INSANCITA: Journal of Islamic Studies in and Southeast Asia, VolumeVolume 4(1), 3(2), February August 20182019

BAMBANG SATRIYA, ANDI SUWIRTA & AYI BUDI SANTOSA Volume 3(2), August 2018 Print ISSN 2443-2776 Ulama Pejuang dari Serambi Mekkah: Contents Teungku Muhammad Daud Beureueh Sambutan. [ii] dan Peranannya dalam Revolusi Indonesia HILAL WANI & SAKINA KHAZIR, Critical Analysis on Islamophobia,di , Politics of 1945-1950Misunderstanding, and Religious Fundamentalism. [99-116] ABSTRAKSI: Penelitian ini – dengan menggunakan pendekatan kualitatif, metode sejarah, dan studi pustaka – mengkaji sosok Teungku EDIMuhammad SUHARDI Daud Beureueh, EKADJATI sebagai ulama, pejuang, yang memiliki pengaruh besar pada masa revolusi Indonesia di Aceh, 1945-1950. Hasil penelitian menunjukan bahwa kondisi politik dan sosial-ekonomi di Aceh pasca kemerdekaan Indonesia tidak stabil. Kemudian, FatahillahTeungku Muhammad sebagai Daud Tokoh Beureueh Historis: berperan penting dalam peristiwa Cumbok, dengan memberikan penyadaran terhadap Pemerintah SamaDaerah atau agar memperhatikan Bedakah dengan konflik horizontal Sunan yang Gunung sedang terjadi Djati? dan menginstruksikan[117-124] untuk memobilisasi pasukan guna menyerang kaum Uleebalang (bangsawan) di Pidie, Aceh. Ia pun mampu menghentikan gerakan TPR (Tentara Perjuangan Rakyat) pimpinan Husin al-Mujahid. Ketika menjabat sebagai Gubernur Militer Aceh, Langkat, dan Tanah Karo, Teungku Muhammad Daud Beureueh mampu HAJImeleburkan AWANG berbagai laskarASBOL perjuangan BIN ke dalam HAJI tubuh MAIL TNI (Tentara, Nasional Indonesia); dan menjadi salah satu inisiator pengumpulan dana untuk pembelian pesawat terbang Indonesia. Sikap yang diambil oleh Teungku Muhammad Daud Beureueh adalah menolak ketika YayasanAceh hendak Sultan digabungkan Haji ke Hassanaldalam Provinsi Bolkiah, Sumatera Utara, 1992-2012: sehingga hal ini membuatnya kecewa kepada Pemerintah Pusat di , Sejarah,khususnya Perumahan,kepada Presiden Soekarno. dan Melayu Islam Beraja. [125-144] KATA KUNCI: Teungku Muhammad Daud Beureueh; Ulama Aceh; Peranan; Revolusi Indonesia.

SONDANGABSTRACT: “Warrior SENINTA Cleric from theDEBORA Porch of : SITUMORANG Teungku Muhammad Daud, Beureueh and His Role in the Indonesian Revolution Experiencesin Aceh, 1945-1950”. Learning This Strategyresearch – using for qualitativethe Development approaches, historical of Religious methods, and Teen literature. [145-160] studies – examines the figure of Teungku Muhammad Daud Beureueh, as a warrior cleric, who had a great influence during the Indonesian revolutionary period in Aceh, 1945-1950. The results showed that the political and socio-economic conditions in Aceh after Indonesia’s independence were unstable. Then, ANDITeungku SUWIRTA Muhammad Daud, Beureueh played an important role in the Cumbok incident, by giving awareness to the Regional Government to pay attention to the horizontal conflict that was happening and instructed to mobilize troops to attack the “Uleebalang” (Aristocrats) in PersPidie, dan Aceh. Kritik He was alsoSosial able topada stop the Masa TPR (People’s Orde Struggle Baru: Army) Kasus movement BAPINDO led by Husin Tahunal-Mujahid. 1994 While serving as the Military dalamGovernor Sorotan of Aceh, Langkat, Surat and Kabar Tanah RepublikaKaro, Teungku Muhammaddi Jakarta Daud. [161-186] Beureueh was able to fuse various paramilitary troops into the Indonesian Armed Forces; and became one of the initiators of the collection of funds for the purchase of Indonesian airplanes. The attitude taken by Teungku Muhammad Daud Beureueh was to refuse when Aceh was about to be integrated into the Province of North , so Info-insancita-edutainmentthis made him disappointed in the Central Government. [187-198] in Jakarta, especially to President Soekarno. KEY WORD: Teungku Muhammad Daud Beureueh; Acehnese Ulema; Role; Indonesian Revolution. INSANCITA: Journal of Islamic Studies in Indonesia and Southeast Asia will provide a peer-reviewed forum for the publication of thought-leadershipAbout the Authors: articles, Bambang briefings, Satriya, discussion, S.Pd. adalahapplied Alumniresearch, Departemencase and comparative Pendidikan studies, Sejarah expert FPIPS comment UPI and(Fakultas analysis Pendidikan on the key Ilmuissues Pengetahuan surrounding theSosial, Islamic Universitas studies in Pendidikan general, not Indonesia) only in Indonesia di Bandung. but also Andi in Southeast Suwirta, Asia M.Hum. and around dan Ayithe world,Budi Santosa,and its various M.Si. adalahaspects. Dosen Analysis Senior will bedi practicalDepartemen and rigorousPendidikan in nature. Sejarah The FPIPS INSANCITA UPI di Bandung, journal, Jawawith printBarat, ISSN Indonesia. 2443-2776, Untuk was kepentingan firstly published aka- demik,on February penulis 5, bisa 2016, dihubungi in the context melalui to alamat commemorate emel: [email protected] the Dies Natalies of HMI dan (Himpunan [email protected] Mahasiswa Islam or Islamic Students Association)Suggested in Citation:Indonesia. Satriya, The INSANCITA Bambang, Andijournal Suwirta has been & Ayiorganized Budi Santosa.by the Alumni (2019). of “UlamaHMI who Pejuang work asdari Lecturers Serambi at Mekkah:the HEIs Teungku(Higher EducationMuhammad Institutions) Daud Beureueh in Indonesia; dan Peranannya and published dalam by Minda Revolusi Masagi Indonesia Press as di a Aceh, publisher 1945-1950” owned by inASPENSI INSANCITA: (the Association Journal of Islamicof Indonesian Studies Scholarsin Indonesia of History and Southeast Education) Asia in, VolumeBandung, 4(1), West February, , Indonesia. pp.35-54. The Bandung, INSANCITA West journalJava, Indonesia: is published Minda twice Masagi a year Pressi.e. every owned February by ASPENSI, and August. with All ISSN articles 2443-1776 full text (print)in PDF and are ISSNfree to 2657-0491be accessed and(online). down load from the website at: www.journals. mindamas.com/index.php/insancitaArticle Timeline: Accepted (October 28, 2018); Revised (December 27, 2018); and Published (February 28, 2019).

© 20182019 Minda Masagi Press owned by ASPENSI in Bandung, West Java, Indonesia 35i p-ISSN 2443-2776, e-ISSNISSN 2657-04912443-2776, and www.journals.mindamas.com/index.php/insancita BAMBANG SATRIYA, ANDI SUWIRTA & AYI BUDI SANTOSA, Ulama Pejuang dari Serambi Mekkah

PENDAHULUAN revolusi berlangsung di Aceh (Roring, Masa revolusi di Indonesia tidak hanya 2000; Ibrahimy, 2001; Fajar, 2015; Gade terjadi di pusat pemerintahan, seperti & Don, 2018; dan Siregar, 2018). Jakarta dan , melainkan terjadi Di Aceh pernah terjadi peristiwa hampir di seluruh wilayah Indonesia, penting, yakni perang saudara yang tidak terkecuali wilayah Aceh (Reid, melibatkan masyarakat sipil melawan 1974; Drooglever, 1999; and Vickers, masyarakat sipil. Perang ini sering 2005). Wilayah yang disebutkan terakhir dinamakan sebagai “Peristiwa Cumbok”. ini memiliki dinamika dan kekhasan Seperti diketahui bahwa di Aceh terdapat tersendiri, ketika masa mempertahankan dua buah kekuatan besar, yakni kaum kemerdekaan berlangsung. Hal ini terbukti ulama yang sering disebut Teungku; bahwa Aceh tidak mengalami pendudukan dan kaum adat atau bangsawan dengan kembali oleh Belanda. Meskipun Belanda sebutan Teuku, yang biasa disebut juga sudah mencoba memaksa masuk, namun sebagai kaum Uleebalang (Daud, 2006; mereka merasa kesulitan dan hanya Heryati, 2015; dan Satriya, Suwirta & mampu berada di wilayah terluar Aceh Santosa, 2018). (Kahin, 1995; Ricklefs, 2007; dan Satriya, Beberapa hal yang membuat Peristiwa Suwirta & Santosa, 2018). Cumbok ini terjadi adalah adanya Mungkin Belanda telah belajar dari perbedaan kepentingan antara kedua Perang Aceh, 1879-1908, bahwa rakyat kelompok besar di Aceh tersebut. Aceh sulit untuk ditaklukkan, sehingga Kalangan Uleebalang tidak seluruhnya mereka mengurungkan niat untuk kembali mendukung proklamasi kemerdekaan menguasai Aceh. Oleh karena itu, dapat Indonesia. Mereka menginginkan Belanda dikatakan bahwa Belanda tidak mampu untuk memerintah kembali di Indonesia. menguasai Aceh secara keseluruhan Hal ini juga ditengarai bahwa telah lama selama masa revolusi Indonesia, 1945- sebetulnya ada hubungan yang tidak 1950 (Zentgraaf, 1983; Veer, 1987; dan harmonis antara kaum ulama dan kaum Ricklefs, 2007). pamong praja di Aceh. Kalangan ulama Pada masa yang terkenal akan gejolak menuding bahwa Uleebalang hanya menjadi sosial dan politik ini, banyak peristiwa boneka penjajah Belanda (Daud, 2006; yang mewarnai perjalanan sejarah Aceh. Dewanto ed., 2011:8; dan Heryati, 2015). Di samping itu, banyak bermunculan pula Selama Peristiwa Cumbok, Teungku tokoh-tokoh pada masa berkenaan. Tokoh- Muhammad Daud Beureueh memiliki tokoh tersebut tidak hanya muncul, peranan yang penting. Setelah Peristiwa melainkan memiliki peranan yang Cumbok, posisi ulama mengalami menonjol selama masa revolusi Indonesia perubahan dalam kancah perpolitikan di Aceh. Tokoh-tokoh yang bermunculan di Aceh. Keadaan tersebut diperkuat pada masa itu, antara lain, Teuku Nyak dengan adanya gerakan TPR (Tentara Arif, Mr. Teuku Mohammad Hasan, Perjuangan Rakyat), yang menginginkan Mr. S.M. Amin, Ali Hasjmy, dan tidak semua Uleebalang turun dari jabatan terkecuali Teungku Muhammad Daud pada pemerintah lokal di Aceh. Gerakan Beureueh, yang menjadi salah satu tokoh yang dipimpin oleh Husin al-Mujahid ini dengan peranan penting selama masa menganggap jika mereka, para Uleebalang,

36 © 2019 Minda Masagi Press owned by ASPENSI in Bandung, West Java, Indonesia p-ISSN 2443-2776, e-ISSN 2657-0491, and www.journals.mindamas.com/index.php/insancita INSANCITA: Journal of Islamic Studies in Indonesia and Southeast Asia, Volume 4(1), February 2019 tetap pada puncak kekuasaan, siapakah untuk Presiden Soekarno) mengatakan yang sanggup menjamin bahwa mereka bahwa Aceh adalah daerah modal. Beliau tidak akan kembali ke tabiat yang semula mengibaratkan Aceh sebagai sebuah (Saleh, 1992:103; Wiratmadinata, 2014; payung. “Kalaupun Republik hanya tinggal dan Heryati, 2015). selebar payung, kita akan terus berjuang, Namun, pada akhirnya, gerakan dengan modal daerah selebar payung itulah ini mampu dihentikan oleh Teungku kita merebut daerah lain” (dalam Sufiet al., Muhammad Daud Beureueh, selaku 1997:70). golongan ulama, yang memiliki posisi Namun, semua hal yang telah kuat kala itu di Aceh. Ia menganggap jika diperjuangkan oleh Teungku Muhammad gerakan tersebut telah menyimpang dan Daud Beureueh seakan tidak dihargai condong kepada sikap Husin al-Mujahid, oleh pemerintah Pusat, menjelang masa yang ambisius akan kekuasaan (Ibrahimy, revolusi berakhir. Pasca pengakuan 2001; Agustiningsih, 2007; dan Satriya, kedaulatan kepada Indonesia, sebagai hasil Suwirta & Santosa, 2018). dari KMB (Konferensi Meja Bundar) pada Selama masa revolusi, Teungku bulan Desember 1949, status wilayah Muhammad Daud Beureueh memiliki Aceh mengalami perubahan. Hal ini peranan yang cukup dominan. Hal ini berujung kepada penolakan dari Teungku terbukti dengan jabatan yang pernah Muhammad Daud Beureueh, sehingga ia ia sandang sebagai Gubernur Militer mulai tidak memercayai pemerintah Pusat. untuk daerah Aceh, Langkat, dan Tanah Pada akhirnya, perubahan status wilayah Karo. Padahal, Teungku Muhammad Aceh ini berujung kepada sikap yang Daud Beureueh notabene hanya seorang diambil oleh Teungku Muhammad Daud ulama. Suatu keunikan tersendiri yang Beureueh dengan memberikan perlawanan dimiliki oleh Teungku Muhammad kepada pemerintah Pusat (Sjamsuddin, Daud Beureueh. Selama menjabat 1999; Umar & Al-Chaidar, 2006; dan sebagai Gubernur Militer, misalnya, Satriya, Suwirta & Santosa, 2018). ia mampu membentuk TNI (Tentara Melihat konstribusi Teungku Nasional Indonesia) di Aceh. Selain itu, Muhammad Daud Beureueh selama masa hal yang mungkin tidak akan pernah revolusi di Aceh berlangsung, membuat dilupakan oleh seluruh rakyat Indonesia penulis menaruh ketertarikan kepada adalah sumbangsih yang diberikan oleh sosok tokoh ini. Khususnya peranan yang masyarakat Aceh kepada Indonesia berupa ia jalankan dan pengaruh yang ia miliki pesawat terbang. Terkumpulnya biaya ketika membawa rakyat Aceh melewati untuk pembelian pesawat terbang ini pun masa-masa sulit, masa revolusi Indonesia tidak lepas dari peranan seorang Teungku (1945-1950). Namun, dewasa ini Teungku Muhammad Daud Beureueh (Al-Chaidar, Muhammad Daud Beureueh seakan- 1999; Ibrahimy, 2001; dan Satriya, akan hanya dikenal sebagai seseorang Suwirta & Santosa, 2018). dengan predikat “buruk”, yang tidak Dalam kunjungan Presiden Soekarno lain sebagai pemimpin DI/TII (Darul ke Aceh, saat beliau berpidato di Lapangan Islam/Tentara Islam Indonesia) di Aceh. Blang Padang, Kutaraja, pada tanggal 16 Padahal, beberapa masa sebelumnya, ia Juni 1948, Bung Karno (sebutan akrab adalah sosok penting bagi rakyat Aceh dan

© 2019 Minda Masagi Press owned by ASPENSI in Bandung, West Java, Indonesia 37 p-ISSN 2443-2776, e-ISSN 2657-0491, and www.journals.mindamas.com/index.php/insancita BAMBANG SATRIYA, ANDI SUWIRTA & AYI BUDI SANTOSA, Ulama Pejuang dari Serambi Mekkah

Indonesia (Al-Chaidar, 1999; Umar & 1945 dipilih oleh penulis, sebab pada Al-Chaidar, 2006; dan Satriya, Suwirta & tahun itu Indonesia lahir sebagai negara Santosa, 2018). baru, setelah memproklamasikan diri Hal tersebut dibuktikan dengan pada 17 Agustus 1945. Sedangkan tahun rekam jejak yang dimilikinya. Teungku 1950 dipilih, karena berdekatan dengan Muhammad Daud Beureueh pernah Konferensi Meja Bundar (KMB), yang menduduki jabatan yang strategis dalam berlangsung pada tahun akhir 1949 dan beberapa organisasi. Ia pernah menjabat berujung kepada pengakuan kedaulatan sebagai Ketua PUSA (Persatuan Ulama Belanda atas Indonesia, yang memberikan Seluruh Aceh), sebuah organisasi dampak langsung kepada wilayah Aceh keagamaan yang bergerak di bidang dan Teungku Muhammad Daud Beureueh pendidikan, sosial, dan keagamaan. Selain sendiri. Hal itu dapat dijadikan acuan itu, pada organisasi kemiliteran, ia pernah mengenai sikap dari Teungku Muhammad menjabat sebagai Gubernur Militer, Daud Beureueh perihal perubahan yang meliputi wilayah Aceh, Langkat, status wilayah Aceh, tidak lama setelah dan Tanah Karo. Ia pun tak segan untuk pengakuan kedaulatan dari Belanda mendorong kaum muda Aceh untuk kepada Indonesia, pada tanggal 27 melawan Belanda (Lapian et al., 1996:14; Desember 1949. Illham, 2016; dan Satriya, Suwirta & Santosa, 2018). METODE PENELITIAN Posisi yang pernah diemban oleh Metode yang digunakan dalam Teungku Muhammad Daud Beureueh penelitian ini adalah metode historis itu berhasil ia maksimalkan, sekaligus atau metode sejarah, dengan pendekatan memanfaatkannya dengan baik untuk kualitatif dan studi literatur (Sjamsuddin, kepentingan rakyat Aceh, juga bagi 2007; Denzin, 2008; dan Zed, 2008). kepentingan bangsa Indonesia. Tidak salah Metode historis merupakan proses apabila A.J. Piekaar (1949), sebagaimana menguji dan menganalisa secara kritis dikutip juga dalam Muhammad Nur El rekaman dan peninggalan masa lampau. Ibrahimy (2001), mengatakan bahwa di Pernyataan tersebut dapat memberikan antara ratusan, mungkin ribuan ulama- indikasi bahwa seorang peneliti sejarah ulama di Aceh, Teungku Muhammad perlu melakukan pengujian dan analisis Daud Beureueh adalah yang paling terhadap sumber-sumber yang sesuai berpengaruh (Piekaar, 1949; dan dengan tema penelitian yang akan Ibrahimy, 2001:267). dibahas, dan kemudian direkonstruksi Penulis membatasi ruang lingkup dalam bentuk tulisan, setelah sebelumnya yang dikaji, baik secara spasial maupun diberikan analisis-analisis yang sesuai temporal. Pada aspek spasial, penulis (Gottschalk, 1983:32; Sjamsuddin, 2007; mengambil ruang lingkup di seputar dan Kuntowijoyo, 2013). Adapun tahap- wilayah Aceh. Sedangkan pada aspek tahap dalam metode historis itu meliputi temporal, penulis mengambil kurun waktu empat langkah penelitian, yaitu: dari tahun 1945 hingga tahun 1950, Pertama, Heuristik. Ini merupakan yang merupakan masa-masa genting bagi langkah pertama dari metode sejarah. kelangsungan Republik Indonesia. Tahun Langkah ini mengharuskan seorang

38 © 2019 Minda Masagi Press owned by ASPENSI in Bandung, West Java, Indonesia p-ISSN 2443-2776, e-ISSN 2657-0491, and www.journals.mindamas.com/index.php/insancita INSANCITA: Journal of Islamic Studies in Indonesia and Southeast Asia, Volume 4(1), February 2019 peneliti sejarah untuk mencari dan Sjamsuddin (1999) dengan buku karya mengumpulkan berbagai macam sumber Muhammad Nur El Ibrahimy (2001). sejarah yang sesuai dengan kajian dan akan Dalam bukunya, Nazaruddin Sjamsuddin dibahas oleh peneliti tersebut. Sumber- (1999) menjelaskan bahwa Teungku sumber sejarah yang dapat dicari dan Muhamamd Daud Beureueh menjadi dikumpulkan bisa berupa sumber tertulis salah satu tokoh yang memiliki pengaruh dan sumber lisan, bahkan benda berupa besar dalam masa revolusi Indonesia, yang dokumen dan monumen, seperti gambar, berlangsung di Aceh. Hal yang senada foto, dan bangunan (Sjamsuddin, 2007; pun tergambar dalam karya Muhammad Kuntowijoyo, 2013; dan Alian, 2017). Nur El Ibrahimy (2001), yang sama-sama Selama melakukan pencarian sumber, menjelaskan bahwa Teungku Muhammad penulis mengunjungi beberapa tempat Daud Beureueh menjadi salah satu seperti Perpustakaan UPI (Universitas pemimpin masyarakat Aceh dengan Pendidikan Indonesia) di Bandung; jiwa republikan yang dimilikinya (cf Perpustakaan UNPAD (Universitas Sjamsuddin, 1999; dan Ibrahimy, 2001). Padjadjaran) di Bandung; BAPUSIPDA Ketiga, Interpretasi. Ini merupakan (Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah) suatu penafsiran yang dilakukan oleh Jawa Barat di Bandung; BPNB (Badan penulis berdasarkan hasil pemikiran Pelestarian Nilai Budaya) di Bandung; terhadap keterangan atau fakta yang BAPAPSI (Badan Perpustakaan, Arsip, diperoleh dari sumber-sumber sejarah. dan Pusat Sistem Informasi) Kabupaten Namun, tentu saja, dalam melakukan Bandung; Kantor Perpustakaan dan Arsip penafsiran harus tetap bersifat ilmiah. Daerah Kota Bandung; Perpustakaan Batu Ketika melakukan penafsiran, penulis API di Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat; menggunakan pendekatan interdisipliner Perpustakaan Pusat TNI-AD (Tentara dengan menggunakan ilmu-ilmu bantu, Nasional Indonesia – Angkatan Darat) seperti Sosiologi dan Ilmu Politik, untuk di Bandung; dan koleksi perpustakaan memperkaya konsep-konsep dan pola- pribadi penulis sendiri. pola tertentu dalam peristiwa sejarah Kedua, Kritik. Ini terutama berkenaan (Kartodirdjo, 1992; Sjamsuddin, 2007; dengan kritik sumber, yang merupakan dan Kuntowijoyo, 2013). kegiatan seorang peneliti sejarah dalam Keempat, Historiografi. Ini merupakan melakukan klasifikasi dan penilaian suatu tahap akhir dalam metode sejarah. Pada sumber sejarah. Hal ini dilakukan agar tahap ini, penulis melakukan penyusunan sumber sejarah yang telah didapatkan oleh suatu cerita sejarah kedalam satu kesatuan penulis benar-benar terpercaya, sekaligus yang utuh. Penulis menyusun secara dapat dipertanggungjawabkan. Kegiatan sistematis, dengan mendasarkan kepada kritik sumber terbagi ke dalam dua aspek, ketentuan yang berlaku. Pada tahap ini, yaitu kritik eksternal dan kritik internal penulis sejarah biasanya menerapkan (Gottschalk, 1983; Sjamsuddin, 2007; dan kaidah penulisan supaya menghasilkan Kuntowijoyo, 2013). tulisan yang baik dan bersifat ilmiah Penulis melakukan kritik internal (Sjamsuddin, 2007; Kuntowijoyo, 2013; dengan membandingkan, misalnya, dan Kurniawati, 2015). buku-buku yang ditulis oleh Nazaruddin

© 2019 Minda Masagi Press owned by ASPENSI in Bandung, West Java, Indonesia 39 p-ISSN 2443-2776, e-ISSN 2657-0491, and www.journals.mindamas.com/index.php/insancita BAMBANG SATRIYA, ANDI SUWIRTA & AYI BUDI SANTOSA, Ulama Pejuang dari Serambi Mekkah

HASIL PENELITIAN DAN diharapkan mampu meningkatkan PEMBAHASAN solidaritas antara sesama ulama di Aceh, Teungku Muhammad Daud Beureueh supaya tidak terjadi perpecahan sesama dilahirkan di Beureunun, Aceh, pada 23 ulama. Tidak lama kemudian, PUSA September 1899. Ia dilahirkan dengan masuk kedalam MIAI (Majelis Islam Ala nama Muhammad Daud. Masa kecil Indonesia); dan, dengan demikian, para hingga dewasa, Teungku Muhammad ulama Aceh yang tergabung di dalamnya Daud Beureueh begitu dekat dengan mulai aktif melibatkan diri dalam pendidikan Islam. Mula-mula ia belajar pergerakan Islam dan perjuangan nasional di Pesantren Titeue selama setengah Indonesia (Surachman & Kutoyo, eds., tahun. Kemudian pindah ke Pesantren Iie 1977:214; Umar & Al-Chaidar, 2006; dan Leumbeue selama empat setengah tahun Satriya, Suwirta & Santosa, 2018). (Al-Chaidar, 1999; Ibrahimy, 2001:262; Pada masa pemerintahan pendudukan dan Muhammaddar, 2014). Jepang (1942-1945), pihak ulama Setelah beranjak dewasa, Teungku memiliki kedekatan dengan pihak Jepang. Muhammad Daud Beureueh menasbihkan Sebab, tujuan Jepang ke Indonesia tidak dirinya menjadi ulama reformis seperti Belanda, yang terlebih dahulu dengan membentuk Madrasah Sa’adah datang. Jepang pun dianggap sebagai Abidiyah, yang merupakan inovasi dalam pihak yang telah lama dinantikan, karena pendidikan Islam dari pesantren yang belum ada yang mampu mengusir terbatas hanya mempelajari ilmu agama Belanda. Perbedaan lainnya terletak dari menjadi madrasah yang memungkinkan tindakan Belanda yang kerap melakukan mempelajari ilmu-ilmu lain, selain ilmu misi penyebaran agama Kristen Protestan, agama yang dijadikan dasar (Al-Chaidar, sedangkan Jepang tidak melakukan hal 1999; Iqbal & Rizal, 2012; dan Satriya, yang demikian (Benda, 1980; Suwirta, Suwirta & Santosa, 2018). 1989; dan Oktorino, 2017). Dalam Pada tanggal 5 Mei 1939, PUSA konteks para ulama di Aceh, kedekatan (Persatuan Ulama Seluruh Aceh) terbentuk itu terlihat dengan hubungan yang terjalin di Peusangan, Bireuen, Pantai Utara Aceh antara Teungku Muhammad Daud (Shiraishi, 1988:41; Al-Chaidar, 1999; dan Beureueh dengan pemerintah pendudukan Illham, 2016). Secara aklamasi, Teungku Jepang, yang menunjuknya sebagai Wakil Muhammad Daud Beureueh terpilih MAIBKATRA atau Majelis Agama Islam sebagai Ketua PUSA, dengan Wakil Ketua untuk Bantuan Kemakmuran Asia Timur PUSA Teungku Abdurrahman Meunasah Raya (Al-Chaidar, 1999; Illham, 2016; Meucap, sedangkan sebagai Pelindung dan Satriya, Suwirta & Santosa, 2018). PUSA ditetapkan Ampon Chik Peusangan Memasuki masa kemerdekaan (Saleh, 1992:17; Illham, 2016; dan Indonesia, keadaan politik di Aceh Satriya, Suwirta & Santosa, 2018). berjalan dengan penuh dinamika. Aceh Kebanyakan yang tergabung dalam dijadikan salah satu keresidenan, yang organisasi PUSA adalah ulama reformis, bernaung dalam Provinsi Sumatera dan yang bermaksud untuk membentuk dipimpin oleh Mr. Teuku Mohammad suatu wadah dalam menyatukan pikiran Hasan sebagai Gubernur pertama di antara mereka. Kehadiran PUSA Sumatera. Kegiatan pemerintah di

40 © 2019 Minda Masagi Press owned by ASPENSI in Bandung, West Java, Indonesia p-ISSN 2443-2776, e-ISSN 2657-0491, and www.journals.mindamas.com/index.php/insancita INSANCITA: Journal of Islamic Studies in Indonesia and Southeast Asia, Volume 4(1), February 2019 daerah Aceh baru berjalan pada awal saja, serta memimpin gelora massa yang bulan Oktober 1945, setelah keluarnya bergolak dengan semangat perjuangan penetapan dari Gubernur Provinsi (Wahidy, 1960:73; Nasution, 1977; dan Sumatera, pada tanggal 3 Oktober 1945, Satriya, Suwirta & Santosa, 2018). tentang pengangkatan pejabat pemerintah Sebelum lahir API, telah terbentuk PRI NRI (Negara Republik Indonesia) di (Pemuda Republik Indonesia) di Pidie. seluruh Sumatera (Surachman & Kutoyo Ketuanya ialah Teungku Hasan Aly, yang eds., 1977:180; Roring, 2000; dan berafiliasi dengan BPI (Barisan Pemuda Raditya, 2017). Indonesia) di bawah pimpinan Ali Hasjmy Meskipun sudah dalam keadaan (Saleh, 1992:39; Reid, 2009; dan Gade merdeka, namun keamanan dalam negeri & Don, 2018). PRI dan BPI kemudian harus semakin ditingkatkan. Oleh karena berubah menjadi PESINDO (Pemuda itu, diperlukan organisasi kemiliteran yang Sosialis Indonesia), yang tetap dipimpin memiliki posisi vital. Di Aceh dibentuk oleh Ali Hasjmy. Di samping PESINDO, API (Angkatan Pemuda Indonesia), terdapat laskar perjuangan lainnya, seperti yang bertujuan sebagai pemenuhan Hisbullah, yang kemudian berubah pembentukan alat kelengkapan negara, menjadi Mujahidin, dan dipimpin oleh juga untuk merebut persenjataan dari Teungku Muhammad Daud Beureueh pihak tentara Jepang. Residen Aceh (Sufi, Nasir & Zulfan, 1997; Al-Chaidar, berpesan supaya buat sementara dipakai 1999; dan Gade & Don, 2018). kata “pemuda”, yang sewaktu-waktu Mayoritas anggota dari kedua laskar dapat diubah menjadi “perang”, jika perjuangan itu berasal dari kalangan saatnya telah tiba (cf Nasution, 1977:440; pendukung ulama, yang tergabung Anderson, 1988; dan Satriya, Suwirta & dalam Pemuda PUSA (Persatuan Ulama Santosa, 2018). Seluruh Aceh). Baik PESINDO maupun API diprakarsai oleh beberapa Mujahidin, keduanya merupakan jelmaan pemuda bekas Giyugun, semacam dari semangat para pemuda Aceh yang PETA (Pasukan Pembela Tanah Air) memiliki tujuan sama, yakni untuk di Jawa, yang mempunyai gagasan mempertahankan kemerdekaan Republik membentuk organisasi keamanan. Untuk Indonesia. Tetapi, mereka memiliki merealisisasikan gagasan tersebut, pada keengganan untuk ikut bergabung dalam 27 Agustus 1945, mereka mengadakan API, yang kemudian menjadi pasukan pertemuan di Hotel Sentral (Nasution, resmi (Al-Chaidar, 1999; Heryati, 2015; 1977; Iskandar, 2000:85; dan Zed, 2005). dan Satriya, Suwirta & Santosa, 2018). Pembentukan organisasi kemiliteran ini Antara API dan laskar perjuangan dimaksudkan agar keamanan di Aceh kepemudaan memiliki perbedaan latar tetap kondusif dan untuk menunjang belakang. API yang berkomposisikan keberlangsungan pemerintahan di bekas Giyugun, serta memiliki pendidikan tengah keadaan yang belum stabil. Secara militer dan pengalaman yang cukup. rinci, tugas API antara lain memelihara Selain itu, petinggi-petinggi API pun ketenteraman umum, merebut senjata kebanyakan berasal dari kalangan dari Jepang, membasmi musuh-musuh Uleebalang, yang memiliki kedekatan proklamasi yang bersifat dan bercorak apa dengan , dan menjadi

© 2019 Minda Masagi Press owned by ASPENSI in Bandung, West Java, Indonesia 41 p-ISSN 2443-2776, e-ISSN 2657-0491, and www.journals.mindamas.com/index.php/insancita BAMBANG SATRIYA, ANDI SUWIRTA & AYI BUDI SANTOSA, Ulama Pejuang dari Serambi Mekkah

Residen pertama di Aceh setelah dan peralatan militer ke Indonesia. proklamasi kemerdekaan. Sedangkan Di balik blokade yang dilakukan laskar perjuangan berasal dari pemuda Belanda tersimpan maksud yang dapat yang kebanyakan tergabung dalam PUSA, menjerumuskan Indonesia ke dalam dan memiliki afiliasi langsung dengan lubang keterpurukan. Pemberlakuan para ulama. API dan laskar perjuangan blokade pula dimaksudkan agar ekonomi mewakili dua kekuatan besar di Aceh Indonesia mengalami kekacauan hebat, (Zed, 2005; Fajar, 2015; dan Satriya, sehingga rakyat tidak merasa percaya Suwirta & Santosa, 2018). kepada pemerintah Indonesia. Meskipun Sama halnya dengan kondisi politik, begitu, semangat perjuangan rakyat sosial, dan ekonomi di Aceh pun berjalan Aceh tetap bergelora untuk mendukung dengan dinamika tersendiri. Keadaan keberlangsungan Indonesia (Ricklefs, yang diwariskan pasca pemerintah Jepang 2007; Reid, 2009; dan Fahlevi et al., menduduki Aceh telah menimbulkan 2015:6). ketidakstabilan. Situasi ekonomi pada Blokade yang dilakukan oleh Belanda saat itu amat suram, serta penghidupan mengindikasikan bahwa Belanda ingin dan kehidupan begitu sulit. Penghidupan kembali menancapkan kekuasaannya rakyat semata-mata tergantung dari di Indonesia, termasuk di Aceh. Hal ini pertanian, yang hasilnya tidak seimbang membuat geram pihak ulama di Aceh. bila ditukarkan dengan uang Jepang Mereka tidak menginginkan kembali yang sudah tidak mempunyai nilai. dampak sosial yang buruk terulang untuk Pemberlakuan mata uang sebagai alat kedua kalinya apabila Belanda kembali penukaran yang sah masih mengandalkan bercokol di Aceh. Oleh karena itu, pada mata uang pemerintah Belanda dan mata tanggal 15 Oktober 1945 di Kutaraja uang pemerintah Jepang (KODAM I/IM, (), Teungku Haji Hasan 1972:86; Shiraishi, 1988; dan Ismail, 1995). Krueng Kalee, Teungku Muhammad Lahan-lahan produksi pertanian Daud Beureueh, Teungku Haji Jakfar masyarakat tidak banyak dimanfaatkan. Siddiq Lambajat, dan Teungku Haji Pemerintah Daerah Aceh berusaha Ahmad Hasballah Indrapuri, dengan untuk meningkatkan hasil pertanian, mengatasnamakan seluruh ulama Aceh, terutama dengan cara memperluas areal mengeluarkan maklumat bersama persawahan. Tanah-tanah yang kosong bagi seluruh umat Islam di Aceh agar diusahakan kembali dijadikan sawah dan turut serta dalam perjuangan menolak ladang. Keadaan ini diperparah dengan kedatangan kembali Belanda. Beberapa adanya blokade yang dilakukan oleh bagian maklumat itu berbunyi, sebagai pihak Belanda, yang menggantikan posisi berikut: Jepang setelah kalah dalam Perang Dunia II (1939-1945), dan berkeinginan kembali Menurut keyakinan kami, perang ini adalah perjuangan suci yang disebut “Perang Sabil”. menguasai wilayah Indonesia (Kurasawa, Maka, percayalah wahai bangsaku, bahwa 1993; Ismail, 1995:155; and Rustiani, perjuangan ini adalah sebagai sumbangan Sjaifudian & Gunawan, 1997). perjuangan dahulu di Aceh yang dipimpin oleh almarhum dan pahlawan- Alasan Belanda melakukan blokade pahlawan kebangsaan yang lain. adalah untuk mencegah masuknya senjata Dari sebab itu, bangunlah wahai bangsaku

