya selama dua menit. Dan kemudian ia menunjukkan kata pertama menurut pembacaannya, kata 'Scejtzez'.

"Bagus!" teriak Boyd, "Ini permainan menebak kata ! Kata pertama adalah nama jendral Rusia. Lanjutkan, Scott."

" Tidak, itu tak akan berhasil," kata sang editor kota. "Tak diragukan lagi, ini sebuah kode. Mustahil membacanya tanpa kunci. Apakah kantor ini pernah menggunakan kode rahasia?"

"Itulah yang barusan mau aku tanyakan," kata pemimpin editor. "Suruh semua orang untuk memecahkannya. Kita harus mengetahui artinya dengan berbagai cara. Calloway jelas-jelas mendapatkan berita besar dan si penyensor telah mengacaukannya atau ia tak dapat menghubungkan potongan-potongan kata seperti ini. "

Diumumkan ke seluruh penjuru kantor Enterprise, meminta seluruh anggota staf apakah mungkin mengetahui suatu kode, pada masa lalu atau sekarang, karena kebijaksanaan, informasi, intelegensi, atau lamanya pengabdian mereka.

Mereka berkumpul bersama di ruang berita kota, dengan pemimpin editor di tengah-tengahnya. Tak seorangpun pernah mendengar adanya suatu kode. Semuanya mulai menjelaskan kepada kepala penyelidik bahwa koran itu tidak pernah menggunakan suatu kode, apalagi suatu kode rahasia. Tentu saja bahan dari Serikat Penerbit adalah sejenis kode, suatu singkatan, tapi...

Pemimpin editor tahu itu semua dan berkata seperti itu juga. Ia menanyakan tiap orang sudah berapa lama mereka bekerja untuk koran itu. Tak satupun dari mereka telah bekerja untuk Enterprise lebih dari enam tahun. ceritacerita pilihan

Calloway sudah bekerja di koran itu selama duabelas tahun. "Coba tanyakan si tua Heffelbauer," pinta pemimpin editor. "Ia ada di sini ketika Park Row masih berupa sebidang kebun tomat."

Heffelbauer sudah seperti perusahaan itu sendiri. Dia setengah pembersih kantor, setengah tukang membetulkan alat-alat kantor, dan setengah penjaga, sekaligus menjadi teman dari tigabelas setengah penjahit. Diminta, ia datang, memancarkan kebangsaannya.

"Heffelbauer," kata pemimpin editor, "Pernahkah kamu mendengar suatu kode yang menjadi milik kantor ini pada masa lalu, yaitu suatu kode khusus? Apakah kamu tahu kode itu?"

"Ya," jawab Heffelbauer. "Jelas aku tahu kode itu. Yah, kira-kira duabelas atau limabelas tahun lalu kantor ini punya suatu kode. Reporter-reporter pada ruang berita kota punya itu," katanya dengan aksen yang kental.

"Aha...!" kata pemimpin editor. "Kita berada pada jalur yang benar sekarang. Di mana itu disimpan Heffelbauer? Apakah kamu tahu?"

"Kadang-kadang," jawab si pelayan, "Mereka menyimpannya di ruangan kecil di belakang perpustakaan."

"Dapatkah kamu menemukannya?" tanya pemimpin editor tak sabar. "Apakah kamu tahu di manakah itu?" ,

"Ya Tuhan !" kata Heffelbauer. "Berapa lama Tuan pikir suatu kode bertahan hidup? Para reporter menyebutnya sebagai maskot. Tapi hari itu ia menanduk kepala si editor, dan..."

"Oh, dia sedang berbicara tentang seekor kambing tua," kata Boyd. "Keluar, Heffelbauer." [ Rupanya Heffelbauer salah tangkap, menurut telinga tuanya 'code' (kode) terdengar sebagai 'goat' (kambing). ]

Kembali bingung dan gelisah, akal dan sumber daya Enterprise berjubel, berkerumun di seputar teka-teki Calloway. Memikirkan kata-kata misterius itu dengan sia-sia.

Kemudian Vesey datang.

