<<

WONG DALAM UPACARA DEWA YADNYA DI MRAJAN GDE GRIYA PENIDA, DESA BATUAGUNG, KABUPATEN JEMBRANA

Ni Komang Ayu Putri Sastrini Fakultas Ilmu Agama dan Kebudayaan Universitas Hindu Denpasar

Ni Wayan Sri Winarti Fakultas Ilmu Agama dan Kebudayaan Universitas Hindu Indonesia Denpasar

Abstract

Wayang Wong dance is a sacred art in which all dancers wear tapels. In the performance, Wayang Wong Dance is a guardian dance, thus the character formation and the structure of the series of performances adjust to the level of yadnya ceremony. In the form of a dance fashion, Wayang Wong still uses traditional clothing, but there are some that are adjusted with the current fashion creations such as the use of gelung, prada cloth. While the dance moves have unique and unique features that are not owned by Wayang Wong that exist in some areas in . Wayang Wong Dance Staging In the ceremony of Lord Yadnya in Mrajan Gde Griya Penida Batuagung village on the main level, usually Wayang Wong staged with a series of ngebejian, stage one round until Wayang Wong perform ngidergita. The percussion used is the bebatelan with staged on the premises of the main mandala or place in the vast grounds.

Keywords: Wayang Wong, Implementation of Yadnya God’s Ceremony

Abstrak

Tari Wayang Wong merupakan kesenian yang disakralkan yang mana semua penarinya memakai tapel. Dalam pementasan, Tari Wayang Wong merupakan tari wali, dengan demikian bentuk penokohan dan struktur rangkaian pertunjukan menyesuaikan dengan tingkatan upacara yadnya. Dalam bentuk busana tari, Wayang Wong tetap menggunakan busana tradisional namun ada beberapa yang disesuiakan dengan busana kreasi sekarang seperti penggunaan gelung, kain prada. Sedangkan gerak tarinya memiliki ciri khusus dan unik yang tidak dimiliki oleh Wayang Wong yang ada dibeberapa daerah di Bali. Rangkaian pementasan Tari Wayang Wong Dalam upacara Dewa Yadnya di Mrajan Gde Griya Penida desa Batuagung pada tingkat utama, biasanya Wayang Wong dipentaskan dengan rangkaian yaitu dari ngebejian, pentas satu babak sampai dengan Wayang Wong melaksanakan

WAYANG WONG DALAM UPACARA DEWA YADNYA DI MRAJAN GDE GRIYA PENIDA, DESA BATUAGUNG, KABUPATEN JEMBRANA 39 Ni Komang Ayu Putri Sastrini | Ni Wayan Sri Winarti ngidergita. Tabuh yang digunakan adalah gamelan bebatelan Ramayana dengan dipentaskan pada tempat di utama mandala atau tempat dipekarangan yang luas.

Kata Kunci: Wayang Wong, Implementasi Upacara Dewa Yadnya

1.1 Pendahuluan sarana-sarana upacara yang kompleks dan Pulau Bali dengan penduduknya yang indah. Juga mempersembahkan berbagai sebagian besar beragama Hindu memiliki macam kesenian yang bersifat sakral (suci) sosial budaya yang tinggi dan cukup dan magis. Persembahan kesenian tersebut beraneka ragam antara daerah atau desa adalah sebagai curahan rasa bhakti kepada yang satu dengan daerah atau desa yang Ida Sang Hyang Widhi Wasa serta leluhur. lain, sehingga Bali sangat terkenal di manca Dalam ajaran agama Hindu dikenal negara, yang pada akhirnya banyak adanya lima macam Yadnya yang disebut mendatangkan wisatawan ke pulau Dewata Panca Yadnya, antara lain: (1) Dewa Yadnya, ini. (2) Pitra Yadnya, (3) Rsi Yadnya, (4) Manusa Agama Hindu mempunyai andil yang Yadnya dan (5) Bhuta Yadnya. Masing- besar di bidang seni dan budaya yang masing yadnya itu memiliki sarana yang bernafaskan agama Hindu. Keindahan yang berbeda-beda. Dalam Dewa Yadnya dijiwai oleh rasa bhakti terhadap Ida Sang sarananya banyak mengarah kepada Ida Hyang Widhi Wasa, telah melahirkan seni Sang Hyang Widhi Wasa atau leluhur. Pada budaya yang bersifat sosial religius. Agama Pitra Yadnya sarana ditujukan kepada para memberikan dorongan dan ilham untuk pitara. Sedangkan pada Manusa Yadnya berkembangnya seni dan budaya yang sarana tersebut ditujukan kepada sesama dimilikinya. manusia. Dalam Rsi Yadnya sarana ditujukan Di samping itu umat Hindu dalam kepada para Maha Rsi yang telah berjasa kehidupan sehari-hari selalu diliputi oleh mengembangkan ajaran agama. Dan Bhuta pelaksanaan Yadnya, yang diiringi dengan Yadnya sarana dipersembahkan kepada berbagai bentuk atau jenis upacaranya alam semesta dan lingkungannya. seperti: Nitia Karma dan Naimitika Karma. Dalam upacara Dewa Yadnya, upacara Nitia Karma merupakan pelaksanaan yang lebih banyak dilaksanakan ditempat- Yadnya yang dilakukan setiap hari seperti tempat suci (Pura/Pemerajan). Dengan misalnya: Yadnya Sesa, Tri Sandya dan demikian pelaksanaan upacara Dewa lainnya. Sedangkan Naimitika Karma adalah Yadnya selalu berkaitan dengan sarana- pelaksanaan Yadnya yang dilakukan pada sarana seperti sesajen, yang juga sering waktu-waktu tertentu berdasarkan Desa, disertai dengan berbagai bentuk kesenian Kala, Patra antara lain: Purnama Tilem, misalnya: seni tabuh, seni tari, seni suara Anggara Kasih, Galungan, Kuningan, atau kidung. Begitu juga halnya juga Nyepi, Saraswati serta Piodalan atau pelaksanaan Dewa Yadnya di Pura (tempat- Pujawali. Ini merupakan ucapan puji syukur tempat suci) khususnya di desa Batuagung. kepada Tuhan/Ida Sang Hyang Widhi Wasa Dengan demikian sependapat dengan apa atau Leluhur. yang dinyatakan dalam buku ”Palaksanaan Pada saat berlangsungnya Piodalan Upacara Yadnya” sebagai berikut: atau Pujawali disebuah Pura atau Mrajan misalnya, di samping mempersembahkan Kalau ada Piodalan atau Pujawali di

