GEMEENTE (1917-1942)

Skripsi Sarjana

Dikerjakan

O

L

E

H

NAMA : MELISA

NIM : 150706041

PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2020

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam yang telah memberikan banyak nikmat, serta hidayah-Nya kepada penulis. Sehingga dapat menyelesaikan seluruh proses dan penulisan skripsi ini. Tidak lupa penulis haturkan

Sholawat berangkaikan salam kepada Nabi Muhammad SAW, kiranya semoga mendapatkan syafaat-Nya di hari kemudian kelak.

Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat yang wajib dipenuhi untuk memperoleh gelar Sarjana di Program Studi Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara. Dalam hal ini penulis mengkaji tentang Sejarah Kota

Binjai dengan judul Gemeente Binjai (1917-1942).

Penulis menyadari bahwa masih banyak sekali terdapat kekurangan di dalam penulisan skripsi ini, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran untuk memperbaiki skripsi ini nantinya. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat memberikan khasanah pengetahuan yang bermanfaat.

Medan, Januari 2020

Penulis

Melisa

150706041

i

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UCAPAN TERIMA KASIH

Penulisan skripsi ini tidak akan pernah selesai tanpa bantuan, semangat dan doa dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada mereka yang telah berkontribusi bagi penulisan skripsi ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:

1. Bapak Dr. Budi Agustono, MS., selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, serta kepada para Wakil Dekan beserta Staf Pegawai Fakultas Ilmu Budaya USU. 2. Bapak Drs. Edi Sumarno, M.Hum., selaku Ketua Program Studi Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya USU. Terima kasih atas segala arahan, waktu luang dan bantuan yang telah bapak berikan. 3. Ibu Dra. Nina Karina, M.SP., selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya USU selaku Dosen Penasehat Akademik sekaligus sebagai pembimbing skripsi penulis, yang telah membimbing penulis selama kuliah di Program Studi Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya USU. Segala pemikiran yang ibu kemukakan penulis jadikan inspirasi dan motivasi dalam penulisan skripsi ini dan turut membantu dalam kelancaran penulisan ini 4. Seluruh staf pengajar Program Studi Ilmu Sejarah FIB USU, yang telah memberikan penulis banyak pencerahan, pengetahuan, pengalaman serta wawasan. Juga kepada staf administrasi Program Studi Ilmu Sejarah, Bang Ampera yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan persoalan administrasi selama masa studi. 5. Pegawai Arsip Nasional Republik , Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, serta Taman Bacaan Masyarakat dan Perpustakaan Tengku Luckman Sinar, yang telah memberikan data dan pelayanan yang sangat baik selama penulis melakukan penelitian.

ii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 6. Kepada keluarga penulis, Alm. Ayahanda Usman Gumanti dan Ibu Warsiti. Gelar sarjana ini penulis persembahkan kepada Alm. Ayah dan Ibu. Tidak lupa kepada 3 saudara kandung penulis yaitu Bang Al-Azhar, Bang Alfi Syahri, dan Kakak Dewi Sartika yang telah membuat kisah kuliah penulis sangat bewarna dan memberikan pelajaran yang berguna. Tidak dapat penulis balas atas semua apa yang kalian berikan, hanya doa dan kesehatan yang selalu penulis panjatkan. 7. Sahabat-sahabat tahan banting dari SMA, Diati Zahara, S.Pd., Diati Zahraini, S.Farm., Saskia Adenia br. Bangun, S.KM., Agung Satria, Dimas Reka Arianto, Hafidz Rifkiansya, M. Alfarobi, S.Pi., M. Guffa Maulana, dan seluruh keluarga besar Paswakibra SMA N 1 Binjai yang selalu siap sedia ada dan membantu penulis. 8. Sahabat-sahabat di kampus Elvira Maulani Nasution, Helmi Zulfri Siregar, S.S., Luthfi Syujaqi Pulungan, dan Ahmad Fikri Haz. Semoga apa yang telah kita lewati di antara kita akan terkenang dan tetap terpelihara. Terimakasih juga untuk seluruh teman-teman Ilmu Sejarah angkatan 2015, atas pengalaman baik suka maupun duka yang sangat berharga yang telah kita lewati bersama. 9. Kepada Bang Kiki Maulana Affandi, S.S., Kak Atika Putri Ananda, S.S., atas segala bantuan sepanjang proses pengerjaan skripsi ini, dan juga kepada Kak Kak Cici Christina Manurung, S.S., yang telah menjadi teman sekaligus menjaga penulis saat berada di Jakarta. 10. Teman-teman KKN Reguler Kelompok II Sergai Desa Citaman Jernih Tahun 2018, Atikah Hazrina Putri, Christina Marbun, S.KM., Clarita Agustin, S.KG., Dwinanty Lisa Ananda Putri, Irda Yunita, S.KM., Kholiq Pando Subeno, M. Hidayat, Mulfina Chairunnisa Harahap, Nur Maiyah, S. Pi., Putri Srihardayanti Laia, S.KM., Raissa Mutiara Siregar, Rauda Amira W, S.S., Singgih Ananda P. Nasution, Sri Devi Siagian, S. Kep., dan Yaga Tiaka Halomoan, atas dukungan yang sudah diberikan. 11. Super Junior yang telah menghibur dan memberi semangat dengan karya mereka. Kak Tya Wahyuni, Meilisya Beby Triana, Ruth Damayanti, dan seluruh teman-

iii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA teman E.L.F yang memberikan dukungan dan memotivasi agar skripsi ini cepat selesai, kemudian dapat menonton konser Super Junior bersama.

Akhirnya untuk semua yang membantu baik secara langsung maupun tidak, dalam penulisan skripsi ini penulis ucapkan terima kasih. Semoga kebaikan dan bantuan yang telah diberikan pada penulis mendapat balasan terbaik dari Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa. Aamiin.

Medan, Januari 2020

Penulis,

MELISA

NIM. 150706041

iv

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ...... i

UCAPAN TERIMA KASIH ...... ii

DAFTAR ISI ...... v

DAFTAR GAMBAR ...... vii

DAFTAR TABEL ...... viii

DAFTAR ISTILAH ...... ix

DAFTAR LAMPIRAN ...... x

ABSTRAK ...... xi

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah ...... 1

1.2 Rumusan Masalah ...... 4

1.3 Tujuan dan Manfaat Penlitian ...... 5

1.4 Tinjauan Pustaka ...... 6

1.5 Metode Penelitian ...... 9

BAB II BINJAI SEBELUM TAHUN 1917

2.1 Geografis ...... 15

2.2 Penduduk ...... 21

2.3 Pemerintahan ...... 23

v

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB III LATAR BELAKANG TERBENTUKNYA GEMEENTE BINJAI

3.1 Decentralisatie Wet 1903 ...... 27

3.2 Pendirian Gemeentefonds ...... 31

3.3 Peningkatan Jumlah Orang Eropa dan Timur Asing ...... 36

BAB IV PEMERINTAHAN GEMEENTE BINJAI 1917-1942

4.1 Pembentukan Gemeente Binjai ...... 39

4.2 Sistem Administrasi Pemerintahan di Gemeente Binjai ...... 41

4.3 Wilayah dan Penduduk ...... 52

4.4 Sumber Pendapatan dan Anggaran Belanja Gemeente Binjai ...... 54

4.5 Perkembangan Infrastruktur Gemeente Binjai 1917-1942 ...... 57

4.5.1 Pemukiman Warga Kota ...... 58

4.5.2 Fasilitas Pendidikan ...... 60

4.5.3 Pasar dan Rumah Potong Hewan ...... 61

4.5.4 Fasilitas Kesehatan ...... 61

4.5.5 Jaringan Listrik dan Jaringan Air Bersih ...... 62

4.5.6 Jalan dan Jembatan...... 63

BAB V KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan ...... 66

5.2 Saran ...... 68

DAFTAR PUSTAKA ...... 70

LAMPIRAN ...... 75

vi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DAFTAR GAMBAR

1. Gambar 1. Peta Rekonstruksi Permukiman Warga Dan Fasilitas Publik

Gemeente Binjai ...... 64

vii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DAFTAR TABEL

Tabel 1. Pemasukan Gemeentefonds dari Hasil Tanah (1915-1916) ...... 33

Tabel 2. Lintasan dan Panjang Rel Kereta Api Deli Pada Tahun 1883-1940.. 34

Tabel 3. Jumlah Penduduk Eropa dan Timur Asing di Onderafdeeling Langkat

Hulu Tahun 1915 dan 1926 ...... 37

Tabel 4. Daftar Nama dan Masa Jabatan Voorzitter Gemeente Binjai 1925- 1940 ...... 43 Tabel 5. Data Jumlah Penduduk di Gemeente Binjai Tahun 1930 ...... 53

Tabel 6. Anggaran Belanja Gemeente Binjai Tahun 1917 ...... 56

viii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DAFTAR ISTILAH

Afdeeling : Wilayah pemerintahan yang merupakan bagian dari keresidenan atau provinsi dan dikepalai oleh seorang Asisten Residen.

Besluit : Surat Keputusan.

Burgermeester : Pejabat Pemerintah yang memimpin wilayah Gemeente.

Controleur (Kontrolir) : Pejabat Pemerintah yang memimpin wilayah Onderafdeeling.

Esplanade : Tanah lapang (Lapangan Merdeka)

Gemeente : Pemerintah Kota

Gemeentefonds : Lembaga yang bertugas merencanakan dan menyiapkan segala sesuatu berkaitan dengan rencana penetapan suatu wilayah menjadi gemeente.

Gemeenteraad : Dewan Kota

Memorie van Overgave : Sering disingkat MvO merupakan laporan serah terima jabatan dari seorang pejabat yang mengakhiri masa tugas.

Onderafdeeling : Wilayah pemerintahan di bawah afdeeling yang dipimpin oleh seorang controleur.

Staatsblad : Lembaran berita negara.

Tweede Kamer : Majelis rendah parlemen bilameral Belanda yang berkedudukan di Den Haag.

Voorzitter : Pejabat Pemerintah yang memimpin wilayah Gemeente, biasanya disebut dengan Burgermeester. Namun menjadi sedikit berbeda untuk beberapa Kotapraja yang tidak begitu besar.

ix

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN I : Keputusan Pemerintah Mengenai Penetapan Binjai Sebagai Gemeente.

LAMPIRAN II : Peta Gemeente Binjai (1932)

LAMPIRAN III : Stasiun Kereta Api Binjai (1900)

LAMPIRAN IV : Hospitaal Bangkattan Binjai (1930)

LAMPIRAN V : Watertoren Binjai (1934)

LAMPIRAN VI : Hoofdweg Binjai (1930)

LAMPIRAN VII : Passar Binjai (1890)

LAMPIRAN VIII: Nieuwe Passar Binjai (1930)

LAMPIRAN IX : Mosqee Binjai (1920)

LAMPIRAN X : Anggota Gemeenteraad Binjai tahun 1930, bersama Voorzitter E. J. Burger.

x

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ABSTRAK

Skripsi ini meneliti tentang Gemeente Binjai (1917-1942). Fokus pembahasan dalam skripsi ini pada terjadinya perkembangan sebuah daerah yang berubah statusnya menjadi gemeente. Sehingga skripsi ini merupakan kajian Sejarah Perkotaan, yang membahas tentang kota khususnya pada masa Pemerintahan Hindia Belanda.

Kajian skripsi ini menggunakan metode sejarah dalam proses penelitiannya. Pada proses heuristik, digunakan sumber-sumber berupa arsip Binnenlandsch Bestuur, Staatsblad, laporan serah terima jabatan (MvO), laporan tahunan buku arsip (Kroniek), jurnal, dan buku-buku sejaman sebagai data primer, serta buku, artikel, skripsi sebagai data sekunder. Setelah data terkumpul kemudian dilakukan verifikasi, yakni kritik intern dan ekstren untuk menemukan fakta-fakta. Selanjutnya fakta-fakta tersebut diinterpretasikan, sehingga diperoleh data yang objektif lalu diceritakan kembali dalam proses historiografi.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan mengenai masa sebelum, latar belakang, serta saat ditetapkannya Binjai menjadi gemeente. Hingga perkembangan yang terjadi setelah penetapan tersebut. Perkebunan merupakan salah satu hal yang melatarbelakangi terjadi perubahan status Binjai menjadi gemeente, karena dengan adanya perkebunan membuat bertambahnya jumlah penduduk yang menetap di wilayah tersebut. Pertambahan penduduk tidak terjadi pada penduduk asli saja, bahkan dari Orang Eropa, Cina dan Timur Asing. Selain itu latar belakang yang menjadi dasar ditetapkannya Binjai menjadi sebuah gemeente adalah karena lahirnya undang-undang Desentralisasi dalam tata Pemerintahan Eropa atau yang lebih dikenal dengan Decentralisatie Wet 1903. Lahirnya undang-undang desentralisasi serta ramainya penduduk Eropa dan Timur Asing di wilayah itu menjadikan Gubernur Pantai Timur Sumatera menganggap perlunya dilakukan penerapan desentralisasi untuk wilayah itu. Hal ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan Orang Eropa, Cina dan Timur Asing yang ada di wilayah ini. Sehingga dalam perkembangannya, Binjai terus melakukan perubahan dalam infrastrukturnya, seperti membangun jaringan air dan listrik, transportasi jalur kereta api, sekolah, fasilitas kesehatan dan lainnya yang dibutuhkan untuk memenuhi kehidupan penduduknya.

Kata Kunci: Binjai, Decentralisatiewet 1903, Gemeente.

xi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Binjai1 merupakan salah satu kota dalam wilayah yang berada di Provinsi

Sumatera Utara, Indonesia. Kota ini terletak 22 km di sebelah barat ibukota provinsi

Sumatera Utara, Medan. Kota Binjai menjadi kota yang ramai dilewati, karena

letaknya yang berada di persimpangan antara Medan, Stabat, Namu Ukur dan .

Nama Binjai sudah tercatat dalam catatan lapangan Jhon Anderson (1823) bahwa ada

sebuah perkampungan kecil di pinggir Sungai Bingai yang membangun beberapa

rumah di bawah Pohon Binjai dengan 50 Kepala Rumah Tangga.2 Kemudian yang

akhirnya berkembang menjadi bandar perdagangan yang ramai dengan komoditas

utamanya adalah ekspor lada ke Penang .3

Setelah masuknya aktivitas perkebunan pada tahun 1869 yang dipimpin oleh

Nienhuys membuat banyak perubahan pada daerah-daerah sekitarnya. Untuk

melancarkan aktivitas perkebunan dan diperoleh konsesi pembukaan perusahaan

Kereta Api oleh direksi Deli Mij (tuan Cremer) dengan nama “Deli Spoorweg

Maatschapij” (DSM). Pada tahun 1881 dengan konsesi ijin pertama Belawan – Deli

1 Ada beberapa versi penulisan seperti Bindjei, Bindjai, Bindjey, Binjai, namun dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan Binjai. 2 Jhon Anderson, Mission to the East Coast of in 1823, London: Oxford University Press, 1971, hlm. 242. 3 Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur, Medan: Tanpa Penerbit dan Tahun Terbit, hlm. 344.

1

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Tua, Medan – Binjai, dan Kampung Baru – Tanjung Morawa sekaligus dengan

konsesi hak menggunakan telepon.4

Binjai tumbuh dari sebuah perkampungan menjadi sebuah kota. Bahkan

setelah dipindahkannya ibukota Keresidenan Sumatera Timur dari Bengkalis,

Labuhan Deli, lalu ke Medan, dengan berdasarkan Beslit Gubernur Jenderal tanggal

28-6-1889 No.12. Keresidenan Sumatera Timur yang awalnya 4 Afdeeling diubah

menjadi 5 Afdeeling, dan beberapa Onder Afdeeling di bawah pengawasan seorang

Kontrelir Belanda.5 Berdasarkan hal ini Binjai ditetapkan sebagai bagian dari Onder

Afdeeling Langkat Hulu, dan tidak lain salah satu wilayah administrasi dari Afdeeling

Deli. Sekaligus sebagai pusat pemerintahan semi-kolonial wilayah Langkat Hulu,

yang dipimpin seorang wakil atau pembesar kerajaan (rijksgroten) dari Kesultanan

Langkat yang bergelar T. Pangeran Bendahara Paduka Raja.6

Pada tanggal 23 Juli 1903 dikeluarkan undang-undang mengenai

desentralisasi oleh pemerintah Hindia Belanda yang dinamakan De Wet Houdende

Decentralisatie van Het Bestuur in Nederlandsch-Indie yang selanjutnya lebih

dikenal dengan sebutan Decentralisatie Wet 1903.7 Yakni yang dimaksud adalah

penambahan 3 pasal pada RR 1854 atas usul Menteri Idenburg yaitu pasal 68a, 68b,

4 Ibid., hlm. 311. 5 Ibid., hlm. 308. 6 Ibid., hlm. 345. 7 Soetandyo Wignjosoebroto, Desentralisasi Dalam Tata Pemerintahan Kolonial Hindia- Belanda, Malang: Bayumedia Publishing, 2004, hlm. 14.

2

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 68c. 8 Dengan terbitnya undang-undang tersebut, maka beberapa kota di Hindia

Belanda diubah statusnya menjadi kota otonom yang memiliki pemerintahan sendiri,

terpisah dari pemerintahan pusat, tetapi tetap bertanggung jawab kepada

pemerintahan pusat. Sehingga beberapa kota-kota di kawasan Hindia Belanda seperti

Semarang, Bandung, Surabaya, Malang, dan lain-lain dibentuk Pemerintah Kota atau

Gemeente.9 Yang menjadi warga gemeente ini adalah orang-orang Eropa itu sendiri.

