Perbandingan Karakter Tokoh Utama Novel Salah

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Perbandingan Karakter Tokoh Utama Novel Salah PONI Ernis : PERBANDINGAN KARAKTER TOKOH UTAMA NOVEL SALAH ASUHAN KARYA ABDOEL MOEIS DAN BELENGGU KARYA ARMIN PANE Website : https://jurnal.umj.ac.id/index.php/penaliterasiEmail : [email protected] PERBANDINGAN KARAKTER TOKOH UTAMA NOVEL SALAH ASUHAN KARYA ABDOEL MOEIS DAN BELENGGU KARYA ARMIN PANE Poni Ernis1) 1)STKIP Yayasan Abdi Pendidikan Payakumbuh [email protected] Diterima: DD MM YYYY Direvisi: DD MM YYYY Disetujui: DD MM YYYY ABSTRAK Penulis tertarik meneliti kedua novel ini karena ingin mengetahui bagaimanakah perbandingan karakter tokoh utama dan persamaan maupun perbedaan dari kedua novel tersebut. Alasan membandingkan dua novel dari penerbit yang berbeda karena 1) beda penerbit dan 2) beda karakter, balai pustaka menerbitkan novel yang bertema kawin paksa dan adat, sedangkan pujangga baru bersifat masyarakat modern. Jenis penelitian kualitatif dengan metode deskriptif. Objek penelitian ini novel adalah Salah Asuhan dan Belenggu. Instrumen peneliti sendiri dan istrumen tambahan seperti pena dan buku. Langkah-langkah pengumpulan data sebagai berikut 1) membaca dan memahami isi kedua novel yang akan diteliti 2) menginventarisasi dan mengklasifikasikan data tokoh dan karakter tokoh utama berdasarkan aspek karakter tokoh dengan menggunakan format 3) menganalisis data yang telah diklasifikasikan 4) membahas dan membandingkan karakter tokoh utama yang meliputi sifat, sikap, dan tingkah laku 5) menyimpulkan hasil penelitian. Hasil penelitian tentang perbandingan karakter tokoh utama novel Salah Asuhan dan Belenggu terdapat 106 data, dalam novel Salah Asuhan terdapat 49 data terdiri atas 23 data sifat, 12 data sikap, dan 14 data tingkah laku. Novel Belenggu terdapat 57 data terdiri atas 22 data sifat, 20 data sikap, dan 15 data tingkah laku. Kata kunci: Karakter, tokoh utama, novel PENDAHULUAN biasanya ditonjolkan oleh pengarang adalah karakter baik dan karakter buruk. Karakter baik anusia merupakan objek dalam kehidupan ini. adalah semua perbuatan yang baik dan tidak Setiap manusia dalam kehidupannya memiliki menentang aturan agama maupun norma yang karakter yang berbeda-beda, begitu pula dalam ada. Sedangkan, karakter buruk adalah karya sastra. Seorang pengarang akan kebalikan dari karakter yang baik. Semua yang menggambarkan tokoh dalam karyanya dengan diperlihatkan adalah tindakan, percakapan atau karakter yang berbeda-beda pula. Karakter yang 32 | Pena Literasi PONI Ernis : PERBANDINGAN KARAKTER TOKOH UTAMA NOVEL SALAH ASUHAN KARYA ABDOEL MOEIS DAN BELENGGU KARYA ARMIN PANE Website : https://jurnal.umj.ac.id/index.php/penaliterasiEmail : [email protected] pernyataan yang mencerminkan bahwa karakter Armin Pane adalah seorang sastrawan tokoh itu buruk. yang juga mempunyai banyak bakat, banyak hal yang Armin Pane lakukan dan kerjakan. Armin Pada novel Salah Asuhan diceritakan Pane mengajar bahasa dan sejarah di sekolah tentang kisah percintaan antara Hanafi dan kebangsaan Jakarta, Armin Pane juga seorang Corrie. Kisah percintaan mereka tidak berjalan yang istimewa, sehingga Armin Pane menerima dengan mulus karena Corrie menolak cinta penghargaan Anugerah Seni dari RI pada tahun Hanafi, mereka di tentang oleh ayah Corrie, dan 1969. Pada novel Belenggu, novel ini Hanafipun dijodohkan dengan Rapiah, anak merupakan novel yang mempunyai sejarah dari mamak Hanafi. Setelah Hanafi menikah menggemparkan. Karena pernah ditolak oleh dengan Rapiah, Hanafi bertemu lagi dengan Balai Pustaka, ramai dipuji dan dicela. Namun Corrie, dan akhirnya Hanafi menjadikan Corrie akhirnya menjadi salah satu novel yang harus sebagai istri kedua, tapi sayangnya pernikahan dibaca oleh semua kalang terpelajar. Selain itu, mereka tidak harmonis. Hanafi bunuh diri pengarang menyajikan konflik yang ada dengan setelah Corrie meninggal dunia terlebih dahulu. menarik sehingga pembaca dapat terbawa ke Pada novel Belenggu diceritakan tentang dalam karyanya. kehidupan rumah tangga antara dokter Sukartono dan Tini yang tidak pernah Melihat banyaknya hal yang menarik dari harmonis. Rumah tangga mereka selalu kedua novel di atas, maka penulis tertarik untuk diwarnai dengan percekcokan dan lebih menelitinya. Selain itu, penulis tertarik meneliti mengutamakan ego masing-masing. Akhirnya kedua novel di atas karena ingin mengetahui dokter Sukartono merasakan kehangatan bagaimanakah perbandingan karakter tokoh melalui Yah atau Siti Rohayah dan merasa lebih utama dan persamaan maupun perbedaan dari dihargai. Kemudian, dokter Sukartono menjalin kedua novel tersebut. Penelitian ini penting hubungan dengan Yah tanpa sepengetahuan untuk diteliti karena kedua novel tersebut istrinya. Hubungan mereka akhirnya diketahui memiliki keistimewaan dan mengkaji tentang oleh Tini dan mereka berpisah. Sementara itu, masalah kehidupan yang jalani dengan konflik- Yah memutuskan untuk pergi dari kehidupan konflik yang menarik. Apalagi dilihat dari cara dokter Sukartono. kedua pengarang menggambarkan penokohannya yang sama-sama memakai Abdoel Moeis adalah seorang sastrawan metode analitik atau secara langsung, yaitu yang mempunyai banyak bakat, dimana beliau pengarang menggambarkan watak-watak tokoh selain seorang sastrawan, Abdoel Moeis juga secara langsung. Tujuan dari penelitian seorang politikus dan wartawan. Satu hal yang mendeskripsikan perbandingan karakter tokoh paling istimewa dari Abdoel Moeis seorang utama novel Salah Asuhan karya Abdoel sastrawan dari Minangkabau. Pada novel Salah Moeis dan Belenggu karya Armin Pane, yang Asuhan, pengarang mencoba membahas celah meliputi, sifat, sikap dan tingkah laku. adat barat dan timur yang bercampur di kota Solok. Selain itu, pengarang berusaha A. Karya Sastra menggambarkan kelas sosial yang berbeda- 1. Pengertian Novel beda dan penulis menyatakan bahwa manusia Menurut Suhendar dan Supinah itu sama. Penulis juga menggambarkan betapa (1993:154) menyatakan novel adalah cerita angkuhnya manusia, dimana manusia bisa lupa prosa dalam ukuran yang luas, menguraikan diri karena cinta. Selain itu, pengarang menulis peristiwa kehidupan seseorang yang luar biasa, novel dengan baik, sehingga pembaca dapat dan berakhir dengan perubahan nasib larut dan ikut merasakan apa yang dirasakan kehidupan pelakunya. Kosasih (2003:250) oleh tokoh di dalam novel tersebut. mengemukakan Novel berasal dari bahasa Italia novella yang berarti sebuah barang baru yang 33 | Pena Literasi PONI Ernis : PERBANDINGAN KARAKTER TOKOH UTAMA NOVEL SALAH ASUHAN KARYA ABDOEL MOEIS DAN BELENGGU KARYA ARMIN PANE Website : https://jurnal.umj.ac.id/index.php/penaliterasiEmail : [email protected] kecil. Kemudian kata itu diartikan sebagai Tokoh utama merupakan tokoh yang sebuah karya sastra dalam bentuk prosa. paling banyak disukai oleh pembaca. 2. Unsur Intrinsik Novel b) Karakter Menurut Nurgiyantoro (1995:23) Ruskhan dkk (2008:623) menyatakan mengemukakan unsur intrinsik adalah unsur- karakter adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau unsur yang membangun karya sastra itu sendiri budi pekerti yang membedakan seseorang seperti, amanat, sudut pandang, plot, tema, dengan yang lain. Berdasarkan pendapat latar, gaya bahasa dan penokohan. Ruskhan dkk tersebut, dapat disimpulkan bahwa karakter (2008:544) mengemukakan intrinsik adalah merupakan suatu sikap, emosi, dan perbuatan terkandung di dalamnya. Unsur intrinsik dalam dari tokoh yang diceritakan oleh pengarang. novel: Amanat, Sudut Pandang, Plot, Tema, Cara mengungkapkan karakter tersebut dapat Latar, Gaya Bahasa, dan Penokohan dilihat melalui pernyataan langsung, melalui peristiwa, percakapan, atau perbuatan tokoh