Vesey adalah reporter termuda. Ia memiliki dada selebar 32 inci dan mengenakan kemeja nomor 14. Tapi setelan kotak-kotak Skotlandia yang cerah miliknya menyatakan kehadirannya dan menerangkan darimana ia berasal. Ia mengenakan topinya dengan posisi tertentu hingga orang yang mengikutinya ingin tahu kapan ia membuka topi itu, untuk meyakinkan bahwa topi itu digantungkan pada cantelan yang disangkutkan ke belakang kepalanya. Ia tak pernah terlihat tanpa tongkat rotan keras, bersimpul dan besar dengan ujung perak Jerman pada gagangnya yang bengkok. Vesey adalah Fotografer terbaik dan paling giat di kantor itu. Scott berkata karena tidak ada satupun manusia yang dapat melawan keunggulan pribadinya, maka mereka menyerahkan gambarnya kepada Vesey. Vesey selalu menulis beritanya sendiri, kecuali yang besar, yang dikirimkan kepada penulis ulang berita. Sebagai tambahan untuk fakta ini bahwa di antara semua penduduk, candi dan belukar di bumi, tidak ada yang hidup yang dapat mempermalukan Vesey dan goresannya yang bermakna.

Vesey ikut ke dalam lingkaran pembaca kode rahasia ketika kode Heffelbauer telah gagal, dan bertanya ada apa. Seseorang menjelaskan, dengan agak meremehkan seperti biasa yang mereka lakukan padanya. Vesey meraih dan mengambil telegram dari tangan pemimpin editor. Di bawah perlindungan dan pemeliharaan Tuhan, dia selalu melakukan sesuatu yang mengejutkan seperti itu, dan keluar tanpa cidera.

"Ini suatu kode," kata Vesey. "Apakah ada yang punya kuncinya?"

"Kantor ini tak punya kode," sergah Boyd, mencoba meraih pesan itu. Vesey menahannya.

"Bagaimanapun si tua Calloway mengharapkan kita membacanya," sahut Vesey. "Ia memanjat pohon, atau sesuatu yag Iain, dan ia telah membuat pesan ini agar dapat melewati sensor. Sekarang terserah kita. Astaga! Kuharap mereka mengirim aku juga. Katakanlah, kita tidak mampu, gagal pada akhirnya. 'Foregone, preconcerted, rash, witching'... hmm..." Vesey duduk pada pojok meja dan mulai bersiul lembut, memusatkan pikiran pada telegram itu.

"Ayo, tolong dapatkan artinya," kata pemimpin editor. "Kita harus dapat memecahkannya."

"Aku yakin telah mendapatkan garis penghubungnya," kata Vesey. "Berikan aku waktu sepuluh menit."

Ia berjalan menuju mejanya, melempar topinya ke keranjang sampah, merentangkan dadanya seperti cecak, dan pensilnya mulai bekerja. Akal dan kebijakan harian Enterprise tersisa dalam kelompok yang tak teliti, dan mereka tersenyum satu sama lain, dan mengangguk setuju pada Vesey. Lalu mereka mulai bertukar teori tentang kode rahasia itu.

Vesey tepatnya membutuhkan limabelas menit. Ia membawa sebuah buku catatan pada pemimpin editor, dengan kunci kode tertulis di atasnya.

"Aku merasakan iramanya seketika aku melihat kode itu," kata Vesey. "Salut untuk si tua Calloway! Ia telah mengelabui orang-orang Jepang dan semua koran di kota ini yang menyangka itu adalah sastra tertulis ketimbang berita. Lihatlah ini."

Selanjutnya Vesey menyusun pembacaan kode itu :

Foregone - conclusion ( yang terdahulu - keputusan)

Preconcerted - arrangement

(yang di depan - rencana) Rash - act

(terburu-buru - perbuatan)

Witching - hour of midnight

(yang terkena sihir - jam tengah malam)

Goes - without Saying

(pergi - tanpa kata-kata)

Muffled - report

(dari orang yang mulutnya terjaga - laporan )

Rumour - hath it

(kabar angin - tersiar)

Mine - host

(milik saya - tuan rumah)

Silent - majority

(diam - mayoritas)

Unfortunate - pedestrian

(tak beruntung - pejalan kaki)

Richmond - in th.e field (Richmond - di lapangan)

Existing - conditions

(yang ada - kondisi)

Great - White Way

( besar - Jalan Putih)

Hotly - contested

(dengan hangat - memperjuangkan )

Brute-force

( kasar - kekuatan )

"irrslo HENRY

Select-few

(memilih - sedikit)

Mooted - question

(yang dapat diperdebatkan - pertanyaan)

Parlous - times

(tak tentu - waktu)

Beggars - description (pengemis - deskripsi)

Ye - correspondent

(kamu - koresponden)

Angel - unawares

( bidadari - tak disadari)

Incontrovertible - fact

(yang tak dapat dibantah - fakta )

"Ini benar-benar bahasa Inggris dalam koran," papar Vesey. "Aku telah menjadi reporter cukup lama Untuk mengetahuinya dengan hatiku. Si tua Calloway memberikan kita kata isyarat dan kita gunakan kata itu yang secara alamiah mengikutinya seperti yang kita gunakan di koran. Baca lagi seluruhnya, dan anda akan lihat bagaimana kata-kata itu tepat masuk ke tempatnya. Sekarang, inilah pesan yang ingin ia sampaikan."

