i

KAJIAN TIPE PENGGUNAAN LAHAN DI KECAMATAN KABUPATEN LANGKAT SUMATERA UTARA

SKRIPSI

MUHAMMAD IDDHIAN 141201096

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2018

i Universitas Sumatera Utara ii

KAJIAN TIPE PENGGUNAAN LAHAN DI KECAMATAN SEI BINGAI KABUPATEN LANGKAT SUMATERA UTARA

SKRIPSI

OLEH:

MUHAMMAD IDDHIAN 141201096

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2018

ii Universitas Sumatera Utara iii

KAJIAN TIPE PENGGUNAAN LAHAN DI KECAMATAN SEI BINGAI KABUPATEN LANGKAT SUMATERA UTARA

SKRIPSI

Oleh:

MUHAMMAD IDDHIAN 141201096

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2018

iii Universitas Sumatera Utara iv

iv Universitas Sumatera Utara v

ABSTRACT

MUHAMMAD IDDHIAN: Land Use Type Study in Sei Bingai sub-District Langkat District North Sumatera, supervised by RAHMAWATY and ABDUL RAUF.

Land evaluation is important to be done to determine the suitability between the quality and characteristics of the land with the requirements requested by the type of land use. This study aimed to identify the type of land usage based on land utilitization characteristics. The method of this study was matching the quality and characteristics of the land with the conditions of land unit on 10 units of land in the villages, namely: Telagah, Rumah Galuh, Kuta Buluh and Gunung Ambat. The results of evaluating the best land usage were animal feed production and agriculture with the heaviest limiting factor: slope and texture. Agriculture was the best alternative choice according to the community of Sei Bingai sub-District by prioritizing education factors in these criteria.

Keywords: Land Assessment, Land Utilitization Characteristics, AHP, Land Unit.

v Universitas Sumatera Utara vi

ABSTRAK

MUHAMMAD IDDHIAN : Kajian Tipe Penggunaan Lahan di Kecamatan Sei Bingai Kabupaten Langkat Sumatera Utara, dibimbing oleh RAHMAWATY dan ABDUL RAUF.

Evaluasi lahan perlu dilakukan untuk mengetahui kesesuaian antara kualitas dan karakteristik lahan dengan persyaratan yang diminta oleh tipe penggunaan lahan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi tipe penggunaan lahan berdasarkan unit lahan. Metode yang digunakan adalah metode matching dengan mencocokkan kualitas dan karakteristik lahan dengan syarat penggunaan lahan tertentu pada 10 unit lahan di desa: Telagah, Rumah Galuh, Kuta Buluh dan Gunung Ambat. Hasil evaluasi penggunaan lahan terbaik adalah produksi pakan ternak dan pertanian dengan faktor pembatas terberat, yaitu: kelerengan dan tekstur. Pertanian adalah pilihan alternatif terbaik menurut masyarakat kecamatan Sei Bingai dengan memprioritaskan faktor pendidikan dalam kriteria tersebut.

Kata Kunci : Evaluasi Lahan, Karakteristik Kemampuan Lahan, AHP, Unit Lahan.

vi Universitas Sumatera Utara vii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Aek Nabara pada tanggal 26 Juni 1996 dari pasangan

Bapak Sutrisno dan Ibu Mutmainnah. Penulis merupakan anak ke-2 dari 4 bersaudara. Pada tahun 2008 Penulis lulus dari SD Swasta Al-ittihad Aek Nabara, tahun 2011 lulus dari MTs Swasta Al-ittihad Aek Nabara, dan tahun 2014 lulus dari SMA Unggulan Chairul Tanjung Foundation. Tahun 2014 Penulis melanjutkan kuliah di Universitas Sumatera Utara (USU) sebagai mahasiswa di

Program Studi Kehutanan Fakultas Kehutanan melalui jalur Seleksi Bersama

Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN).

Penulis melakukan Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di kawasan Hutan Mangrove Nagalawan Kabupaten Serdang Bedagai pada tahun

2015 selama 10 hari. Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di

Taman Nasional Bromo Tengger Semeru pada tanggal 22 Januari-22 Februari

2018 selama 1 bulan. Penulis melaksanakan penelitian di Kecamatan Sei Bingai

Kabupaten Langkat dengan judul “Kajian Tipe Penggunaan Lahan di Kecamatan

Sei Bingai Kabupaten Langkat Sumatera Utara” sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelas Sarjana Kehutanan.

vii Universitas Sumatera Utara viii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Penelitian yang berjudul “Kajian Tipe Penggunaan Lahan di Kecamatan Sei Bingai Kabupaten Langkat Sumatera Utara” ini dimaksudkan untuk memenuhi syarat kelulusan untuk mendapatkan gelar sarjana (S. Hut).

Terimakasih kepada Ibu Rahmawaty, S.Hut., M.Si., Ph.D dan

Bapak Prof. Dr. Ir. Abdul Rauf, MP selaku komisi pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan saran kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih juga kepada Ibu Ridahati Rambey, S.Hut., M.Si dan Ibu

Dr. Evalina Herawati, S.Hut., M.Si selaku dosen penguji. Tidak lupa penulis mengucapkan terimakasih kepada orangtua, saudara, serta teman-teman yang telah mendukung, membantu dan mendoakan penulis dalam skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saran dan kritik dari berbagai pihak dalam upaya untuk membangun akan sangat penulis hargai. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.

Medan, Oktober 2018

Penulis

viii Universitas Sumatera Utara ix

DAFTAR ISI

Halaman ABSTRACT ...... i ABSTRAK ...... ii RIWAYAT HIDUP ...... iii KATA PENGANTAR ...... iv DAFTAR ISI ...... v DAFTAR TABEL ...... vi DAFTAR GAMBAR ...... vii DAFTAR LAMPIRAN ...... viii PENDAHULUAN Latar belakang ...... 1 Tujuan Penelitian ...... 2 Manfaat Penelitian ...... 2 TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Lokasi Penelitian ...... 3 Karakteristik dan Tipe Tanah ...... 4 Pola Pemanfaatan Lahan...... 6 Kemampuan Lahan ...... 8 Sistem Informasi Geografis ...... 9 Analitycal Hierarchy Process ...... 12 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat ...... 14 Alat dan Bahan ...... 14 Pelaksanaan Penelitian...... 15 Evaluasi Lahan ...... 15 Data AHP ...... 20 HASIL DAN PEMBAHASAN Unit Lahan ...... 24 Evaluasi Kesesuaian Penggunaan Lahan ...... 25 Pemilihan Penggunaan Lahan Terbaik ...... 38

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ...... 40 Saran ...... 40 DAFTAR PUSTAKA ...... 41 LAMPIRAN ...... 44

ix Universitas Sumatera Utara x

DAFTAR TABEL

No. Hal 1. Tingkat Kepentingan 1-9 berdasarkan Skala Saaty ...... 21 2. Daftar Responden AHP ...... 23 3. Unit Lahan Penelitian ...... 24 4. Evaluasi Kesesuaian Penggunaan Lahan terhadap Produksi Pakan Ternak ...... 26 5. Evaluasi Kesesuaian Penggunaan Lahan terhadap Pertanian ...... 27 6. Evaluasi Kesesuaian Penggunaan Lahan terhadap Area Wisata...... 28 7. Evaluasi Kesesuaian Penggunaan Lahan terhadap Pemukiman ...... 29 8. Luas Sebaran Kelas Kesesuaian Lahan pada Area Produksi Pakan Ternak ...... 31 9. Luas Sebaran Kelas Kesesuaian Lahan pada Pertanian ...... 33 10. Luas Sebaran Kelas Kesesuaian Lahan pada Area Wisata ...... 34 11. Luas Sebaran Kelas Kesesuaian Lahan pada Pemukiman ...... 36 12. Hasil Rekapitulasi Kesesuaian Penggunaan Lahan...... 37 13. Peringkat Hasil Pemilihan Responden Berdasarkan Kriteria...... 38 14. Peringkat Hasil Pemilihan Responden Berdasarkan Alternatif ...... 38

x Universitas Sumatera Utara xi

DAFTAR GAMBAR

No. Hal 1. Peta Lokasi Penelitian ...... 14 2. Peta Sebaran Titik Pengambilan Sampel Tanah ...... 17 3. Prosedur Pengolahan Data AHP ...... 20 4. Struktur Hirarki Keputusan (Saaty) pada Permasalahan yang Diteliti ...... 21 5. Peta Unit Lahan Kecamatan Sei Bingai ...... 25 6. Peta Kelas Kesesuaian Lahan untuk Pakan Ternak ...... 31 7. Peta Kelas Kesesuaian Lahan untuk Pertanian ...... 32 8. Peta Kelas Kesesuaian Lahan untuk Area Wisata...... 34 9. Peta Kelas Kesesuaian Lahan untuk Pemukiman ...... 35

xi Universitas Sumatera Utara xii

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal 1. Hasil Pengambilan Titik Koordinat Sampel Tanah ...... 44 2. Karakteristik Penggunaan Lahan ...... 45 3. Dokumentasi Penelitian ...... 46

xii Universitas Sumatera Utara 1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perkembangan kegiatan masyarakat yang membutuhkan lahan sebagai wadahnya meningkat dengan sangat cepat sejalan dengan perkembangan jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi. Akibatnya terjadi persaingan pemanfaatan lahan, terutama pada kawasan-kawasan yang telah berkembang dimana sediaan lahan relatif sangat terbatas. Pada penggunaan lahan pertanian meskipun lebih lestari kemampuannya dalam menjamin kehidupan petani, tetapi hanya dapat memberikan sedikit keuntungan materi atau finansial dibandingkan sektor industri, permukiman dan jasa lainnya, sehingga adanya konversi lahan pertanian ke penggunaan lainnya tidak dapat dicegah (Kurniasari dan Putu, 2014).

Evaluasi kesesuaian lahan sangat diperlukan untuk menetukan nilai suatu lahan untuk tujuan dan pemanfaatan tertentu, dalam melakukan evaluasi kesesuaian lahan perlu juga memperhatikan aspek ekonomi, sosial serta lingkungan yang berkaitan dengan perencanaan tataguna lahan. Inti dari evaluasi lahan adalah membandingkan antara persyaratan yang diminta oleh tipe penggunaan lahan yang yang akan diterapkan, dengan sifat-sifaat atau kualitas lahan yang dimiliki oleh lahan yang akan digunakan. Dengan cara ini, maka akan diketahui potensi lahan atau kelas kesesuaian/kemampuan lahan untuk tipe lahan untuk tipe penggunaan lahan tersebut (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007).

Penyebab dari perubahan penggunaan lahan adalah adanya faktor pendorong seperti demografi/tekanan penduduk, faktor ekonomi, kemampuan lahan, teknologi, kebijakan, institusi, budaya dan biofisik. Untuk mengetahui kondisi penggunaan lahan pada suatu kawasan maka harus dilakukan kajian

1 Universitas Sumatera Utara 2

berupa analisis penggunaan lahan pada satu titik waktu yang ingin diketahui, sedangkan untuk mengetahui perubahan penggunaan lahan pada suatu kawasan dilakukan dengan analisis pada beberapa titik waktu. Oleh karena itu, demi memaksimalkan penggunaan lahan sesuai dengan potensinya, maka penelitian ini dilakukan untuk menggali lebih dalam tentang kesesuaian lahan terhadap beberapa jenis karakteristik penggunaan lahan sehingga dapat menjadi pedoman bagi masyarakat maupun pemerintah dalam mengembangkan kegiatan di

Kecamatan Sei Bingai.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengidentifikasi tipe penggunaan lahan berdasarkan unit lahan.

