FACTUM: JURNAL SEJARAH DAN PENDIDIKAN SEJARAH, VOL. 7 NO. 1, 2018 ISSN: 2302-9889, E.ISSN: 2615-515X

TEUNGKU MUHAMMAD DAUD BEUREUEH DAN REVOLUSI DI (1945-1950) Bambang Satriya, Suwirta, Ayi Budi Santosa Universitas Pendidikan

ABSTRACT ABSTRAK

This research was distributed by attractions of Penelitian ini dilatarbelakangi oleh ketertarikan authors to Teungku Muhammad Daud Beureueh penulis kepada sosok Teungku Muhammad the leader with big influence when the revolution Daud Beureueh yang memiliki pengaruh besar happened in Aceh. The main issues studied in this ketika berlangsungnya masa revolusi di Aceh. research is “How was Teungku Muhammad Daud Permasalahan utama yang dibahas adalah adalah Beureueh’s role in defending the independence of “Bagaimana peran Teungku Muhammad Daud Indonesian Republic in Aceh 1945-1950?”. This Beureueh dalam mempertahankan kemerdekaan study uses historical method which includes four Republik Indonesia di Aceh tahun 1945-1950?”. steps: 1) Heuristics, 2) Criticism, 3) Interpretation, Penelitian ini menggunakan metode historis 4) Historiography. Based on the result, the political dengan empat tahapan, yaitu: 1) Heuristik, 2) and socio-economic conditions in Aceh after the Kritik, 3) Interpretasi, dan 4) Historiografi. independence of Indonesian Republic was unstable. Adapun hasil penelitian yang diperoleh bahwa The role of Teungku Muhammad Daud Beureueh kondisi politik dan sosial ekonomi di Aceh pasca in Peristiwa Cumbok gave the awareness to local kemerdekaan tidak stabil. Kemudian, Teungku government to give more attention in this horizontal Muhammad Daud Beureueh berperan penting conflict and he instructing to mobilize the troops dalam Peristiwa Cumbok dengan memberikan to attack the uleebalang clan in Pidie. He also penyadaran terhadap pemerintah daerah agar stopped the Tentara Perjuangan Rakyat (TPR) memerhatikan konflik horizontal yang sedang movement who headed by Husin Al Mujahid. As terjadi dan menginstruksikan untuk memobilisasi the Military Governor of Aceh, Langkat, and Tanah pasukan guna menyerang kaum uleebalang di Karo, Teungku Muhammad Daud Beureueh can Pidie. Ia pun mampu menghentikan gerakan merged the paramilitary organizations into TNI Tentara Perjuangan Rakyat (TPR) pimpinan organization, he also the inisiator who collected the Husin Al Mujahid. Ketika menjabat sebagai cost to buy an airplane for Indonesian government, Gubernur Militer Aceh, Langkat dan Tanah and he can stopped the Sayid Ali movement. Karo, Teungku Muhammad Daud Beureueh Teungku Muhammad Daud Beureueh rejected the mampu meleburkan berbagai laskar perjuangan merging of Aceh into the Sumatera Utara Province ke dalam tubuh TNI, menjadi salah satu inisiator and this case made his disappointed to the center pengumpulan dana untuk pembelian pesawat government and also Soekarno. terbang serta mengatasi gerakan Sayid Ali. Sikap yang diambil oleh Teungku Muhammad Daud Keywords: Daud Beureueh, Aceh, Revolution, Beureueh adalah menolak ketika Aceh hendak Independence digabungkan ke dalam Provinsi Sumatera Utara sehingga hal ini membuatnya kecewa kepada pemerintah pusat dan Soekarno. Kata Kunci: Daud Beureueh, Aceh, Revolusi, Kemerdekaan

Author correspondence Email: [email protected] Available online at http: // http://ejournal.upi.edu/index.php/factum BAMBANG SATRIYA TEUNGKU MUHAMMAD DAUD.....

PENDAHULUAN Seperti diketahui bahwa di Aceh terdapat Masa revolusi di Indonesia tidak hanya dua buah kekuatan besar yakni kaum terjadi di pusat pemerintahan seperti ulama yang sering disebut teungku dan Jakarta dan Yogyakarta saja, melainkan kaum adat atau bangsawan dengan terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia, sebutan teuku yang biasa disebut sebagai tidak terkecuali wilayah Aceh. Wilayah kaum uleebalang. Beberapa hal yang yang disebutkan terakhir ini memiliki membuat Peristiwa Cumbok ini terjadi dinamika dan kekhasan tersendiri ketika adalah adanya perbedaan kepentingan masa mempertahankan kemerdekaan antara kedua kelompok besar di Aceh ini. berlangsung. Hal ini terbukti bahwa Aceh Kalangan uleebalang tidak seluruhnya tidak mengalami pendudukan kembali mendukung proklamasi kemerdekaan. oleh Belanda. Meskipun Belanda sudah Mereka menginginkan Belanda untuk mencoba memaksa masuk, namun mereka memerintah kembali. Hal ini senada merasa kesulitan dan hanya mampu dengan pernyataan Dewanto (2011, hlm. berada di wilayah terluar Aceh. Mungkin 8) bahwa “telah lama sebetulnya ada Belanda telah belajar dari Perang Aceh hubungan yang tidak harmonis antara bahwa rakyat Aceh sulit untuk ditaklukkan kaum ulama dan kaum pamong praja sehingga mereka mengurungkan niat di Aceh. Kalangan ulama menuding untuk kembali menguasai Aceh. Oleh uleebalang hanya menjadi boneka karena itu, dapat dikatakan bahwa Belanda penjajah”. Selama Peristiwa Cumbok, tidak mampu menguasai Aceh secara Teungku Muhammad Daud Beureueh keseluruhan selama masa revolusi. (selanjutnya Daud Beureueh) memiliki peranan yang penting. Setelah Peristiwa Pada masa yang terkenal akan gejolak Cumbok, posisi ulama mengalami sosial dan politik ini, banyak peristiwa perubahan dalam kancah perpolitikan di yang mewarnai perjalanan sejarah Aceh. Aceh. Keadaan tersebut diperkuat dengan Di samping itu, banyak bermunculan pula adanya gerakan Tentara Perjuangan tokoh-tokoh pada masa ini. Tokoh-tokoh Rakyat (TPR) yang menginginkan semua tersebut tidak hanya muncul, melainkan uleebalang turun dari jabatan pada memiliki peranan yang menonjol selama pemerintah lokal Aceh. Gerakan yang masa revolusi Indonesia di Aceh. Tokoh- dipimpin oleh Husin Al Mujahid ini tokoh yang bermunculan pada masa itu menganggap jika mereka, para uleebalang antara lain , Mr. Teuku tetap pada puncak kekuasaan, siapakah Mohammad Hasan, Mr. S. M. Amin, Ali yang sanggup menjamin bahwa mereka Hasjmy dan tidak terkecuali Teungku tidak akan kembali ke tabiat yang semula Muhammad Daud Beureueh yang menjadi (Saleh, 1992, hlm. 103). Namun, pada salah satu tokoh dengan peranan penting akhirnya gerakan ini mampu dihentikan selama masa revolusi berlangsung di Aceh. oleh Daud Beureueh selaku golongan Di Aceh pernah terjadi peristiwa ulama yang memiliki posisi kuat kala itu di penting, yakni perang saudara yang Aceh. Ia menganggap jika gerakan tersebut melibatkan masyarakat sipil melawan menyimpang dan condong kepada sikap masyarakat sipil. Perang ini sering Husin Al Mujahid yang ambisius akan dinamakan sebagai Peristiwa Cumbok. kekuasaan.

