VARIASI DIALEK BAHASA KARO DI KABUPATEN KARO, DELI SERDANG, DAN LANGKAT

DISERTASI

Untuk Memperoleh Gelar Doktor dalam ilmu Linguistik padda Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara di bawah pimpinan Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H., Sp.A(K) dipertahankan pada tanggal 19 Oktober 2009 di Medan, Sumatera Utara

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA SEKOLAH PASCA SARJANA

Matius C.A. Sembiring NIM 058107009/Ling

SEKOLAH PASCA SARJANA PROGRAM STUDI LINGUISTIK MEDAN 2009

1 Universitas Sumatera Utara

VARIASI DIALEK BAHASA KARO DI KABUPATEN KARO, DELI SERDANG, DAN LANGKAT

DISERTASI

Untuk Memperoleh Gelar Doktor dalam ilmu Linguistik padda Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Telah dipertahankan di hadapan Panitia Ujian Doktor Terbuka pada:

Hari : Senin Tanggal : 19 Oktober 2009 Pukul : 09.00.WIB

Oleh Matius C.A. Sembiring NIM 058107009/Ling

2 Universitas Sumatera Utara Judul Disertasi : VARIASI DIALEK BAHASA KARO DI KABUPATEN KARO, DELI SERDANG, DAN LANGKAT

Nama Mahasiswa : Matius C.A. Sembiring NIM : 058107009 Program Studi : Linguistik

Menyetujui: Komisi Pembimbing, Promotor

Prof. Dr. Robert Sibarani, M.S. Promotor

Prof. Amrin Saragih, M.A., Ph.D. Prof. Dr. Jawasi Naibaho, M.Hum. Co-Promotor Co-Promotor

Ketua Program Studi, Direktur,

Prof. T. Silvana Sinar, M.A.,Ph.D Prof. Dr.Ir. T. Chairun Nisa B., MSc

3 Universitas Sumatera Utara

Diuji pada Ujian Akhir Disertaasi (Promosi Doktor) Tanggal 19 Oktober 2009

PANITIA PENGUJI DISERTASI

Ketua : Prof. Dr. Robert Sibarani, M.S.

Anggota : 1. Prof. Amrin Saragih, M.A., Ph.D.

2. Prof. Dr. Jawasi Naibaho, M.Hum.

3. Prof. T. Silvana Sinar, M.A.,Ph.D

4. Prof. Effendi Barus, Ph.D

5. Prof. Paitoon M. Chaiyanara, Ph.D

6. Prof. Dr. Hj. Nadra, M.S.

Dengan Surat Keputusan Rektor Universsitas Sumatera Utara Nomor : 6630/H5.1.R/SK/SPB/SK/2009 Tanggal : 31 Agustus 2009

4 Universitas Sumatera Utara TIM PROMOTOR:

Prof. Dr. Robert Sibarani, M.S.

Prof. Amrin Saragih, M.A., Ph.D.

Prof. Dr. Jawasi Naibaho, M.Hum.

5 Universitas Sumatera Utara TIM PENGUJI LUAR KOMISI:

Prof. T. Silvana Sinar, M.A.,Ph.D

Prof. Effendi Barus, Ph.D

Prof. Paitoon M. Chaiyanara, Ph.D

Prof. Dr. Hj. Nadra, M.S.

6 Universitas Sumatera Utara Karya ini saya persembahkan kepada:

Ayah dan Ibu: Rakap Sembiring Milala (alm) Dem beru Karo-Karo Sitepu (alm)

Istri dan anak: Maslina br Perangin-angin Bangun, SPd. Masrita beru Sembiring Milala, SE dan Valentinus Tarigan, SPd. Boy Sukandi Sembiring Milala, Amd.P. Madelisa beru Sembiring Milala Mungrosuta Sembiring Milala

Aminna kai gia Pendahindu tah pe Agamandu ula kam lupa lima penggurun jelma manusia: Ate, pegu, piah, pusuh, ras bage kepe. Adi mesera babandu enggeluh, ula kam perpusuh. Ula kam tertaren-taren, gundari pe lengabo melawensa, emakana labo dalih.

Share everything. Play fair. Don’t hit people. Put things back where you found them. Clean up your own mess. Don’t take things that aren’t yours. Say sorry when you hurt somebody. Wash your hands before you eat. Flush. Warm cookies and cold milk are good for you. Live a balance life - learn some and think some and draw and paint and sing and dance and play and work every day some. Take a nap every afternoon. When you go out into the world, watch out for traffic, hold hands, and stick together. Be aware of wonder. Remember the little seed in the Styroform cup: the roots go down and the plant goes up and nobody really knows how or why, but we all like that. Goldfish and hamsteers and white mice and even the little seed in the Styroform cup – they all die. So do we. And then remember the Dick and Jane books and the first word you learned the biggest word of all LOOK. Quoted from Robert Fulghun, All I really need to know I learned in kindergarten, Ballantine Books, New York, 1988, pages 4 and 5.

7 Universitas Sumatera Utara Kata Pengantar Syukur dan puji diucapkan kepada Allah SWT yang Maha Pemurah dan

Pengasih atas segala berkat dan rahmat yang diberikan-Nya kepada peneliti, sehingga laporan disertasi ini dapat diselesaikan sebagaimana diharapkan dan direncanakan.

Pertama sekali, peneliti mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Robert

Sibarani, M.S. (Promotor), Prof. Amrin Saragih, M.A., Ph.D., (Co-promotor), dan

Prof. Dr. Jawasi Naibaho (Co-promotor) atas semua kesabaran, ketelitian, dan pengarahan maupun bimbingan selama penulisan proposal hingga disertasi ini selesai.

Tanpa arahan dan bimbingan yang terpadu diberikan kepada peneliti selama ini, tentu disertasi ini tidak akan berakhir pada tahap penyelesaian.

Dalam kesempatan ini peneliti tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada

Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM & H, SpA(K), Rektor USU yang telah memberikan waktu, izin, dan subsidi untuk mengikuti program S-3 di Sekolah Pascasarjana USU,

Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc. (Direktur Sekolah Pascasarjana USU), Prof.

Tengku Silvana Sinar, Ph.D., M.A. (Ketua Program Studi Linguistik Sekolah

Pascasarjana USU), Wan Syaifuddin, Ph.D. (Dekan Fakultas Sastra USU) atas bantuan moril yang diberikan yang sifatnya dapat menunjang kegiatan perkuliahan hingga penyelesaian disertasi ini.

Kepada Prof. Paitoon Chaiyanara, Ph.D. sebagai Koordinator Supervisor

Sandwich Program di NTU (Nanyang Technology University) Singapore dan penguji sebagai Komisi luar. Selama kegiatan Sandwich Program berjalan, peneliti diberikan bimbingan untuk melaksanakan penelitian untuk dapat dijadikan disertasi.

8 Universitas Sumatera Utara Selanjutnya kepada anggota komisi penguji luar, Prof. Dr. Nadra, M.S. diucapkan terima kasih banyak karena beliau telah banyak mengoreksi dan memberikan masukan demi kesempurnaan disertasi ini.

Peneliti juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman seangkatan dalam perkuliahan gelombang pertama, pada program S-3 Linguistik di Sekolah

Pascasarjana USU. Dalam hal pelaksanaan penelitian disertasi ini banyak sekali orang yang sudah memberikan bantuan moral ataupun material. Untuk itu, peneliti menyampaikan terima kasih karena tanpa partisipasi mereka disertasi ini tidak akan selesai seperti yang ada sekarang ini.

Di satu sisi, peneliti menyampaikan terima kasih kepada Almarhum Prof.

Tengku Amin Ridwan, M.A, Ph.D. atas segala usaha dan jasanya untuk membuka program S-3 linguistik di Sekolah Pascasarjana USU. Perasaan sayang melintas di benak peneliti karena Beliau tidak dapat melihat anak didiknya menyelesaikan studinya. Peneliti tidak lupa berdoa agar arwahnya dapat diterima oleh Allah SWT di tempat yang layak sesuai dengan perbuatan dan jasa selama hidup.

Peneliti akhirnya mengucapkan terima kasih kepada almarhum ayah dan ibu atas segala jerih payahnya dalam hal mendidik peneliti semenjak duduk di Sekolah

Dasar sampai sekarang, baik dukungan moral maupun material. Peneliti yakin dan percaya bahwa walaupun ayah dan ibu sudah tidak ada, tetapi segala nasehat dan bimbingan yang mereka berikan pada jiwa peneliti belum hilang, melainkan masih tetap hidup.

9 Universitas Sumatera Utara Kepada istri tercinta (Maslina br Bangun, S.Pd.) dan anak tersayang (Masrita,

S.E., Boy Sukandi, Madelisa, dan Mungrosuta) atas partisipasi mereka selama perkuliahan hingga selesai, antara lain meminjam buku dari perpustakaan USU, memfotokopi materi yang diperlukan, mengetik, dan lain-lain yang sifatnya dapat membantu penulisan disertasi ini.

Kepada pegawai BPS (Biro Pusat Statistik) Sumatera Utara atas pelayanan yang baik dan ramah untuk memberikan data yang diperlukan. Selanjutnya, kepada

Kepala Desa, para informan di daerah titik pengamatan, juga diucapkan terima kasih.

Kepada Bapak Drs. Zubeirsyah, S.U., Drs. Namsyah Hot Hasibuan, M.Ling., dan

Dra. Peraturen ukapiring, S.U. tidak lupa diucapkan terima kasih yang sudah meluangkan waktu untuk mengoreksi penggunaan diksi dan EYD dalam disertasi ini.

Dalam kata pengantar serta ucapan terima kasih, akhirnya peneliti berdoa kepada Allah SWT agar diberikanNya rahmat dan berkat kepada mereka sebagai balas jasa dan budi baik yang peneliti terima.

Wasalam peneliti,

Matius C.A. Sembiring

10 Universitas Sumatera Utara Daftar Isi DAFTAR ISI Kata Pengantar i Daftar isi iv Abstrak v Abstract vi I. PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang 1 1.2 Masalah 5 1.3 Tujuan Penelitian 7 1.4 Manfaat Penelitian 8 1.5 Anggapan Dasar 9

II. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 11 2.1 Masyarakat Karo 11 2.2 Kedudukan Bahasa Karo 27 2.3 Daerah Objek Penelitian 28 2.4 Kabupaten Karo 29 2.5 Kabupaten Deli Serdang 39 2.6 Kabupaten Langkat 49

III. TINJAUAN PUSTAKA 55 3.1 Penelitian Geografi Dialek 55 3.2 Kajian Teori 71

IV. METODE PENELITIAN 73 4.1 Teknik Pengumpulan Data 73 4.2 Teknik Analisis Data 81

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 83 5.1 Deskripsi Variasi Fonologis 83 5.2 Deskripsi Variasi Leksikal 92 5.3 Pemetaan Variasi Fonologis dan Leksikal 130 5.4 Jumlah Dialek Bahasa Karo 222 5.5 Penjelasan Peta 233

VI. KESIMPULAN 259 DAFTAR PUSTAKA 262 Lampiran 266

11 Universitas Sumatera Utara

Abstrak Penelitian ini berjudul Variasi Bahasa Karo di Kabupaten Karo, Deli Serdang, dan Langkat. Penelitian ini dilakukan di tiga kabupaten sebagaimana tersebut dalam judul. Teori yang digunakan ialah teori dialektologi yang dikembangkan oleh Ayatrohaedi di semenjak 1979. Adapun maslah dalam penelitian ini ialah bagaimanakah deskripsi variasi fonologis dan leksikal bahasa Karo di ketiga kabupaten tersebut. Bagaimnakah sebaran variasi fonologis dan leksikal tersebut dapat digambarkan pada peta di daerah objek penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan unsur fonologi dan leksikon. Berapakah jumlah dialek bahasa Karo yang dipakai oleh masyarakat penutur bahasa Karo di ketiga kabupaten tersebut. Data untuk bahan analisis diambil dari lima puluh empat orang informan, yaitu tiga orang dari setiap titik tempat pengamatan (delapanbelas titik tempat pengamatan). Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data ialah metode pupuan lapangan, yaitu peneliti langsung berhadapan dengan para informan menanyakan padnan kata yang ditanyakan kepadanya. Dalam pendeskripsian ujaran para informan digunakan simbol yang diterbitkan oleh IPAS (International Phonetics Assosiation Simbols). Semua data diambil dari bahasa lisan. Setelah data diperoleh dari informan maka ditabulasi untuk yang beda fonologis dan leksikal. Dari pentabulasian dapat diperoleh peta sebaran variasi sebanyak 43 buah (19 beda fonologis dn 24 beda leksikal). Selanjutnya diaplikasikan metode dialektometri untuk menghitung jarak peta yang diperbandingkan untuk menemukan jumlah dialek dan subdialek bahasa Karo di ketiga kabupaten terebut. Sebagai hasilnya dapat ditemukan bahwa di ketiga kabupaten tersebut sudah ada tiga dialek bahasa Karo, yaitu dialek Karo Singalor Lau yang daerah pakainya di Kecamatan Juhar dan Lau Baleng, dialek Karo Julu yang daerah pakainya di Kecamatan Tiga Panah dan Merek dengan subdialeknya di Kecamatan Kuta Buluh dan Payung, dan dialek Karo Jahe yang daerah pakainya di Kabupaten Langkat serta daerah subdialeknya di Kabupaten Deli Serdang.

12 Universitas Sumatera Utara

Abstract The title of this research is Variasi Dialek Bahasa Karo di Kabupaten Karo, Deli Serdang, dan Langkat. The research was taken place in those three different regencies, i.e. the regencies of Karo, Deli Serdang, and Langkat. The theory applied on this research is dialectological theory which is introduced by Ayatrohaedi since 1979 in Indonesia and dialectometry is applied for statistics. The problem stated on this research is the description of the variation found deal with fonology and lexicon. How are those variations spreading in those three regencies. How many dialects does the Karo Language has today. The purposes of the reserch focuses on finding descriptions of the informants’ utterances deal with the aspects of phology and lexicon. The data required for further analisis was taken from thouse fifty four selected informants. Those fifty four informants were treated as the representative of the whole population. The three informants were pointed as the representative of each village where the research was centered. There were eighteen villages used as the location for collecting the data. The method applied to collect the required data is field reserch or in dialectological method called pupuan lapangan (the researcher goes to see the informants or the researcher and the infiormants are sitting together while interviewing is going on). In order to write the description of the informants’ utterances the IPAS (International Phonetics Association Simbols) were used. This effort must be applied because all of the data taken from spoken language or orally. Then the numbers of the dialects can be seen. Therefore the Karonese today has three different dialects. The dialects are Karo Singalor Lau Dialect, Karo Julu Dialect, and Karo Jahe Dialect. The Karo Julu and Karo Jahe have their Subdialects. The numbers of the maps deal with phonological aspects consist of nineteen and lexically twentyfour. The areal of the Karo Singalor Lau Dialect is at the district of Juhar and Lau Baleng, Karo Julu Dialect is at the district of Tiga Panah and Merek, the third dialect is Karo Jahe which is used around the regency of Langkat.

13 Universitas Sumatera Utara

Abstrak Penelitian ini berjudul Variasi Bahasa Karo di Kabupaten Karo, Deli Serdang, dan Langkat. Penelitian ini dilakukan di tiga kabupaten sebagaimana tersebut dalam judul. Teori yang digunakan ialah teori dialektologi yang dikembangkan oleh Ayatrohaedi di Indonesia semenjak 1979. Adapun maslah dalam penelitian ini ialah bagaimanakah deskripsi variasi fonologis dan leksikal bahasa Karo di ketiga kabupaten tersebut. Bagaimnakah sebaran variasi fonologis dan leksikal tersebut dapat digambarkan pada peta di daerah objek penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan unsur fonologi dan leksikon. Berapakah jumlah dialek bahasa Karo yang dipakai oleh masyarakat penutur bahasa Karo di ketiga kabupaten tersebut. Data untuk bahan analisis diambil dari lima puluh empat orang informan, yaitu tiga orang dari setiap titik tempat pengamatan (delapanbelas titik tempat pengamatan). Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data ialah metode pupuan lapangan, yaitu peneliti langsung berhadapan dengan para informan menanyakan padnan kata yang ditanyakan kepadanya. Dalam pendeskripsian ujaran para informan digunakan simbol yang diterbitkan oleh IPAS (International Phonetics Assosiation Simbols). Semua data diambil dari bahasa lisan. Setelah data diperoleh dari informan maka ditabulasi untuk yang beda fonologis dan leksikal. Dari pentabulasian dapat diperoleh peta sebaran variasi sebanyak 43 buah (19 beda fonologis dn 24 beda leksikal). Selanjutnya diaplikasikan metode dialektometri untuk menghitung jarak peta yang diperbandingkan untuk menemukan jumlah dialek dan subdialek bahasa Karo di ketiga kabupaten terebut. Sebagai hasilnya dapat ditemukan bahwa di ketiga kabupaten tersebut sudah ada tiga dialek bahasa Karo, yaitu dialek Karo Singalor Lau yang daerah pakainya di Kecamatan Juhar dan Lau Baleng, dialek Karo Julu yang daerah pakainya di Kecamatan Tiga Panah dan Merek dengan subdialeknya di Kecamatan Kuta Buluh dan Payung, dan dialek Karo Jahe yang daerah pakainya di Kabupaten Langkat serta daerah subdialeknya di Kabupaten Deli Serdang.

12 Universitas Sumatera Utara

Abstract The title of this research is Variasi Dialek Bahasa Karo di Kabupaten Karo, Deli Serdang, dan Langkat. The research was taken place in those three different regencies, i.e. the regencies of Karo, Deli Serdang, and Langkat. The theory applied on this research is dialectological theory which is introduced by Ayatrohaedi since 1979 in Indonesia and dialectometry is applied for statistics. The problem stated on this research is the description of the variation found deal with fonology and lexicon. How are those variations spreading in those three regencies. How many dialects does the Karo Language has today. The purposes of the reserch focuses on finding descriptions of the informants’ utterances deal with the aspects of phology and lexicon. The data required for further analisis was taken from thouse fifty four selected informants. Those fifty four informants were treated as the representative of the whole population. The three informants were pointed as the representative of each village where the research was centered. There were eighteen villages used as the location for collecting the data. The method applied to collect the required data is field reserch or in dialectological method called pupuan lapangan (the researcher goes to see the informants or the researcher and the infiormants are sitting together while interviewing is going on). In order to write the description of the informants’ utterances the IPAS (International Phonetics Association Simbols) were used. This effort must be applied because all of the data taken from spoken language or orally. Then the numbers of the dialects can be seen. Therefore the Karonese today has three different dialects. The dialects are Karo Singalor Lau Dialect, Karo Julu Dialect, and Karo Jahe Dialect. The Karo Julu and Karo Jahe have their Subdialects. The numbers of the maps deal with phonological aspects consist of nineteen and lexically twentyfour. The areal of the Karo Singalor Lau Dialect is at the district of Juhar and Lau Baleng, Karo Julu Dialect is at the district of Tiga Panah and Merek, the third dialect is Karo Jahe which is used around the regency of Langkat.

13 Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bahasa adalah salah alat komunikasi yang sangat penting bagi setiap manusia agar dapat mempertahankan kehidupannya. Dapat dikatakan bahwa tidak ada satu orang manusia yang dapat mempertahankan kehidupannya bila tidak ada bahasa.

Banyak orang yang belum dapat menyadari bagaimana pentingnya bahasa bagi manusia karena bahasa tidak dapat dilihat seperti wadah benda konkret lainnya yang sering dilihat oleh masyarakat dalam kehidupannya sehari-hari, umpamanya buku, pensil, rumah, atau yang lain. Sebenarnya, bahasa itu adalah satu hal yang dapat dilihat dengan jelas. Seorang filosof Perancis, Rene Descartes di dalam Stumpf

(1977:250) mengatakan “I think, therefore I am (Cogito ergo sum)”. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa bila seseorang tidak berpikir maka dia tidak ada, sebab dia ada karena dia bisa berpikir dengan menggunakan otaknya. Dapat dikatakan bahwa bahasa merupakan produk budaya dan bersumber dari proses berpikir melalui otak. Jika bahasa tidak ada, maka manusia pun tidak ada karena tidak dapat berpikir. Hal ini menunjukkan bahwa bila ada manusia maka bahasa pun sudah jelas ada. Selanjutnya, dapat juga disadari bahwa untuk melakukan suatu kegiatan yang sangat mudah ataupun sangat kecil, seseorang harus menggunakan otak dan bahasa, misalnya ketika seseorang bermimpi pun memakai bahasa. Tanpa kehadiran bahasa dalam mimpi tersebut maka mimpi pun tidak bisa terjadi.

14 Universitas Sumatera Utara Ullman (2006:235) berkata,”Language is rooted in the biology of the brain.”

Sesuai pernyataan Ullman dan Descartes bahwa bahasa dan otak dua hal yang tidak dapat dipisahkan dan bila bahasa tidak ada maka manusia pun tidak ada.

Bahasa Karo adalah salah satu bahasa daerah yang termasuk kelompok bahasa

Austronesia Barat yang digunakan oleh masyarakat Karo secara umum. Bahasa Karo adalah juga bahasa daerah yang penuturnya juga disebut suku Karo. Suku Karo mayoritas berdomisili di Provinsi Sumatera Utara. Masyarakat yang bukan suku Karo beranggapan bahwa suku Karo hanya tinggal di Kabupaten Karo, tetapi masyarakat suku Karo ada yang tinggal di Deli Serdang, dan Langkat. Di samping itu, dapat dijumpai suku Karo yang berdomisili atau tinggal di Kabupaten Simalungun, Dairi,

Tapanuli Utara, Aceh Tenggara, dan Kodya Medan serta di tempat lain di luar daerah

Sumatera Utara.

Penelitian dialektologi sangat menarik untuk diterapkan terhadap bahasa

Karo. Dapat dipastikan bahwa bahasa-bahasa yang ada di dunia ini pada mulanya mempunyai protobahasa. Bynon (1979:71) dalam Nadra (2006:102) menyatakan bahasa purba (protobahasa) addalah merupakan rakitan teoritis yang dirancang dengan sistem bahasa-bahasa/ dialek-dialek yang mempunyai hubungan kesejarahan melalui rumusan kaidah-kaidah secara singkat. Secara sepintas dapat dikatakan bahwa sebelum kelima bahasa-bahasa Batak menjadi lima bahasa yang berbeda satu dengan lainnya maka dia berada dalam satu bahasa yang merupakan protobahasa

(bahasa purba Batak). Sejalan dengan pertumbuhan penduduk dan kemajuan teknologi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat penuturnya maka bahasa Karo

15 Universitas Sumatera Utara sekarang ini sudah menjadi suatu protobahasa. Pada awalnya, ada satu bahasa yang diguakan oleh penuturnya untuk berkomunikasi, kemudian menjadi protobahasa sebab di antara penuturnya sudah terjadi adanya perbedaan wicara yang selanjutnya menjadi perbedaan subdialek, kemudian menjadi dialek, dan ahirnya di waktu mendatang yang belum dapat ditetapkan kapan akan mencapai perbedaan bahasa.

Demikian juga bahasa Karo yang merupakan salah satu dari bahasa-bahasa Batak.

Bahasa-bahasa Batak ada lima, yaitu bahasa Batak Karo, Batak Mandailing, Batak

Simalungun, Batak Pakpak, dan Batak Toba. Hal ini, nama bahasa-bahasa Batak dan penuturnya juga disebut Batak maka dapat diasumsikan bahwa bentuk protobahasa

(bahasa purba) dari bahasa-bahasa Batak itu ada. Sejak kapankah bahasa Batak sudah menjadi protobahasa belum dapat dikethui karena belum pernah diteliti. Nadra

(2006) menjelaskan bahwa suatu bahasa akan menjadi protobhasa ketika bahasa tersebut sudah mempunyai dialek atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa perpisahan dialek dalam suatu bahasa akan meninggalkan protobahasa.

Menurut pengetahuan peneliti, belum ada ahli bahasa yang tertarik meneliti geografi dialek bahasa Karo. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk menelitinya. Di samping itu, hal yang belum pernah diteli, berarti topik itu adalah topik baru.

Anttila (1972:47) menyatakan, “There is no language without variation, and this is true of nature in general: no two natuarl items are exactly alike. Such variation does not always attract our attention, but it has its uses; … Linguists always stress the point that no speaker pronounces the same sound twice in exactly the same ways.” Seiring dengan pendapat Anttila bahwa tidak ada bahasa yang tidak

16 Universitas Sumatera Utara mempunyai variasi, hanya tingkat perbedaan yang beraneka ragam. Untuk itu maka diberikan suatu tabel yang merupakan ukuran dan patokan untuk menentukan tingkat perbedaan dalam satu bahasa itu. Ayatrohaedi (1979 dan 2002) mengatakan bahwa

Meillet memberikan ciri-ciri dialek seperti perbedaan dalam kesatuan dan kesatuan dalam perbedaan. Selanjutnya, perlu juga diketahui bahwa belum ada alasan seseorang untuk mengatakan kapan suatu dialek akan berakhir dan kapan pula suatu bahasa dimulai.

Ada kecenderungan bahwa unsur satu bahasa bisa ditemukan berbeda yang disebabkan oleh faktor geografisnya. Cara penulisan di dalam satu bahasa bisa saja serupa, tetapi cara mengujarkannya bisa berbeda. Hal tersebut merupakan ciri beda fonologis. Antara lain dapat diambil contoh beda fonologis di dalam bahasa Inggris

America. Secara umum orang Amerika untuk mengujarkan kata visit ditemukan dua versi, yaitu [visit] dan [vwisit], untuk kata coffee diujarkan [ka:fi] dan [ko:fi], untuk kata pot diujarkan [pot] dan [pa:t], dan lai-lain. Demikian juga di dalam bahasa Karo ada ditemukan untuk kata ‘padi’ diucapkan [pagε], [pagai], dan [pagei]. Untuk bahasa

Inggris Amerika tersebut dikatakan bahwa untuk kata visit ucapan [v] adalah koresponsi dengan [vw], untuk kata coffee [a:] adalah koresponsi dengan [o:], untuk kata pot diucapkan ucapan [o] adalah koresponsi dengan [a:]. Dalam bahasa Karo untuk kata ‘padi’ tersebut ucapan [ε] mempunyai variasi [ai] dan [ei].

Kenyataan menunjukkan bahwa bahasa Karo sangat penting posisinya di kalangan mayarakat Karo. Hal ini dapat diketahui dengan munculnya mata pelajaran bahasa Karo di Sekolah Tingkat Dasar (SD) dan Sekolah Tingkat Menengah Pertama

17 Universitas Sumatera Utara (SMP) sebagai mata pelajaran yang bersifat muatan lokal. Hal ini seiring dengan perkembangan teknologi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat pemakainya maka bahasa Karo juga harus dapat mengikuti perkembangan tersebut.

Sebagaimana yang dinyatakan oleh Ayarohaedi (1983) bahwa suatu bahasa bisa saja mengalami dua situasi, yaitu (1) menjadi bahasa baku di kalangan mayarakat pemakai bahasa tersebut dan (2) menjadi punah. Berkenaan dengan kemungkinan situasi tersebut dapat dilihat bahwa bahasa Karo juga sama halnya dengan bahasa daerah lainnya yang ada di Indonesia, yaitu boleh saja mengalami hal yang serupa. Di sini dapat dilihat bahwa bahasa Karo juga sudah berkembang sedemikian rupa sehingga diperkirakan sudah berkembang dengan mengalami variasi, hanya saja sejauhmana variasi tersebut berkembang belum dapat diperkirakan sebelum penelitian ini selesai dilaksanakan.

Penelitian dialektologi bahasa Karo tidak kalah penting dengan penelitian linguistik lainnya karena hasil penelitian ini akan dapat menunjukkan variasi bahasa

Karo sesuai pertumbuhan bahasa Karo di ketiga kabupaten. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu pedoman untuk meneliti bahasa Karo di luar daerah yang sudah diteliti sekarang.

Perrin (1980:142) berkata, “A dialect is the speech (words, sounds, stress, phrasing, grammatical habits) characteristic of a firly definite region or group, or more accurately, it is speech that does not attract attention to itself among the residents of a region (regional dialect) or among members of a group (group or class dialects, but that would be recognizably different to an outsider”. Dengan demikian,

18 Universitas Sumatera Utara dapat diketahui bahwa dialek itu adalah perbedaan unsur satu bahasa disebabkan oleh perbedaan daerah penggunanya dalam satu bahasa yang dipakai oleh sekelompok penuturnya berbeda di suatu daerah dengan daerah lain. Perbedaan atau pun variasi bisa saja terjadi dalam bidang fonologi leksikon. Dialek bisa saja dikaji menurut tingkat status sosial pemakainya ataupun menurut letak geografi di mana bahasa tersebut dipakai oleh penuturnya. Jika seseorang akan mengkaji dialek berdasarkan status sosialnya, maka ilmu yang digunakan ialah sosiolinguistik, tetapi bila seseorang mengkaji variasi yang terjadi dalam satu bahasa menurut geografi, maka yang digunakan adalah geografi dialek. Kedua bidang ilmu ini termasuk ke dalam bidang ilmu dialektologi.

1.2 Masalah

Penelitian geografi dialek bahasa layak dilakukan di daerah-daerah di

Indonesia karena Indonesia mempunyai ribuan pulau serta lebih tujuh ratus bahasa daerah. Nadra (2009) menyatakan bahwa jumlah bahasa daerah di Indonesia ada ditemukan sebnyak 700-an. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti dialek salah satu bahasa daerah, yaitu bahasa Karo. Daerah pakai bahasa Karo tegolong luas serta jumlah penutur bahasa Karo pun relatif banyak. Bahasa-bahasa daerah itu sangat penting fungsinya untuk memenuhi kepentingan bangsa. Penutur asli bahasa

Karo mempunyai kesetiaan yang tinggi terhadap bahasa Karo, karena walaupun mereka tinggal di kota, mereka tetap menggunakannya sebagai sarana berkomunikasi di lingkungan masyarakat Karo. Di samping itu, masyarakat Karo akan menggunakan

19 Universitas Sumatera Utara bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi dalam keadaan atau situasi yang tertentu.

Umpamanya, sewaktu mereka bepergian ke pusat-pusat perbelanjaan di kota dan mempunyai kepentingan dengan orang yang tidak mengerti bahasa Karo maka mereka menggunakan bahasa Indonesia.

Di dalam buku UUD 1945 BAB XIII pasal 32 butir 21 dinyatakan bahwa

Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional. Dengan demikian maka penelitian ini juga sudah termasuk salah satu usaha untuk melestarikan bahasa Karo, sebagai salah satu bahasa daerah di Indonesia.

Pusat Bahasa, sebagai suatu lembaga di Indonesia sudah bekerja keras memperpanjang tangannya melalui para peneliti bahasa untuk mencatat jumlah bahasa daerah dan namanya serta aspek–aspek linguistik dalam setiap bahasa itu.

Namun demikian, penelitian tersebut sampai saat ini belum juga selesai. Penelitian ini juga termasuk salah satu usaha untuk melestarikan bahasa daerah tersebut.

Bahasa Karo yang digunakan oleh masyarakat suku Karo yang bertempat tinggal di ketiga kabupaten, yaitu Kabupaten Karo, Deli Serdang, dan Langkat bervariasi menurut kajian geografis. Yang menjadi pertanyaan dalam penelitian ini adalah:

(1) Bagaimanakah deskripsi variasi fonologis bahasa Karo di ketiga kabupaten

(Kabupaten Karo, Deli Serdang, dan Langkat)?

(2) Bagaimanakah deskripsi variasi leksikal bahasa Karo di ketiga kabupaten

(Kabupaten Karo, Deli Serdang, dan Langkat)?

20 Universitas Sumatera Utara (3) Bagaimanakah gambaran peta variasi fonologis dan leksikal bahasa Karo di

ketiga kabupaten tersebut?

(4) Ada berapa banyak dialek bahasa Karo di ketiga kabupaten tersebut?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memetakan bahasa melalui geografi dialek.

Suatu penelitian geografi dialek dapat menunjukkan gejala kebahasaan. Penelitian ini dapat menunjukkan daerah yang memakai bahasa Karo di ketiga kabupaten, yaitu

Kabupaten Karo, Kabupaten Deli Serdang, dan Kabupaten Langkat sesuai dengan variasi dialek bahasa Karo.

Untuk mencari jumlah dialek bahasa Karo yang digunakan masyarakat penutur asli bahasa Karo di tiga kabupaten tersebut.

(1) Mendeskripsikan variasi fonologis bahasa Karo di ketiga kabupaten

tersebut.

(2) Mendeskripsikan variasi leksikal bahasa Karo di ketiga kabupaten

tersebut.

(3) Memetakan variasi fonologis dan leksikal yang berbeda ditemukan di

setiap titik tempat pengamatan.

(4) Menentukan jumlah dialek bahasa Karo di ketiga kabupaten terebut.

(5) Menganalisis peta variasi fonologis dan leksikal bahasa Karo di ketiga

kabupaten terebut.

Dengan tercapainya keempat tujuan di atas, dapat ditunjukkan kepada masyarakat Karo dan pemerintah daerah serta para pembaca mengenai dialek bahasa

21 Universitas Sumatera Utara Karo yang merupakan ciri khas masyarakat suku Karo. Dapat diketahui bahwa bila penelitian dialek bahasa Karo ini tidak dilakukan secara dini, maka masyarakat suku

Karo akan rugi karena mereka tidak dapat mengetahui ciri khas mereka yang berkaitan dengan bahasa dan budaya. Sekarang ini pemerintah sedang giatnya mengembangkan atau memekarkan daerah, untuk itu hasil penelitian geogrfi dilek bahasa Karo dapat dijadikan sebagai salah satu pedoman.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk:

(1) menambah publikasi mengenai bahasa Karo,

(2) menambah publikasi tentang geografi dialek,

(3) menunjukkan variasi fonologis dan leksikal bahasa Karo secara rinci (fonologi

dan leksikon).

(4) memenuhi salah satu pokok pikiran yang termaktub di dalam kitab UUD 1945

yang berisikan tentang bahasa daerah, salah satu di antaranya adalah bahasa Karo,

(5) menunjang serta memperkaya kosa kata bahasa Indonesia,

(6) menghilangkan perasaan negatif antarpenutur bahasa Karo,

(7) membantu mereka yang ingin menambah wawasannya mengenai geografi dialek,

khususnya dalam bahasa Karo, dan

(8) laporan akhir studi di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

1. 5 Anggapan Dasar

Anggapan dasar suatu penelitian merupakan jawaban tentatif terhadap suatu masalah yang akan dianalisis dalam suatu penelitian yang dirumuskan berdasarkan

22 Universitas Sumatera Utara pengetahuan yang ada dan tersebar. Pengetahuan ataupun pendapat yang belum pasti ini akan dijawab melalui penelitian ini. Mahsun (2005) mengatakan bahwa suatu penelitian bahasa yang bersifat kualitatif dan deskriptif tidak harus mencantumkan suatu anggapan dasar atau hipotesis terhadap penelitian yang akan dilakukan. Peneliti setuju dengan pendapat Mahsun tersebut, tetapi berhubung individu-individu masyarakat Karo sudah yakin bahwa bahasa Karo sudah mempunyai dialek maka peneliti memberikan suatu hipotesis untuk penelitian ini.

Sehubungan dengan luasnya daerah pemakaian bahasa Karo dan juga perkembangan kebudayaan masyarakat Karo, maka prestise salah satu dialek bahasa

Karo juga semakin meningkat. Misalnya dialek bahasa Karo yang selalu muncul di upacara-upcara adat termasuk dialek menurut sosial dan geografi. Hal ini mengakibatkan bahwa sewaktu mereka kembali ke desanya akan dibawanya juga variasi yang mereka temukan. Di kalangan masyarakat Karo, mereka, masyarakat

Karo yang tinggal di Kabupaten Langkat disebut Karo Jahe, mereka yang tinggal di

Deli Serdang disebut Karo Deli, dan yang tinggal di Kabupaten Karo disebut Karo

Gugung. Karo Gugung tersebut sudah terbagi menjadi tiga daerah, yaitu Karo

Singalor Lau yang tinggal di Kecamatan Juhar, Tiga Binanga, Lau Baleng, dan

Mardingding; Karo Deleng-Deleng bagi mereka yang tinggal di Kecamatan Kuta

Buluh, Tiga Nderket, Naman, dan Payung; Karo Julu bagi mereka yang tinggal di

Kecamatan Barus Jahe, Tiga Panah, Berastagi, dan Merek.

23 Universitas Sumatera Utara II. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

2.1 Masyarakat Karo

Masyarakat Karo menggunakan bahasa Karo untuk berkomunikasi dalam kehidupannya sehari-hari. Jadi, dapat dikatakan bahwa masyarakat etnis Karo adalah penutur asli bahasa Karo. Secara keseluruhan, masyarakat etnis Karo lebih banyak tinggal di luar kabupaten Karo, tetapi bila dilihat dalam satu daerah kabupaten maka di Kabupaten Karolah yang terdapat jumlahnya paling banyak. Sesuai dengan kenyataan, walau di mana pun mereka berdomisili bahwa mereka selalu meng- gunakan bahasa Karo untuk berkomunikasi antarsesama etnis Karo. Kesetiaan mereka untuk menggunakan bahasa Karo memang sangat tinggi.

Masyarakat Karo yang berdomisili di Kabupaten Karo, Deli Serdang, dan

Langkat mayoritas adalah petani. Mereka menanam sawit, karet, dan palawija.

Mereka tidak ada yang mempunyai mata pencaharian sebagai nelayan, walaupun mereka tinggal di tepi pantai. Di luar pekerjaan tersebut memang ada juga yang bekerja sebagai PNS, ABRI, dan berdagang.

Secara umum, masyarakat Karo yang berdomisili di Kabupaten Karo bertani dengan menanam padi basah dan padi kering, buah-buahan, dan sayur-sayuran. Hal itu diakibatkan oleh keadaan alamnya yang menunjang, yaitu tanahnya subur dan udaranya sejuk disertai curah hujan yang cukup. Masyarakat Etnis Karo yang tinggal di Kabupaten Deli Serdang dan Langkat pada umumnya adalah petani karet dan sawit, walaupun ada juga yang menanam palawija.

24 Universitas Sumatera Utara Bila ditinjau dari sudut demokrasi ataupun gotong-royong dapat ditemukan bahwa pada masyarakat Karo yang tinggal di daerah Kabupaten Karo lebih tinggi jika dibandingkan dengan mereka yang tinggal di Kabupaten Deli Serdang dan Langkat karena di kedua kabupaten tersebut tidak ditemukan lagi Aron. Aron artinya

‘sekelompok orang yang mempunyai kepentingan bersama’, atau dengan kata lain

‘mempunyai kepentingan yang hampir bersamaan’. Aron ini mempunyai anggota dalam satu kelompok antara 10 orang hingga 25 orang. Anggota Aron tidak membedakan jenis kelamin. Cara mereka bekerja adalah dengan sistem bergilir.

Maksudnya, tanggal 1 pada bulan itu semua anggota akan bekerja bersama-sama di ladang si A selama 4 jam (4 x 60”) untuk satu periode (mulai dari pukul 08.00 pagi sampai dengan pukul 12.00 tengah hari). Selama satu hari mereka mempunyai waktu bekerja dua tahapan, yaitu pagi empat jam dan sore hari selama empat jam (pukul

13.00 sampai dengan pukul 17.00). Bila ladang si A dapat diselesaikan selama satu tahap maka tahap yang lain boleh berpindah ke tempat bekerja lainnya atau ke ladang anggota yang lain. Hal ini biasa dilihat dari situasi dan kondisi ladang para anggota kelompok kerja. Jadi, ketua kelompok beserta anggota kelompok dapat mengetahui keperluan setiap anggota. Perpindahan tempat bekerja untuk setiap tahap akan diatur oleh ketua kelompok.

Bila dilihat dari sudut pandang agama, masyarakat Karo ada yang beragama

Protestan, Katolik, dan Islam. Jumlah penganut masing-masing agama belum pernah diteliti oleh para ahli ataupun ilmuwan. Akan tetapi, secara sepintas dapat diasumsikan bahwa masyarakat Karo yang berdomisili di daerah Kabupaten Deli

25 Universitas Sumatera Utara Serdang dan Langkat mayoritas adalah Islam, sedangkan di Kabupaten Karo penduduknya mayoritas beragama Kristen.

Masyarakat etnis Karo tidak membenarkan menikah dengan orang yang mempunyai nama keluarga Merga dan Beru yang sama, kecuali Sembiring Miala,

Kembaren, Guru Kinayan, Pelawi, dan Pandia. Umpamanya si Azis Sembiring tidak diperbolehkan menikah dengan seorang wanita yang Beru Sembiring di luar yang terkecuali tersebut. Jadi, dapat dipilih wanita lain yang mempunyai nama keluarga yang berbeda, yaitu sebanyak empat lagi karena semua nama keluarga ada lima jenis.

Peraturan ini dibuat karena sistem kekerabatan yang dianut oleh masyarakat etnis

Karo adalah paterliniage dan maderliniate sehingga bila ada orang yang mempunyai nama keluarga itu suatu pertanda bahwa mereka berasal dari satu nenek.

Untuk mengenal anggota masyarakat Karo kita harus mengetahui nama keluarga masyarakat Karo yang disebut Merga. Kata Merga di dalam bahasa Karo artinya Meherga (mahal). Merga akan dimiliki oleh setiap individu suku Karo.

Merga selalu diwariskan oleh ayahnya kepada setiap anaknya. Hal ini terjadi semenjak ada suku Karo lahir ke dunia ini. Merga ini berbeda istilah di antara anak laki-laki dan anak perempuan, untuk anak laki-laki disebut Merga dan untuk anak perempuan disebut Beru. Lebih rinci lagi dapat kita ketahui bahwa setiap individu suku Karo mempunyai empat ciri nama keluarga selain nama. Jadi, walaupun tidak dituliskan akan dipanggil setiap berkomunikasi, maka sebenarnya ada lima kata paling sedikit dimiliki oleh seseorang, misalnya Boy Sembiring Milala Bere-bere

Perangin-angin Bangun. Boy adalah nama, Sembring adalah Merga, Milala adalah

26 Universitas Sumatera Utara sub-Merga Sembiring, Perangin-angin adalah Merga dan Bangun adalah sub-

Perangin-angin.

Sembiring Milala diwariskan oleh nenek moyangnya ke generasinya secara turun-temurun. Bere-bere diwariskan oleh ibu kandungnya. Sejalan dengan perolehan nama keluarga bagi setiap anggota masyarakat Karo maka timbullah bahasa atau istilah kekerabatan yang dimiliki oleh masyarakat Karo dapat dilihat pada diagram kekerabatan pada halaman berikutnya. Akan tetapi, sebelum sampai pada diagram tersebut, ada baiknya jika diterakan terlebih dahulu semua Merga suku Karo beserta sub-Merga tersebut berikut desa yang mereka bangun pada masa tempo dulu. Adapun ciri khas anggota masyarakat Karo yang lima jenis secara umum dapat diuraikan berikut ini.

27 Universitas Sumatera Utara Tabel 1 Merga Sembiring dan Cabang-Cabangnya

No. Merga Sub-Merga Desa asal/ bangunannya 1. Sembiring Milala Sarinembah,Biaknampe, Munte

Depari Seberaya, Perbesi

Busuk Kidupen, Lau Peerimbon

Bunuaji Kuta Tonggal, Beganding

Brahmana Kabanjahe, Limang, Perbesi

Colia Kubucolia, Seberaya

Gurukinayan Gurukinayan

Keling Juhar, Raja Tengah

Muham Suka, Perbesi

Pandia Seberaya, Payong

Pelawi Perbaji, Ajijahe

Pandebayang Buluh Naman, Gurusinga

Sinukapor Pertumbuken, Sidikalang

Tekang Kaban

Keloko Pergendangen

Kembaren Sampe Raya, Kuta Mbelin,

Kuta Mbaru

Sinulaki Suka, Belinun

Sinupayung Juma Raja, Nageri

28 Universitas Sumatera Utara

Tabel 2 Merga Perangin-angin dan Cabang-Cabangnya

No. Merga Sub-Merga Desa asal/ bangunannya 2. Perangin-angin Bangun Batukarang

Benjerang Batukarang

Kacinambun Kacinambun

Keliat Mardingding

Laksa Juhar

Manu Pergendangen

Namohaji Kutabuluh

Pencawan Perbesi

Penggarun Susuk

Perbesi Perbesi

Pinem Sarintolu

Sebayang Perbesi

29 Universitas Sumatera Utara Tabel 3 Merga Ginting dan Cabang-Cabangnya

No. Merga Sub-Merga Desa asal/ bangunannya 3. Ginting Jadibata Juhar Sugihen Sugihen, Juhar, Kuta Gugung Garamata Raja Tonggal, Tongging Gurupatih Buluh Naman, Sarimunte, Naga, Suka Lau Kapor Suka, Lingga Julu, Naman, Babo Berastepu Jawak Gurubenua, Kuta Great, Munte Cingkes Pase Tidak punya desa asal, karena generasi terputus yang disebabkan oleh tidak adda generaasinya laki-laki Ajartambun Rajamerahe Beras Lau Petundal Seragih Lingga Julu Capah Bukit Tumangger Kidupen, Kemkem Munte Munte, Kuta Bangun, Dokan, Tongging, Bulanjahe Ajinembah, Raja Tengah Manik Lingga, Tongging

30 Universitas Sumatera Utara Tabel 4 Merga Tarigan dan Cabang-Cabangnya

No. Merga Sub-Merga Desa asal/ bangunannya 4. Tarigan Tua Pergendangen

Gerneng Cingkes

Girsang Nagasaribu, Berastepu

Gana-gana Batukarang

Jampang Pergendangen

Pekan Sukanalu

Purba Simalungun

Sibero Juhar,Munte,Lingga, Kuta Raja,

Tanjung Beringin

Silangit Gunung

Tambak Kebayakan, Sukanalu

Tambun Rakut Besi, Binangara

Tegur Suka

Bondong Lingga

31 Universitas Sumatera Utara Tabel 5 Merga Karo-Karo dan Cabang-Cabangnya

No. Merga Sub-Merga Desa asal/ bangunannya 5. Karo-karo Barus Barusjahe,Sipitu Kuta, Serdang, Pernampen, Siberteng, Kabung, Juma Padang, Buntu, Basam, Talimbaru Kaban Kaban, Sumbul, Lau Lingga, Pernantin, Buluh Naman, Bintang Meriah Sinuhaji Ajijahe, Ajijulu, Ajibuhara, Ajimbelang Purba Kabanjahe, Berastagi, Kinepen, Jandi Meriah, Beganding, Kuta Suah Kacaribu Kuta Gerat, Kerapat, Kacaribu Ketaren Sibolangit, Ketaren Sinuraya Bunuraya, Kandibata, Singgamanik Sinulingga Lingga, Gunung Merlawan, Linggajulu, Kacaribu, Torong, Surbakti Sekali Seberaya Kemit Kuta Male Jung/ ujung Kuta Nangka, Batukarang, Perbesi Sinukaban Pernantin, Kabantua Sinubulan Bulanjulu Samura Samura Sukapiring Seberaya Sitepu Naman, Sukanalu, Gamber, Sigarang-garang, Bakerah, Simacem, Kuta Tengah, Ndeskati, Sukandebi, Sinaman, Rumamis, Semangat, Bulajahe, Sukajulu, Gunung Pinto

32 Universitas Sumatera Utara Masyarakat etnis Karo menggunakan istilah kekerabatan berikut ini dan istilah tersebut diperoleh sesuai dengan posisi seseorang yang tergambar pada skets yang dimuat pada halaman 19.

Istilah Kekerabatan

1 adalah Abi Sembiring perbulangen’ suami’ si 2 (Zuri beru Perangin-angin).

3, 4, dan 5 anak ‘anak’ si 1 dan 2.

3 adalah Aci Sembiring, 4 adalah Zari Beru Sembiring, dan 5 adalah Zai Beru

Sembiring.

1 adalah bapa ‘ayah’ si 3, 4, dan 5.

3 adalah turang ‘abang ‘ si 4 dan 5.

4 dan 5 adalah turang ‘adik’ si 3.

6 adalah Rani Beru Ginting ndehara ‘istri’ si 3.

7 adalah Aji Tarigan perbulangen ‘suami’ si 4.

8 adalah Ali Karo-karo perbulangen ‘suami’ si 5.

3 adalah silih ‘abang ipar’ si 7 dan 8.

6 adalah eda ‘kakak ipar’ si 4 dan 5.

1 adalah jinta ‘mertua’ si 6.

2 adalah simetua ‘mertua’ si 6.

5 adalah peragin ‘adik ipar’ si 7.

4 adalah perkakaen ‘kakak ipar’ si 8.

7 dan 8 adalah sepeibanen ‘sepengambilan’.

1 adalah mama ‘mertua’ si 7.

33 Universitas Sumatera Utara 8 dan 2 adalah mami ‘mertua’ si 7.

7 dan 8 adalah kela ‘menantu’ si 1 dan 2.

9, 10, dan 11 adalah anak ‘anak’ si 3 dan 6.

9 adalah Uli Sembiring, 10 adalah Ani Beru Sembiring, dan 11 adalah Ami Beru

Sembiring.

12, 13, dan 14 adalah anak si 4.

7, 15, 16, dan 17 adalah anak si 5 dan 8.

12 adalah Juma Tarigan, 13 adalah Rudi Tarigan, 14 adalah Limah Beru Tarigan, 15 adalah Rebo Beru Karo-karo, 16 adalah Siah Beru Karo-karo, 17 adalah Mail Karo- karo.

9 sampai dengan 26 adalah kempu ‘cucu’ si 1 dan 2.

1 adalah bulang, laki, bayak, dan bolang ‘kakek’ si 9 sampai dengan 86.

2 adalah nangin, nondong, nini ‘nenek’ si 9 sampai dengan 53.

27 sampai dengan 53 adalah ente ‘cucu’ si 1 dan 2.

Pada suatu saat apabila ‘cucu’ ente [ənt] (27 sd 53) sudah menikah dan mempunyai anak maka semua anaknya adalah ‘cucu’ entah [əntah] 1 dan 2.

Selanjutnya, dapat dikatakan bahwa nama keluarga setiap orang yang merupakan anggota keluarga masyarakat etnis Karo secara sepintas hanya dilihat satu saja, tetapi yang sebenarnya adalah terdiri dari empat komponen. Contoh, nomor 3 dalam skets adalah Aci Sembiring Milala Bere-bere Perangi-angin Bangun. Nomor 4 adalah Zari

Beru Sembiring Milala Bere-bere Perangin-angin Bangun.

34 Universitas Sumatera Utara Sembiring Milala diwarisi dari ayahnya, nomor 1, dan Bere-bere Perangin- angin Bangun diwarisi dari ibunya, nomor 2. Hal ini menunjukkan bahwa nomor 1 adalah Abi Sembiring Milala, dan nomor 2 adalah Zuri Beru Perangin-angin Bangun.

Milala adalah salah satu cabang Sembiring dan Bangun adalah salah satu cabang

Perangin-angin.

Nomor 12 dan 13 adalah senina sepemeren ‘sepupu’ 17. Hal ini menunjukkan bahwa mereka bersaudara karena Ibu mereka adalah bersaudara kandung. Nomor 14 adalah senina sepemeren ‘sepupu’ dengan 15 dan 16, karena Ibu kandung mereka bersaudara kandung. Nomor 33 adalah senina sembuyak bapa ‘ bersaudara’ dengan

27 dan 29, karena nomor 9 dan 11 adalah bersaudara kandung. Nomor 10 dan 28 adalah senina sembuyak bapa ‘ sepu’ karena ayah mereka bersaudara kandung.

Skema untuk kekerabatan suku Karo tersebut di atas secara garis keturunan dapat dilihat pada skema yang dituliskan pada halaman berikut.

35 Universitas Sumatera Utara Skema Kekerabatan Suku Karo 1♂ 2♀

3♂ 4♀ 5♀

3♂ 6♀ 4♀ 7♂ 5♀ 8♂

9♂ 10♀ 11♀ 12♂ 13♂ 14♀ 15♀ 16♀ 17♂

18♀ 19♂ 20♂ 21♀ 22♀ 23♂ 24♂ 25♂ 26♀

27♂ 30♀ 33♂ 36♀ 39♂ 42♂ 45♀ 48♂ 51♀

28♂ 31♂ 34♀ 37♂ 40♀ 43♂ 46♀ 49♂ 52♂

29♀ 32♂ 35♂ 38♀ 41♂ 44♂ 47♀ 50♀ 53♂ Keterangan: ♂ tanda laki-laki, ♀ tanda perempuan, tanda suami istri, dan tanda anak.

36 Universitas Sumatera Utara Menurut perundang-undangan masyarakat Karo bahwa orang yang Rebu tidak boleh menari bersama di atas satu panggung. Rebu terdapat di antara menantu dan mertua, kakak ipar dan adik ipar, serta berbesanan. Kakak ipar dan adik ipar ialah abang si istri dan juga istri dari abang istri tersebut. Berbesanan ialah ibu mertua oleh anak kita yang laki-laki. Jadi, di kalangan masyarakat Karo semua hubungan tersebut tergolong tabu, atau Rebu dalam istilah bahasa Karo.

Jumlah penduduk setiap Kabupaten adalah sebagai berikut.

- Kabupaten Karo 351.368

- Kabupaten Deli Serdang 1.686.366

- Kabupaten Langkat 1.027.414

Untuk melihat jumlah penduduk menurut suku bangsa dan agama di ketiga kabupaten daerah penelitian serta di setiap desa secara rinci dapat dilihat pada tabel 6 halaman 25 dan tabel 7 halaman 26 berikut ini.

37 Universitas Sumatera Utara Tabel 6 Jumlah Penduduk Menurut Suku Bangsa

Kabupaten Jumlah penduduk menurut suku bangsa

Desa titik Karo Toba Simalungun Mandailing Jawa Melayu Lainnya Jumlah pengamatan Karo Nageri 657 657 Kinangkong 1.297 15 4 1.316 Lau Buluh 1.085 8 4 1.097 Selandi 614 2 2 2 620 Seberaya 2.796 2.796 Dokan 1.166 10 13 1.189 Deli Serdang Sikeben 717 717 Penen 1.100 12 2 19 1.133 Talun Kenas 2.321 23 300 2.644 Namo Rambe 1.799 51 64 102 70 2.086 Pasar 10 2.073 2 4 2.079 Gunung Tinggi 1.062 12 10 1.084 Langkat Telaga 1.865 12 5 4 8 2 1.896

Tj. Merahe 1.472 4 22 549 11 138 2.196

Garunggang 1.340 9 248 52 1.654

Kuta Gajah 1.273 36 12 5 1.032 3 45 2.401

Parangguam 1.370 10 5 439 2 1.826

Lau Damak 1.060 10 19 701 95 8 1.893

38 Universitas Sumatera Utara Tabel 7 Jumlah Penduduk dan Agama di Daerah Penelitian. Kabupaten Pemeluk Agama Desa titik Islam Protestan Katolik Lainnya Jumlah pengamatan Karo Nageri 16 394 227 20 657

Kinangkong 29 658 599 30 1.316

Lau Buluh 53 746 277 21 1.097

Selandi 30 435 105 50 620

Seberaya 20 2097 662 17 2.796

Dokan 60 691 389 49 1.189 Deli Serdang Sikeben 6 239 467 5 717

Penen 36 269 793 35 1.133

Talun Kenas 182 1.930 478 54 2.644

Namo Rambe 361 1.205 520 2.086

Pasar 10 405 1.272 297 123 2.079

Gunung Tinggi 23 978 65 20 1.084 Langkat Telaga 19 1.473 389 15 1.896

Tj. Merahe 1.823 286 14 73 2.196

Garunggang 579 1.075 1.654

Kuta Gajah 1.584 648 48 121 2.401

Parangguam 895 804 91 36 1.826

Lau Damak 1.155 587 10 141 1.893

39 Universitas Sumatera Utara

2.2 Kedudukan Bahasa Karo

Bahasa Karo adalah salah suatu bahasa daerah di Sumatera Utara yang penuturnya disebut masyarakat Karo. Bahasa Karo dipergunakan masyarakat Karo untuk berkomunikasi dalam kehidupannya sehari-hari. Untuk melakukan aktivitasnya, masyarakat Karo menggunakan bahasa Karo. Bahasa Karo memang sangat luas daerah pakainya bila dilihat dari segi geografis karena daerahnya tidak saja di Kabupaten Karo, tetapi sampai ke Kabupaten Dairi, Langkat, Deli Serdang, dan beberapa daerah lainnya.

Penutur asli bahasa Karo dapat dikatakan mempunyai kesetian yang sangat tinggi terhadap bahasa Karo karena walau di mana pun mereka berada, bila berkomunikasi dengan sesama sukunya, bahasa Karo selalu digunakan sebagai medianya. Umpamanya, pada saat mereka mengadakan upacara pun mereka tetap meggunakan bahasa Karo. Penutur asli bahasa Karo sering sekali melakukan alih kode pada saat mereka berinteraksi. Bila dalam grup komunikasi tersebut ada tambahan yang bukan etnis Karo maka mereka akan menggunakan bahasa Indonesia sebagai media. Akan tetapi, bila tidak ada tambahan anggota grup tersebut maka bahasa Karo akan tetap dipakai.

Sebagai tambahan, dapat diketahui bahwa, penutur asli bahasa Karo yang bertempat tinggal di kota-kota besar di Indonesia pun masih memper-gunakan bahasa

Karo dalam kehidupan sehari-harinya, kecuali di luar kelompok Karo. Pernah peneliti memberikan tugas kepada mahasiswa untuk meneliti keberadaan bahasa Karo di

40 Universitas Sumatera Utara rumah tangga suku Karo di Kota Medan. Ternyata 99% dari 200 rumah tangga ditemukan menggunakan bahasa Karo di rumah sebagai media.

2.3 Daerah Objek Penelitian

Daerah ataupun lokasi penelitian ini terdapat di ketiga kabupaten yang berbeda, tetapi masih tetap berada di Provinsi Sumatera Utara. Ketiga Kabupaten tersebut adalah Kabupaten Karo, Deli Serdang, dan Langkat. Sebelum dijelaskan secara rinci setiap daerah titik pengamatan di masing-masing kabupaten, kerlebih dahulu diuraikan tentang latar belakang setiap kabupaten. Latar belakang yang dijelaskan meliputi sejarah, geografi, sosial, agama, dan kesehatan penduduk untuk setiap kabupaten. Selanjutnya, dijelaskan juga mengenai desa yang sudah ditetapkan sebagai daerah titik pengamatan untuk mewakili desa lainnya.

Sebagaimana telah dijelaskan pada halaman terdahulu bahwa penelitian ini adalah suatu penelitian lapangan yang bersifat kualitatif dan kuantitatif. Data penelitian diperoleh dari sejumlah informan suku Karo yang bertempat tinggal di desa daerah titik pengamatan. Daerah titik pengamatan ada sebanyak 18 desa. Untuk itu, berikut ini dijelaskan mengenai keadaan alam bagi masing-masing daerah penelitian.

Indonesia adalah Negara Republik yang merdeka dan berdaulat. Indonesia sangat luas yang terdiri dari beribu-ribu pulau. Salah satu pulau itu adalah pulau

Sumatera. Indonesia mempunyai berbagai daerah provinsi, dan di Sumatera ada terdapat lima provinsi yang berbeda, dan salah satu di antaranya adalah Sumatera

Utara. Setiap daerah provinsi di Indonesia mempunyai beberapa daerah yang disebut

41 Universitas Sumatera Utara kabupaten, dan kota madya. Misalnya Provinsi Sumatera Utara mempunyai 19 daerah kabupaten dan 7 kota madya. Di antara 19 daerah kabupaten tersebut terdapat 3 daerah kabupaten yang dijadikan sebagai daerah penelitian, yaitu Kabupaten Karo,

Deli Serdang, dan Langkat.

2.4 Kabupaten Karo

Kabupaten Karo terletak pada ketinggian 120–1600 meter di atas permukaan laut. Kabupaten Karo terletak di dataran tinggi pegunungan Bukit Barisan dan merupakan daerah mata air sungai. Kabupaten Karo mempunyai areal seluas 2.127,25 km2 atau dapat dikatakan 212.725 hektar. Dapat juga diketahui bahwa daerah

Kabupaten Karo adalah 2,97% dari luas seluruh wilayah Provinsi Sumatera Utara.

Bila dilihat dari sudut pandang geografis, maka Kabupaten Karo terletak di antara

2o50́'– 3o19' lintang utara dan 97o55'– 98o38' bujur timur.

Di daerah Kabupaten Karo terdapat dua buah gunung berapi yang masih aktif, yaitu Gunung Sibayak dan Gunung Sinabung. Bila dirinci daerah Kabupaten Karo menurut posisinya, maka diketahui bahwa:

(1) 28.606 hektar (13,45%) berada di antara 120–200 meter di atas permukaan laut,

(2) 17.856 (8,39%) berada di antara 201–500 meter di atas permukaan laut,

(3) 84.892 hektar (39,91%) berada di antara 501–1.000 meter di atas permukaan laut,

(4) 70.774 hektar (33,27%) berada di antara 1.001–1.400 meter di atas permukaan

laut, dan

(5) 10.597 hektar (4,98%) berada di antara 1.401–1.600 meter di atas permukaan laut.

42 Universitas Sumatera Utara Kabupaten Karo berbatasan dengan:

(1) Kabupaten Langkat dan Deli Serdang di sebelah Utara,

(2) Kabupaten Dairi dan Toba Samosir di sebelah Selatan,

(3) Kabupaten Simalungun dan Deli Serdang di sebelah Timur, dan

(4) Kabupaten Aceh Tenggara di sebelah Barat.

Kabupaten Karo mempunyai dua musim, yaitu musim hujan dan kemarau.

Suhu udara di Kabupaten Karo berkisar antara 13,8oC–25,8oC. Musim hujan dan kemarau belakangan ini ataupun semenjak banyaknya pohon kayu ditebang secara liar dan tidak terpadu yang mengakibtkan musim kemarau dan hujan tidak dapat diprediksi secara akurat.

Kabupaten Karo pada awal kemerdekaan atau setelah lepas dari cengkeraman

Kolonial Belanda terbagi atas tiga daerah kewedanaan. Setelah beberapa tahun

Indonesia merdeka maka daerah Kabupaten Karo dibagi lagi menjadi 10 wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan Kabanjahe, Tiga Panah, Barus Jahe, Simpang Empat,

Payung, Kuta Buluh, Lau Baleng, Tiga Binanga, Juhar, dan Munte. Sekarang, setelah diadakan pemekaran maka yang 10 wilayah kecamatan tadi sudah menjadi 17 wilayah kecamatan. Adapun ketujuh wilayah kecamatan tambahan yang baru ialah

Kecamatan Berastagi, Mardingding, Dolat Rakyat, Tiga Nderket, Merek, Merdeka, dan Teran.

Adapun wilayah kecamatan yang dijadikan sebagai daerah penelitian ialah:

(1) Kecamatan Juhar,

(2) Kecamatan Lau Baleng,

43 Universitas Sumatera Utara (3) Kecamatan Kuta Buluh,

(4) Kecamatan Tiga Panah,

(5) Kecamatan Payung, dan

(6) Kecamatan Merek.

Untuk mendapatkan suatu hasil penelitian yang baik, maka dipilih dan ditetapkan desa daerah titik pengamatan sebagai lokasi tempat pengumpulan data secara baik dan benar. Mahsun (1995:102–103) mengatakan bahwa ada dua pilihan yang dapat diterapkan untuk menetapkan daerah titik pengamatan, yaitu secara kualitatif dan kuantitatif. Adapun kriteria untuk cara kualitatif adalah sebagai berikut:

(1) daerah titik pengamatan yang dipilih tidak boleh berdekatan ataupun

bertetangga, serta tidak bertetangga dengan kota besar,

(2) masyarakat desa titik pengamatan tersebut tidak mengalami mobilitas yang tinggi,

(3) jumlah penduduk di desa daerah titik pengamatan maksimal 6.000. jiwa, dan

(4) desa titik pengamatan tersebut minimal sudah berusia 30 tahun.

Peneliti dalam hal melaksanakan penelitian ini sudah mengikuti petunjuk yang ditegaskan oleh Mahsun tersebut. Teori kuantitatif dimaksud ialah menetapkan daerah titik pengamatan dengan mengukur jarak antara desa satu dengan desa dua, desa tiga, desa empat, desa lima, desa enam, dan seterusnya kira-kira 20 km. Cara ini sebaiknya dilakukan terhadap suatu daerah yang penduduknya mempunyai isolek yang homogen, maka cara kuantitatif boleh tidak diindahkan. Setelah diamati semua desa daerah titik pengamatan yang telah ditetapkan bahwa daerah titik pengamatan untuk penelitian ini sudah memenuhi syarat kualitatif maupun kuantitatif.

44 Universitas Sumatera Utara Desa yang ditetapkan sebagai daerah titik pengamatan, satu desa di masing- masing wilayah kecamatan, yaitu Desa Nageri di wilayah Kecamatan Juhar, Desa

Kinangkong di wilayah Kecamatan Lau Baleng, Desa Lau Buluh di wilayah

Kecamatan Kuta Buluh, Desa Selandi di wilayah Kecamatan Payung, Desa Seberaya di wilayah Kecamatan Tiga Panah, dan Desa Dokan di wilayah Kecamatan Merek.

(1) Kecamatan Juhar

Kecamatan Juhar mempunyai wilayah seluas 218,56 km2. Kecamatan Juhar terletak di antara 710–800 meter di atas permukaan laut. Kecamatan Juhar berbatasan dengan:

(1) Kecamatan Tiga Binanga dan Munte di bagian Utara,

(2) Kabupaten Dairi di sebelah Selatan,

(3) Kabupaten Dairi dan Kecamatan Tiga Binanga di sebelah Barat, dan

(4) Kecamatan Tiga Panah di sebelah Timur.

Kecamatan Juhar berpenduduk sebanyak 13.859 (6.572 orang laki-laki dan

7.287 orang perempuan) dengan jumlah rumah tangga sebanyak 4.423. Cuaca di wilayah Kecamatan Juhar berkisar antara 22o–29oC. Musim di Wilayah Kecamatan

Juhar adalah musim penghujan dan musim kemarau. Kedua musim ini tidak dapat lagi diprediksi berhubung hutan sudah dirusak oleh masyarakat. Kecamatan Juhar mempunyai 24 desa dan salah satu di antaranya ditetapkan sebagai desa tempat titik pengamatan, yaitu Desa Nageri. Desa Nageri mempunyai penduduk sebanyak 657 orang (308 laki-laki dan 349 orang perempuan) yang terdiri dari 197 rumah tangga.

45 Universitas Sumatera Utara (2) Kecamatan Lau Baleng

Kecamatan Lau Baleng berada dalam ketinggian 600–700 meter di atas permukaan laut. Kecamatan Lau Baleng mempunyai wilayah seluas 252,60 km2.

Adapun batas wilayah Kecamatan Lau Baleng adalah:

Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Mardingding,

Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Dairi,

Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Aceh Tenggara, dan

Sebelah Timur dengan Kecamatan Tiga binanga.

Wilayah Kecamatan Lau Baleng mempunyai 15 desa, salah satu di antaranya ialah Desa Kinangkong. Desa Kinangkong inilah yang dijadikan sebagai desa tempat titik pengamatan penelitian ini. Luas desa Kinangkong adalah 20,86 km2. Jumlah penduduknya adalah sebanyak 1.316 orang (643 orang laki-laki dan 673 orang perempuan). Jumlah rumah tangga di desa Kinangkong ada sebanyak 331.

Masyarakat Kinangkong menganut tiga agama yang berbeda, yaitu Islam, Katolik, dan Kristen lainnya. Pemeluk agama Islam ada sebanyak 314 orang, Katolik ada sebanyak 285 orang, dan Kristen lainnya ada sebanyak 717 orang.

(3) Kecamatan Kuta Buluh

Kecamatan Kuta Buluh mempunyai wilayah seluas 195,70 km2 yang terdiri atas 16 desa. Wilayah ini berada dalam ketinggian 900 meter di atas permukaan laut.

Adapun batas wilayah Kecamatan Kuta Buluh ialah:

Sebelah Utara dengan Kabupaten Langkat,

Sebelah Selatan dengan Kecamatan Tiga Binanga,

46 Universitas Sumatera Utara Sebelah Barat dengan Kecamatan Mardingding, dan

Sebelah Timur dengan Kecamatan Payung.

Penduduk Kecamatan Kuta Buluh ada sebanyak 11.853 jiwa. Desa yang ditetapkan sebagai tempat titik pengamatan di Wilayah Kecamatan Kuta Buluh adalah desa Lau Buluh. Desa Lau Buluh mempunyai penduduk sebanyak 1.097 orang

(539 laki-laki dan 558 orang perempuan) yang terdiri dari 192 rumah tangga. Di desa

Lau Buluh ada terdapat 1 mesjid dan 6 gereja.

(4) Kecamatan Payung

Kata Payung dalam frasa Kecamatan Payung sebenarnya berasal dari kata

Payong. Banyak anggota masyarakat Karo tidak mengerti sejarah kata Payung tersebut. Sebahagian orang menganggap bahwa makna kata Payung pada frasa

Kecamatan Payung adalah Payong di dalam bahasa Karo yang memang artinya

‘payung’, tetapi yang sebenarnya adalah Payong [payoŋ] yang berasal dari dua kata

‘payo’ dan ‘nge’ [payo ŋě] yang berarti ‘benar’ atau ‘betul’. Desa Payung pada mulanya merupakan ladang seorang Merga Bangun. Merga Bangun tersebut adalah penduduk asli Desa Batu Karang. Merga Bangun tersebut meninggalkan Desa Batu

Karang berhubung rumah tangganya yang selalu mendapatkan masalah. Akhirnya, dia pindah ke Desa Payung yang pada masa itu belum pernah dihuni dan merupakan hutan. Jadi alasannya ke sana ialah untuk menghindar dari masyarakat desa Batu

Karang. Pada dasarnya penduduk desa Batu Karang tidak tahu entah ke mana dia pergi. Tetapi pada suatu hari ada sekelompok orang yang berburu babi hutan dan rusa. Tanpa disengaja mereka menemukan pondok keluarga Pak Bangun tersebut.

47 Universitas Sumatera Utara Sewaktu selesai perburuan, mereka memberitakan hal tersebut kepada penduduk

Desa Batu Karang. Oleh karena sudah lebih sepuluh tahun masyarakat Desa Batu

Karang tidak mengetahui keberadaan Merga Bangun tersebut maka setiap orang yang mendengar berita tersebut berkata payo nge [payo ŋ]. Frasa payo nge sebenarnya bersifat ambigu. Misalnya, seseorang ingin mengetahui kebenaran suatu kejadian, maka dia akan bertanya Payo nge ia i ĵadah? [payo ŋ ia i ĵadah] yang berarti ‘Benar atau betulkah dia di sana?’ Jawaban untuk pertanyaan tersebut adalah [payo ŋ].

Akhirnya terjadilah Desa Payung karena sudah banyak masyarakat dari desa lainnya membuka lahan pertanian di sekeliling ladang Pak Bangun tersebut. Desa Payung berada di lereng kaki Gunung Sinabung.

Kira-kira pada tahun 1901, sebelum Indonesia merdeka karena Kolonial

Belanda dan Jepang masih menduduki Indonesia, wilayah Kecamatan Payung dibagi menjadi tiga wilayah, yaitu: wilayah Raja Urung Susuk yang berkedudukan di Tiga Nderket, wilayah Raja Urung Batu Karang yang berkedudukan di Batu Karang, dan wilayah Raja Urung Guru Kinayan yang berkedudukan di Tiga Pancur.

Tiga Pancur termasuk ke wilayah Kecamatan Simpang Empat dan Tiga

Nderket adalah wilayah Kecamatan Tiga Nderket. Ketiga wilayah Raja Urung tersebut berada di bawah kekuasaan atau kepeminpinan Pemerintah Sebayak Lingga.

Kemudian setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya, Bupati Kabupaten

Karo yang ditunjuk ialah Rakutta Sembiring. Beliau mengadakan suatu rapat dengan masyarakat Kabupaten Karo tentang daerah-daerah Raja Urung. Rapat tersebut

48 Universitas Sumatera Utara memutuskan agar daerah-daerah Raja Urung tersebut dijadikan menjadi satu wilayah kecamatan yang berkedudukan di Desa Payung dengan alasan lokasinya berada di tengah-tengah wilayah tersebut. Setelah lima bulan lamanya Asisten Wedana berkantor di desa Payung, maka dipindahkanlah kantor Asisten Wedana ke Desa Tiga

Nderket dengan ketentuan bahwa nama tidak berubah yaitu masih tetap Payung.

Adapun alasan Bupati untuk memindahkan kantor Asisten Wedana ke Tiga Nderket, berhubung di Desa Payung sangat sedikit sekali penduduknya, sedangkan di Tiga

Nderket sangat banyak penduduk.

Tiga Nderket adalah satu frasa dari dua kata Tiga dan Nderket [tiga] dan

[ndƏrkƏt]. Tiga artinya ‘pasar’ atau ‘pekan’ dan Nderket adalah nama suatu pohon kayu. Berhubung pohon Nderket tersebut sangat tinggi dan rimbun sehingga di bawahnya sangat teduh, maka di sekitar pohon Nderket tersebutlah masyarakat jadikan pasar. Jadi, Tiga Nderket artinya ‘pasar’ atau ‘pekan’ di bawah pohon

Nderket.

Pada tahun 2005, Pemerintah Indonesia sedang sibuk dengan terbitnya

Peraturan Daerah nomor 4 tahun 2005, yaitu pemekaran daerah-daerah. Untuk

Wilayah Kecamatan Payung dimekarkan menjadi dua wilayah kecamatan, yaitu

Kecamatan Payung dan Kecamatan Tiga Nderket. Jadi, semenjak itu Kantor

Kecamatan Payung yang tadinya berkedudukan di Tiga Nderket kembali ke desa

Payung, dan Kecamatan Tiga Nderket berkedudukan di Tiga Nderket. Kecamatan

Payung terletak di antara 205’ lintang Utara dan 97,55 bujur Timur. Keadaannya

49 Universitas Sumatera Utara berada pada 850–1.200 meter di atas permukaan laut. Luas Kecamatan Payung adalah

47,24 km2. Adapun batas-batas Kecamatan Payung adalah: sebelah Utara dengan Kecamatan Tiga Nderket, sebelah Selatan dengan Kecamatan Munte, sebelah Barat dengan Kecamatan Tiga Nderket, dan sebelah Timur dengan Kecamatan Simpang Empat.

Jarak Kecamatan Payung ke Ibukota Kabupaten Karo, Kabanjahe adalah 17 km dan dengan kota Medan 93 km.

Penduduk Kecamatan Payung sebanyak 10.818 orang (5.300 orang laki-laki dan 5.518 orang perempuan) yang terdiri dari 3.071 rumah tangga. Di wilayah

Kecamatan Payung yang telah ditetapkan sebagai daerah tempat titik pengamatan adalah Desa Selandi yang jumlah penduduknya sebanyak 620 orang dan terdiri dari

205 rumah tangga. Masyarakat Desa Selandi mayoritas memeluk agama Kristen,

Protestan sebanyak 214 orang, Katolik sebanyak 204 orang, Islam sebanyak 197, dan lainnya sebanyak 5 orang. Mata pencaharian masyarakat Desa Selandi adalah bertani, ada yang menanam tanaman keras dan ada juga yang menanam palawija.

(5) Kecamatan Tiga Panah

Kecamatan Tiga Panah terletak di atas permukaan laut setinggi 1.192 meter, dan luas wilayahnya 18.684 km2. Kecamatan Tiga Panah berpenduduk sebanyak

29.626 jiwa (14.753 orang laki-laki dan 14.873 orang perempuan) yang terdiri dari

7.700 rumah tangga. Di Kecamatan Tiga Panah masyarakat memeluk agama Kristen sebanyak 20.095 orang, Katolik sebanyak 7.122 orang, Islam sebanyak 2.292 orang,

50 Universitas Sumatera Utara dan lainnya 117 orang. Penduduk Kecamatan Tiga Panah pada umumnya petani.

Masyarakat pada umumnya menanam tanaman keras dan palawija.

Di daerah Kecamatan Tiga Panah telah ditetapkan desa Seberaya sebagai tempat titik pengamatan. Desa Seberaya mempunyai penduduk sebanyak 2.796 orang

(1.429 orang laki-laki dan 1.369 orang perempuan). Penduduk Desa Seberaya 20 orang memeluk Agama Islam, 2.097 memeluk Agama Protestan, 662 orang memeluk

Agama Katolik, dan 17 orang memeluk agama lainnya. Penduduk Desa Seberaya adalah petani dengan menanam tanaman keras dan palawija..

(6) Kecamatan Merek

Kecamatan Merek mempunyai areal seluas 125,51 km2 dan berada pada

1.192 meter di atas permukaan laut. Wilayah Kecamatan Merek berbatasan dengan:

Tiga Panah di sebelah Utara,

Kabupaten Dairi di sebelah Selatan,

Kecamatan Juhar di sebelah Barat, dan

Kabupaten Simalungun di sebelah Timur.

Kecamatan Merek mempunyai 19 desa dan jumlah penduduknya sebanyak

15.652 jiwa (7.840 orang laki-laki dan 7.812 orang erempuan) yang terdiri dari 4.048 rumah tangga. Masyarakat Kecamatan Merek memeluk agama Kristen sebanyak

11.464 orang, Katolik sebanyak 3.258 orang, dan Islam sebanyak 930 orang. Untuk daerah Kecamatan Merek telah ditetapkan Desa Dokan sebagai daerah tempat titik pengamatan. Penduduk Desa Dokan ada sebanyak 461 rumah tangga (1.189 jiwa yang terdiri dari 577 orang laki-laki dan 612 orang perempuan). Masyarakat Desa

51 Universitas Sumatera Utara Dokan memeluk agama Kristen sebanyak 1.000 orang, Katolik sebanyak 180 orang, dan Islam sebanyak 9 orang. Mata pencaharian masyarakat Dokan adalah menanam palawija dan tanaman keras.

2. 5 Kabupaten Deli Serdang

Sebelum Perang Dunia Ke II, atau tegasnya sebelum Proklamasi Kemer- dekaan Republik Indonesia 17-08-1945, Indonesia masih diduduki oleh Kolonial

Belanda, Kabupaten Deli Serdang merupakan wilayah kepemimpinan Kesultanan

Deli dan Kesultanan Serdang. Kesultanan Deli berkedudukan di Medan dan

Kesultanan Serdang berkedudukan di Perbaungan. Kedua wilayah tersebut dalam masa penjajahan Belanda merupakan Keresidenan Sumatera Timur, dan sejak

Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, kekuasaan kesultanan sudah berakhir dan struktur pemerintah disesuaikan dengan pemerintah Indonesia dan Kesultanan Deli dan kesultanan Serdang dijadikan sebagai daerah Kabupaten Deli Serdang.

Mulai tahun 1945, daerah Kabupaten Deli Serdang, secara berkesinambungan dipimpin oleh seorang Bupati. Daerah Kabupaten Deli Serdang merupakan daerah yang cukup terkenal di kawasan nusantara, terutama karena devisa negara yang berasal dari hasil bumi. Kabupaten Deli Serdang berpotensi untuk meningkatkan perekonomian daerah, misalnya perkebunan karet, tembakau, dan kelapa sawit. Bila dilihat dari segi politik Kabupaten Deli Serdang cukup kritis. Daerah pariwisata, pentraktoran di Tanjung Morawa di masa Orde Lama telah mengakibatkan jatuhnya kabinet di zaman Orde Lama. Peranan daerah Kabupaten Deli Serdang dalam

52 Universitas Sumatera Utara pembangunan sangat menonjol. Melalui pembangunan yang dilakukan oleh

Pemerintah Orde Baru dapat menumbuhkan ekonomi diberbagai sektor di Deli

Serdang. Misalnya, di sektor pertanian dan perkebunan menjadi pemeran utama bagi penghuni Kabupaten Deli Serdang.

Sejalan dengan lajunya pembangunan di bidang politik berjalan cukup mantap, stabil, dan dinamis. Hal ini tercipta dengan adanya kerjasama yang harmonis di kawasan Deli Serdang. Keadaan tersebut merupakan modal yang tidak terhitung nilainya untuk mewujudkan demokrasi Pancasila. Azas persatuan dan kesatuan selalu menjiwai pemerintah Deli Serdang sehingga kesetabilan politik tetap mantap dan terkendali.

Kabupaten Deli Serdang terletak pada posisi 2o 57’’ Lintang Utara, 3o 16’’

Lintang Selatan, 98o 33’’-99o 27’’ Bujur Timur dengan Luas wilayah 2.497,72 Km2

Batas wilayah Kabupaten Deli Serdang adalah sebagai berikut: sebelah utara dengan Kabupaten Langkat, sebelah selatan denganKabupaten Karo dan Kabupaten Simalungun, sebelah timur dengan Kabupaten Serdang Bedagai, serta sebelah barat dengan Kabupaten Karo dan Kabupaten Langkat.

Dari permukaan laut ketinggian daerah Kabupaten Deli Serdang mengelilingi kota Medan yang terdiri atas 22 kecamatan dan 403 Desa/ Kelurahan. Kabupaten

Deli Serdang memiliki iklim tropis. Pengamatan Stasiun Sampali menunjukkan rata- rata kelembapan udara per-bulan adalah sekitar 83%, curah hujan berkisar antara 51 sampai dengan 502 mm per-bulan dengan periodik tertinggi pada bulan September

53 Universitas Sumatera Utara dan Oktober, hujan per-bulan berkisar 9 -23 hari dengan periode hari hujan yang besar pada bulan September–Oktober. Rata-rata kecepatan udara berkisar 2,0 m/dt dengan tingkat penguapan sekitar 4,0 mm/hari. Temperatur udara perbulan minimum

23,9o C dan maksimum 32,4oC.

Pengamatan di Stasiun Gunung Pamela, dapat dilihat bahwa kelembapan udara rata-rata 83%, curah hujan bekisar antara 45 samapai dengan 287 mm perbulan.

Sementara rata-rata kecepatan, tingkat penguapan dan temperatur udara tidak dapat diamati.

Peningkatan partisipasi sekolah penduduk tentunya harus diimbangi dengan penyediaan sarana fisik pada pendidikan maupun pada tenaga guru yang memadai.

Pada tingkat pendidikan dasar jumlah sekolah ada sebanyak 758 unit yang terdiri dari

619 Sekolah Dasar Negeri/Inpres dan sebanyak 139 Sekolah Dasar Swasta. Jumlah

SLTP Negeri sebanyak 40 unit, SLTP Swasta sebanyak 159 unit. Jumlah SMU

Negeri sebanyak 10 unit dan SMU swasta sebanyak 74 Unit. Sekolah Menengah

Kejuruan Negeri hanya 2 unit dan yang diselenggarakan oleh swasta sebanyak 73 unit.

Selain itu, sekolah pendidikan agama, baik tingkat dasar maupun menengah adalah sebagai berikut: jumlah Madrasyah Ibtidaiyah (MI) adalah 56 unit, Madrasyah

Tsanawiyah (MTs) sebanyak 76 unit dan Madrasyah Aliyah (MA) sebanyak 32 unit termasuk yang diselenggarakan oleh swasta. Dari kenyataan di atas terlihat bahwa peran masyarakat(swasta) dalam meningkatkan kecerdasan bangsa cukup besar, hal

54 Universitas Sumatera Utara ini ditunjukkan dengan lebih banyak jumlah sekolah swasta bila dibandingkan dengan sekolah negeri, khusus di tingkat sekolah menengah.

Dengan fasilitas pendidikan yang demikian, maka jumlah murid yang dapat ditampung adalah sebanyak 194 064 siswa untuk SD, 54 412 siswa untuk tingkat

SLTP, 23 885 siswa untuk tingkat SMU dan 21 843 siswa untuk sekolah STM,

SMEA,SMKK dan SMK, sedangkan untuk sekolah agama ada terdapat sebayak 13

165 siswa untuk tingkat MI, sebanyak 16 390 siswa untuk tingkat MTs, dan sebanyak

3 092 siswa untuk tingkat MTs, dan sebanyak 3 092 siswa untuk tingkat MA. Bila kita lihat dari tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan dapat diketahui bahwa dari 1.147.865 penduduk di usia 19 tahun ke atas. Jadi + 330.992 orang atau sekurang-kurangnya telah menamatkan tingkat pendidikan dasar (SD atau sedeajat) atau sekitar 28,83% sudah tamat dan sekitar 23,33% belum tamat SD atau tidak/ belum pernah sekolah, sedangkan selebihnya, yaitu 47,84% telah menamatkan pendidikan pada tingkat SLTP ke atas.

