ISBN 978-602-60218-1-6 1 Kearifan Nusantara

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

ISBN 978-602-60218-1-6 1 Kearifan Nusantara ISBN 978-602-60218-1-6 ANALISIS STRUKTURALISME LEVI-STRAUSS, MITOS, SIMBOL DAN FUNGSI LEGENDA GOA NGERONG DI KECAMATAN RENGEL KABUPATEN TUBAN BAGI MASYARAKAT SEKITARNYA (KAJIAN FOLKLOR) Kiki Astrea Universitas Islam Darul Ulum Lamongan [email protected] Abstract Oral literature is of folklore, a culture, spread by word of mouth. This study attempts to examine the folklore of Ngerong Cave legend located at Rengel, Tuban. This study will describe structure, myth, symbol, and function in the Ngerong Cave legend in a descriptive qualitative approach. The source of data is the society‘s recording around Ngerong Cave, while the data is the written story based on the recording attained from the society around Ngerong Cave. The data collection is obtained through determining the object and doing a recording. Besides, the data analysis techniques gained by processing, collecting the data based on the result of recording, then making a note and presenting the data. The result shows that an emerged myth is the people should not eat the fish obtained from Ngerong Cave because it is considered as a holy fish, whereas the visitors of the cave believe that when they got a fish from the cave, they would get a fortune. Keywords: Strukturalisme Levi-Strauss. Mitos. Simbol. Fungsi. Legenda. Goa Ngerong. Rengel. Tuban. Kajian Folklor. PENDAHULUAN Masyarakat Indonesia mempunyai beragam kebudayaan yang merupakan warisan leluhur dan dilaksanakan secara turun temurun. Salah satu kebudayaan yang masih dilaksanakan sampai saat ini adalah ―adat- istiadat‖ (Purwadi, 2007:12). Adat-istiadat adalah suatu kebiasaan yang dilaksanakan suatu masyarakat. Kebiasaan ini terjadi karena adanya warisan leluhur yang dilaksanakan secara turun-temurun. Kebiasaan yang diwariskan yang penyebarannya lewat mulut-ke mulut dan tidak dibukukan, bisa disebut sastra lisan. Sastra lisan adalah bagian dari folklor Indonesia yang mempunyai nilai-nilai luhur dalam sastra. Di Indonesia, sastra lisan masih banyak kita jumpai. Bahkan di setiap daerah di Indonesia memiliki sastra 1 SEMINAR NASIONAL KESUSASTRAAN Kearifan Nusantara: Perspektif Interdisiplin, Multidisiplin, dan Transdisiplin ISBN 978-602-60218-1-6 lisan. Ada beberapa bentuk sastra lisan, diantaranya, legenda, lagu dolanan, dongeng dan mitos. Istilah mitos, mite adat dongeng biasanya mengingatkan kita pada suatu kisah atau ceritera yang aneh, janggal atau lucu, dan umumnya sulit dimengerti maknanya, tidak dapat diterima kebenarannya, atau tidak perlu ditanggapi secara serius isinya. Kisah tersebut umumnya dianggap sebagai hasil karya iseng saja, karena isinya kebanyakan tidak sesuai dengan kenyataan sehari-hari (Heddy, 2012:181). Goa Ngerong yang berada di Kecamatan Ngerong Kabupaten Tuban menyimpan legenda dengan berbagai simbol dan mitos didalamnya, yang membuat goa tersebut sering dikunjungi wisatawan, baik yang ingin melihat kebentungan mereka, maupun sekadar berkunjung. Mitos yang muncul adalah tidak boleh memakan ikan yang berasal dari goa Ngerong, karena dianggap ikan keramat. Padahal bagi pengunjung goa akan mendapat keberuntungan jika dapat membawa pulang ikan. Penelitian mitos Levi-Strauss pernah dilakukan oleh Chusnul Chotimah pada skripsinya yang berjudul Diskursusu Kasta dalam Kitab Mahabarata Karya C. Rajagopalachari (Analisis Strukturalisme Levi- Strauss). Penelitian ini menemukan bahwa prinsip dasar aturan kasta adalah bersifat endogamis. Kasta membutuhkan endogami untuk bisa mempertahankan identitas yang berbeda dan definisi kelompok yang berbeda pula pada kitab Mahabarata Karya C. Rajagopalachari. Berbeda dengan penelitian tersebut, penelitian ini mendeskripsikan mitos, simbol dan fungsi yang ada dalam Legenda Goa Ngerong yang ada di Kecamatan Rengel Kabupaten Tuban. Mitos yang ada di Goa Ngerong dapat dilihat berdasarkan Simbol yang muncul dalam legenda Goa Ngerong. Hal inilah yang menjadi daya Tarik Goa Ngerong sehingga didatangi banyak pengunjung setiap harinya. Kebanyakan mereka ingin melihat keberuntungan mera, tetapi tidak jarang juga yang datang hanya ingin melihat bentuk goa nya saja. Hal inilah yang melatarbelakangi penelitian, sehingga sastra lisan dapat dilestarikan dan menjadi kebudayaan yang akan terus diingat oleh masyarakat Indonesia terutama masyarakat sekitar Goa Ngerong. Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti memfokuskan permasalahan berikut: 1) truktur legenda goa Ngerong di kecamatan Rengel kabupaten Tuban; 2) Simbol legenda goa Ngerong di kecamatan Rengel, kabupaten Tuban; 3) Mitos legenda goa Ngerong di kecamatan Rengel, 2 SEMINAR NASIONAL KESUSASTRAAN Kearifan Nusantara: Perspektif Interdisiplin, Multidisiplin, dan Transdisiplin ISBN 978-602-60218-1-6 kabupaten Tuban; dan 4) Fungsi legenda goa Ngerong di kecamatan Rengel kabupaten Tuban. Menurut Taum (2011:1) Claude Lévi-Strauss (1908) adalah seorang ahli antropologi danetnografi terkemuka Prancis yang dikenal sebagai bapak antropologi modern. Pandangannya yang utama adalah struktur pemikiran manusia purba (savagemind) sama dengan struktur pemikiran manusia modern (civilized mind) karena sifat dasar manusia sebenarnya sama. Pemikiran ini dituangkannya dalam bukunya yang terkenal Tristes Tropiques yang menempatkan Levi-Strauss sebagaisalah satu tokoh terpenting aliran strukturalis. Gagasannya diterima di lingkunganilmu-ilmu humaniora dan filsafat.Levi-Strauss memberikan perhatian khusus pada mitos, yang menurutnya memiliki kualitas logis dan bukan estetis, psikologis, ataupun religious. Dia menganggap mitos sebagai bahasa, sebuah narasi yang sudah dituturkan untuk diketahui. Strukturalisme adalah teori yang menyatakan bahwa seluruh organisasi manusia ditentukan secara luas oleh struktur social atau psikologi yang mempunyai logika independen yang sangat menarik berkaitan dengan maksud, keinginan, maupun tujuan manusia. Bagi Freud, strukturnya adalah psyche; bagi Marx, strukturnya adalah ekonomi; dan bagi Saussure, strukturnya adalah bahasa. Kesemua itu mendahului subjek manusia individual atau human agent dan menentukan apa yang akan dilakukan manusia pada semua keadaan ( Inglis, 1990 dalam Sobur, 2001:104). berdasar pada teori tersebut Kasnadi dan Sutejo (2010:5) berpendapat bahwa, sebuah kajian structural dapat ditempuh dengan cara melakukan identifikasi, pengkajian, dan pendeskripsian fungsi dan unsur intrinsic yang membangun sebuah karya fikksi. Penelitian ini menerapkan teori strukturalis Levi-Strauss, analisis yang dilakukan atas beberapa prinsip: 1. Bahwa mitos mengandung makna-makna tertentu. Seperti halnya mimpi individual yang harus dianalisis untuk mengetahui maknanya, mitos atau dongeng sebagai suatu ―mimpi kolektif‖ juga perlu dianalisis untuk diungkapkan makna-makna kolektifnya. 2. Dongeng juga dapat dilihat sebagai suatu fenomena kebahasaan, yang baru dapat dipahami pesannya jika kita telah mengetahui struktur dan makna sebagai elemen yang ada didalamnya. Sastra lisan adalah kesastraan yang mencangkup ekspresi kesastraan warga suatu kebudayaan yang disebarkan dan turun temurun secara lisan, 3 SEMINAR NASIONAL KESUSASTRAAN Kearifan Nusantara: Perspektif Interdisiplin, Multidisiplin, dan Transdisiplin ISBN 978-602-60218-1-6 (Hutomo, 1991:1). Sastra lisan dibagi menjadi dua bagian yaitu sastra lisan primer dan sastra lisan sekunder. Perbedaan dari keduanya terletak pada ciri masing-masing yaitu: Ciri-ciri sastra lisan primer : 1. Penyebarannya melalui mulut ke mulut yang disebarkan baik dari segi waktu maupun ruang melalui percakapan. 2. Lahir didalam masyarakat yang masih bercorak desa, masyarakat diluar kota atau masyarakat yang belum mengenal huruf. 3. Menggambarkan ciri budaya suatu masyarakat 4. Tidak diketahui siapa pengarangnya dan karena itu menjadi milik masyarakat 5. Bercorak puitis teratur dan berulang-ulang 6. Tidak menenekankan fakta dan kebenaran, lebih menekankan pada aspek khayalan atau fantasi yang tidak diterima oleh masyarakat modern, tetapi sastra lisan meliki fungsi penting didalam masyarakat. 7. Terdiri atas berbagai versi 8. Bahasa menggunakan gaya bahasa lisan (sehari-hari) mengandung dialek, terkadang tidak lengkap (Hutomo, 1991:3-4) Sedangkan sastra lisan sekunder merupakan sistem produksi sastra tulis, sebagai perwujudan, penyebar luasan informasi atau sosialisa sastra tulis. Jika dilihat dari segi penuturnya sastra lisan dibagi menjadi dua, yaitu: 1. Sastra lisan yang bernilai sastra (mengandung estetika) 2. Sastra lisan yang tidak bernilai sastra. Sastra lisan adalah bagian dari folklor. Istilah folklor merupakan pengindonesiaan dari kata folklore dalam arti bahasa Inggris yang berasal dari kata folk dan lore. Folk memiliki pengertian kolektif. Menurut Alan Dundes, folk adalah sekelompok orang yang memiliki ciri-ciri pengenal fisik, sosial, dan kebudayaan, sehinga dapat dibedakan dari kelompok-kelompok lainnya (Danandjaya, 1991:1) Brunvand (dalam Rafiek, 2010: 52-53) Folklor digolongkan menjadi tiga macam yaitu, 1) folklor lisan, 2) folklor setengah lisan, dan 3) folklor bukan lisan. Bentuk folklore lisan antara lain(a) bahasa rakyatseperti logat, julukan, pangkat tradisional dan titel kebangsawanan; (b) ungkapan tradisional, seperti pepatah, peribahasa, dan pemeo; (c) pertanyaan tradisional, seperti teka-teki; (d) puisi rakyat, seperti pantun, gurindam, dan syair; (e) cerita prosa, seperti mitos, legenda, dan dongeng, dan (f) nyanyian rakyat. 4 SEMINAR NASIONAL KESUSASTRAAN Kearifan Nusantara: Perspektif Interdisiplin, Multidisiplin, dan Transdisiplin ISBN 978-602-60218-1-6 Legenda merupakan bagian dari sastra lisan. Legenda goa Ngerong tidak banyak diketahui oleh masyarakat,
Recommended publications
  • Discourses Exploring the Space Between Tradition and Modernity in Indonesia
    In the 8th International Indonesia Forum Conference DISCOURSES EXPLORING THE SPACE BETWEEN TRADITION AND MODERNITY IN INDONESIA i Sanksi Pelanggaran Pasal 72 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987 Perubahan atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 Tentang Hak Cipta 1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). 2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). ii In the 8th International Indonesia Forum Conference DISCOURSES EXPLORING THE SPACE BETWEEN TRADITION AND MODERNITY IN INDONESIA Editorial Board: Hermanu Joebagio, Frank Dhont Pramudita Press iii In the 8th International Indonesia Forum Conference Sebelas Maret University, Solo, Indonesia 29 – 30 July 2015 Organized by: Sebelas Maret University and International Indonesia Forum DISCOURSES EXPLORING THE SPACE BETWEEN TRADITION AND MODERNITY IN INDONESIA Editorial Board: Hermanu Joebagio, Frank Dhont Paper Contributor:
    [Show full text]
  • Time Project Event Unite the Nations 3 May 2011
    Time Project Event 2011 May 3rd 2011 TIME PROJECT EVENT UNITE THE NATIONS 3 MAY 2011 Short instruction: 1) How many questions do I have to answer? There are 250 questions. Every Country has 25 questions. Every school HAS to answer 225 questions, which means you do not ANSWER THE 25 questions FROM YOUR OWN COUNTRY. For example: Russia: There are 25 questions about Russia. More than one school from Rusia contributed questions which means there may be some Russian questions some Russian students may not recognize (they came from the other school ). Schools from Russia do not answer the 25 questions about Russia regardless of who contributed the questions. You never answer the questions about YOUR OWN COUNTRY. 2) How do I find the answers? - Encyclopaedias, the Internet, the Library or other sources at school or in the community - Get in touch with other time participants to find answers to questions which are difficult for you. 3) Where and when do I send the answers? Questions have to answered on line at the ZOHO Challenge Site. https://challenge.zoho.com/unite_the_nations_2011 Test starts 00:00 GMT May 3rd 2011 - Deadline: 00:00 GMT/UTC 4 May 2011! Other questions?? Get in touch with Event Co-ordinator ! [email protected] phone: +01.519.452.8310 cellphone +01.519.200.5092 fax: +01.519.452. 8319 And now…the game! Time Project Event 2011 May 3rd 2011 ARTS Argentina 1) Who wrote the book "Martin Fierro"? a) Jose Hernandez b) Peschisolido miguel angel c) David vineyards d) Jorge Luis Borges 2) What is the typical dance of Argentina? a) quartet b) tango c) cumbia d) capoeira 3) Who was Carlos Gardel? a) a singer of cumbia b) a soccer player c) a singer of tango d) a former president 4) Who was Lola Mora? a) a model b) a sculptor c) an athlete d) a journalist 5) Which Argentine made and released the world's first animated feature film.
    [Show full text]
  • Kumpi Mangku Mendongeng.Pdf
    Made Taro ii ;wOaV ♦ ^ » i Memton^eim perpustakaan BADAN BAHASa BALAI BAHASA BALI 2018 No. kiduk: XO'O^-'S KUMPI MANGKU MENDONGENG Penulis Made Taro Ilustrator Wied N. Pracetak SlamatTrisila Penerbit Balai Bahasa Bali Jalan Trengguli I No. 34, Tembau Denpasar, Bali 80238 Telepon (0361|461.714 ■paksimile (0361 463656 Cetakan Pertama: 2018 ISBN 978-602-51338-7-9 . ■ S ' *■ . k • "! :j. ;• i'. .*'' ' 'a i Sekapur Sirih MENDONGENG LIMA MENIT, SEBUAH TEROBOSAN Tradisi lisan yang turun-temumn dalam bentuk mendongeng di rumah tangga tidak populer lagi. Sebut saja itu resiko perubahan zaman. Perubahan itu bukan saja melanda masyarakat Indonesia tetapi masyarakat di seluruh dunia. Sebabnya adalah karena perubahan poia hidup masyarakat yang menuntut kesejahteraan lahir-batin, dalam suasana persaingan. Penemuan teknologi modern yang serba canggih, efektif, efisien dan praktis, sangat memengaruhi suasana persaingan tersebut. Di satu sisi nilai-nilai budaya yang mentradisi itu tidak rela untuk ditinggalkan begitu saja. Penemuan baru boleh hadir, tetapi tidak harus merusak tatanan hidup yang diwarnai penanaman nilai moral. Diakui, tradisi mendongeng masih dibutuhkan dalam menegakkan nilai moral dan pendidikan karakter, yang dilakukan sejak dini terhadap anak-anak. Muncullah bentuk mendongeng model baru, seperti storytelling (mendongeng) yang dikemas dalam bentuk pertunjukan yang kini marak dilakukan di berbagai negara. Salah satu model storytelling yang saya tawarkan adalah 'mendongeng lima menit'. Model itu dapat dilakukan secara lisan maupun dalam bentuk kegiatan membaca atau membacakan untuk orang lain. Waktu yang diperlukan hanya lima menit (lebih kurang), sehingga terasa tidak menyiksa waktu yang dibutuhkan dalam memenuhi tuntutan hidup. Bentuk terobosan serupa itu juga berarti tidak menghilangkan tradisi lisan yang diakui keunggulannya sebagai kegiatan komunikatif (komunikasi timbal-balik), akrab, segar dan ill berisi.
    [Show full text]
  • KEARIFAN LOKAL DAN PENDIDIKAN IPS Wahyu
    KEARIFAN LOKAL DAN PENDIDIKAN IPS Wahyu I. MAKNA KEARIFAN LOKAL Menurut Chamber (1987), kearifan lokal sering juga disebut sebagai ilmu rakyat, ethnoscience, ilmu pedesaan, dan ada juga yang menggunakan istilah ilmu pengetahuan teknis asli. Tidak ada definisi tunggal tentang terminologi kearifan lokal (local knowledge). Beberapa ahli memberikan terminologi yang berbeda untuk menjelaskan definisi ini dan cenderung mengalami perluasan terminologi seperti: pengetahuan yang berasal dari pribumi (indigenous knowledge), pengetahuan tradisional (traditional knowledge), pengetahuan teknis yang berasal dari pribumi (indigenous technical knowledge), sistem pengetahuan yang berasal dari pribumi (indigenous knowledge system). Beberapa pengertian dari masing- masing terminologi ini antara lain (Muyungi and Tillya, 2003): 1. Vlaenderen (1999) menggambarkan indigenous knowledge sebagai suatu koleksi gagasan- gagasan dan asumsi-asumsi yang digunakan untuk memandu, mengendalikan dan menjelaskan tindakan-tindakan di dalam suatu pengaturan yang spesifik berdasar pada sistem nilai (religi dan kepercayaan terhadap hal-hal yang gaib) dan epistemologi. Ia selanjutnya juga memberikan tentang pengertian indigenous knowledge system sebagai pengetahuan yang dimiliki dan dikuasai oleh masyarakat asli/pribumi dengan cara yang sistematis. 2. Brouwer (1998) menggambarkan traditional knowledge sebagai kemampuan-kemampuan kuno, adat-istiadat yang asli dan khusus, konvensi-konvensi dan rutinitas-rutinitas yang mewujudkan suatu pandangan statis dari kultur masyarakat.
    [Show full text]
  • Penyuluhan Dan Pengenalan Nilai-Nilai Religi Dan Kepercayaan Masyarakat Dayak Ngaju Di Desa Tumbang Liting Kecamatan Katingan Hilir Kabupaten Katingan
    Indonesian Journal of Engagement, Community Services, Empowerment and Development Volume 1, No. 2, Agustus 2021 https://doi.org/10.53067/ijecsed PENYULUHAN DAN PENGENALAN NILAI-NILAI RELIGI DAN KEPERCAYAAN MASYARAKAT DAYAK NGAJU DI DESA TUMBANG LITING KECAMATAN KATINGAN HILIR KABUPATEN KATINGAN Ahmad Satria1, Wigo Rianor2, Mahpidi Yanti3, Mesri Uli Panjaitan4, Sakman5, Dotrimensi6 1,2,3,4,5,6 Universitas Palangka Raya Email: [email protected], [email protected], [email protected] [email protected], [email protected], [email protected] Abstract This study was conducted to analyze how the Religious Values and Beliefs of the Ngaju Dayak Community in Tumbang Liting Village, Katingan Hilir District, Katingan Regency, Central Kalimantan Province. The method used in this research is descriptive qualitative. Data sources are primary data and secondary data. The primary data sources in this study were the Village Head/Village Secretary, Religious Leaders, and the local community. Secondary data is data directly collected by researchers as a support from the first source. It can also be said that data is arranged in the form of documents. Secondary data is also data obtained indirectly through intermediary media (obtained and recorded by others). Books, Journals, Internet to find valid data. The data collection procedure uses observation, interviews, and documentation while the data analysis includes: Data Collection (Data Collection), Data Reduction (Data Reduction), Data Display (Data Presentation) and Conclusion Drawing (Withdrawal of Conclusions). Based on the results of this study, it shows that the system of religion and belief in Tumbang Liting Village is still very strong and maintained until now. There are 3 religions in Tumbang Liting Village, namely Islam, Christianity, Hindu Kaharingan.
    [Show full text]
  • Download The
    CSEASPANORAMA2008 A (Balinese) Tempest Ian Falconer (MA, Asian Studies) starred as Prospero in the Department of Theatre and Dance’s version of the Bard’s lauded comedy, a performance infused with Balinese wayang and gamelan and Larry Reed’s famed shadowcasting. Center for Southeast Asian Studies University of Hawai‘i By Director Barbara Watson Andaya Dear friends and including the highlight of the Prospero, Miranda, Ariel and year, the Balinese shadow-play Caliban were given a new life as colleagues... version of Shakespeare’s The the shadows of human “puppets” In late July 2008, when I re- Tempest. Under the auspices of wearing specially made masks turned from twelve months’ the Department of Theatre and were projected onto a large sabbatical leave, I began to ask Dance, Kirstin invited Larry screen. And the “Southeast myself if my presence as director Reed, founder and artistic Asian” content was not merely was really necessary. So much had director of Shadowlight Produc- visual, for an important feature of CSEAS Panorama (Vol. XII) is published been accomplished in my absence tions and one of the few the production was the music annually by the Center Americans trained in wayang kulit, provided by the University of for Southeast Asian that I really felt quite dispensable! Studies at the or shadow puppetry, to spend a Hawai‘i Balinese Gamelan University of Hawai‘i. I would like to express my deep gratitude to Acting Director semester in Hawai‘i. Larry and Ensemble directed by a second For more information about the program, Kirstin Pauka (Professor, Asian Kirstin worked with students in artist-in-residence, Balinese please visit the Theatre and Dance to produce a puppet master, I Nyoman Center’s website at Theatre), Associate Director Paul www.hawaii.edu/cseas Rausch, and our graduate assis- memorable and innovative Sumandhi.
    [Show full text]
  • 33 CHAPTER II GENERAL DESCRIPTION of SERUYAN REGENCY 2.1. Geographical Areas Seruyan Regency Is One of the Thirteen Regencies W
    CHAPTER II GENERAL DESCRIPTION OF SERUYAN REGENCY 2.1. Geographical Areas Seruyan Regency is one of the thirteen regencies which comprise the Central Kalimantan Province on the island of Kalimantan. The town of Kuala Pembuang is the capital of Seruyan Regency. Seruyan Regency is one of the Regencies in Central Kalimantan Province covering an area around ± 16,404 Km² or ± 1,670,040.76 Ha, which is 11.6% of the total area of Central Kalimantan. Figure 2.1 Wide precentage of Seruyan regency according to Sub-District Source: Kabupaten Seruyan Website 2019 Based on Law Number 5 Year 2002 there are some regencies in Central Kalimantan Province namely Katingan regency, Seruyan regency, Sukamara regency, Lamandau regency, Pulang Pisau regency, Gunung Mas regency, Murung Raya regency, and Barito Timur regency 33 (State Gazette of the Republic of Indonesia Year 2002 Number 18, additional State Gazette Number 4180), Seruyan regency area around ± 16.404 km² (11.6% of the total area of Central Kalimantan). Administratively, to bring local government closer to all levels of society, afterwards in 2010 through Seruyan Distric Regulation Number 6 year 2010 it has been unfoldment from 5 sub-districts to 10 sub-districts consisting of 97 villages and 3 wards. The list of sub-districts referred to is presented in the table below. Figure 2.2 Area of Seruyan Regency based on District, Village, & Ward 34 Source: Kabupaten Seruyan Website 2019 The astronomical position of Seruyan Regency is located between 0077'- 3056' South Latitude and 111049 '- 112084' East Longitude, with the following regional boundaries: 1. North border: Melawai regency of West Kalimantan Province 2.
    [Show full text]
  • Kinyah Mandau Dance Culture in the Dayak Ngaju Tribe of Katingan Regency, Central Kalimantan
    International Journal of Research and Innovation in Social Science (IJRISS) |Volume IV, Issue I, January 2020|ISSN 2454-6186 Kinyah Mandau Dance Culture in the Dayak Ngaju Tribe of Katingan Regency, Central Kalimantan Yossita Wisman1, Agus Sholahuddin2, Sri Hartini Jatmikowati3 1,2Department of Social Science, University of Merdeka Malang, Indonesia 3Department of Public Administration, University of Merdeka Malang, Indonesia Abstract: This study aims to investigate the beliefs and values of In preserving and protecting the nation's culture, various the Kinyah Mandau dance from the Katingan Dayak Ngaju tribe efforts have been made by plunging directly into cultural of Kalimantan, Indonesia, which includes the stages, symbols, experience. For example, if culture is in the form of dance, values, and meanings of the Kinyah Mandau dance. In addition, people are encouraged to learn and practice in mastering this research is also to educate and develop the culture and dance. Some cultural preservation efforts are carried out by potential of regional tourism. The method employed in this study is descriptive qualitative observing the Kinyah Mandau Dancers making information about culture that can be used in many of the Dayak Ngaju communities in a welcoming ceremony. The forms. While national culture itself is understood as a culture, participants involved in this study were stakeholders, traditional it has meaning for the entire Indonesian nation. In the national leaders, community leaders, and dancers. This research focused culture, there is a unifying element of a nation [5]. In it, there on collecting information data needed to determine the value, are elements of national culture and foreign cultural elements, meaning, symbols, and functions of the Kinyah Mandau Dance.
    [Show full text]
  • Downloaded From
    J. Sneddon H. Tadjuddin Usup Shared sound changes in the Gorontalic language group; Implications for subgrouping In: Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde 142 (1986), no: 4, Leiden, 407-426 This PDF-file was downloaded from http://www.kitlv-journals.nl Downloaded from Brill.com09/28/2021 03:48:08PM via free access J. N. SNEDDON and HUNGGU TADJUDDIN USUP SHARED SOUND CHANGES IN THE GORONTALIC LANGU AGE GROUP: IMPLICATIONS FOR SUBGROUPING 1. INTRODUCTION This paper describes sound changes which have occurred within the Gorontalic linguisticgroupof North Sulawesi, Indonesia.1 There are two reasons why such a study is of interest. First, no comparative study of these languages has yet been carried out and information on some of the languages is extremely limited. Secondly, a considerable number of shared sound changes have occurred among the Gorontalic languages which might appear at first to offer good evidence . for subgrouping. However, closer examination shows a rather random distribution of shared changes among the languages such that the evi- dence for subgrouping offered by some innovations conflicts with the equally impressive evidence of other innovations. Further, some lan- guages participated in a number of shared changes while not undergoing chronologically earlier changes. Thus many shared innovations must be the result of areal diffusion among the languages rather than common inheritance. The conflicting evidence for subgrouping presented by the large number of sound changes within the group means that phono- logical changes alone offer no reliable evidence for subgrouping. The Gorontalic languages provide an excellent case of areal spread of sound changes among languages which were once, but in some cases are no longer, geographically contiguous.
    [Show full text]
  • Pola Lantai Panggung Un Dan Kompetensi Dasar Yang Tercantum Dalam Kurikulum
    Alien Wariatunnisa Yulia Hendrilianti Seni Tari Seni Seni S e untukuntuk SSMA/MAMA/MA KKelaselas XX,, XXI,I, ddanan XXIIII n i Tari untuk SMA/MA Kelas X, XI, dan XII untuk SMA/MA u nt u Yulia Hendrilianti Yulia Alien Wariatunnisa PUSAT PERBUKUAN Kementerian Pendidikan Nasional Hak Cipta buku ini pada Kementerian Pendidikan Nasional. Dilindungi Undang-undang. Penulis Alien Wariatunnisa Seni Tari Yulia Hendrilianti untuk SMA/MA Kelas X, XI, dan XII Penyunting Isi Irma Rahmawati Penyunting Bahasa Ria Novitasari Penata Letak Irma Pewajah Isi Joni Eff endi Daulay Perancang Sampul Yusuf Mulyadin Ukuran Buku 17,6 x 25 cm 792.8 ALI ALIEN Wiriatunnisa s Seni Tari untuk SMA/MA Kelas X, XI, dan XII/Alien Wiriatunnisa, Yulia Hendrilianti; editor, Irma Rahmawati, Ria Novitasari.—Jakarta: Pusat Perbukuan, Kementerian Pendidikan Nasional, 2010. xii, 230 hlm.: ilus.; 30 cm Bibliograę : hlm. 228 Indeks ISBN 978-979-095-260-7 1. Tarian - Studi dan Pengajaran I. Judul II. Yulia Hendrilianti III. Irma Rahmawati IV. Ria Novitasari Hak Cipta Buku ini dialihkan kepada Kementerian Pendidikan Nasional dari Penerbit PT Sinergi Pustaka Indonesia Diterbitkan oleh Pusat Perbukuan Kementerian Pendidikan Nasional Tahun 2010 Diperbanyak oleh... Kata Sambutan Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karunia-Nya, Pemerintah, dalam hal ini, Departemen Pendidikan Nasional, pada tahun 2009, telah membeli hak cipta buku teks pelajaran ini dari penulis/penerbit untuk disebarluaskan kepada masyarakat melalui situs internet (website) Jaringan Pendidikan Nasional. Buku teks pelajaran ini telah dinilai oleh Badan Standar Nasional Pendidikan dan telah ditetapkan sebagai buku teks pelajaran yang memenuhi syarat kelayakan untuk digunakan dalam proses pembelajaran melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 49 Tahun 2009 tanggal 12 Agustus 2009.
    [Show full text]
  • Profil Budaya Dan Bahasa Kabupaten Malang Provinsi Jawa Timur
    KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN SEKRETARIAT JENDERAL PUSAT DATA DAN TEKNOLOGI INFORMASI PROFIL BUDAYA DAN BAHASA KAB. MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PROFIL BUDAYA DAN BAHASA KABUPATEN MALANG PROVINSI JAWA TIMUR KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN PUSAT DATA DAN TEKNOLOGI INFORMASI TANGERANG SELATAN, 2020 Profil Budaya dan Bahasa Kab. Malang Provinsi Jawa Timur Diterbitkan Pusat Data dan Teknologi Informasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Gedung Grha Tama, Lantai 4 Jl. R.E. Martadinata, Ciputat, Tangerang Selatan Pengarah: Dr. Budi Purwaka, S.E., M.M. Editor: Dr. Dwi Winanto Hadi, M.Pd. Penyusun Naskah: Lauda Septiana, S.Si. Desainer Grafis: Hendri Syam, S.T. Cetakan pertama, ISBN: 978-602-8449-60-1 2020 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Hak cipta dilindungi Undang-Undang All rights reserved. Dilarang memperbanyak buku ini dalam bentuk dan cara apapun tanpa izin tertulis dari penerbit. Profil Budaya dan Bahasa Kabupaten Malang Provinsi Jawa Timur iIi Kata Pengantar Penyusunan profil ini dilakukan berdasarkan hasil verifikasi dan validasi data kebudayaan dan kebahasaan di wilayah Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur dalam rangka terwujudnya output layanan data dan informasi di Pusat Data dan Teknologi Informasi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Selain itu, data yang disajikan bersumber dari Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Jawa Timur, Balai Pelestarian Nilai Budaya D. I. Yogyakarta, serta Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Profil ini menguraikan kekayaan dan keragaman budaya Kabupaten Malang baik dari segi warisan budaya benda, warisan budaya tak benda dan bahasa. Hal ini bertujuan agar data kebudayaan dan kebahasaan dapat lebih berdaya guna dan berhasil guna untuk mendukung pelaksanaan pemajuan kebudayaan, yaitu untuk melindungi, memanfaatkan, dan mengembangkan kebudayaan Indonesia.
    [Show full text]
  • Ar Baswedan, Adalah Bagian Dari Orang-Orang Hadramaut Yang Bermigrasi Ke Kawasan Indonesia Pada Abad Ke-19 Tersebut
    JURNALLAKON KAJIAN SASTRA & BUDAYA Vol. 1 No. 1, Juli 2012 EKONOMI POLITIK FILM DOKUMENTER NAMA BARAT & ETNIS TIONGHOA DINAMIKA KEKUASAAN PECALANG DI BALI A. R. BASWEDAN dari Ampel ke Indonesia LUDRUK masihkah ritus modernisasi? POLITIK REVIVALISME SIWA LIMA tradisi “Ambon” pasca konflik KONTRADIKSI REPRESENTASI RUANG KOTA dalam novel Shanghai Baby LAWIKAN KERA NGALAM di tengah arus globalisasi LAKON Jurnal Kajian Sastra dan Budaya Nomor ISSN : 9772252-895000 Penanggung Jawab Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Airlangga Ketua Jurusan Magister Kajian Sastra & Budaya Penasehat Dédé Oetomo, Ph. D. Rachmah Ida, Ph. D. Ketua Redaksi Kathleen Azali Staf Redaksi Budi Kurniawan Nyoman Suwarta Danang Wahju Utomo Produksi Nyoman Suwarta Alamat Redaksi Magister Kajian Sastra dan Budaya Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga, Kampus B Jl. Dharmawangsa Dalam Selatan Surabaya 60286 Telp: (031) 5035676 / 5503380 | Faks: (031) 5035807 Daftar Isi Ekonomi Politik Film Dokumenter Indonesia: 1 Dependensi Industri Film Dokumenter Indonesia kepada Lembaga Donor Asing Kukuh Yudha Karnanta Penggunaan Nama Barat oleh Etnis Tionghoa di Surabaya 12 Budi Kurniawan Pecalang: Dinamika Kontestasi Kekuasaan di Bali 21 Gede Indra Pramana A. R. Baswedan: dari Ampel ke Indonesia 29 Purnawan Basundoro Ludruk: Masihkah Ritus Modernisasi? 48 Kathleen Azali Sapa Bale Batu, Batu Bale Dia: Politik Revivalisme Tradisi Siwa 61 Lima Orang Ambon Pasca Konflik Hatib Abdul Kadir Kontradiksi Representasi Ruang Kota dalam Novel Shanghai 76 Baby Mashuri Lawikan Kera Ngalam di Tengah Arus Globalisasi 98 Dwi R. Untari Kata Pengantar Pada terbitan perdana ini, Lakon tidak menawarkan tema khusus dalam rangkaian artikel-artikelnya. Jurnal ini diterbitkan dengan tujuan mewadahi dan menyebarluaskan wacana dan gagasan kritis mahasiswa magister sastra dan budaya, dan karenanya turut mengembangkan kajian sastra dan budaya di Indonesia.
    [Show full text]