Profil Penerima Profil Penerima

ANUGERAH KEBUDAYAAN TAHUN 2018

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 1 Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 2 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 ANUGERAH KEBUDAYAAN 2018

Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2018

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 3 TIM PENYUSUN PROFIL PENERIMA ANUGERAH KEBUDAYAAN TAHUN 2018 Pengarah Nadjamuddin Ramly

Penanggung Jawab Yayuk Sri Budi Rahayu

Penulis Aan Rukmana Dewi Nova Dita Darfiyanti Mohamad Atqa Rizky Ernandi Willy Hangguman

Kameramen/Fotografer Leon Desata Marbun M. Rully A. P. I. Simbul Sagala Rachmat Gunawan

Editor Binsar Simanullang Kenedi Nurhan

Pengolah Data Dede Semiawan Desy Wulandari Retno Raswaty

Desain Cover & Layout Yoki Rendra Priyantoko

Sekretariat Djatmiko Liza Ariesta M

Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 4 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh

Kebudayaan yang didalamnya berisi cipta, rasa dan karsa manusia adalah indentitas sebuah kelompok masyarakat. yang merupakan negara multikultur mempunyai kebudayaan nasional sebagai puncak-puncak kebudayaan daerah bahkan UNESCO menjuluki sebagai “Adidaya di bidang Kebudayaan”. Kebudayaan Nasional Indonesia adalah sebuah identitas bangsa Indonesia, keunikan dan ciri khas Indonesia yang membedakannya dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Eksistensi kebudayaan bergantung pada peran serta dan kepedulian masyarakat. Salah satu aspek terjaganya eksistensi kebudayaan adalah proses belajar. Melalui proses belajar akan muncul kedinamisan budaya. Proses pembelajaran membutuhkan seorang guru atau pengajar dan murid yang ingin belajar dan alat penunjang yang mendukung. Tidak sembarang orang yang dapat menjadi guru karena guru adalah seorang teladan yang digugu dan ditiru. Penerima Anugerah inilah guru yang sebenarnya. Pemerintah Republik Indonesia melalui Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan terus berusaha menciptakan iklim yang kondusif bagi pembangunan kebudayaan. Salah satu upaya yang dilakukan untuk pembangunan kebudayaan adalah meningkatkan pemahaman dan apresiasi masyarakat Indonesia terhadap nilai-nilai budaya yang tumbuh dan berkembang di seluruh bumi Indonesia. Kegiatan apresiasi bukanlah sekadar ajang pertemuan seremonial saja atau sekadar memberikan penghargaan kepada tokoh atau pelaku kebudayaan, tetapi di dalamnya mencakup sebuah proses pertukaran pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman dari individu ke individu, individu ke kelompok, kelompok ke individu dan generasi ke generasi berikutnya. Melalui kegiatan ini, khalayak banyak akan mengetahui tokoh kebudayaan yang layak diteladani atas dedikasi, ketekunan dan kerja kerasnya memberikan inspirasi terhadap generasi penerus bangsa. Kami semua tentu berharap agar tidak hanya sekadar mengetahui, namun mencari tahu lebih dekat dan menjadikan mereka teladan yang digugu dan ditiru atas dedikasi, ketekunan dan kerja kerasnya terhadap kebudayaan Indonesia.

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 5 Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sesuai tugas dan fungsinya menyelenggarakan Anugerah Kebudayaan dan Maestro Seni Tradisi sebagai bentuk apresiasi terhadap insan-insan yang berdedikasi terhadap pembangunan kebudayaan Indonesia. Ada dua peran yang dimiliki oleh Direktorat Jenderal kebudayaan, pertama adalah sebagai instansi teknis yang memberikan Anugerah Kebudayaan dan Penghargaan Maestro Seni Tradisi, kedua adalah sebagai badan yang berkoodinasi dengan Sekretariat Negara untuk mengusulkan tokoh-tokoh calon penerima Gelar Tanda Kehormatan Presiden RI, seperti Bintang Maha Putera, Bintang Budaya Parama Dharma dan Satyalancana Kebudayaan. Penilaian terhadap tokoh yang menjadi calon penerima Gelar Tanda Kehormatan Presiden RI dilakukan dua tahap. Tahap pertama tokoh-tokoh tersebut diseleksi dan didiskusikan oleh tim penilai yang dibentuk oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Hasil penyeleksian tersebut diverifikasi oleh instansi-instansi yang berwenang, seperti: Badan Intelejen Nasional, Kejaksaan Agung RI, dan Kepolisian RI. Setelah tahap verifikasi, tokoh-tokoh yang disetujui diproses oleh Sekretariat Militer melalui Dewan Tanda Kehormatan. Hasil rapat Dewan Tanda Kehormatan diberikan kepada Presiden. Pada tahap ini, presiden berhak menolak atau menyetujui hasil rapat tersebut. Dari hasil seleksi administrasi yang dilakukan sejak awal Februari 2018, lalu rapat-rapat penilaian di tiap-tiap kategori dan verifikasi calon penerima, telah terpilih 51 penerima Anugerah Kebudayaan dan Maestro Seni Tradisi 2018 dengan kategori sebagai berikut:

• 2 (dua) orang penerima Tanda Kehormatan Bintang Budaya Parama Dharma;

• 8 (delapan) orang penerima Tanda Kehormatan Satyalancana Kebudayaan;

• 10 (sepuluh) orang penerima Anugerah Kebudayaan kategori Pelestari;

• 10 (sepuluh) orang penerima Anugerah Kebudayaan kategori Pencipta, Pelopor dan Pembaru;

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 6 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 • 5 (lima) orang penerima Anugerah Kebudayaan kategori Anak dan Remaja;

• 5 (lima) orang penerima Anugerah Kebudayaan kategori Maestro Seni Tradisi;

• 2 (tiga) pemerintah daerah penerima Anugerah Kebudayaan kategori Pemerintah Daerah;

• 6 (enam) komunitas penerima Anugerah Kebudayaan kategori Komunitas;

• 3 (tiga) orang penerima Anugerah Kebudayaan kategori Perorangan Asing.

Setiap tokoh dan lembaga yang mendapatkan penghargaan memiliki keistimewaan karya yang bervariasi di dalamnya mencakup ide/gagasan/ pikiran dan pengetahuan. Karya-karya mereka berupa ilmu pengetahuan yang tertuang dalam naskah-naskah kuno, karya-karya sastra, perwujudan ekspresi, seperti tarian, musik, lukisan, patung, maupun karya dalam bentuk fisik, seperti bangunan, gedung. Di antara karya-karya mereka mendapat pengakuan dari kalangan nasional dan internasional. Mereka semua adalah tokoh yang patut diakui dan dihargai karena memiliki keteladanan dengan karakternya masing-masing. Hal tersebut penting untuk didokumentasikan dan dibuatkan buku profil agar kita semua, terutama generasi muda dapat meneladani sisi yang istimewa, apakah itu dalam kekaryaannya, tokoh itu sendiri, atau dalam pencapaian seseorang terhadap karya yang dihasilkan tersebut. Sebagai sebuah proses, hal yang patut digarisbawahi setiap tahun pelaksanaan Anugerah Kebudayaan dan Maestro Seni Tradisi adalah semakin banyaknya wakil pemangku kepentingan yang terlibat dan dilibatkan. Kegiatan- kegiatan apresiasi seperti ini juga diharapkan semakin mendekati harapan masyarakat. Kepedulian masyarakat terhadap kebudayaan merupakan kunci pokok dalam penguatan karakter bangsa, jatidiri, dan identitas budaya bangsa. Akhir kata, kami atas nama Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya, Direkotrat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 7 mengucapkan terima kasih atas semangat dan kerjasama semua pihak: Tim Penilai, Narasumber, Tim Verifikasi, Penulis, Editor, Kameramen, Desainer Cover dan Layout yang telah bersama-sama menyusun Buku Profil Anugerah Kebudayaan dan Maestro Seni Tradisi 2018. Kami juga mengucapkan selamat kepada penerima Anugerah Kebudayaan dan Maestro Seni Tradisi 2018.

Billahi Taufik Walhidayah, Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh.

Direktur Warisan dan Diplomasi Budaya Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayan

Dr. Nadjamuddin Ramly

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 8 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 SAMBUTAN DIREKTUR JENDERAL KEBUDAYAAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabaraktuh, Syalom, Salam Sejahtera, Om Swastiastu, Namo Buddhaya, Wei To Tong Thian, Rahayu

Puji syukur ke hadiran Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat, berkat dan ridho-Nya, kita dapat menyelesaikan penyusunan buku profil penerima Anugerah Kebudayaan dan Penghargaan Maestro Seni Tradisi Tahun 2018. Tahun ini kita berhasil mengidentifikasi 51 tokoh seniman, budayawan, komunitas dan Pemerintah Daerah yang patut diteladani, sebagai bagian penting dalam peristiwa bersejarah dalam pembangunan karakter bangsa. Di tengah globalisasi ini, keteladanan para tokoh adalah sumber inspirasi bagi generasi penerus sebagai penguatan karakter bangsa. Sekecil apa pun karya yang dihasilkan oleh seseorang atau komunitas yang peduli dan berdedikasi terhadap kebudayaan, terkandung nilai-nilai positif karena proses berkarya seseorang atau komunitas tersebut tidak lahir begitu saja, tetapi melalui pencarian ilham, inspirasi, ide, gagasan dan pemikiran. Ada sebuah transformasi nilai baik dari hasil perenungan dengan Sang Pencipta, dengan sesama dan dengan lingkungan alamnya. Perenungan ini dapat melahirkan pengetahuan tradisi, ekspresi seni, ungkapan dan olahan rasa yang memungkinkan daya kreasi, kreativitas penciptaan terhadap karya budaya, baik dalam bentuk budaya tak benda (intangible cultural) maupun budaya benda (tangible cultural). Secara historis, proses berkarya seseorang dapat memberikan inspirasi metodologis yang jika digali mengandung nilai dan makna filosofis. Dalam konteks internalisasi nilai budaya, ini memiliki dampak strategis terhadap pelestarian kebudayaan yang mencakup perlindungan, pengembangan, pemanfaatan dan pembinaan. Dengan kata lain di balik sebuah karya, tersirat sosok atau pun tokoh yang memiliki komitmen kuat terhadap pewarisan pengetahuan tradisi, ekspresi seni, nilai-nilai sosial-budaya bagi generasi berikutnya. Untuk membangun arti penting apresiasi terhadap para tokoh yang telah berdedikasi terhadap kebudayaan ini, pendokumentasian dan penerbitan profil tokoh sangat penting. Ini adalah peristiwa bersejarah, bagaimana kita memberikan

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 9 pengakuan atas jasa tokoh, sekaligus memaknai momen penghargaan, agar kita tetap menjadi bangsa yang besar. Hal ini sejalan dengan pelaksanaan UU No. 5 thn. 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan Pasal 50 yang tertulis bahwa Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan/atau Setiap Orang dapat memberikan penghargaan yang sepadan kepada pihak yang berprestasi atau berkontribusi luar biasa sesuai dengan prestasi dan kontribusinya dalam Pemajuan Kebudayaan. Program yang digelar setiap tahun ini diharapkan menjadi ajang silturahim kita sebagai suatu bangsa. Sebagai sebuah proses, internalisasi nilai budaya diharapkan dapat membangun kesadaran masyarakat sekaligus meningkatkan motivasi generasi muda untuk lebih peduli terhadap pengembangan kebudayaan Indonesia. Hakikat kita, sebagai suatu bangsa, bangsa Indonesia. Akhir kata, kami mengucapkan selamat kepada para penerima penghargaan. Semoga ibu, bapak, saudara-saudari dan anak-anak semuanya selalu mendapatkan rahmat dan kekuatan dari Yuhan Yang Maha Esa dalam menciptakan karya-karya nyata untuk penguatan karakter bangsa.

Wassalammualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

Sejahteralah Kita Semua, Om Shanti Shanti Om, Rahayu

Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Hilmar Farid Ph. D.

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 10 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 KATA PENGANTAR

Hakekat suatu kebudayaan yang diperoleh melalui proses belajar, mencakup seluruh tatanan kehidupan dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Eksistensi kebudayaan bergantung pada peranserta dan kepedulian masyarakat, baik secara individual maupun kelompok. Dalam berbagai kondisi, perubahan yang terjadi di tengah masyarakat sangat ditentukan oleh political will semua pihak untuk menjaga nilai – nilai budaya bangsa sebagai acuan dalam merespon perubahan tersebut. Dari sisi pemerintah, kebijakan pengembangan kebudayaan diarahkan pada terciptanya iklim yang kondusif bagi pembangunan kebudayaan. Bagaimana meningkatkan pemahaman dan apresiasi masyarakat Indonesia terhadap nilai – nilai budaya yang tumbuh di seluruh nusantara, diharapkan menjadi dasar pembangunan berwawasan kebudayaan. Program apresiasi, bukan sekedar ajang pertemuan, tetapi hakikatnya adalah sebuah proses pertukaran pengetahuan, ketrampilan dari pengalaman seseorang kepada orang lain. Di dalamnya terkandung penilaian, pengenalan melalui perasaan, kepekaan batin, pengakuan terhadap nilai – nilai keindahan yang diungkapkan oleh seseorang dalam penciptaan suatu karya. Melalui program apresiasi ini, orang lain yang hadir akan mendapatkan wacana baru untuk lebih mengerti, memahami, dan mengenali tokoh, karya dan proses berkarya secara lebih dalam dan tepat, dan pada akhirnya memberikan penilaian tersendiri. Dalam konteks ini, diharapkan terbangun kesadaran kolektif. Kita dapat menyaksikan kesungguhan dari penikmat karya melalui penjiwaan yang benar – benar dalam menilai, menghargai, menghayati suatu karya, sekaligus bertemu dengan tokoh yang patut diteladani. Berkaitan dengan program apresiasi ini, Pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan setiap tahun menyelenggarakan Anugerah Kebudayaan. Ada dua hal yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Kebudayaan. Pertama, dalam kapasitasnya sebagai instansi teknis yang menangani kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Cq. Direktorat Jenderal Kebudayaan memberikan Anugerah Kebudayaan.

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 11 Kedua, dalam kapasitas fungsi koordinasi dengan Sekretariat Negara yang memiliki program Pemberian Gelar Tanda Kehormatan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dapat mengusulkan nama – nama calon penerima Gelar Tanda Kehormatan, khususnya untuk Kelas Bintang Budaya Parama Dharma, sebagai penghargaan tertinggi di bidang kebudayaan, dan kelas Satyalancana Kebudayaan. Masing – masing kedua kegiatan ini, meskipun terkait dengan penghargaan, tetapi mekanismenya berbeda satu dengan yang lain. Untuk memperoleh Gelar Tanda Kehormatan, ada tim penilai internal yang dibentuk melalui SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, dan tim dari Dewan Tanda Kehormatan yang difasilitasi oleh Sekretariat Negara dengan SK Presiden. Dalam mekanisme tersebut, setelah diseleksi oleh tim internal, maka data dari masing – masing tokoh harus melalui verifikasi dari instansi yang berwenang, yaitu Badan Intelijen Nasional, Kejaksaan Agung, Komisi Pemberantasan Korupsi, dan Kepolisian RI. Baru setelah itu diproses lebih lanjut oleh Sekretariat Militer dengan seleksi kembali oleh Dewan Tanda Kehormatan untuk selanjutnya diberikan kepada Presiden. Dalam hal ini, Presiden dapat saja menolak, atau menyetujui. Untuk tahun ini, setelah melalui tahapan koordinasi, maka calon yang akan menerima penghargaan Bintang Budaya Parama Dharma berjumlah 2 orang, sedangkan untuk Satyalancana Kebudayaan ada 8 orang. Anugerah Kebudayaan yang diberikan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan berjumlah 41 orang terdiri atas 7 kategori. Pencipta, Pelopor, dan Pembaru ada 10 orang, Pelestari 10 orang, Anak dan Remaja 5 orang, 2 Pemerintah Daerah, 6 Komunitas, dan Perorangan Asing 3 orang. Khusus Maestro Seni Tradisi ada 5 orang, yang hanya diberikan kepada pelaku seni tradisi yang tekun, konsisten menggeluti karya – karya seni budaya tradisi yang langka dan nyaris punah selama bertahun – tahun, dan ada proses pewarisan. Melalui apresiasi kepada sang seniman dengan fasilitasi yang diberikan, diharapkan dapat menjamin kontinuitas transformasi nilai dan pewarisannya. Setiap tokoh yang mendapatkan penghargaan memiliki keistimewaan karya yang cukup bervariatif, mencakup ide/gagasan/pikiran dan pengetahuan yang sampai sekarang masih digunakan; pengetahuan tradisi yang tertuang dalam

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 12 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 naskah lontar, karya – karya sastra, perwujudan ekspresi, seperti tarian, musik, lukisan, patung, maupun karya dalam bentuk fisik, seperti bangunan, gedung, yang diantaranya bersifat monumental. Mereka semua adalah tokoh yang patut diakui dan dihargai, karena memiliki keteladanan dengan karakternya masing – masing. Untuk itu patut didokumentasikan dan dibuatkan profil masing – masing agar kita semua, terutama generasi muda dapat meneladani sisi yang istimewa, apakah itu dalam kekaryaannnya, tokoh itu sendiri, atau dalam pencapaian seseorang terhadap karya yang dihasilkan tersebut. Sebagai sebuah proses, hal yang patut digarisbawahi selama dua tahun terakhir adalah semakin banyaknya wakil pemangku kepentingan yang terlibat dan dilibatkan dalam penyelenggaraan program dan kegiatan apresiasi yang diharapkan semakin mendekati harapan masyarakat. Kepedulian masyarakat terhadap kebudayaan merupakan kunci pokok dalam penguatan karakter bangsa, jatidiri dan identitas budaya bangsa. Selamat kepada penerima Anugerah Kebudayaan Tahun 2018.

Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 13 DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...... 5 DAFTAR ISI ...... 14 SAMBUTAN ...... SELINTAS TENTANG APRESIASI ...... TIM PENILAI ...... PROFIL PENERIMA ......

PENERIMA TANDA KEHORMATAN BINTANG BUDAYA PARAMA DHARMA

1. Raden Mas Soedarsono ...... 18 2. RJ. Katamsi Martorahardjo (alm.)...... 22

PENERIMA TANDA KEHORMATAN SATYALANCANA KEBUDAYAAN 1. Hamzah Daeng Mangemba (alm.) ...... 28 2. Ashadi Siregar ...... 32 3. Joseph Rawi ...... 36 4. Tubagus Oemay Martakusuma (alm.) ...... 40 5. Sahidah ...... 46 6. Abid Ghoffar bin Aboe Dja’far (Ebiet G. Ade) ...... 50 7. But Mochtar (alm.) ...... 54 8. Ida Bagus Njana (alm.) ...... 59

PENERIMA ANUGERAH KEBUDAYAAN KATEGORI PENCIPTA, PELOPOR, PEMBARU 1. Sidi Saleh ...... 64 2. Glenn Fredly ...... 69 3. Jecko Siompo ...... 74

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 14 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 4. Jose Rizal Manua ...... 80 5. Afrizal Malna ...... 84 6. Agus Suwage ...... 90 7. Tjokorda Raka Sukawati (alm.) ...... 95 8. Lily Yulianti Farid ...... 100 9. Sri Aksana Sjuman (Wong Aksan) ...... 104 10. Eko Supriyanto ...... 109

PENERIMA ANUGERAH KEBUDAYAAN KATEGORI PELESTARI 1. Temu Misti ...... 114 2. Hermin Istiariningsih ...... 119 3. Romo Leonardus Egidius Joosten Ginting Suka OFMCap...... 123 4. I Made Wena ...... 128 5. Antonius Taula ...... 134 6. KRAT Muhamad Karno Kusumodiningrat (Karno KD) ...... 138 7. Djatikusumah ...... 142 8. Kartini Kisam ...... 147 9. Akhmad Elvian ...... 152 10. Hanna Keraf...... 157

PENERIMA ANUGERAH KEBUDAYAAN KATEGORI ANAK DAN REMAJA 1. Thifalia Raudina Mahardya ...... 162 2. Alya Namira Nasution ...... 167 3. Trio Wahyu Aji ...... 171 4. Darryl Simeon Sanggelorang ...... 175 5. Nadia Shafiana Rahma...... 179

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 15 PENERIMA ANUGERAH KEBUDAYAAN KATEGORI MAESTRO SENI TRADISI 1. Supangkat ...... 184 2. Dahrul Hamim ...... 188 3. KPH Pujaningrat (Romo Pujan) ...... 192 4. Chairuddin Dahlan ...... 196 5. Kusrani (Abah Engkus) ...... 200

PENERIMA ANUGERAH KEBUDAYAAN KATEGORI KOMUNITAS 1. Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) ...... 206 2. Jaringan Kota Pusaka Indonesia (JKPI) ...... 210 3. INACRAFT ...... 214 Undangan 4. Pesta Kesenian ...... 219 5. Gerakan Rumah Asuh ...... 223 6. Lembaga Pendidikan Seni Nusantara (LPSN) ...... 227

PENERIMA ANUGERAH KEBUDAYAAN KATEGORI PEMERINTAH DAERAH 1. Pemerintah Kota Tomohon ...... 234 2. Pemerintah Kabupaten Wonosobo ...... 239

PENERIMA ANUGERAH KEBUDAYAAN KATEGORI PERORANGAN ASING 1. R. William Liddle ...... 246 2. Valeria Martano ...... 250 3. Leo Suryadinata ...... 254

PENUTUP

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 16 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 ANUGERAH KEBUDAYAAN TAHUN 2018

PENERIMA TANDA KEHORMATAN BINTANG BUDAYA PARAMA DHARMA Undangan

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 17 RM Soedarsono Ikut Meletakkan Dasar Akademik Tari

Presiden RI Joko Widodo telah menganugerahkan Bintang Budaya Paramadharma kepada Prof Dr RM Soedarsono sebagai penari dan akademisi di Istana Negara, Agustus 2018. Selain sebagai penari, Soedarsono adalah salah satu tokoh seni yang ikut meletakkan dasar akademik untuk pengembangan seni tari di Tanah Air. Tahun 1960-an pemerintah berniat mendirikan pendidikan tinggi seni tari Indonesia yang kemudian bernama Akademi Seni Tari Indonesia (ASTI). Menteri P dan K waktu, Prijono, menawari Pak Dar—begitu Prof Soedarsono biasa disapa—jabatan ketua ASTI yang hendak didirikan. Saat mendapat tawaran tersebut Pak Dar mengaku tak mampu. Mendapat jawaban itu Menteri Prijono kemudian “mengancam” untuk menghentikan saja niat mendirikan ASTI. Pak Dar akhirnya terpaksa menerima. Tahun 1962, bersama C Hardjosubroto, ia berhasil mendirikan ASTI. Setelah ASTI diresmikan pada 30 November 1963, ia diangkat sebagai direkturnya. Kelak di kemudian hari, di tahun 1984, ASTI melebur dalam Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, di bawah Fakultas Seni Pertunjukan. Sebelum menjadi direktur ASTI, Pak Dar menjadi pengajar di almamaternya, Fakultas Sastra dan Kebudayaan UGM. Ia menjadi asisten dosen dari dosen asing Prof Mookerjee dan Dr DC Mulder. Ia kemudian diangkat sebagai pembantu dekan III, dan beberapa tahun kemudian sebagai pembantu dekan I. Saat mendapat kabar tentang penghargaan Bintang Budaya Paramadharma di rumah kediamannya di “ndalem” Suryodiningratan, Yogyakarta, Prof Soedarsono

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 18 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 yang kurang sehat dan harus duduk di kursi roda itu dengan singkat mengatakan, “Penghargaan bisa dijadikan pedoman bagi kehidupan selanjutnya. Saya senang, bahagia. Jelas! Ya, terima kasih atas penghargaan itu. Harapan saya supaya mereka generasi muda belajar menari dan mampu menghasilkan sesuatu yang berharga.” Prof Soedarsono tampaknya ingin bicara banyak, akan tetapi kesehatannya tak memungkinkan. RM Surtihadi, kerabatnya yang juga staf pengajar Jurusan Musik, Fakultas Seni Pertunjukan, ISI Yogyakarta, menuturkan bahwa kesehatan Prof Soedarsono mendadak menurun beberapa waktu terakhir. Sebelumnya ia masih aktif membimbing mahasiswa program doktor. “Sebelum kesehatannya menurun, ia pernah nyetir sendiri ke kampus, dan keluarga kemudian memutuskan untuk menyediakan supir bagi Bapak,” tutur Surtihadi. Di kamar kerja di rumahnya, “bergunung-gunung” disertasi mahasiswa yang harus dibimbingnya tampak ditata dengan apik. Surtihadi mengatakan, “Saya kira ia memang seorang guru yang memiliki totalitas pada dunianya. Semangatnya memang luar biasa. Totalitasnya luar biasa.” Suami dari Sri Soenarti dan ayah dari dua anak itu dikenal secara luas lewat karya-karya berupa koreografi dan buku-buku seni, baik yang diterbitkan di dalam negeri maupun luar negeri. Belakangan ia kemudian lebih banyak berperan sebagai akademisi. Saat ini ia merupakan salah seorang guru besar bidang seni dan sejarah budaya di Fakultas Ilmu Budaya dan Program Pascasarjana UGM. Seperti di dunia tari yang ditekuninya dengan penuh kesungguhan, Prof Soedarsono juga bertumbuh menjadi akademisi yang keahliannya diakui di dalam

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 19 dan luar negeri. Ia menyelesaikan pendidikan doktornya di Universitas Michigan, AS, tahun 1983, dengan disertasi berjudul “ Wong In The Yogyakarta Kraton History, Ritual Aspects, Literary Aspect and Characterization”. Disertasinya itu kemudian diterbitkan oleh Gadjah Mada University Press dengan judul , the State Ritual Dance Drama in the Court of Yogyakarta. Setelah menjabat sebagai Direktur ASTI Yogyakarta (1963-1980), ia menjadi Asisten Dekan I di ISI Yogyakarta (1984-1992), dan kemudian Dekan di ISI Yogyakarta (1992-1997). Prof Dar juga menjadi dosen tamu di luar negeri, yakni di Universitas Wesleyan (1971), University of Hawaii (1974), dan University of Michigan (1977). Dari tahun 1992 sampai 1997 ia juga dipercaya menjabat sebagai Ketua Dewan Pengarah pada Lembaga Kementerian Pendidikan untuk Proyek Arkeologi dan Seni. Sebagai ahli tari ia telah banyak memberikan saran dalam berbagai seminar baik di dalam negeri maupun internasional, seperti “Seminar on Ethnomusicology” di Los Angeles, Amerika Serikat (1968), “Seminar on Third World Theatre” di Manila, Filipina (1971), “Symposium on the Arts Of Asia” di Seoul, Korea Selatan (1973), “Conference on Traditional Art” di Rennes, Prancis (1976), “Seminar on Southeast Asian Aesthetics” di Ann Arbor, Michigan, Amerika Serikat (1977), “Seminar on Dance di Honolulu” di Hawaii (1978), dan “Seminar on Documentation for Visual and Performing Arts” di (1976).

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 20 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 Biodata

Nama : RM Soedarsono Tempat/tanggal lahir : Yogyakarta, 1 Mei 1933 Istri : Sri Soenarti (menikah 9 April 1961)

Pendidikan - SD Keputrane, Yogyakarta (1947) - SMP Negeri II, Yogyakarta (1951) - SMA Negeri I, Yogyakarta (1954) - Fakultas Sastra UGM (1961) - Sekolah Tari dan Musik Universitas California & Universitas Hawaii, AS (1968, 1969) - Sekolah Tari di Ecole Superieure D’Etude Choregraphique di Paris (1967) - Universitas Michigan, AS (doktor, 1983) Karier - Guru SMA Negeri di Semarang (1958-1959) - Asisten FS UGM (1959-1961) - Ketua ASTI (1963-1980) - Dosen FS UGM (sekarang)

Penghargaan : 2018, Bintang Budaya Paramadharma

Karya BUKU - Beberapa Faktor Penyebab Kemunduran Wayang Wong Gaya Yogyakarta - The Hero in Southeast Asian Literature - Rama, the Ideal Hero and Manifestation of the Good on The Indonesian Theatre - , A Javanese Shadow Theatre - Wayang Wong, the State Ritual Dance Drama in the Court of Yogyakarta, Gadjah Mada University Press, 1984 TARI - Gajah Mada (sendratari, 1970) - Raramendut-Pranacitra (sendratari, 1972)

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 21 RJ Katamsi Mengabdikan Hidupnya sebagai Perupa dan Pendidik

Agustus 2018, bersamaan dengan peringkat HUT Ke-73 Republik Indonedia, Presiden RI Joko Widodo menganugerahkan Tanda Kehormatan Bintang Budaya Paramadharma kepada RJ Katamsi Martorahardjo sebagai perupa dan pendidik. RJ Katamsi telah mengabdikan seluruh hidupkan di dunia pendidikan seni budaya dan ikut meletakkan dasar akademik pendidikan seni rupa Indonesia. RJ Katamsi Martorahardjo (almarhum) adalah seorang guru tulen. Selama 52 tahun ia mengabdikan seluruh hidupnya hanya untuk pendidikan, khususnya pendidikan seni rupa atau budaya pada umumnya, dari tahun 1923 sampai 1975. “Bahkan tiga hari menjelang wafatnya, dalam kondisi sakit, Bapak masih memberi kuliah kepada mahasiswa ASRI dan IKIP di rumah,” tutur putranya, Daniel Katamsi, penuh bangga saat ditemui di perumahan dosen Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Daniel merasa berterima kasih karena ayahnya mendapat Bintang Budaya Paramadharma dari Presiden RI Joko Widodo tahun 2018. Ia hanya bisa mengungkapkan rasa terima kasihnya atas penghargaan tersebut. Bagi generasi zaman now, nama Katamsi tak terlalu terkenal. Tapi pasti banyak yang mengenal logo UGM yang terkenal itu. Itu adalah karya Katamsi. Senat UGM dalam rapat Senat UGM tahun 1950 memutuskan untuk membuat logo dan diputuskan digambar oleh RJ Katamsi. Daniel menunjukkan penghargaan dari

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 22 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 UGM yang ditandatangani oleh Rektor UGM Prof Dr Ichlasul Amal kepada ayahnya atas jasanya sebagai pencipta logo UGM. Pada tahun 1949, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Prijono mengangkat Katamsi sebagai lektor luar biasa pada Fakultas Sastra dan Filsafat untuk mengasuh mata kuliah “Sejarah Kesenian”. Katamsi yang memegang semboyan ars longa vita brevis—hidup itu singkat tapi seni itu abadi—adalah seorang keturunan pribumi pada zaman Hindia Belanda yang memiliki riwayat pendidikan yang menarik. Ia menikmati pendidikan Belanda. Ia masuk HIS. (Hollandsch Inlandsche School--sekolah dasar Belanda untuk orang- orang pribumi) di Semarang, lalu Kweekschool (sekolah guru empat tahun) di Yogyakarta, yang kemudian pindah ke sekolah guru di Gunung Sahari, Jakarta. Sesudah itu Katamsi mendapat kesempatan untuk meneruskan pelajarannya di Negeri Belanda, bersekolah di Academie voor Beeldende Kunsten (Akademi Seni Rupa) di Den Haag, dan mendapat ijazah Middelbaar Onderwijs dalam menggambar (MO Tekenan), yang lebih kurang lebih sama dengan ijazah B-II Seni Rupa di Indonesia. Pelukis Istana kesayangan Bung Karno, Basuki Abdullah, juga belajar di sini. “Setelah tamat dari sekolah itu, Bapak langsung pulang ke Tanah Air (dulu Hindia Belanda). Padahal di Negeri Belanda terbuka kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan dengan pendapatan yang bagus. Namun Bapak memilih pulang untuk mengajar anak bangsa,” tutur Daniel tentang keputusan ayahnya pulang. Bakat seni yang mengalir di dalam tubuh Katamsi tampaknya datang dari kakeknya, R Ng Sastropermadi yang juga dikenal berbakat melukis. Sepulang dari Belanda, ia tak berhenti mengabdikan seluruh hidupnya untuk pendidikan hingga wafatnya pada 2 Mei 1975. Tahun 1923-1925 ia menjadi guru

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 23 MULO dan AMS di Solo. Lalu, tahun 1928-1942 ia mengajar di AMS Yogyakarta. Tahun 1942 ia diangkat sebagai Direktur Sekolah Menengah Tinggi bagian B. Prestasinya ini luar biasa karena ia pribumi pertama yang dipercayakan menjadi direktur AMS. Saat Jepang datang, jabatan itu diteruskannya dan sekolahnya berganti nama jadi Sekolah Menengah Tinggi (SMIT). Di luar pendidikan, tahun 1935 ia mendapat tugas untuk membina tukang- tukang ukir perak di Kota Gede, Yogyakarta, khususnya dalam hal penciptaan seni hias atau ornamen. Lalu, pada masa pendudukan Jepang, ia mendapat sampiran tugas dari Sri Sultan Hamengku Buwono IX untuk juga menjabat sebagai Kepala Museum Sonobudoyo (1942-1950). Ia menyerahkan sebagian koleksi pribadinya yang berharga kepada museum untuk melengkapi koleksinya. Saat merdeka, Katamsi berperan pula dalam mendirikan Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 3 Yogyakarta (dahulu AMS-B Yogyakarta) dan sekaligus menjadi kepala sekolah pertama di sekolah itu. Meski telah pensiun tahun 1960, ia tetap menjadi dosen di UGM yang telah dimulainya sejak 1948, lalu di IKIP Negeri Yogyakarta (sekarang Universitas Negeri Yogyakarta). Puncak kariernya sebagai pengajar ketika Presiden Sukarno bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Prijono menandatangani keputusan menunjuk Katamsi sebagai pemimpin Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI) di Yogyakarta pada 14 Mei 1958. Kala itu Katamsi tetap masih aktif bekerja sebagai tenaga pengajar di

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 24 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 Fakultas Sastra dan Kebudayaan UGM Yogyakarta, dan Institut Keguruan Ilmu Pendidikan (IKIP) Yogyakarta. Pada tahun 1971, pemerintah menerbitkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan, mengangkatnya dalam jabatan sederajat atau setingkat dengan “Guru Besar”. Seperti lilin, ia terus bersinar dengan memberi kuliah kepada mahasiswanya di rumahnya dalam kondisi sakit, tiga hari menjelang tutup usianya pada 2 Mei 1975.

BIODATA

Nama : RJ Katamsi Tempat/lahir tanggal : Karangkobar, Banjarnegara, 7 Januari 1897 Wafat : Yogyakarta, 2 Mei 1975

PENDIDIKAN - HIS (Hollandsch Inlandsche School, sekolah dasar Belanda untuk orang-orang pribumi) di Semarang - Kweekschool (sekolah guru empat tahun) di Yogyakarta, kemudian pindah ke sekolah guru di Gunung Sahari, Jakarta - Academie voor Beeldende Kunsten (Akademi Seni Rupa) di Den Haag

KARIER - 1923-1925: guru pada sekolah MULO dan AMS di Solo - 1928-1942: guru pada AMS di Yogyakarta - 1942-1950: Direktur Sekolah Menengah Tinggi bagian B - 1942-1950: Kepala Museum Sonobudoyo, Yogyakarta - Direktur Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI), Yogyakarta - Sejak 1960, tenaga pengajar di Fakultas Sastra dan Kebudayaan UGM dan Institut Keguruan Ilmu Pendidikan (IKIP) Yogyakarta

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 25 KARYA - Logo UGM

PENGHARGAAN - 2018: Bintang Budaya Paramadharma dari Presiden RI Joko Widodo, 2018 - 1970: Bintang Anugerah Seni dari Pemerintah Republik Indonesia

Undangan

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 26 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 ANUGERAH KEBUDAYAAN TAHUN 2018

PENERIMA TANDA KEHORMATAN SATYALANCANA KEBUDAYAAN Undangan

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 27 Hamzah Daeng Mangemba Pencatat Kebudayaan Sulawesi

Hamzah Daeng Mangemba dikenal sebagai pegiat kebudayaan yang banyak merekam dan membukukan kebudayaan Sulawesi. Pencipta Mars Universitas Hasanudin ini tak segan memberikan penganjaran bahasa/aksara Lontara—bahasa/akasara tradisional masyarakat Bugis-—kepada mahasiswanya. Puluhan buku telah ia lahirkan, antara lain Tari Pattuda dari Mandar, Alam Pakarena dan Budaya Makasar. Atas pengabdiannya, mantan Direktur Konservatori Kesenian Sulawesi ini mendapat Penghargaan Mattulada atas jasanya melestarikan budaya Sulawesi Selatan dari Universitas Hasanudin (Unhas) dan Hadiah Seni sebagai Pembina Seni dari Badan Koordinasi Kesenian Nasional Indonesia (BKKNI) Tingkat Sulaesi Selatan. Daeng Mangemba menjadi dosen ilmu sejarah di Universitas Hasanudin sejak tahun 1967. Sebagai akademisi ia melakukan beberapa penelitian terkait sejarah dan kebudayaan Sulawesi. Antara lain, penelitian alat-alat musik di Kabupaten Majene dan Toraja. Hasil penelitiannya tersebut disusun menjadi buku Enskloposdia Musik Sulawesi Selatan. Puluhan buku telah ia lahirkan terutama mengenai mengenai kebudayaan di Sulawesi dan tokoh-tokoh pahlawan dari Sulawesi. Daeng

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 28 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 Mangemba juga aktif menulis artikel budaya di harian Pedoman Rakyat. Selain menulis buku, ia juga terlibat dalam beberapa organisasi seni dan budaya, di antara lain sebagai Direktur Konservatori Kesenian Sulawesi dan Pengurus Pusat Institut Kesenian Sulawesi Menurut M Dahlan Abubakar –pengajar Universitas Makasar yang pernah menjadi asisten Daeng Mangemba— keistimewaan buku karya Daeng Mangemba ada pada kedalamam analisis dan lamanya durasi waktu dari objek yang ditulis. Buku-buku yang ditulisnya dapat melakukan penyelidikan budaya lebih dari 50 tahun dari masa buku diterbitkan. Juga pemikirannya yang komprehensif dan mampu memberikan penjelasan akurat pada setiap seminar yang ia hadiri. Masyarakat Sulewesi Selatan juga mengenang Daeng Mangemba sebagai salah satu tokoh yang mempertahankan nama Makassar bagi ibu kota Sulawesi Selatan. Ia bersama dua tokoh lainnya, Prof Dr Mr Zaenal Farid SH dari Fakultas Hukum Unhas dan Prof Dr Mattulada dari Fakultas Sastra Unhas, pada tahun 1971 mengeluarkan petisi yang menolak perubahan nama kota dari Makassar menjadi Ujung Pandang. Karena, menurut mereka, nama Ujung Pandang hanya merepresentasikan

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 29 sebagian wilayah di pelabuhan, tidak mencakup totalitas sejarah Makassar. Petisi itu ditujukan mengkritisi kebijakan HM Dg Patompo, Wali Kota Makassar yang ingin mengubah dari nama Makassar ke Ujung Pandang. Tahun 2000, Ujung Pandang berubah kembali menjadi Makassar. Kecintaan Daeng Mangenda dalam membukukan kebudayaan Makassar, menurut Abu Bakar, sejalan dengan pesan yang almarhum sampaikan agar bangsa Indonesia jangan sampai tercerabut dari kebudayaannya sendiri. Kepada mahasisanya ia pun tak segan memberikan, misalnya, pengajaran bahasa/aksara Lontara yang saat ini sudah tak banyak yang mengetahuinya. Andy Sania, istri dari almarhum Mangenda, menuturkan semangat suaminya yang luar biasa dalam penulisan budaya Sulawesi. “Di masa akhir hidupnya, bahkan ketika ia hanya bisa berbaring di rumah sakit, dia bersemangat melayani pertanyaan para wartawan yang ingin meliput budaya Sulawesi. Bahkan dalam sakitnya ia masih berusaha untuk menulis buku.”

Biodata

Nama : Hamzah Daeng Mangemba Lahir : Tinabung, 26 Juni 1923 Meninggal : 5 Oktober 2006 Isteri : Andy Sania Alamat : Jl. Nuri 78, Makasar

Pendidikan /jabatan:

- Dosen Fakultas Sastra Universitas Hasanudin (Unhas) - Dosen Fakultas Sastra Universitas 45 Makasar - Direktur Konservatori Kesenian Sulawesi - Pengurus Pusat Institut Kesenian Sulawesi - Anggota Majelis Pembina DKM sebagai anggota Dewan Pertimbangan Panitia Pertemuan Sastrawan V - Anggota Proyek Miniatur Sulawesi - Anggoya Majelis Pertimbangan Budaya Daerah Sulawesi Selatan

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 30 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 Keahlian: Menulis Kebudayaan Sulawesi

Karya :

- Terdapat puluhan buku mengenai kebudayaan Sulawesi antara lain: - Sawerigading Berlayar ke Cina (1987) - Budaya Makasar (1986) - Sultan Hasanuddin dan Ayam Jantan dari Benua Timur (1979) - Kota Makasar dalam Lintasan Sejarah (1972) - Alam Pakarena (1957) - Kenalilah Sulawesi Selatan (1956) - Tari Pattuda dari Mandar (1953) - Takutlah Pada Orang Jujur: Mozaik Pemikiran - Republik Wajo - Cina Daratan Tiongkok - Laskar Daeng di Jogjakarta - Luwuk dalam lintasan sejarah - Sirri’na pacce - Penghargaan: - Anugerah Kebudayaan untuk Kategori Satyalancana Kebudayaan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (2018) - Penghargaan Mattulada atas jasanya melestarikan budaya Sulawesi Selatan dari Universitas Hasanudin (2014) - Piagam Penghargaan atas Partisipasi Pembangunan Gedung Juang Sulawesi Selatan dalam Pelestarian Jiwa, Semangat dan Nilai-nilai 45 dari Dewan Harian Angkatan 45 (1992) - Piagam Penghargaan Pencipta dan Aransemen Lagu Mars Universitas Hasanudin dari Rektor Universitas Hasanudin (1989) - Hadiah Seni sebagai Pembina Seni dari Badan Koordinasi Kesenian Nasional Indonesia (BKKNI) Tingkat Sulawesi Selatan (1987) - Celebes 2005/8 Award

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 31 Ashadi Siregar Hidup Tak Lengkap Tanpa Sastra

Ashadi Siregar membawa warna baru dalam penulisan novel tahun 1970-an dengan meromantisir kehidupan kampus yang dikenalnya dengan baik. Novel-novelnya jadi tren pada era itu. Empat dari 13 novel yang ditulisnya telah difilmkan, tiga diangkat ke layar televisi. Kesetiaannya dalam menulis sastra telah mendorong pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, memberinya Anugerah Kebudayaan Kategori Satyalancana, tahun 2018. Ashadi merasa sangat bersyukur bisa mendapatkan penghargaan dari pemerintah tersebut. “Ini unik. Tapi saya sangat bersyukur karena apa yang saya kerjakan di dunia literasi fiksi mendapatkan apresiasi. Dunia saya adalah dunia faktual, mengembangkan jurnalisme. Saya juga menulis fiksi. Ternyata saya mendapat penghargaan di dunia fiksi,” ujar Ashadi di rumahnya di Yogyakarta. Ashadi telah menulis novel yang mendapat sambutan luas dari pembaca tahun 1970-an, yakni Cintaku di Kampus Biru, Kugapai Cintamu, Terminal Cinta Terakhir, serta Sirkuit Kemelut. Keempat novel yang laris manis di kalangan anak muda dan mahasiswa tersebut telah difilmkan, dan Ashadi puas dengan hasil filmnya. “Saya puas karena saya membayangkan kisah itu ketika menulis. Boleh dikata berpikir secara filmis sepertiCinta di Kampus Biru sampai Sirkuit Kemelut. Sangat sedikit alam pikiran di dalamnya, lebih banyak interaksi dalam perilaku. Gampang

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 32 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 difilmkan. Ketika menulis skenario, tidak susah. Novel saya yang belakangan, Menolak Ayah, pasti susah difilmkan karena lebih banyak menghadirkan alam pikiran, bukan perilaku manusia,” paparnya. Ashadi sudah tertarik membaca sastra sejak duduk SMA. Namun ia tidak pernah bercita-cita menjadi penulis novel. Cita-citanya menjadi wartawan. Maka, ketika tamat SMA, ia ke Yogyakarta untuk belajar jurnalistik dan ilmu komunikasi di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Gadjah Mada (UGM). Saat tamat, ia mewujudkan cita-citanya bekerja di dunia pers. Ia menjadi pemimpin redaksi dan penanggung jawab di majalah Sendi hingga tahun 1973. Masalah datang. Surat izin terbit media yang dipimpinnya dicabut oleh pemerintah Orde Baru. Ashadi merasa sakit hati. Sudah medianya tidak boleh terbit, ia juga harus diadili dan dinyatakan bersalah meskipun mendapat hukuman percobaan. Ia merasa dua kali mendapat hukuman. “Saya merasa tertekan betul. Cita-cita saya menjadi wartawan tamat sudah. Padahal sudah sekolah jauh-jauh untuk jadi wartawan,” kenangnya tentang pengalaman pahit tersebut. “Setelah mendapat hukuman itu saya tahu persis kebebasan saya di dunia jurnalisme sudah terbatas, terhalang karena Orde Baru sangat keras pada awalnya,” lanjutnya. Untuk mengobati hatinya yang luka, Ashadi memutuskan menulis novel sebagai bentuk pelarian dari masalah yang sedang dihadapinya. Lantas ia membaca banyak novel, dan kemudian memutuskan novel macam apa yang mau ditulisnya. “Novel

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 33 yang saya tulis meromantisir kehidupan, dan kehidupan yang saya kenal adalah kehidupan kampus. Maka, menulislah saya Cintaku di Kampus Biru itu. Ternyata mendapat sambutan luas,” ia bercerita tentang pengalaman menulis novelnya. Ia juga menyertakan novelnya Warisan Sang Jagoan untuk mengikuti Sayembara Penulisan Roman Dewan Kesenian Jakarta, tahun 1972. Novelnya keluar sebagai pemenang harapan. Ia merasa heran karena apa yang dikerjakannya sebagai pelarian justru mendapat tanggapan serius dari banyak orang. Hingga tahun 1982, Ashadi menulis 12 novel. Setelah itu ia kembali ke dunia cita-citanya, yakni jurnalistik. Tapi ia tidak lagi bekerja di media. Ia melakukan pelatihan jurnalistik. Kenapa? “Saya menyadari sudah susah menjadi wartawan. Jadi pelatih sajalah. Ibarat petinju, tidak pernah jadi juara, sudahlah jadi coach. Tetapi saya belajar betul bagaimana menjadi coach. Saya belajar betul bagaimana jurnalisme itu harus dikembangkan di bawah tekanan Orde Baru yang luar biasa itu,” paparnya. Saat gerakan reformasi terjadi, ia kembali menulis novel karena perjuangan untuk melatih wartawan secara teknis sudah selesai. Pers sudah begitu bebas, bahkan sampai kebablasan. Yang diperlukan sekarang adalah pendidikan etika, bukan lagi pendidikan keterampilan jurnalisme. Ia baru saja menerbitkan novel terbarunya, Menolak Ayah, tahun 2018. Ashadi berpendapat hidup manusia tak lengkap jika tidak pernah mengapresiasi sastra. Ia menjelaskan dalam hidup ada dunia fakta dan fiksi. Untuk dunia fakta orang harus mendapatkan output yang benar. Tapi mendapatkan fakta saja tidak cukup. Orang harus bisa mengapresiasi dunia fiksi pula. Dunia fiksi adalah dunia kreatif yang diproses oleh manusia dengan kapasitas tertentu sehingga tercipta satu teks tertentu. Dari dunia semacam itu masyarakat bisa diajak untuk mengapresiasinya. Kehidupan tidak lengkap, kata dia, jika dunia faktual dan fiksi tidak dihayati dengan baik. “Itu bagi saya,” ujarnya. Dunia sastra membuat orang dapat menghayati dunia fiksi. Suatu penghayatan khas karena yang diciptakan dalam dunia fiksi ini sangat berbeda dengan dunia faktual. Dunia faktual itu terjadi begitu saja dalam kehidupan sosial. Sementara dunia fiksi terjadi dalam dunia subjektif seseorang. “Kalau kita bisa mengapresiasi itu maka hidup kita jadi lengkaplah,” katanya.

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 34 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 BIODATA Nama : Ashadi Siregar Tempat/tanggal lahir : Pematang Siantar, Sumut, 3 Juli 1945 Istri : Helga Korda Anak : - Anggia Adibanua Siregar - Bona Adimesa Siregar PENDIDIKAN - SD Negeri 1 Pematang Siantar (1958) - SMP Negeri 1 Padangsidempuan (1961) - SMA Bagian B Negeri 1 Padangsidempuan (1964) - Sarjana Fakultas Sosial Politik, Jurusan Publisistik, UGM (1970) PEKERJAAN - Dosen Fakultas Sosial dan Politik UGM, 1970-2010 - Ketua Harian pada Yayasan Penelitian Pengembangan Profesi Jurnalisme (sejak 2014) PENGHARGAAN - Anugerah Kebudayaan Kategori Satyalancana dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2018 - Cendikiawan Berdedikasi, Penghargaan Kompas, 2018 - Press Card Number One, Panitia Hari Pers Nasional (2010) - Medali Satyalancana Karya Satya 30 Tahun, Presiden RI (2007) KARYA NOVEL - Cintaku di Kampus Biru (Penerbit Gramedia, 1974) - Kugapai Cintamu (Penerbit Gramedia, 1974) - Terminal Cinta Terakhir (Penerbit Gramedia, 1976) - Sirkuit Kemelut (Penerbit Gramedia, 1976) - Warisan Sang Jagoan (Penerbit Pancar Kumala, 1976) - Sunyi Nirmala (Penerbit Karya Unipress, 1982) - Menolak Ayah (Penerbit Gramedia, 2018)

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 35 Yosef Rawi Penjaga Warisan Sastra dan Budaya dari Ngada

Yosef Rawi adalah sosok langka, terbilang salah satu penjaga ingatan bangsa ini. Paling tidak untuk lingkup masyarakat Bajawa, Nusa Tenggara Timur (NTT). Lewat tulisan-tulisannya yang sudah dibukukan, Yosef Rawi “menghidupkan” kembali ingatan akan tradisi-tradisi lokal yang penuh ajaran moral tetapi kini satu per satu mulai hilang dari kehidupan masyarakat pendukungnya. Hidup di pedalaman Bajawa tak menjadikannya lupa untuk memotret kebesaran budaya Nusantara. Ia sadar, hanya lewat menulislah berbagai keunggulan dan kearifan budaya lokal masyarakat Bajawa dapat terpelihara. Dengan demikian generasi muda akan mendapatkan pegangan hidup dan rujukan di saat mereka mencari identitas budayanya. Globalisasi yang secara perlahan masuk ke dalam kehidupan masyarakat Bajawa telah banyak memupus tradisi-tradisi lokal yang penuh ajaran moral. Padahal, di dalam tradisi lokal tersebut tersimpan semua petuah hidup yang telah diwariskan oleh para leluhur. Mulai dari ajaran berumah tangga yang baik, kiat menjaga keharmonisan keluarga, hingga bagaimana hidup bersama dalam masyarakat— bahkan termasuk hidup dengan alam, dan lain sebagainya. Semua itu sudah ada dan hidup dalam masyarakat tradisi. Belum lagi cerita rakyat yang pada masanya menjadi cerita turun-temurun, yang dijadikan sebagai media pembelajaran hidup

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 36 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 masyarakat. Saat ini semua kekayaan budaya tersebut seakan mulai hilang bagai ditelan bumi. Masyarakat sudah banyak yang lupa akan mutiara budaya yang sudah mentradisi selama berabad-abad lamanya. Untuk itu, di usianya yang sudah kian senja, Yosef mendedikasikan dirinya untuk mencatat semua ingatan budaya tersebut. Ia berharap ikhtiarnya itu dapat menjadi warisan yang sesungguhnya untuk masyarakat Bajawa khususnya dan Indonesia pada umumnya. Yosef Rawi lahir pada bulan September 1936 dari pasangan Mama Yosefina Anu dan Bapak Benyamin Wuda Watu, Aimere. Pada tahun 1944 hingga 1949 ia mulai menikmati pendidikan formal di Sekolah Rakyat Maghilewa dan Sekolah Rakyat Ruto, sebelum pindah ke SD (Standardschool) di Matalako (1949-1952). Selepas SD, Yosef Rawi yang bercita-cita menjadi guru melanjutkan pendidikan ke sekolah guru B (SGB) di Ndona, Ende (1952-1955) dan sekolah guru A (SGA) di Ndao, Ende (1955-1958). Berselang 10 tahun kemudian, kecintaannya pada dunia pendidikan mengantarkannya untuk menikmati bangku kuliah. Tahun 1968 ia masuk Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan Universitas, Nusa Cendana (Undana) Kupang cabang Ende (sampai tingkat sarjana muda). Dibandingkan teman-teman seangkatan dari tanah kelahirannya, Yosef Rawi

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 37 dapat dikatakan beruntung karena mendapat kesempatan untuk belajar terus dari satu sekolah ke sekolah yang lainnya. Pengalaman tersebut menjadikan Yosef Rawi berbeda dengan teman-teman seusianya. Sedari kecil, Yosep Rawi sudah mulai kagum pada kekayaan budaya Nusantara, yang kemudian mendorong dirinya terjun di dunia pendidikan. Ia tidak tertarik untuk mengembangkan bisnis dan pekerjaan lain di luar dunia pendidikan. Jiwanya untuk mendidik sudah tertanam jauh sejak ia masih kecil. Semenjak lulus SGA, ia memulai karier sebagai guru di SD Menge, SD Maghilewa, dan SDK Gurusina. Ini terjadi pada tahun 1958-1968. Selama beberapa tahun (1972-1975), Yosef sempat berpindah “tingkat” menjadi guru di SMP Sanjaya Bajawa, sebelum dipercaya sebagai kepala SDN Bajawa V di Watutura (1975-1980), Bajawa. Sebelum menjalani masa pensiun pada 1 Januari 1999, Yosef menjadi Penilik Kebudayaan Kecamatan Aesesa (1980-1983), Penilik TK/SD Kecamatan Aimere (1983-1986), kepala Sub-Bagian Penyusunan Rencana dan Program (PRP) Kantor Depdikbud, Kabupaten Ngada (1986-1993), dan kembali lagi ke dunia pendidikan sebagai Penilik TK/SD di Kecamatan Bajawa (1993-1998). Masa pensiun tidak menjadikan dirinya hidup santai dan berleha-leha. Keinginan untuk merekam berbagai ingatan dirinya selama berkecimpung dengan masyarakat tradisi mendorong dirinya untuk mulai menuliskan semua hal terkait kebudayaan Bajawa di Ngada. Ingatan-ingatan masa lalu, yang biasanya disimpan dalam bentuk monograf, mulai ditulis ulang dan diperluas lingkupnya. Ia pun mulai berkeliling lagi ke daerah-daerah dan membuka arsip-arsip lama sembari menuliskannya kembali menjadi sebuah tulisan utuh. Meski dengan kemampuan finansial yang terbatas, Yosef Rawi tidak pernah berputus asa untuk terus mencari informasi terkait kekayaan budaya masyarakatnya. Proses memang tidak pernah menghianati hasil. Demikian pula dengan Yosef. Berkat kesungguhan dan totalitas kerja, beberapa karyanya pun terbit, meski sebagiannya masih dalam bentuk monograf yang baru saja selesai ditulis. Secara garis besar, karya-karya Yosef Rawi dapat dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu terkait kebudayaan Ngada dan cerita-cerita rakyat. Untuk buku-bukunya yang terkait kebudayaan Ngada banyak memuat cerita tentang pola hidup masyarakat asli Ngada, seperti arsitektur rumah, mata pencaharian, kematian, pesta tahun baru adat,

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 38 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 termasuk berbagai kesenian tradisional, adat yang hampir hilang berikut benda- benda budaya. Adapun untuk cerita-cerita rakyat yang berhasil dihimpunnya di antaranya Wanga Wea, Wolo Ratu Api dan Wolo Awu Awu Bha, termasuk berbagai cerita pendek seperti Lauolo dan Orong, Dedu dan Ngode, Koda dan Buku, Liko Huba, dan lain-lainnya. Semua cerita rakyat itu penuh makna, kaya ajaran moral, serta banyak mengandung kearifan-kearifan local dalam memandang hidup dan kehidupan. Kini usia Yosef Rawi tak lagi muda, akan tetapi semangatnya untuk mengabadikan berbagai khazanah kebudayaan di Ngada terus berkobar. Ia ibarat oase di tengah-tengah padang pasir yang kian gersang. Atas berbagai usahanya tersebut, maka Yosef Rawi layak mendapatkan apresiasi.

Biodata

Nama : Yosef Rawi Lahir : September 1936 Orang tua : Mama Yosefina Anu dan Bapak Benyamin Wuda Watu, Aimere

Pendidikan:

• Sekolah Rakyat Maghilewa dan Sekolah Rakyat Ruto (1944-1949) • SD (Standardschool) Matalako (1949-1952) • SGB di Ndona – Ende (1952-1955) • SGA di Ndao – Ende (1955-1958) • Fakultas Keguruan Undana Cabang Ende (sampai tingkat Sarjana Muda) Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia (1968-1971)

Penghargaan:

- Penghargaan Anugerah Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2018 untuk Kategori Satyalancana dalam bidang Sastra dan Budaya

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 39 Tb Oemay Martakusuma Penegak Tonggak Lahirnya Tari Pentas Sunda Putri

Tubagus Oemay Martakusuma—yang akrab disapa Pak Oemay atau Pak Marta— adalah seorang perintis, pendorong, pengarah dan pembina hadirnya tari pentas Sunda. Tanpa kehadiran Oemay, susah dibayangkan budaya tari Sunda dapat terus hidup hingga saat ini. Tanpa kerja keras Oemay untuk terus melestarikan tarian Sunda, barangkali tarian Sunda hanya tinggal dalam catatan sejarah. Dan, tanpa kehadiran Oemay, tidak akan pernah muncul sosok seperti Tjetje Somantri yang tampil sebagai penata tari yang tersohor. Sebagus-bagusnya penampilan suatu karya tari jika tidak didukung oleh kostum yang serasi, tentu akan menjadi seni pertunjukan yang tidak terlalu menarik. Di sinilah Oemay merintis pembuatan kostum tari Sunda yang kemudian diikuti oleh banyak generasi sesudahnya. Oemay kecil lahir pada tahun 1892 di Sajira, Rangkasbitung, Banten. Ia lahir dari keluarga Banten. Ayahnya bernama Tubagus Martaatmadja, asisten wedana di Madja, Kabupaten Lebak. Ibunya bernama Nyi Mas Ratna Wijatan dari Serang, putri wedana Cilangkahan di Malingping, Banten Selatan. Pada tahun 1971, Oemay menikah dengan Tanjung Muslihah. Mereka dikaruniai sembilan anak. Di antara anak-anaknya ada yang menjadi penari, seperti Yerman Bachtiar, Achmad Dradjat, Utju Irawan dan Anis Satriyah. Cucunya, Tuti Tresnasungkawati dan Dradjat Martakusuma—anak kembar Anis Satriyah dan Atet Fadjar Martakusuma—juga jadi

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 40 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 penari. Tanjung Muslihah meninggal pada 24 Januari 1977, dan dua tahun kemudian Oemay menikah lagi dengan Mintarsih. Pada tanggal 24 Februari 1984, Oemay meninggal di rumahnya di Jalan Lengkol Kecil, Bandung, dalam usia 93 tahun. Berlatar belakang sekolah guru di Bandung pada 1915, Oemay kemudian melanjutkan pendidikan gurunya di HKS (Hollandse Kweekschool) di Poerworejo. Selepas lulus dari sekolah guru, Oemay diangkat menjadi guru HIS (Hollands Inlandse School) di Cilegon pada 1920. Ketika di Cilegon inilah minatnya pada kesenian tergugah. Oemay sempat berpindah-pindah tempat pekerjaan, bahkan sampai ke Gersik, sebelum kembali lagi ke Cimahi, Bandung. Ketika Jepang masuk dan membubarkan School Schakel, tempat Oemay mengajar, ia kemudian pindah ke Baros. Ketika kondisi makin buruk, pada tahun 1942-1946, Oemay bekerja dengan sukarela di BPKKP (Badan Pengurus Keluarga Korban Perang). Bahkan ketika mengungsi ke Garut ia pernah menjadi kepala BPKKP. Sekembalinya dari pengungsian, Oemay diangkat menjadi Kepala Kebudajaan Negara Pasundan (1948-1950). Di zaman “Republik”, Oemay

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 41 diserahi kepercayaan untuk menjabat sebagai Kepala Djawatan Kebudajaan Djawa Barat di Bandung (1950-1958). Bidang seni yang dikuasai dan diminati Oemay banyak ragamnya. Seni adalah minat utamanya. Seni tari adalah dunia yang dikelolanya dengan penuh kesungguhan untuk mengisi kekosongan bentuk tari pentas Sunda putri yang tidak pernah hadir dengan jelas. Seni lukis adalah cabang seni yang memberinya dasar-dasar seni rupa dan memberinya bekal dalam mengolah bidang seni lainnya. Melalui seni lukis Oemay diperkenalkan pada dunia Barat. Minat dan perhatiannya pada berbagai bentuk seni Sunda lain, meluaskan pandangannya dan menjadi bekal ketika memimpin Djawatan Kebudajaan Djawa Barat. Prestasi Oemay di bidang tari tak dapat diragukan. Ia menjadi pendorong dan motor dari lahirnya bentuk tari pentas Sunda putri sejak tahun 1933. Dalam tarian Tjetje atau tarian BKI (Badan Kesenian Indonesia), ada napas dan jiwa Oemay di dalamnya. Tanpa kostum yang ditata Oemay, tarian Tjetje mungkin tidak akan indah dan menarik. Melalui sentuhan seni Oemay pada karya tari Sunda yang bergaya semi-klasik, mendadak tari Sunda dapat disejajarkan dengan tari klasik Jawa dan Bali. Oemay memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada Tjetje untuk mencipta tari baru “wanda anyar”, yang sesuai dengan kebutuhan zaman pada waktu

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 42 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 itu, sehingga Presiden Sukarno selain membawa tamu-tamunya ke Bandung atau ke istana-istananya di Jakarta, Bogor dan Cipanas untuk menyaksikan tarian Tjetje. Tarian asuhan Oemay selalu diikutsertakan dalam berbagai muhibah misi kesenian Pemerintah Indonesia dan telah mengharumkan nama Jawa Barat di tingkat nasional dan internasional. Dalam kapasitasnya sebagai Kepala Djawatan Kebudajaan, tahun 1957, Oemay menyebarkan tarian Tjetje kepada seluruh guru tari di seluruh Jawa Barat. Sejak saat itulah tarian Sunda puteri karya Tjetje tersebar ke Jawa Barat, bahkan kemudian dikenal di seluruh wilayah Indonesia. Di bidang lukis, Oemay belajar dari guru lukis berkebangsaan Belanda di Bandung sekitar tahun 1913. Karena dinilai berbakat besar dan lukisannya bagus, gurunya menawarinya untuk berkeliling dunia guna memupuk bakat dan menambah pengalaman bersamanya. Namun direktur sekolahnya menganjurkan agar Oemay menangguhkan rencana ini hingga lulus sekolah dahulu. Setelah lulus, Oemay

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 43 berangkat ke Jakarta dan bekerja sebagai guru sambil menunggu berita tibanya beasiswa untuk belajar di sekolah seni di Belanda yang tidak kunjung datang. Pada Perkumpulan Sekar Pakuan yang dipimpinnya tahun 1935-1942, Oemay mendirikan cabang seni lukis. Beberapa pelukis yang tergabung di situ kemudian menjadi pelukis yang terkenal secara nasional dan internasional. Beberapa di antaranya adalah Affandi, Hendra Gunawan, Wahdi, Barli, Sudarso, dan Abdullah S—ayah Basuki Abdullah. Oemay termasuk salah satu pengajar lukis. Di masa BKI, lukisan Oemay yang khas ialah lukisan-lukisan penari kupu-kupu yang indah bergaya naturalis impresionis. Oemay juga memiliki ketertarikan kepada seni pertunjukan. Ketika menjadi guru di Cilegon, Oemay membuat sandiwara atau tonil Sunda yang ditulis dan disutradainya sendiri, yaitu: Nyi Sangkana, Heru , Komala Gilang Kusuma, Lutung Kasarung, Ratu Budi Astuti dan Dewi Sri. Ia juga sempat menyutradarai sandiwara dalam bahasa Belanda dengan lakon “Ciung Wanara”, teksnya ditulis oleh orang Belanda. Sandiwara tersebut diiringi gamelan sebagai musik latar. Dekor dan kostum dibuat khusus bersama-sama guru lain. Khusus terkait kostum ini, tidak tumbuh begitu saja pada diri Oemay. Ia ditunjang oleh pemahaman dan pengetahuannya dalam ilmu seni rupa (lukis) yang telah dipelajarinya lebih dahulu. Sudah lama Oemay meninggalkan kita, akan tetapi jejak perjuangannya masih dapat kita rasakan hingga saat ini, khususnya bagi mereka yang aktif di dunia tari

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 44 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 Sunda. Ibarat matar air yang airnya tidak pernah berhenti mengairi sekitarnya, begitupun dengan Oemay yang selalu menjadi oase tradisi seni tari di tanah Pasundan. Maka, tidaklah heran jika pada tahun 2004, ia mendapatkan Anugerah Kebudayaan dari Menteri Kebudayaan dan Pariwisata kala itu, Jero Wacik.

Daftar Pustaka:

- Irawati Durban Ardjo. Tari Sunda Tahun 1940 – 1965: Rd. Tjetje Somantri dan Kiprah BKI. Bandung: Pusbitari Press, 2008. - Irawati Durban Ardjo. Tari Sunda Tahun 1880 – 1990: Melacak Jejak Tb. Oemay Martakusuma dan Rd. Tjetje Somantri. Bandung: Pusbitari Press, 2007.

Biodata:

Nama : Tb Oemay Martakusuma Lahir : 1892 di Sajira, Rangkas Bitung, Banten Ayah : Tubagus Martaatmaja Ibu : Nyi Mas Ratna Wijatan Istri : Tunjung Muslihah Anak : Sembilan orang, delapan meninggal dunia, yang masih hidup yaitu Anis Satriyah. Profesi : Perintis, pendorong, pengarah dan pembina hadirnya tari pentas Sunda

Penghargaan

- Anugerah Kebudayaan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, 2004 - Satyalancana Kebudayaan dari Presiden RI Joko Widodo, 2018

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 45 Sahidah Setia Melestarikan Songket Sambas

Sahidah (73) telah menenun songket Sambas sejak usia 14 tahun. Songket baginya merupakan bagian dari keberagaman budaya bangsa Indonesia dan dirinya terpanggil untuk melestarikan dan mengembangkannya. Sahidah tampak riang ketika diajak bicara soal tenun songket Sambas di rumahnya di Sambas, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat. Ia telah menenun songket sudah lebih dari dua per tiga usianya, bahkan sampai saat ini ketika usianya sudah “berkepala” tujuh. Kesetiaan dan ketekunannya telah mendorong pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, memberinya Anugerah Kebudayaan Kategori Satyalancana, tahun 2018. Ia terharu mendengar kabar gembira tersebut. Tak menyangka perjuangan panjangnya mempertahankan dan mengembangkan tenun songket Sambas secara tradisional berujung pada penghargaan tersebut. Suaminya, Benyamin Murat, yang menemaninya juga tidak bisa menyembunyikan rasa bangga dan harunya. “Songket itu penting untuk bangsa kita. Karena itu, patut dilestarikan,” katanya. Bahkan, menurutnya, songket Sambas juga merupakan bagian dari keberagaman bangsa Indonesia yang wajib dipertahankan. Sahidah menekuni tenun songket selain untuk memenuhi kebutuhan ekonomi, juga merupakan bagian dari upaya pelestarian kekayaan leluhur. Ia tetap mempertahankan tenun tradisional karena bisa melibatkan banyak orang dalam pengerjaannya.

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 46 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 Ibunga mengajarkannya menenun saat ia berusia 14 tahun. “Waktu itu, ibu saya bilang, seorang anak perempuan harus bisa menenun, seperti seorang anak perempuan harus bisa memasak,” ujarnya. Saat itu, ia juga harus membantu perekonomian keluarga karena ayahnya telah meninggal saat ia masih berusia empat tahun. Sahidah tumbuh di Dusun Simbarrang di pesisir Sungai Sambas di mana mayoritas penduduknya dari suku Melayu. Dusun ini juga dikenal sebagai dusun penghasil tenun songket. Selain Simbarrang, dusun lain yang juga dikenal dengan tenunnya adalah Dusun Jawa, Nagur, Tumuk Manggis, Tanjung Ranggas, dan Keranji. Namun jumlah penenun terbanyak ada di Dusun Simbarrang. Tak punya modal, awalnya Sahidah memanfaatkan sisa-sisa benang yang tidak dipakai lagi oleh ibunya. Maka, jadilah selembar selendang kecil. Hasil tenunnya ia jual di dusunnya dan dibarter dengan beras. Beras itu kemudian ia jual, dan dari hasil jualannya ia membeli benang agar bisa menenun kembali. Itulah langkah pertama Sahidah yang akhirnya membawanya berjalan jauh dalam dunia tenun-menenun kain songket Sambas sampai hari ini. Tentu saja perjuangannya itu tak selamanya mulus. Jatuh bangun ia alami, tapi ia tak pernah surut menekuni dunia menenun. Hasilnya, kini boleh dibilang nama Sahidah telah jadi salah satu “brand” tenun songket di Sambas. Sejak 1995 ia memanfaatkan ruang kecil di rumahnya untuk mengembangkan usaha tenun songket Sambas, sekaligus membuka lapangan pekerjaan bagi warga sekitar. Saat ini, bersama sekitar 30 orang ibu penenun, ia memutar usaha tenunnya.

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 47 “Saya lebih banyak membuat polanya. Pola-polanya saya ambil dari alam sekitar Sambas. Pola-pola itu saya berikan kepada penenun saya,” paparnya. Sudah banyak pola yang ia ciptakan seperti motif baru tenun songket Sambas “Daun Galih”. Para mitranya bekerja di rumah masing-masing, tidak di galeri tenun miliknya. Meski tak bekerja di satu tempat, ia ketat menjaga kualitas tenun. “Saya selalu bilang kepada penenun saya untuk menjaga kualitasnya. Kita akan senang kalau ada yang bangga memakai hasil tenun kita,” tuturnya memberi motivasi kepada mitranya. Sebagian besar penenun yang bergabung dengannya tinggal di Dusun Simbarrang. Dusun itu cukup jauh dari rumahnya di Sambas. Perjalanan kemudian dilanjutkan dengan naik sampan menyusuri Sungai Sambas agar bisa bertemu dengan para penenunnya. Ia melakonkan semua itu dengan sabar dan tanpa putus asa. Pada pertemuan itu, ia biasa memberikan modal berupa bahan baku benang untuk satu kali proses produksi kain songket dan akan dibayar kembali saat kain selesai ditenun. Ia juga memanfaatkan pertemuan itu untuk memberi motivasi dan pandangan kepada penenun agar selalu bekerja dengan tekun. Selain meminta para penenun untuk menjaga kualitas kain tenun demi menjaga kepercayaan konsumen, penenun juga harus selalu inovatif dalam membuat produk. Tak lupa ia mengajak generasi muda untuk mengenal dan ikut melestarikan kerajinan songket yang merupakan warisan budaya masyarakat Sambas. Saat ini Sahidah banyak dibantu oleh putranya, Alfian, dalam menjalankan usaha tenunnya. Alfian-lah yang selalu mewakilinya bila ia diundang untuk mengikuti

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 48 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 pameran. Produk yang dihasilkan dari tenun juga kian beragam. Salah satu uapaya yang dilakukan Sahidah adalah menjadikan galeri di rumahnya tidak hanya tempat menjual segala macam produk hasil kerajinan songket, tetapi juga difungsikan sebagai destinasi wisata industri kerajinan tenun songket di Sambas. Dibantu putranya, Alfian, ia mengoleksi beberapa jenis kain antik khas Sambas dan beberapa alat tenun kuno yang terbuat dari kayu, yang rata-rata telah berusia di atas 100 tahun. Kini galeri miliknya juga telah menjadi tempat penelitian bagi pelajar atau mahasiswa untuk penulisan skripsi. Galeri ini menerbitkan buku tentang profil songket Sambas. “Cita-cita saya sekarang bisa membangun museum tenun songket Sambas,” ujarnya.

BIODATA

Nama : Sahidah Tempat/tanggal lahir : Dusun Simbarrang, Sambas, 29 Mei 1945 Alamat : Sambas, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat Suami : Benyamin Murat Anak : - Rohana - Alfian Pekerjaan : Pengusaha dan Pelestari Tenun Songket Sambas

PENGHARGAAN

- Anugerah Kebudayaan Kategori Satyalancana dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, 2018 - Pelestari dan Pengembang Warisan Budaya dari Menteri Kebudayaan dan Pariwisata, 2008

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 49 Ebiet G Ade Bermusik, Memahami Bahasa Alam dan Manusia

Ebiet G Ade—nama lengkapnya: Abid Ghoffar bin Aboe Dja’far—sudah menjadi legenda dalam jagad permusikan di Indonesia. Ia dikenal sebagai musisi yang populer dengan lagu- lagunya yang sarat pesan-pesan kehidupan. Ibarat pewarta kearifan hidup, demikianlah peran Ebiet dalam dunia permusikan di Indonesia. Ia mewartakan manusia bagaimana agar dapat memahami bahasa alam dan kehidupan. Ia pun mampu meramu setiap rasa dengan bait- bait yang indah, termasuk rasa rindu akan kampung halaman. Keindahan kehidupan di kampung sebagai representasi dari mayoritas perkampungan di Indonesia dapat diwartakan dengan apik lewat lagu-lagunya yang senantiasa melegenda. Dapat dikatakan bahwa musisi seperti Ebiet sangatlah jarang. Di mana-mana, banyak orang mengejar popularitas, tapi tidak demikian halnya dengan Ebiet. Ia memiliki prinsip hidup mengalir dan harmonis dengan apa pun. Sampai-sampai setiap detik kehidupannya dijalani dengan rasa syukur yang optimal. Ia tidak pernah menargetkan apa pun dengan ambisius. Jika ia dianggap sukses dalam bermusik, ia selalu merasa itu merupakan anugerah dari Tuhan Sang Pencipta.

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 50 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 Ebiet G Ade lahir di Wanadadi, Banjarnegara, Jawa Tengah, pada 21 April 1954. Masa kecil yang dilaluinya di perkampungan nan permai memberi bekas yang mendalam pada kondisi jiwa Ebiet kecil. Sebagai anak kecil yang tumbuh dengan suasana pedesaan nan indah, maka menjaga keindahan desa merupakan suatu keniscayaan yang tidak dapat dihindari. Pengalaman mendalam hidup di desa itulah kemudian coba ia potret melalui lagu-lagunya. Tidak aneh jika kemudian Ebiet lebih banyak dikenal sebagai musisi yang bertemakan Tuhan, alam, duka derita kelompok yang termarjinalkan serta cinta, sosial politik dan lain sebagainya. Hampir semua lagunya ber-genre balada sehingga tidak pernah lawas di makan waktu. Tidak ada satu pun lagunya yang tidak mengandung pelajaran hidup di dalamnya. Ebiet bercerita bahwa kehidupan bermusiknya banyak dipengaruhi oleh cerita masa kecilnya. Ia bersyukur diberi anugerah Tuhan untuk dapat menuliskan bait- bait indah yang berisikan pesan kehidupan. Ia sendiri tidak pernah menyangka bahwa lagu-lagu yang dihasilkannya itu akan terus didengarkan oleh masyarakat luas. Ia juga tidak pernah menyangka bahwa lewat lagu-lagunya itu menjadikan dirinya dikenal banyak kalangan. Ketika ia mencipta karya sebetulnya tidak pernah terbetik sedikit pun apakah karyanya itu akan diterima masyarakat luas. Ia hanya menuliskan apa yang dirasakannya. Hal ini juga yang mendorong Ebiet untuk menyanyikan lagu-lagu yang diciptakannya sendiri. Ia merasa apa yang ditulis merupakan apa yang dirasakan, dan apa yang dinyanyikan adalah apa yang memang ia tuliskan. Sejauh ini hanya ada dua lagu yang dinyanyikannya berasal dari orang lain, yaitu “Surat dari Desa” yang ditulis oleh Oding Arnaldi dan “Mengarungi Keberkahan Tuhan” yang ditulis bersama dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Ketika kecil, Ebiet pernah bercita-cita menjadi insinyur, dokter dan pelukis. Akan tetapi ternyata semuanya melenceng karena Ebiet kemudian ditakdirkan menjadi seorang penyanyi. Ia bersyukur terlahir di tengah-tengah keluarga yang sangat mendukung pengembangan kariernya. Sebagai anak terakhir alias bungsu dari enam bersaudara tidak menjadikan dirinya manja. Aboe Ja’far, sang ayah yang seorang PNS, dan Saodah, sang ibu yang aktif menjadi pedagang kain, menjadi pemicu diri yang kuat bagi Ebiet kecil. Ia ingin hidup berbahagia sebagaimana diajarkan oleh kedua orangtuanya itu.

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 51 Ebiet pernah masuk PGAN di Banjarnegara, kemudian ia pindah ke SMP Muhammadiyah 3 dan SMA Muhammadiyah 1 di Yogyakarta. Ia sempat kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada, akan tetapi karena kekurangan biaya ia memilih kemudian untuk aktif di lingkungan seniman muda Yogyakarta. Di lingkungan baru di kawasan Malioboro inilah Ebiet semakin mengembangkan jiwa kreativitasnya. Ia bersahabat baik dengan Emha Ainun Nadjib (penyair), Eko Tunas (cerpenis) dan EH Kartanegara (penulis). Di Malioboro ini pula Ebiet memulai debut dirinya sebagai seorang seniman. Ebiet mulai menulis banyak puisi. Meski ia dapat menulis puisi, tetapi Ebiet menyadari dirinya bukanlah orang yang pandai mendeklamasikan puisi sebagaimana kawan-kawannya yang lain. Ia pun memutar otak dengan keras agar ada media lain yang bisa digunakannya untuk menyampaikan puisi ke khalayak umum. Ia akhirnya memilih media musik sebagai sarana untuk menyampaikan puisi. Ia pun akhirnya sering melantunkan juga puisi sahabat lainnya, seperti puisi Emha yang dilantunkannya dengan iringan petikan gitar. Sejak saat itulah karier Ebiet di bidang music balada terus bersinar tak terbendung. Hingga saat ini tercatat sudah ratusan lagu lahir dari tangan dinginnya. Untuk album studio, misalnya, tercatat sudah banyak karya yang lahir. Sebutlah seperti: Camellia I (1979), Camellia II (1979), Camellia III (1980), Camellia 4 (1980), Langkah Berikutnya (1982), Tokoh-Tokoh (1982), 1984 (1984), Zaman (1985), Isyu! (1986), Menjaring Matahari (1987), Sketsa Rembulan Emas (1988), Seraut Wajah (1990), Kupu-Kupu Kertas (1995), Cinta Sebening Embun (1995), Aku Ingin Pulang (1996), Gamelan (1998), Balada Sinetron Cinta (2000), Bahasa Langit (2001), In Love: 25th Anniversary (2007), Masih Ada Waktu (2008), Tembang Country 2 (2009), dan Serenade (2013). Adapun lagu-lagunya dalam bentuk kompilasi jauh lebih banyak lagi. Berbagai penghargaan pun pernah diterima oleh sosok yang bersahaja ini. Beberapa di antaranya: 18 Golden dan Platinum Record dari Jackson Record dan label lainnya dari album Camellia I hingga Isyu!, Biduan Pop Kesayangan PUSPEN ABRI (1979-1984), Pencipta Lagu Kesayangan Angket Musica Indonesia (1980- 1985), Penghargaan Diskotek Indonesia (1981), 10 Lagu Terbaik ASIRI (1980- 1981), Penghargaan Lomba Cipta Lagu Pembangunan (1987), Penyanyi kesayangan

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 52 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 Siaran Radio ABRI (1989-1992), BASF Awards (1984 - 1988), Penyanyi solo dan balada terbaik Anugerah Musik Indonesia (1997), Lagu Terbaik AMI Sharp Award (2000), Planet Muzik Awards dari Singapura (2002), Penghargaan Lingkungan Hidup (2005), Duta Lingkungan Hidup (2006), Penghargaan Peduli Award Forum Indonesia Muda (2006).

Sumber:

Wawancara langsung pada 28 Agustus 2018 https://id.wikipedia.org/wiki/Ebiet_G._Ade

Biodata

Nama : Abid Ghoffar bin Aboe Dja’far alias Ebiet G Ade) Lahir : Wanadadi, Banjarnegara, Jawa Tengah, 21 April 1954 Istri : Koespudji Rahayu Sugianto (lebih dikenal sebagai Yayuk Sugianto) Anak-anak : 1. Abietyasakti “Abie” Ksatria Kinasih 2. Aderaprabu “Adera” Lantip Trengginas 3. Byatriasa “Yayas” Pakarti Linuwih 4. Segara “Dega” Banyu Bening Profesi : Musisi dan Penyanyi

Penghargaan:

- Anugerah Kebudayaan Kategori Satyalancana dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2018

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 53 But Muchtar Dedikasi Hidup untuk Pendidikan Seni Rupa

Siapa pun yang pernah lewat gedung DPR/MPR RI pasti akan menyaksikan sebuah patung “ikatan” hasil buah karya But Muchtar yang berdiri kokoh di sana sejak tahun 1976. Patung tersebut menyimbolkan penjelmaan manusia Indonesia sejati, di mana aspirasinya disampaikan melalui lembaga perwakilan rakyat. Patung yang dikonstruksi dari rangka besi berlapis perunggu ini menggambarkan juga dimensi waktu yang sudah ditempuh bangsa Indonesia, baik suka Butmaupun Muchtar duka. Patung yang hingga kini masih Fototerus karya berdiri kokoh tersebut menggambarkan sosok penciptanya yang memang cita-cita dan semangat hidupnya tetap abadi, meski secara fisik ia sudah tiada lagi. But Muchtar adalah sosok lengkap: gabungan dari seorang pendidik, seniman dan seorang manajer. Ketiganya menjadi ciri khas yang melekat pada diri But Muchtar, sehingga mengantarkannya menjadi sosok ternama dalam bidang seni rupa kontemporer. But Muchtar lahir di Bandung pada 1930. Lahir sebagai anak ketujuh dari 11 bersaudara, But Muchtar memiliki kisah unik di masa kecilnya. Ia pernah tidak lulus SD dua kali, yang membuat orangtuanya marah besar. Ia pun dari rumah mereka dan terpisah selama tiga tahun dengan kedua orangtuanya. Dalam masa perpisahan tersebut, menurut Prapanca Muchtar, putra pertama But Muchtar, sang tokoh kita tinggal di Yogyakarta. Selama itulah But belajar kemandirian dan hidup berdikari, yang kelak akan membentuk karakter dirinya yang tangguh.

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 54 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 Meski ia sempat terpisah beberapa tahun dengan kedua orangtuanya, hal tersebut tidak menjadikan But sebagai sosok anak yang nakal. Situasi yang ia alami tersebut justru mendorong But Muchtar menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Ketika SMP, ia sempat tertarik untuk mendalami ilmu agama dan bercita-cita ingin menjadi seorang guru agama. Cita-cita tersebut berbeda dengan cita-cita masa kecilnya yang ingin menjadi tentara. Saat baru masuk SMA ia memiliki cita-cita ingin menjadi sastrawan, dan ketika lulus ingin menjadi diplomat. Ia pun mendaftar ke Akademi Dinas Luar Negeri, akan tetapi nasib baik tidak kunjung menghampirinya. Gagal masuk akademi calon diplomat, akhirnya But Muchtar melanjutkan studi di Jurusan Seni Rupa, Institut Teknologi Bandung (ITB). Dari kampus inilah karier But Muchtar mulai bersinar terang. Lepas dari ITB ia melanjutkan studinya di Rhode Island School of Design, Art Students League of New York dan Massachusetts Institute of Technology, AS. Sepulang dari Amerika, sosok But Muchtar menjadi sosok yang benar-benar baru. Jika di masa kecilnya banyak mengalami kegagalan dan pesimisme, sejak itu ia menjelma menjadi seorang pendidik dan seniman tersohor. Sebagai pendidik, ia aktif berkarier di dunia kampus, tempat ia belajar seni rupa pertama kali: ITB! Berbagai posisi dan jabatan pernah diembannya di ITB. Pada 1959, ia menjadi asisten ahli seni rupa. Pada 1962 ia menjadi rektor muda ITB, kemudian menjadi rektor ITB pada 1967, dan pada 1977 ia dipercaya menjadi rektor

Monumen “Ikatan” Gedung MPR DPR But Muchtar Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 55 Aspen 1974 kepala ITB. Berbagai posisi lainnya pun pernahBut Muchtar didudukinya. Inilah, sebagaimana disampaikan Prapanca Muchtar, salah satu keunikan dari sosok But Muchtar. Beliau pada pada dasarnya adalahMonumen seorang ‘ASEAN” pendidik yang sangat cinta duniaSingapura pendidikan. Pada saat bersamaan, ia juga merupakan seorang seniman sekaligus seorang manajer. Gabungan ketiganya menjadi ciri khas dari sosok But Muchtar. Terkait dunia seni rupa dan lukisan, But Muchtar dipengaruhi oleh ibunyaBut Muchtarsejak kecil. Ia dari kecil suka gambar-gambar manusia. Barangkali pengalaman masa kecil inilah yang kelak membekas kuat dalam diri But Muchtar. Di samping itu, sosok lain yang memengaruhi But Muchtar adalah Ries Mulder, orang Belanda yang menjadi dosennya. Dari sosok inilah But Muchtar banyak belajar bagaimana menjadi seorang pelukis dan perupa yang baik. Di sela-sela kesibukannya mengurusi administrasi kampus, But Muchtar meluangkan waktu untuk berkarya. Meski tidak terlalu banyak karya yang dihasilkannya, akan tetapi karya-karya tersebut menjadi karya monumental yang kemudian banyak diincar oleh para kolektor benda-benda antik. Menurut penuturan Prapanca, But Muchtar sendiri selama hidupnya tidak pernah menyangka bahwa karya-karyanya kemudian menjadi karya yang monumental. Ia berkarya sekadar berkarya tanpa berpikir nantinya akan menjadi produk karya yang mahal harganya. Tidak jarang ia pun memberikan begitu saja hasil karyanya kepada orang yang

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 56 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 benar-benar menginginkannya. Andai saja But Muchtar saat ini masih hidup, ia pasti akan terkaget-kaget dengan harga yang diberikan orang kepada hasil buah tangan kreatifnya tersebut. Sebagai seorang seniman, tentu menghadirkan karya ke publik serta diapresiasi dengan baik menjadi kebanggaan tersendiri. Sejak ia mulai menghasilkan karya, But Muchtar mulai aktif mengikuti berbagai pameran. Pada tahun 1954, karya- karyanya sudah dipamerkan, mulai dari Bandung, Jakarta, Surabaya, bahkan sampai ke , Singapura, , New Delhi, London, Ithaca, New York dan Rio de Jainero. Pada tahun-tahun tersebut, di mana Indonesia baru saja keluar dari perjuangan kemerdekaan, kiprah But Muchtar patut diancungi jempol. But sendiri sudah menciptakan ratusan karya sejak mengawali kariernya sebagai pelukis pada tahun 1951 dan sebagai pematung pada 1960. Setiap tahun ia menghasilkan rata-rata sekitar 15 lukisan dan empat patung. Menurut Prapanca, karya-karya tersebut tetap saja bisa dikatakan sedikit bila dibandingkan dengan seniman lainnya. Pada mulanya But Muchtar menganut aliran naturalisme, akan tetapi kemudian lebih ke kubisme. Menurut Prapanca, But Muchtar sendiri lebih tepat dikatakan sebagai seorang seniman dengan aliran abstraks karena memang jika dilihat karya-karyanya, apalagi sepulang But dari Amerika tahun 1974, ia sudah menemukan modelnya sendiri yang lebih solid, yaitu sebagai seniman abstrak. Ia lebih suka melukis dengan warna-warna yang kontras, bahkan sering juga tanpa figur. Tidak mengherankan jika But Muchtar banyak mengagumi pelukis Fernand Leger dan Jacque Villion karena kedua-duanya mewakili dua spirit dalam melukis. Leger sendiri terkenal dengan lukisan-lukisannya yang keras dan kontras dengan warna, sedangkan Villion lebih dikenal dengan karya-karya lukisnya yang lembut dan harmonis. Sintesa antara keduanya inilah yang menjadi ciri dari lukisan yang dihasilkan But, yaitu lukisan yang di dalamnya terkandung ketegangan-ketegangan. Di antara lukisannya yang terkenal, adalah Wanita Bali yang ia lukis tahun 1957, mendapat hadiah Stralem pada First Asian Young Artist Exhibition di , dan Potret Diri, yang dimuat dalam buku Indonesian Art karangan Claire Holt. But Muchtar kini sudah tiada. Ia meninggalkan keluarga tercintanya pada 30 Juni 1993 di Bandung. Meski sudah tiada, akan tetapi jasa dan jejaknya terus hidup. Bagi anak-anaknya, sosok But Muchtar dikenal sebagai sosok ayah yang

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 57 baik. But Muchtar sangat mencintai keluarganya, dan setiap pulang kerja—meski Lelah—ia senang untuk berbagi cerita dengan anak-anaknya. Ia selalu menekankan kepada anak-anaknya untuk bekerja apa pun dengan dedikasi yang tinggi karena di sanalah letak kemuliaannya. Di dalam dunia seni rupa di Indonesia, khususnya seni rupa modern dan kontemporer, sosok But Muchtar adalah legenda yang penting untuk selalu dikenang. Dediksi hidupnya yang total terkait dunia pendidikan seni rupa menempatkan But Muchtar menjadi sosok yang pantas untuk mendapatkan penghargaan.

Biodata

Nama : But Muchtar (alm) Lahir : 30 Desenber 1930 Meninggal : 30 Juni 1993 Profesi : Pendidik dan Seniman Seni Rupa Modern dan Kontemporer

Karier :

- Asisten Ahli Seni Rupa ITB (1959) - Rektor muda ITB (1962) - Rektor ITB (1967) - Rektor Kepala ITB (1977) - Sekretaris Departemen Seni Rupa ITB (1968-1970) - Ketua Departemen Seni Rupa ITB (1968-1970) - Sekretaris Departemen Seni Rupa ITB (1970-1972) - Ketua Departemen Seni Rupa ITB (1975-1977) - Sekretaris ITB bidang Komunikasi dan kebudayaan (1977)

Penghargaan:

- Anugerah Kebudayaan Kategori Satyalancana dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2018

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 58 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 Ida Bagus Njana Seni Patung Bali Modern yang Merespon Bentuk Asal Kayu

Ida Bagus Njana pelopor aliran modern seni patung Bali. Sebelum kepeloporan Njana, gaya patung di Bali pada umumnya memiliki bentuk-bentuk tradisional yang mengacu pada mahluk-mahluk mitologi. Njana menciptakan bentuk modern yang terinspirasi kehidupan masyarakat Bali. Keistimewaan karya Njana juga ada pada kreativitasnya yang merepons bentuk asal kayu, seperti ranting yang menjadi lengan Dewi Sinta. Kreasi Njana mengilhami banyak pematung di Bali, sehingga lahir aliran Njanaisme. Patung- patungnya mendekatkan budaya Indonesia pada negara-negara lain melalui berbagai pameran, antara lain di World Craft Counil di Wina (1980), International Tourist Burse di Berlin (1975), dan New York World Fair (1964). Njana mendapat penghargaan Anugerah Seni sebagai Pemahat Bali yang Kreatif dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI (1971). Namanya pun tercantum dalam buku Maestro Seni Rupa Moderen Indonesia yang diterbitkan Kementerian Pariwisata & Ekonomi Kreatif Republik Indonesia. Njana kecil tumbuh di Desa Mas, Gianyar, yang kaya dengan tradisi seni pahat dan patung. Ayahnya seorang pendeta dan undagi. Ayahnya tidak secara langsung mewariskan keahliannya memahat kepada Njana. Njana belajar dari memperhatikan saat ayahnya bekerja. Masyarakat di lingkungan mereka juga memiliki tradisi

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 59 gotongroyong dalam mendirikan pure. Pure-pure di Bali memang terkenal dengan seni pahatnya. Rupanya, melalui kebiasaan membantu membuat seni pahat juga yang menumbuhkan daya seni Njana. Mengikuti jejak ayahnya, setelah dewasa Njana menjadi pemangku (tokoh agama). Karya pahatan dalam genre klasik hingga saat ini dapat diapresiasi, salah satunya pada relief klasik di Pure Taman, Desa Mas, Gianyar. Adapun perjalanannya dalam seni patung modern ia rintis sejak ia bergabung dengan Hitamaha, kelompok seniman di Ubud. Karya-karya Njana mulai bergerak dari pahatan klasik ke patung modern. Awalnya kreativitas Njana tidak mendapatkan sambutan yang baik dari lingkungan kesenian karena dianggap aneh. Apreasiasi terhadap karyanya lebih banyak datang dari luar, seperti para kolektor dan turis mancanegara. Hingga suatu hari, helikopter yang membawa Bung Karno mendarat di desanya. Rupanya presiden pertama RI ituterkesan dengan patung karya Njana yang ia temukan di toko seni di Sanur. Karya-kaya Njana semakin dikenal dan hadir dalam pameran-pameran di mancanegara. Karyanya yang populer di kalangan kolektor antara lain Kroncongan Sapi, Ganesa, Kalarau, Dewa Ruci dan Bermain Suling. Banyak para pematung di masa itu yang kemudian mengikuti gaya Njana. Selain pada bentuknya yang modern, keistimewaan karya Njana ada pada cara ia memperlakukan kayu sebagai media patung. Umumnya pematung memotong kayu untuk dibentuk mengikuti kreativitasnya. Tetapi Njana berkreativitas mengikuti

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 60 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 bentuk asal kayu. Ia mengkreasi, misalnya, bonggol kayu menjadi tubuh raksasa atau ranting kayu menjadi lengan Dewi Sinta. Patung-patungnya dikerjakan sangat halus dan surealistik. Njana mewariskan keahliannya kepada putranya,Ida Bagus Tilem, yang menjadi salah satu pematung terkemuka di Bali. Karya keduanya dapat diapreasi di Njana Tilem Museum diJalan Raya Mas No. 162, Mas, Ubud, Bali. Menurut Ida Bagus Gede Ary Purnama—cucu Njana, putra Tilem—museum tersebut dirintis oleh keluarga sejak tahun 1960-an dan baru dapat diselesaikan tahun 2016. Saat ini Ary yang mengelola keberadaan museum dan merawat karya-karya Njana. “Kami berusaha mempertahankan apa yang kakek Njana dan bapak Tilem buat, juga koleksinya di museum ini, agar anak-anak zaman sekarang dapat menikmati karya keduanya,” tutur Ary. Selain menghasilkan karya yang bermutu tinggi, Njana mewariskan cara hidup yang tekun dan bersahaja kepada anak-cucunya. Kesederhanaan dan kebijaksanaanya terlihat dalam cara ia memperlakukan kayu. Bagi Njana, kayu bukan balok yang dapat diperlakukan semaunya oleh pematung. Bentuk asal kayu sendiri dihormati sebagai bagian dari yang memberi inspirasinya. Tidak ada kayu yang terbuang dalam cara kerja Njana. “Di tangan beliau, ranting sisa pun bisa menjadi karya bermutu tinggi,” demikian Ary menjelaskan. Ajaran hidup yang paling diingatnya Ary dari Njana adalah hidup bersahaja: “De ngaden awak bise, de pang anake ngadanin—jangan mengaku kamu bisa, biarkan orang lain yang menilai apakah kamu bisa atau tidak. Yang penting kerjakan saja dan hidup sederhana.”

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 61 Biodata Nama : Ida Bagus Njana Lahir : Mas Gianyar, Bali 1912 Wafat : Denpasar, 1985 Keahlian : Seni Pahat dan Seni Patung Karya, antara lain: - relief klasik di Pure Taman, Desa Mas, Gianyar - Dewi pertiwi - Belajar Menari - Pemain Suling Pameran : - World Craft Counil di Wina (1980) - The Tourist Promotion Campaign di Sydney dan Melvourne (1978) Undangan - Gedung Pola Jakarta (1977) - World Craft Council (1976) - International Tourist Burse di Berlin (1975) - Manila (1972) - The Captain Cook Festival, Sidney (1970) - Hotel Mandarin, Hongkong (1971) - Siem Intercontinental Hotel di Bangkok (1968) - New York World Fair (1964) Penghargaan : - Anugerah Kebudayaan Kategori Satyalancana Kebudayaan dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (2018) - Penghargaan Dharma Kusuma dari Pemda Bali (1981) - Piagama Angerah Seni sebagai Pemahat Bali yang Kreatif dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (1971)

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 62 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 ANUGERAH KEBUDAYAAN TAHUN 2018

PENERIMA ANUGERAH KEBUDAYAAN KATEGORI PENCIPTA, PELOPOR, PEMBARU Undangan

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 63 Sidi Saleh Film sebagai Medium Berbagi Kearifan- Kebinekaan Indonesia kepada Dunia

Sidi Saleh menghasilkan karya film yang mendapat ruang dan meraih penghargaan di festival film tingkat nasional dan internasional. Salah satu karyanya, Maryam (2014)—yang mengangkat kebinekaan di Indonesia, meraih penghargaan Orrizonti untuk Film Pendek Terbaik dari Festival Film Venice Ke-71 di Italia. Capaian itu menjadikan Sidi sebagai sineas Indonesia pertama yang memperoleh piala dari festival bergengsi dan tertua di Eropa tersebut. Sebelumnya, Maryam tercatat masuk nominasi pada Tallin Black Nights Film Festival 2014 di Estonia, Festival Film Indonesia (FFI) 2014, dan Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF) 2014. Juri film pendek untuk program Kemendikbud di FLS2N Aceh (2018) ini juga terus berkiprah dalam dunia perfilman. Saat ini ia melakukan penelitian untuk penulisan tesis tentang industri film nasional dan menjadi stages financing untuk film Magadir yang mendapat Asian Cinema Fund Busan Internasional Film 2017. Ia juga terlibat dalam drama musikal bersama komunitas Perempuan untuk Negeri, dan sedang bersiap untuk peluncuran dua film terbarunya, Bukan Cerita Cinta dan Mama Mama Jagoan. Sidi Saleh akrab dengan dunia lensa sejak kecil. Ayahnya, Salim Muchsin,

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 64 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 bekerja mendokumentasikan peristiwa pernikahan di era 1970-an. Sidi sering membantu ayahnya, hingga sepupunya menyarankan agar ia melanjutkan pendidikan untuk membuat video. Pilihan Sidi jatuh pada Institut Kesenian Jakarta (IKJ). Tahun 1990-an Sidi menjadi mahasiswa jurusan perfilman. Lingkungan kampus menumbuhkannya dari penguasaan teknis kamera ke aktivitas berkonsep dalam merekam peristiwa yang ia dokumentasikan. Di masa itu, Sidi juga menjelajahi dunia kamera: mulai dari merekam suara, pekerja artistik, penata cahaya, hingga membuat film dan mencuci sendiri film yang ia buat (di masa itu pembuatan film belum masuk era digital). Keuletannya mulai dipandang oleh lingkungannya. Ia pun mendapat kepercayaan untuk membuat klip dan video musik. Perhatian Sidi pada pendidikan dan pengembangan dunia perfilman ia retas sejak awal kariernya. Bersama kawan-kawannya, Sidi membuat media pelatihan untuk para pembuat film. Tahun 2010 mereka membuat ‘bioskop’ kafe di tiga titik di Jakarta Selatan. Tujuannya adalah untuk menyuburkan diskusi perfilman. Tahun 2011-2012, Sidi mengelola program Film Maker Forum di Kineforum.

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 65 Forum tersebut menjadi wadah para pembuat film untuk saling menganalisa dan mendiskusikan film yang mereka hasilkan. Tahun 2013, Sidi melahirkan filmFitri , yang mengisahkan cerita pekerja seks di malam lebaran yang tak bisa pulang karena dirampok oleh suruhan germonya. Film yang disutradarainya ini mendapat tempat di Festival Film Pendek Internasional Clermont-Ferrand (2014), sebelum akhirnya pada karya berikutnya, Maryam, menang di perlehatan dunia yang prestisius padaFestival Film Venis Ke-71 (2014). Hingga tahun 2018, tak kurang 15 film yang ia lahirkan. Keistimewaan film-film garapan Sidi lahir atas kegelisahannya terhadap persoalan bangsa Indonesia. Maryam menyajikan kegelisahan manusia Indonesia yang lahir dan hidup pada tanah berbeda serta budaya dan agama/keyakinan yang bineka. Sidi juga menyuguhkan persoalan- persoalan itu dalam kerangka sistemik, sebagaimana tokoh pekerja seks Fitri yang tak bisa pulang kampung karena dibuat tidak bisa pulang oleh germo yang hidup dari mengeksploitasi Fitri. “Kita memang tak bisa menyelesaikan problem sistemik secara langsung. Harus cari titik yang dapat membuat rontok jaringan laba-labanya,” demikian tutur Sidi dalam merekam konflik sistemis di filmnya. Sidi menyadari film tidak bisa dan tidak bermaksud untuk memberikan solusi bagi persoalan yang dihadapi bangsa, akan tetapi setidaknya membantu masyarakat melihat masalah yang sedang dihadapinya. Karya-karya Sidi menjadi signifikan untuk bangsa Indonesia karena cara pandangnya melihat tanah, budaya, dan manusia Indonesia yang tidak hanya bineka tapi juga berkembang, baik dengan tantangan-tantangannya maupun dalam mencapai kemajuan. “Di Indonesia masih akan banyak yang lahir--nilai-nilai yang bisa kita pelajari atau nilai-nilai yang saling diakulturasi—sebagai alat untuk melihat problem ke depan. Ancaman dan kesempatan akan selalu berkembang, karena sebagai pembuat film juga harus berkembang,” tegas Sidi. Film, bagi Sidi, merupakan media yang kuat untuk memotivasi masyarakat. Melalui jahitan berbagai gambar Sidi dapat berbagi kegelisahan dan pandangan dengan cara yang lebih halus dan berterima dengan kebinekaan latar belakang penonton. Tetapi, tantangan dunia perfilman juga tak mudah, terutama bila ingin menempatkan film di bioskop-bioskop yang berorientasi untuk medatangkan profit.

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 66 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 Di satu sisi film adalah karya seni yang membutuhkan forum medium (penontonnya), di sisi lain tempat untuk menempatkan film—saluran-saluran TV dan bioskop— terbatas dan tidak seimbang dengan banyaknya film yang diproduksi. “Akses ke film komersial tidak mudah, pelaku industrinya juga tidak banyak. Banyak lulusan jurusan perfilman yang belum tercerap, juga kekayaan tanah dan budaya Indonesia,” kata Sidi mengungkapkan kegelisahannya. Ia pun bereksperimen dengan film Indie dan berharap ragam kekayaan 27 provinsi di Indonesia dapat dioptimalkan dalam pembuatan film, baik dari segi sumber daya manusia maupun kekayaan kearifan budaya-budaya daerah. Sidi berkeyakinan, melalui medium film, Indonesia bisa menceritakan kearifan dan kekayaan budaya bangsa dan menyumbangkan pemikiran yang baru kepada dunia. “Semoga pemerintah bisa melihat potensi film sebagai kekuatan luar biasa untuk membangun dan memperlihatkan budaya ini kepada negara lain,” demikian harapan Sidi.

Biodata

Nama : Sidi Saleh Nama orangtua : Salim Muchsin dan Nagiyah Tempat & tanggal lahir : Jakarta, 5 April 1979 Pendidikan : FFTV-IIKJ dan Program Magister Manajemen Bisnis, PPM-Manajemen Keahlian : Pembuat film, sinematrografer dan penyutradaan Karya sinematografi : - Maryam (2014) - Yokudo (2014) - Kebun Binatang atau Poscard from the Zoo (2012) - Trip to the Wound (2008), film pendek - This Longing (2008) - Babi Buta yang Ingin Terbang (2008) - D’Bijis (2007) - A Very Boring Conversation (2006), film pendek - Very Boring Conversation (2006), film pendek

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 67 - Kara, Anak Sebatang Pohon (2005), film pendek - Dajang Soembi, Perempoean jang Dikawini Andjing (2004) film pendek - Kejadian (2003) film pendek

Sutradara:

- Maryam (2014) film pendek - Silent (2014) film pendek - Fitri (2013) – film pendek - Love Me Please (2012) - Belkbolang (2011) – Segmen Full Moon

Penghargaan:

- Orrizonti untuk Film Pendek Terbaik pada Festival Film Venis ke 71 (2014) untuk film Maryam - Nominasi Sleepwalkers Jury Prize, Tallinn Black Night Film Festival 2014 untuk film Maryam - Nominasi Blencong Award, Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF) 2014 untuk film Maryam - Nominasi Blencong Award, Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF) 2012 untuk film Love Me Please - Nominasi Golden Hanoman Award, Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF) 2010 untuk film Belkibolang - FIPRESCI pada Festival Film International Rotterdam 2009 untuk film Babi Buta yang Ingin Terbang - Nominasi Tata Sinematografi Terbaik pada Festival Film Indonesia 2007 untuk film Merah itu Cinta - Film Pendek Terbaik pada Festival Film Indonesia tahun 2005 untuk film Kara, Anak Sebatang Pohon dan film Indonesia pertama yang lolos seleksi Director’s Fortnight Festival Film Cannes 2005.

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 68 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 Glenn Fredly Musik Penting bagi Pemajuan Kebudayaan

Bagi pemusik Glenm Fredly, musik tidak hanya untuk menghibur. Musik juga merupakan kekuatan untuk membangun karakter budaya dan ekonomi bangsa. Namun kekuatan musik tersebut belum dikembangkan dengan baik. Glenn Fredly Deviano Latuihamallo yang populer dipanggil Glenn Fredly adalah salah satu seniman musik Indonesia yang telah mencetak prestasi di blantika musik musik di Tanah Air. Besar di lingkungan musik, sejak duduk sekolah menengah Glenn sudah terjun ke dunia musik profesional dengan bergabung di “Funk Section” yang digawangi oleh para pemusik senior, yaitu Mus Mujiono, Yance Manusama, Inand Noorsaid, Ekka Bakti, dan Irfan Chasmala. Lepas dari sana, Glenn memutuskan bersolo karier. Seperti bintang, kariernya pun bersinar. Banyak hits yang dihasilkannya. Sebut saja “Kau”, “Cukup Sudah”, “Salam bagi Sahabat”, “Kasih Putih”, “Jemari” dan banyak lagi. Hingga 2018, ia sudah menghasilkan 10 album solo. Tidak kurang juga 10 penghargaan bergengsi ia terima dari dunia industri musik. Ia memperoleh penghargaan tujuh kali AMI Awards, suatu penghargaan penting bagi pelaku musik di Tanah Air. Dari luar negeri ia meraih penghargaan Anugerah Industri Music Malaysia untuk Kategori Album Indonesia Terbaik tahun 2000 dan Lagu Terbaik Pilihan Pendengar di Planet Musik Award, Singapura, pada tahun yang sama.

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 69 Glenn kemudian membangun ‘label’ rekaman: Musik Bagus. Mulanya label ini untuk mengelola musiknya, tetapi kemudian memproduksi beberapa album untuk beberapa penyanyi. Ia menyebut mengapa ‘label’-nya Musik Bagus: selain karena gampang dan enak disebut, juga selalu menerapkan standar kualitas “bagus” dalam produknya. Era digital, katanya, telah membuka peluang untuk membangun ‘label’ sendiri. “Saya berada di era transisi antara era analog dan digital. Membuat ‘label’ sendiri sudah lebih mudah di era digital. Ada beberapa mata rantai bisa terpotong di era digital. Teknologi telah mengubah banyak. Dulu orang sebut dapur rekaman, sekarang orang rekaman di dapur bisa,” katanya. Bersama penyanyi solo lain yang juga sudah populer, yakni Sandhy Sondoro dan Tompi, Glenn berkolaborasi dalam Trio Lestari. Album perdana mereka “Wangi”. Selain di dunia music, Glenn juga terjun ke dunia film dengan ikut memproduksi film Cahaya dari Timur Beta Maluku (2014). Fim ini kemudian menjadi Film Terbaik pada Festival Film Indonesia tahun 2014. Ia kembali jadi produser film untuk Filosofi Kopi (2015) dan Surat dari Praha (2016). Akan tetapi Glenn tak hanya berhenti di situ. Ia menjadi pelaku penting dalam Konferensi Musik Indonesia di Ambon pada 7- 9 Maret 2018. Baginya, musik adalah bagian pemajuan kebudayaan Indonesia. Musik menjadi bagian dari peta kebudayaan.

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 70 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 Pemerintah lewat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI memberinya Anugerah Kebudayaan untuk Kategori Pelopor, Pencipta, dan Pembaru tahun 2018. “Apresiasi ini sebagai bentuk tanggung jawab, tetapi juga sebuah gambaran apa yang saya kerjakan. Penghargaan ini mudah-mudahan mempunyai dampak signifikan tidak hanya untuk saya, tapi juga bagi masyarakat,” ujarnya. Baginya, musik adalah hal yang paling mendasar dalam masyarakat, baik itu ritual, merayakan panen—atau apa pun itu—yang tidak bisa terpisahkan dari musik. Terlebih di Maluku, kata Glenn, music bahkan merupakan bagian paling penting dalam masyarakat. Dulu di Indonesia bagian timur tidak dikenal literasi. Segala peristiwa penting “dicatat” lewat lagu. Musisi ini mengemukakan, bangsa Indonesia lahir dan terbentuk dalam konteks kebudayaan. Kebudayaan itu telah menjadi jalan pikir. Bangsa Indonesia yang beraneka ragam bisa bersatu karena kebudayaan. Hal itu telah menjadi inspirasi bagi dunia. “Saya bilang, keberadaan keberagaman budaya kita yang bisa merawat kompleksitas dunia hari ini. Indonesia terbentuk karena konteks budaya kita. Ini perlu masuk dalam pendidikan. Kebudayaan punya peran sentral,” ujarnya. Bersama komunitas Kita Musik Indonesia, Glenn ingin memajukan industri musik agar bisa memberi makna signifikan bagi kehidupan masyarakat. Industri musik Indonesia telah berjalan 50 tahun lebih, tapi—menurut Gleen—ada dua hal yang terlewatkan, yaitu pengelolaan dan perlindungan. Dua hal fundamental yang perlu dibenahi untuk membangun industri musik. Bila dua hal itu dilakukan, industri musik bisa memberi sumbangan besar bagi pendapatan negara, dan pada gilirannya dapat menyejahterakan kehidupan masyarakat. UU Hak Cipta dan UU Pemajuan Kebudayaan Nomor 5 Tahun 2017 sebagai acuannya. Ia berharap perjuangan itu akan makin memajukan industri musik dan budaya sebagai profesi yang diperhitungkan di masyarakat “Kalau saya melihat dari konteks musik, musik kita punya kesempatan atau peluang besar menjadi kekuatan ekonomi di masa depan kalau pengelolaan dan perlindungan dimulai dari sekarang sampai lima atau sepuluh tahun ke depan,” ujar Glenn, penyanyi-musisi yang penuh idealisme itu.

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 71 BIODATA Nama : Glenn Fredly Deviano Latuihamallo alias Glenn Fredly Tempat/tanggal lahir : Jakarta, 30 September 1975

PENDIDIKAN

- SD Tirtamartha - SMP YPK Wijaya - SMA YPK Wijaya - Universitas Moestopo, Fakultas Komunikasi

PENGHARGAAN

• Anugerah Kebudayaan Kategori Pelopor, Pencipta, dan Pembaru dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2018) • Anugerah Planet Muzik (Malaysia) Penyanyi Pria Terbaik (2016) • AMI Awards Artis Solo Pria/Wanita Urban Terbaik (2013) • AMI Awards Karya Produksi Lagu Berbahasa Asing Terbaik lewat When I Fall in Love (2006) • AMI Awards Artis Solo Pria Terbaik (2005)

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 72 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 ALBUM

• Glenn (1998) • Selamat Pagi, Dunia (2002) • Ost. Cinta Silver (2005) • Aku & Wanita (2006) • Terang (2006) • Loveevolution (2010) • Luka, Cinta dan Merdeka (2012)

PRODUSER ALBUM

• Pasto (2005) • Yura (2014) • Hidayah (2016)

PRODUSER FILM

- Cahaya dari Timur Beta Maluku (2014) - Filosofi Kopi (2015) - Surat dari Praha (2016)

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 73 Jecko Kurniawan Pui Siompo Pencipta Aliran “Animal Pop Dance” dari Papua

Jecko Kurniawan Pui Siompo menghasilkan sedikitnya 20 karya tari yang terinspirasi dari pertemuan kekayaan tradisi Indonesia dan budaya Barat. Gaya penciptaanya tersebut melahirkan aliran baru yang disebut Animal Pop Dance. Sejak tahun 1997 sedikitnya 34 pertunjukan telah ia gelar di Indonesia dan mancanegara, antara lain di Kampnagel Harmburg, sebuah tempat produksi pertunjukan terbesar di Jerman, untuk karya koreografinya, Terima Kost. Bagi laki-laki kelahiran Jayapura ini, menari adalah belajar hidup dan kehidupan itu sendiri. Di tengah aktivitasnya menghadirkan pertunjukan ke mancanegara, Jecko telaten memberikan pengajaran di sanggarnya, Animal Pop Family, di Jakarta. Ia juga meyediakan waktunya untuk menyusun kurikulum sekolah menari. Jecko sedang berjuang mewujudkan mimpinya membangun sekolah menari, berjenjang dari tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Tarian adalah budaya sehari-hari di Papua. Demikian Jecko mengawali perbincangan. Tatapannya menerawang mengenang masa remaja, saat ia menari Yospan di kampung halamannya. “Lalu TV masuk ke Papua. Kami nonton TV, melihat tarian dari Barat. Kami senang menggabungkan keduanya,” tutur koreografer yang akrab dipanggil Pace (sebutan bapak dalam bahasa Papua). Lulus

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 74 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 dari SMA, Jecko memutuskan untuk kuliah di Institut Kesenian Jakarta (IKJ) yang menyediakan konsentrasi untuk menari. Ia penasaran, mengapa ada sekolah untuk menari. Padahal, di kampungnya orang menari sudah dengan sendirinya, bagian dari kesehariannya. Di IKJ Jecko mempelajari berbagai tarian tradisi, mulai dari tarian dari Aceh, Yogya hingga Bali. “Ada kebanggaan, melalui tarian saya bisa lebih mengerti tradisi, kehidupan budaya-budaya di Indonesia,” tuturnya. Tetapi bertahan hidup di Jakarta tidaklah mudah. Jecko sempat ingin pulang kampung. Untunglah para koreografer senior menguatkan hatinya. Ia kemudian mendalami komposisi, koreografi, dan sejarah tari dunia. Pada tahap itu ia mendapatkan pencerahan bahwa memahami bentuk-bentuk tari juga memahami kebudayaan-kebudayaan di dunia, termasuk kebudayaannya sendiri. “Ketika memahami bentuk-bentuk tari saya juga belajar kehidupan saya sendiri. Tari saya mewakili hati saya. Seperti menari Yospan yang merupakan ungkapan rasa masyarakat Papua,” tutur Jecko. Sebagai proses belajarnya, ia juga banyak membantu pertunjukan-pertunjukan tari yang diciptakan oleh para maestro tari, antara lain (alm) Deddy Luthan, Gusmiati Suid dan Sardono W Kusumo. Tahun 1995 Jecko mulai menciptakan tarian, antara lain Impian. Tahun 1997 ia mengikuti lomba koreografi se-Indonesia yang diselengarakan Gedung Kesenian Jakarta dan meraih penghargaan Best of the Best untuk karya duet Goda atau Temptation. Sejak itu, beberapa produser dan pemerhati tari mulai memberikan perhatian kepadanya. Karyanya mulai tampil di Salihara. Ia juga mendapatkan tawaran beasiswa memperdalam seni tari ke Amerika Serikat. “Saya nangis. Dulu saya cuma lihat ular di kampung. Sekarang saya bisa

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 75 pergi lihat Amerika,” tutur Jecko haru. Jecko semakin bangga dengan Indonesia, ketika ia diminta jamming, para pengamat di Amerika menyukainya. Mereka menemukan karya yang orisinal pada karya Jecko. Pengalaman itu memberikannya ‘petunjuk’ untuk berpikir keras mencari bentuk baru tarian yang bersumber dari tarian-trarian tradisi di Indonesia dan pertemuannya dengan kebudayaan Barat. Jecko mulai menelaah spirit yang menjadi benang merah pada berbagai tarian tradisi di Indonesia. Ia menemukannya pada yang ia sebut animal spirit, suatu bentuk dasar tarian yang diilhami dari gerak binatang. Di Aceh ia menemukan tarian Ayam, di Papua ia menemukan tarian Burung dan Buaya. Tari-tarian tradisi itu lalu menafsir gerakan binatang dengan cara kebudayaannya sendiri-sendiri. Dari pengamatan itu, dalam upayanya menemukan bentuk baru dari tubuh tariannya, Jecko mengembangkan aliran baru yang mengambil spirit dari gerak binatang yang pada awalnya ia sebut animal spirit atau animal movement. Kemudian ketika ia menangkap spirit tarian-tarian Barat, seperti hip hop, ia menjumpai budaya pop yang dapat berganti-ganti, berubah dan disukai oleh anak-anak muda. Perenungannya itu mengembangkan bentuk tari yang ia kembangkan dari animal spirit menjadi animal pop. Animal Pop yang lahir dari tradisi seni tari Indonesia. Karena kekayaan budaya Indonesia itu tak ada duanya, tidak bisa diandingkan.

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 76 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 Tidak bisa ada yang nomor dua atau nomor tiga. Setiap tradisi budaya yang beragam di Indonesia, semuanya menempati nomor satu. “Karena Animal Pop ini terinspirasi kekayaan tradisi Indonesia, saya ingin ketika orang dengar dan menonton bentuk tari Animal Pop mereka menjumpai, merasakan Indonesia,” demikian Jecko menuturkan penciptaannya. Melalui bentuk tari ciptaannya itu, Jecko mengabarkan kekayaan tradisi Indonesia melalui pertunjukan di mancanegara; mulai dari Singapura, Jerman hingga Rusia. Seperti pertunjukan We Came from the East di Jerman, sebagai salah satu karya yang membawa misi agar dunia mengetahui bahwa—menurutnya—Indonesia itu tempat lahirnya banyak karya dunia. Seringkali dalam memenuhi pertunjukan itu ia juga diminta untuk memberikan workshop bentuk tari Animal Pop. Seperti pengalamannya di Jepang, ketika ia diminta untuk melatih 100 penari—anak-anak dan dewasa—untuk dipertunjukan pada pembukaan Festival Asian Contemporary Dance di Kobe (2017). Dari satu bentuk tarian baru itu, Jecko masih ingin mengembangkan banyak mimpi. Koreografer yang sehari-hari memberikan pengajaran di pelataran Taman Ismail Marzuki ini ingin menanam benih kecintaan pada kebudayaan Indonesia melalui tarian. Dalam pengajarannya, ia tidak terbatas mengajarkan menari tapi juga mengajak anak berbincang sejarah, sosial dan agama. Cara kerja sanggar Animal Pop Family yang didirikannya ini juga memperhatikan rasa kekeluargaan dan solidaritas. “Saya kadang menangis kalau melihat anak yang bakatnya bagus tapi tidak mampu bayar. Jadi kadang kita biayai, agar ia tetap bisa bertahan,” papar Jecko. Banyak tantangan yang ia hadapi, antara lain tempat memberikan pengajaran dan pembiayaan lainnya. Tapi, menurutnya, itu juga tantangan yang dihadapi banyak orang. Ia tidak mau mengeluh. Selama anak-anak bisa menari, itu akan menjadi benih-benih semangat generasi Indonesia untuk mengenali dan bangga dengan keberaaannya sebagai manusia Indonesia. Pace Jacko menutup perbincangan dengan cita-citanya mendirikan sekolah menari berjenjang dari TK hingga universitas. Sebuah sistem pendidikan yang memberikan ekstra menari yang memadai. Di setiap libur sekolah, anak-anak akan melalui ujian kelulusan untuk menari sesuai dengan jenjangnya. Saat ini ia mulai menyusun kurikulum pendidikan dan berharap dapat berjumpa dengan para

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 77 pemikir, otoritas di bidang pendidikan yang dapat bermitra dengannya. “Indonesia itu selain kekayaan alam, punya peluang pada manusianya. Manusia Indonesia memiliki irama, gerak tubuhnya fleksibel. Manusia Indonesia dapat menjadi bangsa yang besar melalui kebudayaannya. Semoga masyarakat dan pemerintah Indonesia menyadari itu,” tutur Jecko.

Bio Data

Nama : Jecko Kurniawan Pui Siompo Tempat & tanggal lahir : Jayapura, 4 April 1975 Pendidikan : IKJ konsentrasi Tari (1994) Kealian : Pencipta aliran Animal Pop Dance

Karya koreografi :

20 karya koreografi, antara lain: - Erectus (2012) - We Came From the East (2011) - Dari BETAMAX sampai DVD Berjajar Pulau-Pulau (2010) - BETAMAX to DVD (2009) - Behind is in Front (2008) - Matahari itu Terbit dari Papua (2007) - In Front of Papua (2005) - Di Kamar Kost Aku Mengganti Baju (2004) - Tikus-Tikus (2003) - Unanuk (2001) - Buto Huruf (2000) - Sketsta Impian (1999) - Irian Zoom In (1998) - Goda atau Temptation (1997) - Manusia Got (1996) - Impian (1995)

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 78 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 Pertunjukan:

34 pertunjukan di Indonesia dan manca negara (2007 – 2018), antara lain: - International Folk Festival Bangkok untuk karya In Front of Papua Performance Creation (2018) - Asian Contemporary Dance menghadirkan seratus penari menarikan gaya Animal Pop Dance pada pembukaan festival di Kobe Jepang (2017) - Kolaburasi Animal Pop dengan ISH Crew Amsterdam di Erasmus Huis, Jakarta (2016) - Animal Pop Workshop di New Caledonia (2016) - Russian Asean Cultural Festival di Sochi, Rusia (2016) - Melanisian Cultural Festival di Kupang, NTT (2015) - Cabdance Performance di Berlin (2014) - Kampnagel Theater untuk karya Terima Kos di Harmburg (2010) - The Pasific Dance Platform at the Hongkong Art Festival (2009) - Encounteer-Dance ASIA di Tokyo, Jepang (2008) - The Opening of Salihara Festival di Jakarta (2008) - “5 Pieces: New Dance Indonesia in (2007) - Osaka Asia Contemporary Dance Festival di Osaka, Jepang(2007)

Penghargaan:

- Anugerah Kebudayaan untuk Kategori Pencipta, Pelopor dan Pembaharu dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2018) - Koreografer Terbaik (Best of the Best) dari Gedung Kesenian Jakarta (GKJ) Award untuk karya Goda atau Temptation (1997) - Satu dari empat orang Asia yang ditulis pada buku Youth South Asia - Satu dari 20 orang muda Indonesia yang ditulis pada buku Catatan Emas: Kisah 20 Pemuda Indonesia yang Mengukir Sejarah

Alamat : Jl Kali pasir, Pengarengan RT 13 RW 08, Kebon Sirih, Jakarta

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 79 Jose Rizal Manua Teater Penting bagi Kehidupan Kita

Sempat jadi tim junior Persija Jakarta, Jose Rizal Manua meninggalkan lapangan hijau untuk menekuni teater. Meski tak punya sanggar, susah mencari sponsor, hanya latihan di emperan Taman Ismail Marzuki, akan tetapi Jose bersama Teater Tanah Air-nya mencetak prestasi dunia. Totalitas Jose Rizal Manua di dunia teater dan seni sastra pada umumnya telah menempa dirinya menjadi seorang pelopor, pencipta dan pembaru seni. Dan, ia setia hampir selama 46 tahun dalam dunianya itu dan mencatat sejumlah prestasi yang luar biasa di bidang teater anak. Maka, tahun 2018, pemerintah—dalam hal ini melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan—mengganjarnya dengan penghargaan berupa Anugerah Kebudayaan untuk Kategori Pelopor, Pencipta, Pembaru. “Saya kira yang penting dalam berkarya kita mesti ikhlas, bekerja keras dengan segenap potensi yang ada pada kita. Itu semua akan ada rezekinya. Saya percaya pada itu. Dan, penghargaan yang diberikan ini adalah hasil kerja keras, hasil jerih payah, hasil latihan yang terus-menerus tanpa henti. Jadi, saya sangat beterima kasih mendapat apresiasi yang luar biasa ini,” ujarnya. Jose merantau dari tanah Minang ke Jakarta dengan cita-cita menjadi pemain sepak bola hebat. Ia berhasil menembus persaingan di klub Macan Kemayoran, Persija. Bersama Aun Harhara dan Dede Suleiman—keduanya kemudian jadi

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 80 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 pemain nasional, Jose menjadi tim junior Persija. Peluang untuk jadi pemain senior Persija terbuka, dan bukan mustahil bersama Aun dan Dede ia bisa menjadi pemain nasional. Suatu hari, di bulan Juli 1972, Jose diajak nonton teater di Taman Ismail Marzuki (TIM). Nonton teater! Ia begitu terpesona pada permainan empat pemain teater yang sedang mementaskan lakon “Perhiasan Gelas”. Keempat pemain itu adalah N Riantiarno yang kini memimpin Teater Koma, Silvia Widiantono, George Kamarullah yang kemudian terjun ke film sebagai kameraman, dan Titi Qadarsih. Sutradaranya Teguh Karya, pendiri dan pemimpin Teater Populer, yang kemudian juga menjadi sutradara film terkenal. Penata artistiknya Slamet Rahardjo yang kelak jadi aktor hebat. “Saya terkagum-kagum, ternyata teater bisa begitu memukau,” tuturnya. Keterpesonaannya pada dunia teater makin bertambah ketika tahun 1973 ia menonton pementasan “Mastodon dan Burung Kondor” dari Bengkel Teater yang disutradarai oleh WS Rendra. “Saya terkejut bagaimana teater ditonton oleh 7.000 penonton. Pertunjukan yang begitu sarat dengan nilai-nilai moral dan sosial. Sejak itu saya jatuh cinta pada teater,” kenangnya. Lantas ia meninggalkan lapangan sepak bola, dan mulai bekerja dan berumah di TIM sampai saat ini. Tahun 1974 TIM membutuhkan tenaga kerja dan ia tak menyiakan kesempatan tersebut. Dari belajar menggiring bola dan mencetak gol ke gawang lawan, ia mulai belajar akting. Tahun 1975 ia bergabung dengan Teater Mandiri pimpinan Putu Wijaya. Tahun 1977 ia bergabung dengan Bengkel Teater pimpinan WS Rendra. Berbagai lomba baca puisi ia

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 81 ikuti pada tahun 1980-an, baik di tingkat Jakarta maupun nasional. Ia selalu menang. Lantas, tahun 1986, para juri baca puisi—termasuk penyair Sutardji Calozoum Bachri—memintanya untuk tidak lagi mengikuti lomba baca puisi. Sejak itu ia menempuh hidupnya sebagai deklamator. Tahun 1989 ia keliling beberapa kota besar Indonesia untuk membaca puisi humornya. Tahun 1986 ia mendirikan Galeri Buku Bengkel Deklamasi Jakarta. Dua tahun kemudian, 1988, ia mendirikan Teater Tanah Air (TTA). Bersama TTA yang kini berusia 30 tahun Jose mengukir prestasi tingkat dunia, menggondol banyak medali emas, meskipun mereka hanya berlatih di emperan TIM. Tetapi kenapa teater anak? “Saya kira teater harus dibangun sedini mungkin, karena pada hakikatnya dalam hidup kita sebetulnya berteater. Ketika orangtua mendidik anak, mengajak anaknya bercanda di rumah, itu sebetulnya berteater. Jadi, dengan ditanamkannya teater sejak dini itu akan menumbuhkan kepercayaan diri kepada anak dan mendapatkan pelajaran lain yang bisa membantu sekolah mereka,” ujarnya. TTA kini memiliki sekitar 60 anggota. Anggotanya dari Jakarta, Bogor, Depok, dan Bekasi. Jose mengatakan, teater punya banyak manfaat bagi kehidupan bangsa Indonesia. “Banyak sekali! Melalui teater orang bisa mengendalikan dirinya dan kepercayaan diri pun akan tumbuh. Dengan berlatih teater kita juga bisa saling menghormati, saling menghargai. Banyak sekali manfaat teater untuk hidup dan kehidupan,” kata pria yang punya filosofi “merenung seperti gunung, bergerak seperti ombak”. Ia menjelaskan filosofinya, gunung kelihatannya diam, tapi sebetulnya di dalamnya ada magma. Kalau diam, jangan pasif, tapi aktif. Ombak? Kalau ombak itu bergerak dari tengah laut, sebelum menyentuh pasir di pantai ia belum mau balik. Filosofi itulah yang selalu memberi energi untuk Jose Rizal Manua.

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 82 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 BIODATA

Nama : Jose Rizal Manua Tempat/tanggal lahir : Padang, 14 September 1954 Pekerjaan : - Dosen di Fakultas Seni Pertunjukan dan Fakultas Film & Televisi, IKJ

PENDIDIKAN

- Magister di Bidang Film di ISI Surakarta, 2011

PENGHARGAAN

- The Best Performance dan 10 medali emas di The Asia Pacific Festival of Children Theatre 2004 di Toyoma, Jepang bersama TTA dengan lakon Bumi di Tangan Anak-anak karya Danarto. - 19 medali emas di seluruh kategori pada Festival Teater Anak-anak Dunia ke-9 tahun 2008 di Lingen, Jerman, bersama TTA dengan lakon Wow karya Putu Wijaya. - The Best Performance dan The Best Director pada 10th World Festival of Children’s Theatre di Moskow-Rusia bersama TTA dengan lakon Spectacle PEACE - a Visual Theatre Performance karya Putu Wijaya. - Bersama TTA diundang khusus oleh markas PBB dalam memperingati The United Nations Universal Children’s Day di Palais Des Nations - United Nations Swiss in Geneve, Jenewa, Swiss, dengan lakon Spectacle PEACE - a Visual Theatre Performance karya Putu Wijaya - “Satya Lencana Wirakarya” dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, 2008

KARYA

- Mendirikan Tater Adinda bersama Yos Marutha Effendi (1975) - Mendirikan Galeri buku Bengkel Deklamasi Jakarta (1986) - Mendirikan Teater Tanah Air (1988)

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 83 Afrizal Malna Pencipta, Pelopor dan Pembaharu Sastra dan Teater

Afrizal Malna adalah sosok unik dalam jagad kesenian dan kesusastraan Indonesia. Kehadirannya dalam kancah sastra Indonesia membawa ciri dan jenis baru yang hampir belum pernah terjadi pada era sebelumnya. Puisi pada umumnya menggunakan media bahasa sebagai sarana penyampaiannya, akan tetapi tidak bagi Afrizal. Ia bahkan merasa dirinya sendiri asing ketika menulis puisi menggunakan bahasa. Ketika puisi menggunakan bahasa ia ciptakan, maka pada saat yang bersamaan ia ingin membunuh bahasa tersebut. Bahasa baginya kerap membuat jarak dari apa yang sesungguhnya ingin disampaikan. Alih-alih bahasa membuat kejernihan dari apa yang ingin dikomunikasikan, ia malah membuat pesan tersebut kabur tak dimengerti. Afrizal berusaha kembali ke tubuh sebagai media puisi. Tubuh bukan semata tubuh sebagaimana ditafsirkan oleh kaum industrialis misalnya. Lebih dari itu, tubuh merupakan sumber penghayatan utama jauh sebelum bahasa digunakan sebagai media antara. Tidak jarang pula puisi-puisi yang dilahirkannya menggunakan objek material, lingkungan dan media teknologi lainnya sebagai sesuatu yang juga dihayati dalam kehidupan sehari-hari. Selain membuat puisi, Afrizal juga aktif menulis cerita pendek, novel, esai dan sastra yang dipublikasikan di berbagai media massa. Maka, tidak aneh jika Faruk HT—kritikus dari Universitas Gadjah Mada—pernah pernah

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 84 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 menjuluki karya sastra setelah Afrizal dengan sebutan Afrizalian, suatu sebutan yang ia sendiri mengkritisinya. Afrizal Malna lahir di Jakarta pada 7 Juni 1957. Ia menyelesaikan pendidikan SMA pada 1976. Setelah lama berselang, baru pada tahun 1981 ia mencoba melanjutkan studinya di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara. Itu pun tidak selesai. Setelah itu, selama lebih 10 tahun, ia bekerja di berbagai bidang jasa: perusahaan kontraktor bangunan, ekspedisi muatan kapal laut, dan asuransi jiwa. Pengalaman hidupnya yang keluar sementara dari hiruk-pikuk dunia kesenian dan sastra semakin menambah dan mengasah jiwannya untuk terus berkarya dan berkirpah di dunia seni. Selama ia mendedikasikan dirinya sebagai penulis esai sastra, kurator seni rupa dan penyair, banyak karyanya yang dimuat di berbagai media massa, seperti Horison, Kompas, Berita Buana, Republika, Kedaulatan Rakyat, Tempo, Jawa Pos, Surabaya Post, Pikiran Rakyat juga di Ulumul Qur’an. Di dalam berkarya, Afrizal Malna lebih senang menonjolkan dialog antar-objek. Ia senang melukiskan dunia modern dan kehidupan urban dengan berbagai pernah- pernik di dalamnya. Ia mengkritik penghayatan hanya melalui bahasa. Baginya, penghayatan hidup harus dipahami sebagai penghayatan pengalaman antara tubuh manusia dan berbagai objek yang ada di sekitarnya. Inilah kemudian yang menjadi ciri khas dari puisi yang dilahirkan oleh Afrizal Malna. Terkait kehidupan modern, Afrizal meminati persoalan penghayatan manusia akan berbagai hiruk-pikuk,

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 85 kegaduhan serta serpihan-serpihan pengalaman yang lahir dari sebuah komunikasi. Judul-judul puisi seperti Antropologi Kaleng-Kaleng Coca Cola, Fanta Merah untuk Dewa-Dewa, Migrasi di Kamar Mandi, semuanya merupakan cerminan dari pergulatan yang terus-menerus terjadi antara manusia dengan dunia di sekitarnya. Pada tahun 1981, Afrizal menerima penghargaan dalam sayembara Kincir Emas dari Radio Nederland Wereldomreop. Karya dramanya berjudul Pertumbuhan di atas Meja Makan, terpilih masuk dalam Antologi Drama Indonesia yang diterbitkan oleh Yayasan Lontar dan diterjemahkan dalam bahasa Inggris dengan judul Things Growing on the Table. Naskah drama tersebut merupakan salah satu contoh representatif untuk karya yang muncul pada era post-modernisme Indonesia. Karya ini menentang penggunaan narasi keseragaman yang dibentuk oleh Orde Baru. Dalam karya dramanya ini, Afrizal yang juga bertindak sebagai editor, membangun suatu “perpecahan” dengan memecah-belah atau membuat potongan-potongan dialog dari berbagai sumber berlainan, misalnya potongan pidato Presiden Sukarno dan wakilnya, Mohamad Hatta, digabungkan dengan dialog Caligula karya Albert Camus dan Sandyakala Ning Majapahit karya Sanusi Pane. Afrizal juga menulis esai pengantar untuk sejumlah buku karya para sastrawan Indonesia, di antaranya dalam buku karya Eko Tunas, Juniarso Ridwan, Soni Farid Maulana, Dorothea Rosa Herliany, dan Made Wianta. Esai sastra karyanya yang pernah diterbitkan pada antologi bersama di antaranya Perdebatan

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 86 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 Sastra Kontekstual (Ariel Heryanto ed, 1986). Sesuatu Indonesia: Esei-Esei dari Pembaca Tak Bersih adalah salah satu buku kumpulan esainya, diterbitkan oleh Yayasan Bentang Budaya pada tahun 2000. Esainya dalam “Senimania Republika”, Harian Republika, 1994, memenangi Republika Award. Ia juga menjadi pemenang esai di majalah sastra Horison pada 1997. Sejak 1983 hingga 1993menulis teks pertunjukan Teater Sae. Afrizal pernah mengunjungi beberapa kota di luar negeri, antara lain Swiss dan Hamburg (Jerman), sebagai pembicara dalam diskusi teater dan sastra di beberapa universitas, dalam rangka pertunjukan Teater Sae (Mei-Juni 1993) yang mementaskan naskahnya. Tahun 1995, bersama Beeri Berhrard Batschelet dan Joseph Praba, Afrizal mementaskan seni instalasi “Hormat dan Sampah” di Solo. Pada tahun 1996 berkolaborasi dengan berbagai seniman dari beragam disiplin mengadakan pertunjukan seni instalasi “Kesibukan Mengamati Batu-batu” di Taman Ismail Marzuki, Jakarta. Sementara tahun 2003, mementaskan karyanya, Telur Matahari, berkolaborasi dengan Harries Pribadi Bah dan Jecko Kurniawan.

Buku-buku (Karya sendiri dan yang tergabung dalam bunga rampai):

• Abad yang Berlari (1984) • Perdebatan Sastra Kontekstual (1986) • Tonggak Puisi Indonesia Modern 4 (1987) • Yang Berdiam dalam Mikropon (1990) • Cerpen-cerpen Nusantara Mutakhir (1991) • Dinamika Budaya dan Politik (1991) • Arsitektur Hujan (1995) • Biography of Reading (1995) • Pistol Perdamaian (1996) • Kalung Dari Teman (1998) • Sesuatu Indonesia, Esei-esei dari pembaca yang tak bersih (2000) • Seperti Sebuah Novel yang Malas Mengisahkan Manusia, kumpulan prosa (2003) • Dalam Rahim Ibuku Tak Ada Anjing (2003)

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 87 • Novel Yang Malas Menceritakan Manusia (2004) • Lubang dari Separuh Langit (2005) • Teman-temanku dari Atap Bahasa (Lapadl Pustaka Yogyakarta, 2008) • Pada Bantal Berasap (Omah sore, Jakarta-Yogyakarta, 2009) • Ruang di Bawah Telinga, Biografi Visual Made Wianta (O House Gallery, 2009) • Perjalanan Teater Kedua, Antologi Tubuh dan Kata (iCan – Indonesia Conteporary Art Network – Yogyakarta; Dewan Kesenian Jakarta, Jakarta, 2010) • Second Hand Languager Store, Limited Edition (Rumah Hujan, Yogyakarta, 2012) • Jembatan Ilusi Antara Seni dan Kota (25 Tahun Gedung Kesenian Jakarta, 2012)

Terjemahan:

• Traum der Freiheit Indonesien 50 jahre nach der Unabhangigkeit (Hendra Pasuhuk & Edith Koesoemawiria, 1995) • Poets, Friends Around the World (Mitoh-Sha, Tokyo, 1997) • Menagerie 3 (John H. McGlynn, 1997) • Do Lado Dos Ollos Arredor da poesia, entrevistas con 79 Poetas do Mundo (Emiilio Arauxo, Edicions do cumio, 2001) • Frontiers of World Literature (Iwanami Shoten, Publishers, Tokyo, 1997) • Poets, Friends Around the World (MitohSha, Tokyo, 1997) • Do Lado Dos Ollos, Arredor de Poesia Entrevistas con 79 Poetas de Mundo (Emilio Arauxo, Edicions, Do Cunio, Travisia de Vigo, 2001) • Antologia de Poeticas (Maria Emilia Irmler & Danny Susanto, Gramedia, Jakarta, 2008) • Orientierugen, Zeitschrift Zur Kutur Asiens (Berthold Daumhouser & Wolfgan Kubin, Edition Global, Munchen, 2009)

Penghargaan:

• Republika Award untuk esei dalam Senimania Republika, harian Republika (1994), • Esei majalah Sastra Horison (1997) • Dewan Kesenian Jakarta (1984)

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 88 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 • Radio Nedherland Wereldomroep untuk naskah drama Surat (1981) • Dewan Kesenian Jakarta untuk buku puisi Abad Yang Berlari (1987) • Republika Award dari harian Repulika untuk esei (1994) • Pusat Pembinaan dan Pengembahan Bahasa Departemen Pendidikan dan Budaya untuk buku puisi Arsitektur Hujan (1996) • Penghargaan Adibudaya dari Departemen Pendidikan untuk puisi (2006) • Man of The Year dari majalah Tempo untuk buku puisi Teman-temanku Dari Atap Bahasa (2008) • Pusat Bahasa Departemen Pendidikan dan Budaya untuk buku puisi Teman- temanku Dari Atap Bahasa 2010 • SEA Write Award dari Bangkok untuk buku puisi Teman-temanku Dari Atap Bahasa (2010) • Kusala Sastra Khatulistiwa kategori puisi melalu karyanya, Museum Penghancur Dokumen (2013)

Performance art:

• Hormat dan Sampah (1995) • Kesibukan Mengamati Batu-Batu (1996) • Telur Matahari (2003) Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Afrizal_Malna

Profil

Nama : Afrizal Malna Lahir : 7 Juni 1957 di Jakarta Profesi : Sastrawan, penulis, esais, penyair dan actor Kategori : Pencipta, Pelopor dan Pembaharu Sastra dan Teater

Penghargaan:

Penghargaan Anugerah Kebudayaan Kemendikbud RI 2018

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 89 Agus Suwage Sebelum Kritik Orang, Kritik Diri Sendiri Dulu

Agus Suwage adalah salah satu perupa kontemporer Indonesia yang banyak menghadirkan tema-tema social, yang kemudian jadi perbincangan khalayak. Agus suka menggunakan wajah dan tubuhnya untuk mengekspresikan kritiknya. Pemerintah lewat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI memberikannya Anugerah Kebudayaan untuk Kategori Pencipta, Pelopor dan Pembaru tahun 2018 bidang seni rupa. Ia telah berhasil menjadi salah satu sosok penting di peta seni rupa kontemporer Indonesia. Karya-karyanya tidak saja diakui di dalam negeri, tetapi juga di luar negeri. Bahkan ia telah memenangi penghargaan bergensi bagi perupa: Philip Morris ASEAN Art Award, tahun 1996. Agus sempat terdiam ketika mendengar kabar mendapat anugerah kebudayaan dari pemerintah itu. Dengan suara halus, ia berujar, “Saya mengucapkan terima kasih dan bersyukur. Penghargaan yang diberikan terlalu besar. Saya orang tidak bisa diam. Saya pribadi, tiap kali berkarya, tidak cepat puas. Saya cari tantangan lain. Karya saya berubah baik medianya maupun temanya. Saya menggunakan media kertas, kayu, seng, kanvas, dan sebagainya.” Di studionya yang asri di daerah Brontokusuman, Mergangsan, Yogyakarta, perupa kontemporer itu menghabiskan waktunya untuk berkarya. Ia selalu bekerja di lantai dua studionya. Studio ini unik. Jumlah alat musik—mulai dari gitar, trompet,

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 90 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 flute, drum sampaisounds system—tak kalah banyak dengan peralatan melukisnya. Bahkan di studio itu juga terdapat dapur rekaman. Agus sendiri juga pernah bercita- cita jadi anak band. Ia piawai main gitar, trompet, dan flute, misalnya. “Musik itu kebutuhan hidup saya. Saya tidak bisa membayangkan hidup tanpa musik. Saya bisa melakukan puasa makan dan minum. Tapi puasa musik, pasti berat banget bagi saya. Musik itu vital bagi saya. Dunia yang saya akrabi sebenarnya hanya seni rupa dan seni musik. Saya perupa yang pakai visi musik. Beberapa karya saya pakai bunyi-bunyian seperti trompet. Dari musik, saya visualkan,” ujarnya. Perupa Agus Suwage juga dikenal suka menggunakan wajah dan tubuhnya dalam berkarya sejak 2005. Ia menggunakan wajah dan tubuhnya untuk menyampaikan konsep utama seninya. Kenapa pakai wajah dan tubuh? Pada tahun 1990-an, Agus pernah serumah dengan seorang fotografer yang suka motret wajah, tubuh, dan geraknya. Foto-foto tersebut memberinya inspirasi. Ia mau melukis ulang berdasarkan foto-foto tersebut dan memberi sentuhan pemikiran baru. Dengan begitu, katanya, ia tidak perlu lagi membayar model. Dirinya jadi model lukisannya. “Alasan lain, saya kalau ingin mengeritik orang lain atau keadaan, saya melihat wajah saya. Kalau buat saya, bercermin sebelum mengeritik orang lain. Bercermin pada diri sendiri. Kritik harus bercermin pada diri sendiri,” katanya memberi alasan kenapa wajah dan tubuhnya dipakai dalam karya-karyanya untuk mengeritik.

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 91 Ketika mengeritik sifat keserakahan manusia, Agus membuat lukisan dengan model dirinya sendiri bertajuk “The Super Omnifora” (2001, cat minyak, akrilik, pada kanvas, 145 x 140 cm (diptych). “Saya makan katak dan sayur mentah untuk difoto. Setelah itu saya muntah-muntah. Ide besarnya, manusia makhluk berpotensi menjadi perusak lingkungan, sosial, alam. Serakah seperti itu,” tutur Agus tentang lukisannya tersebut. Namun setiap karya selalu terbuka untuk interpretasi. Agus merasa senang kalau makin banyak interpretasi untuk karyanya. Tentang ide untuk karyanya, ia bisa mendapatkan dari mana-mana. Kadang ia mendapatkannya dari kehidupan sehari-hari, dari mendengar dan bermain musik, nonton film, atau membaca. Seni rupa dan seni pada umumnya, kata Agus, sangat penting dalam kehidupan. Seni kadang-kadang tampak seperti tak berguna. Tapi seni justru sangat membantu manusia saat diperlukan. Ia tidak bisa membayangkan hidup tanpa seni. “Hidup tanpa sentuhan seni gersang sekali,” tegasnya. Ia membayangkan bangunan rumah yang terpakai hanya secara fungsional tanpa sentuhan seni pasti akan gersang. Dalam berkarya, katanya, orang harus bekerja dengan passion. Tanpa itu, susah seorang seniman berkembang. Juga dalam berkarya jangan berpikir soal pasar, tetapi teruslah berkarya. Ekonomi penting, tetapi bukan yang utama. Bagi seorang seniman, proses berkesenian itu tidak pernah berhenti. “Juga jangan cepat puas dengan pencapaian yang ada,” katanya.

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 92 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 Agus sendiri juga tidak pernah merasa berada dalam zona nyaman. Ia terus mencari. Dalam menggunakan media pun ia terus mencari tantangan baru. Tidak puas dengan apa yang telah dicapai. Ia pernah menggunakan aspal dan tanah sebagai media. Ia juga menyukai media kertas daripada menggunakan kanvas. Melalui penggunaan cat air dan cat minyak, ia mampu mengeksplorasi teknik yang menampilkan efek transparan. Agus Suwage mengaku cepat jenuh, akan tetapi ia juga adalah seorang perupa dengan semangat tinggi untuk terus berkarya dengan media dan ide-idenya yang unik. “Saya kerja paling lama dua minggu. Setelah itu mood saya hilang. Karena itu, saya selalu berusaha menyelesaikan karya secepatnya. Tidak berlama-lama. Daya tahan fisik saya juga makin berkurang,” ujarnya.

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 93 BIODATA

Nama : Agus Suwage Tempat/tanggal lahir : Purworejo, Jawa Tengah, 14 April 1959 Pekerjaan: Perupa :

PENDIDIKAN

- Departemen Desain Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB (1986)

PENGHARGAAN

- Anugerah Kebudayaan Kategori Pelopor, Pencipta dan Pembaru dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2018 - Philip Morris Award, 1996

KARYA

• Cermin Sosial (2012) • Tembok Toleransi (2012) • CYCLE No.2 (2013) • CYCLE No.3 (2013) • The End Is Just Beginning Is The End (2011)

PAMERAN

• After Utopia: Revisiting the Ideal in Asian Contemporary Art, Singapore Art Museum (2015) • SIP! Indonesian Art Today di Singapura dan Jerman (2012-2013) • Still Crazy After All These Years di Yogyakarta (2009) • Beauty in the Dark, Galeri Kontemporer Avanthay, Zurich, Switzerland (2008) • Awas! Recent Art from Indonesia di (1999)

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 94 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 Tjokorda Raka Sukawati Sostrobahu untuk Indonesia dan Dunia

Tjokorda Raka Sukawati adalah penemu sistem landasan putar untuk jalan layang. Temuan bangsawan asal Gianyar ini membantu mengatasi kepadatan lalu lintas, sehingga mempercepat proses pembangunan. Hingga saat ini teknologi tersebut terus digunakan untuk pembangunan jalan layang. Tidak hanya di Indonesia, tapi juga di mancanegara. Jepang, Korea, Malaysia dan Filipina, antara lain, yang menggunakan teknologi landasan putar itu. Presiden Filipina Fidel Ramos bertemu secara khusus dengan Raka untuk membicarakan penerapan teknologi landasan putar di negaranya. Sebagai penghargaan, Presiden RI Soeharto memberi nama sostrobahu pada landasan putar temuan Sukawati. Atas ciptaan dan sumbangannya pada pembangunan, Sukawati mendapat penghargaan Bintang Jasa Pratama (1989) dan Satyalancana Pembangunan (1987) dari Presiden Republik Indonesia. Menurut Tjokorda Gede, yang akrab dipanggil Cok Abi, ayahnya akrab dengan dunia teknik sejak belia karena kakeknya memiliki usaha bengkel untuk kendaraan bermotor. Raka memperdalam ilmu teknik sipil di Institut Teknik Bandung (ITB). Lulus dari ITB, ia terlibat dengan beberapa pekerjaan rancang bangun di Bali. Antara lain, perbaikan jembatan di Klungkungan dan pembangunan Bandara Ngurah Rai yang sedang dijalankan PT Hutama Karya. Ketekunannya dalam berkarya membuat Raka mendapat kepercayaan sebagai pejabat PLT Cabang Hutama Karya di Bali.

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 95 Kemudian ia menjadi direktur administrasi dan keuangan PT Hutama Karya pusat. Tahun 1976, Bina Marga membangun jalan tol dari Jagorawi ke Tanjung Priok. Mulanya proyek tersebut akan dikerjakan oleh Korea. Namun Direktur Utama PT Jaya Lamtoro Gung, Siti Hardiyanti Rukmana (Ibu Tutut), berinisiatif untuk menggarap pekerjaan tersebut bersama-sama beberapa perusahaan nasional. Bergabunglah PT Hutama Karya, PT Jaya Lamtoro Gung, Pabrik Baja Krakatau Steel Cilegon dan pabrik semen Tiga Roda. Hutama Karya mendapat tugas untuk membangun ruas Cawang sampai Jalan Pemuda. Raka dipercaya untuk mengembangkan proyek tersebut. Raka berpikir keras untuk menemukan teknologi yang praktis, efisien dan aman. Suatu hari, dalam kegelisahan tersebut, ia mengotak-atik Mercedes Benz kesayangannya. Saat bersiap memperbaiki mobil tersebut, bagian depan mobilnya (hidung) diangkatnya dengan dongkrak sehingga dua roda belakang bertumpu di lantai yang licin karena ceceran tumpahan oli. Begitu disentuh, tiba-tiba badan mobil berputar dengan titik sumbu dongkrak sebagai penopang. Peristiwa itu kemudian menginspirasinya untuk menciptakan landasan putar jalan layang. Ia

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 96 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 kemudian mengusulkan pembuatan kepala tiang yang akan diputar dengan bantuan alat pemutar. Setelahnya, baru akan dipasang bekisting kepala tiang, sejajar dengan jalan di tengah jalan. Setelah beton tersebut kuat, bekisting lalu diputar. Teknologi ciptaannya ini mendapat sambutan hangat dari segenap pelaksana pembangunan. Sistem landasan putar jalan layang diterapkan di seluruh pembangunan jalan layang di Jakarta. Keistmewaan dari teknologi landasan putar ini berhasil mengatasi kesulitan membangun jalan tol di atas jalanan yang sudah ramai dan padat. Juga dapat menghindarkan proses pembangunan yang melibatkan pembebasan lahan serta pembiayaan lainnya yang lebih mahal. Pada pemasangan tiang ke-85, di awal November 1989, Presiden Soeharto ikut menyaksikan pemutarannya. Usai menunaikan tugasnya memutar lengan beton ke-85, Raka menemui langsung Presiden Soeharto. Ia disambut ucapan selamat yang mengharukan. “Pak Raka, terima kasih. Bapak telah ikut membesarkan nama bangsa, sekarang Bapak minta apa?” tanya Pak Harto. Waktu itu, Raka meminta dengan hormat agar Pak Harto memberikan nama atas temuannya itu. Presiden Soeharto memberi nama Sostrobahu pada teknologi ciptaannya itu. Nama itu dipetik dari kisah pewayanan ajaran Triwikrama. Triwikrama adalah kemampuan titisan Dewa Wisnu dan beberapa makhluk lainnya untuk berubah ujud menjadi raksasa yang amat besar dan bertangan seribu. Dalam cerita pewayangan, tokoh titisan Wisnu yang sering melakukan Triwikrama adalah Arjuna Sosrobahu dan Kresna. Kini teknologi Sosrobahu digunakan di Filipina, Malaysia, Thailand dan Singapura. Bahkan Korea Selatan masih bersikeras ingin membeli hak patennya. Di , Sosrobahu telah terpasang sebanyak 135 buah. Di Filipina, salah satu jalan layang terpanjangnya di Metro Manila, yakni ruas Vilamore-Bicutan, serta 298 tiang jalan lainnya juga telah memanfaatkan teknologi Sosrobahu. Sepeninggal Raka, untuk pengembangan teknologi Sosrobahu, Cok Abi menjelaskan bahwa ayahnya telah meminta keponakannnya, Cok Tirta, seorang doktor di bidang teknik yang akan mengembangkan Sosrobahu ciptaan almarhum menjadi Sosrobahu II. Namun dalam hal pengurusan hak paten, pelaksanaan berbagai proyek di beberapa negara, (alm) Raka meminta putranya Cok Abi, yang juga disainer ternama, untuk turut merawatnya. Satu pesan dari (alm) Raka yang ingin disampaikan Cok Abi kepada generasi

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 97 muda di Indonesia: “Apa pun bidang yang kamu pilih, kamu harus bertangung jawab penuh, fokus, disiplin dan berprestai. Agar karyamu berguna untuk orang banyak, bukan untuk dirimu sendiri saja.”

Biodata

Nama : Tjkokorda Raka Sukawati Lahir : Ubud, 3 Mei 1931 Wafat : Ubud, 11 November 2014 Isteri : Tjokorda Istri Rai Pemayun Pendidikan : Institut Teknologi Bandung (ITB) Universitas Gajah Mada (UGM) Keahlian : Pencipta landasan putar jalan layang (teknologi sosrobahu)

Karier, antara lain :

- Pengawas pada pembangunan Reaktor Atom Triga Mark, Badung (1962) - Aktif dalam pembentukan Fakultas Teknik Universitas Udayana disamping sebagai Ketua Jurusan Arsitektur (1965-1966) - Dekan Fakultas Teknik Universitas Udayana disamping sebagai Wakil Kepala Cabang IV PT Hutama Karya Bali (1967)

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 98 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 - PT Hutama Karya diubah statusnya menjadi PT (Persero) Hutama Karya. Berdasarkan surat keputusan Menteri Keuangan RI diangkat kembali sebagai Direksi PT (Persero) Hutama Karya dengan jabatan Direksi (1973) - Executive Board Kontraktor Asia Pasifik (1974-1975) yang dipilih dalam Konferensi Kontraktor Asia Pasifik (IFAWCA) di Tokyo - Direktur Teknik PT (Persero) Hutama Karya (1976-1979) - Ditunjuk sebagai Direktur Utama PT Hutama Karya (1988)

Karya bidang teknik : andasan putar jalan layang, teknologi sosrobahu

Penghargaan :

- Anugerah Kebudayaan untuk Kategori Pencipta, Pelopor dan Pembaru Kebudayaan dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (2018) - Adhicipta Rekayasa bidang konstruksi dari Persatuan Insinyur Indonesia (1993) - Piagam Tanda Kehormatan Bintang Jasa Pratama dari Presiden Republik Indonesia (1989) - Piagam Pengabdian Penghargaan Pemerintah atas jasanya terhadap negara dalam menciptakan Sistem Landasan Putar (1988) - Piagam Penghargaan Bidang Keteknikan atas jasa dan prestasinya keteknikan dalam Pembangunanmeliputi karya teknik dan pengembangan teori ilmu keteknikan dari Himpunan Ahli Teknik Indonesia (1989) - Piagam Tanda Kehormatan Satyalancana Pembangunan dari Presiden Republik Indonesia (1987)

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 99 Lily Yulianti Farid Mendapatkan Jutaan Harapan

“Saya mendapatkan jutaan harapan di tanah kelahiran saya tiap tahun karena keputusan yang saya ambil ini (menyelenggarakan Makassar International Writers Festival). Dan, ini tidak memberi saya uang atau materi, tapi dia memberikan saya harapan masa depan yang lebih manusiawi.” Itulah pernyataan tegas Lily Yulianti Farid tentang manfaat yang telah didapatnya dari Makassar International Writers Festival (MIWF) yang mulai digelarnya tahun 2011. Sosok Lily memang tidak bisa dilepskan dari festival tersebut. Tersebutlah suatu hari Lily bertemu dengan seorang pejabat. Pejabat itu berkata kepadanya kenapa bersusah-susah menyelenggarakan MIWF, suatu kegiatan yang tidak menghasilkan uang kecuali capek. “Kenapa kamu melakukan itu?” tanya sang pejabat seperti dikutip Lily. “Saya bilang, Pak, kalau tidak ada satu orang melakukan ini, saya akan datang ke Makassar hanya sekadar untuk kangen saja karena ini kota kelahiran saya. Tetapi karena saya berani bersama banyak orang memulai festival ini delapan tahun lalu, sekarang setiap kali saya datang kemari saya menenukan harapan,” tuturnya. “Saya melihat harapan itu di mata anak-anak muda yang datang ke festival ini tiap tahun. Saya menemukan wajah-wajah yang haus untuk belajar dan wajah- wajah yang percaya kita memberikan sesuatu yang bisa menambah wawasan mereka dan mengasah kemanusiaan mereka. Dan, hal itu tidak didapatkan di pendidikan formal, Pak. Kalau Bapak sebagai seorang pejabat berani-beraninya bilang saya

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 100 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 tidak mendapatkan apa-apa dari festival ini, saya ingin bilang pada Bapak, saya mendapatkan jutaan harapan di tanah kelahiran saya tiap tahun karena keputusan yang saya ambil ini,” tegas Lily. Lily yang selalu mengikuti festival budaya di dalam dan luar negeri terinspirasi untuk menggelar festival serupa di kota kelahirannya, Makassar. Alasannya, dirinya sendiri seorang penulis. Selain itu, ia ingin memberi identitas baru bagi kota Makassar sebagai kota intelektual, kota kebudayaan, di mana tidak hanya penulis dan pembaca yang bertemu, tetapi juga pemikir. Saat pertama kali mau digelar, Lily dan tim sempat ragu apakah festival itu akan bisa jalan. Beda dengan festival musik atau kuliner, orang mudah menangkapnya. Sementara festival yang mau mereka lakukan adalah festival penulis. Acara itu terkesan serius dan susah juga mendapat sponsor. Namun Lily dan timnya jalan terus karena mau meningkatkan minat baca masyarakat. Tambahan pula, di dunia pendidikan formal sastra sudah tidak mendapat perhatian luas. Anak didik belajar bahasa Indonesia tapi apresiasi sastra tidak. Selain itu, citra Makassar juga kurang baik. Kota itu lebih sebagai kota yang keras di mana sering terjadi tawuran antarwarga. Bahkan berita tawuran itu muncul di koran nasional. Namun setelah festival itu berlangsung, Makassar menjadi kota intelektual. “Ada peristiwa intelektual. Acaranya empat hari tapi gaungnya terasa. Ada kegiatan baru, yaitu kegiatan dari komunitas sastra, kegiatan intelektual. Akhirnya satu koran nasional muncul dengan berita berjudul ‘Wajah Ramah Makassar’. Itu membuat orang melihat Makassar lebih berbeda,” tutur Lily yang bangga Makassar

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 101 kini jadi salah satu tempat kegiatan intelektual lewat festival tersebut. Tahun 2018, pemerintah lewat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memberi Anugerah Kebudayaan untuk Kategori Pelopor, Pencipta dan Pembaru baginya. “Saya terkejut sebenarnya. Mungkin lebih banyak orang lebih pantas mendaptkan ini. Di samping rasa terkejut, saya ingin menyampaikan rasa terima kasih bahwa apa yang saya kerjakan selama ini juga dicatat atau dilihat pihak luar. Mereka memberi apresiasi. Anugerah ini juga memberi energi baru,” paparnya. Ia berharap sastra mendapat tempat di tengah kehidupan masyarakat kita. Di negara maju, katanya, seorang sastrawan bisa bersanding sejajar dengan pahlawan nasional lainnya. “Saya ke Malaysia dan berbicara dengan banyak orang di sana. Wah, kita belum berhenti membahas Pramudya Ananta Toer. Karyanya masih kita pelajari. Itu mencerminkan duta intelektual kita adalah para sastrawan kita lewat karya-karyanya. Itu berjalan jauh ke negara lain yang jadi reputasi wajah bangsa,” ujar Lily. Program kesenian yang telah dihasilkannya antara lain pertunjukan panggung Vessel For Stories yang mengangkat hubungan sejarah antara pemburu teripang dari Makassar dengan masyarakat asli Australia di abad ke-16, dikerjakan bersama seniman Australia, Kelly Lee Hickey (2013) Ia pun menjadi penggagas Seri Dokumenter Tokoh Kebudayaan, Sastra dan Intelektual Sulsel yang diproduksi setiap tahun sejak 2011 hingga sekarang. Ia juga menjadi Produser Utama Indonation!– Konser Musik Amal di untuk Membantu Sokola Pesisir, sekolah anak pesisir di Makassar (2011). Lily bercerita, ia sudah suka membaca sejak kecil. Ibunya banyak mendorongnya untuk suka membaca dengan berlangganan majalah. “Uang jajan yang saya dapat, saya pakai untuk membeli buku,” tuturnya.

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 102 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 BIODATA

Nama : Lily Yulianti Farid Lahir : Makassar, 16 Juli 1971 Suami : Farid Ma’ruf Ibrahim Pendiri : Makassar International Writers Festival dan Yayasan Budaya Rumah Rumata

PENDIDIKAN

- Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin, 1994 - Master dalam bidang Studi Gender dan Pembangunan di Universitas Melbourne, 2003 - Doktor dalam Bidang Studi Gender di Universitas Melbourne, 2015

PENGHARGAAN

- Anugerah Kebudayaan Kategori Pelopor, Pencipta dan Pembaru dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2018 - Delegasi Indonesia di Europhalia Arts Festival 2017 - Australia Leadership Award Scholarship 2010-2014 - Tokoh Pelopor Kebudayaan Sulsel dari Radio Madama FM, 2016

KARYA SASTRA

- Makkunrai (2008) - Maisaura (2008) - Ayahmu Bulan Engkau Matahari (2012) - Ruang Keluarga (2011)

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 103 Aksan Sjuman Musisi Idealis, Pecinta Pendidikan

Aksan Sjuman yang akrab dipanggil Wong Aksan adalah sosok idealis seorang musisi di Tanah Air. Tidak banyak musisi yang memilih hidup sunyi dalam berkarya seperti Aksan Sjuman. Di mana-mana banyak orang mengejar popularitas agar dapat mendongkrak kehidupannya, bahkan tidak sungkan menempuh jalan apa pun untuk meraih tahta popularitas. Segala cara dihalalkan. Namun itu tidak berlaku bagi musisi yang satu ini. Bagi Aksan, kreativitasmerupakan daya hidup itu sendiri. Ada pun popularitas hanya bonus saja, yang bisa diambil tapi tidak bisa dijadikan rujukan, apalagi satu- satunya tujuan berkarya. Ketika tempat mengembangkan kreativitas sudah tidak lagi mendukung lahirnya kreativitas baru, tidak sungkan-sungkan ia tinggalkan. Aksan sadar bahwa jalan menempuh dunia kreatif itu terjal, meski begitu harus dilewati karena di sanalah dinamikanya. Daya hidup Aksan yang idealis tidak dapat dipisahkan dari pengalaman hidupnya sendiri. Ia tumbuh di tengah-tengah keluarga seniman. Sang ayah, Sjuman Djaja, dikenal sebagai seorang sutradara ternama yang banyak malang melintang di dunia perfilman. Sama halnya dengan sang ibu, Farida Oetoyo, yang aktif di dunia seni tari. Pertemuan darah ayah dan ibu itulah yang menjadikan darah seni mengalir deras dalam diri Aksan Sjuman. Aksan lahir pada 22 September 1970 di kawasan Menteng, Jakarta Pusat. Sejak

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 104 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 kecil bakat seni sudah tampak pada diri Aksan. Ia banyak menggandrungi musik- musik klasik, sampai-sampai sebelum usianya masuk kategori remaja ia sudah memiliki ratusan kaset musik klasik. Hobinya tersebut terus berlangsung sampai masa remaja. Ketika duduk di bangku SMP ia mulai mengembangkan hobi musiknya ke jenis musik lainnya, seperti rock dan jazzn. Sedari kecil Aksan sudah bercita-cita ingin menjadi musisi dan komposer profesional. Cita-cita tersebut lahir dari dalam jiwa Aksan kecil. Pernah suatu kali ia diajak sang ayah datang ke sebuah hotel di Jakarta, menonton pertunjukan Indra Lesmana bermain jazz. Di usia yang relatif masih muda mencintai musik seperti jazz merupakan hal luar biasa. Kedua orangtua Aksan yang mengerti bakat anaknya tidak pernah menghalanginya. Mereka bahkan mendukung Aksan untuk total di dunia musik. Mereka bahkan berpesan kepada Aksan agar ia melakukan apa pun dengan sungguh-sungguh, karena hanya dengan kesungguhan Aksan bisa jadi apa saja. Berbekal nasihat dari kedua orangtuanya inilah Aksan menekuni bidang musik sampai kuliah ke Jerman. Selama ia menekuni bidang musik di Jerman, tahun 1993, Wong Aksan bersama beberapa teman sekolahnya dari lintas negara membentuk grup musik bernama “Chicken Takes Time”. Fokus dari grup musik Aksan ialah tampil di beberapa festival-festival tertentu. Namun setelah Wong Aksan menyelesaikan kuliahnya dan kembali ke Indonesia, nasib grup musik ini pun menjadi tidak jelas dan sisa anggotanya memutuskan membubarkan “Chicken Takes Time” tanpa sempat menelurkan karya satu pun.

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 105 Sepulang dari Jerman, Aksan bergabung sebagai drummer grup musik pop rock Dewa 19 setelah album Terbaik Terbaik (1995) selesai. Aksan menggantikan posisi Wawan Juniarso yang keluar dari Dewa 19 setelah album kedua Format Masa Depan (1994) dirilis. Sebelum Aksan bergabung, posisi drummer Dewa 19 diisi oleh additional player, yaitu Ronald Fristianto—eks drummer GIGI, Evo & DR.PM dan Rere Reza—eks drummer Grass Rock, Yovie and Nuno, Blackout & ADA Band. Namun setelah menyelesaikan pembuatan album Pandawa Lima (1997), pada 4 Juni 1998 Aksan memilih keluar dari Dewa 19 karena berbeba haluan musik. Meski keluar dari grup Dewa 19, karier Aksan terus bersinar. Ia kemudian bergabung bersama grup Potret, juga sebagai drummer. Aksan bergabung dengan Potret di album kompilasi From Dawn to Beyond: The Best Of Potret (2001), menggantikam drummer sebelumnya, Arie Ayunir. Selain bermain musiku, Aksan juga aktif dan mendorong komunitas dalam pembuatan alat-alat musik, baik gitar maupun piano. Ia mengundang masyarakat sekitar di kawasan Tangerang untuk ikut serta dalam menciptakan alat-alat musik. Untuk gitar misalnya, Aksan sudah melakukan inovasi berupa pemuatan gitar berbahan dasar kayu. Tidak jarang kayu-kayu yang dikumpulkannya itu merupakan kayu sisa dari tebangan pohon. Ia pun sangat peduli pada isu-isu lingkungan hidup. Sejak 2014, ia mulai fokus membuat piano. Terkait pembuatan piano ini,

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 106 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 Aksan memberikan catatan khusus bahwa di Indonesia pekerjaan pembuatan piano merupakan pekerjaan yang tidak mudah, bahkan dapat dikatakan elite. Sebab, bidang ini tidak semata mengandalkan keterampilan pengerjaan kayu, akan tetapi membutuhkan ilmu lainnya seperti fisika dan matematika. Bisa dikatakan di Indonesia sendiri pembuatan piano masih sangat tertinggal jauh dibandingkan di negara-negara lain. Untuk “suku cadang”-nya saja kita masih sangat impor dari negara lain karena Indonesia belum mampu memproduksinya. Selama berkarir di dunia musik, sudah cukup banyak karya yang dilahirkan Aksan. Bersama Dewa 19 melahirkan Pandawa Lima (1997), kemudian bersama Potret menelurkan album From Dawn to Beyond (2001), Positive+POSITIVE (2003) dan I Just Wanna Say I L U (2008). Di bidang ilustrasi musik-film ia menggarap Dunia Mereka (2006), Laskar Pelangi (2008—meraih penghargaan FFB 2009), The Photograph—nominasi Jakmovie Award 2007, Karma (2007), Garuda di Dadaku (2008—nominasi FFI 2009), King (2008—meraih penghargaan FFI 2009, Lost in Love (2007—nominasi FFI 2008), Sang Pemimpi (2009—meraih penghargaan FFB 2010, Minggu Pagi di Victoria Park (2010), Tanah Air Beta (2010—nominasi FFB 2011), Rindu Purnama (2011), dan Serdadu Kumbang (2011). Adapun karya Aksan sebagai filmografi yaitu Kuldesak (1998), Lovely Luna (2004, cameo), dan Rayya, Cahaya di Atas Cahaya (2012, cameo). Prinsip hidup Aksan: banyak memberi! Baginya, makin banyak memberi itu semakin bagus. Inilah dimensi spiritual dari sosok Aksan. Karena alasan itulah, Aksan mengembangkan karier bukan hanya untuk dirinya saja tapi juga untuk

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 107 membuka jalan bagi anak-anak bangsa ikut juga berkarya. Saat ini, selain aktif di bengkel musiknya, Aksan juga aktif dalam mengembangkan program-program pendidikan musik untuk anak-anak sekolah. Ia mengembangkan Sjuman School of Music dan laman (website) khusus terkait program-program musik, film dan dunia tari dengan nama rumahkaryasjuman.com.

Profil:

Nama : Sri Aksana Sjuman alias Aksan Sjuman alias Wong Aksan Lahir : 22 September 1970 Orang Tua : Sjuman Djaja dan Farida Oetoyo Anak : Miyake Shakuntala Sjuman Grup Musik : Potret Profesi : Pemusik dan Aktor

Penghargaan:

- Anugerah Kebudayaan Kategori Pelopor, Pencipta, dan Pembaru dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2018

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 108 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 Eko Supriyanto Menari Sepenuh Hati, Mengikat Keindonesiaan

Eko Supriyanto yang lebih dikenal dengan sebutan Eko Pece adalah seorang penari ternama di negeri ini. Lebih dari seorang penari, ia juga merupakan seorang koreografer dan dosen di Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta. Eko menjadi titik jumpa dari seni tari tradisional dengan seni tari kontemporer. Ia pun merupakan representasi dari seorang penari sekaligus pemikir, pencipta sekaligus inovator dari seni tari itu sendiri. Pengaruh Eko tidak hanya di Indonesia, akan tetapi sudah menyebar sampai ke mancanegara. Muridnya pun demikian, selain dari Indonesia juga banyak yang berasal dari mahasiswa-mahasiswa asing. Kehadiran Eko di jagad seni tari Indonesia memberikan nuansa dan warna tersendiri yang unik. Ia mampu mengangkat seni tari naik level dari sekadar ritual budaya- budaya lokal menjadi seni pertunjukan yang berkelas dan dapat dinikmati oleh masyarakat internasional. Karya trilogi yang berangkat langsung dari “pengalaman batin” masyarakat Indonesia berasal dari Jailolo, Halmahera Barat, Maluku Utara merupakan bukti kesuksesan Eko membawa seni tradisi lokal ke pangung seni pertunjukan tari kontemporer internasional. Eko lahir di Kalimantan Selatan pada 26 November 1970. Meski lahir di Kalimantan, masa kecil Eko tumbuh besar di Magelang, Jawa Tengah. Sejak kecil darah seni sudah mengalir dalam dirinya. Dalam usia tujuh tahun, Eko ikut seni pencak silat dan Jatilan, juga tari Jawa Klasik, dari kakeknya. Kebetulan kakeknya,

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 109 Djoyoprayitno, seorang penari Wayang Orang Sri Wedari, Solo, sejak tahun 1960-an. Ketika kakeknya meninggal, Eko kecil terus berguru tari kepada Kahari dan Alit Maryono. Menginjak bangku SMP, Eko mulai belajar tari rakyat dan Kubro Siswo. Ia menempuh pendidikan S1 di Jurusan Tari Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI—kini Institut Senin Indonesia, ISI) Surakarta pada 1990. Setelah lulus, ia melanjutkan studinya di program S2 MFA (master of fine arts), tahun 2001, di Dance and Choreography, Departement of World Arts and Cultures, University of California Los Angeles (UCLA), AS. Di STSI dan UCLA inilah Eko banyak belajar teknik tari modern (modern dance). Meski sudah banyak dikenal orang dan diperhitungkan sebagai salah seorang seniman tari ternama di Indonesia, hal itu tidak membuat Eko berhenti untuk mengembangkan dirinya. Ia melanjutkan program doktoralnya di Universitas Gajah Mada (UGM), tahun 2015, di bidang kajian seni pertunjukan. Ia pun mampu menyelesaikan disertasinya berjudul “Ikat Kait Impulsif Sarira: Gagasan yang Mewujud Era 1990-2019” dengan sangat baik. Program doktoral sudah diselesaikannya, akan tetapi tetap saja ia merasa masih kurang. Dahaga keilmuannya terus bergemuruh. Setelah itu, ia melanjutkan lagi program doktoralnya yang kedua di bidang penciptaan seni di Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta, tempat di mana ia sendiri mengajar sebagai dosen di jurusan tari. Kiprah Eko di dunia internasional tidak dapat dipandang sebelah mata. Ia mengawali partisipasinya di level internasional karena keikutsertaannya dalam Indonesian Dance Festival 1993. Dari sana ia ikut American Dance Festival di New York tahun 1997. Kemudian dilanjutkan ke Durham North Carolina America dan

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 110 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 Asia Pasific Performance Exchange Programs 1998-1999 di Los Angeles. Di sana ia bekerja juga sebagai konsultan tari dalam karya Los Angeles and National Tour of Julie Taymor saat memproduksi teater Broadway Lion King. Ia pun pernah memiliki kesempatan untuk mengkoreografi produksi-produksi internasional, termasuk Le Grand Macabre (Peter Sellars), Opera Flowering Tree in Vienna (John Adam), the Barbican Centre di London, Berlin Philharmonic, The Lincoln Center in New York, dan LA Philharmonic, Lyn Dally Jazz Tap Ensemble Los Angeles. Ia pun sempat terlibat sebagai penari dalam tur konser “Drowned World”-nya Madonna. Beberapa karya Eko yang pernah lahir: Without Body, Tawur (2009), Kertas (2008), eL, Opera Jawa “Iron Bed” (2007), Opera Jawa (2006) dan Opera (2005). Selain itu, Eko juga pernah terlibat di beberapa karya film seperti Kisah 3 Titik (2013), Opera Jawa (koreografi, 2006) dan Generasi Biru Negeri Tanpa Telinga (2014). Masih banyak karya-karya yang lainnya. Baru-baru ini Eko juga disibukkan sebagai penata koreografi tarian tradisional pada Pembukaan Asian Games 2018. Atas semua prestasinya itu, Eko mengaku berutang banyak pada guru-gurunya yang berpengaruh, seperti Sardono W Kusumo, S Pamardi, dan Djarot B Darsono. Melalui mereka, Eko banyak belajar bagaimana koreografi dibuat, tentang tradisi Indonesia dan kiat mengenal tradisi Indonesia lebih dekat lagi, termasuk anatomi budayanya, berikut inspirasi bagaimana melakukan pendekatan pada tradisi dan mengawinkannya dengan bahasa koreografi kontemporer. Bagi Eko, seni tari bukan semata persoalan gerak tubuh sebagai seni pertunjukan, akan tetapi di belakangnya menyimpan banyak pelajaran hidup yang penting. Di

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 111 dalam sebuah tarian terkandung di dalamnya gagasan, fokus terhadap hal yang detail, etos hidup, ruang kesadaran dan kepekaan, termasuk manusianya yang memiliki fisik, jiwa dan juga ruh. Eko menceritakan bagaimana ketika ia coba mengadopsi kehidupan di Jailolo menjadi sebuah tarian kontemporer yang hidup dan dinamis. Ia coba gabungkan kekuatan pikir, rasa serta tubuh dalam karya tersebut. Perpaduan pikir, rasa dan tubuh inilah yang menjadikan koreografi yang digagas Eko memiliki keunikan tersendiri. Ia memiliki pesan khusus tersendiri terkait dunia kesenian. Baginya, kesenian itu harus dipandang bukan semata sebagai hobi, akan tetapi kita harus juga menghidupinya. Totalitas berkarya menjadi syarat mutlak untuk menjadi seorang seniman yang profesional. Selain itu, seorang penari juga harus memiliki wawasan yang kritis sehingga bisa membuat jarak dengan dunia tari itu sekaligus juga terlibat di dalamnya. Berpikir kritis ini juga penting sebagai modal pengembangan suatu seni tradisi. Tanpa pemikiran kritis, sebuah seni tradisi—termasuk seni tari—akan Undangan tetap menjadi tradisi yang barangkali tidak terhubung dengan masyarakat luas. Ketika hal tersebut terjadi, tentu akan membuat seni tradisi itu sendiri memfosil dan semakin banyak yang meninggalkannya. Untuk menyelamatkan tradisi lokal, maka diperlukan sebuah inovasi untuk terus memeliharanya.

Referensi:

- Eko Supriyanto. Ikat Kait Impulsif Sarira: Gagasan yang Mewujud Era 1990- 2019. Yogyakarta: Garudhawaca, 2018.

Biodata:

Nama : Eko Supriyanto (Eko Pece) Lahir : Banjarmasin, Kalimantan Selatan, 26 November 1970 Profesi : Dosen, Penari dan Koreografer

Penghargaan:

- Anugerah Kebudayaan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk Kategori Pencipta, Pelopor, dan Pembaharu, 2018.

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 112 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 ANUGERAH KEBUDAYAAN TAHUN 2018

PENERIMA ANUGERAH KEBUDAYAAN KATEGORI PELESTARI Undangan

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 113 Temu Misti Pelestari Gandrung Terop dari Kemiren

Dengan penuh penghayatan, Temu Misti menyanyikan tembang dalam bahasa Using (salah satu suku-identitas budaya di Banyuwangi, Jawa Timur). Suaranya melengking-mendayu indah dengan cengkokan khas Using. Sambil menari, sesekali ia mengibaskan sampur, senyumnya tetap sumringah. Pantun dalam bahasa Using pun ia lantunkan, menyerap suasana, menyambung rasa dengan penonton. Temu Misti, satu dari penari Gandrung Terop yang semakin sulit ditemukan di Banyuwangi. Kepiawaian Temu Misti dalam olah vokal, tarian, dan berpantun, membuatnya mendapat panggilan istimewa dari penggemarnya sebagai Gandrung Temu. Temu, dengan kepiawaiannya, membuat seni tradisi Gandrung Terop dikenal oleh masyarakat yang lebih luas. Berbagai pertunjukan ia tampilkan di

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 114 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 perlehatan kebudayaan, antara lain pada penyelenggaraan World Dance Day di Jogja (2015) dan Museumsuerest, Frankfurt Book Fair (2017). Dedikasi Temu pada pelestarian Gandrung Terop sejalan dengan kecintaannya terhadap seni tradisi tersebut. Ia rela merenovasi ruang tamu dan teras rumahnya menjadi tempat siapa pun yang ingin belajar padanya. Di teras rumahnya itu juga ia melatih 15 pelajar dari berbagai penjuru Nusantara pada Program Belajar Bersama Maestro yang diselenggarakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2016). Perempuan yang menjadi penari gandrung sejak umur 15 ini bertekad akan terus memberikan pengajaran sampai ia menemukan murid yang dapat melanjutkan estafet untuk melestarikan Gandrung Terob. Gandrung Terob salah satu seni tradisi yang hidup di Banyuwangi, Jawa Timur. Dalam bahasa setempat, gandrung bermakna tergila-gila dan terob bermakna tratak atau tenda yang biasa dipasang saat hajatan.` Gandrung Terob menampilkan pertunjukan permainan musik dan penari yang sekaligus menembang dan berpantun. Kesenian ini dipertunjukan pada berbagai acara syukuran, seperti pernikahan, sunatan, panen dan penerimaan tamu istimewa pada acara-acara penting di masyarakat. Seorang penari gandrung dituntut piawai menari, menguasai lagu-lagu yang khas dilantunkan pada pertunjukan ini, dan mencipta pantun secara spontan sesuai dengan suasana syukuran. Penari gandrung juga harus memiliki stamina yang prima, karena mereka memberikan pertunjukan dari pukul 21.00 hingga menjelang adzan subuh. Temu Misti lahir dengan nama Misti di lingkungan Banyuwangi yang kaya dengan seni tradisi. Ibunya, Supiah, seorang petani, dan ayahnya, Mustari, seniman Gemlak yang pandai melantunkan Juli-juli (kidungan ). Adapun kakeknya, Samin, dikenal sebagai pelantun mocopat. Di masa kecil, Misti mengalami kisah unik. Saat bu dek (panggilan saudara kandung orangtua) yang membesarkannya membawa pulang Temu dari dukun bayi, bu dek-nya mampir ke rumah Mak Ti’ah, seorang juragan gandrung. Di rumah Mak Ti’ah, Misti yang berhari-hari tidak mau makan bisa makan dengan baik. Kemudian Mak Ti’ah menambahkan nama Temu pada Misti, yang bermakna menemukan kembali kehidupannya. Ia juga meminta kepada bu dek-nya untuk menjadikan Temu Misti sebagai penari gandrung. Meskipun ada kisah tersebut, Temu tidak berpikir akan menjadi penari gandrung,

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 115 hingga tahun 1965 terjadi peristiwa G30S yang membuatnya tidak dapat melanjutkan sekolah. Saat itu Temu baru mengenyam pendidikan sampai kelas V SD. Keluarganya didatangi Sutris, juragan gandrung yang lima hari lagi akan memenuhi undangan pertunjukan tapi belum mendapatkan penari. Temu memang sering memperhatikan remaja perempuan yang belajar menari dan menembang untuk menjadi gandrung saat ia bekerja menumbuk padi. Ia sendiri tidak dipersiapkan untuk menjadi gandrung. Akan tetapi, siapa sangka pengamatannya selama itu memungkinkan ia dilatih dalam waktu lima hari untuk pertunjukan pertamanya. Sejak saat itu hingga kini Temu memberikan hidupnya pada Gandrung Terop. Bagi Temu, seni yang didalaminya itu istimewa dan tidak mudah. Ia harus mampu menyanyi, berpantun (opak apem) yang ia cipta sendiri dengan memperhatikan perasaan penonton agar tidak tersinggung dan—tentu saja—merasa senang. Di awal pertunjukan, Temu akan menari Jejer, kemudian menyanyikan lagu-lagu khas Gandrung Terob seperti Podo Nonton, Kembang Menur, Kembang Gadung. Kemudian berhenti sejenak dan melanjutkan melantunkan Sulur Kambang, Palaran dan Kinanti. Selanjutnya ia mempersilakan tuan rumah dan tamu kehormatan untuk repenan (meminta lagu), biasanya yang diminta menyanyikan Lir-ilir, Gambang Suling, dan Kakang Emas. Selama pertunjukan itu ia diiringi gending khas Using, antara lain Gurit Mangir. Pertunjukan ditutup dengan Seblang, tarian dan tembang mengharukan yang mengungkapkan bahwa usai menghibur sang penari akan kembali untuk mengurus keluarganya. Temu menjalani profesinya tidak hanya untuk mendapatkan bayaran, tapi juga

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 116 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 kepuasan batin karena bisa menghibur masyarakat. Karena itu, jauh dekat, dibayar mahal atau dibayar secukupnya, ia jalani dengan suka cita. Suka duka ia lalui, dari mulai menari ke pelosok-pelosok desa yang menuntutnya berjalan kaki cukup jauh, hingga perhelatan kelas dunia di Frankfrut, Jerman. Kecintaan Temu pada Gandrung Terob membuatnya terbuka pada orang-orang yang ingin belajar padanya. Rumanya di Kedaleman, Kemiren, Glagah, Banyuwangi, ia jadikan sanggar bernama Sopo Ngiro. Sudah banyak anak dan remaja yang belajar padanya, baik dari anak-anak di lingkungan Kemiren yang ingin menjadi gandrung maupun mahasiswa dari jurusan tari. Sebagian murid-muridnya telah menjadi penari gandrung. Ia juga sering didatangi peneliti dari beberapa universitas. Banyak tantangan yang Temu hadapi dalam menjaga keberlangsungan Gandrung Terob. Sebagian muridnya yang telah jadi penari kemudian menikah dan tidak dapat melanjutkan profesinya menjadi penari gandrung. Murid-muridnya juga belum tentu dapat menguasai seluruh keterampilan yang harus dimiliki penari Gandrung Terob, terutama terkait olah vokal dan penciptaan pantun. Belum lagi gempuran seni pop yang lebih banyak diminati anak-anak daripada seni tradisi. Tak jarang, Temu harus mengeluarkan uang jajan agar murid-muridnya betah dan mau terus belajar di sanggarnya. Tetapi Temu tak patah arang. Saat ini ia mempersiapkan beberapa anak yang masih duduk kelas V SD untuk menjadi penari gandrung yang piawai. “Lita, Fitri dan Putri, mereka anak-anak dari Kemiren yang akan melanjutkan dan melestarikan Gandrung Terob,” tutur Temu dengan nada optimistis. Menurut Temu, Gandrung Terob akan terus dibutuhkan untuk menghibur masyarakat. “Saya pingin Gandrung Terob terus ada, tidak punah. Jangan sampai Gandrung Terob tinggal patungnya saja atau tinggal nama yang menempel. Gandrung Terob itu, penarinya harus profesional. Makanya saya tidak akan lumengser (berhenti menari) sampai ada pengganti. Saya akan perjuangkan penggantinya, pasti ada,” ujarnya. Ia juga berharap pemerintah lebih peduli terhadap kelestarian Gandrung Terob, tidak membiarkan Ganrung Terob hidup sendiri tanpa dukungan, apalagi sampai punah. Kepada generasi muda Temu berpesan agar mereka bersedia diwarisi Gandrung Terob. “Jangan sampai Gandrung Terob punah, kasihan para pendahulu yang telah menciptakannya,” tegas Temu.

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 117 Bio Data

Nama : Temu Misti Tempat & tanggal lahir : Banyuwangi, 20 April 1953 Kealian : penari dan pelestari Gandrung Terob

Penghargaan :

- Anugerah Kebudayaan dan Penghargaan Maestro Seni Tradisi untuk Kategori Pelestari dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (2018) - Tokoh Penggagas, Pegiat Seni Budaya yang berkontribusi nyata dalam bidang seni dan kebudayaan dari Ketua MPR RI Zulkifli Hasan (2018) - Tokoh yang berdedikasi dan mengabdi pada keletarian kesenian tradisional Banyuwangi dari Swargaloka dan Founder Padepokan Alang-alang Kumitir (2017) - Maestro Gandrung dari World Dance Day 2015 - Indi Women Award untuk kategori Women Cultural Artist dari Telkomsel yang diserahkan oleh Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Linda Gumelar (2013) - Peniti Emas dari Pemprov Jawa Timur (sekitar tahun 2000)

Karya lagu : Aja Cilik Ati Karya rekaman lagu : Songs Before Dawn (Smitsonian Folksways, Amerika Serikat) Alamat : Kedaleman, Kemiren, Glagah, Banyuwangi Jawa Timur

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 118 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 Hermin Istiariningsih Pelestari Wayang Beber, Pelestari Kearifan Lokal

Indonesia memiliki banyak kearifan lokal yang di dalamnya terkandung nilai-nilai luhur bangsa. Satu di antara kearifan lokal yang hampir kurang dikenal, khususnya oleh kalangan generasi muda, yaitu Wayang Beber. Padahal di dalam tradisi Wayang Beber terkandung banyak ajaran kehidupan yang dulu menjadi pegangan para nenek moyang bangsa ini. Meski tradisi tersebut hampir saja punah, akan tetapi kita patut bersyukur karena masih ada sosok perempuan hebat yang tetap konsisten menjaga tradisi tersebut. Hermin Istiariningsih yang akrab disapa Bu Ning menjadi satu-satunya perempuan di Indonesia yang seluruh hidupnya didedikasikan untuk melukis Wayang Beber. Bagi Bu Ning, melukis Wayang Beber sudah menjadi panggilan hidupnya. Ia tidak tertarik sama sekali untuk terjun di bidang lain. Setiap saat yang menjadi fokus kegiatan dan pikirannya ialah Wayang Beber. Ibarat oase di tanah padang pasir yang gersang, itulah keberadaan Bu Ning di tengah-tengah kehidupan masyarakat Indonesia yang makin jauh dari tradisi asalnya. Bu Ning mulai menekuni seni lukis Wayang Beber sejak tahun 1983. Perempuan yang lahir di Jombang, Jawa Timur, 66 tahun lalu, ini tidak pernah menempuh pendidikan formal khusus seni lukis. Pengalaman hidupnya yang berliku bersama sang suami, Sutrisno yang lebih dikenal Mbah Tris, yang juga seorang pelukis,

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 119 mendorong dirinya untuk menekuni dunia lukis Wayang Beber secara otodidak. Sejak itu dirinya memutuskan untuk menekuni dunia lukis Wayang Beber dengan total. Perlahan tapi pasti, keahlian goresan tangan Bu Ning membuahkan hasil. Satu demi satu karya Bu Ning pun lahir. Lewat karya-karyanya tersebut, Bu Ning pun mulai dikenal oleh banyak khalayak pecinta seni lukis. Lebih dari itu, karya-karyanya pun sudah menjadi sayap yang menerbangkan nama Bu Ning ke mana-mana. Namanya pun kian harum sehingga berbagai undangan datang menghampiri Bu Ning. Lukisannya pun kini terpampang bukan hanya di rumahnya, melainkan di hotel- hotel mewah yang ada di Indonesia, termasuk di dunia internasional seperti Perancis dan Suriname. Kepopuleran namanya tidak menjadikan Bu Ning lupa diri. Ia tetap saja memilih hidup sederhana di rumah kesayangannya di Kampung Wonosaren, Jagalan, Surakarta. Di usia yang tidak lagi muda, apalagi saat ini kondisinya sering sakit-sakitan, tidak menjadikan diri Bu Ning lemah. Semangat untuk berkarya dan berbagi ilmu kepada yang muda tidak pernah berhenti padam. Ia rela berkeliling tanpa meminta bayaran untuk mengajari anak-anak muda tentang seni lukis Wayang Beber. Juga tidak sedikit anak muda yang datang ke pondok Bu Ning yang sederhana itu untuk belajar seni lukis wayang secara langsung. Di pondoknya itu, anak-anak diberikan pengetahuan dan Teknik melukis Wayang Beber, bahkan diajari sampai bisa tanpa memasang target tertentu. Ia pun tidak sungkan-sungkan mengajari ‘murid- murid’-nya itu penuh kasih sayang seperti ibu mencintai anak-anaknya. Anak-anak tinggal datang dan belajar tanpa beban untuk membeli kanvas dan lain sebagainya. Hidup berkekurangan tidak menjadikan Bu Ning dan Mbah Tris pesimistis, bahkan

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 120 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 keduanya senantiasa terus optimistis dan selalu bersedia untuk berbagi ilmu. Sampai usianya yang kini mendekati senja, tak tersirat perasaan letih ketika bercerita tentang perjuangannya melestarikan Wayang Beber. Semangat yang berkobar-kobar begitu nyata dari tatapan matanya yang teduh. Bu Ning bercerita bagaimana ia jatuh cinta pada seni lukis wayang. Baginya, seni lukis wayang merupakan seni lukis yang di dalamnya mengandung akar nilai yang sudah menjadi pegangan para leluhur. Dengan mengadopsi cerita pewayangan seperti Mahabharata ataupun Ramayana, seni Wayang Beber menjadi ajaran moral dan petuah bagaimana idealnya hidup baik di atas muka bumi ini. Kebaikan akan senantiasa mampu mengalahkan kejahatan, asalkan mereka yang membawa obor kebaikan dapat bersabar dalam setiap perjuangan yang dipilihnya. Bu Ning membutuhkan beberapa hari untuk menyelesaikan sebuah karya yang berkualitas. Karena semua dikerjakan melalui goresan tangan, maka cita rasa menjadi hal penting. Di setiap goresan tinta di atas kanvas terkandung di dalamnya rasa yang dititipkan Bu Ning lewat karyanya tersebut. Setiap karya memiliki kisahnya tersendiri yang unik. Sebagai karya lukis Wayang Beber, Bu Ning juga sangat menyadari bahwa hasil karyanya tidak dapat dihargai oleh uang begitu saja. Baginya yang terpenting adalah bagaimana agar masyarakat semakin mengenal budaya lokalnya. Mereka mengenal identitas budayanya yang otentik. Ia sadar betul bahwa yang dihadapi generasi muda saat ini adalah budaya pop yang serba cepat dan instan. Tentu mengenalkan seni lukis Wayang Beber ke mereka jauh lebih penting daripada sekadar mengejar keuntungan finansial belaka. Bu Ning pun berharap agar ada di antara anak-anak muda yang dapat meneruskan tradisi tersebut sehingga bisa kekal ada di bumi Indonesia ini. Wayang Beber sendiri berbeda kekhasannya dengan wayang-wayang lain, seperti wayang kulit maupun . Sebagai warisan dari budaya Jawa pra-Islam, Wayang Beber terbuat dari kertas atau daluwang (kertas Jawa) yang dilukiskan per empat episode ceritanya. Adapun pementasannya berupa pertunjukan gambar yang digelar. Inilah yang menjadi titik awal penamaan “beber”, yang arti harfiahnya adalah “gelar”. Pertunjukan wayang ini diiringi juga oleh alat musik gamelan beserta sindennya. Sebagai pelukis Wayang Beber yang belajar otodidak, tentu sosok Bu Ning patut dijadikan teladan bagi siapa pun. Ia memiliki komitmen, kesungguhan,

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 121 kesabaran yang hampir tanpa batas. Ia pun tidak segan-segan untuk mengeluarkan dari kocek-nya sendiri untuk menggelar pameran-pameran yang dapat berguna untuk memperkenalkan Wayang Beber ke masyarakat luas. Ia pernah mengadakan pameran tunggal di Hotel Lor In pada tahun 2004. Ia membiayai sendiri semua keperluan pameran, hanya dibantu suaminya. Kini Bu Ning sedang terbaring sakit, akan tetapi tidak jiwanya. Ia tetap optimistis bahwa seni lukis Wayang Beber tetap memiliki masa depan di negeri yang penuh kearifan lokal ini. Ia berharap ada generasi penerus yang dapat melanjutkan estafet perjuangan melestarikan seni lukis ini. Berkat dedikasi dan komitmennya yang tinggi dalam melestarikan seni lukis Wayang Beber, Bu Ning pun pernah mendapat julukan sebagai “maestro” dari salah satu stasiun televisi nasional. Ia pun kadang menampik julukan tersebut sebab julukan itu terlalu tinggi baginya. Ia pun pernah mendapatkan penghargaan dari Hotel Sunan Solo sebagai pelanjut dari perjuangan Kartini di bidang seni rupa.

Biodata

Nama : Hermin Istiariningsih atau Bu Ning Lahir : Jombang, 1952 Suami : Sutrisno atau Mbah Tris Tinggal : Wonosaren, Jagalan, Surakarta Profesi : Pelukis Wayang Beber

Penghargaan

Penghargaan Anugerah Kebudayaan Kemendikbud Kategori Pelestari, 2018

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 122 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 Romo Leo Joosten Ginting Suka OFMCap Indonesia Kaya akan Kebudayaan

Leonardus Romo Egidius Joosten Ginting Suka OFMCap asal Belanda melestarikan budaya Batak Karo dengan menulis buku, kamus, serta membangun gereja dengan aristektur Karo dan Museum Pusaka Karo. Pastor itu kemudian jadi WNI dan mendapat marga Ginting Suka. Ketika menginjakkan kaki di Indonesia, tepatnya di Pakkat, Tapanuli Utara, tahun 1971, Romo Leonardus Egidius Joosten Ginting Suka OFMCap—yang biasa dipanggil Romo Leo Joosten Ginting Suka OFMCap— telah menunjukkan perhatian yang besar pada budaya tanah Batak, khususnya Batak Karo. Oleh karena itu, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memberinya Anugerah Kebudayaan untuk Kategori Pelestari, tahun 2018. “Saya berterima kasih, tetapi mungkin ada orang yang lebih berjasa daripada saya,” katanya tentang pemberian anugerah tersebut. Kecintaannya terhadap Indonesia, khususnya Tanah Batak, telah diperlihatkannya sejak memutuskan untuk menjadi berkarya di Indonesia. Saat belajar teologi di Universitas Katolik Tilburg, Belanda, sejumlah mahasiswa, termasuk dirinya, diberi kesempatan memilih ke mana mau berkarya setelah menamatkan kuliah sebagai seorang penginjil. Ada empat pilihan, yakni Belanda, Tanzania, Cile, dan Indonesia. Di Indonesia berkarya di Kalimantan atau Sumatera.

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 123 “Saya memilih Sumatera karena ada paman saya, pastor juga, bertugas di Medan, mengajak saya bertugas di Sumatera. Karena saya anggota Ordo Kapusin (tarekat Katolik yang bertugas di Sumatera dan Kalimantan), saya dikhususkan untuk Tanah Batak, seperti semua anggota Kapusin,” ia mengungkapkan. Pilihan negara tujuannya Indonesia ternyata sesuai dengan harapannya. Ia bercerita, “Senang sekali melihat Indonesia yang luas, cuaca panas, masyarakat ramah, terbuka menerima orang asing. Indonesia kaya akan kebudayaan dan lain- lain. Pertama-tama saya tinggal tiga bulan di Yogyakarta untuk belajar bahasa Indonesia. Kagum melihat Prambanan dan Borobudur,” kenangnya tentang pengalaman pertama tiba di negeri nyiur melambai, Indonesia. Romo Leo jatuh cinta pada Indonesia. Karena itu, ia tidak hanya menjalankan tugas pastoralnya di Indonesia, tapi juga mau menjadi warga negara Indonesia. Kenapa? “Supaya dapat bekerja terus di Indonesia dan merasa makin dekat dengan masyarakat Indonesia yang saya cintai,” ia memberikan alasan. Dan, niatnya pun terkabul. Pada tahun 1994 ia resmi diterima sebagai warga negara Indonesia. Bahkan tidak berhenti di situ. Lima tahun kemudian, 1999, ia mendapatkan marga Ginting Suka dari para pemangku adat Tanah Karo. Semenjak itu kita mengenal nama lengkapnya: Romo Leonardus Egidius Joosten Ginting Suka OFMCap. Menurut Romo Leo, dirinya bertugas selama 12 tahun di Pakkat-Parlilitan, 15 tahun di Pangururan (Samosir), dan sekarang sudah 20 tahun di Tanah Karo, Kabanjahe dan Berastagi. Waktu di Pangururan ia diberi nama marga Simbolon. Setelah pindah ke Tanah Karo otomatis menjadi marga Ginting. Ginting Suka, karena permintaan masyarakat Suka.

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 124 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 Selama bertugas di Tanah Karo, ia telah menyusun kamus bahasa Karo, menulis sastra, melestarikan cagar budaya dengan mendirikan Museum Pusaka Karo di Berastagi, Tanah Karo (2013), dan Gereja Katolik Inkulturasi Karo di Berastagi, Tanah Karo (2005). Hal serupa ia lakukan juga ketika bertugas di Samosir. “Saya sangat tertarik pada arsitektur dan budaya Toba dan Karo. Selalu ingin mempelajari sastra Batak dan adat Batak. Di Samosir dan Tanah Karo belum ada museum yang lengkap. Saya juga berusaha supaya benda-benda budaya yang tinggal di luar negeri, terutama Belanda, supaya dikembalikan ke Indonesia,” harapnya. Museum Pusaka Karo di Berastagi diresmikan oleh Dirjen Kebudayaan berbasis Ekonomi Kreatif Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Aman Shah, serta diberkati oleh Uskup Agung Medan Mgr Anicetus Sinaga pada 9 Februari 2013. Museum ini menempati gedung bekas Gereja Katolik St Maria di Berastagi, dan letaknya hanya sekitar 50 meter dari Tugu Berastagi, Karo. Kenapa ia tertarik untuk melestarikan arsitektur dan budaya Toba dan Karo? “Bersama masyarakat, saya ingin menghargai budaya lokal, misalnya rumah Karo yang begitu unik itu kini hampir tidak ada lagi. Kita perlu menyelamatkan budaya yang istimewa itu. Karena itu, saya merasa senang bisa bekerja sama dengan banyak orang untuk bersama-sama mendirikan Museum Batak Toba di Pangururan dan Museum Pusaka Karo di Berastagi,” ujarnya. Romo Leo menuturkan, pada awal melakukan kegiatan pelestarian ia mendapat bantuan dari dalam dan luar negeri, terutama saat membangun museum. Ia merasa senang karena pekerjaannya menjadi lebih mudah lantaran masyarakat sendirilah yang mengisi museum dengan barang-barang antik. Apalagi bupati Karo juga banyak membantu saat mendirikan museum itu. Mereka menyerahkan barang-barang milik mereka. Misionaris ini juga banyak menulis buku mulai dari sastra sampai kamus. “Karya untuk kebudayaan umumnya saya lakukan pada waktu malam. Tiap-tiap hari saya usahakan untuk mengerjakan sedikit, terutama membuat kamus,” kata Romo Leo yang telah menulis banyak buku budaya Batak dan kamus Batak Karo dan Toba. Tahun 2015 ia mendapat Penghargaan Sastra Rancage dari Yayasan Kebudayaan Rancage Bandung.

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 125 Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 126 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 BIODATA

Nama : Romo Leo Joosten Ginting OFMCap Tempat/tanggal lahir : Nederwetten, Belanda, 9 September 1942 Pekerjaan : Rohaniwan Alamat : Jln Letjen Jamin Ginting, Desa Sempajaya, Kab. Karo. Sumatera Utara

PENGHARGAAN

- 2018, Anugerah Kebudayaan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI untuk Kategori Pelestari - 2015, Penghargaan Sastra Rancage dari Yayasan Kebudayaan Rancage Bandung

KARYA

- Tanah Karo Selayang Pandang (2014) - Kamus Indonesia–Karo (2006) - Kamus Batak Toba–Indonesia (2001) - Kamus Indonesia–Batak Toba (2003) - Samosir, Silsilah Batak (1996) - Samosir Selayang Pandang (1993) - Samosir, The Old Batak Society, edisi bahasa Inggris (1992) - Mendirikan Gereja Katolik Inkulturasi Batak Toba di Pangururan, Samosir (1997) - Mendirikan Museum Pusaka Karo di Berastagi, Tanah Karo (2013) - Membangun Gereja Katolik Inkulturasi Karo di Berastagi, Tanah Karo (2005) - Mendirikan Museum Batak Toba “Bona Pasogit” di Pangururan, Samosir (1997) - Membangun Gereja Katolik Inkulturasi Batak Toba di Pangururan, Samosir (1997)

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 127 I Made Wena Menggali Kejeniusan Pemikiran Tetua Adat Mempersiapkan Generasi Pelestari Budaya Bali

I Made Wena, bendana Desa Adat Kutuh yang sejak menjadi perangkat desa mengembangkan konsep Bage Usaha Manunggal Desa Adat (BUMDA), badan usaha terintegrasi desa adat. Seiring kariernya sebagai bendana, BUMDA ia kembangkan menjadi delapan unit usaha desa, dari sektor keuangan dan sektor riil. Pengembangan ekonomi yang berbasis kemampuan dan kejeniusan adat Bali ini telah menghasilkan keuntungan bersih Rp 14,2 miliar. Jumlah yang cukup besar. Tidak hanya untuk membiayai ritual adat sepanjang tahun di 15 pura, tetapi juga mampu menyerap 200 tenaga kerja dari Desa Adat Kutuh. Bagi doktor bidang fisika ini, diperlukan keselarasan antara pelestarian adat dan pengembangan ekonomi mandiri. Untuk menjaga kesinambungan kemandirian Desa Adat Kutuh, ia juga mengembangkan program beasisa dengan ikatan dinas mengabdi selama 15 tahun di Desa Kutuh. Ia berharap 10 tahun ke depan pelestarian adat dan kekuatan ekonomi mandiri di Desa Adat Kutuh sudah dapat dijalankan oleh satu doktor, enam master dan 60 sarjana dari warga setempat. I Made Wena lahir di Desa Adat Kutuh, Kabupaten Badung, pada tahun 1965.

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 128 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 Di Masa itu, Desa Kutuh desa yang kering, masyarakatnya hidup prihatin. Wena kecil sering diajak ibunya untuk barter ikan dengan jagung, kedelai dan ubi. Wena tumbuh dalam keluarga besar. Salah satu kakeknya bekerja menjadi penampung hasil bumi masyarakat sekitar. Kakeknya yang lain menjadi kepala desa. Wena tumbuh dalam ritual adat Bali yang kental. Setelah lulus SMA, iamelanjutkan pendidikan di Universitas Udayana, Jurusan Fisika. Selanjutnya ia mengikuti pendaftaran menjadi dosen ke Kopertis setempat dan menjadi dosen hingga saat ini. Wena terus mendalami ilmu fisika dengan melanjutkan studi program master untuk jurusan fisika murni di Institut Teknologi Bandung (ITB), dan program doktor penelitian dan pendidikan di Universitas Gajah Mada (UGM). Bagi Wena, ilmu fisika merupakan ilmu dasar yang memungkinkan baginya untuk berpikir sistematis dan logis. Cara berpikir itu ia terapkan dalam mengembangkan budaya Bali, khususnya di Desa Adat Kutuh. Pengurus Nayake Majelis Utama Desa Pakraman Provinsi Bali ini kemudian mulai menelusuri pemikiran tetua adat Bali melalui peraturan adat yang diwariskan dari generasi ke generasi. Tetua Desa Adat Kutuh mewariskan 15 pure (tempat suci). Sembilan wilayah tempat suci mengitari delapan arah mata angin, dan satu pure berada di tengahnya. Enam tempat suci yang fungsinya khusus di wilayah yang sudah ditentukan. Masyarakat Bali kaya dengan ritual di pure dan bagi mereka adat-agama tidak dapat dipisahkan. Tak kurang dari Rp 200 juta hingga Rp 300 juta dikeluarkan oleh masyarakat Adat Kutuh setiap tahunnya untuk ritual di satu pure. Tetapi, menurut menurut Wena, tetua adat sudah memfasilitasi untuk memenuhi kebutuhan ritual itu

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 129 melalaui pelabo pure dari masing- masing pure. Pelabo pure berasal dari kata pe= pelemahan (tanah), labo = laba, maksudnya keuntungan pure, pure = tempat suci. Adapun untuk pengelolaan dan mengurus ritual di pure dilakukan oleh pengayah. Para pengayah tidak dibayar untuk kerja pengabdiannya kepada pure. Tetapi mereka dapat mengakses tanah ayahan desa yang dapat ditempati pengayah dan keluarganya. Kemudian tanah karang puponan desa yaitu tanah yang dikelola desa adat untuk mendapat nilai lebih. Tetua masyarat adat mewariskan tanah karang puponan dari tebing Kutuh Timur hingga tebing Kutuh Selatan yang diatur dalam awig-awig. Cara berpikir para tetua ini yang mendorong Wena mengembangkan dan mengontekstualkan dengan kondisi Bali hari ini. Wena mengkreasi sistem pembangunan desa adat yang dapat menyelaraskan antara pelestarian buda dengan pengembangan ekonomi yang mandiri. Wena mulai melakukan pengembangan ekonomi berbasis adat sejak ia masih menjadi perangkat desa. Program yang pertama ia kembangkan Bage Usaha Manunggal Desa Adat (BUMDA), suatu badan usaha terintegrasi desa adat. Melalui BUMDA ini, ia bersama perangkat desa yang lain mengelola karang puponin desa dengan ekonomi kekinian melalui delapan unit usaha dan dua layanan jasa. Lembaga Perkreditan Desa (LPD) merupakan unit utama yang mengelola keuangan desa adat. Bila sebelumnya uang adat disimpan di rumah pengurus adat, setelah ada unit ini semua keuangan desa harus disimpan di LPD. Di tahun pertama, aset keuangan LPD mencapai Rp 120 milyar. Dana tersebut

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 130 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 kemudiana dipinjamkan kepada unit lain agar desa adat juga dapat mengembangkan ekonomi di sektor riil, selain sektor keuangan. Ketika Wena diangkat menadi bendana desa, perangkat adat desa Kutuh mengembangkan pariwisata Pantai Pandawa dengan pinjaman modal Rp 1 miliar dari LPD. Tahun 2014 mereka mengembangkan wisata budaya Gunung Payung melalui kerja sama dengan pihak ketiga. Dari 15 hektar tanah Pure Gunung Payung, 3,8 hektar dikerjasamakan dengan pihak ketiga untuk lapangan golf. Hingga tahun 2018, kerja sama itu telah menghasilkan bangunan Gunung Payung Cultural Park dan kas desa adat yang lebih dari cukup untuk membiayai ritual di Pure Gunung Payung setiap dan sepanjang tahun. Di area pantai dan tebing itu juga dibuka usaha para layang yang dikelola masyarat setempat. Mengingat tingginya belanja kebutuhan ritual adat untuk 15 pure di desa adat mereka, Wena juga mengembangkan Unit Usaha Priyantiyadne yang menjual perlengkapan ritual. “Untuk 15 pure tidak kurang dari Rp 2 milyar dana yang dibelanjakan masyarakat. Bila 25 persen, keuntungan pedagang mencapai Rp 200 juta. Bila punya toko sendiri, keuntungan Rp 200 juta bisa dipakai untuk menggaji lima warga desa yang mengelola unit,” jelas Wena. Desa adat juga membuka unit usaha barang dan jasa untuk menyuplai kebutuham masyarakat dan hotel, kios-kios, hotel-hotel di area wisata. Unit lain yang mereka kembangkan adalah layanan transportasi dan pentas seni budaya, yang juga merupakan bagian tak terpisah dari ritual di pure. Hingga akhir 2017, keuntungan bersih Desa Adat Kutuh mencapai 14,2 M. Pengembangan Desa Adat Desa Kutuh tersebut mulai mendapatkan berbagai apresiasi dan penghargaan. “Bapak Bupati Badung sering menyampaikan ayolah membangun desa seperti Desa Adat Kutuh, ketika dalam rangka memotivasi desa yang lain. Itu apresiasi tersendiri buat kami,” tutur Wena. Sesama desa adat juga melakukan kunjungan khusus ke Desa Adat Kutuh untuk berbagi pendekatan dalam pengembangan-pelestarian desa adat. Antara lain desa adat dari Nusa Penida, Legian, Karang Asem, dan Ungasan. Setiap minggu Desa Adat Kutuh menerima tamu yang ingin melakukan studi banding dari provinsi lain di Indonesia, antara lain Kalimantan dan Papua. Juga banyak media yang sudah meliput dan mewartakan kerja keras Desa Adat Kutuh. Tahun 2017 Desa Adat

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 131 Kutuh mendapat penghargaan sebagai Desa Adat Inovatif dari Partria Karana. Capaian tersebut diraih melalui suka duka dan berbagai hambatan yang tidak mudah. Hambatan terberat adalah paradigma masyarakat yang sudah merasa cukup menjaga desa adat melalui ritual adat yang biayanya dari urunan masyarakat dan dukungan pemerintah. Juga pandangan pemerintah yang menganggap masyarakat adat itu bawahan mereka di bidang kebudayaan. Sebaliknya, pengurus adat memperlakukan pemerintah kecamatan dan kabupaten sebagai atasan. Akibatnya, tidak banyak inovasi yang dipikirkan untuk keberlangsungan adat desa. Kerja keras pertama adalah mengubah dari paradigma ketergantungan ke paradigma mandiri. Melalalui dialog berpikir dan menunjukan keberhasilan BUMDA dari tahun ke tahun, warga dapat diyakinkan dan perlahan mengubah paradigmanya. Saat ini unit-unit usaha BUMDA telah menyerap 200 tenaga kerja yang berasal dari warga setempat. Tantangan selanjutnya, bagaimana Wena dapat memastikan keselarasan pengembangan ekonomi dan budaya yang dirintisnya dapat berkelanjutan. Karena itu, saat ini ia sedang menyiapkan SDM untuk 10 tahun ke depan. Ia membuat program bea siswa untuk S1, magister dan doktor. Tahun 2018, empat orang warga mendapatkan beasiswa untuk S1 dan satu warga untuk program magister. Mereka mendapat ikatan dinas untuk bekerja di BUMDA selama 15 tahun. Wena berharap, di tahun ke-10 sedikitnya sudah ada satu doktor, enam master dan 60 sarjana yang mengembangkan Desa Adat Kutuh.

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 132 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 Di akhir perbincangan, wakil ketua bidang organisasi Parisada Hindu Dharma Badung ini juga berpesan: “Mari kita hargai apa yang menjadi warisan dari tetua kita. Kalaupun menurut paham kita warisan tersebut tidak sesuai di era kekinian, jangan langsung memvonis. Mari pikirkan lebih dalam. Siapa tahu kita yang keliru. Siapa tahu yang diwariskan lebih baik daripada yang dibuat orang lain. Sebagai pemimpin adat saya juga mengajak sesama pemimpin adat, mari kita bekerja, berbuat, sebaik- baiknya. Karena hasil yang kita kerjakan warisan untuk anak cucu kita.”

Biodata Nama : I Made Wena Tempat & tanggal lahir : Badung, 19 Feb 1965 Nama orang tua : Ni Ketut Riman , I Wayan Ribang Nama Isteri/Suami : Ni Nyoman Suwani Pendidikan : S1 Universitas Udayana (Unud) S2 Institut Teknologi Bandung (ITB) S3 Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Jabatan :

- Bendana Desa Adat Kutuh, Kec. Kuta Selatan, Badung, Bali - Pengurus nayake Majalis Utama Desa Pakraman Provinsi Bali - Wakil ketua bidang organisasi Parisada Hindu Dharma Badung

Keahlian : Mengelola pelestarian budaya menjadi ekonomi mandiri

Karya: - Bage Usaha Manunggal Desa Adat (BUMD) sebagai pengembangan ekonomi untuk pelestarian adat Bali - Gunung Payung Cultural Park Penghargaan: - Anugerah Kebudayaan untuk Kategori Pelestari dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2018)

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 133 Antonius Taula Melestarikan Kain Kulit Kayu

Di tangan Antonius Taula (63), kain kulit kayu di Lembah Bada, Poso, Sulawesi Tengah, hidup kembali setelah sempat punah. Kain kulit kayu telah menyulap Poso jadi tempat tujuan wisata budayaselainpeninggalanmegalitiknya. Siang itu, satu keluarga asal Belgia menyambangi rumah Antonius di Lembah Bada yang harus ditempuhdariPososekitar4-5 jamperjalanandarat. Anak-anakkelu argaasalBelgiaitusedangmencobamengenakan pakaian kulit kayu. Antonius sibuk mendandani mereka di rumahbudayanya, “Ranta Lore”. Setelah usai, langsung sesi foto. Para turis asal Belgia tampak sumringah karena mendapatkan pengalaman baru: mengenakan pakaian kulit kayu dan bergagah-gagah dengan tombak dan parang asli Lembah Bada. Tak kalah bahagianya adalah Antonius sendiri. Ketekunan dan kekerasan hatinya untuk menghidupkan kembali warisan budaya nenek moyangnya yang nyaris punah kini berbuah manis. “Dulu orang datang ke Poso dan Lembah Bada ini untuk melihat

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 134 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 batu megalitik. Sekarang, orang datang ke sini karena dua alasan, yakni mau melihat batu megalitik dan kain kulit kayu,” katanya dengan bangga. Pengakuan terhadap apa yang dibuatnya pun mengalir ke lembah itu. Selain pemerintah daerah, pemerintah pusat pun memberinya penghargaan.Tak ketinggalan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI memberinya Anugerah Kebudayaan untuk Kategori Pelestari tahun 2018. Ketika mendengar kabar itu, Antonius yang ditemui di lokasi Cagar Budaya Megalitik Palindo, Desa Kolori, Kecamatan Lore Barat, Poso, tercekat suaranya. Mata “elang” priaitutampakberkaca-kaca. “Saya beterima kasih kepada Tuhan karena Tuhan telah memberkati usaha saya. Bagaimana Tuhan melihat usaha saya. Pemerintah telah mendukung pelestarian budaya. Semoga Kementerian (Pendidikan dan Kebudayaan) diberkati oleh Tuhan,” kata pria ini penuh syukur. Antonius wajar terharu. Ia memulai usaha pelestariannya tidak mulus. Ia harus mengeluarkan uang untuk membayar dan melatih orang-orang di sekitarnya agar mau membantunya. “Sebagian dari hasil penjualan kakao dari kebun, saya pakai untuk membiayai pelestarian ini, membayar orang-orang yang membantu saya. Istri saya sampai bilang saya gila,” tuturnya dengan suara penuh haru. Pria ini berkisah saat masih kecil ia selalu melihat masyarakat di daerahnya mengenakan pakaian kain kulit kayu. NamunsaatBelandadan Jepang datang, kain kulit kayu dibuat kalah pamor dengan kain yang mereka datangkan. Antonius masih sempat melihat masyarakat memakai kulit kayu sampai tahun 1960-an. Setelah itu tak ada lagi. Tahun 1994 ia terpanggil untuk menghidupkan kembali dan melestarikan kain kulit kayu. Ia berusaha keras agar peninggalan nenek moyangnya itu bisa

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 135 dilestarikan. Keinginannya bermula dari kenyataan, ia melihat turis datang ke Lembah Bada untuk melihat megalitik. Padahal, kata dia, ada warisan budaya yang tidak kalah pesonanya, yaitu kain kulit kayu. “Kain kulit kayu dibuat dengan tangan langsung, dikupas dari pohon, lalu diambil seratnya, dipukul-pukul dengan batu. Ini kalau turis melihat, bisatambahbanyakyang datangkesini,” paparnya. Tapi bagaimana? Ia mencari orang-orang tua yang pernah berpengalaman mengupas kulit kayu dan bagaimana mereka mengolahnya. Antonius begitu girang karena orang-orang tua yang punya pengalaman masih ada. Ia mengajak mereka masuk hutan untuk mengupas kulit kayu. Ia rela membayar mereka. Dan, saat itulah ia tidak hanya mendampingi mereka tetapi sekaligus belajar cara mengupas kulit kayu dan membuatnya. Kini ia telah mumpuni membuat kain kulitkayudanmemilikisanggarsendiritempat ia melatih dan bekerja sama dengan masyarakat di sekitar rumahnya. Upayanya makin maju karena tahun 1996 ia mendapat dukungan dari Kepala TNC,yaitu Mr Dunken Silly dari Inggris. Pria Inggris itu membantunya untuk memasukkan beberapa ide motif-motif pakaian adat suku Bada yang tersimpan di Eropa, yaitu motif-motif misi Penginjilan dari Belanda oleh Dr Croid. Kain kulit kayu itu telah tersimpan di museum di Belandadan museum di Koln, Jerman, sejak1898. Antonius menggunakan motif-motif tersebut. Namun ada juga motif-motif yang ia kembangkan sendiri. Motif-motif itu bukan tak punya makna. “Ada motif tanduk kerbau. Kenapa? Berdasarkan adat, kawin membutuhkan kerbau. Saat lahir butuh kerbau. Saat perkawinan butuh kerbau.

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 136 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 Kemudian pada saat kematian juga butuh kerbau. Kerja juga pakai kerbau. Motif kerbau itu merupakan satu simbol kehidupan,” Anton menjelaskan. Ia menggunakan pewarna alam untuk melukis motif-motifnya. Usahanya mulai bertunas dan memberi hasil. Tahun 1996-1998, Inggrismemesankain kulit kayukepadanyamelaluiDunken Silly. Namun bulan madu itu tidak berlangsung lama. Tahun 1999-2013, kegiatannyasempattersendat akibat meledaknya kerusuhan Poso. Dunken Silly yang banyakmembantunya harus kembali ke negara asalnya. Harapannya, apa yang telah dilestarikannya mendapat dukungan dari pemerintah. Ia sendiri telah menyiapkan generasi di bawahnya untuk terus melanjutkan usahanya. Bahkan salah seorang anaknya mengikuti jejaknya.

BIODATA

Nama : Antonius Taula Tempat/TanggalLahir : Bulili, 8 April 1955 Alamat : DesaRunde, Kec. Lore Selatan, LembahBada, Poso, Sulawesi Tengah Pekerjaan : Wiraswasta

PENDIDIKAN: - 1968, Sekolah Rakyat - 1971, SMP Kristen Gintu - 1978, SekolahPekerjaanSosialAtas (SPSA) - 1978 – 1980, kuliah di FakultasHukumUniversitasTadulako

PENGHARGAAN - Anugerah Kebudayaan Kategori Pelestaridari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, 2018 - Piagam Penghargaan dari Museum Palu - PiagamPenghargaandari Museum Tekstil Jakarta - KainKulitKayuSultengditetapkansebagaiWarisanBudayaTak Benda Indonesia oleh Menteri Pendidikan danKebudayaanProf. DR. Mohammad Nuh, DEA, 2014

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 137 KRAT Muhamad Karno Kusumodiningrat Pelestari Seni Tari, Karawitan dan Pedalang Jawa

Jika saat ini kita masih bisa mendengarkan gending Sragenan atau lagu “Rewel” yang sangat populer di tahun 1980-an, tentu hal tersebut tidak bisa lepas dari sosok KRAT Muhamad Karno Kusumodiningrat, yang akrab disapa sebagai Ki Karno KD. Guru kesenian yang multitalenta ini sudah memberikan warna yang khas bagi pelestarian seni tari, karawitan, termasuk pedalangan dalam budaya Jawa. Beberapa tradisi Jawa yang populer pada tahu 1950-an, seperti Srandil, Orek-Orek, Sandiwara, Kethoprak, Wayang Orang, Wayang Purwa, Suluh, Tengul, Santiswaran, Langendriyan, Wireng dan Petilan, Tayub dan Janggrung, , serta Kentrung mulai ia hidupkan sebagian. Karno KD merasa prihatin dengan kondisi masyarakat yang semakin hari makin melupakan tradisi Jawa yang sudah berakar urat tersebut. Masyarakat pada umumnya lebih gandrung pada ‘dangdutan’ atau budaya-budaya pop daripada pada tradisi lokal masyarakat Jawa itu sendiri. Akibatnya, perlahan tapi pasti berbagai tradisi kebudayaan tersebut akan dilupakan dan pada saatnya bisa punah. Di sinilah salah satu kontribusi Karno KD dalam hal pelestarian berbagai seni tradisi tersebut hingga terus hidup di masyarakat saat ini. Karno KD lahir di tengah-tengah keluarga miskin. Kehidupan masa kecilnya yang sulit tidak menjadikan Karno KD putus asa, apalagi pesimistis. Ia tidak malu

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 138 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 untuk bekerja, meski kawan-kawannya banyak yang lebih suka bermain, demi mencari penghidupan yang lebih baik lagi. Ia melewati sekolah dasar dengan nyambi bekerja serabutan. Berkat kegigihannya itu, Karno KD pada akhirya dapat melanjutkan ke SMP pada tahun 1957. Pada tahun 1961, impiannya untuk mendalami seni karawitan, tari dan pedalangan terwujud ketika ia diterima sebagai pelajar di Sekolah Konservatori Solo. Menariknya, Karno KD selama belajar di sana mendalami ketiga bidang seni tersebut secara bertahap. Ketika kelas satu ia memfokuskan untuk belajar maksimal karawitan, kemudian ketika kelas dua ia mendalami tari, dan baru ketika kelas tiga mulai mendalami pedalangan. Beruntung Karno bersekolah di sana karena sejak itu ia banyak mendapatkan undangan untuk ‘manggung’ di berbagai acara. Jadi, di samping dapat membantu biaya sekolah, hasil dari ‘manggung’ tersebut juga dapat dipakai untuk “menampal” biaya kebutuhan hidup sehari-hari. Pada tahun 1964 ia bergabung di Akademi Seni Karawitan Indonesia, akan tetapi tak lama kemudian ia keluar dikarenakan gonjang-ganjing pemberontakan Gerakan 30 September. Lepas dari sana ia memutuskan menempuh sekolah pendidikan guru (SPG) di Sragen untuk bdang bahasa Jawa dan seni budaya. Dari sisi karier, Karno KD tidak pernah jauh dari dunia pendidikan. Ia sudah menjadi guru kesenian sejak tahun 1964 hingga 1991, sebelum akhirnya dipercaya sebagai penilik sekolah (1991-1993). Selepas menjadi penilik sekolah, ia terpilih sebagai kepala desa di tempat kelahirannya di Sragen selama delapan tahun. Usai

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 139 menjadi kepada desa, Karno KD sempat mengajar beberapa saat di SMAN 3, dan sejak 2005 hingga sekarang ia menjadi guru di SMA PGRI Sragen untuk bidang bahasa Jawa dan seni budaya. Tidak ada orang besar kecuali ada orang-orang besar yang hidup sebelumnya. Begitu pun dengan Karno KD. Ia merasa berutang budi dan banyak belajar pada Narto Sabdo untuk karawitan dan pedalangan. Dari Ki Narto Sabdo ia banyak belajar bagaimana menjadi dalang yang baik. Sementara untuk tari yang berbentuk tarian gagah dan tegas, ia banyak belajar pada S Maridi dan S Ngaliman Condropangrawit. Ia pun banyak belajar tarian halus dari RT Kusumo Kesowo. Ketika Karno tampil dalam acara Festival Tayub di Kuningan, ia coba menggabungkan tarian dari S Maridi dan S Ngaliman dengan tarian halus dari RT Kusumo. Pada saat itu Karno KD mendapatkan penghargaan sebagai penari terbaik. Selain dunia tari, Karno KD juga memiliki kontribusi penting dalam berbagai penciptaan lagu. Lagu-lagu hasil ciptaan Karno KD seperti “Jamu Jowo” dan “Rewel” sudah terkenal sampai ke mancanegara. Ia juga mendorong munculnya gending Sragenan di mana lagu-lagu yang dinyanyikan berasal dari lagu-lagu Jawa yang diiringi irama dangdut. Sebetulnya, menghidupkan kembali lagu-lagu Jawa dengan irama dangdut tersebut merupakan respons konkret dari Karno KD atas krisis budaya yang terjadi pada tahun 1970-an. Pada saat itu masyarakat lebih

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 140 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 menyukai dangdutan daripada kesenian tradisional. Untuk menghadapi fenomena tersebut pada akhirnya Karno menggabungkan antara kesenian tradisional dengan musik-musik dangdut. Ia pernah juga tampil di Taman Hiburan Rakyat Sriwedari Solo. Dari sanalah nama Karno KD makin terkenal sehingga ia ditawari rekaman oleh seorang produsen rekaman. Agar pelestarian budaya makin baik tentu perlu dibuat suatu komunitas atau sanggar dari kebudayaan tersebut. Ia pun kemudian mendirikan kelompok musik Sekar Puri yang artinya adalah seni karawitan putra putri. Pernah pada masa awal- awal kemunculan sanggar tersebut, fasilitas yang dimiliki sanggar itu hampir rusak seluruhnya dikarenakan hujan yang turun deras. Saat ini Karno KD patut berbangga karena para muridnya banyak yang sudah mulai kelihatan potensinya. Sebut saja misalnya Dalang Tengkleng dari Boyolali yang belajar langsung kepada Karno KD. Juga cucunya yang saat ini masih kelas IV SD adalah seorang dalang cilik yang ternama. Kedua putrinya, Ratih dan Bulan, juga berprofesi sebagai penyanyi, sinden dan juga penari. Belum lagi murid-murid lain yang berjumlah tak kurang dari 100 orang, yang tersebar di berbagai penjuru Indonesia, semakin mengokohkan posisi Karno dalam kancah pelestarian budaya daerah.

Biodata

Nama : KRAT Muhamad Karno Kusumodiningrat alias Karno KD Asal : Sragen Profesi : Dalang Anak-anak : 6 orang: 2 pria dan 4 wanita. Karya-karya : Basa Jawa Ngoko Lan Krama, Naskah Kethoprak Brandal Lokajaya, Beksan Tayub dll.

Penghargaan:

- Anugerah Kebudayaan Kemendikbud RI untuk Kategori Pelestari, 2018

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 141 Djatikusumah Pemangku Adat Sunda Wiwitan

Djatikusumah merupakan sosok penting di negeri ini yang secara konsisten ikut mempertahankan kearifan lokal masyarakat Sunda, khususnya bagi Komunitas Adat Cigugur, Kuningan, Jawa Barat. Sebagai penerus ajaran Kiai Madrais, kakeknya, Djatikusumah melambangkan sosok yang hidup penuh rasa, rumasa dan tumarima. Djatikusumah mendapatkan gelar pangeran sebagai bukti bahwa dirinya memiliki karakter luhur yang dapat dianuti dan diikuti. Ia memiliki tanggung jawab bagaimana agar masyarakat sekitar dapat hidup damai dan tenteram di sekitarnya, baik sesama manusia maupun bersama lingkungan sekitarnya. Meski kerap eksistensinya diuji oleh banyak tantangan sejarah, akan tetapi kegigihan perjuangannya tidak pernah luntur, sehingga hingga hari ini keberadaan komunitas Sunda Wiwitan itu masih sama-sama bisa kita saksikan. Tradisi di komunitas Sunda Wiwitan terus hidup, bahkan makin menarik banyak masyarakat dari luar Cigugur hadir ke berbagai ferstival budaya yang diselenggarakannya. Salah satu festival yang banyak mendapat perhatian yaitu upacara “Seren Taon”, yang biasanya diadakan pada bulan ke-12 Saka Sunda. Djatikusumah yakin bahwa ajaran-ajaran yang diwarisinya dari nenek moyangnya merupakan ajaran universal yang senantiasa akan terus hidup dan tentunya sangat berguna bagi masyarakat Sunda khususnya dan umumnya untuk masyarakat Indonesia.

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 142 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 Mempertahankan tradisi lokal di tengah-tengah kehidupan perpolitikan, ekonomi, sosial yang senantiasa berubah tentu bukanlah perkara mudah. Namun berkat kearifan, konsistensi dan keuletan Djatikusumah, berbagai rintangan tersebut dapat dilewati. Ibarat pepohonan yang sering menghadapi musim pancaroba, pohon itu tidak tumbang dan roboh, ia terus tumbuh kembang sehingga dapat berbuah manis yang bisa dicicipi masyarakat luas. Djatikusumah yakin bahwa setiap ajaran dan keyakinan agama memiliki dasar dan sumber yang sama sehingga ia memiliki nilai-nilai universal. Ajaran-ajaran seperti hidup berdamai dengan sesama, mencintai alam dan lingkungan sekitar, bersyukur kepada Yang Maha Kuasa terdapat hampir di semua agama. Seperti Sunda Wiwitan misalnya, eksistensinya sudah ada sebetulnya jauh sebelum Kiai Madrais tampil sebagai sosok yang menghidupkannya lagi dan diteruskan kemudian sampai ke cucunya, yaitu Pangeran Djatikusumah. Di dalam Sunda Wiwitan terdapat ajaran yang dikenal sebagai tritangtu, yakni tritangtu di buana, tritangtu di naraga, tritangtu di nagara. Jadi, itu juga termasuk apa yang ada dalam pikiran, naluri, rasa, dan pikir. Ketiganya harus berjalan harmonis dan tertuntun dengan kebijaksanaan. Tritangtu ini merupakan falsafah hidup masyarakat Sunda yang tercermin dalam berbagai lini kehidupan mereka. Seperti senjata kujang yang memiliki tiga fungsi sekaligus, yakni pukul, potong dan tusuk. Kemudian Kampung Sudan yang juga memiliki tiga fungsi sekaligus, yaitu pemilik, pelaksana, dan penjaga. Atau rumah ada orang Sunda yang terdiri atas ruang tengah, ruang belakang, dan ruang depan. Prinsip tiga tersebut terdapat juga dalam bangunan yang berdiri kokoh tempat Djatikusumah mendidik masyarakat. Padepokan yang didirikan sejak masa Kiai

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 143 Madrais tersebut diberi nama Paseban Tri Panca Tunggal yang saat ini sudah menjadi Bangunan Cagar Budaya di Kuningan. Arti dari paseban sendiri yaitu tempat bertemu atau berkumpul. Tri berasal dari bahasa Sansekerta yang dapat dimaknai sebagai rasa, budi dan pikir. Adapun panca adalah panca indra dan tunggal adalah Tuhan Yang Maha Kuasa. Maka, bila diartikan secara harfiah, Paseban Tri Panca Tunggal adalah tempat untuk mempersatukan tiga kehendak, yaitu cipta, rasa, dan karsa yang diwujudkan dalam sikap perilaku. Lalu diterjemahkan melalui panca indera ketika mendengar, melihat, berbicara, bersikap, bertindak, dan melangkah, untuk mendekatkan diri kepada Sang Maha Tunggal. Di dalam Paseban Tri Panca Tunggal terdapat pendopo yang ditopang oleh 11 pilar di sekelilingnya. Pada bagian tengah terdapat lambang burung Garuda mengepakan sayap, berdiri di atas lingkaran bertuliskan huruf Sunda “Purna Wisada”. Burung Garuda ini disangga oleh sepasang naga bermahkota, yang ekornya saling mengait. Di tengah lingkaran terdapat simbol yang merupakan lambang Tri Panca Tunggal. Perjalanan komunitas Sunda Wiwitan yang dipimpin Djatikusumah ini pernah

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 144 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 naik-turun. Perubahan kehidupan politik dan sosial memengaruhi perjalanan sejarah masyarakat Sunda Wiwitan. Akan tetapi berkat kepemimpinan Djatikusumah dan para pendahulunya, komunitas Sunda Wiwitan tetap berdiri kokoh, tidak lekang dimakan zaman atau musnah dimakan waktu. Dulu semasa Kiai Madrais masih hidup, Belanda pernah memorakporandakan Kepangeranan Gebang karena menolak kedatangan Belanda. Gebang akhirnya bekerja sama dengan Mataram menyerang Batavia. Masyarakat Gebang sering melakukan kraman—kerusuhan untuk menyabotase— tanam paksa di daerah kekuasaan Cirebon yang bekerja sama dengan kompeni. Akhirnya, ada yang menyampaikan kepada pemerintahan Belanda bahwa kerusuhan itu direstui oleh Pangeran Gebang. Sejak itulah kekuasaan Gebang dilumpuhkan dan wilayahnya dibagikan kepada tiga kasultanan, yaitu Kanoman, Kasepuhan, dan Kacirebonan. Akhirnya, Pangeran Gebang mengungsikan putranya, Kiai Madrais, ke Cigugur, karena Cigugur daerah basis tentara Mataram manakala ingin menyerang Batavia. Kiai Madrais yang dulunya Pangeran Sadewa Alibassa mengajarkan kerohanian. Pada waktu itu, asal ada orang tua mengajarkan kerohanian disebut kiai dan tempatnya disebut pesantren. “Kiai Madrais tidak hanya mengajarkan agama Islam, muridnya ada yang Khonghucu dan agama lain. Iau mengarahkan agar umat benar-benar menghayati ajaran agama. Bahwa engkau orang Muslim tidak akan menjadi orang Arab, engkau seorang Katolik atau Kristen tidak menjadi orang Romawi atau Eropa, engkau penganut Hindu tidak menjadi orang India, engkau tetap berpijak di bumi Sunda. Kiai Madrais tidak mengatakan Sunda itu sebagai Jawa Barat saja, tetapi Sunda Besar dan Sunda Kecil, yang tak lain adalah Nusantara ini. Belanda akhirnya curiga, lalu menghimpun kekuatan dan kami dipecah belah dengan stigma dan label sebagai orang kafir yang menyesatkan. Hingga akhirnya Kiai Madrais dibuang ke Tanah Merah, Merauke (Papua) selama tahun 1901-1908,” tutur Djatikusumah. Kondisi serupa pernah dialami juga oleh Djatikusumah. Berbagai tuduhan miring dan dianggap sebagai aliran sesat sempat menghampiri komunitas Sunda Wiwitan tersebut. Alih-alih melawannya dengan radikal berbagai anggapan negatif, justru Djatikusumah membalikkan semua isu negatif tersebut dengan tetap menyebarkan kebaikan ke semua masyarakat. Lambat laun, anggapan negatif tersebut makin berkurang, bahkan kini masyarakat luas banyak yang mulai merasakan dampak

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 145 positif dari kehadiran komunitas Sunda Wiwitan tersebut. Tidak heran jika dalam penyelenggaraan Seren Taon selalu dihadiri banyak masyarakat yang berasal dari berbagai latar belakang suku, agama, keyakinan dan lain sebagainya. Di dalam perayaan tersebut banyak proses yang dilaksanakan, mulai dari pesta budak angon, upacara pembuangan hama dan lain sebagainya. Perayaan Seren Taon ini menjadi perekat hubungan antaragama. Sosok Djatikusumah di mata putra-putrinya merupakan sosok inspiratif yang sangat menghargai perbedaan. Dewi Kanti pernah bercerita bagaimana sosok sang ayah begitu menghargai perbedaan keyakinan anak-anaknya. Sosok yang memiliki tujuh putri dan satu putra ini selalu setia dengan prinsip-prinsip hidup yang diajarkan oleh Kiai Madrais, sang kakek tercintanya. Ia memiliki prinsip hidup berbeda tapi satu, meski tidak sepengakuan tapi bisa sepengertian. Prinsip hidup Djatikusumah sejalan dengan prinsip Bhinneka Tunggal Ika.

Biodata:

Nama : Djatikusumah Gelar : Pangeran Lahir : 1933 Posisi : Pemangku Adat Sunda Wiwitan Anak : Tujuh Putri & Satu Putra Alamat : Jln Cigugur Sukamulya, Cigugur, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat 45552

Penghargaan:

- Anugerah Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk Kategori Pelestari (Adat Sunda Wiwitan), 2018

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 146 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 Kartini Kisam Melestarikan Tari Topeng Betawi di Tempat Asal, Memperkenalkannya di Mancanegara

Agustus 2018, Hj Kartini Kisam menyelenggarakan ujian keluluskan penari Topeng Betawi bagi 72 anak. Ujian berlangsung setelah anak-anak mengikuti pendidikan di sanggar seni Ratna Sari. Kartini mewarisi sanggar tersebut dari orangtuanya yang juga mengabdi untuk pelestarian tari Topeng Betawi. Didukung Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, ia juga sedang menyusun tutorial tari tradisi Betawi dalam bentuk video. Video akan memuat tutorial tari tradisi, antara lain, tari Kedok Tiga, Tari Blenggo, tari Uncul, tari Sipatmo, dan satu tari ciptaannya, Tari Ajeng. Video tutorial rencananya akan disebarkan sebagai bahan ajar ke sekolah- sekolah dasar di DKI Jakarta. Peraih Anugerah Budaya dari Dinas Kebudayaan dan Permuseuman dan Gubernur DKI Jakarta ini juga berharap dapat membukukan tari- tari tradisi Betawi agar seni tradisi dapat terus dipelajari dan dikembangkan. Kartini lahir dan tumbuh di lingkungan yang mencintai seni tradisi Betawi. Sejak kecil ia terasah menikmati musik kakeknya (Djiun) yang penggendang dan menyaksikan neneknya (Kinang) menari dari panggung ke panggung. Djiun dan Kinang adalah maestro topeng Betawi di masanya. Pasangan suami-istri ini mendirikan rombongan kesenian Topeng Kinang Putera di Cisalak, Bogor, sejak tahun 1920. Pasangan ini mewariskan kecintaannya kepada putrinya, Nasah. Nasah

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 147 yang penari menikah dengan Kasim, seorang penggendang. Dari perkawinan itu lahir Kartini Kisam. Meskipun ibunya seorang penari, akan tetapi Kartini lebih banyak belajar pada neneknya, Kinang–yang ia panggil mak Kinang—setelah ibunya meninggal saat Kartini masih berumur tujuh tahun. Ketertarikan Kartini terhadap tari Topeng berawal dari menonton pertunjukan mak Kinang. Ia mengamati bagaimana penonton memberi tepuk tangan dan mengidolakan neneknya. Sejak itu, ia belajar menari epada mak Kinang. Tari Topeng pada tradisi Betawi berbeda dengan tari Topeng dari wilayah lain di Indonesia. Topeng dalam tradisi Betawi merujuk pada satu pertunjukan yang melibatkan musik, teater dan tarian, sedangkan tarian yang dipersembakan dalam rentang pertunjukan tersebut disebut Tari Kedok, dan penarinya disebut ronggeng topeng. Belajar menjadi ronggeng topeng bagi Kartini juga belajar berkesenian dalam rombongan besar yang anggotanya mencapai 50 orang. Tahun 1973 adalah tahun istimewa bagi Kartini. Sebab, pada tahun itulah Kartini memasuki dunia panggung. Saat itu mak Kinang berhalangan memenuhi undangan pertunjukan lantaran usianya yang semakin tua. Mak Kinang meminta Kartini, yang saat itu berumur 13 tahun, untuk mewakilinya menari pada acara kebudayaan yang diselenggarakan Pemda Jawa Barat. Pertunjukan pertama itu membekas di benak Kartini. Ia merenung, meskipun perjalanan seni tradisi di kampung-kampung masih memprihatinkan, undangan dari pemerintah seperti itu memungkinkan seni yang berasal dari akar rumput dipertunjukkan secara terhormat. “Iya, saya harus meneruskan warisan dari nenek saya,” demikian Kartini bertekad. Kartini terus berlatih dan memenuhi undangan-undangan dari pemerintah. Pada

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 148 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 awalnya Kartini merasa minder, terutama saat berjumpa dengan penari dari daerah lain yang berlatar belakang akademis. Tetapi, semakin kerap mengikuti berbagai festival semakin ia belajar banyak, yang kemudian menumbuhkan keyakinan dirinya. Kartini pun mulai melanglang buana memenuhi undangan menari ke beberapa provinsi di Indonesia dan bahkan ke mancanegara. Singapura, Hongkong, Mesir, Nigeria dan Lagos adalah tempat-tempat yang pernah ia sambangi untuk menari. Sebagai generasi ke-3 tari Topeng Betawi, Kartini melanjutkan merawat Sanggar Ratna Sari yang didirikan kakek-neneknya. Upaya pelestarian ia lakukan melalui pengajaran menari di beberapa sekolah dasar, sanggar seni dan Balai Latihan Kesenian/Pusat Pelatihan Seni Budaya (PPSB) Seni Budaya di Jakarta Timur dan Jakarta Selatan. Bahkan ia menjadi dosen luar biasa di Institut Kesenian Jakarta (IKJ) dan Universitas Negeri Jakarta (UNJ), serta menjadi narasumber di berbagai seminar. Beberapa anak muda secara khusus ia persiapkan untuk menjadi penerus pelestari tari Topeng Betawi. Mereka adalah keponakan dan murid-muridnya yang masih kuliah di UNJ dan UI. Di antaranya Christiano Rae, Risna Sari dan Hannie Ristianinda. Selain mengajarkan tari Topeng Betawi, Kartini mencipta lima tarian dan mengembangkan tari tradisi yang sudah ada. Tari Gegot yang dikembangkan mak Kinang dan kemudian Kisam (ayahnya), yang semula penarinya berpasangan, ia kembangkan menjadi tarian yang dapat dilakukan baik berpasangan maupun solo. Demikian juga pengembangan tari Topeng Samba yang menekankan karakter centil dari tiga karakter sebelumnya: lembut, angkuh, dan centil. Sedikitnya 10 penghargaan telah Kartini raih untuk perjalanan karirnya, antara lain penghargaan sebagai penatar pada penataran pendidikan kesenian guru TK dan SD dari Kepala Dinas Kebudayaan dan Permuseuman dan Gubernur DKI Jakarta (2012) dan Anugerah Budaya dari Dinas Kebudayaan dan Permuseuman dan Gubernur DKI Jakarta (2005). Capaian tersebut tak lepas dari cita-cita Kartini agar tari Topeng Betawi dilestarikan di tempatnya sendiri dan dikenal di mancanegara. Karena itu, ia berharap pemerintah terus memperhatikan, membina, dan mengembangkan seni tradisi agar tidak semakin banyak seni tradisi yang mengalami kepunahan. “Semoga

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 149 seni tradisi tetap berjaya, dan orang-orang senang belajar menari seni tradisi. Dengan begitu, orang-orang di luar negeri dapat mengenali budaya kita,” kata ibu satu anak ini juga berpesan kepada generasi muda agar tidak menghilangkan apa yang sudah diwariskan oleh nenek-moyang.

Biodata

Nama : Hj. Kartini Kisam Tempat & tanggal lahir : Jakarta, 5 Maret 1960 Suami : H Rachmat Ruchiat Keahlian : Pelestari dan pengembang tari Topeng Betawi

Karir:

• Pengajar dan pemilik Sanggar Seni Betawi Ratna Sari • Dosen luar biasa di Institut Kesenian Jakarta dan Universitas Negeri Jakarta • Pengajar tari Topeng Betawi dan tari Cokek di SD, beberapa sanggar dan di Balai Latihan Kesenian/Pusat Pelatihan Seni Budaya Seni Budaya di Jakarta Timur dan Jakarta Selatan

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 150 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 Karya Tari:

• Tari Ajeng • Tari Watan • Tari Troktok • Tari Nindak Lenggang • Tari Kembang Duribang

Penghargaan:

Sepuluh penghargaan, antara lain: • Penghargaan sebagai Penatar pada Penataran Pendidikan Kesenian Guru TK dan SD dari Kepala Dinas Kebudayaan dan Permuseuman dan Gubernur DKI Jakarta (2012) • Anugerah Budaya dari Dinas Kebudayaan dan Permuseuman dan Gubernur DKI Jakarta (2005) • Penghargaan sebagai Pelatih Tari Berprestasi dari Kepala Suku Dinas Kebudayaan dan Permusiuman Pemerintah Jakarta Timur (2004)

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 151 Akhmad Elvian Mengangkat Batang Terendam Budaya Bangka

Akhmad Elvian adalah birokrat bidang pendidikan dan kebudayaan yang menekuni sejarah dan budaya Bangka. Puluhan buku yang merekam sejarah dan budaya Bangka telah ia lahirkan. Pengabdiannya itu mendapat penghargaan Pin Emas dari Wali Kota Pangkalpinang. Ia juga mendapat piagam penghargaan dari Pengurus Besar Majelis Budaya Melayu Indonesia (MABMI) atas jasa dan pengabdiannya mempertahankan dan melestarikan adat budaya Melayu. Saat ini ia pun sedang mempersiapkan penerbitan empat buku terbarunya. Tiga buku terkait sejarah di Kabupaten Tomboali, Bangka Selatan, sejarah perjuangan Depati Amir, dan sejarah kampung-kampung di Bangka bagian III. Satu buku lagi tentang pengetahuan masyarakat terhadap pewarisan hutan. Mendokumentasikan sejarah dan budaya bangsa, menurut Elvian, sangat penting agar bangsa dapat mengetahui jati dirinya dan melakoninya. Dengan begitu kebudayaan nasional Indonesia tumbuh dan berkembang dari kebudayaan- kebudayaan daerah yang akarnya kokoh. Elvian sejak SD memang menyukai budaya dan sejarah. Kegemaranya itu tak terlepas dari peran orangtuanya, guru SD, yang menyediakan buku politik, sejarah, budaya dan sains di rumah mereka. Kecintaannya pada sejarah ia perdalam di jurusan sejarah IKIP Jakarta. Setelah lulus kuliah, Elvian mengajar dan menjadi kepala sekola di beberapa sekolah di Bangka, yaitu di SMA Negeri 1 Tobobali, SMP Negeri 1 Jebus, SMU Negeri 1 Jebus dan SMU Negeri 1 Sungailiat. Kariernya di bidang pendidikan terus meningkat menjadi Koordinator Pengawas Sekolah

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 152 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 di Pangkalpinang dan Kepala Dinas Pendidikan Kota Pangkalpinang. Dari bidang pendidikan, karier Elvian meluas ke bidang budaya. Ia pernah menjabat Kepala Bidang Kebudayaan di Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Pangkalpinang, Kepala Pariwisata dan Kebudayaan, dan saat ini seketaris DPRD Kota Pangkalpinang. Dalam perjalanan kariernya sebagai birokrat, Elvian terus menekuni bidang sejarah dan budaya Bangka. Di akhir pekan atau hari libur, ia menyusuri kampung- kampung untuk menggali kebudayaan Bangka. Setiap kali ada kesempatan ke Jakarta ia mampir ke Arsip Nasional dan Perpustakaan Nasional untuk mengumpulkan arsip kebudayaan Bangka. Ketekunannya melahirkan puluhan buku yang mengkaji kebudayaan Bangka, dari mulai sejarah dan kebudayaan suku-suku di Bangka, cerita rakyat, bahasa dan orang-orang yang berjasa terhadap kehidupan di Bangka. Juga berbagai artikel yang terbit di harian lokal di Bangka. Di Bangka-Belitung belum banyak pencatatan, apalagi penebitan buku sejarah dan budaya Bangka. Elvian pun merasa terdorong untuk mengisi kekosongan itu. “Saya yakin Bangka-Belitung memiliki peradaban yang maju. Terbukti adanya Prasasti Kota Kapur (abad ke-7) yang menguak kerajaan besar Sriwijaya. Juga artefak arkeologi dua abad sebelumnya yang menunjukkan terdapat kebudayaan tinggi berupa benteng tanah, candi Hindu dan fragmen arca Wisnu. Kebutuhan pendokumentasian kebudayaan itu meningkat sejak Bangka dan Belitung menjadi provinsi pada tahun 2000. “Budaya Bangka-Belitung semakin perlu digali, dituliskan dan dilakoni, sehingga kebudayaan kepulauan ini semakin dikenal masyarakat Indonesia dan dunia,” tegasnya. “Penulisan buku semakin urgen terutama bagi budaya yang terancam punah. Seperti bahasa Bangka dialek orang Laut yang terancam punah karena penggunanya semakin sedikit,” tambahnya.

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 153 Elvian menyajikan budaya Bangka-Belitung sebagai melting pot society peleburan budaya empat etnik, yang terdiri dari dua etnik pribumi (orang Darat dan orang Laut), serta orang Tionghoa dari China Selatan dan orang Melayu. Empat entik ini, menurutnya, membentuk satu identitas baru yaitu orang Bangka-Belitung. Dalam pertemuan budaya keempat etnik terbut, sebagian mengalami asimiliasi dan akulturasi, sebagian lagi dipertahankan sebagai kekhasan masing-masing etnik. Menurut Elvian, buku sejarah nasional Indonesia juga perlu diformulasikan kembali dengan menggali dan memperkaya sejarah dari kepulan kecil. Misalnya, dalam penulisan pahlawan nasional –dalam konteks Bangka—perlu diperkaya dengan tokoh-tokoh Tionghoa atau peranakan yang telah mengabdi pada Indonesia. “Ternyata banyak orang peranakan di Bangka diasingkan Belanda ke Ternate, Ambon dan Kupang, yang belum terungkap dan terdokumentasikan. Bila hal itu dituliskan dalam buku sejarah nasional dapat mempererat kebinekaan,” harapnya. Elvian juga mengoptimalkan peranannya dalam jabatan saat ini (sebagai Sekretaris Dewan) untuk mendorong pemerintah agar lebih memperhatikan bidang budaya. Antara lain berkoordinasi dan memberikan dukungan anggaran kepada Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) di Tanjungpinang—yang wilayah kerjanya mencakup Bangka-Belitung—terkait pelestarian budaya. Tantangan terberat yang Elvian hadapi, mengatur waktu antara keluarga, tugas kedinasan, dan menulis buku. Juga tantangan tradisi lisan yang akut dalam budaya Bangka. Sebab, ketika penutur budaya meninggal, pengetahuan budaya yang dituturkan dari generasi ke generasi turut punah. Karena itu, ia juga rajin mengunjungi para penutur budaya dan merekamnya.

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 154 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 Dalam kaitan itu, Elvian berharap pemerintah dapat memperbanyak muatan lokal terkait sejarah dan kebudayaan, termasuk bahasa daerah. Jangan sampai bangsa Indonesia tidak memilik jati diri yang kuat di era global saat ini. Ia juga meminta anak muda mempelajari, mencintai, kalau bisa menulis dan melakoni budaya daerahnya. “Di Bangka ada pepatah: Bila hari panas, banyak kacang lupa akan kulitnya. Di mana perigi digali di situ air disauh. Di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung. Maknanya, dalam kondisi suka luar biasa, jangan kita lupa pada akar budaya kita. Di mana kita mencari sumber hidup di situ kita berbuat baik. Di mana kita berada kita harus menghormati adat budaya setempat.” Kepada sesama birokrat, Elvian berbagi pengalaman agar tidak terpaku pada aktivitas yang rutin. “Keluarlah dari kotak. Banyak hal yang bisa dikembangkan sesuai bidang birokrasinya. Misalnya bidang tata letak kota, dapat dibarengi penelitian mengenai filosofis dan historis kota, sehingga pembangunan kota memperhatikan akar budaya. Dengan demikian masyarakat tidak terasing dengan kotanya. Nyaman di lingkungannya sendiri. Dan, pembangunan kota di Indonesia dapat tumbuh dari akar dan kekayaan budayanya masing-masing.”

Biodata

Nama : Akhmad Elvian Tempat & tanggal lahir : Pangkalpinang, 14 Oktober 1965 Pendidikan : S1 IKIP Jakarta

Pengalaman Jabatan :

- Sekretaris DPRD Kota Pangkalpinang - Kepala Dinas Pendidikan Kota Pangkalpinang - Kepala Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga Kota Pangkalpinang - Kepala Bidang Kebudayaan pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Pangkal Pinang - Koordinator Pengawas pada Dinas Pendidikan Kota Pangkalpinang

Keahlian : Penulis buku-buku sejarah dan budaya di Bangka-Belitung

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 155 Karya buku:

Puluhan buku mengenai sejarah, budaya, pertanian Bangka-Belitung, antara lain: - Distrik Sungailiat dan Merawang (2015) - Setengah Abad Kota Pangkalpinang sebagai Daerah Otonom (2014) - Kumpulan Cerita Rakyat: Kera & Lutung Berebut Kelelak (2014) - Alat Tangkap Tradisional Kota Pangkalpinang (2014) Akhmad Elvian dkk - Kotakapur dalam Lintasan Sejarah Bahari (2011) - Organisasi Sosial Suku Bangsa Melayu di Tuarunu (2010) - Tari Pinang Sebelas Kota Pangkalpinang Suatu Tinjauan Makna Simbolis (2008)

Penghargaan:

- Anugerah Kebudayaan untuk Kategori Pelestari dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2018) - Penghargaan Pin Emas atas partsisipasinya dalam pembangunan Kota Pangkalpinang dalam rangka Hari Jadi ke-260 Pangkalpinang dari Wali Kota Pangkalpinang (2017) - Piagam Penghargaan dari Pengurus Besar Majelis Budaya Melayu Indonesia (MABMI) atas jasanya dan pengabdian mempertahankan dan melestarikan Adat Budaya Melayu (2017) - Piagam penghargaan atas partisipasinya membangun Kota Pangkalpinang pada peringatan Setengah Abad Kota Pangkalpinang sebagai Daerah Otonom (1956- 2006) dari Wali Kota Pangkalpinang (2006)

Nama orang tua : Rozali HS dan Maryusnah Nama Isteri/Suami : Hesty Dewi Yudhiawati Putra : Aulia Oktrivianty, Hafis Mahesvi, Nafisah Hesvia Alamat : Jln Demang Singayudha No.55 RT 011 RW 003, Kelurahan Bukit Besar, Kecamatan Griyamaya, Kota Pangkalpinang, Kepulauan Bangka Belitung

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 156 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 Hanna Keraf Revitalisasi Tradisi Menganyam Daun Lontar

Hanna Keraf merupakan sosok teladan bagi anak bangsa. Ia berhasil mendorong perekonomian masyarakat yang tidak mampu, khususnya ibu- ibu hamil dan menyusui di daerah Nusa Tenggara Timur (NTT), untuk mendapatkan penghasilan tambahan. Bukan itu saja, Hanna juga telah merevitalisasi tradisi anyam yang tadinya tidak memiliki nilai ekonomi yang signifikan, karena dikerjakan sendiri-sendiri tanpa koordinasi yang baik di antara para pengrajinnya, menjadi suatu gerakan sosial positif yang memiliki spirit kewirausahaan yang dampaknya beresonansi hingga ke mancanegara. Tradisi menganyam daun lontar yang biasanya memiliki nilai budaya semata, kini menjadi sumber ekonomi bagi ibu-ibu yang terlibat di dalamnya. Hanna Keraf dan kedua kawan dekatnya, Azalea Ayuningtyas dan Melia Winata, mendirikan rumah usaha Du’Anyam guna menyalurkan berbagai potensi yang dimiliki ibu-ibu kurang mampu di daerah-daerah pedalaman. Hingga saat ini lebih dari 450 perempuan yang terlibat di dalam proses produksi anyaman ini. Mereka tersebar di hampir 17 desa di NTT, khususnya di daerah Flores Timur. Jumlah tersebut terus bertambah seiring semakin tingginya minat dan permintaan dari berbagai pihak. Baru-baru ini saja, Du ‘Anyam dapat kepercayaan sebagai official merchandise Asian Games 2018. Ini merupakan sebuah prestasi luar biasa di mana gerakan social enterprise—semacam usaha bisnis berwatak aktivitas sosial— yang dipelopori kalangan generasi milenial dapat terpilih sebagai mitra dalam acara olahraga bergengsi level internasional tersebut.

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 157 Hanna Keraf sendiri menyelesaikan pendidikan tinggi di Ritsumeikan Asia Pacific, University Jepang, untuk bidang Bisnis Administrasi. Begitupun dengan kedua kawannya, yaitu Azalea Ayuningtyas dan Melia Winata. Azalea sendiri menyelesaikan studinya pada Program Biologi Molekular, University of Michigan dan Program Kesehatan Masyarakat di University of Harvard Amerika Serikat. Adapun Melia menyelesaikan studinya untuk Program Biomedis di , Australia. Ketiga kawan tersebut meski memiliki pendidikan yang berbeda-beda, akan tetapi pengalaman mereka saat satu sekolah menyatukan cita- cita bersama. Mereka tidak tertarik untuk mengejar karier dalam bidangnya masing- masing, akan tetapi memilih jalan hidup untuk berkecimpung di dunia sosial. Ayah Hanna sendiri, A Sonny Keraf, pernah merasa kaget atas pilihan yang diambil putri kesayangannya itu. Hanna sering didorong ayahnya untuk melamar ke perusahaan- perusahaan bisnis internasional yang memang sesuai dengan program kuliahnya. Hanna menolak dan tetap bersikukuh bahwa dunia sosial adalah dunianya yang hakiki. Inilah panggilan hati nurani Hanna yang sebenarnya. Di awal-awal Hanna aktif terjun di dunia sosial kemasyarakatan, ia merasa terenyuh dengan kisah seorang ibu bernama Maria yang sedang mengandung anaknya yang ke-7. Si ibu bercerita tentang kehamilannya yang ke-6, yang penuh duka dan nestapa. Jarak rumahnya ke rumah sakit terbentang sekitar 10 kilometer. Inilah yang mengakibatkan suami Maria tidak pernah memeriksakan kandungan istrinya itu selama usia kehamilannya. Sampai tiba masa melahirkan, Maria mengalami pendarahan di tengah malam, yang berakibat sang anak yang berada dalam kandungannya tersebut meninggal dunia. Kejadian inilah yang menggerakkan Hanna Keraf dan kawan-kawannya untuk merintis pendirian Du’Anyam yang

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 158 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 memiliki arti “ibu yang menganyam”. Ia yakin bahwa apa yang dialami Maria juga banyak dialami oleh ibu-ibu di pedesaan. Oleh karena itu dibutuhkan suatu upaya yang konkret agar dapat membantu ibu-ibu tersebut keluar dari lilitan kemiskinan. Selain itu, Hanna sendiri banyak terinspirasi oleh perjuangan ayahnya. Ia menjadi saksi langsung bagaimana sang Ayah yang berasal dari keluarga tidak mampu di Flores dapat berhasil keluar dari lilitan kemiskinan berkat pendidikan yang ada. Meski sang ayah, A Sonny Keraf, pernah ditunjuk menjadi Menteri Lingkungan Hidup pada era Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur), hal itu tidak menjadikan Hanna sombong dan lupa diri. Hanna terus mengembangkan kualitas dirinya semaksimal mungkin agar dapat hidup mandiri dan banyak berguna untuk sesama. Perlahan tapi pasti, Du’Anyam menjadi gerakan ekonomi sosial budaya yang banyak diperhitungkan. Hanna dan kedua kawannya ingin menjadikan Du’Anyam sebagai rumah dari berbagai anyaman di Indonesia. Ibu-ibu yang terlibat pun mulai meningkat taraf kehidupannya. Mereka tidak harus bersusah-susah lagi menjual produk anyamannya karena sudah ada Du’Anyam yang siap menyalurkannya ke berbagai wilayah di Indonesia, bahkan ke mancanegara. Untuk memperkuat usaha sosial tersebut, Hanna menduduki posisi sebagai chief community officer yang fokus dalam pemeliharan komunitas yang berada di daerah-daerah. Hanna pun banyak menghabiskan waktu untuk berkeliling daerah guna membangun komunikasi serta optimisme di kalangan para pengrajin anyaman itu. Azalea berposisi sebagai chief executive officer yang bertanggung jawab untuk mengatur keuangan dan berjalannya lembaga. Pengalamannya bersekolah di Amerika ikut memberikan warna organisasi tersendiri. Melia Winata juga sama, ia memiliki tanggung jawab sebagai chief marketing officer yang memastikan produk-

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 159 produk Du’Anyam dikenal masyarakat luas dan kemudian mendorong mereka agar berminat membeli produk anyaman ibu-ibu yang berasal dari pedalaman tersebut. Kini Du’Anyam sudah melebarkan bisnis sosialnya. Yang awalnya banyak mengelola pengembangan komunitas ibu-ibu di Flores, kini mulai merambah ke daerah lain. Sidoarjo (Jawa Timur), Kabupaten Berau (Kalimantan Timur), dan Kabupaten Nabire (Papua) menjadi jejak-jejak selanjutnya dari kreativitas bisnis sosial Hanna dan kedua kawannya. Dengan prinsip pemberdayaan perempuan, promosi budaya dan peningkatan kesehatan dan kesejahteraan menjadikan Du’Anyam terus tumbuh menjadi gerakan sosial yang banyak bermanfaat. Di satu sisi ikut melestarikan tradisi budaya local, pada sisi yang lain ikut merevitalisasikannya sehingga dapat ikut berkompetisi dalam percaturan ekonomi global. Di balik setiap kesuksesan tentu ada nilai-nilai yang dijaga oleh Hanna dan kedua kawannya, yaitu apa yang mereka sebut 3P: passion, patient dan persistent. Dengan passion, mereka menjalankan setiap jenis kegiatannya penuh suka cita dan semangat Undangan yang tak bertepi, kemudian dibarengi dengan kesabaran yang optimal, dan berani menjaganya secara terus menerus. Inilah kira-kira nilai-nilai positif yang selalu dijaga oleh Hanna dan juga kawan-kawannya. Menurut Hanna, untuk memperkuat jaringan usahanya ia menerapkan prinsip-prinsip kemanusiaan, yaitu senantiasa menganggap kompetitor bukan sebagai lawan tapi sebagai kolaborator, istikamah menjaga kualitas, serta memberikan apresiasi yang memadai untuk mereka yang berprestasi. Berbagai prestasi bergengsi pun pernah mereka raih—seperti MIT Global Challenge Award 2014 dan Inacraft Award 2018—atas karya desain inovatif.

Biodata: Nama : Hanna Keraf Perusahaan : Du’Anyam Pendidikan : Ritsumeikan Asia Pacific University Jepang Profesi : Penggerak Social Enterprise bagi ibu-ibu tidak mampu

Penghargaan : - Anugerah Kebudayaan dari Kementerian Pendidikan Pendidikan untuk Kategori Pelestari, 2018

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 160 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 ANUGERAH KEBUDAYAAN TAHUN 2018

PENERIMA ANUGERAH KEBUDAYAAN KATEGORI ANAK DAN REMAJA Undangan

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 161 Thifalia Raudina Mahardya Mengembangkan Karya dari Dalam Diri

Thifalia Raudina Maharydya memenangi berbagai kompetisisenilukisdi dalam negeri sejak masih di taman kanak- kanak (TK). Dan, setelah berusia 6 tahun, saatbaru duduk di bangku SD,Thifa bahkan sudah mendapat penghargaan internasional dengan meraih juara pertama pada International’s Art Competition bertema “Under the Miscroscope” dari Look and Learn Art Gallery, di London, Inggris. Hingga kelas VI SD,sedikitnya 25 penghargaan internasional telah Thifa raih. Karya-karyanya melanglang buana di 14 negara, antara lainRusia, Bulgaria, Polandia, Jerman, Belanda, Inggris, Makedonia, Mesir, Kanada, Amerika Serikat, China, dan Australia. Lukisan-lukisannya juga dipamerkan, antar lain, di Peace and Friendship through the Olympic Spirit, Winter Olympic Games Art Exhibition, Sochi, Russia (2014), Mizyal Gallery Museum Fine and Applied Art 2014, Turki (2014), Post Contest Exhibition of the 36th International Fine Arts Competition for Children and Youth, District Museum, Torun, Polandia (2014), dan Express Your Cancer Story Creativelly, Cancer Council Victoria Arts Awards Exhibition 2013, Melbourne, Australia (2013) Thifa mengikuti les melukis di Sanggar Daun sejak umur tiga tahun. Di sanggar yang didirikan, aktivis lingkungan Arik S Wartono ini, Thifa tidak hanya belajar melukis tetapi juga bagaimana mengenali gayanya yang otentik. Di awal masa

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 162 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 belajarnya, ibunya, Citra Anandya, meminta Thifa untuk menggambar satu gambar setiap harinya guna mengasah kepekaan dan keterampilan Thifa. Proses kreatif Thifa bersumber dari beragam inspirasi, meskipun pemandanganalamlingkunganmenjadisalah satu favoritnya. “Biasanya aku akan mencari inspirasi hujan, keramaian kota atau apa pun. Kemudian aku memikirkannya, enaknya digambar bagaimana. Setelah itu, baru membuat gambarnya,” tutur Thifa. Untuk karya-karya yang dihasilannya saat ini, Thifa memang lebih mencipta kembali bentuk, rupa dan warna dari objek inspirasinya, sehingga menghasilkan karya yang baru dan khas gaya Thifa. Ketika masuk TK, pihak sekolah dan Sanggar Daun—yang berada di Gersik— sering mendaftarkan karya Thifa untuk mengikuti berbagai perlombaan. Beberapa penghargaan yang diraihnya di dalam negeri, antara lain,Juara I Lomba Menggambar Tingkat Jawa Timur kategori TK dan SD di SD Khadijah Padegiling (2010) dan Juara II Lomba Mewarnai Tingkat Taman Kanak-kanak dalam rangkaian acara Promosi Produk Kalimantan dari Direktorat Promosi Dalam Negeri Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata (2011). Sejak itu, Thifa banyak mengikuti perlombaan, bahklan hingga perlombaan di mancanegara. Pengalamannya memenangi berbagai perlombaan di dalam negeri, menyemangati Thifa untukikut perlombaan di luar negeri. Walaupun—karena keterbatasan dana—tidak semua kompetisi di luar negeri dapat ia hadiri. Seringkali Thifa hanya bisa menghadirkan karyaaslinya pada saat pemberian penghargaan, karena biaya yang mahal, terutama untuk kejuaran di Eropa dan Amerika Serikat. Tetapi Thifa tetap bersyukur. “Aku senang bisa memenangi lomba di luar negeri, apalagi mendapat dukungan dari orang tua dan sekolah,” tutur Thifa. Banyak suka duka yang ia lalui saat mengikuti berbagai perlombaan. Antara lain saat ia mengikutkan karyanya Wonokromo

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 163 (Bridge)di tingkat Jawa Timur untuk seleksi ke Galeri Nasional. Wonokromo (Bridge) adalahlukisan yang menggambarkan kota Surabaya dengan jembatan Mayangkara Wonokromo-nya. Kawasan yang akrab dengan Thifa, karena ibunya memiliki toko jilbab di kawasan itu. Ia melukisnya dalam media cat akrilik di atas kanvas dalam ukuran 1 x 1 meter. Saat itu, Thifa tidak menang karena karyanya diragukan sebagai karya Thifa. “Sudah susah payah aku buat, kok alasan tidak menangnya karena itu,” keluh Thifa. Padahal untuk menghasilkan lukisan dalam ukuran 1 x 1 meter itu ia harus melukisnya sambil naik kursi dan mengerjakannya selama 10 hari. Karena kesal, Thifa menuliskan proses kreatif lukisan Wonokromo untuk membuktikan sebagai karyanya, yang kemudiandimuat salah satu media lokal. Kekecewaan Thifa terobati ketika Sanggar Daun mengikutkan Wonokromo (Bridge) pada International’s Art Competition dari Look and Learn Art Gallery, di London, Inggris, dan meraih juara pertama. Menurut juri-juri yang menuturkan kepada ibunya, Citra, keistimewaan lukisan Thifa ada pada goresannya yang kuat dan karakeranak-anaknya. Kekhasan lukisan Thifa juga ada pada permainan warna. Thifa dikenal berani dalam memberikan warna-warna terang dan memadupadankannya menjadi paduan yang harmonis. “Sebentuk lukisan yang khas keluar dari diri Thifa,” tutur Citra dengan penuh kebanggan pada putrinya. Meskipun sudah banyak kejuaraan yang ia raih, Thifa masih ingin terus mengembangkan kemampuannya. “Aku ingin bisa menggambar realis,” tutur pelajar

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 164 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 yang baru memasuki kelas satu SMP ini. Untuk perkembangan belajarnya, saat ini Thifa belajar sendiri melalui internet. Kepada anak-anak Indonesia, Thifa ingin membagikan pengalamannya: “Untuk teman-temanku, kalau senang menggambar, teruslah menggambar. Kalau mau mengembangkan kesukaannya harus dari dirinya sendiri bukan dari orang lain.” Kepada pemerintah, Thifa berharap, “Kalau ada anak yang menyukai suatu bidang, bantu kembangkan sampai dia benar-benar bisa dan ahli di bidangnya.”

Bio Data

Nama : Thifalia Raudina Mahardya Tempat & tanggal lahir : Surabaya, 15 Desember 2005 Pendidikan : SMPN 216 Jakarta Pusat SD Muhamadiyah 4 Surabaya Sanggar Daun, Gersik Keahlian : melukis

Karya : - Bridge (Wonokromo)

- Happy Orang Utans Commended - Happy Birthday Van Gogh - Healthy Food System - My Uncle - Best Freind - New Year’s Eve - Friendship - Summer Fun

Pameran:

- Peace and Friendship through the Olympic Spirit padaWinter Olympic Games Art Exhibition di Sochi, Russia (2014) - Mizyal Gallery Museum Fine and Applied Art 2014 di Turki (2014) - Post Contest Exhibition of the 36th International Fine Arts Competition for Children and Youth di District Museum in Torun, Polandia (2014)

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 165 - 100 karya terbaik Anak-anak Sanggar Daun di Hotel Singgasana Surabaya (2014) - Express Your Cancer Story Creativelly oleh Cancer Council Victoria Arts Awards Exhibition 2013 di Melbourne, Australia (2013)

Penghargaan : 25 Penghargaan intenasional, antara lain: - Anugerah Kebudayaan dan Penghargaan Maestro Seni Tradisi untuk Kategori Anak dan Remaja dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (2018) - Honorable Mention pada International Year of Sustainable Tourism for Development Art and Design Competition di Hongkong (2017) - Gold Medal Egypt pada the Eyes of the Children of the World Competition dari Egypt Ministry of Culture, The Supreme Council of Culture di The National Center for Children’s Culture, Mesir (2016) - Gold Medal pada The Small Montmartre of Bitola 2015 di Macedonia (2015) - Best Picture pada Kid’s Drawing Contest within the Global Entrepreneurship Week campaign di Belarus (2014) - First Winner pada “Express Your Cancer Story Creativelly” dari Cancer Council Victoria Arts Awards di Melbourne, Australia (2013) - Excellent Prize pada Preliminary Round of the 2nd Youth World Cup Live Painting Competition dari Canada Youth Arts Development Foundationdan UNICEF Canada, di Richmond, British Colombia, Kanada (2013) - 1st Place pada MAP DRAWING CONTEST for CHILDREN OF 7-9 YEARS OLD, CHAMP CHILD di Amerika Serikat (2012) - 1st Prize pada International Children’s Competition on the theme of “Under the Microscope” in the Junior (0-7) age category dari Look and Learn Art Gallery di London, Inggris (2011).

Alamat : Jl Mangga VI, No. 29, Rt 6 RW 6, Utan Kayu Utara Matraman Jakarta Timur

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 166 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 Alya Namira Nasution Mencintai Sepenuh Hati Dunia Menulis

Dunia menulis bagi kebanyakan orang merupakan dunia yang tidak mudah. Dunia tersebut membutuhkan konsentrasi dan fokus pikiran yang luar biasa, serta didorong oleh motivasi yang tinggi sehingga sebuah karya tulis bisa terwujud. Banyak orang memilih menyampaikan gagasan lewat ucapan dibandingkan lewat tulisan. Tidak heran jika di mana-mana banyak orang pandai berbicara, akan tetapi ketika ia sampaikan lewat tulisan jadi berantakan. Momok dunia menulis yang menakutkan tersebut tidak berlaku bagi Alya yang akrab dipanggil Dinda, gadis manis yang sejak kecil sudah jatuh cinta pada dunia tulis-menulis. Jika masa kecil bagi sebagian orang lebih banyak dihabiskan untuk bermain-main, tidak demikian halnya dengan Alya yang banyak menghabiskan waktu untuk belajar menulis. Alya Namira Nasution lahir di Medan pada 7 Februari 2001 dari pasangan Muhammad Haris Nasution dan Nur Sa’adah. Masa kecil Alya dilalui dengan kehidupan yang tidak mudah. Ia harus berpindah-pindah rumah hingga akhirnya menetap beberapa tahun di rumah penyair-dramawan kondang WS Rendra. Di rumah inilah benih kreativitas Alya mulai tumbuh dengan pesat. Itu bermula dari kebiasaan Alya kecil melihat buku-buku koleksi WS Rendra dan ia ingin membacanya. Mengetahui hal tersebut Rendra segera menyadari bahwa Alya kecil memiliki kelebihan bila dibandingkan anak-anak lainnya. Maka, ia pun membelikan buku- buku yang cocok untuk dibaca oleh anak seusia Alya. Buku-buku kumpulan cerpen sampai novel lahap dibaca Alya kecil. Uniknya, setiap Alya selesai membaca sebuah

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 167 buku, WS Rendra selalu meminta Alya untuk menceritakannya kembali. Alya memiliki masa kecil yang sangat beruntung, ia hidup di antara kedua orangtuanya yang memang mencintai dunia kreativitas. Sang ayah yang aktif sebagai pemain teater di Bengkel Teater Rendra (inilah alasan mengapa Alya dapat tinggal di sana), ditambah lagi sang ibu yang memang aktif kala itu sebagai seorang jurnalis. Darah kreativitas dari ayah, ibu dan mendapat mentor langsung dari tokoh sekaliber WS Rendra, penyair ternama yang memiliki julukan si “Burung Merak”, menjadi perpaduan yang sangat menarik pada diri Alya kecil. Tidak heran jika dunia tulis- menulis kemudian menjadi dunia yang dicintainya sampai ia menginjak usia remaja. Kecintaan Alya terhadap dunia tulis-menulis tidak berhenti di sana. Ia ingin membagikan kecintaan tersebut kepada kawan-kawan seusianya. Setiap kali Alya mendapatkan royalti dari buku-buku yang diterbitkannya, ia belikan buku-buku dengan berbagai genre bacaan. Ketika buku-buku tersebut makin bertambah, ia undang kawan-kawannya untuk datang ke rumah Alya sambil mengajak mereka membaca buku di rumahnya. Makin lama makin banyak kawan Alya yang mengetahui koleksi buku Alya, dan mereka pun berkunjung ke Rumah Buku Alya- Nayya yang berdiri sejak tahun 2011 tersebut. Di samping sibuk mengelola perpustakaan gratis miliknya, Alya pun aktif berkeliling dari sekolah ke sekolah untuk berbagai resep serta kiat menulis. Ia pun memberikan berbagai pelatihan menulis di luar sekolah, seperti di Gramedia Depok, ITC Depok, DMall, Perpustakaan Nyi Ageng Serang, Museum Bank Mandiri dan lain-lain. Di usia yang terbilang masih remaja, Alya sudah menerbitkan 18 buku, baik karya sendiri maupun berupa kumpulan tulisan bersama kawan-kawan lainnya. Berkat konsistensi, keuletan dan kerja keras Alya dalam berkarya dan membantu mencerdaskan anak bangsa, berbagai penghargaan pun datang menghampirinya.

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 168 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 Alya merupakan contoh dari sedikit anak bangsa yang secara konsisten mencintai dunia tulis-menulis dengan sepenuh hati. Ia seringkali mengingatkan kawan-kawannya agar tidak pernah takut mencoba sesuatu hal yang baru, karena dari sanalah pengalaman dan ilmu yang baru akan didapat. Menulis bagi diri Alya sudah menjadi kehidupannya. Ia akan merasa hampa di saat tidak lagi menulis. Ia juga berpesan kepada kawan-kawannya agar berani mencoba untuk menulis karena dengan menulis pikiran serta imajinasi yang biasanya disimpan sendiri dapat juga dirasakan dan dipikirkan oleh yang lainnya. Lebih dari itu, katanya, menulis dapat membuat orang lain ikut terbawa dengan apa yang sedang kita rasakan.

Biodata: Nama : Alya Namira Nasution Lahir : Medan, 7 Februari 2001 Ayah : Muhammad Haris Nasution Ibu : Nur Sa’adah Profesi : Siswa, Penulis Anak Karya Buku: - Super Manda (2009, KKPK Dar! Mizan) - Strawberry Secret (2010, KKPK Dar! Mizan) - Eyang Rendra (2011, KKPK Dar! Mizan) - The Pinky Girls (2011, KKPK Dar! Mizan) - Album Cerita & Ilustrasi Anak Beeanglala (2011, Pustaka Lebah) - “Ayo Kita Jujur” (2011, dalam Kumpulan Karya Tulis Delegasi Konferensi Anak Indonesia, Pustaka Ola, PT Penerbitan Sarna Bobo, Kompas-Gramedia) - Burger Story (2012, Komik KKPK Dar! Mizan) - “Mahar dan Kalung Buah Aren” (dalam kumpulan cerpen Laskar Pelangi Anak, 2012, Bentang Belia/Bentang Pustaka - Britty, Jangan Pergi…! (2012, KKPK Dar! Mizan) - Peri Latah (2012, KKPK Dar! Mizan) - Novel Detektif Salah Sambung (2012, Bentang Belia/Bentang Pustaka)

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 169 - “Hidung Pinokio Niko” (2012, dalam Kumpulan Karya Pemenang Lomba Menulis Cerpen Tingkat SD se-Indonesia, Kemendikbud-Mizan) - Minmie’s Secret (2012, KKPK Dar! Mizan) - Gimbal-gimbal Cantik (2012, KKPK Dar! Mizan) - Ghost Dormitory: in New York (2014, Fantasteen Dar! Mizan) - Jangan Tertawa pada Malam Hari (2014, Dark Fantasteen Dar! Mizan) - Misteri Perpustakaan Tua (2017, Edisi II Burger Story Komik Next G, Muffin Graphic, Mizan) - Diary Persahabatan: Teman Manekin (2018, Muffin Graphic, Mizan) Penghargaan (di antaranya): - Anugerah Kebudayaan Kategori Anak dan Remaja dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2018 - Juara I lomba menulis cerpen Hari Anak Nasional 2011 bersama Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan Penerbit Mizan - Juara harapan lomba menulis cerpen bahasa Inggris Hari Anak Nasional 2011 bersama Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan Penerbit Mizan - Juara I Lomba Membuat Komik Tingkat SD Pustaka Lebah, 2011 - Juara I Lomba Menulis Cerpen Tingkat SD bersama Kemendikbud dan Penerbit Mizan, 2011 - Juara III Lomba Film Pendek Tingkat Nasional “Kid Witness News Panasonic Indonesia”, 2014 - Juara II Lomba Karya Tulis Tingkat Kota Depok dalam rangka Kegiatan Pemasyarakatan Minat Baca, 2015 - Juara III Lomba Menulis Esai Hari Ibu, DPRD Kota Depok, 2015

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 170 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 Trio Wahyu Aji Nenek Moyang Membuat Wayang Thengul, Anak Muda yang Melestarikan

Wayang Thengul sebagai seni tradisi yang lahir di Bojonegoro, Jawa Timur, belum banyak dikenal masyarakat. Wayang yang mirip dengan Wayang Golek— tetapi berbeda sumber lakon dan karakter yang ditampilkannya—ini dipertunjukan di acara hajatan, nikahan, bersih desa dan saat panen. Trio Wahyu Aji hadir sebagai anak muda Bojonegoro yang prihatin dengan keberadaan Wayang Thengul yang semakin jauh dari minat anak muda. Ia bertekad untuk membaktikan hidupnya sebagai penerus yang akan melestarikan seni tradisi Wayang Thengul. Menurut Peraih Penghargaan Seniman Berprestasi terhadap Pengembangan Seni Budaya di Jawa Timur dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Pemprov Jawa Timur ini, bila bukan generasi muda, siapa lagi yang akan menjaga Wayang Thengul dari ancaman kepunahan.

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 171 Trio Wahyu Aji menyukai pertunjukan Wayang Thengul sejak TK. Menginjak kelas satu SD, ia mengikuti setiap pertunjukan ayahnya, Ki Darno Asmoro, dalang Wayang Thengul. Di rumah mereka, Ki Darmo menyediakan gedebok pisang, kotak wayang dan gamelan untuk mengajari putranya. Sambil diiringi gamelan yang dimainkan ayahnya, Trio mulai belajar memainkan Wayang Thengul, mulai dari dialog antar-tokoh hingga ‘sabetan’ atau cara menggerakan wayang dengan tangkas, terutama saat adegan berkelahi. Ki Darmo juga memberikan bacaan cerita tentang Kerajaan Majapahit (Wayang Gedhog) dan cerita panji (Wayang Menak) kepada Trio. Berbeda dengan Wayang Golek dan Wayang Kulit yang mengangkat cerita carangan atau Wayang Pura– seperti Mahabarata dan Ramayana, Wayang Thengul mengangkat cerita rakyat yang bersumber dari cerita Kerajaan Majapahit dan cerita Panji. Dalam lakon- lakon rakyat tersebut, terdapat lakon yang lahir di Bojonegoro, yaitu Cerita Damar Wulan. Trio mempelajari teks-teks tersebut sampai mengerti sehingga mampu memainkannya. Saat diminta menceritakan Damar Wulan, mata Trio berbinar-binar. Ia bangga terhadap semangat dan ketekunan Damar Wulan sebagai pengembala kuda kerajaan yang kemudian menjadi ratu di Kerajaan Majapahit, karena ia berhasil mengalahkan musuh kerajaan. Setelah dua tahun Trio tekun belajar, Ki Darmo mulai mengajak putranya untuk menampilkan adegan ‘sabetan’ di tengah pertunjukannya. Trio pun mulai melangkah ke dunia pedalangan. Meskipun sejak SMP Trio meninggalkan desanya untuk bersekolah di Surabaya, setiap akhir pekan ia menyempatkan pulang kampung, terutama untuk mengikuti dan menemani pertunjukan ayahnya. Ia pun

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 172 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 mulai diundang untuk mendalang di beberapa tempat, antara lain di Bojonegoro dan Lamongan. Sebagian pertunjukan membuatnya terkesan karena antusiasme penonton. Tetapi ia juga mulai memahami tantangan yang dihadapi seni Wayang Thengul. Pada setiap pertunjukan, ia mengamati penonton anak muda yang hanya tertarik hadir pada lakon hiburan. Hanya kalangan orang tua yang biasanya menonton pertunjukan sampai selesai. Keprihatinannya itu meneguhkan pengabdian Tri pada seni tradisi Wayang Thengul. “Saya tertarik mempelajari Wayang Thengul karena saya prihatin pada seni yang lahir di Bojonegoro ini. Kalau bukan kita yang melestarikan, siapa lagi,” tuturnya. Apalagi ia juga mengamati usia para dalang Wayang Thengul yang sebagian besar sudah tua. Di saat bersamaan, di Bojonegoro belum ada sanggar Wayang Thengul atau sanggar perawitan (seni gamelan). Bahkan saat ia melanjutkan di sekolah menengah karawitan, dari tujuh teman seangkatannya yang menjadi dalang muda, ia satu-satunya dalang muda yang berminat dan dapat memainkan Wayang Thengul. Dalang muda lainnya lebih berminat mendalami wayang kulit. Karena itu, ia sangat bersyukur dan berterima kasih kepada ayahnya yang mewariskan seni tradisi lokal tersebut. “Mudah-mudahan ayah saya semakin dikenal sebagai dalang Wayang Thengul, baik di Bojonegoro maupun wilayah lain di Indonesia,” tutur Trio. Ia juga berterima kasih kepada ibunya, Darwati, yang bekerja serabutan dan mendukung ayah dan dirinya yang bergerak dalam seni tradisi. Kepada para dalang Wayang Thengul, Trio berharap agar mereka dapat membuat sanggar Wayang Thengul dan mengajak anak muda untuk mempelajarinya. Menurutnya, anak muda punya kecenderungan tidak menyukai seni tradisi karena mereka juga tidak bisa memainkannya akibat tidak ada ruang untuk mempelajarinya. Trio juga berpesan kepada teman

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 173 sebayanya agar mau mempelajari Wayang Thengul. “Kalau anak muda tidak menyukainya, Wayang Thengul akan hangus dimakan zaman. Semoga anak muda bisa memahami. Masa’ nenek moyang mau membuatkan seni Wayang Thengul untuk kita, lalu kita sebagai anak muda yang tinggal melestarikan saja tidak mau,” gelisah Trio. Dalang muda ini juga berharap agar pemerintah turut melestarikan seni Wayang Thengul dengan cara memperkenalkan seni tradisi ini ke daerah-daerah terpencil di Bojonegoro. Tujuannya tak lain agar masyarakat mengetahui bahwa daerah mereka mempunyai seni Wayang Thengul. Ia juga berterima kasih sebanyak-banyaknya kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan atas perhatiannya kepada Wayang Thengul yang hampir punah. “Terima kasih sudah mengerti pada kesenian dari Bojonegoro,” tutur Trio dengan tatapan haru.

Biodata Nama : Trio Wahyu Aji Tempat & tanggal lahir : Bojonegoro, 3 Maret 2000 Pendidikan : - SMKN 12 Surabaya, Jurusan Pedalangan - ISI Surakarta, Jurusan Pedalangan Keahlian : Dalang Wayang Thengul Penghargaan: - Penghargaan sebagai Dalang Muda pada Workshop dan Pagelaran Wayang Thengul dari Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Pemerintah Kabupaten Bojonegoro (2018) - Penghargaan sebagai Penampil Pagelaran Wayang Thengul dari Yayasan Air Kita pada Sholawatan Air Hujan 2017 di Jombang (2017). - Penghargaan Seniman Berprestasi terhadap Pengembangan Seni Budaya di Jawa Timur dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Pemerintah Provinsi Jawa Timur (2016) - Penghargaan sebagai Pengisi Acara pada Kongres Sastra Jawa III dari Pamarsudi Sastra Jawi Bojonegoro (2011) Alamat : Desa Kedungrejo, Dukuh Gedangan, Kecamatan Kedung Adem, Kabupaten Bojonegoro

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 174 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 Darryl Simeon Sanggelorang “Sasadu on the Sea” Antar Darryl ke Istana

Ia tergolong masih belia. Pada Oktober 2018 ini ia berusia 16 tahun. Namun ia sudah mengukir sejumlah prestasi sebagai seorang penari. Bahkan ia telah jadi pembina tari bagi anak-anak remaja di Jailolo, Halmahera Barat, Maluku Utara. Remaja itu bernama Darryl Simeon Sanggelorang. Sekitar seratus orang anak remaja dengan pakaian khas daerah berwarna menyala menari di Istana Merdeka saat peringatan HUT Ke-73 Kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus 2018. Gerakan-gerakan tari mereka yang lincah dan menawan telah mencuri hati mereka yang hadir di pada acara HUT itu, juga jutaan pemirsa yang menonton siaran langsung peringatan hari kemerdekaan tersebut lewat layar televisi. Para remaja tersebut berasal dari Jailolo, Halmahera Barat, Maluku Utara. Mereka membawakan tarian “Sasadu on the Sea”, yang merupakan gabungan dari empat tarian asli Jailolo, yaitu “Legu Salai”, “Sara Dabi-dabi”, “Cakalele” dan “Soya-soya”, yang melukiskan tarian ritual perang, syukur atas panen, dan penyambutan tamu. Di antara para remaja penari tersebut adalah Darryl Simeon Sanggelorang. Darryl terbilang istimewa di antara remaja penari lain. Ia tak hanya menjadi penari, tetapi juga pembina tari yang selalu berusaha memotivasi teman-temannya untuk menari sebaik mungkin, apalagi menari di depan Presiden Joko Widodo di

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 175 Istana Merdeka pada HUT Ke-73 Kemerdekaan RI. “Saya bangga sekali bisa menari di Istana. Tak pernah menyangka bisa menari di depan Presiden. Jangan kan itu, bisa injak kaki di Jakarta saja sudah membuat saya bangga luar biasa. Sekarang, tak hanya injak kaki, tetapi menari di Istana juga,” kata Darryl tentang kegiatannya menari pada HUT RI di Istana Merdeka, Jakarta. Sebagai penari yang telah ia tekuni sejak usia kanak-kanak, Darryl telah mengukir sejumlah prestasi. Ia juga jadi pembina kelas tarian budaya di Pusat Pengembangan Anak di Desa Taboso dan pada Forum Anak Desa Balisoan dan Desa Balisoan Utara, Jailolo. “Meski harus pergi jauh dari rumah untuk melatih, saya senang bisa berbagai dengan teman-teman yang saya latih,” ujarnya saat ditemui di tempat latihannya di Taboso. Kemahirannya menari dan aktivitasnya melatih anak-anak menari daerah Jailolo telah mengantarkannya untuk mendapat Anugerah Kebudayaan untuk Kategori Anak dan Remaja 2018 dari Pemerintah RI melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. “Tentu saya sangat senang bisa terpilih untuk penghargaan ini. Ini (Anugerah Kebudayaan) untuk membantu orangtua saya. Saya ingin menjadi anak yang dapat membanggakan orangtua saya. Saya juga makin termotivasi untuk jadi penari profesional,” katanya dengan wajah yang cerah saat mendengar berita gembira tersebut. Anak remaja ini juga menyimpan cita-cita tinggi. Ia ingin mengangkat Jailolo tidak saja ke panggung nasional, tetapi juga ke panggung internasional lewat tarian- tarian asli Jailolo. “Saya mau membuat Jailolo namanya terkenal di luar pulau, di

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 176 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 luar Maluku, bahkan termasuk di luar Indonesia,” ia menegaskan. Baginya, kegiatan menari tidak saja untuk mencetak prestasi, tetapi juga adalah bagian dari upaya untuk melestarikan budaya Jailolo. “Saya meminta teman-teman remaja seperti saya, di mana saja di negeri ini, untuk mencintai tarian yang berakar pada budaya kita masing-masing. Itulah identitas budaya kita yang mewarnai negeri kita,” kata Darryl, mengimbau generasi milenial seangkatannya di seluruh Tanah Air. Pepatah lama mengatakan, buah jatuh tidak jauh dari pohon. Bakat menari dan seni yang mengalir dalam darah Darryl juga berasal dari orangtuanya. Ayahnya, Samuel P Sanggelorang, dikenal sebagai seorang musisi. Adapun ibunya, Juni Minarti, adalah penari lulusan ISI Yogyakarta. Darryl mewarisi bakat musik dan menari. Tetapi yang tampak lebih kuat padanya adalah bakat menari. Ia mengakui ibunya yang paling berperan dalam mengasah bakat menarinya. Menurut ibunya, Juni Minarti, penari dan koreografer Eko Supriyanto pernah mengatakan kepadanya bahwa Darryl memiliki bakat menari yang besar. Hal itulah yang antara lain kemudian mendorong Juni untuk memotivasi putranya agar semakin giat menekuni dunia tarian. Hasilnya kini sudah terlihat. Dalam menari, Darryl juga cepat menangkap bila ada gerakan-gerakan baru. Apakah Darryl akan menjadi penari profesional kelak? Disodori pertanyaan itu, remaja ini masih gamang. Ia bercerita, waktu masih duduk di SD ia pernah bercita- cita jadi pendeta. Ketika duduk di SMP ia ingin jadi pemusik. Namun sekarang ia menjadi penari remaja tergolong yang mumpuni. “Saya belum tahu. Tunggu tamat SMA. Sekarang cita-cita saya memunyai sanggar tari dan melakukan pentas,” ujarnya. Akan tetapi, paling tidak kini ia telah merasakan bahwa dunia tarian telah membahagiakannya. “Menari itu membuat kita senang. Juga yang menonton,” ujarnya. Karena itu, ia selalu mendorong teman-teman menarinya untuk menari dengan baik dan untuk itu perlu latihan yang tekun sebab menari itu tidak gampang. Menurut Darryl, menari juga memberi manfaat banyak bagi kaum remaja. “Menari membuat kita kompak sebagai tim, melatih bekerja sama, disiplin, dan saling tenggang rasa,” ungkapnya tentang makna kegiatan menari. “Anak muda harus mencintai tarian dari daerah masing-masing karena itu

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 177 adalah kekhasan dari daerah. Cintailah tarian daerah kalian agar kita membuat daerah kita lebih baik untuk mempromosikan tarian kita ke dunia luar. Itu yang telah saya lakukan,” kata Darryl di akhir perbincangan.

BIODATA

Nama : Darryl Simeon Tempat/tanggal lahir : Yogyakarta, 12 Oktober 2002 Ayah : Samuel P Sanggelorang Ibu : Juni Minarti Pendidikan : SMAN 1 , Jailolo, Halmahera, Maluku Utara

PENGHARGAAN

- Anugerah Kebudayaan untuk Kategori Anak dan Remaja 2018 dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan - Peserta Pentas Budaya HUT Ke-246 Kota Gianyar, Bali (2017) - Penari “Sasadu on The Sea” pada Festival Teluk Jailolo Tahun 2016, 2017, dan 2018 dari Pemerintah Kabupaten Halmahera Barat - Piagam sebagai Peserta Lomba Tari Provinsi Maluku Utara Tahun 2015

KARIER

- 2018- sekarang: Pembina kelas tarian budaya pada Pusat Pengembangan Anak (PPA) Desa Taboso, Kecamatan Jailolo - 2017-sekarang: Pembina kelas tarian budaya pada Forum Anak Desa Balisoan dan Desa Balisoan Utara, Jailolo - 2015-sekarang: Penari Sasadu on The Sea, Festival Jailolo

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 178 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 Nadia ShafianaRahma “Si HatiPutih” Bawa Nadia keFranfurt

Ketika banyak remaja sibuk dengan gawai, remaja bernama Nadia Shafiana Rahma lebih senang membaca buku. Menurut dia, selain matatidakperihkarena radiasi gawai, buku selalu memberi pengetahuan yang dalam dan utuh. Di dunia sastra anak-anak nama Nadia Shafiana Rahma telah dikenal luas. Ia terbilang penulis produktif dan sudah diakui dunia internasional. Di rumahnya di daerah Bantul, Yogyakarta, ia membuka perpustakaan kecil untuk anak-anak (remaja) di sekitar rumahnya. Iaber mimpi kelak makin banyak anak dan remaja lebih suka membaca daripada membaca di dan atau bermain gawai. Tidak hanya terkenal, Nadia pun pernah mengukir prestasi yang membanggakan dan mengharumkan nama bangsa Indonesia. Pada tahun 2015, ia menjadi salah satu delegasi Indonesia padaFrankfurt Book Fair (FBF), 14-18 Oktober 2015. Saat itu ia baru menginjak usia 11 tahun. Ia bisa terbang sampai ke sana berkat buku Si Hati Putih, buku pertama yang ditulisnya berupa kumpulan cerpen. Buku tersebuttelahditerjemahkankedalambahasaInggrisdenganjudulThe Boy with the Pure Heartgunadisertakanpadapameranbuku paling bergengsi di dunia itu. Mengenangperistiwatersebut, Nadia mengatakan, “Saya senang campur kaget. Tidak menyangka.” Iatakmenyangkabakal terpilih untuk mengikuti acara internasional bergengsi tersebut. Ketika mendapat kabar ada seleksi penulis cilik Indonesia untuk FBF 2015 pada pertengahan tahun 2014, ia langsung mendaftarkan

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 179 diri. Ia baru mendapat kepastian lolos dua bulan sebelum keberangkatannya ke Jerman. Ia ditemani ayahnya, Nurul Huda, kesalah satunegara di Benua Eropa tersebut. Saat di Frankfurt, Nadia yang masih duduk di SD Negeri Glagah Yogyakarta, jadi anggota delegasi termuda dari Indonesia dan pembicara termuda di forum bergengsi tersebut. Ia tampil dua kali di Paviliun Indonesia. Saat tampil pertama, ia menjadi pembicara tunggal dalam acara “Fun and Share: Learning to Write with Nadia”. Ia juga menjadi pembicara pada hari terakhir di stan Indonesia bersamapenulisceritaanaklainnya,RennyYaniar. “Waktu itu saya menggunakan bahasa Indonesia. Memang saat itu bahasa Indonesia sedang dipromosikan juga,” tuturnya.Dan, ia mendapatkan pengalaman menarik ketika membahas proses kreatifnya. Ia mengisahkan, banyak orang Jerman terheran-heran ada penulis anak-anak. Maklum, di negeri itu jarang ada penulis cilik. Juga hampir tidak ada penerbit yang mau menerbitkan bukan dari penulis anak-anak. Nadia juga sempat bertemu dengan penulis cilik dari negeri itu. Mereka tidak bisa menerbitkan bukunya, kecuali harus menerbitkan dengan biaya sendiri. Mendengar keluhan penulis cilik dari Jerman, Nadia merasa bersyukur karena di Indonesia ruang ekspresi untuk penulis anak atau remaja seperti dirinya sangat terbuka lebar. “Kita berbahagia di Indonesia. Ruang ekspresi begitu banyak,” katanya. “Indonesia negara pelopor penulis cilik,” tambahnya. Karena menulis itulah Nadia bisa terbang jauh ke Jerman. Dari buku-bukunya ia juga mendapat royaltiyang telahiagunakan,antara lain, untukmembelilaptopdankomputer

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 180 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 PC. Dan, ia selalu menjadi utusan dari sekolahnya untuk mengikuti kegiatan sastra. Ia telah menjadipesertaKonferensiPenulisCilikNasional (KPCI) mewakili DI Yogyakarta sebanyak tiga kali. Tiga kali pula secara berturut-turut ia menjadi finalis Apresiasi Sastra Siswa SD Tingkat Nasional. Prestasinya yang luar biasa itu telahmenjadiperhatianpemerintah, dalamhalini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Pemerintah memberinya Anugerah Kebudayaan untuk Kategori Anak& Remaja pada tahun 2018. “TernyataPemerintah Indonesiamemberiapresiasi khususnya kepada penulis muda.Saya senang. Motivasiuntukmenulispun bangkit,” ujarnyamenanggapipenghargaan tersebut. Nadia mulaimenulispadausia empat tahun, saat masih duduk di TK. Kemampuannya menulis lahir dari kebiasaan membaca. Ia masih ingat, ketika masih kanak-kanak, ia selalu meminta ayah atau ibunya untuk mendongengatau membacakan cerita dari majalah anak-anak. Saat masih di TK ia sudah bisa membaca. Ia mulai rajin melahap semua bahan bacaan. Pada usia yang masih belia itu, orang tuanya mampu menyadarkannya agar mulai belajar menulis. “Saya mulai menulis beberapa kalimat. Ayah kemudian mencetak tulisan saya lalu dikirim ke koran. Betapa senangnya saat tulisan saya bisa dimuat pertama kali dan dapat honor lagi,” ceritanya dengan suara riang. Ketika duduk di SD kemampuan menulisnya terus meningkat. Ayahnya mengirim cerita-cerita pendek yang ditulis Nadia dan kemudian cerita-cerita pendek tersebutditerbitkansebagaibukukumpulancerita “Si HatiPutih”. Ide untuk menulis tak kurang baginya. Kalau bukan pengalaman pribadi, pengalaman teman-teman dan orang-orang yang di sekelilingnya selalu bisadijadikansumber ide. Ia tinggal memoles kisah yang ada dan membuatnya jadi dramatis. Nadia selalu sadar akan pentingnya membaca buku. “Harapan Nadia untuk teman-teman agar lebih banyak membaca buku daripada membaca gadget (gawai). Membaca(di) gadgetmembuatmatacepatcapek. Lebih enak baca buku. Dan untuk yang suka menulis cerita pengalaman, kalian bisa lho bikin buku kaya aku,” pesannyakepadaremajaseangkatannya di Tanah Air.

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 181 BIODATA

Nama : Nadia ShafiraRahma Tempat/tanggallahir : Jakarta, 9 Januari 2014 Pendidikan : SMPN 1, Banguntapan, Bantul, Yogyakarta Ayah : Nurul Huda Ibu : Siti Jumaroh

KARYA BUKU

- Si Hati Putih (kumpulan cerpen) yang telah diterjemahkan kedalam bahasa Inggris dengan judul The Boy with the Pure Heart - My life My Heaven, - Pengalaman Meraih Bahagia, - Salah Tangkap Undangan - Kakek Misterius

PENGHARGAAN

- Anugerah Kebudayaan Kategori Anak dan Remaja Tahun 2018 dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan - Delegasi Indonesia di Frankfurt Book Fair 2015 - Juara harapan 2 dalam Konferensi Penulis Cilik Indonesia - Juara 2 lomba melukis anak tingkat Nasional - Finalis Apresiasi Sastra Siswa SD tingkat Nasional (tiga tahun berturut-turut)

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 182 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 ANUGERAH KEBUDAYAAN TAHUN 2018

PENERIMA ANUGERAH KEBUDAYAAN KATEGORI MAESTRO SENI TRADISI Undangan

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 183 Supangkat Maestro Dalang Wayang Kulit Penjaga Pakem Keutuhan Lakon

Energi Ki Supangkat bergelora saat mendengar denting gamelan yang mengiringi pertunjukannya. Wajah dalang kelahiran Pasuruan, 14 Mei 1936, ini begitu bercahaya saat memainkan wayang dan menuturkan perjalanannnya menjadi dalang. Menurutnya, bila kesenian sudah di hati tak bisa luntur. Berkesenian baginya juga memastikan agar seni yang ditekuninya dapat lestari. Tak heran, selain menghasilkan gaya Sabetan Gagrak Porongan, ia juga mencetak enam dalang yang mendapat tempat di masyarakat. Sumbangsihnya pada dunia pedalangan mendapatkan penghargaan dari Bupati Pasuruan dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Ayah Supangkat, Sutiar, adalah seorang pemain karawitan yang piawai. Supangkat tidak sempat menyelesaikan sekolah rakyat, ia memilih nyantrik (berguru sepenuhnya) pada dalang wayang kulit H Gozali. Saat itu umur Supangkat 14 tahun. Kedua orangtuanya, menurut Supangkat, “setuju tak setuju” dengan pilihannya ini. Setuju karena mereka memahami pentingnya seni pedalangan. Tidak setuju karena mereka tidak dapat mengongkosi pilihan Supangkat. Perjalanan nyantrik bagi Supangkat adalah perjalanan yang penuh ujian sekaligus menempa mentalnya. Selama nyantrik dia tidak diberi biaya hidup oleh orangtuanya,

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 184 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 juga tidak mendapatkan bayaran. Supangkat hidup ngemper (numpang di emperan), siang kepanasan, malam kedinginan, makan seadanya. Tetapi ia bertekad tidak akan pulang sampai tercapai cita-citanya menjadi dalang. Setelah delapan tahun nyantrik pada H Gozali barulah Supangkat dapat pentas mendalang (tahun 1958). Di pentas perdananya, Supangkat sudah dapat mendalang secara utuh lakon yang dimainkannya dari malam hingga pagi. Sejak itu, Supangkat meniti kariernya, memenuhi undangan mendalang dari satu tempat ke tempat lainnya, hingga ia dikenal sebagai dalang yang memiliki keistimewaan dalam sabetan (gerakan cepat memainkan wayang, terutama saat berkelahi). Bila menyebut dalang Ki Supangkat, khalayak akan tertuju pada keunikannya Sabetan Gagrak Porongan. Dalam menyajikan lakon, Supangkat konsisten menyajikan lakon secara utuh. Saat ini, sebagian dalang menyisipkan kesenian lain seperti dangdut atau campur sari dalam pertunjukannya sebagai upaya kompromi dengan selera penonton. “Wayang tidak dapat dicampur dengan campur sari atau lainnya. Jalan cerita harus runtut dan lengkap. Biarkan penonton anteng sampai gemyar menikmati pakem Porongan,” demikian Supangkat menuturkan gaya mendalangnya. Dalam penggunaan gaya bahasa, maestro dalang ini memilih apa yang ia sebut “coro Suroboyo” (gaya Surabaya), yaitu bahasa Jawa yang kasar dan jelas sehingga menurutnya gampang ditompo (mudah dimengerti) oleh masyarakat. Di mata para mayang (pemain musik yang mengiringi dalang), Supangkat dikenal sebagai dalang yang rendah hati dan peduli. Meskipun saat ini sudah memasuki era telepon pintar, ia tidak pernah mengajak kerja melalui SMS atau WA. Supangkat

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 185 selalu menyempatkan diri mengunjungi rumah para mayang bila mereka akan tampil bersama. Juga memberikan uang muka, agar rombongannya dapat berangkat bersama ke pertunjukan. Dalam hal waktu, Supangkat menghormati ketepatan. Ia dan rombongannya akan meninggalkan mayang yang terlambat berkumpul. Konsekuensinya, yang terlambat harus jalan sendiri menuju lokasi pertunjukan. Mewariskan ilmu pedalangan juga menjadi perhatian Supangkat. Setiap mendalang, Ki Supangkat selalu menyisipkan pesan, pentingnya anak muda melanjutkan seni tradisi wayang. Ia juga menyediakan ruang belajar di rumahnya untuk orang-orang yang ingin nyantrik padanya. Murid-muridnya juga sering diajak mengikuti pertunjukannya, sebagai bagian dari proses belajar. Dalang Supangkat juga dihormati murid-muridnya karena kemurahahatiannya berbagi ilmu dan kesabarannya membimbing. “Saya kasih pengetahuan pelan- pelan, dari yang tidak mau sampai mau, dan bersabar memberikan ilmu. Karena apa artinya mendalang sepanjang usia kalau tidak ada yang melanjutkan,” tutur maestro seni tradisi ini dengan tatapan bersungguh-sungguh. Ia tidak meminta bayaran dari murid-muridnya yang nyantrik, yang diutamakan kesungguhan mereka untuk belajar. “Saya lebih senang mengajar pada yang membutuhkan daripada memenuhi undangan mengajar tapi muridnya tidak membutuhkan,” kata Supangkat. Dari banyak murid yang belajar padanya, enam orang sudah menjadi dalang yang terkenal, di antaranya Maruki dan Suhud. Keberhasilan Supangkat menjadi maestro seni pedalangan tak lepas dari dukungan istrinya, Suciati (alm). Menurut anak-anaknya, ibu mereka selalu berdoa sepanjang malam bersamaan dengan bapak mendalang. Sang ibu juga tidak berkeberatan bila

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 186 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 sang bapak mengutamakan upah untuk para mayang dari pendapatan mendalang, sisanya baru dialokasikan untuk kebutuhan dapur. Barangkali kesetiaan Suciati menemani dunia pedalangan Supangkat yang membuatnya sangat menyukai lakon Rabine Arjuno. Sebuah lakon yang menceritakan kekesatriaan Arjuna dan istrinya, Srikandi. Di usianya yang ke-82 tahun, Supangkat masih bergelora menampilkan pertunjukan dan terbuka kepada orang-orang yang ingin belajar mendalang. Ia berpesan dalam hal belajar mendalang harus semangat dan tidak boleh lepas dari mengingat Yang Maha Kuasa. “Tanpa Gusti Allah kesuen (akan lama untuk mencapai pengetahuan). Mendekatkan dirilah kepada Allah dalam mempelajari seni,” tuturnya. Ia juga berharap pemerintah jangan sampai berjarak dengan seni tradisi. Sebab, kalau berjarak, perjalanan berbangsa tidak akan bagus. “Seni pedalangan itu seni yang menceritakan hidup manusia, karenanya ojo ngante luntur (jangan sampai luntur),” demikian Supangkat menutup perbincangan.

Bio Data Nama : Supangkat Tempat & tanggal lahir : Pasuruan, 14 Mei 1936 Isteri : Suciati (alm) Anak : Endang Sri Sunaeni, Bambang Pinuji, Eni Suyatmi Kuncoro Adi Kealian : Dalang

Penghargaan : - Anugerah Kebudayaan untuk Kategori Maestro Seni Tradisi dari Kemenetrian Pendidikan dan Kebudayaan (2018) - Seniman Berprestasi terhadap Pengembangan Seni Budaya di Jawa Timur dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Pemerintah Provinsi Jawa Timur (2017) - Tokoh Seniman Dalang Wayang Kulit dari Bupati Pasuruan (2011) Darma Budaya dari Pawiyatan Budaya Candra Watik (2006) Karya : Gaya mendalang Sabetan Gagrak Porongan Alamat : Kemisik RT 3 RW 5 Sumber Gedang, Kec. Pandaan, Kab. Pasuruan, Jawa Timur

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 187 Dahrul Hamim Penjaga Memori Sejarah Lokal dan Tradisi Lisan Rejang

Seni yang digeluti: Ndullah/btetadut (dalam bahasa rejang) /rimbayan/andai- andai dan gitar tunggal (batang hari sembilan, berejung dalam rejang). Seni betadut adalah hiburan, pelipur lara dan petuah bercerita dongeng- dongeng tetang kehidupan nenek moyang dan kehebatan leluhur agar menjadi panutan dalam masyarakat. Dahrul Hamim namanya, akan tetapi masyarakat Desa Talang Ulu di Kecamatan Lebong Muara Aman, Kabupaten Lebong, Bengkulu, lebih mengenalnya nama panggilannya: Pak Jahrul! Dia adalah pendendang tradisi dari “masa silam” yang mulaidilupakan oleh generasi baru desanya yang lebihtertarik pada hal-halkekinian. Nyanyianberirama dangdut denganiringanorgentunggal, misalnya, jauh lebih disukai ketimbang dendang berisi petuah tentang kehidupan yang diiringi petikan gitar tunggal Pak Jahrul. Tak heran bila sejak dua dekade terakhir sudah jarang orang mengundang Pak Jahruluntuktampil “manggung” di hajatan-hajatanwarga.Tradisi yang mereka namakan seni betadut atau ndullah dalam bahasa Rejang itu kini benar-benar sudah terpinggirkan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat pendukungnya. Proses pewarisannya pun terancam terhentihanya sampai pada Dahrul Hamin. “Tidakada yang mau melanjutkan seni ndullahini. Jangan kananak-anak muda, orangtua mereka pun tidak ada yang berminat mempelajarinya,” kata Dahrul Hamin dalam bahasa Rejang bercampur bahasa Melayu “gado-gado”.

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 188 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 Di tengah gerak laju perkembangan zaman, didalam pusaran arus deras perubahan sosial-budaya di banyak tempat, tradisi lisan dalam bentuk seni bertutur seperti yang dilakoni Pak Jahrul memang mulai kehilangan pijakan dan bahkan tempat bergayut. Sepertisuaradari masa silam yang terdengar semakin lirih, sayup dan terus menjauh, begitu pula senitradisi pada umumnya yang kiantersingkir dan disingkirkan oleh anak-anak zaman. Takter kecuali seni ndullah dari Desa Talang Ulu, Lebong Muara Aman. Petikan gitar tunggal Pak Jahri yang mengiringi lantunan pantun dan syair tentang sejarah asal-usul nenek moyang mereka, tentang petuah-petuah hidup, atau tentang bagaimana hidup bersama di bumi yang penuh rakhmat ini, ternyata tak mampu membuat anak-anak masa kini di sana sejenak menengok ke “dalam” akar budaya mereka. Ajaran-ajaran seperti pentingnya gotong royong dan indahnya musyawarah mufakat yang merupakan bentuk kearifan lokal dalam pengambilan keputusan untuk kepentingan hidup bersama, yang terkandung dalam isi pantun dan syair yang kerapdidendangkan Pak Jahri, sepertinyagagalmenyiramibatinmereka. Nasib seni tradisi ndullah bagai mengikuti perjalanan hidup sang penuturnya, Pak Jahrul, yang kiantua dan renta. Di usiayang ke-70, pandangan mata Pak Jahrul mulai “rabun ayam”. Pendengarannya juga sudah jauh berkurang. Bahkan untuk berjalan pun kini sudah tertatih-tatih. Apatah lagi soal ingatan, banyak peristiwa bersejarah dalam hidup pribadinya bagai kepingan-kepingan yang tercecer di sana-sini. Tanggal dan bulan kelahiran dirinya pun ia takingat persis. Tak ada catatan, apalagi dalam bentuk akta kelahiran. “Kalau tak salah tahun 1948. Ya, sekitar itulah,” kata Pak Jahri mengaku terus terang, sebagaimana juga tercantum di KTP-nya. Akan tetapi sedikit penggalan masa ‘kejayaan’ dirinya sebagai penutur seni ndullah sebagian masih ada dalam ingatan Pak Jahri. Itulah saat ia sebagai seniman tradisi diundang keluar dari desanya, tampil di sebuah kota—boleh jadi di Palembang, ed—untuk sebuah rekaman kaset. Peristiwa tersebut terjadi sekitar tahun 1970-an. Pada tahun-tahunitu, di Palembang memang berdiri studio rekaman bernama Palapa Record, yang pada 1970-an banyak menelurkan kaset-kaset berisilagu-lagu daerah macam seri “Batang hari Sembilan”-nya Sahilin dari Benawe, Sumatera Selatan.

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 189 Itulah peristiwa “bersejarah” dalam perjalanan hidup Pak Jahrul sebagai seniman tradisi. Kaset rekaman yang memuat lantunan pantun dan syair, diiringi petikan gitart unggal yang ia mainkan, pun beredar hingga ke kota Bengkulu. Sejakitu, panggilan untuk mengisi acara-acara selamatan seperti perkawinan, sunatan, dan sejenisnya berdatangan dari luar Desa Talang Ulu. Jahrul pun jadi semacam maskot seni ndullah. Tak jarang ia diundang khusus untuk mengisi acara di radio amatir di kota terdekat, seperti di Kepahyang dan Curup, bahkan di RRI Bengkulu. Akan tetapi masa kejayaan itu kini sudah tinggal kenangan. Bahkan tak banyak lagi yang tahu bahwa dulu di Bengkulu pernah ada sosok maestro seni tradisi yang pernah membawa nama daerah hingga keluar daerah. Hanya gitar “butut” yang tak lagi lengkap tali senarnya—itu pun dengan suaranya yang sumbang lantaran jarang di-stem, menjadi saksi bisu perjalanan hidup Pak Jahruldengansenindullah-nya. Pantun dan syair yang didendangkan, diiringi petikan gitar tunggal, memang bukan khas seni tradisi dari Desa Talang Ulu di Kecamatan Lebong Muara Aman, Kabupaten Lebong, Bengkulu. Tradisi mendendangkan petuah-petuah tentang hidup dan kehidupan, umumnya dalam bentuk pantun dan syair, ada di banyak tempat di Tanah Air. Di wilayah geobudaya yang segaris denganseni ndullah,yang secara geografis berada di lingkup daerah Rejang dan Besemah, ada yang disebut tadut atau betadut, rejung atau berejung, rimbayan, guritan atau geguritan, betembang, meringgit, dan andai-andai. Bentuknya mirip—untuk tidak menyebutnya sama— kecuali medium bahasa yang digunakandisesuaikandengan dialek atau bahkan idiolek masing-masing asal seniman tradisi bersangkutan.

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 190 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 Khususdi wilayah Rejang, sejauh ini terpantau tinggal Pak Jahrul yang memiliki kemampuan bertradisi lisan macamndullah. Memori mengenai Rejang dalambentukpantun dan syairtersimpan dalam ingatannya, yang setiap saat siap iadendangkandenganiringan gitar “butut”-nya.Spontanitasyang menjadi salah satucirikhastradisituturjenisinimasihterjaga. Rangkaian kata dan ungkapan tentang kehidupan mengalir begitu saja ketika gitar sudah dipangku, serta jemari tangannya memetik dawai dalam irama khas Rejang. Tapi kini tak ada lagi yang berminat menyimak petuah-petuah itu, apalagi dipertontonkan di atas panggung dalam hajatan di kampung halamannya sendiri…

Biodata

Nama : Dahrul Hamim (Jahrul) Lahir : 1948 Alamat : Desa Talang Ulu, Kecamatan Lebong Muara Aman, Kabupaten Lebong Bengkulu Penghargaan : - Maestro SeniTradisidari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2018

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 191 KPH Pujaningrat Setia Menjaga Tari Klasik Yogyakarta

KPH Pujaningrat setia menjaga tari klasik Keraton Yogyakarta sampai saat ini. Ia masih terus mengajar dan mengasuh Yayasan Siswa Among Beksa, tempat tari klasik diajarkan. Sebagai penari tari klasik Keraton Yogyakarta, KPH Pujaningrat adalah seorang maestro. Ia ikut berperan menjaga eksistensi tari klasik di Keraton Yogyakarta. Tak heran bila kemudian pemerintah lewat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI memberinya Anugerah Kebudayaan 2018 sebagai Maestro Seni Tradisi. “Saya merasa tidak pantas mendapat penghargaan ini. Saya bekerja seperti ini hanya kesadaran saja, tanpa pernah mengharap akan dapat anugerah. Tentu senang dan bangga sekali mendapat anugerah ini dari pemerintah. Saya mempunyai kewajiban untuk melestarikan tari klasik Yogyakarta,” katanya. Romo Pujan, demikian KPH Pujaningrat biasa disapa, mengatakan dirinya menekuni dunia seni tari klasik karena memang hidup di lingkungan seni tari. Ayahnya dan kakaknya adalah penari keraton. “Saya tidak pernah keluar dari tari klasik. Saya diwanti-wanti jangan keluar dari Yogyakarta. Kalau yang lain boleh. Saya jangan,” lanjutnya. Sejak usia 11 tahun, Romo Pujan belajar menarik klasik

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 192 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 di Siswa Among Beksa yang didirikan tahun 1952. Dunia seni itu tidak pernah jauh darinya. Saat menjadi siswa SMP ia juga sudah menangani bagian kesenian di sekolah. Demikian juga saat ia duduk di SMA dan ketika kuliah di Universitas Gadjah Mada (UGM). Di kampus biru tersebut ia ikut mendirikan unit kegiatan tari Swagayugama. Sebagai penari tari klasik Keraton Yogyakarta, ia seorang virtuoso. Kepiawaiannya itulah yang membuatnya bisa melanglang buana baik di dalam negeri maupun luar negeri. Ketika Irian Jaya (kini berganti nama kembali menjadi Papua) diserahkan ke pangkuan Indonesia dari Belanda, ia dan sejumlah mahasiswa dari Universitas Indonesia, Universitas Padjadjaran dan Universitas Udayana pentas di sana. Tari pula yang membawanya terbang ke luar negeri. Tahun 1973, misalnya, ia pentas tari sebanyak 90 kali dalam setahun di berbagai negara di dunia. Di Eropa ia tampil di Belanda, Inggris, Belgia, Jerman Barat, dan negara-negara lain. Di sana ia dan tim membawakan tari-tari klasik Yogyakarta, seperti Bedhaya, Klana Topeng, Golek Tunggal, Menak, dan Ramayana. Ia punya pengalaman unik berkaitan dengan kegiatan menarinya di Eropa. “Sewaktu saya menari di Belanda, ada seorang fotografer yang selalu mengikuti saya. Ia mengambil gambar saya. Di waktu lain, saya ke Belanda lagi dan bertemu dengannya. Orang itu bertanya apakah saya akan menari, dan saya bilang, ‘saya tidak

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 193 menari, tetapi hanya menjadi sutradara’. Ia tidak mau memotret saya,” tuturnya. Ia juga punya pengalaman menarik saat tampil di Jepang tahun 1974. Saat itu ia memerankan Wisnu. Seorang penonton Jepang sampai minta doa restu kepadanya karena orang itu menganggap dirinya seperti Dewa Wisnu benaran dan memiliki kekuatan spiritual. Romo Pujan tak menolak permintaannya, lalu mendoakannya. Ia tersenyum mengingat kembali pengalaman uniknya tersebut. Di pentas tari ia banyak memerankan tokoh Wisnu. Ia merasa cocok dengan karakter tersebut. Dalam memerankan karakter itu, ia mengaku tidak melakukan persiapan khusus seperti berpuasa. Ia hanya berusaha menghayati karakter tokoh Wisnu dan penghayatan itulah yang kemudian ia terjemahkan dalam gerak-gerak tarinya. Romo Pujan juga telah menciptakan banyak tari selain sebagai sutradara. Karya-karyanya, antara lain, “Wayang Wong Wisnu Krama”, “Wayang Wong Semar Boyong”, “Wayang Topeng Bancak Nagi Janji”, “Wayang Topeng Asmarabangun Krama”, “Langendriya Panji Wulung”, “Golek Menak Jumenengan Jayusman” “Golek Merak Purwokanda”, “Beksa Klana Alus”, “Beksa Beksan Alus”, “Beksa Klona Topeng Alus”, dan banyak lagi. “Sekitar 40 karya. Saya juga belum pernah ngitung,” katanya. Kini, sebagai Ketua Yayasan Siswa Among Beksa, ia aktif meregenerasi tari klasik Yogyakarta. Cukup banyak siswa yang belajar di sana. Ada juga siswanya berasal dai luar negeri. Dalam mengajar ia memberikan semua ilmunya kepada anak didiknya. Ia yakin tari klasik Yogyakarta tidak akan punah. Apalagi saat ini tari klasik itu menjadi program studi wajib di ISI Yogyakarta. Tantangan bukan tidak ada dalam melestarikan tari klasik. Ada yang mengejek upaya pelestarian itu hanya mengagung-agungkan masa lalu. Namun Romo Pujan tak pernah goyah dengan kritik seperti itu. Hal tersebut malah membuatnya kian semangat untuk mewariskan tari klasik Keraton Yogyakarta ke generasi zaman now. Menurut dia, seni tari sangat penting bagi bangsa Indonesia. Seni tari mengajarkan kearifan lokal, mendidik, mengajar kesantunan, nilai kepahlawanan, dan cinta bangsa. “Harusnya itu diajarkan di sekolah lewat pendidikan kesenian,” ia berharap. Pentas terakhir cucu Sultan Hamengku Buwana VIII ini berlangsung di Bangsal

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 194 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 Sri Manganti, tahun 1999. Selepas kuliah dari UGM ia menjadi PNS di Bidang Kesenian, Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan DI Yogyakarta. Ia sempat menjabat sebagai kepala bidang kesenian yang mengurus tak hanya seni tari, tetapi juga musik dan seni rupa. Kini ia kembali ke Siswa Among Beksa dan menjadi ketua yayasannya.

BIODATA

Nama : KPH Pujaningrat Tempat/tanggal lahir : Yogyakarta, 13 Januari 1941 Alamat : Kompleks Univ. Widyamataram, Kadipaten Kraton, Yogyakarta

PENGHARGAAN

- Maestro Seni Tradisi dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, 2018 - Penghargaan Anugerah Duta Nagari Ngayogyakarta Hadiningrat, 2013 - Penghargaan Seni Sasmito Dipura (2011) - Perfektur Saitama Jepang (1994) - Penerima Penghargaan FFI (1974)

PENDIDIKAN

- Sarjana Jurusan Sejarah, Fakultas Sastra dan Budaya, UGM - Kursus singkat di dalam bidang “art management” (1992)

KARIER

- Pengageng Angka II Kawadenan Hageng Sri Wandawa Keraton Yogyakarta - Ketua Yayasan Siswa Among Beksa - Anggota Dewan Pertimbangan Kerajinan Nasional - Ketua Paguyuban Wayah Dalem Keraton Yogyakarta Narpa Wandu Wandawa - Kepala Bidang Kesenian, Kanwil Depdikbud DI Yogyakarta

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 195 Chairuddin Dahlan Empu Penabuh Gendang Melayu

Selama 56 tahun ia menabuh gendang melayu dengan penuh kecintaan dan kesetiaan. Gendang melayu jugalah yang telah membawanya pergi jauh ke luar negeri sebagai duta budaya. Dia adalah Chairuddin Dahlan. Sebuah foto hitam putih tua tergantung di kamar rumahnya yang sederhana di daerah Bintang Meriah, Batangkuis, Medan, Sumatera Utara. “Itu foto saya di Istana Bogor,” Chairuddin Dahlan menjelaskan. Foto tersebut menampilkan momen bersejarah. Presiden Sukarno tersenyum riang menerima rombongan penari Serampang Dua Belas yang dipimpin oleh Sauti di Istana Bogor, sesaat sebelum berangkat ke Beijing (China) dan Moskow (Uni Soviet, kini Rudia) tahun 1960- an. Di foto itu terlihat Sauti dan para penari, serta para pemusik, di antaranya Chairuddin Dahlan. Foto hitam-putih yang telah dipigurakan dengan baik itu satu-satunya dokumentasi miliknya yang bercerita tentang pengalamannya tampil di Istana Bogor dan sebagai duta budaya bangsa. Sauti dan rombongannya pentas di di hadapan Bung Karno sebelum menjalankan misi diplomasi budaya ke Beijing dan Moskow. Tok Udin Gendang, demikian Chairuddin Dahlan biasa disapa teman-temannya,

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 196 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 menunjukkan dirinya di foto itu duduk berjongkok di barisan depan, ketiga sebelah kiri Sauti yang mengenakan teluk belanga satin hitam. Bung Karno pada tahun 1950-an mencanangkan Tari Serampang Dua Belas sebagai tari nasional dan diajarkan di semua sekolah se-Indonesia. Bung Karno pula yang mengirim Sauti dan rombongan penari dan pemusiknya ke berbagai kota di Eropa, dalam rangka diplomasi budaya, mengenalkan Indonesia sebagai negara yang baru merdeka kepada masyarakat dunia. Selain sebagai duta budaya, pada era yang sama—atas instruksi Presiden Sukarno pula pada waktu itu, Tok Udin Gendang bersama dengan Dahlan Siregar (pemain akordion), Tutur (pasangannya dalam bermain gendang melayu) pernah menjadi satu tim bersama Guru Sauti dan Wak Udi, dalam proyek pelatihan nasional Tari Serampang Dua Belas di Jakarta. Tari Serampang Dua Belas merupakan tarian Indonesia yang kaya akan nilai- nilai luhur dan mengandung filosofi yang dalam. Tari ini diciptakan oleh Sauti dan dipentaskan pertama kali tahun 1938 di Medan. Sejarah telah menjelaskan bahwa Tari Serampang Dua Belas adalah anak kandung dari Ronggeng Melayu yang lahir dari buah kecerdasan Sauti yang memetik gerak dan bunyi dengan Grenek Melayu. Ia berhasil menyusun dan menggubahnya menjadi tari pergaulan yang mendunia. Chairuddin Dahlan yang biasa dipanggil Tok Udin Gendang adalah seorang seniman penabuh gendang kesayangan Guru Sauti. Karena kehebatannya bermain gendang itu pula ia diajak untuk bergabung dengan Sauti, mengiringi Tari Serampang Dua Belas di Istana Bogor, juga mengikuti diplomasi budaya ke Beijing dan Moskow. Bahkan ia pernah mendapat hadiah gendang dari Presiden Sukarno. Tok Udin Gendang belajar bermain gendang sejak usia remaja, di tahun 1950- an. Ia mulai tampil sebagai musisi profesional tahun 1962 bersama Sauti. “Bakat main gendang saya dari orangtua saya. Ayah saya penabuh gendang melayu. Saya belajar dengan mencontoh ayah bermain,” tuturnya. Ia pun mendapat dukungan dari keluarganya dalam bermain musik Melayu. Tentang posisi gendang dalam musik Melayu, Tok Udin Gendang mengatakan, gendang merupakan alat musik yang paling menonjol dalam musik Melayu.

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 197 Gendang yang menentukan tempo musik Melayu. Ia mengungkapkan ada macam- macam ritmik gendang melayu, yakni langgam, tempo menari, tempo melenggang, dan Serampang Dua Belas. Dalam Tari Serampang Dua Belas semua tempo itu disatukan. Tok Udin Gendang mengatakan tak bisa hidup dari musik saja. Untuk menopang ekonomi keluarga, ia pernah bekerja sebagai juru ketik pada Malem Ukur Sembiring (notaris) sejak tahun 1958, dan berhenti pada tahun 1980. Sambil menunggu undangan untuk tampil bermain, saat ini, ia berusaha mencari penghasilan dengan berjualan di pinggir jalan kecamatan di Batangkuis. Namun kemaestroannya dalam menabuh gendang tak luntur. Ia tetap seorang empu dalam hal menabuh gendang saat ia tampil di Festival Tari Serampang Dua Belas pada Festival Tari Serampang Dua Belas se-Nusantara III Tahun 2017, di Anjungan Sumatera Utara. TMII, Jakarta. Di sana ia mendapat penghargaan sebagai maestro gendang melayu. Pemusik tradisi seperti dirinya tidak banyak lagi. Ia pun risau tidak ada lagi penerusnya dalam menabuh gendang melayu. Ia tak punya sanggar. “Saya tidak punya uang dan tak punya cukup tenaga lagi mengurus sanggar,” katanya. Namun ia membuka lebar-lebar pintu rumahnya bagi siapa saja yang mau belajar menabuh gendang. “Saya siap mengajar. Yang penting mau datang ke rumah, bawa gendang, saya latih,” tegasnya. Akan tetapi belum ada anak muda yang datang. Bahkan empu penabuh gendang ini juga mau datang ke sekolah-sekolah

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 198 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 untuk mengajarkan bermain gendang. Yang penting, katanya, ada sekolah yang mengundangnya. Ia berharap program Tari Serampang Dua Belas masuk sekolah pada masa lampau dihidupkan kembali. “Saya khawatir kalau musik Melayu ini tidak bisa diwariskan. Jangan sampai musik Melayu itu punah. Saya sudah tua. Karena itu budaya ini tidak boleh punah atau diambil orang. Kalau tidak, budaya kita akan hilang,” kata Tok Udin Gendang dengan suara lirih, lalu menghibur hatinya dengan menabuh gendang melayu. Tabuhan seorang empu penabuh gendang melayu.

BIODATA

Nama : Chairuddin Dahlan Tempat/tanggal lahir : Medan, 4 Maret 1942 Alamat : Bintang Meriah, Batangkuis, Medan Istri : Rahma Pekerjaan : Pemain Musik Melayu

PENGHARGAAN

Maestro Seni Tradisi dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, 2018 Maestro Gendang Melayu oleh Anjungan Sumut TMII, 2017 Delegasi Diplomasi Budaya ke Beijing dan Moskow, 1960-an

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 199 Abah Engkus Penjaga Tradisi Silat dan Debus Banten

Abah Engkus adalah nama panggilan Kusrani, pendekar silat kelahiran Pandeglang, Banten, 11 Maret 1953. Ayahnya, Muhammad Ilyas—semasa hidupnya lebih dikenal sebagai Aki Ilyas—juga adalah pendekar silat sekaligus pendiri Persatuan Pencak Silat Indonesia (PPSI). Pada dekade 1970-1980-an, nama Aki Ilyas sangat kondang sebagai pendekar silat Banten. Kemampuan memainkan silat khas dari tanah Banten ini diturunkan kepada anak-anaknya, di antaranya Kusrani dan Mimin. Di bawah gemblengan sang ayah, Kusrani sejak usia lima tahun sudah berlatih dan menggeluti seni tradisional silat. Sejak kecil ia juga sudah bergabung dengan PPSI, yang kini ia pimpin guna melanjutkan tongkat estapet dari sang ayah. Tak hanya seni silat, begitu memasuki usia remaja, Kusrani pun mulai digembleng oleh Aki Ilyas dengan olah tubuh dan spritualitas agar dapat “bermain” debus Banten.

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 200 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 Pengorbanan masa kecil dengan berlatih keras tak sia-sia. Semasa mudanya Abah Engkus pernah menjadi juara umum seni ibing tingkat Jawa Barat. Lalu, pada tahun 1975, bersama ayahnya dan rombongan PPSI Pandeglang mengikuti Expo di Negeri Sakura itu. Selain menggelar eksibisi pencak silat, di sana juga mereka menampilkan pertunjukan seni debus Banten. Saat itu, Abah Engkus yang berperawakan kecil itu adalah salah satu “maskot”-nya. Muhibah seni budaya Banten juga dilakukan tahun 1978 di Malaysia. Hingga kini Persatuan Pencak Silat Indonesia, tempat Abah Engkus dan adik-adiknya membina pencak silat, tetap mempertahankan seni tradisi Ibing Pencak Silat. Hal itu terbukti dengan masih digelarnya pasanggiri ibing pada peristiwa-peristiwa tertentu dan padepokan PPSI yang dipimpin Abah Engkus di Kampung Kabayan, Pandeglang, masih rutin mengikuti pasanggiri ini. Berbeda dibandingkan Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI) yang lebih berkonsentrasi mengembangkan silat sebagai olahraga, PPSI yang didirikan oleh Muhammad Ilyas memilih berkonsentrasi pada pengembangan silat sebagai seni pertunjukan, termasuk seni debus Banten. Seperti pada umumnya seni pertunjukan, dalam aksinya—dipanggung atau saat latihan—beragam gerak silat yang mereka mainkan diiringi alat musik berupa terompet dan kendang pencak. Namun, meski gerakan silat mereka diiringi terompet dan kendang pencak, bukan berarti mereka tak mampu bertarung. Pada era tahun 1980-an misalnya, saat itu Bupati Pandeglang Suyaman meminta Aki Ilyas agar memilih atlet silat

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 201 mewakili Pandeglang dalam Kejuaraan Daerah Pencak Silat se-Jawa Barat. Semula Mimin, salah satu putri Aki Ilyas, yang ditunjuk akan mewakili Pandeglang sempat ragu. Maklum, dia minim pengalaman bertading di nomor perkelahian. Akan tetapi sang ayah mendorongnya dan memberikan keyakinan bahwa silat Banten memiliki sejumlah keunggulan dalam nomor-nomor perkelahian. “Alhamdulilah ternyata menang, dan jadi juara. Padahal sebelumnya tak pernah berlaga di arena silat perkelahian,” kata Mimin mengenang peristiwa lebih 30 tahun lampau tersebut. Sampai sekarang Abah Engkus dan Bunda Mimin konsisten membina pesilat- pesilat usia dini. Ratusan murid berusia muda sampai remaja dan dewasa kini berlatih di dua padepokan yang diasuh Abah Engkus dan Bunda Mimin, adik Abah Engkus. “Hingga tahun 1980-an, silat menjadi olahraga yang “wajib” dikuasai anak-anak dan remaja di Pandeglang. Bagi mereka, ada perasaan malu jika tak bisa bersilat dan mengaji Al-Quran,” kata Abah Engkus berkisah. Sayangnya, sejalan dengan perkembangan waktu, dalam beberapa dekade terakhir padepokan-padepokan silat di Pandeglang mati suri. Anak-anak sudah mulai lebih banyak tertarik pada jenis “perkelahian” baru dalam bentuk permain laga di dunia maya yang bias diakses lewat jaringan internet. Prihatin akan hal itu, Dadi Radjadi, anggota DPRD Pandeglang mendatangi Abah Engkus dan meminta kesediaannya melatih kembali anak-anak usia muda. Dadi yang dulu berguru pada Aki Ilyas pun merogoh kocek untuk membeli perangkat kendang pencak dan seragam latihan untuk anak-anak. Hasilnya, kini berdiri kembali beberapa padepokan silat di Pandeglang. Salah satunya adalah padepokan silat Abah Engkus di Kampung Kabayan, Pandeglang.

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 202 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 “Bagaimanapun, seni pencak silat Banten tidak boleh mati. Ini warisan yang mesti kita jaga dan pelihara,” kata Abah Engkus, pendekar silat bertubuh kecil dari Kampung Kabayan. Jika dulu Abah Engkus selalu tampil di depan memeragakan jurus-jurus silat dan unjuk kebolehan “bermain” debus, kini ia lebih banyak menjadi penabuh gendang mengiringi gerakan-gerakan para muridnya. Hanya sesekali ia turun ke “gelanggang”, memberi contoh jurus-jurus dasar andalan padepokannya. Jurus-jurus yang ia ajarkan beberapa di antaranya ada yang bersumber dan terinspirasi dari gerakan binatang berkelahi. Sebutlah jurus yang disebut pamacam yang diinspirasi dari gerakan macan berkelahi, atau apa yang mereka namakan jurus pamonyet yang diambil dari gerakan dasar cara monyet berkelahi. Tiap gerakan ditampilkan mengikuti pukulan irama terompet dan kendang pencak, yang biasanya dimainkan oleh pesilat-pesilat senior, termasuk Abah Engkus.

Biodata:

Nama : Kusrani alias Abah Engkus Lahir : Pandeglang, 11 Maret 1953 Istri : Eneng Kusmaeni Anak : - Encep Kusbinar - Rini Dstriyani - Fitri Febriyani

Pendidikan : SMEA Negeri Pandeglang (1975) Pekerjaan : Pensiunan Pegawai PN Pandeglang

Pengalaman (antara lain):

- Tampil di Japan Expo 1970 - Pekan Olahraga I Pengadilan Negeri Tingkat Jawa Barat, 1971 - Juara pada Jambore PPSI Tingkat Jawa Barat, 1974 - Juara pada Jambore PPSI Tingkat Jawa Barat, 1977 - Tampil pada Malam Seni Silat di Sarawak, Malaysia, 1978

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 203 Undangan

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 204 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 ANUGERAH KEBUDAYAAN TAHUN 2018

PENERIMA ANUGERAH KEBUDAYAAN KATEGORI KOMUNITAS Undangan

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 205 Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Kekayaan Indonesia adalah Keberagaman

Aliansi Masyarakat Adat Nusantara punya misi menciptakan masyarakat adat yang berdaulat secara politik, mandiri secara ekonomi, dan bermartabat secara budaya. Misi itu diperjuangkan oleh Aliansi Masyarakat Adat Nusantara dengan menggunakan jaringan kerja sama masyarakat adat Nusantara untuk mengembangkan sumber daya kebudayaan, baik itu sistem pengetahuan maupun masyarakat adat dengan cara memberdayakan hak-hak dasar budaya masyarakat adat. Atas perannya itu, pemerintah lewat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI memberi Anugerah Kebudayaan Kategori Komunitas untuk Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN). “Anugerah ini adalah pendorong semangat. Ternyata apa yang kami kerjakan, meskipun jalannya kadang-kadang sangat sunyi, sangat sepi, tidak banyak dukungan, tetapi ternyata ini bisa dianggap bermakna. Bagi kami itu

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 206 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 sangat penting untuk memberi semangat buat AMAN,” kata Sekretaris Jenderal AMAN, Rukka Sombolinggi, saat ditemui di Dusun Hutabalian, Desa Sianjur Mula Mula, Samosir, Sumatera Utara, di tengah kegiatannya bersama AMAN. Rukka memuji generasi muda yang tergabung di AMAN, yang berjuang di kampung-kampung, menghadapi hambatan yang luar bisa. “Nah, kalau kemudian kami mendapatkan penghargaan ini, maka penghargaan ini sesungguhnya, pantasnya, itu adalah hasil kerja dari anak-anak muda di kampung-kampung,” lanjutnya. AMAN adalah organisasi massa berbasis masyarakat adat. Saat ini organisasi kemasyarakatan itu memiliki 2.370 komunitas dengan jumlah penduduk 20 juta orang, dan 20 pengurus daerah. Kenapa masyarakat adat? Rukka menjelaskan bahwa masyarakat adat telah menjadi korban dan tersingkir dari proses pembangunan Indonesia. “Alasan paling mendasar karena hak masyarakat adat diakui hanya berhenti di UUD 1945. Selanjutnya tidak ada UU yang menerjemahkan hak-hak masyarakat adat itu. Yang lahir kemudian kebijakan untuk merampas daerah adat atas nama pembangunan. Itulah yang menimbulkan kekhawatiran secara kolektif masyarakat adat sejak tahun 1980-an,” paparnya. AMAN sebagai organisasi kemasyarakatan yang independent, anggotanya terdiri atas komunitas-komunitas masyarakat adat dari berbagai pelosok Nusantara. Organisasi kemasyarakatan ini telah didaftarkan secara resmi di Departemen Kehakiman dan Hak Aaasi Manusia sebagai organisasi persekutuan pada 14 April 2001. Kemudian diperbaharui melalui Keputusan Menteri Hukum dan HAM tahun 2017. AMAN dideklarasikan saat muncul gerakan Reformasi, akhir tahun 1990-an. Namun gerakan masyarakat adat sebetulnya sudah muncul jauh sebelum itu, yaitu pertengahan tahun 1980-an. Saat itu telah lahir kesadaran baru di kalangan organisasi non-pemerintah dan para ilmuwan sosial tentang dampak negatif pembangunan yang sangat luas terhadap berbagai kelompok masyarakat di Indonesia. Masyarakat adat adalah salah satu kelompok utama dan terbesar jumlahnya yang banyak dirugikan dan jadi korban politik pembangunan, baik di bidang ekonomi, politik, hukum, maupun di bidang sosial dan budaya. Yang dimaksudkan dengan komunitas adat tidak lain adalah komunitas yang

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 207 hidup berdasarkan asal usul leluhur secara turun-temurun di atas suatu wilayah adat, yang memiliki kedaulatan atas tanah dan kekayaan alam, kehidupan sosial budaya yang diatur oleh hukum adat, dan lembaga adat yang mengelola keberlangsungan kehidupan masyarakatnya. AMAN, menurut Rukka, saat ini sedang giat-giatnya membangun pendidikan kebudayaan lewat sayap orang muda komunitas tersebut. Di kalangan anak muda itu muncul kesadaran baru untuk kembali ke kampung, membangun kampung dengan membuka sekolah-sekolah adat. Mereka bergerak dengan kasadaran baru bahwa masa depan ada di wilayah adat, dan mereka mau memelihara adat leluhur. Apalagi masa depan wilayah adat ada di tangan mereka. Gerakan pendidikan yang mulai muncul tahun 2012 itu mencoba meruntuhkan hipotesis bahwa hidup yang bermakna itu di kota dan tidak di kampung. Pendidikan yang diberikan selama ini memang telah mendorong orang meninggalkan kampung, lalu tinggal di kota. Akibatnya kampung kosong. Banyak generasi muda melupakan kampung. Kini, di kalangan anak muda muncul kesadaran baru bahwa hidup bermakna itu ada di kampung. Lalu, mereka ramai-ramai pulang untuk menjaga adat kampung. Maka, mulai berdirilah sekolah-sekolah adat di berbagai tempat. Saat ini terdapat

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 208 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 33 sekolah adat, termasuk Rumah Belajar Sianjur Mula Mula. Sekolah adat ini diselenggarakan di sebuah rumah panggung di Hutabalian, Samosir. Anak-anak belajar sama-sama, bertanya sama-sama, kerja sama-sama. Semua peserta duduk melingkar tanpa dibedakan. Semua sekolah adat AMAN tergabung dalam Yayasan Pendidikan Masyarakat Adat Nusantara. Terakhir, Sekolah Adat Jayapura juga ikut bergabung. Sekolah adat itu tidak menjadi saingan bagi sekolah-sekolah yang sudah ada, tetapi menjadi komplimentari. Di sekolah-sekolah ini diajarkan sejarah adat setempat yang selama ini belum terjangkau. Siswa diajak untuk mempelajari sejarahnya sendiri, bukan sejarah orang lain. “Kami tidak mengajarkan soal adat saja, tetapi juga tulis-menulis. Itu justru pertama membantu literasi dan mengenal sejarah. Kekayaan Indonesia adalah keberagaman itu,” tegas Rukka. Menurut dia, apa yang bisa disumbangkan oleh pendidikan adat adalah memastikan bahwa kita sebagai bangsa Indonesia yang disebut bineka tunggal ika sungguh-sungguh ada. Pendidikan adat itu menjadi jatidiri masyarakat adat. Hal itu juga menjadi literasi bineka tunggal ika dan sejarah adat. Ke depan, AMAN terus berjuang agar UU tentang Masyarakat Adat bisa dilahirkan. Masyarakat adat sudah diakui oleh konstitusi, akan tetapi belum pernah dijabarkan dalam bentuk UU. Menurut Rukka, masyarakat adat perlu mendapat perlindungan dalam bentuk payung hukum. Saat ini sudah ada masyarakat adat yang telah terancam punah. Masyarakat adat seperti ini butuh perlindungan. “Misi kami menciptakan masyarakat adat yang berdaulat secara politik, mandiri secara ekonomi, dan bermartabat secara budaya. Itu bisa tercapai. Bukan hanya impian,” tegas Rukka penuh optimistis.

PROFIL ALIANSI MASYARAKAT ADAT NUSANTARA - Terdaftar secara resmi di Kemenhukam 14 April tahun 2001 dan diperbarui tahun 2017 - Anggota: -2.370 komunitas adat dengan jumlah penduduk juta orang Alamat : Tebet, Jakarta Selatan

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 209 Jaringan Kota Pusaka Indonesia Merawat Kota Pusaka, Merawat Khazanah Indonesia

Jaringan Kota Pusaka Indonesia (JKPI) merupakan jaringan komunitas yang aktif dalam memelihara dan merawat kota-kota pusaka di Indonesia. Kehadiran JKPI merupakan cerminan dari adanya sekelompok masyarakat dan pemerintahan daerah yang memiliki visi dan misi Bersama, yaitu untuk merawat dan melestarikan berbagai warisan budaya Indonesia, baik yang terlihat dalam wujud benda (tangible) maupun tak benda (intangible). Hingga saat ini JKPI sudah memiliki 66 anggota yang tersebar di hampir seluruh kota di Indonesia. Selain bertujuan untuk menjaga kelestarian benda cagar budaya (BCB) peninggalan sejarah di Indonesia, jaringan ini juga berupaya untuk memperkenalkan peraturan perundang-undangan tentang perlindungan BCB melalui berbagai kegiatan sosialisasi. Berbagai kegiatan kebudayaan telah diselenggarakan

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 210 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 di berbagai daerah, mulai dari seminar, pertunjukan budaya, festival, penebitan majalah Kota Pusaka, dan lain sebagainya. Jaringan ini pada mulanya dideklarasikan pada 12 Oktober 2008 di Surakarta oleh 12 kota di Indonesia yang otomatis menjadi anggota. Kota-kota yang saat itu ikut mendeklarasikan berdirinya JKPI yaitu Solo, Sawahlunto, Banda Aceh, Ternate, Pangkalpinang, Yogyakarta, Ambon, Salatiga, Bogor, Jakarta Utara, Bengkulu dan Baubau. Acara deklarasi tersebut dihadiri langsung oleh Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik. Sejarah kelahiran JKPI ini terkait erat dengan penyelenggaraan Konferensi dan Pameran Organisasi Kota Pusaka Eropa-Asia, yang pada saat itu diselenggarakan di Surakarta. Persis di halaman belakang rumah dinas Wali Kota Solo (saat itu) Joko Widodo, para pendiri JKPI bersepakat mendeklarasikan organisasi ini. Seiring berjalannya waktu, banyak daerah lain yang berminat untuk bergabung menjadi anggota. Daerah-daerah yang berstatus kabupaten tentu diperkenankan menjadi anggota JKPI sepanjang memenuhi syarat dan ketentuan serta berkomitmen dalam pelestarian pusaka. Kota Pusaka adalah kota yang di dalamnya terdapat kawasan cagar budaya dan atau bangunan cagar budaya yang memiliki nilai-nilai penting bagi kota, menempatkan penerapan kegiatan penataan dan pelestarian pusaka sebagai strategi utama pengembangan kotanya. Sebagai organisasi yang berdiri di antara pemerintah kota dan atau pemerintah kabupaten yang memiliki keanekaragaman pusaka alam atau pusaka budaya, JKPI bertujuan untuk bersama-sama melestarikan pusaka alam dan pusaka budaya tersebut sebagai modal dasar untuk membangun masa depan pusaka Indonesia. Di samping itu, JKPI juga memiliki beberapa tujuan lain. Pertama, mengembangkan kerja sama di antara kota-kota yang mempunyai pusaka alam dan pusaka budaya yang penting. Kedua, mengembangkan kerja sama untuk melestarikan pusaka bersama para pemangku kepentingan. Ketiga, mendorong peran aktif masyarakat dalam pelestarian pusaka dan pengembangannya yang positif dalam kehidupan bermasyarakat. Keempat, menginventarisasi kekayaan warisan pusaka dari anggota JKPI. Kelima, mengembangkan pemahaman keberagaman alam dan budaya untuk memperkuat Negara Kesatuan Republik Indonesia. Keenam, sebagai wadah promosi pusaka yang ada bagi anggota JKPI.

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 211 JKPI merupakan organisasi yang bersifat nirlaba. Meski merupakan gabungan dari kota-kota pusaka yang ada di Indonesia, akan tetapi organisasi yang dijalankan berdasarkan semangat komunitas. JKPI tetap memiliki kemandirian dan berdiri kokoh untuk memajukan pusaka di Indonesia tanpa terikat atau terafiliasi pada suatu golongan maupun aliran politik tertentu. JKPI berdiri di atas semua golongan dan kelompok. Untuk menguatkan organisasi ini, pada 23-25 Oktober 2009 dilakukanlah kongres pertama JKPI di Kota Sawahlunto, Sumatera Barat. Dalam kongres ini dikukuhkanlah kepengurusan JKPI periode 2009-2012, dengan tampuk pimpinan dipercayakan kepada Wali Kota Sawahlunto Amran Nur, dan wakil ketua dipegang Wali Kota Solo Joko Widodo (Jokowi). Kepengurusan tersebut tertuang dalam Deklarasi Sawahlunto yang ditandatangani oleh 32 kota/kabupaten anggota JKPI. Sebelum dilakukan kongres ini, juga dilaksanakan pra-kongres di Hotel Batavia, Jakarta, untuk mempersiapkan agenda kongres, termasuk membentuk kepengurusan guna memperkuat organisasi. Dengan adanya Deklarasi Sawahlunto ini, keseriusan JKPI untuk membuat dan melaksanakan program kerja terus ditingkatkan. Hal itu dibuktikan dengan melakukan rapat kerja nasional (rakernas). Rakernas I diselenggarakan di Kota Ternate pada 21-23 Maret 2010 dan Rakernas II diselenggarakan di Pekalongan pada 1-3 April 2011. Di samping itu, JKPI juga menyelenggarakan seminar untuk menguatkan organisasi dan program kerja. Seminar internasional pertama JKPI dilaksanakan di Kota Bengkulu pada 16-18 Maret 2012, mengangkat tema “Optimalisasi Kota Pusaka untuk Mengangkat Wibawa Bangsa”. Hingga 2017, JKPI sudah beranggotakan 66 kota/kabupaten. Berikut kota/ kabupaten yang terangkum dalam keanggotaan JKPI, Kota Ambon, Kota Banda Aceh, Kota Bengkulu, Kota Bukittinggi, Kota Baubau, Kota Blitar, Kota

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 212 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 Banjarmasin, Kota Bontang, Kota Bogor, Kabupaten Bangka Barat, Kabupaten Bangli, Kabupaten Buleleng, Kabupaten Brebes, Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Banyumas, Kabupaten Batang, Kabupaten Belitung Timur, Kabupaten Buton Utara, Kota Cirebon, Kabupaten Cilacap, Kota Denpasar, Kabupaten Gianyar, Kabupaten Halmahera Barat, Kota Jakarta Barat, Kota Jakarta Utara, Kota Jakarta Pusat, Kota Lubuk Linggau, Kota Langsa, Kabupaten Kepulauan Seribu, Karangasem, Kupang, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kota Medan, Kota Madiun, Kota Malang, Kabupaten Ngawi, Kota Palembang, Kota Pangkal Pinang, Kota Pasuruan, Kota Pekalongan, Kota Padang, Kota Palopo, Kota Pontianak, Kabupaten Pesawaran, Kabupaten Purbalingga, Kota Sawahlunto, Kota Sabang, Kota Semarang, Kota Surakarta, Kota Sibolga, Kota Salatiga, Kota Surabaya, Kota Sungaipenuh, Kota Singkawang, Kabupaten Siak, Kabupaten Sambas, Kabupaten Sumbawa, Kabupaten Temanggung, Kota Tangerang, Kota Ternate, Kota Tidore, Kota Tegal, Kabupaten Tegal, dan Kota Yogyakarta. Saat ini persoalan pusaka (heritage) menjadi topik yang menarik perhatian banyak orang atau kalangan. Tidak hanya sebagai objek tapi juga subjek pembangunan, Pusaka yang identik dengan warisan pada awalnya hanya ditujukan pada bangunan peninggalan lama atau benda-benda seni, kini telah berkembang ke ruang yang lebih luas, seperti kawasan hingga kota bersejarah serta komponen yang semakin beragam. Tentu semakin tingginya minat masyarakat atas kehadiran pusaka di Indonesia tidak bisa lepas sebagai kontribusi langsung dari kehadiran JKPI di tengah-tengah mereka. Sumber: https://www.indonesia-heritage.net/history/

Profil:

Nama : Jaringan Kota Pusaka Indonesia Alamat : Jln Veteran I No 15 Gambir, Jakarta Pusat - 10110 Kategori : Komunitas

Penghargaan

- Penghargaan Anugerah Kebudayaan Kemendikbud Kategori Komunita, 2018

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 213 INACRAFT Memanggungkan Energi Kreatif Seniman Perajin

INACRAFT selalu menghadirkan energi kreatif para seniman perajin Indonesia yang terbesar. Pameran ini juga berhasil mengembangkan jaringan antarperajin dengan pemangku kepentingan lain, termasuk pemodal, BUMN, pemerintah daerah dan institusi bisnis lain. Pameran ini juga sebagai tepat pembelajaran dan pertukaran gagasan dari para perajin nasional dan internasional. Dalam kaitan dengan perannya itu, pemerintah lewat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memberi Anugerah Kebudayaan Kategori Komunitas untuk INACRAFT pada tahun 2018. “Tentunya kami sangat menghargai ini. Akhirnya kami juga dilihat setelah 20 tahun hadir di negeri ini. Kami telah terpilih untuk mendapatkan penghargaan ini. Kami akan menyampaikan ini kepada para anggot,” ujar Gusmardi Bustami, Wakil Ketua II Bidang Promosi dan Kelembagaan Asosiasi Eksportir dan Produsen Handicraft Indonesia (ASEPHI), yang telah melahirkan INACRAFT tahun 1998. INACRAFT adalah pameran kerajinan (handicraft) terbesar di Indonesia dan sekaligus pemeran kerajinan dengan rentang waktu terpanjang. Pameran tahunan ini dimulai tahun 1999, dan sejak itu telah digelar secara terus-menerus sampai saat ini pada tiap bulan April. Gusmardi menjelaskan, bulan April dipandang waktu penyelenggaraan yang strategis lantaran di bulan itulah banyak pembeli asing melawat ke Asia Tenggara guna menghadiri pameran sejenis. INACRAFT lahir dari persoalan pemasaran dari produk kerajinan usaha kecil-

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 214 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 menengah (UKM) di dalam negeri yang berlimpah. “Kita butuh pemasaran yang baik, bisa menampilkan produk handicraft Indonesia untuk pasar lokal dan dunia. Kami beri ruang, tidak beri uang,” ujar Gusmardi yang membuka pemeran perdana INCRAFT di Bidakara, Jakarta, pada bulan April 1999. Saat itu ia masih menjadi Kepala Badan Pengembangan Ekspor Nasional. Produk budaya sangat kental dalam pameran INCRAFT. Gusmardi menjelaskan bahwa kerajinan tangan memiliki kaitan erat dengan budaya, ibarat dua sisi mata uang. INACRAFT memberi ruang untuk budaya dan tempat agar orang bisa berpameran. Gusmardi yang mengaku anak Medan itu memberi contoh ulos. Dulu ulos hanya untuk pesta, akan tetapi sekarang bisa dikombinasikan dengan apa saja. Bahannya juga lebih bagus dan ringan. INACRAFT berusaha mengangkat kearifan lokal masyarakat dalam wujud produk kreatif kerajinan tangan yang sarat akan makna dan filosofi budaya, tradisi serta fungsi. Hal ini telah menjadikan pameran itu unik dan banyak dikunjungi oleh masyarakat dari dalam dan luar negeri. Keragaman etnik dan budaya yang disajikan dalam pameran itu tidak hanya bertujuan melestarikan dan mengembangkan sisi budaya dan keunggulan suatu daerah, tetapi membangun kreativitas masyarakat, khususnya orang-orang muda pelaku kreatif di sektor kerajinan yang mengangkat produk unggulan lokal.

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 215 Dalam pamerannya INACRAFT selalu mengutamakan produk di dalam negeri dan menghadirkan tema yang berbeda dari tahun ke tahun. Tahun 2018 Provinsi Sumatera Utara menjadi ikon. Pameran dibuka oleh Wapres M Jusuf Kalla. Tahun 2019, INACRAFT akan berkolaborasi dengan Maroko. Negeri dari Afrika Utara itu akan memamerkan budaya, destinasi wisata, dan tentu saja hasil kerajinan tangannya. Tujuannya agar perajin Indonesia bisa belajar dari produk- produk negeri tersebut yang berstandar internasional dan dikerjakan dengan tangan. Kenapa Maroko? Indonesia telah memiliki hubungan yang dengan Maroko. Tahun 1955, Maroko menghadiri Konperensi Asia Afrika di Bandung. Tahun 1956, negeri itu meraih kemerdekaan dari Perancis. Tahun 1960, Presiden Sukarno mengunjungi Marako, tiba di kota Rabat, untuk bertemu Raja Muhamad V. Gusmardi mengungkapkan, Casablanca, kota terbesar di Maroko, telah menjadi sister city bagi Jakarta. Nama Casablanca kemudian menjadi nama salah satu jalan di daerah Kuningan, Jakarta Selatan. Sementara di Rabat, ibu kota Maroko, ada Jalan Sukarno. Ada alasan lain juga. Ketika pameran pertama INACRAFT tahun 1999,

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 216 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 dari semua duta besar negara sahabat yang diundang, hanya Duta Besar Maroko yang hadir. Gusmardi mengaku sangat terkesan dengan kehadiran Dubes Maroko saat itu. INACRAFT telah berhasil mengangkat para perajin Indonesia. Salah satunya Presiden Joko Widodo. Dari tiga Presiden RI yang pernah membuka INACRAFT, Joko Widodo memiliki ikatan sejarah dengan pameran ini. Dalam buku 20 Tahun INACRAFT Mewarnai Dunia 1999-2018”, saat membuka pameran tahun 2017 Presiden Joko Widodo mengungkapkan: “Saya sendiri pernah menjadi perajin, menjadi pengusaha, dan saya pernah mengikuti INACRAFT. Tahunnya saya lupa, tapi awal tahun 2000-an.” Produk mebel buatannya pada awalnya hanya dijual di sekitar Surakarta. Berkat rajin berpameran, Joko Widodo berhasil mendapatkan klien di Eropa dan Afrika. Sejak penyelenggaraan pertama hingga ke-19, pameran ini telah diikuti oleh 23.255 peserta dan mencatat 2,8 juta kunjungan, dengan nilai transaksi retail Rp 1.298 triliun. Pameran ini telah pula mendatangkan 11.912 pembeli asing dan membukukan kontrak dagang senilai 112 juta dollar AS. Berkat pamaeran ini pula, banyak UKM sukses menembus pasar internasional. Dilihat dari perspektif MICE, INACRAFT merupakan pencapaian yang monumental.

PROFIL INACRAFT

Berdiri : 1998 Anggota : 3.000

Penggagas/Perintis/Penggerak: - Rudy Lengkong (alm) - Thamrin Bustami (Ketua Umum ASEPHI) - Bramantyo Warsitardjo (Komisaris Utama Mediatama Binakreasi) - Hariman T Zagloel (CEO Samudra Dyan Praga) - Sjahroel Sjamsoeddin (alm) - Sukartono (alm)

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 217 - Gusmardi Bustami (Wakil Ketua II Bidang Promosi dan Kelembagaan ASEPHI) - Baby Jurmawati Djuri (Sekjen ASEPHI) - Umi Noor Wijiati (Direktur Mediatama Binakreasi) - Hadi Sunarno (Project Officer INACRAFT)

PENGHARGAAN

- Anugerah Kebudayaan Kategori Komunitas dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, 2018 - Adikarya Rupa 2014 dari Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI Maria Elka Pangestu - The Best B to C Exhibition 2012 dari Indonesia MICE Outlook 2012 oleh Majalah Venue - Adikarya Wisata 2004 dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk kategori The Best Handicraft Exhibition in Jakarta - The Best Exhibition 2001 dari Asosiasi Perusahaan Pameran Indonesia

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 218 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 Pesta Kesenian Bali Karya Puncak Komunitas untuk Revitalisasi Kebudayaan Bali

Ratusan penonton memenuhi podium Kalangan Ayodya di Taman Werdhi Budaya Art Centre, Denpasar. Pementasan dramatari Calon Arang yang dimainkan Sanggar Grongseng Poleng dari Kabupaten Badung memukau mereka. Permainan gamelan, tarian, dialog teaterikal dengan kostum menawan dan tata cahaya menggajak penonton berdialog pada kekuatan api sebagai spirit penciptaan. Sanggar Grongseng Poleng satu dari 271 komunitas yang menampilkan puncak kreativitas mereka pada Pesta Kesenian Bali 2018. Selain komunitas dari Bali, hadir komunitas dari provinsi lain, antara lain pentas seni tradisi dan kontemporer “Terang Telah Datang” dari ISBI Tanah Papua dan Tari Jaranan Barongan dari Paguyuban Sedulur Blitar, Jawa Timur.

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 219 Pesta Kesenian Bali merupakan festival dan pertunjukan komunitas terlama dan terpanjang dalam tradisi festival di Indonesia. Pesta persembahan komunitas ini berlangsung sebulan penuh (antara Juni-Juli), melibatkan ribuan seniman dari Bali, provinsi-provinsi lain di Indonesia dan mancanegara. Pada penyelenggaraan tahun ke-40 (2018) pesta dibuka oleh Presiden Joko Widodo. Pertunjukan seni dari manacanegara turut memeriahkan pada karnaval pembukaan tersebut, antara lain dari India, Jepang, China dan Korea. Pesta Kesenian Bali 2018 yang mengangkat tema Teja Dharmaning Kauripan (Api Spirit Penciptaan) menghadirkan 25 jenis seni tradisi Bali serta ragam tradisi dari beberapa provinsi di Indonesia dan mancanegara. Pesta ini juga melibatkan sanggar-sanggar seni anak dalam mempertunjukkan seni tradisi. Kepiawaian para seniman cilik menjadi tonggak keoptimisan masyarakat Bali akan keberlangsungan kebudayaannya. Menurut Dewa Putu Beratha—Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, sekaligus Pembina Utama Madya Pesta Kesenian Bali (PKB), PKB lahir dari kesadaran intensnya pengaruh global terhadap keberadaan Bali sebagai pusat pariwisata. Oleh karena itu diperlukan upaya untuk melestarikan, menggali dan membina seni budaya Bali. Melalui revitalisasi kebudayaan tersebut, kata Dewa Putu Beratha, diharapkan terbangun kebanggaan pada masyarakat Bali bahwa mereka mampu melestarikan-

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 220 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 menumbuhkan kebudayaan yang adi luhung dan sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Setiap tahun, ratusan sekee (sanggar seni) dan masyarakat adat dari setiap kabupaten di Bali terlibat dalam perhelatan budaya ini. Pemerintah Provinsi Bali memberikan dukungan melalui fasilitas Taman Werdhi Budaya Art Centre sebagai tempat berlangsungnya kegiatan dan dukungan keuangan. Penggalangan dana juga dipersiapkan bersama-sama dengan pemerintah kota/kabupaten. Juga kontribusi para seniman dan sekee yang tak ternilai harganya dalam penyiapan pertunjukan, yang membutuhkan waktu berbulan-bulan. Dalam perumusan tema tahunan, PKB melibatkan pakar dari kalangan budayawan, seniman dan agamawan –karena budaya Bali bersumber dari agama Hindu. Tema PKB disesuaikan dengan fenomena alam, umumnya setiap lima tahun. Untuk saat ini, 2016-2020, PKB merumuskan tema Panca Maha Buta, meliputi pertiwi (tanah), bayu (angin), apah (air), teja (api), akasa atau ether (ruang kosong). Pengambilan tema Panca Maha Buta hasil pengamatan terhadap kelima unsur tersebut yang sedang mengalami perubahan dahsyat dan memengaruhi kehidupan manusia. Tahun 2018 jatuh pada tema teja, untuk mengingatkan masyarakat akan pentingnya memelihara kekuatan api dan bukan sebagai pemberi bencana. Karena itu, dirumuskanlah tena Teja Dharmaning Kauripan (Api Spirit Penciptaan). Tema tersebut dibahas oleh tim kurator, satu tahun sebelumnya, sehingga tema dapat disampaikan kepada para penggarap seni di awal tahun pelaksanaan. Para seniman kemudian menuangkan tema Teja Dharmaning Kauripan ke dalam karya mereka, seperti pertunjukan Semara Dahana, sebuah pertunjukan yang mengisahkan terbakarnya Dewa Semara dan Dewi Ratih. Tetapi setelah dibakar api ke-3 Dewa Siwa, mereka diturunkan ke dunia untuk membangun kehidupan. Melalui pesan-pesan seperti itu diharapkan masyarakat yang menonton mendapat pencerahan dari pertunjukan yang disajikan oleh para seniman. PKB juga memastikan tema tahunan dapat dituangkan ke dalam 25 jenis seni tradisi di Bali, mulai dari Gong Kebyar, Wayang Kulit Babad, Joged Bumbung, Topeng Panca Klasik, Palegongan Klasik, Ngelawang hingga pertunjukan Ramayana dan Calon Arang. Prasyarat keragaman pertunjukan tersebut sebagai upaya agar masyarakat

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 221 terus menghidupkan kekayaan seni tradisi. Komunitas-komunitas seni dan adat melakukan persiapan sejak enam bulan sebelumnya. Mereka memilih setiap sanggar yang akan mewakili kabupaten/kota mereka melalui perlombaan antardesa dan kecamatan. Para pemenang di tingkat kabupaten/kota yang akan menjadi penampil pada PKB dalam rangkaian karnaval dan pertunjukan selama satu bulan di Taman Werdhi Budaya Art Centre. “PKB menjadi puncak kreativitas seniman Bali yang prosesnya dimulai berbulan-bulan,” demikian Dewa Putu Beratha menegaskan. PKB juga menjadi ajang pemberian penghargaan kepada para seniman. Penghargaan tertinggi, Dharma Kusuma, diberikan kepada para seniman yang memiliki karya dan pengabdiannya kepada seni tidak pernah terputus. Sementara Penghargaan Pengabdi Seni diberikan kepada para seniman yang mengabdikan hidupnya untuk membina-melestarikan kesenian. Setiap penampil akan mendapatkan piagam. “Bagi anak-anak usia sekolah, piagam tersebut dapat dipakai untuk jalur prestasi ketika mereka ingin melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi,” kata Dewa Putu Beratha. Tantangan dari perhelatan komunitas ini sedikitnya ada dua. Seringkali setiap kabupaten/kota tidak dapat menampilkan 25 jenis seni tradisi karena kesulitan mencari senimannya (seni tradisi terancam punah). Kedua, ketersediaan dana, karena sanggar-sanggar dan masyarakat adat memerlukan persiapan berbulan-bulan untuk menampilkan pertunjukan yang optimal, meskipun kerelawana berkarya terbangun di kalangan seniman. Tetapi tantangan tersebut dapat diimbangi dengan kekuatan masyarakat Bali yang menganggap berkesenian sebagai persembahan. “Berkesenian bagi masyarakat Bali merupakan pendakian untuk mencapai pensucian. Banyak seniman Bali mengabdi tidak semata-mata karena uang. Mereka menggali dana dari lingkungan sendiri. Mereka bangga bila dapat pentas di taman Budaya,” tutur Dewa Putu Beratha. Karena itu, ia menjelaskan: “Pesta Kesenian Bali ini pestanya komunitas seniman Bali yang melibatkan 270 lebih komunitas. Pesta ini tidak akan bisa sampai pada tahun ke-40 tanpa dukungan komunitas seniman dan masyarakat adat Bali.”

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 222 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 Gerakan Rumah Asuh Saatnya Arsitektur Nusantara Menginspirasi Dunia

Gerakan Rumah Asuh tidak saja melestarikan arsitektur Nusantara, tetapi juga bagaimana menjadikannya sebagai sumber arsitektur dunia dengan membawa tradisi rumah adat ke masa kini dan masa depan. Kita dapat menginspirasi dunia lewat itu. Bukan terus-terusan jadi pengikut. Saat mendengar nama Gerakan Rumah Asuh (GRA), yang segera terbayang adalah rumah yatim. Ternyata bukan. Komunitas Gerakan Rumah Asuh adalah gerakan yang giat menyelamatkan dan mengembangkan arsitektur tradisional di Nusantara tidak saja agar tetap eksis, tetapi juga bisa memberi inspirasi bagi dunia. Yori Antar, yang mendirikan GRA tahun 2008, tidak menampik ada unsur “yatim” pada nasib arsitektur vernakular alias tradisi. “Memang sudah anak tiri,” katanya tegas. Berangkat dari keprihatinan itulah, Yori yang memiliki julukan pendekar arsitektur Nusantara karena giat melestarikan warisan arsitektur lokal, membentuk gerakan tadi untuk membina, melestarikan dan memberdayakan rumah

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 223 desa-desa adat di Nusantara. GRA berada di bawah Yayasan Rumah Nusantara yang berkantor di PT Han Awal & Partners Architect, tempat Yori berkantor sehari-hari di kawasan Bintaro, Tangerang Selatan. Gerakan tersebut mengajak para mahasiswa terpilih untuk belajar dengan para pemangku dan masyarakat desa dalam merekonstruksi rumah-rumah tradisional. Program yang jadi sarana belajar mahasiswa itu didukung pula oleh para filantropis, akademisi, dan masyarakat setempat. GRA telah membangun kembali desa adat Wae Rebo, Manggarai, Flores, beberapa rumah adat di Nias, di Ratenggaro, Waingapu, dan Rumah Budaya di Waetabula, Sumba Barat Daya, serta Balai Pertemuan untuk Musyawarah Adat Lobo Ngata Toro di Sulawesi Tengah. Atas sumbangsih GRA, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI memberikan Anugerah Kebudayaan untuk Kategori Komunitas pada tahun 2018. “Pertama kami berterima kasih. Berarti ini diakui pemerintah. Tentunya saya berharap penghargaan tersebut jadi inspirasi. Ini bukan pekerjaan rumah bagi Rumah Asuh saja, tetapi siapa saja bisa melakukannya, termasuk perguruan tinggi,” katanya. “Itu artinya muncul idola baru. Arsitekturnya tidak lagi arsitektur modern tetapi akan muncul idola baru seperti arsitektur Wae Rebo. Arsitektur Sumba orang mulai tahu. Aristektur Papua, Minang, Toraja, misalnya, itu tidak hanya jadi tontonan turis, tetapi keseharian kita. Artinya, budaya itu bisa berkembang, bukan frozen atau ditinggalkan. Dan, bagi saya, kalau ini tidak diambil, dilewatkan, orang lain akan ambil. Percaya. Pasti. Mereka yang bisa lihat,” kata arsitek lulusan Universitas

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 224 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 Indonesia tahun 1989 itu. Yori berjuang agar arsitektur Nusantara kembali eksis di tanahnya sendiri. Bahkan ia berharap arsitektur Nusantara bisa menjadi sumber inspirasi bagi arsitektur dunia. “Kalau buat saya, dia (arsitektur Nusantara) bisa mendunia, bisa menjadi inspirasi dunia, bisa menyumbangkan pemikiran kepada arsitektur dunia. Dalam bidang peradaban, kita justru bukan followers, tetapi penemu. Itu yang menurut saya lebih baik kita ubah mindset-nya,” Yori berharap. Seluruh dunia, ia mengingatkan, sedang melihat Indonesia karena unik sendiri, memiliki kekayaan luar biasa. Celakanya, kita sering tidak menyadarinya dan tidak melihatnya. Contohnya Asmat ada di museum dunia yang paling bergengsi di Amerika, Belanda, Jerman, Prancis, dan Jepang. Sayang seribu sayang, museum Asmat justru belum ada di Indonesia. GRA sedang menyiapkan pembangunan Museum Asmat. Yori dan timnya mulai tertarik dengan arsitektur Nusantra saat berhasil menemukan Wae Rebo tahun 2008. Tahun itu mereka bertandang ke Flores dan Sumba di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Di Sumba timnya bersua dengan Pastor Robert Ramone CSsR, seorang rohaniwan, fotografer, dan pencinta budaya Sumba. Di Flores, pada awalnya Yori dan timnya bagaikan sosok “Indiana Jones” dalam petualangannya. Setelah melalui perjuangan yang berlika-liku, mereka akhirnya berhasil menemukan Wae Rebo, sebuah desa dengan rumah-rumah adat “mbaru niang” yang sebagiannya terancam punah. Wae Rebo terletak di Satar Mese, Kabupaten Manggarai, Flores. “Ternyata kami adalah rombongan Indonesia pertama yang tiba di sana. Di situ kami melihat masyarakatnya, dan sejak saat itu kami menyatakan pensiun jadi turis. Karena, sebelumnya, kami melihat desa adat seperti turis-turis bule juga. Datang, foto, jepret- jeprat, terus pulang. Masyarakatnya hanya jadi tontonan. Tahun 2008 kami pensiun jadi turis, kami menjadi bagian dari masyarakat. Setelah menjadi bagian dari masyarakat, sudut pandang kami jadi berbeda. Selama ini orang melihat ke dalam, sekarang orang dalam melihat keluar. Dari dunia modern melihat tradisional, sekarang dari kaca mata tradisional melihat modern. Dan di sini saya menjembatani,” tuturnya. Yori tidak menolak anggapan atau kritik orang yang menilai apa yang

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 225 dikerjakan GRA bersifat romantis belaka. Ia ingin membawa tradisi rumah adat ke masa kini dan masa depan. Itu bisa terjadi kalau kita mau mempelajari arsitektur kita sendiri. Selama ini bahan untuk itu memang belum ada. Kalau pun ada buku-bukunya, biasanya hasil dari pengamatan antropolog Barat yang belum tentu betul juga. “Buat kita penting bahwa arsitektur Indonesia ini inspirasinya dari budaya kita sendiri, kita justru akan menginspirasi dunia. Bukan terus-terusan jadi followers,” tegasnya. Budaya modern, kata Yori, tidak mampu melestarikan rumah-rumah adat. Bahkan ada yang bilang untuk menjalankan modernisasi, tradisi harus dihancurkan. Banyak mindset yang berkembang bahwa peninggalan zaman tradisional itu adalah peninggalan zaman kebodohan karena mereka tidak menulis. Kemudian ditambah lagi stempel peninggalan zaman kegelapan karena animisme. “Dengan demikian tidak ada lagi masyarakat yang bangga untuk menjaga, melestarikan atau memberikan ilmunya kepada generasi penerus. Dengan kata lain, modernisasi kita secara tidak langsung turut memusnahkan tradisi kita sendiri,” kata Yori yang betekad akan terus berjuang mempertahankan arsitektur Nusantra bersama GRA.

PROFIL GRA

- Didirikan tahun 2008 di Jakarta - Pendiri: Yori Antar, Ikatan Arsitektur Indonesia (IAI)

PENGHARGAAN

Anugerah Kebudayaan untuk Kategori Komunitas dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI tahun 2018

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 226 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 Lembaga Pendidikan Seni Nusantara Komunitas Penggiat Pendidikan Seni

Lembaga Pendidikan Seni Nusantara (LPSN) adalah LSM nirlaba, berbadan hukum yayasan dan bergerak dalam bidang pendidikan kesenian (kebudayaan). LPSN menerima dan mengharapkan bantuan dan dukungan (keahlian, fasilitas, pendidikan, maupun dana) yang tidak mengikat dari berbagai pihak (pemerintah, swasta, maupun masyarakat umum), dari dalam maupun luar negeri. Bermula dari keinginan para seniman tradisi, akademisi, termasuk penggiat seni budaya untuk menghadirkan modul pengajaran yang baik dan bermutu dari sisi pengajaran seni di sekolah, dari mulai konten sampai ke metodologi pengajarannya, maka dibentuklah lembaga seni ini guna mewujudkan rencana tersebut. Beberapa seniman, sejak 2002, di antaranya Goenawan Mohamad, Putu Wijaya, Endo Suanda, Irwansyah Harahap mendaftarkan secara resmi komunitas mereka dengan nama Lembaga Pendidikan Seni Nusantara (LPSN) dalam bentuk yayasan. Sejak saat itulah berbagai program pengembangan pendidikan seni dilaksanakan, seperti penulisan buku bahan ajar untuk anak-anak sekolah, pelatihan dan workshop untuk para guru kesenian, serta pembuatan bengkel alat musik bambu sebagai kelanjutan dari pengembangan salah satu topik yang ada dalam buku yang diajarkan. Berbagai program berjalan dengan baik, antara lain, berkat dukungan dari berbagai pihak.

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 227 Sebutlah seperti The Ford Foundation yang memberikan dukungan finansial secara resmi selama 10 tahun, ditambah lagi pemerintahan pusat maupun daerah serta sekolah-sekolah yang juga memberikan dukungan yang berbeda sesuai dengan kapasitas masing-masing. Di samping itu, berkat program-program yang relevan dan sesuai dengan konteks pendidikan seni di sekolah-sekolah, semakin menambah ketertarikan banyak pihak untuk bergabung di dalam berbagai proyek yang diselenggarakan LPSN tersebut. Tercatat sekitar puluhan sekolah yang tersebar di 17 provinsi di Indonesia bergabung dalam proyek pendidikan seni LPSN ini. Pembuatan buku bahan ajar merupakan program pertama yang diinisiasi oleh LPSN. Dalam pembuatan buku ajar kesenian ini, LPSN melibatkan banyak seniman yang mahir di bidangnya untuk menjadi penulis buku. Buku-buku yang ditulis berbeda dengan buku-buku seni pada umumnya, mengangkat topik-topik khusus yang relevan. Terdapat 10 topik khusus yang pernah menjadi tema spesifik penulisan buku, mulai dari buku terkait musik populer, sistem dan tulisan kaligrafi, teater, tari tontonan, topeng, tari komunal, alat musik dawai, gong, tekstil dan lain sebagainya. Adapun para penulis yang terlibat di antaranya Putu Wijaya, Cut Kamaril Wardhani, Ratna Panggabean, Sumaryono, Endo Suanda, Mauly Purba, Ben M Pasaribu, I Wayan Dibia, Irwansyah Harahap, dan Esther L Siagian. Para penulis buku bahan ajar tersebut di samping menguasai materi, pengalaman mereka menjadi praktisi semakin memperkuat buku yang disajikan tersebut. Buku-buku tersebuti merupakan buku pelajaran Apresiasi Kesenian Pendidikan Seni Nusantara (PSN) di sekolah umum. Orientasi utamanya pada khazanah kesenian dari berbagai budaya lokal. Pendekatan metodologisnya lebih mengarah pada upaya

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 228 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 pemahaman dan peningkatan minat terhadap aspek budaya daripada pembelajaran keterampilan teknis. Di sini kupasan kontekstual mendapat porsi cukup besar. PSN memakai pendekatan topik, bukan pendekatan disiplin seni yang baku (musik, tari, teater dan seni rupa), sehinga berbagai kajian seni yang biasanya tidak masuk ke dalam mata pelajaran seni dapat terakomodasi. Buku tersebut dicetak untuk kalangan sendiri, yakni sekolah-sekolah yang turut dalam masa uji coba selama tiga tahun. Program selanjutnya di samping penerbitan buku bahan ajar adalah pelatihan bagi guru-guru kesenian yang berasal dari berbagai daerah. Pelatihan berisi satu topik bahan ajar di dalam setiap semesternya, sehingga dalam waktu satu tahun sudah ada dua topik yang dilatihkan. Beberapa wilayah yang sudah pernah mengadakan pelatihan di antaranya Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, NTT, NTB, Jawa Timur, Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Papua Barat. Dalam satu kali pelatihan diikuti oleh 60 guru seni yang berlangsung selama 4-5 hari. Program pelatihan (workshop) tersebut berjalan mulai dari tahun 2003 sampai tahun 2004. Setelah itu masih terdapat beberapa pelatihan insidental. Yang menjadi para pelatih adalah mereka yang ahli di bidang masing-masing, baik berasal dari guru, seniman dan lain sebagainya. Biasanya para pelatih di daerah akan mengikuti training of trainers (TOT) terlebih dahulu sebelum turun ke lapangan, dipandu oleh para maestro seni. Untuk memperkuat jaringan komunitas daerah yang sudah terbentuk, LPSN mengadakan beberapa pertemuan yang sumber anggarannya bersifat gotong royong. Pada tahun 2009 diselenggarakan Jambore Seni Nusantara di Lombok, kemudian pada tahun 2012 diadakan acara serupa di dekat Borobudur, Magelang. Pada tahun 2017 lalu, LPSN mengadakan jambore yang sama akan tetapi dengan fokus yang sedikit berbeda, yaitu terkait dengan keragaman budaya. Jambore yang biasanya diselenggarakan untuk guru-guru kesenian, kini terbuka bagi guru-guru non- kesenian untuk menjadi peserta. Dengan begitu diharapankan terjadi interaksi ilmu pengetahuan antara guru-guru kesenian dengan guru-guru non-kesenian. Pada tahun 2017 juga diadakan acara serupa di Sukabumi selama 4-5 hari. Antusiasme peserta sangat tinggi, sampai-sampai bupati Sukabumi pada saat itu ikut serta menghadiri acara yang diinisiasi oleh LPSN. Program selanjutnya yang menjadi fokus LPSN yaitu pembuatan bengkel alat

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 229 musik bambu. Bengkel tersebut merupakan kelanjutan dari buku bahan ajar yang terbit terkait dengan topik “Alat Musik Dawai”. Waktu itu, para guru yang diajarkan bagaimana membuat alat musik yang berasal dari berbagai media, seperti bambu. Antusiasime para guru cukup tinggi sehingga banyak guru yang ingin magang langsung di bengkel musik bambu LPSN. Ada guru-guru yang datang dari Sukabumi dan tinggal selama satu minggu di LPSN untuk belajar khusus teknik membuat alat musik bambu, termasuk ada komunitas dari Flores yang jauh-jauh datang untuk belajar hal yang sama. Demikian kiprah LPSN yang sudah ikut membangkitkan pendidikan seni di Indonesia.

Profil

Nama : Lembaga Pendidikan Seni Nusantara (LPSN) Berdiri : 2002, Para Pendiri antara lain : Goenawan Mohamad, Putu Wijaya, Irwansyah Harahap, Edo Suanda Fokus : Pengembangan Pendidikan Seni Tradisi

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 230 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 Daftar Buku Ajar Terbitan LPSN

- Sutrisno Murtiyoso dan Endo Suanda. PEMUKIMAN Buku Pelajaran Seni Budaya Edisi Uji Coba PSN 2007. Jakarta: LPSN, 2007. - Putu Wijaya. TEATER Buku Pelajaran Seni Budaya Edisi Uji Coba PSN 2007. Jakarta: LPSN, 2007. - Abay D. Subarna dkk. Sistem Tulisan dan Kaligrafi. Buku Uji Coba PSN 2006. Jakarta: LPSN, 2006. - Sumaryono dan Endo Suanda. Tari Tontonan Buku Pelajaran Kesenian Nusantara. Buku Uji Coba PSN 2006. Jakarta: LPSN, 2006. - Cut Kamaril Wardhani dan Ratna Panggabean. Tekstil. Buku Uji Coba PSN 2005. Jakarta: LPSN, 2005. - Mauly Purba dan Ben M. Pasaribu, Musik Populer. Buku Uji Coba PSN 2006. Jakarta: LPSN, 2006. - Endo Suanda. Topeng. Buku Pelajaran Kesenian Nusantara. Buku Uji Coba PSN 2005. Jakarta: LPSN, 2005. - I Wayan Dibia dkk. Tari Komunal. Buku Pelajaran Kesenian Nusantara. Buku Uji Coba PSN 2006. Jakarta: LPSN, 2006. - Irwansyah Harahap. Alat Musik Dawai. Buku Pelajaran Kesenian Nusantara. Buku Uji Coba PSN 2005. Jakarta: LPSN, 2005. - Esther L. Siagian. Gong. Buku Pelajaran Kesenian Nusantara. Buku Uji Coba PSN 2005. Jakarta: LPSN, 2005.

Penghargaan

- Anugerah Kebudayaan untuk Kategori Komunitas dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2018

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 231 Undangan

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 232 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 ANUGERAH KEBUDAYAAN TAHUN 2018

ENERIMA ANUGERAH KEBUDAYAAN KATEGORI PEMERINTAH DAERAH Undangan

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 233 Pemerintah Kota Tomohon Menjadikan Tomohon Kota Budaya

Sebut nama Tomohon, ingatan kita adalah Festival Bunga International Tomohon 2018 atau Tomohon International Flower Festival (TIFF). Festival tahunan berskala internasional yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kota Tomohon, Provinsi Sulawesi Utara, itu bertujuan mengangkat dan memperkenalkan kekayaan seni- budaya dan pariwisata Kota Tomohon di mata Indonesia dan dunia. Festival yang telah dimulai tahun 2006 itu kini tidak saja menjadi perhatian anak negeri, tetapi juga dunia internasional. Pada tahun 2018, pesertanya tidak hanya berbagai kota di Indonesia, tetapi juga beberapa negara asing, yakni Jepang, Republik Ceko, dan Georgia. Pemerintahan Kota Tomohon yang kini dipimpin oleh Wali Kota Jimmy Feidie Eman dan Wakil Wali Kota Syerly Adelyne Sompotan, dalam visi dan misinya untuk 2016-2020 (tomohonkota.go.id) lebih mengedepankan aspek kebudayaan. Visinya

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 234 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 adalah “terwujudnya masyarakat Kota Tomohon yang religius, berdaya saing, demokratis, sejahtera, berbudaya dan berwawasan lingkungan, menuju kota wisata dunia.” Untuk mewujudkan visi tersebut, pemerintah menetapkan sejumlah misi,di antaranya mewujudkan masyarakat kota yang berkepribadian dalam kebudayaan. Langkah yang ditempuh dengan—antara lain—melaksanakan interaksi antarbudaya daerah dan kearifan lokal, melestarikan nilai-nilai luhur budaya daerah dan situs- situs budaya daerah, dan menjadikan Kota Tomohon sebagai kota budaya. Sebuah kota yang unik dan memiliki akar kebudayaan yang jelas, yaitu Tombulu dan Tountemboan. Kegiatan festival bunga yang berbasis pada alam dan budaya setempat dan kini sudah mendunia itu, misalnya, adalah salah satu bentuk nyata dari pelaksanaan visi-misi yang sudah dirancang secara berkesinambungan. Aspek lain yang diberi perhatian khusus adalah menguatkan sumberdaya kebudayaan melalui budaya baca tulis dan program minat baca, memiliki kegiatan budaya, serta terjalinnya ekosistem antara pemerintah, komunitas dan masyarakat dalam berbagai festival budaya. Seperti masyarakat Minahasa pada umumnya, masyarakat Kota Tomohon memiliki adat istiadat dan budaya yang dikenal dengan sebutan mapalus. Budaya mapalus adalah budaya bekerja bersama dan saling bantu yang telah berakar dan membudaya di kalangan masyarakat Minahasa.

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 235 Bila penduduk Amerika Serikat memiliki tradisi “Thanksgiving”, penduduk Kota Tomohon— juga masyarakat Minahasa pada umumnya—memiliki upacara syukuran tiap tahun. Upacara ini dikaitkan dengan upacara keagamaan dan kegiatannya dipusatkan di gereja-gereja. Tujuan upacara ini adalah untuk mengucap syukur atas segala berkat dan anugerah yang telah Tuhan berikan di Tanah Minahasa, termasuk masyarakat Tomohon. Masyarakat Kota Tomohon juga melaksanakan upacara “Naik Rumah Baru”. Jika seseorang/keluarga akan menempati sebuah rumah atau kediaman baru, maka diadakanlah upacara syukuran “Naik Rumah Baru”. Hal itu dapat dianalogikan dengan bentuk rumah tradisional Minahasa yang berbentuk rumah panggung sehingga untuk memasukinya orang harus menaiki sejumlah anak tangga. Berkaitan dengan rumah Minahasa, Kota Tomohon juga dikenal sebagai pusat industri rumah panggung. Letaknya di Desa Woloan. Rumah dengan bahan utama kayu tersebut telah terkenal hingga keluar negeri. Rumah-rumah itu masih dikerjakan dengan cara manual dan dirancang agar bisa dibongkar pasang sehingga begitu mudah untuk dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain. Soal musik, Kota Tomohon juga dikenal dengan instrumen musik kolintangnya. Kolintang sudah sangat terkenal di Indonesia, bahkan juga sudah dipromosikan ke

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 236 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 luar negeri. Kolintang dimainkan oleh sebuah regu, biasanya satu regu itu terdiri 5- 6 orang. Kolintang dipakai untuk mengiringi penyanyi atau hanya musik instrumental. Musik bambu dari sini juga terkenal. Musik bambu biasa dimainkan oleh sekelompok musisi yang terdiri 30-40 orang—bahkan ada yang lebih, mirip seperti sebuah orkestra. Tidak jarang orkestra musik bambu ini diundang pentas tidak saja di Sulawesi Utara, tetapi juga di tempat lain. Tarian khas dari sini adalah Tari Perang . Kabasaran adalah sekelompok penari pria yang mengenakan baju adat perang Minahasa. Tari ini mirip dengan Tari Cakalele dari Maluku. Masyarakat Tomohon biasa mementaskan Tari Perang Kabasaran saat-saat pawai dan juga pada waktu penjemputan tamu-tamu penting daerah. Dalam kesehariannya masyarakat Kota Tomohon menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa daerah Tombulu, karena memang wilayah Tomohon termasuk dalam etnis Tombulu. Selain bahasa percakapan di atas, ternyata ada juga masyarakat di Minahasa dan Kota Tomohon yang menguasai bahasa Belanda karena pengaruh jajahan dari Belanda dan sekolah-sekolah zaman dahulu mewajibkan murid-muridnya menguasai bahasa Belanda. Jumlah mereka yang pandai berbahasa Belanda makin berkurang karena seiring dengan berkurangnya masyarakat berusia lanjut. Kalau ke Manado tanpa ke Tomohon tentu terasa kurang lengkap. Selain budayanya yang eksotis, pemandangan alam kota ini tidak kalah menarik. Apalagi dari Manado, jarak kota itu hanya sekitar 25 km, sedangkan dari Bandara Internasional Sam Ratulangi kurang lebih 34 km. Dalam laman tomohonkota.go.id, diungkapkan bahwa nama Tomohon ditulis dalam beberapa catatan sejarah dan salah satunya terdapat dalam etnografis Pendeta N Graafland. Pada tanggal 14 Januari 1864, di atas kapal Queen Elisabeth, ia menuliskan tentang suatu negeri yang bernama Tomohon yang dikunjunginya pada sekitar tahun 1850. Tomohon yang semula kota kecamatan, pada 2003 ditingkatkan statusnya menjadi Pemerintahan Kota Tomohon berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2003 tanggal 27 Januari 2003. Lalu, Kota Tomohon diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri (saat itu) Harry Sabarno atas nama Presiden Republik Indonesia pada tanggal 4 Agustus 2003. Kini, Kota Tomohon yang dulunya hanya kota kecamatan

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 237 telah menjelma menjadi menjadi kota budaya yang mendunia lewat festival bunganya. Atas berbagai kenyataan tersebut, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI memberikan Anugerah Kebudayaan 2018 kepada Kota Tomohon untuk Kategori Pemerintahan Daerah.

Profil Singkat Kota Tomohon

Berdiri : 27 Januari 2003 Diresmikan : 4 Agustus 2004 Wali Kota : Jimmy Feidie Eman (2016-2020) Wakil Wali Kota : Syerly Adelyne Sompotan (2016-2020) Penduduk: 103.506 jiwa (2015)

Kecamatan:

1. Tomohon Selatan 2. Tomohon Tengah 3. Tomohon Utara 4. Tomohon Barat 5. Tomohon Timur

Luas: 147, 21 km2

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 238 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 Kabupaten Wonosobo Memupuk Kebudayaan pada Generasi Muda

Mungkin nama Kabupaten Wonosobo sendiri kalah terkenal dibandingkan Dataran Tinggi Dieng, sama seperti bahan obrolan ringan yang menyatakan kebanyakan wisatawan asing lebih mengenal Bali daripada Indonesia. Dalam segi administrasi memang tidak hanya Kabupaten Wonosobo yang wilayahnya meliputi Dataran Tinggi Dieng, tetapi masih ada lima kabupaten yang lain. Keterkenalan Dataran Tinggi Dieng tidak lepas dari cuaca yang sejuk dan pelaksanaan upacara ruwatan cukur rambut gembel/gimbal sebagai tolak bala. Terletak di lingkungan yang sejuk dan mewarisi kebudayaan yang telah hidup sejak ratusan tahun yang lalu membuat Kabupaten Wonosobo memiliki potensi yang besar dalam bidang budaya, wisata dan ekonomi. Pemerintah Kabupaten Wonosobo pun menitikberatkan pembangunan di sector tersebut, khususnya di bidang kebudayaan pada generasi muda. Hal initak lain karena kesadaran dan keaktifan

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 239 pemuda-pemudi Wonosbo adalah kunci bagi kemajuan yang berkesinambungan. Perhatian Pemerintah Kabupaten Wonosobo pada pembangunan generasi mudanya tercermin dari banyaknya program yang mendukung pembentukan pemuda-pemudi yang cerdas, terampil, dan memiliki perhatian pada lingkungannya. Dalam lingkup literasi, ada lima program pendukungan, di antaranya: pembinaan perpustakaan desa atau kelurahan, sekolah, komunitas, layanan perpustakaan keliling, fasilitas bahan pustaka, serta Gerakan Wonosobo Seneng Membaca dan Lomba Membaca Cepat Pelajar. Di lingkup kebudayaan, komunitas dan pelajar dirangkul untuk berpartisipasi aktif dalam acara kebudayaan, seperti menarikan Tari Lengger massal sebanyak 5.000 orang pada Upacara Boyong Kedathon Hari Jadi Wonosobo, serta membina komunitas pecinta fotografi dan film. Program literasi ditunjang dengan Perpustakaan Daerah Kabupaten Wonosobo yang bersih, nyaman, dan berfasilitasmemadai.Terletak di sekitar alun- alunkotaWonosobo, beberapa fasilitas utama perpustakaan ini adalah taman yang

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 240 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 dapat dijadikan tempat bersantai dan berkumpul, ruang membaca yang kondusif, ruang bermain anak-anak, sertabioskop mini yang dapat menampung 50 penonton. Dengan beragam fasilitas tersebut, masyarakat sangat senang mengunjungi perpustakaan. Ketika tim verifikasi mengunjungi perpustakaan itu, ruang baca dan bioskop mini ramai dikunjungi oleh pemuda-pemudi. Padahal, kunjungan itu tidak dilakukan pada akhir pekan dan jarum jam masih menunjukkan pukul tiga sore. Pada hari jadi ke-193 Kabupaten Wonosobo, 24 Juli 2018, salah satu kegiatan utamanya adalah menarikan Tari Lengger secara massal dengan melibatkan 5.000 penari di alun-alun kotaWonosobo. Dengan semangat “Guyub Rukun Mbangun Wonosobo”, tarian itu berhasil memesona pengunjung dan melibatkan berbagai unsur masyarakat, khususnya pelajar. Menarikan Tari Lengger secara massal tidak hanya merawat kerukunan masyarakat, akan tetapi juga menghidupkan kembali ingatan bahwa Tari Lengger menjadi salah satu media yang menyatukan warga masyarakat pada masa perjuangan kemerdekaan. Keindahan alam Kabupaten Wonosobo seperti lukisan pemandangan alam yang indah. Di suatu rentang waktu dalam sejarah seni rupa Indonesia, terkenal lukisan yang melukiskan alam yang indah dengan gunung menjulang, sawah dan jalan yang membentang, mega yang memesona, pohon-pohon kelapa dan dilengkapi gubuk bambu. Lukisan seperti itu kebanyakan dilukis oleh pelukis Belanda dan dikenal dengan genreMooi Indie (terjemahan bebasnya: Hindia Belanda yang Indah). Sampai saat ini, keindahan alam Wonosobo masih seperti yang digambarkan oleh lukisan- lukisan Mooi Indie. Untuk meningkatkan kualitas pemuda-pemudi serta merekam keindahan alam dan mempromosikan wisata daerah, pemerintah Kabupaten Wonosobo membina komunitas-komunitas fotografi. Tentu pada perkembangan selanjutnya diharapkan para pemuda-pemudi Wonosobo tidak hanya merekam dan mempromosikan wisata daerah, tapi juga menangkap gambar yang dapat berbicara dan berisi pesan, kritik dan aspirasinya. Misi kebudayaan Kabupaten Wonosobo juga mulai go international. Misi kebudayaan tersebut memperkenalkan alat musik tradisional asli Wonosobo, yaitu bundengan. Bundengan adalah alat musik petik yang terbuat dari kelopak ruas bambu yang diberi senar dan sebilah bambu untuk menyangga. Keunikan alat musik ini adalah bentuknya yang tidak lazim dan dapat menghasilkan bunyi yang dihasilkan

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 241 satu set gamelan. Pada awalnya, bundangan adalah alat berteduh yang digunakan oleh gembala bebek, tetapi diberi senar dan menghasilkan suara yang mendengung. Pada Maret 2018, telah dilaksanakan sebuah acara Bundengan: The Music of Wonosobo di KJRI Melbourne, Australia. Kiprah bundengan di Australia tidak lepas dari peran Margaret Kartomi, penerima Anugerah Kebudayaan Kategori Perorangan Asing tahun 2016, Mulyani, guru musik, Munir dan Buchori, pemusik,dan Rosie H Cook, penggagas the Making Connections Project.Jaringan kerjasama ini telah beberapa kali mengadakan kegiatan seperti workshop bundengan yang mengajarkan membuat dan memainkannya, presentasi kebudayaan di Sydney, dan pameran bundengan di Monash University. Berbagai kebijakan strategis lainnya yang dirancang Pemerintah Kabupaten Wonosobo untuk memajukan kebudayaan, di antaranya: menyusun pokok-pokok kebudayaan Kabupaten Wonosobo, mencari dan menginvetarisasi manuskrip- manuskrip terkait Wonosobo, membentuk tim ahli cagar budaya, dan menyusun peraturan daerah terkait perlindungan cagar budaya dan museum, serta merintis pengembangan Museum Tani di Kecamatan Kertek. Semoga apresiasi Anugerah Kebudayaan dan Maestro Seni Tradisi 2018 dapat mengobarkan api semangat para pemangku kepentingan dan pemuda- pemudi Wonosobo dalam membangun ekosistem kebudayaan yang sehat dan berkesinambungan. Semoga semangat yang membara ini dapat melejitkan pencapaian dari cita-cita Kabupaten Wonosobo yang tertuang dalam visinya, yaitu Wonosobo yang bersatu untuk maju, mandiri dan sejahtera untuk semua.

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 242 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 Profil Singkat Kabupaten Wonosobo

Berdiri : 27 Januari 2003 Diresmikan : 4 Agustus 2004 Bupati : Bupati Eko Purnomo, SE., MM (2015 – sekarang) Wakil Bupati : Ir. Agus Subagiyo (2015-sekarang) Penduduk : 773.243 jiwa (2012)

Kecamatan:

- Kecamatan Garung. - Kecamatan Kalibawang. - Kecamatan Kalikajar. - Kecamatan Kaliwiro. - Kecamatan Kejajar. - Kecamatan Kepil. - Kecamatan Kertek. - Kecamatan Leksono. - Kecamatan Mojotengah. - Kecamatan Sapuran. - Kecamatan Selomerto. - Kecamatan Sukoharjo. - Kecamatan Wadaslintang. - Kecamatan Watumalang. - Kecamatan Wonosobo

Luas: 984,7 km2

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 243 Undangan

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 244 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 ANUGERAH KEBUDAYAAN TAHUN 2018

PENERIMA ANUGERAH KEBUDAYAAN KATEGORI PERORANGAN ASING Undangan

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 245 R William Liddle Asuh Mahasiswa Indonesia Jadi Ahli

Ahli politik Indonesia Profesor Emeritus R William Liddle telah banyak membantu mahasiswa asal Indonesia untuk menjadi ahli yang terbaik dalam bidangnya masing-masing. Ia juga mengusahakan untuk mencarikan beasiswa dan meningkatkan kemampuan akademik muridnya asal Indonesia. Liddle mempunyai pandangan, studi tentang politik Indonesia seharusnya dilakukan oleh putra Indonesia sendiri, bukan orang asing. Hal itulah yang mendorongnya untuk menghasilkan banyak mahasiswa asal Indonesia yang dibimbingnya mencapai tingkat doktor. “Saya merasa aneh, saya datang dari jauh untuk mempelajari sesuatu yang seharusnya diketahui orang Indonesia sendiri. Saya mau menciptakan angkatan baru untuk menggantikan saya,” katanya. Murid pertamanya adalah Mohtar Mas’oed. Kemudian, beberapa murid lainnya adalah Makarim Wibisono, Salim Said, Affan Gafar (alm), Bahtiar Effendy, Rizal Malarangeng, Denny JA, Saiful Mujani, Dinna Wisnu, Yohanes Sulaeman, dan Jayadi Hanan. Saat Liddle berulang tahun ke-70 pada tahun 2008, para muridnya menerbitkan sebuah buku berjudul Dari Columbus untuk Indonesia: 70 Tahun Prof Bill Liddle Dari Murid dan Sahabat (2008) sebagai penghargaan atas kontribusi dan dedikasinya. Liddle yang masih aktif menulis dan menyumbangkan pemikiran dan analisisnya mengenai demokrasi di Indonesia adalah juga konsultan USAID,

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 246 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 yang menangani kebijakan yang bersahabat antara Indonesia dan Amerika Serikat. Guru besar emeritus itu mengatakan, masalah utama yang dihadapi oleh mahasiswa asal Indonesia ketika belajar di Amerika adalah soal kemampuan bahasa Inggris. Ia selalu menjadi penjamin bagi mereka saat berhadapan dengan perguruan tinggi Amerika, dan selalu berusaha meyakinkan pihak universitas bahwa kemampuan bahasa Inggris mahasiswa asal Indonesia akan berkembang dan mampu mengikuti perkuliahan. Ia pun menganjurkan sejumlah universitas di negerinya untuk membuat program studi bahasa Indonesia seperti di Ohio University, Washington University, dan beberapa lagi. Namun pertumbuhan program studi bahasa Indonesia di Amerika tidak sesubur di Australia. Tahun ini Pemerintah RI lewat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memberinya Anugerah Kebudayaan untuk Kategori Perorangan Asing kepada Liddle. Penghargaan ini diberikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan kepada perorangan asing di bidang sosial, politik, ekonomi, hukum, budaya, ilmu pengetahuan tentang Indonesia, dan bidang-bidang lain yang bermanfaat besar bagi bangsa dan negara Indonesia. Berkaitan dengan penghargaan itu, Liddle mengaku sangat kaget. Ketika mendapat informasi bakal mendapatkan Anugerah Kebudayaan ia segera mencari informasi mendalam tentang itu. “Ternyata cukup tinggi (Anugerah Kebudayaan) dan diberikan kepada orang asing. Dirasa berjaya betul. Sampai sekarang, ini penghargaan luar biasa bagi saya pribadi,” ujarnya seraya menambahkan bahwa penghargaan tersebut bukan karena prestasi pribadinya tetapi juga sumbangan dari murid-muridnya. Kiprahnya di Indonesia dimulai tahun 1962, ketika ia melakukan penelitian lapangan di Pematang Siantar, dan Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, untuk disertasi doktornya. Ia tinggal di Pematang Siantar selama dua tahun, kemudian kembali ke AS. Setelah itu, ia baru balik ke Indonesia untuk masa penelitian kedua pada tahun 1968. Ia mengikuti perkembangan demokrasi di Indonesia mulai dari era Sukarno, Soeharto sampai Reformasi. Ia memuji Indonesia telah menjadi salah satu negara demokratis di dunia. Demokrasi, katanya, adalah bentuk pemerintahan yang paling cocok di abad modern. Orang yang paling berjasa memperkenalkan Indonesia kepadanya adalah

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 247 Prof Harry Jindrich Benda (1919-1971), seorang ahli tentang Asia Tenggara, di Yale University. “Harry Benda, seorang dosen yang sangat kharismatik. Dan dia bilang, ‘Kamu harus jadi Indonesianis. Sudah, fokus pada Asia Tenggara, tetapi Indonesia sebagai fokus spesifik’,” tutur Liddle. Baginya, sekarang, Indonesia adalah tanah air keduanya. Karena itu, ia selalu menyempatkan diri untuk berkunjung ke Indonesia. Liddle tidak hanya suka makan rendang, tetapi juga pandai memasak rendang. “Saya belajar dari buku masak. Saya selalu mengundang mahasiswa berkumpul di rumah saya saat tahun baru. Saat itu, saya suguhkan mereka rendang masakan saya,” tuturnya. Ia juga suka batik. Bahkan ia pernah menjadi kolektor batik Iwan Tirta. Setiap kali datang ke Indonesia, ia tak lupa mampir di toko batik Iwan Tirta. “Orang menganggap batiknya norak, tapi saya suka. Ini kebiasaan saya. Saya selalu pakai batik. Batik itu kontribusi Indonesia untuk dunia,” kata ahli politik Indonesia ini. Dan, ia juga berharap, Indonesia merawat bineka tunggal ikanya.

BIODATA

Nama : R William Liddle Lahir : McKeesport, Pennsylvania, 18 Januari 1938 Istri : Wanda Carter

PENDIDIKAN

- Yale University, 1959-67 (PhD, 1967 dan MA, 1961) - University of , 1964-65. Carnegie Fellow at the Committee for the Comparative Study of New States - Yale University, 1955-59. BA, magna cum laude, 1959

MENGAJAR

- Ohio State University: Profesor Emeritus, 2011-sekarang; Profesor, 1978-2011; Associate Professor, 1970-78; Assistant Professor, 1966-70; Instructor, 1965-66 - Pusat Latihan Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial Aceh, Indonesia (HIPIIS), 1985-87.

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 248 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 Fulbright Lecturer in graduate-level social science research training program - Indonesian Studies Summer Institute, Athens, Ohio, Summer 1983. Lecturer on Indonesian Politics - Ohio University, Visiting Professor, Fall 1980, Winter 1978, Winter and Spring 1976 - University of Singapore, 1968-69. Fulbright-Hays Lecturer

KARYA BUKU (antara lain)

- Voting Behaviour in Indonesia since Democratization: Critical Democrats, Cambridge: Cambridge University Press (with Saiful Mujani and Kuskridho Ambardi), 2017 - Piety and Public Opinion: Understanding Islam and Political Behaviour, Oxford: Oxford University Press (bersama Thomas Pepinsky dan Saiful Mujani), 2017 - “Improving the Quality of Democracy in Indonesia: Toward a Theory of Action,” Indonesia 96, Oktober 2013 (juga diterbitkan dalam karya Thomas Pepinsky and Michele Ford, eds, Beyond Oligarchy, Ithaca: Cornell University Southeast Asia Program, 2014).

PENGHARGAAN

- Anugerah Kebudayaan Kategori Perorangan Asing dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2018

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 249 Valeria Martano Penggerak Dialog Lintas Agama dan Peradaban

Doktor Valeria Martano menggagas dan menggelar dialog lintas agama demi menciptakan dunia yang lebih baik dan damai. Bersama para tokoh agama di Indonesia ia membina dialog lintas agama dan perdamaian. Valeria Martano dikenal sebagai sosok perempuan yang menjadi inspirator, motivator, dan penggerak dialog lintas agama dan perdamaian. Atasjasanyaitu, Pemerintah RImelalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memberinya Anugerah Kebudayaan untuk Kategori Perorangan Asing Tahun 2018. “Saya merasa sangat dihormati. Tapi jujur saya menerima itu atas nama semua teman Indonesia yang telah bersamasaya, baik dalam kegiatan nyata maupun dalan dialog antaragama,” ia menanggapi penghargaan tersebut. Ia salah seorang peserta The 7th World Peace Forum: The Middle Path for The World Civilization yang digelar di Jakarta 14-16 Agustus 2016. Valeria memulai kariernya sebagai seorang guru di sebuah sekolah negeri di Roma pada 1976-1990. Setelah menggondol gelar doktor, ia menjadi peneliti di Institut Ilmu Pengetahuan Sosial Bologna hingga 2008. Selain tetap sebagai peneliti, pada tahun yang sama ia juga menjadi Direktur Program Multikulturalisme di Kementerian Pendidikan Italia,sampaisekarang.

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 250 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 Kiprah Valeria di bidang aktivitas dialog lintas agama dan perdamaiandi Indonesia dimulaitahun 1990-an,melaluikomunitasnya Sant’ Egidio. Ia mengakumengenal nama Indonesia tahun 1990. Suatu hari dalam kegiatan doa di Roma, ia berkenalan dengan seorang perempuan muda Indonesia. Dari percakapan itu terbitlah keinginannya untuk mengenal Indonesia lebih dalam, sebuah negeri yang dibangun di atas kebinekaan, tetapi bisa jadi “tunggal ika”. Lantas, ia belajar bahasa Indonesia pada dosen bahasaTimur. “Tetapi yang diajarkan prinsip-prinsip saja. Ia (dosen) kemudian mengatakan, pergilah, dan bangsa Indonesia akanmenjadigurumu,” kenang Valeria yang kinimahirberbahasa Indonesia. Tahun 1991 ia terbang ke Indonesia, langsung ke Padang. Selain kagum dengan alam Indonesia yang indah, ia juga senang bisa bersahabat dengan pemuda-pemuda dan masyarakat umumnya di Padang. Ia banyak mengenal masyarakat bawah yang hidup di gubuk-gubuk. “Saya mengenal budaya Indonesia bisa dikatakan dari dalam, bukan dari buku, bukan dari foto-foto, tapi dari kontak langsung dengan orang- orang,” papar Valeria. Pelan tapi pasti, ia mulai mengenal budaya Pancasila, bineka tunggal ika. Hal itu kemudian mendorongnya untuk berkenalan dengan KH Abdurrahman Wahid, PresidenKe-4 RI, yangpopulerdenganpanggilan Gus Dur, seorang tokoh yang memperjuangkan tegaknya keberagaman dalam masyarakat Indonesia. “Gus Dur jadi guru bagi saya. Persahabatan saya dengan Gus Dur menjadi sangat penting,” tegasnya. Setelah berkenalan dengan Gus Dur, ia kemudian menjalin persahabatan dengan toko-tokoh agama lain.

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 251 Ia mengadakan dialog antaragama baik secara bilateral maupun multilateral dengan tokohmuslim Indonesia seperti Lukman Harun, MunawirSjadzali, Din Syamsudin yang kini menjadi Utusan Khusus Presiden untuk Dialog dan Kerja Sama Antaragama dan Peradaban, KH Hasyim Muzadi, SyafiiMaarif, dan lainnya. Beberapa kali ia menjadi direktur panitia konferensi tingkat tinggi tentang dialog antaragama, kerukunan umat beragama dan perdamaian pada tahun 2006, 2009, 2012, 2015 di Roma dan Jakarta. Konferensitersebuttelahmelibatkan Menteri Luar Negeri Italia, Menteri Luar Negeri Indonesia, komunitas Sant’ Egidio, Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, dan Konferensi Wali Gereja Indonesia. Aktivitas lainnya dalam membina dialog lintas agama dan perdamaian di antaranya menjadi anggota komite penyusunan draft MOU, bekerjasamadengan DinSyamsuddin, antara Sant’ Egidio dan Muhammadiyah, yang ditandatangani pada 2012 dan diperbarui tahun 2017. Ia menjadi koordinator untuk wilayah Asia dan bersama komunitasnya itu ia telah mengembangkan kerja sama dan dialog lintas agama di 15 kota Indonesia, seperti Padang, Banda Aceh, Jakarta, Medan, dan Yogyakarta,sejaktahun 2005. Bersama komunitasnya itu Valeria juga menjadi koordinator bantuan kemanusiaan untuk korban bencana alam tsunami di Banda Aceh tahun 2004, korban bencana alam gempa bumi di Yogyakarta tahun 2005 dan sebagainya. Valeria juga pernah bertugas sebagai panelis dalam “Indonesian Model of Religious Harmony and Integration” di Jakarta dan dihadiri oleh perwakilan dari berbagai tokoh agama. Kegiatan tersebut digelar bersamaan dengan kunjungan kenegaraan Presiden Italia, Mattarelia, di Indonesia. Perempuan Italia yang gemar makan nasi goreng dan bika ambon ini mengagumi keberagaman di Indonesia semenjak datang pertama di Indonesia. “Indonesia punya tradisi untukhidupbersamadalamperbedaan yang tinggi—mulaidarisuku, bahasa, hinggaagama—dan Indonesia telah menemukan jalan bineka tunggal ika,” tegasnya. Masyarakat Indonesia, katanya, menerima perbedaan sebagai kekayaan dan bukan kendala. Prinsip tersebut membuatnya mencintai Indonesia dari hari ke hari. Bahkan ia menyebut Indonesia sebagai tanah air keduanya. Apalagi, tambahnya, para tokohagamanyaberjuangmelindungipersatuan dan kesatuan. “Saya bisa katakan bahwa sekarang Indonesia merupakan tempat yang mampu

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 252 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 hidup bersama dalam perbedaan. Karena itu, saya sangat mengharapkan bahwa Indonesia tinggal dalam jalan ini, dan melindungi Pancasila, ideologibinekatunggalika. Sebab, iabukahanyamerupakankekayaan Indonesia, tapi juga merupakan kekayaan dunia,” tegasnya. “Kita harussepertipelangi,”tambahnya.

BIODATA

Nama : Valeria Martono Lahir : Roma, 2 Mei 1956 Pendidikan : - Sarjana SastradariUniversitas La Spaienza, Romo, 1982 - Doktor di bidang agama dan sejarahsosialdariUniversitasSasari Kegiatan : Komunitas Sant’ Egidio

KARYA

- “Italy-Indonesia, island, peninsulas, archipelagos”, co-author, Ariel 2017 - “L’abbaraccio di Gerusalemme”, Milano, 2014 - “l’islamdemocratico in AAVV, passaggio a Sud estQuademi”, Ariel, 2013 - “Unitanelladivesita, Il modelloindonesiano per una societe del convivere” (editor), Milano 2009 - “L’orotdossia e “glialtri” in Le chiese e glialtri Milano, 2008

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 253 Leo Suryadinata Pakar Etnis Tionghoa di Indonesia

Leo Suryadinata adalah ilmuwan sosial yang memberikan pengaruh besar untuk memahami etnis Tionghoa dalam dinamika kehidupan sosial, ekonomi, politik, budaya Indonesia. Melalui kiprahnya yang sangat aktif dalam bidang penelitian dan pendidikan, ia banyak berjasa dalam mengenalkan sejarah dan perkembangan etnis Tionghoa di Indonesia. Di bidang ini, tidak ada sarjana lain yang mempunyai minat sekuat Leo Suryadinata, dan itu tercermin dalam karya-karya bukunya yang terbit sejak tahun 1976 hingga sekarang (lihat Daftar Karya Buku). Selain itu, Leo Suryadinata juga berkontribusi dalam memahami politik luar negeri Indonesia dan politik Indonesia pada umumnya, termasuk pemilihan umum pada awal Reformasi 1998. Sebagai penghargaan atas kontribusinya ia menerima Nabil Award pada 2008 berkaitan dengan sumbangannya terhadap integrasi etnis di Indonesia. Tahun ini Pemerintah RI lewat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memberinya Anugerah Kebudayaan untuk kategori Perorangan Asing. Penghargaan ini diberikan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayan kepada perorangan

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 254 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 asing di bidang sosial, politik, ekonomi, hukum, budaya, ilmu pengetahuan tentang Indonesia, dan bidang-bidang lain yang memberikan manfaat besar bagi bangsa dan negara Indonesia. Leo mengaku tidak menyangka bahwa dia bisa memperoleh penghargaan dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI. Baginya, penghargaan ini merupakan suatu kehormatan yang luar biasa. Namun, ia menerima penghargaan ini dengan perasaan rendah hati dan berharap para akademisi di Indonesia dan asing lainnya yang menaruh perhatian besar kepada Indonesia juga kelak mendapat penghargaan serupa. Minatnya dalam mempelajari Indonesia dimulai dari fakta bahwa ia lahir dan dibesarkan di Indonesia. Sebagai keturunan Tionghoa, ia ingin mengerti banyak mengenai diri sendiri, kelompok dan masyarakatnya. Menurutnya, hanya dengan mengerti latar belakang diri sendiri seseorang akan bisa mencapai kebahagiaan. Kiprahnya dalam bidang penelitian dan pendidikan, terutama mengenai etnisitas dan minoritas Tionghoa di Asia Tenggara, khususnya mengenai Indonesia, dimulai sejak tahun 1976 ketika ia menjadi peneliti di Institute of Southeast Asian Studies (ISEAS) di Singapura, dan berkembang ketika pindah mengajar di National University of Singapore selama 20 tahun. Penelitiannya banyak mengutamakan nasionalisme Indonesia dalam hubungannya dengan peranakan Tionghoa. Pada saat mengejar gelar sarjana penuh di Universitas Indonesia, Leo meneliti tentang peranakan Tionghoa dalam bidang pers. Bisa dibilang Leo Suryadinata adalah salah satu pelopor dari penelitian pers peranakan Tionghoa Indonesia. Penelitian Leo mengenai peranakan Tionghoa di Indonesia dilanjutkan ketika ia mendapat kesempatan belajar di Monash University, Australia. Tetapi ketika mengejar gelar PhD di American University, Leo mengalihkan perhatiannya kepada studi tentang persepsi elite dan kebijaksanaan pemerintah yang berkaitan dengan etnis Tionghoa di Indonesia. Kemudian Leo meneliti berbagai aspek masyarakat Tionghoa di Indonesia, termasuk perannya dalam pembangunan bangsa Indonesia. Studi tentang Indonesia dan etnis Tionghoa bukanlah satu-satunya bidang yang dipelajari dan dikuasai Leo. Ia menyebutkan bahwa keahliannya bisa dikatakan ada di beberapa bidang. Bukan saja ilmu sejarah, tetapi juga ilmu sastra, politik, dan hubungan internasional. Baginya, kesempatan belajar di Monash University

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 255 dan beberapa universitas lainnya seperti Ohio University dan American University merupakan kesempatan untuk memperluas horizon; Leo mempelajari konsep dan teori ilmu sosial dan ilmu hubungan internasional. Beberapa karya bukunya mengenai politik Indonesia dan politik luar negeri Indonesia telah menjadi buku rujukan di pelbagai universitas, termasuk di Indonesia. Apa yang telah ia kerjakan, hal serupa juga ia harapkan dilakukan oleh peneliti dan akademisi muda Indonesia. Baginya, penting untuk menguasai bahasa asing, juga ilmu-ilmu baru, yang selanjutnya diolah oleh diri sendiri karena tidak seluruhnya ilmu yang dipelajari diterima begitu saja. “Perlu adanya penyesuaian,” kata Leo. Tidak hanya akademisi, dalam era globalisasi ini, penting bagi kita untuk mengetahui lebih banyak tentang lingkungan, masyarakat Indonesia, suku-suku bangsa yang berbeda agar bisa mengenal lebih jauh dan lebih dekat. Menurut Leo, kemanusiaan itu semuanya sama: sama-sama mempunyai perasaan yang halus dan cita-cita.

BIODATA

Nama : Leo Suryadinata Lahir : Jakarta, 21 Februari 1941 Istri : Lanty Sari Rahaju

PENDIDIKAN

- American University, Wahington DC, USA (PhD, International Studies, 1972- 1975)

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 256 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 - Ohio University Athens, Ohio, USA (MA, International Studies, 1970-1972) - Monash University, Australia (MA, Sejarah, 1967-1970) - Universitas Indonesia, Jakarta, Indonesia (Sarjana Sastra (Drs), 1963-1965) - Nanyang University, Singapura ( BA Jurusan Sejarah, 1959-1962)

KARIER

- Visiting Senior Fellow, ISEAS-Yusof Ishak Institute (2014-sekarang) - Professor (adjunct) S Rajaratnam School of International Studies, NTU (2007-sekarang) - Director, Chinese Heritgae Centre, Nanyang Technological Institute, NTU (2006-2013) - Senior Research Fellow, ISEAS (Agustus 2002-Desember 2005) - Professor, Dept. of Political Science, NUS (2000-2002) - Associate Professor, Dept. of Political Science, NUS (1994-2000) - Senior Lecturer, Dept. of Political Science, National University of Singapore, NUS (1982-1993) - Research Officer/Senior Research Officer, ISEAS, Singapore (1976-1982) - Teaching Fellow, American University, Washington D.C. (1972-1975) - Teaching Assistant/Program Associate: Southeast Asian Studies, Ohio University (1970-1972)

KARYA BUKU (antara lain)

- Tionghoa dalam Keindonesiaan: Peran dan Kontribusi bagi Pembangunan Bangsa (Jakarta: Yayasan Nabil, 2016), 3 jilid (Leo Suryadinata sebagai Editor Utama; Kontributor) - The Rise of China and the Chinese Overseas: A Study of Beijing’s Changing Policy in Southeast Asia (Singapore: ISEAS Publishing, 2017) - Etnis Tionghoa dan Nasionalisme Indonesia: Sebuah Bunga Rampai 1965-2008. Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2010. - China and the ASEAN States: The Ethnic Chinese Dimension (Singapore: Singapore University Press, 1985) - Chinese and Nation-Building in Southeast Asia (Singapore: Singapore Society

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 257 of Asian Studies, 1997) - Indonesia’s Population: Ethnicity, Religion in the Changing Political Landscape (Singapore: ISEAS Publishing, 2003) (Bersama Evi Nurvidya Arifin dan Aris Ananta) - Negara dan Etnis Tionghoa: Kasus Indonesia. (Jakarta: LP3ES dan Centre for Political Studies, November 2002) - Elections and Politics in Indonesia (Singapore: ISEAS, 2002) - Politik Luar Negeri Indonesia di Bawah Soeharto. (Jakarta: LP3ES, 1998) - The Culture of the Chinese Minority in Indonesia, (Singapore: Times Book International, 1997) - Golkar dan Militer: Studi tentang Budaya Politik. (Jakarta: LP3ES, 1992, cetak ulang, 1993) - Dilema Minoritas Tionghoa. (Jakarta: Grafiti Pers, 1984, cetak ulang, 1986) - Eminent Indonesian Chinese: Biographical Sketches. (Singapore: ISEAS, 1978; Edisi ke-2, Gunung Agung, 1981) - Peranakan Chinese Politics in Java: 1917-1942, (Singapore: ISEAS, 1976; Edisi ke-2, Singapore University Press, 1981)

Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 258 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018 259 Anugerah Kebudayaan dan penghargaan 260 Maestro Seni Tradisi TAHUN 2018