ISSN: 2303-2898 Vol. 4, No. 1, April 2015

MIMIKRI DAN STEREOTIPE KOLONIAL TERHADAP BUDAK DALAM NOVEL-NOVEL

I Gde Artawan1, I Nyoman Yasa2 1,2 Jurusan Pendidikan Bahasa Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja Indonesia

Email: [email protected]

Abstrak Penelitian ini bertujuan mengungkap 1) mimikri yang dilakukan oleh pribumi dalam upaya untuk mempertahankan eksistensi diri di tengah gempuran kolonial Belanda. 2) Stereotipe kolonial terhadap terhadap pribumi. Subjek penelitian adalah novel-novel Balai Pustaka seperti Siti Nurbaya (Marah Rusli), Salah Asuhan dan Pertemuan Jodoh (Abdoel Moeis). Obeknya asdalah mimikri dan stereotife kolonial terhadap budak. Penelitian kualitatif ini menggunakan metode studi pustaka dalam mengumpulkan data. Analisis data mengunakan metode analisis deskriptif dengan teori postkolonial. Teori postkolonial merupakan sebuah istilah bagi sekumpulan strategi teoretis dan kritis yang digunakan untuk meneliti kebudayaan (kesusastraan, politik, sejarah, dan seterusnya) dari koloni-koloni negara-negara Eropa dan hubungan mereka dengan negara-negara lainnya di dunia.

Kata kunci: mimikri, stereotipe kolonial, novel balai pustaka

Abstract This research aims to uncover 1) mimicry performed by natives in an attempt to maintain the existence of the self in the middle of the Dutch colonial onslaught. 2) against the colonial stereotype of the natives. Subjects were novels such as Siti Nurbaya Balai Pustaka (Marah Rusli), One Care and Meeting Houses (Abdul Muis). Obeknya asdalah colonial mimicry and stereotife against slaves. This qualitative study using literature methods in collecting the data. Data analysis using descriptive analysis method with postcolonial theory. Postcolonial theory is a term for a set of theoretical and critical strategies used to examine the culture (literature, politics, history, and so on) of the colonies of European countries and their relations with other countries in the world.

Key words: mimicry, colonial stereotype, balai pustaka novel

Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora |577

ISSN: 2303-2898 Vol. 4, No. 1, April 2015

PENDAHULUAN kolonial menciptakan sebuah pencitraan Balai Pustaka (1908-1942) diri, orientalisme, dan tetap didirikan oleh kolonial Belanda dalam menempatkan pribumi sebagai budak. upaya melakukan kontrol sosial dan Budak pekerja dan budak peniru politik terhadap bacaan-bacaan liar (teks budaya-budaya Barat. Walaupun bacaan yang diterbitkan oleh komunitas demikian, novel-novel Balai Pustaka Tionghoa, Arab, dan Pribumi) di juga menunjukkan perlawanann secara Indonesia. Kontrol sosial dan politik tersembunyi dari para pengarang. tersebut dilakukan dalam upaya Darma (2010, 172) menyatakan bahwa mengeksistensikan dirinya sebagai satu- dalam karya sastra, dikotomi antara satunya penjajah yang menaklukkan penindas dan tertindas tidak selamanya pribumi seuntuhnya. Oleh karena itu, eksplisit. Novel Azab dan Sengsara semua bacaan yang diterbitkan ada misalnya. Azab dann Sengsara dalam pengawasan dan sensor menunjukkan perlawanan dari pribumi kekuasaannya. Herawati (2010: 200) (Mahayana, 1994:18-19). menyatakan bahwa Belanda Pencitraan diri, orientalisme, memanfaatkan karya sastra sebagai perbudakan, dan perlawanan media hegemoni dan dominasi terhadap masyarakat pribumi dalam karya sastra rakyat pribumi. Kolonial Belanda terbitan Balai Pustaka tidak lepas dari merekrut pegawai-pegawai kontrak akumulasi kegelisahan, penderitaan untuk mengurus Balai Pustaka. Abdoel yang dialami masyarakat pribumi Moeis adalah salah satu contohnya. Ia semenjak kedatangan Belanda ke diupah tinggi sebagai tenaga kerja di Indonesia. Peristiwa-peristiwa sosial Balai Pustaka. Begitu pun, Sutan Takdir budaya ataupun peristiwa sejarah yang Alisyahbana (Faruk, 2007: 50). Kontrol terjadi dan berkembang dalam sosial dan politik yang dilakukan, bukan masyarakat direkam berdasarkan saja kepada pribumi sebagai tenaga sensitivitas sastrawan (Yasa, 2010: 51) kerja, tetapi juga pengarang (sastrawan) dan kemudian ditransformasi ke dalam sekaligus karya sastra yang diterbitkan karya sastra, termasuk semenjak ketika itu. kedatangan Belanda ke Indonesia Novel Salah Asuhan, Siti termasuk politik kolonialnya (Ronidin, Nurbaya, dan adalah karya 2010: 152). Beberapa karya sastra sastra-karya sastra yang sudah tersebut adalah Siti Nurbaya (1922) mengalami sensor dari tangan kolonial karya Marah Rusli, novel Salah Asuhan sebelum akhirnya teks-teks (novel- (1928), Pertemuan Jodoh (1932) karya novel) itu dibaca masyarakat pribumi. Abdoel Moeis, dan Tjerita Boejoeng Novel-novel itu harus sesuai dengan Bingoeng karya Aman Datoek standar bacaan yang sudah ditetapkan Madjoindo, Azab dan Sengsara (1920) oleh Balai Pustaka berdasarkan karya Merari Siregar, Hulubalang Raja keputusan D.A. Ringkes; salah satunya (1932) Karya Nur Sutan Iskandar, Si adalah karya sastra yang diterbitkan Cebol Rindukan Bulan Karya Tulis tidak bertentangan dengan garis politik Sutan Sakti, Katak Hendak Jadi Lembu pemerintah Belanda (Sarwadi, 2004: karya Nur Sutan Iskandar (1935), Apa 28). Dalam sensor yang dilakukan, Dayaku Karena Aku Perempuan karya

Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora |578

ISSN: 2303-2898 Vol. 4, No. 1, April 2015

Nur Sutan Iskandar (1922), Tak Putus Ada beberapa alasan pentingnya Dirundung Malang karya Sutan Takdir mimikri dan stereotipe kolonial terhadap Alisyahbana (1929). kaum pribumi dalam novel-novel terbitan Lahirnya karya sastra-karya sastra Balai Pustaka tersebut melalui kajian tersebut, yang sebagaimana dalam poskolonialisme dilakukan. Alasan istilah Jauss (1983: 32) disebut dengan berkenaan dengan posisi dan rangkaian sastra (literary series), pentingnya karya sastra dan pengarang. menandakan jejak-jejak kolonial masih Yang pertama adalah novel Siti dapat dirasakan; dipertanyakan; ditinjau Nurbaya. Novel ini dikatakan sebagai kembali, bahwa wacana kolonial itu puncak-puncak kejayaan Balai Pustaka menampilkan sebuah oposisi biner, (Sarwadi, 2004: 33). Novel ini dikarang yakni antara penguasa dan yang oleh Marah Rusli. Marah Rusli adalah dikuasai; penjajah dan pribumi; pengarang penting dalam Balai Pustaka. hegemoni dan perlawanan; dan antara Pentingnya Marah Rusli karena ia dapat tuan/majikan dengan budak. Ashcroft, mencipatakan karya sastra yang paling dkk (dalam Gandhi, 1998: iv) banyak dibaca oleh masyarakat (ibid). menyampaikan bahwa isu-isu mengenai Novel yang kedua adalah novel dominasi dan subordinasi muncul pada Salah Asuhan karangan Abdoel Moeis. awalnya ke permukaan berkenaan Novel ini juga dapat dikatakan sebagai dengan kontrol militer kolonial. Budak puncak-puncak kejayaan Balai Pustaka digambarkan mengalami ketertindasan karena novel ini menyampaikan isi dan dari kaum majikan (bangsa penjajah); menggunakan bahasa yang sangat baik mereka disiksa dan dieksploitasi. bagi Balai Pustaka. Akibat nilai sastra Sebagai akibat dari eksploitasi itu, dan bahasa yang tinggi itulah, Abdoel budak digambarkan melakukan Moeis juga tercatat sebagai pengarang perlawanan-perlawanan. Hasil penelitian penting bagi Balai Pustaka ketika itu Sudibyo (2007) pada novel Berpacu (Sarwadi, 2004: 33). Yang ketiga adalah Nasib di Kebun Karet dan Kuli karya novel Pertemuan Jodoh karya Abdoel Madelon Szekely-Lulofs menyampaikan Moeis yang mengungkap kolonialisme bahwa Novel Berpacu Nasib dan Kuli didalamnya. Pengungkapan merepresentasikan kecenderungan kolonialisme dan adanya ideologi praktik eksploitasi imperial Belanda kolonialisme dalam novel Salah Asuhan pada awal abad ke-20 di perkebunan- juga menjadikan pertimbangan novel perkebunan karet di Deli. Kedua novel Pertemuan Jodoh sebagai novel yang itu memposisikan kuli sebagai —sang dikarang oleh Abdoel Moeis sebagai liyan“ yang pantas dipinggirkan dan subjek penelitian untuk mengungkap dibinatangkan. Penggambaran ideologi kolonialisme tersebut yang mengenai perlawanan pribumi masih tersembunyi. Faruk (2009: 42) digambarkan dalam karya sastra Siti menyampaikan bahwa Abdoel Moeis Nurbaya karya Marah Rusli, Salah terlibat dalam penulisan buku-buku Balai Asuhan, Pertemuan Jodoh karya Abdoel Pustaka dengan imbalan finansial yang Moeis yang merupakan subjek tinggi. pembahasan artikel ini. Pada tahun 2010, Yasa pernah melakukan penelitian dengan teori

Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora |579

ISSN: 2303-2898 Vol. 4, No. 1, April 2015 poskolonial, tetapi yang dikaji bukan mempunyai aliran dan metode yang pada mimikri dan stereotipe, melainkan tunggal, teori poskolonial mempunyai orientalisme dan politik pencitraan banyak kesamaaan asumsi: Belanda terhadap pribumi. Selain itu, mempertanyakan efek negatif dari apa pada tahun 2011, Yasa juga pernah yang justru dianggap bermanfaat bagi melakukan penelitian dengan kekuasaan imperial, menyangkut isu-isu menggunakan teori poskolonialisme rasisme dan eksploitasi, dan pada novel-novel Balai Pustaka, tetapi mempersoalkan posisi subjek kolonial objek kajian yang dilakukan bukan pada dan poskolonial. mimikri dan stereotipe, melainkan Konsep dasar poskolonialisme dari orientalisme dan politik pencitraan masing-masing tokoh adalah paham kolonial. Peneliti juga sudah sering yang meyakini bahwa efek-efek kolonial melakukan penelitian sastra, tetapi masih dirasakan oleh masyarakat bekas bukan pada novel Balai Pustaka dengan jajahan, walaupun mereka sudah menggunakan teori poskolonial. merdeka. Selain itu, poskolonialisme Artikel ini mendeskripsikan (1) mimikri juga meyakini bahwa pola-pola pribumi terhadap kolonial Belanda kekuasaan masa kolonial masih tampak dalam novel-novel Balai Pustaka dan dan diterapkan dalam kepemimpinan (2) stereotipe kolonial terhadap kolonial masa setelah kemerdekaan. Masa Belanda dalam Novel-novel Balai kepemimpinan Soeharto, sebagai mana Pustaka. ditulis McVery (dalam Faulcher, 2002: Penelitian ini dapat memberikan 1), sebagian besar penuh simbolik dan beberapa manfaat. Manfaat yang ciri organisasi Negara Hindia Timur dimaksud, antara lain (1) memperkaya pada puncak kekuasaan. Bahkan, khazanah kajian sastra Indonesia, Mangunwijaya menyampaikan bahwa terutama sastra Balai Pustaka dengan —di Indonesia bulan Mei 1998, orang teori sastra mutakhir, (2) memperkaya masih bisa melihat jejak ”Mataram, topik atau wacana sastra tentang kajian Hindia Timur Belanda, dan bala tentara poskolonial terhadap kesuasastraan di Dai Nippon tetap masih hadir segar Indonesia yang akan dapat bugar dan kuat belum terkalahkan di mempengaruhi pola pikir masyarakat negeri kami sampai sekarang“ tentang menganalisis sastra, dan (3) (Foulcher, 2002:2). sebagai bahan pembelajaran dalam dunia pendidikan sastra Indonesia. METODE PENELITIAN Makaryk (1993: 155) Subjek penelitian ini adalah lima menyatakan bahwa teori poskolonial buah novel terbitan Balai Pustaka yaitu merupakan sebuah istilah bagi Siti Nurbaya karya Marah Rusli. Salah sekumpulan strategi teoretis dan kritis Asuhan karya Abdoel Moeis, Pertemuan yang digunakan untuk meneliti Jodoh karya Abdoel Moeis,Katak kebudayaan (kesusastraan, politik, Hendak Jadi Lembu, dan Hulu Balang sejarah, dan seterusnya) dari koloni- Raja karya Nur Sutan Iskandar. Objek koloni negara-negara Eropa dan penelitian adfa;lah mimikri, mockery dan hubungan mereka dengan negara- stereotife kolonial terhadapkaum budak. negara lainnya di dunia. Meskipun tidak

Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora |580

ISSN: 2303-2898 Vol. 4, No. 1, April 2015

Pengumpulan data dilakukan eskploitassi ekonomi secara politis dengan studi pustaka. Instrumen berupa (Ashcroft, 2001:21). kartu data. Data dianalisis dengan —Sesungguhnya kota ini pendekatan postkolonialisme secara sangat besar dan sangat ramai; deskriptif dengan teknik dekontruksi : penuh dengan toko dan rumah sebuah tindak pembacaan yang tidak yang besar-besar dan bagus- sekadar merekontruksi makna teks yang bagus. Harus jadi ibu negara asli tetapi juga melalui intrerpretasi Indonesia“, kata Nurbaya (Rusli, melakukan dekontruksi tekstual secara 189) interpretatif. —Tentang peraturan Gubernemen HASIL DAN PEMBAHASAN ini, belum kami ketahui buruk Mimikri dalam Novel-Novel Balai baiknya. Tetapi yang mula-mula Pustaka terasa dalam hati kami dalam Ashcroft menyampaikan bahwa perkara belasting ini, ialah orang perlawanan seperti itu dapat dikatakan Belanda rupanya telah kupa akan bersifat radikal. Resistensi radikal janjinya, kepada orang merupakan perlawanan masyarakat Minangkabau. Bukanlah sudah terjajah terhadap kekuasaan kolonial. ditetapkan dalam —Pelekat Resistensi radikal dicirikan oleh adanya Panjang“ bahwa kami anak rencana-rencana pergerakan yang Minangkabau tak perlu membayar terorganisasi, yang dilakukan dengan bia, yang sebagai belasting ini? menyerang secara langsung melalui Apakah sebabnya maka kami peperangan atau dengan memproduksi disuruh juga membayar, teks atau bacaan ( Lo and Gilbert, 1998: sekarang?“ (Rusli, 249) 12). Selain bersifat radikal, Ashcroft —Memang Belanda tak boleh (2001: 20) mengatakan bahwa dipercayai, bicaranya putar balik, resistensi itu juga bersifat pasif. Pada sebagai lidah keling“ (Rusli, 252). masyarakat poskolonial, resistensi sebagai perwujudan dirinya untuk Sementara itu, pada novel menolak, yakni sebuah resistensi yang Pertemuan Jodoh, resistensi dilakukan menggunakan cara lain dengan pemer- oleh Ratna, seorang pembantu rumah tahanan identitas dan kepemilikan tangga. Ratna dituduh mencuri di rumah budaya. Perlawanan/oposisi sering majikannya, padahal ia sama sekali menjerat dalam wacana imperial untuk tidak pernah melakukannya. Karena menaklukkan subjek jajahannya. Kontrol dipandang sebagai pencuri kalung kolonial sangat kuat mengikat kaum emas milik majikannya, ia dilaporkan ke terjajah. Pada dasarnya semua wacana polisi. Ratna tidak terima dengan kolonial selalu ada dalam oposisi biner, perlakukan majikannya yang seorang yakni penjajah/terjajah, beradab/biadab, Belanda itu. Akhirnya, ia melarikan diri putih/hitam dalam usaha melaksanakan dengan menceburkan dirinya ke sungai. cita-citanya untuk melakukan Dalam konteks ini, Ratna sebagai

Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora |581

ISSN: 2303-2898 Vol. 4, No. 1, April 2015 pribumi melakukan perlawanan secara karena itu, Timur siap untuk diatur frontal. kembali, diperintah, dikuasai, dan Perlawanan yang dilakukan oleh direkonstruksi. Ratna akhirnya dapat membebaskan Dalam novel Siti Nurbaya, dirinya dari belenggu penjajah, kolonial mencitrakan tokoh Datuk majikannya. Ia akhirnya bertemua Maringgih sebagai tokoh yang serba dengan tunangannya bernama Dokter buruk. Suparta dan ia menikah dengan lelaki —Badannya kurus tinggi, itu. punggungnya bungkuk udang, dadanya cekung, serta kakinya Stereotipe Kolonial dalam Novel- pengkar, kepalanya besar, tetapi tipis Novel Balai Pustaka di muka, serta sulah pula. Stereotipe kolonial dalam Rambutnya yang tinggal sedikit pandangan Edward Said, dibentuk oleh sekeliling kepalanya itu, telah putih Barat atau kelas superior terhadap sebagai kapas dibusur. Misal dan Timur. Timur merupakan negara janggutnya panjang, tetapi hanya bentukan yang mereka ciptakan atau beberapa helai saja. Giginya hitam sivilisasi agar menjadi beradab sebagai dan kotor, yang di muka keluar mana dirinya. Hubungan antara Timur sebagai gigi tupai. Telinganya besar, dan Barat adalah hubungan kekuatan, seperti telinga gajah, kulit mukanya dominasi, hubungan berbagai derajat berkarut-marut dan penuh dengan hegemoni yang kompleks. Timur bekas cacar (Rusli, 84) ditimurkan tidak hanya karena ia didapati dalam keadaan “bersifat Timur“ Dalam novel itu, kolonial Belnda dalam semua hal yang dipandang u- juga menggambarkan Datuk Meringgih mum oleh rata-rata yakni mudah untuk sebagai tokoh yang sangat kikir dan œdijadikan Timur. Dalam konteks ini, penuh dengan pehitungan. stereotipe tidak terlepas dari paham —dicekiknya lehernya, diikatnya oriental (orientalisme). Orientalisme perutnya, ditahannya nafsunya, bukanlah fantasi kosong orang Eropa asal jangan keluar uangnya. Jika ia mengenai dunia Timur, melainkan makan nasi, hanya dengan sambal suatu sosok teori dan praktek yang lada atau ikan kering saja yang sengaja diciptakan. Ada hegemoni disimpannya sampai beberapa hari. gagasan-gagasan Eropa mengenai du- Lauk pauk ini padalah baginya, nia Timur yang mengulangi pernyataan karena sangkanya dapur yang mengenai keunggulan Eropa atas ke- berasap setiap hari, tiada berguna terbelakangan Timur. Realitas Timur dan banyak mengeluarkan biaya. adalah berbeda dengan realitas Barat; Rumahnya sebagai kandang kebiasaannya, warna kulitnya yang kambing dan pakaiannya yang eksotik, dan kenangan dan seperti pakaian kuli itu, tiada pengalaman yang indah. Timur harus mengapa baginya, asal jangan dipahami memiliki keterbatasan dan keluar duitnya, untuk sekaliannya kelemahan sehingga membutuhkan itu. (Rusli, 84). kekuatan dan pengetahuan Barat. Oleh

Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora |582

ISSN: 2303-2898 Vol. 4, No. 1, April 2015

Kontruksi lain yang sengaja pembantu rumah tangga di rumah dibentuk oleh kolonial Belanda kepada Nyonya Kornel. Ia dituduh mencuri para pribumi tampak pada upaya untuk perhiasan majikannya, padahal Ratna mewajibkan para pribumi membayar tidak mencurinya. Dalam konteks ini, belasting atau pajak hasil bumi. Para pribumi yang direpresentasikan oleh kolonial mengumpulkan para pribumi Ratna dipandang kurang memiliki moral untuk mewujudkan upaya-upaya itu. karena melakukan pencurian di rumah majikannya. Sementara itu, orientalisme dalam novel Salah Asoehan lebih PENUTUP diperlihatkan oleh perilaku Corrie du Novel-novel Balai Pustaka bussie dan Hanafi. Berikut adalah memperlihatkan adanya mimikri. Mimikri bebeapa data tentang orientalisme yang sebagai satu bentuk resistensi yang ada pada Salah Asoehan karangan dilakukan terhadap kolonial Belanda. Abdoel Moeis. Dalam Siti Nurbaya, perilaku Samsulbahri menjadi tentara Belanda —Aku tahu betul bahwa aku ini adalah contohnya. Dalam Salah hanyalah Bumiputera sadja, Corrie! Asuhan, mimikri tampak pada perilaku Djanganlah kau ulang-ulang djuga.“ Hanafi yang menirukan budaya barat. (Moeis, 7). Dalam pertemuan jodoh, resistensi dilakukan oleh Ratna kepada —Timur tinggal Timur, Barat tinggal majikannya yang tiada lain adalah Barat, dan tidaklah keduanja akan kolonial Belanda. mendjadi satu“ (Moeis, 26).

DAFTAR PUSTAKA —Apakah guna bunda

menjekolahkan daku bila bunda Ashcroft, Bill, dkk. 1998. Key Concept in hendak mengadu-adu djuga Postcolonial Studies. London and dengan anak-anak negeri kita? New York: Routledge. Mana rupanja anak negeri kita jang Gilbert, Helen dan Jacqueline Lo. 1998. sepadan dengan aku Postcoloniality and The Question pengetahuanja? (Moeis, 35). of Modern Indonesian

Literature“. An International Pandangan inferior lain dari bangsa Reasearch workshop, The kolonial Belanda kepada masyarakat Rex Cramphorn Studio Centre for pribumi tampak pada novel Pertemuan Performance Studies University of Jodoh karangan Abdoel Moeis. Sydney, Maret, 29-31. Pandangan yang menggambarkan Faruk. 2007. Belenggu Pasca-Kolonial. bahwa pribumi inferior tampak pada Hegemoni dan Resistensi dalam perilaku kolonial Belanda yang Sastra Indonesia. Yogyakarta : menuduh Ratna, pembantunya, sebagai Pustaka Pelajar. pencuri perhiasan Nyonya Kornel. Foulcher, Keith and Tony Day. 2002. Dalam novel Pertemuan Jodoh, Postcolonial Readings of Modern dikisahkan bahwa Ratna menjadi

Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora |583

ISSN: 2303-2898 Vol. 4, No. 1, April 2015

Indonesian Literature Introductory London: Toronto Buffalo, Remarks. Eds. Keith Foulcher and University of Toronto Press. Tony Day. Dalam Postcolonial Mahayana, Maman S.1994. Politik Readings of Modern Indonesia Kolonial Belanda di Balik Literature Clearing a Space. Pendirian Balai Pustaka. Leiden: KITLV Press. Universitas Indonesia. Laporan Herawati, Yudianti. 2010. —Pemanfaatan Penelitian. Tidak diterbitkan. Sastra Lokal dalam Pengajaran Sudibyo. 2007. —Menjinakkan Koeli : Sastra“. Jurnal Lingua didaktika, Praktik-praktik Dehumanisasi Jurnal Bahasa dan Pembelajaran terrhadapKuli di Deli dalam Novel Bahasa, Volume3, Nomor2, Juli. Berpacu Nasib di Kebun Karet dan ISSN 1979-0574. Kuli karya Madelon Szekely- Jauss, Hans Robert. 1983. Toward an Lulofs“, www.geocities.com. Aesthetic of Reception. Diunduh pada tangga 20 Oktober Minneapolis: University of 2009. Minnesota. Yasa, I Nyoman. 2011. Orientalisme, Makaryk, Irena R. 1993. Encyclopedia of Pencitraan Budak dalam Karya Contemporary Literary Theory, Sastra Indonesia. Laporan Approaches, Scholar, Terms. Penelitian.

Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora |584