PERUBAHAN MAKNA BAHASA MELAYU DIALEK DUMAI

SKRIPSI

DIKERJAKAN

OLEH:

NAMA : NADILA AMELIA NIM : 130702006

PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA MELAYU FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2017

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA PERUBAHAN MAKNA BAHASA MELAYU DIALEK DUMAI

SKRIPSI

OLEH

NADILA AMELIA

NIM 130702006

LEMBAR PENGESAHAN

Disetujui oleh :

Pembimbing I Pembimbing II

Dr.Rozanna Mulyani, M.A Drs.Warisman Sinaga, M.Hum NIP.196006091986122001 NIP. 196207161988031002

Diketahui oleh :

Program Studi Bahasa dan Sastra Melayu

Ketua

Dr. Rozanna Mulyani, M.A NIP.196006091986122001

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA PENGESAHAN

Diterima Oleh:

Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syarat Ujian Sarjana Sastra dalam Bidang Ilmu Bahasa dan Sastra pada Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara Medan.

Pada :

Hari :

Tanggal :

Fakultas Ilmu Budaya Dekan

Dr. Budi Agustono, M.S NIP. 196008051987031001 PANITIA UJIAN:

No. Nama Tanda Tangan

1. Dr.Rozanna Mulyani, M.A ………………….

2. Mardiah M.Kembaren , M.A ………………….

3. Drs. Warisman Sinaga, M.Hum ………………….

4. Dra. Asriaty Purba, M.Hum ………………….

5. Dra. Rosita Ginting, M.Hum ………………….

DISEETUJUI OLEH:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA MELAYU

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Medan, April 2017

KETUA

Departemen Sastra Melayu

Dr.Rozanna Mulyani, M.A NIP. 196006091986122001

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ABSTRAK Skripsi ini berjudul “Perubahan Makna Bahasa Melayu Dialek Dumai” adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah apasajakah penyebab terjadinya perubahan makna dalam bahasa Melayu Dialek Dumai, dan jenis perubahan makna apasajakah yang terdapat dalam bahasa Melayu Dialek Dumai. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan penyebab terjadinya perubahan makna dalam bahasa Melayu Dialek Dumai, dan mendeskripsikan jenis perubahan makna yang terdapat dalam bahasa Melayu Dialek Dumai.Teori yang digunakan adalah teori Semantik, Chaer (2009), metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif, metode deskriptif kualitatif dipilih karena penelitian yang dilakukan bertujuan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah dan data yang diperoleh dapat dipaparkan secara jelas dan terperinci.Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah perubahan makna bahasa Melayu Dialek Dumaiyang terdiri dari sebab-sebab perubahan dan jenis perubahan. Kata kunci: Perubahan Makna, Bahasa Melayu, Dialek Dumai.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA KATA PENGANTAR

Alhamdulillah hirobbil’alamin, segala puji bagi Allah SWT atas limpahan rahmat serta hidyah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Shalawat dan salam selalu disampaikan kepada Rasulullah SAW yang merupakan seorang revolusioner Islam, yang menjadi tauladan hidup penulis sampai saat ini dan sampai akhir zaman.

Skripsi ini berjudul Perubahan Makna Bahasa Melayu Dialek Dumaiyang akan membahas perubahan makna dan jenis perubahan. Penulis berharap skripsi ini dapat berguna bagi semua pembaca. Penulis membuat skripsi ini sebagai tugas akhir di Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara dalam Bidang Ilmu Sastra Melayu.

Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pengembangan dan pengkajian bahasa melayu, nantinya dapat dilestarikan oleh generasi muda sebagai warisanetnis Melayu itu sendiri. Skripsi inidapat selesaitidak terlepas dari bantuan dan motivasi dari berbagai pihak.

Penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk menyempurnakan skripsi ini.

Medan, April 2017

Penulis ,

Nadila Amelia

130702006

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

UCAPAN TERIMAKASIH

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberi karunia kesehatan, kesempatan,

kekuatan dan kasih sayang sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang setulus-

tulusnya atas bantuan tenaga dan pikiran, serta bimbingan yang telah diberikan dalam

menyelesaikan skripsi ini, kepada yang terhormat:

1. Bapak Dr. Budi Agustono, M.S. selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya USU, Bapak Wakil

Dekan I Prof. Drs. Mauly Purba, M.A, Ph.D, Wakil Dekan II Dra. Hestina Dewi, M.Pd,

Wakil Dekan III Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution,M.Si. serta staf pegawai di Fakultas

Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Rozanna Mulyani, M.A. selaku Ketua Prodi Sastra Melayu, Fakultas Ilmu Budaya,

Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Mardiah M.Kembaren,M.A.selaku Sektretaris Prodi Sastra Melayu, Fakultas Ilmu

Budaya, Universitas Sumatera Utara.

4. Ibunda Dr. Rozanna Mulyani, M.A selaku ketua jurusan dan sekaligus dosen

pembimbing I dan Bapak Drs. Warisman Sinaga, M.Hum. selaku dosen pembimbing II.

5. Seluruh dosen di Departemen Sastra Daerah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas

Sumatera Utara yang telah mendidik dan memberikan ilmu kepada penulis sehingga

dapat menyelesaikan studi.

6. Kak Fifi Rahmad yang selalu membantu penulis untuk melengkapi berkas-berkas terkait

skripsi penulis.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 7. Informan yang telah memberikan juga membantu penulis untuk melengkapi terkait

skirpsi yang penulis lakukan.

8. Ayahanda Drs.Abdul Hadi,S.Pd yang telah memberikan materi kepada penulis sehingga

akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

9. Ibunda tersayang dan terkasih sepanjang masa Nurmadiah, wanita terbaik di dunia, yang

Tuhan berikan kepada penulis. Ia sekaligus motivator terbesar dalam hidup penulis.

Berkat do’a, kasih sayang, juga segala perhatiannyalah penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini.

10. Kakakku satu-satunya si alongku Tetty Anggraini,A.md, dan abangnda Andi Kurniawan S.Sos, yang penulis sangat sayangi serta abang ipar Suprayitno juga keponakanku Syauqi dan Syabiq yang telah memberikan semangat dan menjadi penyemangat penulis untuk menuntaskan skripsi ini. 11. Abangnda-abangnda, kakak-kakak, adik-adikku Sastra Melayu yang telah memberikan

dukungan dalam penyelesaian skripsi ini.

12. Rekan-rekan seperjuangan Sastra Melayu 2013 yang telah berjuang bersama-sama

menyelesaikan perkuliahan, terkhusus kepada Rena Anggraini, Oski Novita riski, Bella

Yolanda, dan Ariansyah Putra sebagai sahabat yang selama ini setia menemani susah dan

senang bersama. Terimakasih kepada Rena Anggraini yang selama tiga tahun bersama-

sama seatap, banyak kesan yang tidak terlupakan, teman terbaik selama diperantauan

orang.

13. Kepada teman-teman Himpunan Mahasiswa Islam senior dan alumni yang menjadi

penyemangat selama proses skripsi ini.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 14. Kepada Arief Prasetio yang telah memberikan dorongan yang tiada henti yang selalu

menemani dalam keadaan apapun serta rela berkorban waktu juga materi selama

penyelesaian skripsi ini.

15. Semua pihak yang telah banyak membantu selama studi dan selama proses penulisan

skripsi ini, kiranya Allah SWT senantiasa membalas segala kebaikan yang telah diberikan

penulis.

Medan, April 2017

Penulis,

Nadila Amelia

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DAFTAR ISI

ABSTRAK...... v

KATA PENGANTAR...... vi

UCAPAN TERIMA KASIH...... viii

DAFTAR ISI...... xi

BAB I PENDAHULUAN...... 1

1.1 Latar Belakang Masalah……………………………………………………...... 1

1.2 Rumusan Masalah...... 4

1.3 Tujuan Penelitian...... 4

1.4 Manfaat Penelitian…………………………………………………………...... 5

1.5 Profil Kota Dumai……………………………………………………………...... 5

1.5.1 Asal Mula Nama Kota Dumai………………………………………...... 5

1.5.2 Letak Geografis Kota Dumai…………………………………………...... 6

1.5.3 Sistem Perekonomian dan Kebudayaan Kota Dumai………………...... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...... 8

2.1 Kepustakaan yang Relevan…………………………………………………...... 8

2.2 Teori yang Digunakan……………………………………………………...... 10

2.2.1 Perubahan Makna...... 10

2.2.2 Jenis Perubahan Makna...... 16

BAB III METODE PENELITIAN ...... 21

3.1 Metode Dasar...... 21

3.2 Lokasi Penelitian…………………………………………………………...... 21

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 3.3 Jenis dan Sumber Data……………………………………………………...... 21

3.4 Instrumen Penelitian……………………………………………………...... 22

3.5 Metode Pengumpulan Data...... 22

3.6 Metode Analisis Data...... 23

BAB IV PEMBAHASAN ...... 24

4.1 Perubahan makna…………………………………………………………...... 24

4.1.1 Perkembangan dalam Ilmu dan Teknologi…………………………...... 24

4.1.2 Perkembangan Sosial dan Budaya…………………………………...... 28

4.1.3 Perbedaan Bidang Pemakaian……………………………………...... 32

4.1.4 Adanya Asosiasi…………………………………………………...... 38

4.1.5 Pertukaran Tanggapan Indra………………………………………...... 39

4.1.6 Perbedaan Tanggapan……………………………………………...... 41

4.1.7 Adanya Penyingkatan……………………………………………...... 44

4.2 Jenis Perubahan…………………………………………………………...... 45

4.2.1 Meluas……………………………………………………...... 46

4.2.2 Menyempit………………………………………………………...... 49

4.2.3 Perubahan Total ...... 51

4.2.4 Penghalusan ...... …………………………………………………… ...... 55

4.2.5 Pengasaran ...... ……………………………………………………… ...... 57

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...... 59

5.1 Kesimpulan……….……………………………………………………….59

5.2 Saran………………………………………………………………………59

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………61

Lampiran

Kosa Kata…………………………………………………………………… .. 63

Biodata informan…………………………………………………………... .78

Surat Keterangan Penelitian………………………………………………… .. 80

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pada dasarnya bangsa berlatar belakang kedaerahan. Masing-masing daerah atau suku bangsa mempunyai bahasa daerahnya sendiri. Seperti halnya masyarakat Melayu, yang menggunakan bahasa Melayu berdasarkan daerah masing-masing. Khususnya di Provinsi Riau dijumpai bahasa Melayu yang berbeda-beda.

Bahasa Melayu yang ada di Riau juga memiliki dialek. Ada dua dialek yang terdapat dalam bahasa Melayu Riau yaitu dialek Melayu Daratan yang terdapat di Provinsi Riau dan dialek Melayu Kepulauan yang terdapat di Provinsi Kepulauan Riau. Dari dua dialek ini juga terdapat perbedaan dari segi pengucapan.

Kota Dumai merupakan kota pesisir Timur yang terdapat di Provinsi Riau, bahasa

Melayu Dumai merupakan bahasa daerah yang digunakan sebagai bahasa sehari-hari pada masyarakat tersebut. Bahasa daerah ini berbeda dalam pengucapan, seperti fonem /a/ yang ada pada akhir kata bahasa Indonesia diganti dengan fonem /o/ misalnya: apa menjadi apo, mengapa menjadi mengapo.

Letak posisi Kota Dumai juga berdekatan dengan beberapa negara asing diantaranya

Singapura dan . Kota yang letaknya strategis untuk kegiatan ekspor produk dalam negeri dan impor produk asing menciptakan peluang suatu kawasan perdagangan bebas antar negara di Kota Dumai. Pada kenyataan ini terjadinya percampuran kebudayaan dan bahasa juga

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA begitu cepat, sehingga dari segi bahasa melahirkan makna-makna baru dari bahasa Melayu yang ada di Kota Dumai tersebut.

Berbicara mengenai makna akan berkaitan dengan semantik. Semantik ialah cabang ilmu bahasa yang mempelajari tentang makna bahasa. Bahasa Melayu Dumai memiliki bentuk dan mengandung makna yang berbeda-beda pula. Makna tersebut di dalam kajian ilmu bahasa akan dijelaskan di dalam ilmu semantik.

Semantik mengandung pengertian “studi tentang makna”. Dengan anggapan bahwa makna menjadi bagian dari bahasa, maka semantik merupakan bagian dari linguistik, seperti halnya bunyi dan tata bahasa, komponen makna dalam ini juga menduduki tingkatan tertentu. Apabila komponen bunyi umumnya menduduki tingkatan pertama, tata bahasa pada tingkatan kedua, maka komponen makna menduduki tingkatan paling akhir. Hubungan ketiga komponen itu sesuai dengan kenyataan bahwa bahasa pada mulanya merupakan bunyi-bunyi abstrak yang mengacu pada lambang-lambang tertentu. Lambang-lambang merupakan seperangkat sistem yang memiliki tatanan dan hubungan. Seperangkat lambang yang memiliki bentuk dan hubungan itu mengasosiasikan adanya makna tertentu (Aminuddin,2001:15).

