LAMPIRAN.Pdf
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
LAMPIRAN TRANSKRIP WAWANCARA (28 Mei 2021 via Zoom) NARASUMBER: Haris Mahardiansyah - Digital Manager Kompas TV Roro Ajeng Sekar Arum - Digital Strategist (Social Media Publication and Optimation) Kompas TV Yulia: Berapa banyak anggota dari Departemen Digital Kompas TV? Haris: Departemen Digital saat ini anggotanya 82 orang termasuk saya Yulia: Apakah 28 orang ini sudah terbagi untuk handle setiap beberapa media sosial? Haris: Kalau secara struktur terbagi menjadi 3 bagian. Di bawah saya ada Content and Distribution Lead. Jadi ada leader, superintendent (pengawas) yang mengurusi untuk membuat konten dan mendistribusikannya. Di dalamnya terdapat tim content creator (jika di newsroom levelnya ada produser dan reporter), lalu ada video editor, serta ada motion graphic designer dan semua itu tergabung dalam content and distribution lead. Berikutnya ada redaktur pelaksana beserta wakilnya, tugasnya untuk penulisan artikel teks. Kemudian ada juga asisten redaktur, asisten editor, kemudian ada juga editor ketik/penulisan. Lalu satu tim lagi ada Social Media Publication and Optimation yang diketuai oleh Mba Roro yang mengurusi social media, promo, business strategic yang terkait dengan media sosial, serta ada optimasi Search Engine Optimization (SEO). Yulia: Sudah ada YouTube, Instagram, dan Twitter. Mengapa tiba-tiba beralih ke TikTok? Haris: Kami ini justru baru untuk mempunyai akun TikTok, dan kami bukan beralih tapi melebarkan sayap untuk menjangkau audience baru. YouTube kita (Kompas TV) sudah besar dan bisa dibilang most watch for news channel di Indonesia karena subscriber untuk kategori news besar, kemudian views kami tertinggi. Setelah itu facebook besar juga, twitter dan Instagram. Tapi pada tahun 2019 akhir TikTok mulai booming, kemudian kami sudah tahu bahwa TikTok potensial karena penggunannya tumbuh dan kemudian dominasi anak anak muda, bahkan remaja. Ketika itu kami memutuskan untuk membuat terlebih dahulu akun TikTok, setelah bikin kita bingung mau diisi dengan apa, karena yang kita tahu TikTok ini konten dalam bentuk portrait dan durasi video hanya 15 detik. Meskipun sebetulnya jika ditayangkan di TV, durasi 15 detik itu lama karena kutipan-kutipan wawancara, doorstep (doorstop) lalu dimunculkan di TV dalam waktu 10-15 detik sebetulnya sudah cukup lama. Lalu karena saat itu TikTok muncul dengan joget-jogetan, lucu-lucuan itu yang membuat kita bingung news mau kita apain dengan gaya seprti itu. Akhirnya cuma sekadar memiliki akun TikTok serta mengamankan nama (Kompas TV), jadi ketika ditanya orang-orang sudah punya akun TikTok kita pun bisa menjawab sudah punya. Lalu 2020 barulah TikTok makin besar secara company maupun audience. Akhirnya kami di-approach sama Manager Partnership TikTok dan mengatakan bahwa pengguna TikTok itu juga mencari informasi dan berita. Kami pun mengatakan kepada beliau bahwa kami pun sebetulnya juga mempunya akun TikTok, namun belum ada isinya karena kami kebingungan. Pihak Manager Partnership TikTok memberika solusi kepada kami bahwa TikTok sudah bisa diisi dengan durasi lebih dari 15 detik, bahkan untuk partner premium (media) durasinya bisa panjang sampai 30 menit, yang penting template dibuat yang menarik untuk menggaet audience di TikTok. Mulai saat itu, kami mencoba untuk upload konten berita Kompas TV ke TikTok. Untuk saat ini, memang masih upload potongan dari news bulletin dan TV, belum ada konten buatan sendiri (orang bacain berita ataupun bikin berita). Tapi syukur alhamdulilah, potongan berita itu sudah bisa merebut para pengguna TikTok, sampai saat ini follower sudah mencapai 600rb-an. Yulia: Dalam setiap hari apakah ada jadwal postingan (jumlah postingan per hari serta karakter konten) untuk TikTok dan Instagram? Haris: Kami di Kompas TV Digital memakai cara Produce One, Distribute Many. Jadi kita membuat satu konten, baik yang eksklusif untuk digital maupun yang kita potong dari TV. Kami membuat satu konten, lalu didistirbusikan ke berbagai platform, sekali produksi konten kami distribusikan ke Youtube, Facebook, Instagram, Twitter, TikTok. Yang membedakan paling untuk TikTok template kita ubah sedikit dan Instragram pun juga demikian, tapi secara konten sama hanya template untuk menyesuaikan platform. Jadi belum ada perbedaan spesifik untuk TikTok dan Instagram seperti apa, kecuali untuk konten yang disponsori (mis. ada sponsor yang hanya mau videonya muncul di Instagram, jadi mengikuti permintaan sponsor untuk konten sponsor hanya muncul di Instagram jadi tidak akan muncul di platform lain) Roro: Selain produce one distribute many, per harinya di media setiap saat ada berita baru, jadi otomatis akan sangat berbeda jika misalnya comparing (dibandingkan) dengan agensi dan media sosial brand lainnya karena biasanya mempunyai content plaining. Sedangkan di media sosial Kompas TV, kami cenderung memikirkan strategi bulan ini atau strategi yang mau dijalankan dalam waktu 3 bulan ke depan, jadi fokus pada strateginya (mis. fokus untuk views dan engagement). Untuk saat ini yang kita kejar (mis. strategi di YouTube perbanyak kuantitas, kita akan coba di media sosial lain). Jadi strategi yang diterapkan di media sosial yang sudah sukses (bahkan facebook dan youtube) akan kita coba kelola di platform media sosial yang sudah dikelola dengan baik. Maka terlihat jumlah postingan Ig per hari lebih banyak daripada TikTok karena rekomendasi dari TikTok sendiri, bahkan ketika partneran dengan TikTok dalam satu minggu minimal 25 konten (tidak jauh patokan tapi tetap memenuhi standar kerjasama). Dari partnership TikTok sendiri, dalam seminggu minimal 25 konten dan jika konsinten melakukan terus menerus kami akan mendapatkan fitur-fitur penunjang dari TikTok. Jadi pemenuhan kami lebih kepada standar kerjasama dan best practice dari TikTok itu sendiri. Maka dari itu, bisa terlihat postingan di Ig lebih banyak di TikTok dan tidak ada penjadwalan spesifik tetapi per hari yang dijalankan saat ini (per 2021) 8-10 konten, namun standar per minggu 25 konten untuk TikTok. Untuk Ig dan Twitter daily minimal 15 konten untuk masing-masing platform, kecuali facebook bisa mencapai 40-an karena ada sistem otomatis dari website. Jadi penjadwalan posting berdasarkan current issue yang terjadi pada saat itu, jika misalnya ada konten yang sudah over sharing maka kita akan stop. Yulia: Memperlihatkan hasil analisis kepada narasumber Roro: Periode 2020 berdasarkan pertanyaan tadi yang postingan tiktok 8-10 konten tidak akan sama pada periode 2020 karena pada saat itu kita belum memiliki konten yang banyak jadi memang sangat under quantity. Haris: Kami menyebut posting ig itu Video On Demand (VOD), jadi Ig tidak akan melihat potongan dari TV. IG Kompas TV kita bikin khusus, jadi karakter di Ig sama semua. Sementara TikTok lebih general, bisa memasukan VOD serta potongan dari news bulletin (mis. apa yang menarik saat itu). Namun untuk Ig kita akan membuat sendiri konten untuk Ig (ada tambahan natsound serta musik). Secara jumlah, karena TikTok lebih bebas (potongan news bulletin pun bisa di-upload) pada akhirnya jumlah konten yang di-upload ke TikTok bisa jadi lebih banyak pada hari itu dibanding Ig (karena Ig harus diolah dulu). Kalau TikTok tidak (beradasarkan peristiwa populer) jadi hanya potong dari news bulletin, menambahkan template dan upload. Memang strategi beda, maka dari itu dari cara pengolahan konten juga berbeda serta konten yang diupload tiap platform berbeda bisa jadi salah satu platform lebih banyak. Yulia: Postingan kemitraan berbayar, untuk saat ini apakah di TikTok masih belum diterapkan atau tergantung request dari brand? Haris: Untuk saat ini belum dan memang tergantung request brand Roro: TikTok pun masih belum terjual karena kami masih baru dalam membangun TikTok Yulia: Untuk menjangkau masyarakat, apakah ada survei tiap bulan atau minggu mengenai ketertarikan masyarakat dalam menjangkau Titkok ataupun Instagram dan platform media sosial lainnya? Haris: Jujur tidak ada survei dan belum pernah melakukan survei untuk meningkatkan engagement TikTok dan Ig. Justru memang yg menjadi pr saat ini adalah engagement karena untuk sebuah media berita kami harus benar-benar menjaga nama baik Kompas TV dan sangat berpengaruh kepada engagement yang kami bangun dan tidak bisa sembarangan mengajak orang untuk berpartisipas mengirimkan komen, membuat copywriting untuk action di setiap postingan harus kami pikirkan baik-baik ketika konten di-upload ke Ig dan TikTok jangan sampai mengandung komentar sarkas karena komen bagian dari engagement dan misalkan orang tidak memberi komen tapi pada memberi dislike akan sangat tidak enak, jadi harus menjaga baik citra Kompas TV sehingga berpengaruh dengan engagement. Tapi terkait dengan pertanyaan untuk meningkatkan engangement dan mengadakan survei memang menjadi pr kami bagaimana mengajak orang untuk engage konten yang sudah Kompas TV upload, tetapi tidak menyimpang dari citra Kompas. Roro: Untuk survei secara spesifik (mis. bagaimana pendapatmu…..) baru-baru ini dilakukan dengan mahasiswa terkait sentimen terhadap Kompas TV serta melihat sosial medianya. Sejauh ini yang kami lakukan di internal medsos lebih ke membaca data. Memang kami tidak melakukan sebar kuesioner, tapi sudah harus peka terhadap data yang ada dan evaluasi (mis. kenapa bisa terjadi hal ini, viewsnya besar engagement kecil). Yang kamu lihat performa tahun kemarin, begitu berganti tahun kami juga melihat performa atau data ini berbicara tentang apa (mis. interaksinya kecil), jadi tahun ini ingin fokus untuk meningkatkan engagement seperti apa, strategi apa yang akan dilakukan untuk menyeimbangkan