WIDYA WRETTA 40 Vol. 1 Nomor 1, April 2018 Pura atau di Mrajan, misalnya di Pura 1.2 Metode Penelitian Dang Kahyangan, Kahyangan Tiga, Penelitian ini dilakukan di salah satu Pura Panti, selalu diadakan ilen-ilen Mrajan Griye Gde yang bernama Grye Gde seperti: tetabuhan, kekidungan, tari- Penida sebuah desa yang ada di Kabupaten tarian serta Wayang Wong yang Jembrana yaitu Desa Batuagung. Hal ini merupakan tari sakral (suci), dikenal dilakukan berdasarkan pengamatan penulis dengan sebagai tari wali yang dalam bahwa hanya di Griye Gde Penida di Banjar pementasannya selalu dihubungkan Anyar Desa Batuagung, Kabupaten dengan upacara keagamaan dan Jembrana ini mempunyai kesenian yang merupakan salah satu bagian dari pada disakralkan yaitu tariWayang Wong. Tapel/ suatu upacara, (Putra, 1993:3). topeng Wayang Wong ini tersimpan rapi pada sebuah gedong yang ada di Merajan Di kalangan masyarakat terutama Gde Griya Penida, Desa Batuagung masyarakat awam masih banyak yang belum Kabupaten Jembrana. Jarak lokasi berkisar secara pasti mengenal tari sakral (Wayang antara 1,5 km dari pusat kota Negara dan Wong) yang ada di desa adat lainnya. Di Bali sangat mudah di jangkau dari jalan raya banyak terdapat tari-tarian sakral yang Denpasar- Gilimanuk keutara kurang lebih belum diketahui oleh masyarakat umum 500 meter. (luas), seperti halnya di Banjar Anyar Desa Metode pengumpulan data penelitian Batuagung terdapat suatu tarian yang disebut dilakukan dengan tiga jalan yakni Wayang Wong. wawancara, observasi dan pencatatan Wayang Wong merupakan sarana dokumen. Teknik wawancara atau sering untuk mengiringi upacara Dewa Yadnya disebut interview yaitu teknik untuk khususnya di Kahyangan Tiga, Pemerajan, mendapatkan data dari informaan dengan Dangkahyangan dan Dadia. Jika Wayang cara wawancara lisan dengan bercakap- Wong tidak dipentaskan, maka pelaksanaan cakap berhadapan muka untuk mendapatkan upacara dirasakan kurang sempurna atau keterangan-keterangan terhadap seseorang, dianggap tidak lengkap. Oleh karena itu Koentjaraningrat (dalam Ardika 2009:39). antara Wayang Wong dengan upacara Dewa Menurut Mulyana (2001:180) Yadnya tidak bisa dipisahkan karena tari ini wawancara adalah bentuk komunikasi (Wayang Wong) merupakan pelengkap antara dua orang melibatkan seseorang yang upacara Dewa Yadnya. memperoleh informasi dari seseorang Wayang Wong ini sebagai cetusan lainnya dengan mengajukan pertanyaan- rasa bhakti kepada Ida Bhatara sebagai pertanyaan berdasarkan tujuan tertentu. Dewa penyelamat. Melihat adanya keunikan Wawancara menurut garis besarnya dapat Wayang Wong dalam upacara DewaYadnya dibedakan menjadi dua yakni wawancara di Mrajan (tempat-tempat suci) di Desa tak terstruktur dan wawancara terstruktur. Batuagung, Kabupaten Jembrana, maka Wawancara tak terstruktur sering disebut penulis sangat tertarik untuk meneliti Nilai dengan wawancara yang Pendidikan Agama Hindu pada tari Wayang mendalam,wawancara intensif, wawancara Wong dalam upacara Dewa Yadnya d kwalitatif dan wawancara terbuka. Mrajan Gde Griya Penida, Desa Batuagung, Sedangkan wawancara terstruktur sering Kabupaten Jembrana. juga disebut wawancara baku yang susunan pertanyaannya sudah disusun dan ditetapkan sebelumnya(biasanya tertulis) dengan

WAYANG WONG DALAM UPACARA DEWA YADNYA DI MRAJAN GDE GRIYA PENIDA, DESA BATUAGUNG, KABUPATEN JEMBRANA 41 Ni Komang Ayu Putri Sastrini | Ni Wayan Sri Winarti pilihan-pilihan jawaban yang sudah tentang keturunan beliau secara langsung disediakan. dari garis Purusa sebagai berikut: dari Beliau Berkenaan dengan penelitian yang itu menurunkan Putra Ida Putu Japa (alm) akan dilakukan dalam meneliti bentuk,fungsi sama seperti bakat ayahnya, beliau juga dan makna tari Wayang Wong dalam upacara adalah seniman Wayang Wong yang sangat Dewa Yadnya akan dipergunakan teknik terkenal memerankan tokoh Rahwana. Dari wawancara yang tidak struktural. Ida Putu Japa memiliki Putra Ida Komang Selajutnya adalah observasi. Observasi Tastra (alm) beliau juga mewarisi bakat adalah pengamatan yang dilakukan secara ayahnya sebagai penari Wayang Wong, dari sengaja dan sistematis mengenai fenomena Ida Komang Tastra (alm) menurunkan ke sosial dengan gejala psikis untuk kemudian putranya yaitu Ida Bagus Rimbawan (suami dilakukan pencatatan (Subagyo, 1999:63). penulis sendiri). Pada saat itu Ida Ketut Observasi adalah pengumpulan data yang Gede alias Kompiang Gedet bersama-sama dilakukan dengan indera dan disertai dengan dengan kawan-kawannya yang semuanya pencatatan (Sudikan, 1989:36). Observasi adalah seniman alami membuatlah terhadap tarian Wayang Wong dilakukan seperangkat tapel Wayang Wong dalam dengan dua cara yakni melakukan rangka pelaksanaan upacara agama pengamatan terhadap wujud tapel dan (piodalan) di tempat suci yang menceritakan topeng-topeng yang digunakan. Obsevasi tentang epos Ramayana. terhadap pertunjukan dilakukan ditempat Tapel Wayang Wong yang diciptakan tari Wayang Wong dipentaskan. oleh Ida Ketut Gede sebanyak 39 (tiga puluh Pencatatan Dokumentasi dilakukan sembilan) jenis yang memiliki corak yang untuk mendapatkan data-data yang terdapat berbeda-beda sesuai dengan karakter tokoh dalam foto-foto dan hasil interview. Dalam pewayangan. Dalam pembuatan tapel penelitian ini sejumlah foto dan hasil Wayang Wong tersebut digunakanlah bahan interview ditelaah dan dilakukan pencatatan. dari Kayu Pule agar lebih tahan lama dan Sejumlah data-data yang menggandeng memiliki taksu. Sehubungan dengan makna-makna tertentu juga disampaikan pembuatan tapel Wayang Wong, maka dalam pementasannya pada saat upacara dilanjutkan dengan pembuatan seperangkat Dewa Yadnya. Sehingga teknik dokumentasi gamelan yang bahannya terbuat dari bambu ini dipandang sangat penting dilakukan yang berbentuk seperangkat tingklik. dalam penelitian ini. Setelah gamelan itu selesai dibuat maka Ida Ketut Gede mulailah menghimpun 1.3 Pembahasan peserta penari (pragina) begitu pula para 1.3.1 Eksistensi Tari Wayang Wong di penabuh termasuk juga pelatihnya. Mrajan Gde Griya Penida Kemudian sudah lama kesenian Wayang Pada Tahun 1812 Ida Ketut Gede (alm) Wong berkembang atas asuhan Ida Ketut yang lebih dikenal dengan sebutan Gede, akhirnya belaiu dipanggil Ida Kompiang Gedet adalah sosok seniman Widhi Wasa. Setelah Ida Ketut yang alami tumbuh dan berkembang di Gede meninggal maka kepengurusan sebuah rumah kecil yaitu di Griya Gde Wayang Wong dipimpin oleh Ida Bagus Penida, Desa Batuagung, kebetulan beliau Surya (alm). Dari kepemimpinan yang baru itu adalah Kompiang/kakek dari suami ini Wayang Wong sering diundang dalam penulis. Sebelum melanjutkan sejarah Tari rangka untuk mengiringi upacara agama Wayang Wong, lebih awal diterangkan bahkan menjadi idola karena pada waktu itu

WIDYA WRETTA 42 Vol. 1 Nomor 1, April 2018 hiburan yang lain tidak ada maka otomatis diadakan rapat yang dihadiri oleh pengurus Wayang Wong adalah salah satu kesenian Wayang Wong, pengurus Banjar, Desa dan yang diminati oleh masyarakat. pemangku. Dari hasil rapat itu disepakati Di samping diundang untuk upacara bahwa setiap ada Pujawali/Piodalan di Pura agama, Wayang Wong juga sering Puseh akan dipentaskan WayangWong dipentaskan untuk penggalian dana yaitu di dengan mengambil cerita Hanoman duta. sebuah arena atau di sebuah halaman rumah Sekitar tahun 1940 Ida Komang Banjar di Desa Batuagung dan sekitarnya termasuk akhirnya meninggal, kemudian diluar Kecamatan Jembrana seperti di kepemimpinan Wayang Wong dilanjutkan Kecamatan Mendoyo, Pekutatan, Negara oleh Ida Putu Laya (Ida Peranda Gde Griya dan Melaya. Kemudian tidak berselang lama Penida). Beliau Ida Bagus Surya akhirnya meninggal Sejak kepemimpinan Ida Putu Laya, kembali ke alam Ida Sanghyang Widhi keberadaan dan eksistensi Wayang Wong Wasa. mengikuti kemajuan jaman, yang mana pada Setelah Ida Bagus Surya meninggal setiap kesenian memiliki nama sekeha, sama maka kepemimpinan Wayang Wong sepertisekeha-sekeha kesenian yang lain. dilanjutkan oleh Ida Putu Japa yang juga Kemudian Wayang Wong di beri nama Putra dari almarhum Ida Ketut Gede pendiri ”Sekeha Wayang Wong Dharma Putra Wayang Wong. Dalam kepemimpin yang sentana” yang memiliki makna agar para baru itu, dari kepemimpinan Ida Putu Japa sentana/generasi muda memiliki kewajiban akhirnya lama-kelamaan secara berangsur- dan tanggung jawab untuk melanjutkan angsur Wayang Wong memiliki seperangkat Wayang Wong dimanapun berada dan gamelan bebatelan (gamelan yang terbuat sampai kapan pun juga tidak akan pernah dariperunggu) antara lain: empat buah putus. Setelah Sekeha Wayang Wong Gender, dua buah Gupekan / kendang memiliki nama akhirnya Ida Putu Laya ingin kecil, satu buah Kenong, satu bua Kecek, mengundurkan diri karena usianya sudah satu buah Kempul, satu buah Kelenang, dan tua maka kepemimpinan dilanujtkan oleh satu buah Seruling. Ida Bagus kade Sudamia. Sudah lama berjalan kepemimpinan Sejak kepemimpinan Ida Bagus Kade beliau dan beberapa kali pentas, tampil Sudamia Wayang WongDharma Putra dalam acara keagamaan maupun untuk Sentana semakin populer bukan saja di hiburan masyarakat, akhirnya beliau Ida lingkungan Jembrana tapi sampai ke tingkat Putu Japa akhirnya meninggal karena usia Provinsi Bali melalui Pesta Kesenian Bali. beliau sudah tua. Karena beliau sudah Sekitar Tahun 1984 Wayang Wong Dharma meninggal maka kepemimpinan Wayang Putra Sentanapertama kali tampil pentas di Wong dilanjutkan oleh Ida Komang Banjar. Art Center Taman Budaya Denpasar dalam Pada waktu kepemimpinan Ida Komang Pesta Kesenian Bali yang ke-VI, bahkan Banjar ada cerita yang sangat menarik yaitu waktu itu suami penulis ikut terlibat dalam Pemangku Pura Puseh mendengarkan pagelaran Wayang Wong dengan cerita pawisik agar Wayang Wong dipentaskan di Hanoman duta, suami penulis masih duduk Pura Puseh tersebut bilamana di Pura itu ada di bangku SMP kelas III. Pujawali (piodalan). Kemudian Pemangku Pada waktu itu juga Pemerintah Pura puseh melaporkan kejadian itu kepada Kabupaten Jembrana di bawah Pemerintahan Ida Komang Banjar selaku ketua Sekeha Bupati Drs. Ida Bagus Ardana, memberikan Wayang Wong. Dari laporan itu akhirnya bantuan dana kepada Wayang Wong Dharma