Tarigan (1993:13) menyatakan bahwa semantik menelaah hubungan tanda dengan objek- objek yang merupakan wadah penerapannya. Maka sebagai penghubung bahasa dengan dunia luar, sesuai dengan kesepakatan para pemakainya sehingga dapat saling dimengerti, dalam keseluruhannya memiliki tiga tingkatan keberadaan. Pada tingkatan pertama, makna menjadi isi abstrak dalam kegiatan bernalar secara logis sehingga membuahkan preposisi yang benar. Tingkatan kedua, makna menjadi isi dari suatu bentuk kebahasaan. Pada tingkatan ketiga, makna menjadi isi komunikasi yang mampu membuahkan informasi tertentu.

Maka dari itu perlu kiranya melakukan sebuah penelitian tentang makna dari sudut pandang semantik terutama semantik bahasa daerah, yaitu bahasa Melayu.

Di dalam ilmu semantik terdapat 7 pembagian yang membahas mengenai makna, diantaranya: makna dan masalahnya, penamaan dan pendefinisian, jenis makna, relasi makna, medan makna dan komponen makna, perubahan makna, dan kategori makna leksikal.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Peneliti memilih kajian semantik khususnya mengenai perubahan makna. Perubahan makna ialah perubahan arti yang terdapat dalam sebuah kata. Perubahan makna dalam sebuah kata memiliki beberapa faktor-faktor dan jenis-jenisnya seperti perkembangan dalam ilmu dan teknologi, perkembangan sosial dan budaya, perbedaan bidang pemakian, pertukaran tanggapan indra, adanya asosiasi, perbedaan tanggapan, pengembangan istilah,dan terdapat pula jenis-jenis perubahan makna diantaranya meluas, menyempit, perubahan total, penghalusan (eufemia), dan pengasaran (Chaer, 2009:131).

Bahasa Melayu Dumai adalah bahasa yang digunakan masyarakat Dumai dalam kehidupan sehari-hari disamping bahasa Indonesia. Masyarakat Melayu Dumai masih mempertahankan kelestarian berbahasanya, tetapi saat ini sudah banyak terjadi perubahan makna dalam bahasa tersebut. Letak geografis Kota Dumai menjadikan salah satu faktor penyebab perubahan-perubahan makna tersebut sehingga bahasa Melayu yang terdapat di Kota Dumai melahirkan makna-makna baru.

Adanya perubahan makna disebabkan penggunaanyauntuk diteliti sehingga penulismenetapkan dengan judul “Perubahan Makna Bahasa Melayu DialekDumai”, dengan harapan akan mendapatkan hasil yang sangat baik.

1.2 Rumusan Masalah

Suatu pembahasan pasti memiliki beberapa permasalahan dalam pelaksanaan pengkajian.

Adapun masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Apasajakah penyebab terjadinya perubahan makna dalam bahasa Melayu Dialek Dumai?

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2. Jenis perubahan makna apasajakah yang terdapat dalam bahasa Melayu Dialek Dumai?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk menggali perubahan makna bahasa Melayu tersebut yang sampai saat ini masih digunakan masyarakat Kota Dumai. Agar kajian ini dapat memberikan capaian dalam upaya mempertahankan salah satu bahasa daerah yang terdapat di

Indonesia, khususnya di Provinsi Riau yaitu Kota Dumai, maka penulis melakukan penelitian sesuai judul. Dengan demikian, tujuan penelitian dilakukan adalah untuk:

1. Mendeskripsikan penyebab terjadinya perubahan makna dalam bahasa Melayu DialekDumai.

2. Mendeskripsikan jenis perubahan makna yang terdapat dalam bahasa Melayu Dialek Dumai.

1.4 Manfaat Penelitian

Dari penelitian mengenai perubahan makna dalam bahasa Melayu dialek Dumai diharapkan dapat memberikan manfaat dalam melestarikan juga pengembangan pengetahuan bagi masyarakat pada umumnya terkhusus masyarakat Kota Dumai.

Adapun manfaat penelitian ini adalah:

1. Menambah pengembangan ilmu pengetahuan, informasi bagi pembaca dalam perubahan

makna bahasa Melayu Dialek Dumai.

2. Memberikan sumbangan pada kajian semantik, khususnya kajian perubahan makna.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 3. Mengembangkan kembali pengetahuan pemahaman perubahan makna pada masyarakat dalam

bahasa Melayu DialekDumai.

4. Melestarikan kembali adat berbahasa masyarakat Dumai.

1.5 Profil Kota Dumai

1.5.1 Asal Mula Nama Kota Dumai

Dumai hanyalah sebuah dusun nelayan yang sepi, yang berada di pesisir Timur Provinsi

Riau. Dumai yang terkenal dengan minyak bumi itu, berubah menjadi kota pelabuhan minyak yang sangat ramai sejak tahun 1999. Kekayaan Kota Dumai yang lain adalah keanekaragaman tradisi.Salah satu tradisi lisan yang sangat populer di daerah ini adalah Legenda Putri Tujuh cerita rakyat ini disampaikan secara turun-temurun.

Dahulu Dumai memiliki kerajaan yang bernama kerajaan Sri Bunga Tanjung. Kerajaan tersebut diperintah seorang Ratu yang bernama Cik Sima, ratu tersebut memiliki tujuh orang putri. Ketujuh putri tersebut putri bungsulah yang paling cantik bernama mayang mengurai.

Menurut cerita dahulu, ketujuh putri sang Ratu sering di sungai yang selalu disebut lubuk sarang diumai, tanpa mereka sadari ada seorang Pangeran Empang Kuala melintas di sungai tersebut dan mengamati ketujuh putri tersebut dibalik semak-semak.

Pangeranpun terpesona melihat kecantikan putri bungsu dan ia berkata, “Gadis cantik dilubuk umai…cantik di umai, ya…yaa…di umai…di umai” kata-kata itu terus terucap oleh pangeran. Semenjak peristiwa itu, masyarakat Dumai meyakini bahwa nama Kota Dumai

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA diambil dari kata “di umai” yang diucapkan oleh Pangeran Empang Kuala.

(Http://melayuonline.ceritatentangdumai.com)

1.5.2 Letak Geografis Kota Dumai

Kota Dumai adalah sebuah kota terluas nomor dua di Indonesia yang merupakan salah satu kota di Provinsi Riau dengan ibu Kota yaitu Dumai. Kota Dumai berada di pesisir pantai pulau Sumatera Timur. Dumai memiliki luas wilayah 1.727.385 km² dan memiliki jumlah penduduk 253.803 jiwa dengan kepadatan penduduk 178.000 jiwa/km². Diresmikan pada tanggal

20 April 1999 dengan undang-undang No.16 Tahun 1999 hingga kini Dumai memiliki tujuh kecamatan dan tiga puluh tiga kelurahan.

Adapun batas-batas wilayah Kota Dumai sebagai berikut: a) Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Rupat. b) Sebelah Timur berbatasan dengan kecamatan Bukit Batu Kabupaten Bengkalis. c) Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Mandau dan Kecamatan Bangko,

Kabupaten Rokan Hilir. d) Sebelah Barat Berbatasan dengan Kecamatan Tanah Putih dan Kecamatan Bangko, yaitu

Kabupaten Rokan Hilir.

1.5.3 Sistem Perekonomian dan Kebudayaan Kota Dumai

Mata pencaharian masyarakat Kota Dumai diantaranya berkebun, berladang, dan sebagai nelayan. Kota ini disebut dengan kota minyak sejak dahulu. Hal ini disebabkan pengolahan minyak bumi nomor dua terbesar di Indonesia terdapat di Kota Dumai. Tidak heran, bagi masyarakat Kota Dumai setiap bulan suci Ramadhan tepat mereka mengadakan festival yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA disebut “Lampu Colok”. Selain untuk memeriahkan malam 27 Ramadhan, juga menjadi ajang silaturrahmi masyarakat Kota Dumai.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kepustakaan yang Relevan

Penulis juga menggunakan berbagai macam referensi pendukung untuk memperoleh data-data yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Penulis menggunakan referensi pendukung seperti buku-buku dan karya ilmiah yang berhubungan dengan judul ini. Agar penulisan skripsi ini lebih baik maka digunakanlah sumber-sumber yang berkaitan dengan pokok permasalahan yang di bahasa. Maka dari itu, penulis mencari sumber data yang akan mendukung penelitian ini.

Pateda (2010:160) yang menganggap perubahan bahasa akibat bahasa yang dinamis sesuai dengan sifat manusia. Perubahan makna yang menampak dalam kata-kata adalah akibat perkembangan kebutuhan manusia sebagai pemakai bahasa.

Menurut Ulman, Stephen dan Sumarsono (2007:263-264) dalam perubahan makna selalu ada hubungan (asosiasi) antara makna lama dan makna baru tidak peduli apapun yang menyebabkan perubahan itu terjadi dalam beberapa hal asosiasi bisa begitu kuat untuk mengubah makna dengan sendirinya, sebagian lagi asosiasi itu hanyalah suatu wahana untuk suatu perubahan yang ditentukan oleh sebab-sebab lain tetapi bagaimana suatu jenis asosiasi akan selalu mengalami proses. Dalam pengertian ini asosiasi dapat dianggap sebagai suatu syara mutlak bagi perubahan makna.

Akbar (2014): Dalam skripsinya berjudul “Perubahan Makna Kata Dalam Hikayat Bayan Budiman” sebagai bahan perbandingan. Dalam skripsinya dijelaskan bahwa penggunaan kosakata yang terdapat dalam bahasa Melayu klasik memiliki makna yang sudah tidak sama lagi dengan kata yang digunakan dalam bahasa Indonesia.

Hal ini dikarenakan kata tersebut sudah mengalami perubahan secara diakronis, dalam skripsinya juga banyak ditemukan perubahan makna secara menyempit ini disebabkan karena

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA perkembangan zaman. Manusia semakin butuh lebih banyak kosakata untuk menyatakan sesuatu sehingga kosakata terus diproduksi. Dengan begitu bahasa Melayu klasik banyak ditemukan kosakata yang mengalami perubahan makna secara menyempit terhadap bahasa Indonesia.

Pangabean (2011) skripsinya yang berjudul ‘’Analisis Perubahan Makna Kata dalam

Harian Seputar Indonesia’’adapun hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah bahwa ada kelima jenis perubahanmakna dalam harian Seputar Indonesia edisi 23 Agustus – 6 September

2010 yakni perubahan makna meluas, perubahan makna menyempit, perubahan makna total, perubahan makna penghalusan dan perubahan makna pengasaran. Perubahan makna meluas yang lebih banyak ditemukan daripada perubahan makna menyempit, perubahan makna total, perubahan makna penghalusan dan perubahan makna pengasaran. Sedangkan perubahan makna total lebih sedikit ditemukan pada hariantersebut. Dengan demikian perubahan makna kata meluas yang lebih banyak menggunakan harian Seputar Indonesia pada edisi 23 Agustus – 6

September 2010.

Perbedaan penelitian-penelitian di atas dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu pada objek dan subjek penelitian. Adapun kajian penulis berjudul: “Perubahan Makna Bahasa Melayu

Dialek Dumai” yang akan membahas sebab-sebab terjadinya perubahan makna, dan jenis perubahan makna. Kajian perubahan makna bahasa Melayu Dialek Dumai masih minim diteliti.

Maka dari itu, penulis memilih judul ini sebagai bahan masalah untuk skripsi.

2.2 Teori yang Digunakan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Dalam proses mengumpulkan data yang akurat dan memiliki landasan yang kuat maka penulis memilih teori yang terdapat pada buku Penghantar Semantik Bahasa Indonesia (Chaer,

2009).

Makna sebuah kata secara sinkronis tidak akan berubah. Pernyataan ini menyiratkan juga pengertian bahwa kalau secara sinkronis makna sebuah kata tidak akan berubah maka secara diakronis ada kemungkinan bisa berubah. Pernyataan bahwa makna sebuah kata secara sinkronis dapat berubah menyiratkan pula pengertian bahwa tidak setiap kata maknanya harus atau akan berubah secara diakronis. Banyak kata yang maknanya sejak dulu sampai sekarang tidak pernah berubah (Chaer, 2009:130).

2.2.1. Perubahan Makna

A. Sebab-sebab Perubahan

Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan makna, diantaranya:

1. Perkembangan dalam Ilmu dan Teknologi

Chaer (2009:131) mengatakan, “Pengembangan dalam ilmu dan kemajuan dalam bidang teknologi dapat menyebabkan terjadinya perubahan makna sebuah kata. Disini sebuah kata yang terjadinya mengandung konsep makna mengenai sesuatu yang sederhana, tetapi digunakan walaupun konsep makna yang dikandung telah berubah sebagai akibat dari pandangan baru, atau teori baru dalam satu bidang ilmu atau sebagai akibat dalam perkembangan teknologi.”