2. Mengetahui penggunaan lahan terbaik dengan menggunakan metode

Analytical Hierarchy Process (AHP).

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pedoman perencanaan dan penggunaan lahan yang sesuai dengan tipe tanahnya. Serta memberikan informasi kepada masyarakat untuk memilih jenis penggunaan lahan yang paling sesuai untuk dikelola oleh masyarakat sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Serta penelitian ini diharapkan dapat memberikan acuan kepada pemerintah setempat dalam menentukan kebijakan yang tepat terkait pengendalian lingkungan.

2 Universitas Sumatera Utara 3

TINJAUAN PUSTAKA

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kecamatan Sei Bingai tahun 2017

Kecamatan Sei Bingai memiliki luas 333,17 km2. Kecamatan Sei Bingai berada di

Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara. Kecamatan Sei Bingai merupakan kawasan penyangga dari Taman Nasional Gunung Leuser. Secara geografis kecamatan Sei Bingai berada di 03º19’10”-03º34’30” lintang utara dan 98º21’14”-

98º31’30” lintang timur, terletak 106 meter diatas permukaan laut. Kecamatan Sei

Bingai berbatasan dengan kota pada sebelah utara, sebelah selatan berbatasan dengan kabupaten Karo, sebelah barat dengan kecamatan ,

Salapian dan Selesai serta sebelah Timur dengan kabupaten Deli Serdang.

Kecamatan Sei Bingai terdiri dari 16 desa.

Secara umum masyarakat menerapkan sistem tanam monokultur seperti karet dan kelapa sawit serta menerapkan sistem taman agroforestry pada lahan mereka. Desa yang menjadi lokasi penelitian yaitu Desa Telagah (4.655,4 ha),

Desa Gunung Ambat (1.990,07 ha), Desa Simpang Kuta Buluh (765,18 ha) serta

Desa Rumah Galuh (3.854,49 ha).

Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan. Hutan merupakan sekumpulan bidang lahan yang ditumbuhi pepohonan dan dikelola untuk mencapai tujuan pemilik lahan berupa sumberdaya yang ada didalamnya.

Sementara itu, masyarakat pedesaan sekitar hutan umumnya memiliki lahan sempit dan mereka mempunyai kebergantungan langsung yang tinggi pada hutan.

3 Universitas Sumatera Utara 4

Dalam kondisi yang demikian, pengelolaan hutan harus diupayakan memberi manfaat yang memadai kepada masyarakat pedesaan (Puspitojati, 2011).

Pengelolaan daerah konservasi adalah perpaduan keserasian pengelolaan lahan hutan dan pertanian sesuai dengan kondisi fisik kawasan untuk mendapatkan hasil optimal guna menunjang sistem perekonomian masyarakat lokal. Dalam mengelola kawasan konservasi harus didasarkan pada tiga aspek yang saling terkait, yaitu aspek ekologi, ekonomi, dan sosial budaya masyarakat, sehingga daerah penyangga memiliki nilai ekonomi yang mampu meningkatkan taraf hidup dan persepsi masyarakat dalam menjaga keutuhan kawasan konservasi. Oleh karena itu pembangunan kawasan konservasi dan ekonomi masyarakat mempunyai hubungan timbal balik yang dapat menguntungkan.

Untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan partisipasi aktif masyarakat dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan kawasan konservasi. Dengan demikian, pembangunan daerah konservasi merupakan pembangunan terpadu yang mencakup berbagai bidang berdasarkan karakteristik permasalahan dan kebutuhan obyektif dari masing-masing wilayah yang dibangun. Sejalan dengan itu maka rencana pembangunan kawasan konservasi dalam perencanaan terpadu harus terkait erat dengan rencana pembangunan wilayah atau daerah sehingga setiap usaha pembangunan berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat (Bismark dan Reny, 2006).

Karakteristik dan Tipe Tanah

Karakteristik lahan mencakup faktor-faktor lahan yang dapat diukur atau ditaksir besarnya seperti lereng, curah hujan, tekstur tanah, air tersedia dan sebagainya. Satu jenis karakteristik lahan dapat berpengaruh terhadap lebih dari

4 Universitas Sumatera Utara 5

satu jenis kualitas lahan, misalnya tekstur tanah dapat berpengaruh terhadap tersedianya air, mudah tidaknya lahan diolah, ancaman erosi dan faktor lainnya.

Bila karakteristik lahan digunakan secara langsung dalam evaluasi lahan, maka kesulitan dapat timbul karena adanya interaksi dari beberapa karakteristik lahan.

Mengingat tanah memainkan peranan amat penting dalam ekosistem kita, maka kita harus berhati-hati dalam mengelola dan melindunginya dari kerusakan. Pada perkembangan kebutuhan akan tanah saat ini, sangatlah perlu menentukan pola tutupan lahan dan membagi pola-pola tersebut ke dalam satuan-satuan yang relatif homogen. Memetakan sebaran satuan-satuan tersebut sehingga memungkinkan diprediksinya daerah-daerah tersebut dan menentukan karakteristik satuan lahan sedemikian rupa sehingga dapat dibuat informasi yang bermanfaat tentang penggunaan lahan potensial dan tanggapannya terhadap perubahan pengelolaan (Rayes, 2006).

Kandungan bahan organik tanah dapat dilihat dari perbedaan warna tanah yang terlihat jelas pada sampel tanah yang diambil. Hal ini disebabkan oleh perbedaan kandungan bahan organik tanah serta perbedaan lahan antara perkebunan, pertanian masyarakat maupun persawahan. Warna tanah pada tiap tegakan tanaman baik pada tegakan hutan maupun pada tegakan tanaman serbaguna menunjukan bahwa warna tanah dominan dengan warna gelap, ini dipengaruhi oleh kandungan bahan organik yang tinggi pada tanah–tanah tersebut.

Warna gelap pada tanah umumnya disebabkan oleh kandungan tinggi dari bahan organik yang terdekomposisi (Rauf, 2016).

Topografi yang dipertimbangkan dalam evaluasi lahan adalah lereng dan ketinggian tempat di atas permukaan laut. Faktor tanah dalam evaluasi kesesuaian

5 Universitas Sumatera Utara 6

lahan ditentukan oleh beberapa karakteristik tanah di antaranya drainase tanah, tekstur, kedalaman tanah dan retensi hara, serta beberapa sifat lainnya diantaranya alkalinitas, bahaya erosi, dan banjir/genangan. Sedangkan faktor iklim dalam evaluasi lahan ditentukan oleh beberapa sifat atau karakteristik diantaranya adalah suhu udara dan curah hujan (Arsyad, 2006).

Berdasarkan kelas teksturnya tanah digolongkan menjadi: a. Tanah bertekstur kasar atau tanah berpasir berarti tanah yang mengandung

minimal 70% pasir atau bertekstur pasir atau pasir berlempung. b. Tanah bertekstur halus atau kasar berliat berarti tanah yang mengandung

minimal 37,5% liat atau bertekstur liat, liat berdebu atau liat berpasir. c. Tanah bertekstur sedang atau tanah berlempung, terdiri dari:

1) Tanah bertekstur sedang tetapi agak kasar meliputi tanah yang bertekstur

lempung berpasir atau lempung berpasir halus.

2) Tanah bertekstur sedang meliputi yang bertekstur berlempung berpasir

sangat halus, lempung, lempung berdebu atau debu.

3) Tanah bertekstur sedang tetapi agak halus mencakup lempung liat, lempung

liat berpasir atau lempung liat berdebu (Hanafiah, 2005).

Pola Pemanfaatan Lahan

Lahan mempunyai peranan sangat penting bagi kehidupan manusia. Segala macam bentuk intervensi manusia secara siklis dan permanen untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, baik yang bersifat material maupun spiritual yang berasal dari lahan tercakup dalam pengertian pemanfaatan lahan. Berbagai tipe pemanfaatan lahan dijumpai di permukaan bumi, masing-masing tipe mempunyai karakteristik tersendiri. Ada tiga aspek kepentingan pokok dalam pemanfaatan

6 Universitas Sumatera Utara 7

lahan, yaitu (1) lahan diperlukan manusia untuk tempat tinggal, tempat bercocok tanam, beternak, memelihara ikan, dan sebagainya; (2) lahan mendukung kehidupan berbagai jenis vegetasi dan satwa; dan (3) lahan mengandung bahan tambang yang bermanfaat bagi manusia. Semakin meningkatnya kebutuhan hidup manusia dan bertambahnya jumlah penduduk serta semakin meningkatnya kegiatan-kegiatan pembangunan, telah mendorong semakin meningkatnya permintaan terhadap bahan-bahan kebutuhan manusia seperti pertanian, kehutanan, perikanan, pertambangan, energi, dan sebagainya. Sementara itu, sumberdaya lahan yang tersedia untuk keperluan tersebut sangat terbatas, sehingga apabila dalam pendayagunaannya tidak disertai dengan upaya-upaya untuk mempertahankan fungsi dan kemampuannya akan dapat menimbulkan kerusakan dan mengancam kelestarian sumberdaya lahan tersebut (Juhadi, 2007).

Suatu proses penilaian sumber daya lahan untuk tujuan tertentu, baik di bidang pertanian maupun non pertanian dengan menggunakan suatu pendekatan atau cara yang sudah teruji disebut sebagai evaluasi lahan. Evaluasi lahan merupakan proses pendugaan potensi lahan untuk macam-macam alternatif penggunaannya. Evaluasi lahan ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan membuat perbandingan dari macam-macam penggunaan lahan yang memberikan harapan positif. Evaluasi lahan merupakan bagian dari proses perencanaan tataguna tanah dan juga suatu proses dalam menduga potensi lahan tertentu baik untuk pertanian maupun non pertanian (Abdullah, 1993).

7 Universitas Sumatera Utara 8

Kemampuan Lahan

Faktor-faktor fisik dan lingkungan suatu wilayah dapat diperoleh melalui survei kemampuan wilayah/lahan. Berdasarkan hasil survei tersebut dapat ditentukan kelas kemampuan lahan suatu wilayah, sehingga kita dapat memilih lahan yang cocok untuk pengembangan selanjutnya. Untuk sampai kepada tingkat pengembangan komoditi pertanian suatu wilayah, kita perlu mengadakan telaah atas wilayah tersebut, sehingga kita dapat mengetahui kelas kesesuaian lahan wilayah tersebut. Dengan adanya kelas kesesuaian lahan, kita punya dasar yang kuat tentang komoditi yang dapat dikembangkan disuatu wilayah/lahan. Kelas kemampuan lahan adalah kelompok penggunaan lahan suatu wilayah sesuai dengan kemampuan lahan tersebut untuk dapat digunakan secara efisien dan optimal, dengan perlakuan-perlakuan tertentu sehingga dapat dipergunakan secara berkelanjutan. Kelas kemampuan lahan ditentukan berdasarkan foktor-foktor fisik tanah dan lingkungan, dan kemudian dikategorikan menurut faktor penghambat yang dijumpai dilahan tersebut, serta sejumlah ciri-ciri tanah dan lingkungan.

