PENGARUH PENGGUNAAN KULIT BUAH NAGA MERAH TERHADAP KUALITAS LAPIS TAPIOKA

TRI ARDILLA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KESEJAHTERAAN KELUARGA FAKULTAS PARIWISATA DAN PERHOTELAN UNIVERSITAS NEGERI PADANG Wisuda Periode: September 2017 i

PENGARUH PENGGUNAAN KULIT BUAH NAGA MERAH TERHADAP KUALITASKUE LAPIS TAPIOKA

Tri Ardilla1, Anni Faridah2, Rahmi Holinesti2 Program Studi Pendidikan Kesejahteraan Keluarga FPP Universitas Negeri Padang Email: [email protected]

Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh penggunaan kulit buah naga merah sebanyak 20%, 35%, dan 50% terhadap kualitas bentuk, warna, aroma, tekstur dan rasa pada kue lapis tapioka. Jenis penelitian adalah eksperimen murni dengan metode rancangan acak lengkap. Penelitian dilakukan pada bulan Juni di workshop Tata Boga IKK, FPP, UNP. Variabel bebas adalah kulit buah naga merah dan variable terikat adalah kualitas kue lapis tapioka. Jenis data yaitu data primer yang bersumber dari 30 orang panelis dengan mengisi format uji organoleptik terhadap sampel. Data dianalisis dengan Analisis Varian jika Fhitung>Ftabel dilanjutkan uji Duncan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah penggunaan kulit buah naga merah berpengaruh terhadap kualitas warna. Sedangkan pada bentuk, aroma, tekstur dan rasa tidak berpengaruh nyata. Skor pencapain tertinggi secara keseluruhan yaitu bentuk rapi 3,59(50%), bentuk seragam 3,59(50%), warna merah muda 3,68(50%), warna putih 3,61(35% dan 50%), aroma kulit buah naga 1,49 (50%), aroma santan 3,58(20%), tekstur lembut 3,73(50%), tekstur kenyal 3,59(50%), rasa manis 3,96(35%) dan rasa gurih 3,72(50%). Hasil kualitas kue lapis tapioka terbaik adalah pada perlakuan 50%. Kata Kunci: Kulit buah naga, Kue lapis tapioka, dan Kualitas

THE EFFECT OF RED DRAGON FRUIT RIND USE TOWARD THE QUALITY OF TAPIOCA LAYER Abstract This study aimed to analyze the effect of red dragon fruit rind use as much as 20%, 35%, and 50% on the quality of shape, color, smell, texture and flavor on tapioca layer cake. This type of research was pure experiment with complete randomized design method.This research was conducted on June in Workshop ofCulinary Art, IKK, FPP, UNP. The independent variable was the red dragon fruit rind and the dependent variable was the quality of the tapioca layer cake.Types of data were primary data sourced from 30 panelists by filling the organoleptic test format against the sample.Data were analyzed with Variant Analysis if Fcount>Ftable continued to Duncan test. The results showed that the amount of red dragon fruit use affected the color quality. While on the form, the smell of texture and taste had no real effect.Overall,the highest achievement scores were neat form 3.59 (50%), matched 3.59 (50%), pink 3.68 (50%), white 3.61 (35% san 50%), smell of dragon fruit rind 1.49 (50%), smell of 3.58 (20%), soft texture 3.73 (50%), chewy texture 3.59 (50%), sweet taste 3.96 (35%) and savory taste 3.72 (50%). The best quality of tapioca cake was 50%. Keywords: Dragon fruit rind, Tapioca layer cake, and Quality

i

A. PENDAHULUAN

Kue memiliki berbagai macam variasi rasa dan bentuk, setiap daerah memiliki nama yang berbeda-beda, banyak bahan yang sama yang terdapat diseluruh Indonesia, seperti beras ketan, macam-macam tepung, kacang-kacangan, umbi-umbian, buah-buahan. Oleh karena itu tidak heran bila terdapat kue yang sama diberbagai tempat di Indonesia dengan nama dan bentuk yang lain, tergantung pada kreasi dari masing-masing daerah. Salah satu kue Indonesia yang menarik dan sering dijumpai adalah Kue Lapis.

