Majalah Pusat Edisi 9 Plus Cover.Pdf
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
PUSAT MAJALAH SASTRA pendapa PUSAT ada dasarnya apa yang disebut dengan mentalitas majalah sastra diterbitkan oleh Pbangsa adalah sebuah gagasan yang luas dan tidak Pusat Bahasa mudah dirumuskan dengan sederhana. Namun, jika Gedung Dharma, Lt. 3 Jalan Daksinapati Barat IV, kita berpegang pada apa yang dikemukakan Lao Tse Rawamangun, Jakarta 13220 berabad-abad lalu, yaitu: “Jika ingin memperbaiki suatu Pos-el: [email protected] bangsa, perbaikilah bahasanya”, maka “mentalitas Telepon: (021) 4706288, 4896558 Faksimile (021) 4750407 bangsa” memiliki kaitan yang erat dengan bahasa. Bahkan, mentalitas bangsa kerap kali ditentukan oleh Pemimpin Umum Kepala Badan Pengembangan bagaimana bahasa diperhatikan, dikelola,dihidupi, dan Pembinaan Bahasa dan dikembangkan. Jika ada yang mengatakan bahwa Manager Eksekutif Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Sekretaris Badan Bahasa Bahasa) merupajan ujung tombak dalam urusannya dengan mentalitas bangsa, maka anggapan tersebut Pemimpin Redaksi Kepala Pusat Pengembangan tidak sepenuhnya salah. Bahkan, Revolusi Mental yang dan Perlindungan menjadi dasar bagi pemerintah di bawah Presiden Joko Wakil Pemimpin Redaksi Widodo. tidak terlalu salah jika orang beranggapan Mu’jizah sangat erat terkait dengan kiprah pemerintah melalui Konsultan Badan Bahasa. Agus R. Sarjono Sutan Takdir Alisyahbana —sastrawan, budaya-wan Dewan Redaksi dan penulis awal buku Tata Bahasa bahasa Indonesia, Budi Darma pernah mengatakan bahwa bahasa bisa apa saja —bunyi, Hamsad Rangkuti Putu Wijaya struktur, dsb.— tapi yang jelas dan pasti pada bahasa Manneke Budiman adalah pikiran. Keteraturan dan struktur berpikir bangsa Indonesia dapat dilihat dari struktur bahasa Indonesia. Staf Redaksi Abdul Rozak Zaidan Adab dan budinya dapat dilihat dalam cara masyarakat Ganjar Harimansyah Indonesia berbahasa, yang secara sederhana suka Saksono Prijanto Puji Santosa disebut sebagai budi bahasa. Kedalaman renungan dan pemikirannya terlihat dalam penggunaan bahasa dalam Sekretariat Nur Ahid Prasetyawan karya ilsafat dan ilmiah. Sementara keluasan imajinasi, Dina Amalia Susakto gairah, harapan-harapan dan mimpi-mimpinya serta Ferdinandus Moses cita rasanya dapat dilihat pada khasanah karya-karya Penata Artistik sastranya. Oleh sebab itu, Badan Bahasa secara ajek Efgeni dan berkelanjutan memberikan perhatian sebesar- Nova Andryasah besarnya pada kegiatan-kegiatan di bidang bahasa dan Keuangan sastra baik yang terejawantah dalam tradisi lisan dan Bagja Mulya Siti Sulastri kearifan lokal masyarakat Indonesia maupun terutama dalam tradisi tulisnya. Apa yang tersaji dalam majalah Sirkulasi dan Distribusi sastra Pusat kali ini adalah sebagian dari upaya-upaya M. Nasir Lince Siagian tersebut. Selamat mambaca dan mengapresiasi.[] PUSAT NO. 09/2015 1 D A F T A R I S I TELAAH TAMAN Manneke Budiman 13 Berjalan Ke Utara Sastra dan Industri Budaya Cerpen Imam Muhtarom 4 Populer dalam Pasar Budaya Saudara termuda kami Indonesia berjalan agak di belakang. la sibuk dengan tas agak besar Penulisan dan penerbitan sastra di punggungnya. la sebetul- mengalami ledakan semenjak nya tidak membawa apa-apa berakhirnya masa kekuasaan kecuali beberapa mainan Orde Baru di Indonesia, yang boneka dan harmonika mini. ditandai oleh lahirnya novel Saman karya Ayu Utami. Tiba- tiba, minat baca publik melonjak drastis, dan menulis dengan cepat berkembang menjadi suatu bagian tersendiri dari gaya hidup kosmopolit. Pada saat yang sama, arus masuk produk kebudayaan populer, khususnya dari Amerika Serikat, Jepang, dan India, pun mengalami peningkatan tajam dan turut mengubah perilaku membaca. Puisi-Puisi Faisal Syahreza 00 Di Pantai Anyer 10 Hikayat Haji Alit 11 Pelawatan Kabut 12 EMBUN CAKRAWALA 91 Musim Dingin Isbedy Joko Pinurbo 96 Memperlihatkan yang tak terlihat kuhirup berkalikali kopi Ada satu pengalaman pribadi yang ingin yang kubawa dari kebun tamong saya bagikan sebagai contoh. Saya punya seperti juga pernah diangkut seorang teman, namanya Joni Ariadinata. para pedagang eropa Sebelum menjadi pengarang terkenal berates tahun silam seperti sekarang ini, Joni pernah menjalani ditumpuk bersama pekerjaan sebagai tukang becak. Suatu rempahrempah hari, saya naik becak. Tukang becak yang kuhirup tapi bukan lagi hendak mengantar saya ke sebuah tempat sebagai anak duli itu sudah tua dan tubuhnya tampak sudah yang meringis di bawah kaki rapuh. ... 2 PUSAT NO. 09/2015 CUBITAN Putu Wijaya LEMBARAN Mengeluh Seekor kuda mengeluh. “Beginilah nasib kuda MASTERA pacuan. Kalau lariku kencang dan jadi juara, semua MAJELIS SASTRA ASIA TENGGARA orang memuja. Tapi kalau aku kalah, setiap orang membuang muka. ... 83 BRUNEI DARUSSALAM Cerpen Pendek A. Mahad Cerita Pendek Norsiah Abdul Gapar Puisi A.R. Romzi Puisi Noorsiah MS Puisi Ali Bakhti ar Puisi Noorhaimen MALAYSIA Cerita Pendek Zainol Idris Cerita Pendek Osman Ayob Puisi Malim Ghozali PK Puisi Husna Nazri Puisi Raihani Mohd Saaid Puisi Shamsudin Othman PUMPUNAN 86 F. Mozes SINGAPURA Alih Wahana Sastra dalam Pengaruh Khalayak Sastra Cerita Pendek Chempaka Aizim Puisi Hamed bin Ismael Puisi Mohamed Naguib Ngadnan INDONESIA Cerita Pendek Arswendo Atmowiloto GLOSARIUM Puisi Eka Budianta Rendy Jean Satria 98 Puisi Mustofa Bisri PDS H.B Jassin: Monumen Sastra yang Terlupakan PUSAT NO. 09/2015 3 TAMAN Berjalan ke Utara Cerita Pendek Imam Muhtarom KAMI melangkah di atas jalan berumput dipenuhi embun yang mem- bentang ke utara. Ya, utara nun jauh di sana. Kami herjalan di sam- ping kanan sungai yang mengalir ke arah selatan. Kami tidak begi- tu tahu apakah utara itu sebab utara dalam pandangan kami hanya kabut tebal menyelubung. Kami hanya berhadapan gulungan putih memanjang memenuhi penglihatan kami. Sesungguhnya bukan pu- tih benar, sebab begitu kami melangkah ke depan, bersamaan den- gan itu akan kami lihat ruang-ruang yang terbuka. Pandangan kami membelah keputihan kabut yang menyelubungi pandangan kami. Ya, kami akan melihat gelap kehijauan beberapa ratus langkah ke depan. Juga dengan merangkaknya matahari dari kaki langit se- belah timur akan terlihat oleh mata kami gelap itu adalah kehijauan pepohonan. Kehijauan yang akan menyejukkan mata siapa pun yang Kakan menatapnya. Kami sesungguhnya tidak begitu yakin sebenar- nya apakah mata kami sedang menatap gelap atau gelap kehijauan? Kami sulit membedakan benar-benar gelap atau benar-benar gelap kehijauan? Gelap kehijauan? Warna gelap kehijauan? Apakah warna demikian ada. Kami tak yakin. Tetapi kami hanya tahu pilihan warna di depan kami yang membentang itu: gelap atau gelap kehijauan. Ka- lau gelap barangkali tidak akan ada yang tidak sepakat, tetapi gelap- kehijauan? Kami tidak pasti mana yang sesungguhnya mesti kami pilih di antara dua warna itu. 4 PUSAT NO. 09/2015 Kami terus melangkah. Kami melangkah di antara embun-embun yang melekat di rerumputan yang mulai berjatuhan ke tanah. Men- ggantung di bawah bagian daun- daun rerumputan. Menggantung seakan enggan jatuh ke tanah yang membuatnya tidak berjejak lagi. Embun-embun bak putih mutiara akan meresap ke dalamnya. Meng- hilang dalam tanah kering. Sirna. Atau, muksa? Muksa, ya, embun- embun itu muksa ke kedalaman tanah dan keluasan tanah. Mereka entah ke mana. Mungkin mereka ke mana-mana. Kami suka memi- kirkan embun itu ke mana-mana. Ke mana-mana sampai kami tidak tahu ke mana sesungguhnya. Mungkin diisap tanah kering itu. Tetapi, selalu embun itu akan muncul malam harinya bersama memekatnya malam membentuk kanvas gelap seluas mata menga- rah. Perlahan. Diam-diam. Seolah embun-embun itu memang tidak akan turun saat keriuhan siang hari. Bukan karena takut cahaya matahari, tetapi karena mereka menyukai kediam-diaman. Keti- dakperhatian. Menjangkau seluruh angkasa malam. Berkawan bintang- bintang dan kelepak hewan malam. lum sesaat kemudian menghilang a, hai, kalian embun-embun? Kami Kami memikirkan embun-embun dalam pori-pori tanah yang kering. tak mengira kami harus terjebak itu seperti dewa malam yang hi- Bagaimana kalau kemudian pertanyaan yang mestinya dapat dup begitu mahluk siang hari ter- ada angin keras atau badai bertiup dijawab siapa pun kecuali kami, lelap. Embun-embun itu berarak kencang sehingga apa pun terpen- kecuali kami. dalam diamnya, tepatnya turun, ke tal, apalagi hanya embun-embun? Kami tatap sungai itu bersama- bumi menemui tanah rerumputan Embun-embun itu pasti tahu kapan sama dengan tapak kaki pelan-pelan yang pada malam hari mengarah- badai atau angin keras akan da- terus mengarah ke utara. Semakin kan ujung-ujung daunnya ke atas. tang. Mereka...ah, ke mana embun- kami cepat melangkah, seakan hen- Bersama-sama seakan menyambut embun itu kala badai mengempas dak berlari, semakin cepat pula ali- kedatangan sang sahabat, meneri- tiga hari yang lalu dan memorak- ran sungai itu meluncur ke selatan manya dengan hati terbuka, sebe- porandakan rum ah kami? Ke man dalam pandangan kami. Seolah air PUSAT NO. 09/2015 5 taman sungai itu hendak meninggalkan tahu tetapi kami malah menggo- bukannya berhenti bergerak, tetapi kami secepatnya. Buru-buru, seolah danya dengan menyentuh bagian justru berbalik arah ke utara. Kami ada yang membuat air sungai itu tubuh belakangnya. Mereka menge- terus berlari cepat ke selatan se- menjauhi kami. Tetapi begitu kami lak tetapi sesungguhnya sudah san- kali pun kami sesungguhnya harus memperlambat atau berhenti akan gat terlambat. Mereka menggerak- ke utara. Kami melihat bagaimana tampak aliran sungai itu pelan men- kan badan sekuatnya berbalik ke sungai dan jalan yang kami tapaki galir. Dapat kami lihat ke dasarnya belakang melawan arus air sungai. mengarah ke utara. batu-batu