Seperti perubahan makna dalam bidang ilmu yaitu kata sastra menjadi ‘tulisan’ sampai pada makna ‘karya imaginatif’ dan juga perubahan makna makna dalam kata berlayar yang pada awalnya bermakna 'perjalanan di laut (di air) dengan menggunakan perahu atau kapal yang digerakkan dengan menggunakan layar'. Walaupun kini kapal-kapal besar tidak lagi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA menggunakan layar, tetapi sudah menggunakan tenaga mesin malah juga tenaga nuklir, namun kata berlayar masih digunakan.

Nama perusahaannyapun masih bernama pelayaran seperti Pelayaran Nasional Indonesia

(PELNI). Malah lebih jauh lagi bagi umat Islam di Indonesia kata berlayar diberi makna ‘pergi menunaikan ibadah haji ke Mekkah’. Kini pun, meskipun perjalanannya ke Mekkah sudah tidak lagi menggunakan kapal laut, sudah diganti dengan kapal terbang, masih terdengar ucapannya”

Insya Allah tahun depan kami akan terbang”.

2. Perkembangan dalam Sosial dan Budaya

Perkembangan dalam bidang sosial kemasyarakatan dapat menyebabkan terjadinya perubahan makna. Disini sama dengan yang terjadi sebagai akibat perkembangan dalam bidang ilmu dan teknologi, sebuah kata yang pada mulanya memiliki makna 'A', lalu berubah menjadi bermakna 'B' atau 'C'. Jadi, bentuk katanya tetap sama tetapi konsep makna yang dikandungnya sudah berubah.

Misalnya kata saudara dalam bahasa sansekerta bermakna 'seperut atau 'satu kandungan'.

Kini kata saudara, walaupun masih juga digunakan dalam arti 'orang yang lahir dari kandungan yang sama' seperti dalam kalimat saya mempunyai seorang saudara di sana, tetapi digunakan juga untuk menyebut atau menyapa siapa saja yang dianggap sederajat atau berstatus sosial yang sama. Misalnya dalam kalimat Surat Saudara sudah saya terima, atau kalimat Di manakah

Saudara dilahirkan?.

Contoh lain dari kata yang maknanya telah berubah sebagai akibat perubahan sosial kemasyarakatan adalah kata sarjana. Dulu, menurut bahasa jawa kuno, kata sarjana bearti orang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA pandai atau ‘Cendikiawan’. Sekarang kata sarjana bearti orang yang sudah lulus dari perguruan tinggi, meskipun barangkali lulusnya Cuma dengan indeks prestasi yang pas-pasan, serta kemampuan mereka tidak lebih jauh dari seseorang yang belum lulus dari perguruan tinggi.

3. Perbedaan Bidang Pemakaian

Dalam bagian yang lalu sudah dibicarakan bahwa setiap bidang kehidupan atau kegiatan memiliki kosakata tersendiri yang hanya dikenal dan digunakan dengan makna tertentu dalam bidang tersebut. Umpamanya dalam bidang pertanianada kata-kata benih, menuai, panen, menggarap, membajak, menabur, menanam, pupuk, dan hama.

Kata-kata yang menjadi kosakata dalam bidang-bidang tertentu itu dalam kehidupan dan pemakaian sehari-hari dapat membantu dari bidangnya, dan digunakan dalam bidang lain atau menjadi kosakata umum. Oleh karena itu, kata-kata tersebut memiliki makna baru atau makna lain di samping makna aslinya (makna yang berlaku dalam bidangnya).

Misalnya, kata menggarap yang berasal dari bidang pertanian dengan segala macam derivasinya, seperti dalam frase menggarap sawah, tanah garapan, dan petani menggarap kini banyak juga digunakan dalam bidang-bidang lain dengan makna 'mengerjakan' seperti dalam tampak frase menggarap skripsi, menggarap usul para anggota, menggarap generasi muda, dan menggarap naskah drama.

Dari contoh-contoh di atas sekali lagi bisa dikatakan bahwa karena kata-kata itu digunakan dalam bidang lain maka kata-kata itu jadi mempunyai arti lain yang tidak sama dengan arti dalam bidang atau lingkungan aslinya. Hanya perlu dilihat bahwa makna baru kata- kata tersebut masih ada kaitannya dengan makna asli yang digunakan dalam bidang asalnya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 4. Adanya Asosiasi

Chaer (2009:135) mengatakan, “Agak berbeda dengan perubahan makna yang terjadi sebagai akibat penggunaan dalam bidang yang lain, di sini makna yang baru yang muncul adalah berkaitan dengan hal atau peristiwa lain yang berkenaan dengan kata tersebut. Umpamanya kata amplop yang berasal dari bidang administrasi atau surat-menyurat, makna asalnya adalah 'sampul surat'. Yang bisa masuk ke dalam amplop itu selain surat tetapi bisa pula dimasukkan benda lain, misalnya uang.

Oleh karena itu, dalam kalimat Beri saja amplop maka urusan pasti beres kata amplop disitu bermakna 'uang' sebab amplopnya yang dimaksud bukan berisi surat atau tidak berisi apa- apa melainkan berisi uang sebagai sogokan. Asosiasi antara amplop dengan uang ini adalah berkenaan dengan wadah. Jadi, menyebut wadahnya yaitu amplop tetapi yang dimaksud adalah isinya, yaitu uang.

Contoh lain,kalau kita masuk ke rumah makan dan setelah menghabiskan secangkir , lalu mengatakan minta secangkir lagimaka pemilik atau pelayan rumah makan itu sudah mengerti apa yang kita maksud. Selain asosiasi yang berkenaan dengan wadah ada pula asosiasi yang berkenaan dengan waktu.

Misalnya perayaan 17 Agustus maksudnya tentu ‘perayaan hari Proklamasi

Kemerdekaan Republik Indonesia’ karena proklamasi tersebut terjadi pada tanggal 17 Agustus tersebut. Adapula perubahan makna akibat asosiasi yang berkenaan dengan tempat. Yang disebut nama tempat adalah hal lain yang berkenaan dengan tempat itu. Umpamanya peristiwa Madiun, tentu yang dimaksud adalah peristiwa pemberontakan PKI pada tahun 1948 di Madiun.

5. Pertukaran Tanggapan Indra

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Alat indra kita lima yang sebenarnya sudah mempunyai tugas-tugas tertentu untuk menangkap gejala-gejala yang terjadi di dunia ini. Umpamanya rasa pahit, getir, dan manis harus ditanggap oleh alat perasa . Rasa panas, dingin, dan sejuk harus ditanggap oleh alat perasa pada kulit. Gejala yang berkenaan dengan cahaya seperti terang, gelap, dan remang-remang harus ditanggap dengan alat indra mata, sedangkan yang berkenaan dengan bau harus ditanggap dengan alat indra penciuman, yaitu hidung.

Namun, dalam penggunaan bahasa banyak terjadi kasus pertukaran tanggapan antara indra yang satu dengan indra yang lain. Rasa pedas, misalnya, yang seharusnya ditanggap dengan alat indra perasa pada lidah, tertukar menjadi ditanggap oleh alat indra pendengaran seperti pada tampak dalam ujaran kata-katanya cukup pedas.

6. Perbedaan Tanggapan

Chaer (2009:137) menjelaskan setiap unsur leksikal secara sinkronis telah mempunyai makna leksikal yang tetap. Namun dalam pandangan hidup dan ukuran dalam norma kehidupan di dalam masyarakat maka banyak kata yang memiliki nilai rasa rendah atau kurang menyenangkan, di samping ada juga yang memiliki nilai rasa yang tinggi atau yang mengenakkan.

Kata-kata yang nilainya merosot menjadi nilai rasa yang rendah biasa disebut peyoratif, sedangkan yang nilai rasanya naik menjadi tinggi disebut amelioratif. Kata bini, beranak, laki- laki, dan tuli sekarang dianggap peyoratif. Sedangkan kata istri, melahirkan, pria, dan tunarungu sekarang dianggap amelioratif. Nilai rasa peyoratif dan amelioratif sebuah kata tidak bersifat tetap. Nilai rasa itu kemungkinan besar hanya bersifat sinkronis. Secara diakronis kemungkinan dapat berubah.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Nilai rasa kemungkinan besar Cuma bersifat sinkronis. Secara diakronis ada kemungkinan bisa berubah. Perkembangan pandangan hidup yang biasanya sejalan dengan perkembangan budaya dan kemasyarakatan dapat memungkinkan terjadinya perubahan nilai rasa peyoratif atau amelioratifnya sebuah kata.

7. Adanya Penyingkatan

Dalam bahasa Indonesia ada sejumlah kata atau ungkapan yang karena sering digunakan maka kemudian tanpa diucapkan atau dituliskan secara keseluruhan orang sudah mengerti maksudnya. Oleh karena itu, maka kemudian orang lebih banyak menggunakan singkatannya saja daripada menggunakan bentuk utuhnya. Misalnya, kalau dikatakan ayahnya meninggal tentu maksudnya adalah meninggal dunia. Jadi, meninggal bentuk singkat dari ungkapan meninggal dunia.

Begitu juga dengan kata berpulang tentu maksudnya adalah berpulang ke rahmatullah.

Contoh lain kalau dikatakan ke Surabaya dengan garuda tentu maksudnya adalah “Naik pesawat terbang dari perusahaan penerbangan garuda”. Di beberapa sekolah di Jakarta kata perpus sudah lazim digunakan untuk menyebut perpustakaan, dan kata lab untuk menggantikan laboratorium.

B. Jenis Perubahan

Beberapa jenis perubahan makna yang dipaparkan dalam buku Chaer 2009 (140-144) yaitu:

A. Meluas

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Perubahan makna meluas adalah gelaja yang terjadi pada sebuah kata atau leksem yang pada mulanya hanya memiliki sebuah ‘makna’, tetapi kemudian karena berbagai faktor memiliki makna-makna lain.

Misalnya:

Kata saudara pada mulanya hanya bermakna 'seperut' atau 'sekandungan'. Kemudian maknanya berkembangan menjadi 'siapa saja yang pertalian darah'. Akibatnya, anak pamanpun juga disebut saudara. Lebih jauh lagi selanjutnya siapa pun yang kini siapa pun dapat disebut saudara. Simaklah kalimat di bawah ini:

- Saudara saya hanya dua orang.

- Surat saudara sudah saya terima.

- Sebetulnya dia masih saudara saya, tetapi sudah agak jauh.

- Bingkisan untuk saudara-saudara kita di Timor Timur.

- Saudara-saudara sebangsa dan setanah air, marilah….

Perluasan makna yang terjadi pada kata saudara terjadi juga pada kata-kata kekerabatan seperti kakak, ibu, adik, dan bapak.

Kata mencetak pada mulanya hanya digunakan pada bidang penerbitan buku, majalah, atau koran. Tetapi kemudian maknanya menjadi meluas seperti tampak pada kalimat-kalimat berikut:

- Persija tidak berhasil mencetak satu gol pun.

- Pemerintah akanmencetak sawah-sawah baru.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA - Kabarnya dokter dapat mencetak uang dengan mudah.

Pada kalimat pertama kata mencetak berarti 'membuat' atau 'menghasilkan', Pada kalimat kedua 'membuat', dan pada kalimat ketiga 'memperoleh, mencari, atau mengumpulkan '. Proses perluasan makna ini dapat terjadi dalam waktu yang relatif singkat, tetapi dapat juga dalam waktu kurun yang cukup lama.

Proses perluasan makan ini dapat terjadi dalam waktu relatif singkat, tetapi dapat juga dalam kurun waktu yang cukup lama.

B. Menyempit

Perubahan makna menyempit adalah gejala yang terjadi pada sebuah kata yang pada mulanya mempunyai makna yang cukup luas, kemudian berubah menjadi terbatas hanya pada sebuah makna saja.

Misalnya:

Kata Sarjana yang pada mulanya berarti 'orang pandai' atau 'cendikiawan', kemudian hanya berarti 'orang yang lulus dari perguruan tinggi', seperti tampak sarjana sastra, sarjana ekonomi, sarjana hukum. Betapapun pandainya seseorang mungkin sebagai hasil belajar sendiri, kalau bukan tamatan suatu perguruan tinggi, tidak bisa disebut sarjana. Sebaliknya, betapa pun rendahnya indeks prestasi seseorang kalau dia sudah lulus dan perguruan tinggi, dia akan disebut sarjana.

Begitu juga dengan kata pendeta, yang aslinya bermakna orang yang berilmu. Dalam bahasa Malaysia masih ada sisanya, yaitu za’ba, seorang tokoh penulis tata bahasa Melayu

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA sering disebut sebagai pendeta bahasa. Tetapi dalam bahasa Indoensia kata pendeta sudah menyempit maknanya hanya berarti 'guru agama Kristen'.

C. Perubahan Total

Perubahan total adalah perubahannya sama sekali makna sebuah kata dan makna asalnya.

Memang ada kemungkinan makna yang dimiliki sekarang masih ada sangkut pautnya dengan makna asal, tetapi sangkut pautnya ini tampaknya sudah jauh sekali.

Misalnya:

Kata ceramah pada mulanya berarti 'cerewet' atau 'banyak cakap' tetapi kini berarti

'pidato atau uraian' mengenai suatu hal yang disampaikan di depan orang banyak. Kata pena pada mulanya berarti 'bulu'. Kini maknanya sudah berubah total karena kata pena berarti 'alat tulis yang menggunakan tinta'. Memang sejarahnya ada, yaitu dulu orang menulis dengan tinta menggunakan bulu ayam atau bulu angsa sebagai alatnya, sedangkan bulu ini di dalam bahasa

Sansekerta disebut pena.

D. Penghalusan (Eufemia)

Chaer (2009:143) mengatakan bahwa dalam pembicaraan mengenai penghalusan ini kita berhadapan dengan gejala ditampilkannya kata-kata atau bentuk-bentuk yang dianggap memiliki makna yang lebih halus, atau lebih sopan daripada yang akan digantikan.

Misalnya:

Kata penjara atau bui diganti dengan kata/ungkapan yang maknanya dianggap lebih halus yaitu lembaga pemasyarakatan. Di penjara atau dibui diganti menjadi dimasukkan ke

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA lembaga pemasyarakatan. Kata korupsi diganti dengan menyalahgunakan jabatan, kata pemecatan (dari pekerjaan) diganti dengan memutuskan hubungan kerja (PHK) kata babu diganti dengan pembantu rumah tangga dan kini diganti lagi menjadi pramuwisma.

Gejala penghalusan makna ini bukan barang baru dalam masyarakat Indonesia. Orang- orang dulu yang karena kepercayaan atau sebab-sebab lainnya akan mengganti kata ular dengan kata akar atau oyod.

E. Pengasaran

Kebalikan dari penghalusan adalah pengasaran (disfemia), yaitu usaha untuk menggantikan kata yang maknanya halus atau bermakna biasa dengan kata yang maknanya kasar. Usaha atau gejala pengasaran ini biasanya dilakukan orang dalam situasi yang tidak ramah atau untuk menunjukan kejengkelan.

Misalnya:

Kata menggondol yang biasa dipakai untuk binatang seperti anjing menggondol tulang, tetapi digunakan seperti dalam kalimat akhirnya regu bulu tangkis kita berhasil menggondol pulang piala Thomas Cup itu. Atau juga kata mencuri yang dipakai dalam kalimat Kontigen Suri

Name berhasil mencuri satu medali emas dari kolam renang, padahal sebenarnya perbuatan mencuri adalah salah satu tindak kejahatan yang dapat diancam dengan hukuman penjara.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Dasar

Metode dasar adalah langkah-langkah yang digunakan penulis untuk penyelidikan suatu masalah. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif maksudnya penelitian yang dilakukan lebih menekankan pada data berbentuk kata yang disusun menjadi susunan bahasa yang baik dengan menggambarkan situasi atau kejadian secara fakta tanpa melakukan perbandingan. Dengan demikian, data-data dan informasi yang diperoleh untuk dianalisis sehingga penulis dapat memaparkan secara jelas dan terperinci.

3.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini berada di Kelurahan Bukit Timah, Kecamatan Dumai Selatan, Kota

Dumai, Provinsi Riau. Lokasi ini di pilih karena masih dihuni masyarakat asli sehingga tutur bahasanya pun masih sangat kental. Terlepas dari itu, penulis juga ingin mengetahui secara terperinci tentang perubahan makna dalam bahasa daerah tersebut, agar nantinya dapat diketahui masyarakat juga generasi-generasi muda yang membacanya.

3.3 Jenis dan Sumber Data

Jenis data dalam penelitian ini adalah data lisan. Sumber data dalam penelitian ini adalah beberapa informan yang bisa memberikan informasi-informasi mengenai perubahan makna dalam bahasa Melayu dialek Dumai. Disamping itu informan yang di pilih harus memenuhi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA syarat diantaranya orang asli Dumai yang aktif berbahasa Melayu dialek Dumai, juga orang- orang yang dianggap tokoh masyarakat di daerah tersebut.

3.4 Instrumen Penelitian

Beberapa alat yang digunakan selama penelitian diantaranya:

1. Alat tulis, beberapa buku catatan dan pulpen untuk mencatat data-data yang diperlukan.

2. Alat rekam (tape recorder) yang digunakan untuk merekam wawancara dengan informan,

sehingga mempermudah penulis pada saat pengolahan data.

3. Kamera digunakan untuk mengabadikan selama penelitian berlangsung.

3.5 Metode Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang akurat maka dilakukan metode deskriptif dengan:

1. Teknik Kepustakaan yaitu memanfaatkan buku-buku yang berkaitan dengan penulisan guna sebagai bahan rujukan referensi.

2. Teknik Observasi yaitu penulis turun secara langsung kelapangan untuk melakukan pengamatan terhadap objek yang akan diteliti.

3. Teknik Wawancara yaitu penulis melakukan wawancara kepada para informan yang di pilih penutur dan di anggap memenuhi syarat guna memperoleh data yang dibutuhkan dengan mencatat dan merekam.

3.6 Metode Analisis Data

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain sehingga dapat mudah dipahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain (Bogdan dalam Sugiono, 2013:244).

Dalam penelitian ini penulis memilih metode penelitian kualitatif yaitu dapat memperoleh data secara langsung terhadap informan menggunakan instrumen yang sudah dipersiapkan, sehingga data yang akan diperolehpun bersifat akurat dan ilmiah.

Untuk menganalisis data dilakukan beberapa proses sebagai berikut:

1. Menerjemahkan data ke dalam bahasa Indonesia.

2. Melakukan penjelasan sesuai dengan pokok pengkajian.

3. Menjelaskan data sesuai permasalahan

4. Menyimpulkan hasil penelitian.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Perubahan Makna

Perubahan makna ini menyangkut sebab-sebab perubahan yang terdiri dari perkembangan dan ilmu dan teknologi, perkembangan sosial dan budaya, perbedaan bidang pemakaian, adanya asosiasi, pertukaran tanggapan indra, dan perbedaan tanggapan, juga terdapat jenis perubahan dalam bahasa Melayu Dumai yang terdiri dari meluas, menyempit, perubahan total, penghalusan (eufemia), dan pengasaran.

4.1.1 Perkembangan dalam Ilmu dan Teknologi

Perkembangan dalam ilmu dan kemajuan dalam bidang teknologi dapat menyebabkan terjadinya perubahan makna sebuah kata. Disini sebuah kata yang tadinya mengandung konsep makna mengenai sesuatu yang sederhana, tetap digunakan walaupun konsep makna yang dikandung telah berubah akibat dari pandangan baru atau teori baru dalam satu bidang ilmu atau sebagai akibat dalam perkembangan teknologi.

Dalam bahasa Melayu Dialek Dumai dijumpai perubahan makna akibat perkembangan dalam bidang ilmu. Perubahan ini juga dapat dilihat pada contoh berikut ini :

(1) Malam kang ado tonel di kampong sebelah.

‘Nanti malam ada sandiwara di kampung sebelah.’

(2) Tonel tu becito tentang putri tujuh asal mulo Kota Dumai ni.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ‘Teater itu bercerita tentang putri tujuh asal mula nama kota Dumai.’

(3) Tonel di tv tak mendidik budak-budak.

‘Sinetron di tv tidak mendidik anak-anak’

Kata tonelyang terdapat dalam contoh (1) dulunya bermakna sandiwara tetapi kata tonel mengalami perubahan yang terdapat pada contoh kalimat (2) menjadi bermakna ‘teater’lalu kini kata tonel pada contoh kalimat ke (3) dikenal bermakna ‘sinetron.’

(4) Cubo ditengok ke bomo penyakit tu!

‘Coba dilihat ke dukun sakitnya itu.’

(5) Upacara menguse jembalang dengan bomo!

‘Tradisi mengusir makhlus halus oleh dukun.’

(6) Tak turun hujan bomo lah kuncinyo!

‘Hujan tidak turun pawang lah ahlinya.’

Kata bomo mulanya dikenal oleh masyarakat Dumai yaitu dukun yang bisa menyembuhkan penyakit dengan menggunakan tumbuh-tumbuhan dan hewan-hewan, tetapi kata bomo terjadi perubahan makna yang dikenal sebagai yang bisa mengusir makhluk halus hingga kini kata bomo terjadi perubahan makna yang dikenal sebagai ‘pawang hujan’ yang bisa menurunkan dan menahan hujan agar tidak turun.

Berikutnya dalam bahasa Melayu Dialek Dumai dijumpai perubahan makna akibat perkembangan dalam bidang teknologi, seperti contoh berikut ini:

(7) Selamo-lamo tidak nunggu motor ke seberang.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ‘Lama sekali menunggu kapal mau ke pulau.’

(8) Dah senang kenen banyak motor nak balek kampong.

‘Sudah gampang sekarang, banyak mobil jika mau pulang kampung.’

(9) Kulo-kile miko naikmotor.

‘Bulak-balik kalian naik sepeda motor.’

Kata motor pada contoh kalimat (7) diatas mula-mula bermakna ‘kapal’ tetapi kata motor mengalami perubahan makna sehingga memiliki makna baru yaitu mobil atau kedaraan yang bisa menghantarkan ke tempat suatu tujuan seperti yang terdapat contoh kalimat (8) dan sekarang kata motor itu terjadi perubahan makna yang dikenal oleh masyarakat Dumai dengan makna sepeda motor seperti yang terdapat pada contoh kalimat (9).

(10) Tikoni di anyam nyang kami.

‘Tikar ini di anyam oleh nenek saya.’

(11) Halusnyo bulu tikoni miko ni.

‘Lembutnya tikar bulu kalian ini.’

(12) Beragam macam corak tiko di kedai tu.

‘Bermacam-macam warna tikar di warung itu.’

Kata tiko yang terdapat pada contoh kalimat (10) pada mulanya bermakna ‘alas untuk dilantai,’terbuat dari pelepah daun pandan yang kemudian dianyam sebagai kerajinan tangan masyarakat Dumai. Selanjutnya kata tiko mengalami perubahan makna sebagai ‘alas untuk

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA dilantai yang terbuat dari kain yang lembut,’ dan pada akhirnya kata tiko tersebut mengalami perubahan makna hingga kini yang dikenal masyarakat Dumai yaitu ‘alas lantai terbuat dari pelastik yang memiliki warna dan gambar.’

(13) Ado jugo pondok di ladang sepetak, pelepas penat.

‘Ada juga pondok kecil di ladang, untuk beristirahat.’

(14) Nilah rupo pondok kami ni, asal dapat beteduh!

‘Inilah bentuk rumah kami, asal dapat berteduh.’

(15) Elok budak ni sekolah di pondok lebih tau agama.

‘Bagus anak ini di sekolahkan di pondok agar lebih tau agama.’

Kata pondokyang terdapat pada contoh kalimat (13) bagi masyarakat Dumai dahulu menyatakan ‘tempat yang kecil terbuat dari ranting-ranting kayu dan pelepah daun kelapa juga tidak memiliki dinding,’ kemudian kata pondok mengalami perubahan makna yaitu menyatakan

‘rumah atau tempat tinggal’ yang terdapat pada contoh kalimat (14), dan pada contoh (15) kata pondok mengalami perubahan makna yaitu menyatakan ‘sekolah agama yang menyediakan tempat tinggal di dalam sekolah tersebut.’

(16) Carikan kayu api untuk di tungku tu.

‘Carikan kayu api untuk di tungku itu.’

(17) Dah habis minyak tungkuni dah.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ‘Sudah habis minyak di tungku ini.’

(18) Pegi beli sekejap gas bio hidup tungkuni dapat awak masak.

‘Pergi beli gas sebentar agar bisa menyala tungku ini dapat kita masak.’

Kata tungku yang terdapat pada contoh di atas mengalami perubahan makna akibat teknologi, mula-mula kata tungku pada contoh (1) menyatakan ‘benda yang terbuat dari tanah liat dan masih menggunakan kayu sebagai bahan bakarnya,’ kemudian kata tungku mengalami perubahan makna yang terdapat pada contoh kalimat (2), yang menyatakan tungku menggunakan minyak sebagai bahan bakar. Pada contoh kalimat yang terakhir kata tungku mengalami perubahan makna yaitu ‘kompor gas’ tetapi pada masyarakat Dumai masih menggunakan kata tungku untuk menyatakan kompor meskipun bentuknya sudah berubah-ubah.

4.1.2 Perkembangan Sosial dan Budaya

Perkembangan dalam bidang sosial kemasyarakatan dapat menyebabkan terjadinya perubahan makna. Di sini sama dengan yang terjadi sebagai akibat perkembangan dalam bidang ilmu dan teknologi, sebuah kata yang pada mulanya bermakna ‘A’, lalu berubah menjadi bermakna ‘B’ atau ‘C’, jadi bentuk katanya tetap sama tetapi konsep makna yang dikandungnya sudah berubah.

Dalam bahasa Melayu dialek Dumai dijumpai perubahan makna akibat perkembangan sosial dan budaya, contohnya seperti berikut:

(19) Bukan main rajinPuan miko diumah ni!.

‘Rajin sekali saudara(perempuan) kalian dirumah ini.’

(20) Mari duduk Puan!

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ‘Silahkan duduk puan!’