Menurut Riesni dalam Khairunnisa (2016 : 54), “Kue Lapis merupakan jajanan khas Indonesia yang dibuat dengan dua atau lebih warna yang berbeda dan disusun secara berlapis-lapis. Biasanya kue lapis terbuat dari tepung beras, tepung sagu, atau tepung kanji”. Ciri khas dari tampilan kue lapis adalah belapis-lapis dan seragam dengan aneka warna yang menarik (Nisa Sholihah, 2015: 1). Nama dari kue lapis ini sesuai dengan bahan baku yang digunakan, seperti kue lapis yang menggunakan bahan baku tepung beras dinamakan kue lapis tepung beras, kue lapis yang menggunakan bahan baku tepung tapioka atau kanji dinamakan kue lapis tapioka. Penggunaan santan dikue ini membuat rasa dari kue lapis menjadi manis, legit dan gurih (Sisca Susanto, 2015: 7).

Pewarna yang digunakan untuk kue lapis bisa terdiri dari pewarna buatan ataupun pewarna alami, pewarna yang sering digunakan adalah pewarna hijau dan sirup bunga mawar merah (Sisca Susanto, 2005: 7). Sangat disayangkan pada saat ini pewarnaan pada kue lapis masih menggunakan pewarna sintetis. Menurut Siti

Marwati (2013 : 1):

1 Penambahan zat aditif makanan khususnya pewarna makanan bertujuan untuk memberikan warna yang lebih menarik. Kadang kala penggunaan zat pewarna makanan kurang memperhatikan efeknya terhadap kesehatan. Masyarakat menggunakan pewarna makanan ada yang hanya memilih cara praktis dan hasil pewarnaan yang bagus. Sebagai contoh penggunanan bahan pewarna makanan sintetis yang dapat langsung menambahkan zat tersebut kedalam makanan tanpa harus membuatnya terlebih dahulu. Meskipun penggunaan pewarna makanan sintetis ada yang aman digunakan tetapi harus memperhatikan ambang batas penggunaannya.

Pewarna sintetis untuk makanan mempunyai ambang batas atau batasan maksimum yang masih dapat diterima atau ditoleransi, sedangkan penggunaan pewarna alami tidak memiliki batasan maksimal, boleh sesuai dengan keinginan konsumen. Dalam penggunaan pewarna sintetis bahan yang digunakan memiliki batasan maksimum yang dijelaskan di dalam peraturan BPOM no 37 tahun 2013 tentang Batas Maksimun Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pewarna, pewarna buatan atau sintetis tidak boleh terlalu banyak dan tidak boleh terlalu sering mengkomsumsi pewarna buatan setiap harinya, gunakan secukupnya saja dan itu sudah menghasilkan warna yang menarik. Untuk itu penulis ingin menggunakan kulit buah naga merah dalam pembuatan kue lapis digunakan sebagai pewarna alami, karena kulit buah naga merah merupakan bahan buangan yang tidak terpakai lagi yang mempunyai kandungan gizi yang baik dan bermanfaat bagi kesehatan tubuh. Hal ini terbukti berdasarkan penelitian Anni

Faridah dkk (2015 : 3) sebagai berikut :

Selain antioksidan dan aktivitas antibakteri yang diperoleh dari pigmen, tidak ada kematian atau tanda-tanda perubahan perilaku atau toksisitas dia mati setelah pemberian oral ekstrak sampai tingkat dosis berat 48500/kg pada tikus. Ini adalah patokan bahwa pigmen ini bisa dikembangkan sebagai sumber pewarna makanan.

2 Berdasarkan pendapat di atas, dapat penulis simpulkan bahwasanya kulit buah naga merah tidak beracun dan aman untuk dikonsumsi. Dan juga di dalam kulit buah naga merah juga terkandung zat betalain yang berfungsi sebagai pewarna merah alami dan sebagai alternative pengganti pewarna sintesis pada kue lapis.

Jumlah kulit buah naga merah semakin lama semakin banyak, karena ketersediaan dan kesukaan masyarakat akan buah ini semakin meningkat. Pada umumnya masyarakat hanya mengganggap kulit buah naga merah sebagai limbah.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Wisesa (2014:89), “Kulit dari buah naga merah merupakan limbah yang masih sangat jarang dimanfaatkan. Padahal, kulit buah naga merah masih mengandung senyawa antioksidan yang cukup tinggi. Senyawa antioksidan mampu melawan oksidasi dalam tubuh”. Tentu sangat disayangkan jika sesuatu yang kaya manfaat hanya akan dijadikan limbah atau buangan.

Sebagai wujud upaya pemanfaatan bahan buangan yang belum dimanfaatkan secara optimal, maka pengolahan lebih lanjut diperlukan untuk meningkatkan nilai ekonomis dari kulit buah naga merah, serta daya gunanya bagi masyarakat untuk memanfaatkan kulit buah naga merah ini sebagai olahan kuliner, salah satunya dalam pengolahan kue lapis tapioka, karena variasi dalam pembuatan kue lapis tapioka ini belum ada serta warna bening dari tepung tapioka ketika dicampurkan dengan kulit buah naga menghasilkan warna yang cerah. Kulit buah naga merah ini bisa didapatkan dengan mengumpulkan limbah dari para penjual juice. Uraian di atas menjadi alasan terlaksananya penelitian ini. Selain itu penelitian tentang kulit buah naga merah pada kue lapis tapioka belum ada

3 sehingga penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh penggunaan kulit buah naga merah terhadap kualitas kue lapis tapioka sebanyak 20%, 35%, dan

50% terhadap kualitas bentuk, warna, aroma, tekstur dan rasa kue lapis tapioka yang dihasilkan.

B. METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimen murni (true eksperimen). Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2017 di Workshop Tata

Boga, Jurusan Ilmu Kesejahteraan Keluarga, Fakultas Pariwisata dan Perhotelan,

Universitas Negeri Padang. Variabel bebas yaitu pengaruh penambahan kulit buah naga merah 0 % (X0), 20% (X1), 35% (X2) dan 50% (X3). Dalam penelitian ini cairan kulit buah naga merah didapat dari kulit buah naga merah yang diblender dengan santan. Variable terikat yaitu kualitas kue lapis tapioka. Jenis data yaitu data primer bersumber dari 30 panelis dengan format uji organoleptik dan sampel.

Penelitian menggunakan metode rancangan acak lengkap dengan tiga kali pengulangan. Teknik analisis data dengan menggunakan anava, jika berbeda nyata akan dilanjutkan dengan uji Duncan. Prosedur dan bahan dalam pembuatan kue lapis tapioka dapat dilihat pada gambar 1.

4

Gambar 1. Diagram Alir Pembuatan Kue Lapis Tapioka

C. HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan uji organoleptik (uji jenjang) yang telah dilakukan terhadap

kualitas kue lapis tapioka meliputi bentuk, warna, aroma, tekstur dan rasa, maka

diperoleh hasil penelitian sebagai berikut ini:

1. Hasil

Data hasil penelitian yang telah dilakukan sebanyak 3 kali

pengulangan dengan 4 perlakuan (ekstrak kulit buah naga merah), akan

diinterprestasikan dalam bentuk grafik. Data tersebut menggambarkan

kualitas kue lapis tapioka dengan penggunaan kulit buah naga merah

sebanyak 20% (X1), 35% (X2) dan 50% (X3). Kualitas yang dinilai meliputi

bentuk, warna, aroma, tekstur, dan rasa.

5 a. Deskripsi Data

4

3.52 3.54 3.53 3.56 3.59 3.52 3.59 3.68 3.61 3.61 3.58 3.54 3.53 3.66 3.68 3.73 3.52 3.53 3.59 3.66 3.69 3.66 3.5 3.32

3 2.47 2.5

2

1.49

1.38 1.38 NILAI 1.5 1 0.5 0 Bentuk Bentuk Warna Warna Aroma Aroma Tekstur Tekstur Rasa Rapi Seragam Merah Putih Kulit Santan Lembut Kenyal Manis Muda Buah 20% Naga 35% KUALITAS KUE LAPIS TAPIOKA 50%

Gambar 2. Hasil Uji Organoleptik Kue Lapis Tapioka Kulit Buah Naga Merah

Hasil analisa varian dari kualitas uji organoleptik untuk kualitas : bentuk rapi, bentuk seragam, warna putih, aroma kulit buah naga, aroma santan, tekstur lembut, tekstur kenyal, rasa manis dan rasa gurih tidak berbeda nyata. Sedangkan untuk kualitas warna merah muda berbeda nyata sehinga perlu dilakukan uji lanjut

Duncan yang dapat dilihat pada tabel 1 berikut :

Tabel 1. Hasil Uji Duncan Kualitas Warna Merah Muda Kue Lapis Tapioka Kualitas Nilai Sampel 20% 35% 50% Warna Merah Muda 2,47c 3,32b 3,68a

2. Pembahasan a. Kualitas Bentuk Kue Lapis Tapioka dengan Penggunaan Kulit Buah Naga Merah.

Indikator ini terdiri atas dua sub indikator, yaitu bentuk lapisan rapi dan seragam. Berdasarkan gambar 2, kualitas bentuk rapi dan seragam pada kue lapis

6 tapioka dapat dilihat bahwa penggunaan kulit buah naga sebanyak 20%, 35%, dan

50% tidak terdapat perbedaan secara signifikan dari kualitas bentuk kue lapis tapioka dengan range nilai rata-rata hampir sama yaitu 3,52 - 3,59, dengan kategori rapi dan seragam. Hal ini didukung oleh pendapat Nisa Sholihah (2015:1) bahwa, “Ciri khas dari tampilan kue lapis adalah belapis-lapis dan seragam dengan aneka warna yang menarik”.

Bentuk lapisan rapi dan seragam dapat terjadi apabila pada saat proses pelapisan takaran dan cetakan yang digunakan pada proses pembuatan kue lapis tapioka harus sama, dan alat pemotongan yang digunakan seperti pisau harus sama dan tajam. Hal ini sesuai dengan pendapat Suprapti dalam Verawati

(2010:65) bahwa, “Bentuk dan ukuran dapat dicapai apabila pembentukan adonan digunakan menggunakan cetakan”. ketebalan setiap lapisan sama besar pada saat penuangan setiap adonan kedalam cetakan harus diperhatikan, pembagian adonan yang dituang harus sama banyak. Bentuk sangat mempengaruhi kualitas pada produk kue lapis tapioka. Berdasarkan hasil pembahasan tentang rata-rata nilai kualitas bentuk kue lapis tapioka diketahui bahwa bentuk lapisan rapi dan seragam hasil yang terbaik dengan penggunaan kulit buah naga merah terdapat pada 50% dengan nilai 3,59.

b. Kualitas Warna Kue Lapis Tapioka dengan Penggunaan Kulit Buah Naga Merah.

Indikator ini terdiri atas dua sub indikator, yaitu warna merah muda dan warna putih. Berdasarkan gambar 2, kualitas warna merah muda pada kue lapis tapioka dapat dilihat bahwa penggunaan kulit buah naga sebanyak 20% dengan

7 nilai 2,47 dengan kategori kurang merah muda, 35% dengan nilai 3,32 dengan kategori cukup merah muda, dan 50% dengan nilai 3,68 dengan kategori merah muda. Nilai teringgi terdapat pada perlakuan 50% dapat dilihat pada tabel 1, terdapat perbedaan nyata secara signifikan pada kualitas warna merah muda.

Pengaruh penggunaan kulit buah naga merah terhadap kualitas kue lapis tapioka menyatakan bahwa 20% berbeda nyata secara signifikan dengan 35% dan 50%, dapat terlihat jelas pada tabel uji Duncan. Hal ini didukung oleh pendapat

Menurut Mutiara Nugraheni (2014:76), “Kulit buah naga, termasuk jenis super red, merupakan kelompok tanaman kaktus atau family caktecaktaceae (subfamily hylicereanea) bisa dipakai sebagai pewarna alami makanan karena menghasilkan warna merah yang dihasilkan oleh pigmen yang bernama anthosianin seperti cyanidin-3-sophoroside, dan cyanidin-3-glucoside”. Maka dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kualitas warna pada kue lapis tapioka menunjukkan, semakin banyak penambahan kulit buah naga merah akan berpengaruh terhadap kualitas warna kue lapis tapioka yang dihasilkan.

Sedangkan kualitas warna putih pada kue lapis tapioka dapat dilihat dari gambar 2 bahwa penggunaan kulit buah naga sebanyak 20%, 35%, dan 50% tidak terdapat perbedaan secara signifikan dari kualitas warna putih kue lapis tapioka dengan range nilai rata-rata hampir sama yaitu 3,54 - 3,61, dengan kategori putih.

Hal ini membuktikan bahwa penggunaan kulit buah naga merah yang semakin banyak pada lapisan merah muda tidak mempengaruhi warna putih pada lapisan putih kue lapis tapioka.

8 Warna makanan memegang peranan penting yang menentukan kualitas dan secara visual, warna pertama kali dilihat dalam penerimaan suatu produk makanan karena dapat mempengaruhi penilaian seseorang akan produk makanan tersebut. Menurut Mutiara (2014: 1), “Secara umum pewarna yang sering digunakan dalam makanan olahan terbagi atas pewarna sintetis dan pewarna alami”. Pewarna yang digunakan untuk kue lapis bisa terdiri dari pewarna buatan ataupun pewarna alami, pewarna yang sering digunakan adalah pewarna pandan hijau dan sirup bunga mawar merah (Sisca Susanto, 2005: 7).

Berdasarkan hasil pembahasan tentang rata-rata nilai kualitas warna kue lapis tapioka diketahui bahwa warna merah muda hasil yang terbaik dengan penggunaan kulit buah naga merah terdapat pada 50% dengan nilai 3,68, dan warna putih hasil yang terbaik dengan penggunaan kulit buah naga merah terdapat pada 35% dan 50% dengan nilai yang sama yaitu 3,61. c. Kualitas Aroma Kue Lapis Tapioka dengan Penggunaan Kulit Buah Naga Merah.

Indikator ini terdiri atas dua sub indikator, yaitu aroma kulit buah naga merah dan aroma santan. Berdasarkan gambar 2, kualitas aroma kulit buah naga dan aroma santan pada kue lapis tapioka dapat dilihat bahwa penggunaan kulit buah naga sebanyak 20%, 35%, dan 50% tidak terdapat perbedaan secara signifikan dari kualitas aroma kulit buah naga kue lapis tapioka dengan range nilai rata-rata hampir sama yaitu 1,38 – 1,49, dengan kategori tidak aroma kulit buah naga. Dan kualitas aroma santan kue lapis tapioka dengan range nilai rata-rata hampir sama yaitu 3,53 – 3,58. Hal ini membuktikan bahwa penggunaan kulit buah naga merah yang semakin banyak tidak mempengaruhi aroma kue lapis

9 tapioka. Hal ini didukung oleh Penggunan santan dalam pembutan kue menghasilkan aroma yang khas (Anni Faridah, 2008: 464). Aroma makanan dapat ditimbulkan dengan menggunakan aroma alami dan aroma sintetis. Aroma adalah bau harum yang dikeluarkan oleh suatu makanan. Menurut Fauzia (2015: 29),

“Aroma yang disebarkan oleh makanan memiliki daya tarik yang sangat kuat dan membangkitkan selera”.

Berdasarkan hasil pembahasan tentang rata-rata nilai kualitas aroma kue lapis tapioka dapat disimpulkan kue lapis tapioka dengan penggunaan kulit buah naga merah tidak menghasilkan aroma kulit buah naga, tetapi menghasilkan aroma santan. d. Kualitas Tekstur Kue Lapis Tapioka dengan Penggunaan Kulit Buah Naga Merah.

Indikator ini terdiri atas dua sub indikator, yaitu tekstur lembut dan kenyal.

Berdasarkan gambar 2, kualitas tekstur lembut dan kenyal pada kue lapis tapioka dapat dilihat bahwa penggunaan kulit buah naga sebanyak 20%, 35%, dan 50% tidak terdapat perbedaan secara signifikan dari kualitas teksur kue lapis tapioka dengan range nilai rata-rata hampir sama yaitu 3,52 - 3,73, dengan kategori lembut dn kenyal. Hal ini didukung oleh pendapat Nisa Sholihah (2015:1) bahwa,

“Tekstur kue lapis adalah lembut, dengan rasa santan yang agak dominan serta tampilan yang berlapis-lapis aneka warna”. Tekstur yang dihasilkan lembut dan kenyal karena dipengaruhi dari pemakaian tepung ketan dan penambahan kulit buah naga merah. Kulit buah naga merah juga mengandung pektin yang juga dapat menambah kekenyalan dan kelembutan dari makanan (Rekna wahyuni,

2011:81). Hal ini terjadi karena ketika proses pembuatan adonan kue lapis tapioka

10 ditambahkan kulit buah naga merah, sebab kulit buah naga merah memiliki serat seperti kaktus (lendir) yang membuat adonan menjadi kenyal (menjel).

Berdasarkan hasil pembahasan nilai rata-rata tertinggi kualitas tekstur kue lapis tapioka penggunaan kulit buah naga merah terdapat pada perlakuan 50. e. Kualitas Rasa Kue Lapis Tapioka dengan Penggunaan Kulit Buah Naga Merah

Indikator ini terdiri atas dua sub indikator, yaitu rasa manis dan gurih.

Berdasarkan gambar 2, kualitas rasa manis dan gurih pada kue lapis tapioka dapat dilihat bahwa penggunaan kulit buah naga sebanyak 20%, 35%, dan 50% tidak terdapat perbedaan secara signifikan dari kualitas teksur kue lapis tapioka dengan range nilai rata-rata hampir sama yaitu 3,58 - 3,69, dengan kategori manis dan gurih. Hal ini membuktikan bahwa penggunaan kulit buah naga merah yang semakin banyak tidak mempengaruhi rasa manis dan gurih kue lapis tapioka.

Rasa merupakan salah satu aspek yang sangat dominan terhadap cita rasa seseorang dalam menilai suatu hasil pengolahan makanan. Penggunaan santan pada pembuatan kue lapis tapioka membuat rasa dari kue lapis menjadi manis, legit dan gurih (Sisca Susanto, 2015: 7). Dalam pembuatan kue lapis tapioka ini menggunakan perasa alami yang berasal dari gula dan santan sehingga mendapatkan rasa yang diharapkan. Rasa kue lapis tapioka yang diharapkan adalah rasa manis dan gurih.

11 D. SIMPULAN DAN SARAN

1. Simpulan

Penggunaan kulit buah naga merah terhadap kualitas kue lapis tapioka yang berbeda nyata secara signifikan adalah kualitas warna (merah muda) dengan nilai 2,47 terdapat pada perlakuan 20%, nilai 3,32 terdapat pada perlakuan 35%, dan nilai 3,68 terdapat pada perlakuan 50%. Penggunaan kulit buah naga merah terhadap kualitas kue lapis tapioka yang tidak berbeda nyata secara signifikan meliputi kualitas bentuk (rapi) skor tertinggi terdapat pada perlakuan 50%, bentuk (seragam) skor tertinggi terdapat pada perlakuan 50%, warna (putih) skor tertinggi terdapat pada perlakuan 35% dan 50%, aroma (kulit buah naga) skor tertinggi terdapat pada perlakuan 50%, aroma (santan) skor tertinggi terdapat pada perlakuan 20% tekstur (lembut) skor tertinggi terdapat pada perlakuan 50%, tekstur (kenyal) skor tertinggi terdapat pada perlakuan 50%, rasa (manis) skor tertinggi terdapat pada perlakuan 35%, dan rasa (gurih) skor tertinggi terdapat pada perlakuan 50%. Pada penelitian ini, kualitas kue lapis tapioka yang terbaik dengan menggunakan kulit buah naga merah terdapat pada perlakuan 50%.

2. Saran

Pada proses pengolahan kue lapis tapioka untuk menghasilkan lapisan yang rapi dan seragam gunakan takaran dan ukuran yang sama, loyang yang digunakan sebaiknya dilapisi oleh daun pisang dan diolesi dengan minyak goreng.

Kemudian untuk menghasilkan warna yang baik gunakanlah jenis buah naga merah yang masih segar. Pada saat proses pengukusan gunakanlah api yang besar agar kue lapis matang dengan sempurna.

12 DAFTAR PUSTAKA

Anni Faridah, Kasmita S, Asmar Yulastri dan Liswarti Yusuf. 2008. Patiseri Jilid 1,2,3. Jakarta: Direktorat Pembinaan. Anni Faridah, Andromeda, Rahmi Holinesti. 2015. Ekstraksi, Karakterisasi, Purifikasi, Dan Identifikasi Betalain Dari Kulit Buah Naga Merah. Laporan Akhir Penelitian Fundamental. Padang: Universitas Negeri Padang. Fauzia Okwira Sari, 2015. “Pembuatan Bolu Gulung Dari Tepung Ganyong”. Tugas Akhir Padang: Fakultas Teknik, Universitas Negeri Padang. Khairunnisa, Suryati Sufiaf, Zuraini, 2014. “Subtitusi Parsial Tepung Beras Dengan Tepung Ubi Jalar Ungu (Ipomoea Batatas L) Pada Pembuatan Kue Lapis. Jurnal Ilmiah Banda Aceh: Universitas Syiah Kuala Darussalam. Mutiara Edu, 2014. Jenis dan Fungsi Peralatan Makan dan Minuman. Mutiara Nugrahemi. 2014. Pewarna Alami Sumber dan Aplikasinya pada Makanan dan Kesehatan. Yogyakarta: Graha Ilmu. Nisa Sholihah, 2015. Resep Kue Lapis Praktis Sederhana. Rekha Wahyuni. 2011. Pemanfaatan Kulit Buah Naga Super Merah (Hylicereus costaricersis) Sebagai Sumber Antioksidan dan Pewarna Alami Pada Pembuatan Jelly. Jurnal Gizi dan Pangan 1 (2). Sisca Susanto, 2005. Seri Makanan Favorit Kue Lapis Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Siti Marwati. 2003. Pembuatan Pewarna Alami dan Aplikasinya. Materi Seminar tidak diterbitkan. Yogyakarta : Universitas Negeri Yogyakarta. Wisesa.(2014).Maanfaat Buah Naga. Pustaka Media :Jakarta.

Persantunan: Jurnal ini disusun berdasarkan skripsi Tri Ardilla dengan judul: Pengaruh Penggunaan Kulit Buah Naga Merah Terhadap Kualitas Kue lapis tapioka. Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesarnya kepada Dr. Ir. Anni Faridah, M.Si selaku pembimbing 1 dan Rahmi Holinesti, STP, M.Si selaku pembimbing 2 dalam penulisan skripsi dan jurnal.

13