ISBN 978-602-60218-1-6 1 Kearifan Nusantara
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
ISBN 978-602-60218-1-6 ANALISIS STRUKTURALISME LEVI-STRAUSS, MITOS, SIMBOL DAN FUNGSI LEGENDA GOA NGERONG DI KECAMATAN RENGEL KABUPATEN TUBAN BAGI MASYARAKAT SEKITARNYA (KAJIAN FOLKLOR) Kiki Astrea Universitas Islam Darul Ulum Lamongan [email protected] Abstract Oral literature is of folklore, a culture, spread by word of mouth. This study attempts to examine the folklore of Ngerong Cave legend located at Rengel, Tuban. This study will describe structure, myth, symbol, and function in the Ngerong Cave legend in a descriptive qualitative approach. The source of data is the society‘s recording around Ngerong Cave, while the data is the written story based on the recording attained from the society around Ngerong Cave. The data collection is obtained through determining the object and doing a recording. Besides, the data analysis techniques gained by processing, collecting the data based on the result of recording, then making a note and presenting the data. The result shows that an emerged myth is the people should not eat the fish obtained from Ngerong Cave because it is considered as a holy fish, whereas the visitors of the cave believe that when they got a fish from the cave, they would get a fortune. Keywords: Strukturalisme Levi-Strauss. Mitos. Simbol. Fungsi. Legenda. Goa Ngerong. Rengel. Tuban. Kajian Folklor. PENDAHULUAN Masyarakat Indonesia mempunyai beragam kebudayaan yang merupakan warisan leluhur dan dilaksanakan secara turun temurun. Salah satu kebudayaan yang masih dilaksanakan sampai saat ini adalah ―adat- istiadat‖ (Purwadi, 2007:12). Adat-istiadat adalah suatu kebiasaan yang dilaksanakan suatu masyarakat. Kebiasaan ini terjadi karena adanya warisan leluhur yang dilaksanakan secara turun-temurun. Kebiasaan yang diwariskan yang penyebarannya lewat mulut-ke mulut dan tidak dibukukan, bisa disebut sastra lisan. Sastra lisan adalah bagian dari folklor Indonesia yang mempunyai nilai-nilai luhur dalam sastra. Di Indonesia, sastra lisan masih banyak kita jumpai. Bahkan di setiap daerah di Indonesia memiliki sastra 1 SEMINAR NASIONAL KESUSASTRAAN Kearifan Nusantara: Perspektif Interdisiplin, Multidisiplin, dan Transdisiplin ISBN 978-602-60218-1-6 lisan. Ada beberapa bentuk sastra lisan, diantaranya, legenda, lagu dolanan, dongeng dan mitos. Istilah mitos, mite adat dongeng biasanya mengingatkan kita pada suatu kisah atau ceritera yang aneh, janggal atau lucu, dan umumnya sulit dimengerti maknanya, tidak dapat diterima kebenarannya, atau tidak perlu ditanggapi secara serius isinya. Kisah tersebut umumnya dianggap sebagai hasil karya iseng saja, karena isinya kebanyakan tidak sesuai dengan kenyataan sehari-hari (Heddy, 2012:181). Goa Ngerong yang berada di Kecamatan Ngerong Kabupaten Tuban menyimpan legenda dengan berbagai simbol dan mitos didalamnya, yang membuat goa tersebut sering dikunjungi wisatawan, baik yang ingin melihat kebentungan mereka, maupun sekadar berkunjung. Mitos yang muncul adalah tidak boleh memakan ikan yang berasal dari goa Ngerong, karena dianggap ikan keramat. Padahal bagi pengunjung goa akan mendapat keberuntungan jika dapat membawa pulang ikan. Penelitian mitos Levi-Strauss pernah dilakukan oleh Chusnul Chotimah pada skripsinya yang berjudul Diskursusu Kasta dalam Kitab Mahabarata Karya C. Rajagopalachari (Analisis Strukturalisme Levi- Strauss). Penelitian ini menemukan bahwa prinsip dasar aturan kasta adalah bersifat endogamis. Kasta membutuhkan endogami untuk bisa mempertahankan identitas yang berbeda dan definisi kelompok yang berbeda pula pada kitab Mahabarata Karya C. Rajagopalachari. Berbeda dengan penelitian tersebut, penelitian ini mendeskripsikan mitos, simbol dan fungsi yang ada dalam Legenda Goa Ngerong yang ada di Kecamatan Rengel Kabupaten Tuban. Mitos yang ada di Goa Ngerong dapat dilihat berdasarkan Simbol yang muncul dalam legenda Goa Ngerong. Hal inilah yang menjadi daya Tarik Goa Ngerong sehingga didatangi banyak pengunjung setiap harinya. Kebanyakan mereka ingin melihat keberuntungan mera, tetapi tidak jarang juga yang datang hanya ingin melihat bentuk goa nya saja. Hal inilah yang melatarbelakangi penelitian, sehingga sastra lisan dapat dilestarikan dan menjadi kebudayaan yang akan terus diingat oleh masyarakat Indonesia terutama masyarakat sekitar Goa Ngerong. Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti memfokuskan permasalahan berikut: 1) truktur legenda goa Ngerong di kecamatan Rengel kabupaten Tuban; 2) Simbol legenda goa Ngerong di kecamatan Rengel, kabupaten Tuban; 3) Mitos legenda goa Ngerong di kecamatan Rengel, 2 SEMINAR NASIONAL KESUSASTRAAN Kearifan Nusantara: Perspektif Interdisiplin, Multidisiplin, dan Transdisiplin ISBN 978-602-60218-1-6 kabupaten Tuban; dan 4) Fungsi legenda goa Ngerong di kecamatan Rengel kabupaten Tuban. Menurut Taum (2011:1) Claude Lévi-Strauss (1908) adalah seorang ahli antropologi danetnografi terkemuka Prancis yang dikenal sebagai bapak antropologi modern. Pandangannya yang utama adalah struktur pemikiran manusia purba (savagemind) sama dengan struktur pemikiran manusia modern (civilized mind) karena sifat dasar manusia sebenarnya sama. Pemikiran ini dituangkannya dalam bukunya yang terkenal Tristes Tropiques yang menempatkan Levi-Strauss sebagaisalah satu tokoh terpenting aliran strukturalis. Gagasannya diterima di lingkunganilmu-ilmu humaniora dan filsafat.Levi-Strauss memberikan perhatian khusus pada mitos, yang menurutnya memiliki kualitas logis dan bukan estetis, psikologis, ataupun religious. Dia menganggap mitos sebagai bahasa, sebuah narasi yang sudah dituturkan untuk diketahui. Strukturalisme adalah teori yang menyatakan bahwa seluruh organisasi manusia ditentukan secara luas oleh struktur social atau psikologi yang mempunyai logika independen yang sangat menarik berkaitan dengan maksud, keinginan, maupun tujuan manusia. Bagi Freud, strukturnya adalah psyche; bagi Marx, strukturnya adalah ekonomi; dan bagi Saussure, strukturnya adalah bahasa. Kesemua itu mendahului subjek manusia individual atau human agent dan menentukan apa yang akan dilakukan manusia pada semua keadaan ( Inglis, 1990 dalam Sobur, 2001:104). berdasar pada teori tersebut Kasnadi dan Sutejo (2010:5) berpendapat bahwa, sebuah kajian structural dapat ditempuh dengan cara melakukan identifikasi, pengkajian, dan pendeskripsian fungsi dan unsur intrinsic yang membangun sebuah karya fikksi. Penelitian ini menerapkan teori strukturalis Levi-Strauss, analisis yang dilakukan atas beberapa prinsip: 1. Bahwa mitos mengandung makna-makna tertentu. Seperti halnya mimpi individual yang harus dianalisis untuk mengetahui maknanya, mitos atau dongeng sebagai suatu ―mimpi kolektif‖ juga perlu dianalisis untuk diungkapkan makna-makna kolektifnya. 2. Dongeng juga dapat dilihat sebagai suatu fenomena kebahasaan, yang baru dapat dipahami pesannya jika kita telah mengetahui struktur dan makna sebagai elemen yang ada didalamnya. Sastra lisan adalah kesastraan yang mencangkup ekspresi kesastraan warga suatu kebudayaan yang disebarkan dan turun temurun secara lisan, 3 SEMINAR NASIONAL KESUSASTRAAN Kearifan Nusantara: Perspektif Interdisiplin, Multidisiplin, dan Transdisiplin ISBN 978-602-60218-1-6 (Hutomo, 1991:1). Sastra lisan dibagi menjadi dua bagian yaitu sastra lisan primer dan sastra lisan sekunder. Perbedaan dari keduanya terletak pada ciri masing-masing yaitu: Ciri-ciri sastra lisan primer : 1. Penyebarannya melalui mulut ke mulut yang disebarkan baik dari segi waktu maupun ruang melalui percakapan. 2. Lahir didalam masyarakat yang masih bercorak desa, masyarakat diluar kota atau masyarakat yang belum mengenal huruf. 3. Menggambarkan ciri budaya suatu masyarakat 4. Tidak diketahui siapa pengarangnya dan karena itu menjadi milik masyarakat 5. Bercorak puitis teratur dan berulang-ulang 6. Tidak menenekankan fakta dan kebenaran, lebih menekankan pada aspek khayalan atau fantasi yang tidak diterima oleh masyarakat modern, tetapi sastra lisan meliki fungsi penting didalam masyarakat. 7. Terdiri atas berbagai versi 8. Bahasa menggunakan gaya bahasa lisan (sehari-hari) mengandung dialek, terkadang tidak lengkap (Hutomo, 1991:3-4) Sedangkan sastra lisan sekunder merupakan sistem produksi sastra tulis, sebagai perwujudan, penyebar luasan informasi atau sosialisa sastra tulis. Jika dilihat dari segi penuturnya sastra lisan dibagi menjadi dua, yaitu: 1. Sastra lisan yang bernilai sastra (mengandung estetika) 2. Sastra lisan yang tidak bernilai sastra. Sastra lisan adalah bagian dari folklor. Istilah folklor merupakan pengindonesiaan dari kata folklore dalam arti bahasa Inggris yang berasal dari kata folk dan lore. Folk memiliki pengertian kolektif. Menurut Alan Dundes, folk adalah sekelompok orang yang memiliki ciri-ciri pengenal fisik, sosial, dan kebudayaan, sehinga dapat dibedakan dari kelompok-kelompok lainnya (Danandjaya, 1991:1) Brunvand (dalam Rafiek, 2010: 52-53) Folklor digolongkan menjadi tiga macam yaitu, 1) folklor lisan, 2) folklor setengah lisan, dan 3) folklor bukan lisan. Bentuk folklore lisan antara lain(a) bahasa rakyatseperti logat, julukan, pangkat tradisional dan titel kebangsawanan; (b) ungkapan tradisional, seperti pepatah, peribahasa, dan pemeo; (c) pertanyaan tradisional, seperti teka-teki; (d) puisi rakyat, seperti pantun, gurindam, dan syair; (e) cerita prosa, seperti mitos, legenda, dan dongeng, dan (f) nyanyian rakyat. 4 SEMINAR NASIONAL KESUSASTRAAN Kearifan Nusantara: Perspektif Interdisiplin, Multidisiplin, dan Transdisiplin ISBN 978-602-60218-1-6 Legenda merupakan bagian dari sastra lisan. Legenda goa Ngerong tidak banyak diketahui oleh masyarakat,