Buku Gus Dur Fix.Pdf

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Buku Gus Dur Fix.Pdf Gus Dur Di Mata Wong Cirebon Gus Dur Di Mata Wong Cirebon REFLEKSI TOKOH-TOKOH CIREBON ATAS BERBAGAI PEMIKIRAN DAN GERAKAN KH. ABDURRAHMAN WAHID GUS DUR DIMATA WONG CIREBON Refleksi Tokoh-Tokoh Cirebon atas Berbagai Pemikiran dan Gerakan KH. Abdurrahman Wahid 12 x 18 cm, xxiv + 438 halaman Cetakan Pertama: April 2010 Editor: Ilman Nafi’a Desain/Lay Out: an@nd Foto by http://triyugowinarko.files.wordpress.com Penerbit: PILAR MEDIA - Anggota IKAPI Jl. Petung No. 22 B Papringan Yogyakarta Telp. (0274) 541888, E-mail: [email protected] ISBN: PENGANTAR Ketua Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) Kota Cirebon iwayat hidup Gus Dur sudah banyak diltulis orang baik semasa hidupnya Rmaupun setelah wafatnya. Kajian tentang Gus Dur dilihat dari berbagai sisi dan sudut pandang, namun sepertinya tidak pernah habis diungkap, ibarat orang melihat sisi intan permata, selalu nampak indah dan berkilau dilihat dari arah manapun. Orang begitu antusias membicarakan tentang Gus Dur dengan segala kelebihan dan kekurangannya, mulai dari yang menyanjung tanpa batas sampai dengan yang mensikapinya dengan sinis. Sosok Gus Dur adalah pribadi yang fenomenal, artinya bahwa Gus Dur selalu hadir dalam waktu yang tepat dan memberikan warna khas dalam setiap sepak terjangnya, sehingga Gus Dur di Mata Wong Cirebon | Pengantar dirasakan betul manfaat kehadirannya, dan ini diakui oleh hampir semua orang yang pernah mengenalnya baik secara langsung maupun tidak langsung. Terkadang Gus Dur bersikap lemah lembut menyampaikan nasehat-nasehat kepada orang lain menyangkut persoalan-persoalan kehidupan dalam menata kehidupan berbangsa dan bernegara, seperti nasehat orang tua kepada anak-anaknya, tetapi juga terkadang bersikap keras dan garang, jika itu terkait dengan persoalan- persoalan prinsip yang harus diperjuangkannya. Sikap dasar Gus Dur dalam menata kehidupan berbangsa dan bernegara tidak terlepas dari pandangan hidupnya, dan selalu mendasarkan pada kaidah “ al muhafadzhoh ‘alal qodimissholih wal akhdzu bil jadidil ashlah “ artinya bersikap mempertahankan nilai-nilai lama yang baik dan relevan, dan mengambil nilai-nilai baru yang lebih baik. Sikap dasar ini selalu Gus Dur perlihatkan dalan menyelesaikan setiap persoalan apa pun dalam konteks keumatan maupun kenegaraan. Hal itu tidaklah berlebihan karena pada dasarnya, ketika kita menghadapi suatu persoalan, maka pilihannya adalah nilai- nilai apa yang kita miliki dari norma-norma agama dan budaya yang dapat dikontribusikan dalam penyelesaian masalah, serta bagaimana i | Gus Dur di Mata Wong Cirebon Pengantar sikap inovatif kita dalam memberikan solusi atas masalah tersebut. Sebagai orang besar dengan pemikiran besar Gus Dur selalu berusaha memberikan pembelajaran dan pemahaman kepada orang lain tentang arti pentingnya visi kemajemukan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Karenanya gagasan dan pemikirannya selalu dilontarkan dalam berbagai kesempatan, bahwa kita hidup sebagai bangsa yang majemuk, oleh karena itu perlu ada formula yang bisa memberikan ruang dan waktu untuk hdup secara selaras dan berdampingan antar semua warga bangsa dalam keharmonisan yang seimbang. Gus Dur tidak pernah berhenti dan mengenal lelah memperjuangkan gagasannya itu, yang terpenting dirinya telah berusaha secara maksimal persoalan hasil itu urusan lain. Pegangannya adalah adagium ushul fiqh yang menyatakan “ma lam yudrok kulluh lam yutrok julluh“ ketika sesuatu tidak bisa diperoleh seluruhnya maka tidak berarti harus ditinggalkan semuanya. Pada sisi lain Gus Dur sering dituduh sebagai sosok yang kontraversial karena gagasanya yang sering dianggap nyeleneh oleh kebanyakan orang, bahkan nyerempet-nyerempet pada hal-hal yang sensitif yang tidak biasa dan tidak nyaman Gus Dur di Mata Wong Cirebon | ii Pengantar dilakukan oleh seorang Gus Dur yang nota bene adalah ulama besar, seperti pernah menjadi Ketua Dewan