1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Seiring Dengan
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Seiring dengan berjalannya waktu, persaingan industri dagang maupun jasa di Indonesia semakin lama kian keras persaingan satu dengan lainnya. Perusahaan baru terus bermunculan dan perusahaan lama akan tersingkir, jika tidak bisa berinovasi dalam memenuhi kebutuhan konsumen. Begitu juga dalam bidang penerbangan di Indonesia, yang semakin bersaing ketat karena meningkatnya jumlah pemakai transportasi jalur udara dari tahun ke tahun. Berdasarkan data dari PT (Persero) Angkasa Pura I dan II, disebutkan bahwa jumlah penumpang domestik dari Bandara Internasional Juanda Surabaya, mengalami peningkatan yang konsisten tiap tahunnya. Sebut saja pada tahun 2009, jumlah penumpang tercatat sebanyak 4.305.927 (Empat Juta Tiga Ratus Lima Ribu Sembilan Ratus Dua Puluh Tujuh) orang. Sedangkan di tahun 2013, mengalami kenaikan hingga tercatat sebanyak 7.264.393 (Tujuh Juta Dua Ratus Enam Puluh Empat Ribu Tiga Ratus Sembilan Puluh Tiga) orang. Berbicara tentang komponen dari maskapai penerbangan, bisa jadi berbeda antara satu dengan yang lain. Beberapa diantaranya seperti segi harga, Check In Counter, Boarding dan Seating, Inflight Service, Arrival, dan yang terakhir e- booking (sumber: Hall et al, 2002, p.4). Menyikapi peningkatan konsumen transportasi udara yang semakin meningkat pesat, beberapa maskapai besar di Indonesia mengeluarkan inovasi tersendiri. Yakni mendirikan anak perusahaan untuk memberikan second choice kepada masyarakat khususnya Indonesia untuk bisa menggunakan transportasi udara, dengan harga yang jauh lebih murah. Namun, dengan harga yang relatif terjangkau oleh masyarakat kelas bawah, tentunya memiliki kualitas berbeda dari perusahaan utama, yang banyak orang mengenalnya dengan nama Low Cost Carrier (LCC) atau Budget Airlines. Istilah Penerbangan “low cost” atau sering disebut LCC (Low Cost Carrier) merupakan model penerbangan dengan strategi penurunan operating cost. Dengan melakukan efisiensi cost di semua lini, maskapai melakukan hal-hal 1 Universitas Kristen Petra diluar kebiasaan maskapai pada umumnya yaitu melakukan penambahan layanan yang memiliki value added dengan menambah catering, penyediaan newpaper atau magazine, in flight entertainment, in flight shop, lounge, free taxy after landing, exclusive frequent flier services, dan lain sebagainya. Low Cost Carrier yang dikenal juga dengan Budget Airlines atau no frills flight atau juga Discounter Carrier, pertama kali di munculkan oleh Maskapai Southwest yang didirikan Rollin King, Lamar Muse dan Herber Kelleher pada 1967 (sumber: http://maskapai.wordpress.com/2008/03/13/fenomena-low-cost-carrier/). Keberhasilan Southwest kemudian banyak diikuti oleh maskapai lainnya seperti Vanguard, America West, Kiwi Air, Ryanair yang berdiri tahun 1990, Easyjet yang berdiri tahun 1995, Shuttle (anak Perusahaan United Airlines), MetroJet (anak perusahaan USAir) dan Delta Express (anak perusahaan Delta), Continental Lite (anak perusahaan Continental Airlines). Begitu juga dengan Malaysia menciptakan Air Asia di tahun 2000, Virgin Blue di Australia, sedangkan di Indonesia kemudian berdiri Lion Air, dan Wings Air yang merupakan anak perusahaan Lion Air, Citilink anak perusahaan Garuda dan Air Asia di Indonesia. Low Cost Carrier berbeda dengan maskapai penerbangan kelas menengah ke atas. Karena LCC menjual tiketnya dengan harga yang umumnya jauh lebih murah. Di Indonesia, salah satu maskapai penerbangan LCC yang ada adalah Lion Air. Lion Air adalah maskapai pertama di Indonesia yang menggunakan armada jenis Boeing 737-900ER dengan penerbangan berbiaya rendah ke penerbangan domestik maupun International yang didirikan oleh kakak-beradik Kusnan dan Rusdi Kirana. Lion Air secara hukum didirikan pada bulan Oktober tahun 1999. Namun pengoperasian baru berjalan di mulai pada tanggal 30 Juni tahun 2000, dengan menggunakan sebuah pesawat Boeing 737-200. Pada tahun 2011 disela- sela ASEAN Summit di Nusa Dua Bali, tanggal 18 November 2011 Lion Air mengumumkan bahwa akan melakuakn pemesanan sebanyak 201 Pesawat Boeing 737 MAX dan 29 Pesawat Boeing 737-900ER. Pemesanan ini sekaligus mengalahkan rekor dalam hal jumlah pemesanan pesawat yang sebelumnya dipegang Maskapai Emirates (http://id.wikipedia.org/wiki/Lion_air). 2 Universitas Kristen Petra Ditinjau dari berita yang beredar pada tahun 2015, LCC yang paling sering mendapat masalah yaitu Lion Air. Lion Air sudah membuat beberapa kasus yang tidak sedap di mata masyarakat diantaranya yaitu salah satunya yang terjadi pada tanggal 18 Februari 2015 sampai 19 Februari 2015 lalu dimana Lebih dari 6.000 penumpang terlambat untuk diterbangkan. Selain itu, keberangkatan sekitar 600 penumpang tertunda hingga hari berikutnya. Direktur Umum Lion Air Edward Sirait mengungkapkan, situasi ini terjadi karena tiga pesawatnya mengalami kerusakan. Ketiga pesawat tersebut kemasukan benda asing. Satu pesawat kemasukan burung di Semarang dan dua lainnya kemasukan benda asing atau foreign object debris (FOD) di Jakarta. Menurut Edward, kerusakan ketiga pesawat itulah pangkal gangguan layanan penumpang. (http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2015/02/20/1417025/Jokowi.Ikut.Bersua ra.soal.Masalah.Lion.Air). Kasus lain terjadi pada tanggal 24 April 2015 dengan rute penerbangan Kualanamu-Jakarta dengan nomor penerbangan JT303 terdengar bunyi dentuman di mesin saat mesin pesawat akan dinyalakan. Akibat insiden tersebut, 16 diantara 206 penumpang itu mengalami luka-luka karena penumpang berebut keluar pesawat. (http://news.liputan6.com/read/2219848/penjelasan-lion- air-soal-pesawat-berasap-di-kualanamu-medan). Namun pada data yang didapat peneliti, jumlah penerbangan domestik terjadwal sepanjang tahun 2012 yang paling tinggi diangkut oleh maskapai penerbangan lion air yaitu sebanyak 23,93 juta (dua puluh tiga koma sembilan puluh tiga juta) penumpang, lalu disusul oleh maskapai lainnya. Dibawah ini detail maskapai beserta penumpangnya : (http://hubud.dephub.go.id/?id/news/detail/1954) Airlines Penumpang Lion Air 23,93 Juta Garuda Indonesia 14,07 Juta Sriwijaya Air 8,1 Juta Batavia Air 6,01 Juta Merpati Nusantara 2,11 Juta 3 Universitas Kristen Petra Berbicara tentang LCC, akhir-akhir ini perusahaan yang berbasis penerbangan murah termasuk Lion Air sedang terguncang dengan dibelakukannya kebijakan baru dari menteri perhubungan, Ignasius Jonan, yaitu Kebijakan tarif murah penerbangan batas bawah minimal 40 persen dari batas atas. Dimana sebelumnya batas bawah minimal 30 persen dari batas atas. Menteri (Jonan) sudah ditandatangani kebijakan tersebut tapi harus dijadikan Undang-undang dulu di Menkum HAM. Kebijakan baru ini dibelakukan dengan harapan agar perawatan dan prosedur keselamatan maskapai penerbangan berjalan dengan baik. (Tribunnews, 2015) Dengan adanya beberapa pesaing Lion Air di Indonesia dan ditambah dengan kebijakan baru tersebut, tentu saja perusahaan yang satu dengan yang lain tidak lepas dari persaingan bisnis yang semakin ketat untuk menarik konsumen agar memakai jasa penerbangannya. Oleh karena itu, setiap penerbangan harus memiliki service yang bagus untuk memenuhi kepuasan konsumen. Menurut Parasuraman, Zeithaml, dan Berry menjelaskan bahwa service yang diberikan maskapai penerbangan kepada customernya dibagi menjadi 5 dimensi yaitu Tangible, Reliability, Responsiveness, Assurance, dan Empathy (Journal of Retailin, vol.64, no. 1, pp. 12-40, 1998). Dimensi tampilan fisik (tangible) yang dilakukan pada penelitian sebelumnya di Rumah Sakit Umum Swasta di Kota Singaraja- Bali, memperlihatkan bahwa tampilan fisik (tangible) mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat loyalitas pasien Rumah Sakit Umum Swasta di kota Singaraja–Bali, dengan nilai signifikan (p=0,000) dan nilai koefisien regresi = 0,156. Penampilan Rumah Sakit Umum Swasta yang baik akan membuat pasien loyal (Gunawan & Djati, n.d.). Dimensi Kehandalan (Reliability) yang dilakukan pada penelitian sebelumnya di Rumah Sakit Umum Swasta di Kota Singaraja- Bali, menunjukkan bahwa kehandalan (reliability) mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat loyalitas pasien yang dibuktikan dengan hasil analisis multivariat pada penelitian Rumah Sakit Umum Swasta di kota Singaraja – Bali, r = 0,244, p = 0,000 < 0,05. Orang sakit memerlukan layanan yang serba cepat dalam segala segi bentuk pelayanan. Jika lambat akan dapat menyebabkan nyawa orang 4 Universitas Kristen Petra Melayang. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa efektivitas waktu pelayanan akan menentukan loyalitas pasien dalam jangka panjang (Gunawan & Djati, n.d.). Dimensi Daya Tanggap (Responsiveness) yang dilakukan pada penelitian sebelumnya di Rumah Sakit Umum Swasta di Kota Singaraja- Bali, memperlihatkan bahwa Ketanggapan (Responsiveness) mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat loyalitas pasien Rumah sakit Umum di kota Singaraja-Bali. Dengan hasil analisis multivariat, didapatkan nilai r = 0,595, p = 0,001 < 0,05. Cara petugas merespon keluhan dan masalah yang dihadapi pasien, keramah- tamahan, kecepatan, ketersediaan peralatan setiap dibutuhkan, kualitas makanan dan minuman dari sudut kesehatan, kebersihan dan cita rasa akan sangat menentukan loyalitas pasien (Gunawan & Djati, n.d.). Dimensi Jaminan (Assurance) yang dilakukan pada penelitian sebelumnya di CV Satria Graha Gedongan, Colomadu, Karanganyar menunjukkan ada pengaruh yang positif dan signifikan assurance terhadap kepuasan konsumen pembeli produk perumahan CV Satria Graha Karanganyar. Hal tersebut dapat peneliti jelaskan bahwa konsumen akan merasa puas dengan kualitas pelayanan assurance yang