42 © 2019 Minda Masagi Press owned by ASPENSI in Bandung, West Java, Indonesia p-ISSN 2443-2776, e-ISSN 2657-0491, and www.journals.mindamas.com/index.php/insancita INSANCITA: Journal of Islamic Studies in Indonesia and Southeast Asia, Volume 4(1), February 2019

sekalian, bersatu padu menyusun bahu, Pidie. Peristiwa ini yang pada akhirnya mengangkat langkah maju ke muka untuk menggusur kekuatan dan kekuasaan mengikuti jejak perjuangan nenek-moyang kita dahulu. Tunduklah dengan patuh akan Uleebalang di Aceh, yang menginginkan segala perintah-perintah pemimpin kita untuk kembali kehadiran Belanda di Aceh keselamatan tanah air, agama, dan bangsa (Agustiningsih, 2007; Wiratmadinata, (dalam Tippe, 2000:31-32). 2014; dan Heryati, 2015). Dikeluarkannya maklumat Perang itu pecah pada tanggal ulama di atas tidak lain bertujuan 4 Desember 1945 di Sigli, ibukota untuk memperkuat tekad dalam Kabupaten Aceh Pidie, antara kelompok mempertahankan kemerdekaan Indonesia. ulama kontra kelompok Uleebalang. Di Semangat revolusi semakin berkobar dalam peristiwa itu, salah satu peranan di kalangan rakyat Aceh. Mereka tidak yang dilakukan oleh Teungku Muhammad ingin kembali merasakan hal yang sama, Daud Beureueh adalah bahwa ia bersikeras ketika Belanda menguasai wilayah Aceh di dalam sidang Komite Nasional Daerah sebelumnya. Otomatis, secara psikologis, bahwa Komite harus mengambil langkah- semangat yang dimiliki rakyat Aceh langkah tertentu untuk mengatasi semakin berapi-api sehingga mereka keadaan yang gawat di Kabupaten Pidie rela mengorbankan jiwa dan raganya (Razali, 1989:14; Sjamsuddin, 1999:166; untuk meneruskan perjuangan yang baru Agustiningsih, 2007; Heryati, 2015; dan dimulai. Terlebih dengan mengorbankan Illham, 2016). jiwa dan raga yang dianggap sebagai mati Memang, pada kenyataannya, syahid dalam ajaran Islam (Zamzami, bentrokan ini tidaklah sekecil yang 1990; Umar & Al-Chaidar, 2006; dan diperkirakan oleh pemerintah Daerah. Satriya, Suwirta & Santosa, 2018). Maka, atas usulan dari Teungku Di samping itu, hubungan antara Muhammad Daud Beureueh, pihak golongan Uleebalang (bangsawan) dan pemerintah Daerah mulai mengubah ulama terus mengalami gesekan menuju pandangan perihal konflik yang terjadi. konflik yang tidak terelakkan. Benih-benih Usulan yang diajukan oleh Teungku konflik yang telah lama ada, semakin Muhammad Daud Beureueh terbukti tumbuh berkembang seiring berjalannya mampu memberikan stimulus kepada waktu. Tokoh Uleebalang yang menjadi pemerintah Daerah agar cepat dalam biang terjadinya konflik adalah Teuku bertindak untuk menghindari hal-hal yang Muhammad Daud Cumbok. Ia adalah tidak diinginkan (Umar & Al-Chaidar, Uleebalang di daerah Sigli, yang benar- 2006; Illham, 2016; dan Satriya, Suwirta benar tidak menaruh rasa simpati ketika & Santosa, 2018). Indonesia berhasil memproklamasikan Tidak sampai di situ, Teungku menjadi negara yang merdeka. Dengan Muhammad Daud Beureueh juga demikian, ia memiliki pandangan menginstruksikan kepada para pemimpin yang begitu berbeda dengan mayoritas PUSA (Persatuan Ulama Seluruh Aceh) masyarakat Aceh, yang bersimpati dengan di daerah Aceh Utara untuk memobilisasi kemerdekaan Indonesia. Puncaknya, para anggota PESINDO (Pemuda terjadi revolusi sosial yang dikenal Sosialis Indonesia) dan Mujahidin guna dengan “Peristiwa Cumbok” di wilayah menyerang bagian Timur Pidie. Sebagai

© 2019 Minda Masagi Press owned by ASPENSI in Bandung, West Java, Indonesia 43 p-ISSN 2443-2776, e-ISSN 2657-0491, and www.journals.mindamas.com/index.php/insancita BAMBANG SATRIYA, ANDI SUWIRTA & AYI BUDI SANTOSA, Ulama Pejuang dari Serambi Mekkah salah satu pemimpin PUSA, Teungku 2014:26). Dikatakan sebagai “gerakan Muhammad Daud Beureueh memiliki liar”, karena TPR berhasil menghimpun sokongan kekuatan dari berbagai macam kekuatan yang cukup besar dengan elemen masyarakat. Mujahidin, yang mempersenjatai pengikutnya, baik berupa tidak lain adalah kelompok muda PUSA, senjata tajam maupun senjata api. Saat memiliki kelengkapan persenjataan yang itu belum terdapat kesatuan tentara yang cukup mumpuni dan dapat dijadikan dibentuk secara padu oleh pemerintah, sebagai alat untuk menyelesaikan sehingga keterbatasan kekuatan permasalahan mengenai perang saudara pemerintah belum mampu menangkis ini. Pertempuran secara besar-besaran gerakan TPR di Aceh. Ditambah dengan tetap berlangsung dengan memakan situasi yang masih hangat pasca Peristiwa korban yang tidak terhingga banyaknya, Cumbok, sehingga semangat dari pihak baik korban manusia maupun korban Amir Husin al-Mujahid semakin berapi- harta benda (Morris, 1990:101; Amin, api untuk melakukan apa yang mereka 2014:14; dan , 2014). inginkan. Gerakan tersebut sebenarnya Pada akhirnya, pihak yang menjadi menyasar kepada ambisi pribadi Amir pemenang berasal dari pihak ulama. Husin al-Mujahid, yang ingin menduduki Meskipun demikian, masalah kerugian jabatan militer tertinggi di Aceh tetap saja ditanggung oleh kedua (Kurniawati, 2008; Heryati, 2015; dan belah pihak yang berkonflik. Peristiwa Satriya, Suwirta & Santosa, 2018). Cumbok ini dapat memberi gambaran Teungku Muhammad Daud Beureueh, bahwa ancaman yang datang dari dalam yang merupakan Ketua PUSA, tidak wilayah Indonesia pun masih dapat menyadari betul tingkah-laku yang muncul, sekalipun Indonesia telah dilakukan oleh Ketua Pemuda PUSA memproklamasikan kemerdekaannya pada itu. Namun, pada akhirnya, gerakan tanggal 17 Agustus 1945 (Razali, 1989; TPR segera ditarik dari pedalaman Aceh, Umar & Al-Chaidar, 2006; dan Satriya, karena tindakan mereka sudah dianggap Suwirta & Santosa, 2018). menyimpang dari perjuangan. Meskipun Selepas peristiwa Cumbok, muncul demikian, pada akhirnya golongan gerakan TPR (Tentara Perjuangan ulama dapat memanfaatkan keuntungan Rakyat), yang dipimpin Ketua Pemuda yang dihasilkan dari gerakan tersebut PUSA, yakni Amir Husin al-Mujahid. (Zamzami, 1990:46; Illham, 2016; dan Ia mengumpulkan kekuatan secara Satriya, Suwirta & Santosa, 2018). tersembunyi dari wilayah Idi, melalui Menyusul Agresi Militer Belanda Pantai Timur Aceh, hingga sampai ke I terhadap Republik, pada bulan Juli pusat pemerintahan di Kutaraja. Ia 1947, Pemerintah Pusat mengangkat menginginkan agar sisa-sisa Uleebalang Teungku Muhammad Daud Beureueh yang masih berkuasa agar dibabat habis sebagai Gubernur Militer Aceh. Teungku dalam jabatannya. Gerakan yang dipimpin Muhammad Daud Beureueh diangkat oleh Amir Husin al-Mujahid adalah menjadi Gubernur Militer untuk gerakan liar, yang pada saat itu tidak wilayah Keresidenan Aceh dan dua buah dapat dihalangi oleh pemerintah Daerah, kabupaten, yakni Kabupaten Langkat dan karena kelemahan alat-alat negara (Amin, Kabupaten Tanah Karo. Pengangkatan

44 © 2019 Minda Masagi Press owned by ASPENSI in Bandung, West Java, Indonesia p-ISSN 2443-2776, e-ISSN 2657-0491, and www.journals.mindamas.com/index.php/insancita INSANCITA: Journal of Islamic Studies in Indonesia and Southeast Asia, Volume 4(1), February 2019

Teungku Muhammad Daud Beureueh dengan yang diinginkan oleh Mohamad dilakukan dan ditunjuk langsung oleh Hatta, selaku PM (Perdana Menteri), Wakil Presiden Republik Indonesia, perihal rasionalisasi pada masa revolusi Mohamad Hatta, ketika ia mengunjungi Indonesia. Keadaan ini didukung oleh wilayah Aceh (Morris, 1990:106; Umar & pemimpin-pemimpin laskar yang juga Al-Chaidar, 2006; dan Ricklefs, 2007). menuntut supaya TRI (Tentara Republik Selama menjabat sebagai Gubernur Indonesia) mengalami seleksi untuk Militer, Teungku Muhammad Daud dijadikan TNI. Dengan demikian, hasil Beureueh memiliki peranan yang cukup seleksi terhadap laskar dan terhadap TRI sentral. Beberapa hal yang dilakukan diharapkan menjadi teras penyusunan olehnya, antara lain, melakukan TNI. Namun, dalam pelaksanaannya, reorganisasi yang mencakup rekonstruksi langkah ini menuai banyak ketidaksukaan dan rasionalisasi tentara atau angkatan dari berbagai kalangan setelah dilakukan perang. Selain itu, ia pun memiliki peleburan laskar perjuangan ke dalam peran dalam proses pengumpulan dana TNI. Ternyata, banyak pihak yang tidak untuk pembelian pesawat terbang, serta bisa masuk ke dalam tubuh TNI. Tetapi, mengatasi gerakan yang dipimpin oleh dalam perkembangannya, mereka yang Sayid Ali al-Sagaf (Umar & Al-Chaidar, tidak tergabung dalam tubuh TNI pada 2006; Illham, 2016; dan Satriya, Suwirta akhirnya merelakan ketidakikutsertaannya & Santosa, 2018). (Kempen RI, 1953:164; Raliby, 1953; dan Teungku Muhammad Daud Illham, 2016). Beureueh sama sekali tidak mengambil Setelah Teungku Muhammad Daud sesuatu langkah ke arah pembentukan Beureueh memberikan penjelasan TNI (Tentara Nasional Indonesia) di tentang tahap dan situasi perjuangan Aceh sampai dengan bulan Desember masa itu, seluruh pejuang dengan ikhlas 1947. Berhubung seluruh perhatian dan taat menerima dan mengikuti sedang diarahkan untuk menghadapi perintahnya. Dan sejak itu pula, puluhan Agresi Militer Belanda I, maka realisasi ribu para pejuang Aceh dari berbagai penggabungan semua laskar bersenjata ke kesatuan dengan ikhlas kembali ke dalam TNI di daerah Aceh belum dapat masyarakat, tanpa menuntut imbalan diselenggarakan pada waktunya. Meskipun apapun, termasuk tidak menuntut Surat demikian, kemauan Teungku Muhammad Keterangan Pejuang (Jakobi, 1992:190; Daud Beureueh untuk mempersatukan Agustiningsih, 2007; dan Illham, 2016). laskar ke dalam satu tubuh yang bernama Teungku Muhammad Daud Beureueh TNI tetap terlaksana pada akhirnya mampu melakukan reorganisasi TNI di (KODAM I/IM, 1972:119; Sjamsuddin, Aceh dalam situasi politik yang belum 1999:220; dan Illham, 2016). stabil dan persatuan nasional yang masih Ketika proses pembentukan TNI, rapuh. Pada akhirnya, pendeklarasian Teungku Muhammad Daud Beureueh pembentukan TNI di Aceh terjadi pada tidak hanya melakukan reorganisasi 1 Juni 1948; dan secara resmi terbentuk tentara negara saja, ia sekaligus melakukan TNI di Aceh pada 13 Juni 1948 dengan rasionalisasi tentara yang mengacu nama Divisi X. Keberhasilan ini dapat kepada komposisi pasukan, sesuai dijadikan sebagai acuan bahwa Teungku

© 2019 Minda Masagi Press owned by ASPENSI in Bandung, West Java, Indonesia 45 p-ISSN 2443-2776, e-ISSN 2657-0491, and www.journals.mindamas.com/index.php/insancita BAMBANG SATRIYA, ANDI SUWIRTA & AYI BUDI SANTOSA, Ulama Pejuang dari Serambi Mekkah

Muhammad Daud Beureueh benar-benar akan meningkatkan wibawa Republik di seorang Republikan, sehingga dapat daerah-daerah lain dan di mata Belanda mengangkat citranya, baik di kalangan serta dunia internasional, sebab kegagalan sipil maupun militer, yang akan berimbas pembentukannya dapat dipandang sebagai semakin besarnya pengaruh dirinya di ketidakberdayaan pemerintah Pusat. Aceh (Djumala, 2013:23; Illham, 2016; Apabila yang terjadi adalah kegagalan, dan Satriya, Suwirta & Santosa, 2018). maka akan semakin mengindikasikan Kesediaan laskar perjuangan untuk bahwa pemerintah Pusat tidak berdaya dibubarkan kesatuannya dan bergabung dalam membentuk salah satu alat dalam TNI merupakan suatu prestasi kelengkapan negara yang memegang yang gemilang dari kepemimpinan peranan penting. Terlebih bahwa daerah Teungku Muhammad Daud Beureueh Aceh merupakan satu-satunya wilayah di sebagai Gubernur Militer. Namun, akan Indonesia yang tidak diduduki kembali begitu mengecewakan apabila Teungku oleh Belanda, sehingga kemungkinan Muhammad Daud Beureueh gagal dalam terbaik bisa terjadi (Sjamsuddin, melaksanakan tugasnya, mengingat 1999:246; Zed, 2005; dan Ma’arif, 2014). Aceh dalam kondisi politik lebih stabil Tidak lama setelah Teungku dibandingkan dengan wilayah lain di Muhammad Daud Beureueh membentuk Indonesia. Kegemilangannya itu tidak TNI, Soekarno mengunjungi Aceh pada lepas pula dari posisi dirinya sebagai 16 Juni 1948. Soekarno menyatakan Ketua PUSA. Pengalamannya dalam bahwa keadaan Indonesia yang semakin memimpin suatu organisasi berimbas genting dan keperluan akan pesawat pada kemampuan yang dimilikinya. terbang untuk hubungan antar pulau Selain dengan adanya dukungan dari dan konsolidasi kekuatan di pelosok kalangan ulama yang merupakan kekuatan Indonesia amat diperlukan. Maka dari itu, di sekelilingnya (Jakobi, 1992:190; Al- Soekarno dengan sangat meminta kepada Chaidar, 1999; dan Illham, 2016). Dalam masyarakat Aceh untuk memberikan konteks ini pula, Muhammad Nur El dukungannya bagi keberlangsungan Ibrahimy (2001) menyatakan sebagai Republik Indonesia. Melihat keadaan berikut: itu, Teungku Muhammad Daud Beureueh pun melakukan inisiatif untuk […] akhirnya, dengan pengaruh Tgk. Muhd. Daud Beureueh, sebagai Gubernur Militer, mengumpulkan dana yang berasal dari dan pengorbanan-pengorbanan barisan rakyat kalangan masyarakat Aceh. Para pengusaha pejuang itu, semuanya bersedia dibubarkan Aceh yang tergabung dalam GASIDA dan senjata-senjatanya diserahkan kepada TNI. (Gabungan Saudagar Indonesia Daerah Sedangkan anggota divisi-divisi sebagian kecil saja yang masuk ke TNI. Sebagian besar, dengan Aceh) turut memberikan bantuan demi sukarela kembali ke masyarakat dengan tidak memenuhi keperluan pembelian pesawat meminta penampungan dan sumbangan atau terbang. Betapa besar kharisma yang fasilitas apa-apa (Ibrahimy, 2001:52). dimiliki oleh Teungku Muhammad Daud Bagi pemerintah Pusat, keberhasilan Beureueh, sehingga masyarakat Aceh dapat pembentukan TNI (Tentara Nasional diluluhkan hatinya dalam pengumpulan Indonesia) di Aceh bagi Indonesia dana untuk pembelian pesawat terbang cukup membawa angin segar. Hal ini bagi keperluan pemerintah Republik

46 © 2019 Minda Masagi Press owned by ASPENSI in Bandung, West Java, Indonesia p-ISSN 2443-2776, e-ISSN 2657-0491, and www.journals.mindamas.com/index.php/insancita INSANCITA: Journal of Islamic Studies in Indonesia and Southeast Asia, Volume 4(1), February 2019

Indonesia (Ibrahimy, 2001; Jo, 2017; dan Melakukan pembunuhan atas mereka yang Mardira, 2017). tidak disukai dan dianggap berbahaya bagi mereka; (4) Tidak mengurus baitul mal Keberhasilan Teungku Muhammad dan zakat sebagaimana mestinya; (5) Tidak Daud Beureueh sebagai inisiator dalam mengindahkan peraturan-peraturan dan instruksi proses pengumpulan dana menjadi dari pemerintah pusat; serta (6) Mempergunakan hasil-hasil tambang minyak dan perkebunan angin segar bagi pemerintah Indonesia, untuk kepentingan diri sendiri (dalam Amin, khususnya Presiden Soekarno. Setelah 2014:34). dana terkumpul, Soekarno pun melakukan pidato di hadapan masyarakat Aceh, yang Pejabat-pejabat yang dimaksud juga disaksikan oleh Teungku Muhammad memiliki posisi penting dalam Daud Beureueh. Kelak, pesawat terbang pemerintahan, sehingga kelompok yang yang dibeli dari hasil penggalangan tergabung dalam gerakan Sayid Ali al- dana masyarakat Aceh ini menjadi cikal- Sagaf dapat dengan mudah memberikan bakal berdirinya maskapai penerbangan semacam tuduhan bahwa mereka Indonesian Airways, atau yang kemudian melakukan tindakan korupsi yang dapat dikenal dengan GIA (Garuda Indonesia merugikan banyak pihak. Namun, gerakan Airways). Jabatan Gubernur Militer yang ini pada akhirnya mampu dihentikan oleh dipegang oleh Teungku Muhammad Daud Teungku Muhammad Daud Beureueh Beureueh bukan sembarang isapan jempol dengan cara mengeluarkan maklumat belaka, melainkan mampu dijalankan Gubernur Militer; dan ditangkaplah Sayid dengan baik oleh yang bersangkutan Ali al-Sagaf sebagai pemimpin gerakan (Umar & Al-Chaidar, 2006; Jo, 2017; dan tersebut (Ibrahimy, 2001; Umar & Al- Mardira, 2017). Chaidar, 2006; dan Satriya, Suwirta & Di dalam melaksanakan tugas sebagai Santosa, 2018). Gubernur Militer, Teungku Muhammad Posisi Indonesia terus mengalami Daud Beureueh dihadapkan kepada situasi genting, terlebih ketika terbentuk permasalahan dengan munculnya PDRI (Pemerintah Darurat Republik gerakan Sayid Ali al-Sagaf. Gerakan Indonesia) pada akhir tahun 1948 hingga ini menjalankan aksinya dengan berlangsungnya KMB (Konferensi mengeluarkan berbagai macam tuduhan Meja Bundar) pada akhir tahun 1949. negatif, yang ditujukan kepada petinggi Hasil dari KMB, salah satunya, adalah pemerintahan dan dirumuskan dalam pengakuan kedaulatan bagi Indonesia; tapi Programma van Actie, sebagai berikut: bukan berarti secara otomatis Indonesia terlepas dari berbagai permasalahan yang Bahwa mereka yang telah dapat berhasil menerpa. Salah satu polemik yang muncul menduduki kursi-kursi pemerintahan telah pasca pengakuan kedaulatan, antara mengadakan suatu perkumpulan “Banteng Hitam”. Bahwa mereka ini, terhadap setiap orang yang lain, mengenai perubahan status yang tidak termasuk perkumpulan ini, mengadakan disandang oleh Provinsi Aceh (Zed, 1997; satu front sehingga pemerintahan seluruhnya Ricklefs, 2007; dan Satriya, Suwirta & tetap dalam genggaman mereka dan segala kesalahan-kesalahan mereka tetap terpendam. Santosa, 2018). Bahwa mereka melakukan berbagai-berbagai Perubahan status wilayah Aceh, kecurangan dan kejahatan antara lain: (1) khususnya pada masa revolusi Indonesia, Korupsi secara besar-besaran; (2) Melakukan telah mengalami beberapa kali perubahan. perniagaan ilegal secara besar-besaran; (3)

© 2019 Minda Masagi Press owned by ASPENSI in Bandung, West Java, Indonesia 47 p-ISSN 2443-2776, e-ISSN 2657-0491, and www.journals.mindamas.com/index.php/insancita BAMBANG SATRIYA, ANDI SUWIRTA & AYI BUDI SANTOSA, Ulama Pejuang dari Serambi Mekkah

Pasca proklamasi kemerdekaan Republik Presiden dan sebagai Wakil Perdana Indonesia, wilayah Aceh dibentuk sebagai Menteri Republik Indonesia. Penetapan suatu Keresidenan dari Provinsi Sumatera; itu berupa Peraturan Wakil Perdana dan keadaan ini berlangsung hingga April Menteri pengganti Peraturan Pemerintah 1946. Terjadi perubahan pada 16 April No.8/Des./WKPM/49, yang menyatakan 1946, di mana Sumatera hanya dijadikan bahwa Aceh menjadi Provinsi yang berdiri satu buah Provinsi saja dan dibentuk tiga sendiri. Atas desakan para pemimpin Sub-Provinsi, yang meliputi Sub-Provinsi Aceh, Syafruddin Prawiranegara Sumatera Utara, Sumatera Tengah, dan menggunakan kekuasaan luar biasanya Sumatera Selatan. Jabatan Gubernur untuk mengeluarkan keputusan ditujukan kepada pemimpin Provinsi, pemerintah, yang menjadikan Aceh sedangkan jabatan Gubernur Muda sebagai Provinsi tersendiri (Morris, ditujukan kepada pemimpin Sub-Provinsi. 1990:111; Zed, 1997; dan Ricklefs, 2007). Secara otomatis, wilayah Aceh tetap masuk Mengingat ketika itu PDRI pernah ke dalam Sub-Provinsi Sumatera Utara menjalankan pemerintahannya di (Djaenuri et al., 2003; Haikal et al., 2013; Kutaraja, yang notabene merupakan dan Satriya, Suwirta & Santosa, 2018). pusat pemerintahan Pemerintah Daerah Perubahan kembali terjadi setelah Aceh, sehingga memungkinkan kedekatan ditetapkannya Undang-Undang No.10 para pemimpin Aceh dengan Sjafruddin Tahun 1948, yang berisi mengenai Prawiranegara tidak dapat terelakkan. Di perubahan atas pembagian wilayah di samping itu, Sumatera. Wilayah Sumatera dibagi ke mengakui keunikan sejarah Aceh dan dalam tiga wilayah, yakni Sumatera Utara, kepentingan serta kesetiaannya kepada Sumatera Tengah, dan Sumatera Selatan, Republik selama revolusi Indonesia sehingga ketiga wilayah yang sebelumnya berlangsung (Zed, 1997; Ricklefs, 2007; berstatus sebagai Sub-Provinsi telah dan Kahin, 2008:259). mengalamai perubahan menjadi Provinsi Pada tanggal 1 Januari 1950, Aceh tersendiri. Peraturan ini diberlakukan dijadikan sebagai Provinsi dan Teungku pada 15 April 1948; dan ketiga wilayah Muhammad Daud Beureueh diangkat itu dipimpin oleh seorang Gubernur. Pada menjadi Gubernur Aceh, sesudah ia masa itu di seluruh Sumatera, termasuk diberhentikan sebagai Gubernur Militer. Aceh, diberlakukan pemerintahan militer Namun, keadaan ini tidak berlangsung karena terjadi Agresi Militer Belanda II lama. Sebab telah terjadi upaya konsolidasi pada bulan Desember 1948, sehingga antara NRI (Negara Republik Indonesia) urusan keamanan diserahkan kepada dan RIS (Republik Indonesia Serikat), Gubernur Militer mengingat terjadi yang merupakan negara dengan bentuk keadaan yang cukup tegang (Ricklefs, federasi dan dibentuk berdasarkan 2007; Haikal et al., 2013; dan Satriya, KMB (Konferensi Meja Bundar), yang Suwirta & Santosa, 2018). menghasilkan kesepakatan dengan Ketika PDRI menjalankan membentuk NKRI atau Negara Kesatuan pemerintahannya, maka dikeluarkan Republik Indonesia. Maka RIS pun penetapan oleh Sjafruddin Prawiranegara, dibubarkan pada 19 Mei 1950 (Ismuha, selaku Pengemban Tugas Pengganti 1983:92; Ibrahimy, 2001; dan Satriya,

48 © 2019 Minda Masagi Press owned by ASPENSI in Bandung, West Java, Indonesia p-ISSN 2443-2776, e-ISSN 2657-0491, and www.journals.mindamas.com/index.php/insancita INSANCITA: Journal of Islamic Studies in Indonesia and Southeast Asia, Volume 4(1), February 2019

Suwirta & Santosa, 2018). Untuk menangani sikap keras Pembentukan 10 Provinsi dalam kepala para pemimpin Aceh tersebut, NKRI ditetapkan berdasarkan Peraturan pemerintah Pusat mengirimkan suatu Pemerintah No.21 Tahun 1950, yang panitia penyelidik mengenai pembentukan meliputi: (1) Provinsi Sumatera Utara; Provinsi Aceh, yang diketuai oleh Menteri (2) Provinsi Sumatera Tengah; (3) Dalam Negeri. Terhitung beberapa Provinsi Sumatera Selatan; (4) Provinsi orang pejabat tinggi pemerintah Pusat, Kalimantan; (5) Provinsi Sulawesi; (6) seperti Sjafruddin Prawiranegara, mantan Provinsi Jawa Barat; (7) Provinsi Jawa Presiden PDRI; Menteri Negara, Mr. Tengah; (8) Provinsi Jawa Timur; (9) Assaat; Wakil Presiden, Mohamad Hatta; Provinsi Maluku; dan (1) Provinsi Sunda dan Perdana Menteri, Kecil. Bentuk negara yang dipilih adalah mengunjungi Aceh untuk mendorong “Negara Kesatuan”, meskipun tidak sedikit agar menerima penggabungan tersebut pihak yang tetap menginginkan bentuk (Surachman & Kutoyo, 1977:185; Zed, “Negara Serikat” atau Federasi. Pemerintah 1997; dan Kahin, 2008:260). Pusat menganggap bahwa Negara Penggabungan Aceh ke dalam Kesatuan merupakan bentuk yang cocok Provinsi Sumatera Utara bisa dianggap dengan kepribadian bangsa Indonesia. pula sebagai suatu kemajuan, karena Hal ini sejalan dengan situasi politik yang memungkinkan penghilangan pandangan belum stabil pasca pengakuan kedaulatan, bahwa masyarakat Aceh adalah masyarakat sehingga Indonesia memerlukan yang bersifat kedaerahan, yang hanya pemersatu yang tergambar dalam bentuk menerima satu golongan saja tanpa negara yang dipilih (Ricklefs, 2007; Kaho, membaur dengan masyarakat daerah 2012; dan Satriya, Suwirta & Santosa, lain. Hal ini akan memberikan manfaat, 2018).1 karena kesempatan bekerja sama dalam Ketiadaan Provinsi Aceh dalam berbagai hal akan saling menguntungkan. Peraturan Pemerintah No.21 Tahun 1950 Namun, para pemimpin Aceh, termasuk tersebut membuat permasalahan baru Teungku Muhammad Daud Beureueh, perihal perubahan status yang dimiliki menilai bahwa Provinsi Aceh merupakan oleh Aceh. Mayoritas para pemimpin di representasi identitas ke-Islam-an mereka Aceh tetap menginginkan Aceh dijadikan (Djumala, 2013:29; Illham, 2016; dan sebagai suatu Provinsi tersendiri. Tidak Satriya, Suwirta & Santosa, 2018). terkecuali dengan Teungku Muhammad Tradisi masyarakat Aceh yang mengakar Daud Beureueh, yang sebelumnya telah kuat sejak dahulu kala terbentuk atas ditetapkan sebagai Gubernur Aceh peran penting ajaran Islam, sehingga pasca keputusan yang disahkan oleh dalam setiap sendi kehidupan masyarakat Wakil Perdana Menteri, Sjafruddin Aceh selalu memiliki keterkaitan dengan Prawiranegara (Zed, 1997; Ricklefs, 2007; unsur ke-Islam-an. Di samping itu, dan Satriya, Suwirta & Santosa, 2018). pembentukan Provinsi Aceh didasarkan atas kemauan rakyat. Aceh meminta 1 Lihat juga “Pembentukan Daerah Propinsi: Peraturan mengurus sendiri dalam bentuk Pemerintah No.21 Tahun 1950, Tanggal 14 Agustus 1950”. Tersedia secara online di: http://hukum.unsrat.ac.id/pp/ Provinsi guna lekas tercapai kebahagiaan pp_21_1950.pdf [diakses di Bandung, Jawa Barat, Indonesia: rakyat, yang telah berarti memberikan 9 Oktober 2018].

© 2019 Minda Masagi Press owned by ASPENSI in Bandung, West Java, Indonesia 49 p-ISSN 2443-2776, e-ISSN 2657-0491, and www.journals.mindamas.com/index.php/insancita BAMBANG SATRIYA, ANDI SUWIRTA & AYI BUDI SANTOSA, Ulama Pejuang dari Serambi Mekkah pertolongan besar kepada pemerintah Pusat mencapai puncak ketika ia Pusat (Kempen RI, 1953:408; Raliby, memutuskan untuk bergabung kedalam 1953; dan Amiruddin ed., 2008). gerakan DI/TII (Darul Islam/Tentara Berdasarkan Peraturan Pemerintah Islam Indonesia), yang sebelumnya telah No.21 Tahun 1950, pemerintah Pusat diproklamasikan di Jawa Barat oleh S.M. yang diwakili oleh Perdana Menteri (Sekarmadji Maridjan) Kartosoewirjo, Mohammad Natsir, pada 23 Januari pada pada tanggal 7 Agustus 1949. 1951, membubarkan Provinsi Aceh dan Teungku Muhammad Daud Beureueh mengabungkannya dengan Provinsi benar-benar merasa kecewa atas keputusan Sumatera Utara (Djumala, 2013:28).2 yang dilakukan pemerintah Pusat, yang Tentu saja, keputusan tersebut membuat seakan-akan melupakan konstribusinya Teungku Muhammad Daud Beureueh dan jasa-jasa dari masyarakat Aceh ketika bereaksi. Meski sebelumnya ia telah membantu perjuangan bagi tegaknya menaruh harapan kepada Mohammad Republik pada masa revolusi Indonesia, Natsir agar mampu mempertimbangkan 1945-1950 (Ibrahimy, 2001; Fahri, 2005; kembali keinginannya dan masyarakat Umar & Al-Chaidar, 2006; Illham, 2016; Aceh, tetapi tetap saja pemerintah Pusat dan Satriya, Suwirta & Santosa, 2018). mengetuk palu bahwa Aceh digabungkan kedalam Provinsi Sumatera Utara KESIMPULAN 3 (Ibrahimy, 2001; Illham, 2016; dan Ketika masa revolusi Indonesia Satriya, Suwirta & Santosa, 2018). berlangsung di Aceh, baik kondisi politik Akibat dari perubahan status wilayah maupun kondisi sosial-ekonomi di Aceh Aceh itu berdampak kepada munculnya menunjukan ketidakstabilan. Kondisi benih-benih perlawanan yang dilakukan politik berjalan penuh dinamika, karena oleh Teungku Muhammad Daud adanya berbagai organisasi ketentaraan Beureueh. Ia menilai bahwa pemerintah dan laskar perjuangan. Begitupun kondisi Pusat, dalam hal ini Presiden Soekarno, 3Sebuah Pengakuan: Artikel ini – sebelum diubah- tidak menepati janji. Hal ini seperti suai dan dikemas-kini dalam bentuknya sekarang – pernah yang telah dibicarakan oleh Teungku diterbitkan dalam FACTUM: Jurnal Sejarah dan Pendidikan Sejarah, Vol.7, No.1, 2018. Artikel ini juga merupakan Muhammad Daud Beureueh kepada ringkasan Skripsi Sarjana dari Penulis I (Bambang Satriya), Soekarno, ketika Presiden itu berkunjung yang dibimbing oleh Penulis II (Andi Suwirta) dan Penulis ke Aceh pada pertengahan Juni 1948. III (Ayi Budi Santosa); serta dipertahankan dalam Ujian Sidang Sarjana di Departemen Pendidikan Sejarah FPIPS Presiden Soekarno sempat memberikan UPI (Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, tanggapannya kepada Teungku Universitas Pendidikan Indonesia) di Bandung, pada tanggal 29 Juni 2016. Penulis I mengucapkan banyak terima Muhammad Daud Beureueh perihal kasih kepada semua pihak, khususnya kepada Pimpinan keinginan untuk menjadikan Aceh sebagai Departemen Pendidikan Sejarah FPIPS UPI atas didikan dan bimbingannya dalam bidang akademik; juga kepada wilayah yang menganut dan menerapkan Redaksi Jurnal FACTUM atas izinnya untuk menerbitkan syariat Islam (Ibrahimy, 2001; Reid, ulang artikel ini dalam jurnal INSANCITA. Penulis I juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tinggi 2009; Illham, 2016; Jo, 2017; dan Satriya, kepada Penulis II dan Penulis III, yang telah membimbing Suwirta & Santosa, 2018). dan membantu dalam proses penulisan karya ilmiah berupa Kekecewaan Teungku Muhammad Skripsi Sarjana, termasuk dalam proses penulisan artikel ini. Walau bagaimanapun, seluruh isi dan interpretasi dalam Daud Beureueh terhadap pemerintah artikel ini tetap menjadi tanggung jawab akademik kami bertiga, sebagai penulis, dan tidak ada hubung-kaitnya dengan 2Lihat kembali catatan kaki nomor 1, Ibidem. bantuan-bantuan yang telah diberikan oleh berbagai pihak.

50 © 2019 Minda Masagi Press owned by ASPENSI in Bandung, West Java, Indonesia p-ISSN 2443-2776, e-ISSN 2657-0491, and www.journals.mindamas.com/index.php/insancita INSANCITA: Journal of Islamic Studies in Indonesia and Southeast Asia, Volume 4(1), February 2019 sosial-ekonomi yang dapat dikatakan Aceh digabungkan kedalam Provinsi jauh dari memuaskan, karena pewarisan Sumatera Utara, sehingga hal ini berujung keadaan dari pemerintahan pendudukan kepada kekecewaannya kepada pemerintah Jepang yang membuat lahan pertanian Pusat dan kepada Presiden Soekarno.4 menjadi kurang produktif dan nilai dari mata uang juga mengalami inflasi. Ditambah lagi dengan adanya blokade dari pihak Belanda. Namun para ulama Referensi Aceh tidak menyerah, termasuk Teungku Agustiningsih, Nur. (2007). “Konflik Ulama- Muhammad Daud Beureueh. Mereka Uleebalang 1903-1946 dan Pengaruhnya terhadap justru mengeluarkan maklumat bersama Perubahan Sosial di Aceh”. Skripsi Sarjana Tidak Diterbitkan. Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu untuk melawan penjajah Belanda yang Pendidikan UNS [Universitas Sebelas Maret]. ingin menjajah kembali Indonesia. Al-Chaidar. (1999). “Teungku Muhammad Daud Ketika peristiwa Cumbok terjadi, Beureueh: Bapak Darul Islam dan Bapak Orang- Teungku Muhammad Daud Beureueh orang Aceh” dalam Suara Hidayatullah, Edisi Juni. Tersedia secara online juga di: https://luk.staff.ugm. melakukan upaya dengan meyakinkan ac.id/kmi/islam/gapai/Beureueh.html [diakses di pemerintah Daerah untuk memperhatikan Bandung, Jawa Barat, Indonesia: 5 Oktober 2018]. konflik yang sedang berlangsung. Selain Alian. (2017). “Metodologi Sejarah dan Implementasi dalam Penelitian”. Tersedia secara online di: http:// itu, ia pun memerintahkan pengerahan eprints.unsri.ac.id/3680/1/1._METODOLOGI_ pasukan Mujahidin untuk memberikan SEJARAH_DAN_IMPLEMENTASIN_DALAM_ perlawanan kepada kaum Uleebalang PENELITIAN.pdf [diakses di Bandung, Jawa Barat, Indonesia: 5 Oktober 2018]. (bangsawan) di Pidie, Aceh. Ia pun Amin, S.M. (2014). Memahami Sejarah Konflik Aceh. mampu menghentikan gerakan TPR Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. (Tentara Perjuangan Rakyat) pimpinan Amiruddin, M. Hasbi [ed]. (2008). Aceh Serambi Amir Husin al-Mujahid, yang ambisius. Mekkah. Banda Aceh: Penerbit Pemprov [Pemerintah Provinsi] Aceh. Selama menjabat sebagai Gubernur Anderson, Benedict R.O.G. (1988). Revolusi Pemoeda: Militer untuk Daerah Aceh, Langkat, Pendudukan Jepang dan Perlawanan di Jawa, 1944- dan Tanah Karo, Teungku Muhammad 1946. Jakarta: Sinar Harapan, Terjemahan. Benda, Harry J. (1980). Bulan Sabit dan Matahari Daud Beureueh mampu membentuk TNI Terbit: Islam Indonesia pada Masa Pendudukan (Tentara Nasional Indonesia) dengan cara Jepang, 1942-1945. Jakarta: PT Pustaka Jaya, meleburkan laskar perjuangan. Namun, Terjemahan. Daud, Anwar. (2006). Peristiwa Cumbok di Aceh. Banda dalam proses seleksi itu tidak seluruh Aceh: Dinas Kebudayaan Aceh. anggota dari laskar perjuangan bisa Denzin, Norman K. (2008). “Evolution of Qualitative masuk ke dalam tubuh TNI. Selain itu, Research” in Lisa M. Given [ed]. The SAGE Teungku Muhammad Daud Beureueh Encyclopedia of Qualitative Research Methods, Volumes 1 & 2. Los Angeles, London, New Delhi, menjadi inisiator pengumpulan dana and Singapore: A SAGE Reference Publication. untuk pembelian pesawat terbang bagi Dewanto, N. [ed]. (2011). Daud Beureueh: Pejuang pemerintah Indonesia. Ia pun mampu 4Pernyataan: Kami, dengan ini, menyatakan bahwa menghentikan gerakan Sayid Ali al-Sagaf, artikel ini adalah karya kami bertiga; dan ianya bukan hasil yang mempropagandakan kebusukan plagiat, karena sumber-sumber rujukan yang kami gunakan pejabat pemerintah lokal di Aceh. secara jelas dinyatakan dan dicantumkan dalam Referensi. Kami juga bersedia untuk menerima sanksi akademik, Akhirnya, sikap Teungku Muhammad sekiranya di kemudian hari ada pihak-pihak yang meragukan Daud Beureueh adalah menolak ketika dan mengklaim bahwa artikel ini tidak sesuai dengan pernyataan kami bertiga.

© 2019 Minda Masagi Press owned by ASPENSI in Bandung, West Java, Indonesia 51 p-ISSN 2443-2776, e-ISSN 2657-0491, and www.journals.mindamas.com/index.php/insancita BAMBANG SATRIYA, ANDI SUWIRTA & AYI BUDI SANTOSA, Ulama Pejuang dari Serambi Mekkah

Kemerdekaan yang Berontak. Jakarta: KPG Ibrahimy, Muhammad Nur El. (2001). Peranan [Kepustakaan Populer Gramedia] dan Tempo. Teungku Muhammad Daud Beureueh dalam Djaenuri, Aries et al. (2003). Hubungan Pusat dan Pergolakan di Aceh. Jakarta: Media Dakwah. Daerah. Jakarta: Penerbit UT [Universitas Terbuka], Illham, Muhammad. (2016). “Peran Teungku cetakan ke-4. Muhammad Daud Beureueh dalam Pemberontakan Djumala, D. (2013). Soft Power untuk Aceh. Jakarta: di Aceh, 1953-1962”. Skripsi Sarjana Tidak Gramedia. Diterbitkan. Jakarta: Jurusan Sejarah dan Drooglever, P.J. (1999). Guide to the Archives on Kebudayaan Islam, Fakultas Adab dan Humaniora Relations between the and Indonesia, UIN [Universitas Islam Negeri] Syarif Hidayatullah. 1945-1963. The Hague: ING Research Guide. Tersedia secara online juga di: http://repository. Fahlevi, W. et al. (2015). “Tinjauan Historis Pengaruh uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32193/1/ Inflasi Indonesia terhadap Ketahanan Nasional MUHAMMAD%20ILLHAM.pdf [diakses di Tahun 1945-1950” dalam PESAGI: Jurnal Bandung, Jawa Barat, Indonesia: 1 Oktober 2018]. Pendidikan dan Penelitian Sejarah, Volume 4(2), Iqbal, Muhammad & Muhammad Rizal. (2012). hlm.1-12. “Peran Teungku Muhammad Daud Beureu’eh Fahri, Ahmad. (2005). “Darul Islam Aceh, 1953-1962: dalam Bidang Pendidikan Islam di Aceh” dalam Telaah terhadap Akar Masalah Pemberontakan”. Jurnal Lentera, Vol.12, No.1 [Maret]. Tersedia Skripsi Sarjana Tidak Diterbitkan. Jakarta: secara online juga di: http://jurnal.umuslim.ac.id/ Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam, Fakultas index.php/LTR1/article/view/392/263 [diakses di Adab dan Humaniora UIN [Universitas Islam Bandung, Jawa Barat, Indonesia: 1 Oktober 2018]. Negeri] Syarif Hidayatullah. Tersedia secara online Iskandar, M. (2000). Peranan Elit Agama pada Masa juga di: http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/ Revolusi Kemerdekaan Indonesia. Jakarta: Depdiknas bitstream/123456789/7394/1/AHMAD%20 RI [Departemen Pendidikan Nasional Republik FAHRI-FAH.pdf [diakses di Bandung, Jawa Barat, Indonesia]. Indonesia: 1 Oktober 2018]. Ismail, M.G. (1995). “Ekonomi pada Masa Revolusi Fajar, Achmad Chusnul. (2015). “Peran Teuku Kemerdekaan di Aceh, 1945-1949” dalam Z. Nyak Arif dalam Perjuangan Kemerdekaan Ghazali [ed]. Sejarah Lokal: Kumpulan Makalah di Tahun 1919-1946”. Skripsi Sarjana Tidak Diskusi. Jakarta: Proyek IDSN DepdikbudRI Diterbitkan. Surabaya: UIN [Universitas Islam [Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional, Negeri] Sunan Ampel. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Gade, Syabuddin & Abdul Ghafar Don. (2018). Indonesia], hlm.151-167. “Peranan Ulamak dalam Pembinaan Negara- Ismuha. (1983). “Ulama Aceh dalam Perspektif Bangsa: Pengalaman Dakwah Ali Hasjmi”. Sejarah” dalam T. Abdullah [ed]. Agama dan Tersedia secara online di: https://www. Perubahan Sosial. Jakarta: Rajawali Pers, hlm.1-109. researchgate.net/publication/322592358_Peranan_ Jakobi, T.A.K. (1992). Aceh Daerah Modal: Long March Ulamak_dalam_Pembinaan_Negara_Bangsa_ ke Area. Jakarta: Yayasan Seulawah RI-001. Pengalaman_Dakwah_Ali_Hasjmy [diakses di Jo, Hendi. (2017). “Air Mata Bung Karno Meleleh di Bandung, Jawa Barat, Indonesia: 15 Januari 2019]. Aceh” dalam HISTORIA: Masa Lalu Selalu Aktual. Gottschalk, L. (1983). Mengerti Sejarah. Jakarta: UI Tersedia secara online juga di: https://historia.id/ [Universitas Indonesia] Press, Terjemahan. politik/articles/air-mata-bung-karno-meleleh-di- Haikal, Husain et al. (2013). “Revolusi Kemerdekaan aceh [diakses di Bandung, Jawa Barat, Indonesia: 17 di Sumatera Abad XX”. Hasil Penelitian Tidak Oktober 2018]. Diterbitkan. Yogyakarta: FIS UNY [Fakultas Kahin, George McTurnan. (1995). Nasionalisme dan Ilmu Sosial, Universitas Negeri Yogyakarta]. Revolusi di Indonesia: Refleksi Pergumulan Lahirnya Tersedia secara online juga di: http://staffnew. Republik. Surakarta: Pustaka Sinar Harapan uny.ac.id/upload/132306803/penelitian/revolusi- dan UNS [Universitas Negeri 11 Maret] Press, kemerdekaan-di-sumatera-pada-abad-ke-20.pdf terjemahan Nin Bakdi Soemanto. [diakses di Bandung, Jawa Barat, Indonesia: 28 Kahin, Audrey. (2008). Dari Pemberontakan ke Oktober 2018]. Integrasi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Heryati. (2015). “Ulama dan Ulee Balang: Potret Kaho, Josef Riwu. (2012). Analisis Hubungan Pusat dan Revolusi Sosial di Aceh Tahun 1945-1946” dalam Daerah di Indonesia. Yogyakarta: Penerbit FISIPOL Jurnal HISTORIA, Vol.3, No.2, hlm.83-90. UGM [Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Tersedia secara online juga di: https://media.neliti. Universitas Gadjah Mada]. com/media/publications/90285-ID-ulama-dan- Kartodirdjo, Sartono. (1992). Pendekatan Ilmu Sosial ulee-balang-potret-revolusi-so.pdf [diakses di dalam Metodologi Sejarah. Jakarta: PT Gramedia Bandung, Jawa Barat, Indonesia: 1 Oktober 2018]. Pustaka Utama.

52 © 2019 Minda Masagi Press owned by ASPENSI in Bandung, West Java, Indonesia p-ISSN 2443-2776, e-ISSN 2657-0491, and www.journals.mindamas.com/index.php/insancita INSANCITA: Journal of Islamic Studies in Indonesia and Southeast Asia, Volume 4(1), February 2019

Kempen RI [Kementerian Penerangan Republik Indonesia]. “Pembentukan Daerah Propinsi: Peraturan Pemerintah (1953). Republik Indonesia: Propinsi Sumatera Utara. No.21 Tahun 1950, Tanggal 14 Agustus 1950”. Djakarta: Kementerian Penerangan RI. Tersedia secara online di: http://hukum.unsrat. KODAM I/IM [Komando Daerah Militer I/Iskandar ac.id/pp/pp_21_1950.pdf [diakses di Bandung, Muda]. (1972). Dua Windu Kodam . Jawa Barat, Indonesia: 9 Oktober 2018]. Banda Aceh: Sejarah Militer Kodam I/Iskandar Piekaar, A.J. (1949). Atjeh en de Oorlog met Japan. Muda. ‘s-Gravenhage and Bandung: NV Uitgeverij W van Kuntowijoyo. (2013). Pengantar Ilmu Sejarah. Hoeve. Yogyakarta: Tiara Wacana. Raditya, Iswara N. (2017). “: Kurasawa, Aiko. (1993). Mobilisasi dan Kontrol: Studi Gubernur Sumatra Pertama dan Satu-satunya”. tentang Perubahan Sosial di Pedesaan Jawa, 1942- Tersedia secara online di: https://tirto.id/teuku- 1945. Jakarta: PT Grafindo, Terjemahan. muhammad-hasan-gubernur-sumatra-pertama-dan- Kurniawati. (2008). “Perang Cumbok dan Gerakan satu-satunya-cmbr [diakses di Bandung, Jawa Barat, Tentara Perjuangan Rakyat (TPR) di Aceh Indonesia: 9 Oktober 2018]. (Desember 1945 Maret 1946)” dalam LONTAR: Raliby, Osman. (1953). Documenta Historica: Sedjarah Jurnal Sejarah, Vol.5, No.2. Tersedia secara online Dokumenter dari Pertumbuhan dan Perdjuangan juga di: http://journal.unj.ac.id/unj/index.php/ Negara Republik Indonesia. Jakarta: Bulain-Bintang. lontar/article/view/2397 [diakses di Bandung, Jawa Razali, Ratna. (1989). Perang Cumbok di Aceh Tahun Barat, Indonesia: 17 Oktober 2018]. 1945. Jakarta: Depdikbud RI [Departemen Kurniawati. (2015). “Mencari Makna Dalam Sejarah: Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia]. Meninjau Kembali Historiografi Indonesia-Sentris Reid, Anthony. (1974). The Indonesian National Revolution, sebagai Sumber Belajar Sejarah” dalam Jurnal 1945-1950. Melbourne: Longman Pty, Ltd. Pendidikan Sejarah, Vol.4, No.2 [Juli], hlm.13-20. Reid, Anthony. (2009). “Indonesia, Aceh, and the Lapian, A.B. et al. (1996). Terminologi Sejarah: 1945- Modern Nation-State” in Minako Sakai, Glenn 1950 dan 1950-1965. Jakarta: Proyek IDSN Banks & J.H. Walker [eds]. The Politics of the Depdikbud RI [Inventarisasi dan Dokumentasi Periphery in Indonesia. Singapore: NUS [National Sejarah Nasional, Departemen Pendidikan dan University of Singapore] Press, pp. 84-100. Kebudayaan Republik Indonesia]. Ricklefs, M.C. (2007). Sejarah Indonesia Modern, Ma’arif, Syamsul. (2014). “Prajurit Profesional-Patriot: 1200-2004. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, Menuju TNI Profesional pada Era Reformasi” Terjemahan. dalam MASYARAKAT: Jurnal Sosiologi, Volume Roring, Irma Widyani. (2000). Teuku Moehammad 19(2), Juli, hlm.257-286. Hasan: Perjalanan yang Memberi Mahkota. Jakarta: Mardira, Salman. (2017). “Seulawah RI: Dari Aceh Puri Ratnawangsa Media. untuk Republik” dalam Banda Aceh Tourism. Rustiani, Frida, Hetifah Sjaifudian & Rimbo Gunawan. Tersedia secara online juga di: https://www. (1997). Mengenal Usaha Pertanian Kontrak bandaacehtourism.com/destinasi/sejarah/seulawah- (Contract Farming). Bandung: Yayasan AKATIGA. ri-dari-aceh-untuk-republik [diakses di Bandung, Tersedia secara online juga di: https://media.neliti. Jawa Barat, Indonesia: 17 Oktober 2018]. com/media/publications/477-ID-mengenal-usaha- Morris, E. (1990). “Aceh: Revolusi Sosial dan pertanian-kontrak-contract-farming.pdf [diakses di Pandangan Islam” dalam Audrey Kahin [ed]. Bandung, Jawa Barat, Indonesia: 9 Oktober 2018]. Pergolakan Daerah di Awal Kemerdekaan. Jakarta: Saleh, H. (1992). Mengapa Aceh Bergejolak. Jakarta: Graffiti Pers, Terjemahan, hlm.89-116. Grafiti Pers. Muhammaddar. (2014). “Kedudukan Ulama dan Satriya, Bambang, Andi Suwirta & Ayi Budi Santosa. Uleebalang sebagai Elit Sosial Politik Aceh (1900- (2018). “Teungku Muhammad Daud Beureueh dan 1946)”. Tesis Magister Tidak Diterbitkan. Medan: Revolusi di Aceh (1945-1950)” dalam FACTUM: Program Pascasarjana IAIN [Institut Agama Islam Jurnal Sejarah dan Pendidikan Sejarah, Vol.7, No.1, Negeri] Sumatera Utara. Tersedia secara online hlm.27-42. juga di: http://repository.uinsu.ac.id/1672/1/ Shiraishi, S. (1988). “Pemerintah Militer Jepang Muhamaddar.pdf [diakses di Bandung, Jawa Barat, di Aceh, 1942-1945” dalam A. Nagazumi [ed]. Indonesia: 9 Oktober 2018]. Pemberontakan Indonesia pada Masa Pendudukan Nasution, A.H. (1977). Sekitar Perang Kemerdekaan Jepang. Jakarta: Penerbit YOI [Yayasan Obor Indonesia, Jilid I. Bandung: Penerbit Disjarah AD Indonesia], hlm.38-82. [Dinas Sejarah Angkatan Darat] dan PT Angkasa. Siregar, Rusman. (2018). “S.M. Amin: Gubernur Oktorino, Nino. (2017). Konflik Bersejarah: Ensiklopedi yang Pernah Menjabat di Dua Provinsi” dalam Pendudukan Jepang di Indonesia. Jakarta: Gramedia Sindo News.Com, pada 29 April. Tersedia secara Digital. online juga di: https://daerah.sindonews.com/

© 2019 Minda Masagi Press owned by ASPENSI in Bandung, West Java, Indonesia 53 p-ISSN 2443-2776, e-ISSN 2657-0491, and www.journals.mindamas.com/index.php/insancita BAMBANG SATRIYA, ANDI SUWIRTA & AYI BUDI SANTOSA, Ulama Pejuang dari Serambi Mekkah

read/1301477/29/sm-amin-gubernur-yang-pernah- Umar, Mawardi & Al-Chaidar. (2006). Darul Islam menjabat-di-dua-provinsi-1524872527 [diakses di Aceh: Pemberontak atau Pahlawan? Banda Aceh: Bandung, Jawa Barat, Indonesia: 1 Januari 2019]. Dinas Kebudayaan Pemprov NAD [Pemerintah Sjamsuddin, Nazaruddin. (1999). Revolusi di Serambi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam]. Tersedia Mekah: Perjuangan Kemerdekaan dan Pertarungan secara online juga di: https://www.academia. Politik di Aceh, 1945-1949. Jakarta: UI [Universitas edu/3557550/Darul_Islam_Aceh_Pemberontak_ Indonesia] Press. atau_Pahlawan [diakses di Bandung, Jawa Barat, Sjamsuddin, Helius. (2007). Metodologi Sejarah. Indonesia: 5 Oktober 2018]. Yogyakarta: Penerbit Ombak. Veer, Paul van T. (1987). Perang Aceh: Kisah Kegagalan Sudirman. (2014). “Pesindo Aceh, 1945-1952: Snouck Hurgronje. Jakarta: Grafiti Pers, Terjemahan. Organisasi Nasional di Tingkat Lokal” dalam Vickers, Adrian. (2005). A History of Modern Indonesia. Patanjala, Vol.6, No.1 [Maret], hlm.49-64. New York: Cambridge University Press. Sufi, M. Rusdiet al. (1997). Sejarah Kotamadya Banda Wahidy, H. (1960). “Mengenang Kembali Semangat Aceh. Banda Aceh: Balai Pelestarian Sejarah dan dan Tekad 17 Agustus ’45 dalam Seksi Penerangan/ Nilai Tradisional Banda Aceh. Dokumentasi Komite Musjawarah Angkatan 45 Sufi, Rusdi, Muhammad Nasir & Zulfan. (1997). Daerah Istimewa Atjeh” dalam Modal Revolusi 45, Peranan Tokoh Agama dalam Perjuangan hlm.72-80. Kemerdekaan, 1945-1950, di Aceh. Jakarta: Proyek Wiratmadinata. (2014). “Akar Konflik Internal Aceh: IDSN Ditjenbud Depdikbud RI [Inventarisasi Dari Perang Cumbok sampai Konflik antara PA dan Dokumentasi Sejarah Nasional, Direktorat dan PNA” dalam The Aceh Institute, pada 2 April. Jenderal Kebudayaan, Departemen Pendidikan dan Tersedia secara online juga di: https://acehinstitute. Kebudayaan Republik Indonesia]. org/pojok-publik/politik/dari-perang-cumbok- Surachman & S. Kutoyo [eds]. (1977). Sejarah Daerah: sampai-konflik-antara-pa-dan-pna.html [diakses di Propinsi Daerah Istimewa Aceh. Jakarta: Proyek Bandung, Jawa Barat, Indonesia: 5 Oktober 2018]. Penelitian Pencatatan Kebudayaan Daerah. Zamzami, A. (1990). Jihad Akbar di Medan Area. Suwirta, Andi. (1989). “Ketika Saudara Tua Disambut Jakarta: Bulan Bintang. oleh Saudara Muda: Sikap Politik Pemerintah Zed, Mestika. (1997). Somewhere in the Jungle: Penduduka Jepang terhadap Umat Islam Indonesia, Pemerintah Darurat Republik Indonesia, sebuah Mata 1942-1945”. Skripsi Sarjana Tidak Diterbitkan. Rantai Sejarah yang Terlupakan. Jakarta: Grafiti Pers. Bandung: Jurusan Pendidikan Sejarah FPIPS IKIP Zed, Mestika. (2005). Giyugun: Cikal-Bakal Tentara [Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Nasional di Sumatera. Jakarta: Penerbit LP3ES. Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan] Bandung. Zed, Mestika. (2008). Metode Penelitian Kepustakaan. Tippe, S. (2000). Aceh di Persimpangan Jalan. Jakarta: Jakarta: Penerbit YOI [Yayasan Obor Indonesia]. Pustaka Cidesindo. Zentgraaf, H.C. (1983). Aceh. Jakarta: Penerbit Beuna, terjemahan oleh Aboe Bakar.

54 © 2019 Minda Masagi Press owned by ASPENSI in Bandung, West Java, Indonesia p-ISSN 2443-2776, e-ISSN 2657-0491, and www.journals.mindamas.com/index.php/insancita