PERBANDINGAN KATANA DENGAN GOLOK BERDASARKAN SEGI KEARIFAN BUDAYA LOKAL
JIMOTO BUNKA NO CHIE NI MOTODZUITA KATANA TO MACHETE
NO HIKAKU
KERTAS KARYA
DIKERJAKAN
O
L
E
H
HALONA E G NABABAN NIM :142203036
PROGRAM STUDI D-III BAHASA JEPANG FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2019
Universitas Sumatera Utara PERBANDINGAN KATANA DENGAN GOLOK BERDASARKAN SEGI KEARIFAN BUDAYA LOKAL Kertas karya ini diajukan kepada Panitia Ujian Program Pendidikan Non Gelar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, untuk melengkapi salah satu syarat Ujian Diploma III Program Studi Bahasa Jepang
Dikerjakan
OLEH :
HALONA E G NABABAN NIM : 142203036
PEMBIMBING
Nelvita, S.S, M.Hum NIP 198411032015042001
PROGRAM STUDI D-III BAHASA JEPANG FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2019
Universitas Sumatera Utara PENGESAHAN
Diterima Oleh :
Panitia Ujian Pendidikan Non-Gelar Sastra dan Budaya Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan, untuk melengkapi salah satu syarat ujian Diploma III dalam bidang Studi Bahasa Jepang.
Pada :
Tanggal :
Hari :
Program Studi D-III Bahasa Jepang
Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Sumatera Utara
Dekan,
Dr. Budi Agustono, M. S NIP : 196008051987031001
Panitia Tugas Akhir :
No Nama Tanda Tangan
1. Nelvita, S.S., M. Hum ( )
2. Zulnaidi, S.S., M. Hum ( )
3. Veryani Guniesti, S.S., M. Hum ( )
Universitas Sumatera Utara Disetujui oleh :
Program Diploma Sastra dan Budaya Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan
Program Studi D III Bahasa Jepang Ketua Program Studi
Dr. Diah Syafitri Handayani, M. Litt NIP. 197212281990032001
Universitas Sumatera Utara KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus, karena berkat kasih-Nya yang berlimpah penulis dapat menyelesaikan kertas karya ini sebagai syarat untuk memenuhi ujian akhir Diploma III Program Studi Bahasa Jepang
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara. Kertas Karya ini berjudul
“PERBANDINGAN PEDANG KATANA JEPANG DENGAN SENJATA
TRADISIONAL BETAWI GOLOK BERDASARKAN SEGI KEARIFAN
BUDAYA LOKAL”.
Dalam hal ini penulis menyadari bahwa apa yang telah tertulis dalam
Kertas Karya ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari segi materi dan pembahasan masalah. Demi kesempurnaan, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari para pembaca untuk kearah perbaikan.
Dalam Kertas Karya ini penulis telah banyak menerima bantuan dari berbagai pihak yang cukup bernilai harganya. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Dr. Budi Agustono M.S selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Dr. Diah Syahfitri Handayani,M. Litt, selaku Ketua Jurusan
Program Studi Diploma III Bahasa Jepang Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Sumatera Utara.
i
Universitas Sumatera Utara 3. Bapak Zulnaidi,S.S, M.Hum, selaku Sekretaris Jurusan Program Studi
D III Bahasa Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera
Utara.
4. Ibu Nelvita, S.S, M.Hum, selaku dosen pembimbing yang telah
bersedia untuk meluangkan waktu, tenaga, pikiran dan masukan untuk
membimbing dan memberikan arahan kepada penulis, sehingga dapat
menyelesaikan kertas karya ini.
5. Seluruh staf pengajar dalam Jurusan Bahasa Jepang Fakultas Ilmu
Budaya Universitas Sumatera Utara yang selama ini telah memberikan
pembelajaran dan pengetahuan untuk penulis. Terimakasih untuk ilmu
yang telah diajarkan kepada penulis selama masa perkuliahan.
6. Kepada kedua Orangtua penulis yakni Ayahanda Henri Tua
Parlindungan Nababan, SE dan Ibunda St. Hasnah Junita br
Napitupulu, SH yang telah membesarkan dan mendidik penulis sedari
kecil hingga sampai sekarang, serta dukungan baik doa, materi dan
kasih sayang yang begitu besar kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan kertas karya ini dengan baik. Kedua adik penulis
Christian Nababan dan Martha Monalisa Nababan yang sudah
memberikan dukungan dan doa.
7. Semua teman-teman di D-3 Bahasa Jepang Fakultas Ilmu Budaya
USU.
ii
Universitas Sumatera Utara 8. Untuk sahabat penulis Intan Puspasari Lubis yang telah banyak
membantu penulis serta memberi semangat dalam penyusunan kertas
karya ini.
9. Semua pihak terkait yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu
yang telah memberi motivasi dan arahan yang baik kepada penulis
dalam pengerjaan karya tulis ini.
Akhir kata penulis ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu. Penulis menyadari Kertas Karya ini jauh dari kata sempurna, karena itu penulis mohon maaf untuk segala kekurangan dalam Kertas Karya ini. Segala kritik dan saran yang membangun, akan penulis terima dengan besar hati. Penulis berharap Kertas Karya ini berguna bagi banyak pihak terutama untuk pengembangan ilmu pengetahuan.
Medan, Oktober2019
Halona E G Nababan NIM : 142203036
iii
Universitas Sumatera Utara DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...... i DAFTAR ISI ...... iv BAB I PENDAHULUAN ...... 1 1.1 Alasan Pemilihan Judul ...... 3 1. Tujuan Penulisan ...... 3 1.3 Batasan Masalah ...... 3 1.4 Metode Penulisan ...... 3 BAB II GAMBARAN UMUM ...... 4 2.1 Sejarah Asal Usul Pedang ...... 4 2.2 Senjata Tradisional Jepang ...... 8 2.3 Senjata Tradisional Betawi ...... 11 BAB III PERBANDINGAN PEDANG KATANA JEPANG DENGAN SENJATA TRADISIONAL BETAWI GOLOK ...... 15 3.1 Katana ...... 15 3.1.1 Bentuk Katana...... 17 3.1.2 Bahan Katana...... 17 3.1.3 Cara Membuat Katana ...... 18 3.2 Golok ...... 20 3.2.1 Bentuk Golok ...... 21 3.2.2 Bahan Golok ...... 22 3.2.3 Cara Membuat Golok...... 22 3.3 Persamaan dan Perbedaan Katana dan Golok ...... 23 BAB IV PENUTUP ...... 25 4.1 Kesimpulan ...... 25 4.2 Saran ...... 25 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN ABSTRAK
iv
Universitas Sumatera Utara BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Alasan Pemilihan Judul
Manusia adalah makhluk sosial yang dalam kesehariannya berinteraksi dengan sesamanya untuk menghasilkan apa yang disebut dengan peradaban.
Semenjak terciptanya peradaban dan seiring berkembangnya peradaban tersebut, melahirkan berbagai macam bentuk kebudayaan dan menghasilkan suatu karya, dimana karya tersebut bertujuan untuk membantu peradaban dalam hal kehidupan sosial maupun bekerja.
Ahli antropologi Cateora mengemukakan salah satu komponen kebudayaan merupakan kebudayaan material yang mengacu pada semua ciptaan masyarakat yang nyata dan konkret. Hal ini berarti kebudayaan selalu berubah dan menyesuaikan diri dengan masyarakat sesuai kebutuhan situasi pada zamannya.
Negara Jepang adalah salah satu negara yang sangat menjunjung tinggi dan sangat mempertahankan tradisi yang beraneka ragam sebagai warisan kebudayaan leluhurnya. Meskipun saat ini modernisasi di Jepang terus berkembang, namun sisi tradisional dan sesuatu yang telah menjadi sejarah, masyarakat Jepang masih sangat menjaga dan melestarikan kebudayaan mereka sampai sekarang.
Senjata sebagai hasil karya suatu kebudayaan yang tidak pernah lepas dari pola hidup masyarakat suatu bangsa baik itu dalam hal nilai, fungsi maupun makna. Setiap negara atau daerah pada umumnya memiliki berbagai macam pedang yang memiliki nilai fungsional, namun juga nilai artistik yang membawa
1
Universitas Sumatera Utara kebanggaan tersendiri bagi pemegangnya. Akan tetapi, keberadaan pedang itu banyak yang belum dikenal dalam skala nasional maupun internasional. Padahal, berbagai pedang dari setiap negara atau daerah berpotensi untuk dikembangkan dan dikomersialisasikan. Apalagi upaya pengembangan dan komersialisasi itu juga dinilai penting, karena terbukti bisa menyerap tenaga kerja dan menjadi sumber ekonomi bagi masyarakat di setiap negara atau daerah.
Pedang di Jepang merupakan salah satu hasil karya yang sampai sekarang masih sangat berkembang dan masih sangat penting terutama bagi seorang samurai. Pedang Jepang yang masih digunakan yaitu katana. Katana adalah pedang yang sering ditemui dan dikembangkan sebagai bagian pendukung dalam seni bela diri. Katana juga merupakan simbol kehormatan bagi seorang samurai.
Pepatah mengatakan bahwa “bangsa yang maju adalah bangsa yang menghargai dan melestarikan sejarah dan budayanya”, untuk itu mulai dari sekarang masyarakat harus mengenali dan melestarikan budaya bangsa, agar menjadi kekayaan dan aset yang bernilai.
Indonesia juga memiliki senjata tradisional. Golok adalah senjata yang berasal dari Betawi. Golok adalah sejenis parang yang dikenal banyak orang sebagai peralatan yang berguna dalam kehidupan sehari-hari. Bukan hanya itu saja, golok juga berperan sebagai senjata yang dipergunakan dalam seni bela diri yaitu silat.
Katana dan Golok merupakan pedang atau senjata yang biasa digunakan dalam seni bela diri. Dari latar belakang jenis yang sama dengan tempat atau
2
Universitas Sumatera Utara negara yang berbeda, penulis sangat tertarik untuk membahas perbandingan dari keduanya.
Maka dari itu penulis mengangkat judul “Perbandingan Katana dengan
Golok Berdasarkan Segi Kearifan Budaya Lokal”.
1.2 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan kertas karya ini adalah untuk menjelaskan perbandingan pedang katana Jepang dengan senjata tradisional Betawi golok berdasarkan segi kearifan budaya lokal.
1.3 Batasan Masalah
Untuk mengetahui perbandingan antara katana dan golok, penulis memfokuskan pembahasan berdasarkan segi kearifan budaya lokal dilihat dari jenis, bentuk, dan fungsinya yang digunakan di Jepang dan Indonesia.
1.4 Metode Penulisan
Dalam metode penulisan kertas karya ini, penulis menggunakan metode studi kepustakaan yaitu metode mengumpulkan data atau informasi dengan cara membaca buku atau referensi yang berkaitan dengan perbandingan katana dengan golok berdasarkan segi kearifan budaya lokal. Selain menggunakan metode studi kepustakaan, penulis juga menggunakan berbagai sumber data yang diambil dari media online untuk membantu melengkapi penulisan kertas karya ini.
3
Universitas Sumatera Utara BAB II
GAMBARAN UMUM
2.1. Sejarah dan Asal Usul Pedang
Pedang adalah sejenis senjata tajam yang memiliki bilah panjang. Pedang dapat memiliki dua sisi tajam atau hanya satu sisi tajam saja. Di beberapa kebudayaan jika dibandingkan dengan senjata lainnya, pedang memiliki prestise paling tinggi.
Pedang sendiri mulai dikenal manusia pada zaman perunggu. Di mana pembuatan mata pisau metal yang cukup panjang dapat dilaksanakan. Pada awalnya pedang-pedang itu terbuat dari besi, tetapi ketika para pembuat besi mulai dapat memperhitungkan kandungan karbon di dalamnya, maka mulailah pedang dibuat dari baja.
Pada abad ke-17 di Jepang, pedang muncul ketika menjadi simbol status bagi samurai. Sekalipun pedang tidak semahal baju zirah ataupun seekor kuda, tetapi pedang menjadi salah satu benda yang sangat berharga.
Pada abad ke-18, pedang memegang peranan penting dalam sejarah manusia. Tetapi ketika bahan peledak mulai mempengaruhi perkembangan senjata-senjata yang ada, maka peranan pedang mulai menurun dan akhirnya pedang juga sering kali hanya bersifat sebagai tambahan atau lambang dari tingkat kepemimpinan bangsa dalam ketenarannya.
4
Universitas Sumatera Utara Sejarah pedang dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu:
1. Zaman Perunggu
Pada zaman perunggu, manusia sudah mulai membuat bahkan telah menggunakan pedang. Pedang yang berukuran 1,5 meter tidak bisa digunakan karena panjangnya mengurangi keampuhan dari pedang tersebut. Pedang zaman perunggu pertama kali muncul di wilayah Laut Hitam dan Aegea.
2. Zaman Besi
Pada abad ke 13 SM, pedang besi mengalami kenaikan dalam penggunaannya. Bangsa Hittie, Myceania, Yunani, dan Proto-Celtic Halstatt memiliki kebudayaan yang memiliki kaitan dengan penggunaan awal pedang besi.
Besi memiliki kelebihan dalam produksi massal dengan ketersediaan bahan baku yang banyak. Dengan adanya ketersediaan bahan baku yang banyak, produksi pedang besi menjadi lebih mudah, dan seluruh pasukan dapat menggunakan senjata logam.
Ketika memasuki zaman klasik antik, pedang besi sudah menjadi umum bagi bangsa Parthia dan Sassanid di Iran. Contohnya adalah Xipos dari Yunani dan Gladius dari Romawi yang memiliki pedang dengan panjang 60-70 cm.
3. Zaman Pertengahan
Pedang Spatha menjadi populer selama periode migrasi dan juga pada abad pertengahan. Di zaman Viking terlihat kembali adanya produksi yang lebih terstandarisasi, tetapi desain awalnya tetap berdasarkan spatha.
5
Universitas Sumatera Utara Pada abad ke-1, pedang Norman mulai dikembangkan Quillons
Crossguard (pelindung silang). Selama perang salib pada abad ke-2 sampai abad ke-3, pedang yang berbentuk salib ini menjadi lebih stabil, dengan variasi pada gagangnya saja.
Pedang bermata tunggal menjadi populer di dataran Asia. Dikembangkan dari Dao China, Hwandudaedo dari Korea telah dikenal pada masa awal zaman
Tiga Negara. Katana Jepang (刀; かたな), telah diproduksi dari masa sekitar 900 masehi, juga dikembangkan dari Dao.
4. Zaman Pertengahan Akhir dan Renaissance
Sekitar tahun 1300, semakin tebal dan bagus produksi zirah, maka desain pada pedang juga berevolusi dengan cepat. Transisi utamanya ialah perpanjangan gagang pedang memungkinkan penggunaan dua tangan, dan mata pedang yang lebih panjang.
Pada tahun 1400, pedang seperti ini dinamai dengan Langes Schwert
(longsword) atau pedang panjang atau spadone. Varian lain adalah pedang penusuk zirah yaitu pedang panjang yang terkenal dengan jangkauan ekstrem dan kemampuan memotong serta menusuknya. Pegangannya dilapisi dengan kabel atau kulit binatang untuk membuat pegangan yang lebih mantap dan membuatnya lebih sulit dijatuhkan dari si pengguna pedang.
Pada abad ke-6, orang-orang Jerman menggunakan pedang zweihander atau doppelhander. Pedang ini membuat tren peningkatan ukuran, dan zaman modern kembali kepada desain pedang yang ringkas dan ringan dengan penggunaan satu tangan.
6
Universitas Sumatera Utara Pedang pada zaman ini menjadi senjata paling personal, paling prestisius, dan paling mematikan untuk pertempuran jarak dekat, tetapi ditolak dalam penggunaannya oleh militer karena pergantian teknologi peperangan.
Bagaimanapun, pedang tetap menjadi peran kunci dalam beladiri sipil.
5. Zaman Modern
Sekitar abad ke-6, rapier merupakan evolusi dari espada ropera dari
Spanyol. Baik rapier mengubah bentuk crossguard menjadi seperti keranjang untuk perlindungan bagian tangan. Rapier atau Espada Ropera adalah pedang besar, ramping, dan tajam.
Selama abad ke-7 dan 18, pedang pendek yang lebih ringan menjadi bagian esensial dari fashion di negara-negara Eropa dan dunia baru. Baik pedang pendek maupun Rapier menjadi populer sebagai pedang eropa untuk berduel hingga abad ke-8.
Setelah pemakaian pedang ketinggalan zaman, tongkat bantu berjalan menjadi bagian dari pakaian gentleman. Beberapa contohnya ialah pedang tongkat yang memasukkan mata pedang kedalam tongkat untuk menyamarkannya.
Beladiri la canne dikembangkan untuk bertarung menggunakan tongkat ini dan sekarang berevolusi menjadi olahraga.
Setelah masa penggunaanya telah usai, pedang telah menjadi alat pertahanan diri dibandingkan menjadi perangkat persenjataan di medan perang setelah zaman modern. Bahkan sebilah pedang telah berkurang penggunaanya setelah abad 19, karena kalah praktis dengan handgun (pistol).
7
Universitas Sumatera Utara Pedang masih digunakan, namun hanya sebatas pada pejabat militer dan seragam upacara kemiliteran saja. Walaupun kebanyakan tentara menggunakan kavaleri berat sebelum PD II. Seperti kavaleri Inggris yang sudah mendesain unit pedang kavaleri baru, tetapi diganti menjadi kavaleri lapis baja pada masa akhir
1938. Tetapi peperangan menggunakan kavaleri dan pedang masih terjadi di era perang dunia II, ketika tentara Jepang bertempur melawan penduduk pasifik, para penduduk itu masih menggunakan pedang.
2.2. Senjata Tradisional Jepang
Jepang merupakan negara yang terkenal karena teknologi, disiplin dan kebudayaannya. Masyarakat Jepang memiliki budaya yang cukup unik. Salah satunya adalah pedang. Dalam masyarakat Jepang, pedang tetap menjadi barang yang sangat dihargai. Masing-masing pedang memiliki ciri khas tersendiri. Hal ini disebabkan oleh sejarahnya yang panjang.
Perkembangan senjata tradisional di Jepang tidak bisa dipisahkan dengan masa kegelapan yang dialami oleh negara Jepang. Masa kegelapan tersebut yaitu pada zaman perang Orin. Perang Orin terjadi pada tahun 1467-1477, semua jenis alat perang seperti baju perang dan senjata yang pada saat zaman Orin mengalami perubahan.
Di Jepang memiliki 7 jenis senjata tradisional, diantaranya adalah:
1. Pedang Tachi (太刀)
Tachi adalah sejenis pedang Jepang yang lebih melengkung dan
sedikit lebih panjang daripada katana. Tachi biasanya digunakan oleh para
8
Universitas Sumatera Utara prajurit berkuda, di mana panjang dan lengkungannya membuat pedang ini sangat cocok untuk menebas prajurit musuh yang hanya berjalan kaki.
Sebagai senjata pilihan ksatria Jepang dan telah berevolusi selama bertahun-tahun, kini keduanya juga lebih mudah dibedakan antara satu sama lain, terutama karena fitting pada mata pisau dan bagaimana cara mereka dipakai.
2. Pedang Katana (刀)
Katana merupakan jenis pedang yang paling terkenal dan legendaris. Katana juga merupakan pedang bagi para samurai. Katana biasanya digunakan bersamaan dengan wakizashi sebagai kehormatan bagi seorang samurai. Katana sendiri memiliki beberapa karakteristik yang membuatnya sangat mudah dikenali, seperti pisau bermata tunggal melengkung, ramping dengan rata-rata antara 60cm – 80cm. Kebanyakan katana memiliki tsuba berbentuk persegi atau bulat dan pegangan yang cukup panjang untuk menampung dua tangan.
Katana mulai ada sekitar tahun 1392-1573 saat periode
Muromachi, diperkirakan pedang tersebut mulai digunakan karena perubahan lingkungan medan perang yang mengharuskan para pejuang menjadi lebih responsif dan dapat bergerak lebih cepat.
3. Pedang Wakizashi (脇差)
Pedang Wakizashi adalah pedang Jepang tradisional lainnya, yang memiliki ukuran lebih pendek dibandingkan dengan katana. Pedang ini memiliki ukuran antara 30 dan 60 sentimeter.
9
Universitas Sumatera Utara Secara tradisional, para prajurit samurai membawa pedang ini berdampingan bersama katana, karena wakizashi dapat digunakan sebagai senjata cadangan atau dalam beberapa keadaan darurat dan terkadang juga dapat digunakan untuk melakukan ritual bunuh diri.
Ketika memasuki sebuah bangunan atau tempat tinggal, para samurai sering diminta untuk meninggalkan katana mereka di depan pintu masuk, namun wakizashi bisa dibawa setiap saat. Selain karena tidak mencolok dan bisa dibawa kemana-mana, pedang wakizashi juga sangat cocok digunakan untuk bertarung di ruang terbatas karena mengingat ukurannya yang kecil.
4. Pedang Odachi
Odachi dikenal sebagai pedang dua tangan Jepang yang sangat besar. Kata odachi ini sendiri jika diterjemahkan menjadi “tachi berukuran besar“. Penampilan odachi sedikit mirip dengan tachi, namun pedang ini memiliki ukuran yang lebih besar dan juga lebih panjang. Diperkirakan bahwa odachi dibawa oleh para prajurit dan digunakan terutama untuk melawan pasukan kavaleri, jangkauan tambahan yang disediakan oleh odachi memungkinkan seorang prajurit menebas lawannya.
5. Pedang Shin Gunto (新軍刀)
Berbeda dengan pedang yang biasa dipakai oleh para samurai, pedang Shin Gunto diciptakan dan dirancang untuk digunakan oleh perwira Jepang selama perang dunia kedua.
10
Universitas Sumatera Utara 6. Pedang Tanto (短刀)
Tanto ini sendiri jika diterjemahkan berarti “pedang pendek”.
Tanto sendiri sejenis belati, pisau tradisional bermata tunggal atau ganda
dan panjangnya dapat berkisar antara 15 hingga 30cm. Menurut tradisi,
tanto digunakan sebagai senjata untuk menikam, dan biasanya berbentuk
lurus bukan melengkung.
7. Pedang Ninja
Pedang Ninja juga dikenal sebagai Ninjaken, Ninjato atau
Shinobigatana. Pedang ini telah menjadi pedang legendaris yang
digunakan oleh para shinobi (seseorang yang bergerak secara rahasia) dari
Jepang feodal. Senjata Ninja juga sering kali muncul dalam budaya
populer, bersamaan dengan para prajurit berpakaian hitam yang
menyelinap melalui bayang-bayang untuk membunuh musuh-musuh
mereka secara diam-diam.
2.3. Senjata Tradisional Betawi
Keragaman etnis dan budaya menjadi ciri khas dan kekayaan tersendiri bagi bangsa Indonesia. Uniknya, setiap etnis di Indonesia memiliki senjata khas yang menjadi simbol kebesaran dari sejumlah etnis tersebut.
Masyarakat Betawi merupakan salah satu suku di Indonesia yang terdapat di DKI Jakarta. Mereka mau menerima kedatangan orang lain dengan ramah dan bijaksana. Walaupun begitu, ketika harga diri, harkat, dan martabat mereka mulai terusik, mereka tidak akan segan untuk melawan musuh-musuhnya. Hal ini
11
Universitas Sumatera Utara dibuktikan dengan adanya beragam varian senjata tradisional yang mereka kenal sejak masa silam, yaitu:
1. Golok
Golok adalah senjata tradisional Betawi yang paling populer.
Senjata ini kerap dijadikan alat kelengkapan keseharian pakaian adat
Betawi para kaum pria. Golok diselipkan di ikat pinggang hijau dan
dikenakan ketika bekerja atau bepergian untuk sarana perlindungan diri.
Berdasarkan kegunaannya, orang Betawi biasanya memisahkan golok
yang digunakan untuk kerja (Gablongan) dengan golok simpenan
(Sorenan). Golok hanya digunakan ketika hendak menyembelih hewan
atau untuk menjaga diri.
2. Keris
Selain golok, masyarakat Betawi di masa silam juga mengenal
keris sebagai salah satu senjata tradisionalnya. Bentuk keris Betawi sama
halnya seperti keris Jawa pada umumnya, sehingga banyak budayawan
yang berkeyakinan bahwa keris Betawi merupakan warisan dari budaya
Sunda dan Cirebon.
3. Belati
Tidak banyak jenis senjata tikam yang dikenal masyarakat Betawi.
Hal ini mengingat adat budaya masyarakatnya yang memang tidak suka
dengan perkelahian yang berlebihan. Walaupun begitu, mereka juga
mengenal belati sebagai salah satu kelengkapan perkakasnya. Belati
12
Universitas Sumatera Utara berbentuk menyerupai golok, namun ukurannya lebih kecil. Selain itu,
bilahnya cenderung lebih tebal dengan ujung yang lancip dan melengkung.
4. Badik Cangkingan
Di masa silam, para pemuda Betawi yang pergi jauh dari rumah
kerap membawa senjata untuk menjaga diri. Senjata berukuran kecil yang
mereka bawa berbentuk seperti rencong khas Aceh atau badik khas
Sulawesi. Karena kerap dibawa bepergian (dicangking), senjata ini
kemudian dinamai badik cangkingan. Senjata tradisional Betawi ini sudah
jarang digunakan.
5. Trisula
Pengaruh budaya Hindu di pulau Jawa pada masa silam memang
meninggalkan banyak benda bersejarah. Salah satunya adalah budaya
penggunaan trisula sebagai senjata pada kehidupan masyarakat Betawi.
Trisula Betawi sedikit mirip dengan trisula khas Palembang, hanya saja
bilah bagian tengah cenderung lebih panjang dan kedua bilah disisi kiri
kanan dibuat melengkung ujungnya.
6. Toya
Betawi memang dikenal memiliki banyak jawara dan perguruan
silat. Tidak heran jika kita juga dapat menemukan adanya senjata tongkat
bernama Toya ini. Senjata toya digunakan sebagai alat latihan bagi murid-
murid perguruan silat. Bila digunakan sebagai alat perlindungan diri, toya
13
Universitas Sumatera Utara biasanya dilengkapi dengan gerigi kasar di kedua ujungnya untuk
memberikan efek lebih besar pada musuh yang dipukul.
7. Pisau Raut
Jenis senjata tradisional Betawi selanjutnya adalah pisau raut.
Senjata ini bukan digunakan untuk senjata dalam peperangan, melainkan
lebih digunakan untuk sarana budaya. Para pengantin pria biasanya
menggunakan senjata ini sebagai kelengkapan pakaian pengantin adat
Betawi. Pisau raut diselipkan di ikat pinggang depan perut dengan
dilengkapi rangkaian bunga melati.
8. Cunrik
Ketika bepergian, para kaum wanita Betawi di masa silam juga
kerap membawa senjata untuk menjaga diri. Bedanya, senjata tradisional
Betawi yang dibawa tidak berbentuk seperti senjata. Ia dibuat menyerupai
aksesoris tusuk konde tapi cukup mematikan karena ketajamannya. Senjata
ini bernama cunrik.
14
Universitas Sumatera Utara BAB III
PERBANDINGAN KATANA DENGAN GOLOK BERDASARKAN SEGI KEARIFAN BUDAYA LOKAL
3.1. Katana
Katana (刀) adalah salah satu pedang panjang Jepang. Katana termasuk dalam pedang jenis satu mata melengkung yang secara tradisi digunakan khusus oleh samurai Jepang. Katana biasanya dipergunakan bersamaan dengan wakizashi
(pedang pendek) untuk mewakili kekuatan sosial dan kehormatan pribadi bagi seorang samurai. Pedang panjang dipakai untuk pertempuran terbuka, sementara pedang pendek dipakai sebagai senjata sampingan yang lebih cocok untuk menikam, pertempuran jarak dekat, dan seppuku (suatu bentuk ritual bunuh diri).
Katana pertama kali dikembangkan pada awal abad ke 15, ketika zaman feodal telah mencapai klimaksnya dengan perang yang dikenal pada zaman sengoku jidai. Sengoku jidai adalah salah satu pembagian periode dalam sejarah
Jepang yang dimulai sekitar tahun 1493. Zaman sengoku jidai juga dapat diartikan sebagai akhir dari zaman Muromachi.
Pedang katana memiliki cara peletakan yang berbeda pada pinggul peletakannya. Tidak seperti pedang lain yang mata pedangnya mengarah ke bawah. Mata pedang pada katana mengarah ke atas, yang bertujuan untuk mempermudah seorang samurai dalam melakukan aktivitasnya.
Ada dua jenis katana yang beredar di Jepang, yaitu:
15
Universitas Sumatera Utara a. Katana yang diproduksi secara missal. Ini biasanya banyak
digunakan untuk souvenir hinggah membutuhkan persedian yang
banyak.
b. Katana yang dibuat dengan teknik tinggi dan berseni ini biasanya
hanya orang tertentu yang dapat memilikinya.
Pada zaman Edo, ada sebuah perusahaan yang didirikan oleh pemerintahan setempat yang digunakan untuk memastikan kualitas dari pedang tersebut. Proses pengujian ini dinamakan sebagai Tameshigiri. Tameshigiri adalah seorang samurai akan menguji pedangnya dengan cara memotong-motong tubuh para penjahat bahkan tubuh orang yang sudah tidak bernyawa lagi. Proses pengujian tersebut akan dilakukan di lokasi tubuh yang berbeda-beda. Bila pemotongan berhasil dengan sempurna tanpa adanya hambatan, maka pedang tersebut dinilai sangat baik.
Namun, cara ini lambat laun ditinggalkan karena dianggap tidak beradab.
Akhirnya katana hanya diujikan pada pohon atau benda lainnya. Kemampuan dari katana memang hanya bisa dilihat jika digunakan untuk menebas objek. Jika hanya dilihat begitu saja maka tidak akan terlihat apakah pedang ini kuat dan tajam.
Katana memanglah jiwa dari seorang samurai. Namun hal ini terjadi jika ada dalam pertarungan satu lawan satu atau melawan musuh yang tidak terlalu banyak. Alasannya adalah karena pedang inilah yang akan meningkatkan kemampuan perang bagi seorang samurai. Itulah mengapa seorang samurai tidak
16
Universitas Sumatera Utara akan bisa meninggalkan pedangnya ini. Selalu membawanya bahkan dalam keadaan tidur.
3.1.1. Bentuk Katana
Katana memiliki bentuk bilah yang panjang, melengkung, bagian ujung meruncing dan pada pegangan bilah dilapisi dengan kulit ikan pari. Katana mempunyai cara peletakan yang sedikit berbeda dengan pedang samurai lainnya, yaitu mata pedangnya mengarah keatas. Hal ini bertujuan untuk memudahkan para samurai melakukan aktivitas seperti sumpah darah.
3.1.2. Bahan Katana
Pembuatan sebilah katana yakni pedang para samurai Jepang, memerlukan proses yang sangat teliti dengan tingkat ketepatan yang sangat tinggi.
Mulai dari proses pemilihan jenis bahannya hingga proses pembuatan yang dilakukan dengan tahapan-tahapan yang sudah ditentukan.
Katana tidak dibuat dari bahan yang sembarangan, tidak dibuat dengan menggunakan baja pilihan yang mahal atau menggunakan logam – logam langka yang khas, tetapi pedang ini dibuat dari bahan yang sangat sederhana, yaitu biji besi dan karbon yang dipilih dari alam dan melalui proses seleksi yang tinggi.
Seorang pandai besi pembuat pedang akan berjalan-jalan berkeliling sepanjang sungai dan pantai dengan membawa sebuah magnet untuk mengumpulkan biji besi ini sedikit demi sedikit hingga berton-ton. Kemudian biji besi dan karbon tersebut dimasukan ke dalam tungku khusus yang disebut tatara.
Tatara adalah tungku berbentuk persegi empat yang dibuat dari bahan tanah liat khusus untuk proses pembuatan bahan baku untuk pedang katana. Di
17
Universitas Sumatera Utara dalam tatara terdapat 25 ton campuran biji besi dan arang untuk dimasak selama 3 hari 3 malam. Proses ini berlangsung pada suhu 2500 derajat Fahrenheit, tetapi tidak boleh sampai meleburkan biji besi.
Selama proses ini kandungan karbon di dalam arang akan mereduksi biji besi menjadi baja pilihan yang sangat baik yang disebut tamahagane.
Tamahagane adalah logam yang sangat berharga bahkan ada yang menyebutnya sebagai permatanya baja. Dari 25 ton campuran biji besi dan arang hanya dihasilkan 2 ton saja bahan tamahagane yang bermutu sangat baik.
3.1.3. Cara Membuat Katana
Seorang pandai besi membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk membuat pedang katana. Berikut ini adalah proses dalam pembuatan pedang katana:
a. Dasar Penempaan Logam (shita-kitae): Beberapa anggota keluarga
terlibat dalam tahap ini, yaitu kerja fisik yang keras. Suhu perapian
ditingkatkan untuk memanaskan tamahagane yang ditumpuk, yang
dipalu berulang kali untuk menghilangkan kotoran. Beberapa jenis
palu digunakan di landasan.
b. Melipat dan mencetak logam (orikaeshi tanren): Tamahagane yang
ditempa dilipat melintang berkali-kali. Ini dipanaskan dan kemudian
didinginkan dengan air pada setiap tahap yang mengoksidasi
permukaan baja. Melepaskan lapisan teroksidasi ini mengurangi
kekotoran baja. Bentuk akhir dari logam disebut billet (baja batangan).
18
Universitas Sumatera Utara c. Membuat pisau (hizukuri): Bentuk pisau dibentuk dengan susah
payah menggunakan palu besar dan kecil. Tukang pedang bekerja
keras untuk menepi ujung pisau pada bagian pendek. Pahat digunakan
dalam proses shiage (proses pemilihan) untuk menyelesaikan sugata
atau bentuk dan garis besar pedang. d. Lapisan dengan tanah liat (Tsuchi-oki dan yakiba-tsuchi): Pedang
dibersihkan untuk menghilangkan minyak atau kotoran di permukaan.
Kemudian dilapisi dengan berbagai lapisan campuran tanah liat dan
batu komposisinya adalah salah satu rahasia dagang para pembuat
pedang. Lapisan ini menjadi mengeras selama langkah yakiire
(pengerasan dan pendinginan bilah). Ketebalan lapisan pelapis yang
tepat menentukan tingkat pendinginan dalam pendinginan. Sebuah
hamon adalah pola yang keluar setelah proses pengerasan selesai. e. Pengerasan dan pendinginan bilah (yakiire): Salah satu tahap
penting dalam pembuatan pedang adalah proses yakiire atau
pemanasan-pendinginan. Potongan arang yang lebih kecil digunakan di
tungku, untuk melindungi lapisan tanah liat pedang. Pedang baja yang
belum selesai dipanaskan lagi di tungku, pada 720-800 derajat celcius,
lalu dimasukkan ke kotak air atau mizubune. Faktor-faktor yang
berperan menentukan keberhasilan adalah ketebalan dan komposisi
lapisan tanah liat, suhu pendinginan dan laju pendinginan, dan dimensi
pedang yang menentukan kemampuannya untuk menahan tegangan
tarik pada ujung pedang. Pedang tersebut terdinginkan dari sisi bawah
19
Universitas Sumatera Utara ke atas. Kondisi harus terus melengkung untuk menghasilkan bentuk
lengkung klasik. Jika ada yang tidak benar pada tahap ini, retakan di
baja bisa terjadi.
f. Pembentukan akhir dan pemolesan (shitaji togi dan shiage togi):
Tukang besi memeriksa dan menyesuaikan pedang, membuatnya lurus
dan melakukan semin dasar, sebelum menyerahkannya ke togishi.
g. Menandatangani pedang (mei-kiri): Pandai besi menggunakan
sebuah pahat kecil untuk menandatangani namanya di atas pisau,
terkadang dengan variasi tergantung pada kualitas atau gaya
pedangnya.
3.2. Golok
Golok adalah senjata tradisional dari Betawi yang paling populer. Ini dibuktikan dengan adanya cerita rakyat, seperti si Pitung, si Jampang yang pada umumnya mereka menggunakan golok sebagai bantuan untuk melawan musuh yaitu kompeni Belanda. Namun bergeser kearah modern, golok masih digunakan dalam kegiatan sehari-hari, misalnya membantu memotong batang pohon, kayu, atau pekerjaan rumah tangga lainnya. Ada pula yang menyimpannya sebagai koleksi, menggunakannya sebagai status sosial dan juga dipergunakan dalam seni bela diri, seperti silat.
Pada tahun 1960, masih banyak masyarakat Betawi yang menggunakan golok sebagai penghias pinggang dan untuk menjaga diri dari serangan penjahat khususnya bagi kaum laki-laki, baik di dalam rumah maupun di luar rumah. Tapi
20
Universitas Sumatera Utara pada tahun 1970 sudah berkurang sedikit demi sedikit, bahkan sekarang orang- orang sudah tidak lagi menggunakan golok karena polisi melarangnya demi keamanan lingkungan.
Setiap keluarga Betawi hampir sebagian besar masih memiliki golok.
Mereka membedakan golok dalam dua jenis, yaitu:
a. Golok kerja yang sering disebut dengan Gablongan atau bendo
yang digunakan sehari-hari di dapur.
b. Golok simpenan atau sorenam digunakan sewaktu-waktu untuk
memotong hewan seperti ayam, kambing, sapi dan selalu terselip
di pinggang yang gunanya untuk berjaga-jaga.
Falsafah para Jawara: Biarpun di pinggang ada golok, gak akan semena- mena sama orang yang lemah. Kalo bertarung, gak akandi cabut golok, tapi kalo gak terpaksa dan bila lawan memang sudah pake senjata dan terdesak, baru tuh golok dicabut.
3.2.1. Bentuk Golok
Ukuran, berat, dan bentuknya bervariasi tergantung dari pandai besi yang membuatnya. Golok cenderung memiliki panjang lebih pendek dan lebih berat, bilahnya lebar yang digunakan sebagai alat seperti kapak. Pada gagang golok terbuat dari kayu yang sangat kuat.
21
Universitas Sumatera Utara 3.2.2. Bahan Golok
Dalam proses pembuatan golok, perlunya ketelitian dari mulai memilih bahan, alat dan cara membuatnya agar dapat menghasilkan sebuah golok yang bagus dan indah, yaitu:
1. Besi atau Baja 8. Pengkorek api
2. Paron 9. Bak air
3. Puputan 10. Sapu lidi
4. Capit 11. Arang
5. Pahat 12. Batu asah
6. Palu 13. Kliwaan
7. Kikir 14. Sapu api
3.2.3. Cara Membuat Golok
Berikut adalah proses dalam pembuatan senjata golok:
a. Besi dipanaskan selama kurang lebih 10 menit di atas bara api hingga
memerah, diangkat dengan capit, ditempa lalu disepuh atau dicelupkan
ke dalam bak air.
b. Pemotongan besi yang akan dijadikan golok.
c. Proses pembelahan, tetapi potongan besi tadi dipanaskan terlebih
dahulu hingga membara baru dibelah dengan meletakkannya diatas
paron kemudian baru dibelah dengan pahat.
d. Pembentukan golok dengan tetap dipanaskan sebelumnya sambil
dipipihkan.
22
Universitas Sumatera Utara e. Penghalusan dengan kikir pada alat yang disebut cetok.
f. Penyepuhan dengan dicelupkan ke bak air agar.
g. Penajaman dengan menggosokkan mata golok pada batu asah agar
tajam.
h. Pembuatan selut (ring) semacam cincin yang gunanya untuk
memperkuat pegangan. Biasanya terbuat dari besi dengan cara besi
yang lurus dibakar kemudian dibentuk melingkar seperti cincin.
i. Yang terakhir pembuatan gagang dan serangkanya yang terbuat dari
kayu.
3.3. Persamaan dan Perbedaan Katana dengan Golok
Berikut ini merupakan persamaan dan perbedaan katana dan golok dari segi kearifan lokal berdasarkan bentuk fisik, fungsi, jenis, dan bahannya.
Dalam persamaannya dapat dilihat sebagai berikut:
a. Persamaan bentuk fisik dalam kearifan lokal katana dengan golok
yaitu, memiliki saya (sarung), tsuka (gagang), dan bilah.
b. Persamaan fungsi dalam kearifan lokal katana dengan golok yaitu
sebagai ikon budaya, serta untuk menunjukkan status sosial.
c. Persamaan jenis dalam kearifan lokal katana dengan golok yaitu
sebagai pedang tradisional.
d. Persamaan bahan dalam kearifan lokal katana dengan golok yaitu
terbuat dari baja.
Dalam perbedaannya dapat dilihat sebagai berikut:
23
Universitas Sumatera Utara a. Perbedaan bentuk fisik dalam kearifan lokal katana dengan golok yaitu
katana memiliki bentuk bilah yang runcing, tipis dan melengkung,
memiliki panjang 60-73cm dan berat 1,1-1,3kg. Sedangkan golok
memiliki bentuk bilah dengan sisi cembung, tajam tunggal, memiliki
panjang 25-40cm. b. Perbedaan fungsi dalam kearifan lokal katana dengan golok yaitu
katana digunakan hanya untuk memotong dan menebas musuh dalam
peperangan. Sedangkan golok digunakan untuk alat untuk membela
diri dari musuh, untuk dipergunakan sehari-hari seperti dalam
pertanian, memotong kayu, menebang pohon bahkan sebagai golok
digunakan sebagai pelengkap dalam pesta adat istiadat, seperti
perkawinan. c. Perbedaan bahan dalam kearifan lokal katana dengan golok yaitu
katana memiliki gagang yang dilapisi dengan kulit ikan pari, sarung
yang terbuat dari bahan kayu. Sedangkan golok memiliki gagang dan
sarung yang terbuat dari kayu dan tanduk.
24
Universitas Sumatera Utara BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Dari uraian diatas, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Katana (刀) adalah salah satu pedang panjang Jepang. Katana
termasuk dalam pedang jenis satu mata melengkung yang secara tradisi
digunakan khusus oleh samurai Jepang.
2. Golok adalah senjata tradisional Betawi yang paling populer. Senjata
ini kerap dijadikan alat kelengkapan keseharian pakaian adat Betawi
para kaum pria..
3. Terdapat kesamaan dan perbedaan dalam Pedang Jepang Katana
dengan Senjata Tradisional Betawi Golok. Kesamaannya adalah bahan,
bentuk fisik, jenis dan fungsi. Perbedaannya adalah golok lebih banyak
difungsikan untuk kehidupan sehari-hari, sedangkan katana lebih
difungsikan pada peperangan untuk mempertahankan kehormatan dari
seorang samurai.
4.2. Saran
Melihat dari beberapa kesimpulan diatas, dapat disarankan supaya generasi yang akan datang dapat melestarikan dan mengembangkan kebudayaan leluhur yang sudah ada.
25
Universitas Sumatera Utara DAFTAR PUSTAKA
Ajip Rosidi. 1981. Mengenal Jepang. Jakarta: Pusat Kebudayaan Jepang.
Benedict, Ruth.1982. Pedang Samurai Dan Bunga Seruni, Pola-pola KebudayaanJepang. Jakarta: Sinar Harapan.
Sulastianto, Harry. 2006.Seni dan Budaya. Jakarta: PT Grafindo Media Pratama.
Herliana.2015.Ensiklopedia Negeriku Senjata Tradisional. Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer
Hubbard, Ben. 2016. Pendekar Samurai.Jakarta:Elex Media Komputindo.
Conlan, Thomas. 2014. Samurai 1200-1877 M: Senjata &Teknik Bertempur. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Putra, Alfarisi. 2008. Senjata Khas Nusantara. Bandung: CV Alfarisi Putra
Sumber Internet : https://japanesestation.com/mengenal-7-jenis-pedang-jepang-yang-sering- digunakan-para-ksatria/ diakses tanggal 09 Oktober 2019 https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/mkn/mengenal-senjata-tradisional- masyarakat-betawi/ diakses tanggal 09 Oktober 2019 https://galeribeladiri.wordpress.com/2018/03/06/cara-membuat-pedang-katana/ diakses tanggal 09 Oktober 2019
Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN
Gambar 1 Bagian-Bagian Pedang Katana
Gambar 2 Pedang Katana
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3 Samurai Memegang Katana
Gambar 4 Golok Gablongan
Gambar 5 Golok Sorenam
Universitas Sumatera Utara ABSTRAK
Negara Jepang adalah salah satu negara maju di Asia, yang dikenal dengan kemajuan teknologi dan pendidikannya. Jepang juga dikenal dengan negara yang kaya akan tradisi dan budaya. Walaupun saat ini modernisasi di Jepang mengalami perkembangan yang sangat pesat, namun sisi tradisional dan berbagai hal yang menjadi sejarah masih sangat dilestarikan oleh masyarakat Jepang hingga sekarang. Salah satu hal yang patut disorot dari Jepang adalah Pedang
Jepang. Jepang memiliki banyak pedang yang keaslian dan nilai sejarahnya masih terjaga dan dirawat. Salah satunya adalah Katana.
Negara Indonesia juga termasuk negara yang memiliki berbagai jenis seni dan budaya. Hal ini dikarenakan suku-suku di Indonesia yang beragam-ragam.
Salah satunya adalah suku Betawi. Suku Betawi merupakan salah satu suku di
Indonesia yang terdapat di daerah DKI Jakarta. Setiap suku yang ada di Indonesia pasti memiliki kebudayaan dan adat yang masing-masing memiliki keunikan tersendiri. Demikian halnya dengan suku Betawi. Masyarakat Betawi memiliki kebudayaan yang diwariskan secara turun temurun oleh nenek moyangnya, baik secara lisan maupun tulisan. Senjata pada suku Betawi tidak terlepas dari kehidupan sehari-hari dan acara adat masyarakat Betawi. Salah satu senjata masyarakat Betawi adalah Golok.
Kertas karya ini membahas tentang Perbandingan Katana dengan Golok
Berdasarkan Segi Kearifan Budaya Lokal.
Universitas Sumatera Utara Dalam penulisan kertas karya ini digunakan metode kepustakaan yaitu mengumpulkan informasi dan data dengan cara membaca buku atau referensi yang berkaitan dengan pedang tersebut. Tujuan penulisan kertas karya ini adalah untuk mengetahui persamaan dan perbedaan yang dilihat dari segi bentuk fisik, fungsi, jenis dan bahannya dalam kearifan budaya lokal pedang katana dan golok.
Penulis juga menggunakan berbagai data yang diambil dari media online.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara