BIDANG UNGGULAN: SOSIAL BUDAYA

LAPORAN HIBAH PENELITIAN UNGGULAN UDAYANA

DWARAPALA DALAM BUDAYA : Sebuah Kajian tentang Filosofi, Tata Aturan, dan Varian Perwujudannya

TIM PENELITI 1. I Gusti Agung Bagus Suryada, ST, MT (Ketua) 2. Ir. Ida Bagus Gde Primayatna, MErg. 3. I Nym. W. Paramadhyaksa, ST, MT, Ph.D 4. Ir. I Gusti Ngurah Anom Rajendra, MSc

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA TAHUN 2012

i HALAMAN PENGESAHAN

1. Judul Penelitian : Dwarapala dalam Budaya Bali: Sebuah Kajian tentang Filosofi, Tata Aturan, dan Varian Perwujudannya

2. Ketua Peneliti a. Nama Lengkap : I Gusti Agung Bagus Suryada, ST, MT. b. Jenis Kelamin : Laki-laki c. NIP : 19661030 199802 1 001 d. Pangkat/Gol : Penata/IIIc Lektor e. Jabatan Fungsional : Arsitektur/Teknik f. PS/Fakultas : Jln. Astasura no.2 Denpasar g. Alamat : 0 8 1 2 3 6 5 3 9 7 6 /[email protected] h. Telepon/e-mail :

3. Jumlah anggota peneliti : 4 orang

4. Jumlah mahasiswa : 3 orang

5. Jumlah biaya yang diajukan : Rp. 50.000.000,00

Denpasar, 30 Oktober 2012 Mengetahui, Pembantu Dekan I Ketua Peneliti, Fakultas Teknik, Universitas Udayana

(Dr. Eng. Made Sucipta, ST.,MT) (I Gusti Agung Bagus Suryada, ST, MT) NIP. 19741114 200012 1 001 NIP. 19661030 199802 1 001

Mengetahui Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Udayana

Prof. Dr. Ir. I Ketut Satriawan, MT. NIP 19640717 198903 1 001

ii I. Identitas Penelitian 1. Judul Proposal : Dwarapala dalam Budaya Bali: Sebuah Kajian tentang Filosofi, Tata Aturan, dan Varian Perwujudannya

2. Ketua Peneliti : a. Nama Lengkap : I Gusti Agung Bagus Suryada, ST, MT b. Jenis Kelamin : Laki-laki c. NIP : 19661030 199802 1 001 d. Pangkat/Gol : Penata/IIIc e. Jabatan fungsional : Lektor f. PS/Fakultas : Arsitektur/Teknik g. Alamat : Jln. Astasura no.2 Denpasar h. Telepon/e-mail : 0 8 1 2 3 6 5 3 9 7 6 /[email protected]

3. Anggota peneliti: No Nama Bid.keahlian Fakultas/PS Alokasi waktu Riset 1 I Gusti Agung Bagus Suryada, ST, MT Teknik/Arsitektur 8 jam/minggu Arsitektur Riset 2 Ir. Ida Bagus Gde Primayatna, MErg. Teknik/Arsitektur 8 jam/minggu Arsitektur I Nym.W.Paramadhyaksa, ST, MT, Filsafat 3 Teknik/Arsitektur 8 jam/minggu Ph.D arsitektur Ir. I Gusti Ngurah Anom Rajendra, Arsitektur 4 Teknik/Arsitektur 8 jam/minggu MSc trad.Bali 4. Objek penelitian: a. Jenis material : Literatur dan bangunan yang memuat filosofi, tata aturan, yang akan diteliti dan wujud-wujud dwarapala yang dikenal dalam tatanan kebudayaan Bali. b. Aspek yang akan diteliti : Filosofi, tata aturan, dan varian perwujudan dwarapala.

5. Masa pelaksanaan penelitian: 2 tahun

6. Anggaran yang diusulkan Tahun 2012 : Rp. 50.000.000,00

7. Lokasi penelitian: seluruh wilayah Bali

8. Hasil yang ditargetkan: a. Temuan baru yang merangkum secara komprehensif hal-hal yang berkenaan dengan filosofi, tata aturan, dan varian perwujudan dwarapala di Bali. b. Setidaknya sebuah draft tentang dwarapala yang akan dipublikasikan dalam sebuah jurnal ilmiah nasional terakreditasi dan/atau draft dari topik ini yang akan diterbitkan dalam jurnal nasional non-akreditasi dan makalah seminar nasional. c. Draft lengkap yang akan diajukan untuk diterbitkan sebagai buku widya di penerbit Udayana Press, Denpasar.

9. Institusi lain yang terlibat: -

3 DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...... i HALAMAN PENGESAHAN ……………………………………………… ii IDENTITAS PENELITIAN ………………………………………………... iii DAFTAR ISI ...... iv DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………. vi RINGKASAN ………………………………………………………………. viii SUMMARY ………………………………………………………………….. ix KATA PENGANTAR ……………………………………………………… x

BAB I PENDAHULUAN ...... 1 1.1 Latar Belakang ...... 1 1.2 Tujuan Khusus ...... 2 1.3 Urgensi Penelitian ...... 2

BAB II STUDI PUSTAKA ...... 4 2.1 Teori Simbol dan Pemaknaannya ...... 4 2.2 Penjelasan Singkat tentang Dwarapala ...... 5 2.2.1 Pengertian Dwarapala secara Etimologi ...... 5 2.2.2 Uraian Singkat tentang Patung Penjaga Pintu Kuil di Asia ...... 6 2.2.3 Dwarapala di ...... 8 2.3 Konsepsi Rwa Bhineda dan Konsepsi Kiwa Tengen ...... 12 2.4 Mitologi Nandiswara dan Mahakala ...... 14

BAB III METODE PENELITIAN ...... 15 3.1 Materi Penelitian ...... 15 3.2 Metode Penelitian ...... 15 3.3 Rencana Tahapan dan Target Hasil Penelitian ...... 17 3.4 Kendala dalam Melakukan Penelitian dan Realisasi Capaian Target ...... 20

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...... 21 4.1 Gambaran Dwarapala secara Umum ...... 21 4.2 Pasangan Dwarapala di Luar Indonesia ...... 22 4.2.1 Dwarapala di India dan Nepal ...... 23 4.2.2 Dwarapala di Cina ...... 29 4.2.3 Dwarapala di Jepang ...... 33 4.2.4 Dwarapala di Asia Tenggara: Kinnara-Kinnari ...... 35 4.3 Dwarapala di Indonesia: Jawa dan Bali ...... 37 4.3.1 Penempatan figur-figur Dwarapala ...... 38 4.3.2 Wujud Fisik Dwarapala ...... 40 4.4 Latar Belakang Konsepsi dan Mitologi berkenaan Dwarapala 40 4.4.1 Konsepsi Sapta Loka dan Sapta Patala ...... 40 4.4.2 Pura sebagai Simbolisasi Sorga, Istana Dewata, dan atau Alam setelah Kematian ...... 45

4 4.4.3 Tokoh-tokoh Dwarapala yang Popular di Bali ...... 46 4.5 Pembahasan ...... 81 4.5.1 Fungsi dan Peran Dwarapala ...... 81 4.5.2 Relasi antara Tokoh Dwarapala dan Tokoh Dewa Utama yang "Diiringi"-nya ...... 83 4.5.3 Relasi antara Dwarapala dan Pintu Gerbang ...... 85 4.5.4 Relasi antara Dwarapala dan Lokasi Penempatannya ...... 86 4.5.5 Varian dan Karakter Pasangan Dwarapala ...... 88 4.5.6 Konsep Penempatan Dwarapala ...... 89 4.5.7 Perkembangan Wujud dan Konsep Dwarapala di Bali ...... 94

BAB V PENUTUP ...... 100 5.1 Simpulan …………………………………………………….. 100 5.2 Saran …………………………………………………………. 102

DAFTAR PUSTAKA ...... 104

LAMPIRAN ...... 106

1. Justifikasi penggunaan anggaran ...... 106 2. Riwayat Hidup Ketua dan Anggota Peneliti ...... 109 3. Sarana untuk Kegiatan Penelitian ...... 121 4. Luaran Lain Penelitian (Artikel) ...... 122

5 DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 : Erwang (Cina) ...... 6 Gambar 2 : Niō (Jepang) ...... 6 Gambar 3 : Thotsakhirithon (Thailand) ...... 6 Gambar 4 : Arca Dewi Gangga di Taleju, Nepal ...... 7 Gambar 5 : Arca Dewi Durga di Taleju, Nepal ...... 7 Gambar 6 : Arca Dewi Yamuna di Taleju, Nepal ...... 7 Gambar 7 : Nandiswara dan Mahakala ...... 10 Gambar 8 : Dwarapala Singasari ...... 10 Gambar 9 : Dwarapala Berwujud Merdah ...... 11 Gambar 10: Dwarapala Berwujud Subali ...... 11 Gambar 11: Dwarapala Berwujud Raksasa ...... 11 Gambar 12: Posisi Dwarapala pada Kori Agung ...... 11 Gambar 13: Dewi Gangga, Dewi Taleju Bhawani, dan Dewi Yamuna di Atas Golden Gate di Bhaktapur Durbar Square, Nepal ...... 25 Gambar 14: Ilustrasi Jaya dan Vijaya Menghalangi Keempat Kumara ...... 27 Gambar 15: Arca Jaya dan Vijaya Mengapit Pintu Kuil Wisnu di India ...... 29 Gambar 16: Pasangan Qin Shu Bao (Tjin Siok Po) dan Yu Chi Gong ...... 30 Gambar 17: Pasangan Shen Tu dan Yu Lei ...... 31 Gambar 18: Pasangan Heng Ha Er Jiang di Cina ...... 33 Gambar 19: Pasangan Kongorokishi pada Gerbang Kuil Buddhis di Jepang 34 Gambar 20: Kinara-Kinari di Kuil, Thailand ...... 35 Gambar 21: Kinnara-Kinnari dalam Wujud Manusia Bersayap di Candi Sari, Indonesia ...... 35 Gambar 22: Kinnara-Kinnari dalam Wujud Manusia Berbadan Burung Mengapit Kalpataru pada Releif di Candi Pawon ...... 36 Gambar 23: Kinnara dan Kinnari Versi Thailand ...... 37 Gambar 24: Figur Dwarapala Jawa ...... 39 Gambar 25: Figur Dwarapala Jawa ...... 39 Gambar 26: Pasangan Dwarapala Nandiswara-Mahakala ...... 39 Gambar 27: Posisi Kori Agung dalam Areal Pura Taman Ayun ...... 47 Gambar 28: Motif Wayang Kulit Cingkarabala-Balaupata ...... 50 Gambar 29: Gunungan Jawa ...... 50 Gambar 30: Dwarapala Pasangan Merdah-Tualen di Pura , Gianyar ...... 57 Gambar 31: Dwarapala Pasangan Sangut-Deelem di Pura Tirta Empul, Gianyar ...... 58 Gambar 32: Sosok Dewi Hariti pada Relief di Candi Borobudur ...... 60 Gambar 33: Patung Pan Brayat ...... 61 Gambar 34: Patung Men Brayut ...... 61 Gambar 35: Dwarapala Berwujud Raksasa Berkepala Gajah di Pura Uluwatu ...... 62 Gambar 36: Figur Sepasang Raksasa Berkepala Gajah di Pura Sakenan, Denpasar ...... 63 Gambar 37: Sutasoma Bersama Tokoh Raksasa Berkepala Gajah ...... 66 Gambar 38: Pasangan Dwarapala Berwujud Rangda dan Celuluk ...... 70

6 Gambar 39: Pasangan Dwarapala Berwujud Rangda di Pintu Gerbang Pura Dalem ...... 70 Gambar 40: Makara Berupa Buaya sebagai Wahana Dewi Gangga ...... 74 Gambar 41: Figur Makara Berupa Gajah-ikan (Gajamina) ...... 74 Gambar 42: Relief Makara Berkepala Kijang di Candi ...... 74 Gambar 43: Ornamen Kala-makara ...... 75 Gambar 44: Sepasang Makara Pengapit Tangga Candi ...... 75 Gambar 45: Figur Makara pada Pancuran di Pura Tirta Empul, Gianyar ...... 75 Gambar 46: Dragon ...... 76 Gambar 47: Naga versi Cina ...... 76 Gambar 48: Naga Basuki Berkepala Banyak versi India ...... 76 Gambar 49: Sepasang Naga sebagai Pengapit Tangga di Bali ...... 77 Gambar 50: Gajah Airavata sebagai Wahana Dewa Indra ...... 77 Gambar 51: Sepasang Gajah di Pura Sasih, Gianyar ...... 77 Gambar 52: Sepasang Dwarapala Berwujud Ikan Duyung di Pura Segara Desa Adat Kedonganan, Badung ...... 79 Gambar 53: Pasangan Macan Ireng dan Macan Gading yang Mengapit Sebuah Gerbang Pura ...... 80 Gambar 54: Sang Hyang Jogor Manik ...... 84 Gambar 55: Sang Hyang Suratma ...... 84 Gambar 56: Pasangan Dwarapala Berwujud Rangda di Pura Dalem Desa Brata Samayaji, Singaraja ...... 85 Gambar 57: Posisi Kori Agung dan Candi Bentar dalam areal Pura Taman Ayun ...... 87 Gambar 58: Dwarapala di Depan Candi Bentar di Jaba Tengah Pura ...... 87 Gambar 59: Dwarapala di Depan Kori Agung di Jeroan Pura ...... 87 Gambar 60: Pasangan Dwarapala Ksatria Kera di Pura Uluwatu, Badung .. 88 Gambar 61: Posisi Dwarapala dari Sudut Pandang Pengamat ...... 90 Gambar 62: Posisi Dwarapala dari Posisi Bangunan Gerbang Kori Agung . 90 Gambar 63: Posisi Patung Pria dan Wanita di Depan Pintu Bangunan Sekular di Bali ...... 92 Gambar 64: Posisi Penari Legong Kraton Lasem ...... 94 Gambar 65: Dwarapala yang Berbeda Karakter ...... 96 Gambar 66: Figur Dwarapala yang “Simetris” ...... 97 Gambar 67: Pasangan Dewa Wisnu-Dewi Sri sebagai Tokoh Dwarapala di Pura ...... 98 Gambar 68: Dwarapala Berwujud Ganesha yang Ditempatkan di Bawah Dwarapala Berwujud Manusia di Bangunan Sekular ...... 99 Gambar 69: Detail Pasangan Dwarapala Berwujud Dewa Ganesha ...... 99

vii RINGKASAN Dalam tatanan budaya tradisional Bali dikenal konsep figur dwarapala sebagai pasangan sosok yang memuat banyak makna filosofis keagamaan. Berbagai varian wujud dwarapala pun dapat dengan mudah dijumpai sebagai patung penjaga di berbagai bangunan tradisional Bali, seperti di pura, di puri, di pelinggih, dan gerbang bangunan suci. Figur dwarapala banyak ditempatkan pada berbagai bangunan Hindu Bali. Dalam seni sastra lama daerah Bali, berbagai sosok dwarapala juga digambarkan memiliki banyak peran dalam banyak mitologi, cerita pewayangan, maupun kakawin-kakawin klasik. Karakter-karakter dwarapala dalam seni budaya Bali, pada umumnya juga digambarkan memiliki nama dan sifat-sifat tersendiri sesuai dengan kedudukan, fungsi, peranan, dan konteksnya. Kenyataan tentang adanya eksistensi yang kuat dari berbagai sosok dwarapala dalam seni budaya tradisional Bali selanjutnya mendorong munculnya gagasan untuk melakukan kajian mendasar yang dapat mengungkapkan kandungan makna filosofis pada setiap figur dwarapala dalam seni budaya tradisional Bali. Penelitian semacam ini tentunya bernilai sangat penting dan strategis dalam korelasinya dengan semangat penggalian dan pelestarian nilai-nilai budaya tradisional daerah Bali. Kegiatan penelitian ini sedianya akan dimulai dengan melakukan inventarisasi terhadap berbagai wujud figur dwarapala dalam seni budaya tradisional Bali. Pada tahap selanjutnya akan dilanjutkan dengan suatu kajian mendasar yang menerapkan metode hermenetik. Metode ini pada dasarnya berupaya menafsirkan makna filosofis dari setiap sosok dwarapala tersebut, berdasarkan pendekatan dalam bidang filosofi keagamaan, mitologi, kosmologi, kepercayaan lokal, ikonografi, kearsitekturan, dan estetika. Hasil akhir penelitian diharapkan dapat merangkum makna-makna filosofis yang termuat pada sosok dwarapala yang dikenal dalam seni budaya tradisional Bali.

Kata kunci: dwarapala, seni, budaya, makna filosofis, Bali

8 SUMMARY In the Balinese traditional cultural art, the dwarapalas are known as ones which have many religious philosophical meanings. Their variants can be easily found in many art works such as in sculpture or gate of architecture created by the Balinese people. In addition, they are also used as the guardian statues motif in many Bali Hindu traditional architecture. Apart from that, in the old Balinese literary texts, they are also described to play many mythological roles as can be seen from the stories performed in the shadow play and as can be heard from the classical songs. In general, the dwarapalas in the Balinese traditional cultural art are described to have various names and characteristics depending on its position, function, role and context. It is their strong existence in the Balinese traditional cultural art which has inspired the researcher to explore the philosophical meanings of its variants. This study is highly important and strategic as it will give contribution to the preservation of the Balinese traditional cultural values. This study will be conducted by making a complete list of the variants of the dwarapalas in the Balinese traditional cultural art. Then, the hermeneutic method will be applied. Basically, this method will interpret the philosophical meaning of every variant based on religious philosophical, mythological, ichnographic, architectural and aesthetical approaches as well as the folklore. It is hoped that the research findings will be able to cover the philosophical meanings of the dwarapalas referred to in the Balinese traditional cultural art.

Keywords: dwarapala, art, culture, philosophical meanings, Bali.

9 KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan ke hadapan Ida Sanghyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Mahaesa. Atas berkat dan rahmatNya, penyusunan laporan hasil penelitian berjudul Dwarapala dalam Budaya Bali: Sebuah Kajian Tentang Filosofi, Tata Aturan, dan Varian Perwujudannya ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Dalam kesempatan ini pula penyusun ucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan bantuan moral dan material berkenaan dengan penyusunan laporan penelitian ini. Pihak-pihak yang telah berperan tersebut adalah sebagai berikut. 1. Bapak Rektor Universitas Udayana berkenaan dengan penadanaan melalui sumber dana DIPA PNBP, Universitas Udayana. 2. Bapak Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Udayana. 3. Bapak Dekan Fakultas Teknik, Universitas Udayana. 4. Pihak Pengelola Museum Bali. 5. Pihak Perpustakaan di Kantor Pusat Dokumentasi Budaya Bali. 6. Pihak redaktur jurnal terakreditasi Forum Arkeologi. 7. Semua informan yang telah banyak memberikan bantuan informasi berkenaan dengan topik penelitian ini. 8. serta pihak-pihak lain yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu. Akhir kata, penyusun tetap sangat mengharapkan masukan-masukan dari berbagai pihak berkenaan hasil penelitian yang telah dicapai ini, dalam upaya meningkatkan kualitas penelitian yang akan penyusun lakukan pada masa-masa yang akan datang.

Denpasar, Oktober 2012

Tim Penyusun

10 BAB I PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan tentang latar belakang, tujuan, dan urgensi penelitian.

1. 1 Latar Belakang Dwarapala adalah sebutan terhadap sepasang sosok patung penjaga pintu di depan gerbang kuil Hindu dan Buddha di kepulauan Nusantara, khususnya di Jawa dan Bali. Dalam seni arsitektur percandian klasik Indonesia, dwarapala lazimnya diwujudkan sebagai sosok sepasang raksasa dengan tubuh tinggi besar, berotot, berambut ikal tebal, bermata bulat besar melotot, dan bermulut terbuka dengan gigi taring yang besar dan tajam. Di beberapa negara Asia, sosok penjaga pintu kuil umumnya diwujudkan sebagai dua raksasa laki-laki dalam wujud beragam sesuai agama kuil yang “dijaganya”. Para penjaga gerbang tersebut memiliki sebutan yang berbeda-beda, seperti Dvarapala (India), Erwang (Tiongkok), Niō (Jepang), dan Yak (Thailand). Di Pulau Bali, sosok penjaga gerbang pura (kori agung) dirupakan sebagai sepasang patung/arca dalam berbagai wujud, nama, dan latar belakang filosofi yang berkembang di setiap daerahnya dari masa ke masa. Beberapa contoh varian pasangan dwarapala yang dapat dilihat di Bali adalah memiliki karakter (a) sosok sepasang raksasa berbadan besar dan kecil, (b) sosok kakak dan adik, (c) sosok raja dan patih, (d) sosok dua raksasi, (e) sosok raksasa kembar, atau (f) sosok raksasa laki-laki dan perempuan. Ekesistensi dwarapala yang merupakan produk konsep tinggalan zaman klasik di Bali relatif jarang diulas oleh para filsuf, sejarawan, arkeolog, maupun peneliti arsitektur pura. Para akademisi lebih banyak terfokus mengkaji tentang arca dewa-dewi di dalam bilik-bilik suci area pura. Penelitian tentang dwarapala ini diajukan berdasarkan multimanfaat yang dimilikinya terhadap pengembangan beberapa cabang pengetahuan dan budaya Bali. Selain berguna untuk menginventarisasi properti budaya klasik Bali, hasil kajian ini juga diyakini akan mampu membuka rahasia filosofi dan konsep yang termuat dalam aneka wujud dwarapala yang diperkirakan memiliki korelasi yang kuat dengan mitologi, kosmologi, filsafat, sejarah, perkembangan seni rupa, cerita rakyat, nilai-nilai kearifan lokal, dan agama dan keyakinan umat Hindu Bali.

1 1. 2 Tujuan Khusus Di samping memiliki tujuan yang sejalan dengan upaya pelestarian nilai-nilai budaya tradisional Bali, rencana kegiatan penelitian yang diusulkan ini memiliki beberapa tujuan khusus lainnya, yaitu: a. menginvetarisasi dan mendeskripsikan berbagai varian perwujudan figur- figur dwarapala yang terdapat pada gerbang pura di Bali. b. menemukan makna filosofis yang termuat dalam setiap wujud figur dwarapala, baik secara sekala (nyata) maupun secara niskala (abstrak). c. merangkum makna-makna filosofis hasil temuan penelitian ini untuk selanjutnya akan disusun menjadi karya tulis ilmiah dan buku widya atau buku referensi yang akan dipublikasikan untuk masyarakat umum secara menasional.

1. 3 Urgensi Penelitian Penelitian tentang filosofi dwarapala dalam kebudayaan Bali ini juga sangat layak untuk segera dilaksanakan, berdasarkan beberapa pertimbangan sebagai berikut. a. Penelitian ini memiliki kesesuaian dengan upaya inventarisasi dan pelestarian nilai-nilai budaya tradisional Bali. b. Penelitian ini juga sejalan dengan salah satu target umum yang dicanangkan oleh Universitas Udayana melalui lembaga Pusat Kajian Budaya Bali binaannya, yaitu menjadikan Universitas Udayana sebagai sebuah perguruan tinggi yang mampu menghasilkan berbagai macam produk penelitian yang berkenaan dengan nilai-nilai budaya tradisional Bali. c. Penelitian yang mengulas tentang dwarapala di Bali secara komprehensif belum pernah dilakukan oleh peneliti lain sebelumnya. d. Penelitian ini memiliki nilai yang sangat strategis mengingat hasil yang akan diperoleh sangat bermanfaat bagi berbagai disiplin ilmu, antara lain pengetahuan sosial budaya, arsitektur, agama, filsafat, sejarah, arkeologi, dan seni.

2 e. Temuan penelitian ini juga direncanakan akan duji kadar keilmiahannya melalui dua tahap, yaitu: (a) diajukan dalam bentuk makalah seminar dalam skala nasional, dan/atau (b) diterbitkan dalam bentuk artikel dalam sebuah jurnal ilmiah nasional terakreditasi. f. Hasil penelitian akhir juga diupayakan untuk dapat dibukukan sebagai sebuah buku widya atau buku referensi yang diterbitkan melalui Udayana Press. Rencana semacam ini memiliki manfaat yang besar bagi penyebaran informasi dan atau pengetahuan hasil penelitian akademisi kepada masyarakat luas di seluruh Indonesia. Selain dari pada itu, rencana penerbitan ini juga berdampak sangat baik bagi kredibilitas Universitas Udayana sebagai salah satu kampus di Indonesia yang mampu menghasilkan produk-produk buku referensi yang berkualitas.

3 4.5 Pembahasan Pada bagian berikut ini dipaparkan pembahasan yang berkenaan dengan kajian tentang dwarapala. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh beberapa pola kecenderungan yang berkenaan dengan dwarapala. Pola kecenderungan yang teridentifikasi tersebut selanjutnya disusun menjadi tujuh tema bahasan sebagai berikut.

4.5.1 Fungsi dan Peran Dwarapala Secara fisik, sosok-sosok dwarapala di depan bangunan gerbang pura di Bali cenderung hanya terlihat sebagai pasangan sosok patung penjaga yang hanya memuat nilai estetika saja. Sesungguhnya sosok-sosok dwarapala tersebut memuat makna filosofis yang sangat mendalam. Secara filosofis dwarapala memiliki fungsi dan peran yang berkaitan dengan sosok penjaga pintu suatu area suci. Fungsi dan peran yang dijalankan tokoh-tokoh dwarapala tersebut secara lebih terinci dapat dikemukakan sebagai berikut.

1. Peran sebagai Penjaga. Tokoh-tokoh dwarapala bertugas sebagai penjaga pintu masuk atau gerbang suatu area suci atau area puri/istana raja, bangsawan, maupun pendeta. Peran penjaga yang diembannya memiliki makna ganda, yaitu: (a) menjaga jalan masuk area agar tidak dilalui oleh manusia, sirkulator, maupun energi yang berkarakter negatif yang dapat melunturkan kesucian atau merusak ketenangan area dalam atau area tengah. (b) memberikan makna edukasi kepada umat yang hendak memasuki area inti pura agar berlaku sopan santun dan penuh etika berlandaskan tatanan ajaran agama.

2. Peran sebagai Penyeleksi. Peran penyeleksi yang dimaksud dalam konteks ini adalah berkenaan dengan peran kedua tokoh dwarapala yang bertugas menyeleksi setiap tokoh maupun umat yang hendak memasuki area inti. Tokoh maupun umat yang memiliki itikad buruk diyakini akan mendapat kesulitan ketika melalui gerbang tempat suci. Hal

4 ini disebabkan karena kedua tokoh dwarapala telah menjalankan tugasnya memilih dan memilah setiap pihak yang berhak melalui gerbang menuju area inti. Umat Hindu meyakini bahwa, hanya umat maupun tokoh yang beritikad baik yang dapat diizinkan melalui gerbang pura yang dijaga para dwarapala itu. Pandangan semacam ini tentunya sejalan dengan penggalan mitologi versi Jawa tentang peran Cingkarabala dan Balaupata yang menjaga gerbang Selatangkep di kerajaan Suralaya. Dalam tatanan budaya Bali juga berkembang tentang keyakinan tentang terjadinya beberapa masalah khusus terhadap para umat yang salah dalam bertingkah laku di dalam area pura. Masyarakat Bali sangat meyakini bahwa masalah-masalah tersebut terjadi sebagai akibat dari demikian banyaknya "tokoh-tokoh penjaga" tidak nyata yang berada dan bertugas di dalam area pura. Tokoh-tokoh tersebut, termasuk di antaranya adalah tokoh dwarapala, tentunya memiliki tugas utama menjaga kesucian area pura tersebut.

3. Peran sebagai Penerima, Pengantar, atau Penuntun. Sosok dwarapala juga memiliki peran sebagai sosok penerima, pengantar, maupun penuntun. Hal ini sangat terlihat dari dari peran tokoh Nandiswara sebagai sosok dwarapala bagi kuil-kuil Siwaistik. Sosok Nandiswara merupakan inkarnasi Siwa yang berkarakter benevolent dan merujuk sebagai penunjuk arah menaik. Dalam konteks ini, sosok Nandiswara berperan sebagai penuntun atau pengantar umat manusia dari tingkatan alam duniawi atau alam bawah untuk menaik dan bertemu dengan Sang Siwa yang berada di tingkatan alam dewata atau alam atas. Pada kompleks bangunan pura di Bali, arca Nandiswara ditempatkan pada gerbang masuk pura, di antara area madya mandala (tingkatan alam rendah) dan area utama mandala (tingkatan alam atas). Tokoh lain yang berperan semacam ini adalah Dewi Gangga yang dimaknai sebagai dewi yang turun dari alam sorgawi ke alam duniawi. Apabila konsep dwarapala dari luar Indonesia tersebut dicermati pada pasangan- pasangan dwarapala Nusantara, dapat ditafsirkan secara lebih berdasar bahwa pada setiap pasangan dwarapala Nusantara juga ada satu tokoh di antaranya yang berperan sebagai simbol penuntun atau pengantar umat ke jalan menaik.

5 4. Peran sebagai Penolak, Penghalang, Pengusir, atau Pengembali. Peran ini sepenuhnya merupakan oposisi dari peran dari satu sosok dwarapala yang bertugas sebagai tokoh penerima, pengantar, atau penuntun. Sosok dwarapala yang termasuk kategori ini adalah tokoh Mahakala untuk kuil Siwaistik, dan tokoh Dewi Yamuna untuk kuil-kuil pemujaan Durga. Tokoh-tokoh dwarapala seperti ini berperan pula mengembalikan umat manusia dari alam atas ke alam manusia lagi. Dalam konteks bangunan pura, sosok dwarapala yang berperan sebagai pengembali ini bertugas "mengembalikan" umat dari area utama mandala pura sebagai area alam atas menuju area madya mandala atau nista mandala pura yang merupakan simbolisasi dari alam bawah. Dalam mitologi-mitologi Jawa, peran dwarapala sebagai penolak, penghalang, dan pengusir sangat nyata terlihat dari gambaran sosok Cingkarabala dan Balaupata yang bertugas menghalangi-halangi tokoh-tokoh jahat yang hendak melewati gerbang Selamatangkep.

4.5.2 Relasi antara Tokoh Dwarapala dan Tokoh Dewa Utama yang "Diiringi"-nya Hasil tinjauan tentang pasangan sosok dwarapala di berbagai negara, menunjukkan adanya relasi yang kuat antara sosok dwarapala dan tokoh dewa utama yang mereka "iringi". Pasangan dwarapala tersebut pada umumnya telah ditetapkan dalam suatu "pedoman" sebagai abdi-abdi bagi beberapa tokoh dewa tertentu. Berkenaan dengan konsep dan pedoman ini, gambaran sosok pasangan dwarapala juga dapat dijadikan sebagai petunjuk tentang karakter sosok dewa utama yang mereka 'iringi'. Sebagai contoh yang dapat dikemukakan berkenaan dengan hal ini adalah pasangan Nandiswara-Mahakala sebagai dwarapala untuk kuil Dewa Siwa; Dewi Gangga-Dewi Yamuna sebagai dwarapala untuk kuil Dewi Durga; dan Jaya- Vijaya sebagai dwarapala untuk kuil Dewa Wisnu. Nandiswara dan Mahakala pasangan tokoh dewa laki-laki inkarnasi Dewa Siwa. Pasangan dewa penjaga laki- laki Jaya-Vijaya, juga bertugas menjaga gerbang kuil tokoh dewata Hindu laki- laki lainnya yang terkenal, yaitu Dewa Wisnu. Korelasi jenis kelamin tokoh

6 dwarapala dan tokoh dewa yang "diiringi"-nya itu juga terlihat pada pasangan dua dewi penjaga aliran sungai suci di Pegunungan Himalaya, Gangga dan Yamuna, yang menjaga kuil untuk Dewi Durga atau Dewi Taleju Bhawani. Konsep hubungan karakter sosok dwarapala dan tokoh dewa yang mereka "iringi" dalam konteks yang tidak jauh berbeda juga dapat dilihat di Bali. Pasangan tokoh Sang Hyang Jogor Manik (dewa penghukum di akhirat) dan Sang Hyang Suratma (dewa akhirat yang bertugas pencatat dosa hidup manusia), ditempatkan sebagai "abdi" atau dwarapala untuk tokoh Sang Hyang Yama Dipati (hakim akhirat dan dewa maut). Ketiga tokoh ini dipuja di Pura Mrajapati (pura di area pekuburan adat di Bali).

Gambar 54: Sang Hyang Jogor Manik Gambar 55: Sang Hyang Suratma Sumber: survey, 2012

Pasangan sosok rangda atau pasangan sosok sisya juga dapat terlihat ditempatkan mengapit gerbang masuk utama (kori agung) atau pintu masuk lainnya yang terdapat dalam area Pura Dalem. Baik rangda maupun sisya adalah tokoh-tokoh aliran ilmu hitam yang selalu diidentikkan dengan keberadaan Dewi Durga atau Dewi Bhairawi yang dipuja dan berstana di seluruh Pura Dalem di seluruh pelosok pulau Bali.

4.5.3 Relasi antara Dwarapala dan Pintu Gerbang Figur-figur dwarapala ditempatkan sebagai patung penjaga pintu di depan gerbang pintu masuk suatu area suci maupun puri. Dalam konteks ini, gerbang pura dimaknai sebagai tiruan dari gerbang kerajaan sorga di tingkatan alam para

7 dewata. Konsep ini sejalan dengan pandangan konseptual Dewa-raja yang telah mengakar dalam tatanan budaya di wilayah Asia Tenggara. Konsepsi Dewa Raja ini pada dasarnya memposisikan sosok raja di alam nyata sebagai wujud reinkarnasi dari satu tokoh dewata di sorga. Pandangan semacam ini menyebabkan sosok raja dalam budaya klasik di Asia Tenggara menjadi sangat sentral dan dihormati. Segala perintahnya diartikan sebagai perintah dewata di alam nyata. Dalam tatanan kearsitekturan, bangunan puri atau keraton sebagai tempat kediaman raja selanjutnya ditata atau didesain juga sedemikian rupa sehingga dapat dimaknai sebagai tiruan dari istana sorga para dewata. Setiap bagian dari bangunan istana diharapkan mampu mencerminkan gambaran istana sorga tersebut. Berdasar dari pandangan semacam ini, maka gerbang keraton atau gerbang puri dalam area istana pun dirancang dan diperlakukan sedemikian rupa selayaknya tiruan dari gerbang kerajaan Kahyangan atau gerbang kawasan sorga kediaman para dewata.

8 4.5.4 Relasi antara Dwarapala dan Lokasi Penempatannya Hasil temuan lapangan menunjukkan bahwa ada suatu konsep penempatan figur arca dwarapala pada area mandala pura di Bali. Sejalan dengan adanya suatu kelaziman bahwa area pura di Bali pada umumnya memang terbagi atas tiga mandala atau tiga area, yaitu nista mandala atau jaba sisi (outer area yang tingkat kesuciannya paling rendah); madya mandala atau jaba tengah (middle area yang tingkat kesuciannya menengah); dan utama mandala atau jeroan (inner area yang tingkat kesuciannya paling tinggi). Pada setiap sisi mandala yang saling berbatasan pada umumnya akan terdapat dinding pemisah masif yang dikenal dengan nama tembok penyengker. Dinding ini dirancang estetik dan memiliki ketinggian tertentu sesuai posisinya dalam area pura. Pada beberapa tempat di bagian tembok penyengker akan dibangun sebentuk entrance yang menjadi jalur sirkulasi umat yang bersembahyang di dalam area pura. Pada tembok penyengker yang berada pada bagian terluar dari area jaba sisi, pada umumnya akan terbangun sebuah split gate yang dikenal dengan nama candi bentar. Bangunan gerbang terpisah ini dijaga oleh sepasang dwarapala dalam wujud raksasa atau tokoh penjaga dengan busana yang sangat sederhana. Pada daerah perbatasan antara jaba sisi dan jaba tengah (area terluar dan area menengah) juga dapat ditemukan adanya candi bentar yang kualitas estetika dan dimensinya lebih baik dari pada candi bentar di area terluar. Di depan candi bentar ini lazimnya juga terdapat arca dwarapala dalam berbagai wujud dengan kualitas kostum dan atribut yang lebih baik dari pada dwarapala-dwarapala di area terluar (jaba sisi). Pada daerah perbatasan antara area madya mandala (area tengah) dan utama mandala (area utama) pura terdapat bangunan gerbang berbentuk candi kurung yang dikenal dengan sebutan kori agung ('gerbang besar' atau 'gerbang utama'). Di depan bangunan kori ini juga ditempatkan sepasang tokoh dwarapala dalam wujud paling paling dibandingkan dengan tokoh-tokoh dwarapala di bagian jaba sisi dan jaba tengah. Dwarapala penjaga jalan menuju area jeroan ini lazimnya berwujud sepasang raja raksasa yang berbusana lengkap dan bersenjata "kelas satu".

9 Nista mandalaMadya Mandala Utama mandala Candi Bentar Kori Agung

Candi Bentar

Arah Laut/ Arah Gunung/ Klod Kaja Gambar 57: Posisi Kori Agung dan Candi Bentar dalam areal Pura Taman Ayun Sumber: analisis, 2012

Gambar 58: Dwarapala di Depan Gambar 59: Dwarapala di Depan Candi Bentar di Jaba Tengah Pura Kori Agung di Jeroan Pura Sumber: survey, 2012 Sumber: survey, 2012

Temuan lapangan seperti ini sekaligus memberikan gambaran bahwa ada suatu konsep penjenjangan tingkat atau status dwarapala yang ditempatkan pada area terluar, area menengah, dan area terdalam suatu kompleks pura. Semakin suci atau sakral tempat yang dijaga oleh sepasang tokoh dwarapala, maka semakin tinggi pula status tokoh dwarapala penjaganya. Hal seperti ini juga berlaku sebaliknya terhadap tokoh dwarapala di area terluar dan menengah. Konsep penempatan tokoh dwarapala di pura semacam ini juga berlaku pada penempatan sosok dwarapala di kompleks bangunan puri atau kediaman bangsawan.

10 Berkenaan dengan adanya relasi antara wujud sosok dwarapala dan posisi dan lokasi penempatannya, ada sebuah konsep khusus yang berlaku di lapangan. Konsep khusus tersebut berkenaan terhadap bangunan-bangunan pura yang berlokasi di suatu daerah dengan karakter tertentu, seperti berikut. Pada bangunan pura yang berlokasi di suatu daerah yang menjadi habitat asli satwa kera, seperti Pura Uluwatu, Badung dan Pura Bukit Sari, Sangeh, arca tokoh dwarapala juga mengambil tema satwa kera. Pada daerah jalan masuk area pura ini ditempatkan sosok-sosok ksatria kera dari cerita Ramayana, seperti pasangan Anoman dan Anggada.

Gambar 60: Pasangan Dwarapala Ksatria Kera di Pura Uluwatu, Badung Sumber: survey, 2012

Pada bangunan pura yang berlokasi dan memiliki kaitan dengan ritual terhadap laut (Bali: segara), ditempatkan arca-arca dwarapala yang bertema ikan atau makhluk mitologis samudera lainnya, seperti ikan duyung, makara, maupun peri laut. Pura yang termasuk kelompok ini antara lain adalah Pura Segara.

4.5.5 Varian dan Karakter Pasangan Dwarapala Karakter setiap pasangan dwarapala, baik di Indonesia maupun di luar Indonesia, selalu memuat dua karakter atau aspek yang saling beroposisi tetapi eksistensinya selalu berpasangan di jagat raya ini. Pasangan-pasangan karakter yang selalu saling beroposisi tersebut dikenal dalam pandangan universal sebagai

11 konsepsi oposisi biner, dalam pandangan kultur Tiongkok dinamakan sebagai pasangan yin dan yang, sedangkan dalam pandangan tradisional Bali, lebih popular dikenal sebagai konsepsi Rwa Bhineda. Pasangan-pasangan dwarapala yang dikenal dalam tatanan arsitektur di timur termasuk di Bali, antara lain: a. Pasangan kakak-adik, seperti pasangan Cingkarabala-Balaupata di Jawa; Subali-Sugriwa di Bali. b. Pasangan karakter benevolent-terribel, seperti pasangan Nandiswara- Mahakala di India, Nepal, dan Indonesia. c. Pasangan suami-istri, seperti pasangan kinara-kinari di Thailand dan Indonesia; pasangan Pan Brayut-Men Brayut di Bali. d. Pasangan arah menaik-menurun, seperti pasangan Dewi Gangga-Dewi Yamuna di Nepal; pasangan naga suami-istri di Bali. e. Pasangan ayah-anak, seperti pasangan Merdah-Tualen di Bali. f. Pasangan simbolis awal-akhir, seperti pasangan Niō atau Kongōrikishi di Jepang. Karakter setiap pasangan dwarapala, baik di Indonesia maupun di luar Indonesia, selalu memuat dua karakter atau aspek yang saling beroposisi tetapi eksistensinya selalu berpasangan di jagat raya ini. Pasangan-pasangan karakter yang selalu saling beroposisi tersebut dikenal dalam pandangan universal sebagai konsepsi oposisi biner, dalam pandangan kultur Tiongkok dinamakan sebagai pasangan yin dan yang, sedangkan dalam pandangan tradisional Bali, lebih popular dikenal sebagai konsepsi Rwa Bhineda.

4.5.6 Konsep Penempatan Dwarapala Ada kecendungan bahwa penempatan pasangan figur dwarapala menunjukkan kecenderungan pola penempatan sebagai berikut. Sosok yang lebih tua, sosok maskulin, sosok yang menyimbolkan alam atas, dan sosok berkarakter benevolent aspect ditempatkan pada sisi kiri dari lubang pintu gerang atau jalan masuk suatu area. Ada pun sosok yang lebih muda, sosok feminin, sosok simbol jalan menurun, atau sosok simbol terrible aspect ditempatkan pada sisi yang berlawanan. Model pemaknaan sisi kiri dan kanan semacam ini berpatokan

12 berdasarkan sudut pandang pengamat yang berdiri di depan bangunan gerbang dan menatap ke arah gerbang yang bersangkutan. Model sudut pandang seperti ini tentunya berlawanan arah dengan posisi kiri dan kanan dari bangunan itu sendiri.

kori agung kori agung

dwarapala dwarapala kiwa tengen dwarapala dwarapala (kiri) (kanana) tengen kiwa (kanana) (kiri)

kiri kanan

Gambar 61: Posisi Dwarapala dari Gambar 62: Posisi Dwarapala dari Sudut Pandang Pengamat Posisi Bangunan Gerbang Kori Agung Sumber: analisis, 2012

Lebih jelas mengenai kecenderungan ini, dapat dicermati pada penjelasan berikut ini. a. Penempatan arca dwarapala untuk sosok tua dan sosok muda. Sosok yang berusia lebih tua akan ditempatkan pada sisi kiri lubang pintu gerbang. Sosok yang lebih muda akan ditempatkan pada sisi kanan pintu gerbang. Konsep semacam ini berlaku pasangan-pasangan dwarapala berikut ini.

(1) Pasangan Merdah (ayah/lebih tua) dan Tualen (anak/lebih muda);

(2) Pasangan Subali (kakak kandung/lebih tua) dan Sugriwa (adik kandung/lebih muda);

(3) Pasangan Anoman (kakak sepupu/lebih tua) dan Anggada (adik sepupu/lebih muda);

(4) Pasangan Cingkarabala (kakak/lebih tua) dan Balaupata (adik/lebih Pasangan Nio yang membuka mulut (simbol huruf a "awal"/lebih tua) dan muda); Nio yang menutup mulut (simbol huruf m "akhir"/lebih muda); dan

(5) Pasangan Jaya (lebih tua) dan Wijaya (lebih muda).

13 b. Penempatan arca dwarapala untuk sosok maskulin dan sosok feminin. Penempatan sosok maskulin dan feminin juga mengikuti aturan penempatan kiri dan kanan seperti itu. Pada pasangan dwarapala yang berkarakter maskulin- feminin, sosok maskulin ditempatkan pada sisi kiri, sedangkan sosok feminin diposisikan pada sisi kanan lubang pintu masuk. Pola penempatan semacam ini berlaku pada pasangan tokoh dwarapala berikut ini. (1) Pasangan Pan Brayut (suami/maskulin) dan Men Brayut (istri/feminin); (2) Pasangan naga jantan (maskulin) dan naga betina (feminin); dan (3) Pasangan kinara (suami/maskulin) dan kinari (istri/feminin).

Gambar 63: Posisi Patung Pria dan Wanita di Depan Pintu Bangunan Sekular di Bali Sumber: survey, 2012

14 c. Penempatan arca dwarapala untuk sosok simbol jalan menaik dan sosok simbol jalan menurun. Pasangan Dewi Gangga dan Dewi Yamuna dikenal sebagai pasangan tokoh penjaga pintu kuil Durgaistik dari negara Nepal. Dewi Gangga yang dipuja sebagai dewi dari sorga diyakini bersemayam di Sungai Gangga. Sungai ini diyakini sebagai sungai suci yang airnya mampu menyucikan jiwa yang akan menaik ke sorga. Dewi Yamuna juga dimaknai sebagai satu tokoh dewi penguasa aliran sungai suci lainnya, yaitu Yamuna. Sungai ini dimaknai oleh umat Hindu di India dan Nepal sebagai sungai yang airnya mampu membersihkan dosa umat manusia. Air suci Yamuna juga diyakini membersihkan dosa duniawi yang pada akhirnya juga akan mampu membebaskan umat manusia dari hukuman neraka akhirat. Dewi Gangga sebagai dewi yang turun dari sorga dipandang beroposisi dengan Dewi Yamuna (Dewi Yami) sebagai kembaran buncing dari Dewa Yama sang penguasa neraka. Dalam konteks ini pasangan Dewi Gangga dan Dewi Yamuna pun menjadi dapat disetarakan sebagai pasangan sorga (alam atas/jalan menaik) dan neraka (alam bawah/jalan menurun). Dalam tata aturan di Nepal, sosok Dewi Gangga umumnya akan ditempatkan pada sisi kiri tokoh Dewi Durga atau sisi kiri lubang pintu gerbang kuil Durgaistik, adapun sosok Dewi Yamuna ditempatkan pada sisi sebaliknya. d. Penempatan arca dwarapala untuk sosok benevolent dan sosok terrible. Pasangan sosok yang berkarakter saling beroposisi, benevolent dan terrible termuat dalam sosok Nandiswara dan Mahakala. Kedua tokoh ini dimaknai sebagai ingkarnasi dari sosok Dewa Siwa. Nandiswara yang berwajah dewa tampan dan bertubuh ramping dimaknai sebagai sosok ingkarnasi Siwa dalam karakter yang lembut, penyayang, atau benevolent. Tokoh ini juga memiliki tugas sebagai sais dan perawat tunggangan Sang Mahadewa, yaitu Lembu Nandini. Nandiswara digambarkan memegang atribut berupa kebut lalat. Sosok oposisi Nandiswara adalah Mahakala. Sosok ini bertubuh agak tambun dan berwajah setengah keraksasaan. Tokoh Mahakala diartikan sebagai aspek terrible dari Sang Siwa. Mahakala acap kali diidentikkan sebagai sosok penjaga pintu kuil Siwa

15 yang mencegah dan memulangkan kembali kekuatan jahat yang hendak memasuki kuil Siwa. Dalam konteks ini, pasangan Nandiswara dan Mahakala juga dapat disetarakan sebagai pasangan tokoh yang mengantarkan umat untuk menaik mencapai Siwa (jalan menaik); dan tokoh yang memulangkan kembali umat menuju alam bawah (jalan menurun). Sejalan dengan konsep penempatan pasangan Dewi Gangga-Dewi Yamuna pada kuil Durgaistik, pasangan Nandiswara-Mahakala pada kuil Siwaistik pun ditempatkan mengikuti pola kiri-kanan tersebut. Sosok Nandiswara yang benevolent dan simbol jalan menaik ke alam atas ditempatkan pada sisi kiri, sedangkan sosok Mahakala yang berkarakter terrible dan simbol jalan menurun diletakkan pada sisi kanan lubang pintu gerbang kuil. Apabila konsepsi kiri dan kanan pada penempatan sosok dwarapala pada pintu bangunan suci ini dikomparasikan dengan konsepsi kiri dan kanan yang berlaku pada tatanan seni tari pelegongan klasik di Bali, maka akan ditemukan beberapa hal pula yang dapat disetarakan antara keduanya. Dalam seni tari klasik Bali legong yang umumnya hanya ditarikan dua penari wanita di atas panggung, akan terlihat bahwa penari yang memerankan figur laki-laki atau figur kakak lebih banya akan menari pada sisi kiri panggung, sedangkan penari yang memerankan figur perempuan atau figur adik berada pada sisi sebaliknya.

Gambar 64: Posisi Penari Legong Kraton Lasem Sumber: centerforworldmusic.org

16 Hal ini dapat dibuktikan pada gerakan-gerakan tari Legong Keraton yang menampilkan sosok Prabu Lasem (laki-laki) dan Putri Rangkesari (perempuan), atau tari Legong Smarandana yang berkisah tentang pasangan Dewa Semara (laki- laki) dan Dewi Ratih (perempuan). Pada tari Legong Jobog yang berkisah tentang perseteruan sepasang raja kera bersaudara, Prabu Subali sebagai kakak lebih banyak berada pada posisi kiri, sementara itu Prabu Sugriwa sebagai sosok adik menari pada sisi kanan panggung. Ilustrasi seni tari klasik semacam legong ini menunjukkan bahwa dalam seni budaya orang Bali masa lalu sudah berkembang sebuah konsep tentang sisi kiri sebagai sisi yang lebih dituakan atau sisi laki-laki, sedangkan sisi kanan sebagai kebalikannya. Dalam seni tulis aksara, hal itu juga dapat dibuktikan. Para pujangga masa lalu Bali mengikuti tata cara menulis aksara Bali pada daun lontar kering dengan memulai setiap tulisan sisi kiri hingga ke kanan, serta dilanjutkan pada bagian di bawahnya.

4.5.7 Perkembangan Wujud dan Konsep Dwarapala di Bali 1. Perkembangan Wujud Dwarapala di Bali Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan, ditemukan ada tiga macam pola wujud fisik pasangan dwarapala untuk bangunan kori agung pura di Bali. Ketiga pola tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.

(a) Pada awal mulanya, untuk bangunan pura lama yang masih menyisakan wujud asli bangunannya ditemukan pasangan sosok dwarapala yang berwujud tokoh berkarakter berbeda selayaknya konsepsi Rwa Bhineda. Wujud kedua tokoh dwarapala tersebut dapat terlihat saling berbeda dalam hal dimensi anatomi tubuh, jenis kelamin, gambaran usia, hingga atribut bentuk senjata yang digenggamnya masing-masing pun berbeda. Kedua tokoh dwarapala pada umumnya sama-sama menggenggam senjata masing-masing dengan tangan kanannya.

17 Gambar 65: Dwarapala yang Berbeda Karakter Sumber: survey, 2012

(b) Pada bangunan-bangunan pura yang berusia lebih muda atau dibangun pada masa lebih muda, gambaran fisik sosok dwarapala telah berkembang menjadi berwujud relatif sama besar dengan mengenakan atribut busana yang relatif sama. Pasangan dwarapala yang termasuk kategori ini berwujud sebagai pasangan raja- raksasa yang sama besar, bermimik sama-sama galak, dan mengenakan busana yang serupa. Senjata yang digenggam sudah berubah, menjadi relatif sama. Meskipun demikian, atribut senjata tersebut digenggam dengan tangan kanan mereka masing-masing. Hal ini mengakibatkan untuk mencapai posisi senjata yang seimbang antara kedua raja-raksasa, maka tokoh dwarapala yang berada di sisi kanan “terpaksa” harus menyilangkan genggeman senjatanya di depan dadanya.

(c) Pada bangunan pura yang dibangun pada masa yang paling muda, gambaran sosok dwarapala pun telah dirancang sangat berubah. Kedua sosok dwarapala tidak lagi terlihat sebagai pasangan yang berkarakter Rwa Bhineda. Akan tetapi, keduanya lebih terlihat sebagai pasangan penjaga yang kembar yang menjadi bayangan cermin satu dengan yang lainnya. Kedua tokoh memiliki wujud fisik

18 yang sama besar, sama tinggi, sama senjata, sama busana, dan sama mimik. Satu hal yang menarik untuk dicermati adalah bahwa kedua sosok dwarapala yang kembar simetris tersebut juga telah “mengubah” posisi pegangan senjata mereka. Figur dwarapala yang berada di sisi kiri akan menggenggam senjatanya di tangan kanannya, sedangkan figur dwarapala yang berada di sisi kanan akan menggenggam senjata di tangan kirinya.

Gambar 66: Figur Dwarapala yang “Simetris” Sumber: survey, 2012

2. Fenomena Perubahan Konsep Dwarapala di Bali Berdasarkan hasil observasi lapangan berkenaan penelitian ini, ada suatu pola kecenderungan tentang terjadinya beberapa macam fenomena yang berkenaan dengan perubahan konsep tentang pasangan sosok dwarapala atau penjaga pintu di Bali. Apabila pada masa-masa klasik dan tradisional di Bali, pasangan- pasangan sosok dwarapala cenderung dimaknai sebagai penjaga pintu gerbang untuk bangunan-bangunan suci, bangunan hunian bangsawan, bangunan hunian pendeta, atau bangunan hunian tabib, maka pada masa-masa sekarang sudah terjadi pergeseran berkenaan dengan hal ini. Sosok-sosok dwarapala di Bali pada masa sekarang sudah dijumpai ditempatkan di bagian depan pintu masuk untuk bangunan-bangunan sekular atau bangunan rumah tinggal warga kebanyakan. Pada bangunan hotel, pertokoan, sekolah, dan perkantoran juga dapat dijumpai

19 adanya sosok dwarapala di daerah depan pintu masuk bangunan atau area ruang luarnya. Berkenaan dengan sosok dwarapala yang dipatungkan, pada masa sekarang di Bali, juga ada kecenderungan telah terjadinya pergeseran konsep sosok dwarapala. Sosok dwarapala yang sebelumnya cenderung diwujudkan sebagai sosok-sosok mitologis "kelas dua ke bawah" semacam manusia-raksasa, bidadari, rangda, maupun punakawan, pada masa sekarang sudah mulai mengalami perubahan yang cukup penting. Pada banyak tempat di Bali, telah cukup familiar terlihat adanya sosok-sosok patung penjaga pintu yang justru mengambil wujud figur tokoh-tokoh mitologis utama Hindu dan Buddha, seperti tokoh Dewa Ganesha, Dewa Wisnu, Dewa Brahma, Dewi Saraswati, bahkan juga Sang Buddha. Kenyataan ini tentunya cukup janggal, mengingat tokoh-tokoh mit logis utama tersebut merupakan tokoh dewata yang dipuja umat Hindu selama ini. Tokoh-tokoh itu pun dalam konstelasi dewa-dewa Hindu merupakan tokoh-tokoh utama yang sebenarnya pada masa lalu memiliki pasangan tokoh pengiring atau dwarapala yang menjaga lubang pintu bangunan kuilnya.

Gambar 67: Pasangan Dewa Wisnu-Dewi Sri sebagai Tokoh Dwarapala di Pura Sumber: survey, 2012

20 Gambar 68: Dwarapala Berwujud Ganesha yang Ditempatkan di Bawah Dwarapala Berwujud Manusia di Bangunan Sekular Sumber: survey, 2012

Gambar 69: Detail Pasangan Dwarapala Berwujud Dewa Ganesha Sumber: survey, 2012

21 BAB V PENUTUP

Pada bagian ini dipaparkan mengenai simpulan dan saran dari penelitian ini.

5.1 Simpulan Simpulan yang diperoleh dari hasil penelitian tentang dwarapala ini dapat dirumuskan dalam tujuh poin sebagai berikut.

1.Fungsi dan Peran Dwarapala. Sosok-sosok dwarapala pada gerbang bangunan suci memiliki tugas, peran, dan fungsi sebagai: (a) tokoh penjaga suatu area atau jalan masuk, (b) tokoh penyeleksi pihak yang dapat memasuki suatu area, (c) tokoh penerima, pengantar, atau penuntun umat yang akan memasuki suatu area atau hendak “bertemu” dengan tokoh dewa junjungannya, dan (d) tokoh penolak, penghalang, pengusir, dan pengembali bagi pihak-pihak atau penyusup yang tidak layak memasuki suatu area utama yang dijaga oleh dwarapala.

2. Relasi antara Dwarapala dan Tokoh Dewa yang “Diiringi”-nya. Gambaran fisik dan karakter figur dwarapala pada umumnya secara tidak langsung juga menunjukkan karakter tokoh dewata yang “diiringi”-nya. Seperti tokoh Nandiswara-Mahakala yang menjaga gerbang Kuil Siwaistik, dan dwarapala Dewi Gangga-Dewi Yamuna yang menjaga gerbang kuil Durgaistik. Di Bali, gambaran penerapan konsep seperti ini dapat dilihat pada penempatan dwarapala Sang Hyang Jogor Manik-Sang Hyang Suratma di gerbang Pura Mrajapati dan pasangan dwarapala berwujud rangda di gerbang Pura Dalem.

3. Relasi antara Dwarapala dan Pintu Gerbang. Gambaran hubungan pasangan tokoh dwarapala yang ditempatkan di depan gerbang bangunan suci (kori aguing pura) di Bali sesungguhnya merupakan tiruan dari konsep keberadaan tokoh dewa-dewa penjaga pintu di gerbang-gerbang istana dewa di sorga. 4. Relasi antara Dwarapala dan Lokasi Penempatannya

22 Hasil observasi lapangan menunjukkan bahwa semakin rendah tingkat kesucian area yang dijaga oleh para dwarapala, maka gambaran fisik dan karakter dwarapala itu pun akan digambarkan makin rendah. Adapun pada area-area yang bernilai kesucian tinggi, maka gambaran fisik, karakter, dan atribut busana dwarapala penjaganya pun digambarkan lebih baik dalam kualiatas dari pada dwarapala-dwarapala penjaga area-area yang lebih rendah. Sosok-sosok dwarapala yang menjaga area suci atau kompleks pura yang memiliki karakter area tertentu akan digambarkan atau dipilih dalam wujud fisik yang berelasi dengan karakter area tersebut. Sebagai contoh penempatan arca dwarapala berwujud pasangan ksatria kera untuk area pura yang berlokasi di daerah habitat asli satwa kera.

5. Varian dan Karakter Pasangan Dwarapala. Ada berbagai varian sosok dwarapala yang dapat dijumpai di Bali pada saat ini. Secara garis besar pasangan-pasangan tersebut tersusun dari pasangan dua tokoh yang berbeda posisi, peran, maupun karakter. Konsep penyatuan dua karakter berbeda menjadi satu pasangan dwarapala ini sejalan dengan konsepsi Rwa Bhineda yang dikenal dalam tatanan budaya Bali sejak dahulu. Beberapa macam varian pasangan dwarapala yang umum dijumpai antara lain: (a) pasangan kakak-adik, (b) pasangan suami-istri, (c) pasangan ayah-anak, (d) pasangan yang berbeda karakter, (e) pasangan kembar, dan (f) pasangan binatang mitologis. Pasangan-pasangan tersebut sesungguhnya terbentuk dari satu pasangan sifat arah menaik dan sifat arah menurun, yang masing-masing diwakili oleh satu sosok dwarapala tersebut. Konsep menaik dan menurun tersebut sejalan dengan fungsi gerbang yang dijaga kedua dwarapala itu, yaitu sebagai pintu bagi jalan menaik atau menurun atau jalan masuk dan ke luar bagi para sirkulator.

6. Konsep Penempatan Dwarapala Hasil kajian yang telah dilakukan menunjukkan suatu pola kecenderungan penempatan pasangan sosok dwarapala. Sosok dwarapala yang dimaknai sebagai sosok yang berusia lebih tua, laki-laki, atau sebagai simbol jalan menaik, ditempatkan pada sisi kanan lubang pintu gerbang (sisi kiri dari sudut pandang

23 pengamat di depan bangunan gerbang). Adapun sosok dwarapala yang berusia lebih muda, perempuan, dan berperan sebagai simbol menurun didirikan di sisi kiri lubang pintu gerbang (di sisi kanan dari sudut pandang pengamat yang berdiri di depan bangunan gerbang). Pada beberapa tempat, diberlakukan pula konsep lain yang menyebabkan ada kalanya pasangan dwarapala itu ditempatkan secara “terbalik”. Konsep yang diterapkan tersebut adalah konsep arah ulu (posisi tinggi) dan arah teben (posisi rendah) sesuai arah gunung-laut dan arah matahari terbit-matahari terbenam. Hal ini menyebabkan sosok dwarapala yang berperan sebagai sosok yang lebih tua atau yang laki-laki akan ditempatkan pada posisi ulu dari lubang pintu gerbang. Demikian pula sebaliknya.

7. Perkembangan Wujud dan Konsep Dwarapala. Hasil observasi dan temuan lapangan menunjukkan adanya kecenderungan perkembangan wujud dan konsep dwarapala di Bali. Pasangan figur dwarapala yang pada mulanya tersusun dari pasangan yang berkarakter berbeda, bentuk figur, dan sikap tangan yang berbeda, dalam perkembangannya sudah banyak berubah dirancang menjadi figur-figur kembar identik yang menjadi bayangan cermin sejati bagi sosok dwarapala di sebelahnya. Fenomena lain yang banyak ditemukan di lapangan adalah mulai banyaknya penempatan tokoh-tokoh dewa utama Hindu yang “diturunkan” sebagai sosok dwarapala biasa. Hal ini merupakan fenomena unik yang terkesan melecehkan tatanan adat budaya dan agama Hindu sendiri.

5.2 Saran Selama melakukan penelitian ini, ditemukan setidaknya dua hal khusus yang sekiranya perlu untuk dijadikan materi penelitian lebih lanjut. 1. Adanya figur pasangan raksasa berkepala gajah di Pura Uluwatu, Badung dan Pura Sakenan, Denpasar yang sering kali dinyatakan sebagai sosok Dewa Ganesha.

24 2. Perluanya kajian fundamental berlatar filosofi, agama, dan sejarah tentang kebenaran penempatan arca tokoh dewata sebagai figur-figur dwarapala di Bali pada masa akhir-akhir ini.

25 DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2000. Bijdragen Tot de Taal, Land- en Volkenkunde van Nederlandsch- Indië, volume 156. Leiden: M. Nijhoff Publishers. Anonim. 2007. Encyclopaedia of Oriental Philosophy and Religion: a Continuing Series. Singapore: Global Vision Pub House. Auty, Robert. 1980. Traditions of Heroic and Epic Poetry. London: MHRA. Baroni, Helen Josephine. 2002. The Illustrated Encyclopedia of Zen Buddhism. New York: The Rosen Publishing Group. Beer, Robert, 2003. The Handbook of Tibetan Buddhist Symbols. Chicago: Serindia Publications, Inc.. Beer, Robert. 2004. The Encyclopedia of Tibetan Symbols and Motifs. Chicago: Serindia Publications, Inc.. Bemmel, Helena A.van. 1994. Dvarapalas in Indonesia: Temple Guardians and Acculturation. London: Taylor & Francis. Bhattacharyya, Asoke Kumar. 2004. Early And Buddhist Stone Sculpture of Japan. New Delhi: Abhinav Publications. Charak, K. S. 2002. Elements of Vedic Astrology. New Delhi: Institute of Vedic Astrology. Dekirk, Ash. 2006. Dragonlore: From the Archives of the Grey School of Wizardry. New Jersey: Career Press. Eberhard, Wolfram. 1969. The Local Cultures of South and East China. Leiden: Brill Archive. Fischer-Schreiber, Ingrid dkk. 1994. The Encyclopedia of Eastern Philosophy and Religion: Buddhism, , Taoism, Zen. New Delhi: Shambhala. Girard, Marcel. 1968. China. Shanghai: Cowles Education Corp. Gupta, S. K. 1983. Elephant in Indian Art and Mythology. New Delhi: Abhinav Publications. Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia. 1987. Estetika dalam Arkeologi Indonesia: Diskusi Ilmiah Arkeologi II. Diskusi Ilmiah Arkeologi II. Jakarta: Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia. Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia. 2002. Kumpulan Makalah Pertemuan Ilmuah Arkeologi ke-IX, Kediri, 23-28 Juli 2002. Jakarta: Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia. Knapp, Ronald G. 1999. China's Living Houses: Folk Beliefs, Symbols, and Household Ornamentation. Honolulu: University of Hawaii Press. Majupuria, Trilok Chandra. 1991. Sacred Animals of Nepal and India: with Reference to Gods and Goddesses of Hinduism and Buddhism. Delhi: M. Devi. Menon, Ramesh. 2006. The Mahabharata: A Modern Rendering. Singapore: iUniverse. Michell, George. 1988. The : An Introduction to Its Meaning and Forms. Chicago: University of Chicago Press. Murthy, K. Krishna. 1985. Mythical Animals in Indian Art. Delhi: Abhinav Publications. Murthy, K. Krishna. 1985. Mythical Animals in Indian Art. New Delhi: Abhinav Publications.

26 Ninan, M. M. 2008. The Development Of Hinduism. Delhi: Madathil Mammen Ninan. Paramadhyaksa, I Nyoman Widya. 2009. Concepts of Balinese Meru. Kyoto: Kyoto Institute of Technology (disertasi belum diterbitkan). Paramadhyaksa, I Nyoman Widya. 2010. “Pemaknaan Figur Sepasang Makara, Sepasang Naga, dan Sepasang Gajah sebagai Ornamen Pengapit Tangga di Depan Pintu Masuk Bangunan Kuil Hindu dan Buddha di Asia” dalam Jurnal Permukiman: Natah (non-akreditasi) volume 8 no. 2 Agustus 2010, hal.1-19. Rajagopalachari, Chakravarti. 2007. Ramayana. New Delhi: Motilal Banarsidass Publication. Reichle, Natasha. 2007. Violence and Serenity: Late Buddhist Sculpture from Indonesia. Honolulu: University of Hawaii Press. Roberts, Jeremy. 2009. Chinese Mythology A to Z. New York: Infobase Publishing. Scheurleer, Pauline C. M. Lunsingh dan Klokke, Marijke J. 1988. Ancient Indonesian Bronzes: A Catalogue of the Exhibition in the Rijksmuseum Amsterdam. Leiden: Brill Archive. Sharma, Mukunda Madhava. 1985. Unsur-unsur Bahasa Sanskerta dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Wyāsa Sanggraha. Snodgrass, Adrian. 1985. The Symbolism of the Stupa. Singapore: SEAP Publications. Soetarno. 2005. Pertunjukan Wayang & Makna Simbolisme. Jakarta: STSI Press. Sucipta, Mahendra. 2010. Ensiklopedia Tokoh-Tokoh Wayang & Silsilahnya. Jakarta: Penerbit Narasi. Tarling, Nicholas. 2000. The Cambridge History of Southeast Asia. Cambridge: Cambridge University Press. Thakur, Upendra. 1986. Some Aspects of Asian History and Culture. Delhi: Abhinav Publications. Turner, Patricia dan Coulter, Charles Russell. 2001. Dictionary of Ancient Deities. New York: Oxford University Press. Vogel, Jean Philippe. 1995. Indian Serpent-Lore: The Nāgas in Hindu Legend and Art. Singapore: Asian Educational Services. Welch, Patricia Bjaaland. 2008. Chinese Art: A Guide to Motifs and Visual Imagery. Singapore: Tuttle Publishing.

27 LAMPIRAN

1. Justifikasi penggunaan anggaran

Jumlah (Rp) No. Jenis Pengeluaran Tahun pertama 1. Biaya untuk pelaksanaan 27.600.000,00 2. Biaya bahan habis pakai 1.674.000,00 3. Biaya perjalanandan akomodasi ke pelosok-pelosok 11.500.000,00 4. Biaya dan lain-lain Biaya dokumentasi dan pembuatan laporan 2.300.000,00 Penelusuran pustaka, lontar, fotokopi, dan penjilidan 1.222.500,00 Administrasi dan surat menyurat 600.000,00 Biaya pertemuan dengan para informan dan akademisi 1.800.000,00 Biaya pemeliharaan alat 3.300.000,00 Total Biaya Tahun Pertama 49.996.500,00

Anggaran Biaya untuk Pelaksanaan

Tabel Anggaran biaya untuk gaji tim peneliti (satuan gaji Rp. 10.000,00/jam, 10 bulan/tahun dan 4 minggu/bulan).

Nama lengkap a. Posisi dalam tim Tahun 1 b. Tugas dalam Jam/mgg Jumlah (Rp.) penelitian I Gusti Agung Bagus a. Ketua peneliti 12 4.800.000,00 Suryada, ST, MT. b. Penelusuran literatur, observasi, sintesis data, pengolah data, dan perumus konsep Ir. Ida Bagus Gede a. Anggota peneliti 10 4.000.000,00 Primayatna, M.Erg. b. Penelusuran literatur, observasi, sintesis data, pengolah data, dan perumus konsep I Nyoman Widya a. Anggota peneliti. 10 4.000.000,00 Paramadhyaksa, ST, MT, b. Penelusuran literatur, Ph.D. observasi, sintesis data, pengolah data, dan perumus konsep Ir. I Gusti Ngurah Anom a. Anggota peneliti. 10 4.000.000,00 Rajendra, MSc. b. Penelusuran literatur, observasi, sintesis data, pengolah data, dan perumus konsep

106 I Made Dian Pramana Survey lapangan 7 2.800.000,00 I Gede Hariwangsa Wijaya Survey lapangan 4 1.600.000,00 I Kt. Bgs. Arjana Wira Putra Survey lapangan 4 1.600.000,00 I Wayan Purya Survey lapangan 4 1.600.000,00 I Made Adi Sutrisna Survey lapangan 4 1.600.000,00 Nyoman Udyatmika Survey lapangan 4 1.600.000,00 Total Biaya untuk Pelaksana 27.600.000,00

1.2 Anggaran Biaya untuk Bahan Habis Pakai Nama Bahan Volume Harga Satuan(Rp) Biaya (Rp) Kertas HVS 70 gram 6 rim 34.000,00 204.000,00 Catridge dan tinta printer 6 box 220.000,00 1.320.000,00 Alat tulis (1 paket untuk 10 paket 15.000,00 150.000,00 1 orang adalah Rp.15.000) Total Biaya untuk Bahan Habis Pakai 1.674.000,00

1.3 Biaya Perjalanan Item Biaya Volume Harga satuan (Rp.) Biaya (Rp.) Sewa mobil (1 paket: 1 24 paket 325.000 7.800.000,00 mobil dan BBM per hari, diperlukan 2 mobil, jumlah surveyer 10 orang, jumlah survey 10 kali ke lapangan) Akomodasi Perjalanan 10 orang 300.000 3.000.000,00 (jumlah survey 10 kali ke lapangan, per hari biaya akomodasi Rp. 30.000) Pejati dan canang untuk 14 paket 50.000 700.000,00 survey ke pura. Total 11.500.000,00

1.4 Biaya dan Lain-lain Item Biaya Volume Harga Satuan (Rp.) Biaya (Rp.) 1. Biaya Dokumentasi 2.300.000,00 dan pembuatan laporan Pembuatan materi 20 eks 50.000,00 1.000.000,00 fokus group discussion Pembuatan laporan 8 eks 100.000,00 800.000,00 kemajuan Pembuatan jurnal 1 paket 500.000,00 500.000,00 dalam negeri 2. Penelusuran pustaka, 1.222.500,00 fotokopi dan penjilidan Penelusuran informasi 43 jam 7.500,00 322.500,00 melalui internet

107 Fotocopi data pustaka 500 lembar 200,00 100.000,00 Jasa pembacaan dan 1 paket 800.000,00 800.000,00 terjemahan Lontar 3. Administrasi dan 600.000,00 surat menyurat Perjalanan dalam 1 paket 600.000,00 600.000,00 rangka surat menyurat 4. Biaya pertemuan 1.800.000,00 Focus grup discussion 6 kali 300.000,00 1.800.000,00 5. Biaya pemeliharaan 3.300.000,00 alat Kamera digital 2 unit 300.000,00 600.000,00 Kamera video 1 unit 500.000,00 500.000,00 Alat perekam 1 unit 200.000,00 200.000,00 laptop 4 unit 300.000,00 1.200.000,00 Komputer desktop 1 unit 300.000.00 300.000,00 Printer 1 unit 500.000,00 500.000,00

108 2. Riwayat Hidup Ketua dan Anggota Peneliti

A. Ketua Peneliti

1. Identitas Umum

Nama : I Gusti Agung Bagus Suryada, S.T., M.T. Tanggal Lahir : 30 Oktober 1966 Tempat Lahir : Denpasar Jenis Kelamin : Laki-laki Status : Menikah Kebangsaan : Indonesia Agama : Hindu Pekerjaan : Staf Pengajar pada Jurusan Arsitektur FT-UNUD e-mail : [email protected]

2. Pendidikan

2011 : Pelatihan Kursus Pembelajaran P2KBK di Universitas Udayana 2008-2011 : Program Pasca Sarjana, Program Studi Magister Arsitektur, Universitas Udayana , Denpasar. 1985-1993 : Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Udayana, Denpasar 1982-1985 : SMA Negeri 1 Denpasar.

3. Judul Skripsi, Tesis, dan Disertasi

Skripsi (S1) : Rumah Sakit Umum Kelas C di Bangli Tesis (S2) : Penerapan Konsep Arsitektur Tradisional Bali pada Bale Banjar di Desa Pakraman Denpasar

4. Pengalaman Meneliti:

Tahun Judul Penelitian Keterangan 2003 Karakteristik Struktur Bangunan Bale Artikel ilmiah (6 bulan) Dauh Tradisional Bali Penggunaan Ornamen Tradisional Bali pada 2003 Gedung-gedung Pemerintah Sebagai Upaya (6 bulan) Konservasi yang Berswadaya, Suatu Kajian Karya tulis ilmiah Kasus di Kota Denpasar Perubahan Struktur Bale Daja pada rumah 2006 Tinggal Tradisional Bali, sebuah Kasus di (6 bulan) Banjar Pulugambang Kelurahan Karya tulis ilmiah Peguyangan Denpasar 2008 Filosofi Pola Desa Bayung Gede Kecamatan Karya tulis ilmiah (6 bulan) Kintamani Bangli 2010- Penerapan Konsep Arsitektur 2011 Tradisional Bali pada Bale Banjar di Tesis S2 (1 tahun) Desa Pakraman Denpasar

109 Varian-varian Ornamen di Bagian Atas 2011 Lubang Pintu Masuk Bangunan Gerbang Artikel ilmiah (6 bulan) Berlanggam Bali

5. Publikasi ilmiah berupa artikel dalam jurnal dan makalah seminar

(a) Artikel dalam jurnal

1 “Penggunaan Ornamen Tradisional Bali pada Gedung-gedung Pemerintah sebagai Upaya Konservasi yang Berswadaya: Suatu Kajian Kasus di Kota Denpasar”, termuat dalam Jurnal Dinamika Kebudayaan Vol.V. No.2 tahun 2003. Denpasar: Universitas Udayana. 2 “Karakter Struktur dan Konstruksi Arsitektur Pawon Tradisional Bali” (ditulis bersama I Nym.Widya Paramadhyaksa), termuat dalam Jurnal Estetika Vol. II. No. 3. tahun 2003. Malang: Institut Teknologi Nasional. 3 “Perubahan Struktur Bale Daja pada rumah Tinggal Tradisional Bali: sebuah Kasus di Banjar Pulugambang Kelurahan Peguyangan Denpasar”, termuat dalam Jurnal Dinamika Kebudayaan. Vol.III. No.3 tahun 2006. Denpasar: Universitas Udayana. 4 “Serpihan Teori Arsitektur India Purba”, (ditulis bersama Ida Bagus Idedhyana), termuat dalam Jurnal Dinamika Kebudayaan. Vol.XI. No. 2, 2009. Denpasar: Universitas Udayana. 5 “Varian-varian Ornamen di Bagian Atas Lubang Pintu Masuk Bangunan Gerbang Berlanggam Bali”, termuat dalam Jurnal Sulapa, Volume 3 No.1 Juli 2011. Makasar: Fakultas Teknik Universitas 45 Makasar.

Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat dipertanggung jawabkan secara hukum. Apabila pada kemudian harinya ternyata dijumpai ketidaksesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima resikonya.

Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi persyaratan sebagai salah satu syarat pengajuan hibah penelitian Unggulan Udayana 2012.

Denpasar, 16 September 2012

I Gusti Agung Bagus Suryada, S.T., M.T. NIP. 196610301998021001

110 B. Anggota Peneliti 1

1. Identitas Umum

Nama Lengkap : Ir. Ida Bagus Gde Primayatna, MErg. Jabatan Fungsional : Lektor NIP/NIK/No. identitas lainnya : 19611210 198702 1 001 Tempat dan Tanggal Lahir : Denpasar, 10 Desember 1961 Jenis Kelamin : Laki-laki Nomor HP : 08123840112 Alamat Kantor : Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik, Unud

2. Riwayat pendidikan Program: S1 S2 Nama PT Universitas Udayana Universitas Udayana Bidang Ilmu Arsitektur Ergonomi Tahun Lulus 1980 1998

3. Artikel dalam jurnal (a) “Faktor- Faktor Determinan Pengetahuan dan Persepsi Masyarakat Tentang Bangunan Berlanggam Bali” dalam Jurnal Dimensi Teknik Arsitektur. Vol. 29. No. 2. Desember 2001 157-164. Lembaga Pebeklitian dan Pengabdian Masyarakat, Universitas Kristen Petra, Surabaya.

4. Makalah dalam proseding seminar (a) “Improvement of Air Circulation to Decrease Dust Content and Subjective Complaints Among Empployees in the Furniture Industry of Denpasar, Bali”. Dalam Kee Yong Leem (ed). Proceeding of the joint conference of APCHI 2006 (4th Asia Pacific Conference on Human Computer Interaction) & ASEAN Ergonomics 2006(6th S.E.Asian Ergonomics Society Conference): 457. Singapore: Elsevier Science Ltd

(b) “Tungku Singer Modifikasi Dapat Meningkatkan Efisiensi dan Kenyamanan Ruangan di Daerah Bersuhu Rendah” dalam Sritomo W. dan Stefanus E.W. (ed). Proceedings Seminar Nasional Ergonomi 2008’. 247 – 252. Surabaya: Guna Widya.

5. Fasilitator dalam lokakarya (a) Fasilitator dalam lokakarya Revitalisasi Pembinaan Olah Raga Prestasi Di Bali. Tanggal 25 Mei 2001. Koni Bali bekerjasama dengan Pemda Propinsi Bali, PPKORI, Bali HESG, dan Program Studi Pascasarjana Fisiologi Olah Raga UNUD. (b) Fasilitator dalam Lokakarya Pemberdayaan Sivitas Akademika Universitas Udayana di Sektor Pendidikan dan Kegiatan Kemahasiswaan. Tanggal 22 Juni 2001. Univversitas Udayana bekerjasama dengan Bali Human Ecology Study Group (Bali – HESG).

111 (c) Fasilitator dalam Lokakarya Mengembangkan Pariwisata Melalui Penddekatan Sistem yang Utuh dan Terpadu Bersifat Interdisipliner dan Partisipatoris dengan Menggunakan Kriteria Ekonomis, Teknis, Ergonomis, Sosial Budaya, Hemat Energi, Melestarikan Alam dan Tidak Merusak Lingkungan. (GBHN : 1999 – 2004). Diselenggarakan tanggal 8 September 2000. Bali Human Ecology Study Group (Bali – HESG) bekerjasama dengan BAPPEDA TK. BALI dan LEMLIT UNUD. (d) Fasilitator dalam Lokakarya Resolving Sustainable Development Problems in Ballii dengan tema: Mengefektifkan dan Mengefisienkan Angkutan Umum, Kendaraan Pribadi dan Kapasitas jalan di Kota Denpasar, melalui Pemberdayaan dan Partisipasi Masyarakat. Tanggal 11 – 12 Mei 2000. Bali Human Ecology Study Group (Bali – HESG) bekerjasama dengan BAPPEDA TK. BALI , LEMLIT UNUD, DLLLAJ Bali dan POLDA Bali. (e) Fasilitator dalam Lokakarya Antisipasi dan Implementasi Otonomi yang Efektif dan Efisien Mutlak Perlu Demi Pembangunan Bali yang Berlanjut. Tannggal 3-4 Maret 2000. Bali Human Ecology Study Group (Bali – HESG) bekerjasama dengan Lembagga Penellitian Univ. Udayana Dan Badan PPerencana Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Tk. 1 Propinsi Bali.

Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat dipertanggung jawabkan secara hukum. Dan apabila dikemudian hari ternyata dijumpai ketidak sesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima resikonya.

Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi persyaratan sebagai salah satu syarat pengajuan hibah penelitian unggulan udayana.

Denpasar 16 September 2012 Anggota Peneliti 2,

(Ir. Ida Bagus Gde Primayatna, MErg.) NIP. 19611210 198702 1 001

112 C. Anggota Peneliti 2

1. Identitas Umum

Nama : I Nyoman Widya Paramadhyaksa, ST, MT, Ph.D Tanggal Lahir : 11 September 1974 Tempat Lahir : Denpasar Barat, Bali Jenis Kelamin : Laki-laki Status : Belum Menikah Kebangsaan : Indonesia Agama : Hindu Pekerjaan : Staf Pengajar pada Jurusan Arsitektur FT-UNUD e-mail : [email protected]

2. Pendidikan

2006-2009 : Program Doktor bidang sejarah Arsitektur, Kyoto Institute Technology, Kyoto, Jepang. 2005-2006 : Research Student di Kyoto Institute Technology, Kyoto, Jepang. (Oktober 2005-Maret 2006) 2005 : Research Student di Kyoto University, Kyoto, Jepang. (April 2005-September 2005) 2004 : Pelatihan Bahasa Jepang di Universitas Padjajaran, Bandung (selama 3 bulan) 1999-2001 : Program Pasca Sarjana, Program Studi Teknik Arsitektur, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta 1992-1997 : Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Udayana, Denpasar 1989-1992 : SMA Negeri 6 Denpasar.

3. Judul Skripsi, Tesis, dan Disertasi

Skripsi (S1) : Kantor Bupati Kepala Daerah Tingkat I Badung di Mengwi (landasan konseptual dan rancangan desain) Tesis (S2) : Pengrajeg Pasar Desa Adat di Denpasar Disertasi (S3) : Concept of Balinese Meru

5. Pengalaman Meneliti:

Tahun Judul Penelitian Sumber dan besar dana Morfologi dan Konsepsi Arsitektur Hibah penelitian 2009 Unggulan Udayana (1 tahun) dalam Kompleks Pura Umum di Bali Sebesar Rp.50.000.000,00 Selatan Hibah penelitian 2011 Makna Filosofis Figur-Figur Naga dalam Unggulan Udayana (1 tahun) Seni Budaya Tradisional Bali Sebesar Rp.50.000.000,00

113 Kedua penelitian yang telah dilakukan tersebut juga menghasilkan produk penelitian lain berupa: a. Sebuah artikel dalam jurnal terakreditasi berjudul “Perbedaan Makna Filosofis Ornamen Bedawang Nala di Dasar Meru dengan Ornamen Bedawang Nala di Dasar Padmasana”, termuat dalam Jurnal Forum Arkeologi No.III Oktober 2009. (sudah terbit) b. Sebuah draft artikel untuk jurnal terakreditasi berjudul “Representasi Gambaran Alam pada Perwujudan Arsitektur Padmasana” dalam jurnal Jurnal Lingkungan Bumi Lestari. Diterbitkan oleh Universitas Udayana, Denpasar. (menunggu jadwal akan diterbitkan) c. Sebuah artikel dalam jurnal terakreditasi berjudul “Makna-makna Figur Naga dalam Budaya Tradisional Bali” termuat dalam Jurnal Forum Arkeologi No.III Oktober 2011. (dalam proses cetak)

6. Publikasi ilmiah berupa artikel dalam jurnal dan makalah seminar

(a) Artikel dalam jurnal

1. “Konsepsi Empat Wajah Serupa pada Arsitektur Kuil Hindu dan Buddha di Asia” termuat dalam Jurnal Permukiman: Natah (non-akreditasi) volume 8 no. 1 Februari 2010. 2. “Pemaknaan Figur Sepasang Makara, Sepasang Naga, dan Sepasang Gajah sebagai Ornamen Pengapit Tangga di Depan Pintu Masuk Bangunan Kuil Hindu dan Buddha di Asia” termuat dalam Jurnal Permukiman: Natah (non-akreditasi) volume 8 no. 2 Agustus 2010. 3. “Perbedaan Makna Filosofis Ornamen Bedawang Nala di Dasar Meru dengan Ornamen Bedawang Nala di Dasar Padmasana”, termuat dalam Jurnal Forum Arkeologi (terakreditasi) No.III Oktober 2009. 4. “Pemaknaan Rong pada Bangunan Suci Tradisional Bali”, termuat dalam Jurnal Teknik (non-akreditasi) volume 7 no. 2 Desember 2009. 5. “Ketinggian Bebaturan Bangunan Rumah Tradisional Bali sebagai Salah Satu Penanda Tingkat Kesakral dan Profanannya” termuat dalam Jurnal Ilmiah: Desain & Konstruksi (non-akreditasi) volume 8 no. 1 Juni 2009. 6. “Pemaknaan Ornamen Murdha pada Arsitektur Tradisional Bali” termuat dalam Info-Teknik (non-akreditasi) volume 10 no. 1 Juli 2009. 7. “Makna-makna Figur Naga dalam Seni Arsitektur Bangunan Suci Tradisional Bali” termuat dalam Dewa Ruci: Jurnal Pengkajian & Penciptaan Seni (non-akreditasi) vol.6 no. 1 Desember 2009. 8. “Konsepsi yang Melandasi Bagian Dasar Bangunan Meru di Bali” dalam Jurnal Media Teknik: Majalah Ilmiah Teknologi No. 3 Th. XXX Edisi Agustus 2008. Diterbitkan oleh Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. 9. “Karakteristik Struktur dan Konstruksi Arsitektur Pawon Bali” dalam Jurnal Estetika Nomor 1, Volume III, Agustus 2003. Diterbitkan oleh Jurusan

114 Arsitektur, Institut Teknologi Malang (ITN), Malang. (artikel ditulis bersama co-reasearcher I Gusti Bagus Suryada, ST.) 10. “Penerapan Prinsip Keharmonisan dengan Alam dalam Pemilihan Lokasi Rumah Tradisional Bali” dalam Jurnal Estetika Nomor 2, Volume II, Pebruari 2003. Diterbitkan oleh Jurusan Arsitektur, Institut Teknologi Malang (ITN), Malang. (artikel ditulis bersama co-reasearcher Ir. Lalu Mulyadi, MT.) 11. “Lahan yang Tidak Layak Huni berdasarkan Lontar Asta Kosala Kosali” dalam Jurnal Lingkungan Bumi Lestari vol. 2., no.2, Agustus 2002. Diterbitkan oleh Universitas Udayana, Denpasar.

(b) Makalah dalam proseding seminar

1. “Latar Belakang Filosofi Pempatan Agung sebagai Salah Satu Konsepsi Utama dalam Permukiman Tradisional di Bali” termuat dalam Proseding Seminar Nasional 6789: Kearifan Lokal (Local Wisdom) dalam Perencanaan dan Perancangan Lingkungan Binaan, yang diadakan pada tanggal 7 Agustus 2009 di Universitas Merdeka, Malang. 2. “Nilai-nilai Sakral Budaya Bali: Antara Dilestarikan, Dipamerkan, dan Dilecehkan” termuat dalam Proseding Seminar Nasional: Pariwisata dan Pembangunan Keruangan di Kabupaten Badung, yang diadakan pada Selasa, tanggal 6 Oktober 2009 di Universitas Udayana, Bali. 3. “Aspek Humanisme pada Perwujudan Arsitektur Rumah Tradisional Bali yang Berpola Sangamandala” termuat dalam Proseding Seminar Nasional: Riset Arsitektur & Perencanaan (Serap # 1), yang diadakan pada tanggal 16 Januari 2010 di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. 4. “Sepuluh Pendekatan Utama dalam Menafsirkan Makna Simbolis Ornamen Bangunan Tradisional Bali” termuat dalam Proseding Seminar Nasional Metode Riset dalam Arsitektur: Menuju Pendidikan Arsitektur Indonesia Berbasis Riset, yang diadakan pada tanggal 3 Juni 2010 di Universitas Udayana, Bali. 5. “Persamaan dan Perbedaan Makna Emik dan Makna Etik Figur Sepasang Naga pada Jalan Pintu Masuk Utama Bangunan Pura dan Bangunan Sekular di Bali” (sebagai penulis kedua), termuat dalam Proseding Seminar Nasional Metode Riset dalam Arsitektur: Menuju Pendidikan Arsitektur Indonesia Berbasis Riset, yang diadakan pada tanggal 3 Juni 2010 di Universitas Udayana, Bali.

(c) Makalah yang dipresentasikan

1. “Architectural Concept of The Balinese Meru”pada International Conference on East Asian Architectural Culture, Kyoto 2006. Reassesing East in the Light of Urban and Architectural History, Kyoto.

Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat dipertanggung jawabkan secara hukum. Dan apabila dikemudian hari ternyata dijumpai ketidak sesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima resikonya.

115 Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi persyaratan sebagai salah satu syarat pengajuan hibah penelitian Unggulan Udayana 2012.

Denpasar, 16 September 2012

I Nyoman Widya Paramadhyaksa, ST, MT, Ph.D NIP. 19740911 200012 1 001

116 D. Anggota Peneliti 4

1. Identitas Umum

Nama : Ir. I Gusti Ngurah Anom Rajendra, MSc Tanggal Lahir : 29 Juli 1959 Tempat Lahir : Tabanan Jenis Kelamin : Laki-laki Status : Nikah Kebangsaan : Indonesia Agama : Hindu Pekerjaan : Staf Pengajar pada Jurusan Arsitektur FT-UNUD e-mail : [email protected]

2. Pendidikan

2000-2002 : Program Magister, bidang: Arsitektur, universitas: University of Huddersfield, kota: Huddersfield, negara: United Kingdom. 1978-1984 : Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Udayana

1975-1977 : SMA Saraswati Tabanan

3. Judul Skripsi, Tesis, dan Disertasi

Skripsi (S1) : Kantor Sewa di Denpasar (Disain, 1984)

Tesis (S2) : Sustainable Design Concepts for Balinese Hotel in Relation to Ecotourism: A case Study in Bali (Thesis, 2001)

4. Pengalaman Meneliti:

Tahun Judul Penelitian Sumber dan besar dana Simulasi Biro Konsultan sebagai Metode PHKI, Sebesar Rp. 2009 Pembelajaran untuk Meningkatkan 25.000.000,00 (6 bulan) Produk Belajar Mahasiswa di Studio Arsitektur Analisis Studi Kasus Sebagai PHKI, Sebesar Rp. 2009 Implementasi Metode PBL Pada Mata 25.000.000,00 (6 bulan) Kuliah Ekologi Arsitektur

5. Publikasi ilmiah berupa artikel dalam jurnal dan makalah seminar

(a) Artikel dalam jurnal

1. “ Rehabilitasi Jalan Yang “Serakah” Material. Kajian Dalam Perspektif Sustainable Street Dalam Kawasan Permukiman Kota” termuat dalam Jurnal

117 Permukiman: Natah (non-akreditasi) volume 8 no. 2 Agustus 2010.

(b) Makalah dalam proseding seminar

1. ”Urgensi, Metode, dan Teknik Pengumpulan Data Kuantitatif dalam Proses Perancangan Arsitektur”, disampaikan pada Seminar Nasional tahun 2010 di Gedung Pascasarjana Universitas Udayana, Bali. 2. ”Strategi-Strategi Disain Efisien Energi (Low Energy Design Strategies)” disampaikan dalam Seminar Nasional Mahasiswa Arsitektur tahun 2009 di Gedung Pascasarjana Universitas Udayana, Bali

(c) Makalah yang dipresentasikan

1. ”Urgensi, Metode, dan Teknik Pengumpulan Data Kuantitatif dalam Proses Perancangan Arsitektur”, disampaikan pada Seminar Nasional tahun 2010 di Gedung Pascasarjana Universitas Udayana, Bali.

Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat dipertanggung jawabkan secara hukum. Apabila pada kemudian harinya ternyata dijumpai ketidaksesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima resikonya. Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi persyaratan sebagai salah satu syarat pengajuan hibah penelitian Unggulan Udayana 2012.

Denpasar, 16 September 2012

(Ir. I Gusti Ngurah Anom Rajendra, MSc) NIP. 19590729 198511 1 001

118 E. Mahasiswa yang Terlibat

Mahasiswa I : I Made Dian Pramana Tempat/tgl.lahir : Denpasar, 1 Juli 1990 Status : Mahasiswa Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, Kemahasiswaan Universitas Udayana Alamat : Jln. Raya Pemogan no.161 Denpasar Jenis Kelamin : Laki-laki Pendidikan : SD Negeri 3 Marga, Tabanan : SMP Negeri 1, Tabanan : SMA Negeri 2, Tabanan

Mahasiswa II : I Gede Hariwangsa Wijaya Tempat/tgl.lahir : Tabanan, 3 April 1991 Status : Mahasiswa Jurusan Arsitektur, Program Non-Reguler, Kemahasiswaan Fakultas Teknik, Universitas Udayana Alamat : Jln. Buana Raya, Gang Buana Merta IV no.11A, Denpasar Jenis Kelamin : Laki-laki Pendidikan : SD No.11 Padangsambian : SMP PGRI 1 Denpasar : SMA PGRI 2 Denpasar Kegiatan lain : Anggota Himpunan Mahasiswa Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Udayana

Mahasiswa III : I Ketut Bagus Arjana Wira Putra Tempat/tgl.lahir : Klungkung, 5 September 1990 Status : Mahasiswa Jurusan Arkeologi, Fakultas Sastra, Kemahasiswaan Universitas Udayana Alamat : Jln. Gadung no.43 Denpasar Jenis Kelamin : Laki-laki Pendidikan : SD No.2 Negari, Banjarangkan, Klungkung : SMP Negeri 1 Banjarangkan, Klungkung : SMA Dwijendra Denpasar Kegiatan lain : Anggota Himpunan Mahasiswa Jurusan Arkeologi, Fakultas Sastra, Universitas Udayana Ketua Himpunan Mahasiswa Jurusan Arkeologi, Fakultas Sastra, Universitas Udayana, periode 2010- 2011.

Mahasiswa IV : I Wayan Purya Tempat/tgl.lahir : Abiansemal, 21 Pebruari 1991 Status : Mahasiswa Jurusan Arsitektur, Program Reguler, Kemahasiswaan Fakultas Teknik, Universitas Udayana Alamat : Banjar Lebah Sari, Mambal, Abiansemal Jenis Kelamin : Laki-laki

119 Pendidikan : SD No.1 Mambal : SMP Negeri 1 Abiansemal : SMK Negeri 1 Denpasar Kegiatan lain : Anggota Himpunan Mahasiswa Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Udayana

Mahasiswa V : I Made Adi Sutrisna Tempat/tgl.lahir : Abiansemal, 9 Maret 1991 Status : Mahasiswa Jurusan Arsitektur, Program Non-Reguler, Kemahasiswaan Fakultas Teknik, Universitas Udayana Alamat : Jln. Nangka no. 10, Desa Sedang, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung Jenis Kelamin : Laki-laki Pendidikan : SD No.2 Sedang : SMP Negeri 2Abiansemal : SMA Negeri 1 Abiansemal Kegiatan lain : Anggota Himpunan Mahasiswa Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Udayana

Mahasiswa VI : Nyoman Udyatmika Tempat/tgl.lahir : Singaraja, 13 Mei 1990 Status : Mahasiswa Jurusan Arsitektur, Program Reguler, Kemahasiswaan Fakultas Teknik, Universitas Udayana Alamat : Jln. Turi Permai no.5 Denpasar Jenis Kelamin : Laki-laki Pendidikan : SD No.4 Kaliuntu : SMP Negeri 2 Singaraja : SMK Negeri 3 Singaraja Kegiatan lain : Anggota Himpunan Mahasiswa Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Udayana

120 3. Sarana untuk Kegiatan Penelitian

Dalam pelaksanaan kegiatan penelitian ini, tim peneliti juga membutuhkan beberapa sarana pendukung untuk kelancaran kegiatan penelitian sebagai berikut.

3.1 Ruang kerja/laboratorium Ruang kerja untuk tim peneliti berkapasitas 4 orang peneliti telah ada termasuk empat buah meja, empat buah kursi, satu filling cabinet penyimpan data dan material padat, dua unit laptop untuk penyimpan data lunak, dan satu unit computer desktop.

3.2 Peralatan Utama Daftar nama peralatan utama yang sudah tersedia untuk menunjang kegiatan penelitian yang diusulkan ini adalah:

No. Nama peralatan Jumlah Status Kualitas kepemilikan kemampuannya 1. Kamera digital 2 Milik pribadi Baik 2. Kamera video 1 Milik pribadi Baik 3. Alat perekam 1 Milik pribadi Baik audio 4. Tablet PC 1 Milik pribadi Baik

121