Kesenian dan contoh-contoh lain yang semisal dengan itu. Isu-isu itu ditanggapi dengan tenang, dan lambat laun orang baru bisa memahaminya setelah melalui penjelasan- penjelasan, dan seiring dengan perjalanan waktu, orang pun berpikir dan membenarkan tindakannya, sekalipun ini tidak bisa diterima oleh semua kalangan, terutama warga nahdliyyin di kampung dan pedesaan. Sesungguhnya yang menarik adalah bagaimana upaya Gus Dur agar dirinya bisa diterima oleh semua lapisan masyarakat, termasuk di kalangan minoritas dan pihak-pihak yang selama itu termarjinalkan dari kehidupan, dalam arti tidak adanya kebebasan dalam mengekspresikan keyakinan, budaya dan adat istiadat yang mereka peluk. Dalam konteks itu Gus Dur sangat gigih berjuang untuk memulihkan hak-hak warga negara sebagaimana diamanatkan dalam falsafah dan idiologi negara Pancasila dan UUD 1945. Ternyata hasilnya bisa dirasakan oleh kita semua, dan karenanya Gus Dur dianggap pahlawan dalam memperjuangkan hak-hak rakyat yang tertindas. Sekiranya tidaklah berlebihan, berkat jasa- iii | Gus Dur di Mata Wong Cirebon Pengantar jasanya dalam membangun keutuhan bangsa dan negara, kepadanya layak diberikan gelar pahlawan nasional. Hal ini didasarkan pada kenyataan, bahwa Gus Dur telah mengabdikan seluruh hidupnya untuk kemaslahatan umat, dan dilakukannya tanpa pamrih, di samping gagasan-gagasannya yang besar akan senantiasa mengilhami para generasi berikutnya baik di kalangan nahdliyyin maupun di luar untuk melanjutkan dan mengimplementasikannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sosok Gus Dur tidak akan terlahir kembali, dan tidak perlu lahir Gus Dur-Gus Dur yang lain, yang terpenting bagi kita adalah bagaimana visi besar Gus Dur tentang kebangsaan bisa dilanjutkan oleh para pemimpin NU khususnya dan tokoh-tokoh yang lain. Itulah wujud terbaik penghormatan kita kepada Gus Dur. Semoga kiprah dan perjuangannya menjadi amal soleh di sisi Allah SWT, dan kita dapat mewarisi perjuangannya. Semoga hadirnya buku Gus Dur di Mata Wong Cirebon memberikan pencerahan wawasan tentang pemikiran Gus Dur dalam prespektif yang beragam, dengan harapan semoga pemikiran-pemikiran yang tertuang dalam buku Gus Dur di Mata Wong Cirebon | ix Pengantar tersebut menyadarkan kita, bahwa betapa masih panjangnya perjuangan kita untuk mewujudkan bangsa yang maju berperadaban sebagaimana yang dipikirkan oleh mendiang almaghfur lahu KH. Abdurrahman Wahid. Cirebon, April 2010 M / Robiul Akhir 1431 H H. FARIHIN NUR x | Gus Dur di Mata Wong Cirebon PENGANTAR EDITOR “Gus Dur di Mata Wong Cirebon” unia berduka dengan kewafatan KH. Abdurrahman Wahid atau yang dikenal Dnama panggilan “Gus Dur”. Banyak orang tidak percaya dengan kepergiannya yang dianggap begitu cepat, bahkan sempat sebagian menaruh kecurigaan bahwa kewafatan sang guru bangsa ini “disengaja” oleh pihak-pihak yang tidak menyukainya. Apapun yang ada dalam pikiran dan benak masyarakat Indonesia dan dunia tentang “kewafatan Gus Dur”, ternyata keberadaan dan kiprahnya selama ini mempunyai nilai yang sangat signifikan bagi kehidupan manusia. Kepergian Gus Dur tidak hanya telah membuat bumi Indonesia menangis, tetapi juga menyadarkan seluruh komponen bangsa ini untuk memberikan penghormatan sekecil apapun bagi Gus Dur di Mata Wong Cirebon | xi Pengantar Editor pejuang-pejuang dan penjaga-penjaga NKRI ini. Gus Dur terlahir bukan hanya milik Nahdlatul Ulama, komunitas muslim, komunitas pesantren, bahkan bukan milik Indonesia, tetapi ia telah menjadi milik semua komunitas dan milik semua bangsa. Gus Dur benar-benar terlahir menjadi “rahmat” bagi kehidupan manusia di dunia ini. KH. Musthofa Bisri menuliskan kesannya tentang Gus Dur di salah satu media terkenal di Jawa, yaitu Jawa Pos, 11 Pebruari 2010. Beliau menuturkan ada beberapa orang biasa yang kepergiannya banyak ditangisi dan dihormati orang lain sepanjang abad 20 ini, yaitu John F Kenedy Presiden Amerika ke-35, Gamal Abdul Nasser Presiden Republik Mesir, dan KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur mantan ketua PBNU dan Mantan Presiden Republik Indonesia yang ke-4. Menurutnya, John F Kennedy ditangisi kepergiannya, karena presiden ini dianggap berjasa dalam membangun Amerika. Ia terkenal sebagai tokoh yang berani, berwawasan luas kedepan, dan menjanjikan perubahan dunia. Kewafatannya membuat Amerika menangis. Pemakamannya dihadiri oleh ribuan pelayat. Namun, bila dibandingkan dengan jumlah pelayat ketika Gamal Abdul Nasser dimakamkan jumlah itu masih jauh lebih sedikit, karena pemakaman xii | Gus Dur di Mata Wong Cirebon Pengantar Editor Gamal abdul Nasser (1918-1970) dihadiri lebih dari 4 juta orang. Presiden ini yang sering mengaku sebagai muridnya “Bung Karno” begitu dicintai orang dan dihormati orang, karena ia dianggap berjasa mendamaikan konflik Timur Tengah yang tidak kunjung usai. Mesir dan seluruh Timur Tengah berduka akan kewafatannya. Dan dunia berduka kembali dengan kewafatan KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur pada tanggal 30 Desember 2009. Kewafatan Gus Dur menjadi fenomena, karena bukan hanya jumlah pengiring dan penta’ziyah pada saat pemakamannya yang mencapai ratusan ribu orang dari seluruh lapisan masyarakat, tetapi hari-hari setelah pemakamannya sampai 7 hari dan 40 hari, bahkan 100 hari dan berikutnya, ribuan orang dari berbagai kalangan masyarakat masih dan akan mendatangi tempat pemakamannya, bahkan diberbagai daerah dan tempat menyampaikan penghormatannya dengan berbagai acara; seminar, bedah buku, do’a bersama, pameran seni, istighosah, tapak tilas, menyalakan lilin, renungan suci , penerbitan buku dll. Dalam catatan ini, nampaknya KH. Musthofa Bisri ingin menyampaikan bahwa John F kenedy dan Gamal Abdul Nasser adalah tokoh besar dan berpengaruh dunia dua abad ini,
Recommended publications
  • Peran Sri Susuhunan Pakubuwono Xii Dalam Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia (1945-1949)
    PERAN SRI SUSUHUNAN PAKUBUWONO XII DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN INDONESIA (1945-1949) RINGKASAN SKRIPSI Oleh: M Arief Sasono 10406244038 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2017 2 PERAN SRI SUSUHUNAN PAKUBUWONO XII DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN INDONESIA (1945-1949) Oleh: M Arief Sasono dan Dr .Aman, M.Pd ABSTRAK Proklamasi Kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945 bukan akhir dari perjuangan Indonesia. Rakyat Indonesia masih berjuang dalam mempertahankan kemerdekaan. Tujuan dari penulisan Skripsi ini untuk: (1) mengetahui perjuangan masyarakat dan kondisi Surakarta pasca Kemerdekaan. (2) mengetahui latar belakang Sri Susuhunan Pakubuwono XII (3). Mengetahui peran Sri Susuhunan Pakubuwono XII dalam mempertahankan Kemerdekaan Metode yang digunakan dalam skripsi ini menggunakan metodelogi yang ditulis oleh Kuntowijoyo. Metode Tersebut meliputi pemilihan topik, pengumpulan sumber, verifikasi, interpretasi dan Historiografi atau penulisan sejarah. Semua metode tersebut sudah dilakukan oleh penulis dalam menyusun skripsi ini. Hasil penelitian yang diperoleh yaitu (1) Perjuangan di Surakarta melibatkan KNI, pemuda, tokoh, bangsawan dan Sri Susuhunan Pakubuwono XII Dan pada akhirnya warga berhasil mengambil alih kekuasaan serta melucuti senjata tentara penjajah. (2) Pakubuwono XII lahir di Surakarta pada Selasa Legi tanggal 14 April 1925, dan diangkat menjadi raja di Keraton Surakarta pada usia yang sangat muda yaitu usia 20 tahun. Beliau juga dikenal dengan raja 3 jaman dengan lama memimpin 48 tahun. Atas pengabdiannya bagi Indonesia, maka Pakubuwana XII diberikan piagam penghargaan dan medali perjuangan angkatan ’45 yang ditetapkan oleh Dewan Harian Nasional Angkatan-45 di Jakarta. Piagam merupakan bukti kesetiaannya kepada Negara Kesatuan RI dan atas nasionalisme yang dalam di masa perjuangan kemerdekaan. (3) Peran PakuBuwono XII antara lain mengorbankan kekayaan keraton yang dimiliki seperti emas dan persenjataan yang sangat banyak, bahkan menyebabkan Keraton sendiri defisit.
