KRITIK TERHADAP BANGSA KOLONIAL MELALUI TOKOH UTAMA NOVEL KARYA DAN KARYA ABDOEL MOEIS

Robiatul Aliyaha, Muhamad Yasser Irfanb

Tadris Bahasa , UIN Syarif Hidayatullah Jalan Ir. H. Juanda No. 95, Ciputat, 15412, Indonesia pos-el: [email protected], [email protected] (Diterima: 9 Februari 2021; Direvisi: 27 Maret 2021; Disetujui: 30 April 2021)

Abstrak Perkembangan kesusastraan Indonesia pada periode awal ditandai dengan produksi bacaan kaum pergerakan yang sering disebut oleh bangsa kolonial sebagai bacaan liar. Penelitian ini bertujuan melihat pencitraan tokoh dalam upaya menyampaikan kritik terhadap bangsa kolonial dalam kedua novel. Teori yang digunakan yaitu kajian sastra bandingan dan sosiologi sastra sebagai alat analisis. Metode yang digunakan adalah analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam novel Student Hidjo dan Salah Asuhan terdapat kritik yang ditunjukkan kepada bangsa kolonial, seperti kritik untuk memperoleh pendidikan yang sederajat dengan para elite bangsawan, kritik mengenai perbedaan kebudayaan antara bangsa Barat dan Timur, kritik mengenai perlakuan yang dilakukan oleh bangsa kolonial, dan kritik perilaku yang dimiliki bangsa kolonial. Penyampaian kritik pada novel Student Hidjo disampaikan dengan tersurat atau secara terang-terangan karena dengan mudah dipahami oleh para pembacanya. Sementara dalam novel Salah Asuhan, penyampaian kritik terhadap bangsa kolonial disampaikan secara tersirat. Hal tersebut dikarenakan novel itu diterbitkan pertama kali oleh sehingga menyiasati sensor-sensor yang berlaku dalam Balai Pustaka pada saat itu. Kata kunci: bacaan liar, kritik kolonial, sastra bandingan, sosiologi sastra

Feedback of The Colonial Through The Main Character’s in Student Hidjo of Marco Kartodikromo, and Salah Asuhan of Abdoel Moeis

Abstract The production of early was characterized by the reading production of movement groups referred to by colonial as wild reading. The study aims to see imagery of character to insinuate criticism towards the colonial in both novels. The theory was that studies of literary comparisons as analysis tools. The method used is a descriptive analysis. The research has shown that Student Hidjo and Salah Asuhan criticized colonists, a criticism of the cultural differences between the west and the east, a criticism of the treatment by the colonists, and a criticism of colonial behavior. The delivery of criticism in the Student Hidjo novel is explicitly or outright because the readers can easily understand it. While in Salah Asuhan novel, the delivery of criticism of the colonial nation is conveyed impliedly. Balai Pustaka first published it to investigate the sensors that apply in the Balai Pustaka at the time. Keywords: Wild literature, colonial criticism, comparisons, sociology of literature

PENDAHULUAN Sejarah sastra Indonesia dalam kurun kolonial Belanda pada tahun 1908 dengan waktu tahun 1900--1933 dikenal sebagai nama Commissie voor de Volkslectuur atau angkatan Balai Pustaka. Angkatan Balai Komisi Bacaan Rakyat. Lembaga ini Pustaka merupakan sekelompok sastrawan, dibangun sebagai bentuk konsekuensi penyair, dan penulis prosa yang politik etis yang mendirikan sekolah bagi menerbitkan karya-karyanya melalui Balai kaum Bumiputra (Taum, 2014: 130). Pustaka. Balai Pustaka adalah lembaga Selama ini, Balai Pustaka dikenal resmi yang dibangun oleh pemerintah perintis dalam kesusastraan Indonesia

75

Telaga Bahasa Vol. 9, No.1, April 2021 modern. Melalui lembaga tersebut, karya- dianggap sebagai bacaan liar adalah bacaan karya sastra penulis pribumi dapat dibaca yang memuat gagasan politik tertentu atau luas oleh masyarakat. Pandangan seperti mengkritisi pemerintahan yang saat itu ini agaknya mengabaikan pendirian dan berkuasa sehingga hal tersebut dianggap perkembangan Balai Pustaka sebagai dapat menimbulkan tindakan provokasi lembaga kolonial yang berhadapan dengan untuk melawan mereka. masyarakat Hindia Belanda pada saat itu. Bacaan liar didasari penindasan- Kecenderungan lain dalam pembahasan penindasan yang dilakukan oleh kaum mengenai Balai Pustaka adalah kolonial sehingga masyarakat pada masa pengamatan yang hanya diarahkan pada itu dapat melakukan tindakan provokasi hubungan lembaga tersebut dengan untuk melawan dan menjelekkan kaum perkembangan kesusastraan. Pengamatan kolonial. Untuk mengurangi bacaan liar seperti ini dapat menimbulkan pemahaman yang beredar di masyarakat serta makin yang sama sekali keliru, hal tersebut tingginya minat baca, kaum kolonial dikarenakan Balai Pustaka jelas memiliki (Belanda) mendirikan Kantor Bacaan jangkauan yang lebih luas karena Rakyat yang sekarang dikenal dengan pengaruhnya dalam dunia kesastraan Balai Pustaka. Latar belakang berdirinya sangat besar. Balai Pustaka berhubungan erat dengan Sementara itu, di luar angkatan resmi kebijakan kaum kolonial saat itu. yang didirikan dan dibina oleh pemerintah Balai Pustaka didirikan oleh kolonial kolonial, terdapat sekelompok sastrawan Belanda dalam upaya melakukan kontrol yang sangat aktif dalam menulis karya- sosial dan politik terhadap bacaan-bacaan karya sastra. Mereka tidak memublikasikan liar (teks bacaan yang diterbitkan oleh karya-karyanya melalui penerbit Balai komunitas Tionghoa, Arab, dan pribumi) Pustaka. Tahun 1924, organisasi PKI di Indonesia. Kontrol sosial dan politik mendirikan Comissie Batjaan dilakukan dalam upaya mengeksistensikan Hoofdbestuur yang menerbitkan dan dirinya sebagai satu-satunya penjajah yang menyebarluaskan “literatuur socialisme” menaklukkan pribumi seutuhnya. Oleh sebuah istilah yang pertama kali digunakan karena itu, semua bacaan yang diterbitkan oleh Semaoen. Dalam artikelnya, “Klub ada dalam pengawasan dan sensor Kominis!”, Semaoen menjelaskan bahwa kekuasaannya (Artawan and Yasa, 2015: “socialisme jalah ilmoe mengatoer 578). Novel Salah Asuhan, Siti Nurbaya, pergaoelan idoep, soepaja dalem dan adalah karya-karya sastra pergaoelan idoep itoe orang-orangnja yang sudah mengalami sensor dari tangan djangan ada jang memeres satoe sama kolonial sebelum akhirnya teks-teks lain”. (novel-novel) itu dibaca masyarakat luas. Perkembangan kesusastraan Indonesia Novel-novel itu harus sesuai dengan pada periode awal ditandai dengan standar bacaan yang sudah ditetapkan oleh produksi bacaan kaum pergerakan yang Balai Pustaka berdasarkan keputusan D. A. sering disebut oleh bangsa kolonial sebagai Rinkes, Direktur Balai Pustaka. Salah bacaan liar (Erowati dan Bahtiar, 2011: satunya adalah karya sastra yang 24). Jenis bacaan liar di antaranya terdiri diterbitkan tidak bertentangan dengan garis atas sajak, cerpen, dan novel. Yang politik pemerintah kolonial Belanda.

76

Robiatul Aliyaha, Muhamad Yasser Irfanb : Kritik terhadap Bangsa Kolonial Melalui Tokoh Utama pada Novel Student Hidjo Karya Marco Kartodikromo dan Salah Asuhan Karya Abdoel Moes

Pemerintah kolonial menciptakan sensor- karya sastra yang tidak diterbitkan atau sensor yang berlaku sebagai upaya tidak memenuhi kriteria yang telah menciptakan sebuah pencitraan diri, ditetapkan oleh Balai Pustaka dinamakan orientalisme, dan tetap menempatkan dengan bacaan liar. pribumi sebagai budak, budak pekerja dan Beberapa penelitian mengangkat budak peniru budaya-budaya Barat. novel Student Hidjo dan Salah Asuhan Meskipun demikian, novel-novel Balai sebagai objek materialnya. Pertama, skripsi Pustaka menunjukkan perlawanan secara dengan judul “Kawin Paksa dalam Novel tersembunyi dari para pengarang (Yasa, Indonesia Salah Asuhan dan Novel 2014: 250). Malaysia Mencari Istri: Sebuah Studi Pada dasarnya, bacaan-bacaan yang Perbandingan” karya Sri H. Wijayanti dihasilkan oleh para pemimpin pergerakan pada tahun 1989. Skripsi tersebut pada awal abad ke-20 dapat dikategorikan membahas perbandingan kawin paksa sebagai bacaan politik. Hampir semua dalam novel Salah Asuhan dengan bacaan yang diproduksi oleh para Malaysia Mencari Istri. Persamaan pemimpin pergerakan baik berbentuk penelitian ini dengan penelitian yang novel, puisi, roman, surat perlawanan dilakukan oleh Sri H. Wijayanti terletak persdelict, dan cerita bersambung, isinya pada novel yang dijadikan sebagai objek menampilkan kekritisan dan perlawanan penelitian, yaitu novel Salah Asuhan. terhadap tata kuasa kolonial. Sejarah Perbedaan penelitian Sri H. Wijayanti mencatat, sesungguhnya sastra Indonesia dengan penelitian ini terletak pada analisis sejak mula sejarahnya merupakan sastra yang dilakukan. Jika Sri H. Wijayanti protes (Sulton, 2015: 214). membahas mengenai kawin paksa yang Pada saat berdirinya, Balai Pustaka terdapat pada novel Salah Asuhan dan menimbulkan dampak dalam Malaysia Mencari Isti serta melihat sikap perkembangan sejarah Indonesia sebelum kedua pengarang novel tersebut terhadap kemerdekaan, baik dampak positif maupun masalah kawin paksa yang terdapat pada dampak negatif. Dampak positif kedua novel tersebut, penelitian ini didirikannya Balai Pustaka adalah membahas kritik terhadap bangsa kolonial perkembangan dan kemajuan sastra yang digambarkan melalui tokoh utama menjadi pesat, sertamembangkitkan dalam novel Student Hidjo dan Salah semangat pengarang-pengarang muda Asuhan. untuk mengembangkan bakat mereka. Kedua, tesis yang berjudul “Ide Sedangkan dampak negatifnya adalah Antikolonialisme Tokoh-tokoh Perempuan pengarang tidak bebas dalam dalam Tiga Karya Marco Kartodikromo: mengemukakan pikiran serta perasaannya Suatu Tinjauan Pascakolonial” karya Novi karena harus menyesuaikan dengan Diah Haryanti pada tahun 2011. Tesis ketentuan yang telah ditetapkan oleh Balai tersebut membahas ide antikolonialisme Pustaka. Ketentuan Balai Pustaka dibuat yang direpresentasikan oleh tokoh-tokoh oleh bangsa kolonial saat itu sehingga perempuan dalam novel Student Hidjo,

77

Telaga Bahasa Vol. 9, No.1, April 2021

Matahariah, dan Rasa Mardika. konstruksi ideologi nasionalisme oleh Persamaan penelitian yang dilakukan oleh kedua pengarang novel tersebut. Novi Diah Haryanti dengan penelitian ini Keempat, jurnal Pena Literasi Vol. 1, adalah mencari ide antikolonialisme No. 1 (2018), h. 32-44 dengan judul berupa kritik untuk bangsa kolonial yang “Perbandingan Karakter Tokoh Utama terdapat pada novel Student Hidjo. Novel Salah Asuhan Karya Abdoel Moeis Sementara perbedaannya terletak pada dan Belenggu Karya Armijn Pane” karya tujuan dan objek penelitian. Penelitian Poni Ernis. Artikel di jurnal tersebut yang dilakukan oleh Novi Diah Haryanti membahas perbandingan tokoh utama mencari ide antikolonialisme pada tokoh- dalam novel Salah Asuhan karya Abdoel tokoh perempuan dalam tiga novel karya Moeis dengan Belenggu karya Armijn Marco Kartodikromo, sementara penelitian Pane. Selain itu, dalam penelitian Porni ini mencari kritik terhadap bangsa kolonial Ernis juga dijelaskan letak persamaan dan melalui penggambaran tokoh utama pada perbedaan keduanya. Persamaan penelitian novel Student Hidjo dan Salah Asuhan. ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Selain itu, penelitian ini hanya Poni Ernis adalah mengenai perbandingan membandingkan dua novel yaitu novel tokoh pada dua novel yang berbeda. Student Hidjo dan Salah Asuhan, Sementara itu, letak perbedaannya adalah sedangkan Novi Diah Haryanti dalam pada tujuan penulisan. Jika Poni Ernis penelitiannya menggunakan tiga novel dalam penelitiannya bertujuan yaitu Student Hidjo, Matahariah, dan membandingkan tokoh utama dan mencari Rasa Mardika. persamaan serta perbedaan yang terdapat Ketiga, jurnal Kawistara Vol. 3 No. 2 dalam novel Salah Asuhan dan Belenggu, (2013), hlm. 178--185 dengan judul penelitian ini bertujuan mencari kritik- “Konstruksi Nasionalisme dalam Novel- kritik yang berusaha digambarkan novel Indonesia Prakemerdekaan (Student pengarang melalui tokoh utama pada novel Hijo dan Salah Asuhan)” karya Wiyatmi. Student Hidjo karya Marco Kartodikromo Artikel di jurnal tersebut membahas dan Salah Asuhan karya Abdoel Moeis. konstruksi nasionalisme yang terdapat Berdasarkan judul penelitian ini, dalam novel-novel Indonesia masalah yang dirumuskan adalah prakemerdekaan, khususnya dalam novel perbandingan citra tokoh utama dalam Student Hidjo karya Marco Kartodikromo novel Student Hidjo karya Marco dan Salah Asuhan karya Abdoel Moeis. Kartodikromo dengan Salah Asuhan karya Persamaan antara penelitian ini dengan Abdoel Moeis. Selain itu, penelitian ini penelitian yang dilakukan oleh Wiyatmi juga membahas apa saja kritik yang adalah novel yang dijadikan sumber primer ditunjukan kepada bangsa kolonial melalui penelitian, yaitu novel Student Hidjo dan penggambaran tokoh utama pada kedua Salah Asuhan. Sementara perbedaannya novel tersebut. Hasil penelitian ini terletak pada tujuan penulisan, penelitian diharapkan dapat mengedukasi generasi ini bertujuan mencari kritik-kritik yang penerus bangsa mengenai wawasan ditujukan pada bangsa kolonial di dalam terhadap sastra Indonesia yang berkaitan kedua novel tersebut. Sementara penelitian dengan sastrawan dan karyanya yang yang dilakukan oleh Wiyatmi membahas

78

Robiatul Aliyaha, Muhamad Yasser Irfanb : Kritik terhadap Bangsa Kolonial Melalui Tokoh Utama pada Novel Student Hidjo Karya Marco Kartodikromo dan Salah Asuhan Karya Abdoel Moes dianggap dan diberikan cap oleh sastra bandingan tidak dapat mengabaikan masyarakat tertentu. peranan sastra nasional dan sastra dunia. Adanya sastra dunia merupakan prasyarat TEORI untuk kajian sastra bandingan (Kasim, Novel merupakan produk budaya yang 1996: 11). hadir sebagai respon realitas dan merekam Penelitian ini dilakukan dengan jejak historis suatu peradaban. Novel menggunakan pendekatan sosiologi sastra. diciptakan pengarang dengan maksud Penelitian sosiologi sastra adalah tertentu. Oleh karena itu, sisi historis novel pemahaman terhadap karya sastra termasuk yang merekam kisah-kisah sekaligus hubungannya dengan masyarakat kolonialisme. Biasanya, novel yang yang melatarbelakanginya (Ratna, 2013: merekam kondisi kolonial tersebut, hadir 2). Sosiologis dan sastra berurusan dengan sebagai ciptaan kaum terjajah maupun dari hal yang sama yaitu manusia dalam pihak penjajah (Mahattir, 2020: 217). masyarakat. Sosiologi adalah suatu telaah Pada penelitian ini, data primer objektif dan ilmiah tentang manusia dalam penelitian adalah dua novelyang masyarakat, tentang sosial, dan proses dibandingkan isinya. Dalam melakukan sosial. Sementara itu, sastra adalah proses perbandingan, diperlukan ilmu lembaga sosial yang menggunakan bahasa sastra yang disebut sastra bandingan. sebagai mediumnya, bahasa itu merupakan Menurut Remak (1990) dalam ciptaan sosial yang menampilkan (Damono, 2015: 1), sastra bandingan gambaran kehidupan (Semi, 1993: 52). adalah kajian sastra di luar batas-batas Kritik sosial dalam karya sastra sebuah negara dan kajian hubungan di (dewasa ini) tidak lagi hanya menyangkut antara sastra dengan bidang ilmu serta hubungan antara orang miskin dan orang kepercayaan seperti seni, filsafat, sejarah, kaya, kemiskinan dan kemewahan. Kritik sains sosial, sains, agama, dll. sosial mencakup segala macam masalah Sastra bandingan tidak sekadar sosial yang ada di masyarakat, hubungan mempertentangkan dua sastra dari dua manusia dengan lingkungan, kelompok negara atau bangsa yang mempunyai sosial, penguasa dan institusi-institusi yang bahasa yang berbeda, tetapi sastra ada (Damono, 1979: 25). Kritik sosial bandingan merupakan metode diangkat ketika kehidupan dinilai tidak memperluas pendekatan atas sastra suatu selaras dan tidak harmonis, ketika bangsa saja. Sastra bandingan bukan hanya masalah-masalah sosial tidak dapat diatasi sekadar mempertentangkan dua sastra dari dan perubahan sosial mengarah kepada dua negara atau bangsa. Perbandingan dampak-dampak disosiatif dalam tidak hanya terbatas pada sastra masyarakat (Praptiwi, 2014: 2) antarbangsa, tetapi juga sesama bangsa sendiri, misalnya antarpengarang, METODE antargenetik, antarzaman, antarbentuk, dan Jenis penelitian yang dilakukan pada antartema. (Damono, 2015: 6–8). Kajian penelitian ini adalah kualitatif, yaitu

79

Telaga Bahasa Vol. 9, No.1, April 2021 penelitian yang bermaksud memahami serta lahirnya intelektualitas dari kalangan fenomena tentang apa yang dialami oleh borjuis. Di dalam novel Student Hidjo juga subjek penelitian, misalnya perilaku, menggambarkan situasi pada saat itu, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain seperti ketidakadilan yang diperoleh oleh secara holistik dengan data deskripsi dalam bangsa Hindia Belanda. Tidak heran dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada konteks novelnya tersebut banyak alur cerita yang khusus yang alamiah dengan mengkritik tentang sifat dan budaya bangsa memanfaatkan beberapa metode ilmiah kolonial. Sementara itu, novel Salah (Moleong, 2005: 6). Sementara data primer Asuhan karya Abdoel Moeis tidak pada penelitian ini adalah novel Student termasuk ke dalam bacaan liar. Hal ini Hidjo karya Marco Kartodikromo dan dikarenakan novel tersebut diterbitkan oleh Salah Asuhan karya Abdoel Moeis. Data Balai Pustaka. Namun, meski diterbitkan yang akan diteliti dalam penelitian ini oleh Balai Pustaka, setidaknya ada berupa kata-kata, kalimat, atau paragraf beberapa kritik yang ditunjukkan untuk yang membahas mengenai penggambaran bangsa kolonial pada saat itu. Kritik yang tokoh utama oleh pengarang sebagai upaya terdapat dalam novel Salah Asuhan kritik terhadap bangsa kolonial, baik itu dituliskan secara tersirat oleh pengarang. secara tersurat maupun tersirat yang Tokoh yang terdapat pada novel terdapat dalam kedua novel tersebut. Student Hidjo karya Marco Kartodikromo Metode deskriptif yang digunakan dan Salah Asuhan karya Abdoel Moeis memberikan analisis data yang digunakan memiliki kesamaan. Hal ini dikarenakan adalah deskriptif. Metode analisis peneliti hanya melihat tokoh utama pada deskriptif adalah statistik yang digunakan kedua novel tersebut. Tokoh utama pada untuk menganalisis data dengan cara novel Student Hidjo dan Salah Asuhan mendeskripsikan atau menggambarkan adalah laki-laki, yaitu Hidjo dan Hanafi. data yang telah terkumpul tanpa adanya Sementara itu, tokoh pendukung yang maksud membuat kesimpulan yang berlaku sekiranya memiliki pengaruh terhadap alur untuk umum atau generalisasi (Sugiono, cerita memiliki perbedaan. Pada novel 2011: 147). Teknik yang dilakukan adalah Student Hidjo terdapat lima tokoh yang mengumpulkan data dengan cara mencatat memiliki pengaruh terhadap alur cerita data-data, menganalisis, menafsirkan data, maupun tokoh utama. Tokoh tersebut mengkaji dengan membandingkan teks adalah Raden Ajeng Biroe, Raden Ajeng tersebut, dan menyimpulkan hubungan Woengoe, Raden Potronojo, Raden data teks dengan teori yang digunakan. Nganten Potronojo, dan Betje. Sedangkan Berdasarkan hal tersebut, sasaran di dalam novel Salah Asuhan terdapat tiga penelitian ini adalah unsur-unsur kritik tokoh, yaitu Corrie, Rapiah, dan Mariam. terhadap bangsa kolonial yang terkandung Penokohan adalah cara pengarang dalam kedua novel tersebut. dalam menggambarkan dan mengembangkan karakter tokoh-tokoh HASIL DAN PEMBAHASAN dalam cerita (Kosasih, 2008: 61). Novel Student Hidjo karya Marco Penelitian ini hanya fokus Kartodikromo adalah salah satu bacaan mendeskripsikan tokoh utama pada novel liar. Novel tersebut menceritakan budaya Student Hidjo dan Salah Asuhan. Tokoh 80

Robiatul Aliyaha, Muhamad Yasser Irfanb : Kritik terhadap Bangsa Kolonial Melalui Tokoh Utama pada Novel Student Hidjo Karya Marco Kartodikromo dan Salah Asuhan Karya Abdoel Moes tersebut adalah Hidjo dan Hanafi. Kedua Latar yang terakhir adalah latar suasana. tokoh memiliki karakter yang sangat Latar suasana yang digambarkan pada kontras. Tokoh Hidjo dalam novel Student novel Student Hidjo adalah banyaknya Hidjo digambarkan memiliki kepribadian ungkapan perasaan hati dari setiap yang pintar, santun, dan menghormati tokohnya, seperti marah, sedih, kecewa, kedua orang tuanya. Sementara tokoh senang, dan lainnya. Sedangkan latar Hanafi dalam novel Salah Asuhan suasana di dalam novel Salah Asuhan digambarkan sebagai pemuda yang tidak digambarkan dengan perilaku atau watak menghargai adat istiadat, pemarah, dan yang dimiliki pada setiap tokoh dalam tidak menghormati ibunya. menjalani kehidupannya. Alur yang terdapat pada novel Student Hidjo karya Marco Kartodikromo dan Penyampaian kritik melalui pencitraan Salah Asuhan karya Abdoel Moeis adalah tokoh utama alur maju. Hal ini dapat dilihat pada bagian Novel Student Hidjo karya Marco awal cerita yang ditandai dengan Kartodikromo adalah novel yang terbit pengenalan tokoh atau pun latar yang sebelum kemerdekaan atau sekitar tahun terdapat dalam kedua novel tersebut. 1919. Novel ini menceritakan tentang Setelah itu pada bagian akhir cerita kedua pertentangan antara kaum pribumi kelas novel tersebut menceritakan penyelesaian menengah ke atas (borjuis) dengan kaum konflik yang selama ini dialami oleh tokoh kolonial. Selain itu, novel Student Hidjo utama pada masing-masing novel, Student juga menggambarkan awal mula lahirnya Hidjo dan Salah Asuhan. intelektual dari kalangan borjuis yang Latar tempat yang terdapat pada novel secara berani menggambarkan kehidupan Student Hidjo adalah Jawa dan Belanda, di Belanda dan Hindia Belanda saat itu. sedangkan di dalam novel Salah Asuhan Novel Student Hidjo terbit sesudah adalah Sumatra Barat dan Betawi. didirikannya Balai Pustaka. Sementara Sementara itu, Latar waktu yang terdapat novel Salah Asuhan karya Abdoel Moeis pada novel Student Hidjo adalah sekitar adalah novel yang juga diterbitkan sebelum tahun 1906-an. Hal ini dilihat dari kemerdekaan, yakni sekitar tahun 1928. beberapa fakta teks yang terdapat dalam Novel ini mengisahkan percintaan seorang novel Student Hidjo yang menyatakan pemuda pribumi yang mencintai wanita diadakannya kongres Sarekat Islam cantik keturunan Eropa. Adanya perbedaan pertama kali di Solo, sedangkan pada novel bangsa dan budaya di antara keduanya Salah Asuhan diceritakan dengan latar telah menimbulkan sebuah permasalahan waktu sekitar tahun 1920-an. Hal ini dapat dalam ikatan persahabatan dan percintaan dilihat pada teks yang terdapat dalam novel mereka. Selain itu, novel ini juga mengenai politik etis. Politik ini lahir pada menggambarkan keadaan sosial atau tahun 1901. Artinya, latar waktu dalam kehidupan pada saat itu, seperti kedudukan novel Salah Asuhan ialah setelah bangsa kolonial terhadap bangsa pribumi. berlakunya kebijakan dalam politik etis.

81

Telaga Bahasa Vol. 9, No.1, April 2021

Balai Pustaka didirikan pada 22 Sebelum menganalisis isi untuk September 1977 (Muhri, 2014: 30). Salah menemukan kritik-kritik yang terdapat di satu dampak negatif didirikannya Balai dalam novel Student Hidjo dan Salah Pustaka adalah pengarang tidak bebas Asuhan, ada baiknya untuk mengetahui dalam mengemukakan pikiran dan secara umum karakteristik atau watak yang perasaan karena harus menyesuaikan dimiliki tokoh utama pada kedua novel dengan ketentuan-ketentuan pemerintah tersebut. Pada penelitian ini, peneliti Hindia Belanda. Oleh karena itu, karya- menganggap bahwa tokoh utama pada karya yang tidak memenuhi kriteria yang novel Student Hidjo adalah Hidjo dan ditetapkan atau diterbitkan di luar Balai Salah Asuhan adalah Hanafi. Hal ini Pustaka dikenal dengan “Bacaan Liar”, di dikarenakan, kedua tokoh tersebut antaranya novel Student Hidjo. Novel ini memiliki peranan yang sangat penting dipandang sebagai perintis tradisi sastra dalam rangkaian cerita pada kedua novel Indonesia karena telah menyuarakan yang diterbitkan sebelum kemerdekaan itu. semangat kebangsaan dan perlawanan Tokoh Hidjo dalam novel Student terhadap kolonialisme (K.S, 2007: 110). Hidjo digambarkan sebagai tokoh yang Marco Kartodikromo adalah orang yang memiliki kecerdasaan dalam paling produktif dalam menghasilkan pemikirannya. Hidjo merupakan seorang “Bacaan Liar”(WS, 2009: 588). Tidak pemuda yang berhasil menamatkan heran jika di dalam novel Student Hidjo sekolahnya di Hoogere Burgerschool terdapat beberapa kritikan yang (HBS). Seperti yang sudah diketahui, HBS ditunjukkan untuk kaum kolonial. adalah sekolah pendidikan menengah Berbeda dengan novel Student Hidjo, umum yang didirikan oleh Belanda. novel Salah Asuhan merupakan novel yang Bahasa pengantar yang digunakan pada diterbitkan oleh Balai Pustaka. Novel yang sekolah tersebut adalah bahasa Belanda. ditulis oleh Abdoel Moeis ini tentu sudah Tidak semua kalangan dapat bersekolah di mengalami sensor dari tangan bangsa HBS, hanya orang Eropa, Belanda, dan kolonial pada saat itu melalui peraturan elite pribumi sajalah yang dapat yang ada di Balai Pustaka. Namun, tidak mengenyam pendidikan di sana. Selain itu, menutup kemungkinan seorang Abdoel Hidjo juga digambarkan sebagai tokoh Moeis menyampaikan kritik terhadap yang memiliki pemikiran yang maju dan bangsa kolonial atau antikolonialisme. kritis. Hal tersebut diungkapkan tokoh Seperti yang sudah diketahui, Abdoel Raden Potronojo, ayah Hidjo pada kutipan Moeis merupakan pahlawan nasional berikut. Indonesia yang berjuang melawan bangsa “Pikirkanlah, zaman sekarang ini, kolonial, salah satunya adalah melalui hasil anak-anak lelaki harus mempunyai karya-karya tulis yang pernah dia buat. kepandaian yang sepantasnya. Sebab Oleh karena itu, peneliti mencoba mencari kalau tidak begitu, anakmu akan kritik terhadap bangsa kolonial yang kesulitan mendapatkan pekerjaan. Benar, Hidjo sudah tamat belajarnya di diungkapkan secara tersirat maupun HBS, tetapi karena rupanya dia sangat tersurat oleh Abdoel Moeis dalam novel maju dalam belajarnya dan pikirannya Salah Asuhan. tajam, maka sebaiknya dia saya suruh meneruskan belajarnya agar menjadi 82

Robiatul Aliyaha, Muhamad Yasser Irfanb : Kritik terhadap Bangsa Kolonial Melalui Tokoh Utama pada Novel Student Hidjo Karya Marco Kartodikromo dan Salah Asuhan Karya Abdoel Moes

ingenieur di Negeri Belanda. “Ayah, Ibu, dan saudara lelaki saya …”(Kartodikromo, 2010: 5). cinta sekali sama Tuan Hidjo. Sebab Sementara itu, tokoh Hanafi dalam dia pintar dan halus budi bahasanya. novel Salah Asuhan setidaknya Kalau dia tak ditanya, dia tidak digambarkan memiliki persamaan dengan berkata. Dia pendiam sekali.” tokoh Hidjo pada novel Student Hidjo. (Kartodikromo, 2010: 35) Meski secara umum, tokoh Hanafi di Berbeda dengan tokoh Hidjo, tokoh dalam novel diceritakan sebagai tokoh Hanafi dalam novel Salah Asuhan karya yang memiliki watak yang negatif, seperti Abdoel Moeis memiliki kepribadian yang keras kepala, sombong, dan lain negatif. Karakteristik yang dimiliki tokoh sebagainya. Namun, tokoh Hanafi Hanafi adalah sombong, angkuh, dan suka memiliki kecerdasan dalam pemikirannya. merendahkan orang lain. Penyebab Karakteristik tersebutlah yang menjadi sisi timbulnya watak-watak yang melekat pada kemiripan antara tokoh Hanafi dengan dirinya tak lain karena pendidikan bangsa Hidjo. Tokoh Hanafi di dalam novel Barat yang didapatinya sejak kecil. Oleh diceritakan bahwa dia bersekolah di HBS karena itu, Hanafi merasa derajat dirinya selama tiga tahun. Dia disekolahkan oleh lebih tinggi daripada bangsanya sendiri. ibunya dengan tujuan menjadikannya anak Tak hanya itu, Hanafi juga menganggap yang pandai. Berikut kutipan yang bahwa bangsanya adalah bangsa yang menyatakan hal tersebut. rendah dan bodoh. Menurut dia, bangsanya “Tamat sekolah rendah, berpindahlah tidak bisa mengikuti kemajuan zaman. Hal ia ke HBS, yang dijalaninya sampai tersebut dapat dilihat pada perkataan tiga tahun. Sebab ibunya berasa sudah Hanafi kepada ibunya berikut ini. tua, dan lama pula merindukan “Itulah salahnya, Ibu, bangsa kita dari anaknya, maka sekolah Hanafi kampung; tidak suka menurutkan diputuskan saja di situ, …” (Moeis, putaran zaman. Lebih suka duduk 2010: 27). rungkuh dan duduk mengukul saja Kecerdasaan yang dimiliki oleh tokoh sepanjang hari. Tidak ubah dengan Hidjo dan Hanafi menjadikan keduanya kerbau bangsa kita, Bu! Dan segala memiliki sisi persamaan dari segi watak. sirih menyirih itu … brrrr!”(Moeis, 2010: 28–29). Sementara itu, terdapat perbedaan yang Setelah mengetahui secara umum sangat kontras antara kedua tokoh tersebut. watak yang dimiliki oleh tokoh Hidjo Tokoh Hidjo dalam karya Marco dalam Student Hidjo dan Hanafi dalam Kartodikromo secara umum digambarkan Salah Asuhan, pembahasan berikutnya sebagai pemudadengan watak yang positif, terkait kritik-kritik terhadap bangsa seperti sopan, santun, rajin, pendiam, dan kolonial yang digambarkan oleh pengarang menghormati kedua orang tuanya. Watak melalui kedua tokoh tersebut. Kritik yang tokoh Hidjo tersebut diungkapkan oleh terdapat pada kedua novel adalah hak tokoh Raden Ajeng Woengoe pada kutipan untuk memperoleh pendidikan yang sama berikut. atau sederajat dengan para bangsawan saat itu. Pada bagian awal novel Student Hidjo 83

Telaga Bahasa Vol. 9, No.1, April 2021 dapat ditemui kritik mengenai hal tersebut. seperti saya masih dipandang rendah Kritik untuk memperoleh pendidikan yang oleh orang-orang yang menjadi sederajat dengan para bangsawan saat itu, pegawai Gouvernement. Kadang- diungkapkan Marco Kartodikromo dengan kadang saudara kita sendiri, yang juga turut menjadi pegawai Gouvernement, penceritaan tokoh Hidjo yang akan dia tidak mau kumpul dengan kita. disekolahkan ke Belanda oleh Raden Sebab dia pikir derajatnya lebih tinggi Potronojo, ayah dari tokoh Hidjo. Alasan daripada kita yang hanya menjadi Hidjo disekolahkan ke Belanda adalah saudagar dan petani. Maksud saya karena Hidjo memiliki kecerdasaan dalam mengirimkan Hidjo ke Negeri Belanda menempuh pendidikannya. Selain itu, itu, tak lain supaya orang-orang yang tokoh Hidjo juga digambarkan sebagai merendahkan kita bisa mengerti bahwa tokoh yang memiliki pemikiran yang tajam manusia itu sama saja. Buktinya anak atau kritis. Alasan lain yang mendasari kita juga bisa belajar seperti regent- tokoh Hidjo akan disekolahkan ke Belanda regent dan pangeran-pangeran.” adalah karena ayahnya menginginkan (Kartodikromo, 2010: 6). Hidjo menjadi seorang insinyur. Ayahnya Sementara itu dalam novel Salah beranggapan bahwa dengan Asuhan, Abdoel Moeis juga menyekolahkan anaknya di Belanda dan menyampaikan kritikan yang serupa menjadi seorang insinyur, maka derajat mengenai hak untuk memperoleh keluarga mereka akan terangkat. Raden pendidikan yang sederajat dengan para Potronojo sangat mengharapkan Hidjo elite bangsawan pada saat itu. Pada novel dapat bekerja di dalam pemerintahan. Salah Asuhan kritikan tersebut Meskipun ayah Hidjo, Raden Potronojo digambarkan melalui tokoh Hanafi. Seperti merupakan seorang saudagar yang yang sudah diketahui, bahwa Hanafi sejak berhasil, tak lantas mendapatkan kecil sudah disekolahkan di HBS, Betawi. kesetaraan sosial di dalam lingkungan HBS adalah sekolah pendidikan menengah tempat tinggalnya, khususnya di mata umum yang didirikan oleh Belanda. Tidak orang-orang yang bekerja di dalam semua kalangan dapat bersekolah di HBS, pemerintahan. Seperti yang sudah hanya orang Eropa, Belanda, dan elite diketahui, pada saat itu orang-orang yang pribumi sajalah yang dapat mengenyam bekerja di dalam pemerintahan memiliki pendidikan di sana. Sejak mengenyam strata sosial atau derajat yang lebih tinggi pendidikan di HBS itulah tak heran, jika di di dalam masyarakat. Seperti pada kutipan dalam novel tokoh Hanafi tidak hanya berikut. digambarkan sebagai tokoh yang “… Benar, Hidjo sudah tamat berpendidikan tinggi, namun juga memiliki belajarnya dari HBS, tetapi karena pandangan dan kepribadian yang kebarat- rupanya dia sangat maju dalam baratan. Selama bersekolah di HBS, Hanafi belajarnya dan pikirannya tajam, maka dibiayai oleh ibu dan pamannya. Ibu sebaiknya dia saya suruh meneruskan Hanafi hanyalah seorang perempuan belajarnya agar menjadi ingenieur di kampung, namun dia mampu untuk

Negeri Belanda. …” (Kartodikromo, menyekolahkan anaknya di HBS. Mariam, 2010: 5) ibu Hanafi memiliki tujuan ketika “Saya ini hanya seorang saudagar. menyekolahkan putranya tersebut. Tujuan Kamu tahu sendiri. Waktu ini, orang 84

Robiatul Aliyaha, Muhamad Yasser Irfanb : Kritik terhadap Bangsa Kolonial Melalui Tokoh Utama pada Novel Student Hidjo Karya Marco Kartodikromo dan Salah Asuhan Karya Abdoel Moes dia adalah menjadikan Hanafi anak yang “Sekarang Hidjo berada di kalangan pandai, melebihi keluarganya di kampung. dua gadis bangsa Eropa, sudah barang Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan tentu Hidjo harus memakai adat Eropa berikut. yang telah beberapa tahun ia jalankan “Dari kecil Hanafi sudah disekolahkan di HBS di Tanah Jawa. Meskipun adat di Betawi, yaitu tidak dinantikan Eropa di Negeri Belanda lebih bebas tamatnya bersekolah Belanda di Solok, (vrij) daripada adat Eropa di Tanah tetapi dipindahkan ke ibu kota itu Hindia. Tetapi Hidjo tidak karena kata ibunya, ia tidak hendak kebingungan tambah kepalang menyekolahkan anak tunggal kebebasannya.”(Kartodikromo, 2010: yang sudah kehilangan ayah itu. Sebab 45) ibunya ada di dalam berkecukupan, Berbeda dengan tokoh Hidjo yang dapatlah ia menumpangkan Hanafi di merepresentasikan kebudayaan Timur rumah orang Belanda yang patut-patut. dengan memiliki kepribadian yang sopan Maksud orang tua itu ialah supaya dan menghargai sesama manusia, tokoh anaknya menjadi orang pandai, Hanafi merupakan representasi dari melebihi kaum keluarganya dari kebudayaan Barat. Meski tokoh Hanafi kampung.”(Moeis, 2010: 27). sendiri berasal dari kaum pribumi, namun Tidak hanya mengkritik mengenai hak hal tersebut tidak membuatnya menganut memperoleh pendidikan. Pada kedua novel kebudayaan Timur. Hal tersebut tersebut juga ditemukan adanya kritik dikarenakan adanya pengaruh saat dia mengenai kebudayaan Barat dan Timur. bersekolah di HBS sehingga pemikiran dan Kritik tersebut ditujukan pada bangsa gaya hidupnya menjadi kebarat-baratan. kolonial yang memiliki kebudayaan Barat Tokoh Hanafi digambarkan memiliki dan kaum pribumi yang menganut watak yang keras dan suka merendahkan kebudayaan Timur. Pada novel Student bangsanya sendiri. Hal tersebut Hidjo, kebudayaan Barat digambarkan diungkapkan oleh Hanafi ketika berkata sebagai budaya dengan pergaulan bebas kepada ibunya mengenai persoalan dan banyaknya wanita “penggoda”, kesukaan atau kebiasaan ibunya, seperti sedangkan kaum pribumi yang menganut duduk bersimpuh. Hanafi yang merasa kebudayaan Timur digambarkan memiliki risih dengan kebiasaan ibunya tersebut, sifat-sifat yang positif dalam lantas menghina ibu dan bangsanya kesehariannya, seperti sopan dan sendiri. Berdasarkan penjabaran tokoh menghargai sesama. Kritikan tersebut Hanafi di atas, kutipan yang menyatakan digambarkan melalui tindakan tokoh Hidjo hal tersebut adalah sebagai berikut. ketika dia sedang berjalan dengan dua “Tapi sepanjang hari orang tua itu wanita Belanda, yaitu Betje dan Marie. termangu-mangu saja, karena dari Tokoh Hidjo berusaha menghargai beranda muka sampai ke dapur dan kebudayaan Barat saat berjalan dengan dua kamar mandi diperbuat secara aturan wanita tersebut. Seperti pada kutipan rumah orang Belanda. …”(Moeis, berikut ini. 2010: 28).

85

Telaga Bahasa Vol. 9, No.1, April 2021

“Itulah salahnya, Ibu, bangsa kita dari besar kapala.” (Kartodikromo, 2010: kampung; tidak suka menurutkan 41). putaran zaman. Lebih suka duduk “Setelah Hidjo dan leerar-nya turun rungkuh dan duduk mengukul saja dari kapal, mereka langsung ke hotel. sepanjang hari. Tidak ubah dengan Kedatangannya di situ, Hidjo kerbau bangsa kita, Bu! Dan segala dihormati betul oleh para pelayan sirih menyirih itu … brrrr!”(Moeis, hotel. Sebab mereka pikir, kalau orang 2010: 28–29). baru datang dari Tanah Hindia pasti Kritik lain yang terdapat dalam novel banyak uangnya. Leih-lebih kalau Student Hidjo adalah ketika Hidjo dan orang Jawa. Maka dari itu Hidjo leerar-nya sampai di Amsterdam, Belanda. tertawa dalam hati melihat keadaan Saat mereka sampai di negeri Belanda, serupa itu. Karena ia ingat nasib negeri tersebut sedang mengalami musim bangsanya sama dihina oleh bangsa Belanda.” (Kartodikromo, 2010: 41) panas, di mana pada musim itu siang dan Sementara itu, kritik yang coba malam banyak orang-orang yang disampaikan oleh Abdoel Moeis dalam berpergian. Sewaktu Hidjo turun dari novel Salah Asuhan adalah mengenai rasa kapal, Hidjo melihat di pelabuhan sudah kekeluargaan atau kemanusiaan yang banyak orang-orang yang hendak dimiliki oleh bangsa kolonial. Kaum menjemput saudara-saudara mereka. Pada pribumi yang menganut kebudayaan Timur saat itu, Hidjo merasa sangat hebat dan selalu memiliki rasa kepedulian atau luar biasa. Hal tersebut dikarenakan Hidjo kekeluargaan dalam keseharian mereka. dapat memerintah orang Belanda dengan Mereka tak segan membantu seseorang sesuka hatinya untuk membawakan dengan ikhlas. Namun, hal itu berbeda bagi perlengkapannya. bangsa kolonial. Bangsa kolonial Sebagaimana diketahui, orang-orang terkadang setengah hati menolong Belanda yang berada di Hindia Belanda seseorang. Hal itulah yang terdapat di pada saat itu memiliki sifat yang angkuh pikiran tokoh Hanafi melalui kejadian yang dan besar kepala. Setelah itu, ketika Hidjo dia alami. Dalam novel Salah Asuhan dan leerar-nya sampai di hotel, mereka dikisahkan Hanafi mendapatkan benar-benar dihormati oleh para pelayan tumpangan rumah keluarga Belanda. hotel. Kritik yang hendak disampaikan Hanya saja terkadang ia merasa tidak Marco Kartodikromo kepada bangsa diterima di dalam rumah itu. Hal tersebut kolonial adalah bahwa bangsa kolonial dapat dilihat pada kutipan berikut. dapat diperlakukan hal yang serupa, seperti “Dengan susah payah, Hanafi apa yang mereka lakukan kepada kaum mendapat tumpangan di rumah suatu pribumi di Hindia Belanda pada saat itu. famili bangsa Belanda, kawan sekerja. Bangsa kolonial di Hindia Belanda pada Tuan rumah, yang bersahabat dengan saat itu memperlakukan kaum pribumi Hanafi di tempat pekerjaan, sudah dengan hina dan sesuka hati mereka. menerima kawan itu di rumahnya Seperti pada kutipan berikut. dengan setulus-tulus hatinya; akan “… Tetapi luar biasa karena mulai saat tetapi nyonya, yang memandang itu Hidjo bisa memerintah orang-orang Hanafi sebagai orang yang sudah Belanda. Orang yang mana kalau di ‘tersesat’, hanya terpandang kepada Tanah Hindia kebanyakan bersifat

86

Robiatul Aliyaha, Muhamad Yasser Irfanb : Kritik terhadap Bangsa Kolonial Melalui Tokoh Utama pada Novel Student Hidjo Karya Marco Kartodikromo dan Salah Asuhan Karya Abdoel Moes

uang tumpangan yang Rp 1000,00 itu karena sebagaimana diketahui,kaum sebulan saja.”(Moeis, 2010: 247) kolonial yang berada di Hindia Belanda Meskipun budi nyonya itu tidak kasar, memperlakukan kaum pribumi dengan tetapi di dalam sesuatu hal terasa oleh tidak manusiawi, mereka berlagak menjadi Hanafi, bahwa ia di dalam rumah itu penguasa, memerintah semaunya, dan lain diterima orang dengan setengah hati sebagainya. Tampakny Marco saja, seolah-olah mengawani orang Kartodikromo ingin menyadarkan tidak takut. …”(Moeis, 2010: 247) Pada novel Student Hidjo juga pembacanya bahwa bangsa yang selama ini diceritakan mengenai kehidupan tokoh menjajah bangsanya, bukanlah bangsa Hidjo selama tinggal di negeri Belanda. yang harus dilayani terus-menerus. Hidjo diceritakan sering memperlakukan Kutipan di atas juga menggambarkan orang-orang Belanda sesuai dengan bagaimana rendahnya kaum kolonial keinginannya. Sama halnya dengan diperlakukan oleh tokoh Hidjo. perlakuan orang-orang Belanda (bangsa Kritikan yang coba diungkapkan kolonial) di Hindia Belanda pada saat itu. Marco Kartodikromo dan Abdoel Moeis Banyak bagian-bagian dalam cerita, tidak hanya diwakilkan oleh tokoh Hidjo bagaimana tokoh Hidjo memerintah orang- dan Hanafi saja, melainkan beberapa tokoh orang Belanda dengan sesuka hatinya. di dalam kedua novel tersebut. Salah Seperti saat Hidjo berada di buffet, Hidjo satunya adalah tokoh Controleur Walter dengan lantangnya memanggil pelayan dalam novel Student Hidjo dan Tuan de yang ada di buffet dan pelayan tersebut Bussee dalam novel Salah Asuhan. Kedua cepat menghampiri Hidjo. Hal tersebutt tokoh tersebut berasal dari kalangan terlihat pada kutipan berikut ini. bangsa kolonial. Tokoh Controleur Walter “Aanneme!” Begitu Hidjo memanggail dan Tuan de Bussee merupakan tokoh pelayan Belanda melayani tempat itu.” yang memiliki rasa saling menghargai dan “Maneer!” Jawab pelayan dan dengan sangat menghormati kaum pribumi. Tokoh cepat datang mengampiri tempat Controleur Walter dalam novel Student Hidjo.” Hidjo merupakan warga negara Belanda “Minta dua kopi!” Kata Hidjo kepada yang sangat menghormati dan menghargai pelayan Belanda itu.” budaya Hindia Belanda, khususnya budaya “Ya Maneer!” Jawab pelayan itu Jawa. Sementara Tuan de Bussee ramah” (Kartodikromo, 2010: 81). merupakan pria berkebangsaan Eropa yang Berdasarkan kutipan di atas, tokoh sangat menghargai orang-orang Hidjo dapat memerintah orang Belanda Bumiputra. Munculnya tokoh yang berasal dengan mudah. Padahal bangsa Belanda dari bangsa kolonial yang menghargai saat itu sedang menjajah Hindia Belanda, keberadaan kaum pribumi menjadi pukulan justru Hidjo di Belanda dapat menyuruh yang cukup telak bagi bangsa kolonial mereka dengan sesuka hati. Hidjo di negeri pada saat itu. Marco Kartodikromo dan Belanda juga sangat dihormati. Ini Abdoel Moeis juga ingin memperlihatkan merupakan kritikan yang setidaknya dapat bahwa orang Belanda (bangsa kolonial) membuat kaum kolonial marah pada saat 87

Telaga Bahasa Vol. 9, No.1, April 2021 tidak semuanya sombong atau jahat, kritik terhadap bangsa kolonial pada saat melainkan masih ada dari mereka yang itu, baik secara tersurat maupun tersirat. mau menghormati dan menghargai adat istiadat bangsa Hindia Belanda. PENUTUP Berdasarkan pernyataan di atas, kutipan Dapat disimpulkan bahwa kritik yang ada yang menyatakan masing-masing di dalam novel Student Hidjo dan Salah karakterisik kedua tokoh tersebut terdapat Asuhan di antaranya adalah kritik untuk pada kutipan berikut. memperoleh pendidikan yang sederajat “Apa Tuan sudah menyelidiki bahwa dengan para elite bangsawan, kritik adat istiadat orang Hindia ini sepuluh mengenai perbedaan kebudayaan antara kali lebih sopan daripada adatnya bangsa Barat dan Timur, kritik mengenai orang Eropa perlakuan yang dilakukan oleh bangsa kebanyakan?”(Kartodikromo, 2010: kolonial, dan kritik perilaku yang dimiliki 117). bangsa kolonial. “… Semati Nyonya, yaitu seorang Bumiputra di Solok, yang sudah Tokoh pada kedua novel tersebut dikawininya di gereja, orang tua itu merepresentasikan masing-masing sudah mengganjur diri dari pergaulan kebudayaan. Tokoh Hidjo dalam novel orang banyak. Tiadalah ia pernah Student Hidjo merepresentasikan berkunjung ke rumah orang lain; kebudayaan Timur. Hal ini dapat dilihat barang siapa yang datang ke pada perilaku yang dijalani tokoh pada rumahnya, tiadalah ditolaknya, tapi kesehariannya, seperti sopan, santun, sebagai sudah galibnya pada tabut menghormati kedua orang tua, dan lain- orang Prancis, tiadalah pula ia lain. Sementara tokoh Hanafi dalam novel kekurangan di dalam budi bahasa. … Salah Asuhan merepresentasikan (Moeis, 2010: 10). kebudayaan Barat. Hal ini ditandai dengan Novel Student Hidjo merupakan novel gaya hidupnya yang kebarat-baratan. yang menceritakan para intelektual Tokoh Hanafi juga digambarkan sebagai pribumi yang lahir dari kalangan borjuis tokoh yang memiliki perilaku pemarah dan kecil. Hal tersebut digambarkan melalui keras kepala. tokoh Hidjo yang memiliki kecerdasaan Penyampaian kritik yang terdapat pada dalam pendidikannya. Selain itu, novel ini kedua novel itu juga berbeda. Pada novel juga memperlihatkan bagaimana perlakuan Student Hidjo kritik disampaikan dengan bangsa kolonial terhadap bangsa Hindia tersurat atau secara terang-terangan. Tidak Belanda pada saat itu. Sementara, novel heran jika novel ini termasuk ke dalam Salah Asuhan merupakan novel yang “Bacaan Liar”. Sementara dalam novel menceritakan percintaan antara dua remaja Salah Asuhan penyampaian kritik terhadap yang berbeda bangsa dan budaya. bangsa kolonial disampaikan secara Perbedaan itu menimbulkan permasalahan tersirat. Hal tersebut dikarenakan novel di antara keduanya. Selain itu, novel ini Salah Asuhan pertama kali diterbitkan oleh juga menggambarkan perilaku atau gaya Balai Pustaka. Dalam menyiasati sensor- hidup seorang pemuda pribumi yang sensor yang diberlakukan Balai Pustaka, kebarat-baratan sehingga tokoh pemuda Abdoel Moeis menyampaikan kritik secara tersebut terkesan negatif. Namun dari tersembunyi melalui karyanya. kedua novel, setidaknya ditemui adanya 88

Robiatul Aliyaha, Muhamad Yasser Irfanb : Kritik terhadap Bangsa Kolonial Melalui Tokoh Utama pada Novel Student Hidjo Karya Marco Kartodikromo dan Salah Asuhan Karya Abdoel Moes

Mahattir, Nando Dzikir. 2020. “Struktur DAFTAR PUSTAKA Kolonial Sebuah Relasi Dalam Novel Artawan, I Gede, and I Nyoman Yasa. Student Hidjo Karya Marco 2015. “Mimikri Dan Stereotipe Kartodikromo.” Humaniora Dan Era Kolonial Terhadap Budak Dalam Disrupsi 1(1): 217–33. Novel-Novel Balai Pustaka.” Jurnal Moeis, Abdoel. 2010. Salah Asuhan. 40th Ilmu Sosial dan Humaniora 4(1): ed. Jakarta: Balai Pustaka. 577–84. Damono, Sapardi Djoko. 1979. Sosiologi Moleong, Lexy J. 2005. Metodologi Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta: Penelitian Kualitatif. : Penelitian dan Pengembangan Bahasa Remaja Rosdakarya. Depdikbud. Muhri. 2014. Sejarah Singkat ———. 2015. Sastra Bandingan. Kesusasteraan Indonesia. Bangkalan: Tangerang Selatan: Editum. Yayasan Arraudlah. Ernis, Poni. 2018. Perbandingan Karakter Praptiwi, Rosita. 2014. “Kritik Sosial Tokoh Utama Novel Salah Asuhan dalam Novel Surga Retak Karya Karya Abdoel Moeis dan Belenggu Syahmedi Dean : Tinjauan Sosiologi Karya Armijn Pane. Jurnal Pena Sastra dan Relevansinya sebagai Literasi Vol. 1, No. 1 Bahan Ajar Sastra Indonesia di SMA.” Universitas Muhammadiyah Erowati, Rosida, and Ahmad Bahtiar. . 2011. Sejarah Sastra Indonesia. Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Ratna, Nyoman Kutha. 2013. Paradigma Syarif Hidayatullah Jakarta. Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Haryanti, Novi Diah. 2011. Ide Antikolonialisme Tokoh-tokoh Schmitt, MP, and A Viala. 1982. Savoire Perempuan dalam Tiga Karya Marco Lire. Paris: Didier. Kartodikromo: Suatu Tinjauan Semi, M. Atar. 1993. Metode Penelitian Pascakolonial. Universitas Negeri Sastra. Bandung: Angkasa. Jakarta. Sugihastuti, and Suharto. 2002. Kritik Ismawati, Esti. 2013. Pengajaran Sastra. Sastra Feminis: Teori dan Yogyakarta: Ombak. Aplikasinya. Yogyakarta: Pustaka K.S, Yudiono. 2007. Pengantar Sejarah Pelajar. Sastra Indonesia. Jakarta: Grasindo. Sugiono. 2011. Metode Penelitian Kartodikromo, Marco. 2010. Student Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. 13th Hidjo. Yogyakarta: Narasi. ed. Bandung: Alfabeta. Kasim, Razali. 1996. Sastra Bandingan Sulton, Agus. 2015. “Sastra ‘Bacaan Liar’ Ruang Lingkup Dan Metode. Medan: Harapan Menuju Kemerdekaan.” USU Press. Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra 15(2): 213. Kosasih, E. 2008. Apresiasi Sastra Indonesia. Jakarta: Nobel Edumedia. Sumardjo, Jakob, and Saini K.M. 1997. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: 89

Telaga Bahasa Vol. 9, No.1, April 2021

Gramedia. Taum, Yoseph Yapi. 2014. “Diskursus Batjaan Liar: Kajian Terhadap Dua Sastrawan Liar dalam Periode 1900- 1933.” Jurnal Penelitian 17(2): 130– 39. Wijayanti, Sri H. 1989. Kawin Paksa dalam Novel Indonesia Salah Asuhan dan Novel Malaysia Mencari Istri: Sebuah Studi Perbandingan. Universitas Indonesia. Wiyatmi. 2013. Konstruksi Nasionalisme dalam Novel-novel Indonesia Prakemerdekaan (Student Hijo Dan Salah Asuhan. Jurnal Kawistara Vol. 3 No. 2. WS, Hasanuddin. 2009. Ensiklopedia Sastra Indonesia. Bandung: Titian Ilmu. Yasa, I Nyoman. 2014. “Orientalisme, Perbudakan, dan Resistensi Pribumi Terhadap Kolonial dalam Novel- Novel Terbitan Balai Pustaka.” Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora 2(2): 249–56.

90