GAYA KEPEMIMPINAN AKTOR POLITIK (Studi Terhadap Kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama Dalam Kebijakan Penggusuran Kampung Pulo, Timur Tahun 2015)

Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh Putri Nurafifah NIM: 1112112000049

PROGRAM STUDI ILMU POLITIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2017

ABSTRAK

Skripsi ini menganalisa gaya kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dalam kebijakan penggusuran Kampung Pulo, Jakarta Timur. Gaya kepemimpinan yang dilakukan Basuki sangat berbeda dengan pemimpin sebelumnya, karena permasalahan yang selalu hadir di Jakarta, antara lain kemacetan dan banjir yang menjadi perhatian penting. Untuk meminimalisir banjir, pemerintah provinsi mengeluarkan kebijakan penggusuran di daerah Kampung Pulo yang merupakan salah satu titik utama banjir di Jakarta. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif melalui analisa deskriptif, dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara. Untuk menganalisa gaya kepemimpinan Basuki, penulis menggunakan teori Sondang P Siagian tentang gaya kepemimpinan, yaitu pendekatan yang dilakukan pemimpin untuk memimpin, serta mempengaruhi yang di pimpin agar dapat bekerja dengan baik dan tercapainya sebuah tujuan. Sedangkan teori yang digunakan dalam implementasi kebijakan publik adalah Van Meter dan Van Horn bahwa implementasi sebagai tindakan yang dilakukan oleh individu atau kelompok untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Hasil penelitian ini menemukan bahwa gaya kepemimpinan Basuki identik dengan gaya kepemimpinan otokratik, yaitu pemimpin yang egois. Penggusuran Kampung Pulo merupakan tindakan paksaan tanpa mengutamakan musyawarah, meski mendapat penolakan dari warga Kampung Pulo, Basuki tetap melaksanakan kebijakan penggusuran untuk meminimalisir banjir di Jakarta. Dalam pelaksanaan kebijakan penggusuran Kampung Pulo, terdapat beberapa unsur dalam implementasi kebijakan seperti yang dikemukakan Van Meter dan Van Horn. Terdapat unsur ukuran dasar dan tujuan kebijakan yang bertujuan untuk mengembalikan fungsi kali Ciliwung sebagai resapan air dalam meminimalisir banjir di Jakarta. Namun, dalam pelaksanaan kebijakan penggusuran pembahasan unsur sumber-sumber kebijakan, yaitu sumber daya finansial berujung pada perlawanan warga yang menolak direlokasi. Warga menolak direlokasi, akibat pembahasan ganti rugi yang dijanjikan oleh Jokowi. Selain itu, terdapat unsur komunikasi dan koordinasi yang kurang aktif dari pemerintah, sehingga berakibat pada kurangnya informasi yang di dapat warga dan menimbulkan kesalahan informasi saat kebijakan penggusuran dilaksanakan. Setelah di relokasi, timbul masalah baru. Pemerintah tidak memberikan jaminan keberlangsungan hidup baik secara unsur ekonomi, sosial dan politik bagi warga Kampung Pulo. Pemerintah tidak memperhatikan kondisi sosial, ekonomi dan politik warga yang terkena dampak kebijakan penggusuran. Hal tersebut menunjukkan bahwa implementasi kebijakan penggusuran Kampung Pulo belum berjalan efektif. Kata kunci: Gaya Kepemimpinan, Implementasi Kebijakan, Basuki Tjahaja Purnama, Penggusuran Kampung Pulo.

i

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Segala puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT tuhan semesta alam yang telah memberikan kemudahan dan keberkahan bagi seluruh umat manusia sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini untuk melengkapi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana dalam Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Temuan penelitian ini tidak akan muncul tanpa adanya berkat pertolongan Allah SWT dan bantuan dari berbagai pihak, hingga akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terimakasih sebanyak- banyaknya kepada:

1. Prof. Dr. Zulkifli, MA., selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Dr. Iding Rosyidin, M.Si., selaku Ketua Program Studi Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Suryani, M.Si., selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Ana Sabhana Azmy, M.I.P., selaku dosen pembimbing. Terimakasih telah bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing, saran, nasihat, dan semangat yang selalu diberikan dalam menyempurnakan skripsi ini. 5. Dr. Haniah Hanafie, M.Si., selaku Penguji I pada saat sidang skripsi berlangsung, yang bersedia memberikan saran dan nasihat dalam menyempurnakan skripsi ini. 6. Adi Prayitno, M.Si., selaku Penguji II pada saat sidang skripsi berlangsung, yang bersedia memberikan saran dan nasihat dalam menyempurnakan skripsi ini. 7. Seluruh dosen dan staf pengajar Program Studi Ilmu Politik yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Terima kasih atas segala dedikasinya yang telah memberikan banyak ilmu pengetahuan selama masa perkuliahan.

ii

8. Kepada orang tua tercinta, yang selalu mendoakan penulis hingga dapat menyelesaikan skripsi ini, serta kerja keras beliau penulis bisa sampai pada saat ini. Untuk kedua kakak, yaitu Sofyan Hadi dan Asep Permana yang selalu menganggap adiknya sebagai kawan. Keluarga yang sempurna dan selalu memberikan cinta yang tulus kepada penulis sejak kecil. 9. Kepada Ade Hidayah dan Ramadyta yang setia menemani penulis untuk bertemu dengan narasumber, dan yang selalu mengajarkan arti berjuang. 10. Kepada Hervy Nindya Destiana dan Wahyu Purnama Sari yang selalu memberi semangat kepada penulis hingga detik akhir menyelesaikan skripsi. 11. Kepada kawan-kawan seperjuangan Ilmu Politik 2012, yaitu Fajar, Aski, Bimut, Fachmi, Zizi, Rijal, Dena, Rama, Lalla, Irsan, Evan, Adi, Akbar, Fahmi, Yusuf dan semua yang tidak bisa disebutkan satu persatu. 12. Kepada Rizki Ahmad Jainuri dan Sofyan Hadi yang selalu setia menemani penulis hingga detik terakhir menyelesaikan skripsi ini, karena tanpa kehadiran kalian mustahil penulis bisa menyelesaikan skripsi ini. 13. Kepada kerabat Silaturrahmi, Puput, Farah, Seta, Ane, Raghib, Fachrur, Isti, dan Adly yang selalu setia memberikan solusi, semangat dan canda tawa selama ini.. 14. Kepada kerabat Lebak Bulus, Syarah Mahbubah, Fitri, Nita Fitria, Apriliana, Sekar Laelani dan Sekar Ayu yang selalu setia memberikan solusi, semangat dan canda tawa selama ini.

Karena tanpa kehadiran mereka, sangat sulit bagi penulis untuk menyelesaikan penelitian ini. Semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmat atas kebaikan dan membalas segala kebaikan mereka yang tanpa sadar telah banyak membantu dalam penyusunan skripsi ini. Tentunya penulis bukanlah orang yang sempurna, sehingga mohon maaf atas segala kekurangan dalam penelitian ini. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Wassalamualaikum Wr. Wb

iii

Jakarta, 1 Februari 2017

Putri Nurafifah

iv

DAFTAR ISI ABSTRAK ...... i KATA PENGANTAR ...... ii DAFTAR ISI ...... v DAFTAR TABEL ...... vii DAFTAR GAMBAR ...... viii DAFTAR LAMPIRAN ...... ix

BAB I PENDAHULUAN

A. Pernyataan Masalah ...... 1 B. Pembatasan Penelitian dan Pertanyaan Penelitian ...... 12 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...... 13 D. Tinjauan Pustaka ...... 14 E. Metode Penelitian ...... 16 F. Sistematika Penulisan ...... 19 BAB II KERANGKA TEORI

A. Teori Kepemimpinan ...... 22 1. Pengertian Kepemimpinan ...... 22 2. Tipe-Tipe Gaya Kepemimpinan ...... 24 a. Kepemimpinan Otokratik ...... 24 b. Kepemimpinan Paternalistik ...... 26 c. Kepemimpinan Karismatik ...... 27 d. Kepemimpinan Laissez Faire ...... 28 e. Kepemimpinan Demokratik ...... 29

B. Teori Kebijakan Publik ...... 30 1. Pengertian Kebijakan ...... 30 2. Tahap-Tahap Pembuatan Kebijakan Publik ...... 32 a. Tahap Perumusan Masalah ...... 32 b. Tahap Formulasi Kebijakan ...... 33 c. Tahap Adopsi Kebijakan ...... 33 d. Tahap Implementasi Kebijakan ...... 33 e. Tahap Evaluasi Kebijakan ...... 34 3. Implementasi Kebijakan Publik ...... 34 a. Model Implementasi Vab Meter dan Van Horn .. 36 1) Ukuran Dasar dan Tujuan Kebijakan ...... 36 2) Sumber-Sumber Kebijakan ...... 37

v

3) Komunikasi antar Organisasi dan Kegiatan- Kegiatan Pelaksana ...... 37 4) Karakteristik Badan-Badan Pelaksana ...... 38 5) Kondisi Sosial, Ekonomi dan Politik ...... 38 6) Sikap Pelaksana (Implementors) ...... 39

BAB III PROFIL BASUKI TJAHAJA PURNAMA DAN SEJARAH JAKARTA

A. Profil Basuki Tjahaja Purnama ...... 40 1. Biografi Basuki Tjahaja Purnama ...... 40 2. Dunia Bisnis Basuki Tjahaja Purnama ...... 41 3. Basuki Tjahaja Purnama Terjun Dunia Politik ...... 43 B. Sejarah Jakarta ...... 49 1. Sekilas Sejarah Jakarta ...... 49 2. Sejarah Banjir Jakarta ...... 53 3. Sejarah Kampung Pulo ...... 54

BAB IV ANALISIS GAYA KEPEMIMPINAN BASUKI TJAHAJA PURNAMA (AHOK) DALAM IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGGUSURAN KAMPUNG PULO, JAKARTA TIMUR A. Pro Kontra Implementasi Kebijakan Penggusuran Pada Warga Kampung Pulo ...... 59 1. Ukuran Dasar dan Tujuan Kebijakan ...... 60 2. Sumber-Sumber Kebijakan ...... 65 3. Komunikasi antar Organisasi dan Kegiatan-Kegiatan Pelaksana ...... 70 4. Kondisi Sosial, Ekonomi dan Politik ...... 77

B. Gaya Kepemimpinan Otokratik Basuki Tjahaja Purnama Dalam Penggusuran Kampung Pulo ...... 86 1. Arogan ...... 87 2. Keras dan Tidak Konsisten ...... 89 3. Gaya Bicara Terus Terang ...... 91 4. Paksaan ...... 92 5. Tidak Musyawarah ...... 94

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ...... 98 B. Saran ...... 101

DAFTAR PUSTAKA ...... 102

vi

DAFTAR TABEL

Tabel I.S.1 Lokasi Penggusuran Bulan Januari-Agustus 2015 ...... 7

Tabel III.B.1 Jumlah Penduduk DKI Jakarta 2000, 2010-2014 ...... 52

vii

DAFTAR GAMBAR

Gambar III.B.1 Situs Budaya Religi Kampung Pulo ...... 57

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Laporan Penertiban dan Relokasi Kampung Pulo ...... x

Lampiran 2 Surat Peringatan I dari Satpol PP ...... xiv

Lampiran 3 Surat Peringatan II dari Satpol PP ...... xv

Lampiran 4 Surat Peringatan III dari Satpol PP ...... xvi

Lampiran 5 Surat Wawancara dari Sekretariat Kota Administrasi

Jakarta Timur ...... xvii

Lampiran 6 Surat Wawancara dari Satpol PP Kota Administrasi

Jakarta Timur ...... xviii

Lampiran 7 Surat Wawancara dari Ciliwung Merdeka ...... xix

Lampiran 8 Dokumentasi ...... xx

ix

BAB I

PENDAHULUAN

A. Pernyataan Masalah

DKI Jakarta merupakan Ibukota negara Indonesia, yang selalu menjadi perhatian publik. Peluang kerja serta penghasilan yang menjanjikan menjadi daya tarik bagi banyak orang untuk tinggal di Jakarta. Sejumlah permasalahan pun hadir, seiring jumlah penduduk yang bertambah. Masalah yang hadir di Jakarta pun beragam, mulai dari kemacetan akibat banyaknya jumlah kendaraan pribadi, pemukiman liar, minimnya ruang terbuka hijau, sehingga menyebabkan banjir di

Jakarta setiap tahunnya.1

Pada tahun 2007, banjir melanda Jakarta dan 70% wilayah Jakarta tenggelam oleh air, sehingga mengharuskan masyarakat untuk pindah dan menyelamatkan diri ke tempat yang lebih aman.2 Permasalahan yang tak kunjung reda mengharuskan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta untuk mengatasi banjir. Pemprov mengeluarkan kebijakan untuk mengatasi banjir, salah satunya dengan pelebaran kali Ciliwung yang merupakan faktor terbesar saat banjir melanda Jakarta, disebabkan karena penyempitan bantaran kali yang dipenuhi rumah penduduk.

1 Fiddy Anggriawan, Permasalahan Jakarta Kian Merajalela, tersedia di http://news. okezone.com/read/2014/03/16/500/955777/permasalahan-jakarta-kian-merajalela; diunduh pada 21 April 2016. 2 Alwi Shahab, Batavia Kota Banjir, (Jakarta: Republika, 2009), h.1.

1

Salah satu titik fokus Pemprov dalam melaksanakan kebijakan pelebaran kali Ciliwung adalah daerah Kampung Pulo, kelurahan Kampung Melayu, kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur. Tercatat bahwa terdiri dari 95% daratan dan selebihnya rawa, yang dilalui oleh tujuh sungai/kali yaitu kali Ciliwung, kali

Sunter, Kalimalang, kali Cipinang, kali Buaran, kali Jatikramat dan kali Cakung.3

Kecamatan Jatinegara dibatasi oleh kali Ciliwung, kali Suter, serta dilalui oleh kali Cipinang yang terdiri dari delapan kelurahan. Luas wilayah kelurahan

Kampung Melayu adalah 0,48 km2 dengan jumlah delapan Rukun Warga (RW) dan 112 Rukun Tetangga (RT).4

Dapat dipastikan, bahwa daerah Kampung Pulo adalah daerah yang dilalui arus kali Ciliwung, sehingga daerah Kampung Pulo merupakan daerah rawan banjir saat musim hujan tiba. Banyaknya pemukiman penduduk di bantaran kali, menjadikan daerah Kampung Pulo sebagai sasaran untuk pelebaran kali

Ciliwung, serta relokasi5. Relokasi warga Kampung Pulo dilakukan untuk mengatasi banjir yang terjadi di Jakarta, serta menyelamatkan warga Kampung

Pulo yang terkena banjir sedalam 1,5 m saat musim hujan. Wacana relokasi

Kampung Pulo ini telah dimulai saat (Jokowi) masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta tahun 2014.

3 Letak Geografis Jakarta Timur, tersedia di http://timur.jakarta.go.id/v11/?p=geografis; diunduh pada 22 April 2016. 4 Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur, tersedia di http://timur.jakarta.go.id/v10/?p= kecamatan; diunduh pada 08 April 2016. 5 Kamus Besar Bahasa Indonesia, relokasi adalah pemindahan tempat, tersedia di http://kbbi.web.id/relokasi; diunduh pada 08 April 2016.

2

Penggusuran Kampung Pulo adalah bagian dari rencana Pemprov untuk program normalisasi6 kali Ciliwung. Program normalisasi tercantum dalam

Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang

Wilayah (RTRW) Tahun 2030 dan Perda Nomor 1 Tahun 2014 tentang Rencana

Detail Tata Ruang (RDTR) dan Peraturan Zonasi (PZ). Peraturan Gubernur

(Pergub) Nomor 163 Tahun 2012 tentang rencana untuk pembangunan kali

Ciliwung, pembangunan danau serta perubahan untuk tanah di Kampung Pulo dan

Bidara Cina. Serta Keputusan Gubernur (Kepgub) DKI Jakarta Nomor 2181

Tahun 2014 tentang perpanjangan penetapan lokasi untuk pelaksanaan pembangunan kali Ciliwung dari pintu air Manggarai sampai Kampung Melayu.

Luas wilayah Kampung Pulo yang terkena normalisasi adalah 2,7 ha, terdiri dari RW 01, 02, dan 03. Terdapat 926 kepala keluarga dan 519 bangunan yang akan dibongkar untuk program normalisasi kali Ciliwung.7 Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 20 tahun 2011, pelaksanaan layanan rumah rusun di provinsi DKI Jakarta dapat diperkuat dengan Pergub Nomor 111 tahun

2014 tentang Mekanisme Penghunian Rumah Rusun Sederhana Sewa (Rusunawa) yang diperuntukkan bagi masyarakat terprogram dan masyarakat tidak terprogram. Masyarakat terprogram dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor

111 tahun 2014 pasal 3 ayat 1 adalah masyarakat yang terkena program pembangunan untuk kepentingan umum dan penertiban ruang kota.

6 Kamus Besar Bahasa Indonesia, normalisasi adalah tindakan menjadikan normal (biasa), tindakan mengembalikan pada keadaan dan hubungan, yang biasa atau normal, tersedia di http://kbbi.web.id/normalisasi; diunduh pada 08 April 2016. 7 Wawancara Pribadi dengan Haris Indrianto, sebagai Kepala Seksi Pemerintahan dan Tata Tertib Kelurahan Kampung Melayu, tanggal 3 Mei 2016 di Kelurahan Kampung Melayu Jakarta Timur.

3

Pemprov DKI mengubah gedung teknis Sudin PU (Suku Dinas Pekerjaan

Umum) hingga menjadi rusun Jatinegara untuk warga Kampung Pulo yang terkena normalisasi. Normalisasi kali Ciliwung dilakukan untuk menyelamatkan warga dari banjir, saat musim hujan tiba setiap tahunnya. Warga setuju di relokasi, apabila rusunawa tidak jauh dari tempat tinggal semula dan warga mendapat ganti rugi. Syarat untuk tinggal di rusunawa memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP)

DKI Jakarta dan bukan pengontrak. Sebagian warga Kampung Pulo setuju untuk di relokasi, akan tetapi ada warga yang tidak setuju dan merasa dirugikan. Warga yang tidak setuju dan merasa dirugikan adalah warga yang memiliki lahan lebih dari satu, yang menyewakan lahan kepada warga lain, dan hanya mendapat ganti rugi satu rusun. Hal ini tercermin dalam salah satu pernyataan yang dikeluarkan

Pemprov Basuki Tjahaja Purnama (Basuki), yang diinformasikan dalam berita online oleh Tri Wahyuni.8

Meski Pemprov memberikan Rusunawa, namun warga tidak diberikan ganti rugi dan kebijakan relokasi tidak memberikan solusi untuk keberlangsungan hidup selanjutnya. Warga kehilangan mata pencariannya sebagai pedagang, dan ingin mendapat jaminan serta solusi bagi kelanjutan hidup dari Pemprov setelah direlokasi. Dalam hal relokasi, warga pun diwajibkan untuk membayar uang sewa

8 Pernyataan Basuki; ”Sudah 80% dari warga Kampung Pulo setuju, yang marah ini yang punya penyewaan sepuluh unit petak. Kamu marah karena hanya boleh punya satu unit hunian. Seharusnya disyukuri, menyewakan tanah negara tapi pajak masih ngutang, padahal bisa saya tagih”, Tri Wahyuni, Cerita Ahok Di Balik Penggusuran Kampung Pulo, tersedia di http://www.cnnindonesia.com/nasional/20150820195034-20-73479/cerita-ahok-dibalik penggusuran-Kampung-pulo; diunduh pada 24 Oktober 2015.

4 yang telah ditetapkan oleh Pemprov, dan berakibat pada penolakan warga untuk pindah dari tempat tinggal semula.9

Protes warga Kampung Pulo kepada Pemprov terus berlanjut hingga pelaksanaan kebijakan penggusuran Kampung Pulo pada tanggal 20 Agustus

2015. Ratusan warga Kampung Pulo menolak direlokasi oleh petugas yang terdiri dari Petugas Satpol PP, Polisi, dan TNI yang melibatkan 2.909 personil gabungan.10 Warga melempar batu ke arah petugas, karena tidak terima tempat tinggalnya dibongkar dan meminta ganti rugi kepada Pemprov. Selain itu, warga membawa spanduk yang berisi penolakan penggusuran. Kendaraan motor pun dan alat berat (bekko) menjadi sasaran kemarahan warga Kampung Pulo. Kemarahan warga tak terkendali, warga melawan dengan melempari batu dan serpihan kaca kepada petugas. Pada akhirnya, petugas menyemprotkan gas air mata sebagai perlawanan terhadap warga. Tercatat 27 orang sebagai provokator yang terlibat dalam tindak kekerasan, menolak untuk direlokasi.11

Dalam proses mencapai tujuan masyarakat agar sejahtera, sebuah kebijakan harus diimplementasikan. Pemerintah sebagai pembuat keputusan, harus melibatkan masyarakat dalam proses kebijakan, agar implementasi dapat dirasakan manfaatnya bagi warga Jakarta. Di dalam sebuah kebijakan, erat hubungannya dengan sebab-sebab dan konsekuensi. Begitupun halnya dengan

9 Gunawan Wibisono, Penyebab Warga Kampung Pulo Menolak Direlokasi, tersedia di http://news.okezone.com/read/2015/08/22/338/1200575/penyebab-warga-Kampung-pulomenolak- direlokasi; diunduh pada 25 April 2015. 10 Lihat Lampiran 1 Laporan Penertiban dan Relokasi Kampung Pulo. 11 Audrey Santoso, Ahok Vs Warga Penggusuran Kampung Pulo, tersedia di http://news. liputan6.com/read/2298240/ahok-vs-warga-penggusuran-Kampung-pulo; diunduh pada 07 April 2016.

5 relokasi warga Kampung Pulo, yang berujung pada tindak kekerasan dari warga

Kampung Pulo.

Tindak kekerasan masuk pada kategori konflik. Konflik adalah gejala sosial yang selalu hadir dalam kehidupan sosial, karena konflik akan selalu ada di setiap ruang dan waktu, dimana saja dan kapan saja. Dalam setiap kehidupan manusia, tidak memiliki kesamaan, baik dari unsur kepentingan, kemauan, kehendak bahkan tujuan.12

Pada tahun 2012, Jokowi dan Basuki terpilih sebagai gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta. Jakarta mempunyai pemimpin untuk lima tahun ke depan, dari tahun 2012 hingga 2017. Jokowi dan Basuki mempunyai visi mewujudkan

Jakarta sebagai kota yang baru. Selama Jokowi dan Basuki menjabat sebagai gubernur dan wakil gubernur, visi yang dipaparkan saat mencalonkan pun dapat terealisasikan untuk memperbaiki Jakarta. Salah satunya adalah perbaikan pelayanan publik ditingkat kelurahan maupun kecamatan, serta pengaduan masyarakat dapat ditampung melalui Short Message Service (SMS). Adanya transparansi kinerja pemerintah, dan warga dapat dengan mudah memantau kinerja pemerintah melalui website,13 penertiban pedagang kaki lima, serta menyulap kota Jakarta dengan membenahi pemukiman kumuh yang berada di sekitar bantaran kali di Jakarta.14 Namun pada tahun 2014, Jokowi mundur

12 Elly M. setiadi dan Usman Kolip, Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta dan Gejala Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), h. 367. 13 Ini Profil Dan Visi Misi Jokowi-Ahok, tersedia di http://news.detik.com/ berita/ 2007463/ini-profil-dan-visi-misi-jokowi-ahok; diunduh pada 20 Juni 2016. 14 Ismantoro Dwi Yuwono, Ahok Dari Kontroversi ke Kontroversi, (Yogyakarta: Media Pressindo, 2014), h. 159.

6 sebagai gubernur DKI Jakarta dan mencalonkan diri sebagai calon presiden republik Indonesia.

Di tahun 2014, Jokowi terpilih sebagai presiden Republik Indonesia dan

Basuki menggantikan posisi Jokowi sebagai gubernur DKI Jakarta. Pada tahun

2014, tepatnya di bulan November Basuki dilantik sebagai gubernur DKI Jakarta.

Selama Basuki menjabat kurang lebih ada 30 titik penggusuran di Jakarta selama tahun 2015. Berikut adalah 30 titik penggusuran yang dilakukan oleh Basuki selama memimpin DKI Jakarta tahun 2015;15

Tabel I.A.1 Lokasi Penggusuran Bulan Januari-Agustus 2015

NOMOR LOKASI PENGGUSURAN WAKTU PENGGUSURAN 1 Jl. Pejambon 1, Gambir, Jakarta Pusat 6 Januari 2015 2 Jl. Jambul Lama, RW 10, Kramat Jati, 8 Januari 2015 Jakarta Timur 3 Jl. R.E. Martadinata, Tanjung Priok 13 Februari 2015 4 Jl. Raya Kalimalang, Duren Sawit, 18 Februari 2015 Jakarta Timur 5 RT 16, RW 17, Kelurahan 23 Februari 2015 Penjaringan, Jakarta Utara 6 Jl. Garuda, Kemayoran, Jakarta Pusat 9 Maret 2015 7 RT. 22/08 Bantaran Kali Karang dan 12 Maret 2015 Jl. Pluit Karya Timur, Penjaringan, Jakarta Utara 8 Jl. Raya Kalimalang, Duren Sawit, 30 Maret 2015 Jakarta Timur 9 Pademangan I, Pademangan Timur, 7 April 2015 Jakarta Utara 10 Jl. Ancol Barat I RW 01 dan 02 8 April 2015

15 Alldo Fellix Januardy, Kami Terusir Laporan Penggusuran Paksa di Wilayah DKI Jakarta Januari - Agustus 2015, (Jakarta: Lembaga Bantuan Hukum, 2015), h. 9-10.

7

NOMOR LOKASI PENGGUSURAN WAKTU PENGGUSURAN 11 Jl. Inspeksi, Kali Buaran, Duren 8 April 2015 Sawit 08-Apr-15 12 Bantaran Kali Cipinang, Cipinang 9 April 2015 Besar Selatan, Jakarta Timur 13 Jalan Pluit Raya 2 RW 08, 22 Mei 2015 Penjaringan, Jakarta Utara 14 RT 04, 05, 06 / RW 06 & RT 01/RW 27 Mei 2015 07, Kali Pinangsia, Taman Sari, Jakarta Barat 15 Kali Jabaludin, Rawa Terate, Cakung, 27 Mei 2015 Jakarta Timur 16 Cipinang Baru Bunder, Pulogadung, 27 Mei 2015 Jakarta Timur 17 Kampung Kandang, RT007/RW013, 4 Juni 2015 Kelurahan Kelapa Gading Barat, Kecamatan Kelapa Gading 18 Terminal Lebak Bulus, Jakarta 10 Juni 2015 Selatan 19 Jalan Raya Pasar Minggu, Jakarta 11 Juni 2015 Selatan 20 Jalan Rawajati Barat, Pancoran, 13 Juni 2015 Jakarta Selatan 21 Jl. Haji Dasuki hingga Kali Sunter, 15 Juni 2015 Cipinang Indah 22 Jl. Letjen Sutoyo, Cawang, Kramat 16 Juni 2015 Jati, Jakarta Timur 23 Jl. Bandengan, Pekojan, Tambora 22 Juli 2015 Jakarta Barat 24 RW 16, Kolong Tol Wiyoto Wiyono, 23 Juli 2015 Pejagalan, Penjaringan 25 Jl. Rawasari Selatan, Cempaka Putih 23 Juli 2015 Timur 26 Jl. Menteng Pulo, Tebet, Jakarta 28 Juli 2015 Selatan 27 Jl. Bunga, Pal Meriam, Matraman, 29 Juli 2015 Jakarta Timur 28 Kampung Rawa Badung, RT 10/08, 6 Agustus 2015 Jatinegara, Cakung, Jakarta Timur 29 Bantaran Kali Sunter, Jakarta Utara 12 Agustus 2015 30 Kampung Pulo, Jatinegara, Jakarta 20 Agustus 2015 Timur

Sumber: Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta.

8

Berdasarkan tabel penggusuran di atas, Pemprov menunjukkan agenda prioritas pembangunan di Jakarta. Tujuan pembangunan antara lain untuk pembangunan waduk, normalisasi kali, pembangunan taman kota, pembangunan proyek Tentara Nasional Indonesia (TNI), pembangunan proyek PT. Kereta Api

Indonesia (KAI), pembangunan proyek tol, pembangunan proyek POLRI, pembangunan Mass Rapid Transit (MRT), pembangunan jalan dan penertiban bangunan liar.16 Adanya penggusuran di tahun 2015 bertujuan untuk pembangunan DKI Jakarta, sehingga menimbulkan masalah baru. Tercatat bahwa

50% kasus penggusuran paksa dibiarkan tanpa solusi, 33% direlokasi, dan 17% dilakukan ganti rugi. Namun, dari 17% yang dilakukan ganti rugi, hanya tiga kasus yang memenuhi hak untuk mendapatkan ganti rugi.17

Selama tahun 2015, Basuki mampu merelokasi 30 titik lokasi untuk penggusuran karena sikap tegasnya. Sikap tegas ini yang menyebabkan warga khususnya warga Kampung Pulo memiliki tempat tinggal yang layak dan terhindar dari banjir. Dibalik sikap tegasnya, Basuki sering menimbulkan kontroversi bagi warga Jakarta. Salah satunya karena pernyataan-pernyataan di media massa yang kurang baik. Sejumlah pernyataan saat penggusuran Kampung

Pulo disampaikan oleh Basuki sebagai gubernur DKI Jakarta.18 Selain itu, beberapa pernyataan dalam berita online yang disampaikan oleh Basuki ketika

16Januardy, Kami Terusir,, h. 11. 17Januardy, Kami Terusir, h. 27. 18 Pernyataan Basuki; “Tidak ada negosiasi, kami paksa agar warga pindah dan di bongkar”, Subekti, Penggusuran Kampung Pulo Ini Kesepakatan Ahok Dan Warga, tersedia di https://m.tempo.co/read/news/2015/08/20/083693548/penggusuran-Kampung-pulo-ini- kesepakatan-terakhir-ahok-warga; diunduh pada 07 April 2016.

9 ingin merelokasi warga Kampung Pulo.19 Berdasarkan pernyataan tersebut menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan Basuki yang terbuka, berbicara apa adanya dan terus terang dengan kalimat-kalimat yang kurang baik. Meski sikap

Basuki tegas demi meminimalisir banjir, akan tetapi gaya berbicara yang terbuka dalam menyampaikan kepada warga berujung pada penolakan warga Kampung

Pulo menolak untuk direlokasi ke rusunawa.

Sikap Basuki sebagai gubernur, pada dasarnya adalah untuk ketertiban kota Jakarta. Akan tetapi, cara penyampaian dalam berkomunikasi yang dilakukan dapat dikatakan sering kali menghadirkan kontroversi, sehingga banyak warga kecewa bahkan menolak dengan kebijakan yang telah ditetapkan, khususnya warga Kampung Pulo. Gaya kepemimpinan Basuki ini, mungkin menjadi salah satu faktor yang membuat warga Kampung Pulo menolak untuk ikut serta dalam implementasi kebijakan penggusuran. Pada dasarnya gaya kepemimpinan Basuki menjadi hal yang menarik dan sangat penting, karena tujuan dari penertiban suatu daerah adalah demi kesejahteraan warga, dan khususnya bagi warga Kampung

Pulo.

Bila dibandingkan dengan gubernur sebelumnya, yaitu , sikap

Fauzi saat menghadapi banjir yang terjadi di daerah Kampung Pulo adalah dengan mengikuti keinginan warga. Alasannya, warga Kampung Pulo saat itu menolak

19 Pernyataan Basuki; “Yang tidak mau akan tetap digusur, karena jadi Presiden dan Gubernur hanya butuh persetujuan 50% plus satu”, “Kami atasi Kampung Pulo, engga ada lagi sejarah Kampung Pulo banjir lagi. Syaratnya apa? Kita main kasar, jual otot, engga otak. Jakarta engga perlu otak, otot saja”, Kurnia Sari Aziza, Lima Kutipan Ngehits Ahok Sepanjang 2015, tersedia di http://nasional.kompas.com/read/2015/12/30/11570071/5.Kutipan.Ngehits.Ahok.Sepanjang.2015? page=all; diunduh pada 13 Februari 2017.

10 untuk direlokasi ke rusunawa dan Fauzi lebih terfokus pada infrastruktur penanganan banjir. Apabila musim penghujan tiba, warga Kampung Pulo diwajibkan untuk selalu waspada banjir, dan Fauzi menyiapkan posko kesehatan serta posko sosial bagi warga yang terkena banjir.20

Sikap tidak tegas Fauzi, dapat dikatakan gagal dalam mengatasi banjir di

Jakarta maupun di Kampung Pulo. Seharusnya tidak hanya fokus pada infrastruktur, karena tidak memberi dampak yang signifikan, melainkan dengan penertiban bangunan liar di bantaran kali sebagai titik utama banjir. Apabila penertiban dilakukan, insfrastruktur dapat difungsikan secara baik, dan sebaliknya kalau bangunan liar dibiarkan saja tidak akan ada solusi untuk mengatasi banjir.

Jika Fauzi mengikuti keinginan warga Kampung Pulo yang menolak direlokasi ke rusunawa, berbeda dengan Basuki. Basuki lebih berani mengambil keputusan untuk merelokasi warga Kampung Pulo ke rusunawa, meski terjadi beberapa kontra dalam keberlangsungan kebijakan penggusuran Kampung Pulo.

Keputusan Basuki dalam mengimplementasikan kebijakan ini sangatlah berbeda dengan Fauzi, sehingga cara Basuki dalam merelokasi warga Kampung Pulo sangat menarik untuk diteliti.

Berdasarkan pernyataan masalah yang sudah dipaparkan diatas, maka penulis memfokuskan penelitian ini pada kepemimpinan Basuki terhadap kebijakan penggusuran Kampung Pulo. Pada penelitian ini, penulis mengambil

20 Hafiz, Diantara Gubernur Jakarta Lainnya Baru Ahok Yang Berani Menggusur Kampung Pulo, tersedia di http://riaugreen.com/view/Nasional/11310/Diantara-Gubernur- JakartaLainnya-Baru-Ahok-Yang-Berani-Menggusur-Kampung-Pulo.html#.Vw6esdR97IU; diunduh pada 07 April 2015

11 tema “GAYA KEPEMIMPINAN AKTOR POLITIK: Studi Terhadap

Kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama Dalam Kebijakan Penggusuran

Kampung Pulo, Jakarta Timur Tahun 2015”.

B. Pembatasan Penelitian dan Pertanyaan Penelitian

1. Pembatasan Penelitian

Agar penelitian lebih terarah dan terfokus, penulis membatasi permasalahan pada warga Kampung Pulo yang tinggal di RW 03. Jumlah RW yang terkena dampak penggusuran Kampung Pulo ada tiga RW. Namun batasan hanya pada RW 03, dikarenakan penulis melihat bahwa RW 03 merupakan RW dengan jumlah RT terbanyak, jumlah warga terbanyak, serta bangunan terbanyak yang terkena dampak penggusuran untuk normalisasi kali Ciliwung.

2. Pertanyaan Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis mempunyai pertanyaan penelitian sebagai berikut;

a. Mengapa implementasi kebijakan Basuki Tjahaja Purnama dalam

penggusuran Kampung Pulo menimbulkan pro kontra bagi warga

Kampung Pulo, Jakarta Timur?

b. Bagaimana warga Kampung Pulo memandang gaya

kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama dalam penggusuran

Kampung Pulo, Jakarta Timur?

12

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui dan menganalisis gaya kepemimpinan Basuki

Tjahaja Purnama sebagai pemerintah provinsi DKI Jakarta dalam

kebijakan penggusuran yang terjadi di Kampung Pulo, Jakarta

Timur.

b. Untuk mengetahui implementasi kebijakan Basuki Tjahaja

Purnama sebagai pemerintah provinsi DKI Jakarta dalam

penggusuran warga Kampung Pulo, Jakarta Timur.

2. Manfaat Penelitian

a. Pengembangan studi ilmu politik mengenai gaya kepemimpinan,

khususnya gaya kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama terhadap

implementasi kebijakan penggusuran Kampung Pulo, Jakarta

Timur.

b. Penulis mengharapkan dari hasil penelitian yang penulis kaji dapat

menjadi sebuah sumbangan pemikiran dalam ilmu politik bagi

mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

serta masyarakat umum, dalam perspektif kepemimpian dan

implementasi kebijakan terhadap Basuki Tjahaja Purnama.

13

D. Tinjauan Pustaka

Beberapa penelitian sebelumnya membantu penulis dalam menganalisisa fenomea gaya kepemimpinan, beberapa berasal dari skripsi yang penulis gunakan sebagai referensi. Pertama, skripsi yang berjudul “Implementasi Gaya

Kepemimpinan Prabowo Dalam Partai Gerindra”, dengan nama peneliti Linda

Yuliawati program studi Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Islam Negeri Jakarta. Pada penelitian ini membahas gaya kepemimpinan Prabowo dalam partai Gerindra dengan gaya kepemimpinan karismatik yang didukung oleh garis keturunan merupakan tokoh legendaris, serta keberaniannya dalam mengorbankan diri dan pengambilan resiko sebagai pemimpin yang bertanggung jawab. Gaya kepemimpinan transformasional dengan meyakinkan visi dan misi yang jelas, memperlihatkan keyakinan terhadap pengikutnya serta gaya kepemimpinan otoriter yang melekat pada Prabowo.

Sedangkan yang diteliti oleh penulis adalah Gaya Kepemimpinan Aktor Politik: studi terhadap kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama dalam kebijakan penggusuran Kampung Pulo, Jakarta Timur tahun 2015.

Kedua, skripsi yang berjudul “Kepemimpinan Karismatik: Studi Tentang

Kepemimpinan Politik Megawati Soekarno Putri Dalam Partai Demokrasi

Indonesia Perjuangan”, dengan nama Hadi Mustafa program studi Ilmu Politik

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Jakarta. Pada penelitian ini membahas gaya kepemimpinan karismatik Megawati Soekarnoputri.

Megawati mempunyai karakter yang berpendirian teguh, dibuktikan dengan

14 mempromosikan partainya, yaitu Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) memilih jalan sebagai oposisi terhadap pemerintah. Megawati memiliki percaya diri yang tinggi, karena sifat percaya diri yang tinggi menjadikannya sebagai presiden pertama perempuan dalam sejarah Indonesia. Megawati sebagai sosok yang cerdas, memiliki visi dan misi yang saat ini masih diperjuangkan dalam mempertahankan pilar berbangsa dan bernegara, mencintai bangsanya sendiri.

Para pengikutnya sangat nyaman dengan sikap keibuannya dan berusaha untuk mengayomi bawahannya. Megawati mengedapankan persatuan diatas segalanya, dalam mengambil keputusan selalu mengedepankan musyawarah untuk mufakat.

Dengan sosok kharismatik ini lah, Megawati sampai saat ini masih belum bisa tergantikan, karena mampu menjaga kekompakkan di dalam partainya. Sehingga para pengikutnya nyaman dibawah kepemimpinannya. Sedangkan yang diteliti oleh penulis adalah Gaya Kepemimpinan Aktor Politik: studi terhadap kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama dalam kebijakan penggusuran Kampung

Pulo, Jakarta Timur tahun 2015.

Ketiga, skripsi yang berjudul skripsi yang berjudul “Analisis Gaya

Kepemimpinan Bupati Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Di

Kabupaten Pinrang”, dengan nama M. Rijal. R program studi Ilmu Pemerintahan

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin Makasar. Pada penelitian ini membahas gaya kepemimpinan Bupati Pinrang, yaitu H. A. Aslam

Patonangi menggunakan gaya kepemimpinan demokratis. Dengan memberikan penghargaan atau intensif kepada pihak yang berprestasi dan yang bekerja secara maksimal. Serta jiwa social H. A Aslam kepada bawahan dan masyarakat

15 kabupaten Pinrang, pengambilan keputusan secara musyawarah, terbuka, dan menerima ide/saran dari bawahan. Terdapat persamaan dalam penelitian tersebut dengan penulis yaitu mengenai gaya kepemimpinan. Sedangkan perbedaannya yang diteliti oleh penulis adalah Gaya Kepemimpinan Aktor Politik: studi terhadap kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama dalam kebijakan penggusuran

Kampung Pulo, Jakarta Timur tahun 2015.

E. Metode Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kualitatif.

Penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari perilaku manusia yang dapat diamati dan diarahkan pada individu secara utuh.21 Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif, yaitu mendeskripsikan fakta-fakta yang berkaitan dengan tema lalu menganalisanya untuk menjawab pertanyaan. Penulis menggunakan metode penelitian kualitatif, dalam mengkaji permasalahan yang diteliti mengenai gaya kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama dalam kebijakan penggusuran Kampung

Pulo, Jakarta Timur tahun 2015.

21 Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktik, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2013), h. 82.

16

2. Teknik Pengumpulan Data

a. Dokumentasi

Dokumentasi yang digunakan berupa buku, jurnal, data-data yang terkait dengan penelitian ini, kutipan gambar atau surat kabar, foto dan segala macam benda yang dapat memberikan keterangan yang bersifat tertulis ataupun tidak. Dokumetasi digunakan untuk mempermudah peneliti menemukan jawaban dari permasalahan dan menjabarkan secara detail terkait dengan gaya kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama dalam kebijakan penggusuran Kampung

Pulo, Jakarta Timur tahun 2015.

b. Wawancara

Wawancara adalah metode pengumpulan data, yaitu dengan cara penulis mengajukan beberapa pertanyaan secara lisan kepada pihak yang berkompeten. Tujuan wawancara adalah mendapatkan jawaban dari pertanyaan- pertanyaan atau menguji hipotesis.22 Penulis melakukan beberapa wawacara kepada pihak yang berhubungan dengan penelitian, sebagai berikut;

1) Suprastruktur Penelitian a) Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama b) Asisten Pembangunan dan Lingkungan Hidup Sekretariat Kota Administrasi Jakarta Timur, Syofian c) Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Administrasi Jakarta Timur, Hartono Abdullah d) Ketua Komisi A DPRD DKI Jakarta, Riano P Ahmad

22 Nanang Martono, Metode Penelitian Sosial: Konsep-Konsep Kunci (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2015), h. 362.

17

2) Infrastruktur Penelitian a) Direktur Ciliwung Merdeka, Sandyawan Sumardi b) Warga RT 001, Maman Waluyo c) Warga RT 002, Romdoni Ahmad d) Warga RT 003, Sefa Riana e) Ketua RT 006, Eko Purnomo f) Warga RT 008, Nur Saripah g) Warga RT 010, Kinah Noorkrisman h) Ketua RT 011, Ujang Iskandar Haryadi i) Warga RT 012, Fahri Gifar j) Warga RT 013, Syarifudin Jalal k) Warga RT 014, Abiyudin l) Warga RT 015, Karsih m) Warga RT 016, Khairil Anwar

3. Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar. Analisis data dimulai dengan bekerja menggali dan mengumpulkan data-data terkait dari teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh penulis. Setelah data terkumpul maka dilanjutkan kepada tahap reduksi data, yaitu proses mentransformasi dari data yang didapat, seperti mentranskripkan hasil dari wawancara-wawancara yang telah dilakukan, dokumentasi dan dilanjutkan dengan pengolahan data.23 Pengolahan data ini dilakukan dengan cara mengorganisasikan data kedalam beberapa kategori, menjabarkan kedalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola memilih yang penting untuk dipelajari, dan terakhir adalah membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain.24

23 Muhammad Idrus, Metode Penelitian Ilmu Sosial: Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif, (Yogyakarta: Erlangga, 2009), h. 147. 24 Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta Bandung, 2006), h. 275.

18

F. Sistematika Penulisan

Bab I Pendahuluan

A. Pernyataan Masalah B. Pembatasan Penelitian dan Pertanyaan Penelitian C. Tujuan dan Manfaat Penelitian D. Tinjauan Pustaka E. Metodologi Penelitian 1. Jenis Penelitian 2. Teknik Pengumpulan Data 3. Teknik Analisa Data Bab II Kerangka Teori

A. Teori Kepemimpinan 1. Pengertian Kepemimpinan 2. Tipe-Tipe Gaya Kepemimpinan a. Kepemimpinan Otokratik b. Kepemimpinan Paternalistik c. Kepemimpinan Karismatik d. Kepemimpinan Laissez Faire e. Kepemimpinan Demokratik B. Teori Kebijakan Publik 1. Pengertian Kebijakan Publik 2. Tahap-Tahap Pembuatan Kebijakan Publik a. Tahap Perumusan Masalah b. Tahap Formulasi Kebijakan c. Tahap Formulasi Kebijakan d. Tahap Implementasi Kebijakan e. Tahap Evaluasi Kebijakan 3. Implementasi Kebijakan Publik a. Model Implementasi Van Meter dan Van Horn 1) Ukuran Dasar dan Tujuan Kebijakan 2) Sumber-Sumber Kebijakan 3) Komunikasi antar Organisasi dan Kegiatan Pelaksanaan 4) Karakteristik Badan-Badan Pelaksana 5) Kondisi Ekonomi, Sosial dan Politik 6) Sikap Pelaksana (Implementors) Bab III Profil Basuki Tjahaja Purnama dan Sejarah DKI Jakarta

A. Profil Basuki Tjahaja Purnama 1. Biografi Basuki Tjahaja Purnama 2. Dunia Bisnis Basuki Tjahaja Purnama

19

3. Basuki Tjahaja Purnama Terjun Dunia Politik B. Sejarah Jakarta 1. Sekilas Sejarah Jakarta 2. Sejarah Banjir Jakarta 3. Sejarah Kampung Pulo

Bab IV Analisis Gaya Kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) Dalam Implementasi Kebijakan Penggusuran Kampung Pulo, Jakarta Timur

A. Pro Kontra Implementasi Kebijakan Penggusuran Pada Warga Kampung Pulo 1. Ukuran Dasar dan Tujuan Kebijakan 2. Sumber-Sumber Kebijakan 3. Komunikasi Antar Organisasi Lembaga dan Kegiatan Pelaksana 4. Kondisi Ekonomi, Sosial dan Politik B. Gaya Kepemimpinan Otokratik Basuki Tjahaja Purnama Dalam Penggusuran Kampung Pulo 1. Arogan 2. Keras dan Tidak Konsisten 3. Gaya Bicara Terus Terang 4. Paksaan 5. Tidak Musyawarah

Bab V Penutup

A. Kesimpulan B. Saran

20

BAB II

KERANGKA TEORI

Di dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, pemimpin sangat dibutuhkan untuk mengatasi permasalahan yang ada, karena pemimpin sebagai contoh bagi pengikutnya. Seorang pemimpin dibutuhkan dalam lingkup besar, sekalipun lingkup yang kecil. Begitu pun erat hubungannya antara kepemimpinan dengan kebijakan, adanya pemimpin sudah pasti ada kebijakan didalamnya.

Kebijakan sebagai rangkaian konsep dan asas yang menjadi dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak (tentang pemerintahan, organisasi, dan sebagainya) serta pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip, atau maksud sebagai garis pedoman untuk manajemen dalam usaha mencapai sasaran serta tujuan.1 Membahas kepemimpinan dan kebijakan publik sangatlah menarik. Diantara keduanya mempunyai pengaruh yang besar dalam mengubah suatu tatanan agar menjadi lebih baik. Pada bab ini, penulis menjabarkan tentang teori kepemimpinan dan kebijakan publik.

Penulis merujuk pada teori kepemimpinan Sondang P Siagian, bahwa kepemimpinan adalah sikap dan semangat untuk mencapai tujuan bersama, kepemimpinan sebagai proses mempengaruhi untuk mencapai tujuan sebuah organisasi.2

1 Lihat Kamus Besar Bahasa Indonesia, tersedia di http://kbbi.web.id/kebijakan; diunduh pada 27 Mei 2016. 2 Sondang Siagian, Teori dan Praktek Kepemimpinan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), h. 1.

21

Penulis juga merujuk pada kebijakan publik, bahwa kebijakan publik adalah arah tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti oleh seorang aktor atau sekelompok untuk memecahkan suatu masalah.3 Sementara teori ke dua penulis adalah implementasi kebijakan publik menurut Van Meter dan Van Horn adalah implementasi sebagai tindakan yang dilakukan individu atau kelompok pemerintah atau swasta untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.4

A. Teori Kepemimpinan

1. Pengertian Kepemimpinan

Definisi pemimpin (leader) berarti orang yang mempengaruhi pihak lain dengan kewibawaannya sehingga orang lain dapat bertindak untuk mencapai tujuan tertentu. Menurut Sondang P Siagian, “pemimpin dilahirkan” (leaders are born). Sesungguhnya seseorang hanya akan menjadi pimpinan yang efektif, apabila dilahirkan dengan bakat-bakat kepemimimpinan.5 Seseorang akan menjadi pemimpin yang efektif apabila secara genetik telah memiliki bakat kepemimpinan. Bakat tersebut dikembangkan melalui kesempatan untuk menduduki jabatan kepemimpinan, dan dibantu oleh pengetahuan teori yang diperoleh melalui pendidikan maupun latihan, yang bersifat umum maupun menyangkut teori kepemimpinan.6

3 James E. Anderson, Public Policymaking, (New York: Cengage Learning, 2014), h. 7. 4 Budi winarno, Kebijakan Publik Teori, Proses, dan Studi Kasus, (Yogyakarta: CAPS, 2014), h. 149. 5 Siagian, Teori dan Praktek, h. 9. 6 Siagian, Teori dan Praktek, h. 13.

22

Sedangkan kepemimpinan (leadership) berarti kemampuan dan kepribadian seseorang untuk mempengaruhi serta membujuk pihak lain agar melakukan sebuah tindakan untuk pencapaian tujuan bersama.7 Kepemimpinan adalah sikap dan semangat untuk memimpin mencapai tujuan bersama.

Kepemimpinan sebagai proses mempengaruhi untuk mencapai tujuan organisasi, karena keberhasilan suatu organisasi tergantung pada kepercayaan masyarakat, serta mutu organisasi yang dicerminkan oleh pemimpin dalam organisasi yang bersangkutan. Dengan adanya kepercayaan masyarakat, seseorang dapat memberikan dukungan secara sukarela .8 Kepemimpinan menurut Gary Yukl, adalah proses untuk mempengaruhi orang lain, agar memahami dan setuju dengan apa yang perlu dilakukan, serta proses untuk memfasilitasi upaya individu dan kolektif untuk mencapai tujuan bersama.9

Pada dasarnya, kepemimpinan sangat erat hubungannya dengan kekuasaan. Kepemimpinan merupakan sikap khusus yang dimiliki sejumlah individu, sebagai tindakan atau perilaku untuk menghasilkan perubahan di dalam suatu organisasi. Menurut Northouse, terdapat empat komponen kepemimpinan10

a. Kepemimpinan adalah proses. Suatu transaksi antara pemimpin dan pengikut (followers), pemimpin mempengaruhi dan dipengaruhi oleh pengikut. Kepemimpinan bersifat interaktif. b. Kepemimpinan adalah pengaruh. Pemimpin harus mempengaruhi pengikut, karena tanpa pengaruh kepemimpinan tidak eksis. c. Kepemimpinan adalah kelompok. Kelompok sebagai tempat yang dimana kepemimpinan bisa terjadi, kepemimpinan mempengaruhi sekelompok.

7 Inu Kencana Syafiie, Kepemimpinan Pemerintahan Indonesia, (Bandung: Refika Aditama, 2006), h. 1. 8 Siagian, Teori dan Praktek, h. 3. 9 Gary Yukl, Kepemimpinan Dalam Organisasi, (T.tp.: Indeks, 2009), h. 8. 10 Peter G. Northouse, Kepemimpinan Terori dan Praktik, (Jakarta: Indeks, 2013), h. 5-6.

23

d. Orang untuk mencapai tujuan bersama dan adanya kepemimpinan dikarenakan sekelompok orang. e. Kepemimpinan melibatkan tujuan yang sama. Antara pemimpin dan pengikut bekerja sama guna mencapai tujuan yang diharapkan.

Dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan sebagai proses mempengaruhi untuk mencapai sasaran yang diharapkan dengan adanya hubungan kerja sama agar memperoleh dukungan dari kelompok lain atau orang lain, yang dimana pemimpin sebagai pembuat keputusan dan pengikut sebagai penggerak untuk mencapai sebuah tujuan dari apa yang diharapkan. Kepemimpinan sesuatu hal yang erat hubungannya dengan kehidupan bernegara, karena dalam lingkup yang kecil sekalipun membutuhkan pemimpin, gagal atau suksesnya di tentukan oleh pemimpin.

2. Tipe-Tipe Gaya Kepemimpinan

Gaya kepemimpinan adalah pendekatan yang dilakukan pemimpin untuk memimpin, mempengaruhi dan menggerakan yang di pimpin agar dapat bekerja secara baik dan tercapainya suatu tujuan. Adapun gaya kepemimpinan sebagai berikut:

a. Kepemimpinan Otokratik

Kepemimpinan otokratik identik dengan karakter negatif, seorang yang egois, sehingga mendorongnya memutar balikan kenyataan yang sebenarnya.

Seorang pemimpin otokratik mengartikan disiplin kerja yang tinggi sebagai wujud kesetiaan bawahannya, dan sesungguhnya disiplin kerja didasarkan pada ketakutan, bukan kesetiaan. Egois menumbuhkan persepsi bahwa tujuan

24 organisasi adalah tujuan pribadi dan tidak perlu dimusyawarahkan dengan orang lain. Segala cara yang ditempuh untuk mencapai tujuannya, akan dinilai benar apabila tindakan itu dipermudah. Sedangkan tindakan yang menjadi penghalang akan disingkirkan, bahkan dengan tindakan kekerasan. Pemimpin otokratik akan menunjukkan sikap dengan memperlakukan bawahannya sebagai alat dalam organisasi, seperti mesin dan kurang menghargai harkat martabat bawahannya.

Mengutamakan pelaksanaan dan penyelesaian tugas tanpa mengaitkan kepentingan dan kebutuhan bawahan.11

Pemimpinan otokratik ini didasarkan atas perintah-perintah, serta melakukan pengawasan yang ketat, agar semua pekerjaan berlangsung secara efisien. Pemimpin hanya baik terhadap orang-orang yang setia dan royal kepadanya, bahkan memberikan pujian atau kritik terhadap setiap anggota kelompoknya dengan inisiatifnya sendiri.12

Peran bawahan diabaikan dalam proses pengambilan keputusan, bahwa pemimpin telah mengambil keputusan dan bawahan dituntut untuk melaksanakan tugas. Pemimpin tidak menerima saran dan kritik dari bawahannya. Dalam prakteknya gaya otokratik menuntut bawahannya agar taat sepenuhnya kepada pemimpin, untuk mewujudkan kedisiplinan dengan bersikap kaku, dan bernada keras dalam pemberian perintah. Di negara demokratis, gaya kepemimpinan otokratis bukan tipe yang diinginkan. Pada dasarnya harkat dan martabat bawahan harus dijunjung tinggi. Apabila berhasil dalam mencapai tujuan, itu karena rasa

11 Siagian, Teori dan Praktek, h. 31. 12 Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan: Apakah Pemimpin Abnormal itu, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), h. 61.

25 takut bawahan terhadap pemimpin, bukan atas keyakinan bahwa tujuan layak untuk dicapai. Disiplin kerja terwujud karena adanya perasaan takut dengan ancaman, seperti penurunan pangkat atau jabatan.

b. Kepemimpinan Paternalistik

Kepemimpinan paternalistik terdapat di lingkuan masyarakat yang masih bersifat tradisional, karena faktor kuatnya ikatan primordial, extended family system, peran adat istiadat yang kuat dalam kehidupan bermasyarakat, dan hubungan pribadi yang melekat antara anggota masyarakat dengan anggota masyarakat lainnya. Peran pemimpin paternalistik berperan sebagai bapak, yang bersifat melindungi dan layak dijadikan sebagai tempat bertanya dan memperoleh petunjuk. Biasanya pemimpin tidak mementingkan diri sendiri, akan tetapi memberikan perhatian terhadap kepentingan dan kesejahteraan bawahannya.13

Nilai yang dianut dalam paternalistik mengutamakan kebersamaan, kepentingan bersama, dan perlakuan yang adil. Maksudnya, pemimpin memperlakukan semua anggota dan semua yang berada dalam organisasi secara adil dan merata. Sikap kebapakan menyebabkan hubungan antara atasan dengan bawahan bersifat informal, sehingga para bawahan belum mencapai tingkat kedewasaan dalam bertindak dan berfikir, sehingga memerlukan bimbingan dan tuntutan secara terus menerus.

13 Siagian, Teori dan Praktek, h. 34.

26

Terjadi pemusatan pengambilan keputusan oleh pemimpin, sedangkan anggota hanya melaksanakan saja, karena pemimpin sebagai tempat bertanya yang mempunyai jawaban atas semua permasalahan yang dihadapi oleh organisasi. Anggota tidak dimanfaatkan sebagai sumber informasi, ide, saran dan tidak didorong untuk berfikir kreatif.14

c. Kepemimpinan Karismatik

Pemimpin karismatik memiliki kekuatan energi, daya tarik yang luar biasa untuk mempengaruhi orang lain, sehingga mempunyai pengikut dengan jumlah yang sangat besar dan pengawal-pengawal yang bisa dipercaya.15

Pemimpin ini dikagumi oleh banyak pengikutnya, meskipun pengikutnya tidak dapat menjelaskan secara konkret alasan mengagumi seorang pemimpin karismatik. Para pengikutnya tidak mempersoalkan nilai yang dianut, sikap, perilaku dan gaya apa yang digunakan pemimpin untuk memimpin.

Penampilan fisik tidak menjadi ukuran, karena ada pemimpin apabila dilihat dari penampilan fisiknya kurang mempunyai daya tarik. Usia tidak dapat dijadikan ukuran, ada seseorang yang berusia muda mendapat sebutan pemimpin karismatik. Banyaknya harta tidak menjadi ukuran, ada seorang yang tergolong dalam pemimpin karismatik tergolong biasa/miskin. Pemimpin karismatik cenderung memiliki “kekuatan ajaib” yang secara ilmiah tidak dapat dijelaskan mengapa dikatakan pemimpin karismatik.16

14 Siagian, Teori dan Praktek, h. 36. 15 Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan, h. 69. 16 Siagian, Teori dan Praktek, h. 37.

27

d. Kepemimpinan Laissez Faire

Kepemimpinan laissez faire, memandang bahwa organisasi akan berjalan lancar dengan sendirinya, dikarenakan anggota organisasi sudah dewasa dan mengetahui apa tujuannya, sasaran-sasaran apa yang akan dicapai, tugas apa yang harus dilakukan dan pemimpin tidak perlu melakukan intervensi dalam kehidupan organisasi. Bisa dikatakan pemimpin laissez faire sebagai “polisi lalu lintas”, karena anggotanya sudah mengetahui dan sudah dewasa untuk taat pada peraturan yang berlaku sedangkan pemimpin cenderung berlaku pasif. Pemimipin laissez faire cenderung membiarkan organisasi berjalan menurut temponya sendiri, tanpa harus mencampuri bagaimana organisasi dijalankan. Pemimpin menyerahkan tanggung jawab untuk melaksanakan pekerjaan kepada bawahan, bagi bawahan yang telah berhasil menyelesaikan tugas-tugasnya diberikan hadiah atau penghargaan, serta sanksi bagi mereka yang kurang berhasil.

Nilai yang dianut antara pemimpin dan anggota yang didasarkan untuk saling mempercayai. Sedangkan sikap laissez faire adalah permisif, maksudnya anggota boleh bertindak sesuai dengan keyakinan dan bisikan hati nurani, yang terpenting adalah tujuan organisasi tercapai dan kepentingan bersama harus tetap terjaga. Identik dengan memperlalukan anggota sebagai rekan kerja, hanya saja kehadiran sebagai pempinan diperlukan karena adanya struktur organisasi.

Karakteristik utama pemimpin laissez fairez, pendelegasian wewenang terjadi secara ekstensif, pengambilan keputusan diserahkan kepada para pejabat pimpinan yang lebih rendah dan kepada petugas, perkembangan kemampuan berfikir dan

28 bertindak secara kreatif diserahkan kepada anggota yang bersangkutan, dan selama anggota organisasi menunjukkan perilaku dan prestasi kerja yang baik, intervensi berada pada tingkat mininum.17

e. Kepemimpinan Demokratik

Kepemimpinan demokratik biasanya memandang perannya sebagai koordinator dari berbagai unsur dan komponen organisasi, sehingga menghasilkan totalitas. Organisasi harus disusun sedemikian rupa untuk menggambarkan secara jelas, tugas dan kegiatan demi tercapainya suatu tujuan. Nilai yang dianut dalam pemimpin demokratik menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, yaitu memperlakukan manusia dengan cara yang manusiawi. Anggota memperoleh kesempatan untuk mengembangkan potensi yang ada didalam dirinya, memperlakukan manusia sebagai makhluk individu dengan jati diri yang khas untuk mencapai tujuan bersama.18

Dalam gaya kepemimpinan demokratik organisasi dapat tersusun dengan rapih dan misi yang jelas dengan petunjuk dari seorang pemimpin. Keikutsertaan anggota dalam proses pengambilan keputusan akan menjamin anggota tersebut mempunyai rasa tanggungjawab dalam pelaksanaan keputusan yang diambil.

Anggota dilibatkan secara aktif dalam proses pengambilan keputusan, apabila terjadi kesalahan pada anggotanya, pemimpin demokratik tidak memberikan sanksi/hukuman. Melainkan meluruskan, agar anggota belajar dari kesalahannya sehingga menjadi lebih bertanggung jawab. Pemimpin demokratik dihormati dan

17 Siagian, Teori dan Praktek, h. 39. 18 Siagian, Teori dan Praktek, h. 42.

29 disegani, karena perilakunya mendorong para anggota untuk mengembangkan inovasi dan daya kreatifnya, dengan mendengarkan pendapat, saran, bahkan kritik orang lain.

B. Teori Kebijakan Publik

1. Pengertian Kebijakan

Perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya, khususnya studi kebijakan publik, telah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Dengan demikian, isu atau persoalan publik menjadi semakin rumit dengan meningkatnya berbagai masalah dan isu publik sebagai konsekuensi dari globalisasi. Kebijakan publik membahas masalah dan persoalan publik, yang kemudian menjadi sebuah agenda publik dan direalisasikan untuk menghadapi persoalan yang terjadi.

Istilah “kebijakan” atau “policy” digunakan untuk menunjukkan perilaku seorang aktor, seperti pejabat atau suatu kelompok bahkan suatu lembaga pemerintah. Menurut Anderson kebijakan adalah “a purposive course of action followed by an actor or set of actors in dealing with a problem or matter concern”, 19 tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang aktor atau sekelompok untuk memecahkan suatu masalah. Konsep kebijakan berfokus pada apa yang sebenarnya dilakukan, bukan apa yang diusulkan atau dimaksudkan, serta membedakan kebijakan dari keputusan, yang pada dasarnya merupakan pilihan alternatif.

19 Anderson, Public Policymaking, h. 7.

30

Terdapat banyak definisi apa yang dimaksud dengan kebijakan publik dalam literatur ilmu politik. Masing-masing dari definisi memberikan penekanan yang berbeda-beda. Menurut Carl Friedrich dalam Riant Nugroho, kebijakan publik adalah suatu arah tindakan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu yang memberikan hambatan dan peluang terhadap kebijakan, untuk mencapai suatu tujuan atau suatu maksud tertentu.20

Beberapa implikasi dari konsep kebijakan menurut Anderson. Pertama, kebijakan publik berorientasi pada maksud atau tujuan dan bukan perilaku secara serampangan. Kebijakan dalam sistem politik bukan sesuatu yang terjadi begitu saja, melainkan direncanakan oleh aktor yang terlibat dalam sistem politik. Kedua, kebijakan merupakan arah atau pola tindakan yang dilakukan oleh pejabat pemerintah dan bukan merupakan keputusan tersendiri. Suatu kebijakan tidak berupa keputusan untuk menetapkan undang-undang, tetapi beserta dengan pelaksanaannya. Ketiga, kebijakan merupakan apa yang sebenarnya dilakukan oleh pemerintah dalam mengatur perdagangan, mengendalikan inflasi, atau mempromosikan perumahan rakyat dan bukan apa yang diinginkan oleh pemerintah. Keempat, kebijakan publik bersifat positif atau negatif. Secara positif, kebijakan mencakup bentuk-bentuk tindakan pemerintah yang jelas untuk mempengaruhi suatu masalah tertentu. Secara negatif, kebijakan mencakup suatu keputusan oleh pejabat-pejabat pemerintah, namun tidak untuk mengambil

20 Riant Nugroho, Public Policy, Teori, Manajemen, Dinamika, Analisis, Konvergensi dan Kimia Kebijakan, (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2014), h. 126.

31 tindakan dan tidak untuk melakukan sesuatu mengenai suatu persoalan yang memerlukan keterlibatan pemerintah.21

Maka dapat di simpulkan bahwa kebijakan publik adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh seorang aktor atau pemerintah, yang mempunyai tujuan tertentu untuk mengatasi suatu masalah, sehingga dapat berpengaruh kepada kepentingan masyarakat dan mempunyai tujuan yang jelas untuk menjawab permasalahan yang terjadi pada masyarakat.

2. Tahap-Tahap Pembuatan Kebijakan Publik

Dalam menyelesaikan masalah atau publik, diperlukan sebuah proses.

Proses kebijakan merupakan proses yang kompleks, karena melibatkan beberapa tahap maupun variable yang harus dikaji terlebih dahulu Tahap-tahap kebijakan sebagai serangkaian tahap yang saling bergantung yang diatur menurut urutan waktu. Ada beberapa tahapan pembuatan kebijakan yaitu;

a. Tahap Perumusan Masalah

Pada tahap ini, terlebih dahulu menentukan masalah publik. Suatu masalah akan menjadi masalah publik, apabila ada kelompok yang menggerakkan ke arah tindakan untuk mengatasi masalah tersebut. Setelah menentukan masalah, para pejabat akan dipilih untuk menempatkan masalah dalam agenda kebijakan.22

Tahap perumusan dapat membantu menemukan asumsi-asumsi yang tersembunyi,

21 Winarno, Kebijakan Publik Teori, h. 23-24. 22 Winarno, Kebijakan Publik Teori, h. 36.

32 mencari tahu penyebabnya, memadukan pandangan-pandangan yang bertentangan, dan merancang peluang-peluang kebijakan.23

b. Tahap Formulasi Kebijakan

Pada tahap ini, masalah yang sudah masuk ke dalam agenda kebijakan akan di bahas oleh para pembuat kebijakan, yang kemudian masalah tersebut dicari pemecahan masalah terbaik. Pemecahan masalah berasal dari berbagai alternatif atau pilihan kebijakan yang ada. Alternatif bersaing agar dapat dipilih untuk memecahkan masalah.24

c. Tahap Adopsi Kebijakan

Pada tahap ini, alternatif kebijakan yang ditawarkan oleh perumus kebijakan, pada akhirnya salah satu alternatif tersebut diadopsi dengan dukungan mayoritas legislatif, konsensus antara direktur lembaga atau keputusan peradilan.25

d. Tahap Implementasi Kebijakan

Tahap implementasi menurut William Dunn adalah suatu kebijakan yang telah dilaksanakan oleh unit-unit administrasi dengan memobilisasikan sumber daya finansial dan manusia,26 kebijakan yang telah diambil sebagai alternatif pemecahan masalah yang harus diimplementasikan, yang dilaksanakan oleh

23 William N. Dunn, Pengantar Analisis Kebijakan Publik, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2013), h. 26. 24 Winarno, Kebijakan Publik Teori, h. 36. 25 Winarno, Kebijakan Publik Teori, h. 37. 26 Dunn, Pengantar Analisis, h. 24.

33 badan-badan administrasi maupun agen-agen pemerintah di tingkat bawah. Tahap implementasi merupakan tahap yang sulit dalam proses kebijakan publik, karena semua kepentingan akan saling bersaing. Beberapa implementasi mendapat dukungan dari para pelaksana (implementors), dan beberapa yang lainnya mungkin saja ditentang oleh para pelaksana.27

e. Tahap Evaluasi Kebijakan

Pada tahap akhir ini, kebijakan yang telah diimplementasikan akan dinilai atau dievaluasi, melihat sejauh mana kebijakan telah memecahkan masalah.

Kebijakan pada dasarnya dibuat untuk meraih dampak yang diinginkan, serta memecahkan masalah yang dihadapi.28

3. Implementasi Kebijakan Publik

Dalam proses implementasi kebijakan bukan suatu proses yang yang sederhana dan mudah, karena terdapat banyak faktor yang berpengaruh dalam proses kebijakan. Suatu kebijakan dibuat bukan hanya untuk kepentingan pribadi saja, melainkan untuk kepentingan dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.29

Implementasi merupakan tahap dari proses kebijakan setelah penetapan undang-undang, yang di mana aktor, organisasi bersama-sama menjalankan kebijakan untuk mencapai tujuan/program yang diinginkan. Implemtasi dapat

27 Winarno, Kebijakan Publik Teori, h. 37. 28 Winarno, Kebijakan Publik Teori, h. 37. 29 M. Irfan Islamy, Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara, (Jakarta: Bina Aksara, 1988), h. 77.

34 diartikan sebagai suatu proses keputusan yang dituju agar diterima oleh lembaga pemerintah dan bisa dijalankan, dan dapat pula diartikan sebagai konteks keluaran

(output), sejauh mana tujuan yang sudah direncanakan mendapat dukungan.

Implementasi dapat pula diartikan sebagai suatu dampak (outcome), maksudnya ada perubahan untuk memecahkan persoalan publik. Implementasi Menurut Van

Meter dan Van Horn dalam Budi Winarno, adalah tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu-individu atau kelompok pemerintah maupun swasta yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Tindakan-tindakan ini mencakup usaha-usaha untuk mengubah sebuah keputusan menjadi tindakan- tindakan operasional dalam kurun waktu tertentu.30

Tahap implementasi tidak akan dimulai sebelum tujuan-tujuan dan sasaran ditetapkan oleh keputusan kebijakan. Van Meter dan Van Horn dalam

Budi Winarno, memberi pembeda apa yang dimaksud dengan implementasi kebijakan, pencapaian kebijakan dan secara umum menunjukkan pada dampak kebijakan. Dampak yang ditimbulkan oleh kebijakan adalah konsekuensi dari suatu keputusan kebijakan.31 Implementasi kebijakan menjelaskan apa yang dinamakan pencapaian tujuan. Bagaimana pelaksanaan suatu program dapat dijalankan dengan baik dan berpengaruh terhadap keberhasilan sebuah kebijakan dalam memecahkan masalah publik yang terjadi. Implementasi dipengaruhi oleh sejauh mana kebijakan tersebut ditetapkan, apabila ada perubahan akan didasarkan pada pembuat keputusan. Suatu kebijakan yang direncanakan dengan sangat baik, dapat pula mengalami kegagalan.

30 Winarno, Kebijakan Publik Teori, h. 149. 31 Winarno, Kebijakan Publik Teori, h. 150.

35

a. Model Implementasi Van Meter dan Van Horn

Implementasi Van Meter dan Van Horn, menawarkan model dasar yang mempunyai enam variabel yang membentuk ikatan (linkage) antara kebijakan dan pencapaian (performance), sesungguhnya implementasi kebijakan sebagai tindakan yang dilakukan individu atau kelompok pemerintah atau swasta untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.32 Model implementasi kebijakan publik, pada dasarnya dapat dibuat pemilahan model-model implemantasi. Pemilahan pertama implementasi kebijakan yang berpola “dari atas ke bawah” (top-downer) yaitu kebijakan yang dibuat oleh pemerintah, dan pelaksanaannya dilakukan oleh pemerintah untuk rakyat. Pemilah yang ke dua implementasi kebijakan yang berpola dari “bawah ke atas” (bottom-upper), yaitu kebijakan yang dibuat oleh pemerintah, tetapi rakyat sendiri yang melaksanakannya.33

Dalam pandangan Van Meter dan Van Horn, memberikan harapan untuk menguraikan proses-proses dengan cara melihat bagaimana keputusan-keputusan kebijakan dapat dilaksanakan, dibandingkan sekedar menghubungkan variabel bebas dan variabel terikat dalam suatu cara yang semena-mena.

1). Ukuran Dasar dan Tujuan Kebijakan

Indikator pencapaian merupakan tahap yang krusial dalam implementasi kebijakan. Indikator kebijakan menilai sejauh mana ukuran dan tujuan kebijakan telah direalisasikan. Ukuran dasar dan tujuan kebijakan yang akan dilaksanakan harus diidentifikasi terlebih dahulu, karena implementasi dapat dikatakan gagal

32 Winarno, Kebijakan Publik Teori, h. 149. 33 Nugroho, Public Policy, h. 678.

36 apabila tujuannya tidak dipertimbangkan dengan baik dan dapat dikatakan gagal ketika para pelaksana tidak menyadari ukuran dasar dan tujuan kebijakan.34

2). Sumber-Sumber Kebijakan

Sumber-sumber kebijakan berpengaruh dalam keberhasilan implementasi, tergantung dari bagaimana memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Dalam implementasi kebijakan sumber daya finansial sangat dibutuhkan, seperti dana atau perangsang (incentive) agar mendorong dan memperlancar implementasi yang efektif.35

3). Komunikasi antar Organisasi dan Kegiatan-Kegiatan

Pelaksanaan

Implementasi akan berjalan efektif apabila ukuran dan tujuan dipahami oleh para individu, yang bertanggung jawab pencapaian tujuan, karena sangat penting memberi perhatian untuk kejelasan tujuan kebijakan. Sehingga ketepatan komunikasi dan konsistensi dari tujuan kebijakan yang dikomunikasikan dengan adanya sumber informasi. Komunikasi dapat dikatakan sulit, apabila sumber informasi yang berbeda memberikan interpretasi yang tidak konsisten, atau sumber yang sama memberikan interpretasi yang bertentangan terhadap ukuran dan tujuan kebijakan, para pelaksana akan kesulitan untuk melaksanakan tujuan dari kebijakan yang ingin dicapai.36

34 Winarno, Kebijakan Publik Teori, h. 159. 35 Winarno, Kebijakan Publik Teori, h. 161. 36 Winarno, Kebijakan Publik Teori, h. 162.

37

Maka, implementasi membutuhkan mekanisme-mekanisme serta prosedur lembaga, agar tercapainya tujuan secara efektif dan mendorong pembuat keputusan untuk memperintahkan para pelaksana agar bertindak secara konsisten dengan ukuran dan tujuan kebijakan. Semakin baiknya komunikasi, antara pihak- pihak yang terlibat dari implementasi, akan semakin kecil kegagalan yang terjadi.

4). Karakteristik Badan-Badan Pelaksana

Dalam pembahasan karakteristik badan pelaksana, tidak lepas dari struktur birokrasi, norma-norma dan pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi.

Para pelaksana dalam menjalankan tugas harus dilandasi dengan sikap disiplin dan harus mempunyai rasa tanggung jawab terhadap tugasnya yang telah ditetapkan sebelumnya, karena sangat mempengaruhi keberhasilan implementasi yang ingin dicapai.37

5). Kondisi Ekonomi, Sosial dan Politik

Kondisi ekonomi, sosial dan politik Van Meter dan Van Horn adalah menilai sejauh mana lingkungan mendorong keberhasilan implementasi, apakah sumber-sumber ekonomi dalam yuridiksi mendukung implemetasi secara efektif, apakah elite mendukung implementasi kebijakan serta sejauh mana kelompok kepentingan mendukung. Lingkungan sosial, ekonomi dan politik yang tidak kondusif akan menimbulkan masalah dari kegagalan kinerja implementasi. Maka lingkungan sosial, ekonomi dan politik harus kondusif.

37 Winarno, Kebijakan Publik Teori, h. 166.

38

6). Sikap Pelaksana (Implementors)

Sikap menerima atau menolak sangat mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan dalam implementasi kebijakan, karena menyangkut permasalahan yang dihadapi. Sikapnya dipengaruhi oleh kepentingan organisasi dan kepentingan pribadi. Terdapat tiga unsur yang mempengaruhi kemampuan dan keinginan untuk melaksanakan kebijakan, yaitu pemahaman terhadap kebijakan, arah respon apakah penerimaan netral atau penolakan, dan intensitas terhadap kebijakan. Para pelaksana harus memahami betul tujuan dari sebuah kebijakan. Adanya kesadaran untuk menyadari sebuah kebijakan akan menentukan keberhasilan implementasi.

Kegagalan dalam implementasi dikarenakan adanya ketidaktaatan dan ketidakpahaman para pelaksana terhadap tujuan dari sebuah kebijakan.

Sedangkan, penerimaan dan kepahaman dari para pelaksa secara yang menyebar, memungkinkan keberhasilan implementasi, kerena mempunyai kesadaran dan rasa tanggung jawab untuk melaksanakan kebijakan.38

Dapat dikatakan bahwa implementasi merupakan proses yang sulit, apabila salah melangkah sedikit, akan mendapat kesulitan bahkan kegagalan dalam implementasi kebijakan. Tanpa adanya implementasi tidak ada langkah yang dilakukan bagi pelaksana kebijakan.

38 Winarno, Kebijakan Publik Teori, h. 168.

39

BAB III

PROFIL BASUKI TJAHAJA PURNAMA DAN SEJARAH JAKARTA

A. Profil Basuki Tjahaja Purnama

1. Biografi Basuki Tjahaja Purnama

Basuki Tjahaja Purnama atau yang lebih akrab dengan sebutan Ahok lahir di , Belitung Timur, 29 Juni 1966. Basuki adalah putra pertama dari pasangan Alm. Indra Tjahaja Purnama (Zhong Kim Nam) dan Buniarti Ningsing

(Bun Nen Caw) yang merupakan keturunan Tionghoa- Indonesia asli suku Hakka

(Kejia). Basuki memiliki tiga orang adik, yang bernama Basuri Tjahaja Purnama,

Fifi Lety, dan Harry Basuki. Keluarga Kim Nam adalah tokoh masyarakat Belitung yang dermawan dan pembela masyarakat miskin. Masa kecil Basuki lebih banyak dihabiskan di Desa Gantung, Kabupaten Belitung Timur hingga tamat pendidikan

Sekolah Menengah Pertama (SMP). Basuki dibesarkan oleh kedua orangtuanya dengan keras, dididik agar bisa berguna untuk masyarakat Belitung dan tidak berlaku sombong. Dengan kehidupan serba kecukupan, Basuki harus bisa bergaul dengan teman-temannya. Basuki tidak dididik sebagai orang Tionghoa oleh ayahnya, melainkan sebagai anak Indonesia dari Kampung Manggar. Basuki bersekolah di Sekolah Dasar Negeri (SDN) di desa laskar pelangi dan teman- temannya merupakan anak Melayu. Meskipun mampu berbaur, Basuki tidak bisa lepas dari tindakan diskriminasi, karena berasal dari etnis Tionghoa. Ketika masih

40 duduk di sekolah dasar Basuki pernah dilarang menjadi penggerak bendera saat upacara. Tidak hanya itu, Basuki tidak diperbolehkan masuk kelas agama Islam dan ia disuruh pulang ketika datang ke Taman Pendidikan Al-Quran (TPA) untuk belajar Al-Quran.1

Meski mendapat tindakan diskriminasi Basuki tergolong anak yang cerdas dan selalu menjadi juara kelas hingga tamat SMP. Setelah tamat SMP, Basuki melanjutkan pendidikannya di Jakarta, di Sekolah Menengah Atas (SMA) PSKD

III. Setamat sekolah, ayahnya menginginkan Basuki melanjutkan studi pendidikan di bidang kedokteran, karena keadaan diKampungnya saat itu minim tenaga medis.

Basuki pun mendaftar di Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia (UKI), karena merasa kurang cocok menjadi dokter membawa Basuki pindah ke

Universitas Trisakti, Fakultas Teknologi Mineral, Jurusan Teknik Geologi. Dan mendapat gelar Insinyur pada tahun 1989.2

2. Dunia Bisnis Basuki Tjahaja Purnama di dunia bisnis

Setelah mendapat gelar Insinyur, Basuki kembali ke Kampung halamannya dan mendirikan sebuah perusahaan CV Panda yang bergerak di bidang kontraktor pertambangan PT Timah. Setelah dua tahun berwirausaha, Basuki memutuskan untuk melanjutkan pendidikan S2 dan mengambil bidang Manajemen Keuangan di

Sekolah Tinggi Manajemen Prasetiya Mulya Jakarta. Dengan gelar Magister

Manajemen, membawa Basuki bekerja di PT Simaxindo Primadaya di Jakarta

1 Radis Bastian, Ahok Tegas, Disiplin, Tanpa Gentar, Demi Rakyat, (Yogyakarta: Palapa, 2013), h. 17-18. 2 Bastian, Ahok Tegas, h. 19.

41 sebagai staf direksi bidang analisa biaya dan keuangan proyek, yaitu perusahaan yang bergerak di bidang kontraktor pembangunan listrik.3

Setelah mendapat banyak pengalaman selama satu tahun bekerja, Basuki memutuskan mengundurkan diri dan kembali pulang ke Kampung halamannya untuk membangun desanya. Bermodalkan ilmu pengetahuan dan pengalaman kerja, di tahun 1992 Basuki mendirikan PT Nurindra Ekapersada yang dipersiapkan sebagai pabrik Gravel Pack Sand (GPS). Pabrik yang terletak di Dusun Burung

Mandi, Desa Mengkubang, kecamatan Manggar, Belitung Timur diharapkan akan dijadikan pabrik percontohan yang dapat mensejahterakan berbagai pihak yang berkepentingan terutama pemegang saham, karyawan, rakyat, dan juga diharapkan dapat memberikan konstribusi bagi pendapatan daerah di Belitung Timur. Dengan mendirikan pabrik pengolahan pasir kwarsa pertama di pulau Belitung, sebagai cikal bakal tumbuhnya suatu kawasan industri dan pelabuhan samudra dengan nama KIAK (Kawasan Industri Air Kelik), serta memanfaatkan teknologi Amerika dan Jerman.4 Keinginan Basuki membangun desanya membuahkan hasil. Di tahun

2004, Basuki berhasil meyakinkan investor Korea untuk membangun tin smelter

(peleburan biji timah) yang bertujuan meningkatkan perekonomian rakyat Belitung dengan meningkatkan harga biji timah rakyat di pasaran. Investor tersebut, setuju untuk membangun fasilitas komplek pabrik lengkap dengan pergudangan dan pelabuhan bertaraf internasional di KIAK.

3 Markus Gunawan, Ahok Koboi Jakarta Baru, (Jakarta: Visimedia, 2013), h. 209. 4 Bastian, Ahok Tegas, h. 24

42

Keinginan Basuki membangun desanya tidak selalu berjalan baik, sebagai pengusaha ia pernah mengalami pahitnya berhadapan dengan birokrasi pemerintah yang kotor. Sehingga terpaksa menutup pabriknya dan berniat pindah ke luar negeri karena kekecewaannya terhadap pejabat pemerintah. Namun ayahnya melarang dan mengingatkan Basuki bahwa suatu hari rakyat miskin membutuhkan orang yang mau memperjuangkan nasib mereka. Ayahnya selalu mengutip ungkapan kuno

Tionghoa “Orang miskin jangan melawan orang kaya. Orang kaya jangan melawan pejabat”. Pada akhirnya Basuki menuruti keinginan ayahnya agar tidak pindah ke luar negeri dan berfikir untuk melawan pejabat. Untuk melawan pejabat, maka harus menjadi pejabat agar bisa membela rakyat miskin, karena sebaik apapun orang kaya bisa menolong orang miskin, akan tetapi yang bisa membantu secara hakiki adalah pejabat pemerintah. Perasaan kecewa Basuki terhadap birokrasi yang kotor membawanya untuk terjun ke dunia politik.5

3. Basuki Tjahaja Purnama Terjun Dunia Politik

Bermula dari kekecewaannya terhadap pejabat pemerintah, Basuki memutuskan terjun ke dunia politik tahun 2003. Awalnya Basuki dengan partai

Perhimpunan Indonesia Baru (PIB) sebagai ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) kabupaten Belitung Timur. Ketika baru terjun ke dalam dunia politik Basuki mendapat tantangan, yaitu membawa partai untuk mendapat suara agar masuk ke dalam tataran legislatif. Akan tetapi Basuki tetap pada tujuan awalnya, yaitu mendidik rakyat agar menolak praktek Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) serta

5 Bastian, Ahok Tegas, h 20.

43 menjadikan pesta demokrasi demi kesejahteraan rakyat itu sendiri.6 Apabila korup terus dilestarikan akan berimbas pada generasi berikutnya, yang menentukan pilihan politiknya demi uang. Basuki lebih memilih dan menciptakan masyarakat yang sadar akan pilihan politiknya secara rasional atas dasar kualitas.

Sikap Basuki membawanya pada kekalahan partai PIB pada pemilu 2004.

Namun karena kelebihan kursi membuat Basuki menduduki anggota legislatif tingkat II dalam bidang anggaran, dengan masa jabatan 2004-2009. Basuki berhasil menunjukkan integritasnya sebagai anggota Dewan Pewakilan Rakyat Daerah

(DPRD) dengan menolak KKN, serta dikenal masyarakat Belitung Timur, karena ia satu-satunya anggota DPRD yang secara langsung sering bertemu untuk mendengar kelurahan masyarakat.

Bermodalkan pendidikan politiknya semasa menjabat sebagai ketua DPC dan anggota DPRD, Basuki memutuskan untuk mengundurkan diri di tahun 2005 dan mencalonkan diri sebagai Bupati Belitung Timur. Basuki mencalonkan diri sebagai Bupati, berpasangan dengan Khairul Effendi yang berasal dari Partai

Nasional Benteng Kemerdekaan (PNBK). Pada masa kampanye, Basuki melakukan kampanye yang berbeda dengan lawan politiknya, yaitu melayani rakyat dengan memberikan nomor ponsel pribadi yang juga dipakai untuk berkomunikasi dengan keluarganya. Dengan harapan agar dapat mengerti dan merasakan langsung situasi dan kebutuhan rakyat. Basuki yakin, bisa membuktikan bahwa ia berbeda, maka rakyat akan memilihnya. Walaupun dengan latar belakang suku, ras, agama dan

6 Basuki Tjahaja Purnama, Merubah Indonesia: Tidak Selamanya Orang Miskin Dilupakan, (Jakarta: Tim Centre for Democracy and Transparency, 2008), h. 24.

44 golongan yang berbeda dengan mayoritas rakyat pemilih.7 Dengan keyakian dan cara kampanye yang berbeda inilah, membawa pasangan Basuki dan Effendi mampu mengalahkan pasangan lain dengan mengantongi suara mayoritas 37,13% suara dan terpilih menjadi Bupati Belitung Timur masa jabatan 2005-2010.8

Sejak terpilih menjadi Bupati, nama Basuki semakin dikenal di tingkat nasional, karena kebijakannya dan merupakan Bupati pertama yang beretnis

Tionghoa. Kebijakannya sebagai Bupati, membawa Basuki dalam penghargaan salah satu tokoh yang mampu mengubah Indonesia oleh majalah Tempo.9 Dalam waktu 16 bulan sebagai Bupati, Basuki mampu melaksanakan pelayanan yang menyentuh rakyat Belitung Timur, seperti pelayanan kesehatan gratis, sekolah gratis sampai tingkat SMA, pengaspalan jalan sampai ke pelosok-pelosok daerah dan perbaikan pelayanan publik. Basuki memiliki prinsip jika kepalanya lurus, maka bawahannya tidak berani tidak lurus. Selama menjabat, Basuki dikenal sebagai sosok anti suap, baik dikalangan politik, pengusaha maupun rakyat kecil.10

Kesuksesan Basuki membawanya untuk mencalonkan diri sebagai

Gubernur Bangka Belitung dan menyerahkan jabatannya sebagai Bupati kepada wakilnya. Namun dalam pemilihan Gubernur tahun 2007, Basuki gagal, karena terjadi kecurangan dalam proses perhitungan suara. Setelah gagal dalam pemilihan

Gubernur Bangka Belitung, Basuki dengan waktu singkat mencalonkan diri sebagai calon legislatif dari partai Golongan Karya () pada tahun 2009. Basuki

7 Basuki, Merubah Indonesia, h. 33. 8 Bastian, Ahok Tegas, h. 29. 9 Gunawan, Ahok Koboi, h. 210. 10 Basuki, Merubah Indonesia, h. 38.

45 berhasil mendapatkan suara terbanyak dan memperoleh kursi di Dewan Perwakilan

Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) komisi II, masa jabatan 2009-2012.

Selama menjabat di komisi II DPR , Basuki dikenal sebagai figur yang apa adanya dan menciptakan standar baru bagi anggota DPR lain dalam hal anti korupsi, transparansi dan profesionalisme. Basuki sebagai pioner dalam pelaporan aktivitas kerja di DPR, mulai dari proses pembahasan Undang-Undang maupun laporan dalam berbagai kunjungan kerja. Sementara itu, staf ahli bukan hanya sekedar bekerja menyediakan materi undang-undang, dan secara aktif mengumpulkan informasi serta mmengakomodasi kebutuhan masyarakat. Pada dasarnya Basuki ingin memperbaiki sistem rekrutmen kandidat kepala daerah, dan membuka peluang bagi individu-individu idealis untuk masuk merebut kepemimpinan di daerah tanpa adanya koruptor di dalam persaingan pemilukada. Keyakinan Basuki bahwa setiap perubahan bergantung pada individu-individu, apakah individu idealis ini berani masuk ke politik dan berani mempertahankan integritasnya ketika masuk ke politik. Apabila individu-individu idealis tidak berani, maka tidak aneh kalau politik dan birokrasi korup. Basuki dikenal sebagai sosok anti korupsi, karena ia ingin mengembalikan nilai-nilai yang berlaku di dalam masyarakat, yaitu dengan menghargai mereka yang bekerja lebih keras untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Bukan siapa yang mempunyai kesempatan korupsi dapat menikmati kehidupan yang lebih baik.11

11 Gunawan, Ahok Koboi, h. 34.

46

Di tahun 2012, nama Basuki semakin dikenal dikalangan masyarakat DKI

Jakarta. Basuki mendampingi Jokowi dalam pemilihan calon Gubernur dan calon wakil Gubernur, yang diusung oleh partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra).

Jokowi-Basuki mempunyai visi mewujudkan Jakarta sebagai kota yang baru, kota modern yang tertata rapi, menjadi tempat hunian yang layak dan manusiawi, memiliki masyarakat yang berkebudayaan, dan dengan pemerintahan yang berorientasi pada pelayanan publik.

Pasangan Jokowi-Basuki memilih berkiprah di Jakarta, karena Jakarta merupakan pusat kota yang dimana pertemuan dari berbagai macam suku, agama dan ideologi. Akan tetapi perebutan kursi nomor satu sebagai Gubernur DKI Jakarta yang dilalui pasangan Jokowi-Basuki pun tidak mudah, karena banyaknya suara penolakan di berbagai kalangan masyarakat yang tidak menginginkan pemimpin

Jakarta beretnis Tionghoa dan beragama nasrani. Keduanya bisa meyakinkan masyarakat Jakarta, sehingga saat melalui putaran kedua pasangan Jokowi-Ahok meraih 53,82 persen atau 2.472.130 suara, sedangkan rivalnya Fauzi Bowo-

Nachrowi Ramli meraih 46,18 persen atau 2.120.815 suara pada pemilihan

Gubernur DKI Jakarta tahun 2012.12

Ketika menjabat sebagai wakil gubernur DKI Jakarta, Basuki memilih keluar dari partai Gerindra yang mengusungnya, karena sudah tidak sejalan dengan konstitusi. Namun, itu merupakan salah satu cara Basuki untuk gabung bersama

12 Riana Afifah, Jokowi-Basuki Menangi Pilkada DKI Putaran II, tersedia di http:// megapolitan.kompas.com/read/2012/09/28/1724329/jokowi.basuki.%09menangi.pil%09kada.dki.p utaran.ii; diunduh pada 5 Juni 2016.

47

PDI Perjuangan dengan Megawati Soekarno Putri. Basuki mencari waktu yang tepat dan mencari masalah untuk keluar dari Gerindra, dengan alasan mengutamakan kepentingan rakyat dan lebih mengutamakan mekanisme pemilihan kepada daerah dipilih oleh DPRD, sedangkan sebelumnya Basuki mengusulkan

Gubernur DKI Jakarta dipilih oleh presiden.13

Selama menjadi Gubernur dan wakil Gubernur, Jokowi dan Basuki berhasil menyelesaikan beberapa permasalahan DKI Jakarta. Kurang lebih enam kebijakan, yaitu melaksanakan program Jakarta menuju sehat dan Jakarta menuju pintar, mengembalikan fungsi waduk sebagai resapan air, penertiban pedagang kaki lima, membangkitkan kembali tradisi masyarakat Betawi dengan pesta rakyat, perbaikan pelayanan publik dan menyulap kota Jakarta dengan membenahi pemukiman kumuh yang berada di sekitar bantaran kali di Jakarta.14

Saat pemilihan Presiden Republik Indonesia periode 2014-2019, Jokowi dicalonkan sebagai calon presiden oleh partai pengusung sebelumnya, yaitu Partai

Demokrasi Indonesia Pembangunan (PDIP). Sehingga Jokowi mengundurkan diri sebagai Gubernur DKI Jakarta dan terpilih sebagai Presiden Republik Indonesia masa jabatan 2014-2019. Tepatnya bulan November 2014, Basuki dilantik menggantikan Jokowi sebagai Gubernur DKI Jakarta. Sesudah resmi menjadi

Gubernur DKI Jakarta, Basuki langsung memberikan gebrakan untuk memberantas korupsi dan membersihkan birokrasi. Birokrasi yang transparan dan memberikan

13 Widodo Judarwanto, Ahok Tidak Salah Keluar Gerindra Tetapi Salasah Cari Alasan, tersedia di http://www.kompasiana.com/sandiazyudhasmara/ahok-tidak-salah-keluar-gerindra-tetapi-salah- cari-alasan_54f5d34fa3331150518b4639; di unduh pada 15 Februari 2017. 14 Yuwono, Ahok Dari Kontroversi, h. 159.

48 nomer telepon apabila ingin memberikan kritik atau masukan atas realita yang terjadi di Jakarta. Bahkan tidak sungkan untuk memberhentikan pegawai negeri sipil yang lalai, korup dan yang memberikan pelayanan yang buruk bagi masyarakat.

B. Sejarah Jakarta

1. Sekilas Sejarah Jakarta

Dahulu Jakarta dikenal sebagai pelabuhan kecil (dermaga) di wilayah kerajaan Sunda (Pasundan) yang terletak di muara kali Ciliwung. Ibukota kerajaan

Pasundan adalah Dayeuh Pakuan Padjajaran (sekarang disebut kota Bogor). Kota ini dapat dicapai melalui pelabuhan Sunda Kalapa dalam dua hari perjalanan melewati sungai Cikandi (nama kuno kali Ciliwung). Sunda Kalapa merupakan salah satu pelabuhan kerajaan Pasundan, pelabuhan, Sunda Kalapa berarti kelapa di negeri Sunda. Jakarta adalah singkatan Jayakarta, sebuah nama yang diberikan

Fatahillah atau Faletehah yang berarti “kemenangan yang jaya atau yang sempurna”.15

Jakarta dulu hanyalah sebuah Kampung nelayan kecil di kerajaan Hindu

Tarumanegara dengan Purnawarman sebagai rajanya. Wilayah ini menjadi bagian dari kerajaan Padjajaran di Jawa Barat kurang lebih tahun 1500 atau abad ke-5 , dan digunakan sebagai bandar muat barang yang disebut Kalapa. Kemudian wilayah ini dimasuki oleh Purtugis namun tidak lama, setelah itu pada tanggal 22 Juni 1527

15 Eni Setiati, DKK, Ensiklopedia Jakarta, Jakarta Tempo Doeloe, Kini dan Esok, (Jakarta: Lentera Abadi, 2009), h. 3.

49

Fatahillah merebutnya dari kerajaan Sunda dan mengganti namanya menjadi

Jayakarta. Memasuki tahun 1619 atau abad ke-17, Belanda dengan VOC16 nya merebut Jayakarta dan membangun kota baru disekitar pelabuhan Sunda Kelapa yang disebut Batavia. Penduduk pribumi menyebut Jayakarta dengan sebutan

Betawi. Tepatnya tahun 1942 atau pertengahan abad ke-20, Jepang mulai memasuki wilayah Indonesia dan menduduki beberapa wilayah dan kota Indonesia termasuk

Batavia. Dengan waktu 3,5 tahun Jepang bercokol17 di Indonesia.18

Dengan perjuangan yang gigih, bangsa Indonesia berhasil membebaskan diri dari penjajah dan menyatakan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945.

Kemerdekaan Indonesia diproklamasikan di Jakarta. Sejak itu nama Jakarta digunakan secara resmi menggantikan nama sebelumnya, yaitu Batavia. Dalam memeperingati kemenangan Fatahillah ketika merebut Sunda Kalapa dari tangan

Portugis dan raja Padjajaran, tanggal 22 Juni dengan resmi diperingati sebagai pesta rakyat dan hari jadi kota Jakarta.4

Sejak Jakarta dinyatakan sebagai Ibukota negara Republik Indonesia, penduduk Jakarta bertambah dengan pesat karena akibat dari perlunya tenaga kerja yang keseluruhan terpusat di Jakarta. Luas wilayah DKI Jakarta adalah 650 km2 yang terletak pada 106°22’42" BT sampai 106°58’18" BT dan 5°19’12" LS sampai

6°23’54" LS. Dengan ketinggian tanah 0 – 10 m di atas permukaan laut (dari titik

16 VOC (Verenigde Oost-Indische Compagnie) adalah kongsi dagang asal Belanda yang memonopoli aktivitas perdagangan di Asia dan menyatukan perdagangan rempah-rempah dari wilayah timur, tersedia di http://www.pengertiansejarah.com/sejarah-voc.html; diunduh pada 25 Juli 2016. 17 Kamus Besar Bahasa Indonesia, bercokol adalah bertempat tinggal (bersarang tentang kawanan penjahat), tersedia di http://kbbi.web.id/cokol; diunduh pada 25 Juli 2016. 18 Setiati, Ensiklopedia Jakarta, h. 4.

50

0 Tanjung Priok) dan 5 – 50 m diatas permukaan laut, dari banjir kanal sampai batas selatan DKI Jakarta.19

DKI Jakarta terbagi atas 5 wilayah Kota administrasi yaitu kota administrasi Jakarta Pusat dengan luas 47,90 km2, Jakarta Utara dengan luas 142,20 km2, Jakarta Barat dengan luas 126,15 km2, Jakarta Selatan dengan luas 145,73 km2, dan Kota administrasi Jakarta Timur dengan luas 187,73 km2, dan satu

Kabupaten administratif Kepulauan Seribu dengan luas 11,81 km2. Di sebelah utara membentang pantai sepanjang 35 km, yang menjadi tempat bermuaranya 13 buah sungai dan 2 buah kanal. Di sebelah selatan dan timur berbatasan dengan Kota

Depok, Kabupaten Bogor, Kota Bekasi dan Kabupaten Bekasi, sebelah barat dengan Kota Tangerang dan Kabupaten Tangerang, serta di sebelah utara dengan

Laut Jawa.20 Tercatat bahwa penduduk Jakarta dari tahun ke tahun meningkat, pada tahun 2000 berjumlah 8.347, 10 jiwa. Di tahun 2012 penduduk Jakarta meningkat menjadi 9.862,10 jiwa dan tahun 2014 tercatat mencapai 10.075, 30 jiwa.21

19 Ma’mun IR, Mengurangi Ancaman Banjir Jakarta (Dilengkapi Panduan Menghadapi Banjir), (Jakarta: Pustaka Cerdasindo, 2007), h. 39. 20 Geografis Jakarta, tersedia di http://www.jakarta. go.id/v2/news/2008/01/Geografis Jakarta#. V7W_KFt97IU; diunduh pada 25 Juli 2016. 21 Bappedajakarta Statistik Jumlah Penduduk, tersedia di http://bappedajakarta.go.id/? page_ id=1131; diunduh pada 25 Juli 2016.

51

Table III.B.1 Jumlah Penduduk DKI Jakarta 2000, 2010-2014

Sumber: Bapedda Provinsi DKI Jakarta

Berdasarkan tabel jumlah penduduk DKI Jakarta, terlihat bahwa Jakarta selalu mengalami peningkatan jumlah penduduk setiap tahunnya. Sehingga berbagai permasalahan pun muncul, diantaranya adalah banjir. Jakarta saat ini identik dengan banjir, sesungguhnya banjir melanda Jakarta sejak zaman kerajaan

Purnawarman. Faktor utama banjir bukanlah dari banyaknya jumlah penduduk, karena saat itu jumlah penduduk masih sedikit, pemukiman masih langka dan lahan terbuka hijau pun masih sangat luas. Melainkan kondisi di Jakarta 40% merupakan dataran rendah, terutama di daerah Jakarta Utara yang ketinggian tanahnya berada di bawah permukaan air laut pasang.22

22 Ma’mun IR, Mengurangi Ancaman, h. 39.

52

2. Sejarah Banjir Jakarta

Banjir di Jakarta ada sejak zaman kerajaan Purnawarman. Di masa prasejarah tertulis dalam Prasati Tugu pada 1878, yang ditemukan di daerah Jakarta

Utara dan kini disimpan di Museum Sejarah Jakarta. Prasasti tersebut merupakan prasati terpanjang dan terbanyak yang memuat petunjuk atau keterangan mengenai kehidupan di Jakarta, termasuk salah satunya adalah banjir. Kerajaan Purnawarman menggali Chandrabhaga (di daerah Bekasi) dan kali Gomati (atau kali Mati di daerah Tangerang) sepanjang 24 km untuk mengatasi banjir di Jakarta.23

Banjir besar tahun 1621 pun dialami kolonial Belanda, Jakarta saat itu masih bernama Batavia. Sebagian besar wilayahnya yang masih rawa-rawa dan hutan tergenang akibat hujan deras dan air yang meluap dari beberapa sungai/kali, terutama kali Ciliwung. Inilah banjir pertama dimasa kolonial Belanda, yang saat itu dipimpin Gubernur Jendral Jan Pieterszoon Coen. Saat itu penduduk Jakarta masih sedikit, rumah-rumah penduduk masih terbuat dari kayu, berdinding anyaman bambu, berlantai tanah. Pemukiman penduduk yang terkena banjir bagaikan sungai dan danau, jalan raya pun belum beraspal sehingga tidak bisa dilalui oleh kendaraan.24

Banjir tahun 2007, merupakan banjir terparah dalam tiga abad sejarah

Jakarta. Hampir 70% wilayah Jakarta terendam, jalan protokol pun terputus akibat genangan air yang tinggi. Ribuan rumah penduduk terendam banjir dan 320.000

23 Zaenuddin HM, Banjir Jakarta Dari Zaman Jendral JP Coen 1621 sampai Gubernur Jokowi 2013, (Jakarta: Change Publisher, 2013), h. 11. 24 HM, Banjir Jakarta, h. 16.

53 warga terpaksa mengungsi. Penyebab utama banjir karena system drainase yang buruk dan hujan lebat yang turun selama tiga hari berturut-turut. Ditambah dengan banyaknya volume air 13 sungai yang melintasi Jakarta, yang berasal dari Bogor-

Puncak-Cianjur serta air laut yang sedang pasang. Banjir tahun 2007 mencapai kedalaman 5 m di beberapa titik lokasi banjir, di lima wilayah Ibukota Jakarta.

Semua sentra ekonomi pun lumpuh, hampir semua pasar tradisional tutup, sekolah diliburkan, lalu lintas dimana-mana macet total, jalan tol dalam kota terputus, serta ratusan penerbangan ke dalam dan luar negeri pun tertunda.25

3. Sejarah Kampung Pulo

Kampung Pulo adalah bagian wilayah Jakarta Timur, yang merupakan bagian dari kelurahan Kampung Melayu, Kecamatan Jatinegara. Jakarta Timur tebagi dalam sepuluh kecamatan, 65 kelurahan, 697 RW dan 7.810 RT dengan luas

187,75 km2.26 Sedangkan luas wilayah kelurahan Kampung Melayu adalah 0,48 km2 dengan jumlah delapan RW dan 112 RT. Batas wilayah Utara dilalui oleh rel kereta api Kebon Manggis, batas wilayah Selatan dilalui oleh jalan Kampung

Melayu kecil dan kelurahan Bidara Cina, batas wilayah Barat dilalui oleh kali

Ciliwung dan kelurahan Bukit Duri, sedangkan batas wilayah Timur dilalui jalan

Jatinegara Barat, jalan Matraman Raya dan kelurahan Balimaster.27

25 HM, Banjir Jakarta, h. 102 dan 109. 26 Ma’mun IR, Mengurangi Ancaman, h. 49. 27 Perangkat Daerah Map, tersedia di http://www.jakarta.go.id/v2/perangkat_daerah/map/ 1122660; diunduh pada 25 Juli 2016.

54

Kampung Pulo memiliki rekaman sejarah yang tidak banyak orang ketahui, karena sudah ada sebelum kemerdekaan Indonesia. Pada masa perang kemerdekaan, banyak pejuang Indonesia yang membunuh tentara Belanda, kemudian membuang mayatnya ke Rawa Bangke (sekarang Rawa Bunga). Para pejuang ini kemudian langsung mengamankan diri ke Kampung Pulo. Saat itu

Kampung Pulo merupakan sebuah pemukiman pangeran kesultanan Banten di abad ke-17, kemudian tahun 1661 Cornelis Senen yang merupakan guru agama membeli tanah di daerah aliran kali Ciliwung.28

Pada zaman masa kolonial Belanda, Kampung ini menjadi kawasan

Meester Cornelis. Meester Cornelis menjadi salah satu pusat fungsional pertumbuhan kota Jakarta. Hal ini menyebabkan munculnya pemukiman dan perkembangan perekonomian sektor informal. Kampung Pulo awalnya adalah hutan. Sebagian wilayah Kampung pulo dibuka oleh lima bersaudara, hanya tiga nama yang diketahui, yaitu Asril, Rihen, Bandan dan dua saudaranya tidak diketahui namanya. Kelima saudara diberi wewenang oleh kolonial Belanda berupa dua surat verponding, untuk menjadi tuan tanah yang menarik pajak bagi para penghuninya.29

Dapat disimpulkan bahwa Kampung Pulo memiliki nilai sejarah yang tidak banyak diketahui oleh masyarakat awam, dan merupakan daerah yang mempunyai andil besar bagi Jakarta saat ini. Terbukti bahwa pada zaman kolonial Belanda,

28 Kampung Pulo, tersedia di http://jakartapedia.bpadjakarta.net/index.php/Kampung_ Pulo# cite_note-1; diunduh pada 25 Juli 2016. 29 Wawancara Pribadi dengan Sandyawan Sumardi, sebagai Direktur Ciliwung Merdeka, tanggal 09 Agustus 2016 di Sekretariat Ciliwung Merdeka Jakarta Timur.

55 lokasi strategis terpusat di Kampung Pulo. Sehingga menjadikan pusat perniagaan di sebelah Timur Batavia, dan lokasinya dekat pasar skala regional dan stasiun kereta api yang membuat pertumbuhan ekonomi di Batavia saat itu lebih cepat.

Mata pencarian Kampung Pulo saat itu tidak lepas dari pasar mesteer. Sedangkan penduduk asli Kampung Pulo mayoritas beragama Islam, yang terdiri dari Betawi,

Banten, Jawa, Batak, Arab, Padang, Cina dan bahkan sisa-sisa orang Belanda yang sudah lama berasimilasi.30

Di tahun 1960 banyak pendatang berdatangan seiring pesatnya pertumbuhan ekonomi di kawasan pasar meester. Mayoritas warga pendatang dari kulon (Bogor dan sekitarnya), warga asli sangat terbuka dengan pendatang, karena mereka terbiasa hidup bergotong royong. Zaman dulu warga mempunyai tradisi memakamkan anggota keluarganya di dalam rumah. Ada tiga makam yang dianggap sebagai makam keramat, berikut gambar bangunan tempo dulu;31

30 Kamus Besar Bahasa Indonesia, asimilasi adalah penyesuaian (peleburan) sifat asli yang dimiliki dengan sifat lingkungan sekitar, tersedia di http://kbbi.web.id/asimilasi; diunduh pada 25 Juli 2016. 31 Wawancara Pribadi dengan Sandyawan Sumardi, sebagai Direktur Ciliwung Merdeka, tanggal 09 Agustus 2016 di Sekretariat Ciliwung Merdeka Jakarta Timur.

56

GAMBAR III.B.1 Situs Budaya Religi Kampung Pulo

Sumber: Ciliwung Merdeka

Berdasarkan gambar diatas terdapat situs budaya religi dan tipologi arsitektur bangunan tempo dulu. Tradisi keagamaannya di Kampung Pulo masih sangat erat. Terbukti dengan ada tiga makam yang dianggap sebagai makan keramat, yaitu makam Habib Said yang sudah ada sebelum tahun 1930, makam kyai Lukman nul Hakim/Datun sejak 1930 dan makam kyai Hasyim sejak 1953.

Ketiga makan tersebut dijadikan sebagai tempat ziarah bagi umat muslim apabila berkunjung Jakarta. Di Kampung Pulo ada habib yang dihormati dan sangat berpengaruh hingga sekarang, yaitu Habib Soleh Bin Muksi Alaydrus. Habib Soleh merupakan cucu dari Habib Said yang makamnya dianggap sebagai makam keramat.

57

BAB IV

ANALISIS GAYA KEPEMIMPINAN BASUKI TJAHAJA PURNAMA

(AHOK) DALAM IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGGUSURAN

KAMPUNG PULO, JAKARTA TIMUR

Pada pembahasan bab ini, penulis akan lebih fokus memaparkan dan mengkorelasikan teori yang sudah dijelaskan pada bab sebelumnya, dengan temuan penulis di lapangan terkait tema yang sudah dijelaskan. Pembahasan pertama yang akan penulis paparkan adalah menganalisa latar belakang terjadinya pro kontra pada implementasi kebijakan yang merujuk pada teori Van Meter dan

Van Horn. Analisa penulis juga berlandaskan hasil temuan yang didapatkan di lapangan melalui proses wawancara dengan Gubernur DKI Jakarta, Asisten

Pembangunan dan Lingkuan Hidup Jakarta Timur, Satpol PP Jakarta Timur,

Ketua Komisi A DPRD DKI Jakarta dan Lembaga Swadaya Masyarakat Ciliwung

Merdeka dan warga Kampung Pulo sebagai narasumber penelitian.

Kedua, penulis akan mengalisa gaya kepemimpinan Basuki yang merujuk pada teori kepemimpinan Sondang P Siagian. Analisa penulis berdasarkan hasil temuan yang didapatkan di lapangan melalui proses wawancara dengan warga

Kampung Pulo yang berada di RW 03, karena RW 03 daerah yang secara kuantitas lebih banyak terkena dampak relokasi dan menjadi representatif warga

Kampung Pulo. Warga yang tinggal di RW 03 dijadikan sebagai narasumber

58 karena daerah tersebut yang lebih merasakan dampak dari gaya kepemimpinan

Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) terkait dengan tema yang sudah dijelaskan.

A. Pro Kontra Implementasi Kebijakan Penggusuran Pada Warga

Kampung Pulo

Implementasi pada sisi yang lain merupakan fenomena yang kompleks.

Dapat diartikan sebagai suatu proses, suatu keluaran (output) maupun sebagai suatu dampak (outcome). Istilah implementasi merunjuk pada sebuah tindakan yang dilakukan oleh individu-individu atau kelompok pemerintah untuk membuat program berjalan dan mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan.1

Implementasi pada prinsipnya adalah proses eksekusi dari rencana atau kebijakan yang telah ditetapkan. Tanpa adanya implementasi, sebaik apapun sebuah perencanaan tidak akan menghasilkan suatu hasil dalam mencapai tujuannnya.2 Penggusuran pun biasanya terjadi dalam skala besar, sebagian warga dipaksa untuk pindah dari tempat tinggalnya. Penggusuran biasanya ditujukan kepada orang kurang mampu, penghuni liar atau pemukiman liar.3

Pada studi kasus penggusuran Kampung Pulo sesuai dengan tema yang sudah dijelaskan, bahwa untuk meminimalisir banjir di Jakarta, penulis mengaitkan model proses implementasi Van Meter dan Van Horn yang dijelaskan

1 Budi winarno, Kebijakan Publik Teori, Proses, dan Studi Kasus, (Yogyakarta: CAPS, 2014), h. 149. 2 Putri Widyanti, Kismartini, Maesaroh, “Implementasi Kebijakan Penanggulangan Banjir (Studi Kasus Proyek Normalisasi Banjir Kanal Barat dan Kali Garang Kota Semarang)”, Jurnal Administrasi Publik, Universitas Diponegoro, h. 3. 3 Siti Manggar, “ Penggusuran Sebagai Implikasi Kebijakan Ruang Terbuka Hijau Dalam Perspektif HAM: Studi Kasus Penggusuran Taman Bersih, Manusiawi dan Berwibawa (BMW)”, Jurnal Kriminologi Indonesia, Universitas Indonesia, Vol. 7 No.2 (2011), h. 215.

59 pada bab sebelumnya dengan model implementasi yang dilakukan oleh Pemprov dalam penggusuran Kampung pulo.

1. Ukuran Dasar dan Tujuan Kebijakan

Pada model ini, menilai sejauh mana ukuran dasar dan tujuan kebijakan dapat direalisasikan. Ukuran dasar dan tujuan kebijakan harus diidentifikasi terlebih dahulu, agar dapat menguraikan tujuan dari kebijakan secara menyeluruh.

Seperti yang diketahui, bahwa kebijakan penggusuran Kampung Pulo bertujuan untuk menangani banjir yang terjadi di Jakarta, terutama banjir yang terjadi di daerah Kampung Pulo. Dalam penetapan kebijakan penggusuran

Kampung Pulo, seluruh warga yang terkena dampak normalisasi kali Ciliwung harus ikut berpartisipasi agar kebijakan penggusuran berjalan efektif, serta tercapainya tujuan menangani banjir di Jakarta.

Adanya kebijakan penggusuran karena daerah Kampung Pulo padat pemukiman, sehingga berakibat pada penyempitan kali Ciliwung. Kali yang seharusnya mempunyai lebar 20 m, namun karena bantaran kali dijadikan permukiman warga, menyempit hingga 5 m sampai 7 m. Hal ini menyebabkan air di kali Ciliwung yang seharusnya mengalir lancar, meluap dan banjir karena banyaknya pemukiman dibantaran kali Ciliwung.4

Banjir di Kampung Pulo terjadi setiap tahunnya dan sudah menjadi rutinitas. Hal inilah yang menjadi ukuran dasar dan tujuan Pemprov untuk

4 Wawancara Pribadi dengan Basuki Tjahaja Purnama, sebagai Gubernur DKI Jakarta tanggal 4 Oktober 2016 di Kantor Balaikota Jakarta Pusat.

60 menggusur Kampung Pulo, agar dapat meminimalisir banjir dengan adanya normalisasi kali Ciliwung. Pernyataan ini dikemukakan oleh Syofian dalam wawancaranya, yang mengatakan:

“Perkara sering banjir Kampung Pulo itu, pada tahun 2012 keluarlah instruksi presiden untuk segera melakukan normalisasi, walaupun pada tahun 80an itu udah ada instruksi untuk melaksanakan normalisasi, karena keterbatasan dana jadi untuk normalisasi itu belum bisa. Pada saat presiden pak Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan gubernur Jokowi dicek lah dan harus segera melakukan normalisasi, di tahun 2013 awal. Kewenangan kali adalah Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).”5

Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa di tahun 2012, Jokowi dan

Basuki sudah diinstruksikan oleh presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk melakukan normalisasi kali Ciliwung. Di tahun 2013, Jokowi dan Basuki diinstruksikan untuk segera mungkin melakukan normalisasi kali, meski instruksi untuk normalisasi kali Ciliwung sudah ada sejak lama, namun belum dapat direalisasikan karena keterbatasan dana.

Program normalisasi kali, merupakan program pemerintah pusat, yaitu

Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang mendelegasikan lagi ke Balai Besar Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC) sebagai penanggung jawab program normalisasi kali Ciliwung. Sedangkan Pemprov, membantu dalam menertibkan warga yang tinggal di bantaran kali Ciliwung.6 Namun, program normalisasi kali Ciliwung dengan menggusur warga Kampung Pulo baru bisa

5 Wawancara Pribadi dengan Syofian, sebagai Asisten Pembangunan dan Lingkungan Hidup Sekretariat Kota Administrasi Jakarta Timur, tanggal 5 Oktober 2016 di Kantor Walikota Kota Administrasi Jakarta Timur. 6 Wawancara Pribadi dengan Basuki Tjahaja Purnama, sebagai Gubernur DKI Jakarta tanggal 4 Oktober 2016 di Kantor Balaikota Jakarta Pusat.

61 direalisasikan di tahun 2015, saat Basuki dan Djarot menjabat sebagai gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta.

Selain program normalisasi kali Ciliwung dari pemerintah pusat, ternyata pemprov mempunyai program agar Jakarta terhindar dari macet dan banjir.

Seperti yang disampaikan oleh Hartono Abdullah saat di wawancara, yang mengatakan:

“Dasar hukumnya pun jelas mengenai refungsi dan waduk yang mendasari kami, ada di Pergub 163 tahun 2012. Serta program 5 tertib yaitu tertib sampah, tertib kaki lima, tertib lalu lintas, tertib hunian, dan tertib demo. Dalam konteks Kampung pulo merupakan tertib hunian, karena pemukiman tidak layak. Progam normalisasi kali merupakan tanggung jawab pemerintah pusat, karena kali Ciliwung keberadaannya di Jakarta. Kita berkoordinasi, bersinergi dengan pemerintah pusat. Dalam hal ini, pemerintah pusat yaitu Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mendelegasikan ke Balai Besar Sungai Ciliwung Cisadane (BBSWCC) untuk menangani kali Ciliwung. Nah kita berkolaborasi dengan pemerintah provinsi, tujuannya untuk menekan banjir dan memperbaiki saluran.”7

Berdasarkan informasi tersebut, menunjukkan bahwa yang mendasari adanya kebijakan penggusuran Kampung Pulo, karena pemerintah pusat mempunyai program normalisasi kali Ciliwung. Pemerintah pusat mendelegasikan kepada pemerintah daerah untuk melaksanakan program normalisasi kali dengan menertibkan warga Kampung Pulo yang tinggal di bantaran kali Ciliwung.

Normalisasi kali dapat dilakukan apabila permukiman warga yang berada di bantaran kali Ciliwung di relokasi terlebih dahulu. Meski inisiatif pemerintah tentang normalisasi sudah di keluarkan sejak lama, namun implementasi baru bisa terealisasikan di tahun 2015.

7 Wawancara Pribadi dengan Hartono Abdullah, sebagai Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Kota Administrasi Jakarta Timur, pada 12 Oktober 2016 di Kantor Walikota Kota Administrasi Jakarta Timur.

62

Program normalisasi kali Ciliwung merupakan program pemerintah pusat. Selain itu, Pemprov juga mempunyai program 5 tertib. Kampung Pulo dapat dikategorikan ke dalam tertib hunian. Pelaksanaan kebijakan penggusuran

Kampung Pulo mempunyai dasar hukum yang jelas, tertera dalam Pergub 163

Tahun 2012, yang berisi tentang penguasaan perencanaan tanah untuk kepentingan umum. Maka dari itu, pemerintah pusat dan pemerintah daerah bersatu dalam program normalisasi kali dengan adanya kebijakan penggusuran

Kampung Pulo, karena keduanya memiliki program untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Inilah yang menjadi ukuran dasar Pemprov untuk Normalisasi kali

Ciliwung dengan adanya kebijakan penggusuran Kampung Pulo dikarenakan adanya instruksi presiden SBY untuk segera melakukan normalisasi, yang dibantu oleh BBWSCC dan disertakan adanya Pergub 163 Tahun 2012.

Pada dasarnya kebijakan normalisasi kali Ciliwung merupakan program prioritas. Program prioritas dari zaman Jokowi Basuki, sampai dengan Basuki menggantikan posisi Jokowi sebagai Gubernur DKI Jakarta.8 Implementasi kebijakan akan dimulai apabila tujuan dan sasaran telah ditetapkan, dengan dana yang telah siap untuk disalurkan demi mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Ketika kebijakan telah ditetapkan, harus diimplementasikan, agar hasilnya sesuai

8 Wawancara Pribadi dengan Basuki Tjahaja Purnama, sebagai Gubernur DKI Jakarta tanggal 4 Oktober 2016 di Kantor Balaikota Jakarta Pusat.

63 dengan apa yang diharapkan oleh pembuat kebijakan dan dapat dirasakan oleh masyarakat luas.9

Warga yang mulanya setuju adanya program normalisasi kali Ciliwung, kemudian menjadi tidak setuju karena warga tidak diberikan ganti rugi senilai dengan apa yang akan digusur, seperti yang sudah dijanjikan1. Ketika Basuki menggantikan posisi Jokowi sebagai Gubernur DKI Jakarta, Basuki menyatakan tidak ada ganti rugi bagi warga Kampung Pulo yang terkena dampak normalisasi kali Ciliwung. Sesungguhnya tidak ada ganti rugi karena adanya pembaharuan peraturan yang diikuti oleh zaman, dan harus sesuai dengan aturan yang berlaku saat ini.10

Sesungguhnya tidak ada warga yang menolak terkait program normalisasi kali Ciliwung karena akan diberikan ganti rugi, menurut Sandyawan Sumardi saat ditemui di sekretariat Ciliwung Merdeka. Hal ini menunjukkan bahwa warga

Kampung Pulo setuju untuk di relokasi karena warga dijanjikan ganti rugi senilai dengan apa yang akan digusur oleh Jokowi kala itu.11

Alasan terjadi penolakan oleh warga Kampung Pulo dikarenakan menagih janji adanya ganti rugi. Hal ini menunjukkan bahwa tujuan kebijakan penggusuran Kampung Pulo agar Jakarta terhindar dari banjir. Sedangkan ukuran

9 Haedar Akib, “Implementasi Kebijakan: Apa, Mengapa, dan Bagaimana”, Jurnal Administrasi Publik, Universitas Negeri Makassar, Vol. 1 No. 1 (2010), h.4. 10 Wawancara Pribadi dengan Syofian, sebagai Asisten Pembangunan dan Lingkungan Hidup Sekretariat Kota Administrasi Jakarta Timur, tanggal 5 Oktober 2016 di Kantor Walikota Kota Administrasi Jakarta Timur. 11 Wawancara Pribadi dengan Sandyawan Sumardi, sebagai Direktur Ciliwung Merdeka tanggal 9 Agustus 2016 di Sekretariat Ciliwung Merdeka.

64 dasar Pemprov karena adanya instruksi presiden SBY ditahun 2013 untuk segera melakukan normalisasi kali Ciliwung.

2. Sumber-Sumber Kebijakan

Sumber-sumber kebijakan merupakan faktor pendorong keberhasilan implementasi kebijakan secara efektif. Sumber kebijakan yang dimaksud adalah sumber daya finansial, seperti dana atau perangsang (incentive) untuk memperlancar implementasi kebijakan.12 Pada implementasi penggusuran

Kampung Pulo dibutuhkan sumber-sumber kebijakan. Seperti yang sudah dijelaskan pada model ukuran dasar dan tujuan kebijakan, bahwa warga Kampung

Pulo setuju di relokasi apabila adanya ganti rugi berupa sumber daya finansial seperti yang sudah dijanjikan sebelumnya.

Kebutuhan lahan yang cukup tinggi berakibat pada pola perkembangan permukiman yang menyebabkan penduduk memilih menempati suatu permukiman di lahan milik negara yaitu dibantaran kali (Daerah Aliran Sungai) yang di kenal sebagai kawasan ilegal, seperti minimnya infrastruktur, rawan banjir dan kondisi rumah yang tidak layak huni bagi masyarakat yang miskin.13 Seperti yang disampaikan oleh Riano P Ahmad dalam wawancara, yang mengatakan:

“Memang kalau bicara masalah status hukum mereka tidak punya lah, tapi kan mereka udah hidup puluhan tahun. Setidaknya mereka diberikan kelayakan hidup, kalau Ahok tidak memberikan hak-hak mereka. Seharusnya ada ganti rugi atau uang kerohiman, meskipun pemilik tanah tidak mempunyai status hukum, seperti di bantaran kali. Mereka bayar PBB loh, artinya meskipun itu

12 Winarno, Kebijakan Publik Teori, h. 161. 13 Reza Sasanto, Aip Syaifuddin Khair, “Analisis Kebijakan Pemerintah Dalam Penanganan Permukiman Ilegal Di Bantaran Sungai Studi Kasus: Bantaran Kali Pesanggrahan Kampung Baru, Kedoya Utara Kebon Jeruk”, Jurnal Planesa, Universitas Esa Unggul Vol. 1 No. 2 (2010), h. 146.

65

bukan tanah mereka, tapi kewajiban mereka kepada pemerintah ada. Namanya relokasi harusnya segala sesuatunya disiapkan sebaik mungkin dan di fasilitasi, tempat untuk mereka pindah harus udah siap, tapi ini belum siap 100%. Setelah mereka pindah ternyata masih ada yang bocor.”14

Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa Pemprov tidak memberikan hak warga yang sudah tinggal puluhan tahun di Kampung Pulo. Narasumber beranggapan bahwa warga sesungguhnya berhak mendapat ganti rugi, dikarenakan tanggung jawab warga terhadap pemerintah ada, dengan membayar

Pajak Bumi Bangunan (PBB) meski mayoritas pemilik tanah tidak mempunyai surat kepemilikan.

Apabila warga direlokasi, seharusnya disiapkan sebaik mungkin tempat tinggal untuk warga pindah. Pernyataan Riano dibenarkan oleh Khairil Anwar.

Ketika warga Kampung Pulo baru dipindahkan ke rusunawa, ada bangunan yang belum rampung sehingga ada bangunan yang masih bocor.15 Artinya pemerintah belum menyiapkan sebaik mungkin bagi warga yang direlokasi, karena terdapat bangunan yang bocor ketika warga pindah ke rusunawa.

Adanya sumber daya finansial dapat memperlancar implementasi kebijakan penggusuran. Di mana incentive yang diberikan pemerintah kepada warga Kampung Pulo adalah rusunawa. Seperti yang disampaikan oleh Hartono

Abdullah saat diwawancarai:

14 Wawancara Pribadi dengan Riano P Ahmad, sebagai Ketua Komisi A DPRD DKI Jakarta tanggal 10 Oktober 2016 di Kantor DPRD Provinsi DKI Jakarta. 15 Wawancara Pribadi dengan Khairil Anwar, sebagai warga RT 016, tanggal 28 September 2016 di Rusunawa Jatinegara.

66

“Sudah diberikan rusun masa minta ganti rugi lagi, sedangkan di dalam UU tidak ada ganti rugi.”16

Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa sumber-sumber kebijakan yang diberikan pemerintah kepada warga Kampung Pulo berupa rusunawa sebagai bentuk ganti rugi. Namun, ganti rugi rusunawa yang diberikan pemerintah merugikan warga. Hal ini disampaikan oleh Sefa Riani dalam wawancara, bahwa:

“Merasa dirugikan, karena apa..? karena kita tidak dapat ganti rugi hanya mendapat rusun saja, yang tadinya rumah saya besar di Pulo, nah sekarang kita dapat satu petak mba. Kecuali dapat ganti rugi, bisa milih mau tinggal dimana, kalau ini kan kita ga punya rumah dan pilihannya tinggal di rusun aja.”17

Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa narasumber merasa dirugikan karena tidak ada ganti rugi berupa sumber daya finansial. Rusunawa yang diberikan pemerintah tidak sebanding dengan luas tempat tinggal warga sebelumnya. Apabila warga diberikan sumber daya finansial sebagai ganti rugi, warga dapat memilah untuk tinggal dan bermukim dimana setelah digusur.

Sesungguhnya implementasi kebijakan penggusuran Kampung Pulo akan berjalan efektif apabila dibantu dengan adanya sumber-sumber kebijkan yang diberikan kepada warga Kampung Pulo, meski warga tidak mempunyai status kepemilikan yang diakui pemerintah. Dengan adanya sumber-sumber kebijakan sebagai penyemangat bagi warga Kampung Pulo untuk memulai kehidupan baru.

Pernyataan yang sama pun disampaikan oleh Romdoni Ahmad dalam wawancara, bahwa:

16 Wawancara Pribadi dengan Hartono Abdullah, sebagai Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Kota Administrasi Jakarta Timur, pada 12 Oktober 2016 di Kantor Walikota Kota Administrasi Jakarta Timur. 17 Wawancara Pribadi dengan Sefa Riana, sebagai warga RT 003, tanggal 28 September 2016 di Rusunawa Jatinegara.

67

“Ya.., Jokowi yang janji mau ganti rugi, sampai kandang ayam, pohon, dan ada Pergub nya. Warga kecewa ga ada ganti rugi, sampe pada demo ke Istana tapi ga ada sedikit pun omongan dari Jokowi.”18

Janji Jokowi memberikan ganti rugi dengan adanya Pergub 190 membuat warga kecewa, berujung pada unjuk rasa warga yang menolak untuk direlokasi ke rusunawa. Seperti yang disampaikan oleh Basuki Tjahaja Purnama dalam wawancara:

“Jokowi senangnya belusukan, makanya beliau sampe bilang ada ganti rugi bahkan kandang ayam sekali pun. Saat itu beliau tidak tau aturannya bagaimana, maka keluar lah Pergub ganti rugi tersebut. Sedangkan status tanah warga disana tidak ada yang bisa menunjukkan secara legal, dan sesuai UU tidak ada ganti rugi yang diberikan karena warga menempati tanah yang bukan untuk peruntukannya. Kalau diberikan ganti rugi yang tidak semestinya, saya menyalahi aturan. Kita ga mungkin membiarkan warga terlunta-lunta begitu, satu-satunya jalan yang tidak melanggar aturan adalah relokasi ke rusun. Kalo saya ganti rugi, saya menyalahi aturan dan bisa dituntut oleh BPK, KPK jika memberikan ganti rugi yang tidak semestinya karena menyalahgunakan uang negara”19

Pernyataan tersebut menunjukkan ketidaktahuan Jokowi aturan penggusuran saat itu seperti apa, sehingga berakibat pada tuntutan warga

Kampung Pulo yang menolak direlokasi ke rusunawa. Basuki menolak ganti rugi, dikarenakan di dalam aturan yang berlaku tidak ada ganti rugi bagi warga yang tidak bisa menunjukkan surat kepemilikan secara sah. Jalan yang terbaik agar tidak melanggar aturan adalah dengan relokasi ke rusunawa. Hal ini dibenarkan oleh Syofian, bahwa sosialisasi pertama akan diberikan ganti rugi bagi warga yang terkena gusur. Berikut pernyataan yang disampaikan dalam wawancara:

“Sosialisasi pertama, ada ganti rugi setiap UU pengadaan tanah, pembebasan tanah itu ada ganti rugi. Seiring perkembangan zaman itu tidak ada lagi

18 Wawancara Pribadi dengan Romdoni Ahmad, sebagai warga RT 002, tanggal 28 September 2016 di Rusunawa Jatinegara. 19 Wawancara Pribadi dengan Basuki Tjahaja Purnama, sebagai Gubernur DKI Jakarta tanggal 4 Oktober 2016 di Kantor Balaikota Jakarta Pusat.

68

namanya ganti rugi, rumah yang tidak memiliki surat, arti surat itu yang diatur pemerintah yaitu sertifikat hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha. Pembaharuan UU harus signifikan dengan perkembangan zaman. Pada prinsipnya masyakarat mau menerima program itu, asal ada ganti rugi. Dalam UU apabila ada ganti ganti rugi, ya.., para penyelanggara negara maksudnya pemerintah, dan termasuk saya bisa dipesantren. Maksudnya dibalik jeruji, karena menyalahgunakan uang negara, meskipun untuk pembebasan lahan. UU mengatur tidak ada pembebasan. Dimana pun pemerintah tidak akan melakukan tindakan represif kepada warga, kalau ini karena kepentingan warga terganggu. Maka dari itu, kebijakan pemerintah mereka lawan.”20

Informasi tersebut menunjukkan bahwa peraturan yang berlaku saat itu, diberi ganti rugi untuk pembebasan lahan. Saat itu gubernurnya adalah Jokowi.

Namun seiring perkembangan zaman, Basuki yang menggantikan posisi Jokowi, tidak ada ganti rugi bagi warga yang tidak bisa menunjukkan surat kepemilikan meski untuk pembebasan lahan. Warga yang semula setuju untuk di relokasi menjadi tidak setuju, karena adanya pembaharuan peraturan yang berlaku di zaman Basuki dengan tidak ada ganti rugi berupa sumber daya finansial.

Apabila pemerintah memberikan ganti rugi, pemerintah dianggap menyalahgunakan uang negara. Setelah ditetapkannya tidak ada ganti rugi, timbul lah penolakan dari warga dengan adanya kebijakan penggusuran. Bentuk penolakan dari warga berujung pada perlawanan warga, yang menyebabkan tindak kekerasan saat hari penggusuran, karena bermula adanya pembahasan ganti rugi yang diutarakan Jokowi.

Dalam implementasi kebijakan penggusuran Kampung Pulo yang terjadi di tahun 2015, bahwa tidak ada ganti rugi bagi warga yang tidak memiliki surat

20 Wawancara Pribadi dengan Syofian, sebagai Asisten Pembangunan dan Lingkungan Hidup Sekretariat Kota Administrasi Jakarta Timur, tanggal 5 Oktober 2016 di Kantor Walikota Kota Administrasi Jakarta Timur.

69 kepemilikan secara sah. Di dalam peraturannya, tidak ganti rugi untuk pembebasan lahan. Hal ini menunjukkan sumber-sumber kebijakan, yaitu sumber daya finansial, besarnya dana yang dialokasikan sebagai faktor pendorong agar implementasi kebijakan penggusuran berjalan efektif.

3. Komunikasi antar Organisasi dan Kegiatan-Kegiatan Pelaksana

Dalam implementasi kebijakan, komunikasi dan koordinasi antara pihak- pihak yang terkait sangat penting agar implementasi berjalan efektif. Komunikasi antar organisasi dan kegiatan pelaksana akan berjalan efektif apabila ukuran dasar dan tujuan kebijakan dipahami terlebih dahulu oleh individu agar dapat meminimalisir kesalahan dalam implementasi kebijakan.21

Komunikasi antar organisasi yang dimaksud adalah pemerintah, Lembaga

Swadaya Masyarakat beserta warga Kampung Pulo yang terkena program normalisasi. Adanya komunikasi dan koordinasi antara pihak-pihak terkait, dapat mempermudah terwujudnya program normalisasi kali Ciliwung melalui kebijakan penggusuran Kampung Pulo. Ketepatan komunikasi dan konsistensi dari tujuan kebijakan sangat diperlukakan, karena komunikasi yang baik antara pihak yang terlibat akan meminimalisir terjadinya kesalahan.

Kebijakan penggusuran Kampung Pulo tidak lepas dari komunikasi antar organisasi, baik dalam lingkup internal yaitu pemerintah, maupun diluar pemerintah (eksternal). Diketahui bahwa program normalisasi kali Ciliwung

21 Winarno, Kebijakan Publik Teori, h. 162.

70 dilakukan untuk meminimalisir banjir di Jakarta, serta adanya program 5 tertib yang dibuat oleh Pemprov DKI Jakarta.

Berdasarkan tertib yang dibuat oleh Pemprov DKI Jakarta, daerah

Kampung Pulo dikategorikan ke dalam tertib hunian. Dalam komunikasi serta koordinasi yang baik antara satu pihak dengan pihak lainnya, merupakan wujud keberhasilan implementasi kebijakan. Dalam lingkup pemerintah, koordinasi yang dilakukan berjalan efektif, seperti yang sampaikan oleh Hartono Abdullah dalam wawancara yang mengatakan:

“Sebenarnya kita sudah lakukan dengan cara bersosialisai, tatap muka, memberikan surat dan Standart Operating Procedure (SOP). Ketika ingin melakukan penertiban dirapatkan terlebih dahulu dengan stakeholder, (Satuan Kerja Perangkat Daerah) SKPD yang terkait, bahwa lakukan ini sejelas- sejelasnya dan sampaikan kepada warga. Berkali-kali kami di undang, semua ini memang dilakukan Pemprov kepada kita termasuk unsur Kelurahan, Kecamatan, Dinas Tata Air. Kita sampaikan kepada warga, bahwa semua ini harus berjalan, soal satu dua ada yang complain itu biasa, itu tantangannya. Biasanya pak Walikota rapat pimpinan dan dikasih arahan oleh pak Gubernur. Pak Walikota mengundang kita lagi, termasuk Dinas Kebersihan, berkali-kali rapat koordinasi. Semua sesuai tupoksi masing-masing.”22

Berdasarkan pernyataan tersebut bahwa yang mendasari penggusuran

Kampung Pulo adalah mengembalikan fungsi kali seperti semula. Kebijakan penggusuran Kampung Pulo harus berjalan untuk meminimalisir banjir di Jakarta.

Komunikasi dan koordinasi di dalam pemerintah berjalan secara baik sesuai tugas pokok masing-masing di dalam lembaga internal. Hal ini disampaikan oleh

Syofian dalam wawancara, bahwa:

“Secara internal yang tadi saya katakan, baik lisan atau tulisan. Kan perintah gubernur dengan tulisan kita terjemahkan di lapangan. Pelaksanaan kegiatan

22 Wawancara Pribadi dengan Hartono Abdullah, sebagai Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Kota Administrasi Jakarta Timur, pada 12 Oktober 2016 di Kantor Walikota Kota Administrasi Jakarta Timur.

71

dengan SKPD-SKPD atau pihak terkait, termasuk Dinas Tata Air. Relokasi warganya tanggung jawab kita dengan satpol PP untuk memindahkan masyarakat, Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) siapkan proyeknya. Jadi outputnya adalah keberhasilan memindahkan masyarakat untuk normalisasi kali. Itu bukan tanggung jawab satu pihak, tapi kerja bersama dengan tim terkait. Meskipun pada saat proses penertiban terjadi bentrok. Itu tidak bisa dipungkiri, karena dua kepentingan berbeda harus disinergikan.”23

Bahwa sudah jelas kebijakan penggusuran Kampung Pulo harus dilaksanakan, karena untuk mengembalikan fungsi kali Ciliwung seperti semula.

Bahwa koordinasi antara lembaga pemerintah, yaitu dinas-dinas yang terkait berjalan secara efektif, meski saat pelaksanaan kebijakan penggusuran berujung pada tindak kekerasan dari warga Kampung Pulo yang menolak tempat tinggalnya dihancurkan. Hal ini tidak dapat dipungkiri, karena ada kepentingan yang berbeda harus disatukan demi terwujudnya normalisasi kali Ciliwung untuk menangani banjir di Jakarta. Hal yang sama di sampaikan oleh Basuki Tjahaja Purnama dalam wawancara, yang mengatakan:

“Karena komunikasi ini kan panjang alurnya, dari saya sampai RT RW, mungkin informasi yang berjalan atau yang sampai ke warga ada yang seharusnya tidak disampaikan. Kalo dari saya untuk menanggulangi komunikasi yang mis, kita buat surat selembaran. Nah.., kalau seperti ini selalu ada pihak- pihak yang mempovokasi warga. Mulai dari Lurah Camat kadang ga bisa masuk kesana, jadi mereka bisa menghimbau aja. Walikota Camat Lurah itu bukan faktor komunikasi atau koordinasi, karena dari awal sudah saya tegaskan bahwa sampaikan kebijakan normalisasi ini sejelas-sejelasnya kepada warga dan sampaikan sebenar-benarnya kepada warga. Kendalanya lebih kepada pihak- pihak yang berusaha memprovokasi warga, karena sosialisasinya setahun. Di dalam satu tahun, pasti banyak orang-orang yang masuk kesana. Ketika sudah mencapai kesepakatan dengan Lurah ataupun Camat, namun beberapa bulan kemudian ada orang yang baru masuk. Jadi penghambatnya eksternal aja, kita kan ga tau karena mereka bisa masuk dan keluar kapan saja.”24

23 Wawancara Pribadi dengan Syofian, sebagai Asisten Pembangunan dan Lingkungan Hidup Sekretariat Kota Administrasi Jakarta Timur, tanggal 5 Oktober 2016 di Kantor Walikota Kota Administrasi Jakarta Timur. 24 Wawancara Pribadi dengan Basuki Tjahaja Purnama, sebagai Gubernur DKI Jakarta, tanggal 4 Oktober 2016 di Kantor Balaikota Jakarta Pusat.

72

Berdasarkan pernyataan tersebut, Basuki menginstruksikan kepada bawahannya untuk menyampaikan program normalisasi kali Ciliwung kepada warga Kampung Pulo. Terbukti bahwa komunikasi dan koordinasi antar lingkup pemerintah berjalan efektif, meski sudah disampaikan dengan sebenar-benarnya dan prosesnya memakan waktu yang cukup lama. Tidak dapat dipungkiri apabila ada oknum yang berusaha memprovokasi terhadap kebijakan penggusuran.

Oknum yang dimaksud adalah warga, pemerintah dan diluar pemerintah yang akhirnya memperkeruh adanya implementasi kebijakan penggusuran Kampung

Pulo.

Komunikasi dan koordinasi di dalam pemerintah memang berjalan dengan efektif, akan tetapi tidak dalam lingkup eksternal. Bahwa ada yang berusaha memanfaatkan situasi kebijakan penggusuran, agar menolak kebijakan penggusuran Kampung Pulo. Oknum yang bisa kapan saja masuk, karena alur yang panjang dalam proses sosialisasi.

Hal ini berakibat pada kondisi yang tidak kondusif dalam komunikasi serta koordinasi antar organisasi diluar lembaga pemerintah, sehingga ada oknum yang berusaha memprovokasi warga, membuat warga satu dengan warga

Kampung Pulo lainnya berbeda informasi. Hal ini dibenarkan oleh Nur Saripah dalam wawancara, yang mengatakan:

“Waktunya teka teki neng, ada yang bilang ga jadi, diundur, terus jadi, ga jadi. Ibu tau dari mereka yang rapat. Tadinya rumah ibu ada yang mau borong tapi ga jadi, karena kabarnya simpang siur. Itu kan digusur tanggal 20 Agustus, di tanggal 17 ibu pengajian pindah rumah. Pas lagi main ke rumah sodara, katanya

73

digusur abis bulan, berarti kan masih ada waktu 12 hari lagi buat pindah masih santai. Ternyata tanggal 20 udah ada bekko/alat berat.”25

Pernyataan tersebut, menunjukkan kurangnya informasi yang diketahui narasumber yang berakibat pada kesalahpahaman warga akan penggusuran yang telah ditetapkan pemerintah pada 20 Agustus 2015. Ketidaktahuan beberapa warga kapan waktu yang ditetapkan oleh Pemprov terkait penggusuran Kampung

Pulo, dibenarkan oleh Kinah Noorkrisman dalam wawancara:

“Kata pak RT tanggal 20 kosongin aja ga akan digusur, tapi kata RT lain suruh pindah, kita kan jadi bingung, akhirnya kita ikutin RT kita aja mba. Taunya digusur tanggal 20.”26

Pernyataan tersebut menunjukkan kurangnya komunikasi di luar lembaga pemerintah, sehingga menimbulkan perbedaan informasi warga Kampung Pulo.

Bahwa oknum di luar pemerintah yang berusaha memanfaatkan situasi saat hari penggusuran. Sesungguhnya ketepatan komunikasi dan informasi akan meminimalisir terjadinya kesalahpahaman bagi warga Kampung Pulo. Seperti yang dikatakan Hartono Abdullah dalam wawancara:

“Jadi disana ada Musholla, mereka menganggap mushola akan dihancurkan. Sebenarnya kita tidak akan menghancurkan Musholla, akan tetapi ada provokator yang seakan-akan mushola akan di hancurkan, dan yang kita hancurkan hanya tempat tinggal. Akhirnya kita ditimpukin, akan sesuai SOP apabila terjadi bentrok kita keluarkan gas air mata.”27

Informasi tersebut menunjukkan bahwa pengawasan pemerintah maupun di luar pemerintah tidak sampai ke warga, karena ada oknum yang beranggapan

25 Wawancara Pribadi dengan Nur Saripah, sebagai warga RT 008, tanggal 28 September 2016 di Rusunawa Jatinegara. 26 Wawancara Pribadi dengan Kinah Noorkrisman, sebagai warga RT 010, tanggal 28 September 2016 di Rusunawa Jatinegara. 27 Wawancara Pribadi dengan Hartono Abdullah, sebagai Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Kota Administrasi Jakarta Timur, pada 12 Oktober 2016 di Kantor Walikota Kota Administrasi Jakarta Timur.

74 bahwa Musholla akan dihancurkan. Pada akhirnya menimbulkan protes warga yang berujung pada tindak kekerasan dari warga Kampung Pulo, yang dimonitori oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab. Hal ini disampaikan oleh

Sandyawan Sumardi dalam wawancara, bahwa:

“Kapolresnya Jakarta Timur baik mba Umar Faruq. Kita buat kesepakatan dengan Kapolres, yang dihancurkan rumah warga yang sudah ambil kunci, dan warga yang belum pindah dilanjutkan besok. Kita pun meminta aparat mundur, warga juga mundur. Tapi ketika warga mundur, aparat malah bersiap untuk perang, akhirnya ricuh. Parahnya lagi.., camatnya, dia bilang tidak ada negosiasi semua harus digusur hari ini. Dia malah menggagalkan kesepakatan kita dengan Kapolres.”28

Informasi tersebut menunjukkan bahwa saat hari penggusuran Kampung

Pulo, baik pemerintah maupun di luar pemerintah komunikasi yang terjalin tidak baik. Ketika kesepakatan awal disepakati oleh Polisi dan warga, yaitu yang dihancurkan adalah rumah warga yang sudah mengambil kunci rusunawa.

Ternyata Camatnya menolak untuk menyepakati kesepakatan Polisi dengan warga.

Komunikasi dan koordinasi saat hari penggusuran Kampung Pulo harus dilakukan dengan baik dan konsisten, untuk meminimalisir terjadinya tindak kekerasan saat penggusuran Kampung Pulo. Selain itu, komunikasi dan koordinasi yang efektif di lembaga pemerintah, tidak bisa direalisasikan dengan baik di lapangan saat hari penggusuran. Begitupun dalam lembaga di luar pemerintah, bahwa Ciliwung Merdeka menawarkan konsep kampung susun kepada Pemprov. Hal ini dikatakan oleh Sandyawan Sumardi dalam wawancaranya, bahwa:

28 Wawancara Pribadi dengan Sandyawan Sumardi, sebagai Direktur Ciliwung Merdeka tanggal 9 Agustus 2016 di Sekretariat Ciliwung Merdeka.

75

“Tanggal 24 Juli kami menunjukkan desain Kampung susun berbasiskan komunitas sebagai situs budaya keanekaragam warga Jakarta di Kampung Pulo. Kita menggambar Kampung Pulo dibantu arsitek, urban planner, ahli tata air yang membantu kami dalam mendesain. Kampung susun itu bisa untuk tempat kerja, ruang interaksi sosial. Jadi, mereka tinggal seperti di kampung, untuk kehidupan sosial ekonomi budayanya tersedia.”29

Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa Ciliwung Merdeka menawarkan konsep kampung susun yang berbasiskan komunitas sebagai situs budaya.

Kampung susun menjadi daya tarik tersendiri, karena menyediakan ruang interaksi sosial sekaligus tempat untuk bekerja. Konsep kampung susun ditawarkan oleh Ciliwung Merdeka kepada Pemprov, tidak disosialisasikan terlebih dahulu kepada warga Kampung Pulo yang tinggal di RW 03. Hal ini dikemukakan oleh Abiyudin dalam wawancara, yang mengatakan:

“Nah menjelang mau penggusuran dan tanpa kesepakatan warga, sanggar Ciliwung buat konsep. Dia bikin konsep kampung susun untuk di Kampung Pulo dan dia ajuin ke Ahok. Jadi bahasanya Pulo mau di jual.”30

Informasi tersebut menunjukkan komunikasi di luar lembaga pemerintah tidak berjalan dengan baik. Adanya pernyataan narasumber yang beranggapan bahwa Kampung Pulo akan dijual dan digantikan dengan kampung susun yang berbasis komunitas sebagai situs budaya. Namun, konsep kampung susun yang ditawarkan kepada Pemprov, tidak dikomunikasikan terlebih dahulu kepada warga.

Hal ini di perkuat oleh Muhammad Rifky, bahwa Ciliwung Merdeka bermain mata dengan Pemprov dan menawarkan konsep kampung susun sebagai

29 Wawancara Pribadi dengan Sandyawan Sumardi, sebagai Direktur Ciliwung Merdeka tanggal 9 Agustus 2016 di Sekretariat Ciliwung Merdeka. 30 Wawancara Pribadi dengan Abiyudin, sebagai warga RT 014, tanggal 30 Oktober 2016 di Rusunawa Jatinegara.

76 situs budaya. Ciliwung Merdeka mengambil langkah sendiri tanpa merundingkan dengan warga dan mengajukan lahan di daerah Kampung Pulo untuk dijadikan kampung susun, karena Pemprov mencanangkan rumah susun sebanyak mungkin.31

Komunikasi dan koordinasi antar organisasi sangat penting untuk menunjang keberhasilan dan memperlancar implementasi kebijakan penggusuran.

Dalam kebijakan penggusuran Kampung Pulo, komunikasi yang lancar diluar lembaga pemerintah sangat lah penting. Meski komunikasi dan koordinasi internal di tubuh pemerintah telah berjalan dengan baik. Namun, dalam pelaksanaannya sering kali komunikasi yang terjalin antara pihak-pihak yang terkait menjadi masalah dan dapat menghambat implementasi kebijakan penggusuran. Adanya penolakan dari warga Kampung Pulo yang mempertahankan tempat tinggalnya, berujung pada tindak kekerasan dari warga.

4. Kondisi Ekonomi, Sosial dan Politik

Dalam model implementasi kebijakan Van Meter dan Van Horn menilai sejauhmana kondisi lingkungan ekonomi, sosial dan politik mendorong keberhasilan implementasi. Baik para elite dan para pelaksana harus mendukung implementasi kebijakan, karena lingkungan ekonomi, sosial dan politik yang tidak stabil menghambat bahkan berakibat pada kegagalan implementasi kebijakan.

31 Pernyataan Rifky; “Ciliwung Merdeka mengajukan lahan di Kampung Pulo untuk dijadikan Kampung susun tanpa kesepakatan warga. Langkah yang ditempuh dalam suratnya bukan mengatasnamakan warga, tapi menggunakan nama Ciliwung Merdeka. Seperti diberitakan sebelumnya, Gubernur Ahok berniat membangun rumah susun di Kampung Pulo, Jakarta Timur", Yasin Habibi, Korban Penggusuran Terpaksa Sempit-Sempitan Di Rusun Jatinegara, tersedia di http://www.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabek-nasional/15/08/27/ntqy7j361-korban- penggusuran-terpaksa-sempitsempitan-di-rusun-jatinegara; diunduh pada 27 Oktober 2016.

77

Sedangkan lingkungan yang kondusif dan stabil akan memperlancar implementasi kebijakan.

Pada dasarnya lingkungan ekonomi, sosial dan politik mempengaruhi keberhasilan kebijakan penggusuran. Namun, dalam kenyataannya kebijakan penggusuran Kampung Pulo dari segi kondisi ekonomi tidak memberikan dampak yang signifikan bagi warga Kampung Pulo setelah direlokasi ke rusunawa. Seperti yang disampaikan oleh Karsih selaku salah satu warga, saat diwawancarai yang mengatakan:

“Kendalanya di jualan. Saya jualan sudah 30 tahun, kalau disini kan sepi dan harus turun ke lantai dua karena ga boleh jualan di dalam rumah. Lantai dua kan emang khusus jualan tapi engga ada rolling door, barang-barang dagangan saya suka banyak yang hilang, misal galon dan gas.”32

Berdasarkan pernyataan tersebut menunjukkan bahwa narasumber mengalami kenda secara ekonomi, yang menunjukkan bahwa warga kesulitan mencari mata pencahariannya dikarenakan keterbatasan tempat berdagang ketika tinggal di rusunawa. Selain itu, penghasilan dari berdagang yang berkurang dikarenakan sepi pembeli dan membutuhkan biaya lebih. Pernyataan serupa pun disampaikan oleh Nur Saripah saat diwawancai, yang mengatakan:

“Kalo dibilang keberatan ya keberatan, kita kan disana enak, kemana-kemana deket usahanya gampang. Nah.., disini kemana-mana susah aksesnya jauh. Misal ke pasar, harus naik mikrolet Rp. 3.000 terus pulangnya naik ojek Rp. 7.000, udah Rp. 10.000 pengeluarannya neng. Iya itu yang saya bilang, pengeluarannya lebih besar.”33

Lingkungan yang tidak kondusif akan menimbulkan masalah baru, bahkan dapat menyebabkan kegagalan. Adanya kebijakan penggusuran tidak

32 Wawancara Pribadi dengan Karsih, sebagai warga RT 015, tanggal 28 September 2016 di Rusunawa Jatinegara. 33 Wawancara Pribadi dengan Nur Saripah, sebagai warga RT 008, tanggal 28 September 2016 di Rusunawa Jatinegara.

78 memberikan kondisi yang signifikan dalam kelanjutan hidup bagi warga

Kampung Pulo secara ekonomi. Pada dasarnya yang dilakukan oleh Pemprov hanya terfokus demi kepentingan umum serta meminimalisir banjir di Jakarta, tetapi tidak diimbangi dengan kelanjutan kehidupan ekonomi warga dan sosial warga. Pernyataan tersebut disampaikan oleh Kinah Noorkrisman dalam wawancara, yang mengatakan:

“Sebenarnya keberatan, saya keberatannya karena disini bayar, belum sama air, listrik. Ditambah lagi disini ga bisa jualan”.34

Ketika digusur warga kehilangan sumber kehidupannya serta mata pencahariannya. Penggusuran merupakan perilaku dan kebijakan Pemda, yang justru menempatkan warga pada kedudukan marjinal atau terpinggirkan sebagai kelompok. Seolah-olah mereka tidak memiliki hak terhadap wilayah atau tempat yang kondusif untuk bermukim, berusaha, dan mengembangkan kehidupan yang lebih layak. Dengan kata lain, penggusuran tidak memberikan pilihan kepada korban penggusuran dan tidak memberikan alternatif kehidupan yang lebih baik.35

Setelah direlokasi ke rusunawa warga diwajibkan untuk membayar sewa, yang berakibat pada kondisi ekonomi yang tidak stabil. Pemerintah hanya terfokus bagaimana cara memindahkan warga untuk program normalisasi kali Ciliwung.

Seperti yang disampaikan oleh Riano P Ahmad dalam wawancaranya, yang mengatakan:

34 Wawancara Pribadi dengan Kinah Noorkrisman, sebagai warga RT 010, tanggal 28 September 2016 di Rusunawa Jatinegara. 35 Siti Manggar, “ Penggusuran Sebagai Implikasi Kebijakan Ruang Terbuka Hijau Dalam Perspektif HAM: Studi Kasus Penggusuran Taman Bersih, Manusiawi dan Berwibawa (BMW)”, Jurnal Kriminologi Indonesia, Universitas Indonesia, Vol. 7 No.2 (2011), h. 215.

79

“Ya berhasil memindahkan, tetapi tidak berhasil memberikan kehidupan yang layak bagi warga. Memindahkan iya, tapi.. mengembalikan hidup mereka yang sebelumnya seperti itu, menjadi lebih baik belum, bahkan tidak berhasil.”36

Informasi tersebut menunjukkan bahwa pemerintah berhasil memindahkan warga ke rusunawa. Akan tetapi, pemerintah belum berhasil mengembalikan kehidupan warga Kampung Pulo seperti sebelumnya, dikarenakan tidak ada ganti rugi bagi warga yang digusur. Ketika pindah ke rusunawa, warga kehilangan sumber kehidupannya dan kesulitan membuka usahanya seperti saat tinggal di Kampung Pulo.

Kondisi ekonomi yang tidak stabil akan berakibat pada kegagalan implementasi kebijakan. Munculnya permasalahan ekonomi akan menimbulkan kondisi sosial yang tidak stabil bagi warga Kampung Pulo. Hal ini dinyatakan oleh Fahri Gifar dalam wawancaranya:

“Selama ini, dari segi keamanan lebih baik, tapi pindah kesini bosan. Samping kanan kiri tembok, ke tempat tetangga harus naik turun lift. Lebih betah di Pulo, gampang berbaur sama tetangga. Di Pulo kalo ke pasar tinggal nyebrang, kalau disini kita ga ada ongkos atau ga ada kendaraan, kita jalan.”37

Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa selama tinggal di rusunawa warga lebih terjaga dan aman. Namun, warga kesulitan dalam berinteraksi setelah pindah ke rusunawa. Narasumber pun menyatakan, apabila tinggal di Kampung

Pulo warga tidak membutuhkan biaya lebih karena akses untuk berpergian sangat mudah. Hal ini menunjukkan kondisi ekonomi yang tidak stabil dan berakibat pada kondisi sosial warga Kampung Pulo. Keterbatasan warga untuk berinteraksi

36 Wawancara Pribadi dengan Riano P Ahmad, sebagai Ketua Komisi A DPRD DKI Jakarta tanggal 10 Oktober 2016 di Kantor DPRD Provinsi DKI Jakarta. 37 Wawancara Pribadi dengan Fahri Gifar, sebagai warga RT 012, tanggal 30 September 2016 di Rusunawa Jatinegara.

80 antara warga satu dengan warga lain, juga terjadi di rusunawa. Seperti yang dikatakan oleh Karsih dalam wawancara, bahwa:

“Engga mba kalau ada ganti rugi. Banyak mba warga yang sakit karena tahu tidak ada ganti rugi. Saya engga betah di rusun, kanan kiri tembok kalau mau main ke tetangga harus naik turun lift. Banyak yang ga di kenal, kan yang di gusur 900 lebih KK.”38

Informasi ini menunjukkan kebijakan penggusuran berakibat pada kekecewaan warga Kampung Pulo, dikarenakan ganti rugi yang semula dijanjikan. Kondisi sosial yang tidak mendukung membuat warga mengeluh, karena rusunawa tidak menyediakan ruang interaksi. Warga yang semula mudah berinteraksi dengan warga lain saat tinggal di Kampung Pulo, menjadi kehilangan akses sosial ketika direlokasi ke rusunawa. Pernyataan ini dibenarkan Sandyawan

Sumardi saat diwawancarai, yang mengatakan:

“Ketika warga di gusur bukan hanya kehilangan tanah dan rumah, tapi pekerjaan, akses sosial yang mereka bangun berpuluh-puluh tahun lamanya.”39

Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa kebijakan penggusuran menyebabkan warga kehilangan sumber kehidupannya. Tidak kehilangan pekerjaannya saja, akan tetapi akses sosial warga yang sudah dibangun sejak lama hilang setelah direlokasi ke rusunawa, dan tidak mudah mengembalikan akses sosial yang telah dibangun puluhan tahun lamanya.

Meski Pemprov memberi rusunawa sebagai ganti rugi agar mendapat tempat tinggal yang layak dan terhindar dari banjir. Akan tetapi, tempat tinggal yang baru membuat sebagian warga Kampung Pulo kehilangan sumber kehidupan

38 Wawancara Pribadi dengan Karsih, sebagai warga RT 015, tanggal 28 September 2016 di Rusunawa Jatinegara. 39 Wawancara Pribadi dengan Sandyawan Sumardi, sebagai Direktur Ciliwung Merdeka tanggal 9 Agustus 2016 di Sekretariat Ciliwung Merdeka.

81 serta akses sosial. Pemprov hanya memfokuskan memindahkan warga Kampung

Pulo agar program normalisasi kali Ciliwung terlaksana. Namun, keluhan warga tidak ditanggapi serius oleh Pemprov, seperti yang disampaikan oleh Hartono

Abdullah saat diwawancarai:

“Kekhawatiran warga karena tidak tahu program yang dilakukan pemerintah. Kita mengangkat harkat derajat mereka, yang semula mereka tinggal dipinggir kali karena itu sangat tidak layak. Saya sendiri melihat bagusnya rusun Jatinegara yang mereka tempati, karena ga ada rusun yang memakai lift bahkan seperti apartement. Dulu, karena warga tidak tahu, padahal ini menjadi kehidupan baru bagi mereka. Sekarang pemikiran mereka pun sudah berubah, sudah senang tinggal di rusun.”40

Sebagaimana yang dinyatakan oleh narasumber, bahwa Pemprov telah mengangkat derajat warga Kampung Pulo dengan memindahkan warga ke tempat tinggal yang lebih layak. Namun, relokasi tersebut mengesampingkan keluhan warga Kampung Pulo. Seperti yang ditegaskan Ketua Komisi A DPRD DKI

Jakarta, tindak lanjut atas laporan DPRD atas keluhan warga tidak ditanggapi secara maksimal oleh walikota Jakarta Timur dan dinas-dinas terkait. 41 Selain dilakukannya kebijakan penggusuran, Pemprov seharusnya memikirkan dampak dari kebijakan penggusuran dengan turun langsung menemui warga dan mengetahui keadaan warga setelah di relokasi.

Fasilitas yang diberikan pemerintah belum dapat mengakomodasi keinginan warga dengan baik setelah penggusuran. Adanya pembangunan berakibat pada kesulitan warga, karena tidak terwujudnya kesejahteraan sosial

40 Wawancara Pribadi dengan Hartono Abdullah, sebagai Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Kota Administrasi Jakarta Timur, pada 12 Oktober 2016 di Kantor Walikota Kota Administrasi Jakarta Timur. 41 Wawancara Pribadi dengan Riano P Ahmad, sebagai Ketua Komisi A DPRD DKI Jakarta tanggal 10 Oktober 2016 di Kantor DPRD Provinsi DKI Jakarta.

82 ekonomi warga.42 Berdasarkan pemaparan penulis dalam kondisi ekonomi, sosial menunjukkan bahwa Pemprov gagal dalam mengembalikan kehidupan warga

Kampung Pulo seperti sebelumnya.

Selain kondisi ekonomi dan sosial, kondisi politik warga Kampung Pulo juga perlu diperhatikan. Pada dasarnya kondisi ekonomi, sosial dan politik menjadi perhatian lebih ketika kebijakan penggusuran diimplementasikan. Bahwa kondisi politik warga yang stabil menunjukkan adanya keikutsertaan warga dalam kebijakan penggusuran Kampung Pulo, seperti yang disampaikan oleh Ujang

Iskandar dalam wawancara:

“Kita biasanya rapat dengan warga terlebih dahulu, maunya apa, setelah itu kita sampaikan aspirasi kita ke Lurah. Kita kan negosiasi mba, baiknya bagaimana agar penggusuran Kampung Pulo terlaksana. Warga kaget setelah pemerintah menyatakan tidak ada ganti rugi dan normalisasi akan tetap berjalan mba, tapi kita masih berusaha mengajukan banding, sampai demo ke Balaikota.”43

Informasi tersebut menunjukkan bahwa kondisi politik yang awalnya stabil menjadi tidak stabil karena pemerintah menyatakan tidak ada ganti rugi bagi warga Kampung Pulo. Bahkan saat menjelang hari penggusuran warga masih berperan aktif dengan unjuk rasa menuntut haknya kepada pemerintah. Unjuk rasa warga sebagai kondisi politik, di mana warga mendukung kebijakan penggusuran untuk normalisasi kali Ciliwung. Akan tetapi, tidak adanya ganti rugi berujung pada penolakan warga untuk pindah saat hari penggusuran serta menghambat

42 Siti Manggar, “ Penggusuran Sebagai Implikasi Kebijakan Ruang Terbuka Hijau Dalam Perspektif HAM: Studi Kasus Penggusuran Taman Bersih, Manusiawi dan Berwibawa (BMW)”, Jurnal Kriminologi Indonesia, Universitas Indonesia, Vol. 7 No.2 (2011), h. 215. 43 Wawancara Pribadi dengan Ujang Iskandar Haryadi , sebagai ketua RT 011, tanggal 28 September 2016 di Rusunawa Jatinegara.

83 implementasi kebijakan penggusuran. Hal ini disampaikan oleh Riano P Ahmad saat diwawancarai, yang mengatakan:

“Saat penertiban kebetulan beberapa anggota dewan kita langsung ekpansi disana, berusaha melerai, mencegah Pemprov untuk melakukan pembongkaran karena ada beberapa warga yang meminta untuk ditunda dulu, di mediasi dulu lah.”44

Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa DPRD berusaha mencegah pemerintah untuk melakukan penggusuran saat hari penggusuran, dikarenakan beberapa warga Kampung Pulo meminta pembongkaran tempat tinggalnya untuk ditunda terlebih dahulu. Akan tetapi, sikap pemerintah yang tetap melakukan pembongkaran berakibat pada penolakan warga dengan kebijakan penggusuran.

Penolakan pemerintah untuk menunda pembongkaran menimbulkan kemarahan warga, dan ditambah tidak ada ganti rugi sehingga berujung pada tindak perlawanan dari warga Kampung Pulo kepada pemerintah.

Adanya pembahasan ganti rugi yang dihiraukan pemerintah, menimbulkan hilangnya kepercayaan warga Kampung Pulo kepada pemerintah.

Seperti yang disampaikan oleh Abiyudin dalam wawancara, bahwa:

“Pernah, bahwa awal tinggal di rusun gratis tiga bulan, terus masalah pembayarannya. Setelah itu, pemerintah ga pernah datang lagi. Warga seharusnya ikut berpartisipasi. Tapi setelah warga pindah ke rusun, warga kecewa dan sudah tidak percaya sama pemerintah, karena janji Jokowi. Kepercayaan kita kepada pemerintah sudah hilang.”45

Informasi tersebut menunjukkan bahwa setelah warga di relokasi ke rusunawa, pemerintah tidak pernah memberikan penyuluhan kepada warga.

44 Wawancara Pribadi dengan Riano P Ahmad, sebagai Ketua Komisi A DPRD DKI Jakarta tanggal 10 Oktober 2016 di Kantor DPRD Provinsi DKI Jakarta. 45 Wawancara Pribadi dengan Abiyudin, sebagai warga RT 014, tanggal 30 Oktober 2016 di Rusunawa Jatinegara.

84

Pemerintah datang hanya mengingatkan kepada warga untuk pembayaran sewa rusunawa setelah tiga bulan gratis. Bahkan narasumber menyatakan sudah tidak memiliki kepercayaan kepada pemerintah karena janji Jokowi saat itu. Seharusnya pemerintah datang untuk melihat keadaan warga setelah direlokasi, serta membangkitkan semangat warga Kampung Pulo agar tetap memberikan kepercayaan terhadap pemerintah, karena tidak mudah untuk mengembalikan kepercayaan warga.

Dalam tataran pemerintah, seharusnya diperhatikan terlebih dahulu dampak kebijakan penggusuran bagi warga Kampung. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah belum berhasil mengembalikan kehidupan yang lebih baik bagi warga secara ekonomi, sosial, mau pun politik. Kebijakan penggusuran merupakan kebijakan utama untuk meminimalisir banjir di Jakarta. Namun dalam praktiknya implementasi kebijakan penggusuran menimbulkan kondisi yang tidak kondusif, karena penolakan dari warga yang tidak diimbangi dengan keberlanjutan kehidupan ekonomi, sosial dan politik bagi warga Kampung Pulo.

Meski mayoritas narasumber menyatakan kondisi ekonomi, sosial dan politik yang tidak kondusif, terdapat salah satu narasumber yang merasa diuntungkan selama di relokasi ke rusunawa. Berikut pernyataan Khairil Anwar saat diwawancarai, bahwa:

“Alhamdulillah, disini masih bisa usaha, ada peningkatan dan penghasilannya lumayan dibandingkan di Pulo. Kita bisa dagang, enggga kena hujan, engga kebanjiran juga. Kalau di Pulo banjir lama kita engga bisa dagang, banjir-banjir kecil pun udah engga bisa jualan, ujan juga kita engga bisa keluar rumah. Di rusun mau hujan atau gerimis kita masih bisa jualan mba. Iya Alhamdulillah

85

diuntungkan, dari segi kebersihan dan keamanan pun terjaga disini. Hmm.., yang dipikirin sekarang buat bayar sewa rusun aja mba, karena lebih berat.”46

Berdasarkan pernyataan tersebut, narasumber merasa diuntungkan secara ekonomi, karena ketika tinggal di Kampung Pulo apabila musim hujan tiba warga sudah tidak bisa berjualan dan keluar rumah. Akan tetapi, setelah direlokasi ke rusunawa warga dapat leluasa untuk berjualan dan keluar rumah tanpa memikirkan banjir. Meski diuntungkan secara ekonomi, narasumber menyatakan bahwa pembayaran sewa rusunawa menjadi beban tersendiri. Bahkan, dari mayoritas narasumber yang penulis wawancarai menyatakan keberatan dalam penyewaan rusunawa.

B. Gaya Kepemimpinan Otokratik Basuki Tjahaja Purnama Dalam

Penggusuran Kampung Pulo

Seperti yang sudah dijelaskan di poin sebelumnya, bahwa dengan adanya implementasi kebijakan kebijakan penggusuran Kampung Pulo penulis dapat menelaah gaya kepemimpinan Basuki dalam mendorong keberhasilan kebijakan penggusuran Kampung Pulo. Kepemimpinan sebagai proses mempengaruhi untuk mencapai tujuan organisasi. Di dalam lingkup organisasi, pemimpin sangat dibutuhkan dalam menentukan arah organisasi. Dalam tipe gaya kepemimpinan, pemimpin mempunyai karakteristik masing-masing untuk mencapai tujuannya.

Gaya kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama dalam kebijakan penggusuran

Kampung Pulo dapat ditelaah berdasarkan paparan yang akan penulis sajikan.

46 Wawancara Pribadi dengan Khairil Anwar, sebagai warga RT 016, tanggal 28 September 2016 di Rusunawa Jatinegara.

86

1. Arogan

Penulis melakukan wawancara di lapangan, yang menunjukkan berbagai hal dalam gaya kepemimpinan Basuki, seperti dikemukakan oleh Syarifudin Jalal selaku warga Kampung Pulo saat diwawancarai, sebagai berikut:

“Saya membangun rumah itu sendiri dengan jerih payah sendiri, digusur tanpa di ganti rugi, lebih kejam masa pemerintahan sekarang. Seumur hidup saya dendam sama pemerintahan sekarang. Ahok itu arogan, kita ga diganti rugi seperpun. Kalau gubernur sebelum-sebelumnya dibayar mba.”47

Berdasarkan informasi tersebut, menunjukkan bahwa narasumber beranggapan bahwa pemerintah sekarang ingkar janji dikarenakan tidak adanya ganti rugi bagi warga yang terkena dampak normalisasi, sehingga narasumber beranggapan bahwa Basuki merupakan pemimpin yang arogan. Pada dasarnya warga Kampung Pulo setuju untuk di relokasi, karena dijanjikan adanya ganti rugi oleh Jokowi saat masih menjabat sebagai gubernur DKI Jakarta.

Ketika Jokowi menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, Jokowi merupakan pemimpin yang dekat dengan warga. Bermula dari janji Jokowi yang tidak dibuktikan saat menggusur warga Kampung Pulo, sehingga berujung pada penolakan warga Kampung Pulo untuk direlokasi dan menagih janji Jokowi kala itu. Janji yang semulanya pemukiman tidak akan digusur, apabila digusur akan diberi ganti rugi, tetapi dilupakan begitu saja.48

47 Wawancara Pribadi dengan Syarifudin Jalal, sebagai warga RT 013, tanggal 28 September 2016 di Rusunawa Jatinegara. 48 Pernyataan Jokowi; “Pemukiman kumuh tidak akan digusur tapi ditata, pembangunan kota di Jakarta 5 tahun ke depan harus tertata, jalanan Kampungnya rapi, bisa diperbaiki, perKampungannya sehat jadi rumahnya juga sehat”, Dewi Anggita Sari, Kampung Pulo Ini Janji- Janji Manis, tersedia di http://www.tribunnews.id/2015/08/Kampung-pulo-ini-janji-janji- manis.html; diunduh pada 25 Oktober 2015.

87

Jokowi merupakan pemimpin yang dekat dengan warga, bahkan Jokowi mendatangi pemukiman padat penduduk untuk menyelesaikan masalah, guna mengetahui secara langsung permasalahan yang dihadapi warga Jakarta. Terbukti

Jokowi datang beberapa kali ke tempat yang pernah dikunjunginya, untuk memastikan apa yang telah dijanjikan sebelumnya.49 Hal ini dibenarkan oleh Sefa

Riana dalam wawancara, yang mengatakan:

“Jokowi tiga kali ke Pulo untuk meninjau, makanya beliau bilang ada ganti rugi, dan tanah kita juga sudah diukur. Kasian mba, itu tetangga saya sampe ada yang tidur di luar karena ada tiga kepala keluarga mba. Ahok jangan tega sama warga, kasian warga yang di gusur-gusurin jauh. Semoga kedepannya Ahok bisa lebih bijaksana kalo mau gusur warga, tidak dengan cara yang arogan dan bisa diterima warga yang terkena gusur.”50

Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa Jokowi sangat mudah menjanjikan adanya ganti rugi bagi warga, ditambah dengan berkunjung beberapa kali ke daerah Kampung Pulo untuk mengetahui secara langsung keinginan warga, sehingga membuat warga Kampung Pulo terperangkap janji Jokowi kala itu.

Namun, ketika Basuki menggantikan posisi Jokowi sebagai Gubernur DKI

Jakarta, Basuki mengambil keputusan dengan tidak adanya ganti rugi bagi warga

Kampung Pulo yang terkena program normalisasi kali Ciliwung.

Narasumber beranggapan bahwa Basuki tidak memikirkan dampak bagi warga yang direlokasi, dikarenakan ada salah satu warga yang yang menempati rusunawa dengan tidur berdesak-desakkan. Hal ini menunjukkan bahwa Basuki dengan leluasa menggusur daerah Kampung Pulo. Warga menilai Basuki ingkar

49 M. Yusuf AR, “Fenomena Kepemimpinan Politik Jokowi”, Jurnal Ganec Swara, Universitas 45 Mataram, Vol. 7 No. 1 (2013), h. 26. 50 Wawancara Pribadi dengan Sefa Riana, sebagai warga RT 003, tanggal 28 September 2016 di Rusunawa Jatinegara.

88 dalam perjanjiannya, dimana pada saat sosialisasi penggusuran warga Kampung

Pulo dijanjikan akan diberikan ganti rugi. Namun, saat kebijakan penggusuran akan dilaksanakan, Jokowi tidak menepati janji ganti rugi yang semula diutarakan.

2. Keras dan Tidak Konsisten

Dalam kebijakan penggusuran Kampung Pulo Basuki keras kepala, hal tersebut dikarenakan adanya sikap tidak konsisten baik dari Basuki maupun

Jokowi. Pada dasarnya, program kebijakan penggusuran Kampung Pulo memang program yang diteruskan oleh Basuki dari Jokowi, Basuki harus pula meneruskan janji yang sudah diutarakan oleh Jokowi yaitu dengan adanya pergantian rugi. Hal tersebut, di perkuat dengan Pergub 190 Tahun 2014,51 serta pernyataan oleh

Sandyawan Sumardi yang menyatakan Pemprov tidak konsisten dalam menjalankan kebijakan penggusuran:

“Ahok terlalu keras dan praktis, lebih kepada mendelegasikan. Warga sebenarnya mau ko membantu, bahkan tanpa dibayar. Tapi harus turun langsung, sosialisasi langsung mba, agar tidak terjadi seperti ini. Karena sudah empat kali ada perubahan sikap dari Pemprov, pertama jaman Jokowi dikatakan “Kampung ini tidak akan di relokasi apalagi digusur, tapi akan di tata kembali/revitalisasi” dan warga tidak ada yang menentang tentang program normalisasi sungai. Kedua, saya lupa tepatnya kapan tapi setelah tujuh bulan dari pertemuan pertama ada perubahan pemikiran, akan tetap di relokasi dan akan ada ganti rugi sesuai Pergub 190. Kita di undang ke Kelurahan, bahkan pohon kandang ayam akan diganti. Ketiga, berubah lagi. Diundang lagi di Kecamatan berdasarkan Pergub 163 tahun 2012. Keempat, di undang ke Walikota. Bahwa tidak akan menerima ganti rugi apapun, karena kalau menerima ganti rugi apapun itu, Gubernur akan di gugat oleh KPK atau BPK.”52

51 Lihat Pergub 190 Tahun 2014 tentang Pedoman Pemberian Santunan Kepada Penggarap Tanah Negara, disebutkan dalam pasal 1 ayat 7 santunan adalah pemberian dalam bentuk uang dan pasal 3, bahwa santunan yang diberikan kepada penggarap tanah negara 25% x luas tanah garapan. 52 Wawancara Pribadi dengan Sandyawan Sumardi, sebagai Direktur Ciliwung Merdeka tanggal 9 Agustus 2016 di Sekretariat Ciliwung Merdeka.

89

Pernyataan tersebut menunjukkan sikap tidak konsisten, baik dari Jokowi maupun Basuki yang semula tidak akan direlokasi, apabila direlokasi akan diberikan ganti rugi. Semula warga Kampung Pulo setuju untuk direlokasi karena dijanjikan ada ganti rugi, saat Jokowi masih menjabat sebagai gubernur. Namun, seiring pergantian gubernur, yaitu Basuki yang menggantikan posisi Jokowi.

Basuki menolak adanya ganti rugi, karena bila ada ganti rugi pemerintah melanggar aturan yang berlaku serta menyalahgunakan uang negara.

Pada dasarnya Jokowi tidak tahu bagaimana aturan penggusuran, sehingga

Jokowi mengeluarkan Pergub 190 tahun 2014 yang berisi adanya ganti rugi, sedangkan status tanah warga Kampung Pulo tidak bisa menunjukan secara legal.53 Warga Kampung Pulo tidak tahu dengan aturan yang berlaku, warga hanya mengetahui janji yang telah diutarakan oleh Jokowi. Tidak adanya ganti rugi, berujung pada penolakan warga Kampung Pulo untuk di relokasi ke rusunawa. Namun, sikap praktis Basuki dengan mendelegasikan bawahannya untuk menyampaikan kebijakan penggusuran untuk meminimalisir banjir yang terjadi di Jakarta menuai penolakan dari warga Kampung Pulo. Hal tersebut dikarenakan Basuki mempunyai sikap keras dalam menyampaikan sebuah kebijakan penggusuran Kampung Pulo.

Pendekatan dilakukan Basuki berbeda dengan Jokowi. Basuki merupakan pemimpin yang cenderung keras dan bernada tinggi dalam melaksanakan sebuah kebijakan. Basuki tegas dalam menindaklanjuti jika ada

53 Wawancara Pribadi dengan Basuki Tjahaja Purnama, sebagai Gubernur DKI Jakarta tanggal 4 Oktober 2016 di Kantor Balaikota Jakarta Pusat.

90 warga yang melakukan pelanggaran, untuk mengikuti aturan dan norma yang berlaku.54 Basuki paling tidak suka pada orang yang tidak taat pada peraturan, karena memang sudah aturannya warga tidak mendapat ganti rugi.55

3. Gaya Bicara Terus Terang

Selain itu, Basuki merupakan pemimpin yang terus terang dalam pelaksanaan kebijakan penggusuran Kampung Pulo, seperti menyampaikan komentar-komentar dengan gaya berbicara yang terbuka. Pernyataan tersebut dibenarkan oleh Karsih yang merupakan warga Kampung Pulo dalam wawancara, yang mengatakan:

“Hmm.., sepertinya engga memiliki hati nurani. Liat aja kalo di tv Ahok benci banget sama warga Pulo. Seharusnya diganti rugi untuk bangunan, kita biaya sendiri kalau begini kan kasian. Waktu di ukur luas tanah dan bangunan kan mau diganti semua, sampe pohon bahkan tangga. Itu janji-janji Jokowi yang engga mau bikin susah rakyat.”56

Informasi tersebut menunjukkan bahwa warga sudah dijanjikan adanya ganti rugi, karena saat itu luas bangunan tempat tinggal warga sudah diukur.

Bahkan dalam menyampaikan kebijakan penggusuran, Basuki terkadang menggunakan gaya berbicara yang cenderung kurang baik, sehingga narasumber beranggapan bahwa Basuki tidak memiliki hati nurani. Kebijakan penggusuran sesungguhnya akan berdampak pada psikologis warga Kampung Pulo yang terkena program normalisasi kali Ciliwung.

54 Danny Prasetyo, “Persepsi Masyarakat DKI Jakarta Terhadap Figur dan Komunikasi Politik Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)”, Jurnal Politik, Universitas Diponegoro, Vol. 5 No. 2 (2014), h. 8. 55 Wawancara Pribadi dengan Basuki Tjahaja Purnama, sebagai Gubernur DKI Jakarta tanggal 4 Oktober 2016 di Kantor Balaikota Jakarta Pusat. 56 Wawancara Pribadi dengan Karsih, sebagai warga RT 015, tanggal 28 September 2016 di Rusunawa Jatinegara.

91

Seorang pemimpin dalam menyampaikan sebuah kebijakan seharusnya menggunakan kalimat yang dapat diterima oleh warga. Memang, karakteristik setiap pemimpin berbeda baik dari gaya berbicara maupun cara penyampaian kepada publik. Apabila Basuki memiliki tipe pemimpin yang terus terang dan terbuka. Cara Basuki dalam menyampaikan kebijakan penggusuran, sesungguhnya belum biasa diterima oleh warga Kampung Pulo, karena gaya berbicara yang terus terang dan terbuka.57

4. Paksaan

Pemimpin otokratik sangat memaksakan kehendak, serta mempengaruhi orang lain dengan memaksa.58 Dengan gaya berbicara yang terbuka, Basuki identik menggunakan paksaan dalam kebijakan penggusuran Kampung Pulo.

Seperti yang disampaikan oleh Riano P Ahmad dalam wawancara, yang mengatakan:

“Sikap Pemprov yang keras, akhirnya tetap dilaksanakan penggusuran. Kita sebagai DPRD dan sebagai wakil rakyat sudah memberikan pengertian, sudah turun langsung dengan upaya-upaya kekeluargaan karena banyaknya penolakan dari warga saat itu. Bayangkan saja mau mindahin masyarakat aja pake TNI Polri, kesannya seperti mau perang. Seharusnya ga gitu, tindakan ideologis kekeluargaan dikedepankan, tidak seperti ini.”59

Menurut Pareto dalam buku Teori Politik Modern, bahwa pentingnya kekuasaan menggunakan kekerasan. Memerintah dengan kelicikan dan

57 Wawancara Pribadi dengan Syofian, sebagai Asisten Pembangunan dan Lingkungan Hidup Sekretariat Kota Administrasi Jakarta Timur, tanggal 5 Oktober 2016 di Kantor Walikota Kota Administrasi Jakarta Timur. 58 J. Rirebu, Dasar-Dasar Kepemimpinan, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1992), h. 7. 59 Wawancara Pribadi dengan Riano P Ahmad, sebagai Ketua Komisi A DPRD DKI Jakarta tanggal 10 Oktober 2016 di Kantor DPRD Provinsi DKI Jakarta.

92 memerintah dengan cara paksa.60 Pernyataan tersebut menunjukkan sikap keras dan egois Basuki dengan memaksa warga Kampung Pulo untuk pindah ke rusunawa, meski ada penolakan dari warga saat hari penggusuran. Basuki tidak memperdulikan penolakan warga saat kebijakan penggusuran dilaksanakan dan tetap melanjutkan kebijakan penggusuran, bahkan dengan menurunkan seluruh aparat gabungan saat hari penggusuran Kampung Pulo. Hal ini dibenarkan oleh

Eko Purnomo dalam wawancara, bahwa:

“Penggusuran emang demi kepentingan warga Jakarta buat pelebaran kali, pembersihan kali biar ga banjir dari Bidara Cina sampe Manggarai juga bakal digusurin semua. Ahok gusur orang udah kaya ngusir apa aja, coba pas penggusuran Pulo, semua personil apa aja diturunin udah kaya mau perang, segala pasukan di turunin semua.”61

Informasi tersebut menunjukkan bahwa Basuki memaksa warga untuk pindah dan menempuh berbagai cara, dengan menurunkan seluruh aparat gabungan yang terdiri dari TNI dan Polri62 agar tetap menjalankan kebijakan penggusuran kamupung Pulo. Baginya yang terpenting adalah bagaimana tujuan kebijakan penggusuran Kampung Pulo dan normalisasi kali Ciliwung dapat terlaksana untuk meminimalisir banjir di Jakarta. Basuki tidak memikirkan dampak psikologis bagi warga yang terkena dampak normalisasi kali. Demi meminimalisir banjir Jakarta, Basuki menurunkan seluruh aparat gabungan agar tetap terlaksananya penggusuran warga Kampung Pulo, meski mendapat penolakan dari warga saat itu. Pemimpin otokratik identik dengan menempuh

60 S. P Varma, Teori Politik Modern, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), h. 202. 61 Wawancara Pribadi dengan Eko Purnomo, sebagai ketua RT 006, tanggal 28 September 2016 di Rusunawa Jatinegara. 62 Lihat Bab I Pernyataan Masalah

93 berbagai cara untuk mencapai tujuannya.63 Dalam kebijakan penggusuran

Kampung Pulo, Basuki identik menggunakan gaya kepemimpinan otokratik, dengan menurunkan seluruh aparat agar tetap terlaksananya kebijakan penggusuran.

5. Tidak Musyawarah

Pemimpin otokratik tidak mengutamakan musyawarah dalam menetapkan sebuah kebijakan.64 Hal ini lah yang dilakukan Basuki, dengan tidak mengedepankan musyawarah secara kekeluargaan dalam pelaksanaan kebijakan penggusuran, seperti yang disampaikan oleh Maman Waluyo dalam wawancara, yang mengatakan:

“Ahok engga pernah sosialisasi ke warga. Ahok hanya kasih perintah ke bawahannya untuk menggusur Pulo, dia ga tau keluhan warga apa.”65

Namun, pernyataan Maman Waluyo berbanding terbalik dengan hasil wawancara penulis dengan Basuki. Bahwa Basuki lebih mendelegasikan kepada bawahannya, seperti Walikota, Camat dan Lurah. Memberi kesempatan bagi para pejabat bertemu langsung kepada warga Kampung Pulo, untuk menyampaikan pentingnya kebijakan penggusuran.66

Basuki selaku Pemprov hanya mengawasi apabila ada bawahan yang tidak bekerja dengan baik. Seperti yang disampaikan oleh Basuki dan Maman,

63 Sondang Siagian, Teori dan Praktek Kepemimpinan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), h. 31. 64 Sondang Siagian, Teori dan Praktek Kepemimpinan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), h. 31. 65 Wawancara Pribadi dengan Maman Waluyo, sebagai warga RT 001, tanggal 28 September 2016 di Rusunawa Jatinegara. 66 Wawancara Pribadi dengan Basuki Tjahaja Purnama, sebagai Gubernur DKI Jakarta tanggal 4 Oktober 2016 di Kantor Balaikota Jakarta Pusat.

94 bahwa benar Basuki tidak pernah bertemu langsung dengan warga Kampung Pulo.

Basuki lebih kepada mendelegasikan untuk menyampaikan kebijakan penggusuran kepada warga Kampung Pulo. Hal yang serupa, disampaikan juga oleh Ujang Iskandar dalam wawancara, bahwa:

“Setiap pemimpin pasti ada plus minusnya ya, Ahok sebelumnya emang engga pernah datang ke Pulo, itu nunjukkin kalau dia engga mau repot, dia maunya yang praktis dan harus terlaksana untuk mengurangi pemukiman liar dan banjir.”67

Informasi tersebut menunjukkan bahwa Basuki tidak pernah bertemu untuk musyawarah langsung dengan warga. Basuki hanya menginstruksikan kepada bawahannya untuk menyampaikan pentingnya program normalisasi kali

Ciliwung kepada warga Kampung Pulo. Basuki seharusnya mengutamakan musyawarah, karena rasa kekeluargaan warga Kampung Pulo masih melekat.

Adanya musyawarah, agar Basuki mengetahui keluhan dan keinginan warga yang terkena dampak kebijakan penggusuran.

Berdasarkan pemaparan dari berbagai narasumber yang sudah penulis jabarkan, menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan Basuki dalam kebijakan penggusuran Kampung Pulo menggunakan gaya kepemimpinan Otokratik.

Dimana pemimpin otokratik arogan, keras kepala, menggunakan cara paksa, serta tidak mengutamakan musyawarah. Hal ini lah yang dilakukan oleh Basuki, ketika kebijakan penggusuran Kampung Pulo dan dibenarkan oleh Riano P Ahmad yang menganggap penggusuran Kampung Pulo dari segi kemanusiaan itu dilematis.

Maksudnya dilematis dalam arti, masyarakat di paksa untuk pindah dan tindakan

67 Wawancara Pribadi dengan Ujang Iskandar Haryadi , sebagai ketua RT 011, tanggal 28 September 2016 di Rusunawa Jatinegara.

95 yang dilakukan Basuki bukan merupakan tindakan secara kekeluargaan, dan bisa dikatakan kurang menghargai warga Kampung Pulo.68

Dalam mencapai tujuan kebijakan penggusuran, Basuki selaku Gubernur

DKI Jakarta menggunakan sikap arogan dan kurang menghargai warga Kampung

Pulo, serta menggunakan paksaan dengan menempuh berbagai cara dengan menurunkan seluruh aparat agar kebijakan penggusuran tetap terlaksana, serta tidak ada musyawarah kepada warga Kampung Pulo yang terkena dampak program normalisasi.

Berdasarkan pernyataan narasumber yang penulis temukan di lapangan, gaya kepemimpinan Basuki adalah tipe kepemimpinan otokratik. Selain itu, tipe otokratik bisa diartikan sebagaimana pemimpin yang biasanya memusatkan seluruh keputusan dan kebijakan oleh dirinya sendiri.69 Hal ini yang dilakukan

Basuki, yaitu memusatkan seluruh keputusan dalam kebijakan penggusuran

Kampung Pulo. Sesungguhnya tujuan utama Basuki adalah normalisasi kali

Ciliwung untuk meminimalisir banjir di Jakarta, dengan merelokasi warga

Kampung Pulo yang tinggal dibantaran kali agar terhindar dari banjir. Namun, melupakan janji Jokowi kepada warga Kampung Pulo yang terkena dampak program normalisasi kali. Setelah penggusuran dilaksanakan ganti rugi pun tidak diberikan.

68 Wawancara Pribadi dengan Riano P Ahmad, sebagai Ketua Komisi A DPRD DKI Jakarta tanggal 10 Oktober 2016 di Kantor DPRD Provinsi DKI Jakarta. 69 Alfian, Menjadi Pemimpin Politik, h. 205.

96

Berdasarkan paparan mayoritas narasumber yang penulis wawancarai menyatakan bahwa gaya kepemimpinan Basuki adalah gaya kepemimpinan otokratik. Meski demikian, ada satu narasumber yang memandang tipe kepemimpinan Basuki baik, seperti yang dinyatakan oleh Nur saripah.

Kepemimpinan yang baik, menurut narasumber dilihat dari segi pendidikan, karena Basuki memberi perhatian lebih dalam pendidikan.70

70 Wawancara Pribadi dengan Nur Saripah, sebagai warga RT 008, tanggal 28 September 2016 di Rusunawa Jatinegara.

97

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kebijakan penggusuran Kampung Pulo yang terjadi di tahun 2015, merupakan suatu kebijakan untuk menjawab permasalahan yang hadir di Jakarta dalam meminimalisir banjir yang terjadi setiap tahunnya. Dalam pelaksanaan kebijakan penggusuran, Basuki Tjahaja Purnama selaku pemerintah provinsi mengutamakan prioritas pembangunan di Jakarta.

Dalam menelaah penelitian ini, penulis merujuk pada teori penulis merujuk pada teori kepemimpinan Sondang P Siagian, bahwa gaya kepemimpinan adalah pendekatan yang dilakukan pemimpin untuk memimpin, serta mempengaruhi yang di pimpin agar dapat bekerja dengan baik dan tercapainya suatu tujuan. Penelitian ini menemukan bahwa gaya kepemimpinan Basuki dalam kebijakan penggusuran

Kampung Pulo adalah gaya kepemimpinan otokratik. Penggusuran yang terjadi adalah tindakan paksaan tanpa mengutamakan musyawarah bagi warga yang tergusur. Hal ini terlihat saat hari penggusuran Kampung Pulo, warga dipaksa pindah ke rusunawa yang telah disediakan oleh Pemprov. Warga melawan kebijakan pemerintah dan perlawanan tersebut dikarenakan adanya pembahasan janji ganti rugi yang tidak dipenuhi oleh pemerintah.

98

Sedangkan dalam implementasi kebijakan, penulis merujuk pada teori implementasi kebijakan Van Meter dan Van Horn. Bahwa implementasi kebijakan adalah sebagai tindakan yang dilakukan oleh individu-individu atau kelompok pemerintah maupun swasta untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Sesungguhnya kebijakan penggusuran Kampung Pulo sudah diimplementasikan di tahun 2015, meski kebijakan penggusuran sudah ada sejak Jokowi menjabat sebagai

Gubernur DKI Jakarta. Namun dalam perjalanannya membutuhkan waktu yang lama, dan baru bisa direalisasikan di tahun 2015 saat Basuki menjabat sebagai

Gubernur DKI Jakarta.

Seperti yang dikemukakan Van Meter dan Van Horn, terdapat beberapa unsur yang dapat mendukung implementasi kebijakan. Salah satunya, unsur ukuran dasar dan tujuan kebijakan. Bahwa adanya kebijakan penggusuran untuk menjawab permasalahan yang hadir di Jakarta, yaitu menangani banjir yang terjadi di Jakarta serta menyelawatkan warga Kampung Pulo agar mendapat tempat tinggal yang layak. Dalam pelaksanaan kebijakan penggusuran terdapat unsur sumber-sumber kebijakan, yaitu sumber daya finansial yang menimbulkan bentuk perlawanan warga Kampung Pulo. Hal tersebut dikarenakan sebelumnya ada pembahasan ganti rugi bagi warga Kampung Pulo yang diutarakan oleh Jokowi saat menjabat sebagai

Gubernur DKI Jakarta. Pembahasan sumber daya finansial yang tidak diberikan pemerintah menghambat implementasi kebijakan saat hari penggusuran, dikarenakan adanya bentuk perlawanan dari warga untuk menolak kebijakan pemerintah.

99

Selain itu, dalam mengimplementasikan kebijakan pengggusuran unsur komunikasi dan koordinasi antar organisasi pelaksana tidak berjalan efektif. Hal tersebut dapat dilihat saat hari penggusuran, bahwa pemerintah tidak memberikan komunikasi yang aktif kepada warga, sehingga kurangnya informasi antara warga satu dengan warga lain yang menimbulkan kesalahpahaman. Setelah implementasi kebijakan penggusuran direalisasikan, menimbulkan permasalahan baru. Bahwa pemerintah tidak memberikan jaminan keberlangsungan hidup baik secara unsur ekonomi, sosial dan politik bagi warga yang tergusur. Warga Kampung Pulo tidak mendapat perhatian lebih dari pemerintah, hal ini dikarenakan pemerintah lebih terfokus dalam menangani banjir Jakarta.

Pada dasarnya, implementasi kebijakan penggusuran Kampung Pulo bertujuan untuk mengembalikan fungsi kali Ciliwung. Hal tersebut dikarenakan banyaknya pemukiman liar di bantaran kali. Setelah kebijakan penggusuran diimplementasikan, hadir permasalahan baru. Namun, pemerintah belum berhasil menjawab permasalahan yang hadir pada warga Kampung Pulo, seperti lapangan pekerjaan. Permasalahan muncul setelah kebijakan penggusuran direalisasikan. Hal ini menunjukkan bahwa implementasi kebijakan penggusuran sesungguhnya belum berjalan efektif dalam memberikan jaminan hidup bagi warga Kampung Pulo setelah direlokasi.

100

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang sudah penulis paparkan, ada saran yang ingin penulis sampaikan, yaitu sebagai berikut:

1. Dalam dunia akademik, perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk

mendapatkan sebuah gambaran yang komprehensif mengenai gaya

kepemimpinan aktor politik dalam implementasi kebijakan.

2. DKI Jakarta membutuhkan pemimpin yang tegas, dalam mewujudkan

Jakarta dari bebas banjir. Namun, ketegasannya tidak ditunjukkan

dengan sikap egois, akan tetapi lebih kepada musyawarah. Dalam

mengimplementasikan suatu kebijakan seharusnya pemerintah

memberikan pemahaman terlebih dahulu dari maksud dan tujuan

kebijakan penggusuran Kampung Pulo agar dapat terealisasikan dengan

baik. Komunikasi dan koordinasi yang aktif antara pemerintah dan

warga sangat dibutuhkan dalam meminimasilir kesalahan informasi.

101

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Alfian, Alfan. Menjadi Pemimpin Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2009.

Anderson, James E. Public Policymaking. New York: Cengage Learning, 2014.

Bastian, Radis. Ahok Tegas, Disiplin, Tanpa Gentar, Demi Rakyat. Yogyakarta: Palapa, 2013.

Dunn, William N. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2013.

Fathurahman, Pupuh. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: CV Pustaka Setia, 2011.

Gunawan, Iman. Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktik. Jakarta: PT Bumi Aksara, 2013.

Gunawan, Markus. Ahok Koboi Jakarta Baru. Jakarta: Visimedia, 2013.

HM, Zaenuddin. Banjir Jakarta Dari Zaman Jendral JP Coen 1621 sampai Gubernur Jokowi 2013. Jakarta: Change Publisher, 2013.

Idrus, Muhammad. Metode Penelitian Ilmu Sosial: Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif. Yogyakarta: Erlangga, 2009.

IR, Ma’mun . Mengurangi Ancaman Banjir Jakarta (Dilengkapi Panduan Menghadapi Banjir). Jakarta: Pustaka Cerdasindo, 2007.

Islamy, M. Irfan. Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara. Jakarta: Bina Aksara, 1988.

Januardy, Alldo Fellix. Kami Terusir Laporan Penggusuran Paksa di Wilayah DKI Jakarta Januari - Agustus 2015. Jakarta: Lembaga Bantuan Hukum, 2015.

Kartono, Kartini. Pemimpin dan Kepemimpinan: Apakah Pemimpin Abnormal itu. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001.

Martono, Nanang. Metode Penelitian Sosial: Konsep-Konsep Kunci. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2015.

Northouse, Peter G. Kepemimpinan Teori dan Praktik. Jakarta: Indeks, 2013.

102

Nugroho, Riant. Public Policy, Teori, Manajemen, Dinamika, Analisis, Konvergensi dan Kimia Kebijakan. Jakarta: Elex Media Komputindo, 2014.

Purnama, Basuki Tjahaja. Merubah Indonesia: Tidak Selamanya Orang Miskin Dilupakan. Jakarta: Tim Centre for Democracy and Transparency, 2008.

Rirebu, J. Dasar-Dasar Kepemimpinan. Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1992.

Setiadi, Elly M dan Kolip Usman. Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta dan Gejala Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011.

Setiati, Eni. DKK. Ensiklopedia Jakarta, Jakarta Tempo Doeloe, Kini dan Esok. Jakarta: Lentera Abadi, 2009.

Shahab, Alwi. Batavia Kota Banjir. Jakarta: Republika, 2009.

Siagian, Sondang P. Teori dan Praktek Kepemimpinan. Jakarta: Rineka Cipta, 2010.

Sugiono. Metode Penelitian Kuantitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta, 2006.

Syafiie, Inu Kencana. Kepemimpinan Pemerintahan Indonesia. Bandung: Refika Aditama, 2006.

Varma, S. P. Teori Politik Modern. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007.

Winarno, Budi. Kebijakan Publik Teori, Proses, dan Studi Kasus. Yogyakarta: CAPS, 2014.

Yukl, Gary. Kepemimpinan Dalam Organisasi. T.tp.: Indeks, 2009.

Jurnal Akib, Haedar. “Kebijakan: Apa, Mengapa, dan Bagaimana”. Jurnal Administrasi Publik. Universitas Negeri Makassar. Vol. 1 No. 1 (2010).

AR, M. Yusuf. “Fenomena Kepemimpinan Politik Jokowi”. Jurnal Ganec Swara. Universitas 45 Mataram. Vol. 7 No. 1 (2013).

Widyanti, Putri, Kismartini, dan Maesaroh. “Implementasi Kebijakan Penanggulangan Banjir (Studi Kasus Proyek Normalisasi Banjir Kanal Barat dan Kali Garang Kota Semarang)”. Jurnal Administrasi Publik, Universitas Diponegoro.

103

Manggar, Siti. “ Penggusuran Sebagai Implikasi Kebijakan Ruang Terbuka Hijau Dalam Perspektif HAM: Studi Kasus Penggusuran Taman Bersih, Manusiawi dan Berwibawa (BMW)”. Jurnal Kriminologi Indonesia. Universitas Indonesia. Vol. 7 No.2 (2011).

Prasetyo, Danny. “Persepsi Masyarakat DKI Jakarta Terhadap Figur dan Komunikasi Politik Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)”. Jurnal Politik. Universitas Diponegoro. Vol. 5 No. 2 (2014).

Sasanto, Reza dan Syaifuddin Khair, Aip. “Analisis Kebijakan Pemerintah Dalam Penanganan Permukiman Ilegal Di Bantaran Sungai Studi Kasus: Bantaran Kali Pesanggrahan Kampung Baru, Kedoya Utara Kebon Jeruk”. Jurnal Planesa. Universitas Esa Unggul. Vol. 1 No. 2 (2010).

Wawancara

Wawancara Pribadi dengan Abiyudin, sebagai warga RT 014, tanggal 30 September 2016 di Rusunawa Jatinegara.

Wawancara Pribadi dengan Basuki Tjahaja Purnama, sebagai Gubernur DKI Jakarta tanggal 4 Oktober 2016 di Kantor Balaikota Jakarta Pusat.

Wawancara Pribadi dengan Eko Purnomo, sebagai ketua RT 006, tanggal 28 September 2016 di Rusunawa Jatinegara.

Wawancara Pribadi dengan Fahri Gifar, sebagai perwakilan warga RT 012, tanggal 30 September 2016 di Rusunawa Jatinegara.

Wawancara Pribadi dengan Haris Indrianto, sebagai Kepala Seksi Pemerintahan dan Tata Tertib Kelurahan Kampung Melayu, tanggal 3 Mei 2016 di Kelurahan Kampung Melayu Jakarta Timur.

Wawancara Pribadi dengan Hartono Abdullah, sebagai Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Kota Administrasi Jakarta Timur, pada 12 Oktober 2016 di Kantor Walikota Kota Administrasi Jakarta Timur

Wawancara Pribadi dengan Karsih, sebagai warga RT 015, tanggal 28 September 2016 di Rusunawa Jatinegara.

Wawancara Pribadi dengan Khairil Anwar, sebagai warga RT 016, tanggal 28 September 2016 di Rusunawa Jatinegara.

Wawancara Pribadi dengan Kinah, sebagai warga RT 010, tanggal 28 September 2016 di Rusunawa Jatinegara.

104

Wawancara Pribadi dengan Maman Waluyo, sebagai warga RT 001, tanggal 28 September 2016 di Rusunawa Jatinegara.

Wawancara Pribadi dengan Nur Saripah, sebagai warga RT 008, tanggal 28 September 2016 di Rusunawa Jatinegara.

Wawancara Pribadi dengan Riano P Ahmad, sebagai Ketua Komisi A DPRD DKI Jakarta tanggal 10 Oktober 2016 di Kantor DPRD Provinsi DKI Jakarta.

Wawancara Pribadi dengan Romdoni Ahmad, sebagai warga RT 002, tanggal 28 September 2016 di Rusunawa Jatinegara.

Wawancara Pribadi dengan Sandyawan Sumardi, sebagai Direktur Ciliwung Merdeka, tanggal 09 Agustus 2016 di Sekretariat Ciliwung Merdeka.

Wawancara Pribadi dengan Sefa Riana, sebagai warga RT 003, tanggal 28 September 2016 di Rusunawa Jatinegara.

Wawancara Pribadi dengan Syarifudin, sebagai warga RT 013, tanggal 28 September 2016 di Rusunawa Jatinegara.

Wawancara Pribadi dengan Syofian, sebagai Asisten Pembangunan dan Lingkungan Hidup Sekretariat Kota Administrasi Jakarta Timur, tanggal 5 Oktober 2016 di Kantor Walikota Kota Administrasi Jakarta Timur.

Wawancara Pribadi dengan Ujang Iskandar Haryadi , sebagai ketua RT 011, tanggal 28 September 2016 di Rusunawa Jatinegara.

Sumber Internet

“Ahok Tidak Salah Keluar Gerindra Tetapi Salasah Cari Alasan.” tersedia di http://www.kompasiana.com/sandiazyudhasmara/ahok-tidak-salah-keluar- gerindra-tetapi-salah-cari-alasan_54f5d34fa3331150518b4639 Di unduh pada 15 Februari 2017.

“Ahok Vs Warga Penggusuran Kampung Pulo.” tersedia di http://news. liputan6.com/read/2298240/ahok-vs-warga-penggusuran-kampung-pulo Diunduh pada 07 April 2016.

“Bappedajakarta Statistik Jumlah Penduduk.” tersedia di http://bappedajakarta.go. id/?page_id=1131 Diunduh pada 25 Juli 2016.

“Cerita Ahok Di Balik Penggusuran Kampung Pulo.” tersedia di http://www.cnnindonesia.com/nasional/20150820195034-20-73479/cerita- ahok-di-balik-penggusuran-kampung-pulo Diunduh pada 24 Oktober 2015.

105

“Diantara Gubernur Jakarta Lainnya Baru Ahok Yang Berani Menggusur Kampung Pulo.” tersedia di http://riaugreen.com/view/Nasional/11310 /Diantara- Gubernur-Jakarta-Lainnya-Baru-Ahok-Yang-Berani-Menggusur- Kampung-Pulo.html#.Vw6esdR97IU Diunduh pada 07 April 2015.

“Geografis Jakarta.” tersedia di http://www.jakarta.go.id/v2/news/2008/01/ Geografis-Jakarta#.V7W_KFt97IU Diunduh pada 25 Juli 2016.

“Ini Profil Dan Visi Misi Jokowi-Ahok.” tersedia dihttp://news.detik.com/ berita/2007463/ini-profil-dan-visi-misi-jokowi-ahok Diunduh pada 20 Juni 2016.

“Jokowi-Basuki Menangi Pilkada DKI Putaran II.” tersedia di http://megapolitan.kompas.com/read/2012/09/28/1724329/jokowi.basuki. %09menangi.pil%09kada.dki.putaran.ii Diunduh pada 5 Juni 2016.

“Kampung Pulo.” tersedia di http://jakartapedia.bpadjakarta.net/index.php/ Kampung Pulo#cite_note-1 Diunduh pada 25 Juli 2016.

“Kampung Pulo Ini Janji-Janji Manis.” tersedia di http://www.tribunnews. id/2015/08/kampung-pulo-ini-janji-janji-manis.html Diunduh pada 25 Oktober 2015.

“Kamus Besar Bahasa Indonesia.” tersedia di http://kbbi.web. id/kebijakan Diunduh pada 27 Mei 2016.

“Kamus Besar Bahasa Indonesia.” tersedia di http://kbbi.web.id/asimilasi Diunduh pada 25 Juli 2016.

“Kamus Besar Bahasa Indonesia.” tersedia di http://kbbi.web.id/cokol Diunduh pada 25 Juli 2016.

“Kamus Besar Bahasa Indonesia.” tersedia di http://kbbi.web.id/normalisasi Diunduh pada 08 April 2016.

“Kamus Besar Bahasa Indonesia.” tersedia di http://kbbi.web.id/relokasi Diunduh pada 08 April 2016.

“Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur.” tersedia di http://timur. jakarta.go.id/v10/?p=kecamatan Diunduh pada 08 April 2016.

“Korban Penggusuran Terpaksa Sempit-Sempitan Di Rusun Jatinegara.” tersedia di http://www.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabek- nasional/15/08/27/ntqy7j361-korban-penggusuran-terpaksa- sempitsempitan-di-rusun-jatinegara Diunduh pada 27 Oktober 2016.

“Letak Geografis Jakarta Timur.” tersedia di http://timur.jakarta.go. id/v11/?p=geografis Diunduh pada 22 April 2016.

106

“Lima Kutipan Ngehits Ahok Sepanjang 2015.” tersedia di http://nasional.kompas.com/read/2015/12/30/11570071/5.Kutipan.Ngehits. Ahok.Sepanjng.2015?page=all Diunduh pada 13 Februari 2017.

“Pengertian Sejarah.” tersedia di http://www.pengertiansejarah.com/sejarah- voc.html Diunduh pada 25 Juli 2016.

“Penggusuran Kampung Pulo Ini Kesepakatan Ahok Dan Warga.” tersedia di https://m.tempo.co/read/news/2015/08/20/083693548/penggusuran- kampung-pulo-ini-kesepakatan-terakhir-ahok-warga Diunduh pada 07 April 2016.

“Penyebab Warga Kampung Pulo Menolak Direlokasi.” tersedia di http://news.okezone.com/read/2015/08/22/338/1200575/penyebab-warga- kampung-pulo-menolak-direlokasi Diunduh pada 25 April 2015.

“Perangkat Daerah Map.” tersedia di http://www.jakarta.go.id/v2/perangkat_ daerah/map/1122660 Diunduh pada 25 Juli 201

107

108

Lampiran 1: Surat Laporan Penertiban dan Relokasi Kampung Pulo

x

xi

xii

xiii

Lampiran 2: Surat Peringatan I dari Satpol PP

xiv

Lampiran 3: Surat Peringatan II dari Satpol PP

xv

Lampiran 4: Surat Peringatan III dari Satpol PP

xvi

Lampiran 5: Surat Wawancara dari Sekretariat Kota Administrasi Jakarta Timur

xvii

Lampiran 6: Surat Wawancara dari Satpol PP Kota Administrasi Jakarta Timur

xviii

Lampiran 7: Surat Wawancara dari Ciliwung Merdeka

xix

Lampiran 8: Dokumentasi

Foto bersama Basuki Tjahaja Purnama, Gubernur DKI Jakarta Hari Selasa, 4 Oktober 2016.

xx

Foto bersama Syofian, Asisten Pembangunan dan Lingkungan Hidup Sekretariat Kota Administrasi Jakarta Timur. Hari Rabu, 5 Oktober 2016.

Foto bersama Riano P Ahmad, Ketua Komisi A DPRD DKI Jakarta. Hari Senin, 10 Oktober 2016.

Foto bersama Sandyawan Sumardi, Direktur Ciliwung Merdeka

xxi

Hari Selasa, 9 Agustus 2016.

Foto bersama Maman Waluyo, warga RT 001 RW 03. Hari Jumat, 28 September 2016.

xxii

Foto bersama Sefa Riana, warga RT 001 RW 03. Hari Jumat, 28 September 2016.

Foto bersama Nur Saripah, warga RT 008 RW 03. Hari Jumat, 28 September 2016.

xxiii

Foto bersama Kinah Noorkrisman, warga RT 010 RW 03. Hari Jumat, 28 September 2016.

Foto bersama Ujang Iskandar Haryadi, ketua RT 011 RW 03. Hari Jumat, 28 September 2016.

Foto bersama Fahri Gifar, warga RT 012 RW 03. Hari Jumat, 30 Oktober 2016.

xxiv

Foto bersama Syafrudin Jalal, warga RT 013 RW 03. Hari Jumat, 28 September 2016.

Foto bersama Abiyudin, warga RT 014 RW 03. Hari Minggu, 30 September 2016.

xxv

Foto bersama Karsih, warga RT 015 RW 03. Hari Jumat, 28 September 2016.

Foto bersama Khairil Anwar, warga RW 016 RW 03. Hari Jumat, 28 September 2016.

xxvi