Mengakar Ke Bumi Menggapai Ke Langit Masih Ingat Ketika Taufiq Ismail Pautnya Sama Sekali Dengan Kristen
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
Taufiq Ismail Mengakar ke Bumi Menggapai ke Langit Masih ingat ketika Taufiq Ismail pautnya sama sekali dengan Kristen. membacakan puisinya di televisi pasca Dan itu juga tak cocok dengan ajaran lebaran kemarin? Pembacaan puisi yang Islam,” tambahnya menjelaskan. berjudul Cerita Seorang Anak Yatim ‘Puisi ulang tahun’ itu, sebenar- Piatu Selepas Pesta Ulang Tahun Te- nya sudah ditulisnya sejak beberapa tangganya itu, benar-benar memukau tahun silam. Tetapi saat itu belum bera- pemirsa Metro TV. Tak hanya gaya baca ni membacakannya di depan publik. Penyair Tiga Zaman itu saja yang memi- Pasalnya, dirinya menunggu bisa mem- kat, namun kisah dalam puisi yang diba- praktekkannya dalam keluarga sendiri. cakan pada acara ‘Konser Menembus “Saya memang tak akan membacakan- Batas III: A Tribute to Taufiq Ismail’ nya di depan publik, sebelum anak itu pun juga sangat menyentuh nurani saya sendiri memberikan kado ulang pemirsa. tahun pada ibunya. Sebab bagaimana Puisi itu sendiri sebenarnya me- saya akan mempertanggungjawabkan- nuturkan tema yang cukup sederhana; nya kepada Allah nanti? Bukankah se- yakni tentang remaja sekolah yang te- tiap perbuatan kita, kelak akan ditanya ngah berulang tahun. Namun di situ tak dan diadili di akhirat?” ungkapnya ge- ada acara tiup lilin yang berjumlah 16 belas batang, dan juga tak metar. “Saya telah membacakan puisi tersebut di depan ibu-ibu, ada kado ulang tahun yang dihadiahkan untuknya. Sebagai gantinya remaja dan anak-anak. Mereka semua setuju dengan yang saya gadis itu memberikan kado istimewa berupa orasi buat Mama sampaikan itu. Bahkan banyak dari mereka yang menangis saat tercinta, yang enam belas tahun lalu telah melahirkannya melalui mendengarkannya,” tuturnya menceritakan. bedah sesar. “Puisi itu bermula dari keresahan saya tentang tradisi Kiranya suami Esiyati ini, memang lebih gemar berekspresi ulang tahun yang terpengaruh budaya Barat. Terus terang, itu lewat puisi. Sebab lantunan puisi itu dirasakannya jauh lebih sangat mengganggu diri saya,” tukasnya lugas. mengena di hati khalayak, lantaran di sana ada suasana haru sehingga Yang sangat meresahkan penyair kelahiran Bukit Tinggi dapat memukau dan lebih meyakinkan. Maka dengan puisilah dia Sumatera Barat 25 Juni 1935 ini, adanya aspek budaya Barat menyuarakan cinta, mengecam kezaliman dan menangis. Dan lewat yang ditiru begitu saja dan tanpa pernah berfikir terlebih dahulu. puisi pula dirinya berdoa meratap kepadaNya. Sebab puisi baginya Semisal pemberian kado yang diberikan seorang Mama pada adalah dzikrullah. “Ini adalah merupakan pernyataan diri saya, anaknya yang sedang berulang tahun. “Padahal yang paling tepat yang dengan sepenuh-penuhnya saya suarakan lewat puisi,” kan anak itu yang harus memberikan kado buat Mamanya, yang ujarnya serius. dengan susah-payah telah berjuang melahirkannya,” kilahnya. Jika penyair Muslim lain menyuarakan dakwah lewat pui- Yang tak masuk akal lagi, sambung putra pasangan Buya sinya secara transparan, Taufiq justru memilihnya untuk lebih Abdul Gaffar Ismail dan ustadzah Timur M. Nur ini, adalah acara tersimpan. “Zauq atau rasa agama yang saya warisi dari kedua tiup lilin dalam tradisi ulang tahun tersebut. Menurut budaya orang tua, selalu menjadi inspirasi dan selalu saya masukkan ke Amerika dan Eropa, sebelum meniup lilin terlebih dahulu niatkan dalam puisi-puisi saya,” ungkapnya berterus terang. “Jadi.. di dalam hati untuk mengharapkan sesuatu. Lantas kalau nyala lilin sana banyak sentuhan tasawuf yang dikemas secara diam-diam. itu ditiup mati, maka keinginannya akan dikabulkan Tuhan. “Nah, Seperti puisi tentang ulang tahun itu. Bukankah kecintaan terhadap ini kan tradisi yang jelas-jelas nggak masuk di akal sehat?” tan- seorang ibu, merupakan suatu keajaiban yang sangat luar biasa,” dasnya. “Pada peradaban purbakala di Eropa dulu, orang percaya tambahnya mencontohkan. kalau lilin itu dapat menolak setan. Lalu budaya itu hinggap begitu Dalam kehidupan ayah Abraham Ismail ini, sebenarnya ba- saja pada kue ulang tahun. Jadi.. sebenarnya ini nggak ada sangkut nyak profesi lain yang terbentang luas di hadapannya. Seperti BACA PUISI: Saya merasa lebih cocok dan sreg untuk mengungkapkan suara jiwa saya lewat puisi. 34 MPA 278 Nopember 2009 jadi guru dan dosen, menjadi pe- Ismail Marzuki (TIM) dan Lembaga dagang, karir politik, atau menjadi Pendidikan Kesenian Jakarta (LPKJ). seorang kyai. Dan dirinya sudah men- Sejak tahun 1966, Ketua Umum coba dari berbagai kemungkinan itu. Lembaga Kesenian Alam Minang- Terbukti dirinya pernah tercatat kabau 1985 ini juga menjadi kolumnis sebagai dosen Institut Pertanian Harian KAMI hingga tahun 1970. Pa- Bogor (1962-1965), dosen Fakultas da tahun 1971–1972 mengikuti Inter- Psikologi UI (1967), Sekretaris national Writing Program, University DPH-DKI (1970-1971) dan manager of Iowa, Iowa City, Amerika Serikat. hubungan luar PT. Unilever Indone- Hal yang sama juga berulang pada sia (1978). “Namun yaa.. ternyata tahun 1991–1992. Setahun kemudian pilihan saya tetap jatuh pada puisi. dia belajar pada Faculty of Languange Sebab saya merasa lebih cocok dan NARASUMBER: Memberikan kado buat Mama. and Literature, American University sreg untuk mengungkapkan suara jiwa in Cairo, Mesir. Lantaran pecah Pe- saya lewat puisi,” simpulnya sambil rang Teluk, dirinya pulang kembali ke tertawa lirih. Indonesia sebelum selesai studi ba- Keinginan berpuisi itu tumbuh hasanya. semasih dirinya duduk di bangku Pada tahun 1993 dia diundang SMA di Pekalongan Jawa Tengah. menjadi pengarang tamu di Dewan Bahkan waktu itu puisi-puisinya su- Bahasa dan Pustaka, Kuala Lumpur dah dimuat di majalah Kisah dan Malaysia. Atas kerja samanya dengan Mimbar Indonesia. Ketika menjadi para musisi sejak 1974 – terutama de- penjaga perpustakaan Pelajar Islam ngan Himpunan Musik Bimbo, Chri- Indonesia di Pekalongan, kegemar- sye, Ian Antono dan Ucok Harahap, annya menulis puisi makin menjadi- Taufiq telah menghasilkan sebanyak jadi. Sebab di perpustakaan tersebut, 75 lagu. Dirinya pernah mewakili In- begitu leluasa dirinya melahap karya- donesia baca puisi dan festival sastra karya Chairil Anwar, Pramoedya di 24 kota di Asia, Amerika, Austra- Ananta Toer, hingga karya William lia, Eropa dan Afrika. Puisi-puisinya Saroyan dan Karl May. Namun tentu pun telah diterjemahkan ke dalam saja tak hanya karya sastra saja yang PENTAS BARENG: Dari keresahan saya tentang tradisi bahasa Jawa, Sunda, Bali, Inggris, dibacanya, melainkan pula buku- Prancis, Jerman, Rusia dan Cina. buku agama, politik dan sejarah. Selain sebagai sastrawan, dirinya juga aktif menerjemah buku. Tak salah jika waktu itu – tepatnya pada tahun 1956–1957, Karya terjemahan yang telah dihasilkannya; Banjour Tristesse Taufiq memperoleh beasiswa program pertukaran pelajar Ameri- yang merupakan terjemahan novel karya Francoise Sagan (1960), can Field Service International Scholarship. Dan dia termasuk Cerita tentang Atom terjemahan karya Mau Freeman (1962), serta angkatan pertama dari Indonesia, yang mengikuti Whitefish Bay Membangun Kembali Pikiran Agama dalam Islam (dari buku The High School di Milwaukee, Wisconsin, AS. Di sanalah dirinya Reconstruction of Religious Thought in Islam, M. Iqbal), yang mengenal karya Robert Frost, Edgar Allan Poe dan Walt Whitman. diterjemah bersama Ali Audah dan Goenawan Mohamad (1964). Termasuk pula membaca novel Hemingway The Old Man and Sementara karya-karya puisinya yang telah terbit; Mani- The Sea yang sangat disukainya. festasi (bersama Goenawan Mohamad, Hartojo Andangjaya, et.al. Kegemaran membacanya itu, memang terkondisikan sejak 1963), Tirani (1966), Benteng, (1966), Puisi-puisi Sepi (1971), kecil. Sebab dia memang hidup pada lingkungan keluarga yang Kota, Pelabuhan, Ladang, Angin dan Langit (1971), Buku Tamu suka membaca. Taufiq merasa bersyukur dilahirkan dari seorang Museum Perjuangan (1972), Sajak Ladang Jagung (1974), Ke- ayah yang Kyai pejuang dan seorang ibu yang sangat fasih dalam nalkan, Saya Hewan (1976), Puisi-puisi Langit (1990), Tirani menafsiri al-Qur’an. Di perpustakaan keluarganya itulah, dirinya dan Benteng – cetak ulang gabungan (1993), Prahara Budaya mulai dan terbiasa membaca berbagai buku. “Tanpa buku, saya (1995), Ketika Kata Ketika Warna, antologi puisi 50 penyair kira tidak mungkin saya jadi pengarang seperti sekarang ini,” ucap- dalam rangka memperingati ulang tahun ke-50 RI, (1995), Seulawah nya bersyukur. – Antologi Sastra Aceh (1995), Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia Setelah lulus SMA, melanjutkan studinya di Fakultas Kedok- (1998), dari Fansuri ke Handayani (2001), Horison Kakilangit teran Hewan & Peternakan Universitas Indonesia di Bogor dan (2001), serta Horison Sastra Indonesia – empat jilid – (2002). lulus tahun 1963. Semasa kuliah dia aktif dalam berbagai kegiatan. Sedangkan penghargaan yang pernah diperolehnya meliputi; Pernah pula menjadi Ketua Senat Mahasiswa FKHP UI (1960– Augerah Seni dari Pemerintah RI (1970), dua kali jadi penyair 1961), serta Wakil Ketua Dewan Mahasiswa (1960–1962). Di tamu di Universitas Iowa, AS (1971-72) dan (1991-92), Culture tahun 1962 inilah dirinya mulai berkarir, dengan menjadi guru Visit Award Pemerintah Australia (1977), Pengaranag tamu di Ilmu Pengantar Peternakan di Pesantren Darul Fallah, Ciampea. Dewan Bahasa dan Pustaka, Kuala Lumpur (1993), South East Setahun kemudian juga mengajar sebagai guru bahasa di SMA Asia Write Award dari Kerajaan Thailand (1994), Penulisan Karya Regina Pacis Bogor hingga tahun 1965. Taufiq juga tercatat sebagai Sastra dari Pusat Bahasa (1994), SEA Write Award (1997), Sas- asisten dosen Manajemen Peternakan Fakultas