STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH DALAM KAITANNYA DENGAN DISPARITAS PEMBANGUNAN ANTAR KECAMATAN DI KABUPATEN LANGKAT

TESIS

Oleh

ROULI MARIA MANALU 127003018/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N 2015

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH DALAM KAITANNYA DENGAN DISPARITAS PEMBANGUNAN ANTAR KECAMATAN DI KABUPATEN LANGKAT

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

ROULI MARIA MANALU 127003018/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N 2015

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Judul : STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH DALAM KAITANNYA DENGAN DISPARITAS PEMBANGUNAN ANTAR KECAMATAN DI KABUPATEN LANGKAT

Nama Mahasiswa : ROULI MARIA MANALU

NIM : 127003018

Program Studi : Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD)

Menyetujui,

Komisi Pembimbing

Dr. Rujiman, MA Dr. Irsyad Lubis M.Sos, Sc Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

Prof. Dr. lic. rer. reg. Sirojuzilam, SE Prof. Dr. Erman Munir, M. Sc

Tanggal Lulus: 9 Mei 2015 Telah diuji

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Pada tanggal: 9 Mei 2015

PANITIA PENGUJI TESIS:

Ketua : Dr. Rujiman, MA

Anggota : 1. Dr. Irsyad Lubis, M.Sos, Sc

2. Prof. Dr. lic. rer. reg. Sirojuzilam, SE

3. Kasyful Mahalli, SE, M.Si

4. Dr. Agus Purwoko, S.Hut, M.Si

PERNYATAAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH DALAM KAITANNYA DENGAN DISPARITAS PEMBANGUNAN ANTAR KECAMATAN DI KABUPATEN LANGKAT

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain , kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Mei 2015

ROULI MARIA MANALU

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH DALAM KAITANNYA DENGAN DISPARITAS PEMBANGUNAN ANTAR KECAMATAN DI KABUPATEN LANGKAT

ROULI MARIA MANALU

ABSTRAK Disparitas pembangunan dapat dilihat dalam lingkup wilayah secara spasial dimana pembangunan tidak selalu berlangsung secara seimbang dan merata. Mengetahui sektor-sektor basis daerah merupakan salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam perumusan strategi pengembangan wilayah. Strategi pengembangan wilayah ini diharapkan mampu mengatasi permasalahan disparitas pembangunan antar wilayah. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi sektor basis per kecamatan, mengidentifikasi tipologi sektor-sektor perekonomian, dan mengetahui tingkat disparitas pembangunan antar kecamatan di Kabupaten Langkat, serta merekomendasikan strategi pengembangan wilayah berdasarkan sektor basis yang dapat diterapkan. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kuantitatif deskriptif. Alat analisis yang digunakan adalah analisis LQ (Location Quotient), tipologi Klassen pendekatan sektoral, indeks Williamson dan analisis deskriptif. Hasil analisis LQ menunjukkan sektor pertanian merupakan sektor basis pada sebagian besar kecamatan di Kabupaten Langkat, yakni 16 kecamatan dari 23 kecamatan, dan mendominasi perekonomian di Kabupaten Langkat. Sektor ekonomi yang masuk dalam kualifikasi sektor prima (kuadran I) adalah sektor pertanian. Sektor yang berada pada klasifikasi sektor berkembang (kuadran II) adalah sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas, dan air bersih, sektor bangunan/ konstruksi dan sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan. Sedangkan sektor maju tapi tertekan (kuadran III) adalah sektor pertambangan dan penggalian. Sementara itu sektor yang tertinggal atau terbelakang (kuadran IV) adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, dan sektor jasa-jasa. Nilai indeks Williamson Kabupaten Langkat selama kurun waktu tahun 2008-2012 berfluktuatif tetapi secara umum mengalami penurunan. Lebih lanjut disparitas pembangunan antar kecamatan di Kabupaten Langkat paling tinggi terjadi di Wilayah Pengembangan Pembangunan (WPP) III, yaitu Kecamatan Tanjung Pura, Gebang, Babalan, Sei Lepan, Brandan Barat, Besitang, Pangkalan Susu dan Pematang Jaya. Strategi pengembangan wilayah dapat diterapkan di Kabupaten Langkat adalah dengan mengembangkan sektor pertanian dan sektor industri berbasis pertanian.

Kata Kunci: Strategi pengembangan wilayah, disparitas pembangunan, sektor basis REGIONAL DEVELOPMENT STRATEGY, RELATED TO DEVELOPMENT DISPARITY AMONG SUBDISTRICTS

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA IN LANGKAT DISTRICT

ROULI MARIA MANALU

ABSTRACT

Development disparity can be seen spatially in territorial scope where development is usually imbalanced and uneven. Knowing area-based sectors is one of the aspects which need attention in formulating regional development strategy. This strategy is expected to be able to solve the problems of development disparity among areas. The objective of the research was to identify basic sector per subdistrict and the typology of economic sectors, to find out the level of development disparity among subdistricts in Langkat District, and to recommend feasible strategy of sector-based regional development. The research used descriptive quantitative method. The data were analyzed by using LQ (Location Quotient) analysis, Klassen sectoral-based typology, Williamson index, and descriptive analysis. The result of LQ analysis showed that of the 16 subdistricts, 16 of them applied sector-based agriculture and dominated economic sectors in Langkat District. Economic sector which was qualified as the primary sector (quadrant I) was agricultural sector. The sectors classified as developing sectors (quadrant II) were processing industry, electricity, gas, clean water, building/construction, finance, rental, and company service sectors. Advanced but pressed sectors (quadrant III) were mining and excavating, while underdeveloped sectors (quadrant IV) were trade, hotel and restaurant, transportation and communication, and services sectors. Williamson index value of Langkat District in the period of 2008-2012 fluctuated although generally declined. The highest developing disparity among subdistricts in Langkat District was in WPP (Developing Area) III such as Tanjung Pura, Gebang, Babalan, Sei Lepan, Berandan Barat, Besitang, Pangkalan Susu, and Pematang Raya subdistricts. Regional development strategy which could be implemented in Langkat District was by developing agricultural sector and agriculture-based industry sector.

Keywords: Regional Development Strategy, Development Disparity, Basic Sector

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Pengasih, atas berkat dan rahmat-

Nya sehingga tesis yang berjudul “Strategi Pengembangan Wilayah dalam

Kaitannya dengan Disparitas Pembangunan Antar Kecamatan di Kabupaten

Langkat” dapat terselesaikan. Penyusunan tesis ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam rangka studi di Program Studi Magister Perencanaan

Pembangunan Wilayah dan Pedesaan di Sekolah Pascasarjana Universitas

Sumatera Utara.

Atas terselesaikannya tesis ini, tidak lupa saya menyampaikan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Subhilhar, MA, Ph.D sebagai Pejabat Rektor Universitas

Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Erman Munir, M.Sc sebagai direktur Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. lic. rer. reg. Sirojuzilam, SE, sebagai Ketua Program Studi

Magister Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD)

Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Dr. Rujiman, MA, sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak

Dr. Irsyad Lubis, M.Sos, Sc, sebagai Anggota Komisi Pembimbing yang

telah banyak memberikan dan meluangkan waktu, tenaga dan pikiran

dalam memberikan bimbingan penyusunan tesis ini.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 5. Bapak Prof. Dr. Lic. rer. reg. Sirojuzilam, SE, Bapak Kasyful Mahalli, SE,

M.Si, dan Bapak Dr. Agus Purwoko, S.Hut, M.Si, sebagai Komisi Penguji

yang telah memberikan masukan dan saran-saran yang konstruktif untuk

kesempurnaan tesis ini.

6. Seluruh dosen yang mengajar mata kuliah pada Program Studi Magister

Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD) Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

7. Orangtua saya Ayahanda Drs. L. Manalu dan Ibunda T. Sihombing serta

Ayahanda Mertua Ir. M. Situmorang dan Ibunda Mertua H. Siregar yang

saya hormati dan muliakan, atas doa, perhatian dan dukungan yang tetap

diberikan selama proses penyelesaian studi.

8. Suami tercinta dr. Mayer Situmorang dan ketiga putra saya Arsenius

Morris Hadorassa, Carel Fabian Hotdo dan Tristan Patimbohon yang

senantiasa mendoakan dan memberikan dorongan semangat penuh

kerelaan dan pengertian yang mendalam selama mengikuti perkuliahan.

9. Kakak, adik dan seluruh keluarga yang tidak bisa saya sebutkan satu

persatu yang telah membantu dan memberi dorongan selama proses

penyelesaian studi.

10. Teman-teman mahasiswa Program Studi Magister Perencanan

Pembangunan Wilayah dan Pedesaaan (PWD) Tahun 2012 atas segala

dukungan, bantuan dan masukannya yang memotivasi dalam penyelesaian

tesis ini.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 11. Rekan-rekan kerja di Dinas Bina Marga Provsu dan semua pihak yang

telah terlibat dan mendukung penyusunan tesis ini atas dukungan dan

motivasi yang telah diberikan.

Penyusun menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, namun harapannya semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Semoga Tuhan

Yang Maha Pengasih senantiasa menyertai kita.

Medan, Mei 2015 Penyusun,

ROULI MARIA MANALU

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tangaal 18 Nopember 1985 di Kota Medan, puteri keempat dari tujuh bersaudara dari ayahanda Drs. L. Manalu dan Ibunda T.

Sihombing.

Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar lulus tahun 1997, pendidikan menengah pertama lulus tahun 2000, dan pendidikan menengah atas lulus tahun 2003. Pada tahun 2007 memperoleh gelar Sarjana Sosial dari Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Ilmu Administrasi Negara Universitas

Sumatera Utara.

Tahun 2009 penulis diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Humbang Hasundutan. Tahun 2011, penulis pindah tugas ke lingkungan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dan ditugaskan pada Dinas Bina Marga. Pada tahun 2012, penulis melanjutkan pendidikan pada Program Studi Magister Perencanaan Pembangunan Wilayah dan

Pedesaan (PWD) di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dan lulus tahun 2015.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ...... i ABSTRACT ...... ii KATA PENGANTAR ...... iii RIWAYAT HIDUP ...... vi DAFTAR ISI ...... vii DAFTAR TABEL ...... ix DAFTAR GAMBAR ...... xi DAFTAR LAMPIRAN ...... xii DAFTAR SINGKATAN ...... xiii

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ...... 1 1.2. Perumusan Masalah...... 9 1.3. Tujuan Penelitian ...... 10 1.4. Manfaat Penelitian ...... 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Wilayah ...... 11 2.2. Pengembangan Wilayah ...... 13 2.2.1. Teori Pusat Pertumbuhan (Growth Poles Theory) ...... 18 2.2.2. Teori Tempat Pusat (Central Place Theory) ...... 20 2.3. Strategi Pengembangan Wilayah ...... 23 2.4. Sektor Basis/ Basis ...... 27 2.5. Disparitas Antar Daerah ...... 28 2.5. Penelitian Terdahulu ...... 34 2.6. Kerangka Berpikir ...... 36

BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi Penelitian ...... 38 3.2. Jenis dan Sumber Data ...... 38 3.3. Teknik Analisis Data ...... 38 3.3.1. Analisis Location Quotient (LQ) ...... 39 3.3.2. Analisis Tipologi Sektoral ...... 40 3.3.3. Analisis Disparitas ...... 41 3.3.4. Analisa Deskriptif ...... 42 3.4. Definisi Operasional ...... 42

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ...... 44 4.1.1. Letak Geografis wilayah Kabupaten Langkat ...... 44 4.1.2. Kondisi Fisik Wilayah ...... 48 4.1.3. Kependudukan Kabupaten Langkat ...... 49 4.1.4. Perekonomian Wilayah Kabupaten Langkat ...... 51 4.1.5. Sarana Pendidikan ...... 56 4.1.6. Sarana Kesehatan ...... 59 4.1.7. Aksesbilitas ...... 61 4.1.8. Sumber Daya Alam ...... 63 4.2. Analisis Sektor Basis ...... 66 4.3. Analisis Tipologi Sektoral ...... 75 4.4. Analisis Disparitas ...... 76 4.4. Strategi Pengembangan Wilayah ...... 83

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan ...... 88 5.2. Saran ...... 89

Daftar Pustaka

Lampiran

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

1.1. Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, dan Persentasenya per Kecamatan di Kabupaten Langkat Tahun 2012 ...... 5

1.2. PDRB Kabupaten Langkat per Kecamatan Tahun 2012 Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 ...... 7

3.1. Matrik Klasifikasi Antar Sektor ...... 40

4.1. Luas Wilayah Kecamatan, Jumlah Desa/ Kelurahan, Jarak dan Persentase Luas Masing-Masing Kecamatan terhadap Luas Kabupaten Langkat ...... 45

4.2. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Pertambahan Penduduk di Kabupaten Langkat Tahun 2000-2009 ...... 50

4.3. Pertumbuhan PDRB Kabupaten Langkat Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapagan Usaha Tahun 2008-2012 (%) ...... 51

4.4. Nilai dan Kontribusi PDRB Berdasarkan Harga Konstan 2000 Kabupaten Langkat Tahun 2008-2012 (dalam milyaran rupiah) ...... 53

4.5. Distribusi PDRB per Kecamatan terhadap Total PDRB Kabupaten Langkat Tahun 2012 (dalam jutaan rupiah) ...... 55

4.6. Jumlah dan Sebaran Sarana Pendidikan Kabupaten Langkat Tahun 2012 ...... 56

4.7. Jumlah Sekolah, Murid dan Guru di Kabupaten Langkat Tahun 2010 – 2012 ...... 58

4.8. Jumlah Sarana Kesehatan Kabupaten Langkat Tahun 2009 - 2012 ...... 59

4.9. Jumlah dan Sebaran Sarana Kesehatan Kabupaten Langkat Tahun 2012 ...... 60

4.10. Kondisi Permukaan Jalan Kabupaten Langkat Tahun 2012 ...... 62

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

4.11. Nilai LQ per Sektor-Sektor Perekonomian Kabupaten Langkat Tahun 2012 ...... 67

4.12. Sektor-Sektor Perekonomian Basis Per Kecamatan di Kabupaten Langkat...... 69

4.13. Klasifikasi Sektor Ekonomi Kabupaten Langkat Tahun 2008-2012 ...... 74

4.14. Indeks Williamson Kabupaten Langkat Tahun 2008-2012 ...... 76

4.15. Indeks Williamson Antar Wilayah Kecamatan dan Wilayah Pengembangan Pembangunan (WPP) di Kabupaten Langkat Tahun 2012 ...... 77

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman

1.1. PDRB Per Kecamatan di Kabupaten Langkat ...... 8

2.1. Empat Aspek Pengembangan Wilayah ...... 17

2.2. Kerangka Berpikir Penelitian ...... 37

4.1. Wilayah Administrasi Kabupaten Langkat ...... 46

4.2. Laju Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Langkat ...... 50

4.3. Grafik Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Langkat Tahun 2008-2012 ...... 52

4.4. Peta Penyebaran Sektor Pertanian Sebagai Sektor Basis di Kabupaten Langkat ...... 74 4.5. Matriks Klasifikasi Sektor Perekonomian Kabupaten Langkat ...... 76

4.6. Peta Disparitas Pembangunan Per Wilayah Pengembangan Pembangunan (WPP) Kabupaten Langkat ...... 80

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul

Lampiran 1 Perhitungan Tipologi Klassen Pendekatan Sektoral Kabupaten Langkat Tahun 2008-2012 ADHK 2000

Lampiran 2 Perhitungan Nilai Indeks Williamson antar Kecamatan Kabupaten Langkat Tahun 2012

Lampiran 3 Perhitungan Nilai Indeks Williamson Antar Wilayah Pembangunan Kabupaten Langkat Tahun 2012

Lampiran 4 Perhitungan Nilai Indeks Williamson Kabupaten Langkat Tahun 2008-2012

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DAFTAR SINGKATAN

ADHK : Atas Dasar Harga Konstan BPS : Badan Pusat Statistik Dpl : Diatas Permukaan Laut IW : Indeks Williamson LQ : Location Quotient Migas : Minyak dan Gas NAD : Nangro Aceh Darusallam PDRB : Produk Domestik Regional Bruto PT : Perguruan Tinggi RPJMD : Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah SD : Sekolah Dasar SDA : Sumber Daya Alam SDM : Sumber Daya Manusia SMA : Sekolah Menengah Atas SMP : Sekolah Menengah Pertama TK : Taman Kanak-Kanak UMKM : Usaha Mikro, Kecil dan Menengah WPP : Wilayah Pengembangan Pembangunan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan daerah pada hakekatnya adalah upaya yang terencana untuk meningkatkan kapasitas daerah dalam mewujudkan masa depan yang lebih baik bagi daerah tersebut khususnya bagi masyarakat dalam semua lapisan dan bagian wilayah (Nazwar, 2013:152). Dikeluarkannya peraturan pelaksanaan otonomi daerah yakni UU Nomor 32 Tahun 2004 semakin menuntut tanggung jawab pemerintah daerah sebagai pelaksana pembangunan daerah untuk menjamin pemerataan pembangunan di daerah hingga pada tingkat Kabupaten dan Kota.

Penerapan otonomi daerah ini menetapkan pembagian kewenangan antara pusat dan daerah dalam hal pembangunan dan pengembangan suatu daerah.

Kemampuan setiap daerah di untuk membangun daerahnya masing-masing berbeda karena dipengaruhi oleh perbedaan potensi sumber daya yang dimiliki seperti sumber daya manusia, sumber daya alam, sumber daya buatan (infrastruktur) serta sumber daya sosial. Ada daerah yang memiliki sumber daya alam yang melimpah, namun kurang dalam hal sumber daya manusia baik secara kualitas maupun kuantitas. Demikian halnya dengan sumber daya buatan seperti infrastruktur yang menunjang kegiatan sosial dan ekonomi, serta sumber daya sosial seperti adat istiadat lokal yang mempengaruhi pola pikir dan prilaku masyarakat daerah. Keadaan ini selanjutnya menyebabkan perbedaan dalam

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA perkembangan pembangunan yang mengakibatkan terjadinya kesenjangan kesejahteraan masyarakat di masing-masing daerah.

Pemerintah daerah mempunyai peran yang besar dalam merumuskan strategi pembangunan, yaitu strategi pembangunan yang berpedoman pada pemahaman mendalam terhadap karakteristik, potensi dan permasalahan pembangunan untuk mencapai kemajuan wilayah yang kompetitif. Menurut

Syahidin (2006:45), salah satu aspek yang perlu dipertimbangkan dalam perumusan kebijakan pembangunan adalah mengetahui sektor-sektor basis daerah yaitu sektor-sektor perekonomian yang diharapkan menjadi motor perekonomian dalam suatu wilayah. Dengan mengetahui dan mengoptimalkan sektor basis, maka diharapkan terdapat efek positif bagi kemajuan perekonomian daerah.

Pada umumnya pembangunan daerah difokuskan pada pembangunan ekonomi melalui usaha pertumbuhan ekonomi. Tujuan pembangunan ekonomi yang bersifat multidimensional adalah menciptakan pertumbuhan dan perubahan struktur ekonomi, perubahan sosial, mengurangi dan menghapuskan kemiskinan, mengurangi ketimpangan (disparity), dan pengangguran. (Todaro,1994:15).

Pembangunan ekonomi suatu daerah pada hakekatnya merupakan suatu rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara sadar dan terus menerus dan berkesinambungan untuk mewujudkan keadaan yang lebih baik dari keadaan yang sebelumnya (Boediono,1999:1). Sirojuzilam dan Mahalli (2010:99) mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai pertambahan pendapatan masyarakat secara keseluruhan, yaitu kenaikan seluruh nilai tambah (added value) yang terjadi. Pertumbuhan ekonomi harus direncanakan secara kompherensif

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA dalam upaya terciptanya pemerataan hasil-hasil pembangunan. Dengan demikian maka wilayah yang awalnya miskin, tertinggal dan tidak produktif akan menjadi lebih produktif, yang akhirnya akan mempercepat pertumbuhan itu sendiri.

Pendekatan pembangunan yang menekankan pada pertumbuhan ekonomi selama ini, telah banyak menimbulkan masalah pembangunan yang semakin besar dan kompleks, antara lain pengangguran, kemiskinan diperdesaan, distribusi pendapatan yang timpang, dan ketidakseimbangan struktural (Sjahril dalam Kuncoro,

2003:9). Ketidakmerataan pembangunan dapat dilihat dalam lingkup wilayah secara spasial dimana pembangunan tidak selalu berlangsung secara seimbang dan merata. Beberapa daerah mencapai pertumbuhan cepat, sementara beberapa daerah lain mengalami pertumbuhan yang lambat. Daerah-daerah tersebut tidak mengalami kemajuan yang sama disebabkan perbedaan sumberdaya yang dimiliki. Faktor lainnya adalah adanya kecenderungan peranan pemilik modal

(investor) lebih memilih daerah perkotaan atau daerah yang telah memiliki fasilitas seperti prasarana perhubungan, jaringan listrik, jaringan telekomunikasi, perbankan, asuransi, dan tenaga kerja yang terampil, selain itu adanya ketimpangan redistribusi pembagian pendapatan dari Pemerintah Pusat kepada daerah. Hal ini sejalan dengan pernyataan bahwa adanya perbedaan dan ketimpangan diantara wilayah adalah sebagai akibat adanya perbedaan potensi sumber daya wilayah, infrastruktur transportasi, pengeluaran pemerintah, pendidikan, sumber daya manusia, kepadatan penduduk, investasi, heterogenitas etnik (keberagaman suku) dan sumber daya alam (Sirojuzilam dan Mahalli,

2010:71).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Williamson (1965:8) mengungkapkan ketimpangan wilayah akan memberikan pengaruh yang kurang baik dalam pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pendapatan antar wilayah karena berbagai konsekuensi yang ditimbulkannya. Pertama, makin besarnya arus perpindahan penduduk desa terutama yang berketerampilan ke daerah perkotaan. Kedua, investasi cenderung mengarah kepada wilayah-wilayah kota yang telah jauh berkembang dengan sarana dan prasarana yang mampu memberikan keuntungan aglomerasi yang lebih tinggi. Ketiga, pemerintah lebih cenderung melakukan investasi ke daerah-daerah yang telah lebih dulu berkembang. Keempat, tidak adanya keterkaitan (linkage) antar daerah yang lebih berkembang dengan daerah yang kurang berkembang.

Kesemuanya ini akan memperburuk perbedaan kemajuan ekonomi yang dicapai antar daerah.

Keempat masalah diatas biasa terjadi di beberapa daerah dan tidak terkecuali di Kabupaten Langkat. Kabupaten Langkat sebagai kabupaten yang memiliki luas wilayah terbesar kedua di Provinsi Sumatera Utara dengan luas

6.263,29 Km² atau sekitar 8,74% dari luas Provinsi, terdiri dari 23 kecamatan serta 277 desa dan kelurahan juga rentan dengan masalah disparitas ini.

Berdasarkan data kependudukan Kabupaten Langkat, jumlah dan kepadatan penduduk di Kabupaten Langkat tidak merata dan bervariasi antar kecamatan.

Lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1.1.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Tabel 1.1. Tabel Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, dan Persentasenya per Kecamatan di Kabupaten Langkat Tahun 2012

Kepadatan Luas Jumlah Persentase Persentase Jumlah Penduduk Kecamatan Wilayah Penduduk Luas Jumlah Desa (Jiwa/ (Km²) (Jiwa) Wilayah Penduduk Km²) (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 1. Bahorok 1.101,83 19 40.220 17,59 4,12 36,50 2. Serapit 98,5 10 16.053 1,57 1,64 162,97 3. 221,73 17 26.145 3,54 2,68 117,91 4. Kutambaru 236,84 8 13.527 3,78 1,38 57,11 5. 333,17 16 48.772 5,32 4,99 146,39 6. 206,23 16 39.502 3,29 4,04 191,54 7. Selesai 167,73 14 70.051 2,68 7,17 417,64 8. 42,05 7 42.891 0,67 4,39 1.020,00 9. 108,85 12 83.114 1,74 8,51 763,56 10. Wampu 194,21 14 40.964 3,10 4,19 210,93 11. Batang Serangan 899,38 8 35.324 14,36 3,62 39,28 12. Sawit Seberang 209,1 7 25.418 3,34 2,60 121,56 13. Padang Tualang 221,14 12 47.088 3,53 4,82 212,93 14. Hinai 105,26 13 48.234 1,68 4,94 458,24 15. Secanggang 231,19 17 65.929 3,69 6,75 285,17 16. Tanjung Pura 179,61 19 65.052 2,87 6,66 362,18 17. Gebang 178,49 11 42.926 2,85 4,39 240,50 18. Babalan 76,41 8 56.935 1,22 5,83 745,12 19. Sei Lepan 280,68 14 47.231 4,48 4,83 168,27 20. Brandan Barat 89,8 7 22.126 1,43 2,26 246,39 21. Besitang 720,74 9 44.354 11,51 4,54 61,54 22. Pangkalan Susu 151,35 11 41.923 2,42 4,29 276,99 23. Pematang Jaya 209 8 13.106 3,34 1,34 62,71 Kabupaten Langkat 6.263,29 277 976.885 100,00 100,00 155,97 Sumber: BPS Kabupaten Langkat (diolah)

Berdasarkan data pada Tabel 1.1, dapat dilihat bahwa pada tahun 2012 jumlah penduduk tercatat sebanyak 976.885 jiwa. Penduduk Kabupaten Langkat terpusat di Kecamatan Binjai dan Kecamatan Stabat. Kecamatan Binjai yang dihuni sebanyak 42.891 jiwa atau sebesar 4,39% dari jumlah penduduk Kabupaten

Langkat, dengan luas wilayah yang hanya 42,05 Km² atau hanya sebesar 0,67% luas wilayah Kabupaten, memiliki kepadatan penduduk terbesar yaitu 1.020

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA jiwa/Km². Demikian halnya dengan kecamatan Stabat yang merupakan ibukota kabupaten yang memiliki kepadatan penduduk sebesar 763,56 jiwa/Km². Bertolak belakang dengan hal di atas, Kecamatan Bahorok yang memiliki wilayah terluas yaitu 1.101,83 Km² atau sebesar 17,59% dari luas wilayah Kabupaten Langkat hanya dihuni penduduk 40.220 jiwa atau sebesar 4,12% dari jumlah penduduk

Kabupaten Langkat, dengan kata lain memiliki kepadatan penduduk yang cukup rendah yakni 36,50 jiwa/ Km².

Kondisi yang demikian akan membawa konsekuensi menumpuknya sarana dan prasarana fisik dan sosial yang dibangun untuk memenuhi kebutuhan penduduk di kecamatan yang memiliki kepadatan penduduk yang lebih tinggi seperti Kecamatan Binjai dan Kecamatan Stabat. Selain itu, pengembangan usaha dan minat menanamkan modal bisa menjadi tidak berimbang khususnya dari sektor swasta yang cenderung akan memilih daerah yang memiliki fasilitas dan infrastruktur yang baik serta pertimbangan jumlah penduduk yang besar sebagai pasar potensial. Kondisi ini berpotensi menimbulkan terjadinya ketimpangan dalam percepatan pembangunan antar wilayah.

Selain dari sisi kependudukan, kondisi perekonomian tiap kecamatan juga menunjukkan perbedaan yang signifikan. Lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 1.2.

Perkembangan perekonomian Kabupaten Langkat yang dicerminkan melalui

PDRB Kabupaten Langkat (Tabel 1.2), memperlihatkan bahwa PDRB Kecamatan

Pangkalan Susu dan Kecamatan Besitang lebih tinggi dibanding dengan kecamatan-kecamatan lainnya. Namun demikian hal ini belum dapat menunjukkan bahwa masyarakat pada kecamatan yang memiliki PDRB tinggi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA lebih sejahtera dari kecamatan lainnya. Hal ini dikarenakan pada kedua kecamatan tersebut terdapat kontribusi sektoral yang menonjol yang secara langsung mendongkrak nilai PDRB.

Tabel 1.2 PDRB Kabupaten Langkat per Kecamatan Tahun 2012 Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000

Kecamatan PDRB (Juta Rp) PDRB (Persen) 1. Bahorok 351.325,01 4,36 2. Serapit 194.821,59 2,42 3. Salapian 374.494,02 4,65 4. Kutambaru 190.346,59 2,36 5. Sei Bingai 361.143,54 4,48 6. Kuala 261.215,54 3,24 7. Selesai 311.958,41 3,87 8. Binjai 282.519,14 3,51 9. Stabat 461.161,69 5,72 10. Wampu 271.802,24 3,37 11. Batang Serangan 337.771,97 4,19 12. Sawit Seberang 261.111,68 3,24 13. Padang Tualang 350.641,13 4,35 14. Hinai 259.511,24 3,22 15. Secanggang 499.453,42 6,20 16. Tanjung Pura 407.739,08 5,06 17. Gebang 372.958,26 4,63 18. Babalan 370.808,62 4,60 19. Sei Lepan 314.691,41 3,91 20. Brandan Barat 181.319,94 2,25 21. Besitang 704.573,96 8,74 22. Pangkalan Susu 750.140,21 9,31 23. Pematang Jaya 187.137,28 2,32 Kabupaten Langkat 8.058.645,97 100,00 Sumber: BPS Kabupaten Langkat

Kecamatan Pangkalan Susu merupakan salah satu kecamatan yang mempunyai potensi alam pertambangan di provinsi Sumatera Utara. Besarnya nilai PDRB Kecamatan Pangkalan Susu sangat dipengaruhi dan didominasi oleh

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA sektor pertambangan. Oleh karena itu, nilai PDRB sektor pertambangan

Kecamatan Pangkalan Susu memberikan kontribusi besar dalam pembentukan nilai PDRB Kabupaten Langkat maupun nilai PDRB Provinsi Sumatera Utara.

Selain itu, letak geografis Kecamatan Pangkalan Susu yang berbatasan langsung dengan Selat Malaka memberikan nilai tambah tersendiri yaitu produksi perikanan, sehingga memberikan kontribusi besar dalam pembentukan nilai

PDRB di sektor pertanian. Sementara itu, Kecamatan Besitang yang menempati urutan kedua dalam pembentukan total PDRB Kabupaten Langkat didominasi oleh sektor industri pengolahan dimana Kecamatan Besitang merupakan kawasan industri pengolahan di Kabupaten Langkat (BPS Kabupaten Langkat, 2013:28-

29). Penyebaran PDRB per kecamatan di Kabupaten Langkat dapat digambarkan melalui grafik pada Gambar 1.1.

Gambar 1.1 PDRB per Kecamatan di Kabupaten Langkat Tahun 2012

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Grafik di atas menunjukkan ketidakmerataan penyebaran PDRB per kecamatan di Kabupaten Langkat yang berarti pula ketidakmerataan perkembangan ekonomi dan pembangunan antar kecamatan. Dampak yang ditimbulkan dari ketidakmerataan pembangunan selain terancamnya stabilitas daerah juga terhambatnya pertumbuhan ekonomi dan perkembangan wilayah kecamatan dan berimbas juga pada pertumbuhan dan perkembangan wilayah kabupaten itu sendiri.

Berdasarkan hal-hal tersebut diatas maka fenomena disparitas antardaerah perlu menjadi perhatian penting dalam upaya pengembangan wilayah secara spasial. Untuk itu perlu dilakukan suatu penelitian untuk menganalisis seberapa besar tingkat kesenjangan/ disparitas yang terjadi di Kabupaten Langkat serta merekomendasikan strategi pembangunan dalam kaitannya dengan disparitas pembangunan antar wilayah di Kabupaten Langkat.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apa sektor basis kecamatan-kecamatan di Kabupaten Langkat?

2. Bagaimana klasifikasi sektor-sektor perekonomian di Kabupaten Langkat?

3. Bagaimana tingkat disparitas pembangunan antar kecamatan di Kabupaten

Langkat?

4. Bagaimana strategi pengembangan wilayah berdasarkan sektor basis di

Kabupaten Langkat?

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah penelitian di atas, maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi sektor basis per kecamatan di Kabupaten Langkat.

2. Mengidentifikasi tipologi sektor perekonomian di Kabupaten Langkat.

3. Mengetahui tingkat disparitas pembangunan antar kecamatan di Kabupaten

Langkat.

4. Merekomendasikan strategi pengembangan wilayah berdasarkan sektor basis

yang dapat diterapkan.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini, antara lain

1. Memberikan sumbangan informasi yang tersistematis mengenai persoalan

disparitas pembangunan antar wilayah kecamatan di Kabupaten Langkat.

2. Sebagai bahan pertimbangan dan masukan bagi Pemerintah Kabupaten

Langkat dalam perumusan perencanaan pembangunan dan strategi

pengembangan wilayahnya.

3. Sebagai tambahan dan guna melengkapi khasanah pengetahuan tentang

perencanaan pembangunan wilayah.

4. Sebagai bahan acuan untuk pembahasan atau penelitian yang fokus tentang

disparitas pembangunan antar daerah.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Wilayah

Suatu wilayah terkait dengan beragam aspek, sehingga definisi baku mengenai wilayah ini pun belum ada kesepakatan di antara para ahli. Menurut

Rustiadi et al (2006) wilayah merupakan unit geografis dengan batas-batas spesifik (tertentu) dimana komponen-komponen wilayah tersebut (sub wilayah) satu sama lain berinteraksi secara fungsional. Tarigan (2010: 114) mendefenisikan wilayah sebagai satu kesatuan ruang secara geografi yang mempunyai tempat tertentu tanpa terlalu memperhatikan soal batas dan kondisinya. Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional.

Richardson (dalam Sitohang ed. 2001:59) membagi wilayah dalam tiga tipe yaitu :

• Wilayah Homogen

Wilayah dilihat dari segi kesamaan karakteristik dimana perbedaan internal

dan interaksi regional dianggap bukan suatu yang penting. Wilayah homogen

menunjukkan bahwa beberapa daerah berkumpul dan membentuk sebuah

wilayah berdasarkan kriteria tertentu. Misalnya kesamaan secara ekonomi,

keadaan geografi, atau sosial politik. Dalam konsep wilayah homogen,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA hubungan regional yang didasari oleh ekonomi lebih penting dari pada

perbedaan intraregional.

• Wilayah Nodal (Polarized)

Pada wilayah ini keseragaman hanya sedikit diperhatikan. Keterpaduan

merupakan hasil dari aliran-aliran internal, hubungan dan saling

ketergantungan biasanya terpolarisasi menuju kesebuah pusat (node) yang

dominan. Dalam konsep ini dipahami bahwa ruang ekonomi sangatlah

heterogen. Penduduk dan industri tidak tersebar di seluruh lokasi tetapi

berkumpul pada lokasi-lokasi yang spesifik. Pada tingkat regional, wilayah

disusun oleh titik-titik yang heterogen dengan ukuran berbeda-beda (kota

besar, kota kecil, desa) yang berkaitan secara fungsional.

• Wilayah Perencanaan

Dalam konsep ini kesatuan diperoleh dari kontrol politik atau dministratif.

Wilayah perencanaan lebih mudah dipahami sebagai sebuah daerah dimana

kebijaksanaan ekonomi diterapkan, dan hal ini merupakan satu-satunya

kekuatan yang menyatukan. Ukuran wilayah perencanaan yang optimal

dibedakan dengan panjang waktu perencanaan. Daerah yang lebih besar

dibutuhan untuk perencanaan jangka panjang, sebaliknya wilayah

perencanaan yang lebih kecil menawarkan berbagai keuntungan sistem

desentralisasi, antara lain: kesempatan partisipasi masyarakat, biaya informasi

rendah, penghematan waktu manajerial, dan kualitas keputusan yang lebih

tinggi. Selain itu keuntungan utama dari pendekatan wilayah perencanaan

adalah bahwa data dikumpulkan pada unit administrasi yang menjadikan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA dampak kebijakan lebih mudah untuk dievaluasi, dan struktur administrasi

wilayah memudahkan implementasi kebijakan. Kerugiannya adalah

kemungkinan tidak konsistennya antara batas administrasi wilayah dengan

batas wilayah ekonomi.

2.2. Pengembangan Wilayah

Pada hakekatnya pengembangan (development) merupakan upaya untuk memberi nilai tambah dari apa yang dimiliki untuk meningkatkan kualitas hidup.

Pengembangan dapat diartikan sebagai suatu kegiatan menambah, meningkatkan, memperbaiki atau memperluas. Menurut Alkadri (2001:3) pengembangan adalah kemampuan yang ditentukan oleh apa yang dapat dilakukan dengan apa yang dimiliki untuk meningkatkan kualitas hidup. Kata pengembangan identik dengan keinginan menuju perbaikan kondisi disertai kemampuan untuk mewujudkannya.

Pendapat lain bahwa pengembangan adalah suatu proses untuk mengubah potensi yang terbatas sehingga mempengaruhi timbulnya potensi yang baru, dalam hal ini termasuk mencari peluang yang ada dalam kelompok-kelompok yang berbeda yang tidak semuanya mempunyai potensi yang sama (Budiharsono, 2002).

Pengembangan wilayah secara realistis memperhatikan tuntutan dunia usaha dan masyarakat dalam rangka pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana sehingga aktivitas perekonomian dalam wilayah atau kawasan dapat berjalan dengan baik, yang selanjutnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Menurut Hadjisaroso dalam Sirojuzilam dan Mahalli (2010:33), pengembangan wilayah merupakan suatu tindakan mengembangkan wilayah atau membangun

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA daerah/ kawasan dalam rangka usaha memperbaiki tingkat kesejahteraan hidup masyarakat. Hal ini sejalan dengan pernyataan Sirojuzilam (2008:35), bahwa pengembangan wilayah pada dasarnya mempunyai arti peningkatan nilai manfaat wilayah bagi masyarakat suatu wilayah tertentu mampu menampung lebih banyak penghuni, dengan tingkat kesejahteraan masyarakat yang rata-rata membaik, disamping menunjukkan lebih banyak sarana/ prasarana, barang atau jasa yang tersedia dan kegiatan usaha-usaha masyarakat yang meningkat, baik dalam arti jenis, intensitas, pelayanan maupun kualitasnya.

Pendapat lain menyebutkan pengembangan wilayah adalah upaya untuk memacu perkembangan sosial ekonomi, mengurangi kesenjangan antar wilayah dan menjaga kelestarian lingkungan hidup pada suatu wilayah. Pengembangan wilayah sangat diperlukan karena kondisi sosial ekonomi, budaya dan geografis yang berbeda antara satu wilayah dengan wilayah lainnya. Pada dasarnya pengembangan wilayah harus disesuaikan dengan kondisi, potensi dan permasalahan wilayah yang bersangkutan (Riyadi dalam Ambardi, 2002:47).

Prinsip pengembangan wilayah berupa berbagai upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat dengan tidak mengesampingkan pemberdayaan masyarakat setempat dalam memanfaatkan sumber daya alam dan lingkungan serta teknologi yang dimiliki dan dikuasai

(Alkadri, 2001:36). Tujuan utama dari pengembangan wilayah adalah menyerasikan berbagai kegiatan pembangunan sektor dan wilayah, sehingga pemanfaatan ruang dan sumber daya yang ada didalamnya dapat optimal mendukung kegiatan kehidupan masyarakat sesuai dengan tujuan dan sasaran

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA pembangunan wilayah yang diharapkan. Optimal berarti dapat dicapai tingkat kemakmuran yang sesuai dan selaras dengan aspek sosial budaya dan dalam alam lingkungan yang berkelanjutan (Ambardi dan Prihawantoro, 2002:49).).

Kata kunci dari pengembangan wilayah atau kawasan adalah berupa program yang menyeluruh dan terpadu, sumber daya yang tersedia dan kontribusinya terhadap wilayah serta keberadaan wilayah itu sendiri. Wilayah akan dapat berkembang apabila mampu memanfaatkan sumber daya alam, sumber daya manusia dan teknologi sehingga upaya pengembangan yang dilaksanakan dalam suatu wilayah mempunyai karakteristik dibandingkan wilayah lain.

Prioritas utama sebuah kawasan atau wilayah dapat dikembangkan adalah kawasan yang mempunyai potensi untuk cepat tumbuh serta mempunyai sektor yang dapat menggerakkan pertumbuhan ekonomi sekitar (Alkadri, 2001:37).

Pengembangan wilayah itu sendiri sangat dipengaruhi oleh komponen- komponen tertentu seperti (Friedman and Allonso, 2008):

a) Sumber daya lokal, merupakan kekuatan alam yamg dimiliki oleh wilayah

tersebut seperti pertanian, hutan, bahan galian, tambang dan sebagainya.

Sumber daya lokal harus dikembangkan untuk dapat meningkatkan daya

saing wilayah tersebut.

b) Pasar, merupakan tempat memasarkan produk yang dihasilkan suatu

wilayah sehingga wilayah dapat berkembang.

c) Tenaga kerja, berperan dalam pengembangan wilayah sebagai pengolah

sumber daya yang ada.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA d) Investasi, dimana semua kegiatan dalam pengembangan wilayah tidak

terlepas dari adanya investasi modal. Investasi akan masuk ke dalam suatu

wilayah yang memiliki kondisi kondusif bagi penanaman modal.

e) Kemampuan pemerintah, merupakan elemen pengarah terhadap

pengembangn wilayah. Pemerintah yang berkapasitas akan dapat

mewujudkan pengembangan wilayah yang efisien karena sifatnya sebagai

katalisator pembangunan.

f) Transportasi dan komunikasi, berperan sebagai media pendukung yang

menghubungkan wilayah satu dengan wilayah lainnnya. Interaksi antar

wilayah seperti aliran barang, jasa dan informasi akan sangat berpengaruh

bagi tumbuh kembangnya suatu wilayah.

g) Teknologi, kemampuan teknologi berpengaruh terhadap pemanfaatan

sumber daya wilayah melalui peningkatan output produksi dan keefektifan

kinerja sektor-sektor perekonomian wilayah.

Pengembangan wilayah mempunyai arti dan dampak yang luas sekaligus tidak hanya memperhatikan aspek ekonomi (economic setting), akan tetapi mencakup tiga aspek lainnya yaitu, aspek kelembagaan (institutional setting), aspek sosial (social setting), dan aspek ekologi (ecological setting) Keempat aspek ini merupakan satu kesatuan yang saling terkait dan terintegrasi satu sama lainnya (Sirojuzilam, 2008:36).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Aspek

Kelembagaan

Aspek Pengembangan Aspek Sosial Wilayah Ekonomi

Aspek

Ekologi

Gambar 2.1 Empat Aspek Pengembangan Wilayah

Tambunan (2001:26) memberi tahapan-tahapan pada pembangunan regional, yaitu:

• Dengan mempelajari terlebih dahulu karakteristik daerah yang akan dibangun,

misalnya jumlah jenis serta kondisi-kondisi sumber daya alam yang ada dan

keadaan pasar, sosial, ekonomi makro (tingkat pendapatan) dan struktur

politiknya.

• Menentukan komoditas atau sektor basis dan jenis kegiatan ekonomi lain yang

perlu dikembangkan, baik yang sudah ada sejak lama maupun yang belum

ada.

• Menentukan sifat serta mekanisme keterkaitan antar sektor-sektor yang ada di

daerah tersebut serta mempelajari kelembagaan sosial masyarakat.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2.2.1. Teori Pusat Pertumbuhan (Growth Poles Theory)

Pusat pertumbuhan (growth pole) dapat diartikan dengan dua cara, yaitu secara fungsional dan secara geografis. Secara fungsional, pusat pertumbuhan adalah suatu lokasi konsentrasi kelompok usaha atau cabang industri yang karena sifat hubungannnya memiliki unsur-unsur kedinamisan sehingga mampu menstimulasi kehidupan ekonomi baik ke dalam maupun ke luar (daerah belakangnya). Secara geografis, pusat pertumbuhan adalah suatu lokasi yang banyak memiliki fasilitas dan kemudahan sehingga menjadi pusat daya tarik (pole of attraction), yang menyebabkan berbagai macam usaha tertarik untuk berlokasi di situ dan masyarakat senang datang memanfaatkan fasilitas yang ada tersebut, walaupun kemungkinan tidak ada interaksi antara usaha-usaha tersebut (Tarigan,

2010:128).

Teori kutub pertumbuhan ini dikembangkan oleh Francois Perraoux

(1955) seorang ahli ekonomi Perancis yang berpendapat bahwa suatu pusat pengembangan didefinisikan sebagai suatu konsentrasi industri pada suatu tempat tertentu yang kesemuanya saling berkaitan melalui hubungan antara input dan output dengan industri utama (propulsive industry). Konsentrasi dan saling berkaitan merupakan dua faktor penting dalam setiap pengembangan karena melalui faktor ini akan dapat diciptakan berbagai macam aglomeration economics yang dapat menunjang pertumbuhan industri-industri yang bersangkutan melalui penurunan ongkos produksi (Sirojuzilam dan Mahalli, 2010:17).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Konsep-konsep yang dikemukakan di dalam teori pusat pertumbuhan antara lain (Glasson dalam Sitohang ed., 1990:155) :

1. Konsep leading industries dan perusahaan propulsif, menyatakan bahwa di

pusat kutub pertumbuhan terdapat perusahaan-perusahaan besar yang bersifat

propulsif yaitu perusahaan yang relatif besar, menimbulkan dorongan

dorongan pertumbuhan nyata terhadap lingkungannya, mempunyai

kemampuan inovasi tinggi, dan termasuk ke dalam industri-industri yang

cepat berkembang.

Dalam konsep ini leading industries adalah :

a. Relatif baru, dinamis, dan mempunyai tingkat teknologi maju yang

mendorong iklim pertumbuhan kondusif ke dalam suatu daerah

permintaan terhadap produknya mempunyai elastisitas pendapatan yang

tinggi dan biasanya dijual ke pasar-pasar nasional.

b. Mempunyai kaitan-kaitan antara industri yang kuat dengan sektor – sektor

lainnya sehingga terbentuk forward linkages dan backward linkages.

2. Konsep polarisasi. Konsep ini mengemukakan bahwa pertumbuhan leading

industries yang sangat cepat (propulsive growth) akan mendorong polarisasi

dari unit-unit ekonomi lainnya ke kutub pertumbuhan.

3. Konsep spread effect. Konsep ini mengemukakan bahwa pada suatu waktu

kualitas propulsif dinamis dari kutub pertumbuhan akan memencar dan

memasuki ruang-ruang di sekitarnya. Menurut Myrdal dan Hirschman, spread

effect atau trickling down effect merupakan lawan dari back wash effect atau

polarization effect.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Dengan demikian teori pusat pertumbuhan merupakan salah satu alat untuk mencapai tujuan pembangunan regional yang saling bertolak belakang, yaitu pertumbuhan dan pemerataan pembangunan ke seluruh pelosok daerah.

Selain itu teori ini juga dapat menggabungkan antara kebijaksanaan dan program pembangunan wilayah dan perkotaan terpadu.

Dalam penerapannya, teori kutub pertumbuhan digunakan sebagai alat kebijakan dalam perencanaan pembangunan daerah. Namun konsep ini banyak mendapat kritik para ahli, yang pada umumnya berpendapat bahwa penerapan konsep ini cenderung semakin meningkatkan disparitas wilayah negara sedang berkembang, terutama antara daerah pusat atau kutub dengan daerah belakangnya.

Gejala ini disebabkan karena pusat pertumbuhan yang umumnya merupakan kota- kota besar ternyata sebagai pusat konsentrasi penduduk dan berbagai kegiatan ekonomi dan sosial adalah cukup kuat, sehingga terjadi tarikan urbanisasi dari desa-desa wilayah belakang ke pusat pertumbuhan (kota besar), atau terjadi dampak polarisasi yaitu daerah pusat atau kutub cenderung lebih banyak menarik sumber daya dari daerah belakang daripada spread effect yang ditimbulkannya, akibatnya daerah pusat yang lebih maju akan bertambah maju, sedangkan daerah belakang akan semakin tertinggal.

2.2.2. Teori Tempat Pusat (Central Place Theory)

Teori tempat pusat (Central Place Theory) diperkenalkan oleh Walter

Christaller seorang ahli geografi berkebangsaan Jerman. Teori ini timbul dari

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA perhatian Christaller terhadap penyebaran permukiman di desa dan kota-kota yang berbeda-beda ukuran luasnya di Jerman Selatan. Penyebaran tersebut kadang bergerombol atau berkelompok, kadang juga terpisah jauh antara satu dengan yang lainnya.

Menurut Christaller dalam Jayadinata (1999), pusat-pusat pelayanan cenderung tersebar di dalam wilayah menurut pola berbentuk heksagon (segi enam). Keadaan seperti itu akan terjadi secara jelas di wilayah yang mempunyai syarat : (1) topografi yang seragam sehingga tidak ada bagian wilayah yang mendapat pengaruh dari lereng dan pengaruh alam lain dalam hubungan dengan jalur pengangkutan, (2) kehidupan ekonomi yang homogen dan tidak memungkinkan adanya produksi primer, yang menghasilkan padi-padian, kayu atau batubara. Menurut proses yang sama, jika perkembangan wilayah meningkat akan berkembang hierarki jenjang ketiga, yaitu salah satu kampung akan tumbuh menjadi kota yang dikelilingi oleh enam kampung yang dilayaninya. Pada hierarki jenjang keempat terdapat kota besar yang dikelilingi oleh enam kota yang dilayaninya. Karena perkembangan tersebut, dapat dikatakan bahwa kota-kota umumnya timbul sebagai akibat perkembangan potensi wilayah (alam dan manusia), dan kemudian kota sebagai pusat pelayanan berperan dalam mengembangkan wilayah.

Christaller dalam Tarigan (2010:79) mengembangkan model suatu wilayah abstrak dengan ciri-ciri berikut :

• Wilayahnya adalah dataran tanpa roman, semua adalah datar dan sama.

• Gerakan dapat dilaksanakan ke segala arah (isoptropic surface).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA • Penduduk memiliki daya beli yang sama dan tersebar secara merata pada

seluruh wilayah.

• Konsumen bertindak rasional sesuai dengan prinsip jarak dan biaya.

Pembagian hierarki pusat-pusat pelayanan di suatu wilayah sering tidak merata yang kemudian mengakibatkan ketidakmerataan di dalam pelayanan kepada masyarakat. Selain itu akses untuk mencapai pusat pelayanan sulit, sehingga mengakibatkan wilayah belakang (Hinterland) menjadi terbelakang karena tidak ditunjang oleh jumlah fasilitas yang memadai untuk dapat meningkatkan produktivitasnya maupun pelayanannya kepada masyarakat.

Untuk mengatasi hal tersebut maka dibutuhkan suatu usaha untuk meningkatkan peran pusat-pusat pelayanan, termasuk dengan meningkatkan akses kemudahan pencapaian dari wilayah belakang (hinterland) menuju pusat pelayanan yang terdekat. Apabila jumlah penduduk di suatu wilayah dengan satu pusat telah melebihi ambang batas dan terus meningkat hingga mencapai jumlah tertentu, kemungkinan penduduk yang berada jauh dari pusat telah melebihi jarak ekonomi, sehingga mereka akan mencari pelayanan di pusat-pusat lainnya yang terdekat.

Dalam melakukan strategi pengembangan wilayah di pusat-pusat pelayanan memiliki beberapa keuntungan :

a. Adanya penghematan terhadap investasi yang dikeluarkan, karena strategi

yang bersifat desentralisasi konsentrasi sehingga tidak semua wilayah

mendapatkan investasi tetapi hanya wilayah yang berpotensi saja.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA b. Adanya perkembangan pusat-pusat pelayanan hingga ke wilayah belakang

(hinterland) melalui akses pencapaian yang memadai untuk mengatasi

kesenjangan wilayah.

c. Terselenggaranya pengembangan antara kota dan desa dengan baik karena

saling menguntungkan.

Dari pembahasan di atas jelas bahwa wilayah dalam perkembanganya memiliki pusat dan sub pusat sebagai wilayah pengaruhnya. Pusat dapat diartikan sebagai kota yang menjadi pusat pelayanan dan terkonsentrasinya kegiatan.

Besarnya wilayah kota dipengaruhi oleh jarak pelayanan bagi penduduknya, sehingga dalam satu pusat dapat memberikan pelayanan maksimalnya. Penduduk yang belum menerima pelayanan, akan dilayani oleh pusat lainnya sehingga hubungan antar pusat tersebut akan membentuk pola heksagonal dimana masing- masing wilayah pengaruh memiliki pusat sendiri.

2.3. Strategi Pengembangan Wilayah

Strategi pengembangan wilayah mempunyai prinsip dasar pembangunan dari masyarakat untuk masyarakat dan oleh masyarakat. Hal ini dapat tercapai apabila proses pembangunan berakar pada kemampuan sumber daya alammya dan kreativitas seluruh pelaku pembangunan. Strategi pembangunan suatu wilayah ditentukan oleh karakteristik dan potensi yang terdapat di wilayah tersebut. Oleh karena itu sebelum melakukan perumusan kebijakan perlu diketahui tipe atau jenis wilayah agar dapat dirumuskan kebijakan yang tepat dalam pengembangan wilayah.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Secara teoritis strategi pengembangan wilayah baru dapat digolongkan dalam dua kategori strategi, yaitu demand side strategy dan supply side strategy

(Rustiadi, 2006). Strategi demand side adalah suatu strategi pengembangan wilayah yang diupayakan melalui peningkatan barang-barang dan jasa-jasa masyarakat setempat melalui kegiatan produksi lokal, yang bertujuan meningkatkan taraf hidup penduduk yang baru dipindahkan ke wilayah baru.

Sedangkan strategi supply side adalah suatu strategi pengembangan wilayah yang terutama diupayakan melalui investasi modal untuk kegiatan produksi yang berorientasi keluar. Tujuan penggunaan strategi ini yakni untuk meningkatkan supply dari komoditi yang pada umumnya diproses dari sumber daya alam lokal.

Strategi pengembangan wilayah secara garis besar terbagi atas empat, sebagai berikut (Komet dalam Daryanto, 2005:11):

1. Pengembangan wilayah berbasis sumberdaya

Sumberdaya merupakan semua potensi yang dimiliki oleh alam dan

manusia. Bentuk sumberdaya tesebut yaitu tanah, bahan mentah,

modal, tenaga kerja, keahlian, keindahan alam maupun aspek sosial

budaya.

2. Pengembangan wilayah berbasis komoditas unggulan

Penekanan konsep ini pada motor penggerak pembangunan wilayah

pada komoditas yang dinilai dapat menjadi unggulan atau andalan,

baik di tingkatt domestik dan internasional.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 3. Pengembangan wilayah berbasis efisiensi

Penekanan pada konsep ini adalah pengembangan wilayah melalui

pembangunan bidang ekonomi yang mempunyai porsi lebih besar

dibandingkan bidang-bidang lainnya. Pembangunan ekonomi tersebut

dijalankan dalam kerangka pasar bebas atau pasar persaingan

sempurna (free marketmechanism).

4. Pengembangan wilayah menurut pelaku pembangunan

Strategi pengembangan wilayah ini mengutamakan peranan setiap

pelaku pembangunan ekonomi (rumah tangga, lembaga sosial,

lembaga keuangan dan bukan keuangan, pemerintah maupun

koperasi).

Kebijaksanaaan dalam strategi pengembangan wilayah adalah merupakan kebijakan dan strategi pembangunan yang dipresentasikan melalui variabel kewilayahan. Tujuan pembangunan yang ditetapkan dalam kebijaksanaan dan sasaran, strategi tidak dapat dirumuskan dengan menggunakan variabel sektoral, melainkan menggunakan variabel kewilayahan. Perubahan pembangunan wilayah pada dasarnya mempunyai arti peningkatan nilai manfaat wilayah bagi masyarakat suatu wilayah tertentu mampu menampung lebih banyak penghuni, dengan tingkat kesejahteraan yang rata-rata membaik disamping menunjukkan lebih banyak sarana/prasarana, barang atau jasa yang tersedia dan kegiatan usaha-usaha masyarakat yang meningkat, baik dalam arti jenis, intensitas, pelayanan maupun kualitasnya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Agar strategi pembangunan daerah dapat berjalan secara dinamis dan berkelanjutan (sustainable), maka harus diperhatikan dan dianalisis secara tepat lingkungan daerah baik internal maupun eksternal. Aspek internal meliputi potensi daerah, keuangan daerah, komoditas unggulan, aglomerasi industri, pusat pertumbuhan sedangkan aspek eksternal meliputi pengaruh wilayah batas

(regional spillover), kerjasama interregional, perdagangan interregional

(perubahan permintaan dan penawaran), pendapatan perkapita luar daerah dan lain-lain. Analisis perubahan (change) global yang penting untuk diperhatikan meliputi perubahan teknologi, inovasi, networking (jejaring) dinamika ekonomi, perkembangan politik, regulasi, pergeseran sosial budaya dan perubahan pasar serta membangun regional branded dan icon-icon baru untuk memasarkan daerah sekaligus sebagai daya tarik daerah untuk para investor. Dengan memperhatikan dimensi dan aspek tersebut, maka masalah disparitas dapat dikurangi secara bertahap selama masa pembangunan (Sirojuzilam dan Mahalli, 2010:41).

Berkaitan dengan masalah ketimpangan pembangunan, Sjafrizal

(2008:102) mengemukakan bahwa dengan mengetahui ketimpangan daerah yang mengecil (convergence) ataupun ketimpangan daerah yang melebar (divergence), dapat dijadikan dasar untuk perumusan kebijakan pembangunan daerah serta penanggulangan ketimpangan wilayah. Bila terdapat tendensi terjadinya divergence, maka kebijakan untuk mendorong pemerataan pembangunan menjadi sangat penting artinya. Akan tetapi bila tendensi yang terjadi adalah bersifat convergence, maka kebijakan pembangunan yang berorientasi pada peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah akan lebih penting artinya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2.4 Sektor Basis

Menurut Syahidin (2006:45) salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam perumusan kebijakan pembangunan adalah mengetahui sektor-sektor basis daerah. Sektor basis (leading sector) merupakan sektor-sektor perekonomian yang diharapkan menjadi motor penggerak perekonomian suatu wilayah. Dengan mengetahui dan mengoptimalkan sektor basis yang dimiliki daerah, maka diharapkan terdapat efek yang positif bagi kemajuan aktivitas perekonomian daerah.

Kemampuan memacu pertumbuhan suatu wilayah sangat tergantung keunggulan atau daya saing sektor-sektor ekonomi di wilayah itu sendiri. Sektor ekonomi wilayah dapat dibagi dalam dua golongan, yakni sektor basis dimana kelebihan dan kekurangan yang terjadi dalam proses pemenuhan kebutuhan tersebut menyebabkan terjadinya mekanisme ekspor dan impor antar wilayah.

Artinya, industri basis ini akan menghasilkan barang dan jasa, baik untuk pasar dalam wilayah maupun pasar luar wilayah, sedangkan sektor non basis adalah sektor dengan kegiatan ekonomi yang hanya melayani pasar di daerahnya sendiri dan kapasitas dasar ekonomi daerah belum berkembang (Rustiadi, 2006).

Meningkatnya kegiatan basis dalam suatu wilayah akan menambah pendapatan ke dalam wilayah yang bersangkutan, menambah permintaan terhadap barang-barang dan jasa-jasa didalamnya, menimbulkan volume kegiatan non basis dan begitu juga sebaliknya. Peningkatan kegiatan basis disebabkan oleh:

a. Perkembangan jaringan pengangkutan dan komunikasi

b. Peningkatan pendapatan atau permintaan dari luar wilayah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA c. Perkembangan teknologi dan usaha-usaha pemerintah pusat atau daerah

setempat untuk mengembangkan prasarana sosial ekonomi.

Dengan demikian, kegiatan sektor basis mempunyai peranan sebagai penggerak pertama (prime mover role), dimana setiap perubahan dalam kegiatan ekonomi tersebut akan mempunyai efek pengganda terhadap perubahan perekonomian wilayah (Richardson dalam Sirojuzilam, 2005).

2.5. Disparitas Antar Wilayah

Disparitas pembangunan regional merupakan fenomena universal. Di semua negara tanpa memandang ukuran dan tingkat pembangunannya, disparitas pembangunan merupakan masalah regional yang tidak merata. Disparitas ini pada akhirnya menimbulkan permasalahan yang dalam konteks makro sangat merugikan proses pembangunan yang ingin dicapai setiap bangsa.

Ketidakseimbangan pembangunan menghasilkan struktur hubungan antar wilayah yang membentuk suatu interaksi yang saling memperlemah. Wilayah/ kawasan hinterland menjadi lemah karena pengurasan sumberdaya yang berlebihan

(backwash) yang mengakibatkan aliran bersih dan akumulasi nilai tambah di pusat-pusat pembangunan secara masif dan berlebihan.

Menurut Suhyanto (dalam Rezeki, 2007:57), disparitas antar wilayah berarti perbedaan tingkat pertumbuhan antar wilayah. Perbedaan antar wilayah ini dapat terletak pada perkembangan sektor-sektor pertanian, industri, perdagangan, perbankan, asuransi, transportasi, komunikasi, perkembangan infrastruktur, pendidikan, pelayanan kesehatan, fasilitas perumahan dan sebagainya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Profesor Gunnar Myrdal dalam Jhingan (1996:268) berpendapat bahwa pembangunan ekonomi menghasilkan suatu proses sebab menyebab sirkuler yang membuat si kaya mendapat keuntungan semakin banyak dan mereka yang tertinggal di belakang menjadi semakin terhambat. Dampak balik (backwash effect) cenderung membesar dan dampak sebar (spread effect) cenderung mengecil. Secara kumulatif kecenderungan ini semakin memperburuk ketimpangan internasional dan menyebabkan ketimpangan regional di antara negara-negara terbelakang. Definisi dampak balik adalah perubahan yang bersifat merugikan dari ekspansi ekonomi di suatu tempat karena sebab-sebab di luar tempat itu, sedangkan dampak sebar adalah dampak momentum pembangunan yang menyebar secara sentrifugal dari pusat pengembangan ekonomi ke wilayah- wilayah lainnya. Myrdal juga menjelaskan bahwa asal ketidakmerataan regional dalam suatu negara berakar pada dasar nonekonomi. Ketimpangan regional berkaitan erat dengan sistem kapitalis yang dikendalikan oleh motif laba.

Penyebab gejala ini menurut Myrdal ialah peranan bebas kekuatan pasar, yang cenderung memperlebar ketimbang mempersempit ketimpangan regional”

(Myrdal dalam Jhingan, 1996:270).

Disparitas pembangunan terjadi karena tiga faktor yaitu antara lain faktor alami, kondisi sosial budaya dan keputusan-keputusan kebijakan. Faktor alami meliputi kondisi agroklimat, sumber daya alam, lokasi geografis, jarak pelabuhan dengan pusat aktivtas ekonomi, wilayah potensial untuk pembangunan ekonomi.

Sementara faktor sosial budaya meliputi nilai tradisi, mobilitas ekonomi, inovasi, dan kewirausahaan. Sedangkan keputusan kebijakan adalah sejauhmana kebijakan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA yang mendukung secara langsung maupun tidak langsung terjadinya disparitas pembangunan (Nugroho, 2004). Menurut Lay (1993:53) indikator ekonomi ketidakmerataan wilayah adalah tingkat kesejahteraan penduduk, kualitas pendidikan, pola penyebaran dan konsentrasi investasi dan ketersediaan sarana prasarana. Lebih lanjut Sjafrizal (2008: 121) mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi disparitas pembangunan wilayah diantaranya:

1. Perbedaan kandungan sumberdaya alam;

2. Perbedaan kondisi demografis;

3. Kurang lancarnya mobilitas barang dan jasa;

4. Konsentrasi kegiatan ekonomi wilayah; dan

5. Alokasi dana pembangunan antar wilayah.

Sehubungan dengan hal tersebut, Williamson menyatakan bahwa disparitas antar wilayah akan cenderung semakin membesar khususnya pada tahapan awal terjadinya suatu proses pembangunan. Lebih jauh dikatakannya bahwa secara umum beberapa faktor yang diduga sebagai penyebab terjadinya peningkatan disparitas antar wilayah tersebut yaitu (Williamson, 1975:166) :

1. Migrasi penduduk yang produktif (usia kerja) dan memiliki keahlian

(terdidik) dari daerah-daerah kurang berkembang ke daerah-daerah yang

telah berkembang, karena disana mereka dapat memperoleh upah/gaji

yang lebih besar.

