ISSN: 2303-2898 Vol. 2, No. 2, Oktober 2013

ORIENTALISME, PERBUDAKAN, DAN RESISTENSI PRIBUMI TERHADAP KOLONIAL DALAM NOVEL-NOVEL TERBITAN

I Nyoman Yasa Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Pendidikan Ganesha

Abstrak Penelitian yang dilakukan berdasar pada masalah budak dan perbudakan di Indonesia dalam karya sastra dan dilakukan dengan menggunakan teknik dekonstruksi ini memiliki tujuan untuk mendeskripsikan (1) orientalisme dalam novel-novel Balai Pustaka dan (2) resistensi pribumi terhadap kolonial Belanda novel-novel Balai Pustaka. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa relasi antara penjajah dengan terjajah, yakni antara Belanda dengan pribumi di Indonesia (Hindia Belanda) adalah relasi yang tidak setara. Belanda mendominasi pribumi. Pendominasian Belanda terhadap pribumi diperlihatkan stereotip-stereotip kebinatangan oleh pihak Belanda kepada pribumi, dan pendiskriminasian warna kulit oleh kolonial. Belanda memandang dirinya lebih beradab daripada pribumi karena Belanda memiliki warna kulit putih, sedangkan pribumi memiliki kulit hitam, atau bukan kulit putih. Pandangan Belanda itu terkonstruksi dalam pikiran dan perilaku mereka sehingga stereotip-stereotip bahwa pribumi itu terbelakang, lamban atau malas, dan seperti binatang (kera atau beruk), muncul atau berkembang. Hal itu merupakan pandangan orientalisme colonial Belanda terhadap pribumi. Akibat pendominasian (pendiskriminasian, rasisme, dan marjinalisasi) ini membuat masyarakat pribumi melakukan resistensi. Resistensi yang dilakukan oleh budak/pribumi dalam bentuk mimikri dan mockery yang memperolok-olok kolonial Belanda dalam upaya meruntuhkan kekuasaannya.

Kata-kata Kunci: Orientalisme, Resistensi, Balai Pustaka, Poskolonial

Abstract This research is conducted based on the problem of slavery found in Indonesian literary texts. Using a deconsructive technique, this research intends to show (1) the relations between the colonizer and colonized people found in the Balai Pustaka’s novels (2) the resistance of slaves to his masters. The result of this research shows unequal relations between the colonizer, Dutch, and colonized people, native Indonesian. These unequal relations can be found through Dutch’s expression by stereotyping Indonesian as animals, and by referring to their skin color. The Dutch characters in the novel viewed themselves more civilized than those indigenous characters, and this categorization was formulated based on skin colors. This point of view constructed the colonizer’s mind and behaviors that impacted to the emergence of negative depictions of native Indonesians as left behind, slow, lazy people, and other animal likes such as monkey. Such negative depictions and domination (discrimination, racism, and marginalization) led Indonesian slaves into resistance in the form of mimicry and mockery by mocking Dutch colonizers.

Key words: Orientalism, Resistance, Balai Pustaka, Postcolonial

Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora | 249 ISSN: 2303-2898 Vol. 2, No. 2, Oktober 2013

PENDAHULUAN penindas dan tertindas tidak selamanya Balai Pustaka (1908-1942) didirikan oleh eksplisit. Novel Azab dan Sengsara kolonial Belanda dalam upaya melakukan misalnya. Mahayana (1994: 18-19) kontrol sosial dan politik terhadap bacaan- menyatakan Azab dann Sengsara bacaan liar (teks bacaan yang diterbitkan menunjukkan perlawanan dari pribumi. oleh komunitas Tionghoa, Arab, dan Orientalisme, perbudakan, dan Pribumi) di Indonesia. Kontrol sosial dan perlawanan masyarakat pribumi dalam politik tersebut dilakukan dalam upaya karya sastra terbitan Balai Pustaka tidak mengeksistensikan dirinya sebagai satu- lepas dari akumulasi kegelisahan, satunya penjajah yang menaklukkan pribumi penderitaan yang dialami masyarakat seuntuhnya. Oleh karena itu, semua bacaan pribumi semenjak kedatangan Belanda ke yang diterbitkan ada dalam pengawasan Indonesia. Peristiwa-peristiwa sosial budaya dan sensor kekuasaannya. Herawati (2010: ataupun peristiwa sejarah yang terjadi dan 200) menyatakan bahwa Belanda berkembang dalam masyrakat direkam memanfaatkan karya sastra sebagai media berdasarkan sensitivitas sastrawan (Yasa, hegemoni dan dominasi terhadap rakyat 2010: 51) dan kemudian ditransformasi ke pribumi. Kolonial Belanda merekrut dalam karya sastra, termasuk semenjak pegawai-pegawai kontrak untuk mengurus kedatangan Belanda ke Indonesia termasuk Balai Pustaka. Abdoel Moeis adalah salah politik kolonialnya (Ronidin, 2010: 152). satu contohnya. Ia diupah tinggi sebagai Sejak awal abad ke-16, kekayaan yang tenaga kerja di Balai Pustaka. Begitu pun, terdapat di kepulauan nusantara menarik Sutan Takdir Alisyahbana (Faruk, 2007: 50). bangsa asing untuk datang ke Indonesia Kontrol sosial dan politik yang dilakukan, (Hindia Belanda) dalam upaya memperbaiki bukan saja kepada pribumi sebagai tenaga perekonomian mereka1.Perdagangan hasil kerja, tetapi juga pengarang (sastrawan) bumi, terutama rempah-rempah, sekaligus karya sastra yang diterbitkan memberikan keuntungan besar bagi Eropa. ketika itu. Keuntungan yang besar itu secara Novel Salah Asuhan, Siti Nurbaya, dan berkelanjutan mengundang bangsa-bangsa adalah karya sastra-karya sastra Eropa datang ke Indonesia dan berlomba- yang sudah mengalami sensor dari tangan lomba menjalankan monopoli perdagangan. kolonial sebelum akhirnya teks-teks (novel- Dalam persaingan dagang itu, Belanda se- novel) itu dibaca masyarakat pribumi. Novel- bagai pihak pemenang melalui suatu novel itu harus sesuai dengan standar persekutuan usaha dagang yang disebut bacaan yang sudah ditetapkan oleh Balai VOC (Verenigde Oost Indische Pustaka berdasarkan keputusan D.A. Compagnie/Perserikatan Maskapai Hindia Ringkes; salah satunya Timur) pada awal abad ke-17 atau tepatnya adalah karya sastra yang diterbitkan tidak pada tahun 1602 (Ricklefs, 1988: 25; bertentangan dengan garis politik Lasang, 1984: 6). Selanjutnya, Belanda pemerintah Belanda (Sarwadi, 2004: 28). mulai memikirkan mengenai upaya-upaya Dalam sensor yang dilakukan, kolonial untuk menguasai perdagangan di tanah air menciptakan sebuah pencitraan diri, dalam upaya memperkaya negaranya. orientalisme, dan tetap menempatkan Dalam upaya memperkaya negaranya, pribumi sebagai budak. Budak pekerja dan selain mengeksploitasi kekayaan alam dan budak peniru budaya-budaya Barat. Walaupun demikian, novel-novel Balai 1 Upaya meningkatkan perekonomian Pustaka juga menunjukkan perlawanann sebagai salah satu alasan utama secara tersembunyi dari para pengarang. imperialisme negara negara Barat, Darma (2010, 172) menyatakan bahwa selain alasan kompetisi antarnegara dalam karya sastra, dikotomi antara (Scholten, 1993: 93)

Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora | 250 ISSN: 2303-2898 Vol. 2, No. 2, Oktober 2013

