Editan Rung Rampung 18-3-2008.Pmd
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
KATA PENGANTAR KEISTIMEWAAN YOGYAKARTA Naskah Akademik dan Rancangan Undang-undang Keistimewaan Yogyakarta MONOGRAPH on Politics and Government Vol. 2, No.1. 2008 (1-122) Naskah Akademik dan Rancangan Undang Undang Keistimewaan Yogyakarta 1 ISSN 1979-0244 KEISTIMEWAAN YOGYAKARTA Naskah Akademik dan Rancangan Undang-undang Keistimewaan Yogyakarta MONOGRAPH on Politics and Government Vol. 2, No.1. 2008 (1-122) KATA PENGANTAR Monograph on Politics and Government seri pertama tahun 2008 yang memuat naskah akademik beserta pasal-pasal dan penjelasan RUU keistimewaan DIY yang ada di hadapan para pembaca yang budiman adalah hasil kerja simultan para staf Jurusan Ilmu Pemerintahan (JIP) Fisipol UGM. Sebuah kerja melelahkan yang memakan waktu lebih dari 4 bulan. Naskah ini merupakan produk dari kerjasama segitiga antara JIP-Depdagri- Kemitraan guna menjawab salah satu kebutuhan dan persoalan mendesak mengenai status dan masa depan status keistimewaan DIY dalam kerangka ke-Indonesia-an. Sesuatu yang telah mendapatkan penerimaan publik dan politik sejak sangat lama, tapi memiliki dasar legalitas yang sangat rapuh dan kabur, dan karenanya mudah berkembang menjadi polemik politik berkepanjangan. Sebagaimana sebuah naskah akademik, ia tunduk pada kaidah-kaidah ilmiah yang diharuskan. Tetapi pada saat yang bersamaan, naskah yang ada juga adalah sebuah naskah politik yang menggambarkan preferensi tim perumus, sekaligus preferensi JIP UGM sebagai institusi atas isu yang diperdebatkan: keistimewaan Yogyakarta. Dalam status yang demikian, proses perumusan naskah ini tidaklah mudah. Di satu sisi, metodologi dan metode untuk menghasilkan naskah yang ada harus dapat dipertanggungjawabkan secara akademik, sementara di sisi lainnya, ia harus melewati tahapan negosiasi tak kenal lelah agar layak secara politik. Untuk menjembatani hal di atas, tim JIP sejak awal telah menempatkan pelibatan maksimum para pemangku kepentingan (stakeholders) sebagai prinsip yang menuntun keseluruhan proses kerja tim. Para pemangku kepentingan, mengambil bagian dalam keseluruhan mata rantai kerja tim. Tidak kurang 200 orang yang mewakili segenap komponen masyarakat di DIY (ilmuwan politik, sejarawan, sosiolog, ahli hukum tata negara, ahli hukum pertanahan, kerabat Kasultanan dan Pakualaman, pengurus partai politik, politisi DPRD provinsi dan kota/kabupaten, berbagai kelompok kepentingan, dan juga masyarakat luas) terlibat dalam berbagai forum yang dipersiapkan untuk itu. Diterbitkan oleh Jurusan Ilmu Pemerintahan Fisipol UGM dan Program S2 Politik Lokal dan Otonomi Daerah dalam rangka ekspose tema-tema riset untuk didiskusikan lebih lanjut 2 MONOGRAPH on Politics and Government Vol 2, No.1. 2008 (1-122) Variasi forum pun disediakan, mulai dari diskusi dengan narasumber, Focus Group Discussion (FGD), panel ahli, wawancara mendalam dengan kerabat Kasultanan, Pakualaman, dan birokrat senior DIY, serta diskusi mendalam dengan tim Depdagri sebagai pemangku kepentingan pemerintah nasional. Rangkaian forum untuk mengidentifikasi aspirasi sekaligus mendiskusikan kemungkinan Rancangan Undang-undang keistimewaan DIY tersebut, meliputi: diskusi pemetaan pemikiran dan alternatif (4 kali), diskusi penyusunan draft naskah akademik (3 kali), depth interview (6 kali), panel ahli (2 kali), pertemuan dengan DPRD DIY (2 kali), penyempurnaan naskah akademik (3 kali), dan legal drafting RUUK (10 kali). Forum-forum tersebut dirancang untuk membuka seluas mungkin ruang bagi kemungkinan kompilasi aspirasi dan pandangan elit atas isu keistimewaan DIY, sekaligus untuk melakukan pemetaan pemikiran dan perdebatan yang muncul mengenai isu tersebut. Forum lain yang dilakukan adalah diskusi yang melibatkan secara lebih luas para pemangku kepentingan keistimewaan yang tersebar di 4 kabupaten dan 1 kota di Provinsi DIY. Hal terakhir ini ditempuh, terutama untuk menjangkau ide-ide dari para pemangku kepentingan yang secara fisik tidak dapat berinteraksi dengan tim melalui aneka forum yang disediakan, tetapi terlampau berharga untuk diabaikan. Dua NGO berbasis di Yogyakarta, masing-masing Institute for Research and Empowerment (IRE) dan Center for Local Politics and Development Studies (CLPDS) terlibat secara langsung dalam mengorganisir aktivitas konsultasi publik melalui forum FGD yang diselenggarakan di lingkungan 4 kabupaten dan 1 kota serta tingkat provinsi di DIY. CLPDS bahkan melakukan pendokumentasian berupa film singkat yang merekam suara kawula alit Yogyakarta. Untuk menopang proses negosiasi dan dialog di atas, serangkaian studi kepustakaan dan komparasi yang sangat intensif dikerjakan oleh para asisten. Pengalaman sejumlah negara; Inggris, Thailand, Norwegia, Jepang, Malaysia, Spanyol, Italia dan bahkan perkembangan terakhir dari Nepal diakumulasi secara seksama untuk mendapatkan penggambaran komparatif mengenai isu monarki dalam konteks demokrasi dan model- model kebijakan assymetrical decentralization yang menjadi sudut pandang teoritik utama dalam kajian ini. Pengalaman panjang Yogyakarta sebagai sebuah jalan perlintasan sejarah, juga dikomparasikan dari waktu ke waktu untuk mendapatkan pemahaman lebih mendalam dan menyeluruh mengenai entitas sosial, ekonomi, budaya dan politik masyarakat. Dan hasilnya, adalah kekayaan informasi yang sangat luar biasa. Akan tetapi, kekayaan informasi tersebut adalah satu hal. Hal lainnya adalah mengelola informasi yang tidak terhingga di atas, terutama karena wataknya yang saling berseberangan, untuk dapat dikonversi menjadi sebuah bangun argumen yang logis, konsisten, dan memenuhi bukan saja syarat-syarat akademik yang diharuskan, tapi juga nalar publik. Untuk itu, tim mendedikasikan tidak kurang dari 100 hari penuh untuk saling berdebat, saling membantah, saling memperkuat, melakukan kontemplasi dan berkontekstualiasi dengan tujuan yang tidak berubah: menghasilkan sebuah rumusan yang secara akademik absah, tapi secara politik bisa diterima dan fisibel untuk diwujudkan. Naskah ini disusun oleh tim yang dikenal sebagai tim JIP. Sejumlah media menyebutnya sebagai Tim 9. Penyebutan sebagai Tim 9, tidak merepresentasikan besaran anggota tim yang terlibat secara riil. Secara formal, anggota tim terdiri 7 orang; Cornelis Lay, Pratikno, Purwo Santoso, AAGN Ari Dwipayana, Bambang Purwoko, Haryanto, dan I Ketut Putra Erawan; komposisi yang menggambarkan keseluruhan generasi yang ada di Naskah Akademik dan Rancangan Undang Undang Keistimewaan Yogyakarta 3 lingkungan JIP. Tetapi, ini hanya benar jika dokumen resmi dijadikan sebagai satu-satunya patokan. Dalam realitasnya, proses menghasilkan dokumen ini melampaui apa yang dapat dikerjakan 7 anggota tim yang ada. Marcus Priyo Gunarto dan Andi Sandi Antonius Tabusassa Tonra Lipu dari FH UGM menghabiskan energi mereka berbulan-bulan untuk merumuskan naskah akademik ke dalam pasal-pasal yang tersaji dalam dokumen ini. Wawan Mas’udi sekalipun resminya berfungsi sebagai koordinator manajemen, dan sesepuh kami, Josef Riwu Kaho yang secara resmi ‘hanya’ sebagai narasumber, dalam kenyataannya memainkan peranan sentral dalam keseluruhan proses perdebatan substantif. Para kolega kami; Ratnawati, Sri Djoharwinarlien, Nanang Indra Kurniawan, Miftah Adhi Ikhsanto, Sigit Pamungkas, Nur Azizah, dan bahkan Mada Sukmajati, Amalinda Savirani serta Abdul Gaffar Karim yang sedang melanjutkan studi masing- masing di Jerman, Belanda dan Australia adalah bagian inti dari keseluruhan proses yang memungkinkan naskah ini dapat diselesaikan. Lebih lagi para asisten: Longgina Novadona Bayo, Hasrul Hanif, Utan Parlindungan dan Bayu Dardias Kurniadi, serta staf yang direkrut khusus untuk membantu dimensi teknis dan administrasi kelancaran proses perumusan naskah: Lisa Damayanti, Ratna Egasari, Amiruddin, Arie Ruhyanto, Titik, Heny Wardatur Rohmah, Kasmanto, Indah, Sarjana, Totok, Megeng dan Sayadi, serta staf yang direkrut secara part-time: Umi lestari, Eko Wibisono, David, dan Ahmad Subhan, adalah bagian-bagian integral dari sebuah tim kerja JIP yang solid. Staf yang terlibat dalam keseluruhan proses ini memang sedemikian banyaknya. Tetapi secara umum, fungsi pokok yang dijalankan tim lebih sebagai fasilitator dan mediator untuk menjembatani berbagai pandangan yang tumbuh dalam masyarakat Yogya kontemporer serta yang tersebar dalam berbagai dokumen dan hasil-hasil riset panjang mengenai Yogyakarta, dan kepelbagaian yang melekat di dalam tim sendiri mengenai isu keistimewaan Yogyakarta. Kesimpulan-kesimpulan besar memang diambil tim sebagaimana tertuang dalam naskah yang ada. Tetapi jika ditelusuri lebih dalam, kesimpulan-kesimpulan yang ada lebih menggambarkan apa yang bisa disebutkan sebagai ‘public reasons’ atas isu keistimewaan Yogyakarta yang paralel dengan preferensi JIP, daripada sebagai kesimpulan yang dibangun di atas preferensi yang ditetapkan secara sepihak oleh tim berdasarkan idealisme tertentu. Naskah yang ada adalah titik damai di antara berbagai sengketa, di antara berbagai aspirasi dan gagasan. Karenanya, pada kesempatan ini tim ingin menyampaikan terimakasih yang mendalam kepada semua pihak yang telah mengungkapkan secara gamblang ke permukaan ‘public reasons’ yang terangkum dalam dokumen ini. Secara khusus terimakasih disampaikan pada Sri Sultan Hamengku Buwono X dan Sri Paduka Paku Alam IX yang telah berkenan menerima dan bahkan berdiskusi secara intensif dengan tim JIP terkait dengan substansi masa depan keistimewaan DIY. Terima kasih juga disampaikan kepada: 1. Kerabat Kasultanan Yogyakarta dan Pura Pakualaman : K.G.P.H. Joyokusumo, G.B.P.H. Prabukusumo, Anglingkusumo dan Wijoyokusumo serta para abdi dalem: Romo Tirun