El-Banar: Jurnal Pendidikan dan Pengajaran ISSN: 2654-7198 Volume 03, Nomor 01, April 2020 e-ISSN: 2654-5349

MEMPERKENALKAN SEJARAH PAHLAWAN NASIONAL PAKUBUWONO X BAGI PESERTA DIDIK MI/SD DI INDONESIA

Siti Zulhaida Anis Fuadah Zuhri

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Jl. Ir. H. Djuanda No. 95, Cempaka Putih, Ciputat Timur, Tangerang Selatan 15412, Banten, Indonesia [email protected]

Naskah masuk: 16-05-20, direvisi: 21-05-20, diterima: 16-05-20, dipublikasi: 30-04-20

Abstrak: Tujuan pembuatan jurnal ini adalah untuk mengetahui: (1) Siapa itu Pakubuwono X; (2) Peran Pakubuwono X dalam sejarah Indonesia; (3) Usaha-usaha apa saja yang dilakukan oleh Pakubuwono X dalam sejarah Indonesia. Jurnal ini ingin membahas tentang Pakubuwono X sebagai Pahlawan Nasional Indonesia. Jurnal ini dibuat menggunakan metode historis. Langkah-langkah yang digunkan dalam metode historis adalah (1) heuristik; (2) kritik; (3) interpretasi; dan (4) historiografi. Teknik pembuatannya dengan mengumpulkan data yang dilakukan melalui studi pustaka. Dalam studi pustaka, penulis berusaha mencari sumber- sumber yang relavan dengan tema yang dibahas. Setelah itu data-data tersebut dipelajari dan dianalisa sehingga menjadi sebuah tulisan. Sumber yang digunakan dalam pembuatan jurnal ini adalah sumber tertulis. Pakubuwono X adalah seorang raja pemimpin Kasunan yang memerintah pada tahun 1893 sampai dengan 1939. Pakubuwono X merupakan anak dari Sinuhun Pakubuwono IX dan Kanjeng Ratu Pakubuwono. Berdasarkan dari sumber sejarah yang ada bahwa, kondisi politik yang dibangun oleh raja Pakubuwono X terdapat campur tangan oleh pemerintahan kolonial Belanda. Usaha raja Pakubuwono X dalam pembangunan politik yaitu dengan mendirikan sekolah-sekolah yang salah satunya bernama Mamba’ul Ulum pada tahun 1905. Kata kunci: Pakubuwono X, kepribadian, peran-peran, nilai pendidikan

Abstract: The purpose of making this journal is to find out: (1) Who is Pakubuwono X; (2) The role of Pakubuwono X in Indonesian history; (3) What efforts were made by Pakubuwono X in Indonesian history. This journal wants to discuss Pakubuwono X as Indonesia’s National Hero. This journal was created using the historical method. The steps used in the historical method are (1) heuristics; (2) criticsm; (3) interpretation; and (4) historiography. The making technique is by collecting data which is done through literature study, the author tries to find sources that are relevant to the theme discussed. Afret that the data is studied and analyyzed so that it becomes an article. The sources used in making this journal are written sources. Pakubuwono X was a leader of the Kasunan Surakarta leader who ruled in 1893 until 1939. Pakubuwono X was the son of Sinuhun Pakubuwono IX and Kanjeng Ratu Pakubuwono. Based on historical sources that exist, the political conditions established by King Pakubuwono X interfered by the Dutch colonial government. King Pakubuwono X’s efforts in political development were by establishing schools one of which was named Mamba’ul Ulum in 1905. Keywords: Pakubuwono X, personality, roles , educational values

PENDAHULUAN Keterampilan tentang menggunakan keolahgaan seperti olahraga renang, dan alat senjata seperti keris, pedang, tombak bermain kuda; (5) ilmu pengetahuan dari dan ilmu tentang pancak silat; (4) buku-buku lama yang diajarkan langsung

67

El-Banar: Jurnal Pendidikan dan Pengajaran ISSN: 2654-7198 Volume 03, Nomor 01, April 2020 e-ISSN: 2654-5349