28 FACTUM: JURNAL SEJARAH DAN PENDIDIKAN SEJARAH, VOL. 7 NO. 1, 2018 ISSN: 2302-9889, E.ISSN: 2615-515X

Selama masa revolusi, Daud Beureueh oleh Daud Beureueh dengan memberikan memiliki peranan yang cukup dominan. perlawanan kepada pemerintah pusat. Hal ini terbukti dengan jabatan yang pernah Melihat kontribusi Daud Beureueh ia sandang sebagai gubernur militer untuk selama masa revolusi di Aceh berlangsung, daerah Aceh, Langkat, dan Tanah Karo. membuat penulis menaruh ketertarikan Padahal Daud Beureueh notabene hanya kepada sosok ini. Khususnya peranan yang seorang ulama. Suatu keunikan tersendiri ia jalankan dan pengaruh yang ia miliki yang dimiliki oleh Daud Beureueh. Selama ketika membawa rakyat Aceh melewati menjabat sebagai gubernur militer, ia masa-masa sulit, masa revolusi. Namun, mampu membentuk Tentara Nasional dewasa ini Daud Beureueh seakan-akan Indonesia (TNI) di Aceh. Selain itu, hanya dikenal sebagai seseorang dengan hal yang mungkin tidak akan pernah predikat buruk yang tidak lain sebagai dilupakan oleh seluruh rakyat Indonesia pemimpin DI/TII di Aceh. Padahal adalah sumbangsih yang diberikan oleh beberapa masa sebelumnya ia adalah sosok masyarakat Aceh kepada Indonesia berupa penting bagi rakyat Aceh dan Indonesia. pesawat terbang. Terkumpulnya biaya Hal tersebut dibuktikan dengan rekam untuk pembelian pesawat terbang ini pun jejak yang dimilikinya. Daud Beureueh tidak lepas dari peranan seorang Daud pernah menduduki jabatan yang strategis Beureueh. dalam dalam beberapa organisasi. Ia Dalam kunjungan Presiden Soekarno pernah menjabat sebagai ketua Persatuan ke Aceh saat beliau berpidato di Lapangan Ulama Seluruh Aceh (PUSA), sebuah Blang Padang, Kutaraja tanggal 16 Juni organisasi keagamaan yang bergerak di 1948. Bung Karno mengatakan bahwa bidang pendidikan, sosial, dan keagamaan. Aceh adalah daerah modal. Beliau Selain itu, pada organisasi kemiliteran, ia mengibaratkan Aceh sebagai sebuah pernah menjabat sebagai gubernur militer payung. Kalaupun Republik hanya tinggal yang meliputi wilayah Aceh, Langkat, selebar payung, kita akan terus berjuang dan Tanah Karo. Ia pun tak segan untuk dengan modal daerah selebar payung mendorong kaum muda Aceh untuk itulah kita merebut daerah lain (Sufi, dkk, melawan Belanda (Lapian, dkk, hlm. 1996, 1997, hlm. 70). hlm. 14). Posisi yang pernah diemban Namun, semua hal yang telah olehnya itu, berhasil ia maksimalkan diperjuangkan oleh Daud Beureueh seakan sekaligus memanfaatkannya dengan baik tidak dihargai oleh pemerintah pusat untuk kepentingan rakyat Aceh juga bagi menjelang masa revolusi berakhir. Pasca kepentingan bangsa Indonesia. Tidak salah pengakuan kedaulatan kepada Indonesia apabila Piekaar (dalam Ibrahimy 2001, sebagai hasil dari Konferensi Meja Bundar, hlm. 267) mengatakan bahwa “di antara status wilayah Aceh mengalami perubahan. ratusan, mungkin ribuan ulama-ulama di Hal ini berujung kepada penolakan dari Aceh, Daud Beureueh adalah yang paling Daud Beureueh sehingga ia mulai tidak berpengaruh” memercayai Pemerintah Pusat. Pada Penulis membatasi ruang lingkup akhirnya, perubahan status wilayah Aceh yang dikaji, baik secara spasial maupun ini berujung kepada sikap yang diambil temporal. Pada aspek spasial, penulis mengambil ruang lingkup di seputar

29 BAMBANG SATRIYA TEUNGKU MUHAMMAD DAUD..... wilayah Aceh. Sedangkan pada aspek mengharuskan seorang peneliti sejarah temporal, penulis mengambil kurun untuk mencari dan mengumpulkan waktu dari tahun 1945 hingga tahun 1950 berbagai macam sumber sejarah yang yang merupakan masa-masa genting bagi sesuai dengan kajian yang akan dibahas kelangsungan Republik Indonesia. Tahun oleh peneliti tersebut. Sumber-sumber 1945 dipilih oleh penulis sebab pada sejarah yang dapat dicari dan dikumpulkan tahun ini Indonesia lahir sebagai negara bisa berupa sumber tertulis dan sumber baru setelah memproklamasikan diri lisan bahkan benda berupa dokumentasi pada 17 Agustus 1945. Sedangkan tahun berupa gambar atau foto. Selama 1950 dipilih karena berdekatan dengan melakukan pencarian sumber, penulis Konferensi Meja Bundar (KMB) yang mengunjungi beberapa tempat seperti berlangsung pada tahun akhir 1949 dan Perpustakaan UPI Bandung, Perpustakaan berujung kepada pengakuan kedaulatan Unpad, Badan Perpustakaan dan Arsip Belanda atas Indonesia yang memberikan Daerah (BAPUSIPDA) Jawa Barat, dampak langsung kepada wilayah Aceh Badan Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) dan Daud Beureueh sendiri. Hal itu dapat Bandung, Badan Perpustakaan dan dijadikan acuan bagi penulis mengenai Sistem Informasi (BAPAPSI) Kabupaten sikap dari Daud Beureueh perihal Bandung, Kantor Perpustakaan dan Arsip perubahan status wilayah Aceh tidak Daerah Kota Bandung, Perpustakaan Batu lama setelah pengakuan kedaulatan dari API, Perpustakaan Pusat Angkatan Darat, Belanda kepada Indonesia. dan koleksi pribadi penulis. 2. Kritik METODE PENELITIAN Kritik sumber merupakan kegiatan di Metode yang digunakan dalam mana seorang peneliti sejarah melakukan penelitian ini adalah metode historis klasifikasi dan penilaian suatu sumber atau metode sejarah. Gottschalk (1983, sejarah. Hal ini dilakukan agar sumber hlm. 32) menyatakan bahwa “metode sejarah yang telah didapatkan oleh penulis historis merupakan proses menguji dan benar-benar terpercaya, sekaligus dapat menganalisa secara kritis rekaman dan dipertanggungjawabkan. Kegiatan kritik peninggalan masa lampau”. Pernyataan sumber terbagi ke dalam dua aspek, tersebut, dapat memberikan indikasi bahwa yaitu kritik eksternal dan kritik internal. seorang peneliti sejarah perlu melakukan Penulis melakukan kritik internal dengan pengujian dan analisis terhadap sumber- membandingkan buku Revolusi di Serambi sumber yang sesuai dengan tema penelitian Mekah: Perjuangan Kemerdekaan dan yang akan dibahas yang kemudian akan Pertarungan Politik di Aceh 1945-1949 direkonstruksi ke dalam bentuk tulisan karya Nazaruddin Sjamsuddin dengan setelah sebelumnya diberikan analisis- buku Peranan Tgk. Muhammad Daud analisis yang sesuai. Adapun tahap-tahap Beueruh dalam Pergolakan di Aceh yang dalam metode historis ini meliputi empat ditulis oleh Muhammad Nur El Ibrahimy. langkah penelitian, yaitu Dalam bukunya, Nazaruddin menjelaskan 1. Heuristik bahwa Teungku Muhamamd Daud Heuristik merupakan langkah Beureueh menjadi salah satu tokoh yang pertama dari metode sejarah. Langkah ini memiliki pengaruh besar dalam masa

