MAKNA SYAIR MADIHIN BAINTAN KEBUDAYAAN BANJARMASIN MENGGUNAKAN PENDEKATAN STRUKTURALISME Oleh
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
FON ; Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Volume 13 Nomor 2 Tahun 2018 MAKNA SYAIR MADIHIN BAINTAN KEBUDAYAAN BANJARMASIN MENGGUNAKAN PENDEKATAN STRUKTURALISME oleh Achmad Muhlisin Alifiana Izha Gandhi Safira Nur Arfiani [email protected] [email protected] [email protected] ABSTRAK Penelitian dengan judul “Makna Syair madihin Baintan Kebudayaan Banjarmasin Menggunakan Pendekatan Struktural”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui makna denotasi dan konotasinya. Teori yang digunakan ialah teori Roland Barthes dengan pendekatan struktural. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode jenis penelitian kualitatif yang mengkaji berupa kalimat dan bukan berupa angka. Sumber data yang diambil adalah Video Baintan Baintan karya Gozali Rahman. Teknik pengumpulan data yaitu melalui rekaman dan wawancara. Dari hasil penelitian diperoleh simpulan bahwa kesenian tradisional Baintan terdapat makna konotasi dan denotasi. Makna Konotasi dari Baintan Baintan tersebut yakni terjemahan bahasa Indonesia yang belum dimaknai sedangkan makna denotasi dari Baintan Baintan tersebut yakni terdapat makna gurauan dan makna budaya yang memiliki makna sebagai kegiatan hiburan juga makna untuk memperkenalkan identitas daerah pemadihin. Kata Kunci : Baintan, Makna, Konotasi & Denotasi ABSTRAC The research aims to conserve the culture Baintan with point of view the element inside the lyric of Baintan Baintan and then to know how mean connotation and denotation.The research using Roland Barthes theory is Focused in to the meaning of ISSN Elektronik : 2614-7718 | 79 ISSN Cetak : 2086-0609 FON ; Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Volume 13 Nomor 2 Tahun 2018 the sentence and using Structural approach. The research use qualitative method, qualitative method reviewing that sentence not the numbers. The data source obtained video Baintan Baintan by Gozali Rahman. Techniques collecting data using recording and interview techniques. The Conclusion of this research is Baintan Baintan have a mean denotation and connotation. Mean of connotation from Baintan Baintan like a translate lyric from banjar language to Indonesian language. While denotation mean from Baintan Baintan have a mean joke and mean cultural, which as action of entertainment and to introduce his culture identity. Key word : Baintan, Mean, Connotation & denotation I. PENDAHULUAN memegang erat budaya Islam dan beragama Islam, bahkan Islam masuk di Kebudayaan daerah merupakan Indonesia melalui Banjarmasin terlebih kekayaan berharga yang dimiliki oleh dahulu. Cara agama Islam masuk ke negara tersebut. Budaya merupakan suatu Kalimantan Selatan adalah dengan salah cara hidup yang berkembang dan dimiliki satu budaya yang sangat menarik berupa bersama oleh sebuah sekelompok orang kesenian Baintan. dan diwariskan dari generasi ke generasi (Eki, 2014:263). Kebudayaan daerah Pada zaman modern saat ini, tersebut dapat menjadikan suatu negara peminat kesenian Baintan ini semakin bisa dikenal oleh siapapun, dengan salah sedikit. Kejelasan itu makin terlihat ketika satu alasannya kebudayaan tersebut tidak banyak peBaintan dalam pertunjukan punah dan banyak peminatnya. Begitu sudah berumur tua. Kesenian Baintan pula dengan daerah Kalimantan pada tahun 2014 lalu, telah ditetapkan khususnya Kalimantan Selatan yang oleh UNESCO sebagai Warisan Budaya notabenenya semua masyarakat di sana Tak Benda milik Indonesia yang berasal adalah suku Dayak Ngaju dan Dayak dari Kalimantan Selatan. Namun dalam Sungai. Mereka masih mempercayai kenyataannya keberadaan kesenian adanya tradisi-tradisi yang sangat kental Baintan pada saat ini tidak harmoni dengan kepercayaan nenek moyang. dengan pengakuan UNESCO tersebut, Kalimantan Selatan yang disebutkan kesenian Baintan kurang mendapatkan meliputi Banjarmasin, Martapura, dan minat dari generasi muda, hanya sedikit Barabai. Di daerah tersebut mayoritas yang berminat untuk mempelajari dan ISSN Elektronik : 2614-7718 | 80 ISSN Cetak : 2086-0609 FON ; Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Volume 13 Nomor 2 Tahun 2018 melestarikan kesenian ini (Sani, 2017:81). 2012:106). sedangkan menurut Turner Oleh karena itu, tulisan ini akan (Murgianto, 2008:14-15) tradisi lisan yang membahas tentang bagaimana makna dikaitakan dengan pertunjukan dan konotatif dan denotative pada syair menghubungkan pengalaman, pragmatis, madihin Baintan . praktis, dan pertunjukan. Seperti yang telah dijelaskan di atas, Kesenian Baintan ini biasa Penelitan ini memiliki konteks digunakan oleh masyarakat pemadihin pembahasan mengenai makna yang (Orang yang melantunkan Syair madihin) terdapat dalam syair Baintan. Selain itu untuk meluapkan kritikan kepada penelitian ini juga membahas tentang pemerintahan, kritikan itu berupa sindiran, kaum muda yang telah melupakan selain itu Baintan ini juga bahan hiburan kesenian Baintan ini. Baintan adalah masyarakat Banjarmasin, karena syair- sebuah kesenian yang mendapatkan syair Baintan tersebut biasanya campuran budaya Islam dan mengandung unsur humor. Unsur lainnya dikolaborasikan dengan bahasa Banjar. yang terdapat dalam Baintan menurut Kesenian Baintan ini merupakan salah Hasuna (2017:41) ada beberapa unsur di satu jenis tradisi puisi lisan yang dalam antaranya unsur pendidikan, unsur moral, pergelarannya menggunakan musik unsur agama dan lain-lain. dengan instrumen gendang. Sastra lisan Objek yang akan dibahas dalam merupakan semua cerita yang sejak penelitian ini ialah syair Baintan dengan awalnya disampaikan secara lisan, tidak judul "Baintan" yang di syairkan oleh ada naskah tertulis yang dapat dijadikan Pemadihin Banjarmasin yaitu Gazali pegangan (Zaimar,2008 dalam Yahya, Rahman. Secara Garis besar kandungan 2017:164). Keberadaan tradisi lisan itu dari lirik Baintan ini berkisah mengenai umumnya semakin dipengaruhi oleh kesenian yang ada di Banjarmasin dan tuntutan praktis-pragmatis untuk nasihat dalam menunaikan ibadah puasa memenuhi kebtuhan-kebutuhan pokoknya Ramadhan. Menurut Gazali Rahman, (Sedyawati, 2008:7-8). Pendapat lain Baintan ini dipergunakan untuk mengatakan bahwa Baintan juga berasal memperkenalkan kebudayaan yang ada di dari bahasa Banjar, yaitu papadah atau Banjarmasin dan juga sebagai cara mamadahi atau dalam Bahasa Indonesia mengingatkan orang dalam menunaikan berarti memberikan nasihat (Rafiek, ISSN Elektronik : 2614-7718 | 81 ISSN Cetak : 2086-0609 FON ; Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Volume 13 Nomor 2 Tahun 2018 ibadah Ramadhan. Masalah yang di kaji nantinya tidak akan tahu makna bahasa dalam tulisan ini adalah dengan menggali tersebut. Seperti yang telah diutarakan makna yang terdapat dalam lirik Baintan oleh Ruswanto (2014:31) yaitu bahasa dengan teori semiotik, bahwa penyair memiliki fungsi sebagai media transmisi membuat lirik tersebut dengan tujuan (sosialisasi) unsur-unsur kebudayaan dari untuk mengungkit makna apa yang satu generasi kepada generasi berikutnya. terkandung dalam sastra lisan tersebut Karena fungsinya itu, bahasa menjadi makna konotatif dan denotatif. salah satu unsur penting untuk dipelajari oleh semiotik. Teori yang digunakan Penelitian syair Baintan ini sudah dalam pengkajian ini menggunakan teori banyak diteliti, namun pada Baintan Roland Barthes dengan meneliti makna dengan judul Baintan ini belum pernah denotatif dan konotatif dalam Baintan diteliti. Syair Baintan yang banyak diteliti tersebut. umumnya menjelaskan tentang dampak Baintan, hingga penerapan Baintan sebagai membentuk karakter anak-anak. II. KAJIAN PUSTAKA Penelitian ini memiliki defisiensi terhadap penelitian yang lain, yaitu terhadap materi Pada pendahuluan, peneliti telah yang diteliti dan objek penelitiannya. menyinggung mengenai pendekatan yang Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui digunakan dalam mengkaji sastra lisan makna konotatif dan denotatif dari syair dengan judul Baintan ini. Peneliti Baintan. Hal ini diperkuat oleh banyaknya menggunakan pendekatan strukturalisme. anak muda yang tidak tau Baintan Pendekatan yang digunakan dalam tersebut, bahkan ada segelintir anak muda penelitian ini menggunakan teori semiotik yang tidak mengetahui kesenian ini. Oleh Roland Barthes. Semiotik adalah suatu karena itu penelitian ini sangat penting metode analisis yang mengkaji tentang dilakukan untuk melestarikan dan bisa tanda-tanda. Asumsi Roland Barthes menjadi alat atau sarana bagi masyarakat bahwa dalam teks setidaknya memiliki setempat agar bisa menikmati kebudayaan lima kode sebagai suatu sistem makna luar ini dari semua golongan. Bahasa yang yang lengkap sebagai acuan dari setiap digunakan merupakan bahasa daerah dari tanda, menurut Barthes terdiri atas lima Banjarmasin, jika bahasa tersebut punah jenis kode, yaitu (1) kode hermeneutik maka pemuda-pemuda atau anak cucu kita (kode teka-teki), (2) kode semik (makna ISSN Elektronik : 2614-7718 | 82 ISSN Cetak : 2086-0609 FON ; Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Volume 13 Nomor 2 Tahun 2018 konotatif), (3) kode simbolik, (4) kode laten (denotatif) dan isi komunikasi proaretik (logika tindakan), (5) kode (konotatif), sedangkan menurut Roland gnomik (kode kultural), (Lustyantie Barthes sendiri Dalam teorinya, Barthes 2012:6). Kode hermeneutik merupakan menggunakan tiga hal yang menjadi inti simbol harapan pembaca untuk dalam penelitiannya, yakni makna mendapatkan “kebenaran” bagi denotatif, konotatif dan mitos pertanyaan yang muncul dalam teks. Kode (Mahadian,2015:998).Oleh karena itu teka-teki merupakan unsur terstruktur pendekatan ini cocok untuk mengkaji yang utama dalam narasi tradisional. sastra lisan ini,