    [Show full text]
  • Adat As a Means of Unification and Its Contestation. the Case of North Halmahera
    Brigitta Hauser-Schäublin (dir.) Adat and Indigeneity in Indonesia Culture and Entitlements between Heteronomy and Self-Ascription Göttingen University Press Adat as a Means of Unification and its Contestation. The Case of North Halmahera Serena Müller Publisher: Göttingen University Press Place of publication: Göttingen University Press Year of publication: 2013 Published on OpenEdition Books: 12 April 2017 Serie: Göttingen Studies in Cultural Property Electronic ISBN: 9782821875487 http://books.openedition.org Electronic reference MÜLLER, Serena. Adat as a Means of Unification and its Contestation. The Case of North Halmahera In: Adat and Indigeneity in Indonesia: Culture and Entitlements between Heteronomy and Self-Ascription [online]. Göttingen: Göttingen University Press, 2013 (generated 10 septembre 2020). Available on the Internet: <http://books.openedition.org/gup/181>. ISBN: 9782821875487. Becoming Aristocrats: Keraton in the Politics of Adat Fadjar I. Thufail Introduction An incident in West Jakarta District involving a group of thugs unravels the fraught relationship between the royal families of Javanese keratons and the public,1 exposing contentious issues over cultural property, political connection and symbolic status. The incident discloses an overlooked connection between the aristocracy and economy and sheds light on the challenges the aristocrats confront to rethink how noble culture and adat encounter the encroachment of capital and the state into the palace realm. In other words, the incident with the thugs depicts the predicament that the keraton and its noblemen must negotiate in order to sustain and assert the cultural sovereignty of the palace despite the continuous pressures from the state and capital to curtail the political role of the keraton.
    [Show full text]
  • Menyiapkan Sultan Perempuan: Legitimasi Langit Dan Efektivitas Rezim Sultan Hamengkubuwono X1
    DDC: 321.5 MENYIAPKAN SULTAN PEREMPUAN: LEGITIMASI LANGIT DAN EFEKTIVITAS REZIM SULTAN HAMENGKUBUWONO X1 Bayu Dardias Departemen Politik dan Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Email: [email protected] Diterima: 17-3-2016 Direvisi: 29-3-2016 Disetujui: 4-4-2016 ABSTRACT Sultan Hamengkubuwono (HB) X of Yogyakarta has chosen his eldest daughter as his successor in a traditionally patrilineal Sultanate. This paper discusses the controversy surrounding Sultan HB X’s decision by measuring the impact of his proclamations and orders for the Sultanate’s long-term regime effectiveness. I argue that Sultan HB X’s proclamations and orders based, which were based on mysticism and a sense of divinity, have been ineffectual for maintaining regime effectiveness inside and outside of the Sultanate. Within the Sultanate, the Sultan’s siblings have argued that his decisions contradict the Sultanate’s centuries-long tradition of rules (paugeran). Outside the palace walls, broader society has been divided over Sultan HB X’s choice. One group supports Sultan HB X’s decision, while the other group is determined to hold on firmly to their patriarchal cultural and historical traditions. While Sultan HB X’s proclamations and orders have been ineffectual in maintaining the Sultanate and its influence, his decisions have even brought about an enormous challenge to the survival prospects of the Sultanate itself. Keywords: political legitimation, regime, Sultan Hamengkubuwono, Yogyakarta Sultanate ABSTRAK Pada 2015, Sultan Hamengkubuwono (HB) X mengeluarkan empat kali Sabda dan Dawuh Raja yang berkaitan dengan suksesi kepemimpinan di Kasultanan Yogyakarta. Tanpa memiliki putra laki-laki, Sultan HB X menunjuk putri sulungnya sebagai penerus takhta yang menganut patrilineal.