Vesey menggenggam selembar kertas yang lain. Concluded arrangement to act at hour of midnight without saying. Report hath it mat a large body of cavalry and an overwhelming force of infantry will be thrown into the field. Conditions white. Way contested by only a small force. Question the Times description. Its correspondent is unaware 95 of the facts.

( Telah diputuskan rencana untuk beraksi pada tengah malam dengan diam-diam. Laporan yang tersiar bahwa sejumlah kavaleri yang besar dan kekuatan infanteri yang sangat besar akan dikerahkan ke lapangan. Kondisi medan putih (bersalju). Cara memperjuangkan hanya dengan kekuatan kecil. Pertanyaan deskripsi majalah Times. Korespondennya tidak menyadari fakta-fakta itu. ) cerita cerita pilihan "Kerja yang hebat!" teriak Boyd dengan sangat gembira. "Kuroki menyeberang sungai Yalu malam ini, lalu melakukan penyerangan. Oh, kita akan mengosongkan lembaran-lembaran mengenai esai-esai Addison, pemindahan perumahan, dan hasil pertandingan bowling!"

"Saudara Vesey," kata pemimpin editor dengan sikap menghibur, yang harus dipandang sebagai suatu kemurahan hati. "Kamu telah memberi suatu renungan serius berdasarkan standar sastra dari koran yang telah mempekerjakanmu. Kamu juga telah membantu secara materi dalam memberi kita berita terbesar tahun ini. Saya akan memberitahukanmu dalam satu atau dua hari apakah kamu akan diberhentikan atau dipertahankan dengan gaji yang lebih besar. Seseorang, suruh Ames menghadap saya."

Ames adalah tokoh terpenting, layaknya bunga aster berkelopak putih, penulis ulang berita yang bersinar seterang bintang. Ia melihat percobaan pembunuhan, dengan perideritaan yang dalam, angin taufan ketika angin sepoi-sepoi musim panas semilir menerpa. Ia merasakan anak-anak hilang di setiap perkampungan kumuh, pemberontakan massa yang tertindas di setiap pengabaian terhadap kaum lemah. Ketika tidak sedang menulis, Ames duduk-duduk di serambi rumahnya di Brooklyn, bermain dam dengan anaknya yang berumur sepuluh tahun.

Ames dan 'editor perang' bertempur sendiri di sebuah ruangan. Terdapat suatu peta di sana, lengkap dengan pin-pin kecil yang mewakili tentara-tentara dan divisi-divisi. Jari-jari mereka telah gatal selama beberapa hari untuk memindahkan pin-pin itu sepanjang lekukan sungai Yalu. Mereka melakukannya sekarang. Dan dengan kalimat berapi-api Ames menerjernahkan pesan singkat Calloway ke dalam karya agung halaman utama yang akan menjadi topik perbincangan dunia. Ia mengatakan tentang dewan-dewan rahasia kantor perwakilan Jepang. Menyajikan pidato Kuroki yang berapi-api dengan lengkap. Menyebut kavaleri dan infanteri ke dalam jumlah orang dan kuda. Menggambarkan gerakan- gerakan yang cepat dan diam-diam di jembatan Suikauchen. Ia menggambarkan ketika pasukan Mikado menyeberang dan menyerbu Zassulitch yang terkejut, yang tentaranya terpencar-pencar sepanjang sungai itu. Dan pertempurannya! Tentu saja anda tahu bahwa Ames dapat menggambarkan pertempuran bahkan jika anda hanya memberikan bau asap sebagai dasarnya! Dan pada cerita yang sama, yang kelihatannya merupakan ilmu supranatural, ia dengan riang mengalahkan harian terbesar dan bergengsi di Inggris untuk laporan yang salah dan menyesatkan tentang serangan yang dilakukan oleh Angkatan Perang Pertama Jepang karena dicetak dan disebarkan pada tanggal yang sama!