WAYANG WONG DALAM UPACARA DEWA YADNYA DI MRAJAN GDE GRIYA PENIDA, DESA BATUAGUNG, KABUPATEN JEMBRANA 43 Ni Komang Ayu Putri Sastrini | Ni Wayan Sri Winarti Putra Sentana untuk merangsang agar untuk tokoh yang agak tua seperti Sugriwa kesenian sakral ini dapat dilestarikan.Sekitar dan Jembawan kebanyakan menggunakan tahun 1987 kepemimpinan Wayang Wong gerakan tari nyamir yaitu tangan kiri berada dilanjutkan oleh Ida Bagus Putu Putra di depan dada, kemudian tangan kanan sampai sekarang. Dari kepemimpinan Ida berayun kesamping kembali lagi didepan Bagus Putu Putra Wayang Wong sudah dada, posisi kaki dalam keadaan ngagem. berkali-kali ditampilkan dalan ajang Pesta Gerakan nyeregseg yaitu kaki kanan dan kiri Kesenian Bali, baik dalam bentuk pagelaran digetarkan sambil berjalan. Sedangkan maupun untuk parade. Disamping itu pula gerakan nayogadalah memainkan gerakan Wayang Wong mengalami perubahan sesuai pantat kesamping kanan dan kiri dengan dengan kemajuan jaman yaitu dalam bentuk posisi tetap dalam keadaanngagem. Untuk busana, dimanadulu Wayang Wong hanya tokoh tua seperti Jembawan dan Sugriwa memakai busana tradisional khas berupa menggunakan gerakan tari yang sering kain-kain tenunan gringsing, rembang, digunakan adalah nyamir dan kadang- selendang kuno, gelung ukiran kuno dan kadang nyeregseg karena gerakan nyamir lain-lain, namun sekarang sudah mengalami tidak banyak menggunakan tenaga gerak perubahan yaitu busananya ditambah sehingga cocok untuk tokoh yang usianya dengan kain–kain prade, gelung prade dan tua. Sedangkan untuk gerakan nayog dan lain-lain. nyeregseg lebih banyak dimainkan oleh tokoh yang energik seperti Hanoman, 1.3.2 Bentuk Tari Wayang Wong di Ngada, Nila, Sang Nala, Nalagni dan yang Banjar Anyar Desa Batuagung sejenisnya. 1. Tata Gerak (2) Mongmuka dan Wirasabha, menurut Wayang Wong Dharma Putra Sentana Jember (wawancara 11/12/2014) gerak yang ada di Desa Batuagung ini memiliki tarinya adalah memainkan kaki keunikan dan kekhasan dalam gerak tari, mengikuti gerakan seekor Penyu dan berbeda dengan Wayang Wong yang ada di seekor Harimau yaitu kaki kanan beberapa tempat di Bali. Masing–masing diangkat terus silih berganti kaki tokoh dalam Wayang Wong ini memiliki kiri, posisi tangan ngagem. Jika kaki kanan gerak tari yang berbeda-beda terutama di angkat maka tangan kiri lurus ke dalam tokoh pasukan kera dan tokoh samping dan tangan kanan ditekuk pasukan raksasa ada pakem yang harus berada di samping dada, begitu pula diikuti dan dipatuhi oleh setiap penari/ sebaliknya jika kaki kiri diangkat pragina. Hanya saja untuk tokoh Rama, maka tangan kanan lurus ke samping Sinta, Laksaman,sedang punakawannya dan tangan kiri ditekuk berada di hampir tidak ada perbedaan gerak dan samping dada sebelah kiri, demikian tarinya. Khusus untuk tokoh pasukan kera seterusnya silih berganti. dan raksasa akan penulis jelaskan sebagai (3) Sempati, Gowaksa dan Jatayu, berikut: Menurut Mantra (wawancara (1) Sugriwa, Jembawan, 15//12/2014) gerak tarinya adalah Hanoman, Ngada, Nila, Sang nala, Nala mengikuti gerakan seekor burung Gni, menurut Putra (wawancara 9/12/2014) yaitu menggerak-gerakkan sayapnya. gerak tarinya sama ada disebutkan dengan Khusus untuk tokoh Sempati dan istilah Nyamir, Nayog dan Nyeregseg . Jatayu ini memiliki gerak yang khas Menurut Nandi (wawancara 10/12/2014) yang mana posisinya adalah badan

WIDYA WRETTA 44 Vol. 1 Nomor 1, April 2018 kaki ngoos bergerak kesamping kanan jari tangan terbuka. dan kiri, tangan kanan naik keatas di (2) Patih Prahasta, Patih Marica menurut gerak-gerakan sedangkan tangan kiri Jayus (wawancara 4/01/2015) gerakan kebawah juga digerak-gerakan, setelah tarinya adalah kadang-kadang posisi satugerakan selesaikemudianberganti tangannya ketas menyentuh kepala, tangan kiri diatas di gerak-gerakkan kemudian kalau berjalan nyeroscos tangan kanan kebawah juga digerak- yaitu kedua tangan berada di depan gerakan. Setelah dua gerakan yaitu digerak-gerakan dengan jari-jari kesamping kanan satu kali kesamping tangan terbuka sedangkan kakinya kiri satu kali maka gerakan maju ke tetap posisi ngagem jika berjalan depan dengan cara nyeregseg. mengikuti suara kenong. (4) Menda, meurut Suliksa (wawancara (3) Raksasa Prajangga, Bububris, Kolekati 2/01/2015) gerak tarinya adalah dan yang sejenisnya Nadia (wawancara meniru gerak tari seekor Sapi, 5/01/2015) adalah raksasa sejenis Kambing atau yang sejenis karena bawahan maka gerakan tarinya tidak Menda tiada lain adalah seekor Sapi. sama dengan Raja atau pun patih, Tokoh ini harus ditarikan oleh orang cukup posisi agem yang mana tangan yang tenaganya besar karena gerakan nyeroscos saja yaitu kedua tangan tarinya banyak berlari, lari di tempat. berada di depan dengan jari tangan Posisi gerak tarinya adalah kepala terbuka kemudian digetarkan, kaki menyenggol-nyenggol, tangan kiri berjalan mengikuti suara kenong. dan kanan ngagem satu lurus kedepan satunya lagi di samping dada, posisi kaki terus bergerak kadang-kadang 2. Tata Busana dan Kelengkapan berlari kadang-kadang lari ditempat. Setiap tokoh dalam Wayang Wong memiliki busana yang berbeda sesuai Sedangkan untuk gerak tari pada dengan peran dan karakternya masing- pasukan di pihak Rahwana yaitu pasukan masing seperti : Raksasa semuanya posisi gerak tarinya (1) Tapel Rama: warna tapel adalah hijau, hampir sama, hanya saja yang membedakan busana warna hijau dari atas adalah adalah jika raksasa itu raja dan patih berbeda gelung raja, badong, gelang kana, dengan raksasa bawahan/abdi. Untuk lebih sabuk, ampok, kain, celana, gelang jelasnya penulis akan jelaskan satu persatu kana pada kaki, ditambah selendang- gerak tari masing-masing tokoh Raksasa selendang klasik, dilengkapi busur sebagai berikut: dan anak panah. (1) Raksasa Rahwana dan Meganada, (2) Tapel Laksmana: warna tapel agak menurut Medra (wawancara kekuning-kuningan, busana warna 3/01/2015) gerak tarinya adalah kuning, dengan kelengkapannya kebanyakan posisi tangannya seperti dari atas gelung metanduk, menyentuh kepala dan dada. Jika badong, gelangkana tangan, tangan kanan naik ketas menyentuh sabuk,ampok, kain klasik, selendang kepala maka tangan kiri menyentuh klasik, celana, gelangkana kaki, dada, silih berganti. Kemudian jika lengkap dengan busur dan anak panah. berjalan memakai agem kanan dan kiri (3) Tapel Dewi Sita: warna tapel adalah seperti ngagem raksasa, dengan jari- agak putih, busana dari atas adalah

WAYANG WONG DALAM UPACARA DEWA YADNYA DI MRAJAN GDE GRIYA PENIDA, DESA BATUAGUNG, KABUPATEN JEMBRANA 45 Ni Komang Ayu Putri Sastrini | Ni Wayan Sri Winarti gelung putri, sumpel, badong, (9) Tapel Ngada: warna tapel adalah gelangkana, badong lelamakan, merah lengkap dengan rumbing dan sabuk/stagen prada, ampok, kain gelung bertanduk, bentuknya prada panjang, selendang klasik/ menyerupai kera, busana : dari atas tradisional. adalah Badong,bulu dada warna (4) Tapel Tualen: warna dan bentuk tapel merah, gelangkana tangan, training adalah coklat kehitaman, busana dari warna merah, kain kotak warna merah, atas gelung mekuncir, rumbing, selendang-selendang, ampok, ekor badong kecil, baju celana warna hitam, warna merah, stewel kaki. kain/kamben hitam,saput gede warna (10) Tapel Nila: warna tapel adalah hijau, hitam-poleng, bantal kecil di leher lengkap dengan hiasan rumbing dan dan perut. gelung bertanduk, bentuknya (5) Tapel Merdah: warna dan bentuk tapel menyerupai kera, busana: dari atas adalah coklat kehitaman, busana dari adalah badong,gelang kana tangan, atas adalah gelung mekuncir, rumbing, bulu dada warna hijau, training warna badong kecil, baju dan celana warna hiaju, sabuk, selendang-selendang, merah, saput gede warna hitam- ampok, ekor warna hijau, stewel kaki. poleng, kain/kamben warna merah, (11) Tapel Nalagni: warna tapel adalah bantal kecil di perut. merah, lengkap dengan rumbing dan (6) Tapel Sugriwa: warna tapel adalah gelung bertanduk api, bentuk merah, bentuk tapel menyerupai kera menyerupai kera, busana: dari atas lengkap dengan rumbing (hiasan adalah badong, gelangkana tangan, diatas tapel menempel pada gelung ) bulu dada warna merah, training warna dan gelung patih, busana dari atas merah, sabuk, kain merah kotak, adalah badong gede, gelangkana ampok, ekor wana merah, stewel kaki. tangan, training warna merah, bulu (12) Tapel Menda: warna tapel adalah dada warna merah,ampok, ekor warna kuning berisi bintik-bintik hitam, merah, sabuk, kain warna merah lengkap dengan rumbing dan gelung kotak, stewel kaki. bertanduk seperti Sapi, bentuk (7) Tapel Hanoman: warna tapel adalah menyerupai seekor Sapi, busana: dari putih susu, bentuk menyerupai kera, atas adalah badong, gelangkana tapel dilengkapi dengan rumbing, tangan, bulu dada warna kuning, gelung bertanduk, busana : badong , training warna kuning bintik-bintik bulu dada warna putih, gelang kana hitam, kain warna poleng, selendang- tangan, training warna putih, sabuk, selendang, sabuk, ampok, ekor warna selendang putih, kain poleng, ampok, putih kekuning-kuningan, stewel kaki. ekor warna putih, gelang kana kaki. (13) Tapel Jatayu, Gowaksa dan sempati : (8) Tapel Jermbawan: warna tapel agak warna tapel adalah biru, hijau lengkap kebiru-biruan lengkap dengan dengan rumbing dan gelung tanpa rumbing, gelung mebawa raja, bentuk tanduk, bentuk tapel menyerupai tapel menyerupai kera, busana: seekor burung raksasa, burung elang badong, gelang kana tangan, buludada dan garuda, busana: dari atas adalah warna biru, training warna biru, sabuk, badong, gelangkana tangan, bulu dada selendang-selendang, ampok, ekor warna biru, training warna biru, sayap, warna biru, stewel kaki. kain, ampok, selendang-selendang,