    [Show full text]
  • Implementasi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid Tentang Pendidikan Islam Kosmopolitan Di Pesantren Modern Pendidikan Al-Qur'an
    IMPLEMENTASI PEMIKIRAN K.H. ABDURRAHMAN WAHID TENTANG PENDIDIKAN ISLAM KOSMOPOLITAN DI PESANTREN MODERN PENDIDIKAN AL-QUR’AN IMMIM TAMALANREA MAKASSAR Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.) pada Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Alauddin Makassar Oleh: ABD. RAHMAN SAID AL-QADRI NIM: 2010014083 FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN UIN ALAUDDIN MAKASSAR 2020 ii iii KATA PENGANTAR احلمد هلل الذي أرسل رسوله باهلدى ودين احلق ليظهره على الدين كله ولو كره الكافرون. والصﻻة والسﻻم على أشرف اﻷنبياء واملرسلني سيدنا حممد وعلى آله وصحبه أمجعني. Puji dan syukur ke hadirat Allah swt. karena atas limpahan rahmat, karunia, dan hidayah-Nya, serta berbagai macam kenikmatan, baik itu nikmat kesehatan maupun nikmat kesempatan, sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan skripsi ini. Salawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Nabi Muhammad saw. sebagai suri tauladan dan rahmat bagi seluruh alam yang membawa keselamatan dari alam kebodohan menuju alam yang terang-benderang. Penulis telah melakukan banyak usaha terbaik dalam penyelesaian skripsi ini sebagai wadah menimba ilmu dan mengembangkannya. Tentunya penulis berharap, semoga keberadaan skripsi ini dapat bermanfaat bagi khalayak, terkhusus bagi penulis sendiri. Penyusunan skripsi ini memungkinkan penulis banyak mendapat bantuan, dukungan, motivasi serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menghaturkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada keluarga terutama orang tua tercinta, Ayahanda Drs. Jawaruddin dan Ibunda Kamariah atas segala doa yang telah dipanjatkan setiap saat, dukungan, dan motivasi yang membangkitkan semangat selama penyelesaian studi, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik. Tidak lupa pula penulis mengucapkan banyak terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada: 1.
    [Show full text]
  • The Role of Islamic Kingdom Characters in Nusantara in Maintaining the Independence of the Republic of Indonesia 1945-1950
    INTERNASIONAL JOURNAL OF EDUCATION SCHOOLARS http://jurnal.icjambi.id/index.php/ijes/index ISSN 2722-4023 Vol. 1 No.3 Desember 2020 THE ROLE OF ISLAMIC KINGDOM CHARACTERS IN NUSANTARA IN MAINTAINING THE INDEPENDENCE OF THE REPUBLIC OF INDONESIA 1945-1950 1a 2b 3c Agus Mursidi , Dhalia Soetopo , Davi Grace Tiawan 123lecturer in the history PGRI University of Banyuwangi East Java Indonesia [email protected] [email protected] (*) Corresponding Author [email protected] ABSTRACT The purpose of writing an article entitled "The Role of Islamic Kingdom Figures in the Archipelago in Maintaining the Independence of the Republic of Indonesia in 1945-1950" is to reveal what are the roles of Islamic royal figures and the roles and contributions of figures of the Islamic kingdom of the archipelago who helped play an important role so that lessons and the noble values of the leaders of the Islamic kingdom in their role in defending the independence of the Republic of Indonesia in 1945-1950. Qualitative research is research that intends to understand the phenomena experienced by research subjects such as behavior, perception, motivation, action etc. holistically and by means of descriptions in the form of words and language. While the type of research that the author does is historical research. The historical research method is a method that aims to make an objective and systematic reconstruction of the past through evidence to uphold facts and draw accurate conclusions. The results showed that the figures of the Islamic kingdom at that time also became an important part of the struggle to defend independence.
    [Show full text]
  • Terbentuknya Birokrasi Modern Di Surakarta Tahun 1945-1950
    perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TERBENTUKNYA BIROKRASI MODERN DI SURAKARTA TAHUN 1945-1950 SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna Melengkapi Gelar Sarjana Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Disusun oleh: Belda Ranika Rosiana C.0507010 JURUSAN ILMU SEJARAH FAKULTAS SATRA DAN SENI RUPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2013 commit to user i perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iv perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id MOTTO “Saat Kamu mampu memaafkan dan tersenyum kepada orang yang telah menyakitimu, kamu memastikan bahwa dirimu lebih baik darinya” (Amanda Adrian) “Masalah diciptakan karena ada penyelesaiannya” (Hitam Putih) commit to user v perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PERSEMBAHAN Karya ini kupersembahkan untuk : Papa dan Mama tercinta. My beloved Sister. Yanuar Ridho. commit to user vi perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KATA PENGANTAR Syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang selalu melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Selesainya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, baik dorongan, bimbingan, maupun pengarahan yang diberikan. Untuk itu sudah sepantasnya penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Drs. Riyadi Santosa, M.Ed, Ph.D, selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa beserta jajarannya yang telah memperlancar dan mempermudah studi penulis sampai selesainya skripsi ini. 2. Dra. Sawitri Pri Prabawati, M.Pd, selaku Ketua Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra dan Seni Rupa yang telah mencurahkan segenap pengetahuan yang dimilikinya kepada penulis.
    [Show full text]
  • Indonesia – the Presence of the Past
    lndonesia - The Presence of the Past A festschrift in honour of Ingrid Wessel Edited by Eva Streifeneder and Antje Missbach Adnan Buyung Nasution Antje Missbach Asvi Warman Adam Bernhard Dahm Bob Sugeng Hadiwinata Daniel S. Lev Doris Jedamski Eva Streifeneder Franz Magnis-Suseno SJ Frederik Holst Ingo wandelt Kees van Dijk Mary Somers Heidhues Nadja Jacubowski Robert Cribb Sri Kuhnt-Saptodewo Tilman Schiel Uta Gärtner Vedi R. Hadiz Vincent J. H. Houben Watch lndonesia! (Alex Flor, Marianne Klute, ....--.... Petra Stockmann) regioSPECTRA.___.... Indonesia — The Presence of the Past A festschrift in honour of Ingrid Wessel Edited by Eva Streifeneder and Antje Missbach Die Deutsche Bibliothek – CIP-Einheitsaufnahme Indonesia – The Presence of the Past. A festschrift in honour of Ingrid Wessel Eva Streifeneder and Antje Missbach (eds.) Berlin: regiospectra Verlag 2008 (2nd edition) ISBN 978-3-940-13202-4 Layout by regiospectra Cover design by Salomon Kronthaler Cover photograph by Florian Weiß Printed in Germany © regiospectra Verlag Berlin 2007 All rights reserved. No part of the contents of this book may be reproduced in any form or by any means without the prior written permission of the publisher. For further information: http://www.regiospectra.com. Contents In Appreciation of Ingrid Wessel 9 Adnan Buyung Nasution Traces 11 Uta Gärtner Introduction 13 Antje Missbach and Eva Streifeneder Acknowledgements 17 Part I: Indonesia’s Exposure to its Past Representations of Indonesian History 21 A Critical Reassessment Vincent J. H. Houben In Search of a Complex Past 33 On the Collapse of the Parliamentary Order and the Rise of Guided Democracy in Indonesia Daniel S.
    [Show full text]
  • Kanjeng Ratu Kidul, the Elusive Goddess of Java
    KANJENG RATU KIDUL, THE ELUSIVE GODDESS OF JAVA Maria Friend LABUHAN: OFFERINGS FOR RATU KIDUL ARE CAST INTO THE INDIAN OCEAN AT PARANGKUSUMO IN 2005. PHOTO MARIA WRONSKA·FRIEND he southern coast ofJava offers a dramatic Opicture: steep cliffs fall into the depths of the Indian Ocean, while huge waves wash beaches of black sand. Violent currents and strong surf have claimed many victims. This is the realm of Kanjeng Ratu Kidul, the Goddess of the Ocean and the spiritual consort of the rulers of Central Java. Ratu Kidul controls not only the sea but also the forces of the land. This beautiful, powerful goddess has a capricious nahue which must be reckoned with. She may be a saviour and benefactor of people, but she can also be a destroyer and a killer. The earthquakes, volcanic eruptions and tsunamis which frequently oppress this part of the world are usually explained by Ratu Kidul's discontent with the status quo. ofYogyakarta, 'Hamengu Buwono', translates The close association between the sultans as 'the one who holds the Universe in His of Java and the Goddess of the Ocean dates Lap'. For Javanese rulers, whose royal power back to the first ruler of the second Mataram is legitimised by the reference to cosmological dynasty, Panembahan Senopati (1582-1601), concepts, the alliance with the spirits of the whose descendants - sultans of Surakarta and supernahlral world is vital to maintain conh'ol Yogyakarta until Indonesia's independence over the land they govern. The powerful, -- used to be the political leaders of the island feared and highly respected Goddess of the and still today are recognised as spirihlal Sea is their most important ally.