melakukan monopoli2 perdagangan, sisme sengaja diciptakan dalam upaya Belanda juga melakukan eksploitasi tenaga memecah belah masyarakat pribumi rakyat melalui perekrutan tenaga kerja (Casaire dalam Prasaja (1998:1). budak. Sebagai kaum budak, pribumi Penggambaran mengenai penindasan dikuasai sepenuh tubuh dan pelayanannya, budak dan perlawanan budak (pribumi) di- didudukkan sebagai kelas sosial yang paling gambarkan dalam karya sastra Siti Nurbaya rendah, diwajibkan melaksanakan segala karya Marah Rusli, Salah Asuhan, perintah penguasa (Nieboer, 1910: 4-5). Pertemuan Jodoh karya Abdoel Moeis, Berkenaan dengan perekrutan budak itu, Hulubalang Raja, dan Katak Hendak Jadi akhirnya Indonesia menjadi negeri Lembu karya Nur Sutan Iskandar, yang perdagangan budak (Wertheim, 1999: 186) merupakan subjek penelitian ini. di berbagai kawasannya. Beberapa Ada beberapa alasan pentingnya kawasan penting di Indonesia yang pernah resistensi budak dalam novel-novel terbitan terlibat praktik perbudakan, antara lain Balai Pustaka tersebut melalui kajian Sulawesi, Jawa, Buton, Irian, Bali, dan poskolonialisme dilakukan. Alasan Sumatera (Marsden, 1999: 165). Pada masa berkenaan dengan posisi dan pentingnya itu, perbudakan menjadi suatu yang lumrah karya sastra dan pengarang. Yang bagi penduduk di nusantara, khususnya pertama adalah novel Siti Nurbaya. Novel ini Sumatera. Sementara itu, Pulau Nias dikatakan sebagai puncak-puncak kejayaan dijadikan sebagai daerah penyuplai budak. Balai Pustaka (Sarwadi, 2004: 33). Novel ini Pribumi semakin menderita karena dikarang oleh Marah Rusli. Marah Rusli Belanda secara terus-menerus melakukan adalah pengarang penting dalam Balai penindasan dalam beragam macam bentuk. Pustaka. Pentingnya Marah Rusli karena ia Stratifikasi sosial3 yang mengarah pada ra- dapat mencipatakan karya sastra yang paling banyak dibaca oleh masyarakat (ibid). 2 Perkembangan yang mendorong kapitalisme modern Novel yang keduda adalah novel Salah (monopoli) di Indonesia menurut Boejoeng Saleh Asuhan karangan Abdoel Moeis. Novel ini juga dapat dikatakan sebagai puncak- (dalam Razif, 2005: 13-14) adalah ketika negara puncak kejayaan Balai Pustaka karena kolonial memberlakukan Undang-undang De Waal novel ini menyampaikan isi dan pada 9 April 1870 yang diperkuat dengan UU menggunakan bahasa yang sangat baik Pertambangan 28 Mei 1899 (Minyak, Timah, Batu bagi Balai Pustaka. Akibat nilai sastra dan Bara, Emas, dll). Undang-undang pertama, mencoba bahasa yang tinggi itulah, Abdoel Moeis menghapuskan Domienverklaring (kekuasaan kolonial juga tercatat sebagai pengarang penting yang memanfaatkan penguasa-penguasa pribumi untuk bagi Balai Pustaka ketika itu (Sarwadi, 2004: melakukan represi politik ke bawah sehingga Gubernur 33). Yang ketiga adalah novel Pertemuan Jenderal dapat menaklukkan Jawa dan Luar Jawa hanya Jodoh karya Abdoel Moeis yang dengan secarik kertas) yang telah member dasar mengungkap kolonialisme didalamnya. kapitalisme dengan cara mengobral tanah murah dan Pengungkapan kolonialisme dan adanya menekan upah serendah mungkin; Undang-undang kedua, memperkuat kemungkinan-kemungkinan terutama sekali terletak pada perdagangan sampai suatu berkembangnya kapitalisme di Hindia Belanda yang ketika mereka dianggap sebagai ancaman dan dibunuh mengundang investasi modal dari negeri lain tahun 1740), dan bumi putra sebagai penduduk kelas ketiga. Bumiputra (kaum inlander) dibagi lagi atas 3 Penggolongan rakyat berdasarkan ras menempatkan kaum priyayi dan rakyat jelata (Cristanty, 1994: 21). orang Eropa Totok dan Indo sebagai penduduk kelas Sementara itu, Fasseur (1994:32) juga menyampaikan satu, disusul Cina dan Arab sebagai penduduk kelas bahwa sepanjang abad ke-17 dan ke-18, agama menjadi dua (pada masa VOC terjalin hubungan yang erat kiteria dalam mengklasifikasikan masyarakat di bawah antara orang Cina dan Arab dengan kompeni di kekuasaan kaum gereja hingga pada aturan hukum- Batavia. Kepentingan kompeni terhadap orang Cina hukum pengadilannya.

Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora | 251 ISSN: 2303-2898 Vol. 2, No. 2, Oktober 2013

ideologi kolonialisme dalam novel Salah dapat digunakan untuk membongkar Asuhan juga menjadikan pertimbangan wacana-wacana Barat yang masih tertinggal novel Pertemuan Jodoh sebagai novel yang dalam novel tersebut. Bagaimana Barat4 dikarang oleh Abdoel Moeis sebagai subjek melihat Timur, dalam hal ini budak sekaligus penelitian untuk mengungkap ideologi perlakuan-perlakuan yang diberikan kepada kolonialisme tersebut yang masih budak itu sendiri. tersembunyi. Faruk (2009: 42) Artikel ini mengemukakan dua hal menyampaikan bahwa Abdoel Moeis terlibat penting. Pertama, Orientalisme kolonial dalam penulisan buku-buku Balai Pustaka dalam novel-novel Balai Pustaka (1908- dengan imbaan finansial yang tinggi. 1942). Kedua, Resistensi pribumi terhadap Yang keempat dan kelima adalah novel kolonial dalam novel-novel Balai Pustaka Katak Hendak Jadi Lembu dan Hulubalang (1908-1942). Raja. Novel ini memiliki kedudukan yang Teori poskolonialisme pada awalnya penting karena mengungkap kolonialisme di dimulai ketika adanya kesusastraan perse- Aceh pada abad ke-17 dan dua novel ini makmuran (common wealth) yang mencoba juga dikarang oleh pengarang yang memiliki mengkaji mengenai efek dari kolonisasi posisi yang penting bagi Balai Pustaka pada yang dilakukan oleh Inggris. Pada masanya, yakni 1908-1942. Novel itu perkembangan selanjutnya, sebuah tulisan dikarang oleh Nur Sutan Iskandar. Sarwadi dari Edward Said yang berjudul Orientalism (2004: 33) menyampaikan bahwa Nur Sutan yang mengangkat wacana-wacana kolonial Iskandar tercatat sebagai pengarang yang yang sangat menghegemoni dunia Timur. paling produktif pada masanya. Dua novel Dalam pandangan Said (1978: 5), tersebut dipandang sebagai novel terbaik keberadaan Timur bukan begitu saja (Teeuw dalam Sarwadi, 2004: 36) dan didapatkan sebagai Timur, tetapi Timur Sarwadi (2004: 35). memang ditimurkan oleh Barat melalui Alasan berkenaan terangkatnya per- pengetahuan-pengetahuannya. Timur budakan, terutama penindasan budak disistematisasi dan dikuasai seluruh “tu- dan resistensi budak. Anatona buhnya” oleh Barat. Ide Edward Said menyampaikan bahwa perbudakan di Indo- berawal dari konsep discourse dari Foucault nesia sangat marak terjadi ketika masa sebagai gurunya. Pandangan Foucault yang kolonialisme, tetapi perbudakan dan ma- memandang bahwa kekuasaan salah-masalah yang melingkupinya belum menciptakan kebenaran-kebenaran dari banyak yang meneliti (2000:4). Secara discourse atau wacana yang dibuatnya (oleh hakiki, manusia pada awalnya dilahirkan penguasa) untuk menguasai atau tidak membawa status sosial apapun, apala- menghegemoni kelas inferior. gi membawa identitas sebagai budak. Seseorang atau sekelompok orang 4 Barat dan Timur adalah istilah yang mengacu diberikan identitas sebagai budak me- pada penjajah kolonial (Barat) dan daerah yang nandakan bahwa ada superioritas dibalik ditaklukkannya (Timur). Akan tetapi, istilah itu pemberian identitas itu. Superioritas Supe- sudah mengalami perluasan, bukan saja rioritas (Barat) menciptakan inferioritas menyangkut kolonial Eropa abad ke-16, (Timur). Anggapan inferior ini menjadikan melainkan juga mengacu kepada sebuah rezim manusia yang satu menindas manusia yang atau kelompok atau individu yang masih lain. Hal ini memunculkan masalah bagi memperlihatkan perlakuan-perlakuan kolonial kemanusiaan itu sendiri. Eropa masa silam. Sedangkan Timur, mengacu Alasan yang terakhir. Poskolonial kepada kelompok masyarakat atau individu yang sebagai sebuah teori yang membongkar terhegemoni, termarjinalisasi oleh rezim atau wacana kolonial di daerah-daerah koloni, kelompok atau individu yang mengakui dirinya seperti Indonesia. Dengan demikian, teori ini memiliki kekuasaan lebih tinggi.

Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora | 252 ISSN: 2303-2898 Vol. 2, No. 2, Oktober 2013

Orientalisme merupakan suatu cara ditimurkan tidak hanya karena ia didapati untuk memahami dunia Timur berdasarkan dalam keadaan ”bersifat Timur” dalam tempatnya yang khusus dalam pengalaman semua hal yang dipandang umum oleh rata- manusia Barat Eropa, Timur bukan hanya rata yakni mudah untuk –dijadikan Timur. dekat; ia juga merupakan tempat-tempat Orientalisme bukanlah fantasi kosong orang koloni-koloni Eropa yang terbesar, terkaya, Eropa mengenai dunia Timur, melainkan dan tertua, sumber peradaban-peradaban suatu sosok teori dan praktek yang sengaja dan bahasa-bahasanya, saingan diciptakan. Ada hegemoni gagasan-gagasan budayanya, dan salah satu imajinya yang Eropa mengenai dunia Timur yang paling dalam dan paling sering muncul mengulangi pernyataan mengenai tentang ”dunia yang lain” (Said, 1978: 1). keunggulan Eropa atas keterbelakangan Timur telah membantu mendefinisikan Timur. Realitas Timur adalah berbeda Eropa (Barat) sebagai imaji, idea, dengan realitas Barat; kebiasaannya, warna kepribadian dan pengalaman yang kulitnya yang eksotik, dan kenangan dan berlawanan dengannya. pengalaman yang indah. Timur harus di- Sebagai sebuah wacana tandingan, pahami memiliki keterbatasan dan poskolonialisme melakukan resistensi terha- kelemahan sehingga membutuhkan dap hegemoni Eropa atau dominasi kekuatan dan pengetahuan Barat. Oleh imperialis. karena itu, Timur siap untuk diatur kembali, Selain bersifat radikal, Ashcroft (2001: diperintah, dikuasai, dan direkonstruksi. 20) mengatakan bahwa resistensi itu juga Dalam novel Siti Nurbaya, kolonial bersifat pasif. Pada masyarakat poskolonial, mencitrakan tokoh Datuk Maringgih sebagai resistensi sebagai perwujudan dirinya untuk tokoh yang serba buruk. menolak, yakni sebuah resistensi yang “Badannya kurus tinggi, punggungnya menggunakan cara lain dengan pemerta- bungkuk udang, dadanya cekung, serta hanan identitas dan kepemilikan budaya. kakinya pengkar, kepalanya besar, tetapi Perlawanan/oposisi sering menjerat dalam tipis di muka, serta sulah pula. Rambutnya wacana imperial untuk menaklukkan subjek yang tinggal sedikit sekeliling kepalanya itu, jajahannya. Kontrol kolonial sangat kuat telah putih sebagai kapas dibusur. Misal dan mengikat kaum terjajah. Pada dasarnya janggutnya panjang, tetapi hanya beberapa semua wacana kolonial selalu ada dalam helai saja. Giginya hitam dan kotor, yang di oposisi biner, yakni penjajah/terjajah, muka keluar sebagai gigi tupai. Telinganya beradab/biadab, putih/hitam dalam usaha besar, seperti telinga gajah, kulit mukanya melaksanakan cita-citanya untuk melakukan berkarut-marut dan penuh dengan bekas eskploitassi ekonomi secara politis cacar (Rusli, 84). (Ashcroft, 2001:21). Dalam novel itu, kolonial Belnda juga menggambarkan Datuk Meringgih sebagai PEMBAHASAN tokoh yang sangat kikir dan penuh dengan 1. ORIENTALISME DALAM NOVEL pehitungan. BALAI PUSTAKA “dicekiknya lehernya, diikatnya perutnya, Orientalisme dalam pandangan Edward ditahannya nafsunya, asal jangan keluar Said merupakan paham yang dibentuk oleh uangnya. Jika ia makan nasi, hanya dengan Barat atau kelas superior terhadap Timur. sambal lada atau ikan kering saja yang Timur merupakan negara bentukan yang disimpannya sampai beberapa hari. Lauk mereka ciptakan atau civilisasi agar menjadi pauk ini padalah baginya, karena sangkanya beradab sebagai mana dirinya. Hubungan dapur yang berasap setiap hari, tiada antara Timur dan Barat adalah hubungan berguna dan banyak mengeluarkan biaya. kekuatan, dominasi, hubungan berbagai Rumahnya sebagai kandang kambing dan derajat hegemoni yang kompleks. Timur pakaiannya yang seperti pakaian kuli itu,

Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora | 253 ISSN: 2303-2898 Vol. 2, No. 2, Oktober 2013

tiada mengapa baginya, asal jangan keluar “Timur tinggal Timur, Barat tinggal Barat, duitnya, untuk sekaliannya itu. (Rusli, 84). dan tidaklah keduanja akan mendjadi satu” (Moeis, 26). Kontruksi lain yang sengaja dibentuk oleh Pandangan inferior lain dari bangsa kolonial kolonial Belanda kepada para pribumi Belanda kepada masyarakat pribumi tampak tampak pada upaya untuk mewajibkan para pada novel Pertemuan Jodoh karangan pribumi membayar belasting atau pajak hasil Abdoel Moeis. Pandangan yang bumi. Para kolonial mengumpulkan para menggambarkan bahwa pribumi inferior pribumi untuk mewujudkan upaya-upaya itu. tampak pada perilaku kolonial Belanda yang “inilah maksud kami meminta datang menuduh Ratna, pembantunya, sebagai Tuanku sekalian kemari supaya pencuri perhiasan Nyonya Kornel. Dalam disampaikan pemerintah ini kepada anak novel Pertemuan Jodoh, dikisahkan bahwa negeri, dengan diterangkan apa sebabnya Ratna menjadi pembantu rumah tangga di dan apa gunanya uang belasting itu. rumah Nyonya Kornel. Ia dituduh mencuri Mengertilah benarlah hendaknya mereka perhiasan majikannya, padahal Ratna tidak tentang perkara ini, supaya jangan sampai mencurinya. Dalam konteks ini, pribumi mereka berpikir, uang itu diminta sekedar yang direpresentasikan oleh Ratna hendak memenuhi kantung orang Belanda. dipandang kurang memiliki moral karena Sekalikali negeri tiada beroleh hasil dari melakukan pencurian di rumah majikannya. belasting ini, melainkan kita yang di sini jugalah. 2. RESISTENSI NOVEL-NOVEL BALAI Para kolonial sengaja menciptakan janji-janji PUSTAKA yang sangat indah dan meyakinkan. Dalam Ashcroft menyampaikan bahwa perlawanan hal ini, kolonial Belanda berkeinginan untuk seperti itu dapat dikatakan bersifat radikal. menciptakan citra sebagai bangsa yang Resistensi radikal merupakan perlawanan mengayomi Timur padahal menurut Aschroft masyarakat terjajah terhadap kekuasaan Barat bersembunyi dibalik bangsa Timur kolonial. Resistensi radikal dicirikan oleh dalam upaya mencapai cita-citanya. adanya rencana-rencana pergerakan yang terorganisasi, yang dilakukan dengan “Lagi pula janganlah salah sangka. Sekalian menyerang secara langsung melalui kami bangsa Belanda yang ada di sini, ialah peperangan atau dengan memproduksi teks pegawai Gubernemen, sebagai Tuan- atau bacaan ( Lo and Gilbert, 1998: 12). Tuanku juga, dan Gubernemen itu bukanlah Selain bersifat radikal, Ashcroft (2001: 20) bangs Belanda atau kerajaan Belanda, mengatakan bahwa resistensi itu juga ber- sekali-sekali tidak lain melainkan penduduk sifat pasif. Pada masyarakat poskolonial, tanah Hindia inilah. Bangsa Belanda di sini resistensi sebagai perwujudan dirinya untuk sekadar memerintah, menolong mengatur” menolak, yakni sebuah resistensi yang (Rusli, 248). menggunakan cara lain dengan pemerta- Sementara itu, orientalisme dalam novel hanan identitas dan kepemilikan budaya. Salah Asoehan lebih diperlihatkan oleh Perlawanan/oposisi sering menjerat dalam perilaku Corrie du bussie dan Hanafi. Berikut wacana imperial untuk menaklukkan subjek adalah bebeapa data tentang orientalisme jajahannya. Kontrol kolonial sangat kuat yang ada pada Salah Asoehan karangan mengikat kaum terjajah. Pada dasarnya Abdoel Moeis. semua wacana kolonial selalu ada dalam “Aku tahu betul bahwa aku ini hanyalah oposisi biner, yakni penjajah/terjajah, Bumiputera sadja, Corrie! Djanganlah kau beradab/biadab, putih/hitam dalam usaha ulang-ulang djuga.” (Moeis, 7). melaksanakan cita-citanya untuk melakukan eskploitassi ekonomi secara politis(Ashcroft, 2001:21).

Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora | 254 ISSN: 2303-2898 Vol. 2, No. 2, Oktober 2013

“Nurbaya lalu berdiri dan menolakkan Ludi, dirinya (kolonial). Dalam konteks itu, sambil berkata dalam bahasa Belanda, “Jika kolonialisme Belanda memandang bahwa berani engkau mengganggu aku sekali lagi, pribumi sangat perlu diberadabkan agar kuadukanlah kelakuanmu yang tiada seperti dirinya. Mereka melakukan sivilisasi senonoh ini kepada kapitan kapal. Akan agar pribumi sama dengan dirinya. Oleh menyusahkan penumpanglah kerjamu di karena itu, Hanafi dalam Salah Asuhan, sni? Atau kausangka aku ini seorang Untung Surapati dalam Novel Surapati, perempuan jahat? Buka matamu, lihat Suria dalam Novel Katak Hendak Jadi terang-terang; jangan samakan saja orang Lembu menunjukkan perilaku yang baik-baik dengan orang jahat! Nyah engkau mengikuti budaya-budaya kolonial Belanda dari sini!” (Rusli, 178). (Barat). Pemunculan peristiwa-peristiwa “Orang Belanda sudah lupa pula, bahwa mengikuti budaya-budaya kolonial kami bukan orang takluk, yang harus menunjukkan bahwa budaya Timur lebih membayar upeti kepada bangsa Belanda. buruk jika dibandingkan dengan budaya Negeri kami tiada diambil dengan asap Barat (kolonial Belanda). Dengan demikian, bedil, oleh orang belanda, melainkan Timur harus mengikuti Barat. Artinya, Timur perjanjian” (Rusli, 249) lebih inferior daripada Barat. “Memang kemauan orang Belanda, kita (2) Resistensi muncul pada diri pribumi anak negeri, miskin dan bodoh hendaknya, sebagai bentuk perlawanan karena sudah supaya mudah dipermain-mainkannya dan diperbudak oleh kolonial Belanda. bila kita tiada berdaya lagi kelak, tentulah Resistensi yang dilakukannya dalam bentuk akan dijualnya seperti budak” (Rusli, 251). memperjuangkan hak-hak mereka. Sementara itu, pada novel Pertemuan Resistensi yang dilakukan oleh pribumi Jodoh, resistensi dilakukan oleh Ratna, berupa resistensi pasif dan resistensi seorang pembantu rumah tangga. Ratna radikal. Resistensi pasif dilakukan dalam dituduh mencuru di rumah majikannya, bentuk menirukan budaya kolonial tetapi padahal ia sama sekali tidak pernah sesungguhnya bertujuan untuk melawan melakukannya. Karena dipandang sebagai mereka. Resistensi radikal dilakukan dengan pencuri kalung emas milik majikannya, ia cara melakukan perlawanan secara frontal dilaporkan ke polisi. Ratna tidak terima kepada kolonial Belanda. dengan perlakukan majikannya yang seorang Belanda itu. Akhirnya, ia melarikan DAFTAR PUSTAKA diri dengan menceburkan dirinya ke sungai. Ashcroft, Bill. 2001. Postcolonial Dalam konteks ini, Ratna sebagai pribumi Transformation. London and New melakukan perlawanan secara frontal. York: Routledge Tyalor & Francis Perlawanan yang dilakukan oleh Ratna akhirnya dapat membebaskan dirinya dari Fasseur, Cess. 1994. Cornerstone and belenggu penjajah, majikannya. Ia akhirnya Stumbling block Racial Classification bertemua dengan tunangannya bernama and the late colonial state in Dokter Suparta dan ia menikah dengan Indonesia. Ed. Robert Cribb. Dalam lelaki itu. The Late Colonial state in Indonesia, Political, and Economic Foundation SIMPULAN of the Nederlands Indies 1880-1942. Berdasarkan pembahasan, ada beberapa Leiden: KITVL Press. butir simpulan yang dapat dibuat. Gilbert, Helen dan Jacqueline Lo. 1998. (1) Orientalisme kolonial sangat tampak “Postcoloniality and The Question of pada perilakunya kepada pribumi. Kolonial Modern ”. An memandang pribumi sebagai masyarakat yang inferior dan sangat bergantung kepada International Reasearch Worksop,

Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora | 255 ISSN: 2303-2898 Vol. 2, No. 2, Oktober 2013

The Rex Cramphorn Studio Centre Sastra”. Jurnal Lingua Didaktika, for Performance Studies University of Jurnal Bahasa dann Pembelajaran Sydney, Maret, 29-31. Bahasa, Volume 3, Nomor 2, Juli. ISSN 1979-0547. Lasang, Nio., dkk.. 1983/1984. Sejarah Perlawanan terhadap Imperalisme Ronidin. 2010. “Masyarakat Minangkabau dan Kolonialisme di Daerah Pasca-PRRI: Dalam cerpen Ketika Sulawesi Tenggara. Depdikbuddir Jendral Pulang Karya Khairul Jasmi”. Sejarah dan Nilai Tradisonal Proyek Jurnal Lingua Didaktika, Jurnal Inventarisasi dan Dokumentasi Bahasa dan Pembelajaran Bahasa, Sejarah Nasional. Nomor 3, Volume 2, Juli. ISSN 1979- 0547. Marsden, William. 1999. Sejarah Sumatera. (Penerjemah A.S. Nassution dan Yasa, I Nyoman. 2010. ”Tesis, Antitesis, Mahyuddin Mendim. Judul Asli History dan Sintesis Eksistensi Kembar of Sumatra diterbitkan oleh Black Buncing dalam Novel Incest Karya I Horse Court di London). Bandung: Wayan Artika”. Jurnal Prasi, Vol. 6, Remaja Rosdakarya. No. 11, Januari-Juni, 2010. ISSN 1693-6124 Neiboer, H.J. 1910. Slavery as an Industrial System: The Hague: Martinus Nijhoff. Mahayana, Maman S. 1994. Politik Kolonial Belanda di Balik Pendirian Balai Said, Edward W. 1978. Orientalism. London Pustaka. Universitas Indonesia. and Henley: Routledge and Kegan Laporan Penelitian Tidak Diterbitkan. Paul. Prasaja, Y.B. Agung. 1998. Fenomena Wertheim, W.F. 1999. Masyarakat Sikap Mental Imperialisme Baru Indonesia dalam Transisi: Studi dalam Sastra Pascakolonial Kenya Perubahan Sosial (Penerjemah Berbahasa Inggris: Kajian terhadap Mishbah Zilfa Elizabeth. Judul Asli Novel A Grain of wheat dan Weep Indonesian Society in Transition: A Not, Child karya Ngugi Wa thiong’O. Study of Social Change. Bandung: W. Tesis UI Tidak Diterbitkan. van Hoeve ltd-The Hougue). Yogyakarta: Tiara Wacana. Razif. 2005. “Bacaan Liar” Budaya dan Politik Pergerakan pada Zaman Christanty, Linda. 1994. “Nyai dan Pergerakan. Edi Cahyono’s Experien. Masyarakat Kolonial Hindia Belanda”. http://www.gecities.com. Diunduh Prisma 10, Oktober. tanggal 26 Agustus 2009. Herawati, Yudianti. 2010. “Pemanfaatan Sastra Lokal dalam Pengajaran .

Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora | 256