Binjai merupakan salah satu kota di wilayah Keresidenan Sumatera Timur yang kemudian ditetapkan sebagai sebuah gemeente mengikuti pemberlakuan undang-undang tersebut.10 Terbentuknya Gemeente Binjai dengan ordonansi 27 Juni

1917, 11 dengan Staatsblad van Nederlandsch Indie No.283 Tahun 1917. 12

Dibentuknya Gemeente Binjai merupakan bentuk pelimpahan kekuasaan dalam menata kota dan mengatur keuangan sendiri bagi pemerintahan daerah Binjai. Untuk menunjang segala aktivitas yang terjadi di Gemeente Binjai, pemerintah pusat memberikan modal awal sebesar ƒ 11.640.13

Penulisan mengenai Gemeente Binjai ini memiliki bahasan pokok yakni menjelaskan mengenai latar belakang terbentuknya Gemeente Binjai serta

8 Hanif Nurcholish, op.cit., hlm. 136. 9 Ibid., hlm. 135. 10 Terkhusus di wilayah Sumatera Timur, ada lima kota yang ditetapkan sebagai gemeente yaitu Medan, Tebing Tinggi, Pematang Siantar, Binjai, dan Tanjung Balai. Lihat, Mr. J.J Schrieke, Bepalingen en Beginselen der Decentralisatie van 1903. Weltevreden: Commissie Voor De Volkslectuur, 1920, hlm. 13. 11 Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, op.cit., hlm. 345. 12 Staatsblad van Nederlandsch Indie No. 283 Tahun 1917. 13 Ibid., hlm.

3

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA mendeskripsikan perkembangan yang terjadi di Binjai setelah ditetapkan sebagai gemeente. Namun sebelum itu, di deskripsikan pula mengenai keadaan Binjai sebelum menjadi gemeente yaitu ketika ditetapkan sebagai pusat Onderafdeeling

Langkat Hulu.

Dari uraian di atas, maka penulisan ini diberi judul “Gemeente Binjai (1917-

1942)”. Ruang lingkup spasial penulisan ini adalah wilayah Binjai pada masa Hindia

Belanda. Poin penting penulisan ini adalah Gemeente Binjai sebagai awal permulaan perkembangan daerah yang akan menjadi sebuah kota. Batasan awal penulisan dimulai pada tahun 1917 karena periode itu ditetapkan awal berlakunya Gemeente

Binjai. Batasan akhir penulis memilih angka tahun 1942, karena pada masa ini tepatnya pada 8 Maret 1942 Belanda menyerah pada pasukan Jepang di Kalijati. Hal ini sekaligus dengan berakhirnya masa Pemerintahan Hindia-Belanda di Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah merupakan bagian yang memuat lebih jelas tentang

masalah yang telah ditetapkan dalam latar belakang masalah. Dengan kata lain,

masalah itu di identifikasikan dengan rumusan masalah yang secara eksplisif dalam

urutan sesuai dengan intensitas terhadap topik penulisan. 14 Melihat dari latar

belakang masalah maka penulis memberikan rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana keadaan Binjai sebelum tahun 1917?

14 Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah, Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1999, hlm, 50.

4

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2. Apa yang melatarbelakangi terbentuknya Gemeente Binjai di tahun 1917?

3. Bagaimana proses berkembangnya Kota Binjai pada masa gemeente pada

tahun 1917-1942?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan

Tujuan berarti sebagai tindak lanjut terhadap masalah yang di identifikasikan, sehingga apa yang dituju hendaklah sesuai dengan urutan masalah yang telah dirumuskan. Adapun manfaat disini lebih ditegaskan pada penulisan itu bagi pengembangan suatu ilmu dan bagi kegunaan praktis. 15 Maka dari itu tujuan penulisan ini adalah:

1. Mendeskripsikan keadaan Binjai sebelum tahun 1917.

2. Mengetahui latar belakang pembentukkan Gemeente Binjai pada tahun

1917.

3. Menjelaskan proses berkembangnya Kota Binjai pada masa gemeente pada

tahun 1917-1942.

Adapun manfaat penulisan ini adalah sebagai berikut:

1. Dalam bidang Ilmu Sejarah untuk menambah referensi dan khasanah kajian

tentang Sejarah Kota khususnya Kota Binjai pada masa kolonial.

15 Ibid., hlm, 16.

5

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2. Penulisan ini juga diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat umum

untuk lebih mengetahui tentang Kota Binjai pada masa lampau khususnya

dimasa kolonial Hindia Belanda.

3. Aspek praktis yang bisa diharapkan dari hasil penulisan ini dapat menjadi

rujukan bagi Pemerintah Kota Binjai dalam mengambil keputusan maupun

kebijakan-kebijakan untuk mengembangkan Kota Binjai saat ini dan ke

depannya.

1.4 Tinjauan Pustaka

Sebelum memulai penulisan ini, penulis melakukan sebuah pencarian tentang kepustakaan yang memiliki keterkaitan dengan tulisan ini nantinya, Buku yang utama adalah karya Jhon Anderson (1971), Mission to the East Coast of Sumatra in 1823 digunakan sebab di dalamnya menjelaskan tentang adanya kampung Ba Bingai.

Merupakan sebuah kampung yang digambarkan bahwa sudah ada daerah-daerah yang terbentuk pada masa itu dan menjadi cikal bakal terbentuknya gemeente.

Selanjutnya karya Johannes Benedictus Kan (1935), Bindjei: Een Gemeente

Binnen Zelfbestuurs-Gebied, digunakan karena buku ini menjelaskan tentang kilasan pembentukkan gemeente di Binjai. Bermula dari adanya peraturan Undang-Undang yang ada, selanjutnya diperkuat dengan adanya Staatsblad. Kemudian menjelaskan bagaimana struktur pemerintahan di Binjai, tetapi tidak terlalu rinci karena data dokumen yang berkaitan dengan Binjai hilang atau tidak ditemukan.

6

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Kemudian karya Tuanku Luckman Sinar Basarshah II (tanpa tahun terbit) dalam Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur. Buku ini memberikan informasi seputar tentang hari jadi Kota Binjai, dan menjelaskan keadaan Binjai sebelum menjadi gemeente.

Karya selanjutnya oleh Hanif Nurcholish (2005) dalam Teori dan Praktik

Pemerintahan dan Otonomi Daerah. Mendeskripsikan tentang bagaimana pemerintahan yang terjadi di Indonesia pada masa sebelum datangnya Belanda, kemudian ke masa Belanda, Jepang, dan masa kemerdekaan. Lalu mendeskripsikan sedikit bagaimana terbentuknya gemeente dan dengan berbagai Undang-Undang

Desentralisasi.

Selanjutnya adalah karya Purnawan Basundro (2016) dalam Pengantar

Sejarah Kota. Buku ini menggambarkan konsep awal terbentuknya kota yang menjelaskan mengenai hal-hal umum yang terkait dengan pertumbuhan dan perkembangan kota-kota. Dalam buku ini dipaparkan juga mengenai sebab-sebab terbentuknya gemeente yang antara lain karena adanya keinginan dikalangan masyarakat Eropa yang menetap di wilayah Hindia Belanda untuk dapat mengelola kota dan keuangan daerah secara mandiri. Dipaparkan pula sebuah tabel yang berisi daftar nama-nama kota yang diterapkan sebagai gemeente serta tahun penetapannya.

Lalu karya Soetandyo Wignjosoebroto (2004) yang berjudul Desentralisasi

Dalam Tata Pemerintahan Kolonial Hindia Belanda. Buku ini menjelaskan mengenai

7

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA undang-undang Decentralisatie Wet 1903, yaitu salah satu kebijakan yang dibuat oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda di tanah jajahan.

Adapun untuk mendapatkan informasi mengenai gemeente, maka penulis menggunakan Skripsi Nurhamidah (1983), yang berjudul “Medan Pada Masa

Pemerintahan Gemeente” menjelaskan bahwa pembentukan Gemeente Medan sama halnya dengan gemeente-gemeente lainnya di wilayah Hindia Belanda yaitu berdasarkan Decentraliastie Wet 1903. Kemudian juga Skripsi Atika Putri Ananda

(2019), yang berjudul ” Gemeente Tebing Tinggi (1917-1942).

Karya lain yang dapat memberikan informasi mengenai kilasan Kota Binjai penulis menggunakan makalah Tengku Luckman Sinar (1985), dengan judul Hari

Jadi Kota Binjai. Dalam makalah ini menceritakan penulisan yang dilakukan agar dapat menetapkan hari jadi Kota Binjai.

Lalu untuk mendapatkan informasi yang lebih dalam lagi tentang Kota Binjai penulis menggunakan karya ilmiah Suprayitno (2015), dengan sub-tema Sejarah Kota

Binjai: Sebuah Tinjauan Singkat Menuju ke Arah Penulisan Sejarah Kota.

Menceritakan peninjauan ulang tentang hari jadi Kota Binjai agar tidak menjadi salah kaprah kedepannya.

8

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 1.5 Metode Penulisan

Penulisan sejarah sangat bertumpu pada empat kegiatan yaitu heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi dan menjadi langkah operasional dalam penulisan sejarah. 16

Tahap pertama adalah heuristik, yaitu merupakan proses pengumpulan sumber-sumber yang berkaitan dengan topik penulisan. Dalam hal ini, penulis telah melakukan studi arsip, studi pustaka serta studi lapangan. Studi arsip diperlukan mengingat cakupan periode yang dikaji dalam penulisan adalah periode kolonial.

Studi arsip dilakukan dengan mengumpulkan sejumlah data-data primer. Penulis telah mengumpulkan arsip-arsip tentang Gemeente Binjai yang didapat dari Arsip Nasional

Republik Indonesia (ANRI).

Pencarian di ANRI mulai dilakukan pada bulan Juni hingga awal Juli 2019 dan hal ini merupakan pengalaman pertama bagi penulis. Penulis mengalami banyak kesulitan yang dihadapi selama melakukan pencarian data di ANRI, walau sudah banyak bertanya pada senior yang terlebih dahulu sudah melakukan studi arsip di

ANRI ternyata bekal itu tidak cukup. Namun beruntungnya saat itu penulis tidak sendirian, penulis bersama seorang senior dari jurusan yang sama yaitu kak Cici, kamipun saling bekerjasama untuk mendapatkan dokumen yang dicari. Tak lupa juga penulis melakukan komunikasi via telepon dengan senior yang ada di Medan dan

16 Ibid., hlm, 54.

9

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA juga sering sekali bertanya kepada pegawai ANRI untuk menanyakan beberapa hal terkait bagaimana cara mencari dan mengakses arsip serta juga bagaimana prosedur penggandaannya.

Dari studi arsip ini, penulis berhasil mengumpulkan arsip-arsip yang berkaitan dengan Gemeente Binjai berupa laporan serah terima jabatan atau Memorie van

Overgave (MvO) Kontrolir Onderafdeeling Langkat yang tersimpan dalam bentuk microfilm dengan nomor koleksi Indeks Folio MvO 1 E reel 20B, arsip

Binnenlandsch Bestuur, Algemeene Secretarie, Begrooting Gemeente Binjai dan dokumen leksikografi seperti Staatsblad van Nederlandsch Indie dan Encyclopaedie van Nederlandsch-Indie.

Namun, ada satu lagi masalah yang muncul dalam proses pengumpulan arsip.

Mesin untuk menggadakan MvO sedang rusak dan masa perbaikannya memakan waktu yang cukup lama, sehingga tidak dapat dilakukan penggandaan. Kemudian kepala bagian pelayanan memberikan usul agar penulis mengetik MvO secara manual di Laptop. Setelahnya penulis dibimbing oleh dua pegawai dan mulai melakukan pengetikkan didalam ruangan mikroreader. Dalam pengetikkan ini tidaklah mudah, karena harus menggeser, membaca dengan layar berwarna kuning, sehingga proses pengetikkan ini baru selesai pada minggu terakhir penulisan di ANRI.

Selain sumber dari studi arsip tersebut, penulis juga telah mengumpulkan sumber melalui studi pustaka. Studi pustaka dilakukan untuk mengumpulkan sumber

10

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA sumber yang berhubungan dengan topik penulisan ini baik dalam bentuk buku, skripsi, tesis, disertasi, jurnal dan lainnya. Dalam mengumpulkan sumber pustaka penulis telah mengunjungi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (PNRI).

Pencarian terutama dilakukan di lantai 23 bagian majalah terjilid. Selama melakukan pencarian data di PNRI penulis mengalami kesulitan lainnya, yaitu pengunjung tidak diperbolehkan masuk kedalam ruangan majalah terjilid. Sehingga sistemnya sama seperti pada saat di ANRI, dengan memesan buku melalui katalog yang tersedia.

Namun selama di PNRI penulis tidak menemukan data lainnya mengenai tentang

Gemeente Binjai.

Kemudian dengan waktu yang tersisa sebelum pulang dari Jakarta penulis kembali mengunjungi PNRI. Kemudian menemukan data dalam bentuk microfilm, namun data tersebut tidak lengkap, hanya berisikan indeks saja namun tidak memuat penjelasan mengenai dari indeks tersebut. Penulis pun menanyakan kembali apakah microfilm tersebut ada bagian lainnya yang tertinggal, namun jawaban yang didapat tidak ada. Setelah pencarian data di Jakarta selesai dilakukan, penulis masih mencari lagi data terkait di Perpustakaan Universitas Sumatera Utara dan juga di Taman Baca

Tengku Luckman Sinar.

Dalam pencarian data di Taman Bacaan Tengku Luckman Sinar, penulis mendapatkan beberapa data, dan dari data tersebut dapat digunakan untuk menambah data yang kurang didapat pada saat pencarian data di Jakarta.

11

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Setelah terkumpul sumber-sumber yang berhubungan dengan penulisan ini, tahapan selanjutnya yang ditempuh adalah kritik sumber, baik kritik ekstren maupun intern. Kritik ekstern dilakukan untuk memilah apakah dokumen itu diperlukan atau tidak serta menganalisis apakah dokumen yang telah dikumpulkan asli atau tidak dengan mengamati tulisan, ejaan, jenis kertas serta apakah dokumen tersebut isinya masih utuh atau diubah sebagian. Kritik intern yaitu suatu langkah untuk menilai isi dari sumber-sumber yang telah dikumpulkan. Tujuannya adalah untuk mendapatkan keaslian sumber atau kebenaran isi dari sumber tersebut.17

Tahap selanjutnya adalah interpretasi. Interpretasi merupakan penafsiran- penafsiran terhadap sumber-sumber yang telah dikritik sebelumnya. Dalam tahap ini, penulis melakukan analisis dan sintesis. Analisis berarti menguraikan sumber-sumber yang telah dikritik sebelumnya. Dari proses analisis diperoleh fakta-fakta. Kemudian fakta-fakta yang telah diperoleh di sintesiskan sehingga mendapat sebuah kesimpulan.18

Tahapan terakhir yaitu historiografi atau penulisan yang merupakan proses menceritakan rangkaian fakta sejarah secara kronologis dalam suatu bentuk tulisan yang kritis, analitis dan bersifat ilmiah. Penulisan ini dituangkan dalam bentuk skripsi yang sifatnya deskriptif-analitis. Maksudnya penulisan ini dapat menggambarkan dan menjelaskan sehingga diperoleh sebuah gambaran yang cukup jelas mengenai

17 Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 1995, hlm. 99-100. 18 Ibid., hlm. 100.

12

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Gemeente Binjai dan tentunya berpedoman pada outline yang telah dirancang sebelumnya.

13

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB II

BINJAI SEBELUM TAHUN 1917

Pada bab II ini, akan dijelaskan mengenai keadaan Binjai sebelum tahun 1917.

Secara administratif dahulunya Binjai pernah menjadi bagian dari wilayah Kesultanan

Langkat dan Deli, dua kesultanan Melayu yang secara genealogis dibangun orang

Karo pada sekitar abad ke 17 M. Sesuai dengan catatan dari Jhon Anderson, dekat tepi sungai Bingai ada sebuah perkampungan yang dihuni sebanyak 50 kepala rumah tangga yang sudah ada paling tidak pada tahun 1823.19

Pada saat melakukan pembentukan Pemerintahan Hindia Belanda di Pantai

Timur Sumatra, Belanda melakukan Kontrak Politik pertama dengan Langkat pada 21

Oktober 1865 di Bentang Alam Langkat. Tepat setahun setelah Jacobus Nienhuys membuka perkebunan tembakau di Deli. Dalam tahun 1869, perluasan perkebunan sampai pula di wilayah Deli, Serdang, Langkat, dan lainnya. Sejalan dengan perluasan perkebunan inilah, yang akhirnya menjadikan Binjai di tahun 1881 ditetapkan menjadi ibu kota dari Onderafdeeling Boven Langkat (Langkat Hulu).20

Dalam bab ini, terdapat tiga hal utama yang akan dibahas yaitu mengenai wilayah, penduduk, dan juga pemerintahan. Rentang waktu yang dibahas dalam bab ini adalah sejak tahun 1881 yang bertepatan dengan penetapan Binjai sebagai pusat

19 Jhon Anderson, loc.cit., 20 Selanjutnya penulis mamakai kata Langkat Hulu, lihat dalam, Suprayitno, Bukti-Bukti Karya Ilmiah: Sejarah Kota Binjai, Medan: Tanpa Penerbit, 2015, hlm. 4.

14

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA dari Onderafdeeling Langkat Hulu hingga tahun 1916 yaitu bertepatan dengan setahun sebelum Binjai ditetapkan sebagai sebuah gemeente.

2.1 Geografis

Dari nama dan geografisnya, kota Binjai ini berkaitan erat dengan keberadaan suku Karo. Hal ini merupakan hal yang lumrah mengingat daerah ini sejak dahulu sudah menjadi jalur perjalanan orang Karo (Perlanja Sira21) yang ingin melakukan perdagangan ke daerah pesisir Timur Sumatera. Dengan berjalan kaki, orang-orang

Karo menyusuri jalur tepi sungai, sampai melewati hutan. Aliran sungai Bingai,

Bangkatan dan Mencirim dimanfaatkan mereka untuk membawa hasil bumi seperti hewan ternak, gambir dan lainnya untuk diperdagangkan di kawasan pesisir.

Kemudian untuk dapat ditukarkan dengan garam, alat-alat rumah tangga dan lainnya yang tidak bisa didapatkan di dataran tinggi.

Perjalanan ini membutuhkan waktu yang lama sehingga perlu untuk bermalam atau istirahat. Ini sebabnya, lahir istilah “ben-ijai” dalam bahasa Karo yang artinya singgah disini. 22 Binjai merupakan sebuah wilayah yang terletak di pertengahan antara daerah Gunung dan daerah pesisir. Dari tempat istirahat ini pula

21 Pada masanya garam menjadi barang yang sangat penting di masyarakat, terlebih untuk masyarakat Tanah Karo yang hidup di daerah pegunungan. Yodium diperlukan masyarakat agar tidak mengalami pembengkakan di wajah atau biasa yang disebut dengan gondokan. Sehingga masyarakat Tanah Karo harus rela menempuh perjalanan yang cukup lama yaitu sekitar empat hari untuk sampai ke daerah Pantai Timur Sumatera. Hal ini dikarenakan harus berjalan melewati jalan setapak dan hutan, sehingga sebutan ini diberlakukan untuk seseorang yang pada masa itu sebagai pembawa garam. 22 Ibid., hlm. 2.

15

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA kemudian berkembang menjadi sebuah perkampungan yang ramai sehingga menjadi bandar perdagangan yang disebut Binjai.

Selanjutnya muncul nama Binjai dari segi yang lain yaitu dari nama pohon.

Kira-kira lebih dari seabad yang lalu, ada seorang pendatang yang bernama Pande

Dingin membuka sebuah perkampungan ditepi Sungai Bingai. Dalam rangka Upacara

Adat membuka kampung tersebut, dilakukan dibawah sebatang Pohon Binjai

(mangifera caesia), sejenis embacang sangat rindang dan besar, tumbuh di tepi sungai Bingai yang bermuara ke sungai Wampu.23

Pada akhir abad ke-18 M Binjai menjadi bagian wilayah administratif

Kesultanan Langkat dibawah pimpinan putra dari Raja Badiuzzaman yaitu Raja

Syahban, putra ke tiga dari Raja Badiuzzaman, Raja Langkat ketika itu. 24 Raja

Syahban berkedudukan di Pungei 25 bersama dengan tiga saudaranya yang lain memerintah Langkat dengan otonomi penuh bersama-sama.26 Binjai masa itu berada di pusat pertemuan antara sungai Bingai, Bangkatan, dan Mencirim membuatnya menjadi pusat perdagangan yang ramai karena posisinya yang strategis. Sehingga dapat menguntungkan dan menjadikannya mendapatkan nilai ekonomis bagi penguasanya, karena mendapatkan cukai dari hasil barang-barang yang diperdagangkan masa itu. Data tadi sudah dapat memastikan bahwa Binjai merupakan

23 Ibid., hlm. 4. 24 Ibid., hlm. 3. 25 Merupakan Pusat pemerintahan Sultan Langkat yang sekarang berada sekitar kawasan antara Kelurahan Kebunlada dan Kelurahan Damai sekarang. 26 Tuanku Luckman Sinar Basarshah, Hari Jadi Kota Binjai, Binjai: Tanpa Penerbit, Binjai, 1985.

16

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA sebuah daerah yang sangat menguntungkan, dan menjadi sebuah daerah yang penting untuk menjadi sumber ekonomi untuk Kesultanan Langkat.

Namun sampai pada tahun 1823, dalam catatan Jhon Anderson Binjai masih dikenal dengan Kampong Ba Bingai, yang pada masa itu dihuni 50 kepala rumah tangga.27 Membentuk sebuah perkampungan dibawah pohon binjai atau embacang yang tumbuh rindang dan besar ditepi Sungai Bingai. Menjadikan kampung ini berkembang dan menjadi sebuah bandar perdagangan yang sangat menjanjikan, dan salah satunya adalah ekspor lada ke Penang pada masa itu.

Masuknya perkebunan pada tahun 1869 yang dipimpin oleh Jacobus

Nienhuys membuat perombakan wilayah administrasi Keresidenan Sumatera Timur.

Wilayah tersebut dibagi ke dalam beberapa wilayah untuk memudahkan kontrol

Pemerintah Hindia Belanda hingga ke pelosok. Hal ini dan bertujuan untuk semakin menguatkan sistem Pemerintahan Hindia Belanda atas wilayah Melayu tersebut.

Dalam hal ini tidak terlepas dari pemberontakan oleh Datuk-Datuk terhadap

Pemerintah Hindia Belanda atau disebut dengan Perang Sunggal.28

27 Jhon Anderson, loc.cit. 28 Perang Sunggal ( Oorlog) merupakan sebuah peristiwa dimana Datuk Sunggal yang bernama Datuk Mahini (Datuk Kecil) Surbakti, menentang adanya penyerahan konsesi tanah kepada Belanda yang dilakukan oleh Kesultanan Deli yang sebagian besar adalah tanah dari wilayah kekuasaan Sunggal dan jauh masuk ke wilayah Datuk Sepuluh Dua Kuta dan Datuk Sukapiring menimbulkan kegelisahan masyarakat akan tanah yang mereka miliki, dan rakyat dilarang menanam tembakau atau tanaman lainnya di tanah milik mereka sendiri. Mengakibatkan hubungan Deli dan Sunggal memanas. Namun setelahnya Datuk Kecil, Datuk Jalil, Datuk Sulong dan empat pengawalnya ditawan oleh Belanda sekaligus mengakhiri pemberontakkan Datuk-Datuk ini. Lihat: Suprayitno, Bukti-Bukti Karya Ilmiah: Sejarah Kota Binjai, Medan: Tanpa Penerbit, 2015, hlm. 11.

17

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Pada tahun 1881 pemerintah Hindia Belanda menetapkan Langkat Hulu

(Timbang Langkat) menjadi Onderafdeeling dari Afdeeling Deli. 29 Akhirnya kedudukan Residen yang semula di Bengkalis dalam tahun 1887 dipindahkan ke

Medan. Selain itu berdasarkan Staatsblad van Nederlandsch Indie No. 21 Tahun

1887, terjadi perombakan susunan wilayah yang menjadikan Binjai berperan sebagai pusat dari Onderafdeeling Langkat Hulu dibawah Afdeeling Deli. Tahun 1896 secara resmi Binjai dijadikan sebagai ibukota Afdeeling Langkat menggantikan kota

Tanjung Pura.30

Sedangkan batas-batas dari wilayah Binjai, yaitu:

Sebelah Utara : berbatasan dengan dengan Stabat/Pungai.

Sebelah Barat : berbatasan dengan dengan Selesai-Bahorok.

Sebelah Selatan : berbatasan dengan Sungai Bingai.

Sebelah Timur : berbatasan dengan Buluh Cina.

Letak geografis Onderafdeeling Langkat Hulu berada di titik koordinat 3° 31’40”-

3°40’2” – LU dan 98°27’3”- 98°32’32” – BT31 dengan luas wilayah ±267 ha.32

29 Staatsblad van Nederlandsch Indie No. 31 en No. 216 Tahun 1881. 30 Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Dalam Lintasan Sejarah, Medan: Tanpa Penerbit, 1995, hlm. 91. 31 Wikipedia., Kota Binjai., https://id.m.wikipedia.org (diakses pada Kamis, 2 Januari 2020 pukul 15.37 wib) 32 Suprayitno, Loc. Cit.

18

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Gemeente Binjai hanya memiliki dua musim yaitu musim panas dan hujan.

Musim panas ini sering terjadi dari bulan Februari hingga Agustus karena intensitas curah hujan sangat sedikit terjadi pada bulan tersebut, dan musim hujan pada bulan

September hingga bulan Januari karena pada bulan ini memiliki intensitas curah hujan yang cukup tinggi untuk daerah ini.33 Binjai juga di lalui oleh tiga sungai yaitu

Sungai Bingai, Bangkatan, dan Mencirim. Sungai Bingai menjadi salah satu sarana transportasi pada masa gemeente, yang dapat menghubungkan Binjai hingga ke

Stabat yang terhubung ke Sungai Wampu.

Binjai merupakan sebuah daerah yang dulunya hanya merupakan tempat persinggahan, dan kemudian ramai, letak yang strategis membuat daerah ini berkembang dari sebuah kampung hingga menjadi sebuah kota yang lengkap dengan administrasinya. Terletak pada titik pertemuan Sungai Bingei dan Mencirim membuatnya menjadi tempat yang dapat dilayari oleh perahu dan tongkang-tongkang besar yang melewati rute menuju ke Sungai Wampu (Stabat) dan seterusnya ke laut lepas Selat Malaka.34

Seperti halnya kota Binjai pada tahun 1823 saja Binjai sudah dikatakan sebagai sebuah kampung dengan Bandar perdagangannya yang ramai, Adanya

Kampong Ba Bingei (Binjai) sebagai tempat permukiman penduduk sebanyak 50 kepala rumah tangga, yang membangun rumah di tepi sungai Bingei dibawah pohon

33 Wikipedia., Loc. Cit., 34 Ibid., hlm, 5.

19

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA yang tumbuh kokoh dan besar, sesuai dengan catatan dari laporan Jhon Anderson. karena pada saat itu Binjai telah menjadi salah satu daerah yang penghasilan perkebunannya adalah lada kemudian menjadi komuditas ekspor sampai ke Penang.

Adanya aktivitas perkebunan yang masuk pada tahun 1864 dan meningkat, hingga pada 1876 sudah ada sekitar 40 perkebunan yang beroperasi di Deli/Sumatera

Timur. Membuat daerah Binjai ini mengalami perubahan ekonomi dan sejalan dengan perkembangan ekonomi di Sumatera Timur. Setelah berakhirnya pemberontakan

Datuk-Datuk Sunggal di Timbang Langkat pada akhir 1872, mulai dibuka perkebunan tembakau di sekitar Binjai. Kemudian perkebunan-perkebunan Tanjung

Jati, Kuala Begumit, Kuala Mencirim, dan Binjai Estate dibuka pada tahun 1884.

Selanjutnya pada tahun 1875 dibuka perkebunan Sungai Beras. Hingga pada tahun

1879 telah ada perkebunan-perkebunan tembakau di sekitar Binjai termasuk Timbang

Langkat.

Setelah berkembangnya perkebunan ini, pada tahun 1881 diperoleh konsesi pembukaan jalan-jalan transportasi darat dan pembukaan ijin Kereta Api oleh direksi

Deli Mij (tuan Cremer) dengan nama Deli Spoorweg Maatschappij atau biasa di singkat dengan DSM. Dengan SK No. 17, tanggal 23 Januari 1883, membuat jalur rel kereta api Medan-Labuhan, Medan-Binjai, Medan-Deli Tua, dan Labuhan-Belawan.35

35 J. Weisfelt, De Deli Spoorweg Maatschappij Als Factor In De Economische Onwikkeling van De Oostkust van Sumatra, Rotterdam: Bronder-Offset N.V. 1972, (dirangkum dari halaman 44-62 dan 170).

20

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Pada tahun 1881 Binjai menjadi pusat pemerintahan Luhak Langkat Hulu di bawah pemerintahan Tengku Sulong.36 Kemudian pada tahun 1883 di bangun Kantor

Kerapatan (pengadilan) di JL. Veteran, dan pada tahun 1886 mulai dilakukan pemasangan jaringan telepon dan disusul dengan mendirikan Kantor Pos. Setelahnya mulai dikeluarkan surat-surat penyerahan hak tanah kepada penduduk pribumi dan orang-orang asing oleh Pangeran Negeri Langkat atas tanah-tanah yang berada di

Binjai. Akte-akte tersebut dicatat dalam Buku Register Grant “C”.37 Selanjutnya pada tahun 1887 diletakkanlah batu pertama untuk pembangunan Mesjid Raya Binjai oleh

Pangeran Langkat.38

2.2 Penduduk

Sebelum masuknya aktivitas perkebunan yang dibawa oleh Nienhuys, Binjai sudah berkembang dengan perdagangan lada yang di ekspor ke Penang. Kemudian menjadi sebuah bandar perdagangan yang ramai. Berdasarkan catatan Jhon Anderson yang mendiami daerah ini adalah masyarakat etnis Karo, dan Melayu. Hal ini tidak terlepas dari asal mula dari nama kota Binjai sendiri. Setelah adanya aktivitas perkebunan di Binjai masuklah orang-orang Cina, Keling(Tamil), Jawa, Belanda,

36 Ibid., hlm, 4. 37 Ibid., hlm, 9. 38 Ibid., hlm, 11.

21

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Inggris, Amerika, dsb. Namun Jawa dan Cina adalah etnis yang paling banyak mendiami wilayah ini.39

Berdasarkan dari mata pencahariannya, orang Eropa itu sebagai pengusaha perkebunan dan pegawai pemerintahan. Sedangkan penduduk Timur Asing seperti

Cina, ada yang sengaja didatangkan sebagai kuli perkebunan orang Eropa untuk mempertahankan kualitas hasil perkebunan. Namun ada pula sebagai pedagang di pusat-pusat kota, tukang bangunan, dokter, dsb. Untuk orang Keling (Tamil) ada yang diantaranya sebagai kuli perkebunan dan ada juga sebagai pemelihara hewan ternak. 40 Sedangkan penduduk pribumi memiliki jenis mata pencaharian yang berbeda-beda. Etnis Jawa didatangkan untuk sebagai kuli kasar di perkebunan milik orang Eropa, yaitu tugasnya membuka lahan untuk dijadikan perkebunan. Etnis

Melayu sendiri merupakan dari Keluarga Sultan dimana sebagian besar pekerjaannya mengutip cukai pada hasil pertanian dan dagangan masyarakat lainnya, untuk Etnis

Karo dan Mandailing, bermata pencaharian pedagang dimana pada masa itu mereka sudah membuka ladang lada, gambir, dsb. Hal inilah yang membuat masyarakat etnis

Karo tidak ingin menjadi kuli di perkebunan milik orang Eropa.41

Sebagian besar penduduk di Binjai merupakan etnis Melayu dan Jawa, dalam hal ini karena Binjai merupakan wilayah dari Kesultanan Langkat, kemudian dengan

39 Jan Bremen, Menjinakkan Sang Kuli: Politik Kolonial pada Awal Abad Ke-20. Jakarta: Pustaka Grafiti, 1977, hlm. 26. 40 J. B. Khan, Bindjei: Een Gemeente Binnen Zelfbestuur-Gebied. Meppel: Drukkerij en Uitgeverszaak B. Ten Brink, 1935, hlm. 29. 41 Karl Pelzer. Toean Keboen dan Petani: Politik Kolonial dan Perjuangan Agraria di Sumatera Timur 1863-1947, Jakarta: Sinar Harapan, 1985, hlm. 57.

22

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA adanya perkebunan semakin menambah banyaknya masyarakat dari pribumi. Hal ini terjadi karena lebih murah ongkos perjalanan untuk mendatangkan kuli dari Jawa daripada kuli dari Cina. Jika melihat dalam hal ini dapat diketahui pada masa itu penduduk rata-rata menganut agama islam. Namun ada juga beberapa agama yang dianut, namun yang paling mayoritas adalah Islam.

2.3 Pemerintahan

Awalnya Binjai merupakan sebuah wilayah yang masuk kedalam pemerintahan Kesultanan Langkat. Namun dengan adanya aktivitas perkebunan membuat banyak masuknya orang-orang Eropa, Timur Asing bahkan etnis dari luar wilayah ini. Sehingga Binjai menjadi sebuah wilayah baru yang ramai dan memiliki penduduk dari berbagai etnis. Dengan banyak menetapnya orang-orang Eropa dan

Timur Asing, hal ini menyebabkan berubahnya suatu sistem yang ada di Binjai bahkan wilayah lainnya, karena itu Pemerintah Hindia Belanda membuat Binjai sebagai Onderafdeeling Langkat Hulu yang dikepalai oleh seorang Controleur.

Tujuannya agar Pemerintah Hindia Belanda dapat melakukan kekuasaannya tampa campur tangan dari pemerintahan dari kesultanan atau kerajaan dan begitu juga untuk sebaliknya.42

Terjadi pembagian batas-batas wilayah kekuasaan antara wilayah kekuasaan raja setempat dan wilayah kekuasaan Pemerintah Hindia Belanda. Selain pembagian

42 Hendri Dalimunthe, Op. Cit., hlm. 103.

23

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA wilayah, sebagaimana diketahui terjadi pembagian penduduk yang mana berdasarkan

Staatsblad van Nederlandsch Indie No. 250a Tahun 1873 menyatakan bahwa orang

Eropa, Cina dan orang Timur Asing lainnya merupakan rakyat dibawah Pemerintah

Hindia Belanda.43 Oleh karena itu Pemerintah Hindia Belanda mengambil alih hak mengurus mereka dari tangan raja-raja, dan tidak ada hak lagi untuk Pemerintahan

Kesultanan atau Kerajaan menganggap bahwa orang Eropa maupun pegawainya agar tunduk kepada kekuasaan Sultan ataupun Raja-raja. Sedangkan dalam menjalankan pemerintahan itu sendiri tidak hanya dibagi atas Pemerintah Hindia Belanda

(Europeesch Bestuur) dan Pemerintah Pribumi (Inlandsch/Zelfbestuur), namun juga dikenal apa yang disebut Chineesche Bestuur. Sementara untuk penduduk Timur

Asing lainnya baik itu bangsa Arab ataupun India, tidak dikenal istilah Arab Bestuur.