Sesuai dengan falsafah negara, pelayanan kehidupan beragama senantiasa dikembangkan dan ditingkatkan untuk membina kehidupan masyarakat dalam upaya mengatasi berbagai masalah sosial budaya yang mungkin dapat menghambat kemajuan bangsa. Jumlah masjid dan langgar atau musholla masing-masing sebanyak 666 buah dan 788 buah. Jumlah gereja sebanyak 683 buah, kuil dan vihara sebanyak 13 buah. Untuk memberdayakan rumah ibadah tersebut khususnya untuk umat Islam di Kabupaten Deli Serdang terdapat 178 orang mubalihq yang secara aktif

55 Universitas Sumatera Utara memberikan pelajaran agama. Di Kabupaten Deli Serdang terdapat imam sebanyak

88 orang, khotib ada sebanyak 574 orang, dan ulama sebanyak 1010 orang.

Ketersediaan sarana kesehatan berupa rumah sakit di Kabupaten Deli Serdang ada sebanyak 11 unit, masing-masing berada di Kecamatan Tanjung Morawa (2 unit),

Kecamatan Lubuk Pakam (3 unit), Kecamatan Deli Tua (2 unit), Kecamatan Labuhan

Deli (1 unit). Kapasitas tempat tidur seluruhnya sebanyak 470 tempat tidur. Di setiap wilayah kecamatan sudah ada puskesmas dan puskesmas pembantu. Sarana penunjang kesehatan tersebut didukung oleh sebanyak 91 apotik dan depot obat yang tersebar di beberapa kecamatan lain.

Di Kabupaten Deli Serdang sudah ditetapkan enam desa sebagai daerah titik pengamatan. Keenam desa tersebut berada di dalam enam wilayah kecamatan yang berbeda. Adapun keenam kecamatan tersebut adalah:

(1) Kecamatan Sibolangit

Luas Kecamatan Sibolangit sekitar 174,92 Km2 dan tinggi dari permukaan laut antara 350 m s/d 700m serta terletak pada 20o – 59o Lintang Utara dan 50o – 98o

Bujur Selatan

Keadaan daerah Kecamatan Sibolangit berbukit-bukit dan di antara bukit ada beberapa sungai besar, yakni Sungai Belawan, Sungai Petani, Sungai Betimus dll yang muaranya ke Kecamatan Pancurbatu dan Kecamatan Namo Rambe. Hal ini dapat membuat tanah di daerah ini subur. Iklim di Kecamatan ini pada umumnya berhawa sedang dan terdiri dari dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau.

Musim hujan biasanya terjadi pada bulan September sampai dengan Maret dan

56 Universitas Sumatera Utara musim kemarau pada bulan April sampai deengan bulan Agustus pada setiap tahunnya.

Batas-Batas : sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Pancurbatu, sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Karo, sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Kutalimbaru, dan sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Namo Rambe, Kecamatan Biru-Biru.

(2) Kecamatan STM Hilir

Pada masa penjajahan Belanda, Kecamatan STM Hilir disebut VAN.N.

Senembah Tanjung Muda Hulu yang dipimpin oleh perbapaan bermarga Barus dan tunduk kepada Sultan Serdang di Perbaungan. Sejak Proklamasi Kemerdekaan

Republik Indonesia 17 Agustus 1945, VAN.N. Senembah Tanjung Muda Hulu disebut Sinembah Tanjung Muda Hulu, pusat pemerintahannya berkedudukan di

Desa Tadukan Raga. Setelah penyerahan kedaulatan/penghapusan Negara Sumatera

Timur sekitar tahun 1945/1949, Sinembah Tanjung Muda dibagi menjadi 2 wilayah

Kecamatan yaitu Kecamatan Sinembah Tanjung Muda Hulu dan Kecamatan

Sinembah Tanjung Muda Hilir yang berkedudukan di Desa Talun Kenas terdiri dari

38 Desa dan pada tahun 1991 diperkecil menjadi 15 Desa.

Kecamatan STM Hilir terdiri dari 15 Desa dan 80 Dusun. Sejak tahun 1990 karena adanya penciutan desa yang mana Kecamatan STM Hilir dikelilingi oleh

Kecamatan Patumbak, bangun Purba, Biru-biru dan Kecamatan STM Hulu.

Kecamatan STM Hilir luasnya 190,50 Km2.

57 Universitas Sumatera Utara Kecamatan STM Hilir beriklim sedang. Di sebelah selatan kecamatan tersebut ditemukan beberapa bukit kecil. Letak kecamatan di atas permukaan laut tingginya berkisar 190 sampai dengan 500 m. Iklim di wilayah Kecamatan STM Hilir sangat bergantung kepada dua arah angin, yaitu angin dri arah laut dan angin dari arah pegunugan. Curah hujan yang menonjol pada bulan Januari sampai dengan

Agustus. Musim kemarau terjadi pada bulan September sampai dengan Desember.

Batas-batas wilayah Kecamatan STM Hilir ialah:

Utara berbatasan dengan Kecamatan Patumbak,

Selatan berbatasan dengan Kecamatan STM Hulu,

Timur berbatasan dengan Kecamatan Bangun Purba dan STM Hulu, dan

Barat berbatasan dengan Kecamatan Biru-Biru.

(3) Kecamatan Biru-biru

Daerah Kecamatan Biru-biru luasnya 89,69 Km2 atau sekitar 8969 Hektar.

Kecamatan Biru-biru terdiri atas 17 desa dan 89 dusun. Ibukota kecamatannya adalah

Biru-biru. Kecamatan Biru-biru pada umumnya mempunyai 2 (dua) iklim, yaitu musim kemarau dan musim hujan. Kedua iklim tersebut dipengaruhi oleh angin dari arah laut dan angin dari arah pegunungan. Angin laut biasanya membawa hujan, sedangkan angin dari arah gunung membawa udara panas dan lembab. Curah hujan pada umumnya pada bulan September sampai dengan Desember, sedangkan musim kemarau pada bulan Januari sampai dengan Agustus. Di Kecamatan Biru-Biru ada bermacam-macam suku bangsa dan mayoritas beragama Islam, Kristen Protestan, dan

58 Universitas Sumatera Utara Katolik yang satu sama lainnya hidup harmonis dan mampu memelihara adat istiadat masing-masing. Sumber mata pencarian penduduk umumnya bertani.

Adapun batas-batas Kecamatan Biru-Biru ialah:

Sebelah Utara : Berbatasan dengan Kecamatan Deli Tua,

Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kecamatan Patumbak,

Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kecamatan Namo Rambe, dan

Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kec. STM Hilir.

(4) Kecamatan Namo Rambe

Sebelum Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Kecamatan Namo

Rambe berada di bawah Pemerintahan Sultan Deli yang berkedudukan di Medan dan termasuk Kewedanan Deli Hulu dan Pusat Kewedanan di Pancur Batu. Setelah proklamasi, kekuasaan Sultan Deli berakhir dan timbullah Pemerintahan Kecamatan yang pada waktu itu dikepalai oleh seorang Asisten Wedana (sekarang camat) yang sampai sekarang menjadi Kecamatan Namo Rambe. Kecamatan Namo Rambe adalah salah satu kecamatan dari 33 kecamatan yang ada di Kabupaten Deli Serdang, berjarak sekitar ± 20 Km dari Kodya Medan dan ± 34 Km Ibu Kota Kabupaten Deli

Serdang di Lubuk Pakam. Kecamatan Namo Rambe terdiri dari 36 Desa dan Ibu Kota

Kecamatannya adalah Desa Kuta Tengah. Kantor Camat terletak di Desa Kuta

Tengah ± 1 Km dari ibu kota kecamatan, yang dibangun pada tahun 1983/1982.

Daerahnya landai dengan ketinggian 51 sampai dengan 499 meter di atas permukaan laut, secara umum dapat dirinci sebagai berikut:

59 Universitas Sumatera Utara Tanah usaha yang dapat dikelola untuk lahan pertanian Tanaman Pangan dan lainnya antara 51 sampai dengan 400 meter atau sekitar 92,24% dari luas wilayah Kecamatan.

Tanah usaha yang dapat dikelola untuk lahan perkebunan Rakyat/Tanaman Keras antara 401 sampai dengan 499 meter diatas permukaan laut yang luasnya 483 Ha atau sekitar 7,76% dari wilayah kecamatan.

(5) Keacamatan Kutalimbaru

Daerah ini pada masa penjajahan Belanda bernama Hofd Perbapaan

Sebernaman yang sekarang dinamakan Kecamatan Kutalimbaru. Hofd Perbapaan

Kutalimbaru tunduk ke daerah yang bernama Coetoeleur Van Boven yang sekarang

Pancurbatu (Aremania). Hofd Perbapaan Sebernaman membawahi 6 Perbapaan dan dijabat oleh Tangkas Sinulingga dan ke penghuluan sebanyak 80 kepenghuluan. Pada zaman Pemerintahan Jepang, Pemerintah Kutalimbaru terbagi atas 80 Komico, yang tunduk ke Daerah Guntebu yang di jabat oleh Bunsisco. Pada zaman Pemerintahan

Republik Indonesia (1945) daerah ini berstatus kecamatan yang membawahi 80 kepenghuluan dan organisatoris pemerintahan untuk ke Kabupaten sampai tahun

1946. Pada waktu itu Kecamatan Kutalimbaru tunduk ke Kewedaan Deli Hulu yang berkedudukan di Pancur Batu, yang berada dalam wilayah Kewedaan Deli Hulu terdiri dari beberapa wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan Kutalimbaru, Kecamatan

Sibolangit. Kecamatan Namo Rambe, dan Kecamatan Biru-Biru.

Pada masa Sumatera Timur (NST) 1948 daerah ini bernama Onder De Hofd

(ODH) yang berada di bawah Pemerintahan Distrik Hofd di Pancur Batu yang dijabat oleh Negeri Purba, dan keadaan ini berlangsung sampai tanggal 29 Desember 1949.

60 Universitas Sumatera Utara Pada masa Negara Kesatuan (1950) status pemerintahan di daerah ini kembali ke

Kecamatan Kutalimbaru yang dijabat oleh Kelang Sinulingga dan Kewedanan di

Pancur Batu yang dijabat oleh Keras Surbakti (Kewedanaan Deli Hulu) terus berlangsung sampai penghapusan Wilayah Kewedanaan Deli Hulu pada tahun 1957.

Setelah penghapusan Kewedanaan, maka status pemerintah berubah menjadi

Kecamatan Kutalimbaru dengan Ibu Kota Kecamatan yang Berdomisili di Desa

Kutalimbaru.

(6) Kecamatan Pancur Batu

Kecamatan Pancur Batu mempunyai wilayah seluas 122,53 km2 (12.253 hektar).

Di Kecamatan Pancur Batu ada terdapat dua puluh lima desa dan seratus delapan dusun. Kecamatan Pancur Batu berbatasan dengan :

Kota Medan di sebelah Utara,

Kecamatan Sibolangit di sebelah Selatan,

Kecamatan Namo Rambe di sebelah Timur, dan

Kecamatan Kutalimbaru di sebelah Barat.

Jumlah penduduk Kecamatan Pancur Batu sebanyak 82.290 jiwa. BPS

Kecamatan Pancur Batu belum pernah mencacah masyarakatnya menurut suku, tetapi mereka telah mencatat jumlah penduduk sesuai agama yang mereka anut. Jadi, sesuai hasil pencatatan BPS Kecamatan Pancur Batu bahwa di sana ditemukan 51.024 orang yang memeluk agama Islam, 23.048 orang yang memeluk agama Kristen Protestan,

3.450 orang Katolik, dan 4.768 orang memeluk agama lainnya. Desa daerah titik

61 Universitas Sumatera Utara pengamatan yang sudah ditetapkan di wilayah Kecamatan Pancur Batu adalah desa

Gunung Tinggi. Desa penduduknya 1.804 jiwa (laki-laki 907 orang dan 897 orang perempuan) dengan 454 rumah tangga. Penduduk desa Gunung Tinggi memeluk agama Islam sebanyak 858 orang, Kristen 695 orang, Katolik 20, dan yang lainnya

231 orang.

2.6 Kabupaten Langkat

Pada saat Indonesia masih di bawah kekuasaan kolonial Belanda daerah

Kabupaten Langkat masih berstatus kesultanan yang dipimpin oleh Morry Agesten.

Residen ini berkedudukan di . Jadi pada saat itu dibagi dua oleh kolonial

Belanda. Urusan orang asing di bawah Morry Agesten dan orang pribumi diatur oleh sultan Langkat. Sistem ini berlangsung sejak 1865 hingga akhir penjajahan Belanda di Indonesia, yaitu 1942.

Kabupaten Langkat pada waktu itu secara administratif dibagi atas tiga daerah, setiap satu daerah dipimpin oleh seorang ‘Luhak’. Adapun ketiga daerah yang dimaksud adalah (1) Langkat Hulu yang berkedudukan di Binjai mempunyai wilayah

Selesai, Bahorok, , , dan ; (2) Langkat Hilir yang daerahnya adalah , Bingei, Secanggang, Padang Tualang, Cempa, dan Pantai Cermin, daerah ini berkedudukan di Tanjung Pura; (3) Teluk Haru yang berkedudukan di

Pangkalan Berandan mempunyai wilayah Besitang, Langkat Tamiang, Salahaji,

Pulau Kampai, dan Sei Lepan.

62 Universitas Sumatera Utara Setelah Indonesia merdeka atau terlepas dari penjajahan kolonial Belanda, maka wilayah kesultanan ini tadi sudah berkembang menjadi dua wilayah yang dipimpin oleh seorang Bupati yang kemudian menjadi kota Madya yang dipimpin oleh seorang Wali Kota, dan selebihnya dijadikan menjadi satu daerah Kabupaten yang disebut Kabupaten Langkat dan dipimpin oleh seorang Bupati.

Bila ditinjau dari sudut pandang geografi, Kabupaten Langkat terletak pada

3”14’ dan 4”3’ lintang Utara, 93”51’ dan 98”45’ bujur timur. Kabupaten Langkat berbatasan dengan:

Selat Malaka dan D.I. Aceh di sebelah Utara,

Kabupaten Karo di sebelah Selatan,

Kabupaten Deli Serdang di sebelah Timur, dan

Aceh Tengah di sebelah Barat.

Kabupaten Langkat mempunyai areal seluas 6.263,29 km atau 626.329 hektar.

Di daerah Kabupaten Langkat telah ditetapkan enam desa sebagai daerah titik pengamatan. Keenam desa daerah titik pengamatan tersebut berada dalam enam wilayah Kecamatan yang berbeda. Adapun keenam Kecamatan tersebut ialah:

Kecamatan Sei Bingei, Selesai, Kuala, Kuta Mbaru, Salapian, dan Bahorok. Desa tempat titik pengamatan adalah Telaga, Tanjung Merahe, Garunggang, Kuta Gajah,

Parangguam, dan Lau Damak.

(1) Kecamatan Sei Bingei

Kecamatan Sei Bingei terdiri atas 16 desa. Kecamatan Sei Bingei berbatasan dengan daerah:

63 Universitas Sumatera Utara Binjai di sebelah Utara,

Kabupaten Karo di sebelah Selatan,

Kecamatan Salapian dan Kuala di sebelah Barat, dan

Kabupaten Deli Serdang di sebelah timur.

Kecamatan Sei Bingei mempunyai penduduk sebanyak 46.499 jiwa yang terdiri dari 41.849 orang suku Karo, 1.860 orang suku Melayu, 930 orang suku Jawa,

930 orang suku Mandailing, 465 orang suku Toba, 465 orang suku Simalungun, dan

10 orang suku lainnya. Pemeluk Agama Islam di Kecamatan Sei Bingei adda 28.203 orang, Kristen 17.973 orang, dan Katolik sebanyak 2.323 orang.

(2) Kecamatan Selesai

Kecamatan Selesai mempunyai wilayah seluas 15.208 hektar (152,08 km2).

Kecamatan Selesai mempunyai tigabelas desa. Jumlah penduduknya ada sebanyak

67.226 jiwa (14.867 rumah tangga). Kecamatan selesai berbatasan dengan

Kecamatan:

Stabat di sebelah Utara,

Sei Bingei dan Kuala di sebelah Selatan,

Wampu dan Bahorok di sebelah Barat, dan

Kodya Binjai di sebelah Timur.

Di Kecamatan Selesai ditetapkanlah desa Tanjung Merahe sebagai desa titik pengamatan. Desa Tanjung Merahe penduduknya 1.472 orang suku Karo, 549 orang suku Jawa, Melayu 11 orang, Toba 4 orang, Mandailing 22 orang, dan 138 orang suku lainnya.

64 Universitas Sumatera Utara (3) Kecamatan Kuala

Wilayah Kecamatan Kuala ada seluas 19.476 hektar (194, 76 km2). Di

Kecamatan Kuala ada terdapat delapanbelas desa. Jumlah penduduk di Kecamatan

Kuala adalah 44.079 jiwa (10.557 rumah tangga). Kecamatan Kuala berbatasan dengan Kecamatan:

Selesai di sebelah Utara,

Sei bingei di sebelah Selatan,

Salapian di sebelah Barat, dan

Sei Bingei di sebelah timur.

Desa titik pengamatan di Kecamatan Kuala yaitu desa Garunggang. Desa

Garunggang penduduknya 1.340 orang suku Karo, 248 orang suku Jawa, Toba 9 orang, Mandailing 5 orang, dan 52 orang suku lainnya. Di desa Garunggang terdapat

392 rumah tangga dengan jumlah penduduk 1.654 orang. Pemeluk Agama Kristen ada sebanyak 1.075 orang dan 579 orang beragama Islam.

(4) Kecamatan Salapian

Kecamatan Salapian luasnya 51,112 hektar (511,12 km2). Kecamatan Salapian sebelumnya mempunyai 25 desa dengan jumlah penduduk 51.114 orang (12.378 rumah tangga). Semenjak pertengahan tahun 2008 Kecamatan Salapian dimekarkan menjadi tiga Kecamatan, yakni Kecamatan Salapian, Kuta Mbaru, dan Serapit

Daerah penelitian di Salapian dan Kuta Mbaru. Kecamatan Salapian berbatasan dengan:

Selesai di sebelah Utara,

65 Universitas Sumatera Utara Kabupaten Karo di sebelah Selatan,

Kecamatan Bahorok di sebelah Barat, dan

Kecamatan Kuala di sebelah timur.

Desa yang ditetapkan sebagai daerah titik pengamatan di Kecamatan Salapian ialah desa Parangguam. Jumlah penduduk di Desa Parangguam 1.340 orang suku

Karo, 248 orang suku Jawa, Toba 9 orang dan 2 orang suku lainnya. Sedangkan di

Kecamatan Kuta Mbaru ditetapkan desa Kuta Gajah sebagai daerah titik pengamatan. Desa Kuta Gajah penduduknya 1.273 orang, suku Karo. 1.032 orang, suku Jawa, suku Melayu 3 orang, suku Toba 36 orang, suku Mandailing 12 orang, dan 45 orang suku lainnya. Penduduk Kuta Gajah yang memeluk agama Islam 1.584 orang, 648 orang memeluk agama Kristen Protestan, yang memeluk agama Katolik

48 orang , dan 121 orang memeluk agama lainnya.

(6) Kecamatan Bahorok

Kecamatan Bahorok seluas 955,10 km2 dengan jumlah desa 22. Kecamatan

Bahorok penduduknya 45.547 jiwa dan 11.359 rumah tangga. Kecamatan Bahorok berbatasan dengan:

Kecamatan Batang Serangan di sebelah Utara,

Kabupaten Karo di sebelah selatan,

Kabupaten Aceh Tenggara di sebelah Barat, dan

Kecamatan Salapian di sebelah Timur.

Desa yang merupakan daerah titik pengamatan di Kecamatan Bahorok adalah desa Lau Damak. Desa ini penduduknya ada sebanyak 1.893 jiwa (977 laki-laki dan

66 Universitas Sumatera Utara 916 perempuan) dan 509 rumah tangga. Penduduk desa Lau Damak memeluk agama

Islam 1.155 orang, Katolik 10 orang, Kristen 587 orang, dan 141 orang lainnya.

Masyarakat suku Karo di desa Lau Damak 1.060 orang, suku Jawa 701 orang, suku

Melayu 95 orang, suku Toba 10 orang, suku Mandailing 19 orang, dan 8 orang suku lainnya.

67 Universitas Sumatera Utara

III. TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Penelitian Geografi Dialek

Penelitian geografi dialek di Indonesia bisa dikatakan masih kurang mengingat bahasa-bahasa daerah yang ada di Indonesia jumlahnya mencapai 700-an

Nadra (2009). Negara kesatuan Idonesia terdiri dari ribuan pulau hal tersebut dapat mengakibatkan pertumbuhan dialek pada suatu bahasa. Geografi dialek mempunyai hubungan yang erat dengan linguistik bandingan dan geografi dialek mengkaji unsur bahasa menurut geografi. Geografi dialek merupakan perkembangan dari studi bandingan dan berfungsi memetakan lokasi bahasa secara positif. Jadi, penelitian geografi dialek diperlukan di Indonesia.

Bahasa daerah merupakan kebanggaan daerah tersebut di samping dapat dijadikan sumber pengayaan perbendaharaan kata bahasa Indonesia. Dalam kitab

UUD 1945 pada pasal 36 bahagian penjelasan, dikatakan bahwa bahasa daerah dilindungi, dipelihara, dan dilestarikan. Sesuai pokok pikiran yang dituangkan dalam kitab UUD 1945 tersebut maka sudah layak bahasa Karo dibina, dipelihara, dan dilestarikan. Salah satu usaha untuk mendukung pokok pikiran tersebut peneliti tertarik meneliti geografi dialek bahasa Karo.

Di Indonesia ada beberapa penelitian geografi dialek yang dilakukan oleh pakar bahasa, misalnya Geografi Dialek Sunda di Kabupaten Bogor oleh Agus

Suriamiharja pada tahun 1982, Geografi Dialek Banyuwangi oleh Soetoko pada tahun

1981, Bahasa Sunda di Daerah Cirebon oleh Ayatrohaedi pada tahun 1978, Geografi

68 Universitas Sumatera Utara Dialek Bahasa Jawa di Kabupaten Jepara oleh Dirgo Sabariyanto pada tahun 1985.

Akan tetapi penelitian geografi dialek bahasa–bahasa daerah di Sumatera Utara, menurut pengetahuan peneliti belum ada yang diterbitkan. Penelitian geografi dialek yang dilakukan di Pulau Jawa menunjukkan bahwa bahasa Jawa sudah mempunyai beberapa dialek.

Bahasa-bahasa daerah di Sumatera Utara sudah banyak diteliti oleh para pakar bahasa, tetapi tidak penelitian tentang geografi dialek. Bahasa daerah di Sumatera

Utara adalah (1) Bahasa Batak Toba, (2) Bahasa Batak Pakpak, (3) Bahasa Batak

Karo, {4} Bahasa Batak Simalungun, (5) Bahasa Batak Mandailing, (6) Bahasa Nias,

(7) Bahasa Melayu, (8) Bahasa Cina, (9) Bahasa Jawa, dan lain-lain.

Tarigan dan Tarigan (1997:3) dalam Geoff Woollams (2004:7) mengatakan bahwa bahasa Karo mempunyai dialek Gunung-gunung dan dialek Jahe-jahe. Dialek

Gunung-gunung dipakai di Kabupaten Karo dan dialek Jahe-jahe dipakai di

Kabupaten Deli Serdang dan Langkat. Dikatakan secara umum memang di dalam bahasa Karo sudah ada gejala dialek. Misalnya di daerah Jahe-Jahe kata kakek disebutkan [bolaŋ] sedangkan di Gunung-Gunung disebutkan [bulaŋ]. Kata nenek di

Jahe-Jahe disebutkan [nondoŋ] sedngkan di Gunung-Gunung disebutkan [nini].

Nothofer (1993:169) mengatakan untuk penelitian geografi dialek diperlukan daerah titik pengamatan. Di anatara titik pengamatan atau dari satu titik pengamatan ke titik pengamatan yang berdekatan diperlukan garis diagonal. Garis diagonal ditarik tidak boleh saling berpotongan. Dengan demikian, maka garis diagonal yang menghubungkan satu titik pengamatan dengan titik pengamatan yang lebih dekat

69 Universitas Sumatera Utara dapat dijadikan sebagai tolok ukur dalam hal penentuan perbedaan yang menjurus ke dialek suatu bahasa, subdialek suatu bahasa, perbedaan suatu bahasa ataupun masih merupakan beda wicara.

Ayatrochaedi (1983) mengatakan bahwa istilah dialek berasal dari kata

Yunani ‘dialektos’. Pada mulanya ‘dialektos’ ini dinyatakan tehadap bahasa Yunani yang mempunyai sedikit perbedaan saja. Peneliti geografi dialek suatu bahasa diharuskan menemukan perbedaan-perbedaan unsur bahasa dalam bahasa yang sedang diteliti. Selanjutnya, Ayatrohaedi (1983), Lauder (1993), dan Mahsun (2005) mengatakan bahwa peneliti diwajibkan mendeskripsikan variasi dialek bahasa yang sedang diteliti. Peneliti dianjurkan untuk mencatat temuan-temuan yang merupakan unsur bahasa yang merupakan pembeda dari suatu daerah titik penmgamatan dengan daerah titik pengamatan lainnya. Penelitian variasi dialek bahasa Karo di ketiga daerah ini akan difokuskan pada perbedaan fonologi dan leksikon. Perbedaan unsur bahasa yang ditemukan merupakan ciri dialek dalam bahasa tersebut. Dalam hal ini dapat ditemukan contoh-contoh yang dipakai oleh penutur bahasa Karo pada saat mereka berkomunikasi. Perbedaan tersebut dapat saja terjadi pada kata kerja, kata sifat, maupun kata benda. Umpamanya, untuk suatu benda akan disebutkan berbeda sesuai daerahnya. Misalnya benda yang serupa diberi nama berbeda.

Contoh:

(1) Timba

Di daerah Deli Serdang kata benda ‘timba’ diberi nama tong [toŋ], sedangkan

di daerah Kabupaten Karo mereka sebut ember [εmbεr].

70 Universitas Sumatera Utara (2) Anjing

Di daerah Deli Serdang dan Kabupaten Langkat kata benda ‘anjing’ diberi

nama mopi [mopi] dan asuhen [asuhən], sedangkan di daerah Kabupaten Karo

disebut biang [biyaŋ].

Sebaliknya, dapat juga ditemukan bahwa untuk benda yang berbeda disebut

dengan nama yang sama.

Contoh:

(1) Dedak

Di daerah Kabupaten Langkat kata benda ‘dedak’ disebutkan segal [ s∂gal ],

sementara di daerah Kabupaten Karo disebut kedep [k∂d∂p].

(2) Bunga durian

Di daerah Kabupaten Deli Serdang kata benda ‘bunga durian’ disebut

[g∂nta], sementara di daerah Kabupaten Karo dan Langkat disebut [kaliaga].

Peta variasi dialek

Ayatrohaedi (1983), Allen (1986), Lauder (1993), dan Mahsun (2005) mengatakan bahwa untuk menunjukkan perbedaan yang dapat dianggap merupakan variasi dialek suatu bahasa, perlu dibuat suatu atlas sesuai penyebaran pada lokasi penelitian. Untuk itu, berikut ini diberikan beberapa contoh untuk pemberian label pada atlas pemakaian kata yang merupakan bukti variasi dialek. Berikut ini diberikan contoh pemberian nomor titik pengamatan di lokasi penelitian. Mereka mengatakan bahwa untuk memberikan nomor pada atlas tidak boleh sesuka hati, melainkan harus mengikuti metode tertentu, yaitu seperti digambarkan berikut ini.

71 Universitas Sumatera Utara

1 2 3 3 4 9 4 3 2 5 4 5 6 2 5 8 1 6 7 8 9 1 6 7 9 8 7

A B C

Setiap contoh di atas ( A, B, dan C) menunjukkan bahwa arah anak panah mempunyai arah yang teratur, yaitu dimulai dari angka 1 dan berahir pada angka 9.

Peneliti sudah melabel titik tempat pengamatan dari angka 1 sampai dengan 18.

Penomoran titik tempat pengamatan sudah mempunyai aturan sesuai anjuran dialektoloh, Ayatrohaedi.

Ciri-ciri pembeda dialek

Ayatrohaedi (1983) mengatakan bahwa ciri-ciri pembeda dalam kajian variasi dialek suatu bahasa bisa saja dijumpai beraneka ragam.

Misalnya:

(1) Kata ‘jangan’ di daerah Kabupaten Karo ada ditemukan tiga macam ucapan,

yaitu [ula], [oula], dan [aula].

(2) Kata bilangan ‘sepuluh’ di daerah Kabupaten Karo ditemukan dua variasi, yaitu

di daerah Kecamatan Kuta Buluh disebut [s∂puloh], sementara di daerah

Kecamatan lainnya diucapkan [s∂puluh].

(3) Kata ‘ada’ di daerah Kabupaten Deli Serdang dan Langkat disebut [lət], tetapi

di daerah Kabupaten Karo disebut [lit].

72 Universitas Sumatera Utara (4) Kata ‘padi’ di ketiga daerah penelitian ada ditemukan tiga variasi, yaitu [pag],

[pagai], dan [pagei].

Sesuai data yang diperoleh di atas, ciri-ciri variasi dialek dapat digambarkan sebagai berikut:

Pada data (1) ditemukan variasi ucapan [u] ~ [o] ~ [au].

Pada data (2) ditemukan variasi ucapan [u] ~ [o].

Pada data (3) ditemukan variasi ucapan [i] ~ [∂ ].

Pada data (4) ditemukan variasi ucapan [] ~ [ai] ~ [ei].

Edwards (1985) mengatakan bahwa ada bermacam-macam alasan mengapa terjadi variasi dialek dalam suatu bahasa, antara lain pengaruh bahasa tetangga, pengaruh kebudayaan tetangga, dan pengaruh geografis. Sesuai pernyataan Edwards

(1985) bahwa di daerah Kabupaten Karo untuk sementara waktu dapat diasumsikan sebab terjadinya suatu variasi dialek diakibatkan oleh pengaruh bahasa tetangga.

Sebagai contoh di Kecamatan Juhar dan Lau Baleng ditemukan ucapan [ku] berkorespondensi dengan [tu] yang artinya ‘kepada’ dan ‘ke’.

Contoh:

[tu ĵa kna law∂s] ‘Ke mana kalian pergi?’ di tempat lain [ku ĵa kna law∂s]

Tafsir sementara untuk menyatakan terjadinya variasi ujaran [ku] menjadi [tu] di daerah kecamatan tersebut adalah pengaruh dari bahasa tetangga, yaitu bahasa Batak

Toba. Penutur bahasa Batak Toba mengatakan [tu is do imana maŋoli] yang artinya

73 Universitas Sumatera Utara ‘Dengan siapakah dia kawin?’ dan [tu dia do ho lao tulaŋ] yang artinya ‘Ke manakah kamu pergi, Paman?’

Ibu kota kecamatan yang menggunakan [tu] ialah Juhar dan Lau Baleng.

Kedua daerah Kecamatan ini berada di pinggir jalan yang menghubungkan Kota Cane dengan Beras Tagi. Di antara Kota Cane ada beberapa desa yang penduduknya berasal dari penutur asli bahasa Batak Toba. Mereka selalu berkomunikasi pada hari pekan dan berada dalam bus yang sama sewaktu berpergian ke Medan atau Pematang

Siantar. Hal inilah yang menyebabkan penutur bahasa Karo di daerah tersebut telah dipengaruhi oleh ucapan [tu] tersebut.

Penelitian yang berkenaan dengan bahasa Karo dan masyarakat suku Karo sudah dilakukan oleh beberapa pakar. Penelitian tersebut berkenaan dengan sosiolinguistik. Sepanjang pengetahuan peneliti, penelitian dialektologi yang berkenaan dengan geografis belum ada. Masyarakat Karo sering mengatakan bahwa sudah ada beberapa dialek yang terjadi di dalam bahasa Karo. Pernyataan ini berasal dari kaum awam, bukan dari linguis melalui publikasinya. Kalau demikian tidak dapat diterima karena mereka belum mengadakan suatu penelitian. Kaum awam ada mendengar satu atau dua kata yang berbeda di suatu daerah dengan daerah lain menganggap sudah cukup untuk menyatakan suatu perbedaan yang menentukan dialek suatu bahasa. Pernyataan tersebut belum memenuhi syarat untuk menetapkan nama dialek bahasa Karo. Tarigan (1979) mengatakan bahwa bahasa Karo yang dipakai oleh masyarakat penutur asli bahasa Karo di Kabupaten Karo disebut dialek bahasa Karo Gugung-Gunung. Bahasa Karo yang digunakan oleh masyarakat penutur

74 Universitas Sumatera Utara bahasa Karo di daerah Kabupaten Deli serdang dan Kabupaten Langkat disebut dialek bahasa Karo Jahe-jahe. Pernyataan tersebut belum dapat diterima karena sesuai data yang ditemukan oleh peneliti di daerah Kabupaten Karo sudah terdapat variasi.

Pernyataan ini juga belum dapat diterima.

Bila ditemukan unsur bahasa dituturkan oleh kelompok penutur bahasa itu sendiri berbeda karena tempat mereka berdomisili berlainan maka hal itu dapat dipandang sebagai sutu gejala munculnya dialek dikarenakan oleh perbedaan geografis. Petyt (1980:119–121) dan Trudgill (1990:50–52) menyatakan perbedaan unsur bahasa yang penggunanya berbeda oleh para penuturnya karena perbedaan tempat tinggal merupakan kajian dalam suatu disiplin ilmu yang disebut dialektologi.Kadang-kadang dapat juga kita jumpai pada suatu masyarakat pengguna suatu bahasa bahwa perbedaan unsur bahasa tersebut digunakan berbeda oleh sub- kelompok yang berbeda status, maka perbedaan tersebut dikaji dengan cabang linguistik, sosiolinguistik.

Kridalaksana (1993:42) menyatakan bila bahasa yang sama digunakan oleh penuturnya berbeda sewaktu berkomunikasi maka bahasa tersebut sudah mempunyai variasi. Jika variasi tersebut timbul diakibatkan oleh status sosial para pengguna bahasa tersebut maka dialek pada bahasa tersebut akan dikaji oleh sosiolinguistik, tetapi unsur bahasa yang digunakan oleh penuturnya di tempat yang berbeda, maka pengkajian disebut dialek geografi.

Wardaugh (1988:42) mengatakan bahwa suatu bahasa bisa mempunyai dialek diakibatkan oleh tempat para penggunanya berbeda menurut geografi. Untuk kejadian

75 Universitas Sumatera Utara semacam ini dijumpai pada sutu bahasa maka peristiwa tersebut dikaji dalam kajian geografi dialek. Selanjutnya, geografi dialek berusaha untuk mendeskripsikan setiap unsur yang menunjukkan perbedaan dalam bahasa itu sendiri. Melalui interpretasi unsur atau aspek yang menunjukkan perbedaan tadi peneliti akan dapat menggam- barkan perbedaan dalam peta.

Bloomfield (1995:333–334) dan Collins (1986:75) mengatakan bahwa sewaktu meneliti dialek suatu bahasa diperlukan suatu batasan terhadap aspek yang akan diteliti. Kegiatan serupa ini akan dapat membantu peneliti dialek bahasa dalam hal pengumpulan data serta pengkajiannya.

Lauder (1990) menganjurkan agar untuk meneliti suatu geografi dialek perlu diadakan penyelidikan pada semua tataran linguistik, yaitu fonologi, morfologi, leksikon, dan sintaksis. Tetapi penelitian geografi dialek yang sedang dilakukan ini mempunyai ruang lingkup pada fonologi, morfologi, dan leksikon. Hal tersebut membernarkan peneliti mengambil data yang berhubungan dengan fonologi, morfologi, dan leksikon dalam bentuk ujaran kata.

Untuk menghitung unsur bahasa yang berbeda, Lauder (1990) menyatakan bahwa jarak peta yang dibandingkan berdasarkan segitiga ataupun diagonal yang menghubungkan antardesa yang masyarakatnya mempunyai kemungkinan berkomu- nikasi. Jadi, daerah titik pengamatan yang dibandingkan hanya titik-titik pengamatan yang berdasarkan letaknya masing-masing mempunyai kemungkinan berkomunikasi secara langsung. Selanjutnya, setiap daerah titik pengamatan satu dengan yang lain di

76 Universitas Sumatera Utara mana masyarakatnya mempunyai kemungkinan berkomunikasi yang garis diagonal dapat ditarik.

Mengingat sejarahnya yang pertama sekali mengkaji dialek suatu bahasa ialah

Wenker. Beliau mengkaji dialek bahasa Jerman. Pengkajiannya dilakukan melalui data bahasa yang dia peroleh dari 50.000 orang responden. Kepada responden dikirim angket untuk diisi serta dikembalikan. Wenker yakin bahwa angket akan dikembalikan oleh para responden karena Wenker memilih guru sebagai informannya. Seluruh responden berprofesi guru dan bertempat tinggal di Jerman.

Ternyata angket yang tadinya disebarkan bejumlah 50.000 eksemplar, dikembalikan kepada Wenker sebanyak 45.000. Ketika angket diteliti ulang oleh Wenker maka dia dapat menyadari bahwa hal yang dia lakukan kurang tepat karena hasilnya tidak dapat menunjukkan unsur yang bervariasi dalam bahasa Jerman. Kesalahan tersebut diakibatkan oleh karena para responden tidak mengerti/memahami cara menggu- nakan simbol fonetik. Sebagai lanjutannya, Gillieon berusaha memperbaiki kelemahan Wenker sewaktu meneliti bahasa Jerman tersebut. Jadi, Gillieon mempersiapkan daftar tanyaan untuk dijawab oleh para informan. Angket tersebut tidak dikirimkan kepada para responden, melainkan dibawa langsung ke lapangan serta ditanyakan sendiri. Semua ujaran penutur bahasa tersebut merupakan data untuk bahan analisis. Daftar tanyaan tersebut digunakan Gillieon untuk meneliti bahasa

Perancis. Jadi, semua unsur bahasa sebagai padanan kata yang sudah didaftarkan merupakan data untuk dikaji. Kegiatan Wenker dan Gillieon tersebut dapat memberikan masukan kepada peneliti lain untuk dipedomani sewwaktu mengambil

77 Universitas Sumatera Utara data. Jika peneliti tidak turun langsung ke lapangan maka kata yang dituliskan sama, tetapi dilafalkan berbeda akan tidak terjaring. Akibatnya akan membawa hasil yang tidak dapat menunjukkan keabsahan terhadap hasil kajian.

Ayatrohaedi (1983) mengatakan bahwa perkembangan suatu bahasa mem- punyai beberapa kategori. Satu, protobahasa dapat dikatakan sudah berkembang menjadi dua bahasa atau lebih jika perbedaan di antara bahasa yang diteliti sudah mempunyai perbedaan leksikal sebanyak 81% ke atas. Dua, jika jumlah perbedaan pada bahasa yang dibandingkan tidak mencapai 81%, maka perbedaan menunjukkan adanya dialek di antara bahasa tersebut. Tiga, perbedaan yang menunjukkan angka 31% hingga 50% suatu petunjuk bahwa di dalam bahasa tersebut ada subdialek. Empat, jumlah perbedaan ditemukan di antara 21% hingga 30%, maka perbedaan tersebut menunjukkan perbedaan wicara saja. Kategori tersebut dapat diringkas sebagai berikut:

Tabel 8 Rentangan Perbedaan Unsur Bahasa Secara Leksikal

Jumlah perbedaan Kategori

81% - 100% Perbedaan bahasa

51% - 80% Perbedaan dialek

31% - 50% Perbedaan subdialek

21% - 30% Perbedaan wicara

1% - 20% Dianggap perbedaan tidak siknifikan

78 Universitas Sumatera Utara

Tabel 9

Rentangan Perbedaan Unsur Bahasa Secara Fonologis

Jumlah perbedaan Kategori

17% ke atas Perbedaan bahasa

12% - 16% Perbedaan dialek

8% - 11% Perbedaan subdialek

4% - 7% Perbedaan wicara

0% - 3% Dianggap perbedaan tidak siknifikan

Sembiring (1998) sudah meneliti variasi bahasa Karo yang digunakan pada saat upacara pemakaman. Pada tahun 1999 Sembiring meneliti variasi bahasa Karo yang digunakan pada saat acara peminangan. Data menunjukkan bahwa beberapa leksikal yang digunakan berbeda di suatu daerah dengan daerah yang lain. Kedua penelitian tersebut tidak meneliti dialek menurut geografis melainkan sosiolinguistik.

Data sebagai bahan analisis diambil dari informan yang mempunyai latarbelakang sosial yang berbeda.

Contoh:

Pada acara peminangan di kalangan masyarakat Karo untuk menentukan mahar bagi orang yang dianggap mampu berbeda dengan mereka yang kurang mampu. Jadi saat acara berlangsung dapat dilihat variasi bahasa yang digunakan.

79 Universitas Sumatera Utara Pada acara pemakaman ditemukan variasi bahasa di antara orang yang dianggap mampu dengan orang yang kurang mampu. Jadi, variasi dialek diaplikasikan adalah sosiolinguistik.

Dengan demikian peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian tentang variasi dialek bahasa Karo di Kabupaten Karo, Deli Serdang, dan Langkat menurut geografis. Edwards (1985) mengatakan bahwa setiap bahasa akan selalu berkembang, kecuali terhadap bahasa yang sudah mati (beku). Tidak dapat lagi disangkal bahwa suatu bahasa akan berkembang sesuai dengan kemajuan kebudayaan masyarakat penutur bahasa tersebut. Sesuai dengan perkembangan tersebut dapat diasumsikan bahwa bahasa Karo sudah selayaknya mempunyai variasi dialek. Ayatrohaedi (2002) mengatakan bahwa A. Teew sudah berhasil mengadakan penelitian tentang atlas dialek Pulau Lombok pada tahun 1951. Beliau mengatakan bahwa untuk menjelaskan dialek suatu bahasa harus disertakan peta daerah pemakaian dialek tersebut. Peneliti dalam hal ini setuju dengan pemberian peta daerah pemakaian bahasa Karo di ketiga kabupaten.

Bahkan Orton (1962:15) dalam penelitiannya mengenai Dialek Inggris berpendapat bahwa pria lebih sering konsisten, dan asli memakai dialeknya dibandingkan dengan wanita. Wanita dianggap kurang tepat sebagai informan kebahasaan karena sikap kebahasaan mereka dianggap cenderung hiperkorek, sehingga para peneliti bahasa tidak dapat merekam lafal dialek setempat sebagaimana adanya. Pendapat ini merupakan penelitian dialek setempat di Amerika yang

80 Universitas Sumatera Utara dilakukan Fischer (1946) di wilayah New England dan Labow (1973) di wilayah

New York.

