Nahdlatul Ulama Dan Problematika Relasi Agama-Negara Di Awal Kemerdekaan RI

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Nahdlatul Ulama Dan Problematika Relasi Agama-Negara Di Awal Kemerdekaan RI Nahdlatul Ulama dan Problematika Relasi Agama-Negara di Awal Kemerdekaan RI Muhamad Hisyam Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Jakarta [email protected] The Sixth Congress of Nahdlatul Ulama (NU) 1936 in Banjarmasin decided that the region of Dutch East Indies is dar ul Islam. This decision according to Abdurahman Wahid is the ideological basis for NU in terms of religion-state relations. This article explores the extent to which ideology is implemented in NU fighting after Indonesia's independence until 1955. The NU fighting in the context of religion-state relations showed a genuin form. Three of the most important theme in this period that take NU attention were theme about the homeland, the basis of the state and the of authority president. all theme that seems to NU always bases itself on religious views. Religiousity is always used to measure, assess and participation to the state Keywords: Darul Islam, Fatwa bughot, Pancasila, Waliyul Amri Dhoruri bis-Saukah. Kongres Nahdlatul Ulama (NU) yang ke XI tahun 1936 di Banjarmasin memutuskan bahwa negera Hindia Belanda adalah darul Islam. Keputusan ini menurut KH. Abdurrahman Wahid merupakan landasan ideologis gerak NU selanjutnya dalam kaitan hubungan agama-negara. Artikel ini menelusuri sejauh mana ideologi ini terimplementasi dalam gerak juang NU setelah Indonesia merdeka hingga 1955. Gerak juang NU dalam konteks hubungan agama-negara memperlihatkan watak genuisitasnya pada periode ini. Tiga momentum yang paling penting dalam periode ini adalah pendirian NU tentang tanah air, tentang dasar negara dan tentang otoritas presiden. Dalam ketiga tema itu tampaknya NU selalu mendasarkan diri pada pandangan agama. Agama senantiasa dipakai untuk mengukur dan menilai kekuasaan dan negara dan partisipasi atasnya. Kata kunci: Darul Islam, Fatwa bughot, Pancasila, Waliyul Amri Dhoruri bis-Saukah. Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 12, No. 1, 2014: 149 - 184 Pendahuluan Ketika kedudukan Presiden RI ke 4, Abdurrahman Wahid diguncang lawan-lawan politiknya, baik di DPR maupun di luar parlemen, sebagian ulama Nahdlatul Ulama (NU) mengeluarkan fatwa bug±t terhadap para penentang presiden. Bug±t adalah konsep fiqh politik, menggambarkan orang atau golongan yang menentang kepala negara yang syah dan atas mereka wajib diperangi. Bahwa kaum NU (Nahdliyyin) mendukung Presiden Abdurrahman Wahid tidaklah mengherankan, karena presiden ini bukan saja pemimpin NU, malahan termasuk dalam katergori ber-“darah biru” dalam arti ia keturunan langsung (cucu) pendiri organisasi Islam terbesar ini, K.H. Hasyim Asy’ari. Yang menimbulkan pertanyaan, mengapa dalam negara Pancasila --terhadap mana NU sendiri masuk di jajaran penyokong paling depan ketika dasar negara ini harus dijadikan asas bagi semua organisasi masyarakat-- konsep bughot yang datangnya dari fiqh ini dipakai untuk menghadapi para penentangnya. Dari fatwa bug±t ini lahir pula “Pasukan Berani Mati” untuk “memerangi” mereka yang menentang presiden. Fatwa bug±t t ini bukan satu-satunya fenomena, di mana agama dipakai untuk “menghukumi” politik negara. Dalam perjalanan sejarah hubungan Islam dan negara di Indonesia dapat ditemukan banyak fakta tentang ini. Sekali lagi, hal ini juga tidak mengherankan. Secara garis besar barang kali dapat dikemukakan bahwa campur tangan agama (Islam) dalam perkara pengaturan negara merupakan konsekuensi logis dari prinsip-prinsip agama ini tentang im±mah.1 Agama Islam sering dikatakan, baik oleh ulama Islam sendiri maupun orientalis sebagai sistem yang komprehensif, meliputi pengaturan kehidupan sosial, politik, dunia dan akhirat. Karena itu Islam disebut d³n wa daulah, agama dan negara. Konsep im±mah secara harfiah bermakna “kepemimpinan”, tetapi dalam ilmu-ilmu Islam, baik fiqh, kalam maupun tasawwuf 1 Campur tangan agama dengan negara sebenarnya bukan monopoli Islam. Semua agama sebenarnya mempunyai prinsip ajaran yang berkaitan dengan pengaturan masyarakat keduniaan. Dalam kenyataan sejarah, hampir semua agama-agama dunia menjadi besar karena berhutang budi pada negara. 150 Nahdlatul Ulama dan Problematika Relasi Agama-Negara — Muhammad Hisyam im±mah diartikan lebih luas, yakni pengaturan kekuasaan politik yang dengannya otomatis menjadi bersinggungan dengan soal pemerintahan dan negara. Dalam suatu definisi singkat tetapi komprehensif, Imam Al-Mawardi menyebut bahwa im±mah adalah penerus fungsi kenabian, yaitu menghidupkan agama dan mengatur politik dunia.2 Dari ini berkembang suatu logika yang mengatakan bahwa tujuan syari’ah Islam adalah tercapainya ketertiban agama, dan untuk mencapai ini disyaratkan adanya ketertiban dunia. Oleh karena itu, dapat difahami jika ada “adagium” yang menyatakan bahwa membangun im±mah adalah sebuah keniscayaan. Prinsip-prinsip seperti ini tampaknya telah berjalan sejak terbentuknya kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara hingga berkuasanya pemerintahan kolonial Belanda yang kafir. Bahkan dalam kekuasaan kolonial, di wilayah-wilayah yang otonom di bawah kekuasaan kesultanan, seperti Yogyakarta dan Surakarta, masih dapat dikatakan bahwa penegakan sistem im±mah tetap berjalan. Apakah di bawah kekuasaan orang kafir tidak lagi terdapat ruang untuk menegakkan im±mah ? Mungkin benar bahwa im±mah telah lenyap, karena yang berkuasa adalah orang kafir, tetapi di sana terdapat pula elemen syari’ah yang pelaksanaannya mensyaratkan adanya pengakuan negara atasnya, sehingga selama masyarakat Islam masih ada, maka hubungan antara agama dan negara tidak dapat dilenyapkan. Yang dimaksud dengan ini adalah elemen syari’ah dalam soal penegakan hukum sipil. Syari’ah yang terkait dengan kehidupan individual seperti shalat, puasa, dzikir dan sebagainya dapat dijalankan tanpa campur tangan negara, tetapi dalam soal hukum perkawinan dan peradilan sipil (qa«±) diperlukan tauliyah (pendelegasian wewenang) resmi dari kepala pemerintahan negara.3 Dalam masyarakat Muslim, qa«± adalah 2 Al-Mawardi, Al-A¥k±m as-Sul¯±niyah, Beirut, h. 4. 3 Di tahun 1919 Sarekat Islam menentang kedudukan penghulu sebagai qadi karena diangkat oleh Belanda.Mereka membuat pengadilan agama sendiri yang mereka sebut Raad Ulama, tetapi akhirnya batal, karena tersandung soal tauliyah, dengan mana kedudukan seorang qadi syah adanya apa bila diberi wewenang secara syah pula oleh pemerintah yang nyata-nyata berkuasa. Lihat Muhamad 151 Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 12, No. 1, 2014: 149 - 184 sebuah kewajiban yang tak dapat diabaikan. Di masa kolonial memang timbul persoalan keabsahan tauliyah karena penguasa negara bukan Muslim, tetapi wacana fikih sendiri memungkinkan sahnya tauliyah oleh penguasa bukan Muslim.4 Di hampir semua negara Muslim (mayoritas penduduknya beragama Islam) yang menjadi koloni bangsa-bangsa Eropa, lembaga qa«± merupakan pertahanan terakhir eksistensi Islam. Menghapuskan institusi ini dapat mengakibatkan perlawanan fisik (perang), seperti yang pernah terjadi di Nigeria, antara orang Islam melawan penguasa jajahan Inggris. Dalam sejarah Indonesia, usaha untuk menegakkan im±mah di zaman penjajahan Belanda tidak pernah berhenti. Perang-perang besar seperti perang Paderi, perang Aceh dan perang Dipnegoro tidak dapat dipisahkan dari upaya mengembalikan im±mah yang hilang karena penjajahan. Ketika perlawanan berubah pendekatan yang dimulai pada awal abad 20, usaha-usaha inipun disampaikan melalui saluran-saluran modern, seperti mosi kongres. Kongres Central Sarekat Islam (CSI) pertama di Bandung tahun 1916 dan kongres CSI kedua di Jakarta tahun 19175 telah mengeluarkan mosi kepada pemerintah agar ummat Islam boleh mengatur urusannya sendiri, terutama di bidang qa«±, menunjukkan bahwa perkara ini mempunyai nilai sentral dalam upaya menegakkan im±mah di masa Hisyam, Caught Between Three Fires, The Javanese Pangulu Under the Dutch Colonial Administration 1882-1942, Seri INIS, No.37, Jakarta-Leiden, 2001, h. 158-160. 4 Sayyid Othman, seorang penasehat honorer pemerintah kolonial memandang perlu menulis edisi kedua kitab karangannya berjudul Al-Qaw±n³n al-Syariyyah li Ahli al-Maj±lis al-¦ukmiyyah, untuk menegaskan bahwa tautliyah penguasa yang kafir itu syah adanya. Edisi pertama terbit tahun 1881, sebelum lembaga qadla pribumi yang disebut pengulon di jadikan bagian dari administrasi kolonial, di mana tauliyah diberikan oleh sultan. Tahun 1882, pengulon dijadikan bagian dari administrasi kolonial, dan timbul masalah tauliyah oleh penguasa kafir, karena pengangkatan penghulu setelah ini berpindah dari tangah sultan ke tangan residen. Edisi kedua Al-Qaw±n³n terbit di tahun 1312 H. atau 1894 M, dua belas tahun setelah inkorporasi lembaga pengulon ke dalam administrasi kolonial. 5 Lihat Verslag CSI Congres, laporan tentang kongres CSI 1916 dan 1917, dokumen Kntoor voor Inlandsche Zaken. 152 Nahdlatul Ulama dan Problematika Relasi Agama-Negara — Muhammad Hisyam kekuasaan Belanda yang kafir. Demikian pula partisipasi Muhammadiyah dalam “Komisi Perbaikan Raad Agama” di tahun 1922, dan keterlibatan Nahdlatul Ulama dalam sidang Kantoor voor Inlandsche Zaken di tahun 1929 dalam upaya penataan hukum dalam urusan sipil orang pribumi. Pemerintah Hindia Belanda menginginkan agar tertib sipil (burgerlijke stand) orang Islam tidak lagi ditangani oleh penghulu (Raad Agama), melainkan oleh kantor catatan sipil, berdasarkan ordonansi perkawinan sekuler yang mereka susun sendiri. Reaksi-reaksi yang keras dari seluruh organisasi Islam terhadap pemindahan wewenang pengadilan perkara waris ummat Islam dari kantor penghulu ke pengadilan landraad di tahun 1937 juga merupakan bagian dari concern Islam terhadap politik im±mah. Di antara tiga organisasi
Recommended publications
  • Action Research from Concept to Practice : a Study of Action Research Applications Within Indonesian Community Education and Development Programs
    University of Massachusetts Amherst ScholarWorks@UMass Amherst Doctoral Dissertations 1896 - February 2014 1-1-1989 Action research from concept to practice : a study of action research applications within Indonesian community education and development programs. Douglas Russell Dilts University of Massachusetts Amherst Follow this and additional works at: https://scholarworks.umass.edu/dissertations_1 Recommended Citation Dilts, Douglas Russell, "Action research from concept to practice : a study of action research applications within Indonesian community education and development programs." (1989). Doctoral Dissertations 1896 - February 2014. 2060. https://scholarworks.umass.edu/dissertations_1/2060 This Open Access Dissertation is brought to you for free and open access by ScholarWorks@UMass Amherst. It has been accepted for inclusion in Doctoral Dissertations 1896 - February 2014 by an authorized administrator of ScholarWorks@UMass Amherst. For more information, please contact [email protected]. ACTION RESEARCH FROM CONCEPT TO PRACTICE; A STUDY OF ACTION RESEARCH APPLICATIONS WITHIN INDONESIAN COMMUNITY EDUCATION AND DEVELOPMENT PROGRAMS A Dissertation Presented by DOUGLAS RUSSELL DILTS Submitted to the Graduate School of the University of Massachusetts in partial fulfillment of the requirements for the degree of DOCTOR OF EDUCATION September, 1989 School of Education Copyright by Douglas Russell Dilts 1989 All Rights Reserved ACTION RESEARCH FROM CONCEPT TO PRACTICE: A StUDY OF ACTION RESEARCH APPLICATIONS WITHIN INDONESIAN COMMUNITY EDUCATION AND DEVELOPMENT PROGRAMS A Dissertation Presented by DOUGLAS RUSSELL DILTS Approved as to style and content by: David Kinsey, " Member Alfred Hudson, Member Marian Haring-Hidore Dean, School of Education ACKNOWLEDGMENTS This dissertation grew out of over five years of experience with actual programs and people in a variety of settings in Indonesia.
    [Show full text]
  • Politik Peng Pendidikan Ting Politik Penguatan Institusi
    POLITIK PENGUATAN INSTITUSI PENDIDIKAN TINGGI ISLAM INDONESIA (Telaah Historis Transformasi FA-UII Ke PTAIN Era Menteri Agama K.H. A. Wahid Hasyim) Darul Abror STAIAI As-Shiddiqiyah Lempuing Jaya OKI Sumsel E-mail: [email protected] Abstract the regime, in ways thatt arear more adaptive and This study aims to devevelop scientific prioritize stability and inteinterests all groups by treasures on the focus of educacational political reflecting competitive, comompromise, cooperative studies that are not yet familiariliar in Indonesia, and tassammuh and tawassusuth processes to reduce especially regarding the politics of strengthening conflict between groups withith the aim of obtaining Islamic education institutions Era of the Minister of alternative solutions. Religion K.H.A. Wahid Hasyim IndIndonesia that has never been studied by anyone,e, so this study Keywords: Politics, Islamamic Higher Education, becomes important to study. ThThis study uses "Interest Groups Theory" whichich has been K.H.A. Wahid Hasyim. incorporated in The Politics of Education Association (PEA) as an analysis knknife so that it is Abstrak relevant to the context of the ddiscussion. The Penelitian ini bertujuan untuk method in this study uses the quaualitative method mengembangkan khazanahah ilmiah pada fokus "Library Research" with an educacational political kajian politik pendidikan yayang belum familier di approach with historical style.le. Whereas in Indonesia khususnya tentantang Politik penguatan collecting data obtained do documumentation study institusi pendidikan tingi Islaslam Era Menteri Agama and interview, and data analysis tectechnique used by K.H.A. Wahid Hasyim InIndonesia yang belum qualitative circular analysis technique by pernah ditelitioleh siapapunpun,sehingga kajian ini describing, classifying and combininining.
    [Show full text]
  • Action Research from Concept to Practice : a Study of Action Research Applications Within Indonesian Community Education and Development Programs
    University of Massachusetts Amherst ScholarWorks@UMass Amherst Doctoral Dissertations 1896 - February 2014 1-1-1989 Action research from concept to practice : a study of action research applications within Indonesian community education and development programs. Douglas Russell Dilts University of Massachusetts Amherst Follow this and additional works at: https://scholarworks.umass.edu/dissertations_1 Recommended Citation Dilts, Douglas Russell, "Action research from concept to practice : a study of action research applications within Indonesian community education and development programs." (1989). Doctoral Dissertations 1896 - February 2014. 2060. https://scholarworks.umass.edu/dissertations_1/2060 This Open Access Dissertation is brought to you for free and open access by ScholarWorks@UMass Amherst. It has been accepted for inclusion in Doctoral Dissertations 1896 - February 2014 by an authorized administrator of ScholarWorks@UMass Amherst. For more information, please contact [email protected]. ACTION RESEARCH FROM CONCEPT TO PRACTICE; A STUDY OF ACTION RESEARCH APPLICATIONS WITHIN INDONESIAN COMMUNITY EDUCATION AND DEVELOPMENT PROGRAMS A Dissertation Presented by DOUGLAS RUSSELL DILTS Submitted to the Graduate School of the University of Massachusetts in partial fulfillment of the requirements for the degree of DOCTOR OF EDUCATION September, 1989 School of Education Copyright by Douglas Russell Dilts 1989 All Rights Reserved ACTION RESEARCH FROM CONCEPT TO PRACTICE: A StUDY OF ACTION RESEARCH APPLICATIONS WITHIN INDONESIAN COMMUNITY EDUCATION AND DEVELOPMENT PROGRAMS A Dissertation Presented by DOUGLAS RUSSELL DILTS Approved as to style and content by: David Kinsey, " Member Alfred Hudson, Member Marian Haring-Hidore Dean, School of Education ACKNOWLEDGMENTS This dissertation grew out of over five years of experience with actual programs and people in a variety of settings in Indonesia.
    [Show full text]
  • Political Orientation of Nahdatul Ulama After Muhtamar IX
    Advances in Social Science, Education and Humanities Research, volume 226 1st International Conference on Social Sciences (ICSS 2018) Political Orientation of Nahdatul Ulama After Muhtamar IX 1st Eko Satriya Hermawan 2nd Rojil Nugroho Bayu Aji 3rd Riyadi History Education Department, History Education Department History Education Department, Universitas Negeri Surabaya Universitas Negeri Surabaya Universitas Negeri Surabaya Surabaya, Indonesia Surabaya, Indonesia Surabaya, Indonesia email: [email protected] email: [email protected] email: [email protected] Abstract–Nahdatul Ulama (NU) is currently the largest Muslim- traditionalist cleric, traders and landlords are the economic based community organization in Indonesia. Looking at the basis of (school) pesantren and cleric families, which can historical view, that NU used to be a political party, even winning threaten the coffers of the traditionalist cleric economy.[2] the election in Sidorajo, East Java. This study uses a The most obvious conflict, was when deciding on methodological approach of history to see the uniqueness of NU the representation of the Dutch East Indies in the Islamic in winning the election in 1955. Authentic documents and in- World Congress held in Mecca in 1926. The traditionalists, depth interviews were conducted to gain a past representation far beyond the discourse that developed in society. worried about not having the opportunity to become representatives in the activity. On that basis, Wahab Keywords— NU, Politics, and Islam Chasbullah, through the approval of Hasyim Asj'ari, invited the leading clerics from traditionalist circles to his home in Surabaya on January 31, 1926. The meeting had two aims: I. INTRODUCTION first, to ratify the creation of the Hijaz Committee which would send a delegation to the congress in Mecca .
    [Show full text]
  • Perdebatan Tentang Dasar Negara Pada Sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan (Bpupk) 29 Mei—17 Juli 1945
    PERDEBATAN TENTANG DASAR NEGARA PADA SIDANG BADAN PENYELIDIK USAHA-USAHA PERSIAPAN KEMERDEKAAN (BPUPK) 29 MEI—17 JULI 1945 WIDY ROSSANI RAHAYU NPM 0702040354 FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA UNIVERSITAS INDONESIA 2008 Perdebatan dasar..., Widy Rossani Rahayu, FIB UI, 2008 1 PERDEBATAN TENTANG DASAR NEGARA PADA SIDANG BADAN PENYELIDIK USAHA-USAHA PERSIAPAN KEMERDEKAAN (BPUPK) 29 MEI–17 JULI 1945 Skripsi diajukan untuk melengkapi persyaratan mencapai gelar Sarjana Humaniora Oleh WIDY ROSSANI RAHAYU NPM 0702040354 Program Studi Ilmu Sejarah FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA UNIVERSITAS INDONESIA 2008 Perdebatan dasar..., Widy Rossani Rahayu, FIB UI, 2008 2 KATA PENGANTAR Puji serta syukur tiada terkira penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang sungguh hanya karena rahmat dan kasih sayang-Nya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini ditengah berbagai kendala yang dihadapi. Ucapan terima kasih dan salam takzim penulis haturkan kepada kedua orang tua, yang telah dengan sabar tetap mendukung putrinya, walaupun putrinya ini sempat melalaikan amanah yang diberikan dalam menyelesaikan masa studinya. Semoga Allah membalas dengan balasan yang jauh lebih baik. Kepada bapak Abdurrakhman M. Hum selaku pembimbing, yang tetap sabar membimbing penulis dan memberikan semangat di saat penulis mendapatkan kendala dalam penulisan. Kepada Ibu Dwi Mulyatari M. A., sebagai pembaca yang telah memberikan banyak saran untuk penulis, sehingga kekurangan-kekurangan dalam penulisan dapat diperbaiki. Kepada Ibu Siswantari M. Hum selaku koordinator skripsi dan bapak Muhammad Iskandar M. Hum selaku ketua Program Studi Sejarah yang juga telah memberikan banyak saran untuk penulisan skripsi ini. Kepada seluruh pengajar Program Studi Sejarah, penulis ucapakan terima kasih untuk bimbingan dan ilmu-ilmu yang telah diberikan. Kepada Bapak RM. A. B.
    [Show full text]
  • Indonesia's Ulama and Politics
    Indonesia's ulama and politics Martin van Bruinessen, "Indonesia's ulama and politics: caught between legitimising the status quo and searching for alternatives", Prisma — The Indonesian Indicator (Jakarta), No. 49 (1990), 52-69. Indonesia’s Ulama and Politics: Caught Between Legitimising the Status Quo And Searching for Alternatives The relationship between ulama, ‘men of Islamic learning,’ and umara, ‘holders of political power,’ has always been ambivalent. On the one hand, ulama at least in the Sunni tradition have always provided religious legitimation for the de facto power holders. On the other hand, there is also a general awareness that power corrupts and that proximity to those in power impairs the ulama’s moral authority and the integrity of their learning. There is a well-known hadith to that effect, often quoted in popular sermons: “the worst among the ulama are those who go and see the umara, while the best among the umara are those who come and see the ulama.” It has been pointed out that this hadith is actually ‘weak’ (da`if), meaning that its attribution to the Prophet is considered very dubious.[1] The fact that it is frequently quoted by ulama and popular preachers in Indonesia nevertheless indicates that the saying expresses something about which they have strong feelings. In a recent research project on the Indonesian ulama’s worldview, about half the ulama interviewed volunteered this hadith when asked what was the correct form of Islam-state relations.[2] Moral, economic and political independence (kemandirian) vis-à-vis the government is a quality that almost all respondents considered essential.
    [Show full text]
  • BAB II GENEALOGI K.H. MASJKUR A. Biografi KH. Masjkur Masjkur
    BAB II GENEALOGI K.H. MASJKUR A. Biografi KH. Masjkur Masjkur lahir di Singosari, Malang, tahun 1899 M / 1315 H. Ia dilahirkan dari pasangan Maksum dengan Maemunah. Maksum adalah seorang perantauan yang berasal dari sebuah dusun di kaki gunung Muria, Kudus, Jawa Tengah. Ia datang ke Singosari memenuhi perintah ibunya untuk mencari ayahnya yang pergi meninggalkan kampung halaman. Oleh ibunya dia diberitahu “ Ayahmu telah lama meninggalkan kampung. Pergilah engkau mencarinya ke arah Timur”. Ke arah Timur ! Itu saja keterangan yang diperolehnya dari ibunya. Hanya dengan membawa sebilah keris pemberian ibunya, Maksum pun berangkat mencari ayahnya.1 Setelah perjalanan yang begitu panjang pengembaraanya sampai di daerah Singosari, Malang. Sewaktu Maksum mendengar bahwa di Singosari ada yang dikabarkan berasal dari daerahnya, hatinya pun seakan-akan tidak sabar lagi. Langkahnya dipercepat, dengan harapan agar dapat segera bertatap muka dengan pria itu. Siapa tahu, bahwa pria itu memang ayah kandungnya yang selama ini dicarinya. Ternyata bahwa orang laki-laki yang mengaku berasal dari daerah Jepara itu bukanlah ayahnya, melainkan hanya kenalan ayahnya. Dari sinilah ia mendapatkan berita bahwa ayahnya sudah tiada. Mendengar berita tersebut Maksum pun terhenyak seketika. Apa yang akan ia lakukan sekarang, mengingat 1 Farhan Ismail, Wawancara, Singosari, 27 Desmber 2013. 17 18 perjalanan yang sangat jauh yang dia tempuh. Maksum pun merasa segan untuk kembali ke Jepara di kaki gunung Muria. 2 Dia pun mendapat keterangan bahwa di sekitar situ ada sebuah pesantren yang dipimpin Kyai Rohim. Tergeraklah hati Maksum untuk menjadi santri di pesantren tersebut. Maksum pun akhirnya tinggal di pesantren yang dipimpin oleh Kyai Rohim. Berkat kerajinan, ketekunan, dan kejujuranya akhirnya Maksum dijadikan menantu oleh Kyai Rohim, dikawinkan oleh anak perempuanya Maemunah.
    [Show full text]
  • Pemikiran KH Masjkur Dalam Mendesain Lembaga Pendidikan Islam Berbasis Kebangsaan
    Akademika ISSN (p) 2085-7470 ISSN (e) 2621-8828 | Vol. 15 No. 2 (2021) | 1-14 Pemikiran KH Masjkur dalam Mendesain Lembaga Pendidikan Islam Berbasis Kebangsaan Maskuri Fakultas Agama Islam Universitas Islam Malang E-mail: [email protected] Imam Safi’i Fakultas Agama Islam Universitas Islam Malang E-mail: imam.safi’[email protected] Hepi Ikmal Fakultas Agama Islam Universitas Islam Lamongan E-mail: [email protected] Abstrak: Ulama dan Kiai memiliki peran penting sebagai pejuang kemerdekaan, munculnya resolusi jihad adalah salah satu solusi kebangkitan nusantara dalam melawan penjajah saat itu. Pada kurun revolusi, salah satu nama penting dalam perjuangan kebangsaan yang perlu dicatat adalah Kiai Masjkur. Kiai Masjkur mendirikan dan mengelola lembaga pendidikan Islam yang diberi nama Misbahul Wathan. Kiai Masjkur mendirikan Misbahul Wathon sebagai cita-cita mengembangkan pendidikan kebangsaan untuk bumi putera. Dalam penelitian ini menggunakan kualitatif, jenis penelitian kepustakaan. Tujuannya Dalam kajian ini adalah mengungkap perjuangan Kyai Masjkur dalam dunia pendidikan yaitu tentang 1) mengungkap idiologi ahlisunnah waljamaah dalam pendidikan Islam yang dirintis oleh Kyai Masjkur. 2) Desain penyelenggaraan pendidikan Islam dalam membangun Nasionalisme 3) aksi pengembangan pendidikan Islam yang menunjukkan nasionalisme 4) Pendidikan Islam sebagai realitas sikap Nasionalisme. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa Kiai Masjkur sebagai ulama’ dan pejuang kemerdekaan Indonesa. Dan yang menjadi penting lagi adalah beliau merintis lembaga pendidikan Islam misbahul wathon yang didasarkan dengan idiologi Aswaja dan beliau mendesain pendidikan modern pada saat masa berjuang menuju kemerdekaan dengan kurikulum yang sudah tertata. Serta hasil dari pendidikan berwawasan kebangsaan yang didirikan oleh kyai masjkur menumbuhkan sikap patriotis, para pejuang yang siap untuk mengorbankan jiwa raga untuk kemerdekaan republic Indonesia.
    [Show full text]
  • Set Madani # Isi 16X23.Pmd
    NEGARA MADANI Aktualisasi Nilai-nilai Pancasila dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara Sanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, sebagaimana yang diatur dan diubah dari Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002, bahwa: Kutipan Pasal 113 (1) Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). (2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). (3) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). (4) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah). Dr. Idrus Ruslan, M.Ag.
    [Show full text]
  • Relasi Agama Dan Pancasila Menurut Pemikiran K.H Wahid Hasyim Dan Relevansinya Dengan Kondisi Indonesia Saat Ini
    RELASI AGAMA DAN PANCASILA MENURUT PEMIKIRAN K.H WAHID HASYIM DAN RELEVANSINYA DENGAN KONDISI INDONESIA SAAT INI skripsi Diajukan Kepada Fakultas Syari’ah dan Hukum Untuk Memenuhi Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H) Oleh: Aliza Aulia NIM : 1113045000051 PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1440 H/2019 M ABSTRAK Aliza Aulia. NIM 1113045000051. RELASI AGAMA DAN PANCASILA MENURUT PEMIKIRAN K.H WAHID HASYIM DAN RELEVANSINYA. Program studi Hukum Tata Negara (Siyasah), Fakultas Syari’ah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/2019 M. Studi ini menegaskan bagaimana hubungan Pancasila sebagai dasar ideologi Negara Kesatuan Republik Indonesia, dengan Islam yang merupakan agama mayoritas penduduk Indonesia. Pembahasan ini menjadi menarik, karena persoalan Islam dan Pancasila telah menjadi perdebatan panjang sejak pertama kali perumusan dasar Negara Indonesia sampai hari ini, termasuk pemikiran K.H Wahid Hasyim tentang agama dan Pancasila. Jenis penelitian ini menggunakan penelitian kepustakaan (Library Research) dengan metode kualitatif yang bersifat deskriptif, yakni penulis berusaha menggambarkan objek penelitian, yaitu pemikiran K.H Wahid Hasyim tentang relasi agama dan Pancasila. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa dalam menilai relasi agama dan Pancasila, K.H Wahid Hasyim bisa dikategorikan seorang yang substansialis, yang berpandangan relasi agama dan Pancasila sebagai hubungan yang simbiosis mutualistik. Negara dan agama saling menopang dan mengisi, tanpa saling berhadapan secara konfrontatif. K.H Wahid Hasyim ini memiliki tipikal pemikir yang substansialis, yang menghendaki agar agama ditempatkan dalam posisi strategis dalam kehidupan bernegara. Pemikirannya dipengaruhi oleh pemikiran politik yang bercorak sunni klasik, sesuai dengan latar belakang dari kalangan pesantren.
    [Show full text]
  • Kamus Sejarah Indonesia Nation Formation Jilid I
    KAMUS SEJARAH INDONESIA NATION FORMATION JILID I KAMUS SEJARAH INDONOESIA NATION FORMATION JILID I KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA 2017 KAMUS SEJARAH INDONOESIA JILID I NATION FORMATION PENGARAH Hilmar Farid (Direktur Jenderal Kebudayaan) Triana Wulandari (Direktur Sejarah) NARASUMBER Suharja, Amurwani Dwi Lestariningsih, Abdurahman, Didik Pradjoko EDITOR Susanto Zuhdi, Nursam PEMBACA UTAMA Taufik Abdullah PENULIS Dian Andika Winda, Dirga Fawakih, Ghamal Satya Mohammad, Saleh As’ad Djamhari, Teuku Reza Fadeli, Tirmizi TATA LETAK DAN GRAFIS M. Abduh, Kurniawan SEKRETARIAT DAN PRODUKSI Tirmizi, Isak Purba, Bariyo, Haryanto, Maemunah, Dwi Artiningsih Budi Harjo Sayoga, Esti Warastika, Martina Safitry, Dirga Fawakih PENERBIT Direktorat Sejarah Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Jalan Jenderal Sudirman, Senayan Jakarta 10270 Tlp/Fax: 021-5725042017 ISBN 978-602-1289-76-1 KATA PENGANTAR DIREKTUR SEJARAH Kesulitan yang seringkali ditemukan guru sejarah dalam proses pembelajaran adalah munculnya istilah-istilah kesejarahan yang sulit dan tidak ditemukan penjelasannya dalam buku teks pelajaran sejarah. Ketiadaan penjelasan atau penjelasan yang tidak komprehensif dalam buku teks menjadi salah satu penghambat bagi guru dalam proses belajar mengajar. Oleh karena itu, diperlukan buku kamus yang memuat daftar informasi kesejarahan yang dapat memudahkan guru khususnya dan umumnya masyarakat luas dalam mencari istilah-istilah sulit yang kerap ditemukan dalam pembelajaran sejarah. Berangkat dari
    [Show full text]
  • Bab Iv Peran Kh. Masjkur Dalam Perjuangan
    BAB IV PERAN KH. MASJKUR DALAM PERJUANGAN KEMERDEKAAN INDONESIA A. Perjuangan KH. Masjkur dalam Keprajuritan Indonesia 1. Syuu Sangi-kai (DPRD zaman Jepang) Pada masa pendudukan Jepang, Masjkur terlibat dalam laskar Hizbulloh. Ia mengikuti latihan kemiliteran yang diadakan di Cisarua Bogor pada akhir Februari 1945. Selain itu, Masjkur juga ikut latihan khusus bagi ulama yang diadakan Jepang pada Juli 1945. Masjkur saat itu menjadi utusan dari keresidenan Malang bersama dengan Haji Nuryasin dan H.M. Kholil.1 Ada hal yang baru bagi kaum ulama, yakni lebih memberi penjelasan kepada mereka untuk diberi kesempatan menonton gambar hidup yang mengandung pelajaran dan melukiskan kemajuan di daerah-daerah Asia Timur Raya dalam lapangan kemakmuran dan perindustrian.2 Pelajaran diberikan mulai pukul 08.00 sampai pukul 15.15 sore, dengan catatan tiap hari Jumat istirahat penuh. Sedangkan pada hari Minggu belajar seperti biasa. 1 Azyumardi Azra (ed), Menteri-Menteri Agama RI Biografi Sosial-Politik (Jakarta: PPIM, 1998), 59. 2 Soebagijo I. N., KH. Masjkur (Jakarta: PT. Gunung Agung, 1982), 41. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 52 Yang agak menyulitkan kaum ulama pada umumnya di waktu latihan ialah mereka harus belajar baris-berbaris seperti militer Jepang. Meraka harus bisa melakukan gerak badan yang dalam bahasa Jepang dinamakan taiso. Setelah PM Hideki Todjo kembali ke Tokyo dari perjalanan ke daerah Selatan pertengahan 1943, di depan
    [Show full text]