Pelaksanaan Syariat Islam Di Aceh Sebagai Otonomi Khusus Yang Simetris
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
Prof. Dr. Al Yasa` Abubakar, MA. PELAKSANAAN Syariat Islam DI ACEH SEBAGAI OTONOMI KHUSUS YANG ASIMETRIS (Sejarah Dan Perjuangan) Dinas Syariat Islam Aceh Tahun 2020 PELAKSANAAN SYARIAT ISLAM DI ACEH SEBAGAI OTONOMI KHUSUS YANG ASIMETRIS (SEJARAH DAN PERJUANGAN) Prof. Dr. Al Yasa` Abubakar, MA. Editor : DR. EMK. Alidar, S.Ag., M.Hum Tata Letak Isi : Muhammad Sufri Desain Cover : Syahreza Diterbitkan oleh: Dinas Syariat Islam Aceh Jln T. Nyak Arief No.221, Jeulingke. Banda Aceh Email : [email protected] Telp : (0651) 7551313 Fax : (0651) 7551312, (0651) 7551314 Bekerjasama dengan Percetakan: CV. Rumoh Cetak Jalan Utama Rukoh, Syiahkuala, Banda Aceh Email: [email protected] | Hp: 08116888292 Dinas Syariat Islam Aceh viii + 224 hlm. 14 x 21 cm. ISBN. 978-602-58950-5-0 Pengantar penulis BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM Puji dan syukur penulis persembahkan ke hadirat Allah Swt. atas segala karunia dan rahmat yang dilimpahkan- Nya, shalawat dan salam penulis haturkan ke pangkuan Nabi Muhammad Rasul penutup dan penghulu para nabi--yang diutus sebagai rahmat untuk semesta alam, serta kepada semua keluarga dan Sahabat beliau. Dengan izin serta karunia Allah Swt. penulisn buku dengn judul PELAKSANAAN SYARIAT ISLAM DI ACEH SEBAGAI OTONOMI KHUSUS YANG ASIMETRIS (Sejarah Dan Perjuangan) telah dapat penulis rampungkan dan selesaikan penulisannya. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada semua pihak yang telah membantu penulis, dengan caranya masing-masing, sehingga tulisan ini dapat penulis rampungkan. Terutama sekali kepada para mahasiswa, para peneliti dan para peminat yang sering mengajukan pertanyaan yang tajam dan menggelitik, kritik yang pedas, atau pujian berlebihan yang tidak menggembirakan, baik mengenai isi buku yang penulis tulis, atau juga mengenai kebijakan, dan kenyataan nyata pelaksanaan qanun- qanun yang berkaitan dengna syariat Islam selama ini. Kesemua pertanyaan, kritik, saran dan pujian tersebut telah mendorong (bahkan memaksa) penulis untuk berpikir dan merumuskan Prof. Dr. Al Yasa` Abubakar, MA iii kembali jalan pikiran yang ada secara lebih lugas, tepat dan tajam, bahwa fiqih yang disusun adalah fiqih untuk masa depan, bukan sekedar mengutip atau menyusun ulang redaksi dari buku-buku lama, peninggalan ulama abad pertengahan. Begitu juga kritik dan saran dari semua pihak untuk penyempurnaan tulisan ini di masa depan, sangat penulis harapkan, dinanti dan akan diterima dengan dada lapang. Insya Allah akan penulis pertimbangkan dan akan penulis masukkan dalam revisi dan penyempurnaan yang akan datang, yang dalam niatan penulis tetap akan dilaksanakan. Kepada Dinas Syari`at Islam Aceh yang telah bersedia menerbitkan kitab ini penulis ucapkan terima kasih yang tulus, semoga amal usaha ini memberikan pengaruh yang positif kepada masyarakat. Akhirnya kepada Allah penulis berserah diri, kepada-Nya dimohon ampun penyuci diri, kepada Nya dipersembahkan bakti, dan kepada Nya pula dimohon hidayah penerang hati. Semua yang benar berasal dari Allah sedang yang salah adalah karena kekeliruan dan kesalahan penulis. Wallahu a`lam bi al-shawab wa ilayh al-marji` wa al-ma`ab.[] Banda Aceh, Juni 2020 M. Prof. Dr. Al Yasa` Abubakar, MA. iv Pelaksanaan Syariat Islam Di Aceh Sebagai Otonomi Khusus Yang Asimetris (Sejarah & Perjuangan) Kata pengantar Kepala Dinas Syariat Islam Aceh Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Puji berserta syukur kita panjatkan kehadhirat Allah SWT dan shalawat beserta salam kita persembahkan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW. Masyarakat Aceh telah lama dikenal sebagai masyarakat yang memegang kuat ajaran Islam sebagai pedoman hidup. Dalam berbagai aspek kehidupan, baik sosial, adat, budaya, pendidikan, dan lainnya nilai-nilai Islam telah lama menjadi “living law” dan telah berfungsi sebagai otoritas tertinggi yang mengatur semua sendi kehidupan masyarakat Aceh. Sejarah perjuangan rakyat Aceh baik pra kemerdekaan atau pasca kemerdekaan semua dilakukan berdasarkan satu tujuan yaitu memperjuangkan penerapan Syariat Islam di bumi Aceh secara kaffah. Di sisi lain, sejak belasan tahun lalu, Aceh juga telah memilih untuk menjadikan Syariat Islam bukan hanya sebagai nilai-nilai yang menjiwai kehidupan masyarakatnya pada dimensi mental dan spiritual, namun juga menjadikannya norma-norma hukum positif yang mengatur alur kehidupan masyarakatnya sehari-hari. Dengan demikian, Syariat Islam telah menjelma menjadi ruh dan jasad bagi masyarakat Aceh. Dengan kenyataan ini, tentulah banyak hal lain yang juga seharusnya tumbuh selaras seiring sejalan. Di antaranya, literatur syariat Islam dan penerapannya Prof. Dr. Al Yasa` Abubakar, MA v di Aceh dari berbagai sudut pandang juga mestinya ikut menjadi perhatian banyak kalangan, terutama kalangan akademisi dan pemangku kebijakan. Dalam konteks inilah kehadiran buku “Pelaksanaan Syari’at Islam di Aceh sebagai otonomi khusus yang asimetris (sejarah dan kewenangan), menurut hemat saya, akan sangat memperkaya khazanah rujukan tentang syariat Islam di Aceh, terutama dari kacamata sejarah dan hukum. Kita harapkan dengan hadirnya buku ini, penerapan Syariat Islam di Aceh akan menjadi lebih terkawal secara akademis dan juga dapat menjelma menjadi sebuah kontribusi produktif terhadap upaya penerapan syariat dan Aceh yang kaffah. Kita doakan pula bahwa buku ini dapat menjadi bahan tambahan untuk kita bermuhasabah (perbaikan diri), baik atas kebijakan-kebijakan yang telah kita ambil, atau yang akan kita buat di kemudian hari. Akhirul kalam, kami mengucapan selamat kepada penulis buku ini dan juga terima kasih yang tak terhingga atas kontribusi positif ini yang tentunya akan menjelma menjadi shadaqah jariah bagi penulis atas baktinya kepada masyarakat muslim Aceh. Akirnya, hanya kepada Allah lah kita memohon ampun dan kepadaNya lah kita mohon perlindungan. Semoga Syariat Islam tetap tegak di Bumi Aceh. Billahi taufiq walhidayah, wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh Kepala Dinas Syari’at Islam Aceh DR. EMK. ALIDAR, S. Ag., M. Hum vi Pelaksanaan Syariat Islam Di Aceh Sebagai Otonomi Khusus Yang Asimetris (Sejarah & Perjuangan) daftar ISI PENGANTAR PENULIS ~ III KATA PENGANTAR KEPALA DINAS SYARIAT ISLAM ACEH ~ V DAFTAR ISI ~ VII BAB I : PENDAHULUAN ~ 1 BAB II : PERJUANGAN PELAKSANAAN SYARIAT ISLAM PADA MASA PENJAJAHAN ~ 11 A. Kedatangan Penjajah Dan Perlawanan Melalui Perang Terbuka ~ 12 B. Politik ~ 23 C. Kebijakan Pasifikasi dan Perlawanan secara D. Persatuan Ulama Seluruh Aceh ~ 50 BAB III : PERJUANGANKeadaan Peradilan PELAKSANAAN Di Aceh ~ 68 SYARIAT PADA MASA KEMERDEKAAN A. Perjuangan untuk Mendapat Pengakuan ~ ~ 89 B. Perjuangan setelah Pengakuan Politis ~ 142 C. Perjuangan91 untuk Menghadirkan Mahkamah Syar`iyah ~ 188 Prof. Dr. Al Yasa` Abubakar, MA vii BAB IV : PENUTUP ~ 213 DAFTAR KEPUSTAKAAN ~ 221 viii Pelaksanaan Syariat Islam Di Aceh Sebagai Otonomi Khusus Yang Asimetris (Sejarah & Perjuangan) Bab 1 PENDAHULUAN Prof. Dr. Al Yasa` Abubakar, MA 1 Aceh mendapat otonomi khusus melalui Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, dan setelah itu diganti dan disempurnakan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Undang-undang yang pertama merupakan amanat dan perintah TAP MPR, sedang yang kedua merupakan buah dan kelanjutan dari Kesepakatan Helsinki yang ditandatangai oleh Utusan Pemerintah Indonesia dan Utusan Gerakan Aceh Merdeka (GAM), pada tanggal 15 Agustus 2005. Tokoh GAM dalam beberapa pernyataan resmi menyatakan bahwa pemberlakuan syariat Islam di Aceh bukanlah tuntutan mereka. Namun mereka juga tidak berkeberatan sekiranya ada komponen dalam masyarakat Aceh yang memperjuangkannya.1 Dengan demikian walaupun dalam Kesepakatan Helsinki tidak ada butir yang secara jelas menyebut pemberlakuan syariat Islam, dalam UU 11/06 ditemukan beberapa pasal yang mengatur pelaksanan syariat Islam, baik sebagai tugas pemerintahan dan juga sebagai hukum positif. Hal ini tentu sebagai kelanjutan dan penyempurnaan atas peraturan mengenai pelaksanaan syariat Islam yang sebelumnya sudah diberikan Pemerintah melalaui UU 44/99 dan UU 11/01. Menurut penulis, adanya ketentuan mengenai pelaksanaan syariat Islam dalam UU 11/06 bukanlah sesuatu yang tiba- tiba apalagi mengada-ada. Upaya masyarakat Aceh dan para pemimpinnya untuk menjalankan syariat Islam sebagai landasan kehidupan (pandangan hidup, way of life), termasuk di dalamnya kegiatan pemerintahan dan sebagai hukum posisitif, di alam Indonesia merdeka, sudah dimulai sejak saat paling awal, ketika mereka mengetahui bahwa Indonesia sudah merdeka dan Aceh menjadi bagian dari negara baru tersebut. Tuntutan ini telah disuarakan para pemimpin bersama rakyat, dengan berbagai 1 Hamid Awaluddin pernah menyatakan keheranan dan keterkejutannya karena salah seorang petinggi GAM dalam pembicaraan dengan beliau, baik formal atau non formal, pernah menyatakan bahwa “Hukum syariat bukanlah aspirasi kami. Ingat ya, Syamsuddin Mahmud dan Gazali meninggalkan ruang pertemuan di masa lalu karena soal ini.” Lihat, Hamid Awaludin, Damai di Aceh, Catatan Perdamaian RI – GAM di Helsinki, Centre for Strategic and Intenational Studies (CSIS), Jakarta, cet. 1, 2008, hlm. 164 dan 151. 2 Pelaksanaan Syariat Islam Di Aceh Sebagai Otonomi Khusus Yang Asimetris (Sejarah & Perjuangan) cara dan saluran, secara terus menerus sejak awal kemerdekaan sampai ke masa sekarang. Rakyat Aceh dan pemimpinnya telah menempuh cara-cara damai, melalui perjuangan politik di parlemen sampai dengan cara kekerasan melalui pemberontakan bersenjata.