RDPU Komisi II DPR RI Dengan Sri Sultan HB X Dan Sri Paku Alam IX

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

RDPU Komisi II DPR RI Dengan Sri Sultan HB X Dan Sri Paku Alam IX TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri ) LAPORAN SINGKAT RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI DENGAN SRI SULTAN HAMENGKU BUWONO X DAN SRI PAKU ALAM X SELASA, 1 MARET 2011 ------------------------------------------------------------------------------------------------------ Tahun Sidang : 2010-2011 Masa Persidangan : III Rapat Ke : -- Sifat : Terbuka Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Dengan : Sri Sultan Hamengku Buwono X dan Sri Paku Alam IX (dihadiri 6 Anggota Komite I DPD RI) Hari/Tanggal : Selasa, 1 Maret 2011 Pukul : 14.00 WIB - selesai Tempat : Ruang Rapat Komisi II DPR RI (Gd. Nusantara/KK.III) Ketua Rapat : H. Chairuman Harahap, SH.,MH/Ketua Komisi II DPR RI Sekretaris Rapat : Arini Wijayanti, SH.,MH/Kabag.Set Komisi II DPR RI Acara : Mencari Masukan terkait dengan RUU Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Kehadiran : 37 dari 49 Anggota Komisi II DPR RI 12 Anggota izin HADIR : H. Chairuman Harahap, SH.,MH Drs. H. Murad U. Nasir, M.Si Dr. Drs. H. Taufiq Effendi, MBA Dr. Yasona H. Laoly, SH.,MH Ganjar Pranowo Vanda Sarundajang Drs. Abdul Hakam Naja, M.Si Alexander Litaay H. Abdul Wahab Dalimunte, SH H. Rahadi Zakaria, S.IP.,MH Drs. H. Amrun Daulay, MM Drs. Almuzzamil Yusuf Muslim, SH TB. Soemandjaja.SD Rusminiati, SH Hermanto, SE.,MM Kasma Bouty, SE.,MM Drs. H. Rusli Ridwan, M.Si Ignatius Mulyono Drs. H. Fauzan Syai e Dra. Gray Koes Moertiyah, M.Pd H. Chairul Naim, M.Anik, SH.,MH Khatibul Umam Wiranu, SH.,M.Hum Drs. H. Nu man Abdul Hakim Drs. H. Djufri Dra. Hj. Ida Fauziyah Ir. Nanang Samodra KA, M.Sc Abdul Malik Haramain, M.Si Drs. H. Abdul Gafar Patappe Hj. Mastitah S.Ag.,M.Pd.I Ir. Basuki Tjahaja Purnama, MM Drs. H. Harun Al-Rasyid, M.Si Agustina Basik-Basik, S.Sos.,MM.,M.Pd Miryam S. Haryani, SE.,M.Si Nurul Arifin S.IP.,M.Si Mestariany Habie, SH Hj. Nurokhmah Ahmad Hidayat Mus IZIN : Dr. H. Subiyakto, SH.,MH.,MH Budiman Sudjatmiko, M.Sc.,M.Phill Drs. Agun Gunandjar Sudarsa, Bc IP.,M.Si Agus Purnomo, S.IP Drs. Taufiq Hidayat, M.Si Aus Hidayat Nur Dr. M. Idrus Marham H. M. Izzul Islam Drs. Soewarno Dr. AW. Thalib, M.Si Arif Wibowo Drs. Akbar Faizal, M.Si I. PENDAHULUAN Rapat Dengar Pendapat Umum Komisi II DPR RI dengan Sri Sultan Hamengku Buwono X dan Sri Paku Alam IX dan dihadiri 6 Anggota Komite I DPD RI dibuka pukul 14.15 WIB oleh Ketua Komisi II DPR RI, Yth. H. Chairuman Harahap, SH.,MH/F-PG. II. POKOK-POKOK PEMBICARAAN Sri Sultan Hamengku Buwono X dan Sri Paku Alam IX menyampaikan paparan sebagai berikut: 1. Sri Sultan Hamengku Buwono X menambahkan aspek penting yang harus dijawab dalam menyusun Undang-Undang, apa argumentasi rasionalitas/relevansi perlunya disusun sebuah Undang-Undang dan apakah Undang-Undang tersebut mampu memenuhi tujuan utamanya mengingat suatu peraturan hukum dipandang efektif bila kebijakan tersebut dapat memenuhi tujuan utamanya. Dalam konteks Daerah Istimewa Yogyakarta ini terdapat beberapa alasan: Alasan historis bahwa kelahiran Daerah Istimewa Yogyakarta sebelum Belanda berkuasa di Jawa diawali dengan berdirinya Kerajaan Mataram Islam (1613-1646) dan Belanda akui kedaulatan Mataram sehingga dibuatlah politik kontrak oleh Belanda saat menduduki Jawa. Menjelang Mataram bertekuk kepada Belanda (masa Paku Buwono II), Pangeran Mangkubumi melakukan pemberontakan sampai akhirnya terjadi perjanjian Giyanti (1755) yang membagi dua kerajaan Mataram, dimana Pangeran Mangkubumi memperoleh wilayah yang kemudian dibangun menjadi Negeri Yogyakarta. Selajutnya ketika Inggris ambil alih kekuasaan Belanda lahirlah Kerajaan Kadipaten Paku Alaman yang wilayahnya diambil dari sebagian Negeri Yogyakarta. Pada jaman pendudukan Jepang pun eksistensi Negeri Yogyakarta dan Paku Alaman diakuinya. Saat Proklamasi Kemerdekaan RI (17 Agustus 1945) Sultan HB IX dan Paku Alaman VIII mengucapkan Selamat kepada Presiden Sukarno dan menyampaikan sikap politiknya untuk berintegrasi dengan Republik Indonesia, yang selanjutnya dibalas oleh Presiden Sukarno dengan pemberian Piagam Penetapan / Kedudukan (19 Agustus 1845), yang intinya Sukarno menetapkan Sultan HB dan Paku Alaman tetap pada kedudukannya dengan kepercayaan akan mencurahkan segala piiran, tenaga, jiwa dan raga untuk Keselamatan DIY sebagai bagian dari NKRI. Selanjutnya tanggal 5 September 1945, Sultan HB IX dan Paku Alam VIII mengeluarkan sebuah amanat yang dikenal sebagai Maklumat 5 September 1945. Alasan Filosofis, dimana sebelum kelahiran NKRI ada 250 masyarakat hukum adat (rechtsgemeenschappen) yang memiliki otonomi yang sangat luas termasuk Yogyakarta dan Pakualaman. Masyarakat hukum adat tersebut diikat secara politis oleh Pemerintah Hindia Belanda dengan kontrak pendek (korte verklaring) dan kotrak panjang (lange contracten). Dan Yogyakarta serta Pakualaman saat itu telah mempunyai dasar hukum yang diakui oleh Ratu Belanda Wilhelmina sebagai daerah yang berdaulat sehingga secara hukum internasional kedudukanya sama dengan sebuah negara, sehingga pada jaman RIS, Belanda tidak dapat masuk ke Yogyakarta dan oleh karenanya Yogyakarta dijadikan ibukota RI. Sultan HB X menghimbau fakta politis empiris ini tidak mudah dihapuskan. Sebagai negara yang baru memproklamasikan kemerdekaannya Indonesia pada waktu itu sangat membutuhkan pengakuan dari negeri lain sehingga bergabungnya Yogyakarta dan Pakualaman ke Republik Indonesia memiliki arti yang sangat penting bagi Indonesia, mengingat dalam hal ini Yogyakarta telah memberikan wilayahnya dan penduduknya kepada Indonesia. Analogi inilah yang disebut dengan Ijab Qabul dimana ada pihak yang menyerahkan dan ada yang menerima yang selanjutnya Indondesia memberikan mahar kepada Yogyakarta bahwa daerah yogyakarta adalah daerah setingkat provinsi dengan sifat Istimewa. Dalam hal ini Sultan HB IX mewakili Negeri Yogyakarta dan Paku Alam VIII mewakili Pakualaman dan Presiden Sukarno mewakili Republik Indonesia. Dengan demikian tidak bisa begitu saja menafikan daya Ijab Qabul yang telah disepakati bersama tersebut. Dalam hukum internasional perjanjian kedua negara tersebut biasa dikenal sebagai Bilateral Treaties. Asas hukum Pacta Sunt Servada yang menyatakan bahwa perjanjian bersifat mengikat dan wajib dipatuhi serta dihormati oleh kedua belah pihak selama keduanya belum membatalkan kesepakatan dimaksud. Setelah berintegrasinya DIY ke NKRI praktis penyelenggaraan pemerintahannya mengikuti sistem yang dianut oleh Republik Indonesia kecuali satu hal yaitu mekanisme pengisian jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur yang tidak terikat syarat, cara pengangkatan dan masa jabatan sebagaimana daerah lainnya mengingat kepemimpinan DIY bersifat turun temurun dan inilah ruh Keistimewaan DIY sehingga penyelenggaraan pemerintahan DIY tidak bisa disebut Monarchy karena Raja telah menjelma menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur dengan kekuasaan yang diatur dalam UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Alasan yuridis dimana mekanisme pengisian jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi DIY telah berjalan selama ini secara konstitusional yaitu sejalan dengan UUD 1945 Pasal 18B, UU No.1 Tahun 1945 yang menyebutkan bahwa Komite Nasional Daerah (KND) diadakan kecuali di Surakarta dan Yogyakarta yang dalam penjelasan disebutkan bahwa pengecualian tersebut merupakan implikasi dari Piagam Kedudukan / Penetapanyang dikeluarkan oleh Presiden Sukarno pada 19 Agustus 1945. Kemudian juga sejalan dengan UU No.22 Tahun 1948, UU No.1 Tahun 1957, UU No.18 tahun 1965, UU No.5 Tahun 1974. UU No.22 tahun 1999 dan UU No.32 Tahun 2004 pasal 225 yang masih menyebutkan bahwa daerah-daerah yang memiliki status Istimewa dan diberikan otonomi khusus. Dan sampai saat ini DIY satu-satunya daerah yang belum diatur secara khusus dalam UU tersendiri, sebagaimana amanat Konstitusi. Dan selama ini pengaturan DIY seolah hanya ditempelkan dalam UU Pemerintahan Daerah saja. Seharusnya DIY diatur dalam UU tersendiri seperti Aceh, Papua serta DKI Jakarta dengan mengakomodir teori bentuk desentralisasi asimetris dimana derajat antar unit pemerintahan yang satu denngan lainnya dibedakan dengan maksud tetap mewujudkan kesejahteran rakyat dan stabilitas nasional. Alasan Sosiologis, dimana bagi masyarakat DIY perihal Keistimewaan tidak hanya bermakna pemberian hak previlage bagi keturunan Sultan dan Paku Alam dalam jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur melainkan untuk tetap mempertahankan kehormatan dan harga diri rakyat DIY yang dalam perjalanan sejarah bangsa ini Yogyakarta telah diberi tempat dan diakui secara konstitusional. Meskipun ada yang beranggapan pemerintahan di DIY dianggapnya tidak sesuai dengan demokratisasi namun perlu diingat bahwa pandangan demokrasi di Indonesia telah terwadahi dalam Sila IV Pancasila. Berdasarkan ketentuan tersebut maka apa yang telah berjalan di DIY selama ini dalam pengisian jabatan Gubernur dan Wakilnya dapat dikatakan telah berjalan demokratis. Dengan demikian tidaklah berlebihan bila pengakuan Keistimewaan DIY tetap dipertahankan karena juga masih didukung oleh sebagian masyarakat DIY, Keputusan DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota serta DPD RI. Alasan Teoritis dimana berdasarkan perspektif filsafat ilmu hukum seharusnya Keistimewaan DIY harus difahami secara utuh agar mampu memahami simbol- simbol dan makna yang ada di lingkungan masyarakat DIY sebagai satu kesatuan. 2. Sri Sultan Hamengku Buwono X dan Sri Paku Alam IX menyampaikan tinjauan secara khusus terhadap RUUK DIY yang telah disampaikan pemerintah, yakni: Judul RUU tentang Keistimewaan Provinsi DIY tidak tepat karena tidak merujuk original intent bunyi Pasal 18B ayat 1 selain itu juga tidak sesuai dengan UU No.3 Tahun 1950 tentang UU Pembentukan DIY yang secara
Recommended publications
  • Srimpi Gadhěg Putri: a Traditional Dance of Pakualaman in the Langěn Wibawa’S Manuscript
    International Journal of the Malay World and Civilisation 8(1), 2020: 47 - 57 (https://doi.org/10.17576/jatma-2020-0801-05) Srimpi Gadhěg Putri: A Traditional Dance of Pakualaman in The Langěn Wibawa’s Manuscript Srimpi Gadhěg Putri: Tari Klasik Pakualaman dalam Naskah Langěn Wibawa MUHAMMAD BAGUS FEBRIYANTO & TITIK PUDJIASTUTI ABSTRACT Langěn Wibawa manuscript (thereafter abbreviated LW) with collection code of LL 20, belonging to the collection of Pura Pakualaman Yogyakarta Library, is a performing art-genre manuscript. This manuscript documents 28 dances in Kadipaten Pakualaman during Paku Alam IV reign. One of dances documented in LW manuscript is Srimpi Gadhěg Putri. Post-Paku IV reign, the Srimpi Gadhěg Putri was no longer recognized for its repertoire presentation. The disconnected preservation of Srimpi Gadhěg Putri dance whips the spirit to restudy the dance’s construction. By means of LW text, information on dance is dug and studied in order to be known by the public. Primary data of Javanese-language and letter manuscript was obtained using philological method yielding LW text edition. The next method, ethnochoreology, was used to study the component of Srimpi Gadhěg Putri dance including theme, music, dance arena, tata lampah dan tata rakit, and fashion and property. Considering the result of analysis, it can be seen that Srimpi Gadhěg Putri dance holds on standard rule of srimpi dance called lampah bědhayan, and refers to Kasultanan Ngayogyakarta dance tradition. Although following the rule of Srimpi dance in general, Srimpi Gadhěg Putri dance has such characteristics as kapang-kapang majěng procession in two stages, kaci fashion for the character of jaja and kandha narrative sang.
    [Show full text]
  • CHAPTER IV FINDING and ANALYSIS A. the Succession of the Governor in Yogyakarta Special Region 1. the Governor's Election Syste
    CHAPTER IV FINDING AND ANALYSIS A. The Succession of the Governor in Yogyakarta Special Region 1. The Governor's Election System in DIY According to the Indonesian Government system, the system of Indonesian Government consists of three levels, namely: central government, regional government consisting of provincial and district/ city, and village government.53 The regional government is the Head of Region and the Vice Head of Region as an element of the regional government which guarantees the implementation of the government affairs which is the authority of the autonomous region.54 Article 18 of 1945 Constitution determines that the territory of Indonesia is divided into provincial areas, and the provinces are divided into districts and cities. Each province, district, and city have local government as determined by Law. In regulating the form and structure of regional government, the state recognizes and respects to the special regional government units which will be regulated by Law.55 Before the amendment of 1945 Constitution or since the proclamation of independence on August 17th, 1945, there are at least some provinces 53 Suharizal, Muslim Chaniago, 2017, Hukum Pemerintahan Daerah Setelah Perubahan UUD 1945, Yogyakarta: Thafa Media, p. 52 54 Andi Pangerang Moenta, Syafa‟at Anugrah Pradana, 2018, Pokok-Pokok Hukum Pemerintahan Daerah, Depok: Rajawali Pers, p. 26. 55 Ibid., p. 50. 22 with special status or special region, namely: DIY, Nanggroe Aceh Darussalam, and Jakarta.56 The Governor, the Regent, the Mayor, and the regional apparatus are the element of local government administration. Each region is led by the Head of Government called the Head of Region.
    [Show full text]
  • Partisipasi Masyarakat Kampung Kauman Pada Tradisi Sekaten Di Keraton Yogyakarta
    Endogami: Jurnal Ilmiah Kajian Antropologi Vol. 3 No. 2 : Juni 2020 E-ISSN : 2599-1078 Partisipasi Masyarakat Kampung Kauman pada Tradisi Sekaten di Keraton Yogyakarta Rosa Novia Sapphira 1, Eko Punto Hendro 1, Amirudin 1 1Program Studi Antropologi Sosial, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Sudharto, SH, Kampus Tembalang Semarang – 50275 E-mail: [email protected]; E-mail: [email protected]; E-mail: [email protected] Abstract The existence of Sekaten tradition in The Yogyakarta Palace is one form of Javanese cultural heritage that is still preserved by the community until this day. According to the history, the emergence of Sekaten Tradition was not only to celebrate the birthday of the Prophet Muhammad, but also an initiation by Wali Sanga as an effort to spread the religion of Islam. The phenomenon of religious and cultural relations can be seen directly in the Sekaten Tradition held in Yogyakarta and its relation to the Kauman Yogyakarta Community. In fact, Sekaten with mystical traditional colors still exist in Kauman Village, where the majority of their people are identical with Islam and Muhammadiyah. They were accepted Sekaten's presence, even participated in those celebration. So that, the Sekaten tradition which always smells things that are forbidden by Islam, can continue to run well in every year. Kata Kunci: Traditional Ritual, Tradisional, Sekaten Tradition, Kauman, Ngayogyakarta Palace 1. Pendahuluan Upacara tradisional ialah kegiatan sosial yang melibatkan para warga masyarakat dalam usaha mencapai tujuan keselamatan bersama. Kelestarian dari upacara tradisional dipengaruhi oleh tujuan dan fungsi upacara itu sendiri bagi kehidupan masyarakat pendukungnya, sehingga upacara tradisional dapat mengalami kepunahan apabila tidak memiliki fungsi sama sekali di dalam kehidupan masyarakat pendukungnya (Suratmin, 1991-1992: 1).
    [Show full text]
  • Peran Kepemimpinan Pengaruhnya Terhadap Motivasi, Komitmen Dan Kinerja Organisasi Di Pura Pakualaman Yogyakarta
    Jurnal Khasanah Ilmu Vol. 9 No. 2 September 2018 Peran Kepemimpinan Pengaruhnya Terhadap Motivasi, Komitmen Dan Kinerja Organisasi Di Pura Pakualaman Yogyakarta R. Jati Nurcahyo1), Sri Kiswati2) Universitas Bina Sarana Informatika E-mail : [email protected]), [email protected]) Abstract - The smart leadership style implemented by K.G.P.A.A. Paku Alam X has an important role in improving the organization work performance in Pura Pakualaman Yogyakarta. This is due to its positive effects in strengthening the “Abdi Dalem” commitment as well as managing their motivation well. The implication of the K.G.P.A.A. Paku Alam X leadership to the improvement of the organization work performance must include some competencies and put together the elements of ethics and professionalism in organization of Pura Pakualaman Yogyakarta. The elements include five dimensions, they are: Logic, Power Resource, Knowledge, Core Leadership Functions, and Character. The method used in this research is descriptive qualitative. The instruments applied are survey, quantitative data and interviews. The results of the study show that there is influence of the “Abdi Dalem” reliance in taking initiatives to the role of KGPAA Paku Alam X when he is not in charge nor in Puro Pakualaman Palace. The numbers based on the data show less significant influence: Work Performance 49.7%, Motivation 27.2%, and Commitment 22.1%. The result of the research also shows that whenever the “Abdi Dalem” find difficulties in undertaking their duties, most of them will ask for the decision of “Penghageng” or the Tepas Department Head. Keyword : Leadership, Motivation, Commitment And Work Performance Abstrak - Gaya Kepemimpinan yang Smart dari K.G.P.A.A.
    [Show full text]
  • Sambutan SILATURAHMI TRAH PAKUALAMAN “HUDYANA JAKARTA”
    Sambutan SILATURAHMI TRAH PAKUALAMAN “HUDYANA JAKARTA” Jakarta, 3 Maret 2019 -------------------------------------------------------------------------- Assalamu’alaikum Wr. Wb. Salam sejahtera bagi kita semua, Yang Kami hormati Keluarga Besar Trah Pakualaman “Hudyana Jakarta”, Pertama-tama marilah kita panjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga pada hari ini kita masih diberi kesempatan untuk hadir dan berkumpul pada acara Silaturahmi Trah Pakualaman “Hudyana Jakarta”. Selanjutnya, izinkan kami dalam kesempatan ini menghaturkan terima kasih kepada Bapak/Ibu/Saudara sekalian yang telah berkenan meluangkan waktu menghadiri silaturahmi ini. Dan mohon pamit bahwa Gusti Putri tidak bisa hadir karena ada kesibukan lain. Kemudian ucapan terima kasih juga khusus Saya sampaikan kepada Jajaran Pengurus Trah Pakualaman “Hudyana Jakarta” atas terselenggaranya silaturahmi ini. Hadirin sekalian yang berbahagia, Keluarga besar Trah Pakualaman “Hudyana Jakarta” adalah sebuah “Jembatan”, yang menghubungkan antara Pakualaman dengan seluruh anggota keluarga besar trah bahkan antar anggota keluarga besar trah itu sendiri. Keterhubungan tersebut haruslah efektif, sehingga keberadaan Trah Pakualaman “Hudyana Jakarta” ini menjadi dapat dirasakan manfaatnya yaitu mempererat silaturahmi yang dapat saling memberdayakan, dan melestarikan budaya poro leluhur yang memang harus diuri-uri. Kita bersyukur bahwa Trah Pakualaman “Hudyana Jakarta” yang dirintis bersama masih eksis, dan semoga akan terus eksis.
    [Show full text]
  • Menyiapkan Sultan Perempuan: Legitimasi Langit Dan Efektivitas Rezim Sultan Hamengkubuwono X1
    DDC: 321.5 MENYIAPKAN SULTAN PEREMPUAN: LEGITIMASI LANGIT DAN EFEKTIVITAS REZIM SULTAN HAMENGKUBUWONO X1 Bayu Dardias Departemen Politik dan Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Email: [email protected] Diterima: 17-3-2016 Direvisi: 29-3-2016 Disetujui: 4-4-2016 ABSTRACT Sultan Hamengkubuwono (HB) X of Yogyakarta has chosen his eldest daughter as his successor in a traditionally patrilineal Sultanate. This paper discusses the controversy surrounding Sultan HB X’s decision by measuring the impact of his proclamations and orders for the Sultanate’s long-term regime effectiveness. I argue that Sultan HB X’s proclamations and orders based, which were based on mysticism and a sense of divinity, have been ineffectual for maintaining regime effectiveness inside and outside of the Sultanate. Within the Sultanate, the Sultan’s siblings have argued that his decisions contradict the Sultanate’s centuries-long tradition of rules (paugeran). Outside the palace walls, broader society has been divided over Sultan HB X’s choice. One group supports Sultan HB X’s decision, while the other group is determined to hold on firmly to their patriarchal cultural and historical traditions. While Sultan HB X’s proclamations and orders have been ineffectual in maintaining the Sultanate and its influence, his decisions have even brought about an enormous challenge to the survival prospects of the Sultanate itself. Keywords: political legitimation, regime, Sultan Hamengkubuwono, Yogyakarta Sultanate ABSTRAK Pada 2015, Sultan Hamengkubuwono (HB) X mengeluarkan empat kali Sabda dan Dawuh Raja yang berkaitan dengan suksesi kepemimpinan di Kasultanan Yogyakarta. Tanpa memiliki putra laki-laki, Sultan HB X menunjuk putri sulungnya sebagai penerus takhta yang menganut patrilineal.
    [Show full text]
  • Download Download
    Vol. 15, 2021 A new decade for social changes ISSN 2668-7798 www.techniumscience.com 9 772668 779000 Technium Social Sciences Journal Vol. 15, 602-610, January, 2021 ISSN: 2668-7798 www.techniumscience.com Jemparingan as a source of local wisdom in Mataram: the role of Indonesian traditional arrows in forming the character of nationality Aziz, Abd.1, Winarsih, Nining2 1The chancellor of university, Islamic University of Zainul Hasan, Indonesia, 2College of Social Education, Islamic University of Zainul Hasan, Indonesia [email protected] Abstract. This article aims to examine the role of natural nails VIII in the development of Indonesian archery sport. The method used is the historical research method which includes heuristic, criticism, interpretation and historiography stages. This study describes the philosophical aspects of the typical Mataram archery sport known as jemparingan. the role of Paku Alam VIII in thearrow sport jemparingan, as well as the character value of the jemparingan and its implementation for the younger generation. This paper will provide insight to the public to get to know more about the jemparingan and portrait of the struggle of natural nail VIII in historical studies in Indonesian history. Keywords. Jemparingan, archery sport, character value, history 1. Introduction Bows and arrows have a long history in the world (Okawa et al., 2013). Archery is the oldest weapon used by humans to protect themselves. Archaeologists estimate that from the cave paintings, arrows were used since 50,000 years ago(Zhang, 2018). Archery is a symbol of strength and power. Countries in the world that are known as reliable archers are from England and France who use a crosbow or crossbow during the war in Hasing and Roses(Alofs, 2014; Crombie, 2011; Ganter et al., 2010).
    [Show full text]
  • Edisi 6 / 2018 Buletin Pelestarian Warisan Budaya Dan Cagar Budaya MAYANGKARA Edisi 6 / 2018
    ISSN 2502-1567 Buletin Pelestarian Warisan Budaya dan Cagar Budaya MAYANGKARA Edisi 6 / 2018 Buletin Pelestarian Warisan Budaya dan Cagar Budaya MAYANGKARA Edisi 6 / 2018 Sampul Depan: Gedhong Purwaretna, Pura Pakualaman Rubrik Uneg-uneg Redaktur KORI: rubrik pembuka berisi informasi mengenai sejarah dan penjelasan tema buletin edisi kali ini. SUSUNAN REDAKSI PENDHAPA: tajuk utama dalam buletin. PENANGGUNG JAWAB: Drs. Umar Priyono, M. Pd. PLATARAN: rubrik ringan yang berisi perjalanan ataupun informasi situs warisan budaya di berbagai tempat, khususnya Salam Budaya, di DIY. PEMIMPIN REDAKSI: Dian Lakshmi Pratiwi, S.S.,, M.A PRINGGITAN: rubrik berisi kajian maupun penelitian yang membahas mengenai tema Buletin Mayangkara edisi kali ini. Perkembangan pembangunan modern yang terjadi di Yogyakarta khususnya di Kawasan REDAKTUR: EMPU: rubrik wawancara interaktif dengan tokoh-tokoh yang Cagar Budaya Pakualaman membawa berbagai dampak salah satunya identitas kawasan yang Aris Wityanto, S.IP berpengaruh dalam pelestarian warisan budaya dan cagar tergerus. Oleh sebab itu, sebagai salah satu Kawasan Cagar Budaya yang diprioritaskan oleh budaya. pemerintah, perlu adanya langkah khusus dalam mempertahankan karakter Kawasan Cagar EDITOR: PAWARTOS: rubrik berisi berita-berita pelestarian warisan Joy Jatmiko Abdi, S.S. budaya dan cagar budaya. Budaya Pakualaman sebagai salah satu bentuk pelestarian kota heritage. Anglir Bawono, S.S. PAGELARAN: rubrik mengenai kegiatan masyarakat dalam Edisi ke 6 buletin Mayangkara akan membahas lebih dalam mengenai Pelestarian Warisan upaya pelestarian terhadap warisan budaya dan cagar budaya REPORTER: di Kotabaru. Budaya dan Cagar Budaya serta nilai-nilai penting yang terkandung di dalam Kawasan Cagar Ria Retno Wulansari, S.S Budaya Pakualaman. Pembaca akan menemukan rubrik-rubrik yang menambah wawasan SRAWUNG: rubrik berisi serba-serbi mengenai warisan budaya FOTOGRAFER: dan cagar budaya.
    [Show full text]
  • Unitary, Federalized, Or Decentralized?: P-ISSN: 2655-2353, E-ISSN: 2655-6545 the Case Study of Daerah Istimewa
    Article Info: Received : 02 – 07 – 2019 http://dx.doi.org/10.18196/iclr.1210 Revised : 02 – 08 – 2019 Accepted : 20 – 08 – 2019 Volume 1 No 2, June 2019 Unitary, Federalized, or Decentralized?: P-ISSN: 2655-2353, E-ISSN: 2655-6545 The Case Study of Daerah Istimewa Yogyakarta as The Special Autonomous Regions in Indonesia Ming-Hsi Sung 1, Hary Abdul Hakim2 1, 2 Department of Financial and Economic Law, Asia University, Taiwan E-mail: [email protected] 2 [email protected] 1Assistant Professor & Director, East Asia Law Center, Department of Financial and Economic Law, Asia University, Taiwan P 2Research Assistant, PAIR Labs; Assistant Research Fellow, East Asia Law Center, Department of Financial and Economic Law, Asia University, Taiwan Abstract granting autonomy to Daerah Istimewa Yogyakarta as a case study to The professed constitutional unitary argue for the latter, asserting that the case merely exemplifies the state claim has been highly debated. decentralization characteristic embedded in the Constitution. This paper Some argue that Indonesia shall be a first examines the political features of federalism through a historical unitary state in name, pursuant to legal perspective, showing that the current state system in Indonesia is Article 1 Para. III of the Indonesian decentralized but not federalized. This paper concludes that the Constitution, but Constitutional recognition of Daerah Istimewa Yogyakarta as an autonomous region is reforms after 1998 when the autocratic simply a practice of constitutional decentralization. This paper also President Gen. Soeharto stepped down higlights that with recent political development, echoing that the granted broad authority to local decentralization theory is not a product of legal interpretation, but a government, leading Indonesia to a constitutional and political reality.
    [Show full text]
  • The Election Position of Governor and Vice Governor of Yogyakarta Special Region in the Perspective of Pancasila Democracy in Indonesia
    Advances in Social Science, Education and Humanities Research, volume 192 1st International Conference on Indonesian Legal Studies (ICILS 2018) The Election Position of Governor and Vice Governor of Yogyakarta Special Region in the Perspective of Pancasila Democracy in Indonesia Martitah1a, Slamet Sumarto2b 1 Faculty of Law, Universitas Negeri Semarang (UNNES), Indonesia 2 Faculty of Social Sciences, Universitas Negeri Semarang (UNNES), Indonesia a [email protected], b [email protected] Abstract— The election of the Governor and/or Vice Governor directly in the democratic system in Indonesia faces great challenges. In the context of the Special Region of Yogyakarta, direct elections contradict the legal historical election of Governor and Vice Governor carried out from generation to generation through the establishment of Sultan Hamengku Buwono and Paku Alam. Yogyakarta people also reject direct election. The rejection of the governor and/or vice-governor election of Yogyakarta by the people is in two dimensions at once, not only because of the historical provisions which do not allow direct election to be held but also because of the democratic expression of the people of Yogyakarta which insists that the election is not necessary directly. The real problem is the implementation of a democratic system of universality and particularity. The entry of local direct election clause in the Privileges of Yogyakarta Bill prior to the enactment of Law Number 13 of 2012 in line with the principle of universality. However, the rejection of direct elections is a particular aspect of the democratic process. The logic of the people of Yogyakarta must also be understood in terms of what is called the proper role of the state.
    [Show full text]
  • European Journal of Education Studies HYBRIDITY of BEKSAN FLORET PURA PAKUALAMAN YOGYAKARTA
    European Journal of Education Studies ISSN: 2501 - 1111 ISSN-L: 2501 - 1111 Available on-line at: www.oapub.org/edu doi: 10.5281/zenodo.3877516 Volume 7 │ Issue 5 │ 2020 HYBRIDITY OF BEKSAN FLORET PURA PAKUALAMAN YOGYAKARTA: POSTCOLONIAL STUDY Feri Catur Harjanta1i, Kuswarsantyo2 1Magister Student of Art Education Study Program, Graduate Program of Yogyakarta State University, Yogyakarta, Indonesia 2Lecturer of Art Education Study Program, Graduate Program of Yogyakarta State University, Yogyakarta, Indonesia Abstract: During the British colonial era, there was an important momentum in the city of Yogyakarta. The important moment was the birth of a kingdom called Pura Pakualaman or Pakualaman Palace where Prince Notokusumo was known as Sri Paku Alam I. He could not be separated from the political contract between the British government and Sri Sultan Hamengku Buwono II. During the reign of Sri Paduka Paku Alam IV, he was very close to the Dutch government so that most of the art of dance at that time was influenced by Dutch culture. The artworks of Sri Paku Alam IV include Srimpi Nadheg Putri, Beksan Floret, Beksan Sabel, Beksan Inum and Beksan Penthul Tembem. The object of this research was Beksan Floret. Meanwhile the method used in this study was a qualitative method with a post-colonial approach. In this study, a theory from Homi K Bhabha which explains hybridity was used. Post-colonial representations have several characteristics, including power relations, identity, ambivalence, and mimicry. Based on the results of post-colonial representation, it can be further elaborated as follows: (1). Beksan Floret reflects a split identity, (2) There is a power relation, which is legitimate, emancipatory, hierarchical and dominative, (3) Mimikri Beksan Floret itself gives birth to ideas about dynamic, creative and independent especially in costume and choreography, (4).
    [Show full text]
  • The Legal Consequences of Constitutional Court Decision No.88/Puu-Xiv/2016 Toward the Succession of the Governor of Yogyakarta Special Region
    THE LEGAL CONSEQUENCES OF CONSTITUTIONAL COURT DECISION NO.88/PUU-XIV/2016 TOWARD THE SUCCESSION OF THE GOVERNOR OF YOGYAKARTA SPECIAL REGION PUBLICATION PAPER Name : Fatkhania Hamdah Fainusah Student Number : 20140610476 Faculty : Law Major : International Program for Law and Sharia Field of Study : Constitutional Law FACULTY OF LAW UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2018 THE LEGAL CONSEQUENCES OF CONSTITUTIONAL COURT DECISION NO.88/PUU-XIV/2016 TOWARD THE SUCCESSION OF THE GOVERNOR OF YOGYAKARTA SPECIAL REGION By: Fatkhania Hamdah Fainusah International Program for Law and Shariah, Faculty of Law, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Brawijaya Street, Tamantirto, Kasihan, Bantul, Yogyakarta, Indonesia 55183 Email: [email protected] ABSTRACT The Constitutional Court decided that woman can be the Governor in the Yogyakarta Special Region. The Constitutional Court Decision nullified the Article 18 paragraph 1 (m) of Law No. 13 of 2012 on the Privileges of Yogyakarta Special Region. This study aims to analyze the legal consequences of Constitutional Court Decision No.88/PUU-XIV/2016 toward the succession of the Governor of Yogyakarta Special Region. The research is a normative legal research which used qualitative analysis with constitutional statute and historical approach. The data were collected through library research by reading and analyzing the books, scientific journals, legal documents, and non-legal documents related to the issue. The result of research shows that there are some problems in the succession of the Governor in Yogyakarta Special Region. First, with the nullification of Article 18 Paragraph 1 (m) of Law No. 13 of 2012 on the Privileges of Yogyakarta Special Region, it can cause the fundamental changes in Paugeran (the living constitution of the Sultanate).
    [Show full text]