Menurut Jones (dalam Nurgiyantoro, dalam karya sastra. Karakter seorang tokoh 1995:165) menyatakan bahwa penokohan akan terlihat melalui sifat, sikap, dan tingkah adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang lakunya. Uraiannya adalah sebagai berikut ini. seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Kosasih (2003:256) mengemukakan (1) Sifat penokohan adalah cara pengarang Menurut Ruskhan dkk (2008:1302) menggambarkan dan mengembangkan karakter menyatakan sifat adalah dasar watak (dibawa tokoh-tokoh dalam cerita. Siswanto (2008:142) sejak lahir), tabiat. Berdasarkan pendapat menyatakan bahwa tokoh dalam karya rekaan tersebut, dapat disimpulkan sifat adalah rupa, selalu mempunyai sifat, sikap, tingkah laku atau keadaan, ciri, tanda yang tampak pada suatu watak-watak tertentu. benda atau keadaan yang menurut kodratnya ada pada suatu orang, dasar watak atau tabiat 1. Tokoh dari seseorang yang telah dibawa sejak lahir Kokasih (2003:256) menyatakan bahwa ponokohan adalah cara pengarang (2) Sikap menggambarkan dan mengembangkan Menurut Bruno (dalam Syah, 2007:123) sikap adalah kecenderungan yang relatif karakter tokoh-tokoh dalam cerita. menetap untuk bereaksi dengan cara baik atau Berdasarkan pendapat tersebut, dapat buruk terhadap orang atau barang tertentu. disimpulkan tokoh adalah orang atau pelaku Ruskhan dkk (2008:1303) Sikap adalah dalam cerita yang mengemban peristiwa- perbuatan dan sebagainya yang berdasarkan peristiwa yang ada dalam cerita tersebut. pada pendirian, dan keyakinan). Berdasarkan Peristiwa-peristiwa yang dialami oleh tokoh pendapat tersebut, dapat disimpulkan sikap tersebut akan menghasilkan cerita yang adalah suatu perbuatan dan sebagainya yang bagus. dilakukan oleh seseorang berdasarkan pada a) Tokoh Utama pendirian, pendapat atau keyakinan dari orang Menurut Nurgiyantoro (1995:176-177) tersebut, yang akan menjadi satu dengan mengemukakan tokoh utama adalah tokoh yang tingkah laku mereka. diutamakan penceritaannya dan paling banyak (3) Tingkah Laku diceritakan, baik sebagai pelaku
Recommended publications
  • INDO 7 0 1107139648 67 76.Pdf (387.5Kb)
    THE THORNY ROSE: THE AVOIDANCE OF PASSION IN MODERN INDONESIAN LITERATURE1 Harry Aveling One of the important shortcomings of modern Indonesian literature is the failure of its authors, on the whole young, well-educated men of the upper and more modernized strata of society, to deal in a convincing manner with the topic of adult heterosexual passion. This problem includes, and partly arises from, an inadequacy in portraying realistic female char­ acters which verges, at times, on something which might be considered sadism. What is involved here is not merely an inability to come to terms with Western concepts of romantic love, as explicated, for example, by the late C. S. Lewis in his book The Allegory of Love. The failure to depict adult heterosexual passion on the part of modern Indonesian authors also stands in strange contrast to the frankness and gusto with which the writers of the various branches of traditional Indonesian and Malay litera­ ture dealt with this topic. Indeed it stands in almost as great a contrast with the practice of Peninsular Malay literature today. In Javanese literature, as Pigeaud notes in his history, The Literature of Java, "Poems and tales describing erotic situations are very much in evidence . descriptions of this kind are to be found in almost every important mythic, epic, historical and romantic Javanese text."^ In Sundanese literature, there is not only the open violence of Sang Kuriang's incestuous desires towards his mother (who conceived him through inter­ course with a dog), and a further wide range of openly sexual, indeed often heavily Oedipal stories, but also the crude direct­ ness of the trickster Si-Kabajan tales, which so embarrassed one commentator, Dr.
    [Show full text]
  • Biography, History and the Indonesian Novel Reading Salah Asuhan
    keith foulcher Biography, history and the Indonesian novel Reading Salah Asuhan The novel Salah Asuhan (Wrong Upbringing), written by the Indonesian nationalist politician and journalist Abdoel Moeis, has long held an hon- oured place in the modern Indonesian literary canon.1 It was originally pub- lished in 1928 by Balai Poestaka, the Netherlands Indies government printing house, and by 1995 it had been reprinted twenty-three times. In summary form, it has been studied by generations of Indonesian schoolchildren, and in 1972 it was adapted by Asrul Sani as a successful feature film. Critics and historians of modern Indonesian literature have always regarded Salah Asuhan as a literary milestone. It is admired for the maturity of its author’s literary imagination, as well as the modernity of its language and style. In linguistic terms, it is seen as one of the pioneering literary expressions of the language which was designated as Bahasa Indonesia in the very year of the novel’s publication. It exercises an additional fascination for literary critics and historians because of the circumstances of its publication. The form in which it was originally written is now unknown, for the novel was only pub- lished after a lengthy delay and a series of revisions which the author made to the text after seeing his manuscript languish for more than a year under the scrutiny of Balai Poestaka’s editors. As a result, the original conception of Salah Asuhan remains a mystery. Indeed, it is one of the greatest puzzles in a literary history that is so full of documentary lacunae that its serious study remains a source of ongoing challenge and frustration.2 1 I wish to thank Karen Entwistle and Doris Jedamski for giving me access to some of the reference material used in this article.
    [Show full text]
  • Multicultural Values in the Indonesian Novel of Minangkabau's Local
    INTERNATIONAL JOURNAL OF SCIENTIFIC & TECHNOLOGY RESEARCH VOLUME 8, ISSUE 12, DECEMBER 2019 ISSN 2277-8616 Multicultural Values In The Indonesian Novel Of Minangkabau’s Local Culture Pre The War Amar Salahuddin, Hasanuddin, WS, Harris Effendi Thahar, Yasnur Asri Abstract: This research is motivated by the view of the lack of public awareness of multicultural life in the nation and state. Differences in perspective in the community often trigger conflicts that disrupt the life of the nation and state. The novel as a socio-cultural document records how people communicate and interact in multiculturalism. In order to understand and formulate the socio-cultural record of multicultural life in a novel, it needs to be done through a study. Therefore, this research was conducted with the main objective to describe and explain multicultural values in the Indonesian Minangkabau local culture novels before the war. This type of research is qualitative using descriptive analysis method. The data source of this research is the Indonesian Minangkabau local color novels before the war. Pre-war novels are the Sitti Nurbaya by Marah Rusli, Salah Asuhan by Abdul Muis, and Tenggelamnya Kapal Vander Wijck by Hamka. The determination of the novels is based on a purposive technique. Data collection techniques by: (1) reading and understanding Indonesian Minangkabau local colors before the war; (2) determining the main characters and acc ompanying figures in the pre-war Minangkabau Indonesian novels for the use of multicultural data search, and; (3) inventorying, identifying, and classifying data related to multicultural values of learning to live in diversity (tolerance), building mutual trust, maintaining mutual respect, open-minded, appreciation, and interdependence.
    [Show full text]
  • Kebutuhan Informasi Pemustaka Kelas X Dan Xi Di Perpustakaan Ki Hadjar Dewantara Sma Negeri 11 Yogyakarta Program Studi Ilmu
    KEBUTUHAN INFORMASI PEMUSTAKA KELAS X DAN XI DI PERPUSTAKAAN KI HADJAR DEWANTARA SMA NEGERI 11 YOGYAKARTA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Adab dan Ilmu Budaya Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu Ilmu Perpustakaan Oleh: Tika Kurniawati 10140053 PROGRAM STUDI ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ADAB DAN ILMU BUDAYA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA 2014 i HALAMAN MOTTO … Sebaik-baik hari bagi seorang pemuda ialah hari di mana ia mampu memenuhi kebutuhan orang lain* Maka sebaik-baik hari bagi sebuah perpustakaan ialah hari di mana perpustakaan itu mampu memenuhi kebutuhan pemustakanya (Tika Kurniawati) *potongan syair, dikutip dari Imam Ghazali, Rahasia Ketajaman Mata Hati (Surabaya: Terbit Terang, t.t.), hlm. 207. v HALAMAN PERSEMBAHAN Kupersembahkan karya sederhana ini kepada: Keluargaku tercinta: Pak’e, Buk’e, dan Nyimut Almamaterku tercinta: Program Studi Ilmu Perpustakaan Saudara-saudaraku tercinta: UKM JQH al-Mizan vi KATA PENGANTAR اَﻟْﺤَﻤْﺪُ رَبﱢ اﻟْﻌَﺎﻟَﻤِﯿْﻦَ وَاﻟﺼﱠﻼَةُ وَاﻟﺴﱠﻼَمُ ﻋَﻠﻰَ اَﺷْﺮَفِ اْﻷَﻧْﺒِﯿﺎَءِ وَاﻟْﻤُﺮْﺳَﻠِﯿْﻦَ وَﻋَﻠَﻰ اﻟِﮫِ وَأَﺻْﺤَﺎﺑِﮫِ أَﺟْﻤَﻌِﯿْﻦَ ,أَﻣﱠﺎ ﺑَﻌْﺪُ . Segala puji syukur ke hadirat Allah Swt., kepada-Nya lah bertasbih semua yang berada di langit dan di bumi. Shalawat dan salam semoga tetap tercurah kepada insan paling mulia yang pernah menjejak sejarah di muka bumi, Rasulullah Muhammad Saw. Skripsi ini tidak akan pernah terwujud jika peneliti ‘berdiri seorang diri’. Oleh sebab itu, dengan segala ketulusan hati, peneliti menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Dra. Hj. Siti Maryam, M.Ag selaku Dekan Fakultas Adab dan Ilmu Budaya; 2. Hj. Sri Rohyanti Zulaikha, S.Ag, SIP, M.Si selaku Ketua Program Studi Ilmu Perpustakaan; 3. Siti Rohaya, S.Ag, MT selaku Penasehat Akademik IP B angkatan 2010; 4.
    [Show full text]
  • A Psychological Thriller in Donna Tartt's the Goldfinch Abu Fanani
    A Psychological Thriller in Donna Tartt’s the Goldfinch Abu Fanani (A Lecturer In Faculty of Adab and Humanities UIN Sunan Ampel Surabaya) Abstract In this article, the researcher analyzes a psychological thriller in the form of anxiety in Donna Tartt’s the Goldfinch . The researcher then uses psychological theory. The researcher analyzes the main character that undergoes a psychological worry; anxiety. At last, the researcher draws conclusion that the main character, Theodore Decker undergoes recurrent recollection(s), feeling humiliated, worry, fear, nightmares, and feelings of terror. Key Words : anxiety, feeling humiliated, worry, fear, nightmares, feelings of terror. Introduction Literature and society remain inseparable in that their existence influences each other; on one hand, literature affects society. On the other hand, society affects literature. Levin (Scott, 1962:126) states that literature and society are mutually connected. Both affect each other in that society gets the literature’s effect, on the other hand, literature gets the society’s effect. Similar to this statement, Olsen (1978:203-204) has the idea of the influence of literature to society as well as of society to literature. The researcher may well, as to the influence of literature to society, refer to a work by Harriet Beecher Stowe’s Uncle’s Tom’s Cabin or Life among the Lowly influences the society to be social emancipation, to abolish racial discrimination between black and white people (Hardjana, 1981:70-71). English philosophers and poets are said to have
    [Show full text]
  • Pramoedya Ananta Toer and China: the Transformation of a Cultural Intellectual
    PRAMOEDYA ANANTA TOER AND CHINA: THE TRANSFORMATION OF A CULTURAL INTELLECTUAL Hong Liu As one of the most prominent writers in Indonesia, Pramoedya Ananta Toer has been at the center of a number of valuable studies which carefully document his intellectual journey and his place in modern Indonesian cultural history.* 1 It has been generally agreed that the years between 1956 and 1959 were crucial in the evolution of Pramoedya's cultural and political thinking. In an effort to trace the causes of this change, the existing literature focuses almost exclusively on Indonesia's turbulent domestic political transformation and its impact on Pramoedya; very little attention * This is an expanded version of a chapter from my doctoral dissertation, "'The China Metaphor': Indonesian Intellectuals and the PRC, 1949-1965" (Ohio University, 1995). I am indebted to William H. Frederick for his constructive and thorough comments. Charles Alexander, Donald Jordan, Benedict Anderson, Chen Xiaru, Go Gien Tjwan, Kent Mulliner, Kohar Rony, Yong Mun-Cheong, and Tsing Yuan have been helpful in shaping my understanding of the complex questions relating to China in Indonesia, for which I am grateful. Financial support for my overseas research was provided by a fellowship from the Center for International Studies at Ohio University and a grant from the Southeast Asian Council of the Association for Asian Studies, both funded by the Henry Luce Foundation. I alone, of course, am responsible for the views expressed here and any remaining errors. 1 See for example, Bahrum Rangkuti, Pramoedya Ananta Toer dan Karja Seninja (Jakarta: Gunung Agung, 1963); Savitri Scherer, "From Culture to Politics: The Writings of Pramoedya Ananta Toer" (PhD diss., Australian National University, 1981); Mohamad Zamri bin Shaari, "Sebuah Analisa Kebahasaan terhadap Bumi Manusia Karya Pramoedya Ananta Toer" (PhD diss., Universitas Nasional Indonesia, 1985); and A.