WIDYA WRETTA 46 Vol. 1 Nomor 1, April 2018 stewel kaki. ada jenggotnya sedikit, lehernya (14) Tapel Mong Muka: warna tapel adalah panjang (gulu dawa), busana: dari atas merah, lengkap dengan hiasan rumbing badong kecil, saput gede , baju dan dan gelung tanpatanduk, bentuknya celana warna kuning, kain putih, menyerupai seekor Macan/Harimau, sabuk. busana: badong,gelangkana tangan, (20) Tapel Prahasta/patih Prahasta: warna bulu dada merah, training warna tapel adalah kuning susu, lengkap merah, selendang-selendang, kain dengan hiasan rumbing dan gelung merah, ekor merah, ampok, stewel patih, bentuknya menyerupai raksasa, kaki. busana: dari atas adalah badong gede, (15) Tapel Wirasaba: warna tapel adalah saput gede, baju dan celana warna merah, lengkap dengan rumbing dan putih,kain putih, sabuk, stewel kaki. gelung tanpa tanduk, bentuknya (21) Tapel Marica: warna tapel adalah menyerupai seekor Penyu, busana: coklat, lengkap dengan hiasan rumbing dari atas adalah badong, gelangkana dan gelung patih, bentuknya tangan, bulu dada warna merah, menyerupai raksasa, busana: dari atas training warna merah, sabuk, adalah badong gede, saput gede, selendang-selendang, ekor warna gelangkana tangan, baju dan celana merah, ampok, stewel kaki. poleng, sabuk kain putih Stewel. (16) Tapel Rahwana: warna tapel hitam (22) Tapel Prajangga: warna tapel adalah kecoklatan, lengkap dengan rumbing merah kehitaman, lengkap dengan dan gelung raja, bentuknya menyerupai hiasan rumbing dan gelung patih, raksasa bertaring gigi tidak rata, bentuknya menyerupai raksasa, busana: dari atas adalah badong gede, busana: dari atas adalah badong gede, saput gede, kain putih, baju merah saput gede, baju dan celana warna prade, sabuk,celana putih, stewel kaki. poleng, kain putih, stewel. (17) Tapel Meganada: warna tapel hitam (23) Tapel Bububris: warna tapel adalah kecoklatan, lengkap dengan rumbing warna hitam kecoklatan, lengkap dan gelung bertanduk, bentuknya dengan hiasan rumbing dan gelung menyerupai raksasa mirip dengan patih, bentuknya menyerupai raksasa, Rahwana ayahnya bertaring namun busana: dari atas adalah badong gede, giginya rata, busana ; dari atas adalah saput gede, baju dan celana poleng , badong gede, saput gede, baju hitam, kain putih, stewel. gelang kana tangan, kain putih, sabuk, (24) Tapel Raksasa Rongong: warna tapel celana putih, stewel kaki. hitam ke abu-abuan, lengkap dengan (18) Tapel Delem: warna tapel adalah hiasan rumbing dan gelung, bentuknya merah kekuning-kuningan, lengkap menyerupai raksasa giginya ompong, dengan rumbing dan gelung berisi busana: badong, saput gede, baju dan jambul, bentuk tapel besar dengan celana warna poleng. Kain poleng , gondoknya di leher, busana: dari atas, sabuk. badong gede, saput gede, kain merah, sabuk, baju dan celana merah. 3. Tata Iringan (19) Tapel Sangut: warna tapel adalah Untuk pertama kali berdiri Wayang kuning, lengkap dengan rumbing dan Wong hanya mempergunakan gamelan gelung berisi kuncir, bentuknya lancip tingklik yang terbuat dari bahan bambu,

WAYANG WONG DALAM UPACARA DEWA YADNYA DI MRAJAN GDE GRIYA PENIDA, DESA BATUAGUNG, KABUPATEN JEMBRANA 47 Ni Komang Ayu Putri Sastrini | Ni Wayan Sri Winarti namun setelah mengalami kemajuan dari masing. Dibawah ini akan diuraikan satu generasi ke generasi akhirnya sampai per satu tentang ucapan dan gending masing- sekarang Wayang Wong sudah memiliki masing tokoh yang digunakan dalam gamelan dengan menggunakan Bebatelan pementasan Wayang Wong sebagai berikut : yaitu terdiri dari : (1) Tualen dan Merdah, pertama tampil - 4 buah gender namun sebelum keluar atau membuka - 2 buah kendang kecil rangkai kedua penari harus menyanyi - 2 buah kendang besar atau mapengalang sebagai berikut: - 1 perangkat kecek ”Gawa-gawa gowaksa - 1 buah kempul jembawa...... ” sang Jatayu - 1 buah kenong manuk mageng...... ”. kemudian - 1 buah klenang dilanjutkan dengan ucapan-ucapan, - Seperangkat seruling. Tualen: ”Dah...? lautang-lautang Dalam setiap pementasanWayang pejalan nanang kelawan cai...”. Wong, semua perangkat gamelan diatas Dijawab oleh Merdah: ”Cang.. selalu di gunakan sehingga gamelan Wayang nanang, jalan nang...”. Wong nampaknya semakin meriah (rame) (2) Rama dan Laksmana, sebelum sehingga cocok dengan namanya Rameyana membuka rangki/langse penari menjadi Ramayana. terlebih dahulu menyanyi atau disebut dengan mapengalang sebagai berikut: 4. Tata Ucapan/Gending Penggalang ”Wibisana kapindra maruti....., sang Di samping kekhasannya berupa jatayu manuk mageng...... ”. Setelah busana dan gerak tarinya, Wayang Wong selesai menyanyi / mepengalang Dharma Putra Sentana juga memilki ke maka dilanjutkan dengan ucapan- unikan dan kekhasan tersendiri dalam ucapan atau dialog di dalam rangki ucapan/tekanan suara maupun gending yang atau langse sebagai berikut: Rama : digunakan dalam setiap pementasan jika ”lah ta kita yayi...... ”. tumut dibandingkan dengan kesenian Wayang pemargan de twanta...” dijawab oleh Wong yang ada di beberapa daerah di Bali. laksmana : ”henak paduka ya Setiap tokoh dalam pementasan Wayang kaka...... ”. setelah selesai semuanya Wong memiliki masing-masing gending itu barulah Rama dan Laksmana keluar tersendiri yang semua syairnya kebanyakan atau membuka rangki/langse. Setiap diambil dari Kakawin Ramayana. Sedangkan kali berjalan keduanya bernyanyi/ ucapan atau tekanan suara juga dibedakan mapengalang. setiap tokoh baik itu punakawan, dewi, raja, (3) Sugriwa, sebelum membuka rangki rakyat, raksasa dan lain-lain. penari mapengalang atau menyanyi Jika tokoh itu wanita dan raja seperti sebagai berikut: ”Wara mitra rakan Dewi Sinta, Trijata dan Rama,Laksamana, dewi...... , sang Sugriwa ratuning Wibisana memakai tekanan suara yang wre...”. setelah selesai mapengalang agak halus dan agak dipanjangkan dialeknya barulah penari Sugriwa keluar rangki. (mengeok). Sedangkan tokoh yang lain Setiap berjalan penari terus Pasukan Kera dan Raksasa mengikuti mapengalang, makanya penari karakter masing-masing. Untuk Punakawan diharapkan mampu melantunkan tualen, Merdah, Sangut dan Delem juga kakawin. menyesuaikan dengan karakternya masing- (4) Nila dan Ngada, sebelum membuka

WIDYA WRETTA 48 Vol. 1 Nomor 1, April 2018 rangki terlebih dahulu mapengalang Di pihak pasukan Rahwana para penari sebagai berikut: ”He... kang Nila mapengalang sedikit berbeda kebanyakan haywa humeneng...Sang sugriwa syair pengalangnya diambil dari kakawin rwang nira...”. Setelah selesai wiwaha, dengan satu persatu tampil mapengalang barulah penari Nila dan dalam pertunuukan sebagai berikut : Ngada membuka rangki , menari (1) Delem dan Sangut, sebelum membuka sambil mapengalang lagi. rangki Delem mapengalang dengan (5) Gowaksa, Sempati dan Jatayu, pengalang yang kocak karangan sebelum penari membuka rangki sendiri yang berpantun seperti : ”pul- terlebih dahulu menyanyi/ pul kedul ayu dodol jumah dane mapengalang sebagai berikut: ”Gawa- dempul....rujak bunut mari katon siri gawa gowaksa, jambawa...., Sang rembang gentorek sin tok belok...... pul Jatayu manuk mageng....”. setelah sinoge jukut timbul basang gede.... selesai mapengalang barulah plag idadong nep-ung caplug membuka rangki, dilanjutkan dengan tuke...”dan seterusnya. Setelah selesai menari sambil mapengalang lagi. Delem membuka rangki sambil (6) Mongmuka, Wirasaba dan Menda, bernyanyi, kemudian dilanjutkan sebelum membuka rangki penari harus dengan sangut bernyanyi biasanya terlebih dahulu mapengalang sebagai menggunakan sekar alit sebagai berikut: ”Menda muka mwang berikut : ”dabdabang dewa dabdabang, sempai...., Sang Jatayu manuk mumpung dewa kari alit..”.dan mageng....”. seterusnya. (7) Hanoman, sebelum membuka rangki (2) Rahwana, mapengalang sebelum sang penari terlebih dahulu membuka rangki sebagai berikut: mapengalang sebagai berikut: ”He ”Ambek sang paramartha pandita, kang Nila haywa humeneng...... , Sang huwus limpad sakeng sunyata setelah marutsuta ngaran nira...... ”. selesai mapengalang barulah Setelahselesai mapengalang barulah membuka rangki diikuti dengan tari sang penari membuka rangki seraya dan mapengalang diisi dengan ucapan menari sambil mapengalang lagi, suara menggelegar (ngerak). ”patihkumatih patikanang rat sang (3) Raksasa raksasa pasukan Rahwana pawana tmaja ngagegana..., he seperti Meganada, patih Prahasta, marutsuta mararian ta, iki poh patih Marica, Prajangga, Bububris, ceroring, langsat, enak mangan ta Kolekati adalah semuanya kita...”. mapengalang Kakawin Arjuna (8) Jambawan, sebagai tokoh tua biasanya Wiwaha dalam wirama sardula paling belakang dia keluar dalam wikridita seperti: ”Ambek sang pementasan, namun sebelum keluar paramarta pandita..., huwus limpad penari terlebih dahulu mapengalang sakeng sunyata..., tan sangkeng sebagai berikut: ”Wara mitra rakan wisayaprayojananira..., lwir dewi..., sang jambawan ngaran sanggraheng lokika...”dan seterusnya. nira...”. Demikian juga selanjutnya (4) Dewi Sinta dan Tri jata, sebelum setelah selesai mapengalang barulah membuka rangki penari biasanya membuka rangki, seraya menari terlebih dahulu mapengalang sebagai diiringi pengalang. berikut: ”Tan sah menangis diah

WAYANG WONG DALAM UPACARA DEWA YADNYA DI MRAJAN GDE GRIYA PENIDA, DESA BATUAGUNG, KABUPATEN JEMBRANA 49 Ni Komang Ayu Putri Sastrini | Ni Wayan Sri Winarti Janakai...., Rama Badra di dira pebersihan dan pengelukatandisetai mana...”. selesai mapengalang pareresikan matepung tawar. Di Mrajan dilanjutkan dengan ucapan-ucapan Gde Griya Penida tempat pementasan sudah dari Dewi Sinta:”Lah ta kita siap dengan banten arepan Wayang Wong paricarika..., tumut pamargan de sebagai tanda bahwa Wayang Wong memiliki twanta...? dijawab oleh Tri jata: nilai kesakralan atau kesucian yang tinggi ”henak paduka ya kaka...”. Kemudian serta untuk memohon keselamatan baik setelah itu barulah keduanya membuka penari maupun yang beryadnya. rangki disertai dengan gerak tari dan Rangkaian upacara Dewa Yadnya nyanyian pengalang. tingkatannya besar/utama maka ada rangkaian pementasan Wayang Wong yang 5. Ritual Sebelum Pementasan Tari patut di laksanakan ada tiga tahapan yaitu : Wayang Wong (1) Mabejian, (2) lelampahan, (3) ngidergita. Sebelum pementasan Wayang Wong Adapun rangkaian pertunjukan Wayang biasanya pemangku atau yang melaksanakan Wong akan penulis uraikan sebagai berikut: yadnya terlebih dahulu mapiuning di pura - pura serta memberitahukan kepada 1. Ngebejian warga akan dipentaskan Wayang Wong Tahapan pertama dalam rangka dalam rangka upacara Piodalan/Dewa ngebejian : posisi dari depan ada batang Yadnya. Setelah itu maka ketua sekeha tebu, padupan, keris, umbul-umbul, payung, memberitahukan pada anggota sekeha. Dua bendera, senjata dewata nawa sanga, hari sebelum puncak piodalan sekeha Wayang wong, deeng, pengawin-pengawin, Wayang Wong harus sudah menerima banten nyasan Ida Batara, gong, krama pekandel. taksu, setelah tanda jadiberupa banten taksu maka ketua sekeha melanjutkan matur 2. Pementasan Wayang Wong piuning di tempat penyimpanan Wayang Tahapan kedua berupa Pementasan Wong dengan sarana upakara sebagai Wayang Wong, setelah datang dari ngebejian berikut: Tipat daksina, canang gantal, maka dilanjutkan dengan pementasan tumpeng putih kuning, punjung rayunan, Wayang Wong satu babak/satu lalampahan, segehan dilengkapi wangi-wangian. biasanya mengambil cerita Sang Rama akan melaksanakan yadnya besar, dalam yadnya nanti akan memerlukan daging suci untuk perlengkapan yadnya yaitu dari kijang putih, klesih, keker, babihutan, landak dan lain- lain. Untuk mensukseskan yadnya beliau maka diutuslah para pasukan kera untuk mencari binatang suci tersebut. Sang Sugriwa memerintahkan Hanoman, Ngada, Nila, Nalagni, Mong Muka, Sempati, Wirasaba, Gowaksa pergi kehutan atau ke laut untuk mendapatkan Wayang Wong sebelum pentas binatang suci tersebut, namun dalam perjalanan para pasukan kera itu dihadang Sebelum pementasan para penari oleh para raksasa pasukan Rahwana. membawa tapel wayang diperciki tirta Dalam perjalanan itulah terjadi perang

WIDYA WRETTA 50 Vol. 1 Nomor 1, April 2018 hebat antara pasukan kera yang dipimpin maupun teater modern. Pementasan Tari Hanoman dengan para Raksasa. Tidak Wayang Wong di Mrajan Gde Griya Penida berlangsung lama semua pasukan Raksasa Banjar Anyar, Desa Batuagung di dapat dikalahkan dan dipukul mundur, selengarakan jika saat piodalan/upacara sehingga pasukan kera dapat kembali ke Dewa Yadnya yang utama/besar. Pementasan tenpat Sri Rama seraya menghaturkan hasil Wayang Wong dilaksanakan di Utama buruannya masing-masing. Dengan Mandala Mrajan Griya Penida. Penari keluar keberhasilan itu Sri Rama sangat gembira, dari barat menghadap ke timur, dan para dengan demikian akhirnya yadnya beliau semeton atau penonton memenuhi areal dapat dilaksanakan dengan baik dan sukses. Utama Mrajan Gde Griya Penida Banjar Demikian cerita satu babak yang biasanya Anyar, Desa Batuagung. pementasan pada waktu upacara Dewa Yadnya di Mrajan Gde Griya Penida.

3. Ngidergita Tahapan upacara berupa acara ngidergita, setelah selesai pementasan satu babak maka dilanjutkan dengan yang terakhir sebagai penutup pementasan Wayang Wong adalah tahapan ngidergita yaitu semua para penari Wayang Wong menaiki Bale Pawedan dengan duduk melingkar ada suguhan/bhoga. Namun sebelum menikmati suguhan tersebut Personel Wayang Wong terlebih dahulu para penari matembang/ makekawin silih berganti sesuai dengan 1.4 Penutup kemampuan masing-masing. Setelah semua Tari Wayang Wong merupakan mendapatkan giliran yaitu satu putaran kesenian yang disakralkan yang mana semua maka upacara ngider gita sudah selesai penarinya memakai tapel. Dalam maka dilanjutkandengan menikmati suguhan pementasan, Tari Wayang Wong merupakan yang telah disediakan. Dengan demikian tari wali, dengan demikian bentuk berakhirlah rangkaian pementasan Wayang penokohan dan struktur rangkaian Wong dalam upacara Dewa Yadnya. pertunjukan menyesuaikan dengan tingkatan Setelah selesai maka para penari upacara yadnya. Dalam bentuk busana tari, kembali menaruh tapel Wayang Wong Wayang Wong tetap menggunakan busana terlebih dahulu di prayascita kemudian tradisional namun ada beberapa yang dilengkapi dengan segehan agung termasuk disesuiakan dengan busana kreasi sekarang para penari kembali di prayascita agar seperti penggunaan gelung, kain prada. mendapatkan kesucian dan anugrah Sedangkan gerak tarinya memiliki ciri keselamatan. khusus dan unik yang tidak dimiliki oleh Tempat pementasan atau juga disebut Wayang Wong yang ada dibeberapa daerah ”kalangan” dalam istilah Bali adalah tempat di Bali. Rangkaian pementasan Tari Wayang pertunjukan yang merupakan faktor Wong Dalam upacara Dewa Yadnya di terpenting dalam mengadakan suatu Mrajan Gde Griya Penida desa Batuagung pementasan, baik untuk teater tradisional pada tingkat utama, biasanya Wayang Wong

WAYANG WONG DALAM UPACARA DEWA YADNYA DI MRAJAN GDE GRIYA PENIDA, DESA BATUAGUNG, KABUPATEN JEMBRANA 51 Ni Komang Ayu Putri Sastrini | Ni Wayan Sri Winarti dipentaskan dengan rangkaian yaitu dari Kota Denpasar. ngebejian, pentas satu babak sampai dengan Subagyo, Joko. 1991. Metode Penelitian Wayang Wong melaksanakan ngidergita. Suatu Metode Dan Praktek. Tabuh yang digunakan adalah gamelan : Rieneka Cipta. bebatelan Ramayana dengan dipentaskan Sudarsana, I. B. Putu. 2002. Ajaran Agama pada tempat di utama mandala atau tempat Hindu Filsafat Yadnya. dipekarangan yang luas. Denpasar: Yayasan Dharma Acarya. ______, I. B. Putu. 2003. Ajaran Agama DAFTAR PUSTAKA Hindu Acara Agama. Denpasar: Yayasan Dharma Acarya. Adia Wiratmaja, G. K. 1998. Etika , Tata ______, I. B. Putu. 2000. Ajaran Agama Susila Hindu Dharma. Denpasar. Hindu. Denpasar: Yayasan Bertens, K. 1992. Etika. Jakarta: Gramedia Dharma Acarya. Pustaka Utama. Sudikan, Setya Yuwana. 1989. Penuntun Mantra, I. B. 1996. Landasan Kebudayaan Karya Ilmiah, , Aneka Bali. Denpasar: Yayasan Dharma Ilmu. Sastra. Poerwanto, Hari. 2000. Kebudayaan dan Nala. Ngurah dan Wiratmaja. 1989. Murdha Lingkungan Dalam Perspektif Agama Hindu. Denpasar: Upada Antropologi. : Sastra. Pustaka Pelajar. Nawawi, Hadari. H.1995. Metode Penelitian Poerwardarminta, WJ. S. 1996. Kamus Bidang Sosial. Yogyakarta: Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Gajah Mada University press. Balai Pustaka. Parisada Hindu Dharma Pusat, 1989/1990. Siwananda, Swami. 1997. Intisari Ajaran Himpunan Seminar Kesatuan Hindu. Surabaya: Paramita. Tafsir Terhadap Aspek-Aspek Triguna, I. B. Gede Yudha. 2000. Teori Agama Hindu I-IV. Jakarta. Tentang Simbol. Denpasar: Sura, I Gede (ed). 2001. Pengantar Agama Widya Dharma. Hindu di Bali. Denpasar: PHDI

WIDYA WRETTA 52 Vol. 1 Nomor 1, April 2018