KATEGORISASI DAN KARAKTERISTIK MITOS MASYARAKAT BUGIS DAN

Nensilianti Universitas Negeri Makassar Kampus Gunungsari Baru, Jalan A. P. Pettarani Makassar, Sulawesi Selatan Surel: [email protected]

Informasi Artikel: Dikirim: 12 November 2018; Direvisi: 2 Februari 2019; Diterima: 7 Februari 2019 DOI: 10.26858/retorika.v12i1.7240

RETORIKA: Jurnal Bahasa, Sastra dan Pengajarannya berada di bawah lisensi Creative Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International License. ISSN: 2614-2716 (cetak), ISSN: 2301-4768 (daring) http://ojs.unm.ac.id/retorika

Abstract: Categorization and Characteristics of the Myth of Bugis and Makassar Society. This study aims to inventory and reconstruct categories and characteristics (linguistic features) of myths of Bugis and Makassar through qualitative research. The myths in the oral forms were gathered from informants through in-depth interviews accompanied by recording and field notes. Data were analyzed using domain analysis, taxonomic, component, and cultural theme based on Bascom's theory (1965a). The results indicate that the Bugis myths have three categories: cosmogonic, origin, and faunal, while four categories of the Makassar myths: cosmogonic, origin, faunal, and dynasty. The characteristics of Bugis and Makassar myths tend to exhibit great similarities, either due to the influence of monogenesis or polygenesis. The fundamental difference between the Bugis and Makassar myths lies in the cosmogonic about rice, faunal about crocodiles, and human endogenic about Tu Manurung. This difference is based on the views of the Bugis and on the origin of rice, gender, marriage, geography, and kingdom or partners area.

Keywords: category, characteristic, myth, Bugis, Makassar

Abstrak: Kategorisasi dan Karakteristik Mitos Masyarakat Bugis dan Makassar. Penelitian ini bertujuan untuk merekonstruksi kategori dan karakteristik mitos Bugis dan Makassar melalui penelitian kualitatif. Mitos berbentuk lisan dikumpulkan dari informan melalui wawancara men- dalam yang disertai dengan perekaman dan pencatatan. Data dianalisis dengan analisis domain, taksonomi, komponensial, dan tema kultural yang merujuk pada teori Bascom (1965). Hasil penelitian ini menunjukkan tiga kategori mitos Bugis: kosmogonik, asal-usul, dan faunatik dan empat kategori mitos Makassar: kosmogonik, asal-usul, faunatik, dinasti. Karakteristik mitos Bu- gis dan mitos Makassar cenderung memperlihatkan persamaan yang sangat besar, baik akibat pengaruh monogenesis maupun poligenesis. Perbedaan mendasar antara mitos Bugis dan Makassar terletak pada kosmogonik tentang padi, faunatik tentang buaya, dan human endogionik tentang Tu Manurung. Perbedaan didasari oleh cara pandang masyarakat Bugis dan Makassar terhadap asal mula padi, gender, perkawinan, geografis, dan kerajaan atau wilayah mitra.

Kata Kunci: kategori, karakteristik, mitos, Bugis, Makassar

53

54 RETORIKA: Jurnal Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya, Volume 12, Nomor 1, Februari 2019, hlm. 53–70

Mitos adalah narasi prosa yang dianggap kosmogoni (adanya dewa dan kekuatan gaib), sebagai kisah yang benar tentang apa yang terjadi memformulasi hukum, etika, perintah beragama di masa lalu yang mengisahkan aktivitas para de- dan bermasyarakat (Hasanah, 2013). , urusan cinta, hubungan keluarga, persahabat- Mitos terkait dengan tradisi–tradisi religius an dan permusuhan, kemenangan dan kekalahan dalam masyarakat. Tradisi–tradisi ini seringkali (Bascom, 1965:4). Mitos bukan fiksi murni, telah menyatu dalam alam pikiran dan berpenga- bukan fabel, melainkan sejarah, 'kisah nyata' ruh dalam memberi arah bagi kehidupannya. Mi- karena isinya merupakan catatan peristiwa yang tos–mitos religius telah menjadi model dalam benar-benar terjadi. Kisah-kisah nyata ini sakral bertindak dan merupakan salah satu cara manusia karena berasal dari hal-hal permulaan, asal usul menjalin hubungan dengan kenyataan–kenyataan dunia dan umat manusia (Pettazzoni, 1984: 102). fisik dan lingkungannya. Pandangan semacam ini Dalam tesisnya “Myth and Story”, Theodor akan memberi ruang untuk menempatkan mitos Gaster secara efektif membedakan mitos dari ce- yang hidup dan berkembang dalam alam pikiran rita, bukan hanya dari segi semantik, melainkan suatu masyarakat sebagai salah satu “pintu ma- juga dalam fungsi dan motivasi keberadaannya. suk” dalam usaha mengetahui dan memahami bu- Dia mengklarifikasi perbedaan dari keduanya daya mereka (Masriyah, 2014). Oleh karena itu, dengan menyatakan “A myth is, or once was, mitos dapat digunakan untuk mengungkapkan pe- used; a tale is, and always was, merely told” mahaman tentang kehidupan dan sifat manusia (Gaster, 1984:123). Narasi dianggap mitos jika (McCabe, 2014). cerita itu dianggap benar oleh orang-orang yang Keberadaan suatu mitos tidak terlepas dari meriwayatkannya dan isinya tentang dewa-dewa fungsinya terhadap masyarakat pendukungnya. dan makhluk gaib lainnya. Dengan kata lain, mi- Mitos tidak hanya terbatas pada semacam repor- tos harus berarti “narasi suci”. tasi mengenai peristiwa yang dulu terjadi, berupa Dalam konteks mitologi lama, mitos ber- kisah dewa-dewa dan dunia ajaib, tetapi membe- kaitan dengan sejarah dan bentukan masyarakat rikan petunjuk kepada kelakuan manusia, meru- yang berorientasi pada masa lalu atau bentukan pakan pedoman bagi kebijaksanaan manusia sejarah pada masanya. Mitos juga memiliki pe- (Widyatwati, 2014). Dalam hubungan manusia ngertian cerita yang menampilkan makhluk suci dengan alam, mitos dijadikan media konservasi dalam bentuk yang konkret dan dipercayai kebe- karena dapat memberikan pengetahuan sekait de- narannya oleh masyarakat tertentu (Zaimar, ngan gejala alam yang akan menyebabkan berba- 2014:19). Kemanjuran mitos terletak pada ke- gai dampak bagi kehidupan manusia. Gejala alam mampuannya untuk membuat makna dan meles- dalam mitos mengakibatkan manusia mempunyai tarikan dunia. Otoritas mitos terletak pada ke- aturan dan strategi dalam menyikapi gejala terse- ajaiban kata, dalam kekuatannya yang menggu- but. Hubungan manusia dan alam yang terjalin gah untuk memunculkan keteraturan dari ketidak- karena kepercayaan berupa mitos menunjukkan teraturan (McCabe, 2014). Aspek kepercayaanlah hubungan relasional yang bermanfat bagi kehi- yang memberikan kekuatan pada mitos untuk dupan manusia dalam menjaga lingkungan alam menjadi cerita yang suci dan dipercaya oleh mas- (Fahmi, 2017). yarakat kolektifnya (Armah, dkk., 2017). Dalam tulisannya The Forms of Folklore: Keberadaan mitos sangat vital dan penting Prose Narratives, Bascom (1965:3–6) mendefi- bagi eksistensi hidup manusia, terutama dalam nisikan mite sebagai cerita rakyat dalam bentuk hal yang berkaitan dengan keyakinan dan ke- prosa yang oleh para pewarisnya dipercayai seba- agamaan. Oleh karena itu, mitos selalu muncul gai kejadian yang benar-benar terjadi pada zaman dalam berbagai aktivitas sosial keagamaan mas- dahulu. Mite diajarkan untuk dipercayai karena yarakat, terutama pada masyarakat preliterate. dianggap memiliki kekuatan dalam menjawab Mitos merupakan suatu cerita suci yang hampir berbagai misteri, keragu-raguan, atau ketidakper- selalu ada dalam setiap budaya masyarakat cayaan yang sering dihubungkan dengan teologi (Humaeni, 2012). Masyarakat menjunjung tinggi dan ritual. Mite merupakan perwujudan dogma nilai mitos sebagai sesuatu yang sakral, citra ke- dan biasanya dianggap suci. Tokoh-tokoh utama hidupan, dan perilaku religius yang terdapat pada mite biasanya terdiri atas dewa, pahlawan adat, semua aspek kebudayaan. Mitos biasanya berisi atau binatang. Bascom (1965:4–5) dan wahyu tentang kenyataan yang bersifat Danandjaja (2007:51) lebih lanjut mengungkap- supranatural, yang mempunyai realitas, seperti kan bahwa mite pada umumnya mengisahkan ter- Nensilianti, Kategori dan Karakerisasi Mitos ... 55

jadinya alam semesta, dunia, manusia pertama, berkembang dalam kebudayaannya. Meskipun terjadinya maut, bentuk khas binatang, bentuk dalam era modernisasi ini manusia cenderung topografi, gejala alam, dan sebagainya. Mite juga tidak percaya akan mitos, di lain pihak mereka mengisahkan petualangan para dewa, kisah per- masih membutuhkan mitos-mitos itu. Di luar cintaan mereka, hubungan kekerabatan mereka, kesadarannya, manusia modern sesungguhnya te- kisah peran mereka, dan sebagainya. Kajian lah mengalami dan menerima transformasi infor- Bascom (1965) dan Danandjaja (2007) tentang masi yang diberikan secara turun-menurun ten- mitos ini menjadi dasar pijakan penelitian ini. tang segala aspek yang seharusnya dilaksanakan Imajinasi mitos selalu melibatkan tindakan dalam seluruh segi kehidupan di dunia, baik ber- percaya. Tanpa kepercayaan bahwa objeknya dasarkan agama, adat istiadat, pranata, tradisi, nyata, mitos kehilangan dasar-dasarnya. Untuk maupun nilai-nilai atau norma-norma yang ber- memahami ciri khas pemikiran terhadap mitos, kembang di masyarakat. Tindakan atau tingkah harus ditelusuri kembali ke lapisan persepsi yang laku manusia modern memiliki kecenderungan lebih dalam. Dunia mitos adalah dunia dramatis, melakukan hal atau mitos yang dikatakan orang- dunia tindakan, dunia daya bayang, dunia kekuat- orang terdahulu yang terkait dengan budaya yang an yang saling bertentangan. Dalam setiap gejala melingkupinya, dalam selamatan kelahiran, per- alamiah tampaklah benturan antara kekuatan-ke- kawinan, dan kematian misalnya (Tis, 2009). kuatan itu. Persepsi mistis selalu sarat dengan ci- Dalam mitos tercermin cara pandang, ke- ri-ciri emosional. Dalam mitos terdapat objek- percayaan/keyakinan, dan perilaku masyarakat objek yang senantiasa membahayakan atau aman, budaya tersebut. Dengan demikian, antara satu bersahabat atau bermusuhan, dianggap biasa atau daerah dengan daerah lainnya tentu saja memiliki aneh, memikat dan memukau atau menjijikkan mitos dengan karakteristik dan keunikan tersen- dan menakutkan (Cassirer dalam Rafiek, 2008). diri sesuai dengan kondisi sosial dan kultural Semua motif dasar yang ada pada mitos adalah yang mempengaruhinya (Humaeni, 2012). Na- proyeksi dari kehidupan sosial manusia. Jawaban mun demikian, para antropolog dan etnolog se- mitos tentang sebab-musabab bukanlah bersifat ring terkejut ketika menemukan adanya pemi- logis atau empiris, melainkan sebab-musabab kiran-pemikiran elementer yang terdapat di selu- mistis. Mistis adalah premis-premis yang menjadi ruh dunia, yang tetap walaupun di bawah titik tolak interpretasi-interpretasi mistis. kondisi sosial dan kultural yang berbeda Mitos merupakan unsur kebudayaan yang (Nensilianti, 2018). Hal ini dapat dijelaskan de- hampir ada di setiap kelompok masyarakat di se- ngan teori monogenesis dan teori polygenesis. luruh dunia, baik pada kelompok yang sudah ma- Teori monogenesis menganggap bahwa terjadi- ju sehingga mulai meninggalkan hal-hal sema- nya persamaan cerita rakyat antardaerah atau wi- cam itu atau pada kelompok yang sampai detik layah disebabkan oleh penyebaran atau difusi ini masih memegang teguh mitos itu sebagai pe- dari suatu kesatuan cerita (plot) atau motif cerita ngangan hidup mereka (Irmawati, 2017). Dunia dari satu tempat ke tempat-tempat lain. Berbeda menyebarkan tema dan topik mitologi tertentu dengan pandangan penganut teori monogenesis, yang menjelaskan asal mula kematian, api, karak- teori poligenesis menganggap bahwa terjadinya teristik biologis dan sosial manusia, tumbuhan, persamaan disebabkan oleh penemuan sendiri- hewan, bumi, benda langit malam, dan lain-lain. sendiri (independent invention) atau sejajar (pa- Kehadiran tema mitos ini bukan suatu proses ralel invention) yang dapat terjadi karena adanya yang seragam, melainkan dirangsang oleh pola- pemikiran-pemikiran elementer yang terdapat di pola intrinsik pikiran manusia yang dipicu oleh seluruh dunia yang tetap sama walaupun di ba- kondisi ekologis secara secara regional dan seca- wah kondisi sosial dan kultural yang berbeda ra historis (Berezkin, 2018). Hal ini menyebab- (Danandjaja, 2007:2). kan perbedaan dan variasi mitos yang ada di du- Demikian pula hanya dengan keadaan mi- nia. tos masyarakat Bugis dan Makassar di Sulawesi Demikian pula halnya dengan kondisi mi- Selatan. Meskipun kedua suku ini memiliki ba- tos di . Pada hakikatnya, kehidupan ma- hasa, tradisi, dan budaya yang berbeda, terdapat nusia, dari sekian banyak suku bangsa dengan et- beberapa persamaan atau pertalian (afinitiy) bu- nik tertentu dan kebudayaannya masing-masing daya di antara kedua suku ini. Berdasarkan bebe- di Indonesia, dalam bertingkah laku masih meng- rapa hal yang dapat dijadikan sebagai bukti, di- ikuti mitos-mitos dan pola-pola yang tumbuh dan asumsikan terdapat titik-titik kesamaan tertentu 56 RETORIKA: Jurnal Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya, Volume 12, Nomor 1, Februari 2019, hlm. 53–70 dalam karakteristik mitos Bugis dan Makassar nilai budaya etnis Bugis dan Makassar yang me- yang bisa jadi menunjukkan adanya kekerabatan ngarah pada pengembangan integritas dan har- budaya di antara kedua masyarakat tersebut. Ke- monisasi komunal kedua masyarakat tersebut. kerabatan atau kemiripan itu mungkin terjadi ka- Ketiga, untuk mencari keragaman budaya yang rena warisan langsung (inherilance) dari proto terpantul dalam mitos. Hal ini sekaligus untuk yang sama; faktor kebetulan (by chance); atau melihat buah pikiran manusia dari waktu ke wak- pinjaman (borrowing) akibat kontak dalam se- tu, serta untuk memperkokoh keuniversalan kon- jarah. sep-konsep dalam cerita suci rakyat. Keempat, Untuk membuktikan asumsi-asumsi yang beragam mitos lokal itu jika diteliti secara ilmiah telah dipaparkan, perlu kajian yang lebih men- akan menghasilkan khazanah kebudayaan yang dalam untuk mengungkap beberapa hal, yaitu: lebih komplit tentang mitos-mitos di seluruh Bagaimanakah kategori dan karakteristik mitos nusantara. Kelima, menurut Ahimsa-Putra (2001: masyarakat Bugis? Bagaimanakah kategori dan 191), masih sangat diperlukan kajian-kajian mi- karakteristik mitos masyarakat Makassar? Bagai- tos yang lebih serius dan teoretis yang akan dapat manakah affinity (pertalian atau persamaan) mi- melahirkan pemaknaan-pemaknaan baru, serta tos masyarakat Bugis dan Makassar? Berdasar menyodorkan dimensi pemikiran baru yang akan dari permasalahan tersebut, tujuan penelitian ini memperluas wawasan pemahaman mengenai ber- adalah memberikan gambaran kategori dan ka- bagai mitos di Indonesia terlepas dari sekadar rakteristik mitos masyarakat Bugis dan Makassar mencari nilai atau fungsi di balik mitos yang ada. Sulawesi Selatan berserta persamaan dan per- bedaannya. METODE Penelitian yang berhubungan dengan mitos Bugis telah dilakukan beberapa peneliti terdahu- Penelitian ini didesain dengan mengguna- lu, antara lain: Tang (1999) meneliti Saat Ditu- kan pendekatan kualitatif. Dalam penerapan de- runkannya Batara Guru; Rahman (2006) meneliti sain penelitian ini, peneliti sekaligus sebagai ins- Cinta, Laut, dan Kekuasaan dalam Epos Laga- trumen kunci (penentu). Sebagai penelitian natu- ligo Episode Pelayaran Sawerigading ke Tanah ralistik, peneliti berusaha memahami arti peris- Cina: Perspektif Filologi dan Semiotik. Selanjut- tiwa dan kaitannya terhadap orang-orang yang nya, penelitian yang berhubungan dengan mitos menjadi bagian dari peristiwa tersebut sesuai de- Makassar telah dilakukan beberapa peneliti ter- ngan natural setting (lingkungan alamiah), bukan dahulu, antara lain: Manyambeang (1996) mene- situasi buatan. Fenomena-fenomena yang ditemu- liti Lontaraq Riwayaqna Tuanta Salamaka ri kan di lapangan ditafsirkan tanpa ada tendensi Gowa: Suatu Analisis Linguistik Filologi; Iswary untuk memanipulasinya dan mengontrolnya atau (2010) meneliti Perempuan Makassar: Relasi berusaha mencampurinya sedikit mungkin. Apli- Gender dalam Folklor. Penelitian-penelitian ter- kasi metode ini dimaksudkan untuk lebih meng- dahulu ini lebih cenderung menggunakan cerita akuratkan pendeskripsian hasil penelitian. rakyat yang telah ditulis (dinaskahkan) sebagai Data penelitian ini adalah cerita mitos rak- objek penelitiannya. Penelitian yang spesifik yat Bugis dan Makassar yang masih dalam ben- menggali perbandingan antara mitos Bugis dan tuk lisan yang diperoleh dari informan yang ban- Makassar, khususnya yang terkait dengan kate- yak mengetahui dan menguasai cerita rakyat ter- gori dan karaktersitiknya belum pernah dila- sebut. Wilayah penelitian tempat dihimpunnya kukan. data mitos rakyat Bugis adalah daerah Bone, Sin- Karakteristik mitos masyarakat Bugis dan jai, Wajo, Soppeng, Sidrap, Luwu, dan Pinrang; masyarakat Makassar beserta perbandingannya data mitos Makassar dihimpun di daerah Pang- menjadi subjek yang menarik untuk dikaji karena kep, Maros, Makassar, Gowa, Takalar, Jene- beberapa alasan. Pertama, inventarisasi dan re- ponto, Bantaeng, Bulukumba, dan Selayar. Da- konstruksi karakteristik cerita mitos merupakan lam pengumpulan data, peneliti bertindak sebagai salah satu upaya penggalian dan pengkajian tra- pengamat-partisipan (participant-observation). disi lisan yang banyak tersebar di seluruh tanah Artinya, dalam pengumpulan data, peneliti me- air dalam bingkai pembinaan dan pengembangan lakonkan peran sebagai partisipan dalam latar kebudayaan nasional. Kedua, studi bandingan an- budaya objek yang sedang diteliti. Menurut tara mitos Bugis dan mitos Makassar ini sangat Preissle-Goetz dan LeCompte (dalam Spradley, menarik dilakukan untuk mengungkap pertautan 1997:64), pengamat-partisipan adalah proses pe- Nensilianti, Kategori dan Karakerisasi Mitos ... 57