30 FACTUM: JURNAL SEJARAH DAN PENDIDIKAN SEJARAH, VOL. 7 NO. 1, 2018 ISSN: 2302-9889, E.ISSN: 2615-515X

Revolusi Indonesia yang berlangsung di setelah beranjak dewasa, Daud Beureueh Aceh. Hal yang senada pun tergambar menasbihkan dirinya menjadi ulama dalam karya El Ibrahimy yang sama-sama reformis dengan membentuk Madrasah menjelaskan bahwa Teungku Muhammad Sa’adah Abidiyah yang merupakan inovasi Daud Beureueh menjadi salah satu dalam pendidikan dari pesantren pemimpin masyarakat Aceh dengan jiwa yang terbatas mempelajari ilmu agama republikan yang dimilikinya. menjadi madrasah yang memungkinkan 3. Interpretasi mempelajari ilmu-ilmu lain selain ilmu agama yang dijadikan dasar. Interpretasi merupakan suatu penafsiran yang dilakukan oleh penulis Pada tanggal 5 Mei 1939, Persatuan berdasarkan hasil pemikiran terhadap Ulama Seluruh Aceh (PUSA) terbentuk di keterangan atau fakta yang diperoleh dari Peusangan, Bireuen, Pantai Utara Aceh sumber-sumber sejarah. Namun tentu (Shiraishi, 1988, hlm. 41). Secara aklamasi, saja dalam melakukan penafsiran harus terpilih Teungku Muhammad Daud tetap bersifat ilmiah. Ketika melakukan Beureueh sebagai Ketua PUSA, dengan penafsiran, penulis menggunakan Wakil Ketua Teungku Abdurrahman pendekatan interdisipliner dengan Meunasah Meucap, sedangkan sebagai menggunakan ilmu bantu sosiologi dan pelindung ditetapkan Ampon Chik ilmu politik. Peusangan (Saleh, 1992, hlm. 17). Kebanyakan, yang tergabung dalam 4. Historiografi organisasi ini adalah ulama reformis, Historiografi sendiri merupakan tahap yang bermaksud untuk membentuk suatu akhir dalam metode sejarah. Pada tahap wadah dalam menyatukan pikiran di antara ini penulis melakukan penyusunan suatu mereka. Kehadiran PUSA diharapkan cerita sejarah ke dalam satu kesatuan yang mampu meningkatkan solidaritas antara utuh. Penulis menyusun secara sistematis sesama ulama di Aceh supaya tidak terjadi yang didasarkan kepada ketentuan yang perpecahan sesama ulama. Oleh karena itu, berlaku. Pada tahap ini, penulis sejarah dibentuk organisasi bernama Persatuan menerapkan kaidah penulisan supaya Ulama Seluruh Aceh. Tidak lama kemudian menghasilkan tulisan yang baik. PUSA masuk ke dalam MIAI (Majelis Islam HASIL PENELITIAN DAN Ala Indonesia) dan demikian para ulama PEMBAHASAN Aceh yang tergabung di dalamnya mulai aktif melibatkan diri dalam pergerakan Teungku Muhammad Daud Beureueh, Islam dan perjuangan nasional Indonesia dilahirkan di Beureunun pada 23 September (Surachman dan Kutoyo, 1977, hlm. 214). tahun 1899. Ia dilahirkan dengan nama Pada masa Pemerintahan Jepang, Muhammad Daud. Masa kecil hingga pihak ulama memiliki kedekatan dengan dewasa, Daud Beureueh begitu dekat pihak Jepang. Sebab, tujuan Jepang ke dengan pendidikan Islam. Mula-mula ia Indonesia tidak seperti Belanda yang belajar di Pesantren Titeue selama setengah terlebih dahulu datang. Jepang pun tahun. Kemudian pindah ke Pesantren Iie dianggap sebagai pihak yang telah lama Leumbeue selama empat setengah tahun dinantikan karena belum ada yang mampu (Ibrahimy, 2001, hlm. 262). Kemudian, mengusir Belanda. Perbedaan lainnya

31 BAMBANG SATRIYA TEUNGKU MUHAMMAD DAUD..... terletak dari tindakan Belanda yang di Hotel Sentral (Iskandar, 2000, hlm. kerap melakukan misi penyebaran agama 85). Pembentukan organisasi kemiliteran sedangkan Jepang tidak melakukan hal ini dimaksudkan agar keamanan di Aceh yang demikian. Kedekatan itu terlihat tetap kondusif dan untuk menunjang dengan hubungan yang terjalin Daud keberlangsungan pemerintahan di tengah Beureueh dengan pemerintah Jepang yang keadaan yang belum stabil. Secara menunjuknya sebagai wakil Majelis Agama rinci, tugas API antara lain memelihara Islam untuk Bantuan Kemakmuran Asia ketenteraman umum, merebut senjata Timur Raya (MAIBKATRA). Jepang, membasmi musuh-musuh Memasuki masa kemerdekaan, proklamasi yang bersifat dan bercorak apa keadaan politik di Aceh berjalan dengan saja, dan memimpin gelora massa yang penuh dinamika. Aceh dijadikan salah satu bergolak dengan semangat perjuangan keresidenan yang bernaung dalam Provinsi (Wahidy, 1960, hlm. 73). Sumatera yang dipimpin oleh Mr. Teuku Sebelum lahir API, telah terbentuk Mohammad Hasan sebagai Gubernur Pemuda Republik Indonesia (PRI) di pertama Sumatera. Kegiatan Pemerintah Pidie. Ketuanya Teungku Hasan Aly, di daerah Aceh baru berjalan pada awal yang berafiliasi dengan Barisan Pemuda bulan Oktober 1945, setelah keluarnya Indonesia (BPI) di bawah Ali Hasjmy penetapan dari Gubernur Provinsi (Saleh, 1992, hlm. 39). PRI dan BPI Sumatera pada tanggal 3 Oktober 1945, kemudian berubah menjadi Pemuda tentang pengangkatan pejabat pemerintah Sosialis Indonesia (Pesindo) yang tetap NRI di seluruh Sumatera (Surachman dan dipimpin oleh Ali Hasjmy. Di samping Kutoyo, 1977, hlm. 180). Pesindo, terdapat laskar perjuangan Meskipun sudah dalam keadaan lainnya seperti Hisbullah yang kemudian merdeka, namun keamanan dalam negeri berubah menjadi Mujahidin yang harus semakin ditingkatkan. Oleh karena dipimpin Daud Beureueh. Mayoritas itu diperlukan organisasi kemiliteran anggota dari kedua laskar perjuangan ini yang memiliki posisi vital. Di Aceh berasal dari kalangan pendukung ulama dibentuk Angkatan Pemuda Indonesia yang tergabung dalam Pemuda PUSA. Baik (API) yang bertujuan sebagai pemenuhan Pesindo maupun Mujahidin, keduanya pembentukan alat kelengkapan negara, merupakan jelmaan dari semangat para juga untuk merebut persenjataan dari pemuda Aceh yang memiliki tujuan pihak tentara Jepang. Residen berpesan sama, yakni untuk mempertahankan supaya buat sementara dipakai kata kemerdekaan Republik Indonesia. Tetapi, “pemuda”, yang sewaktu-waktu dapat mereka memiliki keengganan untuk ikut diubah menjadi “perang”, jika saatnya bergabung dalam API yang kemudian telah tiba (Nasution, 1977, hlm. 440). menjadi pasukan resmi. API diprakarsai oleh beberapa Antara API dan laskar perjuangan pemuda bekas Giyugun (semacam PETA kepemudaan memiliki perbedaan latar di Jawa) yang mempunyai gagasan belakang. API yang berkomposisikan membentuk organisasi keamanan. Untuk bekas Giyugun yang memiliki pendidikan merealisisasikan gagasan tersebut pada 27 militer dan pengalaman yang cukup. Selain Agustus mereka mengadakan pertemuan itu, petinggi-petinggi API pun kebanyakan