(21) ‘Ramai puan-puan pagi buto di parit nak mengincah.’

‘Pagi sekali banyak saudara-saudara (perempuan) menyuci di sungai.’

Kata puan yang tedapat dalam contoh kalimat (19) pada mulanya bermakna untuk

‘saudara perempuan sekandung,’ tetapi kata puanpada contoh kalimat (20) yang digunakan masyarakat Dumaisekarang ini bukan hanya untuk menyatakan saudara perempuan sekandung tetapi untuk sapaan kepada manusia yang berjenis kelamin perempuan seperti tampak pada contoh kalimat (21) yang menyatakan untuk perempuan yang tidak saudara kandung.

(22) Apo pasal Tuan besungut ni?

‘Apa masalahnya hingga saudara(laki-laki) marah-marah.’

(23) Nak kemano Tuan petang ni?

‘Nanti sore mau kemana saudara (laki-laki) pergi?’

(24) Begitu jugo tuan-tuannyo ramai pagi minggu begotong royong di surau.

‘Begitu juga sebaliknya banyak saudara-saudara(laki-laki) di hari libur mengikuti

gotong royong di mesjid.’

Contoh kalimat diatas sama halnya pada contoh kalimat (19) hanya saja pada contoh di atas kata tuan bermakna untuk ‘saudara kandung laki-laki,’ kata tuan juga digunakan masyarakat dumai saat ini untuk sapaan kepada manusia yang berjenis kelamin laki-laki.

(25) Nak kemano tu Encik?

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ‘Mau ke mana Saudara?’

(26) Buat betenang sikit, Ncik.

‘Sabar sebentar, ncik.’

(27) Ado jemputan untuk Ncikni.

‘Ada undangan untuk ncik.’

Pada kalimat diatas kata encik bermakna panggilan orang yang lebih tua dari kalangan keluarga, yang dulu digunakan untuk sapaan kekerabatan tetapi saat ini sapaan kata encik digunakan juga untuk orang yang bukan dari kalangan keluarga.

(28) Degilnyo budakni!

‘Nakalnya anak ini!’

(29) Biseng betolbudak-budakni!

‘Ribut sekali anak-anak ini.’

(30) Betubi-tubi budak-budak bujang jalan petang.

‘Berbondong-bondong anak-anak laki-laki jalan sore.’

Kata budak pada kalimat (28) pada mulanya bermakna anak kandung. Tetapi kata budak juga sekarang ini ditujukan untuk anak-anak yang bukan anak kandung.

(31) Sorang ajo kami kesini.

‘Sendiri saja saya kesini.’

(32) Kalau gitu kami beangso nak balek.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ‘Kalau begitu kami berangsur mau pulang.’

Kata kami yang terdapat pada contoh (31) memiliki makna yang menyatakan diri sendiri, pada contoh (32) dengan kata yang sama tetapi memiliki makna yang berbeda, kata tersebut memiliki makna yang menyatakan lebih dari satu orang, kata kami salah satu kata yang mengalami perubahan makna akibat perkembangan sosial dan budaya yang hingga kini kata tersebut digunakan sebagai kosakata pada masyarakat Melayu Dumai.

(33) Pegilah miko bejalan sorang!

‘Pergilah kamu berjalan sendiri.’

(34) Tak memalu mikoni depan tuan!

‘Tidak malu kalian di depan saudara(laki-laki).’

Kata miko berasal dari kata mereka, kata miko sama halnya dengan kata kami cuma perbedaanya kata miko untuk menyatakan lawan bicara, pada contoh (33) kata miko memiliki makna yaitu untuk menyatakan satu orang lawan bicara, tetapi pada contoh kalimat (34) kata miko memiliki makna yang menyatakan lawan bicaranya lebih dari satu orang, dan kata tersebut menjadi kata yang digunakan oleh masyarakat Dumai sebagai kata untuk berkomunikasi dengan lawan bicara.

4.1.3 Perbedaan Bidang Pemakaian

Dalam bagian yang lalu sudah dibicarakan bahwa setiap bidang kehidupan atau kegiatan memiliki kosakata tersendiri yang hanya dikenal dan digunakan dengan makna tertentu dalam bidang tersebut. Kata-kata yang menjadi kosakata dalam bidang-bidang tertentu itu dalam kehidupan dan pemakaian sehari-hari dapat terbantu dari bidangnya dan digunakan dalam bidang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA lain atau menjadi kosakata umum.Oleh karena itu, kata-kata tersebut menjadi memiliki makna baru atau makna lain di samping makna aslinya.

Dalam bahasa Melayu dialek Dumai dijumpai perbedaan bidang pemakaian dalam perubahan makna dalam bahasa Melayu tersebut. Adapun contoh perubahan makna dalam bahasa Melayu dialek Dumai seperti dibawah ini:

(35) Sedapnyo golek gelebang diumah bejenjang miko ni ee!

‘Enak sekali baring-baring dirumah panggung kalian ini.’

Kata jenjang yang terdapat pada kalimat diatas bermaksud menyatakan ‘rumah yang tinggi atau rumah panggung’, tetapi kata jenjang juga digunakan oleh masyarakat Dumai bukan hanya menyatakan bentuk rumah tetapi kata jenjang juga digunakan untuk menyatakan bidang lain seperti bidang pendidikan, bidang perkawinan, dan bidang anggota tubuh seperti pada contoh berikut:

(36) Insyaallah, sayo ndak melanjutkan kejenjang pendidikan di perguran tinggi!

‘Insyaalah, saya akan melanjutkan kejenjang pendidikan di perguruan tinggi.

(37) Semoga lanco hinggo ke jenjang pernikahan!

‘Semoga lancar hingga ke jenjang pernikahan.’

(38) Nampaknyo lawo punyo lehe bejenjang.

‘Kelihatannya cantik punya leher berjenjang.’

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Selain kata jenjang ditemukan dalam bidang pemakaian juga terdapat kata jaring, kata jaring sering digunakan oleh masyarakat Dumai untuk mencari ikan di laut kata tersebut termasuk dalam bidang nelayan, berikut contohnya:

(39) Setiap petang nelayan balek mejareng ikan di laut!

‘Setiap sore nelayan pulang menjaring ikan di laut.’

Kata dasar menjaring yaitu jaring. Mulanya kata jaringbermakna menangkap ikan menggunakan jaring, tetapi kata menjaring kini menjadi kosakata umum yang digunakan masyarakat Dumai untuk mengungkapkan suatu kegiatan, dan untuk menyatakan dalam bidang makanan contohnya seperti berikut:

(40) Banyaknyo budak-budak tejaring razia polisi!

‘Banyaknya anak-anak terjaring razia polisi.’

(41) Menjaringkan bola bukanlah senang,tuan!

‘Memasukkan bola ke dalam jaring bukanlah gampang tuan.’

(42) Jaring-jaring makanan yang sehubung dengan rantai makanan.

‘Jaring-jaring makanan yang berhubungan dengan rantai makanan.’

Berikut juga terdapat kata pokok yang termasuk dalam bidang pemakaian, contohnya seperti dibawah ini:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA (43) Ambekkan dulu niau datas pokok tu!

‘Ambilkan dulu kelapa di atas pohon itu.’

Kata pokok pada contoh (43) bermakna pohon, kata pokok juga menjadi kosakata umum bagi masyarakat Dumai untuk menyatakan beberapa permasalahan, adapun contohnya seperti berikut:

(44) Sebenonyo apo betul pokokpermasalahan miko ni!

‘Apa sebenarnya yang terjadi dalam permasalahan kalian ini.’

(45) Tak elok nampaknyo pokok ari!

‘Sepertinya tidak bagus cuaca hari ini.’

Pada contoh kalimat (44) memiliki makna yaitu inti dari permasalahan dan pada contoh kalimat (45) memiliki makna yang berbeda yaitu menyatakan cuaca. Makna yang terkandung di dalam contoh-contoh kalimat tersebut berbeda-beda sesuai dengan makna yang berlaku dalam bidangnya sehingga lahirlah makna baru disamping makna aslinya.

Selain kata pokok juga terdapat kata mancing. Kata mancing sering digunakan di dalam bidang nelayan pada masyarakat Dumai. Kata mancing yang berasal dari kata pancing juga memiliki makna lain disamping makna aslinya, adapun contohnya seperti berikut:

(46) Nak mancing ikan kang di parit belakang umah!

‘Mau mancing ikan nanti di sungai belakang rumah.’

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Kata mancing pada contoh di atas suatu kegiatan menangkap ikan di sungai, kata mancing saat ini digunakan sebagai kosakata untuk menyatakan sesuatu yang lain, sehingga memiliki makna baru disamping makna aslinya, berikut contohnya:

(47) Suasana dah hangat jangan memancing pitam orang!

‘Suasana mulai panas jangan memancing emosi orang.’

(48) Usah mancing orang tak nak dikacau!

‘Jangan mancing orang yang tidak mau diganggu.’

Kalimat (47) dan (48) memiliki makna berupa perbuatan yang membangkitkan kemarahan orang.

Selain kata memancing juga terdapat kata ibu. Kata ibu sering digunakan sebagai kata sapaan untuk perempuan terutama untuk perempuan yang melahirkan kita. Adapun contohnya seperti berikut:

(49) Sayang betol dengan ibu.

‘Sayang sekali kepada ibu.’

Kata ibu sebutan untuk perempuan yang telah melahirkan kita ke dunia. Kata ibu saat ini menjadi kosakata umum untuk menyatakan bidang yang lain. Oleh sebab itu, kata ibu menjadi memiliki makna baru dan makna lain di samping makna aslinya. Aadapun contohnya seperti berikut:

(50) Pekanbaru sebagai ibukota Provinsi Riau.

‘Pekanbaru sebagai ibu kota Provinsi Riau.’

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA (51) Peganglah ibu tangga bio tak jatoh.

‘Peganglah ibu tangga agar tidak jatuh.’

(52) Tangan kito jugo memiliki ibu jari.

‘Tangan kita jugo memiliki ibu jari.’

Kata ibukotapada kalimat yang pertama menyatakan kota yang menjadi pusat pemerintahan, pada kalimat kedua kata ibu tangga yaitu maksudnya pegangan yang terdapat pada tangga, dan pada contoh kalimat yang ketiga ibu jari memiliki makna jempol sebagai ibu dari jari yang lain.

Selain kata ibu juga terdapat kata badan. Kata badan memiliki makna menyatakan tubuh manusia secara keseluruhan. Adapun contohnya seperti berikut:

(53) Luko-luko badannyo akibat jatoh petang semalam.

‘Luka badannya akibat jatuh semalam sore.’

Kata badan sering digunakan untuk menyatakan tubuh manusia, tetapi kata badan saat ini menjadi kosakata dalam bidang-bidang lain sehingga melahirkan makna baru dari kosakata badan.Adapun contoh kalimat yang menyatakan bidang lain seperti berikut:

(54) Panjangnyo badan pesawat tu.

‘Panjang sekali badan pesawat itu.’

(55) Badan pelayanan daerah ni sangat menolong masyarakat.

‘Badan pelayanan daerah sangat membantu masyarakat.’

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Kata badan yang terdapat pada contoh kalimat yang pertama menyatakan bagian utama dari suatu benda yaitu pesawat dan pada contoh kalimat yang kedua kata badan memiliki makna yaitu sekumpulan orang yang merupakan kesatuan untuk mengerjakan sesuatu.

Selain kata badan juga terdapat kata bintang, kata bintang yaitu termasuk dalam bidang galaksi, adapun contohnya seperti berikut:

(56) Banyak bintang malam ni.

‘Banyak bintang malam ini.’

Kata bintang yaitu sebuah kata untuk mengungkapkan benda yang ada dilangit, tetapi kata bintang juga digunakan untuk menyatakan sesuatu yang lain sehingga dari kata bintang melahirkan makna baru, Adapun contohnya seperti berikut:

(57) Dio tu menjadi bintang lapangan di kampong sebelah.

‘Dia itu menjadi bintang lapangan di kampung sebelah.’

(58) Budak betino tu jadi bintang hati di keluarganyo.

‘Anak perempuan itu menjadi bintang hati di keluarganya.’

Kata bintang yang terdapat pada contoh di atas memiliki makna yang berbeda-beda, pada contoh kalimat yang pertama kata bintang memiliki makna pemain yang berbakat, dan pada contoh kalimat yang ke dua kata bintang memiliki makna anak kesayangan.

4.1.4 Adanya Asosiasi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Agak berbeda dengan perubahan makna yang terjadi sebagai akibat penggunaan dalam bidang yang lain, disini makna baru yang muncul adalah berkaitan dengan hal atau peristiwa lain yang berkenaan dengan kata tersebut. Selain asosiasi yang berkenaan dengan wadah ada pula asosiasi yang berkenaan dengan waktu dan juga tempat.

Adapun contoh-contoh akibat adanya asosiasi seperti berikut:

(59) Mano bakolnyo, dah dioporkan?

‘Mana bakulnya, sudah dijalankan?’

Kata bakul yang di maksud pada contoh di atas termasuk asosiasi yang berkenaan dengan wadah. Pada contoh kalimat di atas bakul digunakan oleh masyarakat Dumai sebagai wadah apabila mengikuti pengajian di mesjid dan melayat jika ada yang meninggal, maka bakul tersebut sebagai tempat untuk memberikan uang yang dijalankan setiap orang yang baru saja datang.

(60) Festivalmalam 27 liko.

‘Lomba malam 27 ramadhan.’

Malam 27 liko atau malam ke-27 ramadhan dikenal oleh masyarakat Dumai sebagai perayaan lomba lampu colok. Malam 27 liko termasuk asosiasi yang berkenaan dengan waktu yang selalu dimeriahkan satu kali dalam setahun pada bulan ramadhan tiba.

(61) Kami nak pegi ke bangsal aceh sekejap.

‘Saya mau pergi ke bangsal aceh sebentar.’

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Kata bangsal aceh yaitu suatu daerah atau tempatnya orang-orang aceh dulunya beristirahat di Dumai, bangsal aceh juga termasuk perubahan makna akibat asosiasi yang berkenaan dengan tempat.

(62) Baru balek dari kilang.

‘Baru pulang dari kilang.’

Kata kilang maksudnya adalah tempat perusahan pengolahan minyak bumi yang terdapat di Dumai. Kata kilang juga termasuk perubahan makna akibat asosiasi yang berkenaan dengan tempat. Masyarakat Dumai sudah paham sekali apabila kata kilang itu disebutkan.

4.1.5 Pertukaran Tanggapan Indra

Dalam penggunaan bahasa banyak terjadi pertukaran tanggapan antara indra yang satu dengan indra yang lain. Rasa pedas, misalnya, yang seharusnya ditanggap dengan alat indra perasa pada lidah, tertukar menjadi ditanggap oleh alat indra pendengaran seperti tampak dalam

Ujaran kata-kata cukup pedas.

Dalam bahasa Melayu Dialek Dumai dijumpai pertukaran tanggapan indra. Contohnya seperti berikut:

(63) Masam bau badan dikau!.

‘Asam bau badan kau!’

Penjelasan dari kata masam yang terdapat pada kalimat diatas adalah urusan indra perasa tetapi pada contoh (63) menjadi tanggapan indra penciuman.

(64) Sungguh indah suaronyo!.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ‘Sungguh indah suaranya!’

Pada contoh (64) kata indah adalah urusan indra penglihatan tetapi pada contoh di atas menjadi tanggapan indra pendengaran.

(65) Loyo mato aku menengoknyo!

‘Mual mataku melihatnya!’

Kata loyo adalah urusan indra perasa tetapi yang terdapat pada contoh (65) kata loyo di tanggap oleh indra penglihatan.

(66) Tajambetol kalau becakap!

‘Tajam sekali kalau berbicara!’

Kata tajam adalah urusan indra penglihatan tetapi pada contoh (66) kata tajam ditanggap indra pendengaran.

(67) Bekecaibunyinyo!

‘Hancur kedengarannya!’

Pada contoh (67) kata bekecai adalah urusan indra penglihatan tetapi dalam contoh di atas menjadi tanggapan indra pendengaran.

(68) Sedapnyo dengo dio ketawo!

‘Sedapnya mendengar dia tertawa.’

Katasedap adalah urusan indra perasa tetapi pada contoh (68) menjadi di tanggap oleh indra pendengar.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA (69) paet betol baunyo!

‘Pahit sekali baunya.’

Kata pahit adalah urusan indra perasa tetapi pada contoh (69) menjadi ditanggap oleh indra penciuman.

(70) Panas betol telingo aku mendengonyo.

‘Panas sekali telinga aku mendengarnya.’

Kata panas seharusnya ditanggap oleh indra perasa tetapi pada contoh (70) menjadi ditanggap oleh indra pendengaran.

4.1.6 Perbedaan Tanggapan

Setiap unsur leksikal atau kata sebenarnya secara sinkronis telah mempunyai makna leksikal yang tetap. Namun karena pandangan hidup dan ukuran dalam norma kehidupan di dalam masyarakat maka banyak kata yang menjadi memiliki nilai rasa yang ‘rendah’, kurang menyenangkan.Disamping itu ada juga yang menjadi memiliki nilai rasa yang ‘tinggi’, atau yang mengenakkan.Kata-kata nilainya merosot menjadi rendah ini lazim disebut peyoratif, sedangkan yang nilainya naik menjadi tinggi disebut amelioratif.

Dalam bahasa Melayu DialekDumai dijumpai perbedaan tanggapan. Contohnya seperti berikut:

(71) Kawinkan sajo dio dengan jantan tu! (peyoratif)

‘Nikahkan saja dia dengan laki-laki itu!’(amelioratif)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Kata kawinkan memiliki nilai rasa yang rendah dibandingkan dengan kata nikahkan, maksudnya kata kawinkan memiliki nilai kata yang kasar dibandingkan dengan kata nikahkan yang memiliki nilai rasa yang lebih lembut dari segi penuturannya.

(72) Degilnyo budak jantanni! (peyoratif)

‘Nakalnya anak laki-laki ini! (amelioratif)’

Kata jantan memiliki nilai rasa yang rendah dan sering digunakan untuk menyatakan jenis kelamin yang terdapat pada binatang, sementara kata laki-laki lebih memiliki nilai rasa yang tinggi dan digunakan untuk menyatakan jenis kelamin pada manusia, keduanya memiliki makna yang sama cuma saja dari segi penuturannya yang berbeda.

(73) Kucing nibunting teros nampaknyo! (peyoratif)

‘Kucing ini hamil terus kelihatannya!’(amelioratif)

Kata bunting termasuk kategori kata yang memiliki nilai rasa yang rendah sementaraatau yang kurang mengenakkan sementara kata hamil memiliki nilai rasa yang tinggi, keduanya memiliki makna yang sama cuma saja dari segi penuturannya yang berbeda.

(74) Jalang betol betino tu! (peyoratif)

‘Mentel sekali perempuan itu!’ (amelioratif)

Kata betino memiliki nilai rasa yang rendah dibandingkan dengan kata perempuan yang memiliki nilai rasa yang tinggi, keduanya memiliki makna yang sama dan juga masih sering digunakan oleh masyarakat Dumai sebagai bahasa sehari-hari.

(75) Kejap lagi beranaklah kucing ni! (peyoratif)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ‘Sebentar lagi melahirkanlah kucing ini!’ (amelioratif)

Pada contoh (75) terdapat kata beranak kata tersebut memiliki nilai rasa yang rendah dan kata melahirkan memiliki nilai rasa yang tinggi kedua kata tersebut masih digunakan oleh masyarakat Dumai sebagai kosa kata sehari-hari.

(76) Jadi babu di umah sendiri! (peyoratif)

‘Jadi pembantu di rumah sendiri!’ (amelioratif)

Pada contoh (76) terdapat kata babu kata tersebut memiliki nilai rasa yang rendah dan kata pembantu memiliki nilai rasa yang tinggi kedua kata tersebut masih digunakan oleh masyarakat Dumai sebagai kosa kata sehari-hari.

(77) Dah mati cino aket tu pagi tadi.

‘Sudah meninggal orang cinta itu tadi pagi.’

Kata mati pada contoh kalimat (77) memiliki nilai rada rendah ataucenderung kasar dibandingkan dengan kata meninggal yang cenderung lebih halus dari segi penuturannya.

4.1.7 Adanya Penyingkatan

Dalam bahasa Indonesia ada sejumlah kata atau ungkapan yang karena sering digunakan maka kemudian tanpa diucapkan atau dituliskan secara keseluruhan orang sudah mengerti maksudnya. Oleh karena itu, maka kemudian orang lebih banyak menggunakan singkatannya saja daripada menggunakan bentuk utuhnya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Dalam bahasa Melayu Dialek Dumai dijumpai adanya penyingkatan. Contohnya seperti berikut:

(78) Sedap betol hasidahnyo.

‘Enak sekali hasidahnya.’

Kata hasidah yaitu khas orang Melayu di kota Dumai, kata hasidah memiliki kepanjangan yaitu khas di lidah, karena nama kue tersebut terlalu panjang maka masyarakat

Melayu Dumai menyingkatkan menjadi hasidah.

(79) Budat terdapat perumahan sangat luas di Dumai.

‘Budat terdapat perumahan yang sangat luas di Dumai.’

Kata budat bagi masyarakat Dumai sudah tidak asing karena yang di maksud budat yaitu bukit datuk suatu kawasan perumahan yang sangat luas wilayahnya, maka masyarakat Dumai selalu menyingkatkan bukit datuk dengan kata budat.

(80) Ado acaro apo di lamtu.

‘Ada acara apa di lam itu.’

Kata lam yang terdapat pada contoh kalimat di atas bermaksud untuk menyatakan salah satu gedung yang ada di Dumai. Salah satu gedung yang terdapat di Dumai bernama Lembaga

Adat Melayu karena terlalu panjang masyarakat Dumai menyingkatkan menjadi lam pada contoh kalimat ini telah terjadi penyingkatan kata.

(81) Mak cik kami tinggal di Basilamtu.

Mak cik saya tinggal di Basilam itu.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Kata Basilam yang tedapat pada kalimat di atas menyatakan suatu daerah yang terdapat di Kota Dumai, sebenarnya nama daerah tersebut Basilam Baru, hanya saja masyarakat Dumai menyingkatnya dengan kata Basilam, tentu saja mayoritas masyarakat Dumai mengerti apabila nama Basilam disebutkan sudah pasti mereka mengetahui yang dimaksud itu iyalah Basilam

Baru.

4.2 Jenis Perubahan

Dari pembicaraan di atas mengenai faktor-faktor atau sebab-sebab terjadinya perubahan makna, sudah dapat dilihat ada perubahan yang sifatnya meluas, menyempit, perubahan total, penghalusan dan pengasaran. Adapun penjelasannya seperti berikut:

4.2.1 Meluas

Yang dimaksud dengan perubahan makna meluas adalah gejala yang terjadi pada sebuah kata atau leksem yang pada mulanya hanya memiliki sebuah ‘makna’, tetapi kemudian karena berbagai faktor menjadi memiliki makna-makna lain.

Dalam bahasa Melayu Dialek Dumai dijumpai makna meluas. Contohnya seperti berikut:

(82) Kacaukan santan tu jangan sampai pecah.

‘Kacaukan santan itu jangan sampai pecah.’

Kata mengacauberasal dari kata kacau, pada contoh kalimat (82) digunakan masyarakat

Dumai untuk kegitan memasak, tetapi kata mengacau terjadi perluasan makna yang memiliki makna menganggu dan menyatakan orang yang sedang kebingungan adapun contoh kalimatnya seperti berikut ini:

(83) Dikau ni datang mengacau ajo!

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ‘Kau ini datang mengganggu saja.’

(84) Ngapo dikau nimengacau-ngacau nampaknyo.

‘Kenapa kau ini seperti mengacau-ngacau.’

Perluasan makna kata mengacau yang terjadi pada contoh kalimat (83) bermaksud untuk menyatakan orang yang menganggu dan kata mengacaumengalami perluasan makna yang terdapat pada contoh kalimat (84) menyatakan orang yang sedang kebingungan.

(85) Awakmalas melayannyo!

‘Aku malas memperdulikannya.’

Kataawak dalam bahasa Melayu Dialek Dumai mulanya memiliki makna ‘aku’, tetapi sekarang kata awak mengalami perubahan makna secara meluas yaitu sepertiawak kapal,awak pesawat,adapun contohnya seperti berikut:

(86) Awak kapal tu bejumlah tigo orang.

‘Awak kapal itu berjumlah tiga orang.’

(87) Sungguh ramah awak pesawatni.

‘Sungguh ramah awak pesawat ini.’

Kata awak pada contoh kalimat di atas bukan lagi bermakna aku, tetapi kata awak yang terdapat pada contoh kalimat yang pertama menyatakan ‘anak buah kapal atau (ABK)’dan pada contoh kalimat yang kedua kata awak memiliki makna menyatakan ‘petugas penerbangan yang ada di dalam pesawat’ tersebut.

(88) Putradanputri tu dulu sebutan untuk anak rajo.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ‘Putra dan putri itu dulu panggilan untuk anak raja.’

Kata putra dan putri dahulu panggilan untuk anak-anak raja tetapi kata putra dan putri kini telah terjadi perluasan makna. Adapun contohnya seperti berikut:

(89) Lahirnya karyaputradan putriIndonesia .

‘Lahirnya karya putra dan putri Indonesia.’

(90) Pak haji punyo anak sepasangputradanputri.

‘Pak haji memiliki anak sepasang putra dan putri.’

Kata putra dan putri bermula sebutan untuk anak-anak raja, kata putra dan putri saat ini telah terjadi perluasan makna seperti pada contoh kalimat yang pertama diatas. Kata putra dan putri bukan lagi menyatakan anak raja tetapi bermaksud anak-anak bangsa Indonesia. Pada contoh kalimat yang kedua terjadi perluasan makna yaitu menyatakan anak pak haji laki-laki dan perempuan.