Hal ini dikarenakan jumlah warga komunitas Arab ataupun India jauh lebih sedikit dibanding komunitas Cina.44

Sebagai Onderafdeeling Langkat Hulu yang dikepalai oleh seorang kontrolir.

Dimana dalam menjalankan tugasnya seorang kontrolir akan dibantu oleh seorang pejabat yang berasal dari rakyat pribumi dikenal dengan sebutan demang. Demang pun dalam menjalankan tugasnya akan dibantu oleh asisten demang. Baik itu demang maupun asisten demang merupakan pegawai negeri yang digaji oleh Pemerintah

43 Staatsblad van Nederlandsch Indie No. 250a Tahun 1873. 44 A.B. Lapian, dkk., Indonesia Dalam Arus Sejarah 5: Masa Pergerakan Kebangsaan, Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve, hlm. 51.

24

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Hindia Belanda. Untuk jabatan kontrolir ke atas, dipimpin langsung oleh bangsa

Eropa. Sedangkan untuk jabatan demang ke bawah, dipimpin oleh bangsa pribumi.45

Pada tahun 1878 Pangeran Musa sebagai Sultan Langkat masa itu, menyerahkan haknya atas daerah yang terletak di sebelah kanan Sungai Tamiang kepada pemerintah Belanda. Daerah yang diambil Pangeran Musa dari Kejuruan

Selesai, daerah itu dinamakan Sungai Bingai (termasuk Binjai). Diangkatnya seseorang yang berasal dari Kesultanan Sunggal dengan titel Bendahara sebagai

Kepala di daerah tersebut. Namun tidak lama setelah itu Pangeran Musa berselisih dengan Bendahara ini kemudian Pangeran Musa mengirimkan Tengku Maharaja dengan pasukan laskar untuk menangkap Bendahara itu. Lalu diangkatnya Tengku

Maharaja untuk menggantikan Bendahara menjadi Kepala Distrik Sungai Bingai.

Untuk membantunya Pangeran Musa mengangkat salah seorang putra dari empat

Datuk sehingga terjadilah pemerintahan dwi tunggal di Sungai Bingai. Setelah itu pada tahun 1884 Langkat berada langsung dibawah Pemerintah Hindia Belanda.46

Dalam kurun waktu 1884 hingga 1917 sudah terjadi beberapa kali pergantian kontrolir. Namun sayangnya tidak ditemukan data mengenai nama kontrolir yang memimpin wilayah ini sejak tahun 1887 hingga tahun 1917. Untuk Chineesche

45 Diangkatnya seorang demang maupun asisten demang yang berasal dari rakyat pribumi untuk mengurus wilayah yang lebih rendah adalah agar pemerintah kolonial tidak turun langsung dalam mengawasi masyarakat pada tingkat terendah sehingga pemerintah kolonial tidak perlu bersentuhan langsung ketika terjadi sebuah pemberontakan. Lihat: Muhammad Aziz Rizky Lubis, “Pertanian Karet Rakyat di Tapanuli, 1908-1942” dalam Skripsi S-1, belum diterbitkan, Medan: Departemen Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, 2016, hlm. 18-20. 46 Tuanku Luckman Sinar Basarshah, op.cit., hlm. 7.

25

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Bestuur, pada dasarnya penduduk Cina seperti yang telah disebutkan diatas merupakan rakyat langsung Pemerintah Hindia Belanda. Hanya saja dalam pengurusannya ditunjuk seorang pemimpin dari komunitas itu untuk membantu kontrolir dalam mengawasi mereka. Pada tahun 1887 ditetapkan pula Kepala-kepala

Letnan Cina untuk orang-orang Cina yang berkedudukan di Binjai dan kota-kota lainnya di Sumatera Timur.47

Untuk Zelfbestuur atau pemerintahan pribumi (swapraja), di wilayah Binjai dijalankan secara masing-masing yang dikepalai oleh raja-raja secara turun-temurun, untuk Pangeran Langkat Hulu diberi gelar T. Pangeran Bendahara Paduka Raja.48

Pada tahun 1883 dibangun Kerapatan di Binjai, tempat yang mengadili orang-orang pribumi dibawah Kesultanan.49

47 Ibid., hlm. 11. 48 Ibid., hlm. 3. 49 Lokasinya berada di Jl. Veteran/Mahkamah/Srikandi Daniah, sekarang di Jl. Sultan Hasanuddin dan sudah dialihkan menjadi Gedung Pengadilan Agama di Kota Binjai

26

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB III

LATAR BELAKANG TERBENTUKNYA GEMEENTE BINJAI

Dalam perkembangan sebuah wilayah yang kecil menjadi besar pastilah ada yang melatarbelakanginya, sehingga pada bab ini akan dijelaskan mengenai latar belakang terbentuknya Gemeente Binjai pada tahun 1917.

Dalam bab ini akan menjelaskan hal-hal apa saja yang telah dilakukan dalam rangka persiapan Binjai menjadi gemeente. Dari hal peningkatan jumlah orang Eropa dan Timur Asing, apa yang menjadi daya tarik di Binjai sehingga bisa membuat penduduk Eropa dan Timur Asing tertarik untuk tinggal di wilayah ini dan menyebabkan terjadinya peningkatan penduduk di wilayah ini. Penyebab diberlakukannya Decentralisatie Wet 1903, yang pada akhirnya atas dasar undang- undang inilah dasar ditetapkannya Binjai sebagai sebuah gemeente pada tahun 1917.

3.1 Decentralisatie Wet 1903

Sejak awal Pemerintahan Hindia Belanda, sistem yang dipakai dalam tata pemerintahannya adalah sistem terpusat. Kekuasaan untuk mengatur pemerintahan di tanah jajahan seluruhnya terpusat di tangan Gubernur Jenderal yang berkedudukan di

Buitenzorg. Terpusatnya tata pemerintahan menjadikan seorang Gubernur Jenderal berwenang dalam berbagai hal, seperti mengangkat dan memberhentikan pejabat- pejabat tinggi di jajaran pemerintahan kolonial, berkedudukan sebagai panglima

27

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA tertinggi angkatan darat dan angkatan laut, serta berkewenangan untuk memberikan grasi. Kepala-kepala daerah tidak memiliki kekuasaan atas daerah yang dipegangnya, karena semua itu berada di bawah perintah dan pengawasan Gubernur Jenderal yang ada di pusat. Oleh karena segala sesuatunya dikendalikan di pusat, maka hal ini menyebabkan ketidaknyamanan bagi bangsa Eropa di berbagai pelosok Hindia

Belanda.50

Sekitar tahun 1854 mulailah muncul desakan-desakan untuk diwujudkannya desentralisasi dalam tata pemerintahan Hindia Belanda. Hampir 50 tahun lamanya untuk mencapai terwujudnya desentralisasi dalam tata pemerintahan Hindia Belanda ini. Desakan untuk terwujudnya desentralisasi semakin menguat karena ada keinginan dari orang-orang Eropa yang menetap di Hindia Belanda untuk bisa ikut bersuara dalam proses pembuatan kebijakan-kebijakan di bidang pemerintahan dan keinginan untuk menata wilayahnya sendiri. 51 Karena tidak mungkin Pemerintah Hindia

Belanda yang berada di pusat akan manangani berbagai permasalahan yang terjadi diseluruh wilayah Hindia Belanda.

Permasalahan yang sering terjadi seperti pembangunan pipa air, pengelolaan kuburan, pembangunan fasilitas kesehatan yang dibangun di suatu wilayah baru akan dibuka. Serta banyak permasalahan lainnya yang merupakan permasalahan penting bagi penduduk setempat, dan harus diselesaikan segera, namun hal seperti ini

50 Atika Putri Ananda, Gemeente Tebing Tinggi 1917-1942, dalam Skripsi S1 belum diterbitkan, Medan: Program Studi Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, 2019, hlm. 32. 51 Soetandyo Wignjosoebroto, op.cit., hlm. 4.

28

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA seringkali diabaikan oleh pemerintah pusat, karena pemerintah pusat lebih mementingkan kepentingan yang lebih umum.52

Hingga memasuki pertengahan 1870-an, kekuasaan tertinggi masih dipimpin sepenuhnya oleh Gubernur Jenderal dan para administraturnya. Setiap ingin melakukan perubahan pada tata pemerintahan, selalu ada halangan dari para petinggi itu sendiri. Hingga Gubernur Jenderal J.W. van Lansberge dalam suratnya kepada

Menteri Koloni W. Baron van Goldstein van Oldenaller mengatakan bahwa segala perdebatan mengenai desentralisasi harusnya dihentikan saja karena tidak memiliki manfaat, dan mengingat kenyataan bahwa masyarakat Hindia Belanda belum cukup matang untuk adanya suatu perubahan. Alasannya masyarakat Eropa umumnya sibuk mencari harta kekayaan dan tidak memiliki waktu untuk mengurusi kepentingan lain di daerah tempat tinggalnya, sedangkan masyarakat pribumi pun belum cukup berpendidikan.53

Meskipun demikian, dalam tahun 1880 salah seorang anggota Tweede Kamer yang bernama L.W.C. Keuchenius, membuka kembali perdebatan dengan mengetengahkan keyakinannya agar di daerah-daerah dibentuk apa yang disebut dengan gewestelijk raden54. Ia merasa sudah waktunya pemerintah membuka mata untuk melihat perkembangan yang terjadi di Hindia Belanda dan melakukan suatu reformasi ketatanegaraan agar kebijakan dan urusan pemerintahan tidak lagi terpusat

52 J.J. Schrieke, op.cit., hlm. 3. 53 Soetandyo Wignjosoebroto, op.cit., hlm. 3. 54 Gewestelijke Raden adalah suatu dewan di mana warga Eropa dapat berbicara dan menyuarakan isi hatinya dalam pemerintahan.

29

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ditangan Gubernur Jenderal.55 Perdebatan-perdebatan mengenai perubahan ke arah terbentuknya desentralisasi terus terjadi hingga akhirnya pada tanggal 23 Juli 1903 terbitlah undang-undang desentralisasi pemerintahan di Hindia Belanda yang bernamakan De Wet Houdende Decentralisatie van Het Bestuur in Nederlandsch

Indie atau apa yang lebih dikenal dengan Decentralisatie Wet 1903.56

Berbagai peraturan yang berkenaan dengan desentralisasi kemudian diundangkan antara tahun 1903 hingga 1905, yaitu: a. Decentralisatie Wet tanggal 23 Juli 1903 yang dimuat dalam Staatsblad van

Nederlandsch Indie No. 329. b. Decentralisatie Besluit yang dimuat dalam Staatsblad van Nederlandsch Indie

Tahun 1905 No. 137. c. Locale Raden Ordonnantie yang dimuat dalam Staatsblad van Nederlandsch

Indie Tahun 1905 No.181.57

Dengan dasar berbagai aturan undang-undang tersebut, maka beberapa kota di

Hindia Belanda yang memenuhi syarat di tetapkan sebagai gemeente atau kota otonom, yang memiliki pemerintahan sendiri, yang terpisah dengan pemerintah pusat,

55 Soetandyo Wignjosoebroto, op.cit., hlm. 5. 56 Ibid., hlm. 13-14. 57 Decentralisatie Wet 1903 merupakan undang-undang otonomi pemerintah daerah pertama yang diberlakukan di Hindia Belanda. Aturan teknis untuk melaksanakan Decentralisatie Wet 1903 diatur dalam Decentralisatie Besluit 1905 dan Locale Raden Ordonnantie. Decentralisatie Besluit tersebut mengemukakan pokok-pokok pembentukan, susunan, kedudukan, wewenang dewan/raad dalam pengelolaan keuangan yang dipisahkan dari pemerintah pusat. Sedangkan Locale Raden Ordonnantie merupakan aturan pelaksanaan yang menentukan struktur, status, kewenangan, dan pembentukan berbagai raad, yaitu Gewestelijke Raad, Plaatselijke Raad, dan Gemeenteraad. Lihat : Purnawan Basundoro, op.cit., hlm. 85.

30

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA namum tetap bertanggungjawab kepadanya. 58 Namun, ada pendapat bahwa diberlakukannya desentralisasi lalu menetapkan beberapa kota di Hindia Belanda sebagai sebuah gemeente bukanlah bermaksud agar kota-kota ini dapat bergerak mengatur rumah tangganya sendiri, tetapi dimaksudkan untuk mengadakan pengurusan atas kota itu dengan cara menggunakan keuangan yang dipisahkan dari keuangan pusat. Tujuannya agar pemimpin-pemimpin di daerah seperti residen, asisten residen, maupun kontrolir mendapat kelonggaran dan kebebasan mengatur kepentingan-kepentingan daerahnya berdasarkan keuangan yang terpisah namun masih bertanggung jawab ke pemerintahan pusat.59

3.2 Pendirian Gemeentefonds

Pada masa Pemerintahan Hindia Belanda ada dilakukan perencanaan untuk membuat sebuah wilayah menjadi gemeente, bertujuan agar dapat memiliki kekuasaan dan peraturan atas daerahnya sendiri, namun masih tetap harus melaporkan segalanya kepada Pemerintahan Pusat Hindia Belanda. Hal ini berlaku untuk menjadikan wilayah Kampung Ba Bingai menjadi Gemeente Binjai. Bersamaan dengan majunya aktivitas perkebunan disekitarnya maka berdasarkan keputusan van den Resident der Ooskust van Sumatra 1 Agustus 1886 No.350/R, didirikanlah

Plaatselijkfonds di Binjai.60 Tujuan dari didirikannya Plaatselijkfonds adalah untuk mengumpulkan dana dari pengutipan pajak atau hasil dari penyewaan tanah.

58 Ibid., hlm.85. 59 Atika Putri Ananda, Op.Cit., hlm. 35. 60 J. B. Khan, op.cit, hlm. 13.

31

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Kemudian Plaatselijkfonds ini direncanakan untuk digunakan dalam menyiapkan segala sesuatu berkaitan dengan rencana penetapan wilayah Kampung Ba Bingai menjadi gemeente.61 Dalam memenuhi kebutuhan kota Binjai yang terus meningkat, di mana beberapa masyarakat dari Eropa, Cina dan Timur Asing telah tinggal dan menetap, membuat pemerintah Eropa bertindak, dan berdasarkan Instelling van den

Localen Raad van het Cultuurgebied van Sumatra's Oostkust (Stbl. 1909 No. 181), di buat Gemeentefonds.62

Gemeentefonds bertugas untuk menyiapkan segala kebutuhan Binjai sebelum akhirnya di tetapkan sebagai gemeente. Oleh karena itu, seringkali gemeentefonds ini disebut sebagai embrio dari gemeente. 63 Pekerjaan yang harus dipenuhi gemeentefonds antara lain berkaitan dengan kesehatan masyarakat, transportasi umum, penerangan jalan, kebersihan, serta memperindah kota yang akan didirikan itu. Anggota dari badan ini tidak hanya untuk orang Eropa saja yang merupakan penduduk Binjai, melainkan ditunjuk pula masyarakat dari daerah sekitar untuk turut menjadi anggota.64

Untuk memenuhi segala tugasnya, maka Gemeentefonds diberikan hak untuk mengumpulkan hasil tanah. Pengumpulan hasil tanah ini awalnya dilakukan oleh kontrolir dan sultan. Namun berdasarkan keputusan Zelfbestuur tertanggal 1 Februari

1901 maka tugas ini dialihkan kepada Gemeentefonds. Hasil tanah inilah yang

61 J. B. Khan, op.cit,. hlm. 24. 62 Ibid., hlm. 27. 63 Atika Putri Ananda, Op.Cit., hlm. 36. 64 J. J. Mendelaar, op.cit., hlm. 71.

32

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA menjadi sumber pendapatan utama gemeentefonds.65 Adapun jumlah pemasukan yang diterima gemeentefonds dari hasil tanah adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Pemasukan Gemeentefonds dari Hasil Tanah (1915-1916)

Tahun Jumlah (ƒ) 1915 25.000 1916 14.210 Sumber: Arsip Binnenlandsch Bestuur No. 273, Instellingen Tandjoeng Balei I, Tebing Tinggi II, Bindjai III, Pematang Siantar IV. ANRI.

Adapun Aturan umum yang diberikan oleh Pemerintah untuk pengelolaan dana kota adalah sebagai berikut:

1. Untuk setiap dana kota yang memiliki anggaran tahunan lebih dari ƒ1000,

anggaran dan akun anggaran ditentukan setiap tahun.

