1 2 Pengantar Redaksi

Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas karuniaNya, Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 2009 ini dapat menerbitkan kembali Bulettin Narasimha. Berbagai ide-ide, pemikiran, dan refleksi kritis mengenai aspek-aspek pelestarian, dinamika kawasan, nilai manfaat pusaka budaya, partisipasi masyarakat, lanskap, inkulturasi budaya, dan presentasi potensi budaya dituangkan dalam bentuk tulisan di media ini. Pada bulletin edisi saat ini di samping mewadahi berbagai pemikiran dari kalangan internal BP3 juga dari kalangan eksternal yaitu akademisi maupun tokoh pelestari dari Yogyakarta. Sebagai tulisan utama diekspose mengenai dinamika masyarakat kawasan cagar budaya Kotagede, aspek nilai manfaat kawasan cagar budaya Kotagede, dan aspek partisipasi masyarakat di kawasan cagar budaya. Di samping itu, juga terdapat berbagai tulisan yang mempunyai relevansi dengan berbagai aspek perlindungan, pengetahuan tentang lanskap Prambanan, kawasan Pecinan, peran inkulturasi budaya dalam rangka pelestarian dan, serta peran multi media di dalam mempresentasikan potensi budaya kepada masyarakat. Sebagai pendukung yaitu tentang tulisan mengenai berbagai implementasi program tentang kegiatan bimbingan teknis pemugaran dan perawatan struktur kayu, work shop pelestarian bangunan tradisional, dan perawatan bangunan tradisional di Kotagede. Di samping itu, dilengkapi dengan beberapa kegiatan pemugaran di Candi Ijo dan Ratu Baka. Berbagai tulisan tersebut di atas semoga bermanfaat bagi masyarakat pecinta pusaka budaya, mahasiswa, pelajar, dan akhirnya dapat menambah referensi khasanah pustaka budaya pada umumnya.

Redaksi Narasimha

3 Catatan Redaksi :

Partisipasi Masyarakat dalam Pelestarian

Tema Hari Ulang Tahun (HUT) Purbakala ke-96 tahun 2009 di Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Daerah Istimewa Yogayakarta (BP 3 DIY) tahun ini yaitu Bersama Masyarakat Kita Lestarikan Cagar Budaya. Pada dasarnya arah tema tersebut mengeksplorasi aspek pelestarian pusaka budaya dan partisipasi masyarakat dalam upaya pelestarian tersebut. Perlu diketahui bahwa pada dasarnya pemerintah tanpa dukungan dari segenap lapisan masyarakat tidak akan dapat mewujudkan visi – misi pelestarian yang holistik. Pelestarian pusaka budaya akan mempunyai makna dan bermanfaat apabila mengakomodasi

dan menjalin proses interaksi atau jejaring dengan masyarakat luas. Aspek pelestarian di satu sisi dikonfigurasikan dengan eksistensi berbagai regulasi yang wajib dilaksanakan oleh masyarakat luas. Akan tetapi, di sisi lain juga mempunyai makna pemberian beberapa hak yang perlu diperhatikan. Keberlangsungan program pelestarian sangat ditentukan oleh arah kerja integratif dengan berbagai pihak terkait (stake holders), baik pemerintah, masyarakat, LSM, kelompok-kelompok masyarakat, akademisi, dan lembaga swasta. Realita konkrit yang ada kontribusi dari pelaku pelestari pusaka budaya maupun paguyuban atau kelompok yang mempunyai kepedulian dalam pelestariaan di Yogyakarta ini patut mendapat apresiasi tinggi. Kita harapkan kiprah yang telah dilakukannya dapat menjadi pemicu bagi masyarakat luas dalam upaya pelestarian pusaka budaya bangsa. Ke depan kita semua terus membutuhkan pioner- pioner yang peduli dalam pelestarian seperti tersebut di atas. Oleh karena itu, sosialisasi, proses pembelajaran, pemberdayaan masyarakat, dan pendampingan masyarakat dalam aspek perencanaan serta pelaksanaan perlu dilakukan secara intensif dan konsisten. Intensitas dan konsistensi kerja seperti tersebut di atas secara berkelanjutan telah dilakukan oleh BP3 DIY dengan melakukan berbagai program dan aksi secara konkrit, antara lain: • Penghargaan kepada beberapa pelaku pelestari cagar budaya yang diharapkan akan berpengaruh kepada para pemangku cagar budaya lainnya untuk tetap tekun dan menvitalisasi ”kekayaan budaya” yang dimilikinya. • Penghargaan kepada kelompok atau paguyuban pelestari diharapkan akan dapat merangsang tumbuhnya lembaga atau kelompok sejenis yang intens dan concern kepada pelestarian. 4 Merekalah yang dapat mengartikulasi, melakukan refleksi, dan advokasi kepada kepentingan pelestarian dan pemanfaatan secara luas. • Bimbingan teknis, works shop, pemberdayaan masyarakat, dan pendampingan masyarakat luas di kawasan pusaka budaya Kotagede untuk upaya pemeliharaan bangunan cagar budayanya. Maksud dan tujuannya adalah menumbuhkan apresiasi publik untuk secara sadar dapat aktif dan mandiri berperan serta melakukan pemeliharaan pusaka budaya secara langsung. Ke depan aksi-aksi tersebut diharapkan akan mempunyai hasil dan berdampak positip bagi upaya pelestarian berbasis masyarakat. Dengan demikian, partisipasi masyarakat di dalam pelestarian pusaka budaya akan terus berkelanjutan serta berkembang di tengah-tengah masyarakat luas. Tidak berlebihan apabila kita mencanangkan angan-angan kita untuk mewujudkan ”Pelestarian Pusaka Budaya Semakin Berkembang dan Mengakar”. Tentunya prinsip pelestarian yang berkembang dan mengakar akan terjadi apabila pemerintah dapat berperan sebagai fasilitator dan dinamisator dalam menyeimbangkan antara hak dan kewajiban dalam upaya pelestarian. Di sisi lain masyarakat merasa diperhatikan hak- haknya, sehingga aspek pelestarian menjadi salah satu bagian kebutuhan yang urgen dan bukan hal asing bagi masyarakat. Akhir kata, ”Pusaka Budaya Bukan Milik Kita Semata tetapi Titipan untuk Generasi Mendatang”. Kita semua tertantang untuk tidak hanya memandang penting bendanya an sich, tetapi lebih penting juga memberi makna, nilai, dan memberikan kompleksitas persepsi untuk beragam kepentingan dan manfaatnya untuk masyarakat serta bangsa-negara.

(Redaksi)

5 Dinamika Masyarakat Dan Lingkungan Kotagede Pasca Gempa 2006 DINAMIKA MASYARAKAT DAN LINGKUNGAN KOTAGEDE PASCA GEMPA 2006

Achmad Charris Zubair Pendiri Yayasan PUSDOK Ketua Dewan Penyantun Living Museum Kebudayaan Kotagede Ketua Umum Dewan Kebudayaan Yogyakarta

Kalau kita melihat secara jujur apa yang Ketika kota pertama kali dibangun di bekas tanah disebut dinamika dalam arti yang luas, ideal dan perdikan Mentaok ini, maka masjid merupakan akademik, dan perubahan dalam arti yang lebih bangunan utama kota yang pertama kali didirikan. sempit, maka dinamika Kotagede tidak hanya Raja yang bertahta pertama kali pun memakai terjadi pasca gempa 2006 semata-mata. Namun gelar Islam, Panembahan Senapati ing Alaga telah terjadi sejak Kotagede dibangun sebagai Khalifatullah Sayidin Panatagama. Latar belakang bentang wilayah yang disebut “kota”. Memang kultural Kotagede adalah Islam, sehingga faktor harus diakui bahwa peristiwa gempa Mei 2006, historis penanaman nilai-nilai Islam sebenarnya telah membuat akselerasi dinamika Kotagede tidak menjadi masalah serius bagi Kotagede dan menjadi semakin “cepat”, dengan perubahan penduduknya. Kendatipun sebagai ibukota kerajaan yang nyaris drastis baik dari kesadaran maupun Mataram, Kotagede tidak lagi berfungsi, karena lingkungan fisik kulturalnya. Banyaknya bangunan raja memindahkan pusat kerajaannya ke Plered, tua yang runtuh, berubah fungsi dan kemudian tak Kerto, kemudian Kartosura, yang kemudian pecah lagi bisa terbangun seperti semua, telah membuat menjadi Yogyakarta dan Surakarta. Warna Islam Kotagede seolah kehilangan wajah aslinya. di Kotagede dasarnya tidak pernah luntur, ruh Sekarang ditambah dengan maraknya penjualan Islam tetap menyalakan denyut jantung kehidupan rumah dan bangunan lama milik pribadi karena masyarakat kotagede. berbagai alasan. Kalau Kotagede dirunut secara historis, Di bawah ini saya mencoba mengajak untuk diawali sejak Mataram berdiri hampir 500 tahun melihat dinamika nilai dan kultural Kotagede yang yang lalu, Islam merupakan mainstream nilai langsung atau tidak langsung telah juga mengubah dan norma Kotagede. Tapi tentu saja Islam yang wajah Kotagede dari masa ke masa. teranyam dengan subsistem budaya yang lain. Pada awalnya Kotagede merupakan Untuk itu ada dua faktor yang perlu diperhatikan: kawasan hutan Mentaok, yang diberikan kepada Pertama, faktor historis yang berupa peristiwa- Ki Ageng Pemanahan dan Sutawijaya oleh Sultan peristiwa penting di Kotagede yang mempengaruhi Hadiwijaya dari Pajang sebagai hadiah atas Jasanya dinamika masyarakat kotagede dan kedua faktor membunuh musuh Pajang, Arya Penangsang. internal yang muncul dari karakter manusia Wilayah tersebut merupakan wilayah perdikan, Kotagede. yang bersifat otonom dan bebas pajak. Yang lama Faktor historis yang penting untuk kelamaan berubah menjadi tempat pemukiman, diperhatikan adalah, masa awal Mataram yang pusat perdagangan dan akhirnya dengan periodenya antara masa hidup Panembahan dinobatkannya Sutawijaya menjadi Panembahan Senapati (1540 an) sampai ke Sultan Agung Senapati, Kawasan Kotagede menjadi ibukota (1630 an) yang merupakan masa Islam yang pertama kerajaan Islam Mataram. teranyam dengan unsur Hindu dan animisme, Saya melihat, kalau kita berbicara tentang dinamisme. Argumennya cukup jelas. Mataram Kotagede, titik sentral nilai dinamika kulturalnya, Kotagede merupakan mata rantai Majapahit, sesuatu yang memotivasi seluruh dinamika adalah Demak, Pajang dan Mataram. Sehingga perilaku Islam. Kotagede sendiri, merupakan kawasan yang masyarakat Kotagede dipengaruhi unsur-unsur sejak awal sejarahnya merupakan kawasan Islam. tersebut. Arsitektur yang dibangun pada masa itu, 6 Dinamika Masyarakat Dan Lingkungan Kotagede Pasca Gempa 2006 seperti masjid, kompleks makam, keraton, beteng yang sangat faham soal ini, sayang sudah wafat dan sebagainya, serta tata kota Kotagede yang sebelum ilmunya terserap oleh generasi Kotagede masih kita kenal sekarang ini, masih jelas warna yang lebih muda, yaitu bapak Muhammad Hoedan Hindunya. Gelar Senapati memang Khalifatullah, bin Mustadjab. Sesudah periode ini Kotagede itu gelar Islam, namun banyak cacatan yang mengalami dinamika, lebih berwatak ekonomis menyebutkan Senapati dan bahkan juga raja-raja dan demokratis, sejak saat itulah potensi Kotagede yang hidup sekarang ini, memiliki dan menyimpan sebagai kota perniagaan mulai tumbuh. pusaka, jimat dan sebagainya yang itu merupakan Peristiwa penting ketiga, adalah pasca tradisi animisme dinamisme. Juga melakukan perjanjian Giyanti 1755 yang memecah Mataram banyak upacara yang dipengaruhi oleh bentuk menjadi dua: Surakarta dan Yogyakarta. Kotagede akulturatif macam-macam latar belakang budaya. terkena dampak dari pembagian yang aneh ini. Itu wajar-wajar saja, tidak perlu disebut bid’ah, Kotagede surakarta adalah enclave di tengah- khurafat dan takhayul sebelum faham konteks tengah wilayah Yogyakarta. Sementara Kotagede historisnya. Dinasti Abbassiyah yang sering yang masuk wilayah Yogyaakrta ada sendiri. disebut masa kejayaan Islampun mengembangkan Bangunan dan Pohon Beringin dibagi antara arsitektur yang sebenarnya merupakan produk keduanya, hanya Masjid dan Makam yang tidak budaya kaum Majusi penyembah api di Persia dibagi, abdi dalam dipecah dengan baju yang Kuna, seperti kubah dan lengkung yang sekarang berbeda. Pada masa itu banyak pendatang dari banyak menghiasi masjid di seluruh dunia. luar daerah seperti Bantul, Kulon Progo, Gunung Perilaku masyarakat Kotagede pada masa itu pasti Kidul dan menjadi penduduk Kotagede dengan dipengaruhi oleh para penguasa di mana raja, membangun rumah di Alun-Alun dan nDalem bangsawan dan abdi dalem menduduki posisi elite yang tadinya kosong ditinggal raja. pada stratifikasi sosial masa itu. Mainstreamnya Peristiwa penting ketiga, awal abad 20 sudah Islam tetapi nilai, norma, perilaku dan produk dinama terjadi kebangkitan nasional. Muncul budaya pada masa itu teranyam dari berbagai unsur. gerakan-gerakan baru yang bersifat nasionalis, Bahkan kultur Arab tidak nampak pada masa itu. Islamis, bahkan Marxis yang mengindikasikan Buktinya di Masjid Gedhe Mataram, tidak satupun sebagai awal abad komunikasi dan kebangsaan. ditemukan tulisan Arab, kecuali yang dipasang Lahirnya Boedi Oetomo, Moehmmadijah, Sjarikat pada masa-masa terakhir ketika masjid tersebut Islam yang berkembang menjadi SI kanan dan direnovasi awal abad 20. kiri, mempengaruhi Kotagede. Moehammadijah Peristiwa penting kedua adalah Kotagede bahkan termasuk cabang perintis. dipindahkannya ibukota Mataram dari Kotagede Sekolah pertamanya justru di Kotagede tahun ke Kerto kemudian Pleret oleh Sultan Agung pada 20an. Penyandang dana cukup besar bagi gerakan dasawarsa ketiga abad 17. Kotagede ditinggal awal Moehammadijah adalah orang Kotagede oleh raja, bangsawan tinggi, yang disisakan yang bernama H. Moehsin bin H. Moekmin. abdi dalem setingkat Patuh, Bekel, Lurah yang Pada awal abad ini bahkan terjadi pertumbuhan relatif rendah. Masa ini merupakan the Turning pesat di Kotagede, karena pemerintah Hindia Point dari potensi ekonomi dan budaya manusia Belanda memberikan konsesi dan hak monopoli Kotagede yang berorientasi keraton ke orientasi terhadap dua kelompok keluarga di Kotagede. pasar yang lebih luas. Di satu sisi Sultan Agung Kelompok keluarga Kalang mendapatkan konsesi beserta cendekiawan pada zamannya telah berhasil untuk perdagangan berlian, candu dan pegadaian. mengharmonikan Islam dengan Jawa, Islam Sementara kelompok “santri” mendapatkan pada masa Sultan Agung terfahami secara utuh. konsesi untuk perdagangan mori, lawe untuk Karyanya yang monumental “Sastra Gendhing” batik serta berlian. Tahun 1999 saya berkunjung adalah karya jawa yang sangat Islami. Wajah ke salah satu keluarga di Laweyan Sala dan Islam menjadi “kultural” ketika Sultan Agung mendapatkan cacatan dan cerita bagaimana mengkombinasikan sistem kalender Hijriyah erat hubungan antara Laweyan dan Kotagede. dengan sistem kalender Caka. Ada orang Kotagede Booming ekonomi terjadi di tahun 20an, ditandai 7 Dinamika Masyarakat Dan Lingkungan Kotagede Pasca Gempa 2006 dengan berdirinya bangunan-bangunan mewah di Jumanuddinpun aktif di TPA AMM. Kotagede dikirimnya pemuda-pemuda Kotagede Kotagede pernah ditinggalkan oleh untuk belajar agama maupun umum. Tercatat penguasa, yakni jaman Sultan Agung di paruh Zubair dan Jalal belajar di Nederland, Makmur dan ketiga abad ke tujuhbelas, yang memindahkan Abdul Qahhar Mudzakkir belajar di Mesir, Kasmat ibukota Mataram dari Kotagede ke Kerto dan Bahoewinangoen dan Rasjidi Atmosoedigdo kemudian Plered. Sebagai kota yang ditinggalkan belajar di Perancis. Booming ekonomi di Kotagede oleh penguasa, Kotagede berkembang menjadi kota ini ajaib karena pada saat itu dunia sedang dalam dagang dan wirausaha, dan umumnya penduduk keadaan malaise atau krisis di bidang ekonomi. Kotagede masih memiliki ikatan persaudaraan, Muncul cerita atas peristiwa yang menyangkut yang pada dasawarsa kedua dan ketiga abad ke perilaku orang kaya yang banyak uang. Seperti duapuluh amat disegani. Karena justru pada saat rencana untuk mengganti lantai rumah dengan dunia sedang dilanda “malaise” atau kehancuran kepingan mata uang, atau lomba mencari kantung perekonomian. Kotagede justru sedang maju berisi uang di ruang gelap atau bahkan yang ekstrim ekonominya, bahkan menjadi kota termakmur ada pemuda kaya yang perilakunya sangat nakal, di wilayah Jawa pada saat itu. Pada masa itulah karena suka memanggil pedagang angkringan gerakan modern Islam Muhammadiyah berdiri di gulai kambing tidak untuk dimakan tapi untuk Kotagede dengan dipelopori keluarga pedagang dikencingi, walaupun toh dibayar juga. Pada masa kaya di Kotagede. inilah rumah-rumah mewah dan luas di Kotagede Sehingga dapat dikatakan bahwa peristiwa dibangun oleh para saudagar kaya. gempa bumi 2006 yang lalu hanya merupakan Peristiwa keempat, adalah periode 1950an salah satu mata rantai dinamika masyarakat dan menjelang 1965, dimana Kotagede menjadi kota lingkungan Kotagede. Setiap peristiwa baik karena buruh miskin. Juragan tidak lagi nampak kaya, perubahan nilai, perubahan peran dan fungsi, serta sementara para profesional banyak yang memilih perubahan persepsi dan interpretasi manusia atas tidak tinggal di Kotagede. Kesenian-kesenian rakyat masalah dan kebudayaannya, dinamika yang yang tumbuh berkembang yang karena aktivisnya timbul akibat perubahan yang terencana seperti banyak anggota PKI (LEKRA) maka kethoprak, pembangunan, sekalipun akan memunculkan wayang, srandul identik dengan PKI. Sementara masalah. Dinamika dalam batas-batas tertentu Keroncong adalah kesenian orang “abangan”. akan menimbulkan “kekagetan”, kegamangan, Secara umum Muhammadiyah terkonsentrasi juga konflik nilai dan norma, bahkan pertarungan pada kegiatan sosial seperti pendidikan, kesehatan berbagai kepentingan. Apalagi peristiwa gempa dan pengajian dan tidak pada kesenian. Hanya yang diakibatkan oleh alam, sebagai peristiwa yang pada generasi mudanya, NA Kotagede memiliki tak terduga dan tanpa rencana. Kerusakan bangunan grup angklung dan Pemuda Muhammadiyah dan lingkungan yang ditimbulkan, kehilangan memiliki dumband, yang juga dimiliki oleh nyawa manusia yang datang tak terduga, pasti Pemuda Rakyat dan Pemuda Marhaenis. Gerakan menimbulkan tidak hanya keterkejutan namun juga kesenian yang lain adalah munculnya Sanggar trauma kejiwaan yang barangkali berkepanjangan. Lukis “Bulus Kuning” dan Teater “Iqbal” dimotori Banyak bangunan lama, baik bersejarah maupun oleh anak-anak muda yang tergabung dalam tidak roboh. Ada yang terbangun kembali, namun Pelajar Indonesia. Pada era 65 sampai dengan ada pula yang malah mangkrak tak terbangunkan 70an, Kotagede mencerminkan situasi kondisi kembali. Bangunan yang nyata-nyata merupakan pasca Gestapu. Masjid-masjid penuh, orang-orang bangunan bersejarah peninggalan Keraton Mataram kelihatan alim, namun kesenian tidak berkembang. terbangun kembali pasca kerusakan akibat gempa, Dunia Kotagede nampak agamis tapi kering. Saya seperti kompleks makam. Juga beberapa bangunan mencatat hanya ada beberapa grup keroncong rumah kediaman yang memiliki corak arsitektur yang hidup, dan satu kelompok Orkes Melayu unikpun terbangun kembali, karena mendapatkan yang dimotori oleh Jumanuddin Humam adik dari bantuan dan perhatian, tidak hanya dari pemerintah, As’ad Humam almarhum penyusun “IQRA”, kini namun juga lembaga-lembaga lain. Namun masih 8 Dinamika Masyarakat Dan Lingkungan Kotagede Pasca Gempa 2006 banyak bangunan rumah kediaman pribadi yang mengenai pendapatan seorang pengrajin perak di tidak tersentuh bantuan dari manapun. Pemerintah masa lalu, dan dibandingkan dengan pendapatan hanya memberikan uang pengganti Satu Juta, pengrajin perak di masa kini maka bisa dikatakan Empat Juta dan Lima Belas Juta tergantung catatan bahwa pertumbuhan ekonomi orang Kotagede kerusakannya, atau bahkan tidak dibedakan antara menurun drastis. Dibandingkan masa lalu di saat bangunan tradisional bersejarah maupun bangunan seorang pengrajin perak terbaik mampu mendapat “biasa”. Contoh bangunan yang secara obyektif gaji setara dengan 30 Kg beras seharinya, maka bersejarahpun, seperti misalnya rumah kediaman pengrajin perak Kotagede paling top saat ini Keluarga Abdul Qahhar Mudzakkirpun terlewatkan saya rasa hanya mampu mendapatkan gaji begitu saja. Sementara bangunan biasa-biasa saja setara dengan 8 Kg beras seharinya, artinya ada malah menjadi lebih bagus dari aslinya. penurunan pendapatan yang signifikan yang tentu Tentu perubahan merupakan hal wajar saja mengakibatkan penurunan seluruh kualitas dalam kehidupan. Namun kesadaran sejarahpun dalam taraf kehidupannya. Demikian pula para menjadi bagian yang harus selalu ditumbuhkan juragan peraknya, demikian pula pada pengusaha dalam masyarakat. Memelihara sejarah, karya konveksinya, dll. kebudayaan, serta bangunan dan pusaka masa lalu Jika sebuah keluarga kaya di masa lalu bukan sekedar memuaskan hasrat emosionalitas mampu membangun rumah dengan pendopo nostalgia masa lalu. Berikut dikutipkan tulisan joglonya yang asri, dan selanjutnya di masa kini Priyo Jatmiko, pemilik Salim Silver, yang termuat pada generasi penerusnya mengalami penurunan dalam catatan Facebook yang di-tag-kan ke tingkat ekonominya, maka sangat mungkin terjadi beberapa orang, termasuk saya, untuk memberikan rumah joglo tadi dibagi waris menjadi bagian- gambaran latar belakang situasi kondisi dinamika bagian kecil yang tidak mempunyai nilai lagi. Kotagede saat ini: Apakah kita yang mempunyai perhatian terhadap “Jika kita runut saat rumah joglo itu budaya rumah joglo ini akan berkuasa mencegah dibangun di Kotagede, maka pastilah saat itu terpecahnya rumah joglo menjadi kecil-kecil kehidupan ekonomi Kotagede mengalami masa sesuai jumlah anak si pemilik rumah joglo itu? keemasannya. Pernah teman-teman di Living Tidak mungkin. Manusia harus mendahulukan Museum Kerajinan mengadakan penelitian kecil- urusan perut dibandingkan urusan yang lain yang kecilan dengan melalukan wawancara dengan lebih sekunder. Jadi penjualan rumah joglo untuk sesepuh yang pernah mengecap masa keemasan dibagi secara merata di antara pewarisnya adalah kerajinan perak Kotagede. Dia bercerita bahwa suatu hal yang pasti terjadi selama pertumbuhan pada jaman dulu sebagai pengrajin perak ahli ekonomi negatif. dia mampu mendapatkan upah sehari kerja setara Tapi apakah dengan pendapatku itu artinya dengan 30 Kg beras, jika saat ini dikurskan maka sebagai orang Kotagede aku tidak mempunyai penghasilan dia kurang lebih Rp 150.000 per rasa cinta terhadap rumah joglo warisan leluhur? hari. Itu saja pengrajinnya, bagaimana juragan Tidak, aku sangat sedih dan prihatin melihat peraknya. Sedangkan di Kotagede masih banyak semua itu. Tapi aku juga akan menjadi manusia pengusaha lain selain perak, seperti pengusaha yang kejam jika menyarankan pemilik rumah joglo emas, batik, tenun, imitasi, konveksi dll. Di sini itu mempertahankan keaslian rumah joglonya saya hanya ingin mengatakan bahwa rumah Joglo padahal dengan begitu mereka kelaparan dan tidak Kotagede dibangun saat ekonomi Kotagede ada mempunyai tempat tinggal. dalam puncak kejayaannya. Sebagai contoh kuceritakan saja kondisi Lha… kenapa saat ini banyak rumah joglo rumahku sendiri. Rumah orang tuaku bukanlah Kotagede dijual keluar? rumah joglo, tapi masih pantas disebut rumah Menurutku semua ini disebabkan karena tradisional yang beberapa sudutnya sudah berubah pertumbuhan ekonomi yang bisa dikatakan negatif sesuai fungsi ekonomi saat ini. Kami berenam di Kotagede pada khususnya da Indonesia pada bersaudara, diantara 6 bersaudara ini baru 3 anak umumnya. Dikatikan dengan ulasan di depan yang mampu membeli tanah dan membangun 9 Dinamika Masyarakat Dan Lingkungan Kotagede Pasca Gempa 2006 rumah mereka sendiri, artinya ada 3 anak dari memang pantas dipertahankan sebagai artefak orang tuaku yang belum mampu keluar dari rumah budaya Kotagede. Rumah ini jika sudah terbeli ini. Nah, jika suatu saat orang tuaku meninggal oleh pemerintah maka bisa dijadikan sebagai pusat maka tentu saja mereka berhak meminta bagian kegiatan warga, seperti digunakan sebagai balai atas lahan rumah ini. Apakah aku akan tega untuk pertemuan warga, atau bahkan jika memungkinkan menolak permintaan hak mereka? Tentu tidak. digunakan sebagai wisma yang dimiliki negara dan Jadi rumahku tersayang inipun suatu saat, entah digunakan sebagai penginapan pegawai negeri luar kapan hanya akan menjadi kenangan saja, jika Jogyakarta yang sedang melakukan lawatan ke 3 saudaraku yang belum memiliki rumah ingin Jogjakarta, bahkan jika memungkinkan dijadikan menempati rumah keluarga besar ini. guest house yang bisa melayani tamu-tamu biasa. Menurutku walau keadaan begitu Terima kasih atas perhatiannya. Salam” mengkhawatirkan akan tetapi masih ada jalan Tentu, apa yang ditulis Priyo di atas, memerlukan dimana kita akan mampu mempertahankan kajian dan diskusi yang amat intens. Tapi peninggalan rumah joglo Kotagede dengan upaya inventarisasi, revitalisasi dan dinamisasi mempertimbangkan peninggalan rumah joglo Kotagede tetap harus berakar pada sejarah sosio Kotagede dengan mempertimbangkan kondisi dan kultural masyarakatnya. Proses dan hasilnya situasi yang ada saat joglo akan tetap berjalan, tetap bertumpu pada upaya untuk menghidupkan artinya akan ada perlombaan lari cepat antara atmosfer kebudayaan dan menumbuhkan mempertahankannya joglo-joglo Kotagede. Jalan kesejahteraan masyarakat Kotagede. Kita tidak yang semestinya segera ditindak lanjuti adalah : bisa sekedar menangisi perubahan dan kemudian Pemeringah sesegara mungkin mendata membangun argumen berdasar nostalgia masa jumlah rumah joglo yang masih ada di Kotagede. lalu semata-mata. Namun juga tidak begitu saja Data tersebut diusahakan menjadi data yang menghancurkan dan membangun masa depan yang lengkap dan terperinci dengan teliti. Harus dicatat tercerabut dari akar kultural. Kotagede sepanjang jumlah yang ada dan dikualifikasi mengenai sejarahnya telah berkali-kali mengalami dinamika kualitas rumah joglo yang ada. dan perubahannya. Maka, agar setiap generasi Dari data yang ada maka dipilih yang dapat belajar titik peristiwa penting dalam benar-benar pantas dijadikan artefak budaya hidupnya perlu ada penanda yang dipelihara dan rumah joglo Kotagede. Saya salut sekali dengan dirawat, agar kita tidak kehilangan mata rantai ide pak Herry Zudianto sebagai walikota yang sejarah yang membangun hidup dan kehidupan akan memberikan keringanan pembayaran PBB individu dan masyarakat Kotagede. Diperlukan sampai 90% bagi pemilik rumah joglo Kotagede. pemahaman sejarah yang komprehensif, kemudian Akan lebih bermakna lagi jika Pemkot memberikan ada inventarisasi dan pendataan karya kebudayaan suatu piagam yang dibikin dari logam dan dietsa sebagai penanda masa, dan kemudian membangun untuk di pasang di depan rumah joglo yang diberi aktivitas sebagai upaya revitalisasi karya, sesuai penghargaan tersebut. Jika piagam hanya berujud dengan zaman yang berubah. Dalam hidup ini, selembar kertas dikhawatirkan maka piagam tadi termasuk Kotagede, ada yang harus dipertahankan akan hanya disimpan, akan tetapi jika piagam suatu karya budaya layak untuk dipertahankan, tersebut diwujudkan dalam bentuk logam dan apabila memiliki kandungan dan merupakan dipasang di depan rumah, maka secara psikologis representasi dari nilai yang lebih luhur ketimbang pemilik rumah akan bangga dengan rumahnya. karya sebagai bentuk fisik. Sementara kalau Walau harus dikatakan bahwa rasa kebanggaan memang ia harus hancur dan berubah, biarlah itu suatu saat bisa hilang jika sudah berhadapan merupakan proses alamiah kehidupan, sembari dengan kebutuhan untuk makan. menjadi sebuah pelajaran bagi kita semua, bahwa Apalagi dari usaha di atas ternyata hidup dan kehidupan dunia hanyalah fana. masih ada saja penjualan terhadap rumah joglo Kotagede, maka mau tidak mau Pemerintah harus berusaha membeli beberapa rumah joglo yang 10 Eko-Ekonomi Manajemen Pusaka Kotagede EKO-EKONOMI MANAJEMEN PUSAKA KOTAGEDE