(91) Begajulajolah kerjo dikau!

‘Pembohong saja kerja kau.’

Kata begajul dahulu memiliki makna ‘pembohong’ dalam masyarakat Kota Dumai tetapi kata begajul kini telah memiliki perluasan makna seperti ‘penjahat’, orang yang seperti tidak punya masa depan yang baik, berandalan. Adapun contohnya seperti berikut:

(92) Elok-elok di kampong orang usahbegajulmengecewokan bapak.

‘Baik-baik di kampung orang jangan menjahat mengecewakan bapak.’

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA (93) Apolah kato orang tuonyo punyo anak begajul macam tu.

‘Apalah kata orang tuanya punya anak yang berandalan seperti itu.’

Kata begajul mengalami perluasan makna terlihat pada contoh-contoh kalimat di atas.

Kata begajul memiliki makna untuk orang yang jahat.

(94) Dahlahiranak kemanak kami dengan selamat.

‘Sudah lahir keponakan saya dengan selamat.’

Kata lahir mulanya memiliki makna ‘keluarnya anak dari kandungan seorang ibu,’ tetapi kata lahir saat ini terjadi perluasan makna, seperti contoh berikut ini:

(95) Melahirkan makna-makna baru.

‘Melahirkan makna-makna baru.’

(96) Lahirnyo karyo anak bangsa.

‘Lahirnya karya anak bangsa.’

Kata lahir pada contoh kalimat di atas memiliki makna baru dan terjadi perluasan makna.

Pada contoh kalimat yang pertama kata lahir bermakna memiliki makna baru, dan pada contoh yang kalimat yang kedua, kata lahir memiliki makna ‘ciptaan.’

4.2.2 Menyempit

Yang dimaksud dengan perubahan menyempit adalah gejala yang terjadi pada sebuah kata mulanya mempunyai makna yang cukup luas, kemudian berubah menjadi terbatas hanya pada sebuah makna saja.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Dalam bahasa Melayu Dialek Dumai dijumpai makna menyempit. Contohnya seperti berikut:

(97) Jangan endak dicekau dengan jantan.

‘Jangan mau di pegang sama laki-laki.’

(98) ni jangan dicekau kang basi, endak ambek elok-elok.

‘Sambal ini jangan dicolek nanti basi, kalau mau ambil baik-baik.’

Kata cekau pada mulanya memiliki banyak makna seperti ‘pegang’ dan ‘colek’, tetapi pada zaman sekarang kata cekau terjadi penyempitan makna yang sekarang hanya dikenal dengan makna ‘pegang.’

(99) Ngapobesepaybetol bentuknyo.

‘Kenapa hancur sekali bentuknya.’

(100) Maklum la ee,besepayumah kami ni.

‘Harap maklum, berantakan rumah kami ini.’

Kata besepay dahulu memiliki makna ‘hancur,’‘berantakkan,’ tetapi kata besepay terjadi penyempitan makna yang kini bermakna ‘hancur’ digunakan sebagai kosa kata sehari-hari masyarakat Dumai.

(101) lesotnyo badan budak ni!

‘Kecilnya badan anak ini.’

(102) Dah lesot buahnyo dah.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ‘Sudah mengkerut buahnya.’

Pada masyarakat Dumai kata lesot dahulu memiliki makna ‘kecil,’‘mengkerut,’dan

‘sesuatu yang terlihat tidak segar lagi,’ tetapi kata lesot saat ini telah terjadi penyempitan makna yang kini lebih dikenal maknanya ‘kecil.’

(103) Sekeratjalan lagi dah nak sampai!

‘Separuh jalan lagi mau sampai.’

(104) Bagilahsekeratkue tu.

‘Berilah sepotong kue itu.’

Kata sekerat memiliki beberapa makna yaitu ‘separuh,’‘sepotong,’ dan ‘sebagian,’ tetapi makna kata sekerat terjadi penyempitan yang kini lebih dikenal maknanya ‘sepotong.’

(105) Sedapnyobau masak.

‘Enaknya bau masak.’

(106) Baunyo badan orang ni.

‘Bau sekali aroma tubuh orang ini.’

Kata bau mulanya memiliki makna ‘wangi’ dan ‘aroma yang tidak enak,’ tetapi saat ini kata bau mengalami penyempitan makna yang lebih identik dengan makna yaitu ‘aroma yang tidak enak.’

4.2.3 Perubahan Total

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Yang dimaksud dengan perubahan total adalah berubahnya sama sekali makna sebuah kata dan makna asalnya. Memang ada banyak kemungkinan makna yang dimiliki sekarang masih ada sangkut pautnya dengan makna asal, tetapi makna sangkut pautnya ini tampaknya sudah jauh sekali.

Dalam bahasa Melayu Dialek Dumai dijumpai perubahan total. Contohnya seperti berikut:

(107) Hampaikan tolonglampin budak ni.

‘Tolong jemurkan popok anak.’

Kata lampin dulunya memiliki makna popok bayi yang terbuat dari kain, tetapi karena minimnya saat ini masyarakat Dumai menggunakan lampin sebagai popok bayi maka kata tersebut tidak lagi digunakan bahkan kata tersebut mengalami perubahan makna secara total yang pada mulanya bermakna popok tapi kini memiliki makna pukulan/pukul, seperti kalimat pada contoh seperti berikut:

(108) Ku pelampinkan budak ni kang!

‘Aku pukul nanti anak ini.’

Kinikata lampinbermakna ‘pukulan/libasan’ untuk anak-anak yang berperilaku nakal seperti pada contoh di atas.

(109) Gabak sano sini bajunyo.

‘Koyak dimana-mana bajunya.’

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Kata gabak dalam bahasa Melayu Dumai dahulu memiliki makna koyak yang digunakan

untuk menyebutkan benda yang bisa terobek seperti pada contoh kalimat di atas, kini kata gabak

dalam bahasa Melayu Dialek Dumai mengalami perubahan makna secara total, adapun

contohnya seperti berikut ini:

(110) Dah banyak gabakdah!

‘Sudah banyak yang habis.’

Kata gabak terjadi perubahan total dari makna aslinya yang saat ini bermakna

‘menyatakan habis’ dalam bahasa Melayu Dialek Dumai.

(111) Telanting agaknyo gelang aku tadi!

‘Tercampak mungkin gelang aku tadi.’

Kata telanting/lanting yang tedapat contoh di atas memiliki makna tercampak, tetapi kata

lanting yang digunakan masyarakat Dumai saat ini telah terjadi perubahan makna total. Adapun

contohnya seperti berikut ini:

(112) Lantingkanke tanah dah tak guno.

‘Lemparkan saja sudah tidak berguna.’

Kata lanting yang terdapat pada contoh (112) mengalami perubahan

makna secara total yaitu lempar.

(113) Banyak niau nak diparut!

‘Banyak kelapa yang mau di parut.’

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Kata parut bermakna kelapa di ‘haluskan/kukur,’ tetapi kini kata parut mengalami perubahan makna secara total dalam bahasa Melayu Dialek Dumai. Berikut contoh kalimat perubahan makna secara total dari kata parut:

(114) Banyakparutdak daro.

‘Banyak kudis anak perempuan.’

Kata parut mengalami perubahan makna secara total, pada contoh kalimat (114) kata parut bukan lagi bermakna ‘kukur’ tetapi melainkan bermakna ‘kudisan.’

(115) Mengkalhati tak dapat ikot.

‘Mengkal hati tak dapat ikut.’

Kata mengkal pada contoh di atas dulunya memiliki makna ‘kesal,’ tetapi kata tersebut mengalami perubahan total, adapun contoh kalimat perubahan total pada kata mengkal sebagai berikut:

(116) Lum masak lagi masihlahmengkal.

‘Belum masak lagi masih muda.’

Kata mengkal pada contoh kalimat (116) bermakna ‘muda.’ Perubahan total yang terjadi kata mengkal tersebut untuk menyatakan ‘buah yang belum masak dengan sempurna’ hingga kini masyarakat Melayu Dumai mempopulerkan kata mengkal dengan makna ‘masih muda.’

(117) Kesannyolah tetinggal disini.

‘Kesannyolah tetinggal disini.’

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Kata kesan pada contoh di atas memiliki makna ternyata yang biasanya digunakan sebagai kata penghubung kalimat, tetapi kata kesan mengalami perubahan makna secara total dari makna aslinya, adapun contohnya seperti berikut ini:

(118) Banyak kesan yang dio tinggalkan.

‘Banyak kenangan yang dia tinggalkan.’

Kini kata kesan bermakna kenangan dalam bahasa Melayu Dialek Dumai setelah mengalami perubahan makna secara total dari makna semula.

4.2.4 Penghalusan

Dalam pembicaraan penghalusan ini kita berhadapan dengan gejala ditampilkannya kata- kata atau bentuk-bentuk yang dianggap memiliki makna yang lebih halus, atau lebih sopan daripada yang akan digantikan.

Dalam bahasa Melayu Dialek Dumai dijumpai penghalusan. Contohnya seperti berikut:

(119) Tengah utan masih ado datuk belang merayau!

‘Di dalam hutan itu masih ada harimau.’

Kata datuk belang pada masyarakat Dumai adalah penghalusan kata yang bermakna sebagai harimau.

(120) Menageh makan buahmato kucingni!

Ketagihan makan buah lengkeng ini.

Kata mata kucing pada masyarakat Dumai yaitu penghalusan dari suatu kata yang bermakna buah klengkeng bentuknya menyerupai mata kucing.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA (121) Tak dapat menahanpadam mukoni lagi!

‘Tidak bisa menahan malu ini lagi.’

Kata padam muko pada masyarakat Dumai sebagai suatu penghalusan kata yang memiliki makna malu.

(122) Semakin berado semakinmengepakkan sayap!

‘Semakin kaya, semangkin sombong.’

Kata mengepakkan sayap yang digunakan oleh masyarakat Dumai terjadi penghalusan makna yaitu ‘sombong.’

(123) Dak daro tu kenopanjatdengan tetanggonyo sendiri.

‘Anak perempuan itu diperkosa dengan tetangganya sendiri.’

Kata panjat pada contoh kalimat diatas penghalusan kata dari kata perkosa, kata panjat tersebut sebagai kata yang telah terjadi penghalusan dan menjadi kosakata dalam bahasa Melayu

Dialek Dumai tersebut.

(124) Putihbetulhatinyotak menempuh kesini.

‘Tega sekali tidak datang kesini.’

Kata putih hati pada contoh kalimat di atas memiliki makna yaitu tega atau kejam, kata putih hati adalah kata yang terjadi penghalusan untuk menyatakan sesuatu hal yang bersifat kejam atau tega, kosakata tersebut menjadi kosakata bahasa Melayu Dumai yang digunakan masyarakatnya sehari-hari.

(125) Ayahbanting tulanganak mengangkang.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ‘Ayah kerja keras anak bersenang-senang.’

Kata banting tulang yaitu kosakata penghalusan yang memiliki makna kerja keras, kata banting tulang bukan hanya masyarakat Melayu Dumai yang menggunakan, kosa kata tersebut juga menjadi kosa kata populer dalam bahasa Indonesia.

(126) Tak lupo kami beribuah tanganuntuk keluargo.

‘Tidak lupa kami memberi oleh-oleh untuk keluarga.’

Kata buah tangan sebuah ungkapan penghalusan yang memiliki makna yaitu oleh-oleh atau cendramata, kata buah tangan juga dipopulerkan ke dalam bahasa Indonesia.

(127) Mak kami pesan hendaklahrendah hatike semuo orang.

‘Ibu saya berpesan agar tidak sombong ke semua orang.’

Kata rendah hati yaitu penghalusan dari kata tidak sombong, kata tersebut selalu digunakan untuk menyatakan sifat orang yang tidak sombong. Dalam bahasa Melayu Dumai maupun dalam bahasa Indonesia kata rendah hati selalu digunakan.

4.2.5 Pengasaran

Kebalikan dari penghalusan adalah pengasaran (disfemia), yaitu usaha untuk menggantikan kata yang maknanya halus atau bermakna biasa dengan kata yang maknanya kasar. Usaha atau gejala pengasaran ini biasanya dilakuan orang dalam situasi yang tidak ramah atau untuk menunjukkan kejengkelan.

Dalam bahasa Melayu dialek Dumai dijumpai pengasaran. Contohnya seperti berikut:

(128) Apo tidak yang tau,bangang betol!

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ‘Tidak tau apa-apa, bodoh yang keterlaluan.’

Kata bangang’bodoh yang keterlaluan’ biasanya ditujukan kepada seseorang yang akalnya tidak cerdas.

(129) Behambuslah dikau,meluatajo tak guno!

‘Pergilah kau, menyampah saja tidak berguna.’

Kata meluat sering digunakan pada masyarakat Dumai dalam konteks percakapan dan hanya digunakan pada konteks yang menunjukan kekesalan seseorang terhadap lawan bicaranya.

(130) Budakmako sumpah!

‘Anak yang terkutuk.’