32 FACTUM: JURNAL SEJARAH DAN PENDIDIKAN SEJARAH, VOL. 7 NO. 1, 2018 ISSN: 2302-9889, E.ISSN: 2615-515X berasal dari kalangan uleebalang yang dkk, 2015, hlm. 6). Di balik blokade memiliki kedekatan dengan Teuku Nyak yang dilakukan Belanda tersimpan Arif yang menjadi residen pertama maksud yang dapat menjerumuskan Aceh setelah proklamasi kemerdekaan. Indonesia ke dalam lubang keterpurukan. Sedangkan laskar perjuangan berasal Pemberlakuan blokade dimaksudkan agar dari pemuda yang kebanyakan tergabung ekonomi Indonesia mengalami kekacauan dalam PUSA yang memiliki afiliasi hebat sehingga rakyat tidak merasa langsung dengan para ulama. API dan percaya kepada pemerintah Indonesia. laskar perjuangan mewakili dua kekuatan Meskipun begitu, semangat perjuangan besar di Aceh. rakyat tetap bergelora untuk mendukung Sama halnya dengan kondisi politik, keberlangsungan Indonesia. kondisi sosial ekonomi di Aceh pun Blokade yang dilakukan oleh Belanda berjalan dengan dinamika tersendiri. mengindikasikan bahwa Belanda ingin Keadaan yang diwariskan pasca kembali menancapkan kekuasaannya pemerintah Jepang menduduki Aceh di Indonesia, termasuk di Aceh. Hal ini menimbulkan ketidakstabilan. Situasi membuat geram pihak ulama di Aceh. ekonomi pada saat itu amat suram, Mereka tidak menginginkan kembali penghidupan dan kehidupan begitu dampak sosial yang buruk terulang untuk sulit. Penghidupan rakyat semata-mata kedua kalinya apabila Belanda kembali tergantung dari pertanian yang hasilnya bercokol di Aceh. Oleh karena itu, pada tidak seimbang bila ditukarkan dengan 15 Oktober 1945 di Kutaraja (Banda uang Jepang yang tak mempunyai nilai Aceh), Teungku Haji Hasan Krueng Kalee, (Kodam I/, 1972, hlm. 86). Teungku Muhammad Daud Beureueh, Pemberlakuan mata uang sebagai alat Teungku Haji Jakfar Siddiq Lambajat, dan penukaran yang sah masih mengandalkan Teungku Haji Ahmad Hasballah Indrapuri mata uang pemerintah Belanda dan mata dengan mengatasnamakan seluruh ulama uang pemerintah Jepang. Aceh mengeluarkan maklumat bersama Lahan-lahan produksi pertanian bagi seluruh umat Islam di Aceh agar masyarakat tidak banyak dimanfaatkan. turut serta dalam perjuangan menolak Pemerintah Daerah Aceh berusaha kedatangan kembali Belanda. Beberapa untuk meningkatkan hasil pertanian, bagian maklumat ini berbunyi terutama dengan cara memperluas areal “Menurut keyakinan kami, perang ini adalah perjuangan suci yang disebut “Perang Sabil”. Maka, persawahan. Tanah-tanah yang kosong percayalah wahai bangsaku, bahwa perjuangan ini diusahakan kembali dijadikan sawah adalah sebagai sumbangan perjuangan dahulu di dan ladang (Ibrahim dalam Ismail, Aceh yang dipimpin oleh almarhum Teungku Chik 1995, hlm. 155). Keadaan ini diperparah di Tiro dan pahlawan-pahlawan kebangsaan yang lain. Dari sebab itu, bangunlah wahai bangsaku dengan adanya blokade yang dilakukan sekalian, bersatu padu menyusun bahu, mengangkat oleh pihak Belanda, yang menggantikan langkah maju ke muka untuk mengikuti jejak posisi Jepang dan berkeinginan kembali perjuangan nenek kita dahulu. Tunduklah dengan menguasai wilayah Indonesia. Alasan patuh akan segala perintah-perintah pemimpin kita untuk keselamatan tanah air, agama, dan bangsa” Belanda melakukan blokade adalah (Tippe, 2000, hlm. 31-32). untuk mencegah masuknya senjata dan peralatan militer ke Indonesia (Fahlevi,

33 BAMBANG SATRIYA TEUNGKU MUHAMMAD DAUD.....

Dikeluarkannya maklumat ulama di bahwa Komite harus mengambil langkah- atas tidak lain bertujuan untuk memperkuat langkah tertentu untuk mengatasi tekad dalam mempertahankan keadaan yang gawat di Kabupaten Pidie kemerdekaan. Semangat revolusi semakin (Sjamsuddin, 1999, hlm. 166). Memang, berkobar di kalangan rakyat Aceh. Mereka pada kenyataannya bentrokan ini tidaklah tidak ingin kembali merasakan hal yang sekecil yang diperkirakan oleh pemerintah sama ketika Belanda menguasai wilayah daerah. Maka, atas usulan dari Daud Aceh sebelumnya. Otomatis, secara Beureueh, pihak pemerintah daerah mulai psikologis semangat yang dimiliki rakyat mengubah pandangan perihal konflik yang Aceh semakin berapi-api sehingga mereka terjadi. Usulan yang diajukan oleh Daud rela mengorbankan jiwa dan raganya Beureueh terbukti mampu memberikan untuk meneruskan perjuangan yang baru stimulus kepada pemerintah daerah agar dimulai. Terlebih dengan mengorbankan cepat dalam bertindak untuk menghindari jiwa dan raga yang dianggap sebagai mati hal-hal yang tidak diinginkan. syahid dalam ajaran Islam. Tidak sampai di situ, Daud Beureueh Di samping itu, hubungan antara menginstruksikan kepada para pemimpin golongan uleebalang dan ulama terus PUSA di daerah Aceh Utara untuk mengalami gesekan menuju konflik yang memobilisasi para anggota Pesindo dan tidak terelakkan. Benih-benih konflik Mujahidin guna menyerang bagian Timur yang telah lama ada, semakin tumbuh Pidie (Morris, 1990, hlm. 101). Sebagai berkembang seiring berjalannya waktu. salah satu pemimpin Persatuan Ulama Tokoh uleebalang yang menjadi biang Seluruh Aceh (PUSA), Daud Beureueh terjadinya konflik ini adalah Teuku memiliki sokongan kekuatan dari berbagai Muhammad Daud Cumbok. Ia adalah macam elemen masyarakat. Mujahidin uleebalang di daerah Sigli yang benar- yang tidak lain adalah kelompok muda benar tidak menaruh rasa simpati ketika PUSA, memiliki kelengkapan persenjataan Indonesia berhasil memproklamasikan yang cukup mumpuni dapat dijadikan menjadi negara yang merdeka. Dengan sebagai alat untuk menyelesaikan demikian, ia memiliki pandangan permasalahan mengenai perang saudara yang begitu berbeda dengan mayoritas ini. Pertempuran secara besar-besaran masyarakat Aceh yang bersimpati dengan tetap berlangsung dengan memakan kemerdekaan Indonesia. Puncaknya, korban yang tidak terhingga banyaknya, terjadi revolusi sosial yang dikenal baik korban manusia maupun korban dengan Peristiwa Cumbok di wilayah harta benda (Amin, 2014, hlm. 14). Pada Pidie. Peristiwa ini yang pada akhirnya akhirnya, pihak yang menjadi pemenang menggusur kekuatan dan kekuasaan berasal dari pihak ulama. Meskipun uleebalang di Aceh yang menginginkan demikian, masalah kerugian tetap saja kembali kehadiran Belanda di Aceh. ditanggung oleh kedua belah pihak yang Di dalam peristiwa ini, salah satu berkonflik. Peristiwa Cumbok ini dapat peranan yang dilakukan oleh Daud memberi gambaran bahwa ancaman yang Beureueh adalah bahwa ia bersikeras di datang dari dalam wilayah Indonesia pun dalam sidang Komite Nasional Daerah masih dapat muncul sekalipun Indonesia telah memproklamasikan kemerdekaan.

34 FACTUM: JURNAL SEJARAH DAN PENDIDIKAN SEJARAH, VOL. 7 NO. 1, 2018 ISSN: 2302-9889, E.ISSN: 2615-515X

Selepas Peristiwa Cumbok, muncul Menyusul Agresi Militer Belanda gerakan Tentara Perjuangan Rakyat (TPR) pertama terhadap Republik pada bulan Juli yang dipimpin ketua Pemuda PUSA, Amir 1947, Pemerintah Pusat mengangkat Daud Husin Al Mujahid (selanjutnya Husin Al Beureueh sebagai Gubernur Militer Aceh Mujahid). Ia mengumpulkan kekuatan (Morris, 1990, hlm. 106). Daud Beureueh secara tersembunyi dari wilayah Idi diangkat menjadi gubernur militer untuk melalui Pantai Timur Aceh hingga sampai wilayah Keresidenan Aceh dan dua buah ke pusat pemerintahan di Kutaraja. Ia kabupaten yakni Kabupaten Langkat dan menginginkan sisa-sisa uleebalang yang Kabupaten Tanah Karo. Pengangkatan masih berkuasa agar dibabat habis dalam Daud Beureueh dilakukan dan ditunjuk jabatannya. Gerakan Husin Al Mujahid langsung oleh Wakil Presiden Republik adalah gerakan liar yang pada saat itu tidak Indonesia, ketika ia dapat dihalangi oleh pemerintah daerah mengunjungi wilayah Aceh. karena kelemahan alat-alat negara (Amin, Selama menjabat sebagai gubernur 2014, hlm. 26). Dikatakan sebagai gerakan militer, Daud Beureueh memiliki peranan liar karena TPR berhasil menghimpun yang cukup sentral. Beberapa hal yang kekuatan yang cukup besar dengan dilakukan olehnya antara lain melakukan mempersenjatai pengikutnya dengan reorganisasi yang mencakup rekonstruksi senjata tajam dan senjata api. Saat itu belum dan rasionalisasi tentara atau angkatan terdapat kesatuan tentara yang dibentuk perang. Selain itu, ia pun memiliki secara padu oleh pemerintah sehingga peran dalam proses pengumpulan dana keterbatasan kekuatan pemerintah belum untuk pembelian pesawat terbang serta mampu menangkis gerakan TPR ini. mengatasi gerakan yang dipimpin oleh Ditambah dengan situasi yang masih Sayid Ali Alsagaf. hangat pasca Peristiwa Cumbok sehingga Daud Beureueh sama sekali tidak semangat dari pihak Husin Al Mujahid mengambil sesuatu langkah ke arah semakin berapi-api untuk melakukan apa pembentukan TNI di Aceh sampai bulan yang mereka inginkan. Gerakan tersebut Desember 1947 (Sjamsuddin, 1999, hlm. sebenarnya menyasar kepada ambisi 220). Berhubung seluruh perhatian sedang pribadi Amir Husin Al Mujahid yang ingin diarahkan untuk menghadapi Agresi Militer menduduki jabatan militer tertinggi. Belanda, maka realisasi penggabungan Daud Beureueh yang merupakan semua laskar bersenjata ke dalam Tentara ketua PUSA tidak menyadari betul tingkah Nasional Indonesia di daerah Aceh belum yang dilakukan oleh ketua Pemuda PUSA dapat diselenggarakan pada waktunya itu. Namun, pada akhirnya gerakan (Kodam I/Iskandar Muda, 1972, hlm. TPR segera ditarik dari pedalaman 119). Meskipun demikian, kemauan Daud Aceh karena tindakan mereka sudah Beureueh untuk mempersatukan laskar dianggap menyimpang dari perjuangan ke dalam satu tubuh bernama Tentara (Zamzami, 1990, hlm. 46). Meskipun Nasional Indonesia tetap terlaksana. demikian, pada akhirnya golongan ulama Ketika proses pembentukan TNI, dapat memanfaatkan keuntungan yang Daud Beureueh tidak hanya melakukan dihasilkan dari gerakan tersebut. reorganisasi tentara negara saja, ia

35 BAMBANG SATRIYA TEUNGKU MUHAMMAD DAUD..... sekaligus melakukan rasionalisasi tentara dalam TNI, merupakan suatu prestasi yang mengacu kepada komposisi pasukan, yang gemilang dari kepemimpinan Daud sesuai dengan yang diinginkan oleh Bereueh sebagai Gubernur Militer (Jakobi, Mohammad Hatta perihal rasionalisasi. 1992, hlm. 190). Namun akan begitu Keadaan ini didukung oleh pemimpin- mengecewakan apabila Daud Beureueh pemimpin laskar yang juga menuntut gagal dalam melaksanakan tugasnya supaya TRI mengalami seleksi untuk mengingat Aceh dalam kondisi politiknya dijadikan TNI. Dengan demikian hasil lebih stabil dibandingkan dengan wilayah seleksi terhadap laskar dan terhadap TRI lain di Indonesia. Kegemilangannya ini diharapkan menjadi teras penyusunan tidak lepas pula dari posisi dirinya sebagai TNI (Kementerian Penerangan, 1953, ketua PUSA. Pengalamannya dalam hlm. 164). Di dalam pelaksanaannya, memimipin suatu organisasi berimbas langkah ini menuai banyak ketidaksukaan pada kemampuan yang dimilikinya. Selain dari berbagai kalangan setelah dilakukan dengan adanya dukungan dari kalangan peleburan laskar perjuangan ke dalam TNI. ulama yang merupakan kekuatan di Ternyata banyak pihak yang tidak termasuk sekelilingnya. ke dalam tubuh TNI. Tetapi, dalam …akhirnya dengan pengaruh Tgk. Muhd. perkembangannya mereka yang tidak Daud Beureueh, sebagai Gubernur Militer, dan pengorbanan-pengorbanan barisan rakyat pejuang tergabung dalam tubuh TNI pada akhirnya itu, semuanya bersedia dibubarkan dan senjata- merelakan ketidakikutsertaannya. senjatanya diserahkan kepada TNI. Sedangkan Setelah beliau memberikan penjelasan tentang tahap anggota divisi-divisi sebagian kecil saja yang masuk dan situasi perjuangan masa itu, seluruh pejuang ke TNI. Sebagian besar, dengan sukarela kembali dengan ikhlas dan taat menerima dan mengikuti ke masyarakat dengan tidak meminta penampungan perintahnya. Dan sejak itu pula puluhan ribu para dan sumbangan atau fasilitas apa-apa (Ibrahimy, pejuang Aceh dari berbagai kesatuan dengan ikhlas 2001, hlm. 52). kembali ke masyarakat tanpa menuntut imbalan Bagi pemerintah pusat, keberhasilan apapun, termasuk tidak menuntut Surat Keterangan pembentukan TNI di Aceh bagi Indonesia Pejuang (Jakobi, 1992, hlm. 190). cukup membawa angin segar. Hal ini Daud Beureueh mampu melakukan akan meningkatkan wibawa republik di reorganisasi TNI di tengah situasi politik daerah-daerah lain dan di mata Belanda yang belum stabil dan persatuan nasional serta dunia internasional, sebab kegagalan yang masih rapuh (Djumala, 2013, hlm. pembentukannya dapat dipandang sebagai 23). Pada akhirnya, pendeklarasian ketidakberdayaan pemerintah pusat pembentukan TNI di Aceh terjadi pada 1 (Sjamsuddin, 1999, hlm. 246). Apabila Juni 1948 dan secara resmi terbentuk TNI yang terjadi adalah kegagalan, maka di Aceh pada 13 Juni 1948 dengan nama akan semakin mengindikasikan bahwa Divisi X. Keberhasilan ini, dapat dijadikan pemerintah pusat tidak berdaya dalam sebagai acuan bahwa Daud Beureueh membentuk salah satu alat kelengkapan benar-benar seorang republikan sehingga negara yang memegang peranan penting. dapat mengangkat citranya di kalangan Terlebih bahwa daerah Aceh merupakan sipil maupun militer yang akan berimbas satu-satunya wilayah di Indonesia yang semakin besarnya pengaruh dirinya tidak diduduki kembali oleh Belanda di Aceh. Kesediaan Laskar perjuangan sehingga kemungkinan terbaik bisa terjadi. dibubarkan kesatuannya dan bergabung

36 FACTUM: JURNAL SEJARAH DAN PENDIDIKAN SEJARAH, VOL. 7 NO. 1, 2018 ISSN: 2302-9889, E.ISSN: 2615-515X

Tidak lama setelah Daud Beureueh dihadapkan kepada permasalahan membentuk TNI, Soekarno mengunjungi dengan munculnya gerakan Sayid Ali. Aceh pada 16 Juni 1948. Soekarno Gerakan ini menjalankan aksinya dengan menyatakan bahwa keadaan Indonesia mengeluarkan berbagai macam tuduhan yang semakin genting dan keperluan akan negatif yang ditujukan kepada petinggi pesawat terbang untuk hubungan antar pemerintahan yang dirumuskan dalam pulau dan kosolidasi kekuatan di pelosok Programma van Actie. Indonesia amat diperlukan. Maka dari itu, 1. Bahwa mereka yang telah dapat berhasil Soekarno dengan kata lain meminta kepada menduduki kursi-kursi pemerintahan, masyarakat Aceh untuk memberikan telah mengadakan suatu perkumpulan dukungannya untuk keberlangsungan “Banteng Hitam”. Republik Indonesia. Melihat keadaan itu, 2. “Bahwa mereka ini, terhadap Daud Beureueh pun melakukan inisiatif setiap orang yang tidak termasuk untuk mengumpulkan dana yang berasal perkumpulan ini, mengadakan dari kalangan masyarakat Aceh. Para satu front sehingga pemerintahan pengusaha Aceh yang tergabung dalam seluruhnya tetap dalam genggaman Gabungan Saudagar Indonesia Daerah mereka dan segala kesalahan- Aceh (GASIDA) turut memberikan kesalahan mereka tetap terpendam”. bantuan demi memenuhi keperluan 3. “Bahwa mereka melakukan berbagai- pembelian pesawat terbang. Betapa berbagai kecurangan dan kejahatan besar karisma yang dimiliki oleh Daud antara lain Beureueh sehingga masyarakat Aceh dapat diluluhkan hatinya dalam pengumpulan a. Korupsi secara besar-besaran. dana untuk pembelian pesawat terbang. b. Melakukan perniagaan ilegal secara Keberhasilan Daud Beureueh sebagai besar-besaran. inisiator dalam proses pengumpulan dana c. Melakukan pembunuhan atas menjadi angin segar bagi Pemerintah mereka yang tidak disukai dan Indonesia, khususnya Soekarno. Setelah dianggap berbahaya bagi mereka. dana terkumpul, Soekarno pun melakukan d. Tidak mengurus baitul mal dan pidato di hadapan masyarakat Aceh yang zakat sebgaimana mestinya. juga disaksikan pula oleh Daud Beureueh. e. Tidak mengindahkan peraturan- Kelak, pesawat terbang yang dibeli dari peraturan dan instruksi dari hasil penggalangan dana masyarakat Aceh pemerintah pusat. ini menjadi cikal bakal berdirinya maskapai f. Mempergunakan hasil-hasil penerbangan Indonesian Airways atau tambang minyak dan perkebunan yang kemudian dikenal dengan Garuda untuk kepentingan diri sendiri” Indonesia. Jabatan gubernur militer (Amin, 2014, hlm. 34). yang dipegang oleh Daud Beureueh bukan sembarang isapan jempol belaka Pejabat-pejabat yang dimaksud melainkan mampu dijalankan dengan baik memiliki posisi penting dalam oleh Daud Beureueh pemerintahan sehingga kelompok yang tergabung dalam gerakan Sayid Ali dapat Di dalam melaksanakan tugas dengan mudah memberikan semacam sebagai gubernur militer, Daud Beureueh