    [Show full text]
  • Literature Literacy As a Medium of Peace and Harmony Between Two Countries Noordin Mohd Noor School of Languages, Literacies & Translations, Universiti Sains Malaysia
    AICLL KnE Social Sciences The 1st Annual International Conference on Language and Literature Volume 2018 Conference Paper Literature Literacy as a Medium of Peace and Harmony between Two Countries Noordin Mohd Noor School of Languages, Literacies & Translations, Universiti Sains Malaysia Abstract Literary tradition in Malaysia middle/high school from the very beginning to the era of Literary Component in Malay language (Komsas) plays a big role in shaping the intellectuality of student’s mindset. It is carried out by introducing novels around the Archipelago that corresponds to time and issues, without leaving the main theme of universal humanity. These themes have not changed. That is the purpose of literature subjects being introduced in school. Since the 70s, students in Malaysia have been exposed to Indonesian ’heavy’ novels such as Di bawah Lindungan Kaabah by HAMKA, Salah Asuhan by Abdul Moeis, followed by Atheis by Achdiat Karta Mihardja and Corresponding Author: Noordin Mohd Noor Keluarga Gerilya by Pramoedya Ananta Toer and poems by Amir Hamzah and Chairil Anwar All the novels, poems and short stories reveal the valuable aspect and their Received: 13 March 2018 Accepted: 10 April 2018 impact in forming the student’s mind. Just take an example of the novel Atheist that Published: 19 April 2018 features the soul of a traditionalist Islamist to face all modern ideologies that arose Publishing services provided by post Second World War. Or take another example of a patriotic struggle by characters Knowledge E like Saaman from Amila’s family in Keluarga Gerilya. These are the serious issues that Noordin Mohd Noor.
    [Show full text]
  • From the Historical Novels Perspective
    Social Changes in Economy and Politic During the National Movement Period in Indonesia (1900-1942) from the Historical Novels Perspective Ayi Budi Santosa and Wildan Insan Fauzi Department of History Education, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung, Indonesia {ayibud, wildaninsanfauzi}@upi.edu Keywords: Imagination, a historical fact, the Indonesian national movement. Abstract: Historical novels help fill some shortages in exploring social facts or mental facts which are not recorded in the document sources. The macro formulation of this study is “How was the narration of national movements in Indonesia (1900-1942) in the field of economic and politic from historical novels perspective?” The researches chose historical method as the research methodology and literature study as the research technique. The finding of the study showed that: First, The described economic setting was about: industrialization, regents’ tyrany, anxiety of China’s arrival, jealousy of indigenous economy, as well as capitalism octopus in the Indies after the enactment of the Agrarian Law 1870. Second, Political setting described in historical novels themed Indonesian national movement, were: the emergence of educated class, the emergence of various national movement organizations, revolutionary awareness, the struggle of educated class towards Indonesian’s political rights, the appearance of volksraad, left ideology, the authority of Netherland queens, indigenous’s conflicts and their invaders, concerns about the yellow’s dangers (China and Japan), the expansion of Japanese Military, stratification in politics, and the bureaucracy of colonial government. The implication of this research is that the historical novel has its own narrative of history that enriches the knowledge of Indonesian history. 1 INTRODUCTION and this is also experienced by the students who face some obstacles in understanding the duality of Stories can give meaning to various experiences in historical fiction (Barone, Oswalt, Barone, 2014).
    [Show full text]
  • Kritik Terhadap Bangsa Kolonial Melalui Tokoh Utama Novel Student Hidjo Karya Marco Kartodikromo Dan Salah Asuhan Karya Abdoel Moeis
    KRITIK TERHADAP BANGSA KOLONIAL MELALUI TOKOH UTAMA NOVEL STUDENT HIDJO KARYA MARCO KARTODIKROMO DAN SALAH ASUHAN KARYA ABDOEL MOEIS Robiatul Aliyaha, Muhamad Yasser Irfanb Tadris Bahasa Indonesia, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Jalan Ir. H. Juanda No. 95, Ciputat, 15412, Indonesia pos-el: [email protected], [email protected] (Diterima: 9 Februari 2021; Direvisi: 27 Maret 2021; Disetujui: 30 April 2021) Abstrak Perkembangan kesusastraan Indonesia pada periode awal ditandai dengan produksi bacaan kaum pergerakan yang sering disebut oleh bangsa kolonial sebagai bacaan liar. Penelitian ini bertujuan melihat pencitraan tokoh dalam upaya menyampaikan kritik terhadap bangsa kolonial dalam kedua novel. Teori yang digunakan yaitu kajian sastra bandingan dan sosiologi sastra sebagai alat analisis. Metode yang digunakan adalah analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam novel Student Hidjo dan Salah Asuhan terdapat kritik yang ditunjukkan kepada bangsa kolonial, seperti kritik untuk memperoleh pendidikan yang sederajat dengan para elite bangsawan, kritik mengenai perbedaan kebudayaan antara bangsa Barat dan Timur, kritik mengenai perlakuan yang dilakukan oleh bangsa kolonial, dan kritik perilaku yang dimiliki bangsa kolonial. Penyampaian kritik pada novel Student Hidjo disampaikan dengan tersurat atau secara terang-terangan karena dengan mudah dipahami oleh para pembacanya. Sementara dalam novel Salah Asuhan, penyampaian kritik terhadap bangsa kolonial disampaikan secara tersirat. Hal tersebut dikarenakan novel itu diterbitkan pertama kali oleh Balai Pustaka sehingga menyiasati sensor-sensor yang berlaku dalam Balai Pustaka pada saat itu. Kata kunci: bacaan liar, kritik kolonial, sastra bandingan, sosiologi sastra Feedback of The Colonial Through The Main Character’s in Student Hidjo of Marco Kartodikromo, and Salah Asuhan of Abdoel Moeis Abstract The production of early Indonesian literature was characterized by the reading production of movement groups referred to by colonial as wild reading.
    [Show full text]
  • Orientalisme, Perbudakan, Dan Resistensi Pribumi Terhadap Kolonial Dalam Novel-Novel Terbitan Balai Pustaka
    ISSN: 2303-2898 Vol. 2, No. 2, Oktober 2013 ORIENTALISME, PERBUDAKAN, DAN RESISTENSI PRIBUMI TERHADAP KOLONIAL DALAM NOVEL-NOVEL TERBITAN BALAI PUSTAKA I Nyoman Yasa Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Pendidikan Ganesha Abstrak Penelitian yang dilakukan berdasar pada masalah budak dan perbudakan di Indonesia dalam karya sastra dan dilakukan dengan menggunakan teknik dekonstruksi ini memiliki tujuan untuk mendeskripsikan (1) orientalisme dalam novel-novel Balai Pustaka dan (2) resistensi pribumi terhadap kolonial Belanda novel-novel Balai Pustaka. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa relasi antara penjajah dengan terjajah, yakni antara Belanda dengan pribumi di Indonesia (Hindia Belanda) adalah relasi yang tidak setara. Belanda mendominasi pribumi. Pendominasian Belanda terhadap pribumi diperlihatkan stereotip-stereotip kebinatangan oleh pihak Belanda kepada pribumi, dan pendiskriminasian warna kulit oleh kolonial. Belanda memandang dirinya lebih beradab daripada pribumi karena Belanda memiliki warna kulit putih, sedangkan pribumi memiliki kulit hitam, atau bukan kulit putih. Pandangan Belanda itu terkonstruksi dalam pikiran dan perilaku mereka sehingga stereotip-stereotip bahwa pribumi itu terbelakang, lamban atau malas, dan seperti binatang (kera atau beruk), muncul atau berkembang. Hal itu merupakan pandangan orientalisme colonial Belanda terhadap pribumi. Akibat pendominasian (pendiskriminasian, rasisme, dan marjinalisasi) ini membuat masyarakat pribumi melakukan resistensi. Resistensi yang dilakukan oleh budak/pribumi dalam bentuk mimikri dan mockery yang memperolok-olok kolonial Belanda dalam upaya meruntuhkan kekuasaannya. Kata-kata Kunci: Orientalisme, Resistensi, Balai Pustaka, Poskolonial Abstract This research is conducted based on the problem of slavery found in Indonesian literary texts. Using a deconsructive technique, this research intends to show (1) the relations between the colonizer and colonized people found in the Balai Pustaka’s novels (2) the resistance of slaves to his masters.
    [Show full text]
  • A Comparative Study on Indigenous Female Sexuality Body in the Novels at Balai Pustaka and Tionghoa Descent
    International Journal of Linguistics, Literature and Culture Available online at https://ijcujournals.us/journals/index.php/ijllc/ Vol. 2, No. 4, November 2016, pages: 162~171 ISSN: 2455-8028 https://doi.org/10.21744/ijllc.v2i4.318 A Comparative Study on Indigenous Female Sexuality Body in the Novels at Balai Pustaka and Tionghoa Descent a Gde Artawan Article history: Abstract This qualitative study at examining the body conflict on indigenous women Received: 10 September 2016 and sexuality were portrayed by the litterateur published in Balai Pustaka Revised: 5 October 2016 novels and Tionghoa Descent litterateur stories. Some of the literature that Approved: 08 October 2016 was studied included Siti Nurbaya (Marah Rusli), Salah Asuhan by Abdoel Published: 1 November 2016 Moeis as a work of Balai Pustaka period. Meanwhile, Tjerita Si Jonet, Tjerita Nyai Rossina, and Tjerita Nyai Paina were some literary works of Tionghoa Keywords: Descent. The present study saw that there was similarities colonial perspective against indigenous women. Similarly, indigenous men against Novel; indigenous women. They believed that indigenous women did not have a Native; right and a freedom. In colonial view, indigenous women were thoroughly Sexuality; indigenous powerlessness. In the indigenous men view against indigenous Balai Pustaka; women over the nativist position in their gender context. Orientalism in body Tionghoa Descent; conflict indigenous women and sexuality at Balai Pustaka novels and novels that were written by Tionghoa Descent presented by the authors through their characters. In Balai Pustaka novels, orientalism body conflict on indigenous women and sexuality presented by prominent indigenous men against indigenous women. For instance, the perspective Datuk Maringgih to Siti Nurbaya.
    [Show full text]
  • A Study of Daniel Defoe's Robinson Crusoe in Indonesian
    Translation as a Political Identity Practice of Colonial: A study of Daniel Defoe’s Robinson Crusoe in Indonesian Literature in 1900 Era Dwi Susanto1 and Nur Saptaningsih2 1,2Indonesian Department, Faculty of Cultural Sciences, Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Indonesia E-mail: [email protected] ABSTRACT The presence of translation literature in colonial society has put effects on the colonialization process through the construction of identity. The Robinson Crusoe novel in Indonesian literature shows a similar point. The main problems dealing with the presence of the work are how the construction of colonial identity was realized and how the reaction was in Indonesian literature. By using postcolonial perspective, with a special attention to translation and identity, this paper provides answers to these questions. First, Robinson Crusoe shows the idea of super human identity, favoring reason and ability (culture) to conquer and enlighten the nature. This is the desire of colonialism introduced in the text. Secondly, Indonesian literature is resistant, reintroducing the spiritual idea of the East. This, for example, appears in Abdul Moeis’ Salah Asuhan (1928) and Dahlia’s Kesopanan Timoer (1932). From both works, Western culture and its development were used as a means to achieve the ideals of the East. Keywords: Identity; Translation Literature; Postcolonial 1. INTRODUCTION The presence of Western translation literature in Indonesian literature leads to the question of identity and colonialism. This is related to the view that the translation of foreign literary is part of colonial practice. This topic or assumption has been discussed by experts in postcolonial literary, [1],[2]. In addition, various studies conducted by experts also show that literary translation and other forms of translation have implications for the issue of identity.
    [Show full text]