Relasi Nu Dan Negara;

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Relasi Nu Dan Negara; PERGULATAN POLITIK KH. ABDUL WAHAB HASBULLAH; STUDI ANALISA TERHADAP NU DAN NEGARA Oleh: IIS SUPRIYATNA 9933216582 PROGRAM STUDI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2006 PERGULATAN POLITIK KH. ABDUL WAHAB HASBULLAH; STUDI ANALISA TERHADAP NU DAN NEGARA Oleh: IIS SUPRIYATNA 9933216582 Dibawah bimbingan : Pembimbing I Pembimbing II Dr. Sya’ban Muhammad Dra. Haniah Hanafie, M. Si 150 316 239 150 299 932 PROGRAM STUDI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2006 KATA PENGANTAR Puji dan syukur ke hadirat Ilahi, yang telah memberikan rahmat-Nya kepada kita semua, sehingga kita diberikan nikmat yang tak terhingga. Atas sifat pemurah- Nya pula, penulis dapat merampungkan penulisan skripsi yang merupakan salah satu syarat untuk memnuhi gelar kesarjanaan Strata Satu (S-1) di Universitas Negri Syarif Hidayatullah Jakarta. Shalawat dan salam tak lupa tetap tercurahkan kepada sang revolusioner dunia, Nabi Muhammad saw, yang telah merekonstruksi umat dari zaman kejumudan menuju era pencerahan. Selanjutnya, perkenankanlah penulis untuk dapat mencurahkan terima kasih yang terkira kepada segenap pihak, seperti penulis paparkan di bawah ini, yang telah banyak membantu dalam upaya penyelesaian skripsi ini. Sebab penulis menyadari, tanpa bimbingan dan motivasi dari semua pihak, terasa sangatlah penulis mampu melewati rintangan ini. Dengan penuh hormat, penulis ucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA., selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dimana penulis mencoba menggapai cita-cita dari tempat yang mulia ini. Penulis sampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Dr. Amsal Bachtiar, MA., selaku Dekan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat. Juga kepada Bapak Agus Darmadji, M. Fil., dan Ibu Dra. Wiwi Siti Sajaroh, M.Ag., selaku Ketua dan Sekretaris Jurusan Pemikiran Politik Islam, yang selalu memberi motivasi dan semangat. Juga kepada Bapak Dadi Darmadi, MA., selaku pembimbing akademik. Dengan penuh hormat, penulis haturkan terima kasih kepada Bapak Dr. Sya’ban Muhammad dan Ibu Dra. Haniah Hanafie, M.Si., yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing penulis ditengah aktifitas yang sangat padat. Untaian terima kasih yang setulus hati penulis haturkan kepada ayah dan ibu, yang tidak dapat dilukiskan dengan rangkaian kata-kata. Kasih sayang, ketabahan dan kesabaran beliau selalu menyertai penulis di setiap waktu, yang tak henti-hentinya untuk selalu mendorong dan memberi semangat agar tegar menghadapi hidup. Juga kepada adik-adikku yang penulis cintai dan sayangi: Widi, Mutia, Yus dan Yudi. Keluarga adalah pemberi semangat dan inspirator bagi penulis. Ucapan terima kasih, juga penulis haturkan kepada para pengasuh, para ustadz, dan keluarga besar Pondok Pesantren Bahrul ‘Ulum Tambakberas Jombang, khususnya kepada KH. M. Sholeh Abdul Hamid, “matur nuwun atas do’anya”, serta Nyai Hj. Mahfudhoh Aly Ubaid dan Nyai Hj. Munjidah Wahab, yang telah memberi pencerahan kepada penulis. Juga kepada Bapak Ali Muttaqin, M.Ag, atas kerjasamanya. Tak lupa untuk kawan-kawan seperjuangan di Pondok, yang kini sedang sedang menapaki karir, “Yak opo kabare?” Dengan penuh khidmat penulis ucapkan terima kasih kepada sahabat-sahabat seperjuangan di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Ciputat. Tak lupa penulis ucapkan banyak terima kasih kepada kawan-kawan PPI selama menempuh studi di kampus ini: Anshori, Ayuk, Bejo, Arif, Singgih, Helmi, Toriq, Bajigur, dll. Juga kepada kawan-kawan di “Istana Kerinduan”: Dzay, Dicky, Rika, Sabri&Ika, Doni&Rifki, Uncle Sam, Heru, Tanjung, Dede, Aziz, Lulu, dll. Khususon penulis haturkan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada kepada Wawan “wsb syah” Saepul Bahri, Ricky Haryanto dan Sayyid Nur Fattah yang telah banyak berkorban dan memberi semangat serta dukungan, demi kemajuan penulis. Jasa kalian takkan pernah sirna oleh masa. Kepada Pak Wawan Djunaedi dan Mba Iklilah MDF yang begitu peduli terhadap masa depan penulis. Juga untuk Rachel, Kaka, dan Umar yang selalu membuat penulis tersenyum dengan kemungilannya. Tak lupa penulis sampaikan kepada “@nhoy” yang telah memberi warna dalam hidup penulis, melalui semangat dan kasih sayangnya. Penulis ucapkan terima kasih kepada M. Afifuddin, Ali Saban, Syifa, Robi, Gunawan, Sukma, Kholilah, dan sahabat-sahabat BEM UIN Syarif Hidayatullah Jakarta periode 2002-2003, bersama mereka bersatu untuk mengharumkan nama almamater. Juga kepada kawan-kawan di Himpunan Mahasiswa Alumni Bahrul ‘Ulum Ibukota (HIMABI), PERMALA, Koridor~195, Piramida Circle, dll. Tak lupa penulis haturkan terima kasih yang teramat dalam kepada para dosen di Fakultas Ushuluddin, yang telah memberikan pencerahan pikiran kepada penulis sebagai jalan untuk menatap masa depan yang lebih baik. Demikian secercah pengantar skripsi ini penulis sampaikan, atas kerja samanya, penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya. Penulis berharap, gerak dan langkah kita dalam “mengais” ilmu tak pernah lekang oleh zaman. Amin…. Ciputat, Februari 2006 Penulis PERGULATAN POLITIK KH. ABDUL WAHAB HASBULLAH; STUDI ANALISA TERHADAP NU DAN NEGARA KATA PENGANTAR ........................................................................................ i DAFTAR ISI ....................................................................................................... iv BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1 A. Latar Belakang Masalah ............................................................... 1 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ........................................... 9 C. Tujuan Penelitian ......................................................................... 9 D. Metodologi Penelitian dan Teknik Penulisan .............................. 9 E. Sistematika Penyusunan ............................................................... 10 BAB II BIOGRAFI KH. ABDUL WAHAB HASBULLAH ...................... 12 A. Masa Kecil, Remaja dan Dewasa ................................................. 12 B. Pengalaman Belajar ...................................................................... 16 C. Pengalaman Intelektual ................................................................ 18 D. Landasan Pemikiran Politik ......................................................... 24 BAB III KH. ABDUL WAHAB HASBULLAH DAN PENGALAMAN POLITIK ........................................................................................... 28 A. Tokoh Pendiri Nahdlatul Ulama .................................................. 28 B. Kiprah dan Usaha Merestrukturisasi NU menjadi Organisasi ...... 36 C. Tanggapan Kaum Penjajah terhadap Organisasi NU ................... 42 BAB IV NU vis a vis NEGARA; PERGULATAN POLITIK PRAKTIS KH. ABDUL WAHAB HASBULLAH ........................................... 50 A. NU dan Masyumi ......................................................................... 50 B. NU Mendirikan Partai Politik ....................................................... 55 C. Dinamika Partai NU pada Pemilu ................................................ 60 D. Akomodasi Demokrasi Terpimpin ............................................... 66 BAB V PENUTUP ......................................................................................... 76 Kesimpulan ........................................................................................ 76 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 80 LAMPIRAN – LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara geografis, kondisi umum dari masyarakat Indonesia mayoritas beragama Islam, meskipun bila ditinjau dari aspek budaya, antara daerah satu dengan daerah yang lain memiliki watak dan adat istiadat yang berbeda. Kultur yang majemuk ini pada akhirnya membuat Islam dapat menjadi alat pemersatu. Hal itu terbukti dari perjalanan panjang sejarah bangsa Indonesia. Fenomena ini tidak lepas dari tradisi dan kebiasaan orang Indonesia yang masih memiliki kepercayaan sebelum masuknya Islam. Sejarah mencatat, dalam mempersatukan Indonesia yang majemuk ini, para tokoh-tokoh nasional merumuskan suatu konsep yang dapat dijadikan alat sebagai pemersatu. Maka terciptalah Pancasila yang dianggap sebagai miniatur budaya bangsa Indonesia, dan diakui sebagai dasar negara. Namun dalam perjalanannya, ide Pancasila sebagai dasar negara dipertanyakan kembali oleh kalangan yang pro terhadap penerapan negara berdasarkan syari’at Islam. Dan pada akhirnya persoalan ini menjadi semakin tidak terarah dan menimbulkan polemik yang berkepanjangan hingga kini. Membicarakan hubungan antara agama dan kekuasaan jelas tak pernah sepi dari perdebatan, dan selalu menjadi wacana menarik di kalangan pemerhati agama maupun akademisi. Jika agama diperlakukan sebagai alat yang konstruktif, maka dengan sendirinya agama dapat dijadikan sarana untuk mengontrol segala kebijakan yang dilakukan penguasa. Bahkan di masa kolonial, agama dijadikan sebagai sarana dalam mengusung “ideologi jihad” untuk melawan ekspansi penjajah, meskipun pada mulanya agama hanya bersifat sosio-kultural. Dari konteks ini, perkembangan agama Islam memang sudah menjadi bagian integral dari sejarah Indonesia.1 Secara eksplisit, Islam dalam kancah keindonesiaan memiliki andil yang cukup besar dalam membentuk Indonesia, meskipun di satu sisi tidak pada posisi hegemonik. Ketika euforia nasionalisme terasa kuat dan menjalar ke semua wilayah, Islam sebagai suatu agama ikut berperan aktif dalam melepaskan diri dari kunkungan penjajah.
Recommended publications
  • BAB IV PERAN KH. ABDUL WAHAB HASBULLAH A. Sebelum Terbentuknya NU Selama Kyai Abdul Wahab Hasbullah Menempuh Pendidikan Di Makka
    BAB IV PERAN KH. ABDUL WAHAB HASBULLAH A. Sebelum Terbentuknya NU Selama Kyai Abdul Wahab Hasbullah menempuh pendidikan di Makkah selama 5 tahun dan sebelum kembali ke tanah air, pada tahun 1914 ia mendirikan Serikat Islam (SI) yang dibantu oleh Kiai Asnawi dari Kudus yang nantinya diangkat sebagai ketua, ia sendiri sekretarisnya, Kiai Abbas dari Cirebon dan Kiai Dahlan dari Kertosono. Peran mereka dalam SI yaitu untuk menghadapi serangan kaum pembaharu atau Modernis terhadap para kiai tradisional di pesantren-pesantren. Ketika Kyai Abdul Wahab Hasbullah kembali ke tanah air ia mulai melakukan pembaharuan pada pondok TambakBeras yang sudah didirikan oleh bapaknya, Kyai Hasbullah yaitu dengan mengganti sistem pendidikan halaqoh1 menjadi cara klasikal2 agar lebih teratur dalam pembelajarannya. Dan dengan cara baru yang diterapkannya, pondok tersebut maka berkembang sangat pesat. Seiring dengan metode baru yang diterapkan di Pesantren TambakBeras didirikan pula Madrasah MubdilFan (memperlihatkan sebuah disiplin keilmuan) pada tahun 1915 olehnya. Bahkan pada tahun 1916 ia juga mendirikan sekolah Nahdlatul Wathan yang artinya Kebangkitan Tanah Air bersama Kiai Mas Mansur dan KH. Ridwan Abdullah. Setelah beberapa bulan berdiri, Nahdlatul Wathan memiliki kantor yang terletak di Kampung Kawatan Gg. VI/22 Surabaya. Atas izin pemiliknya Haji Abdul Qohar3kantor itu disahkan dan memiliki Badan Hukum dengan susunan pengurus sebagai berikut Haji Abdul Qohar sebagai Direktur, Kyai Abdul Wahab Hasbullah sebagai Ketua Dewan Guru (Keulamaan), dan Kiai Mas Mansur sebagai Kepala Sekolah yang dibantu oleh Kyai Mas Alwi dan Kyai Ridwan Abdullah dan sejumlah staf pengajar diantaranya Kiai Bisri Syansuri, Abdul Halim Leuwimunding, dan Abdullah Ubaid sebagai Ketua Jam’iyah Nashihin. 4 1 Halaqoh adalah belajar dengan cara membentuk lingkaran dan mempelajari ajaran Islam.
    [Show full text]
  • Orang Yang Telah Berhaji Harus Jadi Katalisator, Begini Penjalasan Wamenag
    Orang yang Telah Berhaji Harus jadi Katalisator, Begini Penjalasan Wamenag Realitarakyat.com – Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Sa’adi menyatakan bahwa masyarakat yang telah menunaikan haji harus menjadi katalisator atau orang yang membuat perubahan, dan menjadi bagian penting dalam pembangunan masyarakat serta bangsa. “Alumni haji harus terus dijaga kemabruran, semangat, dan perannya dan menjadi ‘haji sepanjang hayat’,” ujar Zainut saat membuka Muktamar Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia dalam webiner, Sabtu (21/8). Haji sepanjang hayat itu, yakni selalu berperan positif dan menjadi teladan dalam semua aspek kemasyarakatan, pemerintahan, politik, pendidikan, kesehatan, hingga keamanan. Dia mengutip hasil penelitian UIN Sunan Kalijaga pada 2012 yang menyimpulkan bahwa jamaah haji memiliki pengaruh besar dalam bidang ekonomi, politik, dan pendidikan prakemerdekaan. Beberapa alumni haji itu kemudian menjadi pahlawan, penggerak perjuangan kemerdekaan, di antaranya adalah KH. Hasyim Asy’ari, KH. Ahmad Dahlan, Tuanku Imam Bonjol, A. Hasan, H. Agus Salim, KH. Abdul Wahab Hasbullah, HOS. Tjokroaminoto, dan sejumlah nama lainnya. Pada masa pandemi Covid-19, kata dia, peran haji sangat dibutuhkan, utamanya dalam kampanye menerapkan protokol kesehatan, seperti memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan, mengurangi mobilitas dan menghindari kerumunan, termasuk mendorong program vaksinasi. “Saya mengajak IPHI untuk ikut serta sesuai kapasitas dan kewenangannya untuk memberikan kesadaran hidup sehat dan disiplin di lingkungan masyarakat. Jangan lelah untuk mengingatkan gerakan 5M, berdoa dan vaksinasi,” kata dia. Wamenag juga berharap Muktamar VII IPHI ini dapat memberikan sumbangsih nyata dalam pembangunan kemasyarakatan, kesadaran moderasi beragama, serta dapat memberikan masukan bagi penyelenggaraan haji yang lebih baik. “Jadikan organisasi IPHI sebagai tempat mengabdi kepada masyarakat,” kata dia..
    [Show full text]
  • BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nahdlatul Ulama Adalah Organisasi Masyarakat (Ormas) Islam Terbesar Yang Lahir Pada Tahun 19
    BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nahdlatul Ulama adalah organisasi masyarakat (Ormas) Islam terbesar yang lahir pada tahun 1926 di Surabaya. Nahdaltul Ulama lahir karena perjuangan Wali Songoyang berperan sebagai penyebar agama Islam di Pulau Jawa. Wali Songo tersebut diantaranya Sunan Gresik, Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Drajat, Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, Sunan Muria, dan Sunan Gunung Jati.1 Dalam memberikan pengajaran Islamnya para Wali mempertahankan faham Ahlussunnah wal Jamaah.2 Dalam praktik beragamanya, para Wali Songo itu bersikap toleransi terhadap adat atau budaya lokal yang dimiliki oleh masyarakat setempat. Adapun cara-cara yang dilakukan oleh mereka adalah denganberusaha menghilangkan unsur-unsur yang menurut mereka bertentangan dengan syariat Islam, dan menggantinya dengan unsur-unsur Islam secara bertahap sehingga terbentuk kebudayaan baru yang lebih Islami. Perkembangan Islam selanjutnya terjadi dalam kurun waktu yang cukup lama dengan adanya dua kelompok Islam yang berbeda yaitu Islam Tradisionalis dan Islam Modernis. Islam Tradisionalis adalah kelompok yang pada dasarnya mempertahankan dan memelihara ajaran yang dianut sejak dahulu yaitu mengikuti empat madzhab yakni Madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’I dan Hambali. Para tokoh Islam Tradisionalis yaitu para kiai-kiai besar NU seperti Ahmad Dahlan 1 Amirul Ulum, Muassis Nahdlatul Ulama; Manaqib 26 Tokoh Pendiri NU. (Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2015), hlm. 1. 2 Ahlusunnah Wal Jama’ah adalah satu-satunya golongan umat Islam yang akan selamat di Akhirat. Pengajaran Ahlusunnah Wal Jama’ah yaitu Madzhab Syafi’i dalam kajian fiqhnya, serta Abu Hasan al- Asy’ari dalam kajian teologinya. Lihat Greg Fealy,“Ijtihad Politik Ulama:Sejarah NU 1952-1967”, hlm. 36. Ahyad dari Kebondalem, Surabaya3, KH.
    [Show full text]
  • 30 Bab Ii Idham Chalid
    BAB II IDHAM CHALID: RIWAYAT HIDUP DAN GAYA KEPEMIMPINANNYA A. Kelahiran Idham Chalid Idham Chalid lahir pada tanggal 27 Agustus 1922 di Setui, dekat Kecamatan Kotabaru, bagian tenggara Kalimantan Selatan, dan merupakan anak sulung dari lima bersaudara. Ayahnya H Muhammad Chalid, penghulu asal Amuntai, Hulu Sungai Tengah, sekitar 200 kilometer dari Banjarmasin. Saat usia Idham enam tahun, keluarganya hijrah ke Amuntai dan tinggal di daerah Tangga Ulin, kampung halaman leluhur ayahnya.1 Ahmad Muhajir menyatakan bahwa menurut cerita, kepindahan tersebut didahului oleh suatu kejadian di mana Idham dan orang tuanya diserang oleh sekelompok orang. Walaupun mereka selamat, tak pelak kejadian tersebut 1 Lihat Rusman Effendi dalam Kiai Idham Chalid, Pemimpin Besar dari Amuntai, http://dunia-fortal.blogspot.com/2012/09/kiai-idham-chalid-pemimpin-besar-dari.html, diakses tanggal 4 April 2013. Lihat juga Ahmad Muhajir, Idham Chalid: Guru Politik Orang NU. Cet.Ke- 1. (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2007), h. 13. Dari sedikit publikasi yang ada tentang Idham antara lain dalam Tim Penulis Tempo, Apa dan Siapa Sejumlah Orang Indonesia 1981-1982 (Jakarta: Grafiti, 1981), h. 99; Martin van Bruinessen, NU, Tradisi, Relasi-relasi Kuasa, Pencarian Wacana Baru (Yogyakarta: LKiS, 1994), h. 290-291; serta semacam Curriculum Vitae yang ditanda tangani Idham yang dilampirkan dalam kumpulan pidatonya, Mendajung dalam Taufan. (Djakarta: Endang-Api Islam, 1966), h. 133-135. Selebihnya kisah Idham Chalid disajikan secara sepenggal-sepenggal di berbagai tulisan baik ilmiah maupun berita di media massa dan biasanya berkaitan dengan sejarah NU. Idham Chalid, Mendajung…, h. 133. Berbeda dengan yang dimuat Tempo, Idham disebutkan lahir 5 Januari 1921. Lih. Tim Penulis Tempo, Apa dan Siapa, h.
    [Show full text]
  • GENEALOGI PERAN KAUM SANTRI DALAM SKETSA POLITIK NASIONAL Zaini Tamin AR (STAI YPBWI Surabaya) Abstrak: Tulisan Ini Menarasikan
    GENEALOGI PERAN KAUM SANTRI DALAM SKETSA POLITIK NASIONAL Zaini Tamin AR (STAI YPBWI Surabaya) Abstrak: Tulisan ini menarasikan tentang peran kaum santri dan pesantren yang sampai saat ini membuktikan keberhasilannya menjawab tantangan zaman. Kemampuan adaptatif pesantren atas perkembangan zaman memperkuat eksistensinya sekaligus memberikan kontribusi yakni, mensinergikan intelektual, emosional, dan spiritual, yang dapat membentuk kepribadian; sebuah faktor penting dalam integritas kepemimpinan. Di sisi lain, pesantren memiliki kemampuan untuk melangkah keluar dari budaya yang ada dan memulai proses perubahan evolusioner yang lebih adaptif. Sementara, lingkup pembahasan tulisan adalah relasi pesantren dan kepemimpinan dan peran kaum santri terhadap dunia politik Nasional. Pesantren dapat mendidik santri yang tak hanya mempunyai integritas keilmuan yang memadai tapi juga integritas moral dan etika, yang akan menjadi faktor penting ketika seorang santri kembali ke lingkungan sosialnya. Santri dan pesantren dari masa ke masa telah memberi kontribusi konkrit dalam perjalanan sejarah Republik ini, tak terkecuali dalam sosial politik. Perjuangan melawan penjajah, pembentukan NKRI, hingga terdistribusinya kaum santri dalam posisi politis di Indonesia. Kontribusi kaum santri dan pesantren yang demikian menjadi bukti bahwa pesantren bukan hanya lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia dan masih tetap eksis hingga kini, tetapi juga merupakan entitas sosial yang memiliki pengaruh cukup kuat - sekaligus unik - dalam kehidupan sosial politik di
    [Show full text]
  • Bab Ii Biografi Kh. Abdul Wahab Hasbullah
    12 BAB II BIOGRAFI KH. ABDUL WAHAB HASBULLAH A. Silsilah dan Latar Belakang KH. Abdul Wahab Hasbullah Sebagaimana kebiasaan dalam budaya dan tradisi yang diagung-agungkan oleh orang jawa, yaitu dalam menghormati para leluhurnya, maka tak heran jika dalam kehidupan keseharian, memandang kebesaran seseorang itu basanya dengan menanyakan asal usulnya. Jadi, orang yang menjadi tokoh biasanya dapat dilacak dari leluhrnya pernah ada yang menjadi orang besar. Ini berkaitan dengan ilmu mistik dari jawa yang dilestarikan melalui tradisi dan secara lisan. Hal tersebut terjadi bukan hanya dalam keluarga dari kalangan atas, melainkan juga terjadi pada kalagan kelas ekonomi bawah. Misalnya, salah satu keluarga buruh tani, dalam perkembangan hidupnya tiba-tiba menjadi tangan kanannya kiai, padahal bapaknya seorang yang gemar berjudi. Biasanya, masyarakat sekitar segera mencari keanehan fenomena tersebut dengan menelusuri lebih jauh garis keturunannya.1 Apalagi, seorang Wahab Hasbullah, orangtuanya saja di kampung sudah terkenal sebagai tokoh kiai yang dihormati dan disegani oleh masyarakat sekitarnya. Maka, moto yang dipakai tentunya; “kacang ra bakal ninggal lanjaran” yang artinya 1 Muhammad Rifai, K.H Wahab Hasbullah Biografi Singkat 1888- 1971, (jogjakarta: garasi house of book, 2010), p. 21. 12 13 bapaknya orang besar banyak kemungkinan anaknya juga akan menjadi orang besar.2 Tetapi, khidmat (penghormatan) kepada guru atau kiai juga bagian cara penting bagi tradisi jawa untuk mendapatkan keberkahan. Baik ilmu maupun keberkahan hidup. Nasab K.H
    [Show full text]
  • Indonesia's Ulama and Politics
    Indonesia's ulama and politics Martin van Bruinessen, "Indonesia's ulama and politics: caught between legitimising the status quo and searching for alternatives", Prisma — The Indonesian Indicator (Jakarta), No. 49 (1990), 52-69. Indonesia’s Ulama and Politics: Caught Between Legitimising the Status Quo And Searching for Alternatives The relationship between ulama, ‘men of Islamic learning,’ and umara, ‘holders of political power,’ has always been ambivalent. On the one hand, ulama at least in the Sunni tradition have always provided religious legitimation for the de facto power holders. On the other hand, there is also a general awareness that power corrupts and that proximity to those in power impairs the ulama’s moral authority and the integrity of their learning. There is a well-known hadith to that effect, often quoted in popular sermons: “the worst among the ulama are those who go and see the umara, while the best among the umara are those who come and see the ulama.” It has been pointed out that this hadith is actually ‘weak’ (da`if), meaning that its attribution to the Prophet is considered very dubious.[1] The fact that it is frequently quoted by ulama and popular preachers in Indonesia nevertheless indicates that the saying expresses something about which they have strong feelings. In a recent research project on the Indonesian ulama’s worldview, about half the ulama interviewed volunteered this hadith when asked what was the correct form of Islam-state relations.[2] Moral, economic and political independence (kemandirian) vis-à-vis the government is a quality that almost all respondents considered essential.
    [Show full text]
  • TOKOH AGAMA DAN ORGANISASI KEAGAMAAN DI INDONESIA (Kajian Pengembangan Materi Pada Diklat Kader Muballigh)
    TOKOH AGAMA DAN ORGANISASI KEAGAMAAN DI INDONESIA (Kajian Pengembangan Materi Pada Diklat Kader Muballigh) Oleh Dr. H. Muchammad Toha, M.Si (Widyaiswara Muda Balai Diklat Keagamaan Surabaya) ABSTRAK Keberadaan masyarakat tidak dapat dipisahkan dengan kehadiran seorang tokoh, apabila masyarakat tersebut memiliki kekhasan yang menonjol dalam bidang agama, maka tokoh yang memiliki kedudukan penting dan pengaruh besar biasanya adalah tokoh yang mempunyai keahlian lebih dalam bidang agama, tokoh agama dalam masyarakat agama tidak saja akan menjadi panutan dalam masalah-masalah yang berhubungan dengan agama yang dianut mayoritas masyrakat tersebut, namun lebih dari itu tokoh agama juga akan menjadi rujukan masyarakat dalam berbagai hal yang berkorelasi dengan masalah politik dan sosial ekonomi. Biasanya tokoh agama menempatkan dirinya dalam organisasi keagamaan sebagai wujud kongkrit dan untuk mempermudah gerakan dakwahnya. Di Indonesia terdapat dua organisasi kemasyarakatan yang memiliki andil besar dalam pembangunan Indonesia. KATA KUNCI: Tokoh Agama, Organisasi Agama A. PENDAHULUAN Menurut Pareto dalam Robert H. Lauer (1993 : 347) masyarakat adalah suatu sistem kekuatan yang berada dalam keadaan seimbang. Dalam setiap masyarakat terdapat dua kategori utama, yaitu tokoh dan non tokoh. Sedangkan Toynbee, yang lebih menekankan pada aktivitas elite menyatakan, perkembangan peradapan mayoritas berkaitan erat dengan karya kreatif kelompok minoritas (tokoh), selanjutnya kelompok ini harus memikirkan tanggapan yang tepat atas tantangan sosial, serta mendorong masyarakat untuk memilih alternatif tanggapan dan direncanakannya. Bila fungsi ini tidak dimiliki elite, maka peradaban akan mengalami kemunduran untuk seterusnya menuju kematian. Bahkan menurut A’la dalam Hamim dkk (2007: 102) tidak jarang elite inilah yang mempelopori masyarakat sehingga terjebak dalam pertikaian yang berkepanjangan dan berakhir pada kekerasan. 1 Memperkuat pendapat di atas, Pitirim A.
    [Show full text]
  • Sheikh Mahfudz At-Tarmasi's Thought on Islamic
    Jurnal Pendidikan Islam :: Volume 8, Nomor 1, June 2019/1440 95 Sheikh Mahfudz at-Tarmasi’s Thought on Islamic Education Dwi Ratnasari UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Indonesia e-mail: [email protected] DOI: 10.14421/jpi.2019.81.95-119 Received: 26 February 2019 Revised: 14 April 2019 Approved: 01 June 2019 Abstract Indonesia is a country with the largest Muslim population in the world. The role of scholars in developing and maintaining Islamic values is vital. Among the scholars who play an essential role in the process is Sheikh Mahfudz at Tarmasi. This article aims to explore the traditions and intellectual networks of Sheikh Mahfudz, one of the archipelago scholars of the late nineteenth century who had a profound influence on the development of Islamic intellectual traditions in the archipelago. Despite spending his age in Mecca, he succeeded in educating Javanese clerics who were members of the Jawi community to become leaders of large pesantren in the archipelago. This research concludes that Sheikh Mahfudz is a productive ulama. The intellectual traditions and networks that he built spread to various Islamic worlds through several works he produced, and through his students who acted as transmitters of Islamic sciences from Mecca to the archipelago Keywords: Sheikh Mahfudz at-Tarmasi, Thought on Islamic Education, Archipelago. Abstrak Indonesia merupakan negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Peran ulama dalam mengembangkan dan menjaga nilai-nilai keislaman sangat penting. Di antara ulama yang berperan penting dalam proses tersebut adalah syaikh Mahfudz at Tarmasi. Artikel ini bertujuan menelusuri tradisi dan jaringan intelektual syaikh Mahfudz, salah satu ulama Nusantara akhir abad XIX yang berpengaruh besar dalam perkembangan tradisi intelektual Islam di Nusantara.
    [Show full text]
  • 37 BAB III BIOGRAFI DAN KEPRIBADIAN GURU MENURUT KH. HASYIM ASY'ari DALAM KITAB ADĀB AL 'ᾹLIM WA AL MUTA'allim A. Biogr
    BAB III BIOGRAFI DAN KEPRIBADIAN GURU MENURUT KH. HASYIM ASY’ARI DALAM KITAB ADĀB AL ‘ᾹLIM WA AL MUTA‘ALLIM A. Biografi KH. Hasyim Asy’ari 1. Nasab dan Keluarga KH. Hasyim Asy‟ari Nama lengkap Hasyim Asy‟ari adalah Muhammad Hasyim bin Asy‟ari bin Abdul Wahid bin Abdul Halim yang mendapat julukan Pangeran Bona bin Abdul Rahman yang mendapat julukan Jaka Tingkir, Sultan Hadi Wijaya bin Abdullah bin Abdul Aziz bin Abdul Fattah bin Maulana Ishaq dari Raden Ainul Yaqin yang terkenal dengan sebutan Sunan Giri.1 Hasyim Asy‟ari lahir dari keluarga elit kiai Jawa pada 24 Dzul Qa‟dah 1287 / 14 Februari 1871 di desa Gedang, sebuah desa yang berjarak sekitar dua kilometer sebelah timur Jombang. Ayahnya bernama Asy‟ari adalah pendiri pesantren Keras (desa di sebelah selatan Jombang). Sementara kakeknya, kiai Usman adalah pendiri pesantren Gedang yang didirikan pada abad ke-19. Kiai Asy‟ari merupakan santri kiai 1Hasyim Asy‟ari , Adāb al ‘Ᾱlim wa al Muta’allim..., hlm. 3. 37 Usman yang kemudian dinikahkan dengan Halimah (putri kiai Usman).2 Hasyim asy‟ari menikah tujuh kali selama hidupnya, dan semua istrinya merupakan putri kiai. Diantaranya Khadijah putri kiai Ya‟qub (pengasuh pesantren Siwalan Panji), Nafisah putri kiai Romli (pesantren Kemuring Kediri), Nafiqah putri kiai Ilyas (Siwulan, Madiun), Masrurah putri saudara kiai Ilyas (pesantren Kapurejo Kediri).3 Hasyim Asy‟ari menikah tujuh kali bukan dalam satu waktu sekaligus, tetapi bertahap dan dengan alasan yang jelas, pertama menikah untuk mengangkat kualitas pesantren dimasa medatang, kedua
    [Show full text]
  • STUDI TENTANG PEMIKIRAN NASIONALISME KH. WAHAB CHASBULLAH DAN IMPLEMENTASINYA (1914 – 1934)” SKRIPSI Diajukan Kepada Univ
    ”STUDI TENTANG PEMIKIRAN NASIONALISME KH. WAHAB CHASBULLAH DAN IMPLEMENTASINYA (1914 – 1934)” SKRIPSI Diajukan Kepada Universitas Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1) Pada Jurusan Sejarah Peradaban Islam (SPI) Oleh : Muhammad Ihkam Halimi (A92215102) FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA 2019 i ii iii ABSTRAK Skripsi ini di tulis dengan judul “Studi tentang Pemikiran Nasionalisme KH. Wahab Chasbullah dan Implementasinya 1914 – 1934. Dengan fokus terhadap 1. Biografi KH. Abdul Wahab Chasbullah 2. Pemikiran Pemikiran KH. Wahab Chasbullah tentang Nasionalisme 3. Bentuk bentuk Implementasi dari Pemikiran KH. Whab Chasbullah. Dengan Judul dan Fokus dari isi pembahasan tersebut akan ditemukan bentuk Pemikiran Pemikiran Nasionalisme seperti apa yang diharapkan dan di inginkan KH. Wahab Chasbullah. Pendekatan ini menggunakan pendekatan historis dengan Teori yang digunakan dalam pembahasan ini menggunakan Teori “‘ashabiyah” ibnu kaldun dan teori “Peran” Menurut Soerjono Soekanto. Teori peran adalah suatu tindakan yang dilakukan seseorang berdasarkan suatu peristiwa yang melatar belakanginya. Peristiwa tersebut dapat menentukan status dan kedudukan sesuai dengan lingkungan yang mempengaruhi dirinya dalam bertindak. Teori tersebut cocok dengan apa yang di bahas dalam Skripsi ini, ketika seorang KH. Wahab Chasbullah salah satu Seorang pemikir yang bergerak dalam lingkungan pesantren yang melakukan gerakan dalam skala Nasional. Dalam uraian diatas penulis menyimpulkan mulai dari biografi KH. Wahab Chasbullah, dirinya membuat pergerakan - pergerakan dari pemikirannya tentang cinta tanah air dan terlahirlah sebuah forum Taswirul Afkar, Nahdlatul Wathan, Syubbanul Wathan dan yang paling dirasa sampai saat ini adalah Nahdlatul Ulama. yang itu semua menjadi titik awal sebuah gerakan besar dalam perjuangan melawan penjajah.
    [Show full text]
  • Gp Ansor) Provinsi Lampung
    STRATEGI KEPEMIMPINAN DALAM PELAKSANAAN PENGKADERAN GERAKAN PEMUDA ANSOR (GP ANSOR) PROVINSI LAMPUNG Skripsi Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos) Dalam Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi OLEH: RADEN YUSRON 1541030065 JURUSAN MANAJEMEN DAKWAH FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG 2019 M/1441 H STRATEGI KEPEMIMPINAN DALAM PELAKSANAAN PENGKADERAN GERAKAN PEMUDA ANSOR (GP ANSOR) PROVINSI LAMPUNG Skripsi Diajukan untuk melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos) Dalam Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi OLEH: RADEN YUSRON 1541030065 Jurusan: Manajemen Dakwah Pembimbing I: Dr. Hasan Mukmin, M.Ag Pembimbing II: Badaruddin, M.Ag FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG 2019 M/1441 H ABSTRAK Sangat penting bagi sebuah pemimpin memiliki strategi dalam memajukan organisasi untuk memiliki sumber daya manusia yang berkualitas untuk menjalankan visi dan misi yang telah dibuat oleh organisasi guna mewujudkan tujuan dari organisasi. Salah satu cara dalam mencari sumber daya manusia yang berkualitas, yaitu melalui sistem rekrutmen dan pengkaderan. Pelaksanaan pengkaderan harus memiliki strategi dan pemimpin yang memiliki tanggung jawab penuh dalam hal itu, oleh karena itu menjadi penting Gerakan Pemuda Ansor Provinsi Lampung melaksanakan pengkaderan guna untuk mempertahankan kelangsungan organisasi Gerakan Pemuda Ansor. Berdasarkan hal tersebut yang menjadi bahan rumusan masalah dalam skripsi penulis yaitu bagaimana Strategi Kepemimpinan Dalam Pelaksanaan Pengkaderan Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor) Provinsi Lampung. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui Bagaimana Strategi kepemimpinan dalam pelaksanaan pengkaderan Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor) Provinsi Lampung. Adapun jenis penelitian yang digunakan penelitian Deskriptif Kualitatif.
    [Show full text]