52 | Jurnal Hukum Diktum, Volume 10, Nomor 1, Januari 2012, hlm 52-63

PARADIGMA KH. ALI YAFIE TERHADAP SUMBER- SUMBER HUKUM ISLAM

Anwar Sadat

Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin [email protected]

Abstract: This article reviews the paradigm Yafie KH.Ali thinking about the sources of Islamic law in particular sources of law that has been agreed upon. The method used is a literature review with a direct look at various sources or manuscript is an original work of KH Ali Yafie. Ali Yafie figure was one of the active transform thinking through scholarly writings. Primarily covering the social, political, economic, and health dimensions of Islamic studies (Islamic studies).

Kata Kunci: Paradigma, K.H. Ali Yafi, sumber-sumber hukum Islam

I. PENDAHULUAN Kehidupan di dunia ini mempunyai dewasa ini dihadapkan ciri yang sangat nyata yaitu adanya pada masalah-masalah yang sangat kom- dinamika yang menimbulkan perubahan dari satu tahap ke tahap yang lain dalam pleks dan baru. Ini diakibatkan adanya dimensi ruang dan waktu secara terus kemajuan berfikir yang tentunya ber- menerus. Dalam kehidu-pan agama seperti dampak terhadap pola atau cara meng- ini, agama akan berfungsi dan terasa analisa dan memahami suatu perma- dibutuhkan jika agama juga memiliki salahan yang dihadapi. Beberapa tokoh ruang gerak dan waktu. Hal inilah yang pembaru di Indonesia melihat bahwa jika mendasari salah satu tokoh penggagas umat Islam tidak memberi respon yang fikih sosial yaitu K.H. Ali Yafie baik terhadap perkembangan zaman, maka umat Islam akan terperosok atau bahkan mengeluarkan statement dalam bukunya: hanyut oleh arus yang dihantarkan para ... Agama Islam. Sekalipun ia orientalis Barat yang pada abad per- terbangun di atas pondasi-pondasi tengahan melancarkan isu-isu kebebasan yang tertanam kokoh dan tetap serta manusia dan kebebasan berfikir.1 merupakan hakikat-hakikat kebenaran Hal demikian menurut para ulama yang abadi, namun ia penuh kehidupan hanya akan dapat ditepis dengan mela- dan dina-mika yang menjadikannya kukan suatu gerakan ijtihad dan tajdid ini mampu mem-bimbing kehidupan dimaksudkan agar syari`at dan keyakinan manusia yang bergerak dan berubah umat Islam tetap terjaga. karena terus dari masa ke masa, serta banyaknya permasalahan yang muncul di berkembang dari satu keadaan ke keadaan yang lain sepanjang kalangan umat Islam Indonesia, maka 4 berbagai pemikir hukum Islam memulai perjalanan sejarahnya. gerakan ijtihad dan tajdidnya sebagai Dari tulisan Ali Yafie di atas, upaya menemukan hukum Islam tercermin bahwa agama Islam adalah transformatif yang sesuai dengan agama yang hidup sekaligus agama yang masyarakat Indonesia sekaligus sebagai abadi. Ini berarti agama Islam meng- upaya pembinaan hukum Nasional.2 gambarkan pada dua hal. Pertama, Agama Islam mencakup kesempurnaan, asas kepercayaan dan bimbingan 53 | Jurnal Hukum Diktum, Volume 10, Nomor 1, Januari 2012, hlm 52-63 keagamaan, nilai-nilai dasar moral dan untuk memenuhi kebutuhan perkem- patokan-patokan norma tata kehidupan. bangan masyarakat dengan Kedua, Islam memiliki ruang gerak cukup berpegang pada dasar-dasar (ushul) luas untuk menjadi objek pembaruan atau yang sudah diletakkan oleh agama “tajdid”. itu melalui proses pemurnian yang Dalil yang menjadi argumentasi dinamis.9 bahwa dalam Islam juga dikenal konsep Rumusan yang dikemukakan Ali tajdid atau pembaruan, pertama, H. R. Yafie ini memberi garis tegas bahwa Sunan Abi Daud yang menyatakan bahwa tajdid yang beliau maksudkan bukan Rasul bersabda: “Allah akan menampilkan mengganti ajaran-ajaran dan hukum- pada kurun tiap abad, pembaru bagi umat hukum yang bersifat mutlak, fundamental ini dalam urusan agamanya”. Kedua, dan universal. H.R. Ahmad, al-Nasai dan Al-Hakim yang Pertanyaan kemudian yang muncul, menyatakan bahwa Rasul memberi petun- dimanakah konsep tajdid yang dimak- juk dengan menyatakan supaya kita 5 sudkan Ali Yafie? Hal ini tertuang dalam selalu memperbarui iman kita. tulisannya: Lengkapnya kedua teks hadis yang ...tajdid itu mempunyai ruang gerak dimaksud Ali Yafie di atas adalah: yang cukup luas dalam hal memperbarui cara memahami, meng- interpretasi, mereformulasi dan عن رسول اهلل صل اهلل عليه وسلم قال: mela-kukan toepassing10 atau ajaran-ajaran agama yang berada di ان اهلل يبعث هبذه اال مة على راس كل luar wilayah qath’iyyat yaitu ketentuan yang sifatnya dzanni yang ما ءة سنة من جيددهلا دينها 6 menjadi wilayah tajdid.11 Dari sini terlihat bahwa Ali Yafie mendasarkan wilayah tajdid pada apa قال رسول اهلل صلى اهلل وسلم: yang dirumuskan oleh ulama-ulama .klasik tentang konsep qath’i dan dzanni جددوااميانكم قيل يارسول اهلل وكيف Konsep dzanni inilah yang menjadi pusat .perhatian Ali Yafie sebagai objek tajdid جنددواميانناقال اكثروامن قول الاله اال اهلل .7 Dari uraian di atas menunjukkan bahwa Dari kedua hadis ini, Ali Yafie pemikiran Ali Yafie memang memiliki melihat adanya dua sisi ijtihad dalam keunikan ter-senndiri sehigga penulis kehidupan beragama dalam Islam, yaitu bermaksud menelusuri lebih jauh tentang sisi defensif dan ofensif. Sisi pertama berbagai pemahamn beliau tentang adalah untuk memelihara dan memper- Hukum Islam dan artikel ini berupaya tahankan kemurnian ajaran-Nya dan sisi mengambil titik fokus tentang kedua adalah untuk memberi ruang gerak Bagaimanakah paradigma Ali Yafie bagi dinamika kehidu-pan dalam rangka terhadap sumber-sumber Hukum Islam? penerapan asas-asas kepercayaan dan bim- bingan keagamaan, nilai-nilai dasar moral II. PEMBAHASAN keagamaan dan patokan-patokan norma A. Biografi singkat Ali Yafie keagamaan dalam tata kehidupan.8 Ali Yafie berasal dari keluarga Selanjutnya Ali Yafie memberi kyai, memiliki pendidikan Pesantren batasan tentang tajdid seperti dapat yang cukup dan cucu dari Syeikh Abdul dilihat dalam rumusannya berikut: Hafidz Bugis, satu dari tiga ulama Tajdid merupakan upaya menerapkan terkemuka Indonesia yang menjadi guru norma-norma atas realitas sosial 54 | Jurnal Hukum Diktum, Volume 10, Nomor 1, Januari 2012, hlm 52-63 besar pertama di Mesjid al Haram, ilmu fikih yang sudah mulai dipelajarinya Mekah-Arab Saudi.12 Juga berasal dari dari ayahnya. KH. Ali Yafie kemudian keluarga elit-ekonomi. Karena sang kakek berguru kepada sejumlah kyai yang adalah seorang ulama yang mempunyai terkenal di Sulawesi, di antara-nya kepada bakat dagang. Di sela-sela kesibukannya syahkh Ali Mathar (paman Prof. DR. menjadi guru besar di Mekah, dia masih Quraish Shihab). sempat berdagang. Maka tak Tahun 1933 (di usia 7 tahun), Ali mengherankan kalau harta yang Yafie kecil mulai meniti pendidikan diwariskannya amatlah banyak, berupa pesantren. Pendidikan ini ditekuninya kolam ikan, sawah dan tanah tegalan serta selama 10 tahun, yaitu hingga 1945. sebuah pulau Kalukuang yang dipenuhi Hanya inilah pendidikan semi formal ribuan pohon kelapa. Dari harta warisan yang dialaminya. Dengan kata lain, Ali itulah keluarga Muhammad Yafie Yafie adalah sosok tokoh yang bentuk (ayah Ali Yafie) hidup dan struktur dasar intelektualitasnya berkecukupan.13 dirakit di pesantren klasik. Sifat positif Ali Yafie lahir, 1 September 1926, pendidikan pesantren klasik adalah sangat dari pasangan Muhammad Yafie dan menekankan prinsip kesederhanaan Maccaya, di sebuah desa pantai bernama penampilan (tawa-dlu') kemandirian, Wani-Donggala, Sulawesi Tengah, disiplin dan penanaman hasrat untuk barang-kali tempat itu yang turut menjadi musafir pencari ilmu.15 mengalirkan sifat pribadinya yang Prinsip ini tampaknya membekas berkemauan keras, tekun dan pantang cukup dalam pada diri Ali Yafie. Ali menyerah. Adapun nama Ali Yafie Yafie sempat menjadi pengajar madrasah disandarkan kepada ayahnya, karena pada tahun 1947 KH. Ali Yafie aktif di nama sebenarnya adalah Muhammad Ali Darul Dakwa Wal Irsyad (DDI), Pare- (selanjutnya disebut Ali Yafie).14 Beliau pare, sebuah lembaga yang dipelopori oleh seorang Ulama yang sangat populer di Syekh Abdurrahman Firdaus. Pada tahun masanya dan juga meru-pakan anak dari 1963-1966. KH Ali Yafie menjadi ketua seorang panrita (gelaran Ulama sekaligus umum organisasi ini. Sejak tahun 1951 bangsawan Bugis). KH. Ali Yafie juga tercatat menjadi Kakek Ali Yafie tidak hanya pegawai Departemen Agama setempat. mening-galkan nama besar yang bisa Kiprah KH. Ali Yafie terus memuncak dibanggakan, akan tetapi juga hingga memegang jabatan penting di mewariskan cukup banyak kitab, Pengurus Besar Nahdatul Ulama.16 terutamanya kitab tentang hukum dan B. Pandangan KH. Ali Yafie terhadap Al- Fikih. Sebahagian kitab tersebut ber- Qur'an bahasa Arab sisanya berbahasa Melayu. Lahir sebagai anak kelima dari sembilan Menurut Ali Yafie, kehadiran al- bersaudara. KH Ali Yafie melewati masa Qur'an di tengah-tengah umat manusia, mudanya di sekolah formal di Vervolg pada prinsip-nya adalah untuk memper- School, sebuah sekolah dasar yang kenalkan Allah Swt, menyampaikan pesan diselenggarakan oleh pemerintah kolonial dan memberikan petun-juk sebagai Belanda. perwujudan nyata dari rahmat-Nya yang 17 Sejak berumur 5 tahun, KH. Ali diberikan kepada manusia. Pada periode Yafie kecil sudah mulai belajar membaca awal, kehadiran al-Qur'an mengun-dang kitab kuning (kitab pelajaran agama banyak reaksi, terutama bagi masyara- berhuruf Arab yang biasanya diajarkan di kat Jahiliyah yang pertama kali pesantren) lang-sung dari ayahnya, bersentuhan dengan al-Qur'an dengan Muhammad Yafie. Untuk memperdalam memberikan reaksi yang cukup tajam. Ini sejalan dengan watak mereka yang 55 | Jurnal Hukum Diktum, Volume 10, Nomor 1, Januari 2012, hlm 52-63 sangat bebas dan keras, namun juga irama perkem-bangan dan kemajuan ilmu- cerdas dan menguasai seni bahasa yang ilmu agama lainnya yan semakin tinggi. menjurus kepada spesialisasi bidang- Dalam mensikapi fenomena itu, Ali bidang ke-ilmuaan. Hal ini berdampak Yafie berpendapat; bahwa "Sederetan positif terhadap per-kembangan dan reaksi negatif yang muncul harus kemajuan ilmu-ilmu tafsir. Tetapi di sisi dihadapi dan dijawab oleh al-Qur'an itu lain berdampak negatif ter-hadap sendiri." Adapun sarana yang dipakai keutuhan ajaran al-Qur'an. Artinya, dalam rangka meng-hadapi dan pemaha-man terhadap ilmu tafsir menjawab segala macam tan-tangan semakin mendalam tetapi untuk reaksi tersebut adalah Rasulullah saw. mendapatkan keutuhan ajaran al-Qur'an Demikian juga para sahabat, yang telah tidak mudah didapatkan. mencatat, menghafal, mempelajari, Menurut Ali Yafie, untuk mema- mema-hami dan menghayatinya yang hami al-Qur'an secara utuh, dibutuhkan telah men-dapat bimbingan langsung dari metode penafsiran secara menyeluruh Rasulallah.18 (tafsir syamil) yakni pengelompokan Pada perjalanan berikutnya ayat-ayat al-Qur'an yang telah beberapa faktor baru bermunculan. Antara dipandang masuk pada tema-tema yang lain meluasnya masyarakat Islam dan dimaksud.21 Tafsir ini biasa disebut semakin meningkatnya taraf hidup dengan tafsir maudhu'i. Dalam hal ini Ali mereka. Hal ini banyak dipengaruhi Yafie mengutip pendapat Al-Syathibi,22 oleh faktor bahasa dan budaya yang bahwa "Tidak dibenarkan seseorang berbeda, sehingga terjadi pergeseran hanya memperhatikan bagian-bagian dari nilai, yang mengakibat-kan bagi generasi- satu pembicaraan, kecuali pada saat ia generasi berikutnya semakin sulit untuk bermak-sud untuk memahami arti memahami al-Qur'an, dibandingkan lahiriah dari satu kosa kata menurut generasi sebelumnya. tinjauan etimologis, bukan untuk mencari Untuk mengahadapi kenyataan itu, dan menemukan rahasia atau maksud Ali Yafie, berpendapat, bahwa Hendaknya yang tersembunyi dari si pembicara." para ulama sebagai pengemban amanat Adapun langkah-langkah yang penerus ajaran al-Qur'an, melakukan ber- hendaknya ditempuh untuk menerapkan bagai upaya. Antara lain pencatatan metode tafsir maudhu'i adalah sebagai otentik interpretasi ayat-ayat al-Qur'an, berikut: pertama, menetapkan masalah yang hal ini menjadi cikal bakal tumbuh- yang akan dibahas (topik). Masalah nya tafsir al-Qur'an. Sesuai dengan kebu- yang akan dibahas adalah persoalan tuhan umat ketika itu, cara penafsiran al- yang menyentuh dan dirasakan langsung Qur'an pun masin sangat terbatas; oleh masyarakat. Ini berarti bahwa terutama untuk mengatasi perkembangan terlebih dahulu hendaknya mempelajari bahasa yang cenderung merugikan problem-problem masyarakat atau kemurnian bahasa al-Qur'an.20 ganjalan-ganjalan pemikiran yang Di samping itu, perkembangan ilmu dirasakan sangat mem-butuhkan jawaban hukum Islam (fiqih) yang sangat pesat, al-Qur'an. men-dorong pada pengutannaan ayat-ayat Kedua, menghimpun ayat-ayat yang ahkam dalam upaya penafsiran itu. Metode berkaitan dengan masalah tersebut, penafsiran terbatas (tafsir tajzi-i) dengan menyusun runtutan ayat sesuai berkem-bang terus, mengikuti irama dengan masa turunnya, disertai perkembangan ilmu-ilmu syari'at lainnya. pengetahuan tentang asbab al-nuzulnya. Metode penaf-siran al-Qur'an mengalami Ketiga, Memahami korelasi ayat-ayat perkembangan dan kemajuan mengikuti tersebut dalam suratnya masing-masing. 56 | Jurnal Hukum Diktum, Volume 10, Nomor 1, Januari 2012, hlm 52-63

Dan menyusun pembahasan dalam Yakni ketentuan yang ditetapkan kerangka yang sempurna. belakangan, menggantikan ketentuan ter- Keempat, melengkapi pembahasan dahulu. Artinya pengertian ini sebagai dengan hadits-hadits yang relevan dengan upaya interpretasi hukum yang ada pokok bahasan. Mempelajari ayat-ayat dalam al-Qur'an dan dipergunakan ketika ter-sebut secara keseluruhan dengan jalan menen-tukan apakah pada persoalan meng-himpun ayat-ayatnya yang mem- tertentu yang sudah ada hukumnya punyai pengertian yang sama, atau dimungkinkan akan adanya nasikh- mengkom-promikan antara yang `am mansukh? (umum) dan yang khas (khusus), mutlaq Ali Yafie berpendapat bahwa upaya dan mugayyad (terikat), atau yang pada untuk melakukan interpretasi hukum lahirnya bertentangan sehingga kesemua- yang terdapat dalam al-Qur'an, terlebih nya bertemu dalam satu muara, tanpa dahulu dilihat antara ayat dengan ayat, perbedaan atau pemaksaan. lalu ayat dengan hadits, jika terjadi pada Atas dasar pemikiran itulah, Ali hadits, pertama kali yang dilakukan Yafie mencoba mencari tema-tema adalah antara hadits dengan hadits. pokok yang dapat mengantarkan kepada Setelah itu baru beranjak menuju ragam pemahaman al-Qur'an yang utuh. Tema- interpretasi lain yang dilakukan secara tema tersebut adalah sebagai berikut: serempak.25 pertama, penegasan dan penguatan eksis- Semua segi yang dapat membantu, tensi wahyu. kedua pengenalan masalah memperjelas apa sesungguhnya maksud ketuhanan. ketiga pan-dangan terhadap dari suatu ketentuan hukum. Maka harus alam, keempat pengenalan manusia dan disoroti dan didalami pula dari segi kemanusiaan, dan kelima pandangan bahasa, proses terjadinya hubungan terhadap masalah kehidupan.23 dengan ketentuan hukum yang lain yang Selain metode tafsir maudhu'i, sudah ada dan sebagainya. Jika masih dalam rangka menginterpretasikan ditemukan kontradiktif pada ketentuan hukum-hukum yang telah tertera dalam hukum itu dengan ketentuan hukum yang al-Qur'an. Ali Yafie tidak menafikan lain, maka harus diupayakan menga- adanya metode nasikh-mansukh.24 Istilah winkan kedua ketentuan hukum itu nasikh-mansukh berasal dari kata naskh. (jami') atau memperkuat salah satunya Dari segi etimologis, kata ini memiliki (tarjih). beberapa pengertian, yaitu pembatalan, Jika masih belum teratasi, maka penghapusan, pemindahan dan pada tingkat ini dimungkinkan adanya perubahan. Menurut Abu Hasyim, nasikh-mansukh antara kedua ketentuan pengertian hakiki dari kata ini ialah hukum itu. Kuncinya terletak pada soal "penghapusan", atau pengalihan". historis yang menyangkut kedua Dengan demikian, nasikh-mansukh dapat ketentuan hukum itu. Faktor asbab al- diramu untuk dijadikan alat yang nuzul bagi ayat dan asbab al-wurud bagi mutakhir dalam rangka menemukan hadits turut berbicara pada tingkat ini. esensi hukum yang tertera dalam al- Dengan demikian nyatalah bahwa Qur'an. masalah nasikh-mansukh itu berada pada Dalam hal ini, Ali Yafie lebih tingkat akhir dari suatu upaya memilih kepada pengertian yang ditawar- interpretasi hukum yang ada dalam al- kan oleh ulama mutaakhirin yang Qur'an. terbatas untuk ketentuan hukum C. Pandangan KH. Ali Yafie terhadap al- kemudian, untuk mencabut atau Sunnah menyatakan berakhirnya masa pem- berlakuan ketentuan yang ber-laku kini. Sunnah menurut Ali Yafie, adalah ucapan, perbuatan, perilaku dan restu 57 | Jurnal Hukum Diktum, Volume 10, Nomor 1, Januari 2012, hlm 52-63

Nabi Muhammad Saw, yang al-Sunnah itu.31 Yaitu Imam Syafi'i yang kesemuanya mencerminkan keteladanan meluruskan penger-tian al-Sunnah yang yang diberi-kan beliau. Namun, al- menyimpang dan yang meletakan dasar- sunnah tidak hanya terbatas pada dasar ilmiah untuk mengukuhkan posisi keberadaan dan kehadiran fisik al-Sunnah itu. Dan Imam Bukhari, yang Rasulullah saw, melainkan juga berhasil menetapkan norma-norma pedoman yang diberikan Rasulullah seleksi yang membentengi kemurnian Saw, baik itu al-Qur'an maupun pesan al-Sunnah Nabi. beliau sendiri.26 Imam Syafi'i yang mendapat gelar Sunnah juga merupakan satu rang- nashir al-sunnah (pembela al-Sunnah) kaian dengan al-Qur'an dalam menjelaskan bahwa al-Qur'an dan perwujudan syari'ah, karena sifatnya sunnah berada dalam satu tingkat dan sebagai penjelas (bayan).27 Jika merupakan satu kesatuan sumber syariat dianalogikan dengan ilmu hukum, Islam. Kedudukan sunnah terhadap al- kedudukan yang demikian itu, setara Qur'an adalah menjelaskan dan dengan hubungan antara materi (diktum) menafsirkan sesuatu yang tidak jelas dari undang-undang dengan penje-lasannya al-Qur'an, merinci yang global, (lazimnya terdiri dari penjelasan umum mengkhususkan yang umum dan dan penjelasan pasal demi pasal), yang bahkan membuat hukum tersendiri merupakan rangkaian kesatuan yang tidak yang tidak ada dalam al-Qur'an. dapat dipisahkan dalam pemahaman dan Karenannya, Sunnah Nabi tidak berdiri penerapannya. sendiri, tetapi punya keterkaitan erat Karena al-Qur'an telah menunjuk dengan al-Qur'an. Hal itu dapat dipahami sendiri kedudukan al-Sunnah Nabi karena al-Qur'an dan sunnah adalah sebagai bayan,28 maka dilihat dari segi kalamullah, "Nabi Muhammad Saw. pendekatan ilmu fiqih, al-Sunnah Nabi tidak berbicara dengan hawa nafsu, merupakan sistem penghayatan dan semua ucapannya adalah wahyu yang sekaligus sebagai interpretasi otentik dari diturunkan oleh Allah.32 al-Qur'an itu sendiri. Oleh karenanya, al- Di samping itu, Imam Syafi'i juga Sunnah meng-ikat secara mutlak baik menjelaskan, bahwa Allah juga mewajib- dalam pemahaman (penghayatan) al- kan kepada hamba-Nya untuk berijtihad Qur'an, maupun dalam pelaksanaannya.29 terhadap berbagai persoalan yang tidak Selanjutnya, sistematika penyam- ada ketentuan nash-nya dalam al-Qur'an paian dan penulisan al-Sunnah (hadits) dan al-sunnah. Dalam hal ini, Imam Nabi mempunyai ciri khas yaitu dengan Syafi'i berpedoman kepada al-Qur'an adanya sanad (saluran dan sumber berita); yang terdapat dalam QS. al-Nisa (4): sangat mempengaruhi terhadap sistema- 59.33 tika penulisan ilmu lainnya seperti fiqih Kalimat "kembalikanlah kepada dan tarikh. Hal ini terbukti pada Allah dan Rasul-Nya" menurut al-Syafi'i penulisan kitab fiqih Imam Malik, al- adalah kembali kepada al-Qur'an dan al- Muwaththa'. Di sisi lain, tidak dapat Sunnah. Dan pengembalian itu hanya dihindari mun-culnya hadits-hadits dapat dilaku-kan dengan qiyas. Yaitu buatan (maudhu').30 Perkembangan itu mempersamakan hukum suatu peristiwa cukup merepotkan para ulama ahli hadits yang tidak ada nashnya dengan hukum dalam menyeleksi dan membersihkan al- suatu peristiwa yang sudah ada nashnya sunnah dari wadh' itu. lantaran adanya persamaan 'illat Ali Yafie memberikan solusi hukumnya dari ke dua peristiwa itu. dengan menawarkan dua tokoh yang Tampak sekali, bahwa Imam sangat berperan besar dalam kelestarian Syaf' i begitu teguh dalam berpegang 58 | Jurnal Hukum Diktum, Volume 10, Nomor 1, Januari 2012, hlm 52-63 dan berpedoman pada al-Qur'an dan al- Allah semata. Dalam cita hukum Islam Sunnah, dan pada saat yang sama semua orang kecuali Allah, tunduk pada mernandang penting penggunaan rasio hukum Allah yang berasal dari wahyu dan ijtihad. Demikian yang dijadikan samawi. Hukum Islam, lepas dari kera- sandaran Ali Yafie dalam menyikapi al- gaman sumbernya berasal dari Allah dan Sunnah. bertujuan untuk menemukan dan Di samping itu juga, Ali Yafie merumuskan kehendak-Nya. Jadi hukum bersandar kepada Imam Bukhari yang Islam adalah perwujudan dari kehendak telah berhasil menetapkan norma-norma Allah.36 seleksi yang membentengi kemurnian Dalam hal ini diisyaratkan oleh Sunnah Nabi. Imam Bukhari dalam dialog Nabi saw. dengan sahabat memilih hadits adalah yang rawinya Mu'az Bin Jabal ketika akan diutus ke terkenal adil dan kuat ingatannya. la Yaman. Jadi ijtihad adalah upaya tidak memasukkan ke dalam kitabnya penalaran yang mengembangkan kecuali hadits-hadits yang bersam-bung metode pengolahan Hukum Islam dari sanadnya melalui para sahabat sampai sumber-sumber hokumnya untuk kepada Rasul, baik perkataan, diterapkan dalam penanganan urusan perbuatan ataupun ketetapan. Dan ia penertiban dan pembinaan masyarakat mengharuskan para perawi semasa oleh penguasa, serta untuk denganya (Nabi Muhammad saw) rawi menyelesaikan perseng-ketaan oleh 'anhu atau rawi lahu (orang yang para hakim, dan untuk menjadikan diceritakan dan orang yang suatu ilmu yang utuh. Dengan kata menceritakan) dan juga harus ada lain ijtihad adalah suatu upaya perjumpaan antara keduanya walaupun pemikiran yang sungguh-sungguh hanya sekali. Demikian yang dilakukan untuk menegaskan suatu persangkaan Imam Bukhari dalam menyeleksi hadits kuat (zhann) yang didasarkan suatu Nabi, dan Ali Yafie sendiri berpedoman petunjuk yang diberlakukan dalam hal kepada apa yang dilakukan Imam yang bersangkutan. Jadi, berijtihad Bukhari di atas. Maka dapat dikatakan, tidak sama artinya dengan pemikiran Ali Yafie dalam memilih hadits Nabi, bebas. banyak mempergunakan yang Menurut Ali Yafie, garis besar diriwayatkan oleh Imam Bukhari. hukum Islam ada tiga bidang dengan D. Pandangan KH. Ali Yafie Tentang tiga metode penalaran.37 Pertama, ljtihad ahkam syar'iyah I'tiqadiyah, meliputi Menurut Ali Yafie, sumber pokok petunjuk dan bimbingan untuk 34 ma'rifat yang benar tentang hukum Islam adalah wahyu: baik yang memperoleh Allah Swt. dan alam ghaib, yang tertulis (al-Qur'an) maupun yang tidak menjadi bidang bahasan ilmu tertulis (Sunnah Rasulullah, yang tauhid/ilmu kalam. Metode pena-laran beberapa waktu kemudian diregistrasi ahli teologi ( dan dikodifi-kasi). Materi-materi hukum mutakallimin) ini disebut ", yang wujud, sifat dan yang terdapat dalam sumber tersebut, dengan "nazhar sasarannya adalah untuk memantapkan secara kuantitatif terbatas jumlahnya. akidah/ keimanan. Karena itu terutama setelah periode tasyri (zaman Nabi saw), dalam Kedua, ahkam syar'iyah khuluqiyah, meliputi petunjuk dan ketentuan untuk penerapannya diperlukan upaya 35 pengembangan potensi kebaikan yang penalaran. ada dalam diri manusia, supaya ia Senada dengan pendapat Ali Yafie ini, Ahmad Hasan mengatakan bahwa menjadi makhluk terhormat yang real, yang menjadi bidang garapan ilmu sumber wewenang yang tertinggi adalah 59 | Jurnal Hukum Diktum, Volume 10, Nomor 1, Januari 2012, hlm 52-63 tasawuf/ akhlak/ filsafat. Metode seperti kompas, misalnya. Tingkat penalaran ahli tasawuf (shufi/ filosuf) penge-tahuan seperti ini disebut “`ilm a- pada dasarnya sama dengan metode yaqin”. mutakallimin. Penentuan arah kiblat seperti Yang ketiga adalah ahkam syar'iyah tersebut di atas, baik yang didasarkan `amaliyah, meliputi berbagai ketentuan pada pengeta-huan tingkat pertama ('ayn dan perangkat hukum. Metode penalaran al-yaqin) maupun tingkat kedua (`i1m al para ahli fikir bidang hukum yaqin), tidak disebut ijtihad. Adapun (fuqaha/mujtahid) disebut ijtihad. dalam keadaan tidak ada orang atau alat Adapun sasaran penalaran para fuqaha yang dapat memberikan petunjuk seperti ini adalah merumuskan diktum-diktum yang diuraikan di atas, maka untuk hukum yang menyangkut suatu tertib menen-tukan arah kiblatnya, yang kehidupan beribadah dan bersangkutan harus (wajib) berijtihad. bermu'amalah.38 Berupaya me-mikirkan dengan sungguh- Sedangkan ijtihad dalam materi sungguh (arah kiblatnya), berdasarkan ilmu fiqih, mempunyai dua pengertian: suatu petunjuk yang biasa digunakan umum (tidak terbatas), dan khusus untuk menentukan arah, seperti bintang (terbatas).39 Dalam pengertian umum, di langit, atau arah angin dan ijtihad mengacu kepada penalaran (upaya sebagainya, disebut ijtihad. pemikiran) untuk menentukan suatu Adapun ijtihad yang mengandung pilihan pada saat seseorang tidak mem- pengertian terbatas, mengacu kepada punyai suatu pegangan yang upaya penalaran yang bersifat ilmiah, meyakinkan sehubungan dengan sehingga kata ijtihad di sini merupakan pelaksanaan ibadah tertentu atau technische term. Ijtihad jenis ini secara muamalah tertentu sehingga orang khusus berada pada ruang lingkup bab tersebut harus mempunyai suatu sangkaan peradilan dan kekuasaan kehakiman yang kuat yang dapat dijadikan pegangan merupakan satu keharusan bagi baginya dalam melaksanakan kegiatan kepentingan umum (fardhu kifayah). (ibadah atau muamalah) tersebut. Maka ijtihad di sini, sulit dibebankan Ijtihad jenis ini merupakan keha- atas tiap orang seperti halnya dengan rusan bagi setiap orang (fardhu 'ayn), ijtihad tidak terbatas. Jika dibebankan yang menyangkut kepentingan dirinya kepada setiap orang, maka setiap orang sendiri. Dalam kasus penentuan arah dapat menjadi hakun sendiri. Hal ini kiblat misalnya, orang yang. berada di tentunya akan merugikan kepen-tingan sekitar Masjid al-Haram (Mekkah) umum. Oleh karena itu ijtihad dalam secara langsung dapat melihat Ka'bah, pengertian ini hanya menjadi beban sehingga arah kiblatnya ditentukan sejumlah orang tertentu yang dengan pengetahuan meyakin-kan, tidak mempunyai kemampuan dan keahlian lagi terdapat kemungkinan untuk salah. khusus, serta memiliki kewenangan Dalam kondisi seperti itu, pengetahuan dalam melakukan pelayanan bagi kepen- berada pada tingkat tertinggi, yang tingan umum. Yang tergolong kategori ini disebut "'ayn al yaqin". adalah para hakim dan mufti. Di sini

Sedangkan orang yang berada jauh ijtihad merupa-kan.fardhu kifayah. dari Mesjid al-haram, dapat menentukan Dengan kata lain, ijtihad berada arah kiblatnya berdasarkan keterangan- pada suatu tingkat kesarjanaan yang keterangan seseorang yang dapat diper- tinggi dalam ilmu hukum Islam. caya, dapat menunjukkan dengan benar Mengenai hal ini Ali Yafie arah kiblat, atau berdasarkan sesuatu alat- berpendapat, bahwa bila seseorang telah penunjuk arah yang patut dipercaya, menguasai empat hal berikut, maka 60 | Jurnal Hukum Diktum, Volume 10, Nomor 1, Januari 2012, hlm 52-63 sarjana/ ahli hukum dapat menjadi melakukan ijtihad dan menerima seorang hakim atau mufti. Dalarn hal ini seadanya. Itu berarti adanya hukum yang Ali Yafie mengutip pendapat Imam tetap dan wajib ditaati sebagaimana Mawardi (dalam terjemahan),40 bahwa: adanya, dan ada pula hukum yang dinamis "Dalam rangka kekuasaan kehaki- dan berkembang. Dengan adanya man, syarat ketujuh yang harus dipenuhi pengelompokkan dan petun-juk seperti oleh seorang hakim ialah penguasaan itu, seorang inujtahid tidak keliru dalam atas Ilmu Hukum Syariat, yang meliputi memilih lapangan ijtihad. ushul (sumber pokok)-nya, dan Kedua, dari nukilan itu pula, kita menjangkau firru' (materi-materi rincian)- mendapat kesan bahwa menurut Ali nya. Tentang sum-ber pokoknya ada Yafie, ijtihad tetap terbuka. Pintu ijtihad empat yaitu: Kitab Allah, Sunah masih terbuka luas, tetapi bukan berarti Rasulallah, Interpretasi dan Yuris- tanpa pedoman. Berdasarkan pentingnya prudensi Salaf dan Qiyas." penge-lompokan ayat-ayat dan hadis- Dalam hal lapangan ijtihad, Ali hadis hukum tadi yang merupakan kajian yafie membagi ayat-ayat hukum kepada penting ushul fiqih, dapat ditangkap, dua kelompok: qath'iyyah dan bahwa mengetahui ushul fiqih merupakan zhanniyyah. Selanjutnya tentang ruang syarat fundamental ijtihad.42 Sebab, orang lingkup ijtihad Ali yafie mengatakan; yang tidak mengerti ushul fiqih tidak "Ruang gerak dan jangkauan mungkin mengetahui batas ijtihad, di luar masalah-masalah pengelompokan ayat dan hadis hukum mujma'alayh wa ma'lum-un min-al-din tersebut. bi al-dharurah dan materi-materi hukum Masalah demikian, mengetahui yang sudah bersifat qath'iyyat, masih batas kewenangan akal dalam berijtihad sangat luas. Materi hukum yang tidak dan keharusan mengetahui ushul fiqih, bersifat gath'iyyat dan tidak mempunyai telah menjadi pegangan para ulama interpretasi otentik dari sunah Nabi sepanjang sejarah perkembangan hukum disebut zhannyyat. Dalam masalah- Islam. Oleh sebab itu, mazhab-mazhab masalah zhanniyyat dimungkin-kan bisa terbentuk dan berkembang dengan adanya lebih dari satu interpretasi. pesat, dan perbedaan mazhab itu hanya Karena itu, bersifat mukhtalaf fih; terjadi dalam hal-hal yang tidak ada menampung terjadinya perbedaan kepastian hukum-nya dalam al-Qur'an pendapat di kalangan para ahli/mujtahd. dan Sunnah Nabi. Dengan demikian, dimungkin-kan adanya Selain itu, ada tempat-tempat variasi dalam pelaksanaan ketentuan mereka untuk berbeda pendapat; ada hukum yang tidak qath'iyyat. Di sini pula pula tempat-tempat yang mereka letak kemudahan penerapannya atas sepakati, yaitu dalam masalah-masalah berbagai kondisi dan situasi, baik yang qath'iyyat atau yang sudah ada ketegasan menyangkut perseorangan maupun hukumnya dalam al-Qur'an dan Sunnah masyara-kat, yang senantiasa berubah dan Nabi. Hukum-hukum seperti itu bukan berkembang.”40 menjadi lapangan untuk berbeda Setidaknya ada dua hal yang dapat pendapat, dan oleh karena itu tidak ada disimpulkan dari nukilan di atas: Pertama, mazhab dalam masalah-masalah tersebut. adanya batas kewenangan akal dalam Mengutip pendapat Satria Efendi, melakukan ijtihad. Untuk itu, Ali Yafie bahwa secara konsisten; Ali Yafie ber- secara cermat telah membuat pengelom- pegang kepada prinsip-prinsip itu. Hal pokkan ayat-ayat hukum dalam al-Qur'an demikian dapat dicermati ketika Ali dan sunah Nabi.41 Dengan cara itu, Ali Yafie berfatwa tentang busana penutup Yafie menjelaskan di mana kita harus aurat. Pada waktu terjadi pro dan kontra 61 | Jurnal Hukum Diktum, Volume 10, Nomor 1, Januari 2012, hlm 52-63 terhadap kewajiban memakai jilbab, Ahmad bin Faris bin Zakariyah, Abi al- sebagai busana penutup aurat dan batas Husain. Mu’jam Maqayis al- Lughah, yang harus ditutup, Ali Yafie mem- Juz 1. Beirut: Dār al-Fikr li al– berikan fatwa lewat tulisan yang Thaba’ah wa al-Nasr, 1979 berjudul: Jilbab ditinjau dari Hukum Ahmad Ibrahim Abbas al-Dzarqawiy, Islam" yang dimuat dalatm buku “Nadzariyyatu al-Ijtihad fi Assysya Menggagas Fiqih Sosial.43 Di tambahkan al- Islamiyah“ diterjemahkan oleh H. juga, bahwa dari berbagai tulisannya, S. Agil Husin al-Munawwar, dapat disimpulkan Ali Yafie termasuk MA.”Teori Ijtihad dalam Hukum kelompok/ aliran pelestari dari tradisi Islam. Cet. I; : CV. Toha mayoritas-mayoritas ulama-ulama Putra Semarang, 1983. mujtahid terdahulu dan aliran ini yang menjadi standar dalam mempelajari Baqir, Haidar dan Syafiq Basri, Ijtihad hukum Islam di lembaga-lembaga dalam Sorotan. Cet. III; Bandung: pendidikan dunia Islam.44 Mizan, 1994 III. KESIMPULAN D. Rahman, Jamal (ed), et.al, Wacana Baru Fiqih Sosial : 70 tahun Ali Ali Yafie adalah salah seorang yang Yafie. Cet. I; Mizan bekerjasama aktif mentransformasikan pemikirannya dengan Bank Muamalat Indonesia melalui tulisan-tulisan ilmiah. Tulisannya (BMI), 1997. pun mencakup berbagai dimensi, seperti dimensi-dimensi; sosial, politik, Hambal, Ahmad bin. al-Musnad, Jilid II. ekonomi, kesehatan serta dimensi Beirut: Dar al-Fikr, t.th. islamic studies (studi-studi keislaman). al-Qardawi, Yusuf Al-Ijtihad fi al- Ali Yafie melihat adanya dua sisi Syari’ah al-Islamiyah Ma’a Na- ijtihad dalam kehidupan beragama dalam zharah Tahliliyah fi al-Ijtihad al- Islam, yaitu sisi defensif dan ofensif. Sisi Mu’ashir, terjemahan Ahmad pertama adalah untuk memelihara dan Syathori “Ijtihad dalam Syariat mempertahankan kemur-nian ajaran-Nya Islam“ : Bulan Bintang, 1987. dan sisi kedua adalah untuk memberi al- Sahrany, Abi Daud Sulaiman bin Al- ruang gerak bagi dinamika kehidupan Asy’ast. Sunan Abi Daud, Juz IV. dalam rangka penerapan asas-asas Beirut: Dar al-Fikr, 1994. kepercayaan dan bimbingan keagamaan, Yafie, Ali. Menggagas Fiqh Sosial; dari nilai-nilai dasar moral keagamaan dan Soal Lingkungan Hidup, Asuransi patokan-patokan norma keagamaan hingga Ukhuwah. Cet. III : Bandung dalam tata kehidupan. Pada dimensi : Mizan, 1995. islamic studies, pemikiran Ali Yafie juga tertuang pada bidang-bidang Teeuw, A. Dibantu oleh I Supriyanto tafsir, hadis, akhlaq /tasawuf serta dengan sumbangan dari T. Iskandar bidang hukum Islam (fiqh) dan H. Vruggink, Kamus (Jakarta: PT. Indonesia–Belanda Gramedia Pustaka Utama, 1991) DAFTAR PUSTAKA ______, “Posisi Ijtihad dalam Keutuhan Ajaran Islam” dalam Ahmad Azhar Ahmad Syahid, K.H. “Sekilas tentang Basyir et.al. Ijtihad dalam Sorotan. Ijtihad”, dalam K.H. Abdurrahman Cet. III; Bandung : Mizan, 1994. Wahid, et. al “Kontrovensi Pemikiran Islam di Indonesia“ Cet. II; Bandung: ______, “Sistem Pengambilan Hukum Remaja Rosdakarya, 1993. oleh Aimmatu al-Madzahib, dalam , et. al., 62 | Jurnal Hukum Diktum, Volume 10, Nomor 1, Januari 2012, hlm 52-63

Kontroversi Pemikiran Islam di 13Ibid, h. 3. Ali Yafie lahir di sebuah desa Indonesia. Cet. II; Bandung: Remaja pantai bernama Wani Donggala, Sulawesi Tengah, Rosdakarya Offset, 1993. 1 September 1926. Namanya disandarkan pada nama ayahnya, KH. Muhamad Yafie. Nama Catatan Akhiur: sebenarnya adalah Muhamad Ali. (Lihat Jamal D. Rahman, (ed), 1997, h. 3). Ali Yafie lahir dari 1Ibid., h. 90. keluarga terdidik dan terhormat. Kakeknya Syekh 2 Abul Hafidz Bugis, adalah satu dari tiga ulama Ibid. terkemuka di Indonesia yang menjadi guru besar 3Ali Yafie, Menggagas Fiqh Sosial; dari Soal Lingkungan Hidup, Asuransi hingga Ukhuwah (Cet. III : pertama di masjidil Haram Makkah, Arab Saudi. Bandung : Mizan, 1995), h. 62. (Lihat ibid.) 4Lihat ibid., h. 63. 14Muhaimin, “Dari numerology Hingga 5Lihat Abi Daud Sulaiman bin Al-Asy’ast al- Fiqih Sosial: Menyambut 70 Tahun Prof. K. H. Ali Sahrany, Sunan Abi Daud, Juz IV (Beirut: Dar al-Fikr, 1994), Yafie”, dalam Ibid., h. 73 h. 91. 15 6Lihat Imam Ahmad Bin Hambal, al-Musnad, Sofyan A. Kumba dan Muhammadiyah Jilid II (Beirut: Dar al-Fikr, t.th), h. 359. Amin, 2001, h. 12-13 7Lihat Ali Yafie, Menggagas Fiqh Sosial... loc. cit. 16Ali Yafie, "Apakah al-Qur'an itu, 8Ibid., h. 65. Mengapa Dibutuhkan Tafsir Terhadap al- 9Yang dimaksud “Toepassing” adalah Qur'an," makalah disampaikan di Yayasan penerapan, asal katanya “toepassen” berarti Paramadina-Fahma, Jakarta, Sabtu 16 Juni 1990 menerapkan. Lebih lanjut lihat A. Teeuw dibantu yang kemudian ditulis ulang dalam buku oleh I Supriyanto dengan sumbangan dari T. Menggagas Fiqih Sosial, dari Soal Lingkungan Iskandar dan H. Vruggink, Kamus Indonesia– Hidup, Asuransi hingga Ukhuwah, (Bandung : Belanda (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, Mizan, 1997), h. 11. Untuk selanjutnya akan 1991), h. 708. disebut Ali Yafie, "Menggagas... " 10 Lihat Ali Yafie, Menggagas Fiqh 17Ibid, h. 20 Sosial..., loc. cit. 18Ali Yafie, Menggagas ….., h. 20 11Dua Ulama lainnya adalah Syeikh 19 Ibid. Nawawi al-Bantani (wafat kira-kira tahun 1896) 20 dan Syeikh Ahmad Khatib al-Minangkabawau Muhammad Khalid Masud, Filsafat (1860-1916). Mereka bertiga mendapat kehormatan Hukum Islam, (Bandung: Pustaka. 1996), Cet.ke- menjadi guru besar setelah mendalami ilmu agama l, h. 10 di Mekkah Arab Saudi. Lihat Jamal D. Rahman (et 21Ali Yafie, Menggagas …., op. cit., h. 21 al), Wacana Baru Fiqih Sosial, 70 Tahun K.H. 22Ali Yafie, Pokok-Pokok Pikiran Ali Yafie, (Bandung: Mizan, 1997), hg. 20 Sekilar Masalah Nasikh-Mansukh, Makalah 12 Muhammad Yafie adalah seorang ayah ditulis pada 22 Desember 1985, yang juga dimuat yang bersahaja, kendati ia berasal dari keluarga dalam Ali Yafie, "Menggagas ..., h. 29-39 yang memiliki status social yang tinggi. la seorang 23Sofyan A. Kumba dan Muhammadiyah guru agama yang berpindah-pindah tempat, baik Amin (ed.), KH. Ali Yafie, Jati Diri Tempaan karena permintaan masyarakat untuk mengajar, Fiqih, (Jakarta: (FKMPASS), 2001), h. 42 8 membuka madrasah atau karena desakan situasi. 24 Disamping seorang guru agama ia juga selalu Ali Yafie, Teologi Sosial Telaah Krilis mengumpulkan sefumlah santri bersama anak- Persoalan Agama dan Kemanusiaan, anaknya untuk dididik, sepanjang hari dengan (Yogyakarta: LKPSM, 1997), h. 143. Untuk ikhlas. Ia juga memimpin sebuah sekolah dengan selanjutnya akan disebut Ali Yafie, "Teologi ratusan murid, yang dibiayai oleh seorang Sosial... amblenar bernama Abdurrahirn, orang Makasar           yang mempunyai perhatian besar terhadap pengembangan pendidikanagama. Kemudian     25 - seperti umumnya para ulama, ia juga rncndirikan “Dengan membawa keterangan keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. dan kami dan mengasuh sebuah pesantren yang bernama turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu Nashrul Haq, di Amparita atas bantuan Andi menerangkan pada umat manusia apa yang Telah Sulolipu Raja. Dengan demikian Ali Yafie tidak diturunkan kepada mereka dan supaya mereka lain adalah putra dari seorang pimpinan Pondok memikirk Pesantren Nashrul Haq. Ibid, h. 5 an” 26Ali Yafie, Teologi Sosial …, h. 431 63 | Jurnal Hukum Diktum, Volume 10, Nomor 1, Januari 2012, hlm 52-63

27Ali Yafie, Menggagas …, h. 31 dan 48 43Satria Efendi, "Ijtihad Sepanjang sejarah ' 28Sofyan A. Kumba dan Muhammadiyah Hukum Islam: Memposisikan KH. AIi Yafie, Amin, Op.Cit. h. 432 dalam Ibid, h. 157-158. 44 29Ali Yafie, Menggagas…, h. 49 Aliran ini berpendapat, bahwa kita harus maju dan mampu hidup di abad modern secara 30          tenang, tetapi dengan cara tidak melanggar ajaran- 31“Dan tiadalah yang diucapkannya itu ajaran yang telah ditegaskan al-Qur'an. Tanpa itu, (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya. kita bisa maju. Kemajuan bukanlah diukur dengan Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang tidak menutup kepala dan dada (aurat) dan bukan diwahyukan (kepadanya).” pula diukur dengan samanya pembagian laki-laki dan perempuan dalam harta warisan. Menurut  .       aliran ini, kita boleh bahkan harus berijtihad .32          namun harus dalam batas-batas yang ditoleransi “Hai orang-orang yang beriman, taatilah secara metodelogis. Dalam metodelogi ijtihad Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di (ushul fiqih) dijelaskan, bahwa hukum-hukum antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan yang telah ditegaskan al-Qur'an atau sunnah pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia Nabi, bukan menjadi lapangan ijtihad. Lapangan kepada Allah (Al-Quran) dan Rasul (sunnahnya).” ijtihad adalah masalah-masalah yang tidak ada 33Senada dengan pendapat Ali Yafe ini, ketepatan hukumnya secara tegas dalam dua Ahmad Hasan mengatakan bahwa sumber sumber tersebut. wewenang yang tertinggi adalah Allah semata. Dalam cita hukum Islam semua orang kecuali Allah, tunduk pada hukum Allah yang berasal dari wahyu samawi. Hukum Islam, lepas dari keragaman sumbernya berasal dari Allah dan bertujuan untuk menemukan dan merumuskan kehendak-Nya. Jadi hukum Islam adalah perwujudan dari kehendak Allah. Lihat Ahmad Hasan, Pintu Ijtihad Sebelum Tertutup, (Bandung: Pustaka,. 1984), h. 28 34Menurut Ali Yafie, penalaran di bidang hukum, pada zaman Nabi dan sahabat, lazim disebut ra'yu. Kemudian pada periode tabi'in, yakni periode munculnya para imam mazhab, polapola dan metode penalaran hukum Islam (fiqih) mulai terbentuk. Periode ini mencapai puncaknya ketika Imam Syafi'i memperkenalkan suatu pola penalaran dan metode pengolahan hukum yang utuh dan sistematis (yang kemudian dikenal sebagai "ushul fiqih"). Sejak itu pula dikenal istilah ijtihad. Lihat Ali Yafie, Menggagas..., h. 83 35Lihat Ahmad Hasan, Pintu Ijtihad Sebelum Terlutup, (Bandung: Pustaka,.1984), h. 28 36Ibid., h. 81 37Ibid., h. 91 38Ibid., h. 86 39Imam al-Mawardi, Al-Ahkam al- Sulthaniyyah wa al-Wilayat al-Diniyyah, (terj.). Abdul Hayyei al-Kattani), (Jakarta; Gema Insani Press, 2000), h. 135 40Ali Yafie, Menggagas …., h. 88 41Jamal D. Rahman, Op. cit, h., 157 42Ibid.