Amuluhur Soeroso

Abstrackt

Kotagede is a local historic landmark of Jogjakarta special province. The old city stores many ancient property, civilization of mankind. Unfortunately, it is getting worse and worse because the society depreviate cultural touch.

PENDAHULUAN kolonial Belanda melalui politik “devide et impera” mendorong pembagian kawasan ini; Kotagede, sebuah kota tua di bilangan distrik Jagalan dan Singosaren dimasukkan ke tenggara Jogjakarta, berdiri pada abad keenambelas dalam enclave Kasunanan Surakarta, sedangkan di era kerajaan Mataram Islam, cikal bakal Prenggan dan Purbayan menjadi bagian Kasultanan Kasunanan Surakarta dan Kraton Kasultanan Jogjakarta. Setelah era Kemerdekaan Indonesia, Jogjakarta. Struktur fisik geologinya berhimpitan pada tahun 1950 wilayah administrasi Kotagede dengan sesar (patahan) Sungai Opak sehingga tidak pernah disatukan kembali. Eks wilayah memiliki zona kerentanan gempa tektonik tinggi Kasunanan Surakarta menjadi bagian Kabupaten (Gambar 1). Tingginya tingkat kerentanan di Bantul, sedangkan wilayah Kasultanan Jogjakarta daerah tersebut karena kondisi tanahnya berupa di bawah administrasi Kota Jogjakarta (Gambar pasir lepas hasil endapan sungai purba dengan 2). muka air tanah relatif dangkal kurang dari 5 meter Menurut Van Mook (1926: 10), meskipun (Karnawati et al., 2006). Namun daerah ini juga sudah bukan ibukota Mataram lagi, Kotagede pada sebuah kawasan hidup yang unik dengan living awal abad ke duapuluh belum pernah berubah. culture masyarakat Jawa perpaduan Hindu-Islam. Daerah ini masih menjadi pusat perdagangan Toponim kampungnya khas, seperti Batikan dan kerajinan. Akan tetapi seiring perkembangan (tempat pengrajin batik), Samakan (pengrajin zaman, studi Haryanti (1996) memperlihatkan kulit), Trunajayan (barak tentara) dan sebagainya. bentanglahan (lanscape) Kotagede telah berubah Bangunan dan tata ruang Kotagede dalam khususnya di sepanjang jalan utama karena khazanah arsitektur vernacular tradisional Jawa- peningkatan penduduk dan pemukiman. Indiche, masa awal kolonialisasi Belanda di Banyak bangunan tradisional joglo dengan struktur kayu knockdown yang diperkirakan berumur di atas 200 tahun berpindah tangan dan dibawa keluar dari daerah itu. Selain itu, industri kreatif (cultural industry) Gambar 1 Pada Peta Daerah Penelitian Sesar Opak dan Zonasi Mikro Kegempaan Kotagede. yang berbasis pada Sumber : Pemda DIY (2008;Kurniawati et al. (2006) ekonomi kebudayaan Indonesia. (cultural economic) mulai menyurut. Pengusaha Sayang dibalik kemegahannya, Kotagede kecil dan menengah kerajinan kehilangan menyimpan kesedihan panjang akibat perjanjian kemampuan berproduksinya, selain tidak punya “palihan nagari” Giyanti tahun 1755. Pemerintah modal, juga miskin ide. Kesenian seperti tari, acara

11 Eko-Ekonomi Manajemen Pusaka Kotagede

ritual-spiritual tradisi keseharian yang sebenarnya pada esensi sumberdaya terbnarukan dan tidak dapat diapreasi menjadi sebuah tuntunan dan terbarukan. Modal alam (natural capital) adalah sumberdaya ayng diberikan oleh alam dan secara fisik merupakan input untuk produksi barang lain. Modal alam bukan hanya sumberdaya itu sendiri tetapi juga meliputi jaringan dan sistem yang menghubungkan fungsinya di dalam ekosistem atau keanekaragaman hayati. Namun pada saat ini, konsep modal Gambar 2 Peta Mataram 1830; Kotagede Pasca Giyanti 1755 dan Pasca Digabung ke DIY 1950 telah berkembang konprehensif sehingga memasuki ranah tontonan mulai dilupakan. kebudayaan dan kesenian, berupa karya seni dan Kini vivious circle kemiskinan merongrong barang kebudayaan lain yang dapat dianggap sendi kehidupan masyarakat. Daerah Kotagede sebagai aktiva modal. Throsby (1999) mengatakan padat dan kumuh, penduduknya banyak yang konsep tersebut merupakan bentuk ekonomi dari tidak berpendidikan dan menganggur. Lebih parah modal kebudayaan (cultural capital). Meski begitu lagi, pasca gempa bumi berkekuatan 7 MMI yang Navrud dan Ready (2002) menggaris-bawahi, menerjang daerah itu pada tanggal 27 Mei 2006 dalam hal konservasi bangunan, monumen dan menyebabkan pusaka (heritage) Kotagede luluh artifak publik yang bernilai kebudayaan penting, lantak, roboh berserakan, penduduknya kehilangan agen dan organsiasi seringkali harus berkompetisi tempat berlindung (Gambar 3). Pemiliknya tidak dengan pilihan tujuan sosial yang lain. sanggup merestorasi bangunan, atau kalaupun Pada tataran ini sumberdaya telah menjadi dapat merehabilitasi, materi kayu jati (tectona suatu produk yang memiliki nilai ekonomi grandis) sebagai struktur utama pada saat ini sehingga diperlukan bukan untuk dirinya sendiri harganya sangat mahal sehingga dicari bahan tetapi sudah merupakan sarana mencapai tujuan. alternatif yaitu dari beton ataupun baja. Akibatnya, façade bentanglahan dan nuansa eksotik- artistik Kotagede menghilang. Pada awal tahun 2008, Gambar 3 Pusaka Kebudayaan Kotagede Setelah Digoncang Gempa markas Word Monuments Fund menyatakan bahwa distrik Sumberdaya dapat menghasilkan utilitas tanpa Kotagede dikategorikan sebagai satu diantara 100 harus melalui proses produksi, dalam konsteks monumen dunia yang paling terancam sehingga Kotagede, keindahan bentang budaya dapat perlu direstorasi, direvitalisasi dan dikonservasi. pula bukan merupakan faktor produksi tetapi memberikan utilitas (kepuasan), misalnya dalam keindahan arsitektural bangunan yang dapat MODAL KEBUDAYAAN & NILAI EKO- dinikmati masyarakat. Dengan demikian nilai EKONOMI sumberdaya tidak hanya menyangkut yang dikonsumsi tetapi juga menyangkut yang tidak Ide awal pengembangan kapital hanya dikonsumsi secara langsung dengan pengertian fokus pada sumberdaya alam yang mengacu yang mencakup aspek yang lebih luas karena 12 Eko-Ekonomi Manajemen Pusaka Kotagede meliputi nilai yang terkandung di dalamnya, bangunan bersejarah dipindahkan atau dirusak terlepas dikonsumsi atau tidak. Ekstrimnya, ada akan menyebabkan bentuk, ruh atau karakter manusia atau tidak (Fauzi, 2005) awalnya tidak dapat dikembalikan seperti semula Di sini nilai ekonomi (Benhamou dalam EUR, 2003). merepresentasikan ukuran jumlah maksimum suatu manfaat produk yang ingin dikorbankan seseorang untuk memperoleh manfaat lain; atau memperlihatkan kesediaan perseorangan membayar manfaat atau menghindari biaya atau jumlah kesediaan membayar individu menghindari penurunan kondisi barang. Akan tetapi, pengertian ekonomi di sini dalam kaitan dengan ekologi sumberdaya ekosistem alam secara efisien. Fokusnya terutama pada bagaimana dan mengapa manusia membaut keputusan yang memiliki konsekuensi terhadap lingkungan hidup (Field & Field, 2006) terutama kebudayaan. Dalam pandangan ini ekonomi hanya bisa tumbuh jika didukung ekosistem lingkungan sebagai sistem penopang sekaligus berfungsi sebagai jaringan kehidupan “semua bergantung pada semua”. Untuk itu pengembangan ekonomi perlu memperhitungkan keseimbangan sistem ekologi, supaya tidak sampai mematikan kehidupan itu sendiri. Uraian ini selanjutnya menjadi konsep paradigma ekonomi yang berbasis pada kelangsungan ekologi atau dikenal sebagai eko-ekonomi. Di sini tidak dilakukan trade-off antara ekonomi dan ekologi Pusaka Kotagede, mengacu Throsby (1999), lingkungan, tidak juga mendahulukan ekonomi melibatkan pula berbagai modal kreativitas yang atau lingkungan; tetapi justru mengkolaborasikan melekat pada nilai sosial, sejarah atau kebudayaan kepentingan ekonomi dan lingkungan secara komunitas. Pusaka kebudayaannya beragam, baik simultan dengan memasukkan perpaduan berwujud dan tidak berwujud, termasuk tampilan keduanya ke dalam pusat sirkulasi pembangunan. rumah, bangunan perkotaan, permukiman masa lalu, dongeng, cerita rakyat, musik tari (Tabel MANAJEMEN PUSAKA KEBUDAYAAN I); aspek kebudayaan yang akan memberikan KOTAGEDE penjelasan preservasinya terhadap generasi di masa datang. Meskipun warisan budaya Kotagede Pusaka kebudayaan terbangun di Kotagede, merupakan sebuah struktur sosial yang batasnya yang berbagi banyak ciri dengan barang lainnya maya; dua dasar perluasannya bersifat ganda khususnya keunikannya sebagai benda berkualitas, yaitu tambahan nilai sejarah dan adanya pasar, memiliki posisi tepat di bidang ekonomi kreatif pemakaman raja-raja, Mesjid Agung, Benteng (cultural ekonomics). Perbedaannya hanya dalam Baluwerti, sendang Kemuning dan Seliran, jalan hal keawetan dan keterbalikan. Jika sebuah sempit berkelok-kelok dengan nuansa romantis 13 Eko-Ekonomi Manajemen Pusaka Kotagede lentera di malam hari dan juga “Kipo”, kuliner yang sesuai untuk wilayah itu. Terakhir adalah tradisional terbuat dari ketan yang hampir punah pengawasan (controlling) atas semua yang karena pengrajinnya tingga 3 orang yang sudah tua dikerjakan (Gambar 5). renta. Selain itu, masih terdapat tinggalan kaum “Kalang” yang diduga berasal dari wilayah kerajaan Majapahit Hindu di Jawa Timur dan Bali. Sebagai seniman pembuat ukiran kayu dan emas yang handal, mereka diminta Mataram Islam untuk memenuhi kebutuhan seni. Setelah era Sultan Agung pada tahun 1700-an, orang Kalang menjadi kaya raya karena pekerjaannya. Mereka membangun rumah mewah dengan arsitektur Hindu- Jawa berpadu dengan gaya Barok Eropa dan Gambar 5 Manajemen Kawasan Kotagede sedikit ornamen Arab-Islam. Oleh Karena itu, pembangunan pusaka Pada tahap perencanaan perlu dilakukan Kotagede dapat mengacu kepada model identifikasi masalah seperti guna lahan (land use), keseimbangan ekosistem Soeroso (2007) pada kepemilikan bangunan dan lain-lain. Kemudian Gambar 4 dengan menyatukan antara: (1) biologi dilakukan pendataan seluruh sumberdaya budaya, dan geofisik serta ekonomi dengan kontrol mendata, memetakannya dan mengolahnya agar fungsi ekologi (rumah tangga sistem pendukung menjadi informasi yang berdaya guna. Langkah kehidupan) ekosistem; (2) ekonomi sosial budaya kedua adalah mendorong komunitas untuk menun- dengan perantara eko-ekonomi (perekonomian jukkan komitmennya terhadap pembangunan yang memperhatikan sistem ekologi untuk Kotagede dengan membentuk manajemen organ- memuaskan kebutuhan kini tanpa mengurangi isasi yang dapat mendukung pelestarian. Ketiga hak generasi mendatang), dan (3) antara ekonomi mengupayakan edukasi masyarakat dan mempro- dan sosial budaya dengan mempergunakan titian mosikan lengkah pelestarian ini kepada donor. ekobudaya (integrasi organisme dan lingkungan Keempat, penguatan sosial-ekonomi ma- dengan memperbaiki perilaku buruk manusia syarakat dengan melakukan kemitraan baik den- dalam mengelola ekologi berdasarkan pengetahuan gan pemerintah maupun swasta. Langkah terakhir tradisional dan sumberdaya lokal). adalah pencitraan kawasan Kotagede saat ini dan Adapun manajemen Kotagede adalah dilakukan “waskat” (pengawasan melekat) terha- meliputi proses perencanaan (planning) dap jalannya manajemen. Pada tahap ini dilakukan pengorganisasian (organizing), pengarahan pula pemasaran sosial (social marketing), fund ris- (directing) berupa edukasi dan promosi serta ing, investasi pusaka (heritage investmenti) dapat perancangan desain fisik dan sosial-ekonomi BOT (build operation transfer) atau BTO. Kemu- 14 Eko-Ekonomi Manajemen Pusaka Kotagede dian dapat pula foster parents program, dengan kontraprestasi dapat berupa pengelolaan bagi hasil usaha antara pemilik bangunan dengan pemilik modal dengan tenor waktu, misalkan, maksimal 10 tahun.

PENUTUP

Pusaka kebudayaan Kotagede perlu dikelola dikonservasi dan dengan cara yang tepat, jika publik tidak ingin kehilangannya di masa depan. Jika orientasi kebijakan dan manajemen keliru serta adanya perilaku buruk masyarakat terhadap barang pusaka tersebut maka akan menimbulkan ongkos yang mahal berupa degradasi modal tersebut. Kampanye dan sosialisasi perlu dilakukan terus menerus sambil memberikan edukasi terhadap pengguna wilayah Kotagede. Tujuan akhirnya adalah memberikan keadilan sosial bagi generasi berikut.

DAFTAR PUSTAKA

Eramus University Rotterdam (EUR). 2003. A Handbook of Cultural Economics. Rotterdam, Netherlands: Digital Academic Repository-Eramus University Rotterdam. Fauzi, A. 2005. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan: Teori dan Aplikasi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Field, B.C. and M.K. Field. 2006. Environmental Economics: An Introduction. New York: McGraw-Hill International Editions. Getty Conservation Institute (GCI). 1998. Economic and Heritage Conservation: A Meeting Organized by the Getty Conservation Institute. Los Angeles: Getty Center. Haryati, I.T. 1996. Perubahan Penggunaan Lahan di Kecamatan Kotagede Kotamadia Yogyakarta dari Tahun 1984 Sampai Dengan Tahun 1994. Tesis tidak diterbitkan. Yogyakarta: Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada.

Karnawati, D., S. Pramujiyo, dan S. Hussein. 2006. Tingkat kerentanan tanah terhadap bahaya gempa bumi di Kabupaten Bantul dan sekitarnya. http://dongenggeologi. Files.wordpress.com

Navrud, S., and R.C. Ready. 2002. Valuing Cultural Heritage: Apllying Environmental Valuation Techniques to Historic Buildings, Monuments and Artefacts. Cheltenham, U.K.: Edward Elgar Publishing, Ltd. Soeroso, A. 2007. Penilaian Kawasan Pusaka Borobudur dalam Perspektif Kerangka Multi-attribut Ekonomi Lingkungan dan Implikasinya terhadap Kebijakan Ekowisata. Disertasi tidak diterbitkan. Yogjakarta: Gadjah Mada University. Throsby, D. 1999. Cultural capital. Journal of Cultural Economics, 23: 3-12. Van Mook, H.J. 1926. Kuta Gede. Kolonial Tijdschrift XV: 353-400. Ditranslasikan oleh Bhratara pada tahun 1972. Jakarta : Bhratara.

*DR.Amiluhur Soeroso Dosen Akademi Pariwisata Indonesia Yogyakarta

15 Arti Penting Peran Masyarakat dalam Pelestarian Pusaka Budaya

Arti Penting Peran Masyarakat Dalam Pelestarian Pusaka Budaya

Oleh : Ign. Eka Hadiyanta*

I. Pengantar: Pembelajaran Partisipatif antara pihak perencana dan masyarakat dalam Di dalam realita sosial era demokratisasi merencanakan, melaksanakan, melestarikan, dan saat ini, aspek partisipasi merupakan salah mengembangkan hasil-hasil yang telah dicapai. satu alternatif pendekatan dan urgensi dalam Tinggi rendahnya capaian partisipasi tidak pelaksanaan pembangunan yang berkelanjutan. dipandang sekedar suatu mobilisasi masyarakat Hal itu merupakan tanggapan terhadap arah oleh pemerintah dan adanya ”kemauan kebijakan sentralistis sebelumnya yang rakyat rela berkorban” tetapi lebih kepada didominasi oleh pemerintah dengan pendekatan hak rakyat untuk berperan serta dalam ikut top-down. Partisipasi dengan memberikan menentukan program dan kebijakan-kebijakan peluang keterlibatan masyarakat secara luas yang mempunyai pengaruh langsung terhadap pada dasarnya sebagai salah satu bagian kehidupan mereka (Sutrisno, 1995). proses dialogis yang terjamin hak-haknya Berbagai pengertian, konsep, dan paradigma menjadi sebuah subjek dalam implementasi tersebut di atas, fokus permasalahan partisipasi kebijakan. Pendekatan partisipatoris tersebut adalah keterlibatan (aktif atau pasif), distribusi pada perkembangannya juga menjadi suatu sumber daya, pemberdayaan kolektif, dan pilihan dalam upaya pelestarian pusaka budaya. proses pendekatan dari bawah ke atas (bottom Mengingat pelaksanaan suatu pelestarian – up). Dengan demikian, substansi persepsi dari mempunyai kompleksitas permasalahan, baik partisipasi adalah proses demokratisasi suatu menyangkut aspek sosial, politik, ekonomi, kegiatan. hal itu mengingat orang-perorang, maupun kebudayaan, maka diperlukan upaya kolektif, dan lembaga dapat ikut terlibat dalam komprehensif dan implementasi pembelajaran proses perencanaan, pengambilan keputusan, partisipatoris dengan berbagai macam proses pelaksanaan, dan kontrol terhadap bentuknya. kegiatan yang dilakukan secara aktif. Di Pada saat ini, konsep partisipasi atau peran Indonesia, prinsip-prinsip tersebut berkembang serta masyarakat sudah banyak diungkap dan pada akhir 1980-an dengan munculnya dibahas, baik kalangan akademisi, perencana model Participatory Rural Appraisal (PRA) program pembangunan, birokrat maupun (Chambers, 2004: 32-33). lembaga kemasyarakatan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata partisipasi II. Pembelajaran Partisipatif dalam Upaya mempunyai arti ”Hal turut berperan serta dalam Pelestarian suatu kegiatan”. Rumusan lainnya yaitu bahwa Pelibatan masyarakat dalam upaya partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam pelestarian pusaka budaya pada dasarnya pembangunan diri kehidupan dan lingkungan mempunyai landasan hukum dalam Undang- mereka. Kata kuncinya adalah ”keikutsertaan”, Undang RI No. 5 tahun 1992 tentang Benda ”keterlibatan”, dan ”pembagian peran” Cagar Budaya (UURI No. 5/1992) beserta (Sumpeno, 2009: 131-132). Arah tujuannya peraturan pelaksanaannya. Dalam Pasal 18 adalah adanya kerja sama 16 Arti Penting Peran Masyarakat dalam Pelestarian Pusaka Budaya

(2) disebutkan “Masyarakat, kelompok, dan dari goverment social responsibility terhadap perorangan berperan serta dalam pengelolaan masyarakat luas. Terutama hal itu dilakukan benda cagar budaya dan situs”. Ketentuan di lingkungan atau kawasan-kawasan cagar tatacara mengenai hal tersebut diatur dalam budaya. Institusi pemerintah khususnya yang Peraturan Pemerintah RI No. 10 tahun 1993 bergerak dalam bidang arkeologi tentunya tentang Pelaksanaan UURI No. 5/1992, Pasal harus memanfaatkan peluang untuk terus 42: membuka berbagai program pemberdayaan dan mensuport peluang masyarakat berpartisipasi (1) Peran serta masyarakat dalam pelestarian sebagaimana peraturan yang ada secara atau pengelolaan benda cagar budaya maksimal. Kebijakan tersebut akan bersinergi dapat dilakukan oleh perorangan atau badan hukum, yayasan, perhimpunan, dengan berbagai langkah lembaga-lembaga perkumpulan, atau badan lain yang swadaya dan kelompok masyarakat yang sejenis. mempunyai kepedulian dengan pelestarian (2) Peran serta masyarakat sebagaimana pusaka budaya. dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa penyuluhan, seminar, pengumpulan dana, Menurut pendapat beberapa pakar peluang dan kegiatan lain dalam upaya perlindungan memaksimalkan partisipasi itu dimungkinkan dan pemeliharaan benda cagar budaya. dalam pengelolaan pusaka budaya. Pearson dan Sullivan (1995) menjelaskan beberapa tahapan Berdasarkan substansi Pasal 42 tersebut di atas pengelolaan yaitu sebagai berikut. Pertama, pada dasarnya peran serta masyarakat dalam melakukan identifikasi dan deskripsi secara pelestarian dan pengelolaan benda cagar budaya menyeluruh tentang objek pusaka budaya. Kedua, dapat dilakukan karena merupakan salah satu interpretasi nilai penting ataupun memberikan amanat peraturan perundang-undangan. Hal pemaknaan terhadap pusaka budaya. Ketiga, itu dilakukan terutama diperuntukkan di dalam perencanaan dan membuat kebijakan tentang upaya perlindungan dan pemeliharaan benda upaya pelestarian pusaka budaya. Keempat, cagar budaya. Cara-cara yang dapat dilakukan implementasi kebijakan yang telah ditetapkan juga jelas diatur yaitu penyuluhan, seminar, dalam pengelolaan. Kelima, dilakukannya pengumpulan dana, dan kegiatan lainnya yang monitoring terhadap berbagai perencanaan penting didedikasikan untuk perlindungan dan dan implementasi kebijakan pelestarian. Hasil pemeliharaan. kegiatan monitoring itu digunakan untuk Di Daerah Istimewa Yogyakarta berbagai melakukan evaluasi berbagai kegiatan tersebut upaya keterlibatan atau peran serta masyarakat (Prasodjo, 2000: 11). Berdasarkan beberapa fase dalam pelestarian tersebut telah coba mulai itu maka posisi institusi arkeologi dalam hal ini dilakukan oleh berbagai pihak terkait, baik adalah sebagai stewardship semacam “penjaga oleh perguruan tinggi, LSM, lembaga swasta, pengelola” ataupun pelayan masyarakat di maupun Pemerintah, sejak hampir satu dekade dalam pelestarian pusaka budaya secara yang lalu. Koherensi dengan hal tersebut di atas partisipatif. berbagai pihak terkait tersebut, yaitu lembaga Pendekatan partisipasi tersebut di atas swasta dapat melakukan program coporate pada dasarnya mempunyai relevansi dengan social responsibility (CSR), kelompok- upaya pelestarian pusaka budaya yang bersifat kelompok swadaya dengan community social dinamik. Sifat dinamik pelestarian yaitu terkait responsibility, sedangkan kegiatan yang dengan pengertian adanya keberlanjutan dalam dilakukan pemerintah merupakan bagian

17 Arti Penting Peran Masyarakat dalam Pelestarian Pusaka Budaya

setiap proses perubahan yang terjadi. Di Kota Terbukti ada berbagai program tindak lanjut Yogyakarta peluang untuk implementasi sebagai upaya pelestarian yang dilaksanakan, program dapat dilakukan di kawasan-kawasan baik dari LSM, kalangan perguruan tinggi pusaka, antara lain: kawasan ”pathok nol Kota (UGM), dan instansi pemerintah (pusat Yogyakarta”, sekitar jalan poros pusat kota, dan daerah). Berbagai program tersebut KotaBaru, Bintaran, Jetis, Kotagede, dan tentunya harus dimanfaatkan untuk proses nJeron Benteng. Upaya pelestarian dinamik pembelajaran partisipatif, artinya masyarakat dilakukan terutama untuk bangunan maupun tetap diposisikan sebagai subjek pembangunan kelompok bangunan di kawasan pusaka budaya dalam implementasi program pelestarian untuk perkotaan yang mempunyai tantangan ancaman turut berperan aktif dalam proses kegiatan. perubahan karena alih fungsi dan pemanfaatan Implementasi konkret mengenai permasalahan yang tinggi. Pengambilan peran serta itu dapat dilakukan dengan cara peningkatan masyarakat dalam suatu proses kegiatan tersebut peran masyarakat. pada dasarnya tidak dapat muncul begitu saja. Artinya peran serta tersebut harus direncanakan III. Peran Masyarakat dalam Upaya dan diciptakan di dalam kehidupan masyarakat, Pe lestarian yaitu secara umum melalui pendekatan program 1. Upaya Pembelajaran Partisipatif : pemberdayaan masyarakat dan secara khusus Pengembangan Masyarakat dan Pelatihan di dengan cara pelaksanaan kegiatan pelatihan Kawasan Pusaka Budaya berbasis masyarakat. 1.1 Pengembangan Masyarakat Lokal Kondisi pasca gempa bumi tektonik pada Menurut definisi AMA yang dikutip Suharto 27 Mei 2006 membuktikan adanya fenomena (2005: 38), pengertian pengembangan perubahan drastis di berbagai lingkungan masyarakat adalah metode yang kawasan pusaka budaya di Yogyakarta. memungkinkan orang maupun masyarakat Kawasan yang mengalami perubahan drastis, dapat meningkatkan kualitas hidupnya, diakibatkan hancur dan rusaknya bangunan serta memperbesar pengaruhnya terhadap pusaka budaya karena gempa. Di samping itu, berbagai proses yang dapat memengaruhi juga munculnya pergeseran sikap masyarakat kehidupannya. Hal itu dapat dijelaskan mengenai pemaknaan pusaka budaya yang ke dalam dua aspek yaitu pengembangan dimiliki terutama di kawasan Kotagede dan masyarakat. Aspek pengembangan yang terkena dampak masif gempa bumi meliputi upaya peningkatan kehidupan tektonik. Berbagai permasalahan muncul, baik dalam berbagai sektor, salah satunya untuk recovery bangunan juga merebaknya adalah sosial budaya. Aspek masyarakat skeptisisme di dalam masyarakat mengenai yaitu sebuah kepentingan bersama apa manfaat tetap mempertahankan pusaka berdasarkan suatu identitas tertentu dan budaya yang dimiliki apabila hanya berbagai tempat bersama di dalam suatu wilayah kewajiban saja yang harus ditanggung, tanpa tertentu. Pengembangan masyarakat adanya pertimbangan untuk mendapatkan di dalam suatu lokasi tertentu tersebut peluang mendapatkan hak-hak yang diperoleh. dimaksudkan untuk memajukan kehidupan Terkait dengan hal itu, peran pemerintah dan sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat. stakeholders yang ada harus mencipatakan Dalam hal ini, masyarakat dipandang solusi tentang berbagai persoalan tersebut. sebagai potensi yang dapat dikembangkan

18 Arti Penting Peran Masyarakat dalam Pelestarian Pusaka Budaya

dengan berbagai pendekatan atau model • Menjelaskan apa maksud pelatihan dan upaya pendampingan (Suharto, 2005: berbasis masyarakat yang dilakukan. 43). Model pengembangan meliputi aspek dan mengapa hal itu diperlukan. penentuan parameter, pengembangan • Menjelaskan apa manfaat yang diperoleh masyarakat lokal, perencanaan sosial/ mengikuti pelatihan. budaya, dan aksi sosial/budaya. Untuk • Menentukan dan merumuskan perenca- pendampingan dengan melakukan tahapan naan pelatihan secara komprehensif. edukasi dan berbagai pelatihan untuk upaya • Menentukan formulasi tujuan dan model peningkatan kemampuan masyarakat interaksi yang dilakukan. (capacity building). • Menentukan materi dan teknik pembelajaran yang akan dilakukan. 1.2 Pelatihan Berbasis Masyarakat • Melakukan evaluasi akhir secara total, Pada dasarnya pelatihan berbasis masyarakat baik mengenai tingkat apresiasi dan merupakan suatu gerakan untuk memberikan pemahaman materi maupun dampak kepercayaan kepada masyarakat untuk dan manfaat konkret langsung yang berperan aktif membangun sikap mau diperoleh masyarakat setelah adanya melakukan sesuatu dari dalam diri mereka. pelatihan. Hal itu berlandaskan kepada pandangan, Terkait dengan hal tersebut di atas ada bahwa dari lingkungan masyarakat itu beberapa aspek. analisis dan pengembangan sendiri memiliki potensi besar untuk penting yang perlu diperhatikan dalam memperbaiki kehidupannya dengan pelatihan berbasis masyarakat. yaitu berbagai kiat yang dimilikinya. Proses sebagai berikut. Pertama, aspek sasaran pelatihan pada dasarnya merupakan bagian dengan analisis pengembangan meliputi dari penguatan kapasitas dan stimulus yang permasalahan kinerja stakeholders didasarkan kepada kebutuhan mereka. Pada dan penguatan secara integratif lintas perkembangannya akan memunculkan sektoral. Kedua, aspek tekanan dengan sikap, pemahaman, peran serta, dan analisis pengembangan meliputi proses ketrampilan untuk mengolah persoalan pembelajaran dengan tekanan perubahan yang ada. Koherensi dengan permasalahan sikap, peningkatan pemahaman, dan tersebut di atas pihak-pihak terkait dapat pengembangan manajemen partisipatoris. mengambil posisi sebagai fasilitator dan Ketiga, aspek hubungan dengan analisis dinamisator untuk terlaksananya program pengembangan meliputi pemecahan dengan baik. Pemerintah dan lembaga masalah dan pemenuhan kebutuhan, kemasyarakatan dapat juga turut belajar potensi kerja dan kebutuhan masyarakat. untuk menyelesaikan persoalan krusial Keempat, aspek fokus dengan analisis tentang hubungannya dengan masyarakat. pengembangan tugas dan peran serta Menurut Sumpeno (2009) pelaksanaan pihak-pihak terkait (stake holders) dan pembelajaran dalam pelatihan yang peluang masyarakat untuk mendapatkan dilakukan perlu menjelaskan kepada pengalaman dan ketrampilan dalam proses masyarakat yang menjadi sasarannya. perencanaan. Kelima, aspek situasi dengan Hal-hal yang menjadi materi pokok antara analisis pengembangan interaksi dialogis lain: dan partisipatif pihak-pihak terkait.

19 Arti Penting Peran Masyarakat dalam Pelestarian Pusaka Budaya

Situasi pembelajaran yang dilakukan berpusat kepada aktivitas dan pengalaman harus interaktif sehingga dapat mendorong belajarnya. proses transformasi masyarakat. Beberapa Prinsip-prinsip RPC terdiri dari sebagai hal yang perlu diperhatikan antara lain: berikut. • Pengembangan iklim keterbukaan dan 1.3.1 Penerapan siklus belajar yang saling memberikan kepercayaan. terdiri dari persiapan, penyampaian • Suasana demokratis, kerja sama, dan meteri, pelatihan integratif, dan partisipatif. implementasi hasil atau penerapan. • Proses interaksi dialogis, saling 1.3.2 Pengembangan gaya belajar membantu, dan menuju perbaikan tidak statis tetapi dinamis dengan kinerja. memperhatikan pengembangan • Mengembangkan pengertian dan cara somatis, auditori, visual, dan pemahaman terhadap lingkungan kerja intelektual. dan permasalahan yang dihadapi. 1.3.3 Orientasi aktivitas yaitu • Mampu mengeksplorasi potensi yang pembelajaran yang mengutamakan ada di dalam masyarakat. pengalaman dan tindakan secara • Mendukung pengembangan peran dan aktif. tanggung jawab masyarakat secara 1.3.4 Membangun komunitas pembelaja- mandiri. ran yang interaktif. 1.3.5 Mengutamakan pembelajaran 1.3 Konsep Pelatihan Berbasis Masyarakat praktik dengan orientasi accelerated Dalam rangka peningkatan kapasitas learning yaitu pembelajar sebagai pengetahuan dapat dilakukan dengan kreator pengalaman belajar, edukasi dan pelatihan yang berbasis pengetahuan, dan makna. masyarakat. Model pelatihan yang sudah Langkah-langkah penerapan RPC lajim berkembang selama ini dalam dikembangkan untuk membantu pelatihan adalah dengan cara konvensional pengembang program pelatihan dapat yaitu bersifat instruksional atau preskriptif dilakukan secara efektif. Model ini atau instruksional. Model tersebut dalam akan efektif apabila dilaksanakan sebagai era saat ini dipandang bersifat atas – bawah bagian integral proses upaya pembangunan (top down) yang cenderung satu arah. yang bersifat partisipatif. Ada tujuh langkah Model lain dan dapat diterapkan untuk penerapan RPC secara rinci yaitu sebagai membangun pembelajaran dan peningkatan berikut. • Mengidentifikasi dan analisis kebutuhan kemampuan secara langsung, integratif, pelatihan. pengembangan krativitas, orientasi praktek, • Menentukan tujuan dan hasil pelatihan pengetahuan organisasi yang berbasis yang diharapkan. masyarakat adalah dengan Rancangan • Merencanakan aktivitas dan pengalaman Pelatihan Cepat (RPC). Model tersebut belajar. lebih mampu mengoptimalkan potensi • Merancang situasi dan lingkungan yang ada untuk proses pembelajaran yang belajar yang integratif.

20 Arti Penting Peran Masyarakat dalam Pelestarian Pusaka Budaya

• Menentukan proses pembelajaran dan Melalui beberapa kegiatan tersebut peran pelatihan. masyarakat sebagai informan, nara sumber • Implementasi program pembelajaran kegiatan, peserta aktif dalam FGD, work shop, secara langsung. organisasi pelestari atau kelompok swadaya • Mengevaluasi program dan meningkatkan masyarakat lokal, dan peserta pelatihan atau hasil pembelajaran. bimbingan teknis kegiatan sangat menentukan dalam mendukung keberhasilan suatu program 2. Membangun Peran Masyarakat: Contoh Kasus yang diadakan di suatu kawasan. di Kawasan Pusaka Budaya Kotagede Partisipasi aktif masyarakat melalui Upaya pembangunan masyarakat lokal beberapa kegiatan tersebut terutama pada dan pelatihan berbasis masyarakat dalam upaya pasca gempa bumi tektonik 27 Mei 2006 dapat pelestarian pada dasarnya merupakan bagian dijumpai dalam kegiatan-kegiatan penanganan dari pendekatan yang bersifat partisipatorif. kawasan pusaka budaya, sebagai contoh tentang Substansi pendekatan tersebut adalah adanya kasus tersebut adalah di kawasan pusaka budaya kebijakan untuk melibatkan masyarakat lokal Kotagede. Kawasan tersebut merupakan situs dalam setiap kegiatan. Kebijakan tersebut peninggalan Kerajaan Mataram Islam pertama secara manajerial merupakan bagian dari Panembahan Senopati pada akhir abad ke-16 manajemen berbasis masyarakat (community- sampai dengan pertengahan abad ke-17. Di based management). Untuk mencapai tujuan dalam situs tersebut terdapat berbagai potensi agar keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan pusaka budaya, baik budaya material dan budaya dilakukan secara konstruktif maka diperlukan tak benda, sehingga tidak mengherankan apabila suatu model pelatihan-pelatihan. Model terdapat berbagai program yang dilakukan. pelatihan tetentunya harus dirancang sesuai Berbagai program kegiatan yang dilakukan dengan upaya pelestarian pusaka budaya yang dalam rangka upaya pelestarian kawasan pusaka dilakukan. budaya yaitu sebagai berikut. Pertama, kegiatan Berbagai bentuk yang dilakukan dalam penyusunan pedoman tentang bangunan pelibatan masyarakat yaitu dengan memberikan tradisional di Kawasan Kotagede yang peran signifikan bagi masyarakat dalam berbagai dilaksanakan oleh Jogjakarta Heritage Society bentuk, antara lain: informan, narasumber, (JHS) bekerja sama dengan UNESCO. Dalam peserta aktif kelompok pembahas (FGD = focus kegiatan tersebut masyarakat bersama pihak group discusion), kelompok-kelompok swadaya terkait berperan sebagai informan kunci, nara masyarakat lokal, dan kelompok-kelompok sumber kegiatan, peserta FGD, dan kelompok bimbingan. Berdasarkan potensi masyarakat swadaya yang memberikan masukan serta yang ada maka proses pelibatan masyarakat terlibat dalam membuat suatu format pedoman dapat dilakukan secara bertahap sesuai dengan untuk pelestarian bangunan tradisional mereka arah tujuannya. Beberapa sasaran kegiatan sendiri. Keluaran program tersebut adalah yang memberikan peluang peran masyarakat buku pedoman tentang konservasi bangunan yaitu antara lain: pembuatan pedoman teknis tradisional. Kedua, program rekonstruksi bangunan di suatu kawasan pusaka budaya, dan rehabilitasi bangunan pusaka budaya di pemberdayaan masyarakat dalam rangka Kotagede yang melibatkan komunitas lokal, pelestarian kawasan pusaka budaya, dan JHS dan perguruan tinggi (UGM). Keluaran pemeliharaan bangunan-bangunan pusaka. program itu adalah upaya rekonstruksi bangunan

21 Arti Penting Peran Masyarakat dalam Pelestarian Pusaka Budaya

yang runtuh akibat gempa bumi tektonik 27 untuk terlibat langsung sejak perencanaan, Mei 2006 yaitu dengan melakukan rehabilitasi implementasi, dan monitoring-evaluasi. Oleh bangunan joglo yang difungsikan sebagai karena itu, diperlukan pilihan model pelatihan fasilitas publik. Ketiga, program pemeliharaan yang menciptakan kekondusifan pelaksanaan bangunan pusaka budaya di kawasan Kotagede program pelestarian. Koherensi dengan yang dilaksanakan oleh Balai Pelestarian permasalahan itu perencanaan dan pelaksanaan Peninggalan Purbakala DIY. Di dalam kegiatan rehabilitasi, pemeliharaan, dan pengelolaan ini dilakukan kegiatan pembinaan teknis atau bangunan-bangunan tradisional diperlukan pelatihan tentang pemeliharaan bangunan model pelatihan yang berprinsip RPC. tradisional kepada masyarakat dan teknisi Model RPC dapat diterapkan dalam upaya pelaksana. Tahap berikutnya diadakan FGD bimbingan teknis kepada masyarakat luas yang oleh kelompok masyarakat, instansi pemerintah, dilakukan untuk pembelajaran pengetahuan dan perguruan tinggi untuk menghasilkan dan membangun pengalaman secara cepat rekomendasi tentang upaya pelestarian. Setelah tentang perencanaan dan pengetahuan dilakukan beberapa tahapan kegiatan tersebut pemeliharaan, rehabilitasi serta monitoring terus dilanjutkan dengan program pelaksanaan dan evaluasi secara praktis tentang bangunan- pemeliharaan dan rehabilitasi konstruksi kayu bangunan dan pengelolaan kawasan pusaka pada bangunan tradisional. Dengan demikian, budaya. Hal itu disebabkan adanya pendekatan pelaksanaan kegiatan tersebut dilakukan secara yang tidak hanya pembelajaran teoretis dan integratif, dari tahapan bimbingan teknis, FGD, pengetahuan (learn to know), tetapi praktik dan implementasi kebijakannya. Keempat, penyelesaian permasalahan (laern to do) yang program rekonstruksi lingkungan kawasan berorientasi secara aktif, interaktif, akseleratif, Kotagede oleh JRF (Java Reconstrction mandiri, membangun pengalaman belajar, Fund) yang bekerjasama dengan organisasi mengutamakan praktik langsung penanganan pendamping, pemerintahan desa, dan instansi persoalan di lapangan, dinamis, dan evaluatif. pemerintah (Kimpraswil). Pelaksanaan tersebut melakukan bimbingan dari identifikasi lingkungan, perumusan permasalahan, dan IV. Penutup perencanaan untuk implementasi program. Model kegiatan partisipatif dengan Implementasi kebijakan pelatihan dalam melakukan pemberdayaan masyarakat tersebut upaya rehabilitasi dan pemeliharaan bangunan- sangat konstruktif untuk dilakukan secara bangunan tradisional di kawasan pusaka budaya lebih komprehensif dan holistik. Mengingat dapat dilakukan dengan penerapan konsep di Kotagede kasus-kasus penjualan berbagai pelatihan yang tepat. Di samping itu, juga komponen dan bangunan tradisional terutama dapat diterapkan untuk model pelatihan dalam pada pasca gempa bumi tersebut masih marak. mengembangkan peran masyarakat, komunitas- Terkait dengan hal itu urgensi menentukan komunitas lokal untuk dapat lebih berperan peran masyarakat dalam pelestarian sangat dalam pelestarian secara aktif dan komprehensif. relevan. Artinya permasalahan pelestarian ke Dalam upaya pelaksanaan pelestarian yang depan salah satunya ditentukan sejauh mana mengakomodasi peran masyarakat akan dapat masyarakat dapat melaksanakan kewajiban lebih maksimal apabila dilaksanakan secara melestarikan pusaka budaya, serta mendapatkan holistik. Peran masyarakat perlu di eksplorasi peran dan hak-haknya karena menjadi pelaku

22 Arti Penting Peran Masyarakat dalam Pelestarian Pusaka Budaya

pelestari. Untuk mendukung permasalahan itu Daftar Pustaka maka model RPC perlu diintegrasikan dengan pelaksanakan pelestarian secara partisipatif Anonim, Undang-Undang RI No. 5 tahun 1992 tentang Benda Cagar Buday yang tepat. Terkait dengan hal itu peran institusi ______, Peraturan Pemerintah No. 10 tahun pemerintah perlu terus melakukan pendampingan 1993 dan mengembangkan upaya mengeksplorasi Chambers, Robert. 2004. PRA: Memehami keterlibatan atau peran masyarakat dalam proses Desa Secara Partisipatoris, Yogyakarta: peerencanaan, implementasi, dan evaluasi Kanisius. kegiatan pelestarian secara berkelanjutan. Pendekatan partisipatif dapat menjadi bagian Prasodjo, Tjahjono. Pendekatan Partisipatoris dalam Pengelolaan Sumberdaya Arkeologis strategi dan penentuan standar pelayanan dan Kemungkinan Penerapannya di minimal (SPM) dalam pembangunan ataupun Kawasan Arkeologis Gunungkidul, Seminar pemberdayaan masyarakat untuk pelestarian. Penelitian Terpadu Kawasan Arkeologis Dengan demikian, pilihan kemitraan dengan Gunungkidul, FS-UGM, 12-13 April, 2000. melakukan pelatihan secara akseleratif berbasis Setiawan, Bobi B., “Pelestarian Pusaka Budaya masyarakat dengan intensif dan konsisten dan Pentingnya Peran Serta Masyarakat,” dan bekerja sama scara lintas sektoral dengan Makalah,dalam Sarasehan Dewan berbagai pihak. Terutama dengan pemangku Kebudayaan DIY dan JHS, 30 Desember 2004. kawasan pusaka, lembaga swadaya masyarakat, komunitas lokal, dan pemerintah daerah, Suharto, Edi. 2005. Membangun Masyarakat baik propinsi maupun kota dan kabupaten. Memberdayakan Rakyat, Bandung: Refika Mengingat di kawasan pusaka Kotagede secara Aditama. kewilayahan administratif kewenangannya Sutrisno, Lukman. 1995. Menuju Masyarakat ada di dua wilayah yaitu Kota Yogyakarta dan Partisipatif, Yogyakarta: Kanisius. Kabupaten Bantul. Terasa relevan apabila kita juga merenungkan Sumpeno, Wahyudin. 2009. Sekolah Masyarakat: Penerapan Rapid Training Design Dalam kata-kata bijak Mahatma Gandhi: What you do Pelatihan Berbasis Masyarakat. Yogyakarta: is of little significance, but it is very important Pustaka Pelajar. that you do it. Secara bebas hal itu dapat diartikan : “Apa yang kita dikerjakan tersebut sedikit berarti, tetapi sangat penting apabila sungguh-sungguh dikerjaan atau dilakukan”.

*Penulis, Kapokja. Registrasi dan Penetapan, Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Daerah Istimewa Yogyakarta.

23 Arti Penting Peran Masyarakat dalam Pelestarian Pusaka Budaya

Lampiran: Gambar : 1. Skema Pelestarian dan Pemanfaatan

24 Arti Penting Peran Masyarakat dalam Pelestarian Pusaka Budaya

25 Revisi Undang-undang RI Nomor 5 Tahun 1992, Sebuah Tinjauan Yuridis

Revisi Undang-undang RI Nomor 5 Tahun 1992, Sebuah Tinjauan Yuridis

Oleh : Dendi Eka Hartanto Salikun*

Arus besar yang berhembus di jagad Benda Cagar Budaya adalah: cagar budaya nasional saat ini adalah adanya a. benda buatan manusia, bergerak, atau keinginan sementara kalangan untuk melakukan tidak bergerak yang berupa kesatuan atau revisi Undang-undang RI Nomor 5 Tahun 1992 kelompok, atau bagian-bagiannya atau tentang Benda Cagar Budaya dengan alasan sisa-sisanya, yang berumur sekurang- peraturan perundang-undangan tersebut banyak kurangnya 50 (lima puluh) tahun, atau mengandung kelemahan, bahkan ada yang mewakili masa gaya yang khas dan berpendapat munculnya peraturan perundang- mewakili masa gaya sekurang-kurangnya undangan tersebut justru mencederai rasa keadilan 50 (lima puluh) tahun, serta dianggap obyek yang diaturnya. mempunyai nilai penting bagi sejarah, Berbagai tuduhan dialamatkan dengan ilmu pengetahuan, dan kebudayaan; alasan baik yang sifatnya akademis, filosofis, maupun yuridis. Namun masalahnya, benarkah b. benda alam yang dianggap mempunyai nilai semua citra negatif terhadap peraturan perundang- penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, undangan tentang benda cagar budaya hasil karya dan kebudayaan. anak negeri sebagai pengganti Monumenten Namun jika melihat isi Undang-undang RI Ordonantie warisan penjajah Belanda tersebut. Nomor 5 Tahun 1992 secara keseluruhan maka Untuk itu penulis akan mencoba melakukan akan tampak bahwa suatu benda untuk dapat pengkajian yuridis, apakah benar premis yang disebut sebagai benda cagar budaya harus ada membuat keberadaan Undang-undang R.I. Nomor surat keputusan (SK) yang menetapkannya 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya sebagai benda cagar budaya. semakin terpuruk antara hidup segan mati tak mau. Penetapan Benda Cagar Budaya Untuk dapat disebut sebagai benda cagar 1. Kriteria Benda Cagar Budaya budaya tidak cukup hanya memenuhi Pihak yang ingin melakukan revisi kriteria pasal 1 Undang-undang RI Nomor menyatakan bahwa, Undang-undang RI 5 Tahun 1992 (syarat material), tetapi juga Nomor 5 Tahun 1992 mengandung kelemahan harus memperhatikan bunyi alinea ke- dalam hal kriteria benda cagar budaya, karena empat Penjelasan Umum Undang-undang tidak menentukan secara tegas apakah sesuatu RI Nomor 5 Tahun 1992, yang berbunyi: benda untuk dapat disebut sebagai benda “ ...... tidak semua pe-ninggalan cagar budaya harus ada surat keputusan yang sejarah mempunyai makna sebagai benda menyatakannya sebagai benda cagar budaya cagar budaya ...... “. Dan juga harus ataukah tidak. memperhatikan ketentuan dalam pasal 10 Jika kita hanya melihat pasal 1 Undang- Undang-undang RI Nomor 5 Tahun 1992 undang RI Nomor 5 Tahun 1992, maka juncto pasal 7 Keputusan Menteri Pendidikan pendapat ini ada benarnya, karena isi pasal 1 dan Kebudayaan RI Nomor 087/P/1993, yang tersebut hanya mengatur tentang kriteria benda pada intinya menyatakan bahwa, “sesuatu cagar budaya, dan tidak mengatur masalah benda untuk dapat disebut sebagai benda surat keputusan penetapan sebagai benda cagar budaya, disamping harus memenuhi cagar budaya. kriteria sebagai-mana tercantum dalam Pasal 1 butir 1 Undang-undang RI Nomor 5 pasal 1 Undang-undang RI Nomor 5 Tahun Tahun 1992 menyatakan: 1992 juga harus ada penetapan hukum (surat keputusan) yang menyatakannya sebagai benda cagar budaya (syarat formil)”.

26 Revisi Undang-undang RI Nomor 5 Tahun 1992, Sebuah Tinjauan Yuridis

Adapun instansi yang berwenang menetapkan tindak pidana dimaksud merupakan benda benda cagar budaya adalah : cagar budaya. a. Untuk benda cagar budaya tidak bergerak Dengan logika yang paling sederhana, dan situs, yang berwenang mene-tapkan pada saat Undang-undang RI Nomor 5 (membuat Surat Keputusan Penetapan) Tahun 1992 diundangkan pada tanggal 21 benda cagar budaya dalam prakteknya Maret 1992, tentunya belum ada satu-pun adalah Menteri yang bertanggungjawab benda yang ditetapkan sebagai benda cagar di bidang kebudayaan (dasar hukumnya budaya (belum memenuhi syarat formil pasal 10 dan pasal 11 Undang-undang dan material) sebagaimana dikehendaki R.I. Nomor 5 Tahun 1992). peraturan perundangan tersebut, sehingga b. Untuk benda cagar budaya bergerak, apakah dengan demikian benda yang yang berwenang menetapkan (membuat diduga benda cagar budaya tersebut dapat Surat keputusan Penetapan) benda cagar diperlakukan seenaknya. Tentunya tidak, budaya adalah Kepala Balai Peles- karena benda yang belum mem-punyai surat tarian Peninggalan Purbakala (dasar keputusan penetapan sebagai benda cagar hukumnya pasal 3 butir g Keputusan budaya tersebut asalkan secara substansial Menteri Kebudayaan dan Pariwisata (setelah melalui proses penelitian dan Nomor: KM.51/OT/MKP/2003 tentang penilaian) memenuhi kriteria sebagai benda Organisasi dan Tata Kerja Balai cagar budaya sebagaimana dimaksud dalam Pelestarian Peninggalan Purbakala). pasal 1 Undang-undang RI Nomor 5 Tahun 1992, maka benda tersebut akan diberi per- Yang menjadi masalah, jika ada benda yang lindungan sebagai benda cagar budaya memenuhi kriteria sebagai benda cagar dengan segala akibat hukumnya, artinya budaya sebagaimana diatur dalam pasal 1 ketentuan larangan dan sanksi pidana Undang-undang R.I. Nomor 5 Tahun 1992, sebagaimana tercantum dalam Undang- namun belum ada Surat Keputusan (SK) undang RI Nomor 5 Tahun 1992 juga berlaku yang menetapkannya sebagai benda cagar terhadap benda tersebut. budaya, apakah akan diberi “perlindungan 2. Pengertian Situs hukum” sebagai benda cagar budaya dengan segala akibat hukumnya, terutama jika terjadi Di samping itu pihak yang menginginkan perlakuan yang membahayakan keberadaan revisi Undang-undang R.I. Nomor 5 Tahun benda yang diduga benda cagar budaya 1992 juga mengatakan bahwa undang-undang tersebut. tersebut terlalu artefact oriented, padahal dunia arkeologi pada saat ini sudah mulai bergeser dari artefact oriented menuju site Perlindungan hukum benda yang diduga oriented dan kini kemudian menjadi region benda cagar budaya oriented. Menurut pasal 3 Undang-undang RI Padahal kalau kita baca dan kita kaji lebih Nomor 5 Tahun 1992: lingkup pengaturan dalam sebetulnya anggapan ini belum tentu undang-undang ini meliputi benda cagar benar. Hal ini bisa dilihat dari uraian berikut budaya, benda yang diduga benda cagar ini: budaya, benda yang diduga benda cagar budaya, benda berharga yang tidak Undang-undang R.I. Nomor 5 Tahun 1992: diketahui pemiliknya, dan situs. Sedangkan • Pasal 1 butir 2 Undang-undang RI Nomor menurut pasal 10 Undang-undang RI Nomor 5 Tahun 1992: Situs adalah lokasi yang 5 Tahun 1992: . . . . selama dilakukan proses mengandung atau diduga mengandung penelitian terhadap benda . . . . . diberikan benda cagar budaya termasuk perlindungan sebagai benda cagar budaya. lingkungannya yang diperlukan bagi Dalam praktiknya, selama proses peradilan pengamanannya. tindak pidana terhadap benda yang belum • Pasal 11 Undang-undang RI Nomor 5 ditetapkan sebagai benda cagar budaya Tahun 1992: Pemerintah menetapkan lo- (benda yang diduga cagar budaya), biasanya kasi penemuan benda cagar budaya atau Hakim akan memanggil Saksi Ahli untuk benda yang diduga benda cagar budaya memberikan keterangan apakah barang bukti 27 Revisi Undang-undang RI Nomor 5 Tahun 1992, Sebuah Tinjauan Yuridis

sebagai situs dengan menetapkan batas- yakni lahan di sekitar situs yang berfungsi batasnya. sebagai penyangga bagi kelestarian • Pasal 17 Undang-undang R.I. Nomor 5 situs; dan mintakat pengembangan yakni Tahun 1992: lahan di sekitar mintakat penyangga atau (1) Setiap kegiatan yang berkaitan dengan mintakat inti yang dapat dikembangkan penetapan suatu lokasi sebagai situs untuk difungsikan sebagai sarana sosial, disertai dengan pemberian ganti rugi ekonomi, dan budaya yang tidak ber- kepada pemilik tanah yang bersang- tentangan dengan prinsip pelestarian kutan. benda cagar budaya dan situsnya. (2) Pelaksanaan pemberian ganti rugi Berdasarkan ketentuan hukum sebagaimana sebagaimana dimaksud dalam ayat dikemukakan di atas sebetulnya anggapan (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan bahwa Undang-undang RI Nomor 5 Tahun peraturan perundang-undangan yang 1992 lebih berorientasi ke “benda” cagar berlaku. budaya (artefact oriented) dari pada situs (site oriented) dan kawasan (region oriented) Peraturan Pemerintah R.I. Nomor 10 Tahun tidaklah benar adanya, karena bukankah yang 1993: namanya situs tidak hanya terdiri situs dengan • Pasal 23 ayat (2) Peraturan Pemerintah RI skala mikro tetapi bisa juga berupa situs dalam Nomor 10 Tahun 1993: Batas-batas situs skala yang lebih luas/makro/kawasan (region). dan lingkungannya sebagaimana dimaksud Disamping itu dalam Undang-undang RI dalam ayat (2) ditetapkan de-ngan sistem Nomor 5 Tahun 1992 ada 9 (sembilan) pasal pemintakatan yang terdiri dari mintakat yang mengatur masalah situs, yaitu pasal 1 inti, penyangga, dan pe-ngembangan. butir 2, pasal 2, pasal 3, pasal 11, pasal 15 ayat Penjelasan Pasal 23 ayat (2) Peraturan (1), pasal 17, pasal 18, pasal 24, dan pasal 26. Pemerintah RI Nomor 10 Tahun 1993: Dengan demikian masih dapatkah Batas-batas situs ditetapkan berdasarkan dipertahankan pendapat yang mengatakan atas batas asli bila masih ada, atau bila bahwa Undang-undang R.I. Nomor 5 Tahun tidak ada lagi ditinjau dari keadaan 1992 lebih bersifat artefact oriented. geotopografis seperti lereng, sungai, lem-bah, dan sebagainya atau kelayakan 3. Arkeologi Terrestrial pandang untuk mengapresiasi bentuk atau Ada pendapat yang mengatakan bahwa nilai benda cagar budaya. Batas lingkungan Undang-undang R.I. Nomor 5 Tahun 1992 situs ditetapkan sesuai dengan kebutuhan hanya mengatur arkeologi terrestrial, padahal pengamanan ataupun pengembangan seharusnya tidak terbatas pada arkeologi pemanfaatan benda cagar budaya sebagai terrestrial, tetapi juga benda (yang diduga obyek wisata budaya. benda) cagar budaya yang ada di dalam air. • Pasal 23 ayat (3) Peraturan Pemerintah R.I. Padahal kalau kita baca dengan teliti, Nomor 10 Tahun 1993: Batas-batas situs terdapat pasal yang seharusnya dimaknai bahwa dan lingkungannya sebagaimana dimaksud benda yang ada di dalam air juga termasuk dalam ayat (2) ditetapkan dengan sistem obyek hukum yang diatur dalam Undang- pemintakatan yang terdiri dari mintakat undang R.I. Nomor 5 Tahun 1992, yaitu dalam inti, penyangga, dan pengembangan. pasal 4 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1992, Penjelasan pasal 23 ayat (3) Peraturan yang menyatakan: (1) Semua benda cagar Pemerintah RI Nomor 10 Tahun 1993: Yang budaya dikuasai oleh Negara. (2) Penguasaan dimaksud dengan sistem pemintakatan benda cagar budaya sebagaimana dimaksud (zoning) adalah penentuan wilayah dalam ayat (1) meliputi benda cagar budaya mintakat situs dengan batas mintakat yang terdapat di wilayah hukum Republik yang penentuannya disesuaikan dengan Indonesia. (3) Pengembalian benda cagar kebutuhan benda cagar budaya yang budaya yang pada saat berlakunya Undang- bersangkutan untuk tujuan perlindungan. undang ini berada di luar wilayah hukum Sistem pemintakatan dapat terdiri dari Republik Indonesia, dalam rangka penguasaan mintakat inti atau mintakat cagar budaya, oleh Negara, dilaksanakan Pemerintah sesuai yaitu lahan situs; mintakat penyangga, konvensi hukum internasional. 28 Revisi Undang-undang RI Nomor 5 Tahun 1992, Sebuah Tinjauan Yuridis

Semua benda cagar budaya dikuasai Negara. Benda Cagar Budaya yang menyatakan: • Kata “semua” benda cagar budaya, Pendaftaran benda cagar budaya dilakukan mengandung makna bahwa yang dikuasai pada Seksi Kebudayaan Kantor Departemen Negara meliputi benda cagar budaya di Pendidikan dan Kebudayaan yang terdapat darat maupun di air. di setiap Kabupaten/Kotamadia atau Daerah • Kata “dikuasai”, menurut pasal 2 ayat (1) Tingkat II. Peraturan Pemerintah RI Nomor 10 Tahun Bukankah pendaftaran benda cagar budaya 1993, “meliputi pengaturan terhadap merupakan suatu bentuk pengelolaan benda pemilikan, pendaftaran, pengalihan, cagar budaya yang paling mendasar, karena perlindungan, pemeliharaan, penemuan, semua kegiatan pengelolaan benda cagar pencarian, pemanfaatan, pengelolaan, budaya baik pemilikan/penguasaan, penilaian perizinan, dan pengawasan”. dan penetapan, maupun perlindungan dan Penguasaan benda cagar budaya meliputi pemeliharaan benda cagar budaya semua pasti benda cagar budaya yang terdapat di wilayah bermula dari kegiatan pendaftaran. hukum Republik Indonesia. Di samping itu, dalam hal penetapan • Kata “wilayah hukum” Republik Indonesia, benda cagar budaya tidak bergerak juga mengandung makna di darat maupun di sudah didelegasikan ke Balai Pelestarian air. Peninggalan Purbakala yang ada di daerah Dengan pengertian demikian, apakah masih tingkat I / propinsi (pasal 3 butir g Keputusan benar pendapat yang mengatakan bahwa Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor: Undang-undang RI Nomor 5 Tahun 1992 KM.51/OT/MKP/2003 tentang Organisasi hanya mengatur arkeologi terrestrial. Sehingga dan Tata Kerja Balai Pelestarian Peninggalan bukankah ini semua sebenarnya hanyalah Purbakala). sekedar masalah bagai-mana “membaca Dengan demikian masih benarkah pendapat dan memaknai” suatu ketentuan peraturan yang mengatakan, bahwa selama ini tidak ada perundang-undangan. pendelegasian wewenang pengelolaan benda Atau jika ingin ketentuan yang lebih detail, cagar budaya. dapat dibuat peraturan perundang-undangan tersendiri yang mengatur tentang arkeologi 5. Tingkat Pelanggaran Meningkat Karena bawah air, seperti Keputusan Presiden RI Sanksi Ringan Nomor 19 Tahun 2007 tentang Panitia Nasional Berdasarkan fakta yang selama ini terjadi Pengangkatan dan Pemanfaatan Benda sebetulnya persoalan tindak pidana terha- Berharga Asal Muatan Kapal Yang Tenggelam, dap benda cagar budaya bukanlah terletak sedangkan Undang-undang RI Nomor 5 Tahun pada besar-kecilnya sanksi pidana yang akan 1992 cukup mengatur “hukum dasar”nya saja dijatuhkan terhadap pelakunya, tetapi terletak (mengatur hal-hal yang sifatnya umum dan pada bagaimana sanksi pidana yang tercantum mendasar), sehingga lebih fleksibel. dalam hukum positif (Undang-undang RI 4. Otonomi Daerah Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya) diterapkan dengan baik sesuai jenis Pihak yang menginginkan adanya dan kadar tindak pidana yang yang terjadi. revisi mengatakan bahwa Undang-undang Bukankah ancaman sanksi pidana sampai 10 RI Nomor 5 Tahun 1992 lebih bersifat (sepuluh) tahun penjara yang diatur dalam sentralistik, padahal iklim pemerintahan saat Undang-undang RI Nomor 5 Tahun 1992 ini menghendaki adanya pemerintahan yang sudah cukup memadai untuk membuat jera lebih bersifat desentralistik (adanya pem- pelaku tindak pidana. bagian kewenangan antara Pemerintah Pusat Pasal 26 Undang-undang RI Nomor 5 Tahun dan Pemerintah Daerah). 1992 menyatakan: Barangsiapa de-ngan sengaja Padahal sebenarnya, dalam hal pendaftaran merusak “benda cagar budaya” dan situs serta benda cagar budaya misalnya, justru peran lingkungannya atau membawa, memindahkan, Pemerintahan Daerah Tingkat II sangat mengambil, mengubah bentuk dan/atau warna, besar, sebagaimana tercantum dalam pasal 5 memugar, atau memisahkan “benda cagar Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan budaya” tanpa izin dari Pemerintah sebagai- RI Nomor 087/P/1993 tentang Pendaftaran mana dimaksud dalam pasal 15 ayat (1) dan 29 Revisi Undang-undang RI Nomor 5 Tahun 1992, Sebuah Tinjauan Yuridis

ayat (2) dipidana dengan pidana “penjara” Dalam hal ini mungkin ada yang selama-lamanya 10 (sepuluh) tahun dan/atau berpendapat bahwa, Undang-undang RI denda setinggi-tingginya Rp.100.000.000,00 Nomor 5 Tahun 1992 hanya memberikan (Seratus juta rupiah). sanksi pidana kepada pelaku tindak pidana Pasal 27 Undang-undang RI Nomor 5 terhadap “benda cagar budaya” dan tidak ada Tahun 1992 menyatakan: Barangsiapa dengan sanksi pidana kepada pelaku tindak pidana sengaja melakukan pencarian “benda cagar terhadap benda yang belum ditetapkan sebagai budaya” atau benda berharga yang tidak benda cagar budaya (tidak mempunyai SK/ diketahui pemiliknya dengan cara penggalian, Surat Keputusan penetapan sebagai benda penyelaman, pengangkat-an, atau dengan cara cagar budaya) meski-pun secara materiil pencarian lainnya tanpa izin dari Pemerintah memenuhi kriteria sebagai benda cagar sebagaimana di-maksud dalam pasal 12 ayat budaya sebagaimana diatur dilakukan (1) dipidana dengan pidana “penjara” selama- dalam pasal 1 Undang-undang R.I. Nomor lamanya 5 (lima) tahun dan/atau denda 5 Tahun 1992. Sehingga menurut anggapan setinggi-tingginya Rp.50.000.000,00 (lima mereka, jika misalnya terjadi pencurian atau puluh juta rupiah). perusakan benda yang tidak mempunyai Surat Pasal 28 Undang-undang RI Nomor 5 Keputusan/belum ditetapkan sebagai benda Tahun 1992 menyatakan: Barangsiapa dengan cagar budaya meskipun benda tersebut sudah sengaja merusak “benda cagar budaya”: memenuhi kriteria sebagai benda cagar budaya sebagaimana diatur dalam pasal 1 Undang- a. tidak melakukan kewajiban mendaftarkan undang RI Nomor 5 Tahun 1992, maka sanksi pemilikan, pengalihan hak, dan pemin- pidana dalam undang-undang tersebut tidak dahan tempat sebagaimana dimaksud dapat diterapkan. dalam pasal 8 ayat (1); Pendapat ini naif sekaligus tidak b. tidak melakukan kewajiban melapor atas berperasaan, karena ini berarti pada saat hilang dan/atau rusaknya benda cagar Undang-undang R.I. Nomor 5 Tahun budaya tersebut sebagaimana dimaksud 1992 diundangkan pada tanggal 21 dalam pasal 9; Maret 1992, tentunya belum ada satupun c. tidak melakukan kewajiban melapor atas benda yang ditetapkan sebagai benda cagar penemuan atau mengetahui ditemukannya budaya (belum memenuhi syarat formil dan benda cagar budaya atau benda yang diduga materiil) sebagaimana dikehendaki peraturan sebagai benda cagar budaya atau benda perundangan tersebut, sehingga dengan berharga yang tidak diketahui pemiliknya demikian maka benda yang diduga benda cagar sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 budaya tersebut dapat diperlakukan seenaknya, ayat (1); seperti dicuri, dirusak, dan sebagainya. d. memanfaatkan kembali benda cagar Yang berpendapat seperti itu mungkin budaya yang sudah tidak dimanfaatkan lupa, tidak tahu, tidak mengerti, atau malas lagi seperti fungsi semula sebagaimana membaca isi Undang-undang RI Nomor 5 dimaksud dalam pasal 21; Tahun 1992 secara keseluruhan. Bukankah e. memanfaatkan benda cagar budaya dengan pasal 3 dan pasal 10 Undang-undang RI Nomor cara penggandaan tidak seizin Pemerintah 5 Tahun 1992, secara implisit pada pokoknya sebagaimana diatur dalam pasal 23; menyatakan bahwa sanksi pidana yang terdapat dalam Undang-undang RI Nomor 5 Tahun masing-masing dipidana dengan pidana 1992 dapat diterapkan pada pelaku tindak “kurungan” selama-lamanya 1 (satu) pidana terhadap benda yang diduga benda tahun dan/atau denda setinggi-tingginya cagar budaya (memenuhi syarat mate-riil) Rp.10.000.000,00 (Sepuluh juta rupiah). tetapi belum mempunyai SK/Surat Keputusan Pasal 29 Undang-undang RI Nomor 5 Tahun penetapan sebagai benda cagar budaya. 1992 menyatakan: Di samping alasan itu, dalam praktek Perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal penegakan hukum jika terdapat benda yang 26 dan pasal 27 adalah tindak pidana kejahatan menjadi barang bukti tindak pidana belum dan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam ditetapkan sebagai benda cagar budaya/tidak pasal 28 adalah tindak pidana pelanggaran. mempunyai SK sebagai benda cagar budaya 30 Revisi Undang-undang RI Nomor 5 Tahun 1992, Sebuah Tinjauan Yuridis

tetapi secara kasat mata menunjukkan tanda- sesuatu hal itu harus bisa diterima logika dan tanda sebagai benda cagar budaya, maka secara faktual memungkinkan untuk diatur, dan penegak hukum akan memanggil “Saksi Ahli” ke depannya tidak menimbulkan contradictio untuk memberikan keterangan apakah barang in terminis. bukti tindak pidana dimaksud merupakan Oleh karena itu, keinginan untuk benda cagar budaya. memasukkan ketentuan mengenai pelestarian Dengan uraian begini, masih adakah alam dan lingkungannya dalam Undang- keraguan dalam menjerat dan menjatuhkan undang tentang benda cagar budaya sebaiknya sanksi pidana kepada pelaku tindak pidana secara yuridis tidak perlu ditanggapi secara pencurian dan perusakan benda cagar budaya. serius dan biarkanlah tetap menjadi sebuah 6. Pelestarian Benda Cagar Budaya Termasuk wacana. Juga Pelestarian Alam dan Lingkungannya 7. Pelestarian Statis Menjadi Pelestarian Jika akan memasukkan ketentuan Dinamis mengenai pelestarian alam dan lingkungannya dalam undang-undang tentang benda cagar Pihak yang ingin melakukan revisi Undang- budaya adalah suatu keinginan yang mengada- undang RI Nomor 5 Tahun 1992 ber-pendapat ada, berlebihan, melampaui batas, dan tidak bahwa kata “pelestarian” dalam undang-undang beralasan. tersebut dimaknai sebagai pelestarian dalam arti Memang ada konvensi UNESCO yang statis, dan bukan dimaknai sebagai pelestarian menghendaki pelestarian cagar budaya dalam arti “di-namis” yang berorientasi pada termasuk juga pelestarian alam dan pengembangan dan pemanfaatan. Pendapat lingkungannya. Namun masalahnya, konvensi seperti ini mengandung tendensi yang sangat ini belum diratifikasi. ilusif dan sedikit paranoid. Untuk memasukkan ketentuan mengenai Pasal 19 Undang-undang RI Nomor 5 Tahun pelestarian alam dan lingkungannya dalam 1992, menyatakan: Undang-undang tentang benda cagar budaya (1) Benda cagar budaya tertentu dapat tentunya perlu ditelaah dulu secara maknawi. dimanfaatkan untuk kepentingan agama, Dalam skala yang lebih luas, warisan dunia sosial, pariwisata, pendidikan, ilmu dibedakan menjadi warisan alam dan warisan pengetahuan, dan kebudayaan. budaya. Di Indonesia ada 4 (empat) warisan (2) Pemanfaatan sebagaimana dimaksud alam yang sudah ditetapkan sebagai warisan dalam ayat (1) tidak dapat dilakukan de- alam dunia, yaitu Taman Nasional Ujung ngan cara atau apabila: Kulon, Taman Nasional Komodo, Taman a. bertentangan dengan upaya Nasional Lorentz, dan Hutan Tropis Sumatera. perlindungan benda cagar sebagaimana Di samping itu, di Indonesia juga ada 3 (tiga) dimaksud dalam pasal 15 ayat (2); warisan budaya yang sudah ditetapkan sebagai b. semata-mata untuk mencari keuntungan warisan budaya dunia, yaitu candi Borobudur, pribadi dan/atau golongan. candi Prambanan, dan situs Sangiran. (3) Ketentuan tentang benda cagar budaya Sedangkan warisan budaya itu sendiri yang dapat dimanfaatkan untuk kepen- dibedakan menjadi warisan budaya yang tingan sebagaimana dimaksud dalam ayat bersifat fisik (phisical/material culture), seperti (1) dan cara pemanfaatannya ditetap-kan benda cagar budaya dan situs; dan warisan dengan Peraturan Pemerintah. budaya yang bersifat non fisik (living culture), seperti adat istiadat dan kese-nian. Pasal 36 Peraturan Pemerintah RI Nomor 10 Berdasarkan uraian sebagaimana dikemukakan tahun 1993, menyatakan: di atas, kita seharusnya menyadari bahwa (1) Pemanfaatan benda cagar budaya dapat upaya pelestarian benda cagar budaya tidak dilakukan atas dasar dasar izin yang di- mungkin menjangkau pelestari-an alam dan berikan oleh Menteri. lingkungannya, baik secara logika maupun (2) Pemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam secara faktual. Padahal kita tahu bahwa, ayat hanya ayat (1) hanya diberikan untuk berdasarkan data empiris yang ada selama ini kepentingan agama, sosial, pariwisata, untuk mengatur tentang “sesuatu hal”, maka pendidikan, ilmu pengetahuan, dan/atau kebudayaan. 31 Revisi Undang-undang RI Nomor 5 Tahun 1992, Sebuah Tinjauan Yuridis

(3) Pemanfaatan benda cagar budaya untuk menyatakan: kepentingan sebagaimana dimaksud a. tetap mempertahankan keberadaan dalam ayat (2) dilakukan dengan tetap benda cagar budaya dan situs; memperhatikan fungsi sosial dan keles- b. menyarankan perubahan rencana tarian benda cagar budaya. pembangunan; (4) Untuk memperoleh izin pemanfaatan, c. memindahkan benda cagar budaya dari yang bersangkutan wajib menyampaikan situs; permohonan kepada Menteri disertai d. menyetujui dilanjutkannya rencana dengan kerangka acuan pemanfaatan ben- kegiatan tersebut; atau, da cagar budaya. e. meghapus benda cagar budaya dan (5) Berdasarkan hasil penelitian dan penilaian situs dari daftar. kerangka acuan, Menteri dapat mem- (4) Pelaksanaan ketentuan lebih lanjut berikan izin pemanfaatan benda cagar sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), budaya. ayat (2), dan ayat (3) diatur oleh Menteri. (6) Apabila dalam pelaksanaan pemanfaatan benda cagar budaya ternyata: Dilihat dari bunyi pasal 19 dan pasal 36 a. tidak sesuai dengan perizinan yang Undang-undang RI Nomor 5 Tahun 1992, diberikan; ternyata terdapat ketentuan hukum yang b. bertentangan dengan upaya mengatur tentang pemanfaatan benda ca- perlindungan benda cagar budaya; gar budaya secara cukup memadai, karena c. mencari keuntungan pribadi dan/atau benda cagar budaya dapat dimanfaatkan golongan; untuk kepentingan agama, sosial, pariwisata, d. karena keadaannya, benda cagar pendidikan, ilmu pengetahuan, dan/atau budaya tidak mungkin dimanfaatkan kebudayaan. Hanya saja ketentuan hukum lagi; dalam pasal tersebut meng-gunakan istilah Menteri dapat menghentikan kegiatan “hanya diberikan untuk” kepentingan pemanfaatan benda cagar budaya. agama, sosial, pariwisata, pendidikan, ilmu (7) Penghentian pemanfaatan karena ketentuan pengetahuan, dan/atau kebudayaan.” sebagaimana dimaksud dalam ayat (6) Mungkin pihak yang ingin melakukan revisi dapat mengakibatkan dicabutnya izin. beranggapan bahwa ketentuan perundang- (8) Ketentuan lebih lanjut mengenai perizinan undangan ini tidak mengakomodasikan pemanfaatan benda cagar budaya diatur pemanfaatan untuk kepentingan “ekonomi”, oleh Menteri. sehingga dianggap tidak sesuai tuntutan Pasal 44 Peraturan Pemerintah RI Nomor 10 zaman yang lebih berorientasi pada ekonomi/ tahun 1993, menyatakan: kebendaan, dimana kepentingan dunia (1) Setiap rencana kegiatan pembangunan konsumsi berada di atas segala-galanya. yang dapat mengakibatkan: Namun jika mau membaca peraturan a. tercemar, pindah, rusak, berubah, perundang-perundangan cagar budaya secara musnah atau hilangnya nilai sejarah lebih cerdas, maka kita akan menemukan benda cagar budaya; ketentuan yang memberikan kesempatan b. tercemar dan berubahnya situs beserta pada para pelaku ekonomi yang ingin lingkungannya; memanfaatkan bangunan atau lahan situs wajib dilaporkan terlebih dahulu kepada yang mempunyai nilai sebagai cagar budaya, Menteri. meskipun untuk itu ada sejumlah syarat yang (2) Laporan sebagaimana dimaksud dalam harus dipenuhi sebagaimana tercantum dalam ayat (1) disampaikan secara tertulis dan Pasal 44 Peraturan Pemerintah RI Nomor 10 dilengkapi dengan hasil studi analisis tahun 1993. Bahkan ketentuan tersebut bukan mengenai dampak lingkungannya. sekedar memberi kesempatan untuk melakukan (3) Berdasarkan hasil studi arkeologis pembangunan yang ujung-ujungnya untuk terhadap rencana kegiatan pembangunan memenuhi tuntutan kebutuhan ekonomi, tersebut, Menteri setelah berkonsultasi tetapi lebih tragisnya kepentingan pelestari- dengan Menteri lain atau pimpinan instansi an benda cagar budaya dapat dikalahkan atau Pemerintah yang bersangkutan, dapat dikesampingkan. 32 Revisi Undang-undang RI Nomor 5 Tahun 1992, Sebuah Tinjauan Yuridis

Jika demikian yang terjadi sebetulnya Jika tidak demikian, maka yang terjadi hanyalah kurangnya kemampuan memahami hanyalah “pembohongan publik”, bukanlah bunyi suatu peraturan perundang-undangan, dalam hal ini yang salah adalah pihak pengambil dan bukan lalu lantas mengganti undang- keputusan yang tidak mau menjalankan ketentuan undang. hukum positif yang ada. Jadi jangan berpikiran keadaan pengelolaan benda (yang diduga benda) 8. Good Goverment cagar budaya akan menjadi lebih baik hanya Menurut pihak yang akan merivisi Undang- dengan cara mengganti ketentuan hukum yang ada, undang RI Nomor 5 Tahun 1992: sementara peraturan perundangan yang telah ada - Dalam pengelolaan benda cagar budaya belum sempat dijalankan dengan baik. Bukankah selama ini, Pemerintah bertindak sebagai selama ini yang terjadi sebetulnya hanyalah operator tunggal. perilaku pengambil keputusan yang mémblé dalam - Untuk itu dalam undang-undang yang baru pengelolaan benda (yang diduga benda) cagar sebaiknya peran Pemerintah adalah sebagai budaya, dan bukan lalu menyalahkan peraturan fasilitator, dinamisator, dan koordinator perundangan yang ada, yang belum tentu buruk di (Good Goverment). semua lininya. Padahal kalau kita analisa secara lebih Untuk itu jika hendak melakukan revisi mendalam, maka akan tampak bahwa istilah Undang-undang R.I. Nomor 5 Tahun 1992, yang fasilitator, dinamisator, dan koordinator perlu dipertimbangkan adalah bahwa mengganti konotasinya menjadi terlalu normatif dan sebuah undang-undang itu tidak semudah seperti seolah-olah ada di awang-awang (bahkan membalikkan telapak tangan, karena harus melalui sepertinya kita hidup di dunia hayal), padahal proses yang sangat panjang mulai dari penyusunan istilah idealis seperti ini jika diterjemahkan draft akademis, pembahasan di DPR, sampai secara faktual akan membingungkan dan disahkan oleh Presiden, bahkan biaya yang harus mudah dipelintir sesuai dengan kepentingan dikeluarkan untuk itu semua tidaklah sedikit. pengambil keputusan. Itupun belum tentu ada jaminan bahwa undang- Untuk itu penulis mencoba untuk undang baru yang akan dihasilkan nantinya akan menerjemahkan pengertian Good Goverment menjadi lebih baik, lebih memadai, dan lebih bisa sebagai pemerintahan yang baik. Ini artinya memenuhi rasa puas semua pihak. dalam pengelolaan benda cagar budaya, Dengan demikian sebaiknya Undang- kebijakan yang diambil oleh Pemerintah undang R.I. Nomor 5 Tahun 1992 dipahami secara seharusnya selalu berorientasi pada asas- benar dan ditempatkan secara proporsional terlebih asas pemerintahan yang baik, yang kalau dahulu, karena kesan negatif yang muncul selama diterjemahkan lagi secara lebih kongkret ini sebetulnya hanyalah sebuah “ilusi” yang sengaja dalam pengelolaan benda cagar budaya, diciptakan agar masalah pengelolaan benda maka akan ditemukan rumusan bahwa jika cagar budaya dapat dilakukan sesuai kehendak melakukan pemugaran benda (yang diduga pengambil keputusan dan sesuai kepentingan benda) cagar budaya ya harus dilakukan sesaat atau kebutuhan praktis pada saat itu dan sesuai dengan prinsip-prinsip pemugaran bukan demi kepentingan pelestarian benda cagar benda cagar budaya; jika terjadi tindak budaya itu sendiri. Sehingga sebaiknya keinginan pidana terhadap benda (yang diduga untuk mengganti Undang-undang RI Nomor 5 benda) cagar budaya ya harus dilakukan Tahun 1992 untuk sementara sebaiknya dibuang penegakan hukum; jika ada orang yang jauh-jauh atau paling tidak ditunda dahulu sebelum memiliki benda (yang diduga benda) dilakukan pengkajian yang sangat mendalam dan cagar budaya tetapi tidak mendaftarkannya menyeluruh baik secara akademis maupun aplikasi ke instansi yang bertanggung jawab yuridisnya. atas pendaftaran benda cagar budaya ya Ataukah situasi seperti ini memang sengaja harus diberikan sanksi sesuai ketentuan diciptakan oleh kalangan tertentu agar muncul hukum yang berlaku; jika ada pihak yang keengganan untuk melakukan penegakan hukum melakukan kegiatan pembangunan yang berdasarkan Undang-undang RI Nomor 5 Tahun dapat mengancam keberadaan benda cagar 1992 jika terjadi tindak pidana terhadap benda budaya ya harus dilakukan sesuai prosedur cagar budaya pada umumnya ataupun terjadinya perijinan yang berlaku. kesalahan dalam pengelolaan benda cagar budaya 33 Revisi Undang-undang RI Nomor 5 Tahun 1992, Sebuah Tinjauan Yuridis

pada khususnya. Sehingga dengan demikian, DAFTAR PUSTAKA sebetulnya alasan me negasi kan keberadaan Undang-undang RI Nomor 5 Tahun 1992 bukan Abdulsyani. 1987. Sosiologi Kriminalitas, murni berdasarkan alasan akademis, filosofis, Bandung, , Armico. ataupun yuridis, tetapi alasannya adalah politis Bambang. Poernomo.1980. Pertumbuhan Hukum yaitu agar terjadi ketidakpastian hukum. Menyimpang di Luar Kodifikasi Hukum Atau jika ingin berandai-andai lebih jauh Pidana, Jakarta, Bina Aksara. lagi mengenai masalah law enforcement, sudah Romli. Atmasasmita1983. Capita Selecta sewajarnya dipandang perlu adanya suatu kebijakan Kriminologi, Bandung, Armico. dimana “Pada suatu masa, paling tidak dalam satu Sudarto.1986. Kapita Selecta Hukum Pidana, tahun anggaran, kebijakan Pemerintah mengenai Bandung, Alumni. masalah penggelolaan benda cagar budaya agar Uka Tjandrasasmita, 1980, Usaha-usaha lebih difokuskan pada masalah penegakan hukum Perlindungan dan Pembinaan tindak pidana terhadap benda cagar budaya, baik Peninggalan Sejarah dan Purbakala, tindak pidana yang sifatnya tradisional seperti Jakarta, Direktorat Jenderal perusakan, pencurian, maupun tindak pidana yang Kebudayaan. sedikit mengandung kadar intelektual seperti Wirjono.1986. Prodjodikoro, Tindak-tindak Pidana pemugaran ataupun pemanfaatan situs/benda Tertentu di Indonesia, Bandung, PT. cagar budaya untuk kepentingan ekonomi”. Eresco. Undang-undang RI Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya. Peraturan Pemerintah R.I. Nomor 10 Tahun 1993 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1992. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 087/P/1993 tentang Pendaftaran Benda Cagar Budaya. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 062/U/1995 tentang Pemilikan, Penguasaan, Pengalihan, dan Penghapusan Benda Cagar Budaya dan/atau Situs. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 063/U/1995 tentang Perlindungan dan Pemeliharaan Benda Cagar Budaya. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 064/U/1995 tentang Penelitian, dan Penetapan Benda Cagar Budaya dan/atau Situs.

*Dendi Eka Hartanto Salikun, S.H Staff Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala DIY

34 Pelestarian Lanskap Budaya Kawasan Prambanan

PELESTARIAN LANSKAP BUDAYA

KAWASAN PRAMBANAN

Oleh : Manggar Sari Ayuati*

I. LATAR BELAKANG DAN PERMASALA- bertingkat di daerah ini. Hal tersebut tentu saja HAN sangat berpengaruh terhadap kelestarian Candi Prambanan yang memiliki nilai tinggi sebagai Kawasan Prambanan merupakan kawasan suatu warisan dunia, terutama terhadap lanskap yang mempunyai kekayaan potensi tinggalan serta daya dukung lingkungannya. budaya masa klasik terbesar di Indonesia. Potensi Perlindungan lingkungan sekitar heritage tersebut ditunjukkan dengan distribusi tinggalan tercantum dalam konvensi Unesco yaitu candi yang cukup banyak yang mengindikasikan Recommendation Concerning the Safeguarding bahwa kawasan ini merupakan bentang budaya of the Beauty and Character of Landscape and masa lalu (archaeological landscape) dari masa Sites (Unesco, 1962) bahwa lanskap yang yang Kerajaan Mataram Kuno abad VIII – X masehi. mempunyai nilai penting kebudayaan harus Selain komplekss Candi Prambanan yang di dilindungi, dan Recommendation Concerning dalamnya terdapat Candi Asu, Candi Lumbung, Safeguarding and Contemporary Role of Historic Candi Bubrah dan Candi Sewu, di sekitar tempat Areas (Unesco, 1976) bahwa tempat bersejarah tersebut juga ada beberapa candi lain yaitu Candi dan lingkungannya harus dilihat sebagai satu Plaosan, Sojiwan, Situs Ratu Boko, Kalasan, Sari, kesatuan yang merupakan keseimbangan antara Kedulan dll yang kesemuanya itu membentuk unsur-unsur alam dan aktivitas manusia. suatu lanskap budaya tersendiri (Setyastuti, 2005 : Zonasi kawasan Prambanan telah dilakukan 3). oleh JICA pada tahun 1979 (JICA, 1979). Dalam Saat ini kawasan di sekitar Candi studi tersebut disebutkan bahwa terdapat lima Prambanan telah menjadi kawasan yang sangat zona untuk perlindungan Candi Prambanan. strategis terutama dari segi ekonomi, sehingga Zonasi yang dilakukan oleh JICA tersebut telah perkembangan kawasan tersebut sangat pesat. diundangkan dalam Keputusan Presiden Republik Sebagai salah satu destinasi wisata internasional, Indonesia No. 1 tahun 1992 tentang Pengelolaan di sekitar candi tersebut banyak sekali berdiri Taman Wisata Candi Borobudur dan Taman Wisata hotel/penginapan, usaha jasa serta toko-toko dan Candi Prambanan serta pengendalian lingkungan supermarket. Seiring dengan semakin mudahnya kawasannya. Dalam salah satu pasalnya yaitu akses jalan di sekitar lokasi tersebut serta pasal 7 ayat (3) disebutkan : Kawasan Candi tersedianya berbagai fasilitas, maka perumahan Prambanan meliputi antara lain areal tanah yang di sekitar kawasan Prambanan juga tumbuh terletak di sekeliling Candi-candi Rara Jonggrang, dengan pesat. Lingkungan sekitar candi yang Lumbung, Bubrah, Sewu, Plaosan, dan Sojiwan. dulu berupa lahan-lahan pertanian yang dapat Namun, sejak zonasi oleh JICA yang mendukung lanskap candi kini banyak didirikan diberlakukan dalam rangka pengusulan Candi bangunan, bahkan sudah mulai banyak bangunan Prambanan sebagai world heritage, serta

35 Pelestarian Lanskap Budaya Kawasan Prambanan pemberlakuan Keppres No. 1 tahun 1992, hingga Lanskap budaya Prambanan memberikan saat ini belum pernah dilakukan evaluasi terhadap gambaran adanya kehidupan masyarakat masa pelaksanaannya. Seharusnya zonasi tersebut lampau yang menghasilkan banyak karya budaya dievaluasi secara berkala untuk menjamin dari bentang waktu yang cukup lama. Peninggalan terlaksananya perlindungan yang maksimal ini harus dijaga dan dilestarikan karena merupakan terhadap Candi Prambanan sebagai world heritage, warisan dari generasi masa lalu yang mempunyai serta candi-candi di sekitarnya karena hal tersebut nilai penting untuk generasi sekarang dan yang merupakan satu kesatuan lanskap lingkungan dan akan datang. budaya yang mencerminkan tingginya tingkat Nilai penting menggambarkan derajat kebudayaan masa lalu. nilai tertentu yang menjadi atribut dan dimiliki Berdasarkan hal-hal tersebut di atas maka oleh suatu benda (Pearson, ibid :17). Menurut harus dilakukan upaya perlindungan terhadap Undang-undang RI No. 5 tahun 1992 tentang lanskap budaya / cultural landscape kawasan Benda Cagar Budaya, nilai penting sebuah BCB Prambanan. meliputi nilai penting sejarah, nilai penting ilmu pengetahuan dan nilai penting kebudayaan. Nilai II. ANALISIS NILAI PENTING penting sejarah, bila suatu sumber daya budaya SUMBER DAYA BUDAYA KAWASAN dapat menjadi bukti yang berbobot dari peristiwa PRAMBANAN. yang terjadi pada masa prasejarah dan sejarah, berkaitan erat dengan tokoh-tokoh sejarah, atau Kawasan Prambanan kaya akan menjadi bukti dalam perkembangan penting dalam peninggalan candi dari masa klasik yang bidang tertentu. Nilai penting ilmu pengetahuan, merupakan sumber daya budaya yang sangat bila sumber daya budaya itu mempunyai potensi berharga. Istilah sumberdaya budaya sering untuk diteliti lebih lanjut, dalam rangka menjawab digunakan untuk menunjuk sumber daya arkeologi masalah-masalah dalam bidang keilmun tertentu. yang merupakan manifestasi kemanusiaan, yang Nilai penting kebudayaan bila suatu sumber daya secara fisik diujudkan dengan “tempat” dimana budaya dapat mewakil hasil pencapaian budaya sumber daya budaya terjadi, atau suatu bagian tertentu, mendorong proses penciptaan budaya yang integral, tanah atau lanskap (Pearson, 1995 atau menjadi jati diri (cultural identity) bangsa : 5). Menurut Australian Heritage Commission, atau komunitas tertentu (Tanudirdjo, tanpa tahun sumberdaya budaya merupakan sebuah tempat :4). atau situs, dapat berupa suatu tempat yang luas Adapun beberapa nilai penting Kawasan atau sebuah lanskap, atau suatu tempat yang kecil Prambanan antara lain sebagai berikut. seperti feature atau bangunan, yang hargai karena 1. Nilai penting sejarah nilai pentingnya. Sedangkan menurut Julian - Daerah tersebut sangat padat akan tinggalan Thomas (2001), lanskap adalah suatu kawasan budaya berupa monumen Dinasti Mataram yang dapat dilihat secara visual dan merupakan Kuno abad VIII-X sebagai salah satu peletak suatu rangkaian hubungan antara manusia dan dasar kehidupan bernegara di Indonesia tempat yang mengandung konteks tingkah laku - Dalam Prasasti Sivagrha yang diketemukan sehari-hari. Dalam hal ini, harus dipahami bahwa di kompleks Candi Prambanan, disebutkan lanskap memberikan keterangan yang terintegrasi bahwa pembangunan kompleks candi tentang informasi berbagai aspek dari kehidupan dilakukan dengan cara mengalihkan aliran manusia. sungai demi memperoleh lahan yang tepat

36 Pelestarian Lanskap Budaya Kawasan Prambanan

untuk pembuatan halaman candi. Hal lain sebagaimya. tersebut merupakan fakta sejarah yang sangat 3. Nilai penting kebudayaan penting, karena berdasarkan penelitian yang - Banyaknya candi dengan arsitektur yang dilakukan oleh BP3 Yogyakarta bekerja sama beragam dikawasan ini, antara lain Candi dengan Jurusan Geofisika, FMIPA UGM, Prambanan yang merupakan master piece di bawah kompleks Candi Siwa terdapat arsitektur Jawa klasik pada masa tersebut. daerah konduktif yang diperkirakan sebagai Relief Candi Prambanan banyak mengandung keberadaan sungai purba yang dimaksud oleh informasi tentang kehidupan dan lingkungan Prasasti Siwagrha. (Sismanto, 2007 : 9) sehari-hari masyarakat masa lampau - Candi Kedulan yang saat ini terletak ± 6 m di - Di kawasan ini terdapat Candi Prambanan bawah tanah menunjukkan adanya fenomena yang merupakan candi Hindu terbesar di alam masa lampau, yaitu letusan Gunung Indonesia, sehingga merupakan landmark Merapi. kawasan Prambanan - Masih adanya kesinambungan sejarah dari - Candi Prambanan memiliki relief yang khas masa lalu hingga masa kini berupa nama- berupa diapit dua makhluk kahyangan nama tempat di sekitar Prambanan, misalnya di kanan kirinya yang sering disebut “Relief Taji dan Pulowatu. Nama-nama tersebut Prambanan” yang tidak diketemukan di merupakan nama watak Kerajaan Mataram tempat lain Kuno sebagaimana tercantum dalam prasasti- - Di kawasan ini terdapat Situs Ratu Boko prasasti pendek di Candi Plaosan. yang merupakan satu-satunya temuan situs 2. Nilai penting ilmu pengetahuan pemukiman masa klasik di Yogyakarta - Memberikan informasi tentang ilmu - Selain candi, ada beragam temuan dari bangunan yang telah dikuasai masyarakat kawasan ini antara lain petirtaan, bekas masa lampau jalan kuno, saluran air kuno, sumur kuno - Memberikan gambaran tentang strategi serta temuan-temuan yang movable antara adaptasi masyarakat masa lampau terhadap lain berupa perhiasan, guci-guci keramik, lingkungannya. Misalnya di Situs Ratu Boko perlengkapan dapur (kendi, mangkuk, yang terletak di atas bukit kapur yang tandus, piring, batu pipisan), perlengkapan upacara namun mampu berkembang menjadi sebuah (genta, cermin, talam, stupika) serta arca- situs pemukiman yang cukup besar. Hal arca kecil yang merupakan temuan lepas, tersebut tentunya membutuhkan pengetahuan mengindikasikan bahwa kawasan tersebut dan penguasaan terhadap karakteristik alam merupakan pusat peradaban pada masa lalu serta bagaimana cara mensiasatinya. - Banyaknya candi dengan latar belakang - Dataran Prambanan merupakan wilayah keagamaan berbeda yang letaknya saling dengan komponen-komponen sumberdaya berdekatan menunjukkan adanya tata nilai lingkungan yang mempunyai daya dukung berupa toleransi yang tinggi dari masyarakat tinggi dalam hal kesesuaian pemanfaatan Jawa kuno masa lalu yang dapat menjadi lahan untuk pertanian dan permukiman, contoh bagi generasi sekarang dan yang akan sehingga menjadi pusat pemukiman dari datang masa lalu (Wirasanti, 2000). Hal ini sangat 4. Nilai penting ekonomi bermanfaat bagi kajian beberapa bidang ilmu Dengan adanya Candi Prambanan sebagai antara lain Geologi, Arkeologi, Geografi dan destinasi pariwisata internasional, maka

37 Pelestarian Lanskap Budaya Kawasan Prambanan

memberikan keuntungan bagi masyarakat A. Pemberlakuan beberapa kebijakan sekitar, antara lain : mengenai penggunaan lahan di sekitar - Penduduk membuka usaha di sekitar Taman kawasan Prambanan. kebijakan-kebijakan Wisata, antara lain parkir, kamar mandi tersebut meliputi hal-hal berikut. umum, penginapan, restoran,warung dan 1. Penetapan tempat-tempat yang harus dilindungi lain sebagainya. dengan cara : - harga tanah di sekitar kawasan tersebut - menetapkan lahan-lahan yang harus tetap menjadi tinggi dipertahankan sebagai lahan terbuka - kelompok- kelompok kesenian warga hijau untuk menjaga keterpaduan lanskap sekitar tampil sebagai atraksi di Taman kawasan. Wisata - lahan-lahan tertentu yang strategis dan riskan dari segi pemanfaatan perlu III. UPAYA PELESTARIAN KAWASAN dimiliki oleh pemerintah PRAMBANAN. - penggantian lahan di tempat lain oleh Burra Charter menyebutkan bahwa pemerintah pelestarian merupakan segala upaya untuk - menetapkan peraturan mengenai menjaga dan mempertahankan nilai penting bangunan yang didirikan di sekitar daerah suatu tempat (sumber daya arkeologi). Di tersebut, yaitu tentang jenis, ketinggian kawasan Prambanan terdapat banyak sumber dan corak bangunan daya arkeologi yang sangat potensial ditinjau 2. Penerapan insentif dan disinsentif bagi dari berbagai segi, sehingga tinggalan- yang melanggar dan mematuhi peraturan. tinggalan yang ada harus dilestarikan. Namun Hal tersebut dapat diujudkan dengan dalam melaksanakan pelestarian harus tetap penerapan pajak yang sangat tinggi bagi memperhatikan kepentingan masyarakat, bangunan-bangunan komersial yang mengingat bahwa arkeologi jangan hanya corak maupun ketinggiannya tidak sesuai bermanfaat untuk kalangan profesional saja dengan aturan yang ditetapkan, serta namun juga harus bermanfaat bagi masyarakat adanya pembebasan pajak bagi tanah yang (Little, 2002 : 3). Salah satu upaya memberikan dimanfaatkan sebagai lahan terbuka hijau manfaat kepada masyarakat dapat diujudkan Kawasan Prambanan terletak di dengan cara memberikan kompensasi yang perbatasan antara Propinsi Jawa Tengah sesuai untuk masyarakat yang tinggal di sekitar dan DIY. Oleh karena itu aturan tersebut kawasan Prambanan. Hal tersebut dilakukan harus dibuat berdasarkan kesepakatan agar mereka juga dapat merasakan manfaat dua pemda, yaitu Pemda Sleman dan tinggal di sekitar kawasan budaya, sekaligus Pemda Klaten. Bila kesepakatan telah untuk menumbuhkan rasa ikut memiliki (sense tercapai antara kedua pemda maka perlu of belonging) di kalangan masyarakat terhadap ditindaklanjuti pada level yang lebih tinggi warisan budaya sehingga mereka secara aktif yaitu antara Pemerintah Provinsi Jateng mau terlibat dalam usaha-usaha pelestarian dan DIY dengan DPR RI untuk meninjau warisan budaya. kembali pemberlakukan Keppres No. Dalam kasus ini akan diajukan beberapa 1 tahun 1992, agar ada kontribusi yang alternatif upaya dengan melibatkan berbagai jelas adanya kompleks Candi Prambanan stakeholder yang terkait langsung dengan yang telah menjadi world heritage serta pelestarian kawasan Prambanan ODTW (Objek Taya Tarik Wisata) 38 Pelestarian Lanskap Budaya Kawasan Prambanan

utama di DIY dan Jateng terhadap souvenir dan perlengkapan untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD) kedua menyuplai kebutuhan hotel dan daerah tersebut. Hal tersebut mengingat restoran sekitar bahwa selama ini meskipun kompleks - Memajukan kesenian yang dimil- Candi Prambanan telah menjadi destinasi iki oleh kelompok masyarakat pariwisata internasional, nyaris tidak ada agar dapat dimasukkan kedalam kontribusi yang berarti bagi kedua pemda agenda wisata akibat adanya keppres No. 1 tahun 1992 sehingga kedua pemda pun terkesan Dalam hal ini harus dilakukan kerja sama enggan mengurusi kawasan Prambanan. dengan Pengusaha hotel dan Restoran setempat serta Pengusaha Wisata yang difasilitasi oleh B. Advokasi terhadap masyarakat sekitar, yang PT. Taman Wisata untuk membuat paket wisata dapat diujudkan dengan : yang melibatkan masyarakat sekitar. 1. Sosialisasi terhadap masyarakat sekitar mengenai arti pentingnya pelestarian BCB dan konsep-konsep dasarnya. IV. PENUTUP Sosialisasi ini harus melibatkan BP3 Pelestarian lanskap budaya di Kawasan (Yogyakarta & Jawa Tengah), Pemda, Prambanan perlu melibatkan sebanyak mungkin Taman Wisata, LSM dan perangkat desa stakeholder yang terkait agar pelaksanaannya setempat dapat dilaksanakan secara komprehensif. 2. Mendorong masyarakat memaksimalkan Diperlukan kesadaran dan kerjasama dari potensi yang dimilikinya berbagai pihak, agar Kawasan Prambanan tetap a. Workshop untuk menggali potensi lestari dan masyarakat sekitar juga mendapatkan masyarakat sekitar. Hal ii sebaiknya manfaat dari keberadaan Candi Prambanan difasilitasi oleh PT Taman Wisata, sebagai sebuah world heritage. agar ada kontribusi nyata PT Taman Wisata bagi masyarakat sekitar b. Memberdayakan potensi masyarakat agar dapat dimanfaatkan secara eko- nomis sebagai aset pariwisata : - Mendorong desa-desa sekitar untuk menjadi desa wisata, misalnya memanfaatkan rumah sebagai home stay dengan nuansa pedesaan - Menjadikan kegiatan harian masyarakat sebagai atraksi wisata, misalnya : membajak sawah, menuai padi, menggembala ternak. - Memberikan pelatihan ketrampilan misalnya membuat

39 Pelestarian Lanskap Budaya Kawasan Prambanan

DAFTAR PUSTAKA

Australian Heritage Commission. 2000. Protecting Local Heritage Places. Canberra: Pirie Printers. Icomos. 1999. The Burra Charter, The Australian ICOMOS Charter for Conservation of Places of Cultural Significance JICA Study Team. 1979. Borobudur Prambanan Archaeological Park, Final Report. Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 1 th 1992 tentang Pengelolaan Taman Wisata Candi Borobudur dan Taman Wisata Candi Prambanan serta Pengendalian Lingkungan Kawasannya. Little. Barbara J. 2002. Archaeology as a Shared Vision dalam Public Benefits of Archaeology. University Press of Florida Niken Wirasanti. 2000. Pemanfaatan sumber daya lingkungan pada masa Mataram kuno abad IX – X M. Studi Kasus wilayah Prambanan dan sekitarnya, tesis, Program Studi Ilmu Lingkungan, Jurusan Antar Bidang, Program Pascasarjana, UGM, Yogyakarta Pearson, Michael & Sullivan. Sharon. 1995. Looking After Heritage Places, Melbourne, University Press, Victoria Setyastuti. Ari. 2005. Evaluasi Kebijakan Pengelolaan Candi-Candi Di Kawasan Prambanan (Analisis Berdasarkan Pendekatan Pengembangan Pariwisata Yang Berkelanjutan). Tesis. UGM. Yogyakarta Sismanto. 2007. Pemetaan Sungai Purba Di Kompleks Candi Prambanan Dengan Menggunakan Metode Very Low Frequency (Vlf). Laporan, BP3 Yogyakarta Tanudirdjo. Daud Aris. tanpa tahun, Melestarikan Warisan Budaya Kita. Yogyakarta. UGM. Thomas, Julian, 2001, Archaeologies of Place and Landscape, dalam Archaeological Theory Today. Cambridge:Polity Press Undang-undang RI No. 5 tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya. Unesco. 1962. Recommendation Concerning the Safeguarding of the Beauty and Character of Landscape and Sites. Paris Unesco. 1976. Recommendation Concerning Safeguarding and Contemporary Role of Historic Areas. Nairobi.

*Manggar Sari Ayuati Staff Pokja. Perlindungan Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala DIY 40 Akulturasi dan Inkulturasi Budaya Di Gereja Hati Kudus Yesus Pugeran Yogyakarta AKULTURASI DAN INKULTURASI BUDAYA DI GEREJA HATI KUDUS YESUS PUGERAN YOGYAKARTA Oleh: Th. Sri Suharini, S.S.*

Sejarah: Awal berdirinya Rietra S.J. Selanjutnya gereja tersebut diberkati Gedung Gereja Katolik yang pertama kali serta diresmikan penggunaannya pada hari di Yogyakarta adalah Gereja Santo Fransiscus Minggu Pon, tanggal 8 Juli 1934 oleh Rama van Xaverius atau yang terkenal dengan sebutan Gereja Kalken, S.J. sebagai superior misi Serikat Yesus Kidul Loji. Gereja ini diresmikan pada tanggal di Hindia Belanda. Pemberkatan Gereja Pugeran 7 Juni 1871. Dalam perkembangan selanjutnya, dipersembahkan kepada Hati Kudus Yesus untuk tidak hanya golongan Belanda saja yang memeluk memperingati 75 tahun romo-romo Yesuit berkarya agama Katolik akan tetapi umat Katolik pribumi di Indonesia. Oleh karena itu, namanya menjadi pun semakin banyak. Oleh karena itu, kemudian Gereja Hati Kudus Tuhan Yesus Pugeran. Seusai didirikanlah gereja-gereja Katolik. Pada tanggal misa konselebrasi pemberkatan gereja dilanjutkan 14 April 1924 diresmikan Gereja Hati Kudus dengan pemberkatan arca Hati Kudus Yesus yang Ganjuran. Setelah itu, pada tahun 1926 dresmikan bertuliskan kata-kata dalam bahasa Jawa yaitu “Ija gereja Santo Antonius Kotabaru. Gereja Santo Ingsoen Karahajonira” yang artinya “Akulah Yusup Bintaran diresmikan pada tahun 1934 dan Keselamatanmu”. pada tahun yang sama juga diresmikan Gedung Gereja Katolik Pugeran. Pembangunan Gereja Katolik Pugeran berkaitan dengan adanya perkembangan umat Katolik di selatan Kota Yogyakarta yaitu di sekitar Pabrik Gula Madukismo dan daerah selatan benteng keraton yang mayoritas umatnya orang- orang pribumi semakin banyak Dengan semakin banyaknya umat maka memerlukan gedung gereja baru sebagai tempat ibadah. Oleh karena, itu kemudian dibangunlah Gereja Katolik Pugeran yang terletak di Jl Suryaden 63 atau tepatnya di sebelah selatan Pojok Beteng Tenggara/beteng Pemberkatan oleh Rama van Kalken, S.J. pada tanggal 8 Juli 1934 Keaton Yogyakarta. Gereja Katolik Pugeran dirancang oleh Gereja Pugeran dalam Perjuangan seorang arsitek berkebangsaan Belanda yaitu J. Sejarah Gereja Hati Kudus Tuhan Yesus TH van Oyen dan pengawasnya adalah Pastor A Pugeran tidak dapat dilepaskan dari peranan Rama de Kuyper, SJ. Pada tanggal 5 November 1933 A. Sandiwan Brata Pr, yang bertugas di Pugeran dilakukan peletakan batu pertama yang menandai antara tanggal 1 Mei 1947 sampai dengan 25 dimulainya pembangunan Gereja Hati Kudus Maret 1950. Selama masa perang kemerdekaan Tuhan Yesus Pugeran yang dipimpin oleh Rama (clash II) 19 Desember 1948 sampai dengan 19

41 Akulturasi dan Inkulturasi Budaya Di Gereja Hati Kudus Yesus Pugeran Yogyakarta

Juni 1949, gereja tidak hanya digunakan untuk menggunakan atap Joglo. Akan tetapi sebenarnya tempat berdoa saja akan tetapi beliau mengizinkan bangunan tersebut menggunakan atap berbentuk gereja Pugeran menjadi tempat pengungsian. . Di bagian atas terdapat sebuah salib dengan Di kompleks Gereja didirikan dapur umum dan disangga oleh empat buah saka guru di tengah pos PMI untuk mendukung perjuangan bangsa ruangan. Keseluruhan atap bangunan bersusun Indonesia. Bahkan beliau menjadi aktivis yang tiga. Bentuk tajug ini bila dipandang dari arsitektur berperan penting di dalam aktivitas sosial dan tradisional Jawa menguatkan vertikalitas sebagai perjuangan tersebut. simbol atau lambang keabadian Tuhan. Hal ini Untuk mengenang peristiwa tersebut, sesuai dengan ajaran-ajaran dalam agama Katolik kemudian dibuatlah suatu prasasti/monumen yaitu sebagai lambang ajaran gereja tentang perjuangan yang menggambarkan peranan Trinitas atau Allah Tri Tunggal Maha Kudus. gereja pada masa perjuangan fisik. “Monumen Keempat saka guru tersebut Perjuangan” yang terletak di depan gereja diinterpretasikan sebagai lambang keberadaan tersebut ditandatangani pada tanggal 29 Juli empat rasul yang menuliskan Kitab Injil, 1984 oleh Uskup Agung Semarang Mgr Julius yaitu Santo Matheus, Santo Markus, Santo Darmaatmadja SJ dan Wakil Gubernur Daerah Yohanes, dan Santo Lukas. Selain itu, Romo A. Istimewa Yogyakarta Sri Paduka Paku Alam VIII. Djajaseputra SJ dalam sambutan peresmian gereja tersebut menjelaskan bahwa empat sakaguru itu juga melambangkan empat sikap kejawen yang mendukung pengabdian manusia kepada Tuhan Yang Maha Kasih, yaitu gotong-royong, saling menghormati, saling mengingatkan maupun memaafkan, dan rasa manunggal. Hal itu semua meneguhkan makna kata-kata dalam bahasa latin yang ada di atas dinding altar, yaitu Salus Vestra Ego Sum (“Ija Ingsoen Karahajonira” = Akulah Keselamatanmu). Prasasti/monumen yang menggambarkan Keistimewaan dari Gereja Katolik Pugeran peranan gereja pada masa perjuangan dengan gereja-gereja lainnya adalah nuansa Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Pugeran Jawanya. Gugusan bangunan dan lingkungan fisik yang merupakan bagian dari Keuskupan Agung gereja meneguhkan corak tata ruang bangunan Semarang sampat saat ini semakin berkembang. tradisional Jawa. Corak kejawaan gereja ini Selain gereja induk yang berada di Suryaden 64, semakin kental dengan adanya sumur yang ada Gereja Pugeran memiliki 4 kapel yaitu Kapel St. di sisi kanan bangunan gereja. Selain itu, di Martinus Bangunharjo yang rusak akibat gempa halaman gereja terdapat beberapa pohon sawo bumi tanggal 27 Mei 2006, Kapel Brayat Minulya kecik (manilkara kauki). Keberadaan pohon sawo di wilayah Wirobrajan, Kapel St. Yusuf Padokan, kecik, melambangkan bahwa setiap umat harus serta Gereja Salib Suci di wilayah Sempu. berprinsip kebaikan dan berperilaku baik (becik). Akulturasi : Corak Arsitektur dan Makna Sedangkan sumur di depan melambangkan bahwa yang Tersirat setiap umat juga harus bersih diri dan hatinya Menurut pendapat banyak orang, untuk memasuki gedung gereja. bahwa arsitektur bangunan gereja pugeran ini

42 Akulturasi dan Inkulturasi Budaya Di Gereja Hati Kudus Yesus Pugeran Yogyakarta

bukanlah hanya sekedar adaptasi secara lahiriah Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa saja. Pengalaman Kristiani tersebut mesti meresapi corak arsitektur Gereja Pugeran ini sangat unik kebudayaan sedemikian rupa sehingga perubahan dan cukup eksklusif pada zamannya. Namun dan pembaharuan dapat terjadi. Satu hal yang perlu tetap memiliki keharmonisan dengan lingkungan diingat bahwa dalam inkulturasi adalah adanya sekitar. Hal ini mengingat bahwa keberadaan sikap untuk menghormati budaya setempat. Gereja Pugeran berada di sekitar ndalem Di Indonesia, proses inkulturasi tercermin bangsawan keaton Yogyakarta yaitu nDalem dalam usaha gereja untuk memperbaharui upacara- Condronegaran, nDalem Pugeran, nDalem upacara keagamaan di lingkungan gereja. Di dalam Suryodiningratan, nDalem Brontodiningratan, Gereja Katolik semenjak adanya Konsili Vatikan II nDalem Puspadiningratan, nDalem Kumendaman, umat dianjurkan agar lebih berani untuk membuka dan nDalem Mangkukusuman (sebelah timur). diri dan menerima unsur-unsur kebudayaan Berbeda dengan gereja pendahulunya setempat sejauh unsur-unsur kebudayaan tersebut yang bercorak indis, maka Gereja Pugeran tidak bertentangan ajaran-ajaran agama Katolik. menggunakan corak akulturatif atau perpaduan Secara konkret dapat dikatakan bahwa arsitektur tradisional Jawa dan Eropa. Dalam arah inkulturasi adalah agar umat mengerti dan buku-buku kenangan 60 tahun gereja Pugeran menyelami kabar gembira atau Injil secara utuh Alex Sudewa menjelaskan bahwa model dalam persepsi kebudayaannya. Dengan demikian bangunan gereja pugeran diungkapkan sebagai inkulturasi juga harus melihat bahwa perayaan ”Sinyo Blangkonan”. Hal ini mengandung arti liturgi sebagai puncak tujuan aktivitasnya dengan bahwa atap gereja yang berbentuk tajug dan susun budaya lokal atau setempat. tiga, serta lingkungannya menggunakan corak Sejak Gereja Katolik mulai masuk di Jawa arsitektur tradisional Jawa diumpamakan sebagai maka dapat dikatakan inkulturasi telah berlangsung. kelengkapan penutup kepala busana tradisional Bahasa Jawa dipergunakan untuk mengungkapkan Jawa atau blangkon), berakulturasi dengan doa dan isi “Kabar Gembira”. Tenaga-tenaga struktur dinding tembok tebal dan konstruksi pribumi digunakan untuk menyampaikan isi rangka baja model Eropa atau khususnya Belanda “Kabar Gembira tersebut kepada masyarakat. (diumpamakan orang muda Belanda atau sinyo). Dapat dikatakan bahwa kearifan lokal atau corak Gereja inilah mencerminkan kepeloporan Jawa tidak hanya diekspresikan di dalam fisik inkulturasi Gereja Katolik di masyarakat Jawa dan bangunan, tetapi juga di dalam tata upacara liturgi masyarakat pada umumnya. dan berbagai serimonial lainnya. Begitu pula yang terjadi di Gereja Katolik Pugeran. Inkulturasi Inkulturasi Budaya di Gereja Pugeran tidak hanya tercermin dalam fisik bangunannya Istilah inkulturasi diperkenalkan pertama saja yang bercorak bangunan Jawa yaitu Tajug kali dalam dokumen resmi gereja pada tahun akan tetapi juga dalam perayaan liturginya. Dapat 1977 yaitu oleh sinode para Uskup di Roma dikatakan bahwa Gereja Katolik Pugeran telah ketika masalah katekese dibicarakan. Inkulturasi merintis kebudayaan semenjak berdiri pada tahun merupakan wujud nyata hidup dan pesan Kristiani 1934. Paduan suara dengan iringan gending Jawa dalam suatu lingkungan budayanya yang ada. telah lama dilakukan di gereja tersebut. Gamelan Pengalaman Kristiani tidak hanya diungkapkan Jawa mulai masuk dan diperkenalkan di Gereja dengan unsur-unsur dari kebudayaan yang Katolik Pugeran pada tahun 1965 oleh Romo E. bersangkutan atau dengan kata lain inkulturasi Hardjawardoyo Pr. Dapat dikatakan bahwa pada

43 Akulturasi dan Inkulturasi Budaya Di Gereja Hati Kudus Yesus Pugeran Yogyakarta tahap ini Gereja Katolik Pugeran yang dipelopori Pelestarian Romo E. Hardjawardoyo Pr membentuk Dari uraian di atas, dapat ditarik suatu gereja berkepribadian Indonesia yang bersifat kesimpulan bahwa sebenaranya proses historis, tradisional Jawa. Nyanyian-nyanyian yang semula corak arsitektur, dan simbol-simbol yang tersirat menggunakan bahasa latin kemudian di Jawakan. di Gereja Katolik Pugeran tersebut mempunyai Iringannya pun disesuaikan dengan gamelan berbagai nilai penting tersendiri. Nilai penting Jawa. Hingga kini Gereja Katolik Pugeran tetap tersebut yaitu terdiri atas sejarah, ilmu pengetahuan, melestarikan gending dan kidung dalam setiap kebudayaan, asosiatif, dan keagamaan. Dalam perayaan ibadahnya. arti bahwa setiap jemaat atau umat dapat belajar Telah menjadi suatu kebiasaan di Gereja berbagai hal dan memahami ajaran gereja, baik Katolik Pugeran bahwa dalam misa mingguan, secara verbal maupun dengan mengapresiasi dua kali menggunakan bahasa Jawa. Khususnya aspek visual yang dikonfigurasikan dalam corak Minggu pagi jam ke tiga menggunakan iringan arsitektur dan lingkungan gerejanya. gending gamelan Jawa. Di samping itu, setiap Tulisan yang terdapat di bawah arca pergantian tahun baru Jawa (bulan Sura) juga Hati Kudus Yesus, “Ija Ingsoen Karahajonira” dilaksanakan perayaan misa juga dengan kental merupakan suatu cerminan sapaan dan corak budaya Jawa. Dalam setiap perayaan keterbukaan gereja Katolik yang pas untuk Paskah maupun Natal juga diadakan misa dengan masyarakat tradisional Jawa. Gereja Katolik menggunakan nuansa budaya Jawa baik itu dalam Pugeran hidup di dalam masyarakat yang punya bahasa pengantar, iringan musik liturgi, maupun tradisional oleh karena perlu punya semangat busana yang dikenakan pastur maupun petugas tradisional untuk mengembangkan gereja. Dengan koor, dan putra altar. adanya inkulturasi dengan budaya Jawa semakin Berbagai idiom-idiom budaya Jawa meneguhkan keberadaan gereja ini. Dengan memperkaya tata upacara di gereja ini. Tidaklah demikian, dapat dikatakan bahwa inkulturasi berlebihan apabila di Kota Yogyakarta gereja ini juga dapat mendorong dilaksanakannya konsep menjadi pelopor dalam mewarnai liturgi dengan pelestarian. Hal ini berkaitan dengan upacara kearifan lokal Jawa. Dapat dikatakan bahwa liturginya yang bersifat “njawani” dan tetap dengan adanya inkulturasi tersebut maka umat mempertahankan corak Jawanya tersebut. Konsep bisa beribadat tanpa merasa asing dari lingkungan suatu pelestarian secara integral sebenarnya tidak budayanya. Iman lebih bisa dihayati lewat hanya berdasarkan pada aspek fisik bangunannya ungkapan budaya lokal misalnya berupa gending- saja, akan tetapi justru liturgi yang sarat dengan gending yang telah disesuaikan dengan kehidupan nuansa Jawanya yang mendukung terhadap gerejani. Apabila perayaan liturgi dan musik liturgi pelestarian tersebut. dipandang sebagai bahasa untuk mengekspresikan Gereja bukanlah artefak mati tetapi keimanannya maka gending Jawa yang sesuai monumen hidup (living monument) dan komunitas dengan Gereja tersebut dapat dipandang sebagai yang hidup. Oleh karena itu, komunitas yang ada “bahasa lokal”. Dengan kata lain, inkulturasi dapat terus berproses dan berkembang. Akan tetapi, menjadikan agama atau iman yang tumbuh dan khusus sebagai monumen hidup yang termasuk berakar dalam budaya Jawa. katagori cagar budaya bangsa dan menjadi sebuah land mark, keberadaan fisik bangunan dan lingkungannya patut terus dijaga kelestarian dan Epilog : Inkulturasi sebagai Bagian Peneguhan keberlanjutannya.

44 Akulturasi dan Inkulturasi Budaya Di Gereja Hati Kudus Yesus Pugeran Yogyakarta

Perubahan secara terbatas di Gereja DAFTAR PUSTAKA Pugeran telah dilakukan, terutama di bagian lantai panti imam, penggantian tegel dengan Buku Peringatan 25 tahun Gereja Hati Kudus Yesus Pugeran 8 Juli 1934-1959 keramik, dan genteng. Hal itu dilakukan untuk memenuhi tuntutan perkembangan zaman, Buku Peringatan 50 tahun Gereja Hati Kudus sehingga perbaikan yang dilakukan tetap Yesus Pugeran 8 Juli 1934-1984 mengacu dengan prinsip adaptasi dan infill Buku Peringatan 60 tahun Gereja Hati Kudus design. Perubahan yang ada harus dilakukan Yesus Pugeran 8 Juli 1934-1994 secara selektif tanpa harus tercerabut dari akar budayanya. Artinya, keberlanjutan harus Buku Peringatan 60 tahun Gereja Hati Kudus dikelola dalam setiap adanya perubahan. Hal Yesus Pugeran 8 Juli 1934-1994 inilah yang harusnya menjadi salah satu visi Buku Peringatan 70 tahun Gereja Hati Kudus religio-kultural yang harus selalu dipegang Yesus Pugeran 8 Juli 1934-2004 bagi setiap pastor Paroki Pugeran, untuk dapat membawa “bahtera gereja mengarungi Hans J Daeng, Gereja Katolik Daerah Istimewa Yogyakarta, 1995. Gereja dan Masyarakat: dan mengatasi zaman”. Sehingga dapat Sejarah Perkembangan Gereja Katolik “Semakin mekar dan semakin mengakar” Yogyakarta, Yogyakarta. dalam hati umat. Sukatmi Susantina.2001. Inkulturasi Gamelan Jawa: Studi Kasus di Gereja Katolik Yogyakarta : Phiosophy Press.

Titi Handayani. Laporan Penelitian Konsep Perancangan Arsitektur Gereja Peninggalan Belanda di Yogyakarta, 2001.

*Th. Sri Suharini, S.S. Staff Unit Tamansari Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala DIY

45 Selayang Pandang Kawasan Pecinan di Sepanjang Poros Keraton Yogyakarta-Tugu

SELAYANG PANDANG KAWASAN PECINAN DI SEPANJANG POROS KERATON YOGYAKARTA – TUGU

Oleh: Dewi Puspito Rini*

Kata ”pecinan” berarti tempat tinggal arsitektur campuran Cina, Indis, dan tradisional orang Cina. Di Yogyakarta, keberadaan orang- Jawa. Corak arsitektur Cina dapat dilihat dari orang Cina terpusat di kawasan Ketandan, model bubungannya yang disebut dengan ”Ngang sepanjang Malioboro, Beskalan, Pajeksan, dan San” dipadukan dengan model atap pelana (Jawa). Kranggan. Kawasan-kawasan tersebut berada di Bangunan dihias dengan stiliran bentuk-bentuk sekitar poros Keraton Yogyakarta – Tugu. Adanya binatang, bunga, motif geometris, dan huruf-huruf perluasan fungsi poros Keraton Yogyakarta – Tugu, Cina. Selain itu, rumah-rumah tersebut dilengkapi dari kultural magis ke ekonomis menyebabkan dengan altar persembahan untuk leluhur. Pengaruh pemukiman Cina menempati kedua tepi poros Indis dapat dilihat pada keberadaan pilar-pilar tersebut. Dengan terpusatnya pemukiman Cina, bergaya Eropa, berdinding tebal, dan langit-langit mempermudah pihak Keraton Yogyakarta untuk tinggi. (Anonim, 2003) Arsitektur rumah-rumah melindungi sekaligus mengawasi keberadaan Cina tersebut menjadi dasar deliniasi kawasan orang-orang Cina agar tidak terjadi pemberontakan. Pecinan di sepanjang poros Keraton Yogyakarta - Di samping itu, pada tahun 1900 pemerintah Tugu. Hindia Belanda mengeluarkan peraturan yang mengharuskan orang Cina bermukim di daerah tertentu di kota. (Anonim, 2003)

Kawasan Malioboro tempo dulu, tampak ruko-ruko Cina serta model atap rumah Cina yang disebut dengan Ngang San (Foto: http:// www.yogyes.com)

Pecinan mempunyai keunikan secara fisik berupa arsitektur rumah tinggal dengan ragam hias dan tata ruang bangunannya serta fasilitas peribadatan yang berupa klenteng. Rumah- rumah di kawasan Pecinan kebanyakan dibangun Detail bentuk rumah toko dengan atap Ngang San serta memanjang ke belakang yang digunakan sebagai pengaruh arsitektur Eropa yang tampak di bagian atap toko oleh para pemiliknya sehingga disebut (Foto: http:// www.yogyes.com) sebagai rumah toko atau ruko, dengan corak

46 Selayang Pandang Kawasan Pecinan di Sepanjang Poros Keraton Yogyakarta-Tugu

Dua di antara beberapa pemukiman Cina di Yogyakarta yang paling besar komunitasnya adalah di Ketandan dan Pajeksan. Kedua wilayah ini merupakan hadiah dari Sultan Hamengkubuana I kepada masyarakat etnis Tionghoa yang bermukim di Yogyakarta. Tanda rasa terima kasih masyarakat etnis Tionghoa kepada Sultan, diungkapkan dalam prasasti Jawa-Cina yang dibuat sekitar tahun 1940-an. Prasasti ini didatangkan dari Cina dan berisi ungkapan terima kasih warga Tionghoa di Yogyakarta kepada keluarga Keraton Ngatogyakarta Hadiningrat, yang telah memberikan perlindungan bagi mereka. Prasati tersebut diserahkan kepada pihak Prasati dari masyarakat Tionghoa yang disimpan di Keraton Keraton Yogyakarta pada saat penobatan Sultan Yogyakarta (Dokumentasi BP3 Yogyakarta) Hamengkubuana IX yang ke-12 pada tahun 1952. Awalnya, prasasti tersebut hanya bertuliskan Kondisi Kawasan Pecinan huruf-huruf Cina dan Jawa. Namun, baru-baru Pada era sebelum tahun 1950-an, di ini terdapat caption baru di prasasti tersebut, kawasan Ketandan terdapat tempat pengobatan yaitu tambahan arti dalam bahasa Indonesia. Cina yang cukup legendaris. Di kawasan tersebut, Penambahan ini dilakukan oleh Bernie Liem, dahulu seorang tabib mampu mengobati penyakit menantu salah seorang pemrakarsa pembuatan patah tulang dengan hanya bermodalkan bubuk Prasasti Jawa-Cina, Liem Ing Hwie. Saat ini, bukti campuran tanaman obat yang ditempelkan pada sejarah tersebut disimpan di Tepas Hapitopuro, permukaan kulit bagian tubuh yang tulangnya Keraton Yogyakarta. (http://www.ladangbudaya. patah. Selain itu, di sepanjang gang di kawasan com) tersebut terdapat berbagai toko barang dan jasa

dengan warna cat dinding yang umumnya berwarna putih. Salah satu dari toko tersebut terdapat kios permak gigi tradisional Cina yang melayani pemutihan gigi dan penambahan aksesoris gigi, baik untuk mempercantik hingga perawatan untuk menjadikan gigi semakin menawan. Pada umumnya, kios jasa perawatan gigi mempunyai cat dinding berwarna krem dengan jendela depan bergambar gigi. Selain kios jasa perawatan gigi, juga terdapat kios-kios yang menjual masakan Cina, toko kelontong, toko jamu, dan penyedia bahan pokok. Namun menjelang tahun 1950-an, hampir 90% penduduk Ketandan beralih menjual perhiasan emas. Meskipun demikian, beberapa toko masih bertahan dengan barang dagangan berupa bahan-bahan kue, kain, aksesoris dan

47 Selayang Pandang Kawasan Pecinan di Sepanjang Poros Keraton Yogyakarta-Tugu bahan-bahan pokok. (http:// www.yogyes.com) (Foto: http//jogjakotaku.multiply.com) Dari beberapa rumah toko Cina yang berada di Jalan Malioboro, yang masih bertahan

hingga saat ini adalah sebuah toko roti bernama ”Djoen”. Sejak hampir seratus tahun lalu, toko yang bernama lengkap ’Peroesahaan Roti dan Kuwe Djoen’ telah menjadi kebanggaan masyarakat Yogyakarta. Ketuaan usianya bisa dilihat dari nama toko yang tertulis di dindingnya, sebuah ciri toko- toko di kawasan Malioboro pada masa lalu. Selain toko roti ”Djoen”, di Jalan Malioboro tepatnya di seberang Pasar Beringharjo, terdapat sebuah toko obat yang sudah cukup lama berdiri, yaitu ’Toko

Situasi kawasan Ketandan Obat Bah Gemuk’ yang menjual berbagai macam obat tradisional Cina. (http:// www.yogyes.com) (Foto: http//jogjakotaku.multiply.com)

Pemukiman Cina di kawasan Pajeksan sebagian besar serupa dengan kawasan Ketandan, terdapat beberapa rumah toko yang menjual barang dan jasa. Namun yang khas, di Pajeksan terdapat rumah yang digunakan sebagai tempat berkumpul anggota Perhimpunan Fu Ching. Perhimpunan tersebut beranggotakan warga Indonesia keturunan Tionghoa yang tinggal atau berdagang di wilayah Pajeksan. Pada waktu-waktu tertentu, misalnya pada hari raya Imlek, anggota perhimpunan itu menggelar acara kesenian tradisional Cina. (http:// www. yogyes.com)

Tampak depan toko roti “Djoen” dan toko obat Bah Gemuk (Foto: http:// www.yogyes.com)

Hingga saat ini kawasan Pecinan di Yogyakarta masih dapat ditemui meskipun beberapa bangunan telah hilang dan digantikan dengan bangunan modern. Sebagai contoh, beberapa rumah toko telah dirobohkan dan Tampak depan salah satu rumah toko yang kondisinya telah rusak digantikan dengan bangunan Ramayana

48 Selayang Pandang Kawasan Pecinan di Sepanjang Poros Keraton Yogyakarta-Tugu

Department Store. Kini kawasan Pecinan telah kembali unsur-unsur yang membentuk keunikan semakin ramai dengan berbagai aktivitas di budayanya. (Danisworo, 1999) sekitarnya. Predikatnya sebagai salah satu kawasan Bangunan dan kawasan bersejarah penting yang memiliki banyak peninggalan sejarah sebetulnya dapat menambah citra dan identitas bercirikan Cina telah semakin tidak terdengar bagi suatu kota. Keeksistensian bangunan karena perkembangan bidang niaga di sekitarnya. bersejarah mampu membentuk nilai-nilai lokalitas Berbagai upaya modernitas tersebut menambah dalam wujud arsitektural, yang memberikan citra kekhawatiran akan terusiknya kelestarian kawasan tersendiri bagi suatu kota. (Johana, 2004) Citra Pecinan di Yogyakarta. serta identitas kawasan seringkali menjadi tolok ukur bagi kualitas suatu lingkungan, khususnya Upaya Konservasi Kawasan Pecinan menyangkut cara pandang orang terhadap nilai Perdebatan tentang modernitas dan lingkungan tersebut. Dengan kuatnya citra suatu tradisi bukan merupakan hal yang baru. Tingkat kawasan, maka identitas pun akan muncul sebagai konflik di antara keduanya tergantung dari suatu perbedaan terhadap kawasan-kawasan lain. besarnya kesenjangan sosial budaya yang ada. Identitas tersebut akan menjadi ciri tersendiri bagi Telah banyak bangunan yang bernilai sejarah suatu kawasan. (Muharam, 2002) dan budaya tinggi digerogoti oleh kepentingan Berkaitan dengan wacana tersebut, komersial dan digantikan dengan bangunan bangunan-bangunan yang ada di kawasan Pecinan berarsitektur modern. Untuk mengantisipasi perlu dipreservasi dan dikonservasi. Pemerintah, semakin banyaknya sumberdaya budaya yang khususnya yang berkaitan dengan bidang penelitian dihancurkan, diperlukan upaya konservasi untuk dan pelestarian benda cagar budaya, sampai saat melestarikannya. Upaya konservasi tidak hanya ini lebih banyak berkutat pada masalah teknis. terbatas pada penyelamatan bangunan berdasarkan Sedangkan pemaknaan terhadap benda cagar nilai sejarah dan arsitekturnya saja, tetapi juga budaya tampaknya hanya dilakukan pada tingkat mencakup nilai sosial, ekonomi, dan politisnya. instansi masing-masing. Penggalian makna benda Dengan melihat semakin maraknya modernisasi cagar budaya yang ada di lingkungan masyarakat bangunan yang berkembang di Yogyakarta saat belum maksimal dilakukan. Padahal diketahui ini, perlu adanya upaya konservasi kawasan bahwa benda cagar budaya yang ada di masyarakat Pecinan, tetapi yang terpenting adalah sejauh adalah bagian dari perjalanan hidup masyarakat mana upaya konservasinya. itu sendiri. Permasalahannya adalah bagaimana Menurut wacana pembangunan makna-makna atau nilai-nilai yang hidup dalam kota, pelestarian dibedakan menjadi dua yaitu masyarakat tersebut dapat menjadi bagian dari preservasi dan konservasi. Definisi preservasi hidup mereka, dengan memasukkan nilai-nilai adalah upaya untuk mengembalikan suatu yang dapat menumbuhkan rasa memiliki serta jiwa tempat, bangunan, atau lingkungan kepada nasionalisme sehingga memperkaya ragam nilai kondisi asalnya, demi mencegah kerusakan yang budaya bangsa. Diharapkan dengan adanya rasa disebabkan oleh tindakan manusia. Sedangkan memiliki tersebut, masyarakat akan melestarikan konservasi adalah upaya untuk memelihara suatu warisan budaya dengan kesadaran sendiri. tempat sedemikian rupa sehingga maknanya tetap Pada kenyataannya, kondisi saat ini, terjaga. Konservasi bukan berarti membangun banyak bangunan di kawasan Pecinan yang tidak kembali kota lama dengan segala artefaknya, terawat dan rusak. Terlebih lagi kawasan Pecinan akan tetapi lebih bersifat untuk menemukan berada di pusat kota yang rawan akan perubahan,

49 Selayang Pandang Kawasan Pecinan di Sepanjang Poros Keraton Yogyakarta-Tugu sehingga perlu diupayakan agar kawasan tersebut berkaitan dengan tahun baru Imlek dengan tetap mempertahankan kekhasannya. Memang menampilkan budaya Cina yang dilaksanakan perubahan tidak dapat dihindari, tetapi sedapat di kawasan Pecinan. Dengan adanya kegiatan mungkin fasad serta ragam hias bangunan tersebut, diharapkan masyarakat akan semakin dipertahankan karena di situlah letak keunikan tergerak untuk melestarikan tinggalan budaya arsitektur bangunan di kawasan Pecinan yang yang ada di Yogyakarta. merupakan hasil perpaduan dari beberapa budaya. Satu hal yang perlu dipahami adalah kota Dalam hal ini, pemerintah harus menggandeng bukan ciptaan satu generasi tetapi terus tumbuh dari masyarakat untuk bahu-membahu melakukan satu generasi ke generasi yang lain. Karya suatu upaya pelestarian kawasan Pecinan. Perlu adanya generasi patut mendapat tempat sebagai bagian dari guideline design bangunan untuk mengendalikan suatu kota. Persinggungan dengan para pendatang perkembangan pembangunan fisik bangunan yang selama berabad-abad telah membawa pengaruh termasuk dalam kriteria bangunan cagar budaya. pada kota Yogyakarta yang menghasilkan budaya Demikian juga dengan ornamen, material, kota campuran yang unik dan penuh warna. dan warna asli bangunan perlu diperhatikan. Sedapat mungkin untuk kawasan Pecinan menghindari warna-warna yang mencolok, atau dikembalikan sesuai aslinya sehingga dapat dijadikan sebagai penanda jenis-jenis toko. Misalnya toko barang DAFTAR PUSTAKA kelontong berwarna putih sedangkan kios jasa Anonim, 2003. Mosaik Pusaka Budaya pelayanan gigi berwarna krem. Beberapa rumah Yogyakarta. Yogyakarta: Balai Pelestarian toko yang bagian depannya tertutup oleh reklame Peninggalan Purbakala Yogyakarta. seharusnya ditampakkan fasadnya agar keindahan Danisworo, Mohammad. 1999. ”Perkembangan arsitektur bangunannya dapat dinikmati. Perkuatan Masa Kini Kesinambungan dan dan penambahan struktur baru diperbolehkan untuk Perubahan dalam Konservasi Kota”. menjaga stabilitas bangunan. Pendaurulangan Dalam Monumen dan Situs Indonesia. bangunan dapat dilakukan misalnya dengan Bandung: ICOMOS bekerja sama dengan Paguyuban Pelestarian Budaya Bandung. perubahan tata ruang untuk fungsi yang berbeda (adaptive re-use). Johana, T. 2004. Warisan Kolonial dan Studi Selain hal-hal yang berkaitan dengan fisik Koloialisme. http://www.arsitekturindis. bangunan, tradisi dan budaya masyarakat Tionghoa com di kawasan Pecinan juga harus dikonservasi. Muharam, A. 2002. ”Citra dan Identitas Kawasan: Antara lain dengan menyelenggarakan expo Konsep Desain Elemen Fisik kawasan yang menampilkan kesenian Barongsai pada saat Pedestrian Dago”. Thesis. Bandung: perayaan tahun baru Imlek serta berbagai kuliner Program Studi Desain, Pasca Sarjana Institut Teknologi Bandung. maupun obat tradisional Cina untuk menumbuhkan kembali unsur-unsur yang membentuk keunikan budaya masyarakat Pecinan. Kegiatan tersebut dapat dilakukan rutin setiap tahun dan menjadi agenda pariwisata di Yogyakarta. Dalam hal ini, sejak beberapa tahun yang lalu, Kota Yogyakarta *Dewi Puspito Rini telah menyelenggarakan berbagai kegiatan Staff Pokja. Perlindungan Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala DIY

50 Peran IT dalam Ilmu Arkeologi

Peran IT dalam Ilmu Arkeologi Oleh : Dedy Hariansyah. S.Kom*

Pengertian ilmu arkeologi secara garis Dengan kata lain yang disebut teknologi besar merupakan ilmu yang mempelajari suatu informasi adalah gabungan antara teknologi benda yang berkaitan dengan peninggalan masa komputer dan teknologi komunikasi lalu. Seorang arkeolog selalu mencari data dengan Di dalam teknologi informasi timbul cara melakukan penelitian terhadap objek yang sebuah sistem yang terbentuk sehubung dengan dianggap cagar budaya.Dari kegiatan penelitian penggunaan teknologi informasi. Suatu sistem tersebut, seorang arkeolog akan mendapatkan teknologi informasi pada dasarnya tidak hanya sebuah data yang dianggap sangat penting karena mencakup hal-hal yang berupa fisik,seperti data ini dapat membantu dalam pengembangan hardware (perangkat keras) tetapi juga mencakup penelitian ke depannya maupun ilmu pengetahuan hal yang tidak terlihat secara fisik,yaitu software bagi publik. Nah, disinilah peran penting IT di (perangkat lunak) dan yang lebih penting lagi dalam ilmu arkeologi. adalah brainware(manusia). Jadi komponen utama Peran IT di dalam ilmu arkeologi yaitu sistem teknologi informasi adalah berikut ini. IT dapat berfungsi sebagai sarana pendukung 1 Perangkat keras (Hardware) penyimpanan dan penyajian data yang berbentuk 2 Perangkat lunak (Software) sistem informasi sehingga dapat memberikan 3 Manusia (Brainware) kemudahan dalam pencarian dan penyampaian informasi secara Relevan, akurat dan tepat waktu Komponen ini berkaitan erat di dalam serta dapat memberikan informasi yang lebih bidang ilmu arkeologi yang mana dapat menarik untuk kepentingan publikasi memberikan sebuah informasi. Di dalam informasi Pengertian IT (Teknologi Informasi) atau terdapat 4 peran berikut ini. yang sering disebut infotech adalah teknologi 1 Data yang menggabungkan komputasi (komputer) 2 Media pengelolah data dengan jalur komunikasi berkecepatan tinggi yang 3 Sumber data membawa data,suara,video. 4. Penerima data 51 Peran IT dalam Ilmu Arkeologi

Banyak cara penyajian data-data tentang Langkah-langkah Metodologi Perancangan Basis arkeologi yang dapat dikemas secara teknologi Data informasi antara lain berikut ini. Berikut adalah perancangan basis data relasional. • Perancangan basis data logik untuk basis 1. Struktur Data Base Informasi data relasional pada tahap 1 sampai dengan Database (basis data) adalah kumpulan tahap 3. data (elementer) yang secara logik berkaitan • Perancangan dan implementasi basis data dalam mempresentasikan fenomena/fakta fisik untuk basis data relasional pada tahap secara terstruktur dalam domain tertentu untuk 4 sampai dengan tahap 7. mendukung aplikasi pada sistem tertentu. Jadi a. Tahap 1 dengan menggunakan database kita dapat Membangun rancangan data konseptual melakukan penyimpanan dan inventarisasi data lokal berdasarkan pandangan pemakai yaitu arkeologi secara terstruktur,yang mana nantinya mengidentifikasikan himpunan-himpunan sistem ini dapat memberikan kemudahan dalam entitas mengidentifikasikan keterhubungan- pencarian data tanpa harus membutuhkan waktu keterhubungan (relationship), mengidentifikasikan yang lama. dan asosiasikan atribut-atribut pada entitas atau keterhubungan, menentukan domain atribut, Metodologi Perancangan Basis Data menentukan atribut-atribut candidate key dan Metodologi perancangan basis data adalah primary key, melakukan spesialisasi/generalisasi, kumpulan teknik terorganisasi untuk pembuatan menggambarkan diagram ER, melakukan review rancangan basis data. Teknik terorganisasi ini model data konsep dengan pemakai. merupakan kumpulan tahap-tahapan yang memiliki b. Tahap 2 aturan-aturan terurut. Teknik yang digunakan pada Membangun dan validasi model data logik perancangan basis data dibagi menjadi dua, yaitu: local yaitu memetakan model data konsep ke model A. Perancangan basis data tingkat logik. data logik, melakukan turunan relasi-relasi dari B. Perancangan basis data tingkat fisik. model data logik, validasi model menggunakan Perancangan basis data secara logik adalah normalisasi, validasi model berdasarkan penciptaan model konseptual dari organisasi dan transaksi–transaksi pemakai, menggambarkan ER seluruhnya tak bergantung rincian implementasi nya, mendefinisikan konstrain-konstrain (batasan- seperti perangkat lunak DBMS, program aplikasi, batasan) integritas, melakukan review model data bahasa pemrograman, platform perangkat keras, logik dengan pemakai. dan pertimbangan fisik lainnya. c. Tahap 3 Perancangan basis data secara fisik adalah Membangun validasi model data logik proses memproduksi deskripsi implementasi basis global yaitu menggabungkan model data logik data pada penyimpanan sekunder, mendeskripsikan lokal menjadi model global, validasi model data struktur-struktur penyimpanan dan metode-metode logik global, periksa untuk pertumbuhan masa pengaksesan dalam meningkatkan efektivitas datang, menggambarkan diagram ER akhir, pengaksesan. Pada tahap ini, perancangan fisik telah melakukan review model logik global dengan ditujukan untuk sistem DBMS tertentu. Perancangan pemakai. basis data tingkat fisik sudah dikaitkan dengan d. Tahap 4 platform dan perangkat lunak sistem manajemen Menerjemahkan model data logik global basis data di mana basis data diimplementasikan. untuk DBMS target yaitu merancang relasi-relasi

52 Peran IT dalam Ilmu Arkeologi basis untuk DBMS target, merancang aturan- maupaun tentang kita, sebelum menghubungi kita, aturan integritas untuk DBMS target. untuk dapat mengenali lebih jauh tentang apa yang e. Tahap 5 kita sampaikan. Merancang dan implementasi representasi fisik yaitu menganalisa transaksi-transaksi, Tahap-tahap dalam membangun sebuah website memilih organisasi file, memilih indeks-indeks Dalam membangun sebuah website yang sekunder, mempertimbangkan penambahan baik untuk small retailer, kita perlu membuat redudansi yang terkendali, estimasikan ruang disk tahap-tahap pembuatan website yang sistematis. yang diperlukan. Oleh karena itu, kita perlu menetapkan goal/ f. Tahap 6 tujuan dari pembuatan website tersebut. Kita perlu Merancang dan mengimplementasikan mendesain website yang sesuai dengan kebutuhan mekanisme pengamanan yaitu merancang dan ekspektasi dari user (pengguna). view-view pemakai, merancang aturan-aturan pengaksesan. Adapun tahap-tahap pembuatan website adalah g. Tahap 7 sebagai berikut. Memonitor dan menyesuaikan sistem yang a. Menganalisa dan mempelajari target audience sedang operasi. Hal pertama yang perlu dilakukan dalam membangun sebuah website adalah menentukan 2. Website target audience dan mengerti akan kebutuhan Website atau situs juga dapat diartikan dan ekspektasinya. Hal ini dapat dilakukan sebagai kumpulan halaman yang menampilkan dengan melakukan survei untuk mengetahui informasi data teks, data gambar diam atau gerak, kebutuhan dari target audience. Hal lain dapat data animasi, suara, video dan atau gabungan juga dilakukan dengan melakukan polling dari semuanya, baik yang bersifat statis maupun berdasarkan data historical. Sebagai tambahan, dinamis yang membentuk satu rangkaian bangunan dapat juga dilakukan dengan me-review website- yang saling terkait di mana masing-masing website sejenis. dihubungkan dengan jaringan-jaringan halaman b. Menetapkan goal/tujuan (hyperlink), yang mana rangkaian bangunan ini Setelah mengumpulkan data tentang target dapat diakses oleh seluruh jaringan internet. audience, kita akan menganalisa data tersebut Dengan demikian, instansi ataupun untuk kemudian menentukan karakteristik yang seorang arkeologi dapat memfungsikan website sesuai dengan website. Berdasarkan analisa, kita sebagai alat pendukung penyampaian informasi menetapkan goal/tujuan. secara detail, dan tuntas kepada publik, yang c. Membuat perencanaan pembangunan website artinya alat ini sangat efektif dibandingkan dengan Tahap ini akan melibatkan perencanaan penyampaian informasi melalui brosur dan iklan tentang struktur dari website secara keseluruhan (yang mempunyai space terbatas). Di website berdasarkan informasi yang telah didapatkan kita bisa menuliskan sampai detail technical dari kedua tahap di atas. Adapun strukturnya spesification. Tampilan yang baik akan memberi meliputi jumlah halaman website, interface image yang baik, cukup dengan menggunakan design, dan layout. Pada tahap ini, kita juga kartu nama atau stiker sebagai promosi alamat memikirkan strategi untuk mencapai goal/ website,maka publik akan mengakses dan tujuan yang telah ditetapkan. mendapatkan informasi tentang arkeologi

53 Peran IT dalam Ilmu Arkeologi d. Mulai membangun website psikologis yang sangat besar baik untuk publik Setelah selesai melakukan perencanaan internal maupun eksternal. dan menetapkan strategi untuk mencapai tujuan, Adapun Pembagian Multimedia maka website akan mulai dibangun. Tahap ini merupakan tahap yang paling penting, karena Multimedia dapat dibagi menjadi dua tahap ini merupakan realisasi dari perencanaan kategori yaitu multimedia content production yang telah dibuat pada tahap yang telah dijelaskan dan multimedia communication dengan definisi di atas. Dalam tahap ini, kita dapat menggunakan sebagai berikut. software flash, dream weaver,j ombla, firework, a. Multimedia content production dan lain-lain. e. Melakukan tes dan uji coba website Multimedia adalah penggunaan dan Setelah website selesai dibuat, hal penting pemrosesan beberapa media (text, audio, yang harus dilakukan adalah melakukan tes pada graphics, animation, video, and interactivity) website untuk memastikan seluruh fungsi-fungsi yang berbeda untuk menyampaikan informasi atau yang ada bekerja sebagaimana mestinya (bekerja menghasilkan produk multimedia (music, video, secara normal). film, game, entertaiment, dan lain-lain) Atau f. Melakukan launching/peluncuran website penggunaan sejumlah teknologi yang berbeda Tahap ini merupakan tahap terakhir dari yang memungkinkan untuk menggabungkan pembangunan website. Pada tahap ini, seluruh file media (text, audio, graphics, animation, video, berkaitan dengan website dimasukkan ke dalam and interactivity) dengan cara yang baru untuk webserver. tujuan komunikasi. Hal yang perlu dilakukan untuk Dalam kategori ini, media yang digunakan adalah memperkenalkan website kita kepada publik, 1. Media Teks antara lain dengan : memasang iklan tentang website kita, memasukkan website kita ke dalam 2. Media Audio search engine, dan berbagai kegiatan lainnya. 3. Media Video 4. Media Animasi 3. Multimedia Multimedia adalah interaksi antara teks, 5. Media Graph / Image suara gambar,animasi, dan video. Ditinjau dari kata 6. Media Interactivity pembentuknya, multimedia berarti “melibatkan 7. Media Special Effect barbagai media” Dengan menggunakan multimedia, informasi dapat tampilkan secara serentak melalui berbagai media.seperti melihat informasi pada layar baik berupa teks ataupun gambar dan video pada waktu yang bersamaan serta mendengarkan paparan dalam bentuk suara melalui speaker. Dengan menggunakan sistem informasi berbasis multimedia ini kita dapat memberikan informasi atau pesan kepada publik secara agresif yang dapat memberikan dorongan

54 Peran IT dalam Ilmu Arkeologi

Gambar. multimedia production. Gambar. multimedia production dan multimedia broadcasting/publishing.

b. Multimedia communication

Multimedia adalah menggunakan media (masa), seperti televisi, radio, cetak, dan internet, untuk mempublikasikan/menyiarkan/ mengkomunikasikan material advertising, public- city, entertaiment, news, education, dan lain-lain.

Dalam kategori ini media yang digunakan adalah 1. TV 2. Radio Gambar . keterkaitan antara multimedia production dengan 3. Film multimedia broadcasting/publishing 4. Cetak

5. Musik Contoh Multimedia Production 6. Game a. CD Interaktif 7. Entertaiment CD Interaktif merupakan sebuah media yang 8. Tutorial menegaskan sebuah format multimedia dapat dikemas dalam sebuah CD (Compact Disk) 9. ICT (Internet) dengan tujuan aplikasi interaktif di dalamnya terdapat menu-menu yang dapat diklik untuk menampilkan sebuah informasi tertentu. Aplikasi ini pun telah berkembang lebih terlihat spektakuler seiring didukung dengan hardware. seperti contoh sekarang banyak media HP yang menggunakan sistem aplikasi touchscreen. 55 Peran IT dalam Ilmu Arkeologi b. Film Referensi Film dokumenter maupun film animasi Abdul Kadir & Terra Ch. Triwahyuni.Pengenalan merupakan bentuk penyajian sebuah cerita fakta Teknologi Informasi /fiktif yang disusun secara sistematik dan kreatif (www.maroebeni.co.cc) atas keaktualitasan yang dapat dipublikasikan Muhammad Suyanto. 2004. Analisis & Desain Aplikasi Multimedia untuk Pemasaran. dengan 100 cara berbeda untuk 100 penonton Yogyakarta: Andi yang berbeda pula. Dengan konsep ini, akan lebih efisien untuk mendukung suatu informasi tentang arkeologi yang bersifat publikasi karena kita dapat mengemas data ilmu arkeologi dengan mengilustrasikan sebuah cerita pada masa lalu maupun cerita pada saat situasi sekarang. 

*Dedy Hariansyah. S.Kom Staff Pokja. Registrasi dan Penetapan, Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Daerah Istimewa Yogyakarta. 56 Workshop Pemeliharaan Rumah Tradisional di Kotagede

WORKSHOP PEMELIHARAAN RUMAH TRADISIONAL DI KOTAGEDE

Kotagede merupakan salah satu kota tua dan pelestarian cagar budaya di kawasan tinggalan masa lalu yang unik, tercermin pada Kotagede. pola tata ruang fisik dan kehidupan sosial budaya Di samping itu, diharapan masyarakat dapat masyarakatnya. Namun, demikian hal tersebut melaksanakan kewajiban dalam pelestarian cagar mulai terancam oleh pengaruh usia, urbanisasi, budaya dan memperoleh haknya secara seimbang komersialisasi, dampak gempa bumi, dan lain- sehingga masyarakat mempunyai modal sosial, lain. budaya, dan ekonomi untuk melestarikan kawasan cagar budaya Kotagede. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Peserta workshop terdiri atas Balai Benda Cagar Budaya menekankan kewajiban Pelestarian Peninggalan Purbakala Yogyakarta, masyarakat sebagai pemilik cagar budaya untuk Dinas Kebudayaan Provinsi DIY, Dinas melestarikannnya. Namun masyarakat merasa Kebudayaan Bantul, Kelurahan Prenggan, hanya dibebani dengan kewajiban dan sangsi Kelurahan Purbayan, Desa Jagalan, Lembaga serta hukuman tetapi belum mendapatkan hak Swadaya Masyarakat (LSM) pemerhati cagar dari upaya pelestarian terhadap cagar budaya budaya yang ada di kawasan Kotagede, dan warga itu sendiri. Hak yang harus diberikan antara masyarakat sekitar, dengan jumlah peserta 25 lain keringanan pajak dan bimbingan teknis orang. pelestarian cagar budaya. Di samping itu, Kegiatan workshop pemeliharaan rumah permasalahan pelestarian rumah tradisional tradisinal dilaksanakan selama 2 (dua) hari kerja, Kotagede yang saat ini dihadapi adalah masalah yaitu pada tanggal 3 dan 4 Juli 2009 di pendopo sosial ekonomi. Banyak rumah tradisional yang rumah Bapak Bambang Sigit di Dusun Celenan, merupakan warisan keluarga yang tidak ditempati Jagalan, Kotagede. dan tidak terawat karena terkendala dengan Pemakalah dan materi yang disajikan anatara lain masalah ekonomi sehingga akhir-akhir ini banyak berikut ini. rumah yang terpaksa dijual dan dipindahkan dari a. Eko-Ekonomi Manajemen Pusaka kawasan Kotagede. Kotagede oleh DR. Amiluhur Soeroso (Ahli Berpijak dari beberapa permasalahan di Ekonomi Lingkungan) atas, maka perlu ada rembugan bersama berbagai b. Kebijakan Pemerintah Daerah dalam elemen, baik dari unsur pemerintah, Lembaga Pelestarian Rumah Tradisional oleh Drs. Djoko Swadaya Masyarakat, maupun masyarakat Dwiyanto, M.Hum (Dinas Kebudayaan Propinsi Kotagede sendiri untuk membahas pelestarian DIY) kawasan Kotagede sebagai ”Living Monument”. c. Guide line pelestarian rumah tradisioanl Kegiatan workshop dimaksudkan sebagai Kotagede oleh Ir. Titi Handayani (Yogya Heritage upaya mencari solusi permasalahan pelestarian Society) rumah tradisional Kotagede. Adapun tujuannya d. Dinamika Masyarakat dan Lingkungan adalah untuk menentukan strategi dan program Kotagede Pasca Gempa oleh Drs. Achmad Charris aksi yang dapat dilakukan bersama masyarakat, Zubair (Yayasan PUSDOK) pemerintah maupun swasta, dalam pengelolaan e. Kewenangan BP3 Yogyakarta dalam 57 Workshop Pemeliharaan Rumah Tradisional di Kotagede

Pemeliharaan Rumah Tradisional oleh Drs. Indung Panca Putra, M.Mus (BP3 Yogyakarta)

Peserta workshop

DR. Amiluhur Soeroso menyampaikan makalah dengan judul “Eko-Ekonomi Manajemen Kotagede”

58 Workshop Pemeliharaan Rumah Tradisional di Kotagede

Hasil rumusan Workshop Pemeliharaan Rumah Tradisional Kotagede adalah sebagai berikut:

No Kegiatan Program aksi Leading sector Mitra kerja 1 Pemeliharaan • Pembentukan Badan Pelestarian Kotagede/ Pemprov, Bappeda, Pemkab/pemkot, LSM, Forum Koordinasi kawasan khusus Kotagede Disbud masyarakat, BP3 (SK gubernur)

• Heritage investment , Fund Rising, Foster Masyarakat LSM, Pemkab/pemkot, Parent swasta

• Insentif berupa pengurangan Pajak Pemkot, Pemkab BP3, LSM, Pemprov, Masyarakat 2 Perlindungan • Koordinasi yang lebih intens BP3 Pemprov

• Pembentukan perda kab/kota Pemkab/pemkot DPRD

• Mendorong pembentukan perwal/perbup pemkab/pemkot : pem kab/kota dalam rangka mengawal regulasi prov cth : kimpraswil, bappeda, bag/biro hukum • Penetapan KCB melalui pergub Pemprov BP3

• Pemasangan papan informasi tentang KCB Pemkab/pemkot BP3

• Mendorong pembuatan SK walikota/bupati Pemkot/pemkab BP3 ttg cagar budaya

3 Pemugaran • Heritage investment , Fund Rising, Foster Pemprov dan BP3 LSM dan swasta Parent 4 Dokumentasi • Inventarisasi BP3, Disbud/instansi LSM, dan Masyarakat terkait di Prov/kab/kota

• Pendataan BP3, Disbud/instansi LSM, Kelurahan, dan terkait di Prov/kab/kota Masyarakat

5 Bimbingan dan • Pusat informasi dan dokumentasi BCB dan Pemprov Pemkab/pemkot, LSM, penyuluhan KCB Kotagede Masyarakat dan BP3

• Sosialisasi perda dan pergub BP3/pemprov/pemkab LSM, masyarakat, pemerhati

• Pemberdayaan masyarakat dalam pelestarian BP3/pemprov/pemkab LSM, masyarakat, BCB dan KCB : pemerhati o Bimbingan Teknis o Pendampingan=perencanaan dan pelaksanaan Monitoring & evaluasi • o Edukasi di sekolah-sekolah Dinas pendidikan Kab/ LSm, BP3, Disbud, Bp3 Kota 6 penyidikan dan • Tindakan persuasif, preventif, dan kuratif BP3 Polda DIY dan pengamanan kasus pengrusakan Masyarakat

• Pembuatan posko pengaduan kasus Masyarakat dan LSM Polda DIY dan BP3 pelanggaran

59 Bimbingan Teknis Konservasi Kayu di Kotagede

BIMBINGAN TEKNIS KONSERVASI KAYU Di KOTAGEDE

Konservasi adalah pemeliharaan dan Adapun tujuannya dilaksanakannya perlindungan terhadap sesuatu benda secara kegiatan ini adalah agar dapat menambah dan teratur, yang bertujuan untuk mencegah kerusakan mendukung kemampuan teknis para peserta dalam dan kemusnahan dengan jalan mengawetkan. melaksanakan tugas, untuk menjaga kelestarian Konservasi merupakan salah satu kegiatan yang BCB yang dimilikinya, dan setidak-tidaknya akan amat penting dalam rangka pelestarian benda menyadarkan mereka untuk ikut melestarikan cagar budaya, terlebih untuk bangunan cagar BCB yang bernilai luhur di lingkungannya. budaya yang terbuat dari kayu. Hal ini disebabkan Kegiatan bimtek dilaksanakan selama 3 karena bahan kayu relatif lebih cepat rusak (tiga) hari kerja, pada tanggal 30 Juni – 2 Juli 2009 dibandingkan dengan bahan lain, misalnya BCB di pendopo milik Bapak Bambang Sigit di Dusun yang terbuat dari batu atau bata, sehingga BCB Celenan, Jagalan, Kotagede. Jumlah peserta yang terbuat dari bahan kayu lebih mendapat bimtek sebanyak 30 orang. Pembukaan kegiatan perhatian dalam pemeliharaannya. Sampai saat ini dilakukan oleh Kepala BP3 Yogyakarta. masih banyak benda cagar budaya yang terbuat Adapun materi bimtek yang diberikan dari kayu, misalnya bangunan rumah tinggal di terdiri dari teori dan praktik lapangan, sedangkan wilayah Kotagede. pengajar (instruktur) bimtek adalah teknisi yang Bangunan rumah yang termasuk BCB memiliki kualitas pengetahuan dan pengalaman tidak semua milik Pemerintah, bahkan banyak serta skill di bidang konservasi, baik itu PNS yang milik perorangan. Mengingat akan hal itu, aktif maupun yang sudah pensiun. materi yang maka Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala diberikan adalah sebagai berikut. Yogyakarta memandang perlu diselenggarakan bimbingan teknis konsevasi kayu, yang tidak • Prinsip Pemugaran Konservasi Kayu oleh hanya diikuti pesonil Instansi Pemerintah, tetapi Bapak Sarijo ST, Tehno Arkeologi senior juga warga masyarakat. Kegiatan ini diharapkan BP3 Yogyakarta dapat menimbulkan dampak positif, yaitu semakin • Faktor-faktor Penyebab Kerusakan Kayu terpeliharanya benda cagar budaya khususnya oleh Bapak Aris Munandar, konservator yang terbuat dari kayu di wilayah Kotagede. senior (pensiunan) Kegiatan Bimbingan Teknis ini • Identifikasi Kerusakan Kayu oleh Bapak dimaksudkan untuk memberikan pemahaman Stepanus Sumardi , konservator senior dan menyosialisasikan metode dan teknik (pensiunan) pemeliharaan rumah tradisional pada masyarakat, • Penanganan Kerusakan Kayu oleh Bapak dengan memperhatikan aspek pelestariannya. Lukito, konservator senior (pensiunan) Sasaran kegiatan ini adalah personil yang berasal dari Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Yogyakarta, Instansi terkait (Dinas Kebudayaan Kab. Bantul, Dinas Kebudayaan Propinsi DIY, Kelurahan Prenggan, Purbayan, dan Jagalan), LSM , dan warga masyarakat sekitar. 60 Bimbingan Teknis Konservasi Kayu di Kotagede

Pembukaan Bimtek Pembekalan teori di kelas

Praktek Lapangan

Pengukuran kelembaban udara dengan alat higrometer

pembersihan kayu denga bahan bahan tradisional

Injeksi dengan insektisida

61 Pembuatan Website Jelajah Budaya, 6 Juni 2009

PEMBUATAN JELAJAH BUDAYA WEBSITE 6 JUNI 2009

Perkembangan teknologi informasi yang Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala sangat pesat sekarang ini membuat jarak ruang merupakan lembaga yang bertugas melestarikan dan waktu menjadi tidak berarti lagi. Seorang benda-benda peninggalan sejarah dan budaya, pelanggan dari satu tempat dan waktu yang sebagai sarana untuk membangun karakter bangsa, berbeda bisa mengetahui tentang perusahaan atau agar generasi muda selalu berpegang kepada bahkan membeli produk dari perusahaan di tempat identitas dan jati diri bangsa. Hal itu dapat dikenal lain dalam waktu yang sangat singkat. dan dipahami melalui benda-benda peninggalan Hal ini karena adanya teknologi internet sejarah dan purbakala yang tersebar di berbagai yang memungkinkan semua orang di dunia ini tempat. bertukar informasi dan data dengan sangat leluasa. Media yang digunakan untuk menyampaikan informasi tersebut adalah website. Untuk menyebarluaskan informasi kepurbakalaan dengan jangkauan yang lebih luas tersebut, BP3 Yogyakarta pada bulan Mei 2009 melakukan kegiatan pembuatan website. Tujuan pembuatan website ini adalah untuk menyebarluaskan informasi secara global Generasi muda merupakan generasi yang mengenai pelestarian dan perlindungan benda potensial untuk mewarisi nilai luhur budaya cagar budaya, khususnya potensi budaya DIY bangsa, dari tangan mereka pula diharapkan serta sebagai media pembelajaran bagi pelajar, budaya bangsa yang sangat luhur diwariskan mahasiswa, dan peneliti budaya. kepada generasi berikutnya. Untuk itulah maka Sasaran pembuatan website tersebut pada tahun 2009 Balai Pelestarian Peninggalan adalah masyarakat pengakses internet secara Purbakala mengadakan jelajah budaya dengan global baik di dalam negeri maupun luar negeri. peserta berjumlah 90 orang terdiri atas pelajar Tahap kegiatan dalam pembuatan website pramuka tingkat penegak se-Provinsi DIY, yang tersebut meliputi tahap persiapan, pembuatan jaringan, pengisian materi, dan laporan. Masukan dari kegiatan website ini berupa diperolehnya informasi mengenai sejauhmana apresiasi dan minat generasi muda (pelajar) terhadap peninggalan pusaka budaya sedangkan keluaran yang diharapkan dari kegiatan pembuatan website adalah sebagai sarana publikasi dan informasi benda cagar budaya secara global, selain itu sebagai media sharing antara pemerintah dengan dibagi menjadi 18 regu. Setiap regu terdiri atas 5 masyarakat global dalam bidang kebudayaan. anggota. Masing-masing peserta tergabung dalam Kwarcab Bantul, Kwarcab Kota Yogyakarta, Kwarcab Kulon Progo, dan Kwarcab Sleman. 62 Jelajah Budaya, 6 Juni 2009

Selain itu, peserta juga didampingi pembina yang muda/pelajar tentang pusaka budaya, agar dapat berasal dari Kwarcab dan Kwarda XII DIY. memberi kontribusi dalam mengatasi berbagai Dalam pelaksanaannya, Balai Pelestarian permasalahan bangsa, memperkenalkan potensi Peninggalan Purbakala Yogyakarta bekerja sama budaya yang ada di DIY dalam rangka memupuk dengan Kwartir Daerah XII Yogyakarta. rasa kebanggaan nasional dan mempertebal jati diri bangsa, juga sebagai sarana publikasi dalam pelestarian dan perlindungan benda cagar budaya. Macam-macam kegiatan jelajah budaya ini meliputi: pengenalan situs, penanaman pohon langka di situs, Pemberian pohon produktif di masyarakat sekitar situs Barong dan , apresiasi pengalaman jelajah, dan lomba pembuatans poster Kegiatan jelajah budaya dilaksanakan pelestarian benda cagar budaya pada tanggal 6 Juni 2009, mulai pukul 08.00 Kegiatan jelajah budaya merupakan salah sampai dengan pukul 15.30 WIB. Rute yang satu sarana penting bagi pembelajaran, pengenalan, ditempuh dalam kegiatan jelajah budaya yaitu maupun penyebaran informasi mengenai segala BP3 Yogyakarta, Candi Banyunibo, Candi sesuatu tentang seni, budaya, dan sejarah bangsa Barong, Keraton Ratu Boko, dan finish di Candi dalam rangka memupuk rasa kebanggaan nasional Prambanan. Jarak yang ditempuh sejauh kira-kira serta jati diri bangsa., selain itu peserta diharapkan 6 km. dapat meningkatkan apresiasi dan pemahaman tentang nilai penting warisan budaya bagi perkembangan sejarah budaya bangsa. Kegiatan Jelajah Budaya berorientasi pada aspek intelektual dan aspek soaial. Aspek Intelektual, dengan penanaman dan pemahaman nilai-nilai budaya bangsa, Tema kegiatan jelajah budaya tersebut sesuai adalah ”Budayamu, Budayaku, Budaya Kita, makna Indonesia”. Alasan pemilihan tema ini adalah Bhinneka untuk menumbuhkan rasa memiliki benda cagar Tunggal budaya bagi peserta jelajah budaya. Dengan Ika, guna demikian, para peserta diharapkan dapat turut menciptakan ketahanan budaya dan meningkatkan berpartisipasi dalam pelestarian dan perlindungan kebanggaan jati diri bangsa. Aspek sosial terhadap tinggalan budaya warisan nenek moyang diwujudkan dalam bentuk peningkatan partisipasi kita. masyarakat dalam bidang lingkungan hidup Kegiatan ini dilaksanakan sebagai salah dengan jalan penanaman pohon produktif dan satu upaya publikasi dan sosialisasi benda cagar pohon langka. budaya kepada masyarakat. Tujuan dari kegiatan ini untuk meningkatkan pengetahuan generasi

63 Pameran BCB di Keraton Yogyakarta

PAMERAN BCB DI KERATON YOGYAKARTA

Salah satu tugas pokok dan fungsi benda-benda warisan budaya yang bernilai tinggi, Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) sehingga masyarakat merasa berkewajiban untuk Yogyakarta adalah menyosialisasikan dan berperan aktif dalam perawatan dan perlindungan mempublikasikan benda cagar budaya kepada sebagai upaya pelestariannya. masyarakat luas dalam berbagai bentuk. Salah Dengan tema yang diambil tersebut, maka satu bentuk kegiatan yang dilakukan adalah materi pameran yang ditampilkan kali ini berupa melalui kegiatan pameran kepurbakalaan. Bentuk foto-foto bangunan cagar budaya yang sudah sosialisasi semacan ini dipandang sebagai media mendapat Surat Keputusan sebagai benda cagar yang cukup efektif sebagai sarana penyebarluasan budaya dari Menteri Kebudayaan dan Pariwisata, informasi tentang benda cagar budaya. bangunan–bangunan yang mendapat Penghargaan Tujuan diadakannya pameran BCB di Pelestarian Warisan Budaya dari Balai Pelestarian Keraton Yogyakarta ini adalah untuk meningkatkan Peninggalan Purbakala Yogyakarta, temuan benda dan mengembangkan apresiasi masyarakat cagar budaya lepas dari tahun 2006-2008, purna terhadap warisan budaya; menjaring masukan pugar Candi Garuda, foto–foto prajurit keraton dan menumbuhkan peran serta masyarakat dalam tempo doeloe, serta beberapa koleksi benda pelestarian benda cagar budaya serta memberikan temuan. pembelajaran kepada masyarakat tentang pusaka Untuk mencapai hasil yang diharapkan, budaya melalui hiburan yang bersifat edukasi. kegiatan ini dilaksanakan dengan beberapa Melalui pameran cagar budaya diharapkan metode, berikut ini. dapat bermanfaat bagi masyarakat dalam 1. Menerangkan dan memberikan penjelasan meningkatkan dan mengembangkan apresiasi langsung kepada pengunjung pameran baik dan kecintaan mereka terhadap warisan pusaka perorangan maupun kelompok tentang materi budaya. Selain itu juga memberikan hiburan yang yang disajikan. bersifat rekreatif edukatif bagi mayarakat. 2. Pameran disajikan dengan cara mengekspos Pameran kepurbakalaan ini terselenggara peninggalan budaya dalam bentuk foto-foto atas kerja sama BP3 Yogyakarta dengan Keraton dan benda-benda cagar budaya koleksi Balai Yogyakarta yang dilaksanakan dari tanggal 28 Pelestarian Peninggalan Purbakala Yogyakarta. Februari–9 Maret 2009, bertempat di Bale Bang, 3. Penyajian melalui Audio Visual yang Siti Hinggil Keraton Yogyakarta dalam rangka menampilkan materi berupa dokumentasi perayaan “Sekaten, Maulud, tahun Je, 1942 Jw. pusaka budaya melalui film animasi budaya atau tahun 2009 M “. dan CD Interaktif.. Pameran kali ini mengambil tema “Rasa Langkah-langkah kegiatan yang dilakukan Handarbeni Pusaka Budaya Yogyakarta”. Tema dalam pelaksanaan pameran BCB di Keraton ini diambil dengan harapan dapat meningkatkan Yogyakarta adalah persiapan administrasi dan apresiasi masyarakat terhadap benda cagar budaya teknis, pelaksanaan pameran, dan pembuatan dan semakin memahami arti penting benda cagar laporan. budaya bagi sejarah budaya bangsa. Dengan demikian, mereka akan merasa bangga memiliki Kegiatan ini dilaksanakan secara rutin 64 Pameran BCB di Keraton Yogyakarta setahun sekali untuk memperingati Maulud Nabi 4. Situasi pengunjung di ruang pameran Muhammad SAW.

Foto-foto 1. Persiapan materi pameran

5. Pemberian hadiah bagi peserta pengisian kuesioner terbaik

2. Pengangkutan materi pameran dari Kantor BP3 Yogyakarta ke Keraton Yogyakarta.

3. Display materi di ruang pameran Bale Bang Keraton Yogyakarta.

65 Pameran BCB di Pasar Seni Gabusan, Bantul Tahun 2009

PAMERAN BCB DI PASAR SENI GABUSAN, BANTUL TAHUN 2009

Pameran benda cagar budaya merupakan cagar budaya. salah satu media yang dapat dimanfaatkan Sasaran kegiatan ini adalah seluruh untuk penyebarluasan informasi tentang masyarakat pecinta dan pemerhati dalam pengelolaan benda cagar budaya yang dilakukan pelestarian budaya baik di dalam maupun di luar pemerintah, khususnya Balai Pelestarian Yogyakarta sehingga dapat diketahui tingkat Peninggalan Purbakala Yogyakarta. Salah satu apresiasi masyarakat dalam pelestarian benda bentuk kegiatan yang dilakukan adalah melalui cagar budaya agar dapat dirumuskan mengenai kegiatan pameran kepurbakalaan. Bentuk strategi baru maupun langkah-langkah yang sosialisasi semacam ini dipandang sebagai efektif dan efisien dalam publikasi benda cagar media yang cukup efektif sebagai sarana budaya selanjutnya. penyebarluasan informasi tentang benda cagar Kegiatan yang dilakukan dalam pameran ini meliputi persiapan alat dan bahan pameran, pembuatan materi tertulis, persiapan materi benda, pemasangan pameran, pelaksanaan pameran, pembongkaran pameran, serta pelaporan. Dengan diadakannya pameran BCB di Pasar Seni Gabusan, Bantul ini diharapkan dapat meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap pelestarian benda cagar budaya, sehingga termotivasi untuk merawat/melindungi benda cagar budaya yang ada disekitarnya serta agar budaya. masyarakat DIY dan diluar DIY lebih mengenal Untuk itu, Balai Pelestarian Peninggalan dan mengetahui nilai-nilai sejarah kekayaan Purbakala Yogyakarta bekerja sama dengan benda cagar budaya DIY dan potensinya. Pemerintahan Daerah Kabupaten Bantul menyelenggarakan Pameran Benda Cagar Budaya pada tanggal 1-11 Agustus 2009 di Pasar Seni Gabusan, Bantul dalam rangka menyambut HUT Kemerdekaan RI ke-64. Adapun tujuan diselenggarakan pameran ini antara lain sebagai sarana penyebarluasan informasi mengenai benda cagar budaya kepada masyarakat, sebagai sarana edukasi kepada masyarakat dalam rangka pelestarian benda cagar budaya, serta untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat akan budaya yang mengarah pada terwujudnya pelestarian benda 66 Kegiatan Konservasi Situs Arca Gupolo Pemugaran Dinding Teras II Sisi Selatan Candi Pembakaran

KEGIATAN KONSERVASI PEMUGARAN DINDING TERAS II SISI SITUS ARCA GUPOLO SELATAN CANDI PEMBAKARAN

Situs Arca Gupolo terletak di Desa Candi Pembakaran terletak di teras III Sambirejo, Prambanan . Situs ini terletak diatas Situs Ratu Boko. Candi ini berfungsi sebagai tanah seluas 50 meter persegi dan di tengah bangunan suci yang berhubungan dengan upacara pekarangan penduduk. Jumlah arca di Situs keagamaan. Candi Pembakaran merupakan Gupolo sebanyak 7 buah dan 247 batu candi (baik bangunan berbentuk batur yang menghadap kearah di dalam maupun di luar pagar). barat. Bangunan yang berukuran 22,49 m x 22,88 Pelaksanaan kegiatan dilakukan secara m dengan tinggi batur 3 meter tersebut terdiri dari mekanis yaitu mempergunakan alat-alat tradisional dua buah undak, ditengah – tengahnya terdapat seperti : sikat ijuk, sapu lidi, air dan ember plastik. sumuran dengan ukuran 1,58 m x 1,58 m dengan Benda-benda tersebut pada awalnya disikat kedalaman 2 meter. Adanya sumuran pada batur dengan sikat ijuk untuk membersihkan dari lumut tersebut memberikan indikasi bahwa bangunan selanjutnya disiram dengan air sampai bersih. suci tersebut bersifat Hindu. Penyikatan ini dilakukan dengan hati-hati karena benda-benda cagar budaya di Situs Arca Gupolo terbuat dari bahan batu putih. Benda-benda yang dibersihkan meliputi 1 buah Arca Agastya, 6 buah fragmen arca dan lebih dari 100 buah batu candi. Di dalam kegiatan ini juga berhasil mengamankan fragmen arca yang berada di luar pagar. Fragmen arca tersebut dalam posisi tergeletak dan sebagian terpendam tanah sekitar 30 cm. Fragmen arca tersebut belum dapat teridentifikasi karena atribut-atributnya tidak jelas Penyusunan kembali batu dinding teras II (aus) dari bahan batu putih. Kondisi arca ini tidak jauh berbeda dengan keenam arca yang sudah Kegiatan pemugaran Situs Ratu Boko ada di dalam pagar. Selanjutnya arca tersebut tahun 2009 ini adalah memugar dinding teras II dimasukkan ke dalam pagar dijdikan satu dengan sisi selatan Candi Pembakaran. Dengan demikian yang lain. bagian bangunan Candi Pembakaran yang belum dipugar adalah dinding sisi timur dan utara. Batu- batu asli dari dinding teras II sisi selatan diletakkan dalam beberapa susunan percobaan yang terletak di sebelah selatan Candi Pembakaran. Agar mudah dalam hal perawatan dan tidak membingungkan pengunjung, maka sekiranya perlu untuk memasang kembali batu-batu asli dinding teras II tersebut dari susunan percobaan ke tempat aslinya. Oleh karena itu pada tahun anggaran 2009 Sumber : Kegiatan Pembersihan Situs Arca Gupolo, BP 3 diusulkan untuk memugar dinding teras II sisi Yogyakarta 2009 selatan.

67 Pemugaran Dinding Teras II Sisi Selatan Candi Pembakaran

e. Penyusunan kembali/rekonstruksi dengan Kegiatan pemugaran dinding teras II sisi volume 31 m3. selatan Candi Pembakaran tahun anggaran 2009 f. Konservasi/pembersihan. dimaksudkan untuk merekonstruksi kembali batu- 1. Pembersihan mekhanis : 130 m2. batu dinding teras II sisi selatan Candi Pembakaran 2. Pembersihan khemis lichen : 20 m2. sesuai dengan aslinya. Tujuan dari pemugaran ini 3. Pembersihan khemis moss : 40 m2. yaitu: g. Pemahatan halus batu pengganti dengan a. Agar tinggalan arkeologis tersebut tetap dapat volume 15,5 m3. dilestarikan untuk diwariskan kepada generasi Total kegiatan pemugaran dinding teras II sisi yang akan datang. selatan Candi Pembakaran tahun anggaran 2009 b. Hasil pemugaran ini dapat dimanfaatkan untuk yaitu 109 m3 dan 190 m2. masyarakat dalam berbagai kepentingan antara lain : sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, agama dan pariwisata. c. Hasil pemugaran ini dapat memperkuat Sumber : Pemugaran Dinding Teras II Sisi Selatan Candi kepribadian bangsa dan menumbuhkan Pembakaran, BP 3 Yogyakarta 2009 kebanggaan nasional, serta dapat meningkatkan persatuan dan kesatuan bangsa.

Kegitan penatahan halus pada batu baru

Sasaran kegiatan adalah dinding teras II sisi selatan Candi Pembakaran. Ruang lingkup kegiatan pemugaran tahun anggaran 2009 adalah memugar dinding teras II sisi selatan Candi Pembakaran yang meliputi kegiatan sebagai berikut : a. Pembongkaran susunan percobaan dengan volume 15 m3. b. Penggalian/pembongkaran batu isian dengan volume 12 m3 . c. Pembuatan batu pengganti dengan volume 15,5 m3. d. Pemasangan batu isian dengan volume 20 m3.

68 Pemugaran Pagar Sisi Utara Candi Ijo

PEMUGARAN PAGAR SISI UTARA CANDI IJO

Komplek Candi Ijo secara administratif berada di Dusun Groyokan, Desa Sambirejo, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman. Kompleks Candi Ijo terdiri dari 17 gugusan candi dan batur yang tersebar pada 11 teras. Pada situs Candi Ijo ini juga dijumpai sisa-sisa struktur talud dan pagar, khususnya pada teras ke- 11. Di halaman ini dijumpai satu buah candi induk menghadap ke arah barat dengan tiga buah candi perwara yang berada didepannya. Hasil pemugaran pagar dilihat dari utara

Maksud dari kegiatan pemugaran pagar sisi utara teras XI Candi Ijo adalah sebagai upaya pelestarian sekaligus pemberian perkuatan halaman candi induk . Sasaran kegiatan pemugaran yakni pada sisa pagar keliling candi induk sisi utara yang dilaksanakan selama 4 bulan. Jenis-jenis kegiatan pemugaran meliputi : Kegiatan penyusunan kembali batu pagar 1. Pembongkaran sisa bangunan : 41,50 m³ 2. Penggalian tanah untuk pondasi : 56 m³ Pada halaman ini dibatasi oleh pagar 3. Pembuatan konstruksi perkuatan : 91 m³ yang diperkuat dengan talud pada sisi utara, barat, 4. Penyusunan percobaan hasil timur dan selatan. Pada tahun 2005 dilakukan pembongkaran :44 m³ pemugaran pagar halaman teras XI sisi timur. Pada 5. Penyusunan kembali batu pagar : 44 m³ tahun 2006 dilakukan pemugaran sebagian pagar 6. Pembuatan dan pemasangan batu : 10 m³ sisi selatan. Namun dengan terjadinya gempa 7. Konservasi mekanis : 80 m² bumi pada 27 Mei 2006 kegiatan ini dihentikan. Pada bulan Maret sampai Agustus 2008 dilakukan Jadi volume total kegiatan pemugaran adalah 286 pemugaran pagar sisi selatan dan barat. Pada tahun m³/ 80 m² 2009 ini upaya pemugaran dilanjutkan yakni pagar sisi utara dari bulan Maret sampai Juni 2009. Sumber : Pemugaran Pagar Sisi Utara Teras XI Candi Ijo, BP 3 Yogyakarta 2009

69 Pemugaran Pagar Sisi Utara Candi Ijo

70 Pemugaran Pagar Sisi Utara Candi Ijo

71