oleh ayahandanya yang terkumpul dalam kepustakaan adalah rangkaian kegiatan serat-serat piwulang Jawa; (6) ilmu psikologi yang mencangkup pengumpulan data atau ilmu tentang kejiwaan; (7) ilmu bahasa puskata, membaca, menulis, dan mengelola seperti bahasa Arab, Melayu dan Belanda bahan penelitian. (Purwadi, dkk, 2009). Teknik pengambilan data tersebut Pada hari Jum’at Legi 28 Ruwah Je merupakan istilah lain dari kajian pustaka 1822 atau 1893 M ayahanda sultan atau tinjauan pustaka. Studi pustaka ini Pakubuwono meninggal dunia. Kemudian merupakan jenis metode penelitian yang ditahun yang sama sultan Pakubuwono X mana penulis tidak harus untuk turun diangkat menjadi raja untuk menggantikan langsung ke lapangan untuk bertemu ayahandanya, semalam sebelum upacara dengan sumber. Pada metode pustaka ini pengangkatan raja kepada sultan dapat diperoleh dari data-data yang sesuai Pakubuwono X beliau pergi ke masjid dengan perpustakan. Penulis bisa Paromosono (yang sekarang disebut dengan menganalisis tulisannya dengan cara Bandengan, yang dahulu letaknya disebelah membandingkan karya tulisan orang lain, barat dari Pandopo Parangkarso) dengan sehingga penulis memperoleh data-data pakaian yang serba putih (R.M Karno, 1990). yang spesifik. Walaupun terlihat mudah, Pemerintah Hindia Belanda menaikkan tetapi metode studi pustaka ini perlu sikap pangkat sultan Pakubuwono X menjadi ketekunan yang tinggi untuk mencari Mayor Jenderal. Pemberian pangkat militer sumber, membaca, menulis, dan mengolah secara tituler oleh Belanda kepada raja-raja data-data agar sesuaai dengan tujuan Jawa sudah ada sejak masa pemerintahan penulisan. Studi pustaka adalah salah satu tanpa daerah mancanegara (Purwadadi, teknik pengambilan data yang tujuannya dkk, 2007). untuk memecahkan suatu masalah. Pada Orang-orang menganggap ayanda dasarnya, teknik ini berpijak kepada sultan Pakubuwono X yaitu Sinuhun Buwono penelaahan kritis dan mendalam terhadap IX sebagai guru yang dapat menuntut bahan atau sumber yang relavan. hidupnya. Selain itu para sesepuh juga Penulis memperoleh referensi dari sering diajak untuk bertukar pikiran serta macam-macam sumber seperti buku, jurnal, bertukar ilmu dengan Sinuhun, seperti artikel, dan karya tulis lainnya. Pada proses Eyangdalem Kusumuyudo ke-II, yang penulisan artikel ini, penulis mengumpulkan dimakamkan di Lawean, Kiyai Surosemito data-data yang berkaitan dengan tema dan Ngebehi Reksoniti. Sang ayahanda pembahasan yaitu memperkenalkan sejarah Pakubuwono IX, digambarkan sebagai pahlawan nasional Pakubuwono X pada Prabu Bolodewo, sakti mendoroguno, teteg peserta didik Mi/SD. Setelah memiliki dan teguh kepribadiannya. Sedangkan sumber-sumber yang memadai, penulis sultan Pakubuwono X sendiri digambarkan membaca secara mendalam, melakukan sebagai Prabu Yudhistira, asih puramarta analisis dari sumber-sumber terpercaya, dan lahir batin, wicaksono narendrotomo sang mendiskusikan tentang hasil informasi yang Jayeng Katon (R.M Karno, 1990). diperoleh, serta meringkasnya supaya menjadi kesimpulan yang padat. METODE Dalam kajian ini menggunakan HASIL DAN PEMBAHASAN metode studi pustaka. Studi pustaka atau Penelitian penulisan ini bertujuan bisa juga disebut dengan pendekatan untuk memperkenalkan sejarah

68

El-Banar: Jurnal Pendidikan dan Pengajaran ISSN: 2654-7198 Volume 03, Nomor 01, April 2020 e-ISSN: 2654-5349

pahlawan nasional Pakubuwono X pada Sultan Pakubuwono X adalah peserta didik Mi/SD. Dengan mengetahui seseorang yang mempunyai sifat elusif atau sejarah pahlawan nasional khususnya sulit dipahami, membingungkan, dan pahlawan Pakubuwono X kita dapat dianggap sepele oleh para residen dan menambah wawasan mengenai siapa gubernur yang ditempatkan di Surakarta pada saat masa pemerintahannya. Ada Pakubuwono X itu, apa saja peran-peran beberapa pejabat yang menilai kepribadian yang telah dilakukannya terhadap daerah sultan Pakubuwono X sebagaimana Surakarta. Selain itu, kita juga dapat diuraikan oleh Residen G.F van Wijk (1909- mengambil pelajaran dari sikap beliau 1914) dalam George D. Larson (1990) yang bijaksana dan bertanggung jawab berikut penilaian terhadap sultan terhadap pemerintahannya. Pakubuwono X. Menurutnya raja ini mempunyai perangai yang sangat lemah. Ia ingin melakukan sesuatu hal yang menurutnya tepat tetapi ia tidak berani menonjolkan dirinya, karena raja tersebut takut akan terjadinya konflik antar anggota keluarganya atau dengan pegawai-pegawainya di istana. Namun, ada beberapa sifat yang menonjol dari raja ini yaitu sifat kedermawanannya, ia selalu memberikan bantuan dan menyenangkan hati orang lain. Sultan Pakubuwono X adalah sosok Gambar 1. Pakubuwono X seseorang yang tidak nampak di dalam Sumber: Google.com dirinya sebuah kewibawaan. Namun, ada desas-desus bahwa sultan Pakubuwono X Banyak orang yang menilai bahwa senang merawat medali-medali yang sultan Pakubuwono X adalah seorang raja diperolehnya. Adapun kebenarannya, desas- yang hanya berkuasa didaerah keraton saja. desus tersebut menunjukkan bahwa adanya Meskipun telah menjadi seorang raja, tetapi ststus yang terlalu berlebihan dari wibawa sultan Pakubuwono X bukanlah orang yang para Pakubuwono abad ke-20, dan adanya merdeka sepenuhnya. dunia tersembunyi yang terletak dibalik Raja memang dipandang tinggi oleh penampilan keagungan seremonial keraton. rakyatnya, tetapi sultan Pakubuwono X tidak Sultan Pakubuwono X merupakan seorang pernah menjadi orang yang bebas beliau yang eksentrik dalam ruang tertutup, yang selalu diawasi dan terikat oleh berbagai kosmos kepribadiannya membatasi dirinya macam peraturan, sehingga untuk pergi sementara kosmos itu juga terbatas, keluar dari keratonnya saja beliau harus sebagaimana ditunjukkan oleh kisah medali- meminta izin terlebih dahulu oleh residen. medali kehormatan itu (John Pemberton, Beliau bagaikan seorang “tawanan” di 2003). keratonnta sendiri. Maka tidak aneh jika Pada dasarnya ada beberapa sifat beliau banyak mengembangkan politik yang patut ditiru dari sultan Pakubuwono X, simbolis dari pada politik substantif di antaranya: (Kuntowijoyo, 2014).

69

El-Banar: Jurnal Pendidikan dan Pengajaran ISSN: 2654-7198 Volume 03, Nomor 01, April 2020 e-ISSN: 2654-5349

a. Memiliki kepribadian yang kuat, dalam berwibawa sebagai seorang raja dihadapan artian beliau memiliki kedisiplinan yang rakyatnya. (John Pemberton, 2003). kuat. Jika beliau menghadapi seseorang Sultan Pakubuwono X sangat yang bertentangan dengan pendirian mementingkan nilai-nilai luhur dan simbol- beliau, maka beliau tidak simbol kebudayaan. Dengan sifat-sifat beliau menghadapinya dengan kekerasan, yang bijaksana dan peran-peran penting melainkan dengan sikap yang lemah yang dilakukannya terutama dibidang lembut. pendidikan dan politik, maka inilah yang b. Memiliki kemampuan menganalisa yang nantinya akan membawa beliau kedalam tajam. peran yang sangat besar dalam usahanya c. Memiliki perasaan yang halus dan tidak membangun kehidupan politik di daerah suka menyakiti hati orang lain, beliau Surakarta dan perjalanan Pergerakan lebih suka membuat orang lain mrnjadi Kebangsaan di Surakarta pada abad ke-20. senang. d. Memiliki sikap yang terbuka terhadap Peran Pakubuwono X dalam Landasan hal-hal yang baru terutama yang Kehidupan Politik bermanfaat bagi rakyat dan negaranya. A. Pendiri Madrasah dan Sekolah e. Memiliki sikap keadilan yang tinggi. Diawal abad ke-20 dan (R.M Karno, 1990) Surakarta dijadikan sebagai tempat daerah Kebanyakan orang menganggap otonom yang berdasarkan dengan Undang- bahwa keraton adalah tempat untuk berfoya- Undang Desentralisasi tahun 1904. foya, makan enak dan bersantai-santai, Vorstenlanden adalah bagian dari wilayah tetapi anggapan tersebut salah. Sultan Hindia Belanda dan pemerintahannya dibagi Pakubuwono X menjadikan keraton sebagai menjadi dua keresidenan. Namun, wilayah tempat untuk mendidik dan menggemleng tersebut memiliki status yang khusus, sebab putra-putri, senata dan kerabat keraton. dua keresidenan tersebut terdiri dari dua Semua orang yang berada didalam keraton kerajaan swapraja yang nominal. Kerajaan diwajibkan untuk menuntut ilmu baik ilmu semi otonom merupakan suatu bentuk kebatinan dan ilmu kewajen juga termasuk penguasaan dari imperium Mataram yang dengan ilmu kesenian, agama dan ilmu-ilmu pernah memerintah pada abad ke-17 dan lainnya. Dalam kehidupan sehari-harinya awal abad ke-18 (George D. Larson, 1990). sultan Pakubuwono X tidak pernah Menurut Soemarsaid yang dikutip mengeluh dan tingkah lakunya tidak pernah dari Purwadadi (2009) mengatakan bahwa, berubah (ajeg), beliau sangat disiplin keras, “keraton Surakarta yang diperintah oleh memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi sultan Pakubuwono X pada zamannya dan selalu bersikap keras dan tegas adalah pusat kebudayaan Jawa yang sudah terhadap putra-putrinya tetapi didasari memberi kontribusi besar terhadap dengan penuh kasih sayang. (R.M Karno, perjalanan panjang sejarah Indonesia. Oleh 1990). karena itu, raja atau pemimpin mempunyai Sultan Pakubuwono X hidup sampai kekuasaan yang besar sebagai sumber dengan usia 72 tahun, menjelang usianya hukum, pengatur dalam kehidupan yang ke 33 tahun 1899 beliau mengalami bermasyarakat dan bernegara. Berbagai sakit-sakitan karena suka meminum. macam bentuk baik politik, sosial, budaya Namun, dalam usianya yang seperti itu dan keagamaan sangat dipengaruhi oleh Sultan Pakubuwono X tetap terlihat lebih

70

El-Banar: Jurnal Pendidikan dan Pengajaran ISSN: 2654-7198 Volume 03, Nomor 01, April 2020 e-ISSN: 2654-5349

kebijakan seorang raja atau pemimpin yang Kurikulum di sekolah Mamba’ul Ulum berkuasa. dapat ditafsirkan bahwa adanya upaya untuk Pada akhir abad ke-20 di Belanda memadukan antara ilmu pengetahuan terjadi perubahan politik terhadap Indonesia agama dan ilmu pengetahuan umum. yakni menjadi Politik Etis yang dipimpin oleh Menurut Taufik Abdullah yang dikutip oleh Van Deventer. Hal tersebut terjadi karena Herman J (2005) beliau mengatakan bahwa, adanya pemikiran bahwa Belanda “penambahan pelajaran diantaranya bahasa, mempunyai hutang budi kepada Indonesia. berhitung, dan ilmu kodrat atau ilmu Politik Etis muncul karena adanya masalah pengetahuan alam menunjukkan adanya kemanusiaan dan keuntungan ekonomi. perbedaan dengan pendidikan yang ada Menurut Wertheim yang dikutip oleh dipondok pesantren yang mengutamakan Hermanu. J, (2005) mengatakan bahwa, mempelajari kitab-kitab agama islam dan “Politik Etis pada intinya yaitu pemperluas intensifikasi ritual peribadatan”. Oleh karena dan memperbaiki program-program yang itu, dapat dikatakan bahwa madrasah telah ada, yakni; perluasan pendidikan Mamba’ul Ulum merupakan bentuk model Barat, irigasi, peningkatan program transisional menuju pendidikan islami yang pelayanan kesehatan serta meningkatkan modern. program pertumbuhan industrialisasi”. Selain itu, di kampung dan di desa Sultan Pakubuwono X mampu dalam wilayah Kasunanan Surakarta pada melihat perubahan dan perkembangan- tahun 1914 juga didirikan sekolah-sekolah perkembangan baru tersebut serta sadar dasar yang diperuntukkan bagi rakyat dan bahwa generasi-generassi muda harus para sentana didirikannya sekolah Kasatrian mampu menjadi orang-orang pintar dan semacam Hollands Inlandsche School cerdas agar bisa mengimbangi dan bersaing (sekolah yang diperuntukkan kepada orang dengan kepintaran orang Belanda hingga Indonesia yang diberi nama dengan bahasa suatu saat nanti mampu melepaskan bangsa Belanda). Didalam Baluwarti, Sekolah Indonesia dari penjajahan Belanda. Sultan Parmadi Siwi (Taman Kanak-kanak/TK) bagi Pakubuwono X menaruh perhatian besar putra dan putri serta cucu-cucu raja dan terhadap pendidikan keagamaan. Sultan sekolah “Parmadi Putri” yang hanya Pakubuwono X melaksanakan politik diperuntukkan bagi wanita, anak, cucu dan simbolis dengan cara mendirikan sekolah sentana. Sebelum sekolah Parmadi Putri khusus yang digunakan untuk mempelajari dibuka, para putri raja mendapat pendidikan agama islam yang dikenal dengan nama dalam bahasa Belanda, masak memasak, “Mamba’ul Ulum” pada tahun 1905. Sekolah dan membuat kerajinan tangan seperti, itu dibangun dan terletak dibagian selatan merajut, menyulam, merenda dan lain halaman masjid besar di Surakarta, yang kini sebagainya yang diajarkan oleh wanita- berada diseberang jalan dari pasar Klewer. wanita Belanda di hari-hari tertentu atau bisa Lulusan dari sekolah ini dapat diterima dikatakan seperti les (R.M Karno, 1990). menjadi mahasiswa di Universitas Al-Azhar, B. Usaha-usaha dalam Bidang Politik Kairo dan ada pula beberapa Universitas lain Usaha-usaha yang dilakukan oleh yang berada di luar negeri yang menerima sultan Pakubuwono X dalam membangun siswa dari lulusan “Mamba’ul Ulum” dengan kehidupan politik di daerah Surakarta melalui tambahan kursus dibidang menjadi lebih lengkap karena adanya peran pendidikan. beliau dalam membantu dan mengayomi organisasi-organisasi nasional, dalam

71

El-Banar: Jurnal Pendidikan dan Pengajaran ISSN: 2654-7198 Volume 03, Nomor 01, April 2020 e-ISSN: 2654-5349

usahanya untuk melawan dan mengusir Dalam menjalankan tugasnya, sultan Belanda dari tanah Jawa. G.P.H Hangabehi melakukan perjalanan malam yang dan G.P.H Kusumoyudo pernah menjadi mengelilingi kota agar sultan bisa merasakan Anggota Kepengurusan Besar suka duka dan keluhan dari rakyatnya. yang dipimpin oleh R.M HOS Tjokroaminoto Pekerjaan ini merupakan tugas setiap sedangkan organisasi Boedi Oetomo sultan/raja yang berasal dari keturunan dipimpin oleh G.P.H Hadiwidjojo, R.M T Mataram. Pada suatu malam, ketika sultan Woerjaningrat (yang merupakan keponakan sedang melakukan tugasnya dalam keadaan dan menantu dari sultan Pakubuwono X) gelap beliau harus melompati parit dan beliau adalah tokoh-tokoh yang terkenal tergelincir di kampung Ngruki, daerah dalam kepengurusan Boedi Oetomo Kedawung Barat. Akibatnya kaki sultan (Purwadadi, dkk, 2009). Pakubuwono X menjadi cacat, dan tidak Sultan Pakubuwono X sangat dapat disembuhkan sehingga beliau tidak menyadari bahwa perwakilan rakyat sebagai kuat untuk berjalan lama. salah satu bentuk sarana demokrasi dapat Proses perjalanan Ngideri Buwono dijadikan sebagai landasan untuk meliputi perjalanan ke berbagai wilayah melaksanakan kekuasaan eksekutif seperti Jawa, Sumatera Selatan, Bali dan pemerintah. Pada tanggal 21 Maret tahun Lombok dengan menggunakan transportasi 1935 sultan Pakubuwono X mendirikan “Bale berupa kereta api dan kapal laut. Pada awal Agung” sebagai lembaga yang memberi abad ke-20, pada masa pemerintahan pertimbangan dan sebagai perwakilan rakyat Residen Vogel, sultan Pakubuwono X sepenuhnya. Dengan adanya Bale Agung, melakukan perjalanan menuju Semarang maka Dewan kerajaan yang sebagian besar dengan membawa dua ratus pengiring. Pada terdiri dari keluarga raja Pakubuwono X tahun 1916 sultan Pakubuwono X membuat dihapus. Bale Agung terdiri dari satu orang rencana untuk pergi ke Buitenzorf (Bogor) ketua yang ditunjuk langsung oleh sang raja, untuk menyampaikan ucapan terimakasih yakni ketuanya adalah G.P.H Hadiwidjojo kepada Sri Maharatu Wilhelmina atas dan R.T. Mr. Wironegoro sebagai sekretaris pemberian bintang Grootkruis in the Orde (R.M. Karno, 1990). van Oranje Nasaau lewat Gubjen De Fock. C. Perjalanan Politik Buwono Kemudian dua tahun berikutnya pada tahun Sultan Pakubuwono dalam 1924 sultan Pakubuwono X melakukan strateginya membuat usaha-usaha dengan perjalanan ke Malang. Pada tahun 1929 melakukan perjalanan kerja ke berbagai sultan Pakubuwono X beserta daerah yang disebut dengan incognito atau rombongannya mengunjungi pulau Bali dan Ngideri Buwono (Kuntowijoyo, 2004). Dalam pulau Lombok. tinjauan islam kata Ngideri Buwono Saat di pulau Bali Sultan merupakan tindakan diplomatis guna Pakubuwono X mengunjungi I Gusti Gede menciptakan strategi pergolakan. Di dalam Bagus Jelatik yang bertempat di islam, diplomasi yaitu Kayfiyah (cara atau Karangasem dan Anak Agung I Gusti Gede metode) untuk disampaikan kepada Taman di kabupaten Bangli. Selain itu, beliau khalayak umum sebagai bagian dari uslub juga berkunjung ke tempat asisten Residen kifahi (strategi pergolakan) guna Mataram (Lombok). Di tahun 1935 sunan menghadapi pemerintah Belanda Pakubuwono X berkunjung ke Lampung. (Muhammad Hawari, 2003). Ditahun berikutnya yaitu tahun 1936, dengan alasan meninjau Gubernur Surakarta yang

72

El-Banar: Jurnal Pendidikan dan Pengajaran ISSN: 2654-7198 Volume 03, Nomor 01, April 2020 e-ISSN: 2654-5349

dirawat di Rumah sakit Surabaya, sunan diri mereka masing-masing semakin besar Pakubuwono X bersama rombongannya dan telah memecah belah kepemimpinan pergi ke Surabaya, lalu beliau singgah di melalui garis-garis agama dan ideologi. kabupaten Gresik (Darsiti Soeratman, 2000). Kemudian pihak kolonial Belanda mulai Sunan Pakubuwono X mendapat menjalankan tingkat penindasan barunya kritik dari para pejabat Belanda tentang sebagai jawaban atas perkembangan- perjalanan Ngideri Buwononya. Para pejabat perkembangan tersebut. Pada periode ini Belanda memikirkan masalah uang yang tidak memecahkan suatu masalah, akan dikeluarkan dan mengenai efek politik dari tetapi malah merubah pandangan investasi ini, meskipun sunan Pakubuwono X kepemimpinan Indonesia itu mengenai diri dianggap mengadakan perjalanan incognito, sendiri dan masa depannya (M. C Ricklefs, sehingga beliau menunjukkan dirinya 1991). sebagai kaisar Jawa (George D. Larson, Pada permulaan abad ke-17 sampai 1990). Semua perjalanan yang dilakukan dengan abad ke-20 timbullah peperangan oleh sunan Pakubuwono X merupakan dan pemberontakan, peperangan tersebut rangka dalam membangun kehidupan politik tidak berhasil karena senjata yang kita miliki di Surakarta dan nasionalisme Indonesia jelek dan taktik Belanda lebih bagus melawan penjajahan Belanda. sehingga berhasil untuk mengarang barisan Indonesia. Tetapi setelah terjadinya Peran Keraton dalam Pergerakan peperangan dan pemberontakan itu habis, Kebangsaan kemudian timbullah nasib rakyat yang jelek 1. Kondisi Politik Surakarta pada Masa itu menjadi rasa sedih dan sengsara, yang Pemerintahan Pakubuwono X terkadang keadaan tersebut menjadi Di awal abad ke-20 merupakan berbagai macam aksi yang dibuat oleh rakyat periode awal dari bangkitnya pergerakan dan (A.K Pringgodigdo, 1994). perubahan struktur sosial kemasyarakatan Kemudian pada awal abad ke-20 oleh pemerintah kolonial. Kunci dari daerah Surakarta dan Yogyakarta dijadikan perkembangan di awal abad ke-20 yaitu sebagai tempat otonom yang berdasarkan munculnya gagasan atau ide-ide baru pada Undang-Undang Desentralisassi tahun mengenai organisasi dan dikenal dengan 1903. Wilayah Vorstenlanden adalah bagian definisi-definisi baru yang lebbih canggih dari wilayah Hindia-Belanda serta tentang identitas. Gagasan baru tersebut pemerintahannya dibagi dalam dua berisi tentang organisasi yang meliputi keresidenan. Akan tetapi wilayah tersebut bentuk-bentuk kepemimpinan yang baru, mempunyai status yang khusus, sebab dan definisi yang baru lebih canggih lagi kedua keresidenan itu terdiri dari dua terutama mengenai identitas seperti analisis kerajaan swapraja yang nominal. Kerajaan yang sifatnya lebih mendalam tentang semi-otonom ini merupakan suatu proses lingkungan agama, politik serta ekonomi. Di penguasaan dari impremiun Mataram yang tahun 1927 telah terbentuk suatu organisasi pernah menjadi pemegang kekuasaan pada kepemimpinan Indonesia yang baru dan abad ke-17 dan pada awal abad ke-18 dengan pengorbanan yang sangat besa. (George D. Larson, 1990). Antara pemimpin baru yang satu dengan 2. Nilai Sejarah Keraton sebagai Materi pemimpin baru lainnya juga terlibat dalam Pengembangan bagi Peserta Didik MI/SD pertentangan yang sangat sengit itu, Peristiwa sejarah yang ada di sedangkan kesadaran yang berada dalam kerajaan Surakarta sangatlah berpengaruh

73

El-Banar: Jurnal Pendidikan dan Pengajaran ISSN: 2654-7198 Volume 03, Nomor 01, April 2020 e-ISSN: 2654-5349

dan merupakan kerajaan besar pada luas lahan sekitar 4.200 meter persegi. masanya. Hal tersebut dapat dilihat dari Sebelumnya masjid ini terletak di daerah macam-macam peninggalan sejarah yang Kauman Pasar Legi, kemudian pada tersimpan pada Museum Radyopustoko, masa pemerintahan Adipati Kraton Kanunan, dan Istana Mangkunagara II dipindahkan ke daerah Mangkunegaran. Di dalam sejarahnya, Banjarsari dengan alasan letaknya yang pemerintahan Kasunan dan Mangkunegaran strategis dan dekat dengan pura disaat masa kejayaannya cukup banyak Mangkunagaran. mewariskan nilai-nilai pedagogis yang dapat 3) Masjid Laweyan dijadikan sebagai materi pengembangan Masjid Lawean ini dibangun pada saat pembelajaran mata pelajaran IPS MI/SD, pemerintahan Djoko Tingkir yaitu sekitar diantaranya: nilai religius/keagamaan, nilai tahun 1546 dan termasuk masjid pertama politik, nilai ekonomi, dan nilai budaya. yang ada di Kerajaan Pajang. Pada a. Nilai Religius/Keagamaan awalnya masjid ini merupakan bangunan Nilai religi/keagamaan dari peninggalan pura agama Hindu. Kemudian dengan keraton Surakarta yang sangat nyata adanya pendekatan secara damai, misalnya seperti: sehingga semakin banyak orang yang 1) Masjid Agung memeluk agama islam, maka bangunan Dalam bahasa Jawa nama Masjid Agung pura itu diubah menjadi masjid. Pemilik Surakarta adalah Masjid Ageng Karaton dari Masjid Laweyan ini adalah Kyai Surakarta Hadiningrat. Masjid ini Ageng Henis (yang merupakan kakek dari dibangun pada saat pemerintahan sultan sunan Pakubuwono II). Masjid Laweyan Pakubuwono III tahun 1763 dan selesai ini digunakan sebagai tempat sholat, ditahun 1768 diatas tanah seluas 19.180 pernikahan, talak, rujuk, musyawarah dan meter persegi. Masjid ini termasuk makam. Ditempat makam terdapat kedalam katagori Majid Jami’, yaitu sebuah pintu gerbang disebelah samping artinya masjid yang dapat dipakai untuk yang khusus dibuat untuk sunan sholat berjamaah dengan jumlah Pakubuwono X ketika berziarah ke makmum yang banyak terutama ketika makam. sholat Jum’at dan sholat Ied. Masjid ini 4) Geredja Katholik Antonius merupakan ststus sebagai masjid Gereja ini merupakan gereja tertua yang kerajaan, masjid ini juga digunakan ada di Surakarta dan didirikan pada tahun sebagai pendukung seluruh kepentingan 1905. Gereja Katholik Antonius memiliki kerajaan yang berkaitan dengan acara- skala bangunan yang besar dan gereja acara keagamaan. Semua para pegawai tersebut belum berubah bentuknya masjid dijadikan sebagai abdi dalam hingga saat ini. keraton, dengan gelar Kanjeng Raden 5) Tempat Ibadah Tien Kok Sie Tumenggung, Penghulu Tafsiranom Tempat ini merupakan Klenteng yang untuk penghulu, dan Lurah Muadzin untuk terdapat di Jalan R.E Martadinata no.12. orang yang mengumandangkan adzan. Pada awalnya Klenteng ini terleak di 2) Masjid Mangkunegaran Kartasura (sebelum Keraton Kartasura Masjid Mangkunegaran diprakarsai oleh dipindahkan ke Surakarta pada tahun seorang Kanjeng Gusti Pangeran Adipati 1744). Kemudian Klenteng ini pindah ke Arya Mangkunagara I (Raden Mas Said) Sala dan dibangun bersamaan dengan di kadipaten panatagama yang memiliki pembangunan Keraton Surakarta.

74

El-Banar: Jurnal Pendidikan dan Pengajaran ISSN: 2654-7198 Volume 03, Nomor 01, April 2020 e-ISSN: 2654-5349

Meskipun Klenteng Tri Dharma cucu Pakubuwono VI, beliau harus merupakan tempat ibadah, tetapi sebutan meneruskan perjuangan kakeknya dalam Klenteng diubah menjadi “Wihara”. mengusir penjajah. 6) Vihara Am Po Kian c. Nilai Ekonomi Vihara Am Po Kian ini didirikan pada Kota Surakarta merupakan kota yang tanggal 24 Agustus 1875 kemudian strategis dan juga menjadi tempat mengalami perbaikan pada tanggal 14 perlintasan yang menghubungkan pulau Agustus 1944. Pada awalnya vihara ini Jawa bagian barat dan bagian timur sejak merupakan bangunan kuil yang dijadikan zaman kolonial sampai sekarang ini dan sebagai tempat beradu kekuatan ilmu tentunya sangat menguntungkan dalam hal kebatinan. Kemudian vihara ini dapat perkembangan ekonomi rakyat. Salah satu dikuasai oleh Kyai Ageng Henis dan bukti nyatanya yaitu yang dilakukan oleh diubah menjadi sebuah masjid, dan di sultan Pakubuwono X, beliau memberikan dalamnya terdapat makam beliau beserta kredit untuk pembangunan rumah yang keluarganya. ditujukan kepada warga yang kurang b. Nilai Politik mampu. Kemudian, dibangunnya stasiun Nilai dalam bidang politik dapat dilihat solo jebres, stasiun solo-kota atau sangkrah, dari banyaknya organisasi-organisasi jembatan jurug yang melintasi bangsawan pergerakan yang mulai muncul solo di timur kota, dan masih banyak lagi. menyuarakan aspirasi rakyat pribumi yang Untuk membantu perekonomian rakyat pada hidup dalam penindasan penjajah. Para saat itu, maka terdapat beberapa lembaga penjajah ingin menghancurkan kekuasaan perekonomian misalnya seperti, pasar gede, yang ada di Indonesia. Kemudian, mulai pasar klewer, dan Bank Indonesia. munculnya paham-paham baru seperti d. Nilai Budaya paham nasionalisme, paham liberalisme, Peninggalan sejarah dalam bidang paham sosialisme, dan paham demokrasi. budaya, Keraton Surakarta telah Semangat nasionalisme pada masa itu mewariskan nilai-nilai budaya yang masih digunakan sebagai paham atau ideologi bagi tetap dilestarikan oleh masyarakat bahkan organisasi pergerakan, yang salah satunya hingga saat ini. Nilai-nilai budaya tersebut ialah Partai Nasional Indonesia (PNI) yang dapat dilihat di dua istana keraton yakni dipimpin oleh Ir. Soekarno. Istana Keraton Kasunanan dan Istana Pada masa itu, peninggalan peristiwa Keraton Puro Mangkunegaran. Istana sejarah di Surakarta cukup mewarnai Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat kehidupan politik, misalnya seperti yang dibangun pada tahun 1744-1746 oleh sultan dilakukan oleh Sultan Agung yang Pakubuwono II yang terletak di Desa Sala. memerintah di tahun 1613-1645 perannya Setelah pembangunan selesai, nama desa melawan VOC. Selain itu juga terdapat itu diganti menjadi Surakarta Hadiningrat. peran-peran sultan Pakubuwono X yang Istana ini menjadi saksi bisu dalam nampak terhadap pemerintah Hindia penyerahan kedaulatan Kerajaan Mataram Belanda. Beliau mampu menjauhkan oleh sultan Pakubuwono II kepada VOC di pertentangan yang cukup serius, bahkan tahun 1749 dan setelah terjadinya Perjanjian tampil sebagai teman pemerintah Hindia Gayanti di tahun 1755, keraton ini dijadikan Belanda. Di mata rakyat kewibawaannya istana resmi bagi Kasunanan Surakarta semakin meningkat sebagai raja Jawa. hingga tahun 1946. Sunan Pakubuwono X sadar, bahwa sebagai

75

El-Banar: Jurnal Pendidikan dan Pengajaran ISSN: 2654-7198 Volume 03, Nomor 01, April 2020 e-ISSN: 2654-5349