2. Anggota komite pengelolaan dana kota ditunjuk oleh Kepala Administrasi

Daerah;

3. Anggaran tahunan dan rekening anggaran disetujui oleh Kepala Administrasi

Daerah;

4. Mencampur pemasukan dan pengeluaran dilarang;

5. Berbagai item anggaran harus dilengkapi dengan penjelasan yang jelas;

6. Rumah kaca, serta administrasi dana kota, diambil dua kali setahun oleh atau

atas nama Kepala Pemerintah Daerah.66

65 Atika Putri Ananda, Loc. Cit.,

33

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Pada tahun 1887 Deli Spoorweg Maatschappij melakukan perluasan jalur kereta api dari Medan hingga ke Binjai. Lalu pada tahun 1890 dan 1904 jalur kereta api ini diperpanjang lagi hingga ke Selesai dan Stabat. Hal ini menjadikan Binjai berfungsi sebagai stasiun yang sering dilewati. Dalam perkembangannya jalur lintasan rel kereta api ini semakin panjang, karena saling menyambungkan antara perkebunan- perkebunan yang berada di kawasan Pantai Timur Sumatera baik ke wilayah utara maupun selatan. Adapun daftar panjang lintasan rel kereta api tersebut bisa dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 2. Lintasan dan Panjang Rel Kereta Api Deli Pada Tahun 1883-1940

Panjang Lintasan Rel SK Peresmian (Km)

Medan – Labuhan 16.743 No. 17, tgl 23 Jan 1883 25 Juli 1886 Medan – Binjai 20.888 No. 17, tgl 23 Jan 1883 01 Mei 1887 Medan – Deli Tua 11.249 No. 17, tgl 23 Jan 1883 04 Sep 1887 Labuhan – Belawan 6.162 No. 17, tgl 23 Jan 1883 16 Feb 1888 Medan – Serdang 20.122 No. 09, tgl 28 Apr 1988 01 Juli 1889 Serdang – Perbaungan 17.668 No. 09, tgl 28 Apr 1988 07 Feb 1890 Binjai – Selesai 10.576 No. 01, tgl 20 Jun 1889 19 Des 1890 Bamban – Perbaungan 30.350 No. 02, tgl 12 Feb 1900 11 Apr 1902 Stabat – Binjai 24.036 No. 01, tgl 13 Juli 1900 01 Ags 1904 Tanjung Pura – Brandan 19.505 No. 01, tgl 13 Juli 1900 15 Des 1904

66 J. B. Khan, Op. Cit., hlm. 43.

34

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Stabat – Rantau Laban 22.428 No. 01, tgl 13 Juli 1900 20 Juni 1903 (T.Tinggi) Pakam – Bangun Purba 27.936 No. 25, tgl 13 Jul 1901 10 Apr 1904 Bamban – Rantau Laban 10.680 No. 24, tgl 20 Sep 1901 02 Mar 1903 (T.Tinggi) Kp. Baru – Arnhemia 14.872 No. 62, tgl 26 Jun 1906 01 Okt 1907 Rt. Laban (T.Tinggi) – No. 14, tgl 19 Sep 1912 06 Ags 1915 Tjg. Balai 95.602 Tjg. Balai – Tlk. Nibung 4.592 No. 14, tgl 19 Sep 1912 01 Feb 1918 Tebing Tinggi – Siantar 48.464 No. 02, tgl 25 Ags 1914 05 Mei 1916 Deli Tua – P. Batu 3.035 No. 28, tgl 10 Jun 1915 01 Des 1915 Brandan – Besitang 14.990 No. 56, tgl 26 Okt 1917 29 Des 1919 Besitang – P. Susu 9.510 No. 56, tgl 26 Okt 1917 01 Des 1921 Kisaran – Membang 57.111 No. 06, tgl 13 Des 1926 19 Ags 1937 Muda

Membang Muda – 44.199 No. 07, tgl 24 Okt 1928 Ags 1937 Milano Milano – Rt. Prapat 12.562 No. 07, tgl 24 Okt 1928 19 Ags 1937 Total Panjang Rel 553.223 Sumber: J. Weisfelt, De Deli Spoorweg Maatschappij Als Factor In De Economische Onwikkeling van De Oostkust van Sumatra, Rotterdam: Bronder-Offset N.V. 1972, (dirangkum dari halaman 44-62 dan 170). Pada tahun 1909 gemeentefonds mulai meletakkan pondasi untuk jaringan jalan, jembatan, parit, lintasan, dll. Pada tahun-tahun berikutnya tetap dilakukan perawatan untuk menjaga kondisinya tetap dalam keadaan baik. Hal ini bertujuan untuk memastikan jalan untuk pendistribusian perkebunan menjadi cepat dan tidak lagi terganggu.

35

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

3.3 Peningkatan Jumlah Orang Eropa dan Timur Asing

Perkebunan merupakan hal yang sangat mempengaruhi meningkatnya jumlah orang Eropa, Cina dan Timur Asing lainnya di wilayah Binjai. Menjadi daya tarik utama perkebunan manjadikan alasan bagi orang-oranng Eropa, Cina dan Asia Timur untuk tinggal, bahkan menetap di sekitar wilayah ini. Bersamaan dengan segala aktivitas perkebunan yang ada, hal ini menjadikan Binjai sebagai gemeente.

Banyaknya penduduk Eropa, Cina dan Timur Asing yang menetap di wilayah ini, itu karena di wilayah gemeente memiliki daya tarik tersendiri sehingga membuat wilayah gemeente ini dipilih untuk tempat menetap. Beberapa faktor yang menyebabkan orang-orang tertarik untuk menetap di wilayah gemeente karena adanya fasilitas tertentu yang tersedia. Seperti pasar, sekolah, fasilitas kesehatan, air dan listrik, serta fasilitas hiburan lainnya.67

Adanya faktor menarik itu, membuat Binjai dipilih oleh orang Eropa, Cina dan

Timur Asing serta orang-orang dengan berbagai macam etnis lainnya memilih pindah dan menetap di Binjai, yang menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah penduduk.

Pemerintah Hindia Belanda bahkan memiliki beberapa faktor untuk mempertimbangkan dalam memberikan status gemeente bagi Binjai maupun untuk seluruh kota-kota di wilayah lainnya. Salah satu faktirnya jumlah penduduk untuk

67 Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Dasar-dasar Demografi, Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2004, hlm. 120.

36

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA orang kulit putih di wilayah itu minimal harus berjumlah 10% dari total keseluruhan penduduk yang tinggal di wilayah tersebut. Orang kulit putih yang dimaksud bukan hanya orang Belanda melainkan juga orang Eropa non Belanda dan bangsa lain yaitu

Cina dan Timur Asing lainnya yang merupakan rakyat langsung Pemerintah Hindia

Belanda.68

Mengenai peningkatan jumlah penduduk tidak bisa dilihat dari data penduduk pada satu tahun saja harus ada data tahun berikutnya sebagai pembandingnya. Namun penulis tidak dapat menemukan data pada tahun-tahun sebelumnya secara keseluruhan, tetapi hanya mendapatkan data dalam dua tahun saja. Untuk itu dapat dilihat data ini sebagai rujukan untuk melihat peningkatan jumlah penduduk orang

Eropa dan Timur Asing lainnya di Onderafdeeling Langkat Hulu. Berikut adalah tabel peningkatan jumlah penduduk Eropa, Cina dan Timur Asing lainnya di

Onderafdeeling Langkat Hulu:

Tabel 3. Jumlah Penduduk Eropa dan Timur Asing di Onderafdeeling

Langkat Hulu Tahun 1915 dan 1926

Jumlah Orang Jumlah Orang Cina Tahun Penduduk Asli Eropa dan Timur Asing 1915 97 2.245 2.880

1926 569 3.860 4.750

68 Ruli Muji Astutik dan Septina Alrianingrum, “Gemeente Probolinggo 1918-1926”, dalam Avatara: e-Journal Pendidikan Sejarah Vol. 1, No.3 Universitas Negeri Surabaya, Surabaya: Universitas Negeri Surabaya, 2013, hlm. 522.

37

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Sumber: Arsip Binnenlandsch Bestuur No. 273, Instellingen Tandjoeng Balei I, Tebing Tinggi II, Bindjai III, Pematang Siantar IV. ANRI. dan Ooskust van Sumatra Instituut, Kroniek 1926 Samengesteld Voor De Jaarvergadering op Book Archivaris M. J. Lusink van J. H. de Bussy, Amsterdam. Berdasarkan hasil tabel di atas, dapat dilihat terjadi peningkatan jumlah penduduk, baik dari orang Eropa, Timur Asing bahkan penduduk asli Pribumi dari tahun 1915 hingga ke tahun 1926 di wilayah Onderafdeeling Langkat Hulu. Maka dengan jumlah yang sudah melewati lebih dari 10% jumlah penduduk yang tinggal wilayah itu, Onderafdeeling Langkat Hulu sudah memenuhi salah satu syarat agar dapat menjadi sebuah gemeente.

38

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB IV

PEMERINTAHAN GEMEENTE BINJAI 1917-1942

Pada bab ini menjelaskan mengenai pembentukan Gemeente Binjai, serta tata pemerintahannya. Dapat diketahui bahwa terdapat tiga hal utama yang dibahas dalam tata pemerintahan, seperti sistem administrasi di Gemeente Binjai, wilayah dan penduduk, serta mengenai sumber pendapatan dan anggaran belanja Gemeente Binjai.

Gemeente Binjai didirikan berdasarkan peraturan tanggal 27 Juni 1917 yang termasuk didalam Staatsblaad 1917, No.283. Dengan ini segala perlengkapan yang dibutuhkan untuk menjalankan pemerintahan segera disusun. Dalam bab ini juga dijelaskan apa-apa saja kelengkapan yang diperlukan dalam menjalankan pemerintahan di kota ini. Setidaknya ada 3 hal penting yang sangat dibutuhkan untuk menjalankan pemerintahan yaitu Ketua Dewan Kota (Voorzitter), sekretaris, dan juga

Anggota Dewan Kota (gemeenteraad).

4.1 Pembentukan Gemeente Binjai

Pembentukan gemeente dilandasi atas dasar besar-kecilnya jumlah penduduk

Eropa yang bermukim di suatu tempat.69 Oleh karena itu, kota-kota pertama yang menjadi gemeente adalah kota-kota yang ada di Jawa seperti Batavia, Meester

Cornelis (Jatinegara), Bogor, dan lainnya. Untuk Sumatera Timur, kota pertama yang menjadi gemeente adalah kota Medan yang ditetapkan pada tahun 1909. Setelah

69 A.B. Lapian, dkk, Op. Cit., hlm. 55.

39

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Medan, tidak terjadi lagi perluasan wilayah desentralisasi di Sumatera Timur. Hingga akhirnya pada tahun 1917, atas prakarsa Gubernur Pantai Timur Sumatra yang baru yaitu Gubernur van Der Plas, maka perluasan wilayah desentralisasi kembali dilakukan. 70 Karenanya, beberapa kota di Sumatera Timur selanjutnya ditetapkan pula sebagai sebuah gemeente. Adapun kota-kota itu adalah Tebing Tinggi, Binjai,

Tanjung Balai, dan Pematang Siantar. Gemeente Binjai didirikan pada 27 Juni 1917 berdasarkan pada keputusan yang dimuat dalam Staatsblad van Nederlandsch Indie

No. 283 tahun 1917, sesuai dengan pasal 68a RR Nederlandsch Indie.71 Oleh karena penetapan ini, jadilah Binjai sebagai sebuah kota otonom yang dapat mengurus kotanya sendiri namun tetap bertanggungjawab pada pemerintah pusat.

Penetapan Binjai sebagai sebuah gemeente berarti menjadikan Binjai bertanggungjawab atas berbagai kewajiban yang harus dikerjakan yaitu meliputi seperti melakukan perawatan, perbaikan, dan pembangunan jalan umum, tanaman di tepi jalan, pembuatan dan pemeliharaan selokan, gorong-gorong, pemasangan rambu- rambu lalu lintas, jembatan. Serta pekerjaan lainnya untuk kepentingan lokal seperti, alun-alun, air bersih, rumah potong hewan, pasar dan fasilitas publik lainnya.

Melakukan penyiraman tanaman dan mengumpulkan sampah di sepanjang jalan umum, jalan raya, alun-alun atau tanah lapang, dan taman, memberikan penerangan jalan. Bahkan bertanggung jawab atas kebakaran dan menyediakan berbagai alat

70 Atika Putri Ananda, Op. Cit., hlm. 46. 71 Staatsblad van Nederlandsch Indie No. 283 Tahun 1917.

40

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA untuk keperluan pemadam kebakaran, serta menyediakan dan melakukan pemeliharaan pemakaman.72

Anggaran pertama Gemeente Binjai ditentukan sesuai dengan Pasal 18 (1)

Decentralisatiebesluit berdasarkan peraturan tanggal 27 Juni 1917, Yaitu Gemeente

Binjai mendapatkan anggaran dana pertama dari pemerintah pusat sebesar

ƒ11.640/tahun. 73 Perincian penggunaan anggaran dana tersebut kemudian dicatat dalam Staatsblaad van Nederlandsch Indie No. 288 Tahun 1917. Namun dana yang diberikan pemerintah pusat ini sangat terbatas, sehingga gemeente harus mencari sumber pendapatan lainnya dalam rangka memenuhi segala kebutuhan yang diperlukan.

4.2 Sistem Administrasi Pemerintahan di Gemeente Binjai

Sejak ditetapkannya beberapa wilayah kota di Hindia Belanda sebagai sebuah gemeente, umumnya kota-kota ini belum memiliki Kepala Pemerintah Daerah atau

Walikota. Kewenangan untuk mengurus gemeente pada saat itu diberikan kepada

Asisten Residen ataupun Kontrolir. Pengangkatan Walikota baru dilakukan pada tahun 1916.74 Namun hal ini tidak berlaku di Binjai maupun pada beberapa kota lainnya di Hindia Belanda. Pada saat ditetapkannya Binjai sebagai sebuah gemeente, telah diputuskan bahwa wilayah ini dikepalai oleh serorang Ketua Dewan atau

72 Arsip Binnenlandsch Bestuur No. 273, Instellingen Tandjoeng Balei I, Tebing Tinggi II, Bindjai III, Pematang Siantar IV. ANRI. 73 Staatsblad van Nederlandsch Indie, Loc. Cit. 74 Purnawan Basundoro, Op. Cit., hlm. 86.

41

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Walikota yang sekaligus merangkap sebagai Kontrolir dari Onderafdeeling Langkat

Hulu.75 Hal ini tidak hanya berlangsung sementara, namun sampai pada tahun-tahun

selanjutnya Binjai tetap dipimpin oleh seorang kontrolir.

Di Gemeente Binjai, Walikota ini dikenal dengan sebutan Voorzitter. Seorang

Voorzitter diangkat langsung oleh Gubernur Jenderal, yang juga memiliki

kewenangan untuk menangguhkan atau memberhentikannya. Seorang Voorzitter

merupakan pegawai pemerintah Hindia Belanda yang menerima gaji dari kas

negara. 76 Voorzitter harus seorang laki-laki berkebangsaan Belanda yang minimal

telah genap berusia 30 tahun dan tidak sedang dalam keadaan bangkrut. Selain itu,

seorang Voorzitter tidak dapat memindahkan kediaman aslinya di Kota Binjai tanpa

izin dari Gubernur Jenderal. Ada beberapa larangan yang diberikan bagi seorang

Voorzitter, antara lain: a. Ia tidak boleh secara langsung atau tidak langsung terlibat dalam hal meminta,

memperoleh, atau memegang hak izin konsesi sebagai dasar dari perusahaan

perkebunan, pertambangan, industri dan pelayaran yang didirikan di Hindia Belanda. b. Tidak diizinkan menjadi penyewa lahan pemerintah untuk pertanian dan atau industri. c. Tidak diizinkan memiliki tanah pribadi. d. Tidak diizinkan baik secara langsung atau tidak langsung terlibat dalam perusahaan

perdagangan yang didirikan atau digerakkan di Hindia Belanda.

75 Arsip Binnenlandsch Bestuur No. 273, Instellingen Tandjoeng Balei I, Tebing Tinggi II, Bindjai III, Pematang Siantar IV. ANRI. 76 Mr. J.J. Schrieke, Op. Cit., hlm. 73.

42

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA e. Tidak menjabat sebagai pemegang saham baik secara langsung atau tidak langsung

atau menjadi penjamin untuk sejumlah perusahaan.77

Namun, jika ada Perusahaan Terbatas yang berdiri atau beroperasi diluar dari

wilayah gemeente, maka seorang Voorzitter dapat bertindak sebagai komisaris dari

perusahaan tersebut. Kemudian Apabila seorang Voorzitter mengalami sakit atau

tidak mampu lagi untuk menjalankan tugasnya, maka Gubernur Jenderal memiliki

hak untuk menentukan pengganti Voorzitter selanjutnya.78

Di awal pembentukan Gemeente Binjai terdapat beberapa pergantian

Voorzitter, namun sayangnya tidak ditemukan nama Voorzitter pertama yang

memimpin Dewan Kota ini. Dalam tahun 1925 hingga 1940 setidaknya sudah terjadi

tujuh kali pergantian Voorzitter. Adapun Voorzitter yang memimpin Dewan Kota

Binjai dari tahun 1925 hingga 1940 adalah:

Tabel 4. Daftar Nama dan Masa Jabatan Voorzitter Gemeente Binjai 1925-1940.

Nama Voorzitter Masa Jabatan M. J. Ruychaver April 1925 – 09 Oktober 1928 Dr. E. J. Burger Desember 1928 – 1930 W. Ph. Coolhaas 1930 – 18 Mei 1933 Dr. R. J. W. Reys 18 Mei 1933 – 15 Juni 1935 A. Dirks 17 Juni 1935 – 24 Juni 1936 Dr. J. J. C. H. van Waardenburg 1939 D. J. K. Mac Gillary 20 Februari 1940 Sumber: Ooskust Van Sumatra Instituut Kroniek, Amsterdam: Druk van J. H. De Bussy (Dirangkum dari Tahun 1925 – 1940).

77 Atika Putri Ananda, Op. Cit., hlm. 48. 78 Ibid., 50.

43

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Kelengkapan selanjutnya dari sebuah gemeente adalah sekretaris. Sekretaris merupakan bawahan langsung ketua dewan atau Voorzitter dan merupakan anggota dewan, 79 yang dipegang oleh Pengawas Pekerjaan Kota.80 Seorang sekretaris berada di kantor yang sama dengan ketua dewan. Hal ini sesuai dengan peraturan Local

Raden ayat pertama artikel 7 yang dikeluarkan pada 18 Maret 1908 yang menyebutkan: Dengan tidak mengurangi wewenang Walikota, Sekretaris Kotapraja membantu segala pekerjaan yang berhubungan dengan Ketua Dewan dan Dewan

Kota.

Ia bertanggungjawab atas pelestarian arsip Dewan Kota dan menyimpan daftar yang diperlukan. Ia juga bertanggungjawab untuk membuat notulen rapat dewan dan memastikan bahwa anggota dewan selalu dapat berkonsultasi dengan Voorzitter di kantornya. Selain itu, seorang sekretaris bertanggungjawab untuk menyimpan kumpulan peraturan yang diundangkan oleh Dewan.81 Lalu bertanggung jawab untuk pengawasan lintas, jalan, jembatan, penyelam, dll., sementara juga mengawasi

Pasokan Air Kota dan, akhirnya, menempati fungsi grubber dan pemadam kebakaran.

Kelengkapan selanjutnya dari sebuah gemeente adalah Gemeenteraad atau

Dewan Kota. Keberadaan Dewan Kota merupakan salah satu ciri yang menonjol dari

79 Hal ini sesuai dengan peraturan Local Raden ayat pertama artikel 7 yang dikeluarkan pada 18 Maret 1908 yang menyebutkan: Dengan tidak mengurangi wewenang walikota, sekretaris kotapraja sekaligus adalah anggota dewan. Lihat: Darmiati, dkk. Otonomi Daerah di Hindia Belanda 1903-1940. Jakarta: Arsip Nasional Republik Indonesia, 1998, hlm. 21. 80 J. B. Khan. Bindjei: Een Gemeente Binnen Zelfbestuurs-Gebied. Meppel: Drukkerij en Uitgeverszaak B. Ten Brink, 1935, hlm. 50. 81 Mr. J.J. Schrieke, Op. Cit., hlm. 74-75.

44

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA gemeente, dimana dilibatkannya warga kota untuk menangani berbagai urusan tentang kota. Gemeenteraad dipimpin secara langsung oleh Voorzitter. Keanggotaan gemeenteraad memperkenalkan golongan-golongan yang tinggal di Kotaparaja.

Berdasarkan keputusan kerajaan Belanda tahun 1923, syarat untuk menjadi pemilih atau orang yang dipilih sebagai Anggota Dewan adalah: a. Berjenis kelamin laki-laki dan merupakan warga atau orang Belanda.82 b. Memiliki pengetahuan yang cukup tentang membaca dan menulis dalam bahasa

Belanda, Melayu, atau mungkin bahasa lokal lainnya.83 c. Telah mencapai usia 21 tahun. d. Bertempat tinggal di Kota Binjai. e. Merupakan wajib pajak dengan pendapatan tahunan serendah-rendahnya ƒ300.84

Sementara itu, Anggotanya terdiri atas golongan Eropa, golongan pribumi, golongan Cina atau Timur Asing. 85 Dewan Kota Binjai diputuskan berjumlah 9 orang, dengan pembagian 5 orang Eropa, 3 orang pribumi, dan 1 orang Cina atau

Timur Asing. 86 Gemeenteraad berkewajiban memberikan masukan-masukan dan pertimbangan kepada gemeente terutama berkaitan dengan pembangunan kota. Pada

82 Pada tahun 1924 terdapat perubahan yang menjadikan wanita diizinkan untuk memberikan suara dalam pemilihan dewan. Lihat: Darmiati, dkk., Op. Cit., hlm. 24. 83 Kemampuan membaca dan menulis dalam bahasa Belanda, bahasa Melayu maupun bahasa lokal lainnya dibuktikan dengan menyerahkan surat pernyataan yang menunjukkan bahwa telah lulus dari Sekolah Eropa atau lembaga pendidikan yang setara. Lihat: Mr. J. E. Holleman, Decentralisatiewetgeving, Batavia: F. H. Smits, 1933, hlm. 172. 84 Mr. J. E. Holleman, Decentralisatiewetgeving, loc.cit. 85 Purnawan Basundoro., Op. Cit., hlm. 86. 86 Staatsblad van Nederlandsch Indie No. 282 Tahun 1917.

45

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA periode yang pertama, keanggotaan Gemeenteraad Binjai masih ditunjuk. Anggota gemeenteraad yang ditunjuk oleh Gubernur Jenderal berdasarkan artikel 6 dari

Instellingordonantie, yaitu: a. Anggota dewan terdiri dari:

 5 orang Belanda

 3 Orang asli pribumi bukan Belanda

 Dan 1 orang asing bukan Belanda87 b. Ketua dewan diangkat oleh Gubernur Jenderal, dan dapat diskors dan dipecat oleh

Gubernur Jenderal. Ia bergelar walikota. c. Jumlah anggota dewan harus ganjil.88

Dalam hal ini Voorzitter bukan anggota Gemeenteraad dan karenanya tidak memiliki hak suara hal ini tertulis dalam Pasal 3, ayat 5 Decentralisatiebesluit. Untuk

Wethouders atau pemegang hukum, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25h dan mengikuti Locale Raden Ordonantie, tidak pernah ditunjuk di Binjai. Sedangkan untuk posisi sekretaris dipegang oleh Pengawas Pekerjaan Kota, yang juga bertanggung jawab untuk pengawasan lintas, jalan, jembatan, penyelam, dll., sementara juga mengawasi Pasokan Air Kota dan, akhirnya menempati fungsi pengawas grubber dan pemadam kebakaran. Berdasarkan Pasal 47 (1) dan (2) Locale

87 J. B. Khan. Op. Cit., hlm. 50. 88 Darmiati, dkk., Op. Cit., hlm. 21-23.

46

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Ordonantie, Gemeenteraad membentuk komite-komite berikut dari para anggotanya, yaitu: a) Komite Keuangan; b) Komisi Teknis; c) Komisi untuk Regulasi; d) Komite Urusan Fundamental; e) Komisi Pasar; f) Komisi Sekolah; g) Komisi Pasokan Air.

Faktanya, berdasarkan Pasal 47 (2) Ordo Dewan Lokal, Dewan Komite

Permanen Manajemen Harian untuk Cabang Layanan tertentu (Komite Pasar, Komite

Teknis, Komite Urusan Fundamental) memiliki aturan terperinci untuk metode kerja, tetapi ini belum terjadi, kecuali untuk Komisi Pasar dalam Peraturan Polisi Pasar

Binjai. Tugas komite keuangan ditentukan dalam Pasal 72 (2e), 96 (2e), 106 (paragraf

1 dan 2) dan Ordonansi Dewan Lokal, juga mengawasi, sejauh mungkin, penerimaan pajak dan biaya lainnya secara teratur dan, bersama-sama dengan Komite Teknis, berfungsi sebagai Ketua Dewan. Dengan demikian, kedua komite memenuhi fungsi yang ditugaskan ke College of Mayor dan Aldermen di kota-kota, dimana mereka

47

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA terutama berfungsi sebagai Ketua Dewan jika ada kesulitan dalam menerapkan keputusan Dewan.89

Komite Urusan Fundamental memberi nasihat kepada Ketua atau

Pemerintahan Langkat tentang keadilan dan keperluan, antara lain, untuk peninjauan kembali pajak selama lima tahun atas hasil tanah yang bersumber pada paket-paket di dalam Kotapraja, hak prasarana jangka panjang telah diberikan kepada orang-orang yang tidak memiliki pekerjaan sendiri, yang dimaksudkan untuk menambah, mempertahankan, atau mengurangi pajak. Berdasarkan Keputusan Pemerintah tertanggal 1 Januari 1887 dan 26 Oktober 1889.90

Anggota dewan dapat diberhentikan dari keanggotaannya oleh Gubernur

Jenderal setelah sebelumnya berkonsultasi dengan dewan jika: a. Terbukti tidak lagi sehat karena usia ataupun karena menderita penyakit. b. Terbukti sedang terlilit hutang atau sedang dalam keadaan bangkrut. c. Melanggar peraturan umum yang diberlakukan kepada anggota dewan. d. Melakukan kesalahan atau kelalaian yang terus-menerus dalam melakukan

pekerjaan. e. Melakukan pelangggaran yang berakibat dijatuhi hukuman penjara atau hukuman

yang lebih berat.91

89 J. B. Khan. op.cit., hlm. 51. 90 J. B. Khan. loc.cit. 91 Anonim, Decentralisatie Besluit en Locale Raden Ordonnantie, Surabaya: E Fuhri & Co, 1910, hlm. 5.

48

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Dalam kelengkapan tata pemerintahan Gemeente Binjai, Anggota Gemeenteraad sangatlah penting kedudukannya. Untuk itu penulis melampirkan nama-nama

Anggota Gemeenteraad Binjai, tetapi yang didapat hanya dari tahun 1934-1940.

Nama-nama Anggota Gemeenteraad Binjai tahun 1934 yaitu, Ir. P. M. Visser, J.

Postmus, D. van Laren, Dr. J. Potter van Loon, E. F. van Haaps, Tengkoe Mohamad

Jasin, Dr. Djalaloedin, Baharoedin, dan untuk Anggota Gemeenteraad dari China kosong pada masa ini.

Selanjutnya pada tahun 1939 yaitu, Tengkoe Abdoel Hamid, dr. R. M. Djulham

Soerjowidjojo, dr. J. W. R. Everse, E. F. van Haaps, Tengkoe Kamil, D. van Laren,

O. W. A. von Möller, J. Postmus dan Tan Lam San. Untuk sekretaris Gemeente

Binjai pada tahun ini adalah J. E. Radersma. Kemudian Anggota Gemeenteraad pada tahun 1940 yaitu, Abdoel Hamid, dr. R. M. Djulham Soerjowidjojo, dr. J. W. R.

Everse, F. Janssen, Tengkoe Kamil, D. van Laren, J. Postmus, W. Steengenga dan

Tan Lam San.

Pada tanggal 10 Maret 1938, dikeluarkan peraturan baru dalam pengurusan wilayah kota untuk wilayah di luar Pulau Jawa yang dikenal dengan istilah

Stadsgemeente Ordonnantie. 92 Peraturan ini merupakan peraturan yang berisi ketentuan mengenai peningkatan status gemeente (otonomi terbatas) menjadi stadsgemeente (otonomi penuh) yang artinya diberikan wewenang sepenuhnya untuk

92Peraturan mengenai Stadsgemeente Ordonnantie telah dikeluarkan sejak tahun 1926 yang diundangkan dalam Staatsblad van Nederlandsch Indie No. 365. Peraturan ini menjadikan seluruh gemeente yang ada di Pulau Jawa pada tahun 1926 berubah menjadi stadgemeente.sedangkan untuk daerah di luar Pulau Jawa baru berlaku sejak tahun 1938. Lihat Atika Ananda Putri, Op. Cit., hlm. 58.

49

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA mengelola kota dan diberi hak untuk membuat berbagai peraturan atau perangkat hukum untuk mengatur kota. Dalam stadsgemeente diberi perangkat tambahan yang bernama College van Burgemeester en Wethouders 93 , sedangkan gemeenteraad berubah menjadi stadsgemeenteraden.94

Binjai dan seluruh kota yang ada di Sumatera Timur yang awalnya berstatus gemeente, pada tahun 1938 berubah menjadi stadsgemeente. Perubahan ini menyebabkan terjadinya beberapa perubahan, salah satunya adalah mengenai syarat menjadi anggota Dewan Kota. Adapun perubahan itu yaitu:

1. Seorang anggota dewan hanya dapat dipilih atau diangkat oleh Warga Negara

Belanda, yang merupakan penduduk Hindia Belanda, dan telah mendirikan tempat

tinggal mereka di dalam kotamadya.

2. Telah mencapai usia 25 tahun.

3. Memiliki pengetahuan yang cukup tentang bahasa Belanda 95 yang dibutuhkan

nantinya dalam rangka menilai walikota.

4. Tidak sedang dalam keadaan bangkrut.

5. Bukan merupakan seorang tahanan.96

93 College van Burgemeester en Wethouders yaitu dewan pemerintahan harian kotapraja. Lihat: Francien van Anrooii, De Koloniale Staat (Negara Kolonial) 1854-1942, Edisi Revisi, Leiden: Tanpa Penerbit, 2014, hlm. 26. 94 Purnawan Basundoro, Op. Cit., hlm. 88. 95 Kemampuan berbahasa Belanda dengan baik ini dibuktikan dengan membawa sertifikat hasil ujian atau surat pernyataan yang menunjukkan bahwa calon pemilih telah menyelesaikan pendidikan di sekolah Eropa atau sekolah yang setara dengan sekolah Eropa. Lihat: Staatsblad van Nederlandsch Indie No. 131 Tahun 1938. 96 Ibid.

50

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Selain itu, peraturan lainnya yang dikeluarkan adalah anggota dewan tidak boleh diisi dengan orang yang memiliki pekerjaan sebagai gubernur, residen, maupun sekretaris daerah. Masa jabatan anggota dewan adalah selama 4 tahun. Namun, seorang anggota dewan yang telah habis masa jabatannya masih bisa menjabat kembali dengan cara dipilih atau diangkat kembali.97

Tatanan pemerintahan Kota Binjai terus seperti itu sampai akhirnya berubah ketika Pemerintahan Hindia Belanda digantikan dengan Pemerintahan Jepang.

Menyerahnya Pemerintah Hindia Belanda tanpa syarat pada awal Mei 1942, menjadikan Jepang berkuasa atas negeri ini dan mulai menyusun pemerintahan di

Indonesia. Sejak awal berkuasa, Jepang berusaha menghapus segala hal yang berbau dengan Hindia Belanda. Hal ini juga terjadi dalam pemerintahan, nama-nama lembaga yang mengarah pada Pemerintahan Hindia Belanda juga turut diganti oleh

Jepang.

Pemerintahan kota yang pada masa Hindia Belanda bernama gemeente selanjutnya berubah menjadi Stadsgemeente diganti oleh Jepang menjadi Shi.

Sehingga Stadsgemeente Binjai berganti menjadi Binjai Shi. Penyebutan walikota

97 Seorang anggota dewan yang masa jabatannya telah habis, namun masih memenuhi syarat untuk duduk kembali, bisa dipilih atau diangkat sebagai anggota dewan lagi. Setelah masa jabatannya habis, jika ia masih memenuhi syarat, ia akan diberi surat pengangkatan kembali oleh walikota dan diberi waktu selama dua minggu untuk memutuskan apakah menerima atau menolak pengangkatan itu. Jika dalam waktu dua minggu setelah menerima surat pengangkatan kembali, namun ia tidak juga memberikan jawaban, maka tanpa pemberitahuan kepadanya telah diputuskan ia tidak diangkat kembali sebagai anggota dewan. Ibid.

51

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA yang pada masa Hindia Belanda dikenal dengan Burgemeester atau Voorzitter juga diganti menjadi Shico.98

4.3 Wilayah dan Penduduk

Terhitung sejak 1 Juli 1917, Binjai resmi menjadi sebuah gemeente berdasarkan pada Staatsblad van Nederlandsch Indie No. 283 Tahun 1917 yang disahkan oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda J. van Limburg Stirum tertanggal

27 Juni 1917.99 Sejak saat Binjai mulai dihuni dan dijadikan wilayah pemerintahan

Hindia Belanda, sesungguhnya wilayah ini adalah milik Lanskap Langkat yang berada di bawah kekuasaan Kerajaan Deli. Seluruh tanah yang menjadi Gemeente

Binjai diserahkan oleh Deli ke Pemerintah Hindia Belanda untuk dipakai dan diizinkan mendirikan bangunan tanpa menerima bayaran (kosteloos) dari pihak

Pemerintah Hindia Belanda.100 Namun, jika lahan sudah tidak digunakan lagi oleh

Pemerintah Hindia Belanda, maka akan segera dikembalikan kepada pihak kerajaan sebagai pemilik lahan. Keputusan mengenai hal ini dibuat pada tahun 1907 atas persetujuan antara Sultan Deli dan Kesultanan Langkat dengan Pemerintahan Hindia

Belanda. Luas tanah yang dijadikan Gemeente Binjai ini mencapai ±267 ha.101

98 Purnawan Basundoro, Op. Cit.,hlm. 90-91. 99 Staatsblad van Nederlandsch Indie No. 283 Tahun 1917. 100 Pada Pasal 12 secara jelas disepakati bahwa jika Pemerintah Hinda Belanda ingin melakukan pekerjaan dimana pun di dalam wilayah Deli, maka Sultan dan orang besarnya akan menyediakan segala bantuan berupa lahan yang luas dan lahan itu dipilih oleh Pemerintah Hindia Belanda serta lahan itu diserahkan secara gratis atau tanpa menerima bayaran apapun. Lihat: Contract Tusschen het Gouvernement van Nederlandsch Indie en het Inlandsch Zelfbestuur van Deli , Pasal 12 Tahun 1907. 101 J. B. Khan, Op. Cit., hlm. 19.

52

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Dalam hal ini terjadi pula pertambahan jumlah penduduk. Di tahun 1919 jumlah penduduk Binjai hanya berjumlah 30 orang Eropa dan ± 1100 orang Timur

Asing, termasuk sekitar 986 orang Cina. Namun, terjadi peningkatan yang cukup signifikan ketika dilakukan sensus penduduk di tahun 1930 yaitu tepat 13 tahun sejak

Binjai ditetapkan sebagai sebuah gemeente. Adapun jumlah penduduk di Gemeente

Binjai tahun 1930 yaitu:

Tabel 5. Data Jumlah Penduduk di Gemeente Binjai Tahun 1930

Kriteria Laki – laki Perempuan Total Pribumi 2.313 2.427 4.740 Eropa dan yang 65 50 115 dipersamakan dengannya Cina 2.429 1.431 3.860 Timur Asing 302 159 461

TOTAL 5.109 4.067 9.176jiwa

Sumber: Volkstelling 1930 deel VIII Overzicht voor Nederlandsch-Indie, Batavia: Departement van Economische Zaken, 1936, hlm. 80.