Hanya satu kesalahan dibuat. Dan itu kesalahan operator telegram di Wi-ju. Calloway menunjukkannya setelah ia kembali. Kata 'great' (besar) dalam kodenya seharusnya adalah 'gauge' (taksiran) dan kata pelengkapnya 'of battle' (dari pertempuran). Tapi ketika sampai ke tangan Ames menjadi 'conditions white'. Dan tentu saja ia mengartikannya 'salju'. Deskripsinya bahwa tentara Jepang berperang melawan badai salju, dikacaukan oleh serpihan yang bertebaran, terasa hidup dan menggetarkan hati. Tukang gambar menghasilkan beberapa ilustrasi yang efektif dan mencetak sukses sebagai gambar-gambar pasukan meriam menyeret senjata mereka berhanyut-hanyut melewati aliran sungai. Tetapi sebagaimana serangan itu dilakukan pada hari pertama Mei, 'kondisi bersalju' menimbulkan kegelian. Tapi itu tidak menyebabkan masalah berarti bagi koran Enterprise.

Sangat mengagumkan. Dan Calloway mengagumkan ketika membuat petugas sensor yang baru percaya bahwa jargon kata-katanya tidak berarti apa-apa selain keluhan kekurangan berita dan suatu permohonan untuk uang yang lebih. Dan Vesey juga mengagumkan. Dan yang paling menakjubkan dari semuanya adalah kata-kata, bagaimana kata-kata itu berteman satu dengan yang lain. Menjadi saling berhubungan, bahkan berita kematian pun tak dapat memisahkan mereka.

Dua hari kemudian, editor kota berhenti di meja Vesey, ketika si reporter sedang menulis berita tentang seorang pria yang patah kakinya karena jatuh ke dalam lubang tambang batubara, Ames telah gagal menemukan motif pembunuhan di dalamnya.

"Si tua bilang gajimu dinaikkan menjadi duapuluh dollar seminggu," kata Scott.

"Benar," kata Vesey. "Setiap pertolongan kecil. Katakan...Tuan Scott, apakah yang akan anda ucapkan, 'Kita dapat menyatakan tanpa rasa takut terhadap kontradiksi yang berhasil' atau 'Secara keseluruhan kita dapat menyatakan dengan aman' ?" biografi 0 HENRY

O Henry (1862-1910) adalah seorang penulis cerpen Amerika yang sangat produktif. Ia banyak menulis tentang kehidupan orang-orang biasa di kota New York. Cerita-cerita O Henry terkenal dengan akhir yang mengejutkan. Alur cerita berbeli-belit yang berkisar pada kejadian-kejadian ironis atau kebetulan adalah ciri khas cerita-ceritanya.

O Henry di Iahirkan pada tanggal 11 September 1862 di Greenboro, Carolina Utara. Nama aslinya adalah William Sydney Porter. Ayahnya, Algernon Sydney Porter, adalah seorang ahli fisika. Ketika ia berumur tiga tahun, ibunya meninggal. Ia lalu dibesarkan oleh nenek dan bibi dari pihak ayah. Ia adalah seorang kutu buku. Pada usia limabelas tahun ia keluar dari sekolah dan bekerja di apotek dan peternakan di Texas. Kemudian ia pindah ke Houston. Di kota ini ia memperoleh beberapa pekerjaan, termasuk menjadi pegawai bank. Setelah itu ia pindah lagi ke Austin, Texas. Pada 1882 ia menikah.

HENRY Ia mulai bekerja di mingguan humor "The Rolling Stone" pada tahun 1884. Ketika mingguan itu mati, ia bergabung dengan "Houston Post" sebagai reporter dan kolumnis. Tahun 1897 ia dituduh melakukan penggelapan uang. Karena tuduhan itu ia dipenjara di Columbus, Ohio pada tahun 1898.

Ketika dipenjara ini ia mulai menulis cerpen-cerpennya. Karya pertamanya "Whistling Dick's Christmas Stocking" dimuat di majalah "Mc Clure". Setelah menjalani tiga tahun dari lima tahun masa hukuman, ia bebas dari penjara. Mulai tahun 1901 itulah ia memakai nama pena O Henry.

O Henry pindah ke New York pada tahub 1902 dan mulai Desember 1903 sampai dengan Januari 1906 ia menulis cerita untuk mingguan "New York World" di samping menulis untuk majalah-majalah lain. Kumpulan cerpen pertamanya "Cabbages and Kings" ,terbit 1904. O Henry menerbitkan sepuluh kumpulan cerita dan lebih enam ratus cerpen selama hidupnya.

Tahun-tahun terakhir O Henry dibayangi oleh kecanduan alkohol. Ia mengalami gangguan kesehatan yang buruk dan masalah keuangan. Ia menikah lagi pada tahun 1907, tapi pernikahan itu tidak bahagia. Mereka berpisah setahun kemudian. O Henry meninggal karena sakit sirosis liver pada bulan 5 Juni 1910 di New York.