Andi Selle Dalam Pergolakan Bersenjata Di Sulawesi Selatan (1950-1964)

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Andi Selle Dalam Pergolakan Bersenjata Di Sulawesi Selatan (1950-1964) Yupa: Historical Studies Journal, 1 (1), 2017: 26-37 ISSN: 2541-6960 Andi Selle dalam Pergolakan Bersenjata di Sulawesi Selatan (1950-1964) Sainal Abidin Guru Sejarah Sekolah Menengah Kejuruan Telkom Makassar [email protected] ABSTRACT This paper describes the background, role and impact of the involvement of Andi Selle in the throes of armed in South Sulawesi. This research is a descriptive-analytic nature by using the historical method through phases of heuristics, critique, interpretation, and historiography. The involvement of Andi Selle in the throes of armed caused by internal conflict on TNI. Andi Selle was involved in a series of conflicts with several parties from the time of independence until the period before independence. The upheaval affects ethnic hatred caused by acts of violence and the monopoly of trade in the region committed soldiers, so that hurt the people of Mandar. Keywords: Andi Selle, Armed Unrest, South Sulawesi. ABSTRAK Tulisan ini menjelaskan tentang latar belakang, peranan dan dampak keterlibatan Andi Selle dalam pergolakan bersenjata di Sulawesi Selatan. Penelitian ini bersifat deskriptif analitis dengan menggunakan metode historis yang melalui tahapan heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Keterlibatan Andi Selle dalam pergolakan bersenjata disebabkan oleh konflik internal dalam tubuh TNI. Andi Selle terlibat dalam serangkaian konflik dengan beberapa pihak sejak masa sebelum kemerdekaan sampai periode kemerdekaan. Pergolakan tersebut berdampak pada kebencian etnis yang disebabkan oleh tindak kekerasan dan monopoli perdagangan di wilayah tersebut yang dilakukan prajuritnya, sehingga dianggap melukai hati rakyat Mandar. Kata Kunci: Andi Selle, Pergolakan Bersenjata, Sulawesi Selatan. PENDAHULUAN Selle bersama dengan pasukannya yang Dinamika militer di Indonesia, merupakan salah satu bagian sejarah khususnya di Sulawesi Selatan memiliki yang menarik untuk diperhatikan. Andi sisi menarik dan penting untuk diamati. Selle merupakan salah satu tokoh yang Persoalan yang dimaksud pernah tampil sebagai pejuang dalam berkaitan dengan perang kemerdekaan. Namun, ia memilih kepentingan politik yang untuk keluar dari Tentara Nasional memunculkan pertentangan dalam Indonesia dan melakukan gerilya. internal TNI. Sebagai contoh, tindakan Berdasarkan uraian di atas, tulisan ini pembangkangan yang dilakukan Andi berusaha untuk memaparkan beberapa 26 Andi Selle dalam Pergolakan Bersenjata di Sulawesi Selatan (1950-1964) 27 bagian dari Andi Selle. Pertama, Andi Selle salah satu sudut pandang dalam merupakan tokoh sentral di Pinrang menjelaskan terjadinya gerakan sosial. dalam perang pada masa kemerdekaan. Pada dasarnya, deprivasi relatif Namun, dalam perkembangannnya terjadi merupakan kondisi psikologis yang penentangan terhadap pemerintahan menguntungkan. Crosby menganggap yang sah, terutama pertentangannya bahwa deprivasi dapat diukur dari kondisi dengan Kolonel Andi Muhammad Jusuf psikologis seperti marah, tidak puas, yang menggantikan Brigjen Andi cemburu, putus asa, tidak bahagia dan Mattalatta, Panglima Kodam lain-lain. Namun demikian, mereka XIV Hasanuddin. Kedua, dalam memberikan catatan bahwa aspek menjalankan tugasnya di daerah Polewali- psikologis tersebut berhubungan dengan Mandar, Mamasa, Majene, dan Mamuju, deprivasi apabila berkaitan dengan Andi Selle banyak menimbulkan keadilan (Faturochman, 1998: 7). keresahan bagi masyarakat di daerah Teori Konflik tersebut. Kondisi sosial yang terjadi dalam Pendekatan teoritis yang juga lingkup masyarakat Mandar, memiliki digunakan dalam tulisan ini adalah teori kaitan dengan monopoli dagang yang konflik. Konsep ini dianggap mampu dijalankan. Ketiga, pada tahun 2003, membantu dalam melakukan beredar kabar di kalangan masyarakat, penyelidikan terhadap pergolakan terutama di kalangan pendukungnya pada bersenjata yang melibatkan Andi Selle di masa perang kemerdekaan dan masa Sulawesi Selatan. Sebagai makhluk gerilya, bahwa Andi Selle belum individu, manusia tidak dapat lepas dari meninggal dan dia muncul kembali di ketergantungan sejak lahir dan proses tengah-tengah masyarakat pada masa itu. perkembangannya, hingga proses menuju Keempat, penelitian-penelitian tentang kematian. Dalam dinamika kehidupan Andi Selle belum banyak mendapat masyarakat, semua difokuskan pada tempat dalam historiografi Indonesia. pemenuhan harkat dan martabat dalam kehidupan sosial. Interaksi sosial yang TINJAUAN PUSTAKA Teori Deprivasi dilakukan dalam kehidupan sehari-hari Relatif terkadang tidak sesuai dengan harapan, Teori yang dianggap membantu sehingga melahirkan konflik. Hal berbeda dalam mengamati dan menganalisis dikemukakan oleh Hebridge bahwa fenomena perlawanan ataupun konflik menggambarkan solidaritas, dan pemberontakan terhadap kondisi Negara para kritikus telah mempertukarkan satu adalah deprivasi relatif. Dalam teori-teori komunitas, wilayah, atau bangsa dengan ilmu sosial, deprivasi relatif merupakan yang lain terhadap lahirnya kelas sosial. Salah satunya adalah menggunakan 28 YUPA: HISTORICAL STUDIES JOURNAL, Tahun Pertama, Nomor 1, Januari 2017 subkultur yang didefinisikan sebagai berbeda pendapat walaupun sumber budaya yang tidak sepenuhnya dapat datanya sama. Namun, yang terpenting berdiri sendiri dan di dalam budaya yang adalah sumbernya jelas dan dapat lebih besar (Burke, 2015: 183). dilakukan pengecekan kebenarannya. Historiografi merupakan tahap akhir METODE PENELITIAN dari seluruh rangkaian metodologi Tulisan ini merupakan penelitian penulisan sejarah. Pada tahap ini, realitas sejarah dengan menggunakan pendekatan sejarah dipahami sesuai dengan semua deskriptif analitis yang memberikan yang terjadi, sehingga dapat mengisahkan penekanan pada aspek kronologis tentang “Peranan Andi Selle dalam terhadap peranan Andi Selle dalam Pergolakan Bersenjata di Sulawesi pergolakan bersenjata di Sulawesi Selatan Selatan: 1950-1964”. (1950-1964). Tulisan ini berusaha menggambarkan tentang peran Andi Selle PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN Peranan Andi Selle dalam Organisasi dalam pergolakan bersenjata dilakukan di Kelaskaran BPRI Suppa Sulawesi Selatan, khususnya di Kabupaten Kemerdekaan RI diproklamasikan di Pinrang. Jakarta oleh Soekarno Hatta tanggal 17 Langkah pertama yang dilakukan Agustus 1945 dan berita tersebut dengan dalam metode penelitian sejarah yaitu cepat menyebar ke seluruh pelosok Tanah pengumpulan data (heuristik). Teknik Air. Kegembiraan rakyat akan pengumpulan data yang digunakan dalam kemerdekaan itu diwujudkan dengan tulisan ini adalah studi kepustakaan pengibaran bendera Merah Putih, sebagai (library reseach). Pengumpulan data juga bentuk kecintaan mereka terhadap dilakukan dengan cara wawancara, Indonesia yang sekian lama dijajah oleh dokumentasi dan pengkajian arsip. bangsa asing, terutama Belanda dan Data yang diperoleh pada tahap Jepang. Berita kemerdekaan juga tersebar heuristik masih diragukan validitasnya. di daerah Sulawesi Selatan hingga ke Oleh karena itu, perlu dilakukan kritik daerah-daerah pedalaman. Di daerah sumber. Setiap sumber memiliki aspek Parepare dihimpun kekuatan dari eksteren dan interen. Aspek eksteren berbagai golongan, tak terkecuali berkaitan dengan validitas sumber yang keterlibatan para pemuda. Bendera Merah dibutuhkan, sedangkan aspek interennya Putih dikibarkan di berbagai daerah, tidak berkaitan dengan apakah sumber sesuai terkecuali di daerah Suppa. dengan yang dibutuhkan atau tidak. Dalam upaya mencegah gangguan Setelah data dikritik sumbernya, susulan di pihak penjajah, Andi Selle selanjutnya dilakukan interpretasi data. mengerahkan seluruh rakyat di Alitta Dalam interpretasi, seorang peneliti bisa Andi Selle dalam Pergolakan Bersenjata di Sulawesi Selatan (1950-1964) 29 untuk berangkat menuju Suppa dalam internal TNI. Di satu sisi, reorganisasi dan rangka mempertahankan kemerdekaan rasionalisasi dilakukan untuk RI. Wadah perjuangan pun dibentuk meminimalisir keuangan negara di awal dengan nama Badan Pemberontak kemerdekaan, termasuk biaya hidup Republik Indonesia (BPRI), sesuai dengan tentara. Kebijakan tersebut justru sikap mereka yang lebih tegas dalam merugikan laskar pejuang kemerdekaan melakukan pemberontakan terhadap yang tidak diikutsertakan sebagai TNI. penjajah Belanda (Pawiloy, 1989: 167). Persoalan rasionalisasi pada dasarnya BPRI Suppa dalam perkembangannya berawal dengan adanya silang pendapat mengalami perubahan arti menjadi Badan yang terjadi di Markas Besar Angkatan Penunjang Republik Indonesia dan Darat di Jakarta tentang profil TNI. berpusat di Dolangan. BPRI Suppa Syarat menjadi anggota tentara dibentuk pada pertengahan September nasional seperti yang diperdebatkan pada 1945 dan dipimpin langsung oleh Datu Mabes AD ialah bekas pejuang yang tidak Suppa Andi Abdullah Bau Massepe dan buta huruf. Hal ini dianggap bertentangan sebagai wakilnya diserahkan kepada Andi dengan kondisi gerilyawan kemerdekaan Selle yang sebelumnya pernah menjadi Sulawesi termasuk pimpinan Kahar Koordinator Pemuda Suppa. Dalam Muzakkar ataupun yang tergabung organisasi tersebut juga bergabung Andi dibawah komando Andi Selle. (Paeni, Arsyad, La Bangnga, Ambo Siraje, Ambo 1992). Komandan Batalion 710 merasa Nonci, dan Pettana Rajeng (Kila, 1996). dirugikan dengan kebijakan tersebut, Meskipun demikian, yang bertindak sebab anak buahnya kebanyakan tidak sebagai pimpinan dalam BPRI Suppa lebih pernah mengenyam pendidikan, sehingga banyak dikendalikan oleh Andi Selle. Andi memicu pembangkangan Andi Selle Abdullah Bau Massepe disibukkan dengan terhadap setiap perintah atasan demi berbagai urusan kedatuan, sebab waktu
Recommended publications
  • Pergolakan Andi Azis Di Makassar
    PERGOLAKAN ANDI AZIS DI MAKASSAR Bustan Buhari Dosen Jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Makassar (UNM) E-mail: [email protected] Abstract Andi Azis was born in Barru, South Sulawesi 19 September 1924. He had attended Europe Leger School but was not finished. Andi Azis was later taken by a Dutch Resident Assistant Resident to the Netherlands. Andi Aziz by many people is believed to be a member of the military with a good person but in the scale of military unity KNIL in South Sulawesi itself more inclined as a puppet. Colonel Schotborg and Sumokil are the main controllers of KNIL force in Makassar City. When the Andi Aziz rebellion in Makassar, to anticipate the RIS Government in Jakarta has formed a joint forces Expedition East Indonesia. These troops consist of battalions from West Java, Central Java and East Java supported and Police. Commander of the Command appointed Colonel Kawilarang Panglima. Keyword: Upheval, Andi Azis, Makassar. Abstrak Andi Azis dilahirkan di Barru, Sulawesi Selatan 19 September 1924. Beliau pernah sekolah di Europe Leger School namun tidak sampai tamat. Andi Azis kemudian dibawa oleh seorang pensiunan Asisten Residen bangsa Belanda ke negeri Belanda. Andi Aziz oleh banyak kalangan diyakini sebagai anggota militer dengan pribadi yang baik. Namun dalam skala kesatuan militer KNIL di Sulawesi Selatan dirinya lebih condong sebagai boneka. Kolonel Schotborg dan Sumokil adalah pengendali utama kekuatan KNIL di Kota Makassar. Ketika berlangsung pemberontakan Andi Aziz di Makassar, untuk mengantisipasinya Pemerintah RIS di Jakarta telah membentuk pasukan gabungan Expedisi Indonesia Timur. Pasukan ini terdiri dari batalyon dari Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur didukung dan Kepolisian.
    [Show full text]
  • State and Revolution in the Making of the Indonesian Republic
    Jurnal Sejarah. Vol. 2(1), 2018: 64 – 76 © Pengurus Pusat Masyarakat Sejarawan Indonesia https://doi.org/10.26639/js.v%vi%i.117 State and Revolution in the Making of the Indonesian Republic Norman Joshua Northwestern University Abstract While much ink has been spilled in the effort of explaining the Indonesian National Revolution, major questions remain unanswered. What was the true character of the Indonesian revolution, and when did it end? This article builds a case for viewing Indonesia’s revolution from a new perspective. Based on a revisionist reading of classic texts on the Revolution, I argue that the idea of a singular, elite-driven and Java-centric "revolution" dismisses the central meaning of the revolution itself, as it was simultaneously national and regional in scope, political and social in character, and it spanned more than the five years as it was previously examined. Keywords: Revolution, regionalism, elite-driven, Java-centric Introduction In his speech to Indonesian Marhaenist youth leaders in front of the Istana Negara on December 20, 1966, President Soekarno claimed that “[The Indonesian] revolution is not over!”1 Soekarno’s proposition calls attention to at least two different perspectives on revolution. On the one hand, the Indonesian discourse of a continuous revolution resonates with other permanent leftist revolutions elsewhere, such as the Cultural Revolution in Maoist China, Cuban Revolution in Castroist Cuba, or the Bolivarian 1 Soekarno, Revolusi belum selesai: kumpulan pidato Presiden Soekarno, 30 September 1965, pelengkap Nawaksara, ed. Budi Setiyono and Bonnie Triyana, Cetakan I (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2014), 759. Jurnal Sejarah – Vol.
    [Show full text]
  • Kelas3 Ips Danangendarto.Pdf
    Hak Cipta pada Departemen Pendidikan Nasional Dilindungi Undang-Undang IPS Terpadu 3 Untuk SMP/MTs Kelas IX 300.7 ILM Ilmu Pengetahuan Sosial 3 : Untuk SMP/MTs Kelas ix / Danang Endarto…[et al] ; penyunting, Achmad Buchory, llustrator, Purwanto . — Jakarta : Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional, 2009. xii, 286 hlm. : ilus. ; 25 cm. Bibliografi : hlm. 279-280 Indeks ISBN 978-979-068-675-5 (no.jilid lengkap) ISBN 978-979-068-681-6 1. Ilmu-ilmu Sosial-Studi dan Pengajaran I. Judul II. Achmad Buchory III. Purwanto Hak Cipta Buku ini dibeli oleh Departemen Pendidikan Nasional dari Penerbit CV. HaKa MJ Diterbitkan oleh Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2009 Diperbanyak oleh ..... ii IPS Terpadu SMP dan MTs Kelas IX Kata Sambutan Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karunia-Nya, Pemerintah, dalam hal ini, Departemen Pendidikan Nasional, pada tahun 2009, telah membeli hak cipta buku teks pelajaran ini dari penulis/penerbit untuk disebarluaskan kepada masyarakat melalui situs internet (website) Jaringan Pendidikan Nasional. Buku teks pelajaran ini telah dinilai oleh Badan Standar Nasional Pendidikan dan telah ditetapkan sebagai buku teks pelajaran yang memenuhi syarat kelayakan untuk digunakan dalam proses pembelajaran melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2007 tanggal 25 Juni 2007. Kami menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada para penulis/ penerbit yang telah berkenan mengalihkan hak cipta karyanya kepada Departemen Pendidikan Nasional untuk digunakan secara luas oleh para siswa dan guru di seluruh Indonesia. Buku-buku teks pelajaran yang telah dialihkan hak ciptanya kepada Departemen Pendidikan Nasional ini, dapat diunduh (down load), digandakan, dicetak, dialihmediakan, atau difotokopi oleh masyarakat.
    [Show full text]
  • The Negation of Prri in High School History Textbooks
    THE NEGATION OF PRRI IN HIGH SCHOOL HISTORY TEXTBOOKS Sarilan Doctoral Student of History Education, Sebelas Maret University, Surakarta Email: [email protected] ABSTRACT Textbooks are a means of conveying subject matter to students. This study aims to analyze the causes and approach of the settlement carried out by the central government towards the events of the Revolutionary Government of the Republic of Indonesia (PRRI), which was proclaimed by Colonel Ahmad Husein based in Bukittingi, West Sumatra. The method used is Critical Discourse Analysis (CDA) on textbook material High School History Curriculum 1984, Education Unit Level Curriculum (KTSP) in 2016, and Curriculum in 2013. The results showed that in all three textbooks, events that occurred were categorized as a rebellion against the Jakarta's central government so that its suppression was carried out through military operations. However, the causes were not stated in full as initiated by the regional and central government's disharmony. The injustice of central government in distributing development cake, economic difficulties, complicated licensing, dropping regional employees from the center, demands regional autonomy, regional discontent arose mainly due to the resignation of Hatta as Deputy President, the castration of the power of the West Sumatra armed group by KSAD General Abdul Haris Nasution, and the dominance of the PKI after the 1948 Madiun incident. Keywords: confirmation, PRRI, history textbooks, senior high school INTRODUCTION On 15 February 1958, the establishment of the revolutionary government in Sumatra was announced with its headquarters in Bukittinggi. This government is known by the name of the Revolutionary Government of the Republic of Indonesia (PRRI).
    [Show full text]
  • Jurnal Ilmu Budaya Sultan of Ternate Iskandar Djabir Syah
    1 | JURNAL ILMU BUDAYA Volume 4, Nomor 1,J uni 2 0 1 6 , ISSN: 2 3 5 4 - 7294 SULTAN OF TERNATE ISKANDAR DJABIR SYAH: FROM MALINO CONFERENCE TO BECOME THE MINISTER OF HOME AFFAIRS OF EASTERN INDONESIA STATE (NEGARA INDONESIA TIMUR/NIT) 1946-1950 Rustam Hasyim1 Program Doktor Ilmu-ilmu Humaniora Fakultas Ilmu Budaya UGM/ Dosen PKn FKIP Unkhair Ternate) [email protected] Abstract This study aims to reconstruct the political participation of Iskandar Djabir Syah (the 47th Sultan of Ternate) in the establishment of the State of Eastern Indonesia. The study focuses on outlining some political events involving Iskandar Djabir Syah such as the Malino and Denpasar conferences and becaming the Minister of Home Affairs of the Eastern Indonesia State for 1949 to 1950 periods. The method used in this paper is a heuristic method that is history, criticism, interpretation and historiography. The results showed that: (1) the participation of Sultan of Ternate Iskandar Djabir Syah in the unitary state started in the early independence of the Republic of Indonesia; it was characterized by conducting Malino and Denpasar conferences in 1946. The establishment of the Eastern Indonesia State became the political inspiration for Iskandar Djabir Syah to involve as the senate member of the Eastern Indonesia State/NIT representing North Maluku, as well as one of its designers. (2) As one of the leaders who agreed to the idea of van Mook to form a federalist country in the Malino and Denpasar conference, so that when the Eastern Indonesia State was formed, he was appointed as the Minister of Home Affairs in the cabinet of J.E.
    [Show full text]
  • Sahru Romadloni & Robit Nurul Jamil
    MODUL PENDIDIKAN PANCASILA SAHRU ROMADLONI & ROBIT NURUL JAMIL Sahru Romadloni Robit Nurul Jamil PENDIDIKAN PANCASILA i Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta Lingkup Hak Cipta Pasal 8: Hak ekonomi merupakan hak eksklusif Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mendapatkan manfaat ekonomi atau Ciptaan Pasal 9: (1) Pencipta atau Pemegang Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 memiliki hak ekonomi untuk melakukan: a. Penerbitan Ciptaan; b. Penggandaan Ciptaan dalam segala bentuknya; c. Penerjemahan Ciptaan; d. Pengadaptasian, pengaransemenan, atau pentransformasian Ciptaan; e. Pendistribusian Ciptaan atau salinannya; f. Pertunjukan Ciptaan; g. Pengumuman Ciptaan; h. Komunikasi Ciptaan; i. Penyewaan Ciptaan. (2) Setiap Orang yang melaksanakan hak ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mendapatkan izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta. (3) Setiap Orang yang tanpa izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta dilarang melakukan Penggandaan dan/atau Penggunaan Secara Komersial Ciptaan. Ketentuan Pidana Pasal 113: (1) Setiap Orang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). (2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau
    [Show full text]
  • Kata Pengantar
    KATA PENGANTAR Undang-Undang No. 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan mengamanatkan Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) untuk melaksanakan pengelolaan arsip statis berskala nasional yang diterima dari lembaga negara, perusahaan, organisasi politik, kemasyarakatan dan perseorangan. Pengelolaan arsip statis bertujuan menjamin keselamatan dan keamanan arsip sebagai bukti pertanggungjawaban nasional dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Arsip statis yang dikelola oleh ANRI merupakan memori kolektif, identitas bangsa, bahan pengembangan ilmu pengetahuan, dan sumber informasi publik. Oleh karena itu, untuk meningkatkan mutu pengolahan arsip statis, maka khazanah arsip statis yang tersimpan di ANRI harus diolah dengan benar berdasarkan kaidah-kaidah kearsipan sehingga arsip statis dapat ditemukan dengan cepat, tepat dan lengkap. Pada tahun anggaran 2016 ini, salah satu program kerja Sub Bidang Pengolahan Arsip Pengolahan I yang berada di bawah Direktorat Pengolahan adalah menyusun Guide Arsip Presiden RI: Sukarno 1945-1967. Guide arsip ini merupakan sarana bantu penemuan kembali arsip statis bertema Sukarno sebagai Presiden dengan kurun waktu 1945-1967 yang arsipnya tersimpan dan dapat diakses di ANRI. Seperti kata pepatah, “tiada gading yang tak retak”, maka guide arsip ini tentunya belum sempurna dan masih ada kekurangan. Namun demikian guide arsip ini sudah dapat digunakan sebagai finding aid untuk mengakses dan menemukan arsip statis mengenai Presiden Sukarno yang tersimpan di ANRI dalam rangka pelayanan arsip statis kepada pengguna arsip (user). Akhirnya, kami mengucapkan banyak terima kasih kepada pimpinan ANRI, anggota tim, Museum Kepresidenan, Yayasan Bung Karno dan semua pihak yang telah membantu penyusunan guide arsip ini hingga selesai. Semoga Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa membalas amal baik yang telah Bapak/Ibu/Saudara berikan.
    [Show full text]
  • BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian
    1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Konferens Meja Bundar merupakan sebuah awal dari perjuangan Indonesia dalam berbangsa dan bernegara, tepatnya pada tanggal 27 Desember 1949, Belanda mengakui kedaulatan Indonesia meskipun tidak sepenuhnya karena Irian atau Papua masih dibawah pengaruh kerajaan Belanda, namun pengakuan dari Belanda membuat Indonesia dapat bernafas sejenak selagi mempersiapkan masa depan Bangsa. Setelah pengakuan kedaulatan pemerintah mulai membangun bangsa yang lebih baik dengan meletakan pondasi negara. Sebagai awal membangun negara Indonesia menggunakan sistem demokrasi liberal yang sepenuhnya diadopsi dari demokrasi gaya barat dengan sistem pemerintahan parlementer, dalam masa demokrasi liberal ini perubahan konstitusi, dari konstitusi RIS ke Undang- Undang sementara serta merubah bentuk negara menjadi kesatuan, melakukan pemilihan umum. Namun masalah tidak hanya muncul dalam aspek politik saja, masalah ekonomi dan kesejahteraan masyarakat pun tidak sedikit memberikan masalah yang harus dipecahkan oleh pemeritah. Hutang yang ditanggung Indonesia dari perjanjian KMB sangat besar, serta pemulihan ekonomi pasca perang kemerdekaan perlu usaha yang ekstra. Selain masalah politik dan ekonomi, masalah muncul diri segi keamanan (Ricklefs, 2009, hlm. 949 ). Masalah keamanan muncul dengan berbagai dasar dan kepentingan. Masalah keamanan ini muncul dari kebijakan pemerintah serta dinamika politik Indonesia itu sendiri yang apakah itu ketidakadilan dalam melakukan kebijakan atau dalam hal berbeda pandangan dan ideologi dalam membangun sebuah negara. Salah satu contoh ancaman keamanan dari hasil Muhammad Azhari, 2017 SIKAP DAN PANDANGAN KOLONEL ALEX EVERT KAWILARANG TERHADAP PERJUANGAN RAKYAT SEMESTA, 1952-1961 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 2 perjanjian KMB di Bandung yang takut posisi dan haknya tidak dipenuhi muncul dari bekas KNIL yang deikenal dengan gerakan APRA (angkatan Perang Ratu Adil) dipimpin oleh Westerling yang menebar terror pada pasukan divisi Siliwangi.
    [Show full text]
  • The Exodus of KNIL Soldiers from Maluku to the Netherlands in 1950S
    TAWARIKH: Journal of Historical Studies, Volume 12(2), April 2021 Published every October and April p-ISSN 2085-0980, e-ISSN 2685-2284 Journal of Historical Studies ABDUL HARIS FATGEHIPON The Exodus of KNIL Soldiers from Maluku to the Netherlands in 1950s ABSTRACT: The transition of power on 27 December 1949, resulted in a conflict between pro- Indonesian and pro-Dutch forces, namely the KNIL (Koninklijke Nederlands Indische Leger or the Royal Netherlands Indies Army). The group that was pro-Dutch, chose to exodus to the Netherlands. The research method used is historiography, the Author conducted interviews with ex-KNIL families in the second and third generations, interviews were conducted in the Netherlands. Researcher also conduct document and library research. Respondents of this study were the second and third generation of ex-KNIL families from Maluku who lived in the Netherlands since 1950s. The second and third generations of the Ex-KNIL family, see Indonesia as their ancestral land but they do not have the emotional ties as strong as the first generation. RMS (Republik Maluku Selatan or South Maluku Republic) for them is just their old man’s dream in the past, unrealistic for now. The love of the Maluku people for their country is manifested by helping the government in carrying out various positive activities. In Indonesia, they help develop health, education, and agriculture. Hopefully the dark story of RMS in the past will be a memory and lesson for current and future generations. KEY WORDS: Exodus; KNILSoldier; Maluku, Indonesia; Netherlands. INTRODUCTION On 27 December 1949, de jure Indonesia was recognized by the international community as an independent country, with a temporary constitution.
    [Show full text]
  • Jurnal Ilmu Budaya Sultan of Ternate Iskandar Djabir Syah
    1 | JURNAL ILMU BUDAYA V o l u m e 4 , N o m o r 1 , J uni 2 0 1 6 , ISSN : 2 3 5 4 - 7294 SULTAN OF TERNATE ISKANDAR DJABIR SYAH: FROM MALINO CONFERENCE TO BECOME THE MINISTER OF HOME AFFAIRS OF EASTERN INDONESIA STATE (NEGARA INDONESIA TIMUR/NIT) 1946-1950 Rustam Hasyim1 Program Doktor Ilmu-ilmu Humaniora Fakultas Ilmu Budaya UGM/ Dosen PKn FKIP Unkhair Ternate) [email protected] Abstract This study aims to reconstruct the political participation of Iskandar Djabir Syah (the 47th Sultan of Ternate) in the establishment of the State of Eastern Indonesia. The study focuses on outlining some political events involving Iskandar Djabir Syah such as the Malino and Denpasar conferences and becaming the Minister of Home Affairs of the Eastern Indonesia State for 1949 to 1950 periods. The method used in this paper is a heuristic method that is history, criticism, interpretation and historiography. The results showed that: (1) the participation of Sultan of Ternate Iskandar Djabir Syah in the unitary state started in the early independence of the Republic of Indonesia; it was characterized by conducting Malino and Denpasar conferences in 1946. The establishment of the Eastern Indonesia State became the political inspiration for Iskandar Djabir Syah to involve as the senate member of the Eastern Indonesia State/NIT representing North Maluku, as well as one of its designers. (2) As one of the leaders who agreed to the idea of van Mook to form a federalist country in the Malino and Denpasar conference, so that when the Eastern Indonesia State was formed, he was appointed as the Minister of Home Affairs in the cabinet of J.E.
    [Show full text]
  • Biografi-Daripada-Soeharto.Pdf
    pustaka-indo.blogspot.com BIOGRAFI DARIPADA SOEHARTO © all rights reserved Hak Cipta Dilindungi Undang‐Undang by: A. Yogaswara 215 hlm ISBN: 979‐222‐217‐0 Published by: MedPress Digital 2012 http://www.media‐pressindo.com [email protected] Undang-undang RI Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta Ketentuan Pidana Pasal 72: 1. Barangsiapa dengan sengaja atau tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). 2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait Daftar Isi 1. “The Old Man Has Resigned” .............................................. 7 Kejatuhan yang Tak Diduga ..................................................... 10 Mengapa Soeharto Mundur? .................................................... 12 Keterlibatan Pihak Asing : “Kudeta Camdessus”.......................... 15 De Javu dalam Transisi Kekuasaan ........................................... 17 2. Asal Usul yang Penuh Misteri ............................................18 Masa Kecil Soeharto ............................................................... 19 Pindah ke Wuryantoro ............................................................ 21 Filosofi
    [Show full text]
  • 1 from National Sacrifice to Compensation Claims: Changing
    From national sacrifice to compensation claims: changing Indonesian representations of the Westerling massacres in South Sulawesi (1946-1947) Katharine McGregor Contact details School of Historical and Philosophical Studies Arts West Melbourne University Victoria, 3010 Tel. 03 83443379 [email protected] Biographical notes Katharine McGregor is a Senior Lecturer in Southeast Asian History in the School of Historical and Philosophical Studies at the University of Melbourne and an Australian Research Council Future Fellow for the project ‘Confronting historical injustice in Indonesia: memory and transnational human rights activism’ (FT130100957). She has published extensively on Indonesian historiography and memory debates. Her recent publications include ‘Memory studies and human rights in Indonesia’, Asian Studies Review, Vol. 37, No. 3, 2013, pp. 350–61: ‘Time, memory and historical justice: an introduction’, Time and Society, Vol. 21, No. 1, 2012, pp. 1-16 and The Contours of mass violence in Indonesia 1965-1968 (SEAP Series Singapore University Press, University of Hawaii Press and KITLV, Singapore, 2012) co-edited with Douglas Kammen. Katharine co-founded the Network for Historical Justice and Memory with Professor Klaus Neumann in 2011, and is co-editor with Jemma Purdey of the recently launched monograph series: Translating accounts of the 1965 mass violence in Indonesia. 1 2 From national sacrifice to compensation claims: changing Indonesian representations of the Westerling massacres in South Sulawesi (1946-1947) On 8 August 2013, the Dutch government agreed to pay compensation to the families of victims of massacres committed by Dutch troops in South Sulawesi in 1946-1947 and made an open apology for the crimes committed.
    [Show full text]