37 BAMBANG SATRIYA TEUNGKU MUHAMMAD DAUD..... tuduhan bahwa mereka melakukan dalam tiga wilayah, yakni Sumatera Utara, tindakan korupsi yang dapat merugikan Sumatera Tengah, dan Sumatera Selatan banyak pihak. Namun, gerakan ini pada sehingga ketiga wilayah yang sebelumnya akhirnya mampu dihentikan oleh Daud berstatus sebagai subprovinsi telah Beureueh dengan cara mengeluarkan mengalamai perubahan menjadi provinsi maklumat gubernur militer dan tersendiri. Peraturan ini diberlakukan ditangkaplah Sayid Ali sebagai pemimpin pada 15 April 1948 dan ketiga wilayah ini gerakan ini. dipimpin oleh seorang gubernur. Pada Posisi Indonesia terus mengalami masa ini di seluruh Sumatera termasuk situasi genting terlebih ketika terbentuk Aceh, diberlakukan pemerintahan militer Pemerintah Darurat Republik Indonesia karena terjadi Agresi Militer Belanda kedua (PDRI) hingga berlangsungnya Konferensi sehingga urusan keamanan diserahkan Meja Bundar (KMB). Hasil dari KMB yang kepada gubernur militer mengingat terjadi salah satunya adalah pengakuan kedaulatan keadaan yang cukup tegang. bagi Indonesia bukan berarti secara Ketika Pemerintah Darurat Indonesia otomatis Indonesia terlepas dari berbagai (PDRI) menjalankan pemerintahan, permasalahan yang menerpa. Salah satu dikeluarkan penetapan oleh Sjafruddin polemik yang muncul pasca pengakuan Prawiranegara selaku pengemban kedaulatan antara lain mengenai tugas pengganti presiden sebagai Wakil perubahan status yang disandang oleh Perdana Menteri Republik Indonesia. Provinsi Aceh. Perubahan status wilayah Penetapan itu berupa Peraturan Wakil Aceh, khususnya pada masa revolusi telah Perdana Menteri pengganti Peraturan mengalami beberapa kali perubahan. Pemerintah No.8/Des./WKPM/49 Pasca proklamasi kemerdekaan Republik yang menyatakan bahwa Aceh menjadi Indonesia, wilayah Aceh dibentuk sebagai provinsi yang berdiri sendiri. Atas suatu keresidenan dari Provinsi Sumatera desakan para pemimpin Aceh, Syarifuddin dan keadaan ini berlangsung hingga April Prawiranegara menggunakan kekuasaan 1946. Terjadi perubahan pada 16 April luar biasanya ini untuk mengeluarkan 1946 di mana Sumatera hanya dijadikan keputusan pemerintah yang menjadikan satu buah provinsi saja dan dibentuk tiga Aceh sebagai provinsi tersendiri (Morris, subprovinsi yang meliputi Subprovinsi 1990, hlm. 111). Mengingat ketika itu Sumatera Utara, Sumatera Tengah, dan PDRI menjalankan pemerintahannya Sumatera Selatan. Jabatan gubernur di Kutaraja yang notabene merupakan ditujukan kepada pemimpin provinsi pusat pemerintahan Pemerintah Daerah sedangkan jabatan gubernur muda Aceh sehingga memungkinkan kedekatan ditujukan kepada pemimpin subprovinsi. para pemimpin Aceh dengan Sjafruddin Secara otomatis, wilayah Aceh tetap masuk Prawiranegara tidak dapat terelakkan. ke dalam subprovinsi Sumatera Utara. Di samping itu Perubahan kembali terjadi setelah mengakui keunikan sejarah Aceh dan ditetapkannya Undang-undang No. kepentingan serta kesetiaannya kepada 10 Tahun 1948 yang berisi mengenai Republik selama revolusi (Kahin, 2008, perubahan atas pembagian wilayah di hlm, 259). Sumatera. Wilayah Sumatera dibagi ke

38 FACTUM: JURNAL SEJARAH DAN PENDIDIKAN SEJARAH, VOL. 7 NO. 1, 2018 ISSN: 2302-9889, E.ISSN: 2615-515X

Pada tanggal 1 Januari 1950 Aceh disahkan oleh Wakil Perdana Menteri, dijadikan sebagai provinsi dan Daud Sjafruddin Prawiranegara. Untuk Beureueh diangkat menjadi Gubernur menangani sikap keras kepala para Aceh, sesudah ia diberhentikan sebagai pemimpin Aceh ini, pemerintah pusat Gubernur Militer (Ismuha, 1983, hlm. 92). mengirimkan suatu panitia penyelidik Namun, keadaan ini tidak berlangsung mengenai pembentukan Provinsi Aceh lama. Sebab telah terjadi upaya konsolidasi yang diketuai oleh Menteri Dalam Negeri antara Negara Republik Indonesia (NRI) (Surachman dan Kutoyo, 1977, hlm. dan Republik Indonesia Serikat (RIS) 185). Terhitung beberapa orang pejabat yang merupakan negara dengan bentuk tinggi pemerintah pusat seperti Sjafuddin federasi yang dibentuk berdasarkan Prawiranegara dan Menteri Negeri Mr. Konferensi Meja Bundar, menghasilkan Assaat, Wakil Presiden Mohammad Hatta kesepakatan dengan membentuk Negara dan Perdana Menteri Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). mengunjungi Aceh untuk mendorong agar RIS pun dibubarkan pada 19 Mei 1950. menerima penggabungan (Kahin, 2008, Pembentukan sepuluh provinsi dalam hlm. 260). NKRI ini ditetapkan berdasarkan Penggabungan Aceh ke dalam Provinsi Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 1950, Sumatera Utara bisa dianggap pula sebagai yang meliputi Provinsi Sumatera Utara, suatu kemajuan karena memungkinkan Sumatera Tengah, Sumatera Selatan, penghilangan pandangan bahwa masyarakat Kalimantan, Sulawesi, Jawa Barat, Jawa Aceh adalah masyarakat yang bersifat Tengah, Jawa Timur, Maluku, dan Sunda kedaerahan yang hanya menerima satu Kecil. Bentuk negara yang dipilih adalah golongan saja tanpa membaur dengan negara kesatuan meskipun tidak sedikit masyarakat daerah lain. Hal ini akan pihak yang tetap menginginkan bentuk memberikan manfaat karena kesempatan negara serikat atau federasi. Sebab, bekerja sama dalam berbagai hal akan pemerintah pusat menganggap bahwa saling menguntungkan. Namun, para bentuk negara kesatuan merupakan sebagai pemimpin Aceh termasuk Daud Beureueh bentuk yang cocok dengan kepribadian menilai bahwa Provinsi Aceh merupakan bangsa Indonesia. Hal ini sejalan dengan representasi identitas keislaman mereka situasi politik yang belum stabil pasca (Djumala, 2013, hlm. 29). Tradisi masyarakat pengakuan kedaulatan sehingga Indonesia Aceh yang mengakar kuat sejak dahulu memerlukan pemersatu yang tergambar terbentuk atas peran penting ajaran Islam dalam bentuk negara yang dipilih. sehingga dalam setiap sendi kehidupan Ketiadaan Provinsi Aceh dalam masyarakat Aceh selalu memiliki keterkaitan peraturan pemerintah tersebut membuat dengan unsur keislaman. Di samping itu, permasalahan baru perihal perubahan pembentukan Provinsi Aceh ini didasarkan status yang dimiliki oleh Aceh. Mayoritas atas kemauan rakyat. Aceh minta mengurus para pemimpin di Aceh tetap menginginkan sendiri dalam bentuk provinsi guna lekas Aceh dijadikan sebagai suatu provinsi tercapai kebahagiaan rakyat yang berarti tersendiri. Tidak terkecuali Daud Beureueh pertolongan besar untuk pemerintah pusat yang sebelumnya telah ditetapkan sebagai (Kementerian Penerangan, 1953, hlm. 408). Gubernur Aceh pasca keputusan yang

39 BAMBANG SATRIYA TEUNGKU MUHAMMAD DAUD.....

Berdasarkan Peraturan Pemerintah SIMPULAN No. 21 Tahun 1950, pemerintah pusat yang Ketika masa revolusi berlangsung diwakili oleh Perdana Menteri Mohammad di Aceh, kondisi politik maupun kondisi Natsir, pada 23 Januari 1951 membubarkan sosial ekonomi di Aceh menunjukkan Provinsi Aceh dan mengabungkannya ketidakstabilan. Kondisi politik berjalan dengan Provinsi Sumatera Utara (Djumala, penuh dinamika karena adanya berbagai 2013, hlm. 28). Tentu saja keputusan organisasi ketentaraan dan laskar tersebut membuat Daud Beureueh perjuangan. Begitupun kondisi sosial bereaksi. Meski sebelumnya ia telah ekonomi yang dapat dikatakan jauh dari menaruh harapan kepada Mohammad memuaskan karena pewarisan keadaan Natsir agar mampu mempertimbangkan dari Pemerintahan Jepang membuat lahan kembali keinginannya dan masyarakat pertanian menjadi kurang produktif dan Aceh, tetapi tetap saja pemerintah pusat nilai dari mata uang yang mengalami mengetuk palu bahwa Aceh digabungkan inflasi. Ditambah adanya blokade dari dalam Provinsi Sumatera Utara. Belanda. Para ulama Aceh, termasuk Akibat dari perubahan status wilayah Daud Beureueh mengeluarkan maklumat Aceh ini berdampak kepada munculnya bersama untuk melawan Belanda. benih-benih perlawanan yang dilakukan Ketika Peristiwa Cumbok, Daud oleh Daud Beureueh. Ia menilai bahwa Beureueh melakukan upaya dengan pemerintah pusat, dalam hal ini Soekarno meyakinkan pemerintah daerah tidak menepati janji. Hal ini seperti yang untuk memerhatikan konflik yang telah dibicarakan Daud Beureueh ketika sedang berlangsung. Selain itu, ia pun Soekarno berkunjung ke Aceh pada memerintahkan pengerahan pasukan pertengahan Juni 1948. Soekarno sempat Mujahidin untuk memberikan perlawanan memberikan tanggapannya kepada kepada kaum uleebalang di Pidie. Ia Daud Beureueh perihal keinginan untuk pun mampu menghentikan gerakan menjadikan Aceh sebagai wilayah yang TPR pimpinan Husin Al Mujahid yang menganut dan menerapkan syariat Islam. ambisius. Selama menjabat sebagai Kekecewaan Daud Beureueh terhadap Gubernur Militer Daerah Aceh, Langkat, pemerintah pusat mencapai puncak ketika dan Tanah Karo, Daud Beureueh mampu ia memutuskan untuk bergabung ke dalam membentuk TNI dengan cara meleburkan dalam gerakan Darul Islam/Tentara Islam laskar perjuangan. Namun, diadakan Indonesia (DI/TII) yang sebelumnya telah proses seleksi sehingga tidak seluruh diproklamasikan di Jawa Barat oleh S. M. anggota dari laskar perjuangan bisa masuk Kartosoewirjo pada pada tanggal 7 Agustus ke dalam tubuh TNI. Selain itu, Daud 1949. Daud Beureueh benar-benar merasa Beureueh menjadi inisiator pengumpulan kecewa atas keputusan yang dilakukan dana untuk pembelian pesawat terbang pemerintah pusat yang seakan-akan bagi Pemerintah Indonesia. Ia pun mampu melupakan kontribusinya dan jasa-jasa menghentikan gerakan Sayid Ali yang dari masyarakat Aceh ketika membantu mempropagandakan kebusukan pejabat perjuangan bagi tegaknya Republik di pemerintahan lokal Aceh. Sikap Daud Indonesia. Beureueh adalah menolak ketika Aceh

40 FACTUM: JURNAL SEJARAH DAN PENDIDIKAN SEJARAH, VOL. 7 NO. 1, 2018 ISSN: 2302-9889, E.ISSN: 2615-515X digabungkan ke dalam Provinsi Sumatera Kodam I/Iskandar Muda. (1972). Dua Utara sehingga hal ini berujung kepada windu Kodam Iskandar Muda. Banda kekecewaannya kepada pemerintah pusat Aceh: Sejarah Militer Kodam I/ dan Soekarno. Iskandar Muda Lapian, A. B. dkk. (1996). Terminologi DAFTAR PUSTAKA sejarah 1945-1950 dan 1950-1965. Buku Jakarta: Proyek IDSN Depdikbud Amin, S. M. (2014). Memahami sejarah Morris, E. (1990). Aceh: Revolusi sosial konflik Aceh. Jakarta: Yayasan Obor dan pandangan Islam. Dalam Kahin, Dewanto, N. (Penyunting). (2011). Daud A. (Penyunting). (1990). Pergolakan Beureueh pejuang kemerdekaan yang daerah di awal kemerdekaan (89-116). berontak. Jakarta: KPG dan Tempo Jakarta: Graffiti Pers Djumala, D. (2013). Soft power untuk Nasution. A. H. (1977). Sekitar perang Aceh. Jakarta: Gramedia kemerdekaan Indonesia jilid I. Gottschalk, L. (1983). Mengerti sejarah. Bandung: Disjarah AD dan Angkasa Jakarta: UI Press Saleh, H. (1992). Mengapa Aceh bergejolak. Ibrahimy, M .N. E. (2001). Peranan Jakarta: Graffiti Pers Teungku Muhammad Daud Beureueh Shiraishi, S. (1988). Pemerintah militer dalam Pergolakan di Aceh. Jakarta: Jepang di Aceh 1942-1945. Dalam Media Dakwah Nagazumi, A. (Penyunting). (1988). Iskandar, M. (2000). Peranan elit agama Pemberontakan Indonesia pada masa pada masa revolusi kemerdekaan Pendudukan Jepang (38-82). Jakarta: Indonesia. Jakarta: Depdiknas Yayasan Obor Indonesia Ismail, M. G. (1995). Ekonomi pada masa Sjamsuddin, N. (1999). Revolusi di Serambi revolusi kemerdekaan di Aceh (1945- Mekah: Perjuangan kemerdekaan dan 1949). Dalam Ghazali, Z (Penyunting). pertarungan politik di Aceh 1945-1949. (1995). Sejarah lokal: Kumpulan Jakarta: UI Press makalah diskusi (151-167). Jakarta: Sufi, M. R, dkk. (1997). Sejarah Proyek IDSN Depdikbud Kotamadya . Banda Aceh: Ismuha. (1983). Ulama Aceh dalam Balai Pelestarian Sejarah dan perspektif sejarah. Dalam Abdullah, Nilai Tradisional Banda Aceh T. (Penyunting). (1983). Agama dan Surachman dan Kutoyo, S. (Penyunting). perubahan sosial (1-109). Jakarta: (1977). Sejarah daerah Propinsi Rajawali Pers Daerah Istimewa Aceh. Jakarta: Jakobi, T. A. K. (1992). Aceh daerah modal: Proyek Penelitian Pencatatan Long march ke Area. Jakarta: Kebudayaan Daerah Yayasan Seulawah RI-001 Tippe, S. (2000). Aceh di persimpangan Kahin, A. (2008). Dari pemberontakan ke jalan. Jakarta: Pustaka Cidesindo integrasi. Jakarta: Yayasan Obor Wahidy, H. (1960). Mengenang kembali Kementerian Penerangan. (1953). Republik semangat dan tekad 17 Agustus ’45 Indonesia: Propinsi Sumatera Utara. dalam Seksi Penerangan/ Jakarta: Kementerian Penerangan Dokumentasi Komite Musjawarah

41 BAMBANG SATRIYA TEUNGKU MUHAMMAD DAUD.....

Angkatan 45 Daerah Fahlevi, W. dkk. (2015). Tinjauan historis Istimewa Atjeh. (1960). Modal revolusi pengaruh inflasi Indonesia terhadap 45 (72-80). Banda Aceh: ketahanan nasional tahun 1945-1950. Zamzami, A. (1990). Jihad di Medan Pesagi (Jurnal Pendidikan dan Area. Jakarta: Bulan Bintang Penelitian Sejarah), 4, (2), hlm 1-12 Artikel dalam Jurnal

42