<<

Dimensia: Jurnal Kajian Sosiologi | Vol 8 No 1 Maret 2019 | ISSN : 1978 –192X 1

Tradisi Slametan pada Masyarakat Jlatren, Jogotirto Berbah, Sleman, Yogyakarta

Naafi’ Annisa, Amika Wardana Program Studi Pendidikan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Yogyakarta Email : [email protected]

Abstrak Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan jenis tradisi slametan, nilai budaya Islam dalam Slametan , dan tahapan pelaksanan Slametan . Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif. Subjek penelitian berjumlah 4 orang, terdiri dari Pemuka Adat dan Agama atau disebut Mbah Kaum, sesepuh desa, dan masyarakat yang masih aktif menjalankan tradisi Slametan, pemilihan informan dengan teknik purposive sampling . Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Validitas data menggunakan teknik triangulasi . Teknik analisis data menggunakan analisis Milles dan Huberman. Hasil penelitian ini tradisi slametan terbagi dalam tiga jenis yaitu: Slametan pribadi, Slametan peringatan Hari Besar Agama Islam, dan Slametan yang berkaitan dengan tradisi Dusun. Nilai budaya Islam dalam tradisi Slametan adalah: (1) Perwujudan rasa syukur kepada Tuhan; (2) Memupuk kebiasaan bersedekah.; (3) Sarana penyampaian harapan kepada Tuhan; (4) Menghormati makhluk ghaib. Tahapan pelaksanaan Slametan dimulai dari penentuan tanggal lalu menunjuk perwakilan keluarga untuk menyampaikan undangan lisan Slametan awalnya akan dibuka oleh Rohis / Mbah Kaum serta akan disampaikan tujuan Slametan , pembacaan ayat Al-Qur’an dan doa, ditutup dengan pembagian ubarampe Slametan . Kata Kunci : Tradisi Slametan, Agama Islam, Masyarakat.

Abstract

This study aims to describe the types of slametan traditions, Islamic cultural values in Slametan, and the stages of implementing Slametan. This research uses descriptive qualitative method. The research subjects consisted of 4 people, consisting of Customary and Religious Leaders or called Mbah Kaum, village elders, and people who were still actively carrying out the slametan tradition, selecting informants with purposive sampling techniques. Data collection techniques using observation, interviews, and documentation. Data validity uses triangulation techniques. Data analysis techniques using Milles and Huberman analysis. The results of this study are slametan traditions divided into three types, namely: personal slametan, slametan commemorating Islamic religious holidays, and slametan relating to the hamlet tradition. The values of Islamic culture in the slametan tradition are: (1) Embodiment of gratitude to God; (2) Cultivating the practice of charity; (3) Means of delivering hope to God; (4) Respect for supernatural beings. The stages of the implementation of the slametan start from determining the date and then appoint a family representative to deliver an oral invitation. Keywords: Slametan Tradition, Islamic Religion, Society.

Pendahuluan Islam berkembang dan melembaga di Nusantara melalui proses yang panjang. Masuknya Islam di Jawa membawa perubahan mendasar pada pola dan tatanan masyarakat, yang pada saat itu sebagian besar masih menganut agama Hindu (Rahman, 2012: 157). Islam muncul ditengah-tengah masyarakat melalui pertemuannya dengan

Tradisi Slametan Pada Masyarakat Jlatren, Jogotirto, Berbah, Sleman, Yogyakarta | Naafi’ Annisa, Amika Wardana

Dimens ia : Jurnal Kajian Sosiologi | Vo l 8 No 1 Maret 201 9 | 2 ISS N : 197 8 –192X

budaya lokal, yang mengartikan bahwa penyebarannya (Muqoyyidin, 2013: 13). Islam tampil tidak dengan muka Islam Di Jawa, tradisi tertentu, mistisisme, seluruhnya melainkan ditambah dengan Islam dan hinduisme, mengalami polesan budaya yang ada (Rahman, hibridisasi satu sama lain, masuk lebih 2012: 158-159). Agama yang tumbuh dan jauh dari wacana ritual dan keagamaan; berkembang di mau tidak mau dan hakikat dari kombinasi yang lebih harus berdialektika dengan budaya lokal tinggi ini selanjutnya memengaruhi yang kemudian mempunyai ciri khas dan beberapa institusi dari ketiga unsur tradisi keunikan tersendiri (Muqoyyidin, 2013: itu (Miharja, 2014: 204). Karena konteks 3). Jawa yang melatari munculnya Islam di Berdasarkan sistem keagamaan Jawa adalah animisme dan hinduisme, dan kepercayaan yang mengacu pada maka logis jika “warna dan citarasa” Islam penggolongan fenomena keagamaan yang berkembang di Jawa juga Jawa oleh Clifford Geertz, menggunakan bernuansa animisme dan hinduisme tiga tipologi yaitu abangan, santri, dan (Muqoyyidin, 2013: 13). Salah satu adat priyayi. Abangan, yang istiadat, sebagai ritual keagamaan yang merepresentasikan penekanan pada paling populer di dalam masyarakat Islam aspek animistis dari sinkretisme Jawa Jawa adalah " slametan ", yaitu upacara yang serba melingkupi dan secara luas ritual komunal yang telah mentradisi terkait dengan elemen petani; santri, dikalangan masyarakat Islam Jawa yang yang mewakili penekan pada aspek Islam dilaksanakan untuk peristiwa penting dari sinkretisme dan umumnya dalam kehidupan seseorang (Kholil, dihubungkan dengan elemen pedagang 2008: 196). (juga kepada elemen tertentu dikalangan Ritual slametan juga menjadi salah tani); serta priyayi, yang menekankan satu media kelompok abangan dalam aspek Hindu dan terkait dengan elemen mengekspresikan wajah komitmen dan birokratik (Geertz, 2014: xxxii-xxxiii). keagamaannya (Muqoyyidin, 2013: 14). Sebenarnya, dengan menggunakan Slametan yang menjadi tradisi luhur ketiga tipologi tersebut, Geertz ingin untuk mengiringi atau menandai berbagai menegaskan bahwa agama Islam di perubahan dalam kehidupan seseorang Jawa merupakan kumpulan ekspresi adalah "doa" dan harapan sebagai iman, doktrin, ritual dan lain-lain yang ekpresi keberagamaan untuk memohon dipraktikkan masyarakat sesuai dengan diberi "kelempangan" jalan, berkah tradisi lokal atau tempat dan waktu seiring rizqi, nasib baik yang itu semua disadari dengan perkembangan dan tidak dapat diraihnya tanpa "intervensi"

