Akulturasi Islam Dan Budaya Jawa Pada Ruang Liwan Masjid Gedhe Mataram Kotagede

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Akulturasi Islam Dan Budaya Jawa Pada Ruang Liwan Masjid Gedhe Mataram Kotagede Volume 19 Issue 1 April 2021, pages:51-62 Akulturasi Islam dan Budaya Jawa pada Ruang Liwan Masjid Gedhe Mataram Kotagede Islamic And Javanese Culture’s Acculturation in The Liwan Room Of ‘Gedhe Mataram’ Mosque Kotagede Pradianti Lexa Savitri 1, B. Sumardiyanto 2 Mahasiswa Program Studi Magister Arsitektur Universitas Atma Jaya Yogyakarta 1) Coresponding Author: [email protected] Dosen Pembimbing Program Studi Magister Arsitektur Universitas Atma Jaya Yogyakarta 2) DOI: https://doi.org/10.20961/arst.v19i1.45153 Received: October 23,2020 Revised: February 10,2021 Accepted: February 15,2021 Available online: April 30,2021 Abstract This article aims to demonstrate the acculturation of Islam and Javanese culture in the Liwan Room of “Gedhe Mataram” Mosque, Kotagede. Islamic and Javanese culture’s acculturation in the building, especially mosque, important known to add insight about the tolerance between two cultural elements that can occur in the architecture’s world. Liwan room is part of the space of a mosque which functions as a prayer area. Liwan Room at the “Gedhe Mataram” Mosque, Kotagede has a distinctive design considering this mosque is the first and oldest mosque in Yogyakarta. The development of Islam in Java, especially in Yogyakarta, resulted in the transformation of local civilizations. Islam and Javanese culture itself are two different elements and have their own value. The entry of Islamic culture to Java had an impact on the acculturation of Islam and Javanese culture, where Javanese culture had already lived during the time of the Javanese Hindu kingdoms. The method used is a qualitative research method with a philosophical approach supported by observation and library studies. As a result, there is an acculturation of Islam and Javanese culture in the Liwan Room of “Gedhe Mataram” Mosque, Kotagede in layout, interior elements and ornaments in the Liwan room. Keywords: acculturation, Islam, Javanese Culture, mosque 1. PENDAHULUAN diartikan merupakan sebuah konsep suku bangsa yang tak lepas dari sebuah pola aktivitas Kebudayaan menjadi bagian dari denyut nadi masyarakat serta dipengaruhi oleh faktor sebuah masyarakat dalam satu wilayah. geografis. Kebudayaan meliputi agama, sistem sosial, ekonomi, politik, seni, arsitektur, dan lain Faktor geografis ini akan menentukan sebagainya. Kebudayaan memiliki nilai penting bagaimana kebudayaan lain dapat masuk dan yang menjelaskan mengenai konsep kehidupan menyesuaikan diri dengan pola kehidupan yang masyarakatnya. Menurut Koentjaraningrat telah dijalani oleh masyarakat setempat. (2009, hlm. 67) kebudayaan daerah bisa Masuknya kebudayaan dari luar tersebut Arsitektura : Jurnal Ilmiah Arsitektur dan Lingkungan Binaan, Vol. 19 (1) April 2021: 51-62 memungkinkan terjadinya suatu akulturasi nilai hierarkis yang sakral yaitu energi Ilahi yang budaya, contohnya seperti pada saat meresapi seluruh kosmos dan bukanlah hasil kebudayaan Islam masuk untuk pertama relasi individu dengan individu lain ataupun kalinya di Jawa. Saat itu masyarakat Jawa kelompok (Kresna, 2013). Masyarakat Jawa sendiri telah memiliki budaya lokal yang juga lekat dengan kepercayaan yang penuh beraneka ragam, sehingga ketika Islam masuk mitologisasi, sakralisasi, dan mistifikasi, tidak serta merta menggeser kebudayaan dimana mitos bagi masyarakat Jawa merupakan tersebut. orientasi spiritual dan mental untuk berhubungan dengan Tuhan (Fitri, 2012). Transformasi kebudayaan berupa akulturasi Filosofi budaya pada masyarakat Jawa merujuk antara Islam dan budaya Jawa diakibatkan oleh pada adanya jagad gedhe (alam besar) dan muncul dan berkembangnya Islam di Jawa yang jagad cilik (alam kecil) dimana manusia yang memberikan dampak pada peradaban lokal dianggap sebagai bagian dari mikrokosmos yang telah mengakar dan berkembang pada harus dapat hidup berdampingan dengan alam masa kejayaan Kerajaan Hindu-Budha. sebagai makrokosmos. Hubungan yang Akulturasi tersebut terjadi pada segi arsitektur, harmonis secara vertikal ini juga memunculkan seni, dan berbagai tradisi dalam kehidupan pandangan mengenai alam suci sebagai sumber sehari-hari terutama dalam perayaan hari besar pemberi kehidupan (Cahyandari, 2012). agama Islam. Pandangan kosmologi masyarakat Jawa Akulturasi merupakan sebuah proses dimana dianggap sebagai komponen sakral dimana sebuah kelompok individu dengan kelompok akhirnya melahirkan pandangan mengenai individu lain yang memiliki budaya yang sumbu sakral berupa sumbu Utara-Selatan, berbeda saling bersinggungan dan berinteraksi gunung-laut, serta timur-barat dikarenakan secara langsung sehingga terjadi perubahan terpengaruh budaya Majapahit (Santoso, terhadap pola dari budaya yang yang satu ke Setioko, & Pendelaki, 2015). Dalam kosmologi yang lain atau bisa terjadi dalam dua arah. Jawa, kerajaan juga dianggap sebagai pusat Dalam salah satu tulisannya M.M Gordon ‘dunia’ yang dipimpin oleh seorang raja yang terdapat tujuh variabel yang harus dikaji dalam diidentifikasikan sebagai pusat alam semesta proses asimilasi dimana salah satunya adalah (yang harus dijaga) dimana dalam tradisi Asimilasi budaya atau perilaku atau lebih Hindu-Budha raja dianggap perwujudan dewa, dikenal dengan sebutan akulturasi dimana atau secara Islami dianggap memiliki kebajikan terdapat penyesuaian-penyesuaian yang terjadi yang diwakili oleh para dewa tersebut pada pola kebudayaan terhadap kelompok yang (Behrend, 1989). lebih dominan. Proses akulturasi ini membuat Islam datang di Jawa pada masa pemerintahan dua budaya yang bersinggungan tersebut dapat kerajaan Hindu-Budha melalui para pedagang menerima masing-masing nilai yang yang terdiri dari para imigran yang membawa dibawanya. Proses dalam akulturasi dapat Islam melalui proses dialektika (Muqoyyidin, berhasil jika terdapat sebuah penerimaan tanpa 2012). Masa transisi religi dari Hindu-Budha ke rasa terkejut sebagai wujud sebuah Islam terjadi di tandai dengan munculnya persenyawaan (affinity). Persenyawaan ini kerajaan Islam di Indonesia. Kerajaan dapat diibaratkan sebagai sebuah ‘penyerap’ Majapahit sebagai kerajaan Hindu paling besar menurut Gillin atau sebuah penjiwaan menurut digantikan oleh Kerajaan Demak yang muncul Amman. Dari hal tersebut dapat ditarik sekitar pertengahan akhir abad ke-15 dan kesimpulan bahwa akulturasi memiliki ciri utama dimana terdapat penerimaan kebudayaan memiliki corak Islam (Ngationo, 2018). Pada masa transisi tersebut, penggunaan simbol- asing yang diolah ke dalam kebudayaan lokal simbol Hindu pada sebuah karya arsitektur tanpa menghilangkan identitas asal (Roszi, masih digunakan dikarenakan perubahan 2018). dengan masuknya corak Islam tidak terjadi Sistem kekuasaan dalam pandangan Jawa dengan mudah. Gaya arsitektur Islam seperti memiliki konsepsi kesakralan dalam bentuk masjid yang dominan memiliki gaya arsitektur wahyu (dewa/raja) dimana seluruh instrumen Timur Tengah tidak dibawa melainkan pendukungnya tunduk pada suatu sistem bertransformasi menggunakan bentuk-bentuk 52 Pradianti Lexa Savitri, B. Sumardiyanto, Akulturasi Islam dan ... lokal. Karakteristik budaya pada material yang menjadi masjid utama kerajaan dan menjadi dihasilkan seperti bangunan maupun data salah satu elemen pokok dari konsep Catur artefaktual merupakan salah satu aspek yang Gatra Tunggal pada masa Keraton Mataram dapat digunakan untuk meninjau bentuk Islam. Konsep ini juga sering disebut dengan akomodatif Islam dengan budaya lokal Civic Center dimana kota menjadi pusat (Handoko, 2014). Hal inilah yang berbagai kegiatan masyarakat, memiliki 4 menyebabkan bentuk dan corak bangunan bangunan dan poin pokok yang Hindu-Budha masih tampak pada bangunan menggambarkan aspek-aspek pendukung arsitektur masjid dan makam, seperti pada dalam suatu kota yaitu keraton sendiri sebagai bagian atap, gapura, dan ornamen berupa tempat tinggal raja, pasar sebagai pusat simbol-simbol. perekonomian, alun-alun sebagai ruang publik dan masjid sebagai tempat beribadah. Hal Penyebaran Islam oleh Walisongo di Jawa tersebut serupa dengan konsep yang menggunakan pendekatan tasawuf (mistik dikemukakan oleh Selo Soemardjan mengenai Islam) dan dilakukan bertahap tanpa adanya konsep tata ruang negara Jawa Mataram penolakan terhadap kebudayaan lokal. berbentuk suatu sistem lingkaran dengan empat Disinilah Islam menunjukkan adanya toleransi radius berbeda yang disusun hierarkis dimana dan persamaan derajat pada saat pandangan pada radius pertama terdapat pagar-keliling dalam masyarakat Hindu-Budha memiliki (benteng) yang di dalamnya terdiri dari penekanan terhadap perbedaan derajat. Hal ini Keraton, beserta bangunan penunjang seperti kemudian menjadi daya tarik terutama bagi alun-alun dan masjid (Soemardjan, 1962). kalangan pedagang Islam dengan orientasi kosmopolitan yang mendapat panggilan untuk Masjid Gedhe Mataram Kotagede terletak di mengambil kekuasaan politik dari tangan Kelurahan Jagalan, Kecamatan Banguntapan penguasa (Majapahit). Bantul, tepatnya di selatan Pasar Kotagede. Masjid ini diperkirakan berdiri pada 1587-1601 Aspek struktur hingga setting perencanaan oleh Panembahan Senopati Sutowijaya sosial politik pada bangunan masjid di Jawa (Gambar 1). Posisi komplek masjid dan makam didominasi oleh tradisi Jawa. Hal ini merujuk terletak di sebelah barat alun-alun dan dibatasi pada pernyataan seorang peneliti bernama oleh jalan membujur ke utara-selatan. Masjid Wustol Basri (2010) yang menyatakan bahwa dan makam tersebut seluruhnya adalah bagian bangunan masjid di area Keraton lebih dari komplek Pasareyan atau makam bagi menitikberatkan pada kultur Jawa bukan kultur keluarga raja Mataram
Recommended publications
  • The Influence of Hindu, Buddhist, and Chinese Culture on the Shapes of Gebyog of the Javenese Traditional Houses
    Arts and Design Studies www.iiste.org ISSN 2224-6061 (Paper) ISSN 2225-059X (Online) Vol.79, 2019 The Influence of Hindu, Buddhist, and Chinese Culture on the Shapes of Gebyog of the Javenese Traditional Houses Joko Budiwiyanto 1 Dharsono 2 Sri Hastanto 2 Titis S. Pitana 3 Abstract Gebyog is a traditional Javanese house wall made of wood with a particular pattern. The shape of Javanese houses and gebyog develop over periods of culture and government until today. The shapes of gebyog are greatly influenced by various culture, such as Hindu, Buddhist, Islamic, and Chinese. The Hindu and Buddhist influences of are evident in the shapes of the ornaments and their meanings. The Chinese influence through Islamic culture developing in the archipelago is strong, mainly in terms of the gebyog patterns, wood construction techniques, ornaments, and coloring techniques. The nuance has been felt in the era of Majapahit, Demak, Mataram and at present. The use of ganja mayangkara in Javanese houses of the Majapahit era, the use of Chinese-style gunungan ornaments at the entrance to the Sunan Giri tomb, the saka guru construction technique of Demak mosque, the Kudusnese and Jeparanese gebyog motifs, and the shape of the gebyog patangaring of the house. Keywords: Hindu-Buddhist influence, Chinese influence, the shape of gebyog , Javanese house. DOI : 10.7176/ADS/79-09 Publication date: December 31st 2019 I. INTRODUCTION Gebyog , according to the Javanese-Indonesian Dictionary, is generally construed as a wooden wall. In the context of this study, gebyog is a wooden wall in a Javanese house with a particular pattern.
    [Show full text]
  • Bulletin Narasimha 2008
    Pengantar Redaksi Pengantar Redaksi________________________________________3 Catatan Redaksi__________________________________________4 Perkembangan Pengelolaan Sumber Daya Arkeologis_____________6 Pencagarbudayaan di DIY_________________________________12 Kawasan Imogiri Strategi Pelestarian dan Pemanfaatannya_______23 Candi Prambanan Didirikan Di Atas Bekas Aliran Sungai__________36 Candi Kalasan Pasca Gempa Tektonik 27 Mei 2006_____________43 Rehabilitasi Candi Prambanan Sebagai Atraksi Wisata___________51 Pelaksanaan Emergency dan Rehabilitasi_____________________57 Berita Kegiatan BP3 dan Temuan Benda Cagar Budaya__________ 63 Penghargaan Pelestari Benda Cagar Budaya___________________68 2 Pengantar Redaksi Pengantar Redaksi Buletin Narasimha Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada tahun 2008 terbit perdana. Media cetak ini didedikasikan sebagai wahana untuk merefleksikan pemikiran tentang berbagai aspek yang inheren dengan permasalahan pelestarian benda cagar budaya, situs, kawasan cagar budaya, dan persoalan-persoalan lain yang terkait. Pada dasarnya persoalan pelestarian sumberdaya arkeologi dapat dilakukan dengan pendekatan multidisipliner dan multidimensional. Berbagai pendekatan itu dapat dikonfigurasikan sebagai gagasan dan pemikiran di dalam media ini. Pada edisi ini berbagai aspek pelestarian benda cagar budaya di presentasikan sebagai urgensi pembahasan utama. Relevan dengan permasalahan tersebut juga dikupas tentang upaya BP3 DIY melakukan penetapan Benda Cagar Budaya berbagai
    [Show full text]
  • Akulturasi Dan Inkulturasi Budaya Di Gereja Hati
    1 2 Pengantar Redaksi Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas karuniaNya, Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 2009 ini dapat menerbitkan kembali Bulettin Narasimha. Berbagai ide-ide, pemikiran, dan refleksi kritis mengenai aspek-aspek pelestarian, dinamika kawasan, nilai manfaat pusaka budaya, partisipasi masyarakat, lanskap, inkulturasi budaya, dan presentasi potensi budaya dituangkan dalam bentuk tulisan di media ini. Pada bulletin edisi saat ini di samping mewadahi berbagai pemikiran dari kalangan internal BP3 juga dari kalangan eksternal yaitu akademisi maupun tokoh pelestari dari Kotagede Yogyakarta. Sebagai tulisan utama diekspose mengenai dinamika masyarakat kawasan cagar budaya Kotagede, aspek nilai manfaat kawasan cagar budaya Kotagede, dan aspek partisipasi masyarakat di kawasan cagar budaya. Di samping itu, juga terdapat berbagai tulisan yang mempunyai relevansi dengan berbagai aspek perlindungan, pengetahuan tentang lanskap Prambanan, kawasan Pecinan, peran inkulturasi budaya dalam rangka pelestarian dan, serta peran multi media di dalam mempresentasikan potensi budaya kepada masyarakat. Sebagai pendukung yaitu tentang tulisan mengenai berbagai implementasi program tentang kegiatan bimbingan teknis pemugaran dan perawatan struktur kayu, work shop pelestarian bangunan tradisional, dan perawatan bangunan tradisional di Kotagede. Di samping itu, dilengkapi dengan beberapa kegiatan pemugaran di Candi Ijo dan Ratu Baka. Berbagai tulisan tersebut di atas semoga bermanfaat bagi masyarakat pecinta pusaka budaya, mahasiswa, pelajar, dan akhirnya dapat menambah referensi khasanah pustaka budaya pada umumnya. Redaksi Narasimha 3 Catatan Redaksi : Partisipasi Masyarakat dalam Pelestarian Tema Hari Ulang Tahun (HUT) Purbakala ke-96 tahun 2009 di Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Daerah Istimewa Yogayakarta (BP 3 DIY) tahun ini yaitu Bersama Masyarakat Kita Lestarikan Cagar Budaya.
    [Show full text]
  • Kajian Ornamen Gorga Di Rumah Adat Batak Toba
    Jurnal Arsitektur ALUR - Vol.2 No.1 April 2019 KAJIAN ORNAMEN GORGA DI RUMAH ADAT BATAK TOBA (Studi Kasus : Di Kawasan Desa Wisata Tomok, Huta Siallagan dan Huta Bolon Di Kabupaten Samosir) Dearma A Saragih(1), Yulianto, ST,M.ENG(2), Ir. Raimundus Pakpahan ST.MT(3) (1)Mahasiswa, Prodi Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Katolik Santo Thomas Sumatera Utara (2) Staff Pengajar, Prodi Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Katolik Santo Thomas Sumatera Utara Email: [email protected] (3) Staff Pengajar, Prodi Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Katolik Santo Thomas Sumatera Utara Email: [email protected] Abstract One of the interesting cultural potentials to be studied is traditional houses. This traditional house has its own uniqueness in every area. One of the uniqueness can be seen from the many ornaments in it. Diversity has its own meaning and function. Ornaments is one of the historical heritage of Indonesia where almost all the tribes in Indonesia can be found various kinds of ornaments that reflect the techniques of each region in Indonesia. Ornament Batak Toba is one of the many ornaments that exist in this country Indonesia. Toba Batak ornament can be found in North Sumatera Province precisely in Samosir regency which always apply Toba Batak ornament as decoration or as identity in important building for Batak Toba, for example in traditional house building in Huta Siallagan, Tomok Village and Huta Bolon.This research is classified in research using descriptive-comparative research method, doing the study by comparing the existing ornaments in these three villages with theories about Ornaments Gorga Rumah Adat Batak Toba, then do the analysis of the condition in accordance with the theory used as a reference Keywords: Culture, Traditional House, and Ornament Abstrak Salah satu potensi kebudayaan yang menarik untuk diteliti adalah rumah adat.
    [Show full text]
  • Congratulations
    Pelestarian Bangunan Masjid Al Aqsa Manarat Qudus (Masjid Menara Kudus) Jawa Tengah Rohadatul Aisy1 dan Antariksa2 1 Mahasiswa Program Studi Sarjana Arsitektur, Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya 2 Dosen Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya Alamat Email penulis: [email protected]; [email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengkaji karakter bangunan Masjid Al Aqsa Manarat Qudus (Masjid Menara Kudus) yang meliputi karakter visual, spasial dan struktural bangunan, serta menentukan strategi pelestarian yang dapat digunakan pada bangunan tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan tiga macam pendekatan, yaitu metode deskriptif analisis, metode evaluatif dan metode development. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa karakter bangunan Masjid Menara Kudus ditentukan oleh beberapa elemen, yaitu antara lain elemen karakter visual memperhatikan keseluruhan elemen yang membentuk fasade eksterior maupun interior dari Masjid Menara Kudus, seperti gaya bangunan, pintu, jendela, dan dinding. Karakter spasial yaitu organisasi ruang dan orientasi bangunan, dan karakter struktural dengan menganalisa susunan struktur bagian atas yang ada pada Masjid Menara Kudus. Dari hasil analisa ketiga karakter tersebut, nantinya dapat ditentukan hasil berupa arahan pelestarian yang sesuai dengan setiap elemen-elemen bangunan yang ada di Masjid Menara Kudus. Kata kunci: masjid, karakter bangunan, strategi bangunan ABSTRACT This study aimed to analyze and find character of buildingAl Aqsa Manarat Qudus Mosque (Menara Kudus Mosque) which includes character of visual, spatial and structural of the building, and determine strategies that can be used in the preservation of the building. This study was a descriptive study using three types of approaches, which are method of description analysis, evaluative method (weighting) and method of development.
    [Show full text]
  • The Effect of Functional Transformation on the Joglo Traditional House Concept (A Case Study of Muncul Jaya Restaurant) Tri Susetyo Andadari*, Suzanna Ratih Sari *
    International Journal of Scientific and Research Publications, Volume 9, Issue 7, July 2019 55 ISSN 2250-3153 The Effect Of Functional Transformation On The Joglo Traditional House Concept (A Case Study of Muncul Jaya Restaurant) Tri Susetyo Andadari*, Suzanna Ratih Sari * * Magister of Architecture Department, Diponegoro University DOI: 10.29322/IJSRP.9.07.2019.p9110 http://dx.doi.org/10.29322/IJSRP.9.07.2019.p9110 Abstract-There are many philosophies that build upon a Joglo Javanese houses built in the shape of Joglo. This is why it leads traditional house in its era, from the decided location, building to the need for a study of a modern Joglo house. orientation, manufacturing period, differentiating the sections and ornaments that decorate the house. Unfortunately, this The object of the research was done at the Muncul Jaya phenomenon is hardly to be found in this digital era nowadays. Restaurant in central Java, Indonesia, where it is clearly can be seen that the restaurant’s shape is ethnical and it took the concept Muncul Jaya Restaurant was built by ethnical concept in the of Joglo traditional house, but its design had transformed from a shape of Joglo traditional building. It is very attractive in the house that functioned as a residential to a commercial functioned middle of this modern architectural works. Joglo is used to be a house, a restaurant. resident-able house but it is adapted to be a commercial purpose which is a restaurant. This functional transformation leads to the Along with quantitative paradigm and self-interpretated analysis needs of the reseach about Joglo as an original traditional house.
    [Show full text]
  • Form and Function Changes of Pendhapa (Traditional Javanese Hall)
    Journal of Education and Social Sciences, Vol. 5, issue 2, (October) ISSN 2289-1552 2016 FORM AND FUNCTION CHANGES OF PENDHAPA (TRADITIONAL JAVANESE HALL) Tri Prasetyo Utomo Student of Cultural Studies Department, Posgraduated, Universitas Sebelas Maret [email protected]. Bani Sudardi Profesor of Cultural Studies Department, Posgraduated, Universitas Sebelas Maret [email protected] ABSTRACT The discussion of pendhapa (Javanese traditional hall) in this paper is more emphasis on the form and change its function. Pendhapa generally shaped Joglo, and is the only house that is owned by the noble persons. Joglo is in square a with four-poster as the main pillar that often called Saka Guru. The four pillars support the roof towering in the middle is called the roof Brunjung. Pendhapa initially serves as a gathering place, deliberation and social interaction between citizens to know each other. In Javanese architecture, pendhapa called Home Front and serves as a living room. However, in its development pendhapa can also function as a commercial space. It is associated with the development of the culture and lifestyle of the people, especially those in Surakarta. Key word: pendhapa, Form and Function. HOUSE IN THE JAVANESE COMMUNITY Javanese cultural life in the city of Surakarta is a Javanese civilization rooted in the Kingdom. This civilization has a history of literature that has been there since four centuries ago, and has the art developed in the form of dance and sound art Kraton, and marked if a religious life that is highly syncretistic, a mixture of elements of Hinduism, Buddhism, and Islam. This is especially true in the city of Kraton Surakarta, where growing dozens of contemporary religious movement, called the movement psychotherapy.
    [Show full text]
  • Kotagede Yogyakarta
    J. Appl. Environ. Biol. Sci. , 5(11)1-9, 2015 ISSN: 2090-4274 © 2015, TextRoad Publication Journal of Applied Environmental and Biological Sciences www.textroad.com The Meaning of Public Space in Traditional Houses of Javanese Society Study cases: Kotagede Yogyakarta Sumardiyanto 1*, Antariksa 2, Purnama Salura 3 1Lecturer in Architecture Department at Atma Jaya Yogyakarta University in Yogyakarta, Indonesia 2Senior lecturer in Architecture Department at Brawijaya University in Malang, Indonesia 3Senior lecturerin Architecture Department atParahyangan Catholic University in Bandung, Indonesia Received: May 12, 2015 Accepted: September 30, 2015 ABSTRACT This reseacth aims to reveal an understanding of the public spaces in traditional house of Javanese community. Three traditional houses of joglo types were selected as a representation of form aspects. For the representation of function aspects three life cycle ceremonies namely birth, marriage and death were chosen. The basic approach used was structuralism developed by Levi Strauss combined with categorization aspect in architecture by Capon and rotation function aspect - form - meaning by Salura and Fauzy. The first step in this research is to reveal the surface structure of function aspect by tracing elements and syntagmatic relations of the activities the life cycle.ceremonies. At the same time also made the disclosure the surface structure of form aspect by tracing elements and syntagmatic relations of case study houses. The next step is to analyze the binary opposition to get the paradigmatic relation between function and form aspect surface structure. The results are then interpreted further by linking it with traditional concepts that live in the community. The analysis showed that public spaces in traditional house of Javanese community is an integral part of the Java community in order to find salvation in life.
    [Show full text]
  • LAPORAN PENELITIAN TEKTONIK ARSITEKTUR JOGLO Disusun Oleh
    (Hibah Dosen Muda) LAPORAN PENELITIAN TEKTONIK ARSITEKTUR JOGLO Disusun Oleh: YENNY GUNAWAN, ST., MA. WULANI ENGGARSARI, ST., MT. RAFII PUTRA W. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Katolik Parahyangan (2017) ABSTRACT In contemporary architecture, a certain tectonic character is important not only to accommodate the growing flexible function of a space, but also to resist disaster. Although the two requirement seem to be not related, but in vernacular buildings, the two are interconnected. These common tectonic characters are wood-frame structure –many are on stilt- with single-space room -in the case of Japan, with sliding or movable walls-, knocked down and sometimes portable. It is important to point out that this tectonic character of vernacular architecture emerge directly from the craftsmanship, and handed-down from generation to the next which contains the naming of the structural parts, how the joints are made, as well as the building phases and how the rituals performed in the construction process. Meanwhile, the tectonic character of contemporary architecture today emerged in relation to its material articulation and composition. Whilst the craftsmanship in contemporary architectural production mostly discuss in relation to architect’s design process, which includes drawing, model making, as well as, the technological advancement in architecture, both in the design process (digitalization), and the industrialized building construction process. Thus, this research tries to study the knock down and portability tectonic characters of Joglo –as one of Indonesia’s vernacular architecture which can accommodate the growing flexible function of a space, but also to resist disaster. Hopefully, the result of this study can be used for the creation of adaptable contemporary architecture of the future.
    [Show full text]
  • Case Study: Kotagede, Yogyakarta - Indonesia)
    Culture of Dwelling and Production of Space in the Post - Disaster Urban Transformation Processes (Case Study: Kotagede, Yogyakarta - Indonesia) vorgelegt von Gregorius Sri Wuryanto Prasetyo Utomo M.Arch geb.in Yogyakarta, Indonesien von der Fakultät VI – Planen Bauen Umwelt der Technischen Universität Berlin zur Erlangung des akademischen Grades Doktor der Ingenieurwissenschaften -Dr.-Ing- genehmigte Dissertation Promotionsausschuss: Vorsitzender : Prof. Dr. Philipp Misselwitz Gutachter : Prof. Dr. Peter Herrle Gutachterin : Prof. Dr.-Ing. Andrea Haase Tag der wissenschaftlichen Aussprache: 14.Juli 2014 Berlin 2014 Acknowledgements This dissertation is my academic achievement; a dynamic process of developing knowledge and understanding about people and their culture of dwelling, including their transformation processes. It has been dealt with through an intellectual discourse and many academic encounters, fruitful discussions, and also trial and error processes which have been enriched by emotional integrity in between. This study is critically based on observations and acquaintances with people and their cultures of dwelling in Kotagede, the historical Javanese town in Yogyakarta, Indonesia. From first arriving in the series of field research, I have benefited from the friendship of numerous people who assisted and advised me with various information, knowledge, and data. The following mentioned people all assisted me in various ways. I would like to express my great appreciation and deep gratitude to my supervisors, Prof. Dr. Peter Herrle, and Prof. Dr. -Ing. Andrea Haase for their valuable and constructive suggestions during the planning and development of this research work. Their willingness to give their time so generously has been very much appreciated. Furthermore, I would like to extend my great appreciation to Prof.
    [Show full text]
  • Akulturasi Budaya Dalam Arsitektur Masjid Gedhe Mataram Kotagede
    AKULTURASI BUDAYA DALAM ARSITEKTUR MASJID GEDHE MATARAM KOTAGEDE SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Adab dan Ilmu Budaya UIN Sunan Kalijaga untuk Memenuhi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum) Oleh: Apriyanto NIM: 09120008 JURUSAN SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM FAKULTAS ADAB DAN ILMU BUDAYA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA 2015 i Scanned by CamScanner Scanned by CamScanner Motto: “Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan salat, menunaikan zakat dan idak takut (kepada siapa pun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang- orang yang mendapat petunjuk” (Q.S AT-Taubah ayat 18) v Halaman Persembahan Dengan mengucap syukur kepada Allah SWT, Skripsi ini saya persembahkan kepada: Almamaterku Fakultas Adab dan Ilmu Budaya Uin Sunan Kalijaga Yogyakarta Bapak Nurhabib, ibu Suyati dan seluruh keluarga besarku Nurwiyanto, Sony S Saputra, Dwi umaroh, Kastini, Hartini, Dewi, Sahila dan Nevan Terima kasih atas dukungan dan doanya yang tak pernah putus selalu mendoakan ananda Hanya dengan rahmat dan hidayah allah, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. vi Abstraksi Akulturasi Budaya Dalam Arsitektur Masjid Gedhe Mataram Kotagede Masjid Gedhe Mataram Kotagede, merupakan salah satu masjid tradisional di Jawa. Hingga saat ini keberadaanya masih terjaga dengan baik. Arsitektur masjid Gedhe Mataram merupakan percampuran dari berbagai unsur budaya, mulai dari bangunan utama yang memiliki kesamaan bentuk dengan rumah tradisional Jawa yaitu joglo, sampai konsep masjid dan makam para pendiri kerajaan mataram yang masih bisa kita saksikan saat ini. Sejarah berdirinya masjid Gedhe Mataram Kotagede yaitu pada masa panembahan Senopati pada tahun 1585-1601.
    [Show full text]
  • Inventory of the Oriental Manuscripts of the Library of the University of Leiden
    INVENTORIES OF COLLECTIONS OF ORIENTAL MANUSCRIPTS INVENTORY OF THE ORIENTAL MANUSCRIPTS OF THE LIBRARY OF THE UNIVERSITY OF LEIDEN VOLUME 4 MANUSCRIPTS OR. 3001 – OR. 4000 REGISTERED IN LEIDEN UNIVERSITY LIBRARY IN THE PERIOD BETWEEN 1883 AND 1896 COMPILED BY JAN JUST WITKAM PROFESSOR OF PALEOGRAPHY AND CODICOLOGY OF THE ISLAMIC WORLD IN LEIDEN UNIVERSITY INTERPRES LEGATI WARNERIANI TER LUGT PRESS LEIDEN 2007 © Copyright by Jan Just Witkam & Ter Lugt Press, Leiden, The Netherlands, 2006, 2007. The form and contents of the present inventory are protected by Dutch and international copyright law and database legislation. All use other than within the framework of the law is forbidden and liable to prosecution. All rights reserved. No part of this publication may be reproduced, translated, stored in a retrieval system, or transmitted in any form or by any means, electronic, mechanical, photocopying, recording or otherwise, without prior written permission of the author and the publisher. First electronic publication: 27 October 2006. Latest update: 13 August 2007 © Copyright by Jan Just Witkam & Ter Lugt Press, Leiden, The Netherlands, 2006, 2007 2 PREFACE The arrangement of the present volume of the Inventories of Oriental manuscripts in Leiden University Library does not differ in any specific way from the volumes which have been published earlier. For the sake of brevity I refer to my prefaces in those volumes. A few essentials my be repeated here. Not all manuscripts mentioned in the present volume were viewed by autopsy (but quite a number was indeed inspected). The sheer number of manuscripts makes this impossible. At a later stage this may be achieved, but trying to achieve this at the present stage of inventorizing would seriously hamper the progress of the present project.
    [Show full text]