    [Show full text]
  • Sejarah Dan Fiksi Dalam “Legenda Kampung Jagalan” Dan “Legenda Kampung Sewu” Surakarta
    SEJARAH DAN FIKSI DALAM “LEGENDA KAMPUNG JAGALAN” DAN “LEGENDA KAMPUNG SEWU” SURAKARTA HISTORY AND FICTION IN “KAMPUNG JAGALAN LEGEND” AND “KAMPUNG SEWU LEGEND” SURAKARTA Nugraheni Eko Wardani FKIP, Universitas Sebelas Maret Surakarta Jalan Ir. Sutami 36A, Surakarta, Jawa Tengah, Indonesia Telepon (0271) 648939, Faksimile (0271) 648939 Pos-el: [email protected] Naskah diterima: 1 Maret 2019; direvisi: 31 Juli 2019; disetujui: 17 Desember 2019 Permalink/DOI: 10.29255/aksara.v31i2.371.207-222 Abstrak Penelitian ini bertujuan menjelaskan bentuk cerita rakyat “Legenda Kampung Jagalan” dan “Legenda Kampung Sewu” Surakarta, aspek sejarah dalam kedua cerita rakyat, unsur fiksi dalam kedua cerita rakyat, serta hubungan antara cerita rakyat dengan babad. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif. Data dalam penelitian ini buku Cerita Rakyat Surakarta dan Yogyakarta dan informan. Teknik pengumpulan data melalui analisis kedua legenda dan analisis catatan hasil wawancara informan. Analisis data menggunakan analisis model interaktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk cerita rakyat Surakarta adalah legenda asal-usul nama Kampung Jagalan dan Kampung Sewu Surakarta. Cerita rakyat “Legenda Kampung Jagalan” berhubungan dengan tokoh sejarah Kanjeng Susuhunan Pakubuwono X dan “Legenda Kampung Sewu” berhubungan dengan tokoh Kanjeng Susuhunan Pakubuwono II. Fiksi dalam cerita rakyat berkaitan dengan penceritaan tokoh dari kalangan rakyat jelata, latar tempat yang menunjukkan kehidupan rakyat jelata, dan dialog-dialog
    [Show full text]
  • Wayang Potehi: Glove Puppets in the Expression of Sino-Lndonesian Identity Author(S): Josh Stenberg Source: Journal of Southeast Asian Studies, Vol
    Department of History, National University of Singapore Wayang potehi: Glove puppets in the expression of Sino-lndonesian identity Author(s): Josh Stenberg Source: Journal of Southeast Asian Studies, Vol. 46, No. 3 (October 2015), pp. 391-416 Published by: Cambridge University Press on behalf of Department of History, National University of Singapore Stable URL: https://www.jstor.org/stable/43863200 Accessed: 20-03-2021 23:44 UTC JSTOR is a not-for-profit service that helps scholars, researchers, and students discover, use, and build upon a wide range of content in a trusted digital archive. We use information technology and tools to increase productivity and facilitate new forms of scholarship. For more information about JSTOR, please contact [email protected]. Your use of the JSTOR archive indicates your acceptance of the Terms & Conditions of Use, available at https://about.jstor.org/terms Department of History, National University of Singapore, Cambridge University Press are collaborating with JSTOR to digitize, preserve and extend access to Journal of Southeast Asian Studies This content downloaded from 49.181.51.63 on Sat, 20 Mar 2021 23:44:21 UTC All use subject to https://about.jstor.org/terms 391 Journal of Southeast Asian Studies, 46(3), pp 391-416 October 2015. © The National University of Singapore, 2015 doi:10.1017/S0022463415000314 Wayang potehi : Glove puppets in the expression of Sino-lndonesian identity Josh Stenberg Dedicated to the memory of Ki Sesomo This article examines wayang potehi, a cloth glove puppet theatre of southern Fujian origin performed on Java. It outlines the genre's emergence in Fujian , its arrival in the archipelago, and historical and contemporary practice.
    [Show full text]
  • Islamku Islam Anda Islam Kita Agama Masyarakat Negara Demokrasi
    ISLAMKU ISLAM ANDA ISLAM KITA Agama Masyarakat Negara Demokrasi Abdurrahman Wahid ISLAMKU ISLAM ANDA ISLAM KITA Agama Masyarakat Negara Demokrasi KATA PENGANTAR: DR. M. SYAFI’I ANWAR Islamku Islam Anda Islam Kita Agama Masyarakat Negara Demokrasi Abdurrahman Wahid Kata Pengantar: M. Syafi’i Anwar Penyelaras Akhir: Ahmad Suaedy Rumadi Gamal Ferdhi Agus Maftuh Abegebriel Rancang Sampul: M. Novi Widhi Cahya Setting/Layout: M. Isnaeni “Amax’s” Hanung Seto xxxvi + 412 halaman: 15,5 x 23,5 cm ISBN 979 - 98737- 0 – 3 Cetakan I : Agustus 2006 Diterbitkan oleh: Jl. Taman Amir Hamzah No. 8 Jakarta 10320, Indonesia Telp. : +62-21-3928233 Fax : +62-21-3928250 Email : [email protected] Website : www.wahidinstitute.org Pengantar Redaksi ahwa “Tuhan tidak perlu dibela”, itu sudah dinyata­ kan oleh Abdurrahman Wahid alias Gus Dur dalam suatu tulisannya yang kemudian menjadi judul Bsalah satu buku kumpulan karangannya yang diterbitkan bebe­ rapa tahun lalu. Tapi, bagaimana dengan umat­Nya atau manu­ sia pada umumnya? “Merekalah yang sebenarnya justru perlu dibela” ketika mereka menuai ancaman atau mengalami ketertindasan dalam seluruh aspek kehidupan, baik politik, ekonomi, sosial, budaya dan agama. Konsekuensi dari pembelaan, adalah kritik, dan ter­ kadang terpaksa harus mengecam, jika sudah melewati ambang toleransi. “Pembelaan”, itulah kata kunci dalam esai­esai kumpul­ an tulisan Abdurrahman Wahid kali ini. Maka, bisa dikatakan, esai­esai ini berangkat dari perspektif korban, dalam hampir se­ mua kasus yang dibahas. Wahid tidak pandang bulu, tidak membedakan agama, et­ nis, warna kulit, posisi sosial, agama apapun untuk melakukan­ nya. Bahkan, Wahid tidak ragu untuk mengorbankan image sen­ diri—sesuatu yang seringkali menjadi barang mahal bagi mereka yang merasa sebagai politisi terkemuka— untuk membela korban yang memang perlu dibela.
    [Show full text]
  • Daftar PAKASA; 7
    PUTUSAN Nomor 63/PUU-XI/2013 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA [1.1] Yang mengadili perkara konstitusi pada tingkat pertama dan terakhir, menjatuhkan putusan dalam perkara Pengujian Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Djawa Tengah terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang diajukan oleh: [1.1] 1. Nama : G.R.Ay. Koes Isbandiyah Tempat,Tanggal Lahir : Surakarta, 24 Juli 1954 Alamat : Keraton Surakarta, RT 001/RW 001 Kelurahan Baluwarti, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Surakarta, Provinsi Jawa Tengah sebagai ----------------------------------------------------------------- Pemohon I; [1.2] 2. Nama : KP. Eddy S. Wirabhumi, S.H.,M.M. Tempat,Tanggal Lahir : Pacitan, 1 Desember 1963 Alamat : Keraton Surakarta, RT 001/RW 001 Kelurahan Baluwarti, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Surakarta, Provinsi Jawa Tengah sebagai ---------------------------------------------------------------- Pemohon II; Dalam hal ini berdasarkan Surat Kuasa Khusus bertanggal 21 Mei 2013 memberi kuasa kepada Dr. Abdul Jamil, S.H.,M.H., Dr. M. Arif Setiawan, S.H.,M.H., Zairin Harahap, S.H.,M.Si., dan Ahmad Khairun H.,S.H.,M.Hum. semuanya - 2 - SALINAN PUTUSAN MAHKAHMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman : www.mahkamahkonstitusi.go.id adalah advokat/konsultan hukum pada Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (LKBH FH-UII), beralamat di Jalan Lawu Nomor 3, Kota Baru, Yogyakarta, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, baik bersama-sama atau sendiri-sendiri bertindak untuk dan atas nama pemberi kuasa; Selanjutnya disebut sebagai ------------------------------------------------- para Pemohon; [1.3] Membaca permohonan para Pemohon; Mendengar keterangan para Pemohon; Mendengar keterangan Pemerintah; Mendengar dan membaca keterangan Dewan Perwakilan Rakyat; Mendengar dan membaca keterangan Pihak Terkait Pemerintah Provinsi Jawa Tengah; Mendengar dan membaca keterangan ahli dan saksi para Pemohon; Memeriksa bukti para Pemohon; Membaca kesimpulan para Pemohon; 2.
    [Show full text]