Hal menarik yang terdapat di Keraton tetap dilestarikan oleh empat kerajaan Kasunanan adalah adanya patung-patung pewaris tahta wangsa Mataram. Seperti Eropa yang menghiasi istana sehingga Kasunanan Surakarta Hadiningrat, Kerajaan terdapat kombinasi yang indah antara Ngayogyakarta Hadiningrat, Kadipaten arsitektur Jawa Kuno dengan sentuhan Pakualaman, dan Kadipaten Eropa. Patung-patung tersebut merupakan Mangkunegaran di Surakarta. hadiah pemberian Belanda yang dulu mempunyai hubungan baik dengan PENUTUP Kasunanan Surakarta. Keraton Kasunanan Sultan Pakubuwono X merupakan Surakarta merupakan tempat yang seorang pemimpin yang mempunyai mengandung makna spiritual yang tinggi. kepribadian kuat, beliau memiliki sikap Kemudian, pada bagian utara kawasan disiplin diri dan bijaksana. Usaha-usaha kota Surakarta yang ditata oleh pihak Istana yang dilakukan sultan Pakubuwono X dalam Mangkunagaran, juga mempunyai jejak membangun kehidupan politik di Surakarta arsitektur yang cukup banyak mengandung dipengaruhi oleh berbagai hal, yaitu dengan sentuhan Eropa. Pada bagian utara kota keadaan Surakarta yang terdiri atas wilayah Surakarta yang dilweati oleh kali pepe sering Kasunanan dan Mangkunegaran, kedua menimbulkan bencana banjir. Oleh karena wilayah tersebut dipisahkan oleh suatu jalan itu, untuk mengantisipasi hal tersebut, maka yang besar. Sultan memiliki peran andil yang dilakukanlah pembangunan tanggul kali dan cukup besar dalam pergerakan organisasi- pintu air, saluran drainasi, dan MCK (mandi organisasi kebangsaan di Surakarta. Usaha cuci kakus). Semua bangunan tersebut beliau dalam membangun landasan politik di masih terlihat sampai sekarang dan Surakarta yaitu dengan mendirikan merupakan beberapa bukti pembangunan madrasah Mamba’ul Ulum pada tahun 1905 yang dikakukan pada masa pemerintahan dan sekolah-sekolah lainnya bagi rakyat dan Mangkunegoro IV. para sentana. Selain bukti peninggalan budaya yang Daerah Keraton Kasunanan berupa bangunan, ada pula peninggalan Surakarta merupakan daerah yang subur budaya yang berupa kesenian. Seperti untuk tumbuhnya organisasi-organisasi Gending Kodhok Ngorek. Gending tersebut sosial politik. Beliau bersama-sama dengan merupakan salah satu bentuk peninggalan rakyat bersatu untuk melawan kekuasaan budaya dan seni tradisi Kasunanan Belanda, melalui gerakan organisasi Boedi Surakarta Hadiningrat, khususnya dibidang Oetomo atau melalui gerakan perbaikan seni musik istana. dan gending ekonomi dan sosial politik seperti yang Kodhok Ngorek merupakan sebuah dilakukan oleh organisasi Sarekat Islam. perangkat gamelan Jawa serta nama-nama Organisasi Boedi Oetomo merupakan lagu yang dibunyikan pada waktu dan gerakan organisasi priyayi baru, yang kesempatan tertentu saja. Lagu-lagu dalam memperoleh kedudukan berkat pendidikan gending kodhok ngorek diberi nama Barat yang mereka peroleh, tetapi statusnya Kalapanganjur. Sebenarnya, gending tidak dapat diperoleh kerena mereka Kodhok Ngorek sudah dikenal sejak zaman merupakan keturunan dari keluarga pangreh raja-raja terdahulu, misalnya pada masa praja lama. Sedangkan organisasi Sarekat Kerajaan Mataram Islam, Kerajaan Islam merupakan gerakan nasional pertama Jenggala, dan lain sebagainya. Gending yang muncul di Surakarta pada tahun 1912. Kodhok Ngorek sampai sekarang masih

76

El-Banar: Jurnal Pendidikan dan Pengajaran ISSN: 2654-7198 Volume 03, Nomor 01, April 2020 e-ISSN: 2654-5349

Pada dasarnya, organisasi Sarekat Islam adalah gerakan yang dibangun untuk mengusur kolonial Belanda dan Cina dari tanah Jawa. Tujuan dari didirikannya Sarekat Islam adalah untuk merebut tanah Jawa dari tangan Belanda lewat revolusi, yang kemudian akan diserahkan kembali kepada Susunuhan.

UCAPAN TERIMA KASIH Syukur alhamdulillah penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan petunjuk-Nya penulis dapat menyelesaian tugas ini. Tak lupa juga penulis ucapkan kepada guru pembimbing yang selalu memberikan arahan dan motivasi kepada penulis.

REFERENSI Abdulghani, R. (1963). Penggunaan Ilmu Purwadi, d. (2009). Sri Paku Sejarah. Bandung: Prapanca. Buwono x Perjuangan, Jasa & D, L. G. (1990). Menjelang Revolusi Keraton dan Pengabdiannya untuk Nusa Bangsa. Kehidupan Politik di Surakarta. Jakarta: Bangun Jasa. Yogyakarta: UGM Pres. Ricklefs. (1991). Sejarah Indonesia Modern. Emulyasa. (2007). Standar Kompetensi dan Yogyakarta: Gama Pres. Sertifikasi Guru. Bandung: PT. Remaja Soeratman, D. (2000). Kehidupan Dunia Rosdakarya. Keeraton Surakarta. Yogyakarta: Hawari, M. (2003). Politik Partai.Merentas Jalan Yayasan untuk Indonesia. Baru Perjuangan Partai Politik Islam. Yatim, B. (1999). Soekarno, Islam, dan Bogor: Ide Pustaka. Nasionalisme. Jakarta: Logos Wacana Karno. (1990). Riwayat dan Falsafah Hidup Ilmu. Ingkang Sinuhun Sri Susuhunan Paku buwono X . Jakarta. Karno, K. (1983). Pemimpin dan Kepemimpinan. Jakarta: Raja Grafindo. Koentjaraningrat. (1986). Metodologi Penelitian Sejarah. Jakarta: Gramedia. Kuntowijoyo. (2001). Pengantar Ilmu Sejarah . Jakarta: Yayasan Banteng Wijaya. Kuntowjoyo. (1995). Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Tiara Wacana. Pemberton, J. (2003). "Jawa" On The Subject Of Java. Terjemahan Hartono Hadikusumo. Yogyakarta: Mata Bangsa. Pringgodigdo. (1994). Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia. Jakarta: Dian Rakyat.

77