Kelas kemampuan tanah ini sifatnya lebih umum dibandingkan dengan klas kesesuaian lahan yang sifatnya lebih khusus. Kelas kemampuan lahan dapat dibagi kedalam 8 golongan yang ditetapkan berdasarkan atas intensitas faktor- faktor penghambat permanen dan sulit diubah (Tjokrokusumo, 2002).

Kualitas lahan adalah sifat-sifat pengenal atau atribut yang bersifat kompleks dari sebidang lahan. Setiap kualitas lahan mempunyai keragaan

(performance) yang berpengaruh terhadap kesesuaiannya bagi penggunaan tertentu dan biasanya terdiri atas satu atau lebih karakteristik lahan. Kualitas lahan

8 Universitas Sumatera Utara 9

ada yang bisa diestimasi atau diukur secara langsung di lapangan, tetapi pada umumnya ditetapkan berdasarkan karakteristik lahan (FAO, 1976).

Kesesuaian lahan suatu wilayah untuk satu pengembangan pertanian pada dasarnya ditentukan oleh kecocokan antara sifat kimia dan fisik lingkungan yang mencakup iklim, tanah, topografi, batuan dipermukaan dan persyaratan penggunaan lahan atau persyaratan tumbuh tanaman. Jika sifat fisik potensial lahan dikembangkan untuk komoditas tertentu yang sesuai, maka penggunaan tertentu dengan akan mampu memberi hasil sesuai dengan yang diinginkan (Djaenudin, 2003).

Tekstur tanah hutan lebih berkembang dari lahan pertanian, yang salah satu penyebabnya adalah pengaruh bahan organik tanah. Pada proses dekomposisi bahan organik akan menghasilkan asam-asamorganik yang merupakan pelarut efektif bagi batuan dan mineral primer (pasir dan debu) sehingga lebih mudah pecah menjadi ukuran yang lebih kecil seperti lempung. Selain itu, jumlah dan kerapatan akar lebih tinggi pada hutan akan mempercepat penghancuran secara fisika sehingga fraksi yang lebih halus akan cepat terbentuk (Tolaka dkk., 2013)

Sistem Informasi Geografis

Sistem Informasi Grafis (SIG) adalah adalah sistem berbasis komputer yang digunakan untuk memasukan, menyimpan, mengelola, menganalisis dan mengaktifkan kembali data yang mempunyai referensi keruangan untuk berbagai tujuan yang berkaitan dengan pemetaan dan perencanaan. Satelit dapat bekerja dengan maksimal tergantung terhadap kondisi langit yang cerah dan juga tidak adanya halangan sehingga akurasinya juga akan semakin tinggi. Satelit GPS berputar mengelilingi bumi selama 12 jam di dalam orbit dan mengirimkan sinyal

9 Universitas Sumatera Utara 10

informasi yang akurat ke bumi. GPS Reciever mengambil informasi itu dengan menggunakan perhitungan triangulation menghitung lokasi user dengan tepat.

GPS reciever membandingkan waktu sinyal di kirim dengan waktu sinyal tersebut di terima (Burrough, 1986).

Kegunaan dasar dari program SIG adalah untuk mengelola informasi tempat dalam membuat kebijakan. SIG memiliki beberapa langkah yaitu input, manipulasi, manajemen, analisis dan visualisasi. Proses SIG terbagi atas tiga prinsip dasar yaitu input data, manipulasi data dan output data. Input data meliputi transformasi data kedalam peta, pengamatan lapangan, penyimpanan data berdasarkan posisi, topology, dan geografi, manipulasi dan analisis data meliputi pembuatan variabel gabungan anatara dua proses spasial dan non spasial pada kesatuan sistem. Sedangkan tipe output data yang dihasilkan adalah hardcopy, softcopy, dan elektronik. Hasil analisis dapat ditunjukkan dalam bentuk peta, tabel dan grafik (Rahmawaty dkk., 2011).

Metode weighted overlay merupakan analisis spasial dengan menggunakan teknik overlay beberapa peta yang berkaitan dengan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penilaian kerentanan. Salah satu fungsi dari weighted overlayini adalah untuk menyelesaikan masalah multikriteria seperti pemilihan lokasi optimal atau pemodelan kesesuaian. Weighted Overlay merupakan salah satu fasilitas yang ada dalam ArcGIS 9.3 yang mengkombinasikan berbagai macam input dalam bentuk peta grid dengan pembobotan (weigted factor) dari

AHP expert (Adininggar, 2016).

Untuk mencocokkan tipe penggunaan lahan hasil interpretasi dengan keadaan sebenarnya di lapangan maka dilakukan pengecekan atau pengamatan di

10 Universitas Sumatera Utara 11

lapangan yang meliputi batas-batas poligon dan pengkodean legenda peta.

Apabila ada kesalahan penamaan pada waktu interpretasi, maka legenda disesuaikan dengan keadaan di lapangan. Apabila setiap kelas warna dalam interpretasi sudah diamati dan diyakini kebenarannya, maka kelas penggunaan lahan dianggap seluruhnya sudah mewakili seluruh area sampel (Saripin, 2003).

Sistem informasi bekerja atas dasar pengolahan data bereferensi geografis, yaitu masukan, keluaran, manajeman data (penyimpanan dan pemanggilan data), seperti analisis dan manipulasi data. SIG juga bukan hanya sekedar aplikasi untuk membuat peta, namun SIG juga merupakan sebuah sistem yang diperlukan dalam memahami dan mengelola dunia yang kita tempati (Zeller. 1991).

Rossiter (2000) mengemukakan bahwa disiplin survei sumber daya lahan kini memasuki era baru karena munculnya teknologi dan metode baru sebagai berikut :

1. Satelit penginderaan jauh (yang dalam waktu dekat hampir sama detailnya

dengan foto udara) yang sangat bermanfaat untuk persiapan peta dasar dan

klasifikasi tutupan lahan.

2. Global Positioning System (GIS) yang sangat bermanfaat untuk menentukan

lokasi secara akurat, mampu menemukan teknologi pemetaan bawah

permukaan, seta berkembangnya model elevasi digital (DEM) untuk

memprediksi karakteristik medan.

3. Geostatistik dan teknik interpolasi lainnya.

4. Sistem infomasi geografis (SIG) untuk penyimpanan, transformasi, analisis dan

pencetakan peta.

11 Universitas Sumatera Utara 12

Analytical Hierarchy Process

AHP adalah suatu model pendukung keputusan yang dikembangkan oleh

Thomas L. Saaty. Model pendukung keputusan ini akan menguraikan masalah multi faktor atau multi kriteria yang kompleks menjadi suatu hirarki. AHP merupakan suatu metode analisis dan sintesis yang dapat membantu proses

Pengambilan Keputusan. AHP merupakan alat pengambil keputusan yang powerful dan fleksibel, yang dapat membantu dalam menetapkan prioritas- prioritas dan membuat keputusan di mana aspek-aspek kualitatif dan kuantitatif terlibat dan keduanya harus dipertimbangkan (Gustina dan Rendi, 2016).

AHP merupakan salah satu pengambilan keputusan multi kriteria yang dapat membantu dalam pengambilan keputusan. Metode ini telah diterapkan dalam banyak aspek. Salah satu diantara mereka dapat diterapkan untuk menentukan jenis agroforestry salak di Kabupaten Tapanuli Selatan, Provinsi

Sumatera Utara. Kabupaten Tapanuli Selatan khususnya di Kota

Padangsidempuan terkenal sebagai Kota Salak di . AHP dapat membantu untuk menentukan jenis basis agroforestri pada salak yang paling tepat dan berkelanjutan Komunitas Padangsidempuan di Kabupaten Tapanuli Selatan.

Dalam metode AHP dibutuhkan tenaga ahli responden untuk mengisi kuesioner serta wawancara kepada beberapa responden ahli. Penilaian responden ahli meliputi penilaian terhadap kriteria dan alternatif berdasarkan skala penilaian yang telah ditentukan (Rahmawaty, 2013).

Sistem Pendukung Keputusan (SPK) merupakan sistem informasi interaktif yang menyediakan informasi, pemodelan dan pemanipulasian data. SPK digunakan untuk membantu pengambilan keputusan dalam situasi yang semi

12 Universitas Sumatera Utara 13

terstruktural dan situasi yang tidak terstruktur dimana tak seorang pun tahu sacara pasti bagaimana keputusan seharusnya dibuat. Sistem pendukung keputusan biasanya dibangun untuk mendukung solusi atas suatu masalah atau untuk mengevaluasi suatu peluang. Aplikasi sistem pendukung keputusan menggunakan data, memberikan antar muka pengguna yang mudah, dan dapat menggabungkan pemikiran pengambilan keputusan. Sistem pendukung keputusan lebih ditujukan untuk mendukung manajemen dalam melakukan pekerjaan yang bersifat analitis dalam situasi yang kurang terstruktur dan dengan kriteria yang kurang jelas.

Sistem pendukung keputusan tidak dimaksudkan unutk mengotomatisasikan pengambilan keputusan, tetapi memberikan perangkat interaktif yang memungkinkan pengambilan keputusan untuk melakukan berbagai analisis menggunakan model model yang tersedia (Saragih, 2013).

Masalah keputusan AHP terstruktur secara hierarkis pada tingkat yang berbeda, setiap tingkat terdiri dari sejumlah elemen keputusan yang terbatas.

Tingkat teratas hierarki mewakili tujuan keseluruhan, sementara tingkat rendah terdiri dari semua alternatif yang mungkin. Kepentingan relatif dari elemen keputusan (bobot kriteria dan skor alternatif) dinilai secara tidak langsung dari penilaian perbandingan selama langkah kedua dari proses keputusan. Pengambil keputusan diperlukan untuk memberikan preferensinya dengan membandingkan semua kriteria, subkriteria dan alternatif sehubungan dengan elemen keputusan tingkat atas. Nilai bobot dan skor diperoleh dari perbandingan ini dan direpresentasikan dalam tabel keputusan. langkah terakhir dari AHP mengumpulkan semua prioritas lokal dari meja keputusan dengan jumlah tertimbang sederhana (Rahmawaty, 2011).

13 Universitas Sumatera Utara 14

METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2018 – Juni 2018. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sei Bingai, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.

Analisis Tanah dilakukan di Laboratorium Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara. Analisis data dilakukan di Laboratorium Manajemen

Inventarisasi Hutan, Program Studi Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Universitas

Sumatera Utara.

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian

B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Global Potitioning

System (GPS), meteran, bor tanah, pisau, label, plastik, kamera, cangkul, alat tulis

14 Universitas Sumatera Utara 15

dan pendukung lainnya untuk pengambilan data di lapangan serta keperluan analisis di laboratorium ilmu tanah.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel tanah yang diambil, software expert choice 11 pada perangkat keras/laptop untuk analisis data

AHP dan bahan lain yang digunakan untuk keperluan analisis laboratorium.

C. Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini meliputi kegiatan pengumpulan data dan informasi yang dibutuhkan serta menganalisis data sesuai kebutuhan. Tahapan kegiatannya adalah sebagai berikut: a. Evaluasi Lahan

1. Penentuan Unit Lahan

Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini berupa telaah pustaka, pengumpulan data sekunder berupa, peta-peta yang dibutuhkan yaitu: peta administrasi, peta tanah, peta penutupan lahan, dan peta kemiringan/kelerengan yang diperoleh dari BPKH Wilayah I Medan. Kemudian dilakukan overlay terhadap peta-peta tersebut untuk menghasilkan unit lahan pada lokasi penelitian.

Serta persiapan alat dan bahan yang dibutuhkan dalam pengambilan sampel di lokasi penelitian.

Titik pengambilan sampel ditentukan dengan unit lahan pada lokasi penelitian, lahan ini merupakan hasil dari overlay peta kelerengan, peta penggunaan lahan dan peta jenis tanah. Sehingga dihasilkan bagian dari lahan yang mempunyai karakteristik yang sama dan dapat mewakili lahan yang akan dijadikan sampel. Pemberian kode pada unit lahan yaitu terdapat 3 angka dengan keterangan yang sudah ditetapkan. Untuk angka pertama berdasarkan tutupan

15 Universitas Sumatera Utara 16

lahan yaitu kode 1 untuk hutan primer, 3 untuk belukar, 7 untuk pertanian lahan kering, 8 untuk pertanian lahan kering campuran, dan 9 untuk sawah. Untuk angka kedua berdasarkan jenis tanah yaitu kode 2 untuk jenis tanah aluvial coklat kelabu dan 3 untuk aluvial kelabu. Sedangkan angka ketiga berdasarkan tipe kelerengannya yaitu kode 1 untuk landai, 2 untuk curam, dan 3 untuk sangat curam.

FAO (1990) menyatakan bahwa pembuatan unit lahan dapat menggunakan pendekatan geomorfologi dengan menggunakan kelerengan, jenis tanah, dan penggunaan lahan. Hal yang sama juga dilakukan oleh

Rahmawaty dkk (2016) dengan melakukan overlay peta jenis tanah, peta kelerengan dan peta penggunaan lahan.

Satuan tanah terdiri dari atas kumpulan semua deliniasi tanah yang ditandai oleh simbol, warna, nama atau lambang yang khas pada suatu peta. Satuan tanah adalah unit lahan yang mempunyai sistem fisiologi/landform yang sama, yang dibedakan satu sama lain di lapangan oleh batas-batas alami yang dapat dipakai sebagai satuan evaluasi lahan. Satuan-satuan yang dihasilkan umumnya berupa tubuh lahan yang memiliki ciri-ciri tertentu yang dibedakan oleh batas-batas alami ke tempat terjadinya suatu perubahan ciri-ciri yang paling cepat ke arah lateral.

Satuan tanah disusun untuk menampung informasi penting dari suatu luasan (poligon) tentang hal-hal yang berkaitan dengan survei tanah. Satuan tanah harus dengan mudah dapat dikenali, diukur dan dapat dipetakan pada skala yang tersedia dari peta dasarnya, waktu yang tersedia, kemampuan dari para pemetanya dan tujuan dari survei tersebut (Rayes, 2006).

16 Universitas Sumatera Utara 17

2. Pengambilan Sampel Tanah

Pada setiap titik pengamatan diambil sample tanah pada kedalaman antara

0 – 20 cm dengan cara komposit, sampel tanah yang telah diambil kemudian dianalisis di laboratorium untuk diketahui keadaan sifat fisik tanahnya.

Pengambilan sample tanah diambil dengan menggunakan GPS yang mampu menentukan posisi letak pengambilan sample tanah secara tepat karena GPS mampu merekam posisi geografis suatu objek dipermukaan bumi yang nantinya digunakan untuk basis data dalam sistem informasi geografis (Latifah dkk, 2018).

Pengambilan sampel tanah diambil sebanyak 31 titik secara acak pada seluruh land unit dengan masing masing land unit sebanyak 2-5 sample tanah.

Pengambilan contoh tanah utuh dan terganggu dilakukan sesuai dengan petunjuk teknis pengamatan tanah.

Gambar 2. Peta Sebaran Titik Pengambilan Sampel Tanah

17 Universitas Sumatera Utara 18

Tanah terganggu (komposit) diambil dengan menggunakan sekop atau bor tanah pada kedalaman 0-20 cm. Tanah diambil 2-5 titik, dicampurkan, dan kemudian diaduk. Pengambilan tanah secara komposit dapat mewakili keseluruhan tanah karena mempunyai karakterisrik yang sama. Sampel tanah dimasukkan ke dalam kantong plastik besar, diberi label lokasi, waktu, dan kedalamannya.

3. Analisis Data

Data yang dikumpulkan meliputi data primer yang didapat dari hasil pengamatan langsung dari lapangan yaitu kandungan bahan kasar, sedangkan data yang dihasilkan dari analisis laboratorium adalah tekstur tanah. Sedangkan data sekunder didapat dari instansi terkait dan literatur-literatur yang mendukung dalam proses penelitian yaitu peta kelerengan, peta penggunaan lahan, peta jenis tanah, dan peta administrasi.

Pengujian tekstur tanah dilakukan dengan menimbang 25 gram tanah kering udara yang telah diayak dengan ayakan 10 mesh, kemudian masukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml. Ditambahkan 50 ml larutan natrium pirofosfat, kocok sampai rata, lalu biarkan selama 24 jam. Goncang pada alat penggoncang (shaker) selama 15 menit, selanjutnya pindahkan ke dalam silinder (gelas ukur) volume

500 ml dan tambahkan aquades sampai tanda garis. Kocok 20 kali sebelum pembacaan, bila perlu dapat ditambahkan amil alkohol. Dimasukkan hydrometer ke dalam silinder dengan hati-hati untuk pembacaan pertama setelah 40 detik dari saat pengocokan. Setelah 3 jam masukkan lagi hydrometer untuk pembacaan yang kedua, untuk mendapatkan jumlah liat (Agus dkk, 2006).

18 Universitas Sumatera Utara 19

Selanjutnya dapat dilakukan perhitungan sebagai berikut :

% Liat + debu =

% liat =

% debu = % (liat + debu) - % liat

% pasir = 100 % - % (liat + debu).

4. Analisis Tipe dan Karakteristik Lahan

Tanah yang diambil kemudian dianalisis di Laboratorium Ilmu Tanah untuk diketahui keadaan sifat fisik tanahnya sehingga diperoleh hasil untuk dianalisa tipe penggunaan lahan sesuai dengan karakteristik penggunaan lahan.

Variabel yang diamati adalah sebagai berikut: Kemiringan lereng, kepekaan terhadap erosi, temperatur rata-rata, tekstur tanah, drainase, kerikil/batuan, dan bahaya banjir.

5. Pembuatan Peta

Pembuatan peta menggunakan aplikasi ArcGIS 10.3. Peta dibuat berdasarkan hasil kesesuaian penggunaan lahan yang dikaji. Langkah awal dalam pembuatan peta yaitu membuka aplikasi arcGIS, lalu memasukkan data shapefile hasil overlay bentuk lahan, jenis tanah, kelerengan, penggunaan lahan, bentuk lahan pada layers. Klik arctoolbox-analysis tools-overlay-intersect, kemudian input feature (semua shapefile) jenis tanah, kelerengan, penggunaan lahan dan pilih folder penyimpanan shapefile hasil intersect. Lalu buka atribute table shapefile hasil intersect, setelah itu membuat field baru dan memasukkan data hasil sesuai dengan analisis laboratorium meliputi karakteristik sifat fisik tanah

19 Universitas Sumatera Utara 20

yaitu tekstur dan kandungan bahan kasar. Membuat desain layout dan format peta meliputi judul, legenda, koordinat geografis, dan skala (Latifah dkk., 2018). b. Data AHP

Prosedur pengolahan data AHP terdiri atas beberapa tahapan, langkah awal dengan penyusunan struktur hirarki masalah. Kemudian pengisian kuesioner oleh responden ahli dan input data menggunakan software expert choice 11. Setelah itu dilakukan kombinasi nilai terhadap seluruh jumlah responden untuk didapatkan hasil keseluruhan data AHP. Kemudian dilakukan ranking untuk memperoleh urutan hasil penggunaan lahan yang lebih prioritas berdasarkan alternatif yang ada. Tahapan pengolahan data AHP pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.

Goal, kriteria, Penyusunan Struktur alternatif Hirarki Masalah

Kuesioner 10 orang responden

Software Expert Input Data Choice 11

Kombinasi Nilai terhadap 10 responden

Ranking

Gambar 3. Prosedur Pengolahan Data AHP

20 Universitas Sumatera Utara 21

Hierarki permasalahan yang disusun harus mencerminkan hubungan antara tujuan (goal), kriteria, dan alternatif. Penyusunan hierarki permasalahan dapat dilihat seperti Gambar 4.

Pertanian Area Wisata Pakan Ternak Pemukiman

Gambar 4. Struktur Hirarki Keputusan (Saaty) pada Permasalahan yang Diteliti

Hasil yang diperoleh dari kuesioner terhadap responden ahli kemudian diolah menggunakan aplikasi/software expert choice 11 dengan skala kepentingan yang sudah ditetapkan. Data yang dihasilkan berupa data perbandingan berpasangan dengan skala Saaty 1–9. Skala perbandingan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Tingkat Kepentingan 1-9 berdasarkan Skala Saaty Tingkat Kepentingan Definisi 1 Sama penting 3 Sedikit lebih penting 5 Jelas lebih penting 7 Sangat jelas lebih penting 9 Pasti / mutlak lebih penting (Kepentingan yang ekstrim) 2, 4, 6, 8 Jika ragu-ragu antara dua nilai yang berdekatan 1 / (1-9) Kebalikan nilai tingkat kepentingan dari skala 1-9

21 Universitas Sumatera Utara 22

Adapun prosedur dalam memasukkan data kuisioner AHP kedalam software Expert Choice 11 adalah dengan beberapa tahapan, langkah awal yaitu dengan membuka software Expert Choice 11 lalu pilih create new model, kemudian klik ok. Masukkan nama file AHP, lalu simpan. Setelah itu masukkan tujuan yang akan dicapai dalam AHP tersebut, lalu klik ok. Lalu klik kanan pada goal, lalu pilih insert child of current node. Kemudian ketik kriteria kriteria yang menjadi faktor dari tujuan, lalu tekan enter. Pada sudut kanan atas, klik add alternative, lalu masukkan alternatif, tekan Enter. Lakukan secara berulang.

Setelah kriteria dan alternatif dimasukkan, klik go, lalu pilih participans table.

Masukan nama nama responden ahli, lalu klik save. Pilih nama responden yang ingin anda masukkan data kuisionernya, selanjutnya pilih pairwaise numerical comparisons, lalu masukkan data di kuisioner ke dalam setiap tabel dengan mengklik tabel yang ingin diisi. Setelah memasukkan data, simpan tabel dan lakukan secara berulang untuk kriteria yang lainnya. Setelah seluruh data tabel kuisioner dipindahkan, klik synthesis result lalu akan muncul hasil perhitungan untuk satu responden. Lakukan secara berulang untuk memasukkan data kuisioner responden yang lainnya.

Dalam pengisian kuesioner AHP, responden terdiri dari 10 orang yang terdiri dari status kalangan yang berbeda yang memiliki hubungan dengan aspek penelitian dan merupakan warga asli di Kecamatan Sei Bingai. Daftar responden ahli pengisi kuesioner dapat dilihat pada Tabel 2.

22 Universitas Sumatera Utara 23

Tabel 2. Daftar Responden AHP No Nama Pekerjaan Umur 1 Budiman Sitepu Petani 32 tahun 2 Analgin ginting Petani 41 tahun 3 Raskita simbulan Ibu rumah tangga 39 tahun 4 Bakti perangin angin Wiraswasta 46 tahun 5 Raos purba Ibu rumah tangga 29 tahun 6 Felix prada Pelajar 18 tahun 7 Pardoling sinulingga Pelajar 19 tahun 8 Immanuel purba Pelajar 18 tahun 9 Rispandanta kaban Petani 29 tahun 10 Elgio venanda ginting Wiraswasta 35 tahun

Setelah seluruh data dari kuisioner di rekapitulasi dalam software Expert

Choice, penggabungan data dilakukan. Penggabungan data dari 10 responden terdiri dari beberapa tahapan yaitu langkah awal dengan memilih menu “Go”, lalu klik Participants Table lalu pilih “Combine Individuals”. Setelah itu, pilih

Judgment (in Hierarchy) only, untuk mengalkulasi seluruh data responden.

Kemudian hasil data rata-rata dari seluruh responden akan muncul, untuk melihat hasil penggunaan lahan terbaik, klik Synthesis Result maka akan tampil hasil analisis 10 responden.

23 Universitas Sumatera Utara 24

HASIL DAN PEMBAHASAN

Unit lahan

Berdasarkan overlay yang dilakukan, maka diperoleh 10 unit lahan dengan luasan serta karakteristik yang bervariasi. Unit lahan dan perbandingan luasannya tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Unit Lahan Penelitian Luas Unit No Keterangan Desa Daerah Lahan (Ha) 1 122 Hutan Primer : Aluvial coklat Telagah 2.422,60 kelabu, curam 2 322 Belukar : Aluvial coklat kelabu, Gunung Ambat, Kuta Buluh, 836,65 curam Rumah Galuh, Telagah 3 323 Belukar : Aluvial coklat kelabu, Gunung Ambat, Kuta Buluh, 307,84 sangat curam Rumah Galuh 4 722 Pertanian Lahan Kering : Gunung Ambat, Kuta Buluh, 986,62 Aluvial coklat kelabuan, curam Rumah Galuh, Telagah 5 723 Pertanian lahan kering : Aluvial Gunung Ambat, Kutabuluh, 514,01 coklat kelabuan, sangat curam Rumah Galuh 6 731 Pertanian lahan kering : aluvial Gunung Ambat 571,88 kelabu, landai 7 732 Pertanian lahan kering : aluvial Gunung Ambat 1.152,67 kelabu, curam 8 733 Pertanian lahan kering : Aluvial Gunung Ambat 11,19 kelabu, sangat curam 9 822 pertanian lahan kering campur : Rumah Galuh, Telagah 4.372,35 aluvial coklat kelabuan, curam 10 922 Sawah : Aluvial coklat Telagah 89,33 kelabuan, curam Total 11.265,14

Pada Tabel 3. dapat dilihat bahwa terdapat 10 unit lahan pada lokasi penelitian. Unit lahan paling luas terdapat pada Desa Gunung Ambat yaitu unit lahan 822 dengan luas 4.372,35 ha sedangkan paling kecil terdapat pada Desa

Gunung Ambat yaitu unit lahan 733 dengan luas 11,19 ha. Luas total lokasi penelitian adalah 11.265,14 ha. Peta unit lahan lokasi penelitian dapat dilihat pada

Gambar 5.

24 Universitas Sumatera Utara 25

Peta Unit Lahan Lokasi Penelitian

1 : 200.000

Unit Lahan

Gambar 5. Peta Unit Lahan Kecamatan Sei Bingai

Unit lahan didefinisikan sebagai area homogen dalam beberapa parameter fisik lahan yang dapat diidentifikasikan langsung di lapangan kemudian titik-titik pengambilan sampel dimuat dalam koordinat yang akan digunakan di lapangan.

Hal ini sesuai dengan pernyataan FAO (1990) yang menyatakan bahwa pembuatan unit lahan dapat menggunakan pendekatan geomorfologi dengan menggunakan kelerengan, jenis tanah, dan penggunaan lahan.

Evaluasi Kesesuaian Penggunaan Lahan

Dengan melihat hasil kemampuan lahan yang mempunyai hambatan berbeda dengan kategori sedang hingga berat, menyebabkan tidak semua unit lahan sesuai untuk jenis penggunaan lahan yang sama. Hasil analisis dan evaluasi lahan dapat dilihat pada Tabel 4-7.

25 Universitas Sumatera Utara 26

Tabel 4. Evaluasi Kesesuaian Penggunaan Lahan terhadap Area Produksi Pakan Ternak Karakteristik Lahan Unit Tutupan Hasil Kesimpulan Lahan Drainase Lereng Tekstur Batuan Temperatur (Faktor Lahan Pembatas) Nilai Agak Tidak Baik 15-30% 22-22,5 ºC Data halus ada Cukup sesuai Hutan 122 USDA Cukup (kelerengan) Primer Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai sesuai Nilai Agak Tidak 15-30% Halus 23-24 ºC Cukup sesuai Data baik ada 322 (drainase, Belukar USDA Cukup Cukup Sesuai Sesuai Sesuai kelerengan) sesuai sesuai Nilai Agak Tidak Baik 30-45% 23-24 ºC Data kasar ada Tidak sesuai 323 Belukar USDA Tidak Cukup (kelerengan) Sesuai Sesuai Sesuai sesuai sesuai Nilai Agak Tidak Baik 15-30% 23-24 ºC Pertanian Data halus ada Cukup sesuai 722 Lahan USDA Cukup (kelerengan) Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Kering sesuai Nilai Tidak Pertanian Baik 30-45% Sedang 23-24 ºC Data ada Tidak sesuai Lahan 723 USDA Tidak (kelerengan) Kering Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai sesuai Nilai Agak Tidak Pertanian Baik 3-8% 23-24 ºC Data kasar ada Cukup sesuai Lahan 731 USDA Cukup (tekstur) Kering Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai sesuai Nilai Agak Agak Tidak Pertanian 15-30% 23-24 ºC Data baik halus ada Cukup sesuai Lahan 732 (drainase, USDA Cukup Cukup Kering Sesuai Sesuai Sesuai kelerengan) sesuai sesuai Nilai Agak Tidak Pertanian Baik 30-45% 23-24 ºC Data kasar ada Tidak sesuai Lahan 733 USDA Tidak Cukup (kelerengan) Kering Sesuai Sesuai Sesuai sesuai sesuai Nilai Tidak Pertanian Baik 15-30% Sedang 23-24 ºC Data ada Cukup sesuai Lahan 822 USDA Cukup (kelerengan) Kering Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai sesuai Campur Nilai Agak Tidak Baik 15-30% 23-24 ºC Cukup sesuai Data kasar ada 922 (kelerengan, Sawah USDA Cukup Cukup Sesuai Sesuai Sesuai tekstur) sesuai sesuai

Dari Tabel 4. dapat dilihat bahwa tidak ada lahan yang tergolong sesuai untuk area produksi pakan ternak. Terdapat beberapa lahan yang cukup sesuai untuk area produksi pakan ternak, yaitu unit lahan 122, 322, 722, 731, 732, 822, dan 922. Sedangkan lahan yang tidak sesuai untuk pakan ternak adalah unit lahan lahan 323, 723 dan 733. Kondisi topografi dan tutupan lahan yang berbeda akan menghasilkan kesesuaian lahan yang berbeda juga, hal tersebut menyebabkan tidak semua unit lahan sesuai untuk jenis penggunaan lahan yang sama.

26 Universitas Sumatera Utara 27

Tabel 5. Evaluasi Kesesuaian Penggunaan Lahan terhadap Pertanian Karakteristik Lahan Unit Kesimpulan Tutupan Hasil Bahaya Lahan Drainase Lereng Tekstur Batuan Temperatur (Faktor Lahan erosi Pembatas) Nilai 15- Agak Tidak Sangat Baik 22-22,5 ºC S3 Hutan 122 Data 30% halus ada rendah (kelerengan) Primer USDA S1 S3 S1 S1 S2 S1 Nilai Agak 15- Tidak Sangat Halus 23-24 ºC S3 322 Data baik 30% ada rendah Belukar (kelerengan) USDA S1 S3 S1 S1 S2 S1 Nilai 30- Agak Tidak Sangat Baik 23-24 ºC N 323 Data 45% kasar ada rendah Belukar (kelerengan) USDA S1 N S2 S1 S2 S1 Nilai 15- Agak Tidak Sangat Pertanian Baik 23-24 ºC S3 722 Data 30% halus ada rendah Lahan (kelerengan) USDA S1 S3 S1 S1 S2 S1 Kering Nilai 30- Tidak Sangat Pertanian Baik Sedang 23-24 ºC N 723 Data 45% ada rendah Lahan (kelerengan) USDA S1 N S1 S1 S2 S1 Kering Nilai Agak Tidak Sangat S2 Pertanian Baik 3-8% 23-24 ºC 731 Data kasar ada rendah (tekstur, Lahan USDA S1 S1 S2 S1 S2 S1 temperatur) Kering Nilai Agak 15- Agak Tidak Sangat Pertanian 23-24 ºC S3 732 Data baik 30% halus ada rendah Lahan (kelerengan) USDA S1 S3 S1 S1 S2 S1 Kering Nilai 30- Agak Tidak Sangat Pertanian Baik 23-24 ºC N 733 Data 45% kasar ada rendah Lahan (kelerengan) USDA S1 N S2 S1 S2 S1 Kering Nilai 15- Tidak Sangat Pertanian Baik Sedang 23-24 ºC Data 30% ada rendah S3 Lahan 822 USDA (kelerengan) Kering S1 S3 S1 S1 S2 S1 Campur Nilai 15- Agak Tidak Sangat Baik 23-24 ºC S3 922 Data 30% kasar ada rendah Sawah (kelerengan) USDA S1 S3 S2 S1 S2 S1 Keterangan: (S1 = Sangat Sesuai ; S2 = Cukup Sesuai ; S3 = Sesuai Marjinal ; N = Tidak Sesuai)

Dari Tabel 5. dapat dilihat bahwa tidak ada lahan yang tergolong S1 untuk pertanian. Terdapat 1 lahan dengan kategori S2 yaitu unit lahan 731, dan terdapat beberapa lahan dengan kategori S3 untuk pertanian yaitu unit lahan 122, 322, 722,

732, 822, dan 922. Sedangkan lahan yang tergolong buruk untuk pertanian adalah unit lahan 323, 723, dan 733. Kelerengan merupakan faktor pembatas dominan pada kesesuaian penggunaan lahan terhadap pertanian. Hal tersebut disebabkan karena kondisi topografi dan tutupan lahan yang berbeda akan menghasilkan kesesuaian lahan yang berbeda pada tiap unit lahan, dan menyebabkan tidak semua unit lahan sesuai untuk jenis penggunaan lahan yang sama.

27 Universitas Sumatera Utara 28

Tabel 6. Evaluasi Kesesuaian Penggunaan Lahan terhadap Area Wisata Karakteristik Lahan Unit Kesimpulan Tutupan Hasil Bahaya Lahan Drainase Lereng Tekstur Batuan (Faktor Lahan Banjir Pembatas) Nilai Tidak Baik 15-30% Agak halus Tanpa Buruk Hutan 122 Data ada (kelerengan) Primer USDA Baik Buruk Sedang Baik Baik Nilai Agak Tidak 15-30% Halus Tanpa Buruk 322 Data baik ada Belukar (kelerengan) USDA Sedang Buruk Baik Baik Baik Nilai Tidak Baik 30-45% Agak kasar Tanpa Buruk 323 Data ada Belukar (kelerengan) USDA Baik Buruk Sedang Baik Baik Nilai Tidak Pertanian Baik 15-30% Agak halus Tanpa Buruk 722 Data ada Lahan (kelerengan) USDA Baik Buruk Sedang Baik Baik Kering Nilai Tidak Pertanian Baik 30-45% Sedang Tanpa Buruk 723 Data ada Lahan (kelerengan) USDA Baik Buruk Sedang Baik Baik Kering Nilai Tidak Pertanian Baik 3-8% Agak kasar Tanpa Sedang 731 Data ada Lahan (tekstur) USDA Baik Baik Sedang Baik Baik Kering Nilai Agak Tidak Pertanian 15-30% Agak halus Tanpa Buruk 732 Data baik ada Lahan (kelerengan) USDA Sedang Buruk Sedang Baik Baik Kering Nilai Tidak Pertanian Baik 30-45% Agak kasar Tanpa Buruk 733 Data ada Lahan (kelerengan) USDA Baik Buruk Sedang Baik Baik Kering Nilai Tidak Pertanian Baik 15-30% Sedang Tanpa Data ada Buruk Lahan 822 USDA (kelerengan) Kering Baik Buruk Sedang Baik Baik Campur Nilai Tidak Baik 15-30% Agak kasar Tanpa Buruk 922 Data ada Sawah (kelerengan) USDA Baik Buruk Sedang Baik Baik

Dari Tabel 6. dapat dilihat bahwa tidak ada lahan yang tergolong baik untuk area wisata. Terdapat 1 unit lahan yang tergolong sedang untuk area wisata, yaitu unit lahan 731. Sedangkan lahan yang tergolong buruk untuk area wisata adalah unit lahan 122, 322, 323, 722, 723, 732, 733, 822, dan 922. Kelerengan merupakan faktor pembatas paling dominan pada kesesuaian penggunaan lahan terhadap area wisata. Hal tersebut disebabkan karena kondisi topografi dan tutupan lahan yang berbeda akan menghasilkan kesesuaian lahan dengan faktor pembatas yang berbeda pada tiap unit lahan. Faktor pembatas yang berbeda pada tiap unit lahan menyebabkan tidak semua unit lahan sesuai untuk jenis penggunaan lahan yang sama.

28 Universitas Sumatera Utara 29

Tabel 7. Evaluasi Kesesuaian Penggunaan Lahan terhadap Pemukiman Karakteristik Lahan Unit Kesimpulan Tutupan Hasil Bahaya Lahan Drainase Lereng Batuan (Faktor Lahan Banjir Pembatas) Nilai Baik 15-30% Tidak ada Tanpa Buruk Hutan 122 Data (kelerengan) Primer USDA Baik Buruk Baik Sedang Nilai Agak baik 15-30% Tidak ada Tanpa Buruk 322 Data Belukar (kelerengan) USDA Baik Buruk Baik Sedang Nilai Baik 30-45% Tidak ada Tanpa Buruk 323 Data Belukar (kelerengan) USDA Baik Buruk Baik Sedang Nilai Pertanian Baik 15-30% Tidak ada Tanpa Buruk 722 Data Lahan (kelerengan) USDA Baik Buruk Baik Sedang Kering Nilai Pertanian Baik 30-45% Tidak ada Tanpa Buruk 723 Data Lahan (kelerengan) USDA Baik Buruk Baik Sedang Kering Nilai Pertanian Baik 3-8% Tidak ada Tanpa Sedang (bahaya 731 Data Lahan banjir) USDA Baik Baik Baik Sedang Kering Nilai Pertanian Agak baik 15-30% Tidak ada Tanpa Buruk 732 Data Lahan (kelerengan) USDA Baik Buruk Baik Sedang Kering Nilai Pertanian Baik 30-45% Tidak ada Tanpa Buruk 733 Data Lahan (kelerengan) USDA Baik Buruk Baik Sedang Kering Nilai Pertanian Baik 15-30% Tidak ada Tanpa Data Buruk Lahan 822 USDA (kelerengan) Kering Baik Buruk Baik Sedang Campur Nilai Baik 15-30% Tidak ada Tanpa Buruk 922 Data Sawah (kelerengan) USDA Baik Buruk Baik Sedang

Dari Tabel 7. dapat dilihat bahwa tidak ada lahan yang tergolong baik untuk area pemukiman. Terdapat 1 unit lahan yang tergolong sedang untuk area pemukiman, yaitu unit lahan 731. Sedangkan lahan yang tergolong kategori buruk untuk pemukiman adalah unit lahan nomor 122, 322, 323, 722, 723, 732, 733,

822, dan 922. Kelerengan merupakan faktor pembatas paling dominan pada kesesuaian penggunaan lahan terhadap pemukiman. Hal tersebut disebabkan karena kondisi topografi dan tutupan lahan yang berbeda akan menghasilkan kesesuaian lahan dengan faktor pembatas yang berbeda pada tiap unit lahan.

Faktor pembatas yang berbeda pada tiap unit lahan menyebabkan tidak semua unit lahan sesuai untuk jenis penggunaan lahan yang sama.

29 Universitas Sumatera Utara 30

Karateristik dan kualitas lahan di Kecamatan Sei Bingai memiliki variasi yang tidak jauh berbeda untuk setiap unit lahannya, hampir seluruh karateristik memiliki kesamaan. Suhu udara di lokasi penelitian berkisar antara 22,5-24ºC.

Suhu udara yang relatif sama juga dikarenakan seluruh wilayah kecamatan Sei

Bingai berada pada ketinggian yang relatif sama. Drainase juga relatif sama mulai dari baik hingga agak baik. Daerah yang memiliki drainase agak baik berada pada daerah yang erat hubungannya dengan genangan yaitu pada daerah kebun sawit.Tekstur tanah berupa agak halus, halus, agak kasar, dan sedang dipengaruhi oleh perbandingan fraksi pasir, liat dan debu. Karena semakin tinggi fraksi liat atau semakin rendah nilai fraksi pasir akan mempengaruhi karakteristik lainnya seperti daya menyimpan air, porositas, bahan organik dan lainnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hanafiah (2005) yang menyatakan bahwa semakin tinggi persentase pasir dalam tekstur tanah akan mudah melewatkan air dalam tanah.

Kemampuan lahan didasarkan pada 10 unit lahan. Dimana satuan lahan didefinisikan sebagai area homogen dalam berbagai parameter fisik lahan (tanah, lereng, penggunaan lahan, derajat kerusakan erosi, dan lain-lain) yang dapat diidentifikasikan langsung di lapangan. Unit lahan yang sama akan mencerminkan kesamaan potensi serta faktor-faktor pembatasnya dimanapun sistem lahan tersebut dijumpai. Hal ini sesuai dengan pernyataan

Tjokrokusumo (2002) yang menyatakan bahwa kelas kemampuan lahan ditentukan berdasarkan foktor-foktor fisik tanah dan lingkungan, dan kemudian dikategorikan menurut faktor penghambat yang dijumpai dilahan tersebut, serta sejumlah ciri-ciri tanah dan lingkungan. Kesesuaian terhadap penggunaan lahan dapat dilihat pada Gambar 6-9.

30 Universitas Sumatera Utara 31

Kelas Kesesuaian

Gambar 6. Peta Kelas Kesesuaian Lahan untuk Pakan Ternak

Dari Gambar 6. dapat dilihat persebaran kesesuaian lahan pada lokasi penelitian, dimana tidak ada lahan yang tergolong sesuai untuk pakan ternak.

Terdapat beberapa lahan yang cukup sesuai untuk pakan ternak dengan luas sebaran 10.432,09 ha atau 92,61% dari luasan total lokasi penelitian. Sedangkan luas sebaran lahan yang tergolong tidak sesuai untuk pakan ternak yaitu seluas

833,05 ha atau 7,39% dari total luasan. Luas sebaran kesesuaian lahan terhadap pakan ternak dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Luas Sebaran Kelas Kesesuaian Lahan pada Area Produksi Pakan Ternak Luas Kelas kesesuaian Tutupan Lahan Ha % Cukup Sesuai 10.432,09 92,61 Hutan Primer, Belukar, Pertanian Lahan Kering, Pertanian Lahan Kering Campur, Sawah Tidak Sesuai 833,05 7,39 Belukar, Pertanian Lahan Kering Total 11.265,14 100

Berdasarkan Tabel 8. dapat diketahui bahwa kelas kesesuaian lahan yang cukup sesuai terhadap pakan ternak terdapat pada tutupan lahan hutan primer,

31 Universitas Sumatera Utara 32

belukar, pertanian lahan kering, pertanian lahan kering campur, dan sawah dengan ratio terhadap luas total adalah sebesar 92,61%. Sedangkan kelas kesesuaian lahan yang tidak sesuai terhadap pakan ternak terdapat pada tutupan lahan belukar dan pertanian lahan kering dengan ratio terhadap luas total adalah sebesar 7,39%. Dapat ditarik kesimpulan bahwa sebaran kelas kesesuaian lahan yang dominan pada pakan ternak adalah cukup sesuai yaitu seluas 10.432,09 ha

(92,61%).

Kelas Kesesuaian

Gambar 7. Peta Kelas Kesesuaian Lahan untuk Pertanian

Dari Gambar 7. dapat dilihat persebaran kesesuaian lahan pada lokasi penelitian, dimana tidak ada lahan yang tergolong S1 untuk pertanian. Terdapat

571,88 ha lahan dengan kategori S2 atau 5,07% dari luas total. Terdapat lahan seluas 9.860,21 ha atau 87,53% dari luasan total dengan kategori S3 untuk pertanian. Sedangkan luas sebaran lahan yang tergolong buruk untuk pertanian

32 Universitas Sumatera Utara 33

yaitu seluas 833,05 ha atau 7,39% dari total luasan. Luas sebaran kelas kesesuaian lahan terhadap pertanian dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Luas Sebaran Kelas Kesesuaian Lahan pada Pertanian Luas Kelas kesesuaian Tutupan Lahan Ha % S2 571,88 5,08 Pertanian Lahan Kering S3 9.860,21 87,53 Hutan Primer, Belukar, Pertanian Lahan Kering, Pertanian Lahan Kering Campur, Sawah N 833,05 7,39 B elukar, Pertanian Lahan Kering Total 11.265,14 100

Berdasarkan Tabel 9. dapat diketahui bahwa kelas kesesuaian lahan dengan kategori S2 terhadap pertanian terdapat pada tutupan lahan pertanian lahan kering dengan ratio terhadap luas total adalah sebesar 5,08%. Kelas kesesuaian lahan dengan kategori S3 terhadap pertanian terdapat pada tutupan lahan hutan primer, belukar, pertanian lahan kering, pertanian lahan kering campur, dan sawah dengan ratio terhadap luas total adalah sebesar 87,53%. Sedangkan kelas kesesuaian lahan dengan kategori buruk terhadap pertanian terdapat pada tutupan lahan belukar dan pertanian lahan kering dengan ratio terhadap luas total adalah sebesar 7,39%. Dapat ditarik kesimpulan bahwa sebaran kelas kesesuaian lahan yang dominan pada pertanian adalah kategori S3 yaitu seluas 9.860,21 ha

(87,53%).

33 Universitas Sumatera Utara 34

Kelas Kesesuaian

Gambar 8. Peta Kelas Kesesuaian Lahan untuk Area Wisata

Dari Gambar 8. dapat dilihat persebaran kesesuaian lahan pada lokasi penelitian, dimana tidak ada lahan yang tergolong baik untuk area wisata.

Terdapat sebaran lahan dengan kategori sedang untuk area wisata dengan luas sebaran 571,80 ha atau 5,08% dari luasan total lokasi penelitian. Sedangkan luas sebaran lahan yang tergolong buruk untuk area wisata yaitu seluas 10.693,34 ha atau 94,92% dari total luasan. Luas sebaran kesesuaian lahan terhadap area wisata dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Luas Sebaran Kelas Kesesuaian Lahan pada Area Wisata Luas Kelas kesesuaian Tutupan Lahan Ha % Sedang 571,80 5,08 Pertanian Lahan Kering Buruk 10.693,34 94,92 Hutan Primer, Belukar, Pertanian Lahan Kering, Pertanian Lahan Kering Campur, Sawah Total 11.265,14 100

Berdasarkan Tabel 10. dapat diketahui bahwa kelas kesesuaian lahan yang memiliki kualitas sedang terhadap area wisata terdapat pada tutupan lahan

34 Universitas Sumatera Utara 35

pertanian lahan kering dengan ratio terhadap luas total adalah sebesar 5,08%.

Sedangkan kelas kesesuaian lahan yang buruk terhadap area wisata terdapat pada tutupan lahan hutan primer, belukar, pertanian lahan kering, pertanian lahan kering campur, dan sawah dengan ratio terhadap luas total adalah sebesar 94,92%.

Dapat ditarik kesimpulan bahwa sebaran kelas kesesuaian lahan yang dominan pada area wisata adalah dengan kategori buruk yaitu seluas 10.693,34 ha

(94,92%).

Kelas Kesesuaian

Gambar 9. Peta Kelas Kesesuaian Lahan untuk Pemukiman

Berdasarkan Gambar 9. dapat dilihat persebaran kesesuaian lahan pada lokasi penelitian, dimana tidak ada lahan yang tergolong baik untuk area pemukiman. Terdapat sebaran lahan dengan kategori sedang untuk area pemukiman dengan luas sebaran 571,80 ha atau 5,08% dari luasan total lokasi penelitian. Sedangkan luas sebaran lahan yang tergolong buruk untuk area

35 Universitas Sumatera Utara 36

pemukiman yaitu seluas 10.693,34 ha atau 94,92% dari total luasan. Luas sebaran kelas kesesuaian lahan terhadap pemukiman dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Luas Sebaran Kelas Kesesuaian Lahan pada Pemukiman Luas Kelas kesesuaian Tutupan Lahan Ha % Sedang 571,80 5,08 Pertanian Lahan Kering Buruk 10.693,34 94,92 Hutan Primer, Belukar, Pertanian Lahan Kering, Pertanian Lahan Kering Campur, Sawah Total 11.265,14 100

Berdasarkan Tabel 11. dapat diketahui bahwa kelas kesesuaian lahan yang memiliki kualitas sedang terhadap area pemukiman terdapat pada tutupan lahan pertanian lahan kering dengan ratio terhadap luas total adalah sebesar 5,08%.

Sedangkan kelas kesesuaian lahan yang buruk terhadap area pemukiman terdapat pada tutupan lahan hutan primer, belukar, pertanian lahan kering, pertanian lahan kering campur, dan sawah dengan ratio terhadap luas total adalah sebesar 94,92%.

Dapat ditarik kesimpulan bahwa sebaran kelas kesesuaian lahan yang dominan pada area pemukiman adalah dengan kategori buruk yaitu seluas 10.693,34 ha

(94,92%).

Menurut USDA (1971) mengenai kriteria suatu penggunaan lahan berdasarkan indikator/parameter tertentu, maka dapat disimpulkan bahwa kondisi dan karakteristik suatu lahan sangat mempengaruhi tipe penggunaan lahan yang sesuai dengan standard yang telah ditetapkan. Dengan adanya kelas kesesuaian lahan, kita punya dasar yang kuat tentang komoditi yang dapat dikembangkan disuatu wilayah/lahan. Kelas kemampuan lahan adalah pengelompokkan penggunaan lahan suatu wilayah sesuai dengan kemampuan lahan tersebut untuk dapat digunakan secara efisien dan optimal, dengan perlakuan-perlakuan tertentu

36 Universitas Sumatera Utara 37

sehingga dapat dipergunakan secara berkelanjutan. Hasil rekapitulasi kesesuaian penggunaan lahan pada 10 unit lahan dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Hasil Rekapitulasi Kesesuaian Penggunaan Lahan Kelas Kesesuaian Lahan Unit Luas Total Pakan Pertanian Area Pemukiman Desa Lahan (Ha) Ternak Wisata 122 Cukup S3 Buruk Buruk Telagah 2.422,60 sesuai 322 Cukup S3 Buruk Buruk Gunung Ambat, 836,65 sesuai Kuta Buluh, Rumah Galuh, Telagah 323 Tidak N Buruk Buruk Gunung Ambat, 307,84 sesuai Kuta Buluh, Rumah Galuh 722 Cukup S3 Buruk Buruk Gunung Ambat, 986,62 sesuai Kuta Buluh, Rumah Galuh, Telagah 723 Tidak N Buruk Buruk Gunung Ambat, 514,01 sesuai Kutabuluh, Rumah Galuh 731 Cukup S2 Sedang Sedang Gunung Ambat 571,88 sesuai 732 Cukup S3 Buruk Buruk Gunung Ambat 1.152,67 sesuai 733 Tidak N Buruk Buruk Gunung Ambat 11,19 sesuai 822 Cukup S3 Buruk Buruk Rumah Galuh, 4.372,35 sesuai Telagah 922 Cukup S3 Buruk Buruk Telagah 89,33 sesuai Total 11.265,14

Berdasarkan Tabel 12. dapat dilihat bahwa pada tiap unit lahan memiliki hasil kesesuaian lahan yang berbeda untuk penggunaan yang berbeda. Hal ini disebabkan kebutuhan tanah akan berbeda pada tiap penggunaannya. Kesesuaian penggunaan lahan memiliki hasil yang bervariasi sesuai dengan faktor pembatas pada masing-masing unit lahan.

Usaha perbaikan dapat dilakukan pada faktor penghambat kelerengan lahan dengan pembuatan teras, penanaman tanaman sejajar kontur dan penanaman tanaman penutup lahan. Hal ini sesuai dengan Rauf (2007) yang menyatakan perbaikan terhadap kelerengan dengan pembuatan teras, penanaman sejajar

37 Universitas Sumatera Utara 38

dengan kontur dan juga menanami lahan dengan penutup lahan dapat mengurangi bahaya erosi pada faktor penghambat kelerengan yang terlalu curam. Usaha perbaikan tidak dapat dilakukan pada media perakaran (rc) yaitu pada tekstur tanah dan kedalaman tanah.

Pemilihan Penggunaan Lahan Terbaik

Pengambilan data AHP di lakukan dengan membagikan kuisioner secara terpisah kepada masyarakat yang berpengalaman atau kepada yang berpengaruh dalam penggunaan suatu lahan. Responden yang dipilih berjumlah 10 orang.

Adapun hasil analisis hierarki untuk menentukan penggunaan lahan yang terbaik menurut masyarakat dapat dilihat pada Gambar 25. Hasil diperoleh dengan memasukkan hasil kuisioner tiap responden ke dalam software Expert Choise 11 berdasarkan kriteria dan tujuan dari analisis yang ingin dicapai. Hasil ranking pemilihan responden dapat dilihat pada Tabel 13-14.

Tabel 13. Peringkat Hasil Pemilihan Responden berdasarkan Kriteria No Kriteria Bobot nilai Rangking 1 Pendidikan 0,267 1 2 Kesejahteraan Masyarakat 0,263 2 3 Sumber Lapangan Kerja 0,245 3 4 Kualitas Lingkungan dan Air 0,225 4

Tabel 14. Peringkat Hasil Pemilihan Responden berdasarkan Alternatif No Alternatif Bobot nilai Rangking 1 Pertanian 0,356 1 2 Pemukiman 0,238 2 3 Area Wisata 0,220 3 4 Pakan Ternak 0,185 4

Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh menurut masyarakat sebanyak

10 orang responden, yang lebih banyak diprioritaskan adalah penggunaan lahan berupa pertanian dengan nilai inconsistensy 0,04. Dari hasil pembobotan disetiap elemen, bobot nilai elemen yang paling besar nilainya terdapat di faktor pendidikan dengan nilai 0,267. Sedangkan bobot nilai elemen yang terkecil

38 Universitas Sumatera Utara 39

terdapat di faktor kualitas lingkungan dan air yaitu dengan nilai 0,225. Hal ini menunjukan bahwa faktor pendidikan sedikit lebih penting dari faktor yang lainnya. Adapun faktor lainnya yaitu faktor sumber lapangan kerja dengan bobot nilai 0,245 dan faktor kesejahteraan masyarakat dengan bobot nilai 0,263 yang menentukan penggunaan lahan terbaik. Pemilihan penggunaan lahan terbaik dengan AHP membuat pengambilan keputusan lebih powerful dan fleksibel, yang dapat membantu dalam menetapkan pilihan yang terdiri dari beberapa aspek dalam penilaiannya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Gustina dan Rendi (2016) yang menyatakan bahwa AHP membantu menetapkan pilihan terhadap prioritas- prioritas dan membuat keputusan di mana aspek-aspek kualitatif dan kuantitatif terlibat dan keduanya harus dipertimbangkan.

39 Universitas Sumatera Utara 40

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Hasil kesesuaian penggunaan lahan yang diperoleh bervariasi sesuai dengan

faktor pembatas yang berbeda pada tiap unit lahan. Produksi pakan ternak

merupakan penggunaan lahan terbaik yang cukup sesuai pada unit lahan 122,

322, 722, 732, 822, dan 922. Sedangkan unit lahan 323, 723, dan 733

merupakan unit lahan yang tidak sesuai terhadap semua tipe penggunaan lahan

yang dikaji. Unit lahan 731 merupakan unit lahan yang cukup sesuai terhadap

area produksi pakan ternak, pertanian, area wisata, dan pemukiman. Hasil

evaluasi penggunaan lahan yang dominan yaitu kategori buruk dengan faktor

pembatas paling banyak adalah tingkat kelerengan dan tekstur tanah.

2. Pertanian merupakan alternatif penggunaan lahan terbaik menurut masyarakat

kecamatan Sei Bingai dengan mementingkan faktor pendidikan berdasarkan

penilaian AHP.

Saran

Perlu dilakukan identifikasi tipe penggunaan lahan di Kecamatan Sei

Bingai agar menjadi pedoman perencanaan terhadap penggunaan lahan yang diterapkan sesuai dengan tipe dan kemampuan lahan.

40 Universitas Sumatera Utara 41

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, T. S. 1993. Survei Tanah dan Evaluasi Lahan. Penebar Swadaya. Jakarta.

Adininggar, F. W., A. Suprayogi., A. P. Wijaya. 2016. Pembuatan Peta Potensi Lahan Berdasarkan Kondisi Fisik Lahan Menggunakan Metode Weight Overlay. Universitas Diponegoro. Semarang.

Agus, F., Yusrial., Sutono. 2006. Sifat Fisik Tanah dan Metode Analisisnya. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kementerian Pertanian.

Arsyad, S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. Skipsi. IPB Press. Bogor.

Badan Pusat Statistik. 2017. Kecamatan Sei Bingai Dalam Angka 2017. Badan Pusat Statistik Kabupaten Langkat. Medan.

Bismark, M dan Reny. 2006. Pengembangan dan Pengelolaan Daerah Penyangga Kawasan Konservasi. Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam. Bogor

Burrough, P. 1986. Principle of Geographical Information System for Land Resources Assesment. Oxford. Claredon Press.

Djaenudin, D., H. Marwan., H. Subagio., dan A. Hidayat. 2003. Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan untuk Komoditas Pertanian. Balai Penelitian Tanah. Puslitbangtanak. Bogor.

FAO. 1976. A Framework for Land Evaluation, FOA Soil Bull. Soil Resources Management and Conservation Service Land and Water Development Division. FAO Soil Bulletin No. 52. FAO-UNO. Rome.

FAO. 1990. Community Forestry. Herder’s Decision-making in Natural Resources Management in Arid and Smi-arid Africa. Rome. Italia. Gustina, D dan Rendi. 2016. Analisa Pemilihan Kualitas Android Jelly Bean Dengan Menggunakan Metode AHP Pendekatan MCDM. Universitas Persada Indonesia. Jakarta.

Hanafiah, K. A. 2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Hardjowigeno dan Widiatmaka. 2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan & Perencanaan Tataguna Lahan. Gadjah Mada University Press. Yogjakarta.

Ismail. 2007. Laporan Akhir Program Pride Campaign Tahun 2008-2010. Yayasan Orangutan Sumatera Lestari–Orangutan Information Centre. Besitang.

41 Universitas Sumatera Utara 42

Juhadi. 2007. Pola-Pola Pemanfaatan Lahan dan Degradasi Lingkungan pada Kawasan Perbukitan. Semarang. Universitas Negeri Semarang.

Kurniasari, M dan Putu. 2014. Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Pertanian Sebagai Upaya Prediksi Perkembangan Lahan Pertanian di Kabupaten Lamongan. Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya.

Latifah, S., Samsuri., dan Rahmawaty. 2018. Pengantar Analisis Spasial Dengan ArcGIS.USU Press. Medan.

Nasution, R. 2013. Teknik Sampling. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Puspitojati, T. 2011. Persoalan Definisi Hutan dan Hasil Hutan dalam Hubungannya dengan Pengembangan Hhbk Melalui Hutan Tanaman. Balai Penelitian Teknologi Agroforestri. Ciamis.

Rahmawaty., A. Rauf., dan I. Siregar. 2013. Application Of Analytical Hierarchy Process to Determine Salak-Based Agroforestry System That Most Appropriate And Sustainable For Community. Proceedings of the International Symposium on Tropical Forest Ecosystem Science and Management. University of Sumatera Utara. North Sumatera.

Rahmawaty., N. C. Siregar, dan A. Rauf. 2016. Kesesuaian Lahan Tanaman Jati: “Studi Kasus Di Arboretum Kwala Bekala, Universitas Sumatera Utara”. Jurnal Penelitian Ekosistem Dipterokarpa 2(2): 73-82. Rahmawaty., T. R., Villanueva., M. G. Carandang. 2011. Participatory Land Use Allocation. Case Study In Besitang. Watershed, Langkat, North Sumatera Indonesia. Lambert Academic Publishing. Germany. Rauf, A. 2007. Sistem Agroforestry (Upaya Pemberdayaan Lahan Secara Berkelanjutan). USU Press. Medan. Rauf, A. 2016. Dampak Kebakaran Lahan Perkebunan Kelapa Sawit di Lahan Gambut Kabupaten Aceh Barat Daya Terhadap Sifat Tanah Gambut. Jurnal Pertanian Tropik 3(3): 256-266. Rayes, M. L. 2006. Metode Inventarisasi Sumber Daya Lahan. Penerbit Andi. Yogyakarta.

Rossiter, D.G., 2000. Methodology for Soil Resource Inventories. ITC Lecture Notes and Reference. Soil Science Division International Institute for Aerospace Survey and Earth Science. Saragih, S. H. 2013. Penerapan Metode Analitycal Hierarchy Process (AHP) pada Sistem Pendukung Keputusan Pemilihan Laptop. STMIK Budi Darma. Medan.

42 Universitas Sumatera Utara 43

Saripin, I. 2003. Identifikasi Penggunaan Lahan dengan Menggunakan Citra Landsat Thematic Mapper. Teknik Litkayasa Pratama dan Balai Penelitian Tanah. Bogor.

Tjokrokusumo, S. W. 2002. Kelas Kesesuaian Lahan Sebagai Dasar Pengembangan Pertanian Ramah Lingkungan di Daerah Aliran Sungai. Peneliti Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Lingkungan – BPPT.

Tolaka, W., Wardah., dan Rahmawati. 2013. Sifat Fisik Tanah Pada Hutan Primer, Agroforestri Dan Kebun Kakao Di Subdas Wera Saluopa Desa Leboni Kecamatan Pamona Puselemba Kabupaten Poso. Jurnal Warta Rimba 1(1): 1-8. Zeller, M. 1991. Modelling Our World. ESRI Guide To Geodatabase Design. ESRI Press.

43 Universitas Sumatera Utara 1

Lampiran 1. Hasil Pengambilan Titik Koordinat Sampel Tanah

No UNIT Latitude (Y) Longitude (X) LAHAN 0 122 A 3,287144 98,381903 1 122 B 3,287824 98,383084 2 122 C 3,287642 98,383411 3 922 C 3,289101 98,378102 4 922 A 3,288569 98,377789 5 922 B 3,28803 98,37771 6 822A 3,289268 98,366181 7 822 A 3,386208 98,410289 8 722 A 3,360943 98,403492 9 722 B 3,359862 98,403421 10 722 C 3,348593 98,400027 11 822 C 3,329304 98,399175 12 822 D 3,326944 98,401184 13 822 3,335798 98,407631 14 731 C 3,469868 98,425294 15 732 A 3,457759 98,429418 16 731 B 3,459659 98,429433 17 732 B 3,459666 98,429432 18 732 C 3,449899 98,43091 19 732 D 3,437545 98,42602 20 722A 3,42907 98,426819 21 723 A 3,421174 98,434801 22 723 B 3,431235 98,440379 23 723 C 3,407346 98,42321 24 323 A 3,408256 98,426728 25 322A 3,426622 98,426681 26 322 B 3,4265 98,426674 27 323B 3,407415 98,425295 28 322C 3,405171 98,423748 29 731A 3,465478 98,42955 30 332 A 3,438016 98,447829 31 332 B 3,438702 98,448131

1 Universitas Sumatera Utara 2

Lampiran 2. Karakteristik Penggunaan Lahan (Tabel 1-4).

Tabel 1. Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Jenis Rerumputan Pakan Ternak Karakteristik Lahan S CS N Kelerengan (%) <15 15-30 >30 Temperatur (ºC) 18-35 18-35 <18, >35 Tekstur Tanah Halus, agak kasar Agak kasar Kerikil Drainase Baik, agak Baik, agak Cepat terhambat terhambat Kerikil / Batuan (%) <25 25-50 >50 (S = Sesuai ; CS = Cukup Sesuai ; N = Tidak Sesuai)

Tabel 2. KriteriaKesesuaian Lahan untuk Tanaman Pertanian Karakteristik Lahan S1 S2 S3 N Kelerengan (%) <8 8-16 16-30 >30 Erosi Sangat rendah Rendah - sedang Berat Sangat Berat Temperatur (ºC) 18-21 21-24 24-27 >27 17-18 14-17 <14 Tekstur Tanah Halus, agak Agak kasar Agak kasar Kasar halus, sedang Drainase Sedang Terhambat Terhambat, Sangat agak cepat terhambat, cepat Batuan (%) <5 5-15 15-40 >40 (S1 = Sangat Sesuai ; S2 = Cukup Sesuai ; S3 = Sesuai Marjinal ; N = Tidak Sesuai)

Tabel 3. Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Area Wisata Karakteristik Lahan Baik Sedang Buruk Cepat hingga sangat Drainase Agak cepat Terhambat cepat 1-2 kali selama musim 2 kali selama musim Banjir Tanpa piknik piknik Kemiringan 0-8 % 8-15% >15 % Agak halus, agak Tekstur Tanah Halus Kasar kasar Permukaan l, ld p ( tidak lepas) p (lepas), organic Kerikil/Kerakal 0-20% 20-50 % >50%

Tabel 4. Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Pemukiman Karakteristik Lahan Baik Sedang Buruk Sedang hingga sangat Buruk hingga agak Drainase Terhambat cepat buruk Banjir Tanpa Tanpa Jarang-sering Kemiringan 0-8 % 8-15% >15 % Agak banyak-sangat Batu kecil Tanpa-sedikit Sedikit banyak Batuan besar Tanpa Sedikit Sedang-sangat banyak (Sumber: USDA, 1971)

2 Universitas Sumatera Utara 3

Lampiran 3. Dokumentasi Penelitian

Gambar a. Pengambilan Sampel Tanah dengan Bor Tanah

Gambar b. Lokasi Pengambilan Sampel Tanah berdasarkan Peta Hasil Overlay

3 Universitas Sumatera Utara 4

Gambar c. Hasil Komposit Tanah

Gambar d. Analisis Tekstur Tanah dengan Metode Hydrometer.

4 Universitas Sumatera Utara