Dari tabel di atas, bisa dilihat terjadi peningkatan jumlah penduduk sejak awal didirikannya Binjai sebagai gemeente hingga tahun 1930. Mengenai suku yang menghuni wilayah ini, tidak jauh berbeda dengan apa yang telah dibahas dalam bab sebelumnya.

4.4 Sumber Pendapatan dan Anggaran Belanja Gemeente Binjai

53

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Dengan ditetapkannya Binjai sebagai sebuah gemeente maka kota ini diwajibkan untuk melaksanakan beberapa pekerjaan seperti:

1. Melakukan perawatan, perbaikan, dan pembangunan jalan umum, jalan raya,

lapangan, taman dan tanaman di tepi jalan, pembuatan dan pemeliharaan selokan,

sumur, gorong-gorong, pemasangan rambu-rambu jalan umum, pemasangan papan

nama jalan, jembatan, serta pekerjaan lainnya untuk kepentingan lokal seperti,

alun-alun, air bersih, pemandian umum, cuci dan kakus, rumah potong hewan,

pasar dan fasilitas publik lainnya.

2. Melakukan penyiraman dan mengumpulkan sampah di sepanjang jalan umum,

jalan raya, alun-alun atau lapangan, dan taman.

3. Memberikan penerangan jalan.

4. Bertanggung jawab atas kebakaran dan menyediakan berbagai alat untuk

keperluan pemadam kebakaran.

5. Menyediakan dan melakukan pemeliharaan pemakaman.102

Berbagai kewajiban itu dibebankan kepada Gemeente Binjai, termasuk pula biaya yang harus ditanggung untuk memenuhi kewajiban itu. Pada awalnya, semua gemeente yang ada di Hindia Belanda tidak memiliki modal yang cukup untuk menjalankan pemerintahan kota. Oleh karenanya, pemerintah pusat memberikan modal awal bagi tiap-tiap gemeente. Namun, modal awal itu tidak dalam jumlah yang

102 Arsip Binnenlandsch Bestuur No. 273, Instellingen Tandjoeng Balei I, Tebing Tinggi II, Bindjai III, Pematang Siantar IV. ANRI.

54

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA cukup besar.103 Gemeente Binjai sendiri menerima modal awal sebesar ƒ 11.640 per tahun. 104 Terbatasnya modal awal yang diberikan pemerintah pusat, mewajibkan gemeente harus pandai mencari uang agar pemerintahan kota dapat berjalan dengan baik.

Untuk menjalankan pemerintahan kota, maka gemeente diberikan hak untuk mengumpulkan pajak dari warga kota yang digunakan untuk membangun kota.

Gemeente juga diberi hak untuk mengumpulkan pajak dari usaha-usaha yang dialihkan oleh pemerintah pusat kepada gemeente, seperti usaha pemotongan hewan, pendirian pasar, pajak hewan (anjing), dan lain-lain. Selain itu, sejak didirikannya gemeente maka gemeentefonds diberikan tugas untuk mengumpulkan hasil tanah dan menyerahkannya ke Gemeente Binjai sebagai subsidi. Namun dalam tahun 1927, gemeentefonds dihapuskan. Sehingga Gemeente Binjai secara penuh mengambil alih pengumpulan hasil tanah itu sendiri.

Ketika pertama kali ditetapkan sebagai gemeente, maka anggaran belanja tahun pertama dibuat oleh Dewan Hindia Belanda, adapun anggaran belanja

Gemeente Binjai tahun 1917 adalah sebagai berikut:

103 Purnawan Basundoro, Op. Cit., hlm. 87. 104 Staatsblad van Nederlandsch Indie Tahun 917 No. 282.

55

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Tabel 6. Anggaran Belanja Gemeente Binjai Tahun 1917

Uraian Alokasi Anggaran Besaran Anggaran – Gulden (ƒ)

Administrasi Kota 3.165

Pekerjaan Umum 20.845

Layanan Penyiraman dan Kebersihan 3.510

Pemadam Kebakaran 606

Penerangan Jalan 9.399

Pemakaman Orang Eropa 288

Rumah Pemotongan Hewan 60

Pasokan Air 915

Tata Kota Memorie

Biaya Tidak Terduga 2.257

Total Pembiayaan Pertahun ƒ 41.050 Sumber: Staatsblad van Nederlandsch Indie No. 288, Tahun 1917.

Total anggaran operasional Gemeente Binjai pada tahun pertama di tetapkan sebesar ƒ 41.050. Untuk anggaran pemasukan ditetapkan juga sebesar ƒ 41.050. Hal ini menunjukkan bahwa anggaran untuk Gemeente Binjai sifatnya berimbang antara pengeluaran dan pemasukan. Dari anggaran pemasukan tahun 1917 itu, bisa juga dilihat apa-apa saja yang menjadi sumber pemasukan bagi gemeente. Sumber pemasukan itu antara lain berasal dari pasar, rumah potong hewan, pemakaman eropa, dana bantuan dari pemerintah pusat, pajak izin usaha, pajak hiburan publik, pajak penjualan minuman keras, tunjangan dari gemeentefonds, sumbangan sukarela

56

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA untuk penerangan jalan dan pengumpulan sampah, pemakaman umum serta sumber penerimaan lainnya.105

Keuangan di Gemeente Binjai diatur oleh komisi keuangan, kashouder, dan juga staf-staf tertentu yang ditugaskan untuk mengurusnya. Tugas dari komisi keuangan adalah sebagai pengawas. Sedangkan seorang kashouder bertugas untuk menerima, meyimpan, membayar, dan atau mengirim uang. Ia juga diwajibkan dengan tugas untuk memberikan catatan buku kas dua kali dalam sebulan kepada

Voorzitter dan komisi keuangan untuk tujuan kontrol keuangan.106

Pada tahun 1927 staf-staf tertentu yang ditugaskan untuk mengumpul pajak antara lain Direktur Pekerjaan Umum mengumpukan pendapatan dari pemakaman umum, penataan ruang kota, air bersih, dan pendapatan dari pajak iklan. Staf sekretaris mengumpulkan pemasukan dari pajak hiburan, rumah potong hewan, dan juga pajak anjing. Pengawas pekerjaan umum mengumpulkan pendapatan dari pasar dan pengawas di kantor kontrolir mengumpulkan sumbangan sukarela untuk penerangan jalan dan pengumpulan sampah.107

4.5 Perkembangan Infrastruktur Gemeente Binjai (1917 – 1942)

Dalam bab ini menceritakan perkembangan infrastruktur Gemeente Binjai.

Mendeskripsikan perkembangan yang terjadi di Gemeente Binjai dalam kurun waktu

105 Staatsblad van Nederlandsch Indie No. 288, Tahun 1917. 106 Departement van Binnenlandsch Bestuur, Op. Cit., hlm. 8. 107 Departement van Binnenlandsch Bestuur, Loc. Cit.

57

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 1917-1942. Perkembangan yang dimaksud dalam bab ini adalah perkembangan infrastruktur, maka dalam bab ini akan menggambarkan mengenai perkembangan permukiman, jalan dan jembatan, jaringan air bersih dan jaringan listrik, pasar dan rumah potong hewan, fasilitas pendidikan serta fasilitas kesehatan.

4.5.1 Pemukiman Warga Kota

Mengenai permukiman, sama seperti kota-kota lainnya, pemisahan permukiman berdasarkan suku bangsa juga terjadi di Binjai. Hal ini bisa langsung dilihat dari pemberian nama-nama jalan di wilayah kota. Pemberian nama jalan pada masa Hindia Belanda biasa sebagiannya menggunakan nama orang Belanda ataupun istilah-istilah Belanda dan juga menggunakan nama-nama etnis. Dari pemberian nama jalan inilah bisa dilihat kawasan mana yang menjadi tempat bermukim suatu etnis.108

Salah satu permukiman orang Eropa berada di Controleursweg yang sampai hari ini bangunan-bangunan itu sudah ada yang dirubah, bahkan sudah dibuat menjadi rumah toko. Sedangkan untuk kawasan perkantoran Gemeente Binjai berada di

Kroesenlaan, yang menjadi pusat kota pada masa itu sampai saat ini. Dari nama ini dapat diketahui bahwasannya wilayah ini diisi oleh orang-orang Eropa.

108 Deni Ardian Ginting, “Sejarah Pergantian Nama Jalan di Kota Medan 1900-1970”, dalam Skripsi-S1, belum diterbitkan, Medan: Departemen Sejarah Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara, 2009, hlm. 6.

58

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Selain itu, terdapat pula jalan-jalan yang menggunakan istilah kerajaan yang mana hal ini menunjukkan bahwa wilayah ini dihuni oleh pihak kerajaan. Adapun nama-nama jalan itu adalah Bangkattanweg yang sekarang menjadi Jalan Jenderal

Ahmad Yani, Engelbrechtweg menjadi Jalan Sultan Hasanuddin, Mesdjidweg dan juga Karapatanweg menjadi Jalan Zainal Zakse atau dekat Pasar Tavip Binjai. Ada juga kawasan wilayah pribumi lainnya yang masuk dalam kawasan gemeente adalah berada di Kroesenlaan yang sekarang dikenal dengan Jalan Jendral Sudirman.

Sedangkan untuk pemukiman Cina, terletak dekat dengan pasar dan Aliran Sungai

Bingai, dan untuk pemukiman orang Timur Asing dekat di Tenalongweg yang sekarang dikenal dengan jalan K.H.A Dahlan.

Pemberian nama jalan pada masa kolonial selalu diikuti dengan kata laan, weg, dan straat. Sebagaimana telah disebutkan di atas, hal ini juga berlaku pada nama-nama jalan yang ada di Gemeente Binjai. Istilah laan dipakai untuk kawasan pemukiman elite Belanda, administratur perkebunan, maupun pejabat pemerintah, seperti misalnya Kroesenlaan yang sekarang adalah daerah Balai Kota Binjai. Jalan di kawasan ini biasanya dilengkapi drainase yang baik, di sisi kanan dan kiri biasanya ditanami pepohonan yang rimbun seperti pohon akasia atau angsana. Akses keluar masuk kawasan ini terbatas pada penghuninya sehingga selalu terlihat sepi.

Sementara itu, nama jalan yang diikuti dengan istilah straat dan weg adalah kawasan di tengah kota yang ramai, secara umum hampir tidak ada perbedaan antara straat

59

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA dan weg109 misalnya seperti nama jalan Engelbrechtweg yang sekarang menjadi Jalan

Sultan Hasanuddin.

4.5.2 Fasilitas Pendidikan

Di Binjai terdapat beberapa sekolah yang diperuntukkan untuk anak-anak orang Eropa, Timur Asing dan juga anak-anak pribumi. Tidak diketahui kapan

Europeesche Lagere School110 dibuka di Binjai. Europeesche Lagere School adalah sekolah yang diperuntukkan bagi anak-anak keturunan Eropa, Timur Asing, dan anak-anak bangsawan pribumi. Pada awalnya lama belajar di ELS adalah 3 tahun, namun pada tahun 1907 masa studi di sekolah ini berubah menjadi 7 tahun. Pelajaran yang diberikan di sekolah ini adalah menulis, membaca, berhitung, Bahasa Belanda, dan ilmu bumi.111 Kurikulum dapat diperluas lagi dengan mata pelajaran yang lebih tinggi seperti ilmu alam, dasar-dasar bahasa Perancis dan Jerman, sejarah umum atau sejarah dunia, matematika, pertanian, menggambar, pendidikan jasmani, pekerjaan tangan dan menjahit bagi anak perempuan. 112 Sekolah ELS bisa dibuka apabila

109 Deni Ardian Ginting, Op. Cit., hlm. 36-37. 110 Sekolah ini sekarang menjadi Markas Komando Distrik Militer 0203 Langkat di Binjai. 111 Gusti Muhammad Prayudi dan Dewi Salindri, “Pendidikan Pada Masa Pemerintahan Kolonial Belanda di Surabaya Tahun 1901-1942”, dalam Publika Budaya: Volume 1 (3) Universitas Jember, Jember: Program Studi Ilmu Sejarah Fakultas Sastra Universitas Jember, 2015, hlm. 24. 112 Sugiyono, dkk., Peta Jalan Pendidikan Indonesia, Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta, tanpa tahun terbit, hlm. 39

60

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA jumlah siswa mencapai 20 orang untuk sekolah di Pulau Jawa dan 15 orang untuk di luar Pulau Jawa.113

Sekolah selanjutnya yang ada di Binjai adalah Hollands Inlandsche School.114

Keberadaan sekolah ini erat kaitannya dengan keinginan yang kian menguat di kalangan orang pribumi untuk memperoleh pendidikan, khususnya yang sama dengan pendidikan Barat. Sekolah HIS ini dibuka pada tanggal 1 Juli 1924 yang terletak di

Bangkattanweg.115

4.5.3 Pasar dan Rumah Potong Hewan

Pasar dan rumah potong hewan sudah ada sebelum ditetapkannya Binjai sebagai sebuah gemeente yaitu sekitar tahun 1916 yang terletak dekat Sungai Bingai.

Pada saat itu rumah potong hewan hanya tersedia untuk penyembelihan babi. Pasar dan rumah potong hewan ini merupakan salah satu sumber pendapatan bagi gemeente. Pembayaran yang dilakukan oleh pedagang kepada pengurus pasar adalah tergantung dari besar kecilnya meja dagangan. Mengenai masalah keamanan di pasar khususnya terkait dengan barang-barang dagangan yang ditinggalkan di sana, jika terjadi kehilangan, maka pemerintah kota tidak akan bertanggung jawab atas kehilangan itu. Meskipun demikian, pemerintah kota sebenarnya telah mempekerjakan dua orang yang bertugas sebagai penjaga malam. Namun, tetap saja

113 Gusti Muhammad Prayudi dan Dewi Salindri, op.cit., hlm. 24. 114 Sekolah ini sekarang menjadi SD. 01, sebagian lagi menjadi banguna rumah toko. 115 Ooskust van Sumatra Instituut, Kroniek 1922, Samengesteld Voor De Jaarvergadering op Book Archivaris Dr. T. Volker de Bussy, Amsterdam.

61

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Dewan Kota dengan tegas menyatakan bahwa pedagang wajib menjaga barang dagangan mereka.

4.5.4 Fasilitas Kesehatan

Pada masa gemeente di Binjai sudah ada terdapat dua fasilitas kesehatan yaitu

Bangkattan Hospitaal dan Centraal Hospitaal, berdasarkan hal ini untuk mengenai masalah kesehatan warga dari sekitar daerah dekat Gemeente Binjai dapat mengecek kesehatannya di rumah sakit ini. Pada tahun 1923 dilakukan pengecekan kesehatan pada kuli perkebunan untuk mengetahui penyakit apa yang banyak di derita oleh kuli, sehingga dapat memaksimalkan dalam pengobatannya. Berfungsi juga untuk mengetahui obat apa saja yang akan diproduksi. Namun sayangnya deskripsi data tentang dua rumah sakit ini sangat sulit ditemukan, sehingga pendeskripsian tentang fasilitas kesehatan di Binjai tidak dapat begitu dijabarkan. Bangkattan Hospital menjadi Rumah sakit PT. Perkebunan II Bangkatan dan sampai saat ini masih dipakai, namun sudah tidak sebesar pada masa kolonial. Sedangkan untuk Centraal

Hospitaal sudah tidak ada lagi, dan bangunannya di ubah menjadi Kantor Polisi serta beberapa sekolah.

4.5.5 Jaringan Listrik dan Jaringan Air Bersih

Listrik merupakan hal yang juga dibutuhkan untuk menunjang kehidupan

Gemeente Binjai. Setelah perdebatan panjang apakah ingin membangun perusahaan listrik sendiri atau mengizinkan Electriciteits Maatschappij Medan melebarkan

62

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA jaringan listrik hingga ke Binjai, maka pada tahun 1926 Gemeente Binjai bekerja sama dengan N.V. Nederlandsch Indische Gas Maatschappij dalam hal penyediaan listrik, dan pada tahun ini pula Gemeente Binjai telah menyala dengan listrik.116

Selain listrik, air merupakan bagian yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan manusia, membuat hal ini tidak dapat dipisahkan dari kebutuhan manusia. Kebutuhan akan ketersediaan air ini kemudian dipikirkan oleh Gemeente Binjai agar memiliki persediaan air bersih untuk penduduknya. Gemeente Binjai berusaha untuk melakukan pembangunan jaringan pipa air bersih namun harus memiliki dana. Pada tahun 1931 Gemeente Binjai mendapatkan pinjaman dana untuk membangun jaringan pipa air. 117 Kemudian tahun 1932 secara resmi Gemeente Binjai menandatangani kontrak air dengan perusahaan Ajer Bersih118, hingga pada tahun 1933 pipa air di

Gemeente Binjai mulai berfungsi119, dan dapat digunakan dan masyarakat dikenakan tarif yang sesuai sebesar ƒ0,30/m3.120

4.5.6 Jalan dan Jembatan

Pembangunan, perawatan serta perbaikan jalan dan jembatan merupakan tugas yang wajib dilakukan oleh Binjai ketika ditetapkan sebagai gemeente. Ketika ditetapkan sebagai gemeente, tugas Binjai selanjutnya adalah melakukan perawatan

116 Pubi K. B., Op. Cit., hlm. 21. 117 Ibid., hlm. 25 118 Ooskust van Sumatera Instituut, Kroniek 1931 Samengesteld Voor De Jaarvergadering op Book Archivaris Ir. J. J. Dootjes de Bussy, Amsterdam. 119 Pubi K. B., Op. Cit., hlm. 26-27. 120 Ooskust van Sumatera Instituut, Kroniek 1938 Samengesteld Voor De Jaarvergadering op Book Archivaris Ir. J. J. Dootjes de Bussy, Amsterdam.