Masalah keandrogenan wanita di dalam berbagai domain kebahasaan sudah banyak dibahas oleh para ahli sosiolinguistik dan psikolinguistik. Antara lain oleh

Morse (1980) dan Baumrind (1980). Di dalam masyarakat Timur khususnya dalam masyarakat Cina, penggunaan wanita sebagai informan kebahasaan juga dihindari.

Alasannya, karena adat perkawinan setempat mengharuskan kaum prianya untuk memperistri wanita dari desa tetangga. Wanita Cina (yang telah menikah) dianggap kurang layak untuk dijadikan informan kebahasaan karena dianggap tidak menyimpan khazanah kebahasaan tempat dia bermukim.

Selain kedua kelompok yang bertentangan itu, ada pula kelompok ahli lainnya yang berpendapat bahwa tidak ada alasan untuk meragukan bahwa wanita tidak sebaik pria sebagai informan kebahasaan, sebagaimana yang diungkapkan oleh

Samarin (1967:31–32) dan juga Kurath (1972:12) yang sebelumnya pada tahun

1939 berusaha menghindari pemakaian informan wanita.

Pada saat proposal ini di seminarkan, banyak sekali peserta wanita yang merasa kurang enak dan tersinggung mendengarkan pernyataan yang dibuat bahwa penelitian ini menggunakan hanya informan pria. Ditambah dengan keterangan bahwa pria dianggap lebih akurat dalam hal pemberian informasi daripada wanita tentang kebahasaan.

Kurath (1972) menegaskan bahwa informan yang dijadikan sebagai sumber data dalam penelitian kebahasaan wanita tidak sebaik pria. Laki-laki yang lebih tepat

81 Universitas Sumatera Utara dijadikan menjadi informan kebahasaan, peneliti memberikan salah satu contoh yang berkaitan dengan kebudayaan dan kebiasaan ditengah-tengah masyarakat Karo.

Hampir 95% masyarakat Karo jika berumah tangga atau menikah, pengantin wanita selalu dibawa ke desa pengantin laki-laki. Dengan demikian dapat diperkirakan bahwa bahasa yang dibawa si pengantin wanita tadi tidak lagi seasli bahasa yang dimiliki oleh pengantin laki-laki.

Di kalangan masyarakat Karo memang ‘Merga’ yang diwariskan oleh ayah dan ibu kepada anaknya, tetapi di salah satu sisi ada ‘Merga’ ibu tidak dipakai.

Misalnya, seseorang anak perempuan lahir pada satu pasangan suami istri (si Amir

Sembiring dengan si Siti Br. Bangun ) maka si anak wanita tadi mempunyai ciri kekeluargaan beru Sembiring bere Bangun. Kemudian ketika dia menikah dengan seorang pria yang bermarga Tarigan, maka si Ani mendapat panggilan baru, yaitu nyonya Tarigan. Dengan demikian dapat dilihat di sana bahwa pengaruh pria lebih besar daripada wanita. Laki-laki tidak pernah disebut suami Sembiring.Untuk itu peneliti dalam hal menetapkan informan keseluruhannya laki-laki, karena ingin mendapatkan informasi yang akurat untuk dijadikan sebagai bahan analisis.

Ayatrohaedi (1979 dan 2002) menemukan bahwa suku Jawa yang tinggal di

Cirebon tidak menerima bahwa bahasa yang mereka gunakan di sana dalam kehidupannya sehari-hari adalah bahasa Jawa, dialek Jawa, tetapi mereka percaya dan yakin bahwa bahasa yang mereka pakai itu adalah bahasa Cirebon. Selanjutnya, dapat diasumsikan bahwa bahasa-bahasa Batak sudah lama berpisah dari protobahasa

Batak sehingga sudah terdapat perbedaan bahasa menjadi lima bahasa.

82 Universitas Sumatera Utara J. Akun Danie sudah mengakan penelitian geogrfi dialek di Minahasa Timur

Laut pada tahun 1991 dan hasilnya menunjukkan bahwa dari segi leksikal dan variasi fonologi di antara Ts (Tonesea), Tbl (Tombulu), dan Tlr (Tolour) sudah berada dalam tingkat dialek dari satu bahasa. Ketiga daerh tersebut bila dibandingkan dengan daerah Btk (Bantik) sudah mencapai perbedaan bahasa.

Raminah Baribin sudah meneliti Geografi Dialek Bahasa Jawa Kabupaten

Pekalongan pada tahun 1987 dan menemukan hasil bahwa bahasa Jawa di pekalongan tidak memperlihatkan perbedaan yang besar dengan bahasa Jawa Wewaton.

I Made Denes (1985) menyatakan bahwa bahasa Bali pada tahun 1985 menemukan bahwa dalam bahasa Bali terdapat variasi dalam bentuk morfofonemik.

Agus Suriamiharja sudah meneliti Geografi Dialek Sunda Kabupaten Bogor pada tahun 1984 dan hasil yang dia temukan bahwa di Kabupaten Bogor terdapat tiga buah bahasa yang dipakai oleh masyarakat, yaitu bahasa Sunda, bahasa Indonesia, dan kedwibahasaan Sunda-Indonesia dan Sunda-Melayu Jakarta. Walau pun demikian dapat ditemukan dalam penelitian itu bahwa bahasa Sunda yang mereka gunakan adalah bahasa Sunda Lulugu.

Marjusman Maksan meneliti Geografi Dialek Bahasa Minangkabau pada tahun 1984. Hasil yang ditemukan hanya pada tingkat perbedaan wicara. Data yang dianalisis adalah data fonologis, morfologis, dan leksikal.

Pada tahun 1988 Matius C.A. Sembiring telah mengadakan penelitian sosiolinguistik, yaitu tentang dialek bahasa Karo yang digunakan oleh masyarakat suku Karo pada saat melakukan upacara pemakaman. Sebagai hasil dapat ditemukan

83 Universitas Sumatera Utara bahwa ada perbedaan sesuai tingkat ekonomi. Selanjutnya pada tahun 1999 dilanjutkan dengan penelitian variasi bahasa Karo yang digunakan oleh masyarakat suku Karo pada saat peminangan dilaksanakan. Di situ juga dapat ditemukan perbedaan menurut keadaan ekonomi yang meminang dan yang akan dipinang.

Kedua hasil penelitian tersebut belum ada yang diterbitkan oleh suatu penerbit.

3.2 Kajian Teori

Kridalaksana (1993:42) mengatakan bahwa variasi bahasa itu adalah variasi ujaran oleh antarpenuturnya dalam berkomunikasi yang disebabkan oleh adanya perbedaan geografis. Hal semacam itu dapat mengakibatkan munculnya perbedaan unsur variasi bahasa. Jika variasi tersebut timbul diakibatkan oleh status sosial para pengguna bahasa tersebut maka dialek pada bahasa tersebut dikaji oleh sosiolinguistik, tetapi bila unsur bahasa yang digunakan oleh penuturnya berbeda yang disebabkan oleh tempat yang berbeda maka pengkajian dilakukan dengan geografi dialek.

Wardaugh (1988:42) mengatakan bahwa variasi bahasa itu adalah variasi ujaran oleh antarpenuturnya dalam berkomunikasi yang disebabkan oleh adanya perbedaan geografis. Hal semacam itu dapat mengakibatkan munculnya variasi bahasa. Untuk kejadian seperti ini yang dialami oleh penutur suatu bahasa, maka peristiwa tersebut dapat dikatakan geografi dialek. Selanjutnya geografi dialek akan berusaha untuk mendeskripsikan setiap unsur yang menunjukkan perbedaan dalam bahasa itu sendiri. Melalui interpretasi unsur atau aspek yang menunjukkan perbedaan tadi, maka peneliti akan dapat menggambarkan perbedaan dalam peta.

84 Universitas Sumatera Utara Petyt (1980:119-121) dan Trudgill (1990:50-52) menegaskan bahwa perbedaan unsur bahasa yang digunakan oleh para penuturnya disebabkan oleh perbedaan tempat tinggal pengguna bahasa tersebut menjadi kajian dalam dialektologi. Kadang-kadang dapat juga dijumpai masyarakat pengguna bahasa menggunakan unsur bahasanya secara berbeda karena adanya perbedaan kelayakan dan status. Perbedaan semacam itu menjadi kajian dalam cabang linguistik, sosiolinguistik.

85 Universitas Sumatera Utara

IV. METODE PENELITIAN

4.1 Teknik Pengumpulan Data

Ayatrohaedi (1983:43–44) mengatakan bahwa untuk menyusun daftar tanyaan boleh dilakukan dengan berbagai cara, yaitu satu dengan mengabjadkan dalam bahasa pengantar. Dua, disusun sesuai dengan medan makna. Untuk penelitian ini tanyaan disusun dalam bahasa Indonesia dengan abjad karena dalam kondisi tertentu daftar tanyaan bisa saja lebih baik digunakan dan disusun sesuai dengan abjad dalam bahasa

Indonesia untuk mempermudah kata yang akan ditanyakan. Kadang-kadang bisa saja ditemukan bahwa informan mendapat kesulitan untuk menemukan padanan kata yang sudah disusun menurut medan makna sehingga menimbulkan rasa bosan.

Ayatrohaedi (1983) menambahkan bahwa ada kalanya si informan yang membuat ahli bahasa terkendala sewaktu meneliti yang penyebabnya berasal dari informan.

Dalam hal ini menyangkut arti kata yang ditanyakan kepadanya dan dia tidak dapat membeikan jawaban terhadap pertanyaan yang diajukan kepadanya

Lauder (1990:44–45) menegaskan bahwa teknik untuk mendapatkan data dari informan memerlukan sejumlah gambar ataupun bendanya langsung kepada informan untuk kata benda serta gambar warna. Lauder (1990:47) dan Ayatrohaedi (1979:40–

41) mengatakan bahwa daftar tanyaan tersebut boleh dikelompokkan sesuai medan makna dan di setiap kelompok medan makna disusun secara alpabetis. Boleh ditulis secara abjad, tetapi peneliti harus yakin bahwa di masing-masing daerah tempat penelitian tidak mengalami kesulitan dalam hal memberikan padanannya.

86 Universitas Sumatera Utara Penelitian ini adalah suatu penelitian lapangan yang bersifat kualitatif dan kuantitatif. Kualitatif sebagai utama dan kuantitatif untuk menentukan jarak peta yang dibandingkan. Sumber data ialah beberapa informan, yaitu tiga orang dari masing- masing desa daerah titik pengamatan. Untuk memperoleh data yang diperlukan sebagai bahan analisis, peneliti sudah mempersiapkan sejumlah daftar kata di dalam bahasa Indonesia menurut daftarkata Swadesh untuk meneliti kekerabatan bahasa yang dikeluarkan oleh Pusat Bahasa, dan ditambah dengan kosa kata yang dianggap perlu ditanyakan padanannya kepada para informan di dalam bahasa Karo. Sewaktu para informan memberikan padanan dari kata tersebut maka peneliti langsung merekam dan mencatatnya.

Setelah data dapat dikumpulkan sesuai dengan rencana, maka sebelum dianalisis akan dilakukan terlebih dahulu tabulasi data. Teori yang digunakan sebagai acuan untuk melaksanakan penelitian ini ialah teori dialektologi yang dikembangkan oleh Ayatrohaedi di Indonesia semenjak 1979. Dia mengatakan bahwa pembeda dialek dapat terjadi pada tingkat fonologi, morfologi, leksikon, sintaksis, dan semantik. Walau demikian halnya penelitian ini mengambil dan meneliti data fonologi dan leksikon saja. Data penelitian dialektologi boleh berupa tulisan dan lisan, tetapi dalam penelitian ini peneliti hanya menggunakan data lisan karena tulisan yang menggunakan bahasa Karo hanya dapat ditemukan pada surat undangan pesta pernikahan, memasuki rumah baru, dan dukacita. Trudgil (1986) dan Chambers

(1980) juga memberikan langkah-langkah untuk mengadakan suatu penelitian dialektologi serta mereka juga memberikan teknik yang tidak bertentangan dengan

87 Universitas Sumatera Utara pernyataan yang telah dikemukakan oleh Ayatrohaedi. Adapun langkah-langkah yang harus dilaksanakan untuk melaksanakan penelitian ini ialah observasi, survey, menetapkan desa daerah titik pengamatan, menetapkan informan, pengambilan data, tabulasi data, analisis data, menerjemahkan hasil analisis data, memberi hasil interpretasi analisis data, memetakan data, memperbaiki hasil laporan penelitian sesuai anjuran para promotor, dan membuat laporan akhir sebagai hasil penelitian

(disertasi).

Untuk melengkapi data sebagai bahan analisis dibuat daftar tambahan kosa kata yang tidak terdapat pada daftar kosa kata yang dikeluarkan oleh Pusat Bahasa.

Untuk ini peneliti mengumpulkan keterangan-keterangan lain dengan mencatat, mengamati, serta merekamnya. Hal tersebut ada yang berkaitan dengan adat istiadat serta alam dan lingkungan.

Dalam pengumpulan data yang diperlukan peneliti tidak menggunakan angket. Hal itu disebabkan pada masih banyaknya myarakat asli penutur bahasa Karo yang berdomisili di desa, dan mereka tidak memahami bahasa Indonesia dengan baik.

Di samping kesadaran mereka masih rendah. Selain itu mereka juga tidak paham akan penggunaan simbol-simbol fonetik. Kondisi mayarakt Karo yang masih demikian dapat menjadi kendala untuk mendapatkan data yang diperlukan.

Langkah ataupun strategi untuk mendapatkan data dari para narasumber, seorang peneliti dituntut untuk mempunyai sifat yang sabar dan ramah. Penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan dalam hal pengumpulan data agak berbeda.

Nampaknya pengetahuan yang memadai tentang linguistik dan kebudayaan dituntut

88 Universitas Sumatera Utara untuk dimiliki oleh peneliti lapangan yang sesuai dengan penelitian yang sedang dilakukan. Ada saja kemungkinan yang membuat ahli bahasa terkendala sewaktu meneliti yang penyebabnya berasal dari informan. Sudah dapat dipastikan bahwa setiap individu informan akan mempunyai tingkah laku yang berbeda-beda, kadang- kadang ada yang cenderung memberikan informasi yang pelik, kadang ada juga yang kurang mengena tingkah lakunya terhadap peneliti, hal ini harus diterima dengan lapang hati dan sabar.

Sebagai contoh yang dihadapi oleh peneliti sewaktu mengambil data ialah bahwa para informan hanya mempunyai waktu di malam hari, berhubung di waktu siang mereka semuanya pergi ke ladang. Kadang-kadang pada saat yang sudah dijanjikan kebetulan listrik tidak nyala karena di lokasi tempat penelitian tersebut sedang giliran pemadaman. Untuk kejadian semacam itu perlu dibuat lagi janji untuk pertemuan berikutnya. Biarpun penerangan sedang bersahabat para informan selama tiga jam atau 180 menit akan merasa lelah sehingga dapat mengakibatkan rasa bosan.

Jadi, peneliti bisa mengadakan wawancara dengan para informan pada pukul 19.00 sampai pukul 20.00 untuk termen pertama. Selanjutnya, dan termen kedua akan dimulai pada pukul 21.00 dan akan berakhir pada pukul 23.00. Pukul 20.00 sampai dengan 21.00 biasanya mereka gunakan untuk makan malam.

Dalam hal pemerolehan data penelitian yang difokuskan pada “kosa kata” untuk menemukan variasi dalam hal leksikon dan fonologi baik dalam bentuk tulisan ataupun lisan akan berkaitan langsung dengan daftar tanyaan yang sudah disiapkan.

Daftar pertanyaan yang dipersiapkan pada dasarnya merupakan daftar tanyaan

89 Universitas Sumatera Utara leksikon. Pada saat menyusun daftar kosa kata yang akan ditanyakan kepada para informan peneliti menanyakannya secara alfabetis. Dengan demikian peneliti akan lebih mudah untuk melaksanakan wawancara kepada informan. Setiap data yang diambil langsung akan ditabulasi. Untuk menguji keabsahan data yang diperoleh dari satu informan, peneliti berupaya lagi untuk menanyakannya kepada informan lain di desa yang sama. Untuk itu peneliti harus mengadakan perjanjian dengan para informan.

Daerah titik pengamatan suatu penelitian geografi dialek sangat penting diukur keabsahannya. Bila ada kekeliruan, maka data yang diperoleh tidaklah dapat mewakili populasi sehingga hasil penelitian yang dilakukan tidak akan akurat. Suatu lokasi daerah titik pengamatan untuk suatu penelitian dianggap sudah memadai apabila tempatnya tidak di kota dan tidak terdapat banyak etnis lain yang tinggal di desa tersebut. Desa yang sudah dipilih sebagai desa titik pengamatan tempat penelitian adalah suatu desa yang tua. Juga desa yang sudah ditetapkan sebagai daerah titik pengamatan dianggap sudah dapat mewakili desa yang lain.

Untuk menentukan atau pun memilih suatu desa untuk dapat dijadikan sebagai daerah titik pengamatan ada dua cara, yaitu secara kualitatif dan kuantitatif.

Peneliti dalam hal ini menggunakan cara kualitatif. Adapun kriteria yang dianjurkan untuk kualitatif ialah bahwa untuk menetapkan suatu desa sebagai daerah titik pengamatan harus sudahmemiliki dan memenuhi kriteria sebagai berikut:

(1) desa yang dijadikan sebagai daerah titik pengamatan tersebut tidak bertetangga

dengan kota besar,

90 Universitas Sumatera Utara (2) desa tersebut mempunyai mobilitas penduduk yang relatif rendah (penduduknya

jarang bepergian ke luar daerah),

(3) jumlah penduduk desa tersebut tidak melebihi 6.000. jiwa, dan

umur desa tersebut tidak boleh kurang dari tiga puluh tahun.

Berdasarkan pemikiran-pemikiran di atas maka ditetapkanlah lokasi penelitian di tiga kabupaten yang berbeda, yaitu Kabupaten Karo, Kabupaten

Langkat, dan Kabupaten Deli Serdang. Di masing-masing kabupaten sudah ditetapkan sebanyak enam wilayah kecamatan, dan untuk masing-masing kecamatan ditetapkan satu buah desa sebagai daerah titik pengamatan. Adapun desa yang sudah ditetapkan sebagai desa daerah titik pengamatan ialah (1) Nageri, (2) Kinangkong, (3)

Lau Buluh, (4) Selandi, (5) Seberaya, (6) Dokan, (7) Sikeben, (8) Penen, (9) Talun

Kenas, (10) Namo Rambe, (11) Pasar Sepuluh, (12) Gunung Tinggi, (13) Telagah,

(14) Tanjung Merahe, (15) Garunggang, (16) Kuta Gajah, (17) Parangguam, dan (18)

Lau Damak.

Sumber data penelitian geografi dialek bahsa Karo ini adalah penutur asli bahasa Karo yang berdomisili di desa daerah titik pengamatan. Para informan yang sudah ditetapkan sebagai sumber data sudah dianggap representatif karena mereka diperkirakan dapat memberikan informasi yang lengkap terhadap bahasa yang diteliti dan sudah memenuhi keriteria untuk dijadikan sebagai informan.

Keakuratan penelitian akan berkaitan erat dengan informasi yang diberikan oleh para informan di lapangan pada saat peneliti mewawancarainya. Para informan yang dipilih adalah yang berusia 45 sampai dengan 60 tahun. Jenis kelamin informan

91 Universitas Sumatera Utara juga sudah ditetapkan laki-laki karena laki-laki dianggap lebih informatif dibanding kaum perempuan dalam memberikan informasi. Di samping umur, alat ucap para informan juga harus diperhatikan, tidak boleh cacat alat bicara, tidak mempunyai kumis yng tebal, dan minimal tiga generasi kelahiran desanya. Informan tersebut harus beristrikan perempuan kelahiran desanya berturut-turut selama tiga generasi.

Informan tidak dapat dipilih bila dia mempunyai istrinya yang bukan kelahiran desa tempat pengamatan karena bahasa suaminya bisa dipengaruhi. Bila ada informan yang sumbing ataupun mempunyai gigi yang tidak lengkap maka bunyi suara yang mereka ucapkan juga tidak akan jelas, apalagi sempurna. Untuk penelitian geografi dialek keberadaan informan akan dapat menentukan keabsahan data yang diberikan kepada peneliti.

Untuk menanggulangi kemungkinan-kemungkinan yang mengakibatkan terdapatnya data yang salah, maka peneliti juga mencari informan yang tiga hingga empat generasi ke belakang tidak ada yang kawin campur dengan suku lain. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dia serta nenek maupun kakeknya adalah penutur asli bahasa Karo. Walaupun semua informan yang digunakan sebagai sumber informasi adalah laki-laki, tidak ada yang mempunyai kumis yang tebal, dan juga tidak ada yang tuli. Boleh diketahui bahwa tiga atau empat generasi ke belakang dimaksud tadi tetap bertempat tinggal di desa itu.

Memang bila dilihat dari sudut pandang demokrasi bahwa wanita juga dapat dijadikan sebagai informan, tetapi jika masih bisa, untuk penelitian geografi dialek sebaiknya digunakan laki-laki. Peneliti dalam hal ini mengikuti ide Kuratek

92 Universitas Sumatera Utara (1939:43), yaitu menetapkan bahwa semua informan adalah laki-laki. Kuratek

(1939:43) berkata “….they should be made because in the western nations women’s speak tends to be more self–consious than men’s….” Orton (1962:15) berkata “….. in this country (England) men speak the vesicular more frequently, more consistently, and more genuienly than women, and the same could be true elsewhere”.

Sebagaimana diketahui bahwa penelitian geografi dialek pada awalnya banyak dilakukan di negara Eropa. Mereka menegaskan agar untuk mengadakan penelitian serupa, janganlah menggunakan informan wanita, tetapi pakailah informan laki-laki. Perempuan dianggap kurang tepat untuk dijadikan sebagai sumber informasi karena perempuan mempunyai bahasa yang hiperkorek.

Bahasa bukanlah milik seseorang, melainkan milik masyarakat pengguna bahasa untuk berkomunikasi, untuk pencapaian maksud idividu, oleh karena itu peneliti geografi dialek tidak menggunakan satu atau dua orang informan, tetapi minimal tyiga orang di setiap titik pengamatan. Oleh karena itu dalam kesempatan ini, peneliti menetapkan tiga orang informan di setiap desa titik pengamatan.

Dalam hal pengumpulan data yang dibutuhkan untuk bahan analisis, peneliti menghabiskan waktu selama delapan belas bulan, yaitu dimulai dari bulan Mei 2007 sampai dengan September 2008.

Adapun langkah-langkah untuk pengumpulan data ialah :

(1) Menyusun daftar tanyaan untuk semua desa yang dijadikan sebagai titik

pengamatan.

93 Universitas Sumatera Utara (2) Mencetak daftar tanyaan tersebut sebanyak delapan belas kopi, yaitu satu kopi

untuk masing-masing desa titik pengamatan, mengunjungi informan ke desanya

masing-masing.

(3) Menanyakan padanan kata yang ada pada daftar tersebut kepada para informan..

(4) Sewaktu informan mengatakan padanan kata tersebut, maka peneliti langsung

mencatat lafal yang diucapkan oleh informan di samping rekaman yang

dilaksanakan dalam waktu yang sama. Cara untuk mendeskripsikan ucapan

para informan digunakan lambang fonetik yang diterbitkan oleh IPAS

(International Phonetic Association Symbols). Dengan demikian maka peneliti

dapat langsung melaksanakan tabulasi .

4.2 Teknik Analisis

Dalam hal menganalisis data, peneliti mendeskripsikan semua ujaran yang diperoleh dari informan. Setelah pendeskripsian ujaran selesai maka dikelompokkan ucapan tersebut sesuai daerah data tersebut diperoleh. Selanjutnya, ujaran tersebut diamati unsur pembeda antara satu dengan lainnya. Kita dapat mengetahui bahwa dua bahasa sebelum berpisah dari protobahasa besar kemungkinan sudah terjadi diferensiasi yang bersifat lokal dalam protobahasa. Perpisahan akan dapat mengakibatkan dua kemungkinan yang terjadi dalam bahasa tersebut, yaitu punah atau berkembang. Protobahasa yang berkembang bisa saja menumbuhkan dua bahasa atau lebih.

94 Universitas Sumatera Utara Sesudah seluruh data selesai diletakkan sesuai daerahnya maka dilanjutkan dengan memetakan seluruh ujaran tersebut. Melalui peta tersebut dapat dihitung jumlah unsur bahasa untuk menentukan apakah dalam bahasa yang sedang diteliti sudah terjadi perbedaan bahasa, dialek, sub-dialek, beda wicara, atau memang belum ada arti sama sekali. Dalam penghitungan tersebut digunakan metode dialektometri.

Untuk mendapatkan angka yang diterakan pada tabel 3 dan tabel 4 tersebut di atas digunakan metode dialektrometri di bawah ini.

S x 100 ------= d% n

Keterangan: s adalah jumlah beda dengan daerah pengamatan lain, n adalah jumlah peta yang diperbandingkan, dan d adalah jarak kosakata dalam persentase.

95 Universitas Sumatera Utara

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Deskripsi Variasi Fonologis Bahasa Karo

Sesuai dengan gambaran masalah yang dimuat pada bahagian pendahuluan bahwa yang merupakan masalah pertama dalam penelitian geografi dialek bahasa

Karo ialah mendeskripsikan variasi fonologis. Untuk itu, berikut ini dideskripsikan semua unsur bahasa Karo yang mempunyai variasi fonologis. Pendeskripsian disusun berdasarkan titik tempat pengamatan dan distribusinya. Dalam hal ini pelambangan penting dibuat agar dapat mempermudah pelaksanaan penggambaran terhadap sebaran variasi sesuai titik pengamatan. Untuk membedakan vriasi diberikan lambang yang berbeda-beda, yaitu ▲ untuk variasi pertama, ■ untuk variasi ke dua, dan

● untuk variasi ke tiga.

Adapun deskripsi variasi beda fonologis yang diucapkan oleh para informan ialah sebagai berikut.

Deskripsi 1

ayam lemah304 ▲ [ təkuak ] ▲ [ koləh ] berkokok 016 ■ [ tərkuak ] ■ [ kouləh ] ▲ buta086 ▲ ludah312 [ pntaŋ ] [čidor ] ■ [ peintaŋ ] ■ [čidur ] dekat 110 meludah335 ▲ [ ndihər ] ▲ [ ərčidor ] ■ [ ndəhər ] ■ [ ərčidur ] 250 ▲ [ pərənəmkən ] ke enam ▲ [ kəkuruŋ ] mencari jangkrik340 ■ [ pənəmkən ] ■ [ kikuruŋ ]

96 Universitas Sumatera Utara 254 mencari ▲ [pərsəpululimakən] ke limabelas ▲ [ kərantiŋ ] kayu api341 ■ [pəsəpululimakən] ■ [ kirantiŋ ] 255 344 ▲ [ pərlimakən ] ke lima ▲ [ bombaŋ ] mengapung ■ [ pəlimakən ] ■ [ boumbaŋ ] 270 349 ▲ [pərsəpulusadakən] ke sebelas ▲ [ tolihkən ] menoleh ■ [pəsəpulusadakən] ■ [ tulihkən ] ▲ ke ▲ pemalu392 [pərsəpulusiwahkən] [ pərmla ] sembilanbelas271 ■ [pəsəpulusiwahkən] ■ [ pərmeila ] 272 413 ▲ [ pərsiwahkən ] ke sembilan ▲ [ galoh ] pisang ■ [ pəsiwahkən ] ■ [ galuh ] 273 429 ▲ [ pərsəpuluhkən ] ke sepuluh ▲ [ mətəroh ] rendah ■ [ pəsəpuluhkən ] ■ [ mətəruh ] ▲ [ ərdalan ] berjalan 057 ▲ [ bilačan ] terasi 497 ■ [ ərdalin ] ■ [ bəlačan ]

Deskripsi 2

▲ [ manok ] ▲ ▲ [ mla ] ayam018 malu 328 [ maila] ■ [ manauk ] ■ ■ ● [ manouk ] ● ● [ meila ] ▲ ▲ [ kk ] ▲ [ otok ] bangun033 otak365 ■ [ keik ] ■ ■ [ autak ] ● [ keikei ] ● ● [ outak ] ▲ ▲ [ bag ] ▲ [ pag ] begitu045 padi370 ■ [ bagai ] ■ ■ [ pagai ] ● [ bagei ] ● ● [ pagei ]

▲ [daŋo] ▲ [ bid ]

97 Universitas Sumatera Utara 104 371 ■ [daŋau] dangau ■ [ bidai ] pagar ● [daŋou] ● [ bidei ] ▲ [dapor] ▲ [ ajo ] dapur105 pelipis390 ■ [dapaur] ■ [ ajau ] ● [dapour] ● [ ajou ] ▲ [i ĵ nda ] ▲  [ is ] di sini121 siapa464 ■ [ i ĵainda ] ■ [ isai ] [ i ĵeinda ] ● ● [ isei ] ▲ [ i ĵna ] ▲ [ əŋgo ] di situ123 sudah471 ĵaina ] ■ [ i ■ [ əŋgau ] ● [ i ĵeina ] ● [ əŋgou ] ▲ [ kərbo ] ▲ [ sərko ] kerbau266 teriak498 ■ [ kərbau ] ■ [ sərkau ] ● [ kərbou ] ● [ sərkou ] ▲ [ kərohoŋ ] ▲ [ gadoŋ ] kerongkongan269 ubi kayu534 ■ [ kərauhoŋ ] ■ [gadauŋ ] ● [ kərouhoŋ ] ● [ gadouŋ ] ▲ ▲ [ĵamb ] [ nip ] labu290 ular544

■ [ĵambai ] ■ [ nipai ] ● [ĵambei ] ● [ nipei ] ▲ ▲ [ropaŋ] 363 [ odoh ] ompong 196 itu ■ [raupaŋ] ■ [ adah ]

● [roupaŋ] ● [eina ]

Deskripsi 3

▲ [səpuluwaloh] ▲ [ sapo ] 111 420 ■ [səpuluwaluh] delapanbelas ■ [ sapau ] pondok ▲ [ waloh ] ▲ [ mbako ]

98 Universitas Sumatera Utara 113 487 ■ [ waluh ] delapan ■ [ mbakau ] tembakau ▲ [ pano ] ▲ [ odaŋ ] 382 487 ■ [ panau ] panu ■ [ oudaŋ ] udang ▲ [čina ] ▲ [ dalan ] jalan200 089 ■ [lačina ] cabe ■ [ dalin ] ▲ [ pəwalohkən ] kedelapan246 ▲ [ sitək ] sedikit449 ■ [ pəwaluhkən ] ■ [ sitik ] ▲ [ laŋ ] tidak514 ■ [ lahaŋ ]

Deskripsi 4

▲ [ bunuh ] 080 ▲ [əmpat puluh] empat bunuh 139 puluh ■ [ bunoh ] ■ [əmpat puloh]

▲ [ walohpuluh ] ▲ [ənam puluh] enam puluh140 delapan puluh112 ■ [ waluhpuloh ] ■ [ənam puloh]

▲ [ səpuluh əmpat ] ▲ [pərduapulusadakən] keduapuluh sepuluh 247 empat459 satu ■ [ səpuloh əmpat] ■ [ duapulohsadakən]

▲ [ səpuluh ] ▲ [ pərduapuluhkən ] keduapuluh248 sepuluh460 ■ [ səpuloh ] ■ [ pəduapulohkən ]

Deskripsi 5

99 Universitas Sumatera Utara

▲ [ pipiga kalak ] ▲ [kərohoŋ] beberapa leher 303 044 ■ [piga piga kalak] orang ■ [kərahoŋ]

▲ [ sisiri ] ▲ [parira] capung 091 petai 402 ■ [ siri siri ] ■ [pərira] ▲ [ləŋgor] ▲ [tinaroh] guntur 168 telur 486 ■ [ləŋgur] ■ [tinaruh] ▲ [pərəmpatkən] ▲ [tadukan] keempat249 tempat ikan 091 ■ [pəəmpatkən] ■ [tadukən] ▲ [talah] ▲ [nusur] kelapa 252 turun 531 ■ [tualah] ■ [susur]

Deskripsi 6

▲ [ĵaĵarok] ▲ [usur] gayung 152 sering 462 ■ [ĵarok ĵarok] ■ [rusor]

● [ĵaruk ĵaruk] ● [rusur]

▲ [ula] jangan 202 ■ [aula]

● [oula]

Deskripsi 7

100 Universitas Sumatera Utara ▲ [gərĵa] ▲ [tərtand] gereja 157 sandar 442 ■ [gəreiĵa] ■ [tərtandai] ▲ [gaĵi] 158 ■ [gaĵai] gergaji

Deskripsi 8

▲ [kəsn]

169 ■ [kəsain] halaman

● [kəsein]

Deskripsi 9

▲ [duapululima] duapuluh lima 134 ▲ [əŋgəloh] hidup 180 ■ [duapəlima] ■ [əŋgəluh]

▲ [igoŋku] ▲ [ŋandoŋ] tangis 479 ■ [iguŋku] hidung saya 178 ■ [ŋanduŋ]

Deskripsi 10 (ganda)

▲ [məgombaŋ] ▲ meninggal dunia 348 [mat]

■ [məgoumbaŋ] angkuh 008 ■ [matai] □ [somboŋ] □ [tikal] ▲ ▲ panggil 379 [sig] [ləboh] kepiting 264 ■ [sigai] ■ [ləbuh]

□ [kəpitiŋ] □ [dilo]

Deskripsi 11 (ganda)

101 Universitas Sumatera Utara ▲ [ pola ]

■ [ poula ] air nira 002 ● [ paula ] □ [ nira ]

Deskripsi 12 (ganda)

▲ [bončis]

■ [ bontis ] buncis 077 □ [ ritik ] [ bun is ] ● č

Deskripsi 13 (ganda)

∆ [tah] ▲ 015 [əntah] ■ atau □ [kuakap] ⌂ [kutukas]

Deskripsi 14 (ganda)

∆ [ inflinsan ]

042 [ mbatok ] ▲ batuk biasa □ [ mbatuk ] ►

⌂ [ magin ]

Deskripsi 15 (ganda)

102 Universitas Sumatera Utara [laki] ∆

015 ▲ [bulaŋ] □ atau

► [bolaŋ]

Deskripsi 16 (ganda)

∆ ▲ [ pərĵak ]

193 [ dədəh ] injak □ ► [ pərĵat ] ∆

Deskripsi 17 (ganda)

▲ [ bəntiha ] ∆

■ [ bəntuha ] pelangi 380

[ pəlaŋi ] □

Deskripsi 18 (ganda)

[ tai manokən ] ∆

[ sələŋ ] □ belek (sakit mata)046 ▲ [ pidikən ] ⌂

■ [ pirikən ]

Deskripsi 19 (ganda)

103 Universitas Sumatera Utara [ ugua ] ∆

▲ [ ugada ] □ bagaimana021

[ uga kin ] ⌂

■ [ ugapa ] □

104 Universitas Sumatera Utara

5.2 Deskripsi Variasi Leksikal Bahasa Karo

Sebagaimana telah dinyatakan dalam masalah yang dimuat pada bahagian pendahuluan bahwa yang merupakan masalah ke dua dalam penelitian geografi dialek bahasa Karo ialah mendeskripsikan variasi leksikal. Untuk itu, berikut ini dideskripsikan semua unsur bahasa Karo yang mempunyai variasi leksikal.

Pendeskripsian disusun berdasarkan titik tempat pengamatan dan distribusinya.

Dalam hal ini pelambangan penting dibuat agar dapat mempermudah pelaksanaan penggambaran terhadap sebaran variasi sesuai titik pengamatan. Untuk membedakan vriasi diberikan lambang yang berbeda-beda, yaitu ∆ untuk variasi pertama, □ untuk variasi ke dua, ⌂ untuk variasi ke tiga, dan ◊ untuk variasi ke empat.

Adapun deskripsi variasi beda leksikal yang diucapkan oleh para informan ialah sebagai berikut.

Deskripsi 1

∆ [ačəm təŋkod] ∆ [ mərandal ]

□ [ačəm durin] □ [ məĵil ] asam durian012  bagus022 ⌂ [ĵəruk durin] ⌂ [məhuli]

◊ [ĵərok]01 ◊ [pajo]

∆ [ pərnakan ] ∆ [ buluh səma ]

105 Universitas Sumatera Utara bakul kecil024 031 □ [sumpit nakan □ [ buluh tubis ] bambu tebal kitik] ⌂ [ raga raga ] ⌂ [ buluh bəlin ]

◊ [ sumpit ] ◊ [ buluh kapal ]

∆ [ lau mulgap ] ∆ [ mbu ]

banyak037 □ [ lau ŋəraĵ a ] □ [ məlala ] banjir034 ⌂ [ mbəlin lau ] ⌂ [ mbakat ]

◊ [ lau galaŋ ] ◊ [ ranak məčur ]

∆ [čindər ] ∆ [ sənəm ]

□ [ tədis ] □ [səm ] bibit padi berdiri055 ⌂ [ĵərgəh ] ⌂ [ bibit ] sawah062 ◊ [ĵə?ĵək ] ◊ [ rəŋkat ] ∆ [ bəloh ] ∆ [ pərkombn ] 098 cerdas □ [ pand ] □ [ pərlapoŋ ] dorep(buruh ⌂ [ ĵago ] ⌂ [ sərajan ] penuai padi) ◊ [ pintar ] ◊ [ aron ] 131

∆ [ pərtaka ] ∆ [ swari ] galah untuk siang463 □ [ pəməkpək ] □ [naŋkih mata wari]

106 Universitas Sumatera Utara ⌂ [ pərligas ] gembala146 ⌂ [ sop čigər ] ◊ [ pərgalah ] ◊ [ mbəra čigər ] ∆ [duruŋ] ∆ [ suməkah ]

□ [sulaŋat] □ [ ərbəlas ] jala kecil 144 berkata058 ⌂ [ĵala] ⌂ [ŋərana ]

◊ [taŋgok] ◊ [ərčakap ] ∆ [man man] ∆ [ galaŋ galaŋ ] golek-golek161

□ [mərdaŋ □ [ gal gal ] mərdəm] pesta tahunan400 ⌂ [kərĵa tahun] ⌂ [mədəm mədəm]

◊ [ŋərirəs] ◊ [ tajaŋ tajaŋ ]

∆ [dəŋk] ∆ [ pegas ] 187 173 □ [ikan mbəntar] ikan jurung □ [čuba ] hantam ⌂ [ĵuruŋ lau ⌂ [ besik ] bəlin] ◊ [ nuruŋ ] ◊ [ terik ] jurang219 ∆ [ khkh ] ∆ [ əmbaŋ ] jitak216 □ [ kŋkŋ ] □ [ rəbn ]

⌂ [ kahkah ] ⌂ [ luhuŋ ]

◊ [ tokok ] ◊ [ balurən ]

∆ [ kərtak ] ∆ [ monmon ] kacang hijau221 kadang- □ [ ritik ĵərgok ] □ [ maun maun] kadang225 ⌂ ⌂ [ ərtak ] [kimaun kimaun]

107 Universitas Sumatera Utara ◊ ◊ [kačaŋ iĵo ] [ soŋ soŋ ] ∆ [ končo ] ∆ [ plak ]

□ [ təman ] □ [mmk ] 242 ⌂ [ kandu kandu ] kawan ⌂ [ təli ] kemaluan 258 ◊ [ doŋan ] ◊ [ kapah ] wanita

∆ [ bugaŋ ] ∆ [ kutur ]

□ [ bəsar ] 259 □ [čirət ] kembung buang air besar071 ⌂ [ buskaŋ ] ⌂ [ ŋŋk ]

◊ [ bulgaŋ ] ◊ [ ku duru ]

∆ [ dəgil ] ∆ [ bulaŋ ] kikir275 □ [ pəlit ] □ [ soŋkok ] kopiah276 ⌂ [ puluk ] ⌂ [ təŋkuluk ]

◊ [ mədikər ] ◊ [ kopiah ]

∆ [ lbo ] ∆ [ pulah ] kura-kura285 lepas307 □ [ baniŋ ] □ [ luah ]

⌂ [ gərap ] ⌂ [ maldus ]

◊ [ kura kura ] ◊ [ ləpas ]

∆ čibalkən ] ∆ [təŋgala] 309 letakkan □ [ amparkən ] □ [ĵ əmakən] luku ⌂ ⌂ [ tamakən ] [luku] 315 (gagang) ◊ ◊ [ aturkən ] [baĵak]

108 Universitas Sumatera Utara ∆ [ gigina ] ∆ [ sisər ] luku ( mata) 316 □ [čaŋkulna ] □ [ tunda tunda ] luku (sisir) 317 ⌂ [čuanna] ⌂ [ garu ]

◊ [ matana ] ◊ [ tarik tarikna ]

∆ [ sapo pag ] ∆ [ kəra mbiriŋ ] 321 lumbung lutung (kera □ [ lumbuŋ ] □ [ kera toŋgal ] hitam) 322 ⌂ [ kəbən ] ⌂ [ lutuŋ ]

◊ [ pərtəmn ] ◊ [ kulikap ]

∆ [kawil] ∆ [ ŋəlaraŋ ]

□ [ mata kawil ] □ [ ŋambati ]

[ĵaŋkar pančiŋ] [ raraŋ ] ⌂ 331 ⌂ [mata pančiŋ] mata kail [ŋəraraŋ ] ◊ ◊ melarang334

∆ [čərlupən ] ∆ [čikəp ] pegang388 menceret342 □ [ gawah ] □ [ ĵəmak ]

⌂ [ mondt ] ⌂ [ tagaŋ ]

◊ [ solər ] ◊ [ gələm ]

109 Universitas Sumatera Utara

∆ [ ərkuda ] ∆ [ nini + bəru ] menuggang nenek357 □ [ ŋərsak kuda ] □ [ nini tuduŋ ] kuda350 ⌂ [ŋartuh kuda ] ⌂ [ unduŋ ]

◊ [ mbaba kuda ] ◊ [ nondoŋ ]

∆ [ tunduh ] ∆ [čəŋamən ] ngantuk358 ngigau359 □ [ madat ] □ [ nipinipin ]

⌂ [munduk unduk] ⌂ [guraba guraban]

◊ [ ŋantuk ] ◊ [ gapgapən ] ∆ [ swari ] ∆ [ pərampaŋ ] □ [ naŋkih mata □ [ pəruntus ] pemarah393 wari ]

⌂ [ sop čigər ] ⌂ [ pərampus ] siang463 ◊ [ mbəra čigər ] ◊ [ tnsin]

∆ [ pag mbəkəl ] ∆ [ pag ĵu ] padi unggul369 padi umur □ [ pagai dəkah ] 368 □ tahunan [ pagai p b ] ⌂ [ pag lokal ] ⌂ [ pag uŋgul ]

◊ [ pagei tahunən ] ◊ [ pagei gəndək ]

∆ [ təmpuliŋ ] ∆ [əŋkuaŋ ] panah376 pandan377 □ [ təmpər ] □ [ bəŋkuaŋ ] ⌂ [ əltəp ] ⌂ [ čik ] ◊ [ napoh ] ◊ [ pandan ]

110 Universitas Sumatera Utara

∆ [ ərĵaĵa ] ∆ [ marbok ] □ [ ŋnčr ] pedagang □ [ndukur ĵah ĵah] perkutut399 386 ⌂ [ ərlanĵa ] keliling ⌂ [ mərbuk ]

◊ [ ŋidər ] ◊ [ndukur ]

∆ [ tarik ] ∆ [ galoh biĵ i ] □ [ rintak ] tarik482 □ [ galuh batu ] pisang batu411 ⌂ [ səntak ] ⌂ [ pisaŋ biĵi ]

◊ [ dək dək ] ◊ [ pisaŋ pərik ]

∆ [ raŋap ] ∆ [ kəramatən ]

□ [ saŋkar ] 425 □ [ guru mbəlin ] rakus sakti437 ⌂ [ paŋus ] ⌂ [ lit bətəhənna ]

◊ [ čoŋok ] ◊ [ kalak pntar ]

∆ [ gundari ] ∆ [ lmbut ] sekarang450 selimut451 □ [ gənduari ] □ [ səlmbut ]

⌂ [ səndah ] ⌂ [ čabin ]

◊ [ bagidie ] ◊ [ gobar ]

∆ [ sənəm ] ∆ [ madan} semai (bibit sembuh453 □ [ səmai ] padi untuk □ [ madian ] sawah) 452 ⌂ [ bibit ] ⌂ [ maləm ]

◊ [ rəŋkat ] ◊ [ tərakap ]

111 Universitas Sumatera Utara

∆ [ liŋliŋ ] ∆ [čigər čigər ] tebing483 tengah hari492 □ [ əmbaŋ ] □ [ pas čigər ]

⌂ [ luhuŋ ] ⌂ [ pantək čigər ]

◊ [ balurən ] ◊ [ pa?sa čigər ]

∆ [ oskir ] ∆ [ təroŋ tuhu ] tenggiling494 terong bulat501 □ [ təŋgiliŋ] □ [təroŋ siŋgamanik] ⌂ [ wiskir ] ⌂ [ təroŋ bola ]

◊ [ bəraŋ bəraŋ ] ◊ [ təroŋ kibul ]

∆ [ təroŋ puŋar ] ∆ [ təroŋ pərən ]

□ [ təroŋ buŋkai ] □ [ təroŋ pagit ] 503 terong liar ⌂ [ təroŋ pagit ] terong hutan502 ⌂ [ dəskal tua ]

◊ [ təroŋ tambar ] ◊ [ təŋkidik ]

∆ [ təroŋ ] ∆ [ təroŋ galaŋ ] terong terong ungu505 □ [ təroŋ tuhu ] □ [ təroŋ gor ŋ ] telunjuk504  ⌂ [ təruŋ ] ⌂ [ təroŋ mbiriŋ ]

◊ [təruŋ təlunĵuk] ◊ [ təroŋ kčap ]

∆ [ pola ] ∆ [la rəmbaŋ təŋah]

□ [ čuču ] □ [ la buĵur ] 508 tetek506 tidak adil ⌂ [ččt ] ⌂ [ la adil ] ◊ [ttk ] ◊ [ la pajo ]

112 Universitas Sumatera Utara

∆ [ la banči ] ∆ [ məros ]

□ [ la dorək ] □ [ la rukur ] tidak tidak sabar513 ⌂ [ ma mbəra ] ⌂ [ la sabar ] bias/boleh509 ◊ [ la mbəra ] ◊ [ pərgəntəs ]

∆ [ amak alas ] ∆ [amak landasən] tikar pandan tikar yang jarang □ [amak bondoŋ] □ [ amak apar ] ukuran 3 x 4 digulung520 ⌂ [amak tajaŋən ] kaki517 ⌂ [ amak kətaŋ ]

◊ [ amak adat ] ◊ [ amak man ]

∆ [ mənči ŋokŋok ] ∆ [ mənči kuruŋ ]

□ [ imbo imbo ] [ mənči kisik ] 521 ⌂ [ bgu bgu ] tikar besar ⌂ [ mənči kitik ] tikus kecil522

◊ [ mənči galaŋ ] ◊ [čəkiri ] ∆ [ mətultul ] ∆ [ nip ratah ]

□ [ mantul ] tumpul529 □ [ nipai markisah ] ular hijau539 ⌂ [ magil ] ⌂ [ nipei kaju ]

◊ [ budal ] ◊ [ nipei kəraŋən ]

∆ [ nip pariŋki ] ∆ [ nip lau ]

□ [ nipai rəŋgət ] 540 □ [ nipai katak ] ular kobra 541 ular kodok ⌂ [ nip upar ] ⌂ [ nip saur ]

◊ [ nipei kobra ] ◊ [ nipei bəruna ]

113 Universitas Sumatera Utara

∆ [ apus ] ∆ [ĵələntik ]

□ [ sapui ] □ [ labah pərik ] ventilasi pada 549 547 č rumah adat ⌂ [ əlap ] usap ⌂ [ lubaŋ imbər ]

◊ [ sasap ] ◊ [ lubaŋ aŋin ]

∆ [sakit tampok tuka] wasir550 □ [ ambein ]

⌂ [ ərĵan ]

◊ [ nusur tuka ]

Deskripsi 2

∆ [ tagan ] ∆ [ buluh kajan ] alat menumbuk bambu pendek ruas sirih001 028 □ [ toktok ] □ [ buluh minak ]

∆ [ ərbuk ] ∆ [bintaŋ rəĵəki]

berbulu 054 bintang tujuh066 □ [ ərmbulu ] □ [ bintaŋ ]

∆ [ raboŋ ] bubungan ∆ [ salodaŋ ] bunga kelapa079 073 □ [ bubuŋən ] rumah □ [ bəldoŋ ]

∆ [ kitir kitir ] kelintit088 ∆ [səluar potoŋ] celana dalam094

□ [ təli ] □ [čawat]

114 Universitas Sumatera Utara

∆ [ mətanəh ] coklat101 ∆ [ kəndit ]

datar106 □ [ coklat ] □ [ rata ]

∆ [ kədəp ] dedak108 ∆ [ bəna kaju ] di rumah ( barat) 118 □ [ səgal ] □ [ arah ĵahai ]

∆ [ bəna kaju ] di rumah ∆ [ doldol ] dodol129 (timur) 119 □ [ arah ĵahai ] □ [ĵənaŋ ]

∆ [kambiŋ biri biri] domba130 ∆ [ arah diŋdiŋ ] di sisi rumah122 □ [ biri biri ] □ [ arah dərpih ]

∆ [ aŋkip] dukung/ ∆ [bataŋ pola] pohon enau 141 gendong136 □ [ gndoŋ ] □ [bataŋ ənau]

∆ [ kam ] engkau (saudara ∆ [sərati] entog144 atau saudari) 143 □ [əŋko ] □ [ntok] [pan bulan ∆ [ pərmakan ] gembala154 ∆ gerhana159 matawari] □ [ naŋon ] □ [pan kala matawari ] ∆ [ barut ] gondok163 ∆ [gula pasir] gula putih165

□ [ gondok ] □ [gula lumat]

∆ [ kəlawas ] halia (jahe) 170 ∆ [ nandaŋi səh ] hampir tiba172

□ [ liŋkuas ] □ [ mbəra səh ] ∆ [ gadiman ] jambu batu201 ∆ [pərmalna] jantan □ [ galiman ] □ [daluna] harimau204

115 Universitas Sumatera Utara

∆ [ pəmoran ] joran pancing218 ∆ [ osar ] kadal224

□ [ĵoran ] □ [ kosər ]

∆ [ bilik ] kamar229 ∆ [ ugah ] kudis279

□ [ kamar] □ [ korŋ ]

∆ [ ləsoŋ ] lesung308 ∆ [ pərkəmpun ] mahar-1325

□ [ lumpaŋ ] □ [ pərninin ]

∆ [si rəmbah ku mahar-2326 ∆ [ mərdaŋ ] menanam padi lau] darat338 □ [ bibi ] □ [ nuan ]

∆ [ nəbak ] menikam347 ∆ [ nipak ] menyepak351

□ [ nustus ] □ [ npal ]

∆ [ pəpinəmkən ] menyusui352 ∆ [ tokal ] mutik kelapa356

□ [ nt?kən ] □ [ mutik ]

∆ [ mukul ] nikah ∆ [ kalak ĵawa ] orang bayangan361 bandung364 □ [čawir buluŋ ] □ [ kalak banduŋ ]

∆ [ tukaŋ bəsi ] pande besi378 ∆ [pəŋirəs] parang-1383 □ [ pand ] □ [dəŋkε dəŋkε]

∆ [səkin taŋgal parang-2384 ∆ [ pumaŋən ] pelimbahan389 taŋgal] □ [ gupak ] □ [ palirən ] ∆ [pisaŋ sor] pisang sere414 ∆ [ təŋah bərŋi ] pukul 12 malam417 □ [ raĵa sər ] □ [paksa bərŋi ]

116 Universitas Sumatera Utara ∆ [ bataŋ kaju rs ] pohon mindi419 ∆ [ panaŋ ] sakit rahim438

□ [ bataŋ mindi ] □ [ palaŋ ]

∆ [ sukut ] saudara/wali ∆ [ saŋana ridi ] sedang mandi447 (umum) 445 □ [ gamət ] □ [ paksa ridi]

∆ [ saŋana ] sedang448 ∆ [ərkata pεt pεt] senja buta456

□ [ paksana ] □ [ərdəmu gəlap]

∆ [sətup] sepeda motor ∆ [ dilaki ] suami470 Harley/ 458 □ [bərompit] Davidson □ [ pərbulaŋən ]

∆ [ kalak čina ] suku cina473 ∆ [ bəligan ] tempat atap 488 □ [ kuli ] □ [ gəligar ] diikatkan

∆ [ tajaŋkən ] tidurkan515 ∆ [ pola macəm ] tuak528

□ [ pəpədəm ] □ [ tuak ]

∆ [ kəri ] habis dipanen551 ∆ [ pəllaŋkən ] hasil pertainian dijual di □ [ mampul ] □ [ paĵa?kən ] pokok552

∆ [ bibi ] tante555 ∆ [ lumbuŋ ] gudang padi556 □ [ uĵaŋ ] □ [ kəbən ] ∆ [ nakan balutən ] makanan untuk ∆ [ gumbar ] tempat sayur ke □ [nakan pənĵuĵuri] penghormatan557 □ [ tagan ] ladang558 ∆ [ abal abal ] tempat garam559 ∆ [ səgal ] kulit padi282

□ [ gumbar ] □ [ kədəp ]

∆ [ kampoh ] sarung ∆ [ ərmakan ] mengembala345 laki-laki443 □ [ sampan ] □ [ŋaŋon ]

117 Universitas Sumatera Utara [ aĵaŋku ] ∆ kepunyan saya265

□ [ ginku ]

∆ [saŋkarna] jantan tikus 210 ∆ [maŋgis] manggis 329

□ [dluna] □ [maŋgus]

∆ [tu kərĵa] ke pesta 245 ∆ [ərmakan] mengembala 345

□ [ku lakon] □ [ŋaŋon]

∆ [səgal] kulit padi 282 ∆ [sədiŋ] miring 353

□ [kədəp] □ [mεrεŋ]

∆ [pərkəmbarən] mahar 327 ∆ [dayoŋ] dayung 107

□ [anak bəru] □ [kayoh]

Deskripsi 3

∆ [ kupaŋ kupaŋ ] ayam betina ∆ [ per ana ] babat sapi19 dewasa17 □ [ arah arah ] □ [ iŋ aŋna ]

∆ [ sakit kuniŋ ] benget 49 ∆ [ giaŋ ] berlari60

□ [ sesak ] □ [ kiam ]

118 Universitas Sumatera Utara

∆ [ bintaŋ pitu ] bintang pari065 ∆ [ bor panah ] busur panah85

□ [ takal bintaŋ ] □ [ taŋk panah ]

∆ [ bəligai ] ∆ [ bas ]

hitung 182 di dalam117 □ [ kira ] □ [ ibagas ]

∆ [ pərsada ] ∆ [ tuŋgaŋ ] gigi yang 160 149 menonjol gandeng □ [ ikətkəen ] □ [ suŋar ]

∆ [ kalisoŋsoŋ ] ∆ [ asap ]

hujan angin183 hapus174 □ [ udan ras aŋin ] □ [ usap ]

∆ [ səbakut ] ikan lele188 ∆ [ itək ]

itik195 □ [ ibakut ] □ [ bbk ]

∆ [ kəraŋən tua ] hutan ∆ [ ŋgusgus ] kesturi274 belantara184 □ [ kəraŋən ] □ [ ikah ]

∆ [ məlkət ] kotor277 ∆ [ ba arna ] jantan 205 □ [ kotor ] □ [ bandot ] kambing

∆ [ mbərgoh ] jantan kerbau206 ∆ [ pərmalna ] jantan kucing207

□ [ əŋgi ] □ [ daluna ]

∆ [ saŋkarna ] jantan kuda208 ∆ [ pəŋulu ] kepala desa263

□ [ daluna] □ [kəpala kampuŋ]

∆ [ baliŋ baliŋ ] liku tempat ∆ [ u uk ] tusuk532

119 Universitas Sumatera Utara sangkutan □ [ saŋkətən ] □ [ tustus ] tangkai319

∆ [ onoŋonoŋ ] kue khas ∆ [ kuniŋ ] kunyit 283 Karo280 □ [ impa ] □ [ kuniŋ gərsiŋ ]

∆ [ məlajah ] kurus 289 ∆ [ mbəlin ] lahir 292

□ [ kərtaŋ ] □ [ tubuh ]

∆ [ mand ] landai 294 ∆ [ lanəŋ ibor ] langau 295

□ [ ran ] □ [ lanəŋ ratah ]

∆ [ lotŋ ] langit-langit ∆ [ giaŋ la mətər ] lari kecil298 rumah296 □ [ asbs ] □ [ kiam la mətər ]

∆ [ bohan ] lemang 305 ∆ [ tərtər ] luku (tangkai) 318

□ [ rirəs ] □ [ taŋk ]

∆ [ ana? akarta ] penduduk ∆ [ pərkutkut ] perajuk398 Jakarta395 □ [ kalak akarta ] □ [ pər uŋut ]

∆ [ tihun ] lutut 323 ∆ [ ləmbiŋ ] panah besi375

□ [ tiwən ] □ [ tombak] ∆ [ pərkədat ] pemalas391 ∆ [ təpi dalan ] pinggir jalan406 □ [ pərkisat ] □ [ duru dalin ] ∆ [ labah ] pintu rumah409 ∆ [ galoh tabar ] pisang kepok412

□ [ pintun ] □ [ galuh gorŋən ]

∆ [ mbagas bərŋi ] pukul 10 ∆ [bali bəlinna ras sama besarnya bapa] 440 malam416 dengan ayah □ [ mbagəs bərŋi ] □ [səri galaŋna ras bapa]

120 Universitas Sumatera Utara ∆ [ pər iktjik ] takut 476 ∆ [ paspasən ] serambi461

□ [ pərbiar ] □ [ kaki lima ]

∆ [ nakan nakan ] sisa makanan467 ∆ [ alun ] urut545

□ [ nakan ibaiba ] □ [ kusuk ]

∆ [ mbujak ] usus548 ∆ [ saŋka manok ] tutup tiang533

□ [ tuka ] □ [ mantalən ]

∆ [ mombak ] tenggelam 493 ∆ [ binaŋun ] tiang 507

□ [ gədap ] □ [ tiaŋ]

∆ [ amak bəlaŋ ] tikar pandan ∆ [ kən ulu ] timur524 ukuran 8x8 □ [ amak mbəlaŋ ] kaki519 □ [ karah ulu ]

∆ [ pa iktjak ] ∆ [ ləmbiŋ ]

tokek525 tombak besar526 □ [ tjiktjak darat ] □ [ tombak ]

∆ [ bulaŋ ] topi 527 ∆ [ nusur ] turun 531

□ [ təŋkuluk ] □ [ susur ]

121 Universitas Sumatera Utara

∆ [datas] atas 014 ∆ [ ləmbiŋ ] tombak besar 526

[das] [ tombak ]

∆ [kali] gali 147 ∆ [pandε] pintar 408

[korεk] [bəluh]

∆ [laki] kakek 226 ∆ [nusur] turun 531

[bulaŋ [susur]

∆ [ bintaŋ pitu ] bintang pari065 ∆ [ patikala ] cekala093 [ takal bintaŋ ] [ əkala ]

Deskripsi 4

∆ [ səlibən ] alis003 ∆ [ anak blk ] anak domba005

□ [ buk mata ] □ [ anak kambiŋ ]

∆ [gədaŋ kərahoŋ ] bangau32 ∆ [ kalaŋ ulu ] bantal035

□ [ ondan ] □ [ bantal ]

∆ [ĵabi ĵabi ] pohon ∆ [ ndik?kar ] bersilat61 beringin56 □ [ bəriŋən ] □ [ ərmajan ]

∆ [ səluar gəndək ] celana pendek096 ∆ [ təŋkod ] durian137

□ [ səluar potoŋ ] □ [ durin ] ∆ [pərik pərik] burung- ∆ [ ləmaŋ ləmaŋ ] gulai ayam166 □ [piduk piduk] burung082 □ [ kuah kuahkən] ∆ [čəpčəp ] hisap181 ∆ [ simbəlinna ] paling besar374 □ [ isap ] □ [ sigalaŋna ]

∆ [ saŋkarna ] jantan tikus210 ∆ [ ikan bəlaŋ ] ikan pari189

122 Universitas Sumatera Utara □ [ daluna ] □ [ pari ]

∆ [ tiŋkap ] jendela214 ∆ [ kačaŋ panĵaŋ ] kacang □ [ĵəndla ] □ [ ritik gədaŋ ] panjang223

∆ [ məĵarĵar ] kasar240 ∆ [tuĵa ] ke mana244

□ [ la ərpəpah ] □ [ kuĵapa ]

∆ [ labi labi ] penyu287 ∆ [ galaŋən ] lebih besar302

□ [ lbo ] □ [ bəlidən ]

∆ [ nin ] lihat310 ∆ [ nanəmkən ] menguburkan346

□ [ nəhən ] □ [ ŋuburkən ]

∆ [ gulidak ] mulas/perut354 ∆ [ gurlah ] nyala362

□ [ mojaŋ ] □ [ gara ]

∆ [ mbal mbal ] padang alang- ∆ [ təraŋ kənča ] pagi-pagi373 alang367 □ [ rambah ] □ [ təraŋ wari ]

381 ∆ [ gərta ] kereta lembu ∆ [ buta buta ] pantat yang besar267 □ [ gərta galaŋ ] □ [ imput ] ∆ [ pumaŋən ] pelimbahan 389 ∆ [ ranak ] melahirkan333 □ [ palirən ] □ [ mupus ]

123 Universitas Sumatera Utara

∆ [ pərkuah ] pemurah 394 ∆ [ ŋgo gəlap ] pukul 8 malam418 □ [ məlumbar ] □ [ ŋgo bərŋi ]

∆ [ tadiŋ tadiŋ ] pusaka 422 ∆ [ rətap ] putus 423

□ [ tənadiŋ ] □ [ pəltəp ]

∆ [ ərlagu ] ∆ [ tampok ] ujung 538 rajin424 □ [ məĵ iŋkat ] □ [ puč uk ]

∆ [ pəŋgarun ] rumah tenun432 ∆ [ saŋga aŋin ] rusuk rumah434

□ [ pəlabuhən ] □ [ təkaŋ ]

∆ [ gərta kuda ] sado435 ∆ [ baŋgər ] sakit436

□ [ sadu ] □ [ magin ]

∆ [sabah lau udan] sawah tadah ∆ [ mədəm] tidur 516 hujan446 □ [sabah bərnəh □ [ tunduh ] bərnəh] 454 ∆ [ kitiksa ] sempit ∆ [ərkata ptpt ] senja buta456 □ [ pičət ] □ [ərdəmu gəlap]

∆ [ bunikən ] ∆ [ nakan nakan ]

simpan465 sisa makanan467 □ [ susun ] □ [ nakan ibaiba ]

500 478 ∆ [ sulmpr ] terompah ∆ [ rədan ] tangga

□ [ tərompah ] □ [ parantja ]

∆ [abit] ∆ [ busan ] tempat beras 489

sarung □ [uis] □ [ sumpit bəras ] perempuan444

124 Universitas Sumatera Utara 510 511 ∆ [ pntaŋ ] buta ∆ [ la pərmla ] tidak malu

□ [la ərpəŋidah] □ [ la mətəh měila ]

∆ [ la man ] tidak makan512 ∆ [ gadiman ] jambu batu201 □ [ lanai ma:n ] □ [ galiman ]

∆ [gədaŋ kərahoŋ ] bangau32 ∆ [ kalaŋ ulu ] bantal035

□ [ ondan ] □ [ bantal ]

∆ [ĵabi ĵabi ] pohon ∆ [ ndik?kar ] bersilat61 beringin56 □ [ bəriŋən ] □ [ ərmajan ]

∆ [ səluar gəndək ] celana pendek096 ∆ [ təŋkod ] durian137

□ [ səluar potoŋ ] □ [ durin ]

∆ [pərik pərik] burung- ∆ [ ləmaŋ ləmaŋ ] gulai ayam166 burung082 □ [piduk piduk] □ [ kuah kuahkən]

∆ [čəpčəp ] hisap181 ∆ [ simbəlinna ] paling besar374

□ [ isap ] □ [ sigalaŋna ]

∆ [ saŋkarna ] jantan tikus210 ∆ [ ikan bəlaŋ ] ikan pari189

□ [ daluna ] □ [ pari ] ∆ [ tiŋkap ] jendela214 ∆ [ kačaŋ panĵaŋ ] □ [ĵəndla ] □ [ ritik gədaŋ ] kacang panjang223 ∆ [ məĵarĵar ] kasar240 ∆ [tuĵa ] ke mana244

□ [ la ərpəpah ] □ [ kuĵapa ]

125 Universitas Sumatera Utara ∆ [ labi labi ] penyu287 ∆ [ galaŋən ] lebih besar302

□ [ lbo ] □ [ bəlidən ]

∆ [ nin ] lihat310 ∆ [ nanəmkən ] menguburkan346

□ [ nəhən ] □ [ ŋuburkən ]

∆ [ gulidak ] mulas/perut354 ∆ [ gurlah ] nyala362

□ [ mojaŋ ] □ [ gara ]

∆ [ mbal mbal ] padang alang- ∆ [ təraŋ kənča ] pagi-pagi373 alang367 □ [ rambah ] □ [ təraŋ wari ]

381 ∆ [ gərta ] kereta lembu ∆ [ buta buta ] pantat yang besar267 □ [ gərta galaŋ ] □ [ imput ]

∆ [ pumaŋən ] pelimbahan 389 ∆ [ ranak ] melahirkan333

□ [ palirən ] □ [ mupus ]

∆ [ pərkuah ] pemurah 394 ∆ [ ŋgo gəlap ] pukul 8 418 □ [ məlumbar ] □ [ ŋgo bərŋi ] malam ∆ [ tadiŋ tadiŋ ] pusaka 422 ∆ [ rətap ] putus 423 □ [ tənadiŋ ] □ [ pəltəp ] ∆ [ ərlagu ] ∆ [ tampok ] ujung 538 □ [ məĵ iŋkat ] rajin424 □ [ puč uk ]

126 Universitas Sumatera Utara

∆ [ pəŋgarun ] rumah tenun432 ∆ [ saŋga aŋin ] rusuk rumah434

□ [ pəlabuhən ] □ [ təkaŋ ]

∆ [ gərta kuda ] sado435 ∆ [ baŋgər ] sakit436

□ [ sadu ] □ [ magin ]

∆ [sabah lau udan] sawah tadah ∆ [ mədəm] tidur 516 hujan446 □ [sabah bərnəh □ [ tunduh ] bərnəh] 454 ∆ [ kitiksa ] sempit ∆ [ərkata ptpt ] senja buta456 □ [ pičət ] □ [ərdəmu gəlap]

∆ [ bunikən ] ∆ [ nakan nakan ]

simpan465 sisa makanan467 □ [ susun ] □ [ nakan ibaiba ]

500 478 ∆ [ sulmpr ] terompah ∆ [ rədan ] tangga

□ [ tərompah ] □ [ parantja ]

∆ [abit] ∆ [ busan ] tempat beras 489

sarung □ [uis] □ [ sumpit bəras ] perempuan444 510 511 ∆ [ pntaŋ ] buta ∆ [ la pərmla ] tidak malu

□ [la ərpəŋidah] □ [ la mətəh měila ]

512 ∆ [ la man ] tidak makan

□ [ lanai ma:n ]

127 Universitas Sumatera Utara

Deskripsi 5

∆ [ kioŋ ] ∆ [ dalikən ]

□ [ tiuŋ ] beo051 □ [ dapur ] tungku530

⌂ [ bo ] ⌂ [ tuŋku ]

∆ [ lap lap ] ∆ [ liŋgaroŋ ]

115 230 □ [ təratak ] dengdeng □ [ bdar ] kancil

⌂ [ baroŋ ] ⌂ [ napoh ]

128 Universitas Sumatera Utara

∆ [ tərĵək ] ∆ [ bəlgək ] □ [čindər ] tegak484 □ [ tələn ] telan485 ⌂ [ tədis ] ⌂ [ bəndut ]

∆ [ lap lap ] ∆ [ kərtak ] tenda ( pesta) 495 kacang □ [ təratak ] □ [ ritik djərgok ] hijau221 ⌂ [ baroŋ ] ⌂ [kačaŋ iĵo ]

∆ [ kaloŋ ] ∆ [ təroŋ ] rantai 428 terong □ [ bura ] □ [ təroŋ tuhu ] telunjuk504 ⌂ [ kaluŋ ] ⌂ [təruŋ təlunĵuk] 010 anting-anting 191 ∆ [ padoŋ ] ∆ [ pərmata ] capung

□ [ sulbaŋ ] □ [ intip ]

⌂ [ kərabu ] ⌂ [ mata matai ]

∆ [ riŋkina ] jantan ular211 ∆ [ baronŋ ] layu 301

□ [ daluna ] □ [ pəkən ]

⌂ [sabuganna ] ⌂ [ĵuma ] ∆ [čibor ] ∆ [čibor manok ] kandang kandang/ 232 □ [tanəh gəmok] □ [ tai manok ] (ayam) kompos 231 ⌂ [tanəh kandaŋ ⌂ [kandaŋ manuk] ∆ [čibor kambiŋ Kandang ∆ [čibor kərbo ] kandang (kambing) 233 kčerbau 234 □ [ tai kambiŋ ] □ [ tai kərbo ]

⌂ [kandaŋ kambiŋ] ⌂ [kandaŋ kərbo]

∆ [čibor mərpati ] kandang ∆ [čibor ləmbu ] merpati 235 kandang □ [ tai mərpati ] □ [ tai ləmbu ]

129 Universitas Sumatera Utara ⌂ [kandaŋ mərpati] ⌂ [ kandaŋ ləmbu ] sapi236

∆ [ karaŋ ] kandang ∆ [ takor takor ] kantong (pondok) 237 semar238 □ [ sapo sapo ] □ [ rirəs rirəs ]

⌂ [ sapau ] ⌂ [pənĵara pərkis] ∆ [ pasaŋən ] ∆ [ pajah ] □ [čəŋkok ] luku tempat □ [ məsəra ] sulit474 ⌂ [čabutən ] lengket leher ⌂ [ mətahat ] sapi320

∆ [ məhamat ] ∆ [sabugan] sopan468 jago/ ayam □ [ məhuli ] □ [pərayanna] jantan 203

⌂ [ mərandal ] ⌂ [buganna] ∆ [ mbačar ] □ [ məkačar ] 426 ⌂ [ məhamat ] ramah

Deskripsi 6

∆ [ riman ] ∆ [ buluh nipəs ] tali pancing477 □ [ atom ] □ [ buluh rirəs ] bambo untuk lemang027 ⌂ [ nali kawil ] ⌂ [ buluh pərliŋ ] ◊ [ bənaŋ pančiŋ ] ◊ [ buluh laga ]

∆ [ buluh kərapat ] ∆ [ buluh rəgən ] bambu tipis □ [ buluh suliŋ ] □ [buluh kəranĵaŋ] yang panjang bambu ⌂ [ buluh nipəs ] ⌂ [ buluh bəlaŋk ] ruas029 biasa030 ◊ [ buluh lətəp ] ◊ [ buluh ]

130 Universitas Sumatera Utara

∆ [ batok gədaŋ ] ∆ [ kənĵah ]

□ [ kulkulən ] □ [ ahai ] ĵ

⌂ [ mbatuk ] batuk ⌂ [ bərnəh ] barat038 041 ◊ [ mbatuki ] kering ◊ [ suah ]

∆ [ galuŋi ] ∆ [ mbəlibəs ] batas petak □ [ bator ] □ [ itək liar ] sawah040 belibis047 ⌂ [ galuŋən ] ⌂ [ leito ]

◊ [ĵaluri ] ◊ [ bəlibəs ]

∆ [ ŋgdok ] ∆ [ mətəndi ] bengkok050 berat053 □ [ ŋənat ] □ [ mbərat ]

⌂ [ mbəŋkuŋ ] ⌂ [ məhaŋat ]

◊ [ gudihal ] ◊ [ naŋat ]

∆ [ mərampən ] ∆ [ motu ] bodoh070 □ [ ərgəniŋ ] berkunang- □ [ duŋu ] ⌂ [ mərabun ] kunang059 ⌂ [ ləŋ ] ◊ [ məlimbər ] ◊ [ bə bə ]

[ bulan ku sundut] ∆ ∆ [ kəna pəŋkajah ] 075 bulan sabit busungan084 □ [ bulan mədəm ] □ [ kəna səŋən ]

⌂ [ bulan sabit ] ⌂ [ busuŋən ]

◊ [ kəri bulan ] ◊ [səŋənən ]

∆ [ amak čur ] ∆ [ nai ] □ [ amak kitik ] □ [ mbarnda ] 103 [amak lagei lagei] tikar pandan dahulu ⌂ ukuran 3 x 7 ⌂ [ mbaru nda ]

131 Universitas Sumatera Utara [amak kəhamatən] kaki518 ◊ ◊ [ sədəkah nda ]

∆ [ rawit ] ∆ [ gula ] golok162 gula merah164 □ [ bəlati ] □ [ gula batak ]

⌂ [ piso ] ⌂ [ gula gara ]

◊ [ tumbuk lada ] ◊ [ gula ĵawa ]

∆ [ sukah ] ∆ [ mərət ] gampang148 □ [məsunah ] □ [ mələt ] lambat293 ⌂ [ sunah ] ⌂ [ məlanč ]

◊ [ ntŋ ] ◊ [ mədkdk ]

∆ [ rumah adat ] ∆ [ apit tarum ] rumah adat430 □ [ rumah siadi ] □ [ gapit atap ] penjepit ⌂ [ rumah dəkah ] ⌂ [pənəmit ] atap396 ◊ [ rumah galaŋ ] ◊ [ gulaŋ atap ]

∆ [ radja odaŋ ] ∆ [ nip tubuŋ ]

ular sawah542

□ [ audaŋ galaŋ ] □ [ nipai runtik ] udang galah536

⌂ [ udaŋ galaŋ ] ⌂ [ nip sabah ]

◊ [udaŋ kirimən] ◊ [ nipei tanəh]

∆ [nip tulan tiŋkus] ∆ [čikəp]

ular tikus543 □ [ nipai mbiriŋ ] □ [gələm] genggam 155 ⌂ [nipei imbo imbo] ⌂ [ĵəmak] ◊ [nipei mənči ] ◊ [tagaŋ]

Deskripsi 7

132 Universitas Sumatera Utara ∆ [ samboŋ ] ∆ [ barəhən ] 039 069 □ [ baskom ] baskom □ [ bisul ] bisul ⌂ [ kančah ] ⌂ [čigulən ] ∆ [ əndik əndik ] ∆ [ pərburihən ] □ [ tami tami ] bujuk074 □ [ pərčbukən ] cuci tangan100 ⌂ [ aĵak ] ⌂ [ kobokən ]

∆ [ pərliŋən ] ∆ [ knk knk ] 102 congek 256 □ [ siŋgarən ] □ [ kidəl kidəl ] kelingking

⌂ [ tlrən ] ⌂ [ kdl kdl ] ∆ [ tərpan ] ∆ [ mučuk ] term 499 kelapa yang □ [tərbəndut ] akan □ [ mətua ] sudah tua253 ⌂ [tərambas ] ⌂ [ kərah ]

∆ [ kačaŋ ĵoko ] ∆ [mbr ]

222 523 □ [ ritik gara ] kacang merah □ [ timba ] timba

⌂ [ kačaŋ gara ] ⌂ [ toŋ ]

∆ [ baju baju ] ∆ [ pəŋgiŋən ]

□ [ salimar ] tepas560 □ [ səmutən ] kejang urat251

⌂ [ təpas ] ⌂ [ məkəŋ ]

∆ [ palaŋən ] ∆ [ əŋkawili bana ]

□ [ moudəŋ ] kurang ajar286 □ [ ŋərambəŋi ] lembu hamil306

⌂ [ kəmali ] ⌂ [ hamil ]

∆ [ guməliŋ ] matahari ∆ [səkin pəŋərəntəs]

condong ke [ kəlwaŋ ] parang seperti □ [ liŋi ] □ 385 332 pedang barat ⌂ [ bən wari ] ⌂ [ paraŋ lajaŋ ]

133 Universitas Sumatera Utara ∆ [ nabi ] ∆ [ taĵak ] suduk472 □ [ rani ] memotong □ [ suduk ] padi337 ⌂ [ ŋart ] ⌂ [ tərĵək ]

∆ [ təroh ] ∆ [ olahkən ] bawah 043 gantungkan 151 □ [ suah ] □ [ gantuŋkən ] ⌂ [ bərnəh ] ⌂ [ saŋkətkən ]

∆ [ kurap ] ∆ [ malap ] □ [ kudis ] kurap 288 □ [ mal ] usang546 ⌂ [ gatəl gatəl ] ⌂ [ mbuŋus ]

∆ [ ləkaŋ ] rambutan427 ∆ [ bambu ] luku (alat tarik) 314 □ [ rambutən ] □ [ gapitna ]

⌂ [ bəlaraŋ ] ⌂ [ landna ]

Deskripsi 8

∆ [ təktək ] ∆ [ dahan ] potong421 cabang pohon087 □ [ gətap ] □ [ tupaŋ ]

⌂ [ kərət ] ⌂ [ rantiŋ ]

∆ [ bərnəh ah ] ∆ [ səkalnda ] di bawah sana116 dini hari127 □ [ suah ah ] □ [ səndah ]

⌂ [ təroh ah ] ⌂ [ gənduari ]

∆ [ buaŋ darəh ] ∆ [ĵəmba ] disentri128 dorong132 □ [ disntri ] □ [ soroŋ ]

⌂ [ məsui bəltək ] ⌂ [ ĵəm ĵəm ]

134 Universitas Sumatera Utara ∆ [ snna sn ∆ [ pərmata ] manok ] hemat177 intai194

□ [ la rojal ] □ [ intip ]

⌂ [ hmat ] ⌂ [ mata matai ] ∆ [ buŋa ] kapuk239 ∆ [ babu ] kuli281 □ [ kapas ] □ [ kuli ] ⌂ [ kapuk ] ⌂ [ pəmbantu ]

∆ [ mbika ] luka313 ∆ [ təmpulak ] musang355

□ [ məlak ] □ [ musaŋ ]

⌂ [ tərsajat ] ⌂ [ sugi ]

∆ [ paria ria ] petai cina401 ∆ [ pak ] peti kayu404

□ [ pərira kitik ] □ [ pəti ]

⌂ [ pərira čina ] ⌂ [ kotak ]

∆ [ pujuh ] pintal 407

□ [ piuh ]

⌂ [untei ]

Deskripsi 9

∆ [ əntərəm banyak ∆ [ tai bintaŋ ] anak] 036 anak 063 bintang jatuh □ [ məlala anak ] □ [ bintaŋ misər ] ∆ [ pədas ] cepat097 ∆ [ ajan ] tempayan491 □ [ mətər ] □ [ kalŋ ] ∆ [ mbərgəh ] dingin126 ∆ [ rədan ] kuda-kuda278 □ [ ŋilu ] □ [ pəran a ] ∆ [ ulu lau ] mata air330 ∆ [ mbaba anak ] membawa

135 Universitas Sumatera Utara 336 □ [ mata lau ] □ [ ras anak ] anak

∆ [ kərabən ] sore469 ∆ [rumah diŋdiŋ papan] rumah papan431 □ [ bən wari ] □ [ rumah kaju ] ∆ [ pəŋgarun ] rumah tenun432 ∆ [ bado ] ikan gabus186 □ [ pəlabuhən ] □ [ nuruŋ itik ]

∆ [ tilam ] kasur241

□ [ amak kapal ]

Deskripsi 10

∆ [ la bəloh ∆ [ tula ] ŋərana ] 068 bisu bulan □ [ pəkak ] □ [ bəlah ] purnama076

⌂ [ gagap ] ⌂ [bulan purnama]

∆ [ tarum batu ] ∆ [ natu ] kemaluan genteng156 laki-laki257 □ [ tarum səmin ] □ [ turah turah ]

⌂ [ gəntŋ ] ⌂ [ palaŋ ]

∆ [ kaba kaba ] ∆ [ tap nakan pulut ] kupu-kupu284 tape pulut480 □ [ kupu kupu ] □ [ tapai pulut ]

⌂ [ ampul ampul ] ⌂ [ tap bəras pulut ] anak muda ∆ [ tukur ] ∆ [anak pərana ŋgg] mahar (utama)324 yang 006 □ [ bataŋ □ [anak pərana gutul] nakal un ukən ] ⌂ [ əmas ] ⌂ [anak pərana nakal]

Deskripsi 11

∆ [ pis ] ∆ 275 [ dəgil ] kikir

136 Universitas Sumatera Utara □ [čiah ] buang air □ [ pəlit ] ⌂ [kənčiŋ] kecil072 ⌂ [ puluk ] ◊ [ ančus ] ◊ [ mədikər ] ∆ [ galuŋi ] batas petak ∆ [ pərik baŋolu burung pipit081 sawah 040 □ [ bator ] □ [pərik bulan takal] ⌂ [ galuŋən ] ⌂ [ pərik nasip ] ◊ [ĵaluri ] ◊ [pəriklalu lintas]

∆ [ sakit pasar ] burut ∆ [pərča pərča cincang(daging ləmbu] lembu) 099 (hernia) 083 □ [ usus turun ] □ [ dagiŋ čampor ] ⌂ [ santuŋən ] ⌂ [čiŋčaŋ ] ◊ [ aŋin duduk ] ◊ [čačarna ] ∆ [simətəh wari 30] dukun135 ∆ [məhuli kulana] hamil 171 □ [ guru ] □ [ sandaŋən ]

⌂ [ pəmuhun ] ⌂ [mbərat nahěna] ◊ [ guru sibaso] ◊ [ nataŋ tuah ]

137 Universitas Sumatera Utara Deskripsi 12

∆ [ kula ] badan ∆ [ kaliaga ] bunga durian078

□ [ dagiŋ ] manusia020 □ [ gənta ]

∆ [ mədəm atku ] ∆ [ məsir ] pedas387 [m ingin tidur192 □ adat □ [ pəla ] mataŋku] ∆ 457 ∆ [ gəndaŋ gəndaŋ ] tempat kain [ lrŋ ] sepeda bersih553 □ □ [ raga ] [ gərta aŋin ]

Deskripsi 13

∆ [galaŋkəl] □ [səhkəl galaŋna] ⌂ [mbəlin] amat besar 004

∆ [čaŋkir] □ [gəlas] gelas 153 ⌂ [čawan] ∆ [təkuak manoksəkali]

372 □ [ləŋa mədak lanəŋ] pagi-pagi buta

⌂ [nandaŋi təraŋ]

Deskripsi 14

∆ [ majo ] ∆ [ tjapah ]

□ [loŋsor ] □ [ pls ] berak052 410 ⌂ [ brak ] ⌂ [ pərpaŋanən ] piring

◊ [ bol ] ◊ [ piriŋ ]

138 Universitas Sumatera Utara ∆ [ pis ]

□ [ čiah ] kencing261 ⌂ [ kənčiŋ ]

◊ [ ənčus ]

Deskripsi 15

∆ [čaŋkul] ∆ [əŋko] □ [čuan] □ [kam] engkau (seumur) 142 cangkul 090 ∆ [kolor]

092 □ [čawat] cawat

Deskripsi 16

∆ [čabuni] ∆ [rawit]

ngumpatl 360 pisau 415 □ [gəpgəp] □ [bəlati]

⌂ [ŋəlεmbut] ⌂ [piso]

∆ [pərtik]

397 □ [mbərtik] pepaya

⌂ [katεs]

139 Universitas Sumatera Utara Deskripsi 17

∆ [galaŋkəl] amat besar 004 □ [səhkəl galaŋna]

∆ [səluar gəndək] celana pendek 096 □ [səluar potoŋ]

Deskripsi 18

∆ [mumbaŋ] ∆ [liŋgəm] 109 343 □ [talah kərusən] dengan □ [gərdəm] mendung

О [talah bəniŋ] О [mənduŋ]

140 Universitas Sumatera Utara Lanjutan BAB V

Deskripsi 19

∆ [am]

□ [but t] 007  anak perempuan ⌂ [bəru] ◊ [ktk]

Deskripsi 20

∆ [biyaŋ]

[asu] □ njing 009 ⌂ [mopi]

◊ [asuhən]

Deskripsi 21

∆ [sisada] □ [kisada] sendiri 455 ⌂ [sasai] ◊ [səkalak]

Deskripsi 22

∆ [čilok] 023 □ [čit] bakar ⌂ [tutuŋ]

141 Universitas Sumatera Utara

Deskripsi 23

∆ [drom] ∆ [əŋgo] sudah 471 drum 133 [drum] [əŋgau]

□ [toŋ] [əŋgou]

[ĵaĵampul] □ [əŋgomε]

∆ [ĵampul ĵampul] ∆ [tu ĵa] gunting 167 ke mana 561 [ĵampul] [ku ĵa]

□ [guntiŋ] □ [kəmpak ĵa]

[arimo]

∆ [arimau] harimau 175 [arimou]

□ [raĵa kəraŋən]

Deskripsi 24

∆ [səluar gəndək] ∆ [malap] usang 546

[səluar] celana panjang 095 □ [malai]

□ [saluar] [malε]

⌂ [pεntəlon] ⌂ [mbuŋus]

∆ [olakən]

□ [gantuŋkən] gantungken 151

⌂ [saŋkətkən]

142 Universitas Sumatera Utara

5.3 Pemetaan Variasi Fonologis dan Leksikal

Ayatrohaedi (1983:31-32), Wardhaugh (1988:128), Mahsun (1995:33-34), dan Moulton (1960) menganjurkan serta mengingatkan para peneliti bahasa untuk memahami bahwa setiap bahasa memiliki sistim dan struktur tersendiri. Oleh sebab itu peneliti diharapkan dapat mengamati unsur bahasa yang sedang diteliti.

Khususnya, bagi para peneliti dialek suatu bahasa harus berusaha sekeras dan seteliti mungkin untuk melihat perbedaan fonemik dalam struktur fonologi bahasa yang sedang diteliti tersebut. Penting untuk dipahami bahwa setiap perbedaan tuturan dapat menimbulkan variasi dalam bahasa tersebut, dan perbedaan ini adalah merupakan faktor geogerafi. Selanjutnya, bila variasi tersebut tidak terjadi pada daerah titik pengamatan yang sama, maka perbedaan tersebut sudah menunjukkan satu faktor atau unsur bahasa yang berakibat terjadinya suatu variasi.

Pada kesempatan ini, peneliti memuat deskripsi dan distribusi tentang ujaran untuk digambarkan sebarannya pada peta. Ayatrohaedi (1983:31-32) dan Wardhaugh

(1988:128) menganjurkan para peneliti dialek suatu bahasa supaya dapat membuat suatu peta bahasa sesuai dengan daerah titik pengamatan. Peneliti wajib dan harus menggambarkan setiap gejala atau unsur bahasa dengan menggunakan lambang ataupun simbol khusus untuk memudahkan memahami perbedaan yang ada dalam bahasa yang sedang diteliti. Jadi, melalui simbol-simbol ataupun lambang-lambang yang digunakan dalam peta bahasa tersebut dapat dengan mudah dilihat perbedaan dialek antardaerah titik pengamatan, serta daerah yang mempunyai ujaran yang korespondensi. Sesuai dengan anjuran tokoh dialektologi tersebut di atas, maka

143 Universitas Sumatera Utara dibuatlah peta bahasa sesuai dengan daerah titik pengamatan mengenai bahasa Karo di tiga Kabupaten tersebut. Demikian juga tentang lambang ataupun simbol yang dimaksud Ayatrohaedi dan Wardhaugh sudah dipilih sebagai berikut.

∆ Simbol atau lambang untuk kata pertama, dan ucapan yang serupa di daerah

titik pengamatan.

Simbol atau lambang untuk kata ke dua dan ucapan yang serupa di daerah titik ٱ

pengamatan.

О Simbol atau lambang untuk kata ke tiga dan ucapan yang serupa di daerah

titik pengamatan.

◊ Simbol atau lambang untuk kata ke empat dan ucapan yang serupa di daerah

titik pengamatan.

Pada saat memetakan variasi tuturan di tiga Kabupaten yang merupakan

,О ,ٱ ,∆ daerah objek penelitian akan dipakai empat simbol yang berbeda-beda, yaitu dan ◊ untuk beda leksikal, tetapi untuk beda fonologis dibuat simbol ▲ untuk ujaran pertama, dan yang ke dua ►, ke tiga ◄, dan ke empat ▼. Simbol tersebut digambarkan hanya empat jenis atau bentuk saja karena sesuai data yang diperoleh dari bahagian transkripsi bahwa hanya ada empat variasi ucapan yang merupakan padanan dari gloss yang ditanyakan. Untuk membedakan daerah pemakaian suatu variasi dengan variasi lainnya di setiap daerah objek penelitian dibatasi oleh isoglos

(garis pembatas dialek) digambarkan berbentuk garis seperti tanda titik-titik yang berantai. Contoh: ( . ) Setiap daerah yang dibatasi oleh isoglos

144 Universitas Sumatera Utara akan diberikan model arsiran yang berbeda untuk setiap perbedaan sehingga mempermudah pengenalan perbedaan antar daerah. Contoh arsiran dapat dilihat pada halaman berikut.

Contoh simbol dan arsiran Contoh simbol dan arsiran untuk perbedaan leksikal. untuk perbedaan fonologis.

Arsiran Pertama Arsiran pertama

∆ ▲

Arsiran ke dua Arsiran ke dua

□ ►

Arsiran ke tiga Arsiran ke tiga ◄ О

Arsiran ke empat Arsiran ke empat

◊ ▼

145 Universitas Sumatera Utara Peta Daerah Objek Penelitian

13 U О 14 О 12 ٱ 15 О 11 ٱ Kabupaten Langkat 16 О Kabupaten 10 17 ٱ Deli Serdang О 9 ٱ

ٱ 8 18 О 7 ٱ

3 ∆ 4 ∆ 6 ∆

Kabupaten Karo

2 ∆ 5 ∆

1 ∆

146 Universitas Sumatera Utara Peta Propinsi Sumateera Utara

147 Universitas Sumatera Utara Peta 01 beda fonologis U

13■

12■ 14 ■

11■ Kabupaten Langkat 15■

16■

10■ Kabupaten Deli Serdang

17■ 9■

18■ 8■

7■

3▲

4▲

2▲ 6▲ Kabupaten Karo

1▲ 5▲

Keterangan peta 01 dapat dilihat pada halaman berikut. Keterangan peta 01

148 Universitas Sumatera Utara

▲ simbol untuk variasi pertama

■ simbol untuk variasi ke dua.

Garis pembatas dialek.

Jalan raya. Jalan raya yang melintas di

Kabupaten Karo adalah satu yang menghubungkan Aceh Tenggara dengan

Kabupaten Dairi dan yang satu lagi menghubungkan Kabupaten Karo dengan kota

Medan melalui Kabupaten Deli Serdang. Jalan yang melintas di Kabupaten Langkat adalah menghubungkan kota Medan dengan objek wisata Bahorok di Kabupaten

Langkat.

Sungai yang mengalir di Kabupaten Karo.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi pertama.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi ke dua.

149 Universitas Sumatera Utara Peta 02 beda fonologis U

13●

12● 14●

11● Kabupaten Langkat 15●

16● 10● Kabupaten Deli Serdang

17● 9●

18● 8●

7● 3▲

4▲

2▲ 6■ Kabupaten Karo

1▲ 5■

Keterangan peta 02 dapat dilihat pada halaman berikut.

150 Universitas Sumatera Utara

Keterangan peta 02

▲ simbol untuk variasi pertama

■ simbol untuk variasi ke dua.

● simbol untuk variasi ke tiga.

Garis pembatas dialek.

Jalan raya. Jalan raya yang melintas di

Kabupaten Karo adalah satu yang menghubungkan Aceh Tenggara dengan

Kabupaten Dairi dan yang satu lagi menghubungkan Kabupaten Karo dengan kota

Medan melalui Kabupaten Deli Serdang. Jalan yang melintas di Kabupaten Langkat adalah menghubungkan kota Medan dengan objek wisata Bahorok di Kabupaten

Langkat.

Sungai yang mengalir di Kabupaten Karo.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi pertama.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi ke dua.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi ke tiga.

151 Universitas Sumatera Utara Peta 03 beda fonologis U

13■

12■ 14■

11■ Kabupaten Langkat 15■

16■

10■ Kabupaten Deli Serdang

17■ 9■

18■ 8■

7■

3▲

4▲

2▲ 6■

Kabupaten Karo

■ 1▲ 5

152 Universitas Sumatera Utara

Keterangan peta 03

▲ simbol untuk variasi pertama.

■ simbol untuk variasi ke dua.

Garis pembatas dialek.

Jalan raya. Jalan raya yang melintas di

Kabupaten Karo adalah satu yang menghubungkan Aceh Tenggara dengan

Kabupaten Dairi dan yang satu lagi menghubungkan Kabupaten Karo dengan kota

Medan melalui Kabupaten Deli Serdang. Jalan yang melintas di Kabupaten Langkat adalah menghubungkan kota Medan dengan objek wisata Bahorok di Kabupaten

Langkat.

Sungai yang mengalir di Kabupaten Karo.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi pertama.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi ke dua.

153 Universitas Sumatera Utara Peta 04 beda fonologis U

13▲

12▲ 14▲

11▲

Kabupaten Langkat 15▲

16▲

10▲

Kabupaten

Deli Serdang

17▲ 9▲

18▲ 8▲

7▲ 3■

4▲ 2▲ 6▲

Kabupaten Karo

1▲ 5▲

Keterangan peta 04 dapat dilihat pada halaman berikut.

154 Universitas Sumatera Utara

Keterangan peta 04

▲ simbol untuk variasi pertama.

■ simbol untuk variasi ke dua.

Garis pembatas dialek.

Jalan raya. Jalan raya yang melintas di

Kabupaten Karo adalah satu yang menghubungkan Aceh Tenggara dengan

Kabupaten Dairi dan yang satu lagi menghubungkan Kabupaten Karo dengan kota

Medan melalui Kabupaten Deli Serdang. Jalan yang melintas di Kabupaten Langkat adalah menghubungkan kota Medan dengan objek wisata Bahorok di Kabupaten

Langkat.

Sungai yang mengalir di Kabupaten Karo.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi pertama.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi ke dua.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi ke tiga.

155 Universitas Sumatera Utara Peta 05 beda fonologis U

13■

12▲ 14■

11▲ Kabupaten Langkat 15■

16■ 10▲

Kabupaten Deli Serdang

17■ 9▲

8▲ 18■

7▲

3▲

4▲

2▲ 6■

Kabupaten Karo

5■ 1▲

Keterangan peta 05 dapat dilihat pada halaman berikut

156 Universitas Sumatera Utara Keterangan peta 05

▲ simbol untuk variasi pertama.

■ simbol untuk variasi ke dua.

Garis pembatas dialek.

Jalan raya. Jalan raya yang melintas di

Kabupaten Karo adalah satu yang menghubungkan Aceh Tenggara dengan

Kabupaten Dairi dan yang satu lagi menghubungkan Kabupaten Karo dengan kota

Medan melalui Kabupaten Deli Serdang. Jalan yang melintas di Kabupaten Langkat adalah menghubungkan kota Medan dengan objek wisata Bahorok di Kabupaten

Langkat.

Sungai yang mengalir di Kabupaten Karo.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi pertama.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi ke dua.

Pada peta 05 terdapat dua fungsi peta, yaitu untuk beda fonologis dan beda leksikal.

Simbol ▲ dan ● menunjukkan beda fonologis dan untuk beda leksial kedua variasi tersebut diwkili oleh satu lambang ∆ atau untuk variasi lekskal yang pertama. Oleh karena itu di daerah kabupaten Langkat pada titik pengamatan nomor 13 hingga 18 diberi simbol □ atau menunjukkan variasi ke dua untuk beda leksikal.

157 Universitas Sumatera Utara Peta 06 beda fonologis U

13■

12■ 14■

11■ Kabupaten Langkat 15■

16■

10■ Kabupaten Deli Serdang

17■ 9■

18■ 8■

7■ 3■

4■

2▲ 6■ Kabupaten Karo

1▲ 5■

Keterangan peta 06 dapat dilihat pada halaman berikut.

158 Universitas Sumatera Utara Keterangan peta 06

▲ simbol untuk variasi pertama.

■ simbol untuk variasi ke dua.

Garis pembatas dialek.

Jalan raya. Jalan raya yang melintas di

Kabupaten Karo adalah satu yang menghubungkan Aceh Tenggara dengan

Kabupaten Dairi dan yang satu lagi menghubungkan Kabupaten Karo dengan kota

Medan melalui Kabupaten Deli Serdang. Jalan yang melintas di Kabupaten Langkat adalah menghubungkan kota Medan dengan objek wisata Bahorok di Kabupaten

Langkat.

Sungai yang mengalir di Kabupaten Karo.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi pertama.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi ke dua.

159 Universitas Sumatera Utara Peta 07 beda fonologis U

13●

12■ 14●

11■ Kabupaten Langkat 15●

16●

10■ Kabupaten Deli Serdang

17● 9■

8■ 18●

7■ 3■

4■

2▲ 6■ Kabupaten Karo

1▲ 5■

160 Universitas Sumatera Utara

Keterangan peta 7

▲ simbol untuk variasi pertama.

■ simbol untuk variasi ke dua.

Garis pembatas dialek.

Jalan raya. Jalan raya yang melintas di

Kabupaten Karo adalah satu yang menghubungkan Aceh Tenggara dengan

Kabupaten Dairi dan yang satu lagi menghubungkan Kabupaten Karo dengan kota

Medan melalui Kabupaten Deli Serdang. Jalan yang melintas di Kabupaten Langkat adalah jalan yang menghubungkan kota Medan dengan objek wisata Bahorok di

Kabupaten Langkat.

Sungai yang mengalir di Kabupaten Karo.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi pertama.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi ke dua.

161 Universitas Sumatera Utara

Peta 08 beda fonologis U

12■ 14■

11■ Kabupaten Langkat 15■

16■

10■ Kabupaten Deli Serdang

17■ 9■

18■ 8■

7■ 3▲

4■

2▲ 6■ Kabupaten Karo

1▲ 5■

162 Universitas Sumatera Utara Keterangan peta 08

Keterangan peta 8

▲ simbol untuk variasi pertama.

■ simbol untuk variasi ke dua.

Garis pembatas dialek.

Jalan raya. Jalan raya yang melintas di

Kabupaten Karo adalah satu yang menghubungkan Aceh Tenggara dengan

Kabupaten Dairi dan yang satu lagi menghubungkan Kabupaten Karo dengan kota

Medan melalui Kabupaten Deli Serdang. Jalan yang melintas di Kabupaten Langkat adalah jalan yang menghubungkan kota Medan dengan objek wisata Bahorok di

Kabupaten Langkat.

Sungai yang mengalir di Kabupaten Karo.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi pertama.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi ke dua.

163 Universitas Sumatera Utara Peta 09 beda fonologis U

13●

14● 12●

11● Kabupaten Langkat 15●

16● 10●

Kabupaten Deli Serdang

17● 9●

18● 8●

7● 3■

4■

2▲ 6■ Kabupaten Karo

1▲ 5■

164 Universitas Sumatera Utara Keterangan peta 09

▲ simbol untuk variasi pertama.

■ simbol untuk variasi ke dua.

● simbol untuk variasi ke tiga.

Garis pembatas dialek.

Jalan raya. Jalan raya yang melintas di

Kabupaten Karo adalah satu yang menghubungkan Aceh Tenggara dengan

Kabupaten Dairi dan yang satu lagi menghubungkan Kabupaten Karo dengan kota

Medan melalui Kabupaten Deli Serdang. Jalan yang melintas di Kabupaten Langkat adalah menghubungkan kota Medan dengan objek wisata Bahorok di Kabupaten

Langkat.

Sungai yang mengalir di Kabupaten Karo.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi pertama.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi ke dua.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi ke tiga.

165 Universitas Sumatera Utara Peta 10

13□

12■ 14□ □

11■ □ Kabupaten Langkat 15□

16□ 10■ □ Kabupaten Deli Serdang 9■ 17□ □ 8■ □ 18□ 7■ □ 3▲ ∆ 4▲ 6▲ ∆ 2▲ ∆ ∆ Kabupaten Karo

5▲ 1▲ ∆ ∆

166 Universitas Sumatera Utara Keterangan peta 10

▲ simbol untuk variasi pertama.

■ simbol untuk variasi ke dua.

Garis pembatas dialek.

Jalan raya. Jalan raya yang melintas di

Kabupaten Karo adalah satu yang menghubungkan Aceh Tenggara dengan

Kabupaten Dairi dan yang satu lagi menghubungkan Kabupaten Karo dengan kota

Medan melalui Kabupaten Deli Serdang. Jalan yang melintas di Kabupaten Langkat adalah menghubungkan kota Medan dengan objek wisata Bahorok di Kabupaten

Langkat.

Sungai yang mengalir di Kabupaten Karo.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi pertama.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi ke dua.

Pada peta 10 terdapat dua fungsi peta, yaitu untuk beda fonologis dan beda leksikal.

Simbol ▲ dan ● menunjukkan beda fonologis dan untuk beda leksial kedua variasi tersebut diwkili oleh satu lambang ∆ atau untuk variasi lekskal yang pertama. Oleh karena itu di daerah kabupaten Langkat pada titik pengamatan nomor 13 hingga 18 diberi simbol □ atau menunjukkan variasi ke dua untuk beda leksikal.

167 Universitas Sumatera Utara Peta 11

13□

12● 14□ ∆

11● ∆ Kabupaten Langkat 15□

16□ 10● ∆ Kabupaten Deli Serdang

17□ 9● 8● ∆ ∆ 18□ 7● ∆ 3▲ ∆ 4▲ 6■ ∆ ∆ 2▲ ∆ Kabupaten Karo

5■ 1▲ ∆ ∆

Keterangn peta 11 dapat dilihat pada halaman berikut.

168 Universitas Sumatera Utara Keterangan peta 11

▲ simbol untuk variasi pertama.

■ simbol untuk variasi ke dua.

● simbol untuk variasi ke tiga.

Garis pembatas dialek.

Jalan raya. Jalan raya yang melintas di

Kabupaten Karo adalah satu yang menghubungkan Aceh Tenggara dengan

Kabupaten Dairi dan yang satu lagi menghubungkan Kabupaten Karo dengan kota

Medan melalui Kabupaten Deli Serdang. Jalan yang melintas di Kabupaten Langkat adalah menghubungkan kota Medan dengan objek wisata Bahorok di Kabupaten

Langkat.

Sungai yang mengalir di Kabupaten Karo.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi pertama.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi ke dua.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi ke tiga.

Pada peta 11 terdapat dua fungsi peta, yaitu untuk beda fonologis dan beda leksikal.

Simbol ▲, ■, dan ● membedakan fonologis dan untuk beda leksial ketiga variasi tersebut diwakili ∆ atau untuk variasi lekskal yang pertama. Oleh larena itu di daerah titik pengamatan nomor 13 hingga 18 diberi simbol □.

169 Universitas Sumatera Utara Peta 12

13●

12● 14● ∆

11● ∆ Kabupaten Langkat 15●

16● Kabupaten ∆ 10● Deli Serdang ∆

9● 17● ∆ ∆

8● 18● ∆ ∆ 7● ∆ 3■ ∆

4■ ∆ 2▲ 6□ ∆ Kabupaten Karo

1▲ 5□ ∆

170 Universitas Sumatera Utara Keterangan peta 12

▲ simbol untuk variasi pertama.

■ simbol untuk variasi ke dua.

● simbol untuk variasi ke tiga.

Garis pembatas dialek.

Jalan raya. Jalan raya yang melintas di

Kabupaten Karo adalah satu yang menghubungkan Aceh Tenggara dengan

Kabupaten Dairi dan yang satu lagi menghubungkan Kabupaten Karo dengan kota

Medan melalui Kabupaten Deli Serdang. Jalan yang melintas di Kabupaten Langkat adalah menghubungkan kota Medan dengan objek wisata Bahorok di Kabupaten

Langkat.

Sungai yang mengalir di Kabupaten Karo.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi pertama.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi ke dua.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi ke tiga.

171 Universitas Sumatera Utara Peta 13 beda fonologis dan leksikal

13⌂

12□ 14⌂

11□ Kabupaten Langkat 15⌂

16⌂ 10□ Kabupaten Deli Serdang

9□ 17⌂

8□ 18⌂ 7□

3■ ∆ 4■ 6■ ∆ ∆ 2▲ ∆ Kabupaten Karo

1▲ 5■ ∆ ∆

172 Universitas Sumatera Utara

Keterangan peta 13

▲ simbol untuk variasi pertama.

■ simbol untuk variasi ke dua.

Garis pembatas dialek.

Jalan raya. Jalan raya yang melintas di

Kabupaten Karo adalah satu yang menghubungkan Aceh Tenggara dengan

Kabupaten Dairi dan yang satu lagi menghubungkan Kabupaten Karo dengan kota

Medan melalui Kabupaten Deli Serdang. Jalan yang melintas di Kabupaten Langkat adalah jalan yang menghubungkan kota Medan dengan objek wisata Bahorok di

Kabupaten Langkat.

Sungai yang mengalir di Kabupaten Karo.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi pertama.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi ke dua.

173 Universitas Sumatera Utara Peta 14 beda fonologis dan leksikal

13⌂

13⌂ 12□ 14⌂ 12⌂ 14⌂ 11□ Kabupaten Langkat 15⌂ 11⌂ 16⌂ 10□ Kabupaten Langkat 15⌂ Kabupaten 16⌂ Deli Serdang 10⌂ Kabupaten Deli Serdang9□ 17⌂ 9⌂ 17⌂ 8□ 18⌂ 7□ 8⌂ 18⌂ 3■ 7⌂ ∆

3▲ 4■ 6■ □ ∆ ∆ 2▲ ∆ 4▲ Kabupaten Karo 6■ □ □ 2∆

1Kabupaten▲ Karo 5■ ∆ ∆ 5■ □ 1∆

174 Universitas Sumatera Utara

Keterangan peta 14

▲ simbol untuk variasi pertama.

■ simbol untuk variasi ke dua.

Garis pembatas dialek.

Jalan raya. Jalan raya yang melintas di

Kabupaten Karo adalah satu yang menghubungkan Aceh Tenggara dengan

Kabupaten Dairi dan yang satu lagi menghubungkan Kabupaten Karo dengan kota

Medan melalui Kabupaten Deli Serdang. Jalan yang melintas di Kabupaten Langkat adalah jalan yang menghubungkan kota Medan dengan objek wisata Bahorok di

Kabupaten Langkat.

Sungai yang mengalir di Kabupaten Karo.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi pertama.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi ke dua.

175 Universitas Sumatera Utara Peta 15 beda fonologis dan leksikal

13■ □

14■ 12■ □ □

11■ 15■ □ □ Kabupaten Langkat 10■ 16■ □ □ Kabupaten Deli Serdang 9■ 17■ □ □ 8■ 18■ □ □ 7■ □

3▲ □

4▲ □ 6▲ 2∆ □ Kabupaten Karo

5▲ 1∆ □

176 Universitas Sumatera Utara

Keterangan peta 15

▲ simbol untuk variasi pertama.

■ simbol untuk variasi ke dua.

Garis pembatas dialek.

Jalan raya. Jalan raya yang melintas di

Kabupaten Karo adalah satu yang menghubungkan Aceh Tenggara dengan

Kabupaten Dairi dan yang satu lagi menghubungkan Kabupaten Karo dengan kota

Medan melalui Kabupaten Deli Serdang. Jalan yang melintas di Kabupaten Langkat adalah jalan yang menghubungkan kota Medan dengan objek wisata Bahorok di

Kabupaten Langkat.

Sungai yang mengalir di Kabupaten Karo.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi pertama.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi ke dua.

177 Universitas Sumatera Utara Peta 16 beda fonologis dan leksikal

13■ ∆ 12■ 14■ ∆ ∆ 11■ ∆ 15■ Kabupaten Langkat ∆

16■ 10■ ∆ ∆ Kabupaten Deli Serdang 9■ 17■ ∆ ∆ 8■ 18■ ∆ ∆ 7■ ∆

3□ 4□

2▲ 6□ ∆ Kabupaten Karo

5□ 1▲ ∆

178 Universitas Sumatera Utara Keterangan peta 16

▲ simbol untuk variasi pertama.

■ simbol untuk variasi ke dua.

Garis pembatas dialek.

Jalan raya. Jalan raya yang melintas di

Kabupaten Karo adalah satu yang menghubungkan Aceh Tenggara dengan

Kabupaten Dairi dan yang satu lagi menghubungkan Kabupaten Karo dengan kota

Medan melalui Kabupaten Deli Serdang. Jalan yang melintas di Kabupaten Langkat adalah jalan yang menghubungkan kota Medan dengan objek wisata Bahorok di

Kabupaten Langkat.

Sungai yang mengalir di Kabupaten Karo.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi pertama.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi ke dua.

179 Universitas Sumatera Utara Peta 17 beda fonologis dan leksikal

13⌂

12□ 14⌂

11□ Kabupaten Langkat 15⌂

16⌂ 10□ Kabupaten Deli Serdang

9□ 17⌂

8□ 18⌂ 7□ 3■ ∆ 4■ ∆ 6■ ∆ 2▲ ∆ Kabupaten Karo

5■ 1▲ ∆ ∆

180 Universitas Sumatera Utara

Keterangan peta 17

▲ simbol untuk variasi pertama.

■ simbol untuk variasi ke dua.

Garis pembatas dialek.

Jalan raya. Jalan raya yang melintas di

Kabupaten Karo adalah satu yang menghubungkan Aceh Tenggara dengan

Kabupaten Dairi dan yang satu lagi menghubungkan Kabupaten Karo dengan kota

Medan melalui Kabupaten Deli Serdang. Jalan yang melintas di Kabupaten Langkat adalah jalan yang menghubungkan kota Medan dengan objek wisata Bahorok di

Kabupaten Langkat.

Sungai yang mengalir di Kabupaten Karo.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi pertama.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi ke dua.

181 Universitas Sumatera Utara Peta 18 beda fonologis dan leksikal

13■ ⌂

12▲ 14■ ⌂ ⌂

11▲ ⌂ Kabupaten Langkat 15■ ⌂ 16■ 10▲ ⌂ ⌂ Kabupaten Deli Serdang 9▲ ⌂ 17■ ⌂ 8▲ ⌂ 7▲ 18■ ⌂ ⌂

3∆

4∆ 6□

2∆ Kabupaten Karo

5□ 1∆

182 Universitas Sumatera Utara Keterangan peta 18

▲ simbol untuk variasi pertama.

■ simbol untuk variasi ke dua.

Garis pembatas dialek.

Jalan raya. Jalan raya yang melintas di

Kabupaten Karo adalah satu yang menghubungkan Aceh Tenggara dengan

Kabupaten Dairi dan yang satu lagi menghubungkan Kabupaten Karo dengan kota

Medan melalui Kabupaten Deli Serdang. Jalan yang melintas di Kabupaten Langkat adalah jalan yang menghubungkan kota Medan dengan objek wisata Bahorok di

Kabupaten Langkat.

Sungai yang mengalir di Kabupaten Karo.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi pertama.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi ke dua.

183 Universitas Sumatera Utara Peta 19 beda fonologis dan leksikal

13■

12⌂ 14■

11⌂ Kabupaten Langkat 15■

16■ 10⌂ Kabupaten Deli Serdang

9⌂ 17■

8⌂ 18■ 7⌂

3∆

4∆ 6▲ □ 2∆ Kabupaten Karo

5▲ 1∆ □

184 Universitas Sumatera Utara

Keterangan peta 19

▲ simbol untuk variasi pertama.

■ simbol untuk variasi ke dua.

Garis pembatas dialek.

Jalan raya. Jalan raya yang melintas di

Kabupaten Karo adalah satu yang menghubungkan Aceh Tenggara dengan

Kabupaten Dairi dan yang satu lagi menghubungkan Kabupaten Karo dengan kota

Medan melalui Kabupaten Deli Serdang. Jalan yang melintas di Kabupaten Langkat adalah jalan yang menghubungkan kota Medan dengan objek wisata Bahorok di

Kabupaten Langkat.

Sungai yang mengalir di Kabupaten Karo.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi pertama.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi ke dua.

185 Universitas Sumatera Utara Peta 20 beda leksikal

13◊

12⌂ 14◊

11⌂ Kabupaten Langkat 15◊

16◊ 10⌂

Kabupaten Deli Serdang

17◊ 9⌂

8⌂ 18◊

7⌂ 3□ 4□ 2∆ 6□ Kabupaten Karo

5□ 1∆

Keterangan peta 20 dapat dilihat pada halaman berikut.

186 Universitas Sumatera Utara

Keterangan peta 20

∆ simbol untuk variasi pertama.

□ simbol untuk variasi ke dua

⌂ simbol untuk variasi ke tiga.

◊ simbol untuk variasi ke empat.

Garis pembatas dialek.

Jalan raya. Jalan raya yang melintas di

Kabupaten Karo adalah satu yang menghubungkan Aceh Tenggara dengan

Kabupaten Dairi dan yang satu lagi menghubungkan Kabupaten Karo dengan kota

Medan melalui Kabupaten Deli Serdang. Jalan yang melintas di Kabupaten Langkat adalah jalan yang menghubungkan kota Medan dengan objek wisata Bahorok di

Kabupaten Langkat.

Sungai yang mengalir di Kabupaten Karo.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi pertama.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi ke dua.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi ke tiga.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi ke empat.

187 Universitas Sumatera Utara Peta 21 beda leksikal

13□

12□ 14□

11□ Kabupaten Langkat 15□

16□ 10□

Kabupaten Deli Serdang

17□ 9□

8□ 18□

7□ 3∆ 4∆ 2∆ 6∆ Kabupaten Karo

5∆ 1∆

Keterangan peta 21 dapat dilihat pada halaman berikut.

188 Universitas Sumatera Utara

Keterangan peta 21

∆ simbol untuk variasi pertama.

□ simbol untuk variasi ke dua

Garis pembatas dialek.

Jalan raya. Jalan raya yang melintas di

Kabupaten Karo adalah satu menghubungkan Aceh Tenggara dengan Kabupaten

Dairi dan dua menghubungkan Kabupaten Karo dengan kota Medan melalui

Kabupaten Deli Serdang. Jalan yang melintas di Kabupaten Langkat adalah menghubungkan kota Medan dengan objek wisata Bahorok.

Sungai yang mengalir di Kabupaten Karo.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi pertama.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi ke dua.

189 Universitas Sumatera Utara Peta 22 beda leksikal

13□

12□ 14□

11□ Kabupaten Langkat 15□

16□ 10□

Kabupaten Deli Serdang 17□ 9□

18□ 8□

7□ 3□ 4□ 2∆ 6□ Kabupaten Karo

5□ 1∆

Keterangan peta 22 dapat dilihat pada halaman berikut.

190 Universitas Sumatera Utara

Keterangan peta 22

∆ simbol untuk variasi pertama.

□ simbol untuk variasi ke dua

Garis pembatas dialek.

Jalan raya. Jalan raya yang melintas di

Kabupaten Karo adalah satu menghubungkan Aceh Tenggara dengan Kabupaten

Dairi dan dua menghubungkan Kabupaten Karo dengan kota Medan melalui

Kabupaten Deli Serdang. Jalan yang melintas di Kabupaten Langkat adalah menghubungkan kota Medan dengan objek wisata Bahorok.

Sungai yang mengalir di Kabupaten Karo.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi pertama.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi ke dua.

191 Universitas Sumatera Utara Peta 23 beda leksikal

13□

12□ 14□

11□ Kabupaten Langkat 15□

16□ 10□

Kabupaten Deli Serdang 17□ 9□

8□ 18□

7□ 3∆ 4□ 2∆ 6□ Kabupaten Karo

5□ 1∆

Keterangan peta 23 dapat dilihat pada halaman berikut.

192 Universitas Sumatera Utara

Keterangan peta 23

∆ simbol untuk variasi pertama.

□ simbol untuk variasi ke dua

Garis pembatas dialek.

Jalan raya. Jalan raya yang melintas di

Kabupaten Karo adalah satu menghubungkan Aceh Tenggara dengan Kabupaten

Dairi dan dua menghubungkan Kabupaten Karo dengan kota Medan melalui

Kabupaten Deli Serdang. Jalan yang melintas di Kabupaten Langkat adalah menghubungkan kota Medan dengan objek wisata Bahorok.

Sungai yang mengalir di Kabupaten Karo.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi pertama.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi ke dua.

193 Universitas Sumatera Utara Peta 24 beda leksikal

13⌂

12⌂ 14⌂

11⌂ Kabupaten Langkat 15⌂

16⌂ 10⌂

Kabupaten Deli Serdang

17⌂ 9⌂

8⌂ 18⌂

7⌂ 3□ 4□ 2∆ 6□ Kabupaten Karo

5□ 1∆

194 Universitas Sumatera Utara

Keterangan peta 24

∆ simbol untuk variasi pertama.

□ simbol untuk variasi ke dua.

⌂ simbol untuk variasi ke tiga.

Garis pembatas dialek.

Jalan raya. Jalan raya yang melintas di

Kabupaten Karo adalah satu yang menghubungkan Aceh Tenggara dengan

Kabupaten Dairi dan yang satu lagi menghubungkan Kabupaten Karo dengan kota

Medan melalui Kabupaten Deli Serdang. Jalan yang melintas di Kabupaten Langkat adalah menghubungkan kota Medan dengan objek wisata Bahorok di Kabupaten

Langkat.

Sungai yang mengalir di Kabupaten Karo.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi pertama.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi ke dua.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi ke tiga.

195 Universitas Sumatera Utara Peta 25 beda leksikal

13◊

12⌂ 14◊

11⌂ Kabupaten Langkat 15◊

16◊ 10⌂

Kabupaten Deli Serdang 17◊ 9⌂

8⌂ 18◊ 7⌂ 3∆ 4∆ 2∆ 6□ Kabupaten Karo

5□ 1∆

196 Universitas Sumatera Utara

Keterangan peta 25

∆ simbol untuk variasi pertama.

□ simbol untuk variasi ke dua

⌂ simbol untuk variasi ke tiga.

◊ simbol untuk variasi ke empat.

Garis pembatas dialek.

Jalan raya. Jalan raya yang melintas di

Kabupaten Karo adalah satu yang menghubungkan Aceh Tenggara dengan

Kabupaten Dairi dan yang satu lagi menghubungkan Kabupaten Karo dengan kota

Medan melalui Kabupaten Deli Serdang. Jalan yang melintas di Kabupaten Langkat adalah jalan yang menghubungkan kota Medan dengan objek wisata Bahorok di

Kabupaten Langkat.

Sungai yang mengalir di Kabupaten Karo.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi pertama.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi ke dua.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi ke tiga.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi ke empat.

197 Universitas Sumatera Utara

Peta 26 beda leksikal 13⌂

12□ 14⌂

11□ Kabupaten Langkat 15⌂

16⌂ 10□

Kabupaten Deli Serdang 17⌂ 9□

8□ 18⌂

7□ 3∆ 4∆ 2∆ 6∆ Kabupaten Karo

5∆ 1∆

198 Universitas Sumatera Utara

Keterangan peta 26

∆ simbol untuk variasi pertama.

□ simbol untuk variasi ke dua

⌂ simbol untuk variasi ke tiga.

Garis pembatas dialek.

Jalan raya. Jalan raya yang melintas di

Kabupaten Karo ini adalah jalan yang menghubungkan Aceh Tenggara dengan

Kabupaten Dairi dan jalan yang satu lagi menghubungkan Kabupaten Karo dengan kota Medan melalui Kabupaten Deli Serdang. Jalan yang melintas di Kabupaten

Langkat adalah jalan yang menghubungkan kota Medan dengan objek wisata

Bahorok di Kabupaten Langkat.

Sungai yang mengalir di Kabupaten Karo.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi pertama.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi ke dua.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi ke tiga.

199 Universitas Sumatera Utara

Peta 27 beda leksikal 13◊

14◊ 12⌂

11⌂ Kabupaten Langkat 15◊

16◊ 10⌂ Kabupaten Deli Serdang 9⌂ 17◊

8⌂ 18◊ 7⌂

3□ 4□ 2∆ 6□ Kabupaten Karo

5□ 1∆

200 Universitas Sumatera Utara

Ketrangan peta 27

∆ simbol untuk variasi pertama.

□ simbol untuk variasi ke dua

⌂ simbol untuk variasi ke tiga.

Garis pembatas dialek.

Jalan raya. Jalan raya yang melintas di

Kabupaten Karo adalah jalan yang menghubungkan Aceh Tenggara dengan

Kabupaten Dairi dan jalan yang satu lagi menghubungkan Kabupaten Karo dengan kota Medan melalui Kabupaten Deli Serdang. Jalan yang melintas di Kabupaten

Langkat adalah jalan yang menghubungkan kota Medan dengan objek wisata

Bahorok di Kabupaten Langkat.

Sungai yang mengalir di Kabupaten Karo.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi pertama.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi ke dua.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi ke tiga.

201 Universitas Sumatera Utara

Peta 28 beda leksikal 13□

12∆ 14□

11∆ Kabupaten Langkat 15□

16□ 10∆

Kabupaten Deli Serdang 17□ 9∆

8∆ 18□

7∆ 3∆ 4∆ 2∆ 6□ Kabupaten Karo

5□ 1∆

202 Universitas Sumatera Utara

Keterangan peta 28

∆ simbol untuk variasi pertama.

□ simbol untuk variasi ke dua

Garis pembatas dialek.

Jalan raya. Jalan raya yang melintas di

Kabupaten Karo adalah satu yang menghubungkan Aceh Tenggara dengan

Kabupaten Dairi dan yang satu lagi menghubungkan Kabupaten Karo dengan kota

Medan melalui Kabupaten Deli Serdang. Jalan yang melintas di Kabupaten Langkat adalah menghubungkan kota Medan dengan objek wisata Bahorok di Kabupaten

Langkat.

Sungai yang mengalir di Kabupaten Karo.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi pertama.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi ke dua.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi ke tiga.

Kabupaten Karo ini adalah jalan yang menghubungkan Aceh Tenggara dengan

Kabupaten Dairi dan jalan yang satu lagi menghubungkan Kabupaten Karo dengan kota Medan melalui Kabupaten Deli Serdang. Jalan yang melintas di Kabupaten

Langkat adalah jalan yang menghubungkan kota Medan dengan objek wisata

Bahorok di Kabupaten Langkat.

203 Universitas Sumatera Utara

Peta 29 beda leksikal 13⌂

14⌂ 12⌂

11⌂ Kabupaten Langkat 15⌂

16⌂ 10⌂ Kabupaten Deli Serdang 9⌂ 17⌂

8⌂ 18⌂ 7⌂

3∆ 4∆ 2∆ 6□ Kabupaten Karo

5□ 1∆

204 Universitas Sumatera Utara

Keterangan peta 29

∆ simbol untuk variasi pertama.

□ simbol untuk variasi ke dua

⌂ simbol untuk variasi ke tiga.

Garis pembatas dialek.

Jalan raya. Jalan raya yang melintas di

Kabupaten Karo ini adalah jalan yang menghubungkan Aceh Tenggara dengan

Kabupaten Dairi dan jalan yang satu lagi menghubungkan Kabupaten Karo dengan kota Medan melalui Kabupaten Deli Serdang. Jalan yang melintas di Kabupaten

Langkat adalah jalan yang menghubungkan kota Medan dengan objek wisata

Bahorok di Kabupaten Langkat.

Sungai yang mengalir di Kabupaten Karo.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi pertama.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi ke dua.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi ke tiga.

205 Universitas Sumatera Utara

Peta 30 beda leksikal 13□

12⌂ 14□

11⌂ Kabupaten Langkat 15⌂

16⌂ 10◊ Kabupaten Deli Serdang

17□ 9◊

18□ 8⌂

7⌂ 3∆ 4□ 2∆ 6⌂ Kabupaten Karo

5⌂ 1∆

206 Universitas Sumatera Utara

Ketrangan peta 30

∆ simbol untuk variasi pertama.

□ simbol untuk variasi ke dua

⌂ simbol untuk variasi ke tiga.

Garis pembatas dialek.

Jalan raya. Jalan raya yang melintas di

Kabupaten Karo adalah jalan yang menghubungkan Aceh Tenggara dengan

Kabupaten Dairi dan jalan yang satu lagi menghubungkan Kabupaten Karo dengan kota Medan melalui Kabupaten Deli Serdang. Jalan yang melintas di Kabupaten

Langkat adalah jalan yang menghubungkan kota Medan dengan objek wisata

Bahorok di Kabupaten Langkat.

Sungai yang mengalir di Kabupaten Karo.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi pertama.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi ke dua.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi ke tiga.

207 Universitas Sumatera Utara Peta 31 beda leksikal

13∆

12□ 14∆

11□ Kabupaten Langkat 15∆

16∆ 10□

Kabupaten Deli Serdang 17∆ 9□

18∆ 8□

7□ 3∆ 4∆ 2∆ 6∆ Kabupaten Karo

5∆ 1∆

208 Universitas Sumatera Utara Keterangan peta 31

∆ simbol untuk variasi pertama.

□ simbol untuk variasi ke dua

Garis pembatas dialek.

Jalan raya. Jalan raya yang melintas di

Kabupaten Karo ini adalah jalan yang menghubungkan Aceh Tenggara dengan

Kabupaten Dairi dan jalan yang satu lagi menghubungkan Kabupaten Karo dengan kota Medan melalui Kabupaten Deli Serdang. Jalan yang melintas di Kabupaten

Langkat adalah jalan yang menghubungkan kota Medan dengan objek wisata

Bahorok di Kabupaten Langkat.

Sungai yang mengalir di Kabupaten Karo.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi pertama.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi ke dua.

209 Universitas Sumatera Utara Peta 32 beda leksikal

13⌂

12∆ 14⌂

11∆ Kabupaten Langkat 15⌂

16⌂ 10∆ Kabupaten Deli Serdang

17⌂ 9∆

8∆ 18⌂ 7∆ 3∆ 4∆ 2∆ 6□ Kabupaten Karo

5□ 1∆

210 Universitas Sumatera Utara Keterangan peta 32

∆ simbol untuk variasi pertama.

□ simbol untuk variasi ke dua

⌂ simbol untuk variasi ke tiga.

Garis pembatas dialek.

Jalan raya. Jalan raya yang melintas di

Kabupaten Karo ini adalah jalan yang menghubungkan Aceh Tenggara dengan

Kabupaten Dairi dan jalan yang satu lagi menghubungkan Kabupaten Karo dengan kota Medan melalui Kabupaten Deli Serdang. Jalan yang melintas di Kabupaten

Langkat adalah jalan yang menghubungkan kota Medan dengan objek wisata

Bahorok di Kabupaten Langkat.

Sungai yang mengalir di Kabupaten Karo.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi pertama.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi ke dua.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi ke tiga.

211 Universitas Sumatera Utara Peta 33 beda leksikal

13◊

12◊ 14◊

11◊ Kabupaten Langkat 15◊

16◊ 10◊

Kabupaten Deli Serdang

9◊ 17◊

8◊ 18◊ 7◊

3□ 4□ 2∆ 6⌂ Kabupaten Karo

5⌂ 1∆

212 Universitas Sumatera Utara Ketrangan peta 33

∆ simbol untuk variasi pertama.

□ simbol untuk variasi ke dua

⌂ simbol untuk variasi ke tiga.

◊ simbol untuk variasi ke empat.

Garis pembatas dialek.

Jalan raya. Jalan raya yang melintas di

Kabupaten Karo adalah jalan yang menghubungkan Aceh Tenggara dengan

Kabupaten Dairi dan jalan yang satu lagi menghubungkan Kabupaten Karo dengan kota Medan melalui Kabupaten Deli Serdang. Jalan yang melintas di Kabupaten

Langkat adalah jalan yang menghubungkan kota Medan dengan objek wisata

Bahorok di Kabupaten Langkat.

Sungai yang mengalir di Kabupaten Karo.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi pertama.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi ke dua.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi ke tiga.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi ke empat.

213 Universitas Sumatera Utara Peta 34 beda leksikal

13∆

14∆ 12∆

11∆ Kabupaten Langkat 15∆

16∆ 10∆

Kabupaten Deli Serdang 9∆ 17∆

8∆ 18∆ 7∆

3∆ 4∆ 2∆ 6□ Kabupaten Karo

5□ 1∆

214 Universitas Sumatera Utara Ketrangan peta 34

∆ simbol untuk variasi pertama.

□ simbol untuk variasi ke dua

Garis pembatas dialek.

Jalan raya. Jalan raya yang melintas di

Kabupaten Karo adalah jalan yang menghubungkan Aceh Tenggara dengan

Kabupaten Dairi dan jalan yang satu lagi menghubungkan Kabupaten Karo dengan kota Medan melalui Kabupaten Deli Serdang. Jalan yang melintas di Kabupaten

Langkat adalah jalan yang menghubungkan kota Medan dengan objek wisata

Bahorok di Kabupaten Langkat.

Sungai yang mengalir di Kabupaten Karo.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi pertama.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi ke dua.

215 Universitas Sumatera Utara Peta 35 beda leksikal

13⌂

12□ 14⌂

11□ Kabupaten Langkat 15⌂

16⌂ 10□

Kabupaten Deli Serdang 17⌂ 9□

8□ 18⌂

7□ 3□ 4□ 2∆ 6□ Kabupaten Karo

5□ 1∆

216 Universitas Sumatera Utara Ketrangan peta 35

∆ simbol untuk variasi pertama.

□ simbol untuk variasi ke dua

⌂ simbol untuk variasi ke tiga.

Garis pembatas dialek.

Jalan raya. Jalan raya yang melintas di

Kabupaten Karo adalah jalan yang menghubungkan Aceh Tenggara dengan

Kabupaten Dairi dan jalan yang satu lagi menghubungkan Kabupaten Karo dengan kota Medan melalui Kabupaten Deli Serdang. Jalan yang melintas di Kabupaten

Langkat adalah jalan yang menghubungkan kota Medan dengan objek wisata

Bahorok di Kabupaten Langkat.

Sungai yang mengalir di Kabupaten Karo.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi pertama.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi ke dua.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi ke tiga.

217 Universitas Sumatera Utara Peta 36 beda leksikal

13∆

12∆ 14∆

11∆ Kabupaten Langkat 15∆

16∆ 10∆ Kabupaten Deli Serdang

9∆ 17∆

8∆ 18∆ 7∆

3∆ 4□ 2∆ 6□ Kabupaten Karo

5□ 1∆

218 Universitas Sumatera Utara Ketrangan peta 36

∆ simbol untuk variasi pertama.

□ simbol untuk variasi ke dua

Garis pembatas dialek.

Jalan raya. Jalan raya yang melintas di

Kabupaten Karo adalah jalan yang menghubungkan Aceh Tenggara dengan

Kabupaten Dairi dan jalan yang satu lagi menghubungkan Kabupaten Karo dengan kota Medan melalui Kabupaten Deli Serdang. Jalan yang melintas di Kabupaten

Langkat adalah jalan yang menghubungkan kota Medan dengan objek wisata

Bahorok di Kabupaten Langkat.

Sungai yang mengalir di Kabupaten Karo.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi pertama.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi ke dua.

219 Universitas Sumatera Utara Peta 37 beda leksikal

13◊

12⌂ 14◊

11⌂ Kabupaten Langkat 15◊

16◊ 10⌂

Kabupaten Deli Serdang 17◊ 9⌂

8⌂ 18◊ 7⌂ 3□ 4□ 2∆ 6□ Kabupaten Karo

5□ 1∆

220 Universitas Sumatera Utara

Ketrangan peta 37

∆ simbol untuk variasi pertama.

□ simbol untuk variasi ke dua

⌂ simbol untuk variasi ke tiga.

◊ simbol untuk variasi ke empat.

Garis pembatas dialek.

Jalan raya. Jalan raya yang melintas di

Kabupaten Karo adalah jalan yang menghubungkan Aceh Tenggara dengan

Kabupaten Dairi dan jalan yang satu lagi menghubungkan Kabupaten Karo dengan kota Medan melalui Kabupaten Deli Serdang. Jalan yang melintas di Kabupaten

Langkat adalah jalan yang menghubungkan kota Medan dengan objek wisata

Bahorok di Kabupaten Langkat.

Sungai yang mengalir di Kabupaten Karo.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi pertama.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi ke dua.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi ke tiga.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi ke empat.

221 Universitas Sumatera Utara

Peta 38 beda leksikal

13◊

14◊ 12⌂

11⌂ Kabupaten Langkat 15◊

16◊ 10⌂ Kabupaten Deli Serdang

9⌂ 17◊ 8⌂ 18◊ 7⌂

3∆

4∆ 6□ 2∆ Kabupaten Karo

5∆ 1∆

222 Universitas Sumatera Utara Ketrangan peta 38

∆ simbol untuk variasi pertama.

□ simbol untuk variasi ke dua

⌂ simbol untuk variasi ke tiga.

◊ simbol untuk variasi ke empat.

Garis pembatas dialek.

Jalan raya. Jalan raya yang melintas di

Kabupaten Karo adalah jalan yang menghubungkan Aceh Tenggara dengan

Kabupaten Dairi dan jalan yang satu lagi menghubungkan Kabupaten Karo dengan kota Medan melalui Kabupaten Deli Serdang. Jalan yang melintas di Kabupaten

Langkat adalah jalan yang menghubungkan kota Medan dengan objek wisata

Bahorok di Kabupaten Langkat.

Sungai yang mengalir di Kabupaten Karo.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi pertama.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi ke dua.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi ke tiga.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi ke empat.

223 Universitas Sumatera Utara Peta 39 beda leksikal

13◊

12⌂ 14◊

11⌂ Kabupaten Langkat 15◊

16◊ 10⌂

Kabupaten Deli Serdang 9□ 17◊

8□ 18◊ 7□

3∆ 4∆ 2∆ 6∆ Kabupaten Karo

5∆ 1∆

224 Universitas Sumatera Utara Ketrangan peta 39

∆ simbol untuk variasi pertama.

□ simbol untuk variasi ke dua

⌂ simbol untuk variasi ke tiga.

◊ simbol untuk variasi ke empat.

Garis pembatas dialek.

Jalan raya. Jalan raya yang melintas di

Kabupaten Karo adalah jalan yang menghubungkan Aceh Tenggara dengan

Kabupaten Dairi dan jalan yang satu lagi menghubungkan Kabupaten Karo dengan kota Medan melalui Kabupaten Deli Serdang. Jalan yang melintas di Kabupaten

Langkat adalah jalan yang menghubungkan kota Medan dengan objek wisata

Bahorok di Kabupaten Langkat.

Sungai yang mengalir di Kabupaten Karo.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi pertama.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi ke dua.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi ke tiga.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi ke empat.

225 Universitas Sumatera Utara Peta 40 beda leksikal

13◊

14◊ 12◊

11◊ Kabupaten Langkat 15◊

16◊ 10◊ Kabupaten Deli Serdang 9◊ 17◊ 8◊ 18◊ 7◊

3□ 4□ 6⌂ 2∆ Kabupaten Karo

5□ 1∆

226 Universitas Sumatera Utara Ketrangan peta 40

∆ simbol untuk variasi pertama.

□ simbol untuk variasi ke dua

⌂ simbol untuk variasi ke tiga.

◊ simbol untuk variasi ke empat.

Garis pembatas dialek.

Jalan raya. Jalan raya yang melintas di

Kabupaten Karo adalah jalan yang menghubungkan Aceh Tenggara dengan

Kabupaten Dairi dan jalan yang satu lagi menghubungkan Kabupaten Karo dengan kota Medan melalui Kabupaten Deli Serdang. Jalan yang melintas di Kabupaten

Langkat adalah jalan yang menghubungkan kota Medan dengan objek wisata

Bahorok di Kabupaten Langkat.

Sungai yang mengalir di Kabupaten Karo.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi pertama.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi ke dua.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi ke tiga.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi ke empat.

227 Universitas Sumatera Utara Peta 41 beda leksikal

13◊

12⌂ 14◊

11⌂ Kabupaten Langkat 15◊

16◊ 10⌂ Kabupaten Deli Serdang 9⌂ 17◊

8⌂ 18◊ 7⌂

3□ 4□ 6□ 2∆ Kabupaten Karo

5□ 1∆

228 Universitas Sumatera Utara Keterangan peta 41

∆ simbol untuk variasi pertama.

□ simbol untuk variasi ke dua

⌂ simbol untuk variasi ke tiga.

◊ simbol untuk variasi ke empat.

Garis pembatas dialek.

Jalan raya. Jalan raya yang melintas di

Kabupaten Karo adalah jalan yang menghubungkan Aceh Tenggara dengan

Kabupaten Dairi dan jalan yang satu lagi menghubungkan Kabupaten Karo dengan kota Medan melalui Kabupaten Deli Serdang. Jalan yang melintas di Kabupaten

Langkat adalah jalan yang menghubungkan kota Medan dengan objek wisata

Bahorok di Kabupaten Langkat.

Sungai yang mengalir di Kabupaten Karo.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi pertama.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi ke dua.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi ke tiga.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi ke empat.

229 Universitas Sumatera Utara Peta 42 beda leksikal

13⌂

12□ 14□

11□ Kabupaten Langkat 15□

16□ 10□ Kabupaten Deli Serdang

9□ 17□

8□ 18□ 7□

3□ 4□ 2∆ 6□ Kabupaten Karo

5□ 1∆

230 Universitas Sumatera Utara Keterangan peta 42

∆ simbol untuk variasi pertama.

□ simbol untuk variasi ke dua

⌂ simbol untuk variasi ke tiga.

Garis pembatas dialek.

Jalan raya. Jalan raya yang melintas di

Kabupaten Karo adalah jalan yang menghubungkan Aceh Tenggara dengan

Kabupaten Dairi dan jalan yang satu lagi menghubungkan Kabupaten Karo dengan kota Medan melalui Kabupaten Deli Serdang. Jalan yang melintas di Kabupaten

Langkat adalah jalan yang menghubungkan kota Medan dengan objek wisata

Bahorok di Kabupaten Langkat.

Sungai yang mengalir di Kabupaten Karo.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi pertama.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi ke dua.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi ke tiga.

231 Universitas Sumatera Utara Peeta 43 beda leksikal

13⌂

12□ 14⌂

11□ Kabupaten Langkat 15⌂

16⌂ 10□

Kabupaten Deli Serdang

17⌂ 9□

8□ 18⌂

7□ 3∆ 4∆ 2∆ 6□ Kabupaten Karo

5□ 1∆

232 Universitas Sumatera Utara Keterangan peta 43

∆ simbol untuk variasi pertama.

□ simbol untuk variasi ke dua

⌂ simbol untuk variasi ke tiga.

Garis pembatas dialek.

Jalan raya. Jalan raya yang melintas di

Kabupaten Karo adalah jalan yang menghubungkan Aceh Tenggara dengan

Kabupaten Dairi dan jalan yang satu lagi menghubungkan Kabupaten Karo dengan kota Medan melalui Kabupaten Deli Serdang. Jalan yang melintas di Kabupaten

Langkat adalah jalan yang menghubungkan kota Medan dengan objek wisata

Bahorok di Kabupaten Langkat.

Sungai yang mengalir di Kabupaten Karo.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi pertama.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi ke dua.

Arsiran untuk daerah pemakaian variasi ke tiga.

233 Universitas Sumatera Utara

5. 4 Jumlah Dialek Bahasa Karo

Untuk mengetahui berapakah jumlah dialek bahasa Karo setelah selesai dideskripsikan data beda fonologis dan leksikal maka perlu dihitung terlebih dahulu jara peta yang diperbandingkan. Metode yang digunakan untuk menghitung jarak peta yang diperbandingkan tersebut digunakan Metode Dialektrometri. Sebelum sampai pada perhitungan jarak peta tersebut perlu ditarik Garis Diagonal dari satu titik tempat pengamatan ke titik tempat pengamatan yang lebih dekat. Garis diagonal tersebut tidak boleh berpotongan.

Garis diagonal tersebut dapat dilihat pada halaman 223.

234 Universitas Sumatera Utara Garis diagonal

13

12 14

11

Kabupaten Langkat 15

16 10 Kabupaten Deli Serdang

9

17 8

18 7

GG GK 3

4 6 Kabupaten Karo

2

5

1

GG= Gunung Sinabung dan GK= Gunung Sibayak

235 Universitas Sumatera Utara

Jarak Peta Beda Fonologis

Berikut ini akan diuraikan perbedaan jarak yang ditemukan melalui perbe- daan fonologis (phonologial differences). Pada jumlah jarak peta yang dibandingkan mendapatkan angka di antara 0% sampai dengan 3% tidak akan dimuat di halaman ini karena angka tersebut tidak membawa suatu makna. Kemudian setelah dilakukan penghitungan maka dapatlah ditemukan jarak antara setiap peta yang dibandingkan sebagai berikut:

(1) Jarak perbedaan antara desa 1 dengan desa 5 ditemukan sebanyak 10,16%.

Angka tersebut menunjukkan bahwa di antara lokasi 1 dengan lokasi 5 sudah

terdapat suatu perbedaan subdialek.

(2) Jarak perbedaan antara desa 2 dengan desa 18 ditemukan sebanyak 14,26%

Angka tersebut menunjukkan bahwa di antara lokasi 2 dengan lokasi 18 sudah

terdapat suatu perbedaan dialek.

(3) Jarak perbedaan antara desa 3 dengan 17 dan 18 ditemukan sebanyak 13,90%.

Angka tersebut menunjukkan bahwa antara desa 3 dengan desa 17 dan 18 sudah

terdapat suatu perbedaan dialek.

(4) Jarak perbedaan di antara desa 4 dengan desa 5 dan 6 ditemukan 7,84%. Angka

tersebut menunjukkan bahwa di antara lokasi 4 dengan lokasi 5 dan 6 sudah

terdapat suatu perbedaan subdialek.

(5) Jarak perbedaan antara desa 4 dengan desa 8 ditemukan 13,36%.

Angka tersebut menunjukkan bahwa di antara desa 4 dengan desa 8 terdapat

perbedaan dialek.

236 Universitas Sumatera Utara (6) Jarak perbedaan antara desa 4 dengan desa 17 ditemukan 13,36%. Angka

tersebut menunjukkan bahwa antara desa 4 dengan desa 17 terdapat perbedaan

dialek.

(7) Jarak perbedaan antara desa 6 dengan desa 7 dan 8 ditemukan 9,62%. Angka

tersebut menunjukkan bahwa antara desa 6 dengan desa 7 terdapat perbedaan

subdialek.

Jarak perbedaan secara fonologis ini dapat digambarkan pada peta yang

diberi garis diagonal pada halaman 226.

237 Universitas Sumatera Utara Perbedaan Menurut Fonologis

13

12 14

11

Kabupaten Langkat 15 16 10 Kabupaten Deli Serdang

9 17 8

11,33 18 9,6 7 9,62

11,79 3 9,62 6,06 11,79 4 6 Kabupaten Karo 6,06 2

5 1 6,77

238 Universitas Sumatera Utara Tabel 10

Perbedaan Fonologis

Daerah Titik Pengamatan Perbedaan Fonologis

Desa dengan Desa Dialek Subdialek Wicara

1 5 √

2 18 √

3 17 , 18 √

4 8 √

6 7 dan 8 √

4 5, 6 √

Jarak Peta Beda Leksikal

Untuk mengetahui jarak peta yang dibandingkan digunakan Metode

Dialektrometri. Melalui hasil perhitungan dari jumlah beda antara desa yang dibandingkan dapat ditentukan antara satu desa dengan desa yang lain terdapat dialek, subdialek, perbedaan wicara, atau tidak ada perbedaan sama sekali. Setelah dilakukan penghitungan ditemukan antara setiap peta yang dibandingkan sebagai berikut:

(1) Jarak antara desa 1 dengan desa 3 adalah 38,68%. Angka tersebut membenarkan

antara desa 1 dengan desa 3 terdapat perbedaan subdialek.

(2) Jarak antara desa 1 dengan desa 4 sebesar 49,55%. Angka tersebut membuktikan

bahwa antara desa 1 dengan desa 4 ditemukan perbedaan subdialek.

239 Universitas Sumatera Utara (3) Jarak antara desa 1 dengan desa 5 sebesar 66,31%. Angka tersebut membuktikan

bahwa antara desa 1 dengan desa 5 terdapat suatu perbedaan dialek.

(4) Jarak antara desa 2 dengan desa 3 sebesar 38,68%. Angka tersebut menunjukkan

bahwa antara desa 2 dengan desa 3 terdapat suatu perbedaan subdialek.

(5) Jarak antara desa 2 dengan desa 18 adalah sebesar 79,67%. Angka tersebut

menunjukkan bahwa antara desa 2 dengan desa 8 terdapat suatu perbedaan

dialek.

(6) Jarak antara desa 3 dengan desa 17 sebesar 65,24%. Angka tersebut

menunjukkan bahwa antara desa 3 dengan desa 17 terdapat suatu perbedaan

dialek.

(7) Jarak antara lokasi nomor 4 dengan desa 8 adalah sebesar 51,87%. Angka

tersebut menunjukkan bahwa antara desa 4 dengan desa 8 terdapat suatu

perbedaan dialek.

(8) Jarak antara desa 4 dengan desa 17 sebesar 57,75%. Angka tersebut

menunjukkan bahwa antara desa 4 dengan desa 17 terdapat suatu perbedaan

dialek.

(9) Jarak antara lokasi nomor 6 dengan lokasi 7 adalah sebesar 42,24%. Angka

tersebut menunjukkan bahwa antara desa 6 dengan desa 7 terdapat suatu

perbedaan subdialek.

(10) Jarak antara desa 6 dengan desa 8 adalah sebesar 57,75%. Angka tersebut

menunjukkan bahwa antara desa 6 dengan desa 8 terdapat suatu perbedaan

dialek.

240 Universitas Sumatera Utara (11) Jarak antara desa 8 dengan desa 16 sebesar 30,12%. Angka tersebut

menunjukkan bahwa antara desa 6 dengan desa 8 terdapat suatu perbedaan

subdialek.

(12) Jarak antara desa 9 dengan desa 15 sebesar 36,72%. Angka tersebut

menunjukkan bahwa antara desa 9 dengan desa 15 terdapat suatu perbedaan

subdialek.

(13) Jarak antara desa 9 dengan desa 16 sebesar 36,72%. Angka tersebut

menunjukkan bahwa antara desa 9 dengan desa 16 terdapat suatu perbedaan

subdialek.

(14) Jarak antara desa 11 dengan desa 13, 14, dan 15 sebesar 36,89%. Angka tersebut

menunjukkan bahwa antara desa 11 dengan desa 13, 14, dan 15 terdapat suatu

perbedaan subdialek.

(15) Jarak antara desa 12 dengan desa 13 sebesar 36,89%. Angka tersebut

menunjukkan bahwa di antara desa 12 dengan desa 13 terdapat suatu perbedaan

subdialek.

241 Universitas Sumatera Utara Perbedaan Menurut Leksikal U

13

0 36,9

32,83 12 14 0 36,9 1,42 1,42 11 1,42 31,55 1,42 Kabupaten Langkat 15

36,72 1,42 16 10 36,72 Kabupaten 0 Deli Serdang 1,2 31,12 9 0 17 31,55 1,42 1,42 8 0 1,42 47,23 18 65,24 7 34,93 57,75 57,75 65,24 3 26,91 11,58 79,69 4 6 49,55 Kabupaten Karo 25,58 49,55 2 49,55 0,35

0 5

66,31 1

242 Universitas Sumatera Utara Tabel 11

Perbedaan Leksikal

Daerah Titik Pengamatan Perbedaan Leksikal

Desa dengan Desa Dialek Subdialek Wicara

1 5 √

2 18 √

3 17 , 18 √

4 17 √

4 8 √

6 7 , 8 √

1 3 √

1 4 √

2 3 √

4 8 √

8 16 , 17 √

9 15 , 16 √

11 13, 14, 15 √

12 13 √

243 Universitas Sumatera Utara Sesuai dengan analisis data dapat diinterpretasi bahwa bahasa Karo di tiga daerah kabupaten tersebut sudah ada ditemukan tiga dialek, yaitu Dialek Karo

Singalor Lau, Dialek Karo Julu, dan Dialek Karo Jahe.

Untuk melihat peta dialek dan subdialek dapat ditemukan melalui perbedaan fonologis dan leksikal.

244 Universitas Sumatera Utara 5.5 Penjelasan

Sebelum peneliti menjelaskan tentang peta dan sebaran kata yang merupakan padanan kata yang ditanyakan kepada informan ada baiknya jika peneliti memberikan pengantar terlebih dahulu mengenai pendapat Van Der Tuuk (1971) dalam

Woollmans (2004) bahwa di antara lima bahasa Batak (Karo, Pakpak, Simalungun,

Toba, dan Mndiling) yang paling simpel dan mudah untuk mempelajarinya ialah bahasa Karo. Bahasa Karo mengenal susunan abjad tertentu. Pada prinsipnya abjad- abjad tersebut berupa suku kata yang masing-masing berbentuk konsonan yang digabungkan dengan bunyi vokal [a]. Adpun abjd-abjad tersebut ialah [ha], [ka],

[ba], [pa], [na], [wa], [ga], [ĵa], [da], [ra], [ma], [ta], [sa], [ya], [ŋ], [la], [ča], [nda],

[mba], [i], dan [u]. Tulisan hurufnya ada sebanyak dua puluh dan berikut ini dicantumkan.

Seorang dialektolog Jepang, Prof. Akemi Nojiri, dosen tamu pada Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara pernah menjelaskan dalam kuliahnya contoh beda fonologis (phonological differences) di dalam bahasa Jepang. Pada ketiga contoh tersebut dapat dikatakan bahwa pada ujaran [ðai ga ku] dan [ðai ŋa ku] yang artinya ‘universitas’, [maŋ ga] dan [maŋŋa] yang artyinya ‘komik’, dan [ojogw] dan [ojoŋw] yang artinya ‘berenang’ ditemukan variasi [g] ~ [ŋ]. Untuk melihat lebih jelas contoh tersebut dapat dituliskan sebagai berikut.

245 Universitas Sumatera Utara ortografi logografi transkripsi dialek arti

[ðai ga ku] Kyoto Universitas da i ga ku [ðai ŋa ku] Tokyo

[maŋ ga] Kyoto komik ma n ga [maŋŋa] Tokyo

[ojogw] Kyoto berenang o yo gu [ojoŋw] Tokyo

5.5.1 Penjelassan Peta Beda Fonologis

Peta 1 Pada peta 1 kata buta086 padanannya [pεntaŋ] dan [peintaŋ]. Di dalam bahasa

Karo asli tidak ditemukan bunyi diftong oleh karena itu bunyi [ei] pada kata [peintaŋ] merupakan pengaruh dari bahasa Simalungun. Bahasa Simalungun mempunyai bunyi diftong [ei]. Contoh [matei] ‘mati’, [damei] ‘damai’, dan [malei] ‘masak’. Demikian juga pada kata lemah304 mempunyai padanan [kol∂h] dan [koul∂h. Pada data ini ditemukan bahwa [ou] adalah juga merupakan pengaruh dari bahasa Simalungun.

Bahasa Simalungun mempunyai [ou]. Contoh [logou] ‘angin’, [horbou] ‘kerbau’, dan

[timbahou] ‘tembakau’.

Peta 2

Pada peta 2 beda fonologis kata ayam008 mempunyai tiga variasi, yaitu

[manok], [manauk], dan [manouk]. Data tersebut menunjukkan bahwa [o] ~ [ou] ~

[au]. Bunyi diftong [ou] dan [au] adalah merupakan pengaruh dri bhasa Simalungun.

Contoh lain dalam peta itu dapat dilihat pada gloss nomor 104, 105, 263, 266, 365,

246 Universitas Sumatera Utara 390, 471, 499, dan 543. Pada gloss 033 ditemukan mempunyai padanan [kεkε],

[keikei], [keike]. Pada data tersebut dapat dikethui bahwa [ε] ~ [ei] ~ [ai]. Dalam data ini dapat dikatakan bahwa padanan yang asli adalah [kεkε] dan kedua diftong tersebut merupakan pengaruh dari bahasa Simalungun. Contoh serupa yang lain dapat dilihat pada gloss 045, 121, 123, 196, 290, 328, 370, 371, 464, dan 544.

Peta 3 beda fonologis

Pada peta 3 tersebut dijumpai data mempunyai diftong [au] dan [ou]. Pada data lain ditemukan juga bahwa [u] [o], [i] [ə], [a] [i]. Untuk padanan kata cabe089 terdapat penambahan bunyi [la] pada kata [čina]. Dalam hal ini sudah jelas bahwa penambahan bunyi [la] pada kata tersebut sudah merupakan pengaruh dari bahasa tetangga karena bunyi [la] tersebut arti sebenarnya di dalam bahasa Karo ialah tidak.

Peta 4 beda fonologis

Pada peta 4 ditemukan bahwa bunyi [u] diucapkan [o] pada daerah titik pengamatan nomor 3 atau hanya di satu tempat titik saja, sedangkan di tujuhbelas titik pengamatan lainnya mengucapkan [u]. Adapun contohnya ialah pada padanan kata bunuh080 yang diucapkan padanannya [bunuh] dan [bunoh]. Gloss lainnya adalah nomor 112, 139, 140, 247, 248, 459, dan 460.

247 Universitas Sumatera Utara

Peta 5 beda fonologis

Pada peta 5 ditemukan tiga gloss yang mempunyai variasi ucapan, yaitu [ε] ~

[ei] ~ [ai]. Kata yang mempunyai padanan tersebut ialah gereja157, gergaji158, dan sandar422.

Peta 6 beda fonologis

Kata yang ditemukan pada peta 6 mempunyai dua variasi, yaitu pertama di dua titik tempat pengamatan (nomor 1 dan 2) dan yang ke dua di enambelas titik pengamatan lainnya. Variasi pertama ditemukan [o] ~ [u] dalam kata [ləŋgor] dan

[ləŋgur] padanan dari guntur168, [tinaroh] dan [tinaruh] padanan dari kata telur486.

Pada data lain dapat ditemukan bahwa [a] ~ [u], [o] ~ [u], [n] ~ [s], dan [a] ~ [ə].

Peta 7 beda fonologis

Pada peta 7 ada ditemukan kata yang mempunyai tiga vriasi, yaitu [kəsεn],

[kəsain], dan [kəsein] untuk kata halaman169. Dua bunyi diftong adalah pengaruh dari bahasa Simalungun karena bahasa tetangga yang mengenal diftong tersebut adalah bahasa Simalungun.

Peta 8 beda fonologis

Pada peta 8 tersebut ditemukan bunyi variasi [o] ~ [u] pada kata [igoŋku] dan [iguŋku], [əŋgəloh] dan [əŋgəluh], serta [ŋandoŋ] dan [ŋanduŋ].

248 Universitas Sumatera Utara

Peta 9 beda fonologis

Data yang digambarkan pada peta 9 dapat menunjukkan bahwa variasi ucapan secara fonologis ditemukan ucapan [u] ~ [au] ~ [ou], dan selanjutnya dapat juga ditemukan pada gloss nomor 152 dan 462 bahwa ucapan [u] ~ [o]. Pada gloss nomor

462 tersebut ditemukan juga suatu proses peluluhan, yaitu ucapan [rusur] dilafalkan

[usur].

Peta 10 beda fonologis

Pada peta 10 ditemukan variasi ucapan yang merupakan beda fonologis dan leksikal. Beda leksikal terdapat di antara desa 1 sampai dengan 12 dianggap satu leksikal dan desa 13 sampai dengan 18 merupakan satu leksikal. Beda fonologis ditemukan di antara desa 1 sampai dengan desa 6 merupakan satu variasi dan desa 7 sampai dengan 12 merupakan variasi ke dua. Variasi ucapan yang merupakan beda fonologis ialah [o] ~ [ou], [] ~ [ei], [ ] ~ [ai], [o] ~ [u].

Peta 11 beda fonologis

Pada peta 11 ditemukan data untuk kata air nira002 mempunyai dua variasi secara leksikal dan tiga variasi secara fonologis. Variasi fonologis terdapat pada kata

[pola], [poula], dan [paula]. Data menunjukka [o] ~ [ou] ~ [au]. Sebagaimana telah dijelaskan pada penjelasan sebelumnya bahwa bahasa Karo tidak mempunyai bunyi diftong. Jadi, diftong yang ditemukan pada data ini meupakan pengaruh dari bahasa

Simalungun.

249 Universitas Sumatera Utara Peta 12 beda fonologis

Pada peta 12 ditemukan dua variasi leksikal. Di antara dua variasi yang asli bahasa Karo adalah [bončis] dan [bontis] padanan dari kata buncis077. Kata [ritik] berasal dari bahasa pedagang. Makna [ritik] di dalam bahasa Karo adalah tabu diucapkan di kalangan masyarakat Kro. Jadi secara fonologis pada data tersebut ditemukan bahwa ucapan [o] ~ [u] dan [č] ~ [t].

Peta 13 beda fonologis

Pada peta 13 ditemukan ucapan [əntah] dan [tah]. Kata [tah] dipakai di titik pengamatan nomor 1 dan 2. Dalam hal ini yang asli adalah [əntah]. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa di daerah 1 dan 2 sudah mengalami pelesapan bunyi [ən].

Dalam variasi leksikal tiak ada kelihat unsur pengruh dari luar.

Peta 14 beda fonologis

Pada peta 14 ditemukan variasi fonologis bunyi [o] ~ [u] pada padanan

[mbatok] dan [mbatuk] dari kata batuk biasa042. Bunyi [o] daerah pakainya di titik pengamatan nomor 3 dan 4, sedankan [u] daerahnya nomor 5 dan 6.

Peta 15 beda fonologis

Pada peta 15 ditemukan bunyi [o] ~ [u] pada kata [bulaŋ] dan [bolaŋ]. Kedua variasi pada peta 15 sudah mengalami pengaruh makna dari peci. Pada awalnya diketahui bahwa kakek itu adalah orang yang memakai peci, akhirnya dianggap bahwa kakek itu padanannya [bulaŋ] dan [bolaŋ] pada hal arti dari peci adalah [bulaŋ] atau [bolaŋ].

250 Universitas Sumatera Utara

Peta 16 beda fonologis

Pada peta 16 ada ditemukan padanan dari kata injak193 [pərĵak] dan [pərĵat].

[pərĵak] dipakai di titik pengamatan nomor 1 dan 2 serta [pərĵat]di pakai di titik pengamatan nomor 7–18.

Peta 17 bed fonologis

Pada peta 17 ditemukan vriasi ucapan [i] ~ [u] pada padanan kata pelangi380

[bəntiha] dan [bəntuha].

Peta 18 beda fonologis

Pada peta 18 ditemukan satu kata belek (sakit mata)046 mempunyai padanan

[pidikən] dan [pirikən]. Data tersebut menunjukkan bahwa ucapan [d] ~ [r].

Peta 19 beda fonologis

Pada peta 19 ditemukan variasi ucapan [d] ~ [p] dalam padanan kata bagaimana021 [ugada] dan [ugapa]. Dalam hal ini tidak ada ditemukan gejala pengaruh dari bhasa lain.

251 Universitas Sumatera Utara 5.5.2 Penjelasan Peta Beda Leksikal

Dalam hal penafsiran unsur bahasa yang merupakan ciri pembeda di antara semua desa yang dijadikan sebagai daerah titik pengamatan dilakukan pembaha- sannya untuk semua peta. Pembahasan ataupun tafsiran peta beda leksikal dimulai dari peta 1 hingga peta 24. Setelah dilakukan pendeskripsian dan pendestribusian serta pemetaan varian, ditemukan bahwa peta variasi ada sebanyak 43 buah (peta 1–

19 merupakan peta beda fonologis dan peta 20–43 merupakan peta untuk beda leksikal). Daerah titik tempat penelitian dikelompokkan menjadi tiga daerah yang berbeda, yaitu Kabupaten Karo, Deli Serdang, dan Langkat. Di setiap daerah

Kabupaten ditetapkan enam buah desa sebagai titik tempat pengamatan. Desa nomor

1 sampai dengan 6 berada di daerah Kabupaten Karo, nomor 7 sampai dengan 12 berada di daerah Kabupaten Deli Serdang, dan nomor 13 sampai dengan 18 adalah desa di daerah Kabupaten Langkat.

Peta 20 beda leksikal

Pada peta 20 dapat ditemukan tiga macam varian yang merupakan beda leksikal. Umpamanya, untuk kata:

‘cerdas’ diucapkan [bəloh], [pandε], [ĵago], dan [pintar]; ‘buang air besar’ diucapkan

[ku turε], [čirət], [ŋεŋεk], dan [ku duru]. Dalam empat variasi leksikal yang ditemukan tersebut untuk kata cerdas hanya satu yang merupakan bahasa Karo yang asli untuk makna ‘cerdas’, yaitu [bəloh]. Makna asli untuk ucapan [pandε] adalah mengacu kepada yang propesinya sebagai tukang (tukang besi, tukang emas, dan tukang bangunan). Ujaran [ĵago] maknanya adalah untuk orang yang berbadan kekar,

252 Universitas Sumatera Utara dan biasanya orang takut bertanding dengannya. Ucapan [ĵago] biasanya dialamtkan kepada orang yang unggul dengan menggunakan fisik. Umpamanya, Mike Tyson sering disebut petinju yang [ĵago]. Jika ada orang mengatakan kepada seseorang bahwa dia sudah [ĵago], berarti dia mau bertanding dengan nada marah.

Untuk kata bung air besar yang padanannya di dalam bahasa Karo [ku turε],

[čirət], [ŋεŋεk], dan [ku duru] ditemukan hanya satu yang asli bahasa Karo, yaitu

[čirət]. Ucapan [ku turε] merupakan kata asli dalam bahasa Karo, tetapi maknanya bukan sebenarnya buang air besar, tetapi pergi ke ‘ture’ (suatu tempat di depan rumah. Karena sudah terbiasa orang membuang air besar di ‘ture’ tersebut maka kegiatan di atas ‘ture’ tersebut sudah nengacu ke pada tujuannya buang air besar. Hal serupa ini terjadi untuk ucapan [ku duru]. [duru] artinya di pinggiran. Karena orang bisanya pergi ke [duru] untuk membuang air besar sehingga akhirnya [ku duru] tadi sudah menginterferensi ucapan [čirət]. Ucapan [ŋεŋεk] berasal dari bahasa Batak

Tapanuli dan akhirnya sudah dapat menginterferensi ucapan [čirət].

Untuk kata penjual keliling di daerah pakai satu disebutkan [ərĵaĵa], daerah pakai dua disebutkan [ŋnčr], dan di daerah tiga [ŋidər]. Kata [ŋidər] ini adalah kata pinjaman dari bahasa Jawa atau sudah termasuk interferensi, karena untuk kata tersebut ada di dalam bahasa Karo. Di dalam bahasa Jawa kata [ŋidər] artinya adalah berjualan sambil berkeliling. Hal ini terjadi karena masa penjajahan kolonial Belanda dahulu yang melakukan kegiatan pekerjaan ini adalah suku Jawa. Dan ada beberapa informan yang mengungkapkan bahwa kata [ŋidər] bukan bahasa Karo, melainkan

253 Universitas Sumatera Utara bahasa Jawa. Karena sudah puluhan tahun kata [ŋidər] dipakai sehingga generasi muda tidak mengerti bahwa kata [ŋidər] sudah menggeser kata [ərĵaĵa]. Kata [ŋnčr] yang dipergunakan oleh masyarakat Karo yang berdomisili di desa 5 dan 6 adalah kurang tepat. Karena makna kata [ŋnčr] yang sebenarnya adalah menjual sesuatu dalam jumlah yang sedikit, tetapi bukan menjual sedikit dengan berjalan keliling, melainkan di suatu tempat yang khusus. Tetapi mereka, masyarakat Karo yang berada di desa 5 dan 6 mengatakan [ŋnčr] dengan kondisi ini berhubung mereka datang dari desa ke pasar untuk menjual barang mereka. Tetapi yang dimaksud dengan kata

[ərĵaĵa] ialah menjual sesuatu dari suatu rumah ke rumah berikutnya ‘door to door’.

Jadi kata [ŋnčr] adalah bahasa Karo asli, hanya berbeda arti dengan [ərĵaĵa]. Kata

[ŋnčr] dan [ərĵaĵa] mempunyai makna yang berbeda. [ŋnčr] artinya menjual barang dalam jumlah yang sedikit. Umpamanya, kalau ada seseorang mempunyai sepuluh kilogram cabe, lalu dia menjual dengan jumlah ons, berarti dia menjualnya dengan sistem [ŋnčr bukan [ərĵaĵa]. [ərĵaĵa] artinya ialah menjual sesuatu dalam jumlah yang relatif tidak banyak, tetapi dia berjualan sambil berjalan keliling. Jadi kata [ŋidər] dalam bahasa Jawa memang benar padanannya [ərĵaĵa] di dalam bahasa

Karo. Jadi sesuai dengan makna yang terkandung di dalam kata [ŋidər] tadi bahwa masyarakat Karo di daerah Kabupaten Deli Serdang dan Langkat benar meminjam dari bahasa tetangga, yaitu bahasa Jawa. Tetapi yang menggunakan kata [ŋnčr] adalah tidak benar, karena makna yang sebenarnya tidak sama dengan makna di

254 Universitas Sumatera Utara dalam kegiatan tersebut. Memang ketiga kata tersebut artinya sama-sama berjualan.

Hanya saja cara pelaksanaan berjualan tersebut ada perbedaannya.

Peta 21 beda leksikal

Sesudah data selesai dideskripsikan dan didistribusi serta dipetakan, maka tibalah saatnya untuk menafsirkan ataupun menerjemahkan temuan pada peta nomor

21 tersebut. Sesuai dengan data yang diperoleh dari para informan di delapan belas desa sebagai daerah titik tempat pengamatan maka ditemukan peta ragam bahasa

Karo di Kabupaen Karo, Deli Serdang, dan Langkat sebanyak 24 buah peta. Adapun ke 24 buah peta beda leksikal tersebut dapat dilihat pada halaman 174–220.

Pada peta nomor 21 dapat dilihat bahwa kata [tagan] dan [to?tok] mengacu kepada satu alat yang terbuat dari sepotong kuningan yang panjangnya kira-kira 12 cm dengan ukuran lingkar kira-kira 7 cm dengan mempunyai ruas sebesar 6 cm dan satu buah alu menyerupai obeng sepanjang 15 cm. Alat ini digunakan oleh ibu-ibu di kalangan masyarakat karo sebagai tempat menumbuk ataupun menghancurkan sirih, sepotong belahan biji pinang, gambir, dan kapur di dalam ruas tersebut sebelum dimakan. Kaum ibu-ibu di kalangan masyarakat Karo pada umumnya sangat suka memakan sirih, tetapi karena usianya sudah lanjut, maka gigi tidak sanggup lagi kiranya melumat/ menghancurkan daun sirih serta sepotong belahan pinang tadi, sehingga perlu digunakan alat tersebut.

Kata [tagan] dan [to?tok] tidak merupakan pinjaman dari bahasa tetangga karena di dalam bahasa tetangga, kata untuk alat tersebut tidak ditemukan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa masyarakat suku Karo mempunyai dua kata yang

255 Universitas Sumatera Utara berbeda untuk satu benda, yaitu alat untuk menumbuk/ menghancurkan sirih, pinang, dan campuran lainnya sebelum dimakan.

Bila kita amati peta 21 ini maka dapat kita ketahui bahwa sebaran ucapan masyarakat suku Karo yang merupakan penutur asli bahasa Karo tersebut dalam hal mengatakan alat yang digunakan untuk menghancurkan sirih tersebut adalah varian yang termasuk ke dalam contoh beda leksikal, yaitu dua kata yang merujuk pada satu benda.

Sesuai dengan ide yang dikemukakan oleh Keraf (1990) bahwa bahasa akan berkembang seperti satu satuan yang utuh atau boleh diperhatikan satu gelombang di atas permukaan laut yang sedang berjalan ke pinggiran menuju pantai. Gelombang tersebut bisa terputus sebelum tiba di pantai. Kadang-kadang bisa juga perpecahan terjadi di pantai. Tetapi lambat laun suatu gelombang yang bersatu padu pasti terputus dan terpecah pada saat tertentu. Jadi, demikian dapat terjadi pada suatu bahasa. Pada awal dia merupakan satu kesatuan, ahirnya berkembang sehingga menghasikan perpisahan. Pada kesempatan ini, dalam disertasi ini, peneliti tidak mengkaji secara rinci tentang sejarah timbulnya varian yang ditemukan dalam bahasa Karo, tetapi yang dikaji ialah unsur bahasa yang merupakan unsur pembeda.

256 Universitas Sumatera Utara

Peta 22 beda leksikal

Peta nomor 22 ini suatu peta ragam bahasa Karo yang mempunyai contoh sangat banyak. Mungkin dapat dikatakan bahwa peta nomor 22 yang mempunyai contoh beda leksikal yang paling banyak sesudah peta 21 dan 22 bila dibandingkan dengan peta lainnya. Dalam peta 22 ini ditemukan dua varian. Contoh kata-kata yang bervariasi tersebut dapat dilihat sesudah gambar peta 22. Bila diamati sebaran lafalan tersebut dari suatu desa di daerah tempat titik pengamatan ke desa daerah tempat titik pengamatan lainnya, dapat dilihat bahwa di daerah Kabupaten Karo ada kata atau tuturan yang serupa ujarannya dengan kata di desa daerah titik pengamatan yang lain, yaitu di Desa Nageri dan Kinangkong (di Kecamatan Juhar dan Lau Baleng).

Peta 23 beda leksikal

Peta nomor urut 23 menunjukkan bahwa varian ada ditemukan dua macam di daerah Kabupaten Karo, sedang di daerah Kabupaten Deli seerdang dan Langkat tidak ada varian.

Berikut ini diberikan contoh ucapan tersebut di dalam kalimat agar dapat diamati lebih detail serta dimengerti.

(1) [gənduari əŋgo lit kalaŋ ulu məĵil]

(2) [gənduari əŋgo lit bantal məĵil]

(3) ‘Sekarang ini sduah ada bantal yang bagus.’

(4) [təŋkod i tanəh karo la məlala]

(5) [durin i tanəh karo la məlala]

257 Universitas Sumatera Utara (6) ‘Durian tidak banyak di Kabupaten Karo.’

(7) [məlala rumah i kuta kuta la lit tiŋkapna]

(8) [məlala rumah i kuta kuta la lit ĵəndlana]

(9) ‘Banyak rumah di desa-desa tidak punya jendela.’

Peta 24 beda leksikal

Pada peta 24 dapat ditemukan bahwa sebaran variasi menempati tiga wilaah pakai yang berbeda. Desa 1 dan 2 adalah daerah pertama. Desa 3, 4, 5, dan 6 adalah daerah pakai dua, dan 7 sampai dengan 18 adalah daerah pakai tiga.

Kata [lap lap] dan [təratak] sering membawa kebingungan di kalangan masyarakat Karo, karena [lap lap] dibuat dari daun kelapa untuk berteduh dari panas sinar matahari sewaktu mengadakan suatu upacara adat di zaman dahulu, karena pada saat itu belum ada balai untuk tempat melaksanakan upacara. Untuk kata

[təratak] juga sama halnya, tetapi bagi mereka, masyarakat Karo yang berdomisili di

Kabupaten Deli Serdang menggunakan kata [baroŋ] untuk hal yang serupa, sementara di Kabupaten Karo makna kata [baroŋ] adalah ladang yang jaraknya tidak seberapa jauh dari desa. Contoh lain adalah ‘berdiri’ di daerah pakai satu diucapkan [čindər], di daerah dua [tədis], dan daerah tiga disebutkan [ĵərgəh], ‘kancil’ di daerah pakai satu diucapkan [liŋgaroŋ], di daerah pakai dua [bdar], di daerah pakai tiga disebutkan [napoh].

Peta 25 beda leksikal

Pada peta 25 ini semua contoh menunjukkan perbedaan leksikal. Sebaran dalam peta 25 ini kelihatan bahwa daerah Kabupaten Karo sudah terbagi dua sesuai

258 Universitas Sumatera Utara daerah pakai kata tersebut, yaitu desa 1, 2, 3, dan 4 termasuk satu wilayah pakai dan wilayah dua adalah desa 5 dan 6. Selanjutnya, dapat juga dijumpai bahwa daerah pakai di Kabupaten Deli Serdang dan Langkat terdapat dua varian yang berbeda.

Dengan demikian, di sini ditemukan empat macam varian.

Dari beberapa contoh yang ada untuk peta 25 ini dapat dilihat bahwa nama untuk gula merah yang asli produk dari Kabupaten Karo bernama [gula] karena gula putih bukanlah dibuat di Kabupaten Karo. Gula putih ini diberi nama [gula pasir] sebab bentuknya seperti pasir. Di daerah pakai dua masyarakat Karo menyebutnya

[gula batak]. Batak di sini maksudnya adalah Batak Karo. Di daerah pakai tiga, yaitu

Kabupaten Deli Serdang disebut [gula mεrah] karena warnanya merah. Di daerah empat, yaitu Kabupaten Langkat mereka sebut [gula ĵawa] yang artinya gula yang dibuat oleh suku Jawa, dan memang suku jawa mengatakan bahwa gula merah itu adalah [gula ĵawa].

Peta 26 beda leksikal

Untuk peta 26 ini dapat dilihat bahwa variasi unsur bahasa Karo di tiga kabupaten ternyata mempunyai ciri tersendiri, artinya sesuai dengan taggapan masyarakat Karo bahwa bahasa Karo memang sudah mempunyai tiga variasi, yaitu dialek Karo Singalor Lau yang daerahnya di titik tempat pengamatan nomor 1 dan

2, dialek Karo Julu di titik tempat pengamatan nomor 5 dan 6, serta Karo Jahe yang wilayahnya di Kabupaten Langkat. Adapun contoh kata yang membedakan tiga daerah tersebut adalah:

[ samboŋ ], [ baskom ], [ kančah ]039 , ‘baskom’

259 Universitas Sumatera Utara [ pərburihən ], [ pərčbukən ], [ kobokən ]100 , ‘cuci tangan’

Peta 27 beda leksikal

Dalam peta 2 ditemukan sebanyak 15 gloss yang setiap gloss mempunyai dua padanan merupakan variasi. Sebaran tuturan tersebut dapat membagi daerah penelitian menjadi tiga wilayah pakai yang berbeda, yaitu dua kecamatan di

Kabupaten Karo sama dengan enam daerah kecamatan di Kabupaten Langkat.

Adapun contoh untuk kata tersebut adalah [dahan], [tupaŋ], dan [rantiŋ] artinya

‘cabang’; [buŋa], [kapas], dan [kapul] yang artinya ‘kapas’.

Peta 28 beda leksikal

Sebaran pada peta 28 tersebut membuktikan bahwa ketiga kabupaten sebagai daerah penelitian dapat dibagi menjadi dua wilayah pakai, yaitu pertama empat kecamatan di Kabupaten Karo sama dengan enam kecamatan di Kabupaten Deli

Serdang. Dua, ialah dua kecamatan di Kabupaten Karo beserta Kabupaten Langkat.

Untuk lebih jelasnya garis batas daerah pakai kata tersebut dapat dilihat pada peta 09

Ragam Bahasa Karo. Sebagai tanda pembeda antara daerah pakai satu dengan lainnya dengan jelas dapat dilihat pada bagan 9p berikut ini. Adapun contoh kata tersebut adalah:

‘bintang berpindah’ [tai bintaŋ], [bintaŋ misər]063, ‘pedas’ [pədas], [mətər]097,

[əŋgo ndabuh tai bintaŋ]

[əŋgo ndai lit bintaŋ misər]

‘Ada bintang berpindah tempat.’

[ula kam pədas ŋərana la kari kuaŋka]

260 Universitas Sumatera Utara [ula kam mətər ŋərana la kari kuaŋka]

‘Tolong jangan berbicara terlalu cepat nanti saya tidak mengerti.’

Berikut ini digambarkan dalam batangan yang berwarna untuk melihat wilayah pakai di setiap daerah objek penelitian.

Peta 29 beda leksikal

Tampilan variasi pada peta 29 ini sedikit ada perbedaan dengan peta sebelumnya, karena sebaran di Kabupaten Karo masih tetap dua wilayah pakai, tetapi desanya sudah berbeda. Pada wilayah pakai di peta 22 bahwa desa 1 dan 2 yang serupa dan berbeda dengan desa 3, 4, 5, dan 6. Pada peta 29 ini yang sama pertama adalah desa 1, 2, 3, dan 4 serta berbeda dengan desa 5 dan 6.

Adapun contoh kata yang dapat membedakan daerah tersebut menjadi tiga daerah pakai yang berbeda adalah:

‘kemaluan laki-laki’ [natu], [turah turah], [palaŋ]257, ‘kupu kupu’ [kaba kaba], [kupu kupu], [ampul ampul]284. Contoh kata pada peta 10 ini tidak ada yang merupakan pinjaman ataupun pengaruh dari bahasa tetangga. Untuk melihat wilayah pakai kata tersebut berikut ini dituangkan dalam sistim batangan yang berwarna-warni.

Peta 30 beda leksikal

Pada peta 30 ditemukan daerah pemakaian yang beaneka ragam, yaitu desa 1,

2, dan 3 merupakan satu daerah pakai. Desa 4, 13, 14, 17, dan 18 merupakan satu daerah. Desa 5, 6, 7, 8, 15, dan 16 merupakan satu daerah. Desa 9 dan 10 merupakan

261 Universitas Sumatera Utara satu daerah. Berarti seluruh daerah penelitian terbagi atas empat lokasi variasi padanan.

Peta 31 beda leksikal Peta 31 hampir serupa dengan peta 30, hanya yang berbeda adalah kelompoknya. Karena ketiga daerah penelitian tetap dibagi menjadi dua wilayah pakai yang berbeda oleh kata tersebut. Pada peta 11 yang bersamaan adalah

Kabupaten Karo dan Deli Serdang, tetapi dalam peta 31 ini yang bersamaan ataupun serupa adalah Kabupaten Karo dan Kabupaten Langkat, dan yang beda adalah Deli

Serdang. Adapun kata yang memisahkan daerah pakai tersebut adalah:

[kula], [dagiŋ]020; [kaliaga], [gənta]078; [məsir], [pəla]387; [lrŋ], [gərta aŋin]457

[siŋuda ŋuda nda mətəmpaskəl kulana]

[siŋuda ŋuda nda mətəmpaskəl dagiŋ]

‘Anak gadis ini berbadan elok.’

[adi durin nda əŋgo ərkaliaga ərtina ənəm bulan nari əŋgo ndabuh]

[adi durin nda əŋgo ərgənta ərtina ənəm bulan nari əŋgo ndabuh]

‘Kalau durian itu sudah berbunga, berarti enam bulan lagi sudah masak.’

[kuah nda ndai məsir nanamna]

[kuah nda ndai pəla nanamna]

‘Kuah gulai itu tadi pedas rasanya.’

[aku la lit lrŋku]

[aku la lit gərta aŋinku]

‘Saya tidak punya sepeda.’

262 Universitas Sumatera Utara Peta 32 beda leksikal

Pada peta 32 dapat ditemukan bahwa variasi ucapan yang merupakan padanan gloss nomor 004, 153, dan372 ada tiga variasi. Di daerah Singalor Lau, Karo Deleng, dan Karo Deli mempunyai ucapan yang sama [təkuak manok səkali]. Di daerah Karo

Julu mereka ucapkan [ləŋa mədak lanəŋ], dan di daerah Karo Langkat diucapkan

[nandaŋi təraŋ]. Untuk lebih jelas dapat diperhatikan peta 13 atau bagan di bawah.

Peta 33 beda leksikal

Pada peta 33 dapat dilihat bahwa ada empat variasi ucapan sebagai padanan dari setiap gloss di dalam bahasa Indonesia. Di antara empat varian tersebut ada tiga variasi di Kabupaten Karo dan di Deli Serdang, serta Langkat mempunyai satu variasi saja. Demikian pada contoh tersebut dapat dilihat bahwa di daerah Deli Serdang dan Langkat tidak lagi memakai kata bahasa Karo yang asli, melainkan sudah menggunakan kata dalam bahasa Indonesia, Jawa ataupun Melayu. Adapun contoh tersebut ialah [ apah], [pls], [pərpaŋanən], dan [piriŋ]. Sebaran kata tersebut pada daerah pengamatan dapat dilihat pada bagan 14p berikut ini yang sudah diberi warna sesuai variasi. Peta 34 beda leksikal

Pada peta 34 dapat dilihat bahwa variasi di dalam bahasa Karo ada dua. Hal ini menunjukkan bahwa variasi ujaran hanya dua padanan yang berbeda. Dengan demikian dapat diketahui bahwa ketiga Kabupaten sudah dapat dibagi menjadi dua wilayah pemakaian. Adapun kedua wilayah pemakaian ujaran tersebut ialah empat daerah Kecamatan di daerah Kabupaten Karo sama dengan daerah Deli Serdang, dan dua Kecamatan lainnya sama pula dengan Kabupaten Langkat.

Peta 35 beda leksikal

263 Universitas Sumatera Utara Pada peta 35 dapat ditemukan bahwa padanan kata yang diujarkan mempunyai tiga variasi. Hal ini menunjukkan bahwa ketiga daerah penelitian telah dibagi menjadi tiga wilayah. Di daerah Kabupaten Karo merupakan satu ciri; dan empat lainnya di Kabupaten Karo bersatu dengan Deli Serdang, serta Kabupaten

Langkat mempunyai ciri sendiri. Padanan kata pepaya di dalam bahasa Karo ada tiga jenis, yaitu dua kata merupakan kosa kata bahasa Karo yang asli. Adapun kedua kata yang asli tersebut ialah [pərtik] dan [mbərtik], sedangkan [kats] adalah merupakan interferensi dari bahasa Indonesia di wilayah Deli serdang dan Langkat.

Peta 36 bed leksikal

Untuk peta 36 ini dapat dikatakan bahwa perbedaan terletak pada susunan/ struktur kata yang menyatakan tingkat perbandingan. Data 004 dengan gloss amat besar mempunyai varian [galaŋkəl]. Ucapan tersebut dipakai di 15 daerah titik pengamatan. Tiga daerah titik pengamtan menggunakan [səhkəl galaŋna]. Kedua bentuk tersebut menyatakan tingkat perbandingan. Yang pertama menggunakan ahiran [kəl] sedangkan yang ke dua menggunakan kata sifat tambahan serta ahiran

[na] yang menyatakan kepemilikan.

Untuk celana pendek kedua daerah mengatakan keadaan celana, hanya saja daerah 4, 5, dan 6 menggunakan pendek karena sudah dipotong, sengkan daerah lainnya mengatakan celana yang khusus, pendek artinya bukan panjang.

Peta 37 bedda leksikal

Pada peta 37 ditemukan dua gloss yang mempunyai tiga padanan di dalam bahasa Karo yang merupakan beda leksikal. Pada padanan tersebut tidak ditemukan

264 Universitas Sumatera Utara suatu faktor yang bersifat interferensi dari bahasa tetangga, kecuali untuk ucapan

[mənduŋ] di daerah Kabupaten Langkat. Mereka sudah memakai kata bahasa

Indonesia. [liŋgəm] dan [gərdəm] memang asli bahasa Karo. Hanya saja makna

[liŋgəm] lebih luas daripada makna [gərdəm]. Biasanya yang dikatakan [liŋgəm] kepada situasi yang tidak kena terik panas matahari, seddangkan [gərdəm] artinya mendung karena hujan mau turun.

Peta 38 bedda leksikal

Dalam peta 38 ini dapat ditemukan satu variasi padanan di dalam bahasa Karo untuk gloss di dalam bahasa Indonesia kata anak perempuan. Satu padanan di antaranya ialah kata [butt]. Kata ini adalah merupakan interferensi dari bahasa Batak

Toba. Daerah yang menggunakan kata [butt] tersebut adalah daerah Kecamatan

Merek. Hal ini terjadi ialah karena, masyarakat Karo yang bertempat tinggal di

Kecamatan Merek mempunyai pekan/ pasar tempat berbisnis yang sama, yaitu di

Seribudolok. Di Seribudolok ada empat bahasa yang digunakan oleh masyarakat, yaitu bahasa Indonesia, Batak Toba, Simalungun, dan Karo.

Peta 39 bedda leksikal

Kata anjing mempunyai padanan di dalam bahasa Karo sebanyak empat variasi, yaitu [biaŋ], [asu], [mopi], dan [asuhən]. Keempat ucapan tersebut merupakan beda leksikal. Di desa 1 sampai dengan 6 mereka ucapkan [biaŋ], 7, 8, dan 9 diujarkan [asu], 10, 11, dan 12 diucapkan [mopi], dan 13 sampai dengan 18 diucapkan [asuhən].

265 Universitas Sumatera Utara [biaŋ] adalah ucapan yang asli untuk kata ‘anjing’. [asu] adalah merupakan interferensi dari bahasa tetangga, yaitu Jawa. [mopi] adalah merupakan peninggalan dari nama seekor anjing orang Belanda yang bertugas mengontrol buruh yang menanam tembakau Deli di daerah Deli Serdang. [asuhən] ialah datangnya dari kegiatan memelihara binatang.

Data untuk peta 20 ini hanya dapat ditemukan satu kata saja, dan mempunyai empat variasi ujaran. Adapun keempat ujaran tersebut ialah [biaŋ], [asu], [mopi], dan

[asuhən]. Kata yang asli di dalam bahasa Karo untuk kata anjing adalah [biaŋ]. Kata

[asu] adalah pengaruh dari bahasa Jawa, tetapi kalau kata [mopi] adalah merupakan pinjaman dari nama seekor anjing milik orang Belanda. Sewaktu dia (orang Belanda) menjajah Indonesia dan memimpin buruh yang bekerja di perkebunan tembakau di daerah Deli Serdang dan Langkat ada anjing yang namanya [mopi]. Ketika anjing tersebut sudah mempunyai anak sebanyak sembilan ekor. Kemudian orang Belanda tersebut pun membagikannya kepada mandor di perkebunan tersebut. Anjing tersebut mempunyai daun telinga yang lebar dan panjang bergantung ke bawah dagunya sehingga dipandang cantik. Kalau anjing lokal tidak mempunyai ciri sebagaimana yang dimiliki oleh [mopi] tersebut. Seluruh anak anjing tersebut namanya [mopi]. Di kemudian hari, bukan saja keturunan anjing orang Belanda yang disebut [mopi], tetapi setiap anjing sudah diberi nama [mopi]. Di Kabupaten Karo bila ditemukan anjing yang mempunyai ciri serupa dengan anjing orang Belanda, maka namanya langsung diberikan [mopi]. Tetapi di daerah Kabupaten Langkat mereka memberi

266 Universitas Sumatera Utara nama [asuhən] untuk anjig, karena mereka maksudkan ialah binatang yang di asuh/ pelihara.

Peta 40 beda leksikal

Pada peta 40 ini dapat dilihat bahwa ucapan yang empat variasi yang merupakan perbedaan leksikal adalah ditemukan di Kabupaten Karo sebanyak tiga kelompok daerah pengamatan (1 dan 2), (3 dan 4), (5 dan 6), serta (7 sd. 18). Untuk peta ini contohnya ada ditemukan satu gloss saja. Oleh karena itu yang dijaring hanya ucapan [sasai] yang dipakai oleh masyarakat Karo yang tinggal di Kecamatan Merek, sedangkan di tiga daerah lainnya adalah merupakan bahasa Karo asli. Untuk melihat lebih dekat dapat diperhatikan peta 40.

Peta 41 bedda leksikal

Pada peta 41 ditemukan ada satu gloss yang padanannya ada tiga jenis merupakan perbedaan leksikal. Padanan untuk kata bakar ditemukan [čilok], [čit], dan

[tutuŋ]. Ucapan [čilok] dan [čit] memang padanan yang tepat dan asli bahasa Karo dan sesuai dengan makna yan terkandung di dalamnya. Tetapi ucapan [tutuŋ] artinya juga membakar, hanya berbeda dengan kegiatan yang sebenarnya, karena makna .

[tutuŋ] adalah tidak sampai habis terbakar, tetapi cukup sampai batas tertentu, yaitu boleh dikatakan memanggang. Contohnya, memanggang ayam hingga bulunya habis terbakar. Kalau ucapan [čilok] dan [čit] bermakna untuk membakar sampai dengan habis terbakar. Boleh digunakan untuk semua jenis bakaran yang sifatnya untuk memusnahkan.

Peta 42 beda leksikal

267 Universitas Sumatera Utara

Pada peta 42 sebaran varian menunjukkan bahwa tiga Kabupaten daerah penelitian, dapat dibagi menjadi dua daerah pemakaian, yaitu Kabupaten Karo dan

Deli serdang menjadi satu daerah pakai dan Langkat menjadi daerah pakai ke dua.

Jadi batas daerah pakai tersebut dapat dilihat pada peta 42 yang diberi tanda pemisah secara berjajar. Adapun contoh kata yang memisahkan daerah tersebut adalah [kədəp]

‘dedak’, [səgal] ‘kulit padi’108; [mərdaŋ] ‘menanam padi’, [nuan] menanam padi’338;

[kalak čina] ‘suku tionghoa’, [kuli]473; [pəllaŋkən], [paĵa?kən] 552 ‘dikontrakkan’

Pada contoh tersebut ada ditemukan satu ujaran yang mengacu kepada dua benda, yaitu [səgal] di Kabupaten Langkat tersebut adalah merupakan padanan dari kata dedak, sementara di Kabupaten Karo dan Deli Serdang [səgal] mengacu kepada kulit padi yang kasar. Di Kabupaten Karo dan Deli Serdang yang merupakan padanan kata dedak adalah [kədəp] yang biasanya digunakan untuk makanan ternak. Jadi untuk masyarakat Karo yang datang dari Kabupaten Karo dan Deli Serdang ke

Langkat, kemudian orang yang dikunjunginya di Langkat mengatakan kepada mereka untuk memberikan [səgal] kepada ternak, maka ternak tersebut tidak akan sanggup memakannya, berhubung yang diberikannya adalah salah. Untuk kata [mərdaŋ] di daerah pakai satu adalah menanam padi di tanah kering tanpa ada bibit yang sudah tumbuh dan berdaun karena sudah disemaikan terlebih dahulu, tetapi di daerah dua mereka mengatakan [nuan] untuk kegiatan tersebut. Bila dikatakan [nuan] untuk menanam padi yang sudah ada bibit yang telah disemaikan adalah [nəldək]. Untuk kata [kalak čina] dipakai di daerah pakai satu adalah mengacu kepada orang

268 Universitas Sumatera Utara keturunan tionghoa, sedangkan di daerah pakai dua mereka memanggil [kuli] terhadap orang keturunan tionghoa, karena pada mulanya suku Tionghoa datang ke daerah mereka adalah sebagai buruh di perkebunan tembakau Deli pada zaman penjajahan Belanda. Sementara di dalam bahasa Karo orang yang bekerja untuk diberi upah itu adalah [kuli].. Dalam hal ini hampir mirip dengan bahasa Jawa. Buruh artinya [kuli]. Seperti buruh bangunan, mereka akan panggil [kuli] bangunan. Tetapi untuk kata [pəllaŋkən] dan [paĵa?kən] adalah memang keduanya termasuk bahasa

Karo asli, hanya saja daerah pakainya yang berbeda. Hal ini terjadi bukan karena pengaruh dari bahasa lain ataupun budaya lain, melainkan akibat faktor geografi.

Gambaran perbedaan tersebut dapat dilihat pada bagan batangan yang sudah diberi warna pembeda anara satu daerah pakai dengan daerah pakai lainnya.

Peta 43 bedda leksikal

Sebaran ucapan pad peta 43 menunjukkan bahwa masyarakat Karo yang tinggal di Kabupaten Langkat sudah menerima interferensi dari bahasa Melayu dalam hal pemakaian kata [pεntəlon] untuk kata celana panjang. Sedangkan di daerah lainnya menggunakan ucapan [səluar gədaŋ] dan [səluar]. [səluar] bermakna umum dan [səluar gədaŋ] husus untuk celana panjang.

VI. KESIMPULAN

269 Universitas Sumatera Utara Setelah tuturan para informan dideskripsikan, didistribusikan, dipetakan, dianalisis, dan ditafsirkan pada penjelasan maka dapatlah diberikan kesimpulan sebagai berikut.

Bila dilihat dari peredaan fonologis maka bahasa Karo mempunyai variasi bunyi ucapan sebagai berikut.

(1). [u] ~ [au] ~ [ou].

(2) [] ~ [ai] ~ [ei].

(3). [i] ~ [ə].

(4). [u] ~ [o].

Secara fonologis ditemukan perbedaan subdialek, yaitu wilayah Kecamatan

Kuta Buluh dan Payung, serta Kabupaten Deli Serdang. Bila dilihat dari jarak perbedaan peta beda fonologis maka dapat digambarkan hasil sebagai berikut:

(1) antara desa 1 dengan desa 5 ditemukan perbedaan subdialek (10,16)%.

(2) antara desa 2 dengan desa 18 ditemukan perbedaan dialek (14,26%).

(3) antara desa 3 dengan desa 17 dan 18 ditemukan perbedaan dialek (13,90%).

(4) antara desa 4 dengan desa 5 dan 6 dijumpai perbedaan subdialek (7,84%).

(5) antara desa 4 dengan desa 8 sudah terdapat perbedaan subdialek (13,36%).

(6) antara desa 6 dengan desa 7 dan 8 terdapat perbedaan subdialek (10,33).

Bila ditinjau dari sudut perbedaan leksikal maka dapat temukan bahwa bahasa

Karo di ketiga kabupaten (Kabupaten Karo, Deli Serdang, dan Langkat) mempunyai tiga dialek, yaitu:

270 Universitas Sumatera Utara (1) dialek Sinmgalor Lau yang wilayahnya di Kecamatan Juhar dan Lau Baleng

yang mana desa tempat titik pengamatannya ialah Nageri dan Kinangkong;

(2) dialek Karo Julu yang wilayahnya di Kecamatan Tiga Panah dan Merek

yang mana desa tempat titik pengamatannya ialah Seberaya dan Dokan;

(3) dialek Karo Jahe yang wilayahnya di Kabupaten Langkat.

(4) Dialek Karo Julu mempunyai subdialek yang daerah pakainya di Kecamatan

Kuta Buluh dan Payung yang nama desa titik tempat pengamatannya ialah

Lau Buluh dan Selandi.

(5) Dialek Karo Jahe mempunyai subdialek yang daerah pakainya di Kabupaten

Deli Serdng. Nama desa titik tempat pengamatannya ialah Sikeben, Penen,

Talun Kenas, Namo Rmbe, Pasar X, dan Gunung tinggi.

Bahasa Karo yang ditemukan di daerah Kabupaten Deli Serdang termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Langkat. Bahasa Karo yang digunakan masyarakat Karo di daerah Kabupaten Deli Serdang mempunyai perbedaan lebih kecil bila dibandingkan dengan daerah pengamatan di wilayah Karo Julu. Misalnya, perbedaan antara desa 6 dengan desa 8 sebanyak 57,75% sedangkan perbedaan antara desa 8 dengan desa 17 sebanyak 31,12% Demikian juga, bahasa Karo yang dipergunakan masyarakat Karo di daerah Deleng-deleng termasuk ke dalam bahasa Karo yang dipakai di Karo Julu.

Hal ini diketahui melalui jumlah beda antara desa 4 dengan desa 5 sebanyak 18,71% sedangkan perbedaan antara desa 4 dengan desa 8 sebanyak 51,87%, dan antara desa

4 dengan desa 17 sebanyak 57,75%.

Peta Variasi Dialek

271 Universitas Sumatera Utara 13

14 12 Kabupaten Langkat Karo Deli Dialek Karo Jahe 11 15 Subdialek Karo Jahe 16 10

Kabupaten

Deli Serdang

9 17 8 18 Karo Deleng-deleng 7

Subdialek 3 Karo Julu

6 4 2 Dialek Kabupaten Karo Karo Julu Dialek Karo Singalor Lau 5 1

272 Universitas Sumatera Utara DAFTAR PUSTAKA

Allen, H.B. 1986. Dialect and Language Variation. Orlando: Academic Press.

Anttila, Raimo. 1972. An Introduction to Historical and Comparative Linguistics. New York: Macmillan.

Atword, E. Baby. 1987. The Methods of American Dialectology. New York: Academic Press.

Ayatrohaedi. 1978. Bahasa Sunda di Daerah Cirebon. Jakaarta: UI Press.

------. 1979. Dialektologi. Jakarta: Pusat Bahasa.

------. 1983. Dialektologi: Sebuah Pengantar. Jakarta: Pusat Bahasa.

------. 2002. Penelitian Dialektologi: Pedoman Praktis. Jakarta: Pusat Bahasa.

Baribin, Raminah. 1987. Geografi Dialek Bahasa Jawa. Jakarta: Dep. P&K.

BPS Sumatera Utara. 2008. Sumatera Utara dalam Angka. Medan: BPS.

Chaer, Abdul. 1995. Sosiolinguistik: P erkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.

Chambers, J.K. and Trudgill, Peter. 1980. Dialectology. Cambridge: University Press.

Danio, Julianus Akun. 1991. Kajian Geografi Dialek di Minahasa Timur Laut. Jakarta: Balai Pustaka.

Denes, I Made. 1985. Geografi Dialek Bahasa Bali. Jakarta: Dep. P&K.

Dickinson, G.C. 1963. Statistical Mapping and the Presentation of Statistics. Washington: Arnold.

Eco, Umberto. 1976. A Theory of Semantics. Bloomington: Indiana University Press.

Eugene, H Casad,. 1974. Dialect Intelligibility Testing. Oklahoma: Benjamin F. Elson.

Francis, W.N. 1983. Dialectology: An Introduction. London: Longman.

273 Universitas Sumatera Utara Gorys, Keraf. 1984. Linguistik Bandingan Historis. Jakarta: Gramedia.

…………….. 1990. Linguistik Bandingan Tipologis. Jakarta: Gramedia.

…………….. 1996. Linguistik Bandingan Historis. Jakarta: Gramedia.

Kurath, Hans. 1969. Handbook of Linguistic Geography of New England. Rhode Island: Brown Co.

…………….. 1974. Studies in Area Linguistics. London: Indiana Univ

…………….. 1985. Dialect Areas in America. New York: Acaddemic Press.

Labov, Wiliam. 1994. Principes of Linguistic Change: internal factors. Oxford: Blackwell.

Labovit, Sanford. 1983. Metode Riset Sosial. Jakarta: Erlangga.

Lauder, Multamia. 1993. Perkembangan Dialektologi di Indonesia.Jakarta: Atmajaya.

Li, Ching Chun. 1975. Path Analysis. USA: The Boxwood Press.

Mahsun. 1995. Dialektologi Diakronis: Sebuah P engantar. Yoyakarta: Gramedia.

Mahsun. 2005. Metode penelitian Bahasa: Tahapan Strategi, Metode, dan Tekniknya. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Maksan, Marjusman. 1984. Geografi Dialek Bahasa Minangkabau. Jakarta: Dep. P&K.

Maxwell, Joseph A. 1996. Qualitative Research Design: an introduction approach. London: Sage

Mbete, Aron Meko. 2002. Metode Linguistik Diakronis. Denpasar: Udayana press.

Medan, Tamsin. 1986. Geografi Dialek Bahasa Minangkabau di Daerah Kabupaten Pasaman. Jakarta: Pusat Bahasa.

Milroy, James and Milroy, Resley. 1990. Authoriy in Language:Investigation Language Prescription and Standardisation. London: Routledge and Kegal Paul Ltd.

274 Universitas Sumatera Utara Moeleong, L.J. 1988. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Muhajir. 1984. Morfologi Dialek Jakarta. Jakarta: Jembatan.

Murphy, Robert. 1986. Culture and Social Antropology. New Jersey: Prentice.

Nasution, S. 1988. Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito

Nothofer, Bernard. 1993. Cita-cita Penelitian Dialek dalam Simposium Dialek: penyelidikan dan pendidikan. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa.

Nadra. 2009. Dialektologi : Teori dan Metode. Yogyakarta: CV Elmatera.

------2006. Rekonstruksi Bahasa Minangkabau. Padang: Andalas University Press.

Perrin, Porteer G. 1980. An Index to English. New Jersey: Scott.

Petyt, K.M. 1980. The Study of Dialect: An Introduction to Dialectology: London: Ebenezer Baylis & Son Ltd.

Pusat Bahasa. 1991. Penelitian Kekerabatan dan Pemetaan Bahasa di Indonesia. Jakarta: Depdiknas Pusat Bahasa.

Sabariyanto, Dirgo. 1985. Dialek Bahasa Jawa di Kabupaten Jepara. Jakarta: Pusat

Samarin, William J. 1988. Ilmu Bahasa Lapangan. Yogyakarta: Duta Wacana.

Samsuri. 1974. Analisa Bahasa. Jakarta: Erlangga.

Sembiiring, MCA. 1988. Variasi Bahasa Karo yang Digunakan dalam Acara Pemakaman. Medan: Lembaga Penelitian USU.

Sembiiring, MCA. 1999. Variasi Bahasa Karo yang Digunakan dalam Acara Peminangan. Medan: Lembaga Penelitian USU.

Soemanto, Wasty. 1988. Pedoman Teknik Penulisan Karya Ilmiah. Jakarta: Muri Aksara.

Soetoko. 1981. Geografi Dialek Banyuwangi. Jakarta: Pusat Bahasa.

Stumpf, Enoh. 1977. Philosophy: History and Problems. New York: McGrow-Hill.

275 Universitas Sumatera Utara Sudariyono. 1990. Geografi Dialek Bahasa Jawa di Kabupaten Demak. Jakarta: Dep. P dan K.

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif. Bandung: Alfabeta.

Suriamiharja, Agus. 1984. Geografi Dialek Sunda di Bogor. Jakarta: PusatBahasa.

Suryabrata, S. 1983. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Suryadikara, Faudiat. 1981. Geografi Dialek Bahasa Banjar Hulu. Jakarta: Pusat Bahasa.

Tarigan, Henri Guntur. 1979. Bahasa Karo. Jakarta: PBS Jakarta.

Trudgil, Peter. 1983. On Dialect, Social, and Geographical Perspectivess. Oxford: Basil Blackwell.

Trudgil, Peter. 1986. Dialects in Contact. Oxford: Basil Blackwel.

Trudgil, Peter. 1986. Dialects. Oxford: Basil Blackwel.

Wardhaugh, Ronald. 1988. An Introduction to Sociolinguistics. Oxford: Basi Blackwell.

Widayati, Dwi. 1997. Geografi dialek Bahasa Melayu di Wilayah Timur Asahan. (tesis S-2) Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.

Woollams, Geoff. 2004. Tata Bahasa Karo. Medan: Bina Media Printis.

Yudibrata, Karna. 1985. Geografi Bahasa Sunda di Kabupaten Kerawang. Jakarta: Dep. P&K.

276 Universitas Sumatera Utara Lampiran:

Data informan yang beromisili di Kabupaten Karo :

1. Nama : Basmi Ginting Umur : 55 Tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Desa : Nageri

2. Nama : Kardin Karo - Karo Umur : 54 Tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Desa : Nageri

3. Nama : Jenda Kita Ginting Umur : 63 Tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Desa : Nageri

4. Nama : Barus Sembiring Umur : 62 Tahun Jenis Kelamin : Laki -laki Desa : Kinangkong

5. Nama : Natap Ginting Umur : 58 Tahun Jenis Kelamin : Laki -laki Desa : Kinangkong

6. Nama : Petrus Tarigan Umur : 50 Tahun Jenis Kelamin : Laki - laki Desa : Kinangkong

7. Nama : Jalan Tarigan Umur : 58 Tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Desa : Lau Buluh

8. Nama : Benar Tarigan Umur : 60 Tahun Jenis Kelamin : Laki- laki Desa : Lau Buluh

277 Universitas Sumatera Utara 9. Nama : Indra Sukatendel Umur : 57 Tahun Jenis Kelamin : Laki –laki Desa : Lau Buluh

10. Nama : Agus Surbakti Umur : 55 Tahun Jenis Kelamin : Laki –laki Desa : Selandi

11. Nama : Johan Bangun Umur : 60 Tahun Jenis Kelamin : Laki –laki Desa : Selandi

12. Nama : Pani Sembiring Umur : 62 Tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Desa : Selandi

13. Nama : Bebas Surbakti Umur : 56 Tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Desa : Seberaya

14. Nama : Sampit Tarigan Umur : 58 Tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Desa : Seberaya

15. Nama : Jenda Kem Sinuraya Umur : 60 Tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Desa : Seberaya

16. Nama : Les Sitepu Umur : 57 Tahun Jenis Kelamin : Laki –laki Desa : Dokan

17. Nama : Tedeh Karo Sekali Umur : 50 Tahun Jenis Kelamin : Laki – laki Desa : Dokan

278 Universitas Sumatera Utara 18. Nama : Garut Ginting Umur : 56 Tahun Jenis Kelamin : Laki – laki Desa : Dokan

Data informan yang beromisili di Kabupaten Deli Serdang :

1. Nama : Selamat Sembiring Umur : 50 Tahun Jenis Kelamin : Laki –laki Desa : Sikeben

2. Nama : Dolat Ginting Umur : 52 Tahun Jenis Kelamin : Laki –laki Desa : Sikeben

3. Nama : Dame Tarigan Umur : 55 Tahun Jenis Kelamin : Laki –laki Desa : Sikeben

4. Nama : Antoni Sembiring Umur : 54 Tahun Jenis Kelamin : Laki –laki Desa : Penen

5. Nama : Keleng Ate Tarigan Umur : 58 Tahun Jenis Kelamin : laki –laki Desa : Penen

6. Nama : Darma Barus Umur : 55 Tahun Jenis Kelamin : Laki – laki Desa : Penen

7. Nama : Rasmamana Bukit Umur : 60 Tahun Jenis Kelamin : Laki – laki Desa : Talun Kenas

279 Universitas Sumatera Utara 8. Nama : Jaman Kembaren Umur : 60 Tahun Jenis kelamin : Laki –laki Desa : Talun Kenas

9. Nama : Jaga Barus Umur : 55 Tahun Jenis Kelamin : Laki – laki Desa : Talun Kenas 10. Nama : Jore Ginting Umur : 60 Tahun Jenis Kelamin : Laki – laki Desa : Namo Rambe

11. Nama : Tangkas Barus Umur : 60 Tahun Jenis Kelamin : Laki –laki Desa : Namo Rambe

12. Nama : Jamal Bukit Umur : 60 Tahun Jenis Kelami : Laki –laki Desa : Namo Rambe

13. Nama : Terang Malem Silangit Umur : 55 Tahun Jenis Kelamin : Laki –laki Desa : Pasar X

14. Nama : Paulus Sinulingga Umur : 60 Tahun Jenis Kelamin : Laki –laki Desa : Pasar X 15. Nama : Radu Seh Sinulingga Umur : 60 Tahun Jenis Kelamin : Laki –laki Desa : Pasar X

16. Nama : Kelini Depari Umur : 60 Tahun Jenis Kelamin : Laki – laki Desa : Gunung Tinggi

280 Universitas Sumatera Utara 17. Nama : Malem Bangun Umur : 50 Tahun Jenis Kelamin : Laki –laki Desa : Gunung Tinggi 18. Nama : Nangkih Sinurat Umur : 55 Tahun Jenis Kelamin : Laki – laki Desa : Gunung Tinggi

Data informan yang beromisili di Kabupaten Langkat :

1. Nama : Roman Depari Umur : 57 Tahun Jenis Kelamin : Laki –laki Desa : Telagah

2. Nama : Jasa Kembaren Umur : 55 Tahun Jenis Kelamin : Laki – laki Desa : Telagah

3. Nama : Dandan Sinulingga Umur : 60 Tahun Jenis Kelamin : Laki – laki Desa : Telagah

4. Nama : Rahmat Karo- Karo Umur : 60 Tahun Jenis Kelamin : Laki –laki Desa : Tj. Merahe

5. Nama : Tansil Sinulingga Umur : 58 Tahun Jenis Kelamin : Laki –laki Desa : Tj. Merahe

6. Nama : Tanda Malem Barus Umur : 58 Tahun Jenis Kelamin : Laki –laki Desa : Tj. Merahe

281 Universitas Sumatera Utara 7. Nama : Sanggup Kacaribu Umur : 55 Tahun Jenis Kelamin : Laki –laki Desa : Garunggang

8. Nama : Panah Sembiring Umur : 56 Tahun Jenis Kelamin : Laki –laki Desa : Garunggang

9. Nama : Landas Siniulaki Umur : 57 Tahun Jenis Kelamin : Laki – laki Desa : Garunggang 10. Nama : Lampas Karo – karo Umur : 60 Tahun Jenis Kelamin : Laki – laki Desa : Kuta Gajah

11. Nama : Reh Malem Ginting Umur : 58 Tahun Jenis Kelamin : Laki –laki Desa : Kuta Gajah

12. Nama : Modal Tarigan Umur : 50 Tahun Jenis Kelamin : Laki – laki Desa : Kuta Gajah

13. Nama : Tamat Ginting Umur : 60 Tahun Jenis Kelamin : Laki –laki Desa : Parangguam 14. Nama : Andel Sembiring Umur : 55 Tahun Jenis Kelamin : Laki –laki Desa : Parangguam

15. Nama : Lukas Tarigan Umur : 50 Tahun Jenis Kelamin : Laki – laki Desa : Parangguam

282 Universitas Sumatera Utara 16. Nama : Jaya Sembiring Umur : 58 Tahun Jenis Kelamin : Laki –laki Desa : Lau Damak

17. Nama : Ridwan Tarigan Umur : 58 Tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Desa : Lau Damak

18. Nama : Romanus Sinulingga Umur : 58 Tahun Jenis Kelamin : Laki – laki Desa : Lau Damak

283 Universitas Sumatera Utara Riwayat Hidup Penulis

I. Data Pribadi Nama : Matius C.A. Sembiring Jenis Kelamin : Laki-laki Tanggal Lahir : 26-11-1952 Tempat Lahir : Sukababo, Kecmatan Juhar, Kabupaten Karo Tempat Tinggal : Jl. Setiabudi, Psr 2, Gang Tata no.6, Tanjugsari-Medan Telepon/ HP : 0618210682/ 08126525635

II. Riwayat Pendidikan Sekolah Rakyat Negeri Biaknampe, Sukababo (tamat tahun 1965) Sekolah Menengah Pertama Negeri Munte (tamat thun 1968) Sekolah Mengah Atas Negeri Kabanjahe (tamat tahun 1971) D-3 Fakultas Sastra USU Medan (tamat tahun 1975) S-1 Fakultas Sastra USU Medan (tamat tahun 1980) S-2 School of English and Linguistics, Sydney Macquarie University-Australia (tammat tahun 1990) S-3 Program Studi Linguistik, Sekolah Pascasarjana USU (tamat tahun 2009)

III. Riwayat Pekerjaan PNS (asisten ahli madya) di Fakultas Sastra USU mulai tahun 1981 Kepala Laboratorium Bahasa USU di Fakultas Sastra USU tahun 1981–1982 Sekretaris Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra USU tahun 1983–1984 Ketua Jurusan Sastra Daerah tahun Fakultas Sastra USU 1985–1986 Sekretaris Jurusan Sastra Inggris Fakultas Sastra USU tahun 1995–1999 Pembantu Dekan I Fakultas Sastra USU 1999–2002

284 Universitas Sumatera Utara Pernyataan

VARIASI DIALEK BAHASA KARO DI KABUPATEN KARO, DELI SERDANG, DAN LANGKAT

Dengan ini saya menyatakan bahwa Disertasi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh elar Doktor dari program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana Universitas sumatera Utara adalah benar merupakan karya saya sendiri.

Adapun pengutipan yang saya lakukan pada bahagian-bahagian tertentu dari hasil karya orang lain dlam penulisan disertasi ini saya cantumkan, sumbernya secr jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ternyata ditemukan seluruh atu sebahagian disertasi ini bukan hasil karya saya sendiri atau adanya plagiat dalam bahagian-bahagian tertentu saya bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang saya sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan perturan dan perundangan yang berlaku.

Medan 19 Oktober 2009

Matius C.A. Sembiring

285 Universitas Sumatera Utara