Tradisi Slametan Pada Masyarakat Jlatren, Jogotirto, Berbah, Sleman, Yogyakarta I Naafi” Annisa, Amika Wardana

Dimens ia : Jurnal Kajian Sosiologi | Vo l 8 No 1 Maret 201 9 | 3 ISS N : 197 8 –192X Tuhan di dalamnya (Kholil, 2008: 188). penelitian ini menggunakan analisis Slametan yang dianggap sebagai ritual Milles dan Huberman. paling inti dalam masyarakat Jawa ini, dapat dijumpai dalam kehidupan Hasil dan Pembahasan masyarakat di Dusun Jlatren, Jogotirto, Slametan di Dusun Jlatren terbagi Berbah, Sleman, Yogyakarta. Penelitian menjadi tiga jenis yang didasarkan pada ini bertujuan mendeskripsikan jenis-jenis slametan yang dilaksanakan secara tradisi slametan, nilai budaya Islam dalam pribadi, slametan peringatan hari besar tradisi slametan, dan tahapan Agama Islam, dan slametan yang pelaksanaan tradisi slametan. berkaitan dengan tradisi. Sedangkan jika dilihat dari skala besar-kecilnya Metode pelaksanaan tradisi slametan ini terdapat Penelitian ini menggunakan metode dua jenis yaitu: slametan kecil dan penelitian kualitatif dengan pendekatan slametan besar. Slametan kecil deskriptif. Lokasi penelitian ini adalah di merupakan slametan yang Dusun Jlatren, Desa Jogotirto, diselenggarakan dengan hanya Kecamatan Berbah, Kabupaten Sleman, mengundang tetangga sekitar rumah Yogyakarta. Lokasi dipilih karena di pemilik hajat saja sehingga cakupannya dusun ini masih menerapkan tradisi relatif lebih kecil. Adapun beberapa jenis slametan secara rutin dan masih sangat slametan kecil adalah: brokohan dan lengkap, baik meliputi slametan pribadi, sepasaran. Sedangkan slametan besar slametan peringatan hari besar Islam, merupakan slametan yang dan slametan yang berkaitan tradisi. diselenggarakan dengan mengundang Subyek penelitian ini diambil dengan seluruh warga dusun, sehingga menggunakan teknik purposive sampling cakupannya relatif lebih besar. Adapun yaitu: masyarakat Dusun Jlatren beberapa jenis slametan besar adalah khususnya yang sudah pernah keseluruhan jenis slametan di Jlatren mengadakan acara slametan , sesepuh kecuali slametan brokohan dan desa, dan tokoh pemuka adat/agama sepasaran. yang cukup disegani di dusun ini yang Slametan pribadi secara umum biasanya mengarahkan jalannya setiap dilaksanakan dengan tujuan sebagai upacara adat yang biasa disebut dengan wujud rasa syukur atas limpahan nikmat Mbah Kaum. Teknik pengumpulan data yang diberikan Tuhan kepada kehidupan menggunakan observasi, wawancara, seseorang sekaligus menandai beberapa dan dokumentasi kemudian untuk peristiwa atau peralihan waktu yang validitas data menggunakan teknik dianggap penting dalam kepercayaan triangulasi . Teknik analisis data dalam masyarakat Jawa, selain itu untuk

Tradisi Slametan Pada Masyarakat Jlatren, Jogotirto, Berbah, Sleman, Yogyakarta I Naafi’ Annisa, Amika Wardana

Dimens ia : Jurnal Kajian Sosiologi | Vo l 8 No 1 Maret 201 9 | 4 ISS N : 197 8 –192X mendoakan agar segala pengharapan keselamatan, biasanya mitoni ini yang baik dapat terwujud. Slametan dilaksanakan bagi kehamilan pertama pribadi ini meliputi beberapa krisis seorang ibu. Mitoni berasal dari kata “ pitu ” kehidupan antara lain: kehamilan, yang dalam Bahasa Indonesia berarti kelahiran, perkawinan, dan kematian. tujuh, yang memiliki arti pitulungan atau Dalam slametan kehamilan terbagi dalam pertolongan. Adapun ubarampe secara dua jenis yaitu slametan 4 bulan umum dalam slametan mitoni / 7 bulanan, kehamilan dan 7 bulan kehamilan adalah nasi dan lauk pauk. Adapula (mitoni). Slametan kelahiran yang ubarampe khusus yaitu berupa ketan meliputi slametan brokohan, sepasaran, , janur kuning (daun kalapa muda), salapanan. Lalu slametan perkawinan dan pisang mas. Pengemasan ubarampe (walimatul ursy ) hanya terdapat satu jenis khusus ini adalah ketan kuning yang telah saja. Sedangkan slametan kematian matang dimasukkan ke dalam wadah terbagi ke dalam beberapa jenis yaitu: kecil yang diberi potongan janur kuning slametan surtanah, 7 harinan (pitung dan diatasnya ditaruh pisang mas. Tujuan dinanan), 40 harian (patang puluh pemberian ubarampe khusus tersebut dinanan), 100 (nyatus), mendhak pisan, adalah mengandung harapan agar jika mendhak pindho, dan 1000 harian melahirkan anak perempuan menjadi (nyewu). anak yang cantik, jika seorang laki-laki Slametan pertama dalam slametan maka menjadi anak yang tampan. pribadi yaitu slametan kehamilan 4 Ketampanan dan kecantikan ini dalam bulanan dan 7 bulanan kandungan kepercayaan masyarakat Jawa (mitoni ). Slametan 4 bulanan dilakukan dilambangkan dengan warna dari ketan untuk mendoakan, memperingati, dan kuning, janur kuning, dan pisang mas. mensyukuri bahwa Tuhan telah Slametan kelahiran ( brokohan ), meniupkan ruh ke dalam janin yang bertujuan mendoakan bayi sekaligus dikandung agar selalu diberikan sebagai wujud rasa syukur atas keselamatan hingga persalinan, konsep kelahirannya juga keselamatan ibu dan kesalamatan dalam waktu persalinan bayinya, yang dalam Bahasa Jawa tersebut sesuai dengan falsafah Jawa disebut “menang perang sabil”. (wilujeng, santosa, jatmika, rahayu ). Pelaksanaannya mengundang ibu-ibu Dalam hal ini keluarga memohon doa yang berada di lingkungan sekitar rumah. agar janin senantiasa dapat lahir dengan Brokohan merupakan upacara syukuran selamat, sehat, dan sempurna. atas kelahiran bayi, dengan harapan agar Sedangkan slametan 7 bulanan bayi tersebut mendapatkan brokoh atau bertujuan supaya saat proses persalinan berkah yang artinya kebaikan yang terus- nanti bagi ibu dan bayinya diberikan menerus dan diberi keselamatan oleh

Tradisi Slametan Pada Masyarakat Jlatren, Jogotirto, Berbah, Sleman, Yogyakarta I Naafi’ Annisa, Amika Wardana

Dimens ia : Jurnal Kajian Sosiologi | Vo l 8 No 1 Maret 201 9 | 5 ISS N : 197 8 –192X Tuhan. Disini keluarga menyiapkan nasi berkat yang berisi nasi, ubarampe slametan yang berupa atau nasi gurih dan suwiran ayam berisi nasi, sayur, dan lauk pauk ingkung, sayur, lauk-pauk termasuk yang kemudian nanti akan di bagi-bagi daging olahan dari hewan yang sembelih menjadi beberapa bungkus atau pincuk untuk aqiqohan, jajanan pasar, dan buah dengan pembungkus daun pisang atau yang `dikemas dalam satu wadah plastik kertas nasi untuk dibagikan kepada ibu- besar yang biasa disebut dengan ibu yang datang. baskom. Selapanan ini biasanya Kemudian slametan sepasaran, dilaksanakan pada hari ke tiga puluh lima diadakan pada waktu bayi berumur 5 hari, setelah kelahiran bayi. Adapun ubarampe yang biasanya bertepatan dengan khusus semacam tumpeng yang berisi lepasnya tali pusar bayi (puput puser), nasi yang dibentuk kerucut, dibawahnya karena inilah terkadang selapanan dikelilingi oleh sayur gudangan, telur disebut juga puputan. Sepasaran ayam kampung rebus, jajanan pasar, biasanya mengundang anak-anak kecil di kemudian diatas tumpeng nasi diberi sekitaran rumah warga yang mempunyai semacam lidi yang telah diberi tusukan hajat. Ubarampe yang disiapkan adalah cabai merah besar dan bawang merah nasi, sayur gudangan, lauk, buah, dan yang dipasang dalam posisi vertikal dan jajanan pasar yang ditaruh dalam wadah horizontal. yang terbuat dari kertas (cekethong). Tumpeng nasi yang dikelilingi Adapun ubarampe khusus dalam aneka sayur dan lauk pauk mengandung slametan sepasaran ini adalah 5 macam filosofi seperti gunung yang dikelilingi jenang, dalam kepercayaan masyarakat tanah dan tanamanan subur Jawa kelima jenang tersebut disekelilingnya. Tumpeng ini setelah mengandung makna berbeda-beda. didoakan akan ditempatkan di sekitaran Lalu terdapat slametan selapanan tempat tidur bayi, dengan tujuan agar bayi yang biasanya dilaksanakan bersamaan dijauhkan dari segala gangguan yang dengan Aqiqohan. Slametan ini yang berasal dari makhluk halus sehingga diundang relatif lebih banyak daripada mampu terhindar dari segala mara slametan brokohan dan selapanan. bahaya. Tumpeng dalam kepercayaan Selapanan ini merupakan peringatan hari masyarakat Jawa merupakan ungkapan nepton si bayi, dan menurut dari “metuo dalan ingkang lempeng” yang kepercayaan, hari nepton akan menjadi berarti manusia dalam menjalani hidup dasar dalam peringatan dalam peristiwa- harus berada di jalan yang benar, jauh peristiwa penting dalam perjalanan dari segala kesesatan dan kejahatan kehidupannya kelak (Hartika, 2016: 18- (Setyowati & Hanif, 2014: 8). 19). Disini keluarga akan membagikan Slametan perkawinan bertujuan

Tradisi Slametan Pada Masyarakat Jlatren, Jogotirto, Berbah, Sleman, Yogyakarta I Naafi’ Annisa, Amika Wardana

Dimens ia : Jurnal Kajian Sosiologi | Vo l 8 No 1 Maret 201 9 | 6 ISS N : 197 8 –192X untuk mendoakan calon pengantin agar dipersiapkan. Ubarampe tersebut adalah dapat menempuh rumah tangga yang tiga jenis makanan yaitu ketan, , dan sesuai dengan syariat yang telah apem. Kesatuan makna dari filosofis diajarkan. Dalam acara ini keluarga telah ubarampe ketan, kolak, dan kue apem ini menyiapkan nasi lengkap dengan lauk adalah bahwa orang yang sudah pauk yang ditata dalam suatu wadah meninggal akan otomatis terputus dari untuk dibagikan kepada para kepala segala hal yang berkaitan dengan keluarga yang hadir dalam acara duniawi, ditandai dengan sudah tidak tersebut. Dalam slametan ini terdapat mampu lagi untuk berbicara, maka ubarampe khusus yang biasanya disebut keluarga akan mewakili orang yang sajen yang ditempatkan dalam satu meninggal tersebut untuk memintakan wadah yang disebut sarang. Sarang maaf atas segala kesalahannya kepada terbuat dari anyaman daun kelapa tua. orang-orang yang masih hidup. Sarang ini diisi oleh sebagian dari Lalu ubarampe wajib yang harus makanan yang dibuat selama hajatan selalu disiapkan dalam setiap slametan berlangsung yaitu nasi, sayur dan jajanan kematian disamping ubarampe khusus pasar yang dibuat dalam hajatan (, tersebut, ada nasi gurih dan suwiran tape ketan, , dan jenang). ingkung. Sedangkan ubarampe Penempatan sajen ini biasanya di tujuh umumnya sedikit berbeda dari slametan titik yaitu: empat pojok-pojok desa sesuai pada umumnya yang biasanya arah mata angin, sumur di rumah warga menyediakan nasi, sayur, dan lauk-pauk yang mempunyai hajat, di dalam rumah digantikan dengan bahan makanan yang berfungsi sebagai pusat penyajian mentah seperti beras, gula pasir, teh, konsumsi hajatan, dan di dapur rumah telur, dan mie instan. Dalam setiap warga yang mempunyai hajat. slametan kematian pemilik hajat wajib Selanjutnya dalam slametan menyediakan ayam jago untuk dijadikan kematian terbagi dalam beberapa jenis ingkung. yaitu: surtanah, 7 hari ( pitung dinanan ), Rangkaian slametan kematian 40 hari ( patang puluhan ), 100 hari dimulai dari slametan surtanah berasal (nyatus ), 1 tahunan ( mendak sepisan ), 2 dari kata ngesur tanah yang berarti tahunan ( mendak pindho ), dan 1000 hari mendesak. Maksudnya orang yang (nyewu ). Keseluruhan slametan kematian meninggal meminta maaf kepada ahli yang diperingati setelah slametan kubur yang tanahnya di desak ( disur ). surtanah yakni dari slametan pitung Tujuannya adalah supaya bisa hidup dinanan hingga slametan nyewu terdapat tenang di alam kubur dan tidak suatu kesamaan yakni terdapat mempunyai kesalahan kepada ahli kubur ubarampe khusus yang perlu yang berdekatan. Slametan ini

Tradisi Slametan Pada Masyarakat Jlatren, Jogotirto, Berbah, Sleman, Yogyakarta I Naafi’ Annisa, Amika Wardana

Dimens ia : Jurnal Kajian Sosiologi | Vo l 8 No 1 Maret 201 9 | 7 ISS N : 197 8 –192X dilaksanakan pada hari kematian penyembelihan kambing. Kambing dalam seseorang, tepatnya setelah jenazah kepercayaan masyarakat Jawa dikebumikan. Ke mudian slametan pitung dimaksudkan sebagai kendaraan orang dinanan (7 hari), dilaksanakan pada hari yang meninggal tersebut di alam kubur. ke 7 setelah meninggal dunia. Tujuannya, Selanjutnya terdapat jenis slametan agar orang yang meninggal diberikan yang kedua yakni slametan peringatan keselamatan dan tenang di alam kubur. hari besar Agama Islam. Slametan Slametan ini sebagai syukuran atas peringatan hari besar Agama Islam ini selesainya tahlil, maka warga yang hadir dilaksanakan dalam rangka memuliakan akan diberikan sedekah berupa nasi dan bulan ataupun hari-hari tertentu yang lauk pauknya. bertalian dengan agama Islam misalnya Slametan patang puluhan (40 hari), bulan Maulud, Muharram, Ramadhan, dilaksanakan pada hari ke 40 setelah dan Idul Fitri. meninggal dunia. Slametan ini bertujuan Dalam slametan peringatan hari memberi penghormatan kepada roh besar agama Islam ini tidak terdapat orang yang meninggal yang sudah mulai ubarampe khusus, hanya perlu keluar dari pekarangan dan akan menuju menyiapkan ubarampe umum dalam alam kubur. Lalu slametan nyatus (100 slametan yang berupa nasi dan lauk pauk hari), dilaksanakan pada hari ke seratus yang dimaksudkan hanya untuk setelah orang tersebut meninggal dunia. bersedekah. Dimulai dari slametan 10 Setelah slametan nyatus ini akan Muharram ini dilaksanakan pada malam diadakan Slametan mendhak pisan (1 ke 10 bulan Muharram, atau biasa disebut tahun), slametan ini dilaksanakan ngasura . Tujuan diadakan slametan ini setahun setelah orang tersebut secara umum adalah untuk memperingati meninggal dunia. Selanjutnya ada peristiwa-peristiwa yang dialami oleh slametan mendhak pindho (2 tahun), para Nabi dan Rasul. Lalu slametan slametan ini dilaksanakan dua tahun Maulidan ini dilaksanakan pada malam ke setelah orang tersebut meninggal dunia. 12 bulan Rabi’ul Awal ( Mulud ), atau biasa Slametan nyewu (1000 hari), disebut Muludan. Tujuan diadakan dilaksanakan pada hari ke 1000 (2 tahun slametan ini adalah untuk memperingati 10 bulan) setelah meninggal dunia, yang hari lahir Nabi Muhammad SAW. mana slametan ini merupakan puncak Selanjutnya slametan nisfu sya’ban dari rangkaian tradisi slametan kematian ini dilaksanakan pada malam tanggal 15 dalam masyarakat Jawa. Terdapat bulan Sya’ban / Ruah. Tujuan ubarampe khusus yang khas ditemukan diadakaannya slametan ini adalah untuk pada saat slametan nyewu , yaitu memperingati hari dimana semua buku pemakaian ubarampe yang berupa catatan amalan perbuatan manusia di

Tradisi Slametan Pada Masyarakat Jlatren, Jogotirto, Berbah, Sleman, Yogyakarta I Naafi’ Annisa, Amika Wardana

Dimens ia : Jurnal Kajian Sosiologi | Vo l 8 No 1 Maret 201 9 | 8 ISS N : 197 8 –192X dunia selama setahun yang akan jajanan pasar dan buah-buahan. diserahkan kepada Tuhan, selain itu Slametan nyadran ini dilaksanakan terdapat pengharapan bahwa dengan pada tanggal 25 bulan Sya’ban/Ruah. adanya slametan ini semua manusia Slametan ini merupakan kumpul bersama akan memiliki catatan amalan yang baik. untuk membaca tahlil bagi para leluhur Lalu slametan Lalilatul Qodar , ini semoga diampuni segala -dosanya dilaksanakan pada malam 21 bulan dan diterima segala amal baiknya. Pada Ramadhan. Tujuan diadakaannya slametan ini warga akan membawa slametan ini adalah untuk mendapatkan ubarampe yang hampir sama seperti keberkahan dari malam Lailatul Qodar. dengan pada umumnya yaitu nasi dan Slametan 1 Syawal, ini dilaksanakan lauk pauk, khusus di slametan rasulan pada malam hari Raya Idul Fitri. Slametan dan nyadran ini ditambahkan ubarampe ini sebagai wujud rasa syukur telah berupa aneka jajanan pasar dan buah- berhasil menjalankan puasa selama 30 buahan. Ubarampe nasi bermakna hari tanpa ada halangan suatu apapun, simbolis sebagai hasil panen dari sawah. dengan tujuan agar amal ibadah selama Sedangkan ubarampe sayur, lauk-pauk, satu bulan tersebut diterima oleh Tuhan. dan buah-buahan bermakna simbolis Selanjutnya jenis slametan yang sebagai hasil panen dari kebun. Lalu ketiga yakni slametan yang berkaitan ubarampe jajanan pasar bermakna dengan tradisi, yang terdiri dari slametan simbolis sebagai hasil rezeki diluar dari merti desa atau rasulan dan nyadran. sawah dan kebun. Slametan merti desa atau rasulan, Selanjutnya mengenai nilai dan merupakan tasyakuran yang diadakan tujuan slametan, berdasarkan hasil oleh seluruh warga atas keberhasilan wawancara terdapat empat nilai dan panen rendhengan/ di musim tujuan yaitu: perwujudan rasa syukur penghujan/masa tanam pertama. Tujuan kepada Tuhan, memupuk kebiasaan diadakan slametan ini adalah sebagai bersedekah, sarana penyampaian rasa syukur atas hasil bumi yang baik dan harapan kepada Tuhan, dan melimpah dalam satu tahun, selain itu menghormati makhluk ghaib . Pertama, juga diharapkan agar tanaman yang akan perwujudan rasa syukur kepada Tuhan. ditanam di musim tanam selanjutnya Jika dilihat bahwa adanya unsur agama akan berhasil. Pada slametan ini warga Islam terlihat jelas dalam slametan akan membawa ubarampe yang hampir rasulan, dijadikan alasan utama sama seperti dengan pada umumnya diadakannya slametan tersebut adalah yaitu nasi dan lauk pauk, khusus di rasa syukur kepada Allah SWT. slametan rasulan dan nyadran ini Manifestasi rasa syukur tersebut ditambahkan ubarampe berupa aneka kemudian diwujudkan dengan

Tradisi Slametan Pada Masyarakat Jlatren, Jogotirto, Berbah, Sleman, Yogyakarta I Naafi’ Annisa, Amika Wardana

Dimens ia : Jurnal Kajian Sosiologi | Vo l 8 No 1 Maret 201 9 | 9 ISS N : 197 8 –192X mengadakan slametan rasulan yang penghormatannya kepada makhluk ghaib diadakan seusai masa panen tersebut dengan meletakkan ubarampe rendhengan tiba. Yang mana dalam cara slametan tertentu dalam tempat-tempat tersebut warga membawa aneka tertentu pula. Sebagai contoh, seperti makanan dan buah-buahan sebagai dalam slametan pernikahan terdapat simbolisasi keberhasilan panen di ladang ubarampe berupa sajen kemudian maupun sawah yang harus disyukuri. dimasukkan ke dalam wadah yang Kedua, memupuk kebiasaan bersedekah. disebut sarang. Penempatan sajen ini Islam telah menganjurkan agar umatnya biasanya di tujuh titik yaitu: empat pojok- bersedekah, maka janji Allah bagi pojok desa sesuai arah mata angin. umatnya yang bersedekah adalah akan Selanjutnya pelaksanaan tradisi melipat gandakan kenikmatan baginya. slametan di Dusun Jlatren dilakukan Bertambahnya kenikmatan disini dalam beberapa tahapan yang secara dijadikan motivasi agar manusia umum hampir sama antara satu jenis senantiasa bersyukur. Dalam konteks slametan dengan slametan lainnya. slametan, unsur bersedekah ini Adapun bila terdapat perbedaan hanya diimplementasikan oleh masyarakat terletak pada bagian penyediaan dengan memberikan ubarampe slametan ubarampe khusus dan penambahan doa- yang berupa jajanan pasar yang doa khusus sesuai dengan jenis slametan bermaksud sebagai sedekah untuk yang berlangsung. Pertama dilakukan menggapai keselamatan hidup. tahap persiapan terlebih dahulu yaitu Ketiga, sarana penyampaian dengan menentukan tanggal harapan kepada Tuhan . Dalam konteks pelaksanaan slametan sesuai dengan slametan di Dusun Jlatren terdapat penanggalan jawa yang telah disepakati. aktualisasi nilai-nilai budaya Islam yang Kemudian keluarga akan menunjuk salah terlihat pada pembacaan doa-doa, seorang perwakilan dari keluarga untuk shalawat Nabi, maupun pembacaan ayat- datang ( sowan ) ke rumah Rohis atau ayat Al-Qur’an selama proses slametan Mbah Kaum dan rumah-rumah warga yang kesemuanya itu mengandung yang akan diundang ke acara slametan makna sebagai sarana penyampaian dengan maksud untuk mengundangnya. harapan kepada Tuhan untuk Sedangkan untuk waktu mendapatkan keselamatan, pelaksanaan acara slametan kemakmuran, dan dijauhkan dari hal-hal dilaksanakan setelah shalat Maghrib atau yang tidak diinginkan. Keempat, setelah sholat Isya. Kemudian memasuki menghormati makhluk ghaib. Dalam acara inti slametan nya, dimulai dengan konteks slametan, masyarakat pembukaan acara oleh Rohis atau Mbah mengimplementasikan wujud Kaum yang kemudian akan menjelaskan

Tradisi Slametan Pada Masyarakat Jlatren, Jogotirto, Berbah, Sleman, Yogyakarta I Naafi’ Annisa, Amika Wardana

Dimens ia : Jurnal Kajian Sosiologi | Vo l 8 No 1 Maret 201 9 | 10 ISS N : 197 8 –192X maksud dan tujuan acara slametan yang akhir acara dipersilahkan untuk dilaksanakan tersebut. Selanjutnya Rohis menikmati ubarampe yang telah dibawa atau Mbah Kaum akan memimpin oleh setiap keluarga yang menghadiri pembacaan ayat-ayat Al-Qur’an seperti acara tersebut. surat-surat pendek, lalu akan ditutup Terdapat temuan menarik dalam dengan pembacaan doa-doa yang juga penelitian ini yaitu terdapat titik temu akan disesuaikan dengan jenis slametan ajaran Agama Islam dan kebudayaan yang berlangsung. Jawa dalam ubarampe tradisi slametan . Dalam slametan pribadi, dibagian Pertama, yaitu tumpeng. Dalam akhir acara akan dijamu dengan kepercayaan masyarakat Jawa tumpeng makanan dan minuman, kemudian ketika merupakan ungkapan dari “ metuo dalan akan pulang dibagikan ubarampe umum ingkang lempeng” yang berarti manusia slametan. Ubarampe umum slametan ini dalam menjalani hidup harus berada di biasanya sebagai wujud sedekah yang jalan yang benar, jauh dari segala bisa berupa makanan matang yaitu nasi, kesesatan dan kejahatan (Setyowati & sayur, lauk-pauk, jajanan pasar, buah, Hanif: 8). Nasi tumpeng yang dibentuk dan ditambahkan ubarampe-ubarampe kerucut ditempatkan di tengah-tengah khusus slametan. Namun dalam dengan berbagai macam lauk-pauk yang beberapa jenis slametan seperti disusun disekelilingnya. Penempatan rangkaian slametan kematian, bahan seperti ini mengandung makna filosofis makanan matang tersebut diganti dengan dan simbolis dimana nasi sebagai simbol bahan makanan mentah seperti mie sebuah gunung dan lauk-pauk di instan, beras, telur, gula, teh, jajanan sekelilingnya sebagai simbol tanah atau pasar, dan ubarampe khusus slametan tanaman yang tumbuh subur. Kerucut kematian. nasi yang menjulang tinggi menjulang Sedangkan dalam slametan tinggi melambangkan keagungan Tuhan peringatan Hari Besar Agama Islam dan Yang Maha Pencipta alam beserta isinya, slametan yang berkaitan dengan sedangkan aneka lauk-pauk dan sayuran integrasi dusun, tahapan merupakan simbol dari isi alam ini pelaksanaannya hampir sama dengan (Setyowati & Hanif, 2014: 9). Maka slametan pribadi. Dimulai dengan dengan adanya tumpeng tersebut pembukaan acara oleh Rohis atau Mbah diharapkan manusia selalu mengingat Kaum, kemudian akan diberikan keagungan dan kekuasaan Allah SWT. penjelasan mengenai pemaknaan dan Kedua, yaitu ayam ingkung. tujuan diadakannya slametan tersebut. Ingkung merupakan ubarampe yang Lalu dilanjutkan dengan pembacaan doa berupa ayam kampung utuh yang oleh Rohis atau Mbah Kaum, kemudian di dimasak dengan diberi . Ingkung

Tradisi Slametan Pada Masyarakat Jlatren, Jogotirto, Berbah, Sleman, Yogyakarta I Naafi’ Annisa, Amika Wardana

Dimens ia : Jurnal Kajian Sosiologi | Vo l 8 No 1 Maret 201 9 | 11 ISS N : 197 8 –192X ini menurut kepercayaan Jawa maksudnya orang yang telah meninggal mengandung makna sebagai wujud akan putus dari segala hal yang berkaitan persembahan untuk para leluhur yang dengan dunia. Keenam, yaitu kolak. telah memberikan keselamatan dan Kolak mengadopsi dari kata dalam kemakmuran. Ayam ingkung ini sendiri Bahasa Arab “Qolaa” yang berarti merupakan ayam utuh yang dimasak ucapan, maksudnya bahwa orang yang dengan keadaan kaki dan kepalanya sudah meninggal tidak bisa berbicara diikat menyerupai seperti orang yang lagi. Ketujuh, yaitu Nasi uduk ( wuduk) sedang bersujud, hal tersebut bermakna atau gurih. Nasi gurih dalam kepercayaan agar manusia senantiasa bersujud dan masyarakat Jawa dimaknai sebagai berzikir kepada Allah SWT sesuai dengan upaya meluhurkan Nabi Muhammad ajaran Nabi Muhammad SAW. SAW yang telah memberikan Ketiga, yaitu jajanan pasar. Jajanan keselamatan kepada umat manusia. pasar dalam kepercayaan masyarakat Dalam perspektif fenomenologi Jawa bermakna sebagai sedekah untuk tentang tradisi slametan Dusun Jlatren menggapai keselamatan hidup dan yakni memandang perilaku dan tindakan terhindar dari segala gangguan makhluk manusia sebagai suatu yang bermakna, ghaib. Jajanan pasar adalah lambang karena manusia memberikan makna dari sesrawungan (hubungan pada perilaku dan tindakan tersebut. kemanusiaan, silahturahmi) dan lambang Manusia juga merupakan makhluk yang kemakmuran (Setyowati & Hanif, 2014: mempunyai “tujuan” dalam mewujudkan 10). Dalam hal ini jajanan pasar tindakannya. Adanya tujuan dan mengandung makna mendalam agar pengetahuan di balik perilaku dan manusia senantiasa menjalin hubungan tindakan inilah yang melahirkan “makna” silaturahmi antar sesama manusia sesuai terhadap perilaku dan tindakan tersebut, apa yang diajarkan dalam agama Islam serta terhadap “objek” nya. Sedangkan yang disebut dengan haabluminannas. agama dalam sudut pandang Keempat, yaitu kue apem. Kue apem ini fenomenologi adalah suatu kesadaran, mengadopsi dari kata dalam Bahasa sebagai suatu kesadaran agama dapat Arab “Afuwun” yang berarti memohon bersifat individual maupun kolektif. ampun, maksudnya orang yang sudah Sebagai sebuah kesadaran individual, meninggal ini meminta ampun atas agama menekankan kesadaran- segala kesalahan dan dosa yang pernah kesadaran, pengetahuan-pengetahuan, dia perbuat selama hidupnya. pandangan-pandangan individual, Kelima, yaitu ketan. Ketan bersifat khas, kemudian mendorong mengadopsi dari kata dalam Bahasa munculnya perilaku-perilaku individual Arab “Qhotoa” yang berarti telah putus, yang khas pula.

Tradisi Slametan Pada Masyarakat Jlatren, Jogotirto, Berbah, Sleman, Yogyakarta I Naafi’ Annisa, Amika Wardana

Dimens ia : Jurnal Kajian Sosiologi | Vo l 8 No 1 Maret 201 9 | 12 ISS N : 197 8 –192X Berkaitan dengan perilaku slametan rasulan, serta sarang dalam individual yang khas dalam beragama slametan perkawinan. Makna khusus inilah salah satunya dapat tercermin dari yang tercermin dalam tradisi slametan perilaku masyarakat di Dusun Jlatren juga terlihat dalam pemilihan tanggal dalam menjalankan tradisi slametan yang pada jenis-jenis slametan tertentu seperti masih digelar secara rutin. Hal ini tentu slametan kematian (hari-1, hari ke-7, hari dianggap sebagai suatu perilaku yang ke-40, hari ke-100, hari ke-1 tahun, hari bersifat khas karena pelaksanaan tradisi ke-2 tahun, dan hari ke-1000) dan pada slametan yang biasanya dilakukan oleh slametan peringatan Hari Besar Islam masyarakat Jawa pada umumnya juga (tanggal 10 Muharram, 12 Maulud, 15 dilaksanakan oleh masyarakat yang Sya’ban, 21 Ramadhan, dan 1 Syawal). beragama muslim, meskipun dalam Masyarakat memberikan makna beberapa jenis slametan tertentu seperti bagi tradisi slametan dan tetap menjaga slametan kematian tidak terdapat agar tradisi tersebut tidak pernah punah tuntunan yang menjelaskan akan hal dengan cara terus menerus tersebut namun lebih mengarah pada melaksanakan tradisi tersebut ketika kepercayaan atau ajaran agama lainnya bertepatan dengan waktu-waktu dalam atau dalam kata lain telah mengalami krisis kehidupan seperti kehamilan, proses sinkretisasi. Pelaksanaan tradisi kelahiran, perkawinan, kematian, hari- slametan tersebut juga dipandang hari besar Agama Islam, syukuran hasil memiliki makna dan tujuan yang khas panen, maupun tradisi yang dilaksanakan pula sesuai dengan jenisnya masing- sebagai agenda rutin dusun pasti akan masing entah itu slametan pribadi, diadakan perayaan sesuai dengan peringatan Hari Besar Islam, dan prosesi tradisi yang sejak dahulu slametan yang berkaitan dengan tradisi. berlangsung. Adapun makna khusus sangat terlihat dalam beberapa ubarampe yang Simpulan khas dalam setiap jenis tradisi slametan Slametan yang terdapat di Dusun diantaranya: ketan kolak dan kue apem, Jlatren terbagi menjadi 3 jenis, dalam slametan kematian, tumpeng nasi pengelompokan ini di dasarkan pada selapanan yang menggunakan tusukan slametan yang dilaksanakan secara dari cabe dan bawang merah yang pribadi, slametan peringatan hari besar dibentuk khas, 5 macam jenang dalam Agama Islam, dan slametan yang slametan sepasaran, ketan janur dan berkaitan dengan tradisi. Terdapat nilai pisang mas dalam slametan mitoni, hasil dan tujuan slametan diantaranya: bumi (nasi, lauk, sayur) dan hasil kebun perwujudan rasa syukur kepada Tuhan, (buah-buahan) serta jajanan pasar dalam memupuk kebiasaan bersedekah, sarana

Tradisi Slametan Pada Masyarakat Jlatren, Jogotirto, Berbah, Sleman, Yogyakarta I Naafi’ Annisa, Amika Wardana

Dimens ia : Jurnal Kajian Sosiologi | Vo l 8 No 1 Maret 201 9 | 13 ISS N : 197 8 –192X penyampaian harapan kepada Tuhan, yang telah mendukung penulisan artikel dan menghormati makhluk ghaib. ini. Kami juga mengucapkan terima kasih Slametan yang dijalankan di dusun ini kepada redaksi Jurnal Dimensia yang terlihat jelas berbeda dengan tradisi telah menerbitkan tulisan ini. slametan yang pada umunya dilakukan oleh masyarakat perdesaan yakni yang Daftar Pustaka sangat kental nuasa Hindu dan Buddha, Geertz, C. 2014. Agama Jawa. Depok: Komunitas Bambu. namun sangat jelas terlihat dominannya Kholil, A. 2008, September-Desember). nilai-nilai budaya Islam di dalamnya. Agama dan Ritual Slametan. Jurnal El-Harakah, 10 . Dalam konteks kajian Mulder, N. 2001. Mistisme Jawa : Ideologi fenomenologi agama, perilaku di Indonesia. Yogyakarta: LKIS Pelangi Aksara. masyarakat dalam melaksanakan Muqoyyidin, A. W. 2013. Dialektika Islam slametan ini termasuk perilaku individual dan Budaya Lokal Jawa. Ibda : Jurnal Kebudayaan islam . yang khas karena memiliki makna dan Rosyidi, A. W. 2012. Doa Dalam Tradisi tujun yang khas pula sesuai dengan Islam Jawa. el Harakah, 14 . Sari, D. A. 2017. Slametan Kematian Di jenisnya masing-masing entah itu Desa Jaweng Kabupaten slametan pribadi, peringatan Hari besar Boyolali. Haluan Sastra Budaya. Setyowati, A., & Hanif, M. 2014. Peran Islam, dan slametan yang berkaitan Perempuan Dalam Tradisi dengan tradisi. Masyarakat memberikan Upacara Bersih Desa (Studi Kasus Di Desa Kiringan makna bagi tradisi slametan dan tetap Kecamatan Takeran Kabupaten menjaga agar tradisi tersebut tidak Magetan). Jurnal Sejarah dan Pembelajarannya 4, 01 . pernah punah dengan cara terus Sugiono. 2017. Metode Penelitian menerus melaksanakan tradisi tersebut Kualitatif . Bandung: Alfabeta. Sutiyono. 2010. Benturan Budaya Islam : ketika bertepatan dengan waktu-waktu Puritan & Sinkretis. : dalam krisis kehidupan seperti Kompas. Turner, B. S. 2013. Sosiologi Agama. kehamilan, kelahiran, perkawinan, (Daryatno, Trans.) Yogyakarta: kematian, hari-hari besar Agama Islam, Pustaka Pelajar.

syukuran hasil panen, maupun tradisi

yang dilaksanakan sebagai agenda rutin dusun pasti akan diadakan perayaan

sesuai dengan prosesi tradisi yang sejak dahulu berlangsung.

Ucapan Terima Kasih Terima kasih kepada semua pihak

Tradisi Slametan Pada Masyarakat Jlatren, Jogotirto, Berbah, Sleman, Yogyakarta I Naafi’ Annisa, Amika Wardana