63

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA dan perbaikan. Dalam untuk memenuhi kebutuhan, maka pada tahun 1937 penerangan listrik turut dipasang di sepanjang jalan, hal ini bertujuan agar gemeente dalam kondisi yang terang pada saat malam. Sehingga membuat kerjasama antara

Gemeente Binjai dengan perusahaan Nederlandsch Indische Gas Maatschappij.121

GAMBAR 1. PETA REKONSTRUKSI PERMUKIMAN

WARGA DAN FASILITAS PUBLIK GEMEENTE BINJAI

(Sumber: Besluit van den Gouverneur Generaal van Nederlandsch Indie No. 36

Tahun 1918, Leiden University Libraries (diakes dari www.colonialarchitecture.eu) .

121 Pubi K. B., Deli Data 1863-1938, Amsterdam: Druk de Bussy Amsterdam, 1938, hlm. 31

64

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 65

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB V

KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan

Binjai merupakan salah satu dari lima gemeente yang ada di Sumatera Timur.

Sebelum Binjai ditetapkan sebagai gemeente, wilayah ini hanyalah perkampungan yang terletak di antara Sungai Bingai, Bangkatan dan Mencirim, yang berada dalam wilayah kekuasaan Kesultanan Langkat. Pada tahun 1823 melalui catatan Jhon

Anderson yang berjudul “Mission to the East Coast of Sumatra in 1823.” diketahui bahwa wilayah ini telah dihuni oleh setidaknya 50 Kepala Keluarga yang membuat rumah di sekitar bawah pohon besar di pinggiran Sungai Bingai. Wilayah ini sudah menjadi bandar perdagangan dengan komoditas utamanya adalah ekspor lada ke

Penang. Kemudian masuk dan meluasnya pembukaan perkebunan di wilayah

Sumatera Timur hingga sampai ke daerah Langkat, telah membuat banyak perubahan pada wilayah ini. Binjai tumbuh dari sebuah kampung menjadi kota. Perubahan ini ditempuh agar dapat memenuhi kepentingan orang-orang Eropa dalam hal politik dan ekonomi. Sehingga pada tahun 1887 Binjai dijadikan sebagai pusat Onderafdeeling

Boven Langkat (Langkat Hulu), di bawah Afdeeling Deli dan dikepalai oleh seorang kontrolir.

Dengan banyaknya perubahan yang terjadi di Binjai, maka pada tahun 1917 berdasarkan Staatsblad van Nederlandsch Indie No. 283 Tahun 1917 Binjai

66

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ditetapkan sebagai sebuah gemeente. Hal ini dilatarbelakangi oleh tiga hal yaitu adanya undang-undang desentralisasi atau yang lebih dikenal dengan Decentralisatie

Wet 1903. Berdasarkan undang-undang ini Gubernur Pantai Timur Sumatera yaitu

Gubernur van Der Plas berkeinginan untuk menetapkan beberapa kota di Sumatera

Timur sebagai gemeente. Sejalan dengan keberadaan undang-undang itu, dan adanya keinginan untuk meluaskan desentralisasi di Sumatera Timur, maka pada tahun 1904 dibentuklah Gemeentefonds. Tugas dari lembaga ini untuk mempersiapkan segala kebutuhan Binjai sebelum menjadi gemeente. Hal lainnya yang menjadi alasan utama suatu wilayah ditetapkan sebagai gemeente karena di wilayah itu sudah banyak orang

Eropa dan Timur Asing. Pada tahun 1916 di Binjai dari sekitar 5000 penduduk sudah terdapat diantaranya 97 orang Eropa dan 2.245 orang Cina dan Timur Asing. Jumlah ini sudah mencapai angka 10% yang menunjukkan bahwa Binjai sudah layak untuk ditetapkan sebagai gemeente.

Dengan ditetapkannya Binjai sebagai sebuah gemeente maka wilayah ini dipimpin oleh seorang Voorzitter yang merupakan Asisten Resident dari Langkat.

Seorang Voorzitter dibantu oleh sekretaris dan para anggota Dewan Kota yang terdiri atas lima orang Eropa, tiga orang pribumi, dan satu orang Timur Asing. Dewan Kota ini dibagi ke dalam beberapa komisi seperti komisi peraturan, komisi teknis, komisi keuangan, komisi kesehatan, komisi pengurus pasar, dan komisi rumah potong hewan.

67

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Dalam rangka memenuhi segala kewajibannya, Binjai diberi dana subsidi dari pemerintah pusat sebesar ƒ11.640/tahun. Namun, dana yang diberikan tidak cukup untuk memenuhi segala kewajiban sehingga harus mencari sumber pendapatan lain, seperti dari usaha pemotongan hewan, pasar, penyewaan rumah dan tanah, pemakaman umum, pajak penjualan minuman keras, tunjangan dari gemeentefonds, serta sumber penerimaan lainnya. Antara tahun 1917 hingga 1942 terjadi perkembangan dalam bidang infrastruktur.

Setelah menjadi gemeente Binjai memiliki beberapa sekolah baik untuk penduduk Eropa, Timur Asing maupun pribumi. Selain itu, Binjai juga memiliki jaringan air bersih dan jaringan listrik yang dikelola oleh Nederlandsch Indische Gas

Maatschappij. Sementara dalam hal kesehatan, Binjai telah memiliki rumah sakit bernama Centraal Hospitaal dan Bangkattan Hospitaal yang berada di Hospitaalweg.

5.2 Saran

Penulisan mengenai sejarah kota merupakan kajian yang unik karena menggambarkan perjalanan perkembangan suatu daerah. Kota-kota kolonial menjadi menarik untuk diteliti karena dibangun dengan perencanaan yang matang dan menjadi wilayah kota pada masa kini. Penulisan ini menggambarkan Gemeente Binjai tahun 1917 hingga 1942. Kajian terkait Binjai masih sangat sedikit, Oleh karena itu penulis menyarankan agar penulisan mengenai Binjai dilakukan lagi. Berdasarkan hasil penulisan mengenai Gemeente Binjai didapatkan beberapa ide baru yang layak

68

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA untuk dikaji seperti Sejarah Hari Jadi Kota Binjai, Sejarah Pergantian Nama Jalan di

Binjai Masa Kolonial hingga Kemerdekaan, Sejarah Rumah Sakit Bangkatan Binjai dan lainnya untuk menyempurnakan sejarah perjalanan Kota Binjai dari masa ke masa.

69

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DAFTAR PUSTAKA

A. Sumber-sumber Arsip

Arsip Binnenlandsch Bestuur No. 273, Instellingen Tandjoeng Balei I, Tebing Tinggi II, Bindjai III, Pematang Siantar IV. ANRI.

Besluit van den Gouverneur Generaal van Nederlandsch Indie No. 36 Tahun 1918. Contract Tusschen het Gouvernement van Nederlandsch Indie en het Inlandsch Zelfbestuur van Deli Tahun 1907.

De Gouverneur der Oostkust van Sumatra, Medan den 17 November 1917, No.9438/6.

De Gouverneur der Oostkust van Sumatra, Medan den 25 Maret 1918, No. 2877/D.

Memorie van Overgave, Koleksi ANRI, index Folio MvO 1e reel. 20.

Ooskust van Sumatra Instituut, Kroniek 1922 Samengesteld Voor De Jaarvergadering op Book Archivaris Dr. T. Volker de Bussy, Amsterdam

Ooskust van Sumatra Instituut, Kroniek 1926-1929 Samengesteld Voor De Jaarvergadering op Book Archivaris M. J. Lusink van J. H. de Bussy, Amsterdam.

Ooskust van Sumatra Instituut, Kroniek 1931-1933 Samengesteld Voor De Jaarvergadering op Book Archivaris Ir. F. J. J. Dootjes de Bussy, Amsterdam.

Ooskust van Sumatra Instituut, Kroniek 1931-1939 Samengesteld Voor De Jaarvergadering op Book Archivaris Ir. F. J. J. Dootjes de Bussy, Amsterdam.

Ooskust van Sumatra Instituut, Kroniek 1940 Samengesteld Voor De Jaarvergadering op Book Archivaris H. Veersema de Bussy, Amsterdam.

Staatsblad van Nederlandsch Indie

Staatsblad van Nederlandsch Indie No. 21 Tahun 1887

Staatsblad van Nederlandsch Indie No. 250a Tahun 1873

Staatsblad van Nederlandsch Indie No. 207 Tahun 1897

Staatsblad van Nederlandsch Indie No. 301 Tahun 1898

70

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Staatsblad van Nederlandsch Indie No. 283 Tahun 1917

Staatsblad van Nederlandsch Indie No. 288 Tahun 1917

Staatsblad van Nederlandsch Indie No. 413 Tahun 1920

B. Buku, Jurnal, Artikel, Skripsi, dan Internet. Aanrooi, Francien van. 2014. De Koloniale Staat (Negara Kolonial) 1854-1942, Edisi Revisi. Leiden: Tanpa Penerbit. Abdurrahman, Dudung. 1999. Metode Penulisan Sejarah. Jakarta: Logos Wacana Ilmu. Anderson, Jhon. 1971. Mission to the East Coast of Sumatra in 1823. London: Oxford University Press.

Anonim. 1910. Decentralisatie Besluit en Locale Raden Ordonnantie. Surabaya: E Fuhri & Co.

B., Pubi K., 1938, Deli Data 1863-1938, Amsterdam: Druk de Bussy Amsterdam.

Basundoro, Purnawan. 2016. Pengantar Sejarah Kota. Yogyakarta: Ombak. Bhasarshah II, Tuanku Luckman Sinar. Tanpa Tahun Terbit. Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur. Medan: Tanpa Penerbit. Breman, Jan. 1997. Menjinakkan Sang Kuli Politik Kolonial Pada Awal Abad Ke-20. Jakarta: PT. Utama Grafiti.

Dalimunthe, Hendri. 2016. “Terbentuknya Keresidenan Sumatera Timur 1858-1887, Tesis S-2, belum diterbitkan. Medan: Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

Darmiati, dkk. 1998. Otonomi Daerah di Hinda Belanda 1903-1940. Jakarta: Arsip Nasional Republik Indonesia.

Ginting, Deni Ardian. 2009. “Sejarah Pergantian Nama Jalan di Kota Medan 1900- 1970”, Skripsi-S1, belum diterbitkan. Medan: Departemen Sejarah Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

Holleman , Mr. J. E. 1933. Decentralisatiewetgeving. Batavia: F. H. Smits.

Kerchman. F.W.M. 1930. 25 Jaren Decentralisatie in Nederlandsch Indie 1905- 1930. Weltevreden: Vereeniging Voor Locale Belangen.

Kuntowijoyo. 1995. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya.

71

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Khan, Johannes Benedictus. 1935. Bindjei: Een Gemeente Binnen Zelfbestuurs Gebied. Meppel: Drukkerij en Uitgeverszaak B. Ten Brink.

Lapian, A.B, dkk. 2012. Indonesia Dalam Arus Sejarah Jild 5: Masa Pergerakan Kebangsaan. Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve.

Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. 2004. Dasar-dasar Demografi. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Lubis, Muhammad Aziz Rizky. 2016. “Pertanian Karet Rakyat di Tapanuli 1908- 1942”, Skripsi-S1, belum diterbitkan. Medan: Departemen Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

Muji, Ruli dan Septina Alrianingrum. 2013. “Gemeente Probolinggo 1918-1926”, dalam Avatara: e-Journal Pendidikan Sejarah Vol. 1 No. 3 Universitas Negeri Surabaya. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya. Nurcholish, Hanif. 2005. Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah. Jakarta: Grasindo.

Nurhamidah. 1983. Medan Pada Masa Pemerintahan Gemeente. Skripsi S-1, belum diterbitkan. Medan: Departemen Sejarah Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

Pelzer, Karl J.1985. Toean Keboen dan Petani: Politik Kolonial dan Perjuangan Agraria. Jakarta: Sinar Harapan.

Prayudi, Gusti Muhammad dan Dewi Salindri. 2015. Pendidikan Pada Masa Pemerintahan Kolonial Belanda di Surabaya Tahun 1901-1942”, dalam Publika Budaya Vol. 1 (3) Universitas Jember. Jember: Program Studi Ilmu Sejarah Fakultas Sastra Universitas Jember.

Putri, Atika Ananda. 2019. Gemeente Tebing Tinggi 1917-1942. Skripsi S1, belum diterbitkan. Medan: Program Studi Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

Said, Mohammad. 1990. Koeli Kontrak Tempo Doeloe Dengan Derita dan Kemarahannya. Medan: PT. Harian Waspada.

Schadee, W.H.M. 1918. Geschiedenis van Sumatra’s Oostkust deel I. Amsterdam: Oostkust van Sumatra Instituut.

72

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ______. 1919. Geschiedenis van Sumatra’s Oostkust deel II. Amsterdam: Oostkust van Sumatra Instituut.

Schrieke, J.J. 1920. Bepalingen en Beginselen der Decentralisatie van 1903. Weltevreden: Commissie Voor De Volkslectuur. Sinar, Tengku Luckman. 1985. Hari Jadi Kota Binjai. Dalam makalah, belum diterbitkan, Medan: Tanpa Penerbit.

Stibbe, D.G dan E.M. Uhlenbeck.1920. Encyclopaedi van Nederlandsch Indie. Leiden: Martinus Nijhof.

Sudarmawan, Widi dan Purnawan Basundoro. 2013. Aktivitas Gemeente Surabaya Tahun 1906-1942. Surabaya: Universitas Airlangga. Sugiyono, dkk. Tanpa Tahun Terbit. Peta Jalan Pendidikan Indonesia. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta. Suprayitno. 2015. Sejarah Kota Binjai: Sebuah Tinjauan Singkat Menuju ke Arah Penulisan Sejarah Kota, dalam Karya Ilmiah, belum diterbitkan, Medan: Tanpa Penerbit.

Tim Pengumpulan, Penulisan Data dan Penulisan Sejarah Pemerintahan Departemen Dalam Negeri Propinsi Daerah Tingkat I Sumatera Utara. 1991. Sejarah Perkembangan Pemerintahan Departemen Dalam Negeri di Propinsi Daerah Tingkat I Sumatera Utara (Masa Pemerintahan Pendudukan Kolonial dan Jepang). Medan: Tanpa Penerbit.

Volkstelling 1930 deel IV Inheemsche Bevolking van Sumatra (Cencus of 1930 in Indie volume IV Native Population in Sumatra), Batavia: Departemen van Economische Zaken, 1933.

Volkstelling 1930 deel VIII Overzicht voor Nederlandsch-Indie, Batavia: Departement van Economische Zaken, 1936.

Weisfelt, J. 1972. De Deli Spoorweg Maatschappij Als Factor In De Economische Onwikkeling van De Oostkust van Sumatra. Rotterdam: Bronder-Offset N.V.

Westerman, Willem 1901. De Tabaks Cultuur Op Sumatra’s Oostkust. Amsterdam: J.H. de Bussy.

Wignjosoebroto, Soetandyo. 2004. Desentralisasi Dalam Tata Pemerintahan Kolonial Hindia-Belanda. Malang: Bayumedia Publishing.

73

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Wikipedia., Kota Binjai., https://id.m.wikipedia.org (diakses pada Kamis, 2 Januari 2020 pukul 15.37 wib).

74

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

LAMPIRAN

75

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA LAMPIRAN I

Keputusan Pemerintah Mengenai Penetapan Binjai Sebagai Gemeente

76

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

77

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

78

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

79

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Sumber: Staatsblaads Nederlandsch Indie No. 283, Tahun 1917

80

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA LAMPIRAN II

Peta Gemeente Binjai (1932)

Sumber: Leiden University Libraries (diakses dari www.colonialarchitecture.eu)

81

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA LAMPIRAN III Stasiun Kereta Api Binjai (1900)

Sumber: Leiden University Libraries (diakses dari www.colonialarchitecture.eu)

LAMPIRAN IV

Hospitaal Bangkattan Binjai (1930)

Sumber: Leiden University Libraries (diakses dari www.colonialarchitecture.eu)

82

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA LAMPIRAN V Watertoren Binjai (1934)

Sumber: Leiden University Libraries (diakses dari www.colonialarchitecture.eu)

LAMPIRAN VI

Hoofdweg Binjai (1930)

Sumber: Leiden University Libraries (diakses dari www.colonialarchitecture.eu)

83

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA LAMPIRAN VII

Passar Binjai (1890)

Sumber: Leiden University Libraries (diakses dari www.colonialarchitecture.eu)

LAMPIRAN VIII

Nieuwe Passar Binjai (1930)

Sumber: Leiden University Libraries (diakses dari www.colonialarchitecture.eu)

84

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA LAMPIRAN IX

Mosqee Binjai (1920)

Sumber: Leiden University Libraries (diakses dari www.colonialarchitecture.eu)

LAMPIRAN X

Anggota Gemeenteraad Binjai tahun 1930, bersama Voorzitter E. J. Burger.

Sumber: Leiden University Libraries (diakses dari www.colonialarchitecture.eu)

85

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA