Hasil ketik ulang dari dokumen asli (dokumen asli terlampir di bawah) :

Kompas, 25 September 2005, Hal. 1 dan 15

MUSIK Retrospeksi Karya

Tanggal 28 September mendatang di Balai Kartini, , akan digelar konser musik spesial untuk mengenang salah satu sosok terpenting dalam sejarah perfilman . Konser berjudul Tribute to Teguh Karya, Jejak Langkah Kreatif Teguh Karya dalam Simfoni tersebut akan menampilkan konser orkestra simfoniyang dibawakan Twilite Orchestra pimpinan AddieMS. dan dalam jumpa pers pe'rsiapan konser musik Tribute to Teguh Karya di Jakarta, Rabu (21/9) lalu. Konser itu sendiri akan digelar di Balai Kartini, Jakarta, 28 September mendatang. Oleh: DAHONO FITRIANTO

Sebuah konser musik memang tepat untuk menampilkan jejak langkah kreatif sutradara Teguh Karya (1934-2001) dalam berbagai filmnya. Film-film arahan pemimpin Teater Populer tersebut dihiasi dengan musik tema dan lagu-lagu soundtrack yang dapat dikatakan masuk dalam daftar lagu abadi di Indonesia. Sebut saja beberapa nomor, seperti Badai Pasti Berlalu yang menghiasi film berjudul sama pada tahun 1977. Salah satu bukti keabadian lagu yang aslinya dibawakan Berlian Hutauruk itu adalah pada saat dinyanyikan kembali oleh pada era 1990-an, lagu itu melejit lagi popularitasnya. Lagu lainnya yang terhitung legendaris adalah Cinta Pertama yang dinyanyikan Anna Mathovani. Kedua penyanyi asli lagu-lagu tersebut akan ikut tampil dalam pergelaran Tribute to Teguh Karya. Para penyanyi papan atas Indonesia masa kini juga akan turut memeriahkan acara berdurasi 90 menit itu, antara lain Krisdayanti, Harvey Malaiholo, Ruth Sahanaya, Yana Julio, Rossa, dan Rio Febrian. Dua komposer yang menciptakan lagu-lagu tema maupun soundtrack film Teguh Karya, yakni Idris Sardi dan , akan terlibat langsung dalam konser musik tersebut. Bahkan, Idris Sardi menulis ulang aransemen lagu-lagu tema film yang ditulisnya dulu menjadi komposisi simfoni. "Perlu ada penyesuaian karena komposisi aslinya hanya dipakai untuk lagu film, yang di- mainkan hanya dengan tiga instrumen musik. Sementara komposisi untuk simfoni ini akan dimainkan menggunakan 18 instrumen musik," tutur Idris Sardi dalam jumpa pers pelaksanaan konser tersebut di Plaza , Indonesia, Rabu (21/9) lalu. Aransemen baru yang ditulis Idris Sardi itulah yang kemudian akan dimainkan oleh Twilite Orchestra yang akan diarahkan langsung oleh Addie MS, "Meski aransemennya berubah, saya menjaga agar jiwa musik tersebut tidak berubah dari komposisi aslinya. Sekarang saya serahkan kepada Addie untuk menginterpretasikan aransemen saya tersebut," kata Idris. Konser Tribute to Teguh Karya menjadi puncak dari semacam rangkaian acara untuk mengenang kembali kiprah dan prestasi Teguh Karya. Sejak 21 September hingga hari Selasa mendatang, juga digelar pameran foto, poster, naskah, dan properti film-film Teguh di atrium Plaza Indonesia. Selain itu, stasiun televisi Metro TV sepanjang bulan Agustus-September ini memutar film-film karya Teguh sekali setiap minggu.

Mengenang kembali Menurut salah satu murid Teguh Karya, Slamet Rahardjo Djarot, rangkaian acara menge- nang Teguh ini tidak bertujuan untuk membesar-besarkan nama Teguh Karya. "Nama Teguh Karya tidak perlu dibesar-besarkan lagi karena namanya memang sudah besar," tandasnya. Acara-acara tersebut, menurut Slamet, lebih merupakan sebuah retrospeksi atau tapak tilas jejak langkah Teguh Karya yang , meninggalkan jejak prestasi besar di dunia perfilman Indonesia. Dari sebelas film yang disutradarainya, enam di antaranya meraih anugerah Piala Citra untuk Penyutradaraan Terbaik Festival Film Indonesia (FFI), yakni untuk film Ranjang Pengantin (1974), Kawin Lari (1975), (1979), Doea Tanda Mata (1984), (1986), dan Pacar Ketinggalan Kereta (1989). Kurator pameran foto film Teguh Karya, Oscar Motuloh, menulis dalam katalog pameran bahwa rangkaian foto yang diambil dari adegan film-film karya Teguh tersebut merupakan bacaan visual yang bertujuan menampilkan representasi atas refleksi karakter Teguh Karya. "Rangkaian foto tersebut sesungguhnya adalah suatu jeritan insan manusia yang mendamba cinta, persaudaraan, kesetaraan, perdamaian, dan ketenteraman yang abadi," tulis Oscar. 'Sementara Eros Djarot berpendapat, rangkaian acara Tribute to Teguh Karya diharapkan akan membuka kembali ruang untuk sebuah dialog kesenian di tengah masyarakat yang dianggapnya semakin "kering" karena kurangnya acara kesenian yang bermutu. "Itulah sebabnya dipilih bentuk konser musik sebagai bentuk yang paling dekat dan paling mudah dicerna oleh masyarakat," tuturnya. Salah satu aktor yang pernah bermain di bawah arahan Teguh Karya, , bahkan dengan sengaja mengungkapkan kekurangan-kekurangan Teguh Karya sebagai sutradara "Sebagai sutradara, dia itu sangat perfeksionis, suka overdirect, ingin terlibat terlalu jauh dalam akting pemain-pemainnya, cerewet, dan sangat memperhatikan detail. Itu semua benar-benar membikin lelah pemain-pemainnya," ujar Roy yang sengaja mengungkapkan kelemahan-kelemahan Teguh Karya karena kelebihan-kelebihannya sudah terlalu sering diungkapkan. Namun, menurut Roy, semua "kekurangan" Teguh itulah yang justru membuatnya istimewa dibandingkan dengan sutradara-sutradara papan atas lainnya "Dengan semua 'kekurangan' yang saya sebutkan tadi, film-film Teguh Karya menjadi film yang paling artistik dibanding film karya sutradara lain," tandas Roy yang bermain dalam Badai Pasti Berlalu itu. "Badai" pengaruh karya-karya Teguh Karya rupanya memang belum berlalu dari ingatan orang-orang terdekatnya.