neliti memasuki latar (setting) atau suasana ter- HASIL DAN PEMBAHASAN tentu dengan tujuan melakukan pengamatan ten- tang bagaimana peristiwa atau kejadian dalam la- Hasil tar itu memiliki hubungan. Teknik yang digunakan dalam pengumpul- Kategori dan Karakteristik Mitos Masyarakat an data penelitian ini adalah teknik wawancara Bugis mendalam (indepth-interview), teknik rekaman, Wilayah penelitian tempat dihimpunnya teknik pencatatan, dan penelitian pustaka (library data mitos Bugis meliputi daerah Bone, Wajo, research). Data dianalisis dengan menggunakan Sidrap, Luwu, dan Pinrang. Mitos Bugis yang teknik deskriptif kualitatif. Seleksi cerita rakyat terhimpun dari lima daerah dan telah ditrans- yang dijadikan data dengan mengacu pada teori kripsi serta diterjemahkan seluruhnya berjumlah Danandjaja (1997). Pengklasifikasian dan penga- 18 cerita (4 dari Bone, 3 dari Wajo, 4 dari Pin- tegorian keseluruhan data penelitian yang telah rang, 2 dari Sidrap, dan 5 dari Luwu). Kedelapan terkumpul dilandasi oleh teori Bascom (1965:6). belas mitos tersebut selanjutnya diberi kode, di- Identifikasi dan penentuan karaktersitik mitos identifikasi, dan diklasifikasikan berdasarkan je- masyarakat Bugis dan Makassar didasarkan pada nisnya dengan berpatokan pada teori Bascom. ciri khas mitos menurut Bascom (1965:3–6), Berdasarkan hasil klasifikasi, ditemukan tiga sub- yaitu: mitos merupakan cerita rakyat yang diper- jenis mitos Bugis, yaitu: (1) mitos kosmogonik caya benar-benar terjadi serta dianggap suci oleh sebanyak 5 cerita (27,78%), (2) mitos asal-usul yang empunya cerita; tokoh ceritanya adalah para sebanyak 6 cerita (33,33%), dan (3) mitos dewa atau makhluk setengah dewa (hubungan ke- faunatik sebanyak 7 cerita (38,89%). luarga, sahabat dan musuh, kemenangan dan ke- kalahan, serta kisah cinta para dewa); peristiwa- Mitos Kosmogonik nya terjadi di dunia lain atau di dunia yang bukan seperti yang dikenal sekarang, terjadi pada masa Mitos Bugis yang menceritakan munculnya lampau; kisahnya terkait dengan asal-usul dunia, tokoh/dewa di muka bumi dengan segala ciri atau manusia, kematian, atau tentang sifat-sifat bu- sifat yang mengikutinya (kosmogonik) dapat di- rung, binatang, bentuk geografis, gejala alam, temukan dalam cerita Sawerigading dengan ber- dan kadang-kadang juga memberi tahu berbagai bagai versinya. Dalam cerita Sawerigading diki- upacara (ritual) atau mengapa tabu harus dipa- sahkan tentang awal mula ditempatinya negeri tuhi. Luwu oleh manusia titisan Dewa, tentang adanya Jenis mitos yang penulis jadikan dasar ka- dunia atas (botinglangik), dunia bawah (burik- tegorisasi mitos dalam penelitian ini merupakan liung atau peretiwi), dunia tengah (alekawa), dan intisari teori bentuk mitos yang dikemukakan o- hubungan kekerabatan serta kisah cinta Saweri- leh Mawene (2005) dan Rafiek (2008). Data mi- gading. tos yang telah dihimpun akan diklasifikasikan ke Mitos Bugis tentang Sawerigading muncul dalam sembilan golongan, yaitu: (1) mitos teogo- dalam beberapa versi, baik dengan judul yang nik atau mitos kepercayaan/penyembahan; (2) persis sama maupun dengan judul yang mirip. mitos heroik atau mitos supernaturalistik; (3) mi- Tiga cerita yang berjudul “Sawerigading”; satu tos dinasti atau mitos yang terkait dengan suatu cerita dari Wajo (kode DCB8) dan dua cerita dari kerajaan dan sistem pemerintahannya; (4) mitos Luwu (kode DCB18 dan DCB19). Selanjutnya, taboo incest atau mitos larangan atau pantangan; ada yang berjudul “La Walenreng sibawa Mak- (5) mitos kosmogonik atau mitos asal-usul manu- kunrai Cina” (kode DCB3) dari Bone dan “Sawe- sia; (6) mitos asal-usul aau mitos asal mula se- rigading sibawa Manu Jago” (kode DCB20) dari suatu; (7) mitos faunatik atau mitos tentang bina- Luwu. Isi kelima cerita mitos ini pada dasarnya tang sakral; (8) mitos pekuliaritas atau mitos kea- dapat dianggap sama, yaitu tentang perjalanan hi- jaiban yang dimiliki raja; dan (9) mitos trans- dup dan kisah asmara Sawerigading. Perbedaan- formasi atau mitos perwujudan raja dalam seja- nya, hanya terletak pada kelengkapan dan urutan rah. Kesembilan bentuk mitos yang telah dipapar- cerita, kehadiran beberapa instrumen (alat atau kan tersebut dijasikan sebagai landakan dalam angka), serta tokoh lain dalam cerita. mengkaji mitos sekaligus sebagai pembatas ruang Dalam cerita yang berjudul “Saweriga- lingkup penelitian ini. ding” versi Wajo (DCB8) dan Luwu (DCB19) serta ”Sawerigading sibawa Manu Jago” 58 RETORIKA: Jurnal Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya, Volume 12, Nomor 1, Februari 2019, hlm. 53–70

(DCB20), kisah dimulai dengan pemaparan ten- hon itu pun berbeda dalam versi cerita Sawe- tang silsilah keluarga Sawerigading, sedangkan rigading ini. Cerita yang berkode DCB8 meng- pada cerita yang berjudul “Sawerigading” versi ungkapkan bahwa pohon itu berada di hulu Su- Luwu (DCB18) dan cerita yang berjudul “La Wa- ngai Saqdan, cerita yang berkode DCB20 menya- lenreng sibawa Makkunrai Cina” versi Bone takan pohon itu terletak pada hulu Sungai Walen- (DCB3) kisahnya dimulai dengan pertemuan Sa- nae, dan cerita yang berkode DCB18 mengung- werigading dengan We Tenriabeng. Perbedaan kapkan pohon itu ada di Mangkutu. lain yang ditemukan, yaitu pohon yang dijadikan Perbedaan yang lain dari mitos Saweri- perahu ada yang menamakan pohon Balandae gading beserta variasinya, yaitu tentang kepu- (DCB8 dan DCB20), ada pula yang menamakan langan Sawerigading kembali ke Tanah Luwu. pohon I La Walanreng (DCB3 dan DCB18). Pro- Cerita berkode DCB20 menyatakan Saweriga- ses penebangan pohon itu pun bervariasi, ada ding lebih dahulu kembali ke Luwu, lalu disusul yang mengatakan bahwa pohon itu tumbang di oleh anaknya. Pertemuan mereka menggunakan tangan We Tenriabeng (DCB20), ada yang me- perantara atau instrumen ayam jago. Setelah itu, ngatakan Sawerigading sendiri yang menum- bersama anaknya Sawerigading menjemput sang bangkan pohon Balandae (DCB3), dan ada pula istri, We Cudai, untuk dibawa ke Luwu. Cerita yang mengungkapkan bahwa pohon itu tumbang berkode DCB18 mengungkapkan bahwa Sawe- atas bantuan nenek Sawerigding sendiri yang ke- rigading bersama istrinya berangkat ke Luwu, mudian ikut terbawa ke perut bumi bersama de- tetapi karena sumpah Sawerigading yang tidak ngan tumbangnya pohon itu (DCB18). Letak po- akan menginjakkan kaki ke tanah Luwu, akhir-

Tabel 1. Persamaan dan Perbedaan Kelima Versi Cerita Sawerigading Unsur DCB3 DCB8 DCB18 DCB19 DCB20 Cerita Paparan awal Pertemuan Slisilah Pertemuan Slisilah Slisilah cerita Sawerigading keluarga Sawerigading keluarga keluarga dengan We Saweri- dengan We Saweri- Sawerigading Tenriabeng gading Tenriabeng gading Penamaan pohon pohon I pohon pohon I pohon tidak tersebut Lawalanreng Balandae Lawalanreng Balandae dalam cerita Penebang pohon Sawerigading tidak nenek Saweri- We tidak tersebut tersebut gading dari Tenriabeng dalam cerita dalam cerita Peretiwi

Letak pohon tidak tersebut hulu Sungai Mangkutu hulu Sungai tidak tersebut dalam cerita Saddang Walennae dalam cerita

Kepulangan tidak tersebut tidak Saweri-gading Saweri- Saweri-gading Saweri-gading dalam cerita tersebut berangkat gading lebih beraangkat dari Cina ke dalam cerita bersama istrinya dahulu bersama istrinya Luwu (We Cudai) ke pulang (We Cudai) ke Luwu, tetapi disusul oleh Luwu, tetapi di mereka tidak anaknya tengah lautan pernah setelah perahu mereka mendarat di dewasa. tenggelam ke Luwu karena Keduanya peretiwi perahunya lalu bersama- pecah di tengah sama lautan menjemput We Cudai

Letak Cina di Bone di dataran di dataran Cina di dataran di dataran Cina Cina atau atau Tiongkok Cina atau atau Tiongkok Tiongkok Tiongkok

Nensilianti, Kategori dan Karakerisasi Mitos ... 59

-nya perahu Sawerigading pecah menjadi tiga nama We' Oddang Rive. Akan tetapi, ia mening- dan tersebar di tiga tempat, yaitu papan lambung gal beberapa waktu setelah kelahirannya. Me- perahu terdampar di Ara, tali-temali dan layar ninggal di usia muda membuat ayahandanya, Ba- terdampar di Bira, dan lunas yang ada pada hulu tara Guru, sedih hingga memutuskan untuk me- terhempas di lemo-lemo. Cerita berkode DCB19 makamkan puterinya tersebut di dunia tengah mengungkapkan bahwa Sawerigading dan pera- (bumi). Setiap waktu tertentu, Batara Guru men- hunya meluncur ke peretiwi dan di sana ia meng- jenguk makam We' Oddang Rive. gantikan neneknya menjadi penguasa. Satu hal Suatu hari Batara Guru tidak menemukan lagi, untuk versi Bone (DCB3), Cina yang dimak- makam anaknya; yang ia temukan justru sekum- sud adalah Cina yang terdapat di daerah Bone, pulan tanaman sejenis rumput (padi). Karena ter- sedangkan untuk versi Wajo (DCB8) dan Luwu kejut, ia menghadap ayahandanya yang bernama (DCB18, DCB19, dan DCB20) yang dimaksud Patoto di Boting Lagiq (kerajaan langit). Di dunia adalah Cina di dataran Tiongkok. Untuk lebih atas (langit), Patoto menjelaskan kepada Batara jelasnya, persamaan dan perbedaan kelima versi Guru bahwa anaknya, We' Oddang Rive, telah cerita Sawerigading digambarkan dalam Tabel 1. menjelma menjadi makanan bagi umat manusia Berdasarkan cerita-cerita mitos subjenis ini yang diberi nama Datu Ase. Di bumi, Datu Ase diperoleh ciri-ciri mitos kosmogonik, yaitu: pe- ditemani oleh seekor kucing jantan belang tiga ristiwanya terjadi pada waktu atau masa yang yang bernama Meompalo Karellae. Datu Ase (de- sangat lampau, terjadi di dunia lain atau di dunia wi padi) ini sangat dihormati dan disucikan oleh yang bukan seperti yang dikenal sekarang (boting masyarakat Bugis. Salah satu bentuk penghor- langik ‟dunia atas‟, burikliung/peretiwi ‟dunia matan mereka terhadap Datu Ase, yaitu melaku- bawah‟, dan alekawa „dunia tengah‟). Jenis cerita kan ritual maddoja bine sebelum menanam padi ini banyak mengandung hal-hal yang ajaib, ditto- dan ritual Mappadendang setiap hendak panen. kohi oleh dewa atau manusia setengah dewa, dan Kisah cinta La Padoma (tokoh pria) dan I mengisahkan hubungan kekerabatan dan percin- Mangkawani (tokoh perempuan) ditemukan da- taan. Selain itu, ceritanya dipercayai sebagai lam empat versi cerita yang berbeda, yaitu: satu sebuah fakta atau kebenaran. cerita dari Bone berjudul “La Padoma sibawa I Mangkawani” (DCB2); dua cerita dari Soppeng Mitos Asal-usul yang berjudul “La Doma sibawa I Mangkawani” (DCB59) dan “We Sangiang I Mangkawani” Mitos Bugis yang mengisahkan asal mula (DCB61); satu cerita dari Luwu yang berjudul atau awal segala sesuatu, seekor binatang, suatu “La Domai sibawa I Mangkawani” (DCB81). Da- jenis tumbuhan, suatu benda yang dikeramatkan, lam cerita DCB2 tokoh utama pria bernama La sebuah lembaga, dan sebagainya (asal-usul) da- Padoma, dalam DCB59 bernama La Doma, da- pat ditemukan dalam cerita La Padoma Sibawa I lam DCB61 dan DCB81 bernama La Domai. Mangkawani (DCB2), Dewi Sri dengan berbagai Dengan demikian, nama tokoh utama prialah versinya, Dewata Ase Sibawa Dewata Naga yang agak berbeda di antara keempat cerita ter- (DCB9), Assalenna Mappadendang (DCB13), sebut. dan Assalenna Maddoja Bine (DCB14). Dalam La Padoma atau La Doma dalam cerita cerita La Padoma sibawa I Mangkawani (DCB2) DCB2 dan DCB59 adalah seorang anak raja yang dikisahkan bahwa harta benda yang dibuang I wilayah kekuasaan kerajaannya berbeda dari I Mangkawani yang berubah menjadi tumbuh-tum- Mangkawani. Akan tetapi, dalam cerita DCB61 buhan dan hewan. dan DCB81 La Domai adalah sahabat kakak I Mitos Sangiang Sri atau Dewi Padi, baik Mangkawani yang selalu bersama sejak kecil dalam cerita “Dewi Sri” versi Bone (DCB4) dan yang berarti mereka tinggal di wilayah atau tem- versi Sidrap (DCB17) serta “Dewata Ase Sibawa pat yang sama. Dalam cerita DCB2, La Padoma Dewata Naga” (DCB9) dari Wajo mengisahkan dikisahkan bertempat tinggal dalam wilayah yang keberadaan Dewi Sri di Taman Surga Loka istana berbeda dari I Mangkawani dan sejak kecil Batara Guru sampai akhirnya menitis ke Bumi. mereka telah dipertunangkan. Dalam cerita Assalenna Mappadendang Dalam versi DCB59, La Doma dikatakan (DCB13) dikisahkan bahwa Batara Guru memi- bertempat tinggal dalam wilayah yang berbeda liki banyak istri dan anak. Anak pertama Batara dengan I Mangkawani, baru ketika ia pergi ke ne- Guru adalah seorang perempuan yang diberi geri Gattarang untuk menyabung ayam, ia berte- 60 RETORIKA: Jurnal Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya, Volume 12, Nomor 1, Februari 2019, hlm. 53–70

mu dan jatuh hati pada seorang gadis putri raja Cerita ”Asu Panting” (DCB1) dan ”Asu Gattarang yang bernama I Mangkawani. La Do- Lakku” (DCB21) mengisahkan seekor anjing ma membawa I Mangkawani berlayar tanpa se- ajaib/sakti. Asu panting digambarkan sebagai se- pengetahuan orang tuanya. Namun, karena meng- ekor anjing yang memiliki kaki depan lebih pan- hindari kejaran, akhirnya kapal/perahunya mem- jang dan bulunya seperti jarum besar. Anjing ini belah dua gunung yang sekarang dikenal dengan dianggap dapat menyebabkan orang sakit atau nama Buludua dan perahunya terdampar di Sewo. bahkan menyebabkan kematian. Asu Lakku di- Kedua versi ini (DCB2 dan DCB59) memiliki gambarkan sebagai seekor anjing yang bertubuh persamaan dalam hal perilaku tokoh utama pria, tinggi besar, jauh lebih tinggi dan lebih besar dari yaitu gemar menyabung ayam. anjing-anjing yang lain. Anjing ini dianggap ber- Berbeda dengan kedua versi tersebut, da- asal dari alam jin dan datang ke dunia untuk me- lam cerita DCB60 dan DCB81, I Mangkawani ngambil roh manusia dan membawanya ke alam telah ditunangkan dengan putra raja kerajaan jin. Dalam cerita ”La Tarosso” dikisahkan ada tetangga padahal ia dan La Domai saling men- seekor binatang yang sangat besar dan rakus cintai. Cerita DCB81 versi Luwu mengisahkan bernama Lempuara. Karena sakti dan rakusnya, bahwa La Domai dan I Mangkawani kawin lari. setiap orang atau setiap binatang yang lewat di Kakak I Mangkawani, untuk membela siri‟, depannya langsung dimakan. Ketiga cerita ini mengejar mereka dan terjadilah perkelahian an- mengisahkan bahwa binatang-binatang itu dapat tara ia dengan La Domai yang berujung pada ke- mendatangkan bala bagi manusia sehingga perlu matian kakak I Mangkawani. La Doma dan I dilakaukan ritual untuk menolak bala. Mangkawani akhirnya hidup berbahagia. Namun, Cerita (DCB7), “Kadduq Buaja” (DCB12), pada DCB61 versi Soppeng, diceritakan I Mang- ”Mappanoq” (DCB15), dan “Dewa Uwae” kawani pasrah dinikahkan dengan tunangannya (DCB16) menggambarkan tokoh buaya yang ber- untuk menjaga siri‟. beda dengan buaya pada umumnya. Buaya ini di- Berdasarkan cerita La Padoma sibawa I anggap sebagai hewan jelmaan atau titisan dewa Mangkawani (DCB2), Dewi dengan berbagai ke dalam rahim manusia. Buaya dalam keempat versinya, Dewata Ase Sibawa Dewata Naga cerita ini diturunkan ke sungai dan dipercaya (DCB9), Assalenna Mappadendang (DCB13), menjadi penunggu sungai. Masyarakat setempat dan Assalenna Maddoja Bine (DB14) diperoleh percaya bahwa apabila berperahu di sungai dan ciri-ciri mitos asal-usul, yaitu: peristiwanya ter- melewati tempat tinggal si buaya, mereka tidak jadi pada waktu atau masa yang sangat lampau, boleh berkata takabur dan harus memberi ma- terjadi di dunia lain atau di dunia yang bukan se- kanan kepada buaya sebelum berlalu di tempat perti yang dikenal sekarang (boting langik ‟dunia tersebut. Karena kalau tidak, diyakini mereka a- atas‟ dan alekawa „dunia tengah‟) dengan tokoh kan mendapat bala. berupa dewa atau titisan dewa. Cerita jenis ini di- Berdasarkan cerita mitos faunatik ini, baik percaya sebagai kejadian yang sungguh-sungguh tentang anjing jadi-jadian dalam cerita ”Asu terjadi pada zaman dahulu dan dianggap suci atau Panting” (DCB1), ”Asu Lakku” (DCB21), dan sakral oleh masyarakat, bahkan sering dihubung- ”La Tarosso” (DCB5), maupun tentang buaya kan dengan ritual kepercayaan. Selain itu, isinya jadi-jadian dalam cerita ”Buaya Maggellang” mengisahkan asal mula atau awal munculnya (DCB7), “Kadduq Buaja” (DCB12), ”Mappa- tumbuhan dan binatang. noq” (DCB15), dan “Dewa Uwae” (DCB16) di- peroleh ciri-ciri mitos faunatik, seperti yang Mitos Faunatik dipaparkan berikut ini. Peristiwanya terjadi pada waktu lebih kini dan tempat kejadiannya adalah Mitos faunatik atau mitos binatang yang di- dunia seperti sekarang ini dengan tokoh berupa anggap sakral/dikeramatkan atau binatang yang makhluk atau binatang yang dianggap titisan dianggap membawa suatu pertanda tentang se- dewa/jin yang dikeramatkan. Ceritanya diyakini suatu (faunatik) dapat ditemukan dalam cerita oleh masyarakatnya sebagai sesuatu yang sakral ”Asu Panting” (DCB1), ”Asu Lakku” (DCB21), dan berbau mistik sehingga memunculkan ritual. ”La Tarosso” (DCB5), ”Buaya Maggellang” Peristiwanya dipercaya sebagai kejadian yang (DCB7), “Kadduq Buaja” (DCB12), ”Map- sungguh-sungguh terjadi. Selain itu, isinya me- panoq” (DCB15), dan “Dewa Uwae” (DCB16). ngisahkan binatang yang dapat dapat menda- tangkan bala (taboo incest) atau menyebabkan Nensilianti, Kategori dan Karakerisasi Mitos ... 61

Tabel 2. Karakteristik Subjenis Mitos Masyarakat Bugis Karakteristik Jenis Mitos Kosmogonik Asal-usul Faunatik Formula pembuka tidak ada tidak ada tidak ada Dipercaya sebagai fakta fakta fakta bukan manusia (dewa bukan manusia (dewa bukan manusia (binatang Tokoh utama atau titisan dewa) atau titisan dewa) titisan dewa) pada suatu waktu dan pada suatu waktu dan di pada suatu waktu dan di Latar di suatu tempat suatu tempat suatu tempat masa yang sangat masa yang sangat masa tidak terlalu Waktu lampau lampau lampau dunia tidak seperti dunia tidak seperti dunia seperti sekarang sekarang (botting sekarang (botting Tempat langik, burikliuk atau langik, burikliuk atau

peretiwi, slekawa) peretiwi, slekawa) suci atau sacral suci atau sakral (terkait sakral dan berbau mistik Sifat ritual kepercayaan) (terkait ritual kepercayaan) Formula penutup tidak ada tidak ada tidak ada hubungan kekerabatan munculnya tumbuhan binatang yang Isi dan cinta atau binatang mendatangkan bala (tambo incert) kematian sehingga masyarakat yang percaya me- Pangkep, Makassar, Gowa, Jeneponto, Bantaeng, lakukan ritual, memberi makanan persem-bahan, Bulukumba, dan Selayar. Cerita mitos Makassar atau tidak melakukan hal yang dipantang untuk yang ditemukan berjumlah 17 cerita (1 dari Pang- menghindari bala. kep, 2 dari Makassar, 4 dari Gowa, 1 dari Jene- Berpijak pada uraian subjenis cerita mitos ponto, 3 dari Bantaeng, 5 dari Bulukumba, dan 1 masyarakat Bugis (kosmogonik, asal-usul, dan dari Selayar). Setelah melalui transkripsi, pener- faunatik) pada Tabel 2, dapat disimpulkan bahwa jemahan, pengodean, pengidentifikasian, dan ciri-ciri mitos masyarakat Bugis adalah kisah pengklasifikasian dengan merujuk pada teori tentang peristiwa yang terjadi pada periode awal, Bascom (1965), mitos Makassar dapat dikatego- yaitu zaman yang sangat lampau. Pada umumnya rikan ke dalam empat subjenis mitos, yaitu: (1) tempat peristiwa dikaitkan dengan boting langik mitos kosmogonik sebanyak 9 cerita (52,94%), ‟dunia atas‟, burikliung/peretiwi ‟dunia bawah‟, (2) mitos asal-usul sebanyak 1 cerita (5,88%), dan alekawa „dunia tengah‟ dengan tokoh berupa (3) mitos faunatik sebanyak 3 cerita (17,65%), dewa, titisan dewa, atau manusia setengah dewa. dan (4) mitos dinasti sebanyak 4 cerita (23,53%). Ceritanya banyak mengandung hal-hal yang ajaib/gaib, dipercayai sebagai sebuah fakta atau Mitos Kosmogonik kebenaran, dianggap suci atau sakral oleh masyarakat, berbau mistik, dan berhubungan Mitos kosmogonik Makassar yang meng- dengan ritual. Selain itu, isinya mengisahkan isahkan munculnya tokoh/dewa di muka bumi hubungan kekerabatan dan percintaan tokoh dengan segala ciri atau sifat yang mengikutinya dewa, asal mula atau awal munculnya tumbuhan dapat ditemukan dalam cerita “Sekre Baine Battu dan binatang, serta binatang yang dianggap dapat Risipolong Pattung” (DCM15), ”Sawerigading” mendatangkan bala (taboo incest) atau kematian. (DCM17), ”Karaeng Loe” (DCM13), “Kajarian- na Pallengkerang Uheya” (DCM16), “Akaraeng Kategori dan Karakteristik Mitos Masyarakat I Matturaga” (DCM5), ”Passibuntulan Karaeng Makassar Gowa Bayo Siagang Putri Anggatibon“ (DCM57), ”Mula Taua ri Tombolo” (DCM18), Mitos masyarakat Makassar penyebaran- dan Kubburu Tuju ri Karebosi (DCM4). nya ditemukan pada tujuh kabupaten, yaitu: 62 RETORIKA: Jurnal Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya, Volume 12, Nomor 1, Februari 2019, hlm. 53–70

Tumanurung dalam cerita Sekre Baine mengisahkan tanaman tokoh utama diserang oleh Battu Risipolong Pattung (DCM15) dikisahkan babi yang berasal dari dunia bawah (peretiwi). sebagai seorang gadis yang berasal dari jelmaan Yang empunya kebun (I Mattulaga dalam DCM5 sepotong bambu. Perempuan itu kemudian di- dan putra bungsu dari tujuh bersaudara dalam kenal sebagai Batara Daeng Rilangi yang selan- DCM16) menombak si babi, namun tombaknya jutnya dipercayai masyarakat Amma Towa se- yang menancap di tubuh si babi terbawa serta ke bagai Tau Manurung. Dikisahkan selanjutnya dalam lubang yang menuju ke peretiwi. Si tokoh bahwa Mado Putta Parang akhirnya mengawini utama lalu mengejar si raja babi ke dalam lubang Batara Daeng Rilangi dan dari perkawinannya dengan menggunakan gulungan rotan. Di dunia lahirlah empat anak, tiga laki-laki dan yang bung- bawah, si tokoh utama bertemu dengan putri su perempuan. Tiga orang putranya ini meru- bungsu dari tujuh bersaudara anak raja babi yang pakan cikal bakal dari para pejabat pemerintahan ternyata penguasa peretiwi/paratilu. Si tokoh di Kajang dan ketiganya inilah yang dikenal utama membunuh si babi dan berhasil mencabut sebagai Karaeng Tallua. tombaknya. Persamaan lain dari kedua cerita ini, Cerita Sawerigading (DCM17) dan Ka- yaitu ada kisah tanaman di kebun yang diganggu raeng Loe (DCM13) mengisahkan tokoh Saweri- oleh babi (dalam DCM5, disebut babi putih) yang gading, Tumanurung dari Luwu. Dalam cerita merupakan raja peretiwi (DCM16) atau paratilu Sawerigading (DCM17) dikisahkan bahwa Sawe- (DCM5), adanya tombak yang menancap di tu- rigading berangkat ke Negeri Cina untuk mencari buh babi yang terikut ke dalam lubang, penggu- dan melamar sepupunya We Cudai. Setelah me- naan rotan yang disambung-sambung untuk tu- nikah, Sawerigading bersama istrinya kembali ke rung ke dalam lubang yang menuju ke peretiwi/ Luwu. Akan tetapi, menjelang mendekati Pantai paratilu, ada pertemuan tokoh utama dengan put- Luwu perahu Sawerigading pecah menjadi tiga. ri bungsu penguasa peretiwi/paratilu (anak dari si Pecahan tersebut tersebar di tiga tempat, yaitu babi putih dalam DCM5, sedangkan dalam papan lambung perahu terdampar di Ara, tali- DCM16 adalah cucu si babi). temali dan layar terdampar di Bira, dan lunas Selain tokoh cerita yang terlibat, perbedaan yang ada pada haluan sampai buritan terhempas kedua cerita ini juga terletak pada urutan cerita, di lemo-lemo. Bagian-bagian tersebut oleh mas- alat-alat yang digunakan dalam cerita, benda yarakat kemudian dirakit menjadi perahu . yang diperoleh tokoh utama di dunia bawah Berdasarkan tempat terdamparnya pecahan pera- (DCM5 hanya tombak, sedangkan DCM16 si to- hu Sawerigading, di akhir cerita dikisahkan mun- koh memperoleh gori-gori Katimbusan), kisah culnya ungkapan Panre patangan’na Bira „ahli dalam DCM5 melibatkan dua tokoh utama (I melihat dari Bira‟, Paingkolo tu Arayya (alat un- Matturaga dari awal sampai pertengahan cerita/ tuk merapatkan papan) dari Ara‟, dan Pabing- yang turun ke dunia bawah, sedangkan Anak I kung tu Lemo-lemoa „ahli menghaluskan dari Le- Johang Sapareng dari tengah sampai akhir mo-lemo‟. Sawerigading dalam cerita Karaeng cerita/yang naik ke dunia atas). Loe (DCM13) dikisahkan sebagai Tumanurung Cerita Kajarianna Pallengkerang Uheya yang mendarat di Bantaeng dan berlabuh di (DCM16) dan Akaraeng I Matturaga (DCM5) pantai Pakjukkukang Nipa-Nipa untuk mencari mengisahkan adanya dunia atas (botinglangik), isteri. Di perbukitan Gantarang Keke Saweriga- dunia bawah (peretiwi), dan dunia tengah (bumi). ding memperistri seorang wanita. Dari hasil per- Pelaku-pelakunya dapat menjangkau tiga dunia, nikahan mereka, lahir seorang anak yang ber- yaitu naik ke langit, turun ke dunia bawah (pe- nama Karaeng Loe. Karaeng Loe inilah yang retiwi). Jadi, peristiwa kedua cerita itu berkisar menjadi cikal bakal raja-raja Bantaeng. Kelahiran pada tiga ruang, yakni bumi, langit, dan dunia Karaeng Loe selalu diperingati setiap 10 sya‟ban bawah. di setiap tahunnya dan disebut upacara Pakju- Cerita ”Passibuntulan Karaeng Gowa Ba- kukang. yo Siagang Putri Anggatibon“ (DCM57) mengi- Mitos kosmogonik Makassar tentang jalin- sahkan putra mahkota Raja Gowa yang bernama an hubungan antara penghuni bumi, dunia atas Karaeng Bayo ketika berburu bertemu dengan se- (khayangan), dan dunia bawah (peretiwi) ditemu- orang putri khayangan (madika buai) yang ber- kan dalam dua cerita, yaitu cerita “Kajarianna nama Anggatibone. Akhirnya, Karaeng Bayo Pallengkerang Uheya” (DCM16) dan ”Akaraeng menikahi Putri Angngatibone. Keturunan mereka I Matturaga” (DCM5). Kedua cerita ini kemudian menjadi raja-raja dan bangsawan Nensilianti, Kategori dan Karakerisasi Mitos ... 63

kerajaan Gowa. Cerita Kubburu Tuju ri Karebosi tumbuhan, suatu benda yang dikeramatkan, se- (DCM4) mengisahkan bahwa pada waktu yang buah lembaga, dan sebagainya (asal-usul) dapat lampau Gowa dilanda keadaan kacau-balau. Sua- ditemukan dalam cerita “Assala Anjarina -Bae” tu hari Gowa dihantam hujan deras dan petir (DCM19). Dalam cerita “Assala Anjarina Bae” yang menyambar. Peristiwa itu berlangsung se- ini dikisahkan bahwa tanaman sirih dan padi itu lama tujuh hari tujuh malam. Pada hari kede- berasal dari dasar laut yang dibawa oleh peng- lapan, petir akhirnya berhenti dan hujan hanya huni laut ke darat ketika mereka mengadakan bersisa pelangi. Tujuh orang bergaun kuning pertemuan. Suatu masa terjadi kesalahpahaman keemasan pun muncul sesaat lalu menghilang di antara penghuni laut dan penghuni darat sehingga tengah gerimis. Rakyat Gowa saat itu percaya mereka memutuskan hubungan dan lubang yang kalau mereka adalah Tumanurung. Kehadiran tu- menghubungkan dunia mereka akhirnya ditutup. juh orang yang disebut sebagai Karaeng Angnge- Sampai sekarang bekas lubang itu masing ada rang Bosi „Tuan yang Membawa Hujan‟ meng- dan menjadi salah satu tempat rekreasi di pulau inspirasi rakyat Gowa saat itu untuk memberi na- Selayar. ma hamparan tanah itu Kanrobosi (Kanro berarti Berdasarkan cerita “Assala Anjarina Bae” anugerah yang Maha Kuasa dan bosi berarti (DCM19) diperoleh ciri-ciri mitos asal-usul, hujan). yaitu: peristiwanya terjadi pada waktu atau masa “Mula Taua ri Tombolo” (DCM18) berki- yang sangat lampau, terjadi di dunia lain atau di sah tentang asal muasal terbentuknya Tombolo dunia yang bukan seperti yang dikenal sekarang dan munculnya manusia di sana. Orang yang (burikliung/peretiwi ‟dunia bawah‟ dan alekawa datang ini kemudian disebut dan dipercayai seba- „dunia tengah‟). Selain itu, ceritanya ditokohi gai manusia pertama atau Mula Tauwa yang di- oleh dewa, dipercaya sebagai kejadian yang gelari Amma Towa. Amma Towa membentuk pe- sungguh-sungguh terjadi pada zaman dahulu dan merintahan dengan anak-anaknya sendiri sebagai isinya mengisahkan asal mula atau awal muncul- aparat lembaga adat di Tombolo yang disebut nya tumbuhan tertentu. Adat Limaya. Setelah situasi pemerintahan stabil, Amma Towa pertama (Boheta) beserta istrinya Mitos Faunatik kembali ke Boting Langi. Cerita Kajarianna Pallengkerang Uheya dan Akaraeng I Matturaga Mitos tentang binatang yang dianggap sak- mengisahkan adanya dunia atas (botinglangik), ral/dikeramatkan atau binatang yang dianggap dunia bawah (peretiwi), dan dunia tengah (bumi). membawa suatu pertanda tentang sesuatu (fau- Pelaku-pelakunya dapat menjangkau tiga dunia, natik) dapat ditemukan dalam cerita ”” yaitu naik ke langit, turun ke dunia bawah (pe- (DCM2), ”Caritana Buaya Kebok ri Mangka- retiwi). Selain itu, pelakunya manusia dan bi- saraq” (DCM3), dan “Anak Akkambarak Buaya” natang khususnya babi. (DCM14). Cerita ”Lanong” dari Pulau Salemo Berdasarkan cerita-cerita mitos subjenis ini Pangkep mengisahkan makhluk aneh dari dasar diperoleh ciri-ciri mitos kosmogonik sebagai laut yang berwajah buruk dan pemakan daging berikut. Peristiwa dalam cerita jenis ini terjadi manusia. Lanong ini dipercaya sewaktu-waktu pada waktu atau masa yang sangat lampau, ter- akan muncul ke darat untuk mengejar dan me- jadi di dunia lain atau di dunia yang bukan seperti mangsa manusia. yang dikenal sekarang (boting langik ‟dunia a- Buaya putih dalam cerita “Buaya Kebok ri tas‟, burikliung/peretiwi ‟dunia bawah‟, dan bumi Mangkasaraq” berjenis kelamin perempuan dan „dunia tengah‟). Ceritanya dipercayai sebagai se- diturunkan di Sungai Tallo serta dipercaya berse- buah fakta atau kebenaran, banyak mengandung mayan di kerajaan buaya yang bernama Sinrijla. hal-hal yang ajaib; ditokohi oleh dewa atau Konon, sewaktu-waktu buaya putih ini akan manusia setengah dewa. Selain itu, cerita ini memperlihatkan dirinya di permukaan air sungai mengisahkan hubungan kekerabatan dan percin- untuk meminta sesajen dari masyarakat. Dalam taan tokoh. cerita “Anak Akkambarak Buaya” dikisahkan anak buaya yang lahir sebagai kembaran manusia Mitos Asal-usul diturunkan di Sungai Lojong Desa Tana Towa. Buaya ini juga berjenis kelamin perempuan. Bua- Mitos yang mengisahkan asal mula atau ya ini dipercaya menjadi penunggu sungai. Setiap awal segala sesuatu, seekor binatang, suatu jenis selesai panen atau melangsungkan pesta, masya- 64 RETORIKA: Jurnal Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya, Volume 12, Nomor 1, Februari 2019, hlm. 53–70

rakat di sana (khususnya keturunan Bontang ibu rung secara berturut-turut mengunjungi Mannge- buaya itu) akan datang ke Sungai Lojong untuk pong, Karatuwang, Bonto Sunggu dan Lindulae memberi makanan atau sesajen. yang kemudian masuk ke dalam wilayah Bis- Berdasarkan cerita ”Lanong” (DCM2), sampole. Cerita “Pakkaramula Arenna Ban- ”Caritana Buaya Kebok ri Mangkasaraq” taeng” berisi kisah bahwa Bantaeng dahulu kala (DCM3), dan “Anak Akkambarak Buaya” masih berupa lautan, kecuali daerah Onto, Sinoa, (DCM14) diperoleh ciri-ciri mitos faunatik mas- Bisampole, Gantarang Keke, Mamapang, Kata- yarakat Makassar, yaitu: peristiwanya terjadi pang dan Lawi-Lawi. Daerah tersebut masing- pada waktu dan tempat yang sudah lebih kini masing memiliki pemimpin yang disebut Kare’. (dunia seperti sekarang ini), tokohnya melibatkan Dari hasil semedi ketujuh Kare ini, mereka me- makhluk atau binatang yang dianggap titisan de- nemukan seorang laki-laki yang mereka anggap wa dan sakti, diyakini oleh masyarakatnya seba- sebagai To Manurunga ri Onto. Tomanurung ini gai sesuatu yang sakral, memunculkan ritual dan kemudian diangkat menjadi Raja dan mengawini berbau mistik, dipercaya sebagai kejadian yang gadis Onto yang dijuluki Dampang Onto. sungguh-sungguh terjadi, dan isnya mengisahkan Berdasarkan cerita mitos dinasti ini, baik binatang yang dapat mendatangkan bala (taboo tentang Tumanurung di Gowa, Tumanurung di incest) atau menyebabkan kematian. Arungkeke Jeneponto, maupun Tumanurung di Onto Bantaeng diperoleh ciri-ciri mitos dinasti Mitos Dinasti masyarakat Makassar sebagai berikut. Peristiwa cerita jenis ini terjadi pada waktu atau masa yang Mitos Makassar tentang turunnya titisan sangat lampau, terjadi di dunia yang bukan dewa (Tumanurung) menjadi pemimpin di daerah seperti yang dikenal sekarang. Ceritanya ditokohi Makassar yang keturunannya secara turun-temu- manusia turunan atau titisan dewa, dipercaya se- run menjadi raja (dinasti) dapat ditemukan dalam bagai kejadian yang sungguh-sungguh terjadi pa- cerita ”Putra Tumanurung Ri Gowa“(DCM6), da zaman dahulu, dan dianggap suci atau sakral “Dewi Tumanurung Anjari Raja Gowa” (DCM7), oleh masyarakat. Selain itu, isi cerita banyak “Kakaraengang Arung Keke” (DCM10), “Ada’ mengandung hal-hal yang ajaib dan mengisahkan Sampulo Ruwa” (DCM11), dan “Pakkaramula turunnya titisan dewa (Tumanurung) di muka bu- Arenna Bantaeng” (DCM12). mi menjadi pemimpin atau raja pertama. Cerita ”Putra Tumanurung Ri Gowa“ dan Gambaran karakter mitos masyarakat Ma- “Dewi Tumanurung Anjari Raja Gowa” mengi- kassar disajikan dalam Tabel 3. Berpijak pada u- sahkan kehadiran Tumanurung di Gowa. Cerita raian subjenis cerita mitos masyarakat Makassar “Kakaraengang Arung Keke” mengisahkan ter- (kosmogonik, asal-usul, faunatik, dan dinasti) pa- bentuknya Kerajaan Arungkeke diawali oleh da Tabel 3, dapat disimpulkan bahwa ciriciri mi- munculnya wanita cantik bernama Tumanurung tos masyarakat Makassar adalah sebagai berikut. Toalu‟ Daeng Taba‟. Kemunculan Tumanurung Peristiwanya terjadi pada periode awal, yaitu mu- di Arungkeke menggunakan lesung dan alu serta lai dari zaman yang sangat lampau sampai pada diayun di bawah pohon asam, karena itu sejak batas turunnya dari khayangan raja pertama di dahulu sampai sekarang setiap pelantikan Raja kerajaan-kerajaan Makassar (masa Tumanurung). Arungkeke dilakukan di bawah pohon asam sam- Pada umumnya tempat peristiwa dikaitkan de- bil diayun serta diiringi suara gendang/ganrang ngan boting langik ‟dunia atas‟, peretiwi ‟dunia bulo yang bernama Ganrang Talluna Arungkeke. bawah‟, dan dunia tengah „bumi‟ dengan tokoh Tumanurung di Bantaeng dalam cerita dewa, titisan dewa, atau manusia setengah dewa. “Ada’ Sampulo Ruwa” (DCM11), dan “Pakkara- Isi ceritanya banyak mengandung hal-hal yang mula Arenna Bantaeng” (DCM12) mempunyai ajaib/gaib. Ceritanya dipercayai sebagai sebuah versi cerita yang berbeda dari segi peristiwa dan fakta atau kebenaran, dianggap suci atau sakral urutan kejadiannya. Dalam cerita “Ada’ Sampulo oleh masyarakat, berhubungan dengan ritual dan Ruwa” dikisahkan bahwa seorang pria, Tumanu- berbau mistik. Selain itu, isi ceritanya mengisah- rung, dari langit turun di daerah Bantaeng yang kan hubungan kekerabatan dan percintaan tokoh- waktu itu hanya meliputi daerah Onto. Dari tem- nya; asal mula atau awal keadaan geografis dan pat turunnya, Tumanurung mengembara. Setiap tumbuhan, binatang yang dianggap dapat menda- tempat yang ia kunjungi atau lewati yang semula tangkan bala (taboo incest) atau kematian, dan a- berupa laut berubah menjadi daratan. Tumanu- wal mula kepemimpinan masyarakat Makassar. Nensilianti, Kategori dan Karakerisasi Mitos ... 65

Tabel 3. Karakteristik Subjenis Mitos Masyarakat Makassar Jenis Mitos Karakteristik Kosmogonik Asal-usul Faunatik Dinasti Formula tidak ada ada (niak sekre tidak ada tidak ada pembuka carita pasang) Dipercaya Fakta fakta fakta Fakta sebagai bukan manusia bukan manusia bukan manusia manusia titisan Tokoh utama (dewa atau titisan (dewa atau titisan (binatang titisan dewa dewa) dewa) dewa) pada suatu waktu pada suatu waktu pada suatu waktu pada suatu waktu Latar dan di suatu dan di suatu dan di suatu dan di suatu tempat tempat tempat tempat Waktu masa yang sangat masa yang sangat masa tidak terlalu masa yang sangat lampau lampau lampau lampau Tempat dunia tidak seperti dunia tidak seperti dunia seperti dunia tidak sekarang (botting sekarang (botting sekarang seperti yang langik, peretiwi, langik, dunia dikenal sekarang bumi) tengah) Sifat suci atau sakral suci atau sakral sakral dan berbau suci atau sakral (terkait ritual mistik (terkait ritual kepercayaan) kepercayaan) Formula penutup tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada hubungan munculnya keadaan binatang yang peristiwa kekerabatan dan geografis atau mendatangkan bala turunnya titisan Isi cinta tumbuhan tertentu (taboo incest) dewa menjadi pemimpin di bumi)

ngah (bumi). Pelaku-pelakunya dapat menjang- Pembahasan kau tiga dunia, yaitu naik ke langit, turun ke du- nia bawah (burikliung atau peretiwi). Hal ini se- Cerita mitos, baik oleh masyarakat Bugis jalan dengan temuan Rahman (2006:371) bah- maupun Makassar diyakini benar-benar terjadi wa tempat-tempat suci dalam pandangan mas- (true narratives). Jika dibandingkan dengan jenis yarakat Bugis terdapat dua macam, yaitu Bo- cerita rakyat masyarakat Bugis maupun Makassar ting Langiq (Kerajaan Langit) dan Buri Liu yang lain, jumlah mitos jauh lebih terbatas. Hal (Peretiwi). Boting Langiq artinya pusat langit ini sejalan dengan pandangan Dundes (1971:25) (kerajaan langit) berada di atas langit yang di yang mengatakan mite berisi penjelasan suci ten- dalamnya bertahta para dewa. Boting Langiq tang terbentuknya manusia sehingga jumlahnya kadang kala disebut juga Ruallette yang ber- terbatas sekali dan sukar sekali berubah. Jumlah arti „pusat guntur‟ tempat bertahta dewa ter- subjenis mitos masyarakat Bugis dan Makassar tinggi bernama Patotoe yang berarti 'sang berbeda. Mitos masyarakat Bugis diklasifikasikan penentu nasib‟. Dewa tersebut juga berkem- ke dalam tiga jenis, yaitu: (1) mitos kosmogonik, bang biak di dunia atas seperti halnya ma- (2) mitos asal-usul, dan (3) mitos faunatik. Se- nusia. mentara itu, mitos Makassar diklasifikasikan ke Menurut Rahman (2006:372), tempat suci dalam empat subjenis, yaitu: (1) mitos kosmo- yang kedua terdapat di peretiwi Buri Liu „dasar gonik, (2) mitos asal-usul, (3) mitos faunatik, dan laut‟). Buri Liu juga merupakan tempat suci yang (4) mitos dinasti. di dalamnya bertahta para dewa yang merupakan Mitos kosmogonik Bugis maupun Makas- leluhur Sawerigading dari pihak ibunya. Pada sar mengisahkan adanya dunia atas (boting- umumnya yang menjadi pasangan dewa dari la- langik), dunia bawah (peretiwi), dan dunia te- 66 RETORIKA: Jurnal Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya, Volume 12, Nomor 1, Februari 2019, hlm. 53–70

ngit selalu berasal dari Buri Liu, misalnya Pato- rafis). Padi dalam cerita masyarakat Bugis diang- toe istrinya dari Buri Liu, demikian pula Batara gap berasal dari titisan Dewi Sri dari dunia atas Guru, permaisurinya berasal dari tempat ini. Di (botinglangik) dan dianggap sakral oleh masya- antara langit dan bumi terdapat dunia riel, dunia rakat Bugis sehingga memunculkan ritual pemu- tempat manusia yang cerita disebut Ale Ka- jaan. Berbeda dengan masyarakat Bugis, dalam waq, yang artinya „batang tubuh dunia‟. cerita masyarakat Makassar padi berasal dari du- Letaknya antara Boting Langiq dan Peretiwi. nia bawah (burikliung atau peretiwi) dan tidak Manusia yang menghuni Ale Kawaq (dunia te- disertai dengan ritual tertentu. ngah) merupakan hasil perkawinan antara de- Mitos faunatik masyarakat Bugis banyak wa di langit dan dewi dunia bawah (Rahman, terkait dengan hewan jenis anjing dan buaya. An- 2006:372). jing dan buaya oleh masyarakat Bugis dianggap Dalam cerita masyarakat Bugis intensitas hewan mitos yang dipandang sakral/dikeramat- kontak/komunikasi penghuni bumi lebih besar kan atau kadang kala dianggap membawa suatu dengan penghuni dunia atas (botinglangik) dari- pertanda tentang sesuatu. Jadi, mitos faunatik pada dengan penghuni dunia bawah (burikliung masyarakat Bugis terkaait dengan hewan yang hi- atau peretiwi). Sebaliknya, dalam cerita masya- dup di darat maupun di air (sungai). Mitos fau- rakat Makassar intensitas kontak atau komunikasi natik masyarakat Makassar lebih terkait dengan penghuni bumi lebih besar dengan penghuni du- hewan air, baik air tawar (sungai) maupun laut. nia bawah (burikliung atau peretiwi) daripada Berkaitan dengan banyaknya sungai yang meng- dengan dunia atas (botinglangik). Lebih lanjut di- alir di daerah Bugis dan Makassar, ditemukan pu- temukan bahwa meskipun kontak atau komuni- la sejenis cerita yang terkait dengan buaya yang kasi dengan dunia bawah lebih intensif (naiknya disakralkan karena dianggap sebagai keturunan tokoh dunia bawah ke bumi dalam bentuk babi, manusia (titisan dewa dalam rahim manusia). Ce- dan turunnya penghuni bumi ke dunia bawah de- rita tentang buaya ini dapat jadi bersifat poligene- ngan bantuan rotan) dalam cerita masyarakat Ma- sis. Meskipun demikian, ada perbedaan mendasar kassar, tidak terjadi kawin mawin antara peng- cerita Bugis dan Makassar terkait dengan jenis huni bumi dengan dunia bawah. Bahkan, yang kelamin buaya yang dikeramatkan ini. Dalam ce- terjadi adalah peristiwa pembunuhan. Perkawinan rita masyarakat Bugis terungkap bahwa buaya penghuni bumi terjadi justru dengan penghuni tersebut berjenis kelamin jantan, sedangkan da- dunia atas. Sebaliknya, dalam cerita masyarakat lam versi Makassar buaya tersebut berjenis ke- Makassar perkawinan terjadi baik antara penghu- lamin betina. ni bumi dengan penghuni dunia atas maupun du- Masyarakat Bugis maupun makassar juga nia bawah. Jadi, meskipun terdapat kemiripan, mempercayai adanya To Manurung (dewa atau masing-masing cerita mitos kosmogonik Bugis titisan dewa yang turun dari langit) yang turun ke dan Makassar muncul sendiri-sendiri di daerah- bumi menjadi pemimpin dan keturunannya men- nya masing-masing (poligenesis), bukan merupa- jadi raja-raja. Kemunculan To Manurung dida- kan hasil defusi. hului oleh gejala alam yang mengerikan, gempa Masyarakat Bugis dan Makssar masing- bumi yang dahsyat, angin puting beliung yang masing mengenal mitos Sawerigading, yaitu ki- menerbangkan pohon beserta akar-akarnya, hujan sah seorang manusia titisan Dewa yang berasal lebat yang mengguyur alam semesta dan gemu- dari negeri Luwu, hubungan kekerabatan di anta- ruh guntur diiringi lidah kilatan petir yang me- ra tokoh-tokohnya, dan petualangan cintanya. Di- nyambar silih berganti. Sesaat setelah hujan reda, lihat dari isi dan karakteristik cerita Saweriga- dari ufuk timur bianglala muncul. Tidak berapa ding yang ditemukan dalam kedua masyarakat lama kemudian muncul cahaya yang menyilau- tersebut dapat disimpulkan bahwa cerita-cerita kan mata diiringi kemunculan sosok manusia tersebut merupakan varian dari satu induk cerita. yang disebut To Manurung. Dalam cerita Bugis, Jadi, terjadi defusi atau penyebaran cerita (mono- pada umumnya To Manurung berjenis kelamin genesis). laki-laki dan muncul di saat mereka sudah dewa- Mitos asal-usul masyarakat Bugis lebih ba- sa. Dalam cerita Makassar, pada umumnya To nyak terkait dengan asal mula tanaman padi, se- Manurung berjenis kelamin perempuan. Ada dangkan mitos kosmogonik masyarakat Makassar yang muncul di saat mereka sudah dewasa, na- selain berkisah tentang asal mula padi juga ten- mun ada juga yang muncul ketika masih belita a- tang terbentuknya suatu alam semesta (geog- tau anak-anak. Selain itu, ada muncul diiringi Nensilianti, Kategori dan Karakerisasi Mitos ... 67

oleh gejala atau bencana alam, dan ada yang ber- batan dan percintaan tokoh, asal mula atau awal asal dari bambu. munculnya tumbuhan dan binatang, binatang Jika dikaitkan dengan teori motif mitos da- yang dianggap dapat mendatangkan bala (taboo ri Aarne dan Thompson (1964), motif mitos Bu- incest) atau kematian. Ciri-ciri mitos masyarakat gis yang ditemukan adalah para tokoh setengah Bugis maupun Makassar ini tampaknya tidak dewa dan pembawa kebudayaan, kosmogoni, jauh berbeda dengan ciri-ciri mitos yang dikemu- penciptaan kehidupan binatang, sifat-sifat khas kakan oleh Bascom (1965:3-6). Secara sederha- binatang, asal mula pohon dan binatang, sifat- na, perbandingan karakteristik mitos Bugis, Ma- sifat khas tanaman, dan asal muasal manusia per- kassar, dan teori Bascom digambarkan dalam Ta- tama di bumi. Ada pun motif mitos Makassar yai- bel 4. tu para tokoh setengah dewa dan pembawa kebu- Konsistensi kehadiran atau peran dewa da- dayaan, kosmogoni, bentuk-bentuk permukaan lam sejarah kehidupan masyarakat Bugis dan bumi, manusia dari berbagai bahan, penciptaan Makassar yang ditemukan dalam mitos mereka kehidupan binatang, sifat-sifat khas binatang, asal memberikan gambaran tentang perilaku kedua mula pohon dan binatang, sifat-sifat khas tanam- masyarakat tersebut. Hal ini sejalan dengan te- an, dan asal muasal manusia pertama di bumi. muan Lathief (2003:115) bahwa berdasarkan fa- Jika ditilik dari jenis mitosnya, karakteris- senya, peran dewa dapat diuraikan seperti ber- tik mitos masyarakat Bugis pada dasarnya sama ikut: (1) dewa dengan peranan kedewaannya ber- dengan karakteristik mitos masyarakat Makassar, tahta di langit; (2) sebagian dewa berproses men- yaitu: (1) peristiwanya terjadi pada zaman yang jadi manusia dan bertempat di bumi; (3) manusia sangat lampau, (2) pada umumnya tempat pe- yang semula titisan dewa mulai beranak dan un- ristiwa dikaitkan dengan boting langik ‟dunia tuk mengatur hidupnya masih membutuhkan ban- atas‟, burikliung/peretiwi ‟dunia bawah‟, dan ale- tuan dewa tanpa diminta; (4) dewa mulai mele- kawa „dunia tengah‟ (3) tokohnya adalah dewa paskan manusia secara total, tetapi masih mem- atau titisan dewa, (4) ceritanya dipercayai sebagai bantu jika manusia meminta meskipun tidak se- sebuah fakta atau kebenaran, (5) peristiwanya ba- cara langsung; (5) manusia tidak lagi dibantu de- nyak mengandung hal-hal yang ajaib/gaib dan di- wa karena mulai sanggup mengatur hidupnya; (6) anggap sakral oleh masyarakat sehingga dihu- manusia dengan kemanusiaannya yang semakin bungkan dengan ritual dan dipandang berbau utuh, kadang sanggup berbuat seperti dewa. mistik, (6) isinya mengisahkan hubungan kekera-

Tabel 4. Perbandingan Karakteristik Mitos Masyarakat Bugis, Makassar, dan Teori Bascom Mitos Karakteristik Bugis Makassar Teori Bascom Formula pembuka tidak ada tidak ada tidak ada Dipercaya sebagai fakta fakta fakta bukan manusia (dewa, bukan manusia (dewa, bukan manusia Tokoh utama titisan dewa) titisan dewa) pada suatu waktu dan pada suatu waktu dan di pada suatu waktu dan di Latar di suatu tempat suatu tempat suatu tempat masa yang sangat masa yang sangat lampau lebih tua Waktu lampau sampai sampai turunnya Tu turunnya To Manurung Manurung dunia tidak seperti dunia tidak seperti dunia lain sekarang (botting sekarang (botting langik, Tempat langik, burikliuk atau peretiwi, bumi) peretiwi, slekawa) suci atau sakral suci atau sakral suci dan berbau mistik sakral dan berbau mistik Sifat (terkait ritual (terkait ritual kepercayaan) kepercayaan)

68 RETORIKA: Jurnal Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya, Volume 12, Nomor 1, Februari 2019, hlm. 53–70

Ada keteraturan yang ditemukan dalam c- masyarakat ini yang berbeda, tetapi saling mem- erita rakyat masyarakat Bugis dan Makassar, butuhkan dan melengkapi. Yang satu menjadi pa- khususnya yang terkait dengan penggunaan ang- sangan buat yang lain. Jadi, masyarakat Bugis ka dan instrumen (magical agent). Angka yang dan Makassar merupakan entitas dalam suatu ko- sering ditemukan dalam beberapa cerita adalah munitas budaya. Hasil studi perbandingan antara angka 3, 4, 7, 12, dan 40. Penggunaan angka 3 di- prosa naratif Bugis dan Makassar ini mengung- dasari oleh pemikiran bahwa dunia ini teragi atas kap bahwa perbedaan prosa naratif Bugis dan tiga bagian, yaitu: alam atas (boting langik), alam Makassar menunjukkan kekhasan dan kekayaan tengah/bumi (alekawa), dan alam bawah (burik- sastra serta budaya masyarakat Sulawesi Selatan liung/peretiwi). Penggunaan angka 4 terkait de- yang dihuni oleh berbagai suku, terutama suku ngan pemaknaan bahwa kehidupan manusia di- Bugis dan Makassar. Sebaliknya, persamaan bentuk oleh 4 unsur, yaitu: air, angin, api, dan ta- yang besar antara prosa naratif Bugis dan Makas- nah. Penggunaan angka empat ini juga relevan sar menunjukkan adanya integritas dan harmoni- dengan peristiwa alam yang diungkapkan, yaitu sasi komunal kedua masyarakat tersebut. hujan deras untuk penanda unsur air, kilat dan Secara teoretis, hasil penelitian ini dapat guntur untuk penanda unsur api, angin kencang memberikan sumbangan bagi perkembangan bi- untuk penanda unsur angin, dan bencana gempa dang ilmu, khususnya: (1) kajian sastra lisan, untuk penanda unsur tanah. Penggunaan angka 7 khususnya kategori dan karaktersitik mitos Bugis didasari oleh filosofi penciptaan bumi dan langit, dan Makassar, (2) pengembangan kajian sastra yaitu 7 lapis ke atas dan 7 lapis ke bawah. Selain bandingan dan pengajaran sastra, khususnya pe- itu, 7 bintang dimaknai 7 planet yang ada di tata ngajaran sastra daerah Bugis dan Makassar. Im- surya yang mengelilingi matahari selain bumi. plikasi penelitian ini secara praktis, yaitu: (1) se- Penggunaan angka 12 didasari oleh peristiwa per- bagai bahan dokumentasi dan inventarisasi cerita putaran bumi mengitari matahari dan bulan me- mitos Bugis dan Makassar; (2) sebagai bahan ma- ngitari bumi yang lamanya 12 bulan. Penggunaan sukan bagi pengkajian, pengungkapan, dan peles- angka 40 diyakini sebagai penanda bahwa sesua- tarian cerita mitos Bugis dan Makassar untuk pe- tu telah mencapai kesempurnaan atau telah men- ngembangan dan pelestarian sastra daerah Bugis capai titik sempurna, baik kelahiran maupun ke- dan Makassar yang akan menopang kebudayaan matian. Uraian tentang penggunaan angka 3, 4, nasional; (3) sebagai bahan masukan bagi peme- dan 7 tersebut sejalan dengan temuan Iswari rintah Sulawesi Selatan dan pemerintah di daerah (2010:40–41). Bugis dan Makassar untuk merumuskan kebi- Berdasarkan uraian tentang persamaan dan jakan pelestarian nilai-nilai budaya yang layak perbedaan mitos masyarakat Bugis dan Makassar direfleksikan menjadi jati diri dan memperkokoh dapat dinyatakan bahwa karakteristik mitos mas- persatuan dan ketahanan bangsa. yarakat Bugis dan Makassar memperlihatkan per- samaan yang sangat besar baik akibat pengaruh PENUTUP monogenesis maupun polygenesis. Akan tetapi, tetap terdapat beberapa perbedaan di antara ke- Mitos masyarakat Bugis dikategorikan ke duanya, terutama dalam hal cara pandang terha- dalam tiga jenis, yaitu: mitos kosmogonik, mitos dap asal mula padi, gender, perkawinan, geo- asal-usul, dan mitos faunatik. Mitos masyarakat grafis, dan kerajaan atau wilayah mitra. Meski- Makassar dikategorikan ke dalam empat jenis, pun demikian, perbedaan-perbedaan tersebut jus- yaitu: mitos kosmogonik, mitos asal-usul, mitos tru mengacu kepada suatu oposisi biner. Mas- faunatik, dan mitos dinasti. yarakat Bugis memandang asal mula padi dari Karakteristik mitos masyarakat Bugis pada langit (simbolitas laki-laki), sedangkan masyara- dasarnya sama dengan karakteristik mitos masya- kat Makassar memandang asal mula padi dari rakat Makassar, yaitu: (1) peristiwanya terjadi pa- dasar laut atau perut bumi (simbolitas perempu- da zaman yang sangat lampau, (2) pada umum- an). Hal ini diperkuat oleh hubungan perkawinan nya tempat peristiwa dikaitkan dengan boting antara kedua masyarakat tersebut. Yang selalu langik ‟dunia atas‟, burikliung/peretiwi ‟dunia menjadi pihak laki-laki adalah orang Bugis, se- bawah‟, dan alekawa „dunia tengah‟ (3) tokohnya dangkan pihak perempuan adalah orang Makas- adalah dewa atau titisan dewa, (4) ceritanya di- sar. Oposisi biner tersebut memberi gambaran percayai sebagai sebuah fakta atau kebenaran, (5) tentang cara pandang dan perilaku budaya kedua peristiwanya banyak mengandung hal-hal yang Nensilianti, Kategori dan Karakerisasi Mitos ... 69

ajaib/gaib dan dianggap sakral oleh masyarakat mendalam dalam penelitian ini seperti (1) penelu- sehingga dihubungkan dengan ritual dan dipan- suran secara intensif asal daerah suatu mitos, (2) dang berbau mistik, (6) isinya mengisahkan hu- pemetaan wilayah geografis penyebaran cerita bungan kekerabatan dan percintaan tokoh, asal mitos, serta (3) penelusuran jumlah penduduk mula atau awal munculnya tumbuhan dan bina- yang masih mengenal atau mengetahui suatu ce- tang, binatang yang dianggap dapat mendatang- rita mitos pada saat ini. Kajian tersebut dapat di- kan bala (taboo incest) atau kematian. lakukan oleh peneliti berikutnya dengan menggu- Mitos kosmogonik Bugis maupun Makas- nakan konsep-konsep terbaru dalam kajian karya sar mengisahkan adanya dunia atas (boting- sastra lisan. Selain itu, sejumlah cerita mitos yang langik), dunia bawah (peretiwi), dan dunia te- memiliki kesamaan atau kemiripan (varian) dapat ngah (bumi). Pelaku-pelakunya dapat menjang- diteliti lebih lanjut untuk mengetahui cerita induk kau tiga dunia, yaitu naik ke langit, turun ke du- dan cerita yang menjadi turunannya dengan nia bawah (burikliung atau peretiwi). Meskipun menggunakan kajian intertekstualitas. demikian, terdapat perbedaan kualitas komuni- kasi antara penghuni dunia tengah (bumi) dengan UCAPAN TERIMA KASIH penghuni dunia atas (botinglangik) dan dunia ba- wah (burikliung atau peretiwi) dalam kedua mas- Penulis menyadari bahwa penelitian ini ha- yarakat ini. Masyarakat Bugis dan Makssar ma- nya dapat diselesaikan dengan bantuan dan bim- sing-masing mengenal mitos Sawerigading. Dili- bingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pe- hat dari isi dan karakteristik cerita Sawerigading nulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. yang ditemukan dalam kedua masyarakat tersebut Dr. Sumarwati Kramadibrata Poli, M. Lit. yang dapat disimpulkan bahwa cerita-cerita tersebut banyak memberi arahan selama penyelesaian pe- merupakan varian dari satu induk cerita. Jadi, ter- nelitian ini, para informan yang telah suka rela jadi defusi atau penyebaran cerita (monogenesis). memberi informasi cerita mitos Bugis dan Ma- Perbedaan lain antara mitos Bugis dan Makassar kassar, dan mahasiswa yang membantu penulis terletak pada mitos kosmogonik tentang padi, mi- dalam proses pengumpulan dan penerjemahan tos faunatik tentang buaya, dan mitos human en- data penelitian. Penulis juga menyampaikan u- dogionik tentang Tu Manurung. capan terima kasih kepada mitra bestari (re- Kajian terhadap mitos Bugis dan Makassar viewers) yang telah memberikan saran, kritik, masih perlu dilanjutkan, khususnya yang terkait dan rekomendasi untuk perbaikan artikel ini. dengan hal-hal penting yang belum dikaji secara

DAFTAR PUSTAKA

Aarne, A., & Thompson, S. 1964. The Types of the Danandjaja, J. 2007. Folklore Indonesia: Ilmu gosip, Folktale: A Clasification and Bibliography. Dongeng, dan Lain-lain (Cetakan VII). : Helsinki: Soumalainen Tiedeakatemia Acade- Pustaka Utama Grafiti. mia Scientiarum Fennica. Dundes, A. 1971. „On the psychology of legend‟. Ahimsa-Putra, H. S. 2001. Strukturalisme Levi- American Folk Legend A Symposium (pp. 21- Strauss: Mitos dan Karya Sastra. Galang Press. 36). University of California Press, Berkeley, Yogyakarta. Los Angeles, London. Armah, R., Murtadlo, A. & Rijal, S. 2017. „Mitos dan Fahmi, R. F. 2017. „Mitos Danau sebagai Pelestari Cerita Rakyat Kutai Ikan Baung Putih di Muara Lingkungan‟. Deiksis-Jurnal: Pendidikan Ba- Kaman: Kajian Strukturalisme‟. Jurnal Ilmu hasa dan Sastra Indonesia, 4 (2): 65–75. Budaya, 1 (2): 151–158. Gaster, T. 1984. Myth and Story: Sacred Narrative, Bascom, W. R. 1965. ‟The Forms of Folklore: Prose Readings in the Theory of Myth. In Alan Narratives‟. Dalam Alan Dundes (Ed.), The Dundes (Ed.) pp. 120-23), Berkeley: Uni- Study of Folklore (pp. 3-20). Englewood versity of California. Cliffts, N.J. Prentice Hall Inc. Hasanah, M. 2013. Mitos Ikan Lele: Studi Deskriptif Berezkin, Y. (2018). The Southeast Asian Homeland Masyarakat Desa Medang Kecamatan Glagah, of the Cosmologies‟. Twelfth Annual Interna- Kabupaten Lamongan. Bio Kultur, 2 (2): 157– tional Conference on Comparative Mythology 166. Myths of the Earth and Humankind: Ecology Humaeni, A. 2012. Makna Kultural Mitos dalam Bu- and the End of the World. Tohoku University, daya Masyarakat Banten. Antropologi Indo- Sendai, Japan. nesia,33 (3): 159–67. 70 RETORIKA: Jurnal Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya, Volume 12, Nomor 1, Februari 2019, hlm. 53–70

Irmawati. 2017. Mitos Masyarakat Papua dalam Novel Pettazzoni, R. 1984.The Truth of Myth: In Alan Isinga karya Dorothae Rosa Herliany. Jurnal Dundes (Ed.), Sacred Narrative: Readings in Bastra, 1 (4): 1–18. the Theory of Myth, p.p 98–109. Berkeley: Iswari, E. 2010. Perempuan Makassar: Relasi Gender Asian Folklore Studies. dalam Folklor. Penerbit Ombak. Yogyakarta. Rafiek, M. 2008. Mitos Raja dalam Hikayat Raja Lathief, H. 2003. Cerita yang Dianggukkan. Makas- Banjar: Studi Kritis Atas Sejarah Banjar. sar: Padat Daya. Disertasi. Malang: Pascasarjana Universitas Mawene, A. 2005. Mitos Amungme: Representasi Bu- Negeri Malang. daya Amungme. Disertasi. Malang: Pascasar- Rahman, N. 2006. Cinta, Laut, dan Kekuasaan dalam jana Universitas Negeri Malang. Epos Lagaligo Episode Pelayaran Saweriga- Manyambeang, A. K. 1996. Lontaraq Riwayqna Tuan- ding ke Tanah Cina: Perspektif Filologi dan ta Salamaka ri Gowa: Suatu Analisis Linguistik Semiotik. Makassar: Press. Filologis. Disertasi. Makassar: Pascasarjana Spradley, J. P. 1997. Metode Etnografi. Diterjemah- Unhas. kan oleh Mizbah Zulfa Elisabeth. Yogyakarta: Masriyah, S. 2014. Perubahan Cara Pandang Masya- Tiara Wacana Yogya. rakat terhadap Mitos dalam Tradisi Bersih Ma- Tang, M. R. 1999. Saat Diturunkannya Batara Guru. kam Ki Hajar Welaran di Gunung Paras Desa Dalam Antologi Sastra Daerah Nusantara (Ce- Karangsambung Kecamatan Karangsambung rita Rakyat Suara Rakyat). Jakarta: Masyarakat Kabupaten Kebumen. Jurnal Program Studi Pernaskahan Nusantara-Yayasan Obor Indo- Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa, 5 (5): nesia. 73–78. Tis, D. 2009. „Mitos dan Kekinian dalam Pemikiran McCabe, D. S. 2014. Good Man Down: The Myth of Mircea Eliade‟. Jurnal Pendar Penda, 2 (4): 6– Masculine Violence in American Society‟. 8. Mythological Studies Journal, 5: 1–9. Widyatwati, K. 2014. Ritual Kliwonan bagi Masyara- Nensilianti. 2018. Cerita Legenda Masyarakat Bugis. kat Batang. Humanika, 20 (2): 51–61. Prosiding: Kongres Internasional Masyarakat Zaimar, O. K. S. 2014. Semiotika dalam Analisis Kar- Linguistik Indonesia (KIMLI), Agustus 2018. ya Aastra. Depok: Komodo Books.