Kata mako sumpah memiliki makna terkutuk, kata mako sumpah sering digunakan oleh masyarakat melayu Dumai untuk menyatakan sifat anak atau masyarakat Melayu itu sendiri yang tidak baik dalam berprilaku.

(131) Apo tidak yang dapat, nakmengangkangdiumah ni!

‘Tidak ada yang bisa diperbuat, mau bersantai aja dirumah ini.’

Kata mengangkang memiliki makna yang ingin bersantai atau bersenang-senang, kata mengangkang apabila diungkapkan oleh masyarakat Dumai untuk menyatakan amarah terhadap orang yang tidak saling menolong dalam kegiatan baik di dalam rumah maupun di masyarakat.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Setelah menganalisis perubahan makna yang ada dalam bahasa melayu Dialek Dumai, maka penulis menyimpulkan sebagai berikut:

Perubahan makna dalam bahasa Melayu Dialek Dumai terdiri dari sebab-sebab perubahan makna dan jenis perubahan makna. Adapun sebab-sebab perubahan makna yang terdapat dalam bahasa Melayu di Kecamatan Dumai selatan, Kelurahan bukit Timah, Kota

Dumai terdiri dari Perkembangan dalam Ilmu dan Teknologi, Perkembangan Sosial dan Budaya,

Perbedaan Bidang Pemakaian, Adanya Asosiasi, Pertukaran Tanggapan Indra, dan Perbedaan

Tanggapan.

Jenis perubahan makna yang juga terdapat dalam bahasa Melayu Dialek Dumai yaitu meluas, menyempit, perubahan total, penghalusan, dan pengasaran. Pembahasan mengenai perubahan makna pada bab sebelumnya merupakan hasil penelitian yang telah dilakukan dan dapat disimpulkan bahwa masih terdapat perubahan makna dalam pola komunikasi Mayarakat

Melayu, Khususnya daerah Keluraha bukit timah, Kecamatan Dumai Selatan, Kota Dumai.

5.2 Saran

Adapun yang penulis harapkan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Penulis menyarankan agar masyarakat melayu Dumai merasa memiliki dan

bertanggung jawab untuk menjaga dan melestarikan bahasa yang mulai terkikis

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA seiring perkembangan zaman agar warisan-warisan budaya khususnya dibidang

linguistik tidak hilang di telan masa.

2. Mengarsipkan kosa kata bahasa Melayu Dialek Dumai, sehingga proses regenerasi

bahasa daerah asli dapat terlaksana dengan baik.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DAFTAR PUSTAKA

Aminuddin. 2001. Semantik (Penghantar Studi Tentang Makna). : Sinar Baru.

Azwar, Saifuddin.2004. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Belajar

Balai Kajian dan Pengembangan Budaya Melayu, 2007. “Putri Tujuh, Asal Mula Nama Kota Dumai”. Www.melayuonline.com. Diakses pada tanggal 24 Agustus 2016.

Chaer, Abdul.2009. Penghantar Semantik Bahasa Indoensia.Jakarta: Rineka Cipta

Djajasudarma, T.Fatimah.1999. Semantik 2 Pemahaman Ilmu Makna. Bandung: PT Refika Aditama.

Kantor Perpustakaan, Arsip dan Data Elektronik Kota Dumai.2013. “Kondisi Geografis Kota Dumai”. Www.dumaikota.go.id. Diakses pada Tanggal 24 Agustus 2016.

Pangabean,Pesta Uli Ria.(2011):Analisis Perubahan Makna Kata Dalam Harian Seputar Indonesia. Skripsi.Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya,Universitas Sumatera Utara.

Pateda, Mansoer.2010. Semantik Leksikal.Jakarta: Rineka Cipta

Qori Syahriana Akbari (2014): Perubahan Makna Kata Dalam Hikayat Bayan Budiman. Skripsi.

Sugiono.2013. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta

Suharso, dan Retnoningsih, Ana 2011. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Semarang: Widya Karya.

Tantawi, Isma.2013. Terampil Berbahasa Indonesia. Bandung: Cita Pustaka

Tarigan, Henry Guntur. 1993: Pengajaran semantik. Bandung: Angkasa.

Ulmann, Stephen dan sumarsono.2012.Penghantar Semantik.Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Wijana, I Dewa Putu.2011.Semantik:Teori dan Analisis. Surakarta:Yuma Pustaka.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

L

A

M

P

I

R

A

N

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA LAMPIRAN 1 A abok :debu ajab : hajab ambot : rambut angso : angsa angkaso : angkasa anggok : menundukan kepala aok : iya ako : akar ajin : rajin ae : air ae top : air cup ale-ale : tiba-tiba ambutan : rambutan asam keping : asam kandis arak : tuak

B balo : masalah bayam : bayam babu : asisten rumah tangga basuh : cuci begajul : penipu/penjahat bebal : bodoh bangket : bangun baco : baca bagak : berani baro api : bara api

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA bangket : bangun bederup-derup : kriuk-kriuk becekak : berkelahi beleha-leha : bersantai-santai begayut : bergantung benyai : lembek belingas : melototi belantak : beradu belacan : terasi bekeletah : banyak mau berkenak hati : semaunya beruk : monyet berapo : berapa betokak : berkudis besepai : hancur besungut : marah-marah besepah : banyak besimpol : lipat betuah : beruntung beteking : adu mulut/cek cok betekol : keriting betuah budak : anak yang beruntung bedelau : mengkilat bejelo : panjang bekicai : cerewet belati : pisau belecoh : berbicara terlalu banyak bengak : bohong beobat : berobat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA betik : pepaya bingko : bingka, kue bingka bintat : bengkak biji mato : mato biseng : ribut biles : ikan teri bilek : kamar biso : sakit bual : bicara buayo : buaya bubo : bubur buluh : bambu bulu mato : bulu mata budak :anak buncis : buncis buto : buta bingal : payah disuruh berdendang sayang : bersuka ria besolek : berdandan bungsu : terakhir bungo : bunga

C cacak : tegak cako : cakar caro : cara cawut : omongan kotor cawan : gelas cecak : cicak

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA cebeh : sedih celat : curang cemano : macam mana cendawan : jamur cencang : cincang celako : sial celat : curang citen : mantap ciku : buah sawo cepoh : campur cucok : tusuk comot : kotor congkel : korek congok : rakus

D datas : di atas dado : dada daripado : dari pada daun ubi : daun singkong delimo : delima dian : dipesesah : dihabiskan dimano : dimana degil : jahat dengo : dengar durian belanda : sirsak duo : dua

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA E eat : ketat, erat endak : tidak engkek : sombong entah : tidak tau elok : bagus erum : wangi esok : besok

G gabak : koyak gagap : terbata-bata gau : garu gali : melobangi, mengorek tanah gelak : ketawa gemo : suka geram : gemas goncang : goyang gosoan : setrika gulo : gula gempo : gempa goni : karung

H hampaian : jemuran halos : halus hembus : tiup hirup : hisap

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

I ikan keli : ikan lele intan payoung : anak manja itik : bebek isap : hisap

J jaum : jarum japan : jipang jemo : jemur jendela : tingkap jengah : pandang jeruk : limau jering : jengkol jerih : sesak jap : teko air jumpo : jumpa juru bual : juru bicara joyah : cerewet

K kaco : kaca karno : karna kasut : sendal kemayu : lembut (menunjukan sikap) kemano : kemana kendo : kendur

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA kebas : kesemutan kebau : kerbau kecik : kecil kelapo gonseng : kelapa gonseng keledek : ubi jalar keluo : keluar kekudo : bangku kecil kenen : sekarang keniak : kuntilanak kerat : potong kerenggo : serangga keikil : kerikil kekah : kera/monyet keto : ceroboh ketam : kepiting kesah : cerita ketil : cubit ketam : kepiting kelapo mudo : kelapa muda kepalo : kepala kepet : jepit kepak : sayap kemasen : ikan masin kedekod : pelit kibot : lemari kletah : banyak kepandaian kongsi : Patungan/bagi-bagi kopek : kupas kopiah : peci

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA kudo : kuda kurap : panu kuro-kuro : kura-kura kue melako : kue onde-onde/kelepon kue loyang : kembang loyang kunyet : kunyit

L lado : cabe ladang : ladang lagak : sombong lalu : lewat lampin : kain bedung bayi lanco : lancar lanting : lempar lapo : lapar lai : lari lecah : becek ledah : jorok lempo :lampar lemau : masuk angin lengang : sunyi lengah : lama lenyak : terbahak-bahak lehe : leher lele : lambat lete : nyinyir lesot : mengkerut ligat : cepat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA lipas : kecoak licau : bersih limo : lima lintang pukang : terbirit-birit lesap/lenyap : habis loteng : atap loyo : lemah/mual longkang : Parit/got lumat : halus lupo : lupa lumpo : lumpur

M malap : redup majlis : orang banyak majok : merajuk mantul :beralih manai : malas matoai : matahari matan : serius maso : masa melait : nderes karet mato kaki : mata kaki melampau : keterlaluan melenggang : berjalan melangut : termenung meluat : menyampah melingko : melinkar mempelai : pengantin

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA mempelam : mangga memunggah : membongkar mentol : cemberut menung : lamun menageh : ketagihan melo : mengkek mengaes : mencari mengkal : muda mengacau : menganggu mengandam : merias mengayau : kuah yang terlalu banyak menggelabah : tidak tenang mengokang : mengigit mengintai : melihat secara diam-diam mengincah : mencuci meninjau : melihat, mengintip menjeleng : melirik menjalang : menggatal menyekau : mengambil menyampok : ikut campur menyanggai : memanjat menyanyah : main-main menyempel : terselip menyiang : membersihkan merayau : berjalan-jalan montel : montok muko : muka minyak jelantah : minyak bekas mejo : meja

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA miko : mereka

N namo : nama naek : naik nano : gila nangko : nangko ngokol : sejuk/dingin ngukoniau : parut kelapa ngarok : ngamuk ngapo : mengapa nyok : susu nyamouk : nyamuk nyampok : ikut campur

O ojol : karet okok : rokok oang tuo : orang tua oplet : angkot

P pado : pada paho : paha parit : sungai paso : pasar pandai : pintar penat : capek

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA pelupuh : pukul paling bungsu : paling kecil penokoh : cerdik buruk pelasah : dipakai penyengat : lebah penyamun : penjahat parit : sungai pedo : pedas pigi : sumur pikol : pikul piyo : paria pokok hari : cuaca pojol : takut sekali pucok paku : pucuk pakis : putar pukol : pukul punggah : bongkar puah siseh : amit-amit puteh telo : putih telur

R rantai : kalung rago : keranjang rimau : harimau

S sabo : sabar samo : sama sangko : sangka

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA sakat-menyakat : sindir-menyindir/di bully sebahat : kerja sama sebat : libas segah : bentak sengat : gigit sekilo : satu kilo senjo : senja sengal : stres/gila sentadak : belalang sembayang : sholat seeso : tersiksa sekejap : sebentar semuo : semua seko : seekor selekeh : berpenampilan yang tidak menarik seloroh : bercanda seluar : celana sempot : sesak sentadak : belalang selayang : sedikit selai : sehelai setungkah : sebutir semato : satu ons sikat : sisir siket : sedikit siput : keong singo : singa singgah : mampir setapak : jalan kecil

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA serto : serta sepak : sepak subang : anting-anting supe : supir suai : setuju

T takot : takut tando lahe : tanda lahir tanggo : tangga tak elok : tidak bagus tak tedayo : tidak berdaya tak bemayo : tak semangat tak senonoh : perbuatan yang tidak baik tebusai : teburai tededah : terbuka teong : terong tendo : tenda tementol : cemberut tebang : terbang tejatoh : terjatuh tejungkang : mati kaku tejojol : keluar dari isi tekacah-kacah : tergesa-gesa tempeleng : tampar temakol : ikan glodok : asam durian tesengeng : tersenyum telengau : besar

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA telo : telur telo asen : telur asin telentang : telentang tekung : mukena temberang : bohong tembolok : anak tekak tetuko : tertukar terantuk : terjedot tengkok : tengkuk tenggen : gila tido : tidur tigo : tiga tingkap : jendela tilam : kasur teperogok : ketahuan tepekong : kelenteng teriak : panggil tesungkop : tertutup tengkalan : batu giling tu : itu tungku : kompor

U ulo : ular umban : benamkan usah : jangan umbut : putik kelapa upo : rupa

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA W warno : warna

Y yo betol : iya kali

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

LAMPIRAN 2

Data Informan 1

Nama : Abdul Hamid S.sos

Tempat, tanggal lahir : Dumai, 6 September 1956

Umur : 61 Tahun

Pekerjaan : Pensiunan Pegawai Negri

Pendidikan Terakhir : Sarjana

Data Informan 2

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Nama : Kaharuddin

Tempat, tanggal lahir : Dumai, 5 Desember 1947

Umur :70 tahun

Pekerjaan : -

Pendidikan Terakhir : SMP

Data Informan 3

Nama : Nurmadiah

Tempat, tanggal lahir : Dumai, 11 Juni 1963

Pekerjaan : IRT

Pendidikan teakhir : SLTA

-Tidak bersedia di foto

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA