PEREKONOMIAN DALAM PEMIKIRAN WIDJOJO NITISASTRO 1966-1998

SKRIPSI Diajukan kepada Universitas Jambi untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Sarjana Pendidikan Sejarah

Oleh: Acep Sunandar (A1A216036)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS JAMBI MARET 2021

2

i

ii

MOTTO

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sampai mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri”

(QS. Ar-Ra’d: 11)

“Tidak ada balasan untuk kebaikan selain kebaikan pula, maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan”

(QS. Ar-Rahman: 60-61)

“Wahai manusia sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti”

(QS. Al-Hujurat: 13)

PERSEMBAHAN

Atas limpahan rahmat serta karunia Allah Subhanahu Wata’ala, Alhamdulillah akhirnya saya dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi. Saya persembahkan skripsi ini kepada yang teramat mulia ayahanda tercinta Suhendar, Ibunda Kurnia dan ibunda Iis Lindawati yang dengan segala doa serta pengorbanannya telah mengantarkan saya untuk meraih ilmu pengetahuan. Semoga ilmu yang telah saya raih dapat bermanfaat dan menjadi amal jariyah baik di dunia maupun di akhirat kelak. Semoga saya dapat menjadi orang yang berguna bagi orang tua, agama, nusa dan bangsa., Aamiin Allahumma Aamiin.

iii

iv

Abstrak

Sunandar, Acep. 2020. Perekonomian Indonesia dalam Pemikiran Widjojo Nitisastro 1966-1998: Skripsi, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial. FKIP. Universitas jambi. Pembimbing: (I) Drs. Budi Purnomo, M.Hum., M.Pd. (II): Isrina Siregar, S.Pd., M.Pd.

Kata Kunci: Pemikiran, Widjojo Nitisastro, Perekonomian Indonesia.

Kondisi perekonomian Indonesia pada dekade 60-an berada dalam situasi yang kacau. Hiperinflasi yang terjadi mengakibatkan perekonomian Indonesia hancur, sektor pertanian tidak lagi dapat mencukupi kebutuhan pangan dalam negeri, serta kemiskinan menjadi nasib sebagian besar penduduk. Di tengah keadaan ekonomi yang kian terpuruk muncul para pemikir ekonomi dari lingkungan FEUI salah satunya adalah Widjojo Nitisastro yang memperkenalkan konsep pembaharuan landasan kebijakan perekonomian guna memperbaiki perekonomian Indonesia. Penyusunan Skripsi ini bertujuan untuk mendeskripsikan serta menganalisis (1) perekonomian Indonesia pada masa awal Pemerintahan Soeharto, (2) pemikiran Widjojo Nitisastro terhadap perekonomian Indonesia, (3) dampak pemikiran Widjojo Nitisastro terhadap Perekonomian Indonesia. Metode yang digunakan dalam penyusunan Skripsi ini metode penelitian sejarah yang terdiri dari pengumpulan sumber (Heuristik), penilaian terhadap sumber (Kritik Sumber), penafsiran terhadap sumber (Interpretasi), dan terakhir penulisan sejarah ( Historiografi). Dari penelitian ini dapat diketahui bahwa melalui pemikiran Widjojo Nitisastro perekonomian Indonesia mengalami perubahan yang sangat signifikan. Tampilnya Widjojo Nitisastro dengan memperkenalkan konsep-konsep pembaharuan kebijakan ekonomi ternyata berhasil bukan saja menghentikan kemerosotan ekonomi, tetapi juga memajukan kehidupan ekonomi yang dilanjutkan dengan kebijakan pembangunan ekonomi yang terencana dan berkesinambungan. Pada masa pemerintahan presiden Soeharto, Widjojo Nitisastro memfokuskan pembangunan di sektor pertanian khususnya di bidang beras. Melalui kebijakan ini Indonesia mampu mencapai Swasembada pangan sejak tahun 1984. dengan pencapaian ini Pemerintah memperoleh penghargaan dari Food and Agriculture Organization. .

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT berkat Rahmat serta

Karunia- Nya penulis bisa menuntaskan Skripsi dengan judul“ Perekonomian

Indonesia dalam Pemikiran Widjojo Nitisastro 1966- 1998”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu ketentuan untuk memperoleh gelar Strata-1 Program Studi

Pendidikan Sejarah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Jambi

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Skripsi ini pasti banyak sekali hadapi bermacam hambatan. Akan tetapi berkat dorongan dari berbagai pihak penyusunan Skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh sebab itu penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada:

1. Bapak Drs. Budi Purnomo, M.Hum., M.Pd. selaku Dosen, Pembimbing

Skripsi I, dan Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah atas bimbingan,

saran, dan motivasi yang telah diberikan.

2. Ibu Isrina Siregar, M.Pd. selaku Dosen, dan Pembimbing Skripsi II, atas

bimbingan, saran, dan motivasi yang telah diberikan.

3. Segenap Dosen Jurusan PIPS dan Program Studi Pendidikan Sejarah

FKIP Universitas Jambi yang telah memberikan ilmunya kepada penulis.

4. Yang teramat mulia terimakasih untuk kedua orang tua ku Bapak

Suhendar dan Ibunda Iis Lindawati, serta adik-adik ku Rizky Khoirul

Fachri dan Aditia Sunandar atas doa, bimbingan, dukungan materil dan

moril serta kasih sayang yang selalu tercurah selama ini.

5. Bapak Aprizal Dahan, Bapak Syafrani Lubis, Bapak Nehru Pohan, Bapak

Abbas, Bapak Akmal, Bapak Ferry Ady dan segenap warga Perumahan

Mendalo Mas atas dukungan yang telah diberikan.

ii

iii

6. Sahabat-sahabatku Ilham Saputra, Rizky Gumilar, Mulyana, Ferry Fadly,

dan tak lupa pula Apriyani Lestari sebagai penyemangat dan motivator

penulis selama ini

7. Sahabat Manusio Tebuang, mahasiswa Pendidikan Sejarah angkatan

2016 Agus Junaedi, Doddy Dwi Indiarto, Hutabri, Lukfan Ari Prayoga

Normansyah, Sigit Pratama, dan Saddam atas do’a, motivasi dan bantuan

yang telah diberikan kepada penulis serta waktu kebersamaan yang

sangat berharga bagi penulis.

8. Teman-teman Pendidikan Sejarah 2016 yang tidak dapat disebutkan satu

persatu atas doa, motivasi dan bantuan yang telah diberikan kepada

penulis serta waktu kebersamaan yang sangat berharga bagi penulis.

9. Ikatan Mahasiswa Pendidikan Sejarah (IMAPENSA) UNJA atas do’a,

motivasi, kerja sama serta kebersamaan yang telah diberikan kepada

penulis selama proses pendidikan di Kampus.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan. Penulis mengharapkan kritik serta saran yang membangun agar dapat memberikan manfaat dan dapat di kembangkan lebih lanjut. Amiin.

Jambi, Desember 2020

Penulis.

iv

DAFTAR ISI

Halaman ABSTRAK ...... i

KATA PENGANTAR ...... ii

DAFTAR ISI ...... iv

DAFTAR GAMBAR ...... vi

DAFTAR TABEL ...... vii

DAFTAR LAMPIRAN ...... viii

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang masalah ...... 1 1.2. Rumusan Masalah ...... 8 1.3. Fokus penelitian ...... 8 1.4. Tujuan Penelitian ...... 9 1.5. Manfaat Penelitian ...... 9 1.6. Tinjauan Pustaka...... 11 1.7. Kerangka Konseptual ...... 15 1.8. Metode Penelitian ...... 19 1.9. Sistematika Penulisan ...... 23

BAB II Perekonomian Indonesia Pada Masa Awal Pemerintahan Soeharto

2.1. Perjalanan Karier Soeharto...... 25 2.2. Kondisi Perekonomian Indonesia ...... 32

BAB III Pemikiran Widjojo Nitisastro Terhadap perekonomian Indonesia

3.1. Latar Belakang Widjojo Nitisastro ...... 34 3.2. Pembaharuan Landasan Perekonomian ...... 49 3.2.1. Landasan Idiil ...... 55 3.2.2. Operasional ...... 58 3.3. Pembangunan Perekonomian Indonesia ...... 60 3.3.1. Swasembada Beras ...... 63 3.3.2. Pembiayaan pembangunan ekonomi ...... 73

v

BAB IV Dampak Pemikiran Widjojo Nitisastro

4.1. Dampak Swasembada Beras ...... 79 4.2. Dampak Pembiayaan Pembangunan Perekonomian ...... 82

BAB V PENUTUP

5.1. Kesimpulan...... 85 5.2. Saran ...... 88

DAFTAR PUSTAKA ...... 90

vi

Daftar Gambar

Gambar Halaman

1.1. Kerangka Konseptual ...... 19

vii

Daftar Tabel

Tabel Halaman

1.1.Sasaran Produksi Beras Repelita I...... 64

1.2. Luas Panen, Produksi dan Hasil Beras Repelita I...... 64

1.3. Perkiraan Kebutuhan Pupuk Repelita II...... 67

1.4. Produksi Beras Repelita II...... 68

1.5. Produksi Beras Repelita III...... 70

1.6. Produksi Beras Repelita IV...... 71

1.7. Sasaran Produksi Beras Repelita VI ...... 73

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Prof. Dr. Widjojo Nitisastro ...... 94 2. Menteri/Panglima Angkatan Darat Jenderal Soeharto ...... 95 3. Pelantikan Mayor Jendral Soeharto sebagai Persiden RI ...... 96 4. Peresmian Panen Raya di NTB oleh Presiden Soeharto ...... 96 5. Presiden Soeharto menerima penghargaan dari FAO ...... 97

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Indonesia pasca Proklamasi kemerdekaan pada tanggal 17 agustus 1945, masih belum bisa untuk melaksanakan pembangunan ekonomi, sebab saat itu

Indonesia sedang mempertahankan kemerdekaan hingga tahun 1949. Di tahun berikutnya, Indonesia memusatkan perhatian pada pembangunan politik yang pada saat itu belum stabil. Kemudian pada tahun 1950 Indonesia baru bisa memulai pembangunan ekonomi. Memasuki lima belas tahun pertama kemerdekaan indonesia diwarnai dengan ketidakstabilan politik, kemerosotan ekonomi, dan ketegangan di beberapa daerah. Karena keadaan yang terus memburuk hingga terjadilah peristiwa G30S/PKI pada tahun 1965 di .1

Secara bersamaan, gelombang demonstrasi menuntut pembubaran PKI semakin meluas. Ketidakpuasan terhadap kondisi ekonomi negara memperburuk situasi yang berujung pada konflik politik.2 Saat itu, mahasiswa yang aktif menentang kebijakan pemerintah dan menuntut segera dilaksanakannya Tri

Tuntutan Rakyat (Tritura), antara lain pembubaran PKI, pencopotan semua kabinet yang pro-Komunis atau tidak kompeten, dan penurunan harga.3 Atas permintaan mahasiswa tersebut, Presiden menerima delegasi KAMI dan menjelaskan kepada mereka betapa buruknya situasi ekonomi Indonesia.

1 P.J. Suwarno, 2004: Gerakan Politik Tentara Nasional Indonesia 1945-1966 (Dari TKR Sampai Supersemar), Yogyakarta, Universitas Sanata Dharma, hlm. 61 2 Alfian. 1978. Pemikiran dan Perubahan Politik Indonesia, Kumpulan Karangan. Jakarta: Gramedia. Hlm: 113 3 P.J. Suwarno, 2004: Gerakan Politik Tentara Nasional Indonesia 1945-1966 (Dari TKR Sampai Supersemar). Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma. Hlm: 61

1

2

Tahun 1967, Indonesia dalam keadaan yang sangat kacau. Pendapatan per kapita turun di bawah pencapaian lima tahun sebelumnya. Inflasi telah merusak perekonomian secara parah. Sektor pertanian tidak dapat lagi menyediakan cukup pangan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan kemiskinan telah menjadi nasib sebagian besar penduduk.

MPRS NO.XXXIII/1967 menetapkan diangkatnya Jenderal Soeharto menjadi pejabat presiden pada tanggal 12 maret 1967 periode satu tahun. Yang mulai berlaku tanggal 22 februari 1967 dan di tanggal 27 maret 1968, ia diangkat menjadi Presiden Republik Indonesia sesuai dengan ketetapan MPRS NO.

XLIV/1968.4

Awal masa pemerintahannya, Orde Baru menempuh jalan yang berbeda dengan Orde sebelumnya. Orde Baru mengarahkan pelaksanaan pembangunan kepada pembangunan di bidang ekonomi. Melalui kebijakan yang diambil pertumbuhan ekonomi mengalami perbaikan yang signifikan bila dibandingkan dengan kondisi pada tahun-tahun sebelumnya apalagi jika dilihat bahwa Orde

Baru lahir dari situasi perekonomian yang mengalami stagflasi. Maka munculnya dapat diidentikan dengan kebangkitan credo atau kepercayaan terhadap perekonomian Indonesia.5

Perubahan .sistem .politik, .dari .demokrasi terpimpin menjadi .demokrasi

Pancasila atau pemerintahan. Presiden Soeharto, telah berubah pula arah dan kebijakan pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi merupakan inti dari

4 Soeharto: Ucapan, Pikiran, dan Tindakan Saya, Otobiografi, seperti dipaparkan kepada G. Dwipayana dan Ramadhan K.H., op. cit., hlm. 188 5 Rudianto, D. (1985). Pembangunan Ekonomi dan Perkembangan Bisnis di Indonesia. Jakarta: PT. Golden Terayon. Hlm: 10

3

demokrasi Pancasila di bidang ekonomi, artinya pemerintah melaksanakan pembangunan ekonomi sesuai dengan jiwa dan semangat pembukaan UUD dan batang tubuhnya.6 Perubahan .kebijakan .pembangunan .ekonomi .sangat .penting

.untuk .mengatasi .permasalahan .ekonomi .yang .terjadi saat itu, sehingga diperlukan perencanaan yang efektif dan tepat sasaran. Rencana pembangunan bertujuan untuk .menumbuhkan dan memastikan bahwa proses pembangunan terus berlanjut. Hal ini dapat terjadi apabila faktor-faktor strategis dari proses pembangunan telah dikontrol sepenuhnya dalam .usaha perencanaan dan hal ini diketahui secara jelas dalam masyarakat tertentu. dengan kata lain, memahami secara mendalam hakikat proses pembangunan adalah suatu hal yang mutlak sebelum .menentukan .cara .pendekatan .yang .akan .menjamin .berhasilnya

.usaha .perencanaan.7

.Sejarah .perekonomian .Indonesia .mencatat .bahwa .langkah-langkah yang .diambil .pada .masa-masa .awal .pemerintahan .Presiden .Soeharto

.memiliki arti yang strategis. .Pengelolaan .ekonomi .makro .untuk menjamin stabilitas .ekonomi .dengan .pengendalian .inflasi masih menjadi prioritas utama hingga saat ini. .Anggaran .berimbang, devisa bebas, dan investasi asing merupakan hal yang tabu di masa lalu, menjadi dasar kebijakan Presiden Soeharto yang sangat menentukan perkembangan ekonomi Indonesia selanjutnya.8

Banyak orang memuji dan mengagumi transformasi ekonomi Indonesia yang terjadi dari akhir 1960-an hingga pertengahan 1990-an..Dinamika

6 Soeharto: Keputusan Presiden Republik Indonesia Dalam Indonesia Menyongsong Era Kebangkitan Nasional Kedua, op. cit., hlm. 257. 7 Nitisastro, W. 2010. Pengalaman Pembangunan Indonesia: Kumpulan Tulisan dan Uraian. Jakarta: Kompas. Hlm: 11 8 Anwar, Arsjad, Ananta, Aris, dkk. Kesan Para Sahabat tentang Widjojo Nitisastro. 2007 Jakarta: Kompas, hlm 312

4

perekonomian .Indonesia .dipandang .sebagai .keajaiban, .kinerjanya mengesankan, .selalu .stabil dan .mantap, serta diharapkan terus .tumbuh .secara berkelanjutan.9 .Setelah .lebih .dari .satu .dasawarsa .melaksanakan pembangunan

.ekonomi, .Indonesia kemudian .dikategorikan .sebagai salah satu kisah .sukses

.dari .sejumlah .negara .Asia .dalam pertumbuhan .ekonominya. kemudian pada

.awal .tahun .1990-an, .keberhasilan .dalam .memacu .pertumbuhan .ekonomi yang .tinggi menjadikan Indonesia .diklasifikasikan sebagai kelompok negara berkembang yang akan menjadi negara .industri baru .(newly industrialized country), .mengikuti .jejak .negara-negara .di Asia .lainnya, .seperti .Taiwan,

Korea .Selatan, .Singapura, dan Hong .Kong.10

Soeharto dalam mewujudkan pertumbuhan dan stabilitas ekonomi ini tentu tidak sendirian, banyak tokoh di belakangnya yang ikut berperan. Widjojo

Nitisastro merupakan salah satu tokoh dengan peran yang sangat menonjol dalam perekonomian Indonesia pada masa pemerintahan Orde Baru.

Widjojo Nitisastro lahir pada tanggal 23 September 1927 di Malang, Jawa

Timur. Setelah menyelesaikan studinya di Fakultas Ekonomi Universitas

Indonesia pada tahun 1955 dengan judicium cumlaude, beliau kemudian langsung diangkat menjadi Direktur Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat

FEUI, menggantikan Prof. Dr. . Kemudian tahun 1957 melanjutkan studi dalam ekonomi dan demografi di University of California

Berkeley, California, AS, dan pada Mei 1961 memperoleh gelar Ph.D ilmu ekonomi. Tanggal 1 juni 1962 diangkat sebagai Guru Besar Fakultas Ekonomi UI

9 Budi, Rajab. Negara Orde Baru: Berdiri Di Atas Sistem Ekonomi Dan Politik Yang Rapuh. Jurnal Sosiohumaniora, Vol. 6, No. 3, November 2004. Hlm: 183 10 Hill, Hal. Transformasi Ekonomi Indonesia Sejak 1966; Sebuah Studi Kritis dan Komprehensif. 1996 Yogyakarta: Tiara Wacana, hlm 5

5

dengan pidato pengukuhan berjudul Analisa Ekonomi dan Perencanaan

Pembangunan yang disampaikan pada 10 Agustus 1963. Selama 1964 -1968 menjadi Dekan Fakultas Ekonomi UI. Di samping itu juga menjadi Direktur

Lembaga Ekonomi dan Kemasyarakatan Nasional atau Leknas dari Majelis Ilmu

Pengetahuan Indonesia atau MIPI dan tenaga pengajar pada Sekolah Staf dan

Komando TNI Angkatan Darat atau Seskoad dan Akademi Hukum Militer atau

AHM.11

Widjojo Nitisastro kemudian diangkat sebagai Ketua Tim Bidang

Ekonomi dan Keuangan dari Staf Pribadi Ketua Presidium Kabinet pada tahun

1966 dengan anggota: Prof. Dr. , Prof. Dr. Subroto, Prof. Dr. Ali

Wardhana, dan Prof . Pada tahun 1968 diangkat sebagai Ketua Tim

Ahli Ekonomi Presiden, dengan keanggotaan tim yang diperluas. Tanggal 20 Juli

1967 pada usia 39 tahun diangkat sebagai ketua Bappenas yang dijabatnya hingga tahun 1983. Tanggal 9 September 1971 diangkat sebagai Menteri Perencanaan

Pembangunan dan tahun 1973-1983 menjabat sebagai Menko Ekuin atau Menteri

Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan dan Industri. Sejak 1983 menjadi penasihat Ekonomi Pemerintah.

Tahun 1967-1983 menjadi ketua delegasi ke berbagai sidang internasional, diantaranya: Intergrovernmental Group on Indonesia atau IGGI, Paris Club, dan lain-lain. Di samping itu menjadi anggota South Commission Ketua: Julius

Nyerere dan Policy Board dari Inter-Action Council ketua : Helmut Schmidt.12

11 Anwar, Arsjad, Ananta, Aris, dkk. Kesan Para Sahabat tentang Widjojo Nitisastro. 2007 Jakarta: Kompas, hlm 13 12 Ibid. hlm: 17-18

6

Kondisi ekonomi yang memburuk pada pertengahan 1960-an mendorong

.para .aktivis pemuda dan .ekonom mengajukan ide-ide baru untuk memperbaiki kondisi .perekonomian. Pada tahun 1966 Universitas Indonesia mengadakan dua kali pertemuan besar. Pertama pertemuan yang diselenggarakan pada tanggal 10-

20 Januari 1966, yaitu seminar ekonomi keuangan yang diselenggarakan oleh

KAMI FEUI. Kedua adalah Simposium. Kebangkitan. .Semangat 66: .Menjelajah

Tracee .Baru, .yang .diselenggarakan .oleh Universitas Indonesia .dan .KASI

(Kesatuan Aksi Sarjana Indonesia) dari tanggal 6 sampai 9 Mei 1966. Di antara dua peristiwa penting ini, terjadi peristiwa 11 Maret 1966, dan akibatnya komposisi pemerintahan berubah dalam penanganan masalah di Indonesia dan berbagai persoalan ekonomi.13

Munculnya ,elit ,profesional di era Orde Baru merupakan jawaban atas kesulitan sosial dan ekonomi pada masa peralihan kekuasaan dari Soekarno ke

Soeharto. Sebagian besar para teknokrat ini berasal dari lingkungan FE UI, diantaranya Emil Salim, , J.B. Sumarlin, Saleh Afiff, Subroto,

Muhammad Sadli, dan tentunya Widjojo Nitisastro. Setelah lulus .Sarjana, mereka pergi ke luar negeri untuk belajar dengan pendanaan dari Ford Foundation.

Setelah menyelesaikan tugas belajarnya, Soeharto .lantas .memanggil .mereka

.pulang. Mereka kemudian .masuk kedalam.birokrasi .Orde .Baru, .dengan

.memegang peran .dan .posisi .krusial .dalam .struktur .ekonomi.

Masuknya teknokrat ke dalam lembaga pemerintah belum pernah terjadi sebelumnya. Secara bersamaan, hal tersebut telah mengubah sifat dan arah pengambilan keputusan publik yang berfokus pada aspek ekonomi. Singkatnya,

13 Nitisastro, W. 2010. Pengalaman Pembangunan Indonesia: Kumpulan Tulisan dan Uraian. Jakarta: Kompas. Hlm: 45

7

ekonomi harus menjadi bidang ideologi dan politik yang netral. Widjojo

Nitisastro menilai, penurunan ekonomi Indonesia terjadi karena kurangnya perhatian pemerintah terhadap perekonomian. Penyelesaian masalah ekonomi tidak didasarkan pada prinsip ekonomi rasional, akan tetapi hanya secara politik.14

Widjojo Nitisastro juga berpendapat bahwa perekonomian Indonesia berada dalam masa transisi yang sangat penting pada tahun 1968. Pemerintah harus menempuh jalur stabilitas dan rehabilitasi ekonomi dalam mengatasi kekacauan ekonomi sebelumnya yaitu dengan cara: (1) .Membereskan .rumah

.tangga .melalui .langkah-langkah .fiskal .dan .moneter, (2) .Lebih .banyak

.mendasarkan .diri pada .prinsip .ekonomi yang .sehat .dengan cara .memberikan

.kebebasan yang .lebih .besar .serta .insentif .lebih .banyak; dan (3) .Membangun

.kembali .hubungan .ekonomi yang .sehat dengan .negara-negara lain di .dunia.

Kedudukan Widjojo Nitisastro selaku Ketua Badan Perencanaan

Pembangunan Nasional dan kemudian Menteri Koordinator Bidang Ekonomi,

Keuangan dan Industri dalam masa pemerintahan Orde Baru membuka kesempatan memanfaatkan kemampuan analisa ekonominya bagi perencanaan pembangunan Indonesia.

Pemikiran Widjojo Nitisastro terhadap perekonomian Indonesia menjadi menarik untuk diteliti. Pertama Para teknokrat yang memasuki struktur pemerintahan .merupakan .pemandangan .yang .belum .pernah .terjadi

.sebelumnya. Kedua tampilnya Widjojo Nitisastro dengan memperkenalkan konsep-konsep pembaharuan kebijakan ekonomi ternyata berhasil bukan saja

14 Triaswati, N. Soesastro, H. Dkk. 2005. Pemikiran dan Permasalahan Ekonomi di Indonesia dalam Setengah Abad Terakhir Jilid III. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Hlm: 24

8

menghentikan kemerosotan ekonomi, tetapi juga memajukan kehidupan ekonomi yang dilanjutkan dengan kebijakan pembangunan ekonomi yang terencana dan berkesinambungan, dan berlanjut hingga saat ini, maka tidak heran apabila muncul satu pendapat bahwa membicarakan kemajuan ekonomi Orde Baru maka

Widjojo Nitisastro adalah konseptornya.

Berdasarkan .latar .belakang diatas .maka .penulis .tertarik .untuk meneliti lebih .lanjut mengenai “Pemikiran Widjojo Nitisastro Terhadap Perekonomian

Indonesia 1966-1998”

1.2. Rumusan Masalah..

1. Bagaimana kondisi.perekonomian .Indonesia .pada .masa .awal

.pemerintahan Soeharto ?

2. Bagaimana pemikiran Widjojo Nitisastro terhadap perekonomian

Indonesia ?

3. Bagaimana Dampak pemikiran Widjojo Nitisastro terhadap

perekonomian Indonesia ?

1.3. Fokus Penelitian

1.3.1. Ruang Lingkup Temporal

Mengenai batasan temporal penelitian ini akan berfokus pada tahun 1966-

1998. Penulis berpendapat bahwa pada tahun 1966 pemikiran Widjojo Nitisastro menjadi jawaban atas keterpurukan ekonomi Indonesia pasca kebijakan ekonomi terpimpin. Penulis membatasi periode penelitian hingga tahun 1998, karena pada pertengahan 1997, timbulah krisis moneter dan ketegangan sosial yang mengakibatkan berakhirnya masa pemerintahan Soeharto yang ditandai dengan

9

penyerahan jabatan presiden .Soeharto .kepada .wakil presiden B.J .Habibie pada

.tanggal .21 .Mei 1998.

1.3.2. Ruang Lingkup Spasial

Mengenai batasan Spasial penelitian yang dilakukan adalah di pulau Jawa khususnya Jakarta, karena Jakarta merupakan Ibukota yang menjadi pusat pemerintahan Indonesia.

1.4. Tujuan Penelitian

1. Untuk .memahami perekonomian Indonesia .pada .masa awal .pemerintahan

Soeharto.

2. Untuk .mengetahui pemikiran Widjojo Nitisastro terhadap perekonomian

Indonesia .pada .masa .pemerintahan .Soeharto.

3. Untuk .mengetahui Dampak pemikiran Widjojo Nitisastro terhadap

perekonomian indonesia.

1.5. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak yang membutuhkan, baik secara teoritis, maupun praktis, diantaranya:

1.5.1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan wawasan dan pengetahuan mengenai pemikiran Widjojo Nitisastro terhadap perekonomian

Indonesia Khususnya pada tahun 1966-1998, serta juga diharapkan dapat menjadi sarana pengembangan ilmu pengetahuan yang secara teoritis masih dipelajari dalam dunia pendidikan.

10

1.5.2. Manfaat Praktis

1. Bagi Ilmu Pengetahuan.

Tulisan .ini .diharapkan .dapat .memberi .tambahan .informasi .bagi

semua orang .yang ingin .mengetahui .bagian .dari .perjalanan sejarah

.pemikiran Widjojo Nitisastro terhadap .perekonomian .Indonesia .pada

.umumnya .dan khususnya .bagi .peneliti-peneliti .selanjutnya .yang .tertarik

.untuk .menulis .tema yang .sama .dengan .judul dan .bahasan .yang .berbeda

.tentunya.

2. Bagi .Universitas .Jambi.

Dapat .menambah .bahan .bacaan .yang .berguna .bagi .pembaca baik

yang berada di .lingkungan .Universitas .Jambi .maupun .bagi .pembaca .yang

berada di luar .Universitas .Jambi mengenai perekonomian Indonesia pada

masa pemerintahan Soeharto, khususnya mengenai pemikiran Widjojo

Nitisastro terhadap perekonomian Indonesia pada masa pemerintahan Soeharto.

3. Bagi.Penulis.

.Dapat .menghasilkan .sebuah .karya .ilmiah .sebagai. aplikasi .teori

.yang didapat .selama .perkuliahan .untuk menarik sebuah kesimpulan dari

permasalahan. .yang .ditemukan, serta dapat dipertanggungjawabkan secara

objektif .dan .ilmiah .dalam .kehidupan .praktis. Selain itu .untuk .menambah

pengalaman .dan .pengetahuan .dalam .menulis .karya .ilmiah .khususnya

.tentang pemikiran Widjojo Nitisastro terhadap perekonomian Indonesia pada

masa pemerintahan Soeharto.

11

1.6. Tinjauan Pustaka

Penulis menemukan beberapa karya tulis dalam bentuk .jurnal, .yang mengungkapkan .tema-tema .yang .dapat dibandingkan oleh .penulis untuk membahas sejauh mana masalah tersebut. Karya-karya yang ditemukan oleh penulis .adalah .sebagai .berikut:

.Pertama .skripsi .yang .ditulis .oleh Fajar Nur Alam, .pada .tahun 2016 dengan .judul Widjojonomics Sampai Habibienomics (Perbedaan Pandangan

Pemikiran Ekonomi dari Widjojo Nitisastro dan BJ Habibie terhadap perekonomian Indonesia pada Masa Orde Baru 1971-1999) penelitian .ini membahas .perbedaan .paradigma .pembangunan .antara .Widjojo .Nitisastro .dan

B.J. .Habibie .yang .membuat .kedua .kelompok .ekonomi .ini .jauh .dari .kesan akur .dan .kolaboratif. Berdasarkan .kedua ,pemikiran .tokoh .tersebut .berdampak kepada .kebijakan .perekonomian .Indonesia .dimana .pada .awal .pemerintahan

Orde .Baru .para .teknokrat .yang .dipimpin .oleh Widjojo. Nitisastro memberikan gagasan .pada .permasalahan .perekonomian .Indonesia .pada .saat .itu .yaitu modernisasi .sistem .ekonomi .yang .mencakup .pasar, .fiskal dan .utang ..luar negeri .yang .diharap .melahirkan trickle down effect, .dan .solusinya .untuk perkembangan serta pertumbuhan ekonomi Indonesia telah dilakukan. Akan tetapi semua gagasan nya tidak terlaksana dengan baik oleh pemerintah saat itu.

Kiprah Widjojo. .Nitisastro .mulai .luntur .dikarenakan .para teknokrat gagal mengatasi .krisis .pada .tahun .1980-an. Permasalahan .lain .yaitu,

.mengenai pendapatan.Indonesia .yang .hanya .mengandalkan .produksi .dari

.sumber .daya alam .yang .dijual ke .pasar .internasional .kurang .mendapatkan

.hasil .yang besar mengingat .Indonesia .masih .mempunyai .utang .lama dan

12

.utang .baru .yang semakin .bertambah, dan .pada .saat .itu pula .muncul .para

.teknolog .yang dipimpin .oleh B.J .Habibie .dengan .membawa .berbagai

.gagasannya .untuk memajukan .perekonomian Indonesia. .Perekonomian .harus

.dikembangkan .melalui .perebutan .teknologi .canggih .untuk .mengejar

.ketertinggalan dari negara .maju.. Habibie .beranggapan .jangan .hanya .menjadi

.negara .yang .hanya bisa .memproduksi .barang yang .memiliki .keunggulan

.komparatif .tetapi .harus pula .memiliki .keunggulan .kompetitif, dengan

.mengandalkan .nilai .tambah dan teknologi .yang .inovatif .pada .sektor .industri.

.Akan .tetapi .gagasan .dari B.J Habibie .juga .tidak .terlaksana .dengan .baik

.dikarenakan .utang .Indonesia ke bank .dunia terus .melonjak .naik, .krisis

.moneter, dan .inflasi .yang .terjadi .pada akhir .1990-an, .membuat .IPTN

.programnya .dihentikan .atas .desakan .dari IMF dan .selanjutnya .dibubarkan.

Kedua, Jurnal yang ditulis oleh Yunani Hasan pada tahun 2014 dengan judul Situasi Politik dan Ekonomi pada awal pemerintahan Orde Baru. Proses pergantian .pimpinan .nasional .terjadi .pada .tanggal 23. Februari. .1967, .ketika presiden .Soekarno .secara .resmi .menyerahkan .kekuasaan .pemerintah .kepada

Jenderal .Soeharto .sebagai .pengemban .Ketetapan TAP MPRS

No.IX/MPRS/1996. Kemudian dalam .sidang .MPRS .12 .Maret .1967, Jenderal

Soeharto .diangkat .menjadi .Pejabat .Presiden .Republik .Indonesia. .Setahun kemudian .yaitu .pada tanggal. 27 .Maret .1968 beliau .dikukuhkan .menjadi

Presiden .RI yang .kedua.

Dalam. melakukan. Rehabilitasi. dibidang .politik .dan .keamanan

(Polkam),. .Presiden .Soeharto .melakukannya .dengan .pendekatan .keamanan.

13

Kebijakan .itu .didasarkan .pada .pemikiran .bahwa .pembangunan .Negara .pada umumnya, .dan .pembangunan .ekonomi .pada .khususnya.

Sebagai tindak lanjut atas .kekacauan .yang .terjadi .masa .Orde .Lama, pemerintah. Orde .Baru .mengadakan .beberapa ,sidang ,MPRS ,dengan menghasilkan ,beberapa ,ketetapan ,diantaranya ,TAP ,MPRS ,No. XXXIII/

MPRS/66, tentang ,pembaharuan ,dan .pembangunan.

Beban berat yang harus dipikul oleh Orde Baru adalah .penyelamatan ekonomi .nasional .terutama .berupa .usaha melunakan .inflasi, .penyelamatan keuangan .Negara, .dan .pengamanan .kebutuhan .pokok .rakyat. .Kenaikan .harga pada .awal .tahun .1966 menunjukan .tingkat .inflasi .sekitar .650% tidak memungkinkan .pemerintah untuk segera .melakukan .pembangunan, .tetapi

.harus melakukan .stabilisasi dan .rehabilitasi .ekonomi .terlebih .dahulu.

.Stabilisasi berarti .pengendalian .inflasi, .supaya .harga-harga .tidak .melonjak

.terus .secara cepat. Sedangkan .rehabilitasi .adalah .rehabilitasi secara .fisik

.sarana .dan prasarana .ekspor .dan .alat-alat .produksi .yang banyak .mengalami

.kerusakan.

Ketiga, jurnal dengan judul Menelisik Program Pembangunan Nasional di Era pemerintahan Soeharto. Yang ditulis oleh Yeby Ma’asan Mayrudin pada tahun 2018. Jurnal ini. Membahas. .persoalan. .kebijakan .program .pembangunan nasional pemerintah .Orde .Baru .berpedoman .pada .konsep .yang .dipegang teguh .pada .masa .kekuasaannya .yaitu .konsep Trilogi Pembangunan .yang terdiri dari .tiga .poin .kunci .yaitu .pemerataan .pembangunan, .pertumbuhan ekonomi, .dan .stabilitas .nasional

14

.Pemerintahan .Soeharto di masa awal kekuasaannya .melakukan

.langkah fundamental .terkait .penataan .kembali .kehidupan .berbangsa .dan

.bernegara di segala .bidang, meletakan .dasar-dasar .untuk .kehidupan .nasional

.terkait politik, .hukum, dan .sosial. Di .bidang .ekonomi .upaya .perbaikan

.dimulai dengan .program stabilitas dan rehabilitas .ekonomi. .Program ini

.dilaksanakan dengan .skala .prioritas .diantaranya .yaitu .pengendalian .inflasi,

.pencukupan kebutuhan .pangan, .rehabilitasi .prasarana .ekonomi, .peningkatan

.ekspor, dan pencukupan .kebutuhan .sandang.

Indonesia dibawah Orde Baru berhasil .menempatkan .Indonesia .sebagai

Negara .berpendapatan .menengah. .Kenaikan .pendapatan .ini .dimungkinkan berkat .meningkatnya .sumbangan .industri .manufaktur .pada Produk Domestik

Bruto, ,sehingga ,membawa ,Indonesia ,pada ,masa ,itu ,ke ,pintu ,gerbang

Negara .industri. .Disamping itu, .deregulasi dan liberalisasi ekonomi .yang dipakai .oleh .pemerintah .ditujukan untuk .menaikan .daya .saing .produsen dalam negeri. .Artinya, .memperkecil .investasi .pemerintah .dalam ekonomi.

Peranan pemerintah .adalah .memelihara .konsistensi .dalam kebijakan .ekonomi makro .yang .bermuara .pada .dikendalikannya .inflasi .sedapat .mungkin dibawah

5% .pertahun.

Mendorong. .Dengan .lebih .aktifnya .sektor .swasta, .maka .peranan kebijakan .moneter .dan pengkreditan .menjadi .lebih .aktif .ketimbang .kebijakan anggaran. .Anggaran .yang .berimbang .tidak .lagi .memadai .dan .diperlukan kebijakan .surplus .anggaran. .Ini .adalah .salah .satu .contoh .dan .dampak perubahan .globalisasi .ekonomi .pada kebijakan .ekonomi .dalam .negeri. Dalam konteks eksternal, .peranan .pinjaman .dari .luar .secara .berangsur .cenderung

15

berkurang .sementara .investasi .asing .semakin .meningkat. Hal .ini .adalah konsekuensi .logis .dari .liberalisasi .ekonomi. .Dalam .konteks .ini .mobilisasi resources .domestic, .baik .melalui .pajak .maupun .tabungan, .semakin .mencuat ke atas.

1.7. Kerangka Konseptual

Penelitian ini menggunakan teori Trickle down Effect yang dikembangkan pertama kali oleh Hirschman (1954). Trickle down effect merupakan salah satu pendekatan dalam strategi tidak langsung pembangunan ekonomi untuk memeratakan kesejahteraan yang menekankan pada munculnya pertumbuhan ekonomi. Dikatakan tidak langsung karena proses pemerataan kesejahteraan dilakukan melalui peningkatan pertumbuhan ekonomi pada sektor utama dan kemudian sektor utama tersebut akan menyebarkan hasil pertumbuhan ekonomi tersebut ke sektor lainnya. Hirschman juga menyarankan agar membentuk lebih banyak titik-titik pertumbuhan supaya dapat menciptakan pengaruh-pengaruh penyebaran pembangunan yang efektif. Kesempatan investasi, lapangan kerja, dan upah buruh relatif tinggi lebih banyak terdapat di pusat-pusat pertumbuhan. Oleh karena itu, investasi merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang diutamakan untuk mempercepat laju pertumbuhan ekonomi dalam trickle down effect.15 Teori ini dipilih karena sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis seperti yang dijelaskan di bawah ini

Perjalanan. pembangunan .ekonomi .Indonesia .semenjak .kemerdekaan mengalami .pasang .surut. Tahun .1945-1966 .adalah .masa .transisi di bidang

15 Larasati, Dwi (2017). Trickle Down Effect Sektor pariwisata Kota Batu Tahun 2007-2015. Malang: Universitas Brawijaya. Hlm: 4

16

perekonomian .karena .sebagian .besar .kegiatan .domestik .dibebani .krisis politik tanpa .akhir. .Sistem .ekonomi .yang .diterapkan .pada .saat .itu .mengarah .pada sistem .ekonomi .sosialis .dengan .cara .dominannya .peran .pemerintah .melalui

BUMN-BMUN. Puncaknya, pada tahun 1966 ekonomi ambruk yang ditandai dengan tingginya inflasi, pengangguran tak terbendung dan kemiskinan kian bertambah.16

Munculnya orde baru merupakan respon atas kegagalan orde lama. Orde baru menggantikan orde lama yang mengacu pada era Soekarno. .Orde .Baru lahir pada tahun .1966 ketika Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) dikeluarkan dan kemudian menjadi dasar legalitasnya. Tujuan orde baru adalah memulihkan seluruh tatanan kehidupan rakyat, bangsa, dan negara semata-mata untuk penyelenggaraan Pancasila dan UUD 1945,17 dan dengan Supersemar Ini kekuasaan Sukarno, dan sistem politik demokrasi terpimpin mulai menghilang.

Selanjutnya .lengsernya .Presiden .Soekarno diperkuat sesuai dengan ketetapan

MPRS yang mengangkat Letnan Soeharto sebagai pejabat presiden melalui rapat khusus pada tahun 1967. Kemudian pada Maret 1968, MPRS mengangkat dan mengangkat Letnan Jenderal Soeharto sebagai presiden.18

.Masalah .ekonomi .orde .lama merupakan beban berat yang diwariskan kepada.Orde.Baru. Awal masa pemerintahan Soeharto .timbul .situasi ketidakpastian, .keamanan .tidak .terjamin .dan .kehidupan .ekonomi .terganggu, sepertinya .tidak .ada harapan lagi .bagi .Indonesia .untuk .meraih .kemajuan,

16 Udiyana, dkk. Struktur dan Sistem Pembangunan Ekonomi Indonesia Masa Orde Baru. FORUM MANAJEMEN, 2008 Volume 6, Nomor 1, hlm, 41 17 Nugroho Notosusanto. 1985. Tercapainya Konsensus Nasional 1966-1969, dalam: Pancasila Ideologi dan dasar Negara RI. Dep-pen. Hlm31 18 Marwati Djoenet Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto. Sejarah Nasional Indonesia VI. 1984. Jakarta : Balai Pustaka, hlm 415

17

apalagi bila perubahan tersebut diinginkan secara cepat. Sejak tahun 1950, tingkat produksi dan investasi di berbagai sektor menunjukkan penurunan. Pendapatan riil per-kapita pada tahun 1966 lebih rendah .dibandingkan pada tahun 1938.19

Menanggapi situasi .yang demikian muncul para pemikir ekonomi dari

Kelompok .teknokrat .negara yang .melakukan .suatu .upaya-upaya .untuk memperbaiki .kondisi .ekonomi .yang .demikian .terpuruk. Widjojo Nitisastro merupakan tokoh yang .sangat .berperan .penting .dalam .masa .pembangunan

Indonesia .pada masa .Orde .Baru, .demi .memperbaiki .perekonomian .dalam negeri. Posisi .Widjojo Nitisastro sebagai .Ketua .Badan .Perencanaan

Pembangunan .Nasional (Bappenas) dan .Menteri .Koordinator Bidang ekonomi,

Keuangan .dan .Industri pada .masa Pemerintahan .Orde .Baru memberikan kesempatan untuk menggunakan keterampilan analisis ekonomi dari rencana pembangunan Indonesia, khususnya rencana pembangunan lima tahunan.20

Banyak pikiran besar dilaksanakan pada waktu Widjojo menjabat sebagai Menko

Ekuin, Menteri Perencanaan dan Ketua Bappenas. Saat memimpin Bappenas,

Widjojo menyusun perencanaan ekonomi yang tertuang dalam Repelita (Rencana

Pembangunan Lima Tahun).

Repelita pertama mencakup tahun 1968-1972, dengan sektor pertanian memegang peranan sentral, khususnya produksi pangan. Pertanian adalah sektor yang dominan di daerah pedesaan. Masyarakat pedesaan berpenduduk terbesar jumlahnya, namun terendah pendapatannya. Maka sudah sewajarnya bila Repelita

19 Udiyana, dkk. Struktur dan Sistem Pembangunan Ekonomi Indonesia Masa Orde Baru. 2008 FORUM MANAJEMEN, Volume 6, Nomor 1, hlm, 46 20 Emil Salim. (2009) dalam Nitisastro, W. Pengalaman Pembangunan Indonesia: Kumpulan Tulisan dan Uraian. 2010 Jakarta: Kompas. Hal: 26

18

pertama ini menempatkan pertanian mencapai Swasembada pangan sebagai fokus utama yang sekaligus dapat menarik perkembangan sektor-sektor lain.

.Munculnya .UU .No. 1 .Tahun .1967 .tentang .PMA (Penanaman Modal

Asing) .jelas .merupakan .pintu .pembuka .upaya .pemerintah untuk mempersilahkan .investasi .asing masuk Indonesia. Masuknya. PMA itu, menurut pemerintah .akan .menguntungkan .Indonesia dalam .dua .segi .sekaligus; menciptakan .investasi baru .pemerintah .tanpa .mengeluarkan ..modal .(di .mana faktor ini menjadi kendala terpenting) dan .membuka .lapangan .kerja .baru bagi tenaga .kerja Indonesia. Dari .sisi .penawaran, .investasi .tersebut .akan menyediakan .beragam .produk yang bisa dinikmati oleh masyarakat, sedangkan di sisi .permintaan .investasi .membuka .lapangan .pekerjaan .baru yang .berakibat meningkatnya .pendapatan .serta .menguatnya .daya .beli masyarakat.21

IGGI (Inter-Government Group on Indonesia) .yang .terdiri .dari negara- negara .maju dan .lembaga .internasional seperti. IMF dan .World Bank, juga masih .dalam .bingkai .besar .sifat .strategi .pembangunan .ekonomi .tersebut sehingga .turut .mempercepat .proses .pembangunan .ekonomi .yang telah dirancang .oleh .pemerintah. .Sedangkan .kebijakan-kebijakan .yang bersemangat mekanisme .pasar bisa .dilihat .dari .berbagai .macam .keputusan mengenai tekad pemerintah .untuk .tidak melakukan .intervensi .yang terlalu .banyak dalam kegiatan ekonomi. .Kebijakan-kebijakan .itu .antara .lain .meliputi: .kebebasan melakukan .ekspor dan .impor, .hak .kepemilikan .yang .tidak .dibatasi, pembentukan .harga yang .ditentukan .oleh proses .permintaan dan .penawaran,

21 Udiyana, Pradnyana, Astini. Struktur Dan Sistem Pembangunan Ekonomi Indonesia Masa Orde Baru. Jurnal FORUM MANAJEMEN, Volume 6, Nomor 1, Tahun 2008. Hlm: 47

19

dan .menjaga .struktur .pasar .agar .tidak .bersifat .monopolis. .Pemerintah .hanya melakukan .campur .tangan .terhadap .sumber-sumber .ekonomi .yang menguasai hajat .hidup orang .banyak, yang .diamanatkan .oleh .UUD .1945 .serta bidang- bidang .tertentu .yang .memenuhi .kelayakan .untuk .diintervensi, .seperti .sektor pertanian. .Dengan .ciri .semacam .itu .diharapkan .alokasi faktor-faktor produksi bisa berjalan secara efisien.

Kondisi Perekonomian Indonesia

Pemerintahan Soeharto

Pemikiran Widjojo Nitisastrro

Pembaharuan Landasan Pembangunan kebijakan Perekonomian Perekonomian Indonesia

Demokrasi Swasembada Oprasional Pembiayaan Ekonomi Beras

Dampak

1.8. Metode Penelitian

Metodologi .berasal .dari akar .kata .metode .(methodos), dari bahasa

Yunani yang berarti jalan menuju sesuatu, dan logos berarti pengetahuan. Oleh

20

karena itu, metode dapat didefinisikan sebagai metode memperoleh pengetahuan atau metode untuk menyebarkan pengetahuan.

Penelitian ini termasuk .dalam .penelitian kualitatif. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian sejarah dengan pendekatan Studi Pustaka. Terdapat .beberapa .tahapan pada metode .dalam

.melakukan penelitian sejarah .yaitu Heuristik, Kritik Sumber, Interpretasi, dan

Historiografi.22

1. Heuristik.

Tahap .pertama .adalah .heuristik .yaitu .pengumpulan .sumber .yang dilakukan oleh peneliti untuk mengumpulkan sumber sejarah, data sejarah ataupun jejak sejarah.23 Heuristik juga dapat diartikan sebagai .proses pengumpulan .sumber-sumber .sejarah .yang .dianggap .relevan .dengan pembahasan .yang .akan .dikaji. Usaha mencari dan menemukan sumber-sumber untuk penelitian sejarah peneliti mengadakan klasifikasi atau penggolongan dari beberapa sumber. Sumber-sumber yang didapatkan penulis berupa sumber Primer dan Sekunder

Sumber Primer yang sesuai dengan penulisan ini adalah berupa buku karya Widjojo Nitisastro sendiri yang berjudul Pengalaman Pembangunan

Indonesia dengan sub-judul Kumpulan Tulisan dan Uraian Widjojo Nitisastro yang di dapat dari Online Shop, Perpustakaan, dan Internet.

22 Ismaun. Sejarah Sebagai Ilmu. 2005. Bandung: Historia Utama Press, hlm 125 23Lilik Zulaicha. “Metodelogi Sejarah”. (Surabaya : Uin Sunan Ampel Surabaya. 2007). hal 17.

21

Penulis juga menggunakan sumber-sumber Sekunder berupa buku diantaranya:

1) Kesan para Sahabat Widjojo Nitisastro. Penyunting Moh. Arsjad Anwar,

Aris Ananta, Ari Kuncoro.

2) Widjojo Nitisastro 70 Tahun. Pembangunan Nasional: Teori, Kebijakan dan

pelaksanaan Jilid 1 dan 2. Penyunting Moh. Arsjad Anwar, Aris Ananta, Ari

Kuncoro.

3) Jalur baru Sesudah Runtuhnya Ekonomi Terpimpin (The Leader, the Man

and the Gun). Pecan Ceramah dan Seminar KAMI.

4) Ekonomi Orde Baru. Penyunting Anne Booth dan Peter McCawley.

5) Sejarah Indonesia Modern. Karya M.C. Ricklef.

Buku-buku ini didapat dari:

1) Online Shop.

2) Perpustakaan Universitas jambi.

3) Internet.

2. Kritik Sumber.

Kritik terhadap sumber data adalah investigasi data historis. Langkah ini untuk menentukan keaslian (otentisitas sumber) dan kredibilitas (kepercayaan) sumber. 24 Kritik sumber terutama dimanifestasikan dalam sumber tertulis, karena setiap sumber memiliki aspek eksternal dan internal. Aspek eksternal berkaitan dengan apakah sumber tersebut merupakan sumber yang sebenarnya dibutuhkan.

Artinya kritik eksternal dirancang untuk menguji keaslian sumber, sehingga sumber yang diperoleh benar-benar otentik.

24 Koentowijoyo, 1995: Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta, Benteng Budaya, hlm. 99-100.

22

Kritik internal bertujuan untuk menguji keakuratan informasi dalam sumbernya. Artinya, peneliti atau sejarawan harus menentukan seberapa andal fakta yang diperoleh dari sumber sejarah..25

3. Interpretasi.

Interpretasi .merupakan .suatu .tahapan .atau .kegiatan .menafsirkan .serta menetapkan .makna yang terkandung dalam fakta-fakta atau bukti-bukti sejarah berdasarkan informasi yang didapatkan. Diperlukan penjelasan, karena pada dasarnya agar bukti sejarah dapat mengungkap realitas masa lampau diperlukan informasi dari luar, yaitu peneliti atau sejarawan. Sejarawan bertindak sebagai pengungkap signifikansi sejarah yang dijelaskan dari fakta atau bukti sejarah..26

4. Historiografi.

.Tahapan .historiografi .merupakan .tahapan dimana hasil penjelasan tentang fakta dituliskan dan dilakukan upaya merekonstruksi masa lalu untuk memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan di atas. Oleh karena itu, historiografi adalah tahap penafsiran lanjutan, dan kemudian ditulis sebagai cerita yang menarik.

Tahapan historiografi ini, perlu untuk mengamati dan mengungkapkan data seakurat mungkin untuk menulis hasil yang akurat. Oleh karena itu, pengolahan data harus dilakukan dengan cermat untuk mengurangi faktor subjektif. Meski begitu, unsur ini akan selalu ada di semua karya sejarah, karena

25 Daliman, “Metode Penelitian Sejarah”. (Yogyakarta : Penerbit Ombak. 2012). hal 65. 26 Ibid, hal 81

23

sejarah secara obyektif dianggap sebagai persepsi subjek. Tentu saja, masukan tidak akan pernah tetap murni, tetapi akan diwarnai sesuai selera subjek.27

Pada tahapan historiografi ini, hasil interpretasi fakta dituangkan dalam sebuah cerita sejarah yang harmonis. Oleh karena itu, tahapan di atas telah diatur dengan benar. Dengan mempelajari tahapan-tahapan tersebut, tidaklah mengherankan jika dikatakan bahwa karya seorang sejarawan adalah menghasilkan karya ilmiah yang bernilai sejarah.

1.9. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika dari penulisan skripsi adalah sebagai berikut:

BAB I : Pendahuluan yang berisi latar belakang masalah penelitian. Bab ini

disertai mengenai ketertarikan penulis dalam memilih permasalahan

yang diangkat. Bab ini juga berisi rumusan masalah, fokus penelitian,

tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian pustaka kerangka

konseptual, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II : Perekonomian Indonesia pada masa pemerintahan Soeharto. Bab ini

akan dibahas tentang bagaimana kondisi perekonomian Indonesia dan

upaya yang dilakukan untuk memperbaiki perekonomian Indonesia

pada awal pemerintahan Soeharto.

BAB III : Pemikiran Widjojo Nitisastro terhadap perekonomian Indonesia 1966-

1998. Bab ini membahas tentang pemikiran Widjojo Nitisastro dalam

pembaharuan Landasan Kebijakan Perekonomian Indonesia dan dan

pembangunan Perekonomian Indonesia ditinjau dari pelaksanaan dan

pembiayaannya.

27 Sartono Kartodirdjo, 1992: Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, hlm. 62

24

BAB VI : Dampak pemikiran Widjojo Nitisastro terhadap perekonomian

Indonesia 1966-1998. Bab ini dibahas tentang dampak pemikiran

Widjojo Nitisastro terhadap Pelaksanaan dan Pembiayaan

pembangunan ekonomi Indonesia.

BAB V : Penutup. Bab ini berisi tentang kesimpulan yang dapat diambil dari

hasil penelitian, dan saran.

BAB II

PEREKONOMIAN INDONESIA PADA AWAL PEMERINTAHAN

SOEHARTO

5.1. Perjalanan Karier Soeharto

Karier Soeharto diawali dengan menjadi prajurit tentara sukarela Pembela

Tanah Air (PETA) dengan jabatannya sebagai Komandan Peleton (Shodancho) yang bertugas di Yogyakarta pada tanggal 8 Oktober 1943.28 Setelah menjabat sebagai Shodancho empat bulan lamanya ia kemudian diangkat menjadi

Komandan Kompi (Shudancho) pada tahun 1944 dan memperoleh tugas sebagai pemimpin kesatuan PETA di Solo. Ia bertemu dengan adiknya Sulardi di sana yang bertugas di kantor pertanian kota. Namun pertemuan itu tidak lama, karena

Soeharto harus dipindahkan ke Jawa Timur tepatnya di Madiun, sebagai staf di markas PETA yang bertugas sebagai pelatih.

Menyerahnya Jepang kepada sekutu berakhir pulalah karier Soeharto sebagai Shudancho, karena semua organisasi bersenjata Jepang yang ada di

Indonesia dibubarkan oleh markas besar Jepang. Bubarnya organisasi tersebut ia kemudian kembali ke kampung halamannya di Kemusuk Yogyakarta. Setelah itu

Soeharto di Yogyakarta ikut membentuk pasukan bersenjata yang diberi nama dengan Badan Keamanan Rakyat (BKR) dengan jabatannya sebagai Wakil

Komandan. Anggota yang tergabung dalam BKR ini merupakan prajurit-prajurit bekas organisasi PETA, organisasi-organisasi pemuda dan militer lainnya.tanggal

5 Oktober 1945 Soeharto memperoleh tugas dari umat selamat yang merupakan

28 O.G. Roeder. (1969). Soeharto Dari Prajurit Sampai Presiden. Jakarta: PT. Gunung Agung. Hlm: 128

25

26

pimpinan dari BKR untuk mempersenjatai relawan-relawan yang telah tergabung ke dalam BKR. Para relawan tersebut, sebagian besar berasal dari bekas PETA dan pemuda-pemuda yang belum pernah mengalami latihan militer.29

Tahun 1945, saat komandan Umar selamat pergi ke Madiun untuk beberapa waktu Soeharto kemudian mengambil keputusan untuk melaksanakan penyerangan terhadap asrama Jepang yang berada di Kota Baru.30 Penyerangan tersebut ternyata membuahkan hasil, Tentara Jepang menyerah dan Soeharto bersama anak buahnya berhasil membawa ratusan senjata. Keberhasilan tersebut menjadikan karier Soeharto sebagai Tentara republik Indonesia menjadi gemilang.

Pada bulan Oktober 1945 Soeharto menjabat sebagai komandan Batalyon

10/Divisi IX dengan pangkatnya sebagai Mayor. Kesatuan ini terdiri dari para pejuang yang ikut dalam pertempuran Kota Baru.31

Tanggal 29 september 1945 tentara Sekutu masuk ke Indonesia khususnya di Jawa Timur yang di dalamnya terdapat tentara Belanda (NICA). Kedatangan mereka bertujuan untuk menciptakan ketertiban dan keamanan namun maksud kedatangan mereka terlebih dahulu diketahui oleh tentara Indonesia sehingga pertempuran pun tidak dapat terelakkan antara tentara Sekutu dengan tentara

Indonesia. Soeharto sebagai komandan Batalyon 10/Divisi IX ikut serta menyerbu sebagai bentuk perlawanan di Magelang dan berhasil memukul mundur tentara

29 Soeharto. (1989). Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya, Otobiografi seperti dipaparkan kepada G. Dwipayana dan Ramadhan K.H. Jakarta: PT. Citra Lamtara Gung Persada. Hlm. 28 30 Suripto. (1972). Soeharto, Suatu Sketsa Karier Dan Politik. Surabaya: GRIP. Hlm. 36. 31 O.G. Roeder. (1976). Anak Desa Biografi Presiden Soeharto. Jakarta: PT. Gunung Agung. Hlm. 181.

27

Sekutu ke Ambarawa Semarang Jawa Tengah. Kemudian peristiwa ini sering disebut dengan nama Palagan Ambarawa.32

Soeharto memperoleh perhatian dari Jendral Soedirman melalui peristiwa tersebut,33 hal ini dikarenakan ia berhasil memukul mundur tentara Sekutu dari

Magelang sampai ke Semarang Jawa Tengah. Selain itu adanya penyempurnaan dan reorganisasi dalam tubuh TKR, Soeharto diangkat oleh Jenderal Soedirman untuk menjadi Komandan Resimen III dengan pangkat Letnan Kolonel yang daerah kekuasaannya di Yogyakarta. Sebagai Komandan Resimen III dalam tugasnya Soeharto membawahi empat Batalyon yakni diantaranya Batalyon 8 di bawah pimpinan Mayor Sardjono, Batalyon 10 di bawah pimpinan Mayor J.

Sudjono, Batalyon 19 di bawah pimpinan Mayor Soemiarsono, dan Batalyon 25 di bawah pimpinan Mayor Muhammad Basyuni.

Selanjutnya Kolonel Gatot Subroto sebagai panglima Divisi Jawa Tengah memperoleh perintah untuk membentuk satuan tugas untuk menggempur Andi

Azis. Kolonel Gatot Subroto pada saat itu membutuhkan seorang perwira dalam menjalankan tugas tersebut maka Soeharto dipilih sebagai Komandan Brigade

Garuda Mataram yang mendampingi Kolonel Gatot Subroto dalam melawan pemberontakan Andi Azis yang terjadi di Makassar Sulawesi Selatan. Dalam penggempuran tersebut Soeharto dapat menghancurkan pemberontakan yang dilakukan oleh Andi Azis.

Setelah usai melaksanakan tugasnya di Sulawesi Selatan, Soeharto kemudian ditarik kembali ke Yogyakarta sebagai Brigade Pragola berpangkat

32 Soeharto. (1989). Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya, Otobiografi seperti dipaparkan kepada G. Dwipayana dan Ramadhan K.H. Jakarta: PT. Citra Lamtara Gung Persada. Hlm 31-33. 33 Ibid, Hlm. 34

28

Komandan dan kedudukannya berada di Salatiga Jawa Tengah pada bulan

November 195.34 Ketika menjadi komandan Brigade Pragola Soeharto menghadapi pemberontakan di Batalyon 46 dengan Kartosuwiryo sebagai pimpinannya. Namun Soeharto mampu melenyapkan pemberontakan tersebut.

Kemudian pada tahun 1952 Soeharto dipindahkan ke Markas Divisi di solo dan pangkat Komandan Resimen Infanteri.35

Awal tahun 1956, Soeharto kembali dipindahkan ke staf Umum Angkatan

Darat (SUAD) sebagai asisten Kepala Staf Angkatan Darat berpangkat Kepala

Staf Teritorium IV (Divisi Diponegoro) dengan kedudukannya di Semarang.

Jabatan tersebut ia emban selama tiga bulan karena pada tanggal 3 Juni 1956 jabatan Soeharto dinaikkan menjadi Panglima TT-IV/Diponegoro yang kemudian menjadi Kodam Diponegoro menggantikan Kolonel M. Bachrum.36 Sebagai penguasa perang di Jawa Tengah dengan jabatan Panglima TT-IV/Diponegoro

Soeharto melihat adanya kenyataan bahwa rakyat yang ada di Jawa Tengah menderita. Hal ini disebabkan oleh terjadinya gagal panen yang mengakibatkan terjadinya situasi kelaparan. Untuk mengatasi masalah pada waktu itu Soeharto mengambil langkah dengan cara memerintahkan Bob Hasan untuk melakukan barter dengan Singapura. Barter tersebut berupa gula yang ditukar dengan beras.

Tindakan yang diambil oleh Soeharto ini ternyata membawa masalah bagi dirinya sendiri karena ia dianggap melakukan korupsi yang kemudian menyebabkan

Soeharto meninggalkan Kodam Diponegoro untuk menjalani pendidikan di

34 Suripto. (1972). Soeharto, Suatu Sketsa Karier Dan Politik. Surabaya: GRIP. Hlm. 55 35 O.G. Roeder. (1976). Anak Desa Biografi Presiden Soeharto. Jakarta: PT. Gunung Agung. Hlm. 214 36 Soeharto. (1989). Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya, Otobiografi seperti dipaparkan kepada G. Dwipayana dan Ramadhan K.H. Jakarta: PT. Citra Lamtara Gung Persada. Hlm: 89.

29

Sekolah Staf Komando Angkatan Darat (SESKOAD) atas rekomendasi Mayor

Jenderal Gatot Subroto dan Presiden Soekarno.37

Sepulangnya Soeharto dari Sekolah Staf Komando Angkatan Darat ia kemudian memperoleh tugas dari pemerintah untuk menjadi pimpinan Deputi

Kepala Staf Angkatan Darat (KASAD) sekaligus merangkap sebagai Ketua

Angkatan Darat Hoc Retooring DEPAD. Tahun 1961 Soeharto memperoleh tugas untuk mendampingi KASAD Jenderal A.H. Nasution melakukan dinas keluar negeri untuk melakukan inspeksi pada atase-atase militer di Yugoslavia, Prancis.

Ini merupakan untuk pertama kalinya Soeharto melakukan perjalanan ke Eropa.

Sekembalinya dari Eropa Soeharto memperoleh tugas dari presiden

Soekarno untuk menjadi pimpinan dalam operasi pembebasan Irian Barat dengan pangkat Mayor Jenderal TNI sejak 1 Januari 1962. Di samping itu ia juga menjabat sebagai Panglima Komando Antar Daerah Indonesia Timur sekaligus merangkap Panglima Mandala Pembebasan Irian Barat sejak dikeluarkannya surat tugas dari presiden Soekarno pada tanggal 23 Januari 1962.

Soeharto Kemudian memperoleh perintah dari Presiden Soekarno untuk menunda operasi itu, karena perjuangan bangsa Indonesia melawan Belanda berhasil dan Belanda menyerah melalui Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). Pada tanggal 16 Agustus 1962, tercapai “Persetujuan New York” tentang penyerahan

Irian Barat kepada NKRI. Salah satu pokok Persetujuan tersebut yakni bahwa bendera Republik Indonesia mulai berkibar bersamaan dengan bendera PBB, tepatnya tanggal 31 Desember 1962 dan pemulangan pegawai Belanda sipil, dan

37 Ibid, Hlm: 92

30

militer harus selesai pada tanggal 1 Mei 1963.38 Dalam penyerahan kekuasaan itu, bangsa Indonesia di bawah pimpinan Presiden Soekarno berhasil memasukkan

Irian Barat (Irian Jaya) ke dalam pangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesia

(NKRI)

Berakhirnya masalah di Irian Barat, Soeharto kemudian kembali ke Jakarta dan pangkatnya dinaikkan menjadi Panglima Komando Strategis Angkatan Darat

(Kostrad) pada tanggal 1 Mei 1963. Korps ini terdiri dari pasukan-pasukan siap tempur dari berbagai kesatuan yang meliputi satuan-satuan udara, Infanteri, unit- unit lapis baja dan artileri. Kesatuan ini dimaksudkan untuk setiap waktu dapat bertindak terhadap musuh-musuh bangsa Indonesia. Selain itu pada tanggal 3 Mei

1964, Soeharto mendapatkan tugas dari presiden Soekarno untuk mempersiapkan pendaratan pasukan di Semenanjung Malaya dalam pengganyangan Malaysia yang terkenal dengan Dwi Komando Rakyat (Dwikora). Dalam pembentukan komando itu Omar Dhani dipilih sebagai Panglimanya. Ketika Indonesia sedang konfrontasi dengan Malaysia, di Indonesia sendiri sedang meletus Gerakan 30

September 1965 di Jakarta.39

Perkembangan selanjutnya pada tanggal 11 Maret 1966, Mayjen Soeharto mendapat tugas dari Presiden Soekarno untuk melaksanakan Surat Perintah 11

Maret (Supersemar) yang isinya:40 “Presiden atau Panglima Tertinggi ABRI atau

Pemimpin Besar Revolusi atau Mandataris MPRS Soekarno, memutuskan dan memerintahkan kepada Soeharto untuk atas namanya mengambil segala tindakan

38 Ricklefs. (2001). Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, Jakarta: Yayasan Adikarya Ikapi Hlm: 540. 39 P.J. Suwarno. (2004). Gerakan Politik Tentara Nasional Indonesia 1945-1966 (Dari TKR Sampai Supersemar), Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma. Hlm: 61. 40 Ibid, Hlm: 171-172

31

yang dianggap perlu, agar terjamin keamanan dan ketenangan serta kestabilan jalannya pemerintahan dan jalannya revolusi, serta menjamin keselamatan pribadi dan kewibawaan Presiden Soekarno demi keutuhan bangsa dan negara Republik

Indonesia, dan melaksanakan dengan pasti segala ajaran Pemimpin Besar

Revolusi. Dua butir lagi ada di bawahnya, yakni Soeharto harus mengadakan koordinasi pelaksanaan perintah dengan Panglima angkatan lainnya dengan sebaik-baiknya, dan supaya Soeharto melaporkan segala sesuatu yang bersangkut paut dengan tugas dan tanggung jawab Soeharto itu”.

Sidang Umum IV MPRS baru dilaksanakan Pada bulan Juni 1966 yang memilih Jenderal Nasution sebagai Ketua MPRS dan menetapkan pengukuhan atas “Supersemar”. Dengan ini, Soeharto mendapat mandat dari MPRS untuk menjalankan segala sesuatu yang berkenaan dengan Supersemar.. Sementara itu pangkat Soeharto sudah dinaikkan menjadi Jenderal TNI pada tanggal 1 Juni

1966,88 kemudian Soeharto ditugaskan oleh MPRS (Ketetapan No.XIII/1966) membentuk Kabinet Ampera bersama dengan Presiden Soekarno pada tanggal 5

Juli 1966.41Kemudian Soeharto didesak oleh beberapa Kolega-kolega, Jenderal- jenderal, tokoh-tokoh politik dan ABRI untuk memimpin negara menggantikan presiden Soekarno. Soeharto terus-menerus didesak untuk memimpin negara dan ia memenuhi desakan itu dan pada tanggal 12 Maret 1967, Soeharto diangkat sebagai Pejabat Presiden selama satu tahun sesuai dengan Ketetapan MPRS

No.XXXIII/1967, yang berlaku mulai tanggal 22 Februari 1967 dan pada tanggal

41 O.G. Roeder. (1969). Soeharto Dari Prajurit Sampai Presiden. Jakarta: PT. Gunung Agung. Hlm: 252.

32

27 Maret 1968, Soeharto diangkat menjadi Presiden Republik Indonesia yang kedua sesuai dengan Ketetapan MPRS No. XLIV/1968.42

5.2. Kondisi Perekonomian Indonesia

Pertengahan dasawarsa 1960-an kondisi Indonesia mengalami keadaan yang sangat buruk di bidang perekonomian. Hal ini tampak dari terjadinya kemunduran pada tingkat investasi dan produksi yang menjadi sektor utama sejak tahun 1950, dan rendahnya pendapatan riil per kapita bahkan lebih rendah dari tahun 1938. Rendahnya sumbangan GDP (Gross Domestic Produk) pada sektor industri yaitu hanya sekitar 10% dihadapkan dengan masalah pengangguran yang sangat serius. Anggaran belanja yang ditujukan untuk kepentingan negara pada awal dasawarsa tersebut mencapai 50% dari total pengeluaran negara, penurunan pun terjadi di bidang penerimaan ekspor, dan di tahun 1966 negara dilanda oleh hiperinflasi yang mengakibatkan kelumpuhan di bidang perekonomian.43

Defisit APBN juga turut mewarnai kondisi Perekonomian indonesia, dimana kesulitan ini disebabkan oleh kemerosotan perdagangan Internasional dan meningkatnya pembayaran jasa berupa ongkos pengangkutan, asuransi, pendapatan modal, perjalanan Luar Negeri, dan lain-lain. Selain itu nilai impor juga cukup besar. Indonesia pada saat itu mengimpor barang-barang yang terdiri dari tiga golongan, diantaranya barang konsumsi 33,2%, barang modal 28,6% dan bahan baku 38,2% dari total keseluruhan nilai impor.

Usaha yang dilakukan untuk menutupi defisit yang terjadi, maka pemerintah melalui Bank Indonesia setiap tahunya melakukan pencetakan uang

42 Ibid, Hlm: 252 43 Anne, Peter. Ekonomi Orde Baru. 1982. Jakarta: LP3ES. Hal: 1

33

baru. Jumlah uang yang beredar di akhir Juli 1959 mencapai Rp. 33,9 Miliar, dalam kurun waktu satu bulan yaitu di akhir Agustus 1959 menjadi Rp. 20,9

Miliar atau turun sebesar Rp. 12,9 Milar (38,2%). Namun berselang empat bulan kemudian yaitu di akhir Desember 1959 jumlah uang yang beredar kembali naik yaitu jumlahnya mencapai 34,8 Miliar. Tahun 1960, jumlah tersebut kembali mengalami peningkatan menjadi sekitar Rp. 47,8 Miliar, atau 37% lebih tinggi dibandingkan dengan peredaran uang di akhir tahun 1959. berdasarkan hasil laporan pembukuan 1960-1965, peredaran jumlah uang terus mengalami peningkatan setiap tahunnya dengan presentase yang tinggi hingga mencapai puncaknya pada akhir tahun 1966, yaitu mencapai sekitar Rp. 5,2 Triliun.44

Kebijakan yang diambil oleh pemerintah ini jelas menyebabkan volume uang yang beredar meningkat menjadi sangat tajam. Pertambahan uang yang beredar tidak diikuti dengan kenaikan persediaan barang menyebabkan tingkat inflasi meningkat. Berdasarkan Laporan Tahunan Pembukuan Bank Negara

Indonesia Unit I 1960-1965, pada tahun 1959 laju inflasi sekitar 22,2%, namun secara terus menerus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Laju inflasi mencapai puncaknya puncaknya yaitu sebesar 653,3% pada tahun 1966.45

Keadaan ekonomi Indonesia semakin sulit, harga bahan makanan semakin melambung, pada bulan Mei 1965 semula harga beras satu liter Rp 250,- empat bulan kemudian meningkat menjadi Rp 640,- per-liter. Untuk menambah pendapatan pemerintah maka pada tanggal 22 November 1966 harga bensin

44 BI. Sejarah Bank Indonesia: Moneter Periode 1959-1965. Unit Khusus Museum Bank Indonesia: Sejarah Bank Indonesia. Hlm: 15 45 Ibid: hlm 16

34

dinaikkan. Kenaikan harga bahan bakar itu segera memancing kenaikan seluruh harga barang kebutuhan sehari- hari. 46

Nilai rupiah dengan cepat merosot, mengakibatkan masyarakat tidak mau lagi menyimpan uang lebih dari satu minggu. untuk menanggulangi inflasi yang makin merajalela pemerintah mengeluarkan kebijakan baru yang Menetapkan sejak tanggal 13 Desember 1965 nilai uang Rp1.000,- menjadi Rp1,- uang baru. tetapi kebijakan itu tidak banyak menolong sehingga pada tahun 1965 inflasi telah mencapai 650%.47

pembayaran juga mengalami defisit dimana kesulitan neraca pembayaran ini terutama disebabkan oleh kemerosotan perdagangan internasional dan meningkatnya Pembayaran jasa berupa ongkos pengangkutan, asuransi, pendapatan modal, perjalanan luar negeri, dan lain-lain. Selain itu nilai impor juga cukup besar, barang-barang yang diimpor ke Indonesia terdiri atas tiga golongan yaitu barang konsumsi 33,2%, barang modal 28,6%, dan bahan baku 38,2% dari keseluruhan nilai impor.48

Selain masalah inflasi dan defisit, Indonesia juga pada saat itu menghadapi persoalan tentang utang luar negeri. Masalah ini muncul dikarenakan pemerintah tidak mampu untuk membiayai pembangunan menggunakan dana sendiri, maka solusi yang diambil ialah mencari pinjaman dari luar negeri. Utang luar negeri yang dimiliki oleh Indonesia pada saat itu telah mencapai $2,3 Miliar

46 Siahaann Bisuk. Industrialisasi di Indonesia: Sejak hutang Kehormatan Sampai Banting Setir. 1996. Jakarta: Pustaka Data. Hal: 339 47 Sasono, Adi. Indonesia dari Ekonomi Terpimpin ke Kapitalisme terpimpin. 1982. Prisma, Th. XI, No 1. 48 Siahaann Bisuk. Industrialisasi di Indonesia: Sejak hutang Kehormatan Sampai Banting Setir. 1996. Jakarta: Pustaka Data. Hal: 410

35

pembayaran utang tersebut di jadwalkan akan di bayar pada tahun 1966. Selain masalah utang yang harus segera di bayar, Indonesia juga harus membayar kompensasi untuk perusahaan-perusahaan yang telah dinasiolisasikan. Serta membiayai impor bahan pangan, tekstil, mesin dan suku cadang dengan jumlah yang cukup besar, yaitu lebih dari $600 Juta.49

Solusi untuk mengatasi masalah ini bisa dikatakan hampir mustahil untuk ditemukan. Hal ini terlihat dari penerimaan ekspor yang mengalami penurunan bahkan lebih kecil bila dibandingkan dengan pengeluaran devisa. Cadangan devisa yang merupakan tonggak kekuatan likuiditas Internasional suatu negara hampir tidak dimiliki oleh Indonesia. Dalam kondisi yang begitu buruk ini rakyat

Indonesia yang dipelopori oleh Pemuda dan mahasiswa menuntut adanya perbaikan yang harus segera dilakukan dalam bidang ekonomi yang telah rusak seperti terjadinya inflasi hingga 650%, tersingkirnya rakyat indonesia dari lalu lintas ekonomi dunia modern, serta perbaikan sarana dan prasarana lain yang telah mengalami kerusakan.50

Menanggapi situasi yang demikian sebagai langkah selanjutnya Presiden

Soekarno memberikan mandat melalui Supersemar (Surat Perintah Sebelas Maret) kepada Jenderal Soeharto guna menyelamatkan Indonesia dari krisis yang dialami.

Lahirnya Supersemar menjadi tanda lahirnya era baru yang disebut dengan Orde

Baru. Pada masa Orde Baru ini dikatakan sebagai masa transisi, sebab pemerintah diharuskan untuk menata ulang kerusakan sistem ekonomi di masa lampau.

49 Mohtar, Mas’oed. Ekonomi dan Struktur Politik: Orde Baru 1966-1971. 1989. Jakarta: LP3ES. Hal: 49 50 Karim, Rusli. Perjalanan Partai Politik di Indonesia. Sebuah Potret pasang Surut. 1983. Jakarta: rajawali. Hal: 4

36

Berakhirnya masa Orde Lama meninggalkan krisis yang bersifat multidimensi yang dapat dilihat dari hancurnya dasar-dasar pembangunan ekonomi, Politik dan Budaya bangsa, perekonomian yang mengalami kemerosotan, langkanya kebutuhan pokok, tingginya tingkat inflasi, kemampuan daya beli masyarakat terhadap bahan-bahan kebutuhan pokok menurun, dan penderitaan rakyat kian bertambah.51

Orde Baru lahir sebagai respon dan koreksi atas kegagalan serta kekeliruan proses dan sistem pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan di masa lampau yang banyak mendasarkan diri pada Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin,

Nasakom, serta kepemimpinan tunggal presiden Soekarno. penyelenggaraan roda pemerintahan dan sistem ekonomi seperti itu berdampak munculnya pertentangan internal dan memancing terjadinya disintegrasi nasional, di samping itu juga mengakibatkan munculnya krisis yang berujung dengan berakhirnya kepemimpinan Ir. Soekarno dalam pemerintahan.

Lahirnya pemerintahan Orde Baru di bawah pimpinan Jendral Soeharto menjadi harapan untuk terciptanya perekonomian bangsa yang lebih baik bagi rakyat Indonesia. Periode 1966-1998 adalah era baru dalam roda pemerintahan dan pembangunan bangsa yang lebih akrab dikenal dengan istilah Orde Baru sebagai pengganti era Orde Lama (1959-1965). Melalui pidatonya di depan sidang

DPR-GR yang dilaksanakan pada tanggal 16 Agustus 1970, Jenderal Soeharto menyatakan bahwa “Orde Baru merupakan koreksi total atas penyelewengan- penyelewengan di berbagai bidang yang terjadi pada masa-masa sebelumnya, dan

51 Mustopadidjaja AR. Bappenas Dalam Sejarah Perencanaan Pembangunan Indonesia 1945-2025. 2012. Jakarta: LP3ES. Hal: 116

37

di lain pihak berusaha menyusun kembali kekuatan bangsa dalam menentukan cara-cara yang tepat untuk menumbuhkan stabilitas nasional jangka panjang, sehingga mempercepat pembangunan bangsa berdasarkan Pancasila dan Undang-

Undang Dasar 1945.52

Menghadapi masalah yang dihadapi pasca Orde Lama, Jenderal Soeharto sebagai pengemban Supersemar berupaya menangani keterpurukan ekonomi

Indonesia dengan cara menyelenggarakan pembangunan yang disebut dengan program stabilisasi dan rehabilitasi yang dilaksanakan pada tahun 1966-1969 sebagai langkah dalam mengatasi krisis yang dialami oleh negara Indonesia.53

Jenderal Soeharto telah melakukan langkah-langkah untuk mengatasi krisis negara

Indonesia, yang mengalami defisit anggaran selama enam bulan. Anggaran tahun

1966 tidak dapat dipakai, hutang negara semakin tinggi, cek negara tidak dapat diuangkan.54 Sebagai tindak lanjut dari langkah tersebut, pemerintah Orde Baru kemudian melaksanakan sidang MPRS yang menghasilkan beberapa ketetapan diantaranya adalah TAP MPRS No.XXIII/MPRS/1966.

Ketetapan tersebut membahas tentang pembaharuan dan pembangunan yang diarahkan pada pengendalian inflasi dengan cara melaksanakan kebijakan program jangka pendek. Sistem debirokratisasi juga diterapkan, ini berarti bahwa diadakan perombakan cara pengawasan dan pengaturan dengan langkah melakukan penghapusan lembaga-lembaga yang dianggap tidak perlu, serta mencabut berbagai macam peraturan yang dapat menghambat dan menambah

52 Mustopadidjaja AR. Bappenas Dalam Sejarah Perencanaan Pembangunan Indonesia 1945-2025. 2012. Jakarta: LP3ES. Hal: 115 53 M. Ashadi, dkk. Sejarah Bank Indonesia Periode III: 1966-1983 Bank Indonesia pada Masa Stabilisasi, Rehabilitasi, dan Pembangunan Ekonomi. Jakarta: Bank Indonesia. Hal: 150 54 Hasan, Yunani. Situasi Politik dan Ekonomi pada Awal Pemerintahan Orde Baru. Jurnal Forum Sosial, Vol. Vll, No. 01, Februari 2014. Hlm: 478

38

kesulitan. Penetapan harga-harga barang berpedoman pada apa yang telah digariskan oleh pemerintah juga dilakukan, seperti penyesuaian harga dengan produksi, serta pengawasan di setiap departemen dalam bidang harga.

Pemerintah juga berupaya mengembngkan langkah-langkah strategis dalam rangka (1) menangani permasalahan di bidang ekonomi dan keuangan sejalan dengan usaha menata kembali lembaga-lembaga negara berdasarkan konstitusi yang berlandaskan pada konsep demokrasi politik, dengan sistem permusyawaratan perwakilan disertai dengan upaya perbaikan fungsi dan posisi lembaga-lembaga tertinggi negara, (2) demokrasi ekonomi berupa mekanisme pasar yang orientasi kebijakannya berdasarkan atas kepentingan rakyat, (3)

Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 menjadi landasan dalam menyusun persiapan-persiapan pembangunan. 55

Mengatasi masalah kemerosotan ekonomi serta usaha kecukupan berbagai persyaratan yang menunjang keberlangsungannya pembangunan ekonomi supaya dapat berjalan dengan lebih baik, merupakan prioritas nasional pada periode

1966-1968. Menjelang tahun 1968 dalam rangka penyelamatan uang negara, dilakukan upaya pembinaan stabilisasi yang bersifat operasional yaitu dengan cara melakukan penghematan pengeluaran pemerintah, pembatasan kredit Bank, serta penghapusan pajak Impor. Mengenai masalah di bidang pangan pemerintah mengadakan berbagai cara yaitu seperti usaha mencukupi kebutuhan beras dengan cara import, peningkatan hasil pertanian melalui program Bimbingan

Massal (Bimas), dan intensifikasi bidang pertanian. Mengenai bidang sandang,

55 Mustopadidjaja AR. Bappenas Dalam Sejarah Perencanaan Pembangunan Indonesia 1945-2025. 2012. Jakarta: LP3ES. Hal: 117

39

pemerintah melaksanakan kebijakan impor tekstil, dan mengadakan rehabilitasi- rehabilitasi di bidang ekspor.56 Kemudian untuk mengatasi masalah dana

(keuangan) yang dibutuhkan, pemerintah mengupayakan bantuan dari luar negeri dan menunda pembayaran hutang.57

Prioritas nasional pada tahun 1966-1968 yaitu mengatasi kemerosotan di bidang ekonomi sejalan dengan upaya memenuhi berbagai persyaratan yang menunjang keberlangsungannya pembangunan ekonomi agar dapat berjalan dengan baik. Pemerintah Orde Baru berupaya sedemikian mungkin guna menjinakan inflasi yang dialami. Pemerintah mengambil langkah-langkah dengan cara mempengaruhi sisi penerimaan dan sisi penawaran di pasar dengan mengambil kebijakan ekonominya yaitu kebijakan fiskal, kebijakan moneter dan kebijakan sektor riil untuk memperbanyak penyediaan barang di pasar. Kebijakan yang diambil ini ternyata membuahkan hasil untuk menekan laju inflasi yang dialami oleh Indonesia.

Melalui kebijakan yang diambil pemerintah mampu menurunkan tingkat inflasi secara bertahap. Inflasi yang semula 635%, pada tahun 1966, kemudian turun menjadi 113% pada tahun 1967, 85% pada tahun 1968 dan menurun tajam menjadi hanya 9,9% pada tahun 1969. bahkan pada tahun 1970 laju inflasi terus menurun menjadi 8,9%. Hasil positif yang telah diraih pada tahun 1970 menempatkan Indonesia sebagai negara yang berhasil meningkatkan pertumbuhan

56 Nitisastro , Widjojo. Population Trends In Indonesia. 1970. Cornell University Perss. Hal: 4 57 Cahyono, Heru. Peranan Ulama dalam Golkar 1971-1980: dari Pemilu sampai Malari. 1992. Jakarta: Sinar Harapan. Hal: 18

40

ekonomi secara cepat sejak terjadinya hiperinflasi. hasil ini menjadi pertanda bahwa program stabilisasi telah selesai.58

Kebijakan stabilisasi ini menjinakkan inflasi dalam periode 1967- 1968.

Dalam tahun 1969 inflasi bisa ditekan di bawah 10% sehingga kekuatan Orde

Baru berani memulai pelaksanaan pembangunan lima tahun. terjadi sedikit

Perbaikan standar hidup selama masa transisi. kekuatan orde baru telah berhasil melalui masa transisi dengan baik.

Tingkat Inflasi di Indonesia pada tahun 1969 dapat Diturunkan dari 85,1% pada tahun 1968 menjadi 1 digit saja yaitu 9,9%. tahun 1970 dan 1971 inflasi dapat diturunkan lagi menjadi 8,9% dan 2,5% sedangkan pada tahun 1972 dan

1973 tingkat inflasi kembali menjadi 2 digit yaitu 25,8% dan 2 7,3% rata-rata laju inflasi selama 5 tahun adalah 14,9% angka ini lebih rendah dari Jumlah uang yang Beredar yang rata-rata Sebesar 42,8% pada periode yang sama dilihat dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa upaya memerangi inflasi cukup berhasil.59

Orde Baru di masa awal pemerintahannya melakukan langkah fundamental terkait penataan kembali kehidupan berbangsa dan bernegara di segala bidang terutama di bidang ekonomi upaya perbaikan dimulai dengan program stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi. Program-program pemerintah di masa awal berdirinya Orde Baru berorientasi pada usaha penyelamatan ekonomi

Nasional terutama pada usaha mengendalikan tingkat inflasi, penyelamatan keuangan negara dan dan pengamanan kebutuhan pokok rakyat.

58 M. Ashadi, dkk. Sejarah Bank Indonesia Periode III: 1966-1983 Bank Indonesia pada Masa Stabilisasi, Rehabilitasi, dan Pembangunan Ekonomi. Jakarta: Bank Indonesia. Hal: 178 59 Mustopadidjaja AR. Bappenas Dalam Sejarah Perencanaan Pembangunan Indonesia 1945-2025. 2012. Jakarta: LP3ES. Hal: 206-207

41

Landasan bagi perencanaan pembangunan Nasional periode 1968-1998 selama berkuasanya Soeharto adalah melalui ketetapan MPR yang dibentuk oleh pemerintah Orde Baru dalam bentuk Garis-garis Besar Haluan Negara GBHN.

Tujuan pembangunan penjelasan di GBHN, nasional adalah untuk menaikkan kualitas hidup secara bertahap agar pemanfaatan sumber daya ya alam yang dimiliki negara dilakukan secara bijaksana sebagai landasan pembangunan tahap berikutnya. Mengenai pentingnya peran serta masyarakat tercantum dalam garis- garis besar haluan negara yang menyatakan bahwa peran serta aktif segenap lapisan masyarakat dalam pembangunan harus makin meluas dan merata, baik dalam bentuk memikul beban pembangunan maupun dalam pertanggungjawaban atas pelaksanaan pembangunan ataupun di dalam menerima kembali hasil pembangunan. Untuk itu perlu diciptakan suasana kemasyarakatan yang mendukung cita-cita pembangunan, serta terwujudnya kreativitas dan aktivitas di kalangan masyarakat. Salah satu usaha untuk menaikkan kualitas hidup adalah meningkatkan peran serta masyarakat dalam pembangunan, termasuk mulai dari proses perencanaan dan pelaksanaan terutama yang menyangkut secara langsung kehidupan dan masa depan mereka. Selanjutnya pada kurun waktu 1969–1998 bangsa Indonesia berhasil menyusun rencana pembangunan nasional secara sistematis melalui tahapan lima tahunan.

Pembangunan tersebut merupakan penjabaran dari Garis-garis Besar

Haluan Negara (GBHN) yang memberikan arah dan pedoman bagi pembangunan negara untuk mencapai cita-cita bangsa sebagaimana yang diamanatkan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Tahapan pembangunan yang disusun dalam masa itu telah meletakkan dasar-dasar

42

bagi suatu proses pembangunan berkelanjutan dan berhasil meningkatkan kesejahteraan rakyat, seperti tercermin dalam berbagai indikator ekonomi dan sosial. Pemerintah Orde Baru melakukan konsolidasi negara melalui berbagai proyek pembangunan yang mereka jalankan seperti pembangunan waduk dan irigasi, pembangunan infrastruktur jalan, penataan pranata sosial, hingga pengaturan media. Semua itu dilakukan dalam rangka menciptakan stabilitas politik sebagai prasyarat bagi pembangunan ekonomi.60

60 Subkhan, Imam. GBHN Dan Perubahan Perencanaan Pembangunan Di Indonesia. Aspirasi Vol. 5 No. 2, Desember 2014. Hlm: 136

BAB III

PEMIKIRAN WIDJOJO NITISASTRO

3.1. Latar belakang Widjojo Nitisastro

Berakhirnya masa pemerintahan Orde Lama dan lahirnya pemerintahan

Orde Baru menuntut adanya perbaikan instansi-instansi penting yang ada pada masa itu keadaannya kacau dan terbengkalai. Orde Baru lahir dengan setumpuk tugas berat akibat terbengkalainya berbagai bidang terutama dalam masalah pembangunan ekonomi. Sehingga pada akhirnya sebagai Presiden, Jendral

Soeharto memutuskan untuk membawa sekelompok teknokrat dari Fakultas

Ekonomi Universitas Indonesia (UI) ke pusat pemerintahannya dalam Presidium

Kabinet. Kelompok teknokrat dari UI yang dipimpin oleh Prof. Dr. Widjojo

Nitisastro dipercaya untuk merancang dan melaksanakan pembangunan Ekonomi secara bertahap dan berkesinambungan.61

Widjojo Nitisastro dilahirkan pada tanggal 23 September 1927 di

Malang, Jawa Timur. Beliau dibesarkan dalam keluarga pergerakan. Ayahnya seorang pensiunan penilik Sekolah Dasar yang aktif dalam Partai Indonesia Raya

(Parindra) dan penggerak Rukun Tani di pedesaan. Beberapa saudaranya menolak bekerja untuk pemerintah kolonial dan memilih menjadi guru Taman Siswa.

Beliau sendiri bergabung dengan TRIP sejak duduk di bangku SMT (SMA) di kancah perang kemerdekaan di Surabaya. Setelah perang usai, Widjojo sempat menjadi guru dan mengajar di SMP selama 3 tahun. Ia kemudian memutuskan untuk melanjutkan pendidikan tingginya di Fakultas Ekonomi Universitas

61 Yahya, Muhaimin. Bisnin dan Politik: Kebijakan Ekonomi Indonesia 1950-1980. 1991 Jakarta: LP3ES. Hlm: 120

43

44

Indonesia atau FEUI dan mengkhususkan diri pada bidang Demografi. Sejak duduk di bangku kuliah, menjadi mahasiswa tingkat sarjana Fakultas Ekonomi

Universitas Indonesia, beliau telah banyak menulis artikel ilmiah dan menyebarkannya dalam berbagai kesempatan.

Tahun 1954, saat menjadi mahasiswa pada Fakultas Ekonomi Universitas

Indonesia, telah terbit karyanya yang berjudul Soal Penduduk dan Pembangunan

Indonesia yang ditulis bersama Prof. Dr. Nathan Keyfitz. Buku ini diberi pengantar oleh Dr. Mohammad Hatta yang menuliskan bagaimana seorang putra

Indonesia dengan pengetahuannya mengenai masalah tanah airnya sendiri telah dapat bekerja sama dengan ahli statistik bangsa Kanada serta mengolah buah pemikiran yang cukup padat dan menuangkannya pada sebuah buku yang cukup berbobot. Selanjutnya pada tahun 1955 ketika baru lulus sebagai sarjana ekonomi

Widjojo Nitisastro bersama bekas Perdana Menteri Mr. Wilopo memberikan uraian mengenai pasal 38 ayat (1) Undang-undang Dasar Sementara Republik

Indonesia yang sama bunyinya dengan pasal 33 ayat (1) Undang-undang Dasar

1945 yakni ”Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan”. Uraian Mr. Wilopo dan Widjojo tersebut kemudian diterbitkan oleh Cornell University”dengan judul The Socio Economic Base of the Indonesian

State.

Setelah lulus dengan predikat cumlaude pada Fakultas Ekonomi

Universitas Indonesia (1955), Drs. Widjojo Nitisastro langsung diangkat sebagai

Direktur Lembaga Penelitian Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi

Universitas Indonesia dan menyelenggarakan berbagai penelitian, di antaranya yang paling utama adalah penelitian daerah pedesaan di berbagai pelosok Tanah

45

Air yang dilaksanakan oleh mahasiswa-mahasiswa ekonomi tingkat sarjana sebagai bagian dari usaha agar para mahasiswa ekonomi benar-benar menghayati penghidupan rakyat kecil di pedesaan.

Selanjutnya pada tahun 1957 Drs. Widjojo Nitisastro mendapat kesempatan melanjutkan pendidikannya pada University of California, Berkeley,

USA dan memperoleh gelar Ph.D. pada Universitas tersebut dalam waktu tiga setengah tahun dengan mempertahankan disertasinya yang berjudul: Migration,

Population, Growth, and Economic Development in Indonesia: A Study of the

Economic Consequences of Alternative Patterns of Inter-Island Migration pada tahun 1961.

Pemikiran-pemikiran yang diungkapkan oleh Profesor Widjojo dalam

Seminar Ekonomi KAMI pada permulaan Januari tahun 1966 mencerminkan bagaimana gambaran ekonomi Indonesia harus di bangun melalui suatu pola pembangunan ekonomi yang berencana. Hal ini merupakan penegasan dari pandangan beliau yang disampaikan dalam pidato pengukuhan sebagai Guru

Besar Tetap dalam Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia tanggal 10 Agustus 1963 dengan judul Analisa Ekonomi dan Perencanaan

Pembangunan. Peranannya yang tegar sebagai ilmuwan yang sanggup menghasilkan pemikiran-pemikiran baru tampak sekali pada tulisan tulisan beliau pada akhir tahun 1950-an dan awal tahun 1960, misalnya mengenai komentar atas model pertumbuhan ekonomi yang ada, khususnya dalam hubungan negara- negara berkembang yang tertuang dalam The Relevance of Growth Models for

Less Developed Economies. Selain itu jangkauan luas, melampaui disiplin ilmu ekonomi itu sendiri tampak dalam tulisan beliau mengenai Some Notes on

46

Economic Theory, Organization Theory and Decision Theory. Sedangkan jiwanya sebagai pendidik yang selalu menginginkan berkembangnya tunas-tunas baru baik dalam ilmu pengetahuan ekonomi maupun penerapannya dalam berbagai penelitian ekonomi, terlihat dengan jelas dalam keinginan beliau untuk menumbuhkan kader-kader peneliti yang tangguh seperti diungkapkan dalam pidato ilmiahnya mengenai Peranan Research dalam Universitas. Pada tahun

1970 Cornell University Press menerbitkan buku karya Prof. Widjojo Nitisastro yang berjudul Population Trends in Indonesia.

Pengetahuannya yang mendalam mengenai seluk beluk kependudukan dan komitmennya kepada pembangunan ekonomi tampak pula ketika 20 tahun yang lalu beliau membentuk Lembaga Demografi di lingkungan Fakultas

Ekonomi Universitas Indonesia semasa beliau menjabat Dekan Fakultas Ekonomi ini. Pada tahun 1967 beliau menjadi ketua Bappenas yang dijabatnya selama 16 tahun yang kemudian diteruskan sebagai penasihat pemerintah setelah tidak lagi menjadi Ketua Bappenas. Sedangkan keterlibatannya secara langsung pada pembangunan ekonomi Indonesia dimulai sejak tahun 1966 sewaktu beliau menjabat Ketua Tim Ahli Ekonomi Presidium yang kemudian menjadi Tim Ahli

Ekonomi Presiden. Waktu itu Profesor Widjojo Nitisastro baru berusia 39 tahun.

Tidak heran kalau beliau dijuluki arsitek ekonomi Indonesia. Di samping sebagai

Ketua Bappenas maka pada tahun 1971 Profesor Widjojo Nitisastro menjabat sebagai Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional (Kabinet

Pembangunan I), pada tahun 1973-1978 sebagai Menteri Negara Ekuin (Kabinet

Pembangunan II) dan pada tahun 1978-1983 sebagai Menteri Koordinator Ekuin

(Kabinet Pembangunan III).

47

Profesor Widjojo Nitisastro banyak pula berkecimpung dalam berbagai forum internasional. Sejak tahun 1967 beliau menjadi ketua delegasi Indonesia pada perundingan-perundingan IGGI dan berbagai perundingan bilateral lainnya.

Pada saat ini beliau tetap aktif sebagai penasihat delegasi Indonesia dalam pertemuan-pertemuan internasional tersebut. Demikian pula Profesor Widjojo

Nitisastro menjadi Ketua Delegasi Indonesia dalam perundingan perundingan rescheduling utang-utang lama Indonesia antara 1967-1970 dan pada tahun 1970 diperoleh penyelesaian yang mantap mengenai masalah utang-utang luar negeri tersebut. Demikian pula berbagai pemikiran beliau telah memberi corak kepada masalah-masalah yang timbul di dunia internasional, di antaranya beliau menjadi salah seorang penggerak utama dialog Utara-Selatan yang kemudian menjadi terkenal itu. Dalam rangka PBB, Profesor Widjojo telah menjadi anggota

Committee for Development Planning, yang antara lain mempersiapkan dan selanjutnya menilai pelaksanaan strategi dasawarsa pembangunan PBB, menggerakkan negara-negara berkembang yang bergabung dalam Kelompok 77 sebagai Ketua Delegasi Indonesia di berbagai sidang UNCTAD dan sidang-sidang internasional lainnya. Di samping peranannya dalam pembangunan ekonomi nasional dan dalam peningkatan kerja sama ekonomi internasional, besar pula perhatiannya kepada perkembangan kerja sama ekonomi regional. Di bidang ini dalam rangka kerja sama ASEAN Profesor Widjojo Nitisastro bersama rekan rekannya di Indonesia dan negara-negara ASEAN lainnya telah berperan sebagai perumus dan penggerak utama kerja sama ekonomi ASEAN sejak berlangsungnya

KTT ASEAN di Bali pada tahun 1976.

48

Sebagai seorang ilmuwan, Profesor Widjojo Nitisastro merupakan salah seorang ekonom yang dapat menjadi suri teladan yang patut dicontoh oleh para ekonom yang lahir kemudian. Berbagai penghargaan telah diperoleh Prof. Widjojo

Nitisastro. Pemerintah Republik Indonesia telah menganugerahkan Bintang

Republik (Adhipradana). Berbagai negara lain yang telah memberikan penghargaan, diantarannya Pemerintah Jepang, Pemerintah Belanda, Pemerintah

Jerman Barat, dan lain-lain. Pada tahun 1984 University of California dalam suatu upacara khusus telah menyampaikan penghargaan kepada Prof. Widjojo Nitisastro sebagai ”most outstanding foreign alumnus” dari universitas tersebut

Memasuki tahun 1960-an, perekonomian Indonesia mengalami kemunduran yang mengkhawatirkan dan tumbuh secara eksponensial. Harga kebutuhan pokok naik setiap hari, dan Indonesia terjebak dalam spiral hiperinflasi. Penyebab maraknya hiperinflasi adalah pertumbuhan moneter yang tidak terkendali akibat defisit anggaran nasional. Umumnya, 45% dari total APBN digunakan untuk keperluan militer, sehingga dampaknya terhadap pembangunan ekonomi tidak terlalu signifikan. Peningkatan pendapatan negara tidak ada artinya, karena sebagian besar anggaran dihabiskan untuk persiapan perang. Akibatnya, defisit anggaran membengkak, dan alokasi penggunaan anggaran langsung digunakan untuk urusan non produktif serta peningkatan jumlah uang, yang mendorong kenaikan laju inflasi.62

Kekeliruan konsepsi dan kegagalan pelaksanaan pembangunan Orde Lama dengan berbagai akibatnya tersebut telah mengundang Munculnya paradigma baru sebagai dasar pendekatan pembangunan nasional Orde Baru. Menurut sumber

62 Emil Salim (2009) dalam Nitisastro, W. Pengalaman Pembangunan Indonesia: Kumpulan Tulisan dan Uraian. 2010 Jakarta: Kompas. Hal: 10

49

alasannya, reformasi yang dilakukan dilandasi semangat kembali .kepada

Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 secara .murni dan .konsisten. Di bidang Ekonomi, sistem perekonomian ditata kembali dengan: (1) mewujudkan

Demokrasi Ekonomi sesuai amanat UUD 1945; (2) penyusunan kebijakan ekonomi dilakukan secara realistis rasional. Dengan mengindahkan hukum- hukum ekonomi yang tepat dan Prinsip-prinsip manajemen pembangunan yang efisien, mengundang partisipasi dan pengawasan; serta (3) diarahkan kepada

Kepentingan masyarakat, diprioritaskan pada perbaikan kehidupan ekonomi rakyat, serta dilakukan secara terpadu, bertahap, dan berencana.63

3.2. Pembaharuan Landasan Kebijakan Perekonomian

Keterlibatan para ekonom dalam pembangunan ekonomi pada masa Orde

Baru dapat dikatakan bersumber dari perannya dalam seminar dan simposium yang berlangsung pada tahun 1966 atas Inisiatif KAMI FEUI. Kedua adalah

Simposium "Kebangkitan Semangat 66: Menjelajah Tracee Baru" pada Mei 1966.

Dalam seminar dan satu simposium ini, tidak hanya masalah ekonomi, tetapi semua masalah sosial-politik dibahas.64

Penilaian dan pandangan para ekonom mengenai keadaan ekonomi tahun

1966, Serta pandangan mereka mengenai cara mengatasi, tercermin dalam berbagai tulisan di tiga peristiwa tersebut. Pembicara pada seminar di bulan

Januari 1966, adalah Prof. Subroto (Kebijakan di Bidang Perdagangan

Internasional), Dr. Ali Wardhana (Kebijakan moneter), Prof. Ir. Moh, Sadli, Emil

63 Anwar, Arsjad, Ananta, Aris, dkk. Kesan Para Sahabat tentang Widjojo Nitisastro. 2007 Jakarta: Kompas. Hal: 70 64 Anwar, Arsjad, Ananta, Aris, dkk. Widjojo Nitisastro 70 Tahun Pembangunan Nasional: Teori, Kebijakan, dan Pelaksanaan. Buku I. 1997. Jakarta: FEUI. Hlm: 266

50

Salim, dan Prof. Widjojo Nitisastro yang intinya para pembicara ini memaparkan kesalahan kebijakan yang telah diambil. Semuanya kemudian dirangkum oleh prof. Widjojo Nitisastro: Rangkaian tindakan-tindakan Ekonomi dan keuangan pemerintah yang diambil baru-baru ini pada hakikatnya adalah kebijakan ekonomi dan keuangan yang tidak bijaksana, dan bahwa tindakan-tindakan tersebut hanya menambah kesulitan kesulitan ekonomi yang sudah ada.65

Empat bulan setelah seminar tersebut di atas, pada Mei 1966 diadakan simposium bertema .Menyusun .Kembali .Sendi-sendi .Ekonomi .Indonesia dengan .Prinsip-prinsip .Ekonomi. Materi pembicaraan bidang ekonomi tak lain merupakan kelanjutan dari materi di sinar bulan Januari. Berbagai uraian telah disampaikan konsep-konsep yang ditawarkan untuk menyelamatkan perekonomian yaitu langkah-langkah yang perlu dilakukan pokok-pokok pemikiran itu kemudian dirangkum oleh Widjojo Nitisastro dengan pernyataannya kemerosotan ekonomi terjadi karena terbengkalainya bidang ekonomi karena dikalahkan hal-hal lain dan dalam mengurusnya tidak dijalankan prinsip-prinsip .ekonomi secara rasional. .sendi-sendi .ekonomi menjadi rusak. prinsip-prinsip ekonomi yang telah terabaikan adalah Asas keseimbangan antara penerimaan dan pengeluaran, antara impor dan ekspor utama antara arus uang dan arus barang, dan antara kesempatan kerja dan pertumbuhan penduduk; asas efisiensi dalam penggunaan sumber-sumber ekonomi dan asas perlunya investasi bagi pertumbuhan kemerosotan ekonomi dewasa ini hanya dapat diatasi apabila soal-soal ekonomi benar-benar memperoleh prioritas utama di antara soal-soal

65 Seminar KAMI. Jalur Baru Sesudah Runtuhnya Ekonomi Terpimpin (The Leader, The Man and The Gun. 1984. Jakarta: Sinar Harapan. Hlm: 151

51

nasional dan apabila cara menghadapinya benar-benar didasarkan pada prinsip- prinsip ekonomi.66

Saat-saat kritis di tahun 1965/1966, Widjojo Nitisastro diminta untuk membantu Presidium Kabinet sebagai Ketua Tim Ahli Bidang Ekonomi Staf

Pribadi Ketua Presidium Kabinet. Kepercayaan ini membuka cakrawala baru bagi penanganan masalah-masalah ekonomi, Kebijakan strategi yang mengoreksi tatanan kebijakan ekonomi Orde Lama dengan mengacu kepada UUD 1945 segera diluncurkan. Landasan dasar dan sistem manajemen ekonomi Orde Baru berhasil dirumuskan yang kemudian dituangkan dalam Ketetapan MPRS

No.XXIII/1966 tentang Pembaharuan Kebijakan Landasan Ekonomi, Keuangan dan Pembangunan”.67

Lahirnya ketetapan itu memberi petunjuk bahwa pada waktu itu para wakil rakyat dalam sidang umum MPRS mencapai kesepakatan bulat mengenai rangkaian langkah-langkah yang perlu diambil dalam bidang ekonomi untuk mengatasi keadaan dan menyusun landasan bagi pembangunan. Kenyataan ini juga memberi petunjuk, Bahwa cara-cara demokratis, sistem musyawarah mufakat yang mewarnai ideologi, dan melandasi konstitusi Indonesia, dapat membawa hasil yang positif dalam penyusunan strategi yang akan ditempuh dalam upaya pembangunan nasionalnya. Sebab itu, beralasan Kiranya apabila banyak orang yang ”memandang” Ketetapan MPRS tersebut sebagai ”GBHN” pertama dalam pembangunan Orde Baru.68

66 Anwar, Arsjad, Ananta, Aris, dkk. Widjojo Nitisastro 70 Tahun Pembangunan Nasional: Teori, Kebijakan, dan Pelaksanaan. Buku I. 1997. Jakarta: FEUI. Hlm: 267 67 Anwar, Arsjad, Ananta, Aris, dkk. Kesan Para Sahabat tentang Widjojo Nitisastro. 2007 Jakarta: Kompas. Hal: 291 68 Ibid. Hlm: 71

52

Menurut Widjojo Nitisastro ketetapan MPRS ini merupakan sikap untuk mawas diri. Untuk menanggulangi penderitaan rakyat yang makin meningkat akibat dari kemerosotan ekonomi Indonesia, maka perlu diperbaharui kebijakan di bidang ekonomi keuangan dan pembangunan adapun langkah pertama yang harus ditempuh guna keuangan dan pembangunan.

Peninjauan kembali landasan kebijakan ekonomi memberikan suatu kesimpulan yang dirumuskan dalam pasal 1 sebagai berikut: "Sadar .akan kenyataan .bahwa .sumber pokok .proses .kemerosotan .yang .cepat .ekonomi

Indonesia .selama .beberapa .tahun ini .adalah .penyelewengan-penyelewengan pelaksanaan .secara .murni Undang-Undang Dasar 1945 .yang .tercermin .dalam tidak .adanya .pengawasan .yang .efektif .dari .lembaga .perwakilan .rakyat terhadap .kebijakan .ekonomi .pemerintah .dan .senantiasa .kurang diserasikannya

.kepentingan .politik .dengan .kepentingan .ekonomi .serta dikesampingkannya

Undang-Undang Dasar 1945 secara murni dan konsekuen”.69

Widjojo Nitisastro menegaskan bahwa makna yang terdapat dalam pasal satu ketetapan MPRS ini mengandung introspeksi yang mendalam. Pertama diakui adanya proses kemerosotan ekonomi yang cepat selama beberapa tahun ini. kedua disadari bahwa sumber pokok permasalahan kemerosotan .ekonomi .adalah penyelewengan .pelaksanaan .secara .murni UUD 1945. Penyelewengan ini ditandai dengan tidak ada pengawasan yang efektif, kepentingan ekonomi selalu dikalahkan dengan kepentingan politik, dan prinsip ekonomi yang rasional selalu

69 TAP MPRS No.XXIII/1966 Pasal 1

53

dikesampingkan dalam menghadapi masalah ekonomi. Ketiga kembali ke pelaksanaan undang-undang dasar 1945.70

Pemaparan .yang .disampaikan oleh Widjojo Nitisastro tersebut diatas menunjukkan cara melihat persoalan yang berbeda dengan kebiasaan di masa lampau misalnya, sikap terus terang yang mengakui bahwa adanya proses kemerosotan ekonomi yang cepat adalah ah ah ah sikap yang sangat berlawanan dengan kebiasaan di masa lampau untuk menutupi parahnya keadaan ekonomi dengan berbagai macam dalih. Demikian pula sikap untuk mencari sumber pokok masalah kemerosotan pelaksanaan undang-undang dasar 1945 secara murni. Sikap ini sungguh berbeda dengan kebiasaan di masa lalu yang selalu menyalahkan pihak lain khususnya nekolim dalam menghadapi kesulitan ekonomi. Selain itu

Pemerintah masa lalu menganggap bahwa masalah ekonomi adalah soal yang tidak perlu diperhitungkan oleh sebab itu maka masalah ekonomi yang ada di

Indonesia menjadi terabaikan. Prinsip ekonomi yang rasional seperti perlunya anggaran belanja negara yang sehat dianggap sebagai pemikiran konvensional yang harus dibuang jauh-jauh. Penyelesaian masalah ekonomi selalu ditanggapi dengan jalan politik tanpa melihat permasalahan ekonomi secara rasional. Cara mengurus ekonomi yang demikian itu maka dengan sendirinya justru mempercepat terjerumusnya ekonomi Indonesia.

Melalui ketetapan MPRS ini disampaikan bahwa cara untuk mengatasi masalah ekonomi sebagaimana yang dikemukakan dalam pasal 1 adalah kembalinya ke pelaksanaan UUD secara murni dan dalam Ketetapan MPRS No

70 Nitisastro, W. Pengalaman Pembangunan Indonesia: Kumpulan Tulisan dan Uraian. 2010 Jakarta: Kompas. Hlm: 123-124

54

XXIII/MPRS/1966, dinyatakan Bahwa penegakan kembali UUD 1945 berarti diberlakukannya ”pengawasan yang efektif dari Rakyat terhadap kebijakan ekonomi Pemerintah yang harus berlangsung melalui kewenangan Dewan

Perwakilan Rakyat dalam penentuan anggaran pendapatan dan Belanja negara, serta melalui kekuasaan pemeriksa keuangan oleh Badan di luar pemerintahan yang melaporkan hasil pemeriksaannya Kepada Dewan Perwakilan Rakyat”.

Secara konkret, konsekuensi dari kembali ke pelaksanaan UUD 1945 tersebut sudah terdapat antara lain dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Dari Ketetapan MPRS No

XXIII, yang intinya menurut Widjojo Adalah sebagai berikut:71

1. Pengawasan yang efektif dari lembaga-lembaga perwakilan Rakyat

terhadap kebijakan ekonomi pemerintah harus ditegakkan kembali. Ini

berlangsung melalui saluran-saluran Sebagai berikut: (a) Kewenangan

DPR dalam penentuan anggaran pendapatan dan belanja negara, dan (b)

Kekuasaan Badan Pengawas Keuangan yang ada di luar pemerintahan dan

yang melaporkan hasil pemeriksaannya kepada DPR;

2. Kepada .masalah .perbaikan .ekonomi .rakyat .harus .diberikan .prioritas

utama .diantara .soal-soal nasional;

3. Cara .menghadapi .masalah-masalah .ekonomi .perlu .didasarkan .pada

prinsip-prinsip .ekonomi .yang .rasional .dan .realistis.

Setiap ketetapan MPR atau MPRS (Majelis Permusyawaratan Rakyat

Sementara) adalah sangat penting dan perlu dipahami dengan sungguh-sungguh oleh seluruh masyarakat. Menurut pandangan Widjojo, pada asasnya ketetapan

71 Nitisastro, W. Pengalaman Pembangunan Indonesia: Kumpulan Tulisan dan Uraian. 2010 Jakarta: Kompas. Hlm:126

55

tersebut Meliputi dua hal yang besar, yakni landasan idiil dan masalah operasional.

3.2.1. Landasan Idiil

Landasan idiil berhubungan dengan hal-hal pokok yang senantiasa harus dipegang teguh dalam menentukan kebijakan Ekonomi, yaitu asas Demokrasi

Ekonomi. Demokrasi Ekonomi menitikberatkan pada persamaan di bidang

Ekonomi.72 Penjelasan pasal 33 UUD 45 Disebutkan bahwa ekonomi kerakyatan adalah sistem ekonomi di mana semua orang dan semua orang melakukan produksi di bawah kepemilikan anggota masyarakat. Oleh karena itu, salah satu pilar demokrasi ekonomi adalah partisipasi seluruh masyarakat dalam kegiatan produksi.73

Widjojo Mengemukakan bahwa Demokrasi Ekonomi bukanlah konsep baru. Pada penjelasan Pasal 33 dari UUD 1945 tercantum dasar Demokrasi

Ekonomi yang menegaskan bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan, dan perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.74

Strategi pembangunan yang memberdayakan rakyat adalah dengan melaksanakan demokrasi ekonomi, yaitu produksi dinikmati oleh semua orang di bawah kepemimpinan dan pengawasan anggota masyarakat. Kesejahteraan sosial

72 Sosrokusumo, dkk, Fries Ermessen. 1983 Jember: Depdikbud Universitas Jember. Hlm: 13 73 A. Simarmata, Reformasi Ekonomi. 1998. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI. Cet. Ke-1. Hlm:.117 74 Undang-undag Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pasal 33 ayat 1 dan 4.

56

lebih diutamakan daripada kemakmuran pribadi. Oleh karena itu, kemiskinan tidak dapat ditolerir, sehingga setiap kebijakan dan program pembangunan harus menguntungkan masyarakat yang paling miskin dan paling tidak sejahtera..75

Dengan kata lain, ditegakkannya kembali asas Demokrasi Ekonomi mengandung berbagai implikasi, di antaranya: keharusan adanya pengawasan oleh rakyat terhadap penggunaan kekayaan dan keuangan negara, kebebasan warga negara untuk Memilih pekerjaan, pengakuan atas hak milik perorangan serta

Penggunaannya, peran pemerintah untuk lebih menekankan Pengawasan arah kebijakan ekonomi dan bukan untuk menguasai kegiatan ekonomi sebanyak mungkin, kewajiban aparatur pemerintah untuk melayani kehidupan rakyat dan bukan untuk dilayani, dan sebagainya.

Asas demokrasi ekonomi harus dijamin keberlangsungannya. UUD 1945 dengan tegas mewajibkan .adanya .pengawasan .yang .efektif .dari .lembaga- lembaga Perwakilan Rakyat khususnya mengenai .Anggaran .Pendapatan dan

Belanja .Negara (APBN). Penjelasan UUD menyatakan bahwa .cara .pemerintah mempergunakan uang belanja yang sudah disetujui oleh DPR harus sesuai dengan keputusan tersebut. Untuk memeriksa tanggung jawab pemerintah itu perlu adanya suatu badan yang terlepas dari pengaruh dan kekuasaan pemerintah.

Karena itu. Jelas bahwa salah satu langkah konkrit yang diharapkan dari pemerintah dan DPR dalam melaksanakan ketetapan MPRS ini ialah mengembalikan kedudukan dan cara kerja BPK sesuai ketentuan dalam UUD.

75 Mubyarto, dkk. Ekonomi Kerakyatan. 2014. Cet. Pertama. Jakarta: Lembaga Suluh Nusantara. Hlm: 9

57

Mengenai badan pengawas keuangan (BPK), UUD 1945 menetapkan dalam pasal 23 ayat 5 sebagai berikut: untuk memeriksa tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan suatu badan pemeriksaan keuangan yang peraturannya ditetapkan oleh undang-undang. Hasil pemeriksaan ini diberitahukan kepada

DPR. Badan Pemeriksa Keuangan merupakan badan yang memeriksa tanggung jawab tentang keuangan negara, yang dalam pelaksanaan tugasnya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah, akan tetapi tidak berdiri di atas pemerintah.

Dalam kedudukan yang semakin kuat dan kewenangan yang makin besar itu, fungsi BPK itu sebenarnya pada pokoknya tetap terdiri atas tiga bidang, yaitu fungsi operatif, fungsi yudikatif, dan fungsi advisory.76

Mengenai masalah perbaikan ekonomi rakyat harus dijadikan prioritas utama diantara soal-soal nasional lainnya. Setiap bangsa senantiasa menghadapi sejumlah masalah nasional dan masing-masing harus menentukan soal mana yang menjadi prioritas. Ketetapan MPRS merupakan keputusan politik yang antara lain mensyaratkan bahwa masalah peningkatan ekonomi kerakyatan ditempatkan di atas semua masalah nasional lainnya (termasuk urusan politik). Konsekuensi dari keputusan politik ini antara lain, politik dalam dan luar negeri pemerintah harus benar-benar membantu meningkatkan perekonomian rakyat. Selain itu, telah ditentukan bagaimana menangani masalah ekonomi harus berdasarkan prinsip ekonomi yang rasional dan realistis. Artinya setiap tindakan yang berkaitan dengan bidang ekonomi harus diuji dan dievaluasi efektivitasnya sesuai dengan prinsip ekonomi yang sesuai.

76 Assiddqie, Jimly. Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia. 2006. Jakarta: Sekretariat Jendral dan Kemanitraan Mahkamah Konstitusi RI. Hlm: 168

58

Kemerosotan kehidupan ekonomi rakyat yang semakin cepat perlu ditangani dengan segera. Juga terdapat Ketentuan-ketentuan menyangkut pembangunan jangka panjang, Yang belum bisa dilakukan sebelum program jangka pendek yang Meliputi langkah-langkah stabilisasi dan rehabilitasi terselesaikan. Rencana jangka pendek meliputi pengendalian inflasi (stabilitas ekonomi) dan pemulihan produksi, fokusnya pada pengendalian inflasi, pemenuhan permintaan pangan, pemulihan infrastruktur ekonomi, peningkatan kegiatan ekspor, dan pemenuhan kebutuhan sandang. Rencana jangka pendek sebelumnya merupakan rencana penyelamatan jangka panjang yang bertujuan untuk segera mengatasi kemacetan dan kerusakan di bidang produksi pangan, ekspor, sandang, dan infrastruktur ekonomi yang mendukung upaya pembangunan ekonomi.

3.1.2 Operasional

Masalah operasional berhubungan dengan soal-soal praktis di bidang ekonomi. Hal yang menonjol dalam ketetapan MPRS Itu ialah adanya tekanan bahwa kemerosotan ekonomi harus ditanggulangi secara rasional dan realistis. Hal ini antara lain Tampak dalam ketentuan-ketentuan mengenai program jangka

Pendek, anggaran belanja negara, dan hubungan ekonomi internasional, dan sebagainya.

Suatu program stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi yang operasional terdiri atas dua komponen, yakni:

59

a) Rencana Fisik (rehabilitasi). Adapun sasaran utamanya haruslah

sesuai dengan skala prioritas jangka pendek yang telah ditetapkan,

yakni: pangan, ekspor, prasarana, sandang.

b) Rencana Moneter (stabilisasi). Adapun .Rencana .Moneter .sasaran

utamanya .adalah menjamin biaya .rupiah dan .devisa untuk

pelaksanaan .Rencana .Fisik, dan Mengendalikan .laju .inflasi.

Di antara berbagai kebijakan ekonomi, kebijakan anggaran pendapatan dan belanja negara dan hubungan ekonomi luar negeri yang merupakan bagian memperoleh perhatian khusus dalam Ketetapan MPRS ini. Mengenai APBN Pasal

47 menetapkan bahwa: “...harus .diusahakan .agar defisit dalam .waktu .yang

.singkat .dapat .dihapuskan .”. Untuk memungkinkan hal ini diharuskan adanya peningkatan penerimaan negara dan pengeluaran negara harus benar-benar ditekan. Dalam hubungan ini Pasal 49 menetapkan bahwa: “Penerimaan .negara

.yang .berasal .dari .pajak .langsung .maupun .tidak langsung .berikut .lain-lain

.penerimaan (terutama dari perusahaan negara) harus ditingkatkan Sedang efisiensi maupun intensifikasi pungutan harus dipertinggi.” Dinyatakan pula bahwa peningkatan penerimaan harus sesuai dengan kemampuan rakyat, rasa keadilan serta kebutuhan pengeluaran negara.dihentikan tanpa menaikkan penerimaan negara.

Selanjutnya dalam rangka penghematan anggaran belanja ditetapkan bahwa anggaran khusus dihapus, sehingga .anggaran .moneter .hanya .terdiri .atas anggaran rutin, .anggaran .pembangunan, anggaran devisa dan anggaran kredit.

Dalam pasal 52 dinyatakan bahwa proyek-proyek yang selama ini dibiayai anggaran khusus tersebut harus diintegrasikan atau disesuaikan dengan anggaran

60

anggaran rutin, pembangunan dan devisa. Dengan demikian dapat diselenggarakan pengawasan yang lebih baik.

Selanjutnya mengenai kebijakan hubungan ekonomi luar negeri Pasal 56 menegaskan bahwa “Dalam menyelenggarakan Hubungan ekonomi Internasional sesuai dengan politik luar negeri yang bebas dan aktif maka prinsip-prinsip kepentingan nasional harus senantiasa diutamakan. Ini berarti bahwa dalam menentukan transaksi perdagangan luar negeri prinsip ekonomi harus dipegang teguh”.

Berkenaan dengan .kredit .luar negeri khususnya, disebutkan bahwa kredit tersebut hanya layak jika sesuai dengan tujuan yang dimaksudkan. Artinya, kredit eksternal tidak diperbolehkan. Syarat penting lainnya, jumlah kredit luar negeri yang diterima harus sesuai dengan kemampuan mengembalikan kredit di masa depan tanpa menambah beban masyarakat. Aturan ini berarti penerimaan dan penggunaan kredit luar negeri harus sangat hati-hati. Jika tidak, hanya akan menambah beban di kemudian hari.

3.2. Pembangunan Ekonomi Indonesia

Tahun 1967 Widjojo mendapatkan kesempatan dan kepercayaan dari pimpinan pemerintahan untuk memimpin Bappenas enam belas tahun lamanya.

Banyak pikiran besar dilaksanakan pada waktu Widjojo menjabat sebagai Menko

Ekuin, Bappenas yang secara formal dibentuk pada tahun 1963 menggantikan

Depernas baru dapat bekerja sesuai dengan apa yang diharapkan daripadanya pada

61

waktu pimpinan dari badan ini dipercayakan kepada Widjojo Nitisastro melalui

Keppres No. 80 tahun 1967. 77

Pemikirannya mengenai pembangunan ekonomi berlanjut dalam upaya yang lebih melembaga. Hal itu terlihat dalam penjelasannya mengenai pola dasar

Repelita pertama Pada tahun 1968. Pangkal tolak dalam menyusun pola dasar

Tersebut adalah bahwa proses pembangunan memerlukan jangka waktu yang lama. Jangka waktu tersebut harus dibagi dalam tahap tahap yang tercermin dalam berbagai rencana pembangunan lima tahun.

Repelita diluncurkan di bawah kepemimpinan Widjojo Nitisastro, ketika kepala arsitek ekonomi Orde Baru itu menjabat sebagai Ketua Badan Perencanaan

Pembangunan Nasional (Bappenas) pada tahun 1967. Selama kurang lebih satu tahun, Widjojo terus menyempurnakan gagasan pokok Repelita melalui berbagai pertemuan. Ia yakin proses pengembangannya membutuhkan waktu yang lama, sehingga setiap tahapan perlu direncanakan dengan matang. Oleh karena itu,

Repelita pertama harus dilihat sebagai rangkaian perkembangan lima tahunan.78

Rencana lima tahunan harus memberikan tekanan pada berbagai bidang sesuai dengan tingkat perkembangan ekonomi.

Repelita dirinci menurut tiga dimensi, yaitu menurut bidang, waktu, dan daerah. Rincian menurut bidang kurang lebih terdiri dari 20 sektor. Rincian menurut waktu adalah penuangan Repelita ke dalam rencana tahunan yang konkret, sedangkan rincian menurut daerah adalah penjabaran secara geografis dari kegiatan kegiatan yang direncanakan. Selanjutnya dikemukakan,”Rencana

77 Basaib, Saad. A. Perencanaan Pembangunan di Indonesia. Suatu Tinjauan Historis. No.7 Januari 1997. Hlm: 21 78 Nitisastro, W. 2010. Pengalaman Pembangunan Indonesia: Kumpulan Tulisan dan Uraian. Jakarta: Kompas. Hlm: 203

62

pembangunan lima tahun kemudian akan dituangkan dalam rencana-rencana tahunan. Rencana-rencana tahunan terdiri atas rencana fisik, rencana pembiayaan, dan rencana kebijakan kebijakan pembangunan. Segala sesuatu ini secara keseluruhan harus tercermin dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Dengan demikian, sasaran-sasaran yang hendak dicapai setiap tahunnya adalah jelas dan prioritas APBN adalah prioritas rencana pembangunan lima tahun”.

Dalam hubungan perencanaan kebijakan, Widjojo memberikan penjelasan lebih lanjut sebagai berikut. Di samping perencanaan fisik, dirinci pula perencanaan berbagai macam kebijakan pembangunan. Berikan perhatian khusus pada kebijakan yang bertujuan untuk menciptakan lingkungan untuk memastikan arah efektif sumber daya ekonomi dan kapasitas produksi di sektor publik dan swasta. Dalam kaitan ini, peran pemerintah dan swasta saling melengkapi.

Di dalam rencana pembangunan ditetapkan secara spesifik langkah- langkah yang harus diambil di sektor pemerintah, sedangkan bagi sektor swasta sifat perencanaan adalah memberikan arah melalui berbagai macam kebijakan yang dipilih untuk memperbaiki iklim berusaha dan mendorong investasi diantaranya kebijakan fiskal, kebijakan moneter, kebijakan neraca pembayaran luar negeri, kebijakan penanaman modal (termasuk PMA dan PMDN), dan lain- lain, harus merupakan suatu kesatuan serasi yang meningkatkan pembangunan nasional tanpa membahayakan tingkat kestabilan yang telah dicapai. Rangkaian kebijakan tersebut justru harus lebih memantapkan lagi tingkat kestabilan yang telah tercapai dan dengan demikian mendorong berlangsungnya proses pembangunan.

63

3.2.1. Swasembada Beras

1. Repelita I

Tahun 1968-1972 Rencana Pembanguanan Lima tahun Pertama (Repelita

I) dilancarkan dengan sektor pertanian memegang peran sentral. Pertanian adalah sektor terpenting dalam perekonomian Indonesia. Tujuan dari pembangunan pertanian adalah untuk memenuhi kebutuhan pangan.79 Produksi beras pada masa lampau tidak mampu mengimbangi perkembangan jumlah penduduk. Selama 15 tahun sampai dengan tahun 1967 peningkatan produksi beras hanya sekitar 1,5% per tahun sedangkan perkembangan penduduk mencapai lebih dari 2%. Sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan konsumsi per kapita maka dilakukan peningkatan dalam impor beras sehingga setiap tahun devisa yang digunakan jumlahnya lebih dari 100 juta dolar untuk mengimpor beras. Keadaan yang demikian tentu menjadi penghambat dalam proses pembangunan perekonomian, maka perlu adanya usaha yang diarahkan untuk meningkatkan produksi beras sehingga, dengan demikian devisa yang dimiliki dapat dialokasikan untuk hal yang lebih bersifat produktif.

Meningkatnya produktivitas beras juga akan merangsang peningkatan pendapatan para petani dan hal ini merupakan sumber potensial bagi mobilisasi tabungan, perluasan kesempatan kerja, dan perluasan pemasaran hasil produksi di sektor-sektor lain terutama sektor di bidang industri. Adapun langkah-langkah yang akan ditempuh dalam 5 tahun masa Repelita 1 ini ditujukan untuk meningkatkan produksi beras dengan sasaran yang akan dicapai dengan peningkatan produksi setiap tahunnya terlihat dalam tabel 1.1

79 Sri Harimulya dan Ngasup Singarimbun, op. cit., hlm. 6.

64

TABEL 1.1 Sasaran Produksi Beras 1969/70-1973/74 Tahun Jumlah Produksi Persentase (Juta Ton) 1969/70 10,52 7,34 1970/71 11,43 8,65 1971/72 12,52 9,50 1972/73 13,81 10,30 1973/74 15,42 11,60

Produksi hasil-hasil pertanian penting selama berjalannya Repelita 1 menunjukkan peningkatan. Selamat tahun 1968 sampai dengan tahun 1971 produksi beras menunjukkan kenaikan yang cukup menggembirakan hal ini dapat terlihat dalam tabel 1.2

TABEL 1.2 Luas Panen, Produksi Dan Hasil Rata-Rata Beras 1968-1973

Tahun Luas Panen Produksi Hasil Rata-Rata (Ribu Ha) (Ribu Ton) (Kuintal/Ha) 1968 8.020 11.666 14,55 1969 8.014 12.249 15,28 1970 8.135 13.140 16,15 1971 8.317 13.724 16,50 1972 7.984 13.305 16,66

Berdasarkan tabel diatas produksi beras pada tahun 1972 menunjukkan penurunan bila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Tahun 1972

Indonesia mengalami krisis pangan. Untuk pertama kalinya selama pelaksanaan repelita produksi beras ternyata lebih rendah dari yang diharapkan. Selama tiga tahun pertama Repelita, produksi beras secara terus menerus naik hingga tingkat produksinya setiap tahun mencapai atau melebihi target yang ditetapkan pada

Repelita. Akan tetapi pada tahun ini produksi beras ternyata kurang dari yang

65

diharapkan. Hal ini disebabkan terjadinya kemarau panjang. Disamping musim kemarau yang panjang sebagai penyebab utama kurang berhasilnya produksi padi, pemerintah juga melihat masih adanya kelemahan di berbagai instansi yang terlibat dalam kegiatan bimas baik ditingkat daerah maupun di tingkat pusat yang masih harus ditingkatkan. Menanggapi keadaan yang demikian maka Indonesia kembali mengadakan impor beras untuk mencukupi kebutuhan pangan.

Pemerintah menganggap kemelut beras yang terjadi adalah suatu isyarat agar lebih waspada dimas-masa yang akan datang. Ketepatan pelaksanaan secara nyata kebijakan yang telah digariskan oleh pemerintah akan diikuti dan dinilai lebih teliti. Untuk itu alat pelaksana dan cara pelaksanaan baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah akan terus disempurnakan sehingga dapat bekerja dengan efektif dan efisien dalam menangani permasalahan beras.

Mengambil pelajaran dari pengalaman yang terjadi pada tahun 1972, maka langkah yang diambil pemerintah terletak pada persiapan untuk menaikan produksi padi serta pengamanan persediaan pangan yang ada di tangan pemerintah. Yang mendapat perhatian khusus adalah perhatian yang lebih besar dicurahkan untuk memperbaiki koordinasi antara berbagai pihak yang terlibat dalam kegiatan ini baik ditingkat pusat maupun tingkat daerah serta pelaksanaan operasional dengan pengawasan yang tepat.Disamping itu, diusahakan peningkatan perbaikan pengairan seperti rehabilitasi saluran-saluran tersier, dan sebagainya. Persediaan benih unggul juga telah dipersiapkan baik melalui petani-

66

petani penangkar benih, maupun dengan peningkatan produksi di balai-balai benih.80

Menjelang berakhirnya masa Repelita 1 masih ada beberapa masalah yang belum teratasi. Walaupun peningkatan produksi beras rata-rata telah mencapai

4,4% setiap tahunnya ternyata masih belum dapat mengimbangi perkembangan kebutuhan. Selain itu upaya meningkatkan pendapatan petani masih belum terealisasikan dengan baik. dengan demikian untuk meningkatkan pendapatan para petani dan juga demi tercapainya tujuan untuk mencukupi kebutuhan pangan dalam waktu yang akan datang produksi pangan perlu ditingkatkan kembali.

2. Repelita II

Repelita II sama halnya dengan Repelita I, tugas pokok sektor pertanian adalah berusaha meningkatkan pertumbuhan pendapatan masyarakat, meningkatkan kesempatan kerja, dan membantu usaha untuk lebih meratakan pembagian pendapatan baik antara golongan dalam masyarakat maupun antar daerah-daerah. Segala kegiatan pembangunan di sektor pertanian diusahakan agar fungsinya mampu terpenuhi guna: (1) meningkatkan kemampuan produksi para petani agar berpartisipasi secara aktif dalam proses pembangunan; (2) memelihara keberlangsungan peningkatan produksi pangan, terutama beras, dengan tujuan pencukupan kebutuhan; (3) meningkatkan produksi bahan pertanian yang hasilnya dapat diekspor; (4) mengurangi pengangguran di desa; (5) meningkatkan bahan pertanian yang dapat membantu perkembangan industri dalam negeri untuk mencapai keseimbangan antara bidang pertanian dan bidang industri; dan (6)

80 Nitisastro, W. Pengalaman Pembangunan Indonesia: Kumpulan Tulisan dan Uraian. 2010 Jakarta: Kompas. Hlm Ibid. Hlm: 292

67

meningkatkan pemanfaatan potensi sumber alam yang ada dan menjaga kelestariannya demi kepentingan generasi mendatang.

Pembangunan di bidang pertanian dalam rangka melaksanakan tugas-tugas pokok tersebut khususnya yang menghasilkan beras, bertujuan untuk meningkatkan kemampuan produksi agar para petani dapat memanfaatkan cara- cara produksi yang lebih maju. Selain itu produksi bahan pangan juga akan ditingkatkan agar dapat memenuhi kebutuhan secepat mungkin. Peningkatan produksi bahan pangan juga ditujukan untuk pengambangan industri pengolahan pangan. Tujuan lain ialah memperluas lapangan kerja.

Pengalaman selama Repelita I menunjukkan bahwa pengadaan dan penyaluran pupuk merupakan dua masalah yang sukar diatasi. Keperluan yang semakin meningkat itu hanya sebagian dapat dipenuhi oleh produksi dalam negeri. Peningkatan produksi pupuk selama Repelita II diperkirakan akan berkembang seperti terlihat dalam Tabel 1.3. Dalam Repelita II peningkatan kapasitas produksi pupuk di dalam negeri dan impor pupuk tetap memperoleh prioritas yang tinggi.

TABEL 1.3 Perkiraan Kebutuhan Pupuk Repelita Ii 1974-1978 No Macam Pupuk 1974 1975 1976 1977 1978 1 UREA 1) 1.104 1.386 1.554 1.794 1.975 (1.041) (1.306) (1.467) (1.677) (1.834) 2 T.S.P 1) 376 432 494 549 579 (342) (394) (450) (501) (526) 3 Z.K 2) 167 27,2 44,7 65,3 111 (3) (6) (15) (25) (27) 4 Z.A 169 176 187 197 205 5 NP-NPK 7,4 73,3 95,8 125,3 161,9 6 Lain-lain 110,5 121,2 134,1 146,6 154,4

68

Guna memperlancar penyaluran pupuk kepada para petani jumlah kios pengecer selama Repelita II akan ditambah lagi. Demikian juga jumlah dan kapasitas bank-bank unit desa yang berfungsi mengurus penyelenggaraan pemberian kredit dalam penyaluran pupuk akan ditingkatkan. Usaha-usaha lain yang dapat menambah kelancaran dan efisiensi dalam penyaluran pupuk juga tetap akan dilaksanakan. Kebijakan-kebijakan di atas ini diharapkanakan dapat memantapkan pengadaan dan harga sarana produksi. Dengan demikian akan membantu merangsang gairah berproduksi para petani.

Produksi beras Selama Repelita II pada umumnya mengalami peningkatan hal ini tampak pada table 1.4. Kegiatan Bimas dan Inmas dalam usaha meningkatkan produksi padi selama empat tahun pertama Repelita II mempunyai peranan panting. Luas panen intensifikasi yang hanya mencapai 45,5% dari luas total areal panen menghasilkan padi sebesar 56,6% dari seluruh produksi. Ini di- sebabkan karena hasil rata-rata dari usaha intensifikasi mencapai 22,8 kwintal beras per ha, sedangkan hasil rata-rata dari usaha-usaha non intensifikasi hanya mencapai 14,5 kwintal beras per ha.

TABEL 1.4 Produksi Beras 1973-1977 Tahun Jumlah Produksi Kenaikan (Ribu Ton) rata-rata (%) 1973 14.607 1974 15.276 1975 15.185 3,8 1976 15.845 1977 15.876

Sebagai akibat dari kegiatan intensifikasi, hasil rata-rata perhektar beras selama lima tahun terakhir telah meningkat dengan 3,8% per tahun. Faktor yang

69

memungkinkan peningkatan hasil rata-rata perhektar ini, terutama: bertambah baiknya prasarana pengairan dan semakin meningkatnya daya guna serta hasil guna kegiatan penyuluhan. Di samping itu meningkatnya penggunaan pupuk dan pestisida, meningkatnya hasil guna dan daya guna lembaga-lembaga perkreditan, lembaga-lembaga pemasaran sarana produksi, aparatur pemerintahan, baik di pusat maupun di daerah, dan meluasnya peranan BUUD/KUD, semuanya turut mendorong terjadinya peningkatan tersebut. Faktor lain yang tidak kalah pentingnya adalah membaiknya struktur harga padi dan gabah pada tingkat petani, sebagai hasil dari kebijaksanaan harga dasar yang ditempuh selama ini.

Terjadinya musim kemarau yang kering dan panjang, adanya ben-cana banjir pada musim hujan dan serangan hama dan penyakit terutama eksplosi hama wereng dan virus padi telah menghambat perkembangan produksi selama Repelita

II. Hal ini telah mengakibatkan laju perkembangan produksi beras tidak setinggi yang diharapkan semula, bahkan lebih rendah dari laju perkembangan selama

Repelita I.

3. Repelita III.

Pembangunan pertanian tanaman pangan dalam Repelita III pada dasarnya merupakan lanjutan dan peningkatan usaha-usaha pembangunan yang telah dilaksanakan selama Repelita II. Dengan demikian intensifikasi dan diversifikasi pertanian yang sudah dimulai sejak Repelita II akan dilanjutkan dan ditingkatkan dalam Repelita III, sehingga akan dapat dilaksanakan secara menyeluruh di semua daerah dan terhadap semua tanaman bahan makanan pokok.

70

Produksi hasil-hasil pertanian terpenting selama Repelita III secara keseluruhan menunjukkan perkembangan yang cukup baik, seperti tampak pada

Tabel 1.5. Selama Repelita III peningkatan produksi beras setiap tahun adalah

6,1%. Meningkatnya produksi beras ini terutama disebabkan oleh meningkatnya hasil rata-rata beras per hektar. Peningkatan tersebut antara lain diwujudkan oleh diselenggara-kannya Intensifikasi Khusus (Insus) dan Operasi Khusus (Opsus).

Peranan Insus dan Opsus tersebut menyebabkan penggunaan benih Varietas

Unggul Tahan Wereng (VUTW), penggunaan pupuk dan penggunaan pestisida menjadi bertambah tinggi dan meluas.

Tabel 1.5 Produksi Beras 1978-1983 Tahun Jumlah Produksi Kenaikan (Ribu Ton) rata-rata (%) 1978 17.525 1979 17.872 1980 20.163 6,1 1981 22.286 1982 23.191

4. Repelita IV

Sumbangan terbesar sektor pertanian dan pengairan selama Repelita IV adalah tercapainya swasembada beras, di samping sumbangannya kepada pertumbuhan ekonomi, penerimaan ekspor dan peningkatan kesempatan kerja.

Kemampuan menghasilkan dan mempertahankan swasembada beras tersebut merupakan hasil dari usaha-usaha pembangunan di sektor-sektor pertanian dan pengairan, perhubungan, perindustrian, koperasi dan sebagainya, dan berkat kebijakan yang ditempuh dalam bidang harga, perkreditan dan lain-lain.

71

Selama periode 1983-1987 sektor pertanian tumbuh dengan rata-rata 3,4% setiap tahunnya. Jumlah tenaga kerja yang bekerja di bidang pertanian rata-rata meningkat sebesar 1,9% per tahun. Dalam tahun 1987 sumbangan sektor pertanian dalam produk domestik bruto nasional diperkirakan sebesar 23,4% dan kesempatan kerja sebesar 54,7%.

Tabel 1.6 Produksi Beras 1983-1987 Tahun Jumlah Produksi Kenaikan (Ribu Ton) rata-rata (%) 1983 24.006 1984 25.932 1985 26.542 3,4 1986 27.014 1987 27.453

5. Repelita V

Pembangunan pertanian dalam Repelita V selain merupakan kelanjutan dari usaha-usaha pembangunan pertanian dalam Repelita IV, juga mempunyai arti yang sangat penting untuk terciptanya landasan yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk memasuki proses tinggal landas dalam tahap pembangunan selanjutnya. Dalam hubungan ini arah pembangunan pertanian adalah mengembangkan lebih lanjut sektor pertanian agar menjadi sektor yang maju, efisien dan tangguh sehingga makin mampu memantapkan swasembada pangan dan mendukung tercapainya sasaran-sasaran pembangunan lainnya.

Repelita V merupakan tahap akhir dari program Pembangunan Jangka

Panjang Pertama (PJP I). Dalam PJP I prioritas pembangunan bidang ekonomi adalah pada sektor pertanian dan telah banyak menghasilkan kemajuan. Dalam

72

pembangunan bidang ekonomi, peranan pembangunan pertanian sangat besar, yang tercermin antara lain dengan telah meningkatnya produksi pangan dan kesejahteraan petani. Pembangunan sektor pertanian telah mewujudkan terpenuhinya kebutuhan pokok rakyat dan memberikan dampak positif terhadap kesejahteraan masyarakat. Perekonomian menjadi relatif stabil dan strukturnya makin berimbang.

6. Repelita VI

Sasaran pembangunan pertanian dalam repelita VI sesuai amanat GBHN

1993 adalah meningkatnya pendapatan dan taraf hidup petani dan nelayan, meningkatnya diversifikasi usaha dan hasil pertanian, serta meningkatnya intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian yang didukung oleh industri pertanian.

Selanjutnya sasaran pembangunan pertanian dalam Repelita VI adalah meningkatnya produktivitas tenaga kerja dan kesempatan kerja di sektor pertanian, terwujudnya penyediaan pangan yang beraneka ragam, dan hasil pertanian dengan mutu dan derajat pengolahan hasil yang lebih baik, serta meningkatnya peran, pertanian dalam pembangunan wilayah. Sasaran selanjutnya adalah terpeliharanya kemantapan swasembada pangan, meningkatnya kemampuan petani dalam menerapkan dan menguasai teknologi pertanian, meningkatnya produktivitas usaha tani, meningkatnya daya saing dan pangsa hasil pertanian di pasar dalam negeri dan luar negeri, makin berfungsi dan meningkatnya kemampuan kelembagaan pertanian dalam mengembangkan agrobisnis dan agroindustri.

73

Pada Tabel 1.7 disajikan bahwa sebagai upaya memelihara kemantapan swasembada pangan, sasaran peningkatan produksi beras adalah sekitar 2,01% per tahun. Hal itu berarti bahwa sasaran penyediaan beras dalam negeri meningkat dari 31,3 juta ton pada tahun 1993, menjadi 34,6 juta ton pada akhir 1998. Untuk itu, sasaran pencetakan sawah adalah sekitar 300 ribu hektare.

Tabel 1.8 Produksi dan Hasil Rata-Rata Beras 1973-1977

Tahun Jumlah Produksi Kenaikan (Ribu Ton) rata-rata (%) 1994 31.330 1995 31.960 1996 32.602 2,01 1997 33.257 1998 33.926

3.2.2. Pembiayaan Pembangunan Perekonomian

Anggaran Belanja Negara adalah sangat penting di antara kebijakan pembangunan. Anggaran .Pendapatan dan .Belanja Negara (APBN) adalah

Sumber pembangunan untuk setiap pemerintahan.81 Karenanya, anggaran negara merupakan urat nadi penyelenggaraan suatu negara.82 Dalam APBN ada dua segi, yaitu penerimaan dan pengeluaran. Dalam hubungan itu, Ketetapan MPRS No.

XXIII/1966, mengamanatkan supaya diusahakan keseimbangan dalam APBN

Secepat mungkin dalam arti jumlah keseluruhan pengeluaran selalu sama dengan

81 A. S. Atmadja, Utang Luar Negeri Pemerintah Indonesia: Perkembangan dan Dampaknya. Jurnal Akuntansi dan Keuangan, 2 (1), 2004, hal. 83. 82 Endah Kartikasari, Membangun Indonesia Tanpa Pajak dan Utang, Bogor: Al-Azhar Press, 2010.

74

jumlah keseluruhan penerimaan.83 Keseimbangan anggaran juga mempunyai implikasi lain yaitu implikasi disiplin, disiplin bagi Pemerintah untuk tidak mengadakan pengeluaran yang melebihi Penerimaan. Dengan disiplin itu secara berangsur kemudian dapat Diusahakan pengeluaran rutin tidak melebihi penerimaan dalam Negeri. dengan seperti itu dapat diupayakan penyisihan sejumlah dana untuk membiayai pembangunan. Dengan demikian, setapak demi setapak anggaran pembangunan itu makin banyak nantinya yang berasal dari penerimaan negara.

Guna melaksanakan tugas-tugas yang telah diberikan oleh .rakyat .kepada pemerintah .berdasarkan TAP XIII /MPRS/1966 yang meliputi pengendalian inflasi .rehabilitasi .prasarana .perekonomian .dan .peningkatan .ekspor memerlukan dana yang sangat besar. sedangkan pada saat itu pemerintah tidak bisa melaksanakan ekspor barang dan jasa dikarenakan untuk menutupi kebutuhan dalam negeri saja belum cukup.84 Dibandingkan dengan negara ASEAN,

Indonesia sangat terbelakang. Pendapatan nasional Indonesia adalah 80 dolar AS per kapita pada tahun 1971, sedangkan pendapatan per kapita negara-negara

ASEAN telah melebihi 200 dolar AS. Laju pertumbuhan ekonomi Indonesia selama 1960-70 kurang dari 40% per tahun. Tingkat pembentukan modal domestik juga sangat rendah (kurang dari 8% PDB), tidak cukup untuk

83 Marzuki, Usman. Kebijaksanaan Keuangan Negara dalam Kaitannya dehgan APBN dan Permasalahannya. JEP Vol. 2, No. 1,1997. Hlm; 29 84 Hermawati, Fenny. Analisa Pemanfaatan Dan Permasalahan Hutang Luar Negeri Indonesia. Unversitas Brawijaya. Journal Of Economics Volume 4, No.4 , juni 2018. Hlm: 9

75

mendorong pertumbuhan ekonomi.85 Jadi Indonesia tidak punya pilihan selain melakukan reformasi secara menyeluruh.86

Tahun 1966, pemerintah telah mengambil keputusan untuk melaksanakan pendekatan luar negeri. Maksud dari kebijakan ini adalah mengadakan penjadwalan ulang hutang-hutang luar negeri lama dan kedua mengusahakan hutang baru dari luar negeri untuk menutupi defisit anggaran serta yang ketiga untuk mencari penanam modal asing ke Indonesia.

Restrukturisasi utang berhasil disepakati dengan Negara anggota Paris Club

Tahun 1966, di kesepakatan itu disebutkan bahwa Indonesia mendapatkan keringanan dalam hal pembayaran hutang pokok dan bunga yang jatuh tempo pada tahun 1967 hutang tersebut harus dibayar selama delapan tahun setelah masa tenggang yang diberikan selama tiga tahun. Selama penundaan pembayaran hutang itu Indonesia harus menanggung beban bunga. kesepakatan tahun 1966 hanya membahas tentang hutang yang jatuh tempo pada tahun 1967 maka pada tahun 1967 diselenggarakan lagi pertemuan berikutnya untuk membahas hutang yang jatuh tempo pada tahun 1968 tipe yang sama juga terjadi pada tahun berikutnya dimana diselenggarakan lagi pertemuan dengan kreditor untuk membahas hutang yang jatuh tempo tahun berikutnya dengan demikian setiap tahun Indonesia perlu mengadakan pertemuan dengan para kreditor untuk membahas penjadwalan kembali utang luar negeri yang jatuh tempo pada tahun berikutnya lebih dari itu setelah penyelesaian masalah hutang dengan Paris Club

85 Basuki dan Sulistyo, Kajian Mengenai Pengaruh Penanaman Modal Asing Langsung Terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Tabungan Domestik di Indonesia, Jumal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol. 12, 1997. Hlm: 51 86 Hill, Hal. Transformasi Ekonomi Indonesia Sejak 1966. Edisi Pertama 1996. Yogyakarta: PAU UGM bekerjasama dengan PT Tiara Wacana. hal 147

76

Indonesia harus mengadakan negosiasi lanjutan secara bilateral dengan masing- masing negara kreditor berdasarkan kesepakatan Paris Club ketika itu ada 22 negara kreditor 7 diantaranya adalah Negara-negara yang tergabung dalam Paris

Club dan yang lainnya adalah negara-negara di luar Paris Club. Masing-masing negara yang tidak tergabung dalam Paris Club harus didekati secara satu persatu agar mereka ikut menyetujui penjadwalan kembali utang Indonesia berdasarkan syarat dan ketentuan yang telah disepakati dengan Paris Club.

Sesuai dengan rencana pembangunan lima tahun dalam rangka mendorong kegiatan ekonomi, di era Presiden Soeharto pemerintah Indonesia mempertimbangkan prinsip mewajibkan htang luar negeri dalam bentuk pinjaman luar negeri untuk mempercepat pembangunan ekonomi nasional. Pada bulan

Februari 1967 diadakan rapat di Amsterdam untuk membahas persyaratan pinjaman yang merupakan sumber pendanaan tambahan untuk rencana pembangunan dalam APBN dengan ketentuan preferensial. Pada pertemuan tersebut lahirlah Inter Governmental Group on Indonesia (IGGI). IGGI adalah organisasi internasional yang didirikan pada tahun 1967 dan diprakarsai oleh

Amerika Serikat untuk mengkoordinasikan dana bantuan multilateral ke

Indonesia.87

Terkait penanaman modal asing melalui Peraturan Pemerintah Nomor 64

Tahun 1970 Pengganti Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1964, pemerintah melonggarkan pengendalian devisa dan membuka peluang penerimaan modal asing. Kebijakan ini bertujuan agar kegiatan ekspor dan arus devisa menjadi lebih lancar. Dengan kata lain, Pemerintah Indonesia sudah mulai menerapkan

87Solichin, Harianto dan Taat Subekti. Op. Cit., hal 35.

77

kebijakan yang dapat menghilangkan atau mengurangi berbagai hambatan perdagangan luar negeri dan investasi asing.88 Peraturan pemerintah telah memperkenalkan dua jenis devisa, yaitu devisa umum (DU) yaitu yang berasal dari perdagangan barang dan jasa dan devisa kredit (DK) yang berasal dari bantuan luar negeri yaitu pinjaman luar negeri dan hibah.

Selain utang luar negeri, sektor Migas juga menjadi yang dapat membiayai pembangunan nasional. Tahun 1973/74 penerimaan minyak mengalami peningkatan. Pembiayaan pembangunan nasional kemudian di dominasi oleh sumber ini. Sebagaimana diketahui bahwa mulai tahun tersebut penerimaan ekspor dari migas terus meningkat hingga 80% pada tahun 1980.

Sementara itu dalam APBN, penerimaan dari migas juga menjadi dominan sehingga mencapai lebih dari 70% pada periode tingginya harga minyak.89

Menghadapi struktur ekonomi demikian, strategi yang diterapkan oleh

Widjojo Nitisastro pada waktu itu adalah memanfaatkan penerimaan ekspor dari migas seoptimal mungkin guna mendorong kegiatan ekonomi di samping meningkatkan distribusi pendapatan masyarakat. Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerintah telah membantu pembiayaan bagi sektor-sektor yang menjadi prioritas serta membangun infrastruktur yang sangat dibutuhkan untuk mendukung aktivitas ekonomi nasional, program-program di sektor pendidikan, kesehatan, keluarga berencana, dan sebagainya untuk meningkaatkan kesejahteraan rakyat. Dengan demikian dalam periode tahun 1970-an

88 Abdul syukur, Diana Nomida Musnir, dkk. 2012. Indonesia dalam Arus Sejarah: Orde Baru dan Reformasi. PT Ichtiar Baru van Hoeve: Jakarta. Hlm: 153 89 Anwar, Arsjad, Ananta, Aris, dkk. (1997) Widjojo Nitisastro 70 Tahun Pembangunan Nasional: Teori, Kebijakan, dan Pelaksanaan. Buku I. Jakarta: FEUI. Hlm: 467

78

pembangunan ekonomi nasional sangat didominasi oleh pemerintah dengan didukung oleh sektor migas yang berkembang pesat.

Perekonomian terbuka Indonesia pada 1980-an menghadapi berbagai masalah terkait gejolak eksternal.Salah satu gejolak tersebut adalah anjloknya harga minyak bumi. Dalam kondisi ekonomi yang bergantung pada minyak, gejolak-gejolak tersebut dalam jangka waktu pendek menyulitkan Indonesia dalam melaksanakan pembangunan nasional. Oleh karena itu, pada pertengahan

1980-an, pembangunan nasional lebih bertumpu pada strategi pembangunan yang didorong oleh ekspor, terutama di bidang produk nonmigas. Sebagai penggerak pembangngan yang mempunyai sasaran pertumbuhan ekonomi tertentu, maka ekspor tidak saja hanya tumbuh, akan tetapi laju pertumbuhannya harus lebih tinggi dari laju pertumbuhan ekonomi pada umumnya agar mampu menjadi motor penggerak pembangunan.90

90 Ibid. hlm: 478

BAB IV

DAMPAK PEMIKIRAN WIDJOJO NITISASTRO TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

4.1. Dampak Swasembada Beras

Berangkat .dari .keadaan .yang .begitu .buruk .Orde .Baru .mulai .akhir dekade .1960-an dapat melakukan pemulihan (recovery) ekonomi secara cepat, dan yang pertama-tama terwujud adalah tajamnya penurunan inflasi dan mulai meningkatnya pertumbuhan.91

.Hingga .tahun .1996, .pembangunan .ekonomi .yang dilakukan Orde Baru menunjukkan .berbagai .keberhasilan .yang .spektakuler. Sejak tahun 1968-1992, terjadi peningkatan yang signifikan pada produksi beras. Capaian luar biasa ini, terkhusus pada bidang pertanian, telah merubah status Indonesia dari pengimpor beras terbesar dunia pada tahun 1970-an menjadi negara yang mampu mencapai

Swasembada pangan sejak tahun 1984, dan fakta ini juga terjadi dalam lima tahun terakhir. Tercapainya swasembada pangan sepanjang tahun Repelita IV dapat dipertahankan pada tahun terakhirnya. Selain itu, peningkatan ketersediaan pangan berdampak besar terhadap upaya penanggulangan penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan.92

Jalan menuju swasembada pangan tidaklah mulus. Krisis pangan meledak di tahun 1972, harga beras membumbung tinggi dan produksi beras mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Tahun 1972 Indonesia

91 Prawiro, Radius. Pergulatan Indonesia Membangun Ekonomi; Pragmatisme dan Aksi (Jakarta: Elex Media Komputindo, 1998). Hlm: 35 92 Jamin, Zulkarnain. 1995. Struktur Perekonomian dan Strategi Pembangunan Indonesia. Jakarta: UI-Press. Hlm: 105

79

80

dilanda musim kemarau yang berkepanjangan. sedangkan musim hujan di tahun

1971 mengakibatkan bencana banjir yang merusak luas hamparan sawah sehingga mengakibatkan berkurangnya jumlah produksi dan berujung pada krisis pangan.

Pembelian beras yang dilakukan oleh Bulog tidak selancar tahun-tahun sebelumnya hal ini dikarenakan untuk meningkatkan daya tahan beras agar tidak cepat rusak dalam penyimpanan maka kualitas yang dibeli oleh Bulog dinaikkan disamping itu tata cara pembelian beras pun diubah Bulog sejak April 1972 untuk memperkuat kemampuan perdagangan beras. langkah-langkah perubahan ini mengakibatkan rendahnya pembelian beras dalam negeri sehingga kurang tersedia jumlah beras yang diperlukan Bulog untuk operasi pasar menurunkan harga beras.

Pengalaman ini semakin meneguhkan niat pemerintah mencurahkan segenap kemampuan masyarakat untuk mencapai swasembada pangan dan secara berangsur produksi beras meningkat sampai tercapainya swasembada beras di tahun dengan pencapaian ini Pemerintah memperoleh penghargaan dari Food and

Agriculture Organization.

Swasembada beras yang di upayakan oleh pemerintah juga berdampat pula pada upaya dan car pertanian di Indonesia menjadi lebih modern. hal ini tampak pada tiga kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah yaitu diantaranya itensifikasi ekstensifikasi dan diversifikasi. mengenai usaha tani intensifikasi adalah cara pertanian dengan menggunakan teknologi biologi dan kimia seperti penggunaan pupuk buatan, benih unggul, pestisida dan herbisida. selain penggunaan teknologi biologi dan kimia digunakan pula teknologi mekanik dalam proses pertanian seperti penggunaan mesin traktor, pembentukan irigasi dan drainase.

81

ekstensifikasi merupakan pembukaan hutan yang tidak produktif menjadi areal sawah guna perluasan areal pertanian. Sementara diversifikasi adalah penambahan pendapatan rumah tangga petani melalui penganekaragaman usaha pertanian.

Selama diterapkannya kebijakan ini ternyata memunculkan berbagai permasalahan. Salah satunya adalah tidak terjadinya perbaikan nasib petani selaku produsen utama di bidang pangan seiring dengan diberlakukannya kebijakan tersebut. Padahal untuk mencapai keberhasilan program swasembada beras petani adalah sebagai pemeran utama. Penggunaan teknologi dalam bidang pertanian memang diharapkan dapat menguntungkan bagi semua lapisan petani, namun pada kenyatannya hanya petani yang memiliki lahan luas yang mapu menggunakan secara efektif, sehingga keuntungan yang mereka raih semakin besar. Hal ini disebabkan mereka yang memiliki lahan luas mempunyai modal yang besar. Sebaliknya, buruh dan petani berlahan sedikit yang tidak mempunyai cukup modal terpaksa harus bekerja dengan kemampuan yang dimiliki. Akibatya hasil yang mereka peroleh sedikit dan hanya cukup untuk bertahan hidup.93

Selain itu keberhasilan dalam pertumbuhan ekonomi juga tidak dibarengi dengan situasi politik yang tidak banyak memberi kebebasan bagi warga masyarakat luas. Kemunculan Orde Baru pada awalnya memberikan pengharapan dari sistem yang otoriter pada masa Demokrasi Terpimpin ke sistem demokrasi yang sesungguhnya. Namun, pada kenyataanya transisi itu tidak banyak mendorong pada perubahan substansial dalam kehidupan politik. Kekuasaan lembaga kepresidenan tetap menjadi pusat dari seluruh proses politik yang

93 Lambing, Trijono. 1994. Pasca Revolusi Hijau di Pedesaan Jawa Timur. Dalam prisma. Jakarta: Prisma. Hlm. 31

82

berjalan di Indonesia, bahkan menjadi bertambah kuat dan besar karena langsung ditopang kekuatan militer dengan fungsinya menjaga kestabilan politik serta teknokrat dan birokrat sebagai pelaksana pembangunan ekonomi dan administrasi pemerintahan.94 Disamping itu, Fakta membuktikan bahwa kesuksesan ini tidak berkelanjutan. Dari pertengahan 1997 hingga pertengahan 1998, Indonesia mengalami krisis ekonomi yang parah, yang kemudian berkembang menjadi krisis sosial, ekonomi dan politik yang beraneka ragam. Dengan cara demikian, Orde

Baru sendiri mengalami kekacauan.

4.2. Dampak Pembiayaan Pembangunan Perekonomian

Transformasi struktur perekonomian Indonesia dari ekonomi terpimpin menjadi perekonomian terbuka telah menghasilkan penerapan berbagai prinsip ekonomi dasar, seperti prinsip anggaran yang seimbang dan dinamis, sistem devisa yang bebas, dorongan investasi dalam dan luar negeri, serta kehati-hatian kebijakan makroekonomi yang mengarah pada keberlanjutan. Pertumbuhan ekonomi dapat dicapai dengan upaya yang adil.

Terjadinya krisis multidimensional akibat dari kejatuhan pemerintahan Orde

Lama membuat pemerintahan Orde Baru memutuskan untuk menggunakan pinjaman luar negeri yang dimasukkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja

Negara sebagai jalan keluar jangka pendek untuk mengatasi keadaan yang buruk itu. Dengan sedikit bercermin pada Orde Lama yang dianggap menempatkan politik sebagai panglima, Orde Baru mengalihkan orientasi pembangunan itu ke bidang ekonomi. Namun komitmen Orde Baru untuk melaksanakan pembangunan

94 Liddle, William R. Leadership and Culture in Indonesia. 1996. Sydney: Allen & Unwin. Hlm: 18

83

ekonomi itu tidak didukung oleh ketersediaan dana. Di sinilah pertama-tama yang dilakukannya adalah mencari utang luar negeri dan mengundang modal asing.

Upaya itu membuahkan hasil, sehingga kegiatan ekonomi mulai berdenyut.

Ditambah lagi pada awal tahun 1970-an harga minyak di pasar internasional naik, sehingga devisa yang diperoleh bisa menambah biaya pembangunan yang berasal dari utang luar negeri. Tak dapat disangsikan memang pada akhirnya pemerintahan Orde Baru dengan pembangunannya itu secara makro dan rata-rata telah dapat mendorong pertumbuhan ekonomi hampir di semua sektor. 95

Permulaan Orde Baru, dengan cadangan devisa yang kecil bantuan dari negara donor tersebut pada akhirnya memberikan angin sejuk bagi kembalinya kehidupan perekonomian Indonesia secara lebih sehat. Dalam masa pertumbuhan pembangunan berencana (Repelita) yang menjadi dasar kebijakan pembangunan ekonomi pada pemerintahan orde baru, ternyata pinjaman luar negeri yang dilakukan oleh pemerintah memberi peran yang cukup signifikan dalam menjaga pertumbuhan perekonomian Indonesia.96

Pembangunan Lima Tahun yang pertama dimulai pada tahun 1969. Sejak

Pelita I sampai dengan pelita V telah terjadi perkembangan perekomian yang cukup luar biasa. Perkembangan ini akhirnya mampu meningkatkan penerimaan pemerintah yang cukup besar, sehingga dapat membiayai berbagai kegiatan yang dilakukan termasuk di dalamnya pembayaran cicilan pokok dan bunga hutang secara tepat waktu dalam tempo dua puluh lima tahun secara terus menerus.

Sementara perkembangan ekspor meningkat tajam terutama ekspor pada sektor

95 Mackie, J.A.C. “Pertumbuhan Ekonomi di Kawasan ASEAN; Landasan Politik”, dalam Helen Hughes (editor). Keberhasilan Industrialisasi di Asia Timur (Jakarta: Gramedia, 1992. 441 96 Herkwin. Implikasi Pinjaman Luar negeri Terhadap Fiscal Sustainability. Program Pasca Sarjana: Universitas Hasanuddin Makassar. 2005. Hlm: 62

84

non migas, yang memberikan suatu landasan yang kuat bagi perekonomian yang terbuka. Selama dua puluh lima tahun telah terjadi pergeseran struktur ekonomi dari sektor pertanian ke arah sektor jasa dan industri. Dalam periode ini boleh dikatakan pembangunan ekonomi mendapat berkah dari pembiayaan pinjaman luar negeri.

Pinjaman ini pada awalnya hanya digunakan sebagai pelengkap dalam pembiayaan negara, namun dalam perjalanan berikutnya pinjaman luar negeri setiap tahunnya diandalkan sebagai sumber pembiayaan pembangunan dan telah menjadikan Indonesia menjadi sangat tergantung terhadap pinjaman luar negeri dalam pembiayaan pembangunan. 97 Terbukti di Indonesia hutang yang semula diharapkan menjadi menyelamat malah menjadi jebakan dalam menyelesaikan berbagai masalah ekonomi bahkan politik sekaligus. Terbukti, utang luar negeri yang diberikan negara maju kepada negara berkembang tidak didasarkan pada kemanusiaan, tetapi karena motif ekonomi bahkan politik.

97 Ibid., Hlm: 64

BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan penjelasan yang telah dipaparkan dalam penulisan ini dapat di ambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Awal berdirinya pemerintahan baru, situasi ekonomi Indonesia sangat

terpuruk. Tahun 1966 terjadi krisis multidimensi yang ditandai oleh

kehancuran dasar-dasar pembangunan ekonomi dan budaya bangsa, Ancaman

disintegrasi nasional, kemerosotan perekonomian, kelangkaan

kebutuhan pokok, Tingkat inflasi yang tinggi, kemerosotan daya beli

masyarakat terhadap bahan-bahan kebutuhan pokok, dan meningkatnya

penderitaan rakyat. Lahirnya Orde Baru di bawah pemerintahan Jenderal

Soeharto merupakan harapan bagi bangsa Indonesia untuk menciptakan

perekonomian yang lebih baik. Pada tahun 1966-1969 Orde Baru berupaya

mengatasi kemerosotan perekonomian dengan cara menyelenggarakan

pembangunan yang disebut dengan stabilisasi dan rehabilitasi titik Upaya ini

dilakukan sebagai langkah untuk mengatasi krisis yang terjadi negara

Indonesia. Sebagai tindak lanjut dari langkah tersebut maka Orde Baru

mengadakan sidang yang menghasilkan TAP MPRS NO.

XXXIII/MPRS/1966 tentang pembaharuan dan pembangunan dengan

melaksanakan kebijakan program pembangunan jangka pendek diarahkan

pada pengendalian inflasi, dengan mengadakan sistem debirokratisasi yang

berarti perombakan cara pengawasan dan pengaturan dengan cara

85

86

penghapusan lembaga yang dianggap tidak perlu serta pencabutan berbagai

macam peraturan yang hanya menambah kesulitan Perekonomian Indonesia.

Prioritas nasional pada tahun 1966-1968 adalah menanggulangi kemerosotan

ekonomi sekaligus berupaya memenuhi berbagai persyaratan yang

memungkinkan pembangunan ekonomi supaya dapat berjalan dengan baik.

Melalui kebijakan kebijakan yang diambil pemerintah berhasil menurunkan

laju inflasi. Selain itu, negara Indonesia berhasil menyusun rencana

pembangunan nasional dalam kurun waktu lima tahun dari tahun 1969 hingga

1998. Tahapan pembangunan yang dihimpun selama periode ini meletakkan

landasan bagi proses pembangunan berkelanjutan dan berhasil meningkatkan

kesejahteraan rakyat.

2. Pemikiran Widjojo Nitisastro terhadap perekonomian Indonesia bermula dari

peran para ekonom pada seminar dan simposium yang diadakan pada tahun

1966. Saat-saat kritis di tahun 1965/1966, Widjojo Nitisastro diminta untuk

membantu Presidium Kabinet sebagai Ketua Tim Ahli Bidang Ekonomi Staf

Pribadi Ketua Presidium Kabinet. Kepercayaan ini membuka cakrawala baru

bagi penanganan masalah-masalah ekonomi. Kebijakan strategi yang

mengoreksi tatanan kebijakan ekonomi Orde Lama dengan mengacu kepada

UUD 1945 segera diluncurkan. Landasan dasar dan sistem manajemen

ekonomi Orde Baru berhasil dirumuskan yang kemudian dituangkan dalam

Ketetapan MPRS No.XXIII/1966 tentang ”Pembaharuan Kebijakan Landasan

Ekonomi, Keuangan dan Pembangunan. Melalui ketetapan MPRS ini

disampaikan bahwa cara untuk mengatasi masalah ekonomi adalah

kembalinya ke pelaksanaan undang-undang dasar secara murni dan

87

menjunjung tinggi demokrasi ekonomi. Pada tahun 1967 Widjojo Nitisastro

dipercaya untuk memimpin bappenas. Dengan dukungan yang sangat kuat

dari pimpinan Orde Baru Widjojo Nitisastro bersama dengan rekan-rekannya

berhasil menyusun rencana pembangunan lima tahun pertama. Rencana

pembangunan yang disusun oleh Bappenas ini ternyata dapat dilaksanakan

dengan baik bahkan kemudian dapat dilanjutkan dengan Repelita-Repelita

berikutnya sampai dengan Repelita VI. Menurut TAP XIII / MPRS / 1966

untuk melaksanakan tugas yang diberikan oleh rakyat kepada pemerintah. Ini

termasuk pengendalian inflasi, pemulihan infrastruktur ekonomi dan

peningkatan ekspor, yang membutuhkan modal dalam jumlah besar. Oleh

karena itu, pada tahun 1966, pemerintah mengambil kebijakan dengan

pendekatan luar negeri. Maksud dari kebijakan ini adalah mengadakan

penjadwalan ulang hutang hutang luar negeri lama dan kedua mengusahakan

utang baru dari luar negeri untuk menutupi defisit anggaran serta yang ketiga

untuk mencari penanam modal asing ke Indonesia.

3. Dampak pemikiran Widjojo Nitisastro Dampak pemikiran Widjojo Nitisastro

terhadap perekonomian Indonesia menunjukan keberhasilan yang

mengagumkan. Hingga tahun 1996, pembangunan ekonomi yang

dilaksanakan oleh Orde Baru menunjukkan berbagai keberhasilan yang

spektakuler. Namun demikian, keberhasilan dalam pertumbuhan ekonomi itu

dibarengi dengan situasi politik yang tidak banyak memberi kebebasan bagi

warga masyarakat luas. Ditambah lagi Pada pertengahan tahun 1997 hingga

pertengahan tahun 1998 Indonesia terjerumus kedalam krisis ekonomi akut

yang kemudian berkembang menjadi krisis multi dimensi social, ekonomi,

88

dan politik. Sehingga Orde Baru sendiri mengalami keruntuhan.

Perekonomian mengalami hiper inflasi, konstruksi dan pengangguran terbuka.

Insiden kemiskinan meningkat tajam menjadi sekitar 18%. Krisis pangan

demikian akut sehingga dikuatirkan menimbulkan sindroma kehilangan

generasi di masa depan. Impor beras meningkat tajam hingga sekitar 6 juta

ton yang berarti Indonesia kembali menjadi negara importir terbesar dunia.

5.2. Saran

Pemikiran Widjojo Nitisastro terhadap perekonomian Indonesia telah membawa berbagai dampak bagi Indonesia hingga saat ini. Ada berbagai dampak yang dapat kita rasakan hingga saat ini baik itu dampak positif maupun negatif.

Sesuai dengan apa yang telah diuraikan oleh penulis dalam penelitian ini.

Pemikiran Widjojo Nitisastro memberikan titik terang terhadap keterpurukan ekonomi di awal berdirinya Orde Baru dan bahkan pemikiranya pun masih tetap relevan hingga saat ini. Namun disisi lain praktik KKN (Korupsi,

Kolusi, Nepotisme) yang berlangsung pada masa era Orde Baru berdampak terhadap penderitaan bangsa Indonesia hingga saat ini.

Keberadaan para pemikir ekonomi di masa lampau, semoga menjadikan motivasi terhadap generasi bangsa dalam membangun ekonomi Indonesia yang lebih baik kedepannya, dan perekonomian Orde Baru dapat menjadi koreksi agar tidak melakukan kesalahan ke depannya dan mengulangi kejaayan dimasa yang akan datang.

89

Dalam konteks penelitian. Penelitian ini masih sebatas gambaran umum tentang pemikiran Widjojo Nitisastro terhadap perekonomian Indonesia.

Diharapkan penelitian selanjutnya dapat menjelaskan secara lebih detail dan terperinci baagaimana pemikiran Widjojo Nitisastro terhadap perekonomian

Indonesia.

Daftar Pustaka

Buku:

Abdul syukur, Diana Nomida Musnir. (2012). Indonesia dalam Arus Sejarah:

Orde Baru dan Reformasi. Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve.

Anne, Peter. (1982). Ekonomi Orde Baru. Jakarta: LP3ES.

Anwar, Arsjad, Ananta, Aris. (1997) Widjojo Nitisastro 70 Tahun Pembangunan

Nasional: Teori, Kebijakan, dan Pelaksanaan. Buku I. Jakarta: FEUI.

Anwar, Arsjad, Ananta, Aris, dkk. (2007). Kesan Para Sahabat Tentang Widjojo

Nitisastro. Jakarta: Kompas.

Assiddqie, Jimly. (2006). Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia. Jakarta:

Sekretariat Jendral dan Kemanitraan Mahkamah Konstitusi RI.

Cahyono, Heru. (1992). Peranan Ulama dalam Golkar 1971-1980: dari Pemilu

sampai Malari. Jakarta: Sinar Harapan.

Daliman. (2012). Metode Penelitian Sejarah. Yogyakarta : Penerbit Ombak.

Endah Kartikasari. (2010). Membangun Indonesia Tanpa Pajak dan Utang,

Bogor: Al-Azhar Press,

Harja, T. Irvan. (2019). Metekuasa Perdagangan Global. Konfigurasi

Perdagangan Internasional Berbasis Jaringan produksi global. Jogjakata:

Indie Book Corner.

Hill, Hal. (1996). Transformasi Ekonomi Indonesia Sejak 1966: Sebuah Studi

Kritis dan Komprehensif. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Ismaun. (2005) Sejarah Sebagai Ilmu. Bandung: Historia Utama Press.

Jamin, Zulkarnain. (1995). Struktur Perekonomian dan Strategi Pembangunan

Indonesia. Jakarta: UI-Press.

90

91

Karim, Rusli. (1983). Perjalanan Partai Politik di Indonesia. Sebuah Potret

pasang Surut. Jakarta: rajawali.

Koentowijoyo. (1995). Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Benteng Budaya.

Lilik Zulaicha. (2007).Metodelogi Sejarah. Surabaya: Uin Sunan Ampel

Surabaya.

M. Ashadi, dkk. Sejarah Bank Indonesia Periode III: 1966-1983 Bank Indonesia

pada Masa Stabilisasi, Rehabilitasi, dan Pembangunan Ekonomi. Jakarta:

Bank Indonesia.

Marwati Djoenet Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto. (1984) . Sejarah

Nasional Indonesia VI. Jakarta : Balai Pustaka.

Mohtar, Mas’oed. (1989). Ekonomi dan Struktur Politik: Orde Baru 1966-1971.

Jakarta: LP3ES.

Mustopadidjaja AR. (2012). Bappenas Dalam Sejarah Perencanaan

Pembangunan Indonesia 1945-2025. Jakarta: LP3ES.

Nitisastro, W. (2010). Pengalaman Pembangunan Indonesia: Kumpulan Tulisan

dan Uraian. Jakarta: Kompas.

Nugroho Notosusanto. (1985). Tercapainya Konsensus Nasional 1966-1969,

dalam: Pancasila Ideologi dan dasar Negara RI. Dep-pen.

P.J. Suwarno. (2004). Gerakan Politik Tentara Nasional Indonesia 1945-1966

(Dari TKR Sampai Supersemar), Yogyakarta, Universitas Sanata Dharma.

Prawiro, Radius. (1998). Pergulatan Indonesia Membangun Ekonomi;

Pragmatisme dan Aksi. Jakarta: Elex Media Komputindo.

Ricklefs. M.C. (2008). Sejarah Indonesia Modern. Jakarta: PT. Ikrar

Mandiriabadi.

92

Sastradipoera, K. (2001). Sejarah Pemikiran Ekonomi Indonesia: Suatu

Pengantar Teori dan Kebijaksanaan Ekonomi. Bandung: Kappa-Sigma.

Sartono Kartodirdjo. ( 1992). Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah.

Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Seminar KAMI. (1984). Jalur Baru Sesudah Runtuhnya Ekonomi Terpimpin (The

Leader, The Man and The Gun. Jakarta: Sinar Harapan.

Simarmata. (1998). Reformasi Ekonomi. Cet. Ke-1 Jakarta : Lembaga Penerbit

Fakultas Ekonomi UI.

Triaswati, N. Soesastro, H. Dkk. (2005) Pemikiran dan Permasalahan Ekonomi di

Indonesia dalam Setengah Abad Terakhir Jilid 3. Yogyakarta: Penerbit

Kanisius.

Yahya, Muhaimin. (1991). Bisnis dan Politik: Kebijakan Ekonomi Indonesia

1950-1980. Jakarta: LP3ES.

Jurnal:

Basuki dan Sulistyo, Kajian Mengenai Pengaruh Penanaman Modal Asing

Langsung Terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Tabungan Domestik di

Indonesia, Jumal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol. 12, 1997.

Budi, Rajab. Negara Orde Baru: Berdiri Di Atas Sistem Ekonomi Dan Politik

Yang Rapuh. Jurnal Sosiohumaniora, Vol. 6, No. 3, November 2004.

Hasan, Yunani. Situasi Politik dan Ekonomi pada Awal Pemerintahan Orde Baru.

Jurnal Forum Sosial, Vol. Vll, No. 01, Februari 2014.

Hermawati, Fenny. Analisa Pemanfaatan Dan Permasalahan Hutang Luar Negeri

Indonesia. Unversitas Brawijaya. Journal Of Economics Volume 4, No.4 ,

juni 2018.

93

Marzuki, Usman. Kebijaksanaan Keuangan Negara dalam Kaitannya dehgan

APBN dan Permasalahannya. JEP Vol. 2, No. 1,1997.

Mayrudin. Menelisik Program Pembangunan Nasional Di Era Pemerintahan

Soeharto. Jurnal Of Government (Kajian Manajemen Pemerintahan &

Otonomi Daerah) volume 4 Nomor 1, 2018.

Pantjar Simatupang dan Nizwar Syafa'at. Industrialisasi Berbasis Pertanian

Sebagai Grand Strategy Pembangunan Ekonomi Nasional. FAE. Volume

18. No. 1 dan 2 Desember 2000.

Subkhan, Imam. GBHN Dan Perubahan Perencanaan Pembangunan Di

Indonesia. Aspirasi Vol. 5 No. 2, Desember 2014.

Udiyana, dkk. Struktur dan Sistem Pembangunan Ekonomi Indonesia Masa Orde

Baru. Forum Manajemen, Volume 6, Nomor 1, 2008.

LAMPIRAN

94

Lampiran 1: Foto Prof. Dr. Widjojo Nitisastro

95

Lampiran 2. Sambutan Menteri/Panglima Angkatan Darat Mayor Jenderal Soeharto dalam Pekan Ceramah dan Seminar Soal-soal Ekonomi dan Keuangan yang diselenggarakan oleh KAMI tahun 1966

96

Lampiran 3. Pelantikan Mayor Jendral Soeharto sebagai Persiden RI 26 Maret 1968

Lampiran 4. Peresmian Panen Raya di NTB oleh Presiden Soeharto

97

Lampiran 5. Presiden Soeharto menerima penghargaan dari Dijen FAO Edouard Saouma