NILAI-NILAI ISLAM PADA BUDAYA BETAWI

DI LENGKONG WETAN SERPONG TANGERANG SELATAN

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora Sebagai salah satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum)

Oleh: Ilham Fauzi NIM. 1112022000045

PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH 2018 M./ 1439 H. LEⅣIBAR PERSETUJUAN PEⅣIBI1/1BING

NILAI―NILAIISLAⅣ IPADA BUDAYA BETAWI DI LENGKONG WETAN SERPONG TANGERANG SELATAN

SkHpsi Dittukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora untuk Memenuhi Sdah satu Syartt Mendapttkan Celar Sttana Humaniora(S.Hum)

Oleh: Ilham Fauzi NIPl.1112022000045

Pembil■ bing

Dr.H.Abdo Chair NIP。 195412311983031030

PROGAⅣISTUDISEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS ADAB DAN HUⅣ lANIORA UNIVERSITASISLAM NEGRISYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1439H/2018 Ⅳl

LEMBAR PERi\YATAAN

Saya yangbertandatangan di bawah ini:

Nama Mahasiswa : Ilham Fauzi NIM :1112022000045 Program Studi : Sejarah dan Peradaban Islam

1. Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri yang merupakan hasil penelitian, pengolahan dan analisis saya sendiri

serta bukan merupakan replikasi maupun saduran dari hasil karya atau hasil penelitian orang lain.

つ 乙 Apabila terbukti skripsi ini merupakan plagiat atau replikasi maka skripsi dianggap gugur dan harus melakukan penelitian ulang untuk men)rusun skripsi baru dan kelulusan serta gelarnya dibatalkan.

う 0 Demikian pernyataan ini dibuat dengan segala akibat yang timbul

dikemudian hari menjadi tanggung jawab saya.

Jakarta,l3 Maret 2018

IV ABSTRAK

Skripsi ini meneliti tentang Nilai-Nilai Islam Pada Budaya Betawi di Lengkong Wetan, Serpong, Tangerang Selatan. Dalam merekonstruksi skripsi ini, penulis menggunakan metode analisys hystoris, berupa kajian pustaka, wawancara dan observasi secara langsung. Temuan penelitian ini adalah masyarakat Lengkong Wetan secara umum merupakan masyarakat beretnis Betawi yang mempertahankan kebudayaan Betawi seperti Pencak Silat, Kesenian Lenong, dan Buka Palang Pintu. Akan tetapi kebudayaan Betawi yang dilestarikan oleh masyarakat Lengkong Wetan kaya akan nilai-nilai Islamnya. Sebagaimana dalam Silat terdapat tawasul dan tahlil, dalam Buka Palang Pintu terdapat sike (membaca al-Qur’an) serta pada Lenong terdapat cerita mengenai perjuangan Islam melawan penjajah. Keberadaan nilai-nilai Islam pada budaya Betawi di masyarakat Lengkong Wetan, Serpong menjadi kontribusi tersendiri bagi budaya maupun Islam. Oleh karena itu penulis ingin mengetahui apa saja nilai-nilai Islam yang terdapat pada budaya Betawi di Lengkong Wetan, Serpong, Tangerang Selatan.

Keyword: Nilai-nilai Islam, Budaya Betawi, Lengkong Wetan.

v KATA PENGANTAR

Alhamdulilah tiada kata yang paling indah yang dapat penulis ungkapkan selain rasa syukur kehadirat Allah SWT yang telah Melimpahkan rahmat dan karunia Nya serta kekuatan dan kesehatan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Sholawat dan salam penulis haturkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW berserta keluarga, sahabat, dan para pengikutnya. Rasa syukur serta tekad yang kuat akhirnya penulis berhasil menyelesaikan skripsi yang berjudul “Nilai-Nilai Islam Pada Budaya Betawi di Lengkong Wetan, Serpong, Tangerang Selatan”. Semoga karya ini dapat menjadi sumbangsih bagi siapa saja yang ingin bergelut pada dunia penelitian, khususnya bagi yang memfokuskan kajian pada budaya Betawi lainnya.

vi UCAPAN TERIMA KASIH

Dalam penyelesaian skripsi ini penulis menyadari bahwa semua ini tidaklah semata berhasil dengan tenaga dan upaya sendiri, namun banyak pihak yang telah berpartisipasi dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini, baik yang bersifat moril maupun materil, maka dengan ini sepatutnya penulis menyampaikan banyak terima kasih atas kerjasama dan dorongannya. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang terdalam kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Sukron Kamil, M.Ag, Dekan Fakultas Adab dan Humaniora UIN Jakarta, berikut pula semua wakil Dekan, I, II, dan III seluruh staf dan pegawai Fakultas Adab dan Humaniora. 2. Bapak H. Nurhasan, M.A selaku Ketua Jurusan dan ibu Shalikatus Sa’adiyah, M.Pd selaku Sekretaris Jurusan Sejarah dab Peradaban Islam yang telah membantu administrasi procedural akademik mulai dari perkuliahan hingga selesainya jejang S-1 penulis. 3. Bapak Dr. H. Abd. Chair selaku pembimbing skripsi yang dengan ikhlas memberikan ilmu dan waktunya untuk penulis hingga selesainya penulis skripsi ini. 4. Ibu Dr. Amelia Fauzia selaku pembimbing akademik yang telah membimbing penulis dalam menghadapi masa-masa perkuliahan dari awal masuk sampai akhir perkuliahan. 5. Bapak Dr. Saidun Derani, M.A selaku penguji 1 dan Bapak Drs. H. Azhar Shaleh, M.A selaku penguji 2 yang telah meluangkan waktunya untuk pengujian skripsi. 6. Seluruh dosen Progam Studi Sejarah dan Peradaban Islam yang telah banyak berjasa terhadap penulis dalam memberikan motivasi dan bimbingan keilmuannya. 7. Kedua orang tua tercinta ibunda Hj. Yenih Maryanih dan Ayah H. Sukria. Yang telah mendidik, mengasuh, membimbing dengan kasih sayang yang tulus sehingga anakmu ini bisa menyelesaikan studinya sampai perguruan tinggi.

vii

8. Kepada Imam Mukorobin S.Hum (selaku asisten dosen) terima kasih banyak telah membimbing, memberikan masukan, dan meminjamkan buku sekaligus mengoreksi revisian penulis sampai selesai. 9. Kepada Maratun Nafisah, terima kasih karena telah mensuport dan selalu mendukung penulis dan menemani penulis untuk mencari buku-buku serta dokumentasi dalam penulisan skripsi ini. 10. Kakak-kakak tercinta Aries, Fahmi, David, dan Adik tercinta Imam yang selalu menyemangati penulis dalam penyelesaian penulisan skripsi ini. 11. Kepada Teman-teman SKI angkatan 2012, dan teman-teman lainnya yang ikut memberikan partisipasinya khususnya kepada Juansyah, Azhar, Miftah, Azami, Sohiman, Setyo, Mustaqim, Fathzry dan semua orang yang telah membantu penulis hingga selesainya skripsi ini.

Demikian ucapan terimakasih penulis, semoga amal baik semua pihak yang telah berkenan memberikan informasi yang penulis butuhkan untuk penulisan skripsi ini, mendapatkan imbalan dan pahala sebesar-besarnya dari Allah SWT. Jika ada kesalahan dan kekurangan, penulis mohon masukan yang kontruktif, sehingga skripsi ini bermanfaat bagi pembacanya.

Jakarta, 13 Maret 2018

Penulis

viii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...... i LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ...... ii LEMBAR PENGESAHAN ...... iii LEMBAR PERNYATAAN ...... iv ABSTRAK ...... v KATA PENGANTAR ...... vi UCAPAN TERIMA KASIH ...... vii DAFTAR ISI ...... ix BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...... 1 B. Batasan dan Rumusan Masalah ...... 4 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...... 5 D. Tinjauan Pustaka ...... 6 E. Kerangka Teoritik ...... 8 1. Perubahan Sosial ...... 8 2. Fungsionalis ...... 9 3. Islamisasi ...... 9 F. Metodologi Penelitian ...... 11 1. Metode Penelitian ...... 11 2. Teknik Pengumpulan Data ...... 11 3. Teknik Pengolahan Data ...... 14 4. Teknik Penulisan ...... 14 5. Pedoman Penulisan ...... 14 G. Sistematika Penulisan...... 14 BAB II SEKILAS TENTANG LENGKONG WETAN, SERPONG, TANGERANG SELATAN A. Kondisi Geografis Lengkong Wetan ...... 16 B. Sejarah Lengkong ...... 18

ix C. Kondisi Keagamaan dan Kebudayaan di Lengkong Wetan ...... 22 1. Kondisi Keagamaan ...... 23 2. Kondisi Sosial Kebudayaan ...... 25 D. Aktifitas Keseharian Masyarakat Lengkong ...... 27 BAB III ISLAM DAN BUDAYA BETAWI A. Masuknya Islam di Betawi ...... 30 B. Bentuk Islamisasi di Betawi ...... 32 1. Pondok ...... 33 2. Madrasah ...... 33 3. Majlis Taklim ...... 34 C. Budaya Betawi ...... 35 1. Asal Usul Betawi ...... 35 2. Macam-macam Budaya Betawi...... 37

BAB IV NILAI-NILAI ISLAM PADA BUDAYA BETAWI DI LENGKONG WETAN A. Perkembangan Islam di Lengkong Wetan ...... 41 B. Budaya Betawi di Lengkong Wetan...... 48 C. Nilai-Nilai Islam Dalam Budaya Betawi di Lengkong Wetan ...... 55 D. Kiat-Kiat Masyarakat Lengkong dalam Melestarikan Budaya Betawi...... 59

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ...... 63 B. Kritik dan Saran ...... 64 DAFTAR PUSTAKA ...... 65 LAMPIRAN...... 70

x BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kebudayaan dan masyarakat merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Akan tetapi eksistensinya lama kelamaan mengalami perubahan, bahkan beberapa di antaranya bisa saja hilang dari peradaban manusia. Selain persoalan eksistensi, beberapa kebudayaan juga ditemukan mengalami penambahan nilai-nilai1, seperti masuknya nilai-nilai agama dalam sebuah kebudayaan. Peneliti Devita Roswita mengemukakan bahwa budaya Betawi mengalami rekacipta tradisi sebagai strategi adaptasi menghadapi keragaman dan keseragaman. Seperti Buka Palang Pintu pada mulanya merupakan tradisi upacara, namun saat ini bertransformasi sebagai komoditas. Tujuan utama rekacipta tradisi adalah pelestarian budaya, karena di dalamnya bukan hanya terdapat nilai budaya saja, melainkan agama, sosial, sejarah, dan ekonomi.2

Masyarakat Betawi merupakan sebuah komunitas penduduk asli Jakarta yang lahir dan terbentuk relatif baru, yaitu pada sekitar abad ke19. Etnis Betawi yang terbentuk merupakan hasil percampuran antara bebagai unsur suku bangsa, baik yang berasal dari dalam maupun dari luar wilayah Nusantara.3

Penggunaan istilah Betawi merujuk kepada Batavia, kelompok etnis Betawi lahir dan berkembang menjadi sebuah komunitas yang memiliki identitas tersendiri. Berawal dari perlakuan yang tidak adil oleh penjajah Belanda terhadap struktur sosial di kota Batavia terhadap masyarakat pribumi, serta penguasaan wilayah yang mulai mencampur adukkan kebudayaan,

1 Nilai adalah alat yang menunjukan alasan dasar bahwa “cara pelaksanaan atau keadaan akhir tertentu lebih disukai secara sosial dibandingkan cara pelaksanaan atau keadaan akhir yang berlawan, nilai memuat elemen pertimbangan yang membawa ide-ide seorang individu mengenai hal-hal yang benar, baik, atau diinginkan. Lihat juga Robbins, Stephen P. Perilaku Organisasi Buku 1. Jakarta: Salemba Empat, 2007. Hlm. 146-156. 2Devi Roswita, “Tradisi Buka Palang Pintu: Transformasi Tradisi Menuju Komoditas” dalam Jurnal FISIP UI, 2013, h. 21. 3 Abdul Azis, Islam dan Masyarakat Betawi, (Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu, 2002) h. 2.

1

2

terutama setelah Batavia mulai dijadikan pusat pemerintahan kolonial, saat itu terbentuklah sebuah komunitas yang menentang kebijakan tersebut, komunitas ini berusaha untuk menjaga kebudayaan masyarakat pribumi, mempertahankan keberadaannya, serta melestarikannya. Komunitas inilah yang sekarang kita kenal dengan istilah etnis Betawi.

Pembentukan komunitas etnis secara umum dipengaruhi beberapa faktor yang membedakan dengan etnis lain. Faktor tersebut berupa persamaan geografis, kepercayaan, adat istiadat, mitos, maupun sejarah yang unik. Adat istiadat tersebut kemudian membentuk sebuah kebudayaan yang merupakan ukuran serta pedoman kehidupan manusia. Budaya menjadikan manusia memiliki nilai yang menjadi dasar setiap langkah yang akan dilakukannya.4

Seluruh rangka kebudayaan dan etnis Betawi, ada beberapa wilayah yang mengembangkan budaya tersebut dan berusaha melestarikannya yang di antaranya; Setu Babakan, Rawa Belong, Lebak Bulus, Lengkong Wetan, dan Lain-lainnya. Kebudayaan yang berkembang dalam suatu masyarakat biasanya merupakan sumber acuan bagi mereka dalam merespon berbagai perubahan. Sistem kebudayaan tersebut akan menyeleksi perubahan ditolak atau diterima oleh masyarakat.

Selain kebudayaan, agama berperan penting di masyarakat dalam menanggapi perubahan sosial. Agama dalam pendekatan sejarah merupakan artikulasi dalam perkembangan sejarah. Perubahan yang dimaksud meliputi hingga meluas pada penyebaran dan perkembangan agama.5 Dengan demikian, suatu agama yang masuk pada masyarakat tidak pernah bisa ditemukan dalam bentuk aslinya secara utuh, selalu ada pelenturan nilai-nilai (fluiditas).6

4 Budiono, Herusatoto, Simbolisme dalam Budaya Jawa, (Yogyakarta: Hindita Graha Widia, 2000), h. 7. 5 M. Ridwan Lubis, Agama dalam Perbincangan Sosiologi, (Bandung: Citapustaka, 2010), h. 9. 6 Dadang Kahmad, Sosiologi Agama; Potret Agama dalam Dinamika Konflik, (Bandung: Pustaka Setia, 2011), h. 15. Lihat juga dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Fluiditas memiliki satu arti. Fluiditas memiliki arti dalam kelas adjektiva atau kata sifat sehingga fluiditas dapat mengubah kata benda atau kata ganti, biasanya dengan menjelaskannya atau membuatnya menjadi lebih spesifik. 3

Pentingnya nilai-nilai juga termuat dalam pandangan masyarakat Betawi terhadap kepemimpinan. Ridwan Saidi menjelaskan bahwa penghormatan masyarakat Betawi kepada Guru7 dan Mualim (ulama).8 Secara umum masyarakat Betawi menghargai jawara9 dan ulama yang merupakan bukan bentuk konfrontasi10, melainkan hubungan fungsional11 yang saling terikat.12

Lengkong merupakan sebuah daerah yang kental akan keagamaan dan budayanya. Hal ini dibuktikan banyaknya pesantren yang berdiri dan bertahan di sana. Kondisi tersebut juga menyebabkan Lengkong dikenal dengan istilah Lengkong Ulama.13 Dalam perkembangannya Lengkong mengalami perluasan wilayah sehingga muncul berbagai nama Lengkong lainnya, yaitu: Lengkong Ulama, Lengkong Karya, Lengkong Gudang, Lengkong Wetan, dan sebagainya. Diantara sekian banyak Lengkong, Lengkong Wetan, Kecamatan Serpong, Tangerang Selatan adalah wilayah yang dikenal sebagai tempat berkembangannya komunitas Betawi yang masih sangat mepertahankan kebudayaannya.

Beberapa kebudayaan yang masih bertahan di Lengkong Wetan diantaranya; Pencak Silat14, Buka Palang Pintu15, dan Kesenian Lenong16.

7 Pengertian Guru yang penulis maksud merupakan orang yang berpendidikan serta mengajar pendidikan, seperti pada sekolah-sekolah lainnya. Secara umum tidak ada perbedaan guru yang dipahami oleh masyarakat Betawi dan masyarakat lainnya. 8 Pengertian Ulama yang penulis maksud merupakan orang yang ahli dalam ilmu-ilmu keislaman. Lihat dalam buku Ridwan Saidi, Profil Orang Betawi, Asal-Usul, Kebudayaan, dan Adat Isitadatnya, (Jakarta: PT Gunara Kata, 2001), h. 88. 9 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Arti kata Jawara ialah Pendekar atau jagoan. Wawancara dengan Rahmat Hidayat di Lengkong Wetan tanggal 26 januari 2018. Istilah jawara bagi masyarakat natif Betawi yaitu Juware atau Juara yang tidak terkalahkan dalam hal bela diri “maen pukulan” atau pencak silat.

10 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Konfrontasi yang berarti permusuhan atau pertentangan. 11 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Fungsional berarti dilihat dari segi fungsi: kedua kata itu secara fungsional sepadan. 12 Rakhmad Zailani Kiki dkk, Geneologi Intelektual Ulam Betawi, (Jakarta: Jakarta Islamic Center, 2011), 23. 13 Firman Firdaus, “Persepsi Masyarakat Pribumi Terhadap Pendatang di Kampung Lengkong Ulama Tangerang ” dalam Skripsi Fakultas Psikologi, Uin Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2008, h. 8. 14 Silat secara umum dipahami sebagai bentuk bela diri dalam rangka menghindari atau menyelamatkan diri dalam sebuah perkelahian. Silat merupakan inti dari pembelaan dari 4

Meskipun di wilayah lengkong wetan dan sekitarnya mengalami proses modernisasi, masyakat masih sangat antusias dalam melestarikan warisan budaya itu. salah satunya upaya para sesepuh dan masyarakat lengkong wetan yaitu dengan mengenalkan dan mengajarkan budaya Betawi itu sendiri kepada anak, cucu mereka secara langsung. Sehingga eksistensi keberadaan tradisi itu diharapkan terus berlanjut.

Agama dan budaya yang melekat pada masyarakat Betawi Lengkong Wetan merupakan salah satu contoh atau bukti eksistensi17 sejarah. Bahkan pada zaman modern dengan kemajuan teknologi yang signifikan seperti saat ini masyarakat Betawi Lengkong Wetan masih mempertahankan budayanya yang kental dengan nilai-nilai Islam di dalamnya. Hal ini menjadikan penulis tertarik untuk meneliti “Nilai-Nilai Islam Pada Budaya Betawi di Lengkong Wetan, Serpong, Tangerang Selatan” dan apa saja kiat-kiat masyarakatnya dalam melestarikan tradisi leluhur.

B. Batasan dan Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis membatasi penelitian agar lebih fokus dan terarah pada masalah apa saja nilai-nilai Islam yang terdapat

tanpa mengenal tempat dan keadaan. Lihat juga Keluarga Pencak SIlat Nusantara (KPSN), Buku Pelajaran Pencak Silat Nusantara (Jakarta:KPSN, 2011), Hlm. 2 15 Buka Palang Pintu merupakan tradisi yang memiliki nilai kebudayaan bagi masyarakat Betawi dan kerap dijumpai dalam acara pernikahan. Secara etimologi palang berarti balok atau melintang, sedangkan pintu adalah lubang atau jalan untuk masuk dan keluar. Terminology palang pintu diambil dari kiasan pada Betawi zaman dulu. Lihat juga Devi Roswita, “Tradisi Buka Palang Pintu: Transformasi Tradisi Upacara Menuju Komoditas” dalam Jurnal Fisip UI, tahun 2013. Hlm. 7. 16 Kesenian Lenong merupakan seni peran yang menggabungkan berbagai macam kegiatan seni seperti, musik, tari, nyanyi dan peran. Secara umum, pertunjukan Lenong tanpa scenario, pemainnya melakukan adegan-adegan sesuai dengan arahan pemimpin. Lihat dalam buku Abdul Chaer, Foklor Betawi Kebudayaan dan Kehidupan Orang Betawi, (Jakarta: Masup Jakarta, 2012). Hlm 204, pemikiran dan pendapat serupa juga dikemukakan Adbul Qodir, selaku Ketua IRMAS, Remaja Seni di Lengkong Wetan, wawancara pribadi, Lengkong Wetam. 13November 2017. 17 Eksistensi berasal dari kata bahasa latin existere yang artinya muncul, ada timbul memiliki keberadaan aktual. Kamus besar bahasa Indonesia. Jakarta: balai pustaka. 1997. hal. 253. Menurut buku Lorens Bagus (1996). Kamus filsafat. Jakarta: gramedia. Hlm. 183-185. Terdapat beberapa pengertian tentang exsistensi yang dijelaskan menjadi 4 pengertian. Pertama, esistensi adalah apa yang ada. Kedua, exsistensi adalah apa yang memiliki aktualitas. Ketiga, exsistensi adalah segala sesuatu yang dialami dan menekankan bahwa sesuatu itu ada. Keempat, exsistensi adalah kesempurnaan. 5

pada budaya Betawi di Lengkong Wetan, Serpong, Tangerang Selatan? Adapaun rumusan masalahnya adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana kondisi agama dan budaya di Lengkong Wetan, Tangerang Selatan? 2. Apa saja nilai-nilai Islam yang terkandung dalam budaya Betawi di Lengkong Wetan, Serpong, Tangerang Selatan? 3. Bagaimana masyarakat Lengkong Wetan, Serpong, Tangerang Selatan dalam mempertahankan serta melestarikan budaya Betawi? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui kondisi keagamaan dan kondisi kebudayaan di Lengkong Wetan, Serpong, Tangerang Selatan. 2. Untuk mengetahui apa saja nilai-nilai Islam yang terkandung dalam budaya Betawi di Lengkong Wetan, Serpong, Tangerang Selatan 3. Untuk mengetahui peran dan kontribusi tokoh masyarakat dan alim ulama dalam penerapan tradisi pada masyaraat di Lengkong Wetan, Serpong, Tangerang Selatan.

Adapun manfaatnya adalah sebagai berikut:

1. Bagi Kampus sebagai sumbangan hasil karya penelitian untuk Fakultas Adab dan Humaniora khususnya di Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam dan umumnya untuk UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Bagi masyarakat sebagai tambahan informasi mengenai kajian tentang nilai-nilai islam yang terdapat pada tradisi kebudayaan Betawi di masyarakat Lengkong Wetan kecamatan serpong tangerang selatan. 3. Penelitian ini secara kelembagaan akademik untuk pengembangan ilmu-ilmu sosial kemasyarakatan, terutama ilmu sejarah.

6

D. Tinjauan Pustaka

Terdapat beberapa penelitian terkait tema agama dan budaya di Lengkong Wetan. Berikut rinciannya.

Pertama skripsi yang berjudul “Penerimaan Masyarakat Betawi Muslim Terhadap Kesenian Musik Gambang Kromong dan Tari Ronggeng Blantek di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan” yang ditulis oleh Siti Uswatun Chasanah, Mahasiswa Universitas Negeri Islam Syarif Hidayatullah Jakarta, Jurusan Sejarah dan kebudayaan Islam, pada tahun 2014. Yang isinya membahas mengenai penerimaan masyarakat muslim betawi di Setu Babakan terhadap kesenian musik gambang kromong dan tari ronggeng. Persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah kebudayaan Betawi yang menjadi objek material penelitiannya. Adapun perbedaannya dengan penelitian yang akan dilakukan adalah jenis budaya Betawi serta daerah yang ditelitinya. Penulis meneliti daerah Lengkong Wetan, sedangkan Siti Uswatun meneliti di daerah Setu Babakan.

Kedua skripsi yang berjudul “Peran Perkampungan Betawi Setu Babakan dalam Melestarikan dan Mengembangkan Budaya Betawi (2004 – 2007)” ditulis oleh Yulia Kartika pada Jurusan Sejarah Kebudayan Islam, Fakultas Adab dan Humaniora, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2009. Skripsi tersebut terfokus pada sejauh mana upaya masyarakat Setu Babakan dalam mempertahankan serta melestarikan budaya Betawi. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah perbedaan daerah serta persoalan nilai- nilai Islami dalam kebudayaan Betawi. Penulis mengambil daerah Lengkong Wetan sebagai objek penelitian. Sedangkan penelitian Yulia Kartika mengambil daerah Setu Babakan dan hanya menjelaskan persoalan pelestarian kebudayaan Betawi.

Ketiga penelitian Saidun Derani berjudul “Ulama Betawi Perspektif Sejarah” dalam Jurnal Turats Vol. XIX No. 2 Tahun 2013, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Pada penelitian tersebut menjelaskan islamisasi atau penyebaran Islam serta kontribusi keilmuan Muslim di Betawi. Hasilnya ulama 7

Betawi cukup signifikan dalam pembangunan bangsa dalam transmisi keilmuan. Penelitian ini menjadi rujukan penulis sebagai landasan teori Islamisasi di Betawi.

Selain skripsi dan penelitian dalam jurnal, terdapat beberapa buku yang membahas budaya maupun keislaman Betawi. Di antaranya adalah buku yang ditulis oleh Abdul Aziz berjudul Islam dan Masyarakat Betawi. Buku tersebut menjelaskan tentang perkembangan masyarakat Betawi dalam menghadapi perubahan zaman. Kemudian buku yang ditulis oleh Abdul Chaer, pada tahun 2012 berjudul Foklor Betawi Kebudayaan dan Kehidupan Orang Betawi, pembahasannya sangat tertuju pada masyarakat Betawi, dari budaya masyarakatnya, kesenian, tradisi masyarakat, sampai busana dan arsitektur bangunannya pun dibahas, namun secara detail pembahasan mengenai nilai- nilai Islam dalam Betawi itu sendiri belum dijelaskan secara menyeluruh. Selain itu juga terdapat buku Geneologi Intelektual Ulama Betawi yang diterbitkan oleh Pusat Pengkajian dan Pengembangan Islam Jakarta, Jakarta Islamic Centre pada tahun 2011. Buku tersebut merupakan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rakhmad Zailani Kiki dkk, serta dibimbing oleh Azyumardi Azra dan Ridwan Saidi.

Dari tinjaun pustaka di atas terdapat beberapa persamaan dan perbedaan. Persamaannya secara umum terletak pada kebudayaan Betawi yang diteliti. Selain itu teori yang digunakan mengacu pada buku-buku memiliki kesamaan yaitu teori Islamisasi serta penyebaran jaringan ulama di Betawi. Adapun perbedaannya adalah penulis lebih spesifik di daerah Lengkong Wetan, Serpong, Tangerang Selatan. Sejauh ini belum ada penelitian mengenai kebudayaan dalam perspektif sejarah di Lengkong Wetan, Serpong, Tangerang Selatan. Oleh karena itu penelitian ini bersifat baru dan original.

E. Kerangka Teori Teori yang digunakan penulis untuk meneliti nilai-nilai Islam pada budaya Betawi ini adalah teori perubahan sosial, fungsionalisme dan teori Islamisasi. Untuk lebih jelasnya akan dibahas satu persatu di bawah ini. Teori perubahan sosial yang digunakan merupakan teori dalam perspektif sejarah. 8

Sebagaimana pendapat Kartodirjo bahwa perubahan sosial merupakan gejala sejarah atas proses terjadinya perubahan dalam konteks sosial.18 Berikut penjelasan detail mengenai teori-teori yang digunakan. 1. Perubahan Sosial Perubahan merupakan suatu kondisi yang berbeda dari sebelumnya dengan kondisi yang terjadi saat ini. Adanya perubahan merupakan hasil perbandingan waktu tertentu yang terjadi pada satu masyarakat. Dalam perubahan tentunya memuat proses terbentuknya perubahan itu sendiri. Proses tersebut menunjukkan sebuah gejala sejarah. Gejala sejarah juga memuat persoalan hubungan kausal sekaligus proses yang terjadi dari sebelum hingga sesudah adanya perubahan.19 Dalam perubahan sosial setidaknya memuat dua unsur: a. Dinamika masyarakat memajukan tingkat perubahan ke arah yang lebih maju dengan melihat berbagai faktor yang melatarbelakangi perubahan tersebut.

b. Arah perubahan sosial menuju dari sederhana ke bentuk yang lebih kompleks, dengan kata lain menuju pada arah yang lebih baik.20

Dalam teori perubahan sosial, Talcot Parson berpendapat bahwa asumsi terjadinya perubahan sosial berasal dari hubungan antar lembaga atau komunitas dalam masyarakat yang berakibat pada perubahan sistem sosial (seperti bahasa maupun budaya) maupun struktur sosial (peran dan fungsi). Adapun sumber perubahan sosialnya berasal dari faktor endogen mencakup sistem masyarakat itu sendiri dan eksogen berupa masyarakat pendatang atau dari luar.21

18 Sartono Kartodirjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1992), h. 4 19 Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2013), h. 78. 20 Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metode Sejarah (Jakarta: Gramedia, 1992), h. 99. 21 Syamsir Alam dan Amir Fadhilah, Sosiologi Pedesaan, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2008), h. 126. 9

2. Fungsionalis

Selain teori perubahan sosial, penulis juga menggunakan teori fungsionalis tentang kebudayaan yang dikemukakan Bronislow Malinowski (1884-1942). Menurut Malinowski, bahwasannya semua unsur kebudayaan akan bermanfaat bagi masyarakat atau dengan kata lain bahwa fungsionalisme berpandangan bahwa kebudayaan mempertahankan setiap pola kelakuan yang sudah menjadi kebiasaan, yang sudah merupakan bagian kebudayaan dalam suatu masyarakat. 22

Inti teori fungsionalisme adalah bahwa segala aktifitas kebudayaan yang di lakukan oleh masyarakat sebenarnya mempunyai maksud untuk memuaskan suatu rangkaian dari sejumlah kebutuhan naluri manusia yang berhubungan dengan seluruh kehidupannya (pemenuhan kebutuhan). Teori tersebut di gunakan untuk menjelaskan nilai-nilai yang terdapat dan terkandung di budaya Betawi, untuk mengukuhkan keberadaan nilai-nilai islam dalam masyarakat, serta memahami dan memaknai simbol-simbol sebagai satu kesatuan yang mutlak di sadari, agar dapat menjelaskan permasalahan yang di teliti. Dengan menggunakan teori ini, di harapkan dapat membantu peneliti untuk mengetahui internalisasi nilai-nilai islam dalam budaya tersebut.

3. Islamisasi

Masyarakat Betawi yang kental akan nilai-nilai religusnya mengharuskan penelitian ini mengkaji lebih mendalam mengenai agama serta teori masuknya Islam ke lengkong. Sebagaimana agama dalam perspektif sejarah merupakan respon terhadap perubahan sosial. Peranan sejarah dalam konteks agama adalah menggambarkan perubahan sosial yang terpengaruh agama.23 Hal tersebut dipertegas oleh Max Weber bahwa agama mempengaruhi pandangan hidup manusia terhadap perubahan yang terjadi di masyarakat.24 Adapun teori untuk mengupas masuknya agama Islam disebut

22 Koentjaraningrat, Sejarah Teori Antropologi I, (Jakarta: UI Press, 1980), h. 167. 23 M. Ridwan Lubis, Agama dalam Perbincangan Sosiologi, (Bandung: Citapustaka, 2010), h. 9. 24 Syamsuddin Abdillah, Agama dan Masyarakat Pendekatan Sosiologi Agama, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), h. 91. 10

dengan teori Islamisasi. Islamisasi adalah teori yang menjelaskan proses dan berkembangnya Islam, khususnya di Indonesia.

Adapun teori Islamisasi yang digunakan penulis adalah teori Syekh Quro. Teori ini juga dibahas oleh Saidun Derani dalam Jurnal Turats. Teori tersebut merupakan teori yang jelas dan tegas dalam menjelaskan sejarah masuknya Islam di Betawi. 1) Teori Syaikh Quro Menurut Ridwan Saidi, Islam pertama kali masuk ke tanah Betawi dibawakan oleh Syaikh Hasanuddin yang kemudian dikenal dengan Syekh Quro. Syekh Quro merupakan ulama berasal Kamboja yang menyebarkan Islam ke Betawi pada tahun 1409.25 Selain itu didukung dengan para pedagang Muslim sudah berlalu lalang pada adab ke 7 masehi ke pelabuhan Nusantara, berniaga ke Cina. Teori ini menegaskan mengapa komunitas Muslim di Nusantara pada umumnya seperti Petani, Malaka, Sumatera, Champa.26 Penerimaan Islam di Betawi yang dibawakan oleh Syekh Quro tidak terlepas dari metode dakwah persuasif. Cara-cara dakwah yang bersifat persuasif inilah yang menyebabkan Islam bisa diterima pada masa Hindu Budha. Hal ini dikarenakan ulama atau mubaligh yang menyebarkan Islam memiliki ilmu keislaman serta memahami jiwa masyarakat yang menjadi sasaran dakwah.27

Syekh Quro adalah putra dari salah seorang ulama besar di Makkah, yaitu Syekh Yusuf Siddik yang menyebarkan agama Islam di Campa. Syekh Yusuf Siddik masih keturunan Sayidina Husain bin Sayyidina Ali Karamallaahu wajhah. Tidak diketahui dengan pasti tentang riwayat masa kecil dari Syekh Quro. Sumber tertulis hanya menjelaskan bahwa pada tahun 1409 masehi, setelah berdakwah di Campa dan Malaka, Syekh Quro

25 Rakhmad Zaili Kiki Dkk, Geneologi, h. 31. 26 Saidun Derani, “Ulama Betawi Perspektif Sejarah” dalam Jurnal At-Turats Vol. XIX No.1 Fakultas Adab dan Humaniora, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2012, h. 114- 115. 27 Saidun Derani, “Ulama Betawi Perspektif Sejarah” dalam Jurnal At-Turats Vol. XIX No.1 Fakultas Adab dan Humaniora, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2012, h. 118. 11

mengadakan kunjungan ke daerah Martasinga Pasambangan dan Japura hingga akhirnya sampai ke pelabuhan Muara Jati, . Beberapa tahun kemudian, Syekh Quro kembali ke wilayah Pajajaran. Ia kembali bersama pengiringnya menumpang kapal yang dipimpin Laksamana Cheng Ho dalam perjalanannya menuju Majapahit. Dalam pelayarannya itu, armada Cheng Ho tiba di Pura Karawang, Syekh Hasanuddin beserta para penggiringnya turun di Karawang.28

F. Metodologi Penelitian 1. Metode Penelitian

Dalam melakukan penelitian pada kajian sejarah perlu menggunakan pemahaman metode sejarah. Metode sejarah adalah suatu proses menguji dan menganalisis secara kritis terhadap rekaman dan peninggalan masa lampau berdasarkan data-data yang telah diperoleh.29

2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data menggunakan dua teknik, library research (pencarian data kepustakaan) dan field research (penelitian lapangan).30

a. Library Research merupakan studi kepustakaan. Teknik ini merupakan pencarian data dari sumber-sumber tertulis yang ada dalam kepustakaan. Penulis mencari dan mengumpulkan data dari perpustakaan meliputi buku terkait Nilai-nilai Islam dan budaya Betawi maupun skripsi yang berkaitan dengan penelitian ini. Pencarian dilakukan di Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah dan perpustakaan fakultas Adab dan Humaniora. Adapun data yang dikumpulkan melalui kepustakaan di antaranya adalah: Sejarah Kampung Lengkong, ditulis oleh Mukri Mian, Profil Orang Betawi, Asal-Usul, Kebudayaan, dan Adat Isitadatnya ditulis oleh Ridwan Saidi, Geneologi Intelektual Ulam Betawi ditulis oleh Rakhmad Zailani

28 Rakhmad Zailani Kiki Dkk, Geneologi, h. 32-34. 29 Louis Gottshalck, Mengerti Sejarah, Terj. Nugroho Susanto (Jakarta: Universitas Indonesia, Press, 2008), h. 39 30 Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah, (Jakarta: Logoso Wacana Ilmu, 1999), h. 107. 12

Kiki dkk. Arkeologi Islam Nusantara ditulis oleh Uka Tjandrasasmita, Foklor Betawi: Kebudayaan dan Kehidupan Orang Betawi ditulis oleh Abdul Chaer, Islam dan Masyarakat Betawi ditulis oleh Abdul Aziz. serta jurnal terkait Betawi, Islam dan Kebudayaannya di antaranya: “Ulama Betawi Perspektif Sejarah” ditulis oleh Saidun Derani dalam Jurnal Turats, Fakultas Adab, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, “Kajian Pola Pemukiman Kampung Lengkong Ulama, Serpong” ditulis oleh Muammar Khamdevi dalam Jurnal Dimensi, dan “Indahnya Betawi” ditulis oleh Mita Purbasari dalam Jurn al HUMANIORA Universitas Bina Nusantara. b. Field Research merupakan teknik pengumpulan data yang diambil dari lapangan penelitian. Dalam mengambil data dari lapangan, penulis menggunakan tiga teknik. Berikut uraian detailnya: a) Observasi (Pengamatan)31: Merupakan pengamatan secara langsung di daerah Lengkong Wetan, Serpong, Tangerang Selatan serta fenomena yang berkaitan dengan nilai-nilai Islam pada budaya Betawi. Selanjutnya penulis menyimpulkan mengenai nilai-nilai Islam dalam budaya Betawi di Lengkong Wetang, Serpong, Tangerang Selatan. b) Wawancara32: merupakan teknik pengambilan data menggunakan tanya jawab kepada narasumber yang dipilih. Adapun narasumbernya diambil dari orang-orang yang mengetahui secara langsung mengenai kebudayaan maupun keislaman yang ada di Lengkong Wetan, Serpong Tangerang Selatan. Sedangkan teknik wawancaranya menggunakan pendekekatan semistrukur, yakni campuran antara wawancara terstruktur dan tidak terstruktur. Hal ini dilakukan dalam rangka memberikan keleluasaan terhadap penulis serta narasumber agar mendapatkan informasi tepat. Penulis memilih 8 (delapan) narasumber yang diwawancarai. Berikut uraian detailnya: 1. Amil Husein; selaku orang yang bertanggung jawab dalam persoalan keagamaan Islam di Lengkong Wetan.

31 Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori & Praktek H. 143 32 Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori & Praktek H. 160-161 13

2. Ibrahim bin Mulud; selaku pengasuh dan pengajar Rumah Seni Budaya Betawi di Lengkong Wetan. 3. Rahmat Hidayat; selaku pengasuh dan pengajar Rumah Seni Budaya Betawi di Lengkong Wetan. 4. Wasri Susanto; selaku ketua RW di Lengkong Wetan 5. Sardadi; selalu sesepuh dan tokoh masyarakat di Lengkong Wetan. 6. Junaedi; selaku anggota Persatuan Pendekar Persilatan dan Seni Budaya Betawi Indonesia (P3SBBI). 7. Reni; merupakan tokoh masyarakat dan selaku ketua Posyandu di Lengkong Wetan. 8. Abdul Qadir; pengurus Ikatan Remaja Masjid. c) Dokumentasi33: merupakan mengumpulkan data dengan cara mengambil pengumpulan data menggunakan metode kepustakaan dengan mengakses beberapa sumber-sumber tertulis berupa Buku, Jurnal serta situs Internet. Dalam tahap dokumentasi harus diuji melalui kritik yang bersifat internal dan eksternal.34 Kritik internal peneliti untuk dapat menilai kelayakan dan keaslian sember atau menguji lebih jauh dokumen tersebut, artinya peneliti ingin menguji seberapa jauh dapat dipercaya kebenaran dari informasi yang diberikan. Dalam kritik intern ditunjukan untuk dapat memahami sebuah teks. Tahap selanjutnya kritik ekternal dilakukan untuk mengetahui atau menguji keaslihan suatu sumber. Usaha dalam mendapatkan bukti sumber otentik dengan melakukan penelitian terhadap sebuah sumber. Dalam kritik ekternal berfungsi sebagai berikut: 1). Apakah sumber tersebut merupakan salah satu sumber yang kita butuhkan. 2). Apakah itu merupakan sumber salah satu yang asli. 3). Apakah sumber tersebut masih ada atau sudah mengalami suatu perubahan.

33 Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori & Praktek H. 175 34 M. Dien Madjid, Johan Wahyudhi, Ilmu Sejarah Sebuah Pengantar, (Jakarta: Kencana, 2014). Cet 1. H.223-224. 14

3. Teknik Pengolahan Data

Penulis menggunakan teknik analisis hystoris dan analisis deskriptif. Analisis hystoris atau analisis sejarah merupakan pemahaman terhadap hubungan antara masalah dengan data35 yang ditemukan yang dikaji dengan teori.36 Adapun descriptive-analisys atau analisis deskripsi merupakan mengolah data dengan menggambarkan secara runtut dan menuliskannya dalam laporan penelitian.

4. Teknik Penulisan

Teknik penulisannya menggunakan historiografi yang merupakan fase terakhir dalam penelitian sejarah, di mana pada fase ini akan didapatkan hasil tulisan sejarah yang tentunya berbeda dengan sosiologi ataupun disiplin ilmu sosial lainnya. Hal ini dikarenakan dalam penulisan sejarah, kronologi merupakan sebuah faktor penting yang membedakannya dengan tulisan lainnya.

5. Pedoman Penulisan

Panduan penulisan skripsi ini berdasarkan pada Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2017 yang diterbitkan oleh Lembaga Penjamin Mutu (LPM) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

G. Sistematika Penulisan

Sebuah peristiwa sejarah yang diteliti dengan metodologi dan pembagian babakan, harus dibagi sesuai sistematika serta kaidah dalam penelitian sejarah. Pembabakan tahapan pembahasan cerita peristiwa sejarah, dapat dibagi dalam beberapa bab dan sub-bab, yang sifatnya tidak mengikat

35 Data sebagai bahan memerlukan pengolahan, penyeleksian, pengkatagorian, dengan merujuk kreteria tertentu. Dan kreteria ini sangat bergantung kepada subjek yang melakukan pengkajian. Misalnya, kuesioner hasil survey pedesaan memuat banyak data masyarakat pendesaan. Lihat juga Kartodirdjo. Pendekatan Ilmu Sosial dam Metodologi Sejarah. Hlm. 17. 36 Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah, h. 144. 15

dan tidak dibatasi jumlahnya. Pada penelitian sejarah, sebuah peristiwa sejarah selalu didasarkan pada kaidah dasar, yaitu awal, saat, dan akhir peristiwa.37

Secara keseluruhan skripsi ini terbagi ke dalam lima bab, adapun berikut rinciannya:

Bab I adalah pendahuluan, diantaranya latar belakang masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teoritik, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II adalah membahas mengenai seputar daerah Lengkong Wetan, secara geografis dan demografis, dilanjutkan dengan pembahasan sejarah Lengkong, mengenai kondisi sosial keagamaan dan kondisi sosial kebudayaan masyarakat Lengkong Wetan, dan di akhir pembahasan, penulis menyisipkan pembahasan mengenai keseharian masyarakat Lengkong Wetan, pada pembahasan ini penulis lebih tertuju pada kesenian dan kebudayaan masyarakat.

Bab III adalah Islam dan Budaya di Betawi, pada bagian ini terbagi dalam tiga Sub, yaitu masuknya Islam di Betawi, bentuknya Islamisasi di Betawi dan budaya Betawi.

Bab IV merupakan kelanjutan dari bab sebelumnya, yang membahas tentang nilai-nilai Islam pada budaya Betawi di Lengkong Wetan. Adapun pembahasannya terbagi menjadi empat Sub, yaitu perkembangan Islam di Lengkong Wetan, Budaya Betawi di Lengkong Wetan dan yang terakhir nilai- nilai Islam dalam Budaya Betawi di Lengkong Wetan.

Bab V adalah akhir dari seluruh proses penelitian ini, didalamnya berisi tentang analisa dan hal-hal yang berkaitan dengan keadaan proses penelitian ini. bagian inilah yang menjadi akhir dari seluruh rangkaian penelitian, tentang pembahasan suatu tema dari sebuah peristiwa suatu sejarah.

37 Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah, hlm. 69. BAB II

GAMBARAN UMUM LENGKONG WETAN

A. Kondisi Geografis Lengkong Wetan

Lengkong Wetan38 merupakan salah satu kelurahan yang ada di Kecamatan Serpong, Kabupaten Tangerang Selatan, Provinsi Banten. Kelurahan Lengkong wetan memiliki luas wilayah 250,50 km, dengan jarak dari kelurahan Lengkong Wetan sampai pusat Pemerintahan Kecamatan yaitu 7,5 km, jarak dari kelurahan Lengkong Wetan sampai pusat Pemerintahan Kota yaitu 16,6 km, jarak dari kelurahan Lengkong Wetan sampai Kota/Ibu Kota Kabupaten yaitu 16,6 km, dan jarak dari kelurahan Lengkong Wetan sampai Ibu Kota Provinsi yaitu 72 km.39

Kelurahan Lengkong wetan terdiri dari 12 Rw, yang di dalamnya terdapat 36 Rt. 12 Rw ini tersebar di seluruh wilayah Barat, timur, Utara, dan Selatan. Sama halnya dengan kelurahan-kelurahan di Indonesia pada umunya, di Lengkong Wetan juga mempunyai Visi dan Misi yang dijadikan pedoman

38 Menurut sejarah Lengkong Wetan, bahwa Lengkong Wetan itu berasal dari ata LINKON atau LENCKONG (menurut Bahasa Belanda) wilayah Lengkong dulunya adalah bagian dari Kesultanan Banten. Yang berkuasa dari tahun 1651-1672. Sultan Banten di perintah oleh Sultan Abdul Fath atau yang lebih dikenal dengan nama Sultan Ageng Tirtayasa. Dalam pemerintahannya Banten mengalami masa kejayaan, abik dibidang perdagangan dalam dan luar negri dan pada waktu itu Sultan Ageng Tirtayasa tidak menyukai VOC dengan alasan pertama VOC merebut wilayah kekuasaannya, alasan yang kedua pihak sering terjadi didaerah Banten dan Batavia disekitar Angke, Pesing dan Tangerang. Salah satu penyerangan pasukan Sultan Ageng Tirtayasa adalah ke Lengkong. Wetan adalah suatu wilayah yang letaknya disebelah timur Lengkong Kiai, sedangkan sebelah Selatan adalah Lengkong Gudang, Lengkong yang dahulunya terbilang luas sehingga nama Linkon yang menurut bahasa Belanda menjadi Lengkong sedangkan sebelah timur disebut Wetan, maka di gabungkan nama tersebut menjadi satu yaitu Lengkong Wetan. Kepimpinan Desa/Dusun pada Tahun: 1). Pada Tahun 1943-1945 di Pimpin oleh Isa Ingking. 2). Pada Tahun 1945-1946 di Pimpin olleh Kinan. 3). Pada Tahun 1947-1979 di Pimpin oleh H. M. Sirin Bin Encin. 4). Pada Tahun 1980-1988 di Pimpin oleh H.M. Amin. 5). Pada Tahun 1989-1998 di Pimpin oleh H. M. Siran. Perubahan status Desa menjadi Kelurahan berdasarkan Perbup Tanggal 19 September 2005 bersama dengan 76 Desa lainnya di Kabupaten Tangerang berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Tangerang No. 3 Tahun 2005. Kelurahan Lengkong Wetan bagian dari Wilayah Kabupaten Tangerang. Berdasarkan Undang-Undang No. 51 Tahun 2008 tentang pembentukan Kota Tangerang Selatan, maka Kelurahan Lengkong Wetan bagian dari Wilayah Kota Tangerang Selatan. Di lihat dari Profil Kelurahan Lengkong Wetan. 39 Bersumber dari buku Monografi kelurahan Lengkong Wetan mengenai monografi kelurahan Lengkong wetan.

16

17

demi membangun dan mengembangkan wilayahnya. Adapun Visi dan Misi kelurahan lengkong Wetan yaitu:

Visi

“Terciptanya Masyarakat Lengkong Wetan yang Mandiri, Partisipatif, Demokrasi Dan Berwawasan Luas.”40

Misi

 Meningkatkan Profesionalisme para Aparatur di tingkat Kelurahan Lengkong wetan dalam rangka pelayanan.  Mewujudkan peran serta masyarakat dalam meningkatkan perekonomian dan daya beli.41

Adapun batas wilayah kelurahan Lengkong Wetan yaitu; sebelah Utara Kelurahan berbatasan dengan kecamatan Serpong Utara, sebelah Selatan kelurahan berbatasan dengan kelurahan Lengkong Gudang/Lengkong Gudang Timur, sebelah Barat kelurahan berbatasan dengan kecamatan Pagedangan, dan sebelah Timur kelurahan berbatasan dengan kecamatan Pondok Aren.42

Dikutip dari buku laporan tahunan pemerintahan kelurahan Lengkong Wetan mengenai data monografi kelurahan, pada bulan September 2017 jumlah penduduk kelurahan Lengkong Wetan tercatat sebanyak 8810 jiwa, dengan rincian 4498 laki - laki, dan 4312 perempuan, dalam golongan usia 0- 15 tahun sebanyak 1724, usia 15-65 tahun sebanyak 6260, dan usia 65 ke atas sebanyak 826, sedangkan jumlah kepala keluarga (KK) yang terdapat di Lengkong wetan berjumlah 3478 KK.43

40 Bersumber dari data arsip kelurahan Lengkong Wetan mengenai profil Kelurahan Lengkong Wetan, sumber serupa dapat dilihat di pamplet/ banner di kelurahan Lengkong Wetan. 41 Bersumber dari data arsip kelurahan Lengkong Wetan mengenai profil Kelurahan Lengkong Wetan, sumber serupa dapat dilihat di pamplet/ banner di kelurahan Lengkong Wetan. 42 Bersumber dari buku Monografi kelurahan Lengkong Wetan mengenai monografi kelurahan Lengkong wetan. 43 Bersumber dari Profil Kelurahan Lengkong Wetan 18

Dilansir dari data yang tersimpan di buku tahunan kelurahan Lengkong Wetan mengenai monografi daerah pada tahun 2017, Mata pencaharian/pekerjaan penduduk Lengkong Wetan dapat dilihat pada rincian berikut :

1. Karyawan: a) Pegawai Negeri Sipil berjumlah 80 orang b) ABRI berjumlah 7 orang 2. Wiraswasta/Pedagang berjumlah 1851 orang 3. Petani berjumlah 7 orang 4. Pertukangan berjumlah 38 orang 5. Buruh Tani berjumlah 15 orang 6. Pensiunan berjumlah 11 orang 7. Pemulung berjumlah 8 orang 8. Jasa berjumlah 1642 orang.44 B. Sejarah Lengkong

Lengkong merupakan daerah yang secara geografis berada di Tangerang dengan beretnis Sunda, Jawa, Betawi, dan Arab. Lengkong juga kerap disebut dengan Lengkong Ulama, Lengkong Alit, maupun Lengkong Sumedang. Penamaan Lengkong sendiri tidak lepas dari aspek sejarah munculnya kampung lengkong. Seperti Lengkong Ulama dinisbahkan karena Lengkong merupakan daerah dengan kondisi religius yang sangat tinggi.

Lengkong dicetuskan oleh Raden45 Aria Wangsakara46 atau yang dikenal dengan Haji Wangsakara atau Lenyep47. Pada tahun 1628 Raden

44 Bersumber dari buku Monografi kelurahan Lengkong Wetan mengenai monografi kelurahan Lengkong wetan. 45 Raden adalah gelar putra dan putri raja atau sapaan kepada keturunan raja atau bangsawan (keturunan raja). Mahmud bin Bakyr, Kamus Bahasa Melayu Nusantara (Bandar Seri Begawan: Dewan Bahasa dan Pustaka Brunei, 2003), hal. 2190. Lihat juga Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Pengembangan Bahasa, hal. 718. 46 Raden Aria Wangsakara salah satu ulama yang berperan dalam pengembangan Islam di Tangerang, yang berpusat di Kampung Lengkong Ulama, Desa Lengkong Kulon, Kecamatan Pagedangan, Tangerang, Banten. Selain sebagai seorang mubaligh Islam, dia juga dikenal sebagai tokoh pejuang melawan penjajahan kompeni Belanda. Lihat juga skripsi imam mukorobin yang berjudul Raden Aria Wangsaraka dan Peranannya Dalam Perkembangan Islam di Lengkong Ulama Tangerang. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013, hal, 2 19

Aria Wangsakara berpindah dari Sumedang menuju Karawang. Pada tahun 1633 Raden Aria Wangsakara direstui oleh Sultan Banten untuk menguasai daerah bekas kekuasaan Pucuk Umum yang kalah dari Sultan Banten. Kemudian di daerah tersebut Wangsakara mulai membangun daerah tersebut dengan mengambil tempat petilasan atau lokasinya di tepian Cisadane dan kali Cipicung kemudian dinamakan “Lengkong”.48

Istilah Lengkong Ulama49 atau Sumedang merupakan istilah yang mengandung arti sejarah. Disebut Lengkong Ulama atau Sumedang karena sejarah kampung tersebut dimunculkan oleh kyai atau ulama. Sedangkan Sumedang adalah orang ulama tersebut yang berasal dari Sumedang.50 Sejarah berkembangnya daerah Lengkong yang dibawakan oleh ulama atau kyai yang berasal dari Sumedang, yakni Raden Aria Wangsakara.51 Selain itu juga dikarenakan Lengkong merupakan simbol daerah dengan nilai religius yang sangat kuat. Terdapat juga masjid tertua yang dibangun Raden Aria Wangsakara pada tahun 1640. Bahkan dalam penelitian Firman disebutkan bahwa Lengkong adalah “dapurnya Mekkah”52 sebagai pebanding dari yang memiliki gelar “serambi Mekkah”.53

47 Kyai Lenyep adalah julukan yang diberikan masyarakat dan para tokoh lainnya karena beliau ahli dalam ilmu agama, salah satunya ilmu falaq dan paririmbon. Sebagai contoh, penggunaan sistem penanggalan Windu. Selain itu juga beliau membuat sistem Tarikh Jawa, yaitu kombinasi penanggalan Hindu (Saka) dengan Hijriyah. Lihat dalam Mian Mukri, Sejarah Kampung Lengkong, hal. 4. 48 Mukri Mian, Sejarah Kampung Lenkong, h. 7. 49 Kampung Lengkong Ulama adalah salah satu pusat penyebaran dan pengembangan agama islam, serta basis perlawanan rakyat Tangerang melawan penjajah. Lihat juga skripsi imam mukorobin yang berjudul Raden Aria Wangsaraka dan Peranannya Dalam Perkembangan Islam di Lengkong Ulama Tangerang. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013, hal, 2. 50 Tubagus Nadjib, Potret Lengkong Ulama: Rekonstruksi Sejarah dan Arkeologi, (Tangerang: Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata, 2011), h. 26. 51 Uka Tjandrasasmita, Arkeologi Islam Nusantara, (Jakarta: Gramdeia, 2009), h. 122. 52 Dilihat juga dalam Skripsi Firman Firdaus, “Persepsi Masyarakat Pribumi Terhadap Pendatang di Kampung Lengkong Ulama Tangerang” UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: tahun 2008, h. 8. Istilan Tadju Sobirin (Mantan Bupati Tangerang) mengatakan “kalau Aceh mempunyai julukan serambi Mekkah maka Lengkong dijuluki olehnya sebagai dapurnya Mekkah”. Disamping dijadikan tempat penyebaran agama Islam Lengkong Ulama dijadikan sebagai tempat perjuangan oleh para pejuang melawan penjajah Belanda. Seiring perkembangan zaman, Lengkong menjadi kampung yang cukup disegani dan dihormati oleh masyarakat sekitar lengkong. Itu disebabkan karena Lengkong Ulama mempunyai prestasi- prestasi yang cukup membanggakan, seperti masjid tertua (yang dibangun oleh Raden Aria Wangsakara tahun 1640) di Kabupaten Tangerang. Disamping itu juga, banyak keturunan Arab 20

Raden Arya Wangsakara adalah seorang ulama yang merupakan Pangeran Arya Wiraraja II yang berasal dari Sumedang, yang pindah ke Banten untuk menghindari dari tekanan Kerajaan Mataram dan dari Pemberontakan Dipati Ukur.54 Selain itu kata Lengkong ini juga menunjukkan bahwa lokasi kampung ini berada pada sebuah lingkung air dan sungai.

Lengkong merupakan daerah yang sangat strategis. Hal ini dibuktikan dengan adanya peninggalan prasasti media pada abad ke 5 M dari kerajaan Tarumanegara. Pada masa Padjajaran, kali Cisadane merupakan tempat lalu lintas menuju pelabuhan Tangerang. Selanjutnya pada masa kesultanan Banten, kali Cisadane menjadi penghubung perairan dalam melawan penjajah Belanda.55 Keberadaan kali Cisadane sebagai daerah yang difungsikan sebagai jalur transportasi menjadi bukti bahwa Cisadane berperan sangat penting dari masa ke masa. Hal tersebut berdampak pada daerah aliran sungai (DAS) yang tak kalah pentingnya. Sebagaimana dengan adanya bukti makam Raden Aria Wangsakara berdekatan dengan selokan atau kali kecil yang menuju kali Cisadane. Atas kondisi tersebut dapat dikatakan Lengkong tidak hanya berada di pinggiran kali Cisadane, tetapi juga menjadi persinggahan menuju kali Cisadane.

Dalam penjelasan islamisasi di Lengkong terdapat beberapa penyesuaian antara peninggalan arkeolog maupun cerita serta naskah yang masih ada sebagai peninggalan sejarah. Uka Tjandrasasmita menyimpulkan tiga hal. pertama pendiri kampung Lengkong adalah Pangeran Aria Wangsakara yang masih memiliki garis keturunan dengan Raden Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Djati). Garis keturunan ini memiliki kedekatan bukti bahwa terjadi penyebaran Islam di wilayah Lengkong oleh Pangeran Aria

yang bermukim di Lengkong (menurut Ust. Baiquni Selaku ketua RW atau Jaro Lengkong Ulama). Komunitas Arab dapat dijumpai salah satunya di daerah selatan, Tangerang, Yaitu Desa Lengkong Ulama. 53 Firman Firdaus, “Persepsi Masyarakat Pribumi Terhadap Pendatang di Kampung Lengkong Ulama Tangerang” dalam Skripsi Fakultas Psikologi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: tahun 2008, h. 8. 54 Tjandrasasmita, Arkeologi Islam, h. 123. 55 Tubagus Nadjib, Potret Lengkong Ulama, h. 22-23. 21

Wangsakara. Selain itu daerah Banten dikuasai oleh Sultan Abul Mafakhir Mahmud Abdul Kadir yang notabenenya sudah beragama Islam.56

Kedua perjuangan Wangsakara sebagai ulama juga mendirikan masjid sebagai tempat dan media menyebarkan Islam di Lengkong. Selain itu Wangsakara bersama masyarakat turut aktif mengadakan perlawanan terhadap VOC sejak tahun 1651. Ketiga kampung Lengkong merupakan daerah yang bernilai sejarah sebab terdapat dalam lokasi strategis dari masa kerajaan Taruma (abad ke 5 M) hingga masa kedatangan Pangeran Aria Wangsakara (Abad ke 16).57

Lengkong secara umum merupakan perkampungan yang berada di jantung kota Serpong berdampingan dengan pengembangan kota Bumi Serpong Damai (BSD).58 Masyarakat mengenal Lengkong dengan nama Lengkong Kyai, Lengkong Ulama, Lengkong Santri maupun Lengkong Sumedang. Baru pada tahun 2005 pemerintah kabupaten Tangerang mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) tentang pembentukan 77 kelurahan di Lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Tangerang. Hasilnya dalam Perda tersebut mengangkat Desa Lengkong menjadi empat kelurahan, yaitu Lengkong Gudang, Lengkong Wetan, Lengkong Gudang Timur, dan Lengkong Karya.59 Dengan demikian penamaan Lengkong berarti mencakup kepada empat kelurahan tersebut.

Lengkong Wetan secara umum dapat disimpulkan sebagai daerah yang beretnis Betawi. Hal ini dapat dibuktikan dengan dua hal, yaitu hubungan Betawi dengan geografis dan Betawi dengan Keturunan atau orang-orang di dalamnya. Dalam teorinya, Betawi secara geografis berada di kawasan Nusa Kalapa. Adapun yang dimaksud Nusa Kalapa adalah daerah Tangerang dan

56 Tjandrasasmita, Arkeologi Islam, h. 125. 57 Tjandrasasmita, Arkeologi Islam, h. 136. 58 Muammar Khamdevi, “Kajian Pola Permukiman Khas Kampung Lengkong Ulama, Serpong, Banten” dalam Jurnal Dimensi, Vol. 39, No. 1, tahun 2012, h. 31. 59 Peraturan Daerah Kabupaten Tangerang No. 3 Tahun 2005 tentang Pembentukan 77 Kelurahan Di Lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Tangerang pasal 2 ayat 3 poin 29, 30, 33 dan 38. 22

Jakarta. Selanjutnya suku Betawi juga merupakan perpaduan dari berbagai etnis maupun budaya lain yang menjadi satu, seperti Cina, Sunda dan lainnya.

Lengkong Wetan merupakan salah satu daerah yang menjadi bagian dari Lengkong. Secara umum bentuk keagamaan di Lengkong Wetan memiliki kesamaan dengan yang ada di Lengkong. Sebagaimana Lengkong dikenal dengan sebutan Lengkong Ulama, Lengkong Sumedang, maupun Lengkong Kyai. Dengan demikian, Lengkong Wetan memiliki identifikasi yang serupa dengan Lengkong secara umum.

Selanjutnya mengenai Betawi juga merupakan etnis campuran juga terjadi di Lengkong Wetan. Sebagaimana kondisi geografis Lengkong Wetan menjadikannya daerah yang sering ditempati oleh orang-orang dari luar, seperi Cina, Sunda, Kalimantan dan sebagainya. Hal ini dibuktikan bahwa Lengkong merupakan daerah yang strategis sebagai pusat perdagangan. Lengkong berada di kawasan Sungai Cisadane sebagai pusat perdagangan untuk mengangkut kopi ke Jawa.60 Kampung tersebut sangat strategis sehingga banyak masyarakat lain berdatangan, seperti dari Cina dan sebagainya.61 Dengan demikian masyarakat di Lengkong Wetan merupakan campuran dari berbagai etnis.

C. Kondisi Keagamaan dan Kebudayaan di Lengkong Wetan 1. Kondisi Keagamaan

Agama memiliki peran yang sangat penting dalam perkembangan masyarakat dari masa ke masa. Fungsi dari agama itu sendiri sangatlah besar, bahkan jika kita telaah lebih jauh ke belakang dari segi etnografik, tidak ada satu kelompok manusia di dunia ini yang tidak memiliki kepercayaan atau agama.62 Begitu pun dengan masyarakat di Lengkong Wetan, keyakinan masyarakat Lengkong Wetan serupa dengan masyarakat Indonesia pada umumnya yaitu mendasarkan agama dalam kehidupan masyarakatnya. Mengenai keagamaan di Lengkong Wetan khususnya di RW 10, yang terdiri

60 Uka Tjandrasasmita Arkeologi Islam Nusantara, (Jakarta: Gramdeia, 2009), h. 123. 61 Mukri Mian, Sejarah Kampung Lengkong Ulama, (Jakarta, tt, 1983), h. 7. 62 Irfanul Hidayah, “Agama dan Budaya Lokal: Peran Agama Dalam Proses Marginalisasi Budaya Lokal”, dalam jurnal religi, vol 2, no 2, juli 2003, h. 136. 23

dari 4 RT, masyarakatnya mayoritas beragama islam, dan hanya sebagian kecil penduduknya beragama Kristen dan Budha.63

Masyarakat sangat menyadari pentingnya ilmu agama bagi kehidupan mereka. Hal ini dibuktikan dengan adanya tempat-tempat ibadah di lengkong wetan seperti mushola, masjid, dan rumah seni dan ibadah, yang mana beberapa tempat tersebut memiliki tujuan yang sama yaitu mengajarkan generasi muda untuk mengenal ilmu agama Islam, dan memberi kesadaran kepada orang tua pentingnya mengarahkan anak untuk menimba ilmu agama yang nantinya akan menjadi bekal dalam kehidupannya.64

Kebiasaan mengaji sejak kecil sudah mulai diterapkan oleh para orang tua kepada anaknya. Hal ini dibuktikan dari banyaknya remaja dan anak yang masih berusia dini ikut serta memenuhi tempat-tempat pengajian di Lengkong Wetan. Hal ini diharapkan nantinya dapat menumbuhkan generasi-generasi baru yang memahami agama Islam, yang siap menjadi pemimpin bangsa kedepannya.65

Masyarakat Lengkong Wetan dikenal sangat toleransi. Meskipun berbeda keyakinan, namun mereka hidup rukun dan saling menghormati. Bahkan diketahui salah satu non muslim yang masuk agama Islam, disebabkan adanya keramahan masyarakat muslim yang tidak memandang perbedaan tersebut. baik dalam kegiatan sehari-hari maupun peringatan hari besar islam (PHBI), masyarakat non muslim turut ikut serta dan terkesan tertarik akan ajaran islam. Mungkin hal ini juga yang menyebabkan banyaknya mualaf di daerah itu.66

63 Husein, selaku amil di Lengkong Wetan, wawancara pribadi, Lengkong Wetan, 23 september 2017.

64 Ibrahim bin mulud, selaku pengajar dan pengurus rumah seni budaya (pelaku seni budaya Betawi) di Lengkong Wetan, wawancara pribadi, Lengkong Wetan, 23 september 2017. 65 Ibrahim bin mulud, selaku pengajar dan pengurus rumah seni budaya (pelaku seni budaya Betawi) di Lengkong Wetan, wawancara pribadi, Lengkong Wetan, 23 september 2017. 66 Husein, selaku amil di Lengkong Wetan, wawancara pribadi, Lengkong Wetan, 23 september 2017. 24

Kondisi sosial keagamaan di Lengkong Wetan sangatlah maju. Hal ini dapat dilihat dari sarana prasarana dan kegiatan sosial keagamaan yang selalu terlaksana. a) Tempat Ibadah Lengkong Wetan terdapat tempat-tempat yang dijadikan sebagai tempat ibadah yaitu berupa mesjid, gereja dan mushola. Prasarana tersebut terdiri dari; 3 Masjid, 10 Mushola dan 3 Gereja. b) Aktifitas Keagamaan Mengenai kegiatan kemasyarakat yang bersangkutan dengan aktivitas keagamaan di lengkong wetan. ada beberapa pengajian yang diselenggarakan di Lengkong Wetan ini. Pengajian tersebut terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu: Pengajian khusus ibu-ibu, pengajian untuk bapak-bapak dan pengajian khusus remaja.

Semua pengajian tersebut diselenggarakan di masjid-masjid dan mushola-mushola di Lengkong Wetan. Waktu pengajian pun disesuaikan dengan kegiatan dan rutinitas masyarakat setempat, sehingga sama sekali tidak menggangu rutinitas harian mereka. Harinya pun dari setiap golongan berbeda beda, ada yang diselenggarakan pada hari senin, kamis, dan sabtu. Namun semuanya biasanya dipusatkan di masjid “Nurul Iman” yang berada di pesantren Al Husaeni, kemudian setiap hari kamis di mushola Al Ikhlas, di hari sabtu di mushola Al Furqon, untuk waktu biasanya masyarakat merutinkan kegiatan positif tersebut. Jika ibu-ibu diselenggarakan setiap minggu, bapak- bapak biasanya dua minggu sekali, dan remaja sebulan sekali. Lokasinya pun bergilir dari mushola yang satu ke mushola yang lain. Untuk pengordinasiannya berasal dari masyarakat dan pengurus-pengurusnya. Kebetulan guru atau ustad yang mengajarkan pengajian pun masih berdomisili di Lengkong Wetan, sehingga memudahkan masyarakat menerima wejangan dan pengajaran guru tersebut. Disamping menghemat biaya transportasi dan 25

bayaran ustad, memungkinkan juga masyarakat lebih mudah menerima pengajaran yang diberikan karena sudah mengenal ustad atau guru tersebut.67

2. Kondisi Sosial Kebudayaan

Kondisi masyarakat Lengkong Wetan, jika dilihat dari sistem sosial kebudayaan, dalam kurun waktu akhir-akhir ini menurun, dikarenakan generasi muda mulai terpengaruh dengan perkembangan zaman yang cenderung bebas mengikuti kebudayaan luar negeri. Namun, para budayawan dan seniman di lengkong wetan tidak bosan-bosan mencoba dan berusaha untuk melestarikan budaya Betawi agar tidak hilang digerus zaman dengan berbagai cara. Semua itu merupakan perjuangan yang berat, bukan hanya di Lengkong Wetan saja, bahkan di beberapa tempat pun agak sedikit kesulitan melestarikan budayanya saat modernisasi sudah mulai hadir di tengah-tengah masyarakat. Mengenai hal ini, para seniman dan para budayawan tidak pantang menyerah karena meraka berprinsip “kalo bukan kita siapa lagi, kalo bukan sekarang kapan lagi”. Modernisasi yang berkiblat ke barat (luar negeri) sudah mengubah pola fikir masyarakat yang tadinya suka dan cinta pada budaya, dan sekarang sudah mulai terfokus pada media sosial yang sudah menjadi tren di masa sekarang.68

Munculnya rumah seni budaya adalah wujud nyata para pelaku budaya yang mencoba melestarikan budaya Betawi di Lengkong Wetan. Dan kegiatan- kegiatan di dalamnya pun tidak keluar dari koridor agama Islam yang ada.69 Di rumah seni budaya ini, kebudayaan Betawi yang diajarkan tujuannya adalah mengajak generasi muda dalam mengenal seni dan agama Islam. Kegiatan di dalamnya juga terdiri dari kesenian-kesenian yang sudah ada di masyarakat muslim Betawi, seperti silat, hadroh, lenong, marawis, dan kesenian-kesenian lain yang diminati oleh masyarakat Lengkong Wetan. Penerapannya pun variatif, ada waktunya bercanda dan ada waktunya serius agar masyarakat yang

67 Husein, selaku amil di Lengkong Wetan, wawancara pribadi, Lengkong Wetan, 23 september 2017. 68 Ibrahim bin mulud, selaku pengajar dan pengurus rumah seni budaya (pelaku seni budaya Betawi) di Lengkong Wetan, wawancara pribadi, Lengkong Wetan, 23 september 2017. 69 Husein, selaku amil di Lengkong Wetan, wawancara pribadi, Lengkong Wetan, 23 september 2017. 26

ikut serta dalam kegiatan rumah seni budaya ini tidak gampang bosan dengan kegiatan yang itu saja. Meskipun cara penerapannya demikian, kedisiplinan tetap menjadi nomer satu, karena dimanapun tempatnya, jika sudah tidak disiplin maka akan membuat rugi diri sendiri ataupun orang lain nantinya.70.

Kegiatan masyarakat yang bersinggungan dengan adat Betawi, biasanya dilangsungkan juga secara meriah oleh masyarakat Lengkong Wetan, seperti hajatan, nikahan, festival Betawi, dan lain-lain. Antusias masyarakatnya pun tidak kalah dengan saat perayaan hari besar Islam berlangsung, semua warga ikut terjun dan mencoba mengabadikan kegiatan-kegiatan tersebut dengan dokumentasi dan foto-foto. Selain bertujuan memperkenalkan budaya Betawi kepada masyarakat sekitar, tujuan dari perayaan ini pun agar bisa melestarikan budaya Betawi itu sendiri di Lengkong Wetan.71

Cara lain yang diterapkan pelaku budaya untuk mengenalkan budaya Betawi dan melestarikannya adalah dengan mengadakan festival. Festival ini biasa disebut dengan “Lebaran Betawi”72. Di dalam festival tersebut biasanya dikenalkan kepada masyarakat luas mengenai kebudayaan Betawi secara menyeluruh, dari segi seni, pakaian adat, makanan khas, sofenir, dan lain-lain. Tujuan diselenggarakan kegiatan budaya ini yaitu agar terangkatnya kembali budaya Betawi yang perlahan-lahan hilang digerus oleh perkembangan zaman yang semakin moderen. Disamping menyesuaikan dengan perkembangan

70 Ibrahim bin mulud, selaku pengajar dan pengurus rumah seni budaya (pelaku seni budaya Betawi) di Lengkong Wetan, wawancara pribadi, Lengkong Wetan, 23 september 2017. 71 Husein, selaku amil di Lengkong Wetan, wawancara pribadi, Lengkong Wetan, 23 september 2017. 72 Masyarakat Betawi selalu memiliki tradisi Lebaran Betawi untuk berkumpul pasca Lebaran selang waktu 3 pekan hingga satu bulan setelah Lebaran. “Biasanya masih dekat-dekat bulan syawal. Agar saudara dan kerabat yang tak bertemu saat Lebaran Syawal, bisa berjumpa saat lebaran Betawi. Tujuan Lebaran Betawi lebih tepatnnya untuk mempererat silaturahmi. Ditambah lagi, agar masyarakat Betawi dapat lebih mengenal tradisi Betawi yang Unik. Wawancara pribadi dengan Ibrahim bin Mulud, selaku pengurus dan pengajar rumah seni Budaya di Lengkong Wetan, 23 september 2017. 27

zaman kegiatan dalam festival ini juga diatur sedemikian rupa agar menarik minat masyarakat untuk ikut serta dan turut serta dalam menyaksikannya.73

D. Aktifitas Keseharian Masyarakat Lengkong

Tak ubahnya seperti masyarakat Indonesia pada umunya, keseharian masyarakat Lengkong Wetan pun sama saja sesuai dengan profesinya masing- masing, kegiatan mereka setiap pagi bekerja dan sepulangnya berkumpul bersama keluarga di rumah. Namun ada kegiatan lain yang mengikat masyarakat yang satu dengan yang lain agar bisa saling berkomunikasi, yaitu dengan pengajian dan bergotong-royong dalam pembangunan sarana dan prasana masyarakat di Lengkong Wetan. Selain itu antusias masyarakat terhadap sesuatu yang berbau positif pun sangat bagus, hal ini dibuktikan saat adanya perayaaan hari-hari besar, seperti Maulid Nabi Muhammad SAW, tahun baru Islam, Festival Betawi, dan lain-lain. Masyarakat berdatangan dan ikut serta memeriahkan kegiatan tersebut, bahkan tempat yang disediakan oleh panitia terkadang sampai penuh oleh masyarakat yang berdatangan. Pelaksanaan perayaan hari-hari besar itu pun disesuaikan dengan adat keagamaan masyarakat setempat.74

Jika dilihat dari pekerjaan dan mata pencaharian masyarakat Lengkong Wetan yang sangat variable, dapat di definisikan bahwa keseharian masyarakat setiap harinya sangat berbeda-beda dalam menjalankan aktivitasnya. Namun itu semua tidak menutup keaktifan masyarakat dalam membangun kelembagaan sosial kemasyarakat di dalamnya. Hal ini terwujud dari banyaknya kegiatan masyarakat yang terkait dalam ruang lingkup sosial, diantaranya adalah:

73 Ibrahim bin mulud, selaku pengajar dan pengurus rumah seni budaya (pelaku seni budaya Betawi) di Lengkong Wetan, wawancara pribadi, Lengkong Wetan, 23 september 2017. 74 Husein, selaku amil di Lengkong Wetan, wawancara pribadi, Lengkong Wetan, 23 september 2017. 28

1. Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Jumlah pengurus dan anggotanya mencapai 20 orang. Lembaga pemberdayaan masyarakatnya ini setiap bulannya terdapat beberapa kegiatan yaitu berjumlah 12, yang tujuan dari kegiatan tersebut adalah untuk membantu masyarakat pada umumnya untuk bergotong royong dalam membangun sarana dan prasarana di Lengkong Wetan, salah satunya adalah pembangunan rumah bersubsidi, jalan konblok, saluran air, spiteng dan lain-lain. Semua kegiatan tersebut bertujuan sama, yaitu dari warga untuk warga.75

2. Pembinaan Kesejahteraan Keluarga Gerakan PKK bertujuan memperdayakan keluarga untuk meningkatkan kesejahteraan menuju terwujudnya keluarga yang beriman dan bertaqwa kepada tuhan yang maha esa, berakhlak mulia dan berbudi luhur, sehat sejahtera, maju dan mandiri, kesetaraan dan keadilan gender serta kesadaran hukum dan lingkungannya di Lengkong Wetan.

Tim Penggerak PKK berperan sebagai motivator, fasilitator, perencana, pelaksana, pengendali dan penggerak. Pembinaan tehnis kepada keluarga dan masyarakat Lengkong Wetan dilaksanakan dalam kerja sama dengan unsur dinas instansi pemerintah terkait. Jumlah pengurus dan anggota berjumlah 50 orang, dan terdiri dari 12 kegiatan yang aktif tiap bulannya.76

3. Karang Taruna Jumlah karang taruna di Lengkong Wetan yaitu hanya satu. Tujuan dibentuknya karang taruna ini adalah untuk mengajak generasi muda untuk lebih aktif dalam membangun lingkungan dan masyarakat di wilayahnya, selain itu juga karang taruna di fungsikan untuk mengatur serta mengkordinir jika ada kegiatan-kegiatan yang sifatnya umum di Lengkong Wetan, seperti kesenian, festival budaya, 17 Agustusan, dan kegiatan-kegiatan lain yang berdampak positif bagi masyarakat Lengkong Wetan.

75 Bersumber dari buku Monografi kelurahan Lengkong Wetan mengenai monografi kelurahan Lengkong wetan, seputar kelembagaan. 76 Bersumber dari buku Monografi kelurahan Lengkong Wetan mengenai monografi kelurahan Lengkong wetan, seputar kelembagaan. 29

4. Ikatan Remaja Masjid (IRMAS) Tidak berbeda dengan karang taruna, tujuan dibentuknya IRMAS di Lengkong Wetan yaitu untuk mengajak generasi muda untuk lebih aktif di masyarakat wilayahnya. Namun yang membedakan keduanya adalah fokus kegiatannya, jika karang taruna tertuju kegiatannya pada kegiatan umum pada masyarakat, sedangkan IRMAS fokus kegiatannya tertuju pada kegiatan yang bersangkutan dengan agama Islam, seperti PHBI (Perayaan Hari Besar Islam), Maulid Nabi Muhammad, Tahun baru Islam, dan kegiatan keagamaan lainnya.

Meskipun dengan banyaknya kegiatan yang sudah ada di Lengkong Wetan, tetap saja perilaku keseharian masyarakat di lengkong wetan khususnya pada remaja, mereka lebih suka berkumpul dan mengobrol dari pada ikut serta dalam kegiatan-kegiatan yang di selenggarakan oleh pelaku budaya dalam bentuk tradisi kebudayaan Betawi, dan kegiatan manfaat lainnya. Namun tidak keseluruhannya seperti itu ada juga sebagian yang suka bahkan aktif pada kegiatan di masyarakat dan kesenian Betawi. Bahkan ada yang mencoba untuk ikut serta dalam kegiatan-kegiatan berbau seni betawi tersebut. Dalam hal ini dapat di simpulkan bahwa peran orang tua sangatlah penting, di samping untuk mengajak anaknya untuk lebih menyukai kegiatan-kegiatan dan kesenian dimasyarakat, supaya generasi berikutnya bisa melestarikan kegiatan-kegiatan positif yang sudah dibangun. Maka dari itulah peran penting dalam melestarikan kebudayaan bukan hanya tugas golongan tertentu, melainkan orang tua, pelaku budaya, tokoh kampung dan masyarakat umum.77

77 Ibrahim bin mulud, selaku pengajar dan pengurus rumah seni budaya (pelaku seni budaya Betawi) di Lengkong Wetan, wawancara pribadi, Lengkong Wetan, 23 september 2017. BAB III

ISLAM DAN BUDAYA DI BETAWI

A. Masuknya Islam di Betawi

Sejarah masuknya Islam di Betawi pada dasarnya mengikuti dua teori yang dijelaskan oleh Saidun Derani. Menurutnya masuknya Islam di Betawi terbagi menjadi dua teori, teori Fatahillah dan Teori Syekh Quro. Pendapat tersebut juga dinyatakan oleh Ridwan Saidi.

Teori masuknya Islam dari Syekh Quro berdasarkan pada catatan sebagaimana penyebaran Islam di Nusantara secara umum. Masuknya Islam di Nusantara diwarnai dengan perdagangan maupun hubungan politik antar kerajaan dengan Nusantara. Menurut Saidun Derani, Syekh Quro datang ke Nusantara pada tahun 1412 dan alasannya adalah politik dan agama.78

Diterimanya Islam di Betawi dengan teori Syekh Quro terdapat beberapa alasan. Pertama Syekh Quro merupakan orang Campa, dimana orang Campa merupakan orang Melayu yang memiliki kedekatan dengan orang Jawa di bagian barat. Baik orang Campa maupun Betawi telah memiliki kedekatan dan keakraban. Kedua Syekh Quro adalah nama atau gelar yang lebih dikenal daripada nama aslinya. Penamaan Syekh Quro dikarenakan Ia sangat rajin mengaji dan sangat merdu suaranya, sehingga seperti seorang qori’ kemudian dipanggillah Syekh Quro.79

Syekh Quro atau nama aslinya adalah Syekh Hasanuddin Bin Yusuf Shidiq merupakan ulama besar agama Islam di Campa. Syekh Quro putra Yusuf Shidiq yang garis keturunannya nyambung sampai ke Ali Ibn Abu

78 Saidun Derani, “Ulama Betawi Perspektif Sejarah” dalam Jurnal At-Turats, Vol. XIX No. 2, Fakultas Adab dan Humaniora, UIN Syarih Hidayatullah Jakarta tahun 2013, h. 115. 79 Khamad Zailani Kiki, Dkk, Geneologi Intelektual Ulama Betawi, (Jakarta: Jakarta Islamic Centre, 2011), h. 31-33.

30

31

Thalib bersama Fatimah yang tentunya bersambung dengan Nabi Muhammad.80 Dengan kata lain secara biologis masih keturunan Nabi.81

Mengenai Islamisasi dan diterimanya Islam melalui Syekh Quro terdapat beberapa penjelasan. Pertama Ridwan Saidi menegaskan bahwa sikap, sifat serta ajaran yang dibawakannya dengan cara yang lembut sehingga banyak masyarakat yang tertarik mengikuti agama Islam. Kedua metode dakwah yang disampaikan menggunakan pendekatan persuasif sehingga mengenai langsung di dalam diri masyarakat. Dakwah yang persuasif ini dilandasi dengan pengetahuan Islam yang mendalam serta menguasai jiwa masyarakat yang menjadi sasaran dakwah.82

Adapun teori masuknya Islam dari Fatahillah sebagaimana diungkapkan oleh Abdul Aziz bahwa Islam masuk Betawi pada saat Fatahillah masuk ke Sunda Kelapa untuk menyerbu Portugis pada tahun 1527.83 Kejadian tersebut berawal adanya perjanjian antara Portugis dengan Padjajaran. Salah satu poin perjanjiannya adalah Padjajaran harus membantu Portugis untuk menyerang Demak atau lainnya. Pada tahun yang sama, sedang berkembang kerajaan Islam yang berpusat di Demak. Atau secara umum Islam sedang tumbuh dalam fase perpolitikan.84 Atas dasar inilah Raden Fatahillah memimpin serangan kepada Portugis di Bandar Calapa (Sunda Kelapa).85 Pasca penyerbuan terhadap Portugis inilah kemudian Fatahillah mulai menyebarkan Islam di daerah Sunda Kelapa atau yang sekarang dikenal dengan Betawi.

80 Khamad Zailani Kiki, dkk, Geneologi Intelektual, h. 32. 81 Saidun Derani, “Ulama Betawi Perspektif Sejarah” dalam Jurnal At-Turats, Vol. XIX No. 2, Fakultas Adab dan Humaniora, UIN Syarih Hidayatullah Jakarta tahun 2013, h. 156. 82 Saidun Derani, “Ulama Betawi Perspektif Sejarah” dalam Jurnal At-Turats, Vol. XIX No. 2, Fakultas Adab dan Humaniora, UIN Syarih Hidayatullah Jakarta tahun 2013, h. 118. 83 Abdul Aziz, Islam dan Masyarakt Betawi, (Jakarta: Logos, 2002), h. 41. 84 Saidun Derani, “Ulama Betawi Perspektif Sejarah” dalam Jurnal At-Turats, Vol. XIX No. 2, Fakultas Adab dan Humaniora, UIN Syarih Hidayatullah Jakarta tahun 2013, h. 118. 85 Uka Tjandrasasmita, Arkeologi Islam Nusantara, (Jakarta: KPG, 2009), h. 142. 32

Jatuhnya Sunda Kelapa di bawah kekuasaan Islam berdapampak pada penyebaran agama Islam yang pesat di Betawi. Di bawah kekuasaan Islam pula, Sunda Kelapa berganti nama menjadi Jayakarta.

Jika dibandingkan ke dua teori masuknya Islam di betawi akan menghasilkan sebagai berikut: pertama ditinjau dari segi tahun kedatangannya maka Syekh Quro masuk dan menyebarkan Islam terlebih dahulu. Kedua ditinjau dari segi wilayahnya, Fatahillah langsung masuk di Bandar Calapa yang notabenenya adalah daerah Betawi. Oleh karena itu kedua teori ini memiliki tingkat kebenaran yang sama, sehingga kedua teori ini dapat digunakan.

B. Bentuk Islamisasi di Betawi

Dalam menyebarkan agama Islam, para mubaligh tentu melakukannya dengan dakwah. Adapun dakwah yang dimaksud adalah berupa ajakan dan suruan agar masuk ke dalam agama Islam. Akan tetapi dalam praktiknya, para mubaligh tidak sebatas berdakwah dengan menyampaikan ajaran Islam, melainkan menggunakan prinsip serta metode yang berdampak pada penerimaan Islam secara besar-besaran.

Hal yang utama dalam melakukan dakwah para mubaligh setidaknya memiliki keilmuan Islam yang mendalam serta memahami kondisi masyarakat. Pengetahuan Islam yang mendalam dan pemahaman terhadap masyarakat ini kemudian diterapkan untuk melayani kebutuhan spiritual masyarakat, sehingga masyarakat mudah menerima apa yang dijelaskan oleh penyebar agama Islam. Selain itu para mubaligh melakukan pendekatan persuasif dalam menjalankan dakwahnya. Metode ini yang diakui sebagai alasan penerimaan Islam secara besar-besaran di Nusantara.86

Akan tetapi selain menggunakan metode berdakwah, para penyebar Islam juga menggunakan sarana dan prasarana sebagai penyebaran Islam.

86 Saidun Derani, “Ulama Betawi Perspektif Sejarah” dalam Jurnal At-Turats, Vol. XIX No. 2, Fakultas Adab dan Humaniora, UIN Syarih Hidayatullah Jakarta tahun 2013, h. 117. 33

Sarana yang dimaksud adalah bentuk bangunan berupa masjid atau surau sebagai tempat beribadah sekaligus tempat menimba ilmu Islam.87 Dalam buku geneologi Intelektual Ulama di Betawi terdapat tiga hal pokok yang menjadi tempat atau media penyebaran Islam di Betawi. Ketiganya adalah pondok pesantren, madrasah dan majlis taklim. Berikut rinciannya:

1. Pondok Pesantren

Pondok Pesantren merupakan institusi pendidikan agama Islam tertua di Betawi. Hal ini dibuktikan dengan adanya pesantren Syekh Quro yang beridiri pada abad ke 14 M. Secara umum pondok pesantren yang ada di Betawi bercorak salafi. Akan tetapi pasca kemerdekaan, pesantren di Betawi pun sebagian bertransformasi menjadi pesantren modern.88

Salah satu pondok pesantren salafi yang terkenal adalah yang didirikan dan dipimpin oleh Guru Marzuki89, Cipinang Muara. Hampir semua orang tua Betawi pada zaman itu yang ingin anaknya menjadi ulama memasukan anaknya ke Pondok Pesantren Guru Marzuki, Cipinang Muara.90

2. Madrasah

Madrasah di Indonesia dipandang sebagai perkembangan lebih lanjut atau pembaruan dari lembaga pendidikan pesantren atau surau. 25 Khusus di Betawi, madrasah yang pertama kali berdiri adalah Madrasah “Jam`iyatul Khair” yang didirikan oleh Ali dan Idrus yang berasal dari keluarga Shahab.

87 Uka Tjandrasasmita, Arkeologi Islam, h. 125. 88 Rakhmad Zailani Kiki dkk, Geneologi, h. 37. 89 Nama lengkap beliau adalah Ahmad Marzuki dilahirkan pada malam ahad tanggal 16 Ramadhan 1293 H. (1876 M) di Rawa Bangke (sekarang Rawa Bunga) didaerah jatinegara (mester) Jakarta Timur. Guru Marzuki adalah anak pertama dari dua bersaudara. Adiknya adalah seorang wanita yang bernama Mardiyah. Ayahnya bernama Ahmad Mirshod bin Hasnum bin Khatib Saad bin Sulthan yang diberi gelar Laksana Malayang salah seorang pangerang dari kesultanan Fattoni di Muangthai Selatan atau Srilanka. Ibudanya adalah seorang wanita yang sholihah tekun beribadah serta membimbing Guru Marzuki hingga menjadi seorang yang sangat harum namanya. Nama ibundanya adalah H.j. Fatimah binti H. Syihabuddin bi Maghrib Almadury berasal dari tanah Madura keturunan dari Maulana Ishaq yang kuburannya di kota Gresik Jawa Timur. Lihat juga dalam http://roudhotutolibin.blogspot.co.id/2013/12/biografi-guru-marzuki-muara_12.html?m=1 Penulis H. Abdullah Ahmad Muara. diakses pada hari rabu 16 mei 2018, jam 20:22 90 Rakhmad Zailani Kiki dkk, Geneologi, h. 38. 34

Ulama Betawi yang pernah didik di madrasah ini di antaranya adalah Syekh Dr. Nahrawi Abdussalam Al-Indunisi. Menyusul kemudian Madrasah “Unwanul Falah”, Kwitang yang didirikan oleh Habib Ali Al-Habsyi91 (Habib Ali Kwitang) pada tahun 1911. Murid-murid yang didik di madrasah ini kemudian menjadi ulama Betawi terkemuka, seperti KH. Abdullah Syafi`i, KH. Thohir Rohili, KH. Zayadi Muhadjir, KH. Ismailo Pendurenan, KH. Muhammad Naim Cipete, KH. Fathullah Harun dan Mu`allim KH. M. Syafi`i Hadzami. Lalu berdiri pula Madrasah Al-Ihsaniyah, di Salemba Tegalan, yang salah satu muridnya adalah KH. Fathullah Harun.92

Madrasah di tanah Betawi berkembang pesat setelah kemerdekaan yang kebanyakan didirikan dan dipimpin oleh ulama Betawi terkemuka. Seperti Madrasah Asy-Syafi`iyyah yang didirikan oleh KH. Abdullah Syafi`i, Madrasah Ath-Thohiriyyah yang didirikan oleh KH. Thohir Rohili, Madrasah AlWathoniyyah yang didirikan oleh KH. Hasbiyallah dan kini memiliki lebih dari 60 cabang, Madrasah AlKhalidiyah yang didirikan oleh KH. Khalid Damat, Madrasah Manhalun Nasyi`in yang didirikan oleh KH. Abdul Hanan Said, dan lain-lain. Dari madrasah ini lahirlah ulama Betawi, seperti KH. Saifuddin Amsir yang merupakan alumni dari Madrasah Asy-Syafi`iyyah.93

3. Majlis Taklim

Majelis taklim merupakan instusi pendidikan yang memiliki fungsi strategis dalam memaksimalkan masjid sebagai tempat pendidikan umat. Hal ini dikarenakan, sebagian besar majelis taklim dari dahulu sampai sekarang, khususnya di Betawi, menjadikan masjid sebagai tempat aktifitasnya dan sangat berperan penting dalam melahirkan ulama Betawi yang mumpuni di

91 Beliau adalah Habib „Ali bin „Abdur Rahman bin „Abdullah bin Muhammad al- Habsyi. Lahir di Kwitang, Jakarta, pada 20 Jamadil Awwal 1286H/20 April 1870 M. Ayahanda beliau adalah Habib „Abdur Rahman al-Habsyi seorang Ulama yang hidup zuhud, manakala bunda beliau seorang wanita yang sholeha bernama Nyai Hajjah Salmah puteri seorang Ulama Betawi dari Kampung Melayu, Jatinegara, Jakarta Timur. Lihat juga http://www.santrionline.net/2016/04/manakib-biografi-al-habib-ali-bin.html&hl=id-ID Diakses pada hari rabu 16 Mei 2018. Jam 20:46. 92 Rakhmad Zailani Kiki dkk, Geneologi, h. 40. 93 Rakhmad Zailani Kiki dkk, Geneologi, h. 41. 35

bidangnya94. Salah satu contohnya adalah mu`allim KH. Syafi`i Hadzami, `allamah di bidang fiqih asy-syafi`i yang pengaruhnya sangat luas bahkan sampai hari ini, baik di masyarakat Betawi atau di luar Betawi.95

Majelis Taklim Habib Ali Kwitang (Habib Ali al-Habsyi) yang pertama kali beraktivitas pada tanggal 20 April 1870 merupakan yang tertua di Betawi. Setelah Habib Ali Kwitang wafat, majelisnya diteruskan oleh anaknya, Habib Muhammad alHabsyi, dan kemudian dilanjutkan oleh cucunya Habib Abdurrahman al-Habsyi. Dari Majelis Taklim Habib Ali Kwitang inilah muncul ulama-ulama besar Betawi.96

C. Budaya Betawi 1. Asal Usul Betawi

Mengenai asal usul kelompok etnis Betawi yang muncul dari percampuran berbagai ras ini, menimbulkan beberapa keraguan di beberapa pihak dengan beberapa alasan yang logis, seperi beberapa pendapat yang menyatakan bahwa nenek moyang orang Betawi sudah ada sejak daerah itu dikenal dengan nama Sunda Kelapa, yang pada tahun 1522 dikontrakan kepada Portugis oleh kerajaan Pakuan, dan akhirnya dimerdekakan oleh fatahillah.97 Namun keraguan yang bersifat logis saja tidaklah cukup memberikan penjelasan ilmiah tanpa didukung oleh data-data kesejarahan dan rekontruksi yang juga logis berdasarkan data-data yang tersedia.98

Pro dan kontra mengenai terbentuknya etnis Betawi selalu menjadi bahan yang sangat menarik untuk dikaji. Namun sebagai suatu komunitas etnis, penduduk asli Jakarta yang identik dengan istilah Betawi, hal ini

94 Wawancara dengan Husein di Lengkong Wetan pada 12 November 2017. Husein atau akrab dengan Bapak Husen merupakan Amil atau ulama yang berkontribusi pada keagamaan Islam, seperti mengajar pendidikan agama Islam 95 Rakhmad Zailani Kiki dkk, Geneologi, h. 43. 96 Rakhmad Zailani Kiki dkk, Geneologi, h. 44. 97 Lihat Ridwan Saidi (1994), Orang betawi dan Modernisasi Jakarta, LSIP Jakarta. Dalam hal ini mengajukan pertanyaan: …” apakah kota Sunda Kelapa yang sudah memiliki pelabuhan samudra tidak memiliki penduduk? Apakah penghuni Betawi lama cuma tonggeret, tumbila, kadal buduk, dan bekatul? 98 Abdul Azis, Islam dan Masyarakat Betawi, (Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, 2002), hal 19-20. 36

memperlihatkan kecenderungan pemikiran mengenai pembentukan etnis Betawi itu sendiri. Etnis Betawi yang terbentuk relatif baru, yaitu pada sekitar permulaan abad ke 19 merupakan hasil percampuran antar berbagai unsur suku bangsa, baik yang berasal dari dalam maupun dari luar wilayah Nusantara. Hal ini dapat dibuktikan dari penggunaan kata Betawi yang berasal dari Batavia, yaitu nama yang digunakan oleh Belanda untuk kota Jakarta zaman dulu.

Sebagaimana yang dijelaskan dalam Panduan Peserta Abang None Jakarta bahwa menurut bahasa, kata BETAWI berasal dari kata BATAVIA yang dinisbahkan dengan gaya bahasa Arab yang artinya “berasal dari Batavia”. Seperti JAWI, BANJARI, BANTANI, dst. yang dinisbahkan dari kata JAVA, BANJAR (MASIN), BANTEN, dst. Yang berarti berasal dari tanah Jawa, , Banten, dst. Batavia sendiri adalah nama sebuah kota baru, yang dibangun oleh Gubernur Jenderal Belanda, Jan Pieterzon Coen pada tahun 1619 M, setelah membumi-hanguskan kota lama sebelumnya yaitu kota Jayakarta milik keturunan kerajaan Cirebon dan Banten.99

Tekanan Belanda yang meletakkan kaum pribumi sebagai lapisan bawah di susunan sosial masyarakatnya, menjadikan kelompok etnis Betawi lahir dan berkembang menjadi komunitas yang memiliki identitas tersendiri. Tekanan tersebut bukan hanya berasal dari perlakuan sosial melainkan juga kekuasaan wilayah dan sumber-sumber dan penetrasi kebudayaan terutama saat Batavia tumbuh menjadi kota metropolitan dan ditetapkan sebagai pusat pemerintahan kolonial bagi seluruh wilayah Hindia Belanda. Namun demikian, etnis Betawi tetap tumbuh dan mempertahankan keberadaannya melalui pemerataan.100

99 Ikatan Abang None Jakarta Selatan 2017, Buku Panduan Peserta Abang None Jakarta Tahun 2018, Jakarta: tt. 2017, h.10. 100 Abdul Azis, Islam dan Masyarakat Betawi, (Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, 2002), hal 2 – 3. 37

2. Macam-Macam Budaya Betawi

Terdapat beberapa kebudayaan yang ada di Betawi. Akan tetapi penulis hanya menuliskan tiga bentuk budaya Betawi. Ketiganya adalah Lenong, Pencak Silat, dan Buka Palang Pintu. Berikut penjelasan detailnya.

a) Kesenian Lenong

Kesenian Lenong merupakan seni peran yang menggabungkan berbagai macam kegiatan seni seperti, musik, tari, nyanyi dan peran. Secara umum, pertunjukan lenong tanpa skenario, pemainnya melakukan adegan- adegan sesuai dengan arahan pemimpin. Misalnya, pemimpin menyatakan “malam ini kita akan memainkan cerita tuan tanah dari kedaung”, maka para pemain biasanya sudah tahu bagiannya dan perannya masing-masing. Meskipun demikian latihan dalam menyatukan peran terkadang dibutuhkan sebelum pentas dilaksanakan.101

Kesenian Lenong biasa dipertunjukan disaat pagelaran hajatan-hajatan di Lengkong Wetan, Karena pada dasarnya masyarakat Lengkong Wetan sendiri lebih memilih menonton pertunjukan ini karena mencerminkan masyarakat Betawi yang mencintai karya seninya sendiri. Selain sifatnya yang menghibur, kebanyakan pertunjukan yang dibawakan oleh para pemain lenong biasanya temanya berbeda-beda, hal inilah yang menjadi daya tarik masyarakat untuk selalu ingin menonton pertunjukannya. Lenong biasanya dilombakan dalam pagelaran festival Betawi, karena kebiasaan para pemain lenong di Lengkong Wetan yang sering tampil di hajatan- hajatan masyarakat, maka tidak jarang jika setelah festival pemain lenong dari Lengkong Wetan sering mendapatkan juara dalam pagelaran seni budaya tersebut.102

101 Abdul Chaer, Foklor Betawi Kebudayaan dan Kehidupan Orang Betawi, (Jakarta: Masup Jakarta, 2012), hal 204, pemikiran dan pendapat yang serupa juga dikemukakan Abdul Qodir, selaku ketua IRMAS, Remaja Seni di Lengkong Wetan, wawancara pribadi, Lengkong Wetan, 13 november 2017. 102 Husein, selaku amil di Lengkong Wetan, wawancara pribadi, Lengkong Wetan, 23 september 2017, pendapat serupa juga dikemukakan oleh Junaedi, selaku sesepuh masyarakat di Lengkong Wetan, wawancara pribadi, Lengkong Wetan, 12 november 2017. 38

b) Pencak Silat

Silat secara umum dipahami sebagai bentuk bela diri dalam rangka menghindar atau menyelamatkan diri dalam sebuah perkelahian. Silat merupakan inti dari pembelaan diri tanpa mengenal tempat dan keadaan.103 Secara khusus pencak silat merupakan salah satu ilmu bela diri yang sering sekali digunakan oleh sebagian komunitas khususnya bagi masyarakat Betawi. Fungsi dari silat itu sendiri untuk membentengi diri dari serangan seorang musuh, dan untuk melindungi diri dari kekerasan.104 Seni bela diri bukan hanya mengajarkan tentang bela diri yang identik dengan kekerasan, selain itu juga untuk dapat membentuk mental bagi setiap orang dan dapat diterapkan dikehidupan sehari-hari. Silat beksi merupakan suatu seni bela diri tradisional yang berasal dari Indonesia. silat beksi sebagai bagian dari kebudayaan Indonesia berkembang sejalan dengan sejarah perkembangan masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat Betawi.105

Terdapat istilah berbeda yang digunakan untuk menuliskan pencak silat, yakni “maen pukulan”. Maen pukulan pada dasarnya memiliki makna yang sama dengan pencak silat. Hanya saja Maen Pukulan merupakan istilah yang disadur dari bahasa asli Betawi, sehingga istilah yang lebih dikenal adalah “maen pukulan” dibandingkan pencak silat. Maen pukulan di Betawi masih terbagi menjadi beberapa aliran. Beksi adalah salah satu di antara “maen pukulan” tersebut.106

Pencak silat bisa juga masuk ke dalam seni tari karena menggunakan gerakan-gerakan tubuh sebagai alat penyampainnya, selain itu pencak silat juga merupakan kesenian bela diri yang merupakan salah satu tuntutan anak Betawi yang selain bisa ngaji dan bisa pergi haji, juga harus bisa bela diri.

103 Keluarga Pencak Silat Nusantara (KPSN), Buku Pelajaran Pencak Silat Nusantara (Jakarta: KPSN, 2011), h. 2. 104http://silatbeksi.blogspot.co.id/2006/06/visi-misi-pps-beksi.html diakses pada tanggal 22 April 2018, jam 9:14. 105 M. Saleh, Pencak Silat (Sejarah perkembangan, empat aspek,pembentukan sikap dan gerak), (Bandung, IKIP. 1991). H. 1. 106 G.J. Nawi, Maen Pukulan: Pencak Silat Betawi (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2016), h. 12. 39

Silat sendiri merupakan alat beladiri, sedangkan tari pencak silat adalah sebuah pertunjukan bukan penggunaan silat yang sebenarnya. Bisa dikategorikan silat merupakan sarana bagi masyarakat Betawi dulu yang berkeinginan kuat untuk mengusir penjajah dengan membela diri.107 c) Buka Palang Pintu

Buka Palang Pintu merupakan tradisi yang memiliki nilai kebudayaan bagi masyarakat Betawi dan kerap dijumpai dalam acara pernikahan. Secara etimologi palang berarti balok yang melintang, sedangkan pintu adalah lubang atau jalan untuk masuk dan keluar. Terminologi palang pintu diambil dari kiasan pada Betawi zaman dulu.108

Dalam palang pintu yang dimaksud adalah persyaratan pengantin pria sebelum menemui pengantin perempuan. Persyaratan tersebut diajukan oleh keluarga pengantin perempuan kepada pengantin pria ketika pengantin pria sudah sampai di depan rumahnya. Jika pengantin pria ingin masuk, maka harus memenuhi persyaratannya. Adapun persyaratannya adalah keluarga penganten perempuan menantang penganten pria untuk berduel menggunakan jawara dan ditantang untuk adu sike.109 Jika kedua syarat ini dimenangkan oleh pihak penganten pria, maka penganten pria dan rombongan diperbolehkan masuk ke dalam rumah penganten perempuan.

Makna dari palang pintu sendiri dimaksudkan bahwa perempuan adalah calon ibu yang akan melahirkan generasi penerus. Oleh karena itu perempuan musti mendapatkan pendamping (imam) yang ideal, yakni mampu bertahan secara fisik dan punya ilmu agama. Dalam kebudayaan

107 Abdul Chaer, Foklor Betawi Kebudayaan dan Kehidupan Orang Betawi, (Jakarta: Masup Jakarta, 2012), hal 203. 108 Devi Roswita, “Tradisi Buka Palang Pintu: Transformasi Tradisi Upacara Menuju Komoditas” dalam Jurnal Fisip UI, tahun 2013, h. 7. 109 Dalam tradisi buka palang pintu masing-masing keluarga penganten membawa Jagoan. Jagoan merupakan orang yang jago atau ahli pencak silat. Praktiknya kelurga penganten perempuan akan menantang keluarga laki-laki untuk berduel (beradu pencak silat) melalui jagoan yang masing-masing sudah disiapkan. Selain menantang duel, keluarga perempuan juga menantang sike. Sike merupakan tantangan membaca al-Qur‟an dengan suara merdu (sebagaimana qiroah dalam lomba). Lihat Abdul Chaer, Foklor Betawi Kebudayaan dan Kehidupan Orang Betawi, (Jakarta: Masup Jakarta, 2012), h. 176. 40

masyarakat Betawi, laki-laki ideal adalah orang yang mampu bermain silat dan pandai mengaji. Sehingga secara lahir dan batin laki-laki bisa melindungi dan menjaga keluarganya.110

110 Devi Roswita, “Tradisi Buka Palang Pintu: Transformasi Tradisi Upacara Menuju Komoditas” dalam Jurnal Fisip UI, tahun 2013, h. 8. BAB IV

NILAI-NILAI ISLAM PADA BUDAYA BETAWI

DI LENGKONG WETAN

A. Perkembangan Islam di Lengkong Wetan

Masuknya agama Islam di Lengkong Wetan, tidak ubahnya dengan teori masuknya Islam di beberapa wilayah yang ada di Indonesia. Bermula dari beberapa tokoh agama Islam seperti wali songo yang menyiarkan agama Islam ke satu wilayah lalu berlanjut menuju ke wilayah lainnya secara bertahap. Setelah itu, ajaran yang diajarkan oleh alim ulama tersebut mulai dilestarikan oleh masyarakat di wilayah tersebut dari satu generasi ke generasi berikutnya. Alhasil, maka muncullah peradaban Islam yang terbangun secara merata di suatu wilayah.111

Agama Islam yang dikenalkan oleh para alim ulama terdahulu tidak serta merta langsung menerapkan pada inti agama Islam yang berupa syariat- syariat agama. Karena dulu keyakinan masyarakat masih bersifat Animisme112 dan Dinamisme.113 Maka awalnya, pengenalan agama Islam yaitu melalui ketauhidan terlebih dahulu, keyakinan yang ditanamkan kepada masyarakat

111 Wawancara dengan Rahmat Hidayat di Lengkong Wetan pada 12 November 2017. Rahmat Hidayat atau dikenal akrab bang Rahmat merupakan pengajar dan pengasuh rumah seni budaya (pelaku seni budaya Betawi). Kontribusinya terhadap pelestariaan budaya Betawi dapat dilihat dari kepeduliaanya terhadap generasi-generasi muda yang ingin belajar kesenian Betawi, beliau membangun sanggar seni Betawi yang betujuan untuk mengajarkan mereka 112 Animisme berasal dari kata kata anima, anime; dari bahasa latin Animus, dan bahasa Yunani Avepos, dalam bahasa Sanskerta disebut Prana, dalam bahasa Ibrani disebut Ruah, yang artinya napas atau jiwa. Lihat Buku Dr. Zakiah Darajat, dkk. Perbandingan Agama, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996). Hlm. 24. Kuncoroningrat dalam bukunya yang berjudul Sejarah Kebudayaan Indonesia juga menjelaskan bahwa animism adalah kepercayaan yang menganggap bahwa semua yang bergerak dianggap hidup dan mempunyai kekuatan ghaib atau memiliki roh yang berwatak baik maupun buruk. Dilihat dalam buku Kuncoroningrat, Sejarah Kebudayaan Indonesia, (Yogyakarta: Jambatan, 1954). Hlm. 103. 113 Perkataan dinamisme berasal dari bahasa Yunani, yaitu dunamos atau dalam bahas Inggris disebut dynamic yang artinya kekuatan, kekuasaan dan daya. Dapat disimpulkan bahwa dinamisme adalah kepercayaan terhadap benda-benda di sekitar manusia yang diyakini mempunyai kekuatan ghaib. Maksud dari kekuatan tersebut adalah kekuatan yang berada dalam suatu benda (bisa berasal dari api, air, batu-batuan, benda ciptaan, pepohonan, hewan atau bahkan manusia sendiri) dan diyakini mampu memberikan manfaat atau memberikan bahaya. Dilihat dari buku Dr. Zakiah Darajat, dkk. Perbandingan Agama, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996). Hlm. 98-109.

41

42

lebih tertuju pada keesaan tuhan semesta alam yaitu Allah SWT sebagai tuhan yang menciptakan mereka, lalu saat masyarakat sudah memantapkan hati kepada Allah SWT dengan keyakinan dan kepercayaan yang sempurna, maka, setelahnya baru ditanamkan oleh alim ulama akan ajaran-ajaran agama Islam yang berupa syariat-syariat agama.114

Untuk menjelaskan masuknya islamisasi di Lengkong Wetan dapat dipahami melalui teori Islamisasi dari Betawi. Islam terlebih dahulu masuk ke Kalapa sebagaimana teori Syekh Quro maupun teori Fatahillah. Secara umum kedua teori tersebut menegaskan bahwa Islam masuk ke Kalapa pada abad ke 14 M. Dalam teori Fatahillah lebih dijelaskan bahwa kedatangan Fatahillah sekaligus meruntuhkan Kerajaan Padjajaran yang bekerja sama dengan Portugis. Setelah kedatangan Islam di Kalapa, kemudian menyebarluas. Hingga pada abad ke 16 M Islam masuk dan menyebar di Lengkong melalui Raden Aria Wangsakara. Salah satu daerah di dalam Lengkong tersebut adalah Lengkong Wetan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Islam masuk ke Lengkong Wetan terjadi pada adab ke 16 M. Dua abad setelah Islam masuk di Sunda Kelapa.

Adapun perkembangan islam di Lengkong Wetan saat ini secara umum dilakukan oleh para Amil.115 Tidak hanya berperan menyebarkan Islam saja, akan tetapi amil juga bertanggung jawab atas keseluruhan kegiatan keagamaan yang bersifat tradisi atau kebiasaan seperti pengajian, lalu tahlil, dan hajatan. Selain itu amil juga berperan dalam membimbing masyarakat di lingkungan yang dibina, dari segi kerukunan dalam beragama, ketaatan dalam ibadah, penanaman ahlakul karimah dan penerapan pengajian rutinan bagi semua

114 Wawancara dengan Husein di Lengkong Wetan pada 12 November 2017. Husein atau akrab dengan Bapak Husen merupakan Amil atau ulama yang berkontribusi pada keagamaan Islam, seperti mengajar pendidikan agama Islam. Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Reni, selaku sesepuh di masyarakat yang menjabat sebagai Ketua posyandu di Lengkong Wetan, wawancara pribadi, Lengkong Wetan, 15 oktober 2017. 115 Di masyarakat lengkong wetan, Amil adalah julukan atau gelar setingkat dengan kyai, haji atau pun ulama yang ahli agama dan mempunyai peran penting dalam mengembangkan ajaran agama islam. Berbeda dengan masyarakat pada umumnya, amil hanya dikenal sebagai orang yang menikahkan pasangan calon suami istri atau penghulu. 43

kalangan, yang diikuti oleh para ibu, bapak, remaja dan anak-anak yang masih berusia dini.116

Menurut Sadardadi117 atau yang biasa di panggil engkong Dadi, Islamisasi di Lengkong Wetan dilakukan oleh Sakim, seorang Amil paska kemerdekaan dengan metode dakwah berupa pengajian rutin dan Tablig Akbar. Sakim juga merupakan murid dari Kyai Mustaqiem118 dan Kyai Syafi‟I sesepuh Kampung Lengkong Ulama Desa Lengkong Kulon Tangerang, Banten.119

Selain Sakim, menurut enyak Reni120 orang yang berperan dalam Islamisasi di Lengkong Wetan pasca kemerdekaan adalah H. M. Sirin Bin Encin. Beliau merupakan tokoh masyarakat yang berasal dari Lengkong Kyai atau Lengkong Ulama. H. M. Sirin mengajarkan ilmu agama ke Lengkong Wetan melalui pengajian yang diadakan di rumahnya. Masyarakat sangat antusiat untuk mempelajari agama islam. Salah satu kendala pada masa itu adalah tidak ada kendaran, sehingga masyarakat dapat mengikuti pengajian hanya dengan berjalan kaki. Hal ini pula yang menyebabkan keyakinan dan keimanan masyakat pada masa itu sangat matang karena kesungguhan dalam belajar ilmu agama.121

Dari dua narasumber di atas dapat disimpulkan bahwa orang yang berperan dalam islamisasi di Lengkong Wetan pasca kemerdekaan adalah

116 Wawancara dengan Husein di Lengkong Wetan pada 12 November 2017. 117 Sardadi akrab dengan panggilan engkong Dadi merupakan salah satu tokoh masyarakat di Lengkong Wetan. Beliau sangat dihormati oleh masyarakat Lengkong Wetan karena jasa-jasanya dalam membangun karakter masyarakat Betawi di daerah Lengkong wetan. Dulu beliau merupakan seorang pejuang yang memerangi penjajah dan selaku pelaku seni budaya Betawi. Wawancara dengan Sadardadi di Lengkong Wetan tanggal 23 September 2017. 118 Nama lengkap K.H. Mustaqim adalah Sayid habib Mustaqim bin Darda bin Sayid Abi Khairuddin bin Alwi bin Sayid al-husain dan menurut sejarawan Halwany Michrob, Sayid Abi Khairuddin adalah Sayid Ali utusan mekah yang ikut berjuang melawan penjajah Belanda bersama pasukan Banten tahun 1659. Tubagus Najib, Potret Lengkong Ulama: Rekontruksi Sejarah dan Arkeologi (Tangerang: DISPORABUDPAR, 2011), hal. 11. 119 Wawancara dengan Sadardadi di Lengkong Wetan tanggal 23 September 2017. 120 Reni atau biasa di panggil Enyak Reni merupakan tokoh masyarakat di Lengkong Wetan yang memiliki kontribusi besar pada bidang pelayanan kesehatan. Di Lengkong Wetan enyak Reni di tunjuk menjadi ketua posyandu oleh masyarakat. Karena peran besarnya di bidang kesehatan dan pelayanan masyarakatlah yang membuat masyarakat percaya kepada beliau. 121 Wawancara dengan Reni di Lengkong Wetan pada tanggal 25 September 2017. 44

Sakim dan H. M. Sirin. Sakim adalah murid dari Kyai Mustaqim dan Kyai Syafi‟i. Sedangkan H. M. Sirin merupakan Amil yang berasal dari Lengkong Kyai. Dengan kata lain H. M. Sirin merupakan orang yang berasal dari daerah pusat Islam di Lengkong. Yang membedakan peran Islamisasi antara Sakim dan H. M. Sirin adalah lokasinya. Sakim mengajarkan Islam dengan membuat kegiatan langsung di Lengkong Wetan, sedangkan H. M. Sirin membuat kegiatannya di Lengkong Kyai. Akan tetapi keduanya tetap memiliki pengaruh dalam Islamisasi di Lengkong Wetan.

Adapun bentuk islamisasi yang berkembang di daerah Lengkong dapat dilihat dengan adanya Pondok Pesantren Modern Al-Husainy. Pondok Modern Al-Husainy bertempat di Lengkong Wetan, RT 2/RW 10. Pondok tersebut berdiri pada tahun 1991 dan mulai menerima santri pada tahun 1993.122 Didirikan oleh Habib Ali bin Alwi bin Husein bin Ali bin Thohir123 atau akrab dengan sebutan Habib Ali Al-Husainy. Keberadaan Pondok Pesantren Modern

122 Pada tanggal 9 September 1991, Habib Ali Alwi menggagas ide untuk mendirikan sebuah pondok pesantren di atas tanah wakaf seluas 1 hektar dari keluarga H. Sano di kampung Perigi, Desa Lengkong Wetan, Serpong, Tangerang Selatan. Pesantren mulai dibangun pada bulan Oktober 1991. Pada awalnya, pesantren tersebut bernama Pondok Pesantren Nur As- Sholihat sesuai nama yayasan yang didirikan oleh Syarifah Alawiyah binti Thohir (kakak perempuan Habib Ali) di Kota Bambu, Palmerah, Jakarta Barat. Namun beberapa tahun kemudian, nama pesantren diubah menjadi Pondok Pesantren Modern Al-Husainy. Pada awal berdiri, di pesantren juga dibangun Taman kanak-kanak dan madrasah diniyah. Kemudian sepanjang tahun 1993-1994, barulah didirikan asrama santri, madrasah tsanawiyah, hingga madrasah aliyah. Wawancara dengan Husein di Lengkong Wetan pada 12 November 2017. Husein atau akrab dengan Bapak Husen merupakan Amil atau ulama yang berkontribusi pada keagamaan Islam, seperti mengajar pendidikan agama Islam. 123 KH. Habib Ali Alwi bin Thoir lahir di desa Kabupaten Tengah Kecamatan Leihitu pada tanggal 2 September 1966. Beliau merupakan putra ke 6 dari 7 bersaudara pasangan dari Habib Alwi bin Husein bin Thohir dan Anawiyah binti Ustman, ayahnya seorang pengusaha swasta yang sukses saat itu, dan yang lebih istimewa adalah KH. Habib Ali Alwi bin Thohir adalah keturunan ke-6 dari seorang ulama besar di Hadramaut Yaman, al-Iman al- Qutubul Irsyad Al-Habib Abdullah Bin Husein bin Thohir, yang bergelar “Dua Pemilik Lautan Ilmu Lahir maupun Batin” dan juga pengarang kitab salaf, Sulam at-Taufik yang menjadi rujukan di Pondok-pondok Pesantren di Indonesia termasuk di Pondok Pesantren Modern al- Husainy yang dipimpinnya saat ini. sebagai keturunan dari seorang ulama besar dan da‟I di Maluku, Habib Husen bin Ali bin Thohir, sejak kecil beliau memiliki cita-cita tinggi untuk mengembangkan dan memajukan Islam. Pendidikan yang diterima dari orang tuanya, menjadikan beliau seorang yang selalu perihatin pada keadaan di sekelilingnya. Sejak kecil beliau terkenal dengan jiwa sosialnya dan inilah yang membuat beliau kokoh untuk mengembangkan dakwah Islam. Di lihat dari Syarifah Sa, Diyah. “Retorika Dakwah KH. Habib Ali Alwi Bin Thohir” dalam Skripsi Fakultas Dakwah dan Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007. 45

Al-Husainy mendukung bentuk Islamisasi yang ada di Lengkong Wetan. Hal tersebut berdampak perkembangan Islam semakin pesat di Lengkong Wetan.

Secara umum terdapat dua faktor yang menyebabkan diterima dan berkembangnya Islam di Lengkong Wetan. Pertama, metode dakwah. Menurut Husein, pola ajaran agama Islam yang diterapkan oleh alim ulama dalam pengajian yaitu dengan menyesuaikan dengan objeknya. Jika objek atau jama‟ah yang mengaji adalah orang tua, maka pembahasan agamanya lebih ke pelajaran fiqih dengan metode menjelaskan lalu dilanjutkan dengan sesi tanya jawab. Namun jika objeknya adalah remaja maka alim ulama akan lebih menerapkan metode bahsul masail atau diskusi. Berbeda lagi jika pengajian yang dilakukan objeknya adalah anak-anak maka arah dari pengajiaanya lebih ke pembelajaran syariat-syariat agama Islam secara mendasar. Jadi pengajian dan pengajaran agama Islam yang diterapkan oleh alim ulama di Lengkong Wetan lebih disesuaikan dengan objeknya.124

Sebagaimana ditegaskan juga oleh Junaidi bahwa Islam diterima di Lengkong Wetan melalui kegiatan-kegiatan di masyarakat. Kegiatan tersebut menyangkup pada pengajian-pengajian rutinan yang diselenggarakan oleh tokoh agama di Lengkong Wetan, selain pengajian perayaan hari besar Islam juga menarik masyarakat untuk mengenal serta melestarikan hari-hari penting dalam Islam melalui sebuah perayaan. Dengan adanya kegiatan tersebut secara tidak langsung tokoh masyarakat sudah mengenalkan dan mengajarkan agama Islam kepada masyarakat. Kegiatan-kegiatan tersebut memiliki daya tarik tersendiri bagi masyarakat luas untuk mau mengenal agama Islam.125

Adapun dakwah yang diterapkan untuk menarik dan mau mengenal agama Islam dengan cara mengajak masyarakat muslim di Lengkong Wetan untuk ikut serta dalam kegiatan-kegiatan keagamaan dengan tanpa paksaan,

124 Wawancara dengan Husein, selaku amil di Lengkong Wetan, tanggal 23 september 2017. 125 Wawancara dengan Junaidi di Lengkong Wetan tanggal 27 September 2017. Junaedi atau dikenal Bang Juned merupakan anggota dari Persatuan Pendekar Persilatan dan Seni Budaya Banten Indonesia (PPPSBBI). Kontribusinya pada masyarakat ditunjukan dengan melestarikan kebudayaan dan tradisi masyarakat. 46

seperti pengajian, perayaan hari besar Islam, dzikir, tahlil, dan lain-lain. Dari kegiatan tersebut memiliki daya tarik bagi masyarakat untuk mau dan mengenal agama Islam. Setelah sudah ada keinginan, maka masyarakat akan mulai belajar agama Islam lebih dalam dan memahami pengetahuan keagamaan secara lebih spesifik.126

Hal tersebut senada dengan teori Islamisasi bahwa dakwah para mubaligh menggunakan pendekatan persuasif serta memiliki pemahaman mendalam agama Islam.127 Para pendakwah menyesuaikan dakwah dengan target sasaran, inilah yang kemudian Islam bisa tersebar luas di Lengkong Wetan.

Kedua, faktor ajaran agama Islam. Agama Islam yang disebarkan di Lengkong Wetan menekankan sikap toleransinya. Sebagaimana menurut Wasri Susanto selaku ketua RW di Lengkong Wetan berpendapat bahwa masuknya Islam di Lengkong Wetan diterima dengan mudah dikarenakan toleransinya. Karena sifatnya yang toleransi maka masyarakat di Lengkong Wetan mudah dalam menerimanya. Ketertarikan masyarakat pribumi sendiri terhadap agama Islam karena sifatnya yang lebih mengajarkan manusia untuk saling menghargai, dan menghormati bukan sebaliknya menindas dan memperbudak. Setelah itu, Islam mulai mendominasi keyakinan mayoritas masyarakat pribumi.128

Selain itu Abdul Qodir juga berpendapat megnenai ajaran Islam yang bersifat toleransi membuat masyarakat mudah menerimanya. Selain itu juga penyebaran agama Islam mulai merata di lingkungan masyarakat Lengkong

126 Ibrahim bin mulud, selaku pengajar dan pengurus rumah seni budaya (pelaku seni budaya Betawi) di Lengkong Wetan, wawancara pribadi, Lengkong Wetan, 23 september 2017. Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Rahmat Hidayat (bang Rahmat), selaku pengajar dan pengasuh rumah seni budaya (pelaku seni budaya Betawi) di Lengkong Wetan, wawancara pribadi, Lengkong Wetan, 12 november 2017. 127 Saidun Derani, “Ulama Betawi Perspektif Sejarah” dalam Jurnal At-Turats Vol. XIX No.1 Fakultas Adab dan Humaniora, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2012, h. 118. 128 Wawancara dengan Wasri Susanto diLengkong Wetan pada tanggal 23 September 2017. Wasri Susanto merupakan Ketua RW di Kelurahan Lengkong Wetan dan cukup banyak pengetahuan mengenai budaya, tradisi dan kondisi keberagamaan di Lengkong Wetan. 47

didasari oleh dukungan tokoh-tokoh masyarakat yang mendukung terwujudnya kegiatan-kegiatan yang sifatnya keagamaan.129

Dari kedua faktor diterimanya Islam di Lengkong Wetan yang dijelaskan diatas, penulis menemukan satu hal yang menarik yang menjadi inti dari penyebaran Islam, yaitu berkembang melalui kegiatan peringatan hari-hari besar Islam. Dari berbagai narasumber menyatakan bahwa kegiatan tersebut menunjukkan besarnya ketertarikan masyarakat terhadap agama Islam. Hal tersebut menunjukkan bahwa Amil menggunakan pendekatan yang lebih mengena pada masyarakat.

Melalui proses yang sangat panjang dan memakan waktu yang tidak sebentar, dengan berjalannya waktu keagamaan yang sudah dikenalkan lambat laun mulai berkembang dan ditingkatkan oleh mayoritas masyarakat di Lengkong Wetan. Ini terbukti dari munculnya kegiatan-kegiatan keagamaan seperti pengajian-pengajian rutinan di ruang lingkup masyarakat Lengkong Wetan. Selain itu, antusias masyarakat menyambut hal ini juga sangat bagus, hal ini dapat dilihat dari ramainya masyarakat yang menghadiri pengajian dan meriahnya perayaan hari-hari besar Islam.130

Perkembangan di Lengkong Wetan dalam hal keagamaan sudah mulai terlihat dari kegiatan-kegiatan keagamaan yang sudah mulai dilestarikan oleh mayoritas masyarakatnya. Terbukti bahwa di Lengkong Wetan terdapat beberapa pengajian-pengajian yang melibatkan masyarakat di dalamnya. Pengajian tersebut bertujuan untuk mengenalkan ajaran agama Islam secara menyeluruh dan lebih merata. Dalam pengajian itu juga bukan hanya melibatkan bapak-bapak atau ibu-ibu saja melainkan semua golongan, dimulai dari anak-anak berusia dini, sampai remajanya pun di ikut sertakan, bahkan waktu pelaksanaannya pun sudah dirangkai sedemikian rupa agar seluruh

129 Wawancara dengan Abdul Qadir di Lengkong Wetan tanggal 13 November 2017. Abdul Qodir merupakan ketua Ikatan Remaja Masjid (IRMAS) di Lengkong Wetan. Informasi dibutuhkan dalam menjelaskan perkembangan Islam di Lengkong Wetan. 130 Wawancara dengan Abdul Qodir di Lengkong Wetan pada tanggal 13 november 2017. 48

golongan masyarakat bisa mengenal dan memahami agama secara merata melalui pelajaran dan pengajian di majelis ilmu.131

Adanya proses serta perkembangan yang menjadi lebih baik menunjukkan kesesuaian dengan teori perubahan sosial dalam penelitian sejarah. Hal ini ditunjukkan dengan adanya arah perubahan yang lebih maju berupa berkembang pesatnya Islam di Lengkong Wetan. Kemudian juga didukung dengan adanya proses penyampaian yang sederhana menjadi lebih kompleks. Adanya kegiatan-kegiatan seperti pengajian, majlis taklim, serta peringatan hari besar Islam merupakan proses Islamisasi yang mengarah pada sesuatu yang lebih baik.

Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa kondisi agama Islam di Lengkong Wetan terbagi menjadi beberapa fase. Fase pertama merupakan fase hubungan antara Islamisasi di Betawi sampai ke Lengkong Ulama. Fase kedua adalah penerimaan Islam di Lengkong Wetan secara bertahap dan berkembang luas. Pada fase ini merupakan awal masuknya Islam di Lengkong Wetan. Fase ketiga adalah perkembangan Islam di Lengkong yang signifikan dan masih bertahan hingga saat ini.

B. Budaya Betawi di Lengkong Wetan

Sebelum membahas budaya Betawi, penulis terlebih dahulu akan menjelaskan hubungan antara Lengkong Wetan dengan Betawi. Lengkong secara umum merupakan perkampungan yang berada di jantung kota Serpong berdampingan dengan pengembangan kota Bumi Serpong Damai (BSD).132 Masyarakat mengenal Lengkong dengan nama Lengkong Kyai, Lengkong Ulama, Lengkong Santri maupun Lengkong Sumedang. Penamaan tersebut merupakan penisbahan atas kondisi religius masyarakatnya yang sangat tinggi. Kecuali nama Lengkong Sumedang, istilah tersebut dinisbahkan pada asal-usul kampung Lengkong yang dibentuk oleh Raden Aria Wangsakara yang berasal

131 Wawancara dengan Husein di Lengkong Wetan tanggal 23 September 2017. 132 Muammar Khamdevi, “Kajian Pola Permukiman Khas Kampung Lengkong Ulama, Serpong, Banten” dalam Jurnal Dimensi, Vol. 39, No. 1, tahun 2012, h. 31. 49

dari Sumedang. Baru pada tahun 2005 pemerintah kabupaten Tangerang mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) tentang pembentukan 77 kelurahan di Lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Tangerang. Hasilnya dalam Perda tersebut mengangkat Desa Lengkong menjadi tiga kelurahan, yaitu Lengkong Gudang, Lengkong Wetan, Lengkong Gudang Timur, dan Lengkong Karya.133 Dengan demikian penamaan Lengkong berarti mencakup kepada empat kelurahan tersebut.

Lengkong Wetan secara umum dapat disimpulkan sebagai daerah yang beretnis Betawi. Hal ini dapat dibuktikan dengan dua hal, yaitu hubungan Betawi dengan geografis dan Betawi dengan Keturunan atau orang-orang di dalamnya. Dalam teorinya, Betawi secara geografis berada di kawasan Nusa Kalapa. Adapun yang dimaksud Nusa Kalapa adalah daerah Tangerang dan Jakarta. Selanjutnya suku Betawi juga merupakan perpaduan dari berbagai etnis maupun budaya lain yang menjadi satu, seperti Cina, Sunda dan lainnya.

Suku Betawi merupakan orang-orang keturunan dari Nusa Kalapa.134 Nusa Kalapa adalah daerah yang kemudian disebut dengan Sunda Kelapa. Wilayah Sunda Kelapa yaitu meliputi Tangerang dan Jakarta. Pada masa Kerajaan Tarumanegara maupun Padjajaran, Kalapa merupakan daerah yang cukup sentral sebagai perdagangan. Hal ini dikarenakan di Kalapa terdapat pelabuhan sebagai sarana perhubungan antar kerajaan untuk menunjang hubungan dagang maupun politik.135 Hubungannya dengan Lengkong Wetan adalah bahwa Lengkong Wetan secara administrasi berada di Tangerang. Dengan demikian dapat dipahami bahwa Lengkong Wetan secara etnis dihuni oleh suku Betawi.

Selanjutnya mengenai Betawi juga merupakan etnis campuran juga terjadi di Lengkong Wetan. Sebagaimana kondisi geografis Lengkong Wetan

133 Peraturan Daerah Kabupaten Tangerang No. 3 Tahun 2005 tentang Pembentukan 77 Kelurahan Di Lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Tangerang pasal 2 ayat 3 poin 29, 30, 33 dan 38. 134 Ridwan Saidi, Profil Orang Betawi, h. 6. 135 Ahmad Yanua Samantho, Pakuan Padjajaran dan Bogor dalam Pusaran Sejarah Dunia, (Bogor: Bayt al-Hikmah, .tth), h. 26. 50

menjadikannya daerah yang sering ditempati oleh orang-orang dari luar, seperi Cina, Sunda, Kalimantan dan sebagainya. Hal ini dibuktikan bahwa Lengkong merupakan daerah yang strategis sebagai pusat perdadangan. Lengkong berada di kawasan Sungai Cisadane sebagai pusat perdagangan untuk mengangkut kopi ke Jawa.136 Kampung tersebut sangat strategis sehingga banyak masyarakat lain berdatangan, seperti dari Cina dan sebagainya.137 Dengan demikian masyarakat di Lengkong Wetan merupakan campuran dari berbagai etnis.

Adapun dalam tinjauan Budaya, Betawi secara umum terbagi menjadi dua, Betawi Tengah dan Betawi Pinggiran. Betawi Tengah merupakan etnis Betawi yang menetap di di bagian kota Jakarta yang dahulu dinamakan keresidenan Batavia (Jakarta Pusat - urban). Betawi Tengah menganut gaya hidup tempo lama, misalnya perayaan upacara perkawinan, khitanan, tradisi lebaran, dan memegang teguh agama serta adat istiadat (mengaji). Adapun Betawi Pinggiran juga disebut dengan Betawi Udik / Betawi Ora terdiri atas dua kelompok, yaitu pertama, kelompok dari bagian Utara dan Barat Jakarta serta Tangerang, yang dipengaruhi oleh kebudayaan Cina; kedua, kelompok dari bagian Timur dan Selatan Jakarta, Bekasi, dan Bogor, yang dipengaruhi oleh kebudayaan dan adat istiadat Sunda.138

Ditinjau dari segi kebudayaan Lengkong Wetan masuk dalam golongan Betawi Pinggiran. Hal ini dikarenakan beberapa faktor. Pertama Betawi Pinggiran secara geografis berada Tangerang. Kedua kondisi masyaraka Lengkong Wetan banyak campuran dengan etnis lain seperti Cina dan sebagainya. Hal ini dibuktikan dengan pendapat Mukri Mian bahwa Kampung Lengkong banyak imigran yang berasal dari Cina.

Dari pendapat di atas maka dapat dipahami bahwa kampung Lengkong merupakan daerah yang secara administrasi masuk ke Tangerang tetapi

136 Uka Tjandrasasmita Arkeologi Islam Nusantar, (Jakarta: Gramdeia, 2009), h. 123. 137 Mukri Mian, Sejarah Kampung Lengkong Ulama, (Jakarta, tt, 1983), h. 7. 138 Mita Purbasari, “Indahnya Betawi” dalam Jurnal HUMANIORA Vol.1, No. 1, Universitas Bina Nusantara tahun 2010, h. 3. 51

masyarakatnya bersuku Betawi. Baik dari segi sejarahnya maupun dari segi masyarakat serta kebudayaannya. Sedangkan Lengkong Wetan sebagai bagian dari Lengkong maka dapat dipahami bahwa Lengkong Wetan merupakan daerah beretnis Betawi sebagaimana kampung Lengkong secara umum. Perbedaanya adalah Lengkong Wetan sudah menjadi daerah administrasi berupa kelurahan yang memisahkan dengan Lengkong Gudang, Lengkong Gudang Timur dan Lengkong Karya.

Masyarakat Lengkong Wetan mengakui bahwa mereka adalah orang Betawi yang perlu melestarikan kebudayaannya. Dari hasil wawancara yang didapatkan terdapat dua pendapat mengenai keberadaan budaya Betawi di Lengkong Wetan. Pendapat pertama disampaikan oleh Sardadi. Menurutnya budaya Betawi yang ada di Lengkong Wetan merupakan percampuran masyarakat pribumi dengan masyarakat pendatang sehingga menghasilkan sebuah budaya yang baru.139 Dengan kata lain budaya Betawi yang ada di Lengkong Wetan telah mengalami modifikasi.

Pendapat ke dua disampaikan oleh Junaidi selaku anggota Persatuan Pendekar Persilatan dan Seni Budaya Banten Indonesia (PPPSBBI). Menurutnya bahwa budaya Betawi merupakan budaya asli Betawi yang diwariskan secara turun temurun kepada anak cucunya. Selain itu diwariskan secara langsung biasanya memerintahkan anaknya untuk belajar di sanggar- sanggar seni budaya.140

Pendapat Junaidi diperkuat oleh Susanto selaku ketua RW di Lengkong Wetan. Menurutnya budaya Betawi sendiri sudah mengakar secara turun temurun sejak dulu. Budaya Betawi terus diperbarui dengan berkembangnya zaman, agar tidak terkesan kuno dan membosankan. Dilain sisi, pelestarian selalu dimunculkan di setiap generasinya, agar identitas masyarakat Betawi di Lengkong Wetan ini tidak hilang.141 Adanya pembaharuan pada budaya Betawi

139 Wawancara dengan Sadardadi di Lengkong Wetan tanggal 23 September 2017. 140 Wawancara dengan Junaidi di Lengkong Wetan tanggal 27 September 2017. 141 Wawancara dengan Wasri Susanto diLengkong Wetan pada tanggal 23 September 2017 52

menurut Reni justru mendongkrak kelestarian budaya Betawi di Lengkong Wetan.142

Husain juga berpendapat bahwa budaya Betawi di Lengkong Wetan bukan seperti pandangan masyarakat pada umumnya, yang mengatakan bahwa budaya Betawi muncul karena campuran budaya masyarakat pendatang yang menjadi satu. Beliau mengungkapkan kemunculan budaya Betawi di Lengkong Wetan berdasarkan turun temurun dari leluhur-leluhur Betawi dulu, dan asal muasal budaya Betawi itu sendiri di Lengkong Wetan yaitu berasal dari masyarakat Betawi yang tinggal di daerah lain, yang mencoba mencari lingkungan baru, kemudian datang ke daerah di Lengkong Wetan dan menetap di Lengkong Wetan.143

Sebaimana budaya Betawi pada umumnya, maka masyarakat Lengkong Wetan ikut melestarikan budaya Betawi. Hal tersebut dipertegas oleh Ibrahim bin Mulud selaku pengurus Rumah Seni Budaya Betawi di Lengkong Wetan. Menurutnya membudidayakan dan melestarikan kebudayaan leluhur sudah mengakar dari nenek moyang. Di Lengkong Wetan, pelaku seni memiliki tanggung jawab melestarikan atas tradisi masyarakat Betawi dari festival budaya Betawi, kesenian-kesenian Betawi, tradisi adat Betawi, sampai kebiasaan baik masyarakat Betawi. Semua dilakukan dengan tujuan kebudayaan asli mereka selalu ada dan dikenal.144

Dari dua pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa budaya Betawi yang ada di Lengkong Wetan merupakan budaya asli orang-orang Betawi. Adapun bentuk campuran yang dimaksud lebih mengarah pada sisi nilai-nilai yang ada dalam rangka tujuan melestarikan budaya Betawi.

142 Wawancara dengan Reni di Lengkong Wetan pada tanggal 25 September 2017. 143 Wawancara dengan Husein di Lengkong Wetan pada 12 November 2017. 144 Ibrahim bin mulud, selaku pengajar dan pengurus rumah seni budaya (pelaku seni budaya Betawi) di Lengkong Wetan, wawancara pribadi, Lengkong Wetan, 23 september 2017, pendapat serupa juga dikemukakan oleh Rahmat Hidayat (bang Rahmat), selaku pengajar dan pengasuh rumah seni budaya (pelaku seni budaya Betawi) di Lengkong Wetan, wawancara pribadi, Lengkong Wetan, 12 november 2017. 53

Selain memperkenalkan budaya Betawi kepada masyarakat luas melalui festival-festival dan lomba-lomba yang bernuansa Betawi, para pelaku seni di Lengkong Wetan juga menggunakan tempat untuk mengenalkan budaya tersebut dengan membangun rumah seni (sanggar). Karena mereka yakin pembelajaran mengenai budaya Betawi sangatlah diperlukan bagi generasi- generasi di zaman sekarang ini, selain melestarikan dan mengajarkan kepada generasi penerus di era sekarang, tujuan dari rumah seni (sanggar) ini juga mengupayakan agar budaya Betawi tidak hilang dan dilupakan oleh masyarakat. Oleh sebab itu, mereka (para pelaku seni) memperkenalkan kepada generasi-generasi muda sekarang agar budaya Betawi bisa berkelanjutan nantinya.145

Adapun budaya Betawi yang dilestarikan di Lengkong Wetan adalah: a. Silat cingkrik

Silat Cingkrik merupakan salah satu aliran dalam silat Betawi yang berasal dari Betawi Tengah (Midland). Silat Cingkrik berasal dari Rawa Belong, Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Cingkrik berarti jingkrak-jingkrak atau dalam logat Betawinya cingkrak-cingkrik yang bermakna lincah.146

Adi Windoro “Batavia 1740: Menyisir Jejak Betawi” menjelaskan Sejarah Silat Cingkrik merupakan aliran ini diciptakan oleh Ki Maing sekitar tahun 1920-an. Ki Maing disebutkan sebelumnya pernah berguru silat di Kulon (wilayah barat, bisa jadi Meruya atau Banten), namun ia mendapat inspirasi untuk menciptakan aliran silatnya sendiri setelah memperhatikan gerak-gerik seekor kera.147 Diceritakan bahwa ada seekor kera yang berupaya mengambil

145 Ibrahim bin mulud, wawancara pribadi, Lengkong Wetan, 23 september 2017. 146 G.J. Nawi, Maen Pukulan: Pencak Silat Khas Betawi, h. 99 – 104. 147 Adi, Windoro “Batavia 1740: Menyisir Jejak Betawi” (PT. Gramedia Pustaka Utama 2010). Hlm 35. Lihat juga buku G.J. Nawi “Maen Pukulan: Pencak Silat Khas Betawi” (Yayasan Pustaka Obor Indonesia 2016). Hlm 101-102. 54

tongkat Ki Maing, yang menghindar saat iserang serta menyerang balik dengan cepat.148

Namun demikian, secara umum Silat Cingkrik memiliki 12 jurus dasar seperti:149 1). Keset Bacot. 2). Keset Gedor. 3). Cingkrik. 4). Langkah Tiga. 5). Langkah Empat. 6). Buka Satu. 7). Saup. 8). Macan. 9). Tiktuk. 10). Singa. 11). Lokbe. 12). Longok. Serta ada bagian dari gerakan gabungan kedua belas jurus tersebut yang dinamakan Bongbang, yang kerap jurus gabungan ini dipertontonkan dalam pagelaran beladiri. Arti Sambut adalah latihan perkelahian berpasangan, yaitu terdapat 3 jurus sambut seperti:150 1). Sambut Tujuh Muka. 2). Sambut Gulung. 3). Sambut Habis, atau Sambut Detik. Sambut bertujuan melatih reflek untuk menghadapi serangan yang bertubi-tubi.

Silat Cingkrik yang diajarkan di Lengkong Wetan memfokuskan pada gerakan tangan dan kaki. Diawali pemanasan sebagai metode yang bertujuan agar urat-urat dan persendian dalam tubuh terbiasa (tidak kaget). dalam prosesi pembelajarannya biasanya dipandu oleh para pelaku silat yang lebih senior. Setelah semua gerakan silat terselesaikan maka latihannya akan di tutup dengan doa dan salam-salaman.151 b. Lenong

Lenong adalah pentas seni berbentuk drama sejarah atau legenda, aksi dan komedi yang menjadi kekhasan suku Betawi. Lenong di Lengkong Wetan sering dilaksanakan pada hari-hari penting seperti pada acara festival Betawi, nikahan, sunatan, dan lain sebagainya.

148 Prabowo, Erik R. Antonius Fran Setiawan, ed. “Silat Nusantara” (Litera 2016). Hlm. 22. 149 G.J. Nawi, Maen Pukulan: Pencak Silat Khas Betawi, hlm 104. Lihat juga Prabowo, Erik R. Antonius Fran Setiawan, ed. “Silat Nusantara” (Litera 2016). Hlm. 22. Lihat juga dalam buku Adi, Windoro “Batavia 1740: Menyisir Jejak Betawi” (PT. Gramedia Pustaka Utama 2010). Hlm 22-23. 150 Prabowo, Erik R. Antonius Fran Setiawan, ed. “Silat Nusantara” (Litera 2016). Hlm. 22. Lihat juga dalam buku Adi, Windoro “Batavia 1740: Menyisir Jejak Betawi” (PT. Gramedia Pustaka Utama 2010). Hlm 22-23. Lihat juga G.J. Nawi, Maen Pukulan: Pencak Silat Khas Betawi, hlm 104. 151 Rahmat Hidayat (bang Rahmat), selaku pengajar dan pengasuh rumah seni budaya (pelaku seni budaya Betawi) di Lengkong Wetan, wawancara pribadi, Lengkong Wetan, 26 januari 2018. 55

Tradisi kesenian lenong sendiri dalam pelaksanaannya yaitu diawali dengan pembuatan skenario cerita yang disusun oleh para pelaku seni dan alur ceritanya diadaptasi dari kisah tokoh-tokoh Betawi. Dalam akhir cerita dibumbui dengan pesan moral bagi masyarakat yang tujuannya adalah mengingatkan masyarakat mengenai pentingnya melestarikan budaya leluhur yang telah susah payah di perjuangkan oleh para tokoh-tokoh Betawi zaman dulu.152

c. Buka Palang pintu

Tradisi buka palang pintu dalam pernikahan Betawi, merupakan tradisi yang sering diadakan oleh masyarakat Betawi saat menerima tamu sebelum prosesi akad dalam pernikahan dimulai. Dalam prosesinya, dari kedua belah pihak antara rombongan pengantin pria dan wanita saling berhadapan dengan didampingi beberapa pesilat. Palang pintu merupakan simbol awal bersatunya kedua belah pihak.

Palang pintu adalah tradisi simbolik yang menyatakan pihak mempelai pria pantas untuk meminang pihak mempelai wanita. Di dalamnya terdiri dari adu pantun, silat, dan mengaji (membaca al-quran). ketiga syarat ini merupakan simbol bahwa orang Betawi bukan hanya bisa berpantun, tapi harus bisa main pukul (membela diri) dan mengaji.153

C. Nilai-Nilai Islam pada Budaya Betawi di Lengkong Wetan

Ketiga jenis budaya Betawi yang dilestarikan oleh masyarakat Lengkong Wetan terdapat beberapa modifikasi di dalamnya. Salah satu unsur yang mendominasi dalam modifikasi budaya Betawi tersebut adalah nilai-nilai Islam. Hal ini dapat dibuktikan melalui adanya perbedaan antara budaya asli silat, lenong, maupun palang pintu yang berkembang di Lengkong Wetan kaya

152 Rahmat Hidayat (bang Rahmat), selaku pengajar dan pengasuh rumah seni budaya (pelaku seni budaya Betawi) di Lengkong Wetan, wawancara pribadi, Lengkong Wetan, 26 januari 2018. 153 Husein, selaku amil di Lengkong Wetan, wawancara pribadi, Lengkong Wetan, 23 september 2017. 56

akan nilai-nilai Islam seperti pembacaan shalawat kepada Nabi Muhammad, pembacaan do‟a, maupun praktik-praktik Islam lainnya.

Silat yang dikembangkan di Lengkong Wetan adalah silat Cingkrik. Pada awalnya silat cingkrik merupakan salah satu aliran pencak silat khas Betawi yang menekankan pada kelincahan gerakan. Akan tetapi silat cingkrik yang ada di Lengkong Wetan memiliki ketentuan-ketentuan lain yang bernilai Islami.

Nilai-nilai Islam pada budaya Betawi di Lengkong Wetan terwujud pada tradisi palang pintu, silat dan tradisi masyarakat Betawi lainnya. Tradisi tersebut sudah ada sejak dahulu dan masyarakat sekarang hanya tinggal melestarikannya saja. Budaya Betawi di Lengkong Wetan sama sekali tidak berseberangan dengan ajaran agama Islam, justru yang dilakukan tokoh-tokoh Islam di Lengkong Wetan dalam mengajarkan agama Islam ke masyarakatnya mengadaptasikan dengan kebudayaan dan kesenian Betawi di lingkungan tersebut. Memang dari dasarnya budaya Betawi sudah tidak berseberangan dengan agama Islam, jadi tidak menyulitkan tokoh-tokoh Islam untuk menanamkan ajaran agama Islam dan menggabungkannya dengan budaya masyarakat setempat.154

Rahmat Hidayat selaku pengajar dan pengasuh Rumah Seni Budaya Betawi (RSBB) menuturkan ada adab yang harus dilakukan yaitu dengan mengawali kegiatan dengan membaca surat yasin dan membaca tahlil. Setelah itu membacakan al fatihah yang tujuannya untuk mengirimkan bacaan tersebut kepada para tokoh-tokoh Betawi yang menciptakan gerakan-gerakan silat Cingkrik. Setelah semua gerakan silat terselesaikan maka latihannya akan di tutup dengan doa dan salam-salaman.155

Pembacaan tahlil, surat Yasin, dan pembacaan al-Fatikhah pada dasarnya ritual yang ada dalam agama Islam. Silat Cingkrik sebagaimana yang

154 Husein, selaku amil di Lengkong Wetan, wawancara pribadi, Lengkong Wetan, 23 september 2017. 155 Rahmat Hidayat (bang Rahmat), selaku pengajar dan pengasuh rumah seni budaya (pelaku seni budaya Betawi) di Lengkong Wetan, wawancara pribadi, Lengkong Wetan, 26 januari 2018. 57

dijelaskan oleh Nawi dalam buku Maen Pukulan tidak mensyaratkan adanya ritual Islami di atas. Dengan demikian terdapat nilai-nilai Islam dalam silat cingkrik yang dilestarikan oleh masyarakat Lenong Wetan.

Pengadaan nilai-nilai Islami dalam silat cingkrik secara umum disebabkan kemunculan budaya Betawi yaitu berasal dari tokoh agama yang cinta dengan budaya. Pendiri rumah budaya juga merupakan tokoh yang beragama Islam. karena tokohnya adalah orang Islam, maka secara otomatis ajaran yang diajarkan ke masyarakat mengenai kebudayaan dan kesenian Betawi kepada masyakat pun akan berlandaskan atas ajaran Islam yang di anut oleh tokoh tersebut.156

Selain terdapat pada silat, nilai-nilai Islam juga terdapat pada budaya palang pintu. Budaya palang pintu pada prinsipnya sarat akan nilai agama Islam. Palang pintu secara umum terdiri dari dua unsur, silat dan ngaji.157 Dari awal kemunculannya saja palang pintu sudah memiliki nilai-nilai Islam, maka dalam pelestarian budaya palang pintu bisa dipastikan terdapat nilai-nilai Islam.

Palang pintu yang dilestarikan oleh masyarakat Lengkong Wetan meliputi prosesi sebagaiaman biasa dilakukan oleh masyarakat Betawi saat menerima tamu sebelum prosesi akad dalam pernikahan dimulai. Palang pintu merupakan simbol pembuka antara dua belah pihak, dari mempelai wanita atau mempelai pria. Untuk prosesinya saat pihak mempelai pria datang dengan diiringi oleh musik marawis, pihak mempelai wanita menyambutnya dengan palang pintu.

Dalam palang pintu tersebut pun ada syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh pihak mempelai pria sebagai simbol bahwa pihak mempelai pria pantas untuk meminang pihak mempelai wanita. Syarat-syaratnya yaitu adu pantun,

156 Junaedi, selaku sesepuh di masyarakat di Lengkong Wetan, wawancara pribadi, Lengkong Wetan, 15 oktober 2017. 157 Devi Roswita, “Indahnya Betawi”, h. 6. 58

silat, dan mengaji, ketiga syarat ini merupakan simbol bahwa orang Betawi bukan hanya bisa berpantun, tapi harus bisa main pukul dan mengaji.158

Pada dasarnya tradisi palang pintu dalam pernikahan Betawi merupakan tradisi Betawi yang ada unsur-unsur keagamaanya, karena dalam prosesinya terdapat kegiatan yang bersangkutan dengan agama seperti mengaji, pembacaan ayat-ayat suci Al-Quran dan bacaan sholawat nabi yang diiringi dengan musik marawis.159 Hal ini kemudian yang dilestarikan oleh masyarakat Lengkong Wetan.

Adapun nilai-nilai Islam pada budaya Lenong dapat dilihat dari kisah tokoh Betawi yang berjuang membela agama Islam. Sebelum melakukan pementasan juga terdapat do‟a sebagaimana doa dalam Islam. Cerita yang dipertunjukkan merupakan hal-hal yang berkaitan dengan agama Islam. Dengan kata lain Lenong merupakan pementasan dalam menceritakan perkembangan Islam. Dengan demikian Lenong juga bagian dari dakwah Islam. Dan di akhir pementasan ditutup dengan salam dan doa sebagaimana doa dalam Islam.160

Nilai-nilai Islam yang terkandung dalam budaya silat, palang pintu dan lenong merupakan model pelestarian budaya yang tidak melepaskan aspek keagamaan. Hal ini disebabkan budaya Betawi yang ada di Lengkong Wetan kemunculannya adalah setelah agama Islam, maka secara tidak langsung tradisi-tradisi Betawi yang dilaksanakan di masyarakat semuanya masih berlandaskan dengan ajaran agama Islam. Tradisi tersebut seperti tradisi nikahan yang di dalamnya terdapat palang pintunya, pelaksanaannya pun mengadopsi ajaran agama Islam dengan menyuarakan solawatan kepada kanjeng nabi Muhammad SAW yang diselipkan pada prosesinya. Tradisi lain seperti kesenian silat, dalam pelaksanaannya setiap masyarakat yang belajar

158 Husein, selaku amil di Lengkong Wetan, wawancara pribadi, Lengkong Wetan, 23 september 2017. 159 Husein, selaku amil di Lengkong Wetan, wawancara pribadi, Lengkong Wetan, 23 september 2017. 160 Rahmat Hidayat (bang Rahmat), selaku pengajar dan pengasuh rumah seni budaya (pelaku seni budaya Betawi) di Lengkong Wetan, wawancara pribadi, Lengkong Wetan, 26 januari 2018. 59

silat, pertama tama ditanamkan ilmu mengaji terlebih dahulu, setelahnya baru belajar silat, waktu pelaksanaannya pun dimalam hari setelah ibadah sholat dilaksanakan. Tradisi lainnya yaitu tradisi lenong, dalam pelaksanaanya para pelaku lenong menanamkan ajaran-ajaran Islam dan dongeng-dongeng agama Islam di dalam alur ceritanya.161

D. Kiat-Kiat Masyarakat Lengkong dalam Melestarikan Budaya Betawi

Keberadaan budaya Betawi di Lengkong Wetan merupakan bukti bahwa masyarakat Lengkong Wetan masih melestarikan kebudayaan Betawi. Budaya Betawi sudah mengakar turun temurun sejak dulu. Akan tetapi dalam pelestariannya, budaya Betawi terus diperbaharui sesuai dengan perkembangan zaman dan tidak terkesan kuno atau membosankan.162

Pada dasarnya pelestarian budaya erat kaitannya dengan ketertarikan masyarakat terhadap budaya tersebut. Sebagaimana budaya Betawi diperkenalkan kepada para penduduk lokal, dan para pendatang. Karena budaya Betawi tersebut terlihat unik, menimbulkan ketertarikan masyarakat untuk mengenal dan belajar budaya baru tersebut. Dari sinilah budaya tersebut mulai berkembang dan dilestarikan sampai sekarang ini.163

Dalam melestarikan budaya Betawi, secara khusus di Lengkong Wetan terdapat pelaku seni yang bertanggungjawab dalam persoalan mengajar hingga mengadakan kegiatan berbau kebudayaan Betawi. Pelaku seni merupakan seorang yang memiliki kontribusi besar terhadap kebudayaan Betawi. Terbilang penting karena perannya dalam membudidayakan dan melestarikan kebudayaan leluhur sangat signifikan, bahkan terbilang sudah mengakar dari nenek moyang mereka. Di Lengkong Wetan, pelaku seni memiliki tanggung jawab melestarikan atas tradisi masyarakat Betawi dari festival budaya Betawi, kesenian-kesenian Betawi, tradisi adat Betawi, sampai kebiasaan baik

161 Junaedi, selaku sesepuh di masyarakat di Lengkong Wetan, wawancara pribadi, Lengkong Wetan, 15 oktober 2017.

162 Wawancara dengan Wasri Susanto diLengkong Wetan pada tanggal 23 September 2017 163 Wawancara dengan Reni di Lengkong Wetan pada tanggal 25 September 2017. 60

masyarakat Betawi. Semua tanggung jawab itu bukan karena paksaan, melainkan dari kesadaran para pelaku seni sendiri yang mengharapkan kebudayaan asli mereka selalu ada dan dikenal. Oleh sebab itu, mereka mencoba melestarikan kebudayaan tersebut agar tidak hilang dengan bergantinya era.164

Selain orang yang berperan dalam melestarikan budaya Betawi, terdapat beberapa cara yang dilakukan oleh masyarakat Lengkon Wetan dalam melestarikan kebudayaannya. Berikut penjelasan detailnya:

Pertama mewariskan budaya secara langsung. Pelestarian model ini biasanya dilakukan dengan cara mengajarkan kebudayaan Betawi secara langsung kepada keturunannya. Sebagaimana banyak jawara-jawara, orang tuanya menginginkan anak dan keturunannya tetap mempertahankan kedudukannya sebagai jawara. Oleh karena itu kedudukan jawara akan tetap terjaga sekaligus melestarikan kebudayaan Betawi.165

Kedua melestarikan melalui sanggar. Bentuk pelestarian ini dilakukan dengan cara mendidik generasi selanjutnya melalui rumah seni atau padepokan tempat belajar budaya Betawi. Sebagaimana adanya Rumah Seni dan Budaya Betawi. Masyarakat Lengkong selain orang yang berpengaruh biasanya menyuruh anak-anaknya untuk belajar di di sanggar-sanggar seni budaya.166 Pembelajaran mengenai budaya Betawi sangatlah diperlukan bagi generasi- generasi di zaman sekarang ini, selain melestarikan dan mengajarkan kepada generasi penerus di era sekarang, tujuan dari rumah seni (sanggar) ini juga mengupayakan agar budaya Betawi tidak hilang dan dilupakan oleh masyarakat. Oleh sebab itu, mereka (para pelaku seni) memperkenalkan

164 Ibrahim bin mulud, selaku pengajar dan pengurus rumah seni budaya (pelaku seni budaya Betawi) di Lengkong Wetan, wawancara pribadi, Lengkong Wetan, 23 september 2017, pendapat serupa juga dikemukakan oleh Rahmat Hidayat (bang Rahmat), selaku pengajar dan pengasuh rumah seni budaya (pelaku seni budaya Betawi) di Lengkong Wetan, wawancara pribadi, Lengkong Wetan, 12 november 2017. 165 Wawancara dengan Junaidi di Lengkong Wetan tanggal 27 September 2017. 166 Wawancara dengan Junaidi di Lengkong Wetan tanggal 27 September 2017. 61

kepada generasi-generasi muda sekarang agar budaya Betawi bisa berkelanjutan nantinya.167

Ketiga melestarikan melalui kegiatan. Salah satu bentuk kegiatan dalam rangka memperkenalkan sekaligus melestarikan budaya Betawi adalah “Lebaran Betawi”. Di dalam festival tersebut biasanya dikenalkan kepada masyarakat luas mengenai kebudayaan Betawi secara menyeluruh, dari segi seni, pakaian adat, makanan khas, sofenir, dan lain lain. Tujuan diselenggarakan kegiatan budaya ini yaitu agar terangkatnya kembali budaya Betawi yang perlahan-lahan hilang digerus oleh perkembangan zaman yang semakin modern. Disamping menyesuaikan dengan perkembangan zaman kegiatan dalam festival ini juga diatur sedemikian rupa agar menarik minat masyarakat untuk ikut serta dan turut serta dalam menyaksikannya. Selain lebaran Betawi, pelestarian budaya Betawi juga dilakukan melalui kegiatan hajatan seperti sunatan, nikahan dan hajatan lainnya.168

Ketiga penjelasan di atas merupakan gambaran umum mengenai metode atau cara yang dilakukan masyarakat Lengkong Wetan dalam rangka melestarikan budaya Betawi. Baik dilakukan secara langsung, melalui sanggar atau rumah seni, dan melalui kegiatan, baik dalam festival maupun dalam hajatan. Hal tersebut dilakukan sebagai bentuk kesadaran masyarakat Lengkong akan pentingnya sebuah budaya.

Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa budaya Betawi dapat dilestarikan melalui adanya pelaku seni dan kegiatan pertunjukkan kesenian. Pelaku seni secara khusus berperan mengajarkan dan melestarikan budaya Betawi, sedangkan kegiatan pertunjukkan kesenian merupakan bagian dari pengenalan budaya Betawi kepada masyarakat yang lebih luas. Dengan demikian kedua aspek tersebut tidak bisa dipisahkan. Pelaku seni menciptakan masyarakat yang mengetahui serta menguasai kebudayaannya. Pertunjukkan adalah momentuk sosialisasi untuk menarik masyarakat agar tetap

167 Ibrahim bin mulud, wawancara pribadi, Lengkong Wetan, 23 september 2017. 168 Ibrahim bin mulud, wawancara pribadi, Lengkong Wetan, 23 september 2017. 62

mempertahankan budayanya. Jika salah satunya tidak ada, maka pelestarian budaya tidak bisa dilakukan.

Atas dasar hal tersebut bisa menjelaskan bahwa budaya Betawi yang berkembang tidak sebatas hiburan semata, sebab ada pendidikan khusus melalui sanggar atau rumah seni. Sehingga dapat dikatakan bahwa pelaku seni atau orang yang belajar budaya Betawi menguasi betul aspek kebudayaan Betawi.169 Adapun kegiatan atau festival berkaitan pertunjukkan seni budaya Betawi merupakan kreatifitas atau rekacipta masyarakat dalam menginovasi kebudayaan agar tidak membosankan. Adanya pembaharuan pada budaya Betawi justru mendongkrak kelestarian budaya Betawi di Lengkong Wetan.170

169 Wawancara dengan Junaidi di Lengkong Wetan tanggal 27 September 2017. 170 Wawancara dengan Reni di Lengkong Wetan pada tanggal 25 September 2017. BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Penelitian ini menjawab rumusan masalah yang telah dibuat. Adapun hasilnya adalah sebagai berikut:

1. Kondisi agama Islam di Lengkong Wetan. Islam yang berada di Lengkong Wetan secara khusus dikembangkan oleh Amil. Amil merupakan orang yang menguasai ilmu agama Islam serta bertanggung jawab pada kegiatan-kegiatan keagamaan Islam. Adapun orang yang berperan adalah Sakim merupakan murid Kyai Mustaqim dan Kyai Syafi‟i serta H.M. Sirin bin Encin. Adapun bentuk pengembangan Islamnya dilakukan dengan cara mengadakan kegiatan keagamaan berupa pengajian, maupun peringatan hari besar Islam. Terdapat Pondok Pesantren Modern Al-Husainy yang dipimpin oleh Habib Ali bin Alwi bin Husein bin Ali bin Thohir atau akrab dengan sebutan Habib Ali Al-Husainy dan bertempat di Lengkong Wetan, RT 2/RW 10. 2. Nilai-nilai Islami yang terkandung dalam budaya Betawi di antaranya pembacaan tahlil, dan membaca surat yasin serta berdoa sebelum melakukan Pencak Silat Cingkrik. Dalam Kesenian Lenong, alur cerita yang disampaikan berupa perjuangan tokoh Betawi dalam menyebarkan Islam serta melawan penjajah Belanda. Adapun dalam Buka Palang Pintu terdapat persyaratan membaca al-Qur‟an. 3. Pelestarian budaya Betawi di Lengkong Wetan dilakukan secara langsung maupun tidak secara langsung. secara langsung berarti orang tua mengajarkan budaya kepada anak-anaknya. Adapun yang secara tidak langsung berupa pembelajaran budaya di rumah seni atau tempat pendidikan Pencak Silat maupun sanggar seni. Selain itu bentuk pelestarian budaya Betawi di Lengkong Wetan juga dilakukan dengan

63

64

cara mengadakan festival-festival seni. Keseluruhannya memiliki tujuan dalam rangka tetap mempertahankan budaya Betawi.

A. Kritik dan Saran

Terdapat beberapa kekurangan dalam penelitian ini. Di antaranya adalah rujukan khusus mengenai Lengkong Wetan yang sedikit serta sulit didapatkan. Lebih banyak buku atau referensi Lengkong secara umum, seperti Lengkong Ulama, atau Lengkong Kyai. Selanjutnya secara geografis Lengkong Wetan kerap digeneralisasi dengan Lengkong Ulama atau Lengkong Kyai, padahal Lengkong Wetan merupakan wilayah administrasi berupa kelurahan yang berbeda dengan Lengkong Lengkong Gudang, Lengkong Gudang Timur, dan Lengkong Karya.

Adapun saran untuk peneliti selanjutnya diharapkan dapat mengupas lebih khusus pada aspek kebudayaan Betawi yang ada di Lengkong Wetan. Sebab dalam penelitian ini penulis terfokus pada budaya Silat, Lenong dan Palang Pintu, sedangkan budaya Betawi masih banyak yang perlu dikaji lebih mendalam serta perlu dilestarikan. Hal tersebut dalam rangka menjaga warisan sejarah berupa kebudayaan Betawi.

DAFTAR PUSTAKA

Babad:

Mian, Mukri. Sejarah Kampung Lenkong Ulama Tangerang, tt.tt. 1983.

Jurnal:

Derani, Saidun. “Ulama Betawi Perspektif Sejarah” dalam Jurnal At-Turats, Vol. XIX No. 2, Fakultas Adab dan Humaniora, UIN Syarih Hidayatullah Jakarta tahun 2013.

Devi, Roswita. “Tradisi Buka Palang Pintu: Transformasi Tradisi Upacara Menuju Komoditas” dalam Jurnal Fisip UI, tahun 2013.

Hidayah, Irfanul. “Agama dan Budaya Lokal: Peran Agama Dalam Proses Marginalisasi Budaya Lokal”, dalam Jurnal Religi, vol 2, no 2, juli 2003.

Purbasari, Mita. “Indahnya Betawi” dalam Jurnal HUMANIORA Vol.1, No. 1, Universitas Bina Nusantara tahun 2010.

Khamdevi, Muammar. “Kajian Pola Permukiman Khas Kampung Lengkong Ulama, Serpong, Banten” dalam Jurnal Dimensi, Vol. 39, No. 1, tahun 2012.

Skripsi:

Firdaus, Firman. “Persepsi Masyarakat Pribumi Terhadap Pendatang di Kampung Lengkong Ulama Tangerang” dalam Skripsi Fakultas Psikologi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2008.

Imam, Mukorobin. “Raden Aria Wangsakara dan Peranannya Dalam Perkembangan Islam di Lengkong Ulama Tangerang” dalam Skripsi Fakultas Adab dan Humaniora, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013.

65

66

Syarifah Sa, Diyah. “Retorika Dakwah KH. Habib Ali Alwi Bin Thohir” dalam Skripsi Fakultas Dakwah dan Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007.

Wawancara Pribadi:

Wawancara dengan Abdul Qadir di Lengkong Wetan tanggal 13 November 2017.

Wawancara dengan Husein di Lengkong Wetan pada 12 November 2017.

Wawancara dengan Junaidi di Lengkong Wetan tanggal 27 September 2017.

Wawancara dengan Rahmat Hidayat di Lengkong Wetan tanggal 26 januari 2018.

Wawancara dengan Reni di Lengkong Wetan pada tanggal 25 September 2017.

Wawancara dengan Sadardadi di Lengkong Wetan tanggal 23 September 2017.

Wawancara dengan Wasri Susanto diLengkong Wetan pada tanggal 23 September 2017.

Wawancara Ibrahim bin Mulud di Lengkong Wetan tanggal 23 september 2017.

Sumber Data Kelurahan Lengkong Wetan:

Data Arsip Kelurahan Lengkong Wetan mengenai Monografi Kelurahan Lengkong Wetan, seputar sarana dan prasarana.

Data Arsip Kelurahan Lengkong Wetan mengenai Profil Kelurahan Lengkong Wetan tahun 2016.

Buku:

Abdillah, Syamsuddin. Agama dan Masyarakat Pendekatan Sosiologi Agama. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997. 67

Abdurrahman, Dudung. Metode Penelitian Sejarah. Jakarta: Logoso Wacana Ilmu, 1999.

Alam, Syamsir. dan Fadhilah, Amir. Sosiologi Pedesaan. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2008.

Azis, Abdul. Islam dan Masyarakat Betawi. Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu. 2002.

Adi, Windoro “Batavia 1740: Menyisir Jejak Betawi” (PT. Gramedia Pustaka Utama 2010). H

Budiono, Herusatoto. Simbolisme dalam Budaya Jawa. Yogyakarta: Hindita Graha Widia, 2000.

Chaer, Abdul. Foklor Betawi Kebudayaan dan Kehidupan Orang Betawi. Jakarta: Masup Jakarta, 2012.

Erik R, Prabowo. Antonius, Fran Setiawan, ed. “Silat Nusantara” (Litera 2016).

Zakiah, Darajat, dkk. Perbandingan Agama, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996).

Gottshalck, Louis. Mengerti Sejarah, Terj. Nugroho Susanto. Jakarta: Universitas Indonesia, Press, 2008.

Gunawan, Imam. Metode Penelitian Kualitatif Teori & Praktek, Jakarta: Bumi Aksara, 2013.

Ikatan Abang None Jakarta Selatan 2017. Buku Panduan Peserta Abang None Jakarta Tahun 2018, Jakarta: tt. 2017.

Kahmad, Dadang. Sosiologi Agama; Potret Agama dalam Dinamika Konflik. Bandung: Pustaka Setia, 2011.

Kartodirdjo, Sartono. Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metode Sejarah. Jakarta: Gramedia, 1992. 68

Keluarga Pencak Silat Nusantara (KPSN). Buku Pelajaran Pencak Silat Nusantara. Jakarta: KPSN, 2011.

Kiki, Rakhmad Zailani. dkk. Geneologi Intelektual Ulam Betawi. Jakarta: Jakarta Islamic Center, 2011.

Koentjaraningrat. Sejarah Teori Antropologi I. Jakarta: UI Press, 1980.

Kuntowijoyo. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Tiara Wacana, 2013.

Lubis, M. Ridwan. Agama dalam Perbincangan Sosiologi. Bandung: Citapustaka, 2010.

Najib, Tubagus. Potret Lengkong Ulama; Rekonstruksi Sejarah dan Arkeologi. Tangerang: Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata. 2011.

M. Dien Madjid, Johan Wahyudhi, Ilmu Sejarah Sebuah Pengantar, (Jakarta: Kencana, 2014

Nawi, G.J. Maen Pukulan: Pencak Silat Betawi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2016.

Peraturan Daerah Kabupaten Tangerang No. 3 Tahun 2005 tentang Pembentukan 77 Kelurahan Di Lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Tangerang.

Pusat Data. Monografi kelurahan Lengkong Wetan tahun 2017.

Saidi, Ridwan. Profil Orang Betawi, Asal-Usul, Kebudayaan, dan Adat Isitadatnya. Jakarta: PT Gunara Kata, 2001.

Saleh, M. Pencak Silat: (Sejarah Perkembangan, Empat Aspek,Pembentukan Sikap dan Gerak. Bandung, IKIP. 1991.

Samantho, Ahmad Yanua. Pakuan Padjajaran dan Bogor dalam Pusaran Sejarah Dunia. Bogor: Bayt al-Hikmah, .tth. 69

Tjandrasasmita, Uka. Arkeologi Islam Nusantara. Jakarta: KPG, 2009.

Web: http://silatbeksi.blogspot.co.id/2006/06/visi-misi-pps-beksi.html diakses pada tanggal 22 April 2018, jam 9:14. http://roudhotutolibin.blogspot.co.id/2013/12/biografi-guru-marzuki- muara_12.html?m=1 Penulis H. Abdullah Ahmad Muara. diakses 16 Mei 2018, jam 20:22 http://www.santrionline.net/2016/04/manakib-biografi-al-habib-ali- bin.html&hl=id-ID Diakses pada hari rabu 16 Mei 2018. Jam 20:46.

Http://herraoctaviany.blogspot.com/2015/09/palang-pintu-lengkong- wetan.html?m=1 Jual Perlengkapan Budaya Betawi (diakses jam 21:22, tanggal 10 Janurai 2018).

70

LAMPIRAN

Lampiran Wawancara Berikut ini merupakan daftar pertanyaan sekaligus jawaban hasil wawancara antara peneliti dengan pihak internal (masyarakat).

Wawancara pertama. Nama : Bpk. Amil Husein, selaku Amil di Lengkong Wetan. Tanggal wawancara : 23 september 2017. Tempat : Kediaman Bpk. Amil Husein di Lengkong Wetan. Berikut adalah lampiran hasil wawancara peneliti dengan narasumber secara langsung. T: Bagaimana kondisi sosial keagamaan di Lengkong Wetan.? J: Di Lengkong Wetan, keyakinan masyarakat Lengkong Wetan serupa dengan masyarakat Indonesia pada umumnya yaitu mendasarkan agama dalam kehidupan masyarakatnya. Mengenai keagamaan di lengkong wetan khususnya di rw 10, yang tergolong dari 4 rt, itu sangat variatif keagamaannya, ada yang memeluk agama Islam, dan ada juga yang non muslim, bahkan di salah satu rt di rw 10 ini ada yang mayoritasnya masyarakatnya beragama non muslim, yaitu beragama Budha, dan Kristen. termasuk ketua rtnya juga beragam budha, dan sisanya mayoritas muslim. T: Bagaimana pendapat bapak mengenai agama di Lengkong Wetan khususnya agama Islam,? J: Mengenai agama, meskipun adanya perbedaan keagamaan di ruang lingkup masyarakatnya, masyarakat Lengkong Wetan sangat bertoleransi dan saling menghargai antara agama yang satu dengan agama yang lain dalam beragama. Bahkan ada sebagian masyarakat yang non muslim yang masuk ke agama Islam karena keramahan masyarakat muslim itu sendiri kepada agama-agama lain yang diwujudkan dengan saling menghargai dan sikap sopan dan santun yang masyarakat muslim berikan ke masyarakat lain. Meskipun kedudukan mereka non muslim. Kebanyakan dari mereka sering bergaul dengan masyarakat muslim dan 71

ikut serta kepada kegiatan-kegiatan keagamaan, sehingga mereka tertarik dan mulai mengenal dan akhirnya masuklah ke agama Islam. T: Menurut bapak bagaimana proses Islam masuk di Lengkong Wetan,? J: pengenalan agama Islamnya yaitu melalui ketauhidan terlebih dahulu, keyakinan yang ditanamkan kepada masyarakat lebih tertuju pada keesaan tuhan semesta alam yaitu Allah SWT sebagai tuhan yang menciptakan mereka, lalu saat masyarakat sudah memantapkan hati kepada Allah SWT dengan keyakinan dan kepercayaan yang sempurna, maka, setelahnya baru ditanamkan oleh alim ulama akan ajaran-ajaran agama Islam yang berupa syariat-syariat agama. T: Lalu bagaimana proses islamisasi tersebut berlangsung,? J: penerapan atau pengenalan agama Islam yang tidak secara langsung mengajarkan kepada syariat dan rukun-rukun Islam yang sifatnya harus dilaksanakan, tapi pengenalan agama Islam itu melalui ketauhidan terlebih dahulu. karena tujuan awalnya agar masyarakat memiliki keyakinan dan kepercayaan terlebih dahulu terhadap keesaan dan keagungan Allah SWT. Setelah masyakarat sudah yakin, baru ditanamkan ajaran-ajaran agama Islam yang sifatnya syariat, yang menuntut mereka untuk melaksanakan apa yang diperintahkan oleh agama Islam. Karena jika pengajarannya langsung diterapkan syariat Islam, maka akan muncul penolakan dan pemberontakan dari masyarakat, karena dulunya masyarakat di Lengkong Wetan masih berkeyakinan terdapat sesuatu yang sifatnya Animisme dan Dinamisme. T: Saat agama Islam sudah hadir di tengah-tengah masyarakat Lengkong Wetan, lalu bagaimana prosesi atau kegiatan keagamaan tersebut di Lengkong Wetan,? J: Mengenai kegiatan kemasyarakat yang bersangkutan dengan aktivitas keagamaan di lengkong wetan yaitu ada beberapa pengajian yang diselenggarakan di Lengkong Wetan ini. Pengajian tersebut tersebut terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu: Pengajian khusus ibu-ibu, Pengajian untuk bapak-bapak, dan Pengajian khusus remaja. Semua pengajian tersebut diselenggarakan di masjid- masjid dan mushola-mushola di Lengkong Wetan. T: Mengenai waktu atau jadwal pengajian tersebut, bagaimana bapak sebagai amil mengaturnya agar tidak bentrok dengan rutinitas masyarakat,? 72

J: Mengenai waktu pengajian disesuaikan dengan kegiatan dan rutinitas masyarakat setempat, sehingga sama sekali tidak menggangu rutinitas harian mereka. Harinya pun dari setiap golongan berbeda beda, ada yang diselenggarakan pada hari senin, kamis, dan sabtu. Namun semuanya biasanya dipusatkan di masjid “Nurul Iman” yang berada di pesantren Al Husaeni, kemudian setiap hari kamis di mushola Al Ikhlas, di hari sabtu di mushola Al Furqon, untuk waktu biasanya masyarakat merutinkan kegiatan positif tersebut. Jika ibu-ibu diselenggarakan setiap minggu, bapak-bapak biasanya dua minggu sekali, dan remaja sebulan sekali. Lokasinya pun bergilir dari mushola yang satu ke mushola yang lain. Untuk pengordinasiannya berasal dari masyarakat dan pengurus-pengurusnya. Kebetulan guru atau ust yang mengajarkan pengajian pun masih berdomisili di Lengkong Wetan, sehingga memudahkan masyarakat menerima wejangan dan pengajaran guru tersebut. Disamping menghemat biaya transportasi dan bayaran ust, memungkinkan juga masyarakat lebih mudah menerima pengajaran yang diberikan karena sudah mengenal ust atau guru tersebut. T: Apakah kegiatan keagamaan yang diusung tersebut mengalami perkembangan,? J: Perkembangan di Lengkong Wetan dalam hal keagamaan sudah mulai terlihat dari kegiatan-kegiatan keagamaan yang sudah mulai dilestarikan oleh mayoritas masyarakatnya. Terbukti bahwa di Lengkong Wetan terdapat beberapa pengajian- pengajian yang melibatkan masyarakat di dalamnya. Dan dari pengajian tersebut bertujuan untuk mengenalkan ajaran agama Islam secara menyeluruh dan lebih merata. Dalam pengajian tersebut juga bukan hanya melibatkan bapak-bapak atau ibu-ibu saja melainkan semua golongan, dari anak-anak usia dini, sampai remajanya pun di ikut sertakan, bahkan waktu pelaksanaannya pun sudah dirangkai sedemikian rupa agar seluruh golongan masyarakat bisa mengenal dan memahami agama secara merata melalui pelajaran dan pengajian di majelis ilmu. T: Menurut bapak, apa tugas seorang amil, dan apa bagaimana pendapat bapak mengenai amil,? J: Alim ulama atau biasa dipanggil amil oleh mayoritas masyarakat Lengkong Wetan, merupakan seorang yang mengerti akan agama Islam, dari segi pengajaran 73

agama Islam sampai penerapan tradisi perayaan hari besarnya seperti Isra wal Miraj, Maulid Nabi, Nisfu Sya‟ban, dan lain lain. Maka tak heran jika di Lengkong Wetan yang notabenenya memiliki beberapa RW ada beberapa amil yang dijadikan panutan oleh warganya. Tanggung jawab amil sendiri sangatlah berkaitan dengan keseluruhan kegiatan keagamaan yang bersifat tradisi atau kebiasaan seperti pengajian, lalu tahlil, dan hajatan. Selain itu amil juga memiliki tanggung jawab dalam membimbing masyarakat di lingkungannya, dari segi kerukunan dalam beragama, ketaatan dalam ibadah, penanaman ahlakul karimah dan penerapan pengajian rutinan bagi semua kalangan, dimulai dari ibu-ibu, bapak-bapak, sampai anak-anak usia muda dan kecil, yang berguna untuk menambah wawasan keilmuan agama masyarakat. T: Bagaimana tanggapan bapak mengenai budaya Betawi,? J: Munculnya seni budaya dan wadah budaya tersebut seperti rumah seni, merupakan wujud nyata para pelaku budaya yang mencoba melestarikan budaya Betawi di Lengkong Wetan. Dan kegiatan-kegiatan di dalamnya pun tidak keluar dari koridor agama Islam yang ada. T: Adakah kegiatan yang dilakukan masyarakat yang berkaitan dengan budaya Betawi di Lengkong Wetan,? J: Seputar kegiatan masyarakat yang bersinggungan dengan adat Betawi, biasanya dilangsungkan juga secara meriah oleh masyarakat Lengkong Wetan, seperti hajatan, nikahan, festival Betawi, dan lain lain. Antusias masyarakatnya pun tidak kalah dengan saat perayaan hari besar Islam berlangsung, semua warga ikut terjun dan mencoba mengabadikan kegiatan-kegiatan tersebut dengan dokumentasi dan foto-foto. Selain bertujuan memperkenalkan budaya Betawi kepada masyarakat sekitar, tujuan dari perayaan ini pun agar bisa melestarikan budaya Betawi itu sendiri di Lengkong Wetan T: Lalu bagaimana keseharian masyarakat Lengkong Wetan menurut bapak,? J: keseharian masyarakat Lengkong Wetan pun sama saja sesuai dengan profesinya masing-masing, kegiatan mereka setiap pagi bekerja dan sepulangnya berkumpul bersama keluarga di rumah. Namun ada kegiatan lain yang mengikat masyarakat yang satu dengan yang lain bisa agar bisa saling berkomunikasi, yaitu dengan pengajian dan bergotong-royong dalam pembangunan sarana dan prasana 74

masyarakat di Lengkong Wetan. Selain itu antusias masyarakat terhadap sesuatu yang berbau positif pun sangat bagus, hal ini dibuktikan saat adanya perayaaan hari-hari besar, seperti Maulid Nabi Muhammad saw, tahun baru Islam, Festival Betawi, dan lain lain. Masyarakat berdatangan dan ikut serta memeriahkan kegiatan tersebut, bahkan tempat yang disediakan oleh panitia terkadang sampai penuh oleh masyarakat yang berdatangan. Pelaksanaan perayaan hari-hari besar itu pun disesuaikan dengan adat keagamaan masyarakat setempat. T: Secara garis besar, bisakah bapak jelaskan kemunculan budaya betawi di Lengkong Wetan,? J: kemunculan budaya Betawi di Lengkong Wetan bukan seperti pandangan masyarakat pada umumnya, yang mengatakan bahwa budaya Betawi muncul karena campuran budaya masyarakat pendatang yang menjadi satu. Beliau mengungkapkan kemunculan budaya Betawi di Lengkong Wetan berdasarkan turun temurun dari leluhur-leluhur Betawi dulu, dan asal muasal budaya Betawi itu sendiri di Lengkong Wetan yaitu berasal dari masyarakat Betawi yang tinggal di daerah lain, yang mencoba mencari lingkungan baru, kemudian datang ke daerah di Lengkong Wetan dan menetap disana. Jadi pada intinya kemunculan budaya Betawi di Lengkong Wetan bukan berasal dari keragaman budaya masyarakat rantau, tapi berasal dari masyarakat Betawi rantau yang singgah di Lengkong dan kemudian menetap disana dan beranak pinak hingga sekarang ini. T: Bisakah bapak berikan contoh salah satu tradisi Betawi di Lengkong wetan.? J: Tradisi palang pintu dalam pernikahan Betawi, merupakan tradisi yang biasa dilakukan oleh masyarakat Betawi saat menerima tamu sebelum prosesi akad dalam pernikahan dimulai. Biasanya tamu yang datang adalah mempelai pria yang mendatangi mempelai wanita, dan palang pintu disini merupakan simbol pembuka antara dua belah pihak, dari mempelai wanita atau mempelai pria. Untuk prosesinya saat pihak mempelai pria datang dengan diiringi oleh musik marawis, pihak mempelai wanita menyambutnya dengan palang pintu. Dalam palang pintu tersebut pun ada syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh pihak mempelai pria sebagai simbol bahwa pihak mempelai pria pantas untuk meminang pihak mempelai wanita. Syarat-syaratnya yaitu adu pantun, silat, dan mengaji, ketiga syarat ini merupakan simbol bahwa orang Betawi bukan hanya bisa berpantun, 75

tapi harus bisa main pukul dan mengaji. Saat beradu biasanya pihak tuan rumah atau mempelai wanita akan mengalah, karena tradisi ini merupakan tes sebelum akad pernikahan dimulai atau biasa dikenal dengan penyambutan tamu pihak mempelai. Setelah itu biasanya pihak tamu dipersilahkan masuk oleh pihak tuan rumah, saat pihak tamu masuk biasanya di barengi oleh penyerahan barang bawaan yang akan di berikan kepada pihak tuan rumah. Jika di Lengkong wetan seserahan yang sering dibawa yaitu berupa bahan-bahan pokok, baik mateng ataupun mentah, artinya bahan mentah seperti sayuran, ikan, telur, dan lain sebagainya, dan ada juga bahan yang mateng seperti kue-kue tradisional, jika di Lengkong Wetan yang menjadi ciri khas kue bawaannya yaitu ada dodol, uli, cucur, dan sebagainya, lalu ada juga seserahan yang biasa disebut penyalin seperti pakaian untuk pihak tuan rumah baik mempelai ataupun keluarganya, lalu ada juga seserahan yang berbentuk perhiasan dan uang, dan ada juga yang memberikan alat-alat perabotan rumah tangga. Pada dasarnya tradisi palang pintu dalam pernikahan Betawi merupakan tradisi Betawi yang ada unsur-unsur keagamaanya, karena dalam prosesinya terdapat kegiatan yang bersangkutan dengan agama seperti mengaji, pembacaan ayat-ayat suci al quran dan bacaan solawat nabi yang diiringi dengan musik marawis. T: Adakah nilai nilai Islam pada budaya Betawi di Lengkong Wetan,? J: Nilai-nilai Islam pada budaya Betawi di Lengkong Wetan terwujud pada tradisi masyarakat, seperti tradisi palang pintu, silat dan tradisi masyarakat Betawi lainnya. Tradisi tersebut sudah ada sejak dahulu dan masyarakat sekarang hanya tinggal melestarikannya saja. Budaya Betawi di Lengkong Wetan sama sekali tidak berseberangan dengan ajaran agama Islam, justru yang dilakukan tokoh- tokoh Islam di Lengkong Wetan dalam mengajarkan agama Islam ke masyarakatnya mengadaptsikan dengan kebudayaan dan kesenian Betawi di lingkungan tersebut. Memang dari dasarnya budaya Betawi sudah tidak berseberangan dengan agama Islam, jadi tidak menyulitkan tokoh-tokoh Islam untuk menanamkan ajaran agama Islam dan menggabungkannya dengan budaya masyarakat setempat.

76

Wawancara Kedua Nama : Ibrahim bin mulud (Bang Baim), selaku pengajar dan pengurus rumah seni budaya (pelaku seni budaya Betawi) di Lengkong Wetan.

Tanggal Wawancara : 23 september 2017.

Tempat : Kediaman Bang Baim di Lengkong Wetan.

Berikut adalah lampiran hasil wawancara peneliti dengan narasumber secara langsung. T: bagaimana proses agama Islam itu mulai dikenalkan pada masyarakat Lengkong Wetan,? J: Pendekatan secara sosial mulai diterapkan oleh alim ulama untuk menarik dan mau mengenal agama Islam dengan cara mengajak masyarakat muslim di Lengkong Wetan untuk ikut serta dalam kegiatan-kegiatan keagamaan dengan tanpa paksaan, seperti pengajian, perayaan hari besar Islam, dzikir dan tahlil, dan lain-lain. Yang dari kegiatan tersebut memiliki daya tarik bagi masyarakat untuk mau dan mengenal agama Islam. Setelah sudah ada keinginan, maka masyarakat akan mulai belajar agama Islam lebih dalam dan memahami pengetahuan keagamaan secara lebih spesifik. T: Menurut abang, apakah penting adanya wadah bagi masyarakat untuk menimba ilmu agama atau ilmu budaya,? J: Kesadaran masyarakat akan pentingnya ilmu agama bagi kehidupan mereka. Hal ini dibuktikan dengan adanya tempat-tempat ibadah di lengkong wetan seperti mushola, masjid, dan rumah seni dan ibadah, yang mana beberapa tempat tersebut memiliki tujuan yang sama yaitu mengajarkan generasi muda untuk mengenal ilmu agama Islam, dan menyadarkan pada orang tua pentingnya menyuruh anaknya untuk menimba ilmu agama yang nantinya akan menjadi bekal, serta dengan ilmu tersebut akan bermanfaat nantinya di kemudian hari. T: Lalu bagaimana caranya,? J: Kebiasaan mengaji sejak kecil sudah mulai diterapkan oleh para orang tua kepada anaknya, hal ini dibuktikan dari banyaknya anak-anak seusia dini, anak- 77

anak kecil, bahkan remaja yang ikut serta memenuhi tempat-tempat pengajian di Lengkong Wetan. Hal ini nantinya bisa melahirkan generasi-generasi baru yang memahami agama Islam, yang nantinya bisa menjadi pemimpin-pemimpin bangsa kedepannya. T: Bagaimana kondisi sosial budaya masyarakat di Lengkong Wetan,? J: Kondisi masyarakat Lengkong Wetan, jika dilihat dari sistem sosial kebudayaan, dalam kurun waktu akhir-akhir ini menurun, dikarenakan generasi muda mulai terpengaruh dengan perkembangan zaman yang mulai berkiblat ke luar negeri. Namun semua pelaku budaya dan seniman di lengkong wetan tidak bosan-bosan mencoba dan berusaha untuk melestarikan budaya Betawi agar tidak hilang digerus zaman dengan berbagai cara. Semua itu merupakan perjuangan yang berat, bukan hanya di Lengkong Wetan saja, bahkan di beberapa tempat pun agak sedikit kesulitan melestarikan budayanya saat modernisasi sudah mulai hadir di tengah-tengah masyarakat. T: Apa yang abang ketahui mengenai pelaku seni,? J: Pelaku seni merupakan seorang yang memiliki kontribusi besar terhadap kebudayaan Betawi. Terbilang penting karena perannya dalam membudidayakan dan melestarikan kebudayaan leluhur, pelaku seni memiliki tanggung jawab melestarikan atas tradisi masyarakat Betawi dari festival budaya Betawi, kesenian-kesenian Betawi, tradisi adat Betawi, sampai kebiasaan baik masyarakat Betawi. Semua tanggung jawab itu bukan karena paksaan, melainkan dari kesadaran para pelaku seni sendiri yang mengharapkan kebudayaan asli mereka selalu ada dan dikenal, oleh sebab itu mereka mencoba melestarikan kebudayaan tersebut agar tidak hilang dengan bergantinya era. Selain memperkenalkan budaya Betawi kepada masyarakat luas melalui festival-festival dan lomba-lomba yang bernuansa Betawi, para pelaku seni di Lengkong Wetan juga menggunakan tempat untuk mengenalkan budaya tersebut dengan membangun rumah seni (sanggar). T: Bagaimana abang selaku pelaku seni budaya Betawi melestarikan budaya Betawi,? J: Munculnya rumah seni budaya adalah wujud nyata para pelaku budaya mencoba melestarikan budaya Betawi di Lengkong Wetan. Di rumah seni budaya 78

ini, kebudayaan Betawi yang diajarkan tujuannya adalah mengajak generasi muda dalam mengenal seni dan agama Islam. Kegiatan di dalamnya juga terdiri dari kesenian-kesenian yang sudah ada di masyarakat muslim Betawi, seperti silat, hadroh, lenong, marawis, dan kesenian-kesenian lain yang diminati oleh masyarakat Lengkong Wetan. Penerapannya pun variatif, ada waktunya bercanda dan ada waktunya serius agar masyarakat yang ikut serta dalam kegiatan rumah seni budaya ini tidak gampang bosen dengan kegiatan yang itu-itu saja. Meskipun cara penerapannya demikian, kedisiplinan tetap menjadi nomer satu, karena dimanapun tempatnya, jika sudah tidak disiplin maka akan membuat rugi diri sendiri ataupun orang lain nantinya. T: Adakah cara lain yang diterapkan untuk mengajak dan mengenalkan budaya Betawi di masyarakat,? J: Cara lain yang diterapkan pelaku budaya untuk mengenalkan budaya Betawi dan melestarikannya adalah dengan mengadakan festival. Festival ini biasa disebut dengan “Lebaran Betawi”. Di dalam festival tersebut biasanya dikenalkan kepada masyarakat luas mengenai kebudayaan Betawi secara menyeluruh, dari segi seni, pakaian adat, makanan khas, sofenir, dan lain lain. Tujuan diselenggarakan kegiatan budaya ini yaitu agar terangkatnya kembali budaya Betawi yang perlahan-lahan hilang digerus oleh perkembangan zaman yang semakin modern. Disamping menyesuaikan dengan perkembangan zaman kegiatan dalam festival ini juga diatur sedemikian rupa agar menarik minat masyarakat untuk ikut serta dan turut serta dalam menyaksikannya. T: Lalu bagaimana tanggapan dan perilaku masyarakat saat para pelaku seni mulai mengajak dan memperkenalkan budaya Betawi di lingkungan mereka,? J: Meskipun dengan banyaknya kegiatan yang sudah ada di Lengkong Wetan, tetap saja perilaku keseharian masyarakat di lengkong wetan khususnya pada remaja, mereka lebih suka berkumpul dan mengobrol ketimbang ikut serta dalam kegiatan-kegiatan yang di selenggarakan oleh pelaku budaya dalam bentuk tradisi kebudayaan Betawi, dan kegiatan-kegiatan lain. Namun tidak keseluruhannya seperti itu ada juga sebagian yang suka bahkan aktif pada kegiatan di masyarakat dan kesenian Betawi. Bahkan ada yang mencoba untuk ikut serta dalam kegiatan- kegiatan berbau seni betawi tersebut. Dapat di definisikan disini, peran orang tua 79

sangatlah penting, di samping untuk mengajak anaknya untuk lebih menyukai kegiatan-kegiatan dan kesenian dimasyarakat, supaya generasi berikutnya bisa melestarikan kegiatan-kegiatan positif yang sudah dibangun. Karena jika hanya pelaku budaya, tokoh-tokoh kampong dan masyarakat saja yang berperan aktif dalam mengajak untuk mencintai kebudayaan dan melestarikannya, sangatlah sulit karena nantinya jatuhnya akan menjadi pemaksaan kepada generasi muda. T: Mengenai budaya Betawi adakah kesenian musik disana,? J: Ada, salah satu contohnya adalah kesenian musik tanjidor, Kesenian ini biasa dimanfaatkan untuk masyarakat Lengkong Wetan untuk mencari dana untuk pagelaran hari – hari besar seperti 17 agustusan atau festival Betawi. Selain mengenalkan ke masyarakat luas saat berkeliling, musik tanjidor sendiri memiliki daya tarik bagi masyarakat luas karena musiknya yang terbilang unik dan bersifat klasik.

80

Wawancara Ketiga Nama : Rahmat Hidayat (bang Rahmat), selaku pengasuh rumah seni budaya (pelaku seni budaya Betawi) di Lengkong Wetan.

Tanggal Wawancara : 12 september 2017.

Tempat : Kediaman Bang Rahmat di Lengkong Wetan.

Berikut adalah lampiran hasil wawancara peneliti dengan narasumber secara langsung. T: Apa yang abang ketahui mengenai masuknya Islam di Lengkong Wetan,? J: Teori mengenai masuknya agama Islam di Lengkong Wetan, yaitu bermula dari beberapa tokoh agama Islam seperti wali songo yang menyiarkan agama Islam ke satu wilayah lalu berlanjut menuju ke wilayah lainnya secara bertahap. Setelah itu, ajaran yang diajarkan oleh alim ulama tersebut mulai dilestarikan oleh masyarakat di wilayah tersebut dari satu generasi ke generasi berikutnya. Alhasil, maka muncullah peradaban Islam yang terbangun secara merata di suatu wilayah. Jika ditelusuri, Islam sudah ada dan ajarannya sudah berlangsung sejak dulu di Lengkong Wetan, maka tidaklah heran jika penanaman aqidah dan ajaran-ajaran Islam di Lengkong Wetan masih berlangsung secara merata sampai detik ini. T: Adakah kendala yang dialami oleh para penyiar agama Islam pada masa itu,? J: kendalanya ya dakwah dan penyiaran agama Islam yang dilakukan oleh alim ulama di Lengkong Wetan tidak serta merta mendapatkan respon yang baik di kalangan masyarakat, karena pada dasarnya masyarakat yang berdomisili di Lengkong Wetan tidak keseluruhannya merupakan para penduduk pribumi, melainkan pendatang yang merantau lalu menetap dan kebanyakan dari mereka sudah memegang keyakinannya masing-masing yang dibawa dari daerah asal mereka. T: Lalu bagaimana dengan budaya Betawi,? J: Pada awal pengenalannya, budaya Betawi justru lebih disambut baik oleh orang-orang pendatang, dan orang pribumi sendiri justru sangat sedikit yang tertarik. Alasan mereka (pendatang) sangat tertarik, karena mereka beranggapan 81

bahwa budaya Betawi ini sangat unik dan tidak begitu rumit dalam pembelajarannya, selain itu, dalam penerapan budayanya, budaya Betawi tidak keluar dari koridor agama Islam justru dasar penanaman agama pada budaya ini sangatlah kuat. Sebaliknya masyarakat pribumi justru beranggapan bahwa karena mereka sudah bisa maka mereka tidak mau belajar. T: Adakah kesenian yang sering dimainkan oleh masyarakat Lengkong wetan,? J: Mengenai kesenian banyak macamnya salah satu contohnya adalah rebana dan marawis. Di Lengkong Wetan kesenian Rebana bukan hanya digunakan saat acara-acara besar Islam dan acara pernikahan saja, tapi kesenian tersebut juga digunakan saat barjanji, dan hajatan-hajatan di masyarakat. Selain itu, kesenian rebana di Lengkong Wetan bukan hanya sering digunakan saja, melainkan juga dilestarikan dengan cara mengajarkan kepada anak-anak usia dini ataupun anak- anak muda untuk belajar kesenian tersebut di rumah seni, tujuannya adalah agar ada regenerasi ,yang melanjutkan dan melestarikan kesenian tersebut di kemudian hari. T: Untuk saat ini bagaimana abang sebagai pelaku seni memberikan pendidikan dan pengajaran terhadap masyarakat Lengkong wetan,? J: Dalam hal pendidikan kebudayaan di masyarakat Lengkong Wetan, penerapan yang dilakukan adalah dengan memfasilitasi masyarakat yang ingin belajar budaya betawi di rumah seni. Selain belajar budaya, di rumah seni juga mereka diajarkan mengenai pengetahuan agama Islam, karena pada dasarnya kebudayaan Betawi itu tidak terlepas dari ajaran agama Islam. Setelah mereka belajar dan memahami budaya Betawi dan agama Islam barulah mereka diikut sertakan dalam kegiatan-kegiatan adat di Lengkong Wetan, seperti hajatan dengan menampilkan silat, hadroh, marawis, dan lenong, lalu di festival perlombaan Betawi mereka pun di ikut sertakan membawa nama besar kampung mereka. Dari sinilah secara tidak langsung para remaja tau anak-anak muda ini mengenalkan budaya Betawi kepada masyarakat luas. T: Berbicara mengenai tradisi masyarakat di Lengkong wetan, apa sajakah tradisi yang abang ketahui dan masih berlangsung sampai sekarang,? J: mengenai tradisi di kampong ini banyak macamnya, salah satunya adalah tradisi silat. Tradisi silat Betawi sendiri terdiri menjadi berbagai macam nama, namun di 82

Lengkong Wetan tradisi silatnya biasa disebut dengan silat Cingkrik. Tradisi ini biasa dilaksanakan pada malam jumat dan malam minggu, dan dalam prosesi adatnya ada adab yang harus dilakukan yaitu dengan mengawali kegiatan dengan membaca surat yasin dan membaca tahlil. Setelah itu membacakan surat al fatihah yang tujuannya untuk mengirimkan bacaan tersebut kepada para tokoh-tokoh Betawi yang menciptakan gerakan-gerakan silat Cingkrik. Setelahnya disambung dengan pemanasan, karena pada dasarnya kesenian silat merupakan kesenian Betawi yang prosesinya terfokus pada gerakan, maka pemanasan adalah salah satu metode yang tepat agar urat-urat dan persendian dalam tubuh tidak merasa kaget atau terjadi kesalahan saat melakukan gerakannya. setelah pemanasan, lalu dilanjutkan dengan latihan silat itu sendiri, dalam prosesi pembelajarannya biasanya dipandu oleh para pelaku silat yang lebih senior. Setelah semua gerakan silat terselesaikan maka latihannya akan di tutup dengan doa dan salam-salaman. T: Adakah tradisi lain selain tradisi silat,? J: ada, seperti Tradisi kesenian marawis. di Lengkong Wetan tradisi ini tak begitu berbeda dengan kesenian-kesenian musik Betawi pada umumnya. Pada dasarnya kesenian marawis di Lengkong Wetan ini hanya ingin mengubah kebiasaan masyarakat yang lebih sering mengadakan layar tancep dan dangdutan pada hari- hari penting mereka dari pada mengadakan pementasan budaya Betawi, kebiasaan tersebut pun ingin diubah oleh para pelaku seni Betawi, oleh sebab itulah dimunculkan kesenian marawis yang diusung oleh rumah seni Betawi di Lengkong Wetan untuk menanamkan budaya Betawi dan agama Islam pada masyarakat. Prosesi pelaksanaannya yaitu diawali dengan salam, dan dilanjutkan dengan menyanyikan sholat kepada kanjeng nabi Muhammad SAW dengan diiringi dengan tabuhan musik marawis, dan ditutup dengan salam dan ucapan terima kasih. Untuk pelaksanaannya yaitu di hari-hari penting seperti acara nikahan, sunatan, maulidan, tahun baru Islam dan acara-acara lainnya. T: Saya sering mendengar istilah Lenong, apa yang abang ketahui mengenai Lenong Betawi,? J: Tradisi kesenian Lenong di Lengkong Wetan, merupakan tradisi yang sering dilaksanakan pada hari-hari penting seperti pada acara festival Betawi, dan acara- acara lain yang sering dilakukan oleh masyarakat seperti nikahan, sunatan, dan 83

lain lainnya. Tradisi kesenian lenong sendiri dalam pelaksanaannya yaitu diawali dengan pembuatan skenario cerita yang dibuat oleh para pelaku seni dan alur ceritanya diadaptasi dari kisah tokoh-tokoh Betawi yang membela agama dan budaya dari para penjajah. Lalu sebelum pementasan para pelaku lenong berdoa terlebih dahulu untuk kelancaran pementasan yang akan ditampilkan. Dalam pementasannya, para peserta memerankan dan menggambarkan salah satu tokoh Betawi yang beragama Islam yang berjuang melawan penjajah. Lalu, sebelum pementasan diakhiri, di ujung cerita biasanya ditanamkan beberapa pesan-pesan moral bagi masyarakat, yang tujuannya adalah mengingatkan masyarakat mengenai agama Islam dan pentingnya melestarikan budaya leluhur yang telah susah payah di perjuangkan oleh para tokoh-tokoh Betawi zaman dulu. Dan di akhir pementasan ditutup dengan salam dan doa.

84

Wawancara Keempat Nama : Reni, selaku sesepuh di masyarakat yang menjabat sebagai Ketua posyandu di Lengkong Wetan.

Tanggal Wawancara : 15 oktober 2017.

Tempat : Kediaman enyak Reni di Lengkong Wetan.

Berikut adalah lampiran hasil wawancara peneliti dengan narasumber secara langsung. T: Apa yang enyak ketahui mengenai agama Islam,? J: Pada awalnya, agama Islam yang dikenalkan oleh para alim ulama terdahulu tidak serta merta langsung menerapkan pada inti agama Islam yang berupa syariat-syariat agama. Karena dulu keyakinan masyarakat masih bersifat Animisme dan Dinamisme. Maka awalnya, pengenalan agama Islam yaitu melalui ketauhidan terlebih dahulu, keyakinan yang ditanamkan kepada masyarakat lebih tertuju pada keesaan tuhan semesta alam yaitu Allah SWT sebagai tuhan yang menciptakan mereka, lalu saat masyarakat sudah memantapkan hati kepada Allah SWT dengan keyakinan dan kepercayaan yang sempurna, maka, setelahnya baru ditanamkan oleh alim ulama akan ajaran-ajaran agama Islam yang berupa syariat - syariat agama. T: Asal muasal agama Islam di Lengkong Wetan itu dari mana ya enyak? J: Asal muasalah agama Islam di Lengkong Wetan yaitu berawal dari seorang guru ngaji yang bernama H. M. Sirin Bin Encin di Lengkong Kiai. Beliau mengajarkan ngaji kepada masyarakat. Tempatnya pun cukup jauh, dan dimasa itu dikarenakan masyarakatnya yang memiliki tekad dan niatan kuat untuk mengenal agama Islam, maka sejauh apapun tempat pengajiannya masyarakat pun tetap berbondong bondong datang kesana. Ditambah lagi jarak yang jauh yang harus ditempuh tanpa kendaraan transportasi, jadi masyarakat Lengkong yang ingin belajar mengaji lebih sering berjalan kaki, maka tak heran jika keyakinan dan keimanan masyakat pada masa itu sangat matang karena kesungguhan dalam belajar ilmu agama. T: Bagaimana kondisi agama Islam di Lengkong Wetan,? 85

J: Agama Islam di Lengkong Wetan untuk sekarang kondisinya mengalami peningkatan. Hal ini dapat terlihat dari perubahannya, terlihat dari saran dan prasarananya. Jika dulu, untuk belajar ngaji saja harus pergi jauh meninggalkan kampung untuk menemui gurunya, karena di Lengkong Wetan sendiri belum ada tempat untuk ngaji. Namun berbeda dengan sekarang yang sudah ada sarana dan prasarannya, tinggal kemauan masyarakatnya saja untuk ikut serta atau tidak. Sebenarnya ajakan sering diutarakan oleh tokoh-tokoh masyarakat kepada mayoritas masyrakat untuk ikut serta dalam hal-hal yang berkaitan dengan keagamaan. Tapi ada sebagian yang mau dan ada juga sebagian yang tidak karena beberapa hal, contohnya ada yang memiliki kesibukan lain seperti bekerja, mengurus sesuatu, dan lain-lain. Sehingga tak jarang diantara mereka yang tidak bisa ikut, tetapi berbeda saat masyarakat tidak ada kegiatan lain, masyarakat akan ikut serta untuk mengaji atau belajar agama Islam. Untuk sekarang agama Islam lebih berkembang, karena perbandingannya sangat mencolok dengan zaman dulu. Jika dulu, tempat yang dipergunakan untuk pengajian masih belum ada lampu, dan letaknya pun jauh. Dilain sisi belum ada majelis-majelis pengajian yang menampung, sekalipun ada letaknya sangat jauh. T: Lalu mengenai budaya Betawi, apakah enyak mengetahui asal muasal budaya Betawi di Lengkong wetan,? J: Asal muasal budaya betawi sendiri bermula dari para jawara-jawara yang datang yang dari Batavia menuju wilayah tangerang. Setelah itu, para jawara betawi tersebut memperkenalkanbudaya betawi kepada para penduduk lokal, dan para pendatang yang menghuni daerah tersebut. Karena terlihat unik budaya betawi tersebut, sehingga menimbulkan ketertarikan masyarakat untuk mengenal dan belajar budaya baru tersebut. Dari sinilah budaya tersebut mulai berkembang dan dilestarikan sampai sekarang ini. T: Adakah perkembangan sampai sekarang ini,? J: Ada, budaya Betawi waktu itu masih terbilang pasif, berbeda dengan sekarang yang mulai berkembang. Generasi-generasi mudalah yang sekarang mulai membuat sarana dan prasarana untuk membangun kembali budaya Betawi di Lengkong Wetan. Seperti rumah seni dan sanggar. Tempat tersebut bertujuan untuk mengajak anak-anak usia muda dan usia dini untuk mengenal budaya nenek 86

moyang mereka dalam hal kesenian, pertunjukan, makanan dan pakaian yang berkaitan dengan Betawi.

87

Wawancara Kelima. Nama : Abdul Qodir, selaku ketua IRMAS (Ikatan Remaja Masjid) di Lengkong Wetan.

Tanggal Wawancara : 13 november 2017.

Tempat : Kediaman Abdul Qodir di Lengkong Wetan.

Berikut adalah lampiran hasil wawancara peneliti dengan narasumber secara langsung. T: Mengenai agama Islam, apa yang abang ketahui,? J: Agama Islam pada awalnya dimulai dari para pendakwah yang berdakwah di berbagai tempat di Indonesia dan berujung di daerah Lengkong Wetan. Karena metode dan ajaran-ajarannya yang bersifat toleransi, maka tak heran jika masyarakat mudah dalam menerimanya. Dengan berjalannya waktu, penyebaran agama Islam mulai merata di lingkungan masyarakat Lengkong, hal ini didasari oleh dukungan tokoh-tokoh masyarakat yang mendukung terwujudnya kegiatan- kegiatan yang sifatnya keagamaan. T: Abang kan selaku ketua IRMAS, bagaimana keadaan social keagamaan di Lengkong Wetan,? J: Setelah melalui proses yang sangat panjang dan memakan waktu yang tidak sebentar, dengan berjalannya waktu keagamaan yang sudah dikenalkan lambat laun mulai berkembang dan ditingkatkan oleh mayoritas masyarakat di Lengkong Wetan. Ini terbukti dari munculnya kegiatan-kegiatan keagamaan seperti pengajian-pengajian rutinan di ruang lingkup masyarakat Lengkong Wetan. Selain itu, antusias masyarakat menyambut hal ini juga sangat bagus, hal ini dapat dilihat dari ramainya masyarakat yang menghadiri pengajian dan meriahnya perayaan hari hari besar Islam. T: Sebagaimana kita ketahui bahwasannya di Lengkong wetan bukan hanya warga pribumi yang tinggal, melainkan ada para pendatang yang menetap, apakah terdapat kendala saat ada perbedaan budaya dalam satu daerah,? J: Banyaknya pendatang yang datang ke beberapa wilayah yang di dominasi oleh masyarakat Betawi terkadang membuat masyarakat Betawi itu sendiri merasa 88

adanya perbedaan budaya masyarakat pribumi dengan pendatang. Menyikapi perbedaan budaya tersebut khususnya di Lengkong Wetan masih terbilang wajar, karena meskipun mayoritas masyarakatnya adalah Betawi, tapi masih ada masyarakat pendatang yang tinggal di Lengkong Wetan, jadi perlu ditanamkan kepada masyarakat untuk toleransi antar suku budaya. Karena jika sudah tertanam sikap toleransi perbedayaan budaya di suata daerah akan menjadi pembelajaran baru untuk saling mengenal satu sama lain, contoh masyarakat Betawi pribumi dengan pendatang dari Jawa, Sunda, dan lain lain. Saat mereka berkomunikasi dan bertoleran maka satu sama lain akan menemukan hal baru dari segi pertukaran budaya karena mereka akan saling mengenal budaya satu sama lain. T: Lalu apa yang abang ketahui mengenai budaya Betawi, khususnya di Lengkong Wetan,? J: di Lengkong Wetan tergolong kepada budaya Betawi pinggiran. Penerapan budayanya pun mengikuti budaya terdahulunya. Meskipun pada dasarnya budaya Betawi itu bersifat sama antara satu dengan yang lain, namun yang membedakan budaya Betawi yang satu dengan yang lain terlihat dari bahasa, dialog, sampai ke tradisi keseniannya. Jika diamati dengan seksama maka akan terlihat perbedaan dari setiap wilayah meskipun dari berbagai wilayah tersebut memiliki budaya yang sama yaitu Betawi. T: Berikan sedikit gambaran mengenai kesenian Betawi yang sering berlangsung di Lengkong Wetan,? J: Salah satu contohnya adalah kesenian Lenogn. Lenong biasa dipertunjukan disaat pagelaran hajatan-hajatan di Lengkong Wetan, Karena pada dasarnya masyarakat Lengkong Wetan sendiri lebih memilih menonton pertunjukan ini karena mencerminkan masyarakat Betawi yang mencintai karya seninya sendiri. Selain sifatnya yang menghibur, kebanyakan pertunjukan yang dibawakan oleh para pemain lenong biasanya temanya berbeda-beda, hal inilah yang menjadi daya tarik masyarakat untuk selalu ingin menonton pertunjukannya. Lenong biasanya dilombakan dalam pagelaran festival Betawi, karena kebiasaan para pemain lenong di Lengkong Wetan yang sering tampil di hajatan-hajatn masyarakat, maka tidak jarang jika setelah festival pemain lenong dari Lengkong Wetan sering mendapatkan juara dalam pagelaran seni budaya tersebut. 89

Wawancara Keenam. Nama : Junaedi, selaku sesepuh masyarakat di Lengkong Wetan.

Tanggal Wawancara : 12 november 2017.

Tempat : Kediaman Bang Juned di Lengkong Wetan.

Berikut adalah lampiran hasil wawancara peneliti dengan narasumber secara langsung. T: Apa yang abang ketahui mengenai agama Islam di Lengkong Wetan,? J: Ajaran agama Islam sudah dimulai sejak usia dini di Lengkong Wetan yaitu melalui kegiatan-kegiatan di masyarakat. Kegiatan tersebut menyangkup pada pengajian-pengajian rutinan yang diselenggarakan oleh tokoh agama di Lengkong Wetan, selain pengajian perayaan hari besar Islam juga menarik masyarakat untuk mengenal serta melestarikan hari-hari penting dalam Islam melalui sebuah perayaan. Dengan adanya kegiatan tersebut secara tidak langsung tokoh masyarakat sudah mengenalkan dan mengajarkan agama Islam kepada masyarakat. Karena dengan adanya kegiatan-kegiatan tersebut, akan memiliki daya tarik tersendiri bagi masyarakat luas untuk mau mengenal agama Islam lebih dalam lagi. T: Kegiatan tersebut apakah hanya untuk anak-anak saja,? J: Kegiatan-kegiatan tersebut tidak hanya tertuju kepada anak-anak dalam proses belajarnya, melainkan tertuju pula kepada para remaja, dan orang tua yang merasa ilmu agamanya masih kurang dan perlu untuk mengetahui ilmu agama lagi. T: Adakah seorang pemimpin di Lengkong Wetan,? Jika ada siapakah mereka,? J: di Lengkong Wetan ada pemimpinnya, yaitu orang-orang yang menjadi panutan masyarakat. pertama seorang amil atau orang yang mengerti agama dan kedua seorang pelaku seni atau orang yang memahami adat istiadat di daerah ini (Betawi). T: Bagaimana masyarakat menanggapi adanya dua pemimpin dalam satu wilayah seperti di Lengkong Wetan,? J: menghadapi perbedaan yang demikian, masyarakat lebih mengambil jalan tengah yaitu dengan menempatkan tugas atau tanggung jawab masing-masing pemimpin pada rutenya sendiri-sendiri. Karena pada dasarnya masyarakat 90

Lengkong Wetan lebih menanamkan sikap toleransi dan saling menghargai dan menghormati antara satu sama lain, sehingga jika ada problema yang melanda masyarakat perihal perbedaan dari segi agama dan budaya, mereka lebih mengambil jalur diskusi dalam memecahkan masalah tersebut. T: Menurut engkong awal muasal kedatangan budaya Betawi itu dari mana,? J: Awal mulanya budaya Betawi di Lengkong Wetan adanya karena tutun temurun, karena pada awalnya orang tuanya merupakan pemain dalam kesenian Betawi, maka diturunkanlah kebiasaan tersebut kepada anak-anaknya. Selain pengenalan secara langsung orang tua yang mengerti budaya Betawi, biasanya memerintahkan anaknya untuk belajar di sanggar-sanggar seni budaya, tujuannnya adalah agar ada generasi penerus yang meneruskan dan melestarikan kebudayaan Betawi di masa mendatang. T: Dalam budaya Betawi Sendiri adakah nilai-nilai agama Islamnya,? J: ada, karena memang kemunculan budaya Betawi yaitu berasal dari tokoh agama yang cinta dengan budaya, kecintaan mereka tersebut diwujudkan dengan membuat suatu sanggar kesenian Betawi. Tokoh atau pendiri sanggar tersebut merupakan orang Islam, dan dari sanggar tersebut dikenalkanlah kesenian Betawi kepada masyarakat, karena tokohnya adalah orang Islam, maka secara otomatis ajaran yang diajarkan ke masyarakat mengenai kebudayaan dan kesenian Betawi kepada masyakat pun akan berlandaskan atas ajaran Islam yang di anut oleh tokoh tersebut T: Dalam budaya Betawi ada kesenian yang di sebut Lenong, Apa yang engkong ketahui mengenai kesenian Lenong Betawi,? J: Lenong biasa dipertunjukan disaat pagelaran hajatan-hajatan di Lengkong Wetan. kebanyakan pertunjukan yang dibawakan oleh para pemain lenong biasanya temanya berbeda-beda, hal inilah yang menjadi daya tarik masyarakat untuk selalu ingin menonton pertunjukannya. T: Lalu mengenai perayaan dan tradisi Betawi, dari kesenian sampai prosesi adat adakah yang bertentangan dengan agama Islam,? J: Dari sekian banyak perayaan-perayaan kebudayaan Betawi di Lengkong Wetan, tak ada satupun kegiatan yang bertentangan dengan ajaran agama Islam. Karena pada dasarnya budaya Betawi yang ada di Lengkong Wetan kemunculannya 91

adalah setelah agama Islam, maka secara tidak langsung tradisi-tradisi Betawi yang dilaksanakan di masyarakat semuanya masih berlandaskan dengan ajaran agama Islam. T: Tolong sebutkan contoh tradisinya,? J: Tradisi tersebut seperti tradisi nikahan yang di dalamnya terdapat palang pintunya, pelaksanaannya pun mengadopsi ajaran agama Islam dengan menyuarakan solawatan kepada kanjeng nabi Muhammad SAW yang diselipkan pada prosesinya. Tradisi lain seperti kesenian silat, dalam pelaksanaannya setiap masyarakat yang belajar silat, pertama tama ditanamkan ilmu mengaji terlebih dahulu, setelahnya baru belajar silat, waktu pelaksanaannya pun dimalam hari setelah ibadah sholat dilaksanakan. Tradisi lainnya yaitu tradisi lenong, dalam pelaksanaanya para pelaku lenong menanamkan ajaran-ajaran Islam dan dongeng- dongeng agama Islam di dalam alur ceritanya.

92

Wawancara Ketujuh. Nama : Wasri Susanto, selaku ketua RW di Lengkong Wetan. Tanggal Wawancara : 12 november 2017. Tempat : Kediaman Wasri Susanto di Lengkong Wetan. Berikut adalah lampiran hasil wawancara peneliti dengan narasumber secara langsung. T: Bagaimana keadaan agama Islam di Lengkong Wetan,? Dan tolong jelaskan asal muasal kemunculannya,? J: Agama Islam di Lengkong Wetan pada awalnya merupakan agama para pendatang. Karena sifatnya yang toleransi maka masyarakat di Lengkong Wetan mudah dalam menerimanya. Karena pada mulanya masyarakat yang tinggal di Lengkong Wetan merupakan orang-orang yang beragama Hindu dan Budha, dan kebanyakan dari masyarakatnya adalah anak buah orang-orang Cina. Orang pribumi sendiri lebih dikendalikan oleh para pendatang yang awalnya hanya singgah dan kemudian menetap (orang-orang Cina). T: Lalu bagaimana agama baru tersebut (Islam) diterima oleh masyarakat di Lengkong Wetan,? J: Ketertarikan masyarakat pribumi sendiri terhadap agama Islam karena sifatnya yang lebih mengajarkan manusia untuk saling menghargai, dan menghormati bukan sebaliknya menindas dan memperbudak. Setelah itu, Islam mulai mendominasi keyakinan mayoritas masyarakat pribumi. Sejak masuknya agama Islam terwujudlah sikap saling menghormati dan menghargai terhadap orang lain. T: Mengenai budaya Betawi, apa yang bapak ketahui mengenai asal usul budaya tersebut,? J: Asal usul kemunculan budaya Betawi di Lengkong Wetan, beliau menuturkan bahwasannya budaya Betawi sendiri sudah mengakar secara turun temurun sejak dulu. budaya Betawi terus diperbarui dengan berkembangnya zaman, agar tidak terkesan kuno dan membosankan. Dilain sisi, pelestarian selalu dimunculkan di setiap generasinya, agar identitas masyarakat Betawi di Lengkong Wetan ini tidak hilang. Caranya dengan mengadakan festival atau acara-acara yang berkaitan dengan budaya Betawi. Acara tersebut bertujuan untuk memikat dan menarik 93

minat masyarakat untuk mau dan mengenal budaya Betawi. Sampai sekarang pun festival dan acara-acara yang bernuansa Betawi masih sering dilaksanakan. T: Adakah tradisi yang dilestarikan oleh masyarakat lengkong wetan,? J: Ada, di Lengkong Wetan terdapat beberapa tradisi yang dilestarikan oleh masyarakatnya. Tradisi tersebut bukan hanya menyangkut perihal budaya saja, melainkan ada juga tradisi yang berkaitan dengan agama. Perubahan dan renofasi pun selalu terlihat pada penerapan dan prosesi tradisi ini, karena pada hakekatnya perubahan yang terjadi pada penerapan dan prosesi tradisi tersebut masih bersangkutan dengan tokoh-tokoh masyarakat dan alim ulama pada setiap dekadenya.

94

Wawancara Kedelapan. Nama : Sadardadi (engkong Dadi) salah tokoh masyarakat sekaligus sesepuh di Lengkong Wetan.

Tanggal Wawancara : 12 november 2017.

Tempat : Kediaman engkong Dadi di Lengkong Wetan.

Berikut adalah lampiran hasil wawancara peneliti dengan narasumber secara langsung. T: Menurut engkong, Bagaimana awal mula kemunculan agama Islam di Lengkong Wetan,? J: Asal muasalnya adanya agama Islam di daerah Serpong ini, dimulai dari daerah Lengkong Kiai, dulu namanya Lengkong Sumedang. Nama tokohnya adalah pangerang R. A. Wangsakara , yaitu perang Fatahilah, dan pahlawannya bernama Daan Mogot, orang Sulawesi, agamanya Kristen tapi kerabat kerabatnya Islam semua seperti pamannya Prabowo, yaitu Sugianto, dan Letnan Suroto. Di Lengkong Wetan ini struktur keagamaan masyarakatnya sangat tertinggal, bahkan nyaris dilupakan. Tetapi saat Indonesia merdeka, di Lengkong Wetan mampu mencetak generasi-generasi baru yang mau memajukan agama. Pada awalnya perjuangan para pahlawan tak berharga dan dilupakan begitu saja, karena pada dasarnya mayoritas masyarakat zaman itu tidak ada yang mengenyam pendidikan, entah itu pendidikan yang bersifat formal ataupun pendidikan yang sifatnya keagamaan. T: Lalu siapa kong tokoh-tokohnya,? J: Di Lengkong Wetan sendiri, pada awalnya Islam disebarkan oleh pak Sakim salah seorang amil pasca kemerdekaan. Caranya yaitu dengan mengadakan Tablig Akbar dan pengajian-pengajian rutinan, dan gurunya adalah Kiai Mustaqiem, dan Kiai Syafii. Pada awalnya Serpong itu dikuasai oleh orang Cina, namun karena ada tiga tokoh agama tersebut kemunculan Islam mulai dipertimbangkan dan disambut oleh masyarakat yang ada di Lengkong Wetan, sehingga masyarakatnya pun sekarang banyak yang memeluk agama Islam, bahkan sudah mencapai skala 95

mayoritas di Lengkong Wetan. Disini peran seorang tokoh agama memang sangat penting bagi pemerataan dari ajaran Islam itu sendiri. T: Mengenai budaya Betawi, menurut engkong, bagaimana asal muasal budaya Betawi di Lengkong Wetan,? J: Asal muasal budaya Betawi di Lengkong |Wetan dimulai dari percampuran masyarakat pribumi dengan masyarakat pendatang. Budaya Betawi sendiri muncul setelah agama Islam. Pada awalnya di Lengkong Wetan budayanya adalah budaya cina (songkek), namun saat Islam masuk, pasca kemerdekaan munculah budaya baru yang dikenal dengan budaya Betawi. Teori ini membuktikan bahwasannya budaya Betawi yang sekarang dikenal oleh banyak masyarakat di Indonesia, pada pembentukan kebudayaannya masih melandaskan agama Islam. T: Lalu siapakah tokoh-tokoh Betawi di Lengkong Wetan,? J: Tokoh-tokoh Betawi yang mengenalkan dan menyebarkan budaya Betawi pasca kemerdekaan di Lengkong Wetan yaitu Benyamin dan istrinya, mereka mengenalkan budaya Betawi dengan memberikan bantuan dari segi sosial dan sarana-sarana. Setelah itu munculah regenerasi baru yang menggantikan perannya dalam mengenalkan budaya Betawi di masyarakat, seperti Ibrahim, Rahmat, Awi, dan lain-lain. Pengenalannya pun dengan berbagai macam cara, ada yang membangun rumah seni Betawi (sanggar) yang bertujuan untuk mengajak generasi muda dalam mengenal budaya Betawi, dan yang lainnya yaitu melalui pementasan-pementasan seni dan festival-festival adat.

96

Lampiran Fhoto:

Lampiran 1: Gambar/Fhoto Kantor Kelurahan Lengkong Wetan Sumber: Dokumentasi Pribadi Tanggal 10 Januari 2018

Lampiran 2: Gambar/Fhoto Sekretaris Kelurahan Lengkong Wetan Matalih S. Sos. Sumber: Dokumentasi Pribadi Tanggal 10 Januari 2018 97

Lampiran 3: Gambar/Fhoto Pentas Kesenian Silat Betawi Sumber: Dokumentasi Pribadi Tanggal 9 Novomber 2017

Lampiran 4: Gambar/Fhoto Tradisi Buka Palang Pintu Sumber: Http://herraoctaviany.blogspot.com/2015/09/palang-pintu-lengkong- wetan.html?m=1 Jual Perlengkapan Budaya Betawi (diakses jam 21:22, tanggal 10 Janurai 2018) 98

Lampiran 5: Gambar/Fhoto Tradisi Buka Palang Pintu Sumber: Http://herraoctaviany.blogspot.com/2015/09/palang-pintu-lengkong- wetan.html?m=1 Jual Perlengkapan Budaya Betawi (diakses jam 21:40 tanggal 10 Janurai 2018)

Lampiran 6: Gambar/Fhoto Kesenian Silat Cingkrik Sumber: Http://herraoctaviany.blogspot.com/2015/09/palang-pintu-lengkong- wetan.html?m=1 Jual Perlengkapan Budaya Betawi (diakses jam 21:53 tanggal 10 Janurai 2018) 99

Lampiran 7: Gambar/Fhoto Ibrahim Bin Mulud (Pengasuh Rumah Seni Budaya di Lengkong Wetan) Sumber: Dokumentasi Pribadi Tanggal 10 Januari 2018

Lampiran 8: Rahmat Hidayat (Pengasuh Rumah Seni Budaya di Lengkong Wetan) Sumber: Dokumentasi Pribadi Tanggal 10 Januari 2018 100

Lampiran 8: Husein (Selaku Amil di Lengkong Wetan) Sumber: Dokumentasi Pribadi Tanggal 10 Januari 2018

Lampiran 8: Engkong Sadardadi (Sesepuh Lengkong Wetan) Sumber: Dokumentasi Pribadi Tanggal 10 Januari 2018 101

Lampiran 9: Bapak Wasri Susanto (Selaku RW/Jaro) Sumber: Dokumentasi Pribadi Tanggal 10 Januari 2018

Lampiran 9: Bang Junaedi (Anggota PPPSBBI) Sumber: Dokumentasi Pribadi Tanggal 10 Januari 2018 102

Lampiran 10: Enyak Reni (Ketua Posyandu di Lengkong Wetan) Sumber: Dokumentasi Pribadi Tanggal 10 Januari 2018

Lampiran 10: Abdul Qodir (Ketua IRMAS di Lengkong Wetan) Sumber: Dokumentasi Pribadi Tanggal 10 Januari 2018

103