2. Investasi cenderung dilakukan di daerah yang telah berkembang karena

faktor pasar (skala ekonomi, ekonomi eksternal, dan lain sebagainya),

dimana keuntungannya relatif besar, demikian pula resiko kerugian relatif

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA kecil pada umumnya. Disamping itu, terjadi pula pengaliran modal dari

daerah miskin menuju daerah yang telah berkembang.

3. Kebijakan pemerintah, disadari atau tidak cenderung mengakibatkan

terkonsentrasinya sarana dan prasarana kegiatan sosial ekonomi didaerah

yang telah berkembang – karena adanya kebutuhan yang lebih besar. Hal

ini justru telah mendorong perkembangan industri yang lebih pesat

didaerah yang lebih maju.

4. Pola perdagangan dan kegiatan perdagangan didominasi oleh industri-

industri di daerah yang telah berkembang. Industri di daerah yang kaya

telah menjadi sumber dari barang-barang yang diperdagangkan, dan

demikian industri yang dikembangkan di daerah miskin akan mengalami

banyak kesulitan dalam memperoleh pasarnya. Ketidaksanggupan untuk

bersaing dengan industri di daerah yang lebih maju menjadi akibat dari

buruknya jaringan perangkutan dan prasarana ekonomi lainnya di daerah

yang lebih miskin.

5. Tidak adanya kaitan antara pasar daerah (regional market) telah

menyebabkan terjadinya rintangan untuk pemencaran dan pelipatgandaan

pendapatan.

Menurut Tambunan (2001:176-181) beberapa faktor utama penyebab terjadinya disparitas antar wilayah sebagai berikut:

a. Konsentrasi kegiatan ekonomi wilayah

Konsentrasi kegiatan ekonomi yang tinggi di daerah tertentu merupakan

salah satu faktor yang menyebabkan ketimpangan pembangunan antar

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA wilayah. Ekonomi dari wilayah dengan konsentrasi kegiatan ekonomi

tinggi cenderung tumbuh pesat. Sedangkan wilayah dengan tingkat

konsentrasi ekonomi rendah akan cenderung mempunyai tingkat

pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah. b. Alokasi investasi

Indikator lain yang juga menunjukan pola serupa adalah distribusi

investasi langsung, baik yang bersumber dari luar negeri maupun dari

dalam negeri. Berdasarkan teori pertumbuhan Harrod-Domar yang

menerangkan adanya korelasi positif antara tingkat investasi dan laju

pertumbuhan ekonomi, dapat dikatakan bahwa kurangnya investasi disuatu

wilayah membuat pertumbuhan ekonomi dan tingkat pendapatan

masyarakat perkapita diwilayah tersebut rendah, karena tidak ada

kegiatan-kegiatan ekonomi yang produktif seperti industri manufaktur. c. Tingkat mobilitas faktor produksi yang rendah antar wilayah

Kurang lancarnya mobilitas faktor produksi, juga merupakan faktor

penyebab terjadinya ketimpangan ekonomi regional. Relasi antar mobilitas

faktor produksi dan perbedaan tingkat pembangunan atau pertumbuhan

antar provinsi dapat lebih jelas dipahami dengan pendekatan analisis

mekanisme pasar output dan pasar input. Dasar teorinya adalah sebagai

berikut. Perbedaan laju pertumbuhan ekonomi antar wilayah membuat

terjadinya perbedaan tingkat pendapatan per kapita antar wilayah, dengan

asumsi bahwa mekanisme pasar output dan input bebas (tanpa distorsi

yang direkayasa, misalnya sebagai akibat dari suatu kebijakan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA pemerintah), mempengaruhi mobilitas atau alokasi faktor produksi antar

wilayah. d. Perbedaan Sumber Daya Alam antar wilayah

Dasar pemikiran klasik sering mengatakan bahwa pembangunan ekonomi

di daerah yang kaya sumber daya alam (SDA) akan lebih maju dan

masyarakatnya lebih makmur dibandingkan daerah yang miskin SDA,

sehingga sumberdaya alam merupakan modal utama. Dan untuk maksud

ini diperlukan faktor-faktor lain diantaranya sangat penting Sumber daya

manusia (SDM) dan teknologi. e. Perbedaan demografis antar wilayah

Ketimpangan ekonomi regional disebabkan oleh perbedaan kondisi

geografis antar wilayah. Terutama dalam hal jumlah dan pertumbuhan

penduduk, tingkat kepadatan penduduk, pendidikan, kesehatan, disiplin

masyarakat, dan etos kerja. Faktor-faktor ini mempengaruhi tingkat

pembangunan dan pertumbuhan ekonomi lewat sisi penawaran dan

permintaan. Dari sisi permintaan jumlah penduduk yang besar merupakan

potensi besar bagi pertumbuhan pasar, yang berarti faktor pendorong bagi

pertumbuhan kegiatan-kegiatan ekonomi. Dari sisi penawaran, jumlah

populasi yang besar dengan pendidikan dan kesehatan yang baik, disiplin

yang tinggi merupakan aset penting bagi produksi. f. Kurang lancarnya perdagangan antar wilayah

Kurang lancarnya perdagangan antar daerah juga merupakan unsur yang

turut menciptakan ketimpangan ekonomi wilayah. Ketidaklancaran

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA tersebut disebabkan terutama oleh keterbatasan transportasi dan

komunikasi.

Berdasarkan hal-hal tersebut diatas maka fenomena disparitas antar daerah perlu menjadi perhatian penting dalam upaya pengembangan wilayah. Suatu pengembangan wilayah ditujukan pada pendayagunaan potensi serta manajemen berbagai sumberdaya melalui pembangunan perkotaan, perdesaan, dan prasarana untuk peningkatan kondisi sosial ekonomi wilayah tersebut. Dalam lingkup yang lebih luas pengembangan wilayah perlu ditujukan bagi upaya untuk memperkuat integrasi ekonomi melalui keterkaitan serta mengurangi ketimpangan antar wilayah (Firman dalam Rezeki, 2007:64).

2.5. Penelitian Terdahulu

Tampubolon (2001) dalam penelitian berjudul Pembangunan dan

Ketimpangan Wilayah Pantai Barat dan Pantai Timur Sumatera Utara, hasil penelitian menunjukkan bahwa di wilayah Pantai Barat dan Pantai Timur

Sumatera Utara terjadi pertumbuhan dengan pola yang tidak seimbang. Kabupaten

Mandailing Natal, Nias, Tapanuli Tengah dan secara umum Pantai Barat digolongkan tipe daerah kurang berkembang (terbelakang), demikian pula dengan

Langkat, Kabupaten Tapanuli Selatan dan Deli Serdang digolongkan tipe daerah yang sedang berkembang. Kota Sibolga, Kabupaten Asahan, Labuhan Batu dan secara umum wilayah Pantai Timur digolongkan tipe daerah yang maju, Kota

Medan dan Tanjung Balai digolongkan tipe daerah yang stagnan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Sutarno (2004) melakukan penelitian tentang Pertumbuhan Ekonomi dan

Ketimpangan Antar Kecamatan di Kabupaten Banyumas dengan menggunakan alat analisis Indeks Williamson. Dari penelitian ini menunjukkan bahwa secara umum pada periode pengamatan 1993-2000 terjadi kecenderungan peningkatan ketimpangan. Ketimpangan ini salah satunya diakibatkan dari terkonsentrasinya aktifitas ekonomi secara spasial.

Rezeki (2007) dalam penelitian berjudul Disparitas Sub Wilayah (Kasus

Perkembangan Antar Kecamatan di Kabupaten Tanah Datar) menyatakan bahwa

Pembangunan dalam suatu wilayah tidak harus merata sampai keseluruh pelosok, dengan kata lain ada daerah yang berkembang dan dikembangkan sebagai kota dan ada daerah yang dibiarkan tetap tumbuh menjadi kawasan perdesaan.

Pembangunan dipusatkan pada kecamatan-kecamatan yang memiliki potensi untuk maju sehingga daerah-daerah yang memiliki potensi pertanian akan dapat dilindungi dari alih fungsi lahan menjadi lahan terbangun.

Siahaan, (2010) dalam penelitian berjudul Ketimpangan Pembangunan

Antar Kabupaten di Daerah Pegunungan Sumatera Utara menyatakan bahwa berdasarkan hasil analisis Index Williamson dapat disimpulkan daerah pegunungan Sumatera Utara pada periode 2000 – 2007 mempunyai tingkat ketimpangan yang sangat rendah. Berdasarkan laju pertumbuhan rata-ratanya,

Kabupaten Tapanuli Utara mempunyai pertumbuhan negatip yaitu -0,6 persen, dimana merupakan pertumbuhan terendah. Pertumbuhan ekonomi tertinggi adalah

Kabupaten Pakpak Bharat yakni 6,00 persen.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Masli (2008) dalam penelitiannya berjudul Analisis Faktor-Faktor yang

Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Regional antar

Kabupaten/ Kota di Propinsi Jawa Barat, mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi di Jawa Barat adalah: teknologi, peningkatan sumber daya manusia, penemuan material baru, peningkatan pendapatan dan perubahan selera konsumen.

2.6. Kerangka Berpikir

Pendekatan pembangunan yang sangat menekankan pada pertumbuhan ekonomi selama ini, telah banyak menimbulkan masalah pembangunan yang semakin besar dan kompleks. Dibangunnya pusat-pusat pertumbuhan mengakibatkan investasi dan sumberdaya terserap dan terkonsentrasi di perkotaan sebagai pusat-pusat pertumbuhan, sementara wilayah-wilayah hinterland mengalami pengurasan sumber daya yang berlebihan (massive backwash effect).

Pembangunan yang demikian ternyata telah menimbulkan disparitas antar wilayah.

Banyak faktor yang menyebabkan disparitas pembangunan antar wilayah antara lain, letak geografis, kondisi fisik wilayah, kondisi kependudukan, struktur perekonomian, perbedaan sumber daya alam yang dimiliki, dan kebijakan pemerintah. Disparitas pembangunan ini pada akhirnya menimbulkan berbagai permasalahan diantaranya hubungan antar wilayah membentuk suatu interaksi yang saling memperlemah. Untuk itu dibutuhkan strategi pengembangan wilayah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA yang dapat mereduksi permasalahan disparitas antar wilayah dan mampu mewujudkan pembangunan yang berimbang.

Konsep pengembangan wilayah secara garis besar terbagi atas empat, sebagai berikut: (1) pengembangan wilayah berbasis sumberdaya; (2) pengembangan wilayah berbasis komoditas unggulan; (3) pengembangan wilayah berbasis efisiensi; dan (4) pengembangan wilayah menurut pelaku pembangunan.

Penekanan pada tulisan ini adalah bagaimana mengembangkan suatu wilayah dengan basis komoditas unggulan atau sektor basis. Gambaran mengenai hal ini dapat dilihat dalam kerangka berpikir penelitian yang disajikan pada Gambar 2.2 berikut.

Faktor Penyebab Disparitas - Kondisi Fisik Wilayah - Sebaran Penduduk - Sarana dan Prasarana - Aksesbilitas

Identifikasi Sektor basis

Disparitas Pembangunan Antar Wilayah Sektor basis

Mereduksi Disparitas Pembangunan melalui Strategi Pembangunan

Strategi Pengembangan Wilayah Berbasis Sektor basis

Gambar 2.2 Kerangka Berpikir Penelitian

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera

Utara. Luas Kabupaten Langkat adalah 6.263,29 Km² atau 626.329 Ha. Luas

Kabupaten Langkat ini 8,74% dari luas Provinsi Sumatera Utara, dan terdiri dari

23 kecamatan dan 240 desa dan 37 kelurahan.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan sebagai bahan analisis berupa data sekunder yang dikumpulkan dari berbagai instansi seperti Badan Pusat Statistik, Pemerintah

Daerah Kabupaten Langkat dan instansi lainnya yang terkait. Selain itu data sekunder diperoleh juga dari beberapa hasil penelitian terdahulu yang mempunyai relevansi dengan kajian yang dilakukan. Data yang digunakan adalah PDRB kecamatan Kabupaten Langkat atas dasar lapangan usaha tahun 2012.

3.3. Teknik Analisis Data

Teknik analisa data yang digunakan oleh peneliti dalam penulisan ini adalah dengan menggunakan teknik analisa data secara kuantitatif deskriptif.

Pendekatan kuantitatif digunakan analisis Location Quotient (LQ), analisis tipologi Klassen dan analisis indeks Williamson untuk mengidentifikasikan sektor basis, tipologi sektoral dan tingkat disparitas antar wilayah kecamatan di

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Kabupaten Langkat. Sedangkan analisis deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan strategi pengembangan wilayah.

3.3.1. Analisis Location Quotient (LQ)

Analisis ini digunakan untuk menentukan subsektor basis atau ekonomi basis suatu perekonomian wilayah. Tarigan (2005) mengemukakan bahwa

Location Quotient (LQ) adalah suatu indeks yang menggambarkan perbandingan antara besarnya peranan suatu sektor/ komoditi di suatu daerah terhadap besarnya peranan sektor/komoditi tersebut secara nasional. Persamaan dari LQ ini adalah:

Dimana: = derajat aktivitas ke –j di wilayah kecamatan ke -i = total aktivitas di wilayah kecamatan ke -i = total aktivitas ke –j di wilayah kabupaten X = derajat aktivitas total wilayah kabupaten

Hasil analisis LQ akan menunjukkan hal sebagai berikut:

1. Jika nilai > 1, berarti tingkat spesialisasi sektor tertentu pada tingkat

kecamatan lebih besar dari sektor yang sama pada tingkat kabupaten.

Artinya sektor -j merupakan sektor basis yang memiliki keunggulan di sub

wilayah ke -i.

2. Jika < 1, berarti tingkat spesialisasi sektor tertentu pada tingkat

kecamatan lebih kecil dari sektor yang sama pada tingkat kabupaten.

Artinya sektor –j bukan merupakan sektor basis di sub wilayah ke –i.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 3. Jika = 1, berarti tingkat spesialisasi sektor tertentu pada tingkat

kecamatan sama dengan sektor yang sama pada tingkat kabupaten.

Dalam analisis ini, data yang digunakan adalah PDRB kecamatan Kabupaten

Langkat atas dasar lapangan usaha tahun 2012. Hasil nilai LQ yang diperoleh akan dapat diketahui sektor-sektor perekonomian yang merupakan sektor basis bagi kecamatan-kecamatan di Kabupaten Langkat.

3.3.2. Analisis Tipologi Sektoral

Alat analisis Klassen Typology (Tipologi Klassen) pendekatan sektoral digunakan untuk mengetahui gambaran tentang pola dan struktur pertumbuhan sektoral daerah. Dalam analisis ini, sektor-sektor ekonomi daerah dapat diklasifikasikan sebagai sektor prima, berkembang, maju tapi tertekan dan terbelakang. Analisis ini mendasarkan pengelompokkan suatu sektor dengan melihat pertumbuhan dan kontribusi sektor tertentu terhadap total PDRB suatu daerah.

Tabel 3.1. Matrik Klasifikasi Antar Sektor

Rata-Rata Kontribusi Sektoral (y) Rata-Rata Laju Pertumbuhan Sektoral (r)

Kuadran I Kuadran II Sektor Prima Sektor Berkembang

Kuadran III Kuadran IV Sektor Maju Tapi Sektor Terbelakang Tertekan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Dimana:

: Rata-rata kontribusi sektor PDRB Kabupaten Langkat : Rata-rata laju pertumbuhan sektor PDRB Kabupaten Langkat y : Rata-rata kontribusi sektor PDRB wilayah Provinsi Sumatera Utara r : Rata-rata laju pertumbuhan sektor PDRB Provinsi Sumatera Utara

Kriteria yang digunakan untuk membagi sektor-sektor perekonomian dalam penelitian kali ini adalah sebagai berikut: (1) Sektor prima, adalah sektor yang memiliki tingkat laju pertumbuhan sektor dan rata-rata kontribusi sektor yang lebih tinggi dibanding rata-rata provinsi; (2) Sektor berkembang, adalah sektor yang memiliki tingkat pertumbuhan tinggi, tetapi kontribusi sektornya lebih rendah dibanding rata-rata provinsi; (3) Sektor maju tapi tertekan, adalah sektor yang memiliki rata-rata kontribusi sektor lebih tinggi, tetapi tingkat pertumbuhan sektornya lebih rendah dibanding rata-rata provinsi; (4) Sektor terbelakang adalah sektor yang memiliki tingkat pertumbuhan dan kontribusi yang lebih rendah dibanding rata-rata provinsi.

4.4. Analisis Disparitas

Indeks Williamson merupakan salah satu indeks yang paling sering digunakan untuk melihat disparitas antar wilayah. Williamson (1975) mengembangkan indeks kesenjangan wilayah yang diformulasikan sebagai berikut:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Dimana: IW = Indeks Williamson Yi = PDRB perkapita kecamatan ke –i = Rata-rata PDRB perkapita kabupaten Pi = jumlah penduduk kecamatan ke –i P = jumlah penduduk kabupaten

Indeks Williamson akan menghasilkan indeks yang lebih besar atau sama dengan nol. Jika Yi = , maka akan dihasilkan indeks = 0, yang berarti tidak adanya disparitas antar wilayah. Indeks lebih besar dari 0 menunjukkan adanya disparitas antar wilayah. Semakin besar indeks yang dihasilkan semakin besar tingkat kesenjangan/ disparitas antar wilayah kecamatan di suatu kabupaten.

3.3.3. Analisa Deskriptif

Analisa deskriptif ini merupakan salah satu bentuk analisis yang bertujuan memberikan deskripsi data yang meliputi tabulasi, peringkasan dan penyajian dalam bentuk grafis dan gambar-gambar. Analisa ini digunakan untuk menjelaskan, menguraikan, dan menganalisa fenomena-fenomena yang diperoleh dari hasil analisis lainnya, sehingga dapat diperoleh pemahaman yang lebih objektif. Dalam tulisan ini perumusan strategi pengembangan wilayah di

Kabupaten Langkat dilakukan melalui analisis deskriptif.

3.4. Definisi dan Batasan Operasional

Definisi operasional merupakan operasionalisasi konsep. Dalam definisi operasional ini disajikan parameter atau indikator variabel yang diteliti dengan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA tujuan untuk memudahkan membaca fenomena-fenomena yang diteliti. Adapun definisi operasional dalam penelitian ini adalah:

1. Disparitas pembangunan adalah ketimpangan atau ketidakmerataan

pembangunan antar wilayah kecamatan di Kabupaten Langkat.

2. Sektor basis adalah sektor ekonomi menurut lapangan usaha yang menjadi

andalan atau basis dalam perekonomian di Kabupaten Langkat.

3. Pengembangan wilayah merupakan upaya menciptakan kesejahteraan dan

meningkatkan kualitas hidup masyarakat Kabupaten Langkat.

4. Strategi pengembangan wilayah adalah kebijakan pemerintah daerah

Kabupaten Langkat yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan

masyarakat di Kabupaten Langkat.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

4.1.1 Letak Geografis Wilayah Kabupaten Langkat

Kabupaten Langkat merupakan salah satu kabupaten yang berada di

Dataran Tinggi Bukit Barisan, terletak di Bagian Barat Laut Provinsi Sumatera

Utara, secara geografis berada pada koordinat 03º14’00’’ dan 04º13’00’’ Lintang

Utara dan 93º51’00’’ dan 98º45’00’’ Bujut Timur. Secara administrasi Kabupaten

Langkat mempunyai batas sebagai berikut:

Sebelah Utara : Kabupaten Aceh Tamiang (Provinsi NAD)

Sebelah Selatan : Kabupaten Karo

Sebelah Timur : Kabupaten Deli Serdang

Sebelah Barat : Kabupaten Aceh Tenggara/Tanah Alas (Provinsi NAD)

Luas wilayah Kabupaten Langkat adalah 6.263,29 Km² atau sekitar 8,74% dari luas Provinsi Sumatera Utara. Kabupaten Langkat terdiri dari 23 kecamatan,

240 desa dan 37 kelurahan dengan ibukota Kabupatennya adalah Stabat. Wilayah administratif Kabupaten Langkat secara detail ditunjukkan oleh Tabel 4.1 dan gambar 4.1.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Tabel 4.1. Luas Wilayah Kecamatan, Jumlah Desa/ Kelurahan, Jarak dan Persentasi Luas Masing-Masing Kecamatan Terhadap Luas Kabupaten Langkat

Luas Persentase Jumlah Jarak Kecamatan Wilayah Luas Desa (Km) (Km²) Wilayah (1) (2) (3) (4) (5) 1. Bahorok 1.101,83 19 73 17,59 2. Serapit 98,5 10 60 1,57 3. Salapian 221,73 17 55 3,54 4. Kutambaru 236,84 8 65 3,78 5. Sei Bingai 333,17 16 45 5,32 6. Kuala 206,23 16 40 3,29 7. Selesai 167,73 14 30 2,68 8. Binjai 42,05 7 23 0,67 9. Stabat 108,85 12 0 1,74 10. Wampu 194,21 14 5 3,10 11. Batang Serangan 899,38 8 31 14,36 12. Sawit Seberang 209,1 7 28 3,34 13. Padang Tualang 221,14 12 36 3,53 14. Hinai 105,26 13 14 1,68 15. Secanggang 231,19 17 23 3,69 16. Tanjung Pura 179,61 19 18 2,87 17. Gebang 178,49 11 32 2,85 18. Babalan 76,41 8 40 1,22 19. Sei Lepan 280,68 14 40 4,48 20. Brandan Barat 89,8 7 45 1,43 21. Besitang 720,74 9 61 11,51 22. Pangkalan Susu 151,35 11 63 2,42 23. Pematang Jaya 209 8 75 3,34 Kabupaten Langkat 6.263,29 277 100,00 Sumber: BPS Kabupaten Langkat

Berdasarkan Tabel di atas, telihat bahwa Kecamatan Bahorok merupakan kecamatan dengan wilayah terluas, sekitar 17,59% dari total luas wilayah

Kabupaten Langkat. Sedangkan kecamatan yang memiliki luas wilayah terkecil yaitu Kecamatan Binjai, hanya meliputi 0,67% dari total luas Kabupaten Langkat.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Untuk melaksanakan pembangunan yang merata, Kabupaten Langkat dibagi atas

3 wilayah pembangunan, yaitu:

1. Wilayah Pembangunan I (Langkat Hulu) meliputi:

a. Kecamatan Bahorok dengan 18 desa dan 1 kelurahan.

b. Kecamatan Serapit dengan 10 desa.

c. Kecamatan Salapian dengan 16 desa dan 1 kelurahan

d. Kecamatan Kutambaru dengan 8 desa

e. Kecamatan Sei Bingai dengan 15 desa dan 1 kelurahan.

f. Kecamatan Kuala dengan 14 desa dan 2 kelurahan.

g. Kecamatan Selesai dengan 13 desa dan 1 kelurahan.

h. Kecamatan Binjai dengan 6 desa dan 1 kelurahan.

2. Wilayah Pembangunan II (Langkat Hilir) meliputi:

a. Kecamatan Stabat dengan 6 desa dan 6 kelurahan.

b. Kecamatan Wampu dengan 13 desa dan 1 kelurahan.

c. Kecamatan Batang Serangan dengan 7 desa dan 1 kelurahan.

d. Kecamatan Sawit Seberang dengan 6 desa dan 1 kelurahan.

e. Kecamatan Padang Tualang dengan 11 desa dan 1 kelurahan.

f. Kecamatan Hinai dengan 12 desa dan 1 kelurahan.

g. Kecamatan Secanggang dengan 16 desa dan 1 kelurahan.

h. Kecamatan Tanjung Pura dengan 18 desa dan 1 kelurahan.

3. Wilayah Pembangunan III (Teluk Haru) meliputi:

a. Kecamatan Gebang dengan 10 desa dan 1 kelurahan.

b. Kecamatan Babalan dengan 4 desa dan 4 kelurahan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA c. Kecamatan Sei Lepan dengan 9 desa dan 5 kelurahan.

d. Kecamatan Brandan Barat dengan 5 desa dan 2 kelurahan.

e. Kecamatan Besitang dengan 6 desa dan 3 kelurahan.

f. Kecamatan Pangkalan Susu dengan 9 desa dan 2 kelurahan.

g. Kecamatan Pematang Jaya dengan 8 desa.

4.1.2. Kondisi Fisik Wilayah

Ditinjau dari segi topografi, Kabupaten Langkat berada pada ketinggian antara 4 – 105 diatas permukaan laut (dpl). Kota Stabat adalah ibukota Kabupaten

Langkat yang berada pada ketinggian 28 m dpl, sedangkan Kecamatan Babalan,

Tanjung Pura, Brandan Barat, Pangkalan Susu, Pematang Jaya, Gebang, Sei

Lepan, Besitang merupakan kawasan pesisir dan mendekati pesisir yang memiliki ketinggian sekitar 4 m dpl. Kecamatan Binjai, Selesai dan kecamatan yang bersebelahan dengannya memiliki ketinggian sekitar 28 – 30 m dpl, dan kecamatan yang mengarah ke tengan pulau Sumatera seperti Kecamatan Salapian,

Bahorok dn beberapa kecamatan di sekitarnya memiliki ketinggian antara 100 –

105 m dpl. Dari segi klimatologi, wilayah Kabupaten Langkat tergolong beriklim subtropis dengan suhu berkisar 17º – 24ºC dan intensitas hujan yang sangat variatif antara 2.000 – 5.000 mm/tahun dengan rata-rata hari hujan 126 hari/tahun.

Tipe iklim didasarkan atas intensitas bulan basah (curah hujan > 100 mm/bulan) dalam setahun, diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) kategori, yaitu:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA • Iklim B1

Bulan basah antara 7 – 9 bulan dan bulan kering < dari 2 bulan dalam

setahun. Tipe iklim ini berada di Kecamatan Bahorok dan sekitarnya.

• Iklim C1

Bulan basah antara 5 – 6 bulan dan bulan kering < dari 2 bulan dalam

setahun. Tipe iklim ini berada di Kecamatan Kuala, Selesai, Berandan

Barat dan Pangkalan Susu.

• Iklim D1

Bulan bersih antara 3 – 4 bulan dan bulan kering < 2 bulan dalam setahun.

Tipe iklim ini berada di Kecamatan Sei Bingai, Padang Tualang, Batang

Serangan, Babalan dan Besitang.

4.1.3. Kependudukan Kabupaten Langkat

Penduduk merupakan salah satu faktor penting dalam pembangunan yang berperan sebagai pelaku sekaligus sasaran dari pembangunan. Berdasarkan angka hasil Sensus Penduduk tahun 2010, penduduk Kabupaten Langkat berjumlah

967.535 jiwa dengan kepadatan penduduk sebesar 154,48 jiwa per Km². Jumlah penduduk Kabupaten Langkat per jenis kelamin lebih banyak laki-laki dibandingkan penduduk perempuan. Hasil sensus ini jauh lebih sedikit dibandingkan dengan perkiraan jumlah penduduk di tahun sebelumnya. Pada tahun 2012 jumlah penduduk laki-laki sebesar 492.424 jiwa, sedangkan penduduk perempuan sebanyak 484.461 jiwa, selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.2 dan tampilan gambar 4.2.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Pertambahan Penduduk di Kabupaten Langkat Tahun 2000-2012

Laju Pertumbuhan No Tahun Laki-Laki Perempuan Jumlah (%) 1 2000 448.385 440.569 888.954 - 2 2001 448.385 454.159 916.900 3,14 3 2002 462.741 459.413 926.069 1,00 4 2003 466.656 464.182 944.580 2,00 5 2004 480.398 471.886 955.348 1,14 6 2005 483.462 479.009 970.433 1,58 7 2006 491.424 500.388 1.013.849 4,47 8 2007 513.461 513.763 1.027.414 1,34 9 2008 513.651 521.039 1.042.523 1,47 10 2009 521.484 528.472 1.057.768 1,46 11 2010 487.676 479.859 967.535 -8,53 12 2011 492.271 484.311 976.582 0,93 13 2012 492.424 484.461 976.885 0,03 Sumber: BPS Kabupaten Langkat

Gambar 4.2. Laju Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Langkat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 4.1.4 Perekonomian Wilayah Kabupaten Langkat

Untuk meninjau kondisi ekonomi Kabupaten Langkat secara keseluruhan dapat digunakan indikator makro ekonomi berupa nilai Produk Domestik

Regional Bruto (PDRB). Pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Langkat selama 5 tahun terakhir mengalami kenaikan berfluktuasi, sebagaimana dapat dilihat pada

Tabel 4.3 di bawah ini.

Tabel 4.3. Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Langkat Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2008-2012 (%)

No Lapangan Usaha 2008 2009 2010 2011 2012 1 Pertanian 6,07 5,36 5,30 5,47 5,32 2 Pertambangan dan Penggalian -8,03 0,32 4,51 4,89 1,23 3 Industri 4,25 4,16 5,30 5,54 4,90 4 Listrik, Gas & Air Minum 6,12 6,47 6,68 6,91 6,03 5 Bangunan 5,38 5,14 6,77 7,76 16,04 6 Perdagangan, Hotel, Restoran 7,45 5,88 7,00 5,92 5,20 7 Pengangkutan dan Komunikasi 3,76 4,10 6,29 5,84 6,04 8 Keuangan, Persewaan & Jasa 12,07 9,92 9,08 9,98 14,24 Perusahaan 9 Jasa-Jasa 5,00 5,19 6,74 7,35 8,63 PDRB Dengan Migas 5,07 5,04 5,74 5,78 5,66 PDRB Tanpa Migas 4,81 5,47 5,82 5,84 6,05 Migas dan Hasil-Hasilnya 0,16 -0,43 -0,08 -0,06 -0,39 Sumber: PDRB Kabupaten Langkat

Pada tahun 2008 pertumbuhan ekonomi mencapai 5,07% dan menjadi

5,66% pada tahun 2012. Pada pertumbuhan ekonomi tersebut sektor migas dan hasil-hasilnya cenderung terus menurun dari 0,16% pada tahun 2008 menjadi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA -0,39% pada tahun 2012. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Langkat pada tahun

2008-2012 disajikan dalam gambar 4.3.

Gambar 4.3. Grafik Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Langkat Tahun 2008-2012

Dilihat dari kontribusi sektor-sektor perekonomian yang berkembang antara lain: sektor pertanian, sektor industri, dan sektor perdagangan, hotel dan restoran memberikan kontribusi cukup besar terhadap PDRB Kabupaten Langkat.

Pada Tahun 2012 menyumbang 54,33%, 10,77%, dan 16,27% berturut-turut untuk sektor pertanian, sektor industri, dan sektor perdagangan, hotel dan restoran.

Lebih jelasnya jumlah PDRB Kabupaten Langkat menurut lapangan usaha dapat dilihat pada Tabel 4.4.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Tabel 4.4. Nilai dan Kontribusi PDRB Berdasarkan Harga Konstan 2000 Kabupaten Langkat Tahun 2008 – 2012 (dalam milyaran rupiah)

Lapangan Usaha/ Sektor 2008 2009 2010 2011 2012 No Perekonomian (Rp) % (Rp) % (Rp) % (Rp) % (Rp) % 1 Pertanian 3552,47 54,72 3742,78 55,30 3941,30 54,66 4157,07 54,50 4378,10 54,33

2 Pertambangan dan Penggalian 392,99 6,05 394,26 4,55 412,03 5,71 432,16 5,70 437,47 5,43

3 Industri Pengolahan 714,93 11,01 744,70 11,25 784,14 10,88 827,54 10,85 868,06 10,77

4 Listrik, Gas dan Air Bersih 22,41 0,35 23,86 0,36 25,45 0,35 27,21 0,36 28,85 0,36

5 Bangunan/ Konstruksi 155,41 2,39 163,40 2,36 174,46 2,42 188,00 2,45 218,16 2,71 Perdagangan, Hotel dan 6 1038,67 16,00 1099,72 16,88 1176,73 16,32 1246,38 16,34 1311,13 16,27 Restoran 7 Pengangkutan dan Komunikasi 146,76 2,26 152,78 2,17 162,39 2,25 171,88 2,25 182,25 2,26 Keuangan, Persewaan dan Jasa 8 109,37 1,68 120,22 1,76 131,13 1,82 144,23 1,89 164,77 2,04 Perusahaan 9 Jasa-Jasa 358,87 5,53 377,51 5,37 402,94 5,59 432,53 5,67 469,87 5,83

PDRB 6491,87 100,00 6819,23 100,00 7210,56 100,00 7626,99 100,00 8058,65 100,00 Sumber: PDRB Kabupaten Langkat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Sektor pertanian adalah sektor penyumbang terbesar di Kabupaten

Langkat. Keberadaan sektor ini tersebar hampir di seluruh kecamatan di

Kabupaten Langkat, namun sektor ini mengalami penurunan terhadap PDRB.

Dapat dilihat pada Tabel 4.4, bahwa pada tahun 2008 sektor ini memberikan sumbangan sebesar 54,72% dan cenderung menurun menjadi 54,33% pada tahun

2012. Penurunan ini disebabkan karena semakin sempitnya lahan hutan produksi sehingga produksi hasil pertanian dari bidang kehutanan juga semakin menurun.

Jika melihat sumbangan PDRB pada setiap kecamatan di Kabupaten

Langkat, maka masing-masing kecamatan memiliki nilai dan kontribusi yang berbeda-beda terhadap PDRB. Distribusi PDRB per kecamatan tehadap total

PDRB Kabupaten Langkat Tahun 2012 Atas Dasar Harga Konstan dapat dilihat pada Tabel 4.5.

Kecamatan yang memberikan kontribusi terbesar dalam pembentukan total

PDRB Kabupaten Langkat adalah Kecamatan Pangkalan Susu yaitu sebesar

14,26%. Sedangkan kontribusi terkecil dalam pembentukan total PDRB

Kabupaten Langkat diberikan oleh Kecamatan Brandan Barat sebesar 2,11%.

Berdasarkan Tabel 4.5 menunjukkan bahwa PDRB Kecamatan Pangkalan Susu sebesar Rp. 750.140,21 juta dan PDRB Kecamatan Brandan Barat sebesar

Rp.181.319,94 juta.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Tabel 4.5. Distribusi PDRB per Kecamatan terhadap Total PDRB Kabupaten Langkat Tahun 2012 (dalam Jutaan Rupiah) Total Kecamatan Pertanian Tambang Industri Listrik Konstruksi Perdagangan Angkutan Keuangan Jasa PDRB (10 (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) 1. Bahorok 261.772,80 209,93 1.934,65 1.077,17 8.309,12 53.478,86 680,16 4.153,24 19.709,08 351.325,01 2. Serapit 145.308,14 25,66 13.647,54 522,02 4.759,81 19.293,18 284,33 2.604,46 8.376,46 194.821,59 3. Salapian 221.287,75 81,50 89.967,61 847,87 5.398,48 41.274,72 459,26 1.119,89 14.056,94 374.494,02 4. Kutambaru 145.114,18 31,24 13.495,14 477,60 1.079,70 23.004,87 501,90 1.033,74 5.608,21 190.346,59 5. Sei Bingai 234.737,74 243,75 26.162,56 1.322,42 10.394,33 62.008,21 1.646,22 2.265,40 22.362,91 361.143,54 6. Kuala 168.278,51 87,85 1.876,52 1.030,41 10.578,48 50.255,14 3.229,98 5.686,68 20.191,97 261.215,54 7. Selesai 166.786,63 256,58 3.384,62 1.647,88 16.601,79 81.066,12 3.951,66 11.117,01 27.146,13 311.958,41 8. Binjai 172.087,69 218,10 5.890,32 1.001,02 11.453,78 51.524,10 9.997,82 11.769,01 18.577,31 282.519,14 9. Stabat 171.504,71 51,32 98.481,99 2.878,86 20.882,70 100.174,02 10.730,14 15.868,85 40.589,11 461.161,69 10. Wampu 142.610,70 205,27 39.406,81 1.085,81 3.126,22 53.941,94 4.362,28 7.890,20 19.173,03 271.802,24 11. Batang Serangan 174.572,31 179,61 87.559,31 964,81 6.226,17 47.384,57 2.056,81 784,60 18.043,78 337.771,97 12. Sawit Seberang 149.486,03 12,83 43.735,66 705,52 5.194,56 36.746,71 2.591,75 1.516,17 21.122,46 261.111,68 13. Padang Tualang 236.646,17 25,66 11.723,66 1.226,83 7.286,47 63.724,46 4.648,58 3.103,04 22.256,26 350.641,13 14. Hinai 132.008,80 192,44 5.999,04 1.349,78 15.559,06 67.526,07 8.600,24 10.252,85 18.022,95 259.511,24 15. Secanggang 324.273,39 166,78 5.879,54 1.810,31 13.473,54 94.507,22 27.560,41 9.459,40 22.322,82 499.453,42 16. Tanjung Pura 226.338,27 128,29 2.103,05 2.038,87 19.725,19 90.647,61 18.759,48 15.150,51 32.847,81 407.739,08 17. Gebang 202.669,50 153,95 52.786,68 1.254,88 14.516,30 62.248,00 7.982,43 12.588,97 18.757,54 372.958,26 18. Babalan 210.010,14 141,12 2.619,00 2.583,71 18.698,33 79.038,51 9.135,16 14.432,21 34.150,45 370.808,62 19. Sei Lepan 179.598,04 186,62 3.022,76 1.493,33 17.639,16 70.354,45 5.967,05 13.516,17 22.913,84 314.691,41 20. Brandan Barat 113.652,54 76,98 1.704,38 534,94 4.138,93 27.732,98 8.638,68 8.321,20 16.519,30 181.319,94 21. Besitang 266.880,40 42,76 346.550,76 1.172,67 609,31 56.148,66 6.251,09 5.219,65 21.698,64 704.573,96 22. Pangkalan Susu 181.792,26 434.729,96 5.775,02 1.372,51 1.910,63 56.420,45 39.556,91 6.394,23 22.188,23 750.140,21 23. Pematang Jaya 150.682,96 21,38 4.348,68 450,18 593,32 22.626,77 4.660,35 518,60 3.235,04 187.137,28 Total 4.378.099,66 437.469,58 868.055,30 28.849,40 218.155,38 1.311.127,62 182.252,69 164.766,08 469.870,27 8.058.645,97 Sumber: PDRB Kabupaten Langkat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 4.1.5 Sarana Pendidikan

Dalam upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan, diperlukan sarana pendidikan yang memadai. Fasilitas pendidikan merupakan salah satu kebutuhan yang sangat penting karena berkaitan dengan peningkatan sumber daya manusia dan meningkatkan peranan dan tanggung jawab dalam pembangunan.

Sebaran sarana pendidikan antar kecamatan di Kabupaten Langkat memperlihatkan angka yang cukup berbeda, selengkapnya dapat dilihat pada

Tabel 4.6.

Tabel 4.6. Jumlah dan Sebaran Sarana Pendidikan Kabupaten Langkat Tahun 2012

Sarana Pendidikan Kecamatan JUMLAH TK SD SMP SMA PT 1. Bahorok 9 32 8 1 - 50 2. Serapit 2 14 2 1 - 19 3. Salapian 2 22 7 1 - 32 4. Kutambaru 4 12 3 - - 19 5. Sei Bingai 6 36 10 - - 52 6. Kuala 2 33 7 2 - 44 7. Selesai 4 42 11 4 - 61 8. Binjai 2 24 6 - - 32 9. Stabat 9 36 13 12 - 70 10. Wampu 3 31 5 2 - 41 11. Batang Serangan 2 20 5 - - 27 12. Sawit Seberang 2 16 6 1 - 25 13. Padang Tualang 4 21 7 4 - 36 14. Hinai - 31 5 - - 36 15. Secanggang 2 38 8 3 - 51

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 16. Tanjung Pura 10 44 9 6 1 70 17. Gebang 2 31 3 - - 36 18. Babalan 6 31 13 7 - 57 19. Sei Lepan 3 20 8 - - 31 20. Brandan Barat - 12 2 - - 14 21. Besitang 4 34 7 3 - 48 22. Pangkalan Susu 1 28 8 4 - 41 23. Pematang Jaya - 11 4 - - 15 TOTAL 79 619 157 51 1 907 Sumber: BPS Kabupaten Langkat

Berdasarkan data di atas, Kecamatan Hinai, Brandan Barat dan Pematang

Jaya tidak memiliki sarana pendidikan tingkat TK maupun tingkat SMA.

Sedangkan Perguruan Tinggi hanya ada di Kecamatan Tanjung Pura. Persebaran sekolah yang tidak merata sangat bertentangan dengan jumlah anak usia sekolah di tiap kecamatan. Hal ini mengakibatkan kelebihan daya tampung dari kapasitas yang tersedia. Bahkan bagi siswa di kecamatan yang tidak memiliki sekolah tingkat SMA harus pergi ke kecamatan lain yang tentunya memerlukan dana dan waktu yang lebih besar.

Pada tahun 2012, jumlah sekolah TK 79 buah, guru 312 orang, dan murid

3984 orang, sekolah dasar ada 619 buah, guru 7.713 orang, dan murid 121.571 orang. Sedangkan untuk sekolah menengah pertama terdapat 157 buah sekolah,

3.094 orang guru, dan 38.077 orang murid. Sementara itu untuk sekolah menengah atas/ kejuruan terdapat 114 buah sekolah, 3.390 orang guru, dan 32.663 orang murid. Perkembangan jumlah sekolah, murid dan guru pada tahun 2010

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA sampai dengan tahun 2012 dari jenjang pendidikan dasar sampai dengan tingkat

menengah dapat dilihat pada Tabel 4.7 berikut.

Tabel 4.7. Jumlah Sekolah, Murid dan Guru di Kabupaten Langkat Tahun 2010 – 2012 2010 2011 2012 Tingkat Guru Murid Sekolah Guru Murid Sekolah Guru Murid Sekolah

TK 226 3.065 61 308 3.400 80 312 3.984 79

SD 7.090 121.160 611 7.684 121.261 611 7.713 121.571 619

SMP 3.068 38.193 153 3.057 37.814 153 3.094 38.077 157

SMA&SMK 3.241 31.014 114 3.390 33.706 114 3.390 32.663 114 Sumber: BPS Kabupaten Langkat

Dari Tabel di atas, dapat diamati bahwa trend peningkatan terjadi pada

jumlah murid di seluruh tingkatan pendidikan. Trend peningkatan juga terjadi

pada jumlah guru, sementara jumlah sekolah relatif konstan. Perbandingan guru

dan murid dinilai cukup jauh, permasalahannya adalah distribusi antara guru di

daerah perkotaan dan pedesaan.

Pencapaian Kabupaten Langkat di bidang pendidikan terkait dengan akses

pendidikan dinilai belum memadai dilihat dari ketersediaan sarana pendidikan

(sekolah) dan rasio guru dan murid. Yang perlu menjadi perhatian adalah

ketimpangan distribusi guru di daerah perkotaan dan pedesaan. Di beberapa

sekolah di daerah perkotaan dan pusat kecamatan jumlah guru berlebih sementara

di daerah terpencil mengalami kekurangan guru. Demikian pula ketimpangan

sarana prasarana pendukung pendidikan antara daerah perkotaan dan pedesaan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Kondisi ini menyebabkan ketimpangan kualitas pendidikan perkotaan dan pedesaan.

4.1.6 Sarana Kesehatan

Kesehatan merupakan salah satu hal terpenting dalam kehidupan manusia.

Dengan tersedianya sarana dan prasarana kesehatan sangat membantu dalam upaya meningkatkan kesehatan masyarakat. Dari Tabel 4.8 dapat dilihat perkembangan jumlah sarana kesehatan di Kabupaten Langkat dari tahun 2009 sampai dengan 2012.

Tabel 4.8 Jumlah Sarana Kesehatan Kabupaten Langkat Tahun 2009-2012

No Sarana Kesehatan 2009 2010 2011 2012 1 Rumah Sakit Umum Daerah 3 2 1 1 2 Rumah Sakit Swasta 2 1 5 5 3 BKIA/ Klinik Bersalin 17 16 15 13 4 Apotek 24 24 30 33 5 Klinik Dokter Praktek - - - - 6 Puskesmas 28 30 30 30 7 Puskesmas Pembantu 158 161 164 163 8 Polindes/ Balai Pengobatan 118 117 102 79 9 Posyandu 1313 1283 1296 1308 Sumber: BPS Kabupaten Langkat

Trend jumlah fasilitas kesehatan publik beberapa diantaranya mengalami peningkatan dan beberapa lainnya mengalami penurunan. Fasilitas kesehatan yang mengalami penurunan adalah Rumah Sakit Umum Daerah, Klinik Bersalin, dan

Balai Pengobatan. Penurunan terbesar adalah Balai Pengobatan yang berkurang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA sebanyak 13 unit di tahun 2012 dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Hal ini berbanding terbalik dengan jumlah penduduk yang semakin bertambah dan kebutuhan akan pelayanan kesehatan. Dengan demikian sebaiknya pemerintah

Kabupaten Langkat perlu memperhatikan pengadaan sarana kesehatan untuk menunjang kesejahteraan penduduk di bidang kesehatan.

Persebaran sarana kesehatan di Kabupaten Langkat per kecamatan selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.9. berikut.

Tabel 4.9. Jumlah dan Sebaran Sarana Kesehatan Kabupaten Langkat Tahun 2012

Sarana Kesehatan Kecamatan Puskes Puskesmas Balai Rumah Posyan mas Pembantu Pengobatan Bersalin du 1. Bahorok 2 7 7 - 84 2. Serapit 1 2 1 - 22 3. Salapian 1 3 5 - 51 4. Kutambaru 1 7 - - 34 5. Sei Bingai 2 12 4 - 74 6. Kuala 1 8 6 1 70 7. Selesai 1 10 3 - 77 8. Binjai 1 4 4 - 51 9. Stabat 2 9 6 5 87 10. Wampu 1 9 4 1 60 11. Batang Serangan 1 7 3 2 46 12. Sawit Seberang 1 5 - - 39 13. Padang Tualang 1 8 - 1 56 14. Hinai 1 9 2 - 51 15. Secanggang 3 10 9 - 89 16. Tanjung Pura 1 9 5 - 89

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 17. Gebang 1 9 - - 49 18. Babalan 2 5 7 2 63 19. Sei Lepan 1 4 - - 60 20. Brandan Barat 1 6 - 1 25 21. Besitang 1 9 10 - 47 22. Pangkalan Susu 2 6 3 - 56 23. Pematang Jaya 1 5 - - 28 TOTAL 30 163 79. 13 1308 Sumber: BPS Kabupaten Langkat

Sarana kesehatan berupa puskesmas dan puskesmas pembantu tersedia di setiap kecamatan, namun jumlahnya sangat terbatas dimana rata-rata kecamatan hanya memiliki satu unit puskesmas. Ini tentu sangat memprihatinkan karena puskesmas hanya ada di ibukota kecamatan sedangkan masyarakat di desa akan merasa kesulitan untuk mengaksesnya. Adapun puskesmas pembantu di kecamatan tidak memiliki fasilitas yang memadai untuk memberikan pelayanan kesehatan.

Pemerintah Kabupaten Langkat perlu meningkatkan jumlah sarana kesehatan dan membenahi fasilitas kesehatan berupa penyediaan alat-alat kesehatan dan obat-obatan di setiap puskesmas maupun puskesmas pembantu, juga menyediakan tenaga kesehatan antara lain dokter, perawat, bidan, dll.

4.1.7 Aksesbilitas

Jalan merupakan sarana yang sangat penting untuk memperlancar kegiatan perekonomian. Sarana jalan yang baik dapat meningkatkan mobilitas penduduk dan memperlancar aksesbilitas barang dari suatu tempat ke tempat yang lain.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Panjang jalan di Kabupaten Langkat sepanjang 1.412.,84 Km, yang terdiri dari 768,43 Km jalan beraspal, 515,16 Km jalan kerikil, 66,65 Km jalan batu dan

62,60 Km jalan tanah. Kondisi permukaan jalan Kabupaten Langkat dapat dilihat pada Tabel berikut.

Tabel 4.10. Kondisi Permukaan Jalan Kabupaten Langkat Tahun 2012

Kondisi Jalan (Km) Kecamatan Rusak Jumlah Baik Sedang Rusak Berat 1. Bahorok 12,70 27,45 22,85 - 63,00 2. Serapit 3,00 12,80 14,40 7,60 37,80 3. Salapian 16,65 15,70 32,12 - 64,47 4. Kutambaru 18,35 15,80 18,60 18,80 71,55 5. Sei Bingai 24,05 21,50 39,30 29,75 114,60 6. Kuala 15,45 14,50 23,38 2,10 55,43 7. Selesai 12,50 37,40 24,10 3,80 77,80 8. Binjai 6,20 8,55 24,00 - 38,75 9. Stabat 32,05 47,60 59,90 3,80 143,35 10. Wampu 10,40 9,00 15,20 - 34,60 11. Batang Serangan 8,80 20,10 40,95 - 69,85 12. Sawit Seberang 9,00 7,30 27,50 3,00 46,80 13. Padang Tualang 7,00 9,30 13,90 - 30,20 14. Hinai 20,85 21,30 27,95 - 70,10 15. Secanggang 33,10 18,90 50,30 - 102,30 16. Tanjung Pura 5,80 16,73 37,10 - 59,63 17. Gebang 16,90 10,00 31,25 1,25 59,40 18. Babalan 19,20 15,95 25,55 - 60,70 19. Sei Lepan 9,20 14,40 13,20 2,60 39,40 20. Brandan Barat 3,90 - 4,50 - 8,40 21. Besitang 15,00 23,50 31,20 2,50 72,20 22. Pangkalan Susu 4,10 10,60 17,70 - 32,40 23. Pematang Jaya 4,90 12,10 43,11 - 60,11 TOTAL 309,10 390,48 638,06 75,20 1412,84 Sumber: Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Langkat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Kondisi jalan di Kabupaten Langkat perlu mendapat perhatian yang serius karena 59,41% jalan kabupaten yang ada dalam keadaan rusak dan rusak berat

(713,26Km). Sedangkan jalan dalam kondisi baik hanya 21,88% (309,10 Km) dan sisanya 27,64% dalam keadaan sedang (390,48 Km). Kondisi jalan yang tidak baik dapat menghambat pengembangan wilayah. Dengan demikian pihak pemerintah daerah setempat perlu meningkatkan pembangunan di bidang infrastruktur terutama infrastruktur jalan karena hal ini merupakan bagian yang paling penting dalam menunjang kegiatan pembangunan daerah.

Untuk meningkatkan aksesbilitas dapat dilakukan dengan memperbaiki sistem transportasi seperti perbaikan jalan, pelebaran jalan, pembuatan jalan baru, dan peningkatan layanan angkutan umum. Peningkatan aksesbilitas diharapkan meningkatkan mobilitas penduduk dalam kegiatan ekonomi, sosial dan menunjang daya tarik pariwisata. Hal ini berdampak positif terhadap pembangunan dan pengembangan wilayah.

4.1.8 Sumberdaya Alam

Kabupaten Langkat sangat potensial bagi pengembangan sektor pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, pariwisata dan pertambangan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Langkat dapat diketahui bahwa jenis komoditi unggulan bidang pertanian di kabupaten Langkat adalah padi sawah, dimana pada tahun 2012 jenis komoditi ini menyumbangkan 75,55% terhadap jumlah produksi keseluruhan di bidang pertanian di Kabupaten Langkat disusul dengan komoditi jagung sebesar 20,68%. Sedangkan untuk dibidang Perkebunan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA komoditi terbesar adalah kelapa sawit yang menyumbangkan sebesar 91,39%, disusul dengan komoditi karet sebesar 8,59%.

Populasi ternak yang dominan di Kabupaten Langkat adalah ayam.

Berdasarkan data statistik dapat diketahui bahwa populasi ternak ayam mendominasi sebesar 88,50% terhadap total populasi ternak yang ada di

Kabupaten Langkat pada tahun 2008 hanya saja presentasenya berfluktuasi dari tahun 2005-2008, dengan demikian perlu dilakukan upaya pengembangan yang lebih optimal sehingga sektor peternakan ini meningkat di tahun-tahun yang akan datang.

Perikanan budidaya laut dan air payau juga merupakan sektor potensial yang cukup baik untuk dikembangkan di Kabupaten Langkat terutama di 9 kecamatan sepanjang pesisir pantai Timur, akan tetapi perlu diupayakan pengelolaan yang tepat dan ramah lingkungan sehingga kegiatan ini tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan laut dan mutu air terutama air permukaan bagi budidaya perikanan air tawar (kolam) serta sungai.

Kawasan Pariwisata di Kabupaten Langkat yang potensial antara lain:

Wisata Laut, terdiri dari Kawasan sepanjang pesisir pantai Timur di Kabupaten

Langkat dapat dikembangkan menjadi sektor basis pariwisata laut. Wisata Darat, sesuai dengan topografi Kabupaten Langkat yang variatif, terletak pada gugusan

Dataran Tinggi Bukit Barisan. Saat ini kawasan wisata alam yang sudah dikembangkan dan cukup terkenal di Kabupaten Langkat adalah Taman Wisata

Bukit Lawang dan Kawasan Wisata Tangkahan. Wisata Budaya, penduduk yang berdomisili di Kabupaten Langkat terdiri dari berbagai suku antara lain suku

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Melayu, Karo, Toba, Mandailing, Pakpak, Nias, Jawa, Minang, Aceh dan warga keturunan dengan karakter budaya yang khas.

Selain suku bangsa yang berfariasi, Kabupaten Langkat juga memiliki potensi pertambangan minyak yang saat ini dikelola oleh Pertamina yang menghasilkan:

a. Kapasitas CDU (MBCD)

– Actual 0,51 (510 Barrel/hari)

– Discharged 0,50 (500 Barrel/hari)

b. Kapasitas CDU-II (MBCD)

– Actual 4,69 (4690 Barrel/hari)

– Discharged 4,50 (4500 Barrel/hari

Selain tambang minyak, juga ada pertambangan aspal di Kecamatan Pangkalan

Susu dengan Actual 400 mm³/hari (400.000 m³/hari) dan Discharged 850 mm³/hari (850.000 m³/hari).

Kekayaan sumber daya alam Kabupaten Langkat merupakan modal yang besar dalam pengembangan wilayahnya. Namun sumber daya alam yang dimiliki tidak cukup untuk menjaga sustainability pembangunan, sehingga paradigma baru pembangunan yang diterjemahkan sebagai pembangunan wilayah perlu diarahkan kepada pembentukan keunggulan daya saing yang lebih kompleks. Selain sumber daya alam, sumber daya manusia, sumber daya pengetahuan, sumber daya modal dan infrastruktur wilayah diperlukan dalam pembangunan wilayah Kabupaten

Langkat.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Dalam upaya pengembangan wilayah, Kabupaten Langkat harus mampu menciptakan dan mengembangkan faktor-faktor produksi yang dibutuhkan dari sumber daya alam yang dimiliki. Kabupaten Langkat akan memiliki keunggulan daya saing apabila dapat menciptakan faktor-faktor produksi yang terspesialisasi

(specialezed factors), artinya dapat menciptakan dan mengembangkan tipe dan jenis faktor produksi tertentu. Hal ini tentunya sangat tergantung pada kondisi permintaan lokal, keberadaan industri pendukung dan industri terkait, tujuan perusahaan, dan karakteristik persaingan domestik.

4.2 Hasil Analisis Sektor basis

Salah satu aspek yang perlu dipertimbangkan dalam perumusan kebijakan pembangunan adalah dengan mengetahui sektor-sektor basis daerah. Sektor basis

(leading sector) merupakan sektor perekonomian yang diharapkan menjadi motor perekonomian wilayah dan motor penggerak pembangunan wilayah. Dengan mengetahui dan mengoptimalkan sektor basis, maka diharapkan terdapat efek positif bagi kemajuan aktivitas perekonomian daerah itu sendiri.

Untuk menentukan apakah suatu sektor merupakan sektor basis pada suatu daerah atau tidak, dapat dilihat dengan analisis Location Quotient (LQ). Hasil perhitungan LQ dengan data dasar PDRB per kecamatan Kabupaten Langkat berdasarkan sektor perekonomian tahun 2012 dapat dilihat pada Tabel 4.11.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Tabel 4.11. Nilai LQ Per Sektor-Sektor Perekonomian Kabupaten Langkat Tahun 2012

Sektor Kecamatan Tani Tamb Ind Ligas Kons Perd Angk Keu Jasa

1. Bahorok 1,37 0,01 0,05 0,86 0,87 0,94 0,09 0,58 0,96 2. Serapit 1,37 0,00 0,65 0,75 0,90 0,61 0,06 0,65 0,74 3. Salapian 1,09 0,00 2,23 0,63 0,53 0,68 0,05 0,15 0,64 4. Kutambaru 1,40 0,00 0,66 0,70 0,21 0,74 0,12 0,27 0,51 5. Sei Bingai 1,20 0,01 0,67 1,02 1,06 1,06 0,20 0,31 1,06 6. Kuala 1,19 0,01 0,07 1,10 1,50 1,18 0,55 1,06 1,33 7. Selesai 0,98 0,02 0,10 1,48 1,97 1,60 0,56 1,74 1,49 8. Binjai 1,12 0,01 0,19 0,99 1,50 1,12 1,56 2,04 1,13 9. Stabat 0,68 0,00 1,98 1,74 1,67 1,34 1,03 1,68 1,51 10. Wampu 0,97 0,01 1,35 1,12 0,42 1,22 0,71 1,42 1,21 11. Batang Serangan 0,95 0,01 2,41 0,80 0,68 0,86 0,27 0,11 0,92 12. Sawit Seberang 1,05 0,00 1,55 0,75 0,73 0,86 0,44 0,28 1,39 13. Padang Tualang 1,24 0,00 0,31 0,98 0,77 1,12 0,59 0,43 1,09 14. Hinai 0,94 0,01 0,21 1,45 2,21 1,60 1,47 1,93 1,19 15. Secanggang 1,20 0,01 0,11 1,01 1,00 1,16 2,44 0,93 0,77 16. Tanjung Pura 1,02 0,01 0,05 1,40 1,79 1,37 2,03 1,82 1,38 17. Gebang 1,00 0,01 1,31 0,94 1,44 1,03 0,95 1,65 0,86 18. Babalan 1,04 0,01 0,07 1,95 1,86 1,31 1,09 1,90 1,58 19. Sei Lepan 1,05 0,01 0,09 1,33 2,07 1,37 0,84 2,10 1,25 20. Brandan Barat 1,15 0,01 0,09 0,82 0,84 0,94 2,11 2,24 1,56 21. Besitang 0,70 0,00 4,57 0,46 0,03 0,49 0,39 0,36 0,53 22. Pangkalan Susu 0,45 10,68 0,07 0,51 0,09 0,46 2,33 0,42 0,51 23. Pematang Jaya 1,48 0,00 0,22 0,67 0,12 0,74 1,10 0,14 0,30 Sumber: PDRB Kabupaten Langkat Tahun 2012, diolah

Ket: Tani :Pertanian Perd :Perdagangan Tamb :Pertambangan dan Penggalian Angk :Angkutan dan Komunikasi Ind :Industri Pengolahan Keu :Keuangan dan Jasa Perusahaan Ligas :Listrik, Gas & Air Minum Jasa :Jasa-jasa Kons :Konstruksi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Berdasarkan data-data pada Tabel 4.11, dapat diperoleh penjelasan sebagai berikut:

a. Terdapat nilai-nilai LQ>1, ini menunjukkan bahwa sektor perekonomian

tersebut dapat menjadi sektor basis bagi wilayah kecamatan yang

bersangkutan. Sektor pertanian memiliki nilai LQ>1 pada sebagian besar

kecamatan sehingga sektor ini merupakan sektor basis pada kecamatan-

kecamatan tersebut (pada 16 kecamatan dari 23 kecamatan).

b. Kecamatan-kecamatan yang memiliki sektor listrik, gas dan air minum dan

sektor konstruksi sebagai sektor basis ternyata sektor perdagangannya juga

menjadi sektor basis pada kecamatan tersebut (pada 12 kecamatan).

c. Beberapa kecamatan hanya memiliki satu sektor basis saja, seperti

Kecamatan Bahorok, Serapit, dan Kutambaru yang hanya memiliki sektor

pertanian sebagai sektor basis. Juga Kecamatan Batang Serangan dan

Besitang yang memiliki sektor industri pengolahan sebagai sektor

basisnya.

d. Sedangkan sektor pertambangan hanya menjadi sektor basis pada

kecamatan Pangkalan Susu.

Beberapa kecamatan memiliki lebih dari satu sektor perekonomian yang menjadi sektor basis bagi masing-masing kecamatan tersebut, secara rinci sektor- sektor perekonomian unggulan tiap kecamatan dapat dilihat pada Tabel 4.12 berikut ini.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Tabel 4.12. Sektor-Sektor Perekonomian Unggulan Per Kecamatan di Kabupaten Langkat

No Kecamatan Sektor Basis 1 Bahorok 1. Sektor Pertanian 2 Serapit 1. Sektor Pertanian 3 Salapian 1. Sektor Pertanian 2. Sektor Industri 4 Kutambaru 1. Sektor Pertanian 5 Sei Bingai 1. Sektor Pertanian 2. Sektor Listrik, Gas dan Air Minum 3. Sektor Konstruksi 4. Sektor Perdagangan 5. Sektor Jasa-Jasa 6 Kuala 1. Sektor Pertanian 2. Sektor Listrik, Gas dan Air Minum 3. Sektor Konstruksi 4. Sektor Perdagangan 5. Sektor Keuangan 6. Sektor Jasa-Jasa 7 Selesai 1. Sektor Listrik, Gas dan Air Minum 2. Sektor Konstruksi 3. Sektor Perdagangan 4. Sektor Keuangan 5. Sektor Jasa-Jasa 8 Binjai 1. Sektor Pertanian 2. Sektor Konstruksi 3. Sektor Perdagangan 4. Sektor Angkutan dan Komunikasi 5. Sektor Keuangan 6. Sektor Jasa-Jasa

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

No Kecamatan Sektor Basis 9 Stabat 1. Sektor Industri Pengolahan 2. Sektor Listrik, Gas dan Air Minum 3. Sektor Konstruksi 4. Sektor Perdagangan 5. Sektor Angkutan 6. Sektor Keuangan 7. Sektor Jasa-Jasa 10 Wampu 1. Sektor Industri Pengolahan 2. Sektor Listrik, Gas dan Air Minum 3. Sektor Perdagangan 4. Sektor Keuangan 5. Sektor Jasa-Jasa 11 Batang Serangan 1. Sektor Industri Pengolahan 12 Sawit Seberang 1. Sektor Pertanian 2. Sektor Industri Pengolahan 3. Sektor Jasa-Jasa 13 Padang Tualang 1. Sektor Pertanian 2. Sektor Perdagangan 3. Sektor Jasa-Jasa 14 Hinai 1. Sektor Listrik, Gas dan Air Minum 2. Sektor Konstruksi 3. Sektor Perdagangan 4. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi 5. Sektor Keuangan 6. Sektor Jasa-Jasa

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

No Kecamatan Sektor Basis 15 Secanggang 1. Sektor Pertanian 2. Sektor Listrik, Gas dan Air Minum 3. Sektor Konstruksi 4. Sektor Perdagangan 5. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi 16 Tanjung pura 1. Sektor Pertanian 2. Sektor Listrik, Gas dan Air Minum 3. Sektor Konstruksi 4. Sektor Perdagangan 5. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi 6. Sektor Keuangan 7. Sektor Jasa-Jasa 17 Gebang 1. Sektor Pertanian 2. Sektor Industri Pengolahan 3. Sektor Konstruksi 4. Sektor Perdagangan 5. Sektor Keuangan 18 Babalan 1. Sektor Pertanian 2. Sektor Listrik, Gas dan Air Minum 3. Sektor Konstruksi 4. Sektor Perdagangan 5. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi 6. Sektor Keuangan 7. Sektor Jasa-Jasa

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

No Kecamatan Sektor Basis 19 Sei Lepan 1. Sektor Pertanian 2. Sektor Listrik, Gas dan Air Minum 3. Sektor Konstruksi 4. Sektor Perdagangan 5. Sektor Keuangan 6. Sektor Jasa-Jasa 20 Brandan Barat 1. Sektor Pertanian 2. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi 3. Sektor Keuangan 4. Sektor Jasa-Jasa 21 Besitang 1. Sektor Industri Pengolahan 22 Pangkalan Susu 1. Sektor Pertambangan dan Penggalian 2. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi 23 Pematang Jaya 1. Sektor Pertanian 2. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi Sumber: Hasil Olahan

Sedangkan berdasarkan sektor-sektor perekonomian dapat diketahui sektor-sektor perekonomian yang memiliki potensi untuk dikembangkan di beberapa kecamatan antara lain:

1. Sektor pertanian dapat dikembangkan di Kecamatan Bahorok, Serapit,

Salapian, Kutambaru, Sei Bingai, Kuala, Binjai, Sawit Seberang, Padang

Tualang, Secanggang, Tanjung Pura, Gebang, Babalan, Sei Lepan,

Brandan Barat dan Pematang Jaya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2. Sektor Pertambangan dan Penggalian dapat dikembangkan di Kecamatan

Pangkalan Susu.

3. Sektor Industri Pengolahan dapat dikembangkan di Kecamatan Salapian,

Stabat, Wampu, Batang Serangan, Sawit Seberang, Gebang, dan Besitang.

4. Sektor Listrik, Gas dan Air Minum dapat dikembangkan di Kecamatan Sei

Bingai, Kuala, Selesai, Stabat, Wampu, Hinai, Secanggang, Tanjung Pura,

Babalan, dan Sei Lepan.

5. Sektor Konstruksi dapat dikembangkan di Kecamatan Sei Bingai, Kuala,

Selesai, Binjai, Stabat, Hinai, Secanggang, Tanjung Pura, Gebang,

Babalan, dan Sei Lepan.

6. Sektor Perdagangan dapat dikembangkan di Kecamatan Sei Bingai, Kuala,

Selesai, Binjai, Stabat, Wampu, Padang Tualang, Hinai, Secanggang,

Tanjung Pura, Gebang, Babalan, dan Sei Lepan.

7. Sektor Angkutan dan Komunikasi dapat dikembangkan di Kecamatan

Binjai, Stabat, Hinai, Secanggang, Tanjung Pura, Babalan, Brandan Barat,

Pangkalan Susu dan Pematang Jaya.

8. Sektor Lembaga Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan dapat

dikembangan di Kecamatan Kuala, Selesai, Binjai, Stabat, Wampu, Hinai,

Tanjung Pura, Gebang, Babalan, Sei Lepan, dan Brandan Barat.

9. Sektor Jasa-Jasa dapat dikembangkan di Kecamatan Sei Bingai, Kuala,

Selesai, Binjai, Stabat, Wampu, Sawit Seberang, Padang Tualang, Hinai,

Tanjung Pura, Babalan, Sei Lepan, dan Brandan Barat.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Pada umumnya sektor pertanian menjadi sektor basis di tiap kecamatan dan mendominasi perekonomian Kabupaten Langkat. Dari 23 kecamatan di

Kabupaten Langkat, sektor pertanian menjadi sektor basis di 16 kecamatan antara lain: Kecamatan Bahorok, Serapit, Salapian, Kutambaru, Sei Bingai, Kuala,

Binjai, Sawit Seberang, Padang Tualang, Secanggang, Tanjung Pura, Gebang,

Babalan, Sei Lepan, Brandan Barat dan Pematang Jaya. Peta penyebaran sektor pertanian sebagai sektor basis dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 4.4. Peta Penyebaran Sektor Pertanian Sebagai Sektor Basis di Kabupaten Langkat

4.3. Analisis Tipologi Sektoral

Analisis ini mendasarkan pengklasifikasian sektor-sektor berdasarkan pertumbuhan dan kontribusi sektor terhadap total PDRB suatu daerah. Klasifikasi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA sektor-sektor perekonomian Kabupaten Langkat berdasarkan hasil analisis tipologi sektoral periode pengamatan tahun 2008-2012 dapat dilihat pada Tabel berikut.

Tabel 4. 13 Klasifikasi Sektor Ekonomi Kabupaten Langkat Tahun 2008- 2012

Klasifikasi No Sektor Keterangan Kuadran 1 Pertanian I Sektor Prima 2 Pertambangan dan Penggalian III Sektor Maju tapi Tertekan 3 Industri Pengolahan II Sektor Berkembang 4 Listrik, Gas dan Air Bersih II Sektor Berkembang 5 Bangunan/ Konstruksi II Sektor Berkembang Perdagangan, Hotel dan 6 Sektor Terbelakang Restoran IV Pengangkutan dan 7 Sektor Terbelakang Komunikasi IV Keuangan, Persewaan dan 8 II Sektor Berkembang Jasa Perusahaan 9 Jasa-Jasa IV Sektor Terbelakang Sumber: Hasil Analisis

Dari Tabel 4.13 di atas terlihat bahwa selama periode pengamatan yakni tahun 2008-2012 ditemukan bahwa sektor ekonomi yang masuk dalam kualifikasi sektor prima (kuadran I) yaitu sektor yang pertumbuhannya relatif cepat dan memiliki kontribusi yang besar di Kabupaten Langkat adalah sektor pertanian.

Sektor yang berada pada klasifikasi sektor berkembang (kuadran II) adalah sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas, dan air bersih, sektor bangunan/ konstruksi dan sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan. Sedangkan sektor maju tapi tertekan (kuadran III) adalah sektor pertambangan dan penggalian. Sementara itu sektor yang tertinggal atau terbelakang (kuadran IV) adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, dan sektor jasa-jasa.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Lebih jelasnya klasifikasi sektor-sektor ekonomi di Kabupaten Langkat dapat

dilihat pada gambar berikut.

y

Kuadran II Kuadran I

• sektor industri pengolahan

• sektor listrik, gas, dan air bersih • sektor pertanian

• sektor bangunan/ konstruksi

• sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan x

• perdagangan, hotelKuadran dan restoran III Kuadran IV

• sektor pengangkutan dan komunikasi • sektor perdagangan, hotel dan restoran • sektor pertambangan dan • sektor jasa-jasa. penggalian • sektor pengangkutan dan komunikasi

• sektor jasa-jasa

• perdagangan, hotel dan restoran

Gambar 4.5. Matriks Klasifikasi Sektor• Perekonomian sektor pengangkutan Kabupaten dan Langkat komunikasi

Bila dihubungkan dengan hasil analisis• sektorsektor unggulan jasa-jasa. (LQ) sebelumnya,

maka dapat disimpulkan bahwa sektor pertanian merupakan sektor yang paling

potensial untuk dikembangkan karena selain sebagai sektor basis di sebagian

besar kecamatan, sektor ini juga tergolong pada sektor ekonomi yang maju dan

cepat tumbuh (prima) di Kabupaten Langkat. Dengan demikian, dalam strategi

pengembangan wilayah pemerintah daerah perlu memperhatikan sektor ini

sebagai motor pembangunan ekonomi dan wilayah.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 4.4. Analisis Disparitas

Tingkat disparitas antar wilayah dapat dianalisis dengan menggunakan indeks williamson. Indeks Williamson akan menghasilkan indeks yang lebih besar atau sama dengan nol. Jika nilai indeks sama dengan nol, berarti tidak adanya disparitas antar wilayah, sedangkan jika nilai indeks lebih besar dari nol, hal ini menunjukkan adanya disparitas antar wilayah. Semakin besar indeks yang dihasilkan maka semakin besar pula tingkat kesenjangan antar wilayah dalam suatu wilayah yang lebih luas.

Tingkat disparitas antar wilayah kecamatan di Kabupaten Langkat selama kurun waktu tahun 2008 – 2012 berdasarkan hasil analisis indeks williamson dapat dilihat pada Tabel 4.14 berikut.

Tabel 4.14. Indeks Williamson Kabupaten Langkat Tahun 2008 – 2012

No Tahun Nilai Indeks Williamson (1) (2) (3) 1 2008 0,0664 2 2009 0,0662 3 2010 0,0507 4 2011 0,0523 5 2012 0,0515 Rata-rata 0,0574 Sumber: Hasil Olahan

Nilai indeks Williamson (IW) Kabupaten Langkat pada Tabel 4.14 menunjukkan bahwa tingkat disparitas antar kecamatan di Kabupaten Langkat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA tahun 2008-2012 berfluktuatif tetapi secara umum mengalami penurunan. Pada tahun 2008 nilai IW Kabupaten Langkat sebesar 0,0664 dan turun menjadi 0,0662 di tahun 2009 dan 0,0507 di tahun 2010. Kemudian di tahun 2011 nilai IW

Kabupaten Langkat naik menjadi 0,0523 yang berarti disparitas antar kecamatan meningkat dari tahun sebelumnya. Tahun 2012 nilai IW Kabupaten Langkat kembali turun menjadi 0,0515.

Lebih lanjut disparitas pembangunan antar kecamatan dan wilayah pengembangan pembangunan di Kabupaten Langkat Tahun 2012 dapat dilihat pada Tabel 4.15 dan dipetakan pada gambar 4.6.

Berdasarkan Tabel 4.15, nilai IW Wilayah Pengembangan Pembangunan

(WPP) di Kabupaten Langkat diperoleh hasil berturut-turut 0,04 untuk WPP I,

0,12 untuk WPP II, dan 0,14 untuk WPP III. Hal ini menunjukkan bahwa pada

Wilayah Pembangunan III (Kecamatan Gebang, Babalan, Sei Lepan, Brandan

Barat, Besitang, Pangkalan Susu dan Pematang Jaya) disparitas pembangunan yang terjadi paling besar. Hal ini dapat dipahami karena pada wilayah pembangunan ini terdapat kecamatan yang memiliki nilai PDRB yang terkecil yakni Kecamatan Brandan Barat dan kecamatan yang memiliki nilai PDRB terbesar yakni Kecamatan Pangkalan Susu dan Kecamatan Besitang.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Tabel 4.15. Indeks Williamson Antar Kecamatan dan Wilayah Pengembangan Pembangunan (WPP) di Kabupaten Langkat Tahun 2012

PDRB IW Per Kecamatan perkapita WPP Nilai IW WPP (jutaan) (1) (2) (3) (4) (5) 1. Bahorok 8.73 I 0,01 0,04 2. Serapit 12.13 I 0,04

3. Salapian 14.32 I 0,09

4. Kutambaru 14.07 I 0,06

5. Sei Bingai 7.19 I 0,05

6. Kuala 6.61 I 0,06

7. Selesai 4.45 I 0,14

8. Binjai 6.58 I 0,06

9. Stabat 5.54 II 0,12 0,12 10. Wampu 6.63 II 0,06

11. Batang Serangan 9.56 II 0,01

12. Sawit Seberang 10.27 II 0,02

13. Padang Tualang 7.44 II 0,04

14. Hinai 5.38 II 0,09

15. Secanggang 7.57 II 0,05

16. Tanjung Pura 6.26 II 0,08

17. Gebang 8.68 III 0,01 0,14 18. Babalan 6.51 III 0,07

19. Sei Lepan 6.66 III 0,06

20. Brandan Barat 8.19 III 0,02

21. Besitang 15.88 III 0,16

22. Pangkalan Susu 17.89 III 0,20

23. Pematang Jaya 14.27 III 0,06 Sumber: Hasil Olahan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Gambar 4.5. Peta Disparitas Pembangunan Per Wilayah Pengembangan Pembangunan (WPP) Kabupaten Langkat

Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sutarno (2004) tentang

Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Antar Kecamatan di Kabupaten

Banyumas bahwa ketimpangan ini salah satunya diakibatkan dari terkonsentrasinya aktivitas ekonomi secara spasial. Demikian halnya dengan terkonsentrasinya aktifitas ekonomi di Kecamatan Pangkalan Susu

(pertambangan) dan Kecamatan Besitang (industri pengolahan) mengakibatkan ketimpangan pembangunan antar kecamatan di WPP III. Menurut Sjafrizal

(2008:101) kontribusi aktivitas ekonomi dapat disebabkan oleh beberapa hal.

Pertama, karena terdapatnya sumber daya alam yang lebih banyak pada daerah tertentu misalnya, minyak bumi, gas, batubara dan bahan mineral lainnya. Di

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA samping itu, terdapatnya lahan yang subur yang turut mempengaruhi, khususnya menyangkut dengan pertumbuhan kegiatan pertanian. Kedua, meratanya fasilitas transportasi, baik darat, laut, udara, yang mempengaruhi konsentrasi kegiatan ekonomi antar daerah. Ketiga, kondisi demografis (kependudukan) dimana kegiatan ekonomi akan cenderung terkonsentrasi pada wilayah yang sumberdaya manusia tersedia dengan kualitas yang lebih baik. Hal ini sesuai dengan

Kecamatan Pangkalan Susu yang memiliki sumber daya alam di bidang pertambangan sehingga memberikan kontribusi besar terhadap pembentukan

PDRB Kabupaten Langkat maupun Provinsi Sumatera Utara.

Sedangkan jika dianalisa pada tingkat kecamatan, maka Kecamatan

Pangkalan Susu memiliki nilai IW yang tertinggi sebesar 0,2, hal ini berarti pada kecamatan tersebut terjadi disparitas pembangunan yang paling besar. Kecamatan yang memiliki nilai indeks terendah adalah Kecamatan Bahorok, Batang Serangan dan Gebang, yang berarti di kecamatan-kecamatan ini tingkat disparitas pembangunan rendah.

Besarnya kontribusi Kecamatan Pangkalan Susu dalam pembentukan

PDRB Kabupaten Langkat melalui sektor pertambangan ternyata tidak menutup kemungkinan terjadinya disparitas, kenyataannya pada kecamatan ini terdapat tingkat disparitas pembangunan yang paling besar. Hal ini berarti bahwa aktivitas pertambangan tersebut tidak memberikan pengaruh terhadap pembangunan ekonomi masyarakat di kecamatan tersebut. Penyerapan tenaga kerja merupakan salah satu faktor penyebabnya, dimana penduduk sekitar tidak memiliki potensi dan kualitas sumberdaya manusia yang dibutuhkan. Tenaga kerja yang terampil

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA dan berkualitas lebih banyak didatangkan dari daerah luar kecamatan maupun kabupaten, sedangkan masyarakat setempat hanya sebagai penyedia jasa bagi masyarakat pendatang. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Masli (2008) yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi dan

Ketimpangan Regional antar Kabupaten/ Kota di Propinsi Jawa Barat”, ia mengemukakan salah satu faktor yang mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan regional di Jawa Barat adalah sumber daya manusia.

Selain faktor tenaga kerja, distribusi maupun alokasi penerimaan daerah dari hasil bumi kecamatan Pangkalan Susu yang tidak berimbang menjadi faktor lainnya. Penerimaan daerah dari sektor pertambangan tidak ditujukan pada pembiayaan pembangunan wilayah itu sendiri, baik peningkatan infrastruktur, sarana dan prasarana, maupun pemberdayaan masyarakatnya. Akibatnya, meskipun memiliki kekayaan sumberdaya alam yang besar dan sebagai penyumbang PDRB terbesar, bukan berarti kecamatan tersebut memiliki pembangunan yang merata. Sejalan dengan hal ini Williamson (1975:166) menjelaskan bahwa secara umum beberapa faktor yang diduga sebagai penyebab terjadinya peningkatan disparitas antar wilayah tersebut, diantaranya yaitu kebijakan pemerintah dan alokasi invenstasi. Sejalan dengan hal itu Lay

(1993:53) mengemukakan indikator ekonomi ketidakmerataan wilayah adalah tingkat kesejahteraan penduduk, kualitas pendidikan, pola penyebaran dan konsentrasi investasi dan ketersediaan sarana prasarana.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 4.5. Strategi Pengembangan Wilayah

Pengembangan wilayah pada dasarnya adalah pelaksanaan pembangunan nasional pada suatu wilayah yang telah disesuaikan dengan kemampuan fisik dan sosial serta ekonomi dari wilayah tersebut, serta tetap menghormati peraturan perundangan yang telah ditetapkan. Perkembangan suatu wilayah mempunyai kaitan yang erat dengan perumusan strategi kebijakan pembangunan yang dilaksanakan oleh wilayah yang bersangkutan.

Dalam merumuskan strategi kebijakan pembangunan yang tepat perlu diketahui terlebih dahulu konsep pengembangan wilayah itu sendiri. Dan seperti diuraikan pada bab sebelumnnya bahwa konsep pengembangan wilayah secara garis besar terbagi atas empat, sebagai berikut: (1) pengembangan wilayah berbasis sumberdaya; (2) pengembangan wilayah berbasis komoditas unggulan;

(3) pengembangan wilayah berbasis efisiensi; dan (4) pengembangan wilayah menurut pelaku pembangunan. Penekanan pada tulisan ini adalah bagaimana mengembangkan suatu wilayah dengan basis komoditas unggulan atau sektor basis.

Berdasarkan hasil analisa sektor basis dan analisa tipologi sektoral, maka strategi pengembangan wilayah yang perlu dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah

Kabupaten Langkat adalah mengembangkan sektor pertanian sebagai sektor yang paling banyak menyumbang PDRB Kabupaten Langkat dan hampir merata di seluruh kecamatan. Komoditas unggulan sektor pertanian berupa padi sawah dan jagung perlu dikembangkan dengan melaksanakan penyuluhan dan pemberian bantuan bahan produksi berupa bibit, pupuk, dan pestisida untuk membantu

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA masyarakat dalam meningkatkan hasil produksi. Selain itu, di sub sektor perikanan Kabupaten Langkat juga memiliki potensi yang besar. Kecamatan- kecamatan yang berbatasan langsung dengan Selat Malaka memungkinkan masyarakatnya untuk memanfaatkan potensi-potensi kelautan yang besar, antara lain kegiatan tangkap, tambak, budidaya, dll. Namun hal ini perlu menjadi perhatian pemerintah daerah untuk menjaga kelestarian dan kebersihan lingkungan pesisir dengan mengawasi kegiatan tangkap dan tambak.

Dalam konteks pengembangan wilayah, diperlukan juga upaya mengkoordinasikan dan mengintegrasikan sektor-sektor yang berkembang di wilayah tertentu. Misalnya dalam suatu wilayah kecamatan yang memiliki sektor basis lebih dari satu maka sektor-sektor tersebut harus mampu berintegrasi dan saling mendukung satu sama lain, demikian pula halnya antar kecamatan sehingga mampu meningkatkan perekonomian Kabupaten Langkat. Semakin baik pengkoordinasian dan pengintegrasian tersebut maka akan semakin tinggi pengembangan wilayahnya.

Sjafrizal (2008:102) mengemukakan bahwa ketimpangan daerah yang mengecil (convergence) ataupun ketimpangan daerah yang melebar (divergence), dapat dijadikan dasar untuk perumusan kebijakan pembangunan daerah serta penanggulangan ketimpangan wilayah. Bila terdapat tendensi terjadinya divergence, maka kebijakan untuk mendorong pemerataan pembangunan menjadi sangat penting artinya. Akan tetapi bila tendensi yang terjadi adalah bersifat convergence, maka kebijakan pembangunan yang berorientasi pada peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah akan lebih penting artinya. Berkaitan dengan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ketimpangan pembangunan antar kecamatan di Kabupaten Langkat seperti yang diuraikan pada analisis disparitas, bahwa tingkat disparitas pembangunan di

Kabupaten Langkat selama kurun waktu 2008-2012 secara umum mengalami penurunan (convergence), maka yang perlu dilakukan oleh pemerintah daerah adalah mengambil kebijakan pembangunan yang berorientasi pada peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah. Dalam rangka mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah, yang perlu dilakukan adalah meningkatkan penyediaan lapangan kerja dan penanggulangan kemiskinan pada wilayah-wilayah yang masih terbelakang.

Untuk mendapatkan kebijakan pembangunan regional atau daerah yang tepat, perlu ditetapkan sasaran yang ingin dicapai antara lain, kemakmuran wilayah (place prosperity) atau kemakmuran masyarakat (people prosperity).

Kemakmuran wilayah (place prosperity) berarti terwujudnya kondisi fisik wilayah yang maju seperti, sarana, prasarana publik, dan pemukiman.

Kemakmuran masyarakat (people prosperity) diwujudkan melalui pembangunan yang diarahkan kepada pembangunan penduduk di suatu wilayah. Peningkatan kualitas sumberdaya manusia melalui pendidikan, kesehatan, teknologi, produksi dan produktivitas. (Sjafrizal, 2008:121)

Bila kemakmuran wilayah (place prosperity) sebagai sasaran pembangunan daerah, maka besar kemungkinan pertumbuhan ekonomi daerah akan meningkat cepat karena didorong oleh kondisi daerah yang sudah lebih baik, terutama prasarana dan sarananya. Kegiatan investasi akan meningkat, sehingga mendorong migrasi masuk dan makin banyak lapangan pekerjaan. Selanjutnya pertumbuhan ekonomi dan penyediaan lapangan kerja biasanya lebih dinikmati

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA oleh pendatang, sementara penduduk setempat kurang menikmati karena ketimpangan kualitas sumberdaya manusianya. Hal ini menyebabkan ketimpangan pada distribusi pendapatan yang cukup tinggi antara pendatang dengan penduduk setempat, dan akan menimbulkan kecemburuan dan ketegangan sosial dalam masyarakat.

Bila kemakmuran masyarakat (people prosperity) yang menjadi sasaran utama pembangunan daerah, maka tekanan pembangunan akan lebih banyak diarahkan pada pembangunan penduduk melalui peningkatan kualitas sumberdaya manusia (pendidikan, pelayanan kesehatan dan penerapan teknologi tepat guna), juga peningkatan kegiatan produksi masyarakat dan kegiatan ekonomi masyarakat lainnya, serta pemberdayaan masyarakat. Konsekuensinya adalah pertumbuhan ekonomi akan berjalan lambat, karena peningkatan kualitas sumberdaya masyarakat membutuhkan waktu yang lebih lama dibanding dengan kegiatan fisik wilayah.

Kedua sasaran pembangunan tersebut memiliki keunggulan dan kelemahan masing-masing seperti yang telah diuraikan di atas. Dalam hal ini, penulis lebih berpihak kepada sasaran pembangunan wilayah untuk mewujudkan kemakmuran masyarakat. Karena dengan peningkatan kualitas sumberdaya manusia sebagai pelaku pembangunan, diharapkan di masa yang akan datang pembangunan lebih mudah diwujudkan dan pada akhirnya akan mencapai kemakmuran wilayah itu sendiri.

Dalam rangka memperkecil disparitas pembangunan antar kecamatan di

Kabupaten Langkat, pemerintah daerah perlu memperhatikan berbagai aspek,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA antara lain mengupayakan penyediaan sarana prasarana dan pelayanan yang lebih berimbang terutama sarana pendidikan, kesehatan, dan meningkatkan aksesbilitas wilayah serta lebih mengoptimalkan potensi di sektor pertanian dengan meningkatkan kegiatan industri yang berbasis pertanian.

Sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah

(RPJMD) Kabupaten Langkat Tahun 2009-2014, yang memuat 8 (delapan) strategi pembangunan, dimana strategi ketiga adalah “Peningkatan Pembangunan

Ekonomi yang Berbasis Pertanian dan Bahari, serta Industri Strategis Lainnya yang Berwawasan Lingkungan”. Hal tersebut di atas menunjukkan strategi pengembangan wilayah berdasarkan sektor basis di Kabupaten Langkat, yaitu berbasis sektor pertanian dengan upaya mengembangkan produksi sub-sub sektor pertanian.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Pada umumnya sektor pertanian menjadi sektor basis di tiap kecamatan

dan mendominasi perekonomian Kabupaten Langkat. Dari 23 kecamatan

di Kabupaten Langkat, sektor pertanian menjadi sektor basis di 16

kecamatan antara lain: Kecamatan Bahorok, Serapit, Salapian, Kutambaru,

Sei Bingai, Kuala, Binjai, Sawit Seberang, Padang Tualang, Secanggang,

Tanjung Pura, Gebang, Babalan, Sei Lepan, Brandan Barat dan Pematang

Jaya.

2. Sektor ekonomi yang masuk dalam kualifikasi sektor prima (kuadran I)

yaitu sektor pertanian. Sektor yang berada pada klasifikasi sektor

berkembang (kuadran II) adalah sektor industri pengolahan, sektor listrik,

gas, dan air bersih, sektor bangunan/ konstruksi dan sektor keuangan,

persewaan, dan jasa perusahaan. Sedangkan sektor maju tapi tertekan

(kuadran III) adalah sektor pertambangan dan penggalian. Sementara itu

sektor yang tertinggal atau terbelakang (kuadran IV) adalah sektor

perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi,

dan sektor jasa-jasa.

3. Disparitas pembangunan antar kecamatan di Kabupaten Langkat selama

kurun waktu tahun 2008-2012 berfluktuatif, namun secara umum

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA mengalami penurunan (convergence). Ditinjau dari Wilayah

Pengembangan Pembangunan (WPP) maka disparitas tertinggi terjadi

pada WPP III, yaitu Kecamatan Tanjung Pura, Gebang, Babalan, Sei

Lepan, Brandan Barat, Besitang, Pangkalan Susu dan Pematang Jaya.

4. Strategi pengembangan wilayah yang dapat diterapkan di Kabupaten

Langkat adalah dengan mengembangkan sektor pertanian dan sektor

industri berbasis pertanian serta peningkatan kualitas sumberdaya manusia

melalui pendidikan, pelayanan kesehatan dan penerapan teknologi tepat

guna.

5.2. Saran

Dalam rangka memperkecil disparitas pembangunan antar kecamatan di

Kabupaten Langkat, Pemerintah Daerah Kabupaten Langkat perlu merumuskan strategi pengembangan wilayah yang memperhatikan aspek-aspek antara lain:

1. Mengupayakan penyediaan sarana dan prasarana yang lebih berimbang

terutama sarana pendidikan, kesehatan dan aksesbilitas wilayah di

wilayah pedesaan.

2. Mengoptimalkan potensi di sektor pertanian dengan mengembangkan

kegiatan industri berbasis pertanian melalui peningkatan investasi dan

pemberdayaan koperasi dan usaha mikro, kecil dan menengah

(UMKM).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lampiran 1. Perhitungan Tipologi Klassen Pendekatan Sektoral Kabupaten Langkat Tahun 2008-2012 ADHK 2000

Laju Pertumbuhan Sektor di Sumut Laju Pertumbuhan Sektor di Langkat No Lapangan Usaha/ Sektor Rata-Rata Rata-Rata 2008 2009 2010 2011 2012 2008 2009 2010 2011 2012 1 Pertanian 6,05 4,85 5,70 4,82 4,72 5,23 6,07 5,36 5,30 5,47 5,32 5,50 2 Pertambangan dan Penggalian 6,13 1,43 5,87 6,73 2,04 4,44 -8,03 0,32 4,51 4,89 1,23 0,58 3 Industri Pengolahan 2,92 2,76 4,16 2,05 3,63 3,10 4,25 4,16 5,30 5,54 4,90 4,83 4 Listrik, Gas dan Air Bersih 4,46 5,57 6,88 8,21 3,43 5,71 6,12 6,47 6,68 6,91 6,03 6,44 5 Bangunan/ Konstruksi 8,10 6,54 6,77 8,54 6,78 7,35 5,38 5,14 6,77 7,76 16,04 8,22 6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 6,14 5,43 6,53 8,09 7,23 6,68 7,45 5,88 7,00 5,92 5,20 6,29 7 Pengangkutan dan Komunikasi 8,89 7,56 9,44 10,02 8,26 8,83 3,76 4,10 6,29 5,84 6,04 5,21 8 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 11,30 6,14 10,78 13,61 11,20 10,61 12,07 9,92 9,08 9,98 14,24 11,06 9 Jasa-Jasa 9,48 6,62 6,77 8,30 7,54 7,74 5,00 5,19 6,74 7,35 8,63 6,58

Kontribusi Sektor di Sumut Kontribusi Sektor di Langkat No Sektor Rata-Rata Rata-Rata 2008 2009 2010 2011 2012 2008 2009 2010 2011 2012 1 Pertanian 23,83 23,78 23,60 23,22 22,89 23,46 54,72 55,30 54,66 54,50 54,33 54,70 2 Pertambangan dan Penggalian 1,23 1,19 1,18 1,18 1,13 1,18 6,05 4,55 5,71 5,70 5,43 5,49 3 Industri Pengolahan 22,89 22,39 21,97 20,97 20,46 21,74 11,01 11,25 10,88 10,85 10,77 10,95 4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,73 0,73 0,73 0,75 0,73 0,73 0,35 0,36 0,35 0,36 0,36 0,36 5 Bangunan/ Konstruksi 6,68 6,77 6,80 6,92 6,95 6,82 2,39 2,36 2,42 2,45 2,71 2,47 6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 18,38 18,44 18,45 18,72 18,90 18,58 16,00 16,88 16,32 16,34 16,27 16,36 7 Pengangkutan dan Komunikasi 9,31 9,53 9,79 10,10 10,31 9,81 2,26 2,17 2,25 2,25 2,26 2,24 8 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 7,04 7,12 7,40 7,89 8,26 7,54 1,68 1,76 1,82 1,89 2,04 1,84 9 Jasa-Jasa 9,91 10,05 10,08 10,25 10,37 10,13 5,53 5,37 5,59 5,67 5,83 5,60

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

SUMUT LANGKAT Rata-Rata Rata-Rata Rata-Rata Rata-Rata Klasifikasi No Sektor Pertumbuhan Kontribusi Pertumbuhan Kontribusi Kuadran Kontribusi Sektor (y) (y) (r) (yi) (ri) yi> y yi< y

1 Pertanian 5,23 23,46 5,50 54,70 I Laju Pertumbuhan 2 Pertambangan dan Penggalian 4,44 1,18 0,58 5,49 III Sektor (r) 3 Industri Pengolahan 3,10 21,74 4,83 10,95 II 4 Listrik, Gas dan Air Bersih 5,71 0,73 6,44 0,36 II ri> r Kuadran I Kuadren II Sektor Prima Sektor Berkembang 5 Bangunan/ Konstruksi 7,35 6,82 8,22 2,47 II 6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 6,68 18,58 6,29 16,36 IV 7 Pengangkutan dan Komunikasi 8,83 9,81 5,21 2,24 IV Kuadran III ri

Lampiran 2. Perhitungan Nilai Indeks Williamson antar Kecamatan Kabupaten Langkat Tahun 2012

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

PDRB Perkapita Kecamatan Penduduk

PDRB Wilayah Perkapita Penduduk

1.Pembangunan Bahorok 8.735.082,30 (435.535,09) 189.690.816.917,02 40.220 0,041171683 7.809.890.269,99 88373,58355 0,01 2. Serapit 12.136.148,38 2.965.530,99 8.794.374.073.288,83 16.053 0,016432845 144.516.587.928,47 380153,3742 0,04 3. Salapian 14.323.733,79 5.153.116,40 26.554.608.655.778,10 26.145 0,026763642 710.698.028.227,80 843029,0791 0,09 4. KutambaruWPP I 7.799.892,45 14.071.604,20 (686.257,92) 4.900.986,81 24.019.671.702.084,004,7095E+11 297.161 13.527 0,30420,013847075 1,43259E+11 332.602.198.942,65 378496,2276 576716,7406 0,04 0,06 5. Sei Bingai 7.199.695,32 (1.970.922,07) 3.884.533.817.897,13 48.772 0,04992604 193.939.392.422,32 440385,5043 0,05 6. Kuala 6.612.716,82 (2.557.900,57) 6.542.855.303.166,41 39.502 0,040436694 264.571.438.998,12 514365,0834 0,06 7. SelesaiWPP II 6.930.267,71 4.453.304,16 (1.555.882,66) (4.717.313,23) 2,42077E+12 22.253.044.071.166,10 411.123 70.051 0,42090,071708543 1,01878E+12 1.595.733.367.007,64 1009348,189 1263223,403 0,12 0,14 8. Binjai 6.586.909,61 (2.583.707,78) 6.675.545.902.373,16 42.891 0,043905885 293.095.747.502,20 541383,1799 0,06 9. Stabat 5.548.544,05 (3.622.073,34) 13.119.415.295.304,00 83.114 0,085080639 1.116.208.236.234,46 1056507,566 0,12 10. Wampu 6.635.148,91 (2.535.468,48) 6.428.600.406.789,93 40.964 0,041933288 269.572.351.979,76 519203,5747 0,06 WPP III 10.728.290,96 2.242.140,59 5,02719E+12 268.601 0,2750 1,38226E+12 1175695,708 0,14 11. Batang Serangan 9.562.109,90 391.492,51 153.266.383.001,06 35.324 0,036159835 5.542.087.055,42 74445,19498 0,01 12. Sawit Seberang 0,02 10.272.707,53 1.102.090,14 1.214.602.676.898,54 25.418 0,026019439 31.603.280.674,19 177773,1157 13. Padang Tualang 7.446.507,18 (1.724.110,21) 2.972.556.022.951,62 47.088 0,048202194 143.283.721.224,86 378528,3625 0,04 Jumlah 976.885 14. Hinai 25.458.451,11 5.380.255,42 (3.790.361,97) 14.366.843.852.350,40 48.234 0,04937531 709.367.373.205,92 842239,4987 0,09 0,30 15. Secanggang 7.575.625,60 (1.594.991,79) 2.543.998.818.992,85 65.929 0,067489008 171.691.957.740,55 414357,2827 0,05 16. Tanjung Pura 6.267.894,61 (2.902.722,78) 8.425.799.552.677,28 65.052 0,066591257 561.084.582.628,21 749055,7941 0,08 17. Rata Gebang-rata 8.486.150,37 8.688.400,04 (482.217,35) 232.533.575.270,60 42.926 0,043941713 10.217.923.555,04 101083,7453 0,01 18. Babalan 6.512.841,31 (2.657.776,08) 7.063.773.690.005,74 56.935 0,058282193 411.692.220.722,48 641632,4655 0,10 0,07 19. Sei Lepan 6.662.814,89 (2.507.802,50) 6.289.073.386.396,23 47.231 0,048348577 304.067.751.181,44 551423,3865 0,06 20. Brandan Barat 8.194.881,14 (975.736,25) 952.061.238.704,92 22.126 0,022649544 21.563.753.120,98 146846,0184 0,02 21. Besitang 15.885.240,56 6.714.623,17 45.086.164.376.188,60 44.354 0,045403502 2.047.069.752.060,34 1430758,453 0,16 22. Pangkalan Susu 17.893.285,55 8.722.668,16 76.084.939.782.600,90 41.923 0,04291498 3.265.183.650.589,35 1806981,918 0,20 23. Pematang Jaya 14.278.748,66 5.108.131,27 26.093.005.119.912,60 13.106 0,013416113 350.066.717.271,30 591664,362 0,06 Jumlah 210.924.199,92 976.885 1,54 R JumlRata-rata 9.170.617,39 0,07

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Lampiran 3. Perhitungan Nilai Indeks Williamson antar Wilayah Pembangunan Kabupaten Langkat Tahun 2012

Lampiran 4. Perhitungan Nilai Indeks Williamson Kabupaten Langkat Tahun 2008 – 2012

PDRB perkapita PDRB perkapita Penduduk Kabupaten Tahun Penduduk Sumut Prov. Sumut Kab. Langkat Langkat

2008 8.139.072,22 13.042.317,00 6.227.072,21 1.042.523 2009 8.420.589,87 13.248.386,00 6.447.759,81 1.057.768 2010 9.151.060,36 12.983.075,00 7.452.507,66 967.535 2011 9.660.525,40 13.103.596,00 7.809.888,98 976.582 2012 10.174.791,44 13.215.401,00 8.249.330,27 976.885

Indeks Tahun

Williamson

2008 (1.912.000,01) 3.655.744.050.174,84 0,0799 292.217.805.656,80 540571,7 0,0664

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2009 (1.972.830,06) 3.892.058.457.051,83 0,0798 310.746.900.792,20 557446,8 0,0662 2010 (1.698.552,70) 2.885.081.274.869,19 0,0745 215.004.312.251,19 463685,6 0,0507 2011 (1.850.636,42) 3.424.855.161.535,42 0,0745 255.246.872.947,14 505219,6 0,0523 2012 (1.925.461,17) 3.707.400.728.826,68 0,0739 274.051.779.509,37 523499,6 0,0515 Rata-rata 0,0574

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Daftar Pustaka

Alkadri. 2001. Tiga Pilar Pengembangan Wilayah: SDA, SDM, Teknologi. BPPT Press, Jakarta.

Ambardi, Urbanus M dan Prihawantoro, Socia (Penyunting). 2002. Pengembangan Wilayah dan Otonomi Daerah – Kajian Konsep dan Pengembangan. BPPT Press, Jakarta.

Arsyad, Lincolin. 1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah. (1st ed.). BPFE-UGM, Yogyakarta.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Langkat. 2013. PDRB Kecamatan se-Kabupaten Langkat Tahun 2013. Kerjasama BPS Kabupaten Langkat dengan BAPEDA Kabupaten Langkat, Stabat.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Langkat. 2013. Kabupaten Langkat Dalam Angka 2013. Kerjasama BPS Kabupaten Langkat dengan BAPEDA Kabupaten Langkat, Stabat.

Budiharsono, 2002. Tehnik Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan. Pradnya Paramita, Jakarta.

Friedman, Jhon and Allonso, 2008. Regional Economic Development and Planning. Mars. MIT Press.

Glasson, John. 1974. An Introduction to Regional Planning: Concept, Theory and Practice. Hutchinson & Co. (Publishers) Ltd. London.

Hirschman, Albert O. 1968. The Strategy of Economic Development. Yale University Press. New Haven and London.

Jayadinata, Johara T. 1999. Tata Guna Tanah Dalam Perencanaan Pedesaan, Perkotaan dan Wilayah. Penerbit ITB, Bandung.

Jhingan, M.L. 1996. Ekonomi Pembangunan & Perencanaan. Edisi 16. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Kuncoro, Mudrajat. 2004. Otonomi dan Pembangunan Daerah; Reformasi Perencanaan, Strategi dan Peluang. Erlangga, Jakarta.

Lay, Cornelis. 1993. Ketimpangan dan Keterbelakangan di Indonesia. Fakultas Ilmu Politik dan Sosial UGM, Yogyakarta.

Nugroho, Iwan, Dahuri Rokhim. 2004. Pembangunan Wilayah Perspektif Ekonomi, Sosial dan Lingkungan. LP3ES, Jakarta.

Rustiadi, Saefulhakim, Panuju. 2006. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Sirojuzilam. 2008. Disparitas Ekonomi dan Perencanaan Regional: Ketimpangan Ekonomi Wilayah Barat dan Wilayah Timur Provinsi Sumatera Utara. Pustaka Bangsa Press, Medan.

Sirojuzilam dan Mahalli, Kasyful. 2010. Regional Pembangunan, Perencanaan dan Ekonomi. USU Press, Medan.

Sitohang, Paul. (trans) Glasson, John. 1990. Pengantar Perencanaan Regional. LPFE-UI, Jakarta.

Sjafrizal. 2008. Ekonomi Regional: Teori dan Aplikasi. Baduose Media, Padang.

Soetomo, Sugiono. 2002. Dari Urbanisasi ke Morfologi Kota: Mencari Konsep Pembangunan Tata Ruang Kota yang Beragam. Badan Penerbitan UNDIP, Semarang.

Tambunan, Tulus T.H. 2001. Perekonomian Indonesia: Beberapa Masalah Penting. Ghalia Indonesia, Jakarta.

Tarigan, Robinson. 2012. Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi, Edisi Revisi. PT. Bumi Aksara, Jakarta.

______. 2010. Perencanaan Pembangunan Wilayah, Edisi Revisi. PT. Bumi Aksara, Jakarta.

Todaro, Michael P. 1994. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Erlangga. Jakarta

Williamson, J.G. 1975. Regional Inequality and The Process of National Development – A Description of The Patterns. Friedman and Alonso (ed). Regional Policy. Reading in Theory and Application. Cambridge: MIT Press.

Jurnal dan Karya Ilmiah

Daryanto, Arief. 2004. Kebasis Daya Saing dan Teknik Identifikasi Komoditas Basis dalam Mengembangkan Potensi Ekonomi Regional. Agrimedia Volume 9 Nomor 2.

Diana, W. 2004. Analisis Kesenjangan Pembangunan Regional Indonesia, 1992 – 2001. Jurnal Ekonomi Pembangunan.

Masli, Lili. 2008. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Regional antar Kabupaten/ Kota di Provinsi Jawa Barat. STIE STAN IM. Jakarta.

Nazwar, Chairul. 2013. Kinerja Pembangunan Ekonomi Wilayah Propinsi Sumatera Utara. Jurnal Perencanaan dan Pengembangan Wilayah Wahana Hijau Volume 8 Nomor 3.

Rezeki, Rina. 2007. Disparitas Sub Wilayah (Kasus Perkembangan Antar Kecamatan di Kabupaten Tanah Datar. Universitas Diponegoro, Semarang. (Tesis).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Siahaan, Santi R. 2010. Analisi Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Pembangunan Antar Kabupaten di Daerah Pegunungan Sumatera Utara. Jurnal Visi Volume 18 Nomor 2.

Tampubolon, Dahlan. 2001. Pembangunan dan Ketimpangan Wilayah Pantai Barat dan Pantai Timur Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara. Medan. (Tesis)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA