BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Pemuda adalah pelaku perubahan bangsa. Berbicara masalah pemuda tidak akan ada habisnya, perubahan besar yang terjadi pada bangsa ini tidak terlepas dari peran para pemuda yang pada saat itu cerdas, kritis dan kreatif. Sumpah pemuda 1928 lahir karena langkah strategis yang dilakukan oleh pemuda untuk menyatukan pemuda di seluruh tanah air menjadi satu bangsa dan satu bahasa. “Seribu orang tua hanya bisa bermimpi, sedangkan satu pemuda dapat mewujudkan mimpi mereka,” kata Bung Karno. Peran pemuda dalam mengisi kemerdekaan serta pembangunan nasional telah memberikan dampak positif bagi pertumbuhan bangsa. Kepeloporan pemuda dalam pembangunan bangsa dan negara harus dipertahankan sebagai generasi penerus yang memiliki jiwa pejuang, perintis dan kepekaan terhadap sosial, politik dan lingkungan. Hal ini dibarengi pula oleh sikap mandiri, disiplin, dan memiliki sifat yang bertanggungjawab, inovatif, ulet, tangguh, jujur, berani dan rela berkorban dengan dilandasi oleh semangat cinta tanah air. Dalam perjalanan zaman, sejarah baru selalu ditandai dengan lahirnya generasi baru. Dalam kancah sejarah, generasi baru yang mengukir sejarah baru itu adalah dari kalangan kaum muda. Perputaran sejarah juga telah membuktikan bahwa setiap generasi itu ada umurnya. Dengan demikian, nama-nama yang muncul sekarang sebagai calon pemimpin yang sebenarnya adalah satu generasi, juga ada umurnya. Inilah peluang yang mesti dijemput oleh kaum muda saat ini. Sebuah peluang untuk mempertemukan berakhirnya umur generasi itu dengan muara dari gerakan kaum muda untuk menyambut pergantian generasi dan menjaga perputaran sejarah dengan ukiran-ukiran prestasi baru. Maka, harapannya adalah bagaimana kaum muda tidak membiarkan begitu saja sejarah melakukan pergantian generasi itu tanpa kaum muda menjadi subjek di dalamnya. Semangat zaman, kata itu yang paling tepat karena menggambarkan semangat pemikiran dominan yang ada dalam setiap pemuda. Bambang Shergi Lakmono (2014) mengatakan bahwa pemikiran dominan antara lain yakni maindset atas evolusi perkembangan seperti kepentingan, cita-cita, dan kesadaran kolektif. Produk dari evolusi perkembangan yang ada merupakan hasil dari politik/ mobilisasi politik. Perkembangannya saat ini pemuda lebih kepada sebagai objek perubahan yakni pemuda didorong untuk melakukan perubahan dan melakukan kesadaran, namun pemuda juga diharapkan dapat menjadi subjek dimana perubahan itu sendiri sebagai suatu konsep kesadaran. Undang-undang kepemudaan di yakni UU No. 40 tahun 2009 menarik sekali karena dalam undang-undang ini menjelaskan kepemudaan secara sosiologis, menempatkan posisi pemuda lebih jelas, salah satunya menurut batasan usia. Tidak dapat dipungkiri bahwa politik menjadi karakter/ranah dasar membangun (toning) tersendiri, maksudnya adalah di setiap perkebangan menurut periode memiliki kecenderungan ke arah mana unsur politiknya dan seberapa kuat unsur politik itu mendominasi dan seharusnya ada pemerataan atau penyeimbangan. Perkembangan pemuda menurut periodenya, dapat dilihat berdasarkan semangat kolektif atau semangat zamannya. Dalam ilmu sejarah terdapat istilah yang dikenal dengan sebutan zeitgeist atau semangat zaman. Istilah tersebut secara umum bisa dipahami bahwa segala sesuatu, apapun wujudnya, selalu mencerminkan jiwa atau semangat zaman dan senantiasa mencerminkan ikatan kultural zamannya. Dalam disiplin ilmu sejarah istilah tersebut dapat dijadikan alat ukur untuk menilai apakah sebuah uraian sejarah itu benar atau salah. Uraian sejarah dinilai sebagai benar, apabila isi uraiannya sesuai dengan jiwa zaman dan situasi kulturalnya. Begitu juga sebaliknya, uraian sejarah yang tidak sesuai dengan semangat zaman dan lingkungan budayanya disebut sebagai anakrinitis. (Muhsin, 2012) Sejarah bercerita kepada kita bahwa sejarah negeri ini adalah cerita anak- anak muda. Tahun 1908 menjadi momentum kebangkitan. Tahun 1928 menjadi momentum penyadaran tentang kesamaan (bukan perbedaan), persatuan, dan kesatuan. Tahun 1945 merupakan momentum yang dinanti dari perjuangan panjang untuk mengumandangkan kedaulatan di tanah sendiri. Tahun 1966 merupakan akhir dari PKI di Indonesia dan awal orde baru. Dan pada 1998 terjadi peristiwa besar yang menjadi momentum perantara kita menuju era sekarang. Pada setiap momentum perubahan, pemuda terpelajar selalu ada di depan dan sangat penting perannya. Mereka menjadi inisiator sekaligus motor perubahan. Bahkan pada titik tertentu mereka menjadi katalisator yang memaksa dan memberi arah perubahan. Indonesia dengan jumlah populasi pemuda yang mencapai 60 juta lebih (BPS, 2013), merupakan sebuah kekuatan potensial dan patut menjadi perhatian khusus ‘penggiat’ negeri ini. Pemuda sebagai tulang punggung bangsa, bukan hanya dimasa yang akan datang tetapi juga saat ini, tentunya perlu ada sebuah agenda utama untuk menyiapkan masa depan sekaligus menyiapkan Indonesia menghadapi tantangan demographic bonus. Demographic bonus yang akan terjadi sejak tahun 2010 hingga tahun 2040 dimana jumlah usia produktif lebih banyak daripada usia tidak produktif dengan kata lain jumlah pemuda akan dominan. Mengutip pernyataan Prof. Sri Murtianingsih Adiutomo dalam Prof. Dorodjatun (2012) bahwa demographic bonus (gambar 1.1) merupakan window of oppurtunity yang tidak akan terulang di masa depan dimana beban ketergantungan (dependency of ratio) berada di posisi terendah.

Gambar 1.1 Dependency Ratio 1950-2050 Sumber : Presentasi Prof Dorodjatun Kuntjoro Jakti (9/10/2012)

Berdasarkan prediksi kependudukan di atas pemuda merupakan potensi yang besar dalam pembangunan. Namun di masa globalisasi sekarang ini begitu banyak input yang dapat masuk kedalam jati diri pemuda, tinggal pemuda itu bisa memilih mana input yang baik dan mana input yang buruk. Godaan disertai dengan tekanan yang sangat kuat terkadang membuat kebanyakan pemuda justru terlena dengan kemewahan-kemewahan yang ditawarkan oleh zaman globalisasi ini. Mereka seolah telah terhipnotis untuk kemudian melupakan hakikat inti dari predikat agent of change yang disandangnya. Modernisasi tak sedikit telah menyelimuti tubuh pemuda bangsa ini, pemuda kekinian telah terjebak oleh gaya hedonisme, rasa ego yang tinggi, sampai kepada apatis.Kondisi saat ini pemuda dituntut untuk lebih siap menghadapi tantangan global. Bagaimana halnya dengan predikat sebagai pemuda modern? Dan pemuda perkotaan?. Kata modern sendiri dapat diartikan sebagai sikap dan cara berpikir serta cara bertindak sesuai dengan tuntutan zaman (KBBI, 2014). Definisi masyarakat modern adalah masyarakat yang sebagian besar warganya mempunyai orientasi nilai budaya yang terarah ke kehidupan dalam peradaban masa kini. Masyarakat modern umumnya telah tinggal di daerah perkotaan sehingga disebut juga masyarakat kota. (Adhyzal Kandar, 2010). Sedangkan pengertian kota secara sosiologi terletak pada sifat dan ciri kehidupannya dan bukan ditentukan oleh menetapnya sejumlah penduduk di suatu wilayah perkotaan. Dari pengertian di atas, dapat diartikan bahwa tidak semua warga masyarakat kota dapat disebut masyarakat modern, sebab banyak orang kota yang tidak mempunyai orientasi nilai budaya yang terarah ke kehidupan peradaban dunia masa kini, misalnya gelandangan atau orang yang tidak jelas pekerjaan dan tempat tinggal. Berdasarkan definisi di atas, pemuda modern dapat diartikan sebagai pemuda yang memiliki orientasi nilai budaya yang terarah dalam peradaban masa kini akibat situasi atau perkembangan zaman yang telah menjadi modern dan umumnya tingga di daerah perkotaan. Sedangkan pemuda perkotaan sendiri adalah pemuda yang tinggal di daerah perkotaan dan memiliki sifat dan ciri kehidupannya. Selain sebagai ibukota provinsi, DKI juga berperan sebagai ibukota negara. Hal ini tentu membuat DKI Jakarta memiliki beberapa spesialisasi peran dan fungsi kota dalam aktivitas sosial ekonomi. Luas wilayah DKI Jakarta mencapai 662,33 km2 dengan jumlah penduduk mencapai 9,1 juta jiwa (BPS DKI Jakarta, 2013). Kondisi luas wilayah, jumlah penduduk dan beberapa spesialisasi peran dan fungsi kota telah menjadikan DKI Jakarta sebagai Kota Metropolitan. Pakar perkotaan Angotti (1993) berpendapat bahwa kota metropolitan tidak hanya sebuah kota yang sangat besar, tetapi juga sebuah bentuk baru dari masyarakat, lebih besar, lebih kompleks dan memiliki peran kekuasaan yang lebih sentral, baik dari sisi ekonomi, politik, maupun budaya. Pendapat pakar perkotaan tersebut jelas tercermin dalam kondisi DKI Jakarta saat ini. Saat ini DKI Jakarta memiliki peran dan fungsi sebagai pusat kekuatan politik, ekonomi dan administrasi sebuah negara, kemudahan kegiatan mobilitas (pekerjaan, perumahan dan perjalanan), pusat pertumbuhan wilayah dan tempat berpusatnya sebagian besar pelayanan perkotaan, serta menjadi gerbang wilayah untuk berhubungan dengan wilayah lain di tingkat nasional dan internasional. Dengan kondisi peran dan fungsi tersebut, maka DKI Jakarta dapat dikategorikan sebagai Kota Metropolitan Nasional. (penataanruang.net) Jumlah penduduk menjadi salah satu faktor penggerak roda kehidupan perkotaan. Saat ini jumlah penduduk Indonesia sebesar 242,1 juta jiwa, yang mana 4% dari total penduduk tersebut merupakan penduduk DKI Jakarta. Hampir 52% dari jumlah keseluruhan penduduk DKI Jakarta merupakan kelompok usia muda. Hal ini memperlihatkan bahwa kelompok usia muda cukup mendominasi jumlah penduduk (dapat dilihat dalam tabel 1), sehingga secara logis roda kehidupan perkotaan digerakkan oleh kelompok pemuda.

Tabel 1. Jumlah Penduduk di Indonesia dan DKI Jakarta Jumlah Penduduk Jumlah Penduduk Jumlah Penduduk Usia No Tahun Indonesia (juta DKI Jakarta (juta Muda DKI Jakarta (Juta jiwa) jiwa) Jiwa) 1 2011 236,331 9,022 4,578 2 2012 239,174 9,063 4,536 3 2013 424,014 9,101 4,492 Sumber: Data Statistik Bappenas (2014)

Kondisi demografis kepemudaan memberikan pengaruhnya tersendiri terhadap semangat zaman pemuda khususnya pemuda perkotaan. Dilihat dari sejarahnya perkembangan pemuda tidak terlepas dari konsep empat pilar kepemudaan. Keempat pilar tersebut adalah pilar national identity, pilar responsible consumerisme, pilar diplomacy and global partnership, dan pilar productivity and enterpreneurship (Laksmono, 2013).

Gambar 1.2 Pemuda Sebagai Agen Perubahan Sumber : Olahan penelitian

Sejarah kepemudaan Indonesia khususnya di Jakarta menunjukkan bahwa kepeloporan pemuda telah melewati empat dimensi antara lain nasionalisme, kewirausahaan, responsible consumer, dan globalisasi dan diplomasi. Masing- masing kepeloporan pemuda tersebut memiliki periode waktu yang berbeda. Dapat dilihat gambar 1.3, sebagai berikut :

-Era Komputer (1980) -Masukknya Video Games (1980) -Kampanye Global

-Festival Batavia (1987)

-Berbagai Model United Nations

-Pristiwa Talang Sari (1989)

-Gerakan

Responsible

Consumer

Penolakan Kepeloporan terhadap investasi asing Kewirausahaa (1974) n

-Generasi -Konferensi Pelajar di LN Asia Afrika (1908-1949) -Declaration on Kepeloporan (1955) ASEAN -Konferensi -GNB Concord (1976) Diplomasi Meja Bundar (1961) (1949) -ASEAN

(1967)

-Pristiwa Kepeloporan -Lahirnya Malari -Tritura Kebangsaan Gerakan Budi (1974) Utomo (1908) (1966)

-Sumpah Pemuda (1928)

Tahun 1949 Tahun 1974 Tahun 1980 Sekarang Gambar 1.3 Kepeloporan Pemuda Dalam Berbagai Periode Sumber : Olahan penelitian

Pilar nasionalisme (national identity) kepemudaan dimulai pada periode tahun 1908 terbentuk organisasi modern yaitu Boedi Oetomo. Bermula dari momentum pembentukan organisasi modern tersebut hingga pergerakan reformasi oleh pemuda telah menyentuh dimensi nasionalisme hingga saat ini terkhusus bagi Pemuda DKI Jakarta. Sementara itu, gerakan kewirausahaan yang telah dilakukan oleh pemuda di Jakarta muncul setelah peristiwa Malari 1974, dimana salah satu faktornya ialah penolakan terhadap imprealisme asing. Dengan penolakan terhadap imprealisme asing menandai munculnya gerakan kewirausahaan di Jakarta dengan munculnya home industry dan berkembang menjadi creative industry di periode tahun 1990an hingga saat ini. Tentu saja hal ini memperlihatkan permaslaahan dalam pilar productivity and enterpreneurship. Pada periode 1980an terjadi perkembangan teknologi informasi yang pesat di DKI Jakarta. Periode ini tentu menjadi tantangan baru bagi pemuda Jakarta untuk dapat dimanfaatkan secara optimal. Salah satnya dengan cara mengembangkan kompetensi diplomasi pemuda dalam iklim global. Akan tetapi, jika pemuda Jakarta tidak dapat memanfaatkan perkembangan teknologi sebagai eskpansi globalisasi maka pemuda akan tergerus oleh iklim global yang dapat bersifat destruktif. Kemudian, sejak tahun 1990an, kondisi yang tercermin adalah pasar global semakin gterus berkembang luas, sehingga menjadi fokus utama bagi pemuda Jakarta untuk bertanggung jawab terhadap penggunaan ‘produk global’ atau disebut responsible consumer. Seiring dengan perkembangan zaman dan perubahan rezim penguasa, maka terjadi pula perubahan pola kebijakan kepemudaan yang dibuat. Kebijakan kepemudaan saat ini cukup memberikan angin segar bagi ruang gerak pemuda untuk mengaktualisasikan diri. Akan tetapi, kondisi pemuda saat ini sudah tidak seperti dulu. Pemuda cenderung tidak memiliki visi bersama, pragmatis, apolitis, indivualis dan terkotak-kotakan, serta transformasi tujuan aksi pergerakan (kompasiana, 2014). Walaupun begitu, masih ada pemuda yang memiliki kemauan dan kemampuan untuk dapat berperan aktif dalam pembangunan perkotaan. Dengan demikian perubahan pola kebijakan perlu disinergiskan dengan karakter pemuda perkotaan saat ini terkhusus di DKI Jakarta. Konsep empat pilar pembangunan pemuda dapat menjadi media dasar untuk membentuk kebijakan yang terkonsentrasi sesuai dengan karakter pemuda perkotaan DKI Jakarta. Sejarah telah memberikan gambaran bagaimana pergerakan pemuda dari masa ke masa. Melalui sejarah pergerakan kepemudaan yang telah berkontribusi dalam pembangunan perkotaan khususnya di DKI Jakarta. Hal ini dapat dilihat dari adanya sejarah pergerakan dan kebijakan kepemudaan yang memberikan pelajaran bahwa dengan adanya kesalahan di masa yang lalu akan dapat menjadi landasan mengenai apa perbaikan yang perlu dibuat. Selain itu sejarah juga memberikan pelajaran terhadap apa yang perlu dilakukan selanjutnya.

1.2. Permasalahan Dilansir dari berbagai sumber dikatakan bahawa perkembangan bangsa ditentukan oleh peran pemuda sebagai generasi penerus dan pewaris bangsa. Oleh karena itu diperlukan generasi pemuda yang memiliki beberapa sikap, yaitu: 1) daya kreatif dan innovatif, dipadukan dengan kerja sama berdisiplin, kritis dan dinamis, memiliki vitalitas tinggi; 2) tidak mudah terbawa arus, sanggup menghadapi realita baru di era kesejagatan; 3) memahami nilainilai budaya luhur, siap bersaing dalam knowledge based society, punya jati diri yang jelas; 4) hakekatnya adalah generasi yang menjaga destiny, individu yang berakhlak berpegang pada nilai-nilai mulia; 5) menjadi agen perubahan. Sikap ideal tersebut perlu direkatkan dengan jiwa kepemimpinan yang berintegritas. Sejarah panjang masa perjuangan pemuda bangsa Indonesia, mulai dari perjuangan yang beroreintasi untuk mengusir penjajah, perjuangan dilatari ideolgi untuk mencari jadi diri bangsa, perjuangan atas kekecewaan terhadap rezim pemerintahan, sampai pada perjuangan melawan perkembangan zaman merupakan hal yang perlu dipahami oleh pemuda itu sendiri pada masa sekarang. Seperti yang telah digambarkan di atas saat ini pemuda Indonesia, khususnya pemuda DKI Jakarta perlu menambah amunisi perjuangan menghadapi perkembangan zaman dan mengisi kemerdekaan dengan semangat persatuan bangsa. Berbagai dinamika permasalahan pemuda di DKI Jakarta menjadi daya tarik tersendiri untuk dikaji lebih terutama dalam konsep empat pilar kepemudaan. Selain itu analisis kebijakan pemerintah mengenai kepemudaan juga perlu dikaji guna melihat peranan kebijakan sendiri terhadap perkembangan pemuda pada setiap periode semangat zamannya. Berdasarkan latar belakang dan permasalahan di atas, maka pertanyaan dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana kondisi pemuda perkotaan saat ini dan dikaitkan dengan perjalanan sejarah dalam pijakan empat pilar kepemudaan (Nasionalisme, Globalisasi dan Diplomasi, Kewirausahaan dan Responsible Consumer) di DKI Jakarta ?

1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian permasalahan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk : 1. Menjelaskan kondisi pemuda perkotaan di DKI Jakarta saat ini dilihat berdasarkan perkembangan semangat zaman. 2. Menguraikan kondisi pemuda perkotaan dengan perjalanan sejarah pemuda di DKI Jakarta dalam pijakan empat pilar kepemudaan (Nasionalisme, Globalisasi dan Diplomasi, Kewirausahaan dan Responsible Consumer).

1.4. Hasil yang Diharapkan 1. Deskripsi tentang sejarah kepemudaan dan kondisi pemuda perkotaan, khususnya di DKI Jakarta sebagai Ibu Kota Negara Indonesia dan Kota Metropolitan. 2. Pengkajian empat pilar kepemudaan menurut sejarah, berdasarkan perkembangannya hingga saat ini. 3. Menjadi baseline data pemerintah untuk membuat kebijakan kepemudaan yang tepat 4. Bermanfaat untuk menambah wawasan bagi masyarakat mengenai kondisi pemuda perkotaan. 5. Menjadi masukan kepada peneliti lainnya untuk melakukan penelitian selanjutnya, khususnya mengenai kepemudaan di perkotaan lainnya dan juga pilar kepemudaan lebih dalam lagi.

1.5. Kerangka Teori 1. Sejarah Pergerakan Pemuda Sejak abad ke 17 wilayah DKI Jakarta merupakan arena perjuangan bagi para pemuda untuk melawan para kolonial Belanda. Perlawanan fisik yang mengugurkan banyak jiwa pemuda pun tak terelakan, langkah tak gentar dilakukan oleh para pejuang muda untuk merebut kembali tanah air Indonesia. Pada masa itu pemuda merasa perjuangan fisik tidak cukup untuk mengusir penjajah dari nusantara. Para pemuda pun menginisiasi untuk membentuk perkumpulan pemuda bangsa, tak terkecuali pemuda Jakarta yang menginisiasi pembentukan beberapa organisasi pemuda saat itu. Pemuda STOVIA menjadi sebutannya, terdiri dari Sutomo, Gunawan, Suradji dan Suwardi Suryaningrat. Pada tanggal 20 Mei 1908 atas prakarsa Dr. Wahidin S. dan para pemuda STOVIA tersebut membentuk organisasi pemuda yaitu Boedi Oetomo. Pembentukan organisasi tersebut menjadi momentum pergerakan organisasi pemuda secara besar-besaran di seluruh wilayah Nusantara. Tahun 1918 telah terbentuk beberapa perkumpulan pemuda nusantara diantaranya, Jong , Jong Sumatera, Jong Ambon, Jong Pasundan, Jong Batak, dan Pemuda Betawi, serta Perhimpunana Pelajar Pelajar Indonesia. Para pemuda tersebut membuat perhelatan pergerakan kepemudaan yaitu kongres pemuda pertama di tahun 1926 dan kongres pemuda kedua tanggal 26-28 Oktober 1928 yang diselenggarakan di Jakarta. Kongres kedua pemuda telah melahirkan Sumpah Pemuda, yang menjadi cerminan kesepakatan bangsa Indonesia yang heterogen menjadi bangsa yang satu. Semangat patriotisme dan nasionalisme pemuda dalam bulir-bulir sumpah pemuda telah menjadi pionir peristiwa proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia di tahun 1945 yang dikumadangkan oleh Bung Karno di Lapangan Banteng Jakarta. Beranjak dari proklamasi kemerdekaan Indonesia, di periode tahun 1948- 1970 para pemuda Indonesia tetap melakukan pergerakan pemuda. Dalam rentang tahun tersebut pergerakan pemuda tidak lagi tertuju untuk mengusir penjajah darai tanah air. Berbagai pergerakan pemuda terfokus dalam perjuangan ideologi untuk mencari jati diri bangsa Indonesia. Lahir beberapa organisasi pemuda yaitu Pemuda PKI, Pemuda PNI, IPNU, HMI, Masyumi, PMII, IMM, dan Gema Budhis. Ideologi yang dibawa oleh organisais pemuda tersebut dilatari oleh nilai-nilai Agama. Nilai agama menjadi alat untuk mempererat jaringan sosial politik organisasi. Tahun 1966-1970, organisasi pemuda yang kental berlatar ideologi ini telah melakukan pergerakan perjuangan yang menghasilkan Revolusi. Perjuangan yang dilakukan dalam berbagai bentut misalnya seperti konflik fisik dan pembantaian kader-kader organisasi pemuda. Dalam masa ini kecenderungan yang terjadi adalah terkotak-kotaknya perkumpulan pemuda bangsa. Kemudian di tahun 1973-1998, pergerakan pemuda kembali bersinergi secara nasional. Terjadi peristiwa Malari ditahun 1974, yang merupakan puncak pergerakan pemuda yang dikarenakan kekecewaan terhadap kebijakan rezim Orde Baru. Dikala itu, ruang gerak pemuda sangat dibatasi oleh pemerintah. Banyak pemuda yang ditangkap, dituduh menjadi pembelot bangsa, serta pembatasan kegiatan organisasi ekstra dan intra mahasiswa. Merasa terkekang dan dibatasi memicu para pemuda untuk terus melakukan perlawanan. Pemerintah menjadi musuh bersama para pemuda dikala itu. Pembentukan Dewan Mahasiswa yang lebih independen diberbagai perguruan tinggi, gerakan untuk menuntut kebebeasan berpendapat dalam mimbar kampus, dan penyampaian aspirasi melalui kegiatan longmarch, telah menghantarkan kemenangan atas perlawanan pemuda terhadap pemerintahan orde baru, yang mana melahirkan reformasi. Masuk dalam era tahun 1999 sampai saat ini, orientasi pergerakan perjuangan pemuda pun berubah. Pemuda berjuang untuk mengisi buah karyanya sendiri, yaitu reformasi. Kondisi zaman yang terus berkembang, era globalisasi yang deras memasuki Indonesia serta kemajuan teknologi informasi, telah menjadi musuh nyata bagi pemuda saat ini. Kondisi yang terjadi saat ini, sebagian besar pemuda tidak dapat memanfaatkan perkembangan zaman. Pemuda cenderung menjadi penikmat dan semnagat untuk produktif pun menurun. Pergerakan pemuda pun terus tergerus oleh perkembangan zaman. Tak terelakan sebagian besar pemuda DKI Jakarta pun menjadi korban era globalisasi. Pemuda yang hidup di kota metropolitan seperti Jakarta ini cenderung bersikap apatis, pragmatis, individualis dan semangat nasionalisme pun luntur. Akan tetapi tidak semua pemuda Jakarta bersikap seperti itu, beberapa kalangan pemuda masih aktif mengisi reformasi. Berbagai pemberdayaan pemuda guna membangkitkan potensi, peran aktif dan arena aktualisasi diri pemuda tetap dilakukan oleh bebrapa kalangan pemuda Jakarta.

2. Sejarah singkat gubernur DKI Jakarta berkaitan dengan kebijakan kepemudaan Fokus penelitian ini terkait dengan sejarah panjang perkembangan pemuda di kota Jakarta. Seperti yang terlihat dalam identifikasi masalah, terdapat perubahan orientasi pemuda setiap periode sejarah Indonesia. Tak dapat terelakan bahwa salah satu penyebab utama perubahan tersebut dikarenakan salah satu kebijakan pemerintah dikala itu. Kebijakan pemerintah dalam SK No.0156/U/1978 mengenai Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan (NKK/BKK) dan SK menteri P&K No.037/U/1979 kebijakan ini membahas tentang Bentuk Susunan Lembaga Organisasi Kemahasiswaan di Lingkungan Perguruan Tinggi (BEM UI, 2014). Kebijakan tersebut telah memberikan dampak pada keterbatasan ruang gerak pemuda untuk beraktualisasi diri. Pemuda dibatasi untuk memberikan aspirasi dan pendapat kepada pemerintahan di masa itu. Pembahasan pada subab ini dibagi menjadi empat periode yaitu 1) 1945-1966, 2) 1966-1977, 3) 1977-1997, dan 4) 1997-2012, sebagai berikut: 1) Periode 1945-1966 Pemuda telah menjadi isu sentris kebijakan disetiap periode kepemimpinan Gubernur di DKI Jakarta. Jika dirunut berdasarkan periode kepemimpinan terdapat beberapa kekhususan bahasan mengenai kepemudaan. Dimulai dari kepemimpinan Soewirjo yang menarik perhatian Belanda. Dimasa kepemimpinannya Soewirjo berupaya memberikan semangat berorganisasi dan kerap berpesan untuk menyusun organisasi sebai-baiknya. Pesan ini tentu menjadi dukungan awal bagi pemuda Jakarta untuk membentuk organisasi guna memperkuat barisan pertahanan kemerdekaan Indonesia (Soeparmo, 2012 Soewirjo). Kepemimpinan Soewirjo digantikan sementara oleh . Daan Jahja memimpin Jakarta saat usianya menginjak 23 tahun, usia tersebut dapat dikategorikan sebagai pemuda. Semangat kepemudaan Daan Jahja tidak terlihat khusus dalam kebijakan-kebijakan pemuda, namun semangat kepemudaan ini telah menularkan motivasi kepada pemuda lain untuk ikut berjuang membangun kota Jakarta. Didukung dengan beberapa rekan-rekan pemuda dimasa itu dan jiwa nasionalisme yang tinggi, telah mengantarkan kembali sistem administrasi Kota Jakarta dalam nilai-nilai kebangsaan Indonesia yang sempat hilang karena dominasi Belanda . Periode kepemimpinan membuahkan hasil berupa pembangunan beberapa kawasan hiburan untuk warga pribumi. Kawasan tersebut juga membangun komplek bermain olahraga (Soeparmo, 2012 : Soewirjo). Hal ini tentu saja menjadi arena aktualisasi diri pemuda dalam bidang olah raga di masa tersebut. Kemudian, kepemimpinan Sudiro memberikan angin segar kepada pemuda untuk berfokus pada pendirian, cita-cita luhur bangsa, dan dewasa berpolitik dalam situasi yang dinamis. Tentu saja hal tersebut memberikan suntikkan yang efektif terhadap beberapa pergerakan pemuda saat itu. Pada masa kepemimpinan Soemarno dibuat ketentuan bagi pemuda untuk berpartisipasi mengikuti pelatihan dengan pemadam kebakaran dan mendidik para pemuda untuk disiapkan sebagai pendamping pamongpraja melaksakan sensus (Soeparmo, 2012 : Soemarno). Dalam masa kepemimpinan Soemarno juga menginisiasi pembangunan gelanggang olah raga gelora bung karno untuk menjadi program pembangunan jangka panjang. Memasuki era tahun 1960-an, menjadi masa kepemimpinan . Sebagai Gubernur DKI, Heng Ngantung menciptakan karya seni berupa lambang DKI Jakarta, lambang Kostrad, monumen nasional (Monas) dan patung selamat datang. Patung selamat datang diperuntungan untuk orang-orang yang datang ke Jakarta. Selain itu, patung tersebut merupakan bentuk apresiasi bagi Pemuda yang kala itu sedang berkompetisi dalam Asean Games (merdeka., 2014). Pembangunan patung ini tentu memberikan semangat baru bagi pemuda untuk terus berkaya membangun kota DKI Jakarta. Dalam gambar berikut ini merupakan dokumentasi karya kepemimpinan Soemarno : Monumen Nasional (Monas) Patung Selamat Datang

Gambar 1.4 Dokumentasi Karya Gubernur Soemarno Sumber: www.detikforum.com

Menjabat selama sepuluh tahun sebagai Gubernur DKI Jakarta tentu menjadikan sebagai tokoh yang acap kali menarik untuk diperbincangkan. Kontroversi beberapa kebijakan membuat namanya selalu dikenang hingga saat ini. Kebijakan pengenaan pajak judi menjadi keuntungan bagi pembangunan di kota Jakarta (Soeparmo, 2012 : Ali). Sedikit banyaknya hal tersebut berpengaruh pada pembangunan arena bagi pemuda Jakarta. Pembangunan Taman Ismail Mardzuki (dapat dilihat dalam gambar 1.5) menjadi salah satu contoh. Pembangunan Taman tersebut menjadi wadah bagi kaum pemuda di bidang kesenian dikala itu, dan menjadi tempat hiburan yang ramai dikunjungi oleh warga pribumi. Selain itu, Ali juga membangkitkan jiwa kesenian diberbagai perguruan tinggi di Jakarta. Tidak hanya seni yang didukung olah raga pun menjadi bidang yang didukung oleh kepemimpinan Ali. Mendampingi atlet yang akan bertanding pada PON menjadi agenda Ali, peremajaan fasilitas olah raga, dan pembangunan kompleks sekolah olah raga di Ragunan. Hasil kebijakan pembangunan yang cukup fenomena adalah pembangunan Planet Senen Youth Centre didirikan pada masa pemerintahannya. Tempat ini menampung segala aktifitas sosial budaya seluruh mahasiswa Jakarta, tempat menunjukan bakan dan minat pemuda, sehingga dapat mencegah diorientasi aktivitas pemuda yang mengarah kepada kenalalan pemuda (Soeparmo, 2012 : Ali).

Gambar 1.5. Taman Ismail Marzuki Sumber : www.mostlyjakarta.com

2) Periode 1966-1977 salah satu tokoh nasional yang memiliki karir besar dalam kemiliteran. Pengalaman tersebut sedikit banyak memberikan bekal kepada Tjokropranolo untuk menjadi pemimpin yang tangguh. Usaha kecil menjadi perhatian utama Tjokropranolo, dialokasikannya ratusan tempat untuk puluhan ribu pedangan kecil yang didominasi oleh kelompok usia muda dikala itu. Perhatian Tjokropranolo juga terfokus pada kebutuhan sarana olah raga bagi warga DKI Jakart. Program pembebasan Jalan Jenderal dan MH Thamrin setiap hari sabtu dan minggu pagi, untuk dipergunakan warga berolah raga dan jalan kaki, telah mengundang antusiasme besar bagi para warga DKI Jakarta (www.infolite.com). Sementara itu, masalah lalu transportasi pun menjadi perhatian utama sang gubernur. Salah satu kebijakan yang dilakukan adalah menghapus moda transportasi oplet (dalam gambar 3) yang digantikan dengan moda transportasi mikrolet (lebih modern dimasa itu) (www.merdeka.com).

Gambar 3. Opelet Moda Trasportasi Sumber: www.viruspintar.com

3) Periode 1977-1997 yang menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta selama lima tahun ini, cukup besar memberikan sumbangsih pada tata kota wilayah Jakarta saat ini. Soeprapto merupakan Gubernur yang menggagas Master Plan DKI Jakarta terkait Rencana Umum Tata Ruang dan Rencana Wilayah Kota Jakarta dikala itu (www.kemenpu.com). Kecakapan dalam memimnpin dan ketegasannya berdampak pada kebijakan pengaturan pemerintah kota Jakarta di masa itu. Sistem keterbukaan, refungsionalisasi aparatur, ketegasan, dan penegakan disiplin aparatur dan masyarakat pun secara tegas dilaksanakan dimasa kepemimpinannya. Tentu saja hal ini memberikan dampak positif dan menjadi contoh baik bagi pemuda di masa itu. Wiyogo berhasil melakukan pembebasan kawasan becak, Swastanisasi kebersihan, pembangunan dan perluasan jalan arteri, jalan layang dan underpass. Selain itu, dilakukannya pemindahan Pekan Raya Jakarta yang semula diselenggarakan di Monas ke Kemayoran. Lalu, memindahkan Terminal Cililitan ke Kampung Rambutan juga pengembalian kelestarian Ciliwung (www.kemenpu.com). Tentu saja, kebijakan-kebijakan tersebut banyaknya telah mempengaruhi kehidupan pemuda dikala itu. Fokus terhadap kebersihan dan kelestarian telah mengajarkan kepada pemuda dikala itu untuk selalu menjadi warga DKI Jakarta yang perhatian terhadap lingkungan dan cakap dalam kebersihan. Kenakalan pemuda menjadi perhatian utama dimasa kepemimpinan Surjadi. Pekelahian di sekolah, tawuran antar pelajar bahkan sampai antar mahasiswa, membuat Surjadi berkerja sama dengan beberapa aktor untuk membantu menyelesaikan masalah tersebut. Salah satunya bekerjasama dengan MUI sebagai ormas islam yang diarahkan memberikan daya tahan mental spiritual pemuda agar dapat tertuntun menjadi peringai yang baik (Soeparmo, 2012 : Surjadi). Selain itu, Surjadi pun memberikan sanksi keras bagi pemuda yang melakukan tawuran sampai berdampak pada kerugian lingkungan sekitar.

4) Periode 1997-2007 Dikala kepemimpinan tidak terlalu banyak konsen kebijakan kepemudaan yang diberlakukan, karena pada masa itu Jakarta dilanda berbagai kisruh. Berbagai aspek menjadi masalah bagi DKI Jakarta, kebersihan, keamanan, banjir, kemacetan dan tindakan anarkis. Pemuda turut andil dalam berbagai permasalahan yang ada di Jakarta saat itu. Salah satunya pemuda kerap menjadi aktor dalam tindak anarkis dan merusak lingkungan (Soeparmo, 2012 : Sutiyoso). Oleh karena itu dilakukan bebagai upaya untuk mengatasi permaslahan tersebut, salah satunya melakukan pembinaan pemuda. Perkembangan zaman di era kepemimpinannya telah menuntut untuk melakukan berbagai inovasi dalam pembangunan kota Jakarta. Tak terkecuali Fauzi turut memperhatikan bidang kepemudaan, berbagai program kerja dibuat oleh Fauzi dikala itu. Pembinaan atlet Jakarta, penyelenggaraan berbagai tournament baik berskala nasional maupun Internasional dalam bidang olah raga di Jakarta, program pembinaan kepemudaan (dalam bidang organisasi, kewirausahaan, akademik), penyelenggaraan Youth Festival 2012, peningkatan sarana dan prasarana Olahraga dan Pemuda (Gelangang Remaja, Gelanggang Olah Raga, Stadion Olah Raga) (Soeparmo, 2012 : Fauzi Bowo). Hal ini tentu memberikan dampak positif bagi perkembangan pemuda ke depannya. Berikut ini beberapa gambar foto-foto pemimpin DKI Jakarta, periode 1945 - 2012 :

Soewiryo Daan Jahja Sjamsuridjal Sudiro Soemarno 1945-1947 1948-1950 1951-1953 1953-1960 1960-1964 dan dan 1950-1951 1965-1966

Henk Ali Sadikin Tjokropranolo Soeprapto Wiyogo Ngantung 1966-1977 1977-1982 1982-1987 Atmodarminto 1964-1965 1987-1992

Soerjadi Sutiyoso Fauzi Bowo Soedirdja 1997-2007 2007-2012 1992-1997

Gambar 1.6. Foto-Foto Gubernur DKI Jakarta 1945-2012 Sumber: Olahan penelitian

Berdasarkan pemaparan mengenai perjalanan kebijakan kepemudaaan yang terdapat disetiap periode kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta, sedikitnya telah memberikan gambaran bahwa isu kepemudaan telah menjadi topik sentris disetiap periode kepemimpinan di DKI Jakarta. Pemuda sisebut-sebut sebagai generasi penerus bangsa yang kerap dapat menjadi pembawa angin segar ataupun sebagai bom waktu. Pola pikir dan tindakan pemuda terus bertransformasi dari masa ke masa, sehingga diperlukan berbagai penanganan berupa kebijakan publik guna menciptakan pemuda yang dapat mengharumkan nama bangsa dan negara. Oleh karena itu, guna mengkaji sejarah pemuda perkotaan di DKI Jakarta diperlukan berbagai intrumen analisi kebijakan yang dikaitkan dengan konsep empat pilar kepemudaan. Melihat titik berat kajian ini mengenai sejarah, maka diperlukan pembahasan yang dibagi kedalam empat dekade yaitu: 1) 1945-1966, 2) 1966-1977, 3) 1977-1997, dan 4) 1997-2012. Pembagian kedalam beberapa dekade ini bertujuan untuk melihat perkembangan sejarah kepemudaan modern secara holistik.

3. Konsep Pemuda 1) Definisi Pemuda Dalam kosakata bahasa Indonesia, pemuda juga dikenal dengan sebutan generasi muda dan kaum muda. Seringkali terminologi pemuda, generasi muda atau kaum muda memiliki pengertian yang beragam. Selain itu juga dijelaskan bahwa pemuda adalah individu yang bila dilihat secara fisik sedang mengalami perkembangan dan secara psikis sedang mengalami perkembangan emosional, sehingga pemuda merupakan sumber daya manusia pembangunan baik saat ini maupun masa datang. (Erlangga, 2008) WHO menyebutkan ‘young people’ (pemuda) dengan batasan usia 10–24 tahun, sedangkan 10-19 tahun disebut ‘adolescenea’ atau remaja. Internasional youth year yang diselenggarakan tahun 1985, mendefinisikan penduduk usia 15 - 24 tahun sebagai kelompok pemuda. (Afrina, 2014) Secara harfiah, kamus Websters Pricenton (kemenegpora, 2009) mengartikan bahwa youth yang diterjemahkan sebagai pemuda adalah the time of life beetween childhood and maturity; early maturity; the state of being young or immature or inexperienced; the freshness and vitality characteristic of a young person (rentang kehidupan antara masa kanak-kanak dengan masa kedewasaan; alwal kedewasaan; menjadi muda atau belum dewasa atau kurang berpengalaman; memiliki kesegaran dan vitalitas sebagai karakteristik atas orang muda). Berdasarkan definisi tersebut dapat diartikan bahwa pemuda adalah individu dengan karakter yang dinamis, bahkan bergejolak dan optimis namun belum memiliki pengendalian emosi yang stabil. Undang-Undang tentang kepemudaan mendefinisika kepemudaan (keadaan atau kondisi muda, sama dengan ‘masa kanak-kanak’ atau ‘kedewasaan’) sebagai berbagai hal yang bekaitan dengan potensi, tanggung jawab, hak, karakter, kapasitas, aktualisasi diri, dan cita-cita pemuda. (UU No. 40 Tahun 2009, Pasal 1.2). Walaupun definisi PBB tentang “pemuda” biasanya mencakupi mereka yang berusia 15–24 tahun (bertumpang tindih membingungkan dengan “anak” yang meliputi usia 0–17 tahun), peraturan perundang-undangan Indonesia (seperti halnya di beberapa negara lain Asia, Afrika dan Amerika Latin) memperpanjang batas formal “pemuda” hingga usia yang mengherankan. Undang-undang baru tentang kepemudaan No. 40 Tahun 2009, Pasal 1.1 menyebutkan pemuda sebagai warga negara Indonesia yang memasuki periode penting pertumbuhan dan perkembangan yang berusia 16 sampai 30 tahun. Alasan-alasan penguluran batas “pemuda” hingga tiga puluh tidak dijelaskan dalam Undang-Undang atau “naskah akademik” yang menyertainya di sepanjang proses pembahasan legislatif yang , pada mulanya (seperti dalam Rancangan Undang-Undang) menetapkan rentang umur 18 – 35 tahun (Menpora, tanpa tahun, 30-36). Yang jelas, ini sejalan dengan banyak pemerintah negara sedang berkembang lain yang menetapkan batas akhir pemuda hingga 35 atau bahkan 40 tahun. Menurut Erlangga, dkk. (2008) konsep pemuda dapat ditinjau dari segi budaya, sosial-psikologi dan budaya, dan ideologis politis adalah : a. Ditinjau dari segi budaya atau fungsional dikenal istilah anak (usia 0 - 13 tahun), remaja (usia 13 - 18 tahun) dan dewasa (usia 18 - 21 tahun). Ditinjau dari segi hukum, di muka pengadilan manusia berumur 18 tahun sudah dianggap dewasa. Untuk tugas-tugas negara usia 18 tahun sering diambil sebagai batas dewasa. b. Ditinjau dari segi sosial-psikologi dan budaya, pematangan pribadi ditentukan pada usia 21 tahun. Dari sisi angkatan kerja, ditemukan istilah tenaga muda yaitu calon-calon yang dapat diterima sebagai tenaga kerja dan berusia antara 18 -22 tahun. c. Ditinjau dari segi ideologis politis, pemuda adalah penerus generasi terdahulu dalam hal ini berumur antara 17 - 30 tahun (inpres No. 12 tahun 1982) ditetapkan sebagai diakuinya hak-hak politik pemuda dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal tersebut terlihat dalam keikutsertaan mereka dalam pemilihan umum pada usia 17 tahun. Mendukung hal di atas pada usia pertengahan 20an sebagian besar fungsi tubuh telah tumbuh sempurna. Daya pengelihatan, penciuman, perasa dan sensitivitas terhadap rasa sakit dan temperatur juga berada pada puncaknya. Namun, justru setelah usia 25 tahun kelompok ini berangsur kehilangan daya pendengaran, terutama toleransi terhadap suara bernada tinggi. Secara kognitif, tahap ini memiliki karakteristik berikut : kemampuan untuk berhadapan dengan kebimbangan, ketidakkonsistenan, kontradiksi, ketidaksempurnaan, dan kompromi. Kognisi pada level ini disebut postformal thought. postformal thought adalah cara berfikir yang menandai kedewasaan seseorang. Pemikiran postformal melihat informasi dalam sebuah konteks sosial. Penelitian menunjukkan bahwa kreatifitas dan kemampuan menyelesaikan masalah praktis berkembang pada masa ini, sedang kemampuan menyelesaikan masalah akademik (yang memiliki jawaban pasti) justru menurun. Steinberg (Waryoko, 2009) memberikan konsep “tacit knowledge” sebagai aspek penting dalam pengembangan kognisi. “tacit knowledge” adalah pengetahuan yang sangat berguna tentang bagaimana mencapai tujuan pribadi individu, termasuk di dalamnya : manajemen diri (tahu bagaimana memotivasi diri sendiri serta mengatur energi dan waktu), manajemen tugas (tahu bagaimana melakukan suatu pekerjaan, misalnya membuat laporan kerja), dan manajemen orang lain (tahu kapan memberi ganjaran dan mengkritik orang lain).

2) Pemuda perkotaan Penelitian ini menggambarkan pemuda perkotaan sebagai subjek utama yang dipelajari baik dari deskripsinya, dan berbagai perkembangannya sesuai dengan semangat zaman di setiap periode. Pengertian kota secara sosiologi terletak pada sifat dan ciri kehidupannya dan bukan ditentukan oleh menetapnya sejumlah penduduk di suatu wilayah perkotaan. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 1987, pasal 1 disebutkan kota adalah pusat permukiman dan kegiatan penduduk yang mempunyai batasan administrasi yang diatur dalam perundang-undangan, serta permukiman yang telah memperlihatkan watak dan ciri kehidupan perkotaan. Menurut Soekanto (1994) ada beberap ciri yang menonjol pada masyarakat kota yaitu kehidupan keagamaan berkurang bila dibandingkan dengan kehidupan keagamaan di desa. Orang kota pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa harus bergantung pada orang lain. Yang penting disini adalah manusia perorangan atau individu. Pembagian kerja di antara warga-warga kota juga lebih tegas dan mempunyai batas-batas yang nyata. Kemungkinan-kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan juga lebih banyak diperoleh warga kota dari pada warga desa. Interaksi yang terjadi lebih banyak terjadi berdasarkan pada faktor kepentingan dari pada faktor pribadi. Pembagian waktu yang lebih teliti dan sangat penting, untuk dapat mengejar kebutuhan individu. Perubahan-perubahan sosial tampak dengan nyata di kota-kota, sebab kota biasanya terbuka dalam menerima pengaruh dari luar. Dari berbagai literatur di atas maka pemuda perkotaan dapat diartikan sebagai pemuda yang tinggal di daerah perkotaan dan memiliki sifat dan ciri kehidupan masyarakat kota pada umumnya.

4. Konsep Empat Pilar Kepemudaan Penelitian ini merupakan penelitian historik tetapi tetap futuristik. Artinya, tidak hanya menggambarkan dan memetakan sejarah kepemudaan Indonesia khususnya Jakarta tetapi juga menjadi landasan dalam pengembangan kapasitas kepemudaan untuk beberapa tahun kedepan. Kapasitas pemuda sebagai agen perubahan dapat dibangun dengan nilai dari empat pilar kepemudaan. Menurut Laksmono (2013) dalam tulisan ilmiah yang berjudul Agenda Pemuda dalam Transisi : Tinjauan Empat Pilar Pengembangan Karakter, dituliskan bahwa : 1) Pilar Identifikasi Kebangsaan (Nationalism) Pergesaran makna bangsa menjadi bentuk kebangsaan mulai dipakai untuk menujukkan sebuah kesatuan kultural (cultural unity) dan kedaulatan politik (political unity) dari suatu bangsa. Kesatuan kultural dan kedaulatan politik merupakan dua kata kunci yang penting untuk memahami kebangsaan. Kebangsaan dalam pengertian kedaulatan kultural atau cultural unity akan berbicara mengenai semangat kebangsaan yang timbul dalam diri sekelompok suku atau masyarakat karena mereka memiliki kesamaan kultur atau budaya. Pengertian kedua adalah bangsa dalam arti kedaulatan politik. Berdasarkan pengertian ini, political unity suatu kelompok masyarakat menentukan sikap politik mereka atas dasar nasionalisme, entah nasionalisme kultural atau nasionalisme politik untuk memperjuangkan terbentuknya sebuah negara yang independen. Itu berarti baik kelompok masyarakat yang memiliki kesamaan kultur maupun yang multi kultur dapat memiliki nasionalisme dalam artian kedaulatan politik ini. Menurut pengertian ini, Indonesia termasuk yang memiliki nasionalisme dalam arti kedaulatan politik. Demikian pula halnya dengan negara- negara lain yang memiliki keragaman kultur. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa identifikasi kebangsaan terdiri atas dua unsur, yaitu kondisi atau kondisi-kondisi obyektif tertentu dan unsur emosi yang bersifat subyektif. Bahasa, agama, tradisi dan sejarah serta letak geografis adalah kondisi-kondisi obyektif yang mungkin mendorong lahirnya identitas kebangsaan. Sedang unsur subyektif dari kebangsaan adalah kehendak dan tujuan untuk membentuk negara. Kebangsaan sebagai landasan sikap untuk menjadikan kesejahteraan seluruh warga bangsa sebagai acuan utama dalam berpikir, memilih, dan menentukan kebijakan maupun dalam bertindak bagi setiap warga bangsa dan lembaga-lembaga kenegaraan maupun kemasyarakatan tetap diperlukan saat ini. Sebab, hanya dengan itulah cita-cita mewujudkan kemerdekaan bangsa dalam artian yang luas dapat kita wujudkan setahap demi setahap.

2) Pilar Diplomasi dan Hubungan Global (Diplomacy and Global Partnership) Era ini ditandai adanya perubahan paradigma: peran masyarakat menguat, sementara peran negara berkurang. Perubahan itu juga terjadi di ranah diplomasi. Globalisasi membuka ruang keterlibatan publik dalam diplomasi. Diplomasi bukan lagi melulu urusan pemerintah. Hubungan internasional tidak lagi semata- mata dipandang sebagai hubungan antarnegara, tapi juga meliputi hubungan antar masyarakat internasional (Susetyo, 2008). Diplomasi tradisional (first track diplomacy) ala pemerintah kini berkembang menjadi diplomasi publik atau bisa juga disebut diplomasi informal (second track diplomacy). Isu diplomasi publik ini mengemuka karena pemerintah— jika berjalan sendirian-tidak lagi mampu secara efektif menyampaikan pesan-pesan diplomasi dalam situasi dan isu-isu yang semakin kompleks. Eksistensi pemuda sekaligus pelajar Indonesia di luar negeri sangat strategis untuk memainkan peran diplomasi publik dan kerjasamana global sebagai duta bangsa orang ke orang (person-to-person ambassador) dalam membangun opini positif guna meningkatkan manfaat hubungan Indonesia dan dunia internasional. Dengan kemampuan, keterampilan, dan pergaulannya dengan masyarakat di mana ia belajar, organisasi pelajar indonesia yang bernama perhimpunan pelajar Indonesia bisa membangun semangat kerja sama abtarbangsa dengan dasar ikatan saling menghargai, menghormati, dan memiliki. Dengan memanfaatkan jalur kampus serta langkah-langkah akademis, peran perhimpunan pelajar Indonesia sangat menguntungkan dalam menciptakan wacana yang kondusif serta mengklarifikasi pernyataan-pernyataan media yang seringkali berat sebelah. Seminar-seminar kampus serta tulisan-tulisan para pelajar yang bernilai akademis mengenai Indonesia akan sangat membantu memberikan acuan dalam kancah adu pendapat dan opini publik. Pemuda yang belajar diluar negeri bisa mengadakan kegiatan-kegiatan seminar yang melibatkan institusi pemerintah dari dua negara serta merancang kegiatan- kegiatan yang menarik bagi media, untuk menyuarakan kepentingan dan pembangunan citra Indonesia. Peran pemuda tidak hanya berdiplomasi ke luar tetapi juga ke dalam. Dengaan kapasitas dan kritisismenya, pemuda bisa memberikan masukan dan umpan balik kepada pemerintah dan masyarakat, sehingga pembangunan dan stabilitas nasional yang dinamis bisa berjalan. Ada beberapa peran diplomatik yang secara aktual dimainkan oleh pemuda dan pelajar Indonesia. Pertama pemuda dan pelajar Indonesia di luar negari berperan aktif memainkan fungsinya dalam diplomasi budaya. Keragaman budaya, tradisi, kesenian dan barang-barang kerajinan merupakan daya tarik yang dapat menunjang promosi wisata indonesia, sebagai bagian dari diplomasi budaya di luar negeri.

3) Pilar Prodiktivitas dan Kewirausahaan (Productivity and Enterpreneurship) Pemuda sebagai generasi penerus bangsa yang memiliki semangat yang besar dan kesempatan yang luas dalam mengembangkan potensi yang dimilikinya. Potensi tersebut selayakanya harus digali sebagai bentuk pengembangan diri agar dapat berkontribusi besar bagi kemajuan bangsa. Dengan berbekal kemampuan dan skill yang dimiliki oleh pemuda maka, perlu adanya upaya untuk mewadahi kemampuan tersebut supaya memiliki nilai lebih. Mengakomodir dan mewadahi potensi pemuda dapat merangsang kepekaan guna menciptakan inovasi dari hasil karya yang telah dibuat. Terkait dengan pengelolaan potensi pemuda agar memiliki produktivitas tinggi, maka pengembangan kreativitas dan inovasi terkait produk yang dihasilkan oleh pemuda harus ditompang melalui 3 komponen yaitu (1) kemampuan pribadi; (2) kesempatan dan; (3) kemampuan manejerial atau strategi.

4) Pilar Resposibility and Consumerisme Ada yang menganggap bahwa dengan semakin kuatnya pengaruh global maka semakin maju bangsa tersebut karena adanya petukaran pengetahuan, informasi dan perkembangan negaranya untuk diadopsikan ke negara lain. Begitu juga dengan perubahan perilaku masyarakat yang semakin maju akibat adanya transfer pengetahuan dari proses interaksi dengan masyrakat di negara lain. Besarnya pengaruh globalisasi di negara ini memang sepatutnya mendapatkan filter sebagai benteng untuk menjaga identitas bangsa. Menjaga identitas bukan mengharuskan menutup diri dari interaksi negara lain. Tetapi bagaimana mengutakan pengaruh bagi masyarakat khususnya generasai muda bangsa (pemuda) agar tidak kehilangan jati diri sebagai anak Indonesia. Kondisi ini perlu di perhatikan karena pemuda memiliki jiwa dan karakter yang labih dan mudah terpengaruh dengan budaya negara lain yang dapat merusak dan menghancurkan sendi-sendi karakter bangsa. Sampai saat ini dampak yang sangat nyata adalah tingginya perilaku konsumtif pemuda dan perilaku menyimpang seperti sex bebas, Narkoba, dan kegiatan patologis lainnya. Konsumerisme tidak hanya merusak generasi penerus bangsa tetapi juga memudarkan nilai-nilai kebangsaan dan ketatanegaraan. Seperti contoh maraknya perilaku korupsi pejabat negara akibat tuntutan ekonomi yang semakin tinggi. Untuk itu, tanggung jawab pemuda untuk mengembalikan perannya dalam pembangunan negara harus segera dilakukan. Tanggung jawab pemuda Indonesia di era global ini harus mereposisi pemuda menjadi sebuah gerakan yang dapat membangun civil society sebagai model penguatan identitas bangsa. Mereposisi gerakan pemuda pada saat ini cukup penting mengingat pengaruh budaya barat yang menghancurkan moral pemuda semakin besar. Selain itu reposisi gerakan pemuda menjadi sebuah embrio kemunculan pemuda menjadi pemimpin daerah yang merupakan bagian dari semangat otonomi daerah.

1.6. Metodologi Penelitian 1. Jenis dan Pendekatan Penelitian Penelitian ini berupaya menggambarkan secara rinci mengenai pemuda perkotaan, bukan hanya mengenai permasalahan pemuda, tetapi juga perjalanan sejarah kepemudaan dalam rentang waktu perjalanan sejarahnya terutama pemuda di Jakarta dikaitkan dengan empat pilar kepemudaan. Dengan demikian, secara spesifik penelitian ini berupaya menjelaskan bagaimana sejarah pemuda perkotaan berdasarkan semangat zaman dikaitkan dengan nasionalisme, globalisasi dan diplomasi, kewirausahaan dan responsible consumer. Metode yang dipilih dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Hal ini disebabkan karena pendekatan kualitatif bersifat lebih sistematis, dan menjelaskan fakta sosial yang ada dalam masyarakat khususnya kajian sejarah mengenai kepemudaan. Pendekatan kualitatif memiliki kelebihan dalam upaya untuk memahami lebih dalam, kelenturan dalam penelitian sesuai dengan temuan yang ditemukan di lapangan dan hemat dalam kategori pengeluaran penelitian (Rubin & Babbie, 2010). Sedangkan menurut Kirk dan Miller (1986) mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif bersifat pluralistik yang terdiri dari berbagai macam pendekatan, termasuk fenomenologi, semiotik, etnografi, sejarah hidup dan historical research. Berdasarkan definisi di atas, penelitian deskriptif ini mencoba menggambarkan secara spesifik detail dari situasi, seting sosial, atau suatu hubungan. Deskriptif berusaha menjelaskan pertanyaan berupa bagaimana dan siapa. Penelitian ini bermaksud untuk menjelaskan, dan menganalisis sejarah pemuda perkotaan dalam konteks empat pilar kepemudaan. Penelitian ini menggambarkan (mendiskripsikan) fakta atas kejadian atau hal khusus yang terjadi di lapangan secara sistematis, faktual dan akurat dalam sebuah kelompok usia, menyajikan informasi dasar, menciptakan seperangkat kategori dan menjelaskan tahapan-tahapan atau seperangkat tatanan. Konseptualisasi proses tersebut kemudian dituangkan menjadi suatu metode penelitian lengkap dengan pola analisis observasi serta pengumpulan data yang diperlukan untuk melukiskan fenomena tersebut. Oleh karenanya metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif.

2. Lokasi Penelitian dan Waktu Pengumpulan Data Dalam upaya memperoleh informasi yang akurat serta memudahkan berjalannya penelitian mengenai sejarah pemuda perkotaan, yang secara khusus mengambarkan kondisi pemuda perkotaan dilihat dari segi sejarah perkembangannya dikaitkan dengan empat pilar kepemudaan. Maka lokasi penelitian ini dilakukan di DKI Jakarta, yakni di 5 wilayah kota administrasi DKI Jakarta antara lain Jakarta Pusat, Jakarta Barat, Jakarta Selatan, Jakarta Timur dan Jakarta Utara. Lokasi tersebut menjadi pilihan karena merupakan basis pemuda Jakarta yang dapat mewakili pemuda kota Jakata, serta mayoritas merupakan titik pusat pergerakan pemuda perkotaan. Waktu kerja dari kajian dan penelitian ini membutuhkan waktu kurang lebih 10 bulan yang meliputi dua lingkup utama yaitu kajian & penelitian, dan sosialisasi.

Tabel 1.2 Timeline Kerja Bulan No Kegiatan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 Studi Literatur 2 Pengumpulan Data Sekunder 3 Pembuatan Kuesioner 4 Uji Validitas & Reliabilitas 5 Pembuatan Laporan Pendahuluan 6 Pengumpulan Data primer (Poling) Wawancara dengan Organisasi 7 Kepemudaan 8 Focus Group Discussion 9 Entry dan Pengolahan Data 10 Analisis Data 11 Penyelesaian Draft Laporan Akhir 12 Seminar Hasil Penelitian 13 Laporan Akhir Sumber : olahan penelitian

3. Pemilihan Informan Informan yang dipilih dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : ü Pemuda yang berdomisili di DKI Jakarta, dan sebagian besar aktifitasnya berada di Jakarta. ü Pemuda yang menjadi pengurus di organisasi kepemudaan di DKI Jakarta. Antara lain yaitu ketegori OK yang menjadi informan berasal dari organisasi kepemudaan berlandaskan hukum/politik : HMI, KNPI, PCMI. OK yang berlandaskan hobi : suporter Jakmania, Indonesia running. OK yang berdasarkan sosial/kemasyarakatan : karangtaruna, HIPMI, Gannas. OK yang berlandaskan agama : OMK. OK yang berlandaskan gerakan kemahasiswaan : BEM, AIESEC. OK yang berlandaskan kerelawanan : PMR, Pramuka. ü Sejarahwan dan praktisi yang mendalamidi bidang kepemudaan dan sejarah kepemudaan di Kota Jakarta. Informan yang dipilih adalah informan yang mengetahui secara akurat mengenai kondisi pemuda di Jakarta dan juga mengenai sejarah pemuda perkotaan khususnya di DKI Jakarta. Sementara untuk informan yang ada di dalam organisasi kepemudaan adalah informan yang sedang aktif atau tengah menjabat sebagai pengurus di organisasinya masing-masing. Hal ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana persepsi dan pendapat organisasi kepemudaan atas kondisi kepemudaan saat ini dilihat dari semangat zaman setiap periodenya, yang akan menjadi gambaran untuk menjawab pertanyaan penelitian ini. Berdasarkan alasan tersebut, maka theoritical sampling (Neuman, 2006) yang dilakukan adalah sebagai berikut :

Tabel 1.2 Tabel informan Informan Informasi Teknik Jumlah Pemuda di Persepsi terhadap kota Jakarta dan permasalahannya Poling 2000 DKI Jakarta Pandangan pemuda terhadap kondisi dan orang (sekolah dan permasalahan pemuda di perkotaan kampus) Pandangan pemuda terhadap empat pilar kepemudaan (nasionalisme, globalisasi dan diplomasi, kewirausahaan, dan responsible consumer) Persiapan yang dilakukan pemuda untuk mengatasi Informan Informasi Teknik Jumlah permasalahan kepemudaan dan harapan pemuda atas kondisi kedepan mengenai pemuda Pemuda di Permasalahan kepemudaan secara umum khususnya Wawancara 20 orang Organisasi di perkotaan mendalam Kepemudaan Kondisi kepemudaan dilihat dari semangat zaman dan studi DKI Jakarta setiap periodenya dokumentasi Partisipasi pemuda dalam mengatasi permaslahan Pandangan terhadap pemuda secara umum dengan pemuda yang ada dalam organisasi kepemudaan terhadap empat pilar kepemudaan Kebijakan mengenai kepemudaan baik di tingkat daerah maupun tingkat nasional Sejarahwan Sejarah perkembangan kepemudaan di Indonesia Wawancara 3 orang dan praktisi dan kota Jakarta mendalam kepemudaan Kebijakan pemerintah daerah terhadap dan studi perkembangan sejarah kepemudaan di Jakarta dokumentasi Empat pilar kepemudaan yang berkaitan dengan kebijakan Sumber : Olahan Penelitian Metode yang digunakan dalam pemilihan informan adalah teknik purposive sampling. Purposive sampling is a valueable kind of sampling for special situation. A non random sample in which the researcher uses a wide range of methods to locate all possible cases of a highly specific and dificult-to- reach-population (Purposive sampling adalah jenis sampling untuk situasi khusus. Sebuah sampel non acak di mana peneliti menggunakan berbagai metode untuk mencari semua kemungkinan kasus dari populasi yang sangat spesifik dan sulit dijangkau) (Neuman, 2006:222). Berdasarkan karakteristik pemilihan informan, maka penelitian ini hanya memilih informan dalam jumlah terbatas dan relatif tidak banyak, tetapi dinilai mampu memberikan informasi langsung dan mendalam sesuai dengan fokus dan topik penelitian. Sedangkan untuk sasaran poling (survey) dari penelitian ini adalah : Sampling Pemuda di Sekolah yang berada di Jakarta Wlayah SMA Negeri SMA Swasta Jakarta selatan SMA N 28 SMA Al Azhar 1 Jakarta Timur SMA N39 - Jakarta Pusat SMA N68 Sancta Ursula Jakarta Utara SMA N 13, SMA N 80, SMA N 75 SMA Diponegoro 1 Jakarta Barat SMA N 78 SMA K 3 Penabur

Sampling Pemuda di Kampus yang berada di Jakarta Wilayah Nama Perguruan Tinggi Jakarta selatan Universitas Pancasila Universitas Al-Azhar Jakarta Timur Universitas Negeri Jakarta - Jakarta Pusat Universitas Indonesia YAI, Canisius College Jakarta Utara - Universitas Atma Jaya Jakarta Barat Universitas Bina Nusantara (binus) universitas Trisakti

Tehnik penarikan sampel yang digunakan untuk metode survey ini adalah multiple stage sampling dimana dilakukan dengan beberapa teknik berjenjang. Pertama menggunakan purposive sampling, kedua adalah cluster sampling area yakni berdasarkan dasar geografis area yang terpilih. Ketiga Probability proportionate to size (PPS) is An adjustment made in cluster sampling when the each cluster does not have the same number of sampling elements (adalah teknik pengambilan sampling yang dilakukan berdasarkan kelompok tertentu dimana setiap cluster tidak memiliki jumlah yang sama). (Neuman, 2006)

4. Pengumpulan Data Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan melalui berberapa cara yakni dokumentasi, wawancara mendalam, dan survey menggunakan poling. Dokumentasi yakni teknik pengumpulan data dan informasi melalui pencarian dan penemuan bukti-bukti. (Afifidin, 2009). Sumber data skunder berupa data- data yang dikumpulkan dari bahan-bahan informasi dan dokumen lainnya yang ada di arsip sejarah. Alasannya adalah untuk melengkapi informasi yang dikumpulkan melalui wawancara mendalam. Pada penelitian ini pengumpulan data juga dilakukan melalui in depth- interview atau wawancara mendalam dan pengumpulan data dengan menggunakan sumber data skunder. Taylor dan Bogdan mendefinisikan In depth-interview are repeated face-to-face encounters between the researcher and informants directed toward understanding informants perspectives on their lives, experiences or situations as expressed in their own words (wawancara mendalam adalah pertemuan langsung yang dilakukan berulang-ulang antara peneliti dengan informan yang diarahkan ke arah pemahaman perspektif informan atas kehidupan mereka, pengalaman atau situasi sebagai ekspresi dari kata-kata mereka sendiri). (Minichiello, 1996) Wawancara mendalam adalah metode pengambilan data dengan cara menanyakan sesuatu kepada sesorang yang menjadi informan atau responden (Afifidin, 2009). Berdasarkan pengerian tersebut maka pengumpulan data melalui wawancara tidak hanya dapat mengali informasi mengenai kondisi dan permalahan pemuda perkotaan dikaitkan dengan empat pilar kepemudaan, tetapi juga mengenai perkembangan apa yang ada dalam diri informan. Dengan wawancara, pertanyaan yang ditujukan kepada informan dapat mencakup hal-hal yang bersifat lintas waktu yang terkait masa lampau, masa sekarang maupun masa yang akan datang. Wawancara mendalam dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan langsung kepada informan dan pihak-pihak yang kompeten sehubungan dengan permasalahan yang diangkat. Pada penelitian ini, informan yang diwawancarai secara mendalam meliputi para pemuda di organisasi kepemudaan, sejarahwan, dan pemangku kepentingan seperti Dispora. Pertanyaan yang diajukan mengacu pada pedoman wawancara yang telah dirancang untuk setiap informan. Pengajuan pertanyaan disesuaikan dengan karakteristik setiap informan. Selain itu untuk menunjang kualitas penelitian dilakukan juga pengambilan data dengan menggunakan metode survey sederhana menggunakan angket (poling). Poling ditunjukkan kepada pemuda yang berada di sekolah dan universitas yang berada di DKI Jakarta. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data melalui penyebaran kuesioner. Dalam metode survei pengumpulan yang dominan adalah dengan menggunakan angket atau kuesioner. Kuesioner merupakan suatu teknik terstruktur dalam pengumpulan data yang terdiri atas sejumlah pertanyaan tertulis untuk mendapatkan pandangan atas pendapat dari responden.

5. Pendalaman Data Lincold dan Guba (Faisal, 1990) mengatakan bahwa setidaknya terdapat 4 (empat) type standar khusus yang diperlukan untuk memenuhi karakteristik penelitian kualitatif. Standar khusus tersebut pada dasarnya dibutuhkan untuk menjamin kepercayaan atau kebenaran hasil penelitian, antara lain : kredibilitas, transferbilitas, dependabilitas dan konfirmabilitas. Untuk meningkatkan hasil penelitian kredibilitas maka dilakukan triangulation yaitu melakukan triangulasi sumber data, sehingga kebenaran data yang diperoleh dari sumber dapat diperiksa kebenarannya dengan melakukan pemeriksaan dengan sumber lainnya. Hal ini antara lain dilakukan dengan cara melakukan wawancara mendalam dengan informan-informan pendukung yang terkait dengan informan utama, sehingga mendapatkan kebenaran data yang dapat dipertanggung jawabkan sebagai sebuah data yang tepat. Untuk memenuhi standar dependabilitas maka dilakukan pemeriksaan dan penilaian atas ”salah-benar”nya dalam mengkonseptualisasikan apa yang diteliti. Hal tersebut dapat dilakukan selama melakukan proses pengumpulan data, melakukan interpretasi temuan dan melaporkan hasil penelitian. Adapun hal ini dilakukan sebagai sebuah proses untuk memperkaya diskripsi tentang latar belakang ataupun konteks dari fokus penelitian tersebut karena berlatar tentang sejarah. Untuk memenuhi standar konfirmabilitas maka dilakukan review terhadap seluruh aktifitas penelitan (sebagaimana yang tercatat dan terekam seluruh catatan penelitian, baik dalam catatan lapangan, dokumen, arsip) serta mutu hasil penelitian dengan memperhatikan dukungan atas catatan atau rekaman hasil data yang telah diperoleh di lapangan. Merupakan bentuk penelitian sosial yang mengacu pada metode yang sistematis berdasarkan ilmu pengetahuan. Untuk itu pula maka Neuman mengatakan bahwa seorang peneliti harus bersikap netral. Oleh karenanya yang harus dilakukan oleh seorang peneliti adalah sikap ketegasan dalam menentukan sebuah ide ataupun sebuah sudut pandang tertentu. (Neuman, 2006). Hal ini dilakukan untuk dapat menunjukukan tingkat kenetralan dari seorang peneliti.

6. Analisis Data Menurut Neuman (2000) analisis penelitian kualitatif bersifat induktif. Analisis induktif pada penelitian kualitatif dapat digunakan untuk melihat pola atau hubungan dari data yang dikumpulkan. Namun demikian, analisis kualitatif ini tidak dapat menggambarkan secara luas berdasarkan data statistik dan matematika. Proses analisa pada penelitian ini dimulai dengan menelaah data yang diperoleh di lapangan dari berbagai macam sumber atau informasi, baik melalui survey (poling), wawancara, maupun dokumentasi yang telah terkumpul. Seluruh data-data yang telah tersedia tersebut terlebih dahulu dibaca, dipelajari dan ditelaah, kemudian dilakukan analisa baik verbal maupun non verbal sehingga dapat ditemukan topik, kata kunci dan alur kontekstual yang menjelaskan apa yang sebenarnya berada dibalik fenomena atau ucapan yang telah disampaikan. Adapun rincian proses tersebut adalah sebagai berikut : 1. Sort and Classify Data (Pengelompokan dan pengorganisasian data) Seluruh data yang telah dikumpulkan, merupakan data mentah yang jumlahnya sangat banyak yang terdiri atas catatan-catatan temuan lapangan, rekaman-rekaman, baik suara maupun gambar, dokumen-dokumen pendukung dan sebagainya. Data-data yang telah terkumpul tersebut kemudian disusun dan diseleksi berdasarkan kebutuhan fokus penelitian, menjadi transkrip wawancara, dan grafik hasil poling.

2. Coding Data Proses yang dilakukan pada tahapan pengelolaan data, antara lain open coding, yaitu mereview data, menyatukan dan memformulasikan kategori serta mengorganisasikannya menjadi kategori yang sama atau dikodekan dalam kelompok yang sama yang disebut dengan axial coding dan kemudian dilakukan selective coding yaitu menyeleksi dan serta melakukan proses penghubungan informasi dan data yang diperoleh dari proses non interview.

3. Interpret and Elaborate Langkah ini adalah melakukan interpretasi atas data yang telah disusun serta diorganisasikan sesuai dengan fokus penelitian. Adapun dalam menginterpretasikan data ini termasuk juga untuk mencari hubungan, persamaan ataupun simpulan yang muncul sejalan dengan semakin banyaknya dukungan data yang diperoleh. Termasuk didalam proses ini pula, adalah mengidetifikasi pola-pola, kecenderungan dan penjelasan yang dibutuhkan kemudian ditafsirkan sesuai dengan pola-pola temuan lapangan.

1.7. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : BAB 1 Pendahuluan Dalam bab ini dibahas tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, metodologi penelitian, serta sistematika penulisan.

BAB 2 Pemuda : Pilar Identifikasi Kebangsaan (Nationalism) Dalam Bab II adalah uraian

BAB 3 Pemuda : Pilar Diplomasi dan Hubungan Global (Diplomacy and Global Partnership) Dalam bab ini dijelaskan

BAB 4 Pemuda : Pilar Prodiktivitas dan Kewirausahaan (Productivity and Enterpreneurship) Berisi uraian tentang

BAB 5 Pemuda : Pilar Resposibility and Consumerisme Merupakan bab yang mendiskripsikan

BAB 6 Penutup Bab ini adalah bab yang berisi tentang kesimpulan dari seluruh hasil penelitian yang akan mendiskripsikan tentang sejarah pemuda perkotaan di DKI Jakarta yang dianalisis berdasarkan empat pilar kepemudaan melalui sejarah perkembangan dan semangat zaman pemuda perkotaan di setiap periodenya. Bab ini juga berisi rekomendasi yang dapat diberikan sebagai sebuah pengembangan keilmuan dan juga pembuat kebijakan kepemudaan.

DAFTAR PUSTAKA

Buku : Afifidin dan Saebeni, Beni Ahmad. 2009. Metode penelitian kualitatif. Pustaka Setia : Bandung. Afrina, Eka. 2014. Strategi intervensi sosial dalam pengembangan potensi pemuda di Purna Caraka Muda Indonesia (PCMI) DKI Jakarta. Universitas Indonesia : Depok. Erlangga, Masdiana, dkk. 2008. Peran generasi muda dalam ketahanan nasional. Jakarta : Kementerian Pemuda dan Olahraga. Faisal, Sanapiah. (1990). Penelitian Kualitatif, Dasar-dasar dan aplikasi, YA 3 Malang. Kemenegpora. 2009. Dialog pemuda dalam membangun bangsa : meningkatkan kompetensi dan daya saing pemuda dalam menghadapi krisis global. Kemenegpora : Jakarta. Kirk, J. & M. L. Miller. 1986. Reliability and validity in qualitative research (vol. 1). Newbury Park, CA : Sage Publications. Laksmono, Bambang S. 2013. Pemikiran Pembangunan Kepemudaan Indonesia. Laksmono, Bambang S. 2013. Agenda Pemuda dalam Transisi : Tinjauan Empat Pilar Pengembangan Karakter. Dipresntasikan dalam seminar National University of Singapore Students Union (NUSSU), 7 Desember 2013 Minichiello, Victor. 1996. In-depth interviewing : Researching people (the first edition). Wesley Longman : Australia. Muhsin, Mumuh. 2012. Bunga rampai rona-rona sejarah dan budaya. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Balai Pelestarian Nilai Budaya : Bandung. Neuman, W. Lawrence. 2006. Social research method : Qualitative and quantitative approach six edition. Person International Edition. Rubin, Allen and Babbie, Earl R. 2008. Research methods for social work sixth edition. Thomson Brooks : USA. Soeparmo. 2012. Refleksi Pers kepala daerah Jakarta 1945 - 2012. Badan Kerjasama Kesenian Indonesia. Soekanto, Soerjono. 1994. Sosiologi suatu pengantar. PT. RajaGrafindo Persada : Jakarta. Waryoko, B. S. 2009. Strategi pemberdayaan pemuda indonesia: (Studi kasus pemuda di organisasi kemasyarakatan pemuda (OKP) di propinsi DKI Jakarta). Universitas Indonesia : Depok.

Website : Bappenas. www.datastatistik-indonesia.com. data statistik kependudukan indonesia. Diunduh pada tanggal 31 Januari 2014. Bem UI. 2014. Sejarah BEM UI milik rakyat Indonesia. http://bem.ui.ac.id/visi/sejarah/. Diunduh pada tanggal 22 Januari 2014. BPS Prov. DKI Jakarta. 2013. Jakarta Dalam Angka http://jakarta.bps.go.id/flip/jda2013/ . diunduh pada 31 Januari 2014. Detikforum.com. http://forum.detik.com/foto-foto-jakarta-dan-sekitarnya-tempo-dulu- posting-aja-kesini-t19743p50.html . Diunduh pada 7 Februaruari 2014 Jakarta.co.id. http://www.jakarta.go.id/web/encyclopedia/detail/390/Daan-Jahja. diunduh pada 8 Februari 2014 Infolite.com http://infolite-infolite.blogspot.com/2011/07/gubernur-dki-dari-masa-ke- masa.html. Diunduh pada 7 Februari 2014 KBBI. Definisi modern. Kamus bahasa Indonesia Online : www.KamusBahasaIndonesia.org. diakses pada Januari 2014. Kemen PU. http://www.penataanruang.net/taru/nspm/buku/metropolitan/Bab2.pdf. Diunduh pada 31 Januari 2014. Kompasnia. http://media.kompasiana.com/buku/2012/04/06/nilai-nilai-sejarah- pergerakan-pemuda-indonesia-452168.html. Diunduh pada 31 Januari 2014. Merdeka.com. http://m.merdeka.com/peristiwa/jejak-langkah-dan-karya-13-gubernur- jakarta.html. Diunduh pada 31 Januari 2014 Merdeka.com. http://www.merdeka.com/peristiwa/kisah-tjokropranolo-menghapus- oplet-dari-jakarta.html. Diunduh pada 8 Februari 2014 Mostlyjakarta.com.http%3A%2F%2Fmostlyjakarta.com%2Fwpcontent%2Fuploads%2F 2011%2F04%2FTaman-Ismail-Marzuki- jakarta.jpg&w=1280&h=853&ei=74oJU5GeNcS3rgek4oCIBQ&zoom=1&ved=0 CfohBwwAQ&iact=rc&dur=998&page=1&start=0&ndsp=15. Diunduh pada 8 Februari 2014 Newhistoria.com. http://newshistoria.blogspot.com/2012/07/letkol-daan-jahja.html. diunduh pada tanggal 7 Februari 2014 Scribd.com. http://www.scribd.com/doc/39458879/Gubernur-Dan-Walikota-DKI- Jakarta. Diunduh pada 31 Januari 2014 Viruspintar.com. http://viruspintar.blogspot.com%2F2012%2F06%2Ffoto-kendaraan- jadul-jakarta-tempo-dulu.html&docid. Diunduh pada 7 Februari 2014 Kandar, Adhyzal. 2010. Masyarakat tradisional dan masyarakat modern. Dipublikasikan di http://id.shvoong.com/social-sciences/1997485-masyarakat- tradisional-dan-masyarakat-modern/ diakses pada Januari 2014

Peraturan dan Perundang-Undangan Undang-undanga. (2011). Undang-undang Republik Indonesia nomor 40 tahun 2009 